ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI ASET TETAP BERDASARKAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (PSAP) NO. 07 TENTANG AKUNTANSI ASET TETAP PADA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT PROPOSAL PENELITIAN ROSA NADA SEPTIANA NIM. B2091201005 PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2020 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI .......................................................................................................... 1 BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 2 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 2 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6 1.4 Kontribusi Penelitian .................................................................................. 7 1.5 Gambaran Kontekstual Penelitian ............................................................ 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 9 2.1 Landasan Teori ............................................................................................ 9 2.2 Studi Empiris ............................................................................................. 30 2.3 Kerangka Konseptual ............................................................................... 36 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 37 3.1 Bentuk Penelitian ...................................................................................... 37 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 37 3.3 Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data ....................................... 37 3.4 Teknik Pengambilan Sampel .................................................................... 40 3.5 Analisis Data .............................................................................................. 40 3.6 Uji Keabsahan Data .................................................................................. 41 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demi mewujudkan pemerintahan yang good governance secara akuntabilitas dan transparasi dapat menimbulkan efek bagi Pemerintah Pusat maupun bagi Pemerintah Daerah dalam menyampaikan informasinya kepada pihak eksternal dan internal. Salah satu informasi yang dapat disampaikan adalah berbentuk laporan keuangan pemerintah. Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat diwajibkan membuat laporan keuangan. Laporan keuangan menyediakan informasi keuangan dan non keuangan yang relevan mengenai posisi keuangan dan transaksi – transaksi yang dilakukan suatu entitas selama periode tertentu. Dalam menyusun laporan keuangan, pemerintah mempunyai standar akuntansi tersendiri. Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah merupakan bukti keinginan untuk pemerintahan yang lebih baik. Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah menjelaskan bahwa pendapatan berbasis kas, belanja dan pembiayaan serta aset berbasis kas, kewajiban dan ekuitas berbasis kas menuju akrual (basic cash toward accrual). Selanjutnya pada bulan Oktober 2010 telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Pernyataan No. 7 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual. Pada lampiran I telah menjelaskan tentang SAP berbasis akrual dan pada lampiran II menjelaskan tentang SAP berbasis kas menuju akrual. Tetapi, Peraturan Pemerintah ini masih bersifat sementara karena pengakuan dan pengukuran terhadappendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, maka digunakanlah pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Bab III Ketentuan Penutup menjelaskan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang 3 berbasis kas kemudian dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Sehingga sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual mulai di berlakukan. Pemerintahan daerah sebagai pihak yang menguasai aset daerah memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan dan pemanfaatan aset daerah. Aset tersebut dapat berupa aset tetap yang digunakan pemerintahan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya (Auliana, 2014). Dalam laporan keuangan, aset tetap merupakan golongan aset yang mempunyai nilai yang cukup besar. Pengelolaan aset tetap pemerintah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap. Tujuan PSAP No. 07 mengenai aset tetap adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi aset tetap, yang meliputi pengakuan, pengukuran, penilaian awal perolehan, komponen biaya, pengeluaran setelah perolehan, penyusutan, penghentian dan pelepasan, pengungkapan dan lainnya. PSAP No. 07 diterapkan pada seluruh lembaga atau organisasi pemerintah dalam menyajikan laporan keuangan. Aset tetap menurut PSAP No. 07 merupakan aset berwujud yang mempunyai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, yang dimaksudkan untuk kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap terdiri dari tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, jaringan, aset tetap lainnya, dan kontruksi dalam pengerjaan. Masalah yang sering ditemui dalam akuntansi aset tetap adalah pada saat pengakuan aset, perlakukan akuntansi atas penilaian kembali, dan penyusutan aset tetap. Seperti dalam penelitian Khafiyya (2016) pada Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Kalimantan Timur yang menunjukkan bahwa pengukuran aset tetap belum sesuai dengan PSAP No. 07 dan lebih tepat jika diukur penyusutannya menggunakan metode menurun saldo berganda bukan metode garis lurus. Dan pengungkapannya tidak menunjukkan nilai buku sewajarnya. Selain itu pada penelitian Merina, Verawaty, dan Manoppo (2019) pada Dinas Sosial Provinsi Sumatera 4 Selatan menunjukkan pengungkapan aset tetap belum sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap. Dinas ini belum mengungkapkan tentang dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat, informasi penyusutan yang meliputi, metode penyusutan yang digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode, serta rekonsiliasi. Penelitian Sita, Irmadariyani, dan Andriana (2017) yang telah dilakukan di RSUD Genteng dareah Banyuwangi, menghasilkan bahwa penggolongan, pengakuan, pengukuran, dan penyajian aset tetap di RSUD Genteng sudah sesuai dengan PSAP No. 07. Tetapi penyajian beban penyusutan pada laporan operasional kurang sesuai karena hanya menyajikan beban penyusutan peralatan dan mesin. Selain itu, hasil penelitian yang di lakukan oleh Mustafa (2016) di Pontianak, Kalimantan Barat menghasilkan bahwa pada kantor Dinas Sosial telah melaksanakan proses pengklasifikasian, pengakuan dan pencatatan sesuai dengan PSAP No. 07. Akan tetapi, kekurangan dalam penelitian ini yaitu penyajian beban penyusutan belum sesuai dengan PSAP No. 07. Penelitian Bito (2017) yang dilakukan di Pontianak juga pada kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan enunjukan bahwa Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat belum sepenuhnya menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 namun telah melaksanakan proses pengklasifikasian, pengakuan dan pencatatan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 07 dari Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010, akan tetapi belum dicantumkan nilai akumulasi penyusutan, sehingga nilai yang tercatat di neraca dan laporan inventaris hanyalah nilai pertama kali aset tetap diperoleh. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan lembaga pemerintah yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden yang melaksanakan tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan 5 peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan menyusun laporan keuangan yang berupa Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Aset tetap yang dimiliki BPKP Provinsi Kalimantan Barat sangat berperan penting untuk menunjang kegiatan operasional guna mencapai tujuannya. Oleh karena itu, pengelolaan aset tetap sangat penting untuk menghindari penyelewengan aset tetap. Dengan adanya PSAP No. 07 mengenai akuntansi aset tetap sebagai dasar untuk menilai kesesuian atas pencatatan akuntansi aset tetap, diharapkan bisa menjadi tolak ukur untuk menilai pertanggungjawaban BPKP Provinsi Kalimantan Barat atas aset tetap yang merupakan bentuk pengelolaan barang milik negara. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini akan membahas tentang ”Analisis Penerapan Akuntansi Aset Tetap Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 07 Tentang Akuntansi Aset Tetap pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Kalimantan Barat”. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pengakuan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap? 2. Apakah pengukuran aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap? 3. Apakah penilaian awal perolehan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap? 4. Apakah komponen biaya aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap? 6 5. Apakah pengeluaran setelah perolehan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap? 6. Apakah penyusutan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap? 7. Apakah penghentian dan pelepasan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap? 8. Apakah pengungkapan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengakuan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap 2. Untuk mengetahui pengukuran aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap 3. Untuk mengetahui penilaian awal perolehan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap 4. Untuk mengetahui komponen biaya aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap 5. Untuk mengetahui pengeluaran setelah perolehan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap 7 6. Untuk mengetahui penyusutan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap 7. Untuk mengetahui penghentian dan pelepasan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap 8. Untuk mengetahui pengungkapan aset tetap pada BPKP Provinsi Kalimantan Barat apakah sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap 1.4 Kontribusi Penelitian 1.4.1 Kontribusi Teoritis Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi bagi pengembang teori akuntansi tentang penerapan akuntansi aset tetap untuk penelitian dimasa yang akan datang dan diharapkan dapat digunakan untuk menambah referensi sebagai bahan penelitian lanjutan. 1.4.2 Kontribusi Praktis Penelitian ini diharapkan menjadi pengambilan keputusan kebijakan oleh pihak BPKP Provinsi Kalimantan Barat di masa yang akan datang khususnya dalam hal pencatatan akuntansi aset tetap yang sesuai dengan PSAP No. 07 1.5 Gambaran Kontekstual Penelitian Objek penelitian ini adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Barat. BPKP Provinsi Kalimantan Barat berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Pontianak. BPKP Provinsi Kalimantan Barat adalah lembaga pemerintah yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional. Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan menyusun 8 laporan keuangan yang berupa Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Akuntansi Sektor Publik Sektor publik sebagai entitas yang kegiatannya terkait usaha menghasilkan barang dan memberikan pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dan hak publik. Pada organisasi sektor publik melakukan transaksi – transaksi ekonomi dan keuangan, namun berbeda dengan sektor swasta yang dimana tujuan utama perusahaan adalah mencari laba. Sedangkan sektor publik dikelola tidak untuk tujuan mencari laba. Menurut Dwi Ratmono (2015) akuntansi sektor publik adalah proses untuk mengidentifikasi, mengukur, mencatat serta melaporkan transaksi keuangan dari entitas pemerintah untuk mengambil keputusan ekonomi yang dibutuhkan pihak eksternal. Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakukan akuntansi wilayah publik yang dipakai oleh lembaga – lembaga publik seperti badan pemerintahan pusat dan daerah. Selain itu terdapat juga unit kerja pemerintah, perusahaan milik negara (BUMN dan BUMD), organisasi massa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yayasan, organisasi politik, universitas dan organisasi nirlaba lainnya yang menjadi bagian dari wilayah publik. Akuntansi sektor publik berkaitan dalam 3 hal yaitu, persediaan informasi, pengendalian manajemen dan akuntabilitas. American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) dalam Mardiasmo (2009) menjelaskan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah untuk : 1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengatur secara tepat, efisien dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi. Tujuan ini terkait dengan pengendalian manajemen (management control). 10 2. Memberikan informasi yang memungkinkan manajer untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab dalam mengelola secara tepat dan efektif program dan penggunaan sumber daya yang menjadi wewenangnyasehingga memungkinkan bagi pegawai pemerintah untuk melaporkan kepada publik atas hasil operasi pemerintah dan penggunaan dana publik. Tujuan ini terkait dengan akuntabilitas (accountibility). Dilihat dari tujuan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan akuntansi sektor publik adalah memberikan informasi yang diperlukan untuk melakukan pengambilan keputusan secara efisien yang di kelola oleh organisasi serta pertanggungjawaban nya kepada publik atas hasil operasional atau dana publik yang telah digunakan. 2.1.2 Akuntansi Pemerintah Akuntansi pemerintahan merupakan salah satu bentuk dari akuntansi sektor publik. Data akuntansi yang digunakan akuntansi pemerintah untuk memberikan infomasi mengenai transaksi ekonomi dan keuangan yang menyangkut organisasi pemerintahan dan organisasi-organisasi lain yang tidak bertujuan mencari laba (non-profit organization). Sitorus (2015) dalam Nikijuluw, Tinangon, dan Wokas (2017) menyatakan “akuntansi pemerintahan adalah suatu proses sistematik pengelolaan keuangan pemerintah mulai dari bukti transaksi sampai ke proses pelaporan keuangan serta pertanggungjawaban kepada publik”. Menurut Bahtiar, dkk (2002 : 3) dalam Putri, Sari, dan Sulistyowati (2016) menyatakan “akuntansi pemerintahan adalah suatu aktivitas jasa untuk menyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran semua transaksi keuangan pemerintah serta penafsiran atas informasi keuangan tersebut”. Menurut Mardiasmo (2000) ada beberapa tujuan akuntansi pemerintah dan akuntansi pada umumnya adalah 11 1. Akuntabilitas Akuntabilitas adalah dapat dipertanggungjawbakan atas apa yang dihasilkan dari suatu pemerintahan. Misalnya dalam akuntansi pemerintah tentu saja suatu instansi harus bisa dipertanggungjawabkan laporan keuangannya. 2. Manajerial Akuntansi pemerintah bisa menjadi suatu perencanaan untuk membangun dan pengendalian atas kegiatan dalam suatu instansi tersebut. Perencanaan yang bisa dilakukan yaitu berupa penyusuanan anggaran atau APBN. 3. Pengawasan Pengawasan terpusat perancangan pada keuangan pencapaian negara. operasional Kemudian atas dilakukan pemeriksaan keuangan, yang terdiri dari pemeriksaan keuangan secara umum, pemeriksaan ketaan dan pemeriksaan operasional atau manajerial. 2.1.3 Standar Akuntansi Sektor Publik Standar akuntansi merupakan pedoman atau prinsip-prinsip yangmengatur perlakuan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan dengan tujuan pelaporan kepada para pengguna laporan keuangan, sedangkan prosedur akuntansi merupakan praktik khusus yang digunakan untuk mengimplementasikan standar. Standar akuntansi sektor publik memberikan kerangka demi berjalannya fungsi – fungsi siklus akuntansi sektor publik, yaitu perencanaan, penganggaran, realisasi anggaran, pengadaan barang dan jasa, pelaporan audit, dan pertanggungjawaban publik. Dalam pelaporan keuangan, untuk menjamin konsistensi pelaporan keuangan tersebut standar akuntansi sangat diperlukan. Apabila tidak ada standar akuntansi yang memadai akan menimbulkan implikasi berupa 12 rendahnya reliabilitas dan objektivitas informasi yang disajikan, inkonsistensi dalam pelaporan keuangan serta menyulitkan dalam pengauditan. Menurut Mardiasmo (2000), terdapat beberapa teknik akuntansi keuangan yang diadopsi oleh sektor publik, yaitu : 1. Akuntansi Anggaran Akuntansi anggaran merupakan teknik akuntansi yang menyajikan jumlah yang dianggarkan dengan jumlah aktual dan dicatat secara berpasangan (double entry). Menekankan peran anggaran dalam siklus perencanaan, pengendalian, dan akuntabilitas menjadi tujuan utama dari teknik akuntansi anggaran. Latar belakng teknik akuntansi anggaran adalah anggaran dan realisasi harus selalu dibandingkan sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi apabila terdapat selisih (varians). Akan tetapi, akuntansi anggaran lebih menekankan pada bentuk akun-akun keuangan bukan isi (content) dari akun itu sendiri. 2. Akuntansi Komitmen Akuntansi komitmen merupakan sistem akuntansi yang mengakui transaksi dan mencatatnya pada saat order atau pesanan dikeluarkan. Sehingga akuntansi komitmen dapat digunakan bersama-sama dengan akuntansi kas dan akuntansi akrual. Tujuan utama akuntansi komitmen adalah untuk pengendalian anggaran. Akuntansi komitmen fokus pada order yang dikeluarkan. Order yang diterima yang terkait dengan pendapatan tidak akan dicatat sebelum faktur dikirim. Meskipun akuntansi komitmen bisa memperbaiki pengendalian terhadap anggaran, namun masih ada masalah dalam pengadopsian sistem tersebut ke dalam akun-akun keuangan. 3. Akuntansi Dana Sistem akuntansi pemerintah yang dilakukan dengan menggunakan konsep dana, memperlakukan suatu unit kerja 13 sebagai entitas akuntansi dan entitas anggaran yang berdiri sendiri. Penggunaan akuntansi dana menjadi salah satu perbedaan antara akuntansi pemerintahan dengan akuntansi bisnis. Sistem akuntansi dana adalah metoda akuntansi yang menekankan pada pelaporan pemanfaatan dana, bukan pelaporan organisasi itu sendiri. Sistem akuntansi dana dibuat untuk memastikan bahwa uang publik dibelanjakan untuk tujuan yang telah ditetapkan. 4. Akuntansi Kas Penerapan akuntansi kas merupakan pencatatan yang dilakukan pada saatkas diterima dan pengeluaran akan dicatat ketika kas dikeluarkan. Adapun kelebihan basis kas adalah mencerminkan pengeluaran yang aktual, rill dan obyektif. Namun, pada GGAP tidak menganjurkan pecatatan dengan dasar kas karena tidak dapat mencerminkan kinerja yang sesungguhnya, serta tingkat efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan, program, atau aktivitas tidak dapat diukur dengan baik. 5. Akuntansi Akrual Akuntansi akrual dianggap lebih baik daripada akuntansi kas. Hal ini dikarenakan teknik akuntansi berbasis akrual menghasilkan laporan keuangan yang lebih dapat dipercaya, lebih akurat, komperhensif, dan relevan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik. Pengaplikasian basis akrual dalam akuntansi sektor publik pada dasarnya adalah untuk menentukan cost of services dan charging for services, yaitu untuk mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan pelayanan publik. Hal ini tentu saja berbeda dengan tujuan pengaplikasian basis akrual pada sektor swasta yang digunakan untuk mengetahui dan membandingkan besarnya biaya terhadap pendapatan (proper matching cost againts revenue). Perbedaan ini terjadi karena disektor swasta lebih difokuskan pada usaha untuk memaksimumkan laba (profit oriented), sedangkan dalam sektor 14 publik orientasi difokuskan pada optimalisasi pelayanan publik (public service oriented). Penyusunan standar akuntansi sektor publik sangat diperlukan. Tujuan penyusunan standar akuntansi yaitu yang pertama adalah menyediakan suatu pedoman akuntansi untuk organisasi sektor publik yang diharapkan untuk pencatatan transaks keuangan organisas sektor publik. Tujuan yang kedua adalah menyediakan suatu pedoman akuntansi yang dilengkapi dengan konfirmasi rekening dan prosedur pencatatan serta jurnal yang telah disesuaikan dengan siklus kegiatan organisasi sektor publik, yang mencakup penganggaran, perbendaharaan, dan pelaporannya. 2.1.4 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Pernyataan Standar akuntansi pemerintahan atau (PSAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah (LKP). Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini perlu di sertai dengan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (IPSAP) atau Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Hal ini berfungsi untuk menghindari salah arti dari penggunaan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) dan untuk mengatasi permasalahan teknis. Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (IPSAP) dan Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) disusun dan diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dan diberitahukan kepada Pemerintah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Adapun tujuan dari Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi, mengatur penyajian laporan keuangan untuk meningkatkan keterbandingan laporan keuangan terhadap anggaran, antar periode, serta antar entitas. Selain tujuan, tentu saja Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) mempunyai fungsi, yaitu : 15 1. PSAP entitas pelaporan untuk menyajikan informasi yang membantu para pengguna dalam memperkirakan hasil operasi entitas dan pengelolaan aset, seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya ekonomi. 2. PSAP entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi dan pada tanggal pelaporan. 3. PSAP entitas pelaporan juga menyajikan kekayaan pemerintah yang mencakup ekuitas awal, surplus/defisit periode bersangkutan, dan dampak kumulatif akibat perubahan kebijakan dan kesalahan mendasar. 4. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam membaca laporan keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapkan semua informasi penting baik yang telah tersaji maupun yang tidak tersaji dalam lembar muka laporan keuangan. 5. PSAP entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan terhadap anggaran. PSAP adalah Standar Akuntansi Pemerintahan yang diberi judul, nomor, dan tanggal. Dengan diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010, terdapat dua belas jenis PSAP dan satu kerangka konseptual sebagai berikut 1. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan 2. PSAP No. 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan 3. PSAP No. 02 tentang Laporan Anggaram Berbasis Kas 4. PSAP No. 03 tentang Laporan Arus Kas 5. PSAP No. 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan 6. PSAP No. 05 tentang Akuntansi Persediaan 7. PSAP No. 06 tentang Akuntansi Investasi 8. PSAP No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap 9. PSAP No. 08 tentang Akuntansi Kontruksi Dalam Pengerjaan 16 10. PSAP No. 09 tentang Akuntansi Kewajiban 11. PSAP No. 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Operasi yang Tidak Dilanjutkan 12. PSAP No. 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian 13. PSAP No. 12 Laporan Operasional 2.1.5 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP No. 07) Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No 07 terdapat dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, yaitu Lampiran I.08 untuk Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Berbasis Akrual dan dalam lampiran II.08 untuk SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. Namun, saat ini yang digunakan adalah SAP lampiran I.08 berbasis akrual. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No 07 mengenai aset tetap, menjelaskan bahwa aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Standar Akuntansi Pemerintah PP No. 71 Tahun 2010 menjelaskan tujuan dari PSAP No 07 adalah mengatur perlakuan akuntansi aset tetap meliputi pengakuan, penentuan nilai tercatat, serta penentuan dan perlakuan akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat aset tetap. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No 07 juga menjelaskan masa manfaat dalam aset tetap adalah : 17 a. Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau b. Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No 07 juga menjelaskan mengenai biaya perolehan, nilai sisa, nilai tercatat, nilai wajar dan penyusutan sebagai berikut : 1. Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang telah dan masih wajib dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang telah dan yang masih wajib diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau kontruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan. 2. Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan. 3. Nilai tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang dihitung dari biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan. 4. Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 5. Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang bersangkutan. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No 07 juga menjelaskan mengenai pengklasifikasian aset tetap berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi aset tetap adalah sebagai berikut : a. Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. kegiatan 18 b. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. c. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. d. Jalan, irigasi dan jaringan mencakup jalan, irigasi dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap pakai. e. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. f. Kontruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam pengerjaan proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum selesai seluruhnya. g. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasioal pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. 2.1.6 Aset Tetap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No 07 mendefinisikan aset tetap adalah aset tetap berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Tedapat beberapa pengertian mengenai aset tetap, yaitu : 1. Menurut Khafiyya (2016), “Aset tetap adalah suatu harta atau sumber daya yang berwujud yang dimiliki oleh perusahaan, digunakan dalam kegiatan (operasi) perusahaan dan tidak dimaksud untuk diperjualbelikan perusahaan”. 19 2. Aset tetap adalah aset yang memiliki wujud fisik dan memberikan manfaat ekonomi kepada entitas bisnis selama lebih dari satu periode akuntansi pada masa-masa yang akan datang (Purba, 2013:2 dalam Engka, Tinangon, dan Wokas 2017). 3. Reeve, et al. (2012:2) dalam Nikijuluw, Tinangon, dan Wokas (2017) menyatakan “aset tetap (fixed asset) adalah aset yang bersifat jangka panjang atau secara relatif memiliki sifat permanen serta dapat digunakan dalam jangka panjang”. 4. Aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. (Ikatan Akuntan Indonesia, 2013: 16 dalam Putri, Sari, dan Sulistyowati2016). Sehingga dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa aset tetap merupakan sumber daya yang dimiliki perusahaan yang digunakan untuk kegiatan operasional dengan mempunyai sifat jangka panjang yang dugunakan selama lebih dari satu periode. 2.1.6.1 Pengakuan Aset Tetap Pengakuan aset tetap dijelaskan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 pada paragraf 15 dalam Standar Akuntansi Pemerintah (2013),yaitu aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan handal. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria sebagai berikut : a. Berwujud; b. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; c. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; d. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan e. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. 20 Dalam menentukan apakah suatu aset tetap mempunyai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomi masa depan yang dapat diberikan oleh aset tetap tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima entitas tersebut. Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat berlaku.Tujuan utama dari peroleh aset tetap adalah untuk digunakan oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan dimaksudkan untuk dijual. Pengakuan aset tetap akan andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah (Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 paragraf 18 dalam Standar Akuntansi Pemerintah 2013) . Dan saat pengakuan aset akan dapat diandalkan apabila terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan sertifikat kepemilikkannya di intansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah berpindah,misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya (Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 paragraf 19 dalam Standar Akuntansi Pemerintah 2013). 21 2.1.6.2 Pengukuran Aset Tetap Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 Pemerintah (2013) paragraf dalam Standar Akuntansi 21 menyatakan pengukuran dapat dipertimbangkan andal bila terdapat transaksi pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang mengidentifikasi biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi pihak eksternal dengan entitas tersebut untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang digunakan dalam proses kontruksi. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut. Bachtiar Arif, dkk (2002:116) dalam Hasibuan (2018) menyebutkan tiga atribut pengukuran yang dapat digunakan: 1. At cost (nilai historis) Secara umum, untuk pembelian dan pembangunan dicatat sesuai dengan nilai historisnya (at cost), yaitu nilai yang mudah ditentukan yang meliputi seluruh biaya dalam rangka perolehan aset tetap tersebut. 2. Estimated costs (nilai perkiraan) ini digunakan untuk menghitung nilai aset yang sulit ditentukan, misalnya aset sebelumnya yang belum dicatat, konstruksi yang belum selesai, atau donasi. 3. Fair value (nilai yang wajar) digunakan ketika suatu aset tetap diterima untuk pemberian. 22 2.1.6.3 Penilaian Awal Aset Tetap Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah atau donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah oleh pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan pemerintah daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat pejalan kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui pengimplementasian wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh, dikarenakan wewenang dan peraturan yang ada, pemerintah daerah melakukan penyitaan atas sebidang tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan sebagai tempat operasi pemerintah. Untuk kedua hal di atas aset tetap yang diperolah harus dinilai berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh. Untuk tujuan pernyataan ini, penggunaan nilai wajar pada saat perolehan untuk kondisi, bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh, bukan merupakan suatu proses penilaian kembali (Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 paragraf 24 dalam Standar Akuntansi Pemerintah, 2013) dan tetap konsisten dengan biaya perolehan seperti yang terdapat pada Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 dalam Standar Akuntansi Pemerintah (2013) paragraf 23 yaitu barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Penilaian kembali yang dimaksud pada Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 dalam Standar Akuntansi Pemerintah (2013) paragraf 59 yaitu penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintah menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. 23 Serta paragraf lain yang berhubungan hanya diterapkan pada penilaian untuk periode pelaporan selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 Standar Akuntansi Pemerintah dalam (2013) paragraf 27 menjelaskan untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada. 2.1.6.4 Komponen Biaya Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah: a. Biaya persiapan tempat; b. Biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat (handing cost); c. Biaya pemasangan (installation cost); d. Biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan e. Biaya konstruksi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 dalam Standar Akuntansi Pemerintah (2013) paragraf tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. 30 menjelaskan Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lain yang dikeluarkan maupun yang masih harus dikeluarkan sampai tanah tersebut diap dipakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan. 24 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 dalam Standar Akuntansi Pemerintah (2013) paragraf 31 menjelaskan biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran yang telah dan yang masih harus dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 dalam Standar Akuntansi Pemerintah (2013) paragraf 32 menjelaskan biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya kontruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 dalam Standar Akuntansi Pemerintah (2013) paragraf 33 menjelaskan biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya kontruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai. Secara keseluruhan biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai. Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan secara langsung pada biaya permulaan (start-up cost) dan pra produksi serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu untuk membawa aset ke 25 kondisi kerjanya. Serta setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga pembelian. 2.1.6.5 Pertukaran Aset (Exchanges Of Assets) Suatu aset tetap diperoleh melalui pertukaran atau pertukaran sebagai aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas dan kewajiban lain yang ditransfer/diserahkan. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas suatu aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai wajar yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam pertukaran dengan kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset yang dilepas. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan bukti adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. Dalam kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun nilai bukukan (written down) dan nilai setelah diturun nilai bukukan (written down) tersebut merupakan nilai aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang serupa termasuk pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang. Apabila terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas atau kewajiban lainnya, maka hal ini mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai nilai yang sama. 2.1.6.6 Pengeluaran Setelah Perolehan (Subsequent Expenditures) Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu 26 produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai tercatat aset yang bersangkutan. Kapitalisasi biaya harus ditetapkan dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria seperti pada suatu batasannjumlah biaya (capitalization threshold) tertentu untuk dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi atau tidak. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam jumlah dan penggunaan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 2.1.6.7 Pengukuran Berikutnya (Subsequent Measurement) Terhadap Pengakuan Awal Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun ekuitas. 2.1.6.8 Penyusutan Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang bersangkutan.Nilai penyusutan untuk maisng-masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan beban penyusutan dalam laporan operasional. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomi atau kemungkinan jasa 27 (service potential) yang akan mengalir kepemerintah. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau secara periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya. Penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan penyesuaian. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain : a. Metode garus lurus (straight line method) Dalam metode garis luru, nilai penyusutan dibebankan secara merata selama estimasi umur aktiva. Rumus : harga perolehan−taksiran nilai residu estimasi umur manfaat b. Metode saldo menurun ganda (double declining balance method) Metode saldo menurun menghasilkan beban penyusutan periodik yang semakin menurun sepanjang umur estimasi aktiva. Dalam metode ini nilai residu (nilai sisa) tidak diperhitungkan. Persentase yang digunakan adalah perkalian atas tingkat garis lurus yang dikalkulasikan untuk berbagai masa manfaat. c. Metode unit produksi (unit of production method) Menghasilkan beban penyusutan yang berbeda-beda menurut jumlah penggunaan aktiva. Rumus : harga perolehan−taksiran nilai sisa estimasi jam mesin Selain tanah dan kontruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 2.1.6.9 Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation) Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Pemerintah menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian 28 aset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas. Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam akun ekuitas. 2.1.6.10 Aset Infrastruktur (Infrastructure Assets) Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur. Walaupun tidak ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan; b. Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya; c. Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan d. Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya. Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai aset pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada pernyataan ini. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan, sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi. 2.1.6.11 Penghentian dan Pelepasan (Retirement And Disposal) Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomi masa yang akan datang. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintahtidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. 2.1.6.12 Pengungkapan Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap sebagai berikut: 29 a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying amount); b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: 1. Penambahan; 2. Pelepasan; 3. Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada; 4. Mutasi aset tetap lainnya. c. Informasi penyusutan, meliputi: 1. Nilai penyusutan; 2. Metode penyusutan yang digunakan; 3. Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; 4. Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode; Laporan keuangan juga harus mengungkapkan: a. Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap; b. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap; c. Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan d. Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap. Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, maka hal-hal berikut harus diungkapkan: a. Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap; b. Tanggal efektif penilaian kembali; c. Jika ada, nama penilai independen; d. Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya pengganti; e. Nilai tercatat setiap jenis aset tetap. Aset bersejarah juga perlu diungkapkan secara rinci, antara lain nama, jenis, kondisi dan lokasi aset dimaksud. 30 2.2 Studi Empiris Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama Penulis Judul Penelitian 1. Merina, Penerapan PSAP Metode pengumpulan Pengungkapan aset tetap Verawaty, No. 07 Tentang data Manoppo Akuntansi (2019) Tetap Pada Dinas observasi, serta jurnal aset tetap. Dinas ini belum Sosial Metode Penelitian didapat Hasil Penelitian dari belum sesuai dengan PSAP Aset wawancara, Propinsi penelitian terdahulu. Sumatera Selatan No. 07 tentang akuntansi mengungkapkan dasar tentang penilaian digunakan yang untuk menentukan nilai tercatat, informasi penyusutan yang meliputi, metode penyusutan yang digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, bruto dan nilai tercatat akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode, serta rekonsiliasi. Karena tidak optimalnya pengelolaan aset tetap yang dilakukan dengan belum dipahaminya kewenangan serta bagaimana pelaksanaan pengeloaan aset tetap sehingga terjadi kesalahan 31 pengelolaan pada hampir beberapa tahapan, selain itu juga lemahnya sistem tnformasi yang digunakan menyebabkan terjadinya kesalahan dalam input data sehingga membuat nilai aset tetap menjadi tidak dapat diyakini kewajarannya. 2. Saraswati, Analisis Penelitian ini Hasil penelitian ini adalah Budiwibowo, Perlakuan merupakan penelitian perlakuan akuntansi aset Sulistyowati Akuntansi (2017) Tetap Aset kualitatif. melalui tetap yang tercantum dalam Dalam observasi, Penyusunan Neraca neraca wawancara, pemerintah dan Kabupaten Madiun pada Pada dokumentasi. tahun 2015 dan 2016 sudah Pemerintahan sesuai dengan PP Nomor 71 Kabupaten tentang SAP PSAP No.07. Madiun 3. Khafiyya Akuntansi (2016) Tetap (PSAP 07) bertipe Pada Aset Metode Dinas komparatif penelitian Hasil penelitian deskriptif menunjukkan pengukuran bahwa aset tetap Pendapatan seperti jeep, speed boat, Daerah mesin ketik manual standar Provinsi Kalimantan dan portable belum sesuai Timur dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah No.07. Aset-aset ini lebih tepat jika diukur 32 penyusutannya menggunakan metode menurun saldo berganda bukan metode garis lurus. Dan tidak pengungkapannya menunjukkan nilai buku sewajarnya 4. Sita, Analisis Rancangan penelitian Hasil Irmadariyani, Perlakuan yang Andriana Akuntansi Aset dalam penelitian ini tahap (2017) Tetap Pada adalah Rumah Sakit kualitatif Umum Genteng penelitian ini digunakan menunjukkan bahwa pada penyajian penelitian kesalahan dalam dengan menyajikan Daerah pendekatan interpretif terdapat beban penyusutan belum aset tetap, diungkapkannya dasar penilaian aset tetap, belum ditetapkannya kebijakan tentang kapitalisasi pemeliharaan biaya aset tetap, pada daftar aset tetap masih terdapat aset tetap yang nilai bukunya dibawah nilai minimum kapitalisasi aset tetap. Untuk penggolongan, pengukuran, penyusutan, dan penghentian aset tetap sudah sesuai Pernyataan Akuntansi dengan Standar Pemerintahan Nomor 07 dan Nomor 08. 33 5. Engka, Analisis Metode Tinangon, Penerapan PSAP digunakan Wokas (2017) No. 07 Tentang penelitian ini adalah Sulawesi Utara, maka dapat Akuntansi Aset metode Tetap Pada deskriptif Kantor Badan yang Badan DIKLAT dalam Pemerintah Provinsi analisis diambil kesimpulan bahwa Badan DIKLAT dalam Pengklasifikasian, DIKLAT Pengakuan, Pemerintah Pengukuran/penilaian, Provinsi Sulawesi pengeluaran Utara perolehan, setelah penyusutan, Penghentian dan pelepasan, dan pengungkapan aset tetap telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07. 6. Nikijuluw, Analisis Metode analisis yang Pengklasifikasian, Tinangon, Implementasi digunakan Wokas (2017) PSAP dalam Pengakuan, No.07 penelitian ini adalah Pengukuran/Penilaian Tentang Akuntansi metode Aset deskriptif analisis Pengeluaran Setelah Perolehan, Penyusutan, Tetap Pada Balai Penghentian dan Pelepasan, Penyantunan Pengungkapan aset tetap Lanjut Usia “Senja Cerah” BPLU “Senja Pemerintah Sulawesi Catatan Keuangan Cerah” Provinsi Utara atas sudah pada Laporan sesuai dengan PSAP No. 07 yaitu 34 mengungkapkan dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan tercatat dalam nilai laporan keuangan. 7. Putri, Sari, Analisis Metode Sulistyowati Perlakuan (2016) Akuntansi analisis Pengakuan, pengukuran , deskriptif kualitatif. Aset penghentian Isma, (2019) dan Tetap penghapusan sesuai dengan Berdasarkan PSAP No. 07 mengenai Pernyataan akuntansi aset tetap, tetapi Standar untuk Akuntansi penghapusan aset tetap di Pemerintahan No dalam 07 Pada Badan sepenuhnya sesuai dengan Penanggulangan PSAP Bencana penilaian aset tetap tidak Daerah Kabupaten Tegal 8. pengungkapan, penyusutan, Saleh Analisis Akuntansi neraca No DPKKD penerapan, Dan 07. dan belum Serta sesuai dengan PSAP No 07. Metode kualitatif. Penerapan penghentian secara umum pengakuan, pencatatan, penilaian, dan Kesesuaiannya pelaporan aset tetap sudah Berdasarkan sesuai dengan PSAP No. PSAP No Terhadap 07 Aset Tetap Pada Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Kekayaan Daerah 07. 35 Di Kab. Tengah. Aceh 36 2.3 Kerangka Konseptual Gambar 2.1 PP No. 71 Tentang SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan) PSAP No.7 Menegenai Akuntansi Aset Tetap : 1. Pengukuran Penerapan PSAP No.7 di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Barat : 2. Pengakuan 3. Penilaian awal perolehan 4. Komponen biaya 5. Pengeluaran setelah perolehan 6. Penyusutan 7. Penghentian dan pelepasan 8. Pengungkapan 1. Pengukuran 2. Pengakuan 3. Penilaian awal perolehan 4. Komponen biaya 5. Pengeluaran setelah perolehan 6. Penyusutan 7. Penghentian dan pelepasan 8. Pengungkapan 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Metode kualitatif menurut Sugiyono (2005) adalah adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti merupakan instrumen kunci. Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk menjelaskan suatu fenomona dengan cara pengambilan dan mengumpulkan se-detail mungkin data yang diteliti. Penelitian deskriptif menurut Widi (2010) adalah suatu penelitiann yang menggambarkan suatu data atau keadaan suatu objek kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan kenyataan yang ada. Metode data kualitatif deskriptif untuk menjelaskan secara verbal penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) No. 07 pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Barat. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan di Yang beralamat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Barat di Jl. Jenderal Ahmad Yani, Bangka Belitung Darat, Kec. Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78124. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dari penulisan proposal hingga penelitian ini selesai. 3.3 Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu : 1. Sumber Data Primer Data yang diambil secara langsung di lapangan oleh peneliti tanpa melalui perantara merupakan bentuk dari sumber data primer. Data 38 primer yang diambil seperti melakukan wawancara langsung dengan pihak yang berkaitan dengan akuntansi aset tetap. Sehingga keaslian informasi dan data yang diperoleh dari sumbernya bisa dijamin kebenarannya. 2. Sumber Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapat dari pihak lain dan tidak didapat tidak langsung oleh peneliti. Sumber data yang diambil pada penelitian ini seperti Neraca, Laporan mengenai aset tetap, dan beberapa laporan lainnya yang dapat mendukung informasi dari informan. Data yang diperolah dari informan, bisa menjadi media yang dapat mendukung analisis dan pembahasan, selain kata-kata dan tindakan dari informan. Selain itu, data juga bisa diperoleh dari arsip-arsip dan foto-foto pada saat penelitian. 3.3.2 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini adalah teknik observasi, wawancara, dokumentasi serta catatan lapangan. Menurut Sugiyono (2010) “teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data”. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2010). Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu : 1. Observasi Nasution (1988) dalam Sugiyono (2010) menyatakan bahwa “observasi adalah dasar ilmu pengetahuan”. Para ilmuwan dahulu perlu melakukan observasi untuk menemukan fakta sabagai dasar ilmu yang akan dikembangkannya.Penelitian ini akan menggunakan observasi terus terang dan tersamar, yang dimana dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan penelitian. Tetapi, pada waktu tertentu peneliti juga tidak harus terus terang 39 atau tersamar dalam observasi, hal ini dilakukan karena suatu data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan. 2. Wawancara Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono 2010) Stainback (1988) dalam Sugiyono (2010) mengemukakan bahwa “Interviewing provide researcher a means to gain a deeper understanding of how participant interpretasituation or phenomenom than can be gained through observation alon”. Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui halhal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur sebagai teknik pengumpulan data. Dengan wawancara terstruktur dalam pengumpulan data telah disiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis. Pertanyaanpertanyaan tersebut dibuat dengan maksud pada saat wawancara peneliti tidak akan keluar dari batasan masalah. Sehingga informasi yang diperoleh lebih terarah dan tepat sesuai dengan informasi yang diharapkan peneliti. 3. Dokumentasi Dokumen bisa dalam bentuk tulisan, gambar, rekaman dan karya monumental dari seseorang. Dokumen menjadi pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hal ini diperlukan sebagai bukti atas kegiatan observasi dan wawancara yang telah dilakukan. Dokumen ini 40 biasanya berupa foto, catatan hasil wawancara, dan lain-lain yang berkaitan dengan data yang diperlukan peneliti. 3.4 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Purposive sampling menurut Arikunto (2006) merupakan teknik pengambilan sampel tidak berdasarkan random, daerah, atau strata melainkan berdasarkan pertimbangan yang berfokus pada tujuan tertentu. Dalam penelitian ini sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya memiliki kriteria sebagai berikut : 1. Orang yang menguasai atau memahami mengenai aset tetap, sehingga bukan sekedar diketahui, tetapi juga mengerti. 2. Orang yang tergolong masih bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Barat 3. Orang yang mempunyai waktu dan bersedia untuk dimintai informasi yang diperlukan peneliti. 3.5 Analisis Data Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian (Nasution, 1988 dalam Sugiyono, 2010). Tahapan-tahapan analisis data dalam penelitian ini sesuai dengan analisis data kualitatif model Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2010), yaitu sebagai berikut: 1. Pengumpulan data, yaitu peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan data yang diperoleh dari pihak yang terkait. 2. Reduksi data, yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. 41 3. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi yang tersusun yang memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 4. Pengambilan keputusan atau verifikasi, berarti bahwa setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi. 3.6 Uji Keabsahan Data Sugiyono (2010) menyatakan “dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peniliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti”. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas internal), transferbility (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability (obyektivitas). Uji keabsahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Uji Credibility Uji credibility atau kredibilitas atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, tringulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check. 2. Pengujian Transferbility Dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis,dan dapat dipercaya, hal ini dilakukan dengan tujuan orang lain bisa memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut. Bila pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran yang sedemilian jelasnya, “semacam apa” suatu hasil penelitian dapat diberlakukan (transferability), 42 maka laporan tersebut memenuhi standar transferabilitas (Faisal 1990 dalam Sugiyono 2010). 3. Pengujian Depenbability Suatu penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi/mereplikasi proses penelitian tersebut. Bagaimana peneliti memulai menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan harus dapat ditunjukkan oleh peneliti. Jika penliti tak mempunyai dan tak dapat menunjukkan “jejak aktivitas lapangannya”, maka depenbabilitas penelitiannya patut diragukan (Faisal 1990 dalam Sugiyono 2010). 4. Pengujian Konfirmability Menguji konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka peneliti tersebut telah memenuhi standar konfirmability. 43 DAFTAR PUSTAKA Analisis Akuntansi Aset Tetap Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Tanjungpinang Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No. )7. (2014). Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang. Arikunto. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara. Auliana. (2014). Analisis Akuntansi Aset Tetap Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Tanjungpinang Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No. 07. Tanjungpinang: Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji. Bito, H. (2017). Analisis Penerapan PSAP 07 Tentang Aset Tetap Pada Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Kajian Ilmiah Akuntansi Fakultas Ekonomi (KIAFE), 6(2). Engka, F. T. (2017). Analisis Penerapan PSAP No. 07 Tentang Akuntansi Aset Tetao Pada Kantor Badan Diklat Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, 12(2), 18-24. Hasibuan, W. (2018). Analisis Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 07 Tentang Aset Tetap Pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Di Kantor Gubernur SUmatera Utara. Medan: Jurusan Ekonomi dan Bisnis, Universitas Medan Area. Khaffiya, N. A. (2016). Akuntansi Aset Tetap (PSAP 07) Pada Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Article Ekonomia, 5(3). Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Merina, C. I., Verawaty, & Manoppo, F. A. (2019). Penerapan PSAP No. 07 Tentang Akuntansi Aset Tetap Pada Dinas Sosial Propinsi Sumatera Selatan. Palembang: Universitas Bina Dharma. Mustafa, K. (2016). Analisis Penerapan Akuntansi Aset Tetap Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 07 Pada Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Kajian Ilmiah Akuntansi Fakultas Ekonomi, 5(3). 44 Nikijuluw, M., Tinangon, J., & Wokas, H. (2017). Analisis Implementasi PSAP No. 07 Tentang Akuntansi Aset Tetap Pada Balai Penyantutan Lanjut Usia "Senja Cerah". Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, 12(2), 42-47. Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Pernyataan No. 7 Tentang Standar Akuntansi Berbasis Akrual. Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Pemerintah Republik Indonesia. (2013). Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07 lampiran I. Bandung: Fokusindo Mandiri. Putri, R. F., Sari, Y. P., & Sulistyowati, D. (2016). Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Tetap Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No. 07 Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Tegal. Jakarta: Politeknik Negeri Jakarta. Ratmono, Dwi, & Mahfud, S. (2015). Akuntansi Keuangan Daerah Berbasis Akrual. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Saleh, & Isma, B. (2019). Analisis Penerapan Akuntansi Dan Kesesuaiannya Berdasarkan PSAP No 07 Terhadap Aset Tetap Pada Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Kekayaan Daerah Di Kab. Aceh Tengah. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA), 4(1), 74-86. Sawaswati, M. T., Budiwibowo, S., & Sulistyowati, N. W. (2017). Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Tetap Dalam Penyusunan Neraca Pada Pemerintahan Kabupaten Madiun. Jurnal Akuntansi dan Pendidikan, 6(2), 152-167. Sita, S. I., Irmadariyani, R., & Andriana. (2017). Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Tetap Pada Rumah Sakit Umum Daerah Genteng. E-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, 4(1), 40-43. Sugiyono. (2010). Memahani Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Widi, Restu, & Kartiko. (2010). Asas Metodologi Penelitian Sebuah Pengamatan Pengenalan Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.