Uploaded by User63207

VLF

advertisement
Penerapan Elektrodinamika Di Dalam Metode Geofisika Very
Low Frequency (VLF)
Candra Mecca Sufyana1
1
Departemen Fisika, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132,
Indonesia
Email: [email protected]
Abstract.
Metode elektromagnetik VLF memanfaatkan medan elektromagnetik yang dibangkitkan pemancarpemancar gelombang radio. Terdapat beberapa hukum dan prinsip fisika yang digunakan dalam metode
VLF, seperti persamaan Maxwell dan fenomena listrik magnet yang didapatkan oleh Faraday, Ampere,
Gauss, Coulomb. Medan magnetik dan medan listrik yang dibangkitkannya disebut sebagai medan primer
VLF berdaya besar yang dioperasikan untuk kepentingan militer. Medan primer membangkitkan medan
sekunder sebagai akibat adanya arus induksi yang mengalir pada benda-benda konduktor di dalam tanah.
Medan sekunder yang timbul bergantung pada sifat-sifat medan primer, sifat listrik benda-benda di dalam
tanah dan medium sekitarnya, serta bentuk dan posisi benda-benda tersebut. Pengambilan data
lapangannya yaitu memanfaatkan tilt angle α yaitu sudut utama dalam polarisasi ellip dari horisontal, dan
eliptisitas ε yang merupakan perrbandingan sumbu kecil terhadap sumbu besarnya. Target mencari
anomali konduktivitas yang berada dibawah permukaan. Pada keadaan sebenarnya metode
elektromagnetik VLF ini dapat diintepretasikan kuantitatif dan kualitatif. Intepretasi kualitatif
menggunakan filter fraser dan K-Hjelt filter untuk menestimasi lokasi lateral dari zona resistitif dan
konduktif, sedangkan intepertasi kuantitatif digunakan metode inversi untuk mengetahui resistivitas
bawah permukaan.
1. Pendahuluan
Metode Very Low Frequency (VLF) merupakan salah satu metode geofisika yang memanfaatkan
komponen magnetik dari medan elektromagnet yang ditimbulkan oleh pemancar gelombang radio
berfrekuensi sangat rendah yaitu berkisar antara 15-30 kHz. Terdapat dua teknik pada pengukuran
medan elektromagnet, yaitu teknik pengukuran aktif dan teknik pengukuran pasif. Dalam teknik
pengukuran aktif medan elektromagnet sengaja dibangkitkan di sekitar daerah observasi. Gelombang
menjalar melalui permukaan bumi sebagai gelombang tanah (ground wave) dan melalui lapisan
ionosfer sebagai gelombang angkasa (sky wave) yang mengalami pemantulan dan pembiasan sehingga
gelombang VLF mampu merambat sampai tempat yang jauh dari pemancar. Medan magnet dan
medan listrik yang dipancarkan berperan sebagai medan primer. Medan primer ini membangkitkan
medan sekunder akibat adanya arus induksi yang mengalir pada konduktor di dalam tanah. Medan
sekunder yang timbul tergantung sifat listrik benda-benda di dalam tanah dan sekitarnya. Pada daerah
observasi yang terukur adalah resultan dari medan primer dan medan sekunder. Medan primer
dianggap serbasama (homogen). Perubahan resultan kedua medan hanya bergantung pada perubahan
medan sekunder, sehingga sifat kelistrikan benda konduktif dibawah permukaan dapat diperkirakan[9].
Metode VLF-EM adalah salah satu metode geofisika yang banyak digunakan dalam studi
tentang lingkungan [1], [2], studi arkeologi [3], studi geoteknik [4], untuk mengidentifikasi sesar [5],
dan sungai bawah tanah [6]. Metoda VLF-EM ini dalam pelaksanaan pengukuran di lapangan hanya
menggunakan sinyal dari satu frekuensi saja(single frequency). Medan EM yang diukur oleh alat ukur
VLF-EM adalah medan kompleks total (HR) yang terdiri dari komponen real (inphase), imajiner
(quadrature), total-field, dan tilt-angle. Besar nilai yang terukur keempat komponen tersebut akan
sangat tergantung kepada nilai konduktivitas benda bawah permukaannya. Metode elektromagnetik
biasanya digunakan untuk eksplorasi benda-benda konduktif. Perubahan komponen medan akibat
variasi konduktivitas dimanfaatkan untuk menentukan struktur bawa permukaan. Medan
elektromagnetik yang digunakan dapat diperoleh dengan sengaja membangkitkan medan
elektromagnetik di sekitar daerah observasi. Pengukuran semacam ini disebut teknik pengukuran aktif.
Metode ini kurang praktis dan daerah observasi dibatasi oleh besarannya sumber yang dibuat. Teknik
pengukuran lain adalah teknikpengukuran pasif. Tenik ini memanfaatkan medan elektromagnetik yang
berasal dari sumber yang tidak sengaja dibangkitkan. Gelombang elektromagnetik seperti ini berasal
dari alam dan dari pemancar frekuensi rendah (15-30 kHz) adalah yang biasa disebut VLF (Very Low
Frequency). Teknik ini lebih praktis dan mempunyai jangkauan daerah pengamatan yang luas.
Metode elektromagnetik VLF ini bertujuan untuk mengukur harga daya konduktivitas batuan
berdasarkan pengukuran gelombang elektormagnetik skunder. Metode ini memanfaatkan gelombang
hasil induksi elektomagnetik yang berfrekuensi sangat rendah. Karena frekuensinya yang cukup
rendah, gelombang ini memiliki penetrasi yang cukup dalam. Gelombang ini juga menjalar ke seluruh
dunia dengan atenuasi yang kecil dalam pandu gelombang antara permukaan bumi dan ionosfer.
Karena induksi gelombang tersebut, maka di dalam medium oleh batuanakan timbul arus induksi.
Arus induksi inilah yang menimbulkan medan skunder yang dapat ditangkap di permukaan bumi.
Besarnya kuat medan elektromagnetik skunder ini sebanding dengan besarnya daya hantar listrik
batuan (𝜌), sehingga dengan mengukur kuat medan pada arah tertentu, maka secara tidak langsung kita
dapat mendeteksi daya hantar listrik batuan di bawahnya[9].
2. Teori Dasar
1.1. Persamaan Elektrodinamika
A Konsep Dasar
Medan EM dinyatakan dalam 4 vektor-vektor medan, yaitu : E = intensitas medan listrik (V/m),
H = intensitas medan magnetisasi (A/m), B = induksi magnetik, atau rapat fluks (Wb/m2 atau tesla)
dan D = pergeseran listrik (C/m2). Keempat vektor medan dituliskan dalam persamaan Maxwell[7] :
B
t
D
xH  J 
t
xE  
 B  0
  D  c
(1)
(2)
(3)
(4)
Dimana J adalah rapat arus (A/m2). Selain itu B   H , J   E dan D   E
B. Persamaan Penjalaran Gelombang
Dengan melakukan rotasi terhadap persamaan (1) dan (2) menghasilkan :
 B 
  (  E )       0
 t 
 D 
  (  H )    
   J
 t 
Persamaan diatas dapat juga ditulis dengan menggunkan hubungan konstitutif.
(5)
(6)


  (  E )     ( H )   0
 t

(7)


  (  H )     (E )     (E )
 t

(8)
Fungsi vektor H dan E bersifat kontinu serta memiliki turunan pertama dan kedua yang juga kontinu
sehingga operator   dan 
t
dapat dipertukarkan sehingga menghasilkan

  H   0
t

  (  H )     E     E
t
  (  E )  
(9)
(10)
Persamaan (1) dan (2) disubstitusikan ke dalam dua persamaan di atas menjadi
2E
E
(11)
 
0
t
t
2H
H
(12)
    H  
 
0
t
t
Dan dengan memasukkan   E  0 dan   H  0 untuk daerah homogen maka kita dapatkan
2E
E
(13)
 2 E   2  
0
t
t
    E  
 2 H  
2H
H
 
0
2
t
t
(14)
Secara eksplisit dalam domain frekuensi kita dapatkan
2 E  i E   2 E
(15)
(16)
 H  i H   H
Dengan  permitivitas dielektrik (F/m), μ permeabilitas magnetik (H/m), dan σ kondiktivitas listrik
2
2
(S/m). Bagian kiri pada persamaan (5) dan (6) menunjukkan arus konduksi, sedangkan bagian
kanannya menunjukkan sumbangan arus pergeserannya.
Pada persamaan (15) dan (16),  2   untuk material bumi pada frekuensi yang lebih kecil
dari 105 Hz (frekuensi VLF 15-30 KHz), arus perpindahan jauh lebih kecil dari arus konduksi
sehingga persamaan (13) dan (14) berubah menjadi
E
0
t
H
 2 H  
0
t
 2 E  
(17)
(18)
Sedangkan dalam domain frekuensi,persamaan (17) dan (18) menjadi
 2 E  iE  0
(19)
 H  iH  0
(20)
2
Pada keadaan di atas bilangan gelombang diberikan oleh
k  (i)
1
(21)
Permasalahan elektromagnetik bumi lazimnya menggunakan asumsi berikut untuk penyederhanaan
analisa:
2
(1)
medium bersifat linear, isotropik, homogen, dan memiliki sifat – sifat listrik yang tidak
bergantung pada waktu, temperatur,atau tekanan,dan
(2) permeabilitas magnetik μ diasumsikan berharga sama dengan yang di udara bebas, μ = μ0.
C.
Pelemahan (Atenuasi) medan
Gelombang bidang yang merambat ke bawah pada sebuah medium dengan konduktivitas σ, dimana
medan E berosilasi pada sumbu x dan medan H pada sumbu y akan memberikan solusi :
Ex  E0 eikz  E0e  i (   i ) z
(22)
Dengan k adalah parameter/angka gelombang ( k 2  i (  i ) ). Parameter real β menunjukkan
faktor fase (rad/s) dan parameter imajiner α menunjukkan faktor atenuasi/pelemahan (db/m)
gelombang. Mengingat harga konduktivitas dibagi dengan permitivitas dan frekuensi angularnya
sangat lebih besar daripada satu untuk medium batuan, maka faktor fase dan faktor atenuasi bernilai
sama[10].
Kedalaman pada saat amplitudo menjadi 1/e (sekitar 37%) dikenal sebagai kedalaman kulit
(skin depth / σ). Kedalaman ini di dalam metode EM sering dikenal sebagai kedalaman penetrasi
gelombang, yaitu :


  504 (  / f )


 0

  1/   
2
(23)
2.1 Metode VLF
A.
Prinsip Dasar Metode VLF
Medan elektromagnetik primer sebuah pemancar radio, memiliki komponen medan listrik vertikal PzE
dan komponen medan magnetik horizontal PyH tegak lurus terhadap arah perambatan sumbu x.
Medan elektromagnetik yang dipancarkan antena pemancar selanjutnya akan diterima stasiun
penerima dalam empat macam perambatan gelombang, yaitu: gelombang langit, gelombang langsung,
gelombang pantul dan gelombang terperangkap. Yang paling sering ditemui pada daerah survey
adalah gelombang langit. Pada jarak yang cukup jauh dari antena pemancar, komponen medan
elektromagnetik primer dapat dianggap sebagai gelombang yang berjalan secara horizontal. Jika di
bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif, maka komponen medan magnetik dari
gelombang elektromagnetik primer akan menginduksi medium tersebut sehingga akan menimbulkan
arus induksi (Eddy Current), SxE. Arus Eddy akan menimbulkan medan elektromagnetik baru yang
disebut medan elektromagnetik sekunder, SH, yang mempunyai komponen horizontal dan komponen
vertikal. Medan magnetik ini mempunyai bagian yang sefase (in-phase) dan berbeda fase (out-ofphase) dengan medan primer. Adapun besar medan elektromagnetik sekunder sangat tergantung dari
sifat konduktivitas benda di bawah permukaan[2].
Gambar 1 Distribusi medan elektromagnetik untuk metode VLF dalam polarisasi listrik dengan
sinyal di atas sebuah dike konduktif vertikal[2]
B.
Stasiun Pemancar VLF
Pembangunan pemancar VLF dimilai pada awal perang dunia I pada tahun 1910, untuk komunikasi
jarak jauh. Komunikasi dengan frekuensi VLF ini kemudian diperkuat hingga dapat digunakan untuk
komunikasi sub-marine yaitu kapal selam. Dua alasan pemakaian gelombang VLF adalah (1)
kemampuannya untuk komunikasi global karena pelemahan yang sangat kecil di dalam pandu
gelombang bumi-ionosfer dan (2) penetrasinya cukup efektif hingga dapat menembus langit dalam.
Gambar 2. Lokasi stasiun transmiter VLF [9]
Stasiun-stasiun VLF merupakan struktur yang kompleks dengan ketinggian tower antara 200300 meter yang disangga oleh logam-logam kanopi.. Ukuran luas antenna VLF sangatlah besar yaitu
sekitar 10 km2. Ukuran luas yang cukup lebar tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitansi
input dari pemancar tunggal VLF. Selain itu, terdapat kabel berbentuk bidang besar di bawah tanah
yang menutupi daerah di sekitar antena. Prosedur ini dibuat untuk meningkatkan efisiensi dari
gelombang yang dipancarkan oleh antena. Stasiun-stasiun ini menghasilkan medan elektromagnetik
yang berada pada frekuensi VLF yaitu sekitar 15-30 KHz. Gelombang tersebut dihasilkan dari aliran
arus yang bergerak naik-turun pada tower. Proses ini berlangsung secara kontinu pada frekuensi yang
telah ditentukan, atau disebut osilasi arus. Medan magnet yang dihasilkan berbentuk lingkaran
konsentris di sekitar garis vertikal dari arus. Pusat dari lingkaran tersebut berada pada antena yang
sejajar dengan tanah. Medan listrik yang terbentuk terorientasi secara vertikal terhadap medan magnet.
Medan elektromagnetik yang terbentuk bergerak keluar secara radial dari antena dan memiliki bentuk
seperti kue donat. (lihat gambar 3). Medan elektromagnetik ini dapat terdeteksi dari jarak yang sangat
jauh. Pada jarak ini, bentuk gelombang yang terdeteksi oleh instrumen VLF direpresentasikan sebagai
gelombang bidang.. Arah medan magnet adalah horisontal, sejajar dengan permukaan tanah sedangkan
arah dari medan listrik adalah vertikal[9].
Gambar 3. Permukaan medan magnet dan medan listrik[9]
Medan elektromagnetik yang dipancarkan oleh antena pemancar, diterima oleh stasiun
penerima dalam 4 macam perambatan, yaitu gelombang langit, gelombang langsung, gelombang
pantul, dan gelombang terperangkap. Yang paling sering ditemui pada daerah survey adalah
gelombang langit.
Lapisan Ionosfer
ng
ba
m
lo
Ge
Antena
La
it
ng
Gelombang Langsu ng
Gelom bang
Receiver
l
P antu
Gelombang Terperangkap
Gambar 4. Perambatan Gelombang VLF dalam medium[9]
C.
Pengaruh Atmosfer Terhadap Medan VLF
Sumber noise yang utama adalah radiasi medan elektromagnetik akibat kilat atmosfer baik di tempat
yang dekat /jauh dengan lokasi pengukuran. Pada frekuensi VLF, radiasi medan ini cukup dapat
melemahkan sinyal yang dipancarkan oleh pemancar. Daerah yang cukup banyak terdapat badai
tersebut adalah Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Afrika Tengah dan Kepulauan Asia Tenggara,
sehingga di Indonesia gangguan noise ini cukup banyak. Gangguan ini dicirikan dengan naiknya kuat
medan listrik vertikal dan medan magnet horisontal secara tiba-tiba (jika sumber medan cukup dekat
dengan pengukur) dan relatif berbentuk gaussian jika sumber medan cukup jauh.
Noise kedua adalah variasi diurnal medan elektromagnetik bumi, dimana terjadi pergerakan
badai dari arah timur ke barat yang terjadi pada siang hari hingga sore hampir malam. Untuk daerah
Australia, gangguan noise minimum terjadi pada saat musim salju (Mei-Juli) dan noise maksimum
terjadi saat pertengahan musim panas (November-Januari). Noise harian minimum berada pada jam
08.00 waktu lokal, kemudian merambat naik hingga maksimum pada jam 16.00 waktu lokal. Dengan
beberapa informasi ini disarankan bahwa pengukuran VLF di Indonesia dilakukan pada bulan-bulan
musim kemarau (Mei-Juli) mulai dari pagi-pagi sekali jam 06.00 hingga mendekati pukul 11.00 siang.
D
Gelombang Primer dan Gelombang Sekunder
Gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh antena pemancar dinamakan gelombang primer.
Gelombang primer tersebut akan menjalar di atas dan di bawah permukaan tanah. Jika di bawah
permukaan terdapat suatu medium yang konduktif, komponen medan magnet dari gelombang
elektromagnetik primer akan menginduksi konduktor tersebut sehingga akan menimbulkan arus
induksi (Eddy Current). Arus eddy akan menimbulkan medan elektromagnetik baru yang disebut
medan elektromagnetik sekunder. Gelombang EM yang terdeteksi oleh antena penerima (receiver)
merupakan nilai medan total dari medan primer yang langsung menjalar melalui udara ataupun yang
dipantulkan oleh ionosfer bumi, dan juga medan sekunder hasil induksi elektomagnetik pada
konduktor. Respon EM yang terukur pada receiver akan memiliki beda fasa yang berbeda antara
medan primer dan medan sekunder. Informasi ini dapat diolah untuk menentukan geometri, ukuran,
dan nilai konduktivitas dari suatu konduktor yang terdapat di bawah permukaan bumi.
Gambar 5. Induksi Elektromagnetik [9]
Tinjauan terhadap medan magnetik sekunder, dapat disedehanakan dengan menggunakan model
kopling rangkaian-rangkaian listrik bolak-balik (AC). Antena pemancar, benda konduktif, dan alat
ukur VLF dimodelkan sebagai tiga buah rangkaian listrik bolak-balik yang masing-masing terdiri dari
sebuah induktor dan sebuah hambatan.
1
3
2
K23
K12
K13
Gambar 6 Analogi sirkuit elektronik untuk sistem VLF[9]
Kij menyatakan koefisien kopling antara sistem ke-i dan sistem ke-j yang bergantung pada
geometri kedua sistem serta pelemahan gelombang elektromagnetik dalam perambatannya antara
kedua sistem. Medan magnetik primer di sekitar rangkaian 2 akibat adanya arus listrik AC yang
mengalir dalam rangkaian 1 dinyatakan sebagai
H2 ( p )  K12 I 2  K12 I10eit
(24)
Sedangkan medan magnetik primer di sekitar rangkaian 3 akibat arus AC pada rangkaian 1 dinyatakan
oleh :
( p)
H3
 K13 I1  K12 I10e
it
K13 H 2( p )

K12
(25)
Sesuai dengan hukum Faraday, ggl induksi yang timbul pada rangkaian di sekitar medan magnetic
diberikan oleh :
 k   M jk
dI j
dt
 i M jk I jo eit  
i M jk H k
K jk
(26)
Oleh karena itu, ggl induksi pada rangkaian 3 adalah :
 3( p )  
i M 13 H 3( p )
K13
(27)
Dan ggl induksi pada rangkaian 2 adalah :
 2( p )  
i M 12 H 2 ( p )
K12
(28)
Arus listrik induksi pada rangkaian 2 dapat dinyatakan sebagai :
I2 
 2( p )
z2
 2( p )

( R2  i L2 )
(29)
Z2 menyatakan impedansi efektif rangkaian 2. Arus listrik pada rangkaian 2 ini menimbulkan medan
magnetik pada rangkaian 3
H2
(s)
i K 23 M 12 H 2 ( p )
 K 23 I 2  
K12 ( R2  i L2 )
(30)

K 23 M 12 H 2
K13 L2
( p)
 Q  iQ 

2 
 1 Q 
2
Dengan Q   L2 / R2 . Perbandingan antara medan magnetik sekunder dan medan magnetik primer
pada rangkaian 3 (alat ukur VLF) menjadi :
H 3( s )
K 23 M12  Q2  iQ 




H 3( p )
K13 L2  i  Q 2 
(31)
Beda fasa antara medan sekunder dan medan primer adalah
L 


 p   s      ,   tan 1  s 
2

 Rs 
(32)
Dengan demikian, dapat dituliskan
H 3( s )   K 23 I 2 cos(t   )
(33)
Untuk konduktor yang baik, Q   , maka   1/ 2 radian, dalam hal ini medan sekunder
ketinggalan π radian terhadap medan primer. Untuk konduktor buruk Q  0 , maka   0 dan
medan sekunder ketinggalan ½ π radian terhadap medan sekunder. Secara umum, fasa medan
sekunder berkisar antara ½ π dan π radian terhadap medan primer.
Hubungan antara medan primer, sekunder, dan resultannya dapat direpresentasikan dalam
bentuk vektor (lihat gambar 7 dan 8). Komponen real (in-phase) dan imajiner (out-phase atau
quadrature) dapat dituliskan dalam bentuk diagram vektor.
Gambar 7. Bentuk Gelombang primer, sekunder dan resultannya.[9]
α
Ф
Gambar 8. Diagram vektor medan primer, sekunder dan resultannya[9].
E.
Polarisasi Medan VLF
Tinjau dua buah vektor P dan S yang dipisahkan dengan sudut sebesar β dan memiliki beda fasa
sebesar ф (lihat gambar 9a). Untuk menghitung besarnya resultan dari kedua vektor tersebut, setiap
vektor harus dipisahkan menjadi komponen vertikal dan horisontal. Persamaan matematika dari
penjumlahan vektor-vektor tersebut diberikan di persamaan (13 dan 14). Hasil dari proses
penjumlahan ini adalah nilai dari resultan R akan selalu ada tetapi bervariasi secara kontinu dalam
magnitude dan berotasi dalam ruang. Ujung dari vektor resultan digambarkan dalam bentuk elips yang
dikenal dengan polarisasi elips dengan sudut kemiringan sebesar θ terhadap horisontal. Sudut θ
dikenal dengan tilt-angle atau dip-angle. Beberapa kasus khusus yang dapat ditentukan adalah jika
sudut δ = 0, maka persamaan (15) berubah menjadi persamaan garis lurus. Hal ini mengindikasikan
resultan R merupakan vektor gelombang sederhana dan radiasinya terdiri dari gelombang bidang
terpolarisasi. Ketika δ = π/2, polarisasi elips terorientasi terhadap sumbu x dan sumbu y. Besar til-
angle menjadi nol atau sebesar n π/2 ketika medan P dan S pada sudut yang tepat dan ф = π/2. Dalam
kasus yang lain, δ = π/2 dan X = Y.
Gambar 9 Polarisasi Medan VLF (a) Medan sekunder terorientasi dalam ruang dengan sudut sebesar
β terhadap medan primer (b) Komponen vertikal dan horisontal Rx dan Ry yang merupakan resultan
dari penjumlahan medan primer dan sekunder. (c) Bentuk polarisasi elips dengan sudut kemiringan θ
(tilt-angle) terhadap horisontal. [9]
F.
Anomali VLF
Anomali yang terjadi pada metode VLF disebabkan karena adanya variasi nilai konduktivitas yang ada
di dalam bumi. Anomali ini diluar variasi yang disebabkan oleh sesuatu yang ada di luar seperti
perubahan dalam ionosfer, kondisi cuaca atau perubahan operasional dari stasiun pemancar
(transmitter). Yang menjadi dasar terjadinya anomali adalah adanya respon dari sesuatu yang
konduktif dalam bumi dengan medan VLF primer.
Gelombang VLF yang menjalar melalui permukaan bumi cenderung dibiaskan secara vertikal
ke bawah permukaan. Ada empat hal penting dari hasil proses ini, yaitu:
1. Gelombang elektromagnetik berjalan ke bawah secara langsung tanpa adanya pengaruh
sudut datang dengan arah kedua medan (medan magnet dan medan listrik) sejajar dengan
permukaan bumi. Arah medan magnetik tegak lurus dengan garis yang menghubungkan
transmiter dengan titik pengukuran, sedangkan medan listriknya sejajar (lihat gambar).
2. Kedua medan baik medan magnet maupun medan listrik akan semakin berkurang (terjadi
atenuasi) pada saat berjalan melewati permukaan bumi.
3. Medan listrik akan mendahului medan magnet sebesar π/4 radian atau 45 derajat.
4. Medan magnet dan medan listrik akan selalu memiliki beda fasa dengan besar yang sama
ketika berjalan masuk ke dalam bumi. Hal ini dapat dikuantifikasi dengan
merepresentasikannya ke dalam bentuk persamaan matematika.
z
H  H 0 e z /  cos(t  )

(34)
dan
 (
0 1/ 2
z 
) H 0e z /  cos(t   )

 4
dimana
(35)
 (
2
0
)1/ 2
(36)
Faktor δ disebut sebagai skin depth, yaitu kedalaman dimana amplitudo dari gelombang yang
diberikan nilainya akan berkurang sebesar 0,368 (1/e). Gelombang akan kehilangan hampir seluruh
energinya ketika mencapai satu skin depth[2].
3.
Metodelogi dan Implementasi VLF
3.1 Alur Pengambilan dan Pengolahan Data
Diagram alir pengambilan data dilihat pada gambar 10.a dan Diagram alir pengolahan data VLF dapat
dilihat pada gambar 10.b. Peralatan yang dibutuhkan adalah T-VLF, GPS, Kompas, Accu, Meteran,
Console, Sunto, Sensor VLF, dan Kabel penghubung
a. Diagram Alir Pengambilan Data
b. Diagram Alir Pengolahan Data
Gambar 10. Diagram alir pengambilan dan pengolahan data VLF
Berikut merupakan penjelasan diagram alir proses pengambilan data lapangan[8] :
1.
Pada pelaksanaanya terlebih dahulu mengetahui keadaan geologi daerah penelitian agar dalam
proses pengambilan data dan pengolahan serta tujuan dapat diketahui sesuai target akusisi.
2.
Mempersiapkan instrumen akusisi metode elektromagnetik yaitu T-VLF, alat berikut bersifat
sebagai receiver menerima sinyal yang dipancarkan oleh transmiter stasiun pemancar Jepang
dan Australia.
3.
Pembentangan lintasan pengukuran sesuai dengan desain survei yang telah dibuat yaitu 150 m.
4.
Mencatat koordinat pada lintasan pengukuran dan azimuth lintasan serta titik elevasi lintasan.
5.
Mengatur alat T-VLF dengan memasukkan nomor lintasan, frekuensi yang digunakan, stasiun
pemancar.
6.
Mencatat pada tabel data berupa nilai yang didapatkan dari alat berupa nilai tilt, elipt, Hhor,
Hver, dan fraser.
7.
Setelah dilakukan pengukuran selanjutnya melakukan standar operasional dengan
mengembalikan keadaan alat seperti semula.
Berikut merupakan penjelasan diagram alir pengolahan dari data yang didapatkan saat akuisisi :
1.
Pada langkah pertama setelah didapatkan data pengukuran daerah penelitian yang berupa nilai
dari nilai tilt, elipt, Hhor, Hver, dan fraser yang didapatkan dari masing masing pemancar
Jepang dan Australia.
2.
Data yang didapatkan kemudian diolah kedalam software Ms Excel untuk mendapatkan nilai
tilt, elipt, MA tilt dan elipt serta nilai RAE.
3.
Membuat data simpanan dalam bentuk notepad ataupun penggunakan script matlab yang
kemudian diolah pada software Matlab. Yang hasilnya berupa 3 penampang, yang penampang
pertama menunjukkan data Tilt dan MA Tilt, penampang kedua dan ketiga menunjukkan nilai
konduktivitas.
4.
Setelah mendapatkan nilai nilai tersebut maka langkah selanjutnya dibuat penampang rapat arus
dengan software surfer dengan memasukkan nilai pengukuran, nilai kedalaman dan nilai Rapat
Arus Equivalen. Menggunakan interpolasi tringaluasi.
5.
Bila menggunakan bantuan software Khffilt yang merupakan data karous hingga mendapatkan
penampang arus konduktivitas bawah permukaan
6.
Melakukan intepretasi dari peta penampang bawah permukaan hasil olahan dengan bantuan
software yang didapatkan dan intepretasi dikorelasikan dengan geologi daerah penelitian agar
target ataupun tujuan sesuai dengan akuisisi metode elektromagnetik ini dilakukan
3.2 Tahapan Pengolahan Data VLF
Agar data VLF lebih mudah diinterpretasi, data lapangan hasil pengukuran harus diolah
terlebih dahulu. Pada pengukuran metode VLF, topogarafi dan gangguan (noise) di lapangan
dapat mempengaruhi nilai VLF yang terukur. Sehingga diperlukan koreksi agar data yang diolah
dapat benar-benar menggambarkan anomali akibat benda konduktif di lapangan[10].
1.
Koreksi Topografi
Jika topografi daerah penyelidikan tidak datar, maka ada 2 hal yang mempengaruhi hasil
pengukuran data VLF:
a.
Pada bidang miring medan sekunder akan sejajar dengan bidang miring tersebut, sedangkan
medan primer akan tetap horizontal. Akibatnya resultan kedua medan tersebut akan
mengikuti kemiringan topografi (Baker dan Myers, 1980).
b.
Peristiwa pemantulan medan primer oleh bidang miring, pantulan ini akan bersuperposisi
dengan medan primer semula.
Efek topografi tersebut diperlihatkan pada Gambar 11.a Data VLF dikoreksi topografi
dengan cara Baker dan Myers. Koreksi ini berdasarkan studi model laboratorium, yaitu dengan
meletakan posisi benda konduktif pada kemiringan topografi yang bervariasi, pengaruh topogarafi
berbanding lurus terhadap kemiringannya. Sehingga hubungan antara kemiringan dengan
besarnya koreksi topografi dapat diperlihatkan pada Gambar 11.b
Gambar 11. Efek topografi pada aliran arus VLF dan medan magnetik: (a) Polarisasi medan listrik ,
(b) Polarisasi medan magnetic. [11]
2.
Filter Moving Average
Metode filter moving average digunakan untuk memisahkan data yang mengandung frekuensi tinggi
dan rendah. Data yang mengandung frekuensi tinggi diasumsikan sebagai sinyal, sedangkan data
berfrekuensi rendah diasumsikan sebagai gangguan (noise). Metode ini dilakukan dengan cara merataratakan nilai anomalinya dibagi dengan jumlah jendela yang digunakan. Atau secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut:
(36)
dimana: k adalah jumlah pengurangan data yang hilang akibat dilakukan filtering dan N adalah
panjang interval smoothing atau lebar jendela.
3.
Filter Fraser
Titik dimana tilt-angle mengalami persilangan dari polaritas positif menjadi negatif diinterpreatasi
sebagai posisi konduktor yang menyebabkan anomali. Dalam satu profil, persilangan ini terlihat
cukup jelas, namun ketika diplot kedalam bentuk peta, letak dari semua titik nol (inflection point)
tidak dapat diidentifikasi dengan mudah. Salah satu cara untuk menyelesaikannya adalah dengan
menggunakan filter yang ditemukan oleh Fraser (1969) yang dinamakan filter Fraser. Filter ini
0
didesain untuk membagi data tilt angle dengan 90 , sehingga persilangan menjadi maksimum
(peak). Filter ini juga melemahkan panjang gelombang yang terlalu besar untuk mengurangi efek
topografi. Selain itu, filter ini mengurangi efek pelemahan dari variasi temporal kuat sinyal
pemancar. Prinsip dasar dari filter Fraser adalah menggunakan 4 buah titik yang berurutan,
dengan cara mengurangkan jumlah dari nilai data ke-3 dan ke-4 terhadap jumlah dari nilai data
ke-1 dan ke-2. Kemudian diplot pada titik tengah antara data ke-2 dan data ke-3. Atau secara
matematis filter Fraser dapat dilakukan sebagai berikut:
(37)
Contoh penerapan filter Fraser dapat dilihat pada Gambar 12
Gambar 12. Respon pengukuran dari model sintetik dengan mengaplikasian filter Fraser. Titiktitik hijau memperlihatkan posisi benda pada sumbu–x, untuk : a) Data sintetik VLF-EM, terdiri
dari data real (merah) dan imaginer (biru), b) Data terfilter Fraser dan (c) Model benda resistivitas
dengan harga 100 ohm-m [11].
4.
Filter Karous-Hjelt
Filter Karous-Hjelt merupakan filter yang dikembangkan dari konsep medan magnetik yang
berhubungan dengan aliran arus listrik. Filter ini dikembangkan dari filter statistika linear
berdasarkan atas filter Fraser dan teori medan linear dari Bendat dan Piersol. Filter ini
menghasilkan profil kedalaman dari rapat arus yang diturunkan dari nilai komponen vertikal
medan magnetik pada setiap titik pengukuran. Adapun profil kedalaman dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
(38)
Dimana M = H / H adalah nilai yang terukur pada alat.
n
z
x
Filter Karous-Hjelt menghitung sumber arus akivalen pada kedalaman tertentu yang
umumnya dikenal sebagai rapat arus. Posisi rapat arus ini dapat menjadi alat untuk
menginterpreatasi lebar dan kemiringan sebuah benda anomali dengan kedalaman tertentu.
Contoh penerapan filter Karous-Hjelt dapat dilihat pada Gambar 13
Gambar 13 Rapat arus ekivalen yang dihitung dengan menggunakan filter Karous-Hjelt: (a)
inphase dan (b) quadrature. Kotak bergaris hitam adalah posisi benda anomali sebenarnya.[11]
5.
Pemodelan
Pemodelan ke depan (forward modelling) dan ke belakang (inverse modelling) adalah adalah
proses yang saling berkebalikan satu sama lain. Pemodelan ke depan menggambarkan respon
penyebaran gelombang dari model yang kita buat. Pemodelan ke belakang mencoba
mengembalikan pengaruh dari perambatan gelombang untuk menghasilkan suatu gambaran
bawah permukaan bumi.
Pada penelitian ini baik pemodelan ke depan, maupun pemodelan ke belakang dilakukan dengan
algoritma elemen hingga (finite element). Finite elemen adalah suatu cara untuk menyusun solusi
pendekatan dari masalah nilai batas. Ide dasarnya adalah memperoleh solusi pendekatan suatu
masalah yang kompleks dengan mengubahnya menjadi masalah yang sederhana terlebih dahulu.
Dengan ide ini dimungkinkan untuk melakukan perubahan bentuk persamaan model dari bentuk
persamaan differensial ke bentuk persamaan linear, dengan kata lain mengubah suatu masalah
dengan derajat kebebasan tak hinggga menjadi masalah yang memiliki derajat kebebasan
berhingga[12].
Pada metode finite elemen, daerah pengamatan dibentuk menjadi sebuah matriks yang dibagi
menjadi elemen-elemen berbentuk kotak. Oleh karena itu nilai spasi pada arah vertikal dan
horisontal dan pembagian blok dari zona interest harus ditetapkan (Gambar 14). Pada daerah yang
memiliki perubahan konduktivitas dilakukan diskretisasi yang tinggi karena disekitar daerah ini
terjadi variasi nilai medan yang besar.
Gambar 14. Mesh finite elemen (garis biru ) untuk pengukuran dari 0-460. Pada daerah konduktif
(kotak bergaris merah) dilakukan pendiskretisasian yang lebih rapat karena disekitar ini terjadi
variasi nilai medan yang besar. [12]
3.3 Contoh Penerapan
Berikut merupakan contoh pengukuran metode VLF pada lapangan merah Universitas Padjadjaran.
Pengukuran dilakukan menggunakan Envi VLF Scintrex dengan jumlah lintasan pengukuran yaitu
4 dimana panjang lintasan 360 m. Lintasan ke 2, 3, dan 4 berjarak 20 meter tiap lintasannya. Tiap
titik pengukuran pada setiap lintasan memiliki spasi pengukuran 20 meter. Dari hasil prosesing
data menggunakan filter freaser dan filter KH-jelt, didapatkan bahwa pada lapangan merah
Universitas Padjadjaran memiliki lapisan soil yang cukup tebal, yaitu mencapai 40 meter dan
dilanjutkan oleh lapisan batuan lempung[8].
Gambar 15. Penampang konduktivitas bawah permukaan real dan imaginer untuk line 1 sampai
4[8]
Setelah melakukan pengolahan data, maka terlihat bahwa pada grafik filter real feaser maupun
filter imaginer freaser, terdapat anomali pada semua lintasan. Pada lintasan 1, terdapat harga yang
saling berbeda tiap titik pengukurannya, terdapat yang bernilai konduktif, juga yang bernilai resistif.
Pada lintasan 2, dari jarak 0-100 meter, terdapat benda bawah permukaan yang memiliki harga
konduktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga konduktivitas yang lainnya pada satu line.
Pada lintasan 3, pada jarak 100-200 bernilai resistif, tetapi pada jarak 200-250, bernilai konduktif.
Sedangkan pada lintasan 4, pada jarak 100- 200, terdapat benda bawah permukaan yang memiliki
harga resistivitas yang tinggi, sedangkan pada jarak 200-300 benda bawah permukaan yang memiliki
harga konduktivitas yang tinggi, dibandingkan harga resistivitas yang lainnya pada lintasan yang
sama. Keempat lintasan tersebut harus dibuktikan dengan filter yang lain untuk melihat bagaimana
pola persebaran konduktivitasnya. Dengan filter freaser, kita hanya dapat mengetahui persebaran nilai
konduktivitas di permukaan saja. Untuk mengetahui persebaran harga konduktivitas dibawah
permukaan, maka dilakukan filter KH-Jelt pada pengolahan data[8].
Setelah dilakukan pengolahan menggunakan filter KH-Jelt, didapatkanlah hasil penampang
untuk masing-masing lintasan. Pada lintasan 1, terlihat dari penampang bahwa pada kedalaman 0-20
meter, benda yang terkandung memiliki sifat lebih konduktif, yaitu berkisar berkisar antara 6-24.
Sedangkan paa kedalaman 20- 40m, memiliki harga sebesar (-10) – (-16) yang berarti material yang
terkandung bersifat lebih resistif. Hal ini berarti bahwa, terdapat perbedaan materi pada lintasan 1 pada
kedalaman 0-20 m dan 20-40 m.
Walaupun demikian, perbedaan materi ini tidak terlalu mencolok, sebab perbedaan nilainya tidak
terlalu besar, dan dapat dikatakan bahwa pada lintasan 1 memiliki jenis lapisan yang sama hingga
kedalaman 40 meter, yaitu lapisan top soil. Pada daerah pengukuran juga, secara geologi dikatakan
bahwa memiliki lapisan top soil yang cukup tebal. Hanya saja, pada lintasan 1, pada permukaannya
memiliki harga konduktivitas yang lebih besar, sebab pada lintsan 1 pengukurannya dilakukan pada
jalanan beraspal, dan karena komposisi dari jalan aspal adalah aspal dan batuan beku, maka harga
konduktivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan materi yang berada dibawahnya.
Pada lintasan 2, terdapat anomali pada jarak 0-100 meter, dimana pada jarak tersebut, disekitar
permukaan terdapat materi yang memiliki harga konduktivitas yang lebih tinggi dibandingkan harga
sekitarnya, yaitu berkisar 12-20. Hal ini mungkin saja terjadi, sebab pada daerah pengukuran, terdapat
objek yang dikubur. Hal tersebut terlihat dari terdapatnya berangkal yang tersebar disekitar titik
pengukuran. Hal inilah yang membuat harga konduktivitas pada jarak 0-100 m di lintasan 2 menjadi
berbeda dengan yang lainnya. Secara umum, pada lintasan 2, material yang terkandung memiliki harga
bernilai (-10)-(-16), yang berarti bahwa pada lintasan 2, materialnya memiliki sifat resistif. Ini
menunjukkan bahwa pada lintasan 2, material yang terkandung dapat berupa top soil ataupun batuan
sedimen. Berdasarkan pengamatan lapangan, dapat diinterpretasikan bahwa pada lintasan 2, sama
halnya dengan lintasan 1, hingga kedalaman 40 m, hanya terdapat 1 lapisan saja, yaitu lapisan top soil.
Pada lintasan 3, pada jarak 200-280 m, pada permukaannya, memiliki material yang lebih
resistif, yaitu bernilai (-10)-(-16). Sedangkan pada daerah yang lainnya, cenderung bernilai 0-16. Hal
ini berarti pada jarak 200-280, terdapat material resistif. Namun, bila diamati, mungkin saja anomali
ini terjadi bukan alami, tetapi akibat adanya aktivitas manusia. Sedangkan secara umum, sama seperti
lintasan sebelumnya, pada lintasan 3 hingga kedalaman 40 m, hanya terdapat satu lapisan saja. Hanya
saja untuk lintasan 3, terlihat dari penampang bahwa pada lintasan ini berbeda dengan kedua lintasan
sebelumnya, yaitu pada lintasan ini bersifat lebih konduktif sebab lebih berwarna merah, sedangkan
lintasan lainnya berwarna biru. Hal ini diakibatkan terlalu banyaknya noise pada saat melakukan
akuisisi data pada lintasan 3, sehingga data yang didapat pun kurang baik[8].
Untuk lintasan 4, pada jarak 180-200 memiliki sifat lebih resistif, sedangkan pada jarak 220-250
memiliki sifat lebih konduktif. Hal ini diakibatkan kualitas sinyal VLF yang kurang baik pada titik
pengukuran yang dimaksud. Sama seperti lintasan-lintasan sebelumnya, terlihat dari penampang
bahwa pada lintasan 4, hingga kedalaman 40 m hanya terdiri dari 1 lapisan saja. Hanya saja, pada
lintasan 4 harga konduktivitasnya yaitu memiliki rentang 4-(-6). Secara keseluruhan dari keempat
lintasan yang ada, terlihat bahwa tidak ada anomali yang signifikan pada daerah pengukuran, dan pada
daerah pengukuran hingga kedalaman 40 m, hanya terdiri dari satu lapisan saja[8].
4. Kesimpulan
1. Terdapat beberapa hukum dan prinsip fisika yang digunakan dalam metode VLF, seperti
persamaan Maxwell dan fenomena listrik magnet yang didapatkan oleh Faraday, Ampere, Gauss,
Coulomb.
2. Terdapat beberapa teknik akuisisi data untuk metode VLF, seperti pengkalibrasian alat sehingga
baik untuk diopasikan, dan arah hadap operator pada saat melakukan akuisisi data.
3. Metode VLF dapat digunakan untuk eksplorasi di daerah-daerah yang memiliki konduktivitas yang
cukup kontras seperti pada daerah patahan.
4. Terdapat beberapa teknik pengolahan data dan interpretasi metode VLF, seperti filter freaser dan
filter KH-Jelt.
Daftar Pustaka
[1] E. Al-Tarazi, J. Abu Rajab, A. Al-Naqa, and M. El-Waheidi, “Detecting leachate plumes and
groundwater pollution at Ruseifa municipal landfill utilizing VLF-EM method,” J. Appl. Geophys.,
vol. 65, no. 3–4, pp. 121–131, Sep. 2008.
[2] F. P. Bosch and I. Müller, “Continuous gradient VLF measurements: a new possibility for high
resolution mapping of karst structures,” First Break, vol. 19, no. 6, pp. 343–350, Jun. 2001.
[3] A. M. Abbas, M. A. Khalil, U. Massoud, F. M. Santos, H. A. Mesbah, A. Lethy, M. Soliman, and
E. S. A. Ragab, “The implementation of multi-task geophysical survey to locate Cleopatra Tomb at
Tap-Osiris Magna, Borg El-Arab, Alexandria, Egypt ‘Phase II,’” NRIAG J. Astron. Geophys., vol. 1,
no. 1, pp. 1–11, Jun. 2012.
[4] S. P. Sharma, K. Anbarasu, S. Gupta, and A. Sengupta, “Integrated very low-frequency EM
[5] A. Gürer, M. Bayrak, and Ö. F. Gürer, “A VLF survey using current gathering phenomena for
tracing buried faults of Fethiye–Burdur Fault Zone, Turkey,” J. Appl. Geophys., vol. 68, no. 3, pp.
437–447, Jul. 2009.
[6] A. S. Bahri, D. Santoso, W. G. A. Kadir, D. D. Puradimedja, R. M. Tofan, and F. A. Monteiro
Santos, “Penerapan metoda Very Low Frequency-vertical Gradient (VLF-EMvGRAD) untuk
memetakan Sungai bawah permukaan di daerah karst,” HAGI. [Online]. Available:
http://www.hagi.or.id/paper/penerapanmetoda-very-low-frequency-vertical-gradientvlf-em-vgraduntuk-memetakan-sungaibawah- permukaan-di-daerah-karst/. [Accessed: 1-Desember 2019].
[7] Griffiths, David J, Introduction to Electrodinamics, Prentice Hall Upper Saddle River. 1999
[8] Ramos, Arif. “Metode Elektromagnetik Very Low Frequency (Vlf) Untuk Pendugaan Struktur
Bawah Permukaan Lapangan Merah”. UNPAD. 2016
[9] Reynolds, John, An Introduction to Applied and Enviromental Geophysics, John Wiley & Sons.
1997
[10] Kaikkonen, P.,”Some Points of View Concering Interpretation of VLF and VLF-R
Measurements, Publ Univ. Of Miskolo, Series A Mining, Vol. 52 pp. 81–101. 1997.
[11] McNeill, J.D, and Labson, V.F., “Geological Mapping Using VLF Radio Fields”,
Electromagnetic methods in Applied geophysics. V2. 612. 1987
[12] Burhan, I., “Two Dimension VLF Electromagnetic Wave Response on a Cave In Kars Area
Model Using Thefinite Elemen Method”, Thesis Prodi Fisika UGM. 2005
Download