1. 2. 3. 4. 5. 6. Anita Ulfatun Nisa Devia Harun Revani Enggal D Annisa Meyshafira Abdul Ghani Galih SW (16.04.258) (16.04.138) (16.04.251) (16.04.410) (16.04.406) (16.04.194) What do you think about this picture? MENGETAHUI DAN MENJELASKAN ORANG-ORANG GAY DAN LESBI DI DUNIA NON-GAY (Altman 1982; Bul-lough 1979 Homoseksualitas adalah istilah yang dikonstruksi Para pendukung model penyakit secara sosial yang memiliki asal-usul baru-baru perilaku seksual sesama jenis ini, meskipun hubungan sesama jenis telah ada memandangnya sebagai tidak normal di semua budaya dan selama semua era dan penyakit mental yang harus disembuhkan melalui program konseling psikologis, pengobatan, dll. Bieber 1965; Bieber dkk. Sementara American Psychiatric 1962 Association tahun 1972 yang Secara umum, ada dua pandangan berbeda menghapus homoseksualitas dari tentang homoseksualitas. Beberapa orang manual diagnostik penyakit mental. percaya bahwa itu adalah variasi ekspresi Asosiasi Pekerja Sosial Nasional (NASW) seksual yang tidak alami, abnormal, dan juga memiliki pernyataan posisi yang patologis; yang lain percaya bahwa itu adalah mendukung hak-hak lesbian dan lakiekspresi alami dan normal dari seksualitas di laki gay, sepanjang hubungan seksual POLA DEMOGRAFIS Kinsey et al. 1948; Kinsey et al. 1953 Data yang dikumpulkan menunujukkan bahwa antara 3 persen dan 10 persen dari total populasi adalah gay atau lesbian. KONTEKS SOSIAL Menjadi anggota minoritas yang tak terlihat dan sering dihina dalam konteks sosial yang sangat heterosentris bisa menjadi kegiatan yang berpotensi menimbulkan stres. Semua orang lesbian dan gay tumbuh dan hidup dalam masyarakat yang didominasi oleh mayoritas yang orientasi seksualnya berbeda dengan mereka. Dalam melakukan hal itu mereka dihadapkan pada struktur sosial yang tidak mendukung gaya hidup mereka. Pro/Kontra 1. 2. 3. 4. 5. Sistem Hukum Sektor Ekonomi Konteks agama Lembaga Pendidikan Sistem Keluarga Kerentanan dan Faktor Risiko Boswell, 1980 Menjadi lesbian atau gay tidak secara instruktif menempatkan seseorang pada risiko; Namun, konteks sosial menciptakan kerentanan bagi kaum gay dan lesbian. Orang lesbian dan gay rentan dan berisiko dalam masyarakat heterosentris terutama karena perbedaan orientasi seksual mereka dan upaya berkelanjutan masyarakat untuk mengingkari perilaku homoseksual Meskipun beberapa langkah positif untuk memastikan hak-hak yang sama bagi orang gay dan lesbian sedang dilaksanakan, populasi masih rentan dan risiko terus mengancam. Penelitian juga mendokumentasikan tingkat pelecehan seksual yang lebih tinggi di kalangan kaum gay dan lesbian muda (Friedman et al., 2011; Tyler, 2008) Ketahanan dan Faktor Pelindung Penciptaan Suportif Beberapa gay dan lesbian mendukung keluarga asal mereka, sementara yang lain bergantung pada jubah tembus pandang dalam keluarga mereka. Jika kamuflase tidak memungkinkan, mekanisme koping lainnya termasuk menjauhkan diri dari keluarga . Humor Satu studi menemukan bahwa tujuh puluh persen peserta menggunakan humor sebagai cara untuk mengatasi homofobia dan heteroseksisme (Willard, 2011). Itu membantu baik dalam interaksi dengan orang lain dan dalam mengelola stres pribadi. Humor merupakan cara yang sangat adaptif untuk menegosiasikan identitas yang distigmatisasi. Kontribusi Program dan Pekerjaan Sosial Karena orang gay dan lesbian dapat mengalami masalah seperti depresi, kegelisahan, harga diri rendah, masalah hubungan, penyalahgunaan zat, masalah kesehatan, disfungsi seksual. pekerja sosial memainkan peran yang sama dengan pada saat bekerja dengan guy maupun lesbian dengan demikian, pantas bagi peran pekerja sosial untuk memasukkan peran enabler, edukator, mediator, dan advokator, karena masing-masing peran interventif ini memiliki masing-masing tempat yang sesuai ketika bekerja dengan lesbian dan guy.ketika masalah keluar seperti disfungsi seksual, HIV / AIDS, atau masalah identitas seksual adalah masalah utama, pekerja sosial harus tahu cara membuat ruang sosial yang aman untuk pengungkapan diri dengan jujur dan merasa aman. Orang gay dan lesbian beragam seperti masyarakat tempat mereka tinggal. Mereka tidak dapat diidentifikasi berdasarkan ras, etnis, status sosial ekonomi, usia, agama, kemampuan intelektual, kapasitas fisik, atau jenis kelamin. Selain itu, masalah yang dihadapi oleh gay dan lesbian bervariasi di seluruh rentang kehidupan. Pekerja sosial yang bekerja dengan populasi ini, maka, harus peka terhadap banyaknya perspektif dan pengalaman dari satu kasus tidak dapat menangkap keragaman ini. KESIMPULAN Nilai-nilai dan etika pekerjaan sosial profesional diartikulasikan dengan baik dalam kode etik NASW. NASW memandang diskriminasi dan prasangka yang ditujukan pada minoritas mana pun sebagai tidak baik bagi kesehatan mental, tidak hanya bagi minoritas yang terpengaruh, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Pada tahun 2008, NASW merevisi kode yang terkait dengan kompetensi budaya dan keanekaragaman sosial bahwa "pekerja sosial tidak boleh mempraktikkan, memaafkan, memfasilitasi, atau bekerja sama dengan segala bentuk diskriminasi berdasarkan ... orientasi seksual" (NASW, 2008, 4.02). DISKUSI PEMIKIRAN Lesbian dan gay atau yang lebih dikenal dengan LGBT (Lesbian, gay, biseksual, dan transgender) terus menjadi isu yang ramai dibicarakan oleh masyarakat Indonesia. LGBT sesungguhnya adalah sesuatu yang sudah ada sejak dahulu kala, namun keberadaannya sampai sekarang masih dianggap tabu untuk dibicarakan. Dalam menyikapi LGBT sendiri, masyarakat Indonesia masih terbagi menjadi tiga kubu. Ada yang menentang keras LGBT, ada yang tidak peduli dengan LGBT, dan ada yang mendukung LGBT. Menentang LGBT tidak peduli LGBT Mereka yang menentang keras LGBT mayoritas berasaskan agamanya masing-masing. Selain karena alasan agama, LGBT tidak dapat diterima dalam lingkup masyarakat Indonesia dikarenakan budaya, dan undang-undang di negara Indonesia masih tidak diperbolehkan, dan adanya prasangka bahwa suatu hari nanti LGBT akan membuat anak Indonesia menjadi seperti kaum LGBT, dan banyaknya asumsi dari masyarakat bahwa LGBT itu buruk Sikap mereka terhadap LGBT biasanya seperti “Itu urusan mereka, dosa mereka, kehidupan mereka. Mereka mau seperti itu terserah mereka. Sudah, kita tidak usah ikutikutan”. Tetapi yang membedakan kelompok ini adalah, mereka juga tidak peduli atau menerima kenyataan bahwa kelompok LGBT mendapat tindakan diskriminasi ataupun mengahadapi kekerasan. Dapat dibilang kelompok ini adalah kelompok yang memilih untuk buta tentang isu LGBT, mereka mengetahui keberadaan LGBT, tetapi mereka tidak mau ikut campur tangan dalam bentuk apapun. mendukung LGBT Biasanya mereka berasaskan HAM. Mereka memperjuangkan hak-hak untuk para Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender yang sering mendapatkan perlakuan diskriminasi dan kekerasan di lingkungan sekolah, kantor, bahkan keluarga sendiri. Kelompok ini tidak hanya terdiri dari mereka yang memang termasuk LGBT, ada heteroseksual yang mendukung LGBT, bahkan mereka yang religius juga ada. Tidak sedikit dari mereka yang LGBT diusir dari rumah sendiri, dibully di sekolah, dan dilecehkan di kantornya. Ditengah pergolakan LGBT di seluruh dunia, baik yang pro seperti di Barat dan yang kontra seperti di Timur, Indonesia berada di daerah abu-abu yang tidak mengatur peran LGBT di negara dalam Pancasila maupun Undang-Undang. Mau tidak mau, Indonesia harus mengikuti pergerakan ini dan memutuskan akan berdiri di wilayah yang mana. Karena saat ini ketika masih tidak ada undang-undang yang mengatur ataupun melindungi, kaum LGBT dan mayoritas agamis masih harus hidup penuh pertentangan di Indonesia. Oleh karena itu, dalam pembahasan pergolakan tentang LGBT kali ini akan menggunakan Teori Spiral of Silence yang menjelaskan bahwa orang yang yakin bahwa mereka memiliki sudut pandang yang minoritas mengenai isu-isu publik akan tetap berada di latar belakang di mana komunikasi mereka akan dibatasi dan akhirnya mereka akan kehilangan kepercayaan diri untuk menyuarakan opininya, sedangkan mereka yang yakin bahwa mereka memiliki sudut pandang yang mayoritas akan lebih terdorong untuk membuka suara. Bahwa dalam hal ini suara mayoritas adalah kaum yang tidak setuju dengan adanya LGBT, sedangkan suara minoritas adalah kaum yang setuju dengan adanya LGBT. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pihak-pihak yang tergolong LGBT sebenarnya tetap hanyalah manusia biasa yang berhak hidup dengan damai dan tenteram di negaranya sendiri. Mereka adalah orang-orang yang memiliki hati, memiliki perasaan, juga dapat jatuh cinta pada orang lain sama seperti kaum Heteroseksual. Namun perbedaan hanya terletak pada pasangan yang mereka sukai. Maka dari itu seharusnya kita dapat menghargai keberadaan LGBT atas dasar kemanusiaan sebagaimana kita menghargai perbedaan yang ada di sekitar kita; mendukung bukan berarti menjadi bagian darinya, kita cukup menerima dan memahami keadaannya; jangan mengucilkan apabila ia tidak mengganggu kita; Sekian Terimakasih Any Question? Pertanyaan 1. 2. 3.