Uploaded by buatshare6

433630640-Laporan-TC-Dispersi-Bejana

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENCAPAN II
Pencapan Zat Warna Dispersi – Bejana dengan Kain Poliester – Kapas
Disusun Oleh :
REHULINA BERU GINTING
(15020054)
REGITA GRANDIS P.
(16020006)
NURFADILAH IKHSANI
(16020011)
SUNANDITA FADILAH
(16020012)
Grup / Kel : 3K1 / 1
Dosen
: Khairul U., S.ST., MT.
Asisten
: Sukirman, S.ST., MIL.
Desti M., S.ST
POLITEKNIK STTT BANDUNG
2019
1. MAKSUD DAN TUJUAN
Percobaan ini dimaksudkan untuk memberikan corak sesuai motif pada bahan kain
campuran poliester - kapas dengan menggunakan zat warna dispersi – bejana. Dan
bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang berpengaruh pada proses pencapan terhadap
hasil bahan yang diperoleh baik itu ketuaan warna maupun kerataan warna.
2. TEORI DASAR
Pencapan merupakan proses pelekatan zat warna secara tidak merata dengan
menimbulkan corak-corak tertentu. Proses pelekatan zat warna keatas permukaan kain ini
dilakukan secara mekanis, menggunakan screen datar yang merupakan kassa yang
terpasang pada rangka. Kasa atau screen ini dapat digunakan secara berulang-ulang
dengan cara membersihkannya.
Motif yang diinginkan digambar pada kertas gambar untuk kemudian dipindahkan
ke kertas transparan hingga mulai dilakukan proses exposing yang akan menghasilkan
screen yang terdapat beberapa bagian yang tertutup yang dihasilkan dari gambar yang
tidak bermotif, sedangkan bagian motifnya akan memberikan bagian screen yang
berlubang hingga pasta cap dapat menembusnya.
2.1 SERAT KAPAS
Serat kapas merupakan serat alam yang berasal dari serat tumbuh-tumbuhan
yang tergolong kedalam serat selulosa alam yang diambil dari buahnya.
Sifat-sifat serat kapas secara fisik yaitu warnanya agak krem, mulur serat kapas
antara 4 -13 % dan mousture regainnya adalah 7 - 8,5 %. Sedangkan sifat kimianya
serat kapas akan terhidrolisa oleh asam kuat dan oksidator akan menurunkan kekuatan
serat. Alkali pekat akan menggelembungkan serat kapas.
Serat kapas mempunyai bentuk panampang melintang yang sangat bervariasi
dari elips sampai bulat dan dibagi menjadi empat bagian yaitu kutikula, dinding
primer, dinding sekunder dan lumen. Tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal.
Bentuk pandangan membujurnya adalah pipih seperti pita yang terpuntir.
Analisa serat kapas menunjukkan bahwa struktur kimia penyusun serat kapas
yang terbesar adalah selulosa sekitar 90 %, sedangkan sisanya berupa lemak, lilin,
minyak, asam-asam organik, mineral dan pigmen alam. Selulosa merupakan suatu
rantai polimer linier yang tersusun dari kondesat molekul-molekul glukosa
(C6H10O5) yang dihubungkan oleh jembatan oksigen pada posisi atom karbon nomor
satu dan empat. Struktur kimia selulosa dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Setiap satuan glukosa mengandung tiga gugus hidroksil (-OH). Gugus hidroksil
pada atom karbon nomor lima merupakan alkohol primer (-CH2OH), sedangkan pada
posisi 2 dan 3 merupakan alkohol sekunder (HCOH). Kedua jenis alkohol tersebut
mempunyai tingkat kereaktifan yang berbeda. Gugus hidroksil primer lebih reaktif
daripada gugus hidroksil sekunder. Gugus hidroksil merupakan gugus fungsional yang
sangat menentukan sifat kimia serat kapas, sehingga dalam penulisan mekanisme
reaksi, serat selulosa dinotasikan sebagai sel-OH.
Struktur selulosa merupakan rantai dari anhidro glukosa yang panjang dan
membentuk cincin yang dihubungkan oleh atom-atom oksigen. Pada ujung rantai
yang mengandung aldehida yang mempunyai gugus pereduksi, sedangkan pada rantai
bagian tengah mempunyai hidroksil. Bila rantai tersebut dipecah menjadi dua atau
lebih dengan suatu proses kimia maka ujung-ujung rantai akan terhapus membentuk
gugusan aldehida atau karboksilat.
2.2 SERAT POLIESTER
Serat poliester adalah suatu serat sintetik yang terdiri dari polimer-polimer
linier. Serat tersebut pada umumnya dikenal dengan nama dagang dacron, teteron,
terylene. Poliester dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol. Dacron dibuat dari
asamnya dan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :
nHOOC
COOH + nHO(CH2)2OH
Asam tereftalat
etilena glikol
HO CO
COO(CH2)2O H + (2n-1)H2O
n
Dacron
Serat poliester memiliki kekuatan tarik sekitar 4,5-7,5 gram/denier, sedangkan
mulurnya berkisar antara 25% sampai 75%. Pada kondisi standar yaitu RH 65 ± 2%
dan suhu 20oC ± 1% moisture regain serat poliester hanya 0,4% sedangkan pada RH
100% moisture regain mencapai 0,6-0,8%.
Serat poliester jika direndam dalam air mendidih akan mengkeret sampai 7%.
Beberapa zat organik seperti aseton, kloroform, trikloretilen pada titik didihnya akan
mengakibatkan serat poliester mengkeret.
Penampang melintang serat poliester berbentuk bulat dan di dalamnya terdapat
bintik-bintik, sedangkan penampang membujurnya berbentuk silinder dinding kulit
yang tebal.
Sifat Poliester :
Sifat
Kekuatan tarik
Mulur
Elastisitas
Moisture regain (RH) 65%
Modulus
Parameter
4,0 – 6,9 gram/denier
11% - 40%
Baik (tahan kusut)
0,4%
Tinggi
(pembebanan
Berat jenis
Titik leleh
Morfologi
menyebabkan mulur 2%
1,38
250oC
Berbentuk
silinder
Sifat kimia
penampang bulat
Tahan asam lemah mendidih dan
1,7
g/d
dengan
asam kuat dingin, tidak tahan alkali
kuat. Tahan oksidator, pelarut untuk
dry cleaning. Larut dalam metakresol
panas. Tahan jamur.
2.3 ZAT WARNA DISPERSI
Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang terbuat secara sintetik.
Kelarutannnya dalam air kecil sekali dan larutan yang terjadi merupakan dispersi atau
partikel-partikel yang hanya melayang dalam air.
Zat warna dispersi mula-mula digunakan untuk mewarnai serat selulosa.
Kemudian dikembangkan lagi, sehingga dapat digunakan untuk mewarnai serat
buatan lainnya yang lebih hidrofob dari serat selulosa asetat, seperti serat poliester,
poliamida, dan poliakrilat.
Zat warna dispersi merupakan zat warna yang terdispersi dalam air dengan
bantuan zat pendispersi. Adapun sifat-sifat umum zat warna dispersi adalah sebagai
berikut :
1. Zat warna dispersi mempunyai berat molekul yang relatif kecil (partikel 0,5-2µ).
2. Bersifat non-ionik terdapat gugus-gugus fungsional seperti –NH2, -NHR, dan-OH.
Gugus-gugus tersebut bersifat agak polar sehingga menyebabkan zat warna sedikit
larut dalam air.
3. Kelarutan zat warna dispersi sangat kecil, yaitu 0,1 mg/l pada suhu 800C.
4. Tidak megalami perubahan kimia selama proses pencelupan berlangsung.
Berdasarkan struktur kimianya, zat warna dispersi dibagi menjadi beberapa
golongan, yaitu :
1. Kromogen golongan azo
Zat warna golongan azo umumnya menghasilkan warna kuning, oranye, merah,
dan beberapa warna ungu, biru, dan hitam.
2. Kromogen golongan antrakuinon
Zat warna golongan antrakuinon umumnya menghasilkan warna pink, merah,
ungu, dan biru. Kelebihan zat warna antrakuinon adalah warnanya cerah, tahan
sinar sangat baik, mudah rata, sedangkan kekurangannya adalah perlu banyak zat
warna untuk memperoleh warna tua (color build up jelek), tahan luntur terhadap
pencucian kurang baik, harganya mahal.
3. Kromogen golongan thiopene
Zat warna ini mulai dikembangkan pada tahun 1970 untuk mensubstitusi zat
warna golongan antrakuinon, zat warna ini memiliki kelebihan dibanding zat
warna antrakuinon dalam hal color build up, warna biru yang brilian dan tahan
luntur warna terhadap pencuciannya lebih baik. Warna yang dihasilkan adalah
warna biru dan biru kehijauan.
Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional zat warna dispersi dengan serat
poliester ada 2 macam yaitu :
1. Ikatan Van der Waals
Zat warna dispersi dan serat merupakan senyawa hidrofob dan bersifat non
polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob dan bersifat non polar ini
ikatan fisika, yang berperan dalam terbentuknya ikatan fisika adalah ikatan van
der walls, yang terjadi berdasarkan interaksi antara kedua molekul yang
berbeda. Ikatan yang besar terjadi pada ikatan van der walls pada zat warna
dispersi dan serat poliester adalah dispersi London.
2. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan atom hidrogen dengan
atom lain yang bersifat elektronegatif. Kebanyakan zat warna dispersi tidak
mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester karena zat warna dispersi
dan serat poliester bersifat nonpolar, hanya sebagian zat warna dispersi yang
mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester yaitu zat warna dispersi
yang mempunyai donor proton seperti –OH atau NH2.
Berdasarkan ukuran molekul dan sifat sublimasinya, zat warna dispersi
digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu :
1.
Tipe A : zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan sangat
baik karena ukuran molekulnya paling kecil, akan tetapi mudah bersublimasi
pada suhu 130oC, biasanya digunakan untuk mencelup selulosa asetat dan
2.
poliakrilat.
Tipe B (tipe E) : zat warna dispersi dengan ukuran molekulnya sedang, sifat
kerataan pencelupannya baik dan menyublim pada suhu 190oC, biasanya
digunakan untuk pencelupan poliester metoda carrier atau pencapan alih panas
3.
(transfer printing).
Tipe C (tipe SE) : zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan
pencelupan cukup baik, menyublim pada suhu 200oC, biasanya digunakan
4.
untuk pencelupan cara carrier, HT/HP dan Thermosol.
Tipe D (tipe S) : zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan
kurang baik, menyublim pada suhu 210oC, biasanya digunakan untuk
pencelupan poliester metoda HT/HP dan Thermosol.
2.4 ZAT WARNA BEJANA
Zat warna bejana tidak larut di dalam air dan tidak mungkin dapat digunakan
untuk mencelup atau mencap kain kapas tanpa diubah dulu struktur molekulnya. Zat
warna bejana mengandung gugus karbonil (> C = O) yang apabila direduksi akan
terbentuk senyawa leuko yang terdiri dari gugus > C – OH (enol). Secara garis besar
menurut struktur molekulnya zat warna bejana dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Golongan indigoida yang mengandung kromofor –CO-C=C-CO- dan pada
umumnya merupakan derivat dari indigotin atau tioindigo. Nama dagang untuk
golongan ini adalah Indigisol. O C N C =C Indigotin O C N O C S Tioindigo C =C
OCS
b. Golongan Antrakwinoida yang mempunyai struktur sebagai antrakwinon. Nama
dagang untuk golongan ini adalah Antrasol. O O Antrakwinon.
Pada dasarnya pencelupan dengan zat warna bejana terdiri dari 4 tahap yaitu:
1. Pembejanaan, yaitu pembuatan larutan bejana atau pereduksian zat warna bejana
menjadi bentuk leuko.reaksinya adalah: Na2S2O4 + 2NaOH  2Na2SO4 + 6Hn D
= C = O + Hn  D = C – OH Zat warna bejana 2H2O OH  C = C – Ona + H2O
(senyawa leuko)
2. Pencelupan atau penyerapan leuko ke dalam serat.
3. Oksidasi, yaitu perubahan kembali senyawa leuko menjadi senyawa asal. Sehingga
leuko yang sudah terserap tidak akan larut dan tidak akan keluar karena ukuran
molekulnya lebih besar daripada serat. 2D = C – O – Na + On  2D = C = O +
Na2CO3
4. Pencucian, Hasil celupan yang telah dioksidasi dicuci dengan sabun panas sampai
bersihuntuk menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi dan selanjutnya dibilas
sampai bersih. CO2 Zat warna bejana jenis antrakuinon atau indanthrene
mempunyai beberapa macam reaksi waktu pembejanaan :
a. Senyawa indanthrene dapat direduksi pada kedua gugus karbonilnya atau
keempat gugus karbonilnya sehingga dengan perbedaan banyaknya gugus
karbonil yang direduksi maka akan menghasilkan perbedaan ketuaan warna.
b. Dalam pembejanaan yang dipentingkan jumlah alkali untuk membentuk garam
leuko.
Jika
pH-nya
dibawah
7
maka
derivat
antrahidrokinon
akan
berpolimerisasi menjadi suatu oksantron. Senyawa ini tidak mudah teroksidasi
kembali kebentuk semula, tetapi lebih mudah tereduksi menjadi senyawa antron
yang akan berisomerisasi menjadi antranol. Antranol akan teroksidasi
memberikan hasil reaksi yang berbeda dengan pigmen zat warna asal.
Sifat Zat Warna Bejana
Zat warna bejana mempunyai sifat :
a. Zat warna yang tidak larut dalam air sehingga tidak dapat mewarnai langsung serat
selulosa, tapi jika diubah dulu menjadi garam leuko dengan bantuan zat reduktro
dan alkali akan mempunyai substantifitas terhadap serat. Untuk mengembalikan ke
bentuk semula diperlukan pengoksidasian..
b. Senyawa leuko zat warna golongan antrakuinon hanya larut dalam larutan alkali
kuat sedang golongan indigo larut dalam larutan alkali lemah.
c. Tahan luntur warna baik.
d. Mempunyai ketahanan yang baik terhadap sinar dan tahan terhadap larutan NaOH
mendidih.
e. Zat warna bejana yang berbentuk leuko sangat peka terhadap suhu pengeringan
setelah pencapan. Jika suhu pengeringan rendah maka kain hasil cap yang masih
agak basah dapat bertambah panas terutama yang bertumpuk di bagian tengah,
sehingga mengakibatkan terjadinya reaksi penguraian yang tidak merata.
Akibatnya hasil pencapan akan belang. Kalau suhu pengeringan terlalu tinggi,
maka tidak ada kesempatan zat warna bejana masuk ke dalam serat dan sukar
untuk mengambil air sehingga tidak akan terjadi reaksi oksidasi kembali dan
akibatnya warna sebenarnya tidak timbul.
Pencapan dengan zat warna bejana pada umumnya mengahasilkan produk
pencapan dengan ketahan luntur warna yang tinggi terhadap hampir semua jenis daya
tahan luntur warna. Hal ini disebabkan karena molekul zat warnanya yang cukup
besar dan tidak larut dalam air.
Pengental yang digunakan dipilih yang tahan terhadap alkali konsentrasi tinggi
yang terkandung didalam pasta cap. Pengental yang umum digunakan adalah
campuran jenis strarch-eter dengan gum-tragancanth, british gumatau yang sejenis.
Campuran pengental tersebut memiliki kelehihan-kelebihan antara lain hasil
pewarnaan yang tinggi, tahan terhadap alkali konsentrasi tinggi, mudah dihilangkan
pada pencucian dll.
Zat higroskopis sekaligus sebagai zat pembantu pelarutan zat warna, diperlukan
untuk membantu penetrasi zat warna ke dalam serat dan fiksasi zat warna. Zat
pendispersi seperti Solution Salt B atau Solution Salt SV, diperlukan untuk mambanti
migrasi, penetrasi, perataan dan fiksasi zat warna kedalam serat.
Alkali yang biasa digunakan pada pencapan zat warna bejana adalah kalium
karbonat, soda abu, soda kostik dan kalium hidroksida Sedangkan zat pereduksi zat
warna bejana yang banyak digunakan adalah natrium sulfoksilat formaldehida. Jenis
ini banyak dijumpai dalam perdagangan dengan merk dagang seperti Ronggalit C,
Formosul G, dll. Natrium hidrosulfit, glukosa dan dekstrin digunakan dalam skala
terbatas.
3. METODE PERCOBAAN
3.1 ALAT
- Mixer
- Kasa screen
- Neraca timbangan
- Meja printing
- Pengaduk
- Rakel
- Gelas Ukur
- Mesin stenter
3.2 BAHAN
- Zat warna Enervat Green FFB
- Kain T/C
- Pengental Alginat
- Zat warna Disperse (Dispersol Blue K-GLS)
- Zat pendispersi
- Urea
- Na2CO3
- Zat anti reduksi
- NaOH
- Ronggalit
- Teepol
- Na2S2O4
3.3 DIAGRAM ALIR
Persiapan pencapan  Pencapan  Dry 1000C 3’  Fiksasi 1800C 3’  Reduksi
(Block menggunakan Ronggalit / Na2S2O4  Dry  Steam 1000C 15’  Angin –
angin 15’  Soaping  Dry  Evaluasi
3.4 RESEP
 Resep Pasta Cap
Pengental induk alginat 8%
Zat warna dispersi
: 15 g
Zat warna reaktif
: 15 g
Urea
: 100 g
Anti Reduksi
Pendispersi
Pengental induk
Air Panas
: 50 g
: 50 g
: 700 g
:xg
1000 g
 Resep Zat Reduksi
RONGGALIT
NaOH
: 100 g
Na2CO3
: 50 g
Ronggalit
: 50 dan 150 g
Pengental
: 700 g
Air
:xg
Na2S2O4
NaOH
: 100 g
Na2CO3
: 50 g
Na2S2O4
: 50 dan 150 g
Pengental
: 700 g
Air
:xg
3.5 FUNGSI ZAT
Zat warna Dispersi
: untuk mewarnai bahan poliester pada proses pencapan,
Zat warna Bejana
dimana zat warna ini akan berikatan dengan serat.
: untuk mewarnai bahan kapas pada proses pencapan, dimana
Urea
zat warna ini akan berikatan dengan serat.
: mencegah zat warna yang telah menempel pada bahan tidak
Pengental Alginat
bleeding kemana-mana saat dilakukan batching.
: zat pengental untuk menjaga zat warna tidak mengalami
bleeding ketika dicap.
Anti Reduksi
: sebagai zat anti reduksi pada pasta pencapan
Pendispersi
: mendispersikan zat warna dispersi secara monomolekuler
Ronggalit dan Na2S2O4 : sebagai zat pereduksi
3.6 CARA KERJA
 Pembuatan Pengental :
- Pengental alginat yang akan digunakan dimasukan pada bejana.
- Ditambahkan sebagian air dalam jumlah kecil.
- Diaduk secara merata dengan menggunakan mixer hingga terbentuk emulsi yang
kental.
 Pembuatan Pasta Cap :
- Mengambil pengental alginat yang telah jadi sesuai dengan kebutuhan, kemudian
memasukkan zat warna dispersi – bejana ke dalamnya dan diaduk terus sampai
semua bagian merata.
- Kemudian ditambahkan bahan zat pembantu lainnya sesuai resep sambil diaduk,
sedangkan untuk bahan yang berupa padatan dilarutkan dalam air terlebih dahulu.
 Pencapan
- Kain yang akan dicap dipasang pada meja cap dengan posisi terbuka sempurna
dan konstan pada meja cap.
- Meletakkan screen tepat berada pada bahan yang akan dicap
- Pasta cap ditaburkan pada bagian pinggir screen (tidak mengenai motif).
- Menahan screen agar tetap mengepres pada bahan, kemudian dilakukan proses
pencapan dengan cara memoles screen dengan pasta cap menggunakan rakel.
- Pada proses pencapan, penarikan rakel harus kuat dan menekan ke bawah agar
dapat mendorong zat warna masuk ke motif.
- Screen kemudian dilepaskan ke atas.
- Setelah selesai, pasta cap dibiarkan pada kain hingga sedikit mengering untuk
kemudian mengangkatnya secara hati-hati.
- Dilakuan proses pengeringan pada suhu 100C selama 2 menit, kemudian fiksasi
pada suhu 200C selama 2 menit.
- Setelah bahan difiksasi selanjutnya bahan di cuci dingin, cuci sabun, cuci panas,
dan cuci dingin kemudian dibilas dan dikeringkan.
4. DATA PENGAMATAN
4.1 PERHITUNGAN RESEP
Pengental Induk : 8 / 100 x 400 = 32  32 ml pengental alginat dan 368 ml air
Bahan
Praktikan 1
( Ronggalit 50g )
Zw Dispersi
Zw Bejana
Urea
Anti Reduksi
Pendispersi
Pengental
Air Panas
Bahan
NaOH
Na2CO3
Ronggalit /
Na2S2O4
Pengental
Air
Praktikan 2
( Ronggalit 150g )
Praktikan 3
( Na2S2O4 50g )
15/1000 x 80 = 1,2
15/1000 x 80 = 1,2
100/1000 x 80 = 8
50/1000 x 80 = 4
50/1000 x 80 = 4
700/1000 x 80 = 56
20/1000 x 80 = 1,6
Praktikan 1
( Ronggalit 50g )
Praktikan 3
Praktikan 2
( Ronggalit 150g )
( Na2S2O4 50g )
100/1000 x 80 = 8
50/1000 x 80 = 4
50/1000 x 80 = 4
150/1000 x 80 = 12
250/1000 x 80 =
700/1000 x 80 = 56
250/1000 x 80 =
150/1000 x 80 = 12
20
20
50/1000 x 80 = 4
Praktikan 4
( Na2S2O4 150g )
Praktikan 4
( Na2S2O4 150g )
150/1000 x 80 = 12
150/1000 x 80 = 12
4.2 KAIN HASIL PENCAPAN
Terlampir
5. DISKUSI
Pencapan merupakan suatu proses pemberian warna pada kain secara tidak merata
sesuai dengan motif yang telah ditentukan dan hasilnya memiliki ketahanan luntur warna.
Untuk mencapai hasil pencapan yang baik pada proses pencapan dibutuhkan kondisi yang
spesifik, peralatan khusus dan desain yang sempurna, desain memiliki nilai seni yang
tinggi dan biasanya diciptakan sebagai hasil karya seni. Teknik pencapan intinya
merupakan cara pemindahan desain dengan suatu peralatan tertentu yang diharapkan dapat
menjamin mutu dan kualitas hasil pencapan.
Pada praktikum kali ini dilakukan proses pencapan pada kain campuran poliesterkapas menggunakan zat warna dispersi dan zat warna bejana. Dimana serat poliester
merupakan serat yang memiliki struktur yang rapat artinya daerah kristalinitasnya tinggi
sehingga bersifat hidrofob, maka untuk proses pencapannya menggunakan zat warna yang
molekulnya kecil. Selain itu serat poliester juga termasuk serat yang tidak memiliki gugus
fungsi sehingga tidak berikatan kimia dengan zat warna dispersi. Zat warna dispersi ini
mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugus pelarut. Maka dalam
pemakaiannya diperlukan zat pembantu yang berfungsi untuk mendispersikan zat warna
dan mendistribusikannya secara merata didalam larutan, yang disebut zat pendispersi.
Sedangkan serat kapas merupakan serat yang memiliki gugus fungsi yang dapat berikatan
dengan gugus fungsi pada zat warna termasuk at warna bejana. Tetapi zat warna bejana
termasuk golongan zat warna yang tidak larut dalam air dan tidak dapat mewarnai serat
selulosa secara langsung. Maka zat warna ini harus dibejanakan (direduksi) terlebih
dahulu agar mempunyai afinitas terhadap serat selulosa. Larutan zat warna yang
dibejanakan atau dibuat larut disebut larutan leuko. Setelah berada di dalam serat, maka
bentuk leuko tadi dioksidasi kembali menjadi bentuk semula yang tidak larut dalam air.
Oleh karena itu hasilnya mempunyai tahan cuci yang sangat baik. Selain itu juga
mempunyai sifat tahan sinar dan tahan larutan hipoklorit dengan baik.
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu metode 2 tahap. Dimana pada
proses ini dilakukan proses fiksasi 2 kali, yaitu fiksasi dengan cara steaming dan dengan
menggunakan suhu tinggi atau disebut juga thermofiksasi. Pada proses thermofiksasi akan
terjadi fiksasi zat warna dispersi pada poliester dan sebagian zat warna bejana. Hal ini
dikarenakan sifat dari zat warna dispersi dan zat warna bejana hampir sama, yaitu
keduanya tidak larut dalam air dan proses pemberian warna dilakukan dengan cara
memaksa zat warna masuk pada serat. Namun untuk zat warna bejana perlu dilakukkan
proses pembejanaan dengan cara memblok kain hasil pencapan setelah dilakukan proses
thermofiksasi dengan pasta yang mengandung reduktor dan alkali. Hal ini dimaksudkan
agar zat warna bejana yang tidak larut menjadi larut sehingga zat warna bejana dapat
masuk pada serat kapas dan berikatan dengan serat selolosa. Meskipun ikatan yang
terbentuk antara serat kapas dengan zat warna bejana hanya berupa ikatan fisika saja.
Setelah diblok dengan pasta reduktor alkali kain dikeringkan dan di steaming. Proses
steaming berfungsi untuk fiksasi zat warna bejana terhadap serat selulosa.
Pada proses reduksi zat warna bejana hal yang harus diperhatikan yaitu pemilihan
zat reduktor dan alkali yang digunakan. Hal ini karena bila alkali dan reduktor yang
digunakan terlalu kuat maka akan menyebabkan ion dari zat warna bejana menjadi lebih
banyak yang radikal, yang pada akhirnya akan merubah struktur zat warna bejana
sehingga warnanya menjadi berubah dan rusak. Serta alkali yang kuat akan mengikis serat
poliester yang menyebabkan kekuatan serat poliester menurun. Sehingga penting untuk
memperhatikan penambahan zat reduktor dan alkali agar hasil pencapannya baik dan tahan
luntur warna yang dihasilkan baik pula.
Proses fiksasi pertama dilakukan pada suhu yang tinggi yaitu pada suhu 200oC yang
mana sebelumnya dilakukan proses pengeringan awalan. Proses pengeringan awal
dimaksudkana agar serat poliester tidak kaget sehingga stuktur serat poliester tetap stabil,
dan pasta cap yang telah ditempelkan pada serat menjadi lebih kering sebelum nanti
dilakukan proses fiksasi yang mana suhunya lebih tinggi lagi. Fiksasi pada suhu tinggi ini
dikarenakan serat poliester merupakan serat yang sangat hidrofob sehingga zat warna
dispersi perlu dipaksa masuk pada pori pori serat. Pada proses ini digunakan suhu yang
tinggi yaitu 200oC, dimana pada tahap ini struktur serat poliester mulai bergerak
mengakibatkan serat menjadi lebih tidak teratur yang artinya pori pori serat semakin
mengembang. Maka pada tahap ini lah zat warna dispersi yang molekulnya sangat kecil
menyusup masuk pada pori pori serat tersebut. Molekul molekul zat warna akan saling
berikatan fisika yang akan membentuk molekul yang berukuran besar. Sehingga semakin
besar ukuran molekul zat warna yang berdifusi pada serat maka ikatan fisika yang terjadi
antara serat dengan zat warna semakin besar pula. Pada prosesnya kebanyakan zat warna
dispersi tidak mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester karena zat warna
dispersi dan serat poliester bersifat non polar. Hanya sebagian zat warna dispersi yang
mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester yaitu zat warna dispersi yang
mempunyai donor proton seperti -OH atau -NH2. Dimana ikatan hidrogen merupakan gaya
dipol yang melibatkan ikatan hidrogen dengan atom lain yang bersifat elektronegatif.
Reaksi yang terjadi antara zat warna dispersi dengan serat poliester sebagai berikut :
Setelah proses difusi selesai maka suhu kembali diturunkan dan struktur molekul
pada serat poliester kembali rapat sehingga zat warna terperangkap pada serat dan tidak
bisa bermigrasi keluar lagi.
Selain zat warna dispersi yang berikatan dengan serat poliester. Pada proses ini juga
terjadi difusi sebagian zat warna bejana dengan serat kapas. Namun tetap harus dilakukan
proses reduksi atau pembejanaan. Zat utama yang digunakan adalah reduktor kuat dan
soda kostik. Zat tersebut akan merubah zat warna bejana yang tidak mempunyai afinitas
terhadap serat selulosa menjadi senyawa leuko yang mana leuko ini mempunyai afinitas
terhadap serat selolosa, sehingga dapat berdifusi kedalam serat selulosa. Reaksi yang
terbentuk pada prose ini adalah sebagai berikut :
Selanjutnya senyawa leuko akan berdifusi pada serat selulosa. Maka setelah zat
warna berdifusi ke dalam serat lalu dilakukan proses oksidasi. Dimana pada proses ini zat
warna bejana diubah kembali menjadi zat warna bejana yang tidak mempunyai afinitas
artinya tidak larut dalam air. Sehingga zat warna yang telah berada dalam serat kapas tidak
bisa lagi keluar dari serat dan berikatan secara fisika. maka dapat disimpulkan bahwa
ketahanan luntur terhadap pencuciannya muncul dari sifat zat warnanya yang diubah
kembali menjadi bentuk yang tidak larut dalam air. Oksidasi dapat dilakukan dengan
larutan oksidator ataupun dengan udara. Reaksi yang terbentuk adalah sebagai berikut :
Faktor penting yang perlu diperhatikan pada proses pencapan ini yaitu penggunaan
zat reduksi. Hal ini disebabkan karena pada proses ini akan menentukan larut tidaknya zat
warna bejana dan warna yang dihasilkan. Sehingga pada praktikum ini dilakukan
pencapan dengan variasi pasta reduksi yaitu penggunaan reduktor dan alkali jenis yang
berbeda dan konsentrasi yang berbeda untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil
ketuaan dan kerataan warna hasil pencapan.
Dari data hasil praktikum didapat bahwa kain hasil pencapan dengan variasi zat
reduktor yang berbeda dengan konssentrasi yang berbeda menghasilkan kain dengan
warna yang berbeda pula.
Untuk kain dengan reduksi menggunakan ronggalit sebagai reduktornya memiliki
warna yang dominan biru, dimana warna biru ini merupakan warna dari zat warna
dispersi. Sehinggga dapat disimpulkan bahwa zat warna dispersi tidak bermasalah dalam
proses difusi hingga fiksasinya. Namun untuk zat warna bejana kemungkinan tidak
terreduksi sempurna yang mana menyebabkan zat warna bejana yang warnanya hijau tidak
muncul. Warna sedikit kehijauan muncul pada kain hasil pencapan dengan konsentrasi
ronggalit 100 gram. Hal ini diasumsikan dengan penggunaan ronggalit yang lebih besar
maka daya reduksi zat warna bejana menjadi lebih kuat sehingga zat warna yang larut
menjadi semakin banyak yang menyebabkan molekul zat warna lebih banyak yang
berdifusi ke dalam serat kapas. Dengan semakin banyaknya zat warna bejana yang
berdifusi pada serat maka warna yang dihasilkan dari zat warna bejana menjadi lebih
banyak lagi. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan konsentrasi ronggalit
100 gram memiliki warna yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan ronggalit
konsentrasi 50 gram.
Untuk kain yang menggunakan Na2S2O4 sebagai reduktor pada proses reduksinya
memiliki warna yang berbeda dengan variasi sebelumnya. Untuk kain dengan konsentrasi
Na2S2O4 50 gram memilki warna yang baik. Hal ini disebabkan karena warna dari zat
warna dispersi maupun zat warna bejana muncul secara sempurna. Sedangkan kain dengan
konsentrasi Na2S2O4 100 gram memiliki warna yang dominan hijau yaitu zat warna bejana.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pada kain tersebut zat warna bejana berdifusi lebih
banyak dibandingkan dengan zat warna dispersi. Hal ini disebabkan karena dengan
penggunaan reduktor yang lebih banyak menyebabkan zat warna bejana larut lebih banyak
dan dapat berdifusi kedalam serat menjadi lebih banyak. Namun praktikan berasumsi
bahwa, karena Na2S2O4 merupakan reduktor kuat yang memiliki tingkat kesatabilan yang
rendah maka penggunaan yang terlalu besar akan menyebabkan terganggunya zat lain.
Dengan kata lain dengan penggunaan yang banyak akan merusak zat lain termasuk zat
warna dispersi dimana zat warna dispersi tidak tahan terhadap reduktor apalagi reduktor
kuat. Sehingga dengan penggunaan Na2S2O4 50 gram menjadi konsentrasi ideal karena
dengan konsentrasi tersebut reduktor ini tidak akan mengganggu zat lain baik itu zat warna
dispersi atau zat pembantu lain yang terkandung dalam pasta cap.
Dari data hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa penggunaan Na2S2O4 sebagai
reduktor pada proses pembejanaan lebih baik dibandingkan dengan ronggalit. Meskipun
demikian untuk menghasilkan kain dengan warna yang sesuai perlu pemilihan konsentrasi
termasuk resep yang ideal agar tidak merusak zat lainnya termasuk zat warna dispersi. Hal
ini menjadi penting karena sifat dari Na2S2O4 yang tidak stabil sehingga memungkinkan
untuk mereduksi zat lain sehingga menyebabkan kerusakan zat.
Pada proses pembejanaan, bukan hanya reduktor yang digunakan tetapi juga
menggunakan NaOH sebagai alkali kuat dan Na2CO3 sebagai alkali lemah. Dalam proses
ini Na2S2O4 berfungsi sebagai reduktor yang mereduksi zat warna bejana menjadi asam
leuko yang larut dalam air, dan NaOH dan Na 2CO3 berfungsi untuk melarutkan leuko zat
warna bejana (merubah asam leuko yang tidak larut menjadi garam leuko yang larut.
Na2CO3 ditambahakan untuk menghindari terlalu cepatnya pembentukan ion radikal, hal
ini dikarekan bila terlalu cepat terbentuk maka akan merusak zat lainnya termasuk zat
warna yang digunakan. senyawa leuko yang terbentuk memiliki warna yang lebih muda
atau berbeda dengan warna pigmen aslinya. Warna asli dari zat warna bejana muncul
setelah di oksidasi menggunakan oksidator atau udara.
Pasta cap yang digunakan mengandung urea. Dimana urea berfungsi sebagai zat
higroskofis yang mana pada proses ini sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan proses
fiksasi yang berlangsung pada suhu tinggi yaitu 200oC sehingga kemungkinan zat warna
untuk kering lebih cepat cukup besar. Dimana penambahan urea berfungsi untuk menjaga
kestabilan zat warna di dalam pasta cap sehingga zat pasta cap tidak cepat kering. Selain
itu urea juga berfungsi untuk membantu penyerapan zat warna pada serat.
Dalam membuat pasta cap untuk pencapan kain campuran poliester kapas dengan
zat warna dispersi dan zat warna bejana ada beberapa faktor yang harus diperhatikan,
diantaranya dalam melarutkan zat warna dispersi dan zat warna bejana dan pencucian kain
hasil pencapan. Dalam melarutkan zat warna pada pasta cap, harus dipastikan zat warna
larut sempurna, hal ini bisa dilakukan dengan cara melarutkan zat warna dengan
menggunakan air hangat terlebih dahulu.
Kain hasil pencapan tidak memiliki kerataan yang baik hal ini dikarenakan
kesalahan praktikan pada saat peraklean yang kurang sempurna. Sehingga zat warna tidak
menempel secara merata.
Dari hasil praktikum, untuk menghindari kegagalan proses serta untuk mendapatkan
hasil pencapan yang di inginkan parktikan menyarankan untuk perlu pemilihan resep yang
optimum dan dilakukan proses pencapannya dengan beruntut dan hati hati.
6. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa penggunaan
Na2S2O4 sebagai reduktor pada proses pembejanaan lebih baik dibandingkan dengan
ronggalit.
7. DAFTAR PUSTAKA
Djufri, Rayid M.SC. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan. 1975.
Sekolah Tinggi Teknologi Teksril. Bandung.
Soeprijono, S.Teks. Serat-Serat Tekstil. 1976. Institute Teknologi Tekstil. Bandung.
Suprapto, Agus S.Teks. Teknologi Pencapan. 2004. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Bandung.
LAMPIRAN
1. KAIN HASIL PENCAPAN MENGGUNAKAN RONGGALIT 50g
2. KAIN HASIL PENCAPAN MENGGUNAKAN RONGGALIT 150g
3. KAIN HASIL PENCAPAN MENGGUNAKAN Na2S2O4 50g
4. KAIN HASIL PENCAPAN MENGGUNAKAN Na2S2O4 150g
Download