Uploaded by User71284

PROPOSAL KUALITATIF MRA ROSA NADA SEPTIANA B2091201005

advertisement
ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI ASET TETAP
BERDASARKAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI
PEMERINTAHAN (PSAP) NO. 07 TENTANG AKUNTANSI
ASET TETAP PADA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN
DAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PROPOSAL PENELITIAN
ROSA NADA SEPTIANA
NIM. B2091201005
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 2
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6
1.4 Kontribusi Penelitian .................................................................................. 7
1.5 Gambaran Kontekstual Penelitian ............................................................ 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 9
2.1 Landasan Teori ............................................................................................ 9
2.2 Studi Empiris ............................................................................................. 30
2.3 Kerangka Konseptual ............................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 37
3.1 Bentuk Penelitian ...................................................................................... 37
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 37
3.3 Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data ....................................... 37
3.4 Teknik Pengambilan Sampel .................................................................... 40
3.5 Analisis Data .............................................................................................. 40
3.6 Uji Keabsahan Data .................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demi mewujudkan pemerintahan yang good governance secara
akuntabilitas dan transparasi dapat menimbulkan efek bagi Pemerintah
Pusat
maupun
bagi
Pemerintah
Daerah
dalam
menyampaikan
informasinya kepada pihak eksternal dan internal. Salah satu informasi
yang dapat disampaikan adalah berbentuk laporan keuangan pemerintah.
Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat diwajibkan membuat
laporan keuangan. Laporan keuangan menyediakan informasi keuangan
dan non keuangan yang relevan mengenai posisi keuangan dan transaksi –
transaksi yang dilakukan suatu entitas selama periode tertentu. Dalam
menyusun laporan keuangan, pemerintah mempunyai standar akuntansi
tersendiri.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah merupakan bukti keinginan untuk pemerintahan
yang lebih baik. Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintah menjelaskan bahwa pendapatan berbasis
kas, belanja dan pembiayaan serta aset berbasis kas, kewajiban dan ekuitas
berbasis kas menuju akrual (basic cash toward accrual). Selanjutnya pada
bulan Oktober 2010 telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 Pernyataan No. 7 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis
akrual. Pada lampiran I telah menjelaskan tentang SAP berbasis akrual dan
pada lampiran II menjelaskan tentang SAP berbasis kas menuju akrual.
Tetapi, Peraturan Pemerintah ini masih bersifat sementara karena
pengakuan dan pengukuran terhadappendapatan dan belanja berbasis
akrual
belum
dilaksanakan,
maka
digunakanlah
pengakuan
dan
pengukuran berbasis kas. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 Bab III Ketentuan Penutup menjelaskan bahwa Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang
3
berbasis kas kemudian dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Sehingga
sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 mengenai Standar
Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual mulai di berlakukan.
Pemerintahan daerah sebagai pihak yang menguasai aset daerah
memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan dan pemanfaatan aset daerah.
Aset tersebut dapat berupa aset tetap yang digunakan pemerintahan dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya (Auliana, 2014). Dalam laporan
keuangan, aset tetap merupakan golongan aset yang mempunyai nilai yang
cukup besar. Pengelolaan aset tetap pemerintah diatur dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 07 tentang Akuntansi Aset
Tetap. Tujuan PSAP No. 07 mengenai aset tetap adalah untuk mengatur
perlakuan akuntansi aset tetap, yang meliputi pengakuan, pengukuran,
penilaian awal perolehan, komponen biaya, pengeluaran setelah perolehan,
penyusutan, penghentian dan pelepasan, pengungkapan dan lainnya. PSAP
No. 07 diterapkan pada seluruh lembaga atau organisasi pemerintah dalam
menyajikan laporan keuangan.
Aset tetap menurut PSAP No. 07 merupakan aset berwujud yang
mempunyai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, yang
dimaksudkan untuk kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. Aset tetap terdiri dari tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan, irigasi, jaringan, aset tetap lainnya, dan
kontruksi dalam pengerjaan.
Masalah yang sering ditemui dalam akuntansi aset tetap adalah
pada saat pengakuan aset, perlakukan akuntansi atas penilaian kembali,
dan penyusutan aset tetap. Seperti dalam penelitian Khafiyya (2016) pada
Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Kalimantan Timur yang menunjukkan
bahwa pengukuran aset tetap belum sesuai dengan PSAP No. 07 dan lebih
tepat jika diukur penyusutannya menggunakan metode menurun saldo
berganda bukan metode garis lurus. Dan pengungkapannya tidak
menunjukkan nilai buku sewajarnya. Selain itu pada penelitian Merina,
Verawaty, dan Manoppo (2019) pada Dinas Sosial Provinsi Sumatera
4
Selatan menunjukkan pengungkapan aset tetap belum sesuai dengan PSAP
No. 07 tentang akuntansi aset tetap. Dinas ini belum mengungkapkan
tentang dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat,
informasi penyusutan yang meliputi, metode penyusutan yang digunakan,
masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, nilai tercatat bruto
dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode, serta rekonsiliasi.
Penelitian Sita, Irmadariyani, dan Andriana (2017) yang telah dilakukan di
RSUD Genteng dareah Banyuwangi, menghasilkan bahwa penggolongan,
pengakuan, pengukuran, dan penyajian aset tetap di RSUD Genteng sudah
sesuai dengan PSAP No. 07. Tetapi penyajian beban penyusutan pada
laporan operasional kurang sesuai karena hanya menyajikan beban
penyusutan peralatan dan mesin. Selain itu, hasil penelitian yang di
lakukan
oleh
Mustafa
(2016)
di
Pontianak,
Kalimantan
Barat
menghasilkan bahwa pada kantor Dinas Sosial telah melaksanakan proses
pengklasifikasian, pengakuan dan pencatatan sesuai dengan PSAP No. 07.
Akan tetapi, kekurangan dalam penelitian ini yaitu penyajian beban
penyusutan belum sesuai dengan PSAP No. 07. Penelitian Bito (2017)
yang dilakukan di Pontianak juga pada kantor Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan enunjukan bahwa
Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat
belum sepenuhnya menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah
Nomor
71
Tahun
2010
namun
telah
melaksanakan
proses
pengklasifikasian, pengakuan dan pencatatan sesuai dengan Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 07 dari Peraturan Pemerintah
Nomor 71 tahun 2010, akan tetapi belum dicantumkan nilai akumulasi
penyusutan, sehingga nilai yang tercatat di neraca dan laporan inventaris
hanyalah nilai pertama kali aset tetap diperoleh.
Badan
Pengawasan
Keuangan
dan
Pembangunan
(BPKP)
merupakan lembaga pemerintah yang bertanggungjawab langsung kepada
Presiden yang melaksanakan tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan
5
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perwakilan BPKP Provinsi
Kalimantan Barat berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan laporan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dengan menyusun laporan keuangan yang berupa Laporan
Realisasi Anggaran, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas,
Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Aset tetap yang dimiliki
BPKP Provinsi Kalimantan Barat sangat berperan penting untuk
menunjang kegiatan operasional guna mencapai tujuannya. Oleh karena
itu,
pengelolaan
aset
tetap
sangat
penting
untuk
menghindari
penyelewengan aset tetap.
Dengan adanya PSAP No. 07 mengenai akuntansi aset tetap
sebagai dasar untuk menilai kesesuian atas pencatatan akuntansi aset tetap,
diharapkan bisa menjadi tolak ukur untuk menilai pertanggungjawaban
BPKP Provinsi Kalimantan Barat atas aset tetap yang merupakan bentuk
pengelolaan barang milik negara. Berdasarkan latar belakang tersebut,
penelitian ini akan membahas tentang ”Analisis Penerapan Akuntansi Aset
Tetap Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP)
No. 07 Tentang Akuntansi Aset Tetap pada Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan Provinsi Kalimantan Barat”.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah pengakuan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat
sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap?
2. Apakah pengukuran aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat
sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap?
3. Apakah penilaian awal perolehan aset tetap pada BPKP Provinsi
Kalimantan Barat sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi
aset tetap?
4. Apakah komponen biaya aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan
Barat sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap?
6
5. Apakah pengeluaran setelah perolehan aset tetap pada BPKP Provinsi
Kalimantan Barat sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi
aset tetap?
6. Apakah penyusutan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat
sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap?
7. Apakah penghentian dan pelepasan aset tetap pada BPKP Provinsi
Kalimantan Barat sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi
aset tetap?
8. Apakah pengungkapan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat
sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian ini sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui pengakuan aset tetap pada BPKP Provinsi
Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang
akuntansi aset tetap
2. Untuk mengetahui pengukuran aset tetap pada BPKP Provinsi
Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang
akuntansi aset tetap
3. Untuk mengetahui penilaian awal perolehan aset tetap pada BPKP
Provinsi Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07
tentang akuntansi aset tetap
4. Untuk mengetahui komponen biaya aset tetap pada BPKP Provinsi
Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang
akuntansi aset tetap
5. Untuk mengetahui pengeluaran setelah perolehan aset tetap pada BPKP
Provinsi Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07
tentang akuntansi aset tetap
7
6. Untuk mengetahui penyusutan aset tetap pada BPKP Provinsi
Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang
akuntansi aset tetap
7. Untuk mengetahui penghentian dan pelepasan aset tetap pada BPKP
Provinsi Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07
tentang akuntansi aset tetap
8. Untuk mengetahui pengungkapan aset tetap pada BPKP Provinsi
Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang
akuntansi aset tetap
1.4 Kontribusi Penelitian
1.4.1
Kontribusi Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi bagi pengembang teori
akuntansi tentang penerapan akuntansi aset tetap untuk penelitian dimasa
yang akan datang dan diharapkan dapat digunakan untuk menambah
referensi sebagai bahan penelitian lanjutan.
1.4.2
Kontribusi Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi pengambilan keputusan kebijakan oleh
pihak BPKP Provinsi Kalimantan Barat di masa yang akan datang
khususnya dalam hal pencatatan akuntansi aset tetap yang sesuai dengan
PSAP No. 07
1.5 Gambaran Kontekstual Penelitian
Objek penelitian ini adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) Provinsi Kalimantan Barat. BPKP Provinsi Kalimantan Barat
berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Pontianak. BPKP Provinsi Kalimantan Barat
adalah lembaga pemerintah yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah
dan
pembangunan nasional. Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat
berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan laporan pertanggungjawaban
atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan menyusun
8
laporan keuangan yang berupa Laporan Realisasi Anggaran, Laporan
Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Catatan atas Laporan
Keuangan.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Akuntansi Sektor Publik
Sektor publik sebagai entitas yang kegiatannya terkait usaha
menghasilkan barang dan memberikan pelayanan publik untuk memenuhi
kebutuhan dan hak publik. Pada organisasi sektor publik melakukan
transaksi – transaksi ekonomi dan keuangan, namun berbeda dengan sektor
swasta yang dimana tujuan utama perusahaan adalah mencari laba.
Sedangkan sektor publik dikelola tidak untuk tujuan mencari laba.
Menurut Dwi Ratmono (2015) akuntansi sektor publik adalah proses
untuk mengidentifikasi, mengukur, mencatat serta melaporkan transaksi
keuangan dari entitas pemerintah untuk mengambil keputusan ekonomi
yang dibutuhkan pihak eksternal. Akuntansi sektor publik memiliki kaitan
erat dengan penerapan dan perlakukan akuntansi wilayah publik yang
dipakai oleh lembaga – lembaga publik seperti badan pemerintahan pusat
dan daerah. Selain itu terdapat juga unit kerja pemerintah, perusahaan milik
negara (BUMN dan BUMD), organisasi massa, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), yayasan, organisasi politik, universitas dan organisasi
nirlaba lainnya yang menjadi bagian dari wilayah publik. Akuntansi sektor
publik berkaitan dalam 3 hal yaitu, persediaan informasi, pengendalian
manajemen dan akuntabilitas.
American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) dalam
Mardiasmo (2009) menjelaskan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi
sektor publik adalah untuk :
1.
Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengatur secara
tepat, efisien dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi
sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi. Tujuan ini
terkait dengan pengendalian manajemen (management control).
10
2.
Memberikan informasi yang memungkinkan manajer untuk
melaporkan pelaksanaan tanggung jawab dalam mengelola
secara tepat dan efektif program dan penggunaan sumber daya
yang menjadi wewenangnyasehingga memungkinkan bagi
pegawai pemerintah untuk melaporkan kepada publik atas hasil
operasi pemerintah dan penggunaan dana publik. Tujuan ini
terkait dengan akuntabilitas (accountibility).
Dilihat dari tujuan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan akuntansi
sektor publik adalah memberikan informasi yang diperlukan untuk
melakukan pengambilan keputusan secara efisien yang di kelola oleh
organisasi serta pertanggungjawaban nya kepada publik atas hasil
operasional atau dana publik yang telah digunakan.
2.1.2 Akuntansi Pemerintah
Akuntansi pemerintahan merupakan salah satu bentuk dari akuntansi
sektor publik. Data akuntansi yang digunakan akuntansi pemerintah untuk
memberikan infomasi mengenai transaksi ekonomi dan keuangan yang
menyangkut organisasi pemerintahan dan organisasi-organisasi lain yang
tidak bertujuan mencari laba (non-profit organization).
Sitorus (2015) dalam Nikijuluw, Tinangon, dan Wokas (2017)
menyatakan “akuntansi pemerintahan adalah suatu proses sistematik
pengelolaan keuangan pemerintah mulai dari bukti transaksi sampai ke
proses pelaporan keuangan serta pertanggungjawaban kepada publik”.
Menurut Bahtiar, dkk (2002 : 3) dalam Putri, Sari, dan Sulistyowati
(2016) menyatakan “akuntansi pemerintahan adalah suatu aktivitas jasa
untuk menyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses
pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran semua transaksi keuangan
pemerintah serta penafsiran atas informasi keuangan tersebut”. Menurut
Mardiasmo (2000) ada beberapa tujuan akuntansi pemerintah dan akuntansi
pada umumnya adalah
11
1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah dapat dipertanggungjawbakan atas apa
yang dihasilkan dari suatu pemerintahan. Misalnya dalam
akuntansi pemerintah tentu saja suatu instansi harus bisa
dipertanggungjawabkan laporan keuangannya.
2. Manajerial
Akuntansi pemerintah bisa menjadi suatu perencanaan untuk
membangun dan pengendalian atas kegiatan dalam suatu
instansi tersebut. Perencanaan yang bisa dilakukan yaitu berupa
penyusuanan anggaran atau APBN.
3.
Pengawasan
Pengawasan
terpusat
perancangan
pada
keuangan
pencapaian
negara.
operasional
Kemudian
atas
dilakukan
pemeriksaan keuangan, yang terdiri dari pemeriksaan keuangan
secara umum, pemeriksaan ketaan dan pemeriksaan operasional
atau manajerial.
2.1.3 Standar Akuntansi Sektor Publik
Standar
akuntansi
merupakan
pedoman
atau
prinsip-prinsip
yangmengatur perlakuan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan
dengan tujuan pelaporan kepada para pengguna laporan keuangan,
sedangkan prosedur akuntansi merupakan praktik khusus yang digunakan
untuk mengimplementasikan standar. Standar akuntansi sektor publik
memberikan kerangka demi berjalannya fungsi – fungsi siklus akuntansi
sektor publik, yaitu perencanaan, penganggaran, realisasi anggaran,
pengadaan barang dan jasa, pelaporan audit, dan pertanggungjawaban
publik.
Dalam pelaporan keuangan, untuk menjamin konsistensi pelaporan
keuangan tersebut standar akuntansi sangat diperlukan. Apabila tidak ada
standar akuntansi yang memadai akan menimbulkan implikasi berupa
12
rendahnya
reliabilitas
dan
objektivitas
informasi
yang
disajikan,
inkonsistensi dalam pelaporan keuangan serta menyulitkan dalam
pengauditan.
Menurut Mardiasmo (2000), terdapat beberapa teknik akuntansi
keuangan yang diadopsi oleh sektor publik, yaitu :
1. Akuntansi Anggaran
Akuntansi anggaran merupakan teknik akuntansi yang menyajikan
jumlah yang dianggarkan dengan jumlah aktual dan dicatat secara
berpasangan (double entry). Menekankan peran anggaran dalam
siklus perencanaan, pengendalian, dan akuntabilitas menjadi
tujuan utama dari teknik akuntansi anggaran. Latar belakng teknik
akuntansi anggaran adalah anggaran dan realisasi harus selalu
dibandingkan sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi apabila
terdapat selisih (varians). Akan tetapi, akuntansi anggaran lebih
menekankan pada bentuk akun-akun keuangan bukan isi (content)
dari akun itu sendiri.
2. Akuntansi Komitmen
Akuntansi komitmen merupakan sistem akuntansi yang mengakui
transaksi dan mencatatnya pada saat order atau pesanan
dikeluarkan. Sehingga akuntansi komitmen dapat digunakan
bersama-sama dengan akuntansi kas dan akuntansi akrual. Tujuan
utama akuntansi komitmen adalah untuk pengendalian anggaran.
Akuntansi komitmen fokus pada order yang dikeluarkan. Order
yang diterima yang terkait dengan pendapatan tidak akan dicatat
sebelum faktur dikirim. Meskipun akuntansi komitmen bisa
memperbaiki pengendalian terhadap anggaran, namun masih ada
masalah dalam pengadopsian sistem tersebut ke dalam akun-akun
keuangan.
3. Akuntansi Dana
Sistem
akuntansi
pemerintah
yang
dilakukan
dengan
menggunakan konsep dana, memperlakukan suatu unit kerja
13
sebagai entitas akuntansi dan entitas anggaran yang berdiri sendiri.
Penggunaan akuntansi dana menjadi salah satu perbedaan antara
akuntansi pemerintahan dengan akuntansi bisnis. Sistem akuntansi
dana adalah metoda akuntansi yang menekankan pada pelaporan
pemanfaatan dana, bukan pelaporan organisasi itu sendiri. Sistem
akuntansi dana dibuat untuk memastikan bahwa uang publik
dibelanjakan untuk tujuan yang telah ditetapkan.
4. Akuntansi Kas
Penerapan akuntansi kas merupakan pencatatan yang dilakukan
pada saatkas diterima dan pengeluaran akan dicatat ketika kas
dikeluarkan. Adapun kelebihan basis kas adalah mencerminkan
pengeluaran yang aktual, rill dan obyektif. Namun, pada GGAP
tidak menganjurkan pecatatan dengan dasar kas karena tidak dapat
mencerminkan kinerja yang sesungguhnya, serta tingkat efisiensi
dan efektivitas suatu kegiatan, program, atau aktivitas tidak dapat
diukur dengan baik.
5. Akuntansi Akrual
Akuntansi akrual dianggap lebih baik daripada akuntansi kas. Hal
ini dikarenakan teknik akuntansi berbasis akrual menghasilkan
laporan keuangan yang lebih dapat dipercaya, lebih akurat,
komperhensif,
dan
relevan
untuk
pengambilan
keputusan
ekonomi, sosial, dan politik. Pengaplikasian basis akrual dalam
akuntansi sektor publik pada dasarnya adalah untuk menentukan
cost of services dan charging for services, yaitu untuk mengetahui
besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan pelayanan
publik. Hal ini tentu saja berbeda dengan tujuan pengaplikasian
basis akrual pada sektor swasta yang digunakan untuk mengetahui
dan membandingkan besarnya biaya terhadap pendapatan (proper
matching cost againts revenue). Perbedaan ini terjadi karena
disektor
swasta
lebih
difokuskan
pada
usaha
untuk
memaksimumkan laba (profit oriented), sedangkan dalam sektor
14
publik orientasi difokuskan pada optimalisasi pelayanan publik
(public service oriented).
Penyusunan standar akuntansi sektor publik sangat diperlukan. Tujuan
penyusunan standar akuntansi yaitu yang pertama adalah menyediakan
suatu pedoman akuntansi untuk organisasi sektor publik yang diharapkan
untuk pencatatan transaks keuangan organisas sektor publik. Tujuan yang
kedua adalah menyediakan suatu pedoman akuntansi yang dilengkapi
dengan konfirmasi rekening dan prosedur pencatatan serta jurnal yang telah
disesuaikan dengan siklus kegiatan organisasi sektor publik, yang mencakup
penganggaran, perbendaharaan, dan pelaporannya.
2.1.4 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP)
Pernyataan Standar akuntansi pemerintahan atau (PSAP) adalah
prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan
Laporan Keuangan Pemerintah (LKP). Dalam Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) ini perlu di sertai dengan Interpretasi Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintahan (IPSAP) atau Buletin Teknis Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP). Hal ini berfungsi untuk menghindari salah
arti dari penggunaan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP)
dan untuk mengatasi permasalahan teknis. Interpretasi Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan (IPSAP) dan Buletin Teknis Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) disusun dan diterbitkan oleh Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dan diberitahukan kepada Pemerintah
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Adapun tujuan dari Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
(PSAP) adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi, mengatur penyajian
laporan keuangan untuk meningkatkan keterbandingan laporan keuangan
terhadap anggaran, antar periode, serta antar entitas. Selain tujuan, tentu saja
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) mempunyai fungsi,
yaitu :
15
1. PSAP entitas pelaporan untuk menyajikan informasi yang
membantu para pengguna dalam memperkirakan hasil operasi
entitas dan pengelolaan aset, seperti halnya dalam pembuatan dan
evaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya ekonomi.
2. PSAP entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum
menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan
kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi dan pada tanggal
pelaporan.
3. PSAP entitas pelaporan juga menyajikan kekayaan pemerintah
yang mencakup ekuitas awal, surplus/defisit periode bersangkutan,
dan dampak kumulatif akibat perubahan kebijakan dan kesalahan
mendasar.
4. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam membaca laporan
keuangan,
entitas
pelaporan
harus
mengungkapkan
semua
informasi penting baik yang telah tersaji maupun yang tidak tersaji
dalam lembar muka laporan keuangan.
5. PSAP entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan
terhadap anggaran.
PSAP adalah Standar Akuntansi Pemerintahan yang diberi judul,
nomor, dan tanggal. Dengan diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun
2010, terdapat dua belas jenis PSAP dan satu kerangka konseptual sebagai
berikut
1. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
2. PSAP No. 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan
3. PSAP No. 02 tentang Laporan Anggaram Berbasis Kas
4. PSAP No. 03 tentang Laporan Arus Kas
5. PSAP No. 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan
6. PSAP No. 05 tentang Akuntansi Persediaan
7. PSAP No. 06 tentang Akuntansi Investasi
8. PSAP No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap
9. PSAP No. 08 tentang Akuntansi Kontruksi Dalam Pengerjaan
16
10. PSAP No. 09 tentang Akuntansi Kewajiban
11. PSAP No. 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan
Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan
Operasi yang Tidak Dilanjutkan
12. PSAP No. 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian
13. PSAP No. 12 Laporan Operasional
2.1.5 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP No. 07)
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No 07 terdapat
dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, yaitu
Lampiran I.08 untuk Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Berbasis
Akrual dan dalam lampiran II.08 untuk SAP Berbasis Kas Menuju Akrual.
Namun, saat ini yang digunakan adalah SAP lampiran I.08 berbasis akrual.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No 07
mengenai aset tetap, menjelaskan bahwa aset adalah sumber daya ekonomi
yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa
depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya
non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat
umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan
budaya. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk
digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat
umum.
Standar Akuntansi Pemerintah PP No. 71 Tahun 2010 menjelaskan
tujuan dari PSAP No 07 adalah mengatur perlakuan akuntansi aset tetap
meliputi pengakuan, penentuan nilai tercatat, serta penentuan dan perlakuan
akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat aset tetap.
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No 07 juga
menjelaskan masa manfaat dalam aset tetap adalah :
17
a. Periode
suatu
aset
diharapkan
digunakan
untuk
aktivitas
pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau
b. Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari
aset aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik.
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No 07 juga
menjelaskan mengenai biaya perolehan, nilai sisa, nilai tercatat, nilai wajar
dan penyusutan sebagai berikut :
1. Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang telah dan
masih wajib dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang telah
dan yang masih wajib diberikan untuk memperoleh suatu aset pada
saat perolehan atau kontruksi sampai dengan aset tersebut dalam
kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan.
2. Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada
akhir masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya
pelepasan.
3. Nilai tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang
dihitung dari biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi
akumulasi penyusutan.
4. Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban
antar pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan
transaksi wajar.
5. Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap
yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat
aset yang bersangkutan.
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No 07 juga
menjelaskan mengenai pengklasifikasian aset tetap berdasarkan kesamaan
dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi aset
tetap adalah sebagai berikut :
a. Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang
diperoleh
dengan
maksud
untuk
dipakai
dalam
operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
kegiatan
18
b. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan
yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan
operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
c. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan
bermotor, alat elektronik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya
yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua
belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.
d. Jalan, irigasi dan jaringan mencakup jalan, irigasi dan jaringan
yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai
oleh pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.
e. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang
diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah
dan dalam kondisi siap dipakai.
f. Kontruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang
dalam pengerjaan proses pembangunan namun pada tanggal
laporan keuangan belum selesai seluruhnya.
g. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasioal
pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan
di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
2.1.6 Aset Tetap
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No 07
mendefinisikan aset tetap adalah aset tetap berwujud yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan
untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. Tedapat beberapa pengertian mengenai aset tetap, yaitu :
1. Menurut Khafiyya (2016), “Aset tetap adalah suatu harta atau
sumber daya yang berwujud yang dimiliki oleh perusahaan,
digunakan dalam kegiatan (operasi) perusahaan dan tidak dimaksud
untuk diperjualbelikan perusahaan”.
19
2. Aset tetap adalah aset yang memiliki wujud fisik dan memberikan
manfaat ekonomi kepada entitas bisnis selama lebih dari satu
periode akuntansi pada masa-masa yang akan datang (Purba,
2013:2 dalam Engka, Tinangon, dan Wokas 2017).
3. Reeve, et al. (2012:2) dalam Nikijuluw, Tinangon, dan Wokas
(2017)
menyatakan “aset tetap (fixed asset) adalah aset yang
bersifat jangka panjang atau secara relatif memiliki sifat permanen
serta dapat digunakan dalam jangka panjang”.
4. Aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan
dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan
kepada pihak lain atau untuk tujuan administratif dan diharapkan
untuk digunakan selama lebih dari satu periode. (Ikatan Akuntan
Indonesia, 2013: 16 dalam Putri, Sari, dan Sulistyowati2016).
Sehingga dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
aset tetap merupakan sumber daya yang dimiliki perusahaan yang
digunakan untuk kegiatan operasional dengan mempunyai sifat jangka
panjang yang dugunakan selama lebih dari satu periode.
2.1.6.1 Pengakuan Aset Tetap
Pengakuan aset tetap dijelaskan dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 pada paragraf
15 dalam Standar
Akuntansi Pemerintah (2013),yaitu aset tetap diakui pada saat manfaat
ekonomi masa depan dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan
handal. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria
sebagai berikut :
a. Berwujud;
b. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
c. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
d. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
e. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.
20
Dalam menentukan apakah suatu aset tetap mempunyai manfaat lebih
dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomi
masa depan yang dapat diberikan oleh aset tetap tersebut, baik langsung
maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat
tersebut dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi
pemerintah. Manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke suatu entitas
dapat dipastikan bila entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima
risiko terkait. Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko
telah diterima entitas tersebut. Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak
dapat berlaku.Tujuan utama dari peroleh aset tetap adalah untuk digunakan
oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan
dimaksudkan untuk dijual.
Pengakuan aset tetap akan andal bila aset tetap telah diterima atau
diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya
berpindah (Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07
paragraf 18 dalam Standar Akuntansi Pemerintah 2013) . Dan saat
pengakuan aset akan dapat diandalkan apabila terdapat bukti bahwa telah
terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum,
misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor.
Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum
dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan,
seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli
(akta) dan sertifikat kepemilikkannya di intansi berwenang, maka aset tetap
tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset
tetap tersebut telah berpindah,misalnya telah terjadi pembayaran dan
penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya (Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 paragraf 19 dalam
Standar Akuntansi Pemerintah 2013).
21
2.1.6.2 Pengukuran Aset Tetap
Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap
dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset
tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07
Pemerintah
(2013) paragraf
dalam Standar Akuntansi
21 menyatakan
pengukuran dapat
dipertimbangkan andal bila terdapat transaksi pertukaran dengan bukti
pembelian aset tetap yang mengidentifikasi biayanya. Dalam keadaan suatu
aset yang dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat
diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi pihak eksternal dengan
entitas tersebut untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain
yang digunakan dalam proses kontruksi.
Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola
meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak
langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan,
tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi
berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut. Bachtiar Arif, dkk
(2002:116) dalam Hasibuan (2018) menyebutkan tiga atribut pengukuran
yang dapat digunakan:
1. At cost (nilai historis) Secara umum, untuk pembelian dan
pembangunan dicatat sesuai dengan nilai historisnya (at cost), yaitu
nilai yang mudah ditentukan yang meliputi seluruh biaya dalam
rangka perolehan aset tetap tersebut.
2. Estimated costs (nilai perkiraan) ini digunakan untuk menghitung
nilai aset yang sulit ditentukan, misalnya aset sebelumnya yang
belum dicatat, konstruksi yang belum selesai, atau donasi.
3. Fair value (nilai yang wajar) digunakan ketika suatu aset tetap
diterima untuk pemberian.
22
2.1.6.3 Penilaian Awal Aset Tetap
Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah atau
donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah
oleh pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan
pemerintah daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk
tempat pejalan kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui
pengimplementasian wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh,
dikarenakan wewenang dan peraturan yang ada, pemerintah daerah
melakukan penyitaan atas sebidang tanah dan bangunan yang kemudian
akan digunakan sebagai tempat operasi pemerintah. Untuk kedua hal di atas
aset tetap yang diperolah harus dinilai berdasarkan nilai wajar pada saat aset
tetap tersebut diperoleh.
Untuk tujuan pernyataan ini, penggunaan nilai wajar pada saat
perolehan untuk kondisi, bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya
aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh,
bukan merupakan suatu proses penilaian kembali (Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 paragraf 24 dalam Standar
Akuntansi Pemerintah, 2013) dan tetap konsisten dengan biaya perolehan
seperti yang terdapat pada Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
(PSAP) Nomor 07 dalam Standar Akuntansi Pemerintah (2013) paragraf
23 yaitu barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai
aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur
berdasarkan biaya perolehan.
Penilaian kembali yang dimaksud pada Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 dalam Standar Akuntansi Pemerintah
(2013) paragraf 59 yaitu penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada
umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintah
menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran.
Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan
pemerintah yang berlaku secara nasional.
23
Serta paragraf lain yang berhubungan hanya diterapkan pada penilaian
untuk periode pelaporan selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal.
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07
Standar Akuntansi Pemerintah
dalam
(2013) paragraf 27 menjelaskan untuk
keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset tetap
yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut disusun.
Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal, atas perolehan aset
tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya perolehan atau harga wajar bila
biaya perolehan tidak ada.
2.1.6.4 Komponen Biaya
Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau
konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang
membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan.
Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
a. Biaya persiapan tempat;
b. Biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan
bongkar muat (handing cost);
c. Biaya pemasangan (installation cost);
d. Biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan
e. Biaya konstruksi
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07
dalam Standar Akuntansi Pemerintah
(2013) paragraf
tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan.
30 menjelaskan
Biaya perolehan
mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang
dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran,
penimbunan, dan biaya lain yang dikeluarkan maupun yang masih harus
dikeluarkan sampai tanah tersebut diap dipakai. Nilai tanah juga meliputi
nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika
bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan.
24
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07
dalam Standar Akuntansi Pemerintah (2013) paragraf 31 menjelaskan biaya
perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran yang
telah dan yang masih harus dilakukan untuk memperoleh peralatan dan
mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga
pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung
lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin
tersebut siap digunakan.
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07
dalam Standar Akuntansi Pemerintah
(2013) paragraf
32 menjelaskan
biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh biaya yang
dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh gedung
dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga
pembelian atau biaya kontruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris,
dan pajak.
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07
dalam Standar Akuntansi Pemerintah
(2013) paragraf
33 menjelaskan
biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh biaya
yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh
jalan, irigasi dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya
perolehan atau biaya kontruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan
sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai.
Secara
keseluruhan
biaya
perolehan
aset
tetap
lainnya
menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus
dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai. Biaya
perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola ditentukan
menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli. Biaya administrasi
dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu komponen biaya aset tetap
sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan secara langsung pada
biaya permulaan (start-up cost) dan pra produksi serupa tidak merupakan
bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu untuk membawa aset ke
25
kondisi kerjanya. Serta setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari
harga pembelian.
2.1.6.5 Pertukaran Aset (Exchanges Of Assets)
Suatu aset tetap diperoleh melalui pertukaran atau pertukaran sebagai
aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya dari pos semacam itu
diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh yaitu nilai ekuivalen atas
nilai tercatat aset yang dilepas setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas
atau setara kas dan kewajiban lain yang ditransfer/diserahkan.
Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas suatu aset
yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai wajar
yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam pertukaran dengan
kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut tidak ada
keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang
baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset yang
dilepas.
Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan bukti
adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. Dalam
kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun nilai bukukan (written
down) dan nilai setelah diturun nilai bukukan (written down) tersebut
merupakan nilai aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang
serupa termasuk pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal
terbang. Apabila terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas atau
kewajiban lainnya, maka hal ini mengindikasikan bahwa pos yang
dipertukarkan tidak mempunyai nilai yang sama.
2.1.6.6 Pengeluaran Setelah Perolehan (Subsequent Expenditures)
Pengeluaran
setelah
perolehan
awal
suatu
aset
tetap
yang
memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi
manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu
26
produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai
tercatat aset yang bersangkutan.
Kapitalisasi biaya harus ditetapkan dalam kebijakan akuntansi suatu
entitas
berupa
kriteria
seperti
pada
suatu
batasannjumlah
biaya
(capitalization threshold) tertentu untuk dapat digunakan dalam penentuan
apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi atau tidak. Dikarenakan
organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam jumlah dan penggunaan
aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization
thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang ada.
Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan
mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah
terbentuk maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds)
harus diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan.
2.1.6.7 Pengukuran Berikutnya (Subsequent Measurement) Terhadap Pengakuan
Awal
Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut
dikurangi
akumulasi
penyusutan.
Apabila
terjadi
kondisi
yang
memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan
penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun ekuitas.
2.1.6.8 Penyusutan
Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap
yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang
bersangkutan.Nilai penyusutan untuk maisng-masing periode diakui sebagai
pengurang nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan beban penyusutan
dalam laporan operasional.
Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode yang
sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang digunakan
harus dapat menggambarkan manfaat ekonomi atau kemungkinan jasa
27
(service potential) yang akan mengalir kepemerintah. Masa manfaat aset
tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau secara periodik dan jika terdapat
perbedaan besar dari estimasi sebelumnya. Penyusutan periode sekarang dan
yang akan datang harus dilakukan penyesuaian. Metode penyusutan yang
dapat dipergunakan antara lain :
a. Metode garus lurus (straight line method)
Dalam metode garis luru, nilai penyusutan dibebankan secara
merata selama estimasi umur aktiva.
Rumus :
harga perolehan−taksiran nilai residu
estimasi umur manfaat
b. Metode saldo menurun ganda (double declining balance method)
Metode saldo menurun menghasilkan beban penyusutan periodik
yang semakin menurun sepanjang umur estimasi aktiva. Dalam
metode ini nilai residu (nilai sisa) tidak diperhitungkan. Persentase
yang digunakan adalah perkalian atas tingkat garis lurus yang
dikalkulasikan untuk berbagai masa manfaat.
c. Metode unit produksi (unit of production method)
Menghasilkan beban penyusutan yang berbeda-beda menurut
jumlah penggunaan aktiva.
Rumus :
harga perolehan−taksiran nilai sisa
estimasi jam mesin
Selain tanah dan kontruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap
disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
2.1.6.9 Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation)
Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak
diperkenankan karena Standar Pemerintah menganut penilaian aset
berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari
ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang
berlaku secara nasional. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan
mengenai penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian
28
aset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran
keuangan suatu entitas. Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat
aset tetap dibukukan dalam akun ekuitas.
2.1.6.10
Aset Infrastruktur (Infrastructure Assets)
Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur. Walaupun
tidak ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
a.
Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan;
b.
Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya;
c.
Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan
d.
Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya.
Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh
pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai aset
pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus
diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada pernyataan ini.
Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan, sistem
pembuangan, dan jaringan komunikasi.
2.1.6.11 Penghentian dan Pelepasan (Retirement And Disposal)
Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset
secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat
ekonomi masa yang akan datang. Aset tetap yang secara permanen
dihentikan atau dilepas harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Aset tetap yang dihentikan dari
penggunaan aktif pemerintahtidak memenuhi definisi aset tetap dan harus
dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
2.1.6.12 Pengungkapan
Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis
aset tetap sebagai berikut:
29
a.
Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat
(carrying amount);
b.
Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan:
1. Penambahan;
2. Pelepasan;
3. Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada;
4. Mutasi aset tetap lainnya.
c.
Informasi penyusutan, meliputi:
1. Nilai penyusutan;
2. Metode penyusutan yang digunakan;
3. Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
4. Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan
akhir periode;
Laporan keuangan juga harus mengungkapkan:
a.
Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;
b.
Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan
aset tetap;
c.
Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan
d.
Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.
Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, maka hal-hal
berikut harus diungkapkan:
a.
Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap;
b.
Tanggal efektif penilaian kembali;
c.
Jika ada, nama penilai independen;
d.
Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya
pengganti;
e.
Nilai tercatat setiap jenis aset tetap.
Aset bersejarah juga perlu diungkapkan secara rinci, antara lain nama, jenis,
kondisi dan lokasi aset dimaksud.
30
2.2 Studi Empiris
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama Penulis
Judul Penelitian
1.
Merina,
Penerapan PSAP Metode pengumpulan Pengungkapan aset tetap
Verawaty,
No. 07 Tentang data
Manoppo
Akuntansi
(2019)
Tetap Pada Dinas observasi, serta jurnal aset tetap. Dinas ini belum
Sosial
Metode Penelitian
didapat
Hasil Penelitian
dari belum sesuai dengan PSAP
Aset wawancara,
Propinsi penelitian terdahulu.
Sumatera Selatan
No. 07 tentang akuntansi
mengungkapkan
dasar
tentang
penilaian
digunakan
yang
untuk
menentukan nilai tercatat,
informasi penyusutan yang
meliputi,
metode
penyusutan
yang
digunakan, masa manfaat
atau tarif penyusutan yang
digunakan,
bruto
dan
nilai
tercatat
akumulasi
penyusutan pada awal dan
akhir
periode,
serta
rekonsiliasi. Karena tidak
optimalnya
pengelolaan
aset tetap yang dilakukan
dengan belum dipahaminya
kewenangan
serta
bagaimana
pelaksanaan
pengeloaan
aset
tetap
sehingga terjadi kesalahan
31
pengelolaan pada hampir
beberapa tahapan, selain itu
juga
lemahnya
sistem
tnformasi yang digunakan
menyebabkan
terjadinya
kesalahan dalam input data
sehingga
membuat
nilai
aset tetap menjadi tidak
dapat
diyakini
kewajarannya.
2.
Saraswati,
Analisis
Penelitian
ini Hasil penelitian ini adalah
Budiwibowo,
Perlakuan
merupakan penelitian perlakuan akuntansi aset
Sulistyowati
Akuntansi
(2017)
Tetap
Aset kualitatif.
melalui tetap yang tercantum dalam
Dalam observasi,
Penyusunan
Neraca
neraca
wawancara,
pemerintah
dan Kabupaten Madiun pada
Pada dokumentasi.
tahun 2015 dan 2016 sudah
Pemerintahan
sesuai dengan PP Nomor 71
Kabupaten
tentang SAP PSAP No.07.
Madiun
3.
Khafiyya
Akuntansi
(2016)
Tetap (PSAP 07) bertipe
Pada
Aset Metode
Dinas komparatif
penelitian Hasil
penelitian
deskriptif menunjukkan
pengukuran
bahwa
aset
tetap
Pendapatan
seperti jeep, speed boat,
Daerah
mesin ketik manual standar
Provinsi
Kalimantan
dan portable belum sesuai
Timur
dengan Pernyataan Standar
Akuntansi
Pemerintah
No.07. Aset-aset ini lebih
tepat
jika
diukur
32
penyusutannya
menggunakan
metode
menurun saldo berganda
bukan metode garis lurus.
Dan
tidak
pengungkapannya
menunjukkan
nilai
buku sewajarnya
4.
Sita,
Analisis
Rancangan penelitian Hasil
Irmadariyani,
Perlakuan
yang
Andriana
Akuntansi
Aset dalam penelitian ini tahap
(2017)
Tetap
Pada adalah
Rumah
Sakit kualitatif
Umum
Genteng
penelitian
ini
digunakan menunjukkan bahwa pada
penyajian
penelitian kesalahan
dalam
dengan menyajikan
Daerah pendekatan interpretif
terdapat
beban
penyusutan
belum
aset
tetap,
diungkapkannya
dasar penilaian aset tetap,
belum
ditetapkannya
kebijakan
tentang
kapitalisasi
pemeliharaan
biaya
aset
tetap,
pada daftar aset tetap masih
terdapat aset tetap yang
nilai bukunya dibawah nilai
minimum kapitalisasi aset
tetap. Untuk penggolongan,
pengukuran,
penyusutan,
dan penghentian aset tetap
sudah
sesuai
Pernyataan
Akuntansi
dengan
Standar
Pemerintahan
Nomor 07 dan Nomor 08.
33
5.
Engka,
Analisis
Metode
Tinangon,
Penerapan PSAP digunakan
Wokas (2017)
No. 07 Tentang penelitian ini adalah Sulawesi Utara, maka dapat
Akuntansi
Aset metode
Tetap
Pada deskriptif
Kantor
Badan
yang Badan
DIKLAT
dalam Pemerintah
Provinsi
analisis diambil kesimpulan bahwa
Badan
DIKLAT
dalam
Pengklasifikasian,
DIKLAT
Pengakuan,
Pemerintah
Pengukuran/penilaian,
Provinsi Sulawesi
pengeluaran
Utara
perolehan,
setelah
penyusutan,
Penghentian dan pelepasan,
dan
pengungkapan
aset
tetap telah sesuai dengan
Pernyataan
Standar
Akuntansi
Pemerintahan
(PSAP) Nomor 07.
6.
Nikijuluw,
Analisis
Metode analisis yang Pengklasifikasian,
Tinangon,
Implementasi
digunakan
Wokas (2017)
PSAP
dalam Pengakuan,
No.07 penelitian ini adalah Pengukuran/Penilaian
Tentang
Akuntansi
metode
Aset deskriptif
analisis Pengeluaran
Setelah
Perolehan,
Penyusutan,
Tetap Pada Balai
Penghentian dan Pelepasan,
Penyantunan
Pengungkapan aset tetap
Lanjut
Usia
“Senja Cerah”
BPLU
“Senja
Pemerintah
Sulawesi
Catatan
Keuangan
Cerah”
Provinsi
Utara
atas
sudah
pada
Laporan
sesuai
dengan PSAP No. 07 yaitu
34
mengungkapkan
dasar
penilaian yang digunakan
untuk
menentukan
tercatat
dalam
nilai
laporan
keuangan.
7.
Putri,
Sari, Analisis
Metode
Sulistyowati
Perlakuan
(2016)
Akuntansi
analisis Pengakuan, pengukuran ,
deskriptif kualitatif.
Aset
penghentian
Isma,
(2019)
dan
Tetap
penghapusan sesuai dengan
Berdasarkan
PSAP No. 07 mengenai
Pernyataan
akuntansi aset tetap, tetapi
Standar
untuk
Akuntansi
penghapusan aset tetap di
Pemerintahan No
dalam
07 Pada Badan
sepenuhnya sesuai dengan
Penanggulangan
PSAP
Bencana
penilaian aset tetap tidak
Daerah
Kabupaten Tegal
8.
pengungkapan, penyusutan,
Saleh Analisis
Akuntansi
neraca
No
DPKKD
penerapan,
Dan
07.
dan
belum
Serta
sesuai dengan PSAP No 07.
Metode kualitatif.
Penerapan
penghentian
secara
umum
pengakuan,
pencatatan, penilaian, dan
Kesesuaiannya
pelaporan aset tetap sudah
Berdasarkan
sesuai dengan PSAP No.
PSAP
No
Terhadap
07
Aset
Tetap Pada Dinas
Pengelolaan
Keuangan
Dan
Kekayaan Daerah
07.
35
Di
Kab.
Tengah.
Aceh
36
2.3 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1
PP No. 71 Tentang SAP
(Standar Akuntansi Pemerintahan)
PSAP No.7 Menegenai
Akuntansi Aset Tetap :
1. Pengukuran
Penerapan PSAP No.7 di
Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP)
Provinsi Kalimantan Barat :
2. Pengakuan
3. Penilaian awal
perolehan
4. Komponen biaya
5. Pengeluaran
setelah perolehan
6. Penyusutan
7. Penghentian dan
pelepasan
8. Pengungkapan
1. Pengukuran
2. Pengakuan
3. Penilaian awal
perolehan
4. Komponen biaya
5. Pengeluaran
setelah perolehan
6. Penyusutan
7. Penghentian dan
pelepasan
8. Pengungkapan
37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bentuk Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Metode
kualitatif menurut Sugiyono (2005) adalah adalah penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti merupakan
instrumen kunci. Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk menjelaskan
suatu fenomona dengan cara pengambilan dan mengumpulkan se-detail
mungkin data yang diteliti.
Penelitian deskriptif menurut Widi (2010) adalah suatu penelitiann
yang menggambarkan suatu data atau keadaan suatu objek kemudian
dianalisis dan dibandingkan dengan kenyataan yang ada.
Metode data
kualitatif deskriptif untuk menjelaskan secara verbal penerapan Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) No. 07 pada Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Barat.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di Yang beralamat Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Barat di Jl.
Jenderal Ahmad Yani, Bangka Belitung Darat, Kec. Pontianak Tenggara,
Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78124. Penelitian ini dilaksanakan
selama 6 bulan dari penulisan proposal hingga penelitian ini selesai.
3.3 Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Sumber Data
Dalam penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu :
1. Sumber Data Primer
Data yang diambil secara langsung di lapangan oleh peneliti tanpa
melalui perantara merupakan bentuk dari sumber data primer. Data
38
primer yang diambil seperti melakukan wawancara langsung
dengan pihak yang berkaitan dengan akuntansi aset tetap. Sehingga
keaslian informasi dan data yang diperoleh dari sumbernya bisa
dijamin kebenarannya.
2. Sumber Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat dari pihak lain dan tidak
didapat tidak langsung oleh peneliti. Sumber data yang diambil
pada penelitian ini seperti Neraca, Laporan mengenai aset tetap,
dan beberapa laporan lainnya yang dapat mendukung informasi
dari informan. Data yang diperolah dari informan, bisa menjadi
media yang dapat mendukung analisis dan pembahasan, selain
kata-kata dan tindakan dari informan. Selain itu, data juga bisa
diperoleh dari arsip-arsip dan foto-foto pada saat penelitian.
3.3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini adalah teknik
observasi, wawancara, dokumentasi serta catatan lapangan. Menurut
Sugiyono (2010) “teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data”. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan, maka peneliti
tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan
(Sugiyono,
2010).
Penelitian
ini
menggunakan
beberapa
teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu :
1. Observasi
Nasution (1988) dalam Sugiyono (2010) menyatakan bahwa
“observasi adalah dasar ilmu pengetahuan”. Para ilmuwan dahulu
perlu melakukan observasi untuk menemukan fakta sabagai dasar
ilmu
yang
akan
dikembangkannya.Penelitian
ini
akan
menggunakan observasi terus terang dan tersamar, yang dimana
dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang
kepada sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan penelitian.
Tetapi, pada waktu tertentu peneliti juga tidak harus terus terang
39
atau tersamar dalam observasi, hal ini dilakukan karena suatu data
yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan.
2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam (Sugiyono 2010)
Stainback (1988) dalam Sugiyono (2010) mengemukakan
bahwa “Interviewing provide researcher a means to gain a deeper
understanding
of
how
participant
interpretasituation
or
phenomenom than can be gained through observation alon”.
Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui halhal
yang
lebih
mendalam
tentang
partisipan
dalam
menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal
ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara
terstruktur sebagai teknik pengumpulan data. Dengan wawancara
terstruktur dalam pengumpulan data telah disiapkan instrumen
penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis. Pertanyaanpertanyaan tersebut dibuat dengan maksud pada saat wawancara
peneliti tidak akan keluar dari batasan masalah. Sehingga informasi
yang diperoleh lebih terarah dan tepat sesuai dengan informasi
yang diharapkan peneliti.
3. Dokumentasi
Dokumen bisa dalam bentuk tulisan, gambar, rekaman dan
karya monumental dari seseorang. Dokumen menjadi pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif. Hal ini diperlukan sebagai bukti atas kegiatan
observasi dan wawancara yang telah dilakukan. Dokumen ini
40
biasanya berupa foto, catatan hasil wawancara, dan lain-lain yang
berkaitan dengan data yang diperlukan peneliti.
3.4 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik
purposive
sampling.
Purposive
sampling
menurut
Arikunto
(2006)
merupakan teknik pengambilan sampel tidak berdasarkan random, daerah,
atau strata melainkan berdasarkan pertimbangan yang berfokus pada tujuan
tertentu. Dalam penelitian ini sampel sebagai sumber data atau sebagai
informan sebaiknya memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Orang yang menguasai atau memahami mengenai aset tetap,
sehingga bukan sekedar diketahui, tetapi juga mengerti.
2. Orang yang tergolong masih bekerja di
Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan
Barat
3. Orang yang mempunyai waktu dan bersedia untuk dimintai
informasi yang diperlukan peneliti.
3.5 Analisis Data
Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah,
sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil
penelitian (Nasution, 1988 dalam Sugiyono, 2010).
Tahapan-tahapan analisis data dalam penelitian ini sesuai dengan
analisis data kualitatif model Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2010),
yaitu sebagai berikut:
1. Pengumpulan data, yaitu peneliti mencatat semua data secara
objektif dan apa adanya sesuai dengan data yang diperoleh dari
pihak yang terkait.
2. Reduksi data, yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan
fokus penelitian.
41
3. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi yang tersusun yang
memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan.
4. Pengambilan keputusan atau verifikasi, berarti bahwa setelah
data disajikan, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau
verifikasi.
3.6 Uji Keabsahan Data
Sugiyono (2010) menyatakan “dalam penelitian kualitatif, temuan
atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang
dilaporkan peniliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang
diteliti”.
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility
(validitas
internal),
transferbility
(validitas
eksternal),
dependability
(reliabilitas), dan confirmability (obyektivitas). Uji keabsahan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Uji Credibility
Uji credibility atau kredibilitas atau kepercayaan terhadap data
hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan
perpanjangan
pengamatan,
peningkatan
ketekunan
dalam
penelitian, tringulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis
kasus negatif, dan member check.
2. Pengujian Transferbility
Dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang
rinci, jelas, sistematis,dan dapat dipercaya, hal ini dilakukan
dengan tujuan orang lain bisa memahami hasil penelitian
kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil
penelitian
tersebut.
Bila
pembaca
laporan
penelitian
memperoleh gambaran yang sedemilian jelasnya, “semacam
apa” suatu hasil penelitian dapat diberlakukan (transferability),
42
maka laporan tersebut memenuhi standar transferabilitas (Faisal
1990 dalam Sugiyono 2010).
3. Pengujian Depenbability
Suatu penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat
mengulangi/mereplikasi proses penelitian tersebut. Bagaimana
peneliti
memulai
menentukan
masalah/fokus,
memasuki
lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data,
melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan
harus dapat ditunjukkan oleh peneliti. Jika penliti tak
mempunyai dan tak dapat menunjukkan “jejak aktivitas
lapangannya”,
maka
depenbabilitas
penelitiannya
patut
diragukan (Faisal 1990 dalam Sugiyono 2010).
4. Pengujian Konfirmability
Menguji konfirmability berarti menguji hasil penelitian,
dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian
merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka
peneliti tersebut telah memenuhi standar konfirmability.
43
DAFTAR PUSTAKA
Analisis Akuntansi Aset Tetap Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kota Tanjungpinang Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan No. )7. (2014). Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja
Ali Haji Tanjungpinang.
Arikunto. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara.
Auliana. (2014). Analisis Akuntansi Aset Tetap Pada Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kota Tanjungpinang Berdasarkan Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan No. 07. Tanjungpinang: Fakultas Ekonomi
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Bito, H. (2017). Analisis Penerapan PSAP 07 Tentang Aset Tetap Pada Kantor
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal
Kajian Ilmiah Akuntansi Fakultas Ekonomi (KIAFE), 6(2).
Engka, F. T. (2017). Analisis Penerapan PSAP No. 07 Tentang Akuntansi Aset
Tetao Pada Kantor Badan Diklat Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.
Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, 12(2), 18-24.
Hasibuan, W. (2018). Analisis Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan Nomor 07 Tentang Aset Tetap Pada Badan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Di Kantor Gubernur SUmatera
Utara. Medan: Jurusan Ekonomi dan Bisnis, Universitas Medan Area.
Khaffiya, N. A. (2016). Akuntansi Aset Tetap (PSAP 07) Pada Dinas Pendapatan
Daerah Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Article Ekonomia, 5(3).
Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Merina, C. I., Verawaty, & Manoppo, F. A. (2019). Penerapan PSAP No. 07
Tentang Akuntansi Aset Tetap Pada Dinas Sosial Propinsi Sumatera
Selatan. Palembang: Universitas Bina Dharma.
Mustafa, K. (2016). Analisis Penerapan Akuntansi Aset Tetap Berdasarkan
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 07 Pada Dinas Sosial
Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Kajian Ilmiah Akuntansi Fakultas
Ekonomi, 5(3).
44
Nikijuluw, M., Tinangon, J., & Wokas, H. (2017). Analisis Implementasi PSAP
No. 07 Tentang Akuntansi Aset Tetap Pada Balai Penyantutan Lanjut Usia
"Senja Cerah". Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, 12(2), 42-47.
Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 Pernyataan No. 7 Tentang Standar Akuntansi Berbasis Akrual.
Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Pemerintah Republik Indonesia. (2013). Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 lampiran I. Bandung: Fokusindo
Mandiri.
Putri, R. F., Sari, Y. P., & Sulistyowati, D. (2016). Analisis Perlakuan Akuntansi
Aset Tetap Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No.
07 Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Tegal.
Jakarta: Politeknik Negeri Jakarta.
Ratmono, Dwi, & Mahfud, S. (2015). Akuntansi Keuangan Daerah Berbasis
Akrual. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Saleh, & Isma, B. (2019). Analisis Penerapan Akuntansi Dan Kesesuaiannya
Berdasarkan PSAP No 07 Terhadap Aset Tetap Pada Dinas Pengelolaan
Keuangan Dan Kekayaan Daerah Di Kab. Aceh Tengah. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA), 4(1), 74-86.
Sawaswati, M. T., Budiwibowo, S., & Sulistyowati, N. W. (2017). Analisis
Perlakuan Akuntansi Aset Tetap Dalam Penyusunan Neraca Pada
Pemerintahan Kabupaten Madiun. Jurnal Akuntansi dan Pendidikan, 6(2),
152-167.
Sita, S. I., Irmadariyani, R., & Andriana. (2017). Analisis Perlakuan Akuntansi
Aset Tetap Pada Rumah Sakit Umum Daerah Genteng. E-Journal
Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, 4(1), 40-43.
Sugiyono. (2010). Memahani Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Widi, Restu, & Kartiko. (2010). Asas Metodologi Penelitian Sebuah Pengamatan
Pengenalan Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Download