LAPORAN PENELITIAN EVALUASI IMPLEMENTASI PADA PROGRAM HAND HYGIENE : STUDI KASUS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MUNTILAN Dosen Pengampu : Dr. Drajat Tri Kartono M.Si Disusun oleh : Khalis Asyifani (D0317040) PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2020 0 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan tepat waktu. Laporan penelitian ini dibuat sebagai bentuk arsip mengenai evaluasi implementasi pada Program Hand Hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan. Penulis hendak melakukan evaluasi pada program Hand Hygiene yang dilakukan oleh RSUD Muntilan secara dengan pendekatan studi kasus. Penulis menyadari jika masih ada kekurangan dalam penulisan laporan penelitian ini, sehingga adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca akan penulis terima dengan senang hati. Demikian penulis ucapkan terima kasih atas waktu yang telah diluangkan untuk membaca laporan penelitian ini. Muntilan, Juni 2020 Penulis 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………………………….. 1 DAFTAR ISI............................................................................................................... 2 ABSTRAK…………………………………………………………………………… 3 A. BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………… 4 1. Latar Belakang................................................................................................ 4 2. Rumusan Masalah…………………………………………………………… 5 3. Tujuan Penelitian……………………………………………………………. 5 4. Manfaat Penelitian………………………..…………………………………… 5 B. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………..…………………………………. 6 C. BAB III. METODE PENELITIAN.............................................................................. 10 1. Jenis Penelitian................................................................................................. 10 2. Sumber Data..................................................................................................... 10 3. Teknik Pengumpulan Data............................................................................... 10 4. Teknik Sampling.............................................................................................. 11 5. Teknik Analisis Data…………………………………………………………. 11 6. Validitas Data…………………………………………………………………. 12 D. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………….. 13 1. Gambaran Umum …………………………………………..……………………. 14 2. Hasil …………………………………………………………………………......... 16 3. Pembahasan ……………………………………………………………………….. 20 a. Efektivitas Program hand hygiene di RSUD Muntilan ……………………….. 20 b. Efisiensi Program hand hygiene di RSUD Muntilan ………………………….. 21 c. Faktor – faktor yang mempengaruhi keberjalanan Program hand hygiene di RSUD Muntilan ……………………………………………………………….. 22 E. BAB V. KESIMPULAN……………………………………………………………... 24 F. BAB VI. IMPLIKASI DAN SARAN………………………………………………... 25 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 2 ABSTRAK Berdasarkan pernyataan WHO pada tahun 1986, Healthcare ascociete Infection (HAIs) dinyatakan sebagai masalah global dan menjangkau sekitar 9 % (variasi 3% - 21 %) atau lebih dari 1.4 juta pasien rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia. Berangkat dari itu RSUD Muntilan kemudian melakukan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, dimana salah satunya adalah Program Hand Hygiene yang dihimbau untuk seluruh tenaga medis dan staff sipil rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi implementasi dari program hand hygiene di RSUD Muntilan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian evaluasi implementasi yang dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Peneliti menggunakan teknik purposive sampling dengan subjek penelitian 2 orang meliputi ketua Tim PPI dan tenaga medis RSUD Muntilan. Peneliti mengumpulkan data dengan metode wawancara dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini adalah (1) Program hand hygiene di RSUD Muntilan telah dilaksanakan dengan efektif, (2) Rencana anggaran dan realisasi biaya program hand hygiene sudah efisien, (3) Beberapa faktor yang mempengaruhi keberjalanan program hand hygiene di RSUD Muntilan berdasarkan gagasan George Edward adalah perilaku tenaga medis, mahasiswa, ketersediaan air, dan keadaan darurat pasien. Kata Kunci : HAIs, Hand Hygiene, Evaluasi Implementasi 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Rumah Sakit atau dalam bahasa ilmiah disebut Healthcare ascociete Infection (HAIs) adalah infeksi yang dapat diterima seseorang pada waktu dirinya berada di rumah sakit. Penyebab HAIs sendiri adalah kuman yang berada di lingkungan rumah sakit atau bisa juga oleh kuman yang dibawa oleh pasien-pasien (Allegranzi dan Pittet, 2009). HAIs merupakan masalah global dan menjangkau sekitar 9 % (variasi 3% - 21 %) atau lebih dari 1.4 juta pasien rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia. Angka ini dilaporkan oleh WHO dari hasil surveynya di 14 negara, meliputi 28.861 pasien di 47 rumah sakit yang berada di 4 wilayah (region) WHO pada tahun 1986. HAIs merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung atas peningkatan angka penyakit dan kematian pasien. Berangkat dari itu RSUD Muntilan mengadakan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi salah satunya adalah Program Hand Hygiene untuk seluruh tenaga medis dan staff sipil rumah sakit. Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi dengan cuci tangan ini merujuk pada Dokumen Program Kerja Komite Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi (PPI) RSUD Muntilan tahun 2019 serta Laporan Program Kerja Komite PPI tahun 2019 yang ditanda tangani oleh ketua komite dan direktur rumah sakit berdasarkan Peraturan Kementerian Kesehatan No 27 tahun 2017. Adanya program Hand Hygiene ini dibuat dengan harapan dapat meningkatkan pemahaman dan kepatuhan tenaga medis dan staff rumah sakit terhadap pencegahan dan pengendalian infeksi salah satunya dengan mencuci tangan, sehingga indikator keselamatan pasien dapat meningkat dengan penurunan angka infeksi di rumah sakit (Wulandari dkk, 2017). Namun masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum bisa cuci tangan sesuai aturan dan masih menganggap enteng program ini mengakibatkan masih tingginya angka resiko Infeksi Rumah Sakit atau Healthcare ascociete Infection, sehingga perlu dilakukan evaluasi pada pelaksanaan Program Hand Hygiene ini. 4 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana efektivitas Program hand hygiene di RSUD Muntilan dalam menjaga kepatuhan mencuci tangan? 2. Bagaimana efisiensi Program hand hygiene di RSUD Muntilan dalam menjaga kepatuhan mencuci tangan? 3. Bagaimana faktor – faktor lain mempengaruhi program Program hand hygiene di RSUD Muntilan berdasarkan gagasan George Edward? C. Tujuan 1. Mengetahui efektivitas Program Peningkatan Kualitas Hidup dan perlindungan Perempuan dalam melayani perempuan korban kekerasan 2. Mengetahui efisiensi Program Peningkatan Kualitas Hidup dan perlindungan Perempuan dalam melayani perempuan korban kekerasan 3. Mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi Program hand hygiene di RSUD Muntilan berdasarkan gagasan George Edward D. Manfaat Penelitian 1. Dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang pelaksanaan program hand hygiene di RSUD Muntilan 2. Dapat memberikan saran dan masukan kepada pihak RSUD Muntilan terkait dengan hasil evaluasi implementasi program hand hygiene 3. Dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya, yang serupa dengan penelitian ini. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu 1. JURNAL 1 Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. Volume 3 Nomor 1, Halaman 57-68. Judul Penelitian : Gambaran Pelaksanaan Kegiatan Kebersihan Tangan Oleh Petugas Kesehatan Di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Penulis : Ningsih, S.S.R., Noprianty, R., Somantri, Irman Latar Belakang : Keselamatan pasien merupakan variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mencegah infeksi rumah sakit dengan menjaga kebersihan tangan dengan teknik enam langkah dan lima momen di rawat inap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan kebersihan tangan oleh petugas kesehatan di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Pria Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif. Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan metode observasional. Sampel penelitian ini berjumlah 288 kali pengamatan kegiatan oleh petugas kesehatan (dokter, perawat dan mahasiswa praktek) yang terbagi pada shift pagi dan shift sore dengan 84 pengamatan, dan shift malam berjumlah 120 kali pengamatan. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi dengan menggunakan work sampling Hasil Penelitian : Menggambarkan bahwa : 1) sebelum kontak dengan pasien sebagian besar hand hygiene tidak dilakukan oleh mahasiswa yaitu sebesar 89,8 % pada shift malam, 2) sebelum tindakan terhadap pasien sebagian besar hand hygiene tidak dilakukan oleh mahasiswa sebanyak 89,8% pada shift malam, 3) sesudah kontak dengan pasien sebagian besar kegiatan hand hygiene dilakukan tidak sempurna oleh dokter sebanyak 75% pada shift sore, 4) sesudah kontak dengan cairan tubuh pasien sebagian besar hand hygiene 6 dilakukan tidak sempurna oleh mahasiswa sebanyak 82,4% pada shift pagi, dan 5) sesudah kontak dengan lingkungan pasien sebagian besar hand hygiene dilakukan tidak sempurna oleh dokter sebanyak 75% pada shift sore. Ketidak patuhan pelaksanaan kegiatan kebersihan tangan disebabkan karena media yang digunakan kurang memadai seperti campuran air pada sabun yang terlalu banyak, tisu yang jarang tersedia, antiseptik berbasis alkohol murni sehingga menimbulkan bau yang menyengat dan terasa panas ditangan serta lengket. Disarankan bagi pihak rumah sakit untuk memperhatikan kembali sarana dan prasarana untuk menunjang kebersihan tangan dan bagi petugas kesehatan disarankan untuk membaca kembali standar operasional prosedur (SOP). 2. JURNAL 2 Nama Jurnal : Jurnal.untan.ac.id Judul Penelitian : Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Tentang Cuci Tangan Pada Pegawai Rumah Sakit Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak Tahun 2017 Penulis : Ryan Kusumawardani, Nevita, Mistika Zakiah Latar Belakang : Risiko infeksi di rumah sakit atau yang biasa dikenal dengan infeksi nosokomial atau Health Care Assosciated Infection (HCAI) merupakan masalah penting di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) sebagai induk organisasi kesehatan dunia telah mengkampanyekan program keselamatan pasien, salah satunya adalah menurunkan risiko HCAI. Cuci tangan atau hand hygiene menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi HCAI dapat berkurang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan perilaku tentang cuci tangan pada pegawai Rumah Sakit Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak tahun 2017. Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data menggunakan kuesioner untuk menilai pengetahuan dan observasi 7 untuk menilai perilaku reseponden. Total sampel yang diberikan kuesioner sebanyak 153 responden dan yang diobservasi sebanyak 50 responden. Pemilihan sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan cara total sampling. Hasil Penelitian : Pengetahuan responden mengenai cuci tangan paling banyak berada pada kategori cukup yaitu sebanyak 66 orang (43,14%), diikuti dengan kategori baik sebanyak 60 orang (39,21%), dan kategori kurang sebanyak 27 orang (17,65%). Perilaku responden mengenai cuci tangan paling banyak berada pada kategori cukup yaitu sebanyak 25 orang (50%%), diikuti dengan kategori baik sebanyak 22 orang (44%), dan kategori kurang sebanyak 3 orang (6%). Kesimpulan: Pengetahuan tentang cuci tangan pada pegawai Rumah Sakit Pendidikan Universitas Tanjungpura berada dalam kategori cukup yaitu sebesar 43,14% (66 dari 153 responden). Sedangkan perilaku tentang cuci tangan pada pegawai Rumah Sakit Pendidikan Universitas Tanjungpura berada dalam kategori cukup yaitu sebesar 50% (25 dari 50 responden). B. Kajian Teori 1. Teori Efektivitas a. Definisi Efektivitas Kata efektif berasal dari bahasa inggris effective artinya berhasil, sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Konsep efektivitas merupakan konsep yang luas, mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar organisasi. Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan. (Mansyur 2013) Mardiasmo (2009:132) efektifitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektifitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely). (Sumenge, 2013) Suatu organisasi dikatakan efektif jika output yang dihasilkan bisa memenuhi tujuan yang diharapkan. Dalam konteks mencapai tujuan, maka 8 efektivitas berarti doing the right things atau mengerjakan pekerjaan yang benar. Efektivitas menunjuk pada keberhasilan pencapaian sasaran-sasaran organisasional, sehingga efektivitas digambarkan sebagai satu ukuran apakah manajer mengerjakan pekerjaan yang benar. b. Kriteria Efektivitas Organisasi Gibson berpendapat bahwa kriteria efektivitas meliputi: pertama, kriteria efektivitas jangka pendek yang terdiri dari produksi, efisiensi, dan kepuasan. Kedua, kriteria efektivitas jangka menengah yangterdiri dari persaingan dan pengembangan. Ketiga, kriteria efektivitas jangka panjang yaitu kelangsungan hidup. Efektivitas dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria produktivitas, kemampuan berlaba, dan kesejahteraan pegawai (Mansyur 2013). Sementara dalam konteks perkantoran efektivitas dapat diukur dengan kriteria berikut: 1) Kejelasan tujuan yang hendak dicapai serta strategi pencapaiannya 2) Proses perencanaan, analisa dan perumusan kebijakan yang mantap 3) Penyusunan program yang tepat 4) Tersedianya sarana dan prasarana kerja 5) Pelaksanaan yang efektif dan efisien 6) Sistem pengawasan dan pengendalian yang mendidik Pada kriteria tersebut juga disebutkan soal efisien, perlu diketahui bahwa efektif dan efisien memiliki makna yang hamper sama namun sebetulnya berbeda. Mardiasmo (2009:132) efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktifitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara ouput yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). (Sumenge, 2013) Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah – rendahnya (spending well). Indikator efisiensi menggambarkan hubungan antara masukan sumber daya oleh suatu unit organisasi (misalnya: staf, upah, biaya administratif) dan keluaran yang dihasilkan. 9 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian evaluasi implementasi yang dilakukan secara kualitatif (Hardani dkk, 2020). Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan Kabupaten Magelang, yang beralamat di Jalan Kartini No.13, Balemulyo, Muntilan, Kec. Muntilan, Magelang, Jawa Tengah 56411. RSUD muntilan merupakan satu-satunya rumah sakit rujukan di kabupaten Magelang sehingga memiliki resiko penularan infeksi lebih tinggi dibandingkan rumah sakit lainnya. Penelitian ini hendak menggambarkan implementasi yang muncul dari pelaksanaan program hand hygiene di RSUD Muntilan. B. Sumber Data a. Sumber data primer, yaitu data yang langsung diperoleh peneliti dari narasumber. Adapun yang menjadi narasumber primer dalam penelitian ini yang pertama adalah ketua tim dari pokja PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) RSUD Muntilan. Narasumber yang kedua yaitu salah satu tenaga medis sebagai obyek yang dihimbau untuk melakukan cuci tangan b. Sumber data sekunder, yaitu data yang digunakan untuk mendukung data primer. Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat dokumen. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data data yang diperoleh dari jurnal, serta penelitian terdahulu. C. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in-depth interview) yaitu proses menggali informasi secara mendalam, terbuka, dan bebas dengan masalah dan fokus penelitian dan diarahkan pada pusat penelitian. Dalam hal ini metode wawancara mendalam dilakukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya (Moleong, 2012). 10 Dalam penelitian ini, wawancara telah dilakukan terutama dengan ketua tim dari Pokja PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) RSUD Muntilan, dan salah satu tenaga medis RSUD Muntilan. b. Studi Literatur Peneliti melakukan studi literatur guna mengumpulkan data-data seputar program hand hygiene, dan perilaku tenaga medis dari buku-buku, jurnal, penelitian terdahulu, atau berkas-berkas dari tim Pokja PPI. D. Teknik Sampling Penelitian ini mengunakan teknik purposive sampling. Karena peneliti merasa sampel yang diambil paling mengetahui tentang masalah yang akan diteliti oleh peneliti. Penggunaan purposive sampling dalam penelitian ini bertujuan untuk menggali seputar keberjalanan program Hand Hygiene di RSUD Muntilan, baik dari pihak perencana program, maupun tenaga medis yang dihimbau untuk melaksanakan program tersebut. E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengolah data sehingga data yang terkumpul dapat dianalisis dalam memecahkan permasalahan penelitian. Adapun penelitian ini menggunakan analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman. 1. Reduksi data Dalam reduksi ini peneliti telah memilah milah data pokok yang sesuai dengan permasalahan penelitian yaitu tentang perencanaan hingga pelaksanaan program hand hygiene. Data yang berhubungan telah dianalisis lebih lebih lanjut sedangkan data yang tidak berhubungan telah dilampirkan dalam penelitian ini. 2. Penyajian data Setelah dilakukan reduksi kemudian data disajikan dengan secara jelas dan sistematis yang kemudian dianalisis sehingga memudahkan dalam pengambilan kesimpulan dalam permasalahan penelitian. 11 3. Penarikan kesimpulan Pada tahap ini peneliti berusaha untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan sehingga kesimpulan dapat diambil. Selanjutnya kesimpulan tersebut diuji validitas datanya dengan menggunakan metode triangulasi sumber. F. Validitas Data Dalam penelitian ini menggunakan validitas data triangulasi sumber. Di sini peneliti mengecek dan membandingkan informasi yang diperoleh dari informan pertama dengan cara menanyakan kebenaran data kepada informan berikutnya. Informan pertama yang dimaksudkan disini berasal dari ketua tim PPI RSUD Muntilan, dan yang kedua salah satu tenaga medis yang bertugas di RSUD Muntilan. Setelah itu jika jawaban dari sebuah pertanyaan mengandung pemaknaan yang sama maka data tersebut diyakini akurat. Adapun bagan triangulasi sumber yang dapat dijabarkan antara lain sebagai berikut : Ketua Tim PPI Wawancara mendalam Tenaga Medis 12 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Berdasarkan hasil wawancara dengan Arif selaku ketua tim program hand hygiene di RSUD Muntilan, disampaikan bahwa Hand Hygiene merupakan sebuah program yang di kelola oleh sebuah organisasi yang ada di rumah sakit yang disebut sebagai Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi atau disingkat Komite PPI. Seperti yang dipahami oleh semua orang bahwa rumah sakit merupakan tempatnya orang-orang yang sedang sakit. Orang-orang yang sakit ini tentunya dalam kondisi terinfeksi virus baik virus yang tidak menular maupun virus infeksius yang menular. Dari penelitian Sari dkk (2014) menyatakan bahwa 80% virus ditularkan melalui perantara tangan, dan salah satu yang beresiko adalah tangan tenaga kesehatan. Dengan begitu salah satu bentuk pencegahan virus atau bakteri yang dapat dilakukan terutama oleh tenaga kesehatan adalah melakukan cuci tangan dengan sabun. Munculnya infeksi oleh pasien maupun pengunjung yang diperoleh di rumah sakit, biasa disebut sebagai infeksi nosocomial atau dapat juga disebut sebagai Healthcare ascociete Infection (HAIs) (Ningsih,dkk,2017). Dengan tingginya angka penularan penyakit di rumah sakit tersebut, kementerian kesehatan kemudian memberi kebijakan bahwa setiap rumah sakit harus memiliki komite pencegahan dan pengendalian infeksi. Di RSUD Muntilan, Komite PPI dibuat pada tahun 2007 menindaklanjuti keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, serta Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya. Namun keberjalanan PPI saat itu belum seaktif saat ini. (Madjid, Wibowo, 2017) 13 Arif menjelaskan bahwa PPI sendiri diketuai oleh seorang dokter, dan anggotanya merupakan perwakilan dari masing-masing komponen rumah sakit. Beberapa komponen ini antara lain instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan, laboratorium, administrasi, dan lain-lain. Dalam keanggotaan ini juga termasuk perwakilan satpam dan cleaning service. Dalam kepengurusannya, PPI RSUD Muntilan memiliki 36 program yang harus dilaksanakan setiap tahunnya. Program ini dilaksanakan oleh dua orang perawat yang disebut sebagai Infection Prevention and Control Nurse atau disingkat IPCN. IPCN memiliki tugas purnawaktu dimana profesinya sebagai perawat tidak direalisasikan dengan menangani pasien secara langsung, namun bertanggung jawab penuh pada penyelenggaraan program PPI di rumah sakit. Dari 36 program yang dimiliki PPI RSUD Muntilan, dua program diantaranya merupakan wujud pencegahan dan pengendalian infeksi melalui hand hygiene. Sebagaimana disampaikan Arif, kedua program tersebut adalah nomor 33 yaitu program ketersediaan sarana hand hygiene, dan nomor 34 yaitu program kepatuhan staff melaksanakan cuci tangan. Hand hygiene terdiri dari dua cara membersihkan tangan. Yang pertama yaitu hand wash yaitu cuci tangan dengan air dan sabun, kemudian yang kedua adalah hand rub yaitu membersihkan tangan dengan handsanitizer yang dapat berisi alkohol maupun antiseptik lainnya (Jumaa, 2005). Program ini dihimbau untuk seluruh tenaga kesehatan yang ada di RSUD Muntilan. Dalam perencanaannya, PPI memiliki beberapa kategori penilaian untuk kedua program hand hygiene tersebut, selain ketersediaan fasilitas, terutama juga pada program nomor 34 yaitu program kepatuhan staff melaksanakan cuci tangan. Kategori penilaian yang pertama adalah kemampuan cuci tangan 6 langkah dengan benar. Dan kategori yang kedua adalah kepatuhan dalam memperhatikan waktu-waktu tertentu dimana petugas kesehatan harus cuci tangan (Kusumawardan dkk, 2017). Beberapa waktu-waktu penting tersebut yaitu sebagai berikut, a. Sebelum kontak dengan pasien Dilakukan karena dikhawatirkan tangan petugas kesehatan tidak sedang dalam keadaan bersih. Bisa jadi sebelumnya memegang sesuatu yang beresiko mengandung bakteri atau virus 14 b. Sebelum melakukan kegiatan antiseptic Misalnya ketika memasang infus, atau memasang kateter dimana alat-alat medis ini masuk kedalam tubuh pasien. c. Setelah kontak dengan cairan pasien Misalnya setelah memasang kateter, maka petugas bisa jadi terkena urin. Contoh lain misalnya setelah terkena darah pasien. d. Setelah kontak dengan pasien Ketika melakukan visit ruangan untuk melakukan cek keadaan pasien e. Setelah kontak dengan lingkungan pasien. Lingkungan pasien yang dimaksud adalah tempat tidur, selimut, bantal, alat makan, kursi. Penilaian dengan kategori tersebut ditujukan kepada tenaga medis (dokter) dan tenaga kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit. Selain itu komponen lain yang diberi penilaian yaitu mahasiswa kesehatan yang praktek di RSUD Muntilan. Meskipun begitu bukan berarti pasien tidak termasuk dalam rencana elemen yang akan dinilai. Pasien tetap akan diberikan penilaian atas pelaksanaan hand hygiene meskipun akan berbeda dengan penilaian untuk tenaga kesehatan. Arif menyampaikan bahwa RSUD Muntilan memiliki kebutuhan berupa mutu pelayanan. Tinggi rendahnya mutu tersebut salah satunya ditentukan dengan tinggi rendahnya tingkat penularan infeksi di rumah sakit. Apabila tingkat penularan infeksi tinggi, maka mutu rumah sakit dapat disebut tidak baik. Sedangkan apabila tingkat penularan infeksi rendah, itu berarti rumah sakit tersebut memberikan pelayanan yang aman dan nyaman kepada seluruh civitas hospitalia sehingga mutunya sudah dipastikan baik. PPI sebagai salah satu bagian dari pengendali mutu rumah sakit berupaya membuat program hand hygiene untuk seluruh elemen di rumah sakit demi mencegah penularan infeksi. 15 Selain kebutuhan rumah sakit akan mutu pelayanan, diupayakannya program hand hygiene ini juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan bagi petugas kesehatan. Dengan adanya petugas kesehatan yang sehat, tentunya pelayanan yang diberikan kepada pasien akan lebih baik. B. Hasil Tabel 1. RAB Hand Hygiene Diambil dari audit tribulan PPI RSUD Muntilan, tabel 1 dapat dilihat bahwa kebutuhan hand hygiene di RSUD Muntilan mencapai Rp. 105.500.000 dalam satu tahun pelaksanaan. Kebutuhan sarana hand hygiene yang disediakan PPI meliputi 3 barang yaitu biosanitizer atau cairan drymist, hand scrub atau sabun cuci tangan, dan satu lagi seharusnya tisu tangan, namun tisu tangan kemudian masuk ke kebutuhan lain bukan di bahan dan alat sanitasi. “… bahwa anggaran turun dari keuangan itu langsung ke PPI secara keseluruhan, tidak ke program-program secara khusus.” (wawancara 11 Mei) Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh narasumber, disampaikan bahwa anggaran atas satu program tidak dapat dipisahkan menjadi satu rencana khusus. Anggaran ini akan dikolektifkan dengan program PPI yang lain sehingga bentuk evaluasinya juga tidak dapat dipisahkan dari program lainnya. 16 HASIL AUDIT KETERSEDIAAN SARANA DAN PRA SARANA CUCI TANGAN TAHUN 2019 100% 95% 90% 85% 80% HASIL 95% 97% 98% 89% 91% 92% 93% 92% JANU FEBRU MARE APRIL ARI ARI T MEI JUNI JULI AGUS SEPTE OKTO NOVE DESE TUS MBER BER MBER MBER 87% 91% 92% 93% 92% 87% 90% 90% 92% 92% 89% 95% 93% 93% 97% 98% INDIKATOR 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% Tabel 2. Hasil Audit Sarana Prasarana Cuci Tangan Diambil dari audit tribulan PPI RSUD Muntilan dalam Laporan Program Kerja PPI 2019, pada tabel 2 dapat dilihat pencapaian hasil audit ketersediaan sarana dan prasaran cuci tangan pada tahun 2019 rata rata adalah 93% . Ini menunjukkan ketersediaan sarana dan prasarana sudah mendekati indikator yang di tetapkan. Faktor yang menyebabkan adalah sudah tersedianya sarana hand Rub di Rumah Sakit. “…Untuk sarana prasarana ini direkomendasikan oleh ppi ya, tapi untuk pengadaan barangnya dari kesling. Teknisnya ya masing-masing ruangan minta ke kesling apabila membutuhkan persediaan, ngga dibagi kok itu semisal di ruangan habis ya bisa minta.” (Wawancara 13 Mei) Dari penuturan narasumber tersebut dinyatakan bahwa kebutuhan akan fasilitas hand hygiene telah terpenuhi dengan baik dengan cara meminta ke bagian kesehatan lingkungan. Apabila fasilitas di ruang inap telah menipis, para petugas dapat meminta jatah tambahan sesuai dengan anggaran yang diajukan oleh masing-masing ruang rawat inap. Prosentase yang ditunjukkan pada tabel belum maksimal dikarenakan masih sering terjadi kekeringan di RSUD Muntilan sehingga kebutuhan air untuk cuci tangan belum maksimal. Hal ini terutama sering terjadi pada musim kemarau dimana kawasan RSUD Muntilan memang merupakan kawasan kering. Selain masalah air, fasilitas telah diberikan dengan cukup. 17 HASIL AUDIT KEPATUHAN CUCI TANGAN TAHUN 2019 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% HASIL 62% 56% 57% JANUA FEBRU MARE APRIL RI ARI T MEI JUNI JULI 50% 51% 51% 57% 61% 67% 71% 74% 63% AGUST SEPTE OKTO NOVE DESE US MBER BER MBER MBER 50% 51% 51% 56% 57% 62% 57% 61% 67% 71% 74% 63% INDIKATOR 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% Tabel 3. Hasil Audit Kepatuhan Cuci Tangan Diambil dari audit tribulan PPI RSUD Muntilan dalam Laporan Program Kerja PPI 2019, pada tabel 3 dapat dilihat pencapaian hasil audit kepatuhan cuci tangan pada tahun 2019 rata rata adalah 60% sedangkan indikatornya adalah 75% . Ini menunjukkan bahwa kepatuhan cuci tangan belum sesuai dengan indikator. Faktor yang mempengaruhi belum tercapainya adalah masih sering lupa melakukan cuci tangan sebelum kontak kepada pasien. “Apalagi kalo ada monitoring PPI, itu kan setiap hari di cek, ada PPI yang muter ke ruagan2. Jadi ya itu memaksa kita untuk selalu cuci tangan. Ada jadwal dari PPI tapi ada juga sidak biar tidak lengah ya perawat-perawat itu” (wawancara 13 Mei) Berdasarkan penyampaian dari narasumber kedua, setiap pelaksanaan program hand hygiene akan selalu dimonitor oleh PPI. Sudah diberikan jadwal di setiap ruang rawat inap serta ditambah dengan sesi monitor dadakan untuk menjaga kesiapan dan kepatuhan setiap tenaga kesehatan dalam melaksanakan cuci tangan. 18 HASIL AUDIT KEPATUHAN CUCI TANGAN MAHASISWA TAHUN… 100% 57% 63% DOKTER PERAWAT 50% 0% Tabel 4. Hasil Audit Kepatuhan Cuci Tangan Mahasiswa Diambil dari audit tribulan PPI RSUD Muntilan dalam Laporan Program Kerja PPI 2019, pada tabel 4 dapat dilihat pencapaian hasil audit kepatuhan cuci tangan mahasiswa pada tahun 2019 rata rata adalah 60% sedangkan indikatornya adalah 75% , Ini menunjukkan kepatuhan mahasiswa terhadap kepatuhan cuci tangan belum sesuai dengan indikator yang di tetapkan. Faktor yang menyebabkan belum tercapainya adalah belum terbiasanya melakukan cuci tangan sebelum ke pasien. “…Untuk menghimbau mahasiswa, kami sebagai perawat ya selalu mengingatkan, selalu monitoring. Mereka harus presentasi dulu sebelum praktek, jadi ya mereka harus sesuai SPO, jadi kami tahu prosesnya.” (Wawancara 13 Mei) Dari pernyataan narasumber tersebut diketahui bahwa kepatuhan mahasiswa terhadap perilaku cuci tangan memang kurang maksimal. Pasalnya setiap hal yang dilakukan oleh mahasiswa harus dikontrol secara terus menerus karena mayoritas mahasiswa akan lupa atau lalai apabila dibiarkan dan tidak rutin diingatkan atau ditegur. Itulah yang menyeabkan hasil audit kepatuhan cuci tangan mahasiswa masih rendah baik mahasiswa kedokteran maupun keperawatan. Salah satu yang dilakukan untuk mencegah adanya lupa dan malas adalah dengan memberikan mereka kesempatan untuk presentasi terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan medis. Dengan begitu pembimbing akan tahu apakah mahasiswa telah melakukan praktek sesuai prosedur atau tidak. 19 C. Pembahasan 1. Efektivitas Program hand hygiene di RSUD Muntilan dalam menjaga kepatuhan mencuci tangan Dalam keberjalanannya, program hand hygiene di RSUD Muntilan telah dilaksanakan secara aktif selama 3 tahun. Program ini mulai aktif dilaksanakan sejak tahun 2016 setelah dilakukan akreditasi. Sebelum itu, program hand hygiene hanya sebatas himbauan cuci tangan yang tidak diwajibkan oleh pihak rumah sakit. Program ini dianggap sudah efektif dengan dibuatnya wastafel khusus cuci tangan di setiap ruangan rawat inap, bahkan masing-masing satu wastafel di setiap kamar pasien. Dengan tata letak yang strategis, baik petugas kesehatan maupun keluarga pasien dan pengunjung dapat memiliki akses yang mudah untuk menjaga kebersihan tangan. Tata letak fasilitas hand hygiene ini ditentukan oleh komite PPI. Setelah fasilitas hand hygiene terpenuhi di seluruh sudut rumah sakit, komite PPI membuat jadwal sosialisasi bagi seluruh tenaga kesehatan secara bertahap. Sosialisasi tersebut dilakukan cukup lama karena harus sedikit demi sedikit petugas untuk memberikan pemahaman hand hygiene yang maksimal. Sosialisasi hand hygiene ini biasanya diikuti 50 tenaga kesehatan yang dilakukan di aula rumah sakit. Setelah mengikuti sosialisasi, para tenaga kesehatan akan mendapatkan sertifikat penyuluhan hand hygiene. Tugas dari komite PPI sendiri dalam program ini adalah memberikan sosialisasi terhadap tenaga kesehatan dan monitoring, namun untuk edukasi kepada pasien akan menjadi tugas dari para tenaga kesehatan terutama di instalasi rawat inap yang telah diberikan penyuluhan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua informan, mereka menyatakan bahwa program hand hygiene di RSUD Muntilan dianggap telah efektif. Namun dapat dilihat dari tabel dan statistik kepatuhan petugas dalam melaksanakan hand hygiene masih banyak yang belum melampaui target setiap bulannya. Hal ini dijelaskan kembali dalam penyataan informan 1 bahwa dibuatnya program ini pada dasarnya bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan penularan penyakit baik pada petugas kesehatan maupun kepada pasien, sehingga selama program ini ada, maka pencegahan dan pengendalian 20 infeksi sudah dilaksanakan. Meskipun dibenarkan oleh kedua informan bahwa pelaksanaan program hand hygiene ini perlu kontrol yang dilakukan terus menerus. Program hand hygiene ini merupakan program wajib PPI yang akan selalu berjalan, dan target yang direncanakan akan selalu dinaikkan secara bertahap. Adanya program ini secara aktif juga membuat mayoritas tenaga kesehatan yang tadinya tidak peduli dalam menjaga kebersihan tangan menjadi memaksa setiap petugas untuk selalu cuci tangan setelah 5 momen yang telah disebutkan sebelumnya. Meskipun sedikit namun kehadiran program ini efektif memberikan perubahan pada sebagian besar tenaga kesehatan. 2. Efisiensi Program hand hygiene di RSUD Muntilan dalam menjaga kepatuhan mencuci tangan Efektivitas keberjalanan program hand hygiene di RSUD Muntilan tentunya dibarengi dengan efisiensi anggaran biaya yang dikeluarkan oleh PPI. Pada perencanaannya, PPI menjadi pemberi rekomendasi kebutuhan rumah sakit soal kebersihan tangan. Setiap instalasi akan mengirimkan RAB tahunan yang dibutuhkan kepada PPI, kemudian PPI yang menyaring kebutuhan yang akan direalisasikan. Selama keberjalanan program hand hygiene beberapa tahun kebelakang, rumah sakit tidak pernah mengalami kekurangan fasilitas. Realisasi anggaran yang digunakan telah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing instalasi selama satu tahun, sehingga tidak ada anggaran yang terbuang dan tidak juga mengalami defisit. Beberapa kebutuhan hand hygiene yang diperlukan antara lain sabun cuci tangan, handsanitizer, dan tisu. Beberapa kendala kehabisan fasilitas hanya terjadi ketika ada keterlambatan pengiriman dari pihak produsen, bukan dari rumah sakit. Fasilitas hand hygiene ini disediakan untuk umum terutama pada fasilitas handrub. Untuk cuci tangan dengan sabun dinilai khusus untuk petugas kesehatan. Selama keberjalanannya, edukasi soal hand hygiene tidak hanya diberikan kepada petugas kesehatan oleh PPI, ataupun kepada pasien dari perawat ruangan inap aja, namun juga edukasi untuk pembesuk pasien, dimana edukasi diberikan oleh keluarga pasien setelah mendapatkan himbauan dari petugas kesehatan yang berdinas. Dengan adanya 21 kerjasama tersebut maka seluruh elemen di rumah sakit dapat menjaga kebersihan tangan masing-masing. Dengan adanya penilaian yang dilakukan oleh PPI terutama untuk keperluan akreditasi rumah sakit, seluruh tenaga kesehatan dipaksa untuk patuh terhadap aturan. Apabila sebelum ada program resmi hand hygiene para petugas medis tidak patuh membersihkan tangan, saat ini mau tidak mau petugas harus memaksa diri melakukannya. Hal ini didukung juga dengan pelaksanaan monitoring dari pihak PPI setiap harinya ke setiap instalasi yang ada. PPI memiliki jadwal monitor setiap minggunya, ditambak inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan berkala agar mengantisipasi kelengahan petugas, agar petugas selalu ingat untuk cuci tangan. Program hand hygiene di RSUD Muntilan ini sudah efisien karena seluruh bagian rumah sakit tidak pernah kehabisan kebutuhan hand hygiene seperti sabun cair, handsanitizer, dan tisu. Jumlah anggaran pertahun pada ketiga kebutuhan tersebut telah dinyatakan dalam rencana anggaran biaya PPI RSUD Muntilan diatas. Dana yang dimiliki oleh PPI untuk realisasi program hand hygiene ini tidak kurang dan tidak juga terlalu berlebih. Disampaikan juga oleh Gunarsih sebagai perawat di instalasi rawat inap juga menyatakan ruangannya tidak pernah kekurangan fasilitas tersebut. 3. Faktor – faktor yang mempengaruhi keberjalanan Program hand hygiene di RSUD Muntilan berdasarkan gagasan George Edward Disamping efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program hand hygiene di RSUD Muntilan, tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi keberjalanan program ini. Kondisi keberjalanan program hand hygiene di RSUD Muntilan ini sesuai dengan gagasan George Edward tentang 4 faktor yang akan mempengaruhi keberjalanan suatu program yaitu komunikasi antar pihak, sikap pembuat kebijakan, ketersediaan fasilitas, serta struktur birokrasi. Keempat faktor pengaruh menurut Edward tersebut selaras dengan faktor yang mempengaruhi keberjalanan program hand hygiene di RSUD Muntilan antara lain yang pertama adalah komunikasi antar pihak yang baik yaitu antara PPI dengan petugas kesehatan maupun pasien. Hal ini telah berjalan dengan baik terutama dengan adanya sosialisasi rutin di setiap instalasi oleh PPI untuk pasien dan pengunjung. 22 Faktor yang kedua yaitu sikap yang diberikan oleh PPI selaku pembuat program yang menjadi contoh bagi petugas kesehatan yang lain sehingga akan dipetuhi juga oleh pasien. Namun, kebiasaan mematuhi aturan terkadang diabaikan oleh petugas kesehatan itu sendiri. Rupanya bahkan masih banyak yang tidak hafal prosedur 6 langkah cuci tangan dengan baik. Hal ini ditambah dengan para petugas yang tidak mau diingatkan, terutama para dokter senior. Sebagai antisipasi apabila ada dokter sedang melakukan visit pasien, biasanya perawat yang bertugas akan mengikuti dan membawakan cairan handrub. Kondisi tersebut dikarenakan tidak adanya kesadaran individu dan tidak memiliki perilaku membiasakan diri untuk patuh. Banyak diantaranya merasa tidak kotor sehingga tidak perlu cuci tangan. Hal ini kemudian terjadi juga pada mahasiswa. Faktor yang ketiga adalah kebutuhan sumber daya atau fasilitas dimana sering terjadi gangguan air mengalir. Meskipun tidak selalu terjadi, namun beberapa kali kondisi tersebut dianggap cukup mengganggu. Air tidak mengalir akan lebih sering terjadi pada musim kemarau. Faktor yang keempat adalah birokrasi yang dalam hal ini lebih diartikan sebagai aturan kerja yang tergantung kepada kondisi pasien. Faktor ini merupakan kondisi darurat yang tidak dapat dicegah yang membuat tenaga kesehatan tidak dapat melakukan cuci tangan. Hal tersebut adalah ketika ada laporan kritis pasien yang tiba-tiba. Kondisi ini tentunya tidak diprediksikan sebelumnya sehingga petugas kesehatan tidak dapat mengantisipasi cuci tangan terlebih dahulu. Disampaikan kedua informan bahwa dalam kondisi darurat tersebut petugas kesehatan yang berdinas harus segera mengambil tindakan sehingga kebutuhan cuci tangan tidak dapat dilakukan. 23 BAB V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengumpulan data dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa efektivitas program hand hygiene dilihat dari yang pertama pencapaian hasil audit kepatuhan cuci tangan pada tahun 2019 yang memiliki rata rata 60% sedangkan indikatornya adalah 75% sehingga target belum tercapai. Faktor yang mempengaruhi belum tercapainya adalah masih sering lupa melakukan cuci tangan sebelum kontak kepada pasien, atau petugas yang tidak mau diingatkan. Yang kedua adalah pencapaian hasil audit kepatuhan cuci tangan mahasiswa pada tahun 2019 rata rata adalah 60% sedangkan indikatornya adalah 75%, kondisi ini juga belum melampaui target. Faktor yang menyebabkan belum tercapainya adalah belum terbiasanya para mahasiswa melakukan cuci tangan sebelum ke pasien. Kemudian efisiensi penggunaan anggaran juga telah disesuaikan dengan kebutuhan 3 fasilitas utama hand hygiene yaitu handsanitizer, hand scrub, dan tisu. Efisiensi dapat dilihat juga dari pencapaian hasil audit ketersediaan sarana dan prasaran cuci tangan pada tahun 2019 dengan rata rata 93% . Ini menunjukkan ketersediaan sarana dan prasarana sudah mendekati indikator yang di tetapkan. Faktor yang menyebabkan adalah sudah tersedianya sarana hand Rub di Rumah Sakit. Faktor lain secara umum adalah kondisi darurat pasien yang menyebabkan petugas tidak dapat melakukan cuci tangan. BAB VI. IMPLIKASI DAN SARAN A. Implikasi Program hand hygiene di RSUD Muntilan dalam evaluasi implementasi ini dinilai telah memberikan manfaat yang besar di bidang kesehatan, khususnya dalam pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit. Program hand hygiene memberikan dorongan bagi setiap petugas kesehatan untuk menjaga kebersihan dimulai dari tangan yang menjadi bagian utama yang beresiko menularkan penyakit, serta senantiasa memberikan pelayanan yang steril kepada pasien. 24 B. Saran Setelah dilihat dari hasil kesimpulan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis merasa perlu memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. PPI bekerja sama dengan kepala bagian untuk ikut melakukan pemeriksaan dan edukasi rutin terhadap kepatuhan petugas mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi. 2. Instalasi melakukan fungsi kontroling terhadap unit di bawahnya untuk meningkatkan kepatuhan petugas terhadap pencegahan dan pengendalian infeksi. 3. Kepala bagian dan kepala ruang rawat inap ikut melakukan control terhadap ketersediaan sarana dan prasarana hand rub dan hand wash. 4. Kepala bagian dan kepala ruang rawat inap ikut melakukan edukasi kepada stafnya untuk patuh terhadap cuci tangan sesuai dengan SPO. 5. Mengusulkan kepada direktur atau pihak yang memberi kebijakan untuk memasukkan rencana pemberian reward dan punishment pada kepatuhan pelaksanaan cuci tangan 6. Pemberian edukasi untuk setiap mahasiswa baru yang akan praktek di RSUD Muntilan 25 Daftar Pustaka Allegranzi, B., Pittet, D. 2009. Role of hand hygiene in healthcare-associated infection prevention. Journal of Hospital Infection 73, page 305-315. Hardani, dkk. 2020. Metode Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif. Yogyakarta : CV Pustaka Ilmu. Jumaa, P.A. 2005. Hand hygiene: simple and complex. International Journal of Infectious Diseases 9, Page 3-14 Kusumawardan, Ryan., Nevita., Zakiah, M. 2017. Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Tentang Cuci Tangan Pada Pegawai Rumah Sakit Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak Tahun 2017. Jurnal.untan.ac.id. Madjid, T., Wibowo, A. 2017. Analisis Penerapan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet Tahun 2017. Jurnal ARSI, Volume 4 Nomor 1. Ningsih, S.S.R., Noprianty, R., Somantri, Irman. 2017. Gambaran Pelaksanaan Kegiatan Kebersihan Tangan Oleh Petugas Kesehatan Di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. Volume 3 Nomor 1, Halaman 57-68. Sari, I.P., Afriza, D., Roesnoer, M. 2014. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Infeksi Silang Dengan Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi. Jurnal B-Dent, Vol 1, No. 1: 30 – 37. Wulandari, Riyani., Sholikah, Siti. 2017. Pengetahuan Dan Penerapan Five Moments Cuci Tangan Perawat Di RSUD Sukoharjo. Jurnal GASTER Volume 15 Nomor 1. Sumenge, Ariel S. 2013. Analisis Efektivitas Dan Efisiensi Pelaksanaan Anggaran Belanja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Minahasa Selatan. Jurnal EMBA. Volume 1 nomor 3, halaman 74-81. Mansyur, Sastro. 2013. Efektivitas Pelayanan Publik Dalam Perspektif Konsep Administrasi Publik. Jurnal ACADEMIA. Volume 5 nomor 1. 26 LAMPIRAN A. Field Note Field Note Informan 1 No : 1 Pewawancara : Khalis Asyifani Informan : • Nama: pak Arif Masquri • usia : 46 tahun • jenis kelamin : laki-laki • pekerjaan : PNS Perawat (Ketua Tim Program Hand Hygiene) • Tujuan : alamat : Muntilan, Magelang Mengetahui infomasi program hand hygiene di RSUD Muntilan Hari/ tanggal : Senin, 11 Mei 2020 Waktu : pukul 20.00 Lokasi Wawancara : Rumah masing-masing Kondisi wawancara dalam keadaan kondusif karena informan sudah : selesai melaksanakan tarawih, dan tidak sedang dinas atau berkegiatan di malam hari Konten/ tanya jawab K : mohon dijelaskan pak mengenai program hand hygiene itu apa sebetulnya? A : hmmm yaya, sebelum masuk ke program hand hygiene sepertinya perlu diketahui dulu bahwa ada suatu organisasi di RS yang ngurus hand higin ini. Jadi di RS itu harus ada komite pencegahan dan pengendalian infeksi, disingkat PPI. Lha PPI ini diketuai dokter, dan anggotanya sendiri adalah perwakilan dari seluruh bagian di RS. 27 K : maaf pak, bagian di RS itu maksudnya apa saja nggih? A: Bagian tu maksudnya ya misal bagian instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan, farmasi, laborat, kesling, instalasi gizi, instalasi pemeliharaan sarpras, dll, termasuk juga bagian non medis seperti rekam medic, tata usaha, keuangan, satpam, bahkan cleaning service juga walopun mereka termasuk pihak ketiga ya, tetep ada tapi dan yang ikut masing-masing kepala bidangnya K : oohh yaya pak, kalo ketuanya juga harus dokter kah pak? A : iya harus, itu aturan dari kemenkes K : oh begitu, monggo dilanjut pak A : yaa, jadi itu tadi anggotanya ya, nah adapun yang menjalankan sehari2 dalam org PPI itu ada sendiri namanya IPCN (infect prevent control nurse), di rsu mtl ada 2, ada saya dan satu lagi namanya pak ahmad sigit prabowo. Lalu IPCN ini juga tugasnya purnawaktu artinya hanya mengerjakan program PPI saja. Walopun IPCN ini perawat, tapi tidak melaksanakan tugas keperawatan menangani pasien, tapi murni mengerjakan program PPI. Nah programnya sangat banyak PPI itu, ada 36 program. K : jadi hand hygiene ini hanya salah satu program ya pak? A : iyaa, diantaranya itu kan ada program nomor 33 itu soal ketersediaan sarana hand hygiene, dan program no 34 itu ada kepatuhan staff melakukan cuci tangan. K : nah program ini sendiri memangnya tujuannya untuk siapa sih pak? A: ya itu ada penilaiannya, yang dinilai itu ada yang pertama perawat, kedua tenaga medis (dokter), dan yang ketiga yaitu nakes (tenaga kesehatan) lain yang berhubungan dengan pasien misal gizi, apotek. Mereka termasuk yang dihimbau untuk cuci tangan K : penilaiannya seperti apa itu pak? A : Cuci tangan ini ada 2 kateori yg dinilai, yang pertama yaitu kemampuan cuci tangan 6 langkah dengan benar, yang kedua adalah kepatuhan cuci tangan. Kalo 6 langkah cuci tangan gausah saya jelaskan 28 gapapa ya hehehe nah untuk kepatuhan ini ada 5 saat kita harus cuci tangan. Yang pertama itu sebelum kontak pasien, yang kedua sebelum melakukan kegiatan antiseptic misal pasang infus, ketiga setelah kontak dengan cairan pasien misal ludah atau urin, keempat setelah kontak dengan pasien, dan kelima yang terakhir yaitu setelah kontak dengan lingkungan pasien misal selimut, tempat tidur, piring, gelas, infus. K : nggih pak, itu tadi gambaran program hand hygiene dari PPI ya pak. Nah berikutnya saya ingin menanyakan soal latar belakang dibuatnya program ini pak, apa yang membuat program ini begitu penting untuk dilaksanakan? A : ooo ya, kalau yang melatar belakangi adalah RS itu kan tempatnya orang sakit, baik yang degenerative (tidak menular) ataupun infeksius meskipun infeksius ini ada yang menular dan ada yang tidak. kalo sekarang contohnya ya covid ini termasuk infeksius, kan sangat menular. Nah untuk melakukan pencegahan terhadap penularan virus itu salah satunya adalah cuci tangan. Karena ada yang memberi presentase bahwa diatas 80% virus ditularkan lewat transmisi bakteri dari tangan. Sudah ada penelitiannya itu, bahaya penularan penyakit tertinggi adalah melalui tangan, dan salah satu yang paling beresiko adalah tangan petugas kesehatan. Jadi sering ya terjadi penularan penyakit itu bukan melalui orang lain tapi justru petugas itu sendiri. Nah berawal dari sana semakin menguatkan kesimpulan bahwa penularan penyakit terbesar adalah melalui tangan petugas. Dampak dari penularan penyakit tadi menyebabkan orang yang masuk RS yang tadinya hanya membawa satu penyakit, kemudian misal siapapun yang kontak dengan pasien ini tidak cuci tangan, maka penyakit yang diderita dapat bertambah setelah opname, ketularan penyakit itu kan sangat mungkin. K : maaf pak, itu seperti yang disebut sebagai infeksi rumah sakit kah? A : Nah iya betul, penyakit yang diperoleh di rumah sakit biasa disebut infeksi rumah sakit. Ini kalo dahulu sering disebut infeksi nosocomial, atau sekarang disebut juga sebagai HAIs. Misal orang awalnya sakit tipes, 29 mau di infus tapi tidak steril, infeksi dia malah tambah demam dsb. Ini cukup merugikan ya. Menyebabkan hari inap tambah, biaya tambah, dan berdampak ke RS juga rugi, orang sakit lain yang mau masuk juga jadi gabisa. Nah dengan tingginya angka penularan penyakit di RS, kemenkes lalu memberi kebijakan bahwa setiap rumah sakit harus memiliki komite pencegahan dan pengendalian infeksi, RS besar bisa membentuk komite, kalo rs kecil bisa dalam bentuk tim atau panitia. Di puskesmas ada tapi masuk sebagai program baru, kalo di rs udah sejak 2007 tapi dulu pelaksanaan belum seperti sekarang, seperti sekarang ini baru mulai 2012 melalui komite akreditasi. Sebelum itu tidak ada analisis mendalam , karena akreditasi sebelum tahun 2012 itu yang diteliti hanya dokumen, bukan kegiatan, tapi kalo sekarang kebalikannya. Dulu 80% doc, 20% lapangan, sekarang kebalikan. Karena metode akred seperti itu sehingga pencegahan infeksi betul2 harus dilaksanakan. K : lha itu sejak tahun berapa pak komite akreditasi mulai mewajibkan program ini? A :. RSU muntilan tahun 2016 baru mulai, karena akreditasi di RSUD itu mulai tahun 2012 awal sebetulnya tapi masi pake aturan 2007 dimana 80% dokumen dan 20% kegiatan. Nah setelah itu baru pake penilaian 2012 yang sebaliknya, sehingga akreditasi berikutnya tahun 2016 baru mulai ada penilaian kegiatan. K : mmm itu yang dinilai apakah hanya tenaga medis dan tenaga kesehatan saja pak? Berarti program ini tidak dihimbau untuk pasien? A : oh ya pasien dan pengunjung itu termasuk kategori yang dinilai, namun penialiannya berbeda, penilaiannya beda dengan tenaga kesehatan. K : program hand hygiene ini sendiri dilakukan di bagian mana saja pak? A : Program dilaksanakan di semua bagian RS, jadi dari sarpras terkait hand hygiene sudah diatur oleh ppi di tempat strategis. Yang mengatur memang PPI karena salah satu tugas ppi adlaah mengatur tata letak biar sesuai dengan kebutuhan pencegahan infeksi yang hendak diberikan 30 K : nah itu fasilitas hand hygiene yang diberikan ada apa saja pak? A : Untuk hand hygiene sendiri ada jenis, ada hand wash dan handrub, kalo handwash itu pake air mengalir dan sabun, kalo handrub pake handsanitizer. Jadi ya itu kebutuhannya K : itu berarti khusus tenaga kesehatan ya pak? A : Fasilitas sama antara petugas dan pengunjung, dipakai bebas tidak hanya petugas saja. Hanya saja kalo petugas dua2nya dinilai tadi yang handwash dan handrub, kalo pasien atau pengunjung itu himbauan saja tapi penilaiannya tidak spesifik. Dan juga kalau pengunjung biasanya hanya disediakan hanrub saja. Nah hand sanitizer untuk handrub itu sudah disediakan di setiap kamar, di setiap tempat tidur. Kalo wastafel karena yang dinilai hanya petugas, ya sarana ini khusus petugas, meskipun di kamar pasien ada satu. K : sebelum ada program hand hygiene ini apakah sudah ada perilaku cuci tangan seperti saat ini pak? A : Dulu sebleum ada program ini, ya ada cuci tangan tapi sebatas himbauan saja tidak se massif sekarang. Dan tidak semua tenaga kesehatan melakukan sebanyak sekarang. Nggak usah dulu lah, sekarang aja kemampuan Hand hygiene belum memenuhi target, apalagi kepatuhan tenaga kesehatan, wah itu lebih jelek lagi, sulit itu untuk dirubah K : kalo dari rumah sakit sendiri sebetulnya apa sih pak yang dibutuhkan? Apakah program ini memberikan kebutuhan yang diperlukan RS? A : mmm apa yang dibutuhkan RS sebetulnya adalah mutu pelayanan, jadi komite ppi itu adalah salah satu bagian dari porgam mutu RS K : mutu yang dimaksud ini seperti apa pak? A : mutu itu dalam artian terkait degan pencegaahan dan pengendalian infeksi, ini terkait dengan survey infeksi setiap bulan juga untuk di rekap. Nah rekap itu akan menunjukkan angka survey infeksi per bulan, nanti kemudian dilakukan komparasi antara jumlah infeksi dengan kemampuan cuci tangan. Misal cuci tangan berapa persen, nah dilihat infeksinya berapa persen, sesuai tidak. Kalo cuci tangan rendah biasanya tingkat 31 infeksi tinggi. K : apakah sesuai target atau tidak, gitu ya pak? A : iya, target utama untuk melihat mutu RS itu ya infeksinya, naik atau turun. Karena ada infeksi atau tidak itu ada standar minimalnya. Kalo infeksinya diatas normal ya RS tidak memiliki mutu yang baik. Harusnya mau berobat kok malah bertambah infeksinya, kan tidak seusai dengan target dan tujuan. Kalo tingkat infeksinya sedikit maka RS ini mutunya tinggi. K : okay pak itu tadi dari kebutuhan RS nggih. Nah kalo dari nakes sendiri pak. Apa yang membuat nakes membutuhkan program ini? A : Jadi program hand hygiene itu tujuan utamanya kan untuk mencegah agar pasien tidak sakit, namun tujuan lebih luas ya biar nakes tidak sakit juga. Nakes kan juga membutuhkan kesehatan untuk bisa memberikan pelayanan ke pasien. Bagi nakes yang tidak memnuhi himbauan PPI salah satunya cuci tangan, ada standar dan SPO nya, bisa kena punishment juga karena itu tujuannya mencegah penyakit, kalo dilanggar ya beresiko. Jangan sampai kita melayani pasien kok malah ikut tertular penyakit yang diderita pasien. Karena banyak juga nakes yang tertular salah satunya karena tidak patuh pada aturan yang berlaku. K : kira-kira sejauh satu tahun kebelakang apakah program ini sudah efektif pak? A : Jadi hand hygiene ini kan di monitor setiap 3 bulan, apakah program ini berjalan atau tidak, efektif atau tidak, dicari akar maslaahnya. Seandainya dirasa tidak tepat, program bisa diubah strateginya, bukan dihapus lho ya. Tapi khusus program hand hygiene ini sampai saat ini berjalan terus, yang jadi masalah itu ya target kan harunya meningkat, nah ini sering tidak melampaui target, tapi tetep dilakukan terus. Program hand hygiene ini karena ini program utama, jadi tidak pernah berubah, dan harus selalu ada secara terus menerus, karena akan selalu dinilai. Karena yang berubah itu hasilnya, nah itu yang harus ditindak lanjuti. Misal ada pegawe baru, ada pindahan nakes, nah itu banyak perubahan pasti, akan 32 diadakan pendidikan ulang. Tiap 3 bulan ada rapat terbatas di masingmasing bagian di RS untuk melakukan evaluasi. Jadi kalo ditanya efektif atau tidak, ya sebetulnya masih perlu banyak perbaikan ya, tapi bukan berarti program ini berhenti K : memangnya apa saja pak yang sekiranya menjadi kendala dalam keberlangsungan program ini? A : Aspek yang biasanya tidak memenuhi target adalah kepatuhan. cukup sulit ditangani kalau soal itu. Tapi juga ada beberapa kondisi yang memang petugas tidak bisa cuci tangan salah satunya adalah karena kebutuhan pelayanan yang mendadak, misalnya ada seorang perawat, secara teori kapan dia harus cuci tangan kan sebelum kontak dengan pasien, nah kalo tiba-tiba ada keluarga korban laporan sambil nangis, panik, ya petugas harus segera lari menangani, tidak akan sempat cuci tangan dulu kalau darurat. K : ohhh begitu ya pak. Kalau aspek lain yang menghambat petugas melakukan cuci tangan pak? A : Aspek lain adalah kepahaman, tidak bisa cuci tangan sesuai SOP. Nah kasus nggak paham ini karena nggak mau membiasakan. Terutama biasanya nyuwun sewu yang senior, biasanya tidak mau diingatkan. K : hehehe sering begitu ya pak. Berikutnya saya mau bertanya soal efisiensi anggaran pak. Apakah sudah sesuai? A : Anggaran yang direncanakan dan yang digunakan itu saya menjelaskan secara umum aja ya, bahwa anggaran turun dari keuangan itu langsung ke PPI secara keseluruhan, tidak ke program-program secara khusus. Nah jadi dana dari keuangan kan besar jumlahnya, nah hand hygiene butuh apa saja, maka dibelanjakan. Dan itu selama ini Alhamdulillah tersedia. Kebutuhan hand hygiene ada 3, handsanitizer, sabun cair, dan tisu. meskipun begitu RAB yang diajukan PPI ke direktur ada rinciannya tapi ya itu keseluruhan gabisa per program. K : pernah nggak pak PPI tidak bisa menyediakan kebutuhan hand hygiene? 33 A : Sarana yang tidak ada itu ya jarang, soalnya selalu ada kok K : setelah program ini berjalan apakah ada dampak yang ditimbulkan pak? A: Dampak itu muncul terutama untuk tenaga kesehatan, kesehatan staff RS kan setidaknya jadi terjaga dari penyakit, tapi ya sulit juga dilihatnya ya hehehe. Seharusnya ada dampak tapi sejauh ini belum ada penelitian mendalam yang khusus dan signifikan dari program ini, harusnya kalo melihat perubahan dari petugas itu ya dari K3 tapi yo pie kuwi K3 saya jarang melihat progresnya . bagusnya kalau mau melihat keadaan petugas kan dicatat dilakukan pendataan tiap tahun, lha tapi hingga saat ini tidak ada data dari tahun ke tahun. K : apa yang membuat hal itu terjadi pak? A : yaaa seluruh komponen RS itu harusnya bergerak bareng-bareng untuk melakukan perencanaan dan melihat dampak ini, nah itu yang memang sulit. Selama ini sebelum ada akreditasi sangat individualis malahan, di setiap instalasi berbeda data. Harusnya sama satu rumah sakit, tapi ada instalasi yang membuat data sendiri. Tapi setelah akreditasi, mulai ada perubahan aturan dan sistem K : kalo dampak ke RS sendiri pak? Pasti lebih kelihatan dampaknya? A: Kalo dampak untuk rumah sakit secara umum lebih kelihatan memang, karena pasien merasa lebih diperhatikan. Dalam arti agar mereka itu ikut sehat dengan petugas bekerja secara bersih. Pengunjung merasa begitu karena kita setiap minggu melakukan penyuluhan, pendidikan kesehatan ke pengunjung. Materinya bermacam2, kalo dampak ke tenaga kesehatan tidak terlalu terlihat. Tapi ada dampak lain juga kalo dilihat dari sisi RS lagi, program kemenkes di PPI itu menyerap dana yang sangat banyak. Oleh karena itu ppi harus dapat memilah rab yang ada, agar tidak boros. K : oiya pak, kalo untuk mahasiswa gimana pak? Apakah aturannya sama? A : ohhh itu iya jelas, sama saja. Nanti di awal praktek mereka dapat edukasi dari PPI terlebih dahulu. Setelah itu nanti yang memonitor adalah dari perawat ruangan. Karena itu termasuk ada penilaian sendiri kepatuhan 34 mahasiswa itu K : ahh okee kalo gitu pak, insyaAllah sudah cukup informasinya hehehe terima kasih banyak pak Informan 2 No : 2 Pewawancara : Khalis Asyifani Informan : • Nama: Ibu Gunarsih • usia : 47 tahun • jenis kelamin : Perempuan • pekerjaan : PNS Perawat (Kepala Ruang Instalasi Rawat Inap) • Tujuan : alamat : Muntilan, Magelang Mengetahui infomasi program hand hygiene di RSUD Muntilan Hari/ tanggal : Rabu, 13 Mei 2020 Waktu : pukul 14.30 Lokasi Wawancara : Rumah masing-masing Kondisi : wawancara dalam keadaan kondusif karena informan tidak sedang dinas atau berkegiatan Konten/ tanya jawab K : apa yang ibu ketahui soal program hand hygiene di RSUD Muntilan? G : yang saya ketahui hand hygiene itu program dari PPI dimana tujuannya adalah untuk mengurangi resiko infeksi silang, itu infeksi yang bisa tertularkan, baik itu dari perawat sendiri ketika menangani pasien yang satu dan yang lain maupaun dari orang lain (pengunjung) ke pasien. Sebagai contoh misalkan perawat tidak cuci tangan ketika menangani pasien, nah kondisi itu yang akan menjadi salah satu penyebab penularan infeksi 35 K : itu apakah yang disebut sebagai infeksi rumah sakit bu? G : Iya infeksi rumah sakit selama terjadi nya di rumah sakit, sering disebut juga infeksi nosocomial. K : program ini diberikan untuk siapa saja ya bu? G : Sebenernya program ini diberikan untuk seluruh petugas RS baik itu di pendaftaran, kantor2, dan lebih utama di tempat pelayanan pasien seperti instalasi atau ruangan-ruangan inap. Di pendaftaran itu walaupun tidak secara lansgug menangani pasien tapi ada kemungkinan akan terjadi transmisi baik dari keluarga pasien atau dari rekan kerjanya. K : kalau pasien tidak termasuk yang dihimbau kah bu? G : Hand hygiene ini untuk pasien sendiri juga diberikan kok, ada edukasi terkait cuci tangan, bahkan itu jadi edukasi wajib saat pasien masuk ruang rawat inap. Dan lebih ditekankan saat sudah masuk ruang rawat inap, nanti perawat yang bertugas akan melakukan edukasi. K : ohh jadi perawat di ruangan ya bu yang memberikan edukasi? G : iya betul K : nah tapi kan ini program awalnya dari PPI nggih bu, lalu untuk menyamakan himbauan dan edukasi yang akan diberikan ke pasien itu apakah juga dari PPI atau sebelumnya sudah ada penyuluhan terlebih dahulu ke semua petugas kesehatan? G : mmm kalo itu dari ppi itu dulu awalnya ada program khusus untuk sosialiasasi, bertahap itu, diundang ke aula dari perwakilan masing2 instalasi bergantian misal gizi diundang berapa, perawat berapa, laborat berapa, dan lainnya. Nah itu kemudian nanti petugas itu akan mendapat sertifikatnya juga. Nah pasien ini edukasinya bukan dari ppi langsung melainkan dari tenaga kesehatan yang sudah ikut sosialiasi itu tadi K : menurut ibu sendiri, apakah program ini penting? G : Program ini sangat penting ya, terutama kalau saya dan rekan2 perawat yang menangani pasien secara langsung di ruang rawat inap. Itu sangat mengerikan sekali kalau kita tidak patuh cuci tangan. Pasien datang dengan kondisi infeksius, misal diabet gitu lukanya kan terbuka, harus 36 dirawat rutin kan itu. Nah itu kalo tanpa sengaja nyenggol2 lingkungan pasien, nah bayangkan kalau tidak cuci tangan. Jadi di program hand hygiene ini ada 5 momen yang harus diikuti, yang pertama sebelum kontak dengan pasien, karena siapa tau tangan kita kotor dan berkuman malah membahayakan pasien. Lalu kedua sebelum melakukan tindakan infasif misalkan menyuntik, lalu misal memasang kateter itu juga harus cuci tangan dulu. Ketiga setelah kontak dengan cairan pasien, tadi habis pasang kateter, kita kena urin lalu harus dibersihkan, kena darah pasien juga. Keempat yaitu setelah kontak dengan pasien, setelah ngobrol misalnya itu tetep harus cuci tangan, kelima steelah kontak dengan lingkungan pasien. K : model cuci tangan seperti apa yang sebaiknya dilakukan bu? G : kalo cuci tangan itu dengan air namanya handwash, tapi kalo handrub itu pake hand sanitizer, itu terdiri dari antiseptic bisa pake alcohol saja, tapi lebih baik kalo sudah dicampur dengan beberapa bahan khusus misalnya gliserin. Ya dua hal itu yang harus ada dua2nya di ruangan K : nah untuk kebutuhan-kebutuhan tersebut apakah difasilitasi dengan baik bu? G: Untuk sarana prasarana ini direkomendasikan oleh ppi ya, tapi untuk pengadaan barangnya dari kesling. Teknisnya ya masing-masing ruangan minta ke kesling apabila membutuhkan persediaan, ngga dibagi kok itu semisal di ruangan habis ya bisa minta . Tapi disiplinnya kan ruangan masing2 selalu memberi RAB tiap tahun, dihitung perbulan, kira2 ruangan butuh berapa jumlahnya hand rub dll dalam sebulan, nah itu kemudian nanti disesuaikan. K : apakah pernah mengalami kehabisan bu? G : Pernah mengalami kehabisan sarana, tapi itu kemungkinan barang yang dibelanjakan pas kosong . kalo pas covid ini apalagi ya, alcohol sedang sangat sulit. Tapi kalo pas diluar keadaan covid ya pernah, mungkin terlambat mengirim barang. Biasanya yang kehabisan itu kan alhokol dan antiseptiik, sehingga kalo kehabisan ya kita antisipasinya 37 dengan sabun dan air. Kan sebetulnya yang bagus kan dengan air dan sabun, handrub itu kalo tidak terlalu infeksius saja, tapi setelah beberapa kali penanganan ya tidak bisa pake handrub saja harus pake air dan sabun K : fasilitas hand hygiene ini apakah digunakan untuk umum bu? Mengingat jumlahnya yang harus disesuaikan dengan kebutuhan tiap ruangan juga kan ya? G : Kalo sarana cuci tangan ketika cukup ya kita gunakan untuk umum, karena kita manjaga agar pasien tidak tertular dari pembesuk. Nah begitupun sebaliknya, agar pembesuk tidak tertular juga. Perawat memberi edukasi untuk pembesuk ya jelas iya, tapi di sampaikan ke keluarga pasien yang berjaga, jadi lewat keluarga pasien yang di pesan untuk menyampaikan ke pengunjung untuk mengingatkan kalo saat berkunjung harus cuci tangan terlebih dahulu. Karena ga mungkin ya perawat mau ngingetin satu-satu ke pengunjung, ya tidak ada waktu untuk itu. K : program ini mulai dilaksanakan tahun berapa ya bu? G : Program ini saya lupa ya tahun berapa awalnya, seinget saya sejak akreditasi, lupa tahunnya sekitar mungkin 2011 apa ya. Nah setelah itu ya mau tidak mau harus dipaksa mematuhi aturan hand hygiene. Karena perilaku itu kan sulit dirubah ya, termasuk perilaku perawat dan nakes juga itu tidak mudah untuk mengajak melakukan cuci tangan sesuai aturan. Tapi dengan adanya akreditasi, kan ada penilaian, nah dri situ mau tidak mau ya dipaksa untuk patuh, walopun tujuannya sudah jelas, untuk keselamatan tidak hanya pasien namun juga untuk nakes itu sendiri. K : berarti memang mendorong tenaga kesehatan karena ada peraturan baru nggih bu? G : iya, dengan penekanan itu ada punishment juga loh, sekarang kalo ada yang tidak patuh ada pengurangan indeks jasa. Karena perawat tidak cuci tangan itu kan resikonya tinggi, kalo betul2 ada pasien yang komplikasi dengan transmisi yang terjadi, ya itu akan sangat merugikan bagi semua pihak. Baik pasien, perawat, dan yang pasti rumah sakit jelas rugi. Akan menimbulkan complain juga, awalnya hanya satu penyakit tiba2 di RS 38 malah tambah penyakit iu akan merugikan untuk biaya juga apalagi tidak pake bpjs K : dari sudut pandang ibu, dampak apa saja yang dapat dilihat setelah dilaksanakannya program ini? G : Kalo dampak setelah ada program ini saya kurang paham ya kalo Cuma mengamati sekitar saja, harusnya ada penelitian tersendiri untuk itu tapi saat ini ya belum ada seperti itu. Kalo dari saya sendri ya perubahannya ya jelas saya lebih banyak cuci tangan. Karena kalo menurut saya penyakit2 sekarang itu kan makin bahaya ya, semakin banyak virus-virus baru yang beresiko tinggi menular, sehingga awareness kita semakin tinggi juga, jadilah kita patuh karena tidak ingin tertular Apalagi kalo ada monitoring PPI, itu kan setiap hari di cek, ada PPI yang muter ke ruagan2. Baru mau tindakan juga tiba2 udah ditunggui PPI, ditanya sudah cuci tangan atau belum. Jadi ya itu memaksa kita untuk selalu cuci tangan. Ada jadwal dari PPI tapi ada juga sidak biar tidak lengah ya perawat-perawat itu K : adakah kondisi yang membatasi tenaga kesehatan untuk selalu cuci tangan setelah 5 waktu wajib tadi bu? G : Yang membatasi nakes untuk melakukan cuci tangan, ya berkaitan dengan perilaku tadi ya, ada yang males, rumongso resik. Rumongso tidak menularkan, padahal kita sebagai petugas juga berpotensi. K : adalah kendala lainnya bu? G : Kendala lagi air tidak mengalir, beberapa kali sering terjadi. Kalo sabun dan handrub ya ngga ada kendala kok. Tapi ada juga kondisi dimana kita ngga bisa cuci tangan lho, kalo ada laporan pasien misal kondisi henti nafas, kamar nya di pojok keluarganya teriak2. Ya masa kita mau ijin cuci tangan dulu, nggak lah, perawat langsung lari kan langsung diatasi, karena itu mengancam jiwa ya. Kalo tidak urgent ya tetap cuci tangan. K : kalau himbauan kepada mahasiswa itu tanggung jawab siapa ya bu? G: Mahasiswa itu kan termasuk ke dalam penilaian, termasuk menjadi bagian tenaga kesehatan selama dia sudah praktek. Mereka dapat 39 sosialisasi dari ppi terlebih dahulu, ada kelas dulu sehari dua hari, baru nanti diterjunkan ke ruang2 rawat inap. Kampusnya juga kalo untuk kesehatan mereka sudah punya mata kuliahnya sendiri, tinggal review K : peran perawat instalasi inap sendiri bagaimana bu? G : Untuk menghimbau mahasiswa, kami sebagai perawat ya selalu mengingatkan, selalu monitoring. Mereka harus presentasi dulu sebelum praktek, jadi ya mereka harus sesuai SPO, jadi kami tahu prosesnya. Mahasiswa pernah ada yang saya tegur, karena ya tidak sesuai prosedur, ya saya tegur aja K : apakah ada orang-orang yang tidak mau diingatkan bu? Kalau mahasiswa mungkin masih patuh ya kalo diingatkan, nah kalo dokter atau perawat senior gitu? G : Pernah mau mengingatkan dokter atau perawat yang lebih tua, tapi ada yang menolak, ya itu mungkin karena malu ya. Biasanya kalo seperti itu kita bawakan handrub setiap mereka dokter-dokter visit. Harus diingatkan sampai diikuti, kalo perawat tidak melakukan itu, dokter-dokter tidak dipaksa, ya mereka bisa jadi tidak melakukan. Beberapa diantaranya bahkan masi ada yang tidak hafal langkah cuci tangan secara urut. Kalo udah seperti itu ya balik lagi ke orangnya, ketika sudah ada sosialiasai, edukasi rutin, bahkan sudah dimonitor setiap hari, kok masih ada yang tidak patuh padahal mereka tenaga kesehatan, kan ya itu perlu dipertanyakan lagi kenapa tidak patuh. K : menurut ibu apakah program hand hygiene ini sudah efektif dan efisien? G : Sejauh ini ya saya rasa sudah cukup efektif dan efisien, namun ya pemantauan itu penting untuk dilaksanakan secara terus menerus mengingat kondisi nakes yang seperti tadi saya sampaikan ya. Walopun secara prosentase sudah dominan efektif. K : baik bu kalau begitu saya rasa cukup, terima kasih banyak 40 B. LOGBOOK Tempat, Hari dan Kegiatan tanggal yang Hasil yang diperoleh Tindak dilakukan (resume nya) lanjut yang akan dilakukan Muntilan, Jumat 1 Menentukan topik Penelitian Mei 2020 penelitian yang evaluasi Mencari sumber dilakukan literatur seperti merupakan penelitian penelitian evaluasi dampak terdahulu dengan model CIPP, untuk mengevaluasi Program Hand Hygiene di RSUD Muntilan Muntilan, Sabtu 2 Mencari penelitian Mendapatkan Mei 2020 terdahulu beberapa Mencari akses literature sumber data terkait program Hand primer Hygiene di rumah sakit Muntilan, Minggu Menghubungi 3 Mei 2020 Mendapat persyaratan Membuat draft pihak rumah sakit, melakukan penelitian proposal menanyakan syarat (surat ijin penelitian, penelitian yang diperlukan proposal penelitian) untuk melakukan penelitian Muntilan, Senin 4 Membuat Mei 2020 draft Menyicil draft Menunggu proposal penelitian proposal penelitian nomor surat, dan dan membuat surat Surat ijin belum baru melanjutkan ijin penelitian akan dikirim ke draft proposal admin untuk mendapatkan nomer surat Muntilan, Selasa 5 Mengumpulkan Membaca pertanyaan Menyelesaikan 41 Mei 2020 logbook dan teman-teman konsultasi saat proposal konsultasi, memperbaiki bagian proposal yang kurang Muntilan, Rabu 6 Mendapatkan surat Sudah memenuhi satu Menyelesaikan Mei 2020 ijin penelitian persyaratan penelitian proposal ke RSUD Muntilan, Kamis 7 Seharusnya Mei 2020 konsultasi Sudah memenuhi Mengirim tetapi persyaratan penelitian ijin surat penelitian tanggal merah. ke RSUD dan proposal ke Proposal selesai, RSUD Muntilan surat ijin penelitian juga sudah ada Muntilan, Jumat 8 Mengirim surat ijin Menunggu acc RSU Mei 2020 Melanjutkan ke RSUD. Membaca pertanyaan membuat daftar Mengumpulkan teman-teman logbook saat pertanyaan dan konsultasi konsultasi Muntilan, Sabtu 9 Menyusun daftar Memiliki daftar Menunggu kabar Mei 2020 pertanyaan untuk pertanyaan untuk dari informan wawancara wawancara Muntilan, Minggu Mulai Menyepakati jadwal Melakukan 10 Mei 2020 berkomunikasi wawancara dengan wawancara dengan informan kedua informan. Informan 1 : senin, 11 mei 2020 Informan 2 : selasa, 12 mei 2020 Muntilan, Senin 11 Wawancara Transkrip wawancara Melakukan Mei 2020 informan 1 informan 1 wawancara 42 Muntilan, Selasa 12 Wawancara Transkrip wawancara Menunggu Mei 2020 informan 2 informan 2 konsultasi Muntilan, Rabu 13 Mulai Mei 2020 dokumen dari informan 1 menyusun Menyicil laporan laporan Menunggu dokumen Dan melanjutkan laporan Muntilan, 14 Mei 2020 Kamis Melanjutkan laporan Melanjutkan laporan Menunggu Menyimak konsultasi dokumen Konsultasi Dan melanjutkan laporan Muntilan, Jumat 15 Dikirim Mei 2020 dokumen Mendapatkan pendukung dari dokumen pendukung laporan informan dari informan Muntilan, Sabtu 16 Mengerjakan Mei 2020 Mengerjakan laporan laporan Mengerjakan laporan laporan Mengerjakan laporan laporan Mengganti Mengerjakan laporan Muntilan, Selasa 19 Konsultasi Mei 2020 Mengerjakan laporan Muntilan, Senin 18 Mengerjakan Mei 2020 Mengerjakan laporan Muntilan, Minggu Mengerjakan 17 Mei 2020 Melanjutkan Melanjutkan laporan model Melanjutkan laporan penelitian Muntilan, Rabu 20 Menyelesaikan Menyelesaikan Menyelesaikan Mei 2020 laporan penelitain laporan Finalisasi laporan Finalisasi Muntilan, 21 Mei 2020 laporan penelitian Kamis Konsultasi Finalisasi laporan laporan Muntilan, Jumat 22 Mengumpulkan Mengumpulkan Mengumpulkan Mei 2020 laporan laporan laporan 43 C. Foto Foto 1. Sosialisasi hand hygiene untuk petugas Foto 2. Sosialisasi hand hygiene untuk pasien dan pengunjung 44 D. Draft Jurnal ke Jurnal Analisa Sosiologi UNS EVALUASI IMPLEMENTASI PADA PROGRAM Jurnal Analisa Sosiologi HAND HYGIENE : STUDI KASUS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MUNTILAN Khalis Asyifani1 Abstract Based on a WHO statement in 1986, Healthcare Ascociete Infection (HAIs) was declared a global problem and reached around 9% (variation 3% - 21%) or more than 1.4 million inpatients in hospitals throughout the world. Departing from that, Muntilan Regional Hospital then conducted an Infection Prevention and Control Program, one of which was the Hand Hygiene Program which was urged for all medical personnel and hospital civil staff. The purpose of this study was to evaluate the implementation of the hand hygiene program at the Muntilan District Hospital. This study uses an implementation evaluation research method conducted qualitatively with a case study approach. Researchers used a purposive sampling technique with 2 research subjects including the PPI Team leader and Muntilan Regional Hospital medical staff. Researchers collected data by interview method and literature study. The results of this study are (1) the hand hygiene program at Muntilan District Hospital has been implemented effectively, (2) The budget plan and the realization of the cost of the hand hygiene program have been efficient, (3) Several factors that influence the continuity of the hand hygiene program at Muntilan District Hospital are the behavior of workers medical, student, water availability, and patient emergencies. Keywords: HAIs, Hand Hygiene, Implementation Evaluation Abstrak Berdasarkan pernyataan WHO pada tahun 1986, Healthcare ascociete Infection (HAIs) dinyatakan sebagai masalah global dan menjangkau sekitar 9 % (variasi 3% - 21 %) atau lebih dari 1.4 juta pasien rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia. Berangkat dari itu RSUD Muntilan kemudian melakukan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, dimana salah satunya adalah Program Hand Hygiene yang dihimbau untuk seluruh tenaga medis dan staff sipil rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi implementasi dari program hand hygiene di RSUD Muntilan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian evaluasi implementasi yang dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Peneliti menggunakan teknik purposive sampling dengan subjek penelitian 2 orang meliputi ketua Tim PPI dan tenaga medis RSUD Muntilan. Peneliti mengumpulkan data dengan metode wawancara dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini adalah (1) Program hand hygiene di RSUD Muntilan telah dilaksanakan dengan efektif, (2) Rencana anggaran dan realisasi biaya program hand hygiene sudah efisien, (3) Beberapa faktor yang mempengaruhi keberjalanan program hand hygiene di RSUD Muntilan adalah perilaku tenaga medis, mahasiswa, ketersediaan air, dan keadaan darurat pasien. Kata Kunci : HAIs, Hand Hygiene, Evaluasi Implementasi. 45 PENDAHULUAN Infeksi Rumah Sakit atau dalam bahasa ilmiah disebut Healthcare ascociete Infection (HAIs) adalah infeksi yang dapat diterima seseorang pada waktu dirinya berada di rumah sakit. Penyebab HAIs sendiri adalah kuman yang berada di lingkungan rumah sakit atau bisa juga oleh kuman yang dibawa oleh pasien-pasien. HAIs merupakan masalah global dan menjangkau sekitar 9 % (variasi 3% - 21 %) atau lebih dari 1.4 juta pasien rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia. Angka ini dilaporkan oleh WHO dari hasil surveynya di 14 negara, meliputi 28.861 pasien di 47 rumah sakit yang berada di 4 wilayah (region) WHO pada tahun 1986. HAIs merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung atas peningkatan angka penyakit dan kematian pasien. Berangkat dari itu RSUD Muntilan mengadakan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi salah satunya adalah Program Hand Hygiene untuk seluruh tenaga medis dan staff sipil rumah sakit. Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi dengan cuci tangan ini merujuk pada Peraturan Kementerian Kesehatan No 27 tahun 2017. Adanya program Hand Hygiene ini dibuat dengan harapan dapat meningkatkan pemahaman dan kepatuhan tenaga medis dan staff rumah sakit terhadap pencegahan dan pengendalian infeksi salah satunya dengan mencuci tangan, sehingga indikator keselamatan pasien dapat meningkat dengan penurunan angka infeksi di rumah sakit. Namun masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum bisa cuci tangan sesuai aturan dan masih menganggap enteng program ini mengakibatkan masih tingginya angka resiko Infeksi Rumah Sakit atau Healthcare ascociete Infection, sehingga perlu dilakukan evaluasi pada pelaksanaan Program Hand Hygiene ini. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian evaluasi implementasi yang dilakukan secara kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan Kabupaten Magelang, yang beralamat di Jalan Kartini No.13, Balemulyo, Muntilan, Kec. Muntilan, Magelang, Jawa Tengah 56411. RSUD muntilan 46 merupakan satu-satunya rumah sakit rujukan di kabupaten Magelang sehingga memiliki resiko penularan infeksi lebih tinggi dibandingkan rumah sakit lainnya. Penelitian ini hendak menggambarkan implementasi yang muncul dari pelaksanaan program hand hygiene di RSUD Muntilan. Penelitian ini mengunakan teknik purposive sampling. Karena peneliti merasa sampel yang diambil paling mengetahui tentang masalah yang akan diteliti oleh peneliti. Penggunaan purposive sampling dalam penelitian ini bertujuan untuk menggali seputar keberjalanan program Hand Hygiene di RSUD Muntilan, baik dari pihak perencana program, maupun tenaga medis yang dihimbau untuk melaksanakan program tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Latar Belakang Berdasarkan hasil wawancara dengan Arif selaku ketua tim program hand hygiene di RSUD Muntilan, disampaikan bahwa Hand Hygiene merupakan sebuah program yang di kelola oleh sebuah organisasi yang ada di rumah sakit yang disebut sebagai Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi atau disingkat Komite PPI. Dari penelitian terdahulu ada yang menyatakan bahwa 80% virus ditularkan melalui perantara tangan, dan salah satu yang beresiko adalah tangan tenaga kesehatan. Dengan begitu salah satu bentuk pencegahan virus atau bakteri yang dapat dilakukan terutama oleh tenaga kesehatan adalah melakukan cuci tangan dengan sabun. Dengan tingginya angka penularan penyakit di rumah sakit tersebut, kementerian kesehatan kemudian memberi kebijakan bahwa setiap rumah sakit harus memiliki komite pencegahan dan pengendalian infeksi, tak terkecuali di RSUD Muntilan. Dalam kepengurusannya, PPI RSUD Muntilan memiliki 36 program yang harus dilaksanakan setiap tahunnya. Dua program diantaranya merupakan wujud pencegahan dan pengendalian infeksi melalui hand hygiene. Sebagaimana disampaikan Arif dalam wawancara, kedua program tersebut adalah nomor 33 yaitu program ketersediaan sarana hand hygiene, dan nomor 34 yaitu program kepatuhan staff melaksanakan cuci tangan. Hand hygiene terdiri dari dua cara membersihkan tangan. Yang pertama yaitu hand wash yaitu cuci tangan dengan air dan sabun, kemudian yang kedua adalah hand rub yaitu membersihkan tangan dengan handsanitizer yang dapat berisi alkohol maupun antiseptik 47 lainnya. Program ini dihimbau untuk seluruh tenaga kesehatan yang ada di RSUD Muntilan. Dalam perencanaannya, PPI memiliki beberapa kategori penilaian untuk kedua program hand hygiene tersebut, selain ketersediaan fasilitas, terutama juga pada program nomor 34 yaitu program kepatuhan staff melaksanakan cuci tangan. Kategori penilaian yang pertama adalah kemampuan cuci tangan 6 langkah dengan benar. Dan kategori yang kedua adalah kepatuhan dalam memperhatikan waktu-waktu tertentu dimana petugas kesehatan harus cuci tangan. Arif menyampaikan bahwa RSUD Muntilan memiliki kebutuhan berupa mutu pelayanan. Tinggi rendahnya mutu tersebut salah satunya ditentukan dengan tinggi rendahnya tingkat penularan infeksi di rumah sakit. Apabila tingkat penularan infeksi tinggi, maka mutu rumah sakit dapat disebut tidak baik. Sedangkan apabila tingkat penularan infeksi rendah, itu berarti rumah sakit tersebut memberikan pelayanan yang aman dan nyaman kepada seluruh civitas hospitalia sehingga mutunya sudah dipastikan baik. Efektivitas Dan Kepatuhan Melaksanakan Program Hand Hygiene Berdasarkan penuturan Gunarsih selaku kepala di salah satu ruang rawat inap, program ini dianggap sudah efektif dengan dibuatnya wastafel khusus cuci tangan di setiap ruangan rawat inap, bahkan masing-masing satu wastafel di setiap kamar pasien. Dengan tata letak yang strategis, baik petugas kesehatan maupun keluarga pasien dan pengunjung dapat memiliki akses yang mudah untuk menjaga kebersihan tangan. Tata letak fasilitas hand hygiene ini ditentukan oleh komite PPI. HASIL AUDIT KEPATUHAN CUCI TANGAN TAHUN 2019 100% 80% 60% 40% 20% 0% HASIL 71% 74% 63% 50% 51% 51% 56% 57% 62% 57% 61% 67% SEPT NOV DESE JANU FEBR MAR AGUS OKT APRIL MEI JUNI JULI EMB EMB MBE ARI UARI ET TUS OBER ER ER R 50% 51% 51% 56% 57% 62% 57% 61% 67% 71% 74% 63% INDIKATOR 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 48 Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua informan, mereka menyatakan bahwa program hand hygiene di RSUD Muntilan dianggap telah efektif. Namun dapat dilihat dari tabel dan statistik kepatuhan petugas dalam melaksanakan hand hygiene masih banyak yang belum melampaui target setiap bulannya. Hal ini dijelaskan kembali dalam penyataan informan 1 bahwa dibuatnya program ini pada dasarnya bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan penularan penyakit baik pada petugas kesehatan maupun kepada pasien, sehingga selama program ini ada, maka pencegahan dan pengendalian infeksi sudah dilaksanakan. Meskipun dibenarkan oleh kedua informan bahwa pelaksanaan program hand hygiene ini perlu kontrol yang dilakukan terus menerus. Arif meyakinkan bahwa program hand hygiene ini merupakan program wajib PPI yang akan selalu berjalan, dan target yang direncanakan akan selalu dinaikkan secara bertahap. Gunarsih juga menyatakan bahwa adanya program ini secara aktif membuat mayoritas tenaga kesehatan yang tadinya tidak peduli dalam menjaga kebersihan tangan menjadi memaksa dirinya untuk selalu cuci tangan setelah 5 momen yang telah disebutkan sebelumnya. Meskipun sedikit namun kehadiran program ini efektif memberikan perubahan pada sebagian besar tenaga kesehatan. Efisiensi Dan Ketersediaan Fasilitas Hand Hygiene Efektivitas keberjalanan program hand hygiene di RSUD Muntilan tentunya dibarengi dengan efisiensi anggaran biaya yang dikeluarkan oleh PPI. Pada perencanaannya, PPI menjadi pemberi rekomendasi kebutuhan rumah sakit soal kebersihan tangan. Setiap instalasi akan mengirimkan RAB tahunan yang dibutuhkan kepada PPI, kemudian PPI yang menyaring kebutuhan yang akan direalisasikan. Selama keberjalanan program hand hygiene beberapa tahun kebelakang, rumah sakit tidak pernah mengalami kekurangan fasilitas. Realisasi anggaran yang digunakan telah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing instalasi selama satu tahun, sehingga tidak ada anggaran yang terbuang dan tidak juga mengalami defisit. 49 HASIL AUDIT KETERSEDIAAN SARANA DAN PRA SARANA CUCI TANGAN TAHUN 2019 100% 90% 80% HASIL 95% 97% 98% 91% 92% 93% 92% JANU FEBR MARE APRIL MEI ARI UARI T JUNI JULI AGUS SEPTE OKTO NOVE DESE TUS MBER BER MBER MBER 87% 92% 93% 92% 87% 90% 90% 92% 92% 89% 89% 91% 95% 93% 93% 97% 98% INDIKATOR 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% Beberapa kebutuhan hand hygiene yang diperlukan antara lain sabun cuci tangan, handsanitizer, dan tisu. Dari pernyataan yang disampaikan oleh informan, program hand hygiene di RSUD Muntilan ini sudah efisien karena seluruh bagian rumah sakit tidak pernah kehabisan kebutuhan hand hygiene seperti sabun cair, handsanitizer, dan tisu. Jumlah anggaran pertahun pada ketiga kebutuhan tersebut telah dinyatakan dalam rencana anggaran biaya PPI RSUD Muntilan diatas. Dana yang dimiliki oleh PPI untuk realisasi program hand hygiene ini tidak kurang dan tidak juga terlalu berlebih. Disampaikan juga oleh Gunarsih sebagai perawat di instalasi rawat inap juga menyatakan ruangannya tidak pernah kekurangan fasilitas tersebut. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Program Menurut George Edward Kondisi keberjalanan program hand hygiene di RSUD Muntilan ini sesuai dengan gagasan George Edward tentang 4 faktor yang akan mempengaruhi keberjalanan suatu program. Yang pertama adalah komunikasi antara PPI dengan petugas kesehatan maupun pasien yang berjalan dengan baik terutama dengan adanya sosialisasi rutin di setiap instalasi oleh PPI untuk pasien dan pengunjung. Faktor kedua yaitu sikap yang diberikan oleh PPI selaku pembuat program yang menjadi contoh bagi petugas kesehatan yang lain. Namun, masih banyak yang tidak hafal prosedur 6 langkah cuci tangan dengan baik. Hal ini ditambah dengan para petugas yang tidak mau diingatkan, terutama para dokter senior. Antisipasinya adalah dibawakan cairan handrub selama dokter visit. Kondisi tersebut dikarenakan tidak adanya kesadaran individu dan tidak memiliki perilaku membiasakan diri untuk patuh. 50 Faktor yang ketiga adalah kebutuhan sumber daya atau fasilitas dimana sering terjadi gangguan air mengalir. Meskipun tidak selalu terjadi, namun beberapa kali kondisi tersebut dianggap cukup mengganggu. Faktor keempat adalah birokrasi yang dalam hal ini lebih diartikan sebagai aturan kerja yang tergantung kepada kondisi pasien. Faktor ini merupakan kondisi darurat yang tidak dapat dicegah yang membuat tenaga kesehatan tidak dapat melakukan cuci tangan. Hal tersebut adalah ketika ada laporan kritis pasien yang tiba-tiba. Dalam kondisi darurat petugas harus segera mengambil tindakan sehingga kebutuhan cuci tangan tidak dapat dilakukan . KESIMPULAN Dapat disimpulkan bahwa efektivitas program hand hygiene dilihat dari yang pertama pencapaian hasil audit kepatuhan cuci tangan pada tahun 2019 yang memiliki rata rata 60% sedangkan indikatornya adalah 75% sehingga target belum tercapai. Faktor yang mempengaruhi belum tercapainya adalah masih sering lupa melakukan cuci tangan sebelum kontak kepada pasien, atau petugas yang tidak mau diingatkan. Yang kedua adalah pencapaian hasil audit kepatuhan cuci tangan mahasiswa pada tahun 2019 rata rata adalah 60% sedangkan indikatornya adalah 75%, kondisi ini juga belum melampaui target. Faktor yang menyebabkan belum tercapainya adalah belum terbiasanya para mahasiswa melakukan cuci tangan sebelum ke pasien. Kemudian efisiensi penggunaan anggaran juga telah disesuaikan dengan kebutuhan 3 fasilitas utama hand hygiene yaitu handsanitizer, hand scrub, dan tisu. Efisiensi dapat dilihat juga dari pencapaian hasil audit ketersediaan sarana dan prasaran cuci tangan pada tahun 2019 dengan rata rata 93% . Ini menunjukkan ketersediaan sarana dan prasarana sudah mendekati indikator yang di tetapkan. Faktor yang menyebabkan adalah sudah tersedianya sarana hand Rub di Rumah Sakit. Faktor lain secara umum adalah kondisi darurat pasien yang menyebabkan petugas tidak dapat melakukan cuci tangan. 51 DAFTAR PUSTAKA Allegranzi, B., Pittet, D. 2009. Role of hand hygiene in healthcare-associated infection prevention. Journal of Hospital Infection 73, page 305-315. Hardani, dkk. 2020. Metode Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif. Yogyakarta : CV Pustaka Ilmu. Jumaa, P.A. 2005. Hand hygiene: simple and complex. International Journal of Infectious Diseases 9, Page 3-14 Kusumawardan, Ryan., Nevita., Zakiah, M. 2017. Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Tentang Cuci Tangan Pada Pegawai Rumah Sakit Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak Tahun 2017. Jurnal.untan.ac.id. Madjid, T., Wibowo, A. 2017. Analisis Penerapan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet Tahun 2017. Jurnal ARSI, Volume 4 Nomor 1. Ningsih, S.S.R., Noprianty, R., Somantri, Irman. 2017. Gambaran Pelaksanaan Kegiatan Kebersihan Tangan Oleh Petugas Kesehatan Di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. Volume 3 Nomor 1, Halaman 57-68. Sari, I.P., Afriza, D., Roesnoer, M. 2014. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Infeksi Silang Dengan Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi. Jurnal B-Dent, Vol 1, No. 1: 30 – 37. Wulandari, Riyani., Sholikah, Siti. 2017. Pengetahuan Dan Penerapan Five Moments Cuci Tangan Perawat Di RSUD Sukoharjo. Jurnal GASTER Volume 15 Nomor 1. Sumenge, Ariel S. 2013. Analisis Efektivitas Dan Efisiensi Pelaksanaan Anggaran Belanja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Minahasa Selatan. Jurnal EMBA. Volume 1 nomor 3, halaman 74-81. Mansyur, Sastro. 2013. Efektivitas Pelayanan Publik Dalam Perspektif Konsep Administrasi Publik. Jurnal ACADEMIA. Volume 5 nomor 1. 52