Uploaded by User69246

PEND.ABK (Rosita, Fuadah, Syarif)

advertisement
GANGGUAN INTELEKTUAL PADA SISWA
Makalah
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“PENDIDIKAN ABK”
Dosen Pengampu:
Harum Ita Puspa Sari, M. Pd
Di susun oleh :
Binti Yanuru Rosita
:2018190380004
Fu’adah
:2018190320006
Syarif Bin Gadi
:2018190380015
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-AKBAR SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, taufik serta Hidayah Nya kepada saya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
Pendidikan ABK, Harum Ita Puspa Sari, M.Pd. yang telah membantu kami dalam
proses penyelesaian makalah yang bertemakan “Gangguan Intelektual Pada Siswa”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, kurang lebihnya
mohon maaf apabila masih ada kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Surabaya, 09 Oktober 2020
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan khusus pada anak yang membutuhkan penanganan dan
pendekatan khusus yang tidak mudah, serta kerja sama antar berbagai profesi dan
disiplin ilmu. Anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian khusus agar
seluruh potensi dan kemampuan yang dimiliki sebagai individu dapat berkembang
dan berfungsi secara maksimal.Anak-anak dengan permasalahan khusus dikenal
dengan sebutan Anak Luar Biasa, atau Anak Berkebutuhan khusus (ABK).
Dalam mewujudkan tatanan pendidikan yang mandiri dan berkualitas
sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, perlu dilakukan berbagai upaya strategis dan integral yang menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas
berlaku untuk semua (Education for All) mulai usia dini sebagai masa The Golden
Age sampai dengan pendidikan tinggi. Konsep yang sudah diterapkan oleh UNESCO
di atas memerlukan dukungan kuat dari semua pihak yang terlibat dalam dunia
pendidikan (stakeholders).
Diperlukan kepekaan Guru dan Sekolah untuk dapat mengenali ciri-ciri dan
karakter khas dari mereka, sehingga Guru dapat melakukan deteksi dini terhadap
potensi-potensi positif maupun negatif yang anak-anak ini miliki, serta dapat
merumuskan langkah-langkah intervensi terbaik dalam pembelajaran, guna
memaksimalkan setiap bakat dan potensi positif yang mereka miliki, dan mendukung
mereka untuk dapat mencapai kualitas hidup yang lebih baik
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja definisi tunagrahita ?
2. Area masalah siswa dengan gangguan intelektual ?
3. Apa saja strategi pendidikan bagi anak tunagrahita ?
3
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi tunagrahita.
2. Mengetahui area masalah siswa dengan gangguan intelektual.
3. Mengetahui strategi pendidikan bagi anak tunagrahita.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tunagrahita
Batasan anak berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, para ahli dalam
beberapa referensi mendefinisikan secara berbeda. Seseorang dikatakan berkelainan
mental subnormal atau tunagrahita jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang
sedemikian
rendahnya
(dibawah)
normal,
sehingga
untuk
meneliti
tugas
perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam
program pendidikannya. Penafsiran yang salah sering kali terjadi di masyarakat awam
bahwa keadaan kelainan mental subnormal atau tunagrahita dianggap seperti suatu
penyakit sehingga dengan memasukkan ke lembaga pendidikan atau perawatan
khusus anak diharapkan dapat normal kembali. Penafsiran tersebut sama sekali tidak
benar sebab anak tunagrahita dalam jenjang manapun sama sekali tidak ada
hubungannya penyakit atau sama dengan penyakit. 1
Edgar Doll berpendapat seseorang dikatakan tungrahita jika: 1) Secara sosial
tidak cakap, 2) Secara mental dibawah normal, 3) Kecerdasannya terhambat sejak
lahir tunagrahita apabila kecerdasannya secara umum dibawah rata-rata dan
mengalami atau pada usia muda, 4) Kematangannya terhambat. Sedangkan menurut
The American Assotiation on Mental Deficiency (AAMD), seseorang dikatakan
kesulitan penyesuaian sosial dalam setiap fase perkembangannya.
Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak tunagrahita yang tidak
mampu mengikuti program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang
dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilsnya tidak maksimal.
Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara
lain: 1) Membaca, menulis, mengeja dan berhitung, 2) Menyesuaikan diri dan tidak
menggantungkan diri kepada orang lain, 3) Keterampilan yang sederhana untuk
1
Endang Rochyadi. Pengembangan Program Pembelajaran Indiidual Bagi Anak Tunagrahita. (Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional). 2005. Hal. 23
5
kepentingan kerja dikemudian hari. Anak tunagrahita mampu didik ini dapat dididik
secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan.
Anak tunagrahita mampu latih (imbecile) adalah anak tunagrahita yang
memiliki kecerdasaan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk
mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh
karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang perlu
diberdayakan, yaitu 1). Belajar mengurus diri sendiri, misalnya: makan, mandi,
pakaian, tidur sendiri; 2). Belajar menyesuaikan di lingkungan rumah dan sekitarnya;
3). Mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel kerja atau di lembaga
khusus. Jadi anak tunagrahita mampu latih ini anak yang dapat mengurus diri sendiri
melalui aktifitas kehidupan sehari-hari (activity daily living), serta melakukan fungsi
sosial kemasyarakatan menurut kemampuannya.
Anak tunagrahita mampu rawat (idiot), adalah anak tunagrahita yang memiliki
kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau
sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhannya sendiri sangat membutuhkan orang lain.
Dengan kata lain, anak tunagrahita mampu rawat ini adalah anak yang membutuhkan
perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa
bantuan orang lain (totally dependent).2
Menelaah sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun
waktu terjadinya, yaitu dibawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar
seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen). Kirk berpendapat bahwa
ketunagrahitaan
karena
faktor
endogen,
yaitu
faktor
ketidaksempurnaan
psikobiologis dalam memindahkan gen. sedangkan eksogen, yaitu faktor yang terjadi
akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Dari sisi pertumbuhan dan
perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport dapat dirinci melalui
jenjang berikut :
1. Kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma.
2
Ibid,. Hal 25
6
2. Kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur.
3. Kelainan atau keturunan yang dikaitkan dengan implantasi.
4. Kelainan atau keturunan yang timbul dalam embrio.
5. Kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelahiran.
6. Kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin,
7. Kelainan atau keturunan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak.
Selain sebab-sebab diatas, ketunagrahitaan dapat terjadi karena:
a. Radang otak, : kerusakan pada area otak tertentu yang terjadi saat kelahiran.
b. Gangguan fisiologis,: penampakan fisik mirip keturunan orang mongol ,
sebagai akibat gangguan genetic, dan cretinisme atau kerdil sebagai akibat
gangguan kelenjar tiroid.
c. Faktor hereditas,: diduga seagai penyebab terjadinya ketunagrahitaan masih
sulit dipastikan kontribusinya sebab para ahli sendiri mempunyai formulasi
yang berbeda mengenai keturunan sebagai penyebab ketunagrahitaan.
d. Pengaruh kebudayaan. : faktor yang berkaitan dengan segenap perikehidupan
lingkungan psikososial.3
B. Area Masalah Siswa dengan Gangguan Intelektual (Tunagrahita)
Tunagrahita merupakan kondisi yang kompleks, menunjukkan kemampuan
intelektual yang rendah dan mengalami hambatan dalam perilaku adaptif. Seseorang
tidak dapat dikategorikan sebagai tunagrahita apabila tidak mempunyai dua hal
tersebut yaitu, perkembangan intelektual yang rendah dan kesulitan dalam perilaku
adaptif. Dalam pengertian lain seseorang baru dapat dikategorikan tunagrahita apabila
kedua syarat tadi dipenuhi.
Anak berkesulitan belajar adalah individu yang mengalami gangguan dalam suatu
proses psikologis dasar, yaitu seperti disfungsi saraf pusat, atau gangguan neurologis.
anak berkesulitan belajar dapat dibagi menjadi dua. Pertama yang berkaitan dengan
3
Mohammad Efendi. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. (Jakarta: Bumi Aksara). 2006.Hal.
25
7
perkembangan , mencakup gangguan motorik dan persepsi, bahasa dan komunikasi,
memori, dan perilaku sosial. Kedua yang berkaitan dengan akademik (membaca,
menulis, dan berhitung) sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, tetapi kedua
kelompok ini tidak dapat dipisahkan secara tegas karena ada keterkaitan diantara
keduanya. Kesulitan belajar dapat dialami oleh siapa saja, mulai dari siswa yang
berkecerdasan rata-rata, sampai yang berintelegensi tinggi. Kesulitan belajar dapat
berdampak negatif tidak saja dalam penguasaan prestasi akademik, tetapi juga
perkembangan kepribadiannya.4
Istilah perilaku adaptif ini sebagai kemampuan seseorang dalam memikul
tanggung jawab sosial menurut ukuran normal sosial tertentu, dan bersifat kondisi
sesuai dengan tahap perkembangannya. Hambatan dalam perilaku adaptif pada
tunagrahita ini ada tujuh area yaitu:
1. Terhambat dalam perkembangan keterampilan sensorimotor.
2. Terhambat dalam keterampilan komunikasi.
3. Terhambat dalam menolong diri.
4. Terhambat dalam sosialisasi .
5. Terhambat dalam mengaplikasikan keterampilan akademik dalam kehidupan
sehari-hari.
6. Terhambat dalam menilai situasi lingkungan secara tepat.
7. Terhambat dalam menilai keterampilan sosial
Aspek 1 sampai 4 dapat diobservasi pada bayi dan masa anak-anak, sementara aspek
5 sampai 7 itu dapat diobservasi pada masa remaja.
4
Laili S. Cahya, Adakah Abk di Kelasku, (Yogyakarta: Familia), 2013, Hal 22
8
Karakteristik anak dengan adanya perkembangan Tunagrahita adalah sebagai
berikut:
a. Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial, dan emosional sama seperti anak-anak
yang tidak menyandang tunagrahita.
b. Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali melakukan
kesalahan (expentacy for filure).
c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi
kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness).
d. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri.
e. Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (sosial behavioral).
f. Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar.
g. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan.
h. Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik.
i. Kurang mampu untuk berkomunikasi.
j. Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak.
k. Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatrik, adanya gejala depresif.
James D. Page , menyebutkan beberapa ciri-ciri yang dimiliki oleh
penyandang Tunagrahita, yaitu kecerdasan intelektual, sosial, fungsi mental,
dorongan dan emosi, kemampuan berbahasa, kemampuan secara akademis, dan
kemampuan berorganisasi. Penjelasannya sebagai berikut :5
1) Intelektual
Tingkat kecerdasan penyandang Tunagrahita selalu di bawah rata-rata teman
sebayanya. Perkembangan kecerdasannya juga sangat terbatas. Umumnya,
mereka hanya mampu mencapai tingkat usia mental setingkat anak SD kelas IV
atau bahkan ada yang hanya mampu mencapai tingkat usia mental anak prasekolah.
5
Desiningrum. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. (Yogyakarta: CV. Budi Utama). 2016. Hal. 21
9
2) Sosial
Kemampuan bidang sosial anak Tunagrahita mengalami keterlambatan. Hal ini
ditunjukkan dengan kemampuan anak Tunagrahita yang rendah dalam hal
mengurus, memelihara, dan memimpin dirinya sendiri sehingga acap kali tidak
mampu bersosialisasi dengan orang lain.
3) Fungsi mental
Anak Tunagrahita mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, jangkauan
perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih sehingga kurang mampu
menghadapi tugas.
4) Dorongan dan emosi
Perkembangan dorongan dan emosi ini anak tunagrahita berbeda-beda tergantung
yang dimilliki. Pada tingkat severe dan profound, penyandang tunagrahita
umumnya tidak dapat menunjukkan dorongan untuk mempertahankan diri.
Contoh, mereka tidaka dapat member tahu saat sedang merasa lapar, tidak dapat
menjauhkan diri saat mendapat stimulus yang memberikan rasa sakit. Secara
umum, kehidupan emosinya terbatas pada perasaan senang, takut, marah dan
benci.
5) Kemampuan dalam bahasa
Kemampuan bahasa dalam anak tunagrahita ini sangat terbatas, terutama pada
perbendaharaan kata. Anak tunagrahita tingkat severe dan profound umumnya
memiliki gangguan bicara berat yang disebabkan cacat artikulasi dan masalah
dalam pembentukan bunyi di pita suara dan rongga mulut.
6) Kemampuan dalam bidang akademis
Anak tunagrahita sulit mempelajari sesuatu yang bersifat akademis, terutama
membaca dan berhitung. Namun, hal ini dapat diatasi dengan melakukan
pendampingan belajar yang mendasar dan intensif.6
6
Ibid,. Hal.21.
10
7) Kepribadian dan kemampuan organisasi
Anak tunagrahita umumnya memiliki kepercayaan diri yang rebdah sebab tidak
mampu mengontrol dirinya sendiri dan bergantung pada orang lain. Hal tersebut
berdampak pada kemampuan berorganisasi yang sangat kurang.
C. Strategi Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita
Strategi pembelajaran berkaitan dengan metode khusus dalam melaksanakan
suatu pembelajaran termasuk pembelajaran yang diterapkan untuk membelajarkan
anak disabilitas intelektual. pada hakikatnnya, strategi pembelajaran untuk anak ini
berkaitan dengan strategi yang diterapkan kepada anak autisme hiperaktif, dan
kesulitan belajar. Hal ini disebabkan karena strategi pembelajaran untuk semua
kelompok ini perlu di pecah-pecah ke dalam tugas-tugas belajar kecil, detail dan
terbatas yang ditujukan agar anak menguasai tugas belajar yang lebih besar. Diantara
strategi belajar yang dapat diterapkan adalah seperti penjelasan berikut.7
1. Analisis Tugas
Analisis tugas berkaitan dengan strategi pembelajaran yang diterapkan dengan
cara memecah tugas belajar yang lebih besar ke dalam tugas-tugas belajar yang
lebih kecil dan mendetail. Sebagai ilustrasi diberikan contoh tentang mengajarkan
cara mencuci tangan. Agar anak mampu melakukan cuci tangan maka tugas
belajar mencuci tangan di pecah secara mendetail seperti brerikut ini.
a. Menunjukkan pada anak tempat untuk mencuci tangan.
b. Membuka kran air.
c. Menutup kran air.
d. Mengambil sabun.
e. Memegang sabun dengan telapak tangan.
f. Menggosokan sabun ke tangan dan jari-jari tangan yang telah diberi sabun.
g. Membuka kran air.
7
Martini Jamaris. ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Profil, Asesmen, dan Pelayanan Pendidikan.
(Bogor: Ghalia Indonesia). 2018. Hal. 110.
11
h. Mencuci tanagn dengan air kran.
i. Menutup kran air.
j. Mengeringkan tangan dengan handuk atau kain lap atau tissue.
2. Demonstrasi
Dalam melaksanakan pembelajaran berbasis analisis tugas, guru memberikan
contoh secara konkret pada anak atau mendemonstrasikannya. Setiap memberikan
contoh anak diminta untuk melakukannya sesuai dengan contoh yang diberikan
oleh guru. Apabila anak melakukannya dengan benar maka guru memberikan
pujian atau penegasan. Hal ini diperlukan karena anak disabilitas intelektual
membutuhkan penegasan guru terhadap perilaku yang dilakukannya sehingga ia
yakin bahwa yang dilakukannya adalah benar. Sebaliknya, apabila anak
melakukan kesalahan maka guru perlu memberikan penegasan bahwa yang
dilakukannya tidak benar dan meminta anak untuk mengulanginya sampai benar.
Baru ia bisa pindah ke tugas belajar selanjutnya.
3. Modifikasi Perilaku
Modifikasi perilaku merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan sosial anak disabilitas intelektual. Sebagai contoh
diberikan ilustrasi cara berperilaku dalam berbicara di dalam kelas pada waktu
guru sedang menjelaskan pelajaran.8
a. Mengangkat tangan.
b. Tetap mengangkat tangan tanpa berbicara atau diam.
c. Tetap mengangkat tangan dan diam sampai guru menunjuk kepada anak.
d. Menurunkan tangan.
e. Berbicara.
Apabila anak melakukannya dengan benar guru memberikan pujian atau
penegasan, sehingga anak mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah benar.
4. Keterampilan Menghindarkan dari Bahaya
8
Ibid., hal. 111
12
Anak disabilitas intelektual pada hakikatnya berada dalam kondisi yang
menimbulkan bahaya. Bahaya tersebut bisa datang dari dirinya sendiri maupun
dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Perilaku berbahaya merupakan
perilaku yang tidak bisa dibiarkan. Perilaku ini membutuhkan negatif respons
atau teguran dari guru atau orang yang berada di sekitar anak dengan segera.
Beberapa contoh perilaku berbahaya yang dilakukan anak disabilitas
intelektual adalah sebagai berikut.
a. Membenturkan kepala ke dinding.
b. Memukul teman atau orang lain.
c. Membakar.
d. Melempar benda pada orang lain.
Setiap kali anak melakukan hal tersebut di atas maka guru perlu memberikan
penegasan bahwa tindakan itu salah. Selanjutnya, anak diminta mengucapkan
tindakan yang salah tersebut,. Misalnya, “Membenturkan kepala adalah salah”,
“Kepala tidak boleh dibenturkan”.
Bahaya lain yang dihadapi anak disabilitas intelektual adalah bahaya yang
datang dari luar dirinya, seperti bahaya terhadap pelecehan seksual. Oleh, sebab
itu, perlu dilakukan tindakan pembelajaran berbasis analisis tugas untuk
menghindarkan anak dari bahaya tesebut.9
Pendekatan yang dapat diberikan kepada anak keterbelakangan mental
1) Occuppasional Therapy (Terapi Gerak)
Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak fungsional
anggota tubuh (gerak kasar dan halus).
2) Play Therapy (Terapi bermain)
Terapi yang diberikan kepada anak tunagrahita dengan cara bermain,
misalnya: memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara
sosiodrama, bermain jual-beli.
9
ibid,. hal.112
13
3) Activity Daily Living (ADL) atau Kemampuan Merawat Diri
Untuk memandirikan anak tunagrahita, mereka harus diberikan
pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari
(ADL) agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain
dan tidak tergantung kepada orang lain.
4) Life Skill (Keterampilan hidup)
Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ
di
bawah
rata-rata
biasanya
tidak
diharapkan
bekerja
sebagai
administrator. Bagi anak tunagrahita yang memiliki IQ dibawah rata-rata,
mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu,
untuk bekal hidup, mereka diberikan pendidikan keterampilan. Dengan
keterampilan yang dimilikinya mereka diharapkan dapat hidup di
lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri
dan usaha.
5) Vocational Therapy (Terapi Bekerja)
Selain diberikan latihan keterampilan. Anak tunagrahita juga diberikan
latihan kerja. Dengan bekal keterampilan yang telah dimilikinya, anak
tunagrahita diharapkan dapat bekerja.10
10
Nur Eva, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, (Malang: Universitas Negeri Malang), 2015, Hal 5253.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Seseorang dikatakan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita jika ia
memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah) normal,
sehingga untuk meneliti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau
layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. Penafsiran yang
salah sering kali terjadi di masyarakat awam bahwa keadaan kelainan mental
subnormal atau tunagrahita dianggap seperti suatu penyakit sehingga dengan
memasukkan ke lembaga pendidikan atau perawatan khusus anak diharapkan
dapat normal kembali. Penafsiran tersebut sama sekali tidak benar sebab anak
tunagrahita dalam jenjang manapun sama sekali tidak ada hubungannya penyakit
atau sama dengan penyakit.
2. Hambatan dalam perilaku adaptif pada tunagrahita ini ada tujuh area yaitu:
a. Terhambat dalam perkembangan keterampilan sensorimotor.
b. Terhambat dalam keterampilan komunikasi.
c. Terhambat dalam menolong diri.
d. Terhambat dalam sosialisasi .
e. Terhambat dalam mengaplikasikan keterampilan akademik dalam kehidupan
sehari-hari.
f. Terhambat dalam menilai situasi lingkungan secara tepat.
g. Terhambat dalam menilai keterampilan sosial
Aspek 1 sampai 4 dapat diobservasi pada bayi dan masa anak-anak, sementara
aspek 5 sampai 7 itu dapat diobservasi pada masa remaja.
3. Diantara strategi belajar yang dapat diterapkan adalah seperti penjelasan berikut.
a. Analisis tugas.
b. Demonstrasi.
c. Modifikasi perilaku.
d. Keterampilan menghindarkan dari bahaya.
15
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis sadar akan banyaknya kekurangan
materi maupun tutur kata. Berdasarkan hal itu kritik dan saran dari para pembaca
sangat penting untuk peningkatan penulisan makalah penulis selanjutnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Desiningrum. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. (Yogyakarta: CV. Budi
Utama)
Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. (Jakarta:
Bumi Aksara)
Jamaris,Martini. 2018. ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Profil, Asesmen, dan
Pelayanan Pendidikan. (Bogor: Ghalia Indonesia)
Laili S. Cahya. 2013. Adakah Abk di Kelasku, (Yogyakarta: Familia)
Nur Eva, 2015. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, (Malang: Universitas Negeri
Malang)
Rochyadi. Endang. 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Indiidual Bagi
Anak Tunagrahita. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional)
17
Download