mixed-ligand complexes with dna

advertisement
174
Indonesian Journal of Chemistry, 2004, 4 (3), 174 - 179
INTERACTION OF IRON(II) MIXED-LIGAND COMPLEXES WITH DNA:
BASE-PAIR SPECIFICITY AND THERMAL DENATURATION STUDIES
Interaksi Antara Kompleks Mixed-Ligand Besi(II) dan DNA: Kajian Spesifitas Pasangan
Basa dan Denaturasi Thermal DNA
Mudasir, Karna Wijaya, Endang Tri Wahyuni
Chemistry Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Gadjah Mada University, Yogyakarta
Hidenari Inoue
Department of applied Chemistry, Keio University, 3-14-1 Hiyoshi,
Kohoku-ku,Yokohama 223-8522, Japan
Received 16 September 2004; Accepted 14 October 2004
ABSTRACT
A research about base-pair specificity of the DNA binding of [Fe(phen)3]2+, [Fe(phen)2(dip)]2+ and
[Fe(phen)(dip)2]2+ complexes and the effect of calf-thymus DNA (ct-DNA) binding of these metal complexes
on thermal denaturation of ct-DNA has been carried out. This research is intended to evaluate the
preferential binding of the complexes to the sequence of DNA (A-T or G-C sequence) and to investigate the
binding strength and mode upon their interaction with DNA. Base-pair specificity of the DNA binding of the
complexes was determined by comparing the equilibrium binding constant (Kb) of each complex to
polysynthetic DNA that contain only A-T or G-C sequence. The Kb value of the interaction was determined
by spectrophotometric titration and thermal denaturation temperature (Tm) was determined by monitoring the
absorbance of the mixture solution of each complex and ct-DNA at λ =260 nm as temperature was elevated
in the range of 25 – 100 oC. Results of the study show that in general all iron(II) complexes studied exhibit a
base-pair specificity in their DNA binding to prefer the relatively facile A-T sequence as compared to the G-C
one. The thermal denaturation experiments have demonstrated that Fe(phen)3]2+ dan [Fe(phen)2(dip)]2+
interact weakly with double helical DNA via electrostatic interaction as indicated by insignificant changes in
melting temperature, whereas [Fe(phen)2(dip)]2+ most probably binds to DNA in mixed modes of interaction,
i.e.: intercalation and electrostatic interaction. This conclusion is based on the fact that the binding of
[Fe(phen)2(dip)]2+ to ct-DNA moderately increase the Tm value of ct- DNA
Keywords: DNA Binding, mixed-ligand complexes
PENDAHULUAN
Proposal bahwa senyawa organik planar
dapat berikatan dengan DNA secara “interkalasi”
pertama kali dinyatakan oleh Lerman [1] untuk
menerangkan ikatan antara senyawa mutagenik
akridin dengan DNA. Sejak penemuan bersejarah
ini, studi tentang ikatan “molekul kecil” (small
molecule) dengan DNA berkembang sangat pesat.
Ketertarikan para peneliti akan bidang ini pada
skala praktis dirangsang oleh adanya kenyataan
bahwa kebanyakan molekul kecil yang mampu
berikatan dengan DNA adalah senyawa obat yang
efektif, khususnya pada pengobatan kemoterapi
(chemotherapy) kanker. Keefektifan fungsi senyawa
tersebut sebagai obat maupun fungsi yang lain
sangat ditentukan oleh jenis, kekuatan dan situs
ikat molekul tersebut ke DNA serta parameterparameter thermodinamika yang menyertai proses
pengikatan/interkalasi. Oleh sebab itu pemahaman
Mudasir, et al
yang mendasar tentang hal-hal di atas menjadi
kebutuhan yang mendesak jika kita ingin
mengembangkan senyawa baru yang mampu
mengenali sisi-sisi tertentu (site specific) DNA atau
konformasi DNA serta dalam rangka memberikan
fasilitas untuk studi-studi di bidang biologi molekuler
seperti reaksi pemutusan DNA dan reaksi transfer
elektron yang dimediai DNA (DNA-mediated
electron transfer reactions).
Meskipun pada awalnya fokus penelitian
banyak ditujukan pada interkalasi antara molekul
kecil bahan alam dan turunan sintetiknya dengan
DNA, tetapi seiring dengan berkembang pesatnya
“Kimia DNA-Logam” (Metal-DNA Chemistry), dalam
dekade terakhir ini senyawa kompleks mixed-ligand
yang mengandung ligan 1,10-fenantrolin (phen) dan
modifikasinya seperti 4,7-difenil-1,10-fenantrolin
(dip) mendapat perhatian yang sangat serius dari
para peneliti yang menekuni rekognisi DNA maupun
175
Indonesian Journal of Chemistry, 2004, 4 (3), 174 - 179
desain obat baru. Hal ini karena senyawa kompleks
jenis ini dapat berikatan secara non-kovalen
dengan DNA melalui interkalasi, ikatan groove
maupun elektrostatik dengan sangat efektif
sebagaimana halnya molekul-molekul bahan alam.
Secara umum, interaksi antara “Molekul kecil”
(small molecule) seperti senyawa kompleks mixedligand dengan DNA dapat terjadi baik melalui
ikatan kovalen maupun non-kovalen. Untuk
interaksi non-kovalen, variasi interaksinya sangat
beragam, tetapi secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam mode interaksi
[2], yaitu:
- Ikatan elektrostatik/ikatan eksternal: molekul
ligan terikat pada sisi luar struktur molekul DNA,
biasanya pada sisi pospat, sedangkan gaya
yang bekerja utamanya adalah tarikan
elektrostatik,
- Ikatan groove: Molekul ligan berada pada
daerah groove dari molekul DNA baik pada sisi
groove mayor maupun minor. Ikatan hidrogen,
interaksi hidrofobik dan interaksi van der Waals
memegang peranan penting pada interaksi
jenis ini.
- Interkalasi: seluruh atau sebagian molekul
aromatis ligan yang planar masuk ke dalam
celah diantara 2 pasangan-basa dari double
helix DNA. Interaksi yang lazim terjadi adalah
π−stacking -elektron, disamping interaksiinteraksi yang disebut pada ikatan groove.
Desain dan pembuatan senyawa kompleks
yang mampu mengikat dan bereaksi pada sekuen
(sequence) tertentu dari DNA menjadi sangat
penting jika kita ingin menggambarkan secara jelas
bagaimana informasi genetik diekspresikan dalam
tataran molekuler. Pemahaman yang lengkap
tentang bagaimana membidik situs tertentu DNA
tidak saja akan membantu ditemukannya obat-obat
kemoterapi baru tetapi juga akan mengembangkan
kemampuan para ilmuwan dalam mendesain agenagen pembukti struktur DNA dan diagnostik yang
sensitif.
Kompleks logam transisi seperti besi(II)
merupakan kompleks yang banyak diminati sebagai
molekul model dalam rangka mewujudkan usahausaha tersebut. Kestabilan dan ke-inert-an
kompleks yang terbentuk serta kelarutannya dalam
air ditambah dengan sifat-sifat spektroskopiknya
yang spesifik sangat cocok sebagai model senyawa
untuk tujuan-tujuan studi dalam sistem biologis.
Dengan karakteristik spektroskopik dan gugus
fungsionalnya, kompleks logam telah membantu
dalam
merumuskan
mekanisme
kerja
metalloprotein pada pusat aktif protein yang sangat
berguna dalam mekanisme tubuh.
Dari studi-strudi terbaru yang dilaporkan,
kebanyakan senyawa kompleks yang dipakai
Mudasir, et al
adalah dari kompleks logam Tris- atau Bis-, yakni
ligan-ligan yang terikat pada logam pusat berasal
dari jenis yang sama. Sayangnya, untuk senyawa
kompleks jenis ini hasil yang dilaporkan
menunjukkan bahwa disamping sistem interaksinya
dengan DNA yang ternyata cukup lemah, lebih jauh
lagi ternyata mode interaksinya (ikatan luar, ikatan
groove atau interkalasi) juga masih menjadi topik
perdebatan. Padahal, sebagaimana disebutkan di
atas, pemahaman yang eksak tentang mode dan
kekuatan ineteraksi ini sangat vital sebagai konsep
dasar dalam mendesain senyawa baru yang lebih
efektif untuk tujuan-tujuan sebagaiman diuraikan
diatas. Lebih dari itu, logam pusat dari senyawa
kompleks yang banyak dilaporkan dipakai untuk
studi interaksi dengan DNA adalah ruthenium (Ru)
yang meskipun secara laboratorium terbukti sangat
baik, tetapi pada skala praktis masih perlu
dipertanyakan mengingat logam ini kurang umum
dijumpai pada makhluk hidup serta bersifat racun.
Berdasarkan pada kenyataan di atas maka
dalam penelitian ini telah dikaji tentang specifisitas
pengikatan
senyawa
kompleks
besi(II),
[Fe(phen)3]2+,
[Fe(phen)2(dip)]2+
dan
[Fe(phen)(dip)2]2+ (Gambar 1) pada pasangan-basa
DNA dan pengaruh interaksi senyawa kompleks
tersebut pada temperatur denaturasi calf-thymus
DNA (CT-DNA). Dari penelitian ini dapat diketahui
preferensi pengikatan senyawa kompleks tersebut
pada pasangan-basa DNA (A-T atau G-C) dan juga
dapat dievaluasi
kekuatan dan jenis interaksi
kompleks tersebut dengan DNA. Dengan demikian
pemahaman terhadap sifat-sifat interaksi kompleks
ini dengan DNA menjadi lebih eksak.
2+
2+
N
N
N
N
N
N
Fe
N
N
N
N
Fe
N
N
(2)
(1)
2+
N
N
N
Fe
N
N
N
(3)
Gambar 1 Struktur kimia senyawa kompleks besi(II)
yang digunakan dalam penelitian: (1) [Fe(phen)3],
(2) [Fe(phen)2(dip)] dan (3) [Fe(phen)(dip)2]
176
Indonesian Journal of Chemistry, 2004, 4 (3), 174 - 179
METODE PENELITIAN
Bahan Kimia
Tris(phen)iron(II) perklorat, [Fe(phen)3] (ClO4)2
dibuat mengikuti prosedur Schilt and Taylor [3] dan
hasilnya diidentifikasi dengan analisis unsur dan
spektrometri UV-Tampak. Senyawa kompleks
mixed-ligand
besi(II),
masing-masing
[Fe(phen)2(dip)](ClO4)2 dan [Fe(phen)(dip)2](ClO4)2,
dibuat dari Tris(phen)iron(II) perklorat dengan
metode reaksi substitusi ligan sesuai dengan
prosedur yang telah dikembangkan oleh Mudasir,
dkk. [4]. Konsentrasi setiap kompleks besi(II) yang
digunakan dalam studi interaksi dengan DNA
ditentukan secara spektrofotometri berdasarkan
pada nilai absorptivitas molar masing-masing
kompleks pada pita MLCT (metal-to-ligand charge
transfer), yaitu ε 510 nm = 11,900 M-1 cm-1 untuk
kompleks [Fe(phen)3]2+, ε 517 nm = 16,500 M-1 cm-1
untuk kompleks [Fe(phen)2(dip)]2+ dan ε 525 nm =
19,100 M-1 cm-1 untuk [Fe(phen)(dip)2]2+ [4]. Bufer
Tris (2-amino-2-hidroksimetil-1,3-propandiol) dibeli
dari Junsei Chemical Co. Ltd. (Tokyo-Japan) dan
NaCl untuk mengatur konsentrasi garam dalam
medium larutan berasal dari Wako Pure Chemical
Industries (Japan). Semua bahan kimia dan pelarut
(metanol, aseton, asetonitril, kloroform) yang
digunakan mempunyai kualitas analytical grade
atau lebih tinggi. Air bebas mineral diproduksi oleh
Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan Kimia FMIPA
UGM.
Sampel DNA
Sampel-sampel DNA yang terdiri dari DNA
alam (calf thymus DNA: ct-DNA) dan DNA sintetik
(poly[(dA-dT)2] dan poly[(dG-dC)2]) diperoleh dari
Sigma Chemical Co. (USA). Sampel-sampel
padatan DNA berada dalam bentuk garam natrium
disimpan dalam lemari es pada suhu di bawah 4 oC.
Larutan stock CT-DNA, poly[(dA-dT)2] dan poly[(dGdC)2] dibuat dalam pelarut air yang mengandung
bufer Tris-HCl 5 mM, pH=7,2. Konsentrasi setiap
larutan stock DNA ditentukan berdasarkan nilai
absorptivitas
molarnya
menggunakan
spektrofotometri UV-tampak, yaitu ε 260 = 1.31 x 104
M-1 cm-1, ε 254 = 1.68 x 104 M-1 cm-1 and ε 262 = 1.32
x 104 M-1 cm-1 masing-masing untuk ct-DNA [5],
poly[(dA-dT)2] [6] dan poly[(dG-dC)2] [7] dan
dinyatakan dalam satuan base-pair equivalents per
dm3 (bp/dm3).
Prosedur Kerja
Penentuan specifisitas ikatan kompleks besi(II)
ke pasangan basa DNA
Selektivitas pengikatan senyawa kompleks
mixed-ligand besi(II) pada jenis pasangan basa
Mudasir, et al
DNA ditentukan dengan mengevaluasi besarnya
harga konstanta kesetimbangan interaksi (Kb)
antara masing-masing senyawa kompleks dengan
ct-DNA, poly[(dA-dT)2] dan poly[(dG-dC)2]. Dua
jenis DNA yang terakhir adalah DNA sintetik yang
masing-masing hanya berisi pasangan basa
adenin-thimin (A-T) dan guanin-citosin (G-C). Harga
Kb untuk masing-masing kompleks dengan berbagai
jenis
DNA
ditentukan
dengan
titrasi
spektrofotometri.
Untuk
keperluan
tersebut,
sejumlah konsentrasi tertentu dari kompleks besi(II)
ditambahkan perlahan-lahan dengan volume
tertentu larutan stock DNA sehingga konsentrasi
DNA dalam larutan mencapai minimal 10 kali
konsentrasi senyawa kompleks (antara 10-6 – 10-4
bp/dm3) dan efek hipokromisitas (penurunan
intensitas absorbansi) yang terjadi pada pita MLCT
akibat terjadinya interaksi kompleks dengan DNA
dimonitor dengan spektrofotometri UV-tampak
(Jasco V-550 UV-VIS) yang dilengkapi dengan
pengatur termperatur sel (ETC-505T) dan
pengaduk magnetik. suhu sel tempat sampel dijaga
o
pada 25 ± 0,1 C. Harga Kb untuk setiap interaksi
senyawa kompleks besi(II) dengan berbagai DNA
dihitung menggunakan persamaan berikut:
[DNA]/( εA-εF) = [DNA]/( εB-εF) + 1/Kb(εB-εF)
(1)
εA, εF dan εB berturut-turut adalah absorptivitas
molar teramati (Aobs/[complex]), absorptivitas molar
kompleks besi(II) dalam keadaan tidak berikatan
dan absorptivitas molar besi(II) dalam keadaan
berikatan sempurna dengan DNA. Jika dibuat kurva
antara [DNA]/( εA-εF) versus [DNA], maka harga Kb
dapat dihitung dari rasio kemiringan kurva (slope)
dengan intersep. Setiap kondisi pengukuran diulang
tiga kali dan hasil yang diperoleh dirata-rata.
Selanjutnya, selektivitas ikatan setiap kompleks
pada
sekuen
DNA
dievaluasi
dengan
membandingkan harga Kb interaksi setiap kompleks
pada berbagai jenis DNA. Jika Kb suatu kompleks
dengan poly(dA-dT)2 lebih tinggi dari harga Kb
interaksi kompleks tersebut dengan poly(dG-dC)2,
maka kompleks dikatakan selektif terhadap sekuen
A-T, sedangkan jika sebaliknya maka kompleks
dikatakan selektif terhadap guanin-citosin G-C.
Tingkat selektivitas interaksi diukur dari tinggi
rendahnya perbedaan Kb untuk masing-masing
DNA.
Pengukuran temperatur denaturasi DNA
Untuk mengamati pengaruh interaksi senyawa
kompleks mixed-ligand besi(II) pada temperatur
denaturasi ct-DNA telah dilakukan percobaan
pengukuran temperatur denaturasi (Tm) ct-DNA
pada kondisi bebas dan berikatan dengan senyawa
kompleks mixed-ligand besi(II) pada rasio
177
Indonesian Journal of Chemistry, 2004, 4 (3), 174 - 179
HASIL DAN PEMBAHASAN
Specificitas Ikatan Senyawa Kompleks Besi(II)
pada Pasangan Basa DNA
Untuk mengetahui apakah senyawa
kompleks mixed-ligand besi(II) yang diselidiki
memiliki preferensi tertentu terhadap sekuen DNA
dalam interaksinya dengan DNA, telah dilakukan
titrasi
spektrofotometri
untuk
kompleks
[Fe(phen)2(dip)]2+
dan
[Fe(phen)(dip)2]2+
menggunakan oligo-nukleotida sintetik yang hanya
terdiri dari sekuen adenin-thimin (A-T), yaitu
poly[(dA-dT)2] dan oligonukleotida sintetik yang
hanya terdiri dari sekuen guanin-citosin (G-C), yaitu
poly[(dG-dC)2].
Contoh spektra absorpsi pita MLCT hasil
titrasi kompleks [Fe(phen)2(dip)]2+ dengan poly[(dAdT)2] dalam medium larutan bufer Tris-HCl 5 mM,
pH=7,2 dan konsentrasi garam NaCl 50 mM pada
suhu 25oC diberikan pada Gambar 2. Secara umum
spektra absorpsi kedua kompleks pada pita MLCT
mengalami gejala hipokromisitas dan pergeseran
merah masing-masing sebesar 2-3 nm untuk
dan
5-6
nm
kompleks
[Fe(phen)2(dip)]2+
dengan
adanya
kedua
[Fe(phen)(dip)2]2+
polinukleotida sintetik. Hal ini menunjukkan bahwa
kedua kompleks berinteraksi secara efektif dengan
kedua polioligonukleotida tersebut.
Analisis lebih lanjut terhadap spektra hasil
titrasi dilakukan dengan menbuat plot antara
[DNA]/( εA-εF) versus [DNA] (Gambar 3) untuk
kedua jenis DNA sintetik sesuai dengan persamaan
(1). Dari kurva tersebut harga Kb interaksi masingmasing senyawa kompleks baik dengan poly[(dAdT)2] maupun poly[(dG-dC)2] diperoleh dari rasio
slope/intersep
grafik.
Hasil
perhitungan
selengkapnya untuk masing-masing senyawa
kompleks pada masing jenis DNA disajikan dalam
Tabel 1.
6
[poly(dG-dC)2]/( A - F) x 109
[kompleks]/[ct-DNA] (R) = 0,5 menggunakan
spektrofotometer UV-Tampak Jasco V-550 yang
dilengkapi pengontrol temperatur sel ETC-505T dan
pengaduk
magnetik.
Larutan
bufer
yang
mengandung ct-DNA atau campuran senyawa
kompleks mixed-ligand besi(II) dan ct-DNA diaduk
secara terus menerus dengan pengaduk magnetik
dan suhu larutan dinaikkan secara bertahap dari 25
sampai 100 0C dengan kecepatan pemanasan 1
o
C/menit. Pembacaan absorbansi larutan dilakukan
secara otomatis oleh alat spektrofotometer pada
setiap 10 detik dan ditampilkan pada layar monitor
sebagai kurva kenaikan temperatur lawan
absorbansi larutan pada λ = 260 nm. Temperatur
denaturasi ct-DNA bebas dan berikatan dengan
senyawa kompleks ditentukan dari titik tengah
kurva transisi hiperkromisitas yang teramati. Setiap
pengukuran diulang selama tiga kali dan hasil yang
diperoleh dirata-rata.
4
2
0
0 .35
0
2
4
[poly(dG-dC) 2] x 105 / M-1
[C T D N A ] n a ik
K o m p le k s b e b a s
0 .30
[poly(dA-dT)2]/( A - F) x 109
25
Absorbansi
0 .25
R = 0 .0 8
0 .20
0 .15
0 .10
0 .05
6
20
15
10
5
0
0 .00
0
30 0
4 00
5 00
60 0
7 00
P an jan g g elo m b a n g (n m )
Gambar 2 Profil spektra pada daerah tampak (pita
MLCT)
untuk
titrasi
senyawa
kompleks
[Fe(phen)2(dip)]2+ dengan ct-DNA dalam medium
bufer Tris-HCl 5 mM pH=7,2 dan konsentrasi garam
(NaCl) 40 mM pada suhu 25 oC.
Mudasir, et al
2
4
6
8
10
12
[poly(dA-dT) 2] x 105 / M-1
Gambar 3 Plot antara [DNA]/(εA-εF) versus [DNA]
untuk titrasi spektrofotometri senyawa kompleks
[Fe(phen)2(dip)]2+dengan poly[(dG-dC)2] (atas) dan
[Fe(phen)(dip)2]2+ dengan poly[(dA-dT)2] (bawah)
dalam medium bufer Tris-HCl 5 mM pH=7,2 dan
konsentrasi garam (NaCl) 50 mM pada suhu 25 oC.
178
Indonesian Journal of Chemistry, 2004, 4 (3), 174 - 179
Tabel 1 Afinitas pengikatan kompleks mixed-ligand besi(II) pada berbagai jenis DNA
Konstanta ikatan (Kb)a / M-1
DNA
[Fe(phen)3]2+
[Fe(phen)2(dip)]2+
[Fe(phen)(dip)2]2+
2
4
Calf thymus DNA
4,70 x 10
1,75 x 10
1,72 x 104
4
Poly(dA-dT)
--2,71 x 10
2,58 x 105
4
Poly(dG-dC)
--1,92 x 10
--a
Nilai rata-rata dari tiga kali pengukuran dengan simpangan baku nisbi (RSD) < 15 %, semua harga ditentukan pada
o
medium larutan NaCl 50 mM, bufer Tris 5 mM (pH = 7,2), suhu 25 C.
Efek Interaksi senyawa kompleks besi (II) pada
Temperatur Denaturasi DNA
Denaturasi lembaran polinukleotida dari
struktur dobel heliks menjadi lembaran tunggal
(single stranded) secara spektra absorpsi akan
teramati sebagai gejala hiperkromisitas (kenaikan
intensitas absorpsi) pada panjang gelombang
sekitar 260 nm. Interaksi senyawa kompleks pada
dobel heliks DNA akan menyebabkan ikatan antar
basa dalam molekul DNA menjadi lebih kuat dan
karenanya temperatur denaturasi (Tm) DNA
biasanya akan naik dengan adanya senyawa yang
Mudasir, et al
berinteraksi dengan DNA. Besar-kecilnya kenaikan
temperatur denaturasi akan sangat bergantung pada
seberapa kuat senyawa kompleks tersebut
berinteraksi dengan DNA. Semakin kuat interaksi
kompleks dengan DNA akan semakin tinggi pula
kenaikan temperatur denaturasi. Karena itu,
eksperimen temperatur denaturasi DNA dapat
dijadikan indikator untuk mengetahui jenis ikatan
dan seberapa kuat ikatan suatu molekul dengan
DNA. Ikatan elektrostatik biasanya tidak akan
memberikan perubahan temperatur denaturasi yang
besar karena ikatan terjadi tanpa melibatkan
pasangan basa DNA, sebaliknya interkalasi molekul
ke pasangan basa DNA menyebakan ikatan antar
pasangan basa dalam DNA menjadi sangat kuat
dan karenanya temperatur denaturasi DNA akan
naik secara signifikan [10].
Dalam penelitian ini telah dilakukan penentuan
Tm ct-DNA bebas dan ct-DNA yang berikatan
dengan senyawa kompleks besi(II) dalam larutan.
Contoh spektra penentuannya diberikan pada
Gambar 4, sedangkan hasilnya disajikan dalam
bentuk diagram pada Gambar 5.
1.4
Relative absorbance
Dengan melihat harga Kb yang diperoleh
untuk
tiap-tiap
senyawa
kompleks
dapat
disimpulkan bahwa kedua kompleks, khususnya
[Fe(phen)(dip)2]2+ dapat dikatakan lebih menyukai
sekuen A-T daripada sekuen G-C dalam
berinteraksi dengan DNA. Hal ini terlihat dari harga
konstanta ikatan (Kb) kompleks tersebut dengan
DNA sintetik bersekuen A-T ternyata 12 kali lebih
besar dari harga Kb interaksi kompleks tersebut
dengan sekuen G-C. Preferensi ini mungkin
disebabkan oleh kenyataan bahwa ukuran dan
bentuk kompleks menjadi semakin sesak dengan
digantinya ligan phen oleh dip sehingga menuntut
sisi interaksi yang lebih longgar dan ini dipenuhi
oleh sekuen A-T yang secara struktural lebih
longgar (facile) dalam mengakomodasi ligand dip
Tingginya
preferensi
kompleks
[Fe(phen)(dip)2]2+ terhadap sekuen A-T relatif
terhadap preferensi kompleks [Fe(phen)2(dip)]2+
terhadap sekuen yang sama diduga juga
disebabkan oleh tipe ikatan yang berbeda yang
dilakukan oleh masing-masing kompleks dengan
dobel heliks DNA. Kompleks [Fe(phen)(dip)2]2+
bernteraksi melalui mode interkalasi [8,9] sehingga
molekul kompleks tersebut harus masuk lebih
dekat ke pasangan DNA dan karenanya sangat
sulit terjadi pada sekuen G-C yang sempit,
2+
sementara itu kompleks [Fe(phen)2(dip)] diduga
kuat berinteraksi dengan DNA melalui ikatan
elektrostatik dan karenanya tidak perlu masuk ke
sisi dalam struktur DNA, oleh karena itu preferensi
ikatannya baik pada sekuen A-T maupun G-C tidak
terlampau berbeda (Kb untuk sekuen A-T 1,5 kali
lebih besar dari Kb untuk sekuen G-C).
(1)
1.3
(2)
1.2
1.1
∆Tm
1.0
65
70
75
80
Temperature / oC
85
90
Gambar 4 Profil denaturasi thermal ct-DNA bebas
(1) dan berinteraksi dengan senyawa kompleks
mixed-ligand [Fe(phen)(dip)2]2+ λ =260 nm dalam
(2). Spektra diukur larutan bufer Tris-HCl 5 mM
pH=7,2 dan konsentrasi garam (NaCl) 50 mM pada
rasio [CT-DNA]/[complex] (R) =0,5.
Indonesian Journal of Chemistry, 2004, 4 (3), 174 - 179
Sebagaimana perkiraan sebelumnya, harga
Tm ct-DNA dengan adanya senyawa kompleks
besi(II) terlihat mengalami kenaikan. Penambahan
kompleks [Fe(phen)3]2+ dan [Fe(phen)2(dip)]2+
hanya berpengaruh sedikit saja pada perubahan
harga Tm ct-DNA, yaitu antara 2-2,5 oC. Hal ini
konsisten dengan dugaan bahwa kedua kompleks
ini sebagian besar berinteraksi dengan DNA
melalui ikatan elektrostatik sehingga tidak terjadi
penguatan yang signifikan pada ikatan antar
pasangan basa DNA. Di sisi lain penambahan
kompleks [Fe(phen)(dip)2]2+ ke dalam larutan ctDNA ternyata dapat menaikkan harga Tm ct-DNA T
tersebut secara cukup signifikan (∆m = 5,5 oC).
Data ini mendukung asumsi sebelumnya bahwa
kompleks ini kemungkinan besar berinteraksi
dengan ct-DNA melalui proses interkalasi karena
perubahan temperatur denaturasi yang ditimbulkan
relatif besar. Hal yang sama juga teramati untuk
kompleks [Ru(NH3)4(dppz)]2+ yang terinterkalasi ke
T pasangan basa DNA (∆m = 5,2 oC), sedangkan
kompleks [Ru(NH3)5Cl]2+ yang diyakini tidak dapat
terinterkalasi ke pasangan basa DNA dan hanya
berinteraksi secara elektrostatik saja menaikkan
harga Tm antara 1-2 oC [11].
Mengingat ketiga kompleks yang dipelajari
mempunyai muatan yang sama, maka pengaruh
muatan ligan pada kenaikan Tm dapat diabaikan
dan karenanya perbedaan Tm pada ketiga
kompleks dapat dipandang semata-mata akibat
dari perbedaan jenis ikatan ketiga kompleks
tersebut dengan DNA. Dengan melihat data yang
ditampilkan pada Gambar 5 dapat disimpulkan
bahwa
kompleks
[Fe(phen)3]2+
dan
2+
[Fe(phen)2(dip)]
berinteraksi tidak begitu kuat
5
4
3
2
1
2(
di
p)
]2
+
[F
e(
ph
en
)
2(
di
p)
]2
+
[F
e(
ph
en
)
[F
e(
ph
en
)
A
3]
2+
0
ct
-D
N
Perubahan Tm (oC)
6
Kompleks Besi(II)
Gambar 5 T Perubahan temperatur denaturasi
(∆m) ct-DNA oleh penambahan kompleks mixedligand besi(II) pada R([kompleks]/[ct-DNA]) = 0,5.
Mudasir, et al
179
dengan DNA melalui ikatan elektrostatik, sedangkan
interaksi kompleks [Fe(phen)(dip)2]2+ dengan DNA
adalah campuran antara ikatan elektrostatik dan
proses interkalasi.
KESIMPULAN
Dari data hasil penelitian dan pembahasan
dapat disimpulkan bahwa dalam berinteraksi dengan
DNA secara umum senyawa kompleks mixed-ligand
besi(II) mempunyai preferensi ke sekuen A-T
dibandingkan ke sekuen G-C. Hal ini disebabkan
sekuen A-T lebih longgar dibandingkan sekuen G-C,
sedangkan ukuran kompleks semakin besar (bulky)
sesuai dengan urutan kenaikan jumlah ligan dip
dalam kompleks. Hasil eksperimen denaturasi
thermal DNA menyarankan bahwa kompleks
[Fe(phen)3]2+ dan [Fe(phen)2(dip)]2+ berinteraksi
lemah dengan DNA melalui ikatan elektrostatik
karena
memberikan
perubahan
temperatur
denaturasi yang tidak signifikan, sedangkan
kompleks [Fe(phen)(dip)2]2+ kemungkinan besar
berinteraksi baik melalui interkalasi maupun
elektrostatik. Hal ini konsisten dengan data
preferensi kompleks ini pada sekuen A-T DNA yang
jauh lebih besar dibandingkan preferensi kedua
kompleks yang lain pada A-T.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas dukungan dana penelitian
Proyek Peningkatan Penelitian Perguruan Tinggi,
DPPM-DIKTI melalui Penelitian Hibah Bersaing XII
dengan No. Kontrak: 018/P4T/DPPM/PHBXII/
III/2004 tanggal 1 Maret 2004.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lerman, L.S., 1961, J. Mol. Biol., 3,18.
2. Chow, C. S. and Bogdan, F. M., 1997, Chem.
Rev. 97, 1489.
3. Schilt, A. A. and Taylor, R. C. 1959, J. Inorg.
Nucl. Chem., 9, 211.
4. Mudasir, Yoshioka, N., and Inoue, H., 1999,
Transition Met. Chem., 24, 210.
5. Well, R. D., J. E. Larson, R. C. Shortle and C. R.
Cantor, 1970, J. Mol. Biol. 54, 465.
6. Liu, F., Meadows, K.A. and McMillin, D.R. 1993,
J. Am. Chem. Soc., 115, 6699.
7. Schmechel, D.E.V. and Crothers, D.M., 1971,
Biopolymers, 10, 465.
8. Mudasir, Yoshioka, N., and Inoue, H., 1999, J.
Inorg. Biochem., 77, 239.
9. Lincoln, P. and Norden, B., 1998, J. Phys.
Chem. B, 102 , 9583.
10. Choi, S-D., Kim, M-S., Kim, S. K., Tuite, E. and
Norden, B., 1997, Biochemistry, 36, 214.
11. Nair, R. B., Teng, E. S., Kirk, S. L., and Murphy,
C. J., 1998, Inorg. Chem., 37, and refs. there in.
Download