SMA NEGERI 9 MALANG BAHASA INDONESIA CERPEN Oleh Sausan N. Alya XI. B3 / 30 Rumus Keberhasilan Oleh Widya Suwarna Hari ini Pak Ober, pengusaha kaya berulang tahun. Pada malam hari ia mengadakan pesta di antara keluarga dan kawan-kawan. Tapi, pada siang harinya ia mengadakan acara istimewa sendiri. Pak Ober berjalan menuju kolong jembatan. Ada pemulung yang sedang membereskan kertas dan karton. Beberapa orang sedang berjudi dan ada juga orang-orang yang sedang tertidur pulas, tidak menghiraukan hiruk-pikuk suasana. Pak Ober mendekati gelandangan muda yang sedang duduk termenung seorang diri. Pakaiannya lusuh dan rambutnya kusut dan gondrong. “Siapa namamu? Ikutlah aku. Aku akan mentraktirmu makan siang di restoran!” kata Pak Ober. “Namaku Helmut. Mengapa Bapak mau mentraktirku?” Tanya Helmut. Wajahnya yang kumal dan berjenggot menampilkan rasa heran dan kuatir. “Hari ini aku berulang tahun ke-50. Aku ingin ada orang yang menemaniku makan siang dan berbincang-bincang! Hanya itu saja, tak ada maksud lain!” kata Pak Ober. Melihat roman muka Pak Ober yang baik dan ramah, Helmutpun mengangguk. Mula-mula, Pak Ober mengajak Helmut ke tukang pangkas. Sesudah mencuci muka, memangkas rambut dan jenggotnya, Pak Ober membelikan celana panjang, kemeja dan sepatu. Pak Ober menyuruh Helmut melihat dirinya di kaca etalase sebuah toko dan Helmutpun tersenyum. Rasanya ia menjadi seseorang yang lain. Mereka berdua makan di restoran besar. Wah, sudah lama Helmut tidak menikmati makanan selezat itu. Ia makan dengan lahap. “Senang benar bila menjadi orang kaya seperti Bapak!” kata Helmut. Pak Ober tersenyum. “Aku bilang senang benar menjadi anak muda. Badan sehat, kesempatan terbuka luas untuk berhasil. Lebih mudah belajar ketimbang orang yang sudah tua, tenaga masih penuh.” Kata Pak Ober. “Ah, walaupun muda, hidupku susah. Untuk makan sehari-hari saja harus menunggu belas kasihan orang!” keluh Helmut. “Itu kemarin. Mulai hari ini tidak lagi. Aku akan memberikan rumusnya supaya kamu berhasil.” Kata Pak Ober. Ia meneguk minumannya dan Helmut menyeka mulutnya. Perutnya sudah kenyang dan ia sangat berminat mendengarkan kata-kata Pak Ober, orang kaya aneh yang baru dikenalnya. “Maaf, Pak, sebelumnya aku ingin bertanya. Mengapa justru Bapak mengajak aku untuk makan siang dan bukan orang lain?” Tanya Helmut. Pak Ober tersenyum. “Ah, kebetulan saja. Orang kaya suka aneh-aneh. Tiba-tiba saja hari ini aku ingin pergi ke kolong jembatan dan mengajak seseorang makan siang dan aku bertemu dengan kamu.” Jawab Pak Ober. “Oh, ya, rumus keberhasilan itu mudah diingat. Pertama, carilah Tuhan dulu dan rajin berdoa. Kemudian, rajin bekerja. Jangan biarkan tanganmu menganggur. Lalu, rajin belajar dan manfaatkan kesempatan yang ada. Otakmu harus selalu memikirkan hal-hal yang baik. Kalau uangmu belum banyak, engkau harus sangat berhemat. Jika tidak benar-benar perlu, jangan keluarkan uang!” Pak Ober menjelaskan rumusnya. Helmut menghafal kata-kata itu. Tak lama kemudian, mereka berdua berpisah. Sebelum berpisah, Pak Ober berkata, “Tahun depan kita akan bertemu lagi di restoran ini pada jam yang sama dan kita akan bercerita lagi.” Helmut kembali ke kolong jembatan. Rekan-rekannya heran dan menyarankan agar Helmut menjual pakaiannya dan mentraktir mereka minum-minum. Tetapi Helmut tidak mau. Helmut menyendiri dan berdoa. Ia memohon agar Tuhan memberinya pekerjaan. Ia teringat bahwa orang-orang suka berdiri di pinggir jalan di bawah pohon dan menggantungkan karton di dadanya dengan tulisan: TOLONG BERI AKU PEKERJAAN. Segera Helmut mencari karton dan tali, menuliskan karton itu dengan arang yang dipungutnya di jalan dan pergi ke bawah pohon di pinggir jalan. Benar saja, tak lama kemudian, sebuah mobil berhenti. Helmut diajak ke sebuah pesta pernikahan dan ia bertugas mengambil piring-piring dan gelas yang kotor. Sore itu ia mendapatkan uang. Dan ia membungkus uang yang didapatnya. Ia sangat senang. Ia menawarkan diri dan diterima bekerja di perusahaan catering tersebut. Setelah beberapa hari bekerja, Helmut berpikir, “Aku selalu berdoa dan bekerja, tetapi aku belum belajar. Kata Pak Ober aku harus belajar.” Bulan depannya, Helmut mengikuti kursus memasak. Sekarang ia merasa senang, karena mempunyai pekerjaan, simpanan uang, dan ia sedang belajar. Di tempat kerjanya ia rajin membantu koki dan majikannya sayang kepadanya karena ia demikian rajin. Namun, ada kawannya yang iri hati. Ketika Helmut membuat sambal, kawannya memasukkan cicak mati ke dalam sambal. Jadi ketika pesta berlangsung dan orang menemukan cicak dalam sambal, terjadi kegemparan. Helmut dimarahi walau tidak bersalah, dan iapun dipecat. Maka, Helmut harus memulai lagi dari permulaan. Ia membeli bahan-bahan dan membuat kue, lalu menjajakan kuenya. Ia juga mengunjungi bekas majikannya dan menawarkan kuenya. Ketika itu majikannya sudah merasa bahwa sebenarnya Helmut tidak bersalah. Tetapi, ia harus mengeluarkan Helmut. Kalau tidak, mungkin ada yang membuat ulah lain yang bisa merugikan perusahaan. Jadi, Helmut mendapat pesanan kue yang cukup banyak. Karena tidak bisa mengerjakan sendirian, ia mencari pembantu. Sekarang ia bisa berusaha dengan tenang. Ia terus mengingat nasihat Pak Ober: Berdoa, bekerja, belajar, hemat, dan manfaatkan kesempatan. Setahun kemudian, sesuai dengan janjinya, ia bertemu lagi dengan Pak Ober di restoran. Ia membawakan kue buatannya dan menceritakan pengalamannya. Setelah selesai makan dan mereka akan berpisah, Pak Ober berkata, “Tahun depan kita tidak bertemu lagi di sini. Engkau kuundang ke pesta ulang tahun di rumahku!” “Kalau aku berulang tahun, aku akan mengundang Bapak di rumah makan yang sederhana. Dan aku juga akan mengundang makan seorang gelandangan dan membagikan rumus keberhasilanku!” kata Helmut. “Itu gagasan yang bagus. Akupun akan membagikan rumus keberhasilan ini pada orang-orang yang belum berhasil. Tidak setahun sekali, tapi kapan saja aku sempat melakukannya!” kata Pak Ober. Kedua orang itupun berpisah. Helmut yang dulunya gelandangan, kini sudah menjadi pengusaha kue kecil-kecilan. Apakah kamu mau mendekati kawan-kawanmu yang kurang beruntung dan memberikan sesuatu pada mereka?