Uploaded by User64672

1-PROTEKSI DAN KESELAMATAN KESELAMATAN RADIASI DI RS

advertisement
BUKU PINTAR
PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
DI RUMAH SAKIT
Penyusun:
Eri Hiswara
BUKU PINTAR
PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
DI RUMAH SAKIT
Penyusun:
Eri Hiswara
BUKU PINTAR
PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
DI RUMAH SAKIT
Penulis :
Eri Hiswara
ISBN : 978-979-8500-68-8
Editor :
dr. Benny Zulkarnaen, Sp.Rad
Penyunting :
dr. Fadil Nazir, Sp.KN
Desain Sampul dan Tata Letak :
Agus Rial & Aan D’Tech
Penerbit :
BATAN Press
Redaksi :
Jl. Lebak Bulus Raya No. 49
Ged. Perasten Kawasan Nuklir Pasar Jumat
Jakarta Selatan 12440
Telp : +62 21 7659401
Fax : +62 21 75913833
Email : [email protected]
Cetakan Pertama, November 2015
©Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh atau sebagian dari buku ini
dalam bentuk atau cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
KATA PENGANTAR
Aplikasi radiasi di berbagai bidang di Indonesia telah cukup
meluas. Berdasar data Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang
ditampilkan pada situsnya, sampai awal April 2015 telah diterbitkan
sebanyak 12.189 izin pemanfaatan tenaga nuklir untuk 2.894 instansi di
seluruh Indonesia. Dari seluruh izin dan instansi tersebut, sebanyak 6.196
izin, atau sekitar 50,8%, dan 2.061 instansi, atau sekitar 71,2%, merupakan
izin dan instansi pemanfaatan di bidang medik. Data ini menggambarkan
bahwa bidang medik merupakan bidang pemanfaatan tenaga nuklir yang
terbesar di Indonesia.
Selain membawa manfaat yang sangat besar, pemanfaatan tenaga
nuklir diketahui pula memiliki efek yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Efek radiasi dapat berupa deterministik atau stokastik. Efek deterministik,
yang saat ini sebutannya diganti menjadi efek reaksi jaringan, merupakan
efek yang dapat terjadi pada suatu organ atau jaringan tubuh tertentu yang
menerima radiasi dengan dosis tinggi, sementara efek stokastik merupakan
efek akibat penerimaan radiasi dosis rendah di seluruh tubuh yang baru
diderita oleh orang yang menerima dosis setelah selang waktu tertentu,
atau oleh turunannya. Dengan adanya kedua jenis efek yang berbahaya ini
maka setiap aplikasi radiasi di Indonesia harus diatur dan diawasi secara
ketat secara internal oleh bagian keselamatan dan kesehatan kerja dari
instansi atau perusahaan yang memanfaatkan radiasi tersebut, dan secara
eksternal oleh BAPETEN yang diberi tanggung jawab untuk melaksanakan
pengawasan tersebut.
Buku ini memberikan panduan praktis dalam melaksanakan upaya
proteksi dan keselamatan radiasi yang diperlukan agar pemanfaatan radiasi
di bidang medik ini berjalan dengan aman dan selamat. Panduan diberikan
untuk ketiga aplikasi radiasi di bidang medik, yaitu radiodiagnostik, radio
terapi dan kedokteran nuklir.
v
Penulis menyadari bahwa isi maupun penyajian buku ini masih jauh
dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari
pembaca sekalian untuk menyempurnakannya di kemudian hari.
Buku ini diharapkan dapat dimanfaatkan baik bagi Pemegang Izin
pemanfaatan tenaga nuklir di bidang medik, Petugas Proteksi Radiasi
di bidang medik, dan juga segenap pihak yang tugasnya bersinggungan
dengan pemanfaatan radiasi di bidang medik. Aplikasi panduan praktis yang
diberikan pada buku ini diharapkan dapat membantu dalam mewujudkan
tujuan kecelakaan nihil dalam pemanfaatan tenaga nuklir di bidang medik.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan buku ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Penghargaan
juga ditujukan kepada Pusat Diseminasi dan Kemitraan Badan Tenaga
Nuklir Nasional yang bersedia menerbitkan buku ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan selamat membaca, dan semoga
penerbitan buku ini mencapai tujuannya.
Jakarta, Mei 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Halaman
iii
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II KONSEP DASAR RADIASI PENGION
2.1. Atom dan Inti Atom
2.2. Radioaktivitas dan Sumber Radiasi
2.3. Dosimetri Radiasi
2.4. Efek Kesehatan Radiasi
5
5
11
14
20
BAB III KETENTUAN UMUM PROTEKSI DAN KESELAMATAN
RADIASI
3.1. Prinsip Proteksi Radiasi
3.2. Proteksi Radiasi Eksternal
3.3. Proteksi Radiasi Internal
3.4. Persyaratan Perundang-undangan
26
26
28
32
33
BAB IV PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI PADA
RADIODIAGNOSTIK
4.1. Tugas dan Tanggung Jawab
4.2. Pekerja Hamil
4.3. Perlengkapan Proteksi Radiasi Pada Radiologi
Diagnostik
4.4. Ruangan Pesawat Sinar-X
4.5. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi
4.6. Pedoman Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pesawat
Sinar-X Mamografi
44
44
47
48
52
54
55
vii
4.7. Pedoman Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pesawat
Sinar-X Gigi
BAB V PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI PADA
RADIO TERAPI
5.1. Tugas dan Tanggung Jawab
5.2. Perlengkapan Proteksi Radiasi Pada Radio terapi
5.3. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Pada Radio terapi
5.4. Penanggulangan Kedaruratan
BAB VI PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI PADA
KEDOKTERAN NUKLIR
6.1. Tugas dan Tanggung Jawab
6.2. Perlengkapan Proteksi Radiasi Untuk Penggunaan
Kedokteran Nuklir In-Vitro
6.3. Perlengkapan Proteksi Radiasi Untuk Penggunaan
Kedokteran Nuklir Diagnostik In-Vivo dan/atau
Penelitian Medik Klinik dan Penggunaan Kedokteran
Nuklir Terapi
6.4. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Pada Kedokteran Nuklir
6.5. Aplikasi I-131 Untuk Terapi Kanker Tiroid
6.6. Thyrotoksikosis
6.7. Terapi Y-90
6.8. Terapi Sr-89
6.9. Penanggulangan Kedaruratan
56
57
57
60
61
63
67
67
72
72
73
76
80
81
82
83
BAB VII PENUTUP
87
DAFTAR BACAAN
88
SINOPSIS
90
RIWAYAT SINGKAT PENULIS
91
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1
Dosis rata-rata dari sumber radiasi alam
14
Tabel 2.2
Dosis radiasi per kapita tahunan sumber radiasi buatan
14
Tabel 2.3
Faktor bobot radiasi, wR
17
Tabel 2.4
Faktor bobot jaringan, wT
19
Tabel 2.5
Efek radiasi kulit
21
Tabel 3.1
Nilai batas dosis
28
Tabel 3.2
Tingkat rujukan diagnostik untuk radiografi
diagnos-tik pasien dewasa
38
Tingkat rujukan diagnostik untuk CT Scan
pasien dewasa
39
Tingkat rujukan diagnostik untuk mammografi
pasien dewasa
39
Tingkat rujukan diagnostik untuk laju dosis fluoros-kopi
pasien dewasa
39
Tingkat rujukan diagnostik untuk aktivitas radionuk-lida
pasien diagnostik
40
Tabel 4.1
Ukuran ruangan fasilitas pesawat sinar-X
53
Tabel 4.2
Ukuran ruangan fasilitas pesawat sinar-X mobile station
53
Tabel 6.1
Jangka waktu untuk menunda kehamilan setelah terapi
74
Tabel 6.2
Penghentian pemberian air susu ibu setelah pemberian
radiofarmaka
75
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Model atom Bohr
5
Gambar 2.2
Proses ionisasi (kiri) dan eksitasi (kanan)
7
Gambar 2.3
Proses pembentukan sinar-X karakteristik
10
Gambar 2.4. Proses pembentukan bremsstrahlung
10
Gambar 2.5
Faktor bobot radiasi neutron sebagai fungsi energi
18
Gambar 2.6
Efek deterministik radiasi
20
Gambar 2.7
Efek stokastik radiasi
23
Gambar 3.1
Kurva jarak jangkau vs energi untuk partikel beta
30
Gambar 4.1
Perlengkapan proteksi radiasi pada radiologi
diagnostik
49
Gambar 4.2
Tirai timbal
50
Gambar 4.3
Dosimeter perorangan pasif
51
Gambar 4.4
Dosimeter perorangan aktif
52
Gambar 5.1
Tombol “Emergency OFF” untuk mematikan
pesawat Co-60
64
Pemindahan pasien dari bawah berkas radiasi Co-60
64
Gambar 5.2
x
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997, istilah
‘ketenaganukliran’ pada dasarnya mengacu bahan nuklir, zat radioaktif
dan atau sumber radiasi lainnya. Bahan nuklir (seperti uranium-235 dan
plutonium-239) digunakan untuk memproduksi energi listrik, sementara
zat radioaktif (seperti Cobalt-60 dan iridium-192) dan atau sumber radiasi
lainnya (seperti pesawat sinar-X atau LINAC, akselerator linier) telah
dimanfaatkan di berbagai bidang terutama medik, industri dan pertanian.
Ketiga sumber radiasi di atas memiliki satu kesamaan, yaitu sama-sama
memancarkan radiasi pengion yang dapat menghasilkan ion dari suatu atom
pada materi yang dilintasinya. Radiasi pengion ini dapat berbentuk partikel
atau gelombang dengan energi yang tinggi. Beberapa contoh radiasi pengion
adalah partikel alfa, partikel beta, sinar gamma, sinar-X, dan neutron.
Selain radiasi pengion, sebenarnya ada satu bentuk radiasi lain yang
disebut sebagai radiasi non-pengion. Berbeda dengan radiasi pengion,
radiasi non-pengion tidak memiliki energi yang cukup untuk mengionisasi
atom dari materi yang dilintasinya. Beberapa contoh radiasi non-pengion
adalah cahaya tampak, gelombang radio, microwave, dan ultraviolet.
Buku ini hanya membahas proteksi dan keselamatan terhadap radiasi
pengion, mengingat jenis radiasi ini banyak digunakan dan telah memberikan
manfaat yang besar bagi kesejahteraan manusia. Untuk selanjutnya, istilah
radiasi pengion akan disebut hanya sebagai radiasi.
Setiap jenis radiasi di atas memiliki kemampuan menembus materi
yang berbeda satu sama lain. Karena kemampuannya untuk menembus
materi ini, radiasi telah banyak diaplikasikan di berbagai bidang untuk
meningkatkan taraf hidup manusia. Aplikasi yang terbanyak adalah di
bidang medik, terutama di rumah sakit, disusul oleh industri, riset, pertanian
dan energi.
1
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Selain membawa manfaat yang sangat besar, diketahui pula bahwa
aplikasi ketenaganukliran memiliki efek yang berbahaya bagi kesehatan
manusia. Efek radiasi dapat berupa deterministik maupun stokastik.
Efek deterministik merupakan efek yang dapat terjadi pada suatu organ
atau jaringan tubuh tertentu yang menerima radiasi dengan dosis tinggi,
sementara efek stokastik merupakan efek akibat penerimaan radiasi dosis
rendah di seluruh tubuh yang baru diderita oleh orang yang menerima dosis
setelah selang waktu tertentu, atau oleh turunannya.
Dengan adanya kedua jenis efek yang berbahaya ini maka setiap
aplikasi radiasi harus diatur dan diawasi melalui suatu sistem pengawasan
keselamatan yang ketat agar aplikasi tersebut tidak membahayakan nyawa,
harta benda dan lingkungan hidup. Sistem pengawasan tersebut diberikan
oleh proteksi dan keselamatan radiasi, yang merupakan gabungan aplikasi
praktis dari berbagai disiplin ilmu seperti fisika, kimia, biologi, dan juga
dari ilmu medik.
Secara lebih umum, proteksi dan keselamatan radiasi pada dasarnya
merupakan penerapan ilmu keselamatan dan kesehatan kerja khusus untuk
aplikasi di bidang ketenaganukliran. Karena itu, istilah ‘proteksi dan
keselamatan radiasi’ dapat pula disebut sebagai ‘Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Radiasi (K3 Radiasi)’.
Buku ini akan membahas berbagai aspek proteksi dan keselamatan
radiasi pada aplikasi ketenaganukliran di rumah sakit. Namun sebelumnya
diuraikan terlebih dahulu mengenai konsep dasar radiasi pengion.
Pengetahuan mengenai konsep dasar ini sangat penting dalam memahami
proses yang terjadi pada suatu peralatan medik di rumah sakit yang
menggunakan sumber radiasi, jenis-jenis sumber radiasi, cara mengukur
dosis radiasi dan efek kesehatan radiasi yang telah disinggung dengan
singkat di atas.
Selanjutnya diuraikan mengenai ketentuan umum proteksi dan
keselamatan radiasi. Prinsip proteksi radiasi akan menjelaskan bahwa iptek
2
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
proteksi dan keselamatan radiasi disusun dengan dasar prinsip-prinsip yang
jelas dan terukur, sementara uraian tentang proteksi radiasi eksternal dan
proteksi radiasi internal akan memberikan pemahaman tentang cara dan
upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penerimaan dosis radiasi pada
individu dari sumber radiasi baik yang ada di luar tubuh maupun yang telah
masuk ke dalam tubuh.
Dalam ketentuan umum proteksi radiasi diuraikan pula berbagai
upaya dan tindakan proteksi radiasi yang dipersyaratkan dan harus
dilaksanakan berdasar peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia,
yaitu yang ditetapkan dalam peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga
Nuklir (Bapeten). Persyaratan tersebut meliputi pembagian daerah kerja,
pemantauan pajanan daerah kerja dan radioaktivitas lingkungan, pemantauan
dosis pekerja, pemantauan kesehatan pekerja radiasi, penerapan penghambat
dosis dan tingkat rujukan diagnostik.
Penerapan upaya proteksi dan keselamatan radiasi pada aplikasi
ketenaganukliran di rumah sakit terdiri atas penerapan pada aplikasi
radiodiagnostik, radio terapi dan kedokteran nuklir.
Meski pun sebenarnya aplikasi kedokteran nuklir bisa berupa diagnostik
dan terapi, sumber radioaktif terbuka yang digunakannya memerlukan
penanganan yang ekstra hati-hati dibanding penanganan sumber radiasi dan
sumber radioaktif tertutup yang digunakan pada aplikasi diagnostik dan
terapi. Dalam hal ini, sumber radioaktif terbuka adalah sumber radioaktif
yang tidak permanen tertutup di dalam suatu kapsul, atau tidak terikat kuat
dalam satu bentuk padatan, sehingga mempunyai kemungkinan untuk dapat
menyebar ke lingkungan jika tidak ditangani dengan hati-hati. Sumber
radioaktif tertutup, sementara itu, adalah sumber radioaktif yang secara
permanen tertutup di dalam suatu kapsul atau terikat kuat dalam satu bentuk
padatan sehingga tidak bocor dalam kondisi pemakaiannya.
Pada bagian akhir diberikan daftar bacaan yang dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman pembaca sekalian terhadap penerapan
3
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
proteksi dan keselamatan radiasi di rumah sakit ini. Berbagai buku yang
tercantum pada daftar bacaan tersebut sebagian besar terbitan IAEA, karena
memang pedoman dalam aplikasi proteksi dan keselamatan radiasi di dunia
ini mengacu pada dokumen yang diterbitkan IAEA tersebut.
4
BAB II
KONSEP DASAR RADIASI PENGION
2.1. Atom dan Inti Atom
Jika semua bahan (materi) yang ada di alam ini dipotong-potong hingga
sekecil-kecilnya, akan diperoleh bagian dari materi yang disebut
atom. Atom adalah bagian terkecil dari suatu materi yang memiliki
sifat dasar dari materi tersebut. Di alam, atom-atom akan terikat oleh
suatu ikatan kimia dalam proporsi tertentu untuk membentuk molekul.
Sebagai contoh, air atau H2O adalah molekul yang terdiri atas dua
atom hidrogen dan satu atom oksigen. Sampai saat ini telah diketahui
92 atom yang terbentuk secara alamiah, dan beberapa atom lain yang
dibuat manusia.
Banyak teori yang telah dikembangkan untuk mempelajari sifat
dan karakteristik atom, namun yang paling sering digunakan adalah
model atom Bohr. Menurut Niels Bohr, atom terdiri atas inti atom dan
elektron-elektron yang mengelilinginya pada orbit atau kulit tertentu.
Inti atom sendiri terdiri atas proton dan neutron, yang masing-masing
sering pula disebut sebagai nukleon (pembentuk inti). Gambar 2.1
memperlihatkan model atom yang dikembangkan Bohr.
Gambar 2.1. Model atom Bohr
5
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Setiap kulit elektron mempunyai tingkat energi tertentu. Semakin
luar kulit dari inti atom, tingkat energinya semakin tinggi. Karena itu,
elektron-elektron di suatu atom akan selalu berusaha untuk menempati
kulit yang lebih dalam. Kulit terdalam (terdekat dengan inti atom)
disebut kulit K, orbit berikutnya (menjauhi inti atom) disebut kulit
L, kulit M dan seterusnya. Atom ada dalam keadaan stabil bila setiap
kulit yang lebih dalam berisi penuh dengan elektron sesuai dengan
kapasitasnya. Sebaliknya, jika suatu kulit elektron masih belum penuh
namun terdapat elektron di kulit yang lebih luar, maka atom tersebut
dikatakan tidak stabil, atau disebut juga atom dalam keadaan tereksitasi.
Elektron dapat berpindah dari satu kulit ke kulit lainnya. Perpindahan
elektron dari satu kulit ke kulit lain ini disebut transisi elektron. Transisi
elektron dari kulit lebih luar ke kulit lebih dalam akan memancarkan
energi, sebaliknya transisi elektron dari kulit lebih dalam ke kulit lebih
luar akan membutuhkan energi.
Jika atom menerima energi dari luar, di dalam atom itu akan terjadi
eksitasi atau ionisasi. Eksitasi adalah peristiwa perpindahan elektron
dari kulit dalam ke kulit luar sehingga atom menjadi atom yang
tereksitasi. Peristiwa ini terjadi jika energi yang datang lebih besar
dari selisih tingkat energi antara kulit lebih dalam dan kulit lebih
luar. Sedang ionisasi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari ikatan
atomnya sehingga atom menjadi ion. Ion negatif adalah elektron yang
terlepas dari ikatan atomnya, sedang ion positif adalah atom yang tidak
netral karena kehilangan/kekurangan elektron. Peristiwa ini dapat
terjadi jika energi yang datang lebih besar dari energi yang diperlukan
atom untuk mengikat elektronnya. Gambar 2.2 memperlihatkan proses
eksitasi dan ionisasi ini.
6
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Gambar 2.2. Proses ionisasi (kiri) dan eksitasi (kanan).
Dipandang dari segi massa, massa suatu atom terkonsentrasi pada
intinya, karena massa elektron sangat kecil dan dapat diabaikan bila
dibandingkan dengan massa proton maupun neutron. Namun, bila
dipandang dari segi muatan listriknya, muatan atom ditentukan oleh
jumlah proton dan jumlah elektronnya. Bila jumlah proton sama dengan
jumlah elektron, maka muatan atom tersebut nol sehingga dinamakan
atom netral. Bila jumlah protonnya tidak sama dengan jumlah elektron,
maka dinamakan atom tidak netral atau ion.
Jumlah proton menentukan sifat kimia dari atom, dan karena itu
disebut sebagai unsur. Setiap unsur dituliskan sesuai dengan lambang
atomnya. Misal, unsur hidrogen dilambangkan H, emas dilambangkan
Au (dari kata Aurum), dan seterusnya.
Selain diberi lambang, setiap unsur juga diberi nomor, disebut
nomor atom dan dilambangkan Z, berdasarkan jumlah proton yang
dimilikinya. Misal, hidrogen diberi nomor 1, emas diberi nomor 79.
7
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Jumlah proton dan neutron diberi lambang A, sedang jumlah neutron
diberi lambang N, dengan N = A – Z.
Setiap unsur (yang memiliki jumlah proton tertentu) tidak harus
memiliki jumlah neutron yang sama. Sebagai contoh, unsur fosfor (P)
yang memiliki nomor atom 15, dapat memiliki 13 hingga 19 neutron.
Karena adanya variasi jumlah neutron ini, maka istilah unsur (yang
hanya mengacu pada jumlah proton) diperluas menjadi istilah nuklida
(yang mengacu pada jumlah proton dan jumlah neutron). Dengan
demikian, penulisan lengkap dari nuklida X adalah:
A
ZX
4
Misal, nuklida 2 He adalah atom helium yang memiliki nomor massa
60
4 dan nomor atom 2. Nuklida 27 Co adalah atom kobalt yang memiliki
nomor massa 60 dan nomor atom 27.
Karena nomor atom dan lambang atom (nama atom) memberikan
informasi yang sama, maka nomor atom biasanya tidak ditulis lagi,
4
60
sehingga menjadi He atau Co. Lebih lanjut, karena ‘angka di atas’
(superscripts) sering memperlambat penulisan, maka disederhanakan
lagi menjadi He-4 atau Co-60.
Dalam hal inti atom, banyak teori yang telah dikembangkan untuk
mempelajari inti atom, namun yang paling berkaitan dengan
pembahasan radiasi adalah model orbit. Menurut model ini, nukleon
(proton dan neutron) berada pada tingkat energi tertentu di dalam inti,
dan berinteraksi satu sama lain. Model ini sama dengan model orbit
(kulit) untuk elektron.
Inti atom memiliki gaya inti, atau gaya antar nukleon, yang mengikat
nukleon. Gaya inti sangat kuat tapi jangkauannya sangat pendek. Gaya
inilah yang menyebabkan inti tetap dalam keadaan stabil meski ada gaya
tolak elektrostatis antar sesama proton yang dapat menghancurkan inti.
8
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Komposisi jumlah proton dan neutron pada inti atom sangat
mempengaruhi kestabilan inti atom. Inti atom dikatakan stabil bila
komposisi jumlah proton dan neutronnya sudah “seimbang” serta
tingkat energinya sudah berada pada keadaan dasar. Secara umum,
inti atom berada pada keadaan stabil bila jumlah protonnya “sama
dengan” jumlah neutronnya. Bila terdapat kelebihan jumlah proton,
atau kelebihan jumlah neutron, inti akan menjadi tidak stabil.
Inti yang tidak stabil akan berusaha untuk mencapai kondisi stabil
dengan memancarkan radiasi, baik berupa gelombang elektromagnetik
(sinar-X, sinar gamma) maupun partikel (alfa, beta, neutron). Proses
perubahan dari inti atom yang tidak stabil menjadi stabil disebut
peluruhan radioaktif. Nuklida yang tidak stabil disebut sebagai
radionuklida, isotop yang tidak stabil disebut radioisotop, sedang
bahan yang mengandung radionuklida atau radioisotop dalam jumlah
yang cukup banyak disebut bahan radioaktif.
Fenomena menarik dari atom dan inti atom adalah terjadinya pancaran
sinar-X dan sinar gamma. Sinar-X dan sinar gamma merupakan
gelombang elektromagnetik, yang sering disebut pula sebagai foton.
Sinar-X dan sinar gamma pada dasarnya memiliki sifat yang sama,
kecuali berbeda dalam proses pembentukannya. Jika sinar gamma
berasal dari perubahan dalam inti, sinar-X terbentuk ketika elektron
atom mengalami perubahan dalam orbitnya.
Sinar-X dibedakan atas sinar-X karakteristik dan bremsstrahlung.
Sinar-X karakteristik dipancarkan oleh atom yang tereksitasi. Sesaat
setelah eksitasi terjadi, elektron yang tereksitasi dari suatu orbit ke
orbit yang lebih luar, dalam waktu yang singkat akan kembali ke orbit
semula. Pada saat kembali ini energi yang berlebih akan dipancarkan
dalam bentuk sinar-X karakteristik. Gambar 2.3 memperlihatkan
proses pembentukan sinar-X karakteristik ini.
9
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Bremsstrahlung (istilah bahasa Jerman) terjadi bila radiasi beta
atau elektron yang datang dibelokkan oleh inti atom. Elektron yang
dibelokkan tersebut akan berkurang energinya, sehingga menyebabkan
terjadinya pancaran sinar-X bremsstrahlung. Berbeda dengan sinar-X
karakteristik yang energinya dipancarkan secara diskrit, bremsstrahlung
dipancarkan secara terus menerus, sehingga disebut pula sebagai
sinar-X kontinyu. Gambar 2.4 memperlihatkan proses pembentukan
bremsstrahlung atau sinar-X kontinyu ini.
Gambar 2.3. Proses pembentukan sinar-X karakteristik
Gambar 2.4.. Proses pembentukan bremsstrahlung.
10
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
2.2. Radioaktivitas dan Sumber Radiasi
2.2.1. Radioaktivitas
Radioaktivitas adalah peluruhan spontan inti atom yang tidak
stabil yang akan menyebabkan terbentuknya nuklida baru.
Peluruhan ini terjadi karena komposisi jumlah proton dan
neutron yang tidak seimbang. Dalam hal ini, inti tidak stabil
tersebut akan memancarkan radiasi alfa (a) atau radiasi beta
(b). Setelah memancarkan radiasi alfa atau beta, adakalanya inti
atom masih memiliki kelebihan energi (belum mencapai tingkat
energi dasarnya). Dalam usahanya untuk mencapai tingkat energi
dasar, pemancaran radiasi alfa atau beta dapat disertai dengan
pemancaran radiasi gamma.
Radiasi alfa (a) adalah radiasi berupa partikel yang terdiri atas
2 proton dan 2 neutron. Pada dasarnya, radiasi alfa adalah inti
4
helium yang bersimbol 2 He . Radionuklida yang meluruh dengan
memancarkan radiasi alfa akan kehilangan 2 proton dan 2 neutron,
serta membentuk nuklida baru.
Radiasi beta (b) berupa partikel, yang dapat bermuatan negatif
atau bermuatan positif. Partikel beta bermuatan negatif identik
dengan elektron, sedang partikel beta bermuatan positif, disebut
positron, identik dengan elektron yang bermuatan positif.
Dalam proses peluruhan radiasi beta negatif (elektron), terjadi
perubahan neutron menjadi proton di dalam inti atom. Sedang
dalam proses peluruhan radiasi beta positif (positron), terjadi
perubahan proton menjadi neutron di dalam inti atom.
Seperti elektron, nukleon juga bisa tereksitasi jika menerima
radiasi. Ketika nukleon yang tereksitasi kembali ke tingkat energi
asal, terjadi pancaran foton (gelombang elektromagnetik) yang
energinya sama dengan perbedaan energi antara tingkat energi
11
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
eksitasi dengan tingkat energi asal. Foton yang terpancar ini
disebut sebagai sinar gamma atau radiasi gamma.
Namun berbeda dengan radiasi alfa dan beta, radiasi gamma
(g) tidak menyebabkan perubahan nomor atom maupun nomor
massa, karena radiasi gamma merupakan foton (gelombang
elektromagnetik), yang tidak bermuatan dan tidak bermassa.
Peluruhan ini terjadi karena energi inti atom tidak berada pada
keadaan dasarnya; dengan kata lain, energi inti atom berada pada
tingkat tereksitasi (isomer). Pada umumnya, peluruhan gamma
ini terjadi setelah peristiwa peluruhan alfa atau beta.
Telah diketahui bahwa inti atom yang tidak stabil, atau
radionuklida, akan berubah menjadi stabil dengan memancarkan
radiasi. Jumlah pengurangan atau peluruhan aktrivitas suatu
nuklida yang terjadi dalam satu detik disebut sebagai aktivitas.
Satuan aktivitas dalam sistem internasional (SI) adalah becquerel
(Bq), yang didefinisikan sebagai satu disintegrasi (peluruhan) per
detik (s-1). Satuan lama yang masih sering dijumpai adalah curie
(Ci), dengan 1 Ci = 3,7 x1010 Bq.
Aktivitas suatu radionuklida setiap saat berkurang dengan
mengikuti persamaan eksponensial sebagai berikut:
A = A0edengan A menyatakan aktivitas pada waktu t, A0 menyatakan
aktivitas awal dan l menyatakan konstanta peluruhan.
Waktu yang dibutuhkan agar aktivitas suatu bahan radioaktif
berkurang menjadi separo dari aktivitas awalnya disebut sebagai
waktu paro. Waktu paro setiap radionuklida bersifat unik dan
tidak berubah. Misalnya, waktu paro Co-60 adalah 5,27 tahun dan
waktu paro Cs-137 adalah 30 tahun.
12
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Waktu paro ditentukan oleh suatu konstanta peluruhan, l, yang
juga unik untuk setiap radionuklida Hubungan antara waktu paro,
T1/2, dan konstanta peluruhan, l, adalah:
2.2.2. Sumber Radiasi
Radiasi merupakan unsur penting dalam kehidupan di dunia ini,
dan menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri. Ada dua sumber
utama sumber radiasi di dunia ini, yaitu sumber radiasi alami dan
sumber radiasi buatan.
Radiasi alami merupakan radiasi yang telah ada di bumi ini
dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia. Radiasi alami
terdiri atas radiasi kosmik - radiasi yang berasal dari luar angkasa
termasuk matahari, radiasi primordial - radiasi yang berasal dari
dalam bumi sendiri, dan radiasi interna - radiasi yang telah ada
di dalam tubuh manusia sejak dilahirkan, dan juga yang masuk
ke dalam tubuh manusia secara ingesi (penelanan), inhalasi
(penghirupan), atau luka terbuka. Radiasi buatan adalah sumber
radiasi yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk berbagai
kepentingan, termasuk kepentingan militer (senjata nuklir),
kedokteran (radiodiagnostik, radio terapi dan kedokteran nuklir),
pembangkitan listrik (PLTN), dan lain-lain.
Secara global, Tabel 2.1 memperlihatkan dosis radiasi yang
diterima manusia di dunia ini dari sumber alami rata-rata dalam
satu tahun, sedang Tabel 2.2 memperlihatkan dosis radiasi per
kapita tahunan yang diterima setiap penduduk dunia dari radiasi
buatan.
13
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Tabel 2.1. Dosis rata-rata dari sumber radiasi alam.
Dosis rerata tahunan
(mSv)
Rentang dosis
(mSv)
Inhalasi (gas radon)
1,26
0,2 – 1,0
Terestrial eksternal
0,48
0,3 – 1,0
Ingesi
0,29
0,2 – 1,0
Radiasi kosmik
0,39
0,3 – 1,0
2,4
1,0 – 13
Sumber
Total
Tabel 2.2. Dosis radiasi per kapita tahunan sumber radiasi buatan.
Dosis rerata
tahunan (mSv)
Rentang dosis (mSv)
0,5
0 – beberapa puluh
Percobaan atmosfer senjata nuklir
0,005
Masih besar di sekitar
lokasi percobaan
Pajanan kerja
0,005
~0 – 20
Kecelakaan Chernobyl
0,002
-
Daur bahan bakar nuklir
0,0002
-
0,6
~0 – beberapa puluh
Sumber
Diagnosis medik
Total
2.3. Dosimetri Radiasi
Dosimetri merupakan cabang salah satu cabang ilmu yang secara
kuantitatif berupaya untuk menentukan jumlah energi yang mengendap
pada suatu bahan tertentu oleh radiasi pengion. Sejumlah besaran dan
satuan dengan demikian perlu didefinisikan untuk menguraikan proses
pengendapan energi tersebut.
14
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Besaran fisik merupakan besaran yang menggambarkan sifat penyerapan
energi pada suatu bahan. Namun demikian, untuk kepentingan proteksi
radiasi diperlukan suatu besaran yang dapat digunakan untuk mengkaji
hubungan dosis dengan risiko kesehatan akibat penyerapan energi
tersebut. Untuk ini diperkenalkan suatu besaran yang disebut dengan
besaran proteksi. Besaran proteksi secara operasional ternyata tidak
dapat diukur secara langsung pada jaringan tubuh. Untuk kepentingan
pengukuran langsung selanjutnya diperkenalkan besaran operasional,
yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengkaji dosis pada besaran
proteksi.
2.3.1. Besaran fisik
Besaran fisik yang penting adalah kerma dan dosis serap. Kerma
adalah singkatan dari kinetic energy released per unit mass, atau
energi kinetik yang dilepaskan per satuan massa. Besaran ini
merupakan besaran yang berlaku untuk radiasi tak langsung seperti
foton dan neutron, dan mengkuantifikasi jumlah energi rata-rata
yang dialihkan dari radiasi tak langsung ke radiasi langsung tanpa
mempedulikan apa yang terjadi setelah pengalihan berlangsung.
Dalam proses ini dapat dijelaskan bahwa energi foton diberikan ke
suatu bahan melalui proses dua tahap. Pada tahap pertama radiasi
foton mengalihkan energinya sebagai energi kinetik ke partikel
bermuatan sekunder (elektron) melalui tiga jenis interaksi foton
(efek fotolistrik, efek Compton dan produksi pasangan). Pada
tahap kedua, partikel bermuatan bermuatan mengalihkan energi
kinetiknya dalam bentuk elektron dan positron ke bahan melalui
proses eksitasi dan ionisasi. Kerma merupakan proses tahap
pertama, sedang tahap kedua disebut sebagai dosis serap.
Jika pada proses pengalihan energi dari radiasi tak langsung ke
suatu bahan merupakan proses tahap kedua, dosis serap merupakan
tahapan langsung pengalihan energi pada radiasi langsung alfa
15
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
dan beta. Dosis serap didefinisikan sebagai energi rata-rata radiasi
yang diserap pada suatu titik dari bahan per satuan massa bahan
tersebut.
Pada sistem internasional (SI), kerma dan dosis serap masingmasing memiliki satuan joule per kilogram (J/kg), dengan nama
khusus gray (Gy).
2.3.2. Besaran Proteksi
Besaran proteksi adalah besaran yang digunakan untuk tujuan
penentuan nilasi batas dosis, dan terdiri atas dosis serap organ,
dosis ekivalen dan dosis efektif.
Dosis Serap Organ, DT
Dosis serap organ, DT, memiliki definisi yang hampir sama
dengan dosis serap, kecuali ditetapkan dirata-ratakan ke seluruh
jaringan atau organ. Karena itu, dosis serap organ juga dapat
disebut sebagai dosis serap rata-rata. Satuan dosis serap organ
adalah J/kg atau Gy.
Dosis Ekivalen, HT
Penggunaan dosis rata-rata sebagai indikator peluang efek
stokastik bergantung pula pada kelinieran hubungan dosistanggapan. Hubungan ini tidak linier untuk efek deterministik,
sehingga dosis serap rata-rata tidak sertamerta relevan untuk efek
deterministik kecuali jika dosisnya tersebar merata di seluruh
jaringan atau organ.
Peluang terjadinya efek stokastik diketahui bergantung, tidak
hanya pada dosis serap, namun juga pada jenis dan energi
radiasi yang datang. Dosis serap dari radiasi yang berbeda akan
memberikan efek biologik yang berbeda pula di dalam organ atau
jaringan tubuh Untuk memperhitungkan kedua parameter terakhir
ini diperkenalkan faktor bobot radiasi, wR. Dosis serap rata-rata
16
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
dari radiasi R pada organ atau jaringan T disebut dosis ekivalen,
dan merupakan hasil kali dari dosis serap rata-rata dengan faktor
bobot radiasi.
Satuan dosis ekivalen dalam SI adalah joule per kilogram (J/
kg), dengan nama khusus sievert (Sv). Satuan lama untuk
dosis ekivalen adalah rem, dengan 1 Sv = 100 rem. Tabel 2.3
memberikan faktor bobot radiasi yang diberikan oleh Komisi
Internasional untuk Proteksi Radiologik (ICRP) pada publikasi
103 yang terbit tahun 2007.
Tabel 2.3. Faktor bobot radiasi, wR
Jenis radiasi
Foton
Elektron, muon
Proton, pion bermuatan
Alfa, fragmen fisi, ion berat
Neutron
Faktor bobot radiasi, wR
1
1
2
20
Fungsi energi neutron **)
**) Lihat Gambar 2.5.
Dosis Efektif, E
Karena hubungan antara peluang terjadinya efek stokastik dan
dosis ekivalen diketahui bergantung pula pada organ atau jaringan
tersinar, besaran selanjutnya ditentukan untuk menunjukkan
kombinasi berbagai dosis dengan berbagai jaringan yang berbeda
sedemikian rupa sehingga berkorelasi langsung dengan efek
stokastik total. Besaran ini disebut dosis efektif, E, dan merupakan
hasil kali dosis ekivalen di jaringan atau organ dengan faktor
bobot jaringan yang sesuai. Tabel 2.4 memberikan faktor bobot
radiasi yang diberikan oleh ICRP pada publikasi 103 yang terbit
tahun 2007.
17
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Gambar 2.5. Faktor bobot radiasi neutron sebagai fungsi energi.
Seperti dosis ekivalen, satuan dosis efektif dalam SI adalah joule
per kilogram (J/kg), dengan nama khusus sievert (Sv). Satuan
lama untuk dosis ekivalen adalah rem, dengan 1 Sv = 100 rem.
2.3.3. Besaran Operasional
Besaran dosis operasional adalah besaran yang digunakan untuk
tujuan praktis dalam proteksi radiasi eksternal, dan terdiri atas
besaran untuk tujuan pemantauan daerah kerja dan pemantauan
individu.
Dosis tara ambien, H*(d)
Dosis tara ambien, H*(d), adalah dosis tara yang digunakan
untuk pemantauan daerah kerja dan untuk radiasi dengan daya
tembus kuat seperti gamma dan neutron. Besaran ini dipandang
telah memadai dalam memenuhi tujuan untuk memperkirakan
pemenuhan nilai batas dosis yang berlaku.
18
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Kedalaman d yang direkomendasikan adalah 10 mm, sehingga
H*(d) ditulis sebagai H*(10).
Tabel 2.4. Faktor bobot jaringan, wT
Jaringan atau organ
Faktor bobot
jaringan, wT
Gonad
0,08
Sumsum tulang (merah), kolon, paru-paru, lambung
0,12
Payudara
0,12
Bladder, esofagus, hati, tiroid
0,04
Permukaan tulang, kulit
0,01
Otak, kelenjar ludah
0,01
Jaringan sisa *)
0,12
Total
*)
1,00
Jaringan sisa: adrenalin, ekstratoraksik, gall bladder, jantung, ginjal, lymph nodes, otot,
mukosa oral, prostat (laki), usus kecil, limpa, thymus, uterus/ serviks (pr.)
Dosis tara berarah, H’(d,W)
Dosis tara berarah, H’(d,W), adalah dosis tara yang juga digunakan
pada pemantauan daerah kerja, namun berlaku hanya untuk
radiasi tembus lemah seperti beta dan sinar-X lemah. Kedalaman
d yang direkomendasikan adalah 0,07 mm, sehingga H’(d,W)
ditulis sebagai H’(0,07,W).
Dosis tara perorangan, Hp(d)
Dosis tara perorangan, Hp(d), adalah dosis tara pada jaringan
di bawah titik tertentu tubuh pada kedalaman d. Besaran ini
digunakan pada pemantauan radiasi perorangan, dan berlaku baik
untuk radiasi tembus kuat maupun lemah. Untuk radiasi tembus
kuat kedalaman yang direkomendasikan adalah 10 mm, sehingga
Hp(d) ditulis sebagai Hp(10), sedang untuk radiasi tembus lemah
kedalamannya 0,07 mm sehingga Hp(d) ditulis sebagai Hp(0,07).
19
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Untuk lensa mata kedalaman yang direkomendasikan adalah 3
mm, sehingga Hp(d) ditulis sebagai Hp(3). Penempatan alat ukur
untuk Hp(3) ini sangat penting terutama dalam kaitannya dengan
pengukuran dosis pada lensa mata yang dapat diterima oleh
pekerja medik pada pemeriksaan fluoroskopi atau intervensional.
2.4. Efek Kesehatan Radiasi
Interaksi radiasi pengion dengan tubuh manusia akan mengakibatkan
terjadinya efek kesehatan. Efek kesehatan ini, yang dimulai dengan
peristiwa yang terjadi pada tingkat molekuler, akan berkembang
menjadi gejala klinis. Sifat dan keparahan gejala, dan juga waktu
kemunculannya, sangat bergantung pada jumlah dosis radiasi yang
diserap dan laju penerimaannya.
2.4.1. Efek Deterministik
Efek deterministik terjadi akibat adanya kematian sel sebagai
akibat pajanan radiasi sekujur maupun lokal. Efek ini terjadi bila
dosis radiasi yang diterima tubuh melebihi nilai dosis ambang
untuk terjadinya efek ini (lihat Gambar 2.6). Efek ini juga terjadi
pada individu yang terpajan dalam waktu yang tidak lama setelah
pajanan terjadi, dan tingkat keparahannya akan meningkat jika
dosis yang diterimanya juga makin besar. Berikut adalah beberapa
organ yang dapat mengalami efek deterministik.
Gambar 2.6. Efek deterministik radiasi.
20
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Kulit
Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis.
Beberapa jenis efek radiasi yang dijumpai pada kulit diberikan
pada Tabel 2.5.
Mata
Lensa mata merupakan bagian mata yang sangat sensitif terhadap
radiasi. Terjadinya kekeruhan (katarak) atau hilangnya sifat
transparansi lensa mata sudah mulai terdeteksi setelah pajanan
radiasi rendah sekitar 0,5 Gy, bersifat kumulatif dan dapat
berkembang hingga terjadi kebutaan. Katarak dapat terjadi
setelah masa laten sekitar 6 bulan hingga 35 tahun, dengan ratarata sekitar 3 tahun.
Tabel 2.5. Efek radiasi pada kulit.
Efek Radiasi
Kemerahan (eritem)
Kerontokan (epilasi) dan pengelupasan
kulit (deskuamasi kering)
Pelepuhan (blister) dan bernanah
(deskuamasi basah)
Kematian jaringan (nekrosis)
Rentang dosis (Gy)
Waktu
2-3
3-8
6-24 jam
3-6 minggu
12-20
4-6 minggu
>20
10 minggu
Paru
Paru adalah organ yang relatif sensitif terhadap pajanan radiasi
eksternal maupun internal. Efek berupa pneumonitis (radang
paru) biasanya mulai timbul setelah beberapa minggu atau bulan.
Efek utamanya adalah pneumonitis interstisial yang dapat diikuti
dengan terjadinya fibrosis (jaringan ikat) sebagai akibat dari
rusaknya sistem vaskularisasi sel kapiler dan jaringan ikat yang
dapat berakhir dengan kematian.
21
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Kerusakan sel yang mengakibatkan terjadinya peradangan paru
akut biasanya terjadi pada dosis 5 – 15 Gy. Dosis ambang tunggal
6-7 Gy dianggap sebagai dosis ambang terjadinya penumonitis
akut.
Organ reproduksi
Efek deterministik pada gonad atau organ reproduksi pria adalah
kemandulan. Pajanan radiasi pada testis akan mengganggu proses
pembentukan sel sperma yang akhirnya akan mempengaruhi
jumlah sel sperma yang dihasilkan. Dosis radiasi sebesar 0,15 Gy
merupakan dosis ambang kemandulan sementara karena sudah
mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah sel sperma selama
beberapa minggu. Dosis ambang kemandulan tetap diperkirakan
sekitar 3,5 – 6 Gy.
Selain kemandulan, radiasi juga dapat mengakibatkan terjadinya
menopause dini sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem
reproduksi. Disamping itu juga diketahui bahwa pengaruh radiasi
pada sel telur sangat bergantung pada usia. Semakin tua usia,
semakin sensitif terhadap radiasi.
Tiroid
Tiroid atau kelenjar gondok merupakan organ yang berfungsi
mengatur proses metabolisme tubuh melalui hormon tiroksin yang
dihasilkannya. Jika terjadi inhalasi isotop yodium, zat radioaktif
ini akan terakumulasi di dalam tiroid dan menyebabkan tiroidis
akut dan hipotiroidism. Dosis ambang untuk tiroidis akut sekitar
200 Gy.
Janin
Efek deterministik pada janin sangat bergantung pada usia
kehamilan saat janin menerima pajanan radiasi. Pada usia
kehamilan 0-2 minggu, dosis radiasi sekitar 0,05 Gy akan
menyebabkan kematian. Dosis radiasi yang sama yang diterima
22
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
pada usia kehamilan 2-7 minggu akan menimbulkan malformasi
organ tubuh. Sedang pada usia kehamilan 8-25 minggu akan
terjadi retardasi mental jika janin menerima dosis sekitar 0,1 –
0,6 Gy.
2.4.2. Efek Stokastik
Berbeda dengan efek deterministik, efek stokastik tidak mengenal
dosis ambang. Serendah apa pun dosis radiasi yang diterima, selalu
ada peluang untuk terjadinya perubahan pada sistem biologik
baik pada tingkat molekuler mau pun seluler (lihat Gambar 2.7).
Dalam hal ini yang terjadi bukan kematian sel namun perubahan
sel dengan fungsi yang berbeda.
Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel somatik, maka
sel tersebut dalam jangka waktu yang lama, ditambah dengan
pengaruh dari bahan toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang
menjadi kanker. Periode laten untuk terjadinya induksi leukemia,
salah satu jenis kanker, diperkirakan sekitar 8 tahun, dan dua atau
tiga kali lebih panjang untuk kanker solid (padat) seperti kanker
payudara atau kanker tulang.
Kanker akibat radiasi pada dasarnya tidak berbeda dengan
kanker akibat mekanisme lain. Karena itu, kebolehjadian induksi
kanker hanya dapat dilihat secara epidemiologi berdasar kejadian
berlebih secara statistik di atas kejadian alamiah atau spontan.
Gambar 2.7. Efek stokastik radiasi.
23
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Jika sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka
sifat sel terubah ini dapat diwariskan ke keturunannya sehingga
timbul efek genetik atau efek terwaris. Pada berbagai percobaan
di laboratorium dengan hewan percobaan terbukti bahwa efek ini
bisa terjadi. Namun, bahkan dari studi terhadap para korban yang
selamat dari bom atom di Jepang, efek terwaris ini belum terbukti
terjadi pada manusia.
Secara umum, dengan demikian, selain tidak memiliki dosis
ambang, efek stokastik muncul setelah masa laten yang cukup
lama, dan keparahannya tidak bergantung pada dosis radiasi yang
datang, meski peluang terjadinya lebih besar pada dosis yang
lebih tinggi.
2.4.3. Sindroma Radiasi Akut
Sindroma radiasi akut (SRA) merupakan efek yang terjadi jika
seluruh tubuh menerima dosis radiasi sekitar 1 Gy atau lebih,
dan dapat berakhir dengan kematian dalam waktu yang singkat.
Kematian terjadi sebagai akibat kerusakan dan kematian sel organ
dan sistem vital tubuh dalam jumlah yang banyak.
SRA terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah fase inisial atau
sindroma prodromal, dengan gejala hilangnya napsu makan, rasa
mual, muntah dan diare; gejala yang bersifat umum dan tidak
bisa dibedakan dari gejala penyakit yang lain. Mual dan muntah
terjadi 2-3 jam setelah pajanan dosis 1-2 Gy pada sekitar 50%
pasien, atau 1-2 jam setelah pajanan 2-4 Gy pada sekitar 75-80%
pasien.
Tahap kedua adalah fase laten, suatu periode dimana pasien tidak
mengalami gejala apapun setelah sindroma prodromal selesai.
Lama fase ini tidak pasti dan bergantung pada dosis yang diterima.
Makin besar dosis makin singkat fase latennya.
24
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Tahap ketiga adalah fase dimana SRA itu sendiri muncul. Fase
manifestasi kerusakan sistem tubuh ini dapat digolongkan atas
tiga tingkat keparahan, yaitu:
a. Sindroma sistem pembentukan darah (hematopoietic
syndrome). Dosis ambang sindroma ini adalah 1 Gy dan
menyebabkan jumlah sel darah menurun setelah 2-4 minggu.
Dosis sekitar 2 Gy dapat menyebabkan kematian dalam
waktu 2-8 minggu.
b. Sindroma sistem pencernaan (gastrointestinal syndrome).
Dosis ambang sindroma ini sekitar 5 Gy dalam waktu 3-5
hari, dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu 3 hari 2 minggu dengan dosis ambang 10 Gy.
c. Sindroma sistem syaraf pusat (central nervous system
syndrome). Dosis ambang untuk sindroma ini sekitar 20 Gy
dan muncul dalam waktu kurang dari 3 jam.
Secara umum diketahui pula bahwa jika dosis radiasi seluruh
tubuh yang diterima antara 6-10 Gy, kebanyakan individu akan
mengalami kematian kecuali jika segera mendapat pertolongan
medik yang tepat untuk mencegah terjadinya infeksi dan
perdarahan. Namun pada dosis di atas 10 Gy, kematian akan
terjadi meskipun telah dilakukan usaha seperti transplantasi
sumsum tulang dari donor yang sesuai.
25
BAB III
KETENTUAN UMUM PROTEKSI DAN
KESELAMATAN RADIASI
3.1. Prinsip Proteksi Radiasi
Untuk mencapai tujuan proteksi dan keselamatan dalam pemanfaatan
diperlukan prinsip utama proteksi radiasi. Kerangka konseptual
dalam prinsip proteksi radiasi ini terdiri atas pembenaran (justifikasi),
optimisasi proteksi, dan pembatasan dosis.
3.1.1. Pembenaran (justifikasi)
Suatu pemanfaatan harus dapat dibenarkan jika menghasilkan
keuntungan bagi satu atau banyak individu dan bagi
masyarakat terpajan untuk mengimbangi kerusakan radiasi
yang ditimbulkannya. Kemungkinan dan besar pajanan yang
diperkirakan timbul dari suatu pemanfaatan harus diperhitungkan
dalam proses pembenaran.
Pajanan medik, sementara itu, harus mendapat pembenaran
dengan menimbang keuntungan diagnostik dan terapi yang
diharapkan terhadap kerusakan radiasi yang mungkin ditimbulkan.
Keuntungan dan risiko dari teknik lain yang tidak melibatkan
pajanan medik juga perlu diperhitungkan.
3.1.2. Optimisasi
Dalam kaitan dengan pajanan dari suatu sumber tertentu dalam
pemanfaatan, proteksi dan keselamatan harus dioptimisasikan
agar besar dosis individu, jumlah orang terpajan, dan kemungkinan
terjadinya pajanan ditekan serendah mungkin (ALARA, as low
as reasonably achievable), dengan memperhitungkan faktor
ekonomi dan sosial, dan dengan pembatasan bahwa dosis yang
diterima sumber memenuhi penghambat dosis. Dalam hal pajanan
26
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
medik, tujuan optimisasi adalah untuk melindungi pasien. Dosis
harus dioptimisasikan konsisten dengan hasil yang diinginkan
dari pemeriksaan atau pengobatan, dan risiko kesalahan dalam
pemberian dosis dijaga serendah mungkin.
3.1.3. Pembatasan dosis
Jika prosedur pembenaran dan optimisasi telah dilakukan
dengan benar, sebenamya nilai batas dosis hampir tidak perlu
diberlakukan. Namun, nilai batas ini dapat memberikan batasan
yang jelas untuk prosedur yang lebih subyektif ini dan juga
mencegah kerugian individu yang berlebihan, yang dapat timbul
akibat kombinasi pemanfaatan.
Nilai batas dosis (NBD) adalah dosis terbesar yang diizinkan
yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat
dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan
somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir. Prinsip
pembatasan dosis tidak diberlakukan pada kegiatan intervensi
(kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghindari
terjadinya atau kemungkinan terjadinya pajanan radiasi)
mengingat dalam pelaksanaan kegiatan ini melibatkan banyak
pajanan radiasi yang tidak dapat dielakkan.
Nilai Batas Dosis (NBD) yang saat ini berlaku diberikan pada
Tabel 3.1. Nilai pada aplikasi dosis efektif adalah NBD untuk
penyinaran seluruh tubuh, dan dimaksudkan untuk mengurangi
peluang terjadinya efek stokastik. Sedang nilai pada aplikasi
dosis ekivalen tahunan adalah NBD untuk penyinaran organ atau
jaringan tertentu, dan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
efek deterministik pada organ atau jaringan tersebut.
27
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Tabel 3.1. Nilai batas dosis.
Aplikasi
Dosis efektif
Dosis ekivalen tahunan pada:
Lensa mata
Kulit
Tangan dan kaki
Pekerja radiasi
20 mSv per tahun, dirataratakan selama periode 5
tahun1
20 mSv
500 mSv
500 mSv
Masyarakat
umum
1 mSv per tahun2
15 mSv
50 mSv
-
1
Dengan ketentuan tambahan bahwa dosis efektif tidak melampaui 50 mSv dalam satu
tahun tertentu. Pembatasan lebih lanjut berlaku untuk pajanan kerja bagi wanita hamil.
2
Dalam keadaan khusus, nilai dosis efektif yang lebih tinggi dapat diijinkan dalam satu
tahun, asal rata-rata selama 5 tahun tidak melebihi 1 mSv per tahun.
3.2. Proteksi Radiasi Eksternal
Proteksi radiasi eksternal adalah upaya proteksi terhadap segala
macam sumber radiasi yang berada di luar tubuh manusia, dan dapat
dilakukan dengan menggunakan satu atau beberapa teknik berikut,
yaitu membatasi waktu pajanan, memperbesar jarak dari sumber, dan
menggunakan penahan radiasi.
3.2.1. Waktu pajanan
Pembatasan waktu pajanan untuk mengurangi bahaya radiasi
eksternal didasarkan pada asumsi bahwa untuk suatu laju dosis
yang konstan, dosis serap total sebanding dengan lamanya
pajanan. Atau,
Dengan demikian, jika harus bekerja pada medan radiasi
yang tinggi, pembatasan waktu pajanan harus dilakukan agar
28
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
perkalian laju dosis dengan waktu pajanan tidak melebihi NBD
yang berlaku. Jika, misalnya, seorang operator pesawat sinar-X
diagnostik harus melakukan pekerjaan 5 hari seminggu pada
medan radiasi sebesar 0,12 mSv/jam, pajanan berlebih dapat
dicegah dengan membatasi waktu kerjanya hanya 40 menit
per hari. Dengan pembatasan waktu kerja ini maka dosis yang
diterima dalam satu hari menjadi 0,08 mSv, sehingga NBD per
tahun sebesar 20 mSv tidak dilampaui (1 tahun kerja diasumsikan
sama dengan 50 minggu).
Jika volume pekerjaan membutuhkan waktu pajanan yang lebih
panjang, maka hal tersebut dapat dilaksanakan oleh dua orang
pekerja secara bergiliran, atau operasi kerja harus diubah agar
intensitas medan radiasi dapat diturunkan.
3.2.2. Jarak dari sumber
Jika lama operasi kerja sudah tertentu, upaya pengurangan
bahaya radiasi eksterna dapat dilakukan dengan bekerja sedapat
mungkin pada jarak yang sebesar-besarnya dari sumber. Untuk
suatu sumber radiasi gamma berbentuk titik, atau jika jarak dari
sumber gamma lebih dari sepuluh kali dimensi linier sumber
yang terbesar, variasi laju dosis dengan jarak diberikan secara
sederhana sebagai:
dan
adalah laju dosis di titik 1 dan 2, dan
dan
dengan
adalah jarak dari sumber di titik 1 dan 2. Rumusan sederhana
ini disebut sebagai hukum kebalikan jarak pangkat dua.
3.2.3. Penahan radiasi
Penahan Radiasi Alfa
Energi kinetik partikel alfa yang dipancarkan selama peluruhan
29
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
radioaktif umumnya memiliki jarak jangkau sangat pendek.
Dengan jarak jangkau yang pendek itu, pajanan eksternal partikel
alfa dapat ditahan cukup dengan selembar kertas atau bahan lain
dengan ketebalan yang cukup tipis. Dengan kata lain, partikel alfa
bukan merupakan persoalan dalam proteksi radiasi eksternal.
Penahan Radiasi Beta
Secara umum radiasi beta dapat ditahan oleh selembar alumunium.
Untuk perhitungan yang lebih teliti, tebal penahan radiasi dapat
ditentukan dengan menggunakan kurva universal hubungan
energi beta (MeV) dan jarak jangkau partikel beta (mg/cm2),
seperti terlihat pada Gambar 3.1.
Jika energi beta diketahui, maka jarak jangkaunya dapat
diperkirakan dengan bantuan Gambar 3.1. Tebal penahan beta
(dalam cm) selanjutnya dengan sederhana dapat dihitung dengan
membagi nilai jarak jangkau (mg/cm2) dengan kerapatan bahan
(mg/cm3). Bahan yang umumnya dipakai adalah bahan dengan
nomor atom Z yang rendah seperti polietilen.
Gambar 3.1. Kurva jarak jangkau vs. energi untuk partikel beta.
30
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Penahan Radiasi Gamma
Tidak seperti radiasi alfa dan beta, radiasi gamma memiliki jarak
jangkau yang lebih jauh. Karena itu, radiasi gamma hanya dapat
dihentikan oleh bahan yang cukup tebal seperti timbal (Pb).
Konsep lapisan nilai paro sangat berguna dalam perhitungan
penahan radiasi gamma. Lapisan nilai paro (HVL, half value
layer) adalah tebal yang diperlukan untuk mengurangi intensitas
menjadi separo dari intensitas awal. Dengan demikian, satu
HVL mengurangi intensitas menjadi separonya, dua HVL
menjadi seperempatnya, tiga HVL menjadi seperdelapannya, dan
seterusnya.
Selain itu diberikan pula lapisan nilai sepersepuluh (TVL, tenth
value layer), yaitu tebal yang akan mengurangi intensitas awal
menjadi sepersepuluhnya.
Penahan Sinar-X
Penahan sinar-X terdiri atas dua kategori, yaitu pnahan sumber
dan penahan struktur. Penahan sumber biasanya disediakan oleh
pembuat pesawat sinar-X dalam bentuk penahan timbal dimana
tabung pesawat ditempatkan. Sedang penahan struktur dirancang
untuk melindungi bahaya akibat berkas langsung sinar X, radiasi
bocor dan radiasi hamburnya.
Penahan struktur untuk melindungi bahaya akibat berkas langsung
disebut sebagai penahan radiasi primer, sedang penahan radiasi
bocor dan hambur disebut sebagai penahan radiasi sekunder.
Dalam merancang penahan struktur ini digunakan konsep
nilai batas dosis dalam perhitungannya. Nilai batas dosis yang
digunakan bergantung pada ruangan atau daerah dibalik penahan.
Jika ruangan dibalik penahan digunakan untuk staf, maka nilai
batas dosis yang digunakan adalah 20 mSv per tahun, atau untuk
keperluan perhitungan praktis dengan proses optimisasi proteksi
31
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
menjadi 0,1 mGy per minggu. Sedang jika daerah dibalik penahan
digunakan oleh masyarakat umum, maka nilai batas dosis
yang digunakan adalah 1 mSv per tahun, atau untuk keperluan
perhitungan praktis menjadi 0,02 mGy per minggu.
Beberapa parameter yang digunakan dalam perhitungan tebal
penahan struktur adalah:
a. tegangan maksimum (kV) operasi tabung pesawat sinar-X;
b. arus maksimum (mA) operasi pesawat sinar-X;
c. beban kerja (W), yang merupakan ukuran penggunaan
pesawat sinar-X (biasanya dinyatakan dalam satuan mAmenit per minggu);
d. faktor guna (U), yang merupakan fraksi beban kerja selama
berkas utama ditujukan pada target; dan
e. faktor okupansi (T), yaitu faktor pengubah beban kerja
untuk mengoreksi derajat atau jenis okupansi di daerah
yang dihitung. Tabel 6.9 memberikan nilai pedoman faktor
okupansi jika tidak ada data yang lebih akurat.
3.3. Proteksi Radiasi Internal
Bahaya radiasi intema dapat timbul akibat penggunaan sumber
radiasi terbuka, yaitu sumber yang tidak terikat dalam suatu bahan
atau terbungkus oleh suatu wadah tertutup yang cukup kuat. Bahan
radioaktif yang terlepas dari sumber terbuka ini disebut sebagai
kontaminan, sedang peristiwanya disebut kontaminasi.
Jika suatu bahan radioaktif masuk ke dalam tubuh manusia, bahan
tersebut akan terus menyinari tubuh sampai radioaktivitasnya meluruh
atau tubuh mengeluarkan bahan tersebut. Laju peluruhan radioaktif
bergantung pada waktu paro, yang bervariasi dari sekitar nano
detik sampai ribuan tahun. Sedang laju keluaran bahan dari tubuh
bergantung pada sejumlah variabel seperti komposisi kimia bahan dan
32
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
laju perpindahan dari satu organ ke organ lain, dan dapat berlangsung
dalam beberapa hari sampai tahunan. Dengan demikian, penyinaran
tubuh oleh kontaminasi dapat berlangsung cepat dalam beberapa hari,
atau cukup lama sampai puluhan tahun.
Bahan radioaktif, seperti halnya agen toksik yang lain, dapat masuk ke
dalam tubuh melalui tiga jalan :
a. Inhalasi - melalui penghirupan debu atau gas
b. Ingesi - melalui makanan atau minuman terkontaminasi yang
masuk melalui mulut
c. Penyerapan melalui kulit atau luka yang terbuka.
Proteksi radiasi internal dengan demikian dapat dilakukan dengan
menutup jalan masuk ke dalam tubuh, atau dengan menghalangi
kemungkinan diteruskannya radioaktivitas dari sumber ke manusia.
Upaya penghalangan dapat dilakukan pada sumber - dengan cara
menutup atau mengikat sumber, dengan mengendalikan lingkungan dengan menggunakan ventilasi dan rancangan ruangan yang baik, atau
pada manusianya sendiri - dengan menggunakan pakaian pelindung
dan peralatan pelindung lain seperti respirator.
3.4. Persyaratan Perundang-undangan
3.4.1. Pembagian Daerah Kerja
Pembagian daerah kerja merupakan salah satu cara dalam
memastikan bahwa nilai batas dosis tidak akan terlampaui.
Daerah kerja dapat dibedakan atas daerah pengendalian dan
daerah pengawasan (supervisi).
Daerah pengendalian adalah suatu daerah kerja yang memerlukan
tindakan proteksi dan ketentuan keselamatan khusus untuk
mengendalikan pajanan normal atau mencegah penyebaran
kontaminasi selama kondisi pajanan normal, dan untuk mencegah
33
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
atau membatasi tingkat pajanan potensial. Secara sederhana,
daerah pengendalian adalah daerah yang pekerja radiasinya
mungkin dapat menerima dosis sama dengan atau lebih besar dari
3/10 nilai batas dosis.
Tindakan proteksi dan ketentuan keselamatan khusus yang dapat
dilakukan antara lain adalah:
a. menandai dan membatasi daerah pengendalian dengan tanda
fisik yang jelas;
b. memasang atau menempatkan tanda peringatan dan petunjuk
pada titik akses dan lokasi lain yang dianggap perlu;
c. membatasi akses ke Daerah Pengendalian hanya untuk pekerja
radiasi dan pendampingan oleh PPR untuk pengunjung;
d. menyediakan peralatan pemantauan, peralatan protektif
radiasi (misalnya: apron, jas laboratorium, alat pelindung
napas, sarung tangan, glove box) dan tempat penyimpanan
pakaian di pintu masuk Daerah Pengendalian;
e. menyediakan sarana pada pintu keluar Daerah Pengendalian,
yang meliputi (i) peralatan pemantauan kontaminasi kulit
dan pakaian, (ii) peralatan pemantau kontaminasi terhadap
benda atau zat dipindahkan dari Daerah Pengendalian,
(iii) fasilitas cuci dan mandi untuk dekontaminasi, dan (iv)
tempat penyimpanan untuk peralatan protektif radiasi yang
tekena kontaminasi; dan
f. melakukan kaji ulang secara berkala bila ada indikasi
perlunya perubahan terhadap tindakan proteksi dan
keselamatan khusus atau batas Daerah Pengendalian.
Daerah supervisi adalah daerah kerja di luar daerah pengendalian
yang memerlukan peninjauan terhadap pajanan kerja dan tidak
memerlukan tindakan proteksi atau ketentuan keselamatan khusus.
Secara sederhana, daerah supervisi adalah daerah kerja yang pekerja
radiasinya menerima dosis lebih kecil dari 3/10 nilai batas dosis.
34
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Penetapan Daerah Supervisi dilakukan dengan mempertimbangkan
sifat dan besarnya bahaya radiasi. Daerah Supervisi selanjutnya
harus ditandai dan dibatasi dengan tanda yang jelas, dipasangi
tanda di titik akses masuknya, dan dilakukan kaji ulang radiologik
apabila ada indikasi perlunya perubahan terhadap tindakan
proteksi dan keselamatan atau batas Daerah Supervisi.
3.4.2. Pemantauan Pajanan Daerah Kerja dan Radioaktivitas
Lingkungan
Sebagai bagian dari upaya untuk memastikan tidak dilampauinya
nilai batas dosis, pemantauan pajanan daerah kerja dan
radioaktivitas lingkungan juga harus dilakukan. Pemantauan
radioaktivitas lingkungan hanya dilakukan jika kegiatan fasilitas
atau instalasi diperkirakan akan melepaskan radioaktivitas ke
lingkungan di sekitarnya.
Pemantauan pajanan kerja meliputi pemantauan terhadap pajanan
radiasi eksternal, kontaminasi udara dan/atau kontaminasi
permukaan. Untuk ini diperlukan peralatan seperti alat ukur laju
dosis atau dosis, alat ukur kontaminasi udara, dan/atau alat ukur
kontaminasi permukaan.
Pemantauan radioaktivitas lingkungan meliputi pemantauan
terhadap kontaminasi udara, kontaminasi air, kontaminasi tanah,
dan/atau kontaminasi permukaan. Alat yang diperlukan untuk
keperluan ini meliputi alat ukur kontaminasi udara, pencacah latar
belakang rendah, spektrometer alfa, dan spektrometer gamma.
3.4.3. Pemantauan Dosis Pekerja
Pemantauan dosis pekerja juga merupakan salah satu cara dalam
memastikan bahwa nilai batas dosis untuk pekerja radiasi tidak
terlampaui. Pemantauan dosis pekerja dilaksanakan secara rutin
dan khusus.
35
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Pemantauan dosis pekerja secara rutin dilakukan dengan
menggunakan peralatan pemantauan dosis perorangan. Periode
pemakaian peralatan ini disesuaikan dengan kemampuan
teknisnya, misalnya jika menggunakan film badge, periode
pemakaiannya adalah 1 (satu) bulan, sementara TLD badge
digunakan selama 3 (tiga) bulan. Pemantauan dosis pekerja
secara khusus, sementara itu, dilakukan ada saat komisioning,
pengujian setelah dilakukan modifikasi fasilitas atau instalasi
atau perubahan prosedur operasi, pengujian terhadap program
pemantauan rutin, dekomisioning, dan/atau penanggulangan
kondisi abnormal/insiden. Selain peralatan pemantauan
perorangan film atau TLD, peralatan pemantauan perorangan
yang bisa dibaca langsung umumnya digunakan untuk keperluan
pemantauan khusus ini.
3.4.4. Pemantauan Kesehatan Pekerja Radiasi
Pemantauan kesehatan pekerja radiasi didasarkan pada prinsipprinsip pemeriksaan kesehatan pada umumnya. Pemantauan
kesehatan ini meliputi pemeriksaan kesehatan, konseling, dan/
atau penatalaksanaan kesehatan pekerja yang mendapatkan
pajanan radiasi berlebih.
Pemeriksaan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas
pemeriksaan kesehatan umum dan pemeriksaan kesehatan
khusus. Pemeriksaan kesehatan umum dilaksanakan pada saat
sebelum bekerja, selama bekerja dan pada saat akan memutuskan
hubungan kerja. Hasil pemeriksaan kesehatan berlaku paling lama
1 (satu) tahun sejak tanggal pemeriksaan kesehatan dilakukan.
Pemeriksaan kesehatan khusus, sementara itu, harus dilaksanakan
pada saat pekerja radiasi mengalami atau diduga mengalami
gejala sakit akibat radiasi dan penatalaksanaan kesehatan pekerja
yang mendapatkan pajanan radiasi berlebih.
36
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Konseling dilaksanakan melalui pemeriksaan psikologi dan/
atau konsultasi. Konseling diberikan kepada pekerja wanita yang
sedang hamil atau diduga hamil, pekerja wanita yang sedang
menyusui, pekerja yang menerima pajanan radiasi berlebih, dan
pekerja yang ingin mengetahui tentang pajanan radiasi yang
diterimanya. Sedangkan penatalaksanaan kesehatan pekerja
yang mendapatkan pajanan radiasi berlebih dilaksanakan melalui
kajian terhadap dosis yang diterima, konseling dan pemeriksaan
kesehatan dan tindak lanjut.
3.4.5. Penghambat Dosis dan Tingkat Rujukan Diagnostik
Penghambat dosis, atau pembatas dosis1, dan tingkat rujukan
merupakan dua teknik yang digunakan untuk tujuan optimisasi.
Penghambat dosis adalah batas atas prospektif dosis pekerja radiasi
dan anggota masyarakat yang nilainya lebih kecil dari nilai batas
dosis, sementara tingkat rujukan diagnostik hanya diperuntukkan
bagi pajanan medik dalam radiodiagnostik, intervensional dan
kedokteran nuklir.
Penghambat dosis merupakan nilai dosis yang besarnya ditetapkan
oleh pemegang izin pemanfaatan tenaga nuklir pada tahap desain
yang diterapkan pada saat konstruksi, pada tahap operasi jika
terjadi perubahan prosedur operasi dari sebelumnya, dan pada
tahap dekomisioning. Pembatas dosis tidak perlu dikaji ulang jika
fasilitas atau instalasi berjalan dengan rutin, dan juga tidak perlu
dilakukan pada tahap komisioning yang mestinya sudah tercakup
pada tahap desain.
Tingkat rujukan diagnostik untuk pajanan medik adalah nilai
dosis pada pajanan medik radiodiagnostik, intervensional dan
1
Pembatas dosis adalah istilah yang digunakan pada Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007
tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif untuk dose constraint.
Istilah ini sebenarnya dapat membingungkan karena akan rancu dengan istilah nilai batas dosis yang
merupakan terjemahan dari dose limits.
37
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
kedokteran nuklir yang digunakan sebagai pembanding agar dosis
radiasi yang diterima pasien tidak lebih besar dari yang diperlukan
untuk memperoleh informasi diagnostik yang diinginkan. Tabel
3.2, 3.3, 3.4, 3.5 dan 3.6 masing-masing memberikan tingkat
rujukan diagnostik pada tipikal pasien dewasa untuk radiografi
diagnsostik, CT scan, mammografi, laju dosis fluoroskopi dan
aktivitas radionuklida untuk pasien diagnostik.
Tabel 3.2. Tingkat rujukan diagnostik untuk radiografi
diagnostik pasien dewasa.
No.
Jenis pemeriksaan
Posisi
pemeriksaan*
Dosis permukaan masuk
per radiografi** (mGy)
1.
Lumbar tulang belakang
(lumbar spine)
AP
LAT
LSJ
10
30
40
2.
Perut, urografi intrave- nous,
kolesistografi
AP
10
3.
Panggul (pelvis)
AP
10
4.
Sendi panggul
AP
10
5.
Paru (chest)
PA
LAT
0,4
1,5
6.
Thoracic spine
AP
LAT
7
20
7.
Gigi
Periapikal
AP
7
5
8.
Kepala
PA
LAT
5
3
*
PA: postero-anterior, AP: antero-posterior, LAT: lateral, LSJ: lumbo sacral joint.
** Di udara dengan hamburan balik. Nilai-nilai tersebut untuk kombinasi film-layar konvensional
dalam kecepatan relatif 200. Untuk kombinasi film-layar kecepatan tinggi (400-600), nilai-nilai
tersebut hendaknya dikurangi dengan faktor 2-3.
38
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Tabel 3.3. Tingkat rujukan diagnostik untuk CT Scan pasien dewasa.
No.
*
Jenis pemeriksaan
Dosis rata-rata multiple scan* (mGy)
1.
Kepala
50
2.
Lumbar tulang belakang
35
3.
Perut
25
Diperoleh dari pengukuran sumbu perputaran pada fantom setara air, panjang 15 cm dan diameter
16 cm (kepala) dan 30 cm (lumbar dan perut).
Tabel 3.4. Tingkat rujukan diagnostik untuk mammografi
pasien dewasa.
Dosis glandular per proyeksi cranio-caudal*
1 mGy (tanpa grid)
3 mGy (dengan grid)
*
Ditentukan pada payudara tyang ditekan 4,5 cm dan terdiri atas 50% kelenjar dan 50% jaringan
lemak, untuk sistem film-layar dan pesawat mammografi dengan target Mo dan filter Mo.
Tabel 3.5. Tingkat rujukan diagnostik untuk laju
dosis fluoroskopi pasien dewasa.
No.
*
Cara pengoperasian
Laju dosis permukaan masuk*
(mGy/menit)
1.
Normal
25
2.
Tingkat tinggi**
100
Di air dengan hamburan balik.
** Untuk fluoroskopi yang memiliki pilihan cara pengoperasian ‘tingkat tinggi’, seperti yang sering
digunakan pada radiologi intervensional.
39
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Tabel 3.6. Tingkat rujukan diagnostik untuk aktivitas
radionuklida pasien diagnostik.
Prosedur diagnosis
Tulang:
Pencitraan tulang
Radionuklida
Bentuk kimia
Aktivitas
maksimum
tiap prosedur
(MBq)
Tc-99m
Campuran fosfonat dan
fosfat
600
Pencitraan tulang dengan
SPECT
Tc-99m
Campuran fosfonat dan
fosfat
800
Pencitraan sumsum tulang
Tc-99m
Koloid terlabel
400
Tc-99m
TcO4-
500
Tc-99m
Dietilene triamine pentaacetic acid (DTPA) atau
gluco heptonat (GH)
500
Pencitraan otak (SPECT):
permeabilitas BBB
Tc-99m
TcO4-
800
Tc-99m
DTPA atau GH
800
Pencitraan otak (SPECT):
aliran darah cerebral
Tc-99m
Hexametil propilene
amine oxime (HM-PAO)
atau etyl cysteinate
dimer (ECD)
700
Sisternografi
In-111
DTPA
40
Tc-99m
TcO4-
4
Koloid terlabel
4
Otak:
Pencitraan otak (planar):
permeabilitas blood brain
barrier (BBB)
Lacrimal:
Pengaliran lacrimal
Tiroid:
Pencitraan tiroid
Scan seluruh tubuh untuk
visualisasi metastase tiroid
(setelah ablasi)
40
Tc-99m
TcO4-
100
I-123
I-
20
I-131
I
370
-
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Prosedur diagnosis
Pencitraan paratiroid
Radionuklida
Bentuk kimia
Aktivitas
maksimum
tiap prosedur
(MBq)
Tl-201
Tl klorida
80
Pencitraan ventilasi paruparu
Pencitraan perfusi paru-paru
Tc-99m
DTPA aerosol
80
Tc-99m
Albumin manusia
(macroaregates-MAA
atau microspheres)
100
Pecitraan perfusi paru-paru
dengan venografi
Tc-99m
Albumin manusia (MAA
atau microspheres)
160
Pencitraan paru-paru
(SPECT)
Tc-99m
MAA
200
Paru-paru:
Hati dan limpa:
Pencitraan hati dan limpa
Tc-99m
Koloid terlabel
80
Pencitraan fungsi sistem
biliary
Tc-99m
Iminodicetates dan agenagen yang sama
150
Pencitraan limpa
Tc-99m
100
Pencitraan hati (SPECT)
Tc-99m
Sel-sel darah
merah terlabel yang
didenaturasi
Koloid terlabel
TcO4-
800
DTPA
800
400
200
Kardiovaskuler
Studi aliran darah yang lewat Tc-99m
pertama kali
Tc-99m
Tc-99m
Pencitraan kantung darah
(pencitraan gerbang
keseimbangan)
Tc-99m
Macroaggregated
globulin 3
Sel darah merah terlabel
Studi Multigated (MUGA)
Tc-99m
Sel darah merah terlabel
800
Campuran fosfonat dan
fosfat
600
Pencitraan miokardial daerah Tc-99m
nekrotik dalam fase akut
800
41
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Prosedur diagnosis
Radionuklida
Bentuk kimia
Aktivitas
maksimum
tiap prosedur
(MBq)
Tc-99m
Campuran yang
merefleksikan perfusion
myocardial
400
Tl-204
Tl+ klorida
100
Tc-99m
Campuran yang
merefleksikan perfusion
myocardial
800
Tc-99m
TcO4-
100
Tc-99m
TcO4-
400
Tc-99m
Koloid terlabel
400
Tc-99m
Sel darah merah terlabel
400
Lintasan oesophageal dan
reflux
Tc-99m
Koloid terlabel
40
Tc-99m
Campuran yang tidak
dapat diserap
40
Pengosongan lambung
Tc-99m
Campuran yang tidak
dapat diserap
12
In-111
Campuran yang tidak
dapat diserap
12
In-113m
Campuran yang tidak
dapat diserap
12
Tc-99m
Asam dimercaptosuccini
160
Tc-99m
DTPA, glukonat dan
glukoheptonat
350
Tc-99m
Macroaggregated
globulin
O-iodohippurate
100
Pencitraan miokardial
Pencitraan miokardial
(SPECT)
Perut, sistem pencernaan
Pencitraan kelenjar perut/
kelenjar ludah
Pencitraan divertikulum
Meckel’s
Pendarahan saluran
pencernaan
Ginjal, sistem saluran air seni dan adrenalin
Pencitraan statik saluran
ginjal (renal)
Pencitraan fungsi ginjal/
renografi
I-123
42
20
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Prosedur diagnosis
Radionuklida
Pencitraan kelenjar adrenalin Se-75
Bentuk kimia
Selenorkolesterol
Aktivitas
maksimum
tiap prosedur
(MBq)
8
Lain-lain:
Pencitraan abses (infeksi
dengan nanah) atau tumor
Ga-67
Sitrat
300
Tl-201
Klorida
100
Pencitraan tumor
Tc-99m
Asam Penta
dimercaptosuccini
400
Pencitraan tumor
neuroendokrin
I-123
Meta-iodo-benzyl
guanidine
400
I-131
Meta-iodo-benzyl
guanidine
20
Pencitraan nodul kelenjar
getah bening
Tc-99m
Nanokoloid terlabel
80
Pencitraan abses
Tc-99m
Sel-sel darah putih
terlabel exametazime
400
In-111
Sel-sel darah putih
terlabel
20
In-111
Platelet terlabel
20
Pencitraan thrombus
Catatan:
aktivitas maksimal umumnya untuk tiap prosedur dapat bervariasi berdasar
kondisi klinis pasien, pertanyaan klinis, protokol dan alat yang digunakan. Untuk
pasien pediatrik (anak-anak), dosis harus dimodifikasi berdasar umur dan/atau
berat pasien.
43
BAB IV
PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
PADA RADIODIAGNOSTIK
4.1. Tugas dan Tanggung Jawab
Personil yang bekerja pada instalasi yang menggunakan pesawat
sinar-X terpasang tetap, pesawat sinar-X mobile, pesawat sinar-X
tomografi, pesawat sinar-X pengukur densitas tulang, pesawat sinar-X
penunjang ESWL, dan pesawat sinar-X C-Arm penunjang bedah
paling kurang terdiri atas:
a. dokter spesialis radiologi atau dokter yang berkompeten;
b. petugas proteksi radiasi; dan
c. radiografer.
Personil yang bekerja pada instalasi yang menggunakan pesawat
sinar-X mamografi, pesawat sinar-X CT Scan, pesawat sinar-x
Fluoroskopi, pesawat sinar-X C-Arm/U-Arm angiografi, pesawat
sinar-X CT Scan angiografi, pesawat sinar-X CT Scan fluoroskopi,
pesawat sinar-X simulator, dan pesawat sinar-X C-Arm brakiterapi
paling kurang terdiri atas:
a. dokter spesialis radiologi atau dokter yang berkompeten;
b. tenaga ahli dan/atau fisikawan medik;
c. petugas proteksi radiasi; dan
d. radiografer.
Personil yang bekerja pada instalasi yang menggunakan pesawat
sinar-X untuk pemeriksaan bidang kedokteran gigi paling kurang
terdiri atas:
a. dokter gigi spesialis radiologi kedokteran gigi atau dokter gigi
yang berkompeten atau dokter spesialis radiologi;
b. petugas proteksi radiasi; dan
44
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
c.
radiografer atau operator pesawat sinar-X kedokteran gigi yang
memiliki sertifikasi dalam bidang radiologi kedokteran gigi.
Tugas dan tanggung jawab dokter spesialis radiologi atau dokter yang
berkompeten adalah:
a. menjamin pelaksanaan seluruh aspek keselamatan pasien;
b. memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanaan diagnosis atau
intervensional dengan mempertimbangkan informasi pemeriksaan
sebelumnya;
c. mengoperasikan pesawat sinar-X fluoroskopi;
d. menjamin bahwa pajanan pasien serendah mungkin untuk
mendapatkan citra radiografi yang seoptimal mungkin dengan
mempertimbangkan tingkat panduan pajanan medik;
e. menetapkan prosedur diagnosis dan intervensional bersama
dengan fisikawan medik dan/atau radiografer;
f. mengevaluasi kecelakaan radiasi dari sudut pandang klinis; dan
g. menyediakan kriteria untuk pemeriksaan wanita hamil, anakanak, dan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi.
Tugas dan tanggung jawab tenaga ahli, yang memiliki pendidikan
paling kurang S2 fisika medik, adalah:
a. meninjau ulang program proteksi dan keselamatan radiasi; dan
b. memberikan pertimbangan berdasarkan aspek keselamatan
radiasi, praktik rekayasa yang teruji, dan kajian keselamatan
secara komprehensif untuk peningkatan layanan radiodiagnostik
dan intervensional kepada Pemegang Izin.
Tugas dan tanggung jawab dokter gigi spesialis radiologi kedokteran
gigi adalah:
a. menjamin pelaksanaan seluruh aspek keselamatan radiasi;
b. memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanaan diagnosis dengan
mempertimbangkan informasi pemeriksaan sebelumnya;
45
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
c.
d.
e.
f.
menjamin bahwa pajanan pasien serendah mungkin untuk
mendapatkan citra radiografi yang seoptimal mungkin dengan
mempertimbangkan tingkat panduan pajanan medik;
menetapkan prosedur diagnosis dan intervensional bersama
dengan fisikawan medik dan/atau radiografer;
mengevaluasi kecelakaan radiasi dari sudut pandang klinis; dan
menyediakan kriteria untuk pemeriksaan wanita hamil, anakanak, dan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi.
Tugas dan tanggung jawab fisikawan medik, yang memiliki pendidikan
S1 fisika medik, adalah:
a. berpartisipasi dalam meninjau ulang secara terus menerus
keberadaan sumber sumber daya manusia, peralatan, prosedur,
dan perlengkapan proteksi radiasi;
b. menyelenggarakan uji kesesuaian pesawat sinar-X apabila
instalasi tersebut memiliki peralatan yang memadai;
c. melakukan perhitungan dosis terutama untuk menentukan dosis
janin pada wanita hamil;
d. merencanakan, melaksanakan, dan supervisi prosedur jaminan
mutu apabila dimungkinkan;
e. berpartisipasi dalam investigasi dan evaluasi kecelakaan radiasi;
f. berpartisipasi pada penyusunan dan pelaksanaan program
pelatihan proteksi radiasi; dan
g. bersama dokter spesialis radiologi dan radiografer memastikan
kriteria penerimaan mutu hasil pencitraan dan justifikasi dosis
yang diterima oleh pasien.
Tugas dan tanggung jawab petugas proteksi radiasi adalah:
a. membuat dan memutakhirkan program proteksi dan keselamatan
radiasi;
b. memantau aspek operasional program proteksi dan keselamatan
radiasi;
46
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan proteksi
radiasi, dan memantau pemakaiannya;
meninjau secara sistematik dan periodik, program pemantauan di
semua tempat di mana pesawat sinar-X digunakan;
memberikan konsultasi yang terkait dengan proteksi dan
keselamatan radiasi;
berpartisipasi dalam mendesain fasilitas radiologi;
memelihara rekaman;
mengidentifikasi kebutuhan dan mengorganisasi kegiatan
pelatihan;
melaksanakan latihan penanggulangan dan pencarian fakta dalam
hal pajanan darurat;
melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian kegagalan
operasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan radiasi;
menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program
proteksi dan keselamatan radiasi, dan verifikasi keselamatan.
Tugas dan tanggung jawab radiografer dan operator pesawat sinar-X
kedokteran gigi adalah:
a. memberikan proteksi terhadap pasien, dirinya sendiri, dan
masyarakat di sekitar ruang pesawat sinar-X;
b. menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan
pajanan yang diterima pasien sesuai kebutuhan; dan
c. melakukan kegiatan pengolahan film di kamar gelap.
4.2. Pekerja hamil
Dasar untuk mengendalikan pajanan kerja pada pekerja wanita
yang tidak hamil sama seperti untuk pekerja laki-laki. Namun, jika
seorang pekerja wanita telah menyatakan dirinya hamil, pengendalian
tambahan harus dipertimbangkan untuk melindungi embrio/janin.
Metode proteksi di tempat kerja bagi pekerja yang sedang hamil adalah
47
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
mirip dengan yang diberikan untuk anggota masyarakat. Kondisi kerja
pekerja hamil, setelah kehamilannya diumumkan, harus sedemikian
rupa untuk memastikan bahwa dosis tambahan untuk embrio/janin
tidak akan melebihi sekitar 1 mSv selama sisa kehamilan.
Pembatasan dosis ke embrio/janin tidak berarti bahwa pekerja hamil
harus menghindari bekerja dengan radiasi atau bahan radioaktif
sepenuhnya, atau harus dicegah untuk memasuki atau bekerja di daerah
kerja radiasi. Namun, manajemen tempat kerja memang harus hati-hati
meninjau kondisi pajanan dari pekerja hamil. Jika diperlukan, kondisi
kerja pekerja hamil harus diubah sedemikian rupa sehingga, selama
kehamilan, kemungkinan terjadinya dosis kecelakaan atau masukan
radionuklida ke dalam tubuh menjadi sangat rendah. Untuk melindungi
embrio/janin atau bayi, pekerja wanita yang telah menyatakan bahwa
mereka sedang hamil atau menyusui tidak boleh terlibat dalam tindakan
darurat yang melibatkan dosis radiasi yang tinggi.
4.3. Perlengkapan Proteksi Radiasi Pada Radiodiagnostik
Perlengkapan proteksi radiasi wajib disediakan oleh Pemegang Izin
dan digunakan oleh pekerja radiasi yang relevan, terutama dokter
spesialis radiologi dan dokter yang berkompeten lainnya. Penggunaan
perlengkapan proteksi radiasi dimaksudkan untuk memastikan agar
nilai batas dosis bagi pekerja tidak terlampaui.
Selain itu, seluruh pekerja radiasi pada radiodiagnostik juga harus
menggunakan peralatan pemantau dosis perorangan. Sesuai dengan
fungsinya, peralatan ini membantu dalam memperkirakan dosis radiasi
yang diterima oleh pekerja yang menggunakan peralatan pemantau ini.
Perlengkapan proteksi radiasi yang harus tersedia pada suatu fasilitas
radiodiagnostik adalah sebagai berikut:
48
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
a.
Apron:
Apron yang setara dengan 0,2 mm Pb, atau 0,25 mm Pb untuk
penggunaan pesawat sinar-X radiodiagnostik dan 0,35 mm Pb,
atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X radiologi intervensional.
Tebal kesetaran timah hitam harus diberi tanda secara permanen
dan jelas pada apron tersebut.
b.
Pelindung tiroid:
Pelindung tiroid yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1
mm Pb.
(a)
(b)
Gambar 4.1. Perlengkapan proteksi radiasi pada radiologi
diagnostik, (a) apron timbal dan (b) pelindung tiroid.
c.
Pelindung gonad:
Pelindung gonad yang setara dengan 0,2 mm Pb,atau 0,25 mm
Pb untuk penggunaan pesawat sinar-X radiodiagnostik, dan
0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X radiologi
intervensional. Tebal kesetaran Pb harus diberi tanda secara
permanen dan jelas pada apron tersebut. Proteksi ini harus dengan
ukuran dan bentuk yang sesuai untuk mencegah gonad secara
keseluruhan dari paparan berkas utama.
49
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
d.
Sarung tangan:
Sarung tangan proteksi yang digunakan untuk fluoroskopi harus
memberikan kesetaraan atenuasi paling kurang 0,25 mm Pb pada
150 kVp. Proteksi ini harus dapat melindungi secara keseluruhan,
mencakup jari dan pergelangan tangan.
e.
Kacamata:
Kacamata yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb.
f.
Tirai:
Tirai yang digunakan oleh radiografer harus dilapisi dengan
bahan yang setara dengan 1 mm Pb, dengan ukuran tinggi 2 m
dan lebar 1 m.
Gambar 4.2. Tirai timbal.
Sedang peralatan pemantau dosis radiasi perorangan yang wajib
digunakan oleh seluruh pekerja radiasi fasilitas radiodiagnostik adalah
sebagai berikut:
50
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
a.
Dosimeter perorangan pasif
Dosimeter yang digunakan dalam periode waktu tertentu sebelum
dievaluasi untuk ditentukan besar dosis radiasi yang diterimanya.
Termasuk diantaranya adalah dosimeter film, dosimeter
termoluminesensi (TLD), dan dosimeter gelas RPL.
(a)
(b)
Gambar 4.3. Dosimeter perorangan pasif, (a) dosimeter film, (b) TLD.
b.
Dosimeter perorangan aktif
Dosimeter yang bisa langsung dibaca setelah pemakaian.
Penunjukan dosisnya bisa diberikan secara analog, seperti pada
dosimeter saku, atau secara digital, seperti pada dosimeter
elektronik personil (EPD).
(a)
(b)
Gambar 4.4. Dosimeter perorangan aktif,
(a) dosimeter saku, (b) dosimeter elektronik.
51
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Gambar 4.5. Beberapa jenis
surveimeter.
Selain perlengkapan proteksi radiasi
dan peralatan pemantau dosis radiasi
perorangan yang penggunaannya lebih
untuk kepentingan individual pekerja
radiasi, fasilitas radiodiagnostik juga
memerlukan peralatan lain untuk
mengetahui tingkat pajanan radiasi
di daerah kerja. Peralatan pemantau
pajanan radiasi ini biasa disebut sebagai
surveimeter, dan tersedia dalam berbagai
rentang pengukuran sesuai dengan
kebutuhan.
4.4. Ruangan Pesawat Sinar-X
Ukuran ruangan pesawat sinar-X harus sesuai dengan spesifikasi
teknis pesawat sinar-X yang diberikan pabrikan, atau rekomendasi
internasional. Jika spesifikasi dari pabrik tidak ada atau tidak jelas,
ukuran ruangan seperti yang diberikan pada Tabel 4.1 dan Tabel
4.2 dapat digunakan sebagai acuan dalam membuat masing-masing
fasilitas ruangan pesawat sinar-X biasa dan mobile station.
Jika ruangan memiliki jendela, maka jendela ruangan paling kurang
terletak pada ketinggian 2 m dari lantai. Dinding ruangan untuk semua
jenis pesawat sinar-X terbuat dari bata merah ketebalan 25 cm atau
beton dengan rapat jenis 2,2 g cm3 dengan ketebalan 20cm atau setara
dengan 2 mm Pb.
52
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Tabel 4.1. Ukuran ruangan fasilitas pesawat sinar-X.
No.
Jenis pesawat sinar-X
Ukuran minimum ruangan:
panjang x lebar x tinggi
1.
 Terpasang tetap
 Mobile dalam ruangan, tidak termasuk instalasi
gawat darurat dan instalasi perawatan intensif
 Tomografi
 Pengukur densitas tulang
 C-Arm untuk penunjang bedah
 C-Arm untuk brakiterapi
4 m x 3 m x 2,8 m
2.
Mamografi
3 m x 3 m x 2,8 m
3.
 Intraoral konvensional
 Intraoral digital
2 m x 2 m x 2,8 m
4.
 Ekstraoral konvensional
 Ekstraoral digital
3 m x 2 m x 2,8 m
5.
CBCT Scan
3 m x 3 m x 2,8 m
6.









6 m x 4 m x 2,8 m
Fluoroskopi
Penunjang ESWL
CT Scan
CT Scan fluoroskopi
C-Arm/U-Arm angiografi
CT Scan angiografi
Simulator
CT Scan untuk simulator
CT Scan simulator
Tabel 4.2. Ukuran ruangan fasilitas pesawat sinar-X mobile station.
No.
Jenis pesawat sinar-X
1.
Pesawat sinar-X mobile dalam mobile station
2.
Pesawat sinar-X mamografi dalam mobile station
Ukuran mobile station
Sesuai spesifikasi
teknis dari pabrik atau
ketentuan standar
internasional
53
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
4.5. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pada
Radiodiagnostik
Uraian berikut menjelaskan tentang pedoman umum proteksi dan
keselamatan radiasi pada radiodiagnostik, yang harus dipatuhi oleh
semua orang yang berkaitan dengan radiodiagnostik, baik personil,
pasien maupun masyarakat secara umum:
a. Tidak seorang pun yang diizinkan untuk menerima dosis efektif
kerja melebihi nilai batas dosis sebesar 20 mSv dalam satu tahun
(lihat Tabel 3.1);
b. Desain fasilitas, kinerja peralatan pesawat sinar-X dan prosedur
operasi harus ditetapkan untuk menjaga agar pajanan pasien,
pajanan kerja dan pajanan publik serendah mungkin dengan
memenuhi prinsip optimisasi proteksi;
c. Semua pemeriksaan radiografik pada radiodiagnostik harus
dilakukan hanya atas dasar permintaan dokter spesialis radiologi,
dokter gigi spesialis radiologi kedokteran gigi atau dokter
yang berkompeten setelah dilakukan pemeriksaan fisik pasien,
dan dipastikan setelah dipertimbangkan bahwa keuntungan
kesehatannya bagi pasien lebih besar dari kerugian akibat
penerimaan dosis radiasi;
d. Setiap pemeriksaan radiografik yang dilakukan untuk keperluan
pekerjaan, legal, atau asuransi kesehatan tanpa indikasi klinis
tidak diperbolehkan, kecuali diperlukan untuk memberi informasi
penting mengenai kesehatan seseorang yang diperiksa, atau
proses pembuktian atas terjadinya suatu pelanggaran hukum;
e. Pemeriksaan radiografik massal secara selektif terhadap
kelompok populasi dengan menggunakan pesawat sinar-X hanya
diperbolehkan jika manfaat yang diperoleh orang perseorangan
yang diperiksa atau bagi populasi secara keseluruhan, lebih besar
dari risiko yang ditentukan oleh dokter spesialis radiologi atau
dokter yang berkompeten.
54
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
f.
g.
h.
i.
Pesawat sinar-X mobile hanya boleh digunakan untuk pemeriksaan
rutin di:
instalasi gawat darurat;
instalasi perawatan intensif;
ruang radiologi apabila pesawat sinar-X terpasang tetap
mengalami kerusakan;
mobile station;
klinik;
puskesmas; dan
praktek dokter.
Pesawat sinar-X portabel dilarang digunakan untuk pemeriksaan
rutin, kecuali penggunaan pada daerah terpencil, daerah bencana,
daerah konflik, dan pemeriksaan massal bagi anggota masyarakat
yang diduga terjangkit penyakit menular.
Pesawat sinar-X kedokteran gigi portabel dilarang digunakan
untuk pemeriksaan rutin, kecuali untuk pemeriksaan dental victim
identification untuk kepentingan forensik.
Pesawat sinar-X fluoroskopi tanpa penguat citra (image intensifier)
dan MCS (mass chest survey) dilarang untuk digunakan.
4.6. Pedoman Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pesawat Sinar-X
mamografi
Pesawat sinar-X mamografi tidak boleh digunakan untuk pemeriksaan
payudara apabila tidak ada indikasi klinis, kecuali:
a. Perempuan yang berusia di atas 40 (empatpuluh) tahun dengan
pertimbangan bahwa manfaat yang diperoleh lebih besar daripada
risiko; dan
b. Perempuan yang berusia di bawah 40 (empatpuluh) tahun dan
memiliki sejarah faktor risiko yang tidak semestinya, diantaranya
memiliki sejarah karsinoma payudara dalam keluarga terdekat.
55
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
4.7. Pedoman Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pesawat Sinar-X Gigi
Pesawat sinar-X gigi harus digunakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Untuk setiap pasien baru atau pasien rujukan, dokter gigi harus
berupaya untuk mendapatkan hasil radiografi pasien dari dokter
gigi sebelumnya. Pemeriksaan radiografik bisa dilakukan hanya
bila diperlukan berdasar riwayat pasien, pemeriksaan fisik, atau
temuan laboratorium.
b. Untuk pasien dengan gejala penyakit tertentu, pemeriksaan
radiografik hanya dilakukan untuk mendapatkan citra yang
diperlukan untuk merencanakan pengobatan terhadap penyakit
tersebut.
c. Untuk pasien tanpa gejala penyakit tertentu, pemeriksaan
radiografik hanya dilakukan berdasar kriteria yang telah
diterbitkan dan diketahui dengan luas.
d. Pemeriksaan sinar-X kedokteran gigi intraoral harus dilengkapi
dengan konus dengan spesifikasi sebagai berikut:
panjang konus tidak boleh kurang dari 20 cm untuk tegangan
operasi diatas 60 kV;
panjang konus tidak boleh kurang dari 10 cm untuk tegangan
60 kV; dan
diameter konus tidak boleh lebih dari 6 cm.
56
BAB V
PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
PADA RADIO TERAPI
5.1. Tugas dan Tanggung Jawab
Personil pada instalasi radio terapi terdiri atas dokter spesialis radio
terapi atau dokter spesialis radiologi konsultan radio terapi, tenaga
ahli dan/atau fisikawan medik, petugas proteksi radiasi, radio terapis,
dosimetris, teknisi elektromedik, perawat dan teknisi ruang cetak.
Tugas dan tanggung jawab dokter spesialis radio terapi atau dokter
spesialis radiologi konsultan radio terapi adalah:
a. menentukan dan menjustifikasi pengobatan radio terapi dalam
bentuk tertulis;
b. memberikan konsultasi dan evaluasi klinis terhadap pasien;
c. menetapkan rencana pengobatan yang optimal bekerjasama
dengan fisikawan medik;
d. mengontrol tindakan pengobatan secara rutin atau berkala;
e. memberikan evaluasi pengobatan dan pemantauan pasien pasca
pengobatan;
f. memberikan ringkasan, tindak lanjut, dan evaluasi pengobatan
radio terapi; dan
g. memberikan evaluasi dari aspek medis jika ada kecelakaan radiasi.
Tugas dan tanggung jawab tenaga ahli, yang memiliki pendidikan
paling kurang S2 fisika medik, adalah:
a. meninjau ulang program proteksi dan keselamatan radiasi; dan
b. memberikan pertimbangan kepada Pemegang Izin berdasarkan
aspek keselamatan radiasi, praktik rekayasa yang teruji, dan
kajian keselamatan secara komprehensif untuk peningkatan
layanan radio terapi.
57
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Tugas dan tanggung jawab fisikawan medik, yang memiliki pendidikan
S1 fisika medik, adalah:
a. berpartisipasi dalam meninjau ulang secara terus menerus tersedianya sumber daya manusia, peralatan, proedur, dan perlengkapan proteksi radiasi;
b. mengembangkan persyaratan dan spesifikasi dalam pembelian
peralatan radio terapi untuk keselamatan radiasi;
c. bekerjasama dengan dokter spesialis radio terapi atau dokter
spesialis radiologi konsultan radio terapi dalam:
merencanakan fasilitas radio terapi; dan
merencanakan, mengevaluasi, dan mengoptimisasi rencana
pengobatan radio terapi.
d. melaksanakan uji keberterimaan, uji, komisioning, dan kalibrasi
peralatan radio terapi, bekerjasama dengan teknisi elektromedik;
e. mengukur dan menganalisis data berkas radiasi dan mentabulasinya
untuk kebutuhan klinis;
f. membuat prosedur perhitungan dosis;
g. menetapkan faktor fisika dalam perencanaan dan prosedur
pengobatan;
h. menerapkan program jaminan mutu radio terapi;
i.
mengawasi pemeliharaan peralatan radio terapi;
j.
mengawasi penyiapan dan penanganan, serta pemeliharaan
inventarisasi zat radioaktif terbungkus untuk brakiterapi;
k. memastikan aktivitas zat radioaktif terbungkus; dan
l.
membantu Pemegang Izin dalam mencari fakta dan mengevaluasi
kecelakaan radiasi.
Tugas dan tanggung jawab petugas proteksi radiasi adalah:
a. membuat program proteksi dan keselamatan radiasi;
b. memantau aspek operasional program proteksi dan keselamatan
radiasi;
58
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
memastikan bahwa perlengkapan proteksi radiasi tersedia dan
berfungsi dengan baik;
memantau pemakaian perlengkapan proteksi radiasi;
memberikan konsultasi yang terkait dengan proteksi dan
keselamatan radiasi;
berpartisipasi dalam mendesain fasilitas radio terapi yang terkait
dengan proteksi dan keselamatan radiasi;
mengelola rekaman;
mengidentifikasi kebutuhan dan mengorganisasi kegiatan
pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi bagi personil;
melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian kegagalan
operasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan radiasi;
menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program
proteksi dan keselamatan radiasi, dan verifikasi keselamatan
radiasi; dan
melakukan inventarisasi zat radioaktif terbungkus.
Tugas dan tanggung jawab radio terapis adalah:
a. melaksanakan pencitraan untuk simulasi terapi;
b. melaksanakan terapi radiasi sesuai dengan perencanaan
pemberian radiasi, yang telah ditetapkan oleh dokter spesialis
radio terapi atau dokter spesialis radiologi konsultan radio terapi
dan fisikawan medik;
c. memberikan proteksi terhadap pasien dan masayarakat di sekitar
ruang peralatan radio terapi;
d. menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan
pajanan radiasi yang tidak perlu bagi pasien; dan
e. menerapkan dengan benar prosedur kerja dan teknik khusus radio
terapi.
Tugas dan tanggung jawab dosimetris adalah:
a. membuat perencanaan radio terapi untuk terapi eksternal dan/atau
brakiterapi;
59
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
b.
c.
melakukan pengukuran dosimetri; dan
melaksanakan program jaminan mutu.
Tugas dan tanggung jawab teknisi elektromedik adalah:
a. melakukan pemantauan fungsi dan pemeliharaan berkala
peralatan radio terapi dan peralatan pendukung;
b. melakukan analisis kerusakan dan perbaikan peralatan radio
terapi dan peralatan pendukung; dan
c. membuat laporan hasil pemeliharaan, analisis kerusakan, dan
tindakan perbaikan.
Tugas dan tanggung jawab perawat adalah:
a. mendampingi dokter spesialis radio terapi atau dokter spesialis
radiologi konsultan radio terapi dalam melakukan pemeriksaan
pasien;
b. membantu pelaksanaan brakiterapi;
c. melakukan perawatan pasien setelah tindakan brakiterapi; dan
d. melakukan sterilisasi peralatan brakiterapi.
Tugas dan tanggung jawab teknisi ruang cetak adalah membuat
aksesoris berdasarkan posisi dan imobilisasi pasien dan data TPS
(treatment planning system) untuk membantu tindakan pengobatan
radio terapi.
5.2. Perlengkapan Proteksi Radiasi Pada Radio terapi
Perlengkapan proteksi radiasi wajib disediakan oleh Pemegang Izin
dan digunakan oleh pekerja radiasi yang relevan, terutama dokter
spesialis radio terapi atau dokter spesialis radiologi konsultan radio
terapi. Penggunaan perlengkapan proteksi radiasi dimaksudkan untuk
memastikan agar nilai batas dosis bagi pekerja tidak terlampaui.
Perlengkapan proteksi radiasi ini meliputi perlengkapan untuk
kepentingan individual pekerja radiasi maupun untuk mengukur
60
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
tingkat pajanan radiasi di daerah kerja, dengan rincian sebagai berikut:
a. surveimeter;
b. peralatan pemantau dosis perorangan;
c. apron; dan
d. pelindung organ.
Untuk brakiterapi manual, dilengkapi pula dengan:
a. tang penjepit;
b. kontener;
c. dosimeter jari; dan
d. blok Pb.
5.3. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pada Radio
terapi
Uraian berikut menjelaskan tentang pedoman umum proteksi dan
keselamatan radiasi pada radio terapi, yang harus dipatuhi oleh semua
orang yang berkaitan dengan radio terapi, baik personil, pasien maupun
masyarakat secara umum:
a. pajanan radiasi dibatasi hanya pada daerah yang disinar dengan
menggunakan perlengkapan kolimasi yang dipasang segaris
dengan berkas radiasi;
b. medan radiasi yang berada di dalam daerah terapi harus homogen;
c. hamburan radiasi di sekitar ruangan radio terapi harus
dipertahankan serendah mungkin yang dapat dicapai;
d. desain peralatan radio terapi harus dipastikan memiliki paling
sedikit dua sistem gagal-selamat (fail-safe) yang independen
untuk menghentikan penyinaran dan berupa sistem saling-kunci
(interlock) dan sistem manual;
e. peralatan teleterapi Co-60 yang berisi zat radioaktif terbungkus
harus dilengkapi dengan alat untuk mengembalikan sumber
secara manual pada posisi terperisai;
61
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
62
peralatan terapi eksternal harus dipasang dengan berkas utama
diarahkan pada penghalang utama dengan perisai yang memenuhi
persyaratan proteksi radiasi;
pada pengoperasian akselerator linier (LINAC) yang mempunyai
energi foton sinr-X di atas 10 MV, dinding perisai harus dilengkapi
dengan bahan penyerap neutron;
peralatan terapi eksternal harus tetap stabil berada pada setiap
posisi dan dapat diubah pada posisi yang diperlukan;
peralatan terapi eksternal harus dilengkapi paling kurang dengan:
pesawat sinar-X simulator dan/atau CT Scan simulator;
TPS (treatment planning system);
peralatan cetak (mould equipment); dan
perlengkapan kendali mutu.
peralatan brakiterapi harus dilengkapi paling kurang dengan:
pesawat sinar-X C-Arm atau pesawat sinar-X simulator;
TPS;
peralatan cetak (mould equipment); dan
perlengkapan kendali mutu.
bangunan fasilitas radio terapi harus dilengkapi dengan:
sistem saling-kunci yang tidak bisa dibuka (by-pass) oleh
siapa pun, kecuali di bawah kendali langsung Teknisi
Elektromedik pada saat pengoperasian selama pemeliharaan;
tanda radiasi pada pintu, panel kendali, kepala sumber pada
peralatan teleterapi Co-60, mesin after-loading dan kontener
penampung zat radioaktif terbungkus; dan
saluran kabel dosimetri untuk kegiatan kalibrasi peralatan
radio terapi yang dipasang membentuk sudut 45° terhadap
lantai.
fasilitas radio terapi yang mempunyai terapi eksternal harus
memiliki:
ruang pemeriksaan;
ruang simulator;
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
m.
ruang cetak (mould room);
ruang TPS;
ruang penyinaran; dan
ruang tunggu.
fasilitas radio terapi yang mempunyai brakiterapi harus memiliki:
ruang pemeriksaan;
ruang persiapan;
ruang aplikasi;
ruang TPS;
ruang penyinaran;
ruang penyimpanan zat radioaktif terbungkus; dan
ruang tunggu.
5.4. Penanggulangan Kedaruratan
Setiap pesawat teleterapi dapat gagal untuk berhenti atau terus
menyinari pasien meski pun waktunya sudah habis. Petunjuk tindakan
yang harus dilakukan untuk situasi semacam ini terdapat pada Prosedur
Pemakaian, dan harus dipasang di depan panel kendali pesawat.
Operator harus berlatih menangani keadaan kedaruratan ini sehingga
terbiasa dengan tindakan yang harus dilakukan. Tindakan yang cepat
mengurangi bahaya bagi pasien. Ketentuan umum yang harus diikuti
adalah sebagai berikut :
a. coba untuk mematikan pesawat dengan tombol “Emergency
OFF”.
b. jika tidak berhasil, segera keluarkan pasien dari berkas.
c. sewaktu memindahkan pasien, anda sendiri harus berada di luar
berkas.
Jika penyelamat berada di luar berkas foton, mengeluarkan pasien
dalam keadaan kedaruratan biasanya tidak memberikan pajanan radiasi
yang tinggi. Namun demikian, dalam berkas itu sendiri, seseorang
63
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
akan menerima penyinaran radiasi yang sangat tinggi dalam waktu
yang singkat.
Gambar 5.1. Tombol “Emergency OFF” untuk mematikan
pesawat Co-60.
Prosedur kedaruratan yang lain seperti memutar gantry atau menutup
kolimator dari luar dapat pula dipertimbangkan sebelum ada orang lain
yang memasuki ruangan untuk mengeluarkan pasien, namun hal ini
bergantung pada kondisi setempat. Hanya setelah pasien dikeluarkan
dari bawah berkas dan Anda telah meninggalkan ruangan (menutup
pintu) baru dapat dipikirkan bagaimana untuk menggerakkan sumber
Co-60 kembali ke posisi “OFF” oleh personil terlatih atau personil dari
pabriknya. Tidak perlu tergesa-gesa untuk mematikan pesawat jika
tidak ada seseorang pun di ruangan. Pesawat tidak boleh dipakai lagi
hingga penyebab kegagalan operasi diketahui dan telah diperbaiki oleh
personil perawatan.
Gambar 5.2. Pemindahan pasien dari bawah berkas radiasi Co-60.
64
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Kegagalan kembali ke posisi “OFF” pada pesawat Co-60 yang lebih
sering dibanding linac mengakibatkan radiasi terus dipancarkan setelah
dosis yang ditentukan telah dicapai; namun kegagalan untuk berhenti
dapat terjadi pada kedua pesawat. Personil harus telah terlatih untuk
bertindak pada situasi semacam ini sebelum pasien menerima radiasi
terlalu banyak. Operator harus terus waspada pada saat penyinaran
pasien, dan terus mengamati waktu atau satuan monitor pada saat
penyinaran berlangsung.
Setiap pesawat Co-60 harus memiliki monitor radiasi, monitor dengan
lampu peringatan (dengan atau tanpa suara) di dalam ruangan, dan
menempatkannya sedemikian rupa sehingga dapat langsung terlihat
begitu pintu dibuka. Monitor semacam ini menyala jika sumber berada
dalam posisi “ON”. Dengan melihat lampu peringatan, setiap orang
yang memasuki ruangan dapat melihat apakah sumber telah kembali
ke posisi terlindungnya atau belum. Linac yang memiliki sinyal yang
berbunyi jika sedang mengeluarkan radiasi tidak memerlukan monitor
semacam ini.
Semua pesawat teleterapi menghasilkan radiasi yang menembus tubuh
cukup dalam selama beroperasi. Untuk melindungi operator dan
orang lain yang mungkin dapat berada di sekitar ruang penyinaran,
dinding ruang harus cukup diberi perisai radiasi. Setelah pemasangan
suatu pesawat teleterapi harus dilakukan pengukuran tingkat radiasi di
daerah sekitarnya, dengan berkas menyala dan diafragma pengatur luas
lapangan (disebut juga kolimator atau jaw) terbuka penuh. Pengukuran
ini dimaksudkan untuk menjamin keselamatan orang yang berada di
daerah tersebut.
Dengan ruangan penyinaran yang diberi perisai radiasi yang cukup,
operator pesawat penyinaran hanya akan sedikit atau bahkan sama
sekali tidak akan menerima pajanan radiasi pada saat melakukan
tugasnya. Pintu saling kunci ke ruangan akan mencegah pesawat
65
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
bekerja pada saat pintu dibuka. Pengoperasian pesawat dengan pintu
terbuka tidak hanya menyebabkan radiasi tersebar, namun juga dapat
mengakibatkan orang yang tidak berwenang dapat masuk ke dalam
ruang selama penyinaran. Pintu masuk dengan demikian perlu pula
diberi tanda peringatan.
Bahan radioaktif pada pesawat Co-60 juga mempunyai kemungkinan
bocor. Meski pun hal ini jarang terjadi, pesawat harus diuji
kebocorannya, paling sedikit sekali dalam dua tahun. Untuk menguji
kebocoran pesawat, pastikan bahwa sumber berada dalam posisi
“OFF” dan gunakan sarung tangan. Basahi kain kasa atau kertas khusus
dengan alkohol, kemudian usap bilah kolimator sedekat mungkin
dengan sumber. Forsep seringkali dapat digunakan untuk mencapai
celah sumber yang sulit dijangkau. Cacah kain atau kertas dengan
detektor yang paling sensitif yang ada (seperti pencacah Geiger) untuk
mengecek tingkat radioaktivitas pada sampel. Jika cacah pengukuran
sampel menunjukkan bacaan yang cukup jauh di atas bacaan latar
belakang, sumber mungkin bocor dan pabrik atau pemasoknya harus
dihubungi untuk melakukan pemeriksaan dan tindakan penanggulangan
lebih lanjut.
66
BAB VI
PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI PADA
KEDOKTERAN NUKLIR
6.1. Tugas dan Tanggung Jawab
Personil pada penggunaan kedokteran nuklir diagnostik in vitro paling
kurang meliputi:
a. analisis kesehatan; dan
b. petugas proteksi radiasi.
Personil pada penggunaan kedokteran nuklir diagnostik in vivo dan/
atau penelitian medik klinik dan penggunaan kedokteran nuklir terapi
paling kurang meliputi:
a. dokter spesialis kedokteran nuklir;
b. tenaga ahli dan/atau fisikawan medis;
c. petugas proteksi radiasi;
d. radiofarmasis;
e. radiografer; dan
f. perawat.
Tugas dan tanggung jawab analisis kesehatan adalah:
a. melakukan elusi dan preparasi radionuklida dan/atau radiofarmaka;
b. mencatat dan melaporkan jumlah dan aktivitas radionuklida dan/
atau radiofarmaka yang telah digunakan;
c. mencatat sisa radionuklida dan/atau radiofarmaka yang tidak
digunakan dan memastikan penyimpanannya;
d. membuat logbook harian dan laporan bulanan secara tertulis
mengenai penggunaan radionuklida dan/atau radiofarmaka;
e. mendokumentasikan seluruh kegiatan penggunaan radionuklida
dan/atau radiofarmaka;
f. melaporkan segera kepada petugas proteksi radiasi bila terjadi
kecelakaan radiasi; dan
67
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
g.
membantu petugas
dekontaminasi.
proteksi
radiasi
dalam
melakukan
Tugas dan tanggung jawab petugas proteksi radiasi adalah:
a. membuat program proteksi dan keselamatan radiasi;
b. memantau aspek operasional program proteksi dan keselamatan
radiasi;
c. menjamin bahwa perlengkapan proteksi radiasi tersedia dan
berfungsi dengan baik pemakaiannya;
d. memantau pemakaian perlengkapan proteksi radiasi;
e. meninjau secara sistematik dan periodik pelaksanaan pemantauan
pajanan radiasi pada saat penggunaan, pengangkutan dan
penyimpanan radionuklida dan/atau radiofarmaka;
f. memberikan konsultasi yang terkait dengan proteksi dan
keselamatan radiasi;
g. berpartisipasi dalam mendesain fasilitas kedokteran nuklir;
h. mengelola rekaman;
i.
mengidentifikasi, merencanakan dan mengkoordinasikan
kebutuhan pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi;
j.
melaksanakan latihan penanggulangan keadaan darurat;
k. melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian kegagalan
operasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan radiasi;
l.
melaksanakan penanggulangan keadaan darurat dan pencarian
fakta dalam hal terjadi kecelakaan radiasi;
m. menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program
proteksi dan keselamatan radiasi, dan
n. melakukan inventarisasi radionuklida dan/atau radiofarmaka.
Tugas dan tanggung jawab dokter spesialis kedokteran nuklir adalah:
a. menjamin pelaksanaan seluruh aspek keselamatan terhadap pasien;
b. memberi rujukan dan menjustifikasi diagnosis maupun terapi
secara tertulis, dengan mempertimbangkan informasi terkait dari
pemeriksaan sebelumnya;
68
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
c.
d.
e.
f.
g.
menjamin bahwa pajanan radiasi yang diterima pasien serendah
mungkin yang dapat dicapai sesuai dengan tingkat panduan
aktivitas;
memberikan konsultasi dan evaluasi klinis pasien;
menetapkan protokol optimisasi untuk kegiatan diagnosis dan
terapi bekerjasama dengan fisikawan medik;
memberikan evaluasi pengobatan dan pemantauan pasien; dan
memberikan informasi kepada pasien mengenai risiko pemberian
radionuklida dan/atau radiofarmaka.
Tugas dan tanggung jawab tenaga ahli, yang memiliki pendidikan
paling kurang S2 fisika medik, adalah:
a. meninjau ulang program proteksi dan keselamatan radiasi; dan
b. memberikan pertimbangan kepada Pemegang Izin mengenai
aspek keselamatan radiasi, praktik rekayasa yang teruji, dan
keselamatan secara komprehensif untuk peningkatan layanan
kedokteran nuklir.
Tugas dan tanggung jawab fisikawan medik, yang memiliki pendidikan
S1 fisika medik, adalah:
a. berpartisipasi dalam meninjau ulang secara terus menerus
tersedianya sumber sumber daya manusia, peralatan, prosedur,
dan perlengkapan proteksi radiasi;
b. melakukan dan menetapkan prosedur perhitungan dosis;
c. memberikan kontribusi terhadap program pelatihan proteksi dan
keselamatan radiasi;
d. bekerjasama dengan dokter spesialis kedokteran nuklir dan
petugas proteksi radiasi dalam merencanakan fasilitas kedokteran
nuklir;
e. menyiapkan spesifikasi unjuk kerja peralatan yang berkaitan
dengan proteksi dan keselamatan radiasi;
f. mengembangkan persyaratan dan spesifikasi dalam pembelian
peralatan kedokteran nuklir yang menjamin keselamatan radiasi;
69
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
g.
h.
i.
j.
k.
melaksanakan uji keberterimaan, komisioning, dan kalibrasi
peralatan kedokteran nuklir;
menetapkan faktor fisika dalam perencanaan dan prosedur
pengobatan;
mendesain, menerapkan dan mengawasi penerapan prosedur
jaminan mutu kedokteran nuklir;
mengawasi pemeliharaan peralatan kedokteran nuklir; dan
berpartisipasi dalam hal pencarian fakta dan evaluasi kecelakaan
radiasi.
Tugas dan tanggung jawab radiofarmasis adalah:
a. memiliki pemahaman mengenai radionuklida dan/atau
radiofarmaka yang digunakan dalam kedokteran nuklir;
b. bekerjasama dengan dokter spesialis kedokteran nuklir dalam hal
penggunaan radionuklida dan/atau radiofarmaka;
c. melaporkan hasil elusi dan preparasi radionuklida dan/atau
radiofarmaka kepada dokter spesialis kedokteran nuklir sebelum
diberikan kepada pasien;
d. membuat petunjuk pelaksana, dan kontrol kualitas elusi dan
preparasi radionuklida dan/atau radiofarmaka;
e. memberikan rujukan dan justifikasi hasil elusi dan preparasi
radionuklida dan/atau radiofarmaka kepada dokter spesialis
kedokteran nuklir;
f. melaporkan segera kepada dokter spesialis kedokteran nuklir,
petugas proteksi radiasi, dan fisikawan medik bila terjadi
kecelakaan dalam melakukan elusi maupun preparasi radionuklida
dan/atau radiofarmaka; dan
g. memastikan bahwa peralatan medik yang telah selesai digunakan
disimpan/dibuang pada tempat yang telah ditentukan.
Tugas dan tanggung jawab radiografer adalah:
a. memberikan proteksi terhadap pasien dan masyarakat di sekitar
fasilitas kedokteran nuklir;
70
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
menetapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan
pajanan yang diterima pasien sesuai dengan kebutuhan dan
standar operasional prosedur yang berlaku;
menerapkan dengan benar prosedur kerja dan teknik khusus
penggunaan peralatan kedokteran nuklir;
menjamin bahwa pasien diidentifikasi dengan benar dan bahwa
informasi mengenai pasien telah direkam dengan benar;
menyediakan informasi untuk pasien mengenai prosedur yang
akan merekajalani;
menyediakan informasi kepada orang yang menemani pasien dan
kepada personil yang mengurus pasien setelah diagnosis atau
terapi kedokteran nuklir;
memverifikasi radionuklida dan/atau radiofarmaka yang
digunakan dan menghitung dosis radionuklida dan/atau
radiofarmaka sebelum diberikan kepada pasien;
melaksanakan akuisisi dan proses citra yang tepat;
melakukan pemantauan pajanan radiasi dan kontaminasi
radioaktif di daerah kerja secara reguler sesuai instruksi petugas
proteksi radiasi;
menginformasikan petugas proteksi radiasi dalam kasus
kecelakaan radiasi;
menginformasikan dokter spesialis kedokteran nuklir dan
petugas proteksi radiasi dalam kasus tindakan atau pemberian
radionuklida dan/atau radiofarmaka yang tidak sesuai prosedur
kerja aau standar pelayanan medik;dan
berpartisipasi dalam pelatihan teknologi baru kedokteran nuklir.
Tugas dan tanggung jawab perawat adalah:
a. melaksanakan instruksi kerja dari dokter spesialis kedokteran
nuklir dalam hal pelayanan terhadap pasien;
b. mempersiapkan peralatan kesehatan yang akan digunakan;
71
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
c.
d.
e.
f.
g.
h.
melakukan pengembalian sampel darah maupun pemberian
radionuklida dan/atau radiofarmaka kepada pasien atas instruksi
dokter spesialis kedokteran nuklir;
membersihkan dan membuang peralatan kesehatan yang yang
telah digunakan ke tempat pembuangan yang telah disepakati
bersama;
membuat catatan medik mengenai identifikasi pasien, dan
pemberian penomoran rekaman medik secara berurutan;
mempersiapkan ruang isolasi dan ruang rawat inap untuk pasien
terapi;
menjelaskan kepada pasien mengenai prosedur perawatan pasien
terapi dengan radionuklida dan/atau radiofarmaka sesuai dengan
petunjuk pelaksanaan yang berlaku; dan
melaporkan kondisi pasien selama perawatan kepada dokter
spesialis kedokteran nuklir.
6.2. Perlengkapan Proteksi Radiasi Untuk Penggunaan Kedokteran
Nuklir Diagnostik In-Vitro:
Mengingat kegiatan dalam penggunaan kedokteran nuklir diagnostik
in-vitro tidak terlalu rumit, maka perlengkapan proteksi radiasi yang
diperlukan cukup surveimeter dan/atau monitor kontaminasi,dan
pemantau dosis perorangan.
6.3. Perlengkapan Proteksi Radiasi Untuk Penggunaan Kedokteran
Nuklir Diagnostik In-Vivo dan/atau Penelitian Medik Klinik dan
Penggunaan Kedokteran Nuklir Terapi:
Kegiatan dalam penggunaan kedokteran nuklir diagnostik in-vivo
dan/atau penelitian medik klinik dan penggunaan kedokteran nuklir
terapi cukup bervariasi karena melibatkan penyiapan radiofarmaka
dalam bentuk cair. Untuk itu maka perlengkapan proteksi radiasi yang
72
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
diperlukan minimal adalah:
a. surveimeter;
b. monitor kontaminasi;
c. monitor perorangan;
d. kontener;
e. tabung suntik yang diberi perisai radiasi;
f. apron;
g. jas laboratorium;
h. peralatan proteksi pernafasan;
i.
sarung tangan;
j.
pelindung organ;
k. glove box;
l.
alat penjepit; dan/atau
m. monitor area
Untuk kedokteran nuklir terapi, peralatan di atas perlu ditambah
dengan dosimeter perorangan baca langsung; dan monitor area di ruang
penyiapan dan penyimpanan radionuklida dan/atau radiofarmaka.
6.4. Pedoman Umum Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pada
Kedokteran Nuklir
Uraian berikut menjelaskan tentang pedoman umum proteksi dan
keselamatan radiasi kedokteran nuklir, yang harus dipatuhi oleh semua
orang yang berkaitan dengan kedokteran nuklir, baik personil, pasien
maupun masyarakat secara umum:
a. Dokter spesialis kedokteran nuklir harus menerapkan tingkat
rujukan aktivitas radionuklida untuk pasien diagnostik seperti
tercantum pada Tabel 3.6.
b. Tingkat rujukan aktivitas maksimum radionuklida untuk pasien
terapi yang akan keluar dari rumah sakit ditetapkan sebesar
1100 MBq untuk pemberian I-131, dan juga untuk pasien yang
meninggal pada saat pemberian I-131.
73
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
c.
Pemberian radionuklida dan/atau radiofarmaka untuk penggunaan
kedokteran nuklir diagnostik in vivo dan penggunaan kedokteran
nuklir terapi pada pasien wanita hamil atau diperkirakan hamil
harus dihindari kecuali jika ada indikasi klinis yang kuat.
Pasien wanita yang menjalani terapi harus menunda kehamilan
sampai jangka waktu tertentu sebagaimana tercantum pada Tabel
6.1.
Pasien wanita menyusui yang sedang menjalani diagnostik in
vivo atau terapi harus menghentikan pemberian air susu ibu dan
perawatan pada bayi sebagaimana tercantum pada Tabel 6.2.
d.
e.
Tabel 6.1. Jangka waktu untuk menunda kehamilan setelah terapi.
Jenis dan bentuk
radionuklida
Penyakit
Aktivitas
maksimum
(MBq)
Jangka waktu
menunda kehamilan
(bulan)
10.000
2
Au-koloid
Kanker
I-Iodium
Tirotoxicosis
800
4
I-Iodium
Kanker tiroid
5.000
4
I-MIBG
Phaeochromocytoma
5.000
4
P-Fosfat
Polycythemia
200
3
Sr-klorida
Metastasis tulang
150
24
Y-koloid
Peradangan sendi
400
0
Y-koloid
Kanker
4.000
1
Er-koloid
Peradangan sendi
400
0
Sm-EDTMP
Metastasis tulang
5.550
24
198
131
131
131
32
89
90
90
169
153
Catatan:
74
Kehamilan harus dihindari untuk jangka waktu yang ditunjukkan dalam kolom
empat, bahkan juga berlaku jika aktivitas yang diberikan lebih kecil dari yang
ditunjukkan dalam kolom tiga. Radionuklida dan/atau radiofarmaka selain yang
ada di tabel, jangka waktu untuk menunda kehamilan agar disesuaikan dengan
batas keselamatan radionuklida dan/atau radiofarmaka terkait.
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Tabel 6.2. Penghentian pemberian air susu ibu setelah
pemberian radiofarmaka.
Radiofarmaka
Radiofarmaka Kelas A
67
Ga sitrat
Aktivitas yang diberikan Perlu saran
dalam MBq (mCi))
dokter
185 (5)
Ya
Tc DTPA
740 ((20)
Tidak
Tc MAA
148 (4)
Ya
99m
99m
Tc-Perteknetat
Berhenti
12 jam
185 (5)
Ya
4 jam
5.550 (150)
Ya
Berhenti
1,85 (0,05)
Tidak
Tc DISIDA
300 (8)
Tidak
Tc glukoheptonat
740 (20)
Tidak
Tc HAM
300 (8)
Tidak
Tc MIBI
1.110 (30)
Tidak
Tc MDP
740 (20)
Tidak
Tc PYP
740 (20)
Tidak
Tc RBC in vivo radiolabelling
740 (20)
Ya
99m
I Na
131
Radiofarmaka Kelas B
51
Cr EDTA
99m
99m
99m
99m
99m
99m
99m
Tc RBC in vitro radiolabelling
740 (20)
Tidak
Tc koloid sulfur
442 (20)
Tidak
In WBC
0,5 (18,5)
Tidak
I Na
14,8 (0,4)
Ya
74 (2)
Tidak
99m
99m
111
123
I OIH
123
I MIBG
370 (10)
Ya
I OIH
0,37 (0,01)
Tidak
I OIH
123
125
11,1 (0,3)
Tidak
Tl
111 (3)
Ya
Tc DTPA aerosol
37 (1)
Tidak
131
201
99m
Radiofarmaka Kelas C
99m
Tc WBC
Tc MAG3
99m
Xe gas
133
Jangka
waktu
185 (5)
Ya
370 (10)
Tidak
12 jam
Berhenti
48 jam
96 jam
48 jam
Tidak
75
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
6.5. Aplikasi I-131 Untuk Terapi Kanker Tiroid
Menyusul pembedahan untuk membuang bagian kelenjar tiroid yang
mengandung tumor, sekitar 2-4 GBq I-131 diberikan kepada pasien
untuk menghancurkan jaringan tiroid yang masih sisa. Pasien biasanya
kembali untuk pemindaian lanjut selama beberapa tahun ke depan.
Jika terlihat jaringan tiroid berfungsi kembali, termasuk adanya
pengendapan kecil tumor yang menyebar keluar tiroid, pasien akan
diberikan ulang dosis radionuklida I-131 antara 4-8 GBq. Hanya
sedikit aktivitas I-131 yang terkumpul di jaringan tiroid. Ginjal akan
mengeluarkan sisanya dengan sangat cepat, hingga sebanyak 95% dari
aktivitas yang dimasukkan dalam 48 jam.
Beberapa alasan kuat agar pasien kanker tiroid dirawat di rumah sakit
adalah sebagai berikut:
a. pasien memiliki anak kecil yang perlu diperhatikan di rumahnya;
b. lama perawatan tidak lebih dari dua hari; dan
c. pasien dapat mengalami pusing dan muntah setelah pemberian
I-131 dalam jumlah besar, dan situasi ini dapat dengan mudah
dijaga di rumah sakit.
6.5.1. Pedoman bagi perawat pasien I-131
Beberapa pedoman terkait proteksi dan keselamatan radiasi bagi
perawat pasien yang menjalani pengobatan dengan I-131 adalah
sebagai berikut:
a. staf perawat bangsal dapat menerima pajanan kerja dan
karena itu perlu dilengkapi dengan pemantau radiasi perorangan yang harus dipakai setiap kali bekerja;
b. staf perawat yang tengah hamil tidak boleh merawat pasien;
c. setiap keperluan perawatan perlu dikaji dan dibahas dengan
saf perawat yang berada di bangsal sebelum pasien menerima
dosis terapi;
76
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
makanan harus disajikan dalam nampan, piring dan alat
makan lain yang bersifat sekali pakai;
pasien harus diberi resep anti-emetik untuk menghilangkan
rasa pusing;
pasien harus meminum banyak cairan, memakai gaun
rumah sakit, mandi tiap hari, keramas di pagi hari sebelum
meninggalkan bangsal. Pakaian dalamnya juga harus dicuci
dengan tangan di kamar mandi terapi I-131;
tugas-tugas keperawatan dalam jarak 2 m dari pasien harus
dilakukan secara cepat dan efisien untuk mengurangi waktu
pajanan;
gaun dan sarung tangan pelindung harus dipakai pada semua
prosedur yang bersinggungan langsung dengan pasien, atau
pada saat menangani pendorong ranjang, kantong kateter
dan botol urin;
kantong kateter, pendorong ranjang dan botol harus
dikosongkan di toilet di kamar mandi terapi. Kateter urin
biasanya lebih disukai karena dapat mengurangi risiko
tumpahan;
semua limbah dan kain dari ruang terapi harus dipantau oleh
Petugas Proteksi Radiasi (PPR) sebelum dibuang. Kain yang
tekontaminasi cukup besar harus ditempatkan di tempat
Limbah Radioaktif oleh PPR;
ruang terapi dan kamar mandi harus dipantau oleh PPR
setelah pasien dikeluarkan. Setelah dinyatakan bersih dari
radioaktif, kepala bangsal dapat melakukan pembersihan
menyeluruh terhadap ruangan;
akses pengunjung ke pasien terapi dibatasi tidak lebih dari
15-30 menit setiap harinya. Pengunjung harus berada pada
jarak 2 m dari pasien. Orang Wanita hamil dan anak-anak
tidak diperbolehkan berkunjung; dan
77
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
m.
kepala Departemen Kedokteran Nuklir melalui PPR harus
segera diberitahukan jika terjadi tumpahan atau bahaya
potensial lainnya, dan juga jika diperlukan pemeliharaan
terhadap ruang terapi dan pemipaan di ruang ini.
6.5.2. Pedoman bagi pasien kanker tiroid I-131
Berikut ini contoh dari pedoman yang dperlukan oleh pasien
I-131, yang dapat dimodifikasi sesuai dengan keadaan setempat.
“Karena Anda menjalani pengobatan dengan iodin-131
radioaktif, Anda menjadi sumber pajanan radiasi bagi orang lain.
Anda juga akan mengeluarkan radioaktivitas, terutama melalui
air ludah dan urin. Anda harus mengikuti tindakan pencegahan
sederhana hingga radiasinya berkurang sampai tingkat yang
dapat diabaikan”.
6.5.3. Selama Anda di rumah sakit:
a. Jangan meninggalkan ruangan kecuali diminta oleh staf
rumah sakit;
b. Gunakan tisu kertas dan jangan sapu tangan;
c. Wanita hamil dan anak-anak tidak boleh mengunjungi Anda
di rumah sakit;
d. Pengunjung lain boleh datang setelah hari pertama. Setiap
kunjungan dibatasi hanya satu atau dua pengunjung, dan
tidak boleh tinggal lebih dari 15-30 menit, dan jaa jarak
sejauh 2-3 m dari Anda;
e. Kebersihan perorangan sangat penting. Mandi dan cuci
rambut setiap hari;
f. Anda harus mencuci dan mengeringkan pakaian dalam di
kamar mandi;
g. Toilet harus dibilas dua kali setelah setiap pemakaian, dan
cuci tangan Anda dengan hati-hati; dan
h. Hindari terjadinya percikan urin di sekitar toilet.
78
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
6.5.4. Saat Anda pulang dari rumah sakit:
Anda akan dipantau oleh PPR dari waktu ke watu untuk
menentukan apakah tingkat radiasi telah cukup turun sampai
Anda dizinkan pulang ke rumah. Kondisi ini bisa terjadi sewaktuwaktu dari 2 hingga 8 hari, bergantung pada pengobatan yang
Anda jalani. Selain itu juga perlu mengamati beberapa tindakan
pencegahan radiasi yang sederhana setelah Anda meninggalkan
rumah sakit:
Selama dua minggu jika pengobatan ini adalah yang pertama
kali dengan I-131, atau selama satu minggu jika hal ini bukan
pengobatan dengan I-131 yang pertama:
a. lanjutkan tindakan bersih-bersih tubuh. Mandi setiap hari.
Cuci tangan dengan hati-hati, terutama sebelum menyiapkan
makanan dan setelah menggunakan toilet;
b. hindari kontak langsung dengan wanita hamil dan anakanak. Jangan tidur di ranjang yang sama dengan remaja atau
anak-anak;
c. hindari kontak berkepanjangan dengan orang lain. Jangan
pergi jauh dengan kendaraan umum atau menonton bioskop
atau tempat-tempat hiburan publik lainnya;
d. jaga kebersihan toilet dan bilas dua kali setelah pemakaian.
Pasien pria harus duduk saat membuang air kecil; dan
e. hindari bertukar pelembab tubuh, berciuman atau
berhubungan badan. Jangan berbagi minuman, sikat gigi,
dan lain-lain dengan orang lain.
6.5.5. Kembali bekerja
a. Pada prinsipnya Anda bisa kembali bekerja seperti biasa;
b. Jika Anda harus bekerja cukup dekat dengan orang dewasa
yang lain, Anda harus menunggu 2 atau 3 hari terlebih
dahulu; dan
79
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
c.
Jika Anda bekerja dengan bayi atau anak kecil, Anda harus
menunggu selama satu minggu.
6.5.6. Kehamilan
a. Jika Anda wanita dalam usia subur, usahakan agar tidak mengandung selama paling sedikit 6 bulan setelah pengobatan.
b. Bahas masalah ini dengan dokter Anda untuk memastikan
bahwa tidak diperlukan lagi pengobatan lebih lanjut dengan
I-131 dalam waktu dekat.
6.6. Thyrotoksikosis
Untuk pengobatan penyakit thyroid benign – hyperthyroidism (penyakit
Graves) dan multinodular goitre racun – aktivitas I-131 yang diberikan
berada dalam rentang 0,3 hingga 1 GBq. Lebih dari 60% aktivitas yang
diberikan akan diambil oleh kelenjar thyroid, dan mengendap cukup
lama di tubuh.
6.6.1. Pedoman bagi pasien thyrotoksikosis I-131
Pengobatan dengan I-131 untuk thyrotoksikosis biasanya tidak
memerlukan pasien agar rawat inap. Meskipun aktivitas yang
diberikan ke pasien lebih sedikit dari jumlah yang diberikan
untuk kanker thyroid, ambilan dan pengendapannya di tubuh
jauh lebih lama. Tindakan pencegahan yang diperlukan akan
lebih lama dibanding setelah pengobatan untuk kanker thyroid.
Sebagai contoh:
“Karena Anda menjalani pengobatan dengan iodin-131
radioaktif, Anda menjadi sumber pajanan radiasi bagi orang lain.
Anda juga akan mengeluarkan radioaktivitas, terutama melalui
air ludah dan urin. Anda harus mengikuti tindakan pencegahan
sederhana hingga radiasinya berkurang sampai tingkat yang
dapat diabaikan”.
80
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
6.6.2. Selama dua minggu setelah pengobatan:
a. Kebersihan diri merupakan hal yang utama. Mandi setiap
hari. Cuci tangan dengan hati-hati, terutama sebelum
menyiapkan makanan dan setelah menggunakan toilet.
b. Hindari kontak langsung dengan wanita hamil dan anakanak. Jangan tidur di ranjang yang sama dengan remaja atau
anak-anak.
c. Hindari kontak berkepanjangan dengan orang lain. Jangan
pergi jauh dengan kendaraan umum atau menonton bioskop
atau tempat-tempat hiburan publik lainnya.
d. Jaga kebersihan toilet dan bilas dua kali setelah pemakaian.
Pasien pria harus duduk saat membuang air kecil.
e. Hindari bertukar pelembab tubuh, berciuman atau
berhubungan badan. Jangan berbagi minuman, sikat gigi,
dan lain-lain dengan orang lain.
6.6.3. Kembali bekerja
a. Pada prinsipnya Anda bisa kembali bekerja seperti biasa.
b. Jika Anda harus bekerja cukup dekat dengan orang dewasa
yang lain, Anda harus menunggu 2 atau 3 hari terlebih
dahulu.
c. Jika Anda bekerja dengan bayi atau anak kecil, Anda harus
menunggu selama satu minggu.
6.6.4. Kehamilan
Jika Anda wanita dalam usia subur, usahakan agar tidak
mengandung selama paling sedikit 6 bulan setelah pengobatan.
6.7. Terapi Y-90
Y-90 dipasok sebagai koloid yang disuntikkan ke dalam sendi yang
sakit, dan akan terus berada di dalamnya sampai meluruh. Penempatan
jarum yang akurat pada ruang sendi sangat penting untuk menghindari
81
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
nekrosis jaringan. Prosedur harus dilakukan oleh dokter yang
berpengalaman. Pedoman fluoroskopik diperlukan pada kasus-kasus
yang sulit.
Ginjal tidak mengeluarkan radioaktivitas Y-90. Pajanan radiasi di dekat
sendi yang sakit juga sangat rendah dan bahaya radiasi boleh dikatakan
dapat diabaikan, sehingga pasien tidak memerlukan ruang khusus.
6.7.1. Pedoman bagi perawat pasien Y-90
a. Pasien harus beristirahat di ranjang dengan sendi yang sakit
dibebat selama 48 jam. Selama pembebatan sendi ini tidak
perlu dicuci.
b. Pasien dianjurkan untuk dapat mencuci dirinya sendiri sebisa
mungkin dengan air di wajan yang ditempatkan di ranjang.
Perawat harus menyelesaikan pencucian badan pasien dan
mengganti seprai jika kotor.
c. Cuci wajan, bedpan dan lain-lain seperti biasa karena tidak
ada kontaminasi radioaktif di barang-barang tersebut.
d. Jangan berdiri terlalu dekat dengan sendi yang sakit kecuali
kalau perlu.
e. Beritahu ahli reumatik jika tempat yang disuntik meradang
atau sakit.
f. Beritahu Departemen Kedokteran Nuklir jika pasien
meninggal atau memerlukan pembedahan satu minggu
setelah penyuntikan Y-90.
6.8. Terapi Sr-89
Stronsium-89 kadang-kadang digunakan untuk meringankan sakit yang
diderita pasien kanker prostat dan telah menyebar ke tulang. Setelah
penyuntikan intravena, Sr-90 akan berkumpul di metastase tulang dan
juga dikeluarkan melalui urin. Pajanan radiasi bagi staf yang berada
di dekat pasien sangat rendah sehingga tidak diperlukan pemantauan
82
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
radiasi. Bahaya utama berasal dari kontaminasi dari urin.
6.8.1. Pedoman bagi perawat pasien Sr-89
a. Akomodasi kamar khusus tidak diperlukan namun lantai
kamar harus terbuat dari bahan anti serap, mulus dan dapat
dicuci, sedapat mungkin lembaran vinyl.
b. Pasien harus diberitahu utuk menghindari kontaminasi kulit,
toilet, dan kamar mandi dengan urin radioaktif.
c. Gunakan labjas dan sarung tangan pada saat menangani
botol urin, nampan, dan lain-lain.
d. Jika rasa tidak enak menjadi masalah pada minggu pertama
setelah penyuntikan Sr-89, beritahu Departemen Kedokteran
Nuklir karena kateter urin mungkin akan diperlukan.
e. Masukkan kain kotor ke dalam kantong plastik untuk
dipantau PPR sebelum dikirim ke tempat cuci.
f. Jika pasien muntah atau merasa tidak enak, ikuti prosedur
penanganan yang diberikan PPR.
g. Beritahu DepartemenKedokteran Nuklir jika pasien
memerlukan pembedahan atau memiliki fraktir patologi
atau meninggal selama rawat inap.
6.9. Penanggulangan Kedaruratan
6.9.1. Sumber radiasi hilang
Departemen Kedokteran Nuklir harus memiliki dan selalu
memutakhirkan catatan mengenai sumber radiasi atau
radiofarmaka yang ada, sehingga dengan segera dapat diketahui
sumber radiasi mana yang hilang, jenis dan aktivitasnya, kapan
dan dimana lokasi terakhir sumber radiasi tersebut, dan siapa
yang menggunakannya. Catatan yang rapi juga perlu disusun
mengenai kapan diterimanya sumber radiasi yang dipesan, tepat
waktu atau pun tertunda.
83
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
Namun jika sumber radiasi tetap hilang, tindakan berikut harus
terdapat pada rencana kedaruratan:
a. Lapor dan cari bantuan dari Petugas Proteksi Radiasi (PPR).
b. Lakukan pencarian di sekitar lokasi terakhir yang diketahui.
c. Cek dan pastikan keamanan dan pengendalian sumber
radiasi yang lain.
d. Cek semua kemungkinan yang dapat terjadi.
e. Jika tetap tidak ditemukan, hubungi pemasok dan informasikan
hal ini sehingga mereka dapat merunut pengiriman dan
menemukan dimana bahan radioaktif ini berada.
f. Jika tidak ditemukan, laporkan hilangnya sumber radiasi ini
sesuai dengan ketentuan Bapeten.
6.9.2. Kerusakan generator Tc-99m
Generator mengandung radioaktif dalam jumlah yang cukup besar.
Jika generator Tc-99m rusak, tindakan berikut perlu diambil:
a. Kosongkan lokasi sekitar generator dari pekerja dan manusia
lain.
b. Beritahu PPR yang harus memastikan apakah ada tumpahan
radioaktif, dan melaksanakan atau mengawasi tindakan
dekontaminasi dan pemantauan.
c. Catat insiden atau kecelakaan ini dan buat laporan sesuai
dengan ketentuan Bapeten.
6.9.3. Tumpahan radioaktif dalam jumlah rendah
Jika terjadi tumpahan radioaktif dalam jumlah yang rendah,
tindakan berikut perlu dilakukan:
a. Gunakan pakaian pelindung dan sarung tangan sekali pakai.
b. Serap dengan cepat tumpahan dengan penyerap khusus
untuk menjaganya tidak menyebar lebih jauh.
c. Usap dengan towel dari pinggir daerah yang terkontaminasi
ke arah tengah.
d. Keringkan daerah dan lakukan uji usap.
84
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
e.
f.
Ulangi pembersihan dan uji usap hngga sampel usap
menunjukkan tumpahan telah bersih.
Gunakan kantong plastik untuk menyimpan barang yang
terkontaminasi.
6.9.4. Tumpahan radioaktif dalam jumlah besar
Jika terjadi tumpahan radioaktif dalam jumlah besar, tindakan
berikut perlu dilakukan:
a. Beritahu PPR yang harus segera mengawasi upaya
pembersihan.
b. Lempar penyerap ke tumpahan untuk dengan cepat
mencegah tersebarnya kontaminasi.
c. Semua orang yang tidak terlibat dengan tumpahan untuk
segera meninggalkan daerah yang terkontaminasi.
d. Pantau tingkat kontaminasi semua orang yang terlibat dalam
tumpahan pada saat meninggalkan ruangan.
e. Jika ada pakaian yang terkontaminasi, buka dan masukkan
ke dalam kantong plastik yang diberi tanda “RADIOAKTIF.
f. Jika terjadi kontaminasi pada kulit, cuci segera bagian kulit
yang terkontaminasi tersebut.
g. Jika terjadi kontaminasi pada mata, bilas mata dengan air
dalam jumlah besar.
6.9.5. Penanggulangan medik pasien radioaktif
Penanggulangan medik ini sangat penting bagi pasien terapi yang
mengandung radioaktivitas dalam jumlah besar. Personil medik
harus memulai penanggulangan dengan penanganan keadaaan
daruratnya terlebih dahulu (misalnya, jika pasien mengalami
stroke), diikuti dengan tindakan untuk mencegah penyebaran
kontaminasi dan meminimalkan pajanan eksternal. Pekerja atau
staf RS harus menghindari kontak langsung dengan mulut pasien,
dan semua anggota tim kedaruratan harus memakai sarung tangan
pelindung. Staf medik harus telah dilatih untuk menangani pasien
85
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
yang mengandung radioaktif seperti ini, dan latihan kedaruratan
harus dilakukan secara berkala.
6.9.6. Kebutuhan segera pasien, termasuk pembedahan
Pertimbangan proteksi radiasi harus tidak boleh mencegah atau
menunda tindakan penyelamatan nyawa jika pembedahan pasien
diperlukan. Tindakan berikut perlu dilakukan dalam hal ini:
a. Beritahu staf ruang operasi.
b. Modifikasi prosedur operasi di bawah pengawasan PPR
untuk meminimalkan pajanan dan penyebaran kontaminasi.
c. Perlengkapan pelindung dapat digunakan sepanjang tidak
mengganggu operasi pembedahan.
d. Rotasi personil akan diperlukan jika prosedur pembedahan
memakan waktu yang cukup lama.
e. PPR harus memantau semua orang yang terlibat dalam
operasi pembedahan ini.
f. Ukur dosis radiasi yang diterima semua staf.
6.9.7. Kebakaran
Latihan keadaan darurat pada rumah sakit harus memperhatikan
dengan cermat evakuasi yang aman bagi pasien, pengunjung dan
pekerja. Jika ada petugas pemadam kebakaran, mereka harus
diinformasikan mengenai adanya bahan radioaktif. Tidak ada
seorang pun yang diizinkan memasuki kembali gedung sampai
pengecekan kontaminasi selesai dilakukan.
86
BAB VII
PENUTUP
Komite Ilmiah PBB untuk Efek Radiasi Atom (UNSCEAR,
United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation)
menyatakan bahwa dalam waktu 20 tahun sejak 1988 hingga 2008 telah
terjadi peningkatan pemeriksaan radiodiagnostik lebih dari dua kalinya,
dengan jumlah pemeriksaan pada tahun 2008 mencapai hampir 10 juta
pemeriksaan setiap harinya.
Dalam hal radio terapi, UNSCEAR memperkirakan bahwa pada periode
1997-2007 aplikasi globalnya meningkat menjadi 5,1 juta penyinaran dari
4,7 juta peyinaran pada kurun waktu 1991-1996. Sekitar 4,7 juta pasien
mendapat perlakuan radio terapi eksternal, sementara 0,4 juta mendapat
penyinaran brakiterapi. WHO, sementara itu, memperkirakan setiap tahun
jumlah kasus kanker baru akan meningkat menjadi sekitar 15 juta pada
tahun 2015 dibanding 9 juta pada tahun 1995, dengan dua pertiganya terjadi
di negara berkembang.
Untuk aplikasi pada kedokteran nuklir, UNSCEAR juga menyatakan
telah terjadi peningkatan baik untuk kepentingan pemeriksaan diagnostik
maupun terapi. Untuk kedokteran nuklir diagnostik frekuensi pemeriksaan
tahunan naik dari 0,9 per 1.000 populasi pada tahun 1970-1979 menjadi
1,1 per 1000 populasi pada tahun 1997-2007, dan untuk kedokteran nuklir
terapeutik juga meningkat dari 0,036 per 1000 populasi pada 1991-1996
menjadi 0,043 per 1.000 populasi pada 1997-2007.
Dengan data di atas terlihat bahwa aplikasi ketenaganukliran di bidang
medik telah menjadi bagian yang amat penting dan tidak dapat ditinggalkan
dalam prosedur klinis medik. Mengingat adanya bahaya yang menyertai
pemanfaatan ini, maka upaya penerapan konsep proteksi dan keselamatan
radiasi di rumah sakit menjadi suatu hal yang wajib dilaksanakan dengan
penuh disiplin oleh seluruh personil yang terlibat di dalam aplikasi
ketenaganukliran di rumah sakit ini.
87
DAFTAR BACAAN
1.
IAEA, 2014. Radiation Protection and Safety of Radiation Sources:
International Basic Safety Standards. Interim Edition. General Safety
Requirements Part 3. No. GSR Part 3. IAEA, Vienna.
2.
HANSSON, S.O., 2007. Ethics and radiation protection. J.Radiol.Prot.
27 (147-156).
3.
ICRP, 2007. The 2007 Recommendations of the International
Commission on Radiological Protection. ICRP Publication 103. Ann.
ICRP 37 (2-4).
4.
IAEA, 2006. Applying Radiation Safety Standards in Diagnostic
Radiology and Interventional Using X Rays. Safety Reports Series No.
39. IAEA, Vienna.
5.
IAEA, 2010. Comprehensive Clinical Audits of Diagnostic Radiology
Practices: A Tool for Quality Improvement. Human Health Series No.
4. IAEA, Vienna.
6.
IAEA, 2012. Radiation Protection in Paediatric Radiology. Safety
Reports Series No. 71. IAEA, Vienna.
7.
IAEA, 2006. Applying Radiation Safety Standards in Radiotherapy.
Safety Reports Series No. 38. IAEA, Vienna.
8.
IAEA, 2007. Comprehensive Audits of Radiotherapy Practices: A Tool
for Quality Improvement. IAEA, Vienna.
9.
IAEA, 2006. Radiation Protection in the Design of Radiotherapy
Facilities. Safety Reports Series No. 47. IAEA, Vienna.
10.
IAEA, 2005. Applying Radiation Safety Standards in Nuclear
Medicine. Safety Reports Series No. 40. IAEA, Vienna.
11. IAEA, 2006. Quality Assurance for Radioactivity Measurement in
Nuclear Medicine. Technical Reports Series No. 454. IAEA, Vienna.
88
BUKU PINTAR | Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit
12. WHO, 1982. Quality Assurance in Nuclear Medicine. WHO, Geneva.
13. IAEA, 2009. Release of Patients After Radionuclide Therapy. Safety
Reports Series No. 63. IAEA, Vienna.
14. United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic
Radiation, 2010. Sources and Effects of Ionizing Radiation. UNSCEAR
2008 Report to the General Assembly with Scientific Annexes. Vol. I.
United Nations, New York.
15. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan
Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif.
16. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 8 Tahun 2011
tentang Keselamatan Ra diasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X
Radiodiagnostik dan Intervensional.
17. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 17 Tahun
2012 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Kedokteran Nuklir.
18. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 3 Tahun
2013 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Radio terapi.
19. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 4 Tahun
2013 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi Dalam Pemanfaatan
Tenaga Nuklir.
89
RIWAYAT SINGKAT PENULIS
Eri Hiswara menyelesaikan pendidikan S1 pada jurusan Fisika
di Universitas Indonesia, Jakarta, pada tahun 1982. Pendidikan S2
ditempuh pada bidang studi Radiation and Environmental Protection
di University of Surrey, Guildford, Inggris, dan lulus tahun 1990.
Sejak menjadi pegawai Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
pada tahun 1983 hingga kini, ia mengabdikan dirinya menjadi peneliti
hingga memperoleh jabatan sebagai Profesor Riset pada tahun 2008.
Ia juga sempat menjadi Atase Ilmu Pengetahuan di KBRI/PTRI
Wina pada tahun 2003-2007. Selain aktif sebagai peneliti, saat ini ia
juga menjadi pengajar luar biasa pada Program Pendidikan Dokter
Spesialis Radiologi di FKUI untuk mata ajar Fisika dan Proteksi
Radiasi. Eri Hiswara adalah anggota Himpunan Fisika Indonesia,
Himpunan Fisika Medik dan Biofisika Indonesia, Asosiasi Proteksi
Radiasi Indonesia, dan Health Physics Society yang berkedudukan di
Amerika Serikat.
90
Download