BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT Penyusun: Eri Hiswara BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT Penyusun: Eri Hiswara BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT Penulis : Eri Hiswara ISBN : 978-979-8500-68-8 Editor : dr. Benny Zulkarnaen, Sp.Rad Penyunting : dr. Fadil Nazir, Sp.KN Desain Sampul dan Tata Letak : Agus Rial & Aan D’Tech Penerbit : BATAN Press Redaksi : Jl. Lebak Bulus Raya No. 49 Ged. Perasten Kawasan Nuklir Pasar Jumat Jakarta Selatan 12440 Telp : +62 21 7659401 Fax : +62 21 75913833 Email : [email protected] Cetakan Pertama, November 2015 ©Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh atau sebagian dari buku ini dalam bentuk atau cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. KATA PENGANTAR Aplikasi radiasi di berbagai bidang di Indonesia telah cukup meluas. Berdasar data Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang ditampilkan pada situsnya, sampai awal April 2015 telah diterbitkan sebanyak 12.189 izin pemanfaatan tenaga nuklir untuk 2.894 instansi di seluruh Indonesia. Dari seluruh izin dan instansi tersebut, sebanyak 6.196 izin, atau sekitar 50,8%, dan 2.061 instansi, atau sekitar 71,2%, merupakan izin dan instansi pemanfaatan di bidang medik. Data ini menggambarkan bahwa bidang medik merupakan bidang pemanfaatan tenaga nuklir yang terbesar di Indonesia. Selain membawa manfaat yang sangat besar, pemanfaatan tenaga nuklir diketahui pula memiliki efek yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Efek radiasi dapat berupa deterministik atau stokastik. Efek deterministik, yang saat ini sebutannya diganti menjadi efek reaksi jaringan, merupakan efek yang dapat terjadi pada suatu organ atau jaringan tubuh tertentu yang menerima radiasi dengan dosis tinggi, sementara efek stokastik merupakan efek akibat penerimaan radiasi dosis rendah di seluruh tubuh yang baru diderita oleh orang yang menerima dosis setelah selang waktu tertentu, atau oleh turunannya. Dengan adanya kedua jenis efek yang berbahaya ini maka setiap aplikasi radiasi di Indonesia harus diatur dan diawasi secara ketat secara internal oleh bagian keselamatan dan kesehatan kerja dari instansi atau perusahaan yang memanfaatkan radiasi tersebut, dan secara eksternal oleh BAPETEN yang diberi tanggung jawab untuk melaksanakan pengawasan tersebut. Buku ini memberikan panduan praktis dalam melaksanakan upaya proteksi dan keselamatan radiasi yang diperlukan agar pemanfaatan radiasi di bidang medik ini berjalan dengan aman dan selamat. Panduan diberikan untuk ketiga aplikasi radiasi di bidang medik, yaitu radiodiagnostik, radio terapi dan kedokteran nuklir. v Penulis menyadari bahwa isi maupun penyajian buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca sekalian untuk menyempurnakannya di kemudian hari. Buku ini diharapkan dapat dimanfaatkan baik bagi Pemegang Izin pemanfaatan tenaga nuklir di bidang medik, Petugas Proteksi Radiasi di bidang medik, dan juga segenap pihak yang tugasnya bersinggungan dengan pemanfaatan radiasi di bidang medik. Aplikasi panduan praktis yang diberikan pada buku ini diharapkan dapat membantu dalam mewujudkan tujuan kecelakaan nihil dalam pemanfaatan tenaga nuklir di bidang medik. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan buku ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Penghargaan juga ditujukan kepada Pusat Diseminasi dan Kemitraan Badan Tenaga Nuklir Nasional yang bersedia menerbitkan buku ini. Akhir kata, penulis mengucapkan selamat membaca, dan semoga penerbitan buku ini mencapai tujuannya. Jakarta, Mei 2015 Penulis vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR Halaman iii DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II KONSEP DASAR RADIASI PENGION 2.1. Atom dan Inti Atom 2.2. Radioaktivitas dan Sumber Radiasi 2.3. Dosimetri Radiasi 2.4. Efek Kesehatan Radiasi 5 5 11 14 20 BAB III KETENTUAN UMUM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI 3.1. Prinsip Proteksi Radiasi 3.2. Proteksi Radiasi Eksternal 3.3. Proteksi Radiasi Internal 3.4. Persyaratan Perundang-undangan 26 26 28 32 33 BAB IV PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI PADA RADIODIAGNOSTIK 4.1. Tugas dan Tanggung Jawab 4.2. Pekerja Hamil 4.3. Perlengkapan Proteksi Radiasi Pada Radiologi Diagnostik 4.4. Ruangan Pesawat Sinar-X 4.5. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi 4.6. Pedoman Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pesawat Sinar-X Mamografi 44 44 47 48 52 54 55 vii 4.7. Pedoman Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pesawat Sinar-X Gigi BAB V PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI PADA RADIO TERAPI 5.1. Tugas dan Tanggung Jawab 5.2. Perlengkapan Proteksi Radiasi Pada Radio terapi 5.3. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pada Radio terapi 5.4. Penanggulangan Kedaruratan BAB VI PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI PADA KEDOKTERAN NUKLIR 6.1. Tugas dan Tanggung Jawab 6.2. Perlengkapan Proteksi Radiasi Untuk Penggunaan Kedokteran Nuklir In-Vitro 6.3. Perlengkapan Proteksi Radiasi Untuk Penggunaan Kedokteran Nuklir Diagnostik In-Vivo dan/atau Penelitian Medik Klinik dan Penggunaan Kedokteran Nuklir Terapi 6.4. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pada Kedokteran Nuklir 6.5. Aplikasi I-131 Untuk Terapi Kanker Tiroid 6.6. Thyrotoksikosis 6.7. Terapi Y-90 6.8. Terapi Sr-89 6.9. Penanggulangan Kedaruratan 56 57 57 60 61 63 67 67 72 72 73 76 80 81 82 83 BAB VII PENUTUP 87 DAFTAR BACAAN 88 SINOPSIS 90 RIWAYAT SINGKAT PENULIS 91 viii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Dosis rata-rata dari sumber radiasi alam 14 Tabel 2.2 Dosis radiasi per kapita tahunan sumber radiasi buatan 14 Tabel 2.3 Faktor bobot radiasi, wR 17 Tabel 2.4 Faktor bobot jaringan, wT 19 Tabel 2.5 Efek radiasi kulit 21 Tabel 3.1 Nilai batas dosis 28 Tabel 3.2 Tingkat rujukan diagnostik untuk radiografi diagnos-tik pasien dewasa 38 Tingkat rujukan diagnostik untuk CT Scan pasien dewasa 39 Tingkat rujukan diagnostik untuk mammografi pasien dewasa 39 Tingkat rujukan diagnostik untuk laju dosis fluoros-kopi pasien dewasa 39 Tingkat rujukan diagnostik untuk aktivitas radionuk-lida pasien diagnostik 40 Tabel 4.1 Ukuran ruangan fasilitas pesawat sinar-X 53 Tabel 4.2 Ukuran ruangan fasilitas pesawat sinar-X mobile station 53 Tabel 6.1 Jangka waktu untuk menunda kehamilan setelah terapi 74 Tabel 6.2 Penghentian pemberian air susu ibu setelah pemberian radiofarmaka 75 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 ix DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Model atom Bohr 5 Gambar 2.2 Proses ionisasi (kiri) dan eksitasi (kanan) 7 Gambar 2.3 Proses pembentukan sinar-X karakteristik 10 Gambar 2.4. Proses pembentukan bremsstrahlung 10 Gambar 2.5 Faktor bobot radiasi neutron sebagai fungsi energi 18 Gambar 2.6 Efek deterministik radiasi 20 Gambar 2.7 Efek stokastik radiasi 23 Gambar 3.1 Kurva jarak jangkau vs energi untuk partikel beta 30 Gambar 4.1 Perlengkapan proteksi radiasi pada radiologi diagnostik 49 Gambar 4.2 Tirai timbal 50 Gambar 4.3 Dosimeter perorangan pasif 51 Gambar 4.4 Dosimeter perorangan aktif 52 Gambar 5.1 Tombol “Emergency OFF” untuk mematikan pesawat Co-60 64 Pemindahan pasien dari bawah berkas radiasi Co-60 64 Gambar 5.2 x BAB I PENDAHULUAN Berdasar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997, istilah ‘ketenaganukliran’ pada dasarnya mengacu bahan nuklir, zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya. Bahan nuklir (seperti uranium-235 dan plutonium-239) digunakan untuk memproduksi energi listrik, sementara zat radioaktif (seperti Cobalt-60 dan iridium-192) dan atau sumber radiasi lainnya (seperti pesawat sinar-X atau LINAC, akselerator linier) telah dimanfaatkan di berbagai bidang terutama medik, industri dan pertanian. Ketiga sumber radiasi di atas memiliki satu kesamaan, yaitu sama-sama memancarkan radiasi pengion yang dapat menghasilkan ion dari suatu atom pada materi yang dilintasinya. Radiasi pengion ini dapat berbentuk partikel atau gelombang dengan energi yang tinggi. Beberapa contoh radiasi pengion adalah partikel alfa, partikel beta, sinar gamma, sinar-X, dan neutron. Selain radiasi pengion, sebenarnya ada satu bentuk radiasi lain yang disebut sebagai radiasi non-pengion. Berbeda dengan radiasi pengion, radiasi non-pengion tidak memiliki energi yang cukup untuk mengionisasi atom dari materi yang dilintasinya. Beberapa contoh radiasi non-pengion adalah cahaya tampak, gelombang radio, microwave, dan ultraviolet. Buku ini hanya membahas proteksi dan keselamatan terhadap radiasi pengion, mengingat jenis radiasi ini banyak digunakan dan telah memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan manusia. Untuk selanjutnya, istilah radiasi pengion akan disebut hanya sebagai radiasi. Setiap jenis radiasi di atas memiliki kemampuan menembus materi yang berbeda satu sama lain. Karena kemampuannya untuk menembus materi ini, radiasi telah banyak diaplikasikan di berbagai bidang untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Aplikasi yang terbanyak adalah di bidang medik, terutama di rumah sakit, disusul oleh industri, riset, pertanian dan energi. 1 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Selain membawa manfaat yang sangat besar, diketahui pula bahwa aplikasi ketenaganukliran memiliki efek yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Efek radiasi dapat berupa deterministik maupun stokastik. Efek deterministik merupakan efek yang dapat terjadi pada suatu organ atau jaringan tubuh tertentu yang menerima radiasi dengan dosis tinggi, sementara efek stokastik merupakan efek akibat penerimaan radiasi dosis rendah di seluruh tubuh yang baru diderita oleh orang yang menerima dosis setelah selang waktu tertentu, atau oleh turunannya. Dengan adanya kedua jenis efek yang berbahaya ini maka setiap aplikasi radiasi harus diatur dan diawasi melalui suatu sistem pengawasan keselamatan yang ketat agar aplikasi tersebut tidak membahayakan nyawa, harta benda dan lingkungan hidup. Sistem pengawasan tersebut diberikan oleh proteksi dan keselamatan radiasi, yang merupakan gabungan aplikasi praktis dari berbagai disiplin ilmu seperti fisika, kimia, biologi, dan juga dari ilmu medik. Secara lebih umum, proteksi dan keselamatan radiasi pada dasarnya merupakan penerapan ilmu keselamatan dan kesehatan kerja khusus untuk aplikasi di bidang ketenaganukliran. Karena itu, istilah ‘proteksi dan keselamatan radiasi’ dapat pula disebut sebagai ‘Keselamatan dan Kesehatan Kerja Radiasi (K3 Radiasi)’. Buku ini akan membahas berbagai aspek proteksi dan keselamatan radiasi pada aplikasi ketenaganukliran di rumah sakit. Namun sebelumnya diuraikan terlebih dahulu mengenai konsep dasar radiasi pengion. Pengetahuan mengenai konsep dasar ini sangat penting dalam memahami proses yang terjadi pada suatu peralatan medik di rumah sakit yang menggunakan sumber radiasi, jenis-jenis sumber radiasi, cara mengukur dosis radiasi dan efek kesehatan radiasi yang telah disinggung dengan singkat di atas. Selanjutnya diuraikan mengenai ketentuan umum proteksi dan keselamatan radiasi. Prinsip proteksi radiasi akan menjelaskan bahwa iptek 2 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit proteksi dan keselamatan radiasi disusun dengan dasar prinsip-prinsip yang jelas dan terukur, sementara uraian tentang proteksi radiasi eksternal dan proteksi radiasi internal akan memberikan pemahaman tentang cara dan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penerimaan dosis radiasi pada individu dari sumber radiasi baik yang ada di luar tubuh maupun yang telah masuk ke dalam tubuh. Dalam ketentuan umum proteksi radiasi diuraikan pula berbagai upaya dan tindakan proteksi radiasi yang dipersyaratkan dan harus dilaksanakan berdasar peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, yaitu yang ditetapkan dalam peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Persyaratan tersebut meliputi pembagian daerah kerja, pemantauan pajanan daerah kerja dan radioaktivitas lingkungan, pemantauan dosis pekerja, pemantauan kesehatan pekerja radiasi, penerapan penghambat dosis dan tingkat rujukan diagnostik. Penerapan upaya proteksi dan keselamatan radiasi pada aplikasi ketenaganukliran di rumah sakit terdiri atas penerapan pada aplikasi radiodiagnostik, radio terapi dan kedokteran nuklir. Meski pun sebenarnya aplikasi kedokteran nuklir bisa berupa diagnostik dan terapi, sumber radioaktif terbuka yang digunakannya memerlukan penanganan yang ekstra hati-hati dibanding penanganan sumber radiasi dan sumber radioaktif tertutup yang digunakan pada aplikasi diagnostik dan terapi. Dalam hal ini, sumber radioaktif terbuka adalah sumber radioaktif yang tidak permanen tertutup di dalam suatu kapsul, atau tidak terikat kuat dalam satu bentuk padatan, sehingga mempunyai kemungkinan untuk dapat menyebar ke lingkungan jika tidak ditangani dengan hati-hati. Sumber radioaktif tertutup, sementara itu, adalah sumber radioaktif yang secara permanen tertutup di dalam suatu kapsul atau terikat kuat dalam satu bentuk padatan sehingga tidak bocor dalam kondisi pemakaiannya. Pada bagian akhir diberikan daftar bacaan yang dapat menambah pengetahuan dan pemahaman pembaca sekalian terhadap penerapan 3 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit proteksi dan keselamatan radiasi di rumah sakit ini. Berbagai buku yang tercantum pada daftar bacaan tersebut sebagian besar terbitan IAEA, karena memang pedoman dalam aplikasi proteksi dan keselamatan radiasi di dunia ini mengacu pada dokumen yang diterbitkan IAEA tersebut. 4 BAB II KONSEP DASAR RADIASI PENGION 2.1. Atom dan Inti Atom Jika semua bahan (materi) yang ada di alam ini dipotong-potong hingga sekecil-kecilnya, akan diperoleh bagian dari materi yang disebut atom. Atom adalah bagian terkecil dari suatu materi yang memiliki sifat dasar dari materi tersebut. Di alam, atom-atom akan terikat oleh suatu ikatan kimia dalam proporsi tertentu untuk membentuk molekul. Sebagai contoh, air atau H2O adalah molekul yang terdiri atas dua atom hidrogen dan satu atom oksigen. Sampai saat ini telah diketahui 92 atom yang terbentuk secara alamiah, dan beberapa atom lain yang dibuat manusia. Banyak teori yang telah dikembangkan untuk mempelajari sifat dan karakteristik atom, namun yang paling sering digunakan adalah model atom Bohr. Menurut Niels Bohr, atom terdiri atas inti atom dan elektron-elektron yang mengelilinginya pada orbit atau kulit tertentu. Inti atom sendiri terdiri atas proton dan neutron, yang masing-masing sering pula disebut sebagai nukleon (pembentuk inti). Gambar 2.1 memperlihatkan model atom yang dikembangkan Bohr. Gambar 2.1. Model atom Bohr 5 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Setiap kulit elektron mempunyai tingkat energi tertentu. Semakin luar kulit dari inti atom, tingkat energinya semakin tinggi. Karena itu, elektron-elektron di suatu atom akan selalu berusaha untuk menempati kulit yang lebih dalam. Kulit terdalam (terdekat dengan inti atom) disebut kulit K, orbit berikutnya (menjauhi inti atom) disebut kulit L, kulit M dan seterusnya. Atom ada dalam keadaan stabil bila setiap kulit yang lebih dalam berisi penuh dengan elektron sesuai dengan kapasitasnya. Sebaliknya, jika suatu kulit elektron masih belum penuh namun terdapat elektron di kulit yang lebih luar, maka atom tersebut dikatakan tidak stabil, atau disebut juga atom dalam keadaan tereksitasi. Elektron dapat berpindah dari satu kulit ke kulit lainnya. Perpindahan elektron dari satu kulit ke kulit lain ini disebut transisi elektron. Transisi elektron dari kulit lebih luar ke kulit lebih dalam akan memancarkan energi, sebaliknya transisi elektron dari kulit lebih dalam ke kulit lebih luar akan membutuhkan energi. Jika atom menerima energi dari luar, di dalam atom itu akan terjadi eksitasi atau ionisasi. Eksitasi adalah peristiwa perpindahan elektron dari kulit dalam ke kulit luar sehingga atom menjadi atom yang tereksitasi. Peristiwa ini terjadi jika energi yang datang lebih besar dari selisih tingkat energi antara kulit lebih dalam dan kulit lebih luar. Sedang ionisasi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari ikatan atomnya sehingga atom menjadi ion. Ion negatif adalah elektron yang terlepas dari ikatan atomnya, sedang ion positif adalah atom yang tidak netral karena kehilangan/kekurangan elektron. Peristiwa ini dapat terjadi jika energi yang datang lebih besar dari energi yang diperlukan atom untuk mengikat elektronnya. Gambar 2.2 memperlihatkan proses eksitasi dan ionisasi ini. 6 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Gambar 2.2. Proses ionisasi (kiri) dan eksitasi (kanan). Dipandang dari segi massa, massa suatu atom terkonsentrasi pada intinya, karena massa elektron sangat kecil dan dapat diabaikan bila dibandingkan dengan massa proton maupun neutron. Namun, bila dipandang dari segi muatan listriknya, muatan atom ditentukan oleh jumlah proton dan jumlah elektronnya. Bila jumlah proton sama dengan jumlah elektron, maka muatan atom tersebut nol sehingga dinamakan atom netral. Bila jumlah protonnya tidak sama dengan jumlah elektron, maka dinamakan atom tidak netral atau ion. Jumlah proton menentukan sifat kimia dari atom, dan karena itu disebut sebagai unsur. Setiap unsur dituliskan sesuai dengan lambang atomnya. Misal, unsur hidrogen dilambangkan H, emas dilambangkan Au (dari kata Aurum), dan seterusnya. Selain diberi lambang, setiap unsur juga diberi nomor, disebut nomor atom dan dilambangkan Z, berdasarkan jumlah proton yang dimilikinya. Misal, hidrogen diberi nomor 1, emas diberi nomor 79. 7 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Jumlah proton dan neutron diberi lambang A, sedang jumlah neutron diberi lambang N, dengan N = A – Z. Setiap unsur (yang memiliki jumlah proton tertentu) tidak harus memiliki jumlah neutron yang sama. Sebagai contoh, unsur fosfor (P) yang memiliki nomor atom 15, dapat memiliki 13 hingga 19 neutron. Karena adanya variasi jumlah neutron ini, maka istilah unsur (yang hanya mengacu pada jumlah proton) diperluas menjadi istilah nuklida (yang mengacu pada jumlah proton dan jumlah neutron). Dengan demikian, penulisan lengkap dari nuklida X adalah: A ZX 4 Misal, nuklida 2 He adalah atom helium yang memiliki nomor massa 60 4 dan nomor atom 2. Nuklida 27 Co adalah atom kobalt yang memiliki nomor massa 60 dan nomor atom 27. Karena nomor atom dan lambang atom (nama atom) memberikan informasi yang sama, maka nomor atom biasanya tidak ditulis lagi, 4 60 sehingga menjadi He atau Co. Lebih lanjut, karena ‘angka di atas’ (superscripts) sering memperlambat penulisan, maka disederhanakan lagi menjadi He-4 atau Co-60. Dalam hal inti atom, banyak teori yang telah dikembangkan untuk mempelajari inti atom, namun yang paling berkaitan dengan pembahasan radiasi adalah model orbit. Menurut model ini, nukleon (proton dan neutron) berada pada tingkat energi tertentu di dalam inti, dan berinteraksi satu sama lain. Model ini sama dengan model orbit (kulit) untuk elektron. Inti atom memiliki gaya inti, atau gaya antar nukleon, yang mengikat nukleon. Gaya inti sangat kuat tapi jangkauannya sangat pendek. Gaya inilah yang menyebabkan inti tetap dalam keadaan stabil meski ada gaya tolak elektrostatis antar sesama proton yang dapat menghancurkan inti. 8 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Komposisi jumlah proton dan neutron pada inti atom sangat mempengaruhi kestabilan inti atom. Inti atom dikatakan stabil bila komposisi jumlah proton dan neutronnya sudah “seimbang” serta tingkat energinya sudah berada pada keadaan dasar. Secara umum, inti atom berada pada keadaan stabil bila jumlah protonnya “sama dengan” jumlah neutronnya. Bila terdapat kelebihan jumlah proton, atau kelebihan jumlah neutron, inti akan menjadi tidak stabil. Inti yang tidak stabil akan berusaha untuk mencapai kondisi stabil dengan memancarkan radiasi, baik berupa gelombang elektromagnetik (sinar-X, sinar gamma) maupun partikel (alfa, beta, neutron). Proses perubahan dari inti atom yang tidak stabil menjadi stabil disebut peluruhan radioaktif. Nuklida yang tidak stabil disebut sebagai radionuklida, isotop yang tidak stabil disebut radioisotop, sedang bahan yang mengandung radionuklida atau radioisotop dalam jumlah yang cukup banyak disebut bahan radioaktif. Fenomena menarik dari atom dan inti atom adalah terjadinya pancaran sinar-X dan sinar gamma. Sinar-X dan sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik, yang sering disebut pula sebagai foton. Sinar-X dan sinar gamma pada dasarnya memiliki sifat yang sama, kecuali berbeda dalam proses pembentukannya. Jika sinar gamma berasal dari perubahan dalam inti, sinar-X terbentuk ketika elektron atom mengalami perubahan dalam orbitnya. Sinar-X dibedakan atas sinar-X karakteristik dan bremsstrahlung. Sinar-X karakteristik dipancarkan oleh atom yang tereksitasi. Sesaat setelah eksitasi terjadi, elektron yang tereksitasi dari suatu orbit ke orbit yang lebih luar, dalam waktu yang singkat akan kembali ke orbit semula. Pada saat kembali ini energi yang berlebih akan dipancarkan dalam bentuk sinar-X karakteristik. Gambar 2.3 memperlihatkan proses pembentukan sinar-X karakteristik ini. 9 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Bremsstrahlung (istilah bahasa Jerman) terjadi bila radiasi beta atau elektron yang datang dibelokkan oleh inti atom. Elektron yang dibelokkan tersebut akan berkurang energinya, sehingga menyebabkan terjadinya pancaran sinar-X bremsstrahlung. Berbeda dengan sinar-X karakteristik yang energinya dipancarkan secara diskrit, bremsstrahlung dipancarkan secara terus menerus, sehingga disebut pula sebagai sinar-X kontinyu. Gambar 2.4 memperlihatkan proses pembentukan bremsstrahlung atau sinar-X kontinyu ini. Gambar 2.3. Proses pembentukan sinar-X karakteristik Gambar 2.4.. Proses pembentukan bremsstrahlung. 10 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit 2.2. Radioaktivitas dan Sumber Radiasi 2.2.1. Radioaktivitas Radioaktivitas adalah peluruhan spontan inti atom yang tidak stabil yang akan menyebabkan terbentuknya nuklida baru. Peluruhan ini terjadi karena komposisi jumlah proton dan neutron yang tidak seimbang. Dalam hal ini, inti tidak stabil tersebut akan memancarkan radiasi alfa (a) atau radiasi beta (b). Setelah memancarkan radiasi alfa atau beta, adakalanya inti atom masih memiliki kelebihan energi (belum mencapai tingkat energi dasarnya). Dalam usahanya untuk mencapai tingkat energi dasar, pemancaran radiasi alfa atau beta dapat disertai dengan pemancaran radiasi gamma. Radiasi alfa (a) adalah radiasi berupa partikel yang terdiri atas 2 proton dan 2 neutron. Pada dasarnya, radiasi alfa adalah inti 4 helium yang bersimbol 2 He . Radionuklida yang meluruh dengan memancarkan radiasi alfa akan kehilangan 2 proton dan 2 neutron, serta membentuk nuklida baru. Radiasi beta (b) berupa partikel, yang dapat bermuatan negatif atau bermuatan positif. Partikel beta bermuatan negatif identik dengan elektron, sedang partikel beta bermuatan positif, disebut positron, identik dengan elektron yang bermuatan positif. Dalam proses peluruhan radiasi beta negatif (elektron), terjadi perubahan neutron menjadi proton di dalam inti atom. Sedang dalam proses peluruhan radiasi beta positif (positron), terjadi perubahan proton menjadi neutron di dalam inti atom. Seperti elektron, nukleon juga bisa tereksitasi jika menerima radiasi. Ketika nukleon yang tereksitasi kembali ke tingkat energi asal, terjadi pancaran foton (gelombang elektromagnetik) yang energinya sama dengan perbedaan energi antara tingkat energi 11 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit eksitasi dengan tingkat energi asal. Foton yang terpancar ini disebut sebagai sinar gamma atau radiasi gamma. Namun berbeda dengan radiasi alfa dan beta, radiasi gamma (g) tidak menyebabkan perubahan nomor atom maupun nomor massa, karena radiasi gamma merupakan foton (gelombang elektromagnetik), yang tidak bermuatan dan tidak bermassa. Peluruhan ini terjadi karena energi inti atom tidak berada pada keadaan dasarnya; dengan kata lain, energi inti atom berada pada tingkat tereksitasi (isomer). Pada umumnya, peluruhan gamma ini terjadi setelah peristiwa peluruhan alfa atau beta. Telah diketahui bahwa inti atom yang tidak stabil, atau radionuklida, akan berubah menjadi stabil dengan memancarkan radiasi. Jumlah pengurangan atau peluruhan aktrivitas suatu nuklida yang terjadi dalam satu detik disebut sebagai aktivitas. Satuan aktivitas dalam sistem internasional (SI) adalah becquerel (Bq), yang didefinisikan sebagai satu disintegrasi (peluruhan) per detik (s-1). Satuan lama yang masih sering dijumpai adalah curie (Ci), dengan 1 Ci = 3,7 x1010 Bq. Aktivitas suatu radionuklida setiap saat berkurang dengan mengikuti persamaan eksponensial sebagai berikut: A = A0edengan A menyatakan aktivitas pada waktu t, A0 menyatakan aktivitas awal dan l menyatakan konstanta peluruhan. Waktu yang dibutuhkan agar aktivitas suatu bahan radioaktif berkurang menjadi separo dari aktivitas awalnya disebut sebagai waktu paro. Waktu paro setiap radionuklida bersifat unik dan tidak berubah. Misalnya, waktu paro Co-60 adalah 5,27 tahun dan waktu paro Cs-137 adalah 30 tahun. 12 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Waktu paro ditentukan oleh suatu konstanta peluruhan, l, yang juga unik untuk setiap radionuklida Hubungan antara waktu paro, T1/2, dan konstanta peluruhan, l, adalah: 2.2.2. Sumber Radiasi Radiasi merupakan unsur penting dalam kehidupan di dunia ini, dan menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri. Ada dua sumber utama sumber radiasi di dunia ini, yaitu sumber radiasi alami dan sumber radiasi buatan. Radiasi alami merupakan radiasi yang telah ada di bumi ini dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia. Radiasi alami terdiri atas radiasi kosmik - radiasi yang berasal dari luar angkasa termasuk matahari, radiasi primordial - radiasi yang berasal dari dalam bumi sendiri, dan radiasi interna - radiasi yang telah ada di dalam tubuh manusia sejak dilahirkan, dan juga yang masuk ke dalam tubuh manusia secara ingesi (penelanan), inhalasi (penghirupan), atau luka terbuka. Radiasi buatan adalah sumber radiasi yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk berbagai kepentingan, termasuk kepentingan militer (senjata nuklir), kedokteran (radiodiagnostik, radio terapi dan kedokteran nuklir), pembangkitan listrik (PLTN), dan lain-lain. Secara global, Tabel 2.1 memperlihatkan dosis radiasi yang diterima manusia di dunia ini dari sumber alami rata-rata dalam satu tahun, sedang Tabel 2.2 memperlihatkan dosis radiasi per kapita tahunan yang diterima setiap penduduk dunia dari radiasi buatan. 13 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Tabel 2.1. Dosis rata-rata dari sumber radiasi alam. Dosis rerata tahunan (mSv) Rentang dosis (mSv) Inhalasi (gas radon) 1,26 0,2 – 1,0 Terestrial eksternal 0,48 0,3 – 1,0 Ingesi 0,29 0,2 – 1,0 Radiasi kosmik 0,39 0,3 – 1,0 2,4 1,0 – 13 Sumber Total Tabel 2.2. Dosis radiasi per kapita tahunan sumber radiasi buatan. Dosis rerata tahunan (mSv) Rentang dosis (mSv) 0,5 0 – beberapa puluh Percobaan atmosfer senjata nuklir 0,005 Masih besar di sekitar lokasi percobaan Pajanan kerja 0,005 ~0 – 20 Kecelakaan Chernobyl 0,002 - Daur bahan bakar nuklir 0,0002 - 0,6 ~0 – beberapa puluh Sumber Diagnosis medik Total 2.3. Dosimetri Radiasi Dosimetri merupakan cabang salah satu cabang ilmu yang secara kuantitatif berupaya untuk menentukan jumlah energi yang mengendap pada suatu bahan tertentu oleh radiasi pengion. Sejumlah besaran dan satuan dengan demikian perlu didefinisikan untuk menguraikan proses pengendapan energi tersebut. 14 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Besaran fisik merupakan besaran yang menggambarkan sifat penyerapan energi pada suatu bahan. Namun demikian, untuk kepentingan proteksi radiasi diperlukan suatu besaran yang dapat digunakan untuk mengkaji hubungan dosis dengan risiko kesehatan akibat penyerapan energi tersebut. Untuk ini diperkenalkan suatu besaran yang disebut dengan besaran proteksi. Besaran proteksi secara operasional ternyata tidak dapat diukur secara langsung pada jaringan tubuh. Untuk kepentingan pengukuran langsung selanjutnya diperkenalkan besaran operasional, yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengkaji dosis pada besaran proteksi. 2.3.1. Besaran fisik Besaran fisik yang penting adalah kerma dan dosis serap. Kerma adalah singkatan dari kinetic energy released per unit mass, atau energi kinetik yang dilepaskan per satuan massa. Besaran ini merupakan besaran yang berlaku untuk radiasi tak langsung seperti foton dan neutron, dan mengkuantifikasi jumlah energi rata-rata yang dialihkan dari radiasi tak langsung ke radiasi langsung tanpa mempedulikan apa yang terjadi setelah pengalihan berlangsung. Dalam proses ini dapat dijelaskan bahwa energi foton diberikan ke suatu bahan melalui proses dua tahap. Pada tahap pertama radiasi foton mengalihkan energinya sebagai energi kinetik ke partikel bermuatan sekunder (elektron) melalui tiga jenis interaksi foton (efek fotolistrik, efek Compton dan produksi pasangan). Pada tahap kedua, partikel bermuatan bermuatan mengalihkan energi kinetiknya dalam bentuk elektron dan positron ke bahan melalui proses eksitasi dan ionisasi. Kerma merupakan proses tahap pertama, sedang tahap kedua disebut sebagai dosis serap. Jika pada proses pengalihan energi dari radiasi tak langsung ke suatu bahan merupakan proses tahap kedua, dosis serap merupakan tahapan langsung pengalihan energi pada radiasi langsung alfa 15 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit dan beta. Dosis serap didefinisikan sebagai energi rata-rata radiasi yang diserap pada suatu titik dari bahan per satuan massa bahan tersebut. Pada sistem internasional (SI), kerma dan dosis serap masingmasing memiliki satuan joule per kilogram (J/kg), dengan nama khusus gray (Gy). 2.3.2. Besaran Proteksi Besaran proteksi adalah besaran yang digunakan untuk tujuan penentuan nilasi batas dosis, dan terdiri atas dosis serap organ, dosis ekivalen dan dosis efektif. Dosis Serap Organ, DT Dosis serap organ, DT, memiliki definisi yang hampir sama dengan dosis serap, kecuali ditetapkan dirata-ratakan ke seluruh jaringan atau organ. Karena itu, dosis serap organ juga dapat disebut sebagai dosis serap rata-rata. Satuan dosis serap organ adalah J/kg atau Gy. Dosis Ekivalen, HT Penggunaan dosis rata-rata sebagai indikator peluang efek stokastik bergantung pula pada kelinieran hubungan dosistanggapan. Hubungan ini tidak linier untuk efek deterministik, sehingga dosis serap rata-rata tidak sertamerta relevan untuk efek deterministik kecuali jika dosisnya tersebar merata di seluruh jaringan atau organ. Peluang terjadinya efek stokastik diketahui bergantung, tidak hanya pada dosis serap, namun juga pada jenis dan energi radiasi yang datang. Dosis serap dari radiasi yang berbeda akan memberikan efek biologik yang berbeda pula di dalam organ atau jaringan tubuh Untuk memperhitungkan kedua parameter terakhir ini diperkenalkan faktor bobot radiasi, wR. Dosis serap rata-rata 16 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit dari radiasi R pada organ atau jaringan T disebut dosis ekivalen, dan merupakan hasil kali dari dosis serap rata-rata dengan faktor bobot radiasi. Satuan dosis ekivalen dalam SI adalah joule per kilogram (J/ kg), dengan nama khusus sievert (Sv). Satuan lama untuk dosis ekivalen adalah rem, dengan 1 Sv = 100 rem. Tabel 2.3 memberikan faktor bobot radiasi yang diberikan oleh Komisi Internasional untuk Proteksi Radiologik (ICRP) pada publikasi 103 yang terbit tahun 2007. Tabel 2.3. Faktor bobot radiasi, wR Jenis radiasi Foton Elektron, muon Proton, pion bermuatan Alfa, fragmen fisi, ion berat Neutron Faktor bobot radiasi, wR 1 1 2 20 Fungsi energi neutron **) **) Lihat Gambar 2.5. Dosis Efektif, E Karena hubungan antara peluang terjadinya efek stokastik dan dosis ekivalen diketahui bergantung pula pada organ atau jaringan tersinar, besaran selanjutnya ditentukan untuk menunjukkan kombinasi berbagai dosis dengan berbagai jaringan yang berbeda sedemikian rupa sehingga berkorelasi langsung dengan efek stokastik total. Besaran ini disebut dosis efektif, E, dan merupakan hasil kali dosis ekivalen di jaringan atau organ dengan faktor bobot jaringan yang sesuai. Tabel 2.4 memberikan faktor bobot radiasi yang diberikan oleh ICRP pada publikasi 103 yang terbit tahun 2007. 17 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Gambar 2.5. Faktor bobot radiasi neutron sebagai fungsi energi. Seperti dosis ekivalen, satuan dosis efektif dalam SI adalah joule per kilogram (J/kg), dengan nama khusus sievert (Sv). Satuan lama untuk dosis ekivalen adalah rem, dengan 1 Sv = 100 rem. 2.3.3. Besaran Operasional Besaran dosis operasional adalah besaran yang digunakan untuk tujuan praktis dalam proteksi radiasi eksternal, dan terdiri atas besaran untuk tujuan pemantauan daerah kerja dan pemantauan individu. Dosis tara ambien, H*(d) Dosis tara ambien, H*(d), adalah dosis tara yang digunakan untuk pemantauan daerah kerja dan untuk radiasi dengan daya tembus kuat seperti gamma dan neutron. Besaran ini dipandang telah memadai dalam memenuhi tujuan untuk memperkirakan pemenuhan nilai batas dosis yang berlaku. 18 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Kedalaman d yang direkomendasikan adalah 10 mm, sehingga H*(d) ditulis sebagai H*(10). Tabel 2.4. Faktor bobot jaringan, wT Jaringan atau organ Faktor bobot jaringan, wT Gonad 0,08 Sumsum tulang (merah), kolon, paru-paru, lambung 0,12 Payudara 0,12 Bladder, esofagus, hati, tiroid 0,04 Permukaan tulang, kulit 0,01 Otak, kelenjar ludah 0,01 Jaringan sisa *) 0,12 Total *) 1,00 Jaringan sisa: adrenalin, ekstratoraksik, gall bladder, jantung, ginjal, lymph nodes, otot, mukosa oral, prostat (laki), usus kecil, limpa, thymus, uterus/ serviks (pr.) Dosis tara berarah, H’(d,W) Dosis tara berarah, H’(d,W), adalah dosis tara yang juga digunakan pada pemantauan daerah kerja, namun berlaku hanya untuk radiasi tembus lemah seperti beta dan sinar-X lemah. Kedalaman d yang direkomendasikan adalah 0,07 mm, sehingga H’(d,W) ditulis sebagai H’(0,07,W). Dosis tara perorangan, Hp(d) Dosis tara perorangan, Hp(d), adalah dosis tara pada jaringan di bawah titik tertentu tubuh pada kedalaman d. Besaran ini digunakan pada pemantauan radiasi perorangan, dan berlaku baik untuk radiasi tembus kuat maupun lemah. Untuk radiasi tembus kuat kedalaman yang direkomendasikan adalah 10 mm, sehingga Hp(d) ditulis sebagai Hp(10), sedang untuk radiasi tembus lemah kedalamannya 0,07 mm sehingga Hp(d) ditulis sebagai Hp(0,07). 19 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Untuk lensa mata kedalaman yang direkomendasikan adalah 3 mm, sehingga Hp(d) ditulis sebagai Hp(3). Penempatan alat ukur untuk Hp(3) ini sangat penting terutama dalam kaitannya dengan pengukuran dosis pada lensa mata yang dapat diterima oleh pekerja medik pada pemeriksaan fluoroskopi atau intervensional. 2.4. Efek Kesehatan Radiasi Interaksi radiasi pengion dengan tubuh manusia akan mengakibatkan terjadinya efek kesehatan. Efek kesehatan ini, yang dimulai dengan peristiwa yang terjadi pada tingkat molekuler, akan berkembang menjadi gejala klinis. Sifat dan keparahan gejala, dan juga waktu kemunculannya, sangat bergantung pada jumlah dosis radiasi yang diserap dan laju penerimaannya. 2.4.1. Efek Deterministik Efek deterministik terjadi akibat adanya kematian sel sebagai akibat pajanan radiasi sekujur maupun lokal. Efek ini terjadi bila dosis radiasi yang diterima tubuh melebihi nilai dosis ambang untuk terjadinya efek ini (lihat Gambar 2.6). Efek ini juga terjadi pada individu yang terpajan dalam waktu yang tidak lama setelah pajanan terjadi, dan tingkat keparahannya akan meningkat jika dosis yang diterimanya juga makin besar. Berikut adalah beberapa organ yang dapat mengalami efek deterministik. Gambar 2.6. Efek deterministik radiasi. 20 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Kulit Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis. Beberapa jenis efek radiasi yang dijumpai pada kulit diberikan pada Tabel 2.5. Mata Lensa mata merupakan bagian mata yang sangat sensitif terhadap radiasi. Terjadinya kekeruhan (katarak) atau hilangnya sifat transparansi lensa mata sudah mulai terdeteksi setelah pajanan radiasi rendah sekitar 0,5 Gy, bersifat kumulatif dan dapat berkembang hingga terjadi kebutaan. Katarak dapat terjadi setelah masa laten sekitar 6 bulan hingga 35 tahun, dengan ratarata sekitar 3 tahun. Tabel 2.5. Efek radiasi pada kulit. Efek Radiasi Kemerahan (eritem) Kerontokan (epilasi) dan pengelupasan kulit (deskuamasi kering) Pelepuhan (blister) dan bernanah (deskuamasi basah) Kematian jaringan (nekrosis) Rentang dosis (Gy) Waktu 2-3 3-8 6-24 jam 3-6 minggu 12-20 4-6 minggu >20 10 minggu Paru Paru adalah organ yang relatif sensitif terhadap pajanan radiasi eksternal maupun internal. Efek berupa pneumonitis (radang paru) biasanya mulai timbul setelah beberapa minggu atau bulan. Efek utamanya adalah pneumonitis interstisial yang dapat diikuti dengan terjadinya fibrosis (jaringan ikat) sebagai akibat dari rusaknya sistem vaskularisasi sel kapiler dan jaringan ikat yang dapat berakhir dengan kematian. 21 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Kerusakan sel yang mengakibatkan terjadinya peradangan paru akut biasanya terjadi pada dosis 5 – 15 Gy. Dosis ambang tunggal 6-7 Gy dianggap sebagai dosis ambang terjadinya penumonitis akut. Organ reproduksi Efek deterministik pada gonad atau organ reproduksi pria adalah kemandulan. Pajanan radiasi pada testis akan mengganggu proses pembentukan sel sperma yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah sel sperma yang dihasilkan. Dosis radiasi sebesar 0,15 Gy merupakan dosis ambang kemandulan sementara karena sudah mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah sel sperma selama beberapa minggu. Dosis ambang kemandulan tetap diperkirakan sekitar 3,5 – 6 Gy. Selain kemandulan, radiasi juga dapat mengakibatkan terjadinya menopause dini sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem reproduksi. Disamping itu juga diketahui bahwa pengaruh radiasi pada sel telur sangat bergantung pada usia. Semakin tua usia, semakin sensitif terhadap radiasi. Tiroid Tiroid atau kelenjar gondok merupakan organ yang berfungsi mengatur proses metabolisme tubuh melalui hormon tiroksin yang dihasilkannya. Jika terjadi inhalasi isotop yodium, zat radioaktif ini akan terakumulasi di dalam tiroid dan menyebabkan tiroidis akut dan hipotiroidism. Dosis ambang untuk tiroidis akut sekitar 200 Gy. Janin Efek deterministik pada janin sangat bergantung pada usia kehamilan saat janin menerima pajanan radiasi. Pada usia kehamilan 0-2 minggu, dosis radiasi sekitar 0,05 Gy akan menyebabkan kematian. Dosis radiasi yang sama yang diterima 22 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit pada usia kehamilan 2-7 minggu akan menimbulkan malformasi organ tubuh. Sedang pada usia kehamilan 8-25 minggu akan terjadi retardasi mental jika janin menerima dosis sekitar 0,1 – 0,6 Gy. 2.4.2. Efek Stokastik Berbeda dengan efek deterministik, efek stokastik tidak mengenal dosis ambang. Serendah apa pun dosis radiasi yang diterima, selalu ada peluang untuk terjadinya perubahan pada sistem biologik baik pada tingkat molekuler mau pun seluler (lihat Gambar 2.7). Dalam hal ini yang terjadi bukan kematian sel namun perubahan sel dengan fungsi yang berbeda. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel somatik, maka sel tersebut dalam jangka waktu yang lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi kanker. Periode laten untuk terjadinya induksi leukemia, salah satu jenis kanker, diperkirakan sekitar 8 tahun, dan dua atau tiga kali lebih panjang untuk kanker solid (padat) seperti kanker payudara atau kanker tulang. Kanker akibat radiasi pada dasarnya tidak berbeda dengan kanker akibat mekanisme lain. Karena itu, kebolehjadian induksi kanker hanya dapat dilihat secara epidemiologi berdasar kejadian berlebih secara statistik di atas kejadian alamiah atau spontan. Gambar 2.7. Efek stokastik radiasi. 23 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Jika sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifat sel terubah ini dapat diwariskan ke keturunannya sehingga timbul efek genetik atau efek terwaris. Pada berbagai percobaan di laboratorium dengan hewan percobaan terbukti bahwa efek ini bisa terjadi. Namun, bahkan dari studi terhadap para korban yang selamat dari bom atom di Jepang, efek terwaris ini belum terbukti terjadi pada manusia. Secara umum, dengan demikian, selain tidak memiliki dosis ambang, efek stokastik muncul setelah masa laten yang cukup lama, dan keparahannya tidak bergantung pada dosis radiasi yang datang, meski peluang terjadinya lebih besar pada dosis yang lebih tinggi. 2.4.3. Sindroma Radiasi Akut Sindroma radiasi akut (SRA) merupakan efek yang terjadi jika seluruh tubuh menerima dosis radiasi sekitar 1 Gy atau lebih, dan dapat berakhir dengan kematian dalam waktu yang singkat. Kematian terjadi sebagai akibat kerusakan dan kematian sel organ dan sistem vital tubuh dalam jumlah yang banyak. SRA terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah fase inisial atau sindroma prodromal, dengan gejala hilangnya napsu makan, rasa mual, muntah dan diare; gejala yang bersifat umum dan tidak bisa dibedakan dari gejala penyakit yang lain. Mual dan muntah terjadi 2-3 jam setelah pajanan dosis 1-2 Gy pada sekitar 50% pasien, atau 1-2 jam setelah pajanan 2-4 Gy pada sekitar 75-80% pasien. Tahap kedua adalah fase laten, suatu periode dimana pasien tidak mengalami gejala apapun setelah sindroma prodromal selesai. Lama fase ini tidak pasti dan bergantung pada dosis yang diterima. Makin besar dosis makin singkat fase latennya. 24 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Tahap ketiga adalah fase dimana SRA itu sendiri muncul. Fase manifestasi kerusakan sistem tubuh ini dapat digolongkan atas tiga tingkat keparahan, yaitu: a. Sindroma sistem pembentukan darah (hematopoietic syndrome). Dosis ambang sindroma ini adalah 1 Gy dan menyebabkan jumlah sel darah menurun setelah 2-4 minggu. Dosis sekitar 2 Gy dapat menyebabkan kematian dalam waktu 2-8 minggu. b. Sindroma sistem pencernaan (gastrointestinal syndrome). Dosis ambang sindroma ini sekitar 5 Gy dalam waktu 3-5 hari, dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu 3 hari 2 minggu dengan dosis ambang 10 Gy. c. Sindroma sistem syaraf pusat (central nervous system syndrome). Dosis ambang untuk sindroma ini sekitar 20 Gy dan muncul dalam waktu kurang dari 3 jam. Secara umum diketahui pula bahwa jika dosis radiasi seluruh tubuh yang diterima antara 6-10 Gy, kebanyakan individu akan mengalami kematian kecuali jika segera mendapat pertolongan medik yang tepat untuk mencegah terjadinya infeksi dan perdarahan. Namun pada dosis di atas 10 Gy, kematian akan terjadi meskipun telah dilakukan usaha seperti transplantasi sumsum tulang dari donor yang sesuai. 25 BAB III KETENTUAN UMUM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI 3.1. Prinsip Proteksi Radiasi Untuk mencapai tujuan proteksi dan keselamatan dalam pemanfaatan diperlukan prinsip utama proteksi radiasi. Kerangka konseptual dalam prinsip proteksi radiasi ini terdiri atas pembenaran (justifikasi), optimisasi proteksi, dan pembatasan dosis. 3.1.1. Pembenaran (justifikasi) Suatu pemanfaatan harus dapat dibenarkan jika menghasilkan keuntungan bagi satu atau banyak individu dan bagi masyarakat terpajan untuk mengimbangi kerusakan radiasi yang ditimbulkannya. Kemungkinan dan besar pajanan yang diperkirakan timbul dari suatu pemanfaatan harus diperhitungkan dalam proses pembenaran. Pajanan medik, sementara itu, harus mendapat pembenaran dengan menimbang keuntungan diagnostik dan terapi yang diharapkan terhadap kerusakan radiasi yang mungkin ditimbulkan. Keuntungan dan risiko dari teknik lain yang tidak melibatkan pajanan medik juga perlu diperhitungkan. 3.1.2. Optimisasi Dalam kaitan dengan pajanan dari suatu sumber tertentu dalam pemanfaatan, proteksi dan keselamatan harus dioptimisasikan agar besar dosis individu, jumlah orang terpajan, dan kemungkinan terjadinya pajanan ditekan serendah mungkin (ALARA, as low as reasonably achievable), dengan memperhitungkan faktor ekonomi dan sosial, dan dengan pembatasan bahwa dosis yang diterima sumber memenuhi penghambat dosis. Dalam hal pajanan 26 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit medik, tujuan optimisasi adalah untuk melindungi pasien. Dosis harus dioptimisasikan konsisten dengan hasil yang diinginkan dari pemeriksaan atau pengobatan, dan risiko kesalahan dalam pemberian dosis dijaga serendah mungkin. 3.1.3. Pembatasan dosis Jika prosedur pembenaran dan optimisasi telah dilakukan dengan benar, sebenamya nilai batas dosis hampir tidak perlu diberlakukan. Namun, nilai batas ini dapat memberikan batasan yang jelas untuk prosedur yang lebih subyektif ini dan juga mencegah kerugian individu yang berlebihan, yang dapat timbul akibat kombinasi pemanfaatan. Nilai batas dosis (NBD) adalah dosis terbesar yang diizinkan yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir. Prinsip pembatasan dosis tidak diberlakukan pada kegiatan intervensi (kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghindari terjadinya atau kemungkinan terjadinya pajanan radiasi) mengingat dalam pelaksanaan kegiatan ini melibatkan banyak pajanan radiasi yang tidak dapat dielakkan. Nilai Batas Dosis (NBD) yang saat ini berlaku diberikan pada Tabel 3.1. Nilai pada aplikasi dosis efektif adalah NBD untuk penyinaran seluruh tubuh, dan dimaksudkan untuk mengurangi peluang terjadinya efek stokastik. Sedang nilai pada aplikasi dosis ekivalen tahunan adalah NBD untuk penyinaran organ atau jaringan tertentu, dan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya efek deterministik pada organ atau jaringan tersebut. 27 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Tabel 3.1. Nilai batas dosis. Aplikasi Dosis efektif Dosis ekivalen tahunan pada: Lensa mata Kulit Tangan dan kaki Pekerja radiasi 20 mSv per tahun, dirataratakan selama periode 5 tahun1 20 mSv 500 mSv 500 mSv Masyarakat umum 1 mSv per tahun2 15 mSv 50 mSv - 1 Dengan ketentuan tambahan bahwa dosis efektif tidak melampaui 50 mSv dalam satu tahun tertentu. Pembatasan lebih lanjut berlaku untuk pajanan kerja bagi wanita hamil. 2 Dalam keadaan khusus, nilai dosis efektif yang lebih tinggi dapat diijinkan dalam satu tahun, asal rata-rata selama 5 tahun tidak melebihi 1 mSv per tahun. 3.2. Proteksi Radiasi Eksternal Proteksi radiasi eksternal adalah upaya proteksi terhadap segala macam sumber radiasi yang berada di luar tubuh manusia, dan dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau beberapa teknik berikut, yaitu membatasi waktu pajanan, memperbesar jarak dari sumber, dan menggunakan penahan radiasi. 3.2.1. Waktu pajanan Pembatasan waktu pajanan untuk mengurangi bahaya radiasi eksternal didasarkan pada asumsi bahwa untuk suatu laju dosis yang konstan, dosis serap total sebanding dengan lamanya pajanan. Atau, Dengan demikian, jika harus bekerja pada medan radiasi yang tinggi, pembatasan waktu pajanan harus dilakukan agar 28 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit perkalian laju dosis dengan waktu pajanan tidak melebihi NBD yang berlaku. Jika, misalnya, seorang operator pesawat sinar-X diagnostik harus melakukan pekerjaan 5 hari seminggu pada medan radiasi sebesar 0,12 mSv/jam, pajanan berlebih dapat dicegah dengan membatasi waktu kerjanya hanya 40 menit per hari. Dengan pembatasan waktu kerja ini maka dosis yang diterima dalam satu hari menjadi 0,08 mSv, sehingga NBD per tahun sebesar 20 mSv tidak dilampaui (1 tahun kerja diasumsikan sama dengan 50 minggu). Jika volume pekerjaan membutuhkan waktu pajanan yang lebih panjang, maka hal tersebut dapat dilaksanakan oleh dua orang pekerja secara bergiliran, atau operasi kerja harus diubah agar intensitas medan radiasi dapat diturunkan. 3.2.2. Jarak dari sumber Jika lama operasi kerja sudah tertentu, upaya pengurangan bahaya radiasi eksterna dapat dilakukan dengan bekerja sedapat mungkin pada jarak yang sebesar-besarnya dari sumber. Untuk suatu sumber radiasi gamma berbentuk titik, atau jika jarak dari sumber gamma lebih dari sepuluh kali dimensi linier sumber yang terbesar, variasi laju dosis dengan jarak diberikan secara sederhana sebagai: dan adalah laju dosis di titik 1 dan 2, dan dan dengan adalah jarak dari sumber di titik 1 dan 2. Rumusan sederhana ini disebut sebagai hukum kebalikan jarak pangkat dua. 3.2.3. Penahan radiasi Penahan Radiasi Alfa Energi kinetik partikel alfa yang dipancarkan selama peluruhan 29 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit radioaktif umumnya memiliki jarak jangkau sangat pendek. Dengan jarak jangkau yang pendek itu, pajanan eksternal partikel alfa dapat ditahan cukup dengan selembar kertas atau bahan lain dengan ketebalan yang cukup tipis. Dengan kata lain, partikel alfa bukan merupakan persoalan dalam proteksi radiasi eksternal. Penahan Radiasi Beta Secara umum radiasi beta dapat ditahan oleh selembar alumunium. Untuk perhitungan yang lebih teliti, tebal penahan radiasi dapat ditentukan dengan menggunakan kurva universal hubungan energi beta (MeV) dan jarak jangkau partikel beta (mg/cm2), seperti terlihat pada Gambar 3.1. Jika energi beta diketahui, maka jarak jangkaunya dapat diperkirakan dengan bantuan Gambar 3.1. Tebal penahan beta (dalam cm) selanjutnya dengan sederhana dapat dihitung dengan membagi nilai jarak jangkau (mg/cm2) dengan kerapatan bahan (mg/cm3). Bahan yang umumnya dipakai adalah bahan dengan nomor atom Z yang rendah seperti polietilen. Gambar 3.1. Kurva jarak jangkau vs. energi untuk partikel beta. 30 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Penahan Radiasi Gamma Tidak seperti radiasi alfa dan beta, radiasi gamma memiliki jarak jangkau yang lebih jauh. Karena itu, radiasi gamma hanya dapat dihentikan oleh bahan yang cukup tebal seperti timbal (Pb). Konsep lapisan nilai paro sangat berguna dalam perhitungan penahan radiasi gamma. Lapisan nilai paro (HVL, half value layer) adalah tebal yang diperlukan untuk mengurangi intensitas menjadi separo dari intensitas awal. Dengan demikian, satu HVL mengurangi intensitas menjadi separonya, dua HVL menjadi seperempatnya, tiga HVL menjadi seperdelapannya, dan seterusnya. Selain itu diberikan pula lapisan nilai sepersepuluh (TVL, tenth value layer), yaitu tebal yang akan mengurangi intensitas awal menjadi sepersepuluhnya. Penahan Sinar-X Penahan sinar-X terdiri atas dua kategori, yaitu pnahan sumber dan penahan struktur. Penahan sumber biasanya disediakan oleh pembuat pesawat sinar-X dalam bentuk penahan timbal dimana tabung pesawat ditempatkan. Sedang penahan struktur dirancang untuk melindungi bahaya akibat berkas langsung sinar X, radiasi bocor dan radiasi hamburnya. Penahan struktur untuk melindungi bahaya akibat berkas langsung disebut sebagai penahan radiasi primer, sedang penahan radiasi bocor dan hambur disebut sebagai penahan radiasi sekunder. Dalam merancang penahan struktur ini digunakan konsep nilai batas dosis dalam perhitungannya. Nilai batas dosis yang digunakan bergantung pada ruangan atau daerah dibalik penahan. Jika ruangan dibalik penahan digunakan untuk staf, maka nilai batas dosis yang digunakan adalah 20 mSv per tahun, atau untuk keperluan perhitungan praktis dengan proses optimisasi proteksi 31 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit menjadi 0,1 mGy per minggu. Sedang jika daerah dibalik penahan digunakan oleh masyarakat umum, maka nilai batas dosis yang digunakan adalah 1 mSv per tahun, atau untuk keperluan perhitungan praktis menjadi 0,02 mGy per minggu. Beberapa parameter yang digunakan dalam perhitungan tebal penahan struktur adalah: a. tegangan maksimum (kV) operasi tabung pesawat sinar-X; b. arus maksimum (mA) operasi pesawat sinar-X; c. beban kerja (W), yang merupakan ukuran penggunaan pesawat sinar-X (biasanya dinyatakan dalam satuan mAmenit per minggu); d. faktor guna (U), yang merupakan fraksi beban kerja selama berkas utama ditujukan pada target; dan e. faktor okupansi (T), yaitu faktor pengubah beban kerja untuk mengoreksi derajat atau jenis okupansi di daerah yang dihitung. Tabel 6.9 memberikan nilai pedoman faktor okupansi jika tidak ada data yang lebih akurat. 3.3. Proteksi Radiasi Internal Bahaya radiasi intema dapat timbul akibat penggunaan sumber radiasi terbuka, yaitu sumber yang tidak terikat dalam suatu bahan atau terbungkus oleh suatu wadah tertutup yang cukup kuat. Bahan radioaktif yang terlepas dari sumber terbuka ini disebut sebagai kontaminan, sedang peristiwanya disebut kontaminasi. Jika suatu bahan radioaktif masuk ke dalam tubuh manusia, bahan tersebut akan terus menyinari tubuh sampai radioaktivitasnya meluruh atau tubuh mengeluarkan bahan tersebut. Laju peluruhan radioaktif bergantung pada waktu paro, yang bervariasi dari sekitar nano detik sampai ribuan tahun. Sedang laju keluaran bahan dari tubuh bergantung pada sejumlah variabel seperti komposisi kimia bahan dan 32 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit laju perpindahan dari satu organ ke organ lain, dan dapat berlangsung dalam beberapa hari sampai tahunan. Dengan demikian, penyinaran tubuh oleh kontaminasi dapat berlangsung cepat dalam beberapa hari, atau cukup lama sampai puluhan tahun. Bahan radioaktif, seperti halnya agen toksik yang lain, dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga jalan : a. Inhalasi - melalui penghirupan debu atau gas b. Ingesi - melalui makanan atau minuman terkontaminasi yang masuk melalui mulut c. Penyerapan melalui kulit atau luka yang terbuka. Proteksi radiasi internal dengan demikian dapat dilakukan dengan menutup jalan masuk ke dalam tubuh, atau dengan menghalangi kemungkinan diteruskannya radioaktivitas dari sumber ke manusia. Upaya penghalangan dapat dilakukan pada sumber - dengan cara menutup atau mengikat sumber, dengan mengendalikan lingkungan dengan menggunakan ventilasi dan rancangan ruangan yang baik, atau pada manusianya sendiri - dengan menggunakan pakaian pelindung dan peralatan pelindung lain seperti respirator. 3.4. Persyaratan Perundang-undangan 3.4.1. Pembagian Daerah Kerja Pembagian daerah kerja merupakan salah satu cara dalam memastikan bahwa nilai batas dosis tidak akan terlampaui. Daerah kerja dapat dibedakan atas daerah pengendalian dan daerah pengawasan (supervisi). Daerah pengendalian adalah suatu daerah kerja yang memerlukan tindakan proteksi dan ketentuan keselamatan khusus untuk mengendalikan pajanan normal atau mencegah penyebaran kontaminasi selama kondisi pajanan normal, dan untuk mencegah 33 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit atau membatasi tingkat pajanan potensial. Secara sederhana, daerah pengendalian adalah daerah yang pekerja radiasinya mungkin dapat menerima dosis sama dengan atau lebih besar dari 3/10 nilai batas dosis. Tindakan proteksi dan ketentuan keselamatan khusus yang dapat dilakukan antara lain adalah: a. menandai dan membatasi daerah pengendalian dengan tanda fisik yang jelas; b. memasang atau menempatkan tanda peringatan dan petunjuk pada titik akses dan lokasi lain yang dianggap perlu; c. membatasi akses ke Daerah Pengendalian hanya untuk pekerja radiasi dan pendampingan oleh PPR untuk pengunjung; d. menyediakan peralatan pemantauan, peralatan protektif radiasi (misalnya: apron, jas laboratorium, alat pelindung napas, sarung tangan, glove box) dan tempat penyimpanan pakaian di pintu masuk Daerah Pengendalian; e. menyediakan sarana pada pintu keluar Daerah Pengendalian, yang meliputi (i) peralatan pemantauan kontaminasi kulit dan pakaian, (ii) peralatan pemantau kontaminasi terhadap benda atau zat dipindahkan dari Daerah Pengendalian, (iii) fasilitas cuci dan mandi untuk dekontaminasi, dan (iv) tempat penyimpanan untuk peralatan protektif radiasi yang tekena kontaminasi; dan f. melakukan kaji ulang secara berkala bila ada indikasi perlunya perubahan terhadap tindakan proteksi dan keselamatan khusus atau batas Daerah Pengendalian. Daerah supervisi adalah daerah kerja di luar daerah pengendalian yang memerlukan peninjauan terhadap pajanan kerja dan tidak memerlukan tindakan proteksi atau ketentuan keselamatan khusus. Secara sederhana, daerah supervisi adalah daerah kerja yang pekerja radiasinya menerima dosis lebih kecil dari 3/10 nilai batas dosis. 34 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Penetapan Daerah Supervisi dilakukan dengan mempertimbangkan sifat dan besarnya bahaya radiasi. Daerah Supervisi selanjutnya harus ditandai dan dibatasi dengan tanda yang jelas, dipasangi tanda di titik akses masuknya, dan dilakukan kaji ulang radiologik apabila ada indikasi perlunya perubahan terhadap tindakan proteksi dan keselamatan atau batas Daerah Supervisi. 3.4.2. Pemantauan Pajanan Daerah Kerja dan Radioaktivitas Lingkungan Sebagai bagian dari upaya untuk memastikan tidak dilampauinya nilai batas dosis, pemantauan pajanan daerah kerja dan radioaktivitas lingkungan juga harus dilakukan. Pemantauan radioaktivitas lingkungan hanya dilakukan jika kegiatan fasilitas atau instalasi diperkirakan akan melepaskan radioaktivitas ke lingkungan di sekitarnya. Pemantauan pajanan kerja meliputi pemantauan terhadap pajanan radiasi eksternal, kontaminasi udara dan/atau kontaminasi permukaan. Untuk ini diperlukan peralatan seperti alat ukur laju dosis atau dosis, alat ukur kontaminasi udara, dan/atau alat ukur kontaminasi permukaan. Pemantauan radioaktivitas lingkungan meliputi pemantauan terhadap kontaminasi udara, kontaminasi air, kontaminasi tanah, dan/atau kontaminasi permukaan. Alat yang diperlukan untuk keperluan ini meliputi alat ukur kontaminasi udara, pencacah latar belakang rendah, spektrometer alfa, dan spektrometer gamma. 3.4.3. Pemantauan Dosis Pekerja Pemantauan dosis pekerja juga merupakan salah satu cara dalam memastikan bahwa nilai batas dosis untuk pekerja radiasi tidak terlampaui. Pemantauan dosis pekerja dilaksanakan secara rutin dan khusus. 35 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Pemantauan dosis pekerja secara rutin dilakukan dengan menggunakan peralatan pemantauan dosis perorangan. Periode pemakaian peralatan ini disesuaikan dengan kemampuan teknisnya, misalnya jika menggunakan film badge, periode pemakaiannya adalah 1 (satu) bulan, sementara TLD badge digunakan selama 3 (tiga) bulan. Pemantauan dosis pekerja secara khusus, sementara itu, dilakukan ada saat komisioning, pengujian setelah dilakukan modifikasi fasilitas atau instalasi atau perubahan prosedur operasi, pengujian terhadap program pemantauan rutin, dekomisioning, dan/atau penanggulangan kondisi abnormal/insiden. Selain peralatan pemantauan perorangan film atau TLD, peralatan pemantauan perorangan yang bisa dibaca langsung umumnya digunakan untuk keperluan pemantauan khusus ini. 3.4.4. Pemantauan Kesehatan Pekerja Radiasi Pemantauan kesehatan pekerja radiasi didasarkan pada prinsipprinsip pemeriksaan kesehatan pada umumnya. Pemantauan kesehatan ini meliputi pemeriksaan kesehatan, konseling, dan/ atau penatalaksanaan kesehatan pekerja yang mendapatkan pajanan radiasi berlebih. Pemeriksaan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas pemeriksaan kesehatan umum dan pemeriksaan kesehatan khusus. Pemeriksaan kesehatan umum dilaksanakan pada saat sebelum bekerja, selama bekerja dan pada saat akan memutuskan hubungan kerja. Hasil pemeriksaan kesehatan berlaku paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal pemeriksaan kesehatan dilakukan. Pemeriksaan kesehatan khusus, sementara itu, harus dilaksanakan pada saat pekerja radiasi mengalami atau diduga mengalami gejala sakit akibat radiasi dan penatalaksanaan kesehatan pekerja yang mendapatkan pajanan radiasi berlebih. 36 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Konseling dilaksanakan melalui pemeriksaan psikologi dan/ atau konsultasi. Konseling diberikan kepada pekerja wanita yang sedang hamil atau diduga hamil, pekerja wanita yang sedang menyusui, pekerja yang menerima pajanan radiasi berlebih, dan pekerja yang ingin mengetahui tentang pajanan radiasi yang diterimanya. Sedangkan penatalaksanaan kesehatan pekerja yang mendapatkan pajanan radiasi berlebih dilaksanakan melalui kajian terhadap dosis yang diterima, konseling dan pemeriksaan kesehatan dan tindak lanjut. 3.4.5. Penghambat Dosis dan Tingkat Rujukan Diagnostik Penghambat dosis, atau pembatas dosis1, dan tingkat rujukan merupakan dua teknik yang digunakan untuk tujuan optimisasi. Penghambat dosis adalah batas atas prospektif dosis pekerja radiasi dan anggota masyarakat yang nilainya lebih kecil dari nilai batas dosis, sementara tingkat rujukan diagnostik hanya diperuntukkan bagi pajanan medik dalam radiodiagnostik, intervensional dan kedokteran nuklir. Penghambat dosis merupakan nilai dosis yang besarnya ditetapkan oleh pemegang izin pemanfaatan tenaga nuklir pada tahap desain yang diterapkan pada saat konstruksi, pada tahap operasi jika terjadi perubahan prosedur operasi dari sebelumnya, dan pada tahap dekomisioning. Pembatas dosis tidak perlu dikaji ulang jika fasilitas atau instalasi berjalan dengan rutin, dan juga tidak perlu dilakukan pada tahap komisioning yang mestinya sudah tercakup pada tahap desain. Tingkat rujukan diagnostik untuk pajanan medik adalah nilai dosis pada pajanan medik radiodiagnostik, intervensional dan 1 Pembatas dosis adalah istilah yang digunakan pada Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif untuk dose constraint. Istilah ini sebenarnya dapat membingungkan karena akan rancu dengan istilah nilai batas dosis yang merupakan terjemahan dari dose limits. 37 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit kedokteran nuklir yang digunakan sebagai pembanding agar dosis radiasi yang diterima pasien tidak lebih besar dari yang diperlukan untuk memperoleh informasi diagnostik yang diinginkan. Tabel 3.2, 3.3, 3.4, 3.5 dan 3.6 masing-masing memberikan tingkat rujukan diagnostik pada tipikal pasien dewasa untuk radiografi diagnsostik, CT scan, mammografi, laju dosis fluoroskopi dan aktivitas radionuklida untuk pasien diagnostik. Tabel 3.2. Tingkat rujukan diagnostik untuk radiografi diagnostik pasien dewasa. No. Jenis pemeriksaan Posisi pemeriksaan* Dosis permukaan masuk per radiografi** (mGy) 1. Lumbar tulang belakang (lumbar spine) AP LAT LSJ 10 30 40 2. Perut, urografi intrave- nous, kolesistografi AP 10 3. Panggul (pelvis) AP 10 4. Sendi panggul AP 10 5. Paru (chest) PA LAT 0,4 1,5 6. Thoracic spine AP LAT 7 20 7. Gigi Periapikal AP 7 5 8. Kepala PA LAT 5 3 * PA: postero-anterior, AP: antero-posterior, LAT: lateral, LSJ: lumbo sacral joint. ** Di udara dengan hamburan balik. Nilai-nilai tersebut untuk kombinasi film-layar konvensional dalam kecepatan relatif 200. Untuk kombinasi film-layar kecepatan tinggi (400-600), nilai-nilai tersebut hendaknya dikurangi dengan faktor 2-3. 38 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Tabel 3.3. Tingkat rujukan diagnostik untuk CT Scan pasien dewasa. No. * Jenis pemeriksaan Dosis rata-rata multiple scan* (mGy) 1. Kepala 50 2. Lumbar tulang belakang 35 3. Perut 25 Diperoleh dari pengukuran sumbu perputaran pada fantom setara air, panjang 15 cm dan diameter 16 cm (kepala) dan 30 cm (lumbar dan perut). Tabel 3.4. Tingkat rujukan diagnostik untuk mammografi pasien dewasa. Dosis glandular per proyeksi cranio-caudal* 1 mGy (tanpa grid) 3 mGy (dengan grid) * Ditentukan pada payudara tyang ditekan 4,5 cm dan terdiri atas 50% kelenjar dan 50% jaringan lemak, untuk sistem film-layar dan pesawat mammografi dengan target Mo dan filter Mo. Tabel 3.5. Tingkat rujukan diagnostik untuk laju dosis fluoroskopi pasien dewasa. No. * Cara pengoperasian Laju dosis permukaan masuk* (mGy/menit) 1. Normal 25 2. Tingkat tinggi** 100 Di air dengan hamburan balik. ** Untuk fluoroskopi yang memiliki pilihan cara pengoperasian ‘tingkat tinggi’, seperti yang sering digunakan pada radiologi intervensional. 39 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Tabel 3.6. Tingkat rujukan diagnostik untuk aktivitas radionuklida pasien diagnostik. Prosedur diagnosis Tulang: Pencitraan tulang Radionuklida Bentuk kimia Aktivitas maksimum tiap prosedur (MBq) Tc-99m Campuran fosfonat dan fosfat 600 Pencitraan tulang dengan SPECT Tc-99m Campuran fosfonat dan fosfat 800 Pencitraan sumsum tulang Tc-99m Koloid terlabel 400 Tc-99m TcO4- 500 Tc-99m Dietilene triamine pentaacetic acid (DTPA) atau gluco heptonat (GH) 500 Pencitraan otak (SPECT): permeabilitas BBB Tc-99m TcO4- 800 Tc-99m DTPA atau GH 800 Pencitraan otak (SPECT): aliran darah cerebral Tc-99m Hexametil propilene amine oxime (HM-PAO) atau etyl cysteinate dimer (ECD) 700 Sisternografi In-111 DTPA 40 Tc-99m TcO4- 4 Koloid terlabel 4 Otak: Pencitraan otak (planar): permeabilitas blood brain barrier (BBB) Lacrimal: Pengaliran lacrimal Tiroid: Pencitraan tiroid Scan seluruh tubuh untuk visualisasi metastase tiroid (setelah ablasi) 40 Tc-99m TcO4- 100 I-123 I- 20 I-131 I 370 - BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Prosedur diagnosis Pencitraan paratiroid Radionuklida Bentuk kimia Aktivitas maksimum tiap prosedur (MBq) Tl-201 Tl klorida 80 Pencitraan ventilasi paruparu Pencitraan perfusi paru-paru Tc-99m DTPA aerosol 80 Tc-99m Albumin manusia (macroaregates-MAA atau microspheres) 100 Pecitraan perfusi paru-paru dengan venografi Tc-99m Albumin manusia (MAA atau microspheres) 160 Pencitraan paru-paru (SPECT) Tc-99m MAA 200 Paru-paru: Hati dan limpa: Pencitraan hati dan limpa Tc-99m Koloid terlabel 80 Pencitraan fungsi sistem biliary Tc-99m Iminodicetates dan agenagen yang sama 150 Pencitraan limpa Tc-99m 100 Pencitraan hati (SPECT) Tc-99m Sel-sel darah merah terlabel yang didenaturasi Koloid terlabel TcO4- 800 DTPA 800 400 200 Kardiovaskuler Studi aliran darah yang lewat Tc-99m pertama kali Tc-99m Tc-99m Pencitraan kantung darah (pencitraan gerbang keseimbangan) Tc-99m Macroaggregated globulin 3 Sel darah merah terlabel Studi Multigated (MUGA) Tc-99m Sel darah merah terlabel 800 Campuran fosfonat dan fosfat 600 Pencitraan miokardial daerah Tc-99m nekrotik dalam fase akut 800 41 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Prosedur diagnosis Radionuklida Bentuk kimia Aktivitas maksimum tiap prosedur (MBq) Tc-99m Campuran yang merefleksikan perfusion myocardial 400 Tl-204 Tl+ klorida 100 Tc-99m Campuran yang merefleksikan perfusion myocardial 800 Tc-99m TcO4- 100 Tc-99m TcO4- 400 Tc-99m Koloid terlabel 400 Tc-99m Sel darah merah terlabel 400 Lintasan oesophageal dan reflux Tc-99m Koloid terlabel 40 Tc-99m Campuran yang tidak dapat diserap 40 Pengosongan lambung Tc-99m Campuran yang tidak dapat diserap 12 In-111 Campuran yang tidak dapat diserap 12 In-113m Campuran yang tidak dapat diserap 12 Tc-99m Asam dimercaptosuccini 160 Tc-99m DTPA, glukonat dan glukoheptonat 350 Tc-99m Macroaggregated globulin O-iodohippurate 100 Pencitraan miokardial Pencitraan miokardial (SPECT) Perut, sistem pencernaan Pencitraan kelenjar perut/ kelenjar ludah Pencitraan divertikulum Meckel’s Pendarahan saluran pencernaan Ginjal, sistem saluran air seni dan adrenalin Pencitraan statik saluran ginjal (renal) Pencitraan fungsi ginjal/ renografi I-123 42 20 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Prosedur diagnosis Radionuklida Pencitraan kelenjar adrenalin Se-75 Bentuk kimia Selenorkolesterol Aktivitas maksimum tiap prosedur (MBq) 8 Lain-lain: Pencitraan abses (infeksi dengan nanah) atau tumor Ga-67 Sitrat 300 Tl-201 Klorida 100 Pencitraan tumor Tc-99m Asam Penta dimercaptosuccini 400 Pencitraan tumor neuroendokrin I-123 Meta-iodo-benzyl guanidine 400 I-131 Meta-iodo-benzyl guanidine 20 Pencitraan nodul kelenjar getah bening Tc-99m Nanokoloid terlabel 80 Pencitraan abses Tc-99m Sel-sel darah putih terlabel exametazime 400 In-111 Sel-sel darah putih terlabel 20 In-111 Platelet terlabel 20 Pencitraan thrombus Catatan: aktivitas maksimal umumnya untuk tiap prosedur dapat bervariasi berdasar kondisi klinis pasien, pertanyaan klinis, protokol dan alat yang digunakan. Untuk pasien pediatrik (anak-anak), dosis harus dimodifikasi berdasar umur dan/atau berat pasien. 43 BAB IV PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI PADA RADIODIAGNOSTIK 4.1. Tugas dan Tanggung Jawab Personil yang bekerja pada instalasi yang menggunakan pesawat sinar-X terpasang tetap, pesawat sinar-X mobile, pesawat sinar-X tomografi, pesawat sinar-X pengukur densitas tulang, pesawat sinar-X penunjang ESWL, dan pesawat sinar-X C-Arm penunjang bedah paling kurang terdiri atas: a. dokter spesialis radiologi atau dokter yang berkompeten; b. petugas proteksi radiasi; dan c. radiografer. Personil yang bekerja pada instalasi yang menggunakan pesawat sinar-X mamografi, pesawat sinar-X CT Scan, pesawat sinar-x Fluoroskopi, pesawat sinar-X C-Arm/U-Arm angiografi, pesawat sinar-X CT Scan angiografi, pesawat sinar-X CT Scan fluoroskopi, pesawat sinar-X simulator, dan pesawat sinar-X C-Arm brakiterapi paling kurang terdiri atas: a. dokter spesialis radiologi atau dokter yang berkompeten; b. tenaga ahli dan/atau fisikawan medik; c. petugas proteksi radiasi; dan d. radiografer. Personil yang bekerja pada instalasi yang menggunakan pesawat sinar-X untuk pemeriksaan bidang kedokteran gigi paling kurang terdiri atas: a. dokter gigi spesialis radiologi kedokteran gigi atau dokter gigi yang berkompeten atau dokter spesialis radiologi; b. petugas proteksi radiasi; dan 44 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit c. radiografer atau operator pesawat sinar-X kedokteran gigi yang memiliki sertifikasi dalam bidang radiologi kedokteran gigi. Tugas dan tanggung jawab dokter spesialis radiologi atau dokter yang berkompeten adalah: a. menjamin pelaksanaan seluruh aspek keselamatan pasien; b. memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanaan diagnosis atau intervensional dengan mempertimbangkan informasi pemeriksaan sebelumnya; c. mengoperasikan pesawat sinar-X fluoroskopi; d. menjamin bahwa pajanan pasien serendah mungkin untuk mendapatkan citra radiografi yang seoptimal mungkin dengan mempertimbangkan tingkat panduan pajanan medik; e. menetapkan prosedur diagnosis dan intervensional bersama dengan fisikawan medik dan/atau radiografer; f. mengevaluasi kecelakaan radiasi dari sudut pandang klinis; dan g. menyediakan kriteria untuk pemeriksaan wanita hamil, anakanak, dan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi. Tugas dan tanggung jawab tenaga ahli, yang memiliki pendidikan paling kurang S2 fisika medik, adalah: a. meninjau ulang program proteksi dan keselamatan radiasi; dan b. memberikan pertimbangan berdasarkan aspek keselamatan radiasi, praktik rekayasa yang teruji, dan kajian keselamatan secara komprehensif untuk peningkatan layanan radiodiagnostik dan intervensional kepada Pemegang Izin. Tugas dan tanggung jawab dokter gigi spesialis radiologi kedokteran gigi adalah: a. menjamin pelaksanaan seluruh aspek keselamatan radiasi; b. memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanaan diagnosis dengan mempertimbangkan informasi pemeriksaan sebelumnya; 45 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit c. d. e. f. menjamin bahwa pajanan pasien serendah mungkin untuk mendapatkan citra radiografi yang seoptimal mungkin dengan mempertimbangkan tingkat panduan pajanan medik; menetapkan prosedur diagnosis dan intervensional bersama dengan fisikawan medik dan/atau radiografer; mengevaluasi kecelakaan radiasi dari sudut pandang klinis; dan menyediakan kriteria untuk pemeriksaan wanita hamil, anakanak, dan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi. Tugas dan tanggung jawab fisikawan medik, yang memiliki pendidikan S1 fisika medik, adalah: a. berpartisipasi dalam meninjau ulang secara terus menerus keberadaan sumber sumber daya manusia, peralatan, prosedur, dan perlengkapan proteksi radiasi; b. menyelenggarakan uji kesesuaian pesawat sinar-X apabila instalasi tersebut memiliki peralatan yang memadai; c. melakukan perhitungan dosis terutama untuk menentukan dosis janin pada wanita hamil; d. merencanakan, melaksanakan, dan supervisi prosedur jaminan mutu apabila dimungkinkan; e. berpartisipasi dalam investigasi dan evaluasi kecelakaan radiasi; f. berpartisipasi pada penyusunan dan pelaksanaan program pelatihan proteksi radiasi; dan g. bersama dokter spesialis radiologi dan radiografer memastikan kriteria penerimaan mutu hasil pencitraan dan justifikasi dosis yang diterima oleh pasien. Tugas dan tanggung jawab petugas proteksi radiasi adalah: a. membuat dan memutakhirkan program proteksi dan keselamatan radiasi; b. memantau aspek operasional program proteksi dan keselamatan radiasi; 46 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit c. d. e. f. g. h. i. j. k. memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan proteksi radiasi, dan memantau pemakaiannya; meninjau secara sistematik dan periodik, program pemantauan di semua tempat di mana pesawat sinar-X digunakan; memberikan konsultasi yang terkait dengan proteksi dan keselamatan radiasi; berpartisipasi dalam mendesain fasilitas radiologi; memelihara rekaman; mengidentifikasi kebutuhan dan mengorganisasi kegiatan pelatihan; melaksanakan latihan penanggulangan dan pencarian fakta dalam hal pajanan darurat; melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian kegagalan operasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan radiasi; menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi, dan verifikasi keselamatan. Tugas dan tanggung jawab radiografer dan operator pesawat sinar-X kedokteran gigi adalah: a. memberikan proteksi terhadap pasien, dirinya sendiri, dan masyarakat di sekitar ruang pesawat sinar-X; b. menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan pajanan yang diterima pasien sesuai kebutuhan; dan c. melakukan kegiatan pengolahan film di kamar gelap. 4.2. Pekerja hamil Dasar untuk mengendalikan pajanan kerja pada pekerja wanita yang tidak hamil sama seperti untuk pekerja laki-laki. Namun, jika seorang pekerja wanita telah menyatakan dirinya hamil, pengendalian tambahan harus dipertimbangkan untuk melindungi embrio/janin. Metode proteksi di tempat kerja bagi pekerja yang sedang hamil adalah 47 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit mirip dengan yang diberikan untuk anggota masyarakat. Kondisi kerja pekerja hamil, setelah kehamilannya diumumkan, harus sedemikian rupa untuk memastikan bahwa dosis tambahan untuk embrio/janin tidak akan melebihi sekitar 1 mSv selama sisa kehamilan. Pembatasan dosis ke embrio/janin tidak berarti bahwa pekerja hamil harus menghindari bekerja dengan radiasi atau bahan radioaktif sepenuhnya, atau harus dicegah untuk memasuki atau bekerja di daerah kerja radiasi. Namun, manajemen tempat kerja memang harus hati-hati meninjau kondisi pajanan dari pekerja hamil. Jika diperlukan, kondisi kerja pekerja hamil harus diubah sedemikian rupa sehingga, selama kehamilan, kemungkinan terjadinya dosis kecelakaan atau masukan radionuklida ke dalam tubuh menjadi sangat rendah. Untuk melindungi embrio/janin atau bayi, pekerja wanita yang telah menyatakan bahwa mereka sedang hamil atau menyusui tidak boleh terlibat dalam tindakan darurat yang melibatkan dosis radiasi yang tinggi. 4.3. Perlengkapan Proteksi Radiasi Pada Radiodiagnostik Perlengkapan proteksi radiasi wajib disediakan oleh Pemegang Izin dan digunakan oleh pekerja radiasi yang relevan, terutama dokter spesialis radiologi dan dokter yang berkompeten lainnya. Penggunaan perlengkapan proteksi radiasi dimaksudkan untuk memastikan agar nilai batas dosis bagi pekerja tidak terlampaui. Selain itu, seluruh pekerja radiasi pada radiodiagnostik juga harus menggunakan peralatan pemantau dosis perorangan. Sesuai dengan fungsinya, peralatan ini membantu dalam memperkirakan dosis radiasi yang diterima oleh pekerja yang menggunakan peralatan pemantau ini. Perlengkapan proteksi radiasi yang harus tersedia pada suatu fasilitas radiodiagnostik adalah sebagai berikut: 48 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit a. Apron: Apron yang setara dengan 0,2 mm Pb, atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat sinar-X radiodiagnostik dan 0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X radiologi intervensional. Tebal kesetaran timah hitam harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut. b. Pelindung tiroid: Pelindung tiroid yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb. (a) (b) Gambar 4.1. Perlengkapan proteksi radiasi pada radiologi diagnostik, (a) apron timbal dan (b) pelindung tiroid. c. Pelindung gonad: Pelindung gonad yang setara dengan 0,2 mm Pb,atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat sinar-X radiodiagnostik, dan 0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X radiologi intervensional. Tebal kesetaran Pb harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut. Proteksi ini harus dengan ukuran dan bentuk yang sesuai untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari paparan berkas utama. 49 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit d. Sarung tangan: Sarung tangan proteksi yang digunakan untuk fluoroskopi harus memberikan kesetaraan atenuasi paling kurang 0,25 mm Pb pada 150 kVp. Proteksi ini harus dapat melindungi secara keseluruhan, mencakup jari dan pergelangan tangan. e. Kacamata: Kacamata yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb. f. Tirai: Tirai yang digunakan oleh radiografer harus dilapisi dengan bahan yang setara dengan 1 mm Pb, dengan ukuran tinggi 2 m dan lebar 1 m. Gambar 4.2. Tirai timbal. Sedang peralatan pemantau dosis radiasi perorangan yang wajib digunakan oleh seluruh pekerja radiasi fasilitas radiodiagnostik adalah sebagai berikut: 50 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit a. Dosimeter perorangan pasif Dosimeter yang digunakan dalam periode waktu tertentu sebelum dievaluasi untuk ditentukan besar dosis radiasi yang diterimanya. Termasuk diantaranya adalah dosimeter film, dosimeter termoluminesensi (TLD), dan dosimeter gelas RPL. (a) (b) Gambar 4.3. Dosimeter perorangan pasif, (a) dosimeter film, (b) TLD. b. Dosimeter perorangan aktif Dosimeter yang bisa langsung dibaca setelah pemakaian. Penunjukan dosisnya bisa diberikan secara analog, seperti pada dosimeter saku, atau secara digital, seperti pada dosimeter elektronik personil (EPD). (a) (b) Gambar 4.4. Dosimeter perorangan aktif, (a) dosimeter saku, (b) dosimeter elektronik. 51 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Gambar 4.5. Beberapa jenis surveimeter. Selain perlengkapan proteksi radiasi dan peralatan pemantau dosis radiasi perorangan yang penggunaannya lebih untuk kepentingan individual pekerja radiasi, fasilitas radiodiagnostik juga memerlukan peralatan lain untuk mengetahui tingkat pajanan radiasi di daerah kerja. Peralatan pemantau pajanan radiasi ini biasa disebut sebagai surveimeter, dan tersedia dalam berbagai rentang pengukuran sesuai dengan kebutuhan. 4.4. Ruangan Pesawat Sinar-X Ukuran ruangan pesawat sinar-X harus sesuai dengan spesifikasi teknis pesawat sinar-X yang diberikan pabrikan, atau rekomendasi internasional. Jika spesifikasi dari pabrik tidak ada atau tidak jelas, ukuran ruangan seperti yang diberikan pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 dapat digunakan sebagai acuan dalam membuat masing-masing fasilitas ruangan pesawat sinar-X biasa dan mobile station. Jika ruangan memiliki jendela, maka jendela ruangan paling kurang terletak pada ketinggian 2 m dari lantai. Dinding ruangan untuk semua jenis pesawat sinar-X terbuat dari bata merah ketebalan 25 cm atau beton dengan rapat jenis 2,2 g cm3 dengan ketebalan 20cm atau setara dengan 2 mm Pb. 52 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Tabel 4.1. Ukuran ruangan fasilitas pesawat sinar-X. No. Jenis pesawat sinar-X Ukuran minimum ruangan: panjang x lebar x tinggi 1. ï‚·ï€ Terpasang tetap ï‚·ï€ Mobile dalam ruangan, tidak termasuk instalasi gawat darurat dan instalasi perawatan intensif ï‚·ï€ Tomografi ï‚·ï€ Pengukur densitas tulang ï‚·ï€ C-Arm untuk penunjang bedah ï‚·ï€ C-Arm untuk brakiterapi 4 m x 3 m x 2,8 m 2. Mamografi 3 m x 3 m x 2,8 m 3. ï‚·ï€ Intraoral konvensional ï‚·ï€ Intraoral digital 2 m x 2 m x 2,8 m 4. ï‚·ï€ Ekstraoral konvensional ï‚·ï€ Ekstraoral digital 3 m x 2 m x 2,8 m 5. CBCT Scan 3 m x 3 m x 2,8 m 6. ï‚·ï€ ï‚·ï€ ï‚·ï€ ï‚·ï€ ï‚·ï€ ï‚·ï€ ï‚·ï€ ï‚·ï€ ï‚·ï€ 6 m x 4 m x 2,8 m Fluoroskopi Penunjang ESWL CT Scan CT Scan fluoroskopi C-Arm/U-Arm angiografi CT Scan angiografi Simulator CT Scan untuk simulator CT Scan simulator Tabel 4.2. Ukuran ruangan fasilitas pesawat sinar-X mobile station. No. Jenis pesawat sinar-X 1. Pesawat sinar-X mobile dalam mobile station 2. Pesawat sinar-X mamografi dalam mobile station Ukuran mobile station Sesuai spesifikasi teknis dari pabrik atau ketentuan standar internasional 53 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit 4.5. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pada Radiodiagnostik Uraian berikut menjelaskan tentang pedoman umum proteksi dan keselamatan radiasi pada radiodiagnostik, yang harus dipatuhi oleh semua orang yang berkaitan dengan radiodiagnostik, baik personil, pasien maupun masyarakat secara umum: a. Tidak seorang pun yang diizinkan untuk menerima dosis efektif kerja melebihi nilai batas dosis sebesar 20 mSv dalam satu tahun (lihat Tabel 3.1); b. Desain fasilitas, kinerja peralatan pesawat sinar-X dan prosedur operasi harus ditetapkan untuk menjaga agar pajanan pasien, pajanan kerja dan pajanan publik serendah mungkin dengan memenuhi prinsip optimisasi proteksi; c. Semua pemeriksaan radiografik pada radiodiagnostik harus dilakukan hanya atas dasar permintaan dokter spesialis radiologi, dokter gigi spesialis radiologi kedokteran gigi atau dokter yang berkompeten setelah dilakukan pemeriksaan fisik pasien, dan dipastikan setelah dipertimbangkan bahwa keuntungan kesehatannya bagi pasien lebih besar dari kerugian akibat penerimaan dosis radiasi; d. Setiap pemeriksaan radiografik yang dilakukan untuk keperluan pekerjaan, legal, atau asuransi kesehatan tanpa indikasi klinis tidak diperbolehkan, kecuali diperlukan untuk memberi informasi penting mengenai kesehatan seseorang yang diperiksa, atau proses pembuktian atas terjadinya suatu pelanggaran hukum; e. Pemeriksaan radiografik massal secara selektif terhadap kelompok populasi dengan menggunakan pesawat sinar-X hanya diperbolehkan jika manfaat yang diperoleh orang perseorangan yang diperiksa atau bagi populasi secara keseluruhan, lebih besar dari risiko yang ditentukan oleh dokter spesialis radiologi atau dokter yang berkompeten. 54 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit f. g. h. i. Pesawat sinar-X mobile hanya boleh digunakan untuk pemeriksaan rutin di: instalasi gawat darurat; instalasi perawatan intensif; ruang radiologi apabila pesawat sinar-X terpasang tetap mengalami kerusakan; mobile station; klinik; puskesmas; dan praktek dokter. Pesawat sinar-X portabel dilarang digunakan untuk pemeriksaan rutin, kecuali penggunaan pada daerah terpencil, daerah bencana, daerah konflik, dan pemeriksaan massal bagi anggota masyarakat yang diduga terjangkit penyakit menular. Pesawat sinar-X kedokteran gigi portabel dilarang digunakan untuk pemeriksaan rutin, kecuali untuk pemeriksaan dental victim identification untuk kepentingan forensik. Pesawat sinar-X fluoroskopi tanpa penguat citra (image intensifier) dan MCS (mass chest survey) dilarang untuk digunakan. 4.6. Pedoman Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pesawat Sinar-X mamografi Pesawat sinar-X mamografi tidak boleh digunakan untuk pemeriksaan payudara apabila tidak ada indikasi klinis, kecuali: a. Perempuan yang berusia di atas 40 (empatpuluh) tahun dengan pertimbangan bahwa manfaat yang diperoleh lebih besar daripada risiko; dan b. Perempuan yang berusia di bawah 40 (empatpuluh) tahun dan memiliki sejarah faktor risiko yang tidak semestinya, diantaranya memiliki sejarah karsinoma payudara dalam keluarga terdekat. 55 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit 4.7. Pedoman Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pesawat Sinar-X Gigi Pesawat sinar-X gigi harus digunakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk setiap pasien baru atau pasien rujukan, dokter gigi harus berupaya untuk mendapatkan hasil radiografi pasien dari dokter gigi sebelumnya. Pemeriksaan radiografik bisa dilakukan hanya bila diperlukan berdasar riwayat pasien, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium. b. Untuk pasien dengan gejala penyakit tertentu, pemeriksaan radiografik hanya dilakukan untuk mendapatkan citra yang diperlukan untuk merencanakan pengobatan terhadap penyakit tersebut. c. Untuk pasien tanpa gejala penyakit tertentu, pemeriksaan radiografik hanya dilakukan berdasar kriteria yang telah diterbitkan dan diketahui dengan luas. d. Pemeriksaan sinar-X kedokteran gigi intraoral harus dilengkapi dengan konus dengan spesifikasi sebagai berikut: panjang konus tidak boleh kurang dari 20 cm untuk tegangan operasi diatas 60 kV; panjang konus tidak boleh kurang dari 10 cm untuk tegangan 60 kV; dan diameter konus tidak boleh lebih dari 6 cm. 56 BAB V PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI PADA RADIO TERAPI 5.1. Tugas dan Tanggung Jawab Personil pada instalasi radio terapi terdiri atas dokter spesialis radio terapi atau dokter spesialis radiologi konsultan radio terapi, tenaga ahli dan/atau fisikawan medik, petugas proteksi radiasi, radio terapis, dosimetris, teknisi elektromedik, perawat dan teknisi ruang cetak. Tugas dan tanggung jawab dokter spesialis radio terapi atau dokter spesialis radiologi konsultan radio terapi adalah: a. menentukan dan menjustifikasi pengobatan radio terapi dalam bentuk tertulis; b. memberikan konsultasi dan evaluasi klinis terhadap pasien; c. menetapkan rencana pengobatan yang optimal bekerjasama dengan fisikawan medik; d. mengontrol tindakan pengobatan secara rutin atau berkala; e. memberikan evaluasi pengobatan dan pemantauan pasien pasca pengobatan; f. memberikan ringkasan, tindak lanjut, dan evaluasi pengobatan radio terapi; dan g. memberikan evaluasi dari aspek medis jika ada kecelakaan radiasi. Tugas dan tanggung jawab tenaga ahli, yang memiliki pendidikan paling kurang S2 fisika medik, adalah: a. meninjau ulang program proteksi dan keselamatan radiasi; dan b. memberikan pertimbangan kepada Pemegang Izin berdasarkan aspek keselamatan radiasi, praktik rekayasa yang teruji, dan kajian keselamatan secara komprehensif untuk peningkatan layanan radio terapi. 57 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Tugas dan tanggung jawab fisikawan medik, yang memiliki pendidikan S1 fisika medik, adalah: a. berpartisipasi dalam meninjau ulang secara terus menerus tersedianya sumber daya manusia, peralatan, proedur, dan perlengkapan proteksi radiasi; b. mengembangkan persyaratan dan spesifikasi dalam pembelian peralatan radio terapi untuk keselamatan radiasi; c. bekerjasama dengan dokter spesialis radio terapi atau dokter spesialis radiologi konsultan radio terapi dalam: merencanakan fasilitas radio terapi; dan merencanakan, mengevaluasi, dan mengoptimisasi rencana pengobatan radio terapi. d. melaksanakan uji keberterimaan, uji, komisioning, dan kalibrasi peralatan radio terapi, bekerjasama dengan teknisi elektromedik; e. mengukur dan menganalisis data berkas radiasi dan mentabulasinya untuk kebutuhan klinis; f. membuat prosedur perhitungan dosis; g. menetapkan faktor fisika dalam perencanaan dan prosedur pengobatan; h. menerapkan program jaminan mutu radio terapi; i. mengawasi pemeliharaan peralatan radio terapi; j. mengawasi penyiapan dan penanganan, serta pemeliharaan inventarisasi zat radioaktif terbungkus untuk brakiterapi; k. memastikan aktivitas zat radioaktif terbungkus; dan l. membantu Pemegang Izin dalam mencari fakta dan mengevaluasi kecelakaan radiasi. Tugas dan tanggung jawab petugas proteksi radiasi adalah: a. membuat program proteksi dan keselamatan radiasi; b. memantau aspek operasional program proteksi dan keselamatan radiasi; 58 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit c. d. e. f. g. h. i. j. k. memastikan bahwa perlengkapan proteksi radiasi tersedia dan berfungsi dengan baik; memantau pemakaian perlengkapan proteksi radiasi; memberikan konsultasi yang terkait dengan proteksi dan keselamatan radiasi; berpartisipasi dalam mendesain fasilitas radio terapi yang terkait dengan proteksi dan keselamatan radiasi; mengelola rekaman; mengidentifikasi kebutuhan dan mengorganisasi kegiatan pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi bagi personil; melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian kegagalan operasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan radiasi; menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi, dan verifikasi keselamatan radiasi; dan melakukan inventarisasi zat radioaktif terbungkus. Tugas dan tanggung jawab radio terapis adalah: a. melaksanakan pencitraan untuk simulasi terapi; b. melaksanakan terapi radiasi sesuai dengan perencanaan pemberian radiasi, yang telah ditetapkan oleh dokter spesialis radio terapi atau dokter spesialis radiologi konsultan radio terapi dan fisikawan medik; c. memberikan proteksi terhadap pasien dan masayarakat di sekitar ruang peralatan radio terapi; d. menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan pajanan radiasi yang tidak perlu bagi pasien; dan e. menerapkan dengan benar prosedur kerja dan teknik khusus radio terapi. Tugas dan tanggung jawab dosimetris adalah: a. membuat perencanaan radio terapi untuk terapi eksternal dan/atau brakiterapi; 59 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit b. c. melakukan pengukuran dosimetri; dan melaksanakan program jaminan mutu. Tugas dan tanggung jawab teknisi elektromedik adalah: a. melakukan pemantauan fungsi dan pemeliharaan berkala peralatan radio terapi dan peralatan pendukung; b. melakukan analisis kerusakan dan perbaikan peralatan radio terapi dan peralatan pendukung; dan c. membuat laporan hasil pemeliharaan, analisis kerusakan, dan tindakan perbaikan. Tugas dan tanggung jawab perawat adalah: a. mendampingi dokter spesialis radio terapi atau dokter spesialis radiologi konsultan radio terapi dalam melakukan pemeriksaan pasien; b. membantu pelaksanaan brakiterapi; c. melakukan perawatan pasien setelah tindakan brakiterapi; dan d. melakukan sterilisasi peralatan brakiterapi. Tugas dan tanggung jawab teknisi ruang cetak adalah membuat aksesoris berdasarkan posisi dan imobilisasi pasien dan data TPS (treatment planning system) untuk membantu tindakan pengobatan radio terapi. 5.2. Perlengkapan Proteksi Radiasi Pada Radio terapi Perlengkapan proteksi radiasi wajib disediakan oleh Pemegang Izin dan digunakan oleh pekerja radiasi yang relevan, terutama dokter spesialis radio terapi atau dokter spesialis radiologi konsultan radio terapi. Penggunaan perlengkapan proteksi radiasi dimaksudkan untuk memastikan agar nilai batas dosis bagi pekerja tidak terlampaui. Perlengkapan proteksi radiasi ini meliputi perlengkapan untuk kepentingan individual pekerja radiasi maupun untuk mengukur 60 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit tingkat pajanan radiasi di daerah kerja, dengan rincian sebagai berikut: a. surveimeter; b. peralatan pemantau dosis perorangan; c. apron; dan d. pelindung organ. Untuk brakiterapi manual, dilengkapi pula dengan: a. tang penjepit; b. kontener; c. dosimeter jari; dan d. blok Pb. 5.3. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pada Radio terapi Uraian berikut menjelaskan tentang pedoman umum proteksi dan keselamatan radiasi pada radio terapi, yang harus dipatuhi oleh semua orang yang berkaitan dengan radio terapi, baik personil, pasien maupun masyarakat secara umum: a. pajanan radiasi dibatasi hanya pada daerah yang disinar dengan menggunakan perlengkapan kolimasi yang dipasang segaris dengan berkas radiasi; b. medan radiasi yang berada di dalam daerah terapi harus homogen; c. hamburan radiasi di sekitar ruangan radio terapi harus dipertahankan serendah mungkin yang dapat dicapai; d. desain peralatan radio terapi harus dipastikan memiliki paling sedikit dua sistem gagal-selamat (fail-safe) yang independen untuk menghentikan penyinaran dan berupa sistem saling-kunci (interlock) dan sistem manual; e. peralatan teleterapi Co-60 yang berisi zat radioaktif terbungkus harus dilengkapi dengan alat untuk mengembalikan sumber secara manual pada posisi terperisai; 61 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit f. g. h. i. j. k. l. 62 peralatan terapi eksternal harus dipasang dengan berkas utama diarahkan pada penghalang utama dengan perisai yang memenuhi persyaratan proteksi radiasi; pada pengoperasian akselerator linier (LINAC) yang mempunyai energi foton sinr-X di atas 10 MV, dinding perisai harus dilengkapi dengan bahan penyerap neutron; peralatan terapi eksternal harus tetap stabil berada pada setiap posisi dan dapat diubah pada posisi yang diperlukan; peralatan terapi eksternal harus dilengkapi paling kurang dengan: pesawat sinar-X simulator dan/atau CT Scan simulator; TPS (treatment planning system); peralatan cetak (mould equipment); dan perlengkapan kendali mutu. peralatan brakiterapi harus dilengkapi paling kurang dengan: pesawat sinar-X C-Arm atau pesawat sinar-X simulator; TPS; peralatan cetak (mould equipment); dan perlengkapan kendali mutu. bangunan fasilitas radio terapi harus dilengkapi dengan: sistem saling-kunci yang tidak bisa dibuka (by-pass) oleh siapa pun, kecuali di bawah kendali langsung Teknisi Elektromedik pada saat pengoperasian selama pemeliharaan; tanda radiasi pada pintu, panel kendali, kepala sumber pada peralatan teleterapi Co-60, mesin after-loading dan kontener penampung zat radioaktif terbungkus; dan saluran kabel dosimetri untuk kegiatan kalibrasi peralatan radio terapi yang dipasang membentuk sudut 45° terhadap lantai. fasilitas radio terapi yang mempunyai terapi eksternal harus memiliki: ruang pemeriksaan; ruang simulator; BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit m. ruang cetak (mould room); ruang TPS; ruang penyinaran; dan ruang tunggu. fasilitas radio terapi yang mempunyai brakiterapi harus memiliki: ruang pemeriksaan; ruang persiapan; ruang aplikasi; ruang TPS; ruang penyinaran; ruang penyimpanan zat radioaktif terbungkus; dan ruang tunggu. 5.4. Penanggulangan Kedaruratan Setiap pesawat teleterapi dapat gagal untuk berhenti atau terus menyinari pasien meski pun waktunya sudah habis. Petunjuk tindakan yang harus dilakukan untuk situasi semacam ini terdapat pada Prosedur Pemakaian, dan harus dipasang di depan panel kendali pesawat. Operator harus berlatih menangani keadaan kedaruratan ini sehingga terbiasa dengan tindakan yang harus dilakukan. Tindakan yang cepat mengurangi bahaya bagi pasien. Ketentuan umum yang harus diikuti adalah sebagai berikut : a. coba untuk mematikan pesawat dengan tombol “Emergency OFF”. b. jika tidak berhasil, segera keluarkan pasien dari berkas. c. sewaktu memindahkan pasien, anda sendiri harus berada di luar berkas. Jika penyelamat berada di luar berkas foton, mengeluarkan pasien dalam keadaan kedaruratan biasanya tidak memberikan pajanan radiasi yang tinggi. Namun demikian, dalam berkas itu sendiri, seseorang 63 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit akan menerima penyinaran radiasi yang sangat tinggi dalam waktu yang singkat. Gambar 5.1. Tombol “Emergency OFF” untuk mematikan pesawat Co-60. Prosedur kedaruratan yang lain seperti memutar gantry atau menutup kolimator dari luar dapat pula dipertimbangkan sebelum ada orang lain yang memasuki ruangan untuk mengeluarkan pasien, namun hal ini bergantung pada kondisi setempat. Hanya setelah pasien dikeluarkan dari bawah berkas dan Anda telah meninggalkan ruangan (menutup pintu) baru dapat dipikirkan bagaimana untuk menggerakkan sumber Co-60 kembali ke posisi “OFF” oleh personil terlatih atau personil dari pabriknya. Tidak perlu tergesa-gesa untuk mematikan pesawat jika tidak ada seseorang pun di ruangan. Pesawat tidak boleh dipakai lagi hingga penyebab kegagalan operasi diketahui dan telah diperbaiki oleh personil perawatan. Gambar 5.2. Pemindahan pasien dari bawah berkas radiasi Co-60. 64 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Kegagalan kembali ke posisi “OFF” pada pesawat Co-60 yang lebih sering dibanding linac mengakibatkan radiasi terus dipancarkan setelah dosis yang ditentukan telah dicapai; namun kegagalan untuk berhenti dapat terjadi pada kedua pesawat. Personil harus telah terlatih untuk bertindak pada situasi semacam ini sebelum pasien menerima radiasi terlalu banyak. Operator harus terus waspada pada saat penyinaran pasien, dan terus mengamati waktu atau satuan monitor pada saat penyinaran berlangsung. Setiap pesawat Co-60 harus memiliki monitor radiasi, monitor dengan lampu peringatan (dengan atau tanpa suara) di dalam ruangan, dan menempatkannya sedemikian rupa sehingga dapat langsung terlihat begitu pintu dibuka. Monitor semacam ini menyala jika sumber berada dalam posisi “ON”. Dengan melihat lampu peringatan, setiap orang yang memasuki ruangan dapat melihat apakah sumber telah kembali ke posisi terlindungnya atau belum. Linac yang memiliki sinyal yang berbunyi jika sedang mengeluarkan radiasi tidak memerlukan monitor semacam ini. Semua pesawat teleterapi menghasilkan radiasi yang menembus tubuh cukup dalam selama beroperasi. Untuk melindungi operator dan orang lain yang mungkin dapat berada di sekitar ruang penyinaran, dinding ruang harus cukup diberi perisai radiasi. Setelah pemasangan suatu pesawat teleterapi harus dilakukan pengukuran tingkat radiasi di daerah sekitarnya, dengan berkas menyala dan diafragma pengatur luas lapangan (disebut juga kolimator atau jaw) terbuka penuh. Pengukuran ini dimaksudkan untuk menjamin keselamatan orang yang berada di daerah tersebut. Dengan ruangan penyinaran yang diberi perisai radiasi yang cukup, operator pesawat penyinaran hanya akan sedikit atau bahkan sama sekali tidak akan menerima pajanan radiasi pada saat melakukan tugasnya. Pintu saling kunci ke ruangan akan mencegah pesawat 65 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit bekerja pada saat pintu dibuka. Pengoperasian pesawat dengan pintu terbuka tidak hanya menyebabkan radiasi tersebar, namun juga dapat mengakibatkan orang yang tidak berwenang dapat masuk ke dalam ruang selama penyinaran. Pintu masuk dengan demikian perlu pula diberi tanda peringatan. Bahan radioaktif pada pesawat Co-60 juga mempunyai kemungkinan bocor. Meski pun hal ini jarang terjadi, pesawat harus diuji kebocorannya, paling sedikit sekali dalam dua tahun. Untuk menguji kebocoran pesawat, pastikan bahwa sumber berada dalam posisi “OFF” dan gunakan sarung tangan. Basahi kain kasa atau kertas khusus dengan alkohol, kemudian usap bilah kolimator sedekat mungkin dengan sumber. Forsep seringkali dapat digunakan untuk mencapai celah sumber yang sulit dijangkau. Cacah kain atau kertas dengan detektor yang paling sensitif yang ada (seperti pencacah Geiger) untuk mengecek tingkat radioaktivitas pada sampel. Jika cacah pengukuran sampel menunjukkan bacaan yang cukup jauh di atas bacaan latar belakang, sumber mungkin bocor dan pabrik atau pemasoknya harus dihubungi untuk melakukan pemeriksaan dan tindakan penanggulangan lebih lanjut. 66 BAB VI PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI PADA KEDOKTERAN NUKLIR 6.1. Tugas dan Tanggung Jawab Personil pada penggunaan kedokteran nuklir diagnostik in vitro paling kurang meliputi: a. analisis kesehatan; dan b. petugas proteksi radiasi. Personil pada penggunaan kedokteran nuklir diagnostik in vivo dan/ atau penelitian medik klinik dan penggunaan kedokteran nuklir terapi paling kurang meliputi: a. dokter spesialis kedokteran nuklir; b. tenaga ahli dan/atau fisikawan medis; c. petugas proteksi radiasi; d. radiofarmasis; e. radiografer; dan f. perawat. Tugas dan tanggung jawab analisis kesehatan adalah: a. melakukan elusi dan preparasi radionuklida dan/atau radiofarmaka; b. mencatat dan melaporkan jumlah dan aktivitas radionuklida dan/ atau radiofarmaka yang telah digunakan; c. mencatat sisa radionuklida dan/atau radiofarmaka yang tidak digunakan dan memastikan penyimpanannya; d. membuat logbook harian dan laporan bulanan secara tertulis mengenai penggunaan radionuklida dan/atau radiofarmaka; e. mendokumentasikan seluruh kegiatan penggunaan radionuklida dan/atau radiofarmaka; f. melaporkan segera kepada petugas proteksi radiasi bila terjadi kecelakaan radiasi; dan 67 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit g. membantu petugas dekontaminasi. proteksi radiasi dalam melakukan Tugas dan tanggung jawab petugas proteksi radiasi adalah: a. membuat program proteksi dan keselamatan radiasi; b. memantau aspek operasional program proteksi dan keselamatan radiasi; c. menjamin bahwa perlengkapan proteksi radiasi tersedia dan berfungsi dengan baik pemakaiannya; d. memantau pemakaian perlengkapan proteksi radiasi; e. meninjau secara sistematik dan periodik pelaksanaan pemantauan pajanan radiasi pada saat penggunaan, pengangkutan dan penyimpanan radionuklida dan/atau radiofarmaka; f. memberikan konsultasi yang terkait dengan proteksi dan keselamatan radiasi; g. berpartisipasi dalam mendesain fasilitas kedokteran nuklir; h. mengelola rekaman; i. mengidentifikasi, merencanakan dan mengkoordinasikan kebutuhan pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi; j. melaksanakan latihan penanggulangan keadaan darurat; k. melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian kegagalan operasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan radiasi; l. melaksanakan penanggulangan keadaan darurat dan pencarian fakta dalam hal terjadi kecelakaan radiasi; m. menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi, dan n. melakukan inventarisasi radionuklida dan/atau radiofarmaka. Tugas dan tanggung jawab dokter spesialis kedokteran nuklir adalah: a. menjamin pelaksanaan seluruh aspek keselamatan terhadap pasien; b. memberi rujukan dan menjustifikasi diagnosis maupun terapi secara tertulis, dengan mempertimbangkan informasi terkait dari pemeriksaan sebelumnya; 68 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit c. d. e. f. g. menjamin bahwa pajanan radiasi yang diterima pasien serendah mungkin yang dapat dicapai sesuai dengan tingkat panduan aktivitas; memberikan konsultasi dan evaluasi klinis pasien; menetapkan protokol optimisasi untuk kegiatan diagnosis dan terapi bekerjasama dengan fisikawan medik; memberikan evaluasi pengobatan dan pemantauan pasien; dan memberikan informasi kepada pasien mengenai risiko pemberian radionuklida dan/atau radiofarmaka. Tugas dan tanggung jawab tenaga ahli, yang memiliki pendidikan paling kurang S2 fisika medik, adalah: a. meninjau ulang program proteksi dan keselamatan radiasi; dan b. memberikan pertimbangan kepada Pemegang Izin mengenai aspek keselamatan radiasi, praktik rekayasa yang teruji, dan keselamatan secara komprehensif untuk peningkatan layanan kedokteran nuklir. Tugas dan tanggung jawab fisikawan medik, yang memiliki pendidikan S1 fisika medik, adalah: a. berpartisipasi dalam meninjau ulang secara terus menerus tersedianya sumber sumber daya manusia, peralatan, prosedur, dan perlengkapan proteksi radiasi; b. melakukan dan menetapkan prosedur perhitungan dosis; c. memberikan kontribusi terhadap program pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi; d. bekerjasama dengan dokter spesialis kedokteran nuklir dan petugas proteksi radiasi dalam merencanakan fasilitas kedokteran nuklir; e. menyiapkan spesifikasi unjuk kerja peralatan yang berkaitan dengan proteksi dan keselamatan radiasi; f. mengembangkan persyaratan dan spesifikasi dalam pembelian peralatan kedokteran nuklir yang menjamin keselamatan radiasi; 69 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit g. h. i. j. k. melaksanakan uji keberterimaan, komisioning, dan kalibrasi peralatan kedokteran nuklir; menetapkan faktor fisika dalam perencanaan dan prosedur pengobatan; mendesain, menerapkan dan mengawasi penerapan prosedur jaminan mutu kedokteran nuklir; mengawasi pemeliharaan peralatan kedokteran nuklir; dan berpartisipasi dalam hal pencarian fakta dan evaluasi kecelakaan radiasi. Tugas dan tanggung jawab radiofarmasis adalah: a. memiliki pemahaman mengenai radionuklida dan/atau radiofarmaka yang digunakan dalam kedokteran nuklir; b. bekerjasama dengan dokter spesialis kedokteran nuklir dalam hal penggunaan radionuklida dan/atau radiofarmaka; c. melaporkan hasil elusi dan preparasi radionuklida dan/atau radiofarmaka kepada dokter spesialis kedokteran nuklir sebelum diberikan kepada pasien; d. membuat petunjuk pelaksana, dan kontrol kualitas elusi dan preparasi radionuklida dan/atau radiofarmaka; e. memberikan rujukan dan justifikasi hasil elusi dan preparasi radionuklida dan/atau radiofarmaka kepada dokter spesialis kedokteran nuklir; f. melaporkan segera kepada dokter spesialis kedokteran nuklir, petugas proteksi radiasi, dan fisikawan medik bila terjadi kecelakaan dalam melakukan elusi maupun preparasi radionuklida dan/atau radiofarmaka; dan g. memastikan bahwa peralatan medik yang telah selesai digunakan disimpan/dibuang pada tempat yang telah ditentukan. Tugas dan tanggung jawab radiografer adalah: a. memberikan proteksi terhadap pasien dan masyarakat di sekitar fasilitas kedokteran nuklir; 70 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. menetapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan pajanan yang diterima pasien sesuai dengan kebutuhan dan standar operasional prosedur yang berlaku; menerapkan dengan benar prosedur kerja dan teknik khusus penggunaan peralatan kedokteran nuklir; menjamin bahwa pasien diidentifikasi dengan benar dan bahwa informasi mengenai pasien telah direkam dengan benar; menyediakan informasi untuk pasien mengenai prosedur yang akan merekajalani; menyediakan informasi kepada orang yang menemani pasien dan kepada personil yang mengurus pasien setelah diagnosis atau terapi kedokteran nuklir; memverifikasi radionuklida dan/atau radiofarmaka yang digunakan dan menghitung dosis radionuklida dan/atau radiofarmaka sebelum diberikan kepada pasien; melaksanakan akuisisi dan proses citra yang tepat; melakukan pemantauan pajanan radiasi dan kontaminasi radioaktif di daerah kerja secara reguler sesuai instruksi petugas proteksi radiasi; menginformasikan petugas proteksi radiasi dalam kasus kecelakaan radiasi; menginformasikan dokter spesialis kedokteran nuklir dan petugas proteksi radiasi dalam kasus tindakan atau pemberian radionuklida dan/atau radiofarmaka yang tidak sesuai prosedur kerja aau standar pelayanan medik;dan berpartisipasi dalam pelatihan teknologi baru kedokteran nuklir. Tugas dan tanggung jawab perawat adalah: a. melaksanakan instruksi kerja dari dokter spesialis kedokteran nuklir dalam hal pelayanan terhadap pasien; b. mempersiapkan peralatan kesehatan yang akan digunakan; 71 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit c. d. e. f. g. h. melakukan pengembalian sampel darah maupun pemberian radionuklida dan/atau radiofarmaka kepada pasien atas instruksi dokter spesialis kedokteran nuklir; membersihkan dan membuang peralatan kesehatan yang yang telah digunakan ke tempat pembuangan yang telah disepakati bersama; membuat catatan medik mengenai identifikasi pasien, dan pemberian penomoran rekaman medik secara berurutan; mempersiapkan ruang isolasi dan ruang rawat inap untuk pasien terapi; menjelaskan kepada pasien mengenai prosedur perawatan pasien terapi dengan radionuklida dan/atau radiofarmaka sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang berlaku; dan melaporkan kondisi pasien selama perawatan kepada dokter spesialis kedokteran nuklir. 6.2. Perlengkapan Proteksi Radiasi Untuk Penggunaan Kedokteran Nuklir Diagnostik In-Vitro: Mengingat kegiatan dalam penggunaan kedokteran nuklir diagnostik in-vitro tidak terlalu rumit, maka perlengkapan proteksi radiasi yang diperlukan cukup surveimeter dan/atau monitor kontaminasi,dan pemantau dosis perorangan. 6.3. Perlengkapan Proteksi Radiasi Untuk Penggunaan Kedokteran Nuklir Diagnostik In-Vivo dan/atau Penelitian Medik Klinik dan Penggunaan Kedokteran Nuklir Terapi: Kegiatan dalam penggunaan kedokteran nuklir diagnostik in-vivo dan/atau penelitian medik klinik dan penggunaan kedokteran nuklir terapi cukup bervariasi karena melibatkan penyiapan radiofarmaka dalam bentuk cair. Untuk itu maka perlengkapan proteksi radiasi yang 72 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit diperlukan minimal adalah: a. surveimeter; b. monitor kontaminasi; c. monitor perorangan; d. kontener; e. tabung suntik yang diberi perisai radiasi; f. apron; g. jas laboratorium; h. peralatan proteksi pernafasan; i. sarung tangan; j. pelindung organ; k. glove box; l. alat penjepit; dan/atau m. monitor area Untuk kedokteran nuklir terapi, peralatan di atas perlu ditambah dengan dosimeter perorangan baca langsung; dan monitor area di ruang penyiapan dan penyimpanan radionuklida dan/atau radiofarmaka. 6.4. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pada Kedokteran Nuklir Uraian berikut menjelaskan tentang pedoman umum proteksi dan keselamatan radiasi kedokteran nuklir, yang harus dipatuhi oleh semua orang yang berkaitan dengan kedokteran nuklir, baik personil, pasien maupun masyarakat secara umum: a. Dokter spesialis kedokteran nuklir harus menerapkan tingkat rujukan aktivitas radionuklida untuk pasien diagnostik seperti tercantum pada Tabel 3.6. b. Tingkat rujukan aktivitas maksimum radionuklida untuk pasien terapi yang akan keluar dari rumah sakit ditetapkan sebesar 1100 MBq untuk pemberian I-131, dan juga untuk pasien yang meninggal pada saat pemberian I-131. 73 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit c. Pemberian radionuklida dan/atau radiofarmaka untuk penggunaan kedokteran nuklir diagnostik in vivo dan penggunaan kedokteran nuklir terapi pada pasien wanita hamil atau diperkirakan hamil harus dihindari kecuali jika ada indikasi klinis yang kuat. Pasien wanita yang menjalani terapi harus menunda kehamilan sampai jangka waktu tertentu sebagaimana tercantum pada Tabel 6.1. Pasien wanita menyusui yang sedang menjalani diagnostik in vivo atau terapi harus menghentikan pemberian air susu ibu dan perawatan pada bayi sebagaimana tercantum pada Tabel 6.2. d. e. Tabel 6.1. Jangka waktu untuk menunda kehamilan setelah terapi. Jenis dan bentuk radionuklida Penyakit Aktivitas maksimum (MBq) Jangka waktu menunda kehamilan (bulan) 10.000 2 Au-koloid Kanker I-Iodium Tirotoxicosis 800 4 I-Iodium Kanker tiroid 5.000 4 I-MIBG Phaeochromocytoma 5.000 4 P-Fosfat Polycythemia 200 3 Sr-klorida Metastasis tulang 150 24 Y-koloid Peradangan sendi 400 0 Y-koloid Kanker 4.000 1 Er-koloid Peradangan sendi 400 0 Sm-EDTMP Metastasis tulang 5.550 24 198 131 131 131 32 89 90 90 169 153 Catatan: 74 Kehamilan harus dihindari untuk jangka waktu yang ditunjukkan dalam kolom empat, bahkan juga berlaku jika aktivitas yang diberikan lebih kecil dari yang ditunjukkan dalam kolom tiga. Radionuklida dan/atau radiofarmaka selain yang ada di tabel, jangka waktu untuk menunda kehamilan agar disesuaikan dengan batas keselamatan radionuklida dan/atau radiofarmaka terkait. BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Tabel 6.2. Penghentian pemberian air susu ibu setelah pemberian radiofarmaka. Radiofarmaka Radiofarmaka Kelas A 67 Ga sitrat Aktivitas yang diberikan Perlu saran dalam MBq (mCi)) dokter 185 (5) Ya Tc DTPA 740 ((20) Tidak Tc MAA 148 (4) Ya 99m 99m Tc-Perteknetat Berhenti 12 jam 185 (5) Ya 4 jam 5.550 (150) Ya Berhenti 1,85 (0,05) Tidak Tc DISIDA 300 (8) Tidak Tc glukoheptonat 740 (20) Tidak Tc HAM 300 (8) Tidak Tc MIBI 1.110 (30) Tidak Tc MDP 740 (20) Tidak Tc PYP 740 (20) Tidak Tc RBC in vivo radiolabelling 740 (20) Ya 99m I Na 131 Radiofarmaka Kelas B 51 Cr EDTA 99m 99m 99m 99m 99m 99m 99m Tc RBC in vitro radiolabelling 740 (20) Tidak Tc koloid sulfur 442 (20) Tidak In WBC 0,5 (18,5) Tidak I Na 14,8 (0,4) Ya 74 (2) Tidak 99m 99m 111 123 I OIH 123 I MIBG 370 (10) Ya I OIH 0,37 (0,01) Tidak I OIH 123 125 11,1 (0,3) Tidak Tl 111 (3) Ya Tc DTPA aerosol 37 (1) Tidak 131 201 99m Radiofarmaka Kelas C 99m Tc WBC Tc MAG3 99m Xe gas 133 Jangka waktu 185 (5) Ya 370 (10) Tidak 12 jam Berhenti 48 jam 96 jam 48 jam Tidak 75 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit 6.5. Aplikasi I-131 Untuk Terapi Kanker Tiroid Menyusul pembedahan untuk membuang bagian kelenjar tiroid yang mengandung tumor, sekitar 2-4 GBq I-131 diberikan kepada pasien untuk menghancurkan jaringan tiroid yang masih sisa. Pasien biasanya kembali untuk pemindaian lanjut selama beberapa tahun ke depan. Jika terlihat jaringan tiroid berfungsi kembali, termasuk adanya pengendapan kecil tumor yang menyebar keluar tiroid, pasien akan diberikan ulang dosis radionuklida I-131 antara 4-8 GBq. Hanya sedikit aktivitas I-131 yang terkumpul di jaringan tiroid. Ginjal akan mengeluarkan sisanya dengan sangat cepat, hingga sebanyak 95% dari aktivitas yang dimasukkan dalam 48 jam. Beberapa alasan kuat agar pasien kanker tiroid dirawat di rumah sakit adalah sebagai berikut: a. pasien memiliki anak kecil yang perlu diperhatikan di rumahnya; b. lama perawatan tidak lebih dari dua hari; dan c. pasien dapat mengalami pusing dan muntah setelah pemberian I-131 dalam jumlah besar, dan situasi ini dapat dengan mudah dijaga di rumah sakit. 6.5.1. Pedoman bagi perawat pasien I-131 Beberapa pedoman terkait proteksi dan keselamatan radiasi bagi perawat pasien yang menjalani pengobatan dengan I-131 adalah sebagai berikut: a. staf perawat bangsal dapat menerima pajanan kerja dan karena itu perlu dilengkapi dengan pemantau radiasi perorangan yang harus dipakai setiap kali bekerja; b. staf perawat yang tengah hamil tidak boleh merawat pasien; c. setiap keperluan perawatan perlu dikaji dan dibahas dengan saf perawat yang berada di bangsal sebelum pasien menerima dosis terapi; 76 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit d. e. f. g. h. i. j. k. l. makanan harus disajikan dalam nampan, piring dan alat makan lain yang bersifat sekali pakai; pasien harus diberi resep anti-emetik untuk menghilangkan rasa pusing; pasien harus meminum banyak cairan, memakai gaun rumah sakit, mandi tiap hari, keramas di pagi hari sebelum meninggalkan bangsal. Pakaian dalamnya juga harus dicuci dengan tangan di kamar mandi terapi I-131; tugas-tugas keperawatan dalam jarak 2 m dari pasien harus dilakukan secara cepat dan efisien untuk mengurangi waktu pajanan; gaun dan sarung tangan pelindung harus dipakai pada semua prosedur yang bersinggungan langsung dengan pasien, atau pada saat menangani pendorong ranjang, kantong kateter dan botol urin; kantong kateter, pendorong ranjang dan botol harus dikosongkan di toilet di kamar mandi terapi. Kateter urin biasanya lebih disukai karena dapat mengurangi risiko tumpahan; semua limbah dan kain dari ruang terapi harus dipantau oleh Petugas Proteksi Radiasi (PPR) sebelum dibuang. Kain yang tekontaminasi cukup besar harus ditempatkan di tempat Limbah Radioaktif oleh PPR; ruang terapi dan kamar mandi harus dipantau oleh PPR setelah pasien dikeluarkan. Setelah dinyatakan bersih dari radioaktif, kepala bangsal dapat melakukan pembersihan menyeluruh terhadap ruangan; akses pengunjung ke pasien terapi dibatasi tidak lebih dari 15-30 menit setiap harinya. Pengunjung harus berada pada jarak 2 m dari pasien. Orang Wanita hamil dan anak-anak tidak diperbolehkan berkunjung; dan 77 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit m. kepala Departemen Kedokteran Nuklir melalui PPR harus segera diberitahukan jika terjadi tumpahan atau bahaya potensial lainnya, dan juga jika diperlukan pemeliharaan terhadap ruang terapi dan pemipaan di ruang ini. 6.5.2. Pedoman bagi pasien kanker tiroid I-131 Berikut ini contoh dari pedoman yang dperlukan oleh pasien I-131, yang dapat dimodifikasi sesuai dengan keadaan setempat. “Karena Anda menjalani pengobatan dengan iodin-131 radioaktif, Anda menjadi sumber pajanan radiasi bagi orang lain. Anda juga akan mengeluarkan radioaktivitas, terutama melalui air ludah dan urin. Anda harus mengikuti tindakan pencegahan sederhana hingga radiasinya berkurang sampai tingkat yang dapat diabaikan”. 6.5.3. Selama Anda di rumah sakit: a. Jangan meninggalkan ruangan kecuali diminta oleh staf rumah sakit; b. Gunakan tisu kertas dan jangan sapu tangan; c. Wanita hamil dan anak-anak tidak boleh mengunjungi Anda di rumah sakit; d. Pengunjung lain boleh datang setelah hari pertama. Setiap kunjungan dibatasi hanya satu atau dua pengunjung, dan tidak boleh tinggal lebih dari 15-30 menit, dan jaa jarak sejauh 2-3 m dari Anda; e. Kebersihan perorangan sangat penting. Mandi dan cuci rambut setiap hari; f. Anda harus mencuci dan mengeringkan pakaian dalam di kamar mandi; g. Toilet harus dibilas dua kali setelah setiap pemakaian, dan cuci tangan Anda dengan hati-hati; dan h. Hindari terjadinya percikan urin di sekitar toilet. 78 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit 6.5.4. Saat Anda pulang dari rumah sakit: Anda akan dipantau oleh PPR dari waktu ke watu untuk menentukan apakah tingkat radiasi telah cukup turun sampai Anda dizinkan pulang ke rumah. Kondisi ini bisa terjadi sewaktuwaktu dari 2 hingga 8 hari, bergantung pada pengobatan yang Anda jalani. Selain itu juga perlu mengamati beberapa tindakan pencegahan radiasi yang sederhana setelah Anda meninggalkan rumah sakit: Selama dua minggu jika pengobatan ini adalah yang pertama kali dengan I-131, atau selama satu minggu jika hal ini bukan pengobatan dengan I-131 yang pertama: a. lanjutkan tindakan bersih-bersih tubuh. Mandi setiap hari. Cuci tangan dengan hati-hati, terutama sebelum menyiapkan makanan dan setelah menggunakan toilet; b. hindari kontak langsung dengan wanita hamil dan anakanak. Jangan tidur di ranjang yang sama dengan remaja atau anak-anak; c. hindari kontak berkepanjangan dengan orang lain. Jangan pergi jauh dengan kendaraan umum atau menonton bioskop atau tempat-tempat hiburan publik lainnya; d. jaga kebersihan toilet dan bilas dua kali setelah pemakaian. Pasien pria harus duduk saat membuang air kecil; dan e. hindari bertukar pelembab tubuh, berciuman atau berhubungan badan. Jangan berbagi minuman, sikat gigi, dan lain-lain dengan orang lain. 6.5.5. Kembali bekerja a. Pada prinsipnya Anda bisa kembali bekerja seperti biasa; b. Jika Anda harus bekerja cukup dekat dengan orang dewasa yang lain, Anda harus menunggu 2 atau 3 hari terlebih dahulu; dan 79 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit c. Jika Anda bekerja dengan bayi atau anak kecil, Anda harus menunggu selama satu minggu. 6.5.6. Kehamilan a. Jika Anda wanita dalam usia subur, usahakan agar tidak mengandung selama paling sedikit 6 bulan setelah pengobatan. b. Bahas masalah ini dengan dokter Anda untuk memastikan bahwa tidak diperlukan lagi pengobatan lebih lanjut dengan I-131 dalam waktu dekat. 6.6. Thyrotoksikosis Untuk pengobatan penyakit thyroid benign – hyperthyroidism (penyakit Graves) dan multinodular goitre racun – aktivitas I-131 yang diberikan berada dalam rentang 0,3 hingga 1 GBq. Lebih dari 60% aktivitas yang diberikan akan diambil oleh kelenjar thyroid, dan mengendap cukup lama di tubuh. 6.6.1. Pedoman bagi pasien thyrotoksikosis I-131 Pengobatan dengan I-131 untuk thyrotoksikosis biasanya tidak memerlukan pasien agar rawat inap. Meskipun aktivitas yang diberikan ke pasien lebih sedikit dari jumlah yang diberikan untuk kanker thyroid, ambilan dan pengendapannya di tubuh jauh lebih lama. Tindakan pencegahan yang diperlukan akan lebih lama dibanding setelah pengobatan untuk kanker thyroid. Sebagai contoh: “Karena Anda menjalani pengobatan dengan iodin-131 radioaktif, Anda menjadi sumber pajanan radiasi bagi orang lain. Anda juga akan mengeluarkan radioaktivitas, terutama melalui air ludah dan urin. Anda harus mengikuti tindakan pencegahan sederhana hingga radiasinya berkurang sampai tingkat yang dapat diabaikan”. 80 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit 6.6.2. Selama dua minggu setelah pengobatan: a. Kebersihan diri merupakan hal yang utama. Mandi setiap hari. Cuci tangan dengan hati-hati, terutama sebelum menyiapkan makanan dan setelah menggunakan toilet. b. Hindari kontak langsung dengan wanita hamil dan anakanak. Jangan tidur di ranjang yang sama dengan remaja atau anak-anak. c. Hindari kontak berkepanjangan dengan orang lain. Jangan pergi jauh dengan kendaraan umum atau menonton bioskop atau tempat-tempat hiburan publik lainnya. d. Jaga kebersihan toilet dan bilas dua kali setelah pemakaian. Pasien pria harus duduk saat membuang air kecil. e. Hindari bertukar pelembab tubuh, berciuman atau berhubungan badan. Jangan berbagi minuman, sikat gigi, dan lain-lain dengan orang lain. 6.6.3. Kembali bekerja a. Pada prinsipnya Anda bisa kembali bekerja seperti biasa. b. Jika Anda harus bekerja cukup dekat dengan orang dewasa yang lain, Anda harus menunggu 2 atau 3 hari terlebih dahulu. c. Jika Anda bekerja dengan bayi atau anak kecil, Anda harus menunggu selama satu minggu. 6.6.4. Kehamilan Jika Anda wanita dalam usia subur, usahakan agar tidak mengandung selama paling sedikit 6 bulan setelah pengobatan. 6.7. Terapi Y-90 Y-90 dipasok sebagai koloid yang disuntikkan ke dalam sendi yang sakit, dan akan terus berada di dalamnya sampai meluruh. Penempatan jarum yang akurat pada ruang sendi sangat penting untuk menghindari 81 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit nekrosis jaringan. Prosedur harus dilakukan oleh dokter yang berpengalaman. Pedoman fluoroskopik diperlukan pada kasus-kasus yang sulit. Ginjal tidak mengeluarkan radioaktivitas Y-90. Pajanan radiasi di dekat sendi yang sakit juga sangat rendah dan bahaya radiasi boleh dikatakan dapat diabaikan, sehingga pasien tidak memerlukan ruang khusus. 6.7.1. Pedoman bagi perawat pasien Y-90 a. Pasien harus beristirahat di ranjang dengan sendi yang sakit dibebat selama 48 jam. Selama pembebatan sendi ini tidak perlu dicuci. b. Pasien dianjurkan untuk dapat mencuci dirinya sendiri sebisa mungkin dengan air di wajan yang ditempatkan di ranjang. Perawat harus menyelesaikan pencucian badan pasien dan mengganti seprai jika kotor. c. Cuci wajan, bedpan dan lain-lain seperti biasa karena tidak ada kontaminasi radioaktif di barang-barang tersebut. d. Jangan berdiri terlalu dekat dengan sendi yang sakit kecuali kalau perlu. e. Beritahu ahli reumatik jika tempat yang disuntik meradang atau sakit. f. Beritahu Departemen Kedokteran Nuklir jika pasien meninggal atau memerlukan pembedahan satu minggu setelah penyuntikan Y-90. 6.8. Terapi Sr-89 Stronsium-89 kadang-kadang digunakan untuk meringankan sakit yang diderita pasien kanker prostat dan telah menyebar ke tulang. Setelah penyuntikan intravena, Sr-90 akan berkumpul di metastase tulang dan juga dikeluarkan melalui urin. Pajanan radiasi bagi staf yang berada di dekat pasien sangat rendah sehingga tidak diperlukan pemantauan 82 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit radiasi. Bahaya utama berasal dari kontaminasi dari urin. 6.8.1. Pedoman bagi perawat pasien Sr-89 a. Akomodasi kamar khusus tidak diperlukan namun lantai kamar harus terbuat dari bahan anti serap, mulus dan dapat dicuci, sedapat mungkin lembaran vinyl. b. Pasien harus diberitahu utuk menghindari kontaminasi kulit, toilet, dan kamar mandi dengan urin radioaktif. c. Gunakan labjas dan sarung tangan pada saat menangani botol urin, nampan, dan lain-lain. d. Jika rasa tidak enak menjadi masalah pada minggu pertama setelah penyuntikan Sr-89, beritahu Departemen Kedokteran Nuklir karena kateter urin mungkin akan diperlukan. e. Masukkan kain kotor ke dalam kantong plastik untuk dipantau PPR sebelum dikirim ke tempat cuci. f. Jika pasien muntah atau merasa tidak enak, ikuti prosedur penanganan yang diberikan PPR. g. Beritahu DepartemenKedokteran Nuklir jika pasien memerlukan pembedahan atau memiliki fraktir patologi atau meninggal selama rawat inap. 6.9. Penanggulangan Kedaruratan 6.9.1. Sumber radiasi hilang Departemen Kedokteran Nuklir harus memiliki dan selalu memutakhirkan catatan mengenai sumber radiasi atau radiofarmaka yang ada, sehingga dengan segera dapat diketahui sumber radiasi mana yang hilang, jenis dan aktivitasnya, kapan dan dimana lokasi terakhir sumber radiasi tersebut, dan siapa yang menggunakannya. Catatan yang rapi juga perlu disusun mengenai kapan diterimanya sumber radiasi yang dipesan, tepat waktu atau pun tertunda. 83 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit Namun jika sumber radiasi tetap hilang, tindakan berikut harus terdapat pada rencana kedaruratan: a. Lapor dan cari bantuan dari Petugas Proteksi Radiasi (PPR). b. Lakukan pencarian di sekitar lokasi terakhir yang diketahui. c. Cek dan pastikan keamanan dan pengendalian sumber radiasi yang lain. d. Cek semua kemungkinan yang dapat terjadi. e. Jika tetap tidak ditemukan, hubungi pemasok dan informasikan hal ini sehingga mereka dapat merunut pengiriman dan menemukan dimana bahan radioaktif ini berada. f. Jika tidak ditemukan, laporkan hilangnya sumber radiasi ini sesuai dengan ketentuan Bapeten. 6.9.2. Kerusakan generator Tc-99m Generator mengandung radioaktif dalam jumlah yang cukup besar. Jika generator Tc-99m rusak, tindakan berikut perlu diambil: a. Kosongkan lokasi sekitar generator dari pekerja dan manusia lain. b. Beritahu PPR yang harus memastikan apakah ada tumpahan radioaktif, dan melaksanakan atau mengawasi tindakan dekontaminasi dan pemantauan. c. Catat insiden atau kecelakaan ini dan buat laporan sesuai dengan ketentuan Bapeten. 6.9.3. Tumpahan radioaktif dalam jumlah rendah Jika terjadi tumpahan radioaktif dalam jumlah yang rendah, tindakan berikut perlu dilakukan: a. Gunakan pakaian pelindung dan sarung tangan sekali pakai. b. Serap dengan cepat tumpahan dengan penyerap khusus untuk menjaganya tidak menyebar lebih jauh. c. Usap dengan towel dari pinggir daerah yang terkontaminasi ke arah tengah. d. Keringkan daerah dan lakukan uji usap. 84 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit e. f. Ulangi pembersihan dan uji usap hngga sampel usap menunjukkan tumpahan telah bersih. Gunakan kantong plastik untuk menyimpan barang yang terkontaminasi. 6.9.4. Tumpahan radioaktif dalam jumlah besar Jika terjadi tumpahan radioaktif dalam jumlah besar, tindakan berikut perlu dilakukan: a. Beritahu PPR yang harus segera mengawasi upaya pembersihan. b. Lempar penyerap ke tumpahan untuk dengan cepat mencegah tersebarnya kontaminasi. c. Semua orang yang tidak terlibat dengan tumpahan untuk segera meninggalkan daerah yang terkontaminasi. d. Pantau tingkat kontaminasi semua orang yang terlibat dalam tumpahan pada saat meninggalkan ruangan. e. Jika ada pakaian yang terkontaminasi, buka dan masukkan ke dalam kantong plastik yang diberi tanda “RADIOAKTIF. f. Jika terjadi kontaminasi pada kulit, cuci segera bagian kulit yang terkontaminasi tersebut. g. Jika terjadi kontaminasi pada mata, bilas mata dengan air dalam jumlah besar. 6.9.5. Penanggulangan medik pasien radioaktif Penanggulangan medik ini sangat penting bagi pasien terapi yang mengandung radioaktivitas dalam jumlah besar. Personil medik harus memulai penanggulangan dengan penanganan keadaaan daruratnya terlebih dahulu (misalnya, jika pasien mengalami stroke), diikuti dengan tindakan untuk mencegah penyebaran kontaminasi dan meminimalkan pajanan eksternal. Pekerja atau staf RS harus menghindari kontak langsung dengan mulut pasien, dan semua anggota tim kedaruratan harus memakai sarung tangan pelindung. Staf medik harus telah dilatih untuk menangani pasien 85 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit yang mengandung radioaktif seperti ini, dan latihan kedaruratan harus dilakukan secara berkala. 6.9.6. Kebutuhan segera pasien, termasuk pembedahan Pertimbangan proteksi radiasi harus tidak boleh mencegah atau menunda tindakan penyelamatan nyawa jika pembedahan pasien diperlukan. Tindakan berikut perlu dilakukan dalam hal ini: a. Beritahu staf ruang operasi. b. Modifikasi prosedur operasi di bawah pengawasan PPR untuk meminimalkan pajanan dan penyebaran kontaminasi. c. Perlengkapan pelindung dapat digunakan sepanjang tidak mengganggu operasi pembedahan. d. Rotasi personil akan diperlukan jika prosedur pembedahan memakan waktu yang cukup lama. e. PPR harus memantau semua orang yang terlibat dalam operasi pembedahan ini. f. Ukur dosis radiasi yang diterima semua staf. 6.9.7. Kebakaran Latihan keadaan darurat pada rumah sakit harus memperhatikan dengan cermat evakuasi yang aman bagi pasien, pengunjung dan pekerja. Jika ada petugas pemadam kebakaran, mereka harus diinformasikan mengenai adanya bahan radioaktif. Tidak ada seorang pun yang diizinkan memasuki kembali gedung sampai pengecekan kontaminasi selesai dilakukan. 86 BAB VII PENUTUP Komite Ilmiah PBB untuk Efek Radiasi Atom (UNSCEAR, United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation) menyatakan bahwa dalam waktu 20 tahun sejak 1988 hingga 2008 telah terjadi peningkatan pemeriksaan radiodiagnostik lebih dari dua kalinya, dengan jumlah pemeriksaan pada tahun 2008 mencapai hampir 10 juta pemeriksaan setiap harinya. Dalam hal radio terapi, UNSCEAR memperkirakan bahwa pada periode 1997-2007 aplikasi globalnya meningkat menjadi 5,1 juta penyinaran dari 4,7 juta peyinaran pada kurun waktu 1991-1996. Sekitar 4,7 juta pasien mendapat perlakuan radio terapi eksternal, sementara 0,4 juta mendapat penyinaran brakiterapi. WHO, sementara itu, memperkirakan setiap tahun jumlah kasus kanker baru akan meningkat menjadi sekitar 15 juta pada tahun 2015 dibanding 9 juta pada tahun 1995, dengan dua pertiganya terjadi di negara berkembang. Untuk aplikasi pada kedokteran nuklir, UNSCEAR juga menyatakan telah terjadi peningkatan baik untuk kepentingan pemeriksaan diagnostik maupun terapi. Untuk kedokteran nuklir diagnostik frekuensi pemeriksaan tahunan naik dari 0,9 per 1.000 populasi pada tahun 1970-1979 menjadi 1,1 per 1000 populasi pada tahun 1997-2007, dan untuk kedokteran nuklir terapeutik juga meningkat dari 0,036 per 1000 populasi pada 1991-1996 menjadi 0,043 per 1.000 populasi pada 1997-2007. Dengan data di atas terlihat bahwa aplikasi ketenaganukliran di bidang medik telah menjadi bagian yang amat penting dan tidak dapat ditinggalkan dalam prosedur klinis medik. Mengingat adanya bahaya yang menyertai pemanfaatan ini, maka upaya penerapan konsep proteksi dan keselamatan radiasi di rumah sakit menjadi suatu hal yang wajib dilaksanakan dengan penuh disiplin oleh seluruh personil yang terlibat di dalam aplikasi ketenaganukliran di rumah sakit ini. 87 DAFTAR BACAAN 1. IAEA, 2014. Radiation Protection and Safety of Radiation Sources: International Basic Safety Standards. Interim Edition. General Safety Requirements Part 3. No. GSR Part 3. IAEA, Vienna. 2. HANSSON, S.O., 2007. Ethics and radiation protection. J.Radiol.Prot. 27 (147-156). 3. ICRP, 2007. The 2007 Recommendations of the International Commission on Radiological Protection. ICRP Publication 103. Ann. ICRP 37 (2-4). 4. IAEA, 2006. Applying Radiation Safety Standards in Diagnostic Radiology and Interventional Using X Rays. Safety Reports Series No. 39. IAEA, Vienna. 5. IAEA, 2010. Comprehensive Clinical Audits of Diagnostic Radiology Practices: A Tool for Quality Improvement. Human Health Series No. 4. IAEA, Vienna. 6. IAEA, 2012. Radiation Protection in Paediatric Radiology. Safety Reports Series No. 71. IAEA, Vienna. 7. IAEA, 2006. Applying Radiation Safety Standards in Radiotherapy. Safety Reports Series No. 38. IAEA, Vienna. 8. IAEA, 2007. Comprehensive Audits of Radiotherapy Practices: A Tool for Quality Improvement. IAEA, Vienna. 9. IAEA, 2006. Radiation Protection in the Design of Radiotherapy Facilities. Safety Reports Series No. 47. IAEA, Vienna. 10. IAEA, 2005. Applying Radiation Safety Standards in Nuclear Medicine. Safety Reports Series No. 40. IAEA, Vienna. 11. IAEA, 2006. Quality Assurance for Radioactivity Measurement in Nuclear Medicine. Technical Reports Series No. 454. IAEA, Vienna. 88 BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit 12. WHO, 1982. Quality Assurance in Nuclear Medicine. WHO, Geneva. 13. IAEA, 2009. Release of Patients After Radionuclide Therapy. Safety Reports Series No. 63. IAEA, Vienna. 14. United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation, 2010. Sources and Effects of Ionizing Radiation. UNSCEAR 2008 Report to the General Assembly with Scientific Annexes. Vol. I. United Nations, New York. 15. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif. 16. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Ra diasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiodiagnostik dan Intervensional. 17. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Kedokteran Nuklir. 18. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 3 Tahun 2013 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Radio terapi. 19. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 4 Tahun 2013 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi Dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir. 89 RIWAYAT SINGKAT PENULIS Eri Hiswara menyelesaikan pendidikan S1 pada jurusan Fisika di Universitas Indonesia, Jakarta, pada tahun 1982. Pendidikan S2 ditempuh pada bidang studi Radiation and Environmental Protection di University of Surrey, Guildford, Inggris, dan lulus tahun 1990. Sejak menjadi pegawai Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) pada tahun 1983 hingga kini, ia mengabdikan dirinya menjadi peneliti hingga memperoleh jabatan sebagai Profesor Riset pada tahun 2008. Ia juga sempat menjadi Atase Ilmu Pengetahuan di KBRI/PTRI Wina pada tahun 2003-2007. Selain aktif sebagai peneliti, saat ini ia juga menjadi pengajar luar biasa pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Radiologi di FKUI untuk mata ajar Fisika dan Proteksi Radiasi. Eri Hiswara adalah anggota Himpunan Fisika Indonesia, Himpunan Fisika Medik dan Biofisika Indonesia, Asosiasi Proteksi Radiasi Indonesia, dan Health Physics Society yang berkedudukan di Amerika Serikat. 90