Assalamu’alaikum wr.wb. Hallo teman-teman semuanya perkenalkan nama saya adalah ……saya kelas 7 dari SMPIT Insan Kamil Majalengka. Pada kesempatan ini saya akan bercerita tentang …… Namun sebelum itu marilah Bersama-sama kita berdoa, semoga kita semua selalu diberikan Kesehatan kekuatan dalam menghadapi masa-masa pandemic ini. Dan semoga wabah covid 19 segera diangkat oleh Allah SWT. Aammin . Oke, sudah siap semuanya untuk mendengarkan kisahnya?? pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda kaya, berwajah rupawan, dan terbiasa dengan kenikmatan dunia. Namanya Mush'ab bin Umair. Dia keturunan Quraisy yang dilahirkan pada zaman jahiliyah; di lingkungan penyembah berhala, pecandu khamr (minuman keras), penggemar pesta dan nyanyian; sekitar empat belas tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Hidupnya penuh dengan kenikmatan. Ibunya begitu memanjakannya. Nyaris selama masa remajanya Mush'ab bin Umair tak pernah merasakan kesulitan hidup dan kekurangan nikmat dunia. Rasulullah SAW bahkan bersabda; "Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekkah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush'ab bin Umair." (HR. Hakim). Namun sungguh, Mush'ab bin Umair adalah pemuda yang berbeda. Sang Maha Pemberi Nikmat memberi cahaya Islam di hatinya. Berulang kali Mush'ab bin Umair menghadiri majelis Rasulullah SAW secara diamdiam untuk menggali lebih dalam hidayah yang baru diraihnya itu. Hingga suatu hari gerak-geriknya terlihat oleh Utsman bin Thalhah. Kabar Mush'ab bin Umair telah murtad dari agama nenek moyangnya pun cepat tersebar. Mengetahui putra kesayangannya tak lagi sejalan, sang Ibunda kecewa bukan kepalang. Ibunda yang dulu sangat menyayanginya, kini tega menyiksanya. Warna kulit Mush'ab berubah karena luka siksaan. Tubuhnya yang dulu berisi mulai terlihat mengurus. Demi menanggapi keadaan si pemuda, Ali bin Abi Thalib berkata, "Suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah SAW di masjid. Lalu muncullah Mush'ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki tambalan. Ketika Rasulullah SAW melihatnya, beliau menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu (sebelum memeluk Islam)..." (HR. Tirmidzi No. 2476). Tapi Mush'ab bin Umair memiliki ilmu dan kecerdasan di luar batas. Tak ayal, ia menjadi salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang utama. Nabi SAW pun mengutusnya untuk berdakwah di Madinah, di hadapan penduduk Yatsrib. Dalam waktu singkat, sebagian besar penduduk Madinah memeluk Islam karena baiknya cara penyampaian dan kecerdasan Mush'ab bin Umair dalam beragumentasi, serta jiwanya yang tenang dan tidak terburu-buru. Buah dakwah Mush'ab bin Umair inilah yang menjadi titik awal hijrahnya Nabi SAW dan para sahabat ke Kota Madinah, yang kemudian dikenal dengan nama Madinah anNabawiyah (Kota Nabi Muhammad SAW). Assalamu’alaikum wr.wb. Hallo teman-teman semuanya perkenalkan nama saya adalah ……saya kelas 7 dari SMPIT Insan Kamil Majalengka. Pada kesempatan ini saya akan bercerita tentang …… Namun sebelum itu marilah Bersama-sama kita berdoa, semoga kita semua selalu diberikan Kesehatan kekuatan dalam menghadapi masa-masa pandemic ini. Dan semoga wabah covid 19 segera diangkat oleh Allah SWT. Aammin . Oke, sudah siap semuanya untuk mendengarkan kisahnya?? Pada zaman dahulu, sebelum era keislaman, hidup seorang pemuda dari kalangan Bani Israil yang memiliki pribadi luhur. Ia sangat jujur dan tak pernah ingkar janji. Suatu hari si pemuda sangat membutuhkan uang untuk keperluannya. Ia pun meminjam sejumlah uang kepada seseorang yang ia kenal. Namun, saat itu tak ada saksi dalam interaksi utang piutang tersebut. “Datangkan ke sini para saksi yang akan mempersaksikan,” ujar si peminjam uang. “Cukuplah Allah sebagai saksi,” kata si pemuda. “Kalau begitu, datangkan kepadaku seorang penjamin,” pinta si peminjam lagi. Namun, si pemuda tak memiliki seseorang untuk menjadi saksi apalagi penjamin. Ia hanya bisa berucap, “Cukuplah Allah sebagai penjamin,” kata si pemuda. Akan tetapi, baginya menyebut asma Allah dalam ikatan perjanjian maka menjadikannya sangat kuat. Jika dilanggar, ia amat takut Allah murka. Tekad si pemuda pun dipercaya si peminjam. “Kau benar,” katanya. Ia pun kemudian memberi pinjaman seribu dinar kepada sang pemuda. Keduanya pun menyepakati masa jatuh tempo pengembalian uang tersebut. Pergilah si pemuda mengarungi samudera untuk memenuhi kebutuhannya dengan uang pinjaman tersebut. Saat jatuh masa tempo pengembalian, ia pun bermaksud kembali ke pulau si peminjam tinggal. Namun apa daya, tak ada layanan perahu menuju tempat si peminjam. Padahal, di hari biasa perahu selalu tersedia. Namun, entah mengapa hari itu si pemuda tak mendapati satu pun perahu meski telah mencarinya dengan keras. Cemaslah hati pemuda itu. Ia tak mau melanggar kesepakatan dan janji utangnya. Si pemuda tak mau berputus asa segera. Ia telah berjanji akan mengganti uang seribu dinar tersebut pada hari itu juga. Maka ia pun berpikir, bagaimana cara untuk memenuhi janjinya. Ia pun mengambil sepotong kayu, kemudian melubanginya. Uang seribu dinar itu kemudian ia masukkan pada lubang kayu tersebut. Tak lupa sepucuk surat kepada sang piutang juga diikutsertakan pada lubang kayu tersebut. Ia menutup lubang kemudian melarungnya ke laut seraya berdoa, “Ya Allah, sungguh Engkau tahu bahwa aku meminjam uang sebesar seribu dinar. Lalu ia (si peminjam) memintaku seorang penjamin, namun kukatakan padanya, ‘Allah cukup sebagai penjamin’. Ia pun rida denganMu. Ia juga meminta saksi kepadaku, aku pun mengatakan ‘Cukup Allah sebagai saksi’. Ia pun rida kepada-Mu. Sungguh aku telah berusaha keras untuk mendapatkan perahu untuk mengembalikan uangnya yang kupinjam, namun aku tak mendapatinya. Aku tak mampu mengembalikan uang pinjaman ini, sungguh aku menitipkannya kepada-Mu,” ujar si pemuda bertawakal. Sepotong kayu itu pun kemudian hanyut mengikuti arus laut. Namun, meski telah memasrahkan uang dalam kayu tersebut, bukan berarti si pemuda berhenti berusaha. Ia terus mencari perahu untuk menghantarnya ke negeri seberang, tempat si peminjam tinggal. Sementara itu, di negeri seberang, si piutang terus menengok dermaga menunggu perahu si pemuda. Namun, lama nian tak ada satu perahu pun yang mengantarkan uangnya kembali. Ia pun menunggu di tepi laut berharap si pemuda menepati janjinya. Cukup lama menunggu, ia pun bosan. Namun, tiba-tiba ia melihat sebongkah kayu yang hanyut. Bermaksud digunakan sebagai kayu bakar di rumahnya, ia pun memungutnya dan membawanya pulang. Terkejut, saat membelah kayu tersebut, ia mendapati uang seribu dinar dan sepucuk surat. Membaca surat tersebut, ia pun tersenyum riang. Keesokan harinya, si pemuda muncul dengan wajah penuh cemas dan rasa bersalah. Turun dari perahu, ia bergegas menuju rumah si peminjam utang. “Demi Allah, aku terus berusaha mencari perahu untuk menemuimu dan mengembalikan uangmu. Tapi, aku tak memperoleh perahu hingga perahu sekarang ini aku datang dengannya,” ujar si pemuda menjelaskan uzurnya. Si peminjam uang pun tersenyum melihat kegigihan pemuda menepati janjinya. Ia pun berkata, “Apakah kau mengirim sesuatu kepadaku?” tanyanya. Namun, si pemuda tak sedikit pun menyangka bahwa kayu kirimannya sampai tujuan meski tanpa alamat, apalagi jasa kurir. “Aku katakan kepadamu, aku tak mendapatkan perahu sebelum apa yang kubawa sekarang ini,” ujar si pemuda sembari menunjukkan seribu dinar untuk diberikan kepada si peminjam utang. Wajah sang piutang pun merekah gembira. Ia senang mendapati pemuda yang begitu jujur dan menepati janji. Ia pun harus berkata jujur bahwa utangnya si pemuda telah lunas melalui kayu yang dikirimkannya sesuai tenggat waktu peminjaman. “Sungguh Allah telah menyampaikan uang yang kau kirim di dalam kayu. Maka, pergilah dan bawalah kembali seribu dinar yang kau bawa ini,” ujar si pemberi utang. Kisah pemuda dan sepotong kayu tersebut dikabarkan oleh Rasulullah dalam hadis riwayat Al-Bukhari dan Nasa’i. Tak dikabarkan jelas siapa nama pemuda tersebut dan latar lokasi tempat tinggal si pemuda dan si piutang. Namun, kisah ini dipastikan kebenarannya, mengingat kedudukan hadis yang menyebutkan kisah itu memiliki derajat shahih. Dari kisah tersebut, terdapat hikmah agung yang dapat menjadi pelajaran bagi Muslimin. Membulatkan tekad sangat dibutuhkan Muslimin sebelum bertawakal kepada Allah. Hal tersebut tercantum dalam Alquran surah Ali Imran ayat 159, Allah berfirman, “...Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” Dalam kisah, si pemuda menunjukkan sikap memenuhi janji dengan ketekadan yang luar biasa. Hingga kemudian, ia menyerahkan urusannya kepada Allah dengan mengirimkan sepotong kayu. Ia bertawakal kepada Allah agar suratnya sampai ke tujuan setelah memiliki tekad bulat dalam hatinya untuk memenuhi janji mengganti hutangnya. Assalamu’alaikum wr.wb. Hallo teman-teman semuanya perkenalkan nama saya adalah ……saya kelas 7 dari SMPIT Insan Kamil Majalengka. Pada kesempatan ini saya akan bercerita tentang …… Namun sebelum itu marilah Bersama-sama kita berdoa, semoga kita semua selalu diberikan Kesehatan kekuatan dalam menghadapi masa-masa pandemic ini. Dan semoga wabah covid 19 segera diangkat oleh Allah SWT. Aammin . Oke, sudah siap semuanya untuk mendengarkan kisahnya?? Sebuah kisah yang diceritakan oleh salah seorang syaikh, ada seorang pemuda sholeh dan memiliki wajah yang tampan dari Arab, ia pergi ke mesir untuk menuntut ilmu, ia kemudian berangkat menuju mesir dan ketika tiba dimesir ia tingggal didekat kampus tempat ia menuntut ilmu dan ia bertetangga dengan sebuah keluarga yang memiliki anak wanita, dimana wanita ini setiap hari ia berjumpa dengan pemuda tersebut sehingga ia tertarik dengannya (inilah bahaya pandangan mata jika tidak bisa dikontrol dengan baik, Penj). Akhirnya wanita ini berusaha untuk bagaimana sampai kepada pemuda tersebut, namun ternyata pemuda ini adalah pemuda sholeh yang mampu menjaga dirinya, wanita ini berusaha membuat fitnah atau menggoda lelaki tersebut, ketika tiba waktu malam dan wanita ini berada pada dorongan puncak syahwatnya, pada tengah malam ketika angin berhembus di puncak musim dingin ia sengaja mengetuk pintu rumah pemuda tersebut, ketika pintu itu dibuka ia langsung masuk kerumah sebelum ia minta izin, ia kemudian dengan berlagak ketakutan dengan pura – pura menangis ia berkata:”Tolong saya, saya diusir dari rumah dan diluar cuaca sangat dingin dan tidak ada tempat saya berlindung kecuali ditempat ini“. Akhirnya lelaki ini tidak mampu berbuat apa – apa karena wanita telah berada dalam rumahnya, kemudian mulailah syaithan itu masuk dan membisikkan ke dalam hati pemuda tersebut, namun apa yang dilakukan pemuda tersebut.? ia kemudian masuk ke dalam kamarnya ia menyalakan lampu atau pelita kemudian ia memasukkan tangannya dalam api tersebut sambil berusaha menahannya ketika ia kepanasan ia kemudian menariknya sambil berkata:”Wahai jiwaku jika engkau mampu menahan panasnya neraka Allah lakukan malam ini apa saja yang engkau inginkan”, ia mengulangi hal tersebut hingga keluar air matanya dan wanita tersebut melihatnya dan mengatakan:”Apa yang saya lakukan malam ini gagal karena dia tidak sedikitpun menoleh kepadaku”. Akhirnya wanita tersebut pergi meninggalkan pemuda tersebut dan menemui bapaknya dan mengatakan:”wahai bapakku tolong minta kepada lelaki itu untuk melamarku, saya tidak mau menikah kecuali dengannya” akhirnya dilamarlah pemuda tersebut (wanita melamar pemuda bukanlah suatu aib, Penj). Dan Allah Subhanahu wata’ala menggantikan pemuda tersebut dengan yang halal dengan menikahkan keduanya menjadi suami istri. Karena pemuda tersebut meninggalkan yang haram akhirnya Allah Subhanahu wata’ala menggantinya dengan yang halal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih) Dari kisah diatas kita dapat mengaplikasikan dalam kehidupan kita tatkala dorongan syahwat untuk mengerjakan perbuatan yang haram, dorongan syahwat untuk melakukan maksiat dan maksiat apa saja yang Allah haramkan, maka tinggalkanlah karna Allah karna hal tersebut merupakan ujian dari Allah Subhanahu wata’ala yang apabila kita meninggalkannya maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik dari apa yang kita tinggalkan. InsyaAllah. Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang mengumbar pandangan matanya maka penyesalan yang dirasakan tiada henti. Dan sesuatu yang lebih berbahaya adalah mengumbar pandangan. Karena ia akan melihat apapun yang dicarinya dan tidak bersabar untuk bisa meraih apa yang telah dilihatnya. Dan itu adalah derita dan siksaan baginya”. (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Raudhatul Muhibbin). Assalamu’alaikum wr.wb. Hallo teman-teman semuanya perkenalkan nama saya adalah ……saya kelas 7 dari SMPIT Insan Kamil Majalengka. Pada kesempatan ini saya akan bercerita tentang …… Namun sebelum itu marilah Bersama-sama kita berdoa, semoga kita semua selalu diberikan Kesehatan kekuatan dalam menghadapi masa-masa pandemic ini. Dan semoga wabah covid 19 segera diangkat oleh Allah SWT. Aammin . Oke, sudah siap semuanya untuk mendengarkan kisahnya?? ALKISAH di masa lalu terdapat tiga orang Mukmin yang pribadinya amat saleh. Mereka berasal dari golongan bani Israil yang amat patuh dan taat pada perintah Allah. Mereka menjauhi larangan-Nya dan takut terhadap azab. Mereka mementingkan keridhaan Allah ketimbang kenikmatan dunia. Suatu hari, tiga orang tersebut melakukan perjalanan. Hingga di tengah perjalanan, ketiganya didera hujan deras. Mereka pun kemudian berlari dan berlindung di sebuah goa di kaki gunung. Namun, saat ketiganya telah berada di dalam goa, tibatiba sebuah batu besar jatuh dan menutup pintu goa. Paniklah ketiganya. Batu tersebut amat besar dan berat hingga sulit dipindahkan. Mereka tak akan mampu keluar kecuali dengan pertolongan Allah. Berkatalah salah seorang di antara mereka, “Pikirkanlah amalan saleh yang pernah kalian kerjakan karena Allah. Kemudian, berdoalah kepada Allah dengan amalan saleh tersebut. Mudah-mudahan Allah menyingkirkan batu itu dari kita,” ujarnya kepada dua temannya. Maka mulailah mereka berpikir dan mengingat amalan kebajikan apa yang pernah mereka lakukan dengan niat tulus kepada Allah. Segeralah mereka bertawasul dengan amalan mereka. Mereka menjadikan amalan sebagai perantara dikabulkannya doa. Orang saleh pertama bertawasul dengan amalan baktinya kepada orang tua. Ia merupakan seorang penggembala miskin yang berkewajiban menafkahi kedua orang tua, istri, dan anak-anak yang masih kecil. Setiap pulang menggembala, ia memerah susu untuk diberikan kepada keluarganya tersebut. Setiap hari, ia melakukannya secara rutin dengan memberikan susu kepada kedua orang tuanya lebih dahulu, baru kemudian anak dan istrinya. Suatu hari, ternak si penggembala berlari jauh dari tempat merumput biasa. Akibatnya, ia pulang ke rumah setelah matahari terbenam. Seperti biasa, ia memeras susu dari ternaknya. Namun, ketika tiba di rumah, orang tuanya telah tertidur lelap. Bukan memberikan kepada anaknya, si penggembala justru menunggu orang tuanya terbangun, sementara anak-anaknya menangis meminta susu tersebut karena lapar. “Aku tidak suka memberi minum anak-anakku sebelum kedua orang tuaku meminumnya,” ujar si penggembala. Ia terus menunggu dengan perasaan iba kepada anaknya hingga fajar menyingsing. “Seperti itulah kondisiku dan anak-anakku hingga terbit fajar. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwa aku melakukannya karena Engkau, karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah dari batu ini satu celah untuk kami agar dapat melihat langit,” pintanya kepada Allah. Akhirnya, di batu yang menutup rapat pintu goa itu terbuka sebuah celah. Kemudian giliran orang kedua. Ia pun memanjatkan kedua tangannya seraya berkata, “Sesungguhnya aku memiliki sepupu wanita yang amat aku cintai. Aku mencintainya layaknya pria mencintai seorang wanita. Aku memintanya melayaniku, tapi ia menolak. Aku pun mengumpulkan uang seratus dinar dengan susah payah. Setelah terkumpul, kuberikan pada gadis itu. Namun, setelah aku berada di hadapannya (untuk bermaksiat), gadis itu berkata, ‘Wahai hamba Allah, bertakwalah kepada Allah. Jangan kau buka tutup (renggut keperawananku) kecuali dengan haknya.’ Mendengarnya, aku segera bangkit meninggalkannya. Ya Allah, kalau Engkau tahu aku melakukannya karena-Mu, karena mengharap wajah-Mu, karena takut siksa-Mu, maka bukakanlah untuk kami satu celah dari batu ini,” pintanya. Maka, makin terbukalah celah batu tersebut dari mulut goa. Tibalah giliran pria saleh ketiga. Ia bertawasul dengan perbuatannya yang mendahulukan hak orang lain. Ia berhati-hati mengambil harta orang lain tanpa hak. Suatu hari, ia pernah menyewa seorang buruh dengan upah seharga satu faraq beras atau sekitar 30 kilogram. Namun, setelah bekerja, si buruh tak mengambil upahnya. Maka pria saleh itu pun mengembangkan harta tersebut hingga ia mampu membeli ternak sapi dari upah yang dijadikan modal tersebut. Lalu datanglah si buruh meminta haknya. Namun, upah tersebut sudah berkembang menjadi harta yang lebih banyak. Si majikan justru memberikan seluruh harta yang dikembangkan dari upah tersebut. Padahal, dialah yang mengembangkan harta itu dan hak si buruh hanyalah hak awal seharga satu faraq beras. “Aku berikan kepada buruh itu semua harta yang aku kembangkan. Jikalau aku mau, tentu tidak aku berikan kepadanya kecuali upahnya saja. Akhirnya, dia (si buruh) membawa sapi dan penggembalanya, lalu pergi. Kalau Engkau tahu bahwa aku melakukannya karena Engkau, karena mengharap wajah-Mu, karena mengharap rahmat-Mu, maka bukakanlah untuk kami apa yang tersisa dari batu itu,” pinta si pria ketiga, sang majikan yang murah hati tersebut. Maka, Allah pun membukakan seluruh bagian batu penutup pintu goa. Mulut goa pun kini dapat dilalui ketiganya. Para hamba Allah yang saleh itu pun keluar dengan wajah gembira dan penuh syukur. Kisah tiga pria saleh tersebut pernah dikisahkan oleh Rasulullah Muhammad SAW kepada para sahabat. Assalamu’alaikum wr.wb. Hallo teman-teman semuanya perkenalkan nama saya adalah ……saya kelas 7 dari SMPIT Insan Kamil Majalengka. Pada kesempatan ini saya akan bercerita tentang …… Namun sebelum itu marilah Bersama-sama kita berdoa, semoga kita semua selalu diberikan Kesehatan kekuatan dalam menghadapi masa-masa pandemic ini. Dan semoga wabah covid 19 segera diangkat oleh Allah SWT. Aammin . Oke, sudah siap semuanya untuk mendengarkan kisahnya?? Salah satu pemuda saleh yang wajib dijadikan teladan bagi umat Islam adalah Uwais Al-Qarni. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah saw pernah bersabda bahwa tabi'in terbaik ialah yang bernama Uwais Al-Qarni. Nama itu, meski tidak terkenal di bumi, namun terkenal di langit dan di antara semua malaikat Allah. Lantas, siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni? Dia adalah pemuda yang berasal dari negeri Yaman. Setelah mendengar cerita orang di sekelilingnya tentang Nabi Muhammad saw, ia bersama sang ibu akhirnya masuk Islam sehingga memunculkan niat agar suatu hari bisa berjumpa dengan Nabi Muhammad saw. Kendati mengidap penyakit kulit yang sulit disembuhkan, Uwais dikenal sebagai pemuda yang sangat taat dalam beragama. Tidak hanya itu, baktinya kepada sang ibu yang menderita kelumpuhan sangat luar biasa. Hingga pada satu ketika, Uwais meminta izin untuk mengunjungi Madinah agar bisa bertemu dengan Rasulullah saw. Sang ibu mengizinkan Uwais meski dengan berat hati ditinggalkan karena ia sedang sakit-sakitan. Uwais pun akhirnya berangkat ke Madinah dengan memegang pesan ibunya agar lekas kembali pulang. Sesampainya di Madinah, Rasulullah saw tidak ada di rumah karena tengah berada di medan perang. Saat itu, Uwais hanya menitipkan salam kepada Rasulullah saw lewat istrinya, Siti Aisyah ra. Uwais yang teringat pesan ibunya untuk segera kembali akhirnya tidak pernah berjumpa dengan Rasulullah saw sampai akhir hayatnya. Begitu berbaktinya Uwais kepada ibunya, suatu hari ia berusaha menuruti permintaan ibunya yang lumpuh agar diantar naik haji ke Makkah. Jelas, hal itu sangat berat mengingat dari Yaman ke Makkah jaraknya jauh, sementara ia seorang pemuda miskin yang tidak memiliki kendaraan. Setelah Uwais mencari jalan keluar demi mewujudkan mimpi ibunya, ia lalu membeli seekor lembu yang ditempatkan dalam sebuah kandang di atas bukit. Setiap harinya, Uwais menggendong naik turun anak lembu tersebut sampai peliharaannya bertambah besar. Tingkah aneh Uwais itu pun memicu reaksi orang-orang sekitarnya yang menganggap bahwa dirinya sudah gila. Sebenarnya, apa yang dilakukan Uwais tersebut bukan tanpa alasan. Ia bertekad melatih otot-ototnya agar bisa menggendong ibunya sampai ke Makkah. Dan benar saja, Uwais mewujudkan keinginan ibu tercintanya ke Makkah untuk berhaji dengan menggendongnya dari tanah Yaman. Sesampainya di depan Kakbah, Uwais kemudian memanjatkan doa yang ditujukan bagi ibunya. "Ya Allah, ampunilah semua dosa ibuku," pinta Uwais. Sang ibu yang keheranan kemudian bertanya, "Bagaimana dengan dosamu?" Uwais pun menjawab, "Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawaku ke surga." Atas ketulusan dan cinta kepada ibunya itulah, saat itu pula Allah Swt menyembuhkan penyakit kulit Uwais dan hanya menyisakan sedikit bercak di tengkuknya untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah Uwais Al-Qarni. Sebab, Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khatab pernah mendapat pesan dari Rasulullah agar mencari Uwais Al-Qarni dengan ciri-ciri sebuah bulatan putih di tengkuknya. Saat itu, Rasulullah saw berpesan kepada kedua sahabatnya itu, "Carilah ia (Uwais Al-Qarni), dan mintalah kepadanya agar memohonkan ampun untuk kalian." (HR. Muslim) Pesan dari Rasulullah saw tersebut lantaran Uwais adalah sebaik-baik tabi'in yang doanya pasti akan dikabulkan Allah Swt. Bahkan di akhir hayatnya, orang-orang di Yaman berebut mengurus jenazahnya mulai dari memandikan, mensalatkan hingga menguburkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa orang-orang yang berebut itu adalah malaikat Allah yang turun ke bumi untuk mengurus jenazah Uwais Al-Qarni. Assalamu’alaikum wr.wb. Hallo teman-teman semuanya perkenalkan nama saya adalah ……saya kelas 7 dari SMPIT Insan Kamil Majalengka. Pada kesempatan ini saya akan bercerita tentang …… Namun sebelum itu marilah Bersama-sama kita berdoa, semoga kita semua selalu diberikan Kesehatan kekuatan dalam menghadapi masa-masa pandemic ini. Dan semoga wabah covid 19 segera diangkat oleh Allah SWT. Aammin . Oke, sudah siap semuanya untuk mendengarkan kisahnya?? Ada satu kisah sahabat Nabi yang begitu menyentuh hati karena memilih berjihad bersama Rasulullah SAW, daripada kenikmatan dunia. Allah pun menjadikannya syahid dan menjadi rebutan para bidadari. Namanya Julaibib radhiallahu 'anhu (RA), begitulah ia dipanggil. Namanya menunjukkan kalau ciri fisiknya yang kerdil dan pendek. Nama Julaibib merupakan nama yang tak biasa dan tidak lengkap. Nama ini bukan ia sendiri yang menghendaki, bukan pula orangtuanya. Julaibib hadir ke dunia tanpa mengetahui siapa ayah dan ibunya. Demikian pula orang-orang, semua tidak tahu, atau tidak mau tahu tentang nasab Julaibib. Bagi masyarakat Yatsrib (Madinah), tidak bernasab dan tidak bersuku merupakan aib yang besar. Tampilan fisik dan keseharian Julaibib yang lusuh menjadi alasan orang lain tidak mau dekat-dekat dengannya. Wajahnya terkesan sangar, pendek, bunguk, hitam, dan fakir. Kainnya usang, pakaiannya lusuh, kakinya pecah-pecah tidak beralas. Tidak ada rumah untuk berteduh, tidur hanya berbantalkan tangan, berkasurkan pasir dan kerikil. Tidak ada perabotan, minum hanya dari kolam umum yang diambil dengan telapak tangan. Abu Barzah, pemimpin Bani Aslam, sampai-sampai berkata tentang Julaibib, "Jangan pernah biarkan Julaibib masuk di antara kalian! Demi Allah jika dia berani begitu, aku akan melakukan hal yang mengerikan padanya!" demikianlah keadaan Julaibib kala itu. Namun, Allah berkehendak menurunkan rahmatNya, tidak satu makhluk pun bisa menghalangi. Julaibib menerima hidayah, dan dia berada di barisan terdepan dalam salat maupun jihad. Meski hampir semua orang tetap memperlakukannya seolah ia tiada, namun tidak demikian dengan Rasulullah SAW, sang rahmat bagi semesta alam. Julaibib yang tinggal di shuffah Masjid Nabawi, suatu hari ditegur oleh Rasulullah. "Julaibib…", begitu lembut beliau SAW memanggil, "Tidakkah engkau menikah?" "Siapakah orangnya yang mau menikahkan putrinya dengan diriku ini Ya Rasulallah?" kata Julaibib tersenyum. Tidak ada kesan menyesali diri atau menyalahkan takdir Allah pada kata-kata maupun air mukanya. Rasulullah SAW juga tersenyum. Mungkin memang tidak ada orang tua yang berkenan pada Julaibib. Namun, hari berikutnya, ketika bertemu dengan Julaibib, Rasulullah kembali menanyakan hal sama. "Julaibib, tidakkah engkau menikah?". Dan Julaibib menjawab dengan jawaban yang sama. Begitu, begitu, begitu. Tiga kali, tiga hari berturut-turut. Dan pada hari ketiga itulah, Rasulullah memegang lengan Julaibib dan membawanya ke salah satu rumah pemimpin Anshar. "Aku ingin menikahkan putri kalian," kata Rasulullah pada si pemilik rumah. "Betapa indahnya dan betapa berkahnya," demikian respons pemilik rumah dengan wajah berseri-seri, mengira bahwa sang Nabi lah calon menantunya. "Ooh.. Ya Rasulullah, ini sungguh akan menjadi cahaya yang menyingkirkan temaram di rumah kami." "Tetapi bukan untukku," kata Rasulullah. "Ku pinang putri kalian untuk Julaibib," tegas Rasulullah. "Julaibib?", nyaris terpekik ayah sang gadis. "Ya. Untuk Julaibib." "Ya Rasulullah. Saya harus meminta pertimbangan istri saya tentang hal ini," kata ayah sang gadis. "Dengan Julaibib?", istrinya menjawab, "Bagaimana bisa? Julaibib berwajah lusuh, tidak bernasab, tidak berkabilah, tidak berpangkat, dan tidak berharta. Demi Allah tidak. Tidak akan pernah putri kita menikah dengan Julaibib". Perdebatan itu tidak berlangsung lama. Dari balik tirai sang putri berujar: "Siapa yang meminta?" Sang ayah dan sang ibunya pun menjelaskan. "Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah? Demi Allah, kirim aku padanya. Dan demi Allah, karena Rasulullah yang meminta, maka tiada akan membawa kehancuran dan kerugian bagiku". kata sang gadis.Sang gadis salehah itu lalu membaca ayat (yang artinya): "Dan tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata". (QS. Al-Ahzab: 36) Dan sang Nabi dengan tertunduk berdoa untuk sang gadis salihah itu. “Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atasnya, dalam kelimpahan yang penuh berkah. Jangan kau jadikan hidupnya payah dan bermasalah," demikian doa indah Rasulullah. Maka benarlah doa Nabi SAW. Tak lama kemudian Allah karuniakan jalan keluar baginya. Kebersamaan di dunia ternyata tidak ditakdirkan terlalu lama. Meski di dunia sang istri salehah dan bertaqwa, tapi bidadari telah terlampau lama merindukannya di Surga. Julaibib lebih pantas menghuni surga daripada dunia yang tidak bersahabat padanya. Saat syahid di medan perang, Rasulullah begitu kehilangan. Pada akhir pertempuran, Nabi SAW bertanya "Apakah kalian kehilangan seseorang?" "Tidak Ya Rasulallah" serempak sahabat menjawab. Sepertinya Julaibib memang tidak berarti di kalangan mereka. "Apakah kalian kehilangan seseorang?," tanya Rasulullah kembali. Nabi SAW bertanya lagi. Kali ini wajahnya merah bersemu. "Tidak Ya Rasulallah". Kali ini sebagian menjawab dengan was-was, beberapa orang menengok ke kanan dan ke kiri. Rasulullah menghela nafasnya. "Tetapi aku kehilangan Julaibib," kata beliau. Para sahabat tersadar, "Carilah Julaibib!" Maka Julaibib yang mulia pun ditemukan. Ia terbunuh dengan luka-luka di sekujur tubuh dan wajahnya. Di sekitar jasadnya, ada tujuh jasad musuh telah ia bunuh. Rasulullah dengan tangannya sendiri mengkafani Julaibib. Beliau mensalatkannya dan berdoa, "Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari dirinya." kata Rasulullah. Demikian Kisah Julaibib yang akhir hayatnya berakhir syahid ketika membantu Rasulullah SAW dan para sahabat. Pilihannya berjihad dan merindukan syahid mendapat ganjaran indah dari Allah SWT. Rupa memang tidak seelok para bangsawan, harta tak sebanyak yang dimiliki para raja, namun bidadari surga berebut menginginkan sosok Julaibib. Tepatlah kiranya kita menyimpulkan bahwa ketaqwaan merupakan harta paling berharga di sisi Allah. Sebab kekayaan, rupa maupun kedudukan di dunia akan lenyap begitu ajal datang menghampiri pemiliknya.