GANGGUAN INTELEKTUAL PADA SISWA Makalah Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “PENDIDIKAN ABK” Dosen Pengampu: Harum Ita Puspa Sari, M. Pd Di susun oleh : Binti Yanuru Rosita :2018190380004 Fu’adah :2018190320006 Syarif Bin Gadi :2018190380015 JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-AKBAR SURABAYA 2020 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, taufik serta Hidayah Nya kepada saya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan ABK, Harum Ita Puspa Sari, M.Pd. yang telah membantu kami dalam proses penyelesaian makalah yang bertemakan “Gangguan Intelektual Pada Siswa”. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, kurang lebihnya mohon maaf apabila masih ada kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Surabaya, 09 Oktober 2020 Penyusun 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan khusus pada anak yang membutuhkan penanganan dan pendekatan khusus yang tidak mudah, serta kerja sama antar berbagai profesi dan disiplin ilmu. Anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian khusus agar seluruh potensi dan kemampuan yang dimiliki sebagai individu dapat berkembang dan berfungsi secara maksimal.Anak-anak dengan permasalahan khusus dikenal dengan sebutan Anak Luar Biasa, atau Anak Berkebutuhan khusus (ABK). Dalam mewujudkan tatanan pendidikan yang mandiri dan berkualitas sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu dilakukan berbagai upaya strategis dan integral yang menunjang penyelenggaraan pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas berlaku untuk semua (Education for All) mulai usia dini sebagai masa The Golden Age sampai dengan pendidikan tinggi. Konsep yang sudah diterapkan oleh UNESCO di atas memerlukan dukungan kuat dari semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan (stakeholders). Diperlukan kepekaan Guru dan Sekolah untuk dapat mengenali ciri-ciri dan karakter khas dari mereka, sehingga Guru dapat melakukan deteksi dini terhadap potensi-potensi positif maupun negatif yang anak-anak ini miliki, serta dapat merumuskan langkah-langkah intervensi terbaik dalam pembelajaran, guna memaksimalkan setiap bakat dan potensi positif yang mereka miliki, dan mendukung mereka untuk dapat mencapai kualitas hidup yang lebih baik B. Rumusan Masalah 1. Apa saja definisi tunagrahita ? 2. Area masalah siswa dengan gangguan intelektual ? 3. Apa saja strategi pendidikan bagi anak tunagrahita ? 3 C. Tujuan 1. Mengetahui definisi tunagrahita. 2. Mengetahui area masalah siswa dengan gangguan intelektual. 3. Mengetahui strategi pendidikan bagi anak tunagrahita. 4 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Tunagrahita Batasan anak berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, para ahli dalam beberapa referensi mendefinisikan secara berbeda. Seseorang dikatakan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah) normal, sehingga untuk meneliti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. Penafsiran yang salah sering kali terjadi di masyarakat awam bahwa keadaan kelainan mental subnormal atau tunagrahita dianggap seperti suatu penyakit sehingga dengan memasukkan ke lembaga pendidikan atau perawatan khusus anak diharapkan dapat normal kembali. Penafsiran tersebut sama sekali tidak benar sebab anak tunagrahita dalam jenjang manapun sama sekali tidak ada hubungannya penyakit atau sama dengan penyakit. 1 Edgar Doll berpendapat seseorang dikatakan tungrahita jika: 1) Secara sosial tidak cakap, 2) Secara mental dibawah normal, 3) Kecerdasannya terhambat sejak lahir tunagrahita apabila kecerdasannya secara umum dibawah rata-rata dan mengalami atau pada usia muda, 4) Kematangannya terhambat. Sedangkan menurut The American Assotiation on Mental Deficiency (AAMD), seseorang dikatakan kesulitan penyesuaian sosial dalam setiap fase perkembangannya. Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilsnya tidak maksimal. Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain: 1) Membaca, menulis, mengeja dan berhitung, 2) Menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain, 3) Keterampilan yang sederhana untuk 1 Endang Rochyadi. Pengembangan Program Pembelajaran Indiidual Bagi Anak Tunagrahita. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional). 2005. Hal. 23 5 kepentingan kerja dikemudian hari. Anak tunagrahita mampu didik ini dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan. Anak tunagrahita mampu latih (imbecile) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasaan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan, yaitu 1). Belajar mengurus diri sendiri, misalnya: makan, mandi, pakaian, tidur sendiri; 2). Belajar menyesuaikan di lingkungan rumah dan sekitarnya; 3). Mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel kerja atau di lembaga khusus. Jadi anak tunagrahita mampu latih ini anak yang dapat mengurus diri sendiri melalui aktifitas kehidupan sehari-hari (activity daily living), serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut kemampuannya. Anak tunagrahita mampu rawat (idiot), adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhannya sendiri sangat membutuhkan orang lain. Dengan kata lain, anak tunagrahita mampu rawat ini adalah anak yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (totally dependent).2 Menelaah sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen). Kirk berpendapat bahwa ketunagrahitaan karena faktor endogen, yaitu faktor ketidaksempurnaan psikobiologis dalam memindahkan gen. sedangkan eksogen, yaitu faktor yang terjadi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport dapat dirinci melalui jenjang berikut : 1. Kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma. 2 Ibid,. Hal 25 6 2. Kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur. 3. Kelainan atau keturunan yang dikaitkan dengan implantasi. 4. Kelainan atau keturunan yang timbul dalam embrio. 5. Kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelahiran. 6. Kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin, 7. Kelainan atau keturunan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak. Selain sebab-sebab diatas, ketunagrahitaan dapat terjadi karena: a. Radang otak, : kerusakan pada area otak tertentu yang terjadi saat kelahiran. b. Gangguan fisiologis,: penampakan fisik mirip keturunan orang mongol , sebagai akibat gangguan genetic, dan cretinisme atau kerdil sebagai akibat gangguan kelenjar tiroid. c. Faktor hereditas,: diduga seagai penyebab terjadinya ketunagrahitaan masih sulit dipastikan kontribusinya sebab para ahli sendiri mempunyai formulasi yang berbeda mengenai keturunan sebagai penyebab ketunagrahitaan. d. Pengaruh kebudayaan. : faktor yang berkaitan dengan segenap perikehidupan lingkungan psikososial.3 B. Area Masalah Siswa dengan Gangguan Intelektual (Tunagrahita) Tunagrahita merupakan kondisi yang kompleks, menunjukkan kemampuan intelektual yang rendah dan mengalami hambatan dalam perilaku adaptif. Seseorang tidak dapat dikategorikan sebagai tunagrahita apabila tidak mempunyai dua hal tersebut yaitu, perkembangan intelektual yang rendah dan kesulitan dalam perilaku adaptif. Dalam pengertian lain seseorang baru dapat dikategorikan tunagrahita apabila kedua syarat tadi dipenuhi. Anak berkesulitan belajar adalah individu yang mengalami gangguan dalam suatu proses psikologis dasar, yaitu seperti disfungsi saraf pusat, atau gangguan neurologis. anak berkesulitan belajar dapat dibagi menjadi dua. Pertama yang berkaitan dengan 3 Mohammad Efendi. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. (Jakarta: Bumi Aksara). 2006.Hal. 25 7 perkembangan , mencakup gangguan motorik dan persepsi, bahasa dan komunikasi, memori, dan perilaku sosial. Kedua yang berkaitan dengan akademik (membaca, menulis, dan berhitung) sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, tetapi kedua kelompok ini tidak dapat dipisahkan secara tegas karena ada keterkaitan diantara keduanya. Kesulitan belajar dapat dialami oleh siapa saja, mulai dari siswa yang berkecerdasan rata-rata, sampai yang berintelegensi tinggi. Kesulitan belajar dapat berdampak negatif tidak saja dalam penguasaan prestasi akademik, tetapi juga perkembangan kepribadiannya.4 Istilah perilaku adaptif ini sebagai kemampuan seseorang dalam memikul tanggung jawab sosial menurut ukuran normal sosial tertentu, dan bersifat kondisi sesuai dengan tahap perkembangannya. Hambatan dalam perilaku adaptif pada tunagrahita ini ada tujuh area yaitu: 1. Terhambat dalam perkembangan keterampilan sensorimotor. 2. Terhambat dalam keterampilan komunikasi. 3. Terhambat dalam menolong diri. 4. Terhambat dalam sosialisasi . 5. Terhambat dalam mengaplikasikan keterampilan akademik dalam kehidupan sehari-hari. 6. Terhambat dalam menilai situasi lingkungan secara tepat. 7. Terhambat dalam menilai keterampilan sosial Aspek 1 sampai 4 dapat diobservasi pada bayi dan masa anak-anak, sementara aspek 5 sampai 7 itu dapat diobservasi pada masa remaja. 4 Laili S. Cahya, Adakah Abk di Kelasku, (Yogyakarta: Familia), 2013, Hal 22 8 Karakteristik anak dengan adanya perkembangan Tunagrahita adalah sebagai berikut: a. Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial, dan emosional sama seperti anak-anak yang tidak menyandang tunagrahita. b. Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali melakukan kesalahan (expentacy for filure). c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness). d. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri. e. Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (sosial behavioral). f. Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar. g. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan. h. Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik. i. Kurang mampu untuk berkomunikasi. j. Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak. k. Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatrik, adanya gejala depresif. James D. Page , menyebutkan beberapa ciri-ciri yang dimiliki oleh penyandang Tunagrahita, yaitu kecerdasan intelektual, sosial, fungsi mental, dorongan dan emosi, kemampuan berbahasa, kemampuan secara akademis, dan kemampuan berorganisasi. Penjelasannya sebagai berikut :5 1) Intelektual Tingkat kecerdasan penyandang Tunagrahita selalu di bawah rata-rata teman sebayanya. Perkembangan kecerdasannya juga sangat terbatas. Umumnya, mereka hanya mampu mencapai tingkat usia mental setingkat anak SD kelas IV atau bahkan ada yang hanya mampu mencapai tingkat usia mental anak prasekolah. 5 Desiningrum. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. (Yogyakarta: CV. Budi Utama). 2016. Hal. 21 9 2) Sosial Kemampuan bidang sosial anak Tunagrahita mengalami keterlambatan. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan anak Tunagrahita yang rendah dalam hal mengurus, memelihara, dan memimpin dirinya sendiri sehingga acap kali tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain. 3) Fungsi mental Anak Tunagrahita mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, jangkauan perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih sehingga kurang mampu menghadapi tugas. 4) Dorongan dan emosi Perkembangan dorongan dan emosi ini anak tunagrahita berbeda-beda tergantung yang dimilliki. Pada tingkat severe dan profound, penyandang tunagrahita umumnya tidak dapat menunjukkan dorongan untuk mempertahankan diri. Contoh, mereka tidaka dapat member tahu saat sedang merasa lapar, tidak dapat menjauhkan diri saat mendapat stimulus yang memberikan rasa sakit. Secara umum, kehidupan emosinya terbatas pada perasaan senang, takut, marah dan benci. 5) Kemampuan dalam bahasa Kemampuan bahasa dalam anak tunagrahita ini sangat terbatas, terutama pada perbendaharaan kata. Anak tunagrahita tingkat severe dan profound umumnya memiliki gangguan bicara berat yang disebabkan cacat artikulasi dan masalah dalam pembentukan bunyi di pita suara dan rongga mulut. 6) Kemampuan dalam bidang akademis Anak tunagrahita sulit mempelajari sesuatu yang bersifat akademis, terutama membaca dan berhitung. Namun, hal ini dapat diatasi dengan melakukan pendampingan belajar yang mendasar dan intensif.6 6 Ibid,. Hal.21. 10 7) Kepribadian dan kemampuan organisasi Anak tunagrahita umumnya memiliki kepercayaan diri yang rebdah sebab tidak mampu mengontrol dirinya sendiri dan bergantung pada orang lain. Hal tersebut berdampak pada kemampuan berorganisasi yang sangat kurang. C. Strategi Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita Strategi pembelajaran berkaitan dengan metode khusus dalam melaksanakan suatu pembelajaran termasuk pembelajaran yang diterapkan untuk membelajarkan anak disabilitas intelektual. pada hakikatnnya, strategi pembelajaran untuk anak ini berkaitan dengan strategi yang diterapkan kepada anak autisme hiperaktif, dan kesulitan belajar. Hal ini disebabkan karena strategi pembelajaran untuk semua kelompok ini perlu di pecah-pecah ke dalam tugas-tugas belajar kecil, detail dan terbatas yang ditujukan agar anak menguasai tugas belajar yang lebih besar. Diantara strategi belajar yang dapat diterapkan adalah seperti penjelasan berikut.7 1. Analisis Tugas Analisis tugas berkaitan dengan strategi pembelajaran yang diterapkan dengan cara memecah tugas belajar yang lebih besar ke dalam tugas-tugas belajar yang lebih kecil dan mendetail. Sebagai ilustrasi diberikan contoh tentang mengajarkan cara mencuci tangan. Agar anak mampu melakukan cuci tangan maka tugas belajar mencuci tangan di pecah secara mendetail seperti brerikut ini. a. Menunjukkan pada anak tempat untuk mencuci tangan. b. Membuka kran air. c. Menutup kran air. d. Mengambil sabun. e. Memegang sabun dengan telapak tangan. f. Menggosokan sabun ke tangan dan jari-jari tangan yang telah diberi sabun. g. Membuka kran air. 7 Martini Jamaris. ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Profil, Asesmen, dan Pelayanan Pendidikan. (Bogor: Ghalia Indonesia). 2018. Hal. 110. 11 h. Mencuci tanagn dengan air kran. i. Menutup kran air. j. Mengeringkan tangan dengan handuk atau kain lap atau tissue. 2. Demonstrasi Dalam melaksanakan pembelajaran berbasis analisis tugas, guru memberikan contoh secara konkret pada anak atau mendemonstrasikannya. Setiap memberikan contoh anak diminta untuk melakukannya sesuai dengan contoh yang diberikan oleh guru. Apabila anak melakukannya dengan benar maka guru memberikan pujian atau penegasan. Hal ini diperlukan karena anak disabilitas intelektual membutuhkan penegasan guru terhadap perilaku yang dilakukannya sehingga ia yakin bahwa yang dilakukannya adalah benar. Sebaliknya, apabila anak melakukan kesalahan maka guru perlu memberikan penegasan bahwa yang dilakukannya tidak benar dan meminta anak untuk mengulanginya sampai benar. Baru ia bisa pindah ke tugas belajar selanjutnya. 3. Modifikasi Perilaku Modifikasi perilaku merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial anak disabilitas intelektual. Sebagai contoh diberikan ilustrasi cara berperilaku dalam berbicara di dalam kelas pada waktu guru sedang menjelaskan pelajaran.8 a. Mengangkat tangan. b. Tetap mengangkat tangan tanpa berbicara atau diam. c. Tetap mengangkat tangan dan diam sampai guru menunjuk kepada anak. d. Menurunkan tangan. e. Berbicara. Apabila anak melakukannya dengan benar guru memberikan pujian atau penegasan, sehingga anak mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah benar. 4. Keterampilan Menghindarkan dari Bahaya 8 Ibid., hal. 111 12 Anak disabilitas intelektual pada hakikatnya berada dalam kondisi yang menimbulkan bahaya. Bahaya tersebut bisa datang dari dirinya sendiri maupun dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Perilaku berbahaya merupakan perilaku yang tidak bisa dibiarkan. Perilaku ini membutuhkan negatif respons atau teguran dari guru atau orang yang berada di sekitar anak dengan segera. Beberapa contoh perilaku berbahaya yang dilakukan anak disabilitas intelektual adalah sebagai berikut. a. Membenturkan kepala ke dinding. b. Memukul teman atau orang lain. c. Membakar. d. Melempar benda pada orang lain. Setiap kali anak melakukan hal tersebut di atas maka guru perlu memberikan penegasan bahwa tindakan itu salah. Selanjutnya, anak diminta mengucapkan tindakan yang salah tersebut,. Misalnya, “Membenturkan kepala adalah salah”, “Kepala tidak boleh dibenturkan”. Bahaya lain yang dihadapi anak disabilitas intelektual adalah bahaya yang datang dari luar dirinya, seperti bahaya terhadap pelecehan seksual. Oleh, sebab itu, perlu dilakukan tindakan pembelajaran berbasis analisis tugas untuk menghindarkan anak dari bahaya tesebut.9 Pendekatan yang dapat diberikan kepada anak keterbelakangan mental 1) Occuppasional Therapy (Terapi Gerak) Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak fungsional anggota tubuh (gerak kasar dan halus). 2) Play Therapy (Terapi bermain) Terapi yang diberikan kepada anak tunagrahita dengan cara bermain, misalnya: memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermain jual-beli. 9 ibid,. hal.112 13 3) Activity Daily Living (ADL) atau Kemampuan Merawat Diri Untuk memandirikan anak tunagrahita, mereka harus diberikan pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL) agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain. 4) Life Skill (Keterampilan hidup) Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah rata-rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak tunagrahita yang memiliki IQ dibawah rata-rata, mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu, untuk bekal hidup, mereka diberikan pendidikan keterampilan. Dengan keterampilan yang dimilikinya mereka diharapkan dapat hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri dan usaha. 5) Vocational Therapy (Terapi Bekerja) Selain diberikan latihan keterampilan. Anak tunagrahita juga diberikan latihan kerja. Dengan bekal keterampilan yang telah dimilikinya, anak tunagrahita diharapkan dapat bekerja.10 10 Nur Eva, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, (Malang: Universitas Negeri Malang), 2015, Hal 5253. 14 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Seseorang dikatakan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah) normal, sehingga untuk meneliti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. Penafsiran yang salah sering kali terjadi di masyarakat awam bahwa keadaan kelainan mental subnormal atau tunagrahita dianggap seperti suatu penyakit sehingga dengan memasukkan ke lembaga pendidikan atau perawatan khusus anak diharapkan dapat normal kembali. Penafsiran tersebut sama sekali tidak benar sebab anak tunagrahita dalam jenjang manapun sama sekali tidak ada hubungannya penyakit atau sama dengan penyakit. 2. Hambatan dalam perilaku adaptif pada tunagrahita ini ada tujuh area yaitu: a. Terhambat dalam perkembangan keterampilan sensorimotor. b. Terhambat dalam keterampilan komunikasi. c. Terhambat dalam menolong diri. d. Terhambat dalam sosialisasi . e. Terhambat dalam mengaplikasikan keterampilan akademik dalam kehidupan sehari-hari. f. Terhambat dalam menilai situasi lingkungan secara tepat. g. Terhambat dalam menilai keterampilan sosial Aspek 1 sampai 4 dapat diobservasi pada bayi dan masa anak-anak, sementara aspek 5 sampai 7 itu dapat diobservasi pada masa remaja. 3. Diantara strategi belajar yang dapat diterapkan adalah seperti penjelasan berikut. a. Analisis tugas. b. Demonstrasi. c. Modifikasi perilaku. d. Keterampilan menghindarkan dari bahaya. 15 B. Saran Dalam penyusunan makalah ini penulis sadar akan banyaknya kekurangan materi maupun tutur kata. Berdasarkan hal itu kritik dan saran dari para pembaca sangat penting untuk peningkatan penulisan makalah penulis selanjutnya. 16 DAFTAR PUSTAKA Desiningrum. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. (Yogyakarta: CV. Budi Utama) Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. (Jakarta: Bumi Aksara) Jamaris,Martini. 2018. ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Profil, Asesmen, dan Pelayanan Pendidikan. (Bogor: Ghalia Indonesia) Laili S. Cahya. 2013. Adakah Abk di Kelasku, (Yogyakarta: Familia) Nur Eva, 2015. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, (Malang: Universitas Negeri Malang) Rochyadi. Endang. 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Indiidual Bagi Anak Tunagrahita. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 17