Uploaded by khalisyifa

Laporan Penelitian Khalis Asyifani D0317040

advertisement
LAPORAN PENELITIAN
EVALUASI IMPLEMENTASI PADA PROGRAM HAND HYGIENE : STUDI KASUS
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MUNTILAN
Dosen Pengampu : Dr. Drajat Tri Kartono M.Si
Disusun oleh :
Khalis Asyifani (D0317040)
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
0
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini dengan tepat waktu. Laporan penelitian ini dibuat
sebagai bentuk arsip mengenai evaluasi implementasi pada Program Hand Hygiene di
Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan. Penulis hendak melakukan evaluasi pada program
Hand Hygiene yang dilakukan oleh RSUD Muntilan secara dengan pendekatan studi kasus.
Penulis menyadari jika masih ada kekurangan dalam penulisan laporan penelitian ini,
sehingga adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca akan penulis terima
dengan senang hati. Demikian penulis ucapkan terima kasih atas waktu yang telah
diluangkan untuk membaca laporan penelitian ini.
Muntilan, Juni 2020
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….. 1
DAFTAR ISI...............................................................................................................
2
ABSTRAK…………………………………………………………………………… 3
A. BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………… 4
1. Latar Belakang................................................................................................
4
2. Rumusan Masalah…………………………………………………………… 5
3. Tujuan Penelitian……………………………………………………………. 5
4. Manfaat Penelitian………………………..…………………………………… 5
B. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………..…………………………………. 6
C. BAB III. METODE PENELITIAN.............................................................................. 10
1. Jenis Penelitian................................................................................................. 10
2. Sumber Data..................................................................................................... 10
3. Teknik Pengumpulan Data............................................................................... 10
4. Teknik Sampling.............................................................................................. 11
5. Teknik Analisis Data…………………………………………………………. 11
6. Validitas Data…………………………………………………………………. 12
D. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………….. 13
1. Gambaran Umum …………………………………………..…………………….
14
2. Hasil …………………………………………………………………………......... 16
3. Pembahasan ……………………………………………………………………….. 20
a. Efektivitas Program hand hygiene di RSUD Muntilan ……………………….. 20
b. Efisiensi Program hand hygiene di RSUD Muntilan ………………………….. 21
c. Faktor – faktor yang mempengaruhi keberjalanan Program hand hygiene di
RSUD Muntilan ……………………………………………………………….. 22
E. BAB V. KESIMPULAN……………………………………………………………... 24
F. BAB VI. IMPLIKASI DAN SARAN………………………………………………... 25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
2
ABSTRAK
Berdasarkan pernyataan WHO pada tahun 1986, Healthcare ascociete Infection (HAIs)
dinyatakan sebagai masalah global dan menjangkau sekitar 9 % (variasi 3% - 21 %) atau lebih
dari 1.4 juta pasien rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia. Berangkat dari itu RSUD
Muntilan kemudian melakukan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, dimana salah
satunya adalah Program Hand Hygiene yang dihimbau untuk seluruh tenaga medis dan staff sipil
rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi implementasi dari program hand hygiene
di RSUD Muntilan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian evaluasi
implementasi yang dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Peneliti
menggunakan teknik purposive sampling dengan subjek penelitian 2 orang meliputi ketua Tim
PPI dan tenaga medis RSUD Muntilan. Peneliti mengumpulkan data dengan metode wawancara
dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini adalah (1) Program hand hygiene di RSUD Muntilan
telah dilaksanakan dengan efektif, (2) Rencana anggaran dan realisasi biaya program hand
hygiene sudah efisien, (3) Beberapa faktor yang mempengaruhi keberjalanan program hand
hygiene di RSUD Muntilan berdasarkan gagasan George Edward adalah perilaku tenaga medis,
mahasiswa, ketersediaan air, dan keadaan darurat pasien.
Kata Kunci : HAIs, Hand Hygiene, Evaluasi Implementasi
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Rumah Sakit atau dalam bahasa ilmiah disebut Healthcare ascociete
Infection (HAIs) adalah infeksi yang dapat diterima seseorang pada waktu dirinya berada
di rumah sakit. Penyebab HAIs sendiri adalah kuman yang berada di lingkungan rumah
sakit atau bisa juga oleh kuman yang dibawa oleh pasien-pasien (Allegranzi dan Pittet,
2009). HAIs merupakan masalah global dan menjangkau sekitar 9 % (variasi 3% - 21
%) atau lebih dari 1.4 juta pasien rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia. Angka ini
dilaporkan oleh WHO dari hasil surveynya di 14 negara, meliputi 28.861 pasien di 47
rumah sakit yang berada di 4 wilayah (region) WHO pada tahun 1986.
HAIs merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung
maupun tidak langsung atas peningkatan angka penyakit dan kematian pasien. Berangkat
dari itu RSUD Muntilan mengadakan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
salah satunya adalah Program Hand Hygiene untuk seluruh tenaga medis dan staff sipil
rumah sakit. Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi dengan cuci tangan ini
merujuk pada Dokumen Program Kerja Komite Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi
(PPI) RSUD Muntilan tahun 2019 serta Laporan Program Kerja Komite PPI tahun 2019
yang ditanda tangani oleh ketua komite dan direktur rumah sakit berdasarkan Peraturan
Kementerian Kesehatan No 27 tahun 2017.
Adanya program Hand Hygiene ini dibuat dengan harapan dapat meningkatkan
pemahaman dan kepatuhan tenaga medis dan staff rumah sakit terhadap pencegahan dan
pengendalian infeksi salah satunya dengan mencuci tangan, sehingga indikator
keselamatan pasien dapat meningkat dengan penurunan angka infeksi di rumah sakit
(Wulandari dkk, 2017). Namun masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum bisa cuci
tangan sesuai aturan dan masih menganggap enteng program ini mengakibatkan masih
tingginya angka resiko Infeksi Rumah Sakit atau Healthcare ascociete Infection, sehingga
perlu dilakukan evaluasi pada pelaksanaan Program Hand Hygiene ini.
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana efektivitas Program hand hygiene di RSUD Muntilan dalam menjaga
kepatuhan mencuci tangan?
2. Bagaimana efisiensi Program hand hygiene di RSUD Muntilan dalam menjaga
kepatuhan mencuci tangan?
3. Bagaimana faktor – faktor lain mempengaruhi program Program hand hygiene di
RSUD Muntilan berdasarkan gagasan George Edward?
C. Tujuan
1. Mengetahui efektivitas Program Peningkatan Kualitas Hidup dan perlindungan
Perempuan dalam melayani perempuan korban kekerasan
2. Mengetahui efisiensi Program Peningkatan Kualitas Hidup dan perlindungan
Perempuan dalam melayani perempuan korban kekerasan
3. Mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi Program hand hygiene di RSUD
Muntilan berdasarkan gagasan George Edward
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang pelaksanaan program
hand hygiene di RSUD Muntilan
2. Dapat memberikan saran dan masukan kepada pihak RSUD Muntilan terkait
dengan hasil evaluasi implementasi program hand hygiene
3. Dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya, yang serupa dengan
penelitian ini.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
1. JURNAL 1
Nama Jurnal
: Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. Volume 3 Nomor 1,
Halaman 57-68.
Judul Penelitian
: Gambaran Pelaksanaan Kegiatan Kebersihan Tangan Oleh
Petugas Kesehatan Di Rumah Sakit Dustira Cimahi.
Penulis
: Ningsih, S.S.R., Noprianty, R., Somantri, Irman
Latar Belakang
:
Keselamatan pasien merupakan variabel untuk mengukur dan mengevaluasi
kualitas pelayanan keperawatan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mencegah
infeksi rumah sakit dengan menjaga kebersihan tangan dengan teknik enam langkah dan
lima momen di rawat inap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
pelaksanaan kebersihan tangan oleh petugas kesehatan di Ruang Rawat Inap Penyakit
Dalam Pria Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif
eksploratif.
Metode Penelitian :
Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan metode observasional.
Sampel penelitian ini berjumlah 288 kali pengamatan kegiatan oleh petugas kesehatan
(dokter, perawat dan mahasiswa praktek) yang terbagi pada shift pagi dan shift sore
dengan 84 pengamatan, dan shift malam berjumlah 120 kali pengamatan. Instrumen
penelitian menggunakan lembar observasi dengan menggunakan work sampling
Hasil Penelitian
:
Menggambarkan bahwa : 1) sebelum kontak dengan pasien sebagian besar hand
hygiene tidak dilakukan oleh mahasiswa yaitu sebesar 89,8 % pada shift malam, 2)
sebelum tindakan terhadap pasien sebagian besar hand hygiene tidak dilakukan oleh
mahasiswa sebanyak 89,8% pada shift malam, 3) sesudah kontak dengan pasien sebagian
besar kegiatan hand hygiene dilakukan tidak sempurna oleh dokter sebanyak 75% pada
shift sore, 4) sesudah kontak dengan cairan tubuh pasien sebagian besar hand hygiene
6
dilakukan tidak sempurna oleh mahasiswa sebanyak 82,4% pada shift pagi, dan 5)
sesudah kontak dengan lingkungan pasien sebagian besar hand hygiene dilakukan tidak
sempurna oleh dokter sebanyak 75% pada shift sore. Ketidak patuhan pelaksanaan
kegiatan kebersihan tangan disebabkan karena media yang digunakan kurang memadai
seperti campuran air pada sabun yang terlalu banyak, tisu yang jarang tersedia, antiseptik
berbasis alkohol murni sehingga menimbulkan bau yang menyengat dan terasa panas
ditangan serta lengket. Disarankan bagi pihak rumah sakit untuk memperhatikan kembali
sarana dan prasarana untuk menunjang kebersihan tangan dan bagi petugas kesehatan
disarankan untuk membaca kembali standar operasional prosedur (SOP).
2. JURNAL 2
Nama Jurnal
: Jurnal.untan.ac.id
Judul Penelitian
: Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Tentang Cuci Tangan Pada
Pegawai Rumah Sakit Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak
Tahun 2017
Penulis
: Ryan Kusumawardani, Nevita, Mistika Zakiah
Latar Belakang
:
Risiko infeksi di rumah sakit atau yang biasa dikenal dengan infeksi nosokomial
atau Health Care Assosciated Infection (HCAI) merupakan masalah penting di seluruh
dunia. World Health Organization (WHO) sebagai induk organisasi kesehatan dunia
telah
mengkampanyekan program keselamatan pasien,
salah satunya adalah
menurunkan risiko HCAI. Cuci tangan atau hand hygiene menjadi salah satu langkah
yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi HCAI dapat
berkurang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan
perilaku tentang cuci tangan pada pegawai Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Tanjungpura Pontianak tahun 2017.
Metode Penelitian
:
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner untuk menilai pengetahuan dan observasi
7
untuk menilai perilaku reseponden. Total sampel yang diberikan kuesioner sebanyak 153
responden dan yang diobservasi sebanyak 50 responden. Pemilihan sampel dalam
penelitian ini ditentukan dengan cara total sampling.
Hasil Penelitian
:
Pengetahuan responden mengenai cuci tangan paling banyak berada pada kategori
cukup yaitu sebanyak 66 orang (43,14%), diikuti dengan kategori baik sebanyak 60 orang
(39,21%), dan kategori kurang sebanyak 27 orang (17,65%).
Perilaku responden
mengenai cuci tangan paling banyak berada pada kategori cukup yaitu sebanyak 25 orang
(50%%), diikuti dengan kategori baik sebanyak 22 orang (44%), dan kategori kurang
sebanyak 3 orang (6%). Kesimpulan: Pengetahuan tentang cuci tangan pada pegawai
Rumah Sakit Pendidikan Universitas Tanjungpura berada dalam kategori cukup yaitu
sebesar 43,14% (66 dari 153 responden). Sedangkan perilaku tentang cuci tangan pada
pegawai Rumah Sakit Pendidikan Universitas Tanjungpura berada dalam kategori cukup
yaitu sebesar 50% (25 dari 50 responden).
B. Kajian Teori
1. Teori Efektivitas
a. Definisi Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa inggris effective artinya berhasil, sesuatu
yang dilakukan berhasil dengan baik. Konsep efektivitas merupakan konsep yang
luas, mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar organisasi. Efektivitas
merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output
terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, atau
kegiatan. (Mansyur 2013)
Mardiasmo (2009:132) efektifitas pada dasarnya berhubungan dengan
pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektifitas merupakan
hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan
operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran
akhir kebijakan (spending wisely). (Sumenge, 2013)
Suatu organisasi dikatakan efektif jika
output
yang dihasilkan bisa
memenuhi tujuan yang diharapkan. Dalam konteks mencapai tujuan, maka
8
efektivitas berarti doing the right things atau mengerjakan pekerjaan yang benar.
Efektivitas menunjuk pada keberhasilan pencapaian sasaran-sasaran organisasional,
sehingga efektivitas digambarkan sebagai satu ukuran apakah manajer mengerjakan
pekerjaan yang benar.
b. Kriteria Efektivitas Organisasi
Gibson berpendapat bahwa kriteria efektivitas meliputi: pertama, kriteria
efektivitas jangka pendek yang terdiri dari produksi, efisiensi, dan kepuasan. Kedua,
kriteria efektivitas jangka menengah yangterdiri dari persaingan dan pengembangan.
Ketiga, kriteria efektivitas jangka panjang yaitu kelangsungan hidup. Efektivitas
dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria produktivitas, kemampuan berlaba, dan
kesejahteraan pegawai (Mansyur 2013). Sementara dalam konteks perkantoran
efektivitas dapat diukur dengan kriteria berikut:
1) Kejelasan tujuan yang hendak dicapai serta strategi pencapaiannya
2) Proses perencanaan, analisa dan perumusan kebijakan yang mantap
3) Penyusunan program yang tepat
4) Tersedianya sarana dan prasarana kerja
5) Pelaksanaan yang efektif dan efisien
6) Sistem pengawasan dan pengendalian yang mendidik
Pada kriteria tersebut juga disebutkan soal efisien, perlu diketahui bahwa
efektif dan efisien memiliki makna yang hamper sama namun sebetulnya berbeda.
Mardiasmo (2009:132) efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktifitas.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara ouput yang
dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). (Sumenge, 2013)
Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau
hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang
serendah – rendahnya (spending well). Indikator efisiensi menggambarkan hubungan
antara masukan sumber daya oleh suatu unit organisasi (misalnya: staf, upah, biaya
administratif) dan keluaran yang dihasilkan.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian evaluasi implementasi yang
dilakukan secara kualitatif (Hardani dkk, 2020). Penelitian ini menggunakan pendekatan
studi kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan Kabupaten Magelang, yang
beralamat di Jalan Kartini No.13, Balemulyo, Muntilan, Kec. Muntilan, Magelang, Jawa
Tengah 56411. RSUD muntilan merupakan satu-satunya rumah sakit rujukan di
kabupaten Magelang sehingga memiliki resiko penularan infeksi lebih tinggi
dibandingkan rumah sakit lainnya. Penelitian ini hendak menggambarkan implementasi
yang muncul dari pelaksanaan program hand hygiene di RSUD Muntilan.
B. Sumber Data
a. Sumber data primer, yaitu data yang langsung diperoleh peneliti dari narasumber.
Adapun yang menjadi narasumber primer dalam penelitian ini yang pertama
adalah ketua tim dari pokja PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) RSUD
Muntilan. Narasumber yang kedua yaitu salah satu tenaga medis sebagai obyek
yang dihimbau untuk melakukan cuci tangan
b. Sumber data sekunder, yaitu data yang digunakan untuk mendukung data primer.
Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya lewat dokumen. Sumber data sekunder dalam
penelitian ini adalah data data yang diperoleh dari jurnal, serta penelitian
terdahulu.
C. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam
(in-depth interview) yaitu proses menggali informasi secara mendalam, terbuka, dan
bebas dengan masalah dan fokus penelitian dan diarahkan pada pusat penelitian.
Dalam hal ini metode wawancara mendalam dilakukan dengan berpedoman pada
daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya (Moleong, 2012).
10
Dalam penelitian ini, wawancara telah dilakukan terutama dengan ketua tim
dari Pokja PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) RSUD Muntilan, dan salah
satu tenaga medis RSUD Muntilan.
b. Studi Literatur
Peneliti melakukan studi literatur guna mengumpulkan data-data seputar
program hand hygiene, dan perilaku tenaga medis dari buku-buku, jurnal, penelitian
terdahulu, atau berkas-berkas dari tim Pokja PPI.
D. Teknik Sampling
Penelitian ini mengunakan teknik purposive sampling. Karena peneliti merasa
sampel yang diambil paling mengetahui tentang masalah yang akan diteliti oleh peneliti.
Penggunaan purposive sampling dalam penelitian ini bertujuan untuk menggali seputar
keberjalanan program Hand Hygiene di RSUD Muntilan, baik dari pihak perencana
program, maupun tenaga medis yang dihimbau untuk melaksanakan program tersebut.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengolah data
sehingga data yang terkumpul dapat dianalisis dalam memecahkan permasalahan
penelitian. Adapun penelitian ini menggunakan analisis data yang dikemukakan oleh
Miles dan Huberman.
1.
Reduksi data
Dalam reduksi ini peneliti telah memilah milah data pokok yang sesuai dengan
permasalahan penelitian yaitu tentang perencanaan hingga pelaksanaan program hand
hygiene. Data yang berhubungan telah dianalisis lebih lebih lanjut sedangkan data yang
tidak berhubungan telah dilampirkan dalam penelitian ini.
2.
Penyajian data
Setelah dilakukan reduksi kemudian data disajikan dengan secara jelas dan
sistematis yang kemudian dianalisis sehingga memudahkan dalam pengambilan
kesimpulan dalam permasalahan penelitian.
11
3.
Penarikan kesimpulan
Pada tahap ini peneliti berusaha untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan
sehingga kesimpulan dapat diambil. Selanjutnya kesimpulan tersebut diuji validitas
datanya dengan menggunakan metode triangulasi sumber.
F. Validitas Data
Dalam penelitian ini menggunakan validitas data triangulasi sumber. Di sini
peneliti mengecek dan membandingkan informasi yang diperoleh dari informan pertama
dengan cara menanyakan kebenaran data kepada informan berikutnya. Informan pertama
yang dimaksudkan disini berasal dari ketua tim PPI RSUD Muntilan, dan yang kedua
salah satu tenaga medis yang bertugas di RSUD Muntilan. Setelah itu jika jawaban dari
sebuah pertanyaan mengandung pemaknaan yang sama maka data tersebut diyakini
akurat. Adapun bagan triangulasi sumber yang dapat dijabarkan antara lain sebagai
berikut :
Ketua Tim PPI
Wawancara
mendalam
Tenaga Medis
12
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Berdasarkan hasil wawancara dengan Arif selaku ketua tim program hand hygiene
di RSUD Muntilan, disampaikan bahwa Hand Hygiene merupakan sebuah program yang
di kelola oleh sebuah organisasi yang ada di rumah sakit yang disebut sebagai Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi atau disingkat Komite PPI. Seperti yang dipahami
oleh semua orang bahwa rumah sakit merupakan tempatnya orang-orang yang sedang
sakit.
Orang-orang yang sakit ini tentunya dalam kondisi terinfeksi virus baik virus yang
tidak menular maupun virus infeksius yang menular. Dari penelitian Sari dkk (2014)
menyatakan bahwa 80% virus ditularkan melalui perantara tangan, dan salah satu yang
beresiko adalah tangan tenaga kesehatan. Dengan begitu salah satu bentuk pencegahan
virus atau bakteri yang dapat dilakukan terutama oleh tenaga kesehatan adalah melakukan
cuci tangan dengan sabun.
Munculnya infeksi oleh pasien maupun pengunjung yang diperoleh di rumah
sakit, biasa disebut sebagai infeksi nosocomial atau dapat juga disebut sebagai
Healthcare ascociete Infection (HAIs) (Ningsih,dkk,2017). Dengan tingginya angka
penularan penyakit di rumah sakit tersebut, kementerian kesehatan kemudian memberi
kebijakan bahwa setiap rumah sakit harus memiliki komite pencegahan dan pengendalian
infeksi.
Di RSUD Muntilan, Komite PPI dibuat pada tahun 2007 menindaklanjuti
keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman
Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, serta Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382/Menkes/SK/III/2007
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Kesehatan Lainnya. Namun keberjalanan PPI saat itu belum seaktif saat ini. (Madjid,
Wibowo, 2017)
13
Arif menjelaskan bahwa PPI sendiri diketuai oleh seorang dokter, dan anggotanya
merupakan perwakilan dari masing-masing komponen rumah sakit. Beberapa komponen
ini antara lain instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan, laboratorium, administrasi, dan
lain-lain. Dalam keanggotaan ini juga termasuk perwakilan satpam dan cleaning service.
Dalam kepengurusannya, PPI RSUD Muntilan memiliki 36 program yang harus
dilaksanakan setiap tahunnya.
Program ini dilaksanakan oleh dua orang perawat yang disebut sebagai Infection
Prevention and Control Nurse atau disingkat IPCN. IPCN memiliki tugas purnawaktu
dimana profesinya sebagai perawat tidak direalisasikan dengan menangani pasien secara
langsung, namun bertanggung jawab penuh pada penyelenggaraan program PPI di rumah
sakit. Dari 36 program yang dimiliki PPI RSUD Muntilan, dua program diantaranya
merupakan wujud pencegahan dan pengendalian infeksi melalui hand hygiene.
Sebagaimana disampaikan Arif, kedua program tersebut adalah nomor 33 yaitu
program ketersediaan sarana hand hygiene, dan nomor 34 yaitu program kepatuhan staff
melaksanakan cuci tangan. Hand hygiene terdiri dari dua cara membersihkan tangan.
Yang pertama yaitu hand wash yaitu cuci tangan dengan air dan sabun, kemudian yang
kedua adalah hand rub yaitu membersihkan tangan dengan handsanitizer yang dapat
berisi alkohol maupun antiseptik lainnya (Jumaa, 2005). Program ini dihimbau untuk
seluruh tenaga kesehatan yang ada di RSUD Muntilan.
Dalam perencanaannya, PPI memiliki beberapa kategori penilaian untuk kedua
program hand hygiene tersebut, selain ketersediaan fasilitas, terutama juga pada program
nomor 34 yaitu program kepatuhan staff melaksanakan cuci tangan. Kategori penilaian
yang pertama adalah kemampuan cuci tangan 6 langkah dengan benar. Dan kategori yang
kedua adalah kepatuhan dalam memperhatikan waktu-waktu tertentu dimana petugas
kesehatan harus cuci tangan (Kusumawardan dkk, 2017). Beberapa waktu-waktu penting
tersebut yaitu sebagai berikut,
a. Sebelum kontak dengan pasien
Dilakukan karena dikhawatirkan tangan petugas kesehatan tidak sedang dalam
keadaan bersih. Bisa jadi sebelumnya memegang sesuatu yang beresiko
mengandung bakteri atau virus
14
b. Sebelum melakukan kegiatan antiseptic
Misalnya ketika memasang infus, atau memasang kateter dimana alat-alat medis
ini masuk kedalam tubuh pasien.
c. Setelah kontak dengan cairan pasien
Misalnya setelah memasang kateter, maka petugas bisa jadi terkena urin. Contoh
lain misalnya setelah terkena darah pasien.
d. Setelah kontak dengan pasien
Ketika melakukan visit ruangan untuk melakukan cek keadaan pasien
e. Setelah kontak dengan lingkungan pasien.
Lingkungan pasien yang dimaksud adalah tempat tidur, selimut, bantal, alat
makan, kursi.
Penilaian dengan kategori tersebut ditujukan kepada tenaga medis (dokter) dan
tenaga kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit. Selain itu komponen lain yang diberi
penilaian yaitu mahasiswa kesehatan yang praktek di RSUD Muntilan. Meskipun begitu
bukan berarti pasien tidak termasuk dalam rencana elemen yang akan dinilai. Pasien tetap
akan diberikan penilaian atas pelaksanaan hand hygiene meskipun akan berbeda dengan
penilaian untuk tenaga kesehatan.
Arif menyampaikan bahwa RSUD Muntilan memiliki kebutuhan berupa mutu
pelayanan. Tinggi rendahnya mutu tersebut salah satunya ditentukan dengan tinggi
rendahnya tingkat penularan infeksi di rumah sakit. Apabila tingkat penularan infeksi
tinggi, maka mutu rumah sakit dapat disebut tidak baik. Sedangkan apabila tingkat
penularan infeksi rendah, itu berarti rumah sakit tersebut memberikan pelayanan yang
aman dan nyaman kepada seluruh civitas hospitalia sehingga mutunya sudah dipastikan
baik. PPI sebagai salah satu bagian dari pengendali mutu rumah sakit berupaya membuat
program hand hygiene untuk seluruh elemen di rumah sakit demi mencegah penularan
infeksi.
15
Selain kebutuhan rumah sakit akan mutu pelayanan, diupayakannya program
hand hygiene ini juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan bagi petugas
kesehatan. Dengan adanya petugas kesehatan yang sehat, tentunya pelayanan yang
diberikan kepada pasien akan lebih baik.
B. Hasil
Tabel 1. RAB Hand Hygiene
Diambil dari audit tribulan PPI RSUD Muntilan, tabel 1 dapat dilihat bahwa
kebutuhan hand hygiene di RSUD Muntilan mencapai Rp. 105.500.000 dalam satu tahun
pelaksanaan. Kebutuhan sarana hand hygiene yang disediakan PPI meliputi 3 barang
yaitu biosanitizer atau cairan drymist, hand scrub atau sabun cuci tangan, dan satu lagi
seharusnya tisu tangan, namun tisu tangan kemudian masuk ke kebutuhan lain bukan di
bahan dan alat sanitasi.
“… bahwa anggaran turun dari keuangan itu langsung ke PPI secara
keseluruhan, tidak ke program-program secara khusus.” (wawancara 11 Mei)
Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh narasumber, disampaikan bahwa
anggaran atas satu program tidak dapat dipisahkan menjadi satu rencana khusus.
Anggaran ini akan dikolektifkan dengan program PPI yang lain sehingga bentuk
evaluasinya juga tidak dapat dipisahkan dari program lainnya.
16
HASIL AUDIT KETERSEDIAAN SARANA DAN PRA SARANA
CUCI TANGAN TAHUN 2019
100%
95%
90%
85%
80%
HASIL
95%
97%
98%
89%
91%
92%
93%
92%
JANU FEBRU MARE
APRIL
ARI
ARI
T
MEI
JUNI
JULI
AGUS SEPTE OKTO NOVE DESE
TUS MBER BER MBER MBER
87%
91%
92%
93%
92%
87%
90%
90%
92%
92%
89%
95%
93%
93%
97%
98%
INDIKATOR 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Tabel 2. Hasil Audit Sarana Prasarana Cuci Tangan
Diambil dari audit tribulan PPI RSUD Muntilan dalam Laporan Program Kerja
PPI 2019, pada tabel 2 dapat dilihat pencapaian hasil audit ketersediaan sarana dan
prasaran cuci tangan pada tahun 2019 rata rata adalah 93% . Ini menunjukkan
ketersediaan sarana dan prasarana sudah mendekati indikator yang di tetapkan. Faktor
yang menyebabkan adalah sudah tersedianya sarana hand Rub di Rumah Sakit.
“…Untuk sarana prasarana ini direkomendasikan oleh ppi ya, tapi
untuk pengadaan barangnya dari kesling. Teknisnya ya masing-masing
ruangan minta ke kesling apabila membutuhkan persediaan, ngga dibagi kok
itu semisal di ruangan habis ya bisa minta.” (Wawancara 13 Mei)
Dari penuturan narasumber tersebut dinyatakan bahwa kebutuhan akan fasilitas
hand hygiene telah terpenuhi dengan baik dengan cara meminta ke bagian kesehatan
lingkungan. Apabila fasilitas di ruang inap telah menipis, para petugas dapat meminta
jatah tambahan sesuai dengan anggaran yang diajukan oleh masing-masing ruang rawat
inap.
Prosentase yang ditunjukkan pada tabel belum maksimal dikarenakan masih
sering terjadi kekeringan di RSUD Muntilan sehingga kebutuhan air untuk cuci tangan
belum maksimal. Hal ini terutama sering terjadi pada musim kemarau dimana kawasan
RSUD Muntilan memang merupakan kawasan kering. Selain masalah air, fasilitas telah
diberikan dengan cukup.
17
HASIL AUDIT KEPATUHAN CUCI TANGAN TAHUN 2019
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
HASIL
62%
56%
57%
JANUA FEBRU MARE
APRIL
RI
ARI
T
MEI
JUNI
JULI
50%
51%
51%
57%
61%
67%
71%
74%
63%
AGUST SEPTE OKTO NOVE DESE
US MBER BER MBER MBER
50%
51%
51%
56%
57%
62%
57%
61%
67%
71%
74%
63%
INDIKATOR 75%
75%
75%
75%
75%
75%
75%
75%
75%
75%
75%
75%
Tabel 3. Hasil Audit Kepatuhan Cuci Tangan
Diambil dari audit tribulan PPI RSUD Muntilan dalam Laporan Program Kerja
PPI 2019, pada tabel 3 dapat dilihat pencapaian hasil audit kepatuhan cuci tangan pada
tahun 2019 rata rata adalah 60% sedangkan indikatornya adalah 75% . Ini menunjukkan
bahwa kepatuhan cuci tangan belum sesuai dengan indikator. Faktor yang mempengaruhi
belum tercapainya adalah masih sering lupa melakukan cuci tangan sebelum kontak
kepada pasien.
“Apalagi kalo ada monitoring PPI, itu kan setiap hari di cek, ada PPI yang
muter ke ruagan2. Jadi ya itu memaksa kita untuk selalu cuci tangan. Ada
jadwal dari PPI tapi ada juga sidak biar tidak lengah ya perawat-perawat itu”
(wawancara 13 Mei)
Berdasarkan penyampaian dari narasumber kedua, setiap pelaksanaan
program hand hygiene akan selalu dimonitor oleh PPI. Sudah diberikan jadwal di
setiap ruang rawat inap serta ditambah dengan sesi monitor dadakan untuk menjaga
kesiapan dan kepatuhan setiap tenaga kesehatan dalam melaksanakan cuci tangan.
18
HASIL AUDIT KEPATUHAN CUCI
TANGAN MAHASISWA TAHUN…
100%
57%
63%
DOKTER
PERAWAT
50%
0%
Tabel 4. Hasil Audit Kepatuhan Cuci Tangan Mahasiswa
Diambil dari audit tribulan PPI RSUD Muntilan dalam Laporan Program Kerja
PPI 2019, pada tabel 4 dapat dilihat pencapaian hasil audit kepatuhan cuci tangan
mahasiswa pada tahun 2019 rata rata adalah 60% sedangkan indikatornya adalah 75% ,
Ini menunjukkan kepatuhan mahasiswa terhadap kepatuhan cuci tangan belum sesuai
dengan indikator yang di tetapkan. Faktor yang menyebabkan belum tercapainya adalah
belum terbiasanya melakukan cuci tangan sebelum ke pasien.
“…Untuk menghimbau mahasiswa, kami sebagai perawat ya selalu
mengingatkan, selalu monitoring. Mereka harus presentasi dulu sebelum
praktek, jadi ya mereka harus sesuai SPO, jadi kami tahu prosesnya.”
(Wawancara 13 Mei)
Dari pernyataan narasumber tersebut diketahui bahwa kepatuhan mahasiswa
terhadap perilaku cuci tangan memang kurang maksimal. Pasalnya setiap hal yang
dilakukan oleh mahasiswa harus dikontrol secara terus menerus karena mayoritas
mahasiswa akan lupa atau lalai apabila dibiarkan dan tidak rutin diingatkan atau
ditegur. Itulah yang menyeabkan hasil audit kepatuhan cuci tangan mahasiswa
masih rendah baik mahasiswa kedokteran maupun keperawatan.
Salah satu yang dilakukan untuk mencegah adanya lupa dan malas adalah
dengan memberikan mereka kesempatan untuk presentasi terlebih dahulu sebelum
melakukan tindakan medis. Dengan begitu pembimbing akan tahu apakah
mahasiswa telah melakukan praktek sesuai prosedur atau tidak.
19
C. Pembahasan
1. Efektivitas Program hand hygiene di RSUD Muntilan dalam menjaga kepatuhan
mencuci tangan
Dalam keberjalanannya, program hand hygiene di RSUD Muntilan telah
dilaksanakan secara aktif selama 3 tahun. Program ini mulai aktif dilaksanakan sejak
tahun 2016 setelah dilakukan akreditasi. Sebelum itu, program hand hygiene hanya
sebatas himbauan cuci tangan yang tidak diwajibkan oleh pihak rumah sakit.
Program ini dianggap sudah efektif dengan dibuatnya wastafel khusus cuci tangan
di setiap ruangan rawat inap, bahkan masing-masing satu wastafel di setiap kamar pasien.
Dengan tata letak yang strategis, baik petugas kesehatan maupun keluarga pasien dan
pengunjung dapat memiliki akses yang mudah untuk menjaga kebersihan tangan. Tata
letak fasilitas hand hygiene ini ditentukan oleh komite PPI.
Setelah fasilitas hand hygiene terpenuhi di seluruh sudut rumah sakit, komite PPI
membuat jadwal sosialisasi bagi seluruh tenaga kesehatan secara bertahap. Sosialisasi
tersebut dilakukan cukup lama karena harus sedikit demi sedikit petugas untuk
memberikan pemahaman hand hygiene yang maksimal. Sosialisasi hand hygiene ini
biasanya diikuti 50 tenaga kesehatan yang dilakukan di aula rumah sakit. Setelah
mengikuti sosialisasi, para tenaga kesehatan akan mendapatkan sertifikat penyuluhan
hand hygiene.
Tugas dari komite PPI sendiri dalam program ini adalah memberikan sosialisasi
terhadap tenaga kesehatan dan monitoring, namun untuk edukasi kepada pasien akan
menjadi tugas dari para tenaga kesehatan terutama di instalasi rawat inap yang telah
diberikan penyuluhan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua informan, mereka menyatakan
bahwa program hand hygiene di RSUD Muntilan dianggap telah efektif. Namun dapat
dilihat dari tabel dan statistik kepatuhan petugas dalam melaksanakan hand hygiene
masih banyak yang belum melampaui target setiap bulannya. Hal ini dijelaskan kembali
dalam penyataan informan 1 bahwa dibuatnya program ini pada dasarnya bertujuan untuk
mencegah dan mengendalikan penularan penyakit baik pada petugas kesehatan maupun
kepada pasien, sehingga selama program ini ada, maka pencegahan dan pengendalian
20
infeksi sudah dilaksanakan. Meskipun dibenarkan oleh kedua informan bahwa
pelaksanaan program hand hygiene ini perlu kontrol yang dilakukan terus menerus.
Program hand hygiene ini merupakan program wajib PPI yang akan selalu
berjalan, dan target yang direncanakan akan selalu dinaikkan secara bertahap. Adanya
program ini secara aktif juga membuat mayoritas tenaga kesehatan yang tadinya tidak
peduli dalam menjaga kebersihan tangan menjadi memaksa setiap petugas untuk selalu
cuci tangan setelah 5 momen yang telah disebutkan sebelumnya. Meskipun sedikit namun
kehadiran program ini efektif memberikan perubahan pada sebagian besar tenaga
kesehatan.
2. Efisiensi Program hand hygiene di RSUD Muntilan dalam menjaga kepatuhan
mencuci tangan
Efektivitas keberjalanan program hand hygiene di RSUD Muntilan tentunya
dibarengi dengan efisiensi anggaran biaya yang dikeluarkan oleh PPI. Pada
perencanaannya, PPI menjadi pemberi rekomendasi kebutuhan rumah sakit soal
kebersihan tangan. Setiap instalasi akan mengirimkan RAB tahunan yang dibutuhkan
kepada PPI, kemudian PPI yang menyaring kebutuhan yang akan direalisasikan.
Selama keberjalanan program hand hygiene beberapa tahun kebelakang, rumah
sakit tidak pernah mengalami kekurangan fasilitas. Realisasi anggaran yang digunakan
telah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing instalasi selama satu tahun, sehingga
tidak ada anggaran yang terbuang dan tidak juga mengalami defisit.
Beberapa kebutuhan hand hygiene yang diperlukan antara lain sabun cuci tangan,
handsanitizer, dan tisu. Beberapa kendala kehabisan fasilitas hanya terjadi ketika ada
keterlambatan pengiriman dari pihak produsen, bukan dari rumah sakit. Fasilitas hand
hygiene ini disediakan untuk umum terutama pada fasilitas handrub. Untuk cuci tangan
dengan sabun dinilai khusus untuk petugas kesehatan.
Selama keberjalanannya, edukasi soal hand hygiene tidak hanya diberikan kepada
petugas kesehatan oleh PPI, ataupun kepada pasien dari perawat ruangan inap aja, namun
juga edukasi untuk pembesuk pasien, dimana edukasi diberikan oleh keluarga pasien
setelah mendapatkan himbauan dari petugas kesehatan yang berdinas. Dengan adanya
21
kerjasama tersebut maka seluruh elemen di rumah sakit dapat menjaga kebersihan tangan
masing-masing.
Dengan adanya penilaian yang dilakukan oleh PPI terutama untuk keperluan
akreditasi rumah sakit, seluruh tenaga kesehatan dipaksa untuk patuh terhadap aturan.
Apabila sebelum ada program resmi hand hygiene para petugas medis tidak patuh
membersihkan tangan, saat ini mau tidak mau petugas harus memaksa diri
melakukannya. Hal ini didukung juga dengan pelaksanaan monitoring dari pihak PPI
setiap harinya ke setiap instalasi yang ada. PPI memiliki jadwal monitor setiap
minggunya, ditambak inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan berkala agar
mengantisipasi kelengahan petugas, agar petugas selalu ingat untuk cuci tangan.
Program hand hygiene di RSUD Muntilan ini sudah efisien karena seluruh bagian
rumah sakit tidak pernah kehabisan kebutuhan hand hygiene seperti sabun cair,
handsanitizer, dan tisu. Jumlah anggaran pertahun pada ketiga kebutuhan tersebut telah
dinyatakan dalam rencana anggaran biaya PPI RSUD Muntilan diatas. Dana yang
dimiliki oleh PPI untuk realisasi program hand hygiene ini tidak kurang dan tidak juga
terlalu berlebih. Disampaikan juga oleh Gunarsih sebagai perawat di instalasi rawat inap
juga menyatakan ruangannya tidak pernah kekurangan fasilitas tersebut.
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi keberjalanan Program hand hygiene di RSUD
Muntilan berdasarkan gagasan George Edward
Disamping efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program hand hygiene di RSUD
Muntilan, tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi keberjalanan
program ini. Kondisi keberjalanan program hand hygiene di RSUD Muntilan ini sesuai
dengan gagasan George Edward tentang 4 faktor yang akan mempengaruhi keberjalanan
suatu program yaitu komunikasi antar pihak, sikap pembuat kebijakan, ketersediaan
fasilitas, serta struktur birokrasi.
Keempat faktor pengaruh menurut Edward tersebut selaras dengan faktor yang
mempengaruhi keberjalanan program hand hygiene di RSUD Muntilan antara lain yang
pertama adalah komunikasi antar pihak yang baik yaitu antara PPI dengan petugas
kesehatan maupun pasien. Hal ini telah berjalan dengan baik terutama dengan adanya
sosialisasi rutin di setiap instalasi oleh PPI untuk pasien dan pengunjung.
22
Faktor yang kedua yaitu sikap yang diberikan oleh PPI selaku pembuat program
yang menjadi contoh bagi petugas kesehatan yang lain sehingga akan dipetuhi juga oleh
pasien. Namun, kebiasaan mematuhi aturan terkadang diabaikan oleh petugas kesehatan
itu sendiri. Rupanya bahkan masih banyak yang tidak hafal prosedur 6 langkah cuci
tangan dengan baik. Hal ini ditambah dengan para petugas yang tidak mau diingatkan,
terutama para dokter senior.
Sebagai antisipasi apabila ada dokter sedang melakukan visit pasien, biasanya
perawat yang bertugas akan mengikuti dan membawakan cairan handrub. Kondisi
tersebut dikarenakan tidak adanya kesadaran individu dan tidak memiliki perilaku
membiasakan diri untuk patuh. Banyak diantaranya merasa tidak kotor sehingga tidak
perlu cuci tangan. Hal ini kemudian terjadi juga pada mahasiswa.
Faktor yang ketiga adalah kebutuhan sumber daya atau fasilitas dimana sering
terjadi gangguan air mengalir.
Meskipun tidak selalu terjadi, namun beberapa kali
kondisi tersebut dianggap cukup mengganggu. Air tidak mengalir akan lebih sering
terjadi pada musim kemarau.
Faktor yang keempat adalah birokrasi yang dalam hal ini lebih diartikan sebagai
aturan kerja yang tergantung kepada kondisi pasien. Faktor ini merupakan kondisi darurat
yang tidak dapat dicegah yang membuat tenaga kesehatan tidak dapat melakukan cuci
tangan. Hal tersebut adalah ketika ada laporan kritis pasien yang tiba-tiba. Kondisi ini
tentunya tidak diprediksikan sebelumnya sehingga petugas kesehatan tidak dapat
mengantisipasi cuci tangan terlebih dahulu. Disampaikan kedua informan bahwa dalam
kondisi darurat tersebut petugas kesehatan yang berdinas harus segera mengambil
tindakan sehingga kebutuhan cuci tangan tidak dapat dilakukan.
23
BAB V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat
disimpulkan bahwa efektivitas program hand hygiene dilihat dari yang pertama
pencapaian hasil audit kepatuhan cuci tangan pada tahun 2019 yang memiliki rata rata
60% sedangkan indikatornya adalah 75% sehingga target belum tercapai. Faktor yang
mempengaruhi belum tercapainya adalah masih sering lupa melakukan cuci tangan
sebelum kontak kepada pasien, atau petugas yang tidak mau diingatkan. Yang kedua
adalah pencapaian hasil audit kepatuhan cuci tangan mahasiswa pada tahun 2019 rata rata
adalah 60% sedangkan indikatornya adalah 75%, kondisi ini juga belum melampaui
target. Faktor yang menyebabkan belum tercapainya adalah belum terbiasanya para
mahasiswa melakukan cuci tangan sebelum ke pasien. Kemudian efisiensi penggunaan
anggaran juga telah disesuaikan dengan kebutuhan 3 fasilitas utama hand hygiene yaitu
handsanitizer, hand scrub, dan tisu. Efisiensi dapat dilihat juga dari pencapaian hasil audit
ketersediaan sarana dan prasaran cuci tangan pada tahun 2019 dengan rata rata 93% . Ini
menunjukkan ketersediaan sarana dan prasarana sudah mendekati indikator yang di
tetapkan. Faktor yang menyebabkan adalah sudah tersedianya sarana hand Rub di Rumah
Sakit. Faktor lain secara umum adalah kondisi darurat pasien yang menyebabkan petugas
tidak dapat melakukan cuci tangan.
BAB VI. IMPLIKASI DAN SARAN
A. Implikasi
Program hand hygiene di RSUD Muntilan dalam evaluasi implementasi ini dinilai
telah memberikan manfaat yang besar di bidang kesehatan, khususnya dalam pencegahan
dan pengendalian infeksi rumah sakit. Program hand hygiene memberikan dorongan bagi
setiap petugas kesehatan untuk menjaga kebersihan dimulai dari tangan yang menjadi
bagian utama yang beresiko menularkan penyakit, serta senantiasa memberikan
pelayanan yang steril kepada pasien.
24
B. Saran
Setelah dilihat dari hasil kesimpulan penelitian yang telah dilakukan, maka
penulis merasa perlu memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. PPI bekerja sama dengan kepala bagian untuk ikut melakukan pemeriksaan dan
edukasi rutin terhadap kepatuhan petugas mengenai pencegahan dan pengendalian
infeksi.
2. Instalasi melakukan fungsi kontroling terhadap unit di bawahnya untuk meningkatkan
kepatuhan petugas terhadap pencegahan dan pengendalian infeksi.
3. Kepala bagian dan kepala ruang rawat inap ikut melakukan control terhadap
ketersediaan sarana dan prasarana hand rub dan hand wash.
4. Kepala bagian dan kepala ruang rawat inap ikut melakukan edukasi kepada stafnya
untuk patuh terhadap cuci tangan sesuai dengan SPO.
5. Mengusulkan kepada direktur atau pihak yang memberi kebijakan untuk
memasukkan rencana pemberian reward dan punishment pada kepatuhan pelaksanaan
cuci tangan
6. Pemberian edukasi untuk setiap mahasiswa baru yang akan praktek di RSUD
Muntilan
25
Daftar Pustaka
Allegranzi, B., Pittet, D. 2009. Role of hand hygiene in healthcare-associated infection
prevention. Journal of Hospital Infection 73, page 305-315.
Hardani, dkk. 2020. Metode Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif. Yogyakarta : CV
Pustaka Ilmu.
Jumaa, P.A. 2005. Hand hygiene: simple and complex. International Journal of
Infectious Diseases 9, Page 3-14
Kusumawardan, Ryan., Nevita., Zakiah, M. 2017. Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku
Tentang Cuci Tangan Pada Pegawai Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Tanjungpura Pontianak Tahun 2017. Jurnal.untan.ac.id.
Madjid, T., Wibowo, A. 2017. Analisis Penerapan Program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet Tahun 2017. Jurnal ARSI,
Volume 4 Nomor 1.
Ningsih, S.S.R., Noprianty, R., Somantri, Irman. 2017. Gambaran Pelaksanaan Kegiatan
Kebersihan Tangan Oleh Petugas Kesehatan Di Rumah Sakit Dustira Cimahi.
Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. Volume 3 Nomor 1, Halaman 57-68.
Sari, I.P., Afriza, D., Roesnoer, M. 2014. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Infeksi
Silang Dengan Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi. Jurnal B-Dent, Vol 1, No. 1:
30 – 37.
Wulandari, Riyani., Sholikah, Siti. 2017. Pengetahuan Dan Penerapan Five Moments
Cuci Tangan Perawat Di RSUD Sukoharjo. Jurnal GASTER Volume 15 Nomor 1.
Sumenge, Ariel S. 2013. Analisis Efektivitas Dan Efisiensi Pelaksanaan Anggaran
Belanja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Minahasa Selatan.
Jurnal EMBA. Volume 1 nomor 3, halaman 74-81.
Mansyur, Sastro. 2013. Efektivitas Pelayanan Publik Dalam Perspektif Konsep
Administrasi Publik. Jurnal ACADEMIA. Volume 5 nomor 1.
26
LAMPIRAN
A. Field Note
Field Note
Informan 1
No
:
1
Pewawancara
:
Khalis Asyifani
Informan
:
•
Nama: pak Arif Masquri
•
usia : 46 tahun
•
jenis kelamin : laki-laki
•
pekerjaan : PNS Perawat (Ketua Tim Program Hand
Hygiene)
•
Tujuan
:
alamat : Muntilan, Magelang
Mengetahui infomasi program hand hygiene di RSUD
Muntilan
Hari/ tanggal
:
Senin, 11 Mei 2020
Waktu
:
pukul 20.00
Lokasi Wawancara
:
Rumah masing-masing
Kondisi
wawancara dalam keadaan kondusif karena informan sudah
:
selesai melaksanakan tarawih, dan tidak sedang dinas atau
berkegiatan di malam hari
Konten/ tanya jawab
K : mohon dijelaskan pak mengenai program hand hygiene itu apa
sebetulnya?
A : hmmm yaya, sebelum masuk ke program hand hygiene sepertinya
perlu diketahui dulu bahwa ada suatu organisasi di RS yang ngurus hand
higin ini. Jadi di RS itu harus ada komite pencegahan dan pengendalian
infeksi, disingkat PPI. Lha PPI ini diketuai dokter, dan anggotanya sendiri
adalah perwakilan dari seluruh bagian di RS.
27
K : maaf pak, bagian di RS itu maksudnya apa saja nggih?
A: Bagian tu maksudnya ya misal bagian instalasi rawat inap, instalasi
rawat jalan, farmasi, laborat, kesling, instalasi gizi, instalasi pemeliharaan
sarpras, dll, termasuk juga bagian non medis seperti rekam medic, tata
usaha, keuangan, satpam, bahkan cleaning service juga walopun mereka
termasuk pihak ketiga ya, tetep ada tapi dan yang ikut masing-masing
kepala bidangnya
K : oohh yaya pak, kalo ketuanya juga harus dokter kah pak?
A : iya harus, itu aturan dari kemenkes
K : oh begitu, monggo dilanjut pak
A : yaa, jadi itu tadi anggotanya ya, nah adapun yang menjalankan sehari2
dalam org PPI itu ada sendiri namanya IPCN (infect prevent control
nurse), di rsu mtl ada 2, ada saya dan satu lagi namanya pak ahmad sigit
prabowo. Lalu IPCN ini juga tugasnya purnawaktu artinya hanya
mengerjakan program PPI saja. Walopun IPCN ini perawat, tapi tidak
melaksanakan tugas keperawatan menangani pasien, tapi murni
mengerjakan program PPI. Nah programnya sangat banyak PPI itu, ada 36
program.
K : jadi hand hygiene ini hanya salah satu program ya pak?
A : iyaa, diantaranya itu kan ada program nomor 33 itu soal ketersediaan
sarana hand hygiene, dan program no 34 itu ada kepatuhan staff
melakukan cuci tangan.
K : nah program ini sendiri memangnya tujuannya untuk siapa sih pak?
A: ya itu ada penilaiannya, yang dinilai itu ada yang pertama perawat,
kedua tenaga medis (dokter), dan yang ketiga yaitu nakes (tenaga
kesehatan) lain yang berhubungan dengan pasien misal gizi, apotek.
Mereka termasuk yang dihimbau untuk cuci tangan
K : penilaiannya seperti apa itu pak?
A : Cuci tangan ini ada 2 kateori yg dinilai, yang pertama yaitu
kemampuan cuci tangan 6 langkah dengan benar, yang kedua adalah
kepatuhan cuci tangan. Kalo 6 langkah cuci tangan gausah saya jelaskan
28
gapapa ya hehehe nah untuk kepatuhan ini ada 5 saat kita harus cuci
tangan. Yang pertama itu sebelum kontak pasien, yang kedua sebelum
melakukan kegiatan antiseptic misal pasang infus, ketiga setelah kontak
dengan cairan pasien misal ludah atau urin, keempat setelah kontak
dengan pasien, dan kelima yang terakhir yaitu setelah kontak dengan
lingkungan pasien misal selimut, tempat tidur, piring, gelas, infus.
K : nggih pak, itu tadi gambaran program hand hygiene dari PPI ya pak.
Nah berikutnya saya ingin menanyakan soal latar belakang dibuatnya
program ini pak, apa yang membuat program ini begitu penting untuk
dilaksanakan?
A : ooo ya, kalau yang melatar belakangi adalah RS itu kan tempatnya
orang sakit, baik yang degenerative (tidak menular) ataupun infeksius
meskipun infeksius ini ada yang menular dan ada yang tidak. kalo
sekarang contohnya ya covid ini termasuk infeksius, kan sangat menular.
Nah untuk melakukan pencegahan terhadap penularan virus itu salah
satunya adalah cuci tangan. Karena ada yang memberi presentase bahwa
diatas 80% virus ditularkan lewat transmisi bakteri dari tangan. Sudah ada
penelitiannya itu, bahaya penularan penyakit tertinggi adalah melalui
tangan, dan salah satu yang paling beresiko adalah tangan petugas
kesehatan. Jadi sering ya terjadi penularan penyakit itu bukan melalui
orang lain tapi justru petugas itu sendiri. Nah berawal dari sana semakin
menguatkan kesimpulan bahwa penularan penyakit terbesar adalah melalui
tangan petugas. Dampak dari penularan penyakit tadi menyebabkan orang
yang masuk RS yang tadinya hanya membawa satu penyakit, kemudian
misal siapapun yang kontak dengan pasien ini tidak cuci tangan, maka
penyakit yang diderita dapat bertambah setelah opname, ketularan
penyakit itu kan sangat mungkin.
K : maaf pak, itu seperti yang disebut sebagai infeksi rumah sakit kah?
A : Nah iya betul, penyakit yang diperoleh di rumah sakit biasa disebut
infeksi rumah sakit. Ini kalo dahulu sering disebut infeksi nosocomial,
atau sekarang disebut juga sebagai HAIs. Misal orang awalnya sakit tipes,
29
mau di infus tapi tidak steril, infeksi dia malah tambah demam dsb. Ini
cukup merugikan ya. Menyebabkan hari inap tambah, biaya tambah, dan
berdampak ke RS juga rugi, orang sakit lain yang mau masuk juga jadi
gabisa.
Nah dengan tingginya angka penularan penyakit di RS, kemenkes lalu
memberi kebijakan bahwa setiap rumah sakit harus memiliki komite
pencegahan dan pengendalian infeksi, RS besar bisa membentuk komite,
kalo rs kecil bisa dalam bentuk tim atau panitia. Di puskesmas ada tapi
masuk sebagai program baru, kalo di rs udah sejak 2007 tapi dulu
pelaksanaan belum seperti sekarang, seperti sekarang ini baru mulai 2012
melalui komite akreditasi. Sebelum itu tidak ada analisis mendalam ,
karena akreditasi sebelum tahun 2012 itu yang diteliti hanya dokumen,
bukan kegiatan, tapi kalo sekarang kebalikannya. Dulu 80% doc, 20%
lapangan, sekarang kebalikan. Karena metode akred seperti itu sehingga
pencegahan infeksi betul2 harus dilaksanakan.
K : lha itu sejak tahun berapa pak komite akreditasi mulai mewajibkan
program ini?
A :. RSU muntilan tahun 2016 baru mulai, karena akreditasi di RSUD itu
mulai tahun 2012 awal sebetulnya tapi masi pake aturan 2007 dimana 80%
dokumen dan 20% kegiatan. Nah setelah itu baru pake penilaian 2012
yang sebaliknya, sehingga akreditasi berikutnya tahun 2016 baru mulai
ada penilaian kegiatan.
K : mmm itu yang dinilai apakah hanya tenaga medis dan tenaga
kesehatan saja pak? Berarti program ini tidak dihimbau untuk pasien?
A : oh ya pasien dan pengunjung itu termasuk kategori yang dinilai,
namun penialiannya berbeda, penilaiannya beda dengan tenaga kesehatan.
K : program hand hygiene ini sendiri dilakukan di bagian mana saja pak?
A : Program dilaksanakan di semua bagian RS, jadi dari sarpras terkait
hand hygiene sudah diatur oleh ppi di tempat strategis. Yang mengatur
memang PPI karena salah satu tugas ppi adlaah mengatur tata letak biar
sesuai dengan kebutuhan pencegahan infeksi yang hendak diberikan
30
K : nah itu fasilitas hand hygiene yang diberikan ada apa saja pak?
A : Untuk hand hygiene sendiri ada jenis, ada hand wash dan handrub,
kalo handwash itu pake air mengalir dan sabun, kalo handrub pake
handsanitizer. Jadi ya itu kebutuhannya
K : itu berarti khusus tenaga kesehatan ya pak?
A : Fasilitas sama antara petugas dan pengunjung, dipakai bebas tidak
hanya petugas saja. Hanya saja kalo petugas dua2nya dinilai tadi yang
handwash dan handrub, kalo pasien atau pengunjung itu himbauan saja
tapi penilaiannya tidak spesifik. Dan juga kalau pengunjung biasanya
hanya disediakan hanrub saja. Nah hand sanitizer untuk handrub itu sudah
disediakan di setiap kamar, di setiap tempat tidur. Kalo wastafel karena
yang dinilai hanya petugas, ya sarana ini khusus petugas, meskipun di
kamar pasien ada satu.
K : sebelum ada program hand hygiene ini apakah sudah ada perilaku cuci
tangan seperti saat ini pak?
A : Dulu sebleum ada program ini, ya ada cuci tangan tapi sebatas
himbauan saja tidak se massif sekarang. Dan tidak semua tenaga kesehatan
melakukan sebanyak sekarang. Nggak usah dulu lah, sekarang aja
kemampuan Hand hygiene belum memenuhi target, apalagi kepatuhan
tenaga kesehatan, wah itu lebih jelek lagi, sulit itu untuk dirubah
K : kalo dari rumah sakit sendiri sebetulnya apa sih pak yang dibutuhkan?
Apakah program ini memberikan kebutuhan yang diperlukan RS?
A : mmm apa yang dibutuhkan RS sebetulnya adalah mutu pelayanan, jadi
komite ppi itu adalah salah satu bagian dari porgam mutu RS
K : mutu yang dimaksud ini seperti apa pak?
A : mutu itu dalam artian terkait degan pencegaahan dan pengendalian
infeksi, ini terkait dengan survey infeksi setiap bulan juga untuk di rekap.
Nah rekap itu akan menunjukkan angka survey infeksi per bulan, nanti
kemudian dilakukan komparasi antara jumlah infeksi dengan kemampuan
cuci tangan. Misal cuci tangan berapa persen, nah dilihat infeksinya
berapa persen, sesuai tidak. Kalo cuci tangan rendah biasanya tingkat
31
infeksi tinggi.
K : apakah sesuai target atau tidak, gitu ya pak?
A : iya, target utama untuk melihat mutu RS itu ya infeksinya, naik atau
turun. Karena ada infeksi atau tidak itu ada standar minimalnya. Kalo
infeksinya diatas normal ya RS tidak memiliki mutu yang baik. Harusnya
mau berobat kok malah bertambah infeksinya, kan tidak seusai dengan
target dan tujuan. Kalo tingkat infeksinya sedikit maka RS ini mutunya
tinggi.
K : okay pak itu tadi dari kebutuhan RS nggih. Nah kalo dari nakes sendiri
pak. Apa yang membuat nakes membutuhkan program ini?
A : Jadi program hand hygiene itu tujuan utamanya kan untuk mencegah
agar pasien tidak sakit, namun tujuan lebih luas ya biar nakes tidak sakit
juga. Nakes kan juga membutuhkan kesehatan untuk bisa memberikan
pelayanan ke pasien. Bagi nakes yang tidak memnuhi himbauan PPI salah
satunya cuci tangan, ada standar dan SPO nya, bisa kena punishment juga
karena itu tujuannya mencegah penyakit, kalo dilanggar ya beresiko.
Jangan sampai kita melayani pasien kok malah ikut tertular penyakit yang
diderita pasien. Karena banyak juga nakes yang tertular salah satunya
karena tidak patuh pada aturan yang berlaku.
K : kira-kira sejauh satu tahun kebelakang apakah program ini sudah
efektif pak?
A : Jadi hand hygiene ini kan di monitor setiap 3 bulan, apakah program
ini berjalan atau tidak, efektif atau tidak, dicari akar maslaahnya.
Seandainya dirasa tidak tepat, program bisa diubah strateginya, bukan
dihapus lho ya. Tapi khusus program hand hygiene ini sampai saat ini
berjalan terus, yang jadi masalah itu ya target kan harunya meningkat, nah
ini sering tidak melampaui target, tapi tetep dilakukan terus. Program hand
hygiene ini karena ini program utama, jadi tidak pernah berubah, dan
harus selalu ada secara terus menerus, karena akan selalu dinilai. Karena
yang berubah itu hasilnya, nah itu yang harus ditindak lanjuti. Misal ada
pegawe baru, ada pindahan nakes, nah itu banyak perubahan pasti, akan
32
diadakan pendidikan ulang. Tiap 3 bulan ada rapat terbatas di masingmasing bagian di RS untuk melakukan evaluasi. Jadi kalo ditanya efektif
atau tidak, ya sebetulnya masih perlu banyak perbaikan ya, tapi bukan
berarti program ini berhenti
K : memangnya apa saja pak yang sekiranya menjadi kendala dalam
keberlangsungan program ini?
A : Aspek yang biasanya tidak memenuhi target adalah kepatuhan. cukup
sulit ditangani kalau soal itu. Tapi juga ada beberapa kondisi yang
memang petugas tidak bisa cuci tangan salah satunya adalah karena
kebutuhan pelayanan yang mendadak, misalnya ada seorang perawat,
secara teori kapan dia harus cuci tangan kan sebelum kontak dengan
pasien, nah kalo tiba-tiba ada keluarga korban laporan sambil nangis,
panik, ya petugas harus segera lari menangani, tidak akan sempat cuci
tangan dulu kalau darurat.
K : ohhh begitu ya pak. Kalau aspek lain yang menghambat petugas
melakukan cuci tangan pak?
A : Aspek lain adalah kepahaman, tidak bisa cuci tangan sesuai SOP. Nah
kasus nggak paham ini karena nggak mau membiasakan. Terutama
biasanya nyuwun sewu yang senior, biasanya tidak mau diingatkan.
K : hehehe sering begitu ya pak. Berikutnya saya mau bertanya soal
efisiensi anggaran pak. Apakah sudah sesuai?
A : Anggaran yang direncanakan dan yang digunakan itu saya
menjelaskan secara umum aja ya, bahwa anggaran turun dari keuangan itu
langsung ke PPI secara keseluruhan, tidak ke program-program secara
khusus. Nah jadi dana dari keuangan kan besar jumlahnya, nah hand
hygiene butuh apa saja, maka dibelanjakan. Dan itu selama ini
Alhamdulillah tersedia. Kebutuhan hand hygiene ada 3, handsanitizer,
sabun cair, dan tisu. meskipun begitu RAB yang diajukan PPI ke direktur
ada rinciannya tapi ya itu keseluruhan gabisa per program.
K : pernah nggak pak PPI tidak bisa menyediakan kebutuhan hand
hygiene?
33
A : Sarana yang tidak ada itu ya jarang, soalnya selalu ada kok
K : setelah program ini berjalan apakah ada dampak yang ditimbulkan
pak?
A: Dampak itu muncul terutama untuk tenaga kesehatan, kesehatan staff
RS kan setidaknya jadi terjaga dari penyakit, tapi ya sulit juga dilihatnya
ya hehehe. Seharusnya ada dampak tapi sejauh ini belum ada penelitian
mendalam yang khusus dan signifikan dari program ini, harusnya kalo
melihat perubahan dari petugas itu ya dari K3 tapi yo pie kuwi K3 saya
jarang melihat progresnya . bagusnya kalau mau melihat keadaan petugas
kan dicatat dilakukan pendataan tiap tahun, lha tapi hingga saat ini tidak
ada data dari tahun ke tahun.
K : apa yang membuat hal itu terjadi pak?
A : yaaa seluruh komponen RS itu harusnya bergerak bareng-bareng untuk
melakukan perencanaan dan melihat dampak ini, nah itu yang memang
sulit. Selama ini sebelum ada akreditasi sangat individualis malahan, di
setiap instalasi berbeda data. Harusnya sama satu rumah sakit, tapi ada
instalasi yang membuat data sendiri. Tapi setelah akreditasi, mulai ada
perubahan aturan dan sistem
K : kalo dampak ke RS sendiri pak? Pasti lebih kelihatan dampaknya?
A: Kalo dampak untuk rumah sakit secara umum lebih kelihatan memang,
karena pasien merasa lebih diperhatikan. Dalam arti agar mereka itu ikut
sehat dengan petugas bekerja secara bersih. Pengunjung merasa begitu
karena kita setiap minggu melakukan penyuluhan, pendidikan kesehatan
ke pengunjung. Materinya bermacam2, kalo dampak ke tenaga kesehatan
tidak terlalu terlihat. Tapi ada dampak lain juga kalo dilihat dari sisi RS
lagi, program kemenkes di PPI itu menyerap dana yang sangat banyak.
Oleh karena itu ppi harus dapat memilah rab yang ada, agar tidak boros.
K : oiya pak, kalo untuk mahasiswa gimana pak? Apakah aturannya sama?
A : ohhh itu iya jelas, sama saja. Nanti di awal praktek mereka dapat
edukasi dari PPI terlebih dahulu. Setelah itu nanti yang memonitor adalah
dari perawat ruangan. Karena itu termasuk ada penilaian sendiri kepatuhan
34
mahasiswa itu
K : ahh okee kalo gitu pak, insyaAllah sudah cukup informasinya hehehe
terima kasih banyak pak
Informan 2
No
:
2
Pewawancara
:
Khalis Asyifani
Informan
:
•
Nama: Ibu Gunarsih
•
usia : 47 tahun
•
jenis kelamin : Perempuan
•
pekerjaan : PNS Perawat (Kepala Ruang Instalasi
Rawat Inap)
•
Tujuan
:
alamat : Muntilan, Magelang
Mengetahui infomasi program hand hygiene di RSUD
Muntilan
Hari/ tanggal
:
Rabu, 13 Mei 2020
Waktu
:
pukul 14.30
Lokasi Wawancara
:
Rumah masing-masing
Kondisi
:
wawancara dalam keadaan kondusif karena informan tidak
sedang dinas atau berkegiatan
Konten/ tanya jawab
K : apa yang ibu ketahui soal program hand hygiene di RSUD Muntilan?
G : yang saya ketahui hand hygiene itu program dari PPI dimana
tujuannya adalah untuk mengurangi resiko infeksi silang, itu infeksi yang
bisa tertularkan, baik itu dari perawat sendiri ketika menangani pasien
yang satu dan yang lain maupaun dari orang lain (pengunjung) ke pasien.
Sebagai contoh misalkan perawat tidak cuci tangan ketika menangani
pasien, nah kondisi itu yang akan menjadi salah satu penyebab penularan
infeksi
35
K : itu apakah yang disebut sebagai infeksi rumah sakit bu?
G : Iya infeksi rumah sakit selama terjadi nya di rumah sakit, sering
disebut juga infeksi nosocomial.
K : program ini diberikan untuk siapa saja ya bu?
G : Sebenernya program ini diberikan untuk seluruh petugas RS baik itu di
pendaftaran, kantor2, dan lebih utama di tempat pelayanan pasien seperti
instalasi atau ruangan-ruangan inap. Di pendaftaran itu walaupun tidak
secara lansgug menangani pasien tapi ada kemungkinan akan terjadi
transmisi baik dari keluarga pasien atau dari rekan kerjanya.
K : kalau pasien tidak termasuk yang dihimbau kah bu?
G : Hand hygiene ini untuk pasien sendiri juga diberikan kok, ada edukasi
terkait cuci tangan, bahkan itu jadi edukasi wajib saat pasien masuk ruang
rawat inap. Dan lebih ditekankan saat sudah masuk ruang rawat inap, nanti
perawat yang bertugas akan melakukan edukasi.
K : ohh jadi perawat di ruangan ya bu yang memberikan edukasi?
G : iya betul
K : nah tapi kan ini program awalnya dari PPI nggih bu, lalu untuk
menyamakan himbauan dan edukasi yang akan diberikan ke pasien itu
apakah juga dari PPI atau sebelumnya sudah ada penyuluhan terlebih
dahulu ke semua petugas kesehatan?
G : mmm kalo itu dari ppi itu dulu awalnya ada program khusus untuk
sosialiasasi, bertahap itu, diundang ke aula dari perwakilan masing2
instalasi bergantian misal gizi diundang berapa, perawat berapa, laborat
berapa, dan lainnya. Nah itu kemudian nanti petugas itu akan mendapat
sertifikatnya juga. Nah pasien ini edukasinya bukan dari ppi langsung
melainkan dari tenaga kesehatan yang sudah ikut sosialiasi itu tadi
K : menurut ibu sendiri, apakah program ini penting?
G : Program ini sangat penting ya, terutama kalau saya dan rekan2 perawat
yang menangani pasien secara langsung di ruang rawat inap. Itu sangat
mengerikan sekali kalau kita tidak patuh cuci tangan. Pasien datang
dengan kondisi infeksius, misal diabet gitu lukanya kan terbuka, harus
36
dirawat rutin kan itu. Nah itu kalo tanpa sengaja nyenggol2 lingkungan
pasien, nah bayangkan kalau tidak cuci tangan. Jadi di program hand
hygiene ini ada 5 momen yang harus diikuti, yang pertama sebelum
kontak dengan pasien, karena siapa tau tangan kita kotor dan berkuman
malah membahayakan pasien. Lalu kedua sebelum melakukan tindakan
infasif misalkan menyuntik, lalu misal memasang kateter itu juga harus
cuci tangan dulu. Ketiga setelah kontak dengan cairan pasien, tadi habis
pasang kateter, kita kena urin lalu harus dibersihkan, kena darah pasien
juga. Keempat yaitu setelah kontak dengan pasien, setelah ngobrol
misalnya itu tetep harus cuci tangan, kelima steelah kontak dengan
lingkungan pasien.
K : model cuci tangan seperti apa yang sebaiknya dilakukan bu?
G : kalo cuci tangan itu dengan air namanya handwash, tapi kalo handrub
itu pake hand sanitizer, itu terdiri dari antiseptic bisa pake alcohol saja,
tapi lebih baik kalo sudah dicampur dengan beberapa bahan khusus
misalnya gliserin. Ya dua hal itu yang harus ada dua2nya di ruangan
K : nah untuk kebutuhan-kebutuhan tersebut apakah difasilitasi dengan
baik bu?
G: Untuk sarana prasarana ini direkomendasikan oleh ppi ya, tapi untuk
pengadaan barangnya dari kesling. Teknisnya ya masing-masing ruangan
minta ke kesling apabila membutuhkan persediaan, ngga dibagi kok itu
semisal di ruangan habis ya bisa minta . Tapi disiplinnya kan ruangan
masing2 selalu memberi RAB tiap tahun, dihitung perbulan, kira2 ruangan
butuh berapa jumlahnya hand rub dll dalam sebulan, nah itu kemudian
nanti disesuaikan.
K : apakah pernah mengalami kehabisan bu?
G : Pernah mengalami kehabisan sarana, tapi itu kemungkinan barang
yang dibelanjakan pas kosong . kalo pas covid ini apalagi ya, alcohol
sedang sangat sulit. Tapi kalo pas diluar keadaan covid ya pernah,
mungkin terlambat mengirim barang. Biasanya yang kehabisan itu kan
alhokol dan antiseptiik, sehingga kalo kehabisan ya kita antisipasinya
37
dengan sabun dan air. Kan sebetulnya yang bagus kan dengan air dan
sabun, handrub itu kalo tidak terlalu infeksius saja, tapi setelah beberapa
kali penanganan ya tidak bisa pake handrub saja harus pake air dan sabun
K : fasilitas hand hygiene ini apakah digunakan untuk umum bu?
Mengingat jumlahnya yang harus disesuaikan dengan kebutuhan tiap
ruangan juga kan ya?
G : Kalo sarana cuci tangan ketika cukup ya kita gunakan untuk umum,
karena kita manjaga agar pasien tidak tertular dari pembesuk. Nah
begitupun sebaliknya, agar pembesuk tidak tertular juga. Perawat memberi
edukasi untuk pembesuk ya jelas iya, tapi di sampaikan ke keluarga pasien
yang berjaga, jadi lewat keluarga pasien yang di pesan untuk
menyampaikan ke pengunjung untuk mengingatkan kalo saat berkunjung
harus cuci tangan terlebih dahulu. Karena ga mungkin ya perawat mau
ngingetin satu-satu ke pengunjung, ya tidak ada waktu untuk itu.
K : program ini mulai dilaksanakan tahun berapa ya bu?
G : Program ini saya lupa ya tahun berapa awalnya, seinget saya sejak
akreditasi, lupa tahunnya sekitar mungkin 2011 apa ya. Nah setelah itu ya
mau tidak mau harus dipaksa mematuhi aturan hand hygiene. Karena
perilaku itu kan sulit dirubah ya, termasuk perilaku perawat dan nakes
juga itu tidak mudah untuk mengajak melakukan cuci tangan sesuai
aturan. Tapi dengan adanya akreditasi, kan ada penilaian, nah dri situ mau
tidak mau ya dipaksa untuk patuh, walopun tujuannya sudah jelas, untuk
keselamatan tidak hanya pasien namun juga untuk nakes itu sendiri.
K : berarti memang mendorong tenaga kesehatan karena ada peraturan
baru nggih bu?
G : iya, dengan penekanan itu ada punishment juga loh, sekarang kalo ada
yang tidak patuh ada pengurangan indeks jasa. Karena perawat tidak cuci
tangan itu kan resikonya tinggi, kalo betul2 ada pasien yang komplikasi
dengan transmisi yang terjadi, ya itu akan sangat merugikan bagi semua
pihak. Baik pasien, perawat, dan yang pasti rumah sakit jelas rugi. Akan
menimbulkan complain juga, awalnya hanya satu penyakit tiba2 di RS
38
malah tambah penyakit iu akan merugikan untuk biaya juga apalagi tidak
pake bpjs
K : dari sudut pandang ibu, dampak apa saja yang dapat dilihat setelah
dilaksanakannya program ini?
G : Kalo dampak setelah ada program ini saya kurang paham ya kalo
Cuma mengamati sekitar saja, harusnya ada penelitian tersendiri untuk itu
tapi saat ini ya belum ada seperti itu. Kalo dari saya sendri ya
perubahannya ya jelas saya lebih banyak cuci tangan. Karena kalo
menurut saya penyakit2 sekarang itu kan makin bahaya ya, semakin
banyak virus-virus baru yang beresiko tinggi menular, sehingga awareness
kita semakin tinggi juga, jadilah kita patuh karena tidak ingin tertular
Apalagi kalo ada monitoring PPI, itu kan setiap hari di cek, ada PPI yang
muter ke ruagan2. Baru mau tindakan juga tiba2 udah ditunggui PPI,
ditanya sudah cuci tangan atau belum. Jadi ya itu memaksa kita untuk
selalu cuci tangan. Ada jadwal dari PPI tapi ada juga sidak biar tidak
lengah ya perawat-perawat itu
K : adakah kondisi yang membatasi tenaga kesehatan untuk selalu cuci
tangan setelah 5 waktu wajib tadi bu?
G : Yang membatasi nakes untuk melakukan cuci tangan, ya berkaitan
dengan perilaku tadi ya, ada yang males, rumongso resik. Rumongso tidak
menularkan, padahal kita sebagai petugas juga berpotensi.
K : adalah kendala lainnya bu?
G : Kendala lagi air tidak mengalir, beberapa kali sering terjadi. Kalo
sabun dan handrub ya ngga ada kendala kok. Tapi ada juga kondisi dimana
kita ngga bisa cuci tangan lho, kalo ada laporan pasien misal kondisi henti
nafas, kamar nya di pojok keluarganya teriak2. Ya masa kita mau ijin cuci
tangan dulu, nggak lah, perawat langsung lari kan langsung diatasi, karena
itu mengancam jiwa ya. Kalo tidak urgent ya tetap cuci tangan.
K : kalau himbauan kepada mahasiswa itu tanggung jawab siapa ya bu?
G: Mahasiswa itu kan termasuk ke dalam penilaian, termasuk menjadi
bagian tenaga kesehatan selama dia sudah praktek. Mereka dapat
39
sosialisasi dari ppi terlebih dahulu, ada kelas dulu sehari dua hari, baru
nanti diterjunkan ke ruang2 rawat inap. Kampusnya juga kalo untuk
kesehatan mereka sudah punya mata kuliahnya sendiri, tinggal review
K : peran perawat instalasi inap sendiri bagaimana bu?
G : Untuk menghimbau mahasiswa, kami sebagai perawat ya selalu
mengingatkan, selalu monitoring. Mereka harus presentasi dulu sebelum
praktek, jadi ya mereka harus sesuai SPO, jadi kami tahu prosesnya.
Mahasiswa pernah ada yang saya tegur, karena ya tidak sesuai prosedur,
ya saya tegur aja
K : apakah ada orang-orang yang tidak mau diingatkan bu? Kalau
mahasiswa mungkin masih patuh ya kalo diingatkan, nah kalo dokter atau
perawat senior gitu?
G : Pernah mau mengingatkan dokter atau perawat yang lebih tua, tapi ada
yang menolak, ya itu mungkin karena malu ya. Biasanya kalo seperti itu
kita bawakan handrub setiap mereka dokter-dokter visit. Harus diingatkan
sampai diikuti, kalo perawat tidak melakukan itu, dokter-dokter tidak
dipaksa, ya mereka bisa jadi tidak melakukan. Beberapa diantaranya
bahkan masi ada yang tidak hafal langkah cuci tangan secara urut. Kalo
udah seperti itu ya balik lagi ke orangnya, ketika sudah ada sosialiasai,
edukasi rutin, bahkan sudah dimonitor setiap hari, kok masih ada yang
tidak patuh padahal mereka tenaga kesehatan, kan ya itu perlu
dipertanyakan lagi kenapa tidak patuh.
K : menurut ibu apakah program hand hygiene ini sudah efektif dan
efisien?
G : Sejauh ini ya saya rasa sudah cukup efektif dan efisien, namun ya
pemantauan itu penting untuk dilaksanakan secara terus menerus
mengingat kondisi nakes yang seperti tadi saya sampaikan ya. Walopun
secara prosentase sudah dominan efektif.
K : baik bu kalau begitu saya rasa cukup, terima kasih banyak
40
B. LOGBOOK
Tempat, Hari dan Kegiatan
tanggal
yang Hasil yang diperoleh Tindak
dilakukan
(resume nya)
lanjut
yang
akan
dilakukan
Muntilan, Jumat 1 Menentukan topik Penelitian
Mei 2020
penelitian
yang
evaluasi Mencari sumber
dilakukan literatur
seperti
merupakan penelitian penelitian
evaluasi
dampak terdahulu
dengan model CIPP,
untuk
mengevaluasi
Program
Hand
Hygiene
di
RSUD
Muntilan
Muntilan, Sabtu 2 Mencari penelitian Mendapatkan
Mei 2020
terdahulu
beberapa
Mencari
akses
literature sumber
data
terkait program Hand primer
Hygiene
di
rumah
sakit
Muntilan, Minggu Menghubungi
3 Mei 2020
Mendapat persyaratan Membuat
draft
pihak rumah sakit, melakukan penelitian proposal
menanyakan syarat (surat ijin penelitian, penelitian
yang
diperlukan proposal penelitian)
untuk
melakukan
penelitian
Muntilan, Senin 4 Membuat
Mei 2020
draft Menyicil
draft Menunggu
proposal penelitian proposal penelitian
nomor surat, dan
dan membuat surat Surat ijin belum baru melanjutkan
ijin penelitian
akan
dikirim
ke draft proposal
admin
untuk
mendapatkan
nomer
surat
Muntilan, Selasa 5 Mengumpulkan
Membaca pertanyaan Menyelesaikan
41
Mei 2020
logbook
dan teman-teman
konsultasi
saat proposal
konsultasi,
memperbaiki bagian
proposal yang kurang
Muntilan, Rabu 6 Mendapatkan surat Sudah memenuhi satu Menyelesaikan
Mei 2020
ijin penelitian
persyaratan penelitian proposal
ke RSUD
Muntilan, Kamis 7 Seharusnya
Mei 2020
konsultasi
Sudah
memenuhi Mengirim
tetapi persyaratan penelitian ijin
surat
penelitian
tanggal
merah. ke RSUD
dan proposal ke
Proposal
selesai,
RSUD Muntilan
surat ijin penelitian
juga sudah ada
Muntilan, Jumat 8 Mengirim surat ijin Menunggu acc RSU
Mei 2020
Melanjutkan
ke RSUD.
Membaca pertanyaan membuat daftar
Mengumpulkan
teman-teman
logbook
saat pertanyaan
dan konsultasi
konsultasi
Muntilan, Sabtu 9 Menyusun
daftar Memiliki
daftar Menunggu kabar
Mei 2020
pertanyaan
untuk pertanyaan
untuk dari informan
wawancara
wawancara
Muntilan, Minggu Mulai
Menyepakati
jadwal Melakukan
10 Mei 2020
berkomunikasi
wawancara
dengan wawancara
dengan informan
kedua informan.
Informan 1 : senin, 11
mei 2020
Informan 2 : selasa,
12 mei 2020
Muntilan, Senin 11 Wawancara
Transkrip wawancara Melakukan
Mei 2020
informan 1
informan 1
wawancara
42
Muntilan, Selasa 12 Wawancara
Transkrip wawancara Menunggu
Mei 2020
informan 2
informan 2
konsultasi
Muntilan, Rabu 13 Mulai
Mei 2020
dokumen
dari
informan 1
menyusun Menyicil laporan
laporan
Menunggu
dokumen
Dan melanjutkan
laporan
Muntilan,
14 Mei 2020
Kamis Melanjutkan
laporan
Melanjutkan laporan
Menunggu
Menyimak konsultasi
dokumen
Konsultasi
Dan melanjutkan
laporan
Muntilan, Jumat 15 Dikirim
Mei 2020
dokumen Mendapatkan
pendukung
dari dokumen pendukung laporan
informan
dari informan
Muntilan, Sabtu 16 Mengerjakan
Mei 2020
Mengerjakan laporan
laporan
Mengerjakan laporan
laporan
Mengerjakan laporan
laporan
Mengganti
Mengerjakan
laporan
Muntilan, Selasa 19 Konsultasi
Mei 2020
Mengerjakan
laporan
Muntilan, Senin 18 Mengerjakan
Mei 2020
Mengerjakan
laporan
Muntilan, Minggu Mengerjakan
17 Mei 2020
Melanjutkan
Melanjutkan laporan
model
Melanjutkan
laporan
penelitian
Muntilan, Rabu 20 Menyelesaikan
Menyelesaikan
Menyelesaikan
Mei 2020
laporan penelitain
laporan
Finalisasi laporan
Finalisasi
Muntilan,
21 Mei 2020
laporan penelitian
Kamis Konsultasi
Finalisasi laporan
laporan
Muntilan, Jumat 22 Mengumpulkan
Mengumpulkan
Mengumpulkan
Mei 2020
laporan
laporan
laporan
43
C. Foto
Foto 1. Sosialisasi hand hygiene untuk petugas
Foto 2. Sosialisasi hand hygiene untuk pasien dan pengunjung
44
D. Draft Jurnal ke Jurnal Analisa Sosiologi UNS
EVALUASI IMPLEMENTASI PADA PROGRAM
Jurnal Analisa Sosiologi
HAND HYGIENE : STUDI KASUS RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH MUNTILAN
Khalis Asyifani1
Abstract
Based on a WHO statement in 1986, Healthcare Ascociete Infection (HAIs) was declared
a global problem and reached around 9% (variation 3% - 21%) or more than 1.4 million
inpatients in hospitals throughout the world. Departing from that, Muntilan Regional
Hospital then conducted an Infection Prevention and Control Program, one of which was
the Hand Hygiene Program which was urged for all medical personnel and hospital civil
staff. The purpose of this study was to evaluate the implementation of the hand hygiene
program at the Muntilan District Hospital. This study uses an implementation evaluation
research method conducted qualitatively with a case study approach. Researchers used a
purposive sampling technique with 2 research subjects including the PPI Team leader
and Muntilan Regional Hospital medical staff. Researchers collected data by interview
method and literature study. The results of this study are (1) the hand hygiene program at
Muntilan District Hospital has been implemented effectively, (2) The budget plan and the
realization of the cost of the hand hygiene program have been efficient, (3) Several
factors that influence the continuity of the hand hygiene program at Muntilan District
Hospital are the behavior of workers medical, student, water availability, and patient
emergencies.
Keywords: HAIs, Hand Hygiene, Implementation Evaluation
Abstrak
Berdasarkan pernyataan WHO pada tahun 1986, Healthcare ascociete Infection
(HAIs) dinyatakan sebagai masalah global dan menjangkau sekitar 9 % (variasi 3% - 21
%) atau lebih dari 1.4 juta pasien rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia. Berangkat
dari itu RSUD Muntilan kemudian melakukan Program Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi, dimana salah satunya adalah Program Hand Hygiene yang dihimbau untuk
seluruh tenaga medis dan staff sipil rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah
mengevaluasi implementasi dari program hand hygiene di RSUD Muntilan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian evaluasi implementasi yang dilakukan
secara kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Peneliti menggunakan teknik purposive
sampling dengan subjek penelitian 2 orang meliputi ketua Tim PPI dan tenaga medis
RSUD Muntilan. Peneliti mengumpulkan data dengan metode wawancara dan studi
literatur. Hasil dari penelitian ini adalah (1) Program hand hygiene di RSUD Muntilan
telah dilaksanakan dengan efektif, (2) Rencana anggaran dan realisasi biaya program
hand hygiene sudah efisien, (3) Beberapa faktor yang mempengaruhi keberjalanan
program hand hygiene di RSUD Muntilan adalah perilaku tenaga medis, mahasiswa,
ketersediaan air, dan keadaan darurat pasien.
Kata Kunci : HAIs, Hand Hygiene, Evaluasi Implementasi.
45
PENDAHULUAN
Infeksi Rumah Sakit atau dalam bahasa ilmiah disebut Healthcare ascociete
Infection (HAIs) adalah infeksi yang dapat diterima seseorang pada waktu dirinya berada
di rumah sakit. Penyebab HAIs sendiri adalah kuman yang berada di lingkungan rumah
sakit atau bisa juga oleh kuman yang dibawa oleh pasien-pasien. HAIs merupakan
masalah global dan menjangkau sekitar 9 % (variasi 3% - 21 %) atau lebih dari 1.4 juta
pasien rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia. Angka ini dilaporkan oleh WHO dari
hasil surveynya di 14 negara, meliputi 28.861 pasien di 47 rumah sakit yang berada di 4
wilayah (region) WHO pada tahun 1986.
HAIs merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung maupun
tidak langsung atas peningkatan angka penyakit dan kematian pasien. Berangkat dari itu
RSUD Muntilan mengadakan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi salah
satunya adalah Program Hand Hygiene untuk seluruh tenaga medis dan staff sipil rumah
sakit. Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi dengan cuci tangan ini merujuk
pada Peraturan Kementerian Kesehatan No 27 tahun 2017.
Adanya program Hand Hygiene ini dibuat dengan harapan dapat meningkatkan
pemahaman dan kepatuhan tenaga medis dan staff rumah sakit terhadap pencegahan dan
pengendalian infeksi salah satunya dengan mencuci tangan, sehingga indikator
keselamatan pasien dapat meningkat dengan penurunan angka infeksi di rumah sakit.
Namun masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum bisa cuci tangan sesuai aturan dan
masih menganggap enteng program ini mengakibatkan masih tingginya angka resiko
Infeksi Rumah Sakit atau Healthcare ascociete Infection, sehingga perlu dilakukan
evaluasi pada pelaksanaan Program Hand Hygiene ini.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian evaluasi implementasi yang dilakukan
secara kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus di Rumah Sakit
Umum Daerah Muntilan Kabupaten Magelang, yang beralamat di Jalan Kartini No.13,
Balemulyo, Muntilan, Kec. Muntilan, Magelang, Jawa Tengah 56411. RSUD muntilan
46
merupakan satu-satunya rumah sakit rujukan di kabupaten Magelang sehingga memiliki
resiko penularan infeksi lebih tinggi dibandingkan rumah sakit lainnya. Penelitian ini
hendak menggambarkan implementasi yang muncul dari pelaksanaan program hand
hygiene di RSUD Muntilan. Penelitian ini mengunakan teknik purposive sampling.
Karena peneliti merasa sampel yang diambil paling mengetahui tentang masalah yang
akan diteliti oleh peneliti. Penggunaan purposive sampling dalam penelitian ini bertujuan
untuk menggali seputar keberjalanan program Hand Hygiene di RSUD Muntilan, baik
dari pihak perencana program, maupun tenaga medis yang dihimbau untuk melaksanakan
program tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Latar Belakang
Berdasarkan hasil wawancara dengan Arif selaku ketua tim program hand hygiene
di RSUD Muntilan, disampaikan bahwa Hand Hygiene merupakan sebuah program yang
di kelola oleh sebuah organisasi yang ada di rumah sakit yang disebut sebagai Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi atau disingkat Komite PPI. Dari penelitian
terdahulu ada yang menyatakan bahwa 80% virus ditularkan melalui perantara tangan,
dan salah satu yang beresiko adalah tangan tenaga kesehatan. Dengan begitu salah satu
bentuk pencegahan virus atau bakteri yang dapat dilakukan terutama oleh tenaga
kesehatan adalah melakukan cuci tangan dengan sabun. Dengan tingginya angka
penularan penyakit di rumah sakit tersebut, kementerian kesehatan kemudian memberi
kebijakan bahwa setiap rumah sakit harus memiliki komite pencegahan dan pengendalian
infeksi, tak terkecuali di RSUD Muntilan.
Dalam kepengurusannya, PPI RSUD Muntilan memiliki 36 program yang harus
dilaksanakan setiap tahunnya. Dua program diantaranya merupakan wujud pencegahan
dan pengendalian infeksi melalui hand hygiene. Sebagaimana disampaikan Arif dalam
wawancara, kedua program tersebut adalah nomor 33 yaitu program ketersediaan sarana
hand hygiene, dan nomor 34 yaitu program kepatuhan staff melaksanakan cuci tangan.
Hand hygiene terdiri dari dua cara membersihkan tangan. Yang pertama yaitu hand wash
yaitu cuci tangan dengan air dan sabun, kemudian yang kedua adalah hand rub yaitu
membersihkan tangan dengan handsanitizer yang dapat berisi alkohol maupun antiseptik
47
lainnya. Program ini dihimbau untuk seluruh tenaga kesehatan yang ada di RSUD
Muntilan.
Dalam perencanaannya, PPI memiliki beberapa kategori penilaian untuk kedua
program hand hygiene tersebut, selain ketersediaan fasilitas, terutama juga pada program
nomor 34 yaitu program kepatuhan staff melaksanakan cuci tangan. Kategori penilaian
yang pertama adalah kemampuan cuci tangan 6 langkah dengan benar. Dan kategori yang
kedua adalah kepatuhan dalam memperhatikan waktu-waktu tertentu dimana petugas
kesehatan harus cuci tangan.
Arif menyampaikan bahwa RSUD Muntilan memiliki kebutuhan berupa mutu
pelayanan. Tinggi rendahnya mutu tersebut salah satunya ditentukan dengan tinggi
rendahnya tingkat penularan infeksi di rumah sakit. Apabila tingkat penularan infeksi
tinggi, maka mutu rumah sakit dapat disebut tidak baik. Sedangkan apabila tingkat
penularan infeksi rendah, itu berarti rumah sakit tersebut memberikan pelayanan yang
aman dan nyaman kepada seluruh civitas hospitalia sehingga mutunya sudah dipastikan
baik.
Efektivitas Dan Kepatuhan Melaksanakan Program Hand Hygiene
Berdasarkan penuturan Gunarsih selaku kepala di salah satu ruang rawat inap,
program ini dianggap sudah efektif dengan dibuatnya wastafel khusus cuci tangan di
setiap ruangan rawat inap, bahkan masing-masing satu wastafel di setiap kamar pasien.
Dengan tata letak yang strategis, baik petugas kesehatan maupun keluarga pasien dan
pengunjung dapat memiliki akses yang mudah untuk menjaga kebersihan tangan. Tata
letak fasilitas hand hygiene ini ditentukan oleh komite PPI.
HASIL AUDIT KEPATUHAN CUCI TANGAN TAHUN
2019
100%
80%
60%
40%
20%
0%
HASIL
71% 74% 63%
50% 51% 51% 56% 57% 62% 57% 61% 67%
SEPT
NOV DESE
JANU FEBR MAR
AGUS
OKT
APRIL MEI JUNI JULI
EMB
EMB MBE
ARI UARI ET
TUS
OBER
ER
ER
R
50% 51% 51% 56% 57% 62% 57% 61% 67% 71% 74% 63%
INDIKATOR 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75%
48
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua informan, mereka menyatakan bahwa
program hand hygiene di RSUD Muntilan dianggap telah efektif. Namun dapat dilihat
dari tabel dan statistik kepatuhan petugas dalam melaksanakan hand hygiene masih
banyak yang belum melampaui target setiap bulannya. Hal ini dijelaskan kembali dalam
penyataan informan 1 bahwa dibuatnya program ini pada dasarnya bertujuan untuk
mencegah dan mengendalikan penularan penyakit baik pada petugas kesehatan maupun
kepada pasien, sehingga selama program ini ada, maka pencegahan dan pengendalian
infeksi sudah dilaksanakan. Meskipun dibenarkan oleh kedua informan bahwa
pelaksanaan program hand hygiene ini perlu kontrol yang dilakukan terus menerus.
Arif meyakinkan bahwa program hand hygiene ini merupakan program wajib PPI
yang akan selalu berjalan, dan target yang direncanakan akan selalu dinaikkan secara
bertahap. Gunarsih juga menyatakan bahwa adanya program ini secara aktif membuat
mayoritas tenaga kesehatan yang tadinya tidak peduli dalam menjaga kebersihan tangan
menjadi memaksa dirinya untuk selalu cuci tangan setelah 5 momen yang telah
disebutkan sebelumnya. Meskipun sedikit namun kehadiran program ini efektif
memberikan perubahan pada sebagian besar tenaga kesehatan.
Efisiensi Dan Ketersediaan Fasilitas Hand Hygiene
Efektivitas keberjalanan program hand hygiene di RSUD Muntilan tentunya
dibarengi dengan efisiensi anggaran biaya yang dikeluarkan oleh PPI. Pada
perencanaannya, PPI menjadi pemberi rekomendasi kebutuhan rumah sakit soal
kebersihan tangan. Setiap instalasi akan mengirimkan RAB tahunan yang dibutuhkan
kepada PPI, kemudian PPI yang menyaring kebutuhan yang akan direalisasikan. Selama
keberjalanan program hand hygiene
beberapa tahun kebelakang, rumah sakit tidak
pernah mengalami kekurangan fasilitas. Realisasi anggaran yang digunakan telah
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing instalasi selama satu tahun, sehingga tidak
ada anggaran yang terbuang dan tidak juga mengalami defisit.
49
HASIL AUDIT KETERSEDIAAN SARANA DAN PRA
SARANA CUCI TANGAN TAHUN 2019
100%
90%
80%
HASIL
95%
97%
98%
91%
92%
93%
92%
JANU FEBR MARE
APRIL MEI
ARI UARI
T
JUNI
JULI
AGUS SEPTE OKTO NOVE DESE
TUS MBER BER MBER MBER
87%
92%
93%
92%
87%
90%
90%
92%
92%
89%
89%
91%
95%
93%
93%
97%
98%
INDIKATOR 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Beberapa kebutuhan hand hygiene yang diperlukan antara lain sabun cuci tangan,
handsanitizer, dan tisu. Dari pernyataan yang disampaikan oleh informan, program hand
hygiene di RSUD Muntilan ini sudah efisien karena seluruh bagian rumah sakit tidak
pernah kehabisan kebutuhan hand hygiene seperti sabun cair, handsanitizer, dan tisu.
Jumlah anggaran pertahun pada ketiga kebutuhan tersebut telah dinyatakan dalam
rencana anggaran biaya PPI RSUD Muntilan diatas. Dana yang dimiliki oleh PPI untuk
realisasi program hand hygiene ini tidak kurang dan tidak juga terlalu berlebih.
Disampaikan juga oleh Gunarsih sebagai perawat di instalasi rawat inap juga menyatakan
ruangannya tidak pernah kekurangan fasilitas tersebut.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Program Menurut George Edward
Kondisi keberjalanan program hand hygiene di RSUD Muntilan ini sesuai dengan
gagasan George Edward tentang 4 faktor yang akan mempengaruhi keberjalanan suatu
program. Yang pertama adalah komunikasi antara PPI dengan petugas kesehatan maupun
pasien yang berjalan dengan baik terutama dengan adanya sosialisasi rutin di setiap
instalasi oleh PPI untuk pasien dan pengunjung.
Faktor kedua yaitu sikap yang diberikan oleh PPI selaku pembuat program yang
menjadi contoh bagi petugas kesehatan yang lain. Namun, masih banyak yang tidak hafal
prosedur 6 langkah cuci tangan dengan baik. Hal ini ditambah dengan para petugas yang
tidak mau diingatkan, terutama para dokter senior. Antisipasinya adalah dibawakan
cairan handrub selama dokter visit. Kondisi tersebut dikarenakan tidak adanya kesadaran
individu dan tidak memiliki perilaku membiasakan diri untuk patuh.
50
Faktor yang ketiga adalah kebutuhan sumber daya atau fasilitas dimana sering
terjadi gangguan air mengalir.
Meskipun tidak selalu terjadi, namun beberapa kali
kondisi tersebut dianggap cukup mengganggu.
Faktor keempat adalah birokrasi yang dalam hal ini lebih diartikan sebagai aturan
kerja yang tergantung kepada kondisi pasien. Faktor ini merupakan kondisi darurat yang
tidak dapat dicegah yang membuat tenaga kesehatan tidak dapat melakukan cuci tangan.
Hal tersebut adalah ketika ada laporan kritis pasien yang tiba-tiba. Dalam kondisi darurat
petugas harus segera mengambil tindakan sehingga kebutuhan cuci tangan tidak dapat
dilakukan
.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa efektivitas program hand hygiene dilihat dari yang
pertama pencapaian hasil audit kepatuhan cuci tangan pada tahun 2019 yang memiliki
rata rata 60% sedangkan indikatornya adalah 75% sehingga target belum tercapai. Faktor
yang mempengaruhi belum tercapainya adalah masih sering lupa melakukan cuci tangan
sebelum kontak kepada pasien, atau petugas yang tidak mau diingatkan. Yang kedua
adalah pencapaian hasil audit kepatuhan cuci tangan mahasiswa pada tahun 2019 rata rata
adalah 60% sedangkan indikatornya adalah 75%, kondisi ini juga belum melampaui
target. Faktor yang menyebabkan belum tercapainya adalah belum terbiasanya para
mahasiswa melakukan cuci tangan sebelum ke pasien. Kemudian efisiensi penggunaan
anggaran juga telah disesuaikan dengan kebutuhan 3 fasilitas utama hand hygiene yaitu
handsanitizer, hand scrub, dan tisu. Efisiensi dapat dilihat juga dari pencapaian hasil audit
ketersediaan sarana dan prasaran cuci tangan pada tahun 2019 dengan rata rata 93% . Ini
menunjukkan ketersediaan sarana dan prasarana sudah mendekati indikator yang di
tetapkan. Faktor yang menyebabkan adalah sudah tersedianya sarana hand Rub di Rumah
Sakit. Faktor lain secara umum adalah kondisi darurat pasien yang menyebabkan petugas
tidak dapat melakukan cuci tangan.
51
DAFTAR PUSTAKA
Allegranzi, B., Pittet, D. 2009. Role of hand hygiene in healthcare-associated infection
prevention. Journal of Hospital Infection 73, page 305-315.
Hardani, dkk. 2020. Metode Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif. Yogyakarta : CV
Pustaka Ilmu.
Jumaa, P.A. 2005. Hand hygiene: simple and complex. International Journal of
Infectious Diseases 9, Page 3-14
Kusumawardan, Ryan., Nevita., Zakiah, M. 2017. Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku
Tentang Cuci Tangan Pada Pegawai Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Tanjungpura Pontianak Tahun 2017. Jurnal.untan.ac.id.
Madjid, T., Wibowo, A. 2017. Analisis Penerapan Program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet Tahun 2017. Jurnal ARSI,
Volume 4 Nomor 1.
Ningsih, S.S.R., Noprianty, R., Somantri, Irman. 2017. Gambaran Pelaksanaan Kegiatan
Kebersihan Tangan Oleh Petugas Kesehatan Di Rumah Sakit Dustira Cimahi.
Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. Volume 3 Nomor 1, Halaman 57-68.
Sari, I.P., Afriza, D., Roesnoer, M. 2014. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Infeksi
Silang Dengan Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi. Jurnal B-Dent, Vol 1, No. 1:
30 – 37.
Wulandari, Riyani., Sholikah, Siti. 2017. Pengetahuan Dan Penerapan Five Moments
Cuci Tangan Perawat Di RSUD Sukoharjo. Jurnal GASTER Volume 15 Nomor 1.
Sumenge, Ariel S. 2013. Analisis Efektivitas Dan Efisiensi Pelaksanaan Anggaran
Belanja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Minahasa Selatan.
Jurnal EMBA. Volume 1 nomor 3, halaman 74-81.
Mansyur, Sastro. 2013. Efektivitas Pelayanan Publik Dalam Perspektif Konsep
Administrasi Publik. Jurnal ACADEMIA. Volume 5 nomor 1.
52
Download