AKLHAK “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kebaikan akhlak.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ahmad (2/381)) Masalah akhlak merupakan masalah yang fundamental dalam agama yang mulia ini. Betapa tidak? Akhlaklah yang hingga saat ini menjadi dakwah paling efektif, hingga kemuliaan Islam terus tersyiarkan. Akhlaklah yang acapkali menjadi wasilah hingga akhirnya orang-orang yang sebelumnya membenci Islam justru menemukan hidayah dan memeluk Islam. Akhlak adalah sarana beramal sekaligus media untuk “mempromosikan” amalan. Pun akhlak merupakan sebuah komponen vital dalam aktivitas sosial yang kemudian menjamin keberlangsungan interaksi antar manusia. Proses kehidupan tidak akan pernah aman dan tenang atau bahkan sama sekali punah apabila keberadaan akhlak (yang baik) sudah tiada. Buktinya? Lihatlah pada setiap masalah yang timbul di tengah-tengah kehidupan, bisa dipastikan masalah muncul karena adanya akhlak yang bermasalah; bisa karena masalah etika dalam interaksi, atau bisa juga karena kurangnya kecerdasan dalam mengendalikan emosi. Itulah akhlak! Suatu sifat yang meliputi dimensi fisik dan rohani, suatu sikap yang dapat tercermin dalam perbuatan diri dan tindakan hati. Urgensi Akhlak Rasulullah saw bersabda, “Yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5688)) Juga sabda beliau saw yang lain, “Maukah kalian aku beri tahu orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya dariku nanti di Hari Kiamat? Yaitu orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ahmad (2/185)) Mengapa Rasulullah saw tidak mengatakan bahwa hamba yang paling baik adalah yang paling taat atau paling banyak beribadah? Mengapa beliau SAW tidak katakan bahwa yang akan menemani beliau saw di surga adalah yang paling lama shalatnya, paling banyak amalan puasanya, dan paling gemar bersedekah? Jawabannya… Karena akhlak adalah cerminan dari ibadah. Akhlak adalah buah dari amalan yang ditanam. Akhlak adalah tujuan sedangkan amalan adalah jalan. Baik atau buruknya -kualitas- amalan ibadah seseorang akan tercermin dari akhlaknya. Dan sesungguhnya ibadah tidak bernilai apa-apa tanpa melahirkan akhlak yang baik. Krisis Akhlak (Aktivis Dakwah) Tak perlu jauh-jauh untuk mengkritisi Akhlak umat, karena -sungguh ironis- justru saat ini tidak sedikit dari para generasi pendakwah yang akhlaknya “bermasalah”. Misalnya? Lihatlah pada forum-forum yang diadakan! Mereka saling menjatuhkan, saling mencela, dan mencari-cari kesalahan saudaranya seiman tanpa mempedulikan perasaan yang dikritisi. Dengan harapan ia akan disebut sebagai seorang yang kritis dan lihai dalam berbicara… Lihatlah pada agenda, acara, ataupun pertemuan yang diadakan! Masih diselingi dengan ejekan, perkataan dusta, dan interaksi yang over atau bahkan bisa dikatakan “tidak layak” (terutama dengan lawan jenis). Budaya cemooh bagi mereka dijadikan cerminan keakraban… Lihatlah pada sikap, adab, dan perilaku mereka sehari-hari! Lihatlah bagaimana mereka berkomunikasi dan berinteraksi di tengah-tengah masyarakat! Barangkali tidak ada beda – atau bahkan mungkin lebih buruk – dibandingkan dengan mereka, orang-orang yang seharusnya menjadi objek dakwah… Dan masih banyak lagi ‘keganjilan’ akhlak yang ditemukan pada pribadi-pribadi Aktivis Dakwah yang seharusnya menjadi teladan dalam berakhlak. Solusi? “Tidaklah Allah turunkan penyakit kecuali Allah turunkan pula obatnya” (HR. al-Bukhari dr Abu Hurairah) Ya… Kerusakan akhlak adalah “penyakit”. Dan tentu saja Allah swt sudah menyiapkan solusi untuk menyembuhkannya, yaitu dengan kembali memperhatikan ibadah (terutama yang dibahas di sini adalah shalat dan interaksi dengan al-Qur’an) yang barangkali ada yang rusak, baik dari segi niatan maupun pelaksanaannya. Karena sesungguhnya ibadahlah yang menjadi juru kunci untuk membuka kebaikan akhlak. Ibadah yang benar dan baik tentunya akan berimbas pada akhlak yang mulia. Itu pasti! Allah swt berfirman, “…Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar…” (QS. Al-Ankabut: 45) Bahwa di balik perintah shalat ada sebuah tujuan agung dan hikmah yang mulia. Islam menginginkan terbentuknya akhlak Islami dalam diri Muslim ketika ia mengimplementasikan setiap ibadah yang telah digariskan oleh Allah swt dalam Kitab dan Sunnah rasul-Nya. Kemuliaan akhlak adalah orientasi dari amalan yang diwajibkan-Nya kepada hambanya. Maka apabila shalat seseorang belum mampu mencegah dari perbuatan dan akhlak yang tidak terpuji, sudah jelas bahwa amalan ibadah yang dikerjakan masih belum baik ataupun belum benar… Selain itu, dengan meningkatkan frekuensi interaksi dengan al-Qur’an juga akan dapat menjadi terapi dalam memperbaiki akhlak. Sebagai umat Islam sudah seharusnya kita akrab dengan kitab yang menjadi panduan kita dalam berislam. Selain itu, al-Qur’an adalah obat yang diturunkanNya kepada seluruh manusia. Al-Qur’an adalah sumber ketenangan, ketenteraman, dan kesejukan. Hanya saja masih sangat sedikit orang-orang yang mau menikmati kesenangan, ketenteraman, dan kesejukan itu. Mereka lebih cenderung mendengarkan nyanyian yang diwarnai nuansa syahwat dan kesyirikan. Mereka dilalaikan oleh nasyid yang -walaupun “dibolehkan”- melalaikan atau bahkan menjauhkan mereka dari al-Qur’an. Maka tidaklah mengherankan apabila Akhlak Qur’ani akan sangat langka di temukan, bahkan pada pribadi Aktivis Dakwah sekalipun. Allah swt berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal.” (QS. Al-Anfaal: 2) Demikianlah seharusnya… apabila dibacakan ayat-ayat-Nya maka iman mereka (umat Islam) semakin bertambah karenanya. Maka semakin akrab interaksi mereka dengan al-Qur’an tentunya iman mereka akan semakin kokoh, dan setiap amalan ibadahnya akan mampu ditafsirkan dalam akhlak di kesehariannya. Demikian juga dengan firman-Nya yang lain, “Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orangorang yang beriman…” (QS. Al-Isra’: 82) “Penyembuh yang dimaksud di sini meliputi penyembuh atas segala penyakit, baik rohani maupun jasmani,” demikian yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam tafsirnya. Maka sudah sangat jelas bahwa al-Qur’an adalah obat yang dapat menyembuhkan akhlak yang berpenyakit. Khatimah Ya… sebagai cerminan baiknya keislaman kita maka kita dituntut untuk baik dalam berakhlak, baik dalam interaksi dengan sesama manusia ataupun dalam menghadap kepada-Nya (inilah yang paling utama). Terutama bagi seorang yang bergelar Aktivis Dakwah, tentunya kewajiban (untuk menjaga dan terus berusaha memperbaiki akhlak) ini lebih ditekankan lagi. Jangan sampai kelalaian kita dalam menjaga akhlak justru menjadi masalah yang melemahkan dakwah! Karena akhlak Aktivis Dakwah akan menjadi perhatian umat yang akan dilihat, dinilai, dan ditiru. Rasulullah saw bersabda, “Sungguh, kamu tidak akan dapat merenggut hati manusia dengan harta benda yang kamu miliki. Tetapi kamu akan berhasil merenggut hati mereka dengan budi pekertimu (yang terpuji)”. Tanpa akhlak terpuji yang dimiliki seorang Aktivis Dakwah, maka kedalaman ilmu hanya akan membeku dan tumpukan ibadah hanya akan semu…Sebagai penutup, mari sama-sama kita renungkan kabar gembira yang disampaikan oleh Rasulullah saw kepada kita umatnya. Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih berat nanti di mizan (timbangan) daripada akhlak yang baik.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (2003)) Mengapa akhlak? Karena sekali lagi, akhlak adalah cerminan ibadah. Dan sesungguhnya ibadah tidak bernilai apa-apa tanpa melahirkan akhlak yang baik…