Uploaded by User72860

YUSNIATI DWI PEMUDI O1B120040

advertisement
FARMASI RUMAH SAKIT
YUSNIATI DWI PEMUDI
O1B12O040
Prevalensi penyakit gout
Pada orang dewasa di Amerika
Serikat penyakit gout
mengalami peningkatan dan
mempengaruhi 8.3 juta (4%)
orang Amerika.
Prevalensi penyakit asam
urat di Indonesia terjadi
pada usia di bawah 34 tahun
sebesar 32 % dan di atas 34
tahun sebesar 68 %.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik
Rumah Sakit Umum Daerah Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 dari 186 orang
yang berkunjung terdapat 91 kasus asam urat.
Sedangkan pada tahun 2017 terdapat 21 kasus asam
urat dari total pengunjung yang memeriksakan asam
urat sebanyak 52 orang
Menurut World Health Organization (WHO)
tahun 2013, sebesar 81 % penderita asam
urat di Indonesia hanya 24 % yang pergi ke
dokter, sedangkan 71 % cenderung
langsung mengkonsumsi obat-obatan
pereda nyeri yang dijual bebas
Asam urat atau Gout
pengertian
Gout adalah penyakit yang paling
sering bermanifestasi sebagai
episode berulang dari nyeri sendi
akut dan peradangan sekunder
akibat
pengendapan
kristal
monosodium urat (MSU) dalam
cairan dan lapisan sinovial.
Patofisiologi
Deposisi MSU di saluran kemih dapat menyebabkan
urolitiasis dan obstruksi kemih.1 Pasien dengan siklus
gout antara gejala nyeri sendi akut dan peradangan
dan gout interkritis (yaitu, periode yang timbul dengan
gejala penyakit). Selain itu, mereka juga dapat
menunjukkan gout tophaceous kronis dan
hiperurisemia.
Tophi adalah nodul keras dari kristal MSU yang telah
mengendap di jaringan lunak dan paling sering
ditemukan di jari, jari tangan, dan siku.
FORMULARIUM OBAT
RUMAH SAKIT
Formularium obat rumah sakit merupakan daftar obat yang
disepakati beserta informasinya yang harus diterapkan di
rumah sakit. Formularium obat rumah sakit disusun oleh
Komite farmasi dan terapi berdasarkan Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN),formularium nasional.
FORMULARIUM NASIONAL
NO
NAMA GENERIK
I
BENTUK SEDIAAN DAN
KEKUATAN SEDIAAN
II
NAMA
GENERIK
F/NF
III
IV
RESTRIKSI
PERESEPAN
MAKSIMAL
E-CATALOGDAGANG
V
VI
VII
30 tab/bulan
(Alupurinol)
Allupurinol
ANTIPIRAI
1
Tab 100 mg
Allupuronol
2
F
Tidak untuk nyeri akut
Tab 300 mg
3
Colccinee
Tab 500 mcg
F
30 tab/bulan
(L-cisin) Recolfar
4
Probenesid
Tab 500 mg
F
30 tab/bulan
(Probenid)
Probenid
TOTAL
Jumlah kasus penyakit gout dikendari yaitu
21 kasus dari 52 orang pengunjung
No
NAMA
GENERIK
1
BENTUK
SEDIAAN DAN
KEKUATAN
SEDIAAN
Harga
Jumlah
Persatuan
Total Perobat
Tab 100 mg
650 tab
Rp. 400
Rp. 260.000
Tab 300 mg
650 tab
Rp. 900
Rp. 617.500
Total Biaya
Allupuronol
2
3
Recolfal
Tab 500 mcg
650 tab
Rp. 7.138
Rp. 4.639.700
4
Probenesid
Tab 500 mg
650 tab
Rp. 2.297
Rp. 1.493.050
Rp.7.010.250
Allopurinol
Recolfar
Probenid
TATA CARA PENGADAAN OBAT DENGAN
PROSEDUR E-PURCHASING
Sebelum melakukan pengadaan obat dengan prosedur E-Purchasing, PPK, Pokja ULP dan Penyedia harus
terdaftar di Aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) di Website Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE). Selanjutnya Pokja ULP/Pejabat Pengadaan, Penyedia dan PPK dapat login untuk
melakukan E-Purchasing. Tahapan yang dilakukan dalam E-Purchasing Obat adalah sebagai berikut:
1. Pokja ULP/Pejabat Pengadaan membuat permintaan pembelian obat berdasarkan pengelompokan
penyedia melalui aplikasi EPurchasing, sesuai daftar rencana pengadaan obat yang diberikan oleh PPK.
2. Pokja ULP/Pejabat Pengadaan selanjutnya mengirimkan permintaan pembelian obat kepada penyedia
yang terdaftar pada E-Catalogue melalui aplikasi E-Purchasing.
3. Penyedia obat yang telah menerima permintaan pembelian obat dari Pokja ULP/Pejabat Pengadaan
memberikan persetujuan/penolakan atas permintaan pembelian obat melalui aplikasi E-Purchasing dan
apabila menyetujui, menunjuk distributor dari daftar distributor yang sudah ditentukan dari semula dan
ditampilkan dalam E-Catalogue obat.
TATA CARA PENGADAAN OBAT DENGAN
PROSEDUR E-PURCHASING
4. Sesudah persetujuan oleh Penyedia, Pokja ULP/Pejabat Pengadaan memberikan persetujuan/penolakan
dan apabila menyetujui, meneruskan kepada PPK melalui aplikasi EPurchasing.
5. PPK selanjutnya melakukan konfirmasi persetujuan/penolakan pembelian obat kepada distributor
melalui aplikasi EPurchasing.
6. Sesudah konfirmasi persetujuan, PPK dan distributor melakukan perjanjian pembelian obat secara
manual sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah.
7. Sesudah dilakukan penandatanganan perjanjian pembelian obat antara PPK dan distributor, dilanjutkan
dengan proses pengadaan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa
Pemerintah.
8. Perjanjian pembelian obat antara PPK dan distributor dikirimkan kepada Pokja ULP/Pejabat Pengadaan
dan selanjutnya Pokja ULP/Pejabat Pengadaan mengunggah (upload) perjanjian pembelian obat pada
aplikasi E-Purchasing.
PENYIMPANAN
Penyimpanan perbekalan farmasi di rumah sakit dikendalikan oleh kepala instalasi
farmasi. Penyimpanan dilakukan di depo – depo farmasi, laboratorium, radiologi, poliklinik,
ruang perawatan dan unit khusus. Penyimpanan di depo farmasi dibedakan menurut :
1. Bentuk Sediaan dan Jenisnya, Perbekalan farmasi di tata menurut bentuk sediaannya
meliputi:
a. Tablet, kaplet, kapsul dan puyer di tata sesuai abjad
b. Syrup dan larutan obat minum ditata sesuai abjad
c. Injeksi dan infus obat di tata sesuai abjad
d. Salep, cream, lotion dan powder ditata sesuai abjad
e. Tetes mata dan salep mata ditata sesuai abjad
f. Tetes telinga di tata sesuai abjad
g. Infus dasar ditata di atas palet
h. Alkes ditata terpisah dari obat disesuaikan dengan tempat penyimpanannya.
i. Bahan – bahan kimia yang bukan termasuk B3 di tata tersendiri terpisah dengan obat
dan alkes.
PENDISTRIBUSIAN
Sistem Persediaan Lengkap
di Ruangan (floor stock)
IFRS harus menentukan sistem
distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan
pengendalian sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan di unit
pelayanan. Sistem distribusi di unit
pelayanan dapat dilakukan dengan
cara:
a.
b.
c.
d.
e.
Pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan untuk persediaan di ruang rawat
disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang
disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan
jumlah yang sangat dibutuhkan.
Dalam kondisi sementara di mana tidak ada petugas
farmasi yang mengelola (di atas jam kerja) maka
pendistribusiannya
didelegasikan
kepada
penanggung jawab ruangan.
Setiap hari dilakukan serah terima kembali
pengelolaan obat floor stock kepada petugas
farmasi dari penanggung jawab ruangan.
Menyediakan
informasi,
peringatan
dan
kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat
yang disediakan di floor stock.
Sistem Resep Perorangan
(Individual Prescription)
Pendistribusian sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan berdasarkan
resep perorangan/pasien rawat jalan
dan rawat inap melalui Instalasi
Farmasi.
Sistem Pelayanan Terbagi
(Desentralisasi)
Desentralisasi
adalah
sistem
pendistribusian sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan yang mempunyai
cabang di dekat unit perawatan/pelayanan.
Bagian ini dikenal dengan istilah depo
farmasi/satelit farmasi.
Sistem Unit Dosis
Pendistribusian sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan berdasarkan resep
perorangan yang disiapkan dalam unit dosis
tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu
kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini
digunakan untuk pasien rawat inap. Sistem
unit dosis dapat menggunakan metode unit
dose dispensing (UDD) untuk satu unit dosis
penggunaan (sekali pakai) atau once daily
dose (ODD) untuk dosis satu hari diberikan.
Sistem Kombinasi
Sistem
pendistribusian
sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan
bagi pasien rawat inap dengan
menggunakan kombinasi a + b atau b
+ c atau a + c.
PENGGUNAAN
Penggunaan obat rasional adalah menggunakan obat berdasarkan indikasi yang manfaatnya jelas terlihat dapat
diramalkan (Evidence based therapy). Apabila diputuskan untuk memberikan terapi obat kepada pasien, obat yang baik
bagi pasien diseleksi berdasarkan kemanjuran, kesesuaian dan harga. Selanjutnya dosis, rute pemberian dan durasi
pengobatan ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi pasien.
Menurut WHO, pemakaian obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:
1. Sesuai dengan indikasi penyakit.
2. Tersedia setiap saat dengan harga terjangkau.
3. Diberikan dengan dosis yang tepat.
4. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian obat yang tepat.
5. Lama pemberian yang tepat.
6. Obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin dan aman.
Dari beberapa kriteria di atas dapat dirumuskan identifikasi rasionalitas penggunaan obat yaitu dengan indikator 8T + 1W :
Tepat diagnosis, Tepat pemilihan obat, Tepat indikasi, Tepat pasien, Tepat dosis, Tepat cara dan lama pemberian, Tepat
harga, Tepat informasi dan Waspada efek samping.
Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari.
Peresepan obat tanpa indikasi yang jelas, penentuan
dosis, cara, dan lama pemberian yang keliru, serta
peresepan obat yang mahal merupakan sebagian contoh
dari ketidakrasionalan peresepan.
PENGGUNAAN
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk memperbaiki praktek
penggunaan obat yang tidak rasional di rumah sakit adalah:
1. Pengendalian kecukupan obat.
2. Perbaikan sistem suplai.
3. Pembatasan sistem peresepan dan dispensing obat.
4. Pembentukan dan pemberdayaan Komite Farmasi dan
Terapi (KFT).
5. Informasi Harga.
6. Pengaturan pembiayaan.’
PEMUSNAHAN
Pemusnahan obat-obat kadaluwarsa telah diatur oleh PP
RI Nomor 72 tahun 1993, tentang Pengamanan sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan, pada Bab X Pemusnahan,
Pasal 45 – 47. „
Pasal 45, ayat 1: Pemusnahan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dilaksanakan oleh badan usaha yang
memproduksinya dan atau mengedarkannya, dan atau
orang yang bertanggungjawab atas sarana kesehatan, dan
atau Pemerintah.
Pasal 46: Pemusnahan dilaksanakan dengan
memperhatikan dampak terhadap kesehatan manusia
serta upaya pelestarian lingkungan hidup.
Pasal 47: Pemusnahan harus dilaporkan pada Menteri. Isi
laporan : waktu dan tempat pemusnahan, jumlah dan
jenisnya, nama dan tanda tangan penanggungjawab dan
saksi.
Konsekuensi
pembuangan/pemusnahan
yang tidak memadai
1. Bagaimanapun obat-obat merupakan senyawa kimia atau campuran bahan-bahan (bahan aktif
dan eksipien), yang kalau dibuang akan menimbulkan berbagai masalah. „
2. Pembuangan yang tidak layak dapat berbahaya jika kemudian menimbulkan kontaminasi pada
sumber air setempat. „
3. Terdapat beberapa golongan obat yang rusak atau kadaluwarsa dapat menimbulkan risiko bagi
kesehatan masayarakat.
4. Kalau dibuang di tempat pembuangan sampah, akan dipungut dan dijual kembali oleh
pemulung, hal ini dapat menimbulkan salah penggunaan yang membahayakan.
5. „ Obat-obat golongan antibiotika, antibakteri, sitotoksika dan disinfektan yang tidak dapat
mengalami biodegradasi akan membunuh bakteri- bakteri yang diperlukan untuk memproses
limbah, dan akan merusak kehidupan air. „
6. Pembakaran obat-obat dengan suhu rendah atau pada wadah terbuka dapat menyebabkan
terlepasnya bahan- bahan pencemar beracun ( dioksin) ke udara.
PEMUSNAHAN
●
Dibuang ke tempat penimbunan sampah setelah dikeluarkan dari
wadahnya.
●
●
Enkapsulasi
Inersiasi
INSINERASI
ENKAPSULASI
● Enkapsulasi berarti imobilisasi
obat-obatan dengan
memadatkannya dalam tong
plastik atau besi.
● Sebelum dipergunakan, tong
harus bersih dan kandungan
sebelumnya harus bukan bahan
yang mudah meledak atau
berbahaya.
● Tong diisi hingga 75%
kapasitasnya dengan
obatobatan padat atau setengan
padat, lalu sisa ruang dipenuhi
dengan campuran kapur- semenair (15:1:15) hingga terisi penuh,
kemudian tong ditutup dengan
dikelim atau pengelasan.
• Insinerator suhu minimal 850˚C
dengan waktu retensi pembakaran
2 detik dapat digunakan untuk
pemusnahan obat-obatan padat.
Limbah farmasi dicampur dengan
limbah rumah tangga dalam jumlah
besar (1:1000).
• Insinerator suhu ini tidak baik untuk
obat yang mengandung halogen.
• Insinerator 1200 -1430˚C sangat
sesuai dan paling memadai untuk
pemusnahan obat-obatan rusak dan
kadaluwarsa. Pada kondisi ini
limbah akan hancur secara efektif.
• Dapat bekerja sama dengan
industri semen. Obat-obatan harus
dibuka dari kemasannya lalu
digiling dan dicampur dengan
bahan bakar secukupnya dengan
perbandingan tidak melebihi 5%.
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan
kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga
dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan.
PELAPORAN
Tujuan pelaporan adalah tersedianya data yang akurat
sebagai bahan evaluasi, tersedianya informasi yang
akurat, tersedianya arsip yang memudahkan
penelusuran sureat dan laporan, mendapat data yang
lengkap untuk membuat perencanaan.
PELAPORAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Laporan Bulanan adalah laporan yang dibuat dan dilaporkan sebulan sekali, contohnya laporan
Narkotika, Laporan Obat Generik.
Laporan 6 bulanan adalah laporan yang dibuat dan dilaporkan 6 bulan sekali seperti laporan
Stock Opname.
Laporan Tahunan adalah laporan yang dibuat sekali setahun seperti laporan produksi tahunan.
Laporan Narkotika adalah laporan penggunaan Narkotika yang dibuat sebulan sekali dan
dilaporkan sebelum tanggal 10 setiap bulan secara online.
Laporan Obat Generik yang dibuat oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang mencatat nama
obat generic dan Rencana Kebutuhan Obat Generik setiap bulan dan dilaporkan 1 tahun sekali
ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Laporan jumlah resep merupakan laporan produksi resep dibuat setiap bulan dan dilaporkan
setiap tahun berupa rekapitulasi produksi resep per bulan.
PELAPORAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Laporan indikator mutu farmasi adalah laporan yang dibuat berdasarkan waktu tunggu pelayanan resep,
kepuasan pasien terhadap pelayanan farmasi, penulisan resep sesuai dengan Formularium dan kesalahan
dispensing obat oleh farmasi.
Laporan kepatuhan formularium adalah laporan evaluasi dan tindak lanjut penulisan resep sesuai dengan
formularium yang dituliskan oleh dokter.
Laporan waktu tunggu pelayanan resep adalah laporan yang dibuat berdasarkan perhitungan waktu tunggu
pelayanan resep mulai dari resep diberi harga hingga penyerahan obat kepada pasien.
Laporan kepuasan pasien adalah laporan yang dibuat berdasarkan hasil survey kepuasan pasien terhadap
pelayanan Instalasi farmasi Rumah Sakit untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien beserta evaluasi dan
tindak lanjutnya.
Laporan fasilitas sarana dan prasarana merupakan laporan permintaan sarana dan prasarana guna mendukung
kegiatan farmasi di Instalasi Farmasi baik pengadaan barang maupun perbaikan alat.
Membuat laporan no STRTTK & SIK Apoteker dan Asisten Apoteker kepada bagian Umum dan Personalia.
Laporan Insiden keselamatan Pasien adalah laporan yang dibuat setelah terjadi insiden yang menyangkut
keselamatan pasien, potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi dan segera dilakukan tindak lanjut.
Laporan kegiatan farmasi adalah laporan berdasarkan notulen rapat bulanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
THANKS
Download