Tutorial Skenario 2 Modul Gangguan Sistem Respirasi NAMA ANGGOTA : ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● 19011101011 – Yuni Angela 19011101013 – Shally GCP Lahagina 19011101014 – Ananda CF Maweikere 19011101015 – Angelina T Ampow 19011101016 – Christian R Tjiabrata 19011101017 – Falentine D Arikalang 19011101018 – Rindiani BE Wewengkang 19011101019 – Tasya T Tampi 19011101020 – Mikhael MF Ladedu 19011101021 – Marsella ME Sumangkut 02 Kata Sulit 01 Kasus 04 Masalah Dasar 03 05 Pembahasan Hasil Diskusi Tutorial 07 Tanya Jawab Kata Kunci 06 Kesimpulan KASUS Seorang anak laki-laki umur 7 tahun, dibawa oleh orangtuanya ke RS dengan keluhan sesak napas. Sesak napas dialami kira-kira sejak 3 jam sebelum ke RS, disertai napas yang berbunyi. Sesak napas diawali dengan keluhan batuk pilek sejak 3 hari yang lalu, tidak disertai panas. Sesak napas seperti ini sudah pernah dialami penderita ketika umur 5 tahun. Pada anamnesa riwayat keluarga bahwa papa penderita waktu muda pernah mengalami keadaan yang sama, saat ini tidak pernah sesak tapi sering timbul alergi di kulit. Dari anamnesa juga ditemukan bahwa penderita sering mengalami batuk yang berulang, terutama pada malam hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan napas cuping hidung, retraksi di sela iga dan auskultasi ditemukan adanya bunyi wheezing. Gambaran fototoraks kesan hiperaerasi. Kata Sulit Hiperaerasi Retraksi Terdapat banyak udara yang terperangkap dalam paru-paru dan sulit dikeluarkan Cekungan atau tarikan kulit antara iga (intercostal) selama inspirasi Wheezing Cuping hidung Suara pernapasan biasanya pada orang yang mengalami asma, yang terjadi dalam proses ekspirasi Bagian hidung pada kanan kiri lubang hidung Kata Kunci Sesak napas Bunyi Wheezing Hiperaerasi gambaran foto toraks 01 04 Retraksi di sela iga 02 03 05 Batuk berulang (batuk pilek) Masalah Dasar Seorang anak laki-laki 7 tahun mengalami sesak napas 3 jam sebelum dibawa ke RS. Sesak napas diawali dengan batuk pilek 3 hari yang lalu, serta sering batuk berulang pada malam hari. Sesak seperti ini sudah pernah dialami oleh penderita ketika berumur 5 tahun. Pertanyaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Apa anamnesis dari kasus ini? Bagaimana pemeriksaan fisik dari kasus ini? Apakah pemeriksaan penunjang yang tepat untuk kasus ini? Apa diagnosis dari penyakit ini dan diagnosis bandingnya? Bagaimana etiologi dan faktor resiko dari kasus ini? Bagaimana epidemiologi dari kasus ini? Bagaimana patofisiologi dari kasus ini? Bagaimana patogenesis dari kasus ini? Bagaimana tatalaksana dan edukasi dari kasus ini? Bagaimana komplikasi dan prognosis dari kasus ini? 01 Apa anamnesis dari kasus ini? Anamnesis Sesuai dengan skenario yang ada, dilakukan anamnesis terhadap pasien yang bersangkutan dan didapatkan hasil: Keluhan utama: Sesak napas Riwayat penyakit sekarang - Sesak napas yang dialami kira-kira sejak 3 jam sebelum ia dibawa ke rumah sakit, disertai napas yang berbunyi. - Sesak napas diawali dengan keluhan batuk pilek sejak 3 hari yang lalu, dan tidak disertai panas. - Sering mengalami batuk yang berulang, terutama pada malam hari. Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang - Pada pemeriksaan fisik ditemukan napas cuping hidung, retraksi di sela iga dan auskultasi ditemukan adanya bunyi wheezing. - Gambaran foto toraks kesan hiperaerasi. Anamnesis Riwayat penyakit dahulu Sesak napas seperti ini sudah pernah dialami penderita ketika berumur 5 tahun. Riwayat penyakit dalam keluarga Papa penderita waktu muda pernah mengalami keadaan yang sama, saat ini tidak pernah sesak tapi sering timbul alergi di kulit. 02 Bagaimana pemeriksaan fisik dari kasus ini? Pada pemeriksaan fisik pada scenario ditemukan napas cuping hidung, retraksi di sela iga dan auskultasi ditemukan adanya bunyi wheezing. Gambaran fototoraks kesan hiperaerasi. Teknik pemeriksaan fisis meliputi pemeriksaan secara visual atau pemeriksaan pandang (Inspeksi), pemeriksaan melalui perabaan (Palpasi), pemeriksaan dengan ketokan (Perkusi) dan pemeriksaan secara auditorik dengan menggunakan stetoskop (Auskultasi). Keadaan Umum Sebelum melakukan pemeriksaan fisis, dapat diperhatikan bagaimana keadaan umum pasien melalui ekspresi wajahnya, gaya berjalannya dan tanda-tanda spesifik lain yang segera tampak begitu kita melihat pasien. Keadaan umum pasien dapat dibagi menjadi tampak sakit ringan, sakit sedang, atau sakit berat. Hal lain yang segera dapat dilihat pada pasien adalah keadaan gizi dan habitus Kesadaran ● Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang wajar terhadap stimulus visual, auditorik maupun taktil. Seorang yang sadar dapat tertidur, tapi segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu, tingkat kesadaran dapat diperiksa dengan memberikan rangsang nyeri. ● Adapun yang harus dilakukan pada pemeriksaan fisis yaitu: tanda vital diamana meliputi Suhu,tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan. Pada pemeriksaan hendaknya juga mendengar kelainan yang langsung dapat di dengar tanpa bantuan pemeriksa, seperti: suara mengi(wheezing), yaitu suara napas seperti music yang terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi karena terjadinya penyempitan jalan udara. Seperti pada kasus ini dimana di temukan adanya wheezing. Ada juga suara lain seperti stridor dan serta suara serak (hoarseness). Setelah melakukan pengamatan awal dilakukan pemeriksaan fisik paru yang terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. ● Inspeksi Inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelainan bentuk dada,mmenilai frekuensi, sifat dan pola pernapasan. 1. Kelainan dinding dada. 2. Kelainan bentuk dada. 3. Frekuensi Pernapasan Jenis Pernapasan Pola Pernapasan 4. 5. ● Palpasi Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis. 1. Palpasi dalam keadaan statis 2. Palpasi dalam keadaan dinamis. ● Perkusi Perkusi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan kiri pada dinding dada dengan jari-jari sedikit meregang. Jari tengah tangan kiri tersebut ditekan ke dinding dada sejajar dengan iga pada daerah yang akan diperkusi. ● Auskultasi. Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara melalui sistern trakeobronkial. Pemeriksaan auskultasi ini meliputi pemeriksaan suara napas pokok, pemeriksaan suara napas tambahan dan jika didapatkan adanya kelainan dilakukan pemeriksaan untuk mendengarkan suara ucapan atau bisikan pasien yang dihantarkan melalui dinding dada. Pola suara napas diuraikan berdasarkan intensitas, frekuensi serta lamanya fase inspirasi dan ekspirasi. Adapun yang harus di perhatikan adalah ● BATUK Bunyi suara batuk dan keadaan-keadaan yang menyertainya dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Pasien dengan obstruksi saluran napas yang berat (asma dan PPOK) sering mengalami batuk yang berkepanjangan disertai dengan napas berbunyi, dan kadang-kadang bisa sampai sinkope akibat adanya peningkatan tekanan intratorakal yang menetap sehingga menyebabkan gangguan aliran balik vena dan penurunan curah jantung. ● SPUTUM (DAHAK) Ada 4 jenis sputum yang rnempunyai karakteristik yang berbeda: Serous: Jernih dan encer, pada edema paru akut. Berbusa, kernerahan, pada alveolar celi cancer. Mukoid : Jernih keabu-abuan, pada bronchitis kronik. Putih kental, pada asma. Purulen : Kuning, pada pneumonia, Kehijauan, pada bronkiektasis, abses paru. Rusty (Blood-stained): Kuning tua/coklat/rnerah-kecoklatan seperti warna karat, pada Pneumococcal pneumonia dan edema paru 03 Apakah pemeriksaan penunjang yang tepat untuk kasus ini? 1. Spirometri Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakan diagnosis asma adalah melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP 1 sebanyak ≥ 12% atau (≥ 200mL) menunjukan diagnosis asma. Tetapi respons yang kurang dari 12% atau 200 mL, tidak berarti bukan asma. Hal – hal tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal. Demikian pula respons terhadap bronkodilator tidak dijumpai pada obstruksi saluran napas yang berat, oleh karena obat tunggal bronkodilator tidak cukup kuat memberikan efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas pada hal yang disebutkan di atas mungkin diperlukan kombinasi obat golongan adrenergik beta, teofilin, dan bahkan kotikosteroid untuk jangka waktu pengobatan 2 – 3 minggu. Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan yang dapat dilihat dari hasil pemeriksaan spirometri yang dilakuka pada saat yang berbeda – beda misalnya beberapa hari atau bulan kemudian. 2. Uji Provokas Bronkus Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya hiperaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa cara untuk melakukan uji provokasi bronkus seperti uji provokasi dengan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata. Penurunan VEP 1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna. 3. Pemeriksaan Sputum Sputum eosinophil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrophil sangat dominan pasa bronchitis kronik. Selain untuk melihat adanya eosinifil, Kristal Charcot-Leyden dan Spiral Curschmann, pemeriksaan ini juga penting untuk melihat adanya miselium Aspergilus fumigotus. 4. Pemeriksaan Eosinofil Total Jumah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronchitis kronik. Pemeriksaan ini juga dapat dipakai sebagai patokan untuk menentukan cuku tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pasien asma. 5. Uji Kulit Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya anti bodi IgE spesifik dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya. 6. Pemeriksaan Kadar IgE Total dan IgE Spesifik Dalam Sputum Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya 7. Foto Rontgen Dada Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis dai paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atelectasis, dan lain – lain. 8. Analisis Gas Darah Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO2 ≥ 45 mmHg), hipoksemia, dan asidosis respiratorik. 04 Apa diagnosis dari penyakit ini dan diagnosis bandingnya? Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada skenario kasus yang kedua maka dapat didiagnosis bahwa anak tersebut mengalami Asma Bronkial. Gejala-Gejala Pada penderita asma biasanya akan dijumpai: ● Pada penderita asma biasanya akan dijumpai:Batuk ● Sesak atau berat di dada ● Batuk pada malam hari Riwayat keluarga biasanya ada yang pernah mengalami Rhinitis alergi atau Dermatitis tropik Faktor-Faktor Pencetus ● ● ● ● ● Alergen seperti tungau, debu rumah dan bulu binatang Makanan seperti kacangkacangan dan cokelat Asap rokok atau minyak wangi Kegiatan jasmani seperti berlari atau naik sepeda Perubahan cuaca ● ● ● ● Ekspresi emosional seperti marah, takut Obat-obatan Polusi udara Infeksi dari saluran pernafasan. Gejala Yang Dialami Pada Kasus ● ● ● Sesak napas yang dialami 3 jam sebelum ke RS yang disertai bunyi napas Sesak napas diawali oleh keluhan batuk pilek sejak 3 hari yang lalu yang tidak disertai panas Sering mengalami batuk yang berulang terutama pada malam hari Riwayat keluarga : Ayah dari anak tersebut waktu muda pernah mengalami keadaan yang sama namun saat ini sudah tidakpernah sesak tapi sering timbul alergi pada kulit. Pada pemeriksaan fisik dari skenario kasus didapatkan: - Napas cuping hidung - Retraksi di sela iga - Auskultasi : Bunyi wheezing Gambaran fototoraks didapatkan kesan hiperaerasi. Diagnosis Banding ● ● ● ● Bronkitis kronik Emfisema paru Gagal jantung kiri akut Emboli paru 05 Bagaimana etiologi dan faktor resiko dari kasus ini? • Etiologi dari Asma : Masih belum diketahui dengan pasti • Faktor Resiko : - Faktor berhubungan dengan terjadinya Asma *Genetik (atopi orang tua) - Faktor Pencetus *Asap rokok *Tungau debu rumah *Polusi udara *Perubahan cuaca *Jenis makanan 06 Bagaimana epidemiologi dari kasus ini? • Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai pada awal kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10 tahun dan sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. • Pada usia kanak-kanak perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita • Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %. Atopi merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi perkembangan asma. • Asma alergi sering dihubungkan dengan riwayat penyakit alergi pribadi maupun keluarga • Pada manusia alergen berupa debu rumah (tungau) marupakan pencetus tersering dari eksaserbasi asma. Faktor lingkungan yang berhubungan dengan imune dan nonimunologi juga merupakan pencetus daripada asma termasuk rokok dan perokok pasif. Kira-kira 25% sampai 30% dari penderita asma adalah seorang perokok. 07 Bagaimana patofisiologi dari kasus ini? Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mucus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara objektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata diseluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui darah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO₂ mungkin merupakan kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO₂ menjadi berlebihan sehingga PaCO₂ menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mucus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO₂. Peningkatan produksi CO₂ yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO₂ (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolic dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting, yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang berakibat perburukan hiperkapnia. Penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut. • Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi • Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru • Gangguan difusi gas di tingkat alveoli Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan: hipoksemia, hiperkapnia, serta asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut. 08 Bagaimana patogenesis dari kasus ini? Patogenesis Dalam berbagai penelitian telah menunjukan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan respons saluran napas yang berlebihan. Asma sebagai penyakit inflamasi Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran napas. Inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi), rubor ( kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsangan sensoris), dan function laesa (fungsi yang terganggu). Akhir-akhir ini syarat terjadinya radang harus disertai satu syarat lagi yaitu infiltrasi sel-sel radang. Ternyata keenam syarat tadi dijumpai pada asma tanpa membedakan penyebabnya baik yang alergik maupun non-alergik. Seperti telah di kemukakan diatas baik asma alergik maupun non-alergik dijumpai adanya inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Oleh karena itu paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf autonomy • Hipereaktivitas Saluran Napas (HSN) Berbagai keadaan dapat meningkatkan hipereaktivitas saluran napas seseorang yaitu : • Inflamasi saluran napas. • Kerusakan epitel. • Mekanisme neurologis. • Gangguan intrinsic. • Obstruksi saluran napas. 09 Bagaimana tatalaksana dan edukasi dari kasus ini? Tahapan tata laksana serangan asma The Global Initiative for Asthma (GINA) membagi tata laksana serangan asma menjadi : - laksana di rumah - fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes)/RS Tata Laksana di Rumah ● ● Semua pasien/orangtua pasien asma seharusnya diberikan edukasi tentang bagaimana memantau gejala asma, gejala-gejala serangan asma dan rencana tata laksana asma yang diberikan tertulis (asthma action plan, AAP). Dalam edukasi dan "rencana aksi asma" (RAA) tertulis harus disampaikan dengan jelas tentang jenis obat dan dosisnya serta kapan orangtua harus segera membawa anaknya ke fasilitas pelayanankesehatan Tata Laksana di Rumah ● Orangtua perlu diberikan edukasi untuk memberikan pertologan pertama serangan asma di rumah. Tata laksana serangan asma di rumah ini penting agar pasien dapat segera mendapatkan pertolongan dan mencegah terjadinya serangan yang lebih berat. Tata Laksana di Rumah Pasien harus segera dibawa ke fasyankes terdekat jika: - Pasien memunyai satu atau lebih faktor risiko - Pasien tiba-tiba dalam kondisikeadaan distresrespirasi(sesak berat). ● Tata laksana Fasyankes Primer ● ● ● Tata laksana di rumah sakit (UGD) Tatalaksana di Ruang Rawat Sehari (RRS) Tatalaksana di Ruang Rawat Inap Tata Laksana di Rumah Sakit (UGD) ● Alur yang ditunjukkan dalam bagian lanjutan Gambar 6.2 ini menunjukkan tata laksana pasien dengan serangan asma berat atau serangan asma dengan ancaman henti napas yang dirujuk dari fasyankes primer. Sebagai langkah awal, nilai airway, breathing. circulation, sertaderajat kesadaran pasien. Tata Laksana di Rumah Sakit (UGD) ● Jika terdapat ancaman henti napas, yaitu gejala distres respirasi berat, dengan penurunan kesadaran (tampak mengantuk atau gelisah), dan suara paru tak terdengar, segera siapkan untuk perawatan PICU. Untuk serangan asma berat: 1. Berikan inhalasi agonis 82 kerja pendek dan ipratropium bromida via nebulizer 2. Pasang jalur parenteral 3. Berikan steroid sistemik (prednison atau prednisolon 1-2 mg/kgBB/hari, maksimum 40 mg/hari) 4. Berikanoksigen 5. Rontgentoraks 6. Rawatinap Tata Laksana di Ruang Rawat Sehari (RRS) ● ● ● Oksigen yang telah diberikan saat pasien masih di UGD tetap diberikan. RRS diteruskan dengan nebulisasi agonis 82 dan ipratropium bromida setiap 2 jam. Berikan steroid sistemik oral berupa prednison atau prednisolon. Pemberian steroid ini dilanjutkan hingga 3-5 hari. Jika dalam 12 jam klinis tetap baik, maka pasien dipulangkan dan dibekali obat seperti pasien serangan ringan sedang yang dipulangkan dari klinik/UGD. Tata Laksana di Ruang Rawat Inap • Pemberianoksigen diteruskan. • Jika ada dehidrasi dan asidosis maka berikan cairan intravena dan : koreksi asidosisnya • Steroid intravena diberikan secara bolus, setiap 6-8 jam. • Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis • Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam hingga mencapai 24 jam, dan steroid serta aminofilin diganti dengan pemberian peroral. • Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan. 10 Bagaimana komplikasi dan prognosis dari kasus ini? Komplikasi Anafilaksis Pneumonia Pneumotoraks Atelektasis Pneumomediastinum Prognosis Meskipun asma tidak dapat disembuhkan, namun asma dapat dikontrol dengan manajemen yang tepat. Asma biasanya akan muncul sebelum usia sekolah pada anak-anak. Meskipun banyak pasien memerlukan tindak lanjut medis dan pengobatan jangka panjang, asma tetap merupakan penyakit yang dapat diobati, dan beberapa pasien mengalami perbaikan atau resolusi gejala yang signifikan seiring bertambahnya usia. Prognosis pada asma tergantung pada beratnya penyakit dan ketepatan penanganan. Kesimpulan Seorang anak laki-laki umur 7 tahun, dibawa oleh orang tuanya ke RS dengan keluhan sesak napas yang dialami sejak 3 jam sebelumnya yang diawali oleh keluhan pilek dan napas yang berbunyi, sesak napas juga pernah dialami saat berusia 5 tahun. Riwayat keluarga bahwa papa penderita waktu muda pernah mengalami keadaan yang sama, namun saat ini sudah tidak pernah sesak tapi sering timbul alergi dikulit. Dari anamnesa juga ditemukan bahwa penderita sering mengalami batuk yang berulang, terutama pada malam hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan napas cuping hidung, retraksi di sela iga dan auskultasi ditemukan adanya bunyi wheezing. Gambaran fototoraks kesan hiperaerasi. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang anak laki-laki pada kasus skenario yang kedua tersebut di diagnosa mengalami Asma Bronkial dan harus diberi penatalaksanaan yang sesuai agar anak tersebut dapat pulih dan tidak mengalami komplikasi. Referensi ● ● ● ● ● ● ● Setiawan K. ASMA BRONKIAL [Internet]. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. [Cited 9 September 2020]. Available from: https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_ penelitian_ 1_ dir/1528e39fecb8852f233cd5915c6f220c.pdf Bickley L, Szilagyi P. Bates B. Guide to Physical Examination and History Taking; St"ed. Tokyo : Lippincott Willams & Willkms; 2003.p. 209-43. Devereux G, Douglas G. The Respiratory System. In: Douglas G, Nicol F, Robertson C, ed. Macleod's Clinical Examination; llU' ed. Toronto: Elsevier Churchill Livingstone; 2005.124-52.p. Hanley ME. The History & Physical Examination in Pulmonary Medicine. Dalam: Hanley ME, Welsh CH, ed. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine; Toronto: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2003.p. 16-25. Siti S, Alwi I, Sudoyo AW, et all, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th Ed. Jakarta:Interna Publishing;2014 Usman I,Chundrayetti E ,Khairsyaf O. Faktor Risiko dan Faktor Pencetus yang Mempengaruhi Kejadian Asma pada Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2015;4(2);392-397. Available from: https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1409 Laksana MA,Berawi NK. Faktor – Faktor Yang Berpengaruh pada Timbulnya Kejadian Sesak Napas Penderita Asma Bronkial. 2015;4(9);64-68. Available from: http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/260/249 Referensi ● ● ● ● ● ● Hammer G.D, McPhee S.J, Pathophysiology of disease 8th edition, New York,US, 2018 N. Miglino, M. Roth, M. Tamm and P. Borger. House dust mite extract downregulates C/EBPa in asthmatic bronchial smooth muscle cells. Eur Respir J 2011; 38: 50–58 Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. Rahajoe N, Kartasasmita CB, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. 2nd Ed.UKK Respirologi PP IDAI Jakarta,2004. Rahajoe N, Kartasasmita C B, Supriyatno B, Setyanto D B. Pedoman Nasional Asma Anak. Edisi Ke-2. Cetakan Ke-2. UKK Respirologi. PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016 Cook J, Beresford F, Fainardi V, Hall P, Housley G, Jamalzadeh A, Nightingale M, Winch D, Bush A, Fleming L, Saglani S. Managing the pediatric patient with refractory asthma: a multidisciplinary approach. J Asthma Allergy [Internet]. 2017 Apr 2020 [cited: 09 Sept 2020];10:123-130. doi: 10.2147/JAA.S129159. PMID: 28461761; PMCID: PMC5404805. THANK YOU DOES ANYONE HAVE ANY QUESTION