KRITERIA DIAGNOSTIK HIV dan AIDS Arif RakhMAN DIAGNOSIS HIV/AIDS Langkah pertama untuk mendiagnosis HIV/AIDS adalah anamnesis secara keseluruhan kemudian dilakukan pemeriksaan diagnostik infeksi HIV dapat dilakukan secara virologis (mendeteksi antigen DNA atau RNA) dan serologis (mendeteksi antibodi HIV) pada spesimen darah. Pemeriksaan diagnostik infeksi HIV yang dilakukan di Indonesia umumnya adalah pemeriksaan serologis menggunakan tes cepat (Rapid Test HIV) atau ELISA. Pemeriksaan diagnostik tersebut dilakukan secara serial dengan menggunakan tiga reagen HIV yang berbeda dalam hal preparasi antigen, prinsip tes, dan jenis antigen, yang memenuhi kriteria sensitivitas dan spesifitas. Tes diagnostik untuk infeski HIV 1 Skrening ELISA unutk HIV-1, HIV-2, atau keduanya Aglutinasi latek untuk HIV-1 2 Konfirmasi Wastern blot (WB) untuk HIV-1 dan HIV-2 Indirect immunofluorescence antibody assay (IFA) untuk HIV-1 Radioimmunoprecipitation antibody assay (RIPA) untuk HIV-1 3 Lain-lain ELISA untuk HIV-1 p24 antigen Polymerase chain reaction (PCR) untuk HIV-1 Bayi dengan HIV/AIDS Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke bayi, yaitu faktor ibu, dan tindakan obstetrik. Faktor Ibu Faktor Bayi Faktor Obstetrik Kadar HIV (Viral Load) Kadar CD4 Status gizi hamil Penyakit infeksi saat hamil Masalah dipayudara (jika menyusui) Prematuritas dan berat bayi saat lahir Lama menyusu Lama di mulut bayi (jika bayi menyusu) Janis persalinan Lama persalinan Adanya ketuban pecah dini Tindakan episiotomi, ekstraksi vacum dan forceps Tes HIV yang biasa dipakai pada orang dewasa mencari antibodi terhadap HIV, bukan virus sendiri. Antibodi terhadap HIV diserahkan dari ibu ke janin melalui plasenta. Jadi bayi yang terlahir oleh ibu terinfeksi HIV pasti terpajan HIV. Oleh karena itu, hasil tes HIV pada seorang bayi yang terlahir oleh ibu dengan HIV pasti reaktif (positif), walau kebanyakan bayi tersebut sebetulnya tidak terinfeksi HIV. Tes Antibodi pada Bayi Kemungkinan bayi terinfeksi dalam kandungan atau dalam persalinan hanya kurang lebih 20%. Antibodi yang diwarisi ibu mulai hilang setelah 6 bulan, tetapi dapat bertahan dalam jumlah yang cukup untuk ditemukan dengan tes antibodi sampai usia 18 bulan. Untuk memastikan apakah bayi terinfeksi HIV dapat dites dengan tes antibodi pada usia >9 bulan. Kebanyakan bayi yang tidak terinfeksi HIV menunjukkan hasil tes non-reaktif pada usia 12 bulan. Namun bila hasil reaktif pada saat itu, tes harus diulang lagi, dan bayi baru dapat dipastikan terinfeksi HIV bila hasil tes tetap reaktif pada usia 18 bulan. Tes Virus pada Bayi Tes RNA HIV dengan alat PCR, yang biasanya dilakukan untuk mengukur viral load, dapat mendeteksi virus dalam darah, dan dapat dipakai untuk diagnosis HIV pada bayi. Sebagian kecil (20-40%) bayi yang terinfeksi dalam kandungan atau saat lahir akan menunjukkan hasil positif pada tes PCR baru setelah lahir, sementara kebanyakan akan menunjukkan hasil positif pada usia 14 hari. Virus pada 98% bayi terinfeksi HIV terdeteksi setelah empat minggu. Oleh karena itu, WHO mengusulkan tes viral load untuk mendiagnosis infeksi HIV pada bayi sebaiknya dilakukan pada usia 4-6 minggu ke atas. Anak dengan HIV/AIDS Terdapat tiga jenis tes antibodi untuk menegakkan diagnosis HIV pada anak >18 bulan, remaja, dan dewasa. Hasil pemeriksaan anti-HIV dapat berupa reaktif, nonreaktif (negatif), dan tidak dapat ditentukan (inkonklusif). Diagnosis dimulai dengan mencari data riwayat orangtua, apakah ibu atau ayah memiliki risiko untuk terinfeksi HIV (riwayat narkoba suntik, promiskuitas, pasangan dari penderita HIV, pernah mengalami operasi atau prosedur transfusi produk darah). Selain itu ditelusuri riwayat morbiditas yang khas maupun yang sering ditemukan pada penderita HIV, selain riwayat kelahiran, ASI, pengobatan ibu dan kondisi neonatal. Terdapat 3 kategori anak yang terinfeksi HIV secara perinatal: Kategori Definisi Kategori 1 Rapid progressor, yang meninggal menjelang umur 1 tahun dan dianggap mendapat infeksi in utero atau selama masa perinatal dini Prevalensi 25-30% Kategori 2 Anak yang mulai bergejala pada umur 50 – 60% yang dini, diikuti dengan perburukan dan meninggal pada umur 3 sampai 5 tahun Kategori 3 Long-term survivors, yang masih bisa hidup sampai usia 8 tahun atau lebih 5– 25% Morbiditas yang khas pada penderita infeksi HIV adalah: diare kronik, gagal tumbuh, pneumonia berat, pneumonia P. Carinii, demam berkepanjangan, TB paru, dan kandidiasis orofaring. Morbiditas yang mungkin ditemukan pada penderita HIV tetapi juga ditemukan pada anak yang tidak terinfeksi HIV adalah infeksi berulang, otitis media berulang, kandidiasis oral berulang, parotitis kronik, limfadenopati generalisata, hepatomegali tanpa diketahui penyebabnya, demam persisten atau berulang, dermatitis HIV, kelainan neurologis, Herpes zoster, dan gizi buruk. Kandidiasis Orofaring HIV/AIDS pada Pasien Dewasa Orang berisiko tinggi seperti populasi kunci, dianjurkan melakukan tes ulang secara regular setiap tahun.Tes ulang memberikan kesempatan untuk memberikan kepastian diagnosis HIV secara dini dan untuk mendapatkan edukasi mengenai pencegahan HIV. Pada daerah dengan prevalens tinggi, tes ulang HIV pada wanita hamil dapat dilakukan pada kehamilan lanjut, persalinan, atau sesegera mungkin setelah persalinan. Voluntary Counseling and Testing (VCT) Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Indonesia menetapkan untuk mendiagnosis AIDS dengan kriteria WHO digunakan untuk keperluan surveilans epidemiologi. Dalam hal ini seseorang dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis, yang terdiri dari gejala mayor dan minor. Pasien yang dikatakan AIDS jika menunjukan hasil tes HIV positif disertai minimal terdapat 2 gejala mayor atau terdapat 2 gejala minor dan 1 gejala mayor. Gejala Mayor • Berat badan turun >10% dalam 1 bulan • Diare kronik, berlangsung >1 bulan • Demam berkepanjangan >1 bulan • Penurunan Kesadaran • Demensia/HIV ensefalopati Gejala Minor •Batuk menetap > 1 bulan •Dermatitis generalisata •Herpes Zooster multisegmental dan berulang •Kandidiasis orofaringeal •Herpes simpleks kronis progresif •Limfadenopati generalisata •Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita •Retinitis Cytomegalovirus Dermatitis Eksfoliatif Generalisata Pemeriksaan jumlah sel CD4 dapat segera di lakukan setelah pertama kali dinyatakan positif HIV dan saat akan melahirkan menggunakan spesimen darah.