LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 27 KELOMPOK 7 Tutor: dr. Susilawati, Sp.PA Disusun oleh: Muhammad Musa (04011281621005) Vinnie Hazriah Harahap (04011281621011) Pratiwi Karolina (04011281621015) Ferdi Marulitua Simanjuntak (04011281621021) Melros Trinita Tampubolon (04011281621023) Muhammad Ifzar Akbari (04011282621088) Muhammad Valdi Prasetia (04011281621090) Monica Chendrakasi Putri (04011281621099) Andrew Zefanya Sagala (04011281621102) Audrey Gracillia Rachel (04011281621108) Gazka Anando Pramyza (04011281621152) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2019 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya lah penyusun bisa menyelesaikan tugas laporan tutorial ini dengan baik. Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas laporan tutorial skenario B yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada Blok EBM dan Kedokteran Komunitas. Terima kasih tak lupa pula kami sampaikan kepada dr. Susilawati, Sp.PA telah membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang terlibat, baik dalam memberikan saran, arahan, dan dukungan materil maupun inmateril dalam penyusunan tugas laporan ini. Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang baru bagi penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang. Palembang, 7 November 2019 Penyusun Kelompok Tutorial VII 2 KEGIATAN TUTORIAL Moderator : Monica Chendrakasi Sekretaris 1 : Audrey Gracillia Rachel Sekretaris 2 : Pratiwi Karolina Presentan : Muhammad Valdi Prasetia Peraturan selama tutorial: 1. Jika mau berbicara, angkat tangan terlebih dahulu. 2. Saling mendengarkan pendapat satu sama lain. 3. Izin ke toilet maksimal dua orang dalam satu waktu. 4. Diperbolehkan minum selama tutorial berlangsung. 5. Diperbolehkan membuka gadget selama masih berhubungan dengan tutorial. Prosedur tutorial: 1. Tutorial tahap 1 a. Semua anggota kelompok masuk ruang tutorial dan duduk di kursi yang telah disediakan. b. Sekretaris papan menyalakan layar LCD dan mempersiapkan laptop untuk mengetik ide selama tutorial. c. Moderator memimpin doa sebelum tutorial. d. Moderator menyebutkan peraturan selama tutorial. e. Moderator membacakan skenario. f. Anggota mengklarifikasi istilah dalam scenario. g. Anggota menentukan fakta dan masalah dalam skenario, lalu menentukan prioritas masalahnya disertai dengan alasan yang logis. h. Anggota saling mengajukan pertanyaan di analisis masalah. i. Anggota mendiskusikan mengenai kaitan antar masalah. j. Anggota menentukan Learning issue dan moderator membagi LI ke masingmasing anggota kelompok. k. Tutorial ditutup oleh moderator. 3 2. Belajar mandiri 3. Tutorial tahap 2 a. Semua anggota kelompok masuk ruang tutorial dan duduk di kursi yang telah disediakan. b. Sekretaris papan menyalakan layar LCD dan mempersiapkan laptop untuk mengetik ide selama tutorial. c. Moderator memimpin doa sebelum tutorial. d. Moderator mempersilakan kepada masing-masing anggota untuk memaparkan hasil belajarnya. Moderator mengatur diskusi yang meliputi mempersilakan anggota lain menambahkan ide dan sesi tanya-jawab. e. Anggota merancang kerangka konsep bersama-sama dan membuat resume dari kerangka konsep. f. Anggota menjawab pertanyaan yang ada di analisis masalah. g. Anggota menarik kesimpulan dari LI dan skenario yang ada. h. Tutorial ditutup oleh moderator. 4. Penyusunan laporan pleno. 4 DAFTAR ISI Kata Pengantar .........................................................................................................2 Kegiatan Tutorial .....................................................................................................3 Daftar Isi ..................................................................................................................5 Skenario ...................................................................................................................6 I. Klarifikasi Istilah ..................................................................................................8 II. Identifikasi Masalah ...........................................................................................11 III. Analisis Masalah ...............................................................................................12 IV. Learning Issue ...............................................................................................…32 V. Kerangka Konsep ...........................................................................................…52 VI. Kesimpulan ...................................................................................................…53 Daftar Pustaka .....................................................................................................…54 5 Skenario B Blok 27 Andre seorang anak laki-laki berumur 7 tahun dibawa seorang ibu ke klinik pratama di Palembang, dengan keluhan utama panas tinggi disertai luka memar di seluruh tubuh. Dari info si ibu, Andre bukanlah anaknya, tetapi seorang anak yang ditemukan tergeletak di trotoar parkir sebuah mall setelah habis ibu tersebut pulang berbelanja. Kondisi Andre saat ditemukan seorang diri dan terbaring di trotoar dengan suara mengerang kesakitan, si Ibu dengan naluri keibuan mendekati Andre dan melihat kondisinya. Pada saat ditanya dimana ibu Andre atau dengan siapa dia datang kesitu hanya dijawab lirih bahwa dia dibawa ibunya dan diletakkan di trotoar serta langsung ditinggal oleh ibunya yang tidak tahu pergi kemana. Saat dilihat kondisi Andre cukup menyedihkan seadanya dengan tubuh menggigil dan terlihat kaki serta tangannya penuh dengan luka memar yang membiru. Pada Anamnesis Andre menderita demam sejak 5 hari yang lalu disertai batuk dan sesak nafas. Andre merupakan anak pertama dari 2 (dua) bersaudara. Andre dan andiknya lahir tanpa diketahui siapa ayahnya dan tinggal di daerah kumuh dengan kondisi ekonomi dibawah rata-rata. Ibu Andre berkerja sebagai pengamen sekaligus wanita tuna susila sehingga seringkali tidak dapat bertemu dengan Andre maupun adik Andre. Andre dititipkan dan dirawat oleh kakeknya. Dari kakek ini Andre sering dapat perlakuan kekerasan secara fisik dan psikis tanpa alasan yang jelas. Bahkan tindak kekerasan sering dialami oleh Andre meskipun Andre tidak melakukan suatu kesalahan. Kekerasan yang dialami oleh Andre antara lain dibentak, dimaki sambil dipukul dengan atau tanpa menggunakan kayu, ditendang, dibentur-benturkan ke dinding sampai diinjak-injak. Tindak kekerasan tersebut terus diulangi setiap hari pada waktu tertentu oleh kakek Andre, seakan seperti sudah dijadwalkan. Perlakukan kekerasan tersebut dilakukan pula kepada adik Andre bahkan ibu Andre pun seringkali melakukan kekerasan fisik terhadap Andre dan adiknya. Perlakukan kekerasan yang dialami oleh Andre dan adiknya dilakukan agar mendapatkan uang serta simpati dari orang lain. Cara yang dilakukan adalah membawa Andre ke jalanan dalam kondisi penuh luka untuk meminta-minta atau mencari sumbangan dengan alasan memerlukan uang untuk membawa Andre berobat. Kakek maupun ibu Andre tidak memperdulikan kondisi fisik maupun psikologis ang dialami oleh Andre. Semakin Andre luka parah maka semakin banyak pula uang yang didapatkan sehingga 6 ketika luka fisik Andre mulai mengering, perlakuan kekerasan kembali dialami oleh Andre. Beberapa waktu lalu adik Andre akhirnya meninggal karena menderita patah tulang punggung. I. Klarifikasi Istilah No Istilah Klarifikasi Klinik 1 Klinik pratama yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar Permenkes no 28 tahun 2011 2 3 Panas tinggi Luka memar/hematom 4 Lirih 5 Menggigil Peningkatan temperatur tubuh diatas normal (>37c) Pengumpulan setempat ekstravasasi darah, biasanya membeku, didalam organ ruang atau jaringan Lembut; pelan-pelan; tidak keras Gemetar dapat disebabkan kedinginan, demam, ketakutan (tentang sikap tubuh atau suara) Daerah atau lingkungan yang tidak memenuhi 6 Kumuh persyaratan lingkungan secara teknis, kesehatan dan sosial sebagai tempat tinggal yang layak bagi kehidupan dan penghidupan sosial Istilah bagi para wanita pekerja seks atau para wanita yang berkerja dalam prostitusi 7 Wanita tuna susila Wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin di luar perkawinan baik dalam imbal jasa maupun tidak Penggunaan kekuatan fisik terhadap diri sendiri, 8 Kekerasan fisik perorangan, atau sekelompok orang yang mengakibatan cidera hingga mengancam jiwa UUD 23 tahun 2004 pasal 7 9 Kekerasan psikis Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya 7 kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang Luka terbuka yang tepinya tidak rata atau 10 Laserasi compang-camping disebabkan oleh benda yang permukaannya tidak rata II. Identifikasi Masalah No Masalah Keterangan Andre seorang anak laki-laki berumur 7 tahun Identifikasi dibawa seorang ibu ke klinik pratama di Palembang, masalah dengan keluhan utama panas tinggi disertai luka memar di seluruh tubuh. Dari info si ibu, Andre bukanlah anaknya, tetapi seorang anak yang ditemukan tergeletak di trotoar parkir sebuah mall setelah habis ibu tersebut pulang berbelanja. Kondisi Andre saat ditemukan seorang diri dan terbaring di 1 trotoar dengan suara mengerang kesakitan, si Ibu dengan naluri keibuan mendekati Andre dan melihat kondisinya. Pada saat ditanya dimana ibu Andre atau dengan siapa dia datang kesitu hanya dijawab lirih bahwa dia dibawa ibunya dan diletakkan di trotoar serta langsung ditinggal oleh ibunya yang tidak tahu pergi kemana. Saat dilihat kondisi Andre cukup menyedihkan seadanya dengan tubuh menggigil dan terlihat kaki serta tangannya penuh dengan luka memar yang membiru. Pada Anamnesis Andre menderita demam sejak 5 Riwayat hari yang lalu disertai batuk dan sesak nafas. Andre anamnesis merupakan anak pertama dari 2 (dua) bersaudara. 2 Andre dan andiknya lahir tanpa diketahui siapa ayahnya dan tinggal di daerah kumuh dengan kondisi ekonomi dibawah rata-rata. Ibu Andre berkerja sebagai pengamen sekaligus wanita tuna 8 susila sehingga seringkali tidak dapat bertemu dengan Andre maupun adik Andre. Andre dititipkan dan dirawat oleh kakeknya. Dari kakek ini Andre sering dapat perlakuan kekerasan secara fisik dan psikis tanpa alasan yang jelas. Bahkan tindak kekerasan sering dialami oleh Andre meskipun Andre tidak melakukan suatu kesalahan. Kekerasan yang dialami oleh Andre antara lain dibentak, dimaki sambil dipukul dengan atau tanpa menggunakan kayu, ditendang, dibentur-benturkan ke dinding sampai diinjak-injak. Tindak kekerasan tersebut terus diulangi setiap hari pada waktu tertentu oleh kakek Andre, seakan seperti sudah dijadwalkan. Perlakukan kekerasan tersebut dilakukan pula Informasi kepada adik Andre bahkan ibu Andre pun seringkali tambahan melakukan kekerasan fisik terhadap Andre dan adiknya. Perlakukan kekerasan yang dialami oleh Andre dan adiknya dilakukan agar mendapatkan uang serta simpati dari orang lain. Cara yang dilakukan adalah membawa Andre ke jalanan dalam kondisi penuh luka untuk meminta-minta atau 3 mencari sumbangan dengan alasan memerlukan uang untuk membawa Andre berobat. Kakek maupun ibu Andre tidak memperdulikan kondisi fisik maupun psikologis ang dialami oleh Andre. Semakin Andre luka parah maka semakin banyak pula uang yang didapatkan sehingga ketika luka fisik Andre mulai mengering, perlakuan kekerasan kembali dialami oleh Andre. Beberapa waktu lalu adik Andre akhirnya meninggal karena menderita patah tulang punggung. 9 Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak terlihat Pemeriksaan lemah, ketakutan, menggigil, tampak sangat kurus Fisik (terlihat sangat pendek dan sangat kurus dari anak seusianya), nadi; 110x/menit (isi dan tegangan kurang), RR: 30x/menit, T: 28,8 oc. Tidak mampu duduk lama, inginnya berbaring saja. Rambut warna kuning dan jarang. Konjungtiva pucat, bibir kering dan pecah-pecah, tampak retraksi supra klavikula, interkostal dan epigastrium, tidak ada wheezing, 4 terdengar ronki basah halus nyaring pada kedua lapangan paru. Tampak hematom di ekstremitas inferior dan superior, dan abdomen. Tampak luka laserasi pada telapak tangan kanan. Tampak jejas bentuk setrika yang menghitam pada punggung. Tanda-tanda fraktur tidak ditemukan. Genital tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan perkembangan dengan menggunakan KPSP didapatkan sesuai dengan anak usia 5 tahun pada semua sektor perkembangan. III. 1. Analisis Masalah Andre seorang anak laki-laki berumur 7 tahun dibawa seorang ibu ke klinik pratama di Palembang, dengan keluhan utama panas tinggi disertai luka memar di seluruh tubuh. Dari info si ibu, Andre bukanlah anaknya, tetapi seorang anak yang ditemukan tergeletak di trotoar parkir sebuah mall setelah habis ibu tersebut pulang berbelanja. Kondisi Andre saat ditemukan seorang diri dan terbaring di trotoar dengan suara mengerang kesakitan, si Ibu dengan naluri keibuan mendekati Andre dan melihat kondisinya. Pada saat ditanya dimana ibu Andre atau dengan siapa dia datang kesitu hanya dijawab lirih bahwa dia dibawa ibunya dan diletakkan di trotoar serta langsung ditinggal oleh ibunya yang tidak tahu pergi kemana. Saat dilihat kondisi Andre cukup menyedihkan seadanya dengan tubuh menggigil dan terlihat kaki serta tangannya penuh dengan luka memar yang membiru. 10 a. Apa yang dimaksud dengan klinik? Jawab : Menurut Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2014, klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik. b. Apa saja jenis-jenis klinik? Jawab: Menurut Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2014 Pasal 2 membahas tentang jenis klinik. Berdasarkan jenis pelayanan, Klinik dibagi menjadi: a. Klinik pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar baik umum maupun khusus, dan b. Klinik utama merupakan Klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. c. Apa saja syarat untuk membangun klinik? Jawab : Klinik harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan dan ruangan, prasarana, peralatan, dan ketenagaan. (1) Lokasi pendirian klinik harus sesuai dengan tata ruang daerah masingmasing. (2) Pemerintah daerah kabupaten/kota mengatur persebaran klinik yang diselenggarakan masyarakat di wilayahnya dengan memperhatikan kebutuhan pelayanan berdasarkan rasio jumlah penduduk. (3) Ketentuan mengenai lokasi dan persebaran klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku untuk klinik perusahaan atau klinik instansi pemerintah tertentu yang hanya melayani karyawan perusahaan atau pegawai instansi pemerintah tersebut. 11 (4) Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya. (5) Bangunan klinik harus memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Bangunan klinik harus memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut. (7) Bangunan klinik paling sedikit terdiri atas a. ruang pendaftaran/ruang tunggu, b. ruang konsultasi dokter, c. ruang administrasi, d. ruang tindakan, e. ruang farmasi, f. kamar mandi/wc, g. ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan. (8) Prasarana klinik meliputi: a. instalasi air b. instalasi listrik, c. instalasi sirkulasi udara, d. sarana pengelolaan limbah, e. pencegahan dan penanggulangan kebakaran, f. ambulans, untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap, dan g. sarana lainnya sesuai kebutuhan. (9) Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. (10) Peralatan medis dan nonmedis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan. (11) Peralatan medis yang digunakan di klinik harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi penguji dan pengkalibrasi yang berwenang. (12) Peralatan medis yang menggunakan radiasi pengion harus mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 12 (13) Penggunaan peralatan medis untuk kepentingan penegakan diagnosis, terapi dan rehabilitasi harus berdasarkan indikasi medis. Pimpinan Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi. Pimpinan Klinik Utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang memiliki kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya. Ketenagaan klinik terdiri atas tenaga medis, tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan. (1) Tenaga medis pada Klinik Pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang dokter dan/atau dokter gigi. (2) Tenaga medis pada Klinik Utama minimal terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis dari masing-masing spesialisasi sesuai jenis pelayanan yang diberikan. (3) Klinik Utama dapat mempekerjakan dokter dan/atau dokter gigi sebagai tenaga pelaksana pelayanan medis. (4) Dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki kompetensi setelah mengikuti pendidikan atau pelatihan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan oleh klinik. (5) Jenis, kualifikasi, dan jumlah tenaga kesehatan lain serta tenaga non kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan oleh klinik. (6) Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (7) Setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik harus mempunyai Surat Izin sebagai tanda registrasi/Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (8) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien. (9) Klinik dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan warga negara asing. d. Bagaimana etiologi luka memar pada anak? 13 Jawab: Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit atau kutis akibat pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Memar dapat diakibatkan oleh adanya tekanan atau pukulan, namun dapat juga timbul secara spontan, yang dapat terjadi pada orang lanjut usia dan pada orang memiliki kelainan pembekuan darah misalnya pada hemofilia. Pada kasus, etiologi luka memar dikarenakan kekerasan benda tumpul. e. Bagaimana etiologi panas tinggi pada anak? Jawab: Etiologi panas tinggi pada anak kemungkinan dapat disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan. Hal ini dapat dilihat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terdapat pada anak tersebut. f. Bagaimana penelantaran anak pada kasus? Jawab : Pada kasus, bentuk penelantaran anak yang didapat berupa Physical Neglect yang meliputi 1. Abandonment (Pengabaian) 2. Expulsion (Pengusiran) 3. Shuttling (Pengulangan penelantaran) 4. Nutrition Neglect (Penelantaran terhadap nutrisi) 5. Clothing Neglect (Penelantaran terhadap pakaian) 6. Other Physical Neglect (Higenitas yang tidak adekuat dan kelalaian terhadap keselamatan dan kesejahteraan anak) Medical Neglect 14 Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan meliputi kegagalan merawat anak dengan baik misalnya imunisasi, atau kelalaian dalam mencari pengobatan sehingga memperburuk penyakit anak. Educational Neglect Kelalaian dalam pendidikan yang meliputi kegagalan dalam mendidik anak untuk mampu berinteraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkannya atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah. g. Apa saja hak dasar anak yang harus dipenuhi oleh orangtua? Jawab : Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak dilindungi agar mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Karena anak merupakan aset yang akan menentukan keberhasilan suatu negara. Anak memiliki hak sebagai berikut: 1. Mendapatkan identitas diri dan kewarganegaraan 2. Kebebasan beribadah, berekspresi, dan berpikir 3. Mengetahui orangtuanya, dibesarkan dan diasuh orang tuanya, (terkecuali apabila orang tuanya menelantarkan anaknya) 4. Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial 5. Memperoleh pendidikan yang sesuai 6. Menyatakan pendapat, didengarkan pendapatnya 7. Melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan rekreasi 8. Anak yang berkebutuhan khusus mendapatkan bantuan dan rehabilitasi 9. Mendapat perlindungan dari segala hal yang dapat merugikannya 15 10. Apabila kebebasannya dirampas dapat memperoleh bantuan dan membela diri, juga dirahasiakan identitasnya apabila menjadi korban kekerasan Kekerasan pada anak tergantung pada pola asuh dan pola perlakuan kita terhadap anak. Pola asuh anak juga sangat mempengaruhi kepribadian anak. Pola asuh ini menentukan bagaimana anak berinteraksi dengan orangtuanya. Hurlock (1998 : 30), membagi pola asuh menjadi tiga: a) Pola asuh otoriter, orang tua memberi peraturan yang dan memaksa untuk bertingkah laku sesuai dengan kehendak orang tua, tidak ada komunikasi timbal balik, hukuman diberikan tanpa ada alasan dan jarang memberi imbalan. b) Pola asuh demokrasi, orang tua memberikan peraturan yang luwes serta memberikan penjelasan tentang sebab diberikannya hukuman serta imbalan tersebut. c) Pola asuh permisif, orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya kepada anak tentang langkah apa yang dilakukan anak, tidak pernah memberikan pengarahan dan penjelasan kepada anak tentang yang sebaiknya dilakukan anak. Dalam pola asuh ini hampir tidak ada komunikasi orang tua dan anak, serta hampir tidak ada hukuman dan selalu mengijinkan segala keinginan anak 16 h. Apa saja dasar hukum yang mengatur tentang penelantaran anak? Jawab : Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan diperbaharui oleh undang-undang no 35 tahun 2014. 2. Pada Anamnesis Andre menderita demam sejak 5 hari yang lalu disertai batuk dan sesak nafas. Andre merupakan anak pertama dari 2 (dua) bersaudara. Andre dan andiknya lahir tanpa diketahui siapa ayahnya dan tinggal di daerah kumuh dengan kondisi ekonomi dibawah rata-rata. Ibu Andre berkerja sebagai pengamen sekaligus wanita tuna susila sehingga seringkali tidak dapat bertemu dengan Andre maupun adik Andre. Andre dititipkan dan dirawat oleh kakeknya. Dari kakek ini Andre sering dapat perlakuan kekerasan secara fisik dan psikis tanpa alasan yang jelas. Bahkan tindak kekerasan sering dialami oleh Andre meskipun Andre tidak melakukan suatu kesalahan. Kekerasan yang dialami oleh Andre antara lain dibentak, dimaki sambil dipukul dengan atau tanpa menggunakan kayu, ditendang, dibentur-benturkan ke dinding sampai diinjak-injak. Tindak kekerasan tersebut terus diulangi setiap hari pada waktu tertentu oleh kakek Andre, seakan seperti sudah dijadwalkan. a. Bagaimana etiologi batuk dan sesak napas sesuai dengan kasus? Jawab : a. Bakteri Bakteri dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan kebutuhannya akan oksigen,yaitu bakteri aerob dan anaerob. Bakteri aerob merupakan bakteri yang membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya, sedangkan bakteri anerob tidak.Contoh bakteri aerob adalah Nitrosomonas, Nitrococcus, Staphylococcus sp, dll.Bakteri anaerob contohnya adalah aerobacter aeroginosa, Streptococcus sp, Escherechia coli, dll. b. Virus 17 Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet , biasanya menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya adalah cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster virus. c. Fungi Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur oportunistik, dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara. Organisme yang menyerang adalah Candida sp. , Aspergillus sp. , Cryptococcus neoformans. b. Apa saja faktor pencetus yang mendorong orangtua melakukan kekerasan pada anak? Jawab: Faktor pencetus yang mendorong orang tua melakukan kekerasan pada anak, antara lain: Faktor risiko Faktor risiko adalah faktor-faktor yang dapat berkontribusi untuk terjadinya suatu masalah atau kejadian. Faktor risiko terhadap kejadian kekerasan pada anak dapat ditinjau dari 3 aspek yaitu faktor sosial, orang tua dan anak (Widiastuti & Sekartini, 2005). 1. Faktor masyarakat/ sosial, yaitu tingkat kriminalitas yang tinggi, layanan sosial yang rendah, kemiskinan yang tinggi, tingkat pengangguran yang tinggi, adat istiadat mengenai pola asuh anak, pengaruh pergeseran budaya, stres pada para pengasuh, budaya memberikan hukuman badan kepada anak, dan pengaruh media massa. 2. Faktor orang tua atau situasi keluarga, yaitu riwayat orang tua dengan kekerasan fisik atau seksual pada masa kecil, orang tua remaja, imaturitas emosi, kepercayaan diri rendah, dukungan sosial rendah, keterasingan dari masyarakat, kemiskinan, kepadatan hunian (rumah tinggal), masalah interaksi dengan masyarakat, kekerasan dalam 18 rumah tangga, riwayat depresi dan masalah kesehatan mental lainnya (ansietas, skizoprenia), mempunyai banyak anak balita, riwayat penggunaan zat/ obat- obatan terlarang (NAPZA) atau alkohol, kurang- nya dukungan sosial bagi keluarga, diketahui ada riwayat child abuse dalam keluarga, kurang persiapan menghadapi stres saat kelahiran anak, kehamilannya disangkal, orang tua tunggal, riwayat bunuh diri pada orang tua/ keluarga, pola mendidik anak, nilai-nilai hidup yang dianut orangtua, dan kurang pengertian mengenai perkembangan anak. 3. Faktor anak, yaitu, prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat, dan anak dengan masalah/ emosi. Pada kasus (Andre) mendapatkan kekerasan dikarenakan adanya faktor: 1. Kemiskinan (Ibu pengamen dan tuna susila,, lingkungan kumuh). Kondisi hidup yang sulit dan kesulitan ekonomi akan memicu berbagai ketegasan dalam rumah tangga, yang akan merugikan pihak yang lemah di dalam keluarga. Dalam hal ini anak adalah pihak paling lemah di dalam kelurga dibanding dengan anggota keluarga lainnya. Kemiskinan juga dapat menimbulkan stress terhadap orang tua yang kemudian dapat dilampiaskan kepada anak, tekanan hidup yang makin meningkat, kemarahan terhadap pasangan dan ketidak berdayaan dalam mengatasi masalah ekonomi menyebabkan orang tua mudah meluapkan emosi kepada anak. 2. Tingkat pendidikan rendah Pendidikan formal orang tua yang rendah merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadi tingkat kekerasan yang dialami anak. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dan wawasan yang berhubungan dengan pengasuhan, pertumbuhan dan perkembangan anak juga pandangan orang tua bahwa anak adalah hak milik orang tua atau merupakan aset ekonomi yang menyebabkan orang tua tidak mengetahui 19 kebutuhan dan kemampuan anak, sehingga orang tua selalu memaksakan kehendaknya terhadap anaknya. 3. Ekonomi yang rendah Masalah ekonomi membuat anak tersebut mendapat perlakuan kekerasan karena sebagai alat untuk menarik simpati orang lain agar mereka diberikan uang akibat anak tersebut yang terlihat lemah, sakit-sakitan, terluka sehingga membuat orang iba. Kekerasan dilakukan berulang karena apabila luka tersebut mulai mengering, maka orang menjadi kurang bersimpati, sehingga duit yang didapat kurang. Oleh sebab itu, andre kembali mengalami kekerasan agar terdapat luka baru. Semakin banyak luka, semakin orang bersimpati dan iba, semakin banyak uang yang didapatkan. 20 21 22 c. Apa saja bentuk kekerasan fisik pada anak? Jawab : Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011, Kekerasan Fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Bentuk kekerasan fisik merupakan tindakan kekerasan yang diarahkan secara fisik kepada anak dan anak merasa tidak nyaman dengan tindakan tersebut. Adapun beberapa bentuk kekerasan fisik yang dialami anak antara lain tendangan, pukulan, mendorong, mencekik, menjambak rambut, meracuni, membenturkan fisik ke tembok, mengguncang, menyiram dengan air panas, menenggelamkan, melempar dengan barang, dll. d. Apa saja bentuk kekerasan psikis pada anak? Jawab: Bentuk kekerasan emosional (psikis) terhadap anak menurut Kantor Pusat Layanan Terpadu Pemberdayaan Perempuafn dan anak (P2TP2A) adalah kekerasan berupa kata-kata yang menakut-nakuti, mengancam, menghina, mencaci dan memaki dengan kasar dan keras. Sedangkan menurut WHO kekerasan emosional atau psikologis termasuk membatasi gerakan anak, pencemaran nama baik, cemoohan, ancaman dan intimidasi, diskriminasi, penolakan dan bentuk-bentuk mon-fisik dari perlakuan tidak bersahabat lainnya. Pada kasus (Andre), bentuk kekerasan emosional (psikis) yang dialami berupa dibentak dan dimaki yang terus diulang setiap hari pada waktu tertentu seakan seperti sudah dijadwalkan. e. Apa dampak dari perlakuan kekerasan fisik pada anak? Jawab: 23 Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011, dampak kekerasan terhadap anak yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, yaitu: Secara fisik bagi anak-anak yang mengalami kekerasan secara fisik akan terlihat dari perubahan bentuk fisik yang ada baik berupa lebam-lebam pada permukaan kulit, benjol-benjol, luka, patah tulang, sehingga berdampak pada cacat, kehilangan fungsi alat tubuh atau indra, kerusakan pada organ reproduksi anak. Anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik bila mereka menerima segala kebutuhannya dengan optimal. Jika salah satu kebutuhan baik asuh, asih, maupun asah tidak terpenuhi maka akan terjadi kepincangan dalam tumbuh kembang mereka. Dampak yang terjadi dapat secara langsung maupun tidak langsung atau dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami kekerasan, pada umumnya lebih lambat dari pada anak yang normal (Widiastuti & Sekartini, 2005) yaitu: Dampak langsung terhadap kejadian child abuse 5% mengalami kematian, 25% mengalami komplikasi serius seperi patah tulang, luka bakar, cacat menetap. 24 Terjadi kerusakan menetap pada susunan saraf yang dapat mengakibatkan retardasi mental, masalah belajar/ kesulitan belajar, buta, tuli, masalah dalam perkembangan motor/ pergerakan kasar dan halus, kejadian kejang, ataksia, ataupun hidrosefalus. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya, tetapi Oates dkk pada tahun 1984 mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dalam tinggi badan dan berat dengan anak normal. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan yaitu, a) Kecerdasan, berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik. Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena malnutrisi. Anak juga kurang mendapat stimulasi adekuat karena gangguan emosi. b) Emosi, masalah yang sering dijumpai adalah gangguan emosi, kesulitan belajar/sekolah, kesulitan dalam mengadakan hubungan dengan teman, kehilangan kepercayaan diri, fobia cemas, dan dapat juga terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa, atau menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka mengompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, temper tantrum. c) Konsep diri, anak yang mendapatkan kejadian child abuse merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram dan tidak bahagia, tidak mampu menyenagi aktifitas dan melakukan percobaan bunuh diri. d) Agresif, anak yang mendapat kejadian child abuse lebih agresif terhadap teman sebaya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orang tua mereka atau mengalihkan perasaan agaresif kepada teman sebayanya sebagai hasil kurangnya konsep diri. e) Hubungan sosial, pada anak-anak tersebut kurang dapat bergaul dengan teman sebaya atau dengan orang dewasa, misalnya melempari batu, perbuatan kriminal lainnya. 25 f) Akibat dari sexual abuse, tanda akibat trauma atau infeksi lokal, seperti nyeri perineal, sekret vagina, nyeri dan perdarahan anus; Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi kurang, enuresis, enkopresis, anoreksia dan perubahan tingkah laku, kurang percaya diri, sering menyakiti diri sendiri, dan sering mencoba bunuh diri; Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya. f. Apa dampak dari perlakuan kekerasan psikis pada anak? Jawab : a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah. b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yang meliputi : 1. Kecerdasan Berbagai penelitian melaporkan keterlambatan dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca dan motorik. Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena malnutrisi. Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh lingkungan anak, dimana tidak adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi. 2. Emosi Terjadi gangguan emosi pada perkembangan konsep diri yang positif dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk untuk percaya diri. Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik diri menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, 26 perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, temper tantrum dan sebagainya. 3. Konsep diri Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktivitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri. 4. Agresif Anak yang mendapat perlakuan salah secara badan, lebih agresif trehadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orang tua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri. 5. Hukuman sosial Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman, dan suka mengganggu orang dewasa misalnya dengan melempari batu, atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya. g. Apa saja dasar hukum yang mengatur tentang kekerasan pada anak? Jawab : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 28B Ayat 2 UUD Tahun 1945 tentang Perlindungan Anak terhadap Kekerasan Pasal 28H Ayat 1 UUD Tahun 1945 tentang Hak Anak untuk Mendapatkan Hak untuk Sehat Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4419) 3. Perlakukan kekerasan tersebut dilakukan pula kepada adik Andre bahkan ibu Andre pun seringkali melakukan kekerasan fisik terhadap Andre dan adiknya. Perlakukan kekerasan yang dialami oleh Andre dan adiknya dilakukan agar mendapatkan uang serta simpati dari orang lain. Cara yang dilakukan adalah membawa Andre ke jalanan dalam kondisi penuh luka untuk meminta-minta atau mencari sumbangan dengan alasan memerlukan uang untuk membawa Andre berobat. Kakek maupun ibu Andre tidak memperdulikan kondisi fisik maupun psikologis yang dialami oleh Andre. Semakin Andre luka parah maka semakin banyak pula uang yang didapatkan sehingga ketika luka fisik Andre mulai mengering, perlakuan kekerasan kembali dialami oleh Andre. Beberapa waktu lalu adik Andre akhirnya meninggal karena menderita patah tulang punggung. a. Apa yang dimaksud dengan eksploitasi anak? Jawab : Eksploitasi anak oleh orangtua atau pihak lainnya, yaitu menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turutserta melakukan 28 eksploitasi ekonomi atau seksual terhadap anak (Pasal 66 ayat 3 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlundungan Anak). Dengan demikian, jelaslah bahwa eksploitasi anak merupakan tindakan tidak terpuji, karena tindakan eksploitasi anak telah merampas hak-hak anak, seperti mendapatkan kasih sayang dari orangtua, pendidikan yang layak, dan sarana bermain yang sesuai dengan usianya. b. Apa saja bentuk eksploitasi anak? Jawab : - Eksploitasi fisik Penyalahgunaan tenaga anak untuk dipekerjakan demi keuntungan orangtuanya atau orang lain seperti menyuruh anak bekerja dan menjuruskan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya belum dijalaninya. - Eksploitasi sosial Segala sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak. Dapat berupa kata-kata yang mengancam atau menakutnakuti anak, penghinaan anak, penolakan anak, menarik diri atau menghindari anak, tidak memperdulikan perasaan anak, perilaku negatif pada anak, mengeluarkan kata-kata yang tidak baik untuk perkembangan emosi anak, memberikan hukuman yang ekstrim pada anak seperti memasukkan anak pada kamar gelap, mengurung anak dikamar mandi, dan mengikat anak. - Eksploitasi seksual Keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya. Dapat berupa perlakuan tidak senonoh, dari orang lain, kegiatan yang menjurus pada pornografi, perkataan-perkataan porno, membuat anak malu, menelanjangi anak, prostitusi anak, menggunakan anak untuk produk pornografi dan melibatkan anak dalam bisnis prostitusi. 29 c. Apa saja dasar hukum yang mengatur tentang eksploitasi anak? d. Bagaimana peran dan upaya dokter keluarga terhadap kasus ini? Jawab : 30 e. Bagaimana dampak dari perlakuan penelantaran dan eksploitasi anak? Jawab : No. Dampak Penelantaran Dampak Eksploitasi 1. Putus sekolah Anak putus sekolah 2. Kurang gizi Perkembangan fisik anak terganggu 3. Celaka, luka, sakit Menjadi penakut, murung, menarik diri 4. Digigit binatang (kalajengking, Anak terkena PMS (penyakit menular 5. kecoa, ular, anjing, dll) seksual), HIV/AIDS Sering ketakutan/tidak berani Tidak punya masa depan (kehilangan cita-cita) 6. Kemampuan berbahasa rendah Anak berpotensi mengulang kembali eksploitasi yang dialaminya 7. Anak merasa tidak aman Anak kehilangan percaya diri 8. Susah bergaul Anak dapat terluka/sakit-sakitan, celaka 9. Mengalami masalah penyesuaian Anak tidak punya waktu bermain diri pada masa yang akan datang 10. 11. Kematian Anak stres/tertekan Anak terpisah dari keluarga 31 4. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak terlihat lemah, ketakutan, menggigil, tampak sangat kurus (terlihat sangat pendek dan sangat kurus dari anak seusianya), nadi; 110x/menit (isi dan tegangan kurang), RR: 30x/menit, T: 28,8 oc. Tidak mampu duduk lama, inginnya berbaring saja. Rambut warna kuning dan jarang. Konjungtiva pucat, bibir kering dan pecah-pecah, tampak retraksi supra klavikula, interkostal dan epigastrium, tidak ada wheezing, terdengar ronki basah halus nyaring pada kedua lapangan paru. Tampak hematom di ekstremitas inferior dan superior, dan abdomen. Tampak luka laserasi pada telapak tangan kanan. Tampak jejas bentuk setrika yang menghitam pada punggung. Tanda-tanda fraktur tidak ditemukan. Genital tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan perkembangan dengan menggunakan KPSP didapatkan sesuai dengan anak usia 5 tahun pada semua sektor perkembangan. a. Bagaimana interpretasi dan mekanise dari hasil abnormal? Jawab: No Kondisi 1 Lemah Nilai Normal Kompos mentis Keterangan Lemah terjadi karena kurangnya asupan makanan sehingga kurangnya energi yang diperlukan untuk beraktifitas. Dipengaruhi oleh factor ekonomi yang rendah. Bisa juga dikarekan oleh terjadi penurunan nafsu makan. 2 Ketakutan Tidak terlihat Ketakutan yang dialami dikarenakan ketakutan kekerasan psikis yang diterimanya dari ibu (Pandangan dan kakeknya sehingga menyebabkan afek normal) sedih dan juga penurusan kepercayaan diri serta menjadi takut dengan lingkungan sekitar. 3 Menggigil Tidak Penigkatan menggigil menyebabkan set point suhu vasokontriksi diotak pembuluh darah yang mengakibatkan menggigil. 4 Tampak sangat kurus Tidak tampak Disebabkan kekurangan gizi pada Andre (terlihat sangat pendek sangat kurus 32 dan sangat kurus dari anak seusianya) 5 Nadi : 110 x/menit 80-90 Meningkatnya denyut nadi sebagai kompensasi karena adanya gejala sesak napas dikarenakan infeksi saluran napas yang diderita 6 RR 30 x/menit 20-30 Meningkat karena terdapat gangguan ventilasi diakibatkan oleh sekret yang dihasilkan dari inflamasi pada infeksi pada pneumonia (kompensasi tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen) 7 T: 38,8oC. 36,6-37,2 Suhu tinggi diakibatkan adanya proses inflamasi pada infeksi saluran nafas yang merangsang pyrogen dan sitokin yang selanjutnya menuju hipotalamus anterior dan meningkatkan PGE2 yang menyebabkan terjadinya peningkatan set point suhu di otak 8 Tidak mampu duduk Aktif Kurang gizi dan adanya kekerasan fisik lama, inginnya berbaring dan psikis saja. 9 10 Rambut warna kuning Rambut hitam Sebagai salah dan jarang. dan lebat kekurangan gizi Konjungtiva pucat Tidak anemis Konjuctiva satu anemis dampak dari dikarenakan kekurangan zat besi 11 Bibir kering dan pecah- Bibir pecah 12 Tampak merona manifestasi dari kekurangan cairan retraksi Tidak terdapat Retraksi dikarenakan adanya peningkatan supraklavikula, intercostal retraksi dan Tidak ada wheezing usaha nafas yang dilakukan sebagai respon dari kesulitan bernafas yang dialami epigastrium 13 merah Salah satu gejala gizi buruk, sebagai Kurang gizi juga mengakibatkan retraksi Tidak ada Normal wheezing 33 14 Terdengar ronki basah Terdengar suara Suara nafas tambahan khas yang ada pada halus nyaring pada kedua vesikuler pneumonia yang dihasilkan dari suara lapangan paru udara yag melewati cairan pada paru (sekret) yang terdapat karena adanya peradangan yang menyebabkan infeksi 15 Tampak hematom di Tidak tampak Hematon terjadi karena pecahnya ekstremitas inferior dan hematom pembuluh darah yang diakibatkan oleh superior, dan abdomen. benturan keras atau pukulan yang diterima andre dari ibunya 16 Tampak pada luka telapak laserasi Tidak terdapat Laserasi tangan laserasi jejas bentuk Tidak setrika yang menghitam bentuk pada punggung. Tanda-tanda dapat ada Jejas hitam merupakan hasil dari proses setrika penyembuhan luka bakar yg didapat dari di punggung fraktur Tidak tidak ditemukan. 19 tangan benda tumpul yang kuat Tampak 18 telapak diakibatkan oleh pukulan atau benturan kanan. 17 pada setrika ada Normal fraktur Genital tidak ditemukan Genital sehat Normal kelainan. 20 Pemeriksaan perkembangan Sesuai dengan Kurang gizi, dan kurangnya perhatian dan dengan usia 7 tahun kasih sayang dari orang tua menyebabkan menggunakan KPSP keterlambatan didapatkan sesuai perkembangan. pertumbuhan dengan anak usia 5 tahun pada semua sektor perkembangan. b. Apa saja indikator pemeriksaan KPSP pada kasus? (5 dan 7 tahun) Jawab : IDAI bersama DEPKES menyusun penggunaaan KPSP sebagai alat praskrening perkembangan sampai anak usia 6 tahun, pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan untuk di bawah 2 tahun dan setiap 6 bulan hingga anak usia 6 34 dan tahun. Pemeriksaan KPSP adalah penilian perkembangan anak dalam 4 sektor perkembangan yaitu : motorik kasar, motorik halus, bicara/bahasa dan sosialisasi/kemandirian. Tujuan KPSP untuk mengetahui perkembangan anak normal/sesuai umur atau adanya penyimpangan. Monitoring perkembangan secara rutin dapat mendeteksi adanya keterlambatan perkembangan secara dini pada anak. 35 36 Pada kasus (Andre) berusia 7 tahun dengan hasil KPSP sesuai dengan anak usia 5 tahun. Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa Andre mengalami penyimpangan keterlambatan perkembangan dalam hal motorik kasar, motorik halus, bicara/bahasa dan sosialisasi/kemandirian pada anak berusia 7 tahun. 37 IV. i. Learning Issues Kekerasan dan Penelantaran Anak Definisi Menurut WHO, kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang (masyarakat) yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan, atau perampasan hak. Klasifikasi Perlakuan salah terhadap anak, dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu (Soetjiningsih, 2002). Dalam keluarga : Penganiayaan fisik, Kelalaian/penelantaran anak, Penganiayaan emosional, Penganiayaan seksual, dan Sindrom munchausen Diluar keluarga : dalam institusi/lembaga, di tempat kerja, di jalan, di medan perang. Bukan tidak mungkin anak-anak ini mendapat perlakuan salah lebih dari satu macam perlakuan tersebut di atas. Demikian pula perlakuan salah ini dapat diperoleh dalam keluarga dan di luar keluargaMenurut Terry E., kekerasan pada anak dapat diklasifikasikan dalam 4 macam, yaitu: Emotional abuse Emotional abuse dapat terjadi apabila setelah orang tua mengetahui keinginan anaknya untuk meminta perhatian namun orang tua tidak memberikan apa yang diinginkan anak tetapi justru mengabaikannya. Anak akan mengingat semua kekerasan emosinal tersebut jika hal itu terjadi secara konsisten. Verbal abuse Verbal abuse lahir sebagai akibat dari bentakan, makian orang tua terhadap anak. Ketika anak meminta sesuatu, orang tua tudak memberikan tetapi membentak anak. Saat anak mengajak orang tua berbicara, orang tua tidak menanggapinya justru menghardik dengan membentak. Anak akan mengingat kekerasan jenis ini jika semua kekerasan verbal ini berlaku dalam suatu periode. Physical abuse 38 Physical abuse adalah kekerasan yang terjadi pada saat anak menerima pukulan dari orang tua. Kekerasan jenis ini akan diingat anak apalagi akibat kekerasan itu meninggalkan bekas. Sexual abuse Kekerasan seksual adalah ketika anak menerima kekerasan secara seksual dari orang dewasa. Menurut Suharto, kekerasan pada anak dalam 4 kelompok, yaitu: Kekerasan anak secara fisik Kekerasan anak secara fisik adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiyaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang meninmbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berbentuk lecet atau memar akibat sentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitab, ikat pinggang atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas, atau berpola akibat sundutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, punggung atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik biasanya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai oleh orang tuanya, seperti anak yang nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air, kencing atau muntah sembarangan, memecahkan barang berharga dan lain-lain. Kekerasan anak secara psikis Kekerasan anak secara psikis meliputi penghardikan, pemyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, dan film porno kepada anak.anak yang mendapatkan kekerasan psikis ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaptif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut keluar rumah dan takut bertemu dengan orang lain. Kekerasan anak secara seksual Kekerasan seksual pada anak dapat berupa perlakuan pra-kontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exibitionism), maupun perlakukan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual). Kekerasan anak secara sosial Kekerasan pada anak secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap adan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadao proses tumbuh kembang anak. Misalnya, anak yang dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawaran kesehatan yang layak. Eksploitasi 39 anak menunjukkan pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Misalnya, memaksa anak melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapat perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis dan status sosialnya. Contohnya anak yang dipaksa kerja di pabrik-pabrik yang membahayakan dengan upah rendah dan tanpa perlatan pelindung yang memadai, anak yang dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa melakukan pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya. Jenis kekerasan menurut WHO: Sebagian besar kekerasn terhadap anak-anak melibatkan setidaknya satu dari enam jenis kekerasan intra personal utama yang cenderung terjadi pada tahap yang berbeda dalam perkembangan anak. 1. Penganiayaan (termasuk hukuman yang kejam) melibatkan kekerasan fisik, seksual dan psikologis/emosional dan pengabaian terhadap bayi, anak-anak dan remaja oleh orang tua, pengasuh dan fighr otoritas lainnya, paling sering di rumah tetapi juga di lingkungan seperti sekolah dan panti asuhan. 2. Penindasan/Bullying (termasuk cyber-bullying) adalah perilaki agresif yang negatif yang dilakukan oleh anak lain atau kelompok anak-anak yang bukan saudara kandung atau mempunyai hubungan dengan korban. Ini melibatkan gangguan fisik, psikologis atau sosial yang berulang, dan sering terjadi di sekolah dan tempat-tempat lain di mana anak-anak berkumpul, atau lewat media online. 3. Kekerasan remaja terkonsentrasi di kalangan anak-anak dan dewasa muda berusia 10-29 tahun, terjadi paling sering dalam aturan perkenalan komunitas dengan anak baru (plonco), termasuk bullying dan serangan fisik dengan atau tanpa senjata (seperti pisau atau senjata tajam lainnya), dan mungkin melibatkan kekerasan antar kelompok (geng). 4. Kekerasan pasangan intim (atau kekerasan dalam rumah tangga) melibatkan kekerasan fisik, seksual dan emosional oleh pasangan intim atau mantan pasangan. Meskipun laki-laki juga bisa menjadi korban, kekerasan pasangan intim secara tidak proporsional lebih mempengaruhi perempuan. Ini biasanya terjadi terhadap anak perempuan dalam pernikahan anak dan pernikahan dini/paksa, di antara orang-orang yang terlibat hubungan dekat tetapi belum menikah, kadang-kadang disebut “kekerasan dalam pacaran”. 40 5. Kekerasan seksual meliputi hubungan seksual atau hubungan seksual non-konsensual (tindalan seksual yang tidak melibatkan kontak (seperti voyeurisme atau pelecehan seksual); tindalan perdagangan seksual yang dilakukan terhadap seseorang uang tidak dapat menyetujui atau menolak; dan eksploitasi melalui media sosial. 6. Kekerasan emosional atau psikologis termasuk membatasi gerakan anak, pencemaran nama baik, cemoohan, ancaman dan intimidasi, diskriminasi, penolakan dan bentuk-bentuk monfisik dari perlakuan tidak bersahabat lainnya. Pelaku kekerasan pada anak Menurut KPAI (Setiawan, 2015), pelaku kekerasan pada anak bisa dibagi menjadi 3, yaitu: Pertama, orang tua, keluarga, atau orang yang dekat di lingkungan rumah. Kedua, tenaga kependidikan yaitu guru dan orang-orang yang ada di lingkungan sekolah seperti cleaning service, petugas kantin, satpam, sopir antar jemput yang disediakan sekolah. Ketiga, orang yang tidak dikenal Berdasarkan data KPAI, anak-anak menjadi korban kekerasan di lingkungan masyarakat jumlahnya termasuk rendah yaitu 17,9 persen. Hal ini menunjukkan, anak-anak rentan menjadi korban kekerasan justru di lingkungan rumah dan sekolah. Artinya pelaku kekerasan pada anak justru lebih banyak berasal dari kalangan yang dekat dengan anak. Faktor penyebab child abuse Terdapat 6 kondisi yang menjadi faktor penyebab terjadinya kekerasan atau pelanggaran dalam keluarga yang dilakukan terhadap anak-anak, yaitu: Faktor ekonomi Kemiskinan yang dihadapi sebuah keluarga seringkali membawa keluarga tersebut pada situasi kekecewaan yang menimbulkan kekerasan. Masalah keluarga Mengacu pada situasi keluarga khususnya hubungan dengan orang tua yang kurang harmonis. Seorang ayah akan sanggup melakukan kekerasan terhadap anak semata-mata sebagai pelampiasan atau upaya pelepasan rasa jengkel dan marah kepada istri. Sikap orang tua yang tidak menyukai anak-anak, pemarah dan tidak mampu mengendalikan emosi juga dapat 41 menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak-anak. Bagi orang tua yang memiliki anak yang bermasalah seperti cacat fisik atau cacat mental, seringkali mereka merasa terbebanu atas kehadiran anak-anak tersebut dan tidak jarang orang tua menjadi kecewa dan merasa frustasi. Faktor penceraian Perceraian dapat menimbulkan problematic kerumah tanggaan seperti persoalan hak pemeliharaan anak, pemberian kasih sayang, pemberian nafkah dan sebagainya. Akibat perceraian juga dirasakan anak-anak terutama ketika orang tua menikah lagi dan anak harus dirawar oleh ibu atau ayah tiri. Dalam banyak kasus tindakan kekerasan tidak jarang dilakukan oleh ayah atau ibu tiri. Kelahiran anak di luar nikah Tidak jarang sebagai akibat adanya kelahiran anak di luar nikah menimbulkan masalah diantara kedua orang tua anak. belum lagi jika melibatkan pihak keluarga dari pasangan tersebut. Akibatnya anak akan banyak menerima perlakukan yang tidak menguntungkah seperti: anak merasa disingkirkanm harus menerima perlakukan diskriminatif, tersisih atau disisihkan oleh keluarga bahkan harus menerima perlakuan yang tidak adil dan bentuk kekerasan lainnya. Menyangkut permasalahan jiwa atau psikologis Pada berbagai kajian psikologis disebut bahwa orang tua yang melakukan kekerasan terhadap anak-anak adalah mereka yang memiliki masalah psikologis. Mereka senantiasa berada dalam situasi kecemasan dan tertekan akibat mengalami depresi atau stres. Secara tipologi ciri-ciri psikologis yang menandai situasi tersebut antara lain: adanya perasaan rendah diri, harapan terhadap anak yang tidak realistik, harapan yang bertolak belakang dengan kondisinya dan kurang pengetahuan tentang bagaimana mengasuh anak. Pendidikan dan pengetahuan agama Faktor terjadinya kekerasan atau pelanggaran terhadap hak-hak anak adalah tidak memiliki pendidikan atau pengetahuan religi yang memadai. Pada sebuah model yang disebut “The Abusive Environment Model”, menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak sesungguhnya dapat ditinjau dari 3 aspek, yaitu: 42 Aspek kondisi anak Kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak anak dapat terjadi karena fktor dari anak sendiri, yaitu: Anak yang mengalami kelahiran prematur Anak yang mengalami sakit sehingga mendatangkan masalah Hubungan yang tidak harmonis sehingga mempengaruhi watak Adanya proses kehamilan atau kelahiran yang sulit Kehadiran anak yang tidak dikehendaki Anak yang mengalami cacat mental maupun fisik Anak yang sulit diatur Anak yang meminta perhatian khusus Aspek orang tua Kekerasan dan pelanggaran pada anak juga dapat dikarenakan orang tua si anak, yaitu: Pernah-tidaknya orang tua mengalami kekerasan atau penganiyaan sewaktu kecil Menganggur atau karena pendapatan tidak mencukupi Pecandu narkotik atau pecandu alkohol Pengasingan sosial atau dikucilkan Waktu senggang yang terbatas Karakter pribadi yang belum matang Mengalami gangguan emosi dan kekacauan saraf Mengidap penyakit jiwa Mengalami gangguan kepribadian Berusia terlalu muda sehingga belum matang, kebanyakan orang tua kelompok ini tidak memahami kebutuhan anak Pendidikan yang rendah Aspek lingkungan sosial Kondisi-kondisi sosial juga dapat menjadi penyebab kekerasan terhadap anak, yaitu: Kondisi kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materilistis Kondisi sosial ekonomi yang rendah Adanya nilai di dalam masyarakat bahwa anak adalah miliki orang tuanya 43 Status wanita yang rendah Sistem keluarga patriakhal Nilai masyarakat yang terlalu individualistik Dan sebagainya Faktor risiko Faktor risiko adalah faktor-faktor yang dapat berkontribusi untuk terjadinya suatu masalah atau kejadian. Faktor risiko terhadap kejadian kekerasan pada anak dapat ditinjau dari 3 aspek yaitu faktor sosial, orang tua dan anak (Widiastuti & Sekartini, 2005). 1. Faktor masyarakat/ sosial, yaitu tingkat kriminalitas yang tinggi, layanan sosial yang rendah, kemiskinan yang tinggi, tingkat pengangguran yang tinggi, adat istiadat mengenai pola asuh anak, pengaruh pergeseran budaya, stres pada para pengasuh, budaya memberikan hukuman badan kepada anak, dan pengaruh media massa. 2. Faktor orang tua atau situasi keluarga, yaitu riwayat orang tua dengan kekerasan fisik atau seksual pada masa kecil, orang tua remaja, imaturitas emosi, kepercayaan diri rendah, dukungan sosial rendah, keterasingan dari masyarakat, kemiskinan, kepadatan hunian (rumah tinggal), masalah interaksi dengan masyarakat, kekerasan dalam rumah tangga, riwayat depresi dan masalah kesehatan mental lainnya (ansietas, skizoprenia), mempunyai banyak anak balita, riwayat penggunaan zat/ obat-obatan terlarang (NAPZA) atau alkohol, kurangnya dukungan sosial bagi keluarga, diketahui ada riwayat child abuse dalam keluarga, kurang persiapan menghadapi stres saat kelahiran anak, kehamilannya disangkal, orang tua tunggal, riwayat bunuh diri pada orang tua/ keluarga, pola mendidik anak, nilai-nilai hidup yang dianut orangtua, dan kurang pengertian mengenai perkembangan anak. 3. Faktor anak, yaitu, prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat, dan anak dengan masalah/ emosi. 44 Gambar. Faktor-faktor risiko penyebab perlakuan salah pada anak Dampak Menurut Soetjiningsih, 2002 : c. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah. d. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yang meliputi : 1. Kecerdasan Berbagai penelitian melaporkan keterlambatan dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca dan motorik. Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena malnutrisi. 45 Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh lingkungan anak, dimana tidak adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi. 2. Emosi Terjadi gangguan emosi pada perkembangan konsep diri yang positif dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk untuk percaya diri. Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik diri menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, temper tantrum dan sebagainya. 3. Konsep diri Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktivitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri. 4. Agresif Anak yang mendapat perlakuan salah secara badan, lebih agresif trehadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orang tua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri. 5. Hukuman sosial Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman, dan suka mengganggu orang dewasa misalnya dengan melempari batu, atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya. Menurut Lidya (2009), dampak lain dari kekerasan pada anak secara umum adalah : Anak berbohong, ketakutan, kurang dapat mengenal cinta atau kasih sayang, sulit percaya dengan orang lain. Harga diri anak rendah dan menunjukkan perilaku yang destruktif. 46 Mengalami gangguan dalam perkembangan psikologis dan interaksi sosial. Pada anak yang lebih besar anak melakukan kekerasan pada temannya dan anak yang lebih kecil. Kesulitan untuk membina hubungan dengan orang lain. Kecemasan berat atu panik , depresi anak mengalami sakit fisik dan bermasalah disekolah. Harga diri anak rendah. Abnormalitas atau distorsi mengenai pandangan terhadap seks. Gangguan Personality. Kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain dalam hal seksualitas. Mempunyai tendency untuk prostitusi. Mengalami masalah yang serius pada usia dewasa Kekerasan pada anak tergantung pada pola asuh dan pola perlakuan kita terhadap anak. Pola asuh anak juga sangat mempengaruhi kepribadian anak. Pola asuh ini menentukan bagaimana anak berinteraksi dengan orangtuanya. Hurlock (1998 : 30), membagi pola asuh menjadi tiga: a. Pola asuh otoriter, orang tua memberi peraturan yang dan memaksa untuk bertingkah laku sesuai dengan kehendak orang tua, tidak ada komunikasi timbal balik, hukuman diberikan tanpa ada alasan dan jarang memberi imbalan. b. Pola asuh demokrasi, orang tua memberikan peraturan yang luwes serta memberikan penjelasan tentang sebab diberikannya hukuman serta imbalan tersebut. c. Pola asuh permisif, orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya kepada anak tentang langkah apa yang dilakukan anak, tidak pernah memberikan pengarahan dan penjelasan kepada anak tentang yang sebaiknya dilakukan anak. Dalam pola asuh ini hampir tidak ada komunikasi orang tua dan anak, serta hampir tidak ada hukuman dan selalu mengijinkan segala keinginan anak 47 Upaya pencegahan kekerasan 1. Evaluasi diri mengenai pandangan orangtua tentang anak, apakah sudah tepat dan apakah kita sudah memberikan yang terbaik untuk anaknya. 2. Diskusi dan berbagi, dengan orang lain untuk mengetahui seberapa baik dan tepat perlakuan dan pandangan orangtua pada anak. 3. Perbanyak pengetahuan, pengetahuan yang tepat dapat dilakukan dan dipertanggungjawabkan sehingga orangtua mampu meletakkan pandangan kita mengenai anak secara lebih tepat sehingga kita tidak akan terkungkung oleh pandangan yang belum tentu benar. 4. Peka terhadap anak. Kepekaan terhadap anak akan membuat orangtua bersegara melakukan tindakan apabila kita mendapati anak menjadi korban kekerasan baik oleh anggota keluarga sendiri atau orang lain. 5. Hubungi lembaga yang berkompeten. Sekarang banyak lembaga yang bergerak dibidang hukum, perlindungan anak dan aparat pemerintah atau penegak hukum yang bisa membantu menghadapi kekerasan pada anak. Pengaruh kekerasan pada pertumbuhan dan perkembangan anak 48 Kekerasan pada anak sering dianggap hal yang wajar karena secara sosial dipandang sebagai cara pendisiplinan anak. Kekerasan pada anak memperoleh perhatian publik lebih serius jika korban tindak kekerasan yang dilakukan orang dewasa kepada anak-anak jumlahnya bertambah banyak, dan menimbulkan dampak yang sangat menyengsarakan anakanak (Irwanto et al., 2004). Terjadinya kekerasan dalam keluarga disebabkan oleh pengalaman masa kecil yang berpengaruh pada kepribadian, sikap dan pandangan hidup individu. Orang tua yang pada saat masa kecilnya mempunyai latar belakang mengalami kekerasan cenderung meneruskan pendidikan tersebut kepada anak-anaknya yang disebut "pewarisan kekerasan antar generasi". Kondisi seperti ini akan menjadi suatu siklus dimana anak yang dibesarkan dengan kekerasan nantinya juga akan membesarkan anaknya dengan kekerasan. Anak masih berada pada tahap pertumbuhan dan perkembangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah pengalaman yang pernah dialami selama rentang kehidupannya. Optimalisasi tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi pada situasi lingkungan dimana mereka tumbuh. Lingkungan yang tidak kondusif yaitu yang dapat menghambat tumbuh kembang anak sehingga menyebabkan anak tidak dapat tumbuh secara optimal. Salah satu lingkungan yang tidak kondusif pada anak adalah anak yang tumbuh dengan perlakuan dan kekerasan serta peneantaran yang dialaminya (Lidya, 2009). 49 50 Alur Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Anak di Puskesmas ii. Bronkopneumonia Definisi Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) (Bennete, 2013). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011) Epidemiologi Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011) Etiologi 51 Bronkopneurmonia dapat disebabkan oleh bakteri (pneumococus, Streptococus), virus pneumony hypostatik, syndroma loffller, jamur dan benda asing. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung: a. Usia b. Status imunologis c. Status lingkungan d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara) e. Status imunisasi f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi) Usia pasien mrupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam sprectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Berikut daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia dari data di negara maju : Usia Lahir – 20 hari Etiologi tersering Etiologi terjarang Bakteri : E.colli, Bakteri : Bkateri anaerob, Streptococcus grup B, Listeria Streptococcus grup D, monocytogenes Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae Virus : CMV, HMV 3 minggu – 3 bulan Bakteri : Clamydia Bakteri : Bordetella pertusis, trachomatis, Streptococcus Haemophilus influenza tipe B, pneumoniae Moraxella catharalis, Staphylococcus aureus Virus : Adenovirus, Influenza, 4 bulan – 5 tahun Parainfluenza 1, 2, 3 Virus : CMV Bakteri : Clamydia Bakteri : Haemophilus pneumoniae, Mycoplasma influenza tipe B, Moraxella pneumoniae, Streptococcus catharalis, Staphylococcus pneumoniae aureus, Neisseria meningitidis Virus : Varicela zoster 52 Virus : Adenovirus, Rinovirus, Influenza, Parainfluenza 5 tahun - remaja Bakteri : Clamydia Bakteri : Haemophilus pneumoniae, Mycoplasma influenza, Legionella sp. pneumoniae Patogenesis Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intraalveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari selsel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, 53 namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan (Bennete, 2013) Manifestasi Klinik 1. Menggigil mendadak, demam yang tinggi dengan cepat dan berkeringat banyak 2. Nyeri dada seperti ditusuk yang diperburuk dengan pernafasan dan batuk. 3. Sakit parah dengan takipnea jelas (25 – 45/menit) dan dispnea. 4. Nadi cepat dan bersambung 5. Bradikardia relatif ketika demam menunjukkan infeksi virus, infeksi mycoplasma atau spesies legionella. 6. Sputum purulen, kemerahan, bersemu darah, kental atau hijau relatif terhadappreparat etiologis. 7. Tanda-tanda lain: demam, krakles, dan tanda-tanda konsolidasi lebar Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dari Bronkopnemonia terdiri dari: 1. Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear atau dapat ditemukan leukopenia yang menandakan prognosis buruk. Dapat ditemukan anemia ringan atau sedang. 2. 3. Pemeriksaan radiologi memberi gambaran bervariasi: ▪ Bercak konsolidasi merata para bronkopneumonia. ▪ Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris. ▪ Gambaran pneumonia difus atau infiltrat interstisialis pada pneumonia stafilokokus. Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring,bilasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi trakea, pungsi pleura atau aspirasi paru. 54 Tatalaksana Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011) 1. Penatalaksaan Umum a) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr. b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. c) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena. 2. Penatalaksanaan Khusus a) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. b) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung c) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi : 1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis 2. Berat ringan penyakit 3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis 4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : a. ampicillin + aminoglikosid b. amoksisillin - asam klavulanat c. amoksisillin + aminoglikosid d. sefalosporin generasi ke-3 Bayi dan anak usia pra sekolah 55 a. beta laktam amoksisillin b. amoksisillin - asam klavulanat c. golongan sefalosporin d. kotrimoksazol e. makrolid (eritromisin) Anak usia sekolah (> 5 thn) a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun). Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam à ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif). 56 V. Kerangka Konsep 57 VI. Kesimpulan: Andre seorang anak laki-laki 7 tahun mengalami infeksi berat pada pernapasan (suspek bronkopneumonia) disertai panas tinggi, luka memar di seluruh tubuh dan gangguan tumbuh kembang, akibat dari kekerasan (fisik dan psikis) dan penelantaran pada anak 58 DAFTAR PUSTAKA Bradley J.S., dkk. (2011). The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Depkes RI. (2012). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi Intervensi Tumbuh Kembang di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta. Guyton, Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hurairah, Abu. (2007). Child abuse (kekerasan terhadap anak): edisi revisi. Bandung: Penerbit Nuansa Kekerasan pada anak (Prespektif Psikologi). Dr. Sururin (Sekretaris HIDMAT Muslimat NU Pusat) Manik, S.Z. (1999). Kekerasan terhadap anak dalam wacana dan realita. Medan: Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak. Mardina, R. (2018). Kekerasan Terhadap Anak dan Remaja. Indo Datin (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. ISSN 2442- 7659. pg. 1-12 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2005. Pedoman Diganosis dan Terapi Kesehatan Anak. UNPAD, Bandung: 2005 Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011. Pedoman Pelayan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010. 59 Ranuh IG. (2005). Perlakuan salah dan menelantarkan anak. Dalam : Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Gde Ranuh IGN, Wiradisuria S, penyunting. Buku Ajar II Tumbuh Kembang dan Remaja. Jakarta; Sagung Seto. Said M. Pneumonia.(2008). Buku Ajar Respiratori Anak. Edisi II. Ikatan Dokter Anaka Indonesia. Jakarta: h.350-64. Setiawan, D. (2015). KPAI: Pelaku Kekerasan Terhadap Anak Tiap Tahun Meningkat. Dikutip dari http://www.kpai.go.id/berita/kpai-pelaku- kekerasan-terhadap-anak-tiap-tahun-meningkat/ Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695-705. Supriyatno B. Infeksi Respiratori Akut pada Anak. September 2006. Diunduh dari : Sari Pediatri, Vol.8, No.2. h.100-6 Widiastuti, D. & Sekartini, R., 2005. Deteksi Dini, Faktor risiko, dan Dampak Perlakuan Salah Pada Anak. Sari Pediatri, Vol 7, No. 2, pg. 105-112. 60