Uploaded by User70585

KONSEP PERANCANGAN STrATEGI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR YANG TERPADU DAN BERKELANJUTAN

advertisement
Oseanografi
Institut Teknologi Bandung
Februari 2020
KONSEP PERANCANGAN STATEGI PENGELOLAAN WILAYAH
PESISIR YANG TERPADU DAN BERKELANJUTAN
Tsanny Krishna Ramadhan1 dan Iqbal Muhammad1
1)
Program Studi Oseanografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung, Jl. Ganesa no. 10 Kampus Ganesha 40132.
(Diterima 28 Februari 2020)
ABSTRAK
Wilayah pesisir di Indonesia sangat luas karena Indonesia merupakan Negara
kepulauan tetapi banyak sekali yang belum dikelola dengan baik sehingga sangat berpotensi
untuk mengalami kerusakan alam seperti kerusakan pada habitat, ekosistem alami dan erosi
berkepanjangan, dan juga sangat berpotensi mengalami kerusakan akibat ulah manusia seperti
illegal fishing menggunakan racun dan bom rakitan, pembuangan limbah industry illegal,
penambangan pasir ataupun penambangan liar sumberdaya alam yang ada di pulau tersebut.
Dari kondisi ini munculah prinsip konsep penerapan daerah pesisir yang berkelanjutan yaitu
yang pertama prinsip keterpaduan meliputi: integrasi perencanaan sector secara horizontal,
keterpaduan perencanaan secara vertikal, keterpaduan antara ekosistem darat dan laut,
keterpaduan ilmu kelautan dan management, keterpaduan antar Negara. Prinsip selanjutnya
adalah prinsip pembangunan berkelanjutan, prinsip partisipasi dan keterbukaan, prinsip
kepastian hukum, Objek dan ruang lingkup, metode pendekatan berbasis masyarakat dan
penerapan konsep community based on tourism yang selanjutnya diharapkan dengan penerapan
prinsip-prinsip tersebut dapat dibuat daerah wilayah pesisir yang dapat berkelanjutan.
Kata kunci :
PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan
negara
kepulauan terbesar yang hingga saat ini
tercantum dalam laporan 100 hari kerja
Kabinet Indonesia Maju (2019-2024)
memiliki 17.504 pulau yang telah
terverifikasi dan memenuhi target UU
No.6/1996. Dari 17.504 pulau yang ada di
Indonesia baru beberapa saja yang sudah
dikelola dengan baik, sedangkan sebagian
besarnya tidak dikelola dan dibiarkan
begitu saja, pulau-pulau tersebut juga
memiliki
ekosistem
dan
dinamika
hidrografi yang tentu saja berbeda-beda.
Hal ini menyebabkan wilayah pesisir di
Indonesia sangat berpotensi mengalami
kerusakan seperti kerusakan pada habitat,
perubahan pada proses alami ekosistem,
erosi berkepanjangan yang dapat membuat
wilayah pulau tersebut menjadi semakin
sempit bahkan menghilang, dan kerusakan
yang diakibatkan oleh bencana alam. Selain
dari dari fenomena alamnya, pulau-pulau
tersebut juga memiliki kekayaan alamnya
sendiri sehingga apabila tidak dikelola
dengan benar maka dapat terjadi kerusakan
akibat ulah manusia seperti Illegal fishing
Oseanografi
Institut Teknologi Bandung
Februari 2020
menggunakan racun dan bom rakitan,
penambangan
pasir
dan
tempat
pembuangan limbah industri.
Berdasarkan
kondisi
tersebut
muncul pertanyaan bagaimana konsep
perancangan strategi pengelolaan wilayah
pesisir yang terpadu dan berkelanjutan?
Untuk itu penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk menyusun konsep pengelolaan
wilayah
pesisir
tanpa
merusak
ekosistemnya
sehingga
dapat
berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada paper ini
menggunakan penelitian dengan studi
literatur dengan menelaah 19 jurnal terkait
dengan
Konsep
Wilayah
Pesisir
Berkelanjutan di wilayah pesisir Indonesia.
Hasil dari telaah literatur ini akan
digunakan untuk menurunkan konsep dan
menjabarkan prinsip – prinsip yang
menunjang
tersusunnya
strategi
pengelolaan kawasan pesisir yang terpadu
dan berkelanjutan. Selain itu, menentukan
konsep sederhana dan tepat untuk di
implementasikan oleh masyarakat pesisir
yang mendukung terciptanya kawasan
pesisir yang terpadu dan berkelanjutan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan wilayah pesisir di
Indonesia belum menerapkan sistem
pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan
berkelanjutan. Terdapat kerusakan wilayah
pesisir akibat pembangunan pertumbuhan
penduduk, infrastruktur, industri, bahkan
sektor
pariwisata
yang
tidak
memperhitungkan ekosistem lingkungan
sekitar. Secara demografi, diperkirakan
sekitar 60 % populasi bermukim di pesisir,
serta 80 % pembangunan indutri kita
mengambil lokasi pesisir ( Hinrichson,
1997 dalam Wikantiyoso, 2004). Faktor
antropogenik memiliki peran yang sangat
besar terhadap dinamika wilayah pesisir.
Selain faktor antropogenik, faktor alam
seperti bencana alam juga memberikan
tekanan terhadap kondisi wilayah pesisir.
Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir
ini adalah masalah pengelolaan yang timbul
karena konflik pemanfaatan yang timbul
akibat berbagai kepentingan yang ada di
wilayah pesisir (Nurmalasari, 2001 dalam
Fabianto dan Berhitu, 2014). Dalam
mengantisipasi kerusakan wilayah pesisir,
diperlukan strategi pengelolaan wilayah
pesisir yang terpadu dan berkelanjutan
sehingga tercipta kondisi ekonomi yang
baik, pembangunan infrastruktur yang
berkembang, dan ekosistem lingkungan
yang terjaga.
Strategi pengelolaan wilayah pesisir
terpadu dan berkelanjutan memiliki
kerangka dasar dalam penyusunannya. Hal
– hal mendasar seperti prinsip – prinsip
menjadi pertimbangan dalam perumusan
strategi.
I. Definisi Wilayah Pesisir
Menurut Nontji (2002), wilayah
pesisir adalah wilayah pertemuan antara
daratan dan laut, ke arah darat meliputi
bagian daratan yang masih dipengaruhi
oleh sifatsifat laut seperti pasang surut,
angin laut dan intrusi garam, sedangkan ke
arah laut mencakup bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses alami yang ada di
darat seperti sedimentasi dan aliran air
tawar serta daerah yang dipengaruhi oleh
kegiatan-kegiatan manusia di daratan.
Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 27
tahun 2007, wilayah pesisir adalah daerah
peralihan antara ekosistem darat dan laut
yang dipengaruhi oleh perubahan di darat
dan laut.
Oseanografi
Institut Teknologi Bandung
Februari 2020
Karakteristik
khusus
wilayah
pesisir antara lain : (1) Suatu wilayah yang
dinamis yaitu seringkali terjadi perubahan
sifat biologis, kimiawi, dan geologis, (2)
Mencakup ekosistem dan keanekaragaman
hayatinya dengan produktivitas yang tinggi
yang memberikan tempat hidup penting
buat beberapa jenis biota laut, (3) Adanya
terumbu karang, hutan bakau, pantai dan
bukit pasir sebagai suatu sistem yang akan
sangat berguna secara alami untuk menahan
atau menangkal badai, banjir dan erosi, (4)
Dapat digunakan untuk mengatasi akibatakibat dari pencemaran, khususnya yang
berasal dari darat.
II. Prinsip
Dasar
Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir Terpadu
Pesisir Terpadu (P2T) adalah proses
yang dinamis yang berjalan secara terus
menerus, dalam membuat keputusankeputusan
tentang
pemanfaatan,
pembangunan dan perlindungan wilayah
dan sumberdaya pesisir dan lautan
(Fabianto dan Berhitu, 2014). Sebelum
mengimplementasikan strategi pengelolaan
wilayah pesisir terpadu dan berkelanjutan
perlu diketahui prinsip – prinsip yang
mendasarinya. Aspek masnyarakat, aspek
lingkungan, aspek pariwisata, dan aspek
pemegang kekuasaan ( stakeholder ) sangat
mempengaruhi keputusan atau langkah yag
diambil. Artinya, diperlukan pemahaman
atas sumberdaya yang tedapat di suatu
wilayah pesisir. Terdapat prinsip – prinsip
dasar pengelolaan sumber daya pesisir yang
terpadu (DKP, 2001), yaitu :
1. Pengelolaan pesisir terpadu difokuskan
pada wilayah pesisir yang mempunyai
banyak kegiatan dan rentan terhadap
perubahan lingkungan. Pesisir yang
dimaksud merupakan pesisir yang
mengalami peralihan ekosistem darat
dan ekosistem laut, secara biofisik
lingkungan.
2. Proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian
dilakukan
secara
terbuka, partisipatif, demokratis dan
adaptif secara terus menerus.
3. Pengelolaan tersebut menekankan
pada koordinasi, kerjasama dan
keterpaduan diantara berbagai kegiatan
horizontal
dan
vertikal
yang
mempengaruhi kondisi sumberdaya
pesisir serta makhluk lain yang ada di
wilayah pesisir, antara berbagai
kelompok yang measyarakat yang
memanfaatkan
sumberdaya
atau
mendapatkan
dampak
dari
pemanfaatan sumberdaya tersebut.
4. Strategi pengeloaan tersebut adalah
memanfaatkan secara beijaksana,
memelihara,
melindungi/proteksi,
merestorasi dan merehabilitasi sumber
daya pesisir, sehingga sumbedayanya
dapat digunakan secara berkelanjutan
bagi
generasi
sekarang
tanpa
mengorbankan kebutuhan generasi
yang akan datang.
III. Prinsip Keterpaduan
Prinsip keterpaduan dijadikan
sebagai metode pendekatan karena dalam
menyusun suatu strategi terdapat banyak
pertimbangan yang harus diambil. Dari
setiap pertimbangan atau keputusan yang
dibuat harus memiliki keterpaduan satu
dengan lainnya sehingga tercipta sinergitas
strategi. Keterpaduan yang tercipta
melibatkan aspek lingkungan, masyarakat,
pemangku jabatan (stakeholders), birokrasi
dan kebijakan.
Oseanografi
Institut Teknologi Bandung
Februari 2020
III.1 Integrasi Perencanaan Sektor
Secara Horisontal
Sektor horisontal mencakup potensi
sumberdaya alam wilayah pesisir dan
kegiatan
masyarakat
dalam
memanfaatkan
potensi
tersebut.
Keterpaduan perencanaan horisontal
memadukan beberapa sekotr perencaan
seperti pertanian, pertambangan di
wilayah pesisir, konservasi laut, indutri
maritim, ariwisata bahari, potensi
perikanan, bududaya perikanan serta
pengembangan kota atawan wilayah
pesisir yang lestari.
III.2
Keterpaduan
Secara Vertikal
Perencanaan
Penyusunan suatu strategi tidak
terleas dari campur tangan pemangku
jabatan (Stakeholder) di wilayah
tersebut. Sehingga pemerintah memiliki
peran dalam mewujudakan keterpaduan
perncanaan kuhusnya secara vertikal.
Pemerintah terdiri dari beberapa
tingkatan mulai dari pemerintah tingkat
Desa/Kecamatan,
Kabupaten/Kota,
Provinsi, hingga Nasional. Keterpaduan
yang dimaksud berupa sinergitas
pemerintah tiap tingkatan dengan
perencana
strategi
sehingga
memudahkan biroksari yang menunjang
dan
memudahkan
implementasi
perancangan stategi tersebut.
III.3 Keterpaduan antara Ekosistem
Darat Dan Laut
Ekosistem
di
laut
maupun
ekosistem wilayah pesisir tidak terlepas
dari pengaruh dinamika ekosistem di
darat. Pengaruh perubahan ekosistem di
darat terutama di daerah hulu sungai
akan terbawa oleh aliran sungai yang
akhirnya akan bermuara ke laut.
Material yang terbawa aliran sungai dan
dapat mempengaruhi ekosistem pesisir
salajh satunya partikel sedimen yang
akhirnya akan mengendap di muara
sungai. Sehingga diperlukan kombinasi
pendekatan batas berbasis ekologis dan
administratif, diprioritaskan dengan
menempatkan daerah aliran sungai dan
kewenangan kabupaten / kota sebagai
basis perencanaan (DKP, 2001).
III.4 Keterpaduan Ilmu Pengetahuan
dan Manajemen
Dalam
merancang
strategi
pengelolaan wilayah pesisir terpadu,
keputusan atau kebijakan yang diambil
harus didasarkan pada data atau
informasi ilmiah yang relevan dengan
kondisi karakteristik sosial-ekonomi
budaya, kelembagaan dan bio-geofisik
lingkungan.
III.5 Keterpaduan antar Negara
Keterpaduan antar negara harus
terjalin ketika stratergi pengolahan
wilayah pesisir berdekatan dengan
perbatasan negara. Sehingga peran
pemerintah dalam menciptakan integrasi
kebujakan negara masing – masing.
IV. Prinsip
Berkelanjutan
Pembangunan
Suatu
kegiatan
dikatakan
keberlanjutan
apabila
kegiatan
pembangunan secara ekonomis, ekologis
dan sosial politik bersifat berkelanjutan
(Fabianto dan Berhitu, 2014). Menurut
Stren, While & Whitney (dalam Arieta,
2010 dalam Budiharjo:2005:18) inti
pembangunan
berkelanjutan
adalah
penghormatan interaksi harmonis antara
Oseanografi
Institut Teknologi Bandung
Februari 2020
tiga sistem yakni sistem biologis atau
sumberdaya alam, sistem ekonomi dan
sosial (triple P – planet, people, profit).
Terdapat teori yang menyatakam gambaran
dimensi ekonomi (profit), dimensi sosial
(people), dan lingkungan (planet). Menurut
Adams (2006) visualisasi dari tige dimensi
penunjang pembangunan berkelanjutan
dapat digambarkan dalam bentuk irisan
diagram ven.
Gambar 1. 1 Visualisasi Pembangunan Berkelanjutan.
Sumber : Adams (2006)
Tiga pilar yang ditunjukan oleh
Gambar 1.1 menjelaskan hubungan dan
irisan dari tiga komponen dasar konsep
pembangunan berkelanjutan. Pilar pertama
dari sebelah kiri, menunjukan keidelan dari
konsep pembangunan, porsi dari setiap
komponen memiliki jumlah yang sama
besar. Kebutuhan masayarakat sangat
tinggi yang didukung dengan ketersedian
sumberdaya alam yang melimpah sehingga
dapat meningkatkan pendapatan ekonomi.
Kondisi nyata yang ditunjukan oleh pilar
dua menggambarkan bahwa ketersediaan
sumberdaya alam yang rendah sehingga
masyarakat
yang
belum
dapat
mengembangkan potensinya (beinovasi)
belum dapat mengimbangi kebutuhan
ekonomi yang besar. Sedangakn pilar tiga
menunjukan perubahan atau penyesuaian
tiga komponen dasar. Perlu perlakuan yang
dapat mempertahankan sumberdaya alam
yang tersedia sehingga pemanfaatan
sumberdaya alam oleh masyarakat yang
dapat mengelola potensi sumberdaya
tersebut sehingga dapat mengatasi
kebutuhan ekonomi yang tinggi akan tetap
berkelanjutan.
Pada
dasarnya
pembangunan
berkelanjutan merupakan suatu strategi
pembangunan yang memberikan ambang
batas pada laju pemanfaatan ekosistem
serat
sumberdaya
alam
yangada
didalamnya. Ambang batas tersebut tidak
bersifat mutlak (absolute) tapi merupakan
batas yang lewe (felxible) yang dapat
menyesuaikan atau bergnatung pada
perkembangan teklonogi, karakteristik
sosial-ekonomi, budaya masyarakat yang
biasa memanfaatkan sumberdaya alam, dan
kemampuan biosfer dalam dalam menarima
dampak kegiatan manusia. Sehingga dapat
dikatakan
bahwa
pembangunan
berkelanjutan adalah stategi pemanfaatan
ekosistem pesisir, sehingga kapasitas
lingkungan
dan
fungsinya
untuk
memberikan manfaat pada manusia tidak
Oseanografi
Institut Teknologi Bandung
Februari 2020
rusak dan dapat terus ada sehingga dapat
digunakan oleh generasi selanjutnya.
V. Prinsip Partisipasi dan Keterbukaan
Prinsip ini menitik beratkan kepada
pemahaman masyarakat bahwa kebijakan
atau aturan perundang – undangan yang
dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk
kepentingan masyarakat. Subjek pada
prinsip ini yaitu pemerintah dan
masyarakat. Pemerintah berperan dalam
membuat peraturan perundang – undangan
yang berhubungan dengan kejibakan wi
wilayah pesisir. Sedangkan masyarakt
berpartisipasi dalam bentuk penyampaian
aspirasi kepada pemerintah untuk dapat
dimuar di dalam naskah RUU, dan
memantau pelaksanaan pembuatan maupun
pelaksanaan undang – undang. Kebijakan
atau peraturan yang dibuat harus kebijakan
yang menguntungkan dua belah pihak, dan
dapat mengurangi potemsi konflik
pemanfaatan dan konflik yuridiksi akibat
kesalahan prosedur penetapan kebijakan.
Selain itu, pada prinsip ini nilai demokrasi
menjadi penghubung antara pemerintah dan
masyarakat untuk mencapai tujuan
keterbukaan.
VI. Prinsip Kepastian Hukum
Peran hukum disini bertujuan untuk
memperkuat sistem pemerintah, diman
amasyarakat menjadi objek hukum dalam
proses perumusannya sehingga tercipta
sistem pemerintahan yang bersih dan
berwibawa.
VII. Objek dan Ruang Lingkup
Pemahaman
mengenai
peran
pemerintah dalam pengelolaan wilayah
pesisir sangat penting untuk mengetahui
batasan pemerintah dan penyusun strategi
dalam mengambil langkah lebih lanjut.
Selain itu untuk mengetahui sifat dari
pengelolaan wilayah pesisir tepadu yang di
susun. Perlu diketahui bahwa pengelolaan
wilah pesisir merupakan kebijakan yang
bersifat lintas sektor, artinya kegiatan
pengelolaan
wilayah
pesisir
perlu
dikoordinasikan dengan lembaga yange
mempunyai tugas pokok dan fungsi
pengelolaan wilayah pesisir.
Terdapat dua sifat pengelolaan
wilayah pesisir terpadu yaitu sentralistik
(top-down) dan desentralistik (bottom-up).
Perbedaan dari sifat tersbut berada pada
peran pemerintah dalam ketelibatan
pengelolaan wilayah pesisir.
VIII. Metode
Masyarakat
Pendekatan
Berbasis
Sesuai pendapat dari Stren, While &
Whitney bahwa sosial/ masyarakat
memiliki andil yang cukup besar dalam
pembangunan berkelanjutan. Sehingga
diperlukan pendekatan berbasis masyarakat
dalam penyusunan strategi pengelolaan
wilayah pesisir yang teradu dan
berkelanjutan. Masyarakat merupakan
subjek aktif dalam pelaksanaan strategi
tersebut. Hal pertama yang dilakukan
dalam melakukan pendekatan kepada
masyarakat yaitu menyususn strategi
pengembangan
masyarakat.
Menurut
Fabianti dan Berhitu (2014) terdapat dua
pendekatan
dalam
mengembangkan
masyarakt, yaitu pendekatan struktural dan
pendekatan non-struktural.
Pendekatan struktural merupakan
pendekatan makro yang menekankan pada
penataan sistem struktur sosial politik.
Pendekatan ini mengutamakan peranan
instansi yang berwenang atau organisasi
yang dibentuk untuk pengelolaan pesisir
laut. Sasaran utama dari pendekatan
Oseanografi
Institut Teknologi Bandung
Februari 2020
struktural adalah tertatanya struktur dan
sistem hubungan antara semua komponen
dan sistem kehidupan baik di wilayah
pesisir dan laut pendukung yang terkait,
termasuk komponen sosial, ekonomi, dan
lingkungan. mempunyai kewenangan.
Pendekatan
non
struktural
adalah
pendekatan yang subyektif. Pendekatan ini
mengutamakan pemberdayaan masyarakat
secara mental dalam rangka meningkatkan
kemampuan anggota masyarakat untuk ikut
serta dalam pengelolaan dan persoalan
pesisir laut. Konsep pendekatan ini
menjadikan masyarakat sebagai subjek
yang mempunyai keleluasaan untuk
berinisiatif
dan
berbuat
menurut
kehendaknya.
IX. Penerapan Konsep : Community
Based Tourism
Community
Based
Tourism
merupakan suatu konsep pengembangan
masyarakat pesisir dengan memanfaatkan
potensi pariwisata daerhnya. Dengan tujuan
masyarakat dapat mandiri untuk mengolah,
memanfaatkan, mengembangkan, dan
melestarikan lingkungan pesisir sehingga
tercitpa sistem terintegritas yang saling
menguntungkan. Menurut UNEP dan WTO
(2005) prinsip dasar Community Based
Tourism (CBT) meliputi prinsip ekonomi,
prinsip sosial, prinsip budaya, prinsip
politik dan prinsip lingkungan. Indikator
pada prinsip ekonomi dalam Community
Based Tourism (CBT) adalah timbulnya
dana untuk pengembangan komunitas,
terciptanya lapangan pekerjaan di sektor
pariwisata, dan timbulnya pendapatan
masyarakat lokal (Suansri, 2003).
Menurut
Russell.P.
(Anne
Matilainen, 2018), Community Based
Tourism (CBT) dapat memberikan
regenerasi ekonomi dan sosial sekaligus
melindungi budaya terhadap arus pasang
globalisasi yang meningkat. Community
Based Tourism harus memenuhi kriteria :
(1) Mendapat dukungan dan partisipasi
masyarakat lokal (2) Memberikan manfaat
ekonomi bagi masyarakat setempat (3)
Aktivitas kepariwisataan yang melindungi
budaya dan lingkungan alam. Program
CBT di dukung dengan kegiatan seperti
adventure travel atau wisata petualangan,
cultural travel atau wisata budaya, dan
ecotourims atau wisata ekologi. Dengan
berjalannya
pembangunan
sektor
kepariwisataan berbasis pemberdayaan
masyarakat,
berarti
pariwisata
berkelanjutan telah berjalan. Pariwisata
berkelanjutan adalah industri yang
meminimalkan dampak negatif pada
lingkungan dan budaya lokal, dengan
membantu meningkatkan pendapatan,
pekerjaan, dan konservasi ekosistem
setempat
(Arieta,
2010).
Dengan
terciptanya pariwisata yang berkelanjutan
maka strategi pengelolaan wilayah pesisir
yang terpadu dan berkelanjutan telah
tercapai. Metode implementasi dari strategi
pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu
dan berkelanjutan salah satunya dapat
berupa sektor pariwisata di wilayah pesisir.
Indikator
keberhasilan
dari
Community Based Tourism Program yang
merupakan implementasi nyata dari upaya
menjalankan
pembangunan
yang
berkelanjutan
adalah
berjalannya
manajemen kelompok yang tercermin
melalui uji produktivitas dan uji
pemberdayaan. Uji produktivitas memiliki
tolak ukur kapasitas manajemen ini
terhadap upaya pemenuhan kebutuhan
komunitas dalam rangka peningkatan
kesejahteraan.
Sedangkan
uji
pemberdayaan melihat upaya basis lokal
dalam mengontrol sumber daya yang telah
diperkuat dan diperluas secara efektif
Oseanografi
Institut Teknologi Bandung
Februari 2020
dengan kondisi masyarakat yang tercermin
dari segi ekoliterasi dan eko desain.
Ekoliterasi adalah kesadaran ekologis
masyarakat atas kaidah-kaidah ekosistem
dan evolusinya untuk mendukung jaringjaring kehidupan. Sedangkan ekodesain
adalah memperkenalkan era yang didasari
oleh pembelajaran dari alam, bukan pada
apa yang bisa didapatkan dari alam (Capra,
2005:253).
Sederhananya,
ekodesain
merupakan langkah implementatif ketika
ekoliterasi
telah
terbentuk
di
masyarakatnya.
Gambar 1. 2 Skema Ketergantungan Terhadap Lingkungan.
Sumber : Susilo (2008) dalam Arieta (2010).
Arti dari skema tersebut bahwa masyarakat
tidak bisa hidup tampa lingkungan dan
ekonomi tidak akan berjaan ketika
ketersediaan sumberdaya alam yang minim.
Skema tersebut menggambarkan hudungan
dari prinsi dasar Community Based
Tourism.
Ketika masyarakat pesisir sadar dan
mengerti dari ekoliterasi dan ekodesain,
komunitas (masyarakat) akan melakukan
pemberdayaan mandiri dimana inisiatif
awal berasal dari komunitas yang dikenal
sebagai Community Based Resources
Management (CBRM). Hakikat dasar dari
CBRM yaitu masyarakat harus dapat
bertanggung jawab untuk mnegidentifikasi
kebutuhan,
menetapkan
prioritas
kelompok,
dan
memantau
serta
mengevaluasi
kegiatan
yang
telah
dilakukan.
Konsep
pengembangan
pariwisata berbasis masyarakat ini tentunya
tidak dapat berjalan tanpa adanya dukungan
dan pembinaan baik oleh pihak Pemerintah
Daerah maupun pihak swasta. Sasaran
utama community based tourism lebih
diprioritaskan kepada masyarakat yang
belum memiliki pekerjaan tetap guna
menumbuhkan kembali semangat dan jiwa
bisnis mereka.
Komunitas pesisir yang telah
menerapkan community based tourism
dapat dikatakan telah melaksanakan
pembangunan yang bersifat bottom up
secara berkelanjutan (Arieta, 2010).
Lingkungan pesisir berkelanjutan yang
akan tercipta melalui community based
toursim menandakan bahwasanya akan
tercipta pula masyarakat pesisir yang
berkelanjutan.
Maknanya
adalah
masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya
tanpa mengurangi kesempatan generasi
mendatang dalam memenuhi kebutuhan
mereka (Capra,2003:250 dalam Arieta,
2010).
Community
Based
Tourism
Program merupakan implementasi dari
Oseanografi
Institut Teknologi Bandung
Februari 2020
strategi pengelolaan wilayah pesisir yang
terpadu dan berkelanjutan.
KESIMPULAN
Dalam
merancang
strategi
pengelolaam wilayah pesisir yang terpadu
dan berkelanjutan, harus meninjau prinsip –
prinsip dasar dari pengelolaan sumberdaya
pesisir, prinsip keterpaduan, dan prinsip
berkelanjutan. Dimensi yang menjadi
faktor dasar dalam penyusunannya yaitu
faktor sosial, ekonomi dan lingkungan.
Implementasi dari strategi tersebut dapat
berupa program Community Based Tourism
yang menciptakan masyarakat mandiri
dalam mengelola, memanfaatkan , dan
menjaga lingkungan pesisir sehingga dapat
lestari dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, W.M. 2006. The Future of
Sustainability
Re-thinking
Environment and Development in the
Twenty-first Century. Report of the
IUCN Renowned Thinkers Meeting.
The World Conservation Union.
www.iucn.org
Arieta, Siti. 2010. Community Based
Tourism Pada Masyarakat Pesisir;
Dampaknya Terhadap Lingkungan
dan
Pemberdayaan
Ekonomi.Tanjungpinang: Universitas
Raja Ali Haji.
Cahyani, Ferina Ardhi, Winarno, Djoko
Wahju, dan Sudarwanto, Albertus
Sentot. 2017. Upaya Pengelolaan
Wilayah Pesisir dalam Mewujudkan
Perlindungan dan Konservasi di
Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban
Kabupaten Batang. Batang: Jurnal
Hukum dan Pembangunan Ekonomi.
Direktorat Jendral Pesisir dan Pulau – Pulau
Kecil. 2001. Naskah Akademik
Pengelolaan
Wilayah
Pesisir.
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Dirhamsyah. 2006. Pengelolaan Wilayah
Pesisir Terintegrasi Di Indonesia.
Oseana, Vol. XXXI, No. 1 : 21-26.
Effendy, Mahmud. 2009. Pengelolaan
Wilayaj Pesisir Secara Terpadu :
Solusi
Pemanfaatan
Ruang,
Pemanfaatan Sumberdaya, dan
Pemanfaatan Kapasitas Asimilasi
Wilayah Pesisir yang Optimal dan
Berkelnajutan.
Jurusan
Ilmu
Kelautan. Universitas Tunojoyo.
Fabianto, Muhamad Dio dan Berhitu, Pieter
Th. 2014. Konsep Pengelolaan
Wilayah Pesisir Secara Terpadu dan
Berkelanjutan
yang
Berbasis
Masyarakat. Bandung: Universitas
Pajajara.
Huda, Nurul. 2008. Strategi Kebijakan
Pengelolaan
Mangrove
Berkelanjutan di Wilayah Pesisir
Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Jambi.
Semarang:
Univesitas
Diponegoro.
Kismartini. 2014. Dinamika Pengelolaan
Wilayah Pesisir di Kabupaten
Rembang. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Marasabessy, Ilham dkk. 2018. Strategi
Pengelolaan Berkelanjutan Pesisir
dan Laut Pulau Nusa Manu dan
Pulau Nusa Leun di Kabupaten
Maluku Tengah. Bogor: Journal of
Regional and Rural Development
Planning.
Musaddun
dkk.
2013.
Bentuk
Pengembangan Pariwisata Pesisir
Berkelanjutan
di
Kabupaten
Pekalongan. Semarang: Universitas
Diponegoro
Oseanografi
Institut Teknologi Bandung
Februari 2020
Novaria, Rachmawati dan Rohimah,
Afifatur.
2017.
Pengembangan
Community Based Tourism Sebagai
Strategi Pemberdayaan Masyarakat
dan Pemasaran Pariwisata di
Wonosalam Kabupaten Jombang.
Sidoarjo:
Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo.
Russell.P.(2013). Travel & Tourism
Analysist. Journal article. Travel and
Tourism Intelligence. London.
Suansri, Potjana. 2003. Community Based
Tourism Handbook. Penerjemah:
Responsible Ecological Social TourREST.
Sunyowati, Dina. 2010. Tata Kelola
Kelautan Berdasarkan Integrated
Coastal and Ocean Management
Untuk
Pembangunan
Kelautan
Berkelanjutan. Surabaya: Universitas
Airlangga Surabaya.
Syarifuddin. 2015. Penerapan Konsep
Community Based Tourism (CBT)
dalam Pengelolaan Wisata Alam
Kampoeng
Karts
RammangRammang Kabupaten Maros. Maros.
Wikantiyoso, Respati. 2004. Pengelolaan
Kawasan
Pesisir
Secara
Berkelanjutan
(Suatu
Telaah
Terhadap Pendekatan Ekologis dan
Partisipasi Masyarakat). Malang:
Universitas Merdeka Malang.
Yusiana, Lury Sevita, Nurisjah, Siti, dan
Soedharma Dedi. 2011. Perencanaan
Lanskap
Wisata
Pesisir
Berkelanjutan di Teluk Konga, Flores
Timur, NTT. Flores: Jurnal Lanskap
Indonesia.
Zamdial dkk. 2017. Studi Identifikasi
Kerusakan Wilayah Pesisir di
Kabupaten Mukomuko Provinsi
Bengkulu. Bengkulu: Universitas
Bengkulu.
Download