Uploaded by User68967

TUTORIAL SKENARIO 2 (KELOMPOK TUTORIAL 2)

advertisement
Tutorial
Skenario 2
Modul Gangguan Sistem Respirasi
NAMA ANGGOTA :
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
19011101011 – Yuni Angela
19011101013 – Shally GCP Lahagina
19011101014 – Ananda CF Maweikere
19011101015 – Angelina T Ampow
19011101016 – Christian R Tjiabrata
19011101017 – Falentine D Arikalang
19011101018 – Rindiani BE Wewengkang
19011101019 – Tasya T Tampi
19011101020 – Mikhael MF Ladedu
19011101021 – Marsella ME Sumangkut
02
Kata Sulit
01
Kasus
04
Masalah Dasar
03
05
Pembahasan Hasil
Diskusi Tutorial
07
Tanya Jawab
Kata Kunci
06
Kesimpulan
KASUS
Seorang anak laki-laki umur 7 tahun, dibawa
oleh orangtuanya ke RS dengan keluhan sesak napas.
Sesak napas dialami kira-kira sejak 3 jam sebelum ke
RS, disertai napas yang berbunyi. Sesak napas diawali
dengan keluhan batuk pilek sejak 3 hari yang lalu,
tidak disertai panas. Sesak napas seperti ini sudah
pernah dialami penderita ketika umur 5 tahun. Pada
anamnesa riwayat keluarga bahwa papa penderita
waktu muda pernah mengalami keadaan yang sama,
saat ini tidak pernah sesak tapi sering timbul alergi di
kulit. Dari anamnesa juga ditemukan bahwa penderita
sering mengalami batuk yang berulang, terutama pada
malam hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan napas
cuping hidung, retraksi di sela iga dan auskultasi
ditemukan adanya bunyi wheezing. Gambaran
fototoraks kesan hiperaerasi.
Kata Sulit
Hiperaerasi
Retraksi
Terdapat banyak udara
yang terperangkap dalam
paru-paru dan sulit
dikeluarkan
Cekungan atau tarikan
kulit antara iga
(intercostal) selama
inspirasi
Wheezing
Cuping hidung
Suara pernapasan
biasanya pada orang yang
mengalami asma, yang
terjadi dalam proses
ekspirasi
Bagian hidung pada kanan
kiri lubang hidung
Kata Kunci
Sesak napas
Bunyi Wheezing
Hiperaerasi
gambaran
foto toraks
01
04
Retraksi di sela iga
02
03
05
Batuk berulang (batuk pilek)
Masalah Dasar
Seorang anak laki-laki 7 tahun mengalami sesak napas 3
jam sebelum dibawa ke RS. Sesak napas diawali dengan
batuk pilek 3 hari yang lalu, serta sering batuk berulang
pada malam hari. Sesak seperti ini sudah pernah dialami
oleh penderita ketika berumur 5 tahun.
Pertanyaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Apa anamnesis dari kasus ini?
Bagaimana pemeriksaan fisik dari kasus ini?
Apakah pemeriksaan penunjang yang tepat untuk kasus
ini?
Apa diagnosis dari penyakit ini dan diagnosis bandingnya?
Bagaimana etiologi dan faktor resiko dari kasus ini?
Bagaimana epidemiologi dari kasus ini?
Bagaimana patofisiologi dari kasus ini?
Bagaimana patogenesis dari kasus ini?
Bagaimana tatalaksana dan edukasi dari kasus ini?
Bagaimana komplikasi dan prognosis dari kasus ini?
01
Apa anamnesis
dari kasus ini?
Anamnesis
Sesuai dengan skenario yang ada, dilakukan anamnesis terhadap pasien yang
bersangkutan dan didapatkan hasil:
Keluhan utama: Sesak napas
Riwayat penyakit sekarang
- Sesak napas yang dialami kira-kira sejak 3 jam sebelum ia dibawa ke rumah sakit,
disertai napas yang berbunyi.
- Sesak napas diawali dengan keluhan batuk pilek sejak 3 hari yang lalu, dan tidak
disertai panas.
- Sering mengalami batuk yang berulang, terutama pada malam hari.
Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang
- Pada pemeriksaan fisik ditemukan napas cuping hidung, retraksi di sela iga dan
auskultasi ditemukan adanya bunyi wheezing.
- Gambaran foto toraks kesan hiperaerasi.
Anamnesis
Riwayat penyakit dahulu
Sesak napas seperti ini sudah pernah dialami penderita ketika berumur 5
tahun.
Riwayat penyakit dalam keluarga
Papa penderita waktu muda pernah mengalami keadaan yang sama, saat ini
tidak pernah sesak tapi sering timbul alergi di kulit.
02
Bagaimana pemeriksaan
fisik dari kasus ini?
Pada pemeriksaan fisik pada scenario
ditemukan napas cuping hidung, retraksi di sela
iga dan auskultasi ditemukan adanya bunyi
wheezing.
Gambaran
fototoraks
kesan
hiperaerasi.
Teknik
pemeriksaan
fisis
meliputi
pemeriksaan secara visual atau pemeriksaan
pandang
(Inspeksi),
pemeriksaan
melalui
perabaan (Palpasi), pemeriksaan dengan ketokan
(Perkusi) dan pemeriksaan secara auditorik
dengan menggunakan stetoskop (Auskultasi).
Keadaan Umum
Sebelum melakukan pemeriksaan fisis, dapat diperhatikan
bagaimana keadaan umum pasien melalui ekspresi wajahnya, gaya
berjalannya dan tanda-tanda spesifik lain yang segera tampak
begitu kita melihat pasien. Keadaan umum pasien dapat dibagi
menjadi tampak sakit ringan, sakit sedang, atau sakit berat. Hal
lain yang segera dapat dilihat pada pasien adalah keadaan gizi
dan habitus
Kesadaran
●
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan
melihat reaksi pasien yang wajar terhadap stimulus visual,
auditorik maupun taktil. Seorang yang sadar dapat tertidur, tapi
segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu, tingkat kesadaran
dapat diperiksa dengan memberikan rangsang nyeri.
●
Adapun yang harus dilakukan pada pemeriksaan fisis yaitu:
tanda vital diamana meliputi Suhu,tekanan darah, nadi,
frekuensi pernapasan.
Pada
pemeriksaan
hendaknya
juga
mendengar kelainan yang langsung dapat di
dengar tanpa bantuan pemeriksa, seperti: suara
mengi(wheezing), yaitu suara napas seperti music
yang terdengar selama fase inspirasi dan
ekspirasi karena terjadinya penyempitan jalan
udara. Seperti pada kasus ini dimana di temukan
adanya wheezing. Ada juga suara lain seperti
stridor dan serta suara serak (hoarseness).
Setelah melakukan pengamatan awal dilakukan
pemeriksaan fisik paru yang terdiri dari inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.
●
Inspeksi
Inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada
dinding dada, kelainan bentuk dada,mmenilai frekuensi, sifat
dan pola pernapasan.
1.
Kelainan dinding dada.
2.
Kelainan bentuk dada.
3.
Frekuensi Pernapasan
Jenis Pernapasan
Pola Pernapasan
4.
5.
●
Palpasi
Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis.
1.
Palpasi dalam keadaan statis
2.
Palpasi dalam keadaan dinamis.
●
Perkusi
Perkusi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan kiri pada dinding dada
dengan jari-jari sedikit meregang. Jari tengah tangan kiri tersebut ditekan ke dinding
dada sejajar dengan iga pada daerah yang akan diperkusi.
●
Auskultasi.
Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran
udara melalui sistern trakeobronkial. Pemeriksaan auskultasi ini meliputi pemeriksaan
suara napas pokok, pemeriksaan suara napas tambahan dan jika didapatkan adanya
kelainan dilakukan pemeriksaan untuk mendengarkan suara ucapan atau bisikan pasien
yang dihantarkan melalui dinding dada. Pola suara napas diuraikan berdasarkan
intensitas, frekuensi serta lamanya fase inspirasi dan ekspirasi.
Adapun yang harus di perhatikan adalah
●
BATUK
Bunyi suara batuk dan keadaan-keadaan yang
menyertainya dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis. Pasien dengan obstruksi saluran napas yang berat
(asma dan PPOK) sering mengalami batuk yang
berkepanjangan disertai dengan napas berbunyi, dan
kadang-kadang bisa sampai sinkope akibat adanya
peningkatan tekanan intratorakal yang menetap sehingga
menyebabkan gangguan aliran balik vena dan penurunan
curah jantung.
●
SPUTUM (DAHAK)
Ada 4 jenis sputum yang rnempunyai karakteristik yang berbeda:
Serous: Jernih dan encer, pada edema paru akut.
Berbusa, kernerahan, pada alveolar celi cancer.
Mukoid : Jernih keabu-abuan, pada bronchitis kronik.
Putih kental, pada asma.
Purulen : Kuning, pada pneumonia, Kehijauan, pada bronkiektasis, abses paru.
Rusty (Blood-stained): Kuning tua/coklat/rnerah-kecoklatan seperti warna
karat, pada Pneumococcal pneumonia dan edema paru
03
Apakah pemeriksaan
penunjang yang tepat
untuk kasus ini?
1. Spirometri
Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakan
diagnosis asma adalah melihat respons pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan
sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer)
golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP 1 sebanyak ≥ 12% atau (≥
200mL) menunjukan diagnosis asma. Tetapi respons yang kurang
dari 12% atau 200 mL, tidak berarti bukan asma. Hal – hal tersebut
dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati
normal. Demikian pula respons terhadap bronkodilator tidak
dijumpai pada obstruksi saluran napas yang berat, oleh karena obat
tunggal bronkodilator tidak cukup kuat memberikan efek yang
diharapkan.
Untuk melihat reversibilitas pada hal yang
disebutkan di atas mungkin diperlukan kombinasi
obat golongan adrenergik beta, teofilin, dan
bahkan kotikosteroid untuk jangka waktu
pengobatan 2 – 3 minggu. Reversibilitas dapat
terjadi tanpa pengobatan yang dapat dilihat dari
hasil pemeriksaan spirometri yang dilakuka pada
saat yang berbeda – beda misalnya beberapa hari
atau bulan kemudian.
2. Uji Provokas Bronkus
Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk
menunjukkan adanya hiperaktivitas bronkus
dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa
cara untuk melakukan uji provokasi bronkus
seperti uji provokasi dengan histamin, metakolin,
kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam
hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata.
Penurunan VEP 1 sebesar 20% atau lebih dianggap
bermakna.
3. Pemeriksaan Sputum
Sputum eosinophil sangat karakteristik
untuk asma, sedangkan neutrophil sangat
dominan pasa bronchitis kronik. Selain
untuk melihat adanya eosinifil, Kristal
Charcot-Leyden dan Spiral Curschmann,
pemeriksaan ini juga penting untuk melihat
adanya miselium Aspergilus fumigotus.
4. Pemeriksaan Eosinofil Total
Jumah eosinofil total dalam darah sering
meningkat pada pasien asma dan hal ini dapat
membantu dalam membedakan asma dari
bronchitis kronik. Pemeriksaan ini juga dapat
dipakai sebagai patokan untuk menentukan cuku
tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan
pasien asma.
5. Uji Kulit
Tujuan
uji
kulit
adalah
untuk
menunjukkan adanya anti bodi IgE spesifik
dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong
anamnesis, karena uji alergen yang positif
tidak selalu merupakan penyebab asma,
demikian pula sebaliknya.
6. Pemeriksaan Kadar IgE Total
dan IgE Spesifik Dalam Sputum
Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya
untuk
menyokong
adanya
atopi.
Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna
dilakukan bila uji kulit tidak dapat
dilakukan atau hasilnya kurang dapat
dipercaya
7. Foto Rontgen Dada
Pemeriksaan
ini
dilakukan
untuk
menyingkirkan penyebab lain obstruksi
saluran napas dan adanya kecurigaan
terhadap proses patologis dai paru atau
komplikasi asma seperti pneumotoraks,
pneumomediastinum, atelectasis, dan lain –
lain.
8. Analisis Gas Darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma
yang berat. Pada fase awal serangan, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35mmHg)
kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2
justru mendekati normal sampai normo-kapnia.
Selanjutnya pada asma yang sangat berat
terjadinya hiperkapnia (PaCO2
≥ 45 mmHg),
hipoksemia, dan asidosis respiratorik.
04
Apa diagnosis dari
penyakit ini dan
diagnosis bandingnya?
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang pada
skenario kasus yang kedua maka dapat
didiagnosis bahwa anak tersebut
mengalami Asma Bronkial.
Gejala-Gejala
Pada penderita asma biasanya akan dijumpai:
● Pada penderita asma biasanya akan
dijumpai:Batuk
● Sesak atau berat di dada
● Batuk pada malam hari
Riwayat keluarga biasanya ada yang pernah
mengalami Rhinitis alergi atau Dermatitis tropik
Faktor-Faktor Pencetus
●
●
●
●
●
Alergen seperti tungau,
debu rumah dan bulu
binatang
Makanan seperti kacangkacangan dan cokelat
Asap rokok atau minyak
wangi
Kegiatan jasmani seperti
berlari atau naik sepeda
Perubahan cuaca
●
●
●
●
Ekspresi emosional
seperti marah, takut
Obat-obatan
Polusi udara
Infeksi dari saluran
pernafasan.
Gejala Yang Dialami Pada Kasus
●
●
●
Sesak napas yang dialami 3 jam sebelum ke RS
yang disertai bunyi napas
Sesak napas diawali oleh keluhan batuk pilek
sejak 3 hari yang lalu yang tidak disertai panas
Sering mengalami batuk yang berulang
terutama pada malam hari
Riwayat keluarga : Ayah
dari anak tersebut waktu
muda pernah mengalami
keadaan yang sama namun
saat ini sudah tidakpernah
sesak tapi sering timbul
alergi pada kulit.
Pada pemeriksaan fisik dari
skenario kasus didapatkan:
- Napas cuping hidung
- Retraksi di sela iga
- Auskultasi : Bunyi
wheezing
Gambaran fototoraks
didapatkan kesan
hiperaerasi.
Diagnosis Banding
●
●
●
●
Bronkitis kronik
Emfisema paru
Gagal jantung kiri akut
Emboli paru
05
Bagaimana etiologi dan
faktor resiko dari
kasus ini?
• Etiologi dari Asma : Masih belum diketahui dengan
pasti
• Faktor Resiko :
- Faktor berhubungan dengan terjadinya Asma
*Genetik (atopi orang tua)
- Faktor Pencetus
*Asap rokok
*Tungau debu rumah
*Polusi udara
*Perubahan cuaca
*Jenis makanan
06
Bagaimana
epidemiologi dari
kasus ini?
• Asma bronkial dapat terjadi pada semua
umur namun sering dijumpai pada awal
kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh
kasus diawali sebelum berumur 10 tahun dan
sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum
umur 40 tahun.
• Pada usia kanak-kanak perbandingan 2:1
untuk laki-laki dibandingkan wanita
• Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5
– 7 %. Atopi merupakan faktor terbesar yang
mempengaruhi perkembangan asma.
• Asma alergi sering dihubungkan dengan riwayat
penyakit alergi pribadi maupun keluarga
• Pada manusia alergen berupa debu rumah
(tungau) marupakan pencetus tersering dari
eksaserbasi asma. Faktor lingkungan yang
berhubungan dengan imune dan nonimunologi
juga merupakan pencetus daripada asma
termasuk rokok dan perokok pasif. Kira-kira 25%
sampai 30% dari penderita asma adalah
seorang perokok.
07
Bagaimana patofisiologi
dari kasus ini?
Obstruksi
saluran
napas
pada
asma
merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mucus, edema, dan inflamasi dinding
bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi
karena secara fisiologis saluran napas menyempit
pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal
tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa
diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume
residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pasien
akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati
kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini
bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan
pertukaran gas berjalan lancar.
Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat
dinilai secara objektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik
pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedangkan penurunan
KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi
paru.
Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata
diseluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat
ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui darah tersebut
mengalami hipoksemia. Penurunan PaO₂ mungkin merupakan
kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan
oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen
terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO₂ menjadi berlebihan
sehingga PaCO₂ menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis
respiratorik.
Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak
saluran napas dan alveolus tertutup oleh mucus sehingga
tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini
menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan
bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO₂.
Peningkatan produksi CO₂ yang disertai dengan penurunan
ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO₂ (hiperkapnia)
dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas.
Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis
metabolic dan konstriksi pembuluh darah paru yang
kemudian menyebabkan shunting, yaitu peredaran darah
tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang
berakibat perburukan hiperkapnia.
Penyempitan saluran napas pada asma akan
menimbulkan hal-hal sebagai berikut.
• Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi
• Ketidakseimbangan
ventilasi
perfusi
dimana distribusi ventilasi tidak setara
dengan sirkulasi darah paru
• Gangguan difusi gas di tingkat alveoli
Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan:
hipoksemia, hiperkapnia, serta asidosis
respiratorik pada tahap yang sangat lanjut.
08
Bagaimana patogenesis
dari kasus ini?
Patogenesis
Dalam berbagai penelitian telah menunjukan
bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan
respons saluran napas yang berlebihan.
 Asma sebagai penyakit inflamasi
Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi
saluran napas. Inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas
karena vasodilatasi), rubor ( kemerahan karena vasodilatasi),
tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena
rangsangan sensoris), dan function laesa (fungsi yang terganggu).
Akhir-akhir ini syarat terjadinya radang harus disertai satu syarat
lagi yaitu infiltrasi sel-sel radang. Ternyata keenam syarat tadi
dijumpai pada asma tanpa membedakan penyebabnya baik yang
alergik maupun non-alergik.
Seperti telah di kemukakan diatas baik asma alergik
maupun non-alergik dijumpai adanya inflamasi dan
hipereaktivitas saluran napas. Oleh karena itu paling
tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan
tersebut.
Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE
dan jalur saraf autonomy
• Hipereaktivitas Saluran Napas (HSN)
Berbagai keadaan dapat meningkatkan hipereaktivitas saluran
napas seseorang yaitu :
• Inflamasi saluran napas.
• Kerusakan epitel.
• Mekanisme neurologis.
• Gangguan intrinsic.
• Obstruksi saluran napas.
09
Bagaimana tatalaksana dan
edukasi dari kasus ini?
Tahapan tata laksana serangan asma The
Global Initiative for Asthma (GINA) membagi
tata laksana serangan asma menjadi :
- laksana di rumah
- fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes)/RS
Tata Laksana di Rumah
●
●
Semua pasien/orangtua pasien asma seharusnya
diberikan edukasi tentang bagaimana memantau
gejala asma, gejala-gejala serangan asma dan
rencana tata laksana asma yang diberikan tertulis
(asthma action plan, AAP).
Dalam edukasi dan "rencana aksi asma" (RAA) tertulis
harus disampaikan dengan jelas tentang jenis obat
dan dosisnya serta kapan orangtua harus segera
membawa anaknya ke fasilitas pelayanankesehatan
Tata Laksana di Rumah
●
Orangtua perlu diberikan edukasi untuk
memberikan pertologan pertama serangan
asma di rumah. Tata laksana serangan asma
di rumah ini penting agar pasien dapat
segera mendapatkan pertolongan dan
mencegah terjadinya serangan yang lebih
berat.
Tata Laksana di Rumah
Pasien harus segera dibawa ke fasyankes
terdekat jika:
- Pasien memunyai satu atau lebih faktor
risiko
- Pasien tiba-tiba dalam kondisikeadaan
distresrespirasi(sesak berat).
●
Tata laksana Fasyankes Primer
●
●
●
Tata laksana di rumah sakit (UGD)
Tatalaksana di Ruang Rawat Sehari (RRS)
Tatalaksana di Ruang Rawat Inap
Tata Laksana di Rumah Sakit (UGD)
●
Alur yang ditunjukkan dalam bagian lanjutan
Gambar 6.2 ini menunjukkan tata laksana
pasien dengan serangan asma berat atau
serangan asma dengan ancaman henti napas
yang dirujuk dari fasyankes primer. Sebagai
langkah awal, nilai airway, breathing.
circulation, sertaderajat kesadaran pasien.
Tata Laksana di Rumah Sakit (UGD)
●
Jika terdapat ancaman henti napas, yaitu gejala distres respirasi berat,
dengan penurunan kesadaran (tampak mengantuk atau gelisah), dan
suara paru tak terdengar, segera siapkan untuk perawatan PICU.
Untuk serangan asma berat:
1. Berikan inhalasi agonis 82 kerja pendek dan ipratropium bromida via
nebulizer
2. Pasang jalur parenteral
3. Berikan steroid sistemik (prednison atau prednisolon 1-2 mg/kgBB/hari,
maksimum 40 mg/hari)
4. Berikanoksigen
5. Rontgentoraks
6. Rawatinap
Tata Laksana di Ruang Rawat Sehari (RRS)
●
●
●
Oksigen yang telah diberikan saat pasien masih di UGD tetap
diberikan. RRS diteruskan dengan nebulisasi agonis 82 dan
ipratropium bromida setiap 2 jam.
Berikan steroid sistemik oral berupa prednison atau
prednisolon. Pemberian steroid ini dilanjutkan hingga 3-5 hari.
Jika dalam 12 jam klinis tetap baik, maka pasien dipulangkan
dan dibekali obat seperti pasien serangan ringan sedang yang
dipulangkan dari klinik/UGD.
Tata Laksana di Ruang Rawat Inap
• Pemberianoksigen diteruskan.
• Jika ada dehidrasi dan asidosis maka berikan cairan intravena dan :
koreksi asidosisnya
• Steroid intravena diberikan secara bolus, setiap 6-8 jam.
• Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis
• Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam
hingga mencapai 24 jam, dan steroid serta aminofilin diganti dengan
pemberian peroral.
• Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan.
10
Bagaimana komplikasi dan
prognosis dari kasus ini?
Komplikasi





Anafilaksis
Pneumonia
Pneumotoraks
Atelektasis
Pneumomediastinum
Prognosis
Meskipun asma tidak dapat disembuhkan, namun
asma dapat dikontrol dengan manajemen yang tepat.
Asma biasanya akan muncul sebelum usia sekolah pada
anak-anak. Meskipun banyak pasien memerlukan tindak
lanjut medis dan pengobatan jangka panjang, asma
tetap merupakan penyakit yang dapat diobati, dan
beberapa pasien mengalami perbaikan atau resolusi
gejala yang signifikan seiring bertambahnya usia.
Prognosis pada asma tergantung pada beratnya
penyakit dan ketepatan penanganan.
Kesimpulan
Seorang anak laki-laki umur 7 tahun, dibawa oleh orang
tuanya ke RS dengan keluhan sesak napas yang dialami sejak 3
jam sebelumnya yang diawali oleh keluhan pilek dan napas yang
berbunyi, sesak napas juga pernah dialami saat berusia 5 tahun.
Riwayat keluarga bahwa papa penderita waktu muda pernah
mengalami keadaan yang sama, namun saat ini sudah tidak
pernah sesak tapi sering timbul alergi dikulit. Dari anamnesa
juga ditemukan bahwa penderita sering mengalami batuk yang
berulang, terutama pada malam hari. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan napas cuping hidung, retraksi di sela iga dan
auskultasi ditemukan adanya bunyi wheezing. Gambaran
fototoraks kesan hiperaerasi.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang anak laki-laki pada kasus skenario yang
kedua tersebut di diagnosa mengalami Asma Bronkial dan harus
diberi penatalaksanaan yang sesuai agar anak tersebut dapat
pulih dan tidak mengalami komplikasi.
Referensi
●
●
●
●
●
●
●
Setiawan K. ASMA BRONKIAL [Internet]. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. [Cited 9 September 2020].
Available
from:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_ penelitian_ 1_ dir/1528e39fecb8852f233cd5915c6f220c.pdf
Bickley L, Szilagyi P. Bates B. Guide to Physical Examination and History Taking; St"ed. Tokyo : Lippincott
Willams & Willkms; 2003.p. 209-43.
Devereux G, Douglas G. The Respiratory System. In: Douglas G, Nicol F, Robertson C, ed. Macleod's Clinical
Examination; llU' ed. Toronto: Elsevier Churchill Livingstone; 2005.124-52.p.
Hanley ME. The History & Physical Examination in Pulmonary Medicine. Dalam: Hanley ME, Welsh CH, ed.
Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine; Toronto: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2003.p.
16-25.
Siti S, Alwi I, Sudoyo AW, et all, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th Ed. Jakarta:Interna Publishing;2014
Usman I,Chundrayetti E ,Khairsyaf O. Faktor Risiko dan Faktor Pencetus yang Mempengaruhi Kejadian Asma
pada
Anak
di
RSUP
Dr.
M.
Djamil
Padang.
2015;4(2);392-397.
Available
from:
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1409
Laksana MA,Berawi NK. Faktor – Faktor Yang Berpengaruh pada Timbulnya Kejadian Sesak Napas Penderita
Asma
Bronkial.
2015;4(9);64-68.
Available
from:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/260/249
Referensi
●
●
●
●
●
●
Hammer G.D, McPhee S.J, Pathophysiology of disease 8th edition, New York,US, 2018
N. Miglino, M. Roth, M. Tamm and P. Borger. House dust mite extract downregulates C/EBPa
in asthmatic bronchial smooth muscle cells. Eur Respir J 2011; 38: 50–58
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
Rahajoe N, Kartasasmita CB, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. 2nd
Ed.UKK Respirologi PP IDAI Jakarta,2004.
Rahajoe N, Kartasasmita C B, Supriyatno B, Setyanto D B. Pedoman Nasional Asma Anak.
Edisi Ke-2. Cetakan Ke-2. UKK Respirologi. PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016
Cook J, Beresford F, Fainardi V, Hall P, Housley G, Jamalzadeh A, Nightingale M, Winch D,
Bush A, Fleming L, Saglani S. Managing the pediatric patient with refractory asthma: a
multidisciplinary approach. J Asthma Allergy [Internet]. 2017 Apr 2020 [cited: 09 Sept
2020];10:123-130. doi: 10.2147/JAA.S129159. PMID: 28461761; PMCID: PMC5404805.
THANK YOU
DOES ANYONE HAVE ANY QUESTION
Download