a. Analisis Kineja Keuangan 1. Analisis Vertikal Analisis vertikal (vertical analisys) adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan perbandingan semacam itu. Dalam analisis vertikal terhadap neraca, masing-masing pos aktiva dinyatakan sebagai persen dari total aktiva. Masingmasing pos kewajiban dan ekuitas pemilik dinyatakan sebagai persen dari total kewajiban dan ekuitas pemilik. Dalam analisis vertikal terhadap laporan laba-rugi, masing-masing pos dinyatakan sebagai persen dari total pendapatan atau penghasilan. Analisis vertikal juga bisa diterapkan untuk beberapa periode guna menyoroti perubahan hubungan sepanjang waktu. PT. Elnusa, Tbk Laporan Laba – Rugi Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2018 dan 2019 Pendapatan HPP Laba bruto SGA Laba sebelum pajak Pajak final Laba sebelum pajak penghasilan Beban pajak penghasilan Net Profit 2019 Jumlah 8.385.122 (7.514.040 871.082 376.503 494.579 27.830 466.749 (dalam jutaan) % 100,0% 89,6% 10,3% 4,4% 5,8% 0,3% 5,5% 2018 Jumlah 6.624.774 5.972.680 652.094 275.276 376.818 25.011 351.807 % 100,0% 90,1% 9,8% 4,1% 5,6% 0,3% 5,3% 110.272 1,3% 75.491 1,1% 356.477 4,2% 276.316 4,1% Pada laporan laba rugi, laba kotor mengalami kenaikan secara persentase maupun secara nominal sebesar 0,5%, dari 9,8% menjadi 10,3%. Demikian juga dengan laba sebelum pajak mengalami sedikit kenaikan dari 4,1% menjadi 4,4%, hal ini disebabkan karena adanya kenaikan selling, general and administrative expense. Sementara laba rugi Elnusa mengalami peningkatan secara nominal maupun secara persentase, kenaikan sebesar 0,1% dari 4,1% menjadi 4,2% dengan jumlah nominal sebesar 80.161 dari 276.316 menjadi 356.477. Hal ini terjadi disebabkan kenaikan harga pokok penjualan secara nominal (walaupun secara persentase mengalami penurunan) dan SGA (selling, general and administrative expense) yang meningkat sehingga menekan persentase laba bersih terhadap pendapatan. Dalam persentase analisis vertikal dilaporan laba rugi, kinerja Elnusa dapat dikatakan sehat, karena kenaikan tingkat laba kotor, laba sebelum pajak dan laba bersih, meskipun harga pokok penjualan mengalami penurunan persentase tetapi secara nominal masih meningkat. Sehingga dapat dikatakan ekspansi-ekspansi yang dilakukan Elnusa menggunakan hutang masih sejalan dengan kinerjanya. 2. Analisis Horisontal Analisis horisontal adalah analisis dengan mengadakan perbandingan laporan keuangan untuk beberapa periode atau beberapa saat sehingga akan diketahui perkembangannya. Dalam melakukan analisis horisontal, sutau akun laporan keuangan tahun berjalan dibandingkan dengan akun yang sama pada periode sebelumnya. Kenaikan atau penurunan jumlah pos tersebut dihitung sebagai persentase kenaikan atau penurunan. Dalam membandingkan laporan dari dua periode yang berbeda, laporan keuangan yang lebih awal selalu dijadikan dasar perhitungan untuk analisis horisontal. PT. Elnusa, Tbk Laporan Laba – Rugi Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2018 dan 2019 Pendapatan HPP Laba bruto SGA Laba sebelum pajak Pajak final Laba sebelum pajak penghasilan Beban pajak penghasilan Net Profit (dalam jutaan) Kenaikan (Penurunan) 2018 6.624.774 5.972.680 652.094 275.276 376.818 25.011 351.807 Jumlah 1.760.348 1.541.360 218.988 101.227 117.761 2.819 114.942 % 26,5% 25,8% 33,5% 36,7% 31,2% 11,2% 32,6% 110.272 75.491 34.781 46,0% 356.477 276.316 80.161 29,0% 2019 8.385.122 (7.514.040 871.082 376.503 494.579 27.830 466.749 Pada laporan laba rugi, pendapatan mengalami peningkatan sebesar 1.760.348, yaitu 26,5%. Namun disatu sisi, kita juga harus memperhatikan SGA (Selling, General and Administrative Expense) karena SGA Elnusa juga mengalami peningkatan sebesar 101.227, yaitu 36,7%. Peningkatan pendapatan ini bisa diimbangi dengan peningkatan laba bersih sebesar 29,0%, ini artinya walaupun harga pokok penjualan dan SGA (Selling, General and Administrative Expense) mengalami peningkatan, tetapi Elnusa tetap mampu menekan beban-bebannya, sehingga Elnusa tetap mampu mencetak laba bersih (meningkat 29,0%). Hal ini penting untuk menjaga kelangsungan usaha dan untuk melunasi hutang-hutang yang akan jatuh tempo dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Secara keseluruhan, kinerja keuangan Elnusa dapat dikatakan sehat, karena Elnusa mampu mencetak penjualan, meminimalkan beban, sehingga dapat mencetak laba bersih. Yang perlu diperhatikan adalah rasio hutang Elnusa yang cenderung tinggi. 3. Analisis Rasio Keuangan Melakukan interpretasi terhadap neraca dan laporan laba rugi akan sangat bermanfaat untuk mengetahui perkembangan keuangan perusahaan. Interpretasi tersebut dapat disusun berdasarkan ukuran yang berupa rasio – rasio yang dapat digunakan untuk memprediksi usaha dan pengambilan keputusan untuk masa yang akan datang. Berikut rasio-rasio yang akan dianalisis : 1. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk melunasi atau menjamin hutang jangka pendeknya dengan aktiva lancar. Rasio Lancar (Current Ratio) 2019 Current Ratio = Current Assets Current Liabilities = 3.698.370 2.504.335 = 1,47 Pada tahun 2019, current ratio PT. Elnusa, Tbk diperoleh sebesar 1,47. Rasio tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp.1, hutang lancar dijamin dengan Rp.1,47 aktiva lancar. Rasio Kas (Cash Ratio) 2019 Cash Ratio = Cash & Cash Equivalents x 100% Current Liabilities = 856.122 x 100% 2.504.335 = 0,34% Pada tahun 2019, cash ratio PT. Elnusa, Tbk diperoleh sebesar 0,34%. Rasio tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp. 1,- hutang lancar dijamin dengan Rp. 0,34 kas dan setara kas. 2. Rasio Solvabilitas (Solvability) Rasio Solvabilitas mengukur tingkat keuangan hotel yang dibiayai dengan hutang dan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh hutangnya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Assets To Liabilities Ratio 2019 Assets to Liabilities Ratio = Total Assets Total Liabilities = 6.805.037 3.228.339 = 2,10 Pada tahun 2019, asset to liabilities ratio PT. Elnusa, Tbk diperoleh sebesar 2,10. Rasio tersebut menunjukkan bahwa setiap hutang sebesar Rp.1,- dijamin dengan harta (assets) sebesar Rp. 2,10,- . Debt To Equity Ratio 2019 Debt to Equity Ratio = Total Liabilities Total Equity = 3.288.339 3.576.698 = 0,90 Pada tahun 2019, debt to equity ratio PT. Elnusa, Tbk diperoleh sebesar 0,90. Rasio tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp.1,- investasi yang dilakukan investor (pemilik), para kreditor telah mendanai sebesar Rp.0,90. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelian aktiva, lebih banyak dibiayai dari hutang dibandingkan dengan modal sendiri. 3. Rasio Rentabilitas Rasio ini melihat pada beberapa asset kemudian menentukan berapa tingkat aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang tertanam pada aktiva-aktiva tersebut. Dana kelebihan tersebut akan lebih baik bila ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif. Tingkat Perputaran Assets (Assets Turnover Ratio) Assets Turnover Ratio 2018 Assets Turnover Ratio = = = Assets Turnover Ratio 2019 Assets Turnover Ratio = = = Revenue Total Assets 6.805.037 5.657.327 1,20 Revenue Total Assets 8.385.122 6.805.037 1,23 Pada PT. Elnusa, Tbk. Rasio perputaran total asset mengalami kenaikan yakni sebesar 0,03 dari 1,20 menjadi 1,23 ditahun 2019. Dilihat dari hasilnya, perputaran asset perusahaan rendah dan perlu adanya evaluasi manajemen terkait dengan strategi dan pengeluaran modalnya. 4. Rasio Profitabilitas Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham tertentu. Margin Laba (Profit Margin) 2019 Profit Margin = Net Income x100% Total Revenue = 356.477 x100% 8.385.122 = 4,25% Pada tahun 2019, profit margin ratio PT. Elnusa, Tbk menunjukkan bahwa memperoleh 4,25% keuntungan bersih dari total pendapatan dari penjualan. Return On Assets (ROA) 2019 ROA = Net Income x100% Total Assets = 356.477 x100% 6.805.037 = 5,23 % ROA sebesar 5,23 % menunjukkan bahwa setiap Rp.1 dari assets akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp.0,0523 atau dari 100% assets akan menghasikan keuntungan sebersar 5,23% nya. ROA yang tinggi merupakan indikasi bahwa keuntungan yang diperoleh tinggi atau assets yang digunakan dapat dimanfaatkan secara efisien, untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang diharapkan. 4. Kategori Risiko. Risiko Moderate Investasi yang bertujuan untuk memperoleh pendapatan secara periodik dan pertumbuhan modal dalam jangka menengah sampai panjang, serta dapat menerima risiko penurunan nilai investasi dalam jangka pendek untuk memperoleh potensi pertumbuhan modal yang lebih tinggi dalam jangka menengah sampai panjang. Risiko moderate cenderung tidak mencairkan investasi apabila terjadi penurunan nilai, namun akan lebih mudah dalam memonitor investasi. b. Kesimpulan Sukuk adalah surat berharga sebagai instrumen investasi yang diterbitkan berdasar suatu transaksi atau akad syariah yang melandasinya, yang dapat berupa ijarah, mudharabah, musyarakah atau yang lain. Dalam peraturan menteri keuangan dinyatakan bahwa Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Ritel atau Sukuk Negara Ritel ini adalah SBSN yang dijual kepada individu atau orang perseorang warga negara indonesia melalui agen penjual. Menurut pendapat saya, proposal ini layak untuk disarankan karena sukuk ijarah yang diterbitkan senilai Rp 700 miliar untuk jangka waktu lima tahun dengan cicilan imbal hasil ijarah sebesar 9% per tahun lebih tinggi dari deposito bank umum nasional yang hanya 6%. Selain itu hasil imbal tetap (Fix Rate) dan mudah dikelola. Karena berinvestasi di Sukuk Ijarah serupa dengan berinvestasi di fixed income secara syariah dengan sistem akad yang lebih mudah. Dengan peringkat “idAA-(Sy)” dengan outlook untuk peringkat Perusahaan adalah “stabil”. Peringkat ini mencerminkan posisi Perusahaan dalam hal kondisi arus kas maupun likuiditas yang kuat dengan adanya diversifikasi pendapatan di bidang jasa energi serta dukungan dari induk perusahaan, yakni PT Pertamina (Persero). Selain itu dana yang diperoleh dari hasil penawaran umum sukuk ini akan digunakan untuk pembelian aset peralatan jasa hulu migas dan/atau pengembangan infrastruktur jasa hilir migas dalam rangka ekspansi usaha serta untuk penambahan modal kerja. Penawaran sukuk ini didukung oleh empat penjamin emisi yaitu Mandiri Sekuritas, Danareksa Sekuritas, Indopremier Sekuritas, dan Trimegah Sekuritas. sedangkan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. bertindak sebagai wali amanat. Penawaran sukuk ini mengalami kelebihan permintaan atau oversubscribed. Hal ini merupakan sinyal yang baik dari pasar kepada Elnusa sebagai perusahaan jasa energi di Indonesia Untuk lebih jelasnya soal unsur Syariah dalam penerbitan SUKUK Ritel, berikut ini adalah penjelasan yang saya kutip dari Kementerian Keuangan sebagai pihak yang mewakili pemerintah Indonesia dalam penerbitan SUKUK. Penerbitan SUKUK menggunakan akad SBSN Ijarah Asset to be Leased, dengan 3 aspek penting, yaitu: 1. Fatwa DSN MUI Nomor 76/DSN-MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset to be Leased. Akad SUKUK mengacu pada fatwa ini. 2. Akad Ijarah Asset to be Leased (Ijarah al Maujudat al-Mau’ud Bisti’jariha). Akad ijarah yang obyek ijarah-nya sudah ditentukan spesifikasinya, dan sebagian obyek ijarah sudah ada pada saat akad dilakukan, tetapi penyerahan keseluruhan obyek ijarah dilakukan pada masa yang akan datang sesuai kesepakatan. 3. SBSN Ijarah Asset to be Leased. Surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti kepemilikan atas bagian )) ةصحdari Asset SBSN yang menjadi obyek ijarah, baik yang sudah ada maupun akan ada.