Pembunuhan Engeline Megawe merupakan peristiwa kekerasan terhadap anak perempuan berusia 8 tahun yang terjadi di Kota Denpasar, Bali pada tanggal 16 Mei 2015. Peristiwa ini menjadi populer dalam berbagai media di Indonesia diawali dengan pengumuman kehilangan anak tersebut dari keluarga angkatnya melalui sebuah laman di facebook berjudul "Find Angeline-Bali's Missing Child". LATAR BELAKANG Engeline lahir pada tanggal 19 Mei 2007 di sebuah klinik di daerah Canggu sebagai puteri dari seorang ibu bernama Hamidah dan ayah bernama Achmad Rosyidi. Ia adalah puteri kedua dari tiga bersaudara. Ketika melahirkan Engeline, Hamidah tidak sanggup melunasi biaya persalinannya ke klinik hingga akhirnya seseorang mempertemukan dan memperkenalkannya dengan Margriet Christina Megawe yang menawarkan untuk melunasi biaya tersebut dan bermaksud untuk mengadopsi bayinya. Margriet datang ditemani suaminya yang bernama Douglas Scarborough dan mengeluarkan biaya sebesar Rp 1,8 juta, yaitu biaya persalinan Rp 800 ribu dan biaya perawatan Hamidah Rp 1 juta. Pengadopsian sebetulnya belum disahkan melalui pengadilan. Mereka hanya membuat perjanjian di notaris yang tertulis dalam Akta Pengakuan Pengangkatan Anak Nomor 18 tertanggal 24 Mei 2007 di notaris Anne Wibowo. Dalam akta perjanjian yang dibuat di notaris, sebenarnya telah ada klausul yang menyatakan bahwa Margriet sebagai ibu angkat harus menyayangi Engeline sebagaimana anak kandungnya sendiri. Bagian lain dari perjanjian tersebut menyatakan bahwa keluarga Margriet Christina Megawe, akan menjadikan Engeline sebagai ahli warisnya di kemudian hari. jika Engeline meninggal maka hak waris akan menjadi milik ahli waris Margriet. Selain itu, mereka juga menyepakati agar kedua orang tua kandung Engeline tidak menemui anak kandungnya tersebut sampai ia berusia 18 tahun. Pengasuhan orang tua angkat Engeline tumbuh sebagai anak ceria yang selalu berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dengan Margriet. Ayah angkat Engeline, Douglas, dikabarkan sangat menyayangi anak angkatnya tersebut. Namun kemudian Douglas meninggal dunia pada tanggal 17 September 2008.[18] Margriet tampak terpukul dengan kematian suami keduanya tersebut. Dalam pengasuhan Margriet sebagai orang tua tunggal, pada tahun-tahun terakhirnya diduga Engeline mengalami banyak kekerasan baik secara fisik maupun mental. Diketahui bahwa ibu angkatnya tersebut menjadi seorang yang temperamental. Dari kesaksian guru di sekolahnya tampak bahwa pada tahun terakhir kehidupannya ia mengalami penurunan berat badan. Engeline juga tinggal di rumah yang tidak layak huni, karena dikelilingi oleh kandang ayam dan berbau tidak sedap. Setiap hari Engeline diberi tugas untuk mencuci baju, mengepel lantai, membersihkan rumah, serta memberi makan binatang-binatang peliharaan ibu angkatnya berupa ayam, anjing, dan kucing. Bila ia lupa melakukannya, maka ia pasti mendapatkan perlakuan kasar dari ibu angkatnya. Di sekolahnya, SD 12 Sanur, Denpasar, khususnya setelah menginjak kelas 2, Engeline terlihat sebagai anak yang memiliki sifat pendiam, pemurung, lusuh, berwajah sendu, dan sering terlambat. Hilangnya Engeline 1. 16 Mei 2015 Angeline terakhir terlihat di halaman rumahnya di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali. Investigasi Komnas Anak menyatakan tetangga melihat pintu pagar rumah Angeline terkunci saat itu. "Artinya, hanya orang rumah yang tahu keberadaan terakhir Angeline. Dia tidak keluar," kata Arist. 2. 17 Mei 2015 Kakak angkat Angeline, Christina dan Ivon, mengumumkan hilangnya Angeline pada laman Facebook berjudul "Find Angeline-Bali's Missing Child". Keduanya juga mengajak masyarakat ikut mencari Angeline. 3. 18 Mei 2015 Tiga hari setelah menghilang, keluarga melapor ke Kepolisian Sektor Denpasar Timur. Polisi memeriksa sejumlah saksi, yaitu Margareth (ibu angkat Angeline), Antonius (pembantu sekaligus penjaga rumah), dan seorang penghuni kontrakan milik Margareth bernama Susianna. Polda Bali memperluas pencarian di seluruh perbatasan Bali, Banyuwangi, dan Nusa Tenggara Barat. Mereka juga memeriksa rumah Margareth tiga kali. Pemeriksaan pertama dan kedua selalu dihalangi pemilik rumah. 4. 24 Mei 2015 Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengunjungi rumah Margareth pada malam hari. Arist menengok kamar tidur Margareth yang juga sering dipakai Angeline. Menurut Arist, rumah itu tak layak huni karena acak-acakan, kotor, dan bau kotoran hewan. Margareth memelihara puluhan anjing dan ayam di rumahnya. Di kamar tidur, Arist mencium bau anyir yang berbeda dengan bau kotoran hewan. "Tidak ada seprei terpasang dan ruangannya bau anyir," ujar Arist. Kecurigaan itu segera dilaporkan kepada polisi. KPAI juga menyatakan maksudnya akan mengambil alih sementara hak asuh Margriet atas Engeline, sehingga membuat Margriet menangis histeris. Dia mengaku tidak terima, bahkan mengancam akan membunuh siapa pun yang akan mengambil anaknya itu karena dia menyayangi Engeline dan Engeline pun menyayanginya 5. 5-6 Juni 2015 Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengunjungi rumah Margareth dalam kesempatan berbeda. Namun kedatangan keduanya ditolak keluarga Angeline. 6. 10 Juni 2015 Polisi menemukan jasad Angeline di pekarangan rumah Margareth. Angeline ditemukan dikubur pada kedalaman setengah meter, Jasadnya dalam kondisi membusuk di bawah pohon pisang, ditutup sampah. Angeline ditemukan dengan pakaian lengkap dan tangan memeluk boneka. Tubuhnya dililit seprei dan tali. Dari hasil otopsi, Engeline diketahui meninggal sejak tiga minggu sebelumnya. Di tubuh jenazah ditemukan luka-luka kekerasan berupa memar pada wajah, leher, serta anggota gerak atas dan bawah. Di punggung kanan jenazah ditemukan luka sundutan rokok. Selain itu, ditemukan juga luka lilitan dari tali plastik sebanyak empat lilitan. Sebab kematiannya dipastikan karena kekerasan benda tumpul pada wajah dan kepala yang mengakibatkan pendarahan pada otak. Jasad Engeline kemudian dimakamkan di Dusun Wadung Pal, Desa Tulungrejo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi yang merupakan kampung halaman dari ibu kandungnya. Penyidikan Kepolisian Resor Kota Denpasar mengadakan pemeriksaan terhadap 7 orang, yaitu Margriet (ibu angkat), Yvonne dan Christina (kakak angkat), Agus Tay (pembantu), dua penghuni indekos (suami istri Rahmat Handono dan Susiani), dan petugas keamanan (satpam, Dewa Ketut Raka). Dari pemeriksaan awal tersebut, polisi menetapkan Agus Tay Hamba May sebagai tersangka pembunuh Engeline yang mengakui telah membunuh dan memperkosa Engeline pada tanggal 16 Mei 2015 sekitar pukul 13.00 WITA, tepat pada hari hilangnya anak tersebut, dan kemudian menguburkan jasadnya di belakang rumah majikannya itu pada pukul 20.00 WITA. Pada tanggal 14 Juni 2015, Kepolisian Daerah Bali menetapkan ibu angkat Angeline, Margriet Megawe, sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelantaran anak dan menempatkannya di tahanan Mapolda Bali. Pada tanggal 28 Juni 2015, Margriet ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan berdasarkan tiga alat bukti, yaitu pengakuan Agus, bukti-bukti kedokteran forensik RS Sanglah, dan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) oleh tim forensik Polresta Denpasar, Inafis (Indonesia Automatic Finger Print Identification System) Polda Bali, dengan bantuan Inafis Mabes Polri. Dari bukti-bukti tersebut Margriet diduga menjadi otak pembunuhan, dan Agus hanya membantu menguburkan jasad Engeline.] Namun tim pengacara tersangka Margriet mempermasalahkan penetapan tersangka Margriet terkait kasus pembunuhan Engeline dan mendaftarkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Denpasar pada tanggal 2 Juli 2015.[37] Pada tanggal 6 Juli 2015, Polresta Denpasar menggelar rekonstruksi pembunuhan Engeline di Tempat Kejadian Perkara di Jalan Sedap Malam 26 Denpasar dihadiri dua tersangka.[38] Tanggal 29 Juli 2015, praperadilan yang diajukan Margriet ditolak oleh Pengadilan Negeri Denpasar. Hakim tunggal Achmad Peten Sili menilai bahwa pihak pemohon, Margriet, melalui kuasa hukumnya, Hotma Sitompoel & Associates, tidak bisa membuktikan dalil-dalil permohonannya bahwa termohon (Polda Bali) dalam menetapkan tersangka (Margriet) tidak didasari adanya alat bukti yang sah adalah argumentasi yang tidak beralasan.[39] Pada tanggal 7 September 2015, berkas perkara tentang pembunuhan Engeline dinyatakan sudah lengkap (P21) dan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Denpasar bersama dengan dua tersangkanya untuk segera dilimpahkan ke pengadilan.[40] Dalam berkas tersebut, tertera sejumlah pasal yang disangkakan kepada Margriet yaitu pasal pembunuhan berencana, pembunuhan, penganiayaan mengakibatkan korban meninggal, dan penelantaran anak.[41] Peradilan Sidang perdana kasus pembuhunan Engeline digelar pada tanggal 22 Oktober 2015, pada sidang tersebut jaksa menyebutkan jika Margriet menyuruh Agus Tay untuk menguburkan jasad Engeline dengan iming-iming uang, Margriet pula yang menyuruh Agus untuk menyalakan rokok dan menyundutkannya ke tubuh Engeline, dan hal tersebut sesuai dengan hasil visum RSUP Sanglah Denpasar.[42] Dalam persidangan tersebut jaksa mengungkapkan bahwa tanggal 16 Mei 2015, Margriet memukuli Engeline berkali kali pada bagian wajah dengan tangan kosong hingga hidung dan telinga Engeline mengeluarkan darah. Pembunuhan Engeline kemudian direncanakan dengan maksud untuk menghilangkan jejak.[43] Sementara dalam persidangan tersebut Margriet menolak tuduhan jaksa yang menyatakan bahwa dirinya yang telah membunuh Engeline, Margriet menyatakan bahwa dirinya menyayangi Engeline sebagaimana layaknya anaknya.[44] Atas kasus ini, jaksa penuntut umum menuntut Agus Tay dengan vonis 12 tahun penjara dan denda 1 miliar Rupiah (subsider 6 bulan penjara) pada Selasa, 2 Februari 2016.[45] Agustay tidak didakwa sebagai pembunuh Engeline, namun melakukan pembiaran yang menyebabkan meninggalnya Engeline. Dua hari berselang, Margriet dituntut dengan penjara seumur hidup.[46][47] Menanggapi tuntutan ini, kuasa hukum Margriet menyatakan bahwa tuntutan ini adalah "imajinatif".[48] Pada 29 Februari 2016, hakim mengabulkan tuntutan jaksa dengan menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Margriet, Pada hari yang sama, hakim menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Agus Tay.[49][50] Ibu kandung Engeline, Hamidah menyatakan ketidakpusannya dengan menyatakan bahwa seharusnya Margriet dijatuhi hukuman mati. Baik Margriet dan Agus Tay mengajukan banding atas vonis majelis hakim PN Denpasar. Dalam memori banding, Margriet menyatakan dalam video bahwa Agus Tay merupakan pelaku pembunuhan Engeline. Namun demikian, pada Mei 2016, hakim PT Bali menguatkan vonis yang dijatuhkan oleh PN Denpasar.[51][52][53] Kembali tidak puas atas vonis hakim, keduanya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun demikian, vonis tetap tidak berubah setelah hakim agung menguatkan putusan sebelumnya pada Februari 2017