Uploaded by fellaaaisy

Definisi dan Bentuk-bentuk Belajar

advertisement
DEFINISI BELAJAR DAN BENTUK-BENTUK BELAJAR
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Belajar
Dosen Pengampu : Ridwan Budi Pramono, S.Psi., M.A
Disusun Oleh: Kelompok 1
Kelas 3A
1.
Fella Rohadhatul Aisy
(201960002)
2.
Anjelina Rahma
(201960019)
3.
Dina Aprilia Puspaningtias (201960022)
4.
Mayada Putri Indriani
(201960031)
5.
Wahyu Prasetyo A.P.
(201960038)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2020
A. Definisi Belajar
Belajar merupakan unsur yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan
setiap jenis dan jenjang pendidikan yang ditempuh seseorang untuk memperoleh
pengetahuan. Pemahaman tentang arti belajar sangat diperlukan agar membantu
pencapaian hasil belajar yang berkualitas.
Menurut Hamalik (2003) belajar mengandung pengertian terjadinya
perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku, misalnya
pemuasan kebutuhan masyarakat dan pribadi secara lengkap.
Lebih lanjut mengenai penyebab perubahan perilaku dalam belajar, Slameto
(2006) menyebutkan belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannnya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sependapat dengan Slameto, Gagne (1984) menyebutkan belajar dapat
definisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman.
Berikut komponen-komponen terkait dengan definisi belajar:
1) Perubahan Perilaku
Belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme. Untuk mengukur
belajar, kita membandingkan cara organisme itu berperilaku pada waktu 1
dengan cara organisme itu berperilaku pada waktu 2 dalam suasana serupa.
Jika perilaku dalam suasana serupa berbeda pada waktu itu, maka dapat
disimpulkan telah terjadi belajar.
2) Perilaku Terbuka
Hal yang menjadi perhatian utama adalah perilaku verbal manusia, dapat
kita tentukan apakah perubahan-perubahan dalam perilaku telah terjadi.
Perubahan dari “ba-ba”’ menjadi “bapak”, dan dari menulis se ko lah
menjadi sekolah, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa belajar telah terjadi.
Para ahli psikologi menganggap perilaku terbuka sebagai suatu tanda untuk
menyimpulkan apa yang terjadi dalam pikiran seseorang. Mereka menganut
psikologi kognitif.
3) Belajar dan Pengalaman
Belajar merupakan hasil pengalaman, istilah pengalaman membatasi
macam-macam perubahan perilaku yang dapat dianggap mewakili belajar.
Batasan ini dilakukan dengan memperhatikan penyebab-penyebab perubahan
dalam perilaku yang tidak dapat dianggap sebagai hasil pengalaman. Misal
perubahan perilaku karena kelelahan, obat-obatan, adaptasi indra, dan
kekuatan mekanis, tidak dianggap sebagai perubahan karena pengalaman,
sehingga tidak bisa disimpulkan bahwa belajar telah terjadi.
4) Belajar dan Kematangan
Perubahan perilaku yang disebabkan oleh kematangan terjadi bila
perilaku itu disebabkan oleh perubahan-perubahan yang berlangsung dalam
proses pertumbuhan dan pengembangan organisme-organisme secara
fisiologis. Suatu tingkat kematangan tertentu merupakan prasyarat belajar
berbicara, walaupun pengalaman dengan orang dewasa yang berbicara
dibutuhkan untuk membantu kesiapan yang dibawa oleh kematangan. Belajar
dihasilkan dari pengalaman dengan lingkungan yang di dalamnya terjadi
hubungan antara stimulus dan respon.
B. Bentuk-bentuk Belajar
Gage (1984) mengemukakan ada lima bentuk belajar yaitu :
1.
Belajar Responden
Salah satu bentuk belajar disebut belajar responden. Dalam belajar
semacam ini suatu respon dikeluarkan oleh suatu stimulus yang telah dikenal.
Contoh belajar responden adalah hasil-hasil penelitian oleh ahli psikologi
Ivan Pavlov.
Seekor anjing diberi serbuk daging dan ketika anjing itu memakannya,
keluar air liurnya. Serbuk daging tersebut disebut stimulus tak terkondisi
(unconditioned stimulus-US) dan tindakan mengeluarkan air liur disebut
respon tak terkondisi (unconditioned response-UR). Terjadi respons terhadap
stimulus ini tidak merupakan belajar, tetapi terjadi secara instingtif.
Sekarang lampu kita hidupkan di tempat anjing itu. Menghidupkan
lampu mempunyai efek yang minimal terhadap keluarnya air liur anjing itu.
Kemudian kita nyalakan lampu tepat sebelum memberikan serbuk daging itu
pada anjing (US). Jika hal ini kita lakukan beberapa kali, kemudian pada
suatu respons mengeluarkan air liur. Cahaya yang sebelumnya merupakan
stimulus yang netral, sekarang menjadi stimulus terkondisi (conditioned
stimulus-CS) dan respons yang ditimbulkan menjadi respons terkondisi
(conditioned stimulus-CR).
2.
Belajar Kontiguitas
Beberapa teoritikus belajar mengemukakan bahwa pemasangan kejadian
sederhana iu (kejadian apa pun ) dapat menghasilkan belajar. Tidak
diperlukan hubungan stimulus tak terkondisi-respon. Asosiasi dekat
(contiguous) sederhana antara suatu stimulus dan suatu respons dapat
menghasilkan suatu perubahan dalam perilaku. Kekuatan belajar kontiguitas
sederhana dapat dilihat bila seseorang memberikan respons terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang belum lengkap seperti :

Sembilan kali lima sama dengan.......................................................

Gunung Semeru ialah gunung tertinggi di.........................................

Anak itu sepandai...............................................................................

Cita-citanya setinggi...........................................................................
Dengan mengisikan kata-kata empat puluh lima, Jawa Timur, ayahnya,
langit, menunjukkan bahwa kita dapat belajar sesuatu karena peristiwa atau
stimulus terjad karena kedekatan pada waktu yang sama.
3.
Belajar Operant
Belajar sebagai bentuk penguatan merupakan bentuk belajar lain yang
banyak diterapkan dalam teknologi modifikasi perilaku. Bentuk belajar ini
disebut terkondisi operant sebab perilaku yang diinginkan timbul secara
spontan, tanpa dikeluarkan secara naluriah oleh stimulus apa pun, saat
organisme
beroperasi
terhadap
lingkungan.
Perilaku
operant
tidak
“dikeluarkan” tetapi “dipancarkan” dan konseskuensi atas perilaku itu bagi
organisme merupakan variabel yang penting dalam belajar operant.
Dalam
belajar
operant
penguat
adalah
setiap
stimulus
yang
meningkatkan kekuatan suatu perilaku (Gage, 1984). Menurut Slavin (1998),
penguat didefinisikan sebagai suatu konsekuensi yang memperkuat (berarti
meningkatkan frekuensi) perilaku. Misalnya, respon itu dapat berupa
menjwab pertanyaan guru dengan sukarela.
4.
Belajar Observasional
Konsep belajar observasional memperlihatkan bahwa orang dapat belajar
dengan mengamati orang lain melakukan hal yang akan dipelajari.
Contohnya : Seseorang diundang makan di hotel besar, yang di dalamnya
tersedia berbagai macam sendok, garpu, dan gelas, mungkin sekali orang itu
akan menunggu hingga ada seseorang yang tampaknya mengetahui cara
makan sebelum ia mulai makan dan ia menggunakan perilaku orang itu untuk
membimbing perilakunya sendiri.
5.
Belajar Kognitif
Beberapa ahli psikologi dan pendidikan berpendapat bahwa pada
konsepsi-konsepsi tentang belajar yang telah dikenal, tidak satu pun, yang
mempersoalkan proses kognitif yang terjadi selama belajar. Proses semacam
itu menyangkut antara lain berpikir menggunakan logika deduktif dan
induktif.
Sedangkan secara umum ada delapan bentuk belajar, yaitu:
1. Belajar Abstrak
Belajar abstrak ialah belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak.
Tujuannya
adalah
untuk
memperoleh
pemahaman
dan
pemecahan
masalah-masalah yang tidak nyata. Dalam mempelajari hal-hal yang abstrak
diperlukan peranan akal yang kuat di samping penguasaan atas prinsip, konsep,
dan generalisasi. Termasuk dalam jenis ini misalnya belajar matematika, kimia,
kosmografi, astronomi, dan juga materi bidang studi agama seperti tauhid.
2. Belajar Keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan
motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot
(neuromuscular). Tujuannya adalah memperoleh dan menguasai keterampilan
jasmaniah tertentu. Dalam belajar jenis ini latihan-latihan intensif dan teratur
amat diperlukan. Termasuk belajar dalam jenis ini misalnya belajar olah raga,
musik, menari, melukis, memperbaiki benda-benda elektronik, dan juga sebagian
materi pelajaran agama, seperti ibadah salat dan haji.
3. Belajar Sosial
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalah-masalah dan
teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuannya adalah untuk
menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah-masalah
sosial seperti masalah keluarga, masalah persahabatan, masalah kelompok, dan
masalah-masalah lain yang bersifat kemasyarakatan.
Selain itu, belajar sosial juga bertujuan untuk mengatur dorongan nafsu pribadi
demi kepentingan bersama dan memberi peluang kepada orang lain atau
kelompok
lain
untuk
memenuhi
kebutuhannya
secara
berimbang
dan
proporsional, termasuk mengakomodasi siswa-siswi yang berbeda akibat
konstruksi sosial di masyarakat. Bidang-bidang studi yang termasuk bahan
pelajaran sosial antara lain pelajaran agama dan Pendidikan Moral Pancasila.
4. Belajar Pemecahan Masalah
Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan
metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti.
Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk
memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas. Untuk itu, kemampuan
siswa dalam menguasai konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi serta
insight (tilikan akal) amat diperlukan. Dalam hal ini, hampir semua bidang studi
dapat dijadikan sarana sarana pemecahan masalah. Untuk keperluan ini, guru
(khususnya guru mengajar eksakta, seperti matematika dan IPA) sangat
dianjurkan menggunakan model dan strategi mengajar yang berorientasi pada
cara pemecahan masalah (Lawson, 1991).
5. Belajar Rasional
Belajar rasional ialah belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir
secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat). Tujuannya ialah untuk
memperoleh
aneka ragam kecakapan
menggunakan
prinsip-prinsip dan
konsep-konsep. Jenis belajar ini erat kaitannya dengan belajar pemecahan
masalah. Dengan belajar rasional, siswa diharapkan memiliki kemampuan
rational problem solving, yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan
menggunakan pertimbangan dan strategi akal sehat, logis, dan sistematis (Reber,
1988).
Bidang-bidang studi yang dapat digunakan sebagai sarana belajar rasional
sama
dengan
bidang-bidang
studi
untuk
belajar
pemecahan
masalah.
Perbedaannya, belajar rasional tidak memberikan tekanan pada penggunaan
bidang studi eksakta. Artinya, bidang studi non eksakta pun dapat memberi efek
yang sama dengan bidang studi eksakta dalam belajar rasional.
6. Belajar Kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau
perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain
menggunakan perintah, teladan dan pengalaman khusus, juga menggunakan
hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa-siswi memperoleh sikap-sikap dan
kebiasaan. kebiasaan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan
kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). Selain itu, arti tepat dan positif di atas
ialah selaras dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat
religius maupun tradisional dan kultural.
Belajar kebiasaan akan lebih tepat dilaksanakan dalam konteks pendidikan
keluarga sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional /1989 Bab IV Pasal 10 (4). Meskipun demikian, tentu tidak tertutup
kemungkinan penggunaan pelajaran agama dan PMP sebagai sarana belajar
kebiasaan bagi para siswa-siswi.
7. Belajar Apresiasi
Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan (judgment) arti penting
atau nilai suatu objek. Tujuannya adalah agar siswa siswi memperoleh dan
mengembangkan kecakapan ranah rasa (affective skills) yang dalam hal ini
kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu misalnya
apresiasi sastra, apresiasi musik, dan sebagainya.
Bidang-bidang studi yang dapat menunjang tercapainya tujuan belajar
apresiasi antara lain bahasa dan sastra, kerajinan tangan (prakarya), kesenian, dan
menggambar. Selain bidang-bidang studi ini, bidang studi agama juga
memungkinkan
untuk
digunakan
sebagai
alat
pengembangan
apresiasi
siswa-siswi, misalnya dalam hal seni baca tulis al-Qur'an. Guru perlu
membandingkan perbedaan belajar apresiasi untuk mengatasi kesenjangan dalam
belajar maupun gender stereotipe.
8. Belajar Pengetahuan
Belajar
pengetahuan
(studi)
ialah
belajar
dengan
cara
melakukan
penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Studi ini juga dapat
diartikan sebagai sebuah program belajar terencana untuk menguasai materi
pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi dan eksprerimen (Reber, 1988).
Tujuan belajar pengetahuan ialah agar siswa memperoleh atau menambah
informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya lebih
rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan
menggunakan alat-alat laboratorium dan penelitian lapangan. Contoh: kegiatan
siswa-siswi dalam bidang studi fisika mengenai "gerak" menurut hukum Newton
I. Dalam hal ini siswa melakukan eksperimen untuk membuktikan bahwa setiap
benda tetap diam atau bergerak secara beraturan, kecuali kalau ada gaya luar yang
mempengaruhinya.
Contoh lainnya, kegiatan siswa dalam bidang studi biologi mengenai
protoplasma, yakni zat hidup yang ada pada tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Dalam hal ini siswa -siswi melakukan investigasi terhadap senyawa organik yang
terdapat dalam protoplasma yang meliputi: karbohidrat, lemak, protein, dan asam
nukleat.
Daftar Pustaka
1.
Aminoto, T., &
Pathoni, H. (2014). Penerapan Media E-Learning Berbasis
Schoology untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Usaha Dan
Energi di Kelas XII SMA N 10 Kota Jambi. Jurnal Sainmatika, 8( 1), 13-29.
2.
Dahar, R. W. (2012). Teori-teori Belajar & Pembelajaran. Erlangga.
3.
Nurjan, S. (2015). Psikologi Belajar. Wade Group.
Download