RESUME MODUL 1 DAN 2 PEMBELAJARAN PKN DI SD OLEH : GUSTINA ZIANA ADHA 856215253 UPBJJ HARAU JURUSAN PGSD BI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA 2020 MODUL 1 KEGIATAN BELAJAR 1 HAKIKAT, FUNGSI DAN TUJUAN PKN DI SD A. Hakikat PKn 1. Kurikulum 1946, Kurikulum 1957, Kurikulum 1961 : Tidak dikenal mata pelajaran PKn 2. Yang ada pada Kurikulum 1946 dan Kurikulum 1957 : Pengetahuan Umum di SD dan Tata Negara di SMP/SMA 3. Kurikulum SD tahun 1968 : dikenal mata pelajaran PKN ( Pendidikan Kewargaan Negara ) mencakup Sejarah Indonesia, Geografi dan Civics 4. Kurikulum SMP 1968 PKN mencakupmateri Sejarah Indonesia dan Tata Negara 5. Kurikulum SMA 1968 PKN lebih banyak berisi materi UUD 1945 6. Kurikulum SPG 1969PKN mencakup Sejarah Indonesia, UUD, Kemasyarakatan dan Hak Asasi Manusia 7. Beda Kewargaan Negara dan Kewarganegaraan : Kewargaannegara merupakan terjemahan dari “Civics” yang merupakan mata pelajaran sosial yang bertujuan membina dan mengembangkan anak didik agar menjadi warganegara yang baik. Kewarganegaraan digunaakan dalam perundangan mengenai status formal warga negara dalam suatu negara. B. Fungsi dan Tujuan PKn Ketentuan perundang-undangan yang mendasari PKn mejadi wahana psikologis-pedagogis adalah sebagai berikut : 1. Pembukaan UUD 1945 dan perubahaaannya, alinea 4 2. UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Pasal 3, Pasal 4, Pasal 37 ayat (1), Pasal 38 3. Peraturan Pemerintah RI no. 19 tahun 2005 tentang Satndar Pendidikan Nasional Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (4), Pasal 7 ayat (3) PKn harus berfungsi sebagai wahana kurikuler pengembangan karakter warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab. Sekolah dikembangkan sebagai wahana sosial kultural untuk membangun kehidupan yang demokratis, artinya sekolah harus menjadi wahana pendidikan untuk mempersiapkan kewarganegaraan yang demokratis melalui pengembangan kecerdasan spiritual, rasional, emosional, dan sosial warganegara baik sebagai aktor sosial maupun sebagai pemimpin pada hari ini dan hari esok. Paradigma pendidikan demokrasi melalui PKn yang perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah adalah penddikan demokrasi yang bersifat multidimensial atau bersisi jamak. Sifat multidimensialitasnya itu antara lain terletak pada : 1. Pandangannya yang pluralistik-uniter ( bermacam-macam, tetapi tetap menyatu dalam peengertian Bhinneka Tunggal Ika ) 2. Sikapnya dalam menempatkan individu, negara dan masyarakat global secara harmonis. 3. Tujuannya yang diarahkan pada semua dimensi kecerdasan ( spiritual, rasional, emosional dan sosial ) 4. Konteks (setting) yang menghasilkan pengalaman belajarnya yang terbuka, fleksibel, dan bervariasi merujuk kepada dimensi tujuannya. KEGIATAN BELAJAR 2 RUANG LINGKUP PKN DI SD Dalam Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dikemukakan bahwa “ Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila UUD 1945”, sedangkan tujuannya adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan 2. Berpatisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta antikorupsi. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakterkarakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Struktur Kurikulum SD/MI Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan staandar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut : a. Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. b. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan IPA Terpadu dan IPS Terpadu c. Pembelajaran pada kelas I s.d.III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. d. Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. e. Alokasi waktu satu jam pelajaran adalah 35 menit f. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran adalah 34-38 minggu Berdasarkan Permendiknas No.22 Tahun 2006 Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah secara umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut : a. Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkunan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan NKRI, Partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI, Keterbukaan dan jaminan keadilan. b. Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-perturan Daerah, Noma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional. c. Hak Asas Manusia, meliputi Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM. d. Kebutuhan Warga Negara, meliputi hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara e. Konstitusi Negara, meliputi Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusikonstitusi yag pernh digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi f. Kekuasaan dan Politik, meliputi Pemerintahan Desa dan kecamatan, Pemerintahan Daerah dan otonomi, Pemerintah Pusat, Demokrasi dan sistem politik , Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan , Pers dalam masyarakat demokrasi. g. Pancasila, meliputi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara , Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. h. Globalisasi, meliputi globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indoesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional dan Mengevaluasi globalisasi. KEGIATAN BELAJAR 3 TUNTUTAN PEDAGOGIS PKN DI SD Tuntunan pedagogis dalam modul ini diartikan sebagai pengalaman belajar yang bagaimana yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan kewarganegaraan , dalam pengertian ketuntasan penguasaan kompetensi kewarganegaraan yang tersurat dan tersirat dalam lingkup isi dan kompetensi dasar. PKn merupakan mata pelajaran sebagai pendidikan nilai dan moral, alasannya sebagai berikut : 1. Materi PKn adalah konsep-konsep nilai Pancasila dan UUD 1945 beserta dinamika perwujudan alam kehidupan masyarakat negara Indonesia. 2. Sasaran Belajar Akhir PKn adalah perwujudan nilai-nilai tersebut dalam perilaku nyata kehidupan sehari-hari. 3. Proses pembelajarannya menuntut terlibatnya emosioal, intelektual, dan sosial dari peseta didik dan guru sehingga nilai-nilai itu bukan hanya dipahami ( bersifat kognitif) , tetapi dihayati ( bersifat objektif), dan dilaksanakan (bersifat perilaku) Setiap konsep nilai Pancasila yang telah dirummuskan sebagai butir materi PKn pada dasarnya harus memiliki aspek konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral. PKn sebagai pendidikan nilaidan moral kaitannya dengan pendidikan watak, ada catatan sebagai berikut : 1. PKn sebagai mata pelajaran yang memiliki aspek utama sebagai pendidikan nilaidan moral, yang bermuara pada pengembangan watak dan karakter peserta didik.sesuai nilainilai dan moral Pancasila 2. Nilai dan moral Pancasila dan UUD 45 dapat dikembangkan dalam diri peeserta didik melalui pengembangan konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral setiap rumusan butir nilai materi PKn. MODUL 2 KARAKTERISTIK PKN SEBAGAI PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL KEGIATAN BELAJAR 1 PENDEKATAN PKN SEBAGAI PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL DI SD Herman ( 1972 ) mengemukakan suatu prinsip yang sangat mendasar , yakni bahwa”...value is neither taugh nor cought, it learned”, yang artinya bahwa substansi nilai, tidak semata - mata ditangkap , diinternalisasi , dan dibakukan sebagai bagian melekat dalam kualitas pribadi seseorang melalui proses belajar. Proses pendidikan pada dasarnya merupakan proses pembudayaan atau enkulturasi untuk menghasilkan manusia yang berkeadaban, termasuk didalamnya yang berbudaya. Dalam latar belakang kehidupan masyarakat, proses pendidikan nilai sudah barlangsung dalam kehidupan masyarakat dalam berbagai bentuk tradisi. Contohnya tradisi dongeng dan sejenisnya yang dulu dilakukan oleh orang tua terhadap anak dan cucunya semakin lama semakin tergeser oleh film kartun atau sinetron dalam media massa tersebut. Disitulah pendidikan nilai menghadapi tantangan konseptual, instrumen, dan operasional. Dalam Konteks Pendidikan Nasional Indonesia telah ditegaskan dalam Pasal 3 UU Sidikan 20/2003 bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangkan mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi perserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak ulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokrasi, serta bertanggungjawab. Oleh karena itu maka proses pendidikan seyogyanya bukan hanya sebagai proses pendidikan berfikir tetapi pendidikan berwatak seperti nilai dan perilaku. Di lingkungan masyarakat barat sendiri yang secara ekonomi termasuk masyarakat modern terdapat berbagai persoalan moral yang dirasa perlu mendapat perhatian pendidikan nilai. Melihat keadaan seperti itu dirasakan perlunya upaya pendidikan nilai moral yang dilakukan secara menyeluruh dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Pendidikan nilai merupakan suatu kebutuhan sosiokulturai yang jelas dan mendesak bagi kelangsungan kehidupan yang berkeadaban. 2. Pewarisan nilai antar generasi dan dalam satu generasi merupakan wahana sosiopsikologis dan selalu menjadi tugas dari proses peradaban. 3. Peranan sekolah sebaagai wahana psikopedagogis dan sosiopedagogik yang berfungsi sebagai pendidik moral menjadi semakin penting, pada saat dimana hanya sebagian kecil anak yang mendapat pendidikan moral dari orang tuanya dan peranan lembaga keagamaan semakin kecil. 4. Dalam setiap masyarakat sebagai terdapat landasan etika umum, yang bersifat universal melintasi batas ruang dan waktu, sekalipun dalam masyarakat pluralistik yang mengandung banyak potensi terjadinya konflik nilai. 5. Demokrasi mempunyai kebutuhan khusus akan pendidikan moral karena inti dari demokrasi adalah pemerintahan yang berakar dari rakyat dilakukan oleh wakil pembawa amanah rakyat, dan mengusung komitmen mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. 6. Pertanyaan yang selalu dihadapi baik individu maupun masyarakat adalah pertanyaan moral. 7. Terdapat dukungan yang mendasar dan luas bagi pendidikan nilai sekolah. 8. Komitmen yang kuat terhadap pendidikan moral sangatlah esensial untuk menarik dan membina guru-guru yang berkeadaban dan profesional. 9. Pendidikan nilai adalah pekerjaan yang dapat dan harus dilakukan sebagai suatu keniscayaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat global. Dilihat dari substansi dan prosesnya , menurut Lickona ( 1992 : 53-63 ) yang perlu dikembangkan dalam rangka pendidikan nilai tersebut adalah nilai karakter yang baik ( good character ) yang di dalamnya mengandung tiga dimensi nilai moral yaitu dimensi wawasan moral, dimensi wawasan nilai moral, dimensi perasaan moral dan dimensi perilaku moral. Pendidikan nilai moral secara formal – kurikuler terdapat dalam mata pelajaran PPKn (Kurikulum 1994) atau PKn (UU RI No.20 Thn.2003) dan Pendidikan Agama dan Bahasa. Pkn mengandung unsur pokok sebagai pendidikan nilai moral-sosial/etis, Pend.Agama mengandung nilai religius, dan Bahasa mengandung nilai estetis dan etis. Dari kajian dan bahasan terhadap konsep , isi dan strategi pendidikan nilai di dunia Barat yang lebih cenderung bersifat bersifat sekuler dan berpijak serta bermuara pada pengembangan moral kognitif , kiranya terdapat beberapa hal yang dapat bisa diaptasikan bagi kepentingan pendidikan nilai di Indonesia dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : Secara konstitusional demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang Theistis atau demokrasi yang ber Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu pendidikan nilai bagi Indonesia seyogyanya berpijak pada nilai – nilai keagamaan , nilai – nilai demokrasi yang ber Bhinneka Tunggal Ika . Dalam konteks itu maka teori perkembangan moral dari Piaget dan Kohlberg yang dapat diadaptasikan adalah terhadap nilai moral sosial- kultural selain nilai yang berkenaan atau boleh dirasionalkan. Konsep pendidikan nilai moral Piaget yang menitikberatkan pada pengembangan kemampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah moral dalam kehidupan dapat diadaptasikan dalam pendidikan nilai di Indonesia dalam konteks demokrasi konstitusional Indonesia dan konteks sosialkultural masyarakat Indonesia yang ber Bhinneka Tunggal Ika termasuk dalam keyakinan agama. Konsepsi pendidikan nilai moral Kholberg yang menitikberatkan pada penalaran moral melalui pendekatan klarifikasi nilai yang memberikan kebebasan kepada individu peserta didik untuk memilih posisi moral, dapat digunakan dalam konteks pembahasan nilai selain aqidah sesuai dengan keyakinan masing-masing . Sedangkan teori tingkatan dan tahapan perkembangan moral Kohlberg secara konseptual dapat digunakan sebagai salah satu landasan bagi pengembangan paradigma penelitian perkembangan moral bagi orang Indonesia. Kerangka konseptual komponen Good Character dari Lickona yang membagi karakter menjadi wawasan moral, perasaan moral , dan perilaku moral dapat dipakai untuk mengklasifikasikan nilai moral dalam pendidikan nilai di Indonesia dengan menambahkan ke dalam masing-masing dimensi itu aspek nilai yang berkenaan dengan konteks keagamaan seperti wawasan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam dimensi Wawasan Moral , perasaan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam dimensi Perasaan Moral, dan perilaku moral kekhalifahan dalam dimensi Perilaku Moral. KEGIATAN BELAJAR 2 PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL DALAM STANDAR ISI PKN DI SD Muatan isi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamankan oleh Pancasila dan UUD 1945. Secara umum PKn di SD bertujuan untuk mengembangkan kemampuan: 1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi. 3. Berkembang secara positif dan demokrasi untuk membentuk diri berdasarkan karakterkarakter masyarakat Indoensia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam persatuan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Struktur kurikulum di SD meliputi susbtansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai kelas 1 sampai dengan Kelas VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran. Pendidikan Kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah, menurut Permendiknas No.22 Tahun 2006 secara umum meliputi substansi kurikuler yang didalamnya mengandung nilai dan moral sebagai beriku : 1. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi; Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta Lingkungan, kebanggaan, sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara, Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan. 2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi; Tata tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib disekolah, norma yang berlaku dimasyarakat, Peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam dalam kehidupan berbangsa, sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional. 3. Hak asasi manusia meliputi; hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional Ham, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. 4. Kebutuhan warga negara meliputi; hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi kedudukan warga negara,. 5. Konstitusi Negara meliputi; Proklamasi Kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusikonstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan agar negara dengan konstitusi. 6. Kekuasaan dan Politik meliputi; Pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan pers dalam masyarakat demokrasi. 7. Pancasila meliputi; kedudukan Pancasila sebagai dasaar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan seharihari Pancasila sebagai ideologi terbuka. 8. Globalisasi meliputi; globalisasi di lingkungannya, poloitik luar negeri Indonesia di era globalisasi dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globaalisasi. KEGIATAN BELAJAR 3 HUBUNGAN INTERAKTIF PENGEMBANGAN NILAI DAN MORAL DALAM PKN DI SD Konsep “values eduation, moral education, education for vitues” sebagai program dan proses pendidikan yang tujuannya selain mengembangkan pikiran, juga mengembangkan nilai dan sikap. Lickona (1992:6-7) “pendidikan moral merupakan aspek yang esensial bagi pekembangan dan berhasilnya kehidupan demokrasi” Yakni: Menghormati hak orang lain Mematuhi hukum yang belaku, Partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan Peduli terhadap perlunya kebaikan bagi umat. Secara teoritik nilai dan moral berkembang secara psikologis dalam diri individu mengikuti perkembangan usia dan konteks social. Piaget merumuskan perkembangan kesadaran dan pelaksanaan aturan yang dibagi menjadi dua domain yaitu sebagai berikut : 1. Tahapan Domain Kesadaran Mengenai Aturan Terdiri dari usia, 0-2 tahun, aturan dirasakan sebagai susatu hal yang bersifa tidak memaksa, usia 2-8 tahun, aturan disikapi dengan hal yang bersifat sacral dan diterima tanpa pemikiran, usia 8-12 tahun aturan diterima sebagai hasil kesepakatan. 2. Tahapan Domain Pelaksanaan Aturan Terdiri dari usia, 0-2 tahun, aturan dilakukan sebagai susatu hal yang bersifa monorik saja, usia 2-6 tahun, aturan dilakukan sebagai perilaku yang lebih berorientasi diri sendiri, usia 6-10 tahun diterima sebagai hasil kesepakatan. Piaget menyimpulkan bahwa pendidikan sekolah seyogyanya menitik beratkan pada pengembangan kemampuan mengambil keputusan (decision making skills) dan memecahkan masalah (problem solving) dan membina pengembangan moral yang dilakukan dengan cara menutut peserta didik untuk mengembangkan aturan berdasarkan keadilan (fairness). Sedangkan Koherlberg merumuskan adanya tiga tingkat / level yang terdiri atas enam tahap/stage yaitu sebagai berikut : 1. Tingkat I : Prakonvensional (Preconventional) a. Tahap 1, Orientasi hukuman dan kepatuhan. b. Tahap 2, Orientasi instrumental nisbi. 2. Tingkat II : Konvensioanal (Conventional) a. Tahap 3, Orientasi kesepakatan timbal balik. b. Tahap 4, Orientasi hokum dan ketertiban. 3. Tingkat III : Poskonvensional (Postconventional) a. Tahap 5, Orientasi kontrak social lagalistik b. Tahap 6, Orientasi prinsip etika universal Pendekatan pendidikan nilai yang ditawarkan Kohlberg sama dengan yang ditawarkan Piaget dalam hal fokusnya terhadap perilaku moral yang dilandasi oleh penalaran moral, namun berbeda dalam hal titik berat pembelaarannya dimana Piaget menitikberatkan pada pengembangan kemampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah, sedangkan Kohlberg menitikberatkan pada pemilihan nilai yang dipegang terkait dengan alternative pemecahan terhadap suatu dilemma moral melalui proses klarifikasi bernalar.