MAKALAH SOSIOLOGI BUDAYA “MASKULINITAS DAN PATRIARKINYA DI LINGKUNGAN MASYARAKAT” Disusun Oleh : Shahnaz Dinda Rindiani 01817143832 Manarita 5B Dosen Pembimbing : Sudarman, S.Sos, MA STMM Yogyakarta 2020 i KATA PENGANTAR Puji Syukur tidak lupa saya panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Makalah mengenai “Maskulinitas dan Patriarkinya di Lingkungan Masyarakat”. Atas selesainya penyusunan Makalah ini saya mengucapkan terimakasih kepada : 1. Tuhan YME; 2. Dosen Pembimbing Sosiologi Budaya 3. Teman-teman kelas Manarita 5B; 4. Pihak-pihak yang telah bekerjasama dan terlibat dalam kelancaran makalah ini. Tentunya Penyusunan Makalah mengenai “Maskulinitas dan Patriarkinya di Lingkungan Masyarakat”ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran maupun kritik dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan penyusunan selanjutnya. Akhir kata semoga Makalah mengenai “Maskulinitas dan Patriarkinya di Lingkungan Masyarakat” ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Yogyakarta, ii Oktober 2020 DAFTAR ISI Halaman Judul .............................................................................................................. i Kata Pengantar ............................................................................................................ ii Daftar Isi...................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2 C. Tujuan .............................................................................................................. 2 BAB II PENYAJIAN DATA A. Maskulinitas ..................................................................................................... 3 B. Patriarki ............................................................................................................ 6 BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Makna dan Perkembangan Maskulinitas dan Patriarkinya .............................. 8 B. Bagaimana Maskulinitas dan Patriarkinya Berjalan di Lingkungan Masyarakat .................................................................................................... 11 C. Hal yang Bisa Dilakukan Ditengah Maskulinitas dan Partriarkinya ............. 13 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................................... 15 B. Saran ............................................................................................................... 15 Daftar Pustaka ............................................................................................................ 16 iii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Maskulinitas atau manhood merupakan peran, sifat, dan perilaku yang berkaitan denga laki-laki atau pria dewasa. Kata kunci sebagai ciri utama dari maskulinitas adalah keberanian, kemandirian, dan ketegasan, namun ciri ini juga berbeda-beda dipengaruhi oleh faktor sosial dan juga budaya. Standar mengenai pria yang dianggap sangat maskulin, maskulin, dan tidak maskulin sudah ada dari dulu dengan ciri berbeda-beda. Sebagai contoh pada abad ke 19, seseorang yang suka berdandan baik pria maupun wanita dipandang bersifat maskulin, namun dalam standar modern hal seperti itu disebut feminim. Maskulinitas sebagai suatu konsep juga digambarkan pada imajinasi orang jawa Dalam imajinasi orang jawa, lelaki ideal adalah yang memiliki benggol (uang) dan bonggol (kejantanan seksual). Lalu dimana posisi perempuan? Ia adalah milik laki-laki, sejajar dengan bondo (harta), griyo (istana), turonggo (kendaraan), kukilo (burung, binatang piaraan, bunyi-bunyian), dan pusoko (senjata, kesaktian). Penguasaan terhadap perempuan (wanito) adalah simbol kejantanan seorang lelaki (Muhadjir Darwin S.281, June 24, 1999). Bentuk hegemoni atau dominasi laki-laki yang digambarkan menjadi salah satu bentuk dari bagaimana maskulinitas itu berjalan di masyarakat. Pengartian maskulinitas dan juga patriarkinya terkadang membuat stigma negatif di masyarakat, mengingat saat ini sedang gencar-gencarnya sosialisasi mengenai kesetaraan gender dan juga feminisme. Adanya paham maskulinitas serta budaya patriarki di masyarakat saat ini menjadi hal yang wajar, namun bagaimanakah pandangan dan dampak dari hal-hal yang sudah ada sejak lama ini, itulah yang perlu diketahui. 1 B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa Makna Maskulinitas dan Bagaimana Perkembangannya? 2. Bagaimana Maskulinitas dan Patriarkinya Berjalan di Lingkungan Masyarakat? 3. Apa solusi dari adanya paham Maskulinitas dan sistem Patriarkinya di Lingkungan Masyarakat? C. TUJUAN 1. Mengetahui bagaimana dampak maskulinitas di masyarakat 2. Mengetahui bagaimana hubungan antara maskulinitas dan sistem patriarkinya dilngkungan masyarakat 3. Menyajikan data yang berkaitan dengan maskulinitas dan patriarkinya dilngkungan masyarakat 2 BAB II PENYAJIAN DATA A. Maskulinitas 1. Impression of Masculinity Gambar 1.1 Pada gambar bisa dilihat dibanding usia dibawah 45 tahun, responden berusia diatas 45 tahun 67% nya menganggap maskulinitas sebagai hal yang sangat positif dan juga agak positif. Kemudian yang paling rendah adalah responden berusia 16-29 tahun di angka 58% yang menganggap bahwa maskulinitas adalah hal yang sangat dan agak positif. 3 2. Sifat Pembentuk Maskulinitas Ketika diminta untuk memilih tiga sifat yang paling dikaitkan oleh responden dengan masing-masing gender, nampaknya ada persamaan pendapat antargenerasi. Di antara 21 sifat, tiga sifat yang paling dikaitkan dengan maskulinitas oleh responden berusia 16-19 tahun adalah kekuatan (dipilih oleh 55%), ketegasan (27%), dan kecerdasan (24%); sedangkan kepekaan (42%), emosional (33%) dan kasih sayang (29%) menjadi tiga sifat yang paling dikaitkan dengan feminitas. Responden berusia di atas 45 tahun mengidentifikasi kekuatan (56%), ketegasan (31%), dan cepat dan tepat dalam mengambil keputusan (25%) sebagai sifat yang paling mereka kaitkan dengan maskulinitas dan kepekaan (47%), emosional (36%), dan kasih sayang (32%) untuk feminitas. 3. Pandangan bahwa maskulinitas adalah konstruksi sosial Gambar 1.2 Meskipun memiliki pandangan yang sama tentang apa yang membentuk maskulinitas dan feminitas, mayoritas responden (56%) 4 percaya bahwa keduanya merupakan konstruksi sosial (proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu atau sekelompok individu, menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif). Pandangan ini paling kuat di Filipina (68%), Thailand (60%), dan Australia (58%), tetapi tidak begitu kuat di Vietnam, dengan 39% responden yang setuju dengan pandangan ini. 4. Ekspektasi orang terkait maskulinitas Menilik statistik WHO, hampir 40% dari beberapa negara memiliki lebih dari 15 kematian akibat bunuh diri per 100 ribu pria, dan hanya 1,5% terjadi pada wanita. Bahkan di Amerika Serikat pria memiliki 3,5 kali lipat kemungkinan untuk bunuh diri dibanding wanita. Berdasar BBC salah satu faktor risiko kunci dari kasus ini adalah komunikasi. Karena stigma masyarakat yang mengatakan “laki-laki harus kuat”, masyarakat mengondisikan anak laki-laki sejak dini untuk tidak mengekspresikan emosi. Peneliti juga menemukan laki-laki lebih jarang mencari bantuan untuk menyembuhkan kesehatan mental mereka. Gambar 1.3 5 Gamar 1.4 5. Muncul istilah Fragile Masculiinity atau Toxic Masculinity Kondisi ketika seorang laki-laki memaksakan diri untuk menjadi maskulin dan malah berdampak negatif bagi dirinya dan sekitarnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh sistem patriarki yang ada di sekitar. B. Patriarki 1. Kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat, salah satu faktor nya adalah bayang-bayang budaya patriarki yang masih cenderung represif terhap perempuan, bisa dilihat pada data catatan tahunan dari komnas perempuan. D i a 6 gram di atas menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792% (hampir 800%) artinya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat. Diagram di atas masih merupakan fenomena gunung es, yang dapat diartikan bahwa dalam situasi yang sebenarnya, kondisi perempuan Indonesia jauh mengalami kehidupan yang tidak aman. 2. Keterlibatan perempuan pada partai politik rendah Menurunnya angka keterwakilan perempuan dari 18,2 persen pada tahun 2009 menjadi 17,3 persen di tahun 2014. Padahal, kandidat perempuan yang mencalonkan diri dan masuk dalam daftar pemilih dari partai politik mengalami peningkatan dari 33,6 persen tahun 2009 menjadi 37 persen pada tahun 2014 (Dina Manafe: Suara Pembaruan). 7 BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Makna dan Perkembangan Maskulinitas serta Patriarki 1. Maskulinitas a. Makna Maskulinitas Maskulinitas dapat diartikan sebagai perilaku, peran, sifat, dan ciri yang dimiliki seorang laki-laki sehingga bisa dikatakan laki-laki tersebut maskulin. Priyo Soemandoyo (dalam Widyatama, 2006: 6) mengatakan pria digambarkan memiliki fisik yang besar, agresif, prestatif, dominansuperior, asertif dan dimitoskan sebagai pelindung. Pada dasarnya maskulinitas tidak memiliki konsep yang paten, dalam artian maskulinitas bisa saja berbeda sesuai dengan budaya dan juga kehidupan sosial dan lingkungan sekitar. Jadi bisa dijelaskan juga bahwa maskulinitas itu merupakan sebuah ketentuan yang merangkum apa saja yang disebut maskulin, dan atau juga termasuk nilai dan norma maskulin. b. Perkembangan Maskulinitas Pada perkembangannya maskulinitas dibagi atas tiga masa : - Literatur kuno berusia sekitar 3000 SM, maskulinitas tersirat dalam mitos para dewa dan pahlawan. Dalam Alkitab ibrani dari 1000 SM, Raja Daud dari Israel mengatakan kepada anaknya, "aku pergi menjalani seluruh bumi: Jadilah engkau kuat. oleh karena itu tampakkanlah dirimu laki-laki. Cerita-cerita tentang legenda pahlawan kuno menunjukkan kualitas kepahlawanan yang menginspirasi, memberi rasa hormat, mencontohkan kebijaksanaan dan keberanian serta mengambil risiko yang orang lain tidak akan berani merupakan sifat-sifat maskulin yang berkembang di masa lalu. - Jeffrey Richards menggambarkan "maskulinitas abad pertengahan" Eropa yang pada dasarnya bersifat dogma agama Kristen dan ksatria.". Simbol Keberanian, penghargaan terhadap wanita dari 8 semua kelas, dan kemurahan hati merupakan penggambaran pria. Contoh : cerita-cerita Hengest, Horsa dan Beowulf adalah contoh cita-cita maskulin abad pertengahan. Menurut David Rosen, pandangan tradisional para ilmuwan terhadap Beowulf adalah kisah kepahlawanan zaman pertengahan yang memandang persamaan antara Beowulf dan monster Grendel. Maskulinitas dicontohkan oleh Beowulf dalam cerita tersebut. - Pada awal abad ke-20, sebuah keluarga tradisional terdiri dari ayah sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Ciri khas maskulinitas masa kini adalah kesediaan pria untuk melawan stereotip. Terlepas dari usia atau kebangsaan, pria lebih menginginkan kesehatan yang lebih baik, kehidupan keluarga yang harmonis dan hubungan baik dengan pasangan sama pentingnya dengan kualitas hidup mereka. (Dysfunction and Constructs of Masculinity and Quality of Life in the Multinational Men's Attitudes to Life Events and Sexuality (MALES) Study. Journal of Sexual Medicine) 2. Patriarki a. Makna Patriarki Menurut Alfian Rokhmansyah(2013) di bukunya yang berjudul Pengantar Gender dan Feminisme, patriarki berasal dari katapatriarkat, berarti struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral, dan segala-galanya. b. Perkembangan Patriarki Patriarki sudah ada sejak zaman dimana manusia masih berburu dan juga mengumpulkan makanan. Kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan ini dilakukan oleh laki-laki, sementara perempuan tinggal di rumah. Kondisi demikian, menjadikan perempuan memiliki banyak waktu 9 senggang, sehingga perempuan menggunakan waktu senggangnya tersebut untuk bertani. Hal ini dikemukakan pula oleh Setiawan (2012: 13). Seiring berkembangnya zaman, kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan tidak cocok lagi dilakukan karena kondisi alam yang berubah. Hal tersebut membuat laki-laki mengambil alih lahan produksi pertanian perempuan. Karena keharusan untuk mempertahankan hidupnya, manusia membuat perkembangan teknologi berlangsung dengan pesat di tengah masyarakat pertanian. Hal ini senada yang dikemukakan oleh Saadawi dalam Kusuma (2012: 18) Sejak saat itu, proses produksi yang sebelumnya dikerjakan bersama-sama (komunal), akhinya dapat dikerjakan secara sendirian (individual), sehingga proses komunal dalam menghasilkan sumber penghidupan berangsur-angsur tergantikan oleh proses individual dan menjadikan hasil produksi menjadi milik individu. Dari sinilah, sistem pertanian memperkenalkan kepemilikan pribadi pada umat manusia. Hal ini yang menjadi akar dari lahirnya sistem patriarki. Seperti yang dikatakan Engels dalam Budiman (1981 :23), bahwa sistem patriarki dimulai ketika manusia mulai mengenal kepemilikan pribadi, di mana sistem kepemilikan ini juga menandai lahirnya sistem kelas. Sejak masa lampau, budaya masyarakat di dunia telah menempatkan laki laki pada hierarki teratas, sedangkan perempuan menjadi kelas nomor dua. Ini terlihat pada praktek masyarakat di zaman Vedic 1500 SM, perempuan tidak mendapat harta warisan dari suami atau keluarga yang meninggal. Dalam tradisi masyarakat Buddha pada tahun 1500 SM, perempuan dinikahkan sebelum mencapai usia puberitas. (ConventionWatch, 2007). Meskipun sistem ini sudah sedikit longgar, tetapi hingga saat ini bayang-bayang patriarki masih terasa di sekitar, bisa dilihat dari jumlah laki-laki dan perempuan pada partai politik, staf dan menteri kepresidenan, 10 bahkan hingga ke organisasi sekitar yang mana biasanya posisi laki-laki lebih dominan. B. Bagaimana Maskulinitas dan Patriarkinya Berjalan di Lingkungan Masyarakat Maskulinitas dan patriarkinya menjadi dua hal yang saling berurutan dan berkaitan. Penggambaran sosok lelaki maskulin sesuai dengan perkembangannya identik dengan bagaimana seorang laki-laki dikatakan maskulin, dan tanggung serta bertanggung jawab. Apalagi jika dikaitkan dengan sistem patriarki yang meposisikan laki-laki berada pada posisi atau strata atas. Sistem patriarki akan sangat menunjang Ketika mendengar mengenai maskulinitas dan juga patriarkinya maka akan muncul stigma negatif mengenai hegemoni laki-laki pada lingkungan sosial. Masyarakat memandang maskulinitas sebagai bentuk kewajiban dan standar yang dimiliki oleh setiap laki-laki. Padahal pada kenyataannya tidak semua laki-laki termasuk kedalam standar maskulin. - Maskulinitas dan Kesehatan Mental Maskulinitas dan karakteristik sempurna yang menjadi acuan pada konsep nya, tidak semuanya bisa diterima oleh setiap laki-laki. Ketika ekspektasi terhadap maskulinitas itu semakin tinggi, maka nantinya akan berdampak negatif yang membuat munculnya ‘toxic masculinity atau fragile masculinity’. Ketika seseorang sudah dianggap demikian munculah rasa ketidakpercayaan diri yang bisa menyebabkan depresi atau gangguan mental lainnya. Toxic masculinity menggambarkan dampak negatif dari sikap berpegang teguh pada karakteristik maskulin ditambah dengan penekanan pada kejantanan yang didefinisikan dengan kekerasan, seks, status, dominasi, ketabahan, dan agresi. Penelitian menunjukkan bahawa pandangan ini biasanya diperkuat selama masa kanak-kanak dan sepanjang hidup. Beberapa frasa yang menunjukkan tekanan yang diberikan pada pria agar memenuhi sifat-sifat ini seperti, 11 ‘Jadilah pria, kamu bisa mengatasinya!’, ‘Pria tidak menangis’, ‘Pantang mundur!’. Karena pandangan itulah setiap anak laki-laki dari kecil sudah dibiasakan untuk tidak mengekspreksikan emosinya. Hal tersebut pada akhirnya terbawa hingga ketika seseorang tumbuh dan menghadapi suatu masalah ia akan merasa bahwa pria cenderung tidak mencari bantuan ketika mereka membutuhkannya, apalagi ketika sudah mengalami gangguang seperti stress atau kecemasan. Toxic masculinity juga membahayakan keluarga orang sekitar. Toxic masculinity dapat dikaitkan dengan kekerasan dalam rumah tangga—laki-laki dalam sebuah hubungan mungkin berusaha untuk mendominasi dan mengendalikan pasangan mereka, mengancam, atau bahkan bertindak dengan kekerasan jika pasangannya tidak mau bekerja sama. Karena merasa dirinya lebih superior, atau yang menjadikan dirinya sebagai seseorang control freak. - Pro dan Kontra Budaya Patriarki Perlu diketahui bahwa konsep maskulinitas dan patriarki berbeda-beda karena setiap orang memiliki latar belakang budaya dan sejarah yang berbeda-beda juga. Patriarki tidak hanya sekedar laki-laki yang memiliki posisi lebih tinggi dibanding perempuan, tapi ada sejarah dan mekanisme yang terjadi. Masyarakat yang pro patriarki menganggap bahwa terdapat sisi positif dengan membuat pria sadar bahwa dirinya harus bertanggung jawab penuh untuk mengayomi keluarganya sehingga dia pastinya tidak ingin ada keluarganya yang menderita. Ini juga menunjukan bahwa seorang pria itu harus mapan dan juga mampu menjadi tulang punggung keluarganya ketika membutuhkan sesuatu. Hal ini lah yang membuat sistem patriarki masih diakui oleh banyak orang dan dilakukan sampai sekarang. Pihak istri yang mengaku setuju dengan sistem patrirki juga mengaku setuju dengan hal ini 12 asalkan suaminya memang benar-benar mapan dan bisa diandalkan dalam melakukan sehari-hari dengan baik dan benar. Selain itu juga sang istri bisa lebih fokus untuk mendidik anak di rumah. Efek positif lain dari budaya ini adalah pihak perempuan bisa meluangkan waktunya lebih banyak untuk anaknya yang mungkin membutuhkan kasih sayang lebih dari orang tuanya. Namun, terdapat pula pihak-pihak yang menolak adanya patriarki dan memperjuangkan adanya kesetaraan gender. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pelecehan seksual, angka pernikahan dini, dan stigma mengenai perceraian, sebagai akibat negatif dari praktik patriarki. Tindakan ini sebenarnya sudah ada dari sejak lama, namun pada kenyataannya hingga saat in praktek-praktek pratiarki masih saja bertahan di masyarakat. C. Hal Yang Bisa Dilakukan Ditengah Adanya Maskulinitas dan Patriarki Maskulinitas adalah suatu stereotype tentang laki-laki yang dapat dipertentangkan dengan feminimitas sebagai stereotype perempuan. Stereotype maskulinitas dan feminimitas mencakup berbagai aspek karakteristik individu, seperti karakter atau kepribadian, perilaku, peranan, penampakan fisik, atau ketahanan fisik. Dalam hal pekerjaan yang mengandalkan kekuatan dan keberanian seperti tentara, sopir, petinju, dsb, disebut sebagai pekerjaan maskulin, sementara pekerjaan yang memerlukan kehalusan, ketelitian, dan perasaan seperti salon kecantikan, juru masak, menjahit, dsb, dinamakan pekerjaan feminim. Stereotype inilah yang pada gilirannya menciptakan hubungan yang kontras antara laki-laki dan perempuan, dimana dominasi laki-laki atas perempuan dianggap sesuatu yang kodrat. Maka dari itu perlu dilakukannya rekonstruksi konsep maskulinitas dengan memperhatikan konsep variasi antar masyarakat, kelas sosial, maupun tingkat peradaban. Dengan kata lain Maskulinitas dan Feminimitas adalah suatu konstruksi sosial yang dapat diberi makna yang berbeda oleh setiap masyarakat. 13 Ketika berbicara mengenai patriarki negatif yang mengakibatkan adanya kasus seperti kekerasan pada perempuan diperlukan juga Undang-Undang yang lebih tepat dan langkah-langkah represive untuk melindungi setiap hak dan kedudukan serta untuk perempuan, dengan mendukung adanya keadilan bagi setiap gender. Menghilangkan sistem patriarki bukan merupakan hal yang mudah. Patriarki sebagai konsep, acuan, dan juga indikator yang sudah ada sejak zaman dahulu tidak bisa begitu saja dihilangkan. Namun, jika dampak negatif nya masih terus berlanjut justru akan semakin merugikan dan membahayakan masyarakat banyak. Maka dari itu selain penegakan hukum yang diperketat, perlu juga ada perubahan konsep dari diri kita, pada sistem patriarki ada keuntungan yang didapat oleh baik pihak laki-laki atau perempuan, setiap orang harus bisa mengurangi rasa ego dan merubah konsep patriarki menjadi hal yang positif tanpa mengakibatkan penindasan, maupun diskriminasi. 14 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dengan paparan diatas bisa dilihat juga bagaimana maskulinitas dan juga patriarkinya berjalan seiringan dan saling berhubungan satu sama lain. Konsep maskulinitas dan juga patriarkinya memiliki paradigma yang berbeda-beda disetia tempat atau lingkungan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor budaya atau lingkungan itu sendiri. Penerapan paham maskulinitas juga pada dasarnya memiliki pengertian masing-masing bagi setiap orang, munculnya perubahan sosial yang diikuti perkembangan di hampir segala lini masyarakat juga mempengaruhi pola pikir setiap orang. Masyarakat yang mulai terbuka pada setiap pandangan-pandangan baru juga bisa menjadi solusi dari dampak negatif adanya maskulinitas dan patriarkinya. B. SARAN Penulis berharap bahwa makalah yang telah dibuat dapat berguna bagi masyarakat khususnya yang ingin mengetahui lebih lanjut berkenaan dengan maskulinitas dan patriarkinya. Selain itu dengan adanya mata kuliah sosiologi budaya ini mahasiswa/i juga bisa lebih peka terhadap isu dan permasalahan sosial sebagai bekal jika ingin menjadi seorang jurnalis nanti. 15 DAFTAR PUSTAKA - - - - - - “Sebagian Besar Warga Negara APAC Percaya Maskulinitas dan Femimitas di Bentuk Secara Sosial”. Yougov.com. 15 Agustus 2017. 21 Agustus 2020.< https://id.yougov.com/id/news/2017/08/15/sebagianbesar-warga-apac-56-percaya-bahwa-maskuli/ > “Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat Karena Kultur Patriarki”.Media Indonesia.com. 10 Maret 2020. 21 Oktober 2020 < https://mediaindonesia.com/read/detail/295445-kekerasan-terhadapperempuan-meningkat-karena-kultur-patriarki > “Perempuan Dan Budaya Patriarki Dalam Politik”. 8 Mei 2016. 21 Oktober 2020 <journal.unhas.ac.id> “Posisi Laki-Laki Dalam Masyarakat Patriarkis”. cpps.ugm.ac.id . 24 Juni 1999.21 Oktober 2020 <cpps.um.ac.id> “Menyoroti Budaya Patriarki di Indonesia” researchgate.net.5 Juni 2020. 21 Oktober 2020. <> “Bunuh Diri, Maskulinitas dan Agama Sebagai Ruang Intim Manusia”. Islami.co. 28 September 2020. 21 Oktober 2020. < https://islami.co/bunuh-diri-maskulinitas-dan-agama-sebagai-ruang-intimmanusia/ > “Toxic Masculinity dan Dampaknya Bagi Kesehatan Mental Laki-Laki”. Kompas.com. 19 Oktober 2020. 21 Oktober 2020. < https://lifestyle.kompas.com/read/2020/10/19/174108720/toxicmasculinity-dan-dampaknya-bagi-kesehatan-mental-lakilaki?page=all#page2 > “Maskulinitas, makna dan dampaknya pada konstruksi jender di dalam masyarakat dan lingkup akademis”. Suarakita.org. 18 Desember 2013. 21 Oktober 2020< http://www.suarakita.org/2013/12/maskulinitas-maknadan-dampaknya-pada-konstruksi-jender-di-dalam-masyarakat-danlingkup-akademis/ > “Maskulinitas”.wikipedia.org.21 Oktober 2020 < https://id.wikipedia.org/wiki/Maskulinitas> “Men defy stereotypes in defining masculinity.”iu.edu. 26 Agustus 2008. 21 Oktober 2020. < https://newsinfo.iu.edu/tips/page/normal/8690.html > “Maskulinitas, makna dan dampaknya pada konstruksi jender di dalam masyarakat dan lingkup akademis”. Suarakita.org. 18 Desember 2013. 21 Oktober 2020< http://www.suarakita.org/2013/12/maskulinitas-maknadan-dampaknya-pada-konstruksi-jender-di-dalam-masyarakat-danlingkup-akademis/ > 16 - - - “Why more men than women die by suicide”18 Maret 2019 .22 Oktober 2020.<https://www.bbc.com/future/article/20190313-why-more-men-killthemselves-than-women > “Sejarah, Pengertian dan Struktur, Kadar dan Bentuk Ideologi Patriarki”13 Maret 2016.22 Oktober 2020< https://medium.com/@suriadibara/sejarahpengertian-bentuk-dan-struktur-ideologi-patriarki-efd0124e2128 > “Kita dan Budaya Patriarki”oleh : Edison F.S Butarbutar. 23 Oktober 2020.<https://www.academia.edu/4274514/KITA_DAN_BUDAYA_PAT RIARKI > 17