BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Kependidikan 1. Buku

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Kependidikan
1. Buku Pelajaran
Buku pelajaran adalah buku hasil karya seorang pengarang atau tim
pengarang yang disusun berdasarkan kurikulum atau tafsiran tentang kurikulum
yang berlaku, sehingga materi yang terkandung dalam buku harus sesuai
dengan kurikulum (Nasution, 1992: 120). Pernyataan di atas didukung oleh
Suyanto dan Djihad Hisyam (2000: 121-124) yang menyatakan bahwa penulis
buku ajar harus memahami kurikulum agar buku yang ditulisnya dapat
dijadikan bahan ajar yang memperkaya wawasan dan tantangan belajar.
Relevansi buku terhadap kurikulum perlu diperhatikan agar buku ajar dapat
mendorong siswa memperoleh pengalaman kognitif, afektif, dan psikomotorik
secara proporsional.
Storey (1989:271) menuliskan bahwa pembelajaran sains pada umumnya
dan biologi khususnya berpusat pada buku pelajaran. Buku pelajaran digunakan
guru
untuk
menyampaikan materi dan bahkan
menentukan
strategi
pembelajarannya, siswa menggunakannya sebagai sumber informasi untuk
mengerjakan tugas di sekolah dan pekerjaan rumah. Buku pelajaran sering
dianggap “kurikulum sains” yang harus dialami siswa sehingga menjadi
sumber utama pengetahuan untuk siswa (Gottfried & Kyle, 1992: 35).
Buku pelajaran berfungsi sebagai sarana utama bagi siswa untuk
melaksanakan proses belajar, baik secara kelompok di dalam kelas, secara
kelompok di luar kelas maupun belajar mandiri di luar kelas. Peraturan Menteri
10
Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 menjelaskan bahwa buku teks atau
buku pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan disekolah yang
memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan
ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estesis serta potensi
fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.
Buku pelajaran di jenjang pendidikan akan selalu meningkat cakupan
materinya. Menurut Hamid Muhammad (2006: 12) menjelaskan bahwa
cakupan materi pembelajaran terkait dengan keluasan, kedalaman dan cukupan
materi. Keluasan cakupan materi menggambarkan berapa banyak materi-materi
yang dimasukkan ke dalam suatu bahan ajar, sedangkan kedalaman materi
menyangkut seberapa detail konsep-konsep yang terkandung di dalamnya harus
dipelajari dan dikuasai oleh siswa. Kecukupan atau memadainyaa cakupan
materi juga perlu diperhatikan. Materi yang disajikan hendaknya cukup
memadai dalam membantu peserta didik memenuhi kompetensi yang
diharapkan.
2. Konsep, Konsepsi dan Miskonsepsi
a. Konsep
Konsep diartikan sebagai makna, struktur, komponen dan proses dari
suatu fenomena. Konsep dalam buku ajar dapat berupa definisi, identifikasi,
klasifikasi dan ciri-ciri khusus (Surachman, 2001: 28).
11
b. Konsepsi
Menurut A. Ghofir Muhaimin dan Nur Ali R (1996: 86), konsepsi adalah
tafsiran atau pengertian seseorang terhadap suatu konsep. Konsepsi yang
dimilki siswa tidak selalu sesuai dengan konsepsi para ilmuwan. Konsepsi
para ilmuan lebih canggih, lebih kompleks, lebih rumit, dan lebih banyak
melibatkan hubungan antar konsep. Faktor kesenjangan antara konsepsi yang
dimilki para ilmuan dan siswa inilah yang menyebabkan terjadinya
miskonsepsi (Rahayu, 2011: 21).
c. Miskonsepsi
Miskonsepsi diartikan sebagai penjelasan tentang suatu fenomena yang
tidak sesuai dengan makna, struktur, komponen dan proses yang dimilikinya.
Miskonsepsi menurut Paul Suparno (2005: 4) adalah penjelasan yang salah
atau suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima
pada ahli.
Miskonsepsi merujuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang
tersebut. Miskonsepsi dapat merubah konsep awal, kesalahan hubungan
yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan
yang salah (Lia Yuliati, 2007: 35-36). Jika konsep yang tercantum dalam
buku biologi adalah konsep yang salah dan tidak dideteksi lebih cepat, maka
akan berpengaruh negatif terhadap proses pemahaman siswa sekarang dan
selanjutnya (Dikmenli dkk 2009: 430). Menurut Suwarto (2013: 77-78),
kesalahpahaman pada siswa yang ditimbulkan dari miskonsepsi dalam buku
12
pelajaran sangat sulit untuk diubah walaupun telah diusahakan dengan
penalaran logis dan menunjukkan perbedaanya dengan fakta-fakta yang ada
dan observasi atau percobaan.
Lima
kategori
miskonsepsi
beserta
indikator
yang
menandai
teridentifikasinya miskonsepsi suatu konsep pada buku pelajaran Biologi
menurut Hersey (2005: 1-5) adalah sebagai berikut:
1) Misidentification adalah kesalahan dalam mengidentifikasi suatu
konsep Biologi sehingga menyebabkan pernyataan konsep menjadi
salah.
a) Konsep yang dinyatakan bertentangan dengan konsep dari literatur
ilmiah yang dinyatakan oleh ahli.
b) Konsep yang dinyatakan salah karena pemahaman dan identifikasi
atau penafsiran yang salah.
2) Oversimplification adalah penyederhanaan konsep yang berlebihan,
sehingga konsep yang dikemukakan kurang lengkap atau bahkan salah.
a) Konsep yang kurang lengkap karena sebagian pernyataan dari ahli
atau literatur tidak disebutkan.
b) Keutuhan isi konsep yang benar tidak dijelaskan sebagaimana
mestinya.
c) Penggunaan gambar atau charta yang tidak sesuai.
3) Overgeneralization adalah generalisai konsep yang terlalu luas,
sehingga konsep yang dinyatakan terlalu umum.
a) Konsep yang dinyatakan tidak memperhatikan adanya pengecualian.
13
b) Konsep yang dinyatakan terlalu umum.
c) Konsep yang dinyatakan benar untuk sebagian besar objek atau
permasalahan secara umum, tapi salah bila dipakai untuk sebagian
kecilnya.
4) Obsolete concepts and terms adalah penggunaan konsep istilah yang
sudah usang, sehingga tidak relevan lagi dengan hasil penelitian baru.
a) Istilah yang dipakai atau dinyatakan sudah tidak sesuai, karena
sudah ada istilah yang baru dari para ahli.
b) Konsep yang dinyatakan sudah tidak berlaku, karena sudah ada
penelitian atau penemuan terbaru.
c) Konsep yang dinyatakan benar untuk masa lampau.
d) Penelitian dan penemuan yang tercantum pada literatur terbaru telah
meniadakan/meralat konsep yang lama.
5) Undergeneralizations adalah generalisasi konsep yang diterapkan
secara sempit daripada yang sebenarnya.
a) Konsep yang dinyatakan hanya menunjuk pada sebagian objek atau
permasalahan Biologi.
b) Konsep yang dinyatakan dalam unit penelitian mengeluarkan
sebagian isi dari konsep yang benar.
c) Pernyataan yang dinyatakan hanya bisa dipakai untuk merumuskan
sebagian konsep atau permasalahan.
14
3. Analisis Isi/Konsep
Definisi dari analisis isi adalah suatu metode penelitian untuk
menganalisis arti dari sebuah teks atau dokumen. Penelitian analisis berfungsi
untuk menganalisis simbol-simbol politik dan dokumen-dokumen sejarah
(Krippendorf, 2004: 3). Menurut Nana Sudjana (2005: 66), analisis konsep
merupakan kajian atau analisis terhadap konsep-konsep penting yang
diinterpretasikan pengguna atau pelaksana secara beragam. Kegiatan analisis
ditujukan untuk mengetahui makna, kebijakan dan program, kegiatan dan
peristiwa-peristiwa untuk selanjutnya mengetahui manfaat, hasil atau dampak
dari hal-hal tersebut. Analisis konsep esensial dan penyampaian bahan ajar
dalam pembelajaran biologi penting dilakukan oleh guru mata pelajaran yang
akan mengimplementasikannya di dalam kelas.
Menurut Darmiyati Zuchdi (1993: 28), analisis konten (konsep) terdiri
dari tiga langkah pokok, yaitu:
a. pengadaan data
1) penentuan satuan unit
2) penentuan sampel
3) perekaman /pencatatan.
b. pengurangan (reduksi) data
c. analisis.
15
B. Kajian Keilmuan
1. Materi Genetik
Penerusan sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya disebut
pewarisan – sifat atau hereditas (heredity, dari kata Latin here, pewaris)
(Campbell dan Reece, 2010: 267). Menurut Suleman Rondonowu (1989: 1)
cabang dari biologi yang mempelajari pola penurunan sifat genetik
(diturunkan) dari generasi ke generasi disebut genetika. Genetika berasal dari
kata genos (bahasa latin), artinya suku bangsa atau asal-usul.
a. Kromosom
Sebuah diagram sel hewan umum dengan perbesaran yang tinggi,
memperlihatkan kedua bagian utama sebuah sel, inti sel atau nukleus dan
sitoplasma. Di dalam nukleus ada suatu jala benang-benang halus yang
disebut kromatin (Pai, 1992: 22). Kromatin dinamai demikian karena mudah
diwarnai dengan pewarna-pewarna tertentu (Elfrod dan Stainsfield, 2007: 4).
Bila sel siap untuk membelah diri yaitu pada permulaan profase, benangbenang halus kromatin berkondensasi membentuk kromosom-kromosom yang
menyerupai batang-batang dengan berbagai bentuk dan panjang (Pai, 1992:
24). Benang-benang kromatin menduplikasi diri dan berkondensasi menjadi
kromatid (Sumadi dan Aditya Marianti, 2007: 191) (Gambar 2).
Kromosom merupakan struktur pembawa materi genetik, yang
ditemukan di dalam nukleus (Campbell dan Reece. 2010: 106). Kromosom
tersusun atas protein dan DNA. DNA yang berupa rantai panjang nukleotida
adalah materi genetik (Heru Santoso, 2009: 17). Kenampakan kromosom
16
paling jelas terlihat pada tahap metafase mitosis, karena kromosom menebal,
memendek dan menempati bidang ekuator di tengah sel (Agus Hery Susanto,
2011: 56).
Gambar 2. Kromosom
Sumber: Wallace, 1998: 130
Pada organisme tingkat tinggi, dalam inti sel somatis mengandung dua
perangkat atau dua set kromosom, yang disebut diploid (2n), satu perangkat
berasal dari induk jantan dan satu perangkat lagi dari induk betina. Jumlah
kromosom pada berbagai organisme bervariasi, tetapi konstan pada setiap
spesies. Manusia mempunyai jumlah kromosom diploid di dalam inti sel 46
buah, pada lalat buah 8 buah, lalat rumah 12 buah, sapi 60 buah, kera 48 buah,
ayam 12 buah, katak 26 buah, tikus 40 buah, tanaman ercis 14 buah, jagung 20
buah, kentang 48 buah dan lain-lain. Kromosom dibedakan atas kromosom
tubuh atau autosom dan kromosom kelamin (genosom) (Suleman Rondonowu,
1989: 39). Kromosom autosom (kromosom tubuh) adalah kromosom lain
selain kromosom seks (Klug, 2000: 142). Kromosom seks (genosom) adalah
kromosom yang bertanggung jawab untuk menentukan jenis kelamin
(Campbell dan Reece, 2010: 270). Pada manusia, laki-laki dan perempuan
mempunyai 46 kromosom yaitu 44 (22 pasang) kromosom autosom dan 2 (1
17
pasang) kromosom gonosom (Hartanto Nugroho dan Isserep Sumadi, 2004:
69). Gamet (sperma dan sel telur) mengandung satu set kromosom. Sel-sel itu
disebut sel haploid, dan masing-masing memiliki jumlah haploid kromosom
(n). Perempuan memiliki sepasang kromosom X homolog (XX), namun lakilaki memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y (XY) (Campbell dan
Reece, 2010: 270).
Ukuran kromosom bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya.
Panjang kromosom berkisar antara 0,2-50 µ, diameternya antara 0,2 – 20 µ.
Pada umumnya makluk dengan jumlah kromosom sedikit memiliki kromosom
dengan ukuran lebih besar daripada kepunyaan makhluk dengan jumlah
kromosom lebih banyak. Pada umumnya tumbuh-tumbuhan mempunyai
kromosom lebih besar daripada hewan (Suryo, 1986: 9).
Sentromer kromosom, umumnya hanya 1 pada setiap kromosom.
Lengan kromosom ada yang sama panjang, ada yang satu pendek, ada pula
yang satu pendek sekali (Wildan Yatim, 1996: 141). Berdasarkan letak
sentromer dapat dibedakan beberapa bentuk kromosom, yaitu metasentrik,
kedudukan sentromer lebih kurang berada di tengah-tengah kromosom
sehingga
memberikan
kenampakan
kromosom
seperti
huruf
V.
Submetasentrik, sentromer terletak di antara tengah dan ujung kromosom,
bentuk submetasentrik menghasilkan dua lengan kromosom yang tidak sama
panjangnya. Akrosentrik, apabila sentromer terletak hampir di ujung
kromosom sehingga memberikan kenampakan kromosom seperti huruf I, dan
kedua lengan kromosom semakin jelas beda panjangnya (Agus Hery Susanto,
18
2011: 50). Telosentris merupakan kromsom yang memiliki sentromer di salah
satu ujungnya, sehingga kromosom tetap lurus dan tidak terbagi atas dua
lengan (Suryo, 2007: 60). Berdasarkan ada tidaknya dan jumlah sentromer
dibedakan beberapa bentuk kromosom yaitu, asentrik merupakan potongan
kromosom yang tidak memiliki sentromer (Klug, 2000: 269). Monosentris
merupakan kromosom yang memiliki satu sentromer, disentris merupakan
kromsom yang memiliki dua sentromer, dan polisentris merupakan kromsom
yang memiliki banyak sentromer (Suryo, 2007:95) (Gambar 3).
Gambar 3. Berbagai bentuk kromosom berdasarkan letak sentromer.
A= Metasentris; B= Submetasentris; C= Akrosentris; D=
Telosentris; S= Sentromer
Sumber: Suryo, 2008: 10
Sentromer merupakan suatu daerah pada kromosom yang merupakan
tempat
melekatnya
benang-benang
spindel
dari
sentriol
selama
berlangsungnya pembelahan sel (Agus Hery Susanto, 2011: 49). Setiap lengan
kromosom terdiri dari dua bagian yang serupa dan dinamakan kromatid. Di
dalam kromatid tampak adanya dua pita berbentuk spiral yang disebut
kromonema (Suryo, 2007: 58). Kromonema dikelilingi oleh sitoplasma yang
19
memadat seakan-akan merupakan bungkus (wadah) bagi kromonema, wadah
ini disebut matriks (Dwijoseputro, 1977: 75). Pada kromonema terdapat
penebalan-penebalan dibeberapa tempat yang dikenal dengan kromomer.
Beberapa ahli sel menganggap kromomer ini sebagai bahan nukleosom yang
mengendap (Suryo, 2008: 17).
Bagian lain dari kromosom berupa telomer, merupakan DNA tandem
yang berulang (repetitif) diujung molekulDNA pada kromosom eukariot yang
melindungi gen-gen organisme dari pengikisan akibat beberapa kali karena
replikasi berturut-turut (Campbell dan Reece, 2010: 344). Suryo (2008: 18)
mengungkapkan
bahwa
telomer
berfungsi
untuk
menghalang-halangi
bersambungnya kromosom satu dengan kromosom lainnya. Satu lagi bagian
dari kromosom yaitu satelit. Satelit merupakan bagian kecil di ujung
kromosom. Struktur kromosom ditunjukkan dengan Gambar 4.
Gambar 4. Struktur Kromosom
Sumber: Strickberger, Monroe W, 1985: 24
20
Cara mempelajari kromosom manusia telah digunakan bermacammacam jaringan, tetapi yang paling umum digunakan ialah kulit, sumsum
tulang atau darah perifer. Penemuan penting dan sangat popular saat ini ialah
dengan pembuatan kultur jaringan. Mula-mula mengambil 5 cc darah vena.
Sel-sel darah dipisahkan, kemudian dibubuhkan pada medium kultur yang
mengandung zat phytohaemagglutinin (PHA). Kemudian sel-sel lekosit
dipelihara dalam keadaan steril pada temperatur 37 oC untuk kira-kira 3 hari.
Dalam waktu ini sel-sel membelah dan kemudian dibubuhkan zat kolkisin
sedikit. Kira-kira satu jam kemudian, ditambahkan larutan hipotonik salin,
sehingga sel-sel membesar dan kromosom-kromosom menyebar letaknya,
sehingga kromosom-kromosom dapat dihitung dan dapat dibedakan satu
dengan lainnya (Suryo, 1996: 123).
Langkah berikutnya ialah memotret kromosom-kromosom yang
letaknya tersebar itu dengan sebuah kamera yang dipasang pada mikroskop.
Kemudian tiap-tiap kromosom pada foto itu digunting, diatur dalam pasanganpasangan mulai dari yang paling besar ke yang paling kecil. Pada manusia
didapatkan 22 pasang autosom dan sepasang kromosom kelamin. Pengaturan
kromosom secara standar berdasarkan panjang, jumlah serta bentuk kromosom
dari sel somatik suatu individu dinamakan karyotipe (Suryo, 1996: 123).
Skema karyotipe dapat dilihat pada gambar 5.
21
Gambar 5. Karyotipe
Sumber: Jenkins, John B, 1983: 67
b. Gen
Gen adalah unit pewarisan sifat yang meneruskan informasi dari induk
ke keturunan. Golongan darah misalnya, adalah akibat gen-gen tertentu yang
dimiliki sesorang yang diwariskan oleh orangtuanya (Campbell dan Reece,
2010: 9). Bukti genetik menunjukkan bahwa gen terletak secara linier pada
kromosom (Crowder, 2006: 3). Lokasi spesifik suatu gen pada suatu
kromosom kemudian dikenal dengan nama lokus (Campbell dan Reece, 2010:
268).
Ekspresi suatu gen dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan,
umur, jenis kelamin, species, fisiologis, genetik dan macam-macam faktor
lainnya (Crowder, 2006: 61). Gen menumbuhkan karakter ( sifat keturunan
baik struktural dan fungsional). Ada 1 gen yang menumbuhkan 1 karakter, ada
banyak gen menumbukan 1 karakter, ada pula 1 gen yang menumbukan
banyak karakter (Wildan Yatim, 1996: 147). Sebagian besar sel dalam suatu
organisme memiliki rangkaian gen yang identik, pada setiap saat, dalam sel
22
hanya sejumlah kecil gen yang diekspresikan, gen lainnya tidak aktif.
Organisme
eukariotik
mengatur
ekspresi
gennya
dalam
periode
perkembangan. Sewaktu sebuah telur yang telah dibuahi berubah menjadi
multisel, terjadi sintesis bermacam-macam protein, dalam jumlah yang
berbeda. Pada manusia, sewaktu anak berkembang menjadi remaja lalu
dewasa, perubahan fisik dan fisiologis yang terjadi adalah akibat variasi
ekspresi gen dan dengan demikian, variasi sintesis protein. Bahkan setelah
organisme mencapai tahap perkembangan dewasa, tetap terjadi pengaturan
ekspresi gen yang memungkinkan sel tertentu menjalani diferensiasi untuk
memperoleh fungsi baru (Marks dkk, 2000: 212).
c. DNA
Pada tahun 1868 seorang mahasiswa kedokteran di Swedia, J.F.
Miescher, menemukan suatu zat kimia bersifat asam yang banyak
mengandung nitrogen dan fosfor. Zat ini diisolasi dari nukleus sel nanah
manusia dan kemudian dikenal dengan nama nuklein atau asam nukleat. Hasil
analisis kimia asam nukleat menunjukkan bahwa makromolekul ini tersusun
dari subunit-subunit berulang (monomer) yang disebut nukleotida sehingga
asam nukleat dapat juga dikatakan sebagai polinukleatida (Agus Hery
Susanto, 2011: 149). Asam nukleat terdiri dari dua tipe, yaitu; asam
deoksiribonukleat atau DNA (deoxyribonucleic acid) dan asam ribonukleat
atau RNA (ribonucleic acid) (Suryo, 2008: 25).
DNA (deoxyribonucleic acid, asam deoksiribonukleat) merupakan
molekul asam nukleat beruntai ganda dan berbentuk heliks yang tersusun atas
23
monomer-monomer nukleotida dengan gula deoksiribosa, mampu bereplikasi
dan menentukan struktur terwariskan dari protein-protein suatu sel (Campbell
dan Reece, 2010: 332). Berbagai penelitian telah diketahui bahwa DNA
adalah bahan genetik dari hampir seluruh organisme prokariotik dan
eukariotik. DNA terdapat di dalam inti sel terutama pada kromosom. Setiap
kromosom mengandung satu molekul DNA panjang, biasanya mengandung
ratusan gen atau lebih yang tersusun di sepanjang DNA (Campbell dan Reece,
2010: 93). DNA manusia mengandung sekitar 50.000 sampai 100.000 gen, 1030 kali dari jumlah pada E. coli (Marks dkk, 2000: 155-156). Sebagian besar
DNA terdapat di dalam kromosom, sedikit DNA terdapat di dalam
mitokondria dan kloroplas dari ganggang dan tumbuhan tingkat tinggi (Suryo,
2008: 29).
DNA merupakan polimer dari berbagai tipe nukleotida (sebagai unit
berulang) dengan jumlah ratusan sampai jutaan nukleotida (Yohanis Ngili,
2009: 227). Setiap nukleotida tersusun oleh tiga bagian: basa nitrogen, gula
bergugus lima (pentosa) dan gugus fosfat. Nukleotida yang tanpa gugus fosfat
disebut nukleosida (Campbell dan Reece, 2010: 93). Basa-basa nitrogen yaitu
purin dan pirimidin dapat. Purin terdiri dari dua macam basa yaitu adenin (A)
guanin (G). Pirimidin terdiri dari tiga basa yaitu timin (T), urasil (U), dan
cytosin (C) (Suleman Rondonowu, 1989: 136). Dalam molekul nukleotida,
gugus fosfat terikat oleh pentose pada atom C-5. Basa purin dan purimidin
terikat pada pentose oleh ikatan glikosidik, yaitu pada atom karbon nomor 1
(Pai, 1994: 129-131) (Gambar 6).
24
Basa Purin
Basa Pirimidin
Gambar 6. Basa purin ( Adenin dan Guanin) dan Pirimidin
(Timin,Sitosin dan Urasil)
Sumber: BSCS, 2006: 41
Molekul-molekul DNA memiliki dua polinukleotida yang membentuk
spiral di sekeliling sumbu khayalan, membentuk heliks ganda (Campbell dan
Reece, 2010:95). Kedua untai polinukleotida saling memilin sepanjang sumbu
yang sama. Satu sama lain arahnya sejajar tetap berlawanan (antiparalel)
(Agus Hery S., 2011: 152). Tiap rantai nukleotida di bentuk oleh molekulmolekul deoksiribosafosfat (gula-fosfat) yang seakan-akan membentuk induk
tangga dan dihubungkan oleh ikatan hidrogen diantara basa-basa purin dan
pirimidin sebagai anak tangga (Suleman Rondonowu, 1989: 140). Dua rantai
polinukleotida saling berikatan melalui ikatan hidrogen antara basa-basa
nitrogen dari rantai yang berbeda (Fatchiyah ddk, 2011: 14).
Setiap jenis basa tertentu dalam heliks ganda hanya dapat membentuk
pasangan dengan satu jenis basa spesifik yang lain. Adenin (A) selalu
berpasangan dengan timin (T) sedangkan guanin (G) selalu berpasangan
dengan sitosin (C) (Campbell dan Reece, 2010: 95). Ikatan antara adenin (A)
25
dan timin (T) dihubungkan oleh dua ikatan hidrogen sedangkan untuk sitosin
(C) dan
guanin (G) dihubungkan oleh tiga ikatan hidrogen (Suleman
Rondonowu, 1989: 140) (Gambar 7).
Gambar 7. Struktur Double Heliks DNA
Sumber: BSCS, 2006: 45
Polaritas dari rantai DNA ditunjukkan dengan sebutan ujung 5‟ dan
ujung 3‟. Arah pembacaan basa nukleotida dari ujung 5‟ menuju ujung 3‟.
Ujung 3‟ membawa gugus OH bebas pada posisi 3‟ dari cincin gula, dan ujung
5‟ membawa gugus fosfat bebas pada posisi 5‟ dari cincin gula (Fatchiyah,
ddk, 2011: 15).
DNA pada umumnya terdapat di dalam kromosom dan kromosom
terdapat di dalam inti sel. Seperti diketahui sel yang membelah selalu
didahului oleh pembelahan inti sel. Berarti kromosom itu membelah, demikian
26
pula molekul DNA (Suryo, 2008: 36). Menurut Albert (1994: 145) pada
proses pembelahan sel, gen mengalami penggandaan agar setiap sel hasil
pembelahan memiliki gen-gen secara lengkap. Melalui pembelahan sel,
menghasilkan sel-sel anakan dengan kandungan kromosom dan materi genetik
(DNA) yang sama (Agus Hery S., 2011: 54). DNA menjadi pusat pengendali
jalannya metabolisme di dalam sel, yaitu dengan menyandikan protein
(Muhammad Jusuf dan Sagung Seto, 2001: 182).
DNA mempunyai kemampuan untuk menggandakan diri sendiri atau
replikasi, kemampuan ini disebut autokatalik (Suleman Rondonowu, 1989:
142). Pembelahan DNA (sintesis DNA/duplikasi) sudah dimulai sejak
interfase yaitu pada fase sintesis (S) pada siklus sel (Subowo, 2011: 156).
Replikasi sendiri membutuhkan energi berupa ATP (Wildan Yatim,1996:
151).
Replikasi DNA bakteri : (1) helikase membuka uliran heliks induk
DNA. (2) molekul protein pengikatan untai-tunggal menstabilkan untaicetakan yang terbuka (3) untai maju (leading strand) disintesis terus menerus
dengan arah 5‟3‟ oleh DNA polimerase III. Untai maju (leading strand)
mulai disintesis oleh DNA polimerase III, setelah primer RNA dibuat oleh
enzim primerase. Rantai nukleotida awal yang dihasilkan selama sintesis DNA
sebenarnya merupakan bentangan pendek RNA, bukan DNA, rantai ini
disebut primer. Untuk memperpanjang untai baru DNA yang satu lagi ke arah
yang menjauhi garpu replikasi. Untai DNA yang memanjang ke arah ini
disebut untai lamban (lagging strand). Untai lamban disintesis secara
27
tersendat-sendat. (4) Enzim primerase menggabungkan nukleotida-nukleotida
RNA ke dalam primer, DNA polimerase III menambahkan nukleotida DNA
ke primer untuk membentuk fragmen Okazaki. (5) DNA polimerase III
menyelesaikan sintesis fragmen keempat. Saat mencapai primer RNA di
fragmen ketiga, DNA polimerase III melepaskan diri, bergerak ke garpu
replikasi dan menambahkan nuklotida DNA ke ujung 3‟ primer fragmen
kelima. (6) DNA polimerase 1 menyingkirkan primer dari ujung 5‟ fragmen
kedua, menggantikan primer dengan nukleotida DNA yang ditambahkan satu
demi satu ke ujung 3‟ fragmen ketiga. Penggantian nukleotida RNA berakir
dengan DNA mengasilkan tulang punggung gugus fosfat dengan ujung 3‟
bebas.(7) DNA ligase mengikatkan ujung 3‟ fragmen kedua ke ujung 5‟
fragmen pertama (Campbell dan Reece, 2010: 342) (Gambar 8).
Gambar 8. Replikasi DNA Bakteri
Sumber: Campbell dan Reece, 2010: 342
Beberapa enzim yang dibutuhkan dalam replikasi DNA beserta
fungsinya sebagai berikut, helikase merupakan enzim yang dapat menguraikan
heliks ganda DNA, memisahkan dan menjadikan kedua untai siap sebagai
untai cetakan baru. Topoisomerase membantu mengurangi tegangan
28
„pembukaan berlebihan‟ di depan garpu replikasi dengan cara mematahkan,
memutir dan menggabungkan kembali untai-untai DNA. DNA polimerase
berfungsi mengkatalis sintesis DNA baru dengan cara menambahkan
nukleotida-nukleotida ke rantai yang telah ada sebelumnya. DNA ligase
berfungsi menggabungkan 3‟ dari DNA yang menggantikan primer ke bagian
lain dari untai maju dan menggabungkan fragmen-fragmen Okazaki menjadi
untai DNA tak terputus (Campbell dan Reece, 2010: 338-342) (Gambar 9).
Gambar 9.Beberapa enzim yang terlibat dalam replikasi DNA
Sumber: Strickberger, Monroe W, 1985: 77
Berdasarkan pengamatan-pengamatan diduga terdapat tiga hipotesa cara
replikasi DNA (Gambar 10).
1) Semikonservatif, yaitu dua rantai spiral dari double helix memisahkan
diri. Tiap rantai dari DNA berlaku sebagai pencetak membentuk rantai
pasangan komplemen yang baru.
29
2) Konservatif yaitu double helix DNA induk tetap utuh, tetapi
keseluruhan molekul DNA dapat mencetak molekul DNA baru.
3) Dispersif yaitu kedua rantai DNA induk terputus-putus kemudian
segmen-segmen induk saling bersambungan dengan yang baru
membentuk dua molekul DNA baru dengan urutan basa-basa yang
sama dengan molekul DNA induk (Suleman Rondonowu, 1989: 145).
Gambar 10: Model Replikasi DNA
Sumber: Lewis, 2010: 137
Menurut Watson dan Crick molekul DNA mempunyai struktur double
helix dimana basa-basa komplementer letaknya berpasang-pasangan yang
dihubungkan oleh ikatan hidrogen, sehingga membenarkan replikasi DNA
adalah berlangsung secara semikonservatif. Replikasi cara semikonservatif
adalah berlaku untuk semua organisme, prokariot maupun eukariotik; jadi
berlaku universal. Kemudian telah dibuktikan pula bahwa duplikasi atau
30
replikasi
pada kromosom
adalah
juga berlaku sama
dengan
cara
semikonservatif (Suleman Rondonowu, 1989: 145-147).
d. RNA
Molekul RNA merupakan untaian molekul nukleotida yang bentuknya
komplementer dengan molekul yang mempunyai berbagai kepentingan,
namun umumnya diperlukan untuk sintesis protein. RNA berbentuk untai
tunggal (Subowo, 2011: 154) (Gambar 11).
Gambar 11. Struktur Nukleotida RNA
Sumber : Solomon, Eldra P, 2008: 282
Seperti halnya DNA molekul RNA terdiri dari nukleotida-nukletida dari
gula, fosfat, dan basa-basa purin dan pirimidin, hanya perbedaannya pada
RNA terdapat gula ribosa dan basa timin diganti dengan urasil (Suleman
31
Rondonowu, 1989: 145). Molekul RNA biasanya lebih pendek daripada
molekul DNA (Crowder, 2006: 93)
Transfer RNA dibentuk menggunakan DNA sebagai cetakan dengan
dibantu enzim RNA polimerase (Suleman Rondonowu, 1989: 150). Dalam sel
eukariotik, tRNA, seperti mRNA dibuat di dalam nukleus dan harus berpindah
dari nuleus ke sitoplasma, tempat translasi terjadi. tRNA berfungsi
menstransfer asam amino dari sekumpulan asam amino di sitoplasma ke
ribosom. Suatu molekul tRNA terdiri dari seutas untai RNA tunggal yang
panjangnya hanya sekitar 80 nukleotida. Rentangan basa komplementer yang
dapat saling berikatan hidrogen, untaian tunggal ini dapat menggulung dan
membentuk struktur tiga dimensi. Dengan dipipihkan ke dalam satu bidang
untuk menunjukkn perpasangan basa ini, molekul tRNA terlihat seperti daun
semanggi. Karena keberadaan tRNA sebenarnya memuntir dan menggulung
menjadi struktur berdimensi tiga padat berbentuk kira-kira seperti huruf L
(Campbell dan Reece, 2010: 365).
Ribosom RNA atau rRNA terutama terdapat di dalam ribosom (Suryo,
1986: 42). Sekitar dua per tiga massa ribosom terdiri atas rRNA, yang bisa
terdiri atas tiga molekul (pada bakteri) atau empat (pada eukariot). Karena
sebagian besar sel mengandung ribuan ribosom, rRNA adalah tipe RNA
seluler yang paling melimpah (Campbell dan Reece, 2010: 365). rRNA
membentuk bagian dari ribosom. rRNA memiliki hubungan dengan protein
untuk membentuk unit ribosom ( Crowder, 2006: 103). rRNA sendiri bertugas
mensintesis protein dengan menggunakan bahan asam amino. Prosesnya
32
berlangsung di ribosom dan hasilnya berupa polipeptida (Suryo, 2008: 41-43).
rRNA dibuat menggunakan DNA sebagai cetakan dibantu oleh enzim RNA
polimerase, proses ini terjadi di dalam inti sel (Suleman Rondonowu, 1989:
150).
e. Kodon
Dalam tahun 1968 Nirenberg, Khorana dan Holley menerima hadiah
Nobel untuk pekerjaan mereka dalam menciptakan kode genetik, yaitu
menerangkan bagaimana sebuah gen mengontrol pengaturan asam amino
dalam protein tertentu (Suryo, 2008: 43). Kodon terbentuk oleh tiga basa pada
dRNA/ mRNA (Pai, 1992: 127). Kode triplet/kodon menentukan satu jenis
asam amino pada urutan polipeptida dalam molekul protein (Suleman
Rondonowu, 1989: 147). Oleh karena basa pada RNA ada empat buah yaitu
A, U, C, G maka akan terdapat 43 kombinasi atau 64 buah kodon. Mengingat
jumlah asam amino hanya 20 buah, maka tidak setiap kodon disediakan bagi
satu macam asam amino. Umumnya beberapa jenis kodon disediakan untuk
satu macam asam amino. Hanya triptofan dan metionin yang mempunyai satu
jenis kodon (Pai, 2004: 328) (Tabel 1).
Kodon AUG disebut kodon permulaan, karena kodon ini memulai
untuk sintesis polipeptida. Juga ada beberapa kodon yang tidak berarti karena
tidak merupakan suatu kode untuk salah satu asam amino sehingga disebut
kodon stop (Suleman Rondonowu, 1989: 152-153). Kodon stop misalnya
UAA, UAG dan UGA (Suryo, 2008: 46).
33
Tabel 1. Kode Genetik
Pada ribosom akan terjadi proses penerjemahan kode-kode genetik
(kodon) yang dibawa mRNA. Dalam penerjemahan tersebut akan terlibat
tRNA yang membawa antikodon, tRNA tersebut menggandeng asam amino
(Sumadi dan Aditya Marianti, 2007: 147). Kodon yang berupa 3 basa mRNA
berpasangan dengan 3 basa dari tRNA yang disebut antikodon (Suryo, 2008:
47). Ketika suatu molekul tRNA tiba di ribosom, molekul tersebut membawa
suatu asam amino spesifik pada salah satu ujungnya. Pada ujung lain tRNA
terdapat suatu triplet nukleotida yang disebut antikodon, yang berpasangan
basa dengan kodon komplementer pada mRNA. Proses pengenalan melibatkan
antikodon tRNA dengan kodon mRNA yang sesuai. Jika terdapat satu varietas
tRNA untuk setiap kodon mRNA yang menspesifikan asam amino, akan ada
61 tRNA. Pada kenyataannya, hanya ada sekitar 45, yang menandakan bahwa
34
sebagian tRNA pastilah bisa mengikat lebih dari satu macam kodon
(Campbell dan Reece, 2010: 365-367).
f. Sintesis Protein
Gen menyediakan instruksi untuk membuat protein spesifik. Akan
tetapi, gen tidak membangun protein secara langsung. Pelaksana sintesis
protein adalah mRNA, dan tRNA (Wildan Yatim, 1996: 240). Dalam proses
sintesisi protein molekul DNA berperan sebagai cetakan bagi terbentuknya
RNA, sedangkan molekul RNA kemudian mengarahkan urutan asam amino
dalam pembentukan molekul protein yang berlangsung dalam ribosom
(Pai.2006:326). Sintesis protein berlangsung dalam sitoplasma terutama pada
struktur sitologik yaitu ribosom (Suleman Rondonowu, 1989: 154).
Sintesis protein adalah proses pembentukan protein, dengan cara
pembentukan ikatan peptide antara dua buah asam amino; ujung –COOH pada
sebuah asam amino mengadakan ikatan dengan ujung –NH2 pada asam amino
yang lain, dengan mengeluarkan H2O (Wayan Bawa, 1988: 116-117). Bahan
sintesis protein adalah asam amino (Wildan Yatim, 1996: 240).
Tahapan sintesis protein meliputi dua tahap yaitu transkripsi dan
translasi:
1) Transkripsi:
Transkripsi adalah transfer informasi genetik yang berasal dari DNA
untuk membentuk RNA dengan menggunakan cetakan DNA (Klug, 2000:
284). Dalam proses transkripsi DNA mensintesis RNA, yang terdiri dari
tRNA, rRNA, mRNA (Wildan Yatim, 1996: 150). Bagian DNA yang
35
ditranskripsikan menjadi satu molekul RNA disebut unit transkripsi (Campbell
dan Reece, 2010: 359). Tahap transkripsi secara umum diawali dengan double
helix DNA membuka di bawah pengaruh RNA polimerase. Setelah double
helix DNA sebagian membuka, maka mRNA dibentuk sepanjang salah satu
pita DNA itu. mRNA ini komplememter dengan basa yang menyusun pita
DNA itu. mRNA dikatakan telah disalin dari DNA, artinya mRNA telah
membawa pesan/informasi/keterangan dari gen. Pita DNA yang dapat
mencetak mRNA disebut pita sens, sedangkan pita DNA yang tidak mencetak
mRNA disebut pita antisens (Campbell dan Reece, 2010: 359).
mRNA yang telah selesai menerima pesan genetik dari DNA segera
meninggalkan nukleus melalui pori-pori dari membran nukleus dan menuju ke
ribosom dalam sitoplasma. mRNA menempatkan diri pada leher ribosom.
Sementara itu tRNA dalam sitoplasma mengikat asam amino yang telah
berenergi ATP. Sebuah molekul tRNA mengikat satu asam amino saja,
sehingga paling sedikit ada 20 tRNA. Proses pengikatan asam amino ini
diperlukan enzim amino asil sintetase, paling sedikit sejumlah 20 enzim amino
asil sintetase semacam ini. Selanjutnya tRNA yang telah mengikat asam
amino akan menuju ke ribosom (Campbell dan Reece, 2010: 360).
Transkripsi (Gambar 12) memiliki beberapa tahap yaitu inisiasi,
elongasi dan terminasi
a) Tahap inisiasi transkripsi: setelah RNA polimerase berikatan ke
promoter (sekuens/bagian DNA tempat RNA polimerase melekat dan
menginisiasi
transkripsi
disebut
36
promoter),
untai-untai
DNA
membuka, dan RNA polimerase menginisiasi sintesis RNA di titik
mulai pada untai cetakan (Campbell dan Reece, 2010: 359-360).
b) Tahap pemanjangan transkripsi: RNA polimerase bergerak di
sepanjang DNA, membuka putiran heliks ganda DNA, mengekspos/
membuka sekitar 10 sampai 20 basa DNA dalam satu waktu untuk
perpasangan dengan nukleotida RNA. RNA polimerase menambahkan
nukleotida ke ujung 3‟ RNA yang sedang tumbuh sambil terus
menyusuri heliks ganda/ memperpanjang RNA dari ujung 5‟ ke 3‟.
Setelah gelombang sintesis RNA yang maju ini, molekul RNA baru
akan melepaskan diri dari cetakan DNA-nya, dan heliks ganda DNA
terbentuk kembali (Campbell dan Reece, 2010: 360). Molekul mRNA
komplementer dengan cetakan DNA, karena basa-basa RNA dirakit
pada cetakan berdasarkan aturan perpasangan basa (Campbell dan
Reece, 2010: 357). Gugus basa T DNA disalin menjadi A dari RNA, G
menjadi C, C menjadi G, kecuali A tidak disalin menjadi T, karena
RNA tidak memiliki gugus T. Untuk untaian molekul RNA T diganti
dengan gugus U. Sebagai contoh, apaabila DNA dengan urutan basa
nukleotida
sebagai:
TAC-CAA-TTG-GAC-ATT
maka
akan
ditranskripsi menjadi mRNA dengan urutan : AUG-GUU-AAC-CUGUAA (Subowo, 2011: 180).
c) Tahap terminasi transkripsi: transkripsi berlanjut melalui sekuens
terminator pada DNA. Terminator yang ditranskripsikan (suatu
sekuens RNA) berfungsi sebagai sinyal terminasi, menyebabkan RNA
37
polimerase melepaskan diri dari DNA dan mengakhiri transkripsi,
yang bisa digunakan langsung sebagai mRNA (Campbell dan Reece,
2010: 361).
Gambar 12. Mekanisme Transkripsi
Sumber: Campbell dan Reece, 2011: 360
Pada bakteri, transkripsi berlanjut melalui sekuens terminator
pada DNA. Terminator yang ditranskripsikan (suatu sekuens RNA)
berfungsi sebagai sinyal terminasi, menyebabkan RNA polimerase
melepaskan diri dari DNA dan mengakhiri transkripsi, yang bisa
digunakan langsung sebagai mRNA. Pada eukariot, RNA polimerase II
menstranskripsikan sekuens pada DNA yang disebut sekuens sinyal
poliadenilasi, yang mengkode sinyal poliadenilasi (AAUAAA) pada
pre-mRNA. Kemudian, pada suatu titik kira-kira 10 sampai 35
38
nukleotida yang mengarah ke hilir sinyal AAUAAA, protein-protein
yang berasosiasi dengan transkrip RNA yang sedang tumbuh
memotong bagian itu hingga terlepas dari polimerase, dan pre-mRNA
dilepaskan. Sebagian besar gen eukariotik dan transkrip RNAnya
mengandung rentangan panjang nukleotida bukan wilayah-wilayah
yang tidak ditranslasikan. Sebagian besar sekuens bukan pengkode ini
berselang-seling
dengan
segmen-segmen
pengkode
pre-mRNA.
(Campbell dan Reece, 2010: 361-362).
2) Translasi:
Translasi adalah proses dimana urutan kode pada mRNA di
terjemahkan ke urutan-urutan asam amino pada rantai polipeptida (Suleman
Rondonowu, 1989: 153). Translasi dilaksanakan dalam ribosom yang terdapat
dalam sitoplasma, untuk translasi dilibatkan 2 jenis RNA yaitu tRNA dan
rRNA (Subowo, 2011: 186). Energi dibutuhkan untuk aspek tertentu dari
inisiasi, pemanjangan dan terminasi translasi. Energi tersebut disediakan oleh
hidrolisis GTP (guanine trifosfat). Sel menggunakan energi dalam bentuk
molekul GTP untuk membentuk kompleks inisiasi. Pada tahap elongasi
dibutuhkan 2 energi berupa GTP, yaitu saat pengenalan kodon dan translokasi.
Pada tahap terminasi dibutuhkan 2 molekul GTP untuk penguraian rakitan
translasi (Campbell dan Reece, 2011: 368-369).
Proses translasi diawali dengan tRNA yang berada di sitoplasma
mengikat asam amino yang berenergi dengan ATP. Asam amino melekat ke
tRNA oleh enzim yang sangat spesifik yang dikenal sebagai aminoasil –
39
tRNA sintetase. Pengaktifan asam amino dengan cara bereaksi dengan ATP
menghasilkan kompleks enzim/ aminoasil AMP dan pirofosfat. Asam amino
yang telah diaktifkan dipindahkan ke gugus 2‟- hidroksil atau 3‟ hidroksil
urutan CCA di ujung -3‟ tRNA, dan AMP dilepaskan (Marks, 2000: 199).
Translasi (Gambar 13) memiliki beberapa tahap yaitu inisiasi, elongasi
dan terminasi.
a) Inisiasi translasi: subunit ribosom kecil berikatan dengan sebuah molekul
mRNA sekaligus tRNA inisiator spesifik yang mengangkut asam amino
metionin. Pada bakteri, subunit kecil berikatan dengan mRNA pada
sekuens RNA spesifik yang terletak tepat di bagian hulu dari kodon mulai
yaitu AUG. Pada eukariota, subunit kecil, yang telah berikatan dengan
tRNA inisator, berikatan dengan ujung 5‟ mRNA dan bergerak, atau
memindai, ke arah hilir di sepanjang mRNA hingga mencapai kodon mulai,
dan tRNA inisator membentuk iktan hidrogen dengan kodon tersebut.
tRNA inisator dengan antikodon UAC, berpasangan basa dengan kodon
mulai AUG. tRNA ini mengangkut asam amino metionon (Met) (Campbell
dan Reece, 2010: 368).
b) Pada tahap pemanjangan dari translasi, asam amino ditambahkan satu per
satu ke asam amino sebelumnya. Siklus pemanjangan memakan waktu
kurang dari sepersepuluh detik pada bakteri, dan diulangi setiap kali asam
amino ditambahkan
ke rantai itu sampai polipeptida selesai dibentuk.
Siklus pemanjangan translasi :
40
(1) pengenalan kodon, antikodon dari tRNA aminoasil yang datang akan
berpasangan basa dengan kodon mRNA komplementer di siklus A.
Hidrolisis GTP meningkatkan akurasi dan efisiensi dari langkah ini.
(2) pembentukan ikatan peptide : molekul rRNA subunit ribosom besar
mengkatalis pembentukan sebuah ikatan peptide di antara asam amino
baru di situs A dan ujung karboksil polipeptida yang sedang tumbuh di
situs P. Langkah ini menyingkirkan polipeptida dari tRNA di situs P dan
melekatkanya ke asam amino tRNA di situs A.
(3) translokasi: ribosom mentranslokasikan tRNA di situs A ke situs P.
tRNA kosong di situs P bergerak ke situs E, dan dilepaskan di situ.
mRNA bergerak terus bersama tRNA- tRNA yang berikatan dengannya,
membawa kodon berikut untuk ditranslasikan ke dalam situs A.
Ribosom siap untuk tRNA aminoasil berikutnya (Campbell dan Reece,
2010: 369).
c) Terminasi translasi: pemanjangan berlanjut sampai kodon stop pada
mRNA mencapai situs A di ribosom. Tripet basa UAG, UAA, dan UGA
tidak mengkodekan asam amino, melainkan bekerja sebagai sinyal untuk
menghentikan translasi. suatu protein yang disebut faktor pelepasan
berikatan langsung dengan kodon stop di situs A. Faktor pelepasan
menyebabkan penambahan molekul air, sebagai pengganti asam amino, ke
rantai polipeptida. Reaksi ini memutus (menghidrolisis) ikatan antara
polipeptida yang sudah selesai dengan tRNA di situs P, sehingga
melepaskan polipeptida melalui terowongan keluar pada subunit besar
41
ribosom. Kedua subunit ribosom dan komponen-komponen rakitan lain
memisahkan diri. Penguraian rakitan translasi membutuhkan hidrolisis dua
molekul GTP lagi (Campbell dan Reece, 2010: 370).
Gambar 13. Mekanisme Translasi
Sumber: Campbell dan Reece.2010: 368-370
2. Pola-pola Hereditas
a. Terminologi
Untuk mengerti jalannya penelitian Mendel perlu dikenal beberapa
istilah, antara lain:
1) Parental (P) ialah tetua, orang tua atau induk. (Suryo, 1996: 7)
42
2) Filial ialah generasi/ keturunan hasil persilangan, disingkat F (Agus
Hery Susanto, 2011: 318)
3) Genotipe adalah susunan atau konstitusi genetik dari suatu individu
yang ada hubungannya dengan fenotipe. Genotipe suatu individu
diberi simbol dengan huruf dobel, karena individu itu umumnya
diploid. Misal: RR = genotipe untuk tanaman berbunga merah, rr =
genotipe untuk tanaman berbunga putih (Suryo, 1996: 7).
4) Fenotipe adalah kenampakan atau sifat yang teramati pada organisme
(Campbell dan Reece, 2010: 287).
5) Homozigot adalah sifat suatu individu yang genotipenya terdiri dari
gen-gen yang sama dari tiap jenis gen (misalnya RR, rr, AA, aa,
AABB, aabb dan sebagainya). Homozigot ada dua yaitu homozigot
dominan dan homozigot resesif. Homozigot dominan misalnya RR,
sedangkan homozigot resesif misalnya rr.
6) Heterozigot adalah sifat suatu individu yang genotipenya terdiri dari
gen-gen yang berlainan dari tiap jenis gen (misalnya Rr, Aa, AaBb
dan sebagainya) (Suryo, 2008: 89).
7) Karakter adalah sifat terwariskan yang berbeda-beda di antara
individu.
8) Sifat merupakan varian karakter genetik apa pun yang bisa dideteksi.
(Campbell dan Reece, 2011: 283)
9) Alel adalah bentuk alternatif suatu gen yang terdapat pada lokus
(tempat ) tertentu. Misalnya R= gen untuk warna bunga merah, r= gen
43
untuk warna bunga putih, T= gen untuk tanaman tinggi, t= untuk
tanaman rendah (Agus Hery Susanto, 2011:16).
b. Hukum Hereditas
1) Hukum Mendel
Pada pertengahan abad ke 18, Gregor Mendel, seorang rahib dari
sebuah biara di Austria, mengkombinasikan pemikiran yang logis,
perhatian yang besar terhadap hibridasi tanaman (penyilangan varietasvarietas berlainan), dan bakat dalam analisa statistik, sampai pada suatu
kesimpulan yang dikenal sebagai hukum-hukum genetika klasik (Pai,
1992: 4). Dalam penelitiannya selama delapan tahun (1856-1863).
Mendel menggunakan tanaman kapri atau ercis (Pisum Sativum, L). Ia
memilih menggunakan tanaman ini karena terdapat berbagai sifat yang
menguntungkan, sebagai tanaman percobaan dengan alasan:
a) mempunyai daur hidup yang relatif pendek (tanaman semusim)
b) memiliki sifat-sifat yang bervariasi, yaitu bentuk biji: bulat dan kisut,
warna biji: kuning dan hijau, warna bunga: ungu dan putih, bentuk
polong: gembung dan kempis, warna polong: hijau dan kuning,
kedudukan bunga: axial dan terminal, tinggi tanaman : tinggi dan
pendek.
c) memiliki bunga sempurna, artinya pada satu bunga terdapat benang
sari dan putik sehingga mudah terjadi penyerbukan sendiri maupun
penyerbukan silang.
44
d) mudah dipelihara dan menghasilkan banyak turunan, meskipun
dipelihara di tempat yang relatif sempit (Suleman Rondonowu, 1989:
12; Suryo, 2008: 87)
Gambar 14. Tujuh karakteristik dari tanaman Kacang Ercis yang
digunakan dalam persilangan
Sumber : BSCS, 2006: 346
Sebelum Mendel melakukan penyilangan terlebih dahulu tanaman
tersebut
dijadikan
galur
murni,
artinya
tanaman
tersebut
dikembangbiakkan sampai beberapa generasi dengan cara penyerbukan
sampai akhirnya diperoleh generasi yang mempunyai sifat yang sama
dengan induknya (Suleman Rondonowu, 1989: 12). Mendel menyilangan
galur murni tanaman tinggi dengan galur murni tanaman pendek,
dihasilkan tanaman yang semuanya tinggi. Selanjutnya, tanaman tinggi
hasil persilangan ini dibiarkan menyerbuk sendiri. Ternyata keturunannya
45
memperlihatkan perbandingan tanaman tinggi terhadap tanaman pendek
sebesar 3:1 (Agus Hery Susanto, 2011: 14).
Menurut Agus Hery Susanto, (2011: 14) individu tinggi dan
pendek yang digunakan pada awal persilangan dikatakan sebagai tetua
(parental), disingkat P. Hasil persilangannya merupakan keturunan (filial)
generasi pertama, disingkat F1. Persilangan sesama F1 menghasilkan
keturunan generasi ke dua, disingkat F2. Tanaman tinggi pada generasi P
dilambangkan dengan DD, sedangkan tanaman pendek dd. Sementara itu,
tanaman tinggi yang diperoleh pada generasi F1 dilambangkan dengan
Dd. Penulisan dalam persilangan memiliki aturan tertentu seperti, huruf
kapital digunakan untuk gen yang dominan (misal D), sedangkan huruf
kecil digunakan untuk gen yang resesif (misal d) (Hartanto Nugroho dan
Isserep Sumadi, 2011: 16). Gen D dikatakan dominan terhadap gen d
karena gen D akan menutupi ekspresi gen d jika keduanya terdapat
bersama-sama dalam satu indiidu (Dd). Dengan demikian gen dominan
adalah gen yang ekspresinya menutupi/ menghalangi ekspresi alelnya.
Sebaliknya, gen resesif adalah gen yang ekspresinya ditutupi oleh
ekspresi alelnya.
a) Persilangan Monohibrid
Persilangan monohibrid adalah persilangan dengan memperhatikan
satu sifat beda. Misalnya hanya memperhatikan warna biji (kuning dan
hijau) atau keadaan permukaan biji (bulat dan kisut) (Suleman
Rondonowu, 1986: 17). Mendel mengambil serbuk sari dari bunga
46
tanaman yang bijinya berkerut dan diserbukkan pada putik dari bunga
tanaman yang bijinya bulat. Semua keturunan F1 yang berupa suatu
hibrid berbentuk tanaman yang bijinya bulat. Ketika menyilangkan
perbandingan fenotip kira-kira 3 biji bulat : 1 biji berlekuk (Suryo, 2008:
90).
Gambar 15.Persilangan Monohibrid
Sumber: Suryo, 2008: 90
Hasil persilangan monohibrid menunjukkan adanya dominasi
penuh. Maka persilangan monohibrid menghasilkan 4 kombinasi dalam
keturunan dengan perbandingan 3:1 (Suryo, 2008: 91). Dari percobaan di
atas Mendel mengambil kesimpulan yang dikenal dengan hukum Mendel
1 yang dikenal dengan nama “The Law of Segregation of Allelic Genes”.
Hukum segregasi yang menyatakan bahwa dua alel untuk suatu karakter
terwariskan bersegregasi (memisah) selama pembentukan gamet dan
47
akhirnya berada dalam gamet-gamet yang berbeda (Campbell dan Reece,
2010: 286).
(1) persilangan resiprok
Persilangan resiprok (Gambar 16) ialah penyilangan yang terjadi
dengan menukarkan genotipe jantan dan betina (Agus Hery Susanto,
2011: 94). Sebagai contoh, H = gen yang menentukan buah polong
berwarna hijau, h = gen yang menentukan buah polong berwarna kuning
Mula-mula serbuk sari dari bunga pada tanaman berbuah polong
buah hijau diserbukkan pada putik bunga pada tanaman berbuah polong
kuning. Pada persilangan berikutnya cara tersebut di atas dibalik. Dari
kedua macam persilangan tersebut ternyata didapatkan keturunan FI
maupun F2 yang sama.
Gambar 16. Persilangan resiprok
Sumber : Suryo, 2008: 91
(2) persilangan backcross
Persilangan balik (backcross) (Gambar 17) ialah persilangan
antara individu hibrida F1 dengan induknya. (Suryo, 1996: 17).
Persilangan balik (Backcross) akan mengasilkan progeny, yaitu hasil
48
persilangan yang diperoleh dari sumber yang sama (Elford, dkk, 2007:
30). Contoh persilangan resiprok pada marmot.
B = gen untuk warna hitam
b = gen untuk warna putih
Marmot jantan hitam homozigot BB dikawinkan dengan marmot
betina putih homozigot bb mengasilkan keturunan FI seragam, yaitu Bb
berwarna hitam. Jika marmot FI disilangkan kembali dengan induk jantan
(hitam homozigot), maka semua marmot F2 berwarna hitam, meskipun
genotipenya berbeda.
Gambar 17. Persilangan Backcross
Sumber: Suryo, 2008: 92
(3) ujisilang (testcross)
Silang uji (testcross) (Gambar 18) adalah membiakkan organisme
dengan genotipe yang belum diketahui dengan homozigot resesif
(Campbell dan Reece, 2010: 288). Istilah silang uji digunakan untuk
menunjukkan bahwa persilangan semacam ini dapat menentukan genotipe
suatu individu (Agus Hery Susanto, 2011: 23). Ujisilang pada monohibrid
ini menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip maupun
49
genotipe 1:1. Jadi ujisilang itu dapat merupakan suatu backcross, akan
tetapi backcross belum tentu ujisilang.
Gambar 18: Persilangan Uji silang
Sumber: Suryo, 2008: 93
Persilangan ini diberi nama ujisilang karena cara ini biasanya
dilakukan untuk menguji, apakah suatu individu itu homozigot atau
heterozigot. Sebab jika suatu individu itu homozigot hitam (BB), maka
persilangan dengan yang homozigot resesif (bb) akan dihasilkan
keturunan yang semuanya hitam. Tetapi jika keturunannya memisah
dengan perbandingan 50% hitam: 50 % putih, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa individu yang hitam itu adalah heterozigot (Suryo,
2008: 93).
b) Persilangan Dihibrid
Persilangan dihibrid (Gambar 19) yaitu persilangan yang
melibatkan pola pewarisan dua macam sifat seketika (Agus Hery Susanto,
2011: 17). Contoh percobaan Mendel menggunakan kacang ercis, dengan
memperhatikan dua sifat keturunan yang ditentukan oleh dua pasang gen,
yaitu B = gen yang menetukan biji bulat, b = gen yang menentukan biji
50
berkerut, K = gen yang menentukan biji berwarna kuning, k = gen yang
menentukan biji berwarna hijau. Mula-mula tanaman ercis yang bijinya
berkerut hijau (bbkk) disilangkan dengan tanaman yang bijinya bulat
kuning homozigot (BBKK). Semua tanaman F1 (dihibrid) adalah seragam,
yaitu berbiji bulat kuning (BbKk). Persilangan tanaman F1 X F1
menghasilkan keturunan F2 yang memperliatkan 16 kombinasi (BBKK,
BBKk, BbKK, BbKk,BBKk, BBkk, BbKk, Bbkk, BbKK, BbKk, bbKK, bbkk,
BbKk, Bbkk, bbKk, bbkk) terdiri dari 4 macam fenotip, ialah berbiji bulat
kuning, bulat hijau, berkerut kuning, berkerut hijau (Suryo, 2008: 95).
Mendel mengambil kesimpulan yang dirumuskan sebagai Hukum
Mendel II. Hukum pemilahan bebas (law of independent assortment)
menyatakan bahwa setiap pasangan alel bersegregasi secara bebas
terhadap pasangan alel-alel selama pembentukan gamet (Campbell dan
Reece, 2010: 290).
51
Gambar 19. Persilangan Dihibrid
Sumber : Suryo, 2008: 95
c. Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Percobaan – percobaan persilangan sering kali memberikan hasil
seakan-akan menyimpang dari hukum Mendel. Dalam hal ini tampak
bahwa perbandingan fenotipe yang diperoleh mengalami modifikasi dari
perbandingan yang seharusnya sebagai akibat terjadinya aksi gen tertentu.
Secara garis besar modifikasi perbandingan Mendel dapat dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu modifikasi perbandingan 3:1 dan modifikasi
perbandingan 9:3:3:1. Djamhur dkk, (1993: 257) menyatakan bahwa
penyimpangan hukum Mendel terjadi karena adanya sifat-sifat yang
murni, yang dipengaruhi dua atau lebih pasangan alel, yang dalam
penampilannya saling mempengarui atau saling berinteraksi.
52
1) Interaksi antaralel
Interaksi antar alel adalah interaksi antar alel pada lokus yang sama,
misalnya alel dominan menutupi pengaruh dari alel resesif (Crowder,
2006: 61). Selain hubungan dominan dan resesif, interaksi alel juga
menunjukkan kodominansi, dominansi tak sempurna, alel ganda dan
alel letal.
a) Dominasi tidak sempurna
Peristiwa semi dominasi (dominasi tidak sempurna) terjadi apabila
suatu gen dominan tidak menutupi pengaruh alel resesifnya dengan
sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan muncul sifat
antara (intermediet). Akibatnya individu heterozigot akan memiliki
fenotip yang berbeda dengan fenotip individu homozigot dominan
dan resesif. Contoh peristiwa semi dominansi dapat dilihat pada
pewarisan warna bunga pada tanaman bunga pukul empat (Mirabilis
jalapa) (Agus Hery Susanto, 2011: 24).
b) Kodominansi
Kodominansi adalah situasi yang terjadi ketika fenotipe dari dua
alel ditunjukkan dalam keadaan heterozigot, karena kedua alel
sama-sama mempengaruhi fenotipe dengan cara yang terpisah dan
dapat dibedakan ( Campbell dan Reece, 2011: 293). Menurut Agus
Hery
Susanto,
(2011:
24)
peristiwa
kodominansi
akan
menghasilkan perbandingan fenotip 1:2:1 pada generasi F2.
Bedanya kodominansi tidak memunculkan sifat antara pada
53
individu heterozigot, tetapi menghasilan sifat yang merupakan
hasil ekspresi masing-masing alel, dengan kata lain kedua alel akan
sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi. Peristiwa
kodominansi dapat dilihat misalnya pada pewarisan golongan
darah sistem ABO pada manusia.
c) Alel ganda
Jumlah maksimum alel pada sebuah lokus gen yang dimiliki oleh
suatu individu adalah dua, dengan satu pada masing-masing
kromosom homolog. Tapi sebuah gen dapat diubah bentuk
alternatifnya melalui proses mutasi, seperti terjadinya alel ganda.
Alel ganda merupakan kondisi dimana sebuah lokus gen memiliki
lebih dari dua alel (Elford dan Stansfield, 2007: 27). Keberadaan
dua atau lebih alel pada sebuah lokus yang sering disebut alel
ganda dapat menyebabkan polimorfisme. Variasi genetik yang
terjadi
pada
tingkat
DNA
dan
protein,
serta
seringkali
terekspresikan dalam bentuk fenotip-fenotip yang berbeda pada
populasi disebut polimorfisme (Elford dan Stansfield, 2007: 201).
Beberapa contoh peristiwa alel ganda misalnya, pada kelinci
terdapat alel ganda yang mengatur warna bulu. Manusia terdapat
alel ganda terutama pada golongan darah sistem ABO, alel ganda
juga terdapat di lalat Drosophila (Agus Hery Susanto, 2011: 3839).
54
d) Alel letal/ Gen letal
Gen letal ialah gen yang dapat mengakibatkan kematian pada
individu homozigot. Kematian ini dapat terjadi pada masa embrio
atau beberapa saat setelah kelahiran. Akan tetapi, adakalanya pula
terdapat sifat subletal, yang menyebabkan kematian pada waktu
individu yang bersangkutan menjelang dewasa (Agus Hery
Susanto, 2011: 25). Sebuah gen letal resesif yang tidak memiliki
penetrasi dan ekspresivitas sempurna akan membunuh kurang dari
100% homozigot untuk sifat tertentu sebelum kematangan seksual
disebut alel semiletal. alel subletal ataupun alel subvital (Elford
dan Stansfield, 2007: 27). Dalam penyebutan gen ada juga yang
menulisnya menjadi alel. Berhubungan dengan hadirnya gen letal
pada suatu individu menyebabkan perbandingan fenotip dalam
keturunan menyimpang dari hukum Mendel. Gen letal dibedakan
atas:
(1) gen dominan letal yaitu gen dominan yang bila homozigotik
berakibat letal. (Suryo, 1996: 111). Gen dominan letal dalam
keadaan heterozigot dapat menimbulkan efek subletal atau
kelainan fenotipe (Agus Hery Susanto, 2011: 25).
(2) gen resesif letal yaitu bila gen resesif berada dalam keadaan
homozigot, maka bersifat letal (Suryo, 1996: 111). Gen letal
resesif cenderung menghasilkan fenotipe normal pada individu
heterozigot (Agus Hery Susanto, 2011: 25).
55
d. Interaksi Gen
Menurut Crowder (2006: 60) setelah penemuan Mendel dan
penelitian awal tentang pewarisan sifat secara bebas, diketahui bahwa tidak
semua keturunan yang segregasi dapat dipisahkan menjadi kelas-kelas yang
jelas dengan perbandingan yang sederhana. Keragaman perbandingan
genetika Mendel ini dapat dijelaskan berdasarkan adanya interaksi gen,
yaitu pengaruh satu alel terhadap alel lain pada lokus yang sama dan juga
pengaruh satu gen pada satu lokus terhadap gen pada lokus lain. Menurut
Suryo (1996: 33) interaksi gen adalah peristiwa dimana suatu sifat
keturunan timbul akibat oleh adanya kerjasama atau saling pengaruh dari
dua pasang gen atau lebih. Beberapa peristiwa akibat interaksi genotik,
antara lain atavisme, epistasis-hipostasis, polimeri, kriptomeri dan
komplementer.
1) Atavisme
Atavisme adalah peristiwa timbulnya kembali suatu sifat keturunan yang
telah menghilang untuk beberapa generasi (Suryo, 2008: 137). Atavisme
terjadi pada bentuk jengger ayam ras (negeri). Empat bentuk jengger ayam
ras, yaitu rose (mawar), pea (biji), walnut (sumpel), dan single
(tunggal/bilah).
2) Epistasis dan Hipostasis
Epistasis dan hipostasis adalah peristiwa dimana gen yang saling
menutupi dan ditutupi gen lain yang bukan alelnya. Sebuah atau sepasang
gen yang menutupi (mengalahkan ekspresi gen lain yang bukan alelnya
56
dinamakan gen yang epistasis. Gen yang ditutupi (dikalahkan) dinamakan
gen yang hipostasis (Suryo, 2008: 131). Epistasis terbagi menjadi
beberapa bagian sebagai berikut,
a) epistasis
dominan
yaitu
bila
sebuah
gen
dominan
mengalahkan/menutupi pengaruh gen dominan yang bukan
sealelnya (Suryo, 1986: 140). Misalnya: pada suatu tanaman,
Y= gen yang menentukan bunga kuning, W= gen yang menentukan
bunga putih. W mengalahkan (menutupi) pengaruh Y. Gen dominan
W epistasis (menutupi/mengalahkan) terhadap gen dominan Y. Bila
gen resesif w dan y terdapat bersama-sama dalam genoti (wwyy),
maka berwarna biru.
P
WWYY
bunga putih
FI
X
wwyy
bunga biru
WwYy
putih
F2
WY
Wy
wY
wy
WY
WWYY
putih
WWYy
putih
WwYY
putih
WwYy
putih
Wy
WWYy
putih
WWyy
putih
WwYy
putih
Wwyy
putih
wY
WwYY
putih
WwYy
putih
wwYY
kuning
wwYy
kuning
wy
WwYy
putih
Wwyy
putih
wwYy
kuning
Wwyy
biru
Pada epistasis dominan, maka persilangan dihibrid (WwYy x
WwYy) menghasilkan keturunan dengan perbandingan 12:3:1.
b) epistasis resesif yaitu bila gen resesif mengalahkan pengaruh gen
dominan yang bukan sealelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi
57
F2 akan diperoleh perbandingan fenotip 9:3:4 (Suryo, 1986: 140).
Misalnya pada tikus dikenal gen-gen:
C= menyebabkan warna keluar (timbul)
c= warna tidak keluar bila homozigot (cc)
A= warna hitam
a= warna abu-abu
Gen resesif c bila homozigot cc akan mengalahkan (epistatis) gen
dominan A. Bila tikus jantan putih kawin dengan betina hitam
homozigot, maka F1 semuanya berupa tikus hitam. Perkawinan
antara tikus-tikus F1 memberikan keturunan dengan perbandingan
fentip 9:3;4. Ini disebabkan oleh karena cc epistasis terhadap A.
P
jantan CCAA
hitam
x
F1
betina ccaa
putih
CcAa
hitam
F2
CA
Ca
cA
ca
CA
CACA
hitam
CCAa
hitam
CcAA
hitam
CcAa
hitam
Ca
CCAa
hitam
CCaa
abu-abu
CcAa
hitam
Ccaa
abu-abu
cA
CcAa
hitam
CcAa
hitam
ccAA
putih
ccAa
putih
ca
CcAa
hitam
Ccaa
abu-abu
ccAa
putih
ccaa
putih
Rasio genotip :
9 C-A = hitam
3 C-aa = abu-abu
3 ccA- = putih
1 ccaa = putih
c) epistasis gen dominan rangkap terjadi jika alel-alel dominan pada
kedua lokus menghasilkan fenotipe yang sama tanpa efek
58
kumulatif. Rasio 9:3:31 termodifikasi menjadi rasio 15:1 (Elford
dan Stansfield, 2007: 82). Contoh, sejumlah tumbuhan dari genus
Capsula, menghasilkan kapsul biji yang bentuknya diatur oleh dua
gen yang berpasangan secara bebas, dilambangkan dengan simbol
A dan B.
P
AABB
biji segitiga
F1
P2
AaBb
biji segitiga
X
aabb
biji membulat
AaBb
biji segitiga
X
AaBb
biji segitiga
F2
AB
Ab
aB
ab
AB
AABB
biji segitiga
AABb
biji segitiga
AaBB
biji segitiga
AaBb
biji segitiga
Ab
AABb
biji segitiga
AAbb
biji segitiga
AaBb
biji segitiga
Aabb
biji segitiga
aB
AaBB
biji segitiga
AaBb
biji segitiga
aaBB
biji segitiga
aaBb
biji segitiga
ab
AaBb
biji segitiga
Aabb
biji segitiga
aaBb
biji segitiga
aabb
biji membulat
Rasio genotip:
9 A-B- = biji segitiga
3 A-bb = biji segitiga
3 aaB- = biji segitiga
1 aabb = biji membulat
Rasio fenotip : segitiga: membulat = 15: 1
d) epstasis gen resesif rangkap, jika fenotip identik dihasilkan oleh
kedua genotip resesif homozigot, maka rasio F2 nya menjadi 9 :7.
Genotip aaB-, A-bb, dan aabb menghasilkan satu fenotip. Kedua
alel dominan yang ada secara bersamaan, saling berkomplemen
dan menghasilkan sebuah fenotip yang berbeda (Elford dan
Stansfield, 2007: 82). Contoh, dua galur Lathyrus odoratus
59
berbunga putih disilangkan, menghasilkan F1 yang memiliki bunga
ungu.
P
aaBB
putih
F1
AaBb
ungu
AaBb X AaBb
ungu
ungu
P2
X
AAbb
putih
F2
AB
Ab
aB
ab
AB
AABB
ungu
AABb
ungu
AaBB
ungu
AaBb
ungu
Ab
AABb
ungu
AAbb
putih
AaBb
ungu
Aabb
putih
aB
AaBB
ungu
AaBb
ungu
aaBB
putih
aaBb
putih
ab
AaBb
ungu
Aabb
putih
aaBb
putih
aabb
putih
Rasio genotip
9 A-B- = ungu
3 A-bb = putih
3 aaB- = putih
1 aabb = putih
Rasio fenotip: ungu : putih= 9: 7
e) epistasis dominan dan resesif , hanya dihasilkan dua fenotip F2,
genotip dominan pada salah satu lokus misalnya (A-) dan genotip
resesif pada lokus satunya lagi (bb) menghasilkan efek fenotipik
yang sama. A-B-, A-bb, dan aabb menghasilkan satu fenotip,
sedangkan aaB-, menghasilkan sebuah fenotip berbeda dengan
rasio 13:3 (Elford dan Stansfield, 2007: 82). Contoh,
P
AABB
putih
F1
P2
AaBb
putih
X
aabb
putih
AaBb
putih
X
AaBb
putih
60
F2
AB
Ab
aB
ab
AB
AABB
putih
AABb
putih
AaBB
putih
AaBb
putih
Ab
AABb
putih
AAbb
putih
AaBb
putih
Aabb
putih
aB
AaBB
putih
AaBb
putih
aaBB
berwarna
aaBb
berwarna
ab
AaBb
putih
Aabb
putih
aaBb
berwarna
aabb
putih
f) epistasis gen rangkap dengan efek kumulatif jika kondisi dominan
(baik homozigot ataupun heterozigot) pada salah satu lokus
mengasilkan fenotipe yang sama, rasio F2 menjadi 9:6:1. Sebagai
contoh, jika gen-gen epistatik terlibat dalam reproduksi zat dalam
jumlah yang berbeda-beda, misalnya pigmen, genotip dominan
pada masing-masing lokus dapat dianggap menghasilkan satu unit
pigemen secara bebas. Dengan demikian, genotip A-bb dan aaBmasing-masing menghasilkan satu unit pigmen dan karenanya
menghasilkan fenotip yang sama. Genotip aabb tidak menghasilkan
pigen, tetapi pada genotip A-B- efeknya kumulatif, dan dihasilkan
dua unit pigmen (Elford dan Stansfield, 2007: 80). Contoh, warna
merah pada biji gandum dihasilkan oleh genotip R-B-, putih oleh
genotip resesif ganda rrbb. Genotip R-bb dan rrB- menghasilkan
warna coklat. Varietas merah homozigot disilangkan dengan
varietas putih.
P
F1
RRBB
merah
X
rrbb
putih
RrBb
merah
61
P2
RrBb
merah
X
RrBb
merah
F2
RB
Rb
rB
rb
RB
RRBB
merah
RRBb
merah
RrBB
merah
RrBb
merah
Rb
RRBb
merah
RRbb
cokelat
RrBb
merah
Rrbb
cokelat
rB
RrBB
merah
RrBr
merah
rrBB
cokelat
rrBb
cokelat
rb
RrBb
merah
Rrbb
cokelat
rrBb
cokelat
rrbb
putih
Rasio fenotip:
9 R-B- = merah
3 R-bb = cokelat
3 rrB- = cokelat
1 rrbb = putih
Rasio genotip:merah: cokelat: putih = 9: 6:1
3) Polimeri
Gen polimeri adalah gen yang setiap efeknya ekivalen dan secara
bersama
saling
menambah
intensitas
pengaruhnya
(Sulaeman
Rondonowu, 1989: 109). Pewarisan poligenis/polimeri terjadi ketika
semakin banyak suatu tanaman mewarisi gen dominan, makin kuat
sifatnya (Pai, 1992: 89). Misalnya, pada persilangan jenis gandunm,
yaitu gandunm berbiji merah dengan gandum berbiji putih. Misalnya
genotip biji gandum berwarna merah adalah M1M1M2M2, sedangkan
genotip biji gandum berwarna putih m1m1m2m2.
P1
F1
P2
jantan MIM1M2M2
X
betina m1m1m2m2
gandum berbiji merah gelap
gandum berbiji putih
M1m1M2m2
gandum berbiji merah sedang
M1m1M2m2
X M1m1M2m2
gandum berbiji merah sedang gandum berbiji merah sedang
62
F2
MIM2
M1m2
m1M2
m1m2
MIM2
M1M1M2M2
merah
M1M1M2m2
merah
M1m1M2M2
merah
M1m1M2m2
merah
M1m2
M1M1M2m2
merah
M1M1m2m2
merah
M1m1M2m2
merah
M1m1m2m2
merah
m1M2
M1m1M2M2
merah
M1m1M2m2
merah
m1m1M2M2
merah
m1m1M2m2
merah
m1m2
M1m1M2m2
merah
M1m1m2m2
merah
m1m1M2m2
merah
m1m1m2m2
putih
Rasio genotip adalah:
M1-M1
= 9 merah
M1-m2m2 = 3 merah
m1m1M2- = 3 merah
m1m1m2m2 = 1 merah
Rasio fenotip merah : putih = 15:1
4) Kriptomeri
Kriptomeri adalah peristiwa suatu faktor dominan yang baru tampak
pengaruhnya, apabila bertemu dengan faktor dominan lain yang bukan
alelnya. Faktor dominan ini seolah-olah tersembunyi (Elya Nusantari,
2014: 188). Misalnya, pada bunga Linaria maroccana,
A= ada pigmen antosianin
a= tidak ada pigmen antosianin
B= air sel bersifat basa
b= air sel tidak bersifat basa
Jika kedua gen dominan A dan B hadir dalam satu individu, warna bunga
ungu. Jika gen dominan A saja tanpa gen dominan B, warna bunga
merah. Jika gen dominan B hadir tanpa gen dominan A dan jika kedua
gen dominan A dan B tidak hadir, warna bunga putih. Contoh bunga
63
merah AAbb disilangkan dengan bunga putih aaBB, maka hasil F1,
adalah bunga ungu AaBb (ungu).
P1
AAbb
bunga merah
F1
P2
AaBb
bunga ungu
x
aaBB
bunga putih
AaBb
bunga ungu
x
AaBb
bunga ungu
F2
AB
Ab
aB
ab
AB
AABB
bunga ungu
AABb
bunga ungu
AaBB
bunga ungu
AaBb
bunga ungu
Ab
AABb
bunga ungu
AAbb
bunga merah
AaBb
bunga ungu
aAbb
bunga merah
aB
AaBB
bunga ungu
AaBb
bunga ungu
aaBB
bunga putih
aaBb
bunga putih
ab
AaBb
bunga ungu
Aabb
bunga merah
aaBb
bunga putih
aabb
bunga putih
Rasio genotip adlah:
A-B- = 9 ungu
A-bb = 3 merah
aaB- = 3 putih
aabb = 1 putih
Rasio fenotip = merah: putih = 9:3:4
5) Komplementer
Gen-gen komplementer, ialah gen-gen dominan yang berlainan tetapi
bila terdapat bersama-sama dalam genotipe akan saling membantu dalam
menentukan fenotip (Suryo, 1986: 142). Contoh pada manusia ialah
mengenai pendengaran normal. Bila gen dominan D dan E terdapat
bersama-sama dalam genotip seseorangmaka orang itu dapat mendengar
dan berbicara normal. Tetapi bila genotip orang hanya terdapat D atau E
64
saja atau sama sekali tidak terdapat gen dominan, maka orang itu bisu
tuli sejak lahir.
Perkawinan dua orang yang masing-masing bisu tuli dapat (tidak selalu,
sebab tergantung dari genotipnya masing-masing) menghasilkan
keturunan yang semuanya normal. Akan tetapi, apabila anaknya yang
dihibrid (DdEe) ini kelak kebetulan kawin dengan orang normal dihibrid
pula (DdEe), maka keturunannya akan menghasilkan perbandingan 9
normal: 7 bisu tuli.
P
DDee
bisu tuli
FI
x
ddEE
bisu tuli
DdEe
normal
F2
DE
De
dE
de
DE
DDEE
normal
DDEe
normal
DdEE
normal
DdEe
normal
De
DDEe
normal
DDee
bisu tuli
DdEe
normal
Ddee
bisu tuli
dE
DdEE
normal
DdEe
normal
ddEE
bisu tuli
ddEe
bisu tuli
de
DdEe
normal
Ddee
bisu tuli
ddEe
bisu tuli
ddee
bisu tuli
Rasio genotip :
9 D-E
= normal
3 D-ee
= bisu tuli
3 ddE= bisu tuli
1 ddee
= bisu tuli
Rasio fenotip: normal: bisu tuli = 9 : 7
e. Tautan gen, Pindah silang, Gagal berpisah
1) Tautan gen
Tautan adalah kondisi dimana dua atau lebih gen non alelik
cenderung terwariskan. Gen terpaut terletak pada lokus di kromosom
65
yang sama, tidak dapat secara bebas berpisah, tetapi dapat memisah
dengan pindah silang (Klug, 2000: 137). Elford dan Stansfield (2007:
114) menyatakan bahwa tautan terjadi ketika gen-gen pada kromosom
yang sama cenderung tetap bersama saat pembentukan gamet yang
seharusnya memisah menjadi gamet-gamet secara bebas satu sama
lain. Terjadinya gen yang bertautan jika gen letaknya berdekatan
dalam satu kromosom (Hartanto Nugroho dan Isserep Sumadi, 2004:
68). Adanya tautan dapat dilihat dari penyimpangan yang besar dari
rasio 1:1:1:1 pada progeni hasil ujisilang dihibrid (Elfrod dan
Stansfield, 2007: 114).
Tautan ada dua macam yaitu tautan autosomal dan tautan seks.
Tautan autosomal adalah jika dua gen atau lebih terletak pada
kromosom tubuh yang sama. Gen-gen pada kromosom yang sama
cenderung tetap bersama saat pembentukan gamet yang seharusnya
memisah menjadi gamet-gamet secara bebas satu sama lain (Elford
dan Stansfield, 2007: 114). Gen-gen yang terdapat pada kromosom
kelamin yang sama disebut gen-gen terpaut pada kelamin.
2) Pindah silang
Pindah silang adalah pertukaran materi genetik (gen) di antara
kromosom-kromosom homolog (Agus Hery Susanto, 2011: 80).
Pindah silang terjadi ketika meiosis I, yaitu pada saat kromosom telah
mengganda menjadi 2 kromatid. Tempat persilangan dua kromatid
disebut kiasma. Kromatid-kromatid yang bersilang itu melekat dan
66
putus di bagian kiasma, kemudian tiap potongan itu melekat pada
kromatid sebelahnya secara timbal balik (Suryo, 1986: 306).
Beberapa
faktor
yang
mempengarui
kemungkinan
berlangsungnya pindah silang ialah:
a) Temperatur
Temperatur yang kurang atau melebihi temperatur kamar (normal)
dapat memperbesar kemungkinan berlangsungnya pindah silang.
b) Umur
Makin tua individu, makin kecil kemungkinan berlangsungnya
pindah silang.
c) Zat kimia
Zat kimia tertentu dpat memperbesar kemungkinan berlangsungnya
pindah silang.
d) Perlakuan sinar X
Penyinaran dengan sinar X dapat memperbesar kemungkinan
pindah silang
e) Jarak antara gen-gen yang terpaut
Makin jauh jarak gen-gen terpaut, makin besar kemungkinan
berlangsungnya pindah silang.
f) Jenis kelamin, pada umumnya pindah silang dijumpai baik pada
makhluk betina maupun jantan. Namun ada perkecualian pada ulat
sutera yang betina dan lalat Drosophila jantan (Suryo, 1996: 166).
67
Terjadinya pindah silang akan terbentuk dua macam gamet,
yaitu satu gamet dinamakan gamet tipe parental dan gamet lainnya
disebut gamet tipe rekombinan (Suryo, 2008: 307). Menurut Agus
Hery Susanto, (2011: 80) gamet tipe parental memiliki susunan gen
yang sama dengan susunan gen induknya, sedangkan gamet tipe
rekombinasi adalah gamet yang susunan gennya merupakan
rekombinasi susunan pada induknya. Gamet rekombinasi adalah
gamet hasil pindah silang. Menurut Suryo (2008:307) gamet-gamet
tipe parental dibentuk dalam jumlah yang lebih banyak karena tidak
mengalami gangguan pindah silang, sedangkan gamet-gamet tipe
rekombianan dibentuk lebih sedikit.
Pindah silang ada dua macam yaitu:
a) Pindah silang tunggal ialah pindah silang yang terjadi pada satu
tempat.
b) Pindah silang ganda, ialah pindah silang yang terletak di dua
tempat (Suryo, 1986: 306-307).
3) Gagal berpisah
Gagal berpisah merupakan kesalahan dalam meiosis atau mitosis,
berupa kegagalan anggota pasangan kromosom homolog atau
pasangan kromatid saudara untuk memisah secara benar (Campbell
dan Reece, 2010: 321). Gagal berpisah (Nondisjungsi) diakibatkan
oleh kegagalan sepasang kromosom homolog untuk berpisah pada
pembelahan meiosis pertama, atau pasangan kromatid pada
68
pembelahan meiosis kedua. Ini mengakibatkan pembentukan sel-sel
kelamin dengan kromosom yang terlalu banyak atau terlalu sedikit
(Pai, 1992: 38).
f. Abnormalitas Akibat Perubahan Jumlah Kromosom
Variasi kromosom yang paling mudah diamati ialah biasanya
yang menyangkut jumlah kromosom. Dapat dibedakan 2 tipe, yaitu
euploidi dan aneuploidi.
1) Euploidi ialah bila variasi kromosom menyangkut seluruh set
kromosom. Tipe euploidi ada tiga yaitu monoploid, diploid dan
poliploid. Monoploidi jarang terdapat pada hewan, kecuali lebah
madu jantan karena terjadi secara parthenogenesis, sedangkan pada
hewan sering dijumpai misalnya pada ganggang, cendawan dan
lumut (Suryo, 2008: 243). Poliploidi adalah penyimpangan
kromosomal berupa kepemilikan lebih dari dua perangkat kromosom
lengkap oleh suatu organisme ( Campbell dan Reece, 2011: 321).
2) Aneuploidi ialah keadaan bahwa individu mempunyai kekurangan
atau kelebihan kromosom tunggal dibandingkan dengan individu
diploid normal, misalnya 2n-1, 2n-2, 2n +1, 2n+2 dan sebagainya
(Suryo, 1996: 223).
69
C. Kerangka Berfikir
Kurikulum 2013
Implementasi
Buku Pelajaran
Buku Biologi
isi
Konsepsi
Miskonsepsi
Misidentification
Oversimplyfications
Overgeneralisations
Obsolete concepts
and terms
Undergeneralisations
Gambar 20. Bagan Kerangka Berfikir
70
Download