Uploaded by User67776

h

advertisement
PENGARUH TERAPI BENSON TERHADAP TINGKAT
STRES PADA LANSIA DI PUSKESMAS DOLO
KABUPATEN SIGI
SKRIPSI
HERMANSAH
201801153
PROGRAM STUDI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020
i
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Terapi
Benson Terhadap Tingkat Stres Pada Lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi”
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi STIKes Widya Nusantara. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta skripsi kepada STIKes Widya
Nusantara Palu
Palu,
September 2020
Materai
6000
HERMASAH
Nim: 201801153
ii
ABSTRAK
HERMANSAH. Pengaruh Terapi Benson Terhadap Tingkat Stres Pada Lansia di
Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. Dibimbing oleh KATRINA FEBY LESTARI dan
HEDWIG OKTORA.
Terapi benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi dengan
melibatkan faktor keyakinan pasien yang dapat menciptakan suatu lingkungan
internal sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan
kesejahteraan yang lebih tinggi. Teknik ini merupakan upaya untuk memusatkan
perhatian pada suatu fokus dengan menyebut berulang-ulang kalimat ritual dengan
ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepada Tuhan. Tujuan penelitian mengetahui
pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo
Kabupaten Sigi. Jenis penelitian kuantitatif, desain penelitian quasi experimen dengan
rancangan pre post test one group. Populasi penelitian adalah lansia dipukesmas Dolo
Kab. Sigi. Total Sampel penelitian yaitu 10 orang dengan tehnik pengambilan sampel
non-probability sampling. Pengolahan data dengan menggunakan uji Paired Sampel TTes. Hasil analisis menggunakan uji Paired Sampel T-Tes, terdapat pengaruh yang
signifikan antara kelompok pre tes dan post tes diperoleh nilai p=0,000 (p>0.05).
Simpulan ada pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di
Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. Saran diharapkan penelitian ini mampu menjadi
salah satu panduan dasar atau usaha mandiri yang digunakan terapi penurunan tingkat
stres yang terjadi pada lansia.
Kata kunci : Terapi Benson, Stres, Lansia.
iii
ABSTRACT (Bahasa Inggris)
iv
PENGARUH TERAPI BENSON TERHADAP TINGKAT
STRES PADA LANSIA DI PUSKESMAS DOLO
KABUPATEN SIGI
SKRIPSI
Diajukan sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu
HERMANSAH
201801153
PROGRAM STUDI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020
v
LEMBAR PERSETUJUAN
PENGARUH TERAPI BENSON TERHADAP TINGKAT STRES
PADA LANSIA DI PUSKESMAS DOLO KABUPATEN SIGI
SKRIPSI
HERMANSAH
201801153
Skripsi ini telah diajukan
Tanggal
September 2020
Penguji I
Ns. Ismawati, S.kep.,Ns.,M.Sc
NIK : 20110901018
(.............................................)
Pembimbing I
Ns. Katrina Feby Lestari, S.Kep., M.P.H
NIK. 20120901027
(.............................................)
Pembimbing II
Ns. Hedwig Oktora, M.kes
NIK : 1984101620110122008
(.............................................)
Mengetahui,
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Widya Nusantara Palu
DR. Tigor H. Situmorang, M.H., M.Kes
NIK : 20080901001
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan judul “pengaruh
terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten
Sigi”.
Selama proses penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis sangat menyadari
betapa besar peranan kedua orang tua penulis, oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
ayahanda Hi.Saiful dan ibunda Hj.Hadijah yang telah banyak memberikan
dukungan baik moral, material dan selalu memberikan doa, kasih sayang kepada
penulis. Dalam menyelesaikan proposal ini, penulis juga telah banyak menerima
bimbingan, masukan, bantuan, dorongan, arahan dan doa dari berbagai pihak, oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimah kasih
kepada:
1.
DR. Pesta Corry Sihotang, Dipl.,Mw.,S.KM.,M.Kes. Selaku ketua yayasan
STIKes Widya Nusantara Palu.
2.
DR. Tigor H. Situmorang, M.H.,M.Kes. Selaku ketua STIKes Widya
Nusantara Palu.
3.
Hasnidar, S.Kep.,Ns.,M.Kep. Selaku ketua program studi ilmu keperawatan
STIKes Widya Nusantara Palu.
4.
Ns. Katrina Feby Lestari, S.Kep., M.P.H, selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, masukan, dan saran dalam penyusunan skripsi.
5.
Hedwig Oktora, M.kes, selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, masukan, dan saran dalam penyusunan skripsi.
6.
Ns. Ismawati, S.kep.,Ns.,M.Sc, selaku penguji utama yang telah memberikan
kritik dan saran untuk perbaikan proposal.
7.
Irmawati, Amd Gizi, selaku Kepala Pukesmas Dolo Kab.Sigi atas bantuan
dan kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
8.
Dosen/staf STIKes Widya Nusantara Palu, khususnya program Progran Studi
Ners yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada peneliti,
vii
bimbingan
serta dorongan moril selama mengikuti pendidikan STIKes
Widya Nusantara Palu
9.
Seluruh responden yang telah berpartisipasi memberikan informasi selama
penelitian.
10. Rekan-rekan mahasiswa SI Keperawatan STIKes Widya Nusantara Palu yang
sudah banyak membantu dan memberikan dukungan dan motivasi sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan skripsi. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu
pengetahuan, khususnya dibidang ilmu keperawatan anak.
Palu,
September 2020
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
LEMBAR PERSETUJUAN
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
i
ii
iii
iv
v
vi
1
4
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori tentang Terapi Benson
B. Tinjauan Teori tentang Stres
C. Tinjauan Teori tentang Lansia
D. Kerangka Konsep
E. Hipotesis
5
7
14
20
21
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
B. Tempat dan Waktu Penelitian
C. Populasi dan Sampel
D. Variabel Penelitian
E. Definisi Operasional
F. Instrumen Penelitian
G. Teknik Pengumpulan Data
H. Analisis Data
I. Bagan Alur Penelitian
23
23
23
24
25
28
26
29
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan
32
33
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
38
38
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
SOP Terapi Benson
19
Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia
42
Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
42
Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan pendidikan
43
Tabel 4.4
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan
43
Tabel 4.5
Distribusi responden berdasarkan tingkat stres sebelum
dilakukan terapi benson
Tabel 4.6
Distribusi responden berdasarkan tingkat stres setelah
dilakukan terapi benson
Tabel 4.7
44
44
Pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di
Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi
45
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Kerangka Konsep
21
Gambar 3.1
Desain Penelitian
24
Gambar 3.2
Bagan Alur Penelitian
28
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran :
1.
Jadwal penelitian
2.
SOP Terapi BENSON
3.
Kuesioner Terapi BENSON
4.
Surat permohonan pengambilan data
5.
Surat balasan pengambilan data
6.
Surat permohonan izi penelitian
7.
Surat balasan penelitian
8.
Permohonan menjadi responden
9.
Persetujuan menjadi responden
10. Dokumentasi
11. Hasil uji statistik
12. Riwayat Hidup
13. Lembar konsul
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini Indonesia mulai memasuki periode aging population di mana
terjadi peningkatan umur harapan hidup yang diikuti dengan peningkatan
jumlah lansia. Hal tersebut mengharuskan semua orang mulai memperhatikan
kebutuhan lansia sehingga diharapkan lansia dapat tetap hidup sehat, mandiri,
aktif, dan produktif.1
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), persentase
populasi yang berumur lebih dari 60 tahun di dunia dari tahun 2015 sekitar
15% dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 22%. Secara global, populasi
lansia akan semakin meningkat pada tahun 2020 di mana jumlah penduduk
yang berusia 60 tahun ke atas akan melebihi jumlah anak yang berusia di
bawah lima tahun.2
Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang
memiliki jumlah lansia pada tahun 2018 sebesar 9,3% atau 22,4 juta jiwa (BPS,
2018). Pada tahun 2019 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan akan
meningkat menjadi 27,5 juta atau 10,3 % dan pada tahun 2020 yaitu sebanyak
27,08 juta jiwa lansia. Pada tahun 2050 Indonesia diprediksi akan mengalami
peningkatan jumlah lansia yang tinggi dibandingkan dengan Negara yang
berada di kawasan Asia.3
Penduduk lansia di provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2010 menjadi
174.900 jiwa atau 6,6%. Jumlah ini meningkat lagi menjadi 209.700 jiwa atau
7,3% pada tahun 2015 dan diprediksikan akan mencapai 260.900 jiwa atau
8,4% pada tahun 2020 (BPS,2016). Khususnya kabupaten sigi, jumlah
penduduk lansia pada tahun 2010 tercatat sebesar 13.658 jiwa atau 4,02%
kemudian meningkat lagi menjadi 15.469 jiwa atau 4,08% pada tahun 2015
dan diproyeksikan akan mencapai 18.205 jiwa atau 5,01% pada tahun 2020.4
Peningkatan jumlah penduduk lansia apabila tidak segera ditangani akan
menambah masalah yang sangat kompleks, terutama di bidang kesehatan
1
2
mengingat lansia merupakan periode di mana organisme telah mencapai
kematangan dalam ukuran dan fungsi yang telah menunjukkan kemunduran
sejalan dengan waktu. Semakin bertambahnya usia, maka individu akan
banyak mengalami perubahan baik secara fisik maupun mental. Perubahan
penampilan fisik sebagai bagian dari proses penuaan yang normal seperti
menurunnya ketajaman panca indera, berkurangnya daya tahan tubuh
merupakan ancaman bagi integritas orang usia lanjut. Selain itu, lansia masih
harus berhadapan dengan perubahan peran, kedudukan sosial, serta perpisahan
dengan orang-orang yang dicintai. Kondisi-kondisi tersebut yang dimiliki oleh
lansia bisa menjadi stressor. Selain itu, lansia lebih mungkin untuk mengalami
peristiwa seperti berkabung, penurunan status sosial ekonomi dengan pensiun,
atau cacat. Semua faktor ini dapat menyebabkan isolasi, hilangnya
kemerdekaan, kesepian dan tekanan psikologis pada orang tua. Maka dalam hal
ini, lansia yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan berbagai peranan dan
tugas perkembangannya dengan maksimal akan mudah mengalami stres. 5
Stres dapat diatasi dengan terapi farmakologis dan terapi non
farmakologis. Terapi farmakologis berupa penggunaan obat anti cemas
(axiolytic) dan anti depresan (anti depressant) yang dalam penerapannya
menyebabkan ketergantungan yang cukup besar. Sedangkan terapi non
farmakologis dapat dilakukan dengan pemberian terapi seperti psikoterapi
(psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, psikoterapi re-konstruktif,
psikoterapi
kognitif,
psikoterapi
psikodinamik,
psikoterapi
perilaku,
psikoterapi keluarga), terapi psikoreligius, terapi psikososial, konseling, dan
terapi relaksasi dan aktivitas. Terapi relaksasi yang dapat dilakukan untuk
mengatasi stres adalah terapi benson.6
Terapi benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi
dengan melibatkan faktor keyakinan pasien yang dapat menciptakan suatu
lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi
kesehatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi. Teknik ini merupakan upaya
untuk memusatkan perhatian pada suatu fokus dengan menyebut berulangulang kalimat ritual dengan ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepada
3
Tuhan. Manfaat dari terapi benson ini adalah melegakan stres untuk penyakit
darah tinggi, penyakit jantung, susah hendak tidur, sakit kepala disebabkan
karena tekanan dan asma, membantu orang menjadi rileks dan dapat
memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik, serta membantu individu untuk
mengontrol diri dan memfokuskan perhatian sehingga ia dapat mengambil
respon yang tepat saat berada dalam situasi yang menegangkan.7
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wuryaningsih dengan judul
pengaruh teknik relaksasi benson terhadap tingkat stres lansia di unit
rehabilitasi sosial wening wardoyo unggaran. Mengatakan bahwa ada pengaruh
yang signifikan tehnik relaksasi Benson terhadap tingkat stres lansia di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Saat dilakukannya latihan
relaksasi Benson ini lansia dapat melatih tubuh dengan mengatur irama
pernafasan secara baik dan benar sehingga pemusatan pikiran dan penghayatan
akan lebih mempercepat penyembuhan dan menghilangkan stres (depresi) atau
memelihara dan meningkatkan kesehatan. Relaksasi Benson pada dasarnya
merupakan latihan pernapasan, latihan pernafasan yang tepat merupakan
penawar stress.8
Sementara itu penelitian yang dilakukan Mia adinawati menjelaskan
bahwa Relaksasi Benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi
pernafasan dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat
menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien
mencapai kondisi kesehatan dan kesejahtraan yang lebih tinggi Kelebihan
latihan tehnik relaksasi dari pada latihan yang lain adalah latihan relaksasi
lebih mudah dilakukan bahkan dalam kondisi apapun serta tidak memiliki efek
samping apapun Disamping itu kelebihan dari tehnik relaksasi lebih mudah
dilaksanakan oleh pasien, dapat menekan biaya pengobatan, dan dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya stres. Sedangkan kita tahu pemberian
obat-obatan kimia dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek samping
yang dapat membahayakan pemakainya seperti gangguan pada ginjal.
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada 01 Maret 2020 di
Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi didapatkan ada 1.138 jumlah lansia yang
4
berkunjung ke puskesmas dolo pada tahun 2018 dan pada tahun 2019
meningkat menjadi 1.268 kunjungan lansia. Data jumlah lansia pada bulan
januari sampai februari tahun 2020 sebanyak 36 orang. Penyebaran usianya
antara 45 tahun sampai lebih dari 65 tahun (Data Puskesmas Dolo).
Berdasarkan hasil wawancara dengan 3 lansia yang berkunjung ke Puskesmas
Dolo menyatakan mereka mengeluh stress akan penyakit yang dideritanya saat
ini dan tidak kunjung sembuh salah satu alternative yang dilakukan adalah
dengan memberikan pengobatan farmakologi dan nonfarmakologi dimana
upaya dalam terapi nonfarmakologi yang dilakukan ialah dengan cara pola
hidup sehat, menjalani terapi pengelola stres, menghentikan pemakain zat yang
membahayakan tubuh dan istirahat yang cukup . Berdasarkan fenomena di atas,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Terapi Benson
terhadap Tingkat Stres pada Lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh
terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten
Sigi?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada
lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat stres pada lansia sebelum dilakukan terapi
benson di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
b. Mengidentifikasi tingkat stres pada lansia sesudah dilakukan terapi
benson di Puskesmas dolo Kabupaten Sigi.
c. Menganalisis pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia
di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
5
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi STIKes Widya Nusantara Palu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dalam upaya
menambah wawasan peserta didik mengenai terapi benson terhadap tingkat
stres pada lansia.
2. Bagi Lansia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu lansia yang mengalami
stres agar secara mandiri dapat melakukan teknik terapi benson.
3. Bagi Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukkan dalam
menangani dan merawat pasien lansia dengan terapi benson
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori tentang Terapi Benson
1. Pengertian
Terapi benson atau relaksasi religious merupakan pengembangan
dari respon relaksasi yang dikembangkan oleh benson, dimana relaksasi
ini merupakan gabungan antara relaksasi dengan keyakinan agama yang
dianut. Dalam metode meditasi terdapat juga meditasi yang melibatkan
factor keyakinan yaitu meditasi transcendental meditasi ini di kembangkan
oleh mahes yogi dengan mengambil objek meditasi frase atau mantra yang
di ulang – ulang secara ritmis dimana fase tersebut berkaitan erat dengan
keyakinan agama yang di anut. Respon relaksasi yang melibatkan
keyakinan yang di anut akan mempercepat terjadinya keadaan rileks
dengan kata lain, kombinasi respon relaksasi dengan melibatkan keyakinan
akan melipat gandakan manfaat yang di dapat dari respon relaksasi.8
2. Manfaat
Manfaat dari relaksasi benson terbukti memodulasi stres terkait kondisi
seperti marah, cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi, hipertensi
dan insomnia serta menimbulkan perasaan menjadi lebih tenang.9
Manfaat terapi relaksasi.9
a. Ketentraman hati
b. Berkurangnya rasa cemas dan stres
c. Tekanan darah dan ketegangan jiwa menjadi rendah
d. Detak jantung lebih rendah
e. Mengurangi tekanan darah
f. Meningkatkan keyakinan
g. Kesehatan mental menjadi lebih baik
7
3. Pendukung Terapi Benson
Menurut Purwanto, (2014) Pendukung dalam Terapi Benson
meliputi :
a. Perangkat Mental
Untuk memindahkan pikiran yang berada di luar diri, harus ada
rangsangan yang konstan. Rangsangan tersebut dapat berupa kata atau
frase yang singkat yang diulang dalam hati sesuai dengan keyakinan.
Kata atau frase yang singkat adalah fokus dalam melakukan relaksasi
benson. Fokus pada kata atau frase tertentu akan meningkatkan
kekuatan dasar respon relaksasi dengan memberi kesempatan faktor
keyakinan untuk mempengaruhi penurunan aktifitas saraf simpatik.
b. Suasana tenang
Suasana yang tenang membantu efektifitas pengulangan kata atau frase
dengan demikian akan mudah menghilangkan pikiran yang yang
mengganggu.
c. Sikap pasif
Sikap ini sangat penting karena berguna untuk mengabaikan pikiranpikiran yang mengganggu sehingga dapat berfokus pada pengulangan
kata atau frase.
4. SOP Terapi Benson
Langkah – langkah relaksasi benson sebagai berikut.10
Tabel 2.1 SOP Terapi Benson
Pengertian
Tujuan
Prosedur
pelaksanaan
SOP Terapi Benson
Terapi benson atau relaksasi religious merupakan
pengembangan dari respon relaksasi yang
dikembangkan oleh benson, di mana relaksasi ini
merupakan gabungan antara relaksasi dengan
keyakinan agama yang dianut.
Memodulasi stres terkait kondisi seperti marah,
cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi,
hipertensi dan insomnia serta menimbulkan
perasaan menjadi lebih tenang
1. Tahap Pra-interaksi
 Cek catatan atau biodata pasien
8
 Cuci tangan sebelum terapi
 Menyiapkan lembar ceklist SOP terapi benson
2. Tahap Orientasi
 Memberikan salam teraupetik
 Menyediakan lingkungan yang tenang
 Memvalidasi kondisi pasien
 Menjaga privasi pasien
 Memilih Do’a untuk memfokuskan perhatian
saat relaksasi
3. Tahap Kerja
 Posisikan pasien posisi duduk yang paling
nyaman
 Instruksikan pasien memejamkan mata
 Instruksikan pasien agar tenang dan
mengendorkan otot-otot tubuh dari ujung kaki
sampai dengan otot wajah dan rasakan rileks.
 Instruksikan kepada pasien agar menarik
nafas dalam lewat hidung, tahan 3 detik lalu
hembuskan lewat mulut disertai dengan
mengucapkan do’a atau kata yang sudah
dipilih.
 Instruksikan pasien untuk membuang pikiran
negatif, dan tetap fokus pada nafas dalam dan
do’a atau kata-kata yang diucapkan
 Lakukan selama kurang lebih 10 menit
 Instruksikan pasien untuk mengakhiri
relaksasi dengan tetap menutup mata selama 2
menit, lalu membukanya dengan perlahan
4. Tahap Terminasi
 Evaluasi perasaan pasien
 Lakukan kontrak pertemuan selanjutnya
 Akhiri dengan salam
B. Tinjauan Teori tentang Stres
1. Pengertian
Ada beberapa istilah psikologis populer yang sering dikaburkan
sebagai “stres”. Pada hakikatnya, tentunya kata ini merujuk pada sebuah
kondisi seseorang yang mengalami tuntutan emosi berlebihan dan atau
waktu yang membuatnya sulit memfungsikan secara efektif semua wilayah
kehidupan. Keadaan ini dapat mengakibatkan munculnya cukup banyak
9
gejala, seperti depresi, kelelahan kronis, mudah marah, gelisah, impotensi,
dan kualitas kerja yang rendah.11
Istilah stres tidak dapat dipisahkan dari distress dan depresi, karena
satu sama lainnya saling terkait. Stres merupakan reaksi fisik terhadap
permasalahan kehidupan yang dialaminya dan apabila fungsi organ tubuh
sampai terganggu dinamakan distress. Sedangkan depresi merupakan
reaksi kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya. Dalam banyak hal
manusia akan cukup cepat untuk pulih kembali dari pengaruh-pengaruh
pengalaman stres. Manusia mempunyai suplai yang baik dan energi
penyesuaian diri untuk dipakai dan diisi kembali bilamana perlu. Stres
adalah kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan
lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang
berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan
sosial dari seseorang.
Stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai
sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon
peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku.
Peristiwa yang memunculkan stres dapat saja positif (misalnya
merencanakan perkawinan) atau negatif (contoh : kematian keluarga).
Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan (stressful event)
atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh individu
terhadapnya.11
2. Faktor-Faktor Stres
Setiap teori yang berbeda memiliki konsepsi atau sudut pandang
yang berbeda dalam melihat penyebab dari berbagai gangguan fisik yang
berkaitan dengan stres. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa sudut
pandang tersebut.
a. Sudut pandang psikodinamik
Sudut pandang psikodinamik mendasarkan diri mereka pada
asumsi bahwa gangguan tersebut muncul sebagai akibat dari emosi
yang direpres. Hal-hal yang direpres akan menentukan organ tubuh
10
mana yang terkena penyakit. Sebagai contoh, apabila seseorang
merepres kemarahan, maka berdasarkan pandangan ini kondisi tersebut
dapat memunculkan essensial hypertension.
b. Sudut pandang biologis
Salah satu sudut pandang biologis adalah somatic weakness
model. Model ini memiliki asumsi bahwa hubungan antara stres dan
gangguan psikofisiologis terkait dengan lemahnya organ tubuh
individu. Faktor biologis seperti misalnya genetik ataupun penyakit
yang sebelumnya pernah diderita membuat suatu organ tertentu menjadi
lebih lemah dari pada organ lainnya, hingga akhirnya rentan dan mudah
mengalami kerusakan ketika individu tersebut dalam kondisi tertekan
dan tidak fit.
c. Sudut pandang kognitif dan perilaku
Sudut pandang kognitif menekankan pada bagaimana individu
mempersepsi dan bereaksi terhadap ancaman dari luar. Seluruh persepsi
individu
dapat
menstimulasi
aktivitas
sistem
simpatetik
dan
pengeluaran hormon stres. Munculnya emosi yang negatif seperti
perasaan cemas, kecewa dan sebagainya dapat membuat sistem ini tidak
berjalan dengan berjalan lancar dan pada suatu titik tertentu akhirnya
memunculkan penyakit. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa
bagaimana seseorang mengatasi kemarahannya ternyata berhubungan
dengan penyakit tekanan darah tinggi.12
Stres bersumber dari frustasi dan konflik yang dialami individu
dapat berasal dari berbagai bidang kehidupan manusia. Dalam hal
hambatan, ada beberapa macam hambatan yang biasanya dihadapi oleh
individu seperti :
1) Hambatan fisik : kemiskinan, kekurangan gizi, bencana alam dan
sebagainya.
2) Hambatan sosial : kondisi perekonomian yang tidak bagus,
persaingan hidup yang keras, perubahan tidak pasti dalam berbagai
aspek kehidupan. Hal-hal tersebut mempersempit kesempatan
11
individu
untuk
meraih
kehidupan
yang
layak
sehingga
menyebabkan timbulnya frustasi pada diri seseorang.
3) Hambatan pribadi : keterbatasan-keterbatasan pribadi individu
dalam bentuk cacat fisik atau penampilan fisik yang kurang
menarik bisa menjadi pemicu frustasi dan stres pada individu.
Konflik antara dua atau lebih kebutuhan atau keinginan yang
ingin dicapai, yang ingin dicapai, yang terjadi secara berbenturan juga
bisa menjadi penyebab timbulnya stres. Seringkali individu mengalami
dilema saat diharuskan memilih diantara alternatif yang ada apalagi bila
hal tersebut menyangkut kehidupan di masa depan. Konflik bisa
menjadi pemicu timbulnya stress atau setidaknya membuat individu
mengalami ketegangan yang berkepanjangan yang akan mengalami
kesulitan untuk mengatasinya.
Faktor pemicu stres itu dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa
kelompok berikut : 12
1) Stressor fisik-biologik, seperti : penyakit yang sulit disembuhkan,
cacat fisik atau kurang berfungsinya salah satu anggota tubuh,
wajah yang tidak cantik atau ganteng, dan postur tubuh yang
dipersepsi tidak ideal (seperti : terlalu kecil, kurus, pendek, atau
gemuk).
2) Stressor psikologik, seperti : negative thinking atau berburuk
sangka, frustrasi (kekecewaan karena gagal memperoleh sesuatu
yang diinginkan), hasud (iri hati atau dendam), sikap permusuhan,
perasaan cemburu, konflik pribadi, dan keinginan yang di luar
kemampuan.
3) Stressor Sosial, seperti iklim kehidupan keluarga : hubungan antar
anggota keluarga yang tidak harmonis (broken home), perceraian,
suami atau istri selingkuh, suami atau istri meninggal, anak yang
nakal (suka melawan kepada orang tua, sering membolos dari
sekolah, mengkonsumsi minuman keras, dan menyalahgunakan
obat-obatan terlarang) sikap dan perlakuan orang tua yang keras,
12
salah seorang anggota mengidap gangguan jiwa dan tingkat
ekonomi keluarga yang rendah, lalu ada faktor pekerjaan: kesulitan
mencari
pekerjaan,
pengangguran,
kena
PHK
(Pemutusan
Hubungan Kerja), perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan yang
tidak sesuai dengan minat dan kemampuan dan penghasilan tidak
sesuai dengan tuntutan kebutuhan sehari-hari, kemudian yang
terakhir ada iklim lingkungan : maraknya kriminalitas (pencurian,
perampokan dan pembunuhan), tawuran antar kelompok (pelajar,
mahasiswa, atau warga masyarakat), harga kebutuhan pokok yang
mahal, kurang tersedia fasilitas air bersih yang memadai, kemarau
panjang, udara yang sangat panas atau dingin, suara bising, polusi
udara, lingkungan yang kotor (bau sampah dimana-mana), atau
kondisi perumahan yang buruk, kemacetan lalu lintas bertempat
tinggal di daerah banjir atau rentan longsor, dan kehidupan politik
dan ekonomi yang tidak stabil.
Ada dua macam stres yang dihadapi oleh individu yaitu :
1) Stres yang ego-envolved : stres yang tidak sampai mengancam
kebutuhan dasar atau dengan kata lain disebut dengan stres
kecilkecilan.
2) Stres yang ego-involved : stres yang mengancam kebutuhan dasar
serta integritas kepribadian seseorang. Stres semacam ego involved
membutuhkan penanganan yang benar dan tepat dengan melakukan
reaksi penyesuaian agar tidak hancur karenanya.
3. Tahapan Stres
Stres terjadi melalui tahapan:11
a. Tahap 1 : stres pada tahap ini justru dapat membuat seseorang lebih
bersemangat, penglihatan lebih tajam, peningkatan energi, rasa puas
dan senang, muncul rasa gugup tapi mudah diatasi.
b. Tahap 2 : menunjukkan keletihan, otot tegang, gangguan pencernaan.
c. Tahap 3 : menunjukkan gejala seperti tegang, sulit tidur, badan terasa
lesu dan lemas.
13
d. Tahap 4 dan 5 : pada tahap ini seseorang akan tidak mampu
menanggapi situasi dan konsentrasi menurun dan mengalami insomnia.
e. Tahap 6 : gejala yang muncul detak jantung meningkat, gemetar
sehingga dapat pula mengakibatkan pingsan.Berdasarkan uraian diatas
dapat disimpulkan tahapan stres terbagi menjadi 6 tahapan yang
tingkatan gejalanya berbeda-beda di setiap tahapan.
4. Strategi Menghadapi Stres
Ada dua strategi yang bisa digunakan untuk menghadapi stres,
yaitu:13
a. Strategi menghadapi stres dalam perilaku.
1) Memecahkan persoalan secara tenang.
Yaitu mengevaluasi kekecewaan atau stres dengan cermat
kemudian menentukan langkah yang tepat untuk diambil, setelah itu
mereka mempersiapkan segala upaya dan daya serta menurunkan
kemungkinan bahaya.
2) Agresi.
Stres
sering
berpuncak
pada
kemarahan
atau
agresi.
Sebenarnya agresi jarang terjadi namun apabila hal itu hanyalah
berupa respon penyesuaian diri. Contohnya adalah mencari kambing
hitam menyalahkan pihak lain dan kemudian melampiaskan
agresinya kepada sasaran itu.
3) Regresi
Yaitu kondisi ketika seseorang yang menghadapi stres kembali
lagi kepada perilaku yang mundur atau kembali ke masa yang lebih
muda (memberikan respons seperti orang dengan usia yang lebih
muda).
4) Menarik diri.
Merupakan respon yang paling umum dalam mengambil sikap.
Bila seseorang menarik diri maka dia memilih untuk tidak
mengambil tindakan apapun. Respon ini biasanya disertai dengan
depresi dan sikap apatis.
14
5) Mengelak.
Seorang yang mengalami stres terlalu lama, kuat dan terus
menerus maka ia akan cenderung mengelak. Contoh mengelak
adalah mereka melakukan perilaku tertentu secara berulang-ulang.
Hal ini sebagai pengelakkan diri dari masalah demi mengalahkan
perhatian. Dalam usaha mengelakkan diri, orang Amerika biasanya
menggunakan alkohol, obat penenang, heroin dan obat-obatan dari
bahan kimia lainnya.
b. Strategi menghadapi stres secara kognitif
1) Represi
Adalah upaya untuk menyingkirkan frustasi, stres dan semua
yang menimbulkan kecemasan.
2) Menyangkal kenyataan
Menyangkal kenyataan mengandung unsur penipuan diri.
Bila seseorang menyangkal kenyataan maka ia menganggap tidak
adanya pengalaman yang tidak menyenangkan dengan maksud
untuk melindungi dirinya sendiri.
3) Fantasi
Dengan berfantasi orang sering merasa dirinya mencapai
tujuan dan dapat menghindarkan dari frustasi dan stres. Orang yang
sering
melamun
kadangkadang
menemukan
bahwa
kreasi
lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang
sesungguhnya. Bila fantasi dilakukan secara sedang-sedang dan
dalam pengendalian kesadaran yang baik, maka frustasi menjadi
cara yang sehat untuk mengatasi stres.
4) Rasionalisasi
Rasionalisasi ini dimaksudkan segala usaha seseorang untuk
mencari alasan
yang dapat diterima secara sosial untuk
membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk.
Rasionalisasi juga bisa muncul ketika seseorang menipu dirinya
15
sendiri dengan pura-pura menganggapnya buruk adalah baik atau
sebaliknya.
5) Intelektualisasi
Seseorang yang menggunakan taktik ini maka yang menjadi
masalah akan dipelajari atau mencari tahu tujuan sebenarnya
supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan secara emosional.
Dengan intelektualisasi
seseorang setidaknya
dapat
sedikit
mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi
dirinya dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau
permasalahan secara subjektif.
6) Pembentukan reaksi
Seseorang dikatakan berhasil menggunakan metode ini bila
dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan sesungguhnya
baik represi atau supresi dan menampilkan wajah yang berlawanan
dengan kenyataan yang dihadapi.
7) Proyeksi
Seseorang yang menggunakan teknik ini biasanya sangat
cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi orang lain yang tidak ia
sukai dengan sesuatu yang dia perhatikan itu akan diperbesarperbesarnya lagi. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk
mengurangi kecemasan karena dia harus menghadapi kenyataan
akan keburukan dirinya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan ada dua strategi
menghadapi stres, yaitu strategi menghadapi stres dalam perilaku
yang terdiri dari memecahkan persoalan secara tenang, agresi,
regresi, menarik diri dan mengelak. Sedangkan strategi yang kedua
adalah strategi menghadapi stres secara kognitifyang terdiri dari
represi,
menyangkal
kenyataan,
fantasi,
intelektualisasi, pembentukan reaksi dan proyeksi.
rasionalisasi,
16
C. Tinjauan Teori tentang Lansia
1. Klasifikasi Lansia
Menurut WHO (2019), klasifikasi lansia dibagi menjadi empat kriteria yaitu :
a. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-59 tahun.
b. Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 60-74 tahun.
c. Lansia usia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.
d. Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.
Berikut merupakan kategori umur: 3
a. Masa balita = 0 – 5 th
b. Masa kanak-kanak = 5 – 11 th
c. Masa remaja awal = 12 – 16 th
d. Masa remaja akhir = 17 – 25 th
e. Masa dewasa awal = 26 – 35 th
f. Masa dewasa akhir = 36 – 45 th
g. Masa lansia awal = 46 – 55 th
h. Masa lansia akhir = 56 – 65 th
i. Masa manula = > 65 th
2. Proses Menua
Proses penuaan adalah proses dimana umur seseorang bertambah
dan mengalami perubahan. Semakin bertambahnya umur maka fungsi
organ
juga
mengalami
penurunan.
Banyak
factor
yang
dapat
mempengaruhi terjadinya penuaan yang dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu faktor genetik yang melibatkan perbaikan DNA, respon terhadap
stres dan pertahanan terhadap antioksidan. Selanjutnya faktor lingkungan
meliputi pemasukan kalori, berbagai macam penyakit dan stres dari luar,
misalnya radiasi atau bahan-bahan kimiawi. Kedua faktor tersebut akan
mempengaruhi aktivitas metabolism sel yang menyebabkan stres oksidasi
sehingga terjadinya kerusakan sel dan terjadinya proses penuaan.14
Terdapat beberapa teori penuaan (aging process) yaitu:14
17
a. Teori Biologis
Teori biologis berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan
seseorang dari lahir sampai meninggal dunia, perubahan yang terjadi
pada tubuh dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat patologi.
Proses menua merupakan terjadinya perubahan struktur dan fungsi
tubuh selama fase kehidupan. Teori biologis lebih menekan pada
perubahan struktural sel atau organ tubuh termasuk pengaruh agen
patologis.
b. Teori Psikologi (Psycologic Theories Aging)
Teori
psikologi
menjelaskan
bagaimana
seorang
merespon
perkembangannya. Perkembangan seseorang akan terus berjalan
walaupun seseorang tersebut telah menua. Teori psikologi terdiri dari
teori hierarki kebutuhan manusia maslow (maslow’s hierarchy of
human needs), yaitu tentang kebutuhan dasar manusia dari tingkat
yang paling rendah (kebutuhan biologis/fisiologis/sex, rasa aman,
kasih saying dan harga diri) sampai tingkat paling tinggi (aktualisasi
diri). Teori individualisme jung (jung’s theory of individualisme),
yaitu sifat manusia terbagi menjadi dua, yaitu ekstrover dan introver.
Pada lansia akan cenderung introver, lebih suka menyendiri. Teori
delapan tingkat perkembangan erikson (erikson’s eight stages of life),
yaitu tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai seseorang
adalah ego integrity vs disappear. Apabila seseorang mampu
mencapai tugas ini maka dia akan berkembang menjadi orang yang
bijaksana (menerima dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti,
menjadi lansia yang bertanggung jawab dan kehidupannya berhasil).
c. Teori Kultural
Teori kultural menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang
berpengaruh pada budaya yang dianutnya. Budaya merupakan sikap,
perasaan, nilai dan kepercayaan yang terdapat pada suatu daerah dan
dianut oleh kaum orang tua. Budaya yang dimiliki sejak ia lahir akan
selalu dipertahankan sampai tua.
18
d. Teori Sosial
Teori social meliputi teori aktivitas (lansia yang aktif dan memiliki
banyak kegiatan sosial), teori pembebasan (perubahan usia seseorang
mengakibatkan seseorang menarik diri dari kehidupan sosialnya) dan
teori kesinambungan (adanya kesinambungan pada siklus kehidupan
lansia, lansia tidak diperbolehkan meninggalkan peran dalam proses
penuaan).
e. Teori Genetika
Proses penuaan memiliki komponen genetilk. Dilihat dari pengamatan
bahwa anggota keluarga yang cenderung hidup pada umur yang sama
dan
mereka
mempunyai
umur
yang
rata-rata
sama,
tanpa
mengikutsertakan meninggal akibat kecelakaan atau penyakit.
f. Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh
Mutasi yang berulang-ulang mengakibatkan sistem imun untuk
mengenali dirinya berkurang sehinggal terjadinya kelainan pada sel,
perubahan ini disebut peristiwa autoimun.
g. Teori Menua Akibat Metabolisme
Pada zaman dahulu disebut lansia adalah seseorang yang botak,
kebingungan, pendengaran yang menurun atau disebut dengan
“budeg” bungkuk, dan beser atau inkontinensia urin.
h. Teori Kejiwaan Sosial
Teori kejiwaan sosial meliputi activity theory yang menyatakan bahwa
lansia adalah orang yang aktif dan memiliki banyak kegitan social.
Continuity theory adalah perubahan yang terjadi pada lansia
dipengaruhi
oleh
tipe
personality
yang
dimilikinya,
dan
disengagement theory adalah akibat bertambahnya usia seseorang
mereka mulai menarik diri dari pergaulan.
3. Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Semakin berkembangnya umur manusia, terjadi proses penuaan
secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada
19
diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan,
sosial dan seksual.15
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem penengaran prebiakusis (gangguan pada pendengaran)
disebabkan karena hilangnya kemampuan (daya) pendegaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas 60 tahuhn.
2) Sistem Intergumen
Kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
bercerak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit
dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan
sistem
muskuloskeletal
pada
lansia:
jaringan
penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.
Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago
dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan
yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada pesendian
menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan
sendi menjadi rata.
Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi
yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago
pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang:
berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari
penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan
lebih lanut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot:
perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung
20
dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi;
pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tondon, ligament dan
fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah masa
jantung bertambah, venrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
perenggangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena
perubahan
jaringan
ikat.
Perubahan
ini
disebabkan
oleh
penumpukan llipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi
berubah menjadi jaringan ikat.
5) Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas
total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkonvensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
perenggangan torak berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan
gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa
lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tmpat
penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7) Sistem Perkemihan
Pada sistem perkemihgan terjadi perubahan yang signifikan.
Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju
filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
8) Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatonim dan atropi
yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami
21
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
9) Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya
ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki masih
dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan
secara berangsur-angsur.
b. Perubahan Kognitif
1) Memory (daya ingat, Ingatan).
2) IQ (Intellegent Quotient).
3) Kemampuan Belajar (Learning).
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension).
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving).
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making).
7) Kebijaksanaan (Wisdom).
8) Kinerja (Performance).
9) Motivasi.
c. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang menpengaruhi perubahan mental:
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2) Kesehatan umum.
3) Tingkat pendidikan.
4) Keturunan (hereditas).
5) Lingkungan.
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan family.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan kensep diri.
22
d. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.
e. Perubahan Psikososial
Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar,
persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
4. Protokol kesehatan pada lansia
Dalam masa pandemic COVID-19, ini lansia menjadi kelompok
masyrakat yang paling rentan dan memiliki resiko paling tinggi
dibandingkan yang lainya. Hal ini dibuktikan dengan tingginya korban
meninggal pada lansia. Data dari WHO menunjukkan angka kematian
paling tinngi terjadi pada penderita COVID-19 yang berusia 80 tahun ke
atas dengan presentase mencapai lebih dari 22% (Wisnubrata, 2020 ).
Sedangkan untuk Indonesia, berdasarkan data dari satuan tugas penangan
COVID-19, kelompok umur yang meninggal dunia paling tinggi berada
dikelompok umur >60 tahun (lansia) yaitu sebanyak 44%, sedangkan
untuk kelompok umur 46-59 tahun sebanyak 40%, dan pada umur 31-45
tahun sebanyak 11,6%. Menurut wisnu ada 8 cara menjaga lansia dari
ancaman terinfeksi virus corona COVID-19 yaitu :
a) Batalkan rencan bepergian
Pusat pengendalian dan pencegahan penyakit (CDC) amerika
serikat menyarankan anggota keluarga untuk tidakmembuat rencana
perjalanan bagi lansia, atau jika sudah dibuat , tunda dulu hal itu
karena perjalanan ke tempat – tempat umum sangat berisiko.
23
b) Hindari pertemuan sosial
Pertemuan sosial besar berarti bertemu lebih banyak orang,
lebih banyak jabat tangan, lebih banyak sentuhan konstan dengan
mereka dan lebih banyak penyebaran penyakit.
c) Tunda mengunjungi cucu
Dari sudut pandang ini, perjalan akan meningkatakan potensi
lansia terinfeksi. Dalam situasi seperti itu, lansia juga harus
menghindari mengunjungi anak atau cucu. Secara khusus, hal itu
karena anak – anak juga dapat midah terinfeksi oleh virus karena
system kekebalan tubuh mereka yang belum berkembang.
d) Batalkan janji bertemu dokter apabila tidak urgen
Lansia bisa jadi menghadapi banyak persoalan kesehatan
sehingga pemeriksaan rutin sangat penting untuk kesehatan mereka.
Namun CDC menyarankan lansia untuk berhati – hati saat
mengunjungi dokter untuk terapi fisik atau sesi kesehatan apapun.
e) Manfaatkan kecagihan teknologi
Sangat sullit bagi orang tua untuk menjauhkan diri dari interaksi
sosial karena dapat menyebabkan pembatasan sosial, yang sudah
menjadi masalah kesehatan mental utama pada orang tua.
f) Perhatian kesehatan pendamping
Kebersihan perawat pendamping yang selama ini merawat
orang tua atau kakek nenek anda sama pentingnya dengan para lansia
perawat tersebut biasanya berasal dari sekelompok professional yang
berpengalaman dalam memberikan perawatn yang tepat untuk lansia
dengan obat – obatan tepat waktu dan kebutuhan lainya.
g) Larangan ke panti jompo
Panti jompo dimaksudkan untuk memberikan perawatan dan
perhatian yang tepat kepada para lansia serta memantau kesehatan
rutin mereka.lantaran lansia lebih rentan terhadap virus corona,
pengunjung nonmedis ke panti jompo harus dibatasi, termasuk
anggota keluaraga.
24
h) Jangan ubah rutinitas
Pandemi virus corona telah memengaruhi rutinitas harian setiap
orang disemua tingkatan usia, termasuk lansia. Meski begitu, anggota
keluarga harus tetap memperhatikan kebiasaan rutin para lansia,
seperti tidur tepat waktu, makan sehat, dan olahraga setiap hari.
D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya,
atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah
yang ingin diteliti. Konsep sendiri adalah suatu abstraksi yang di
bentuk dengan menggenarolisasikan suatu pengertian. Oleh sebab itu
konsep tidak dapat diukur dan diamati secara langsung. Agar dapat
diamati dan dapat diukur maka konsep tersebut harus dijabarkan ke
dalam variabel – variabel. Dari variabel itulah konsep dapat diamati
dan diukur. Adapun kerangka konsep penelitian sebagai berikut :16
Perubahan yang terjadi pada lansia :
-Perubahan kognitif
-Perubahan mental
-Perubahan spiritual
-Perubahan psikososial
ketentraman hati
Stres
Terapi Benson
Tekanan darah dan ketegangan
jiwa menjadi rendah
Menurunya tingkat stres
Detak jantung lebih rendah
Mengurangi tekanan darah
Meningkatkan keyakinan
Kesehatan mental menjadi lebih baik
25
keterangan : di teliti
tidak di teliti
pengaruh
:
:
:
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
E. Hipotesis
Terdapat pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di
Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain
penelitian pra-eksperimen dengan rancangan one group pre test post test.
Subjek dilakukan observasi sebelum dan sesudah perlakuan. Pada subjek
diukur tingkat stres terlebih dahulu kemudian dilakukan terapi benson dan
terakhir diukur kembali tingkat stres pada lansia setelah melakukan terapi
benson.17
O1
X
O2
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Keterangan:
O1: Tingkat stres pada kelompok intervensi sebelum dilakukan terapi benson
X : Terapi benson
O2: Tingkat stres pada kelompok intervensi sesudah dilakukan terapi benson
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksankan pada tanggal 24-31 Agustus 2020.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi
merupakan
wilayah
generalisasi
yang
terdiri
atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik.17 Populasi
26
35
dalam penelitian ini adalah pasien lansia yang datang di Puskesmas Dolo
Kabupaten Sigi yaitu sebanyak 36 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruan objek yang diteliti dan
diangap mewakili seluruh populasi. Dalam penelitian ini yang menjadi
sampel adalah seluruh lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi pada saat
penelitian berlangsung.17
Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, maka jumlah anggota
sampel masing-masing antara 10 sampai dengan 20 orang. 18
Jadi dalam penelitian ini peneliti menentukan jumlah sampel yaitu 10
orang. Pengambilan sampel menggunakan tehnik accidental sampling yaitu
sampel diambil dari responden yang kebetulan ada pada saat penelitian
berlangsung.
Sampel dalam penelitian harus memenuhi kriteriainklusi yaitu kriteria
umum subjek penelitian yang akan diteliti. Kriteria Inklusi dalam penelitian
ini sebagai berikut:
a.
Bersedia menjadi responden
b.
Lansia rentang usia 46-55 tahun
c.
Dapat membaca dan menulis
D. Variabel penelitian
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai
berbeda terhadap sesuatu ( benda, manusia, dan lain lain). Variabel dapat
dibagi menjadi dua yaitu:19
1. Variabel Independen (bebas)
Variabel independen ini merupakan variabel yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini juga
dikenal dengan nama variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi
variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Terapi
Benson.
36
2. Variabel Dependen (terikat)
Variabel dependen ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel
bebas terhadap perubahan.16 Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah Tingkat Stres.
E. Definisi Operasional
Definisi Operasional ini digunakan untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti, juga bermanfaat untuk
mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel
yang bersangkutan serta pengembangan instrument / alat ukur.
1. Terapi Benson
Definisi
: Teknik mengembangkan respon relaksasi pada lansia di
mana melibatkan keyakinan lansia yang dianut.
Alat ukur
: SOP Terapi Benson
2. Tingkat Stres
Definisi
: Suatu respon tubuh pada lansia setelah menerima tekanan
yang menimbulkan ketegangan tubuh dan pikiran.
Alat ukur
: Kuesioner
Cara ukur
: Pengisian kuesioner
Skala ukur
: Ordinal
Hasil ukur
: Normal : 0 – 14
Stres Ringan : 15 – 18
Stres Sedang : 19 – 25
Stres Berat : 26 – 33
Stres Sangat Berat : ≥ 34
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu cara untuk melakukan pengumpulan
data.20 Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang
digunakan adalah kuesioner DASS42. Untuk Kuesioner DASS (Depression
37
Anxiety Stress Scales) sebanyak 14 pertanyaan dengan empat kriteria jawaban
“tidak pernah” diberi nilai (0), jawaban “kadang-kadang” diberi nilai (1),
jawaban “sering” diberi nilai (2), dan jawaban “selalu” diberi nilai (3).
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti
untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Tehnik Pengumpulan Data yaitu:20
1. Cara pengumpulan data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini awalnya dilakukan
dengan cara meminta surat pengantar dari pihak kampus untuk
disampaikan kepada Kepala Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi. Adapun
cara pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:
a. Pre Intervensi
Sebelum melakukan intervensi atau perlakuan, peneliti terlebih dahulu
menyampaikan surat pengantar penelitian ke Kepala Puskesmas Dolo
Kabupaten Sigi, setelah itu peneliti mendatangi satu persatu lansia dan
menayakan keluhan yang dirasakan penderita, kemudian peneliti
meminta persetujuan lansia tersebut menjadi responden dengan
menandatangani surat persetujuan menjadi responden dan kontrak
waktu untuk melakukan intervensi dalam hal ini terapi benson.
b. Intervensi
Peneliti mengunjungi rumah responden untuk dilakukan intervensi
sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati, peneliti melakukan
pemeriksaan tingkat stres, kuesioner dibagikan 15 menit sebelum
dilakukan intervensi, kemudian peneliti mengajarkan terapi benson
kepada responden sampai responden mengerti dan dapat melakukan
terapi secara mandiri.
c. Post Intervensi
Setelah dilakukan intervensi atau perlakuan, peneliti akan kembali
melakukuan pengukuran tingkat stres lansia di pertemuan ke 6 dalam
38
pelaksanaan terapi benson untuk mengetahui apakah ada perubahan
tingkat stres setelah dilakukan terapi benson.
2. Jenis data
a. Data primer
Pengumpulan data ini dilakukan dengan mengisi kuesioner tingkat
stres.
b. Data sekunder
Data sekunder yang akan dikumpulkan adalah data pendukung yang
berkaitan dengan tujuan penelitian diperoleh dari data pasien di
puskesmas dolo kabupaten sigi.
H. Analisis data
Analisis data merupakan proses pengumpulan, pemodelan dan
transformasi data untuk memeperoleh informasi yang bermanfaat, memberikan
saran, kesimpulan dan mendukung pembuatan keputusan. Analisa data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat serta
menggunakan bantuan komputer.19
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap variabel
penelitian untuk menggambarkan setiap variabel yang diteliti dengan
melihat proporsi dan distribursi frekuensi dengan rumus sebagai berikut:
f
𝑝 = 𝑛 𝑥 100%
Keterangan :
P : Proporsi / presentase
F : Frekuensi Jawaban Responden
n : Sampel / jumlah responden
2. Analisis Bivariat
Analisa data bivariat adalah analisa yang dilakukan untuk menjelaskan
hipotesis hubungan variabel bebas dengan variabel terikat.16 Analisis
bivariat penelitian ini menggunakan uji T-test. Sebelumnya dilakukan uji
39
normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk terlebih dahulu, pada
kelompok perlakuan dilakukan normalitas data apabila data normal maka uji
T-test yang digunakan adalah Paired Sampel T-Tes.
Bila sebaran data tidak normal atau syarat uji t tidak terpenuhi untuk
melihat rata-rata tingkat stres lansia setelah di lakukan terapi benson
sebelum dan sesudah intervensi digunakan uji Wilcoxon (p-value < 0,05)
yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata dua
sampel yang berpasangan dan mengetahui efektifitas suatu perlakuan.
Analisis bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
terapi benson terhadap penurunan tingkat stres lansia di Puskesmas Dolo
Kabupaten Sigi.
a. Jika nilai sig p ≤ α (0,05) artinya terdapat pengaruh terapi benson
terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
b. Jika nilai sig p > α (0,05) artinya tidak terdapat pengaruh terapi benson
terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
40
I. Bagan Alur Penelitian
Identifikasi masalah di
lapangan
Pengambilan data awal
Jenis penelitian kuantitatif dengan desain pra-eksperimen dan
rancangan one group pre test post
Populasi lansia dengan sampel 10 orang dan teknik Purposive sampling
Penelitian
Pre
Post
Interv
interv
ensi
interve
en
Teknik prngolahan
data
si
nsi
Analisis pengolahan
data
Analisa Univariat
(distribusi
Analisa Bivariat
(uji T-test)
frekuensi)
1. Mengidentifikasi tingkat stres pada lansia sebelum dilakukan
terapi benson di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
2. Mengidentifikasi tingkat stres pada lansia sesudah dilakukan
terapi benson di Puskesmas dolo Kabupaten Sigi.
3. Untuk membuktikan pengaruh terapi benson terhadap tingkat
stres pada lansia di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
Gambar 3.2 Bagan Alur Penelitian
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah Puskesmas Dolo Kab. Sigi
Penelitian di laksanakan di kelurahan dolo Kecamatan dolo Kabupaten Sigi
Propinsi Sulawesi tengah yakni di Puskesmas Dolo.
1. Puskesmas Dolo
Puskesmas Dolo merupakan salah satu Puskesmas yang ada di kecamatan
Dolo yang terletak di Ibukota kecamatan yang secara administratif
pemerintahan sekarang terdiri dari 11 desa dan 37 dusun dengaan batas-batas
wilayah Puskesmas dolo sebagai berikut :
2. Di sebelah Utara
: Kecamatan Sigi Biromaru
3. Di Sebelah Selatan
: Kecamatan Sigi Biromaru
4. Di Sebelah Timur
: Kecamatan Sigi Biromaru dan Kec. Dolo Barat
5. Di Sebelah Barat
: Kecamatan Marawola dan Kecamatan Dolo Barat
Puskesmas Dolo terletak di Ibukota Kecamatan jarak tempuh sekitar 0,5
s/d 1 Km dengan waktu tempuh berkisar 5 menit. Berdasarkan elevasi
ketinggian dari permukaan laut dan bentuk permukaan tanah maka desa –
desa diwilayah kerja Puskesmas Dolo semuanya daratan.
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Karakteristik
responden
dalam
penelitian
ini
dikelompokan
berdasarkan usia, jenis kelamin dan pendidikan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan terhadap 10 responden di Puskesmas Dolo
Kabupaten Sigi, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
42
a. Umur
Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia di Puskesmas Dolo
Kabupaten Sigi.
No
1
Usia Lansia
Masa Lansia Awal
Total
Frekuensi (f)
10
10
Persentase (%)
100
100
Sumber: Data primer, 2020
Tabel 4.1 Menunjukkan usia lansia dari 10 responden yaitu masa
lansia awal sebanyak 10 (100%) orang.
b. Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di
Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
No
1
2
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Frekuensi (f)
Persentase (%)
6
4
10
60
40
100
Sumber: Data primer, 2020
Tabel 4.2 Menunjukkan jenis kelamin dari 10 responden sebagian
besar 6 (60%) responden jenis kelmin laki-laki.
c. Pendidikan
Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan Pendidikan di
Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
No
1
2
Jenis Pendidikan
SD
SMA
Total
Frekuensi (f)
1
9
10
Persentase (%)
10
90
100
Sumber: Data primer, 2020
Tabel 4.3 Menunjukkan bahwa dari 10 responden sebagian besar
9 (90%) responden pendidikan SMA.
d. Pekerjaan
Tabel 4.4 Distribusi responden berdasarkan Pekerjaan di
Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
No
Jenis Pekerjaan
Frekuensi (f)
Persentase (%)
43
1
2
3
Wiraswasta
Petani
IRT
Total
4
4
2
10
40
40
20
100
Sumber: Data primer, 2020
Tabel 4.4 Menunjukkan bahwa dari 10 responden sebagian besar
4 (40%) responden pekerjaan wiraswasta dan petani.
2. Analisis univariat
Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap variabel
penelitian untuk menggambarkan setiap variabel yang diteliti dengan
melihat proporsi dan distribursi frekuensi. Analisis univariat dilakukan pada
tiap variabel dari hasil penelitian dan digunakan untuk mengetahui
gambaran distribusi frekuensi dan persentase dari variabel bebas dan
variabel terikat. Analisa ini digunakan untuk mengetahui tingkat stres lansia
sebelum melakukan terapi benson dan sesudah melakukan terapi benson
(Notoatmodjo 2010).
a. Tingkat stres sebelum dilakukan terapi benson pada lansia di
Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
Tabel 4.5 Distribusi responden berdasarkan nilai tingkat stres lansia
sebelum dilakukan terapi benson di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
No
1
2
3
Tingkat Stres
Ringan
Sedang
Berat
Total
Frekuensi (f)
1
6
3
10
Persentase (%)
10
60
30
100
Sumber: Data primer, 2020
Berdasarkan tabel 4.5 Menunjukkan bahwa dari 10 responden
sebagian besar 6 (60%) responden tingkat stres sedang.
b. Tingkat stres sebelum dilakukan terapi benson pada lansia di
Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
44
Tabel 4.6 Distribusi responden berdasarkan nilai tingkat stres
setelah dilakukan terapi benson di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
No
1
2
3
Tingkat Stres
Normal
Ringan
Sedang
Total
Frekuensi (f)
3
5
2
10
Persentase (%)
30
50
20
100
Sumber: Data primer, 2020
Berdasarkan tabel 4.6 Menunjukkan bahwa dari 10 responden
sebagian besar 5(50%) responden tingkat stres ringan.
3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara
variabel dependen dengan variabel independen, dimana dalam penelitian ini
variabel dependennya adalah stres pada pasien lansia sedangkan variabel
independennya adalah lansia yang terapi benson. Uji statistik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi uji Paired Sampel T-Tes.
Tabel 4.7 Pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia
di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
Stres Pada Lansia
Sebelum dilakukan terapi benson
Setelah dilakukan terapi benson
N
10
10
Rerata±s.b
22,70 ± 3,324
16,40 ± 2,319
P value
0,000
Sumber: Data primer, 2020
Berdasarkan analisa bivariat dengan menggunakan uji korelasi
Paired Sampel T-Tes maka didapatkan perbedaan nilai tingkat stres sebelum
dan setelah dilakukan terapi benson pada lansia di Puskesmas Dolo
Kabupaten Sigi sebesar p value 0,000 (< 0,05), sehingga Ho ditolak atau Ha
diterima, ada Pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di
Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
C. Pembahasan
a. Tingkat stres sebelum dilakukan terapi benson pada lansia di
Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
45
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa nilai tingkat stres
pada lansia sebelum dilakukan terapi benson di Puskesmas Dolo
Kabupaten Sigi sangat tinggi dari 10 responden dengan nilai presentasi
stres sedang sebanyak 6 (60%) responden, stres berat 3 (30%) responden
dan stres ringan 1 (10%) responden.
Menurut asumsi peneliti, masa lansia merupakan terjadinya
kemunduran-kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala
kemunduran fisik dan kemunduran kemampuan kognitif yang sering kali
menimbulkan masalah. Masalah kesehatan pada lansia meliputi pikun,
depresi, cemas dan gangguan fisik yang biasanya sering dijumpai pada
lansia seperti gangguan jantung, gangguan pada persendian, gangguan
metabolisme. Ketika terjadi gangguan depresi atau cemas maka akan
terjadi stres yang bisa berakibat gangguan metabolisme tubuh dan interaksi
sosial. Salah satu cara yang baik untuk terapi menurunkan tingkat stres
pada diri kita adalah terapi benson.
Stres merupakan suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai
sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon
peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku.
Peristiwa yang memunculkan stres dapat saja positif (misalnya
merencanakan perkawinan) atau negatif (contoh : kematian keluarga).
Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan (stressful event)
atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh individu
terhadapnya. Stres dapat menjadi negatif atau positif terhadap performasi
pekerjaan tergantung dari taraf stres itu sendiri.
Stres pada lansia dapat didefinisikan sebagai tekanan yang
diakibatkan oleh stresor berupa perubahan-perubahan yang menuntut
adanya penyesuaian dari lansia. Tingkat stres pada lansia berarti pula
tinggi rendahnya tekanan yang dirasakan atau dialami oleh lansia sebagai
akibat dari stresor berupa perubahan-perubahan baik fisik, mental, maupun
sosial dalam kehidupan yang dialami lansia (Indriana, 2010). Beberapa
46
faktor-faktor yang mempengaruhi stres pada lansia meliputi, kondisi
kesehatan fisik, kondisi psikologi, keluarga, lingkungan, pekerjaan (Fitria,
2015).
b. Tingkat stres setelah dilakukan terapi benson pada lansia di
Puskesmas dolo Kabupaten Sigi.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa tingkat stres lansia
sebelum dilakukan terapi benson di Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi dari
10 responden dengan nilai presentasi stres ringan sebanyak 5 (50%)
responden, normal 3 (30%) responden dan stres sedang 2 (20%)
responden.
Menurut asumsi peneliti, aktifitas terapi benson merupakan hal
yang positif, artinya semakin rutin kita melakukan terapi benson semakin
baik karena terapi benson suatu upaya memusatkan perhatian suatu focus.
Terapi ini merupakan terapi religius keagamaan yang fleksibel tergantung
dari keyakinan seseorang individu akan kepercayaan yang diyakini atau
dianutnya.
Relaksasi Benson merupakan pengembangan metode respon
relaksasi pernafasan dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang
dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu
pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahtraan yang lebih tinggi
(Benson & Proctor 2000, dalam Purwanto, 2014).
Penelitian ini sejalan dengan pernyataan Soeharto (2009)
menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi napas dalam adalah untuk
meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik
stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan
menurunkan kecemasan serta menurunkan tekanan darah sistolik dan
diastolic.
47
Penelitian ini juga sejalan dengan pernyataan Dalimartha (2008)
menyatakan bahwa salah satu upaya untuk mengatasi stres adalah dengan
metode relaksasi. Hal itu karna dalam relaksasi terkandung unsur
penenangan diri. Teknik ini disebutnya relaksasi Benson yaitu suatu
prosedur untuk membantu individu berhadapan pada situasi yang penuh
stres dan usaha untuk menghilangkan stress.
c. Pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di
Puskesmas Dolo Kabupaten Sigi.
Setelah dilakukan penelitian tentang Pengaruh terapi benson
terhadap tingkat stres pada lansia di Pukesmas Dolo Kab. Sigi, hasil bahwa
terdapat hubungan terapi benson terhadap tingkat stres lansia. Berdasarkan
uji korelasi Paired Sampel T-Tes maka didapatkan p value 0.00 < 0,05
sehingga Ho ditolak atau Ha diterima.
Menurut asumsi peneliti, aktifitas terapi benson merupakan hal yang
positif, artinya semakin rutin kita melakukan terapi benson semakin baik
karena terapi benson suatu upaya memusatkan perhatian suatu focus.
Terapi ini merupakan terapi religius keagamaan yang fleksibel tergantung
dari keyakinan seseorang individu akan kepercayaan yang diyakini atau
dianutnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh oleh Fauzi (2014) tentang intensitas jalan kaki terhadap penurunan
kadar gula darah menunjukan bahwa ada perbedaan penurunan kadar gula
darah sebelum dan sesudah jalan kaki. Hal tersebut dibuktikan berdasarkan
uji t-berpasangan dan repeated Anova (α=0,05). Hasil penelitian
menunjukkan terdapat perbedaan antara jalan kaki dengan intensitas
sedang (p=0,001) dan tinggi (p=0,001) terhadap penurunan kadar glukosa
darah pada penderita diabetes mellitus ringan.
Manfaat dari relaksasi benson terbukti memodulasi stres terkait
kondisi seperti marah, cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi,
48
hipertensi dan insomnia serta menimbulkan perasaan menjadi lebih tenang
(Benson, 2000). Terapi relaksasi benson juga bisa di jadikan metode
penatalaksanaa non farmakologis yang bertujuan untuk meningkatkan
pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur sehingga berimplikasi tidak
menimbulkan efek samping dan membantu meningkatkan kualitas tidur
lansia. Karena pada umunya dengan menggunakan farmakologis akan
menimbulkan dampak jangka panjang yang berbahaya bagi kesehatan
lansia, pemakaian obat – obatan inipun jika tidak di sertai dengan
perbaikan pola makan, pola tidur serta penyelesaian penyebab psikologis
maka obat – obatan hanya dapat mengatasi gangguan yang bersifat
sementara dan tidak menyembuhkan.
Terapi relaksasi benson, gabungan teknik relaksasi nafas dalam yang
di lakukan dengan cara memusatkan faktor keyakinan dan menghilangkan
berbagai pikiran yang mengganggu, berimplikasi terhadap mengatasi
kecemasan dan menambah keimanan serta mendapatkan pengalaman –
pengaaman transidensi. Terapi relaksasi benson juga lebih efektif karena
dapat di gunakan di segala tempat.
49
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Nilai presentasi stres sedang sebanyak 6 (60%) responden, stres berat 3
(30%) responden dan stres ringan 1 (10%) responden.
2. Nilai presentasi stres ringan sebanyak 5 (50%) responden, normal 3 (30%)
responden dan stres sedang 2 (20%) responden..
3. Ada Pengaruh terapi benson terhadap tingkat stres pada lansia di Pukesmas
Dolo Kab. Sigi dengan p value 0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak atau Ha
diterima.
B. Saran
1. Stikes Widya Nusantara
Bagi institusi pendidikan (akademik) ketika mempelajari mata kuliah
asuhan keperawatan gerontik membahas tentang penyakit-penyakit lansia
atau gannguan psikologi lansia agar lebih diperdalam membahas masalahmasalah penyakit lansia dan penataksanaan yg tepat dilakukan. Bagi
perpustakaan agar bisa memperbaharui buku-buku yang terbaru dan
mahasiswa ditanamkan budaya membaca di Perpustakaan.
2. Pukesma Dolo
Kepada Kepala Pukesmas dan staf pukesmas diharapkan melakukan
terapi benson atau kegiatan kebugaran jasmani yg sederhana kepada pasienpasien prolanis secara rutin mengingat pentingnya terapi benson untuk
menurunkan tingkat stres pada lansia yang dapat dilakukan oleh semua
orang khususnya sangat bermanfaat dilakukan pada lansia.
50
3. Bagi Lansia
Bagi responden diharapkan mampu menjadi panduan dasar atau
usaha mandiri yang digunakan sebagai salah satu alternatif pilihan terapi
untuk mengatasi tingkat stres yang berlebihan dengan cara yang praktis dan
tidak mengeluarkan biaya karena dapat dilakukan sendiri.
51
DAFTAR PUSTAKA
1.
PERGEMI. Konsensus Pengelolaan Nutrisi Pada Orang Usia Lanjut Jakarta:
Pengurus Besar Perhimpunan Gorontologi Medik Indonesia. 2012.
2.
World Health Organization. World Health Organization Quality of Life.
WHO. 2018.
3.
Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta:
Kemenkes RI. 2018.
4.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah. Sulawesi Tengah Dalam
Angka 2016.
5.
Rahmat, Y. Efektivitas Terapi Musik Islami dengan Terapi Murattal AlQuran terhadap Kejadian Depresi Lansia di PSTW Sabai Nan Aluih Sici
Ncin Kabupaten Padang Pariaman. Skripsi. Padang: Unand. 2013.
6.
Sari, N.P.A.R & Utami P.A.S. Pengaruh Senam Otak terhadap Tingkat Stres
Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Singaraja. Jurnal
Keperawatan Sriwijaya, 2(1), Januari 2015.
7.
Laras P. Yesi H. & Juniar E. Pengaruh Teknik Relaksasi Benson dan
Murottal Al-Quran Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi
Primer. JOM, Volume 2, Nomer 2, Halaman 1213. 2015.
8.
Purwanto,Setiyo. Mengatasi Insomia Dengan Terapi Relaksasi. Universiras
Muhammadiyah Surakarta, Vol 1 No 2. 2014.
9.
Benson. Keimanan Yang Menyembuhkan : Dasar Dasar Respons Relaksasi
(Terjemahan). Bandung : Kaifa. 2000.
10.
Datak, G. Efektifitas relaksasi Benson terhadap nyeri pasca bedah pada
pasien TUR Prostat di Ruma Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Jakarta:
Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Keperawatan. 2008.
11.
Richard. Coping with Stress In a Changing World. New York: McGrawHill. 2010.
12.
Saam, Z dan Wahyuni, S. Psikologi Keperawatan. Cetakan I. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. 2012.
13.
Ardani, T. A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Bandung: Karya Putra
Darwati. 2013.
52
14.
Sunaryo. Asuhan Keperawatan Gerontik. CV Andi Offset. Yogyakarta.
2016.
15.
Kholifah, S.N. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Gerontik. Jakarta :
Kemenkes RI Pusdik SDM Kesehatan. 2016
16.
Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID). Penerbit
Rineka Cipta. 2014.
17.
Kartika I. Buku Ajar Dasar-Dasar Riset Keperawatan dan Pengolahan Data Statistik.
Jakarta (ID). TIM. 2017.
18.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung (ID).
Penerbit Alfabeta. 2014.
19.
Nursalam. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika. 2011.
20.
Notoatmodjo,S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
2012.
21.
Wuryaningsih 2013. Penelitian teknik relaksasi benson di sosial wening
wardoyo unggaran.
22.
Mia adinawati 2018. Penelitian teknik relaksasi benson terhadap stres pada
lansia di ruang rawat inap RSU bhyangkara tebing tinggi.
Download