Oseanografi Institut Teknologi Bandung Februari 2020 KONSEP PERANCANGAN STATEGI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR YANG TERPADU DAN BERKELANJUTAN Tsanny Krishna Ramadhan1 dan Iqbal Muhammad1 1) Program Studi Oseanografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa no. 10 Kampus Ganesha 40132. (Diterima 28 Februari 2020) ABSTRAK Wilayah pesisir di Indonesia sangat luas karena Indonesia merupakan Negara kepulauan tetapi banyak sekali yang belum dikelola dengan baik sehingga sangat berpotensi untuk mengalami kerusakan alam seperti kerusakan pada habitat, ekosistem alami dan erosi berkepanjangan, dan juga sangat berpotensi mengalami kerusakan akibat ulah manusia seperti illegal fishing menggunakan racun dan bom rakitan, pembuangan limbah industry illegal, penambangan pasir ataupun penambangan liar sumberdaya alam yang ada di pulau tersebut. Dari kondisi ini munculah prinsip konsep penerapan daerah pesisir yang berkelanjutan yaitu yang pertama prinsip keterpaduan meliputi: integrasi perencanaan sector secara horizontal, keterpaduan perencanaan secara vertikal, keterpaduan antara ekosistem darat dan laut, keterpaduan ilmu kelautan dan management, keterpaduan antar Negara. Prinsip selanjutnya adalah prinsip pembangunan berkelanjutan, prinsip partisipasi dan keterbukaan, prinsip kepastian hukum, Objek dan ruang lingkup, metode pendekatan berbasis masyarakat dan penerapan konsep community based on tourism yang selanjutnya diharapkan dengan penerapan prinsip-prinsip tersebut dapat dibuat daerah wilayah pesisir yang dapat berkelanjutan. Kata kunci : PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang hingga saat ini tercantum dalam laporan 100 hari kerja Kabinet Indonesia Maju (2019-2024) memiliki 17.504 pulau yang telah terverifikasi dan memenuhi target UU No.6/1996. Dari 17.504 pulau yang ada di Indonesia baru beberapa saja yang sudah dikelola dengan baik, sedangkan sebagian besarnya tidak dikelola dan dibiarkan begitu saja, pulau-pulau tersebut juga memiliki ekosistem dan dinamika hidrografi yang tentu saja berbeda-beda. Hal ini menyebabkan wilayah pesisir di Indonesia sangat berpotensi mengalami kerusakan seperti kerusakan pada habitat, perubahan pada proses alami ekosistem, erosi berkepanjangan yang dapat membuat wilayah pulau tersebut menjadi semakin sempit bahkan menghilang, dan kerusakan yang diakibatkan oleh bencana alam. Selain dari dari fenomena alamnya, pulau-pulau tersebut juga memiliki kekayaan alamnya sendiri sehingga apabila tidak dikelola dengan benar maka dapat terjadi kerusakan akibat ulah manusia seperti Illegal fishing Oseanografi Institut Teknologi Bandung Februari 2020 menggunakan racun dan bom rakitan, penambangan pasir dan tempat pembuangan limbah industri. Berdasarkan kondisi tersebut muncul pertanyaan bagaimana konsep perancangan strategi pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu dan berkelanjutan? Untuk itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menyusun konsep pengelolaan wilayah pesisir tanpa merusak ekosistemnya sehingga dapat berkelanjutan. METODE PENELITIAN Metode penelitian pada paper ini menggunakan penelitian dengan studi literatur dengan menelaah 19 jurnal terkait dengan Konsep Wilayah Pesisir Berkelanjutan di wilayah pesisir Indonesia. Hasil dari telaah literatur ini akan digunakan untuk menurunkan konsep dan menjabarkan prinsip – prinsip yang menunjang tersusunnya strategi pengelolaan kawasan pesisir yang terpadu dan berkelanjutan. Selain itu, menentukan konsep sederhana dan tepat untuk di implementasikan oleh masyarakat pesisir yang mendukung terciptanya kawasan pesisir yang terpadu dan berkelanjutan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia belum menerapkan sistem pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan berkelanjutan. Terdapat kerusakan wilayah pesisir akibat pembangunan pertumbuhan penduduk, infrastruktur, industri, bahkan sektor pariwisata yang tidak memperhitungkan ekosistem lingkungan sekitar. Secara demografi, diperkirakan sekitar 60 % populasi bermukim di pesisir, serta 80 % pembangunan indutri kita mengambil lokasi pesisir ( Hinrichson, 1997 dalam Wikantiyoso, 2004). Faktor antropogenik memiliki peran yang sangat besar terhadap dinamika wilayah pesisir. Selain faktor antropogenik, faktor alam seperti bencana alam juga memberikan tekanan terhadap kondisi wilayah pesisir. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir (Nurmalasari, 2001 dalam Fabianto dan Berhitu, 2014). Dalam mengantisipasi kerusakan wilayah pesisir, diperlukan strategi pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu dan berkelanjutan sehingga tercipta kondisi ekonomi yang baik, pembangunan infrastruktur yang berkembang, dan ekosistem lingkungan yang terjaga. Strategi pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan berkelanjutan memiliki kerangka dasar dalam penyusunannya. Hal – hal mendasar seperti prinsip – prinsip menjadi pertimbangan dalam perumusan strategi. I. Definisi Wilayah Pesisir Menurut Nontji (2002), wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan yang masih dipengaruhi oleh sifatsifat laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang ada di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar serta daerah yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2007, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Oseanografi Institut Teknologi Bandung Februari 2020 Karakteristik khusus wilayah pesisir antara lain : (1) Suatu wilayah yang dinamis yaitu seringkali terjadi perubahan sifat biologis, kimiawi, dan geologis, (2) Mencakup ekosistem dan keanekaragaman hayatinya dengan produktivitas yang tinggi yang memberikan tempat hidup penting buat beberapa jenis biota laut, (3) Adanya terumbu karang, hutan bakau, pantai dan bukit pasir sebagai suatu sistem yang akan sangat berguna secara alami untuk menahan atau menangkal badai, banjir dan erosi, (4) Dapat digunakan untuk mengatasi akibatakibat dari pencemaran, khususnya yang berasal dari darat. II. Prinsip Dasar Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Pesisir Terpadu (P2T) adalah proses yang dinamis yang berjalan secara terus menerus, dalam membuat keputusankeputusan tentang pemanfaatan, pembangunan dan perlindungan wilayah dan sumberdaya pesisir dan lautan (Fabianto dan Berhitu, 2014). Sebelum mengimplementasikan strategi pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan berkelanjutan perlu diketahui prinsip – prinsip yang mendasarinya. Aspek masnyarakat, aspek lingkungan, aspek pariwisata, dan aspek pemegang kekuasaan ( stakeholder ) sangat mempengaruhi keputusan atau langkah yag diambil. Artinya, diperlukan pemahaman atas sumberdaya yang tedapat di suatu wilayah pesisir. Terdapat prinsip – prinsip dasar pengelolaan sumber daya pesisir yang terpadu (DKP, 2001), yaitu : 1. Pengelolaan pesisir terpadu difokuskan pada wilayah pesisir yang mempunyai banyak kegiatan dan rentan terhadap perubahan lingkungan. Pesisir yang dimaksud merupakan pesisir yang mengalami peralihan ekosistem darat dan ekosistem laut, secara biofisik lingkungan. 2. Proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian dilakukan secara terbuka, partisipatif, demokratis dan adaptif secara terus menerus. 3. Pengelolaan tersebut menekankan pada koordinasi, kerjasama dan keterpaduan diantara berbagai kegiatan horizontal dan vertikal yang mempengaruhi kondisi sumberdaya pesisir serta makhluk lain yang ada di wilayah pesisir, antara berbagai kelompok yang measyarakat yang memanfaatkan sumberdaya atau mendapatkan dampak dari pemanfaatan sumberdaya tersebut. 4. Strategi pengeloaan tersebut adalah memanfaatkan secara beijaksana, memelihara, melindungi/proteksi, merestorasi dan merehabilitasi sumber daya pesisir, sehingga sumbedayanya dapat digunakan secara berkelanjutan bagi generasi sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang. III. Prinsip Keterpaduan Prinsip keterpaduan dijadikan sebagai metode pendekatan karena dalam menyusun suatu strategi terdapat banyak pertimbangan yang harus diambil. Dari setiap pertimbangan atau keputusan yang dibuat harus memiliki keterpaduan satu dengan lainnya sehingga tercipta sinergitas strategi. Keterpaduan yang tercipta melibatkan aspek lingkungan, masyarakat, pemangku jabatan (stakeholders), birokrasi dan kebijakan. Oseanografi Institut Teknologi Bandung Februari 2020 III.1 Integrasi Perencanaan Sektor Secara Horisontal Sektor horisontal mencakup potensi sumberdaya alam wilayah pesisir dan kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan potensi tersebut. Keterpaduan perencanaan horisontal memadukan beberapa sekotr perencaan seperti pertanian, pertambangan di wilayah pesisir, konservasi laut, indutri maritim, ariwisata bahari, potensi perikanan, bududaya perikanan serta pengembangan kota atawan wilayah pesisir yang lestari. III.2 Keterpaduan Secara Vertikal Perencanaan Penyusunan suatu strategi tidak terleas dari campur tangan pemangku jabatan (Stakeholder) di wilayah tersebut. Sehingga pemerintah memiliki peran dalam mewujudakan keterpaduan perncanaan kuhusnya secara vertikal. Pemerintah terdiri dari beberapa tingkatan mulai dari pemerintah tingkat Desa/Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi, hingga Nasional. Keterpaduan yang dimaksud berupa sinergitas pemerintah tiap tingkatan dengan perencana strategi sehingga memudahkan biroksari yang menunjang dan memudahkan implementasi perancangan stategi tersebut. III.3 Keterpaduan antara Ekosistem Darat Dan Laut Ekosistem di laut maupun ekosistem wilayah pesisir tidak terlepas dari pengaruh dinamika ekosistem di darat. Pengaruh perubahan ekosistem di darat terutama di daerah hulu sungai akan terbawa oleh aliran sungai yang akhirnya akan bermuara ke laut. Material yang terbawa aliran sungai dan dapat mempengaruhi ekosistem pesisir salajh satunya partikel sedimen yang akhirnya akan mengendap di muara sungai. Sehingga diperlukan kombinasi pendekatan batas berbasis ekologis dan administratif, diprioritaskan dengan menempatkan daerah aliran sungai dan kewenangan kabupaten / kota sebagai basis perencanaan (DKP, 2001). III.4 Keterpaduan Ilmu Pengetahuan dan Manajemen Dalam merancang strategi pengelolaan wilayah pesisir terpadu, keputusan atau kebijakan yang diambil harus didasarkan pada data atau informasi ilmiah yang relevan dengan kondisi karakteristik sosial-ekonomi budaya, kelembagaan dan bio-geofisik lingkungan. III.5 Keterpaduan antar Negara Keterpaduan antar negara harus terjalin ketika stratergi pengolahan wilayah pesisir berdekatan dengan perbatasan negara. Sehingga peran pemerintah dalam menciptakan integrasi kebujakan negara masing – masing. IV. Prinsip Berkelanjutan Pembangunan Suatu kegiatan dikatakan keberlanjutan apabila kegiatan pembangunan secara ekonomis, ekologis dan sosial politik bersifat berkelanjutan (Fabianto dan Berhitu, 2014). Menurut Stren, While & Whitney (dalam Arieta, 2010 dalam Budiharjo:2005:18) inti pembangunan berkelanjutan adalah penghormatan interaksi harmonis antara Oseanografi Institut Teknologi Bandung Februari 2020 tiga sistem yakni sistem biologis atau sumberdaya alam, sistem ekonomi dan sosial (triple P – planet, people, profit). Terdapat teori yang menyatakam gambaran dimensi ekonomi (profit), dimensi sosial (people), dan lingkungan (planet). Menurut Adams (2006) visualisasi dari tige dimensi penunjang pembangunan berkelanjutan dapat digambarkan dalam bentuk irisan diagram ven. Gambar 1. 1 Visualisasi Pembangunan Berkelanjutan. Sumber : Adams (2006) Tiga pilar yang ditunjukan oleh Gambar 1.1 menjelaskan hubungan dan irisan dari tiga komponen dasar konsep pembangunan berkelanjutan. Pilar pertama dari sebelah kiri, menunjukan keidelan dari konsep pembangunan, porsi dari setiap komponen memiliki jumlah yang sama besar. Kebutuhan masayarakat sangat tinggi yang didukung dengan ketersedian sumberdaya alam yang melimpah sehingga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi. Kondisi nyata yang ditunjukan oleh pilar dua menggambarkan bahwa ketersediaan sumberdaya alam yang rendah sehingga masyarakat yang belum dapat mengembangkan potensinya (beinovasi) belum dapat mengimbangi kebutuhan ekonomi yang besar. Sedangakn pilar tiga menunjukan perubahan atau penyesuaian tiga komponen dasar. Perlu perlakuan yang dapat mempertahankan sumberdaya alam yang tersedia sehingga pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat yang dapat mengelola potensi sumberdaya tersebut sehingga dapat mengatasi kebutuhan ekonomi yang tinggi akan tetap berkelanjutan. Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan merupakan suatu strategi pembangunan yang memberikan ambang batas pada laju pemanfaatan ekosistem serat sumberdaya alam yangada didalamnya. Ambang batas tersebut tidak bersifat mutlak (absolute) tapi merupakan batas yang lewe (felxible) yang dapat menyesuaikan atau bergnatung pada perkembangan teklonogi, karakteristik sosial-ekonomi, budaya masyarakat yang biasa memanfaatkan sumberdaya alam, dan kemampuan biosfer dalam dalam menarima dampak kegiatan manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah stategi pemanfaatan ekosistem pesisir, sehingga kapasitas lingkungan dan fungsinya untuk memberikan manfaat pada manusia tidak Oseanografi Institut Teknologi Bandung Februari 2020 rusak dan dapat terus ada sehingga dapat digunakan oleh generasi selanjutnya. V. Prinsip Partisipasi dan Keterbukaan Prinsip ini menitik beratkan kepada pemahaman masyarakat bahwa kebijakan atau aturan perundang – undangan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk kepentingan masyarakat. Subjek pada prinsip ini yaitu pemerintah dan masyarakat. Pemerintah berperan dalam membuat peraturan perundang – undangan yang berhubungan dengan kejibakan wi wilayah pesisir. Sedangkan masyarakt berpartisipasi dalam bentuk penyampaian aspirasi kepada pemerintah untuk dapat dimuar di dalam naskah RUU, dan memantau pelaksanaan pembuatan maupun pelaksanaan undang – undang. Kebijakan atau peraturan yang dibuat harus kebijakan yang menguntungkan dua belah pihak, dan dapat mengurangi potemsi konflik pemanfaatan dan konflik yuridiksi akibat kesalahan prosedur penetapan kebijakan. Selain itu, pada prinsip ini nilai demokrasi menjadi penghubung antara pemerintah dan masyarakat untuk mencapai tujuan keterbukaan. VI. Prinsip Kepastian Hukum Peran hukum disini bertujuan untuk memperkuat sistem pemerintah, diman amasyarakat menjadi objek hukum dalam proses perumusannya sehingga tercipta sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa. VII. Objek dan Ruang Lingkup Pemahaman mengenai peran pemerintah dalam pengelolaan wilayah pesisir sangat penting untuk mengetahui batasan pemerintah dan penyusun strategi dalam mengambil langkah lebih lanjut. Selain itu untuk mengetahui sifat dari pengelolaan wilayah pesisir tepadu yang di susun. Perlu diketahui bahwa pengelolaan wilah pesisir merupakan kebijakan yang bersifat lintas sektor, artinya kegiatan pengelolaan wilayah pesisir perlu dikoordinasikan dengan lembaga yange mempunyai tugas pokok dan fungsi pengelolaan wilayah pesisir. Terdapat dua sifat pengelolaan wilayah pesisir terpadu yaitu sentralistik (top-down) dan desentralistik (bottom-up). Perbedaan dari sifat tersbut berada pada peran pemerintah dalam ketelibatan pengelolaan wilayah pesisir. VIII. Metode Masyarakat Pendekatan Berbasis Sesuai pendapat dari Stren, While & Whitney bahwa sosial/ masyarakat memiliki andil yang cukup besar dalam pembangunan berkelanjutan. Sehingga diperlukan pendekatan berbasis masyarakat dalam penyusunan strategi pengelolaan wilayah pesisir yang teradu dan berkelanjutan. Masyarakat merupakan subjek aktif dalam pelaksanaan strategi tersebut. Hal pertama yang dilakukan dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat yaitu menyususn strategi pengembangan masyarakat. Menurut Fabianti dan Berhitu (2014) terdapat dua pendekatan dalam mengembangkan masyarakt, yaitu pendekatan struktural dan pendekatan non-struktural. Pendekatan struktural merupakan pendekatan makro yang menekankan pada penataan sistem struktur sosial politik. Pendekatan ini mengutamakan peranan instansi yang berwenang atau organisasi yang dibentuk untuk pengelolaan pesisir laut. Sasaran utama dari pendekatan Oseanografi Institut Teknologi Bandung Februari 2020 struktural adalah tertatanya struktur dan sistem hubungan antara semua komponen dan sistem kehidupan baik di wilayah pesisir dan laut pendukung yang terkait, termasuk komponen sosial, ekonomi, dan lingkungan. mempunyai kewenangan. Pendekatan non struktural adalah pendekatan yang subyektif. Pendekatan ini mengutamakan pemberdayaan masyarakat secara mental dalam rangka meningkatkan kemampuan anggota masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan dan persoalan pesisir laut. Konsep pendekatan ini menjadikan masyarakat sebagai subjek yang mempunyai keleluasaan untuk berinisiatif dan berbuat menurut kehendaknya. IX. Penerapan Konsep : Community Based Tourism Community Based Tourism merupakan suatu konsep pengembangan masyarakat pesisir dengan memanfaatkan potensi pariwisata daerhnya. Dengan tujuan masyarakat dapat mandiri untuk mengolah, memanfaatkan, mengembangkan, dan melestarikan lingkungan pesisir sehingga tercitpa sistem terintegritas yang saling menguntungkan. Menurut UNEP dan WTO (2005) prinsip dasar Community Based Tourism (CBT) meliputi prinsip ekonomi, prinsip sosial, prinsip budaya, prinsip politik dan prinsip lingkungan. Indikator pada prinsip ekonomi dalam Community Based Tourism (CBT) adalah timbulnya dana untuk pengembangan komunitas, terciptanya lapangan pekerjaan di sektor pariwisata, dan timbulnya pendapatan masyarakat lokal (Suansri, 2003). Menurut Russell.P. (Anne Matilainen, 2018), Community Based Tourism (CBT) dapat memberikan regenerasi ekonomi dan sosial sekaligus melindungi budaya terhadap arus pasang globalisasi yang meningkat. Community Based Tourism harus memenuhi kriteria : (1) Mendapat dukungan dan partisipasi masyarakat lokal (2) Memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat (3) Aktivitas kepariwisataan yang melindungi budaya dan lingkungan alam. Program CBT di dukung dengan kegiatan seperti adventure travel atau wisata petualangan, cultural travel atau wisata budaya, dan ecotourims atau wisata ekologi. Dengan berjalannya pembangunan sektor kepariwisataan berbasis pemberdayaan masyarakat, berarti pariwisata berkelanjutan telah berjalan. Pariwisata berkelanjutan adalah industri yang meminimalkan dampak negatif pada lingkungan dan budaya lokal, dengan membantu meningkatkan pendapatan, pekerjaan, dan konservasi ekosistem setempat (Arieta, 2010). Dengan terciptanya pariwisata yang berkelanjutan maka strategi pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu dan berkelanjutan telah tercapai. Metode implementasi dari strategi pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu dan berkelanjutan salah satunya dapat berupa sektor pariwisata di wilayah pesisir. Indikator keberhasilan dari Community Based Tourism Program yang merupakan implementasi nyata dari upaya menjalankan pembangunan yang berkelanjutan adalah berjalannya manajemen kelompok yang tercermin melalui uji produktivitas dan uji pemberdayaan. Uji produktivitas memiliki tolak ukur kapasitas manajemen ini terhadap upaya pemenuhan kebutuhan komunitas dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Sedangkan uji pemberdayaan melihat upaya basis lokal dalam mengontrol sumber daya yang telah diperkuat dan diperluas secara efektif Oseanografi Institut Teknologi Bandung Februari 2020 dengan kondisi masyarakat yang tercermin dari segi ekoliterasi dan eko desain. Ekoliterasi adalah kesadaran ekologis masyarakat atas kaidah-kaidah ekosistem dan evolusinya untuk mendukung jaringjaring kehidupan. Sedangkan ekodesain adalah memperkenalkan era yang didasari oleh pembelajaran dari alam, bukan pada apa yang bisa didapatkan dari alam (Capra, 2005:253). Sederhananya, ekodesain merupakan langkah implementatif ketika ekoliterasi telah terbentuk di masyarakatnya. Gambar 1. 2 Skema Ketergantungan Terhadap Lingkungan. Sumber : Susilo (2008) dalam Arieta (2010). Arti dari skema tersebut bahwa masyarakat tidak bisa hidup tampa lingkungan dan ekonomi tidak akan berjaan ketika ketersediaan sumberdaya alam yang minim. Skema tersebut menggambarkan hudungan dari prinsi dasar Community Based Tourism. Ketika masyarakat pesisir sadar dan mengerti dari ekoliterasi dan ekodesain, komunitas (masyarakat) akan melakukan pemberdayaan mandiri dimana inisiatif awal berasal dari komunitas yang dikenal sebagai Community Based Resources Management (CBRM). Hakikat dasar dari CBRM yaitu masyarakat harus dapat bertanggung jawab untuk mnegidentifikasi kebutuhan, menetapkan prioritas kelompok, dan memantau serta mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan. Konsep pengembangan pariwisata berbasis masyarakat ini tentunya tidak dapat berjalan tanpa adanya dukungan dan pembinaan baik oleh pihak Pemerintah Daerah maupun pihak swasta. Sasaran utama community based tourism lebih diprioritaskan kepada masyarakat yang belum memiliki pekerjaan tetap guna menumbuhkan kembali semangat dan jiwa bisnis mereka. Komunitas pesisir yang telah menerapkan community based tourism dapat dikatakan telah melaksanakan pembangunan yang bersifat bottom up secara berkelanjutan (Arieta, 2010). Lingkungan pesisir berkelanjutan yang akan tercipta melalui community based toursim menandakan bahwasanya akan tercipta pula masyarakat pesisir yang berkelanjutan. Maknanya adalah masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengurangi kesempatan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka (Capra,2003:250 dalam Arieta, 2010). Community Based Tourism Program merupakan implementasi dari Oseanografi Institut Teknologi Bandung Februari 2020 strategi pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu dan berkelanjutan. KESIMPULAN Dalam merancang strategi pengelolaam wilayah pesisir yang terpadu dan berkelanjutan, harus meninjau prinsip – prinsip dasar dari pengelolaan sumberdaya pesisir, prinsip keterpaduan, dan prinsip berkelanjutan. Dimensi yang menjadi faktor dasar dalam penyusunannya yaitu faktor sosial, ekonomi dan lingkungan. Implementasi dari strategi tersebut dapat berupa program Community Based Tourism yang menciptakan masyarakat mandiri dalam mengelola, memanfaatkan , dan menjaga lingkungan pesisir sehingga dapat lestari dan berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Adams, W.M. 2006. The Future of Sustainability Re-thinking Environment and Development in the Twenty-first Century. Report of the IUCN Renowned Thinkers Meeting. The World Conservation Union. www.iucn.org Arieta, Siti. 2010. Community Based Tourism Pada Masyarakat Pesisir; Dampaknya Terhadap Lingkungan dan Pemberdayaan Ekonomi.Tanjungpinang: Universitas Raja Ali Haji. Cahyani, Ferina Ardhi, Winarno, Djoko Wahju, dan Sudarwanto, Albertus Sentot. 2017. Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir dalam Mewujudkan Perlindungan dan Konservasi di Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang. Batang: Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi. Direktorat Jendral Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil. 2001. Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir. Departemen Kelautan dan Perikanan. Dirhamsyah. 2006. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terintegrasi Di Indonesia. Oseana, Vol. XXXI, No. 1 : 21-26. Effendy, Mahmud. 2009. Pengelolaan Wilayaj Pesisir Secara Terpadu : Solusi Pemanfaatan Ruang, Pemanfaatan Sumberdaya, dan Pemanfaatan Kapasitas Asimilasi Wilayah Pesisir yang Optimal dan Berkelnajutan. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Tunojoyo. Fabianto, Muhamad Dio dan Berhitu, Pieter Th. 2014. Konsep Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu dan Berkelanjutan yang Berbasis Masyarakat. Bandung: Universitas Pajajara. Huda, Nurul. 2008. Strategi Kebijakan Pengelolaan Mangrove Berkelanjutan di Wilayah Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi. Semarang: Univesitas Diponegoro. Kismartini. 2014. Dinamika Pengelolaan Wilayah Pesisir di Kabupaten Rembang. Semarang: Universitas Diponegoro. Marasabessy, Ilham dkk. 2018. Strategi Pengelolaan Berkelanjutan Pesisir dan Laut Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun di Kabupaten Maluku Tengah. Bogor: Journal of Regional and Rural Development Planning. Musaddun dkk. 2013. Bentuk Pengembangan Pariwisata Pesisir Berkelanjutan di Kabupaten Pekalongan. Semarang: Universitas Diponegoro Oseanografi Institut Teknologi Bandung Februari 2020 Novaria, Rachmawati dan Rohimah, Afifatur. 2017. Pengembangan Community Based Tourism Sebagai Strategi Pemberdayaan Masyarakat dan Pemasaran Pariwisata di Wonosalam Kabupaten Jombang. Sidoarjo: Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Russell.P.(2013). Travel & Tourism Analysist. Journal article. Travel and Tourism Intelligence. London. Suansri, Potjana. 2003. Community Based Tourism Handbook. Penerjemah: Responsible Ecological Social TourREST. Sunyowati, Dina. 2010. Tata Kelola Kelautan Berdasarkan Integrated Coastal and Ocean Management Untuk Pembangunan Kelautan Berkelanjutan. Surabaya: Universitas Airlangga Surabaya. Syarifuddin. 2015. Penerapan Konsep Community Based Tourism (CBT) dalam Pengelolaan Wisata Alam Kampoeng Karts RammangRammang Kabupaten Maros. Maros. Wikantiyoso, Respati. 2004. Pengelolaan Kawasan Pesisir Secara Berkelanjutan (Suatu Telaah Terhadap Pendekatan Ekologis dan Partisipasi Masyarakat). Malang: Universitas Merdeka Malang. Yusiana, Lury Sevita, Nurisjah, Siti, dan Soedharma Dedi. 2011. Perencanaan Lanskap Wisata Pesisir Berkelanjutan di Teluk Konga, Flores Timur, NTT. Flores: Jurnal Lanskap Indonesia. Zamdial dkk. 2017. Studi Identifikasi Kerusakan Wilayah Pesisir di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. Bengkulu: Universitas Bengkulu.