BAHAN AJAR Pembelajaran Fisika Berbasis Science Technology Engineering and Mathematics (STEM) Memfasilitasi Pengembangan Keterampilan Belajar Abad ke-21 untuk Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Dasar Proses Pembelajaran Fisika I Disusun oleh: Dwi Yulianti NIM 0402616002 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2019 PRAKATA Alhamdulillaahirrobbal’alamiin, bahan ajar Pembelajaran Fisika Berbasis Science Technology Engineering and Mathematic Memfasilitasi Pengembangan Keteraampilan Belajar Abad 21 telah tersusun, oleh karena itu segala puji dan rasa syukur saya panjatan kepada Allah swt yang telah melimpahkan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan bahan ajar ini. Ucapan terima kasih tak terhingga disampaikan kepada promotor saya: Prof. Dr. Wiyanto M.Si., ko promotor Prof. Dr. Ani Rusilowati, M.Pd dan anggota promotor Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si yang berkenan untuk mereview dan memvalidasi buku ajar ini. Terima kasih saya sampaikan pula kepada Bapak Dr. Joko Siswanto,M.Pd, Dr. Suharto Linuwih, M.Si dan Dr. Sri Wardani, M.Si yang telah berkenan memvalidasi buku ajar ini. Buku ajar ini memuat latar belakang pentingnya Keterampilan Abad 21 dan pendekatan Science Technology Engineering and Mathematics (STEM), Pembelajaran Fisika Berbasis STEM , Model Pembelajaran berorientasi STEM dan Contoh Perangkat Pembelajaran Fisika Berbasis STEM memfasilitasi pengembangan keterampilan belajar abad 21. Semoga buku ajar ini bermanfaat khususnya bagi mahasiswa pendidikan fisika dan pembaca yang lain. Semarang, 29 Juli 2019 1 DAFTAR ISI PRAKATA.......................................................................................................................... 1 DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 2 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3 BAB I LATAR BELAKANG ............................................................................................ 5 1.1. Mengapa Keterampilan Abad 21 Penting? ......................................................... 5 1.2. Mengapa Science Technology Engineering and Mathematics (STEM)? ........... 7 1.3. Kaitan Keterampilan Abad 21 dengan Kurikulum 2013..................................... 9 BAB II SCIENCE TECHNOLOGY ENGINEERING AND MATHEMATIC (STEM)...... 12 2.1. Sejarah Terbentuknya STEM ......................................................................... 12 2.2. Subjek STEM .................................................................................................... 13 2.3. Cara Menerapkan Pendekatan STEM ............................................................... 16 BAB III KETERAMPILAN BELAJAR ABAD 21 ......................................................... 21 3.1. Latar Belakang Pentingnya Keterampilan Abad 21 di Indonesia .................... 21 3.2. Keterampilan Abad 21 ...................................................................................... 22 3.3. Pendidik Abad 21 .............................................................................................. 32 BAB IV PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS STEM .............................................. 37 4.1. Pembelajaran berbasis STEM ........................................................................... 37 4.2. Model Pembelajaran Berorientasi STEM ....................................................... 40 4.2.1. Model Project Based Learning ................................................................. 40 4.2.2. Model Pembelajaran Discovery Learning................................................. 44 4.2.3. Problem Based Learning .......................................................................... 48 BAB V PERANGKAT PEMBELAJARAN BERPENDEKATAN STEM TERINTEGRASI KETERAMPILAN 4C ........................................................................ 53 5.1. Penyusunan RPP ............................................................................................... 53 5.2. Penyusunan Instrumen Tes untuk Mengukur Keterampilan 4C ...................... 60 5.3. Contoh Bahan Ajar Berpendekatan STEM Terintegrasi Keterampilan 4C ...... 61 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 65 GLOSSARIUM................................................................................................................. 83 INDEKS ............................................................................................................................ 85 2 PENDAHULUAN Bahan ajar ini, merupakan bahan ajar yang digunakan pada Model Task Action Learning yang diterapkan di mata kuliah Dasar dan Proses Pembelajaran Fisika I. Dasar dan Proses Pembelajaran Fisika I berbobot 2 sks (satuan kredit semester), diberikan kepada mahasiswa pendidikan fisika semester lima. Capaian pembelajaran lulusan mata kuliah Dasar dan Proses Pembelajaran Fisika I adalah mampu merencanakan, pembelajaran fisika berbasis aktivitas belajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir sesuai dengan karakteristik materi fisika, dan sikap ilmiah sesuai dengan karakteristik siswa dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar berbasis ilmu pengetahuan, teknologi yang kontekstual lingkungan sekitar. Capaian pembelajaran dan mata kuliah adalah memiliki bekal pengetahuan yang memadai terkait metode pembelajaran inovatif yang berorientasi kecakapan personal, sosial, dan akademik (life skill) pada pembelajaran fisika di sekolah menengah dan menerapkannya dalam bentuk rancangan program pembelajaran fisika di sekolah menengah, yang terdiri atas: 1. mahasiswa dapat menyusun RPP berbasis STEM yang memfasilitasi pengembangan keterampilan 4C, 2. mahasiswa dapat menyusun LKS berbasis STEM yang memfasilitasi pengembangan keterampilan abad 21, 3. mahasiswa dapat menyusun alat evaluasi keterampilan 4C, 4. mahasiswa dapat menyusun bahan ajar berbasis STEM yang memfasilitasi pengembangan keterampilan 4C, 5. mahasiswa dapat menyusun media pembelajaran untuk mengejarkan fisika berbasis STEM dan memfasilitasi pengembangan keterampilan abad ke21. Ruang lingkup bahan ajar ini meliputi pengenalan STEM dan Keterampilan Belajar Abad ke-21, model pembelajaran fisika yang dapat digunakan untuk membelajarkan fisika berbasis STEM yang memfasilitasi pengembangan Keterampilan Belajar Abad 21. 3 PETUNJUK PENGGUNAAN Bahan ajar ini sebagai sistem pendukung Model Task Action Learning, agar dapat mengikuti perkuliahan menggunaakan model ini perhatikan petunjuk sebagai berikut, 1. Pertemuan pertama, perkuliahan diawali dengan pretest . Selanjutnya pembentukan kelompok dan bahan ajar. Pelajarilah bahan ajar ini, untuk memperkaya pemahaman konsep, dan diskusikan pertanyaaan-pertanyaan secara berkelompok. 2. Pertemuan kedua menuntaskan hasil diskusi yang merupakan lokakarya awal. Setelah waktu berdiskusi selesai, silahkan : a. hasil diskusi ditulis pada kertas dan tempelkan pada meja atau dinding. b. setiap kelompok berkeliling, ke kelompok yang lain untuk mencermati hasil diskusi kelompok lain dan memberikan catatan pada kertas yang dikunjungi, yang dinamakan gallery walk. Selanjutnya dosen akan memberikan tugas project menyusun perangkat pembelajaran. Setiap mahasiswa wajib melaksanakan program pendampingan diluar jam kuliah 3. Pertemuan ketiga adalah gallery project, setiap kelompok memajang hasil project di meja atau di dinding. Setiap kelompok berkewajiban mengunjungi kelompok lain dan memberikan saran terhadap hasil project kelompok lain. Dosen memilih 5 perangkat terpilih untuk di peer teaching kan pada pertemuan berikutnya. 4. Pertemuan keempat adalah peer teaching 5. Pertemuan terakhir adalah refleksi dan posttest 4 BAB I LATAR BELAKANG Bab I, membahas tentang latar belakang pentingnya pembelajaran menggunakan pendekatan Science Technology Engineering and Mathematics (STEM), latar belakang pentingnya pembelajaran terintegrasi keterampilan abad 21, dan kaitan keterampilan belajar abad ke-21 dengan kurikulum 2013. Setelah mempelajari bab I ini mahasiswa dapat: 1. menjelaskan latar belakang pentingnya keterampilan abad ke-21 2. menjelaskan latar belakang pentingnya pembelajaran berpendekatan STEM 3. menjelaskan kaitan keterampilan belajar abad ke-21 dengan kurikulum 2013. 1.1. Mengapa Keterampilan belajar Abad ke-21 Penting? Saat ini kita sudah memasuki abad ke-21, apakah kita siap menghadapi dan menjalani proses kehidupan di era tersebut? Jika kita amati, sampai saat ini berbagai kemajuan pada semua sendi kehidupan telah tercapai, tidak terkecuali di bidang pendidikan. Banyak pakar mengatakan abad ke-21 adalah abad pengetahuan, ilmu pengetahuan berkembang sangat cepat, alat dan cara komunikasi semakin berkembang dengan hadirnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga setiap orang dapat memperoleh informasi dan berkomunikasi begitu cepat, tanpa ada batasan ruang, jarak dan waktu. Pada bidang pendidikan sejumlah tantangan dan peluang harus dihadapi siswa dan guru, agar dapat bertahan pada abad pengetahuan di era informasi ini. Apa yang harus disiapkan khususnya yang berkaitan dengan tugas kita sebagai pendidik anak bangsa? Bukankah pendidik adalah ujung tombak pembentukan manusia seutuhnya? Guru dan siswa, dosen dan mahasiswa, dituntut memiliki kemampuan belajar mengajar di abad ke-21 ini. Khususnya pendidik dituntut bagaimana mengajarkan keterampilan abad ke-21 agar siswa mampu bersanding, bersaing dan bertahan. Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah 5 tantangan dan masalah global, seperti perubahan iklim, krisis ekonomi global, globalisasi, berbagai masalah lain yang harus mampu dihadapi dan diselesaikan. Era globalisasi, membuat persaingan antarnegara, antarbangsa, dan antar individu menjadi semakin ketat. Siapa yang berkemampuan dan siap akan mampu bertahan, sedangkan yang tidak siap akan tersisihkan dan mungkin akhirnya tertinggal. Pelajaran berharga yang dapat kita ambil, adalah negara-negara maju yang mempunyai sumber daya manusia yang unggul, semakin menguasai persaingan dibandingkan dengan negara berkembang yang kualitas sumber dayanya tidak berkompeten. Keterampilan Abad ke-21 juga tidak hanya membantu siswa untuk berhasil di semua bidang sekolah formal, keterampilan ini juga diperlukan bagi seseorang untuk beradaptasi dan berkembang dalam dunia yang terus berubah (Partnership for 21st Century Learning, 2016). Menurut Frydenberg & Andone sebagaimana dikutip oleh Hidayah, R (2017) juga menyatakan untuk menghadapi pembelajaran abad ke-21, setiap orang harus memiliki keterampilan berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi digital, literasi informasi, literasi media dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu untuk dapat berperan dalam dunia global, setiap negara wajib untuk menyiapkan generasi yang memiliki 21st Century skills. Menurut National Education Association /NEA (2002), ada 18 macam 21st Century Skills yang perlu dibekalkan pada peserta didik, yang terbagi dalam beberapa aspek. Salah satu aspek yang terpenting adalah aspek Learning and Innovation Skills-4C, yaitu critical thinking (berpikir kritis), communication (komunikasi), collaboration (kolaborasi/kerjasama), dan creativity (kreativitas). Aspek tersebut harus dikuasai peserta didik pada jenjang pendidikan dasar sampai menengah. Rotherham & Willingham (2009) mencatat bahwa kesuksesan seorang peserta didik tergantung pada kecakapan abad ke-21, dengan demikian peserta didik perlu dibekali dan memilikinya, sehingga dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dengan menguasai keterampilan belajar abad ke-21, siswa akan dapat merencanakan dan membuat keputusan bijak untuk masa depan mereka dan dapat pula mengatasi tantangan globalisasi (Husin, 2016). Rich juga (2010) menjelaskan bahwa pembelajaran abad ke-21 berarti bahwa siswa dapat menguasai konten 6 sambil memproduksi, mensintesis, dan mengevaluasi informasi dari berbagai mata pelajaran dan sumber dengan pemahaman dan rasa hormat terhadap beragam budaya. Siswa tidak hanya menunjukkan tiga Rs, tetapi juga menunjukkan tiga Cs: kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi. 1.2. Mengapa Science Technology Engineering and Mathematics (STEM)? Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) merupakan inisiatif dari National Science Foundation. STEM telah diterapkan di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Finlandia, Australia dan Singapura. Beberapa penelitian tentang pengembangan keterampilan abad 21 dapat dilaksanakan melalui pendekatan STEM (Bybee, 2010; Elliott, Oty, McArthur dan Clark, 2001; Gülhan & Şahin, 2016; Kennedy & Odell, 2014; Morrison, 2006; Olivarez, 2012; Roberts, 2012; Sahin, Ayar & Adıguzel, 2014; Yamak, Bulut & Dündar, 2014). Tujuan dari penerapan pendekatan STEM di Amerika Serikat adalah untuk menjadikan keempat bidang STEM menjadi pilihan karir utama bagi peserta. Konsep pendekatan STEM saat ini sedang berkembang di negara-negara maju. Tujuan utama pembelajaran berbasis STEM adalah meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, berpikir kritis, dan berpikir analitis (Brophy, et al., 2008). STEM adalah pendekatan yang menyatukan beberapa disiplin ilmu, mengarahkan pada pembelajaran yang efektif dan berkualitas, mengaitkan dengan pengalaman kehidupan sehari-hari dan melibatkan pemikiran tingkat tinggi (Yildirim dan Altun, 2015). Menurut Akyildiz (2014), STEM adalah pendekatan interdisipliner terintegrasi yang memberikan pengalaman belajar yang relevan dan praktis kepada siswa. Reformasi pendidikan di banyak negara telah memfokuskan pada STEM dan minat mengajar menggunakan STEM meningkat (Corlu, Capraro dan Capraro, 2014). Pembelajaran menggunakan pendekatan STEM merupakan integrasi dari pembelajaran sains, teknologi, teknik, dan matematika yang disarankan untuk membantu kesuksesan keterampilan abad ke-21 (Beers, 2011). Halim (2013) juga menyimpulkan bahwa pendidikan STEM adalah media yang sempurna untuk 7 penerapan keterampilan abad ke-21. Selain itu STEM digunakan untuk mengatasi situasi dunia nyata melalui sebuah desain berbasis proses pemecahan masalah seperti yang digunakan oleh insinyur dan ilmuwan (Williams, 2011). Manfaat pendekatan STEM adalah membuat siswa menjadi pemecah masalah, penemu, inovator, mampu mandiri, pemikir yang logis, melek teknologi, mampu menghubungkan budaya dan sejarahnya dengan pendidikan, dan mampu menghubungkan pendekatan STEM dengan dunia kerja (Morrison, 2006). Melihat pentingnya pendekatan STEM tersebut bagi siswa, STEM perlu menjadi kerangkarujukan bagi proses pembelajaran fisika di Indonesia, dan dapat dijadikan alternatif baru bagi inovasi pendidikan IPA termasuk fisika dalam era persaingan bebas. Kaitan dengan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia seperti yang diharapkan pada Kurikulum 2013, STEM saat ini menjadi alternatif pembelajaran sains yang dapat membangun generasi yang mampu menghadapi abad ke-21 yang penuh tantangan (Permanasari, 2016:23). Alasan yang dapat dikemukakan adalah pendekatan STEM sebagian besar menggabungkan pemecahan masalah, analisis, kritis, berpikir kreatif, kerja sama tim, dan keterampilan komunikasi sebagai strategi pedagogis (Shahali et al., 2015). Selain itu, pembelajaran STEM mampu mengembangkan pola berpikir kritis, penalaran, kerja kelompok, kemampuan menyelidiki, dan kreativitas yang dapat siswa terapkan pada seluruh aspek kehidupan (Chantala, 2017). Pada abad ke-21 ini, pendidik menjadi ujung tombak untuk mengantarkan peserta didik memiliki keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja, dan bertahan dengan menggunakan keterampilan untuk hidup (life skills). Calon guru harus dibekali agar memiliki pengetahuan pedagogis yang diperlukan terkait dengan perencanaan dan implementasi sesuai dengan pendidikan STEM, dan dilengkapi dengan sumber daya dan materi yang diperlukan (Altan, Yamak & Kırıkkaya, 2016; Corlu, Capraro & Capraro, 2014; Gonzalez & Kuenzi, 2012; Kennedy & Odell, 2014; Stohlmann, Moore &Roehrig, 2012). 8 Hasil penelitian McDonald (2016) menunjukkan bahwa 237 penelitian penerapan STEM dalam pembelajaran, baik secara praktik maupun pedagogi terbukti efektif untuk meningkatkan minat, motivasi, dan prestasi siswa serta dapat mengembangkan keterampilan abad 21. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriani, Karniawati, & Suwarma (2017) juga menunjukkan adanya pengaruh positif dari penerapan pembelajaran STEM yaitu pembelajaran STEM dapat meningkatkan causal reasoning atau daya penalaran pada siswa SMP. Sejalan dengan penelitian yan dilakukan oleh Surya (2018) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang mengintegrasikan pendekatan STEM menuntut siswa untuk memahami konsep sains dan menganalisis rekayasa dari sebuah teknologi sehingga berguna unuk melatih dan menunjang kemampuan berpikir kreatif siswa. Ketika STEM diterapkan pada pembelajaran, maka hasil keluaran yang akan didapatkan oleh siswa adalah sebagai berikut: memberikan energi pada lingkungan belajar, merevitalisasi kurikulum dengan relevansi dunia nyata; memicu keinginan siswa untuk mengeksplorasi, menyelediki, dan memahami dunia mereka; siswa dapat mengembangkan kepercayaan diri dan mengarahkan diri sendiri ketika berada dalam pekerjaan berbasis tim maupun independen; siswa menjadi lebih bersemangat dan percaya diri dalam matematika dan sains ketika menggunakan teknologi, inovasi, desain, dan rekayasa agar dapat membuat pembelajaran lebih bermakna; pendidikan STEM merupakan jalur utama menuju literasi teknologi untuk semua kalangan; mendorong siswa untuk berpikir dengan fleksibel dan percaya diri; meningkatka relevansi dalam pengalaman pendidikan sekaligus menurunkan angka putus sekolah (Williams, 2011). 1.3. Kaitan Keterampilan Abad ke-21 dengan Kurikulum 2013 Pendidikan Nasional abad ke-21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk 9 mewujudkan cita-cita bangsanya (BSNP, 2010). Pemerintah telah berupaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui Kurikulum 2013 yang telah diterapkan sampai saat ini. Kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari Fisika di Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah diantaranya adalah menjalani kehidupan dengan sikap positif dengan daya pikir kritis, kreatif, inovatif, dan kolaboratif, disertai kejujuran dan keterbukaan, berdasarkan potensi proses dan produk fisika, serta memahami dampak perkembangan fisika terhadap teknologi (Kemendikbud, 2016). Dengan demikian kompetensi yang dikembangkan dalam kurikulum 2013 sesuai dengan tuntutan keterampilan abad ke-21, proses belajar mengajar sains menekankan siswa aktif dan menggunakan pendekatan ilmiah. Implementasi kurikulum 2013 juga menghasilkan tekanan untuk guru agar dapat mengadopsi beberapa pedagogi yang berbeda, seperti: lebih menekankan pada pengembangan keahlian abad ke-21 bagi siswa, pendekatan yang lebih berpusat pada siswa, dan juga pembelajaran aktif. Guru dan juga siswa di Indonesia ke depannya menghadapi tantangan unuk mengimplementasikan pedagogi-pedagogi tersebut agar dapat merubah paradigma dari guru sebagai pusat pengontrol menjadi guru sebagai fasilitator (Blackley, 2018). Jika dicermati tujuan pembelajaran berpendekatan STEM terintegrasi keterampilan abad ke-21, sejalan dengan tujuan pembelajaran fisika di sekolah menengah yang tercantum dalam kurikulum 2013. Dengan demikian pada pembelajaran kurikulum 2013 dapat diimplementasikan pendekatan STEM terintegrasi abad ke-21. Rumusan tujuan dan pola pikir dalam pengembangan Kurikulum 2013 yang dikemukakan mengisyaratkan bahwa Kurikulum 2013 memberikan ruang bagi pengembangan dan implementasi pendidikan STEM dalam konteks implementasi kurikulum 2013, yang mengutamakan integrasi S, T, E dan M secara multi dan transdisiplin serta pengembangan pemikiran kritis, kreativitas, inovasi, dan kemampuan memecahkan masalah. Guru sebagai agen perubahan dalam bidang pendidikan, dituntut untuk selalu berinovasi dalam melaksanakan pembelajaran, agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Guru harus menjadi pembelajar abad ke-21 sendiri, belajar dari inkuiri, 10 eksperimen, melalui kolaboratif bersama komunitas pendidik profesional yang solid. Guru yang baru lulus dari lembaga kependidikan atau telah berada di ruang kelas selama dua puluh tahun, harus terus belajar untuk mengembangkan desain, melatih, dan memfasilitasi keterampilan untuk membimbing dan mendukung proses belajar siswa. Guru harus terus mengasah keterampilan mereka, menggunakan teknologi pembelajaran, untuk membantu memperdalam pemahaman dan mengembangkan keterampilan abad ke-21 lebih lanjut. Seperti yang Boholano (2017) katakan, bahwa guru yang menggunakan teknologi digital dengan kemampuan yang baik dapat menjadi sesuatu yang berharga dalam mengajar di abad ke-21 ini. Abad ke-21 menuntut siswa mempunyai keterampilan yang mampu memecahkan masalah dunia nyata. Pada setiap proses pembelajaran guru dapat menyajikan permasalahan sesuai topik atau materi yang dibahas. Melalui bimbingan guru, siswa berlatih memecahkan masalah berdasar pada kemampuan yang telah dimilikinya. Ketika menggunakan pemecahan masalah dunia nyata, siswa mengembangkan pengetahuan dengan cara yang bermakna (White & Frederiksen, 1998), harus mengatur kognisi dan perilaku mereka dengan cara untuk mencapai tujuan mereka (Brown, Bransford, Ferrara, & Campione, 1983; Flavell, 1987), dan mendapatkan pengalaman mempertahankan pilihan mereka melalui bukti dan keterampilan komunikasi yang efektif (Voss & Post, 1988). Evaluasi 1. Jelaskan mengapa keterampilan abad ke-21 penting? 2. Jelaskan pentingnya pendekatan STEM? berilah alasan sesuai dengan keberadaan kurikulum yang berlaku saat ini. 3. Apa kaitan keterampilan abad ke-21 dengan kurikulum 2013? 11 BAB II SCIENCE TECHNOLOGY ENGINEERING AND MATHEMATIC (STEM) Bab II membahas tentang sejarah terbentuknya STEM, apakah yang dimaksud dengan STEM dan cara menerapkan pendekatan STEM. Setelah mempelajari Bab II ini, mahasiswa dapat: 1.menjelaskan sejarah terbentuknya pendekatan STEM 2. menjelaskan konten STEM 3. menjelaskan cara menggunakan pendekatan STEM. 2.1. Sejarah Terbentuknya STEM Kata STEM yang merupakan akronim adalah dari Science, Technology, Engineering, dan Mathematics, mula-mula diluncurkan oleh National Science Foundation AS pada tahun 1990-an sebagai sebagai tema gerakan reformasi pendidikan dalam keempat bidang disiplin ilmu tersebut untuk menumbuhkan angkatan kerja bidang-bidang STEM, serta mengembangkan warga negara yang melek STEM, meningkatkan daya saing global AS dalam inovasi iptek (Hanover Research, 2011). Awalnya disebut Science, Mathematics, Enginering and Technology (SMET) (Sanders, 2009), merupakan inisiatif yang dibuat oleh National Science Foundation. Inisiatif pendidikan ini adalah untuk membekali kemampuan berpikir kritis kepada siswa yang akan membuat mereka dapat memecahkan masalah secara kreatif dan akhirnya dapat bersaing di dunia kerja. Hal ini dirasakan bahwa setiap mahasiswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran yang berpendekatan STEM, khususnya pengaturan K-12 akan memiliki keuntungan jika mereka memilih dan mengejar pendidikan pasca-sekolah menengah atau akan memiliki keuntungan lebih besar jika menghadiri kuliah khususnya dibidang STEM (Butz et al., 2004). Pemanfaatan konsep STEM sering diterapkan pada aspek dunia bisnis misalnya revolusi industri. Pemanfatan STEM terutama digunakan di perusahaan-perusahaan rekayasa untuk menghasilkan teknologi seperti bola 12 lampu, mobil, alat-alat dan mesin. Orang-orang yang bertanggung jawab untuk inovasi ini hanya sedikit berpendidikan dan atau masih berada di masa belajar, misalnya Thomas Alfa Edison tidak mengenyam bangku kuliah (Beals, 2012), begitu juga dengan Henry Ford. Peristiwa sejarah lainnya yang mendorong tumbuh dan berkembangnya STEM adalah perang dunia II, serta peluncuran sputnik Uni Soviet. Teknologi yang diciptakan dan dipakai selama Perang Dunia II hampir tak terukur banyaknya. Model atom Bohr dan jenis-jenis persenjataan lainnya, serta karet sintetis untuk berbagai jenis kendaraan transportasi darat dan air. Para ilmuwan, matematikawan, dan insinyur bekerja sama dengan militer untuk menghasilkan produk inovatif yang membantu memenangkan perang (Judy, 2011). Pada tahun 1957, Uni Soviet kemudian berusaha dan berhasil meluncurkan Sputnik 1. Ini adalah satelit yang berukuran bola pantai dan mengorbit bumi sekitar satu jam setengah. Ini adalah tonggak teknologi dimulainya "kompetisi ruang angkasa" antara Amerika Serikat dan Uni Soviet (National Aeronautics and Space Administration, 2008). Inovasi "raksasa" ini menggunakan prinsip STEM untuk menghasilkan beberapa teknologi yang paling produktif dalam sejarah. Namun, penggunaan STEM dalam pendidikan hampir tidak ada (Butz, dkk., 2004). Pada tahun 1990, sebuah agensi pemerintahan Amerika Serikat yang menyokong penelitian dan pendidikan fundamental di bidang sains dan teknik yaitu National Science Foundation (NSF), telah menyatukan sains, teknologi, teknik dan matematika dan disingkat menjadi STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematic). 2.2. Subjek STEM STEM merupakan gerakan global dalam praktik pendidikan yang mengintegrasikan dengan berbagai pola integrasi untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang sesuai dengan tuntutan keterampilan abad ke-21 (Firman, 2016). 13 Meskipun sejarah telah berperan dalam pendekatan STEM, ada banyak variasi dan opini tentang apa itu pendekatan STEM dan bagaimana harus diajarkan. Akronim STEM ditetapkan terdiri dari; Science, Technology, Enginering, and Mathematic, menurut National Research Council (2014) didefinisikan sebagai: Science: studi sistematis dari sifat dan perilaku alam semesta material dan fisik, berdasarkan pengamatan, percobaan, dan pengukuran, dan perumusan undang-undang untuk menggambarkan fakta-fakta secara umum. Ilmu pengetahuan dari sains berperan menginformasikan proses rancangan teknik. Technology: cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan penciptaan dan penggunaan sarana teknis dan keterkaitan mereka dengan kehidupan, masyarakat, dan lingkungan, mengacu pada mata pelajaran seperti seni industri, teknik, ilmu terapan, dan ilmu pengetahuan murni. Keseluruhan sistem dari orang dan organisasi, pengetahuan, proses dan perangkat-perangkat yang kemudian menciptakan benda dan mengoperasikannya. Engineering: seni atau ilmu membuat aplikasi praktis dari pengetahuan ilmu murni, seperti fisika atau kimia, seperti dalam pembangunan mesin, jembatan, bangunan, tambang, kapal, dan pabrik kimia. Teknik merupakan tubuh pengetahuan tentang desain dan penciptaan benda buatan manusia dan sebuah proses untuk memecahkan masalah. Teknik memanfaatkan konsep dalam sains, matematika dan alat-alat teknologi. Mathematics : kelompok ilmu terkait, termasuk aljabar, geometri, dan kalkulus, berkaitan dengan studi tentang jumlah, kuantitas, bentuk, dan ruang dan mereka hubungan timbal balik dengan menggunakan notasi khusus. Matematika digunakan dalam sains, teknik dan teknologi. Berdasarkan karakteristik pendekatan STEM berfokus pada desain untuk solusi masalah dunia nyata, pendekatan STEM adalah salah satu cara untuk melakukan praktek sains dan teknik menggabungkan beberapa strategi yang 14 menyediakan implementasi dari konsep integrasi beberapa disiplin ilmu. Selain itu, pendekatan STEM adalah alat untuk membantu siswa menjadi melek STEM (Bybee, 2013; Kearney, 2011). Kegiatan pembelajaran yang menggunakan pendekatan STEM melibatkan proses ilmiah dan rekayasa desain. Proses ilmiah adalah pendekatan metodologis untuk proses penyelidikan, teori empiris yang dibangun telah diverifikasi (Betz, 2011). Proses ilmiah terjadi secara alami dan spontan di dalam pikiran kita. Secara logis, kita dapat menggunakan proses ilmiah untuk mengetahui dan menjawab pertanyaan tentang bagaimana dunia bekerja. Proses ilmiah tidak hanya berguna dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga pada setiap situasi yang memerlukan pemikiran kritis. Keterampilan proses ilmiah yang terjadi meliputi mengamati mengklasifikasikan, kualitas, mengukur menyimpulkan, kuantitas, memprediksi, menyortir dan bereksperimen, dan berkomunikasi (Vitti & Torres, 2006). Menurut Zollman (2012) STEM secara khusus mengacu pada ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika, istilah yang diciptakan pada tahun 2001 oleh Judith Ramaley sebagai asisten direktur Direktorat Pendidikan dan Sumber Daya Manusia di National Science Foundation. STEM sekarang memiliki makna yang lebih luas, dan termasuk pertanian, lingkungan, ekonomi, pendidikan, dan obat-obatan (Zollman, 2011). Keterkaitan antara sains dan teknologi dan sains lainnya tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran sains. STEM adalah disiplin ilmu yang terkait erat satu sama lain. Sains membutuhkan matematika sebagai alat dalam memproses data. Teknologi dan teknik adalah aplikasi ilmu pengetahuan. Pendekatan STEM dalam pembelajaran diharapkan menghasilkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa melalui integrasi pengetahuan, konsep, dan keterampilan secara sistematis (Lestari, 2018). Technology for All Americans Project (ITEEA, 2011) yang disetujui oleh International Technology and Engineering Education Association (ITEEA) menetapkan 6 standar untuk studi teknologi dan rekayasa, mendefinisikan teknologi sebagai “bagaimana manusia memodifikasi dunia di sekitar mereka untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan atau untuk memecahkan masalah 15 praktis. Dengan demikian, teknologi dan pendidikan engineering adalah berbasis masalah belajar, siswa memanfaatkan prinsip sains matematika, teknik dan teknologi. Studi ini melibatkan: a. merancang, mengembangan, dan memanfaatkan sistem teknologi b. kegiatan desain berbasis masalah yang bersifat open ended c. kognitif, manipulatif, dan strategi pembelajaran yang efektif d. menerapkan pengetahuan teknologi dan pengalaman dunia nyata yang sesungguhnya menggunakan sumber yang terbaru. e. bekerja secara individu maupun dalam tim untuk memecahkan masalah (ITEEA, 2011) seperti dikutip oleh David (2011). 2.3. Cara Menerapkan Pendekatan STEM Pendekatan STEM merupakan salah satu pendekatan inovatif dalam pembelajaran sains yang memerlukan penggunaan proses ilmiah oleh siswa di kelas (Bybee, 2013;Yager,1996) seperti dikutip Anwari et al. (2015). STEM adalah pendekatan yang menyatukan beberapa disiplin ilmu, mengarahkan pada pembelajaran yang efektif dan berkualitas, mengaitkan dengan pengalaman kehidupan sehari-hari dan melibatkan pemikiran tingkat tinggi (Yildirim dan Altun, 2015). Menurut Akyildiz (2014), pendekatan STEM adalah pendekatan interdisipliner terintegrasi yang memberikan pengalaman belajar yang relevan dan praktis kepada siswa. Reeve (2013) mengadopsi definisi STEM sebagai pendekatan interdisiplin pada pembelajaran, yang di dalamnya peserta didik dapat menggunakan sains, teknologi, engineering, dan matematika dalam konteks nyata yang mengkoneksikan antara sekolah, dunia kerja, dan dunia global, sehingga mengembangkan literasi STEM yang memungkinkan peserta didik mampu bersaing dalam era ekonomi baru yang berbasis pengetahuan. Setelah kita memahami STEM, pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana kita dapat mengintegrasikan ke dalam pembelajaran di kelas? Integrasi pendekatan STEM dapat dilakukan melalui bahan ajar, melalui cara sebagai berikut: 16 a. aspek Science (Sains) merupakan aspek utama, sehingga dominan dalam bahan ajar, dapat disajikan dalam bentuk bahasan materi pada setiap bab. Aspek sains konsep fisika juga dapat disajikan dalam bentuk penerapan konsep fisika misalnya impuls, momentum, fluida dan yang lainnya. b. aspek Technology (teknologi) diintegrasikan dalam bentuk penjelasan/deskripsi tentang teknologi pemanfaatan/penerapan materi yang dibahas. Misalnya kita membahas tentang impuls dan momentum, maka kita bisa menyajikan dalam bentuk penerapan pada pristiwa tumbukan ataupun pada olah raga tinju. c. Aspek Engineering (teknik), diintegrasikan dalam bentuk prinsip kerja/desain tehnologi pemanfaatan/penerapan materi yang dibahas. d. Aspek Mathematics(Matematika) diintegrasikan dalam bentuk rumusan matematika tentang materi yang dibahas. Bisa juga dalam bentuk simbol besaran, persamaan matematika ataupun operasi matematika, terkait materi yang dibahas Ada tiga metode dalam menerapkan pendekatan STEM yang masing-masing metodenya terletak pada tingkat konten STEM. Metode-metode tersebut terpisah, tertanam, dan terintegrasi oleh Quang et al. (2015), yaitu: a. Silo (terpisah) Pada metode ini, pendidik melatih setiap subjek STEM secara terpisah. Setiap materi terfokus pada pengetahuan yang diharapkan peserta didik mendapatkan pemahaman yang mendalam, serta terkait materi. Pembelajaran yang terkonsentrasi pada masing-masing individu memungkinkan peserta didik untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai isi dari masingmasing mata pelajaran. Pendidik memiliki peran penting untuk menanamkan pengetahuan kepada peserta didik, kelemahan metode ini adalah peserta didik yang bersifat pasif dalam pembelajaran akan mengalami kesulitan dalam berkontribusi sehingga dapat memungkinkan peserta didik salah dalam memahami integrasi antar subjek STEM dalam kehidupan sehari-hari. Metode silo pada pendekatan STEM menggambarkan setiap lingkaran sebagai disiplin 17 STEM. Setiap subjek tersebut diajarkan secara terpisah untuk menjaga domain dalam batas-batas dari setiap subjek, seperti digambarkan pada Gambar 1. Gambar 1. Metode Silo, setiap lingkaran mewakili subyek STEM yang diajarkan secara terpisah Contoh : Jika mata pelajaran sains/fisika, teknologi, engineering, dan matematika diajarkan sebagai mata-mata pelajaran yang terpisah satu sama lain dan tidak diintegrasikan satu sama lain. Karena terpisah satu sama lain, keadaan ini lebih tepat digambarkan sebagai S-T-E-M daripada STEM (Dugger, n.d). b. Metode Tertanam (Embedded) Pendekatan STEM pada metode tertanam meliputi kehidupan seharihari dan teknik pemecahan masalah cenderung dalam konteks sosial, budaya, dan pengetahuan. Pembelajaran lebih efektif karena memungkinkan peserta didik untuk memperkuat apa yang dipelajari melalui aktivitas peserta didik. Metode tertanam lebih menekankan untuk mempertahankan integritas materi pelajaran bukan fokus pada interdisiplin mata pelajarannya. Metode tertanam ditunjukkan pada Gambar 2, setiap lingkaran merupakan disiplin STEM. Domain pengetahuan setidaknya terdiri dari satu disiplin tertanam dalam konteks yang lain. Contoh : Didalam mengajarkan sains termasuk fisika, dikaitkan aplikasinya di dalam teknologi dan engineering 18 Gambar 2. Metode Tertanam (embedded) c. Terpadu (integrasi) Pada metode terpadu, konten STEM dicampur dan dipelajari sebagai satu subjek, peserta didik diharapkan menggunakan konsep STEM multidisiplin untuk memecahkan masalah. Kurangnya struktur umum pelajaran dapat membatasi pemahaman peserta didik. Dalam hal ini, para pendidik dapat gagal dalam menciptakan satu tujuan umum meskipun ada penggabungan materi dari masingmasing disiplin. Gambar 3 menggambarkan metode terpadu pada pendekatan STEM. Metode terpadu pada pendekatan STEM diajarkan seolah-olah terintegrasi dalam satu subjek. Integrasi dapat dilakukan dengan minimal dua disiplin. Garis lingkaran pada Gambar 3 yang saling memotong menunjukkan berbagai pilihan yang terlibat dalam integrasi yang dicapai. Gambar 3. Metode Terpadu dalam Pendekatan STEM Contoh: STEM diajarkan sebagai satu subyek, integrasi bisa antara sains dengan matematika, sains dengan teknologi dan engineering atau ketiga-tiganya . 19 Cara yang lebih komprehensif adalah melebur keempat-empat disiplin STEM dan mengajarkannya sebagai mata pelajaran terintegrasi, misalnya konten teknologi, engineering dan matematika dalam sains, sehingga guru sains mengintegrasikan T, E, dan M ke dalam S (Firman, 2016). Pada kurikulum di Indonesia, mata pelajaran matematika dan sains diberikan mulai dari pendidikan dasar sampai menengah. Salah satu pola integrasi yang mungkin dilaksanakan tanpa merestrukturisasi kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Indonesia adalah mengintegrasikan konten engineering, teknologi, dan matematika dalam pembelajaran sains (termasuk fisika) berbasis pendekatan STEM, sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 4. T FISIKA M E Gambar 4. Penggunaaan pendekatan STEm pada pembelajaran Fisika EVALUASI 1. Jelaskan sejarah terbentuknya STEM! 2. Jelaskan definisi dari setiap subjek STEM dan saling keterkaitannya! 3. Menurut saudara metode yang mana yang sesuai untuk membelajarkan fisika menggunakan pendekatan STEM? Jelaskan alasan saudara! 20 BAB III KETERAMPILAN BELAJAR ABAD ke-21 Abad ke-21 merupakan abad globalisasi yang ditandai dengan berkembangnya teknologi yang sangat pesat di berbagai kehidupan, termasuk sains. Akhir- akhir ini keterampilan abad ke-21 menjadi topik yang banyak dibahas di berbagai negara dan khususnya di bidang kegiatan pendidikan. Bab III ini, membahas latar belakang munculnya keterampilan abad ke-21, keterampilan abad ke-21 khususnya Learning Inovation Skill (4C), apa yang harus dilakukan untuk menjadi pendidik abad ke-21? Setelah mempelajari Bab III ini diharapkan mahasiswa dapat: 1. menjelaskan latar belakang munculnya keterampilan abad ke-21 2. menjelaskan yang dimaksud keterampilan 4C 3. mendeskripsikan keterampilan abad ke-21 3.1. Latar Belakang Pentingnya Keterampilan Abad 21 di Indonesia Studi yang dilakukan Trilling dan Fadel (2009) menunjukkan bahwa tamatan sekolah menengah, diploma dan pendidikan tinggi masih kurang kompeten dalam hal: (1) komunikasi oral maupun tertulis, (2) berpikir kritis dan mengatasi masalah, (3) etika bekerja dan profesionalisme, (4) bekerja secara tim dan berkolaborasi, (5) bekerja dalam kelompok yang berbeda, (6) menggunakan teknologi, dan (7) manajemen proyek dan kepemimpinan. Laporan hasil kajian ASEAN Business Outlook Survey 2014 menyatakan bahwa di wilayah ASEAN, Indonesia dianggap sebagai negara tujuan utama investasi asing. Laporan hasil survei tersebut, mengindikasikan fakta yang kurang baik, bahwa Indonesia memiliki tenaga kerja murah dengan keahlian rendah. Jika dibandingkan dengan lulusan negara lain yang lebih ahli dan terlatih, misalnya Filipina yang merupakan peringkat tertinggi, bangsa Indonesia sulit bersaing dan akan kehilangan kesempatan kerja yang baik, jika tidak didukung dengan suatu program yang mencetak lulusan berketerampilan tinggi. 21 Jika dibandingkan dengan pada masa 20-30 tahun yang lalu, para lulusan Indonesia kini membutuhkan keterampilan lebih untuk berhasil dalam menghadapi persaingan ketat abad ke-21. Adanya permintaan keterampilan dalam menghadapai kemajuan bidang ekonomi, perusahaan inovatif dan perkembangan pekerjaan yang menuntut kemampuan kolaboratif dengan tim, berkomunikasi secara efektif, mampu memecahkan masalah. Hal ini merupakan tantangan yang harus disikapi dengan sebaik-baiknya, tak terkecuali di bidang pendidikan yang merupakan tanggung jawab pendidik. Mengingat pentingnya keterampilan abad ke-21, maka lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, menyiapkan peserta didik agar menguasai keterampilan abad ke-21 (P21,2009). Kemampuan sains atau fisika di Indonesia masih sangat rendah, hal ini ditunjukkan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) tahun bahwa Indonesia berada pada peringkat ke 69 dari 76 negara (Kemendikbud, 2016). Pada dekade tahun 1990 an, pada waktu zaman agraris, peserta didik cukup menguasai 3R (Reading, wRiting, aRithmatic). Namun di era global dan modern, keterampilan 3R tidaklah cukup, agar peserta didik kelak mampu bersaing di era global maka peserta didik harus mampu menjadi pemecah masalah, kreator, pemikir kritis, komunikator dan kolaborator. Paradigma pembelajaran abad ke-21, menekankan dalam mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan masalah, berpikir kritis, analitis, bekerjasama serta berkolaborasi (Litbang Kemendibud, 2016). 3.2. Keterampilan Abad ke-21 Keterampilan abad 21 adalah (1) life and career skills, (2) learning and innovation skills, dan (3) Information media and technology skills. Ketiga keterampilan tersebut dirangkum dalam sebuah skema yang disebut dengan pelangi keterampilan pengetahuan abad 21 atau 21st century knowledge-skills rainbow (Trilling dan Fadel, 2009). Sebagai penjelasan Gambar 5 menunjukkan skema pelangi keterampilan pengetahuan abad ke-21. 22 Gambar 5: Pelangi Keterampilan-Pengetahuan Abad ke-21 Learning Inovation Skill Keterampilan abad ke-21 yang dibahas pada bahan ajar ini hanya membahas Learning Innovation Skill, karena sesuai capaian pembelajaran mataa kuliah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengadopsi tiga konsep pendidikan abad ke-21 untuk mengembangkan kurikulum baru untuk Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), melalui Kurikulum 2013. Ketiga konsep tersebut adalah 21st Century Skills (Trilling dan Fadel, 2009), scientific approach (Dyer, et al., 2009) dan authentic assesment (Wiggins dan McTighe, 2011; Ormiston, 2011; Aitken dan Pungur, 1996; Costa dan Kallick, 1992). Learning and innovation skills (keterampilan belajar dan berinovasi) meliputi (a) berpikir kritis dan mengatasi masalah/Critical Thinking and Problem Solving, (b) komunikasi dan kolaborasi/Communication and Collaboration, (c) kreativitas dan inovasi/Creativity and Innovation. Tabel 1 menunjukkan keterampilan belajar dan berinovasi: Tabel 1: Keterampilan Belajar dan Berinovasi ( Trilling dan Fadel,2009) Keterampilan Abad 21 Keterampilan Belajar dan Berinovasi Deskripsi 1. Berpikir kritis dan mengatasi masalah: siswa mampu mengunakan berbagai alasan (reason) seperti induktif atau deduktif untuk berbagai situasi; menggunaan cara berpikir sistem; membuat keputusan dan mengatasi masalah. 2. Komunikasi dan kolaborasi: siswa mampu berkomunikasi dengan jelas dan 3. melakukan Kreativitas dan inovasi:dengan siswa anggota mampu berpikir kreatif, bekerja kolaborasi kelompok lainnya. secara kreatif dan menciptakan inovasi baru. 23 Kehidupan di abad ke-21 menuntut berbagai keterampilan yang harus dikuasai seseorang, sehingga diharapkan pendidikan dapat menyiapkan siswa untuk menguasai berbagai keterampilan tersebut agar menjadi pribadi yang sukses dalam hidup. Berbagai organisasi mencoba merumuskan berbagai macam kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi abad ke-21. Namun, satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa mendidik generasi muda di abad ke21 tidak dilakukan melalui satu pendekatan saja, namun melalui tindakan nyata misalnya melalui cara mengintegrasikan di dalam pembelajaran, sehingga akan menjadi pembiasaan. US-based Partnership for 21st Century Skills (P21), mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan di abad ke-21 yaitu “The 4Cs” meliputi communication, collaboration, critical thinking, dan creativity. Menurut Trilling dan Fadel (2009), “ The 4 Cs” yaitu: 1. Critical Thinking Pada aspek ini, peserta didik berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit, memahami interkoneksi antar sistem. Peserta didik juga menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk berusaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan mandiri, memiliki kemampuan untuk menyusun dan mengungkapkan, menganalisa, dan menyelesaikan masalah. Berikut ini merupakan indikator dari proses berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah. Indikator berpikir kritis adalah: a. menggunakan berbagai jenis penalaran (induktif, deduktif, dll.) yang disesuaikan dengan situasi yang dihadapi. b. menggunakan pemikiran sistem c. menganalisis bagaimana bagian-bagian dari suatu sistem berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan hasil keseluruhan dalam sistem yang komplek d. membuat penilaian dan keputusan 24 e. menganalisis dan mengevaluasi bukti, argumen, klaim, dan keyakinan secara efektif f. menganalisis dan mengevaluasi sudut pandang g. mensintesis dan membuat koneksi antara informasi dan argumen h. menafsirkan informasi dan menarik kesimpulan berdasarkan analisis i. mengkritisi pengalaman dan proses pembelajaran Indikator menyelesaikan masalah: a. memecahkan berbagai jenis masalah melalui cara konvensional maupun inovatif b. mengidentifikasi dan mengajukan pertanyaan penting yang memperjelas berbagai sudut pandang dan mengarah ke solusi yang lebih baik Kemampuan berpikir kritis bertujuan untuk mengatur diri dalam mengambil keputusan dengan cara menginterpretasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan menarik kesimpulan serta penjelasan untuk mempertimbangkan pendapat, fakta, dan konsep yang mendasari suatu permasalahan (White et al, 2011). Ketika peserta didik mampu menguasai kemampuan berpikir kritis, maka beberapa karakteristik yang akan dimiliki oleh siswa tersebut diantaranya: siswa mampu menguasai informasi yang relevan dengan berbagai macam hal dan bidang; siswa dapat menjelajahi bidang pengetahuan melalui kegiatan membaca, penyelidikan, maupun mengerjakan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan keilmuan; siswa mampu membuat keputusan berdasarkan informasi dan dapat mempertahankannya dengan menunjukkan bukti; siswa jadi berpikiran terbuka, dapat menerima pendapat dari orang lain dan tidak merasa diri lebih baik dari yang lain (Rusdin dan Ali, 2019) . Dwijananti dan Yulianti (2010) menyatakan bahwa orang yang berpikir kritis akan mengevaluasi dan kemudian menyimpulkan suatu hal berdasarkan fakta untuk membuat keputusan. 25 Pada abad ke-21 ini, diharapkan peserta didik dengan mudah memiliki kemampuan berpikir kritis yang tanpa batas. Hal ini disebabkan karena telah berkembangnya teknologi yang dapat digunakan untuk mengakses, mencari, menganalisis, menyimpan, mengelola, membuat, maupun mengkomunikasikan informasi untuk mendukung pemikiran kritis dan penyelesaian masalah. Selain itu, beberapa hal yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa yaitu: pembelajaran yang didesain secara eksplisit untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kegiatan instruksional seperti pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan berpikir kritis, interaksi sosial memiliki peran utama dalam meningkatkan berpikir kritis, juga beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang dapat mengembangkan kemampuan kritis siswa (Duran, 2012). Menurut NEA (2010, h.10) untuk mengintegrasikan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran sains salah satunya fisika, siswa harus merencanakan dan melakukan penyelidikan ilmiah serta menulis penjelasan rinci berdasarkan bukti yang mereka dapatkan. Siswa membandingkan penjelasan mereka dengan hasil riset atau penjelasan para ilmuwan dan menghubungkannya dengan pemahaman mereka terkait dunia nyata. Selain itu, menurut Thomas (2011) untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan memberikan latihan pemecahan suatu masalah yang dikerjakan secara berkelompok mencakup latihan evaluasi dan analisis, analisis dan sintesis argumen, penalaran baik secara individu maupun kolaboratif, serta regulasi/refleksi diri. Keterampilan berpikir kritis setiap individu dengan individu lain tentu bebeda. Mahanal, Zubaidah, Sumiati, Sari, & Ismirawati (2016) menyebutkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dipengaruhi oleh kemampuan akademik siswa yang telah dimiliki sebelumnya. Keterampilan berpikir kritis bukan sebagai hal yang mutlak yang tidak bisa diubah – ubah. Keterampilan seperti berpikir kritis maupun pengambilan keputusan berbasis data dan pemecahan masalah diperlukan untuk dapat berhasil dalam sains, teknologi, teknik dan matematika. Kemahiran dalam bidang ini 26 memungkinkan untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam dan luas melalui pengalaman langsung, dan juga dapat menangani skenario yang mungkin membutuhkan berbagai solusi (Ladeji-Osias, 2018). Trilling dan Fadel (2009) setuju ketika mereka mengusulkan bahwa pelatihan dalam pemikiran kritis memungkinkan para lulusan untuk berpikir secara efektif, untuk terlibat dalam pemikiran sistem, mengembangkan kemampuan mereka untuk membuat penilaian dan keputusan yang rasional, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah. 2. Creativity and Innovation Pada keterampilan ini, peserta didik memiliki kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain, bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda. Indikator berpikir kreatif adalah : a. menggunakan berbagai teknik kreasi yang beragam untuk menciptakan ide atau memunculkan ide/gagasan. (seperti brainstorming atau ide yang bermakna) b. menciptakan gagasan baru dan berfaedah/berguna (mengandung konsep penambahan dan radikal) c. mengelaborasikan, menyaring, menganalisis dan mengevaluasi ide sendiri dalam rangka untuk meningkatkan daya kreativitas d. menunjukkan orisinalitas dan kreativitas dalam pekerjaan dan memahami batas dunia nyata untuk mengadopsi ide-ide baru e. bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan beragam; masukan dan masukan anggota kelompoknya Karakteristik umum pada kreativitas di antaranya (Gilhooly, Ball & Macchi, 2015; Kember & Leung, 2009; Liu, He & Li, 2015): fleksibel, keaslian, berpikir berulang kali, ingin tahu, berpikir cepat dan mandiri, terbuka untuk kritik, rasional, selalu ingin tahu, selalu mempunyai solusi-solusi yang berbeda, menyadari dan mendefinisikan masalah, dan menyarankan solusi. Kreativitas atau berpikir kreatif dapat diajarkan pada siswa melalui 27 pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif dalam kelas salah satunya adalah pembelajaran dengan pendekatan STEM. Berdasarkan hasil penelitian Irfana et al. (2019) dan Pertiwi, Adurrahman, & Rosidin (2017) dengan menggunakan pendekatan STEM keterampilan berpikir kreatif siswa dapat meningkat. Kebutuhan akan kreatifitas dan inovasi yang tinggi menjadi bagian dari keterampilan utama di Abad ke-21. Hal ini berkaitan dengan tuntutan Abad ke21 akan produk produk yang lebih inovatif dan membutuhkan tingkat kreatifitas yang lebih tinggi. Saat ini, pengetahuan saja dianggap tidak cukup untuk mengimbangi percepatan inovasi yang sangat menghargai kemampuan memecahkan masalah dengan cara yang baru, menemukan dan mengadaptasi teknologi baru, atau bahkan menemukan cabang ilmu baru dan industri yang bener-benar baru (Trilling & Fadel: 2009). 3. Communication Keterampilan berkomunikasi yang baik, sangat berharga dalam menghadapi dunia kerja dan kehidupan sehari-hari. Peserta didik dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam bentuk berkomunikasi secara lisan, tulisan, ataupun menggunakan multimedia. Peserta didik diberikan kesempatan menggunakan kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi dengan temantemannya maupun ketika menyelesaikan masalah dari pendidik. Indikator keterampilan komunikasi, adalah: a. mengartikulasikan pemikiran dan gagasan secara efektif, menggunakan keterampilan komunikasi lisan, tertulis dan nonverbal dalam berbagai bentuk dan konteks b. mendengarkan secara efektif untuk menguraikan makna, termasuk pengetahuan, nilai, sikap, dan minat c. menggunakan kemampuan berkomunikasi untuk berbagai tujuan (misalnya, untuk menginformasikan, menginstruksikan, memotivasi, dan membujuk) 28 d. memanfaatkan berbagai media dan teknologi, dan tahu bagaimana menilai efektivitas mereka secara apriori serta menilai dampaknya e. berkomunikasi secara efektif di lingkungan yang beragam (termasuk menggunakan multi-bahasa) Komunikasi merupakan keterampilan yang perlu dikembangkan oleh setiap individu di abad ke-21 ini. Komunikasi dalam hal ini mencakup penyampaian informasi, kerja tim, keterampilan antar-pribadi, tanggung jawab sosial, komunikasi interaktif dan komunikasi terhadap lingkungan (Rasul, 2016). Sistem pendidikan perlu memperhatikan kemampuan berkomunikasi yang baik, secara lisan maupun tulisan. Lebih lanjut, Trilling & Fadel (2009) menjelaskan bahwa keterampilan ini dapat diperoleh melalui berbagai jenis metode, namun cara yang paling efektif adalah melalui komunikasi sosial, dengan berkomunikasi dan berkolaborasi langsung baik dengan cara tatap muka maupun melalui media virtual. Kemampuan komunikasi siswa menurut Wangsa, Suyana, Amalia, & Setiawan (2017) harus dirangsang dengan pembelajaran yang mampu menggali kemampuan siswa yang dimilikinya. Pembelajaran lebih optimal ketika terjalin sebuah komunikasi yang baik antara guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa. Berdasarkan hasil review Choridah (2013) dalam beberapa penelitian pendidikan terbukti bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan komunikasi siswa. Pembelajaran yang melibatkan kelompok siswa dipacu untuk berkomunikasi dengan temannya. Demikian pula pada saat mempresentasikan hasil kelompok, siswa dituntut untuk berkomunikasi teman dan guru. Penelitian Yulianti, Wiyanto, Rusilowai, Nugroho, & Supardi (2019) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang disertai dengan menyajikan permasalahan dan mengkomunikasikan hasil diskusi atau membuat laporan, dapat mengembangkan karakter komunikasi siswa. Selain itu untuk mengembangkan keterampilan komunikasi menurut Mahajan (2015) terdapat empat teknik untuk meningkatkan keterampilan komunikasi yaitu, mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, dengan menerapkan empat teknik tersebut dalam proses pembelajaran akan membantu siswa membangun 29 hubungan berdasarkan pertukaran informasi yang efektif dan efisien dengan orang lain. 4. Collaboration Pada keterampilan ini, peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam kerjasama berkelompok dan kepemimpinan, beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab, bekerja secara produktif dengan yang lain, menempatkan empati pada tempatnya, menghormati perspektif berbeda. Peserta didik juga menjalankan tanggungjawab pribadi dan fleksibilitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat, menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain, memaklumi kerancuan. Pada aspek kolaborasi siswa diharapkan dapat memenuhi indikator di bawah ini: a. menunjukkan kemampuan untuk bekerja secara efektif dan sikap hormat dengan anggota tim yang beragam b. berlatih fleksibilitas dan kemauan untuk membantu dalam membuat kompromi yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama dalam kelompok c. mempunyai tanggung jawab bersama untuk pekerjaan kolaboratif, dan memegang teguh nilai kontribusi individu yang dibuat oleh masing-masing anggota tim. Kolaborasi yang efektif menurut Beers (2011) bukan hanya tentang berbagi informasi, tetapi juga menciptakan pengetahuan dan pemahaman baru. Kolaborasi yang efektif akan memberikan dampak dan pencapaian yang baik. Morgan & College (2016) menyatakan bahwa kolaborasi yang dilakukan secara efektif dengan tujuan dan struktur yang jelas, akan menciptakan hasil yang sukses bagi siswa dan guru. Keterampilan komunikasi dan kolaborasi ini dapat dipelajari melalui berbagai metode (misalnya, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah, dan pembelajaran berbasis desain). Penelitian tentang pengajaran komunikasi dan keterampilan kolaborasi mendorong komunikasi 30 langsung dan mediasi, bekerja dengan orang lain dalam proyek-proyek tim, dan pembelajaran dan penilaian berbasis kinerja (Partnership for 21st Century Learning, 2009). Kolaborasi merupakan kemampuan penting untuk meningkatkan pengetahuan dan juga kemampuan memecahkan masalah lewat komunikasi antar siswa dengan menerapkan model berpikir verbal (Stehle, 2019). Siswa yang melakukan kolaborasi dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah lebih baik dari siswa yang bekerja sendiri karena siswa dapat memberikan respon dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan beserta jawaban yang masuk akal (Care, 2016). Menurut Elola dan Oskoz (2010), mengintegrasikan elemen kolaborasi selama kegiatan belajar memungkinkan siswa untuk mengembangkan ide-ide mereka lebih efektif dibandingkan dengan belajar sendiri. Di sini, siswa diberi kesempatan untuk bertukar pandangan dan pendapat dengan teman-teman mereka, dan melalui pertukaran ide ini, siswa dapat memperoleh inspirasi untuk dimasukkan dalam tulisan mereka (Yu, 2019). Berbagai akademisi dan para penulis sudah banyak menekankan betapa pentingnya keterampilan ini. Lingkungan pembelajaran kolaboratif menantang siswa untuk mengekspresikan dan mempertahankan posisi mereka, dan menghasilkan ideide mereka sendiri berdasarkan refleksi. Mereka dapat berdiskusi menyampaikan ide-ide pada teman-temannya, bertukar sudut pandang yang berbeda, mencari klarifikasi, dan berpartisipasi dengan tingkat berpikir tinggi seperti mengelola, mengorganisasi, menganalisis kritis, menyelesaikan masalah, dan menciptakan pembelajaran dan pemahaman baru yang lebih mendalam (Zubaidah, 2019). Keterampilan 4C tersebut penting diajarkan pada siswa dalam konteks bidang studi inti dan tema abad ke-21. Semua kecakapan ini bisa dimiliki oleh peserta didik apabila pendidik mampu mengembangkan program pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan yang menantang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah, serta mengarahkan pada kemampuan komunikasi dan kolaborasi. Kegiatan yang mendorong peserta 31 didik untuk bekerja sama dan berkomunikasi harus tampak dalam setiap rencana pembelajaran yang dibuat. Jadi pendidik di abad ke-21 ini memang harus berubah dalam pembelajaran, perbedaan pembelajaran abad ke-21 dengan sebelumnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Perbedaan Pembelajaran Abad ke-20 dengan Pembelajaran Abad ke-21 Aspek Pembelajaran abad ke-20 Pembelajaran abad ke-21 Pendidik Pendidik menyamakan fakta dan konsep, pendidik sebagai ahli Pembelajaran bersifat kolaboratif peserta didik berperan sebagai ahli Proses pembelajaran Berpusat pada pendidik mengingat fakta, bersifat satu arah Berpusat pada peserta didik mencari hubungan antar temuan dan faktan, bersidat interaktif Konsep Akumulasi fakta, mementingkan kuantitas Transformasi fakta Penilaian hasil belajar Soal pilihan ganda Portfolio, unjuk kerja Penilaian acuan norma Penilaian acuan patokan Pemanfaatan Latihan dan praktek Memanfaatkan untuk akses komunikasi 3.3. Pendidik Abad ke-21 Usaha menghantarkan anak didik agar siap menghadapi abad ke-21, adalah diperlukan guru sains termasuk fisika yang dapat merancang pembelajaran sains atau fisika, yang dapat membekali peserta didik untuk melek teknologi dan sains, mampu berpikir secara kritis dan logis, kreatif serta dapat mengemukakan pendapat dan berargumentasi secara benar. Sebagai konsekuensi hal tersebut, guru dituntut dapat menyajikan pembelajaran sains secara menarik, inovatif, efisien dan efektif. Pendidik dituntut menanamkan keahlian abad ke-21 ke dalam kurikulum karena kita menyadari bahwa siswa harus memiliki keterampilan ini agar sukses dalam kehidupan dan kerja (Partnership for 21st Century Skills, 2007; American Colleges & Universities, 2007; Conley, 2005 & 2007). Mengintegrasikan keterampilan abad 32 ke-21 di dalam pembelajaran, berarti melengkapi kompetensi siswa dengan kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi secara efektif, menjadi pelajar mandiri dan pemecah masalah. Pendidik, pengusaha, dan masyarakat umum percaya bahwa menguasai keterampilan abad ke-21 menyiapkan siswa untuk sukses di dunia kita yang terus berubah (McCoog, 2008; Ryan, 2011; Vockley, 2007). Karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pendidik di abad 21 menurut Andrew Churches dalam Ansari dan Malik (2013) adalah: sebagai penghubung, sebagai ‘role model’, pemberi motivasi, praktisi reflektif, kolaborator, pengambil resiko, pemimpin, memiliki visi, pembelajar, komunikator, pendukung, konselor, dan sebagai agen perubahan. Dalam melaksanakan pembelajaran, pendidik harus menyiapkan berbagai macam teknik seperti brainstorming, permainan peran, permainan dan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa yang sesuai dengan isi dan keterampilan yang direncanakan akan dicapai selama sesi pembelajaran. Pada titik ini, keterampilan dan kreativitas menjadi elemen penting yang memberdayakan kemampuan pendidik untuk menggunakan sebanyak mungkin ide, mengembangkan dan mengomunikasikan ide-ide baru dengan cara yang efektif (Rusdin, 2018). Selain itu, pendidik seharusnya memiliki kemampuan tinggi dalam perencanaan dan pelaksanaan pengajaran dan pembelajaran yang memenuhi kebutuhan keterampilan pembelajaran abad ke-21 melalui praktik pedagogi yang menarik dan interaktif. Selanjutnya, pembelajaran harus dilakukan dengan cara yang bermakna melalui pendekatan ‘learning by doing’, siswa didorong untuk berpikir dan memahami secara bermakna (Ariffin & Yunus, 2017). Menurut Alismail & McGuire (2015), guru memainkan peran penting dalam mengembangkan keterampilan belajar abad ke-21, mereka harus menggunakan strategi inovatif dan teknologi pembelajaran modern yang membantu mengintegrasikan keterampilan kognitif dan sosial dengan pengetahuan konten serta dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Pendidik harus mengubah paradigma pembelajarannya, agar peserta didik memiliki kemampuan belajar di abad ke-21, yaitu melalui cara: 33 1. pendidik sebagai pengarah berubah menjadi sebagai fasilitator, pembimbing dan konsultan. Pendidik yang semula sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, menjadi sebagai partner belajar 2. belajar yang terjadwal secara ketat dan berdasarkan fakta, menjadi belajar secara terbuka dengan waktu yang fleksibel sesuai keperluan, melalui projek dan survei, pemecah masalah dunia nyata, dan reflektif 3. belajar yang bersifat pengulangan dan latihan yang prosedural dan kompetitif menjadi penyelidikan, perancangan, penemuan dan penciptaan yang bersifat kolaboratif 4. penilaian yang semula melalui tes diukur dengan norma, menjadi unjuk kerja yang diukur pembimbing, pakar, dan teman sebaya. Bagaimana menjadi pendidik di Abad ke-21? Agar dapat menghasilkan peserta didik yang mempunyai keterampilan belajar abad ke-21, diperlukan pendidik yang mampu bersaing dan bersanding, dikancah regional dan internasional. Oleh karena itu diperlukan pendidik yang : 1. suka belajar dan kritis serta pemecah masalah. Pendidik abad ke-21 hendaknya menjadi pebelajar seumur hidup agar dapat melayani siswanya berdasarkan kebutuhan zaman. Menjadi pebelajar materi yang diajarkan selama seumur hidup, bisa melalui pendidikan formal dan informal. Pendidik harus suka membaca terutama yang berkaitan dengan tugas pokoknya, kritis dalam menghadapi masalah pendidikan, khususnya masalah yang berkaitan dengan pembelajaran, misalnya mengapa hasil belajar selalu rendah, mengapa siswa pasif dan bagaimana cara mengatasinya? 2. inovatif dan kreatif. Pendidik (guru) yang inovatif selalu mengasah kreativitasnya khususnya dalam menyajikan proses pembelajaran. Kreatif dalam mengatasi kekurangan alat percobaan atau media pembelajaran. Metode, model serta pendekatan yang digunakan selalu bervariasi yang berorientasi abad ke-21, misalnya discovery learning, problem based learning, project based learning, blended learning. 34 3. komunikatif dan kolaboratif. Pendidik mampu berkomunikasi dengan peserta didik, dengan rekan sejawat secara optimal, juga mampu berkolaborasi dengan teman sejawat dalam rangka memecahkan masalah pembelajaran dan mengatasi masalah siswa. 4. reflektif. Pendidik mampu merefleksi pembelajaran yang telah dilakukannya, jika ada masaalah pembelajaran, mampu mencari solusi untuk tindak lanjut. Pendidik juga mampu mengevaluasi peserta didik sesuai dengan kurikulum yang berlaku, untuk merefleksi sekaligus mencari solusi dari hasil refleksinya. Pendidik harus mampu merancang sistem asesmen yang bersifat kontinyu sejak peserta didik melakukan kegiatan, sedang dan setelah selesai melaksanakan kegiatannya. Asesmen bisa diberikan diantara peserta didik sebagai feedback, oleh pendidik dengan rubrik yang telah disiapkan atau berdasarkan kinerja serta produk yang mereka hasilkan. 5. literasi keilmuan Pendidik mempunyai literasi kelilmuan, yang berarti tidak hanya menguasai materi saja, tetapi sampai kepada penggunaan konsep, penalaran, fakta, dan sarana dalam pemecahan masalah. Pembelajaran abad ke-21 sekarang ini hendaknya disesuaikan dengan kemajuan dan tuntutan zaman. Begitu halnya dengan kurikulum yang dikembangkan saat ini oleh sekolah dituntut untuk merubah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru/pendidik (teacher centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa/peserta didik (student centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan anak yang harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar (thinking and learning skils). Menurut Saavedra (2012), terdapat sembilan macam pembelajaran yang dapat diterapkan pada pembelajaran abad ke-21 ini, diantaranya: membuat kurikulum pembelajaran yang relevan terhadap kehidupan siswa, mengajar dengan menerapkan kedisiplinan, mengembangkan kemampuan berpikir, mendorong transfer pembelajaran, mengajar siswa untuk bagaimana belajar, mengatasi salah 35 paham secara langsung, perlakukan kerja tim seperti hasil, memanfaatkan teknologi untuk mendukung pembelajaran, dan mengembangkan kreativitas. Berikut ini diberikan contoh memfasilitasi keterampilan 4C dalam pembelajaran fisika. Saudara dapat memilih beberapa indikator yang sesuai dengan materi dan proses pembelajaran, melalui pertanyaan atau tugas yang dikomunikasikan atau melalui bahan ajar serta lembar kerja siswa. Contoh mengembangkan keterampilan 4 C melalui bahan ajar : Materi yang dibahas adalah: Fluida. Mengembangkan keterampilan melalui bahan ajar dengan cara mengintegrasikan indikator 4C kedalam bahan ajar. Sebagai contoh: Fluida, yaitu zat cair dan gas, masing-masing memiliki sifat yang khas. Agar kalian dapat memahami sifat-sifat fluida, amati beberapa peristiwa berikut dan berdiskusilah ( kolaboratif) dengan teman kalian mengenai pertanyaan-pertanyaan yang ada, dan presentasikan jawaban kalian di depan kelas! (komunikatif) Perhatikan Gambar 6, bagaimana keadaan volume gas sebelum dan setelah piston ditekan ke bawah? Peristiwa apa yang akan terjadi apabila gas pada silinder diganti dengan zat cair? (kreatif) Apakah tekanan memberikan pengaruh terhadap volume zat cair? (kritis) Gambar 6. Piston Tekan EVALUASI : 1. Susunlah indikator kemampuan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif dan komunikatif yang dapat diintegrasikan di dalam pembelajaran fisika . 2. Buatlah contoh seperti yang dicontohkan pada Gambar 1, untuk materi yang berbeda 36 BAB IV PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS STEM Bab IV membahas tentang pembelajaran fisika berbasis pendekatan STEM, model-model pembelajaran berorientasi STEM. Setelah mempelajari bab IV ini diharapkan mahasiswa dapat: 1. menjelaskan pembelajaran berbasis STEM 2. menjelaskan model-model pembelajaran yang berorientasi STEM 4.1. Pembelajaran berbasis STEM Pembelajaran berbasis STEM perlu menekankan beberapa aspek dalam proses pembelajaran (NRC, 2011, pp.3-5) diantaranya: (1) mengajukan pertanyaan (science) dan mendefinisikan masalah (engineering); (2) mengembangkan dan menggunakan model; (3) merencanakan dan melakukan investigasi; (4) menganalisis dan menafsirkan data (mathematics); (5) menggunakan matematika; teknologi informasi dan komputer; dan berpikir komputasi; (6) membangun eksplanasi (science) dan merancang solusi (engineering); (7) terlibat dalam argumen berdasarkan bukti; (8) memperoleh, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi. National Research Council (2011, p.17) menyatakan bahwa dalam pembelajaran STEM siswa memiliki kesempatan untuk belajar sains, matematika, dan teknik dengan mengatasi masalah yang memiliki aplikasi di dunia nyata. Dalam kelas STEM, siswa dituntut memecahkan masalah dunia nyata dan terlibat dalam will defined tasks menjadi welldefined outcome melalui kerja sama dalam kelompok (Han,Capraro, & Capraro, 2015, p. 1093). Menurut Shahali et al. (2015), pengalaman belajar STEM mempersiapkan siswa untuk ekonomi global abad ke21. Selain itu, integrasi mata pelajaran STEM ini akan memacu pikiran siswa untuk menjadi kreatif, kritis, dan inovatif, dan ini pada gilirannya berkontribusi pada kemajuan teknologi. Selain itu, English and King (2015) juga berpendapat bahwa konsep integrasi dalam pendidikan STEM dapat membantu siswa untuk menjadi 37 pemecah masalah yang lebih baik, menampilkan pembelajaran yang lebih positif dan termotivasi, dan meningkatkan prestasi matematika dan sains mereka. Bybee (2013) berpendapat bahwa integrasi dan mempresentasikan delapan pendekatan diatas untuk integrasi dengan fokus pada pendidikan STEM. STEM mengacu pada (a) sains (atau matematika); (b) ilmu pengetahuan dan matematika; (c) ilmu pengetahuan dan penggabungan teknologi, engineering, atau matematika; (d) kuartet dari disiplin ilmu, matematika, teknologi, dan engineering yang terpisah; (e) sains dan matematika yang terhubung dengan teknologi atau program rekayasa; (f) koordinasi lintas disiplin; (g) menggabungkan dua atau tiga disiplin ilmu; (h) saling melengkapi antar disiplin; (i) kursus atau program transdisipliner. Bybee menunjukkan bahwa mungkin ada pendekatan lain terhadap pendidikan STEM dan bahwa tidak ada yang mendekati integrasi STEM selalu yang terbaik; sebaliknya, setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan yang unik. Namun, setiap pendekatan harus membuat integrasi subyek STEM secara sengaja dan eksplisit kepada siswa (NAE & NRC, 2014). Pendekatan integrasi yang disampaikan oleh Hurley (2001), Jacobs (1989), dan Bybee (2013) berguna untuk mengkomunikasikan integrasi pada tingkat tinggi, namun tidak memberikan panduan atau panduan instruksional untuk mengembangkan materi kurikuler untuk pengajaran terpadu, khususnya pembelajaran STEM terpadu relatif sedikit yang diketahui tentang sifat multidimensional dari pendekatan STEM terpadu dan pendekatan yang efektif untuk STEM terpadu (NAE & NRC, 2014). Untuk mengatasi kebutuhan ini, beberapa pakar (Moore, Stohlmann, Wang, Tank, Glancy, & Roehrig, 2014) mengembangkan kerangka kerja untuk integrasi STEM melalui tinjauan literatur tentang praktik efektif yang menggunakan pendekatan STEM. Kerangka kerja mengkonseptualisasikan integrasi STEM sebagai upaya oleh pendidik untuk meminta siswa berpartisipasi dalam perancangan teknik sebagai sarana untuk mengembangkan teknologi yang membutuhkan pembelajaran bermakna dan penerapan matematika dan atau sains. Dalam pendekatan ini untuk pendidikan STEM terpadu, isi dari keempat disiplin STEM dapat ditekankan di unit pelajaran atau kurikulum, atau satu atau dua area konten dapat menjadi fokus, sedangkan 38 yang lainnya digunakan sebagai konteks untuk mendukung pembelajaran konten yang ditargetkan. Kerangka kerja STEM berkualitas memiliki enam elemen kunci yang dibutuhkan untuk pengajaran dan pembelajaran STEM terpadu yang bermakna (Moore et al., 2014). Pertama, fitur unik dari kurikulum STEM terpadu adalah penggunaan konteks yang memotivasi dan menarik, yang membantu siswa memahami aktivitas pembelajaran yang didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman pribadi mereka sendiri. Konteks kurikulum perlu mencakup tujuan pembelaajaran dan menyajikan kejadian terkini dan atau masalah sementara sehingga siswa dapat menerapkan proses rekayasa dalam situasi yang berarti secara pribadi, sebagian atau sepenuhnya yang bersifat realistis (Brophy, Klein, Portsmore, & Rogers, 2008; Carlson & Sullivan, 2004; Frykholm & Glasson, 2005; Kolodner et al., 2003). Kedua, STEM memungkinkan siswa berpartisipasi dalam desain teknik yang menantang untuk mempelajari proses perancangan teknik dan praktik teknik. Tantangan desain teknik yang baik, memungkinkan siswa mengeksplorasi atau mengembangkan teknologi untuk memecahkan masalah dan mengharuskan siswa untuk mempertimbangkan kendala, keamanan, risiko, dan solusi alternatif (Kolodner et al., 2003; Morrison, 2006). Ketiga, belajar dari kegagalan adalah bagian penting dari proses perancangan teknik dan pembelajaran yang berbasis STEM (Kolodner et al., 2003; Wendell & Rogers, 2013). Keempat, unit STEM terpadu mencakup konten sains dan matematika yang sesuai. Siswa berpartisipasi dalam kegiatan yang memungkinkan mereka untuk belajar, memahami, dan menggunakan konsep sains dan matematika dasar untuk memecahkan tantangan teknik (Fortus, Dershimer, Krajcik, Marx, & MamlokNaaman, 2004; NAE & NRC, 2009; Penner, Lehrer, & Schauble, 1998). Kelima, pelajaran dan aktivitas di unit STEM terpadu harus berpusat pada siswa. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa siswa mengembangkan pemahaman dan keterampilan yang lebih baik melalui partisipasi aktif dalam kegiatan belajar (NRC, 2000; Smith, Sheppard, Johnson, & Johnson, 2005). Secara khusus, pendekatan berbasis proyek atau berbasis masalah memberi kesempatan besar bagi siswa untuk belajar konseptual mengenai sistem komersil dan konsep sains (Hmelo, Holton, & 39 Kolodner, 2000). Keenam, kerja tim dan komunikasi harus menjadi inti kegiatan STEM. Siswa harus bekerja dalam tim untuk menyelesaikan tantangan teknik dan kegiatan sains atau matematika lainnya yang diperlukan (Carlson & Sullivan, 2004). Siswa membutuhkan banyak kesempatan untuk terlibat dalam kerja sama tim untuk meningkatkan keterampilan kerja tim mereka karena ini adalah merupakan keterampilan abad ke-21 termasuk kemempuan berpikir kritis. Kegiatan pembelajaran juga harus mendorong pengembangan keterampilan komunikasi. Siswa perlu mengkomunikasikan konsep sains, pemikiran matematis, dan pemikiran teknik (Dym, Agogino, EBybee, Eris, Frey, & Leifer, 2005; Roth, 1996). Bersama-sama, enam elemen ini membantu memastikan lingkungan belajar STEM terpadu yang bermanfaat. Kerangka kerja integrasi STEM (Moore et al., 2014) memiliki unsur untuk mempromosikan pembelajaran siswa di kelas STEM terpadu. Namun, pendidikan STEM terpadu itu rumit dan membawa tantangan ke kelas. Di antara banyak tantangan yang dihadapi guru, seringkali yang paling sulit adalah bagaimana mengintegrasikan secara efektif antara teknik dan sains. Konten memainkan peran penting. Banyak konsep fisika (mis., Gaya dan gerak, transfer energi) dapat dengan mudah diajarkan melalui desain teknik. 4.2. Model Pembelajaran Berorientasi STEM 4.2.1. Model Project Based Learning Salah satu model pembelajaran yang menantang dan mampu memberikan peluang sebesar-besarnya untuk peserta didik dapat mengeksplorasi kreativitasnya yaitu pembelajaran PjBL (Project Based Learning). Salah satu alternatif model pembelajaran yang dipandang mampu meningkatkan pemahaman konsep, keterampilan berpikir kritis, bekerja secara aktif dan kolaboratif siswa dalam pembelajaran adalah pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) (Sastrika et al, 2013). Project-based learning memungkinkan peserta didik untuk memonitor diri, mengklarifikasi masalah yang dihadapi, menyusun tujuan, merencanakan tugas, mencari dan mengatur informasi, bekerja sama dan berbagi, 40 mengendalikan jadwal mereka, menyelesaikan pekerjaan, dan memperoleh keterampilan yang berguna. Siswa dengan demikian menjadi perancang proyek, pengembang, pelaksana, penyaji dan penilai (Lou, 2011). Pendidik harus menyiapkan materi-materi pendukung untuk kelancaran proyek peserta didik, demikian pula peserta didik harus mampu membuat contohcontoh hasil tugasnya untuk ditampilkan atau dipresentasikan di depan temannya. Pada saat presentasi hasil proyeknya peserta didik mendapat kesempatan untuk melakukan assessmen terhadap temannya peer assessment, memberikan feedback pada hasil kerjanya. Pada rencana pembelajaran, pendidik memberikan kesempatan pada peserta didik untuk melaporkan hasil proyeknya dalam berbagai bentuk, bisa dalam bentuk blog, poster, makalah atau laporan. Kegiatan yang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau high order thinking harus dirancang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan analisis, sintesis dan evaluasi melalui proyek yang mereka kerjakan. PjBL merupakan salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa/peserta didik yang diyakini para ahli mampu menyiapkan peserta didik kita untuk menghadapi dunia kerja di abad ke-21. Mergendoller, Markham, Ravitz, dan Larmer (2006) mendefinisikan PjBL sebagai metode pengajaran sistematis yang membantu siswa berhasil memperoleh pengetahuan dan keterampilan dengan menjelajahi mata pelajaran yang kompleks dan tugas yang direncanakan dengan cermat secara mendalam. Pembelajaran berbasis proyek adalah model pengajaran dan pembelajaran yang menarik siswa untuk belajar melalui proyek. Proyek meliputi kegiatan penelitian untuk membuat siswa berkonsentrasi pada tugas-tugas rumit seperti desain, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan (Tseng, 2013). Singkatnya prinsip dasar dalam project-based learning yaitu: berpusat pada siswa dan dapat memotivasi juga meningkatkan komitmen di antara siswa, berfokus pada proses pembelajaran dalam menemukan solusi, pembelajaran berbasis proyek yang memiliki tujuan dan aksi untuk mendapatkan perubahan, menerapkan sikap keteladanan, memberikan penekanan pada kelompok kerja tim maupun 41 kemampuan komunikasi, juga mengasah kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan juga dapat memecahkan masalah melalui kegiatan proyek (Rasul, 2016). Menurut para ahli, Project-Based Learning merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa/peserta didik yang mampu mengembangkan semua kecakapan di atas. Hal ini dikarenakan PjBL memiliki karakteristik sebagai berikut: a) peserta didik menjadi pusat atau sebagai obyek yang secara aktif belajar pada proses pembelajaran. b) proyek-proyek yang direncanakan terfokus pada tujuan pembelajaran yang sudah digariskan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam kurikulum. c) proyek dikembangkan oleh pertanyaan-pertanyaan sebagai kerangka dari kurikulum (curriculum-framing question). d) proyek melibatkan berbagai jenis dan bentuk assessment yang dilakukan secara kontinyu (on going assessmen). e) proyek berhubungan langsung dengan dunia kehidupan nyata. f) peserta didik menunjukkan pengetahuannya melalui produk atau kinerjanya. g) teknologi mendukung dan meningkatkan proses belajar peserta didik. h) keterampilan berpikir terintegrasi dalam proyek. i) strategi pembelajaran bervariasi karena untuk mendukung oleh berbagai tipe belajar yang dimiliki oleh siswa (multiple learning style). Selanjutnya sebagai seorang pendidik, harus mampu mengatur dan mendesain pembelajaran agar peserta didik memiliki kemampuan di abad ke-21 ini. Dengan demikian peran pendidik di abad ke-21, yaitu: sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan, motivator, pemonitor, partner (kawan belajar) bagi peserta didik. Selain itu, dalam perspektif pendidik, project-based learning berarti: berfokus pada konten dan tujuan yang realistis (terkait dengan kenyataan); berfokus pada evaluasi realistis (terkait dengan kenyataan); mendefinisikan pendidik sebagai pembantu peserta didik daripada sebagai instruktur langsung; memiliki tujuan 42 pendidikan tertentu; berasal dari konstruktivisme; dan memungkinkan pendidik menjadi pembelajar (Moursung, 1999). Adapun langkah-langkah pembelajaran dalam project based learning yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation (George Lucas, 2005) sebagaimana dikutip dalam Suranti et al (2016) terdiri dari : 1) dimulai dengan pertanyaan yang esensial. Topik yang diambil sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan suatu investigasi mendalam. Pertanyaan esensial diajukan untuk memancing pengetahuan, tanggapan, kritik dan ide peserta didik mengenai tema proyek yang akan diangkat; 2) perencanaan aturan pengerjaan proyek. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek; 3) membuat jadwal aktivitas. Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal dalam menyelesaikan proyek. Jadwal ini disusun untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pengerjaan proyek; 4) memonitor perkembangan proyek peserta didik. Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Kegiatan ini dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses; 5) penilaian hasil kerja peserta didik. Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya; 6) evaluasi pengalaman belajar peserta didik. Pada akhir proses pembelajaran, guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun 43 kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Pada model PjBL ini dapat digunakan pendekatan STEM pada setiap langkah. Pada langkah perencanaan dan pengejaan proyek, lebih banyak dapat diaplikasikan pendekatan STEM. Peserta didik lebih leluasa mengerjakan proyek dengan mengaplikasikan sains ke teknologi, engineering dan matematika dan saling keterkaitannya. PjBL yang menerapkan STEM menurut Tseng et al, (2013) dapat meningkatkan minat belajar siswa, belajar menjadi lebih bermakna, membantu siswa dalam memecahkan masalah kehidupan nyata, dan mendukung karir masa depan. Selain itu, STEM dalam pembelajaran berbasis proyek menimbulkan tantangan dan memotivasi siswa untuk melatih pemikiran kritis, analisis dan meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Capraro et al, 2013). Lebih lanjut kegiatan pembelajaran berbasis proyek pada STEM dapat meningkatkan efektivitas belajar, mengarah pada pembelajaran yang bermakna, memengaruhi orientasi pekerjaan masa depan siswa, dan membantu mereka lebih aktif mengeksplorasi topik-topik teknik (Tseng et al, 2013). Pembelajaran project based learning meningkatkan kualitas pendidikan dan memungkinkan siswa untuk menjadi profesional STEM yang ideal dengan keterampilan abad ke-21 setelah lulus baik dari sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas (Bell, 2010). Untuk alasan tersebut, Project Based Learning telah diperkenalkan kepada guru sebagai pendekatan pengajaran yang sesuai dan telah diimplementasikan ke dalam ruang kelas STEM (Han, 2017). 4.2.2. Model Pembelajaran Discovery Learning Menurut Kemendikbud (2013: 2), model discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang peserta didiknya diharapkan dapat menemukan sendiri jawaban dari permasalahannya. Materi pelajarannya tidak disajikan dalam bentuk finalnya tetapi ditemukan sendiri oleh peserta didik. Pada model pembelajaran ini guru memberikan kebebasan pada peserta didik untuk dapat mengerti lebih dengan menemukan sendiri jawaban dari 44 permasalahan, sehingga peserta didik akan mendapatkan pengalamannya tersendiri (Suparno, 2007:72). Pembelajaran discovery menuntut guru lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Metode belajar ini sesuai dengan teori Bruner yang mpenyarankan agar peserta didik belajar secara aktif untuk membangun konsep dan prinsip (Sani, 2014: 98). Sedangkan Suryosubroto (2002) mengemukakan bahwa salah satu metode pengajaran yang banyak digunakan dewasa ini di sekolahsekolah yang telah dikembangkan adalah metode penemuan. Itu karena metode ini: 1) ini adalah cara mengembangkan pembelajaran siswa aktif; 2) dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, hasil yang diperoleh akan terpaku dan tahan lama dalam ingatan, tidak mudah dilupakan oleh siswa; 3) dengan menemukan diri mereka sendiri, pemahaman yang ditemukan oleh siswa dapat benar-benar dikendalikan dan mudah digunakan atau dipindahkan ke situasi lain; 4) dengan menggunakan strategi penemuan, anak-anak belajar untuk menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dikembangkan; 5) dengan metode ini, anakanak belajar berpikir dan mencoba memecahkan masalah analitis sendiri. Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata (Maarif, 2016). Model pembelajaran discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif bagi siswa. Siswa tidak hanya diberi dan menghafalkan materi tetapi mengetahui bagaimana cara mencari dan menganalisis jawaban dari suatu permasalahan. Hal ini mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan bertahan lama dalam ingatannya. Hasil penelitian Castranova (2010: 10) menyatakan bahwa Discovery Learning adalah pembelajaran yang aktif dimana siswa mengembangkan keterampilan tingkat tinggi untuk membangun pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep utama. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Suters (2004: 277) menyimpulkan bahwa metode pembelajaran penemuan memiliki efek positif terhadap hasil belajar siswa karena akan mengaktifkan mereka, mendorong mereka untuk menanyakan, dan mempengaruhi mereka positif terhadap belajar konsepkonsep ilmiah. 45 Langkah-langkah operasional dalam mengaplikasikan model discovery learning menurut Syah (2008: 244) yaitu: Langkah Persiapan a. menentukan tujuan pembelajaran b. melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya) c. memilih materi pelajaran dan menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara Inkuiri (dari contoh-contoh generalisasi) d. mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa e. mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik f. melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Tahapan metode discovery learning secara umum digambarkan pada Tabel 2. Tabel 2. Tahapan Pembelajaran Discovery Learning Tahapan Kegiatan Pembelajaran Tahap 1: Pemberian Rangsangan a.Guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik yang dikaji b.Guru membimbing siswa untuk membuat kelompok Tahap 2: Identifikasi masalah a.Guru memberi kesempatan kelompok dalam perumusan hipotesis b.Guru mengintruksikan siswa agar mencari sumber referensi lain untuk membantu dalam mengidentifikasikan masalah Tahap 3: Pengumpulan Data a.Guru memfasilitasi kelompok dalam melaksanakan percobaan atau investigasi b.Kelompok melakukan percobaan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis Tahap 4: Pengolahan Data Tahap 5: Pembuktian Tahap 6: Generalisasi a.Guru membimbing kelompok dalam menganalisis data b.Guru membimbing kelompok dalam mendiskusikan hasil percobaan Guru bersama siswa untuk membandingkan hasil percobaan yang telah didapat terhadap hipotesis Guru bersama siswa menarik kesimpulan dari yang telah dipelajari hari ini 46 Pelaksanaan a. Stimulation (stimulasi atau pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu permasalahan, kemudian diberi suatu rangsangan agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu, guru dapat memulai Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. b. Problem statement (pernyataan atau identifikasi masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalahmasalah yang relevan dengan bahan pelajaran. Setelah itu, salah satu masalah dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah). c. Data collection (Pengumpulan Data) Guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, dan melakukan uji coba sendiri. d. Data Processing (Pengolahan Data) Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, kemudian ditafsirkan. Semua hasil pengumpulan data diolah, diacak, diklasifikasikan, atau dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan sehingga menghasilkan suatu temuan baru. e. Verification (Pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan dengan temuan alternatif dan dihubungkan dengan hasil data processing. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep/teori.. 47 f. Generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi) Tahap generalisasi atau menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Pada model discovery learning, pendekatan STEM dapat diaplikasikan pada langkah stimulasi/pemberian rangsangan. Peserta didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang nyata, dari hal ini dapat dicari aplikasi sains/fisika pada teknologi, engineering dan arti fisis rumusan matematika. Seperti yang dikatakan oleh Habig et al. (2018) yang menyimpulkan bahwa tugas yang diberikan kepada siswa menciptakan interaksi antara tugas dan siswa yang mampu meningkatkan minat siswa dalam belajar. Selain itu menurut Wartono, Hudha, & Batlolona (2018) dalam Resti (2019) menunjukkan discovery learning dapat digunakan untuk meningkatkan berpikir kritis. Discovery learning digunakan karena dapat mendukung pengembangan konsep siswa berdasarkan pengalaman langsung (Wenning, 2011). Hasil penelitian dari Tran, Nguyen, Bui, dan Phan (2014) juga menyebutkan hasil positif dari pembelajaran discovery learning yang menyatakan bahwa setelah siswa belajar menggnakan metode discovery learning, kami menyadari bahwa: Siswa dapat menulis dengan baik dan jelas. Mereka juga mengekspresikan bahasa matematika secara koheren dan lancar. Hal ini membuktikan bahwa kompetensi belajar mandiri siswa berkembang dengan jelas. Siswa tertarik dalam pembelajaran matematika dan dapat mengembangkan pemikiran matematika khusus untuk mengembangkan pemikiran kreatif. 4.2.3. Problem Based Learning Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang cukup populer sekarang ini karena model ini sesuai dengan kurikulum yang sedang dikembangkan di Indonesia yaitu kurikulum 2013. Model pembelajaran ini menyajikan masalah kontekstual sehingga mampu merangsang rasa ingin tahu siswa dalam pembelajaran. Menurut Ward, 48 sebagaimana yang dikutip oleh Ngalimun (2014: 89), model pembelajaran Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Proses pembelajaran model Problem Based Learning menuntut siswa untuk aktif dalam proses identifikasi dan pemecahan masalah yang diberikan, menjadi pembelajar mandiri dan menemukan pengetahuan. Hasil penelitian Akmar & Eng (2010) menunjukkan bahwa pembelajaran PBL menyediakan kesempatan siswa untuk mengasah kemampuan kepemimpinan, menjadi pendengar yang baik, menjadi lebih open minded, menjadi lebih terorganisasi dan sistematis, melatih manajemen waktu yang baik, mengembangkan persahabatan dengan siswa lain, dan belajar untuk mencari, menilai, dan menggunakan sumber belajar yang sesuai. Pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning mempunyai beberapa manfaat. Menurut Ngalimun (2014: 91) model pembelajaran Problem Based Learning dapat menumbuhkan pola berpikir kritis. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Sulaiman (2013) yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan PBL menunjukkan kemajuan yang positif terhadap kemampuan berpikir kritis dibandingkan dengan model konvensional. Kemampuan berpikir kritis dapat mengarahkan siswa untuk mengambil keputusan dan bertindak secara tepat dalam menghadapi suatu permasalahan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ackay (2009) yang menunjukkan bahwa Problem Based Learning dalam pembelajaran sains dapat meningkatkan kemampuan berpikir melalui analisis data mengenai masalah yang diberikan untuk menemukan solusi. Selain mengembangkan kemampuan berpikir, pembelajaran Problem Based Learning juga diharapkan dapat meningkatkan pencapaian akademik siswa. Hasil penelitian Folashade & Akinbobola (2009) menunjukkan bahwa pencapaian akademik siswa yang diajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning lebih besar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Salah satu bentuk pencapaian akademik siswa adalah peningkatan hasil belajar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Widodo & Widayanti (2013) yang menunjukkan bahwa 49 pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dochy et al. (2003) menunjukkan bahwa problem based learning memiliki efek positif yang signifikan secara statistik dan praktis pada pengetahuan siswa. Efek pembelajaran berbasis masalah pada basis pengetahuan siswa cenderung negatif. Namun, efeknya ditemukan sangat dipengaruhi oleh pencilan, dan analisis moderator menunjukkan bahwa siswa dalam lingkungan pembelajaran berbasis masalah dapat mengandalkan basis pengetahuan yang lebih terstruktur. Model pembelajaran Problem Based Learning mempunyai beberapa karakteristik. Menurut Putra (2013: 72), karakteristik model pembelajaran Problem Based Learning adalah (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin ilmu, (4) memberikan tanggungjawab yang besar terhadap siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar, (5) menggunakan kelompok kecil, (6) menuntut siswa untuk mendemonstrasikan yang telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja. Berdasarkan uraian tersebut pembelajaran model Problem Based Learning dimulai dengan adanya masalah yang dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang sesuatu yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah itu. Model Problem Based Learning mengajak siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Baron, sebagaimana yang dikutip oleh Rusmono (2012: 75), keterlibatan siswa dalam model pembelajaran Problem Based Learning meliputi kegiatan kelompok dan kegiatan perorangan. Kegiatan kelompok antara lain: (1) membaca kasus, (2) menentukan masalah mana yang relevan dengan tujuan pembelajaran, (3) membuat rumusan masalah, (4) membuat hipotesis, (5) mengidentifikasi sumber informasi, diskusi dan pembagian tugas, (6) melaporkan, mendiskusikan penyelesaian masalah yang mungkin, melaporkan kemajuan yang dicapai setiap kelompok dan presentasi di kelas. Pembelajaran problem based learning berbeda dengan pembelajaran lain, hal itu dapat dilihat dari elemenelemen yang dimilikinya, seperti: pembelajaran yang berpusat pada siswa, masalah 50 menjadi penunjang utama dalam pembelajaran, pembelajaran mandiri, pembelajaran kolaborasi dalam kelompok, diskusi kelompok terfokus pada masalah yang tidak terstruktur, pendidik melayani sebagai fasilitator inkuiri siswa, bukan sumber utama pengetahuan (Tawfik, 2014). Model pembelajaran Problem Based Learning mempunyai lima fase dalam pelaksanaannya. Lima fase dan perilaku yang dibutuhkan guru untuk masingmasing fase ditunjukkan dalam Tabel 3. (Arends, 2008: 56). Tabel 3. Sintaks Model Problem Based Learning Tahap Pembelajaran Perilaku Guru Fase 1: Menjelaskan tujuan pembelajaran, Memberikan orientasi tentang logistik yang diperlukan, memotivasi permasalahan kepada siswa siswa untuk terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah Fase 2: Membantu siswa mendefinisikan dan Mengorganisasikan siswa untuk belajar mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahan Fase 3: Mendorong siswa untuk Membimbing penyelidikan individu mengumpulkan informasi yang sesuai, maupun kelompok melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan pemecahan Fase 4: Membantu siswa merencanakan dan Mengembangkan dan menyajikan hasil menyiapkan karya yang sesuai seperti karya laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya Fase 5: Membantu siswa melakukan refleksi Menganalisis dan mengevaluasi proses terhadap penyelidikan dan prosespemecahan maalah proses yang digunakan selam berlangsungnya pemecahan masalah Pada penggunaan model PBL, penerapan pendekatan STEM dapat diintegrasikan pada fase dua dan tiga. Pada fase dua peserta didik mengorganisir tugas-tugas permasalahan kehidupan sehari-hari sehingga dapat mengidentifikasi kaitan sains/fisika dengan teknologi, engineering dan matematika. Pada fase tiga peserta didik melakukan eksperimen untuk mencari penjelasan dalam upaya 51 pemecahan masalah, sehingga masih bisa mencaari kaitan sains/fisika dengan teknologi, engineering dan matematika EVALUASI 1. Jelaskan secara singkat makna pembelajaran berbasis STEM ! 2. Sebutkan langkah-langkah model pembelajaran, Project Based Learning, Problem Based Learning dan Discovery Learning . 52 BAB V PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS STEM MEMFASILITASI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN 4C Pada bab V ini diberikan contoh perangkat pembelajaran fisika berbasis pendekatan STEM terintegrasi keterampilan abad 21, dengan harapan setelah mempelajari contoh, mahasiswa dapat : 1. menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) fisika berpendekatan STEM terintegrasi keterampilan 4C 2. menyusun Bahan Ajar berpendekatan STEM terintegrasi keterampilan 4C 3. menyusun Lembar Kerja Siswa atau Lembar Diskusi Siswa, berpendekatan STEM terintegrasi keterampilan 4C 4. menyusun instrumen penilaian keterampilan 4 C 5. menyusun media pembelajaran berpendekatan STEM terintegrasi keterampilan 4C 5.1. Penyusunan RPP Implementasi keterampilan abad Ke-21 pada kurikulum 2013 melalui mengintegrasikan keterampilan 4C pada RPP. RPP disusun berdasar pada kurikulum 2013, namun di dalam langkah kegiatan pembelajaran, terdapat subjek STEM dan keterampilan 4C. 53 CONTOH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) FISIKA BERPENDEKATAN STEM Nama Sekolah : SMA STEM Semarang Mata Pelajaran : Fisika Kelas/Semester : XI / 2 Materi Pembelajaran : Fluida Dinamis Alokasi Waktu : 12 × 45 menit Jumlah Pertemuan : 6 pertemuan Kompetensi Inti (KI) KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. KI 2 : Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. KI 4 : Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. Kompetensi Dasar 1.1 2.1 Bertambah keimanannya dengan menyadari hubungan keteraturan dan kompleksitas alam dan jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya. Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti, cermat, tekun, hati-hati, bertanggung jawab, terbuka, kritis, kreatif, inovatif, dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan dan berdiskusi. 54 3.7 4.7 Menerapkan prinsip fluida dinamis dalam teknologi. Memodifikasi ide/gagasan proyek sederhana yang menerapkan prinsip dinamika fluida. Indikator 1.1.1 Menunjukkan sikap religius yang mencerminkan keyakinannya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya. 1.2.1 Menunjukkan sikap tanggung jawab dan disiplin dalam mengumpulkan dan mengeksplorasi materi fluida dinamis. 3.7.1 Mengidentifikasi ciri-ciri umum fluida ideal. 3.7.2 Memformulasikan hukum kontinuitas. 3.7.3 Memformulasikan hukum Bernoulli. 3.7.4 Menjelaskan penerapan hukum kontinuitas dan hukum Bernoulli. 4.7.1 Merancang dan melaksanakan percobaan yang menerapkan prinsip hukum kontinuitas dan hukum Bernoulli. Tujuan Pembelajaran 1. Siswa menunjukkan sikap religius yang mencerminkan keyakinannnya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya. 2. Siswa dapat menunjukkan sikap bertanggung jawab dan disiplin dalam mengumpulkan dan mengeksplorasi materi fluida dinamis. 3. Siswa dapat mengidentifikasi ciri-ciri umum fluida ideal dan kaitannya dengan teknologi dan engineering serta matematika 4. Siswa dapat memformulasikan hukum kontinuitas dan kaitannya dengan teknologi dan engineering serta matematika . 5. Siswa dapat memformulasikan hukum Bernoulli, dan kaitannya dengan teknologi dan engineering serta matematika 6. Siswa dapat menjelaskan penerapan hukum kontinuitas dan hukum Bernoulli dalam teknologi 7. Siswa dapat merancang dan melaksanakan percobaan yang menerapkan prinsip hukum kontinuitas dan hukum Bernoulli. Materi Pembelajaran Materi fluida dinamis yang harus dipelajari oleh siswa, antara lain: hukum-hukum dasar fluida dinamis yang terdiri dari: • Hukum Kontinuitas. • Hukum Bernoulli. • Penerapan Hukum Kontinuitas dan Hukum Bernoulli. Model Pembelajaran Discovery Based Learning, Project Based Learning 55 Metode Pembelajaran 1. 2. 3. 4. Ceramah Diskusi Eksperimen Tanya jawab Media Pembelajaran 1. Papan tulis 2. LCD Proyektor 3. Laptop 4. Bahan Ajar berbasis STEM Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Pertama Aktivitas Pembukaan Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam, meminta salah seorang untuk memimpin do’a Guru menyiapkan peserta didik untk belajar dan mengecek kehadiran siswa Guru memotivasi dengan tanya jawab aplikasi materi dalam kehidupan yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas Kegiatan Inti Pretest Alokasi Waktu 2 menit 45 menit Kritis Memprediksi Menganalisis Guru dengan bantuan siswa membentuk kelompok dan membimbing siswa untuk mulai memasuki materi pembelajaran dan menyampaikan tujuan mempelajari materi fluida dinamis. Siswa diminta untuk berdiskusi dengan teman satu kelompok. Kegiatan yang dilakukan meliputi: Keterampilan kolaborasi 20 menit Guru membimbing siswa untuk mengamati peristiwa yang berkaitan dengan sifat-sifat fluida sebagaimana disajikan dalam bahan ajar. (Sains) • Setelah siswa mengamati Gambar 1, yaitu gambar piston yang ditekan, siswa diminta untuk memprediksi pengaruh tekanan terhadap zat cair. 56 • • Setelah siswa mengamati Gambar 2, yaitu gambar aliran 2 buah sungai, siswa diminta untuk menjelaskan perbedaan aliran 2 sungai tersebut. dst. (sebagaimana tertuang dalam bahan ajar) Guru bertanya mengenai sifat-sifat fluida ideal, siswa menjawab ( Sains) Pertanyaan yang diajukan meliputi: • • • • bagaimana pengaruh tekanan terhadap volume zat cair? apa yang dapat kalian simpulkan setelah mengamati aliran 2 sungai yang berbeda? apakah yang membedakan aliran air dan oli? dst. (tertuang dalam bahan ajar) Guru membimbing siswa untuk berdiskusi dan menganalisis peristiwa yang terkait dengan sifat-sifat fluida sebagaimana telah dituangkan di dalam bahan ajar, seperti peristiwa piston yang ditekan, aliran sungai, atau kegiatan menuangkan oli ke dalam mesin. • • • siswa diminta untuk mengeksplorasi bagaimana tekanan mempengaruhi volume zat cair. siswa diminta menganalisis faktor yang membedakan aliran air dan oli. dst. Komunikasi Kreatif (mengemukakan gagasan kreatif) Kolaborasi Kritis (analisis) Guru membimbing siswa untuk mengasosiasikan peristiwa atau fenomena yang ada di lingkungan sebagaimana diilustrasikan dalam bahan ajar terkait dengan sifat-sifat fluida ideal. • dari peristiwa yang telah diamati, didiskusikan dan dianalisis, siswa diminta untuk mengasosiasikannya sehingga dapat diambil kesimpulan mengenai sifat-sifat fluida. Guru meminta salah satu siswa untuk menyampaikan kesimpulan hasil diskusi kelompoknya. Kolaborasi Kritis (analisis) Komunikasi lisan 57 Guru membimbing siswa untuk mulai memasuki sub bab baru. Kegiatan yang dilakukan meliputi: Guru membimbing siswa untuk mengamati alat yang berkaitan dengan debit fluida sebagaimana diilustrasikan dalam bahan ajar. Alat yag dimaksud adalah water meter. ( teknik) Menghipotesis • Menganalisis setelah mengamati gambar alat pada bahan ajar, siswa diminta untuk menjelaskan fungsi alat tersebut, makna angka yang tertera dalam alat tersebut, serta cara kerjanya.(engineering) Guru bertanya mengenai prinsip kerja alat yang diilustrasikan dalam bahan ajar, siswa menjawab (engineering) Pertanyaan yang diajukan dapat berupa: Menginterpretasi 15 menit • • besaran apa yang diukur oleh alat tersebut? bagaimana interpretasi dari hasil pengukuran alat tersebut? • bagaimana cara kerja alat tersebut? • dst. (tertuang dalam bahan ajar) Guru bertanya rumusan matematis dari debit fluida.(matematika) Kreatif Menghipotesis Guru membimbing siswa untuk berdiskusi dan menganalisis besaran-besaran yang terkait dengan debit fluida. Kolaborasi Guru membimbing siswa untuk mengasosiasikan besaran-besaran yang terkait dengan debit fluida dan rumusan matematis dari debit fluida ( matematika) Penutup Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan dan me-review kembali pembelajaran tentang sifat-sifat fluida dan debit fluida. Siswa juga diminta untuk memberikan tanggapan terhadap materi yang telah dipelajari dan memberikan masukan apabila terdapat hal-hal yang masih belum jelas 8 menit Mengevaluasi Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari sub bab berikutnya. 58 Penilaian Hasil Belajar Siswa 1. Teknik Penilaian • Penilaian keterampilan 4 C • Penilaian Keterampilan dan sikap • Penilaian Kognitif 2. Instrumen Penilaian • Form Penilaian keterampilan 4 C • Form Penilaian Keterampilan dan Sikap • Kisi-kisi dan Soal Preetest/Posttest 3. Teknik Penilaian untuk Masing-masing Indikator Kompetensi Dasar 2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti, cermat, tekun, hati-hati, bertanggung jawab, terbuka, kritis, kreatif, inovatif, dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan dan berdiskusi. 3.7 Menerapkan prinsip fluida dinamis dalam teknologi. 4.7 Memodifikasi ide/gagasan proyek sederhana yang menerapkan prinsip dinamika fluida. Indikator 2.1.1. Menunjukkan sikap tanggung jawab dan disiplin dalam mengumpulkan dan mengeksplorasi materi fluida dinamis. 3.7.1 Mengidentifikasi ciriciri umum fluida ideal. 3.7.2 Memformulasikan hukum kontinuitas. 3.7.3 Memformulasikan hukum Bernoulli. 3.7.4 Menjelaskan penerapan hukum kontinuitas dan hukum Bernoulli. 4.7.1 Merancang dan melaksanakan percobaan yang menerapkan prinsip hukum kontinuitas dan hukum Bernoulli. Teknik Penilaian Penilaian Observasi Penilaian Tes Praktikum 59 5.2. Penyusunan Instrumen Tes untuk Mengukur Keterampilan 4C Pada penyusunan instumen tes, perlu diperhatikan tujuan pembelajaran, indikator setiap keterampilan 4C yaitu kritis, kreatif, kolaboratif dan komunikatif . Contoh Instrumen Tes 1. Perhatikan grafik hasil percobaan Torricelli dibawah ini! Grafik tersebut menunjukkan hubungan antara kuadrat waktu jatuhnya air di tanah (t2) terhadap jarak lubang kebocoran dari dasar bejana (h). Berdasarkan grafik tersebut, bagaimanakah hubungan antara h dan t2? Bagaimana pula hubungan antara h dan t? Soal nomor 1, siswa harus menganalisis grafik sehingga dapat digolongkan melatih kemampuan berpikir kritis 2. Ada seekor ayam dan seekor bebek yang memiliki massa sama yaitu 3 kg, ketika melewati tanah liat, kaki manakah yang masuk lebih dalam ke tanah liat? Mengapa demikian? Berikanlah jawaban kalian lebih dari satu alasan! Soal no 2 ini melatih kemampuan berpikir kreatif, karena melatih siswa mengemukakan gagasan. 3. Contoh penggalan instrumen komunikasi Aspek Komunikasi Mengemukakan gagasan Indikator Bahasa jelas Urut Dalam berbicara tenang Gagasan yang dikemukakan logis Kriteria Skor Skor 4 jika semua unsur muncul Skor 3 jika hanya 3 unsur yang muncul Skor 2 jika hanya 2 unsur muncul Skor 1 jika hanya satu unsur yang muncul 60 4. Contoh penggalan instrumen kolaborasi Aspek Kolaborasi Bekerja sama dalam kelompok Indikator Tanggung jawab terhadap tugas kelompok Berperan dalam kelompok Bekerja sama dengan semua anggota Bekerja antusias di dalam kelompok Kriteria Skor Skor 4 jika semua unsur muncul Skor 3 jika hanya 3 unsur yang muncul Skor 2 jika hanya 2 unsur muncul Skor 1 jika hanya satu unsur yang muncul 5.3. Contoh Bahan Ajar Berbasis STEM Memfasilitasi Pengembangan Keterampilan 4C Bahan ajar yang disusun mengintegrasikan setiap subjek STEM, dan keterampilan 4C. 61 CONTOH 1 : PENGGALAN BAHAN AJAR FISIKA BERPENDEKATAN STEM Gambar 3 disamping menunjukkan oli yang dituangkan ke dalam mesin. Bagaimanakah alirannya? Jika dibandingkan dengan air, zat manakah yang mengalir lebih cepat? Mengapa demikian (S)? Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan aliran oli dan air!(melatih) berpikir kritis) Sumber: http://dboeness.com Gambar 3. Aliran Oli …………………………………………………………………… …………………………………………………………………… …………………………………………………………………… …………………………………………………………………… ……………………..…………………………………………… …………………………….……………………………………… ………………………………… Setelah kalian mendiskusikan pertanyaan di atas, simpulkanlah! Apa saja sifat-sifat dari fluida ideal? Kemudian jelaskan pula masing-masing sifat tersebut! (komunikasi dan kolaborasi) Debit Fluida Masih ingatkah kalian apa itu debit? Bagaimanakah rumusan matematis dari debit? Pada sub bab ini, kalian akan mempelajari mengenai debit fluida dan keterkaitannya dengan fluida dinamis.(M) Mari Mengamati! Sebelum membahas debit fluida lebih lanjut, amatilah alat pada gambar di bawah ini! Alat pada Gambar 4 biasanya terpasang di setiap rumah yang menjadi pelanggan PDAM. Besaran apa yang diukur oleh alat tersebut? Interpretasikanlah, apa makna angka yang tertera pada alat tersebut? Analisis pula bagaimana cara kerja alat tersebut!(T dan E) Sumber: http://www.elciudadano.com.ar Gambar 4. Water meter ………………………………………………………………… ………………………………………………………………… ………………………………………………………………… ………………………………………………………………… ……………………………… 62 Impuls Pada materi sebelumnya, telah dipelajari bahwa benda diam dapat bergerak karena adanya gaya yang bekerja pada benda(S). Bagaimana jika gaya tersebut hanya bekerja dalam waktu singkat? (kritis) Bagaimana efek gaya tersebut pada benda? ( kreatif).Pada pembahasan mengenai impuls, kalian akan mempelajari konsep yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Mari Berdiskusi Amati beberapa gambar berikut ini agar kalian dapat memahami definisi impuls dalam fisika. Buatlah kelompok yang terdiri dari 3-4 siswa dan diskusikan pertanyaanpertanyaan berikut! Tuliskan jawaban kalian pada kolom yang tersedia! Pada Gambar 1, terlihat seorang anak sedang berlatih olahraga tinju. Pada Gambar 1 juga terlihat anak tersebut menggunakan sarung tangan khusus.(T) Mengapa ketika bermain tinju perlu menggunakan sarung tangan khusus (kreatif)? Buatlah analisis terkait dengan desain sarung tangan tersebut dan manfaatnya!(E) Kemukakan hasil analisis kalian secara singkat!(komunikatif) …………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………. Gambar 1. Berlatih tinju Kantong udara (air bag) merupakan salah satu fitur pada mobil yang mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an. Tahukah kalian cara kerja air bag?(T)Prediksikan resiko yang ditimbulkan jika mobil tidak dilengkapi air bag!(kritis). Diskusikan dengan teman kalian ( kolaboratif), tulislah hasil diskusi ! Gambar 2. Air bag pada mobil …………………………………………………………… ……….................................................... …………………………………………………………… ……… 63 CONTOH PENGGALAN LEMBAR KERJA SISWA Gambar 3. Desain Roket Air Sederhana • • Bersama dengan kelompok kalian, buatlah roket air atau udara sederhana! Gambar 3 diatas adalah contoh desain roket air sederhana. Kalian dapat membuatnya sesuai kreativitas kalian masing-masing. Gunakan bahan-bahan bekas yang telah tidak terpakai! Deskripsikan keterkaitan antara aspek-aspek STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) yang terdapat pada roket yang telah kalian buat! Tuliskan jawaban kalian pada tabel berikut! Sains Teknologi Engineering Matematika 64 BAB VI PELAKSANAAN STRATEGY GALLERY WALK dan GALLERY PROJECT 4.1.Gallery Walk Pada pertemuan pertama ini, setelah saudara memahami Bab I sampai dengan bab IV, tugas saudara adalah menerapkan Gallery Walk , menggunakan prosedur yang diadopsi Silberman (2014:274) dimodifikasi. Pada Gallery Walk peserta diminta untuk belajar bersama teman sekelompok dalam membahas materi atau menyelesaikan masalah tertentu. Gallery Walk bertujuan membangun kerjasama kelompok dan saling memberi apresiasi dan koreksi dalam belajar. agar masingmasing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan pendapat mereka. Tujuan lain Gallery Walk adalah disamping mahasiswa mendapatkan ilmu pengetahuan tentang materi, juga dilatih untuk memberbagi informasi dan saling berkolaborasi dan interaksi dengan mahasiswa lainnya serta melatih mahasiswa untuk memberikan pendapat dan menghargai pendapat orang lain. Diskusi dapat mempromosikan keterampilan berpikir tingkat tinggi dengan memungkinkan mahasiswa menghadiri pertanyaan terbuka (Johnson dan Mighten 2005; Wilen 2004). Gallery walk memberikan kesempatan seperti itu dengan mendorong diskusi antara peserta didik ketika mereka bergerak dari satu kelompok ke kelompok lain. Gallery walk berpusat pada mahasiswa yang menunjukkan partisipasi aktif dalam sintesis konsep penting, menulis dan berbicara di depan umum (Francek 2006). Strategi gallery walk dapat diciptakan kembali bersama dengan pendekatan konstruktivis, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, pembelajaran kooperatif dan kolaboratif dan berbagai strategi pengajaran dan pengaturan pembelajaran untuk memperkenalkan pembelajaran yang efektif untuk pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ( Chee et al, 2015) Prosedur Gallery Walk pada model ini adalah sebagai berikut: Langkah pertama : 65 Mahasiswa membentuk kelompok yang beranggotakan empat sampai lima orang. Langkah kedua : Setiap kelompok mendiskusikan masalah yang ditanyakan pada akhir setiap bab meminta pendapat dari setiap anggotanya dari hasil pemahaman membaca bahan ajar Langkah ketiga : Kemudian tulislah hasil diskusi pada kertas lembar hasil diskusi dan berilah judul “ hasil diskusi kelompok .....” Contoh : Hasil Diskusi Kelompok 4, bisa dikerjakan di kertas tersendiri terpisah dari bahan ajar ini . Permasalahan Bab I : ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ Permasalahan Bab 2 dan seterusnya ....................... Langkah keempat : Tempelkan kertas hasil diskusi tersebut pada dinding, atau meja kelompok saudara Langkah kelima : 66 Setiap anggota kelompok bersama anggota yang lain, berjalan melewati tiap kertas hasil diskusi kelompok yang lain. Setiap mahasiswa wajib memberikan tanda centang di kertas hasil diskusi kelompok lain Langkah keenam: Dosen mensurvei hasil dan mendiskusikan bersama seluruh mahasiswa. Langkah selanjutnya adalah : mengerjakan proyek membuat perangkat pembelajaran Berbasis STEM yang memfasilitasi keterampilan belajar abad 21 yang terdiri atas : RPP, Bahan Ajar, LKS atau LDS, media, instrumen penilaian 4C yaitu keterampilan berpikir kritis, kreatif, komunikasi dan kolaborasi. Waktu penyusunan satu minggu. Jangan lupa untuk melakukan pendampingan di luar jam perkuliahan, untuk setiap tugas yang diberikan. Pada pertemuan selanjutnya tugas yang telah diberikan, disajikan pada kegiatan Gallery Project 4.3. Gallery Project Gallery Project, secara umum bertujuan untuk (1) meningkatkan pemahaman dan penghayatan mahasiswa terhadap isi pembelajaran pada tingkatan bermakna (meaningful); (2) meningkatkan keterampilan mengidentifikasi, mencari, mengemas dan melaporkan hasil informasi yang relevan sebagai orientasi pembelajaran; (3) mengembangkan sikap positif mahasiswa terhadap prakarsa dan tindak belajar, sikap mandiri, kreatif, dan produktif; (4) memfasilitasi pengembangan potensi mahasiswa secara holistik, baik potensi kognitif, skills, maupun afektif; (5) membangun daya enduransi dan kemampuan kerja tim; (6) memaksimalkan pemanfaatan sumber belajar, baik sumber belajar by design maupun by utilizations; dan (7) meningkatkan pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, menyenangkan, dan menantang. ( Mukhadis & N Ulfatin, 2014) Menurut Forgaty (1997), strategi pembelajaran Gallery Project lebih berorientasi kepada penyelesaian dan penyajian berbagai tugas dalam bentuk gallery, memerlukan sinergi pengetahuan, kompetensi, dan kreativitas yang 67 dinamis melalui konsep, konfigurasi, kontradiksi, konfusi, dan diakhiri dengan menghasilkan suatu karya/proyek akademik. Pada pertemuan kedua mahasiswa menyajikan hasil tugas pertemuan pertama melalui prosedur sebagai berikut: 1.Setiap kelompok mempresentasikan hasil karya dengan menggunakan strategi Gallery Project yaitu 2. Setiap kelompok menggelar hasil karyanya di kelompoknya sendiri selama 30 menit , antar anggota kelompok mencermati hasil project teman satu kelompok, serta memberikan masukan tentang : a. apakah RPP yang dibuat sudah berbasis STEM dan memfasilitasi pengembangan keterampilan 4C ? b. apakah bahan ajar yang dibuat sudah berbasis STEM dan memfasilitasi pengembangan keterampilan 4C? c. apakah LKS/LDS yang dibuat sudah berbasis STEM dan memfasilitasi pengembangan keterampilan 4C? d. apakah indikator tentang penilaian keterampilan 4 C sudah ada dan sesuai? e. bagaimana media yang dibuat, apakah sudah memfasilitasi pengembangan 4C? 3. Setiap kelompok berjalan ke kelompok lain, mengunjungi karya kelompok lain dan memberikan catatan masalah yang ada , yang akan didiskusikan pada kelompok kecil, seperti pada no 2, waktu yang diberikan 30 menit 4. Catatlah masalah yang saudara temukan ketika saudara, mengikuti kegiatan Galleri project. Setiap anggota kelompok menilai hasil karya kelompok lain yang digalerikan, kemudian dipertanyakan pada saat diskusi kelompok dan ditanggapi. 68 5. Setelah 30 menit kembalilah ke kelompok masing2, diskusikan dan presentasikan temuan masalah pada kegiatan Gallery Walk, waktunya 30 menit. 6. Setelah semua kelompok melaksanakan tugasnya, dosen memberikan kesimpulan dan klarifikasi sekiranya ada yang perlu diluruskan dari pemahaman mahasiswa. 7. Setelah kesimpulan dan penguatan selesai, dosen memilih topik yang akan dipraktekkan dalam bentuk peer teaching. Setiap kelompok dipilih satu topik. Topik lain pelaksanaan peer teaching diluar jam perkuliahan dan direkam dalam bentuk video. Tugas berikutnya bisa dilihat pada Lembar Kerja Mahasiswa. 69 DAFTAR PUSTAKA Ackay, B. 2009. Problem-Based Learning in Science Education. Journal of Turkish Science Education. 6(1): 26-36. Aitken, Nola and Pungur, Lydia. 1996. Authentic Assessment, diunduh dari www.ntu.edu.vn, Oktober 2013. Akyıldız, P. 2014. Fetemm eğitimine dayalı öğrenme-öğretme yaklaşımı. In G. E. Editor (Ed.), Etkinlik örnekleriyle güncel öğrenme-öğretme yaklaşımları-I (pp. 978-605). Ankara: Pegem Akademi, 566 p. Akmar, S. N & Eng, L. S. 2010. Integrating Problem Based Learning (PBL) in Mathematics Method Course. Journal Faculty of Education University of Malaya, 1(2): 1-3. Alan Zollman. 2012. Learning for a STEM Literacy. STEM for Literacy For Learning .Vol 112 Number 1. Alismail, H. A., & McGuire, P. 2015. 21st Century Standards and Curriculum: Current Research and Practice. Journal of Education and Practice, 6(6): 150154. Ananiadou, K. and Claro, M. 2009. 21st Century Skills and Competences for New Millennium Learners in OECD Countries. OECD Education Working Papers, No. 41. Paris, OECD Publishing. Ansari, S.U, dan Malik, S.K. 2013. Image of an Effective Teacher in 21st Century Classroom. Journal of Educational and Instructional Studies in the World, 3(4), 61-68. Anwari.I , Seiji.Y. Masashi .U.2015. Implementation of Authentic Learning and Assessment through STEM Education Approach to Improve Students’ Metacognitive Skills. K-12 STEM Education. Vol. 1, No. 3, Jul-Sep 2015, pp.123-136 Arends, R I. 2008. Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Ariffin, N. A., & Yunus, F. (2017). Kesediaan Guru Prasekolah Dalam Melaksanakan KBAT Dalam Pengajaran dan Pembelajaran. 70 Association of American Colleges and Universities (2007). College Learning For The New Global Century: A Report from the National Leadership Council for Liberal Education & America’s Promise. Retrieved from www.aacu.org/ Barry, M. 2012. What Skills Will You Need to Succeed in the Future? Phoenix Forward (online). Tempe, AZ, University of Phoenix. Butz, W. P., Kelly, T. K., Adamson, D. M., Bloom, G. A., Fossum, D., & Gross, M. E. 2004. Will the Scientific and Technology Workforce Meet the Requirements of the Federal Government? Pittsburgh, PA: RAND Beals, J. 2012. Thomas edison.com. [online] http://www.thomasedison.com/. Beers, S. 2011. 21st Century Skills: Preparing Students For Their Future. [Online]http://www.yinghuaaca demy. org/wpcontent/uploads/2014/10/ 21st_century_skills.pdf). Bell, S. 2010. Project-based Learning for the 21st century: Skills for the Future. The Clearing House, 83(2), 39–43. Blackley, S., Rahmawati, Y., Fitriani, E., Sheffield, R., dan Koul, R. 2018. Using a Makerspace approach to engage Indonesian primary students with STEM. Issues in Educational Research, 28(1), 18-42. Boholano, H.B. 2017. Smart Social Networking: 21st Century Teaching and Learning Skills. Research in Pedagogy, 7(1), 21-29. Bybee, R. B. 2013. The Case for STEM Education: Challenges and opportunities. City: NSTA Brophy, S., Klein, S., Portsmore, M., & Rogers, C. (2008). Advancingengineering education in K–12 classrooms. Journal of Engineering Education, (July), 369–387. Brown, A. L., Bransford, J., Ferrara, R., & Campione, J. 1983. Learning, Remembering, and Understanding. In P. H. Musen (Ed.), Handbook of Child Psychology (Vol. III, pp. 77–166). New York: Wiley Bybee, R. 2013. The Case of STEM education: Challenges and opportunities. Arlington, VA: NSTA Press. BSNP. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Carlson, L., & Sullivan, J. 2004. Exploiting Design to Inspire Interest Inengineering Across the K–16 Engineering Curriculum. International Journal of Engineering Education, 20(3), 372–380. 71 Capraro, R. M., Capraro, M. M., Morgan, J. R., & Slough, S. W. 2013. STEM Project-Based Learning: An Integrated Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) Approach. STEM Project-Based Learning an Integrated Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) Approach. Boston: Sense Publishers. Care, E., Scoular, C., & Griffin, P. (2016). Assessment of Collaborative Problem Solving in Education Environments. Applied Measurement in Education, 29, 250–264. Carin, A. A. (1993). Teaching Science Through Discovery (7th ed). New York: Macmillan. Chantala, C., Santiboon, T., dan Ponkham, K. 2017. Instructional Designing the STEM Education Model for Fostering Creative Thinking Abilities in Physics Laboratory Environment Classes. International Conference for Science Educators and Teachers, AIP Conference Proceedings 1923. Chee Keong Chin, Kwan Hooi Khor, and Tiam Kian Teh. 2015. Is Gallery Walk an Effective Teaching and Learning Strategy for Biology?. 25th Biennial Asian Association for Biology Education Conference. Choridah, D. T. 2013. Peran Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kreatif serta Disposisi Matematis Siswa SMA. Infinity, 2(2): 194-202. Conley, D. T. (2005). College Knowledge: What it Really Takes for Students to Succeed and What We Can Do to Get Them Ready. San Francisco: JosseyBass. Conley, D. T. (2007). Toward A More Comprehensive Conception of College Readiness. Eugene, OR: Educational Policy Improvement Center. Costa, A. L., & Kallick, B. (1992). Reassessing assessment. In A. L. Costa, J. A. Bellanca,& R. Fogarty, (Eds.), If minds matter: A forward to the future, Volume II (pp. 275-280). Palatine, IL: IRI/Skylight Publishing. Delors, J., Al Mufti, I., Amagi, I., Carneiro, R., Chiung, F., Geremek, B., Gorham, W., Kornhauser, A., Manley, M., Padrón Quero, M., Savané, M-A., Singh, K., Stavenhagen, R., Won Suhr, M. and Nanzhao, Z. 1996. Learning: The Treasure Within: Report to UNESCO of the International Commission on Education for the Twenty-First Century. Paris, UNESCO. Dochy, F., Segers, M., Van den Bossche, P., & Gijbels, D. 2003. Effects of problembased learning: A meta-analysis. Learning and Instruction, 13, 533– 568. 72 Dugger, Jr., W. E. (n.d.). Evolution of STEMin the United States. Retrieved July 20,2017,frohttp://www.iteea.org/Resources/PressRo om/AustraliaPaper.pdf Duran, M., dan Sendag, S. 2012. A Preliminary Investigation into Critical Thinking Skills of Urban High School Students: Role of an IT/STEM Program. Creative Education, 3(2), 241-250. Dwijananti, P., & Yulianti, D. (2010). Pengembangan Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui Pembelajaran Problem Based Instruction Pada Mata Kuliah Fisika Lingkungan. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6(2) : 108 – 144. Dyer, Jeffrey H.; Gregersen, Hal B., and Christensen, Clayton M. (2009) The Innovator’s DNA. Harvard Business Review, December 2009, pp. 1-10. Dym, C. L., Agogino, A., Eris, O., Frey, D. D., & Leifer, L. J. (2005). Engineering Design Thinking, Teaching, and Learning. Journal of Engineering Education, (January), 103–120. Elola, I., and Oskoz, A. 2010. Collaborative Writing: Fostering Foreign Language and Writing Conventions Development. Language Learning and Technology, 14(3), 51-71. English, L.D., & King, D.T. 2015. STEM Learning Through Engineering Design: Fourth-Grade Students’ Investigations in Aerospace. International Journal of STEM Education, 2(1), 1-18. Firman,H. 2016. Pendidikan STEM sebagai Kerangka Inovasi Pembelajaran Kimia untuk Meningkatkaan Daya Saing Bangsa Dalam Era Masyarakat Ekonomi Asean. Prosiding Seminar Nasional Kimia. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya17 September 2016.ISBN : 978-602-0951-12-6 Fogarty, R. 1997. Problem-Based Learning and Other Curriculum Models for the Multiple Intelligences Classroom. Arlington Heights: Skylight Publishing, Inc. Folashade, A & Akinbobola, A. O. 2009. Constructivist Problem Based Learning Technique and the Academic Achievement of Physics Studebts with Low Ability Level in Nigerian Secondary Schools. Eurasian Journal of Physics and Chemistry Eduacation, 1(1): 45-51. Fortus, D., et al. 2005. Design-based Science and Real-World Problem-Solving. International Journal of Science Education. Vol 27, No. 7, 3 June 2005, pp. 855–879. Frykholm, J. & Glasson, G. 2005. Connecting Science and Mathematics Instruction: Pedagogical Context Knowledge for Teachers. School Science and Mathematics, 105(3), 127–141. 73 Gilhooly, K. J., Ball, L. J., & Macchi, L. 2015 Insight and creative thinking processes: Routine and special. Thinking & Reasoning, 21(1), 1-4. Griffin, P., McGaw, B. and Care, E. (eds). 2012. Assessment and Teaching of 21st Century Skills. Dordrecht, NL, Springer. Habig, S., Blankenburg, J., Vorst, H. V., Fechner, S., Parchmann, I & Sumfleth, E. 2018. Context Characteristics and Their Effects on Students’ Situational Interest in Chemistry. International Journal of Science Education, 40(10), 1154-1175. Halim, L. (2013). Pendidikan Sains dan Pembangunan Masyarakat Berliterasi Sains. Bangi: The National University of Malaysia Press. Han, S. 2017. Korean Students’ Attitudes toward STEM Project-Based Learning and Major Selection. Educational Sciences: Theory and Practice, 17(2), 529548. Hanover Research .2011. K-12 STEM Education Overview. Hewitt, et al. 2013. Conceptual Integrated Science (second ed). USA: Pearson Education. Hidayah, R., Moh. S., Tri, S.S. 2017. Critical Thinking Skill: Konsep dan Indikator Penilaian. Jurnal Taman Cendekia, Vol. 01 No. 02. Hmelo, C., Holton, D.L., & Kolodner, J. 2000. Designing to Learn About Complex Systems. Journal of the Learning Sciences, 9(3), 247-298. Hurley, M. 2001. Reviewing Integrated Science and Mathematics. The Search for Evidence and Definitions from New Perspectives. School Science and Mathematics, 101(5), 259–268. Husin, W.N.F.W., Arsad, N.M., Othman, O., Halim, L., Rasul, M.S., Osman, K., dan Iksan, Z. 2016. Fostering students’ 21st century skills through Project Oriented Problem Based Learning (POPBL) in integrated STEM education program. Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, 17(1). Irfana, S., Yulianti, D., & Wiyanto. 2019. Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik Berbasis Science, Technology, Engineering, and Mathematics untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik. Unnes Physics Education Journal, 8(1): 83-89. Jacobs, HH. 1989. Interdisciplinary Curriculum: Design and Implementation. Association for Supervision and Curriculum Development, USA. 74 Judy, B. 2011. Five Innovations from World War II. [Online] http://bigdesignevents.com//2011/09/innovations-from-world-war-ii/. Kapila, V. & Iskander, M. 2014. Lessons Learned from Conducting A K-12 Project to Revitalize Achievement by Using Instrumentation in Science Education. Journal Of STEM Education, 15 (1), pp. 46-51. Kember, D., & Leung, D. Y. P. 2009. Development of a Questionnaire for Assessing Students’ Perceptions of the Teaching and Learning Environment and Its Use in Quality Assurance. Learning Environments Research, 12, 15–29. Kemendikbud. 2016. Silabus Mata Pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/MA). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kennedy, T. J. & M. R. L. Odell. 2014. Engaging Students in STEM Education. Science Education International. 25(3): 246-258 Kearney, C. 2011. Efforts to Increase Students’ Interest in Pursuing Science, Technology, Engineering and Mathematics Studies and Careers. Brussels, Belgium: European Schoolnet. Kolodner, J. L., Camp, P. J., Crismond, D., Fasse, B., Gray, J., Holbrook,J., Putnam, S., & Ryan, M. 2003. Problem-Based Learning Meets Case-Based Reasoning in the Middle Schools Science Classroom: Putting Learning by Design TM into Practice. Journal of the Learning Sciences, 12(4), 495–547. Ladeji-Osias, J.O., Partlow, L.e., Dillon, E.C. 2018. Using Mobile Application Development and 3-D Modeling to Encourage Minority Male Interest in Computing and Engineering. IEEE Transactions on Education, 61(4), 274 – 280. Lestari, T.P., Sarwi., dan Sumarti, S.S. 2018. STEM-Based Project Based Learning Model to Increase Science Process and Creative Thinking Skills of 5th Grade. Journal of Primary Education, 7(1), 18-24. Litbang, Kemdikbud. 2013. Kurikulum 2013. Pergeseran Paradigma Belaajar Abad 21. Diakses 20 November 2018 dari http://litbang. Kemdikbud.go.id. Liu, Z. K., He, J., & Li, B. 2015. Critical and Creative Thinking as Learning Processes at Top-Ranking Chinese Middle Schools: Possibilities and Required Improvements. High Ability Studies, 26(1), 139-152. 75 Lou, S.J., Liu, Y.H., Shih, R.C., dan Tseng, K.H. 2011. The Senior High School Students’ Learning Behavioral Model of STEM in PBL. International Journal of Technology and Design Education, 21, 161–183. Maarif, S. 2016. Improving Junior High School Students’ Mathematical Analogical Ability Using Discovery Learning Method. International Journal of Research in Education and Science, 2(1), 114-124. Mahajan, R. 2015. The Key Role of Communication Skills in The Life of Professionals. IOSR Journal of Humanities and Social Science (IOSR-JHSS), 20(12): 36-39. Mahanal, S., Zubaidah, S., Sumiati, I. D., Sari, T. M., & Ismirawati, N. 2019. RICOSRE : A Learning Model to Develop Critical Thinking Skills for Students with Different Academic Abilities. International Journal of Instruction. 12(2) : 417-434. Mergendoller, J. R., Markham, T. Ravitz, J., & Larmer, J. (2006). Pervasive management of project based learning: Teachers as guides and facilitators. Handbook of Classroom Management: Research, Practice, and Contemporary Issues, Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum, Inc. McCoog, I. (2008). 21st Century Teaching and Learning. Retrieved from: http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/recordDetail?accno=E D502607 McDonald, C.V. 2016. STEM Education: A Review of the Contribution of the Disciplines of Science, Technology, Engineering, and Mathematics. Science Education International, 27(4): 530-569. Mukhadis, A. dan Ulfatin, N. 2014. Keefektifan dan Kemenarikan Pembelajaran Terintegrasi Model Shared Berbasis Gallery Project. Jurnal Ilmu Pendidikan, 20(2). Morgan, J. L., & College, S. M. 2016. Reshaping the Role of a Special Educator into a Collaborative Learning Specialist. International Journal of Whole Schooling 12 (1) : 40 - 60. Moore, T. J., Stohlmann, M. S., Wang, H.-H., Tank, K. M., Glancy, A. W.,& Roehrig, G. H. (2014). Implementation and Integration of Engineering in K– 76 12 STEM Education. In, S. Purzer, J. Strobel, &M. Cardella (Eds.), Engineering in precollege settings: Research into practice (pp. 35–60). West Lafayette, IN: Purdue University Press. Morrison, J. 2006. TIES STEM Education Monograph Series, Attributes of STEM Education. Baltimore, MD: TIES. Moursund, D. 1999. Project-Based Learning using Information Technology. Eugene, OR: International Society for Technology in Education. National Aeronautics and Space Administration. 2008. Sputnik and the Dawn of the Space Age. [Online] http://history.nasa.gov/sputnik. National Academy of Engineering and National Research Council.2014. STEM Integration in K–12 Education: Status, Prospects, and an Age National Research Council.2011. A Framework for K-12 Science Education:Practices, Crosscutting Concepts, and Core Ideas. Washington DC: TheNational Academies Press. National Reseaarch Council. 2014 . STEM Integration in K-12 Education: Status, Prospects, and An Agenda for Research. The national Academies of Science. Washington, DC. National Education Association (2002). Preparing 21st Century Students for a Global Society : An Educator’s Guide to the “Four Cs”. From https://www.nea.org/assets/docs/A- Guide-to-Four-Cs.pdf. NEA. 2010. Preparing 21st Century Students for a Global Society: An Educator’s Guide to the “Four Cs”. Washington DC: NEA Press. Ngalimun. 2014. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. NRC. 2011. Succesfull K-12 STEM Education: Identifying Effective Approaches in Science, Technology, Engineering, Mathematics. The National Academics of Science. Washington, DC. NRC. 2014. A Framework for K-12 Science Education: Practices, Crosscutting Concepts, and Core Ideas. The National Academies of Science. Washington, DC. Ormiston, Meg .2011. Creating a Digital-Rich Classroom: Teaching & Learning in a Web 2.0 World. Solution Tree Press. pp. 2–3. Permanasari, Anna. 2016. STEM education: Inovasi dalam Pembelajaran Sains. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains. Surakarta 22 Oktober 2016. 77 Pertiwi, R. S., Abdurrahman, & Rosidin, U. 2017. Efektivitas LKS STEM untuk Melatih Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Pembelajaran Fisika, 5(2): 11-19. Putra, S.R. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Bebasis Sains. Yogyakarta: DIVA Press. Quang, et al. 2015. Integrated Science, Technology, Engineering and Mathematics (STEM) Education through Active Experience of Designing Technical Toys in Vietnamese Schools. British Journal of Education, Society & Behavioural Science. Vol 11 Number 2, pp 1-12. Rasul, M.S., Halim, L., dan Iksan, Z. 2016. Using STEM Integrated Approach to Nurture Students’ Interest and 21st Century Skills. The Eurasia Proceedings of Educational & Social Sciences, 4, 313-319. Raven, P.H., Hassenzahl, D.M., & Berg, L.R.2013. Environment: international student version (eight ed). Singapura: John Wiley & Son. Reeve, E.M. 2015. STEM thinking!. Technology and Engineering Teacher (ITEEA), 74 (4), 8-16. Reeve, E. M. 2013. Implementing science, technology, mathematics and engineering (STEM) education in Thailand and in ASEAN. Bangkok: Institute for the Promotion of Teaching Science and Technology (IPST). Resty, N.Z., Muhardjito, dan Mufti, N. 2019. Discovery Learning Berbantuan Schoology: Upaya Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian dan Pengembangan, 4(2), 267-273. Rich, E. 2010. How Do You Define 21st Century Learning? Education Week Teacher PD Source Book, 04(1), 32-35. Rotherham, A. J., & Willingham, D. 2009. 21st Century Skills: The Challenges Ahead. Educational Leadership, 67(1), 16 – 21. Rusmono. 2014. Strategi Pembelajaran Menggunakan Problem Based Learning Itu Perlu. Bogor: Ghalia Indonesia. Rusdin, N.M. 2018. Teachers’ Readiness in Implementing 21st Century Learning. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 8(4), 1293–1306. Rusdin, N.M., dan Ali, S.R. 2019. Practice of Fostering 4Cs Skills in Teaching and Learning. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 9(6), 1021–1035. 78 Ryan, M. E. (2011). Validation of the Solving Problems Scale with Teachers (Doctoral Dissertation). Retrieved from http://gradworks.umi.com/34 /92/3492438.html Partnership for 21st Century Skills. 2007. Beyond the three Rs: Voter Attitudes Toward 21st Century Skills. Retrieved from http://www.p21.org/. Saavedra, A.R, dan Opfer, V.D. 2012. Learning 21st-Century Skills Requires 21stCentury Teaching. Phi Dhelta Kappan, 94(2), 8-13. Sani, R. A. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi 2013. Jakarta: Bumi Aksara. Sastrika, I. A. K., Sadia, I. W. & Muderawan, I. W. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Pemahaman Konsep Kimia Dan Keterampilan Berpikir Kritis. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. 3. Sanders, M. 2009 STEM, STEM Education, STEM Mania. The Technology Teacher, 68(4).20-26. Scott, C.L. 2015b. The Futures of Learning 2: What kind of learning for the 21st century? UNESCO Education Research and Foresight, Paris. [ERF Working Papers Series, No. 14]. Shahali E. H. M., Halim L., Rasul S., Osman K., Ikhsan Z. and Rahim F., 2015, Bitara-STEMTM training of trainers’ programme: impact on trainers’ knowledge, beliefs, attitudes and efficacy towards integrated stem teaching, Journal of Baltic Science Education, 14(1), 85-95. Silberman, M. 1996. Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subject. Boston: Allyn and Bacon. Stehle, S.M. dan Peters-Burton, E.E. 2019. Developing Student 21st Century Skills in Selected Exemplary Inclusive STEM High Schools. International Journal of STEM Education, 6(39), 1-15. Sulaiman, F. 2013. The Effectiveness of PBL Online on Physics Students‟ Creativity and Critical Thinking: A Case Study at Universiti Malaysia Sabah. International Journal of Education and research. 1(3): 1-18. Suparno, P. 2007. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstrutivistik Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. & 79 Suranti, N. M. Y., Gunawan & Sahidu, H. 2016. Pengaruh Model Project Based Learning Berbantuan Media Virtual Terhadap Penguasaan Konsep Peserta didik pada Materi Alat-alat Optik. Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi. 2(II). Surya, J.P., Abdurrahman, dan Wahyudi, I. 2018. Implementation of the STEM Learning to Improve the Creative Thinking Skills of High School Student in the Newton Law of Gravity Material. Journal of Komodo Science Education, 1(1), 106-116. . Suters, A. L. 2004. An exploratory study of the impact of an inquiry-based professional development course on the beliefs and instructional practices of urban in-serviceteachers. The Annual Meeting of the National Association for Research in Science Teaching. The University of Tennessee, Knoxville. Syah, M. 2008. Psikologi pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tarnoff, J. (2010, October 14). STEM to STEAM -- Recognizing the Value of Creative Skills in the Competitiveness Debate. The Huffington Post. Retrieved from http://www.huffingtonpost.com/john-tarnoff/stem-to-steamrecognizing_b_756519.html Tawfik, A. , Trueman, R. J. , & Lorz, M. M. 2014. Engaging Non-Scientists in STEM Through Problem-Based Learning and Service Learning. Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 8(2). The Partnership for 21st Century Skills.2009. P21 Framework Definition. Diakses 21 April 2017 dari http:// p21 org/storage/documents/P21_framework _definition.pdf Thomas, T. 2011. Developing First Year Students’ Critical Thinking Skills. Asian Social Science, 7(4): 26-35. Tran, T., Nguyen, N., Bui, M., dan Phan, A. 2014. Discovery Learning with the Help of the GeoGebra Dynamic Geometry Software. International Journal of Learning, Teaching, and Educational Research, 7(1), 44-57. Trilling, Bernie and Fadel, Charles 2009. 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times, John Wiley & Sons, 978-0-47-055362-6. Tseng, K. H., Chang, C. C., Lou, S. J., & Chen, W. P. 2013. Attitudes Towards Science, Technology, Engineering and Mathematics (STEM) In A Project-Based Learning (PJBL) Environment. International Journal of Technology and Design Education, 23(1): 1-14. 80 Vitti, D & Torres, A. 2006. Practicing Science Process Skills at Home. Noname. Vockley, M. (2007). Maximizing the Impact: The Pivotal Role of Technology in a 21st Century Education System. Retrieved from http://info.watertown.k12.ma.us /academics/documents/P21doc ument-2007.pdf. Voss, J. F., & Post, T. A. (1988). On the solving of ill-structured problems. In M. T. H. Chi, R. Glaser, & M. J. Farr (Eds.), The nature of expertise (pp. 261– 285). Hillsdale: Lawrence Erlbaum. Wagner, T. 2010. Overcoming The Global Achievement Gap (online). Cambridge, Mass: Harvard University. Wangsa, G. P., Suyana, I., Amalia, L., & Setiawan, A. 2017. Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemahaman Konsep Siswa melalui Pembelajaran Inkuiri Berbantu Teknik TSTS (Pada Materi Gerak Lurus di SMAN 6 Bandung). Jurnal Wahana Pendidikan Fisika 2 (2). Wartono, W., Hudha, M. N., & Batlolona, J. R. 2018. How are the physics critical thinking skills of the students taught by using inquiry-discovery through empirical and theorethical overview? Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, 14(2), 691–697 Wendell, B., & Rogers, C. 2013. Engineering Design-Based Science, Science Content Performance, and Science Attitudes in Elementary School. Journal of Engineering Education, 102(4), 513–540. Wenning, C. J. 2010. Levels of inquiry: Using inquiry spectrum learning sequences to teach science (Shaded sections added January 2012). Jornal of Physics and Teacher Education Online, 5(3), 11–20. White et al. 2011. The Use of Interupted Case Studies to Enhance Critical Thinking Skills in Biology. Jounal of MicroBiology and Biology Education. 10, 25-31. White, B. Y., & Frederiksen, J. R. 1998. Inquiry, Modeling, and Metacognition: Making Science Accessible to All Students. Cognition and Instruction, 16(1), 3–18. Widodo & L. Widayanti. 2013. Peningkatan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Siswa dengan Metode Problem Based Learning pada Siswa Kelas VIIA MTs Negeri Donomulyo Kulon Progo Tahun 2012/2013. Jurnal Fisika Indonesia. 17(49): 32-35. Wiggins, G., and McTighe, J. (2011). The Understanding by Design guide to creating high- quality units. Alexandria, VA: ASCD. 81 Williams, J. 2011. STEM Education: Proceed with caution. Design and Technology Education, 16(1), 26-35. Yıldırım, B., & Altun, Y. 2015. STEM Eğitim ve Mühendislik Uygulamalarının Fen Bilgisi Laboratuar Dersindeki Etkilerinin İncelenmesi. El-Cezeri Journal of Science and Engineering, 2(2), 28-40 Yulianti, D., Wiyanto, Rusilowati, A., Nugroho, S. E., Supardi, K.I. (2019). Problem Based Learning Models Based on Science Technology Engineering and Mathematics for Developing Student Character . Journal of Physics: Conference Series 1170 (2019). Yu, T.X., dan Mohammad, W.M.R.W. 2019. Integration of 21st Century Learning Skills (4C Elements) in Interventions to Improve English Writing Skill Among 3K Class Students. International Journal of Contemporary Education, 2(2), 100-121. Zubaidah, Siti. 2016. Keterampilan abad ke-21: Keterampilan yang Diajarkan melalui Pembelajaran. Universitas Negeri Malang. 82 GLOSSARIUM Abad 21 merupakan abad pengetahuan, abad dimana informasi banyak tersebar dan teknologi berkembang Abstrak tidak berwujud; tidak berbentuk; mujarad; niskala Atom Bohr merupakan abad pengetahuan, abad dimana informasi banyak tersebar dan teknologi berkembang Berpikir kritis sebuah proses intelektual dengan melakukan pembuatan konsep, penerapan, melakukan sintesis, dan atau mengevaluasi informasi yang diperoleh dari observasi, pengalaman, refleksi, pemikiran atau komunikasi sebagai dasar untuk meyakini dan melakukan suatu tindakan. Deduktif pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan berdasarkan seperangkat premis yang diberikan Enaktif suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan situasi yang nyata Globalisasi proses masuknya ke ruang lingkup dunia Ikonik suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk bayangan visual, gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret Impuls peristiwa gaya yang bekerja pada benda dalam waktu hanya sesaat Induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut Inovatif Kemampuan seseorang dalam mendayagunakan kemampuan dan keahlian untuk menghasilkan karya baru Integrasi pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat Interdisipliner pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat guna secara terpadu Kolaborasi bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa elemen yang terkait baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak menarik 83 yang terlibat secara langsung dan tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat Komputasi penghitungan dengan menggunakan komputer Komunikasi suatu aktivitas penyampaian informasi, baik itu pesan, ide, dan gagasan, dari satu pihak ke pihak lainnya Konkret nyata; benar-benar ada (berwujud, dapat dilihat, diraba, dan sebagainya) Konseptual berhubungan (berciri seperti) konsep Kontekstual konsep pembelajaran yang menghubungkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan nyata yang dialami peserta didik dalam kehidupan sehari-hari Kreatif memiliki daya cipta, mempunyai kemampuan untuk mencipatakan,atau mampu menciptakan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun kenyataan yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Simbolik suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak STEM akronim dari Science, Technology, Engineering, Mathematics yang saling terintegrasi antara satu dan lainnya 84 INDEKS A Abad 21, 21, 1, 2, 3, 5, 6, 7, 21, 18, 19, 24, 25, 26, 33, 42 Analitis, 3, 16 B Berpikir kritis, 2, 3, 6, 15, 16, 17, 18, 19, 22, 23, 26, 30, 36, 37, 47 Berpikir tingkat tinggi, 30 D Deduktif, 17, 18 Discovery learning, 24, 33, 34, 36, 39 Dunia kerja, 2, 6, 10, 20, 31 H Hukum Kontinuitas, 42, 46 Hukum Bernoulli, 42, 46 I Induktif, 17, 18, 34 Kritis, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 15, 16, 17, 18, 19, 22, 23, 26, 29, 30, 36, 37, 41, 43, 44, 46, 47 Kreatif, 3, 4, 6, 17, 19, 22, 24, 26, 33, 41, 44, 45, 46, 47 Kolaboratif, 4, 5, 16, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 30, 32, 47 Komunikasi, 1, 2, 3, 15, 16, 17, 20, 21, 2, 29, 44, 47 Kreativitas, 2, 5, 17, 20, 23, 30 Kurikulum 2013, 1, 3, 4, 5, 17, 36, 40 M Material, 8 Mengatasi masalah, 15, 17, 24, 27 P P21, 16, 18 Pedagogis, 3,4 Pembelajaran berbasis desain, 21 Inkuiri, 4, 34 Pembelajaran berbasis masalah, 21, 36 Inovatif, 1, 3, 7, 10, 16, 19, 22, 24, 33, 41, 46 Pembelajaran berbasis proyek, 21, 30 F Fasilitator, 23, 31 K Interdisipliner, 2, 10 Keterampilan abad 21, 1, 2, 3, 4, 5, 15, 16, 17, 40 Kompetensi, 3, 4, 18, 23, 31, 41, 46 R Revolusi industri, 6 RPP, 40, 41 S Silo, 11, 12 Sistematis, 8, 36 T 85 Terintegrasi, 1, 3, 4, 10, 11, 13, 14, 31, 40, 48 Terpadu, 13, 28, 29, 30 86