Uploaded by novitalesyani28

Laporan Tutorial Skenario B Blok 27

advertisement
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO B BLOK 27
KELOMPOK 7
Tutor: dr. Susilawati, Sp.PA
Disusun oleh:
Muhammad Musa
(04011281621005)
Vinnie Hazriah Harahap
(04011281621011)
Pratiwi Karolina
(04011281621015)
Ferdi Marulitua Simanjuntak
(04011281621021)
Melros Trinita Tampubolon
(04011281621023)
Muhammad Ifzar Akbari
(04011282621088)
Muhammad Valdi Prasetia
(04011281621090)
Monica Chendrakasi Putri
(04011281621099)
Andrew Zefanya Sagala
(04011281621102)
Audrey Gracillia Rachel
(04011281621108)
Gazka Anando Pramyza
(04011281621152)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya lah penyusun bisa menyelesaikan tugas laporan tutorial
ini dengan baik.
Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas laporan tutorial
skenario B yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi) di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya
pada Blok EBM dan Kedokteran Komunitas.
Terima kasih tak lupa pula kami sampaikan kepada dr. Susilawati, Sp.PA telah
membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang terlibat, baik
dalam memberikan saran, arahan, dan dukungan materil maupun inmateril dalam
penyusunan tugas laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai bahan
pembelajaran yang baru bagi penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.
Palembang, 7 November 2019
Penyusun
Kelompok Tutorial VII
2
KEGIATAN TUTORIAL
Moderator
: Monica Chendrakasi
Sekretaris 1 : Audrey Gracillia Rachel
Sekretaris 2 : Pratiwi Karolina
Presentan
: Muhammad Valdi Prasetia
Peraturan selama tutorial:
1. Jika mau berbicara, angkat tangan terlebih dahulu.
2. Saling mendengarkan pendapat satu sama lain.
3. Izin ke toilet maksimal dua orang dalam satu waktu.
4. Diperbolehkan minum selama tutorial berlangsung.
5. Diperbolehkan membuka gadget selama masih berhubungan dengan tutorial.
Prosedur tutorial:
1. Tutorial tahap 1
a. Semua anggota kelompok masuk ruang tutorial dan duduk di kursi yang telah
disediakan.
b. Sekretaris papan menyalakan layar LCD dan mempersiapkan laptop untuk
mengetik ide selama tutorial.
c. Moderator memimpin doa sebelum tutorial.
d. Moderator menyebutkan peraturan selama tutorial.
e. Moderator membacakan skenario.
f. Anggota mengklarifikasi istilah dalam scenario.
g. Anggota menentukan fakta dan masalah dalam skenario, lalu menentukan
prioritas masalahnya disertai dengan alasan yang logis.
h. Anggota saling mengajukan pertanyaan di analisis masalah.
i. Anggota mendiskusikan mengenai kaitan antar masalah.
j. Anggota menentukan Learning issue dan moderator membagi LI ke masingmasing anggota kelompok.
k. Tutorial ditutup oleh moderator.
3
2. Belajar mandiri
3. Tutorial tahap 2
a. Semua anggota kelompok masuk ruang tutorial dan duduk di kursi yang telah
disediakan.
b. Sekretaris papan menyalakan layar LCD dan mempersiapkan laptop untuk
mengetik ide selama tutorial.
c. Moderator memimpin doa sebelum tutorial.
d. Moderator mempersilakan kepada masing-masing anggota untuk memaparkan
hasil belajarnya. Moderator mengatur diskusi yang meliputi mempersilakan
anggota lain menambahkan ide dan sesi tanya-jawab.
e. Anggota merancang kerangka konsep bersama-sama dan membuat resume dari
kerangka konsep.
f. Anggota menjawab pertanyaan yang ada di analisis masalah.
g. Anggota menarik kesimpulan dari LI dan skenario yang ada.
h. Tutorial ditutup oleh moderator.
4. Penyusunan laporan pleno.
4
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .........................................................................................................2
Kegiatan Tutorial .....................................................................................................3
Daftar Isi ..................................................................................................................5
Skenario ...................................................................................................................6
I. Klarifikasi Istilah ..................................................................................................8
II. Identifikasi Masalah ...........................................................................................11
III. Analisis Masalah ...............................................................................................12
IV. Learning Issue ...............................................................................................…32
V. Kerangka Konsep ...........................................................................................…52
VI. Kesimpulan ...................................................................................................…53
Daftar Pustaka .....................................................................................................…54
5
Skenario B Blok 27
Andre seorang anak laki-laki berumur 7 tahun dibawa seorang ibu ke klinik pratama di
Palembang, dengan keluhan utama panas tinggi disertai luka memar di seluruh tubuh.
Dari info si ibu, Andre bukanlah anaknya, tetapi seorang anak yang ditemukan
tergeletak di trotoar parkir sebuah mall setelah habis ibu tersebut pulang berbelanja.
Kondisi Andre saat ditemukan seorang diri dan terbaring di trotoar dengan suara
mengerang kesakitan, si Ibu dengan naluri keibuan mendekati Andre dan melihat
kondisinya. Pada saat ditanya dimana ibu Andre atau dengan siapa dia datang kesitu
hanya dijawab lirih bahwa dia dibawa ibunya dan diletakkan di trotoar serta langsung
ditinggal oleh ibunya yang tidak tahu pergi kemana. Saat dilihat kondisi Andre cukup
menyedihkan seadanya dengan tubuh menggigil dan terlihat kaki serta tangannya penuh
dengan luka memar yang membiru.
Pada Anamnesis Andre menderita demam sejak 5 hari yang lalu disertai batuk dan sesak
nafas. Andre merupakan anak pertama dari 2 (dua) bersaudara. Andre dan andiknya
lahir tanpa diketahui siapa ayahnya dan tinggal di daerah kumuh dengan kondisi
ekonomi dibawah rata-rata. Ibu Andre berkerja sebagai pengamen sekaligus wanita
tuna susila sehingga seringkali tidak dapat bertemu dengan Andre maupun adik Andre.
Andre dititipkan dan dirawat oleh kakeknya. Dari kakek ini Andre sering dapat
perlakuan kekerasan secara fisik dan psikis tanpa alasan yang jelas. Bahkan tindak
kekerasan sering dialami oleh Andre meskipun Andre tidak melakukan suatu
kesalahan. Kekerasan yang dialami oleh Andre antara lain dibentak, dimaki sambil
dipukul dengan atau tanpa menggunakan kayu, ditendang, dibentur-benturkan ke
dinding sampai diinjak-injak. Tindak kekerasan tersebut terus diulangi setiap hari pada
waktu tertentu oleh kakek Andre, seakan seperti sudah dijadwalkan.
Perlakukan kekerasan tersebut dilakukan pula kepada adik Andre bahkan ibu Andre
pun seringkali melakukan kekerasan fisik terhadap Andre dan adiknya. Perlakukan
kekerasan yang dialami oleh Andre dan adiknya dilakukan agar mendapatkan uang
serta simpati dari orang lain. Cara yang dilakukan adalah membawa Andre ke jalanan
dalam kondisi penuh luka untuk meminta-minta atau mencari sumbangan dengan
alasan memerlukan uang untuk membawa Andre berobat. Kakek maupun ibu Andre
tidak memperdulikan kondisi fisik maupun psikologis ang dialami oleh Andre.
Semakin Andre luka parah maka semakin banyak pula uang yang didapatkan sehingga
6
ketika luka fisik Andre mulai mengering, perlakuan kekerasan kembali dialami oleh
Andre. Beberapa waktu lalu adik Andre akhirnya meninggal karena menderita patah
tulang punggung.
I.
Klarifikasi Istilah
No
Istilah
Klarifikasi
Klinik
1
Klinik pratama
yang
menyelenggarakan
pelayanan
medik dasar
Permenkes no 28 tahun 2011
2
3
Panas tinggi
Luka
memar/hematom
4
Lirih
5
Menggigil
Peningkatan temperatur tubuh diatas normal
(>37c)
Pengumpulan setempat ekstravasasi darah,
biasanya membeku, didalam organ ruang atau
jaringan
Lembut; pelan-pelan; tidak keras
Gemetar dapat disebabkan kedinginan, demam,
ketakutan (tentang sikap tubuh atau suara)
Daerah atau lingkungan yang tidak memenuhi
6
Kumuh
persyaratan lingkungan secara teknis, kesehatan
dan sosial sebagai tempat tinggal yang layak
bagi kehidupan dan penghidupan sosial
Istilah bagi para wanita pekerja seks atau para
wanita yang berkerja dalam prostitusi
7
Wanita tuna susila
Wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan
hubungan kelamin di luar perkawinan baik
dalam imbal jasa maupun tidak
Penggunaan kekuatan fisik terhadap diri sendiri,
8
Kekerasan fisik
perorangan, atau sekelompok orang yang
mengakibatan cidera hingga mengancam jiwa
UUD 23 tahun 2004 pasal 7
9
Kekerasan psikis
Perbuatan
yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya
rasa
percaya
diri,
hilangnya
7
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang
Luka terbuka yang tepinya tidak rata atau
10
Laserasi
compang-camping disebabkan oleh benda yang
permukaannya tidak rata
II.
Identifikasi Masalah
No
Masalah
Keterangan
Andre seorang anak laki-laki berumur 7 tahun Identifikasi
dibawa seorang ibu ke klinik pratama di Palembang, masalah
dengan keluhan utama panas tinggi disertai luka
memar di seluruh tubuh. Dari info si ibu, Andre
bukanlah anaknya, tetapi seorang anak yang
ditemukan tergeletak di trotoar parkir sebuah mall
setelah habis ibu tersebut pulang berbelanja. Kondisi
Andre saat ditemukan seorang diri dan terbaring di
1
trotoar dengan suara mengerang kesakitan, si Ibu
dengan naluri keibuan mendekati Andre dan melihat
kondisinya. Pada saat ditanya dimana ibu Andre atau
dengan siapa dia datang kesitu hanya dijawab lirih
bahwa dia dibawa ibunya dan diletakkan di trotoar
serta langsung ditinggal oleh ibunya yang tidak tahu
pergi kemana. Saat dilihat kondisi Andre cukup
menyedihkan seadanya dengan tubuh menggigil dan
terlihat kaki serta tangannya penuh dengan luka
memar yang membiru.
Pada Anamnesis Andre menderita demam sejak 5 Riwayat
hari yang lalu disertai batuk dan sesak nafas. Andre anamnesis
merupakan anak pertama dari 2 (dua) bersaudara.
2
Andre dan andiknya lahir tanpa diketahui siapa
ayahnya dan tinggal di daerah kumuh dengan
kondisi ekonomi dibawah rata-rata. Ibu Andre
berkerja sebagai pengamen sekaligus wanita tuna
8
susila sehingga seringkali tidak dapat bertemu
dengan Andre maupun adik Andre. Andre dititipkan
dan dirawat oleh kakeknya. Dari kakek ini Andre
sering dapat perlakuan kekerasan secara fisik dan
psikis tanpa alasan yang jelas. Bahkan tindak
kekerasan sering dialami oleh Andre meskipun
Andre tidak melakukan suatu kesalahan. Kekerasan
yang dialami oleh Andre antara lain dibentak,
dimaki
sambil
dipukul
dengan
atau
tanpa
menggunakan kayu, ditendang, dibentur-benturkan
ke dinding sampai diinjak-injak. Tindak kekerasan
tersebut terus diulangi setiap hari pada waktu
tertentu oleh kakek Andre, seakan seperti sudah
dijadwalkan.
Perlakukan kekerasan tersebut dilakukan pula Informasi
kepada adik Andre bahkan ibu Andre pun seringkali tambahan
melakukan kekerasan fisik terhadap Andre dan
adiknya. Perlakukan kekerasan yang dialami oleh
Andre dan adiknya dilakukan agar mendapatkan
uang serta simpati dari orang lain. Cara yang
dilakukan adalah membawa Andre ke jalanan dalam
kondisi penuh luka untuk meminta-minta atau
3
mencari sumbangan dengan alasan memerlukan
uang untuk membawa Andre berobat. Kakek
maupun ibu Andre tidak memperdulikan kondisi
fisik maupun psikologis ang dialami oleh Andre.
Semakin Andre luka parah maka semakin banyak
pula uang yang didapatkan sehingga ketika luka fisik
Andre mulai mengering, perlakuan kekerasan
kembali dialami oleh Andre. Beberapa waktu lalu
adik Andre akhirnya meninggal karena menderita
patah tulang punggung.
9
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak terlihat Pemeriksaan
lemah, ketakutan, menggigil, tampak sangat kurus Fisik
(terlihat sangat pendek dan sangat kurus dari anak
seusianya), nadi; 110x/menit (isi dan tegangan
kurang), RR: 30x/menit, T: 28,8 oc. Tidak mampu
duduk lama, inginnya berbaring saja. Rambut warna
kuning dan jarang. Konjungtiva pucat, bibir kering
dan pecah-pecah, tampak retraksi supra klavikula,
interkostal dan epigastrium, tidak ada wheezing,
4
terdengar ronki basah halus nyaring pada kedua
lapangan paru. Tampak hematom di ekstremitas
inferior dan superior, dan abdomen. Tampak luka
laserasi pada telapak tangan kanan. Tampak jejas
bentuk setrika yang menghitam pada punggung.
Tanda-tanda fraktur tidak ditemukan. Genital tidak
ditemukan kelainan. Pemeriksaan perkembangan
dengan menggunakan KPSP didapatkan sesuai
dengan anak usia 5 tahun pada semua sektor
perkembangan.
III.
1.
Analisis Masalah
Andre seorang anak laki-laki berumur 7 tahun dibawa seorang ibu ke klinik
pratama di Palembang, dengan keluhan utama panas tinggi disertai luka memar di
seluruh tubuh. Dari info si ibu, Andre bukanlah anaknya, tetapi seorang anak yang
ditemukan tergeletak di trotoar parkir sebuah mall setelah habis ibu tersebut pulang
berbelanja. Kondisi Andre saat ditemukan seorang diri dan terbaring di trotoar
dengan suara mengerang kesakitan, si Ibu dengan naluri keibuan mendekati Andre
dan melihat kondisinya. Pada saat ditanya dimana ibu Andre atau dengan siapa dia
datang kesitu hanya dijawab lirih bahwa dia dibawa ibunya dan diletakkan di
trotoar serta langsung ditinggal oleh ibunya yang tidak tahu pergi kemana. Saat
dilihat kondisi Andre cukup menyedihkan seadanya dengan tubuh menggigil dan
terlihat kaki serta tangannya penuh dengan luka memar yang membiru.
10
a.
Apa yang dimaksud dengan klinik?
Jawab :
Menurut Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2014,
klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar
dan/atau spesialistik.
b.
Apa saja jenis-jenis klinik?
Jawab:
Menurut Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2014
Pasal 2 membahas tentang jenis klinik. Berdasarkan jenis pelayanan, Klinik
dibagi menjadi:
a.
Klinik pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan
medik dasar baik umum maupun khusus, dan
b.
Klinik utama merupakan Klinik yang menyelenggarakan pelayanan
medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.
c.
Apa saja syarat untuk membangun klinik?
Jawab :
Klinik harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan dan ruangan, prasarana,
peralatan, dan ketenagaan.
(1) Lokasi pendirian klinik harus sesuai dengan tata ruang daerah masingmasing.
(2) Pemerintah daerah kabupaten/kota mengatur persebaran klinik yang
diselenggarakan masyarakat di wilayahnya dengan memperhatikan
kebutuhan pelayanan berdasarkan rasio jumlah penduduk.
(3) Ketentuan mengenai lokasi dan persebaran klinik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku untuk klinik perusahaan atau klinik
instansi pemerintah tertentu yang hanya melayani karyawan perusahaan
atau pegawai instansi pemerintah tersebut.
11
(4) Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak
bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya.
(5) Bangunan klinik harus memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Bangunan klinik harus memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan
orang usia lanjut.
(7) Bangunan klinik paling sedikit terdiri atas
a. ruang pendaftaran/ruang tunggu,
b. ruang konsultasi dokter,
c. ruang administrasi,
d. ruang tindakan,
e. ruang farmasi,
f. kamar mandi/wc,
g. ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.
(8) Prasarana klinik meliputi:
a. instalasi air
b. instalasi listrik,
c. instalasi sirkulasi udara,
d. sarana pengelolaan limbah,
e. pencegahan dan penanggulangan kebakaran,
f. ambulans, untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap, dan
g. sarana lainnya sesuai kebutuhan.
(9) Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang
memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.
(10)
Peralatan medis dan nonmedis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan.
(11)
Peralatan medis yang digunakan di klinik harus diuji dan dikalibrasi
secara berkala oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan/atau
institusi penguji dan pengkalibrasi yang berwenang.
(12)
Peralatan medis yang menggunakan radiasi pengion harus mendapatkan
izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
12
(13)
Penggunaan peralatan medis untuk kepentingan penegakan diagnosis,
terapi dan rehabilitasi harus berdasarkan indikasi medis.
 Pimpinan Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi.
 Pimpinan Klinik Utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang
memiliki kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya.
 Ketenagaan klinik terdiri atas tenaga medis, tenaga kesehatan lain dan tenaga non
kesehatan.
(1) Tenaga medis pada Klinik Pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang dokter
dan/atau dokter gigi.
(2) Tenaga medis pada Klinik Utama minimal terdiri dari 1 (satu) orang dokter
spesialis dari masing-masing spesialisasi sesuai jenis pelayanan yang diberikan.
(3) Klinik Utama dapat mempekerjakan dokter dan/atau dokter gigi sebagai tenaga
pelaksana pelayanan medis.
(4) Dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki
kompetensi setelah mengikuti pendidikan atau pelatihan sesuai dengan jenis
pelayanan yang diberikan oleh klinik.
(5) Jenis, kualifikasi, dan jumlah tenaga kesehatan lain serta tenaga non kesehatan
disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan oleh klinik.
(6) Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat Tanda
Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(7) Setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik harus mempunyai Surat Izin
sebagai tanda registrasi/Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Kerja (SIK) atau
Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(8) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi,
menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien.
(9) Klinik dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan warga negara asing.
d.
Bagaimana etiologi luka memar pada anak?
13
Jawab:
Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit atau kutis akibat
pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul.
Memar dapat diakibatkan oleh adanya tekanan atau pukulan, namun dapat
juga timbul secara spontan, yang dapat terjadi pada orang lanjut usia dan pada
orang memiliki kelainan pembekuan darah misalnya pada hemofilia.
Pada kasus, etiologi luka memar dikarenakan kekerasan benda tumpul.
e.
Bagaimana etiologi panas tinggi pada anak?
Jawab:
Etiologi panas tinggi pada anak kemungkinan dapat disebabkan oleh infeksi
saluran pernapasan. Hal ini dapat dilihat dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang terdapat pada anak tersebut.
f.
Bagaimana penelantaran anak pada kasus?
Jawab :
Pada kasus, bentuk penelantaran anak yang didapat berupa
 Physical Neglect yang meliputi
1.
Abandonment (Pengabaian)
2.
Expulsion (Pengusiran)
3.
Shuttling (Pengulangan penelantaran)
4.
Nutrition Neglect (Penelantaran terhadap nutrisi)
5.
Clothing Neglect (Penelantaran terhadap pakaian)
6.
Other Physical Neglect (Higenitas yang tidak adekuat dan kelalaian
terhadap keselamatan dan kesejahteraan anak)
 Medical Neglect
14
Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan meliputi kegagalan merawat
anak dengan baik misalnya imunisasi, atau kelalaian dalam mencari
pengobatan sehingga memperburuk penyakit anak.
 Educational Neglect
Kelalaian dalam pendidikan yang meliputi kegagalan dalam mendidik
anak untuk
mampu berinteraksi
dengan
lingkungannya,
gagal
menyekolahkannya atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga
sehingga anak terpaksa putus sekolah.
g.
Apa saja hak dasar anak yang harus dipenuhi oleh orangtua?
Jawab :
Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Anak dilindungi agar mereka dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. Karena anak merupakan aset yang akan
menentukan keberhasilan suatu negara.
Anak memiliki hak sebagai berikut:
1.
Mendapatkan identitas diri dan kewarganegaraan
2.
Kebebasan beribadah, berekspresi, dan berpikir
3.
Mengetahui orangtuanya, dibesarkan dan diasuh orang tuanya,
(terkecuali apabila orang tuanya menelantarkan anaknya)
4.
Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
5.
Memperoleh pendidikan yang sesuai
6.
Menyatakan pendapat, didengarkan pendapatnya
7.
Melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan rekreasi
8.
Anak yang berkebutuhan khusus mendapatkan bantuan dan rehabilitasi
9.
Mendapat perlindungan dari segala hal yang dapat merugikannya
15
10. Apabila kebebasannya dirampas dapat memperoleh bantuan dan
membela diri, juga dirahasiakan identitasnya apabila menjadi korban
kekerasan
Kekerasan pada anak tergantung pada pola asuh dan pola perlakuan kita
terhadap anak. Pola asuh anak juga sangat mempengaruhi kepribadian anak.
Pola asuh ini menentukan bagaimana anak berinteraksi dengan orangtuanya.
Hurlock (1998 : 30), membagi pola asuh menjadi tiga:
a) Pola asuh otoriter, orang tua memberi peraturan yang dan memaksa
untuk bertingkah laku sesuai dengan kehendak orang tua, tidak ada
komunikasi timbal balik, hukuman diberikan tanpa ada alasan dan jarang
memberi imbalan.
b) Pola asuh demokrasi, orang tua memberikan peraturan yang luwes serta
memberikan penjelasan tentang sebab diberikannya hukuman serta
imbalan tersebut.
c) Pola asuh permisif, orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya
kepada anak tentang langkah apa yang dilakukan anak, tidak pernah
memberikan pengarahan dan penjelasan kepada anak tentang yang
sebaiknya dilakukan anak. Dalam pola asuh ini hampir tidak ada
komunikasi orang tua dan anak, serta hampir tidak ada hukuman dan
selalu mengijinkan segala keinginan anak
16
h.
Apa saja dasar hukum yang mengatur tentang penelantaran anak?
Jawab :
Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan
diperbaharui oleh undang-undang no 35 tahun 2014.
2.
Pada Anamnesis Andre menderita demam sejak 5 hari yang lalu disertai batuk dan
sesak nafas. Andre merupakan anak pertama dari 2 (dua) bersaudara. Andre dan
andiknya lahir tanpa diketahui siapa ayahnya dan tinggal di daerah kumuh dengan
kondisi ekonomi dibawah rata-rata. Ibu Andre berkerja sebagai pengamen
sekaligus wanita tuna susila sehingga seringkali tidak dapat bertemu dengan Andre
maupun adik Andre. Andre dititipkan dan dirawat oleh kakeknya. Dari kakek ini
Andre sering dapat perlakuan kekerasan secara fisik dan psikis tanpa alasan yang
jelas. Bahkan tindak kekerasan sering dialami oleh Andre meskipun Andre tidak
melakukan suatu kesalahan. Kekerasan yang dialami oleh Andre antara lain
dibentak, dimaki sambil dipukul dengan atau tanpa menggunakan kayu, ditendang,
dibentur-benturkan ke dinding sampai diinjak-injak. Tindak kekerasan tersebut
terus diulangi setiap hari pada waktu tertentu oleh kakek Andre, seakan seperti
sudah dijadwalkan.
a.
Bagaimana etiologi batuk dan sesak napas sesuai dengan kasus?
Jawab :
a. Bakteri
Bakteri dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan kebutuhannya akan
oksigen,yaitu bakteri aerob dan anaerob. Bakteri aerob merupakan bakteri
yang membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya, sedangkan bakteri
anerob tidak.Contoh bakteri aerob adalah Nitrosomonas, Nitrococcus,
Staphylococcus sp, dll.Bakteri anaerob contohnya adalah aerobacter
aeroginosa, Streptococcus sp, Escherechia coli, dll.
b. Virus
17
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet , biasanya
menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya
adalah cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster virus.
c. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
oportunistik, dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup
udara. Organisme yang menyerang adalah Candida sp. , Aspergillus sp. ,
Cryptococcus neoformans.
b.
Apa saja faktor pencetus yang mendorong orangtua melakukan kekerasan pada
anak?
Jawab:
Faktor pencetus yang mendorong orang tua melakukan kekerasan pada anak,
antara lain:
 Faktor risiko
Faktor risiko adalah faktor-faktor yang dapat berkontribusi untuk
terjadinya suatu masalah atau kejadian. Faktor risiko terhadap kejadian
kekerasan pada anak dapat ditinjau dari 3 aspek yaitu faktor sosial, orang
tua dan anak (Widiastuti & Sekartini, 2005).
1.
Faktor masyarakat/ sosial, yaitu tingkat kriminalitas yang tinggi,
layanan sosial yang rendah, kemiskinan yang tinggi, tingkat
pengangguran yang tinggi, adat istiadat mengenai pola asuh anak,
pengaruh pergeseran budaya, stres pada para pengasuh, budaya
memberikan hukuman badan kepada anak, dan pengaruh media
massa.
2.
Faktor orang tua atau situasi keluarga, yaitu riwayat orang tua dengan
kekerasan fisik atau seksual pada masa kecil, orang tua remaja,
imaturitas emosi, kepercayaan diri rendah, dukungan sosial rendah,
keterasingan dari masyarakat, kemiskinan, kepadatan hunian (rumah
tinggal), masalah interaksi dengan masyarakat, kekerasan dalam
18
rumah tangga, riwayat depresi dan masalah kesehatan mental lainnya
(ansietas, skizoprenia), mempunyai banyak anak balita, riwayat
penggunaan zat/ obat- obatan terlarang (NAPZA) atau alkohol,
kurang- nya dukungan sosial bagi keluarga, diketahui ada riwayat
child abuse dalam keluarga, kurang persiapan menghadapi stres saat
kelahiran anak, kehamilannya disangkal, orang tua tunggal, riwayat
bunuh diri pada orang tua/ keluarga, pola mendidik anak, nilai-nilai
hidup yang dianut orangtua, dan kurang pengertian mengenai
perkembangan anak.
3.
Faktor anak, yaitu, prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat, dan
anak dengan masalah/ emosi.
Pada kasus (Andre) mendapatkan kekerasan dikarenakan adanya faktor:
1.
Kemiskinan (Ibu pengamen dan tuna susila,, lingkungan kumuh).
Kondisi hidup yang sulit dan kesulitan ekonomi akan memicu berbagai
ketegasan dalam rumah tangga, yang akan merugikan pihak yang lemah
di dalam keluarga. Dalam hal ini anak adalah pihak paling lemah di dalam
kelurga dibanding dengan anggota keluarga lainnya.
Kemiskinan juga dapat menimbulkan stress terhadap orang tua yang
kemudian dapat dilampiaskan kepada anak, tekanan hidup yang makin
meningkat, kemarahan terhadap pasangan dan ketidak berdayaan dalam
mengatasi masalah ekonomi menyebabkan orang tua mudah meluapkan
emosi kepada anak.
2.
Tingkat pendidikan rendah
Pendidikan formal orang tua yang rendah merupakan salah satu faktor
yang dapat memicu terjadi tingkat kekerasan yang dialami anak. Hal ini
dikarenakan kurangnya pengetahuan dan wawasan yang berhubungan
dengan pengasuhan, pertumbuhan dan perkembangan anak juga
pandangan orang tua bahwa anak adalah hak milik orang tua atau
merupakan aset ekonomi yang menyebabkan orang tua tidak mengetahui
19
kebutuhan dan kemampuan anak, sehingga orang tua selalu memaksakan
kehendaknya terhadap anaknya.
3.
Ekonomi yang rendah
Masalah ekonomi membuat anak tersebut mendapat perlakuan kekerasan
karena sebagai alat untuk menarik simpati orang lain agar mereka
diberikan uang akibat anak tersebut yang terlihat lemah, sakit-sakitan,
terluka sehingga membuat orang iba. Kekerasan dilakukan berulang
karena apabila luka tersebut mulai mengering, maka orang menjadi
kurang bersimpati, sehingga duit yang didapat kurang. Oleh sebab itu,
andre kembali mengalami kekerasan agar terdapat luka baru. Semakin
banyak luka, semakin orang bersimpati dan iba, semakin banyak uang
yang didapatkan.
20
21
22
c.
Apa saja bentuk kekerasan fisik pada anak?
Jawab :
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011, Kekerasan
Fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka
berat. Bentuk kekerasan fisik merupakan tindakan kekerasan yang diarahkan
secara fisik kepada anak dan anak merasa tidak nyaman dengan tindakan
tersebut. Adapun beberapa bentuk kekerasan fisik yang dialami anak antara
lain tendangan, pukulan, mendorong, mencekik, menjambak rambut,
meracuni, membenturkan fisik ke tembok, mengguncang, menyiram dengan
air panas, menenggelamkan, melempar dengan barang, dll.
d.
Apa saja bentuk kekerasan psikis pada anak?
Jawab:
Bentuk kekerasan emosional (psikis) terhadap anak menurut Kantor Pusat
Layanan Terpadu Pemberdayaan Perempuafn dan anak (P2TP2A) adalah
kekerasan berupa kata-kata yang menakut-nakuti, mengancam, menghina,
mencaci dan memaki dengan kasar dan keras. Sedangkan menurut WHO
kekerasan emosional atau psikologis termasuk membatasi gerakan anak,
pencemaran nama baik, cemoohan, ancaman dan intimidasi, diskriminasi,
penolakan dan bentuk-bentuk mon-fisik dari perlakuan tidak bersahabat
lainnya.
Pada kasus (Andre), bentuk kekerasan emosional (psikis) yang dialami berupa
dibentak dan dimaki yang terus diulang setiap hari pada waktu tertentu seakan
seperti sudah dijadwalkan.
e.
Apa dampak dari perlakuan kekerasan fisik pada anak?
Jawab:
23
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011, dampak
kekerasan terhadap anak yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak,
yaitu:
 Secara fisik bagi anak-anak yang mengalami kekerasan secara fisik akan
terlihat dari perubahan bentuk fisik yang ada baik berupa lebam-lebam
pada permukaan kulit, benjol-benjol, luka, patah tulang, sehingga
berdampak pada cacat, kehilangan fungsi alat tubuh atau indra, kerusakan
pada organ reproduksi anak.
Anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik bila mereka menerima
segala kebutuhannya dengan optimal. Jika salah satu kebutuhan baik asuh,
asih, maupun asah tidak terpenuhi maka akan terjadi kepincangan dalam
tumbuh kembang mereka. Dampak yang terjadi dapat secara langsung
maupun tidak langsung atau dampak jangka pendek dan dampak jangka
panjang. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami kekerasan,
pada umumnya lebih lambat dari pada anak yang normal (Widiastuti &
Sekartini, 2005) yaitu:
 Dampak langsung terhadap kejadian child abuse 5% mengalami kematian,
25% mengalami komplikasi serius seperi patah tulang, luka bakar, cacat
menetap.
24
 Terjadi kerusakan menetap pada susunan saraf yang dapat mengakibatkan
retardasi mental, masalah belajar/ kesulitan belajar, buta, tuli, masalah
dalam perkembangan motor/ pergerakan kasar dan halus, kejadian kejang,
ataksia, ataupun hidrosefalus.
 Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya,
tetapi Oates dkk pada tahun 1984 mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dalam tinggi badan dan berat dengan anak normal.
 Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan yaitu,
a) Kecerdasan, berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan
dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala,
juga karena malnutrisi. Anak juga kurang mendapat stimulasi adekuat
karena gangguan emosi.
b) Emosi, masalah yang sering dijumpai adalah gangguan emosi,
kesulitan belajar/sekolah, kesulitan dalam mengadakan hubungan
dengan teman, kehilangan kepercayaan diri, fobia cemas, dan dapat
juga terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif
atau bermusuhan dengan orang dewasa, atau menarik diri/menjauhi
pergaulan. Anak suka mengompol, hiperaktif, perilaku aneh,
kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, temper tantrum.
c) Konsep diri, anak yang mendapatkan kejadian child abuse merasa
dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram dan tidak
bahagia, tidak mampu menyenagi aktifitas dan melakukan percobaan
bunuh diri.
d) Agresif, anak yang mendapat kejadian child abuse lebih agresif
terhadap teman sebaya. Sering tindakan agresif tersebut meniru
tindakan orang tua mereka atau mengalihkan perasaan agaresif
kepada teman sebayanya sebagai hasil kurangnya konsep diri.
e) Hubungan sosial, pada anak-anak tersebut kurang dapat bergaul
dengan teman sebaya atau dengan orang dewasa, misalnya melempari
batu, perbuatan kriminal lainnya.
25
f)
Akibat dari sexual abuse, tanda akibat trauma atau infeksi lokal,
seperti nyeri perineal, sekret vagina, nyeri dan perdarahan anus;
Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi kurang, enuresis,
enkopresis, anoreksia dan perubahan tingkah laku, kurang percaya
diri, sering menyakiti diri sendiri, dan sering mencoba bunuh diri;
Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan
umurnya.
f.
Apa dampak dari perlakuan kekerasan psikis pada anak?
Jawab :
a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya
yang tidak mendapat perlakuan salah.
b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yang meliputi :
1. Kecerdasan

Berbagai
penelitian
melaporkan
keterlambatan
dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca dan motorik.

Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala,
juga karena malnutrisi.

Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh lingkungan
anak, dimana tidak adanya stimulasi yang adekuat atau karena
gangguan emosi.
2. Emosi

Terjadi gangguan emosi pada perkembangan konsep diri yang
positif dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan
sosial dengan orang lain, termasuk untuk percaya diri.

Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau
bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi
menarik diri menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif,
26
perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, temper
tantrum dan sebagainya.
3. Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai,
tidak dikehendaki, muram tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktivitas
dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
4. Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badan, lebih agresif trehadap
teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orang
tua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya
sebagai hasil miskinnya konsep diri.
5. Hukuman sosial
Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya
atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman, dan suka
mengganggu orang dewasa misalnya dengan melempari batu, atau
perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
g.
Apa saja dasar hukum yang mengatur tentang kekerasan pada anak?
Jawab :
 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
 Pasal 28B Ayat 2 UUD Tahun 1945 tentang Perlindungan Anak terhadap
Kekerasan
 Pasal 28H Ayat 1 UUD Tahun 1945 tentang Hak Anak untuk
Mendapatkan Hak untuk Sehat
 Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan
Anak Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pedoman
Penanganan Anak Korban Kekerasan
27
 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4419)
3.
Perlakukan kekerasan tersebut dilakukan pula kepada adik Andre bahkan ibu
Andre pun seringkali melakukan kekerasan fisik terhadap Andre dan adiknya.
Perlakukan kekerasan yang dialami oleh Andre dan adiknya dilakukan agar
mendapatkan uang serta simpati dari orang lain. Cara yang dilakukan adalah
membawa Andre ke jalanan dalam kondisi penuh luka untuk meminta-minta atau
mencari sumbangan dengan alasan memerlukan uang untuk membawa Andre
berobat. Kakek maupun ibu Andre tidak memperdulikan kondisi fisik maupun
psikologis yang dialami oleh Andre. Semakin Andre luka parah maka semakin
banyak pula uang yang didapatkan sehingga ketika luka fisik Andre mulai
mengering, perlakuan kekerasan kembali dialami oleh Andre. Beberapa waktu lalu
adik Andre akhirnya meninggal karena menderita patah tulang punggung.
a.
Apa yang dimaksud dengan eksploitasi anak?
Jawab :
Eksploitasi anak oleh orangtua atau pihak lainnya, yaitu menempatkan,
membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turutserta melakukan
28
eksploitasi ekonomi atau seksual terhadap anak (Pasal 66 ayat 3 UU No. 23
Tahun 2002 tentang Perlundungan Anak). Dengan demikian, jelaslah bahwa
eksploitasi anak merupakan tindakan tidak terpuji, karena tindakan eksploitasi
anak telah merampas hak-hak anak, seperti mendapatkan kasih sayang dari
orangtua, pendidikan yang layak, dan sarana bermain yang sesuai dengan
usianya.
b.
Apa saja bentuk eksploitasi anak?
Jawab :
-
Eksploitasi fisik
Penyalahgunaan tenaga anak untuk dipekerjakan demi keuntungan
orangtuanya atau orang lain seperti menyuruh anak bekerja dan
menjuruskan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya belum
dijalaninya.
-
Eksploitasi sosial
Segala sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan
emosional anak. Dapat berupa kata-kata yang mengancam atau menakutnakuti anak, penghinaan anak, penolakan anak, menarik diri atau
menghindari anak, tidak memperdulikan perasaan anak, perilaku negatif
pada anak, mengeluarkan kata-kata yang tidak baik untuk perkembangan
emosi anak, memberikan hukuman yang ekstrim pada anak seperti
memasukkan anak pada kamar gelap, mengurung anak dikamar mandi, dan
mengikat anak.
-
Eksploitasi seksual
Keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya. Dapat
berupa perlakuan tidak senonoh, dari orang lain, kegiatan yang menjurus
pada pornografi, perkataan-perkataan porno, membuat anak malu,
menelanjangi anak, prostitusi anak, menggunakan anak untuk produk
pornografi dan melibatkan anak dalam bisnis prostitusi.
29
c.
Apa saja dasar hukum yang mengatur tentang eksploitasi anak?
d.
Bagaimana peran dan upaya dokter keluarga terhadap kasus ini?
Jawab :
30
e.
Bagaimana dampak dari perlakuan penelantaran dan eksploitasi anak?
Jawab :
No.
Dampak Penelantaran
Dampak Eksploitasi
1.
Putus sekolah
Anak putus sekolah
2.
Kurang gizi
Perkembangan fisik anak terganggu
3.
Celaka, luka, sakit
Menjadi penakut, murung, menarik diri
4.
Digigit binatang (kalajengking, Anak terkena PMS (penyakit menular
5.
kecoa, ular, anjing, dll)
seksual), HIV/AIDS
Sering ketakutan/tidak berani
Tidak punya masa depan (kehilangan
cita-cita)
6.
Kemampuan berbahasa rendah
Anak berpotensi mengulang kembali
eksploitasi yang dialaminya
7.
Anak merasa tidak aman
Anak kehilangan percaya diri
8.
Susah bergaul
Anak dapat terluka/sakit-sakitan, celaka
9.
Mengalami masalah penyesuaian Anak tidak punya waktu bermain
diri pada masa yang akan datang
10.
11.
Kematian
Anak stres/tertekan
Anak terpisah dari keluarga
31
4.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak terlihat lemah, ketakutan, menggigil,
tampak sangat kurus (terlihat sangat pendek dan sangat kurus dari anak seusianya),
nadi; 110x/menit (isi dan tegangan kurang), RR: 30x/menit, T: 28,8 oc. Tidak
mampu duduk lama, inginnya berbaring saja. Rambut warna kuning dan jarang.
Konjungtiva pucat, bibir kering dan pecah-pecah, tampak retraksi supra klavikula,
interkostal dan epigastrium, tidak ada wheezing, terdengar ronki basah halus
nyaring pada kedua lapangan paru. Tampak hematom di ekstremitas inferior dan
superior, dan abdomen. Tampak luka laserasi pada telapak tangan kanan. Tampak
jejas bentuk setrika yang menghitam pada punggung. Tanda-tanda fraktur tidak
ditemukan. Genital tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan perkembangan dengan
menggunakan KPSP didapatkan sesuai dengan anak usia 5 tahun pada semua
sektor perkembangan.
a.
Bagaimana interpretasi dan mekanise dari hasil abnormal?
Jawab:
No
Kondisi
1
Lemah
Nilai Normal
Kompos mentis
Keterangan
Lemah terjadi karena kurangnya asupan
makanan sehingga kurangnya energi yang
diperlukan untuk beraktifitas. Dipengaruhi
oleh factor ekonomi yang rendah. Bisa
juga dikarekan oleh terjadi penurunan
nafsu makan.
2
Ketakutan
Tidak
terlihat Ketakutan
yang
dialami
dikarenakan
ketakutan
kekerasan psikis yang diterimanya dari ibu
(Pandangan
dan kakeknya sehingga menyebabkan afek
normal)
sedih dan juga penurusan kepercayaan diri
serta menjadi takut dengan lingkungan
sekitar.
3
Menggigil
Tidak
Penigkatan
menggigil
menyebabkan
set
point
suhu
vasokontriksi
diotak
pembuluh
darah yang mengakibatkan menggigil.
4
Tampak
sangat
kurus Tidak
tampak Disebabkan kekurangan gizi pada Andre
(terlihat sangat pendek sangat kurus
32
dan sangat kurus dari
anak seusianya)
5
Nadi : 110 x/menit
80-90
Meningkatnya
denyut
nadi
sebagai
kompensasi karena adanya gejala sesak
napas dikarenakan infeksi saluran napas
yang diderita
6
RR 30 x/menit
20-30
Meningkat karena terdapat gangguan
ventilasi diakibatkan oleh sekret yang
dihasilkan dari inflamasi pada infeksi pada
pneumonia (kompensasi tubuh untuk
memenuhi kebutuhan oksigen)
7
T: 38,8oC.
36,6-37,2
Suhu tinggi diakibatkan adanya proses
inflamasi pada infeksi saluran nafas yang
merangsang pyrogen dan sitokin yang
selanjutnya menuju hipotalamus anterior
dan
meningkatkan
PGE2
yang
menyebabkan terjadinya peningkatan set
point suhu di otak
8
Tidak
mampu
duduk Aktif
Kurang gizi dan adanya kekerasan fisik
lama, inginnya berbaring
dan psikis
saja.
9
10
Rambut warna kuning Rambut
hitam Sebagai
salah
dan jarang.
dan lebat
kekurangan gizi
Konjungtiva pucat
Tidak anemis
Konjuctiva
satu
anemis
dampak
dari
dikarenakan
kekurangan zat besi
11
Bibir kering dan pecah- Bibir
pecah
12
Tampak
merona
manifestasi dari kekurangan cairan
retraksi Tidak terdapat Retraksi dikarenakan adanya peningkatan
supraklavikula,
intercostal
retraksi
dan
Tidak ada wheezing
usaha nafas yang dilakukan sebagai respon
dari kesulitan bernafas yang dialami
epigastrium
13
merah Salah satu gejala gizi buruk, sebagai
Kurang gizi juga mengakibatkan retraksi
Tidak
ada Normal
wheezing
33
14
Terdengar ronki basah Terdengar suara Suara nafas tambahan khas yang ada pada
halus nyaring pada kedua vesikuler
pneumonia yang dihasilkan dari suara
lapangan paru
udara yag melewati cairan pada paru
(sekret) yang terdapat karena adanya
peradangan yang menyebabkan infeksi
15
Tampak
hematom
di Tidak
tampak Hematon
terjadi
karena
pecahnya
ekstremitas inferior dan hematom
pembuluh darah yang diakibatkan oleh
superior, dan abdomen.
benturan keras atau pukulan yang diterima
andre dari ibunya
16
Tampak
pada
luka
telapak
laserasi Tidak terdapat Laserasi
tangan laserasi
jejas
bentuk Tidak
setrika yang menghitam bentuk
pada punggung.
Tanda-tanda
dapat
ada Jejas hitam merupakan hasil dari proses
setrika penyembuhan luka bakar yg didapat dari
di punggung
fraktur Tidak
tidak ditemukan.
19
tangan
benda tumpul yang kuat
Tampak
18
telapak
diakibatkan oleh pukulan atau benturan
kanan.
17
pada
setrika
ada Normal
fraktur
Genital tidak ditemukan Genital sehat
Normal
kelainan.
20
Pemeriksaan
perkembangan
Sesuai dengan Kurang gizi, dan kurangnya perhatian dan
dengan usia 7 tahun
kasih sayang dari orang tua menyebabkan
menggunakan
KPSP
keterlambatan
didapatkan
sesuai
perkembangan.
pertumbuhan
dengan anak usia 5 tahun
pada
semua
sektor
perkembangan.
b.
Apa saja indikator pemeriksaan KPSP pada kasus? (5 dan 7 tahun)
Jawab :
IDAI bersama DEPKES menyusun penggunaaan KPSP sebagai alat
praskrening perkembangan sampai anak usia 6 tahun, pemeriksaan dilakukan
setiap 3 bulan untuk di bawah 2 tahun dan setiap 6 bulan hingga anak usia 6
34
dan
tahun. Pemeriksaan KPSP adalah penilian perkembangan anak dalam 4 sektor
perkembangan yaitu : motorik kasar, motorik halus, bicara/bahasa dan
sosialisasi/kemandirian. Tujuan KPSP untuk mengetahui perkembangan anak
normal/sesuai umur atau adanya penyimpangan. Monitoring perkembangan
secara rutin dapat mendeteksi adanya keterlambatan perkembangan secara
dini pada anak.
35
36
Pada kasus (Andre) berusia 7 tahun dengan hasil KPSP sesuai dengan anak
usia 5 tahun. Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa Andre mengalami
penyimpangan keterlambatan perkembangan dalam hal motorik kasar,
motorik halus, bicara/bahasa dan sosialisasi/kemandirian pada anak berusia 7
tahun.
37
IV.
i.
Learning Issues
Kekerasan dan Penelantaran Anak
Definisi
Menurut WHO, kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau
tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang (masyarakat) yang
mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan, atau perampasan hak.
Klasifikasi
Perlakuan salah terhadap anak, dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu (Soetjiningsih, 2002).

Dalam keluarga : Penganiayaan fisik, Kelalaian/penelantaran anak, Penganiayaan
emosional, Penganiayaan seksual, dan Sindrom munchausen

Diluar keluarga : dalam institusi/lembaga, di tempat kerja, di jalan, di medan perang.
Bukan tidak mungkin anak-anak ini mendapat perlakuan salah lebih dari satu macam perlakuan
tersebut di atas. Demikian pula perlakuan salah ini dapat diperoleh dalam keluarga dan di luar
keluargaMenurut Terry E., kekerasan pada anak dapat diklasifikasikan dalam 4 macam, yaitu:

Emotional abuse
Emotional abuse dapat terjadi apabila setelah orang tua mengetahui keinginan anaknya untuk
meminta perhatian namun orang tua tidak memberikan apa yang diinginkan anak tetapi justru
mengabaikannya. Anak akan mengingat semua kekerasan emosinal tersebut jika hal itu terjadi
secara konsisten.

Verbal abuse
Verbal abuse lahir sebagai akibat dari bentakan, makian orang tua terhadap anak. Ketika anak
meminta sesuatu, orang tua tudak memberikan tetapi membentak anak. Saat anak mengajak
orang tua berbicara, orang tua tidak menanggapinya justru menghardik dengan membentak.
Anak akan mengingat kekerasan jenis ini jika semua kekerasan verbal ini berlaku dalam suatu
periode.

Physical abuse
38
Physical abuse adalah kekerasan yang terjadi pada saat anak menerima pukulan dari orang tua.
Kekerasan jenis ini akan diingat anak apalagi akibat kekerasan itu meninggalkan bekas.

Sexual abuse
Kekerasan seksual adalah ketika anak menerima kekerasan secara seksual dari orang dewasa.
Menurut Suharto, kekerasan pada anak dalam 4 kelompok, yaitu:

Kekerasan anak secara fisik
Kekerasan anak secara fisik adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiyaan terhadap anak,
dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang meninmbulkan luka-luka fisik
atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berbentuk lecet atau memar akibat sentuhan atau
kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitab, ikat pinggang atau rotan. Dapat pula
berupa luka bakar akibat bensin panas, atau berpola akibat sundutan rokok atau setrika. Lokasi
luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, punggung atau
daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik biasanya dipicu oleh tingkah
laku anak yang tidak disukai oleh orang tuanya, seperti anak yang nakal atau rewel, menangis
terus, minta jajan, buang air, kencing atau muntah sembarangan, memecahkan barang berharga
dan lain-lain.

Kekerasan anak secara psikis
Kekerasan anak secara psikis meliputi penghardikan, pemyampaian kata-kata kasar dan kotor,
memperlihatkan buku, gambar, dan film porno kepada anak.anak yang mendapatkan kekerasan
psikis ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaptif, seperti menarik diri, pemalu,
menangis jika didekati, takut keluar rumah dan takut bertemu dengan orang lain.

Kekerasan anak secara seksual
Kekerasan seksual pada anak dapat berupa perlakuan pra-kontak seksual antara anak dengan
orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exibitionism), maupun
perlakukan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest,
perkosaan, eksploitasi seksual).

Kekerasan anak secara sosial
Kekerasan pada anak secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak.
Penelantaran anak adalah sikap adan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian
yang layak terhadao proses tumbuh kembang anak. Misalnya, anak yang dikucilkan, diasingkan
dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawaran kesehatan yang layak. Eksploitasi
39
anak menunjukkan pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak
yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Misalnya, memaksa anak melakukan sesuatu demi
kepentingan ekonomi, sosial atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapat
perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis dan status sosialnya. Contohnya anak
yang dipaksa kerja di pabrik-pabrik yang membahayakan dengan upah rendah dan tanpa
perlatan pelindung yang memadai, anak yang dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa
melakukan pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya.
Jenis kekerasan menurut WHO:
Sebagian besar kekerasn terhadap anak-anak melibatkan setidaknya satu dari enam jenis kekerasan
intra personal utama yang cenderung terjadi pada tahap yang berbeda dalam perkembangan anak.
1.
Penganiayaan (termasuk hukuman yang kejam) melibatkan kekerasan fisik, seksual dan
psikologis/emosional dan pengabaian terhadap bayi, anak-anak dan remaja oleh orang tua,
pengasuh dan fighr otoritas lainnya, paling sering di rumah tetapi juga di lingkungan seperti
sekolah dan panti asuhan.
2.
Penindasan/Bullying (termasuk cyber-bullying) adalah perilaki agresif yang negatif yang
dilakukan oleh anak lain atau kelompok anak-anak yang bukan saudara kandung atau
mempunyai hubungan dengan korban. Ini melibatkan gangguan fisik, psikologis atau sosial
yang berulang, dan sering terjadi di sekolah dan tempat-tempat lain di mana anak-anak
berkumpul, atau lewat media online.
3.
Kekerasan remaja terkonsentrasi di kalangan anak-anak dan dewasa muda berusia 10-29 tahun,
terjadi paling sering dalam aturan perkenalan komunitas dengan anak baru (plonco), termasuk
bullying dan serangan fisik dengan atau tanpa senjata (seperti pisau atau senjata tajam lainnya),
dan mungkin melibatkan kekerasan antar kelompok (geng).
4.
Kekerasan pasangan intim (atau kekerasan dalam rumah tangga) melibatkan kekerasan fisik,
seksual dan emosional oleh pasangan intim atau mantan pasangan. Meskipun laki-laki juga bisa
menjadi korban, kekerasan pasangan intim secara tidak proporsional lebih mempengaruhi
perempuan. Ini biasanya terjadi terhadap anak perempuan dalam pernikahan anak dan
pernikahan dini/paksa, di antara orang-orang yang terlibat hubungan dekat tetapi belum
menikah, kadang-kadang disebut “kekerasan dalam pacaran”.
40
5.
Kekerasan seksual meliputi hubungan seksual atau hubungan seksual non-konsensual (tindalan
seksual yang tidak melibatkan kontak (seperti voyeurisme atau pelecehan seksual); tindalan
perdagangan seksual yang dilakukan terhadap seseorang uang tidak dapat menyetujui atau
menolak; dan eksploitasi melalui media sosial.
6.
Kekerasan emosional atau psikologis termasuk membatasi gerakan anak, pencemaran nama
baik, cemoohan, ancaman dan intimidasi, diskriminasi, penolakan dan bentuk-bentuk monfisik dari perlakuan tidak bersahabat lainnya.
Pelaku kekerasan pada anak
Menurut KPAI (Setiawan, 2015), pelaku kekerasan pada anak bisa dibagi menjadi 3, yaitu:

Pertama, orang tua, keluarga, atau orang yang dekat di lingkungan rumah.

Kedua, tenaga kependidikan yaitu guru dan orang-orang yang ada di lingkungan sekolah
seperti cleaning service, petugas kantin, satpam, sopir antar jemput yang disediakan
sekolah.

Ketiga, orang yang tidak dikenal
Berdasarkan data KPAI, anak-anak menjadi korban kekerasan di lingkungan masyarakat jumlahnya
termasuk rendah yaitu 17,9 persen. Hal ini menunjukkan, anak-anak rentan menjadi korban
kekerasan justru di lingkungan rumah dan sekolah. Artinya pelaku kekerasan pada anak justru lebih
banyak berasal dari kalangan yang dekat dengan anak.
Faktor penyebab child abuse
Terdapat 6 kondisi yang menjadi faktor penyebab terjadinya kekerasan atau pelanggaran dalam
keluarga yang dilakukan terhadap anak-anak, yaitu:

Faktor ekonomi
Kemiskinan yang dihadapi sebuah keluarga seringkali membawa keluarga tersebut pada situasi
kekecewaan yang menimbulkan kekerasan.

Masalah keluarga
Mengacu pada situasi keluarga khususnya hubungan dengan orang tua yang kurang harmonis.
Seorang ayah akan sanggup melakukan kekerasan terhadap anak semata-mata sebagai
pelampiasan atau upaya pelepasan rasa jengkel dan marah kepada istri. Sikap orang tua yang
tidak menyukai anak-anak, pemarah dan tidak mampu mengendalikan emosi juga dapat
41
menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak-anak. Bagi orang tua yang memiliki anak yang
bermasalah seperti cacat fisik atau cacat mental, seringkali mereka merasa terbebanu atas
kehadiran anak-anak tersebut dan tidak jarang orang tua menjadi kecewa dan merasa frustasi.

Faktor penceraian
Perceraian dapat menimbulkan problematic kerumah tanggaan seperti persoalan hak
pemeliharaan anak, pemberian kasih sayang, pemberian nafkah dan sebagainya. Akibat
perceraian juga dirasakan anak-anak terutama ketika orang tua menikah lagi dan anak harus
dirawar oleh ibu atau ayah tiri. Dalam banyak kasus tindakan kekerasan tidak jarang dilakukan
oleh ayah atau ibu tiri.

Kelahiran anak di luar nikah
Tidak jarang sebagai akibat adanya kelahiran anak di luar nikah menimbulkan masalah diantara
kedua orang tua anak. belum lagi jika melibatkan pihak keluarga dari pasangan tersebut.
Akibatnya anak akan banyak menerima perlakukan yang tidak menguntungkah seperti: anak
merasa disingkirkanm harus menerima perlakukan diskriminatif, tersisih atau disisihkan oleh
keluarga bahkan harus menerima perlakuan yang tidak adil dan bentuk kekerasan lainnya.

Menyangkut permasalahan jiwa atau psikologis
Pada berbagai kajian psikologis disebut bahwa orang tua yang melakukan kekerasan terhadap
anak-anak adalah mereka yang memiliki masalah psikologis. Mereka senantiasa berada dalam
situasi kecemasan dan tertekan akibat mengalami depresi atau stres. Secara tipologi ciri-ciri
psikologis yang menandai situasi tersebut antara lain: adanya perasaan rendah diri, harapan
terhadap anak yang tidak realistik, harapan yang bertolak belakang dengan kondisinya
dan
kurang pengetahuan tentang bagaimana mengasuh anak.

Pendidikan dan pengetahuan agama
Faktor terjadinya kekerasan atau pelanggaran terhadap hak-hak anak adalah tidak memiliki
pendidikan atau pengetahuan religi yang memadai.
Pada sebuah model yang disebut “The Abusive Environment Model”, menjelaskan bahwa faktor
penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak sesungguhnya dapat ditinjau dari 3 aspek, yaitu:
42
 Aspek kondisi anak
Kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak anak dapat terjadi karena fktor dari anak sendiri,
yaitu:
 Anak yang mengalami kelahiran prematur
 Anak yang mengalami sakit sehingga mendatangkan masalah
 Hubungan yang tidak harmonis sehingga mempengaruhi watak
 Adanya proses kehamilan atau kelahiran yang sulit
 Kehadiran anak yang tidak dikehendaki
 Anak yang mengalami cacat mental maupun fisik
 Anak yang sulit diatur
 Anak yang meminta perhatian khusus
 Aspek orang tua
Kekerasan dan pelanggaran pada anak juga dapat dikarenakan orang tua si anak, yaitu:
 Pernah-tidaknya orang tua mengalami kekerasan atau penganiyaan sewaktu kecil
 Menganggur atau karena pendapatan tidak mencukupi
 Pecandu narkotik atau pecandu alkohol
 Pengasingan sosial atau dikucilkan
 Waktu senggang yang terbatas
 Karakter pribadi yang belum matang
 Mengalami gangguan emosi dan kekacauan saraf
 Mengidap penyakit jiwa
 Mengalami gangguan kepribadian
 Berusia terlalu muda sehingga belum matang, kebanyakan orang tua kelompok ini tidak
memahami kebutuhan anak
 Pendidikan yang rendah
 Aspek lingkungan sosial
Kondisi-kondisi sosial juga dapat menjadi penyebab kekerasan terhadap anak, yaitu:
 Kondisi kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materilistis
 Kondisi sosial ekonomi yang rendah
 Adanya nilai di dalam masyarakat bahwa anak adalah miliki orang tuanya
43
 Status wanita yang rendah
 Sistem keluarga patriakhal
 Nilai masyarakat yang terlalu individualistik
 Dan sebagainya
Faktor risiko
Faktor risiko adalah faktor-faktor yang dapat berkontribusi untuk terjadinya suatu masalah atau
kejadian. Faktor risiko terhadap kejadian kekerasan pada anak dapat ditinjau dari 3 aspek yaitu
faktor sosial, orang tua dan anak (Widiastuti & Sekartini, 2005).
1.
Faktor masyarakat/ sosial, yaitu tingkat kriminalitas yang tinggi, layanan sosial yang rendah,
kemiskinan yang tinggi, tingkat pengangguran yang tinggi, adat istiadat mengenai pola asuh
anak, pengaruh pergeseran budaya, stres pada para pengasuh, budaya memberikan hukuman
badan kepada anak, dan pengaruh media massa.
2.
Faktor orang tua atau situasi keluarga, yaitu riwayat orang tua dengan kekerasan fisik atau
seksual pada masa kecil, orang tua remaja, imaturitas emosi, kepercayaan diri rendah,
dukungan sosial rendah, keterasingan dari masyarakat, kemiskinan, kepadatan hunian (rumah
tinggal), masalah interaksi dengan masyarakat, kekerasan dalam rumah tangga, riwayat depresi
dan masalah kesehatan mental lainnya (ansietas, skizoprenia), mempunyai banyak anak balita,
riwayat penggunaan zat/ obat-obatan terlarang (NAPZA) atau alkohol, kurangnya dukungan
sosial bagi keluarga, diketahui ada riwayat child abuse dalam keluarga, kurang persiapan
menghadapi stres saat kelahiran anak, kehamilannya disangkal, orang tua tunggal, riwayat
bunuh diri pada orang tua/ keluarga, pola mendidik anak, nilai-nilai hidup yang dianut
orangtua, dan kurang pengertian mengenai perkembangan anak.
3.
Faktor anak, yaitu, prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat, dan anak dengan masalah/
emosi.
44
Gambar. Faktor-faktor risiko penyebab perlakuan salah pada anak
Dampak
Menurut Soetjiningsih, 2002 :
c. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak
mendapat perlakuan salah.
d. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yang meliputi :
1. Kecerdasan

Berbagai penelitian melaporkan keterlambatan dalam perkembangan kognitif,
bahasa, membaca dan motorik.

Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena
malnutrisi.
45

Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh lingkungan anak, dimana
tidak adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
2. Emosi

Terjadi gangguan emosi pada perkembangan konsep diri yang positif dalam
mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk
untuk percaya diri.

Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan
dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik diri menjauhi
pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal
sekolah, sulit tidur, temper tantrum dan sebagainya.
3. Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak
dikehendaki, muram tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktivitas dan bahkan ada
yang mencoba bunuh diri.
4. Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badan, lebih agresif trehadap teman
sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orang tua mereka atau
mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep
diri.
5. Hukuman sosial
Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan
orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman, dan suka mengganggu orang dewasa
misalnya dengan melempari batu, atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
Menurut Lidya (2009), dampak lain dari kekerasan pada anak secara umum adalah :

Anak berbohong, ketakutan, kurang dapat mengenal cinta atau kasih sayang, sulit
percaya dengan orang lain.

Harga diri anak rendah dan menunjukkan perilaku yang destruktif.
46

Mengalami gangguan dalam perkembangan psikologis dan interaksi sosial.

Pada anak yang lebih besar anak melakukan kekerasan pada temannya dan anak yang
lebih kecil.

Kesulitan untuk membina hubungan dengan orang lain.

Kecemasan berat atu panik , depresi anak mengalami sakit fisik dan bermasalah
disekolah.

Harga diri anak rendah.

Abnormalitas atau distorsi mengenai pandangan terhadap seks.

Gangguan Personality.

Kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain dalam hal seksualitas.

Mempunyai tendency untuk prostitusi.

Mengalami masalah yang serius pada usia dewasa
Kekerasan pada anak tergantung pada pola asuh dan pola perlakuan kita terhadap anak. Pola asuh
anak juga sangat mempengaruhi kepribadian anak. Pola asuh ini menentukan bagaimana anak
berinteraksi dengan orangtuanya. Hurlock (1998 : 30), membagi pola asuh menjadi tiga:
a. Pola asuh otoriter, orang tua memberi peraturan yang dan memaksa untuk bertingkah
laku sesuai dengan kehendak orang tua, tidak ada komunikasi timbal balik, hukuman
diberikan tanpa ada alasan dan jarang memberi imbalan.
b. Pola asuh demokrasi, orang tua memberikan peraturan yang luwes serta memberikan
penjelasan tentang sebab diberikannya hukuman serta imbalan tersebut.
c. Pola asuh permisif, orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya kepada anak tentang
langkah apa yang dilakukan anak, tidak pernah memberikan pengarahan dan penjelasan
kepada anak tentang yang sebaiknya dilakukan anak. Dalam pola asuh ini hampir tidak
ada komunikasi orang tua dan anak, serta hampir tidak ada hukuman dan selalu
mengijinkan segala keinginan anak
47
Upaya pencegahan kekerasan
1.
Evaluasi diri mengenai pandangan orangtua tentang anak, apakah sudah tepat dan
apakah kita sudah memberikan yang terbaik untuk anaknya.
2.
Diskusi dan berbagi, dengan orang lain untuk mengetahui seberapa baik dan tepat
perlakuan dan pandangan orangtua pada anak.
3.
Perbanyak
pengetahuan,
pengetahuan
yang
tepat
dapat
dilakukan
dan
dipertanggungjawabkan sehingga orangtua mampu meletakkan pandangan kita
mengenai anak secara lebih tepat sehingga kita tidak akan terkungkung oleh pandangan
yang belum tentu benar.
4.
Peka terhadap anak. Kepekaan terhadap anak akan membuat orangtua bersegara
melakukan tindakan apabila kita mendapati anak menjadi korban kekerasan baik oleh
anggota keluarga sendiri atau orang lain.
5.
Hubungi lembaga yang berkompeten. Sekarang banyak lembaga yang bergerak
dibidang hukum, perlindungan anak dan aparat pemerintah atau penegak hukum yang
bisa membantu menghadapi kekerasan pada anak.
Pengaruh kekerasan pada pertumbuhan dan perkembangan anak
48
Kekerasan pada anak sering dianggap hal yang wajar karena secara sosial dipandang sebagai cara
pendisiplinan anak. Kekerasan pada anak memperoleh perhatian publik lebih serius jika korban
tindak kekerasan yang dilakukan orang dewasa kepada anak-anak jumlahnya bertambah banyak,
dan menimbulkan dampak yang sangat menyengsarakan anakanak (Irwanto et al., 2004).
Terjadinya kekerasan dalam keluarga disebabkan oleh pengalaman masa kecil yang berpengaruh
pada kepribadian, sikap dan pandangan hidup individu. Orang tua yang pada saat masa kecilnya
mempunyai latar belakang mengalami kekerasan cenderung meneruskan pendidikan tersebut
kepada anak-anaknya yang disebut "pewarisan kekerasan antar generasi". Kondisi seperti ini akan
menjadi suatu siklus dimana anak yang dibesarkan dengan kekerasan nantinya juga akan
membesarkan anaknya dengan kekerasan.
Anak masih berada pada tahap pertumbuhan dan perkembangan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah pengalaman yang pernah dialami selama rentang
kehidupannya. Optimalisasi tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi pada situasi lingkungan
dimana mereka tumbuh. Lingkungan yang tidak kondusif yaitu yang dapat menghambat tumbuh
kembang anak sehingga menyebabkan anak tidak dapat tumbuh secara optimal. Salah satu
lingkungan yang tidak kondusif pada anak adalah anak yang tumbuh dengan perlakuan dan
kekerasan serta peneantaran yang dialaminya (Lidya, 2009).
49
50
Alur Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Anak di Puskesmas
ii. Bronkopneumonia
Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau
bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) (Bennete, 2013).
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011)
Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun
dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13%
dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011)
Etiologi
51
Bronkopneurmonia dapat disebabkan oleh bakteri (pneumococus, Streptococus), virus pneumony
hypostatik, syndroma loffller, jamur dan benda asing.
Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung:
a.
Usia
b.
Status imunologis
c.
Status lingkungan
d.
Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e.
Status imunisasi
f.
Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Usia pasien mrupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama
dalam sprectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan.
Berikut daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia dari data di negara maju :
Usia
Lahir – 20 hari
Etiologi tersering
Etiologi terjarang
Bakteri : E.colli,
Bakteri : Bkateri anaerob,
Streptococcus grup B, Listeria
Streptococcus grup D,
monocytogenes
Haemophilus influenza,
Streptococcus pneumoniae
Virus : CMV, HMV
3 minggu – 3 bulan
Bakteri : Clamydia
Bakteri : Bordetella pertusis,
trachomatis, Streptococcus
Haemophilus influenza tipe B,
pneumoniae
Moraxella catharalis,
Staphylococcus aureus
Virus : Adenovirus, Influenza,
4 bulan – 5 tahun
Parainfluenza 1, 2, 3
Virus : CMV
Bakteri : Clamydia
Bakteri : Haemophilus
pneumoniae, Mycoplasma
influenza tipe B, Moraxella
pneumoniae, Streptococcus
catharalis, Staphylococcus
pneumoniae
aureus, Neisseria meningitidis
Virus : Varicela zoster
52
Virus : Adenovirus, Rinovirus,
Influenza, Parainfluenza
5 tahun - remaja
Bakteri : Clamydia
Bakteri : Haemophilus
pneumoniae, Mycoplasma
influenza, Legionella sp.
pneumoniae
Patogenesis
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru
dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor
imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan
mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi
yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas
yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui
inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.
Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan
mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak
dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Invasi bakteri ke parenkim paru
menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar,
atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh
darah, eksudasi cairan intraalveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal
dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru
dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan
terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan
terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari selsel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10
hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan
melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura
menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan,
53
namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan (Bennete,
2013)
Manifestasi Klinik
1.
Menggigil mendadak, demam yang tinggi dengan cepat dan berkeringat banyak
2.
Nyeri dada seperti ditusuk yang diperburuk dengan pernafasan dan batuk.
3.
Sakit parah dengan takipnea jelas (25 – 45/menit) dan dispnea.
4.
Nadi cepat dan bersambung
5.
Bradikardia
relatif ketika demam menunjukkan infeksi virus, infeksi
mycoplasma
atau spesies legionella.
6.
Sputum purulen, kemerahan, bersemu darah, kental atau hijau relatif terhadappreparat
etiologis.
7.
Tanda-tanda lain: demam, krakles, dan tanda-tanda konsolidasi lebar
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari Bronkopnemonia terdiri dari:
1.
Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear atau
dapat ditemukan leukopenia yang menandakan prognosis buruk. Dapat ditemukan anemia
ringan atau sedang.
2.
3.
Pemeriksaan radiologi memberi gambaran bervariasi:
▪
Bercak konsolidasi merata para bronkopneumonia.
▪
Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris.
▪
Gambaran pneumonia difus atau infiltrat interstisialis pada pneumonia stafilokokus.
Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring,bilasan bronkus
atau sputum, darah, aspirasi trakea, pungsi pleura atau aspirasi paru.
54
Tatalaksana
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu
penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)
1.
Penatalaksaan Umum
a) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis
gas darah ≥ 60 torr.
b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2.
Penatalaksanaan Khusus
a) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung
c) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.
Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1.
Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2.
Berat ringan penyakit
3.
Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4.
Ada tidaknya penyakit yang mendasari Pemilihan antibiotik dalam penanganan
pneumonia pada anak harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu
bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.
 Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a. ampicillin + aminoglikosid
b.
amoksisillin - asam klavulanat
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3
 Bayi dan anak usia pra sekolah
55
a. beta laktam amoksisillin
b.
amoksisillin - asam klavulanat
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
 Anak usia sekolah (> 5 thn)
a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b.
tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun).
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72
jam à ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang
diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses
paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
56
V.
Kerangka Konsep
57
VI. Kesimpulan:
Andre seorang anak laki-laki 7 tahun mengalami infeksi berat pada pernapasan
(suspek bronkopneumonia) disertai panas tinggi, luka memar di seluruh tubuh dan
gangguan tumbuh kembang, akibat dari kekerasan (fisik dan psikis) dan
penelantaran pada anak
58
DAFTAR PUSTAKA
Bradley J.S., dkk. (2011). The Management of Community-Acquired Pneumonia
in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice
Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious
Diseases Society of America.
Depkes RI. (2012). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi Intervensi Tumbuh
Kembang di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta.
Guyton, Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Hurairah, Abu. (2007). Child abuse (kekerasan terhadap anak): edisi revisi.
Bandung: Penerbit Nuansa
Kekerasan pada anak (Prespektif Psikologi). Dr. Sururin (Sekretaris HIDMAT
Muslimat NU Pusat)
Manik, S.Z. (1999). Kekerasan terhadap anak dalam wacana dan realita. Medan:
Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak.
Mardina, R. (2018). Kekerasan Terhadap Anak dan Remaja. Indo Datin (Pusat Data
dan
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. ISSN 2442-
7659. pg. 1-12
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. Bandung: 2005.
Pedoman Diganosis dan Terapi Kesehatan Anak. UNPAD, Bandung: 2005
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011.
Pedoman Pelayan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
59
Ranuh IG. (2005). Perlakuan salah dan menelantarkan anak. Dalam : Narendra MB,
Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Gde Ranuh IGN, Wiradisuria S,
penyunting. Buku Ajar II Tumbuh Kembang dan Remaja. Jakarta; Sagung
Seto.
Said M. Pneumonia.(2008). Buku Ajar Respiratori Anak. Edisi II. Ikatan Dokter
Anaka Indonesia. Jakarta: h.350-64.
Setiawan, D. (2015). KPAI: Pelaku Kekerasan Terhadap Anak Tiap Tahun
Meningkat.
Dikutip
dari
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-pelaku-
kekerasan-terhadap-anak-tiap-tahun-meningkat/
Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta: 1999. hal: 695-705.
Supriyatno B. Infeksi Respiratori Akut pada Anak. September 2006. Diunduh dari
: Sari Pediatri, Vol.8, No.2. h.100-6
Widiastuti, D. & Sekartini, R., 2005. Deteksi Dini, Faktor risiko, dan Dampak
Perlakuan Salah Pada Anak. Sari Pediatri, Vol 7, No. 2, pg. 105-112.
60
Download