Latar Belakang BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan) Penyusun Undang-Undang Dasar 1945 menyadari bahwa pemeriksaaan pengelolaan keuangan negara merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, sehingah perlu untuk membentuk suatu badan yang terlepas dari pengaruh politik dan kekuasaan pemerintah. Perbaikan transparansi dan tata kelola pemerintahan yang baik adalah bagian terpenting dari penegakan Good Governance, transparansi dan akuntabilitas keuangan negara yang harus diwujudkan dalam lima tahapan pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan negara. Tahapan-tahapan tersebut adalah yang pertama; perencanaan dan penganggaran; kedua, pelaksanaan anggaran, ketiga, akuntansi, pelaporan dan pertanggung jawaban anggaran, keempat; pengawasan internal, dan kelima, pemeriksaan oleh auditor eksternal yang independen. Rancangan Undang-Undang Keuangan Negara, RUU tentang Perbendaharaan Negara, dan RUU Pemeriksaan Tanggung jawab Keuangan Negara kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kedudukan BPK yang sangat kuat dan kewenangannya yang semakin besar, sehingga BPK itu sebenarnya memiliki fungsi yang tetap terdiri atas tiga bidang, yaitu fungsi operatif, fungsi yusitisi, fungsi advisory. Dalam makalah ini juga membahas tentang bagaimana kewenangan BPK dan juga syarat-syarat menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan. A. Bagaimana peran BPK dalam suatu Negara Republik Indonesia ? Di zaman Hindia Belanda, cikal bakal badan pemeriksa keuangan ini adalah Raad Van Reken-Kamer. Keberadaannya sangat penting dalam rangka kepanjangan tangan fungsi pengawasan terhadap kinerja Gubernur jendral dibidang keuangan. Karena itu, ketika Indonesia merdeka lembaga serupa juga diadakan dalam rangka penyusunan Undang-Undang Dasar 1945. Keberadaan lembaga ini dalam struktur kelembangan Negara Indonesia merdeka bersifat auxiliary terhadapa fungsi Dewan Perwakilan Rakyat dibidang pengawasan terhadap kinerja pemerintahan. Justru karena fungsi pengawasan oleh DPR itu bersifat politis, memang di perlukan lembaga khusus yang dapat melakukan pemeriksaan keuangan (financial audit) secara lebih teknis. Pemeriksaan adalah terjemahan dari perkataan auditing yang lazim dalam system administrasi dan manajemen keungan modern. Di zaman modern tidak ada pengelolaan keuangan yang dapat dibebaskan dari keharusan auditing sebagai jaminan bahwa pengelolaan keuangan itu memang sesuai dengan norma-norma aturan yang berlaku (rule of the games). Keharusan auditing ini tidak hanya berlaku di dunia keuangan publik tetapi juga di lingkungan dunia usaha dan bahkan di lingkukan dunia usaha bahkan di lapangan keperdataan pada umumnya. Uang adalah tukar yang bernilai ekonomi dan juga politik. Uang dapat menjadi sumber kekuatan dan kekuasaan yang riil. Kekuasaan adalah uang, dan uang berarti kekuasaan. Karena itu, jika tidak diimbangi oleh keyakinan akan nilai-nilai moral, etika dan agama , di samping dapat membawa kebaikan, uang juga dapat menjerumuskan orang ke lembah yang nista. Uan dapat membuat orang mengagugkan uang diatas segalanya sehinga berlaku bukanlah ketuhanan yang maha esa, melaikan keuangan yang maha esa. Karena uang dapat menyebabkan orang tunduk dan hanya mengabdi kepadanya. Oleh sebab itu, setiap pengelolaan keuangan haruslah dilakukan sesaui aturan yang benar, dan untuk menjamin hal tersebut diperlukan mekanisme pemeriksaan yang disebut financial audit. Dalam rnakna pengelolaan keuangan Negara, pemeriksaan semacam itu memerlukan lembaga Negara yang tersendiri, yang dalam bekerja bersifat otonom atau independen. Independensinya tersebut sangat penting, karena dalam menjalankan tugasnya pejabat pemeriksa atau pihak yang mempunyai kepentingan langsung ataupun tidak langsung, sehingga mempengaruhi objektifitas pemeriksaan. Pemeriksaan keuangan itu sendiri sebenarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintahan secara umum. Dari penjelasan-penjelasan diatas, terang sekali bahwa Badan Pemeriksa Keuangan itu mempunyai kedudukan tidak diatas pemerintah, tetapi juga tidak berada di bawah pengaruh pemerintah, melainkan diluar pemerintah dan bersifat otonom atau independen. B. Apa saja fungsi BPK ? Dalam kedudukannya yang semakin kuat dan kewenangan yang makin besar itu, fungsi BPK itu sebenarnya pada pokoknya tetap terdiri atas tiga bidanng, yaitu fungsi operatif, fungsi yusitisi, fungsi advisory. Bentuk pelaksanaan tiga fungsi itu adalah : Fungsi operatif merupa pemerikaan, pengawasan dan penyelidikan atas penguasaan, pengurusan dan pengelolaan kekayaan Negara Fungsi yudikatif berupa kewenangan menuntut perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi terhadap bendaharaan dan pegawai Negara bukan bendahara yang karena perbuatan melanggar hukum atau melalikan kewajiban yang menimbulkan kerugian keuangan dan kekayaan Negara Fungsi advisory yaitu memberikan pertimbangan kepada pemerintah mengenai pengurusan dan pengelolaan keungan Negara. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (disingkat BPK RI, dulu disingkat BEPEKA) adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. Anggota BPK sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung, ketua yang menjabat di BPK itu sendiri yaitu Dr. Agung Firman Sampurna,S.E., M.Si., CSFA (Periode 2017 - 2022) C. Apa saja wewenang BPK dalam melaksanakan tugasnya? Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang : 1.menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan; 2.meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara; 3.melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara; D. Hubungan Antara BPK-RI Dan MPR-RI Hasil konsultasi antara PAH-I BP MPR-RI dan BPK-RI pada bulan Februari 2000, adalah kesepakatan antara PAH-I BP MPR-RI dan BPK-RI untuk mengusulkan kepada Sidang Paripurna MPR-RI dua pasal baru mengenai BPK-RI dalam Undang Undang Dasar 1945 yang diamandemen. Pasal pertama; mengukuhkan kedudukan BPKRI sebagai satu-satunya lembaga pengawas dan pemeriksa keuangan negara, dan sekaligus menentukan bahwa BPKRI berkedudukan baik di Ibukota Negara dan di ibukota provinsi. Pasal kedua; mengatur kembali pemilihan anggota dan pimpinan BPK-RI. Sebagai tindak lanjut hasil Rapat Kerja antara PAH-I BP MPRRI dan BPK-RI pada tanggal 16 Februari 2000, yang membahas Amandemen UUD 1945, BPK-RI menyampaikan usulan materi satu pasal yang terdiri atas 3 ayat Bab IX tentang Badan Pemeriksa Keuangan sebagai bahan Amandemen Undang Undang Dasar 1945 kepada Ketua PAH-I BP MPR-RI dengan Surat BPK-RI Nomor: 26/S/I/4/2000 tanggal 3 April 2000. E. Hubungan Antara BPK-RI Dan DPR-RI/DPRD Hubungan antara BPK-RI dengan DPR-RI terjadi karena kewajiban BPK-RI memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada DPR-RI sebagai bahan pelaksanaan tugasnya mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan termasuk pengelolaan keuangan negara. Untuk mengatur tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPKRI telah disusun Kesepakatan Bersama antara Pimpinan BPK-RI dan DPR-RI tanggal 25 Januari 1977 yang dikukuhkan kembali dengan Ketetapan MPR-RI No.III/TAP/MPR/1978 Pasal 10 ayat (3) mengatur mengenai : pemberitahuan hasil pemeriksaan BPK-RI, penyampaian Buku HAPSEM BPK-RI kepada DPR-RI, dan pertemuan-pertemuan lain dalam hal diperlukan bahan-bahan atau penjelasan khusus tentang suatu masalah yang menyangkut keuangan negara dan yang menjadi kewenangan BPK-RI.[ http://ejournal.uajy.ac.id/6942/6/MIH501802.pdf] F.Hubungan Dengan DPRD dan Pemerintah DPRD : Hubungan antara BPK-RI dan DPRD sebenarnya merupakan hubungan tiga pihak tiga pihak yakni: (1) Kepala Daerah sebagai pihak yang wajib menyusun Laporan Keuangan, (2) BPK-RI sebagai pihak yang wajib melakukan audit (mandatory audit), dan (3) DPRD sebagai pihak yang akan menggunakan Laporan Keuangan. Hubungan dimaksud merupakan hubungan saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan ataupun ditiadakan, dalam hubungan ini BPK-RI memegang peranan sentral karena berada di tengah. Hubungan kerja antara BPK-RI dan Pemerintah merupakan hubungan antara pemeriksa independen dan auditee yang berkaitan dengan tugas konstitusional BPKRI, yaitu memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab Pemerintah tentang Keuangan Negara. G. Hubungan BPK-RI Dengan Mahkamah Agung dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) MA (Mahkamah Agung) BPK-RI melakukan hubungan kerja dengan Mahkamah Agung (MA), terutama berkaitan dengan permohonan pertimbangan hukum atas hasil-hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK-RI. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002, bertugas antara lain memonitor para penyelenggara Pemerintahan Negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, KPK berkewajiban menyusun Laporan Tahunan dan menyampaikannya antara lain kepada BPK-RI. H. Hubungan Antara BPK dengan DPR dan DPD BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara dan hasil pemeriksaan tersebut diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD. Dengan pengaturan BPK dalam UUD, terdapat perkembangan yaitu menyangkut perubahan bentuk organisasinya secara struktural dan perluasan jangkauan tugas pemeriksaan secara fungsional. Karena saat ini pemeriksaan BPK juga terhadap pelaksanaan APBN di daerah-daerah dan harus menyerahkan hasilnya itu selain pada DPR juga pada DPD dan DPRD.Selain dalam kerangka pemeriksaan APBN, hubungan BPK dengan DPR dan DPD adalah dalam hal proses pemilihan anggota BPK. ANALISA Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini sesungguhnya berada dalam ranah kekuasaan legislative, atau sekurang-kurangnya berhimpitan dengan fungsi pengawasan yang dijalankan oleh DPR. Oleh karena itu, laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK ini harus dilaporkan atau disampaikan kepada DPR untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Untuk memahami konsepsi badan pemeriksa keungan itu secara tepat, kita perlu memahami ide-ide asli yang semula dirumuskan UUD 1945 ketika udah disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Keberadaan lembaga ini dalam struktur kelembagaan Negara Indonesia merdeka betsifat auxiliary terhadap fungsi Dewan Perwakilan Rakyat di bidang pengawasan terhadap kinerja pemerintahan. Mengenai apa yang dimaksud dengan keuangan Negara apat ditegaskan bahwa dalam konsepsi asli UUD 1945, sebagaimana disahkan oada tanggal 18 Agustus 1945, memang dibedakan secara jelas antara pengertian keuangan negara dan keuangan daerah. Dari penjelasan- penjelasan diatas terang sekali bahwa BPK mempunyai kedudukan diatas pemerintah tetapi juga tidak berada di bawah pengaruh pemerintah, melainkan di luar otonom atau independen. Dalam kedudukannya yang semakin kuat dan kewenangan yang semakin besar, fungsi BPK itu sebenarnya tetap terdiri atas tiga bidang yaitu fungsi operatif, fungsi yustisi, fungsi advisory. Dalam pelaksanaan nya juga terdapat berbagai macam wewenang BPK juga mempunyai syarat keanggotaan serta dijelaskan pula pola hubungan antara badan pemeriksa keuangan dengan berbagai lembaga lain .