Uploaded by rxwcoco

stereotipe ke-LDII-an, apa itu LDII

advertisement
Halo-halo! Warga LDII menjawab nih :)
Sebagai pembuka, saya sampaikan salam assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh!
Yoi, udah sama belum tuh salamnya sama aliran Islam lain? Serius, orang seneng banget bandingin LDII dengan aliran
Islam lain dan seolah-olah cuma LDII saja yang paling beda. Padahal, ngga usah deh bicara golongan Islam yang minor
kayak kami, even NU dan Muhammadiyah aja beda kok! Ya kan? Ya dong?
Jadi sebagai prolog, izinkan saya menyampaikan ajakan untuk saling menghargai perbedaan yang ada. Selagi mengajak
pada kebaikan, mengesakan Allah SWT, bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadits, saya rasa tidak ada alasan untuk kita
saling membandingkan yang tujuannya menyalahkan. Sesungguhnya ikhtilaf itu bisa jadi rohmat jika kita mampu
memaknainya, bukan begitu?
Oke, back to the question. Fakta yang tidak banyak orang tahu tentang LDII? Oh banyak. Salah satunya, pasti Anda ngga
tahu kan, kalau LDII adalah ormas Islam pertama yang secara serius membangun bangsa dalam isu ketahanan energi
dengan membangun panel surya terbesar di Indonesia?
Anda juga pasti ngga tahu, bahwa selama bulan Ramadhan tahun ini (1441 H), LDII mengajak warganya untuk mengikuti
asrama tafsir Al-Quran secara online dan menjadi Massive Open Online Course (MOOC) pertama di dunia yang
menyampaikan ilmu tafsir Al-Quran dan diikuti jamaah LDII di lebih dari 200ribu titik di seluruh dunia? Ciyus, seluruh
dunia. Dengan bangga saya sampaikan bahwa jamaah aktif LDII hari ini telah ada di 5 benua. Kongo adalah negara terkini
namun yang pertama di Afrika di mana terkonfirmasi keberadaan jamaah aktif LDII di sana, sekaligus melengkapi peta
persebaran jamaah LDII yang telah lebih dulu tersebar di 4 benua lainnya.
Seperti yang bisa Anda tebak, kebanyakan mereka ya WNI juga, yang di Indonesia sudah jadi warga LDII, namun karena
kuliah atau bekerja abroad jadi menetap di sana untuk sementara ataupun permanen. Tapi saat ini terkonfirmasi ada
beberapa native yang juga ikut mengaji bersama kami, karena pada dasarnya kami sangat senang mengajak sesiapa saja
untuk ikut mengaji Al-Quran dan Al-Hadits bersama kami. Alhamdulillah seperti di gambar, Kongo adalah salah satu yang
terdapat cukup banyak native yang ikut mengaji dengan LDII.
Secara umum
LDII itu ormas Islam. Sama seperti NU, Muhammadiyah, Persis, siapa lagi? FPI, Mathla'ul Anwar, Persatuan Islam
Tionghoa Indonesia, you name it. Sama aja. Ada legalitas hukumnya. Jelas bentuk organisasi dan AD/ART nya. Monggo
di-search saja. Yang jelas, jika LDII adalah ormas kaleng-kaleng yang tidak jelas juntrungannya, apakah mungkin bisa
bertemu dengan seorang presiden Republik Indonesia untuk memberi masukan tentang revolusi mental?[2]
Dan bukan sekali dua kali LDII diundang ke istana. Terhitung sejak era SBY[3], sudah mulai terjalin hubungan yang baik
antara LDII dengan banyak institusi pemerintahan[4]. Maksud saya menyampaikan ini adalah supaya Quorans jangan
sampai menyejajarkan LDII bersama dengan ormas-ormas yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Mohon
maaf LDII sama sekali tidak seperti itu.
Termasuk jika ada pernyataan bahwa LDII itu eksklusif. Aduh aduhai, eksklusif dari mananya sih? Bahkan di Bandung
baru-baru ini, LDII adalah salah satu ormas Islam yang aktif meramaikan Parade Bandung Rumah Bersama yang
melibatkan banyak kalangan dari ormas Islam lain bahkan pemeluk agama lain[5].
Kalau ada tuduhan jamaah LDII itu eksklusif, saya hanya bisa tertawa. Cobalah tengok pengajian ibu-ibu di LDII, apakah
pernah mengharuskan ibu-ibu tersebut memakai baju seragam Islami yang ngejreng, trendi nan modis? Satu putih, putih
semua, atau satu hijau, hijau semua, begitu? Tidak! Karena di LDII semua manusia yang ingin belajar Islam diwadahi,
mulai dari rakyat sampai pejabat, dari yang SD tidak tamat sampai profesor, dari yang melarat sampai konglomerat. Kalau
sudah ngaji, semua jadi satu majelis tidak dibeda-bedakan. Dibandingkan model pengajian ibu-ibu yang ke mana-mana
harus seragam dan membuat yang ngga seragam jadi segan mau ikut ngaji, kira-kira mana yang lebih ekslusif?
(No, no, saya ngga anti dan ngga ada tendensi ofensif kepada model pengajian ibu-ibu yang seperti itu. Monggo mawon,
apalagi kalau secara keuangan mampu semua ya silakan. Murni cuma meluruskan tuduhan istilah ekslusif yang sering
dialamatkan kepada LDII).
Soal ajaran
Sepanjang saya mengaji di LDII (iya, saya ngaji di LDII sejak mengenal ilmu baca tulis), tidak sekalipun saya pernah
mengaji materi agama Islam di luar Al-Quran dan Al-Hadits (dua sumber ilmu agama Islam yang paling tinggi).
"Kok ada Kitabusholah, Kitabu Shaum, Kitabu Haji, dll?"
Ya ada. Tentu saja ada. Mau tahu isinya Kitabusholah dkk itu? Mereka itu adalah kumpulan hadits-hadits yang dipilihkan
oleh ulama kami, yang bersumber dari mushaf hadits yang lebih besar seperti dari periwayat imam Bukhari, Muslim, Nasa'i,
Abu Dawud dst. Anda pernah tahu tebalnya mushaf-mushaf tersebut? Tebel banget!
Bayangkan kalau orang awam mau belajar sholat, harus selesai dulu ngaji Bukhari, waduh, bisa bertahun-tahun baru bisa
sholat! Dengan dihimpunnya hadits-hadits pilihan tentang sholat dan dikumpulkan dalam Kitabusholah, orang awam
sekalipun bisa praktek sholat dari mulai takbiratul ihram sampai tahiyat dan salam hanya dalam waktu kurang dari
seminggu. Begitu juga Kitabu Haji, adalah himpunan hadis pilihan mengenai tata cara ibadah haji. Selesai. Karena bagi
kami dalam beramal selagi ilmunya jelas, prakteknya benar, niatnya lurus mencari keridhoan Allah, maka amalan pun
diterima.
Tentu saja di forum-forum tertentu kami tetap mengaji Bukhari, Muslim, Nasa'i, Abu Dawud, Ibn Majah, dan Tirmidzi (apa
yang kemudian lebih dikenal sebagai Kutubu-Sittah/Kitab yang Enam) untuk melengkapi khazanah keilmuan kami. Terus
ngaji Al-Quran nya gimana? Ya sudah jelas dikaji juga. Kan tadi sudah saya sampaikan di atas, bahkan di tengah pandemi
Covid-19 kami masih mampu mengaji tafsir Al-Quran secara online.
Itulah bagaimana kami belajar di LDII. Bagaimana kami mengenal dan mempraktekkan 5 rukun Islam dan 6 rukun iman
dengan cara yang paripurna.
"Tapi menurut kamu, kalau ngga ikut cara LDII berarti salah kan? Berarti kafir kan?"
Ngga lah. Ngga sampai hati kami menyatakan seperti itu. Kami menganggap semua organisasi Islam itu benar menurut
penafsirannya sendiri-sendiri. Mau bukti?
Kalau saya bilang gini: "Silakan muslim yang non-LDII ikut ngaji di kami."
Kamu yang NU, mau ngga?
Kamu yang Muhammadiyah, mau ngga?
Yang Persis, FPI, Mathla'ul Anwar, mau ngga ikut ngaji di LDII?
Saya yakin sebagian besar ngga mau. Kalaupun ada sebagian kecil yang mau, pasti mikir-mikir dulu. Iya ngga?
Kenapa seperti itu? Karena masing-masing merasa benar menurut penafsirannya. Di majelis NU, pastilah jamaahnya merasa
NU yang paling benar. Iya kan? Ayo ngaku. Muhammadiyah dkk saya yakin juga begitu. Karena kalau ada kebenaran cara
yang diyakini umat Islam secara universal, terus ngapain kita masih jalan sendiri-sendiri?
Maka kalau kemudian di lingkungan majelis kami sendiri (tidak diumbar ke publik lho ya) disampaikan pada para jamaah
bahwa cara kami ini yang paling benar, apakah itu salah? Kan kami sedang memberikan pemahaman kepada jamaah,
gimana sih? Masa lu sales Nike jualan Adidas? Pastilah bilang Nike is de best. Pasti sengklek kalau sales Nike bilang
Adidas is de best. Bukan berarti akidah jadi sebuah komoditas lho ya, ini cuma ilustrasi aja. Kami juga ngga rugi kok, kalau
kemudian ada jamaah LDII yang keluar dari LDII. Fine-fine aja. Ngga ada istilah kehilangan mimbar, omaigat apaan sih.
Nah, masalahnya, beberapa orang yang kaget mendengar itu, kemudian salah faham, tersinggung, lalu keluar dari LDII dan
mengatakan bahwa LDII suka mengafirkan golongan lain. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi roji'uun. Silakan tagih saya di
hadapan Allah jika di majelis LDII pernah mengatakan NU kafir, Muhammadiyah kafir, yang lain-lain kafir, silakan dorong
saya ke neraka!
Ampun deh, saya aja ngaji di LDII merasa masih banyak dosa, masih sering sembunyi-sembunyi melakukan kebiasaan
jelek, kok bisa-bisanya dikatakan sibuk mengafirkan orang lain? Dan ternyata, orang-orang yang kemudian keluar dari LDII
ini, lalu bergabung ke lingkaran lainnya, menemukan bahwa lingkaran mereka merasa cara merekalah yang paling benar!
Terus gimana? Mau keluar lagi dari lingkaran itu? Sudah gitu, kadang keluarnya sambil menjelek-jelekkan LDII pula.
Bukankah itu berarti dia sudah mengafirkan LDII? Katanya jangan mengafirkan golongan lain -.- Hayo lo, apapun
makanannya, minumnya ya ludah sendiri~
Halo? Apa kabar logika? ^^
Jadi bagaimana posisi ormas dan aliran lain di mata jamaah LDII? Ya benar! NU ya benar, Muhammadiyah ya benar, semua
benar! Catatan: menurut penafsirannya sendiri-sendiri. Dan kami sangat menghormati penafsiran dan ikhtilaf tersebut.
Silakan NU jalan dengan penafsirannya, Muhammadiyah jalan dengan penafsirannya, dst. Selagi kembali ke Al-Quran dan
Al-Hadits, mengesakan Allah, mengikuti petunjuk Nabi Muhammad, saya rasa semua sah-sah saja.
Jadi kalau ada orang eks-LDII menuliskan kekurangan-kekurangan LDII menurut dia, lalu menuturkan adanya imam, baiat,
infaq, ya saya konfirmasi: (1) itu kan menurut dia, lalu (2) kalau lah itu semua benar adanya (terserah Anda mau
memercayai cerita-cerita dia atau ngga lho ya), ya itu hanya sebatas cara, yang saya yakin ormas dan aliran lain pun punya
caranya masing-masing yang tetap bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadits dan dipatuhi dengan senang hati oleh
jamaahnya, dan (3) saya tidak pungkiri bahwa kekurangan itu pasti ada karena yang bisa benar absolut 100% hanya Allah
Swt.
Kalau kami menganggap semua selain non-LDII adalah kafir, subhanallah, bagaimana mungkin kami bisa menjalin
hubungan baik dengan mereka semua? Dengan NU kami baik[6], dengan Muhammadiyah kami juga baik[7], dengan semua
organisasi kami berhubungan baik. Ayolah, sangat kekanak-kanakan sekali jika suatu ajaran mengajak jamaahnya untuk
meyakini ajarannya kemudian dikatakan mengafirkan golongan lain. Kita bisa kok merasa benar tanpa perlu menyalahkan
yang lain.
"Tapi buktinya, kok jamaah LDII dilarang menikah dengan non-LDII?"
Nah ini, ini biasanya cerita dari orang-orang yang patah hati karena menjalin hubungan dengan orang LDII terus kandas.
Hayo, jangan mesam-mesem! Teringat kenangan sama si dia ya? Ciyeee, sini-sini saya peluk dulu.
Jangankan Anda yang non-LDII, saya ini warga LDII, melamar sesama warga LDII, gitu ya ditolak pernah kok! Serius!
Kamu yang membaca ini dan merasa pernah menolak lamaran saya, plis ngga usah ketawa-ketiwi. Bantu saya konfirmasi
sini. Repot emang urusannya.
Kalau anjuran menikah dengan sesama LDII, iya, saya konfirmasi benar adanya. Kenapa kok diharapkan menikah dengan
sesama warga LDII? Karena rumah tangga itu satu perahu dan diharapkan sakinah mawaddah warohmah sampai ke surga.
Faktanya, warga LDII menikahi sesama warga LDII saja banyak yang bertengkar sampai bercerai! Itu yang notabene satu
cara lho, sama-sama LDII. Apalagi menikah dengan yang beda cara dalam melaksanakan Islam? Itu yang kami
khawatirkan. Karena kami dalam mengurus jamaah tidak setengah-setengah, kami memikirkan dan mewujudkan program-
program agar setiap keluarga punya ketahanan yang kuat dalam menjalani rumah tangga bahkan program-program kami
pernah dipuji oleh Ibu Khofifah Indar Parawansa yang waktu itu masih menjabat Menteri Sosial[8]. Dengan kata lain, kalau
sampai ada keluarga dari warga LDII yang bertengkar apalagi sampai bercerai, para pengurus kami langsung merasa
pusing! Nanti ditagih lho tanggung jawabnya di hadapan Allah sebagai seorang pengurus. Sudah diurusi belum tuh jamaah
kamu? Kok bisa cerai? Sudah dinasehati belum? Sudah dimediasi belum? Wah, repot kalau sudah di hadapan Allah!
Tapi faktanya, BANYAK, sekali lagi saya katakan, BANYAK, warga LDII yang akhirnya menikah dengan non-LDII.
Apakah kami bermasalah dengan itu? Tidak juga. Yang kerepotan akhirnya yang bersangkutan, karena isu cara dalam
menjalankan Islam seperti yang saya sebutkan di atas. Misalnya, di LDII itu kami mengaji bisa sampai 3–4 kali dalam
seminggu. Iya. Tua-muda, laki-perempuan, married atau single, semua ngaji. Bukan sombong nih, kira-kira ada ngga ormas
lain yang ngajinya sesering kami? Kasih komentar di bawah ya ^^ Terus misalnya, si istri LDII, bisa mengikuti jadwal ngaji
tsb, sementara suami non-LDII, tidak bisa mengikuti karena tidak terbiasa. Akhirnya lama-lama apa? Ribut. Ngga rukun.
Saling menyalahkan. Itu lho yang kami khawatirkan.
Jadi, apakah warga LDII boleh menikah dengan non-LDII? Saya jamin secara organisasional LDII menyatakan boleh, tapi
risiko di atas ditanggung sendiri. Kalau Anda kebetulan putus dengan orang LDII? Jangan salahin LDII-nya ya, itu pilihan
calon kamu. Bohong kalo dia bilang alasannya karena LDII, paling ya dia nemu calon yang lebih oke #ups ^^
"Tapi, tapi, katanya kalo sholat di masjid LDII itu dipel ya?"
Lho kan, kamu bisanya "Katanya … Katanya …" terus. Ngga fair itu namanya! Kata siapa? Kamu sudah pernah sholat di
masjid LDII? Nih, masjid LDII di tempat saya (saya tinggal di Bandung) bersebelahan dengan sebuah pabrik farmasi.
Carilah di Maps, namanya PT. Lucas Djaja di Jl. Margacinta No. 100. Anda bisa tanya karyawannya yang mayoritas nonLDII itu: kalo sholat jumat, sholatnya di mana? Ya sholat jumat di masjid LDII! Terus orang segitu banyak, tiap habis
sholat harus dipel, gitu? Gendheng opo gendheng?
Lha mbok mending cari duit daripada bolak-balik ngepel masjid, kayak kurang kerjaan aja.
Nih saya kasih tahu kebenarannya: kenapa isu ngepel masjid ini bisa muncul. Dengerin baik-baik dan sampaikan sama
orang-orang. Kejadian ini saya menyaksikannya sendiri.
Setiap kali Anda ke masjid LDII, datanglah ke kamar mandi/toilet dan pastikan dua hal ini: (1) kami tidak pernah
menyediakan kloset berdiri, (2) kamar mandi kami lantainya sedikit miring, dan (3) di kamar mandi ada sandalnya.
Alasannya apa? Boleh jadi, boleh jadi, di antara aliran Islam yang lain, kami paling strict soal najis dari BAB atau BAK.
Setitik jarum saja ada najis dibawa sholat, maka sholatnya tidak diterima. Kami sangat takut akan ancaman dalil tsb yang
haditsnya shohih (diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni).
Lantai kamar mandi kami buat miring sedikit (tidak terlalu curam) agar air bekas bersuci dari kencing segera pergi. Kalau
lantainya datar, besar kemungkinan air akan menggenang dan menimbulkan cipratan najis yang bisa balik ke tubuh kita.
Adapun sandal, buat apa? Supaya kaki kita tidak bersentuhan langsung dengan permukaan lantai. Again, demi alasan
menjaga kesucian.
Nah, kami biasanya selalu berikan penjelasan tertulis di kamar mandi, kurang lebih isinya begini, "Sandal hanya untuk di
kamar mandi. Keluar kamar mandi, lepaskan sandal." Kenapa? Karena bagian bawah sandal kami hukumi najis, sementara
bagian luar kamar mandi itu suci.
Celakanya, beberapa orang non-LDII yang kebetulan memakai kamar mandi kami tidak membaca peringatan ini dengan
baik. Yang terjadi? Sandalnya dipakai keluar dari kamar mandi. Dengan rumus di atas, otomatis kami menganggap bahwa
lantai yang diinjak oleh sandal itu menjadi najis. BUKAN ORANGNYA YANG NAJIS, TAPI LANTAINYA.
Celaka kuadrat, ketika beberapa warga LDII yang refleks namun bodoh langsung menyiram lantai tersebut atau dipel
supaya suci kembali. Kenapa saya bilang bodoh? Karena dia menyiram atau mengepel lantai tsb saat si orang non-LDII
masih ada di tempat itu atau tidak jauh dari tempat itu sehingga dia bisa melihat dan berasumsi, "Lho kok bekas saya dipel?
Kok disiram? Memangnya saya ini najis?!" lalu tersinggung.
Warga LDII ini, kalau pintar dan bijaksana, dia akan menunggu sang non-LDII untuk pergi dulu, lalu mulai menyiramnya.
Atau langsung konfirmasi di tempat kepada ybs bahwa tindakannya tsb telah menyebabkan lantai menjadi najis. Karena
basically sang non-LDII ini ngga mengerti betapa kami sangat menjaga terhadap kesucian tempat ibadah sampai sedemikian
rupa. Ketika melihat bekas jejaknya dipel, yang dia percayai hanya kesimpulan bahwa LDII suka menganggap orang lain
najis. Padahal sungguh tidak seperti itu.
Begitu pula soal jemuran. Kasusnya, ada kisah seorang ibu non-LDII yang anaknya ngaji di LDII. Sang anak baru selesai
mencuci baju dan menjemurnya. Kemudian hujan turun dan sang Ibu menyelamatkan jemuran anaknya agar tidak
kehujanan. Sang anak, tanpa memberi penjelasan pada ibunya, langsung mencuci ulang baju tsb. Sang ibu tentu saja
tersinggung, mungkin berpikir, "Apakah saya telah dianggap najis oleh anak saya sendiri? Kenapa anak saya sejak ngaji di
LDII jadi durhaka begini?"
Padahal, yang terjadi sesungguhnya adalah si anak memang bodoh. Dia hanya berpikir bahwa sang ibu belum menguasai
ilmu tentang menjaga kesucian pakaian sebagaimana dia diajarkan di LDII. Sehingga dia berasumsi bahwa, dengan
ketidaktahuan sang ibu tentang najis, ada kemungkinan sang ibu mengangkat jemurannya dalam keadaan tangan yang habis
memegang benda yang najis dan belum disucikan. Sang anak juga sangat bodoh karena tidak memikirkan perasaan sang
ibu. Kalau anak ini pintar dan bijaksana, dia bisa saja memberitahu dulu ibunya bahwa kalau mau mengangkat jemuran
baiknya cuci tangan dulu supaya suci dan tidak ada keraguan. Dia juga tidak perlu mencuci ulang bajunya karena Allah
memaafkan ketidaktahuan. Sekali lagi, karena anak ini masih bodoh. Kita semua pernah bodoh. Besok kalau sudah dapat
ilmunya Insya Allah sudah bisa lebih bijaksana.
Kesimpulan
Jadi, apa yang masih membuat Anda penasaran dengan LDII? Silakan dicari tahu, bukan hanya dari eks-LDII (yang
sayangnya beberapa di antara mereka menjelek-jelekkan LDII), tapi juga dari warga LDII. Saya warga LDII dan Insya
Allah saya punya jawaban logis (baik pakai dalil Al-Quran/Al-Hadis maupun yang cukup pakai nalar saja) atas semua isu
yang dihembuskan tentang LDII di luar sana.
26 tahun saya jadi warga LDII dan belum pernah sekalipun kecewa dengan apa yang saya dapatkan di sini. Saya merasa
Islam saya dipelihara, dikelilingi oleh banyak orang yang peduli dan selalu menasihati saat keimanan saya menurun. Saya
dengan sadar berusaha jadi warga negara yang baik, taat hukum, tidak pernah telat bayar pajak, berhenti di belakang garis
saat di lampu merah, menjadi mahasiswa berprestasi, menjadi pekerja yang amanah, semua karena karakter saya dibentuk di
LDII untuk cinta Islam dan cinta NKRI. Tanyalah rekan-rekan kerja saya apakah saya pernah berbuat sesuatu yang
mengakibatkan ketidaknyamanan dan wanprestasi. Saya sungguh bangga jadi warga LDII.
Ah, saya tidak bisa meyakinkan Anda untuk sepenuhnya percaya sama penjelasan saya di atas. Apalagi hukum syariatnya
tidak dibenarkan untuk bersumpah kecuali diminta untuk bersumpah. But at least, mudah-mudahan sedikit lebih baik
daripada tulisan para eks-LDII yang hanya bisa "Katanya … Katanya …". Sungguh saya merasa perlu membahas tentang
LDII ini di sini di Quora yang saya yakin banyak penggunanya yang lebih intelek yang saya harap bisa membantu
meluruskan tentang pandangan orang terhadap LDII.
Mari kita jaga ukhuwah Islaamiyah dan indahnya keberagaman di negeri ini. Kalau ada kabar kurang sedap, tugas kita
untuk tabayyun agar tidak diadu domba.
Di saat para pembenci menebarkan kebencian, LDII sedang sibuk memperbaiki kualitas generasi muda menyambut bonus
demografi dengan membentuk kefahaman agama yang kuat dan akhlaqul karimah agar bisa menjadi andalan bangsa
Indonesia di masa yang akan datang.
Salam,
Iqbal Fauzi Akbar Firdaus, SP., MSM.
Download