Uploaded by User64516

MAKALAH muskulo

advertisement
MAKALAH
GAWAT DARURAT MUSKULOSKELETAL
KELOMPOK VIII
Eva Yulistina
Nurul Saufika
Sukmawati
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI NERS TAHAP SARJANA
TERAPAN KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan anugerah serta nikmat kesehatan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad saw yang telah menjadi anugerah terbesar bagi alam semesta.
Makalah “Amputasi, Bidai dan Traksi” dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Gawat Darurat Muskuloskeletal. Dalam makalah ini mengulas tentang bagaimana kolaborasi
yang dilakukan interprofesi dalam pelayanan home care nursing pada pasien.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan dari
para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada tugas yang
lain dan pada waktu mendatang.
Paser, Maret 2020
Kelompok VIII
AMPUTASI, BIDAI DAN TRAKSI
A. Pengertian Amputasi, Bidai dan Traksi Amputasi
1. Amputasi

Amputasi adalah pembuangan suatu anggota badan atau suatu penumbuhan
dari badan.

Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah atau traumatic.

Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagan tubuh
2. Bidai
Bidai adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan
yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak
bergerak (immobilisasi), memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit.
3. Traksi
Traksi adalah suatu tindakan untuk memindahkan tulang yang patah/dislokasi ke
tempat yang normal kembali dengan menggunakan daya tarik tertentu atau dengan
kata lain suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh yang diindikasikan pada
pasien dengan fraktur atau dislokasi.
B. Jenis-jenis Amputasi, Bidai dan Traksi
1. Jenis-jenis amputasi
a. Berdasarkan Ekstremitas

Amputasi ekstremitas bawah: amputasi atas lutut (AL), disartikulasi lutut,
amputasi bawah lutut (BL), dan syme

Amputasi ekstremitas atas: amputasi atas siku (AS), amputasi bawah
siku(BS).
b. Berdasarkan Sifat

Amputasi terbuka: dilakukan untuk infeksi berat meliputi potongan
tulang dan jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembulh darah
dikauterasi dan luka dibiarkan terbuka untuk mengalir.

Amputasi tertutup: menutup luka dengan flap kulit yang dibuat dengan
memotong tulang kira-kira dua inchi atau lebih pendek daripada kulit dan
otot.
2. Jenis-jenis Bidai
Beberapa macam jenis bidai:
a. Bidai keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karon, plastic atau bahan lain yang
kuat dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna
dalam keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang
memenuhi syarat di lapangan. Contoh: bidai kayu, bidai udara dan bidai Vakum.
b. Bidai Traksi
Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya
dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah
tulang paha. Contoh: bidai traksi tulang paha.
c. Bidai Improvisasi
Bidai yang dibuat dengan bahan yanag cukup kuat dan ringan untuk penopang.
Pembuatannnya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan
improvisasi si penolong. Contoh: majalh, Koran, karton dll.
d. Gendongan/ belat dan bebat
Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela (kain
segitiga)
dan
memanfaatkan
tubuh
penderita
sebagai
sarana
menghentikan pergerakan daerah cidera. Contoh: gendongan lengan.
untuk
3. Jenis-jenis Traksi
a. Traksi Kulit
Traksi kulit adalah daya penariknya bekerja melalui jaringan lunak
disekitar gabungan tulang dengan mempergunakan perban atau sponge (seperti
traktion bang), dinginkan untuk mempertahankan lokasi yang telah dikoreksi.
Jenis traksi kulit menentukan bahan yang dipakai adalah penarikan dengan
perban, penarikan sponge, penarikan glison, dan penarikan pelvis.
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol spasme kulit dan memberikan
imobilisasi. Bila dibutuhkan traksi yang berat dan dalam waktu yang lama,
sebaiknya menggunakan traksi skelet. Traksi kulit terjadi akibat beban menarik
tali, spon karet atau bahan kanfas yang diletakan ke kulit. Traksi pada kulit
meneruskan traksi ke struktur muskuloskeletal. Beratnya beban yang dapat
dipasang sangat terbatas, tidak boleh melebihi toleransi kulit tidak lebih dari 2-3
kg. Traksi pelvis umumnya 4,5 – 9 kg, tergantung berat badan klien (Smeltzer,
2002).
Menurut Sjumsudihajat (1997), beban tarikan pada traksi kulit tidak kulit
tidak boleh melebihi 5 kg, karena bila beban berlebih kulit dapat mengalami
nekrosis akibat tarikan yang terjadi karena iskemia kulit. Pada kulit yang tipis,
beban yang diberikan bahkan lebih kecil lagi dan pada orang tua tidak boleh
dilakukan traksi kulit. Traksi kulit banyak dipasang pada anak-anak karena traksi
skelet pada anak dapat merusak cakram epifisis. Jadi beratnya beban traksi kulit
antara 2 – 5 kg.
Lama traksi, baik traksi kulit maupun traksi skelet bergantung pada
tujuan traksi. Traksi sementara untuk imobilisasi biasanya hanya beberapa hari,
sedangakan traksi untuk reposisi beserta imobilisasi lamanya sesuai dengan
nama terjadinya kalus fibrosa. Setelah terjadi kalus fibrosa ektremitas
diimobilisasi dengan gips. Traksi kulit ependikuler(hanya pada ekstremitas)
digunakan pada orang dewasa termasuk traksi ekstensi Buck, traksi Russel, dan
traksi Dunlop.
Traksi Buck, ekstensi Buck (unilateral atau bilateral) adalah bentuk traksi
kulit dimana tarikan pada suatu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau
temporal yang diinginkan. Traksi Buck digunakan untuk memberikan rasa
nyaman setelah cedera pinggul sebelum dilakukan fiksasi bedah. Sebelumnya
inspeksi kulit dari adanya abrasi dan gangguan peredaran darah. Kulit dan
peredaran darah harus dalam keadaan sehat agar dapat menoleransi traksi. Kulit
harus bersih dan kering sebelum boot spon atau pita traksi dipasang.
Traksi Russel, traksi russel dapat digunakan untuk fraktur pada plato
tibia, menyokong yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarikan
horizontal melalui traksi dan balutan elaktis ke tungkai bawah. Bila perlu tungkai
dapat di sanggah dengan bantal agar lutut benar-benar fleksi dan menghindari
dari tekanan pada tumit.
Traksi Dunlop, adalah traksi yang digunakan pada ekstremitas atas.
Traksi horizontal digunakan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi
vertikal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi. Untuk menjamin traksi
kulit tetap efektif, harus dihindari adanya lipatan dan lepasnya balutan traksi dan
kontraksi harus tetap terjaga. Posisi yang benar harus tetap dipertahankan agar
tungkai atau lengan tetap dalam posisi netral. Untuk mencegah pergerakan
fragmen tulang satu sama lain, klien dilarang memirigkan badan namun hanya
boleh sedikit bergeser. Traksi kulit dapat menimbulkan masalah resiko, seperti
kerusakan kulit, tekanan saraf, dan kerusakan sirkulasi.
Traksi kulit dapat mengakibatkan iritasi kulit. Kulit yang sensitive dan
rapuh pada lansia harus diidentifikasi pada pengkajian awal. Reaksi kulit yang
berhubungan langsung dengan plester dan spon harus dipantau ketat. Traksi
kulit harus dipasang dengan kuat agar kontak dengan plester dan spon tetap
erat. Gaya geseran pada kulit harus dicegah. Plester traksi harus dipalpasi setiap
hari untuk mengetahui adanya nyeri tekan. Pada ekstremitas bawah, tumit, dan
tendo Achilles harus diinspeksi beberapa kali sehari.
Boot spon harus diangkat untuk melakukan inspeksi tiga kali sehari.
Perlu bantuan perawat lain untuk menyangga ekstermitas selama inspeksi.
Lakukan perawatan punggung minimal tiap dua jam untuk mencegah ulkus
dekubitus. Gunakan kasur udara, busa densitas padat untuk meminimalkan
terjadinya ulkus kulit.
Lakukan perawatan ekstremitas bawah untuk mencegah penekanan
saraf proneus pada titik ketika melintasi sekitar leher fibula tepat dibawah lutut.
Tekanan itu dapat menyebabkan footdrop. Klien ditanya tentang sensasi
perabaannya, minta klien untuk menggerakkan jari dan kakinya. Kelemahan
dorsofleksi menunjukkan fungsi saraf proneus communis. Plantar fleksi
menunjukkan fungsi saraf tibialis.
Bila traksi kulit dipasang dilengan, daerah sekitar siku dimana saraf
ulnaris berada tidak boleh dibalut terlalu kuat. Fungsi saraf ulnaris dapat dikaji
dengan abduksi aktif jari kelingking dan sensasi rabaan pada sisi ulnar jari
kelingking.
Selain resiko komplikasi kerusakan kulit dan tekanan saraf diatas,
kerusakan sirkulasi juga harus mendapat perhatian. Setelah traksi kulit
terpasang, kaki atau tangan diinspeksi dari adanya gangguan peredaran darah
dalam beberapa menit hingga 1 – 2 jam. Denyut perifer dan warna, mengisian
kapiler, serta suhu jari tangan atau jari kaki harus dikaji. Kaji adanya seri tekan
pada betis dan adanya tanda human positif yang merupakan tanda adanya
trombosis vena dalam. Anjurkan klien untuk melakukan latihan tangan dan kaki
setiap jam.
b. Traksi Skeletal
Metode ini sering digunakan untuk menangani fraktur femur, tibia,
humerus dan tulang leher. Fraksi dipasang langsung ke tulang dengan
menggunakan pin metal atau kawat (misal Steinman’s pin, Kirchner wire) yang
dimasukkan ke dalam tulang disebelah distal garis fraktur, menghindari saraf,
pembuluh darah otot, tendon, dan sendi. Tong yang dipasang di kepala (misal
Gardner Wells Tong) difraksi di kepala untuk diberikan traksi yang
mengimobilisasi.
Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7 – 12 kg untuk mencapai
efek terapi. Beban yang di pasang biasanya harus dapat melawan daya
pemendekan akibat spasme otot yang cedera. Ketika otot rileks, deleks, beban
traksi dapat dikurangi untuk mencegah terjadinya dislokasi garis fraktur dan
untuk mencapai pnyembuhan fraktur. Mengutip pendapat Sjamsuhidajat (1997)
bahwa beban traksi untuk reposisi tulang femur dewasa biasanya 5 – 7 kg, pada
dislokasi lama panggul bias sampai 15 – 20 kg.
Kadang-kadang fraksi skelet bersifat seimbang, yang menyokong
ekstremitas terkena, memungkinkan klien dapat bergerak sampai batas-batas
tertentu, dan memungkinkan kemandirian klien maupun asupan keperawatan,
sementara traksi yang efektif tetap di pertahankan. Beban Thomas dengan
mengait pearsn sering di gunakan bersama traksi skelet pada fraktur femur.
Dapat pula digunakan dengan traksi kulit dan apparatus suspense seimbang
lainnya.
Untuk mempertahankan traksi teap efektif, pastikan tali tetap terletak
dalam alur roda pada katrol, tali tidak rusak, pemberat tetap bergantung dengan
bebas, dan simpul pada tali terikat erat. Evaluasi posisi klien, karena klien yang
merosot ke bawah dapat menyebabkan traksi tidak efektif. Beban tidak boleh
diambil dari traksi skelet kecuali jika terjadi keadaan yang membahayakan jiwa.
Bila beban di ambil, tujuan menggunakannya akan hilang dan dapat terjadi
cedera.
Kesejajaran tubuh ke klien harus di jaga agar garis tarikannya efektif.
Kaki di posisikan sedemikian rupa sehingga dapat dicegah tejadinya footdrop
(platar fleksi), rotasi ke dalam (inversi). Kaki klien harus disanggah dalam posisi
netral dengan alat ortopedi.
Perlu di pasang pegangan di atas tempat tidur, agar klien mudah untuk
berpegangan. Alat itu sangat berguna untuk membantu klien bergarak dan
defekasi di tempat tidur, serta menaikkan pinggul dari tempat tidur untuk
memudahkan perawatan punggung. Lindungi tumit dan lakukan inspeksi, karena
klien sering menggunakannya sebagai penyangga, sehingga dapat menyebabkan
cedera pada jaringan tersebut. Tempat penusukan pin (luka) perlu dikaji. Lakukan
inspeksi paling sedikit tiap 8 jam dari adanya tanda inflamasi dan bukti adanya
inspeksi.
Pada klien terpasang traksi perlu malakukan latihan, berguna untuk
menjaga kekuatan dan tonus otot, serta memperbaiki peredaran darah. Latihan
dilakukan sesuai kemampuan. Latihan aktif meliputi menarik pegangan di atas
tempat tidur, fleksi dan ekstensi kaki, latihan rentang gerak, dan menahan beban
bagi sendi yang sehat.Pada ekstremitas yang diimobilisasi, lakukan latihan
isometrik. Untuk mempertahankan kekuatan otot besar, lakukan latihan
kuadrisep dan pengesetan gluteal.
Dorong klien untuk latihan fleksi dan ekstensi prgelangan kaki dan
kontraksi isometric otot-otot betis, sebanyak 10 kali setiap jam. Saat klien
terjaga, dapat mengurangi resiko thrombosis vena dalam.Dapat juga di berikan
stoking elastis, alat kompresi dan terapi anti koagulan untuk mencegah
terbentuknya trombus.
Pengangkatan pin dapat dilakukan setelah sinar-X menunjukkan
terbentuknya kalus. Pin di potong sedekat mungkin dengan kulit dan di angkat
oleh dokter kemudian di pasang gibs atau bidai untuk melindungi tulang yang
sedang proses penyembuhan.
Traksi skeletal :
a. Traksi dengan tarikan langsung pada tulang
b. DP dilakukan pembedahan digunakan :
1) Reposisi : tanpa dislokasi
2) Mobilisasi yang lama
3) Alat : kawat (k-ivire) diam 0,036 – 0,0625 inci
Keuntungan :
a) Pemasangan mudah
b) Kerusakan jaringan sekeliling ringan
Kerugian :
a) Mudah berputar kalau busur kurang baik
b) Dapat memotong tulang Osteoporotik
c. Traksi Lurus / Langsung
Traksi lurus atau langsung, memberikan gaya tarikan dalam satu garis
lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ekstensi Buck dan
traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus.
d. Traksi Suspensi Seimbang
Traksi suspense seimbang memberi dukungan pada ekstremitas yang
sakit di atas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi klien sampai batas
tertentu tanpa terputusnya garis tarikan.
e. Traksi Manual
Traksi manual adalah traksi dapat dipasang dengan tangan , dan
merupakan traksi sementara yang bisa digunakan pada saat pemasangan gips.
C. Aspek-aspek Psikologis Pasien Amputasi, Bidai dan Traksi
Aspek psikologi meliputi penampilan dan citra tubuh, perasaan positif,
perasaan negative, harga diri, berfikir, belajar, memori dan konsentrasi serta spiritual.
Citra tubuh atau gambaran diri merupakan sikap individu baik itu disadari maupun tidak
disadari yang meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dari bentuk,
fungsi, penampilan dan fungsi tubuh. Gambaran diri pada pasien pasca amputasi sangat
penting untuk diketahui karena pada pasien pasca amputasi sering kali mengalami
berubahan baik itu secara fisik maupun psikologis. Tujuan dari hal tersebut adalah agar
pasien tidak bersikap cemas, minder, dan stress serta pasien memiliki gambaran diri
yang positif.
Perasaan positif pada aspek psikologis ini menguji pengalaman perasaan
positif individu dari kesukaan, keseimbangan, kedamaian, harapan, kegembiraan dan
kenikmatan akan hal- hal positif dalam hidup. Bagian penting dari segi ini adalah
pandangan individu dan perasaan positif pada masa depan.
Perasaan negative berfokus pada pengalaman perasaan negative individu
seperti patah semangat, keputusasaan, perasaan berdosa, kesedihan, kecemasan dan
kurang bahagia dalam menjalani hidup. Selain hal tersebut, depresi juga merupakan
salah satu contoh dari perasaan negative dan sering kali dialami oleh pasien fraktur
ekstremitas bawah. Depresi merupakan suatu perasaan sakit atau pesimis akibat adanya
perubahan status mental.
Harga diri pada aspek psikologis ini menguji apa yang individu rasakan
mengenai dirinya. Perasaan individu dari kekuatan diri dan kendali diri ini merupakan
fokus dari aspek harga diri. Individu dapat memiliki perasaan postif hingga perasaan
yang negative terhadap dirinya. Berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi ini meliputi
pandangan individu terhadap kemampuan untuk berkonsentrasi, belajar, pengambilan
keputusan dan menjelaskan fungsi kognitif lainnya. Spiritual merupakan aspek pada
aspek psikologis yang difokuskan pada kepercayaan individu dan bagaimana dampaknya
pada kualitas hidup.
D. Perawatan Stump Dengan Teknik Aseptic dan Asepsis, Perawatan Bidai dan Traksi
1. Perawatan Stump dengan teknik aseptic dan asepsis
Penaganan Stump:

Mengendalikan nyeri dan edema

Mempertahankan kekuatan dan ROM

Mempercepat penyembuhan luja dan maturasi stump
Penanganan Luka/ dressing:

Proteksi luka operasi sehingga luka insisis tidak terbuka

Mempertahankan luka bersih dan mencegah infeksi

Kontrol swelling paska operasi

Mencegah kontraktur atau sapsme otot yang membatasi gerak
persendian

Membentuk stump sehingga bekerja lebih baik dalam fitting socket
Perawatan Kulit:

Mencegah infeksi dan iritasi kulit

Mempertahankan mobilitas kulit

Mengurangi sensivitas kulit pada stump

Higiene dan lubrikasi

Inspeksi

Mobilisasi

Desensitisasi
Exercise
Tujuan dari exercise:

Meningkatkan/ mempertahankan ROM semua anggota gerak

Meningkatkan kekuatan anggota gerak

Meningkatkan ketahanan ADL
Beberapa exercise yang dilakukan yaitu:

ROM

Positioning

Stretching

Strengthening

Meningkatkan Endurance
 Exercise sebelum berjalan antara lain:

Mampu menggerakkan berat badan secara tepat diatas prosthesis dan
keseimbangan pada prosthesis

Dilakukan didepan cermin sehingga pasien dapat melihat postur dan
pergerakan lebih baik
 Berjalan pada lantai dasar menggunakan alat bantu:

Walking frame

Cruches or Canes
 Naik dan turun:

Steps with a rail
Follow up jangka panjang:
1. Tiap 3 bulan(18 bulan pertama), problem(+) lebih sering
2. Selanjutnya tiap 6 bulan
3. Problem amputasi antara lain:
 Masalh kulit: edema, dermatitis kontak, folikulitis, adheren scar, ulserasi
 Nyeri: nyeri insisi (sembuh 4-5 hari)
rigid dressing post- opers=atif
 Neoroma
modifikasi socket, eksisi pembedahan
 Nyeri phantom modifikasi perilaku, konseling psikososial, antidepresan,
antikonvulsif
 Kontraktur
gips serial, dynamic splint, pembedahan
 Problem tulang
 Scoliosis
koreksi panjang protesa
 Iskemi stump
 Masalah penyesuaian psikososial
konseling psikologis
 Masalah aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dan penyesuain pekerjaan
2. Perawatan Bidai
a. Periksa sirkulasi daerah ujung pembidaian. Misalnya jika membidai lenganmaka
periksa sirkulasi dengan memencet kuku ibu jari selama kurang lebih 5 detik.
Kuku akan berwarna putih kemudian kembali merah dalam waktu kurang dari 2
detik setelah dilepaskan.
b. Pemeriksaan denyut nadi dan raba seharusnya diperiksa di bagian bawah bidai
paling tidak satu jam sekali. Jika pasien mengeluh terlalu ketat,atau kesemutan,
maka pembalut harus dilepas seluruhnya. Dan kemudian bidai di pasang kembali
dengan lebih longgar.
c. Tekan sebagian kuku hingga putih, kemudian lepaskan.Kalau 1-2 detik berubah
menjadi merah, berarti balutan bagus. Kalau lebihdari 1-2 detik tidak berubah
warna menjadi merah, maka longgarkan lagi balutan, itu artinya terlalu keras.
Meraba denyut arteri dorsalis pedis pada kaki (untuk kasus di kaki).Bila tidak
teraba, maka balutan kita buka dan longgarkan.Meraba denyut arteri radialis
pada tangan untuk kasus di tangan. Bila tidak teraba, maka balutan kita buka dan
longgarkan.
3. Perawatan Traksi
Bagian tubuh yang ditraksi harus dikaji. Status neurovaskular (misal
warna, suhu, dan pengisian kapiler) dievaluasi dan dibandingkan dengan
ekstremitas yang sehat. Integritas kulit harus diperhatikan. Pengkajian fungsi
sistem tubuh harus dilengkapi dengan data dasar, dan dilakukan pengkajiaan
terus-menerus.Imobilisasi dapat menyebabkan terjadinya masalah pada sistem
kulit, respirasi, gastrointestinal, perkemihan, dan kardiovaskular. Masalah tersebut
dapatberupa ulkus akibat tekanan, kongesti paru. Stasis pneumonia, konstipasi,
kehilangan nafsu makan, stasis kemih, dan infeksi saluran kemih.
Adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, bengkak, atau tanda
Homan positif (tidak nyaman ketika kaki didorsofleksi dengaan kuat)
mengarahkan adanya thrombosis vena dalam.Identifikasi awal masalah yang telah
timbul dan telah berkembang memungkinkan dilakukan intervensi segera untuk
masalah tersebut.
E. Askep Pasien Dengan Penggunaan Protese
1. Pengkajian riwayat kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat
mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes militus,
penyakit jantung, penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan
rokok dan obat-obatan.
2. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik dilakukan untuk meninjau secra umum kondisi tubuh klien
secara utuh untuk kesiapan dilaksanakan tindakan operasi manakala tindakan
amputasi merupakan tindakan terencana/ selektif dan untuk mempersiapkan
kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat
Kondisi fisik yang harus dikaji antara lain:
1) Integumen: kulit secara umum, lokasi amputasi

Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi

Lokasi amputasi mungkin mengalami peradangan akut, kondisi
semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progresif

Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya
statis vena atau gangguan venus return
2) Sistem kardiovaskuler: cardiac reserve pembuluh darah

Mengkaji aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien
sebelum operasi sebagai salah satu indicator fungsi jsntung

Mengkaji
kemungkinan
artherosklerosis
melalui
penilaian
terhadap elastisitas pembuluh darah
3) Sistem respirasi

Mengkaji kemampuan suplay oksigen dengan menilai adanya
sianosis, riwayat gangguan nafas
4) System urinary

Mengkaji jumlah irin 24 jam

Mengkaji adanya perubahan warna, Berat jaenis urin
5) Cairan dan elektrolit

Mengkaji tingkat hidrasi

Memonitor intake dan output cairan
6) Sistem neurologis

Mengkaji tingkat kesadaran klien

Mengkaji system persyarafan khususnya system motoric dan
sensorik daerah yang akan diamputasi
7) Sistem musculoskeletal

Mengkaji kemampuan otot kontralateral
3. Pengkajian psikologis, sosial, spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi
psikologis (respon emosi) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan
pada klien melui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan,
penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup.
Kaji juga terhadap tingkat kecemasan akibat opersi itu sendiri. Disamping itu juga
dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang
mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dnegan memperhatikan
tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan
meninjau persepsi diri klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan
dibandingkan dengan standar ysng dibuat oleh klien sendiiri, pandangan klien
terhadap rendah diri antisipasi, gangguan penampilan peran dan gangguan
identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan
bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan
koping konstruktif.
4. Laboratorium/ Pemeriksaan penunjang lain secara rutin (penilaian terhadap
fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung.
5. Diagnosa keperawatan dan perencanaan
Diagnosa yang mungkin dapat timbul antara lain:
1) Gangguan harga diri/ citra diri, penampilan peran, perubahan
berhubungan dengan factor bio fisikal ; kehilangan bagian tubuh,
antisipasi perubahan pola hidup ; takut penolakan/ reaksi orang lain.
Perencanaan/ Penatalaksanaan :
a. Beri penguatan informasi pasca operasi termasuk tipe/lokasi
amputasi, tipe prospese bila tepat ( segera, lambat), harapan
tindakan pasca operasi, termasuk control nyeri dan rehabilitasi
Rasional :
Memberikan kesempatan untuk menanyakan dan mengasimilasi
informasi dan mulai menerima perubahan gambaran diri dan fungsi,
yang dapat membantu penyembuhan.
b. Diskusikan persepsi pasien tentang diri dan hubungannya dengan
perubahan dan bagaimana pasien melihat dirinya dalam pola/
peran fungsi yang biasanya.
Rasional :
Membantu mengartikan masalah sehubungan dengan pola hidup
sebelumnya dan membantu pemecahan masalah.Sebagai contoh,
takut kehilangan kemandirian, kemampuan bekerja dan sebagainya.
c. Dorong partisipasi dalam aktivitas sehari-hari. Berikan kesempatan
untuk memandang/ merawat puntung menggunakan waktu untuk
menunjukan tanda positif penyembuhan.
Rasional :
Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan perasaan harga diri.
Meskipun penyatuan puntung dalam gambaran diri dapat
memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun melihat
puntung dan mendengar pernyataan positif ( dibuat dengan cara,
waktu yang normal).
d. Dorong/berikan kunjungan orang-orang yang telah diamputasi,
khususnya seorang yang telah diamputasi.
Rasional :
Teman senasib yang telah melalui pengalaman yang sama bertindak
sebagai model peran dan dapat juga memberikan pernyataan juuga
harapan untukpemulihan dan masa depan normal.
Evaluasi :
Dukung penilaian psikologis dan fisiologi
2) Nyeri, (akut) berhubungan dengan cedera fisik/ jaringan dan trauma
saraf, dampak psikologi terhadap kehilangan bagian tubuh.
Perencanaan/Pelaksanaan :
a. Catat lokasi dan intesitas nyeri (skala 0-10) selidiki perubahan
karakteristik nyeri, contoh kebas, kesemutan.
Rasional :
Membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keektifan intervensi.
Perubahan dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi , contoh
nekrosis/infeksititif.
b. Tinggikan bagian yang sakit dengan meninggikan kaki tempat tidur
atau menggunakan bantal/guling untuk amputasi tungkai atas.
Rasional :
Mengurangi terbentuknya edema dengan peningkatan aliran balik
vena, menurunkan kelelahan otot dan tekanan kulit/jaringan.
c. Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan
punggung) dan aktivitas teraupetik.dorong penggunaan teknik
manajemen stress (contoh latihan nafas dalam, visualisasi,
pedoman khayalan) dan sentuhan teraupetik.
Rasional :
Mengfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi, dapat
meningkatkan kemampuan koping dan dapat menurunkan
terjadinya nyeri fantom tungkai.
d. Berikan pijatan lembutan pada puntung sesuai toleransi bila
balutan telah dilepas.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi, menurunkan tegangan otot.
e. Berikan obat sesuai indikasi, contoh analgesic, relaksan otot,
intruksi pada APD.
Rasional :
Menurunkan nyeri/spasme otot.catatan: APD menentukan obat
tepat waktu yang mencegah feluktuasi nyeri sehubungan denga
tegangan/spasme.
Evaluasi :
Hilangkan rasa nyeri
3) Perfusi jaringan, perubahan ; perifer, resiko tinggi terhadap penurunan
aliran darah vena/ arterial ; edema jaringan, pembentukan hematoma.
Perencanaan / Pelaksanaan :
a. Lakukan pengkajian neuro vaskuler periodic, contoh sensasi, gerakan,
nadi, warna kulit dan suhu.
Rasional :
Edema jaringan pasca operasi pembentukan hematoma, atau balutan
terlalu ketat dapat mengganggu sirkulasi pada puntung,
mengakibatkan nekrosis jaringan.
b. berikan tekanan langsung pada sisi pendarahan, bila terjadi pendaran.
Hubungi dokter dengan segera.
Rasional :
Tekanan langsung pada pendarahan dapt diteruskan dengan
penggunaan balutan serat pengaman dengan balutan elastis bila
pendarahan terkontrol.
c. Evaluasi tungkai bawah yang tak dioperasi untuk adnya inflamasi,
tanda human positif.
Rasional :
Peningkatan insiden pembentukan thrombus pada pasien dengan
penyakit vaskuler perifer sebelumnya/ perubahan diabetic.
d. Berikan cairan IV / produk darah sesuai indikasi
Rasional :
Mempertahankan volume sirkulasi untuk memaksimalkan perfusi
jaringan.
Evaluasi :
Tidak terjadinya komplikasi.
4) Infeksi, resiko tinggi terhadap ketidak adekuatan pertahanan primer (
kulit robek, jaringan traumatik) prosedur invasif ; terpajan pada
lingkungan, penyakit kronis, perubahan status nutrisi.
Perancanaan/ Pelaksanaan :
a. pertahankan teknik antiseptic bila mengganti balutan/ merawat luka.
Rasional :
Meminimalkan kesempatan introduksi bakteri
b. Infeksi balutan dan luka, perhatikan karateristik drainase.
Rasional :
Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk
intervensi tepat waktu dan mencegah kuomplikasi lebih serius
(contoh, osteomielitis)
c. Pertahankan potensi dan pengosongan alat drainase secara rutin.
Rasional :
Hemov
ac, drain jakson-pratt membantu membuang drainase,
meningkatkan penyebuhan luka dan mnurunkan resiko infeksi.
d. Tutup balutan dengan plastic bila menggunakan pispot atau bila
inkontinensia
Rasional :
Mencegah kontaminasi pada amputasi tungkai bawah
e. Berikan antibiotic sesuai indikasi
Rasional :
Antibiotic spectrum luas dapat digunakan secara profilaktif atau
terapi antibiotic mungkin disesuaikan terhadap organisme khusus.
Evaluasi :
Meningkatkan mobilitas/kemampuan fungsi
5) Mobilitas fisik, kerusakan berhubungan dengan kehilangan tungkai
(terutama ekstremitas bawah) ; nyeri/ ketidaknyamanan, gangguan
perceptual ( perubahan rasa keseimbangan.
Perancanaan /Pelaksanaan :
a. Bantu latihan rentang gerak khusus untuk area yang sakit dan yang
tak sakit mulai secara dini pada tahap pasca operasi.
Rasional :
Mencegah kontraktur, perubahan bentuk, yang dapat terjadi dengan
cepat dan dapat memperlambat penggunaan prostese.
b. Dorong latihan aktif/ isometric untuk paha atas dan lengan atas.
Rasional :
Meningkatkan kekuatan otot untuk membantu pemindahan/
ambulasi.
c. Intruksikan pasien untuk berbaring dengan posisi tengkurap sesuai
toleransi sedikitnya dua kali sehari dengan bantal dibawah abdomen
dan puntung ekstremitas bawah.
Rasional :
Menguatkan otot ekstensor dan mencegah kontrakrur fleksi pada
panggul
d. Berikan gulungan untuk paha sesuai indikasi
Rasional :
Mencegah rotasi eksternal puntung tungkai bawah
d. Tunjukkan atau Bantu teknik pemindahan dan penggunaan alat
mobilitas, contoh trapeze, kruk atau walker.
Rasional :
Membantu perawatan diri dan kemandirian pasien.Teknik
pemindahan yang dapat mencegah cedera abrasi dari kulit karena lari
cepat.
Evaluasi :
memberikan teknik atau prilaku yang memampukan tindakan
aktivitas
F. Rehabilitasi Pasien Dengan Amputasi
Tahap awal setelah operasi berfokus pada tiga tujuan terapi:
1. Bebas dari rasa sakit atau hanya mengalami rasa sakit sedikit mungkin
2. Puntung anggota gerak harus mampu menyangga berat
3. Puntung anggota gerak harus mampu melakukan mobilitas optimal kesegala arah
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rehabilitasi pada amputasi:
1. Merawat puntung anggota gerak
2. Merawat tungkai yang sehat
3. Berjalan menggunakan protese
 Berjalan diatas permukaan yang rata
 Berjalan dengan aman di tanjakan dan tangga
4. Menggunakan protese sementara
5. Menggunakan protese
 Cara memasang dan melepaskan yang tepat
 Belajar duduk dan berdiri
6. Terapi kompresi
 Membalut puntung anggota gerak dengan perban elastis
 Penggunaan kaus kompresi
 Menggunakan perban silikon
DAFTAR PUSTAKA
Alam.
2011.
Asuhan
Keperawatan
Amputasi
(http://alam414m.blogspot.com/2011/06/askep-klien-dengan-amputasi.html) diakses
pada tanggal 04 maret 2020.
Lukman dan Ningsih, Nurma. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
system Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan system
musculoskeletal. Jakarta : EGC.
Download