Penerapan Elektrodinamika Di Dalam Metode Geofisika Very Low Frequency (VLF) Candra Mecca Sufyana1 1 Departemen Fisika, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132, Indonesia Email: [email protected] Abstract. Metode elektromagnetik VLF memanfaatkan medan elektromagnetik yang dibangkitkan pemancarpemancar gelombang radio. Terdapat beberapa hukum dan prinsip fisika yang digunakan dalam metode VLF, seperti persamaan Maxwell dan fenomena listrik magnet yang didapatkan oleh Faraday, Ampere, Gauss, Coulomb. Medan magnetik dan medan listrik yang dibangkitkannya disebut sebagai medan primer VLF berdaya besar yang dioperasikan untuk kepentingan militer. Medan primer membangkitkan medan sekunder sebagai akibat adanya arus induksi yang mengalir pada benda-benda konduktor di dalam tanah. Medan sekunder yang timbul bergantung pada sifat-sifat medan primer, sifat listrik benda-benda di dalam tanah dan medium sekitarnya, serta bentuk dan posisi benda-benda tersebut. Pengambilan data lapangannya yaitu memanfaatkan tilt angle α yaitu sudut utama dalam polarisasi ellip dari horisontal, dan eliptisitas ε yang merupakan perrbandingan sumbu kecil terhadap sumbu besarnya. Target mencari anomali konduktivitas yang berada dibawah permukaan. Pada keadaan sebenarnya metode elektromagnetik VLF ini dapat diintepretasikan kuantitatif dan kualitatif. Intepretasi kualitatif menggunakan filter fraser dan K-Hjelt filter untuk menestimasi lokasi lateral dari zona resistitif dan konduktif, sedangkan intepertasi kuantitatif digunakan metode inversi untuk mengetahui resistivitas bawah permukaan. 1. Pendahuluan Metode Very Low Frequency (VLF) merupakan salah satu metode geofisika yang memanfaatkan komponen magnetik dari medan elektromagnet yang ditimbulkan oleh pemancar gelombang radio berfrekuensi sangat rendah yaitu berkisar antara 15-30 kHz. Terdapat dua teknik pada pengukuran medan elektromagnet, yaitu teknik pengukuran aktif dan teknik pengukuran pasif. Dalam teknik pengukuran aktif medan elektromagnet sengaja dibangkitkan di sekitar daerah observasi. Gelombang menjalar melalui permukaan bumi sebagai gelombang tanah (ground wave) dan melalui lapisan ionosfer sebagai gelombang angkasa (sky wave) yang mengalami pemantulan dan pembiasan sehingga gelombang VLF mampu merambat sampai tempat yang jauh dari pemancar. Medan magnet dan medan listrik yang dipancarkan berperan sebagai medan primer. Medan primer ini membangkitkan medan sekunder akibat adanya arus induksi yang mengalir pada konduktor di dalam tanah. Medan sekunder yang timbul tergantung sifat listrik benda-benda di dalam tanah dan sekitarnya. Pada daerah observasi yang terukur adalah resultan dari medan primer dan medan sekunder. Medan primer dianggap serbasama (homogen). Perubahan resultan kedua medan hanya bergantung pada perubahan medan sekunder, sehingga sifat kelistrikan benda konduktif dibawah permukaan dapat diperkirakan[9]. Metode VLF-EM adalah salah satu metode geofisika yang banyak digunakan dalam studi tentang lingkungan [1], [2], studi arkeologi [3], studi geoteknik [4], untuk mengidentifikasi sesar [5], dan sungai bawah tanah [6]. Metoda VLF-EM ini dalam pelaksanaan pengukuran di lapangan hanya menggunakan sinyal dari satu frekuensi saja(single frequency). Medan EM yang diukur oleh alat ukur VLF-EM adalah medan kompleks total (HR) yang terdiri dari komponen real (inphase), imajiner (quadrature), total-field, dan tilt-angle. Besar nilai yang terukur keempat komponen tersebut akan sangat tergantung kepada nilai konduktivitas benda bawah permukaannya. Metode elektromagnetik biasanya digunakan untuk eksplorasi benda-benda konduktif. Perubahan komponen medan akibat variasi konduktivitas dimanfaatkan untuk menentukan struktur bawa permukaan. Medan elektromagnetik yang digunakan dapat diperoleh dengan sengaja membangkitkan medan elektromagnetik di sekitar daerah observasi. Pengukuran semacam ini disebut teknik pengukuran aktif. Metode ini kurang praktis dan daerah observasi dibatasi oleh besarannya sumber yang dibuat. Teknik pengukuran lain adalah teknikpengukuran pasif. Tenik ini memanfaatkan medan elektromagnetik yang berasal dari sumber yang tidak sengaja dibangkitkan. Gelombang elektromagnetik seperti ini berasal dari alam dan dari pemancar frekuensi rendah (15-30 kHz) adalah yang biasa disebut VLF (Very Low Frequency). Teknik ini lebih praktis dan mempunyai jangkauan daerah pengamatan yang luas. Metode elektromagnetik VLF ini bertujuan untuk mengukur harga daya konduktivitas batuan berdasarkan pengukuran gelombang elektormagnetik skunder. Metode ini memanfaatkan gelombang hasil induksi elektomagnetik yang berfrekuensi sangat rendah. Karena frekuensinya yang cukup rendah, gelombang ini memiliki penetrasi yang cukup dalam. Gelombang ini juga menjalar ke seluruh dunia dengan atenuasi yang kecil dalam pandu gelombang antara permukaan bumi dan ionosfer. Karena induksi gelombang tersebut, maka di dalam medium oleh batuanakan timbul arus induksi. Arus induksi inilah yang menimbulkan medan skunder yang dapat ditangkap di permukaan bumi. Besarnya kuat medan elektromagnetik skunder ini sebanding dengan besarnya daya hantar listrik batuan (𝜌), sehingga dengan mengukur kuat medan pada arah tertentu, maka secara tidak langsung kita dapat mendeteksi daya hantar listrik batuan di bawahnya[9]. 2. Teori Dasar 1.1. Persamaan Elektrodinamika A Konsep Dasar Medan EM dinyatakan dalam 4 vektor-vektor medan, yaitu : E = intensitas medan listrik (V/m), H = intensitas medan magnetisasi (A/m), B = induksi magnetik, atau rapat fluks (Wb/m2 atau tesla) dan D = pergeseran listrik (C/m2). Keempat vektor medan dituliskan dalam persamaan Maxwell[7] : B t D xH J t xE B 0 D c (1) (2) (3) (4) Dimana J adalah rapat arus (A/m2). Selain itu B H , J E dan D E B. Persamaan Penjalaran Gelombang Dengan melakukan rotasi terhadap persamaan (1) dan (2) menghasilkan : B ( E ) 0 t D ( H ) J t Persamaan diatas dapat juga ditulis dengan menggunkan hubungan konstitutif. (5) (6) ( E ) ( H ) 0 t (7) ( H ) (E ) (E ) t (8) Fungsi vektor H dan E bersifat kontinu serta memiliki turunan pertama dan kedua yang juga kontinu sehingga operator dan t dapat dipertukarkan sehingga menghasilkan H 0 t ( H ) E E t ( E ) (9) (10) Persamaan (1) dan (2) disubstitusikan ke dalam dua persamaan di atas menjadi 2E E (11) 0 t t 2H H (12) H 0 t t Dan dengan memasukkan E 0 dan H 0 untuk daerah homogen maka kita dapatkan 2E E (13) 2 E 2 0 t t E 2 H 2H H 0 2 t t (14) Secara eksplisit dalam domain frekuensi kita dapatkan 2 E i E 2 E (15) (16) H i H H Dengan permitivitas dielektrik (F/m), μ permeabilitas magnetik (H/m), dan σ kondiktivitas listrik 2 2 (S/m). Bagian kiri pada persamaan (5) dan (6) menunjukkan arus konduksi, sedangkan bagian kanannya menunjukkan sumbangan arus pergeserannya. Pada persamaan (15) dan (16), 2 untuk material bumi pada frekuensi yang lebih kecil dari 105 Hz (frekuensi VLF 15-30 KHz), arus perpindahan jauh lebih kecil dari arus konduksi sehingga persamaan (13) dan (14) berubah menjadi E 0 t H 2 H 0 t 2 E (17) (18) Sedangkan dalam domain frekuensi,persamaan (17) dan (18) menjadi 2 E iE 0 (19) H iH 0 (20) 2 Pada keadaan di atas bilangan gelombang diberikan oleh k (i) 1 (21) Permasalahan elektromagnetik bumi lazimnya menggunakan asumsi berikut untuk penyederhanaan analisa: 2 (1) medium bersifat linear, isotropik, homogen, dan memiliki sifat – sifat listrik yang tidak bergantung pada waktu, temperatur,atau tekanan,dan (2) permeabilitas magnetik μ diasumsikan berharga sama dengan yang di udara bebas, μ = μ0. C. Pelemahan (Atenuasi) medan Gelombang bidang yang merambat ke bawah pada sebuah medium dengan konduktivitas σ, dimana medan E berosilasi pada sumbu x dan medan H pada sumbu y akan memberikan solusi : Ex E0 eikz E0e i ( i ) z (22) Dengan k adalah parameter/angka gelombang ( k 2 i ( i ) ). Parameter real β menunjukkan faktor fase (rad/s) dan parameter imajiner α menunjukkan faktor atenuasi/pelemahan (db/m) gelombang. Mengingat harga konduktivitas dibagi dengan permitivitas dan frekuensi angularnya sangat lebih besar daripada satu untuk medium batuan, maka faktor fase dan faktor atenuasi bernilai sama[10]. Kedalaman pada saat amplitudo menjadi 1/e (sekitar 37%) dikenal sebagai kedalaman kulit (skin depth / σ). Kedalaman ini di dalam metode EM sering dikenal sebagai kedalaman penetrasi gelombang, yaitu : 504 ( / f ) 0 1/ 2 (23) 2.1 Metode VLF A. Prinsip Dasar Metode VLF Medan elektromagnetik primer sebuah pemancar radio, memiliki komponen medan listrik vertikal PzE dan komponen medan magnetik horizontal PyH tegak lurus terhadap arah perambatan sumbu x. Medan elektromagnetik yang dipancarkan antena pemancar selanjutnya akan diterima stasiun penerima dalam empat macam perambatan gelombang, yaitu: gelombang langit, gelombang langsung, gelombang pantul dan gelombang terperangkap. Yang paling sering ditemui pada daerah survey adalah gelombang langit. Pada jarak yang cukup jauh dari antena pemancar, komponen medan elektromagnetik primer dapat dianggap sebagai gelombang yang berjalan secara horizontal. Jika di bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif, maka komponen medan magnetik dari gelombang elektromagnetik primer akan menginduksi medium tersebut sehingga akan menimbulkan arus induksi (Eddy Current), SxE. Arus Eddy akan menimbulkan medan elektromagnetik baru yang disebut medan elektromagnetik sekunder, SH, yang mempunyai komponen horizontal dan komponen vertikal. Medan magnetik ini mempunyai bagian yang sefase (in-phase) dan berbeda fase (out-ofphase) dengan medan primer. Adapun besar medan elektromagnetik sekunder sangat tergantung dari sifat konduktivitas benda di bawah permukaan[2]. Gambar 1 Distribusi medan elektromagnetik untuk metode VLF dalam polarisasi listrik dengan sinyal di atas sebuah dike konduktif vertikal[2] B. Stasiun Pemancar VLF Pembangunan pemancar VLF dimilai pada awal perang dunia I pada tahun 1910, untuk komunikasi jarak jauh. Komunikasi dengan frekuensi VLF ini kemudian diperkuat hingga dapat digunakan untuk komunikasi sub-marine yaitu kapal selam. Dua alasan pemakaian gelombang VLF adalah (1) kemampuannya untuk komunikasi global karena pelemahan yang sangat kecil di dalam pandu gelombang bumi-ionosfer dan (2) penetrasinya cukup efektif hingga dapat menembus langit dalam. Gambar 2. Lokasi stasiun transmiter VLF [9] Stasiun-stasiun VLF merupakan struktur yang kompleks dengan ketinggian tower antara 200300 meter yang disangga oleh logam-logam kanopi.. Ukuran luas antenna VLF sangatlah besar yaitu sekitar 10 km2. Ukuran luas yang cukup lebar tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitansi input dari pemancar tunggal VLF. Selain itu, terdapat kabel berbentuk bidang besar di bawah tanah yang menutupi daerah di sekitar antena. Prosedur ini dibuat untuk meningkatkan efisiensi dari gelombang yang dipancarkan oleh antena. Stasiun-stasiun ini menghasilkan medan elektromagnetik yang berada pada frekuensi VLF yaitu sekitar 15-30 KHz. Gelombang tersebut dihasilkan dari aliran arus yang bergerak naik-turun pada tower. Proses ini berlangsung secara kontinu pada frekuensi yang telah ditentukan, atau disebut osilasi arus. Medan magnet yang dihasilkan berbentuk lingkaran konsentris di sekitar garis vertikal dari arus. Pusat dari lingkaran tersebut berada pada antena yang sejajar dengan tanah. Medan listrik yang terbentuk terorientasi secara vertikal terhadap medan magnet. Medan elektromagnetik yang terbentuk bergerak keluar secara radial dari antena dan memiliki bentuk seperti kue donat. (lihat gambar 3). Medan elektromagnetik ini dapat terdeteksi dari jarak yang sangat jauh. Pada jarak ini, bentuk gelombang yang terdeteksi oleh instrumen VLF direpresentasikan sebagai gelombang bidang.. Arah medan magnet adalah horisontal, sejajar dengan permukaan tanah sedangkan arah dari medan listrik adalah vertikal[9]. Gambar 3. Permukaan medan magnet dan medan listrik[9] Medan elektromagnetik yang dipancarkan oleh antena pemancar, diterima oleh stasiun penerima dalam 4 macam perambatan, yaitu gelombang langit, gelombang langsung, gelombang pantul, dan gelombang terperangkap. Yang paling sering ditemui pada daerah survey adalah gelombang langit. Lapisan Ionosfer ng ba m lo Ge Antena La it ng Gelombang Langsu ng Gelom bang Receiver l P antu Gelombang Terperangkap Gambar 4. Perambatan Gelombang VLF dalam medium[9] C. Pengaruh Atmosfer Terhadap Medan VLF Sumber noise yang utama adalah radiasi medan elektromagnetik akibat kilat atmosfer baik di tempat yang dekat /jauh dengan lokasi pengukuran. Pada frekuensi VLF, radiasi medan ini cukup dapat melemahkan sinyal yang dipancarkan oleh pemancar. Daerah yang cukup banyak terdapat badai tersebut adalah Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Afrika Tengah dan Kepulauan Asia Tenggara, sehingga di Indonesia gangguan noise ini cukup banyak. Gangguan ini dicirikan dengan naiknya kuat medan listrik vertikal dan medan magnet horisontal secara tiba-tiba (jika sumber medan cukup dekat dengan pengukur) dan relatif berbentuk gaussian jika sumber medan cukup jauh. Noise kedua adalah variasi diurnal medan elektromagnetik bumi, dimana terjadi pergerakan badai dari arah timur ke barat yang terjadi pada siang hari hingga sore hampir malam. Untuk daerah Australia, gangguan noise minimum terjadi pada saat musim salju (Mei-Juli) dan noise maksimum terjadi saat pertengahan musim panas (November-Januari). Noise harian minimum berada pada jam 08.00 waktu lokal, kemudian merambat naik hingga maksimum pada jam 16.00 waktu lokal. Dengan beberapa informasi ini disarankan bahwa pengukuran VLF di Indonesia dilakukan pada bulan-bulan musim kemarau (Mei-Juli) mulai dari pagi-pagi sekali jam 06.00 hingga mendekati pukul 11.00 siang. D Gelombang Primer dan Gelombang Sekunder Gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh antena pemancar dinamakan gelombang primer. Gelombang primer tersebut akan menjalar di atas dan di bawah permukaan tanah. Jika di bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif, komponen medan magnet dari gelombang elektromagnetik primer akan menginduksi konduktor tersebut sehingga akan menimbulkan arus induksi (Eddy Current). Arus eddy akan menimbulkan medan elektromagnetik baru yang disebut medan elektromagnetik sekunder. Gelombang EM yang terdeteksi oleh antena penerima (receiver) merupakan nilai medan total dari medan primer yang langsung menjalar melalui udara ataupun yang dipantulkan oleh ionosfer bumi, dan juga medan sekunder hasil induksi elektomagnetik pada konduktor. Respon EM yang terukur pada receiver akan memiliki beda fasa yang berbeda antara medan primer dan medan sekunder. Informasi ini dapat diolah untuk menentukan geometri, ukuran, dan nilai konduktivitas dari suatu konduktor yang terdapat di bawah permukaan bumi. Gambar 5. Induksi Elektromagnetik [9] Tinjauan terhadap medan magnetik sekunder, dapat disedehanakan dengan menggunakan model kopling rangkaian-rangkaian listrik bolak-balik (AC). Antena pemancar, benda konduktif, dan alat ukur VLF dimodelkan sebagai tiga buah rangkaian listrik bolak-balik yang masing-masing terdiri dari sebuah induktor dan sebuah hambatan. 1 3 2 K23 K12 K13 Gambar 6 Analogi sirkuit elektronik untuk sistem VLF[9] Kij menyatakan koefisien kopling antara sistem ke-i dan sistem ke-j yang bergantung pada geometri kedua sistem serta pelemahan gelombang elektromagnetik dalam perambatannya antara kedua sistem. Medan magnetik primer di sekitar rangkaian 2 akibat adanya arus listrik AC yang mengalir dalam rangkaian 1 dinyatakan sebagai H2 ( p ) K12 I 2 K12 I10eit (24) Sedangkan medan magnetik primer di sekitar rangkaian 3 akibat arus AC pada rangkaian 1 dinyatakan oleh : ( p) H3 K13 I1 K12 I10e it K13 H 2( p ) K12 (25) Sesuai dengan hukum Faraday, ggl induksi yang timbul pada rangkaian di sekitar medan magnetic diberikan oleh : k M jk dI j dt i M jk I jo eit i M jk H k K jk (26) Oleh karena itu, ggl induksi pada rangkaian 3 adalah : 3( p ) i M 13 H 3( p ) K13 (27) Dan ggl induksi pada rangkaian 2 adalah : 2( p ) i M 12 H 2 ( p ) K12 (28) Arus listrik induksi pada rangkaian 2 dapat dinyatakan sebagai : I2 2( p ) z2 2( p ) ( R2 i L2 ) (29) Z2 menyatakan impedansi efektif rangkaian 2. Arus listrik pada rangkaian 2 ini menimbulkan medan magnetik pada rangkaian 3 H2 (s) i K 23 M 12 H 2 ( p ) K 23 I 2 K12 ( R2 i L2 ) (30) K 23 M 12 H 2 K13 L2 ( p) Q iQ 2 1 Q 2 Dengan Q L2 / R2 . Perbandingan antara medan magnetik sekunder dan medan magnetik primer pada rangkaian 3 (alat ukur VLF) menjadi : H 3( s ) K 23 M12 Q2 iQ H 3( p ) K13 L2 i Q 2 (31) Beda fasa antara medan sekunder dan medan primer adalah L p s , tan 1 s 2 Rs (32) Dengan demikian, dapat dituliskan H 3( s ) K 23 I 2 cos(t ) (33) Untuk konduktor yang baik, Q , maka 1/ 2 radian, dalam hal ini medan sekunder ketinggalan π radian terhadap medan primer. Untuk konduktor buruk Q 0 , maka 0 dan medan sekunder ketinggalan ½ π radian terhadap medan sekunder. Secara umum, fasa medan sekunder berkisar antara ½ π dan π radian terhadap medan primer. Hubungan antara medan primer, sekunder, dan resultannya dapat direpresentasikan dalam bentuk vektor (lihat gambar 7 dan 8). Komponen real (in-phase) dan imajiner (out-phase atau quadrature) dapat dituliskan dalam bentuk diagram vektor. Gambar 7. Bentuk Gelombang primer, sekunder dan resultannya.[9] α Ф Gambar 8. Diagram vektor medan primer, sekunder dan resultannya[9]. E. Polarisasi Medan VLF Tinjau dua buah vektor P dan S yang dipisahkan dengan sudut sebesar β dan memiliki beda fasa sebesar ф (lihat gambar 9a). Untuk menghitung besarnya resultan dari kedua vektor tersebut, setiap vektor harus dipisahkan menjadi komponen vertikal dan horisontal. Persamaan matematika dari penjumlahan vektor-vektor tersebut diberikan di persamaan (13 dan 14). Hasil dari proses penjumlahan ini adalah nilai dari resultan R akan selalu ada tetapi bervariasi secara kontinu dalam magnitude dan berotasi dalam ruang. Ujung dari vektor resultan digambarkan dalam bentuk elips yang dikenal dengan polarisasi elips dengan sudut kemiringan sebesar θ terhadap horisontal. Sudut θ dikenal dengan tilt-angle atau dip-angle. Beberapa kasus khusus yang dapat ditentukan adalah jika sudut δ = 0, maka persamaan (15) berubah menjadi persamaan garis lurus. Hal ini mengindikasikan resultan R merupakan vektor gelombang sederhana dan radiasinya terdiri dari gelombang bidang terpolarisasi. Ketika δ = π/2, polarisasi elips terorientasi terhadap sumbu x dan sumbu y. Besar til- angle menjadi nol atau sebesar n π/2 ketika medan P dan S pada sudut yang tepat dan ф = π/2. Dalam kasus yang lain, δ = π/2 dan X = Y. Gambar 9 Polarisasi Medan VLF (a) Medan sekunder terorientasi dalam ruang dengan sudut sebesar β terhadap medan primer (b) Komponen vertikal dan horisontal Rx dan Ry yang merupakan resultan dari penjumlahan medan primer dan sekunder. (c) Bentuk polarisasi elips dengan sudut kemiringan θ (tilt-angle) terhadap horisontal. [9] F. Anomali VLF Anomali yang terjadi pada metode VLF disebabkan karena adanya variasi nilai konduktivitas yang ada di dalam bumi. Anomali ini diluar variasi yang disebabkan oleh sesuatu yang ada di luar seperti perubahan dalam ionosfer, kondisi cuaca atau perubahan operasional dari stasiun pemancar (transmitter). Yang menjadi dasar terjadinya anomali adalah adanya respon dari sesuatu yang konduktif dalam bumi dengan medan VLF primer. Gelombang VLF yang menjalar melalui permukaan bumi cenderung dibiaskan secara vertikal ke bawah permukaan. Ada empat hal penting dari hasil proses ini, yaitu: 1. Gelombang elektromagnetik berjalan ke bawah secara langsung tanpa adanya pengaruh sudut datang dengan arah kedua medan (medan magnet dan medan listrik) sejajar dengan permukaan bumi. Arah medan magnetik tegak lurus dengan garis yang menghubungkan transmiter dengan titik pengukuran, sedangkan medan listriknya sejajar (lihat gambar). 2. Kedua medan baik medan magnet maupun medan listrik akan semakin berkurang (terjadi atenuasi) pada saat berjalan melewati permukaan bumi. 3. Medan listrik akan mendahului medan magnet sebesar π/4 radian atau 45 derajat. 4. Medan magnet dan medan listrik akan selalu memiliki beda fasa dengan besar yang sama ketika berjalan masuk ke dalam bumi. Hal ini dapat dikuantifikasi dengan merepresentasikannya ke dalam bentuk persamaan matematika. z H H 0 e z / cos(t ) (34) dan ( 0 1/ 2 z ) H 0e z / cos(t ) 4 dimana (35) ( 2 0 )1/ 2 (36) Faktor δ disebut sebagai skin depth, yaitu kedalaman dimana amplitudo dari gelombang yang diberikan nilainya akan berkurang sebesar 0,368 (1/e). Gelombang akan kehilangan hampir seluruh energinya ketika mencapai satu skin depth[2]. 3. Metodelogi dan Implementasi VLF 3.1 Alur Pengambilan dan Pengolahan Data Diagram alir pengambilan data dilihat pada gambar 10.a dan Diagram alir pengolahan data VLF dapat dilihat pada gambar 10.b. Peralatan yang dibutuhkan adalah T-VLF, GPS, Kompas, Accu, Meteran, Console, Sunto, Sensor VLF, dan Kabel penghubung a. Diagram Alir Pengambilan Data b. Diagram Alir Pengolahan Data Gambar 10. Diagram alir pengambilan dan pengolahan data VLF Berikut merupakan penjelasan diagram alir proses pengambilan data lapangan[8] : 1. Pada pelaksanaanya terlebih dahulu mengetahui keadaan geologi daerah penelitian agar dalam proses pengambilan data dan pengolahan serta tujuan dapat diketahui sesuai target akusisi. 2. Mempersiapkan instrumen akusisi metode elektromagnetik yaitu T-VLF, alat berikut bersifat sebagai receiver menerima sinyal yang dipancarkan oleh transmiter stasiun pemancar Jepang dan Australia. 3. Pembentangan lintasan pengukuran sesuai dengan desain survei yang telah dibuat yaitu 150 m. 4. Mencatat koordinat pada lintasan pengukuran dan azimuth lintasan serta titik elevasi lintasan. 5. Mengatur alat T-VLF dengan memasukkan nomor lintasan, frekuensi yang digunakan, stasiun pemancar. 6. Mencatat pada tabel data berupa nilai yang didapatkan dari alat berupa nilai tilt, elipt, Hhor, Hver, dan fraser. 7. Setelah dilakukan pengukuran selanjutnya melakukan standar operasional dengan mengembalikan keadaan alat seperti semula. Berikut merupakan penjelasan diagram alir pengolahan dari data yang didapatkan saat akuisisi : 1. Pada langkah pertama setelah didapatkan data pengukuran daerah penelitian yang berupa nilai dari nilai tilt, elipt, Hhor, Hver, dan fraser yang didapatkan dari masing masing pemancar Jepang dan Australia. 2. Data yang didapatkan kemudian diolah kedalam software Ms Excel untuk mendapatkan nilai tilt, elipt, MA tilt dan elipt serta nilai RAE. 3. Membuat data simpanan dalam bentuk notepad ataupun penggunakan script matlab yang kemudian diolah pada software Matlab. Yang hasilnya berupa 3 penampang, yang penampang pertama menunjukkan data Tilt dan MA Tilt, penampang kedua dan ketiga menunjukkan nilai konduktivitas. 4. Setelah mendapatkan nilai nilai tersebut maka langkah selanjutnya dibuat penampang rapat arus dengan software surfer dengan memasukkan nilai pengukuran, nilai kedalaman dan nilai Rapat Arus Equivalen. Menggunakan interpolasi tringaluasi. 5. Bila menggunakan bantuan software Khffilt yang merupakan data karous hingga mendapatkan penampang arus konduktivitas bawah permukaan 6. Melakukan intepretasi dari peta penampang bawah permukaan hasil olahan dengan bantuan software yang didapatkan dan intepretasi dikorelasikan dengan geologi daerah penelitian agar target ataupun tujuan sesuai dengan akuisisi metode elektromagnetik ini dilakukan 3.2 Tahapan Pengolahan Data VLF Agar data VLF lebih mudah diinterpretasi, data lapangan hasil pengukuran harus diolah terlebih dahulu. Pada pengukuran metode VLF, topogarafi dan gangguan (noise) di lapangan dapat mempengaruhi nilai VLF yang terukur. Sehingga diperlukan koreksi agar data yang diolah dapat benar-benar menggambarkan anomali akibat benda konduktif di lapangan[10]. 1. Koreksi Topografi Jika topografi daerah penyelidikan tidak datar, maka ada 2 hal yang mempengaruhi hasil pengukuran data VLF: a. Pada bidang miring medan sekunder akan sejajar dengan bidang miring tersebut, sedangkan medan primer akan tetap horizontal. Akibatnya resultan kedua medan tersebut akan mengikuti kemiringan topografi (Baker dan Myers, 1980). b. Peristiwa pemantulan medan primer oleh bidang miring, pantulan ini akan bersuperposisi dengan medan primer semula. Efek topografi tersebut diperlihatkan pada Gambar 11.a Data VLF dikoreksi topografi dengan cara Baker dan Myers. Koreksi ini berdasarkan studi model laboratorium, yaitu dengan meletakan posisi benda konduktif pada kemiringan topografi yang bervariasi, pengaruh topogarafi berbanding lurus terhadap kemiringannya. Sehingga hubungan antara kemiringan dengan besarnya koreksi topografi dapat diperlihatkan pada Gambar 11.b Gambar 11. Efek topografi pada aliran arus VLF dan medan magnetik: (a) Polarisasi medan listrik , (b) Polarisasi medan magnetic. [11] 2. Filter Moving Average Metode filter moving average digunakan untuk memisahkan data yang mengandung frekuensi tinggi dan rendah. Data yang mengandung frekuensi tinggi diasumsikan sebagai sinyal, sedangkan data berfrekuensi rendah diasumsikan sebagai gangguan (noise). Metode ini dilakukan dengan cara merataratakan nilai anomalinya dibagi dengan jumlah jendela yang digunakan. Atau secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: (36) dimana: k adalah jumlah pengurangan data yang hilang akibat dilakukan filtering dan N adalah panjang interval smoothing atau lebar jendela. 3. Filter Fraser Titik dimana tilt-angle mengalami persilangan dari polaritas positif menjadi negatif diinterpreatasi sebagai posisi konduktor yang menyebabkan anomali. Dalam satu profil, persilangan ini terlihat cukup jelas, namun ketika diplot kedalam bentuk peta, letak dari semua titik nol (inflection point) tidak dapat diidentifikasi dengan mudah. Salah satu cara untuk menyelesaikannya adalah dengan menggunakan filter yang ditemukan oleh Fraser (1969) yang dinamakan filter Fraser. Filter ini 0 didesain untuk membagi data tilt angle dengan 90 , sehingga persilangan menjadi maksimum (peak). Filter ini juga melemahkan panjang gelombang yang terlalu besar untuk mengurangi efek topografi. Selain itu, filter ini mengurangi efek pelemahan dari variasi temporal kuat sinyal pemancar. Prinsip dasar dari filter Fraser adalah menggunakan 4 buah titik yang berurutan, dengan cara mengurangkan jumlah dari nilai data ke-3 dan ke-4 terhadap jumlah dari nilai data ke-1 dan ke-2. Kemudian diplot pada titik tengah antara data ke-2 dan data ke-3. Atau secara matematis filter Fraser dapat dilakukan sebagai berikut: (37) Contoh penerapan filter Fraser dapat dilihat pada Gambar 12 Gambar 12. Respon pengukuran dari model sintetik dengan mengaplikasian filter Fraser. Titiktitik hijau memperlihatkan posisi benda pada sumbu–x, untuk : a) Data sintetik VLF-EM, terdiri dari data real (merah) dan imaginer (biru), b) Data terfilter Fraser dan (c) Model benda resistivitas dengan harga 100 ohm-m [11]. 4. Filter Karous-Hjelt Filter Karous-Hjelt merupakan filter yang dikembangkan dari konsep medan magnetik yang berhubungan dengan aliran arus listrik. Filter ini dikembangkan dari filter statistika linear berdasarkan atas filter Fraser dan teori medan linear dari Bendat dan Piersol. Filter ini menghasilkan profil kedalaman dari rapat arus yang diturunkan dari nilai komponen vertikal medan magnetik pada setiap titik pengukuran. Adapun profil kedalaman dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: (38) Dimana M = H / H adalah nilai yang terukur pada alat. n z x Filter Karous-Hjelt menghitung sumber arus akivalen pada kedalaman tertentu yang umumnya dikenal sebagai rapat arus. Posisi rapat arus ini dapat menjadi alat untuk menginterpreatasi lebar dan kemiringan sebuah benda anomali dengan kedalaman tertentu. Contoh penerapan filter Karous-Hjelt dapat dilihat pada Gambar 13 Gambar 13 Rapat arus ekivalen yang dihitung dengan menggunakan filter Karous-Hjelt: (a) inphase dan (b) quadrature. Kotak bergaris hitam adalah posisi benda anomali sebenarnya.[11] 5. Pemodelan Pemodelan ke depan (forward modelling) dan ke belakang (inverse modelling) adalah adalah proses yang saling berkebalikan satu sama lain. Pemodelan ke depan menggambarkan respon penyebaran gelombang dari model yang kita buat. Pemodelan ke belakang mencoba mengembalikan pengaruh dari perambatan gelombang untuk menghasilkan suatu gambaran bawah permukaan bumi. Pada penelitian ini baik pemodelan ke depan, maupun pemodelan ke belakang dilakukan dengan algoritma elemen hingga (finite element). Finite elemen adalah suatu cara untuk menyusun solusi pendekatan dari masalah nilai batas. Ide dasarnya adalah memperoleh solusi pendekatan suatu masalah yang kompleks dengan mengubahnya menjadi masalah yang sederhana terlebih dahulu. Dengan ide ini dimungkinkan untuk melakukan perubahan bentuk persamaan model dari bentuk persamaan differensial ke bentuk persamaan linear, dengan kata lain mengubah suatu masalah dengan derajat kebebasan tak hinggga menjadi masalah yang memiliki derajat kebebasan berhingga[12]. Pada metode finite elemen, daerah pengamatan dibentuk menjadi sebuah matriks yang dibagi menjadi elemen-elemen berbentuk kotak. Oleh karena itu nilai spasi pada arah vertikal dan horisontal dan pembagian blok dari zona interest harus ditetapkan (Gambar 14). Pada daerah yang memiliki perubahan konduktivitas dilakukan diskretisasi yang tinggi karena disekitar daerah ini terjadi variasi nilai medan yang besar. Gambar 14. Mesh finite elemen (garis biru ) untuk pengukuran dari 0-460. Pada daerah konduktif (kotak bergaris merah) dilakukan pendiskretisasian yang lebih rapat karena disekitar ini terjadi variasi nilai medan yang besar. [12] 3.3 Contoh Penerapan Berikut merupakan contoh pengukuran metode VLF pada lapangan merah Universitas Padjadjaran. Pengukuran dilakukan menggunakan Envi VLF Scintrex dengan jumlah lintasan pengukuran yaitu 4 dimana panjang lintasan 360 m. Lintasan ke 2, 3, dan 4 berjarak 20 meter tiap lintasannya. Tiap titik pengukuran pada setiap lintasan memiliki spasi pengukuran 20 meter. Dari hasil prosesing data menggunakan filter freaser dan filter KH-jelt, didapatkan bahwa pada lapangan merah Universitas Padjadjaran memiliki lapisan soil yang cukup tebal, yaitu mencapai 40 meter dan dilanjutkan oleh lapisan batuan lempung[8]. Gambar 15. Penampang konduktivitas bawah permukaan real dan imaginer untuk line 1 sampai 4[8] Setelah melakukan pengolahan data, maka terlihat bahwa pada grafik filter real feaser maupun filter imaginer freaser, terdapat anomali pada semua lintasan. Pada lintasan 1, terdapat harga yang saling berbeda tiap titik pengukurannya, terdapat yang bernilai konduktif, juga yang bernilai resistif. Pada lintasan 2, dari jarak 0-100 meter, terdapat benda bawah permukaan yang memiliki harga konduktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga konduktivitas yang lainnya pada satu line. Pada lintasan 3, pada jarak 100-200 bernilai resistif, tetapi pada jarak 200-250, bernilai konduktif. Sedangkan pada lintasan 4, pada jarak 100- 200, terdapat benda bawah permukaan yang memiliki harga resistivitas yang tinggi, sedangkan pada jarak 200-300 benda bawah permukaan yang memiliki harga konduktivitas yang tinggi, dibandingkan harga resistivitas yang lainnya pada lintasan yang sama. Keempat lintasan tersebut harus dibuktikan dengan filter yang lain untuk melihat bagaimana pola persebaran konduktivitasnya. Dengan filter freaser, kita hanya dapat mengetahui persebaran nilai konduktivitas di permukaan saja. Untuk mengetahui persebaran harga konduktivitas dibawah permukaan, maka dilakukan filter KH-Jelt pada pengolahan data[8]. Setelah dilakukan pengolahan menggunakan filter KH-Jelt, didapatkanlah hasil penampang untuk masing-masing lintasan. Pada lintasan 1, terlihat dari penampang bahwa pada kedalaman 0-20 meter, benda yang terkandung memiliki sifat lebih konduktif, yaitu berkisar berkisar antara 6-24. Sedangkan paa kedalaman 20- 40m, memiliki harga sebesar (-10) – (-16) yang berarti material yang terkandung bersifat lebih resistif. Hal ini berarti bahwa, terdapat perbedaan materi pada lintasan 1 pada kedalaman 0-20 m dan 20-40 m. Walaupun demikian, perbedaan materi ini tidak terlalu mencolok, sebab perbedaan nilainya tidak terlalu besar, dan dapat dikatakan bahwa pada lintasan 1 memiliki jenis lapisan yang sama hingga kedalaman 40 meter, yaitu lapisan top soil. Pada daerah pengukuran juga, secara geologi dikatakan bahwa memiliki lapisan top soil yang cukup tebal. Hanya saja, pada lintasan 1, pada permukaannya memiliki harga konduktivitas yang lebih besar, sebab pada lintsan 1 pengukurannya dilakukan pada jalanan beraspal, dan karena komposisi dari jalan aspal adalah aspal dan batuan beku, maka harga konduktivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan materi yang berada dibawahnya. Pada lintasan 2, terdapat anomali pada jarak 0-100 meter, dimana pada jarak tersebut, disekitar permukaan terdapat materi yang memiliki harga konduktivitas yang lebih tinggi dibandingkan harga sekitarnya, yaitu berkisar 12-20. Hal ini mungkin saja terjadi, sebab pada daerah pengukuran, terdapat objek yang dikubur. Hal tersebut terlihat dari terdapatnya berangkal yang tersebar disekitar titik pengukuran. Hal inilah yang membuat harga konduktivitas pada jarak 0-100 m di lintasan 2 menjadi berbeda dengan yang lainnya. Secara umum, pada lintasan 2, material yang terkandung memiliki harga bernilai (-10)-(-16), yang berarti bahwa pada lintasan 2, materialnya memiliki sifat resistif. Ini menunjukkan bahwa pada lintasan 2, material yang terkandung dapat berupa top soil ataupun batuan sedimen. Berdasarkan pengamatan lapangan, dapat diinterpretasikan bahwa pada lintasan 2, sama halnya dengan lintasan 1, hingga kedalaman 40 m, hanya terdapat 1 lapisan saja, yaitu lapisan top soil. Pada lintasan 3, pada jarak 200-280 m, pada permukaannya, memiliki material yang lebih resistif, yaitu bernilai (-10)-(-16). Sedangkan pada daerah yang lainnya, cenderung bernilai 0-16. Hal ini berarti pada jarak 200-280, terdapat material resistif. Namun, bila diamati, mungkin saja anomali ini terjadi bukan alami, tetapi akibat adanya aktivitas manusia. Sedangkan secara umum, sama seperti lintasan sebelumnya, pada lintasan 3 hingga kedalaman 40 m, hanya terdapat satu lapisan saja. Hanya saja untuk lintasan 3, terlihat dari penampang bahwa pada lintasan ini berbeda dengan kedua lintasan sebelumnya, yaitu pada lintasan ini bersifat lebih konduktif sebab lebih berwarna merah, sedangkan lintasan lainnya berwarna biru. Hal ini diakibatkan terlalu banyaknya noise pada saat melakukan akuisisi data pada lintasan 3, sehingga data yang didapat pun kurang baik[8]. Untuk lintasan 4, pada jarak 180-200 memiliki sifat lebih resistif, sedangkan pada jarak 220-250 memiliki sifat lebih konduktif. Hal ini diakibatkan kualitas sinyal VLF yang kurang baik pada titik pengukuran yang dimaksud. Sama seperti lintasan-lintasan sebelumnya, terlihat dari penampang bahwa pada lintasan 4, hingga kedalaman 40 m hanya terdiri dari 1 lapisan saja. Hanya saja, pada lintasan 4 harga konduktivitasnya yaitu memiliki rentang 4-(-6). Secara keseluruhan dari keempat lintasan yang ada, terlihat bahwa tidak ada anomali yang signifikan pada daerah pengukuran, dan pada daerah pengukuran hingga kedalaman 40 m, hanya terdiri dari satu lapisan saja[8]. 4. Kesimpulan 1. Terdapat beberapa hukum dan prinsip fisika yang digunakan dalam metode VLF, seperti persamaan Maxwell dan fenomena listrik magnet yang didapatkan oleh Faraday, Ampere, Gauss, Coulomb. 2. Terdapat beberapa teknik akuisisi data untuk metode VLF, seperti pengkalibrasian alat sehingga baik untuk diopasikan, dan arah hadap operator pada saat melakukan akuisisi data. 3. Metode VLF dapat digunakan untuk eksplorasi di daerah-daerah yang memiliki konduktivitas yang cukup kontras seperti pada daerah patahan. 4. Terdapat beberapa teknik pengolahan data dan interpretasi metode VLF, seperti filter freaser dan filter KH-Jelt. Daftar Pustaka [1] E. Al-Tarazi, J. Abu Rajab, A. Al-Naqa, and M. El-Waheidi, “Detecting leachate plumes and groundwater pollution at Ruseifa municipal landfill utilizing VLF-EM method,” J. Appl. Geophys., vol. 65, no. 3–4, pp. 121–131, Sep. 2008. [2] F. P. Bosch and I. Müller, “Continuous gradient VLF measurements: a new possibility for high resolution mapping of karst structures,” First Break, vol. 19, no. 6, pp. 343–350, Jun. 2001. [3] A. M. Abbas, M. A. Khalil, U. Massoud, F. M. Santos, H. A. Mesbah, A. Lethy, M. Soliman, and E. S. A. Ragab, “The implementation of multi-task geophysical survey to locate Cleopatra Tomb at Tap-Osiris Magna, Borg El-Arab, Alexandria, Egypt ‘Phase II,’” NRIAG J. Astron. Geophys., vol. 1, no. 1, pp. 1–11, Jun. 2012. [4] S. P. Sharma, K. Anbarasu, S. Gupta, and A. Sengupta, “Integrated very low-frequency EM [5] A. Gürer, M. Bayrak, and Ö. F. Gürer, “A VLF survey using current gathering phenomena for tracing buried faults of Fethiye–Burdur Fault Zone, Turkey,” J. Appl. Geophys., vol. 68, no. 3, pp. 437–447, Jul. 2009. [6] A. S. Bahri, D. Santoso, W. G. A. Kadir, D. D. Puradimedja, R. M. Tofan, and F. A. Monteiro Santos, “Penerapan metoda Very Low Frequency-vertical Gradient (VLF-EMvGRAD) untuk memetakan Sungai bawah permukaan di daerah karst,” HAGI. [Online]. Available: http://www.hagi.or.id/paper/penerapanmetoda-very-low-frequency-vertical-gradientvlf-em-vgraduntuk-memetakan-sungaibawah- permukaan-di-daerah-karst/. [Accessed: 1-Desember 2019]. [7] Griffiths, David J, Introduction to Electrodinamics, Prentice Hall Upper Saddle River. 1999 [8] Ramos, Arif. “Metode Elektromagnetik Very Low Frequency (Vlf) Untuk Pendugaan Struktur Bawah Permukaan Lapangan Merah”. UNPAD. 2016 [9] Reynolds, John, An Introduction to Applied and Enviromental Geophysics, John Wiley & Sons. 1997 [10] Kaikkonen, P.,”Some Points of View Concering Interpretation of VLF and VLF-R Measurements, Publ Univ. Of Miskolo, Series A Mining, Vol. 52 pp. 81–101. 1997. [11] McNeill, J.D, and Labson, V.F., “Geological Mapping Using VLF Radio Fields”, Electromagnetic methods in Applied geophysics. V2. 612. 1987 [12] Burhan, I., “Two Dimension VLF Electromagnetic Wave Response on a Cave In Kars Area Model Using Thefinite Elemen Method”, Thesis Prodi Fisika UGM. 2005