Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Laporan Keuangan Tugas Mata Kuliah Akuntansi Keuangan Kontemporer Diana Sulistyowati (Prodi D4 8-04 Akuntansi), No. absen: 8 POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA-STAN TAHUN 2020 DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Diana Sulistyowati (08) NIM: 1401190277 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tanggal 31 Desember 2019, World Health Organization (WHO) mendapatkan laporan dari negara China bahwa telah terjadi beberapa kasus penyakit pernapasan di Kota Wuhan dari virus yang belum diketahui. WHO baru mengumumkan wabah ini menjadi darurat global pada tanggal 30 Januari 2020. Kasus pertama pasien positif Coronavirus Desease-19 (Covid-19) di Indonesia diumumkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Pandemi global Covid-19 tidak hanya mempengaruhi kesehatan orang-orang di seluruh dunia tetapi juga menyebabkan gangguan pada perekonomian yang berdampak pada laporan keuangan. Dewan standar akuntansi di berbagai negara, akibat adanya Pandemi Covid-19, menyadari adanya ketidakpastian yang secara signifikan dapat mempengaruhi judgement entitas dalam penyusunan laporan keuangan. Di Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah menerbitkan publikasi sebagai petunjuk, khususnya bagi entitas bisnis dalam mengimplementasikan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berbasis prinsip untuk penyusunan laporan keuangannya. SAK yang berbasis prinsip tersebut memberikan ruang bagi entitas dalam menggunakan pertimbangannya untuk menyelesaikan permasalahan akuntansi yang timbul akibat pandemi Covid-19. (Press Release DSAK IAI, 2020). Kemudian Australian Accounting Standards Board (AASB) telah menerbitkan guidance atas beberapa isu terkait penyiapan laporan keuangan yang dituangkan dalam joint FAQ. Di India, terdapat Indian Accounting Standards Board juga telah menerbitkan Accounting Advisory yang khusus membahas dampak Coronavirus (Covid-19) terhadap laporan keuangan. Pandemi Covid-19 menyebabkan ketidakpastian yang signifikan pada ekonomi global. Efek awal paling dirasakan oleh sektor industri pendidikan, perbankan dan penyedia perjalanan. Dampak Covid-19 sekarang jauh lebih luas, termasuk di bidang akuntansi. Permasalahan akuntansi yang muncul akibat adanya pandemi ini dapat terjadi pada berbagai macam aspek. Adapun aspek tersebut meliputi bagaimana cara pengakuan, pengukuran, penyajian hingga pengungkapan dalam laporan keuangan atas aset, liabilitas, pendapatan, beban, kewajiban, dll. Kemudian terdapat juga masalah yang muncul dari segi assumptions, principles & constraints sebagaimana didasarkan pada conceptual framework dalam penyusunan laporan keuangan. Menindaklanjuti adanya beberapa masalah yang dikemukakan, semua penyusun laporan keuangan (entitas/manajemen) harus mempertimbangkan dampak Pandemi Covid19 pada laporan keuangan interim dan laporan keuangan tahunan. Oleh karena itu, menilai adanya urgensi dan dampak yang muncul terhadap laporan keuangan akibat adanya pandemi ini dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Keuangan Kontemporer, penulis menyusun makalah yang berjudul “Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Laporan Keuangan”. B. Ruang Lingkup Bahasan pada makalah ini berfokus untuk menganalisis bagaimana standar akuntansi memberikan guideline terkait adanya dampak Pandemi Covid-19 pada laporan keuangan. Pada bahasan berikutnya akan diuraikan apa saja permasalahan akuntansi yang muncul, 1 implementasi standar akuntansi terkait permasalahan tersebut, hingga bagaimana pengaruhnya terhadap laporan keuangan. Adapun standar akuntansi yang digunakan sebagai dasar penulisan pada makalah ini terdiri dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Indonesia, Indian Accounting Standards, dan Australian Accounting Standards. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, terdapat beberapa permasalahan akuntansi yang muncul sejalan dengan berkembangnya pandemi Covid-19. Pada makalah ini, penulis membatasi pokok permasalahan pada: 1. Materiality of the Event 2. Going Concern 3. Pengungkapan pada Laporan Keuangan 4. Peristiwa setelah Periode Pelaporan 5. Impairment of Non-Financial Assets 6. Instrumen Keuangan – Penghitungan Expected Credit Loss (ECL) 7. Instrumen Keuangan - Pengukuran Nilai Wajar 8. Pengukuran Inventory 9. Instrumen Keuangan - Hedge Accounting (lindung nilai) 10. Leases/Sewa 11. Pendapatan 12. Provision, Contingent Liabilities and Contingent Assets 13. Property, Plant and Equipments (PPE) 14. Borrowing Cost D. TUJUAN ANALISIS Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis permasalahan akuntansi apa saja yang muncul akibat adanya Pandemi Covid-19 dan bagaimana dampaknya terhadap laporan keuangan, berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Melalui analisis ini, akan dapat diperoleh informasi terkait bagaimana laporan keuangan tetap berkualitas dan dapat dilaporkan secara reliabel berdasarkan accounting conceptual framework. II. LANDASAN ANALISIS A. Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Keuangan terkait Penanganan Covid-19 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia merupakan respon pemerintah untuk penanganan Covid-19. Di dalam Perpu tersebut, terdapat kebijakan stimulus yang ekstensif untuk menangani Covid-19 sebagai berikut: 1. Stimulus Fiskal Peningkatan anggaran kesehatan, fasilitas medis, tenaga medis; Insentif pajak termasuk penundaan pembayaran pajak; Social safety net; Cash trasnfer; Penjaminan pinjaman 2 2. Stimulus Moneter dan Sektor Keuangan Penurunan suku bunga; Quantitative easing; Fasilitas pinjaman bagi dunia usaha; Pelonggaran syarat kredit; Liquidity swap arrangement; Penundaan pembayaran kredit. B. Standar Akuntansi yang Relevan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) PSAK 8 – Peristiwa setelah Periode Pelaporan PSAK 71 – Instrumen Keuangan (Penerapan awal pada 1 Januari 2020) adopsi dari IFRS 9 Financial Instruments PSAK 68 – Pengukuran Nilai Wajar Indian Accounting Standards (Ind AS) Ind AS 109 – Hedge Accounting Ind AS 115 – Revenue Recognition Ind AS 2 – Inventory Measurement Ind AS 36 – Non Financial Asset (Goodwill) Ind AS 28 – Impairment Test Ind AS 16 – Property, Plant, Equipment Ind AS 116 – Leases Ind AS 37 - Provision, Australian Accounting Standards Board (AASB) AASB 136 – Impairment Test AASB 13 – Perubahan Nilai Wajar atas Aset AASB 102 – Net Realisable Value pada Inventory AASB 137 – Provisi AASB 15 – Pengembalian Liabilitas AASB 9 – Perubahan dalam Expected Credit Loss AASB 101 – Going Concern AASB 110 – Peristiwa setelah Periode Pelaporan Contingent Liabilities, and Contingent Assets Ind AS 23 – Borrowing Cost III. PEMBAHASAN A. Permasalahan Akuntansi yang Muncul Akibat Pandemi Covid-19 1. Materiality of the Event Dengan adanya Pandemi Covid-19, entitas perlu menilai apakah pandemi ini merupakan peristiwa yang material. Kemudian permasalahan yang muncul adalah bagaimana entitas menilai tingkat materialitas tersebut. 2. Going Concern Entitas harus menggunakan pertimbangannya apakah pandemi Covid-19 dapat memengaruhi kelangsungan usaha entitas dengan mempertimbangkan semua fakta dan informasi yang relevan, termasuk program-program relaksasi yang diberikan pemerintah. 3. Pengungkapan pada Laporan Keuangan Jika pandemi Covid-19 dinilai sebagai suatu peristiwa yang material bagi entitas, maka permasalahan selanjutnya adalah bagaimana pengungkapan yang harus dibuat pada laporan keuangan dan bagaimana asumsi yang dibuat serta penilaian atau 3 analisis sensitivitas. Kemudian apakah diperkenankan adanya pengungkapan di luar laporan keuangan. 4. Peristiwa setelah Periode Pelaporan Pada poin ini perlu dianalisis apakah pandemi Covid – 19 merupakan peristiwa penyesuai atau peristiwa non penyesuai sehingga dapat mempengaruhi penyajian pada laporan keuangan. 5. Impairment of Non-Financial Assets Impairment test hanya dapat dilakukan jika ada beberapa indikasi yang memenuhi. Jika ada beberapa indikasi yang muncul, maka entitas dapat mengestimasi nilai recoverable amount atas aset. Permasalahannya kemudian adalah, apakah dengan adanya pandemi Covid-19, nilai recoverable amount perlu dipertimbangkan ulang dan asumsi-asumsi apa saja dalam melakukan impairment testing yang membutuhkan ada perubahan. 6. Instrumen Keuangan – Penghitungan Expected Credit Loss (ECL) Pendekatan ECL diharapkan dapat mempertimbangkan informasi ke depan dan diukur berdasarkan jumlah tertimbang yang ditentukan dengan mengevaluasi suatu rentang dari possible outcomes (Ind AS 109). Perlu adanya suatu pertimbangan apakah pandemi Covid-19 dapat memengaruhi penghitungan ECL sesuai penerapan awal PSAK 71 pada 1 Januari 2020. 7. Instrumen Keuangan - Pengukuran Nilai Wajar Pandemi Covid-19 telah memengaruhi volatilitas dan volume transaksi di bursa efek di seluruh dunia, tidak terkecuali dengan bursa efek di Indonesia. Tujuan pengukuran nilai wajar adalah untuk menentukan harga dimana orderly transaction akan terjadi pada tanggal pengukuran dan dinilai berdasarkan harga kuotasian di pasar aktif. Penyesuaian harga kuotasian dapat dilakukan jika suatu transaksi dikategorikan sebagai not orderly transaction. Kendala yang muncul adalah penetuan nilai wajar tersebut, apakah penurunan volume transaksi atau tingkat aktivitas perdagangan di bursa dikategorikan sebagai orderly atau not orderly transaction. 8. Pengukuran Inventory Pandemi Covid-19 dapat berpengaruh pada berkurangnya inventory, penurunan selling price atau inventory usang dikarenakan penjualan lebih rendah daripada yang diharapkan. Masalah yang muncul adalah bagaimana cara mencatat penurunan inventory tersebut pada laporan keuangan. Fixed overhead dialokasikan berdasarkan kondisi saat kapasitas normal. Akibat pandemi ini, penurunan produksi atau idle plant dapat terjadi sehingga memunculkan adanya unallocated overhead. Kemudian permasalahan yang timbul adalah bagaimana pengakuan atas unallocated overhead tersebut. 9. Instrumen Keuangan - Hedge Accounting (lindung nilai) Jika entitas mengadopsi cash-flow hedge accounting untuk transaksi tertentu di masa depan dan muncul adanya ketidakpastian, permasalahan yang perlu dianalisis adalah bagaimana untuk menilai efektivitas lindung nilai tersebut. 10. Leases Dikarenakan adanya Covid-19, mungkin terdapat perubahan pada ketentuan dalam perjanjian sewa ataupun konsesi. Hal yang perlu dianalisis terkait sewa adalah perlu dilakukan revisi atau modifikasi atas sewa, bagaimana untuk menentukan present 4 11. 12. 13. 14. value atas sewa, dan bagaimana perlakuan akuntansi atas kompensasi atau kelonggaran yang diberikan oleh pemerintah. Pendapatan Akibat pandemi Covid-19, dapat muncul kemungkinan peningkatan sales return, penurunan volume diskon, dll. Faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan dalam mengestimasi pengakuan pendapatan. Provision, Contingent Liabilities and Contingent Assets Provisi : Covid-19 dapat menyebabkan beberapa kontrak dikategorikan menjadi onerous (memberatkan) dikarenakan adanya peningkatan cost atas material, gaji pegawai, dll. Permasalahan yang dihadapi manajemen adalah bagaimana untuk mempertimbangkan kontrak yang memberatkan tersebut. Contingent Libilities/Assets : Perusahaan mungkin memiliki polis asuransi yang dapat menutupi kerugian karena gangguan bisnis seperti peristiwa COVID-19, lalu bagaimana pengakuan atas klaim asuransi tersebut. Property, Plant and Equipments (PPE) Karena Covid-19, muncul permasalahan apakah masa manfaat dan nilai residu dari PPE perlu ditinjau ulang (akibat PPE dalam kondisi idle). Borrowing Cost Masalah uang muncul adalah bagaimana perlakuan kapitalisasi bunga ketika pengembangan suatu aset ditangguhkan akibat terdampak peristiwa Covid-19. B. Implementasi Standar Akuntansi terkait pada Laporan Keuangan 1. Dari sisi Constraints - conceptual framework level 3 a) Materiality of the Event Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Australian Accounting Standards Board & Auditing and Assurance Standards Board (AASB-AUASB Bulletin), risiko yang muncul akibat Covid-19 dapat dikategorikan material jika: muncul adanya suatu dampak finansial yang material; pengguna memprediksi secara wajar bahwa Covid-19 berdampak pada entitas, tidak terlepas dari apakah terdapat dampak kuantitatif atau tidak. b) Kemudian cara untuk menilai adanya dampak finansial langsung pada suatu entitas dapat meliputi beberapa hal sebagai berikut: impairment aset atau perubahan asumsi untuk impairment testing (AASB 136); perubahan nilai wajar atas aset (AASB 13) atau Net Realisable Value pada inventory (AASB 102); peningkatan cost dan/atau penurunan permintaan yang membutuhkan provisi atas onerous contracts (AASB 137), penilaian ulang atas variable consideration, meliputi pengembalian liabilitas (AASB 15); perubahan dalam Ecpected Credit Loss (ECL) pada pinjaman dan aset finansial lainnya (AASB 9); ketidakpastian material yang menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan keberlanjutan suatu entitas seperti tingkat dampak pada future costs dan revenues (AASB 01 dan AASB 110) dan ketidaktahuan durasi atas dampak tersebut. c) Entitas juga perlu mempertimbangkan dampak tidak langsung. Sebagai contoh, pelanggan, pemasok atau investor pada entitas lain yang mungkin terdampak 5 dan mengarah pada terjadinya impairments, peningkatan costs atau pengurangan revenues. 2. Dari sisi Assumptions - conceptual framework level 3 Going Concern a) Standar Akuntansi di Indonesia PSAK 8 paragraf 14 meminta entitas mempertimbangkan asumsi kelangsungan usaha dalam penyusunan laporan keuangan jika entitas meyakini bahwa terdapat peristiwa setelah periode pelaporan yang sangat signifikan sehingga dapat mengancam kelangsungan usaha di masa depan. b) Standar Akuntansi di Australia Berdasarkan AASB 101 par 25-26 , entitas harus menilai basis going concern bahkan ketika periode pelaporan telah berakhir. AASB 110 par. 14-16 mengarahkan manajemen untuk mempertimbangkan informasi masa depan paling sedikit 12 bulan (tetapi tidak terbatas) sejak tanggal pelaporan. Jika manajemen bermaksud untuk melikuidasi, menghentikan trading, atau tidak ada alternatif realistis lainnya, baik sebelum atau setelah periode pelaporan berakhir, maka laporan keuangan seharusnya tidak lagi disiapkan pada kondisi going concern basis. Ketidakpastian material yang mengarah pada signifikansi keraguan atau kemampuan untuk melankutkan kondisi going concern harus diungkapkan. 3. Dari sisi Principles – conceptual framework level 3 a) Pengungkapan pada Laporan Keuangan Entitas mempertimbangkan standar yang relevan untuk menentukan pengungkapan. Ketika terdapat dampak finansial, pengungkapan dapat meliputi asumsi yang dibuat atas suatu penilaian atau analisis sensitivitas. Entitas juga harus mengungkapkan informasi tentang masa depan dan sumber utama atas ketidakpastian estimasi (AASB 101 par.125). Dimana tidak terdapat dampak finansial pada periode pelaporan terkini, entitas harus mengungkapkan asumsi kunci yang menjelaskan hal tersebut (jika Covid-19 dinilai sebagai peristiwa yang material). Nb: entitas juga harus mempertimbangkan apakah diperlukan pengungkapan yang lain di luar laporan keuangan untuk menyediakan informasi yang lebih seperti outlook atas entitas. b) Peristiwa setelah Periode Pelaporan – Full Disclosure Standar Akuntansi di Indonesia Dalam PSAK 8 tentang Peristiwa setelah Periode Pelaporan paragraf 03 didefinisikan peristiwa penyesuai setelah periode pelaporan adalah peristiwa yang memberikan bukti atas adanya kondisi pada akhir periode pelaporan. Sedangkan peristiwa nonpenyesuai setelah periode pelaporan mengindikasikan kondisi yang timbul setelah periode pelaporan. Berdasarkan press release dari DSAK IAI, dengan memperhatikan timeline yang terjadi bahwa kasus pertama pasien positif Covid-19 di Indonesia diumumkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020, maka penyebaran Covid-19 di Indonesia bukanlah peristiwa penyesuai yang memengaruhi penyajian jumlah yang diakui di laporan keuangan 2019. 6 Standar Akuntansi di Australia Australian Accounting Standard Board (AASB) 110 memberi guideline pada entitas untuk mempertimbangkan apakah apakah peristiwa setelah periode pelaporan sudah ada sebelum tanggal pelaporan. Tidak ada penyesuaian yang harus dibuat pada laporan keuangan jika suatu peristiwa dikategorikan sebagai non-adjusting event. Jika suatu peristiwa tidak termasuk sebagai adjusting event, entitas harus mengungkapkan pada catatan entitas-informasi spesifik atas peristiwa setelah periode pelaporan dan estimasi efek finansial ketika masterial (AASB 110 par.21). Jika setelah periode pelaporan, manajemen bermaksud untuk melikuidasi entitas, menghentikan trading atau tidak ada alternatif selain melakukan hal tersebut, maka kondisi ini memerlukan dasar persiapan perubahan dari going concern basis. Bantuan dari pemerintah atau financial support lainnya yang didapat setelah tanggal pelaporan harus segera diperhitungkan ketika menilai kemampuan entitas dalam melanjutkan going concern. c) Measurement (Pengukuran Nilai Wajar) PSAK 68 paragraf 77 mensyaratkan bahwa harga kuotasian (quoted price) di pasar aktif adalah bukti yang paling andal dari nilai wajar dan digunakan tanpa penyesuaian apapun untuk mengukur nilai wajar. Jika harga kuotasian tersedia, maka tidaklah tepat untuk melakukan penyesuaian atas harga kuotasian, kecuali jika transaksi tersebut ditentukan sebagai transaksi tidak teratur (not orderly). Tidak tepat bagi entitas untuk menyimpulkan bahwa seluruh transaksi di pasar yang mengalami penurunan volume atau tingkat aktivitas sebagai transaksi tidak teratur. Transaksi semacam itu dianggap teratur hampir di semua situasi (DSAK IAI, 2020). PSAK 68 telah mencakup suatu panduan dalam paragraf PP44(c) apabila entitas tidak memiliki informasi yang memadai untuk menyimpulkan apakah suatu transaksi adalah teratur. Paragraf PP44(c) menjelaskan bahwa entitas tidak dapat mengabaikan informasi yang dapat diobservasi pada tanggal pelaporan, namun entitas harus memberikan bobot pertimbangan yang lebih rendah untuk harga pasar yang terjadi ketika suatu transaksi dianggap tidak teratur. Jika entitas menyimpulkan bahwa tepat untuk menggunakan teknik valuasi untuk mengukur nilai wajar suatu aset atau liabilitas, maka entitas dapat mempertimbangkan dampak dari pandemi Covid-19 untuk menyesuaikan berbagai asumsi penilaian, termasuk suku bunga, credit spread, risiko kredit penerbit instrumen, dan sebagainya. Dari segi pengungkapan, jika entitas tidak menggunakan harga kuotasian untuk mengukur nilai wajar, maka entitas harus mengungkapkan alasan mengapa perubahan tersebut dilakukan (PSAK 68, Paragraf 93[d]). d) Measurement and Recognition – Hedge Accounting Standar Akuntansi India Indian Accounting Standard (Ind AS) 109 merinci adanya qualifying criteria untuk hedge accounting, bagaimana menilai efektifitas hedge dan 7 dampaknya pada laporan keuangan. Standar tersebut menyatakan bahwa transaksi dengan kategori highly probable forecast termasuk dalam kriteria qualifying hedge item. Entitas juga perlu menilai ketidakefektifan atas hedge dan mencatat dampak keuntungan serta kerugiannya. Sehubungan dengan pengakuan dan pengukuran atas derivatives, entitas juga perlu mempertimbangkan dampak atas input/asumsi utama seperti nilai tukar mata uang asing, suku bunga, dll. yang digunakan dalam teknik penilaian, termasuk dampak potensial pada hedge accounting. e) Pengakuan Pendapatan Standar Akuntansi India Indian AS 115 mensyaratkan pengungkapan informasi yang memungkinkan pengguna untuk memahami sifat, jumlah, waktu dan ketidakpastian arus kas yang timbul dari pendapatan. Oleh karena itu, entitas harus mempertimbangkan pengungkapan tentang dampak COVID-19 terhadap pendapatan entitas. Entitas mungkin juga telah menunda pengakuan pendapatan disebabkan adanya ketidakpastian dalam pengumpulannya sebagai akibat dari Covid-19. AS 9, pengakuan pendapatan mensyaratkan entitas untuk mengungkapkan keadaan dimana pengakuan pendapatan ditunda pada ketidakpastian yang signifikan. 4. Dari segi elemen Laporan Keuangan a) Implementasi Aset (Standar Akuntansi India) 1) Pengukuran Inventory Pada akhir periode pelaporan keungan, ketika terjadi pengurangan inventory, penurunan harga jual, atau inventory usang, maka inventory dapat dicatat pada Net Realisable Value (Indian Accounting Standards 2). Kemudian untuk perlakuan akuntansi atas unallocated overhead yang disebabkan karena penurunan produksi atau idle plant, dapat diakui sebagai expenses pada periode dimana kondisi tersebut terjadi. 2) Impairment atas Aset Non Finansial dan Goodwill Indian Accounting Standard (Ind AS) 36 menyatakan bahwa “economic criterion” adalah kriteria terbaik yang dapat memberikan informasi kepada pengguna dalam menilai future cash flow. Ketika mengestimasi time value of money dan risiko spesifik suatu aset saat menentukan apakah suatu aset dilakukan impairment, faktor lain seperti kemungkinan atau kepastian adanya impairment loss akan digabung dalam pengukuran ini. Akibat adanya pandemi Covid-19, mungkin terjadi berhentinya suatu operasi, penurunan permintaan, atau harga yang dapat menyebabkan rendahnya pendapatan dan keuntungan. Beberapa hal ini adalah faktor yang dapat dipertimbangkan oleh manajemen sebagai indikator yang dapat memunculkan adanya impairment testing (Ind AS 36 dan AS 28). Entitas perlu mengestimasi nilai recoverable amount suatu aset dalam melakukan impairment testing. Asumsi pasar yang digunakan dalam menentukan fair value atas nilai recoverable amount membutuhkan pertimbangan ulang. 8 Asumsi yang digunakan dalam impairment testing dan penentuan nilai recoverable amount sebelum terjadinya pandemi Covid-19 memerlukan adanya perubahan. Asumsi yang digunakan dalam penentuan discount rate memerlukan adanya penyesuaian. Anggaran atas future cash flow yang telah disiapkan oleh manajemen harus diperbarui. Kemudian untuk goodwill impairment, akibat adanya pandemi Covid-19, kemungkinan ada perubahan yang signifikan dalam operasional ketika menghitung cash generating unit dimana goodwill dialokasikan. Oleh karena itu dibutuhkan fokus tambahan ketika dilakukan impairment atas goodwill pada tanggal pelaporan 31 Maret 2020. 3) Property, Plant, Equipment (PPE) Indian Accounting Standard (Ind AS) 16 dan AS 10 mensyaratkan bahwa masa manfaat dan sisa masa pakai PPE perlu direvisi secara tahunan. Karena COVID-19, PPE dapat kurang dimanfaatkan atau tidak dimanfaatkan untuk beberapa waktu. Standar telah memuat ketentuan bahwa depresiasi tetap harus dibebankan meskipun PPE dalam kondisi idle. Lebih lanjut, dampak COVID-19 mungkin telah mempengaruhi estimasi masa manfaat dan sisa umur PPE. Manajemen dapat meninjau nilai residu dan masa manfaat dari suatu aset sebagai akibat terjadinya COVID-19. Jika ekspektasi berbeda dari perkiraan sebelumnya, maka perlu untuk menghitung perubahan sebagai estimasi akuntansi. 4) Leases Akibat adanya Covid-19, mungkin ada perubahan pada ketentuan dalam perjanjian sewa atau lessor dapat memberikan kelonggaran pada lessee sehubungan dengan pembayaran sewa, rent free holidays, dll. Ketentuan atau konsesi yang direvisi harus dipertimbangkan dalam modifikasi atas sewa. Tetapi, revisi yang diantisipasi tidak masuk dalam perhitungan. Discount rate yang digunakan untuk menentukan present value atas kewajiban sewa baru perlu digabungkan dengan beberapa risiko yang berkaitan dengan Covid-19. Entitas juga perlu menentukan apakah akibat Covid-19, beberapa perjanjian sewa menjadi memberatkan. Jika ada kompensasi yang diberikan oleh pemerintah kepada lessor dalam menyediakan kelonggaran bagi lessee, maka hal tersebut harus dipertimbangkan apakah diperhitungkan sebagai modifikasi sewa sesuai Ind AS 116 atau apakah bantuan yang diterima dari pemerintah diperhitungkan sebagai hibah pemerintah sesuai dengan Ind AS 20. b) Implementasi Libailitas Provision, Contingent Liabilities, and Contingent Assets Provisi : Pada Indian Accounting Standard (Ind AS) 37 disebutkan bahwa provisi dapat diakui jika entitas mempunyai present obligation, besar kemungkinan terdapat aliran sumber daya untuk menyelesaikan kewajiban, dan estimasi reliabel dapat dibuat. Karena COVID-19, ada kebutuhan untuk melakukan penilaian dalam membuat provisi dari sisi mengakui kerugian dan 9 klaim. Entitas juga harus mengungkapkan kondisi kewajiban dan waktu yang diharapkan tas arus manfaat ekonomi. Contingent Libilities/Assets : Klaim entitas pada perusahaan asuransi dapat diakui sesuai dengan AS 37 hanya jika pemulihan hampir pasti yaitu asuransi telah menerima klaim dan entitas asuransi akan memenuhi kewajibannya. c) Expenses & Loss 1) Pengukuran Expected Credit Loss (ECL) Pengukuran ECL dalam PSAK 71 paragraf 5.5.17(c) mensyaratkan entitas mengukur ECL dengan cara yang mencerminkan informasi yang wajar dan terdukung yang tersedia tanpa biaya atau upaya berlebihan pada tanggal pelaporan mengenai peristiwa masa lalu, kondisi kini dan perkiraan kondisi ekonomi masa depan. Pengetahuan dan informasi mengenai pandemi Covid-19 di Indonesia tidak tersedia pada tanggal 31 Desember 2019, maka entitas tidak dapat menggunakan informasi ini dalam mengukur ECL, termasuk memasukkan informasi tersebut ke dalam skenario pemodelan sesuai estimasi probabilitas tertimbang pada tanggal penerapan awal PSAK 71 (yaitu 1 Januari 2020). PSAK 71 mensyaratkan bahwa ECL sepanjang umur diakui jika terdapat peningkatan signifikan dalam risiko kredit (PSRK) atau Significant Increase in Credit Risk (SICR) pada suatu instrumen keuangan. Penilaian atas PSRK mensyaratkan entitas untuk menilai perubahan risiko gagal bayar (risk of default) yang timbul selama umur ekspektasian dari suatu instrumen keuangan [PSAK 71 paragraf 5.5.9]. Entitas perlu mempertimbangkan informasi wajar dan terdukung yang tersedia pada tanggal pelaporan dalam mengukur ECL. Sebagai contoh, kebijakan pemberian jeda pembayaran baik atas pokok maupun bunga kepada suatu cluster debitur, misalnya karena pertimbangan tertentu atau mengikuti arahan kebijakan otoritas, tidak secara otomatis menghasilkan anggapan bahwa seluruh instrumen keuangan tersebut mengalami peningkatan risiko kredit yang signifikan. Dalam kondisi normal, restrukturisasi piutang dapat mengindikasikan adanya peningkatan signifikan risiko kredit. Namun adanya kondisi pademi Covid-19 di mana otoritas mengeluarkan kebijakan untuk mendorong dilakukannya penundaan atau restrukturisasi piutang, maka tidak tepat jika entitas langsung beranggapan bahwa restrukturisasi tersebut menandakan piutang mengalami peningkatan risiko kredit. 2) Borrowing Cost Indian Accounting Standard (Ind AS) 23 menyatakan bahwa kapitalisasi bunga harus ditangguhkan saat pengembangan suatu aset ditangguhkan. Manajemen dapat mempertimbangkan hal ini saat mengevaluasi dampak COVID-19. 10 REFERENSI Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Press Release - Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Penerapan PSAK 8 Peristiwa setelah Periode Pelaporan dan PSAK 71 Instrumen Keuangan.2020.Jakarta:Dewan Standar Akuntansi Keuangan, Ikatan Akuntan Indonesia. http://www.iaiglobal.or.id/v03/berita-kegiatan/detailberita-1231-press-release%E2%80%93-dampak-pandemi-covid19-terhadap-penerapan-psak-8-peristiwasetelah-periode-pelaporan-dan-psak-71-instrumen-keuangan Press Release - Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Penerapan PSAK 68 Pengukuran Nilai Wajar.2020.Jakarta:Dewan Standar Akuntansi Keuangan, Ikatan Akuntan Indonesia. http://www.iaiglobal.or.id/v03/berita-kegiatan/detailberita-1235-press-release%E2%80%93-dampak-pandemi-covid19-terhadap-penerapan-psak-68-pengukurannilai-wajar#.Xok3W5zT0so Impact of Coronavirus on Financial Reporting and the Auditors Consideration.2020.India: The Institute of Chartered Accountants of India.Joint Initiative of Accounting Standars Board & Auditing and Assurance Standards Board. The Impact of Coronavirus on Financial Reporting and the Auditor’s Considerations.2020.Australia: Australian Accounting Standards Board – Auditing and Assurance Standards Board Joint FAQ. IFRS 9 and Covid-19, Accounting for expected credit losses applying IFRS 9 Financial Instruments in the light of current uncertainty resulting from the Covid-19 pandemic.2020.London. International Accounting Standards Board (IASB). Highlighting Areas of Focus in an Evolving Audit Environment Due to the Impact of Covid19.2020. New York. The International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB). IFRS Bulletin from PwC.Accounting Implications of the Effect of Coronavirus. 2020. London. PricewaterhouseCoopers. Vanelli, M. & Cucinotta, D..2020.WHO Declares COVID-19 a Pandemic: Acta Biomed 2020; Vol. 91, N. 1: 157-160 DOI: 10.23750/abm.v91i1.9397 11