Uploaded by User47938

Prasasti Batu Tulis Palas Pasemah di Desa Palas Pasemah

advertisement
MAKALAH
“PRASASTI BATU TULIS PALAS PASEMAH”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Bahasa Lampung
DISUSUN OLEH :
SURAJI RANGGA P.
KHAERUL ANWAR
INTAN NURMAYANTI
PUTRI MUSTIKA S.
FAJAR RIAN S.
DIMAS KURNIAWAN P.
IRFAN JULIANTO
GUNADI
KELAS XII IPA 1
SMA NEGERI 1 PALAS
JALAN PLN PALAS AJI KECAMATAN PALAS
KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kata prasasti berasal dari bahasa Sanskerta. Kurang lebih secara harfiah artinya
adalah “pujian”. Pada perkembangannya, prasasti dapat merujuk kepada piagam,
maklumat, surat keputusan, undang-undang, atau tulisan yang dikeluarkan oleh
seorang Raja atau pemerintahan yang berkuasa. Epigrafi adalah ilmu yang
mempelajari prasasti.
Ada beberapa istilah lain untuk prasasti. Dalam bahasa Latin, prasasti disebut
inskripsi. Di Malaysia, istilah yang sering dipakai adalah “batu bersurat” atau
“batu bertulis”.
Meski maknanya lebih mudah ditangkap, tetapi pengertiannya lebih sempit
daripada “prasasti”, karena tidak semua prasasti disuratkan di bebatuan. Di masa
lalu, Indonesia pun sering memakai istilah “batu bertulis”, misalkan dalam kasus
Batutulis di Palas Paemah Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan.
2.2.
Rumusan Masalah
a) Apa Pengertian Prasasti?
b) Apa Fungsi Prasasti?
c) Bagaimana gambaran umum Prasasti Batu Tulis Palas Pasemah?
d) Bagaimana Sejarah Ditemukannya Prasasti Palas Pasemah?
e) Apa Isi Prasasti Palas Pasemah?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Prasasti
Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan
tahan lama. Penemuan prasasti pada sejumlah situs arkeologi, menandai akhir dari
zaman prasejarah,
yakni
babakan
dalam
sejarah
kuno Indonesia yang
masyarakatnya belum mengenal tulisan, menuju zaman sejarah, di mana
masyarakatnya sudah mengenal tulisan. Ilmu yang mempelajai tentang prasasti
disebut Epigrafi.
Di antara berbagai sumber sejarah kuno Indonesia, seperti naskah dan berita asing,
prasasti dianggap sumber terpenting karena mampu memberikan kronologis suatu
peristiwa. Ada banyak hal yang membuat suatu prasasti sangat menguntungkan
dunia penelitian masa lampau. Selain mengandung unsur penanggalan, prasasti
juga mengungkap sejumlah nama dan alasan mengapa prasasti tersebut
dikeluarkan.
Dalam pengertian modern di Indonesia, prasasti sering dikaitkan dengan tulisan
di batu nisan atau di gedung, terutama pada saat peletakan batu pertama atau
peresmian suatu proyek pembangunan. Dalam berita-berita media massa,
misalnya, kita sering mendengar presiden, wakil presiden, menteri, atau kepala
daerah meresmikan gedung A, gedung B, dan seterusnya dengan pengguntingan
pita dan penandatanganan prasasti. Dengan demikian istilah prasasti tetap lestari
hingga sekarang.
2.2.
Fungsi Prasasti
Di antara berbagai sumber sejarah Indonesia kuno, seperti naskah dan berita asing,
yang dianggap sebagai sumber terpenting adalah prasasti karena mampu
memberikan gambaran kronologis dari suatu peristiwa.
Selain mengungkap sejumlah nama dan alasan mengapa prasasti tersebut
dikeluarkan, prasasti juga mengandung unsur penanggalan.
Meskipun ada beberapa prasasti yang tidak mencantumkannya, Penanggalan
tersebut dapat diperkirakan dengan temuan prasasti lain yang dikeluarkan oleh
raja yang sama. Hal itu juga dapat dilakukan dengan membandingkan bahasa dan
aksara dengan contoh lain yang penanggalannya sudah dapat dipastikan
Prasasti dalam kaitannya sebagai sumber sejarah merupakan sumber primer yang
digunakan para arkeolog maupun sejarawan sebagai sumber untuk menjelaskan
dan menggambarkan kehidupan masa lalu.
Penemuan prasasti pada sejumlah situs arkeologi di Indonesia, dikatakan sebagai
garis tegas berakhirnya zaman prasejarah. Dengan kata lain, merupakan babak
baru dalam sejarah kuno Indonesia dari periode belum mengenal tulisan, menuju
zaman sejarah di mana masyarakatnya sudah mengenal tulisan.
Walaupun prasasti merupakan sumber tertulis yang amat tepercaya, kita tetap
perlu memaklumkan ketidaksanggupannya menyampaikan informasi secara utuh
mengingat isinya yang cenderung terbatas pada hal-hal bersifat resmi. Oleh sebab
itu dukungan sumber tertulis lain sangat diperlukan.
Terkadang untuk mengisi kekosongan rangkaian sejarah, dipersilakan pengajuan
jawaban dengan logika, perbandingan, dan pendugaan, yang bersifat hipotetis.
2.3. Prasasti Batu Tulis Palas Pasemah
Prasasti Batu Tulis Palas Pasemah di Desa Palas Pasemah, Kecamatan Palas,
Kabupaten Lampung Selatan menjadi salah penanda bahwa orang Lampung sejak
zaman dulu sudah mengenal tulisan. Prasasti Palas Pasemah berperan penting
dalam memberikan informasi kepada masyarakat, terutama masyarakat generasi
berikutnya tentang jejak masa lalu.
Ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno sebanyak 13 baris.
Meskipun tidak berangka tahun, tetapi bentuk aksaranya diperkirakan prasasti itu
berasal dari akhir abad ke-7 Masehi. Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang
yang tidak tunduk kepada Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti merupakan sumber sejarah dari masa lampau yang tertulis di atas batu
atau logam dan biasanya dikeluarkan oleh seorang penguasa yang pada zaman itu
berkuasa di wilayahnya, baik pada tingkat pusat pemerintahan maupun penguasa
daerah. Di Provinsi Lampung belum dapat ditemukan secara pasti suatu indikator
pusat pemerintahan pada tingkat kerajaan dari masa Hindu-Buddha, meskipun
disebutkan adanya sebuah Kerajaan Tulang Bawang, Skala Brak, dan Punggung
yang ada di Lampung.
Prasasti Palas Pasemah yang ditemukan di Sungai (Kali) Pisang anak sungai Way
Sekampung yang berada di Desa Palas Pasemah, Kecamatan Palas, Kabupaten
Lampung Selatan yang menyiratkan bahwa Lampung berada di bawah kekuasaan
Sriwijaya.
2.4. Sejarah Ditemukannya Prasasti Palas Pasemah
Menurut Sahidin (40) yang menjaga serta mengurus peninggalan sejarah Batu
Bertulis tersebut menceritakan, ditemukannya Batu Bertulis tersebut, berawal dari
dua orang pemuda kampung berbeda suku yang berasal dari Pagar Alam,
Sumatera Selatan dan Cirebon, Jawa Barat. Meski berbeda suku dan bahasa,
kedua pemuda tersebut bersahabat sejak kecil dan kesehariannya membantu
orangtuanya mulai dari bercocok tanam hingga mencari ikan di Desa Palas
Pasemah.
“Mereka ini adalah perantau ikut orangtuanya masing-masing untuk mengadu
nasib di Desa Palas Pesamah ini, kalau nama kedua pemuda itu katanya bernama
Ujang yang berasal dari Pagar Alam, Sumatera Selatan dan Asep berasal dari
Cirebon, Jawa Barat. Tapi saya tidak tahu pasti benar dan tidaknya nama mereka,
yang jelas seperti itulah ceritanya,” kata Sahidin, kepada teraslampung. com saat
ditemui di lokasi benda bersejarah tersebut.
Pada hari Jumat 5 April 1956, kata Sahidin, seperti biasa kedua pemuda itu pergi
mencari ikan. Keduanya pergi menuju ke Kali (Sungai) Pisang yang saat itu
airnya sedang surut. Meski di Kali tersebut banyak terhampar batu-batu, namun
ikan yang ada di Kali itu cukup lumayan banyak. ketika sampainya di kali
tersebut, pemuda bernama Ujang tiba-tiba perutnya terasa mulas dan berasa ingin
buang air besar.
“Ujang pergi menuju ke tengah Kali Pisang itu, mencari tempat yang dikira
nyaman untuk nongkrong sembari buang hajat. Kala itu Ujang duduk diatas batu
yang berukuran agak besar, dan diatas batu itulah Ujang buang air besar. Baru saja
melepas hajatnya, tiba-tiba Ujang jatuh dari batu yang ditongkronginya itu dan
pingsan,”ujarnya.
Temannya bernama Asep yang yang melihat kejadian itu, merasa kebingungan
karena Ujang tiba-tiba terjatuh dan pingsan. Lalu Asep meminta pertolongan
dengan orang yang ada disekitar Kali Pisang itu, untuk membantu temannya
Ujang dibawa pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah Ujang, ternyata pemuda bernama Asep ini kerasukan
mahluk gahib (halus) dan memaki-maki Ujang yang saat itu belum sadarkan diri
dari pingsannya.
Makiannya Asep itu, ‘Kamu (Ujang) kurang ajar, telah menghina telah mengotori
(memberaki) tempatnya. kalau Ujang mau sembuh dan sehat lagi, maka harus
memotong kambing hitam’,” katanya.
Mendengar cacian dan makian Asep yang kerasukan mahluk ghaib, kata Sahidin,
warga meminta bantuan kepada tetua-tetua kampung yang ada di Desa Palas
Pasemah ini untuk menanyakan dimana Ujang buang air besar (hajat) tersebut.
Selanjutnya tetua kampung bersama warga, menuruti permintaan mahluk ghaib
yang telah merasuki Asep dan juga demi kesembuhan kedua pemuda tersebut.
Setelah pemuda asal Cirebon tersebut sembuh dari kerasukan mahluk ghaib, tetua
kampung menanyakan dimana letak batu tersebut. Lalu mereka pergi menuju ke
Kali Pisang, mencoba mengangkat batu di tengah kali untuk diangkat ke atas
(darat) yang berjarak hanya sekitar 100 meter dari Kali Pisang di tanah
peladangan milik seorang warga bernama Senemak.
“Mereka mencoba membersihkan batu tersebut, setelah dibersihkan ternyata ada
sebuah tulisan-tulisan kuno di batu itu dan warga tidak memahami arti dan makna
tulisan kuno yang ada di batu tersebut. Hasil temuan itu, dilaporkan ke
Kandepdikbud Kasi kebudayaan Kecamatan Palas dan diteruskan ke Pemerintah
Provinsi dan Pemda Lampung Selatan,”terangnya.
Sebelum dilaporkan mengenai hasil temuan itu, sambung Sahidin, warga yang
tinggal di Desa Palas pasemah ini, secara sukarela memotong kambing hitam. Hal
tersebut dilakukan, menuruti permintaan dari makhluk gaib yang telah merasuki di
tubuh kedua pemuda tersebut. Warga juga sekaligus mengadakan syukuran
(selametan), agar semuanya dapat diberikan keselamatan dan tidak terjadi sesuatu
di Desa Palas Pasemah khususnya.
“Atas izin dan ridho Alllah SWT, kedua pemuda Asep dan Ujang akhirnya
sembuh dan sehat kembali seperti sediakala. Sejak peristiwa itu hingga saat ini,
saya tidak tahu kemana kedua pemuda tersebut,”ungkapnya.
Batu Tulis Palas Pasemah
Pada tahun 1979, datanglah salah seorang petugas dari pusat yakni Prof. Dr.
Buchari, seorang ahli bidang penelitian terhadap benda-benda bersejarah dan
purbakala melakukan penelitian tulisan yang ada di batu tersebut. Setelah diteliti,
tulisan-tulisan kuno yang ada di batu itu, merupakan Batu Bertulis salah satu
benda bersejarah (Prasasti) peninggalan dari Kerajaan Srwijaya.
“Hasil penelitian itu juga dikuatkan keterangan dari para tetua kampung yang
menyatakan bahwa di daerah Palas ini khususnya Palas Pasemah, merupakan
salah satu daerah kekuasan dari Kerajaan Sriwijaya. Kalau isi atau arti dan makna
dari tulisan kuno itu, sebuah kutukan janji sumpah dari Raja Kerajaan
Sriwijaya,”jelasnya.
Sahidin menambahkan, sebelum dilakukan pemugaran oleh pemerintah daerah
terhadap benda bersejarah Prasasti Batu Bertulis peninggalan Kerajaan Sriwijaya
tersebut, awalnya almarhum ayahnya yang menjaga dan mengurunya.
Lalu dilanjutkan oleh pamannya dan pada tahun 1993, barulah dirinya yang
menjaga dan merawat Prasasti Batu Bertulis tersebut sampai saat ini. Hingga
akhirnya ia diangkat pegawai oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)
Serang, Banten, sudah sekitar delapan tahun.
“Kalau untuk pemugarannya ini sendiri, dilakukan Pemda sudah ada 13 tahun
yakni pada tahun 2004 silam,” kata Sahidin.
Sahidin berharap, Pemerintah melalui Instansi terkait agar bisa lebih
memperhatikan peninggalan bersejarah ini yang menjadi bahan kajian oleh
pemerhati sejarah di seluruh dunia tersebut.
2.5. Isi Prasasti Palas Pasemah
Prasasti Batu Bertulis Palas Pasemah yang berbentuk setengah bulat-lonjong,
dengan tinggi 64 cm, lebar 75 cm, tebal 20 cm itu merupakan peninggalan
Kerajaan Sriwijaya yang ditulis dalam 13 baris dan berhuruf Pallawa dan bahasa
Melayu Kuno. Namun dari baris ke 1 sampai 3 hilang karena usang termakan usia,
sehingga isi naskah yang tertulis itu tidak dapat terbaca secara jelas dan lengkap
dan sulit bagi kita untuk memahami isinya.
Kemudian isi Prasasti tersebut, dibahas oleh Prof. Dr. Buchari dalam sebuah
artikelnya “An Old Malay Inscription of Srivijaya at Palas Pasemah (South
Lampung)”, dalam buku “Kumpulan Makalah Pra Seminar Penilitian Sriwijaya”,
Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional, Jakarta, 1979.
Diketahui bahwa isi atau arti dari tulisan di Prasasti palas Pasemah tersebut,
memuat berupa kutukan bagi mereka yang tidak patuh atau tunduk kepada
penguasa (Raja) Kerajaan Sriwijaya. Isi di Prasasti tersebut, hampir ada kesamaan
dengan isi beberapa prasasti lainnya yang ditemukan di Privinsi Lampung.
Kemudian Prasasti Karang Brahi yang berada di daerah Jambi, dan Prasasti Kota
Kapur di daerah Bangka.
Prasasti Palas Pasemah tersebut, tidak memuat angka tahun dalam pembuatannya.
Namun berdasarkan ilmu tentang tulisan kuno (palaeografi), prasasti tersebut
berasal dari zaman Hindu-Budha yang diperkirakan dibuat sekitar abad ke-VII
sampai ke-IX Masehi.
Inilah tulisan berhuruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno yang ada di Prasasti
Batu Bertulis Palas Pasemah tersebut:
(1) siddha kita hamwan wari awai. kandra kayet ni pai hu (mpa an). (2) namuha
ulu lawan tandrum luah maka matai tandrun luah wi (nunupaiihumapa). (3) an
hankairu muah. kayet nihumpa unai tunai. unmeteng (bhakti ni ulun). (4) haraki
unai tunai. kita sawanakta dewata maharddhika san nidhana mangra (ksa yang
kadatuan). (5) di sriwijaya. kita tuwi tandrum luah wanakta dewata mulayang
parsumpaha (n. parawis. kada). (6) ci urang di dalangna bhumi ajnana kadatuanku
ini pewaris. Drohaka wanu (n. samawuddhi la). (7) wan drohaka. manujari
drohaka. niujari drohaka. tahu din drohaka (tida ya marpadah). (8) tida ya bhakti
tatwa arjjawa di yaku dnan di yang nigalar kkusanyasa datua niwunuh ya su
(mpah ni). (9) suruh tapik mulang parwwa (dnanda) tu sriwijaya talu muah ya
dnan gotra santanana. tathapi sa (wana). (10) kna yang wuatna jahat maka lanit
urang maka sakit maka gila mantraganda wisaprayoga upah tua ta (mwal sa). (11)
ramwat kasihan wasikarana ityewarnadi janan muwah ya siddha pulang ka ya
muah yang dosana wu (a). (12). tna jahat inan. ini grang kadaci ya bhakti tatwa
arjjwa di yaku dnan di yang nigalarkku sanyasa datua santi muah (ka). (13)
wuattana dnan gotra santanana smarddha swastha niroga nirupadrawa subhiksa
muah yang wanuana parawis.
Terjemahan dari kata-kata dalam tulisan Pallawa dan bahasa Melayu Kuno yang
telah dilakukan riset oleh Boechari dan para ahli sejarah tersebut adalah:
1 sampai nomor 4, merupakan salam, hormat kepada semua dewa, yang maha
kuat, yang melindungi kerajaan. (5) Sriwijaya, hormat juga kepada tadrum luah
wahai, dan semua dewa yang mengawasi sumpah kutukan ini (jika). (6) Ada
orang atau rakyat di bawah kekuasanku yang tunduk pada kerajaan yang
memberontak, (berkomplot dengan). (7) Pemberontak, bicara dengan para
pemberontak, tahu pemberontak (yang tidak menghormatiku). (8) Tidak tunduk
takzim dan setia padaku dan bagi mereka yang yang dinobatkan dengan tuntutan
datu, (orang-orang tersebut) akan terbunuh oleh (sumpah kutukan ini). (9) dan
kepada
penguasa
(Gubernur)
kerajaan
sriwijaya
diperintahkan
untuk
menghancurkannya, dan mereka akan dihukum bersama (termasuk) seluruh
anggota marga dan keluarganya. juga (sama). (10) orang yang berniat buruk,
(seperti orang yang) membuat prang menghilang. membuat orang sakit, membuat
orang gila, mengucapkan kata-kata magis (jampi-jampi), meracuni orang dengan
upas dan tuba, dengan racun yang terbuat dari akar-akaran dan semua jenis
(tanaman). (11) merambat, menjalankan ilmu pengasih (supaya orang jatuh cinta),
melecehkan
orang
dengan
guna-guna,
biarlah
mereka
dijatuhkan
dari
keberuntungan, dan dibenci masyarakat. (12) karena sangat berlaku buruk. tetapi
mereka patuh dan setia kepadaku, dan mereka kunobatkan menjadi datuk akan
memperoleh (segala) keberuntungan. (13) dalam usahanya termasuk marga dan
keluarga mereka. dan sukses itu, (memberi) sejahtera, sehat, aman, yang
berlimpah kepada Negara.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Prasasti Batu Tulis Palas Pasemah di Desa Palas Pasemah, Kecamatan Palas,
Kabupaten Lampung Selatan menjadi salah penanda bahwa orang Lampung sejak
zaman dulu sudah mengenal tulisan. Prasasti Palas Pasemah berperan penting
dalam memberikan informasi kepada masyarakat, terutama masyarakat generasi
berikutnya tentang jejak masa lalu.
Ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno sebanyak 13 baris.
Meskipun tidak berangka tahun, tetapi bentuk aksaranya diperkirakan prasasti itu
berasal dari akhir abad ke-7 Masehi. Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang
yang tidak tunduk kepada Kerajaan Sriwijaya.
3.2. Saran
Sebagai generasi muda kita hendaknya ikut menjaga dan mengembangkan
pariwisata yang ada di wilayah kita. Agar daerah kita cepat berkembang dan
menjadi lebih maju.
Download