IBI KESATUAN BOGOR LAB AKUNTANSI KEUANGAN – I SEM GANJIL TA 2020/2021 Dosen: H. Aming Tirta, SE., MM Bab 4. PERSEDIAAN Persediaan diatur dalam PSAK-14 (2014) tentang Persediaan. Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan, dan barang yang dimaksudkan untuk dijual. Persediaan menurut PSAK-14 (paragraf 7) terdiri dari: 1. Barang dagangan untuk dijual dalam kegiatan usaha normal (merchandise inventory atau finished goods) 2. Barang dalam proses produksi (work in process) 3. Dalam bentuk bahan (raw materials) atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa Persediaan barang dagangan terdiri atas barang yang diperoleh untuk dijual kembali, sedangkan dalam perusahaan manufaktur persediaannya terdiri dari barang jadi, pekerjaan dalam proses, bahan baku, dan bahan pembantu. Persediaan merupakan aset lancar. Aset tidak lancar tidak diperlakukan sebagai bagian dari persediaan Pengukuran persediaan. PSAK 14 mengatur bahwa persediaan harus diukur berdasarkan harga pokok atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah (paragraf 8). Dengan demikian, dalam menentukan persediaan, baik biaya maupun nilai realisasi neto harus ditentukan terlebih dahulu. Setelah dibuat perbandingan, nilai terendah dari keduanya digunakan sebagai nilai persediaan. Pendekatan penilaian persediaan. Persediaan dinilai dengan beberapa pendekatan, yaitu: 1. Metode harga pokok (cost method) 2. Metode laba kotor (gross profit method) 3. Metode penjualan secara eceran (retails sales method) 4. Metode harga jual relatif (relative sales value method) Metode Pencatatan Perpetual dan Periodik dalam Akuntansi Untuk mencatat arus harga pokok persediaan (inventory cost flow) dalam akuntansi dikenal dua macam metode, yaitu Metode Perpetual dan Metode Periodik. Sistem pencatatan metode perpetual disebut juga metode buku, adalah sistem dimana setiap persediaan yang masuk dan keluar dicatat di pembukuan. Sementara metode periodik dilakukan dengan menghitung jumlah persediaan di akhir suatu periode untuk melakukan pembukuannya. Terdapat perbedaan khas antara penjurnalan metode perpetual dan periodik. Metode perpetual melakukan pencatatan aktivitas keluar masuk persediaan dan harga pokok persediaan (HPP) ketika transaksi penjualan. Sedangkan metode periodik tidak mencatat HPP saat transaksi penjualan atau dengan kata lain tidak langsung mengkinikan nilai persediaan ketika terjadi pemakaian. Masing-masing memiliki keunggulan, dengan metode perpetual bisa langsung diketahui posisi nilai persediaan kapan saja, karena selalu dibukukan/dijurnal setiap ada aktivitas keluar masuk. Sedangkan untuk metode periodik, pencatatan hanya dilakukan saat pembelian, kemudian pencatatan HPP dilakukan nanti di akhir periode yang ditentukan (bulanan, triwulan, semester atau tahunan). Untuk lebih jelasnya tentang perbedaan pencatatan metode perpetual dan periodik, dapat dilihat pada ilustrasi seperti gambar 4.1 IBI KESATUAN BOGOR LAB AKUNTANSI KEUANGAN – I SEM GANJIL TA 2020/2021 Dosen: H. Aming Tirta, SE., MM CONTOH METODE PENCATATAN PERSEDIAAN SISTEM PERPETUAL SISTEM PERIODIK Persediaan awal, 1 Juni Rekening persediaan menunjukkan barang yang ada dalam persediaan sebesar Rp. 12.000,- Rekening persediaan menunjukkan barang yang ada dalam persediaan sebesar Rp. 12.000,- Ayat Jurnal untuk mencatat Pembelian Persediaan Utang Dagang Rp. 36.000,Rp. 36.000,- Pembelian Utang Dagang Rp. 36.000,Rp. 36.000,- Ayat Jurnal untuk mencatat Penjualan a) Piutang Dagang Rp. 35.000,Penjualan a) Piutang Dagang Rp. 35.000,- b) Harga Pokok Penjualan Rp. 21.000,Persediaan Rp. 35.000,- Penjualan Rp. 35.000,- b) NO ENTRY Rp. 21.000,Jurnal penyesuaian pada akhir periode Tidak diperlukan jurnal penyesuaian. Rekening persediaan menunjukkan saldo yang ada pada akhir periode yaitu Rp. 27.000 (Rp. 12.000 + Rp. 36.000 - Rp. 21.000) HPP Persediaan Rp. 12.000,- HPP Pembelian Rp. 36.000,- Persediaan HPP Rp. 12.000,- Rp. 36.000,Rp. 27.000,Rp. 27.000,- Gambar 4.1 Perbedaan Pencatatan Persediaan – Perpetual vs Periodik Metode penghitungan persediaan. Metode penghitungan harga pokok persediaan yang lazim berlaku dan diakui dalam PSAK-14 adalah metode first-in first-out (FIFO) dan metode rata-rata (average). Metode FIFO mengalokasikan biaya untuk barang terjual dan persediaan dengan asumsi bahwa barang terjual dengan urutan serupa ketika dibeli, sehingga barang yang pertama kali dibeli akan lebih dulu dijual. Asumsi yang mendasari FIFO sesuai dengan realitas karena sebagian besar entitas menjual persediaan lama mereka lebih dulu. Rumus FIFO sistematis dan mudah digunakan, serta tidak memungkinkan adanya manipulasi pendapatan. Kelebihan lain FIFO adalah bahwa persediaan dalam laporan posisi keuangan akan disajikan pada biaya kini. Sedangkan kelemahan mendasar FIFO adalah harga lama diberikan untuk HPP yang kemudian dicocokkan dengan pendapatan penjualan harga kini, sehingga dapat menimbulkan penyimpangan pengukuran laba bruto. Metode average cost didasarkan pada asumsi bahwa seluruh barang tercampur sehingga mustahil untuk menentukan barang mana yang terjual dan barang mana yang tertahan di persediaan. Harga persediaan ditetapkan berdasarkan harga rata-rata yang dibayarkan untuk barang tersebut, yang ditimbang menurut jumlah yang dibeli. IBI KESATUAN BOGOR LAB AKUNTANSI KEUANGAN – I SEM GANJIL TA 2020/2021 Dosen: H. Aming Tirta, SE., MM Nilai terendah antara harga pokok dan nilai realisasi neto. Dasar pengukuran nilai terendah antara harga pokok dan nilai realisasi neto (lower of cost or net realizable value - LCNRV) sebagaimana disyaratkan oleh PSAK-14 konsisten dengan uji penurunan nilai untuk memastikan bahwa aset tidak dilaporkan berlebih dari jumlah yang diperkirakan dipulihkan dalam tanggal pelaporan. Pada umumnya, persediaan diperkirakan direalisasi pada suatu jumlah yang lebih besar dari harga pokok guna menghasilkan laba, namun terkadang nilai realisasi neto persediaan lebih rendah daripada biaya. PSAK 14 mengatur bahwa perbandingan antara harga pokok dengan nilai realisasi neto, dan penurunan nilai persediaan dengan nilai realisasi neto, harus dilakukan berdasarkan item by item, atau kelompok pos serupa (paragraf 27). Sebagai ilustrasi, penerapan LCNRV dapat dilihat pada gambar 4.2. Item No. 1 2 3 Total Cost per Unit 6,400.00 5,400.00 6,000.00 Net Realizable Value LCNRV (Rp) 6,000.00 4,800.00 6,200.00 6,000.00 4,800.00 6,000.00 Quantity 1,200 900 500 Final Inventory Value Reported (Rp) 7,200,000 4,320,000 3,000,000 14,520,000 Gambar 4.2 Menghitung LCNRV Kata kunci: Metode apapun yang digunakan, pada akhir periode harus dibandingkan dengan nilai wajar atau net realizable valuenya. ===***===