PENGARUH TERAPI BENSON TERHADAP TINGKAT STRES PADA LANSIA DI PUSKESMAS DOLO KABUPATEN SIGI SKRIPSI HERMANSAH 201801153 PROGRAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU 2020 i PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Terapi Benson Terhadap Tingkat Stres Pada Lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi STIKes Widya Nusantara. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta skripsi kepada STIKes Widya Nusantara Palu Palu, September 2020 Materai 6000 HERMASAH Nim: 201801153 ii ABSTRAK HERMANSAH. Pengaruh Terapi Benson Terhadap Tingkat Stres Pada Lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. Dibimbing oleh KATRINA FEBY LESTARI dan HEDWIG OKTORA. Terapi benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan pasien yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi. Teknik ini merupakan upaya untuk memusatkan perhatian pada suatu fokus dengan menyebut berulang-ulang kalimat ritual dengan ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepada Tuhan. Tujuan penelitian mengetahui pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. Jenis penelitian kuantitatif, desain penelitian quasi experimen dengan rancangan pre post test one group. Populasi penelitian adalah lansia dipukesmas Dolo Kab. Sigi. Total Sampel penelitian yaitu 10 orang dengan tehnik pengambilan sampel non-probability sampling. Pengolahan data dengan menggunakan uji Paired Sampel TTes. Hasil analisis menggunakan uji Paired Sampel T-Tes, terdapat pengaruh yang signifikan antara kelompok pre tes dan post tes diperoleh nilai p=0,000 (p>0.05). Simpulan ada pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. Saran diharapkan penelitian ini mampu menjadi salah satu panduan dasar atau usaha mandiri yang digunakan terapi penurunan tingkat stres yang terjadi pada lansia. Kata kunci : Terapi Benson, Stres, Lansia. iii ABSTRACT (Bahasa Inggris) iv PENGARUH TERAPI BENSON TERHADAP TINGKAT STRES PADA LANSIA DI PUSKESMAS DOLO KABUPATEN SIGI SKRIPSI Diajukan sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu HERMANSAH 201801153 PROGRAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU 2020 v LEMBAR PERSETUJUAN PENGARUH TERAPI BENSON TERHADAP TINGKAT STRES PADA LANSIA DI PUSKESMAS DOLO KABUPATEN SIGI SKRIPSI HERMANSAH 201801153 Skripsi ini telah diajukan Tanggal September 2020 Penguji I Ns. Ismawati, S.kep.,Ns.,M.Sc NIK : 20110901018 (.............................................) Pembimbing I Ns. Katrina Feby Lestari, S.Kep., M.P.H NIK. 20120901027 (.............................................) Pembimbing II Ns. Hedwig Oktora, M.kes NIK : 1984101620110122008 (.............................................) Mengetahui, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu DR. Tigor H. Situmorang, M.H., M.Kes NIK : 20080901001 vi PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan judul “pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi”. Selama proses penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis sangat menyadari betapa besar peranan kedua orang tua penulis, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ayahanda Hi.Saiful dan ibunda Hj.Hadijah yang telah banyak memberikan dukungan baik moral, material dan selalu memberikan doa, kasih sayang kepada penulis. Dalam menyelesaikan proposal ini, penulis juga telah banyak menerima bimbingan, masukan, bantuan, dorongan, arahan dan doa dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimah kasih kepada: 1. DR. Pesta Corry Sihotang, Dipl.,Mw.,S.KM.,M.Kes. Selaku ketua yayasan STIKes Widya Nusantara Palu. 2. DR. Tigor H. Situmorang, M.H.,M.Kes. Selaku ketua STIKes Widya Nusantara Palu. 3. Hasnidar, S.Kep.,Ns.,M.Kep. Selaku ketua program studi ilmu keperawatan STIKes Widya Nusantara Palu. 4. Ns. Katrina Feby Lestari, S.Kep., M.P.H, selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran dalam penyusunan skripsi. 5. Hedwig Oktora, M.kes, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran dalam penyusunan skripsi. 6. Ns. Ismawati, S.kep.,Ns.,M.Sc, selaku penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan proposal. 7. Irmawati, Amd Gizi, selaku Kepala Pukesmas Dolo Kab.Sigi atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. 8. Dosen/staf STIKes Widya Nusantara Palu, khususnya program Progran Studi Ners yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada peneliti, vii bimbingan serta dorongan moril selama mengikuti pendidikan STIKes Widya Nusantara Palu 9. Seluruh responden yang telah berpartisipasi memberikan informasi selama penelitian. 10. Rekan-rekan mahasiswa SI Keperawatan STIKes Widya Nusantara Palu yang sudah banyak membantu dan memberikan dukungan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang ilmu keperawatan anak. Palu, September 2020 Penulis viii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL LEMBAR PERSETUJUAN DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I BAB II BAB III BAB IV PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian i ii iii iv v vi 1 4 4 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori tentang Terapi Benson B. Tinjauan Teori tentang Stres C. Tinjauan Teori tentang Lansia D. Kerangka Konsep E. Hipotesis 5 7 14 20 21 METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian C. Populasi dan Sampel D. Variabel Penelitian E. Definisi Operasional F. Instrumen Penelitian G. Teknik Pengumpulan Data H. Analisis Data I. Bagan Alur Penelitian 23 23 23 24 25 28 26 29 31 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian B. Pembahasan 32 33 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 38 38 ix DAFTAR TABEL Tabel 2.1 SOP Terapi Benson 19 Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia 42 Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin 42 Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan pendidikan 43 Tabel 4.4 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan 43 Tabel 4.5 Distribusi responden berdasarkan tingkat stres sebelum dilakukan terapi benson Tabel 4.6 Distribusi responden berdasarkan tingkat stres setelah dilakukan terapi benson Tabel 4.7 44 44 Pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi 45 x DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Konsep 21 Gambar 3.1 Desain Penelitian 24 Gambar 3.2 Bagan Alur Penelitian 28 xi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran : 1. Jadwal penelitian 2. SOP Terapi BENSON 3. Kuesioner Terapi BENSON 4. Surat permohonan pengambilan data 5. Surat balasan pengambilan data 6. Surat permohonan izi penelitian 7. Surat balasan penelitian 8. Permohonan menjadi responden 9. Persetujuan menjadi responden 10. Dokumentasi 11. Hasil uji statistik 12. Riwayat Hidup 13. Lembar konsul 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini Indonesia mulai memasuki periode aging population di mana terjadi peningkatan umur harapan hidup yang diikuti dengan peningkatan jumlah lansia. Hal tersebut mengharuskan semua orang mulai memperhatikan kebutuhan lansia sehingga diharapkan lansia dapat tetap hidup sehat, mandiri, aktif, dan produktif.1 Berdasarkan data World Health Organization (WHO), persentase populasi yang berumur lebih dari 60 tahun di dunia dari tahun 2015 sekitar 15% dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 22%. Secara global, populasi lansia akan semakin meningkat pada tahun 2020 di mana jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas akan melebihi jumlah anak yang berusia di bawah lima tahun.2 Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang memiliki jumlah lansia pada tahun 2018 sebesar 9,3% atau 22,4 juta jiwa (BPS, 2018). Pada tahun 2019 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan akan meningkat menjadi 27,5 juta atau 10,3 % dan pada tahun 2020 yaitu sebanyak 27,08 juta jiwa lansia. Pada tahun 2050 Indonesia diprediksi akan mengalami peningkatan jumlah lansia yang tinggi dibandingkan dengan Negara yang berada di kawasan Asia.3 Penduduk lansia di provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2010 menjadi 174.900 jiwa atau 6,6%. Jumlah ini meningkat lagi menjadi 209.700 jiwa atau 7,3% pada tahun 2015 dan diprediksikan akan mencapai 260.900 jiwa atau 8,4% pada tahun 2020 (BPS,2016). Khususnya kabupaten sigi, jumlah penduduk lansia pada tahun 2010 tercatat sebesar 13.658 jiwa atau 4,02% kemudian meningkat lagi menjadi 15.469 jiwa atau 4,08% pada tahun 2015 dan diproyeksikan akan mencapai 18.205 jiwa atau 5,01% pada tahun 2020.4 Peningkatan jumlah penduduk lansia apabila tidak segera ditangani akan menambah masalah yang sangat kompleks, terutama di bidang kesehatan 1 2 mengingat lansia merupakan periode di mana organisme telah mencapai kematangan dalam ukuran dan fungsi yang telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Semakin bertambahnya usia, maka individu akan banyak mengalami perubahan baik secara fisik maupun mental. Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses penuaan yang normal seperti menurunnya ketajaman panca indera, berkurangnya daya tahan tubuh merupakan ancaman bagi integritas orang usia lanjut. Selain itu, lansia masih harus berhadapan dengan perubahan peran, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Kondisi-kondisi tersebut yang dimiliki oleh lansia bisa menjadi stressor. Selain itu, lansia lebih mungkin untuk mengalami peristiwa seperti berkabung, penurunan status sosial ekonomi dengan pensiun, atau cacat. Semua faktor ini dapat menyebabkan isolasi, hilangnya kemerdekaan, kesepian dan tekanan psikologis pada orang tua. Maka dalam hal ini, lansia yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan berbagai peranan dan tugas perkembangannya dengan maksimal akan mudah mengalami stres. 5 Stres dapat diatasi dengan terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis berupa penggunaan obat anti cemas (axiolytic) dan anti depresan (anti depressant) yang dalam penerapannya menyebabkan ketergantungan yang cukup besar. Sedangkan terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan pemberian terapi seperti psikoterapi (psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, psikoterapi re-konstruktif, psikoterapi kognitif, psikoterapi psikodinamik, psikoterapi perilaku, psikoterapi keluarga), terapi psikoreligius, terapi psikososial, konseling, dan terapi relaksasi dan aktivitas. Terapi relaksasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi stres adalah terapi benson.6 Terapi benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan pasien yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi. Teknik ini merupakan upaya untuk memusatkan perhatian pada suatu fokus dengan menyebut berulangulang kalimat ritual dengan ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepada 3 Tuhan. Manfaat dari terapi benson ini adalah melegakan stres untuk penyakit darah tinggi, penyakit jantung, susah hendak tidur, sakit kepala disebabkan karena tekanan dan asma, membantu orang menjadi rileks dan dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik, serta membantu individu untuk mengontrol diri dan memfokuskan perhatian sehingga ia dapat mengambil respon yang tepat saat berada dalam situasi yang menegangkan.7 Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wuryaningsih dengan judul pengaruh teknik relaksasi benson terhadap tingkat stres lansia di unit rehabilitasi sosial wening wardoyo unggaran. Mengatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan tehnik relaksasi Benson terhadap tingkat stres lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Saat dilakukannya latihan relaksasi Benson ini lansia dapat melatih tubuh dengan mengatur irama pernafasan secara baik dan benar sehingga pemusatan pikiran dan penghayatan akan lebih mempercepat penyembuhan dan menghilangkan stres (depresi) atau memelihara dan meningkatkan kesehatan. Relaksasi Benson pada dasarnya merupakan latihan pernapasan, latihan pernafasan yang tepat merupakan penawar stress.8 Sementara itu penelitian yang dilakukan Mia adinawati menjelaskan bahwa Relaksasi Benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi pernafasan dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahtraan yang lebih tinggi Kelebihan latihan tehnik relaksasi dari pada latihan yang lain adalah latihan relaksasi lebih mudah dilakukan bahkan dalam kondisi apapun serta tidak memiliki efek samping apapun Disamping itu kelebihan dari tehnik relaksasi lebih mudah dilaksanakan oleh pasien, dapat menekan biaya pengobatan, dan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya stres. Sedangkan kita tahu pemberian obat-obatan kimia dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek samping yang dapat membahayakan pemakainya seperti gangguan pada ginjal. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada 01 Maret 2020 di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi didapatkan ada 1.138 jumlah lansia yang 4 berkunjung ke puskesmas dolo pada tahun 2018 dan pada tahun 2019 meningkat menjadi 1.268 kunjungan lansia. Data jumlah lansia pada bulan januari sampai februari tahun 2020 sebanyak 36 orang. Penyebaran usianya antara 45 tahun sampai lebih dari 65 tahun (Data Puskesmas Dolo). Berdasarkan hasil wawancara dengan 3 lansia yang berkunjung ke Puskesmas Dolo menyatakan mereka mengeluh stress akan penyakit yang dideritanya saat ini dan tidak kunjung sembuh salah satu alternative yang dilakukan adalah dengan memberikan pengobatan farmakologi dan nonfarmakologi dimana upaya dalam terapi nonfarmakologi yang dilakukan ialah dengan cara pola hidup sehat, menjalani terapi pengelola stres, menghentikan pemakain zat yang membahayakan tubuh dan istirahat yang cukup . Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Terapi Benson terhadap Tingkat Stres pada Lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi tingkat stres pada lansia sebelum dilakukan terapi benson di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. b. Mengidentifikasi tingkat stres pada lansia sesudah dilakukan terapi benson di Puskesmas dolo Kabupaten Sigi. c. Menganalisis pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. 5 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi STIKes Widya Nusantara Palu Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dalam upaya menambah wawasan peserta didik mengenai terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia. 2. Bagi Lansia Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu lansia yang mengalami stres agar secara mandiri dapat melakukan teknik terapi benson. 3. Bagi Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukkan dalam menangani dan merawat pasien lansia dengan terapi benson 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori tentang Terapi Benson 1. Pengertian Terapi benson atau relaksasi religious merupakan pengembangan dari respon relaksasi yang dikembangkan oleh benson, dimana relaksasi ini merupakan gabungan antara relaksasi dengan keyakinan agama yang dianut. Dalam metode meditasi terdapat juga meditasi yang melibatkan factor keyakinan yaitu meditasi transcendental meditasi ini di kembangkan oleh mahes yogi dengan mengambil objek meditasi frase atau mantra yang di ulang – ulang secara ritmis dimana fase tersebut berkaitan erat dengan keyakinan agama yang di anut. Respon relaksasi yang melibatkan keyakinan yang di anut akan mempercepat terjadinya keadaan rileks dengan kata lain, kombinasi respon relaksasi dengan melibatkan keyakinan akan melipat gandakan manfaat yang di dapat dari respon relaksasi.8 2. Manfaat Manfaat dari relaksasi benson terbukti memodulasi stres terkait kondisi seperti marah, cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi, hipertensi dan insomnia serta menimbulkan perasaan menjadi lebih tenang.9 Manfaat terapi relaksasi.9 a. Ketentraman hati b. Berkurangnya rasa cemas dan stres c. Tekanan darah dan ketegangan jiwa menjadi rendah d. Detak jantung lebih rendah e. Mengurangi tekanan darah f. Meningkatkan keyakinan g. Kesehatan mental menjadi lebih baik 7 3. Pendukung Terapi Benson Menurut Purwanto, (2014) Pendukung dalam Terapi Benson meliputi : a. Perangkat Mental Untuk memindahkan pikiran yang berada di luar diri, harus ada rangsangan yang konstan. Rangsangan tersebut dapat berupa kata atau frase yang singkat yang diulang dalam hati sesuai dengan keyakinan. Kata atau frase yang singkat adalah fokus dalam melakukan relaksasi benson. Fokus pada kata atau frase tertentu akan meningkatkan kekuatan dasar respon relaksasi dengan memberi kesempatan faktor keyakinan untuk mempengaruhi penurunan aktifitas saraf simpatik. b. Suasana tenang Suasana yang tenang membantu efektifitas pengulangan kata atau frase dengan demikian akan mudah menghilangkan pikiran yang yang mengganggu. c. Sikap pasif Sikap ini sangat penting karena berguna untuk mengabaikan pikiranpikiran yang mengganggu sehingga dapat berfokus pada pengulangan kata atau frase. 4. SOP Terapi Benson Langkah – langkah relaksasi benson sebagai berikut.10 Tabel 2.1 SOP Terapi Benson Pengertian Tujuan Prosedur pelaksanaan SOP Terapi Benson Terapi benson atau relaksasi religious merupakan pengembangan dari respon relaksasi yang dikembangkan oleh benson, di mana relaksasi ini merupakan gabungan antara relaksasi dengan keyakinan agama yang dianut. Memodulasi stres terkait kondisi seperti marah, cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi, hipertensi dan insomnia serta menimbulkan perasaan menjadi lebih tenang 1. Tahap Pra-interaksi Cek catatan atau biodata pasien 8 Cuci tangan sebelum terapi Menyiapkan lembar ceklist SOP terapi benson 2. Tahap Orientasi Memberikan salam teraupetik Menyediakan lingkungan yang tenang Memvalidasi kondisi pasien Menjaga privasi pasien Memilih Do’a untuk memfokuskan perhatian saat relaksasi 3. Tahap Kerja Posisikan pasien posisi duduk yang paling nyaman Instruksikan pasien memejamkan mata Instruksikan pasien agar tenang dan mengendorkan otot-otot tubuh dari ujung kaki sampai dengan otot wajah dan rasakan rileks. Instruksikan kepada pasien agar menarik nafas dalam lewat hidung, tahan 3 detik lalu hembuskan lewat mulut disertai dengan mengucapkan do’a atau kata yang sudah dipilih. Instruksikan pasien untuk membuang pikiran negatif, dan tetap fokus pada nafas dalam dan do’a atau kata-kata yang diucapkan Lakukan selama kurang lebih 10 menit Instruksikan pasien untuk mengakhiri relaksasi dengan tetap menutup mata selama 2 menit, lalu membukanya dengan perlahan 4. Tahap Terminasi Evaluasi perasaan pasien Lakukan kontrak pertemuan selanjutnya Akhiri dengan salam B. Tinjauan Teori tentang Stres 1. Pengertian Ada beberapa istilah psikologis populer yang sering dikaburkan sebagai “stres”. Pada hakikatnya, tentunya kata ini merujuk pada sebuah kondisi seseorang yang mengalami tuntutan emosi berlebihan dan atau waktu yang membuatnya sulit memfungsikan secara efektif semua wilayah kehidupan. Keadaan ini dapat mengakibatkan munculnya cukup banyak 9 gejala, seperti depresi, kelelahan kronis, mudah marah, gelisah, impotensi, dan kualitas kerja yang rendah.11 Istilah stres tidak dapat dipisahkan dari distress dan depresi, karena satu sama lainnya saling terkait. Stres merupakan reaksi fisik terhadap permasalahan kehidupan yang dialaminya dan apabila fungsi organ tubuh sampai terganggu dinamakan distress. Sedangkan depresi merupakan reaksi kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya. Dalam banyak hal manusia akan cukup cepat untuk pulih kembali dari pengaruh-pengaruh pengalaman stres. Manusia mempunyai suplai yang baik dan energi penyesuaian diri untuk dipakai dan diisi kembali bilamana perlu. Stres adalah kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang memunculkan stres dapat saja positif (misalnya merencanakan perkawinan) atau negatif (contoh : kematian keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan (stressful event) atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh individu terhadapnya.11 2. Faktor-Faktor Stres Setiap teori yang berbeda memiliki konsepsi atau sudut pandang yang berbeda dalam melihat penyebab dari berbagai gangguan fisik yang berkaitan dengan stres. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa sudut pandang tersebut. a. Sudut pandang psikodinamik Sudut pandang psikodinamik mendasarkan diri mereka pada asumsi bahwa gangguan tersebut muncul sebagai akibat dari emosi yang direpres. Hal-hal yang direpres akan menentukan organ tubuh 10 mana yang terkena penyakit. Sebagai contoh, apabila seseorang merepres kemarahan, maka berdasarkan pandangan ini kondisi tersebut dapat memunculkan essensial hypertension. b. Sudut pandang biologis Salah satu sudut pandang biologis adalah somatic weakness model. Model ini memiliki asumsi bahwa hubungan antara stres dan gangguan psikofisiologis terkait dengan lemahnya organ tubuh individu. Faktor biologis seperti misalnya genetik ataupun penyakit yang sebelumnya pernah diderita membuat suatu organ tertentu menjadi lebih lemah dari pada organ lainnya, hingga akhirnya rentan dan mudah mengalami kerusakan ketika individu tersebut dalam kondisi tertekan dan tidak fit. c. Sudut pandang kognitif dan perilaku Sudut pandang kognitif menekankan pada bagaimana individu mempersepsi dan bereaksi terhadap ancaman dari luar. Seluruh persepsi individu dapat menstimulasi aktivitas sistem simpatetik dan pengeluaran hormon stres. Munculnya emosi yang negatif seperti perasaan cemas, kecewa dan sebagainya dapat membuat sistem ini tidak berjalan dengan berjalan lancar dan pada suatu titik tertentu akhirnya memunculkan penyakit. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa bagaimana seseorang mengatasi kemarahannya ternyata berhubungan dengan penyakit tekanan darah tinggi.12 Stres bersumber dari frustasi dan konflik yang dialami individu dapat berasal dari berbagai bidang kehidupan manusia. Dalam hal hambatan, ada beberapa macam hambatan yang biasanya dihadapi oleh individu seperti : 1) Hambatan fisik : kemiskinan, kekurangan gizi, bencana alam dan sebagainya. 2) Hambatan sosial : kondisi perekonomian yang tidak bagus, persaingan hidup yang keras, perubahan tidak pasti dalam berbagai aspek kehidupan. Hal-hal tersebut mempersempit kesempatan 11 individu untuk meraih kehidupan yang layak sehingga menyebabkan timbulnya frustasi pada diri seseorang. 3) Hambatan pribadi : keterbatasan-keterbatasan pribadi individu dalam bentuk cacat fisik atau penampilan fisik yang kurang menarik bisa menjadi pemicu frustasi dan stres pada individu. Konflik antara dua atau lebih kebutuhan atau keinginan yang ingin dicapai, yang ingin dicapai, yang terjadi secara berbenturan juga bisa menjadi penyebab timbulnya stres. Seringkali individu mengalami dilema saat diharuskan memilih diantara alternatif yang ada apalagi bila hal tersebut menyangkut kehidupan di masa depan. Konflik bisa menjadi pemicu timbulnya stress atau setidaknya membuat individu mengalami ketegangan yang berkepanjangan yang akan mengalami kesulitan untuk mengatasinya. Faktor pemicu stres itu dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok berikut : 12 1) Stressor fisik-biologik, seperti : penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau kurang berfungsinya salah satu anggota tubuh, wajah yang tidak cantik atau ganteng, dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal (seperti : terlalu kecil, kurus, pendek, atau gemuk). 2) Stressor psikologik, seperti : negative thinking atau berburuk sangka, frustrasi (kekecewaan karena gagal memperoleh sesuatu yang diinginkan), hasud (iri hati atau dendam), sikap permusuhan, perasaan cemburu, konflik pribadi, dan keinginan yang di luar kemampuan. 3) Stressor Sosial, seperti iklim kehidupan keluarga : hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis (broken home), perceraian, suami atau istri selingkuh, suami atau istri meninggal, anak yang nakal (suka melawan kepada orang tua, sering membolos dari sekolah, mengkonsumsi minuman keras, dan menyalahgunakan obat-obatan terlarang) sikap dan perlakuan orang tua yang keras, 12 salah seorang anggota mengidap gangguan jiwa dan tingkat ekonomi keluarga yang rendah, lalu ada faktor pekerjaan: kesulitan mencari pekerjaan, pengangguran, kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan dan penghasilan tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan sehari-hari, kemudian yang terakhir ada iklim lingkungan : maraknya kriminalitas (pencurian, perampokan dan pembunuhan), tawuran antar kelompok (pelajar, mahasiswa, atau warga masyarakat), harga kebutuhan pokok yang mahal, kurang tersedia fasilitas air bersih yang memadai, kemarau panjang, udara yang sangat panas atau dingin, suara bising, polusi udara, lingkungan yang kotor (bau sampah dimana-mana), atau kondisi perumahan yang buruk, kemacetan lalu lintas bertempat tinggal di daerah banjir atau rentan longsor, dan kehidupan politik dan ekonomi yang tidak stabil. Ada dua macam stres yang dihadapi oleh individu yaitu : 1) Stres yang ego-envolved : stres yang tidak sampai mengancam kebutuhan dasar atau dengan kata lain disebut dengan stres kecilkecilan. 2) Stres yang ego-involved : stres yang mengancam kebutuhan dasar serta integritas kepribadian seseorang. Stres semacam ego involved membutuhkan penanganan yang benar dan tepat dengan melakukan reaksi penyesuaian agar tidak hancur karenanya. 3. Tahapan Stres Stres terjadi melalui tahapan:11 a. Tahap 1 : stres pada tahap ini justru dapat membuat seseorang lebih bersemangat, penglihatan lebih tajam, peningkatan energi, rasa puas dan senang, muncul rasa gugup tapi mudah diatasi. b. Tahap 2 : menunjukkan keletihan, otot tegang, gangguan pencernaan. c. Tahap 3 : menunjukkan gejala seperti tegang, sulit tidur, badan terasa lesu dan lemas. 13 d. Tahap 4 dan 5 : pada tahap ini seseorang akan tidak mampu menanggapi situasi dan konsentrasi menurun dan mengalami insomnia. e. Tahap 6 : gejala yang muncul detak jantung meningkat, gemetar sehingga dapat pula mengakibatkan pingsan.Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan tahapan stres terbagi menjadi 6 tahapan yang tingkatan gejalanya berbeda-beda di setiap tahapan. 4. Strategi Menghadapi Stres Ada dua strategi yang bisa digunakan untuk menghadapi stres, yaitu:13 a. Strategi menghadapi stres dalam perilaku. 1) Memecahkan persoalan secara tenang. Yaitu mengevaluasi kekecewaan atau stres dengan cermat kemudian menentukan langkah yang tepat untuk diambil, setelah itu mereka mempersiapkan segala upaya dan daya serta menurunkan kemungkinan bahaya. 2) Agresi. Stres sering berpuncak pada kemarahan atau agresi. Sebenarnya agresi jarang terjadi namun apabila hal itu hanyalah berupa respon penyesuaian diri. Contohnya adalah mencari kambing hitam menyalahkan pihak lain dan kemudian melampiaskan agresinya kepada sasaran itu. 3) Regresi Yaitu kondisi ketika seseorang yang menghadapi stres kembali lagi kepada perilaku yang mundur atau kembali ke masa yang lebih muda (memberikan respons seperti orang dengan usia yang lebih muda). 4) Menarik diri. Merupakan respon yang paling umum dalam mengambil sikap. Bila seseorang menarik diri maka dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun. Respon ini biasanya disertai dengan depresi dan sikap apatis. 14 5) Mengelak. Seorang yang mengalami stres terlalu lama, kuat dan terus menerus maka ia akan cenderung mengelak. Contoh mengelak adalah mereka melakukan perilaku tertentu secara berulang-ulang. Hal ini sebagai pengelakkan diri dari masalah demi mengalahkan perhatian. Dalam usaha mengelakkan diri, orang Amerika biasanya menggunakan alkohol, obat penenang, heroin dan obat-obatan dari bahan kimia lainnya. b. Strategi menghadapi stres secara kognitif 1) Represi Adalah upaya untuk menyingkirkan frustasi, stres dan semua yang menimbulkan kecemasan. 2) Menyangkal kenyataan Menyangkal kenyataan mengandung unsur penipuan diri. Bila seseorang menyangkal kenyataan maka ia menganggap tidak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. 3) Fantasi Dengan berfantasi orang sering merasa dirinya mencapai tujuan dan dapat menghindarkan dari frustasi dan stres. Orang yang sering melamun kadangkadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya. Bila fantasi dilakukan secara sedang-sedang dan dalam pengendalian kesadaran yang baik, maka frustasi menjadi cara yang sehat untuk mengatasi stres. 4) Rasionalisasi Rasionalisasi ini dimaksudkan segala usaha seseorang untuk mencari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga bisa muncul ketika seseorang menipu dirinya 15 sendiri dengan pura-pura menganggapnya buruk adalah baik atau sebaliknya. 5) Intelektualisasi Seseorang yang menggunakan taktik ini maka yang menjadi masalah akan dipelajari atau mencari tahu tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan secara emosional. Dengan intelektualisasi seseorang setidaknya dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalahan secara subjektif. 6) Pembentukan reaksi Seseorang dikatakan berhasil menggunakan metode ini bila dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan sesungguhnya baik represi atau supresi dan menampilkan wajah yang berlawanan dengan kenyataan yang dihadapi. 7) Proyeksi Seseorang yang menggunakan teknik ini biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi orang lain yang tidak ia sukai dengan sesuatu yang dia perhatikan itu akan diperbesarperbesarnya lagi. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menghadapi kenyataan akan keburukan dirinya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan ada dua strategi menghadapi stres, yaitu strategi menghadapi stres dalam perilaku yang terdiri dari memecahkan persoalan secara tenang, agresi, regresi, menarik diri dan mengelak. Sedangkan strategi yang kedua adalah strategi menghadapi stres secara kognitifyang terdiri dari represi, menyangkal kenyataan, fantasi, intelektualisasi, pembentukan reaksi dan proyeksi. rasionalisasi, 16 C. Tinjauan Teori tentang Lansia 1. Klasifikasi Lansia Menurut WHO (2019), klasifikasi lansia dibagi menjadi empat kriteria yaitu : a. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-59 tahun. b. Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 60-74 tahun. c. Lansia usia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun. d. Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun. Berikut merupakan kategori umur: 3 a. Masa balita = 0 – 5 th b. Masa kanak-kanak = 5 – 11 th c. Masa remaja awal = 12 – 16 th d. Masa remaja akhir = 17 – 25 th e. Masa dewasa awal = 26 – 35 th f. Masa dewasa akhir = 36 – 45 th g. Masa lansia awal = 46 – 55 th h. Masa lansia akhir = 56 – 65 th i. Masa manula = > 65 th 2. Proses Menua Proses penuaan adalah proses dimana umur seseorang bertambah dan mengalami perubahan. Semakin bertambahnya umur maka fungsi organ juga mengalami penurunan. Banyak factor yang dapat mempengaruhi terjadinya penuaan yang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor genetik yang melibatkan perbaikan DNA, respon terhadap stres dan pertahanan terhadap antioksidan. Selanjutnya faktor lingkungan meliputi pemasukan kalori, berbagai macam penyakit dan stres dari luar, misalnya radiasi atau bahan-bahan kimiawi. Kedua faktor tersebut akan mempengaruhi aktivitas metabolism sel yang menyebabkan stres oksidasi sehingga terjadinya kerusakan sel dan terjadinya proses penuaan.14 Terdapat beberapa teori penuaan (aging process) yaitu:14 17 a. Teori Biologis Teori biologis berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan seseorang dari lahir sampai meninggal dunia, perubahan yang terjadi pada tubuh dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat patologi. Proses menua merupakan terjadinya perubahan struktur dan fungsi tubuh selama fase kehidupan. Teori biologis lebih menekan pada perubahan struktural sel atau organ tubuh termasuk pengaruh agen patologis. b. Teori Psikologi (Psycologic Theories Aging) Teori psikologi menjelaskan bagaimana seorang merespon perkembangannya. Perkembangan seseorang akan terus berjalan walaupun seseorang tersebut telah menua. Teori psikologi terdiri dari teori hierarki kebutuhan manusia maslow (maslow’s hierarchy of human needs), yaitu tentang kebutuhan dasar manusia dari tingkat yang paling rendah (kebutuhan biologis/fisiologis/sex, rasa aman, kasih saying dan harga diri) sampai tingkat paling tinggi (aktualisasi diri). Teori individualisme jung (jung’s theory of individualisme), yaitu sifat manusia terbagi menjadi dua, yaitu ekstrover dan introver. Pada lansia akan cenderung introver, lebih suka menyendiri. Teori delapan tingkat perkembangan erikson (erikson’s eight stages of life), yaitu tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai seseorang adalah ego integrity vs disappear. Apabila seseorang mampu mencapai tugas ini maka dia akan berkembang menjadi orang yang bijaksana (menerima dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung jawab dan kehidupannya berhasil). c. Teori Kultural Teori kultural menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang berpengaruh pada budaya yang dianutnya. Budaya merupakan sikap, perasaan, nilai dan kepercayaan yang terdapat pada suatu daerah dan dianut oleh kaum orang tua. Budaya yang dimiliki sejak ia lahir akan selalu dipertahankan sampai tua. 18 d. Teori Sosial Teori social meliputi teori aktivitas (lansia yang aktif dan memiliki banyak kegiatan sosial), teori pembebasan (perubahan usia seseorang mengakibatkan seseorang menarik diri dari kehidupan sosialnya) dan teori kesinambungan (adanya kesinambungan pada siklus kehidupan lansia, lansia tidak diperbolehkan meninggalkan peran dalam proses penuaan). e. Teori Genetika Proses penuaan memiliki komponen genetilk. Dilihat dari pengamatan bahwa anggota keluarga yang cenderung hidup pada umur yang sama dan mereka mempunyai umur yang rata-rata sama, tanpa mengikutsertakan meninggal akibat kecelakaan atau penyakit. f. Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh Mutasi yang berulang-ulang mengakibatkan sistem imun untuk mengenali dirinya berkurang sehinggal terjadinya kelainan pada sel, perubahan ini disebut peristiwa autoimun. g. Teori Menua Akibat Metabolisme Pada zaman dahulu disebut lansia adalah seseorang yang botak, kebingungan, pendengaran yang menurun atau disebut dengan “budeg” bungkuk, dan beser atau inkontinensia urin. h. Teori Kejiwaan Sosial Teori kejiwaan sosial meliputi activity theory yang menyatakan bahwa lansia adalah orang yang aktif dan memiliki banyak kegitan social. Continuity theory adalah perubahan yang terjadi pada lansia dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya, dan disengagement theory adalah akibat bertambahnya usia seseorang mereka mulai menarik diri dari pergaulan. 3. Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Lansia Semakin berkembangnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada 19 diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual.15 a. Perubahan Fisik 1) Sistem Indra Sistem penengaran prebiakusis (gangguan pada pendengaran) disebabkan karena hilangnya kemampuan (daya) pendegaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahuhn. 2) Sistem Intergumen Kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan bercerak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot. 3) Sistem Muskuloskeletal Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada pesendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung 20 dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tondon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas. 4) Sistem Kardiovaskuler Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah masa jantung bertambah, venrikel kiri mengalami hipertropi sehingga perenggangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan llipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat. 5) Sistem Respirasi Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkonvensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan perenggangan torak berkurang. 6) Pencernaan dan Metabolisme Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tmpat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah. 7) Sistem Perkemihan Pada sistem perkemihgan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal. 8) Sistem Saraf Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatonim dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami 21 penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. 9) Sistem Reproduksi Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur. b. Perubahan Kognitif 1) Memory (daya ingat, Ingatan). 2) IQ (Intellegent Quotient). 3) Kemampuan Belajar (Learning). 4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension). 5) Pemecahan Masalah (Problem Solving). 6) Pengambilan Keputusan (Decision Making). 7) Kebijaksanaan (Wisdom). 8) Kinerja (Performance). 9) Motivasi. c. Perubahan Mental Faktor-faktor yang menpengaruhi perubahan mental: 1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa. 2) Kesehatan umum. 3) Tingkat pendidikan. 4) Keturunan (hereditas). 5) Lingkungan. 6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian. 7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan. 8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family. 9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan kensep diri. 22 d. Perubahan Spiritual Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari. e. Perubahan Psikososial Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. 4. Protokol kesehatan pada lansia Dalam masa pandemic COVID-19, ini lansia menjadi kelompok masyrakat yang paling rentan dan memiliki resiko paling tinggi dibandingkan yang lainya. Hal ini dibuktikan dengan tingginya korban meninggal pada lansia. Data dari WHO menunjukkan angka kematian paling tinngi terjadi pada penderita COVID-19 yang berusia 80 tahun ke atas dengan presentase mencapai lebih dari 22% (Wisnubrata, 2020 ). Sedangkan untuk Indonesia, berdasarkan data dari satuan tugas penangan COVID-19, kelompok umur yang meninggal dunia paling tinggi berada dikelompok umur >60 tahun (lansia) yaitu sebanyak 44%, sedangkan untuk kelompok umur 46-59 tahun sebanyak 40%, dan pada umur 31-45 tahun sebanyak 11,6%. Menurut wisnu ada 8 cara menjaga lansia dari ancaman terinfeksi virus corona COVID-19 yaitu : a) Batalkan rencan bepergian Pusat pengendalian dan pencegahan penyakit (CDC) amerika serikat menyarankan anggota keluarga untuk tidakmembuat rencana perjalanan bagi lansia, atau jika sudah dibuat , tunda dulu hal itu karena perjalanan ke tempat – tempat umum sangat berisiko. 23 b) Hindari pertemuan sosial Pertemuan sosial besar berarti bertemu lebih banyak orang, lebih banyak jabat tangan, lebih banyak sentuhan konstan dengan mereka dan lebih banyak penyebaran penyakit. c) Tunda mengunjungi cucu Dari sudut pandang ini, perjalan akan meningkatakan potensi lansia terinfeksi. Dalam situasi seperti itu, lansia juga harus menghindari mengunjungi anak atau cucu. Secara khusus, hal itu karena anak – anak juga dapat midah terinfeksi oleh virus karena system kekebalan tubuh mereka yang belum berkembang. d) Batalkan janji bertemu dokter apabila tidak urgen Lansia bisa jadi menghadapi banyak persoalan kesehatan sehingga pemeriksaan rutin sangat penting untuk kesehatan mereka. Namun CDC menyarankan lansia untuk berhati – hati saat mengunjungi dokter untuk terapi fisik atau sesi kesehatan apapun. e) Manfaatkan kecagihan teknologi Sangat sullit bagi orang tua untuk menjauhkan diri dari interaksi sosial karena dapat menyebabkan pembatasan sosial, yang sudah menjadi masalah kesehatan mental utama pada orang tua. f) Perhatian kesehatan pendamping Kebersihan perawat pendamping yang selama ini merawat orang tua atau kakek nenek anda sama pentingnya dengan para lansia perawat tersebut biasanya berasal dari sekelompok professional yang berpengalaman dalam memberikan perawatn yang tepat untuk lansia dengan obat – obatan tepat waktu dan kebutuhan lainya. g) Larangan ke panti jompo Panti jompo dimaksudkan untuk memberikan perawatan dan perhatian yang tepat kepada para lansia serta memantau kesehatan rutin mereka.lantaran lansia lebih rentan terhadap virus corona, pengunjung nonmedis ke panti jompo harus dibatasi, termasuk anggota keluaraga. 24 h) Jangan ubah rutinitas Pandemi virus corona telah memengaruhi rutinitas harian setiap orang disemua tingkatan usia, termasuk lansia. Meski begitu, anggota keluarga harus tetap memperhatikan kebiasaan rutin para lansia, seperti tidur tepat waktu, makan sehat, dan olahraga setiap hari. D. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Konsep sendiri adalah suatu abstraksi yang di bentuk dengan menggenarolisasikan suatu pengertian. Oleh sebab itu konsep tidak dapat diukur dan diamati secara langsung. Agar dapat diamati dan dapat diukur maka konsep tersebut harus dijabarkan ke dalam variabel – variabel. Dari variabel itulah konsep dapat diamati dan diukur. Adapun kerangka konsep penelitian sebagai berikut :16 Perubahan yang terjadi pada lansia : -Perubahan kognitif -Perubahan mental -Perubahan spiritual -Perubahan psikososial ketentraman hati Stres Terapi Benson Tekanan darah dan ketegangan jiwa menjadi rendah Menurunya tingkat stres Detak jantung lebih rendah Mengurangi tekanan darah Meningkatkan keyakinan Kesehatan mental menjadi lebih baik 25 keterangan : di teliti tidak di teliti pengaruh : : : Gambar 2.1 Kerangka Konsep E. Hipotesis Terdapat pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian pra-eksperimen dengan rancangan one group pre test post test. Subjek dilakukan observasi sebelum dan sesudah perlakuan. Pada subjek diukur tingkat stres terlebih dahulu kemudian dilakukan terapi benson dan terakhir diukur kembali tingkat stres pada lansia setelah melakukan terapi benson.17 O1 X O2 Gambar 3.1 Desain Penelitian Keterangan: O1: Tingkat stres pada kelompok intervensi sebelum dilakukan terapi benson X : Terapi benson O2: Tingkat stres pada kelompok intervensi sesudah dilakukan terapi benson B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. 2. Waktu penelitian Penelitian ini dilaksankan pada tanggal 24-31 Agustus 2020. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik.17 Populasi 26 35 dalam penelitian ini adalah pasien lansia yang datang di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi yaitu sebanyak 36 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari keseluruan objek yang diteliti dan diangap mewakili seluruh populasi. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah seluruh lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi pada saat penelitian berlangsung.17 Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, maka jumlah anggota sampel masing-masing antara 10 sampai dengan 20 orang. 18 Jadi dalam penelitian ini peneliti menentukan jumlah sampel yaitu 10 orang. Pengambilan sampel menggunakan tehnik accidental sampling yaitu sampel diambil dari responden yang kebetulan ada pada saat penelitian berlangsung. Sampel dalam penelitian harus memenuhi kriteriainklusi yaitu kriteria umum subjek penelitian yang akan diteliti. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Bersedia menjadi responden b. Lansia rentang usia 46-55 tahun c. Dapat membaca dan menulis D. Variabel penelitian Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai berbeda terhadap sesuatu ( benda, manusia, dan lain lain). Variabel dapat dibagi menjadi dua yaitu:19 1. Variabel Independen (bebas) Variabel independen ini merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini juga dikenal dengan nama variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Terapi Benson. 36 2. Variabel Dependen (terikat) Variabel dependen ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan.16 Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Tingkat Stres. E. Definisi Operasional Definisi Operasional ini digunakan untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti, juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument / alat ukur. 1. Terapi Benson Definisi : Teknik mengembangkan respon relaksasi pada lansia di mana melibatkan keyakinan lansia yang dianut. Alat ukur : SOP Terapi Benson 2. Tingkat Stres Definisi : Suatu respon tubuh pada lansia setelah menerima tekanan yang menimbulkan ketegangan tubuh dan pikiran. Alat ukur : Kuesioner Cara ukur : Pengisian kuesioner Skala ukur : Ordinal Hasil ukur : Normal : 0 – 14 Stres Ringan : 15 – 18 Stres Sedang : 19 – 25 Stres Berat : 26 – 33 Stres Sangat Berat : ≥ 34 F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah suatu cara untuk melakukan pengumpulan data.20 Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner DASS42. Untuk Kuesioner DASS (Depression 37 Anxiety Stress Scales) sebanyak 14 pertanyaan dengan empat kriteria jawaban “tidak pernah” diberi nilai (0), jawaban “kadang-kadang” diberi nilai (1), jawaban “sering” diberi nilai (2), dan jawaban “selalu” diberi nilai (3). G. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Tehnik Pengumpulan Data yaitu:20 1. Cara pengumpulan data Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini awalnya dilakukan dengan cara meminta surat pengantar dari pihak kampus untuk disampaikan kepada Kepala Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. Adapun cara pengumpulan data dilakukan sebagai berikut: a. Pre Intervensi Sebelum melakukan intervensi atau perlakuan, peneliti terlebih dahulu menyampaikan surat pengantar penelitian ke Kepala Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi, setelah itu peneliti mendatangi satu persatu lansia dan menayakan keluhan yang dirasakan penderita, kemudian peneliti meminta persetujuan lansia tersebut menjadi responden dengan menandatangani surat persetujuan menjadi responden dan kontrak waktu untuk melakukan intervensi dalam hal ini terapi benson. b. Intervensi Peneliti mengunjungi rumah responden untuk dilakukan intervensi sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati, peneliti melakukan pemeriksaan tingkat stres, kuesioner dibagikan 15 menit sebelum dilakukan intervensi, kemudian peneliti mengajarkan terapi benson kepada responden sampai responden mengerti dan dapat melakukan terapi secara mandiri. c. Post Intervensi Setelah dilakukan intervensi atau perlakuan, peneliti akan kembali melakukuan pengukuran tingkat stres lansia di pertemuan ke 6 dalam 38 pelaksanaan terapi benson untuk mengetahui apakah ada perubahan tingkat stres setelah dilakukan terapi benson. 2. Jenis data a. Data primer Pengumpulan data ini dilakukan dengan mengisi kuesioner tingkat stres. b. Data sekunder Data sekunder yang akan dikumpulkan adalah data pendukung yang berkaitan dengan tujuan penelitian diperoleh dari data pasien di puskesmas dolo kabupaten sigi. H. Analisis data Analisis data merupakan proses pengumpulan, pemodelan dan transformasi data untuk memeperoleh informasi yang bermanfaat, memberikan saran, kesimpulan dan mendukung pembuatan keputusan. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat serta menggunakan bantuan komputer.19 1. Analisis Univariat Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap variabel penelitian untuk menggambarkan setiap variabel yang diteliti dengan melihat proporsi dan distribursi frekuensi dengan rumus sebagai berikut: f 𝑝 = 𝑛 𝑥 100% Keterangan : P : Proporsi / presentase F : Frekuensi Jawaban Responden n : Sampel / jumlah responden 2. Analisis Bivariat Analisa data bivariat adalah analisa yang dilakukan untuk menjelaskan hipotesis hubungan variabel bebas dengan variabel terikat.16 Analisis bivariat penelitian ini menggunakan uji T-test. Sebelumnya dilakukan uji 39 normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk terlebih dahulu, pada kelompok perlakuan dilakukan normalitas data apabila data normal maka uji T-test yang digunakan adalah Paired Sampel T-Tes. Bila sebaran data tidak normal atau syarat uji t tidak terpenuhi untuk melihat rata-rata tingkat stres lansia setelah di lakukan terapi benson sebelum dan sesudah intervensi digunakan uji Wilcoxon (p-value < 0,05) yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata dua sampel yang berpasangan dan mengetahui efektifitas suatu perlakuan. Analisis bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh terapi benson terhadap penurunan tingkat stres lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. a. Jika nilai sig p ≤ α (0,05) artinya terdapat pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. b. Jika nilai sig p > α (0,05) artinya tidak terdapat pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. 40 I. Bagan Alur Penelitian Identifikasi masalah di lapangan Pengambilan data awal Jenis penelitian kuantitatif dengan desain pra-eksperimen dan rancangan one group pre test post Populasi lansia dengan sampel 10 orang dan teknik Purposive sampling Penelitian Pre Post Interv interv ensi interve en Teknik prngolahan data si nsi Analisis pengolahan data Analisa Univariat (distribusi Analisa Bivariat (uji T-test) frekuensi) 1. Mengidentifikasi tingkat stres pada lansia sebelum dilakukan terapi benson di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. 2. Mengidentifikasi tingkat stres pada lansia sesudah dilakukan terapi benson di Puskesmas dolo Kabupaten Sigi. 3. Untuk membuktikan pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. Gambar 3.2 Bagan Alur Penelitian 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah Puskesmas Dolo Kab. Sigi Penelitian di laksanakan di kelurahan dolo Kecamatan dolo Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi tengah yakni di Puskesmas Dolo. 1. Puskesmas Dolo Puskesmas Dolo merupakan salah satu Puskesmas yang ada di kecamatan Dolo yang terletak di Ibukota kecamatan yang secara administratif pemerintahan sekarang terdiri dari 11 desa dan 37 dusun dengaan batas-batas wilayah Puskesmas dolo sebagai berikut : 2. Di sebelah Utara : Kecamatan Sigi Biromaru 3. Di Sebelah Selatan : Kecamatan Sigi Biromaru 4. Di Sebelah Timur : Kecamatan Sigi Biromaru dan Kec. Dolo Barat 5. Di Sebelah Barat : Kecamatan Marawola dan Kecamatan Dolo Barat Puskesmas Dolo terletak di Ibukota Kecamatan jarak tempuh sekitar 0,5 s/d 1 Km dengan waktu tempuh berkisar 5 menit. Berdasarkan elevasi ketinggian dari permukaan laut dan bentuk permukaan tanah maka desa – desa diwilayah kerja Puskesmas Dolo semuanya daratan. B. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini dikelompokan berdasarkan usia, jenis kelamin dan pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 10 responden di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi, maka didapatkan hasil sebagai berikut: 42 a. Umur Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. No 1 Usia Lansia Masa Lansia Awal Total Frekuensi (f) 10 10 Persentase (%) 100 100 Sumber: Data primer, 2020 Tabel 4.1 Menunjukkan usia lansia dari 10 responden yaitu masa lansia awal sebanyak 10 (100%) orang. b. Jenis Kelamin Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. No 1 2 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total Frekuensi (f) Persentase (%) 6 4 10 60 40 100 Sumber: Data primer, 2020 Tabel 4.2 Menunjukkan jenis kelamin dari 10 responden sebagian besar 6 (60%) responden jenis kelmin laki-laki. c. Pendidikan Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan Pendidikan di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. No 1 2 Jenis Pendidikan SD SMA Total Frekuensi (f) 1 9 10 Persentase (%) 10 90 100 Sumber: Data primer, 2020 Tabel 4.3 Menunjukkan bahwa dari 10 responden sebagian besar 9 (90%) responden pendidikan SMA. d. Pekerjaan Tabel 4.4 Distribusi responden berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. No Jenis Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%) 43 1 2 3 Wiraswasta Petani IRT Total 4 4 2 10 40 40 20 100 Sumber: Data primer, 2020 Tabel 4.4 Menunjukkan bahwa dari 10 responden sebagian besar 4 (40%) responden pekerjaan wiraswasta dan petani. 2. Analisis univariat Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap variabel penelitian untuk menggambarkan setiap variabel yang diteliti dengan melihat proporsi dan distribursi frekuensi. Analisis univariat dilakukan pada tiap variabel dari hasil penelitian dan digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan persentase dari variabel bebas dan variabel terikat. Analisa ini digunakan untuk mengetahui tingkat stres lansia sebelum melakukan terapi benson dan sesudah melakukan terapi benson (Notoatmodjo 2010). a. Tingkat stres sebelum dilakukan terapi benson pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. Tabel 4.5 Distribusi responden berdasarkan nilai tingkat stres lansia sebelum dilakukan terapi benson di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. No 1 2 3 Tingkat Stres Ringan Sedang Berat Total Frekuensi (f) 1 6 3 10 Persentase (%) 10 60 30 100 Sumber: Data primer, 2020 Berdasarkan tabel 4.5 Menunjukkan bahwa dari 10 responden sebagian besar 6 (60%) responden tingkat stres sedang. b. Tingkat stres sebelum dilakukan terapi benson pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. 44 Tabel 4.6 Distribusi responden berdasarkan nilai tingkat stres setelah dilakukan terapi benson di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. No 1 2 3 Tingkat Stres Normal Ringan Sedang Total Frekuensi (f) 3 5 2 10 Persentase (%) 30 50 20 100 Sumber: Data primer, 2020 Berdasarkan tabel 4.6 Menunjukkan bahwa dari 10 responden sebagian besar 5(50%) responden tingkat stres ringan. 3. Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel dependen dengan variabel independen, dimana dalam penelitian ini variabel dependennya adalah stres pada pasien lansia sedangkan variabel independennya adalah lansia yang terapi benson. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi uji Paired Sampel T-Tes. Tabel 4.7 Pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. Stres Pada Lansia Sebelum dilakukan terapi benson Setelah dilakukan terapi benson N 10 10 Rerata±s.b 22,70 ± 3,324 16,40 ± 2,319 P value 0,000 Sumber: Data primer, 2020 Berdasarkan analisa bivariat dengan menggunakan uji korelasi Paired Sampel T-Tes maka didapatkan perbedaan nilai tingkat stres sebelum dan setelah dilakukan terapi benson pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi sebesar p value 0,000 (< 0,05), sehingga Ho ditolak atau Ha diterima, ada Pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. C. Pembahasan a. Tingkat stres sebelum dilakukan terapi benson pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. 45 Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa nilai tingkat stres pada lansia sebelum dilakukan terapi benson di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi sangat tinggi dari 10 responden dengan nilai presentasi stres sedang sebanyak 6 (60%) responden, stres berat 3 (30%) responden dan stres ringan 1 (10%) responden. Menurut asumsi peneliti, masa lansia merupakan terjadinya kemunduran-kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik dan kemunduran kemampuan kognitif yang sering kali menimbulkan masalah. Masalah kesehatan pada lansia meliputi pikun, depresi, cemas dan gangguan fisik yang biasanya sering dijumpai pada lansia seperti gangguan jantung, gangguan pada persendian, gangguan metabolisme. Ketika terjadi gangguan depresi atau cemas maka akan terjadi stres yang bisa berakibat gangguan metabolisme tubuh dan interaksi sosial. Salah satu cara yang baik untuk terapi menurunkan tingkat stres pada diri kita adalah terapi benson. Stres merupakan suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang memunculkan stres dapat saja positif (misalnya merencanakan perkawinan) atau negatif (contoh : kematian keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan (stressful event) atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh individu terhadapnya. Stres dapat menjadi negatif atau positif terhadap performasi pekerjaan tergantung dari taraf stres itu sendiri. Stres pada lansia dapat didefinisikan sebagai tekanan yang diakibatkan oleh stresor berupa perubahan-perubahan yang menuntut adanya penyesuaian dari lansia. Tingkat stres pada lansia berarti pula tinggi rendahnya tekanan yang dirasakan atau dialami oleh lansia sebagai akibat dari stresor berupa perubahan-perubahan baik fisik, mental, maupun sosial dalam kehidupan yang dialami lansia (Indriana, 2010). Beberapa 46 faktor-faktor yang mempengaruhi stres pada lansia meliputi, kondisi kesehatan fisik, kondisi psikologi, keluarga, lingkungan, pekerjaan (Fitria, 2015). b. Tingkat stres setelah dilakukan terapi benson pada lansia di Puskesmas dolo Kabupaten Sigi. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa tingkat stres lansia sebelum dilakukan terapi benson di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi dari 10 responden dengan nilai presentasi stres ringan sebanyak 5 (50%) responden, normal 3 (30%) responden dan stres sedang 2 (20%) responden. Menurut asumsi peneliti, aktifitas terapi benson merupakan hal yang positif, artinya semakin rutin kita melakukan terapi benson semakin baik karena terapi benson suatu upaya memusatkan perhatian suatu focus. Terapi ini merupakan terapi religius keagamaan yang fleksibel tergantung dari keyakinan seseorang individu akan kepercayaan yang diyakini atau dianutnya. Relaksasi Benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi pernafasan dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahtraan yang lebih tinggi (Benson & Proctor 2000, dalam Purwanto, 2014). Penelitian ini sejalan dengan pernyataan Soeharto (2009) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan serta menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic. 47 Penelitian ini juga sejalan dengan pernyataan Dalimartha (2008) menyatakan bahwa salah satu upaya untuk mengatasi stres adalah dengan metode relaksasi. Hal itu karna dalam relaksasi terkandung unsur penenangan diri. Teknik ini disebutnya relaksasi Benson yaitu suatu prosedur untuk membantu individu berhadapan pada situasi yang penuh stres dan usaha untuk menghilangkan stress. c. Pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. Setelah dilakukan penelitian tentang Pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Pukesmas Dolo Kab. Sigi, hasil bahwa terdapat hubungan terapi benson terhadap tingkat stres lansia. Berdasarkan uji korelasi Paired Sampel T-Tes maka didapatkan p value 0.00 < 0,05 sehingga Ho ditolak atau Ha diterima. Menurut asumsi peneliti, aktifitas terapi benson merupakan hal yang positif, artinya semakin rutin kita melakukan terapi benson semakin baik karena terapi benson suatu upaya memusatkan perhatian suatu focus. Terapi ini merupakan terapi religius keagamaan yang fleksibel tergantung dari keyakinan seseorang individu akan kepercayaan yang diyakini atau dianutnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh oleh Fauzi (2014) tentang intensitas jalan kaki terhadap penurunan kadar gula darah menunjukan bahwa ada perbedaan penurunan kadar gula darah sebelum dan sesudah jalan kaki. Hal tersebut dibuktikan berdasarkan uji t-berpasangan dan repeated Anova (α=0,05). Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan antara jalan kaki dengan intensitas sedang (p=0,001) dan tinggi (p=0,001) terhadap penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus ringan. Manfaat dari relaksasi benson terbukti memodulasi stres terkait kondisi seperti marah, cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi, 48 hipertensi dan insomnia serta menimbulkan perasaan menjadi lebih tenang (Benson, 2000). Terapi relaksasi benson juga bisa di jadikan metode penatalaksanaa non farmakologis yang bertujuan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur sehingga berimplikasi tidak menimbulkan efek samping dan membantu meningkatkan kualitas tidur lansia. Karena pada umunya dengan menggunakan farmakologis akan menimbulkan dampak jangka panjang yang berbahaya bagi kesehatan lansia, pemakaian obat – obatan inipun jika tidak di sertai dengan perbaikan pola makan, pola tidur serta penyelesaian penyebab psikologis maka obat – obatan hanya dapat mengatasi gangguan yang bersifat sementara dan tidak menyembuhkan. Terapi relaksasi benson, gabungan teknik relaksasi nafas dalam yang di lakukan dengan cara memusatkan faktor keyakinan dan menghilangkan berbagai pikiran yang mengganggu, berimplikasi terhadap mengatasi kecemasan dan menambah keimanan serta mendapatkan pengalaman – pengaaman transidensi. Terapi relaksasi benson juga lebih efektif karena dapat di gunakan di segala tempat. 49 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Nilai presentasi stres sedang sebanyak 6 (60%) responden, stres berat 3 (30%) responden dan stres ringan 1 (10%) responden. 2. Nilai presentasi stres ringan sebanyak 5 (50%) responden, normal 3 (30%) responden dan stres sedang 2 (20%) responden.. 3. Ada Pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Pukesmas Dolo Kab. Sigi dengan p value 0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak atau Ha diterima. B. Saran 1. Stikes Widya Nusantara Bagi institusi pendidikan (akademik) ketika mempelajari mata kuliah asuhan keperawatan gerontik membahas tentang penyakit-penyakit lansia atau gannguan psikologi lansia agar lebih diperdalam membahas masalahmasalah penyakit lansia dan penataksanaan yg tepat dilakukan. Bagi perpustakaan agar bisa memperbaharui buku-buku yang terbaru dan mahasiswa ditanamkan budaya membaca di Perpustakaan. 2. Pukesma Dolo Kepada Kepala Pukesmas dan staf pukesmas diharapkan melakukan terapi benson atau kegiatan kebugaran jasmani yg sederhana kepada pasienpasien prolanis secara rutin mengingat pentingnya terapi benson untuk menurunkan tingkat stres pada lansia yang dapat dilakukan oleh semua orang khususnya sangat bermanfaat dilakukan pada lansia. 50 3. Bagi Lansia Bagi responden diharapkan mampu menjadi panduan dasar atau usaha mandiri yang digunakan sebagai salah satu alternatif pilihan terapi untuk mengatasi tingkat stres yang berlebihan dengan cara yang praktis dan tidak mengeluarkan biaya karena dapat dilakukan sendiri. 51 DAFTAR PUSTAKA 1. PERGEMI. Konsensus Pengelolaan Nutrisi Pada Orang Usia Lanjut Jakarta: Pengurus Besar Perhimpunan Gorontologi Medik Indonesia. 2012. 2. World Health Organization. World Health Organization Quality of Life. WHO. 2018. 3. Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta: Kemenkes RI. 2018. 4. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah. Sulawesi Tengah Dalam Angka 2016. 5. Rahmat, Y. Efektivitas Terapi Musik Islami dengan Terapi Murattal AlQuran terhadap Kejadian Depresi Lansia di PSTW Sabai Nan Aluih Sici Ncin Kabupaten Padang Pariaman. Skripsi. Padang: Unand. 2013. 6. Sari, N.P.A.R & Utami P.A.S. Pengaruh Senam Otak terhadap Tingkat Stres Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Singaraja. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 2(1), Januari 2015. 7. Laras P. Yesi H. & Juniar E. Pengaruh Teknik Relaksasi Benson dan Murottal Al-Quran Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Primer. JOM, Volume 2, Nomer 2, Halaman 1213. 2015. 8. Purwanto,Setiyo. Mengatasi Insomia Dengan Terapi Relaksasi. Universiras Muhammadiyah Surakarta, Vol 1 No 2. 2014. 9. Benson. Keimanan Yang Menyembuhkan : Dasar Dasar Respons Relaksasi (Terjemahan). Bandung : Kaifa. 2000. 10. Datak, G. Efektifitas relaksasi Benson terhadap nyeri pasca bedah pada pasien TUR Prostat di Ruma Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Jakarta: Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Keperawatan. 2008. 11. Richard. Coping with Stress In a Changing World. New York: McGrawHill. 2010. 12. Saam, Z dan Wahyuni, S. Psikologi Keperawatan. Cetakan I. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2012. 13. Ardani, T. A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Bandung: Karya Putra Darwati. 2013. 52 14. Sunaryo. Asuhan Keperawatan Gerontik. CV Andi Offset. Yogyakarta. 2016. 15. Kholifah, S.N. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Gerontik. Jakarta : Kemenkes RI Pusdik SDM Kesehatan. 2016 16. Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID). Penerbit Rineka Cipta. 2014. 17. Kartika I. Buku Ajar Dasar-Dasar Riset Keperawatan dan Pengolahan Data Statistik. Jakarta (ID). TIM. 2017. 18. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung (ID). Penerbit Alfabeta. 2014. 19. Nursalam. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2011. 20. Notoatmodjo,S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2012. 21. Wuryaningsih 2013. Penelitian teknik relaksasi benson di sosial wening wardoyo unggaran. 22. Mia adinawati 2018. Penelitian teknik relaksasi benson terhadap stres pada lansia di ruang rawat inap RSU bhyangkara tebing tinggi.