ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN INTERVENSI INOVASI LIFE REVIEW THERAPY TERHADAP TINGKAT KESEPIAN PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 CIRACAS JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR DINA NURWIDYASTUTI 1910721020 \ UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS 2020 ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN INTERVENSI INOVASI LIFE REVIEW THERAPY TERHADAP TINGKAT KESEPIAN PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 CIRACAS JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ners DINA NURWIDYASTUTI 1910721020 UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS 2020 i PERNYATAAN ORISINALITAS Tugas KIAN ini adalah hasil karya sendiri dan semua sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Dina Nurwidyastuti NRP : 1910721020 Tanggal : 13 April 2020 Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan saya ini, maka saya bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jakarta, 13 April 2020 Yang Menyatakan, (Dina Nurwidyastuti) ii PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai civitas akademik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Dina Nurwidyastuti NRP : 1910721020 Fakultas : Ilmu Kesehatan Program Studi : Profesi Ners Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Hak Bebas Royaliti Non eksklusif (Non-exclusive Royality Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Intervensi Inovasi Life Review Therapy Terhadap Tingkat Kesepian Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta” Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royaliti ini Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan Skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 13 April 2020 Yang Menyatakan, (Dina Nurwidyastuti) PENGESAHAN iii Karya Ilmiah Akhir Ners diajukan oleh: Nama : Dina Nurwidyastuti NRP : 1910721020 Program Studi : Profesi Ners Judul Skripsi : Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Intervensi Inovasi Life Review Therapy Terhadap Tingkat Kesepian Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi S1 Keperawatan, Fakulas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Ns. Duma L Tobing, S.Kep.M.Kep,Sp.Kep. J Penguji I Ns. Diah Ratnawati, M.Kep,Sp.Kep.Kom Penguji II Dr. drg. Wahyu Sulistiadi, MARS Dekan FIKES Ns. Evin Novianti, S.Kep.M.Kep,Sp.Kep.J Penguji III (Pembimbing) Ns. Dora Samaria, M.Kep Kaprodi Profesi Ners Ditetapkan di : Jakarta Tanggal Ujian : 21 April 2020 iv ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN INTERVENSI INOVASI LIFE REVIEW THERAPY TERHADAP TINGKAT KESEPIAN PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 CIRACAS JAKARTA Dina Nurwidyastuti Abstrak Kesepian merupakan suatu keadaan tidak menyenangkan yang dipersepsikan seseorang yang diakibatkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan akan hubungan sosial ataupun hubungan interpersonal pada dirinya. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah kesepian setelah diberikan intervensi inovasi life review therapy di Panti Sosial Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta Timur. Penelitian ini merupakan pra eksperiment dengan rancangan one group pretest-posttest design. Responden dari penelitian ini yaitu 5 lansia dengan 1 klien kelolaan dan 4 klien resume. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner UCLA Loneliness Scale. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kesepian yang dirasakan oleh responden sebelum dilakukannya life review therapy yaitu 5 responden (100%) memiliki tingkat kesepian sedang. Kemudian setelah dilakukannya life review therapy beberapa responden mengalami penurunan tingkat kesepian menjadi 3 responden (60%) dengan tingkat kesepian rendah dan 2 responden (40%) dengan tingkat kesepian sedang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dalam pemberian life review therapy dengan tingkat kesepian lansia di Panti SosialTresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas (nilai ρ-value 0,006). Terapi ini direkomendasikan untuk mengatasi masalah kesepian pada lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha dengan tujuan memberikan bantuan psikoterapi keperawatan untuk menurunkan kesepian pada lansia. Kata Kunci : Life Review Therapy, Lansia, Kesepian v ANALYSIS OF NURSING CARE WITH INTERVENTION INNOVATION LIFE REVIEW THERAPY FOR LONELINESS LEVEL IN ELDERY AT PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 CIRACAS JAKARTA Dina Nurwidyastuti Abstrack Loneliness is an unpleasant condition which is perceived by someone as a result of not fulfilling necessary in social relationships or interpersonal relationship. This study aims to analyze nursing care in the elderly with loneliness problems after given the intervention of innovation life review therapy at Panti Sosial Tresna Werdha 3 Budi Mulia Ciracas, Jakarta. This research is a pre-experiment with one group pretest-posttest design. Respondents from this study are 5 elderly with 1 managed client and 4 resume clients. Data collections was performed using the UCLA Loneliness Scale questionnaire. The results showed that the level of loneliness felt by respondents before doing life review therapy was 5 respondents (100%) had a moderate level of loneliness. Then after doing a life review therapy, some respondents experienced a decrease in the level of loneliness which was 3 respondents (60%) with a low level of loneliness and 2 respondents (40%) with a moderate level of loneliness. The conclution shows that there is a significant effect in given life review therapy with the level of loneliness for elderly at Panti Sosial Tresna Werdha 3 Budi Mulia Ciracas, Jakarta (ρ-value 0.006). This therapy is recommend to overcome the problem of loneliness in the elderly who live at Panti Sosial Tresna Werdha in providing nursing psychotherapy assistance to reduce loneliness in the elderly. Keywords: Life Review Therapy, Elderly, Loneliness vi KATA PENGANTAR Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak akhir bulan Februari 2020 ini yaitu “Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Intervensi Inovasi Life Review Therapy Terhadap Tingkat Kesepian Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta”. Adapun penulisan Karya Ilmiah Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Profesi Ners pada Fakultas Ilmu Ilmu Kesehatan (FIKES) Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini, penulis banyak mendapatkan dukungan, ide, semangat, saran, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada: Ns. Evin Novianti, S.Kep,M.Kep,Sp.Kep.J selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktu serta pikirannya untuk membimbing peneliti; Bapak Supomo dan Ibu Sri Purwati selaku orangtua penulis serta Mas Koko, Mas Faris, Ka Tiara, Mas Afif, Fathir dan seluruh keluarga besar Karno Rejo atas dukungan, doa serta semangat yang diberikan kepada penulis. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada teman terdekat penulis (Vanda, Rizky, Sri, Alma), teman seperjuangan penulis (Dinda, Rapita, Verani, Galang) dan seluruh teman-teman se-angkatan Profesi Ners atas dukungan dan semangatnya. Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Demikian penelitian ini dibuat penulis, semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta, 13 April 2020 Penulis (Dina Nurwidyastuti) vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................... ii PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................................ iii PENGESAHAN ............................................................................................. iv ABSTRAK .................................................................................................... v ABSTRACT .................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi DAFTAR SKEMA ........................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian ..................................................................... 1 I.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 5 I.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 5 I.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 6 I.5 Sistematika Penulisan ........................................................................... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Konsep Lansia ...................................................................................... 7 II.2 Konsep Kesepian .................................................................................. 10 II.3 Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................... 15 II.4 Konsep Intervensi Inovasi .................................................................... 17 II.5 Jurnal Penelitian Terkait ....................................................................... 20 BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA III.1 Pengkajian Pasien Kelolaan Utama ...................................................... 23 III.2 Analisa Data .......................................................................................... 27 III.3 Diagnosa Keperawatan .......................................................................... 28 III.4 Intervensi Keperawatan ......................................................................... 28 III.5 Intervensi Inovasi .................................................................................. 29 III.6 Implementasi Inovasi ............................................................................ 29 III.7 Evaluasi Keperawatan ........................................................................... 31 BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Situasi ...................................................................................... 32 IV.2 Gambaran Pasien Kelolaan Utama Dengan Masalah Keperawatan Kesepian ................................................................................................ 33 IV.3 Gambaran Pasien Resume Dengan Masalah Keperawatan Kesepian .. 36 IV.4 Analisa Intervensi Inovasi .................................................................... 38 IV.5 Alternatif Penyelesaian Yang Dapat Dilakukan ................................... 41 viii BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan ........................................................................................... 42 V.2 Saran ..................................................................................................... 42 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 44 RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN ix DAFTAR TABEL Tabel 1 Gambaran Perubahan Tingkat Kesepian Menggunakan UCLA Loneliness Scale Pada Kakek B di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas ... 31 x DAFTAR GRAFIK Grafik 1 Gambaran Tingkat Kesepian Pre-Test dan Post-Test Pemberian Life Review Therapy Pada Lanisa Kasus Kelolaan dan Resume Menggunakan UCLA Loneliness Scale ............................................... 40 xi DAFTAR SKEMA Skema 1 Kerangka Teori ............................................................................. 22 xii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lembar Bimbingan Kuesioner Penelitian Asuhan Keperawatan Kasus Resume 1 Asuhan Keperawatan Kasus Resume 2 Asuhan Keperawatan Kasus Resume 3 Asuhan Keperawatan Kasus Resume 4 Modul Life Review Therapi Surat Pernyataan Bebas Plagiarisme xiii BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Proses penuaan dalam kehidupan manusia merupakan suatu hal yang akan dialami oleh semua orang yang masih hidup untuk menjalani kehidupannya. Pada usia diatas 60 tahun, setiap individu pasti akan mengalami proses penuaan secara alamiah. Hal ini dapat menimbulkan perubahan terhadap aspek fisiologis, mental, sosial, ekonomi dan psikologis (Muhith 2016 dalam Maulina, dkk 2019). Menurut UU Nomor 13 Tahun 1988, seseorang akan disebut sebagai lansia atau lanjut usia jika orang tersebut telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Kemenkes, 2016). Lanjut usia juga merupakan bagian dari tahapan perkembangan yang di mulai dari bayi, anakanak, remaja, dewasa dan pada akhirnya menjadi tua (Santrock, 2011). Secara global Indonesia berkontribusi terhadap pertumbuhan lansia di seluruh dunia mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan populasi keempat terbesar di dunia menurut World Population Prospect 2017 Revision oleh Perserikatan Bangsa-bangsa. Diperkirakan dari tahun 2017 sampai dengan 2050, separuh dari pertumbuhan penduduk dunia akan terkonsentrasi pada sembilan negara saja dan salah satunya adalah negara Indonesia. Di seluruh dunia, populasi lansia mencapai 962 juta orang pada tahun 2017 angka tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 1980 dengan jumlah lansia 382 juta orang. Diperkirakan jumlah lansia akan terus meningkat pada tahun 2050 mencapai 2,1 miliar lansia di seluruh dunia. Di negara Indonesia sendiri pada tahun 2018 terdapat 9,27% atau sekitar 24,49 juta lansia dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini tentu mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan jumlah 8,97% atau sekitar 23,4 juta lansia di Indonesia. Sedangkan di tahun 2019 jumlah penduduk lansia semakin meningkat dengan jumlah 9,7% atau 25,9 juta orang. Walaupun jumlah dan juga komposisi penduduk tidak dapat diprediksi secara pasti mengingat adanya faktor dari tiga proses demografi yaitu kelahiran, kematian dan migrasi, namun diperkirakan akan terus terjadi peningkatan dalam beberapa tahun kedepan. 1 2 Peningkatan jumlah lansia ini akan berdampak pada pergeseran struktur usia penduduk dan mempengaruhi berbagai lini kehidupan (Badan Pusat Statistik, 2018). Lansia bukan lagi merupakan kondisi dimana seseorang dapat disebut produktif. Seiring bertambahnya usia, diikuti juga dengan adanya penurunan fungsi organ tubuh sehingga akan menimbulkan perubahan-perubahan pada kondisi fisiknya. Perubahan itu dapat berupa mudahnya lansia terpapar penyakit menular, menderita penyakit tidak menular dan risiko masalah-masalah lainnya. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, penyakit yang terbanyak pada lansia yaitu, penyakit menular; ISPA, diare dan pneumonia. Penyakit tidak menular antara lain; hipertensi, masalah gigi, penyakit sendi, masalah mulut, diabetes melitus, penyakit jantung dan stroke. Selain penyakit menular dan tidak menular, lansia juga memiliki risiko terdapat masalah gizi, gangguan mental, gangguan emosional, depresi, demensia serta kesepian (Riskesdas, 2018). Kesepian merupakan bentuk pengalaman subjektif yang dihasilkan dari rasa ketidakpuasaan hubungan dan ketidaksesuain hubungan dekat (Arslantaş et al. 2015). Kesepian yang terjadi pada lansia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kehilangan anggota keluarga atau teman, perubahan lingkungan atau menempati tempat tinggal baru dan kurangnya dukungan sosial terutama dari orang terdekat (Savikko 2008). Kesepian sangat dirasakan oleh lansia yang hidup sendiri atau ditinggalkan oleh orang yang dicintainya seperti pasangan hidup, anak, saudara, kerabat, sahabat dan orang terdekat lainnya. Kesepian juga dapat diakibatkan oleh kondisi kesehatan yang kurang baik, tingkat pendidikan rendah, rasa percaya diri yang kurang, kurang dilibatkannya lansia dalam berbagai kegiatan, telah berhentinya seseorang dari pekerjaannya dan jarang bertemu/bersosialisasi dengan orang lain (Arwani 2013 dalam Maulina, dkk 2019). Perasaan kehilangan atau ditinggal seseorang yang dikenal bahkan orang terdekat itulah yang menyebabkan lansia merasa kesepian dalam hidupnya. Umumnya, kehidupan lansia yang masih memiliki pasangan akan diperhatikan oleh pasangannya. Sedangkan lansia yang berstatus sebagai orang tua/mertua kehidupannya akan diperhatikan oleh anak atau menantunya. Anak dianggap sebagai tempat bergantung jika mereka sudah tua dan tidak sanggup hidup sendiri, baik karena alasan ekonomi maupun alasan kesehatan. Namun tidak di 3 Panti Sosial Tresna Werdha, dimana kebanyakan dari mereka telah kehilangan atau tidak pernah dikunjungi oleh pasangan, anak, saudara, kerabat, sahabat dan orang terdekat lainnya. Masalah kesepian yang terjadi pada lanjut usia yang ada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas sebagian besar masuk dalam kategori kesepian emosional. Kesepian ini muncul akibat tidak adanya kelekatan emosional yang dekat dan hanya bisa diperbaharuhi melalui penyatuan kelekatan emosi terhadap orang lain yang pernah dirasakan hilang tersebut. Individu yang mengalami gejala kesepian emosional akan merasa kesepian walaupun mereka telah lama berinteraksi dan bergaul dengan orang lain (Peplau & Pelman. 1982 dalam Wiyono, dkk 2019). Pelayanan keperawatan yang dilaksanakan di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas masih berpacu pada pemenuhan kebutuhan dasar lansia seperti pemenuhan kebutuhan: nutrisi, eliminasi, aktivitas serta pemeriksaan kesehatan secara umum, sedangkan pelayanan keperawatan psikososial belum dilaksanakan termasuk life review therapy. Menurut penelitian Setyohadi dan Kusharyadi, 2011 life review therapy merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat membantu lanisa untuk mengaktifkan ingatan jangka panjang dimana terjadi mekanisme recall tentang kejadian masa lalunya hingga sekarang. Cara ini juga efektif dalam mengatasi depresi pada lansia agar lansia dapat berorientasi pada realita kehidupan sehingga dapat memperbaiki kualitas hidupnya (Maulina dkk, 2019). Life Review Therapy (terapi telaah pengalaman hidup) didefinisikan oleh American Psychological Assosciation (APA) sebagai suatu terapi yang menggunakan sejarah kehidupan seseorang (secara tertulis, lisan, atau keduanya) untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis, dan umumnya terapi ini sering digunakan untuk orang-orang yang lebih tua. Live Review Therapy adalah suatu terapi yang bertujuan untuk menstimulus individu supaya memikirkan tentang masa lalu, sehingga lansia dapat menyatakan lebih banyak tentang kehidupan mereka kepada staf perawatan atau ahli terapi. Menurut penelitian Ayuni 2014 melalui pengalaman mengingat kembali kehidupan yang lalu, gejala yang sekarang dialami akan berangsur hilang dan perasaan damai serta nyaman yang mendalam akan muncul. Kadang-kadang ingatan yang muncul berhubungan dengan trauma masa kanak-kanak atau keadaan stres di dalam rahim. Akan tetapi umumnya masalahmasalah yang dihadapi pada kehidupan yang sedang dijalankan yang teratasi 4 dengan metode ini. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia dengan menggali ingatan dan perasaan lansia di masa lalu agar mencapai perasaan damai dalam hidupnya yang sekarang serta memberi motivasi atau saran positif pada fase kehidupan seorang lansia saat ini. Lansia dengan kualitas hidup yang baik akan berdampak positif pada setiap kegiatan yang dilakukan, motivasi hidup yang tinggi, dan tidak mudah putus asa menerima keadaannya pada saat ini, sehingga mecapai kesuksesan hari tua (Yani & Febiansyah, 2018). Berdasarkan data yang diperoleh pada 27 Februari 2020 didapatkan jumlah lansia di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas sebanyak 350 lansia termasuk didalamnya lansia dengan gangguan jiwa yang dibagi menjadi 8 wisma, yaitu wisma Mawar, wisma Melati, wisma Anggrek, wisma Kemuning, wisma Cendrawasih, wisma Garuda, wisma Merak dan wisma Merpati. Tiap wisma memiliki masing-masing pengasuh lansia yang terdiri dari perawat atau tim kesehatan lainnya. Peneliti melakukan wawancara terhadap pengurus panti serta lansia yang ada di PSTW Budi Mulia 3 dan didapatkan bahwa sebagian besar lansia ditinggal keluarga/kerabatnya kemudian tidak pernah dijenguk keluarganya dan beberapa juga ditemukan dinas sosial dipinggir jalan tanpa tempat tinggal/tujuan. Kegiatan yang ada dipanti meliputi: hari Selasa dan Kamis terdapat kegiatan Senam di lapangan, hari Rabu terdapat kegiatan panggung gembira di aula, hari Kamis terdapat kegiatan kerajinan, hari Jumat terdapat kegiatan ibadah, sedangkan hari Sabtu, Minggu dan Senin tidak ada kegiatan yang dapat dilakukan oleh lansia. Peneliti melakukan wawancara kepada 6 orang lansia di wisma Merpati yang merupakan wisma/bangunan baru dan letaknya paling jauh dibelakang panti dimana para lansia mengatakan jarang sekali mengikuti acara/kegiatan yang ada di aula dan lapangan dikarenakan terlalu jauhnya jalan menuju tempat acara, jarang bertemu dengan lansia lainnya dan jarangnya ada kegiatan di wisma sehingga para lansia tidak memiliki kegiatan untuk memenuhi waktu luang mereka. Ketika tidak ada kegiatan, lansia hanya akan melamun duduk dikursi atau tidur dikamar masing-masing. Hasil wawancara pada petugas panti juga menunjukkan banyak lansia yang mengalami keluhan psikologis yaitu kesepian. Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik dalam memberikan intervensi inovasi untuk mengurangi masalah kesepian pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi 5 Mulia 3 Ciracas terutama di wisma Merpati. Karena disana lansia tidak pernah dikunjungi oleh keluarga/kerabat dan hanya bergantung pada lansia lain untuk dapat bersosialisasi dalam komunitas, maka penulis akan mengambil penelitian ke beberapa lansia di wisma Merpati mengingat bahwa wisma Merpati merupakan wisma terjauh dan paling kurang sosialisasi dengan lansia di wisma lain. Penulis akan meneliti mengenai “Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Intervensi Inovasi Life Review Therapy Terhadap Tingkat Kesepian Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta”. I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti dapat merumuskan apakah ada perbedaan yang signifikan pada lansia sebelum dan setelah diberikan intervensi inovasi life review therapy di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas. I.3 I.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan pada lansia sebelum dan setelah diberikan intervensi inovasi life review therapy di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas. I.3.2 Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: a. Memberikan gambaran karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan dan lama tinggal di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. b. Menganalisis tingkat kesepian pada lansia sebelum dan sesudah diberikan intervensi keperawatan life review therapy di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. I.4 I.4.1 Manfaat Penelitian Bagi Lansia 6 Sebagai sarana informasi dan diharapkan dapat menambah pengetahuan lansia mengenai kesepian serta pentingnya penerapan life review therapy untuk mengurangi tingkat kesepian. I.4.2 Bagi PSTW Budi Mulia 3 Ciracas/PSTW lainnya Sebagai tempat pelayanan sosial bagi lansia, mampu memberikan pelayanan secara maksimal kepada lansia yang ada di PSTW. I.4.3 Bagi profesi perawat Hasil penulisan diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan dapat menjadi acuan dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa terkhusus kepada lansia. I.4.4 Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan penulisan ini dapat menjadi masukan untuk peneliti selanjutnya di bidang keperawatan jiwa dengan terapi, metode serta variable yang lebih kompleks. I.5 Sistematika Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini dalam penulisannya terdiri dari lima bab dimana pada bab satu pendahuluan mencangkup latar beakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Kemudian pada bab dua yaitu tinjauan pustaka mencangkup konsep lansia, konsep kesepian, konsep asuhan keperawatan, konsep intervensi inovasi dan jurnal penelitian terkait. Pada bab tiga laporan kasus kelolaan didalamnya meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa, intervensi, intervensi inovasi, implementasi inovasi dan evaluasi. Bab empat pembahasan mencangkup analisis situasi, gambaran pasien kelolaan, gambaran pasien resume, analisa intervensi inovasi dan alternatif penyelesaian lain. Pada bab lima yaitu penutup berisikan kesimpulan dan saran. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Konsep Lansia II.1.1 Pengertian Lansia Menurut Kemenkes (2016) Lansia atau lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menjadi tua merupakan proses yang berangsur-angsur dan dapat mengakibatkan perubahan kumulatif serta merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh. Lansia merupakan masa dimana kemampuan akal dan fisik menurun, yang di mulai denngan adanya beberapa perubahan dalam hidup (Basuki, 2015). Dalam penelitiannya Suardiman (2011) menjelaskan bahwa menua merupakan proses perubahan biologis secara terus-menerus yang dialami manusia pada semua tingkatan umur dan waktu. Untuk menentukan apakah seseorang telah menjadi lanjut usia atau belum dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri fisik, mental age dan chronological age. Terdapat perbedaan pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia menurut orang barat dan orang Indonesia. Orang barat menggolongkan seseorang yang berumur 65 tahun keatas sebagai lansia, dimana pada usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia melihat lansia pada umunya merupakan usia maksimal kerja dan mulai muncul ciri-ciri ketuaan. Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang melalui tahapan perkembangan mulai dari bayi, anakanak, remaja, dewasa dan ahirnya menjadi tua(Santrock, 2011). Hurlock, 2002 (dalam Santrock, 2011) mengemukakan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang berusia 60 tahun ke atas. Hurlock melanjutkan, usia tersebut merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia, masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Dalam penelitian ini di gunakan batasan usia 60 tahun keatas sesuai 7 8 dengan pendapat Hurlock mengenai usia lanisa. Berdasarkan dari pernyataan ahli di atas dapat di simpulkan bahwa lansia merupakan akhir proses tahap perkembangan manusia yang dimulai dari bayi hingga ahirnya menjadi tua/lanjut usia, dimana pada masa ini manusia mengalami kemunduran fisik, mental dan sosialnya. Setelah usia seseorang menginjak 60 tahun, hal ini merupakan gerbang awal seseorang memasuki usia lanjut. II.1.2 Klasifikasi Lansia Hurlock dalam Kushariyadi (2012) menjelaskan bahwa lanjut usia dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu Early old age yaitu seseorang dengan usia 60 tahun sampai usia 70 tahun dan advanced old age yaitu seseorang dengan usia 70 tahun keatas. Sedangkan WHO menyebutkan klasifikasi usia lanjut dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu usia pertengahan/middle age (usia 45-59 tahun), Lanjut usia/Elderly (usia 60-74 tahun), Lanjut usia tua/Old (usia 75-90 tahun) dan Usia sangat tua (usia diatas 90 tahun) (Azizah, 2011). Dalam statistik penduduk lanjut usia (2018) pengelompokkan usia dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: Lansia Muda dengan kelompok usiaantara 60 sampai 69 tahun, Lansia Madya dengan usia antara 70 sampai 79 tahun dan Lansia tua dengan usia 80 tahun keatas (Badan Pusat Statistik, 2018). II.1.3 Ciri-ciri Lansia Seseorang akan disebut sebagai lansia jika menunjukkan ciri-ciri fisik sebagai berikut yaitu; muncul uban pada rambut, adanya kerutan pada kulit dan hilangnya gigi. Kemudian sebagian besar masyarakat menilai seseorang sebagai lansia atau sudah tua ketika memiliki kriteria simbolik, yaitu saat cucu pertamanya lahir dan ditambah dengan cucu-cucu berikutnya. Dalam peran masyarakat, seorang lansia tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran sebagai orang dewasa seperti pria yang tidak lagi terkait dalam kegiatan ekonomi produktif, dan untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah tangga. Dalam masyarakat kepulauan pasifik, seseorang dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari garis keturunan keluarganya (Azizah, 2011). 9 Sedangkan menurut Hurlock (dalam Indriyani, 2017) ciri-ciri dari lansia yaitu; terjadinya kemunduran yang disebabkan karena adanya proses menua dan kemunduran ini sebagian datang dari faktor fisik dan sebagian lagi dari faktor psikologis. Ciri selanjutnya yaitu terdapat perubahan peran dimana dengan adanya kemunduran fisik maupun psikologis pada lansia akan berakibat pada presepsi masyarakat yang menganggap bahwa orang dengan lansia tidak ada gunanya lagi karena sudah tidak dapat berbuat apa-apa dengan fisiknya yang lemah. Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi para lansia, maka jika tidak menyesuaikan diri dengan hal tersebut lansia cenderung untuk semakin jahat dan akan sulit menyesuaikan diri. II.1.4 Perubahan-perubahan Pada Lansia Kemenkes (2016) menjelaskan proses penuaan secara degeneratif akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia. Perubahan-perubahan tersebut tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, mental, psikososial dan spiritual (Azizah dan Lilik M, 2011) yang dijabarkan sebagai berikut; perubahan fisik meliputi kemunduran pada sistem pendengaran, integumen, muskuloskeletal, kardiovaskuler, respirasi, pencernaan, perkemihan, saraf dan reproduksi kemudian perubahan kognitif yang meliputi memory (daya ingat & ingatan), IQ (intellegent quotient), kemampuan belajar, kemampuan pemahaman, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, kinerja dan motivasi serta perubahan mental yang didalamnya diikuti perubahan fisik khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan, gangguan syaraf panca indera serta akan timbul gejala kebutaan dan ketulian, gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan, rangkaian dari kehilangan hubungan dengan teman, keluarga terutama dengan pasangan, hilangnya kekuatan fisik yang dimiliki dahulu, ketegapan tuubuh, perubahan terhadap gambaran diri dan perubahan konsep diri. Kemudian terdapat perubahan spiritual yang diartikan, seorang lansia akan makin meningkatkan agama atau kepercayaannya dan makin mendekatkan dirinya dengan Pencipta, hal ini terlihat dari cara berfikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan terakhir yaitu perubahan psikososial; kesepian pada lansia 10 terjadi pada saat pasangan hidup, anak atau teman dekat meninggal atau pergi (berpisah) terutama jika ditambah dengan lansia yang mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran, duka cita, meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses menua seseorang yaitu: faktor hereditas, status nutrisi atau pemenuhan makanan, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan serta stress (Kholifah, 2016). II.2 Konsep Kesepian II.2.1 Penggertian Kesepian Kesepian merupakan bentuk pengalaman subjektif yang dihasilkan oleh ketidakpuasaan hubungan dan ketidaksesuain hubungan dekat (Arslantaş et al. 2015). Kesepian yang terjadi pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kehilangan anggota keluarga atau teman, perubahan lingkungan atau berpindahnya ke tempat tinggal yang baru dan kurangnya dukungan sosial (Savikko 2008). Kesepian sangat dirasakan oleh lansia yang hidup sendiri atau ditinggalkan orang yang dicintainya seperti pasangan hidup, anak, saudara, kerabat, sahabat dan orang terdekat lainnya. Kesepian juga dapat diakibatkan oleh kondisi kesehatan yang kurang baik, tingkat pendidikan rendah, rasa percaya diri yang kurang, kurang dilibatkannya lansia dalam berbagai kegiatan, telah berhentinya seseorang dari pekerjaannya dan jarang bertemu/bersosialisasi dengan orang lain (Arwani 2013 dalam Maulina, dkk 2019). Baron dan Byrne (dalam Nurlayli &Diana, 2014) menjelaskan bahwa kesepian merupakan reaksi emosional dan kognitif yang muncul karena hubungan yang dimilikinya tidak memuaskan. Ketika mengkaji tingkat kesepian pada lansia, perlu digambarkan sebagai pengalaman subyektif yang berbeda dari isolasi sosial dan dukungan sosial. Hanss dkk, (dalam Amalia, 2013) mengemukakan bahwa kesepian berhubungan dengan masalah psikologis yang ditandai dengan ketidakpuasan terhadap keluarga dan hubungan sosial. Terdapat beberpa ciri kesepian yang dialami seseorang menurut Nawan (dalam Indriyani, 2017), yaitu 11 dirinya akan merasa tidak berguna, merasa gagal, merasa terpuruk, merasa sendiri dan merasa tidak ada yang peduli. Dapat disimpulkan berdasarkan beberapa definisi diatas, bahwa kesepian diartikan sebagai suatu keadaan tidak menyenangkan yang dipersepsikan seseorang dan diakibatkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan akan hubungan sosial ataupun hubungan interpersonal pada dirinya. II.2.2 Bentuk-bentuk Kesepian Sears, dkk (2009 dalam Nurhayati 2018) membedakan dua tipe kesepian, berdasarkan hilangnya ketetapan sosial tertentu yang dialami oleh seseorang yaitu; 1) kesepian emosional yang timbul dari ketiadaan atau hilangnya figur kasih sayang yang intim, seperti yang biasa diberikan oleh orang tua kepada anaknya atau yang biasa diberikan pasangan atau teman akrab kepada seseorang, 2) kesepian sosial yang terjadi bila orang tersebut kehilangan rasa terintegrasi secara sosial atau teritegrasi dalam suatu komunikasi yang biasa diberikan oleh sekumpulan teman atau rekan kerja. Kesepian dibagi menjadi dua jenis, yaitu; kesepian sementara, yang merupakan kesepian dengan singkat dan cepat berlalu kemudian selanjutnya yaitu kesepian kronis, yang merupakan kesepian yang dialami terus-menerus dan sulit hilang atau bisa diartikan sebagai kesepian dalam waktu lama. Dengan adanya perbedaan antara kesepian sementara dan kesepian kronis selanjutnya ada tiga cara untuk menganalisis rasa kesepian seseorang, yaitu yang pertama kesepian kognitif (cognitive loneliness) yang terjadi jika seseorang hanya memiliki sedikit teman untuk berbagi pikiran atau gagasan yang dianggap penting. Kemudian selanjutnya kesepian behavioral (behavioral loneliness) yang terjadi bila seseorang tidak memiliki teman sewaktu melakukan kegiatan dan terakhir kesepian emosional (emotional loneliness) yang akan terjadi bila seseorang tidak mendapatkan kasih sayang. II.2.3 Faktor Kesepian Menurut Mubarok (dalam Ikasi dkk, 2014) Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesepian pada lansia, diantaranya: 1) Faktor psikologis yaitu harga diri rendah yang disertai dengan munculnya perasaan negatif seperti perasaan takut, 12 mengasihani diri sendiri dan perasaan yang berpusat pada diri sendiri. 2) Faktor budaya dan situasional yaitu terjadinya perubahan dalam tata cara hidup dan kultur budaya, kini banyak keluarga yang lebih memilih untuk menitipkan lansia ke panti dengan alasan kesibukan dan ketidakmampuan dalam merawat lansia. 3) Faktor spiritual yang diyakini jika agama dapat menghilangkan kecemasan seseorang dan kekosongan spiritual seringkali akan berakibat pada munculnya kesepian. Sedangakn menurut Cheryl & Parello (2008), Ada dua faktor yang mendorong perasaan kesepian pada lansia yaitu: Faktor situasional yang membahas situasi kehidupan yang dialami seseorang dan menyebabkan seseorang merasa kesepian. Situasi kehidupan tersebut dapat berupa perceraian, perpisahan, saat seseorang dirawat di rumah sakit atau munculnya sakit kronis pada anak-anak atau anggota keluarga nya, dan juga seseorang yang baru saja pindah ke lingkungan atau tempat tinggal baru. Kemudian faktor yang kedua yaitu faktor characterological yang dapat mendorong munculnya perasaan kesepian berdasarkan ciri-ciri kepribadian orang tersebut seperti introversi, rasa malu, dan rendah diri (Nurlayli & Diana, 2014). Lake (dalam Nurlayli & Diana, 2014) menyusun tiga tahapan kesepian sebagai berikut: suatu keadaan yang membuat seseorang memutuskan hubungannya dengan orang lain sehingga orang tersebut akan kehilangan hal-hal yang menunjukkan bahwa ia disukai, dicintai atau diperhatikan oleh orang lain, lalu hilangnya kepercayaan diri dan kepercayaan pada orang lain, tidak dapat menerima dan memberi perilaku yang istimewa pada diri sendiri atau nilai diri sehingga semua perilaku tidak berarti, terakhir yaitu menjadi apatis atau secara serius memutuskan bahwa taidak ada seorangpun yang peduli akan apa yang terjadi pada mereka. Seseorang dengan kesepian terutama lansia, memiliki ciri-ciri sebagai berikut: individu tersebut memiliki masalah dalam memandang eksistensi dirinya, merasa dirinya tidak berguna bahkan tidak berharga, merasa tidak diperhatkan, merasa sendiri atau terasingkan, merasa tidak ada yang dapat mengerti tentang dirinya, merasa bosan menjalani hidupnya, merasa terpuruk, merasa tidak dicintai, merasa gagal, serta munculnya berbagai perasaan negatif lainnya (Damayanti & Sukmono, 2013 dalam Wardani, 2015). 13 II.2.4 Kesepian Pada Lansia Menjadi tua membuat setiap individu merasa takut karena mereka percaya bahwa dengan bertambahnya usia maka akan menandakan bahwa mereka akan kehilangan fungsi fisik dan aspek yang menyenangkan dalam kehidupan (Snyder & Lopez dalam Zulfiana:2014). Pada masa ini, faktor lingkungan merupakan faktor yang cukup berpengaruh pada faktor psikis berupa ketegangan dan stres lansia. Menurut Santrock (2011), terdapat perbedaan pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia menurut orang barat dan orang Indonesia. Orang barat menggolongkan seseorang yang berumur 65 tahun keatas sebagai lansia, dimana pada usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia melihat lansia pada umunya merupakan usia maksimal kerja dan mulai muncul ciri-ciri ketuaan. Kesepian merupakan masalah yang melekat pada lansia atau orang-orang tua dengan hubungan pada dukungan sosial, baik secara mental dan kesehatan fisik disertai dengan kognisi. Menurut Adrian, Perubahan-perubahan fisiologis dan perubahan kemampuan motorik yang terjadi, tidak jarang membuat para lansia memunculkan perasaan tidak berguna kemudian mengalami demotivasi dan menarik diri dari lingkungan sehingga kebutuhan untuk diperhatikan menjadi berlebih, dan hal tersebut kemudian memunculkan kesepian pada lansia (Putra dkk, 2012). Hanss, dkk (dalam Amalia, 2013) mengemukakan bahwa kesepian berhubungan dengan adanya masalah psikologis, ketidakpuasan dengan keluarga dan adanya masalah pada hubungan sosial. Gunarsa (dalam Munandar, 2017) menjelaskan bahwa tidak semua seseorang dengan lanjut usia bisa menikmati masa senjanya dalam kehangatan keluarga, terdapat masalah pokok psikologis yang dialami oleh para lansia. Pertama adalah masalah yang disebabkan oleh perubahan hidup serta kemunduran fisik yang muncul pada lansia. Kedua, lansia yang mengalami kesepian dapat disebabkan oleh putusnya hubungan dengan orang terdekat dan tersayang. Ketiga post power syndrome, yaitu dapat berupa kehilangan kekuatan, penghasilan dan kebahagiaan yang biasa dirasakan seseorang yang baru saja pensiun. Van Baarsen (dalam Munandar 2017) menyatakan bahwa kesepian pada lansia dapat disebut dengan “sindrom sarang kosong” hal ini bermaksud bahwa 14 kesepian muncul karena akhibat dari kepergian pasangan hidup untuk kembali kepada Sang Pencipta. Sementara itu Cohen (dalam damayanti, 2014) menjelaskan bahwa perasaan kesepian yang dialami lansia dapat memberikan pengaruh secara negatif terhadap kondisi kesehatan mereka. Kesepian yang dialami lansia juga akan berdampak pada berbagai masalah serius lainnya seperti sistem kekebalan tubuh menurun, gangguan tidur, depresi hingga keinginan bunuh diri. II.2.5 Skala Tingkat Kesepian Tingkat kesepian seseorang dapat diukur dengan menggunakan instrumen kuesioner University of California, Los Angeles (UCLA) Loneliness Scale yang diadopsi dari kuesioner milik Daniel W. Russel (1996). Kuesioner ini terdiri dari 20 pertanyaan dengan 7 pertanyaan positif dan 13 pertanyaan negatif. Skor yang diberikan untuk pertanyaan positif yaitu Tidak pernah skor 3, Jarang skor 2, Sering skor 1 dan selalu skor 0. Sedangkan pertanyaan negatif diberi skor yaitu tidak pernah skor 0, jarang skor 1, sering skor 2 dan selalu skor 3. Kemudian tingkat kesepian akan dikategorikan berdasarkan dari jumlah skor seluruh pertanyaan yaitu: Nilai 0 – 20 dikategorikan tingkat kesepian rendah, nilai 21-40 dikategorikan tingkat kesepian sedang dan nilai 41-60 dikategorikan tingkat kesepian berat. II.3 Konsep Asuhan Keperawatan Sesuai dengan standar asuhan keperawatan, proses keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan (intervensi), pelaksanaan (implementasi) dan evaluasi yang dilakukan secara professional (PPNI, 2009 dalam Muhith, 2015). II.3.1 Pengkajian Pengkajian mencangkup pengumpulan informasi subjektif dan objektif serta peninjauan informasi riwayat paisen yang diberikan oleh keluarga/pasien sendiri dan bisa diperoleh dari rekam medik pasien (NANDA, 2018). Menurut (Nurjannah, 2012) diperlukan pengkajian keperawatan agar dapat menentukan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien, untuk itu perlu dilakukan langkah- 15 langkah pengkajian berikut dalam menentukan diagnosa yaitu, pengkajian tanda vital, pengkajian untuk keamanan, pengkajian untuk situasi khusus, pengkajian untuk klien lansia, pengkajian untuk sistem gastrointestinal, pengkajian untuk sisstem perkemihan, pengkajian aktifitas, istirahat dan mobilitas/Pergerakan, pengkajian kenyamanan, kulit, dan integritas jaringan, pengkajian untuk nutrisi, pengkajian kondisi psikologi, pengkajian untuk kognitif dan persepsi, pengkajian untuk spiritual, values, dan religious, pengkajian untuk tingkah laku, pengkajian untuk seksualitas dan aspek sosial, pengkajian keluarga, pengkajian lingkungan serta pengkajian terkait lainnya. Sedangkan menurut Muhith (2015) pengumpulan data dilakukan secara subjektif dan objektif dengan metode wawancara, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang bisa didapatkan dari data tambahan keluarga, orang terdekat atau tim medis lainnya. Data yang dikumpulkan yaitu data kesehatan masa lalu, status biologis maupun psikologis serta harapan terhadap kesehatan untuk mengatasi maslaah kesehatan. Menurut Kozier, et al., (1998 dalam Muhtih 2015) menjelaskan kegiatan dalam mengumpulkan data pasien, yaitu: a. Collect, yaitu data dikumpulkan dan dikelompokkan menjadi data subjektif berupa symptomps (data yang tidak bisa diukur ataupun diobservasi) dan data objektif yang berupa signs (data yang bisa dideteksi/diobservasi) biasanya didapatkan saat pemeriksaan fisik. b. Validate, yaitu memeriksa kembali data untuk karifikasi dari data objektif dan subjektif yang telah diperoleh c. Organize, data yang didapat akan diorganisasikan berdasarkan kerangka kerja dengan menggunakan model keperawatan (Nursing models) d. Record, catat apa yang dirasakan, diceritakan/dijelaskan, dilihat, didengar serta ukuran (yang diperlukan) pasien. II.3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan yang dialami oleh seorang individu, keluarga, kelompok/komunitas yang dinilai secara klinis oleh perawat dan akan didiagnosa sesuai dengan permasalahan kesehatan yang muncul. Diagnosa 16 keperawatan berfokus pada masalah tidak boleh dianggap lebih penting daripada diagnosa risiko. Terkadang diagnosa risiko dapat menjadi diagnosa prioritas bagi pasien (NANDA, 2017). Suatu diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan terhadap respon tersebut dari seorang individu, keluarga, kelompok ataupun komunitas. Diagnosis keperawatan biasanya berisikan dua bagian, yaitu deskriptor/pengubah dan fokus diagnosis atau konsep kunci dari diagnosis. Indikator diagnosis meliputi batasan karakteristik dan faktor yang berhubungan atau faktor risiko (NANDA, 2018). Diagnosa yang diambil dalam penelitian iniadalah Isolasi sosial pada Kakek B (65 tahun) dengan masalah kesepian dan risiko ketidakberdayaan pada Kakek B (65 tahun) dengan masalah kesepian. II.3.3 Intervensi Setelah menentukan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan pasien, kemudian tahap selanjutnya dalam proses keperawatan yaitu merencanakan tindakan yang akan diberikan dengan berlandaskan diagnosa yang tersebut. Kriteria dari hasil keperawatan merupakan hal yang dapat diukur oleh seorang individu, keluarga, kelompok/komunitas yang responsif terhadap tindakan keperawatan. Ukuran dari hasil yang diharapkan dapat mengatasi masalah dalam diagnosa keperawatan disebut Nursing Outcome Classifications (NOC). Sedangkan tindakan yang dilakukan oleh perawat secara mandiri maupun kolaborasi dengan menggunakan pengetahuan dan dilakukan secara menyeluruh disebut Nursing Interventions Classifications (NIC) (NANDA, 2017). II.3.4 Implementasi Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan/intervensi yang telah ditentukan dengan harapan kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal yang didalamnya mencangkup aspek peningkatan, pemeliharaan dan pemulihan kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan keluarganya (Nursalam, 2016). II.3.5 Evaluasi 17 Dilakukan secara periodik, sistematis dan berencana untuk menilai perkembangan pasien setelah dilakukannya tindakan keperawatan/implementasi (Nursalam, 2016). Komponen evaluasi mencangkup tercapainya 4 aspek berikut, yaitu: a. Kognitif yang meliputi pengetahuan pasien mengenai penyakitnya serta tindakan yang diberikan kepada pasien b. Afektif merupakan sikap yang ditunjukkan oleh pasien terhadap tindakan yang telah diberikan c. Psikomotor yaitu tindakan/perilaku yang ditunjukkan pasien terhadap tindakan yang diberikan dan juga dalam upaya penyembuhan d. Perubahan biologis yang dapat ditunjukkan melalui tanda vital pasien, sistem tubuh pasien dan imunologisnya. II.4 Konsep Intervensi Inovasi II.4.1 Pengertian Life Review Therapy Menurut Townsend (2009 dalam Sholihah, 2011) Life Review Therapy adalah suatu cara atau teknik seseorang mengingat kejadian kehidupan yang melibatkan fleksi kembali pengalaman yang pernah dilaluinya, melakukan evaluasi dan menafsirkannya sebagai perbaikan untuk akhir kehidupan seseorang. Life Review Therapy dapat membantu seseorang untuk menyesuaikan diri dengan kenangan masa lalu yang tidak bahagian serta meninjau kehidupan sebagai cara untuk meningkatkan perasaan kesejahteraan, terutama pada lansia yang tidak dapat aktif kembali. Life Review Therap (terapi telaah pengalaman hidup) merupakan suatu alat untuk melakukan terapi sehingga dapat mengeksplorasi pengalaman hidup di masa lalu, kekuatan dan prestasi dari orang tua. Terapi ini merupakan tantangan utama bagi orang dewasa yang lebih tua dalam melestarikan pemeliharaan hidup sehat seseorang dalam menghindari krisis psikologi (Nasrudin, 2015). Life Review Therapy (terapi telaah pengalaman hidup) yang merupakan salah satu terapi modalitas yang dapat diberikan pada lansia, didefinisikan oleh American Psychological Assosciation (APA) sebagai suatu terapi dengan menggunakan sejarah kehidupan seseorang (secara tertulis, lisan atau keduanya) untuk 18 meningkatkan kesejahteraan psikologis dan umumnya terapi ini sering digunakan untuk lansia. Life review therapy adalah suatu terapi yang bertujuan untuk memberikan stimulus kepada lansia agar memikirkan tentang masa lalu, sehingga lansia dapat menceritakan lebih banyak tentang kehidupan mereka kepada staf perawatan atau ahli terapi lain. Life review therapy mampu meningkatkan kepercayaan diri, menurunkan depresi, meningkatkan kepuasan hidup dan meningkatkan kemampuan individu untuk beraktivitas sehari-hari (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011). Melalui pengalaman mengingat kembali kehidupan yang lalu, gejala yang sekarang dialami akan berangsur berkurang dan hilang sehingga perasaan damai serta nyaman akan kembali muncul. Kadang-kadang ingatan yang muncul berhubungan dengan trauma masa anak-anak, akan tetapi umumnya masalah yang dihadapi pada kehidupan yang sedang dijalani saat ini sedikit demi sedikit akan teratasi dengan metode ini (Ayuni, 2014 dalam Maulina, 2019). II.4.2 Pengaruh Life Review Therapy Dalam penelitiannya Lestari (2012) mengatakan bahwa pemberian Life Review Therapy pada lansia dapat memberikan kesempatan kepada lansia untuk mengeskpresikan perasaannya, sehingga energi psikis dilepaskan dan lansia dapat menerima masalahnya. Ekspresi perasaan tersebut dapat membantu lansia untuk mengintegrasikan kejadian yang dikenang bagi lansia dalam suatu nilai sistem dan kepercayaan melalui arti peristiwa yang dialaminya. Aswanira, dkk (2015) menyebutkan perlakuan suatu proses Life Review Therapy dengan Standar Operasional Prosedural yang baik akan mengurangidepresi dan meningkatkan kepercayaan diri, kesejahteraan, kepuasan hidup dan kesehatan psikologis. Hal ini sejalan dengan penelitian Narullita (2018) yang menyebutkan Life Review Therapy bertujuan untuk membantu lansia menemukan makna hidupnya, mengatasi permasalahan dimasa lalu, meningkatkan kepercayaan diri, meningkatkan harga diri, meningkatkan kepuasan dan kualitas hidup (Narullita, 2018). Life Review Therapy akan mempengaruhi produksi neurotransmitter yang dapat membuat dopamin menurun, setelah itu serotonin pada lansia juga menurun. 19 Setelah itu diukur kembali tingkat depresinya. Responden yang sudah diberikan terapi ini mengatakan bahwa mereka merasa bahagia (Yani & Febiansyah, 2018). II.4.3 Tahap-tahap Life Review Therapy Keliat, dkk (1995 dalam Narullita, 2018) menjelaskan mengenai tahap-tahap Life Review Therapy yang terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu; ventilasi, eksplorasi, elaborasi, katarsis, menerima masalah dan integrasi dalam nilai sistem atau kepercayaan sehingga digunakan untuk mengatasi masalah yang dihadapi lansia pada saat ini. Beberapa prinsip dalam terapi ini dijabarkan kembali menurut Mitchell (2009), yaitu remembering (menyadari adanya suatu kenangan), recall (membagikan kenangan dengan orang lain secara verbal/nonverbal), review (evaluasi terhadap kenangan), dan recontruction (melakukan sesuatu berupa tanda yang mewakili kenangan tersebut) memori dalam bentuk yang dimodifikasi dapat merubah suasana perasaan dan emosional pada lansia sehingga dapat mencapai kondisi suasana perasaan dan emosi yang lebih positif (Narullita, 2018). II.5 Jurnal Penelitian Terkait Pada penelitian yang dilakukan oleh Maulina, dkk (2019) dengan judul “Pengaruh Life Review Therapy Terhadap Depresi Lansia Di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pesanggrahan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Majapahit Mojokerto” peneliti meneliti tentang pengaruh pemberian life review therapy terhadap tingkat depresi pada lansia. Penelitian ini menggunakan desain quasi withpretest and posttest nonequivalent control group dan pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling sesuai kriteria inklusi sebanyak 20 orang dan sampel tersebut diklasifikasikan menjadi 10 orang pada kelompok intervensi dan 10 orang pada kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat depresi sampel yaitu Geriatric Depression Scale (GDS). Pada penelitian ini dilakukan 2 sesi, sesi pertama menceritakan pengalaman bersama keluarga dan sesi kedua menceritakan pengalaman tentang pekerjaan dengan 2 kali pertemuan dan waktu persesi yaitu 40 menit. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yani & Febiyansyah (2018) dengan judul “Pengaruh Pemberian Life Review Therapy Terhadap Tingkat Depresi Pada 20 Lansia Di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto” peneliti meneliti pengaruh pemberian life review therapy terhadap tingkat depresi pada lansia. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment with pretest and posttest control group dan pengambilan sampel dengan teknik purposive sample yaitu sebanyak 20 orang dan sampel tersebut diklasifikasikan menjadi 10 orang pada kelompok intervensi dan 10 orang pada kelompok kontrol. Pelaksanaan life review therapy oleh peneliti dilakukan selama 4 sesi: sesi pertama menceritakan serta mengingat masa kecil dan orang tua diwaktu kecil, kemudian sesi kedua lansia menceritakan masa remaja mengenai orang yang paling penting dalam hidupnya dimasa remaja, di sesi ketiga lansia menceritakan masa dewasa tentang pengalaman kerja yang pernah dijalani. Pada sesi terakhir, lansia diminta menceritakan masa dimana lansia merasakan kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan yang pernah dialami sewatu sudah menjadi lansia. Setiap sesi dilakukan dalam waktu 25-30 menit. Life review therapy tersebut mempengaruhi produksi neurotransmitter yang dapat membuat dopamin menurun, setelah itu serotonin pada lansia juga menurun. Kemudian diukur kembali tingkat depresinya. Responden mengatakan merasa bahagia sudah diberikan life review therapy. 21 Perubahan Fisik Perubahan Mental Lansia Perubahan Psikososial Proses Menua Kesepian Pemberian Life Review Therapy Perubahan Spiritual Perubahan Kognitif Skema 1 Kerangka Teori Sumber: Kemenkes, 2016; Basuki, 2015; Suardiman, 2011; Santrock, 2011; Kushariyadi 2012; Azizah, 2011; Indriyani 2017; Kholifah, 2016; Arslantaş et al. 2015; Nurhayati, 2018; Narulita, 2019; Nurlayli&Diana, 2015; Setyoadhi&Kushariadi, 2015; Yani & Febiansyah, 2018; Maulina,dkk, 2019; Sholihah, 2011 BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA Pada bab ini penulis akan menjabarkan asuhan keperawatan gerontik kelolaan dengan masalah keperawatan isolasi sosial karena kesepian. Penjabaran asuhan keperawatan akan berfokus pada masalah utama yang terdiri dari pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan/intervensi, pelaksanaan keperawatan/implementasi dan evaluasi. III.1 Pengkajian Pasien Kelolaan Utama Pengkajian terkait kesepian pada Kakek B dilakukan dengan metode observasi dan anamnesis pada klien. Observasi dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner UCLA Loneliness Scale sedangkan data anamnesis didapat dari hasil wawancara dengan menggunakan form pengkajian gerontik meliputi riwayat klien, keadaan saat ini yang disertai dengan pemeriksaan fisik (melihat/inspeksi dan menyentuh/palpasi) pada tubuh pasien jika ditemukan adanya masalah kesehatan/psikis pada klien. III.1.1 Identitas Diri Klien Klien berinisial Kakek B berusia 65 tahun yang lahir di Jawa Timur tepatnya di Wonosobo ini merupakan salah satu waarga binaan sosial Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3 Ciracas dari Wisma Merpati. Kakek B baru sekitar 20 hari berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas, sebelumnya Kakek B berada di Panti Sosial Bina Daksa Cengkareng selama 4 tahun. Kakek B beragama Islam. Klien hanya tamatan SD dimana dahulu memiliki sebutan Sekolah Rakyat. Klien mengatakan saat sampai di Jakarta sudah lebih dari tahun 1990 atau sudah sekitar 20 tahun beliau menjadi pengemis karena mengikuti saudara yang ada di Jakarta Utara. Kakek B telah kehilangan kedua kakinya ±5 tahun akibat kecelakaan saat sedang mengemis dijalan raya dan sekarang mobilisasi klien menggunakan kursi roda, setelah itu klien dibawa oleh petugas 22 23 sosial ke Panti Bina Daksa Cengkareng. Kakek B mengatakan dirinya dipindahkan ke PSTW Budi Mulia 3 Ciracas karena akan ditanggung biaya transportasi untuk pulang ke kampung halamannya dengan menaiki travel. Kakek B memiliki dua istri dan satu orang anak, Kakek B bercerai dengan istri yang pertama dan istri Kakek B yang kedua sudah lama meninggal dan Kakek B tidak mengetahui penyebab meinggalnya istrinya karena saat itu sedang berada di Jakarta. Anak dari Kakek B berada di kampung dan sudah lama sekali tidak bertemu dan tidak pernah berkomunikasi lagi. III.1.2 Status Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada klien meliputi pemeriksaan tandatandayang mencangkup keadaan umum, kesadaran, suhu tubuh, nadi, tekanan darah, frekuensi nafas, berat badan dan tinggi badan. Kemudian pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan fisik head-to-toe yang dimulai dari pemeriksaan area kepala hingga kaki. Pemeriksaan fisik head-to-toe ini menggunakan prosedur inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Keadaan umum klien menunjukkan keadaan umum yang baik, kesadaran compos mentis, dengan tekanan darah (diukur dengan sfignomanometer) 140/80mmHg, Nadi 77 kali permenit, pernafasan 20 kali permenit dan suhu 36 oC. Pengukuran berat badan dan tinggi badan tidak dapat terkaji. Pemeriksaan fisik head-to-toe meliputi, keadaan kepala tampak simetris, tidak ada benjolan/massa, tidak ada lesi, distribusi rambut merata, rambut berwarna hitam bercampur dengan warna putih (uban), tidak ada kebotakan (alopesia). Pemeriksaan selanjutnya adalah mata, mata klien tampak simetris, pergerakan mata normal, tidak ada benjolan/massa, tidak ada lesi, konjungtiva ananemis, sklera anikterik. Pada bagian hidung tampak simetris, tidak ada benjolan/massa, tidak ada lesi, hidung tampak bersih. Kemudian, kedua telinga simetris, tidak ada benjolan/massa, tidak ada lesi, tidak ada cairan yang keluar dari telinga, fungsi pendengaran normal. Bentuk mulut simetris, banyak gigi yang telah tanggal namun Kakek B tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada stomatitis, tidak ada benjolan/massa, tidak ada lesi. Pada bagian leher tidak terdapat adanya benjolan ataupun kelainan namun Kakek B terkadang mengeluh lehernya tegang dan pegal- 24 pegal dikarenakan klien tidak mau tidur di kasur karena akan menyusahkan orang untuk memindahkannya dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya, maka klien hanya mau tidur di kursi rodanya saja. Pada pemeriksaan sistem pernafasan didapatkan hasil inspeksi pergerakan dinding dada simetris saat inspirasi maupun ekspirasi, tidak ditemukan adanya bantuan otot bantu nafas, irama nafas teratur, bunyi nafas vesikuler, tidak ada sesak, batuk dan pilek. Pada sistem kerdiovaskuler, tidak ditemukan bunyi jantung tambahan, pengisian kapiler kurang dari 2 detik, tekanan darah 140/80 mmHg dan denyut nadi klien 77 kali permenit. Tidak ditemukan juga kelainan pada sistem pencernaan dan BAB 1 kali perhari dengan karakteristik lembek dan berwarna kecoklatan. Pada sistem perkemihan tidak ditemukan adanya distensi kandung kemih dan juga tidak ada rasa nyeri saat BAK, klien BAK kurang lebih 6 kali perhari. Pada sistem integumen didapatkan kulit tampak keriput, turgor kulit elastis, tidak ada luka terbuka, terdapat bekas luka (amputasi) pada kedua kaki Kakek B, keadaan kuku tangannya normal. Tidak ada kelainan pada ekstermitas atas/kekuatan otot baik namun pada ekstermitas bawah tidak dapat dilakukan pengkajian. III.1.3 Penilaian Psikososial dan Spiritual Kakek B dapat berinteraksi dengan lingkungannya dengan baik, namun Kakek B sering menyendiri (menjauh) dari teman temannya karena menganggap mereka memiliki gangguan mental sehingga Kakek B sering menjauh dari wisma (namun masih disekitar pelataran). Kakek B juga akan melakukan olahraga jika ada yang mendorong kursi roda, namun tidak ada teman sekamar yang membantu mendorong kursi roda kakek B. Bahasa yang digunakan Kakek B sehari-hari adalah bahasa Indonesia namun sesekali dirinya menggunakan bahasa Jawa kepada te man nya yang juga berasal dari Jawa karena Kakek B berasal dari Jawa Timur. Sikap klien kepada lawan bicara yaitu Kakek B tampak sesekali menunduk saat diajak berbicara dan sesekali tidak melakukan kontak mata focus/melihat kepada lawan bicara, komunikasi koopratif terhadap lawan bicara, kakek B juga tidak pernah meninggalkan percakapan dan tidak ada gerakan yang mengganggu lawan bicara. 25 Keadaan emosi Kakek B stabil, namun kakek B dapat marah jika ada temannya yang tidak mau mandi, BAK sembarangan dan BAB sembarangan. Presepsi Kakek B tentang dirinya yaitu tidak ingin sakit dan secepatnya bisa pulang ke kampung halamannya dan bertemu dengan anak satu-satunya karena tidak ada saudara atau keluarga di Jakarta sekarang ini. Kakek B tidak mau bergabung bersama dengan WBS lainnya, kakek B memilih menyendiri. Konsep diri klien yaitu Kakek B pernah mengatakan anggota tubuhnya kurang lengkap karena sudah tidak memiliki ekstermitas bawah dan terkadang klien merasa malu pada keadaanya namun dirinya berusaha untuk tidak mengeluh serta berusaha mensyukuri hidupnya meski memiliki keterbatasan. Kakek B terkadang mengatakan ingin bisa beraktivitas seperti orang lain yang memiliki ekstermitas lengkap kemudian beliau bisa tinggal di kampung halamannya bersama dengan anak satu-satunya. Kakek B mengatakan puasdan bersyukur dengan keadaannya sekarang, karena harapannya bisa berkumpul dengan anaknya di kampung halaman. Kakek B merasakan perannya sebagai seorang Bapak untuk anaknya sangatlah kurang. Kakek B mengatakan selama ini beliau melakukan ibadah, sholat dan berdoa di kursi rodanya, dirinya tidak dapat sholat/beribadah di musollah dan tidak dapat mengikuti pengajian di musollah karena jauh dari wisma Kakek B dan tidak ada yang mendorong kursi rodanya dan dirinya tidak bisa membawa kursi roda jauh-jauh. Kakek B merupakan muslim yang taat dan selalu melakukan ibadah sholat 5 waktu meskipun menggunakan kursi roda. III.1.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang klien diperoleh dari pemeriksaan Indeks Katz, Barthel Indeks, Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ), Mini Mental Status Examination (MMSE), Pengkajian Skala Depresi dan Morse Fall Scale (MFS). Hasil pemeriksaan Indeks Katz adalah A diartikan ketidaktergantungan dalam semua keenam fungsi. Nilai Barthel Indeks yaitu 90 dengan ketergantungan ringan. Hasil pemeriksaan pada Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ) yang diinterpretasikan dengan skala 2 yaitu fungsi intelektual utuh. Penilaian Mini Mental Status Examination (MMSE) dengan nilai 22 yang dikategorikan 26 kemungkinan gangguan kognitif. Pengkajian skala depresi klien yaitu dengan nilai 14 yang berarti depresi ringan. Penilaian dengan Morse Fall Scale (MFS) menunjukkan nilai 40 yaitu klien dengan risiko jatuh rendah. Dan pengkajian tingkat kesepian dengan menggunakan UCLA Loneliess Scale dengan nilai 27 yang diartikan tingkat kesepian sedang. III.2 Analisa Data Analisis data dilakukan dalam menentukan masalah atau diagnosa keperawatan dengan menggunakan data yang mendukung. Masalah pertama pada lansia adalah Isolasi sosial pada Kakek B (65 tahun) dengan masalah kesepian, hal tersebut dibuktikan dengan data subjektif dan data objektif dari Kakek B. Data subjektif yang dikeluhkan klien adalah klien merasa rindu dengan keluarganya yang sudah lebih dari 20 tahun tidak bertemu karena keluarganya berada di kampung halamannya. Kakek B telah bercerai dari istri yang pertama dan istri Kakek B yang kedua sudah meninggalkan dunia lebih dahulu dan Kakek B tidak tahu penyebab meninggalnya istri keduanya tersebut. Sedangkan satu-satunya anaknya kini tinggal dengan sanak saudaranya di kampung. Kakek B juga mengatakan telah kehilangan kedua kakinya dikarenakan kecelakaan 5 tahun yang lalu. Kakek B baru sekitar 20 hari di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas dan belum terlalu dekat dengan Warga Binaan Sosial (WBS) disana karena sebelumnya Kakek B berada di Panti Sosial Bina Daksa Cengkareng. Klien juga sering merasa hidupnya sepi. Data objektif yang didapat dari klien yaitu, klien tampak tidak bergabung dengan para WBS karena ingin menyendiri saja, ketika diajak berbicara sesekali Kakek B menunduk dan tidak menatap mata lawan bicara. Sehingga ditentukan diagnosa keperawatan Isolasi Sosial (Domain 12. Kelas 3. Kode 00053). Masalah selanjutnya yang muncul yaitu, Ketidakberdayaan pada Kakek B (65 tahun) dengan masalah kesepian. Data subjektif yang menunjang yaitu Kakek B mengatakan bahwa dirinya dipindahkan ke PSTW Budi Mulia 3 Ciracas kerena akan diakomodasikan transportasi untuk pulang ke kampung halamannya namun sampai saat ini belum ada informasi terkait hal tersebut sehingga Kakek B hanya bisa menunuggu. Kemudian Kakek B mengatakan telah kehilangan kedua kakinya dikarenakan kecelakaan 5 tahun yang lalu sehingga sejak saat itu klien harus 27 menggunakan kursi roda kemanapun Kakek B beraktivitas. Kakek B mengatakan selama di PSTW tidak berjalan kemana mana karena tidak ada yang mendorong kursi rodanya (karea jalan keluar wisma tidak rata dan harus naik-turun). Kakek B juga tidak dapat pergi ke musollah untuk beribadah dan ke lapangan untuk senam bila tidak ada seseorang yang mendorong kursi rodanya. Terkadang klien merasa malu pada keadaanya. Dan sesekali merasa tidak bisa melakukan sesuatu (aktivitas) padahal dahulu dirinya bisa melakukannya. Klien mengatakan tidak bisa berbuat apa-apa karena sudah tua dan disabilitas. Data objektif yang didapat dari klien yaitu, klien tampak tidak bergabung dengan para WBS karena ingin menyendiri saja, ketika diajak berbicara sesekali Kakek B menunduk dan tidak menatap mata lawan bicara. Terkadang klien malu untuk meminta bantuan dari perawat sehingga perawat harus menawarkan bantuan terlebih dahulu. Oleh karena itu ditentukan diagnosa keperawatan Ketidakberdayaan (Domain 9. Kelas 2. Kode 00152). III.3 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada Kakek B setelah ditentukan dengan mempertimbangkan analisa data, yaitu Isolasi sosial pada Kakek B (65 tahun) dengan masalah kesepian dan Ketidakberdayaan pada Kakek B (65 tahun) dengan masalah kesepian. III.4 Intervensi Keperawatan Perencanaan asuhan keprawatan pada Kakek B berdasarkan Nursing Outcomes Classification (NOC) dan Nursing Interventions Classification (NIC). Perencanaan tersebut dijabarkan menurut diagnosa keperawatan yang pertama yaitu Isolasi sosial (kesendirian yang dialami oleh individu dan dianggap timbul karena orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif atau mengancam) pada Kakek B (65 tahun) dengan masalah kesepian. Berdasarkan Nursing Outcomes Classification (NOC), tujuan dari asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa tersebut adalah untuk (NOC, 2013). Nursing Interventions Classification (NIC) dari diagnosa tersebut adalah terapi aktivitas (4310) yaitu peresepan terkait dengan menggunakan bantuan aktivitas fisik, kognisi, sosial dan spiritual untuk meningkatkan frekuensi dan durasi 28 dari aktivitas kelompok.aktivitas-aktivitas yang dilakukan yaitu membantu klien memilih aktivitas kelompok, identivikasi strategi untuk meningkatkan partisipasi klien, instruksikan klien untuk melaksanakan aktivitas, dorong keterlibatan pasien dalam aktivitas kelompok, berikan aktivitas yang memenuhi komponen memori dan berikan pujian yang positif kepada klien (NIC, 2013). III.5 Intervensi Inovasi Intervensi inovasi yang diberikan dalam penelitian ini dengan mengaplikasikan Life Review Therapy untuk mengurangi tingkat kesepian pada Kakek B. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yani & Febiyansyah (2018) dengan judul “Pengaruh Pemberian Life Review Therapy Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto” peneliti meneliti pengaruh pemberian life review therapy terhadap tingkat depresi pada lansia. Pelaksanaan life review therapy oleh peneliti dilakukan selama 4 sesi: sesi pertama menceritakan serta mengingat masa kecil dan orang tua diwaktu kecil, kemudian sesi kedua lansia menceritakan masa remaja mengenai orang yang paling penting dalam hidupnya dimasa remaja, di sesi ketiga lansia menceritakan masa dewasa tentang pengalaman kerja yang pernah dijalani. Pada sesi terakhir, lansia diminta menceritakan masa dimana lansia merasakan kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan yang pernah dialami sewatu sudah menjadi lansia. Setiap sesi dilakukan dalam waktu 2530 menit. III.6 Implementasi Inovasi Implementsi inovasi dilakukan oleh peneliti selama 8 hari. Sebelum melakukan implementasi, peneliti membina hubungan saling percaya terlebih dahulu dengan klien serta melakukan pengkajian di empat hari pertama kemudian memulai intervensi pada empat hari setelahnya. Setelah didapatkan hasil pengkajian klien di 4 hari pertama, kemudian peneliti melakukan Implementasi inovasi selama 4 hari berikutnya terhitung dari tanggal 4 Maret 2020 sampai dengan tanggal 7 Maret 2020 dengan waktu tiap sesi selama 20-30 menit. Prosedur dimulai dengan mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menemui klien, lalu memulai dengan memberikan salam terapetik dan membina hubungan 29 saling percaya, menyebutkan nama peneliti, menanyakan perasaan dan keadaan klien hari ini, menjelaskan tujuan, serta kontrak waktu pelaksanaan intervensi inovasi yang akan dilakukan. Selanjutnya berikan posisi yang nyaman pada klien agar tidak mempengaruhi pelaksanaan intervensi. Sebelum diilakukan sesi pertama, klien diminta untuk mengisi instrumen UCLA Loneliness Scale untuk mengukur tingkat kesepian klien. Setelah klien mengisi instrumen yang telah diberikan, dimulailah sesi pertama Life Review Therapy. Pada sesi pertama ini peneliti memancing klien untuk mengingat serta menceritakan saat dirinya di masa kecil dan kenangan yang dirinya miliki dengan orang tuanya dimasa kecil. Lalu pada tanggal 5 Maret 2020 dilakukan sesi kedua, yaitu klien diminta untuk menceritakan saat-saat dimana klien remaja terutama mengenai orang yang paling penting dalam hidupnya dimasa remaja. Pada sesi ketiga di tanggal 6 Maret 2020 klien diminta untuk menceritakan masa dewasa tentang pengalaman kerja yang pernah dijalani dan saat ketika bertemunya klien dengan pasangan hidupnya. Kemudian pada sesi terakhir yang dilakukan tanggal 07 Maret 2020 klien diminta untuk menceritakan masa sekarang ini yaitu masa lansia dimana dirinya merasakan kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan yang pernah dialami sewatu sudah menjadi lansia. Pada saat pasien menceritakan pengalaman hidupnya, peneliti menanggapi dengan respon yang positif dan memberikan sentuhan kecil yang menenangkan klien ketika emosinya ikut bercerita. Setiap sesi berakhir, peneliti memberikan respon yang positif kepada klien serta menanyakan perasaan klien setelah dilakukannya tiap sesi life review therapy dan mengkaji respon verbal maupun nonverbal klien. Di akhir sesi keempat, klien diminta mengisi kembali instrumen UCLA Loneliness Scale untuk melihat adakah perbedaan tingkat kesepian klien sebelum dan setelah dilakukannya 4 sesi life review therapy ini. III.7 Evaluasi Keperawatan Setelah dilakukannya life review therapy kepada Kakek B, klien memberikan evaluasi subjektif yang baik pada peneliti. Meskipun Kakek B sesekali mengatakan lupa dan berusaha mengingat kembali masa-masa dirinya dulu, Kakek B merasa 30 senang telah berbagi pengalaman hidupnya terutama saat saat sebelum lansia. Kakek B mengatakan tidak ingat kapan terakhir menceritakan pengalaman hidupnya kepada orang lain tapi Kakek B merasa senang karena ada yang mendengarkan pengalaman hidupnya dan merasa beban yang dialami dalam hidup berkurang. Tabel 1 Gambaran Perubahan Tingkat Kesepian Menggunakan UCLA Loneliness Scale Pada Kakek B di Wisma Merpati PSTW Budi Mulia 3 Ciracas Pertemuan Loneliness Scale Keterangan Sebelum dilakukan life 27 Tingkat kesepian sedang 20 Tingkat kesepian rendah review therapy Setelah dilakukan life review therapy Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat kesepian pada Kakek B (65 tahun) setelah dilakukannya 4 sesi implementasi dari life review therapy. Hasil evaluasi menggunakan instrumen kuesioner UCLA Loneliness Scale, menunjukkan penurunan tingkat kesepian yang semula sebelum dilakukan intervensi skornya yaitu 27 dengan tingkat kesepian sedang menjadi 20 dengan tingkat kesepian rendah. Peneliti juga mengamati perubahan sikap dan respon klien, klien menunjukkan sikap lebih terbuka dibandingkan dengan saat pertama kali bertemu. Klien juga tampak berbaur dengan para WBS terutama dengan Kakek A, klien menjadi sering berinteraksi dengan WBS yang lain dan tidak menyendiri lagi. Ketika berbicara dengan lawan bicara, klien menjadi lebih fokus dan hampir tidak pernah menunduk/tidak fokus pada mata lawan bicara. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Situasi Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta Timur merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta yang memiliki tugas pokok memberikan pelayanan dan merawat jasmani serta rohani kepada para Lansia terlantar agar dapat hidup secara wajar. Tujuan pelayanan sosial yang diberikan adalah terpenuhinya kebutuhan hidup para lansia seperti kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial sehingga mereka menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin. Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas menjadi salah satu tempat praktik mahasiswa Profesi Ners FIKES UPN Veteran Jakarta 2020 pada stase Praktik Komunitas Gerontik yang dimulai pada tanggal 27 Februari hingga 12 Maret 2020. Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 berdiri pada 3 Juli 2001 dengan alamat di Jl. Raya Ciracas No. 60 Kelapa Dua Wetan Ciracas Jakarta Timur dengan kapasitas 350 orang Warga Binaan Sosial (WBS) termasuk didalamnya lansia dengan gangguan jiwa yang dibagi menjadi 8 wisma, yaitu wisma Mawar, wisma Melati, wisma Anggrek dan wisma Kemuning untuk WBS perempuan sedangkan untuk laki-laki terdapat wisma Cendrawasih, wisma Garuda, wisma Merak dan wisma Merpati. Tiap wisma memiliki masing-masing pengasuh lansia yang terdiri dari perawat atau tim kesehatan lainnya. PSTW Budi Mulia 3 Ciracas memiliki visi yaitu mewujudkan masyarakat Jakarta yang peduli, manusiawi dan mandiri. Sedangkan misi PSTW Budi Mulia 3 Ciracas yaitu meningkatkan profesionalitas Sumber Daya Manusia (SDM), transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan sosial terhadap masyarakat, mengembangkan prasarana, sarana dan sistem penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Kemudian meningkatkan profesionalitas penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalam perlindungan sosial, jaminan sosial, Pemberdayaan dan rehabilitasi sosial, mengembangkan dan mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka perlindungan, jaminan, 31 32 pemberdayaan & rehabilitasi sosial dan mengembangkan nilai kejuangan serta nilai kesejahteraan sosial guna meningkatkan peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Program pelayanan sosial yang dilakukan oleh PSTW Budi Mulia 3 Ciracas meliputi; Bimbingan fisik (Senam kesehatan jasmani lansia, jalan sehat lansia, rekreasi) yang dilakukan 2 kali dalam seminggu yaitu dihari Selasa dan Kamis, Bimbingan spiritual (Shalat wajib berjamaah, siraman rohani dan kebaktian agama kristen) di hari Senin dan Jumat, Bimbingan kesenian di hari Rabu (panggung gembira dan karaoke) dan Bimbingan keterampilan (Keterampilan membuat keset, kreasi bunga, hiasan untu k pakaian, taplak meja, dll) di hari Kamis. Berbagai hasil karya dari lansia diperlihatkan di lemari khusus dan bahkan beberapa dijual. Dengan pembinaan dan pemberdayaan tersebut lansia dapat meningkatkan kemandirian serta kesejahteraan karena hasil penjualan kreasi lansia juga dapat menjadi sumber mata pencaharian lansia. Dalam pelaksanaan penelitian di Wisama Merpati PSTW Budi Mulia 3 Ciracas, peneliti menemukan 4 klien lain yang memiliki kasus serupa dengan Kakek B yaitu masalah kesepian. Namun setiap klien memiliki tingkat kesepian yang berbeda beda dan perubahan tingkat kesepian setelah diberikan intervensi juga menunjukkan hasil yang berbeda pada setiap klien. IV.2 Gambaran Pasien Kelolaan Utama Dengan Masalah Keperawatan Kesepian Menurut Hurlock (dalam Kushariyadi, 2012) serta WHO (dalam Azizah, 2011) menyebutkan bahwa lanjut usia yang merupakan tahap akhir dalam kehidupan seseorang yang dimulai ketika usia orang tersebut menginjak 60 tahun. Seiring dengan bertambahnya usia pada lansia, diikuti juga dengan penurunan serta perubahan fungsi tubuh yang akan berpengaruh pada masalah kesehatan dan masalah psikososial lansia. Salah satu masalah psikososial yang terjadi pada lansia yaitu masalah kesepian. Kesepian merupakan masalah yang melekat di kalangan lansia dimana masalah tersebut dipengaruhi oleh dukungan sosial, baik secara mental dan kesehatan fisik disertai dengan kognisi. Menurut Adrian, perubahanperubahan fisiologis dan perubahan dari kemampuan motorik yang terjadi, tidak 33 jarang membuat para lansia memunculkan perasaan tidak berguna kemudian mengalami demotivasi dan menarik diri dari lingkungan (isolasi sosial) sehingga keinginan untuk diperhatikan menjadi berlebih, dan hal tersebut kemudian memunculkan perasaan kesepian pada lansia (Putra dkk, 2012). Van Baarsen (dalam Munandar 2017) juga menyatakan bahwa kesepian pada lansia lebih mengacu pada kesepian dalam konteks “sindrom sarang kosong”, dimana kesepian muncul diakibatkan dari kepergian pasangan hidup untuk kembali pada Sang Pencipta. Menurut Cheryl & Parello (2008), Ada dua faktor yang mendorong perasaan kesepia. Faktor yang pertama merupakan faktor situasional yaitu mengenai situasi kehidupan yang dialami ketika perasaan seseorang akan menjadi kesepian, situasi kehidupan tersebut dapat berupa perceraian, perpisahan, sosial situasi individu dirawat di rumah sakit, sakit kronis dari anak-anak atau anggota keluarga dan mereka yang baru saja pindah ke lingkungan baru. Kemudian faktor yang kedua yaitu faktor characterological yang merupakan faktor yang dapat mendorong kesepian berdasarkan ciri-ciri kepribadian seperti introversi, menarik diri, merasa malu, dan rendah diri (Nurlayli & Diana, 2014). Tingkat kesepian yang digunakan oleh peneliti yaitu dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner University of California, Los Angeles (UCLA) Loneliess Scale yang diadopsi dari kuesioner milik Daniel W. Russel (1996). Kuesioner ini terdiri dari 20 pertanyaan dengan 7 pertanyaan positif dan 13 pertanyaan negatif. Skor yang diberikan untuk pertanyaan positif yaitu Tidak pernah skor 3, Jarang skor 2, Sering skor 1 dan selalu skor 0. Sedangkan pertanyaan negatif diberi skor yaitu tidak pernah skor 0, jarang skor 1, sering skor 2 dan selalu skor 3. Kemudian tingkat kesepian akan dikategorikan berdasarkan dari jumlah skor seluruh pertanyaan yaitu: Nilai 0 – 20 dikategorikan tingkat kesepian rendah, nilai 21-40 dikategorikan tingkat kesepian sedang dan nilai 41-60 dikategorikan tingkat kesepian berat. Dalam kasus Kakek B didapatkan skor sebelum dilakukan intervensi yaitu 27 yang dikategorikan tingkat kesepian sedang. Intervensi yang diberikan oleh penulis pada lansia terkait masalah kesepian yaitu life review therapy. Life review therapy menurut Townsend (2009 dalam Sholihah, 2011) adalah teknik seseorang mengingat kembali kejadian kehidupan 34 yang melibatkan fleksi kembali pengalaman, melakukan evaluasi dan menafsirkannya sebagai perbaikan untuk akhir kehidupan seseorang. Life Review Therapy bertujuan untuk membantu lansia menemukan makna hidupnya, mengatasi permasalahan dimasa lalu, meningkatkan kepercayaan diri, meningkatkan harga diri, meningkatkan kepuasan dan kualitas hidup (Narullita, 2018). Sebelum melakukan terapi, peneliti melakukan identifikasi lingkungan terlebih dahulu dan memastikan klien merasa aman, nyaman serta dapat fokus melakukan terapi. Kemudian Kakek B diminta mengisi kuesioner yang disediakan yaitu UCLA Loneliness Scale sebelum dimulainya terapi. Pelaksanaan life review therapy oleh peneliti dilakukan selama 4 hari yang dibagi menjadi 4 sesi: di hari pertama dimulailah sesi pertama dimana setelah mengisi kuesioner klien diminta menceritakan serta mengingat masa kecil dan orang tua diwaktu kecil, kemudian sesi kedua (hari kedua) klien diminta menceritakan masa remaja mengenai orang yang paling penting dalam hidupnya dimasa remaja. Di hari ketiga atau sesi ketiga klien menceritakan masa dewasa tentang pengalaman kerja yang pernah dijalani. Dan di hari keempat pada sesi terakhir, klien diminta menceritakan masa dimana klien merasakan kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan yang pernah dialami sewatu sudah menjadi klien. Setiap sesi dilakukan dalam waktu 25-30 menit. Selama dilakukannya intervensi, klien selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang positif setiap harinya. Pada pertemuan terakhir peneliti melakukan evaluasi respon klien setelah diberikan intervensi implementasi. Klien mengatakan meskipun Kakek B sesekali lupa dan berusaha mengingat kembali masa-masa dirinya dulu, Kakek B merasa senang telah berbagi pengalaman hidupnya terutama saat saat sebelum lansia. Kakek B mengatakan tidak ingat kapan terakhir menceritakan pengalaman hidupnya kepada orang lain tapi Kakek B merasa senang karena ada yang mendengarkan pengalaman hidupnya dan merasa beban yang dialami dalam hidup berkurang. Peneliti juga mengamati perubahan sikap dan respon klien, klien menunjukkan sikap lebih terbuka dibandingkan dengan saat pertama kali bertemu. Klien juga tampak berbaur dengan para WBS terutama dengan Kakek A, klien menjadi sering berinteraksi dengan WBS yang lain dan tidak menyendiri lagi. Ketika berbicara dengan lawan bicara, klien menjadi lebih fokus dan hampir tidak 35 pernah menunduk/tidak fokus pada mata lawan bicara. Klien juga merasa memiliki teman dalam hidupnya dan tidak merasa sendiri lagi. Kemudian setelah dilakukan kembali pengukuran tingkat kesepian pada Kakek B menggunakan kuesioner UCLA Loneliess Scale, nilai dari tingkat kesepian klien berkurang menjadi 20 yang dapat dikategorikan tingkat kesepian rendah. IV.3 Gambaran Pasien Resume Dengan Masalah Keperawatan Kesepian Intervensi inovasi life review therapy diberikan kepada 5 lansia atau Warga Binaan Sosial (WBS) di Wisma Merpati PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. 5 WBS tersebut yaitu Kakek B, Kakek A, Kakek Ja, Kakek S dan Kakek Ju. Pasien resume pertama adalah Kakek A berusia 81 tahun berjenis kelamin laki-laki. Pendidikan terakhir klien yaitu SMA. Klien mengatakan dahulu berkerja sebagai karyawan swasta di Jakarta. Klien sudah 4 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. Klien memiliki 3 orang istri dengan 10 orang anak. Klien mengatakan sering merasa sedih karena rindu pada keluarganya terutama anak-anaknya dan merasa sendirian dalam hidupnya. Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang menjenguknya sehingga klien merasa sedih. Hasil pengkajian tingkat kesepian menggunakan UCLA Loneliness Scale pada Kakek A didapatkan nilai skor 26 yang dikateggorikan tingkat kesepian sedang. Diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu isolasi sosial pada Kakek A (81 tahun) dengan masalah kesepian. Setelah dilakukan intervensi inovasi life review therapy 4 sesi selama 4 hari dengan waktu 25-30 menit persesinya. Kakek A mengatakan senang telah menceritakan pengalaman hidupnya kepada peneliti dan akan berusaha untuk berbaur dengan para lansia lainnya agar tidak merasa sendiri/kesepian lagi karena memiliki teman teman sesama lansia. Hasil pengukuran tingkat kesepian pada Kakek A menggunakan kuesioner UCLA Loneliness Scale setelah dilakukannya terapi yaitu terjadi penurunan skor menjadi 23. Meskipun setelah dilakukan terapi tingkat kesepian Kakek A masih dalam kategori tingkat kesepian sedang, namun skor hasil pengisian menurun yang dapat diartikan tingkat kesepian berkurang. Pasien resume kedua yaitu Kakek Ja berusia 70 tahun berjenis kelamin lakilaki. Pendidikan terakhir klien yaitu SD. Klien mengatakan dahulu berkerja sebagai Wirausaha di daerah Salatiga. Klien sudah 2 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 36 Ciracas. Klien memiliki seorang istri dengan 6 orang anak yang sudah ditinggalkan oleh klien. Klien mengatakan terkadang merasa sedih karena rindu dan merasa bersalah pada keluarganya terutama anak-anaknya, Kakek Ja juga mengatakan diriya merasa sendirian dalam hidup namun dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua dan untuk berjalan saja sudah sulit. Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang mengetahui bahwa dirinya berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas sehingga tidak ada yang menjenguknya. Hasil pengkajian tingkat kesepian menggunakan UCLA Loneliness Scale pada Kakek Ja didapatkan nilai skor 24 yang dikateggorikan tingkat kesepian sedang. Diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu Ketidakberdayaan pada Kakek Ja (70 tahun) dengan masalah kesepian. Setelah dilakukan intervensi inovasi life review therapy 4 sesi selama 4 hari dengan waktu 25-30 menit persesinya. Kakek Ja mengatakan senang telah menceritakan pengalaman hidupnya kepada peneliti serta mulai merasa tidak sendiri/kesepian lagi karena memiliki teman teman sesama lansia. Hasil pengukuran tingkat kesepian pada Kakek Ja menggunakan kuesioner UCLA Loneliness Scale setelah dilakukannya terapi yaitu terjadi penurunan skor menjadi 19 yang dapat diartikan tingkat kesepian rendah. Pasien resume ketiga yaitu Kakek S berusia 61 tahun berjenis kelamin lakilaki. Pendidikan terakhir klien yaitu SMA. Klien mengatakan dahulu berkerja sebagai Karyawan Swasta. Klien sudah 5 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. Klien memiliki seorang istri yang telah meninggal dengan 1 orang anak dan 2 orang cucu. Klien mengatakan terkadang merasa rindu pada keluarganya, Kakek S juga mengatakan terkadang dirinya merasa sendirian dalam hidup namun dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua. Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang mengetahui bahwa dirinya berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas sehingga tidak ada yang menjenguknya. Hasil pengkajian tingkat kesepian menggunakan UCLA Loneliness Scale pada Kakek S didapatkan nilai skor 24 yang dikateggorikan tingkat kesepian sedang. Diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu Ketidakberdayaan pada Kakek S (61 tahun) dengan masalah kesepian. Setelah dilakukan intervensi inovasi life review therapy 4 sesi selama 4 hari dengan waktu 25-30 menit persesinya. Kakek S mengatakan senang telah menceritakan pengalaman hidupnya kepada peneliti serta mulai merasa tidak 37 sendiri/kesepian lagi karena memiliki teman teman sesama lansia. Hasil pengukuran tingkat kesepian pada Kakek S menggunakan kuesioner UCLA Loneliness Scale setelah dilakukannya terapi yaitu terjadi penurunan skor menjadi 21 yang dapat diartikan tingkat kesepian rendah. Pasien resume keempat yaitu Kakek Ju berusia 68 tahun berjenis kelamin laki-laki. Pendidikan terakhir klien yaitu SD. Klien mengatakan dahulu tidak berkerja hanya meminta-minta dipinggir jalan dan kemudian dibawa ke PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. Klien sudah 5 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. Klien mengatakan bahwa dirinya belum menikah. Klien mengatakan terkadang dirinya merasa sendirian dan bosan dengan hidup yang berulang seperti sekarang, namun dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua dan tidak memiliki keluarga. Hasil pengkajian tingkat kesepian menggunakan UCLA Loneliness Scale pada Kakek Ju didapatkan nilai skor 23 yang dikateggorikan tingkat kesepian sedang. Diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu Ketidakberdayaan pada Kakek Ju (68 tahun) dengan masalah kesepian. Setelah dilakukan intervensi inovasi life review therapy 4 sesi selama 4 hari dengan waktu 25-30 menit persesinya. Kakek Ju mengatakan senang telah menceritakan pengalaman hidupnya kepada peneliti serta mulai merasa tidak sendiri/kesepian lagi karena memiliki teman-teman sesama lansia. Hasil pengukuran tingkat kesepian pada Kakek Ju menggunakan kuesioner UCLA Loneliness Scale setelah dilakukannya terapi yaitu terjadi penurunan skor menjadi 20 yang dapat diartikan tingkat kesepian rendah. IV.4 Analisa Intervensi Inovasi Life Review Therap (terapi telaah pengalaman hidup) merupakan alat terapi yang dapat mengeksplorasi pengalaman hidup masa lalu, kekuatan dan prestasi dari orang tua. Terapi ini merupakan tantangan utama dewasa yang lebih tua dalam melestarikan pemeliharaan hidup sehat seseorang dalam menghindari krisis psikologi (Nasrudin, 2015). Pemberian Life Review Therapy dapat memberikan kesempatan kepada lansia untuk mengeskpresikan perasaannya, sehingga energi psikis dilepaskan dan lansia dapat menerima masalahnya. Ekspresi perasaan tersebut dapat membantu lansia untuk mengintegrasikan kejadian yang dikenang bagi lansia dalam suatu nilai 38 sistem dan kepercayaan melalui arti peristiwa yang dialaminya (Lestari, 2012). Responden yang telah diberikan intervensi inovasi Life Review Therapy mengatakan jika mereka merasa bahagia. Life Review Therapy akan mempengaruhi produksi neurotransmitter yang dapat membuat dopamin menurun, setelah itu serotonin pada lansia juga menurun. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil yang diukur dengan suatu instrumen (Yani & Febiansyah, 2018). Proses Life Review Therapy dapat mengurangi tingkat depresi, meningkatkan kepercayaan diri, kesejahteraan, kepuasan hidup, mencegah angka bunuh diri dan meningkatkan kesehatan psikologis (Aswanira dkk, 2015). Hal ini sejalan dengan penelitian Narullita (2018) yang menyebutkan Life Review Therapy dapat membantu lansia dalam menemukan makna hidupnya, mengatasi permasalahan dimasa lalu, meningkatkan kepercayaan diri, meningkatkan harga diri, meningkatkan kepuasan dan kualitas hidup (Narullita, 2018). Intervensi inovasi Life Review Therapy diberikan kepada 5 lansia yang terdiri dari 1 lansia kelolaan dan 4 lansia resume. Penelitian ini dilakukan selama 8 hari dengan 4 hari pertama digunakan peneliti untuk pengkajian serta membina hubungan saling percaya kepada para lansia, kemudian 4 hari berikutnya dimulailah pemberian intervensi Life Review Therapy. Setiap lansia mendapatkan perlakuan dan waktu yang sama dalam melakukan terapi yaitu 4 sesi/pertemuan yang berlangsung selama 25-30 menit. Peneliti akan mengukur tingkat kesepian semua klien dengan sebuah kuesioner sebelum dan setelah dilakukannya Life Review Therapy. Kuesioner yang digunakan yaitu UCLA Loneliness Scale. Pemberian kuesioner pada awal dan akhir terapi bertujuan untuk melihat perubahan tingkat kesepian pada lansia setelah diberikan Life Review Therapy. Grafik 1 Gambaran Tingkat Kesepian Pre-Test dan Post-Test Pemberian Life Review Therapy Pada Lansia Kasus Kelolaan dan Resume Menggunakan UCLA Loneliness Scale 39 30 25 20 15 Pre-Test Post-Test 10 5 0 Kasus Kelolaan Kasus Resume 1 Kasus Resume 2 Kasus Resume 3 Kasus Resume 4 Berdasarkan Grafik 1 diketahui bahwa terjadi penurunan tingkat kesepian pada lansia dengan kasus kelolaan dan resume sebelum dan setelah diberikan intervensi Life Review Therapy yang diukur dengan UCLA Loneliness Scale. Semua klien sebelum diberikan terapi memiliki tingkat kesepian sedang kemudian sebagian besar klien mengalami penurunan tingkat kesepian dari tingkat keseipian sedang menjadi tingkat kesepian rendah, namun terdapat 2 klien yang mengalami penurunan yang kurang signifikan dan masih berada di tingkat kesepian sedang. Pada pertemuan terakhir, semua klien dievaluasi perasaannya setelah melakukan life review therapy. Semua klien mengatakan senang telah melakukan terapi ini. Klien telah menjalani dan mengikuti terapi dengan baik, klien mampu menceritakan pengalaman hidupnya dari pengalaman yang menyenangkan hingga pengalaman yang kurang atau bahkan tidak menyenangkan. Kesulitan dalam penelitian ini yaitu terkadang klien lupa dengan kejadian di masa lalunya terutama diwaktu anak-anak, sehingga klien hanya dapat bercerita secara singkat pengalamannya. Kemudian kesulitan selanjutnya yaitu sebagian besar klien kurang bisa diajak berkumpul untuk bercerita bersama dengan sesama lansia sehingga klien hanya bercerita secara terpisah (perindividu). Masi et al (2011 dalam Wiyono dkk, 2019) menjelaskan bahwa pendekatan psikoterapi dengan menggunakan pendekatan interpersonal mampu menurunkan masalah kesepian. Masalah kesepian 40 tidak signifikan turun dengan pendekatan kelompok dibandingkan dengan pendekatan interpersonal (individu). IV.5 Alternatif Penyelesaian Yang Dapat Dilakukan Tingkat kesepian lansia dapat dikurangi dengan beberapa cara selain melakukan life review therapy diantaranya, melakukan berbagai macam kegiatan seperti Millieu Therapy dalam hal ini lansia melakukan metode kreasi seni membuat gelang agar dapat menyalurkan kreatifitasnya, menciptakan suatu hasil karya, mengisi waktu luang, dan dapat bekerja sama. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya perubahan yang signifikan terhadap kesepian lansia yang mengalami penurunan dalam aspek kognitif, afektif, psikomotor, sosio-emosional, harga diri, dan akan menurunkan kesepian lansia. Tidak hanya millieu therapy metode kreasi seni yang dapat menurunkan kesepian lansia, dipengaruhi oleh kegiatan lain yang ada di panti yaitu shalat wajib, dzikir dan do’a setiap hari ( Yusuf dkk, 2018). Alternatif penyelesaian lainnya untuk mengurangi tingkat kesepian yaitu Cognitive Commitment Behavioral Therapy (CCBT) yang merupakan kombinasi antara Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan Acceptance Commitmen Therapy (ACT) dimana metode ini diberikan untuk mengajarkan para lansia yang mengalami masalah kesepian untuk mengenali pikiran serta perilaku negatif mereka akibat dari stres relokasi yang mereka alami, serta mengubahnya menjadi pikiran dan perilaku yang bersifat lebih positif dengan cara melibatkan para lansia menggunakan nilainilai yang sudah mereka pilih disertai dengan komitment . Support system yang diberikan oleh peneliti berupa dukungan sosial dalam setiap sesi serta pendekatan interpersonal (Wiyono dkk, 2019). BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Sesuai dengan pembahasan dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan kepada 5 responden mengenai pengaruh pemberian life review therapy terhadap tingkat kesepian pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta, didapatkan karakteristik responden yaitu lansia berjenis kelamin laki-laki dan usia diatas 60 tahun sebesar 100% kemudian lansia dengan pendidikan rendah sebesar 60%, berstatus Duda 40% dan Menikah 40% dan lama berada di Panti lebih dari 2 tahun 80%. Sebelum dilakukannya life review therapy, 100% lansia memiliki tingkat kesepian sedang. Kemudian setelah dilakukan life review therapy, 60% klien memiliki tingkat kesepian rendah dan 40% memiliki tingkat kesepian sedang namun nilai yang diukur dengan UCLA Loneliness Scale berkurang. Dilakukan uji T-test Dependen dengan hasil ρ-value: 0,006, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada lansia dengan masalah kesepian, sebelum dan setelah diberikan intervensi inovasi life review therapy di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta. V.2 Saran Berdasarkan hasil intervensi life review therapy yang dilakukan, terdapat beberapa hal yang perlu direkomendasikan untuk penelitian yang terkait dengan penelitian ini: a. Bagi Lansia Diharapkan lansia dapat menerapkan life review therapy dengan sesama lansia sekamar lainnya serta melakukan aktivitas atau kegiatan sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat menyalurkan hobi atau kesenangannya dan mengisi waktu kosong lansia. 41 42 b. Bagi PSTW Budi Mulia 3 Ciracas/PSTW lainnya Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai penambah informasi untuk tempat penelitian dan juga data dasar dalam melaksanakan penelitian terkait selanjutnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Diharapkan untuk tempat peneliti dapat membuat atau menambah acara kegiatan yang dapat mengurangi masalah psikis para lansia. Tempat peneliti juga dapat membuat jadwal konseling lansia dengan psikolog yang diharapkan bisa mengurangi beban hidup lansia. c. Bagi profesi perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan ilmu dibidang keperawatan khususnya keperawatan jiwa dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa yang tepat kepada lansia. d. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat menerapkan intervensi inovasi lainnya untuk menurunkan tingkat kesepian pada lansia atau meningkatkan fungsi kognitif lansia serta mengkaji lebih dalam lagi terkait masalah psikis lainnya yang dapat muncul pada lansia dan dapat menerapkan terapi tersebut pada lansia dengan depresi, dengan isolasi sosial ataupun dengan masalah psikis lainnya. . 43 DAFTAR PUSTAKA Aswanira, Nati, dkk. 2015. Efek Life Review Therapy Terhadap Depresi Pada Lansia. Jurnal Keperawatan.. p-ISSN 1410-4490, e-ISSN 2354-9203. Hlm. 139142. Basuki, Wasis. 2015. Jurnal Faktor – Faktor Penyebab Kesepian Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Penghuni Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Kota Samarinda. Ejurnal Psikologi, 4 (1): 713 – 730. Dinas Sosial DKI Jakarta. https://www.dinsos.jakarta.go.id/upt/panti/20 (diakses pada tanggal 22 Maret 2020) Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat. 2019. Dirjen Kesmas Paparkan Tentang Lansia SMART. http://www.kesmas.kemkes.go.id/portal/konten/~rilisberita/071210-workshop-halun-2019-:-dirjen-kesmas-paparkan-tentang-lansiasmart (diakses pada tanggal 22 Maret 2020). Kholifah, Siti Nur. 2016. Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Lestari, Dhian Ririn, dkk. 2015. Modul Terapi Kelompok Life Review. UI Depok: Workshop Keperawatan Jiwa Ke-IX. NANDA. 2018. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC. Narullita, Dewi. 2018. Pengaruh Life Review Therapy Terhadap Harga Diri Rendah Lansia Di Kabupaten Bungo. Jurnal Keperawatan. Akademi Keperawatan Setih Setio Muara Bungo. Nurhayati, Ucik Nurul. 2018. “Loneliness Pada Lansia”. Skripsi Publikasi. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Santrock, John W. 2011. Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup Jilid 2. Jakarta: Erlangga 44 Sholihah, Halimatus. 2011. Pengaruh Life Review Therapy terhadap tingkat harga diri rendah pada lansia di Tejokusuman Notoprajan Ngampilan Yogjakarta. Jurnal Keperawatan. Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta. Suardiman, S. P. 2011. Psikologi Usia Lanjut.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Susiana, Endang. 2019. “Faktor Yang Berhubungan Dengan Mutu Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di RSUD DR. Soetomo Surabaya”. Skripsi Publikasi. Universitas Airlangga Surabaya. Wiyono, Henry, dkk. 2019. Pengaruh Cognitive Commitment Behavioral Therapy (CCBT) Terhadap Tingkat Kesepian, Kecemasan dan Depresi Pada Lanjut Usia Dengan Sindrom Stress Relokasi. Jurnal Keperawatan. Vol 3 (2). Yani, Athi’linda & Febiansyah, Afrizal. 2018. Pengaruh pemberian Life Review Therapy Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. Jurnal Keperawatan. Fakultas Ilmu Kesehatan Unipdu Jombang. Yusuf, Ah, dkk. 2018. Pengaruh Millieu Therapy Metode Kreasi Seni Membuat Gelang Terhadap Penurunan Kesepian (Loneliness) Lansia. Jurnal Keperawatan. Vol 1 (1). Riwayat Hidup RIWAYAT HIDUP Nama Tempat/Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Kewarganegaraan Alamat No. Telp Email : Dina Nurwidyastuti : Jakarta / 23 Februari 1998 : Perempuan : Islam : Indonesia : Jl. H. Taiman Barat 1, Pasar Rebo, Jakarta Timur : 085770586199 : [email protected] Nama Orang Tua Ayah Ibu : Supama : Sri Purwati PENDIDIKAN FORMAL 1. Sekolah Dasar Negeri Gedong 09 Jakarta 2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 209 Jakarta 3. Madrasah Aliyah Negeri 6 Jakarta 4. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta PENGALAMAN ORGANISASI 1. Paskibraka MAN 6 Jakarta (Bendahara) Lampiran 1 Lembar Bimbingan 7 Februari 2020 Mengajukan Judul KIAN 18 Maret 2020 Konsul BAB I dan Kuesioner 26 Maret 2020 Konsul BAB II Lampiran 2 Kuesioner Penelitian LEMBAR KUESIONER PENELITIAN ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN INTERVENSI INOVASI LIFE REVIEW THERAPY TERHADAP TINGKAT KESEPIAN PADA LANSIA DI PSTW BUDI MULIA 3 CIRACAS JAKARTA PENELITI : DINA NURWIDYASTUTI (1910711020) PEMBIMBING : Ns. EVIN NOVIANTI, M.Kep., Sp.Kep.J KUISIONER A. DATA A DEMOGRAFI KUESIONER Petunjuk: a. Isilah pada tempat yang telah disediakan dengan benar. b. Berikan tanda ceklis () pada kotak yang telah disediakan dengan benar. Identitas Responden 1. Inisial Responden : …………………………………. 2. Usia : …………………………………. 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 4. Status Perkawinan Perempuan : Belum Menikah Menikah 5. Pendidikan Terakhir : SD SMP SMA S1 S2 Tidak Sekolah 6. Riwayat Pekerjaan : PNS/Pensiunan PNS POLRI/TNI/Pensiunan Pegawai Swasta/Wiraswasta Lain – lain (Sebutkan) 7. Lama Tinggal Di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas: .... Tahun Duda (Lanjutan) KUISIONER B. UCLA LONELIESS SCALE Petunjuk: a. Berikan tanda ceklis () pada kotak yang menurut saudara/i benar. b. Jawaban pada setiap pertanyaan/pernyataan tidak boleh lebih dari satu. c. Berikut pilihan jawaban yang disediakan: Selalu, Sering, Jarang dan Tidak Pernah No. Pernyataan Selalu Sering Jarang Tidak Pernah 1. Saya merasa tidak senang melakukan banyak hal sendirian 2. Saya tidak memiliki teman untuk berbicara 3. Saya tidak mau sendirian 4. Saya kurang bersahabat 5. Tidak ada yang mengerti saya 6. Saya merasa menunggu seseorang menelfon saya 7. Tidak ada seseorang yang bisa saya andalkan 8. Saya tidak lagi dekat dengan orang lain 9. Saya tidak membagikan ide dan ketertarikan saya dengan orang lain 10. Saya merasa tertinggal 11. Saya merasa sendirian 12. Saya tidak bisa bergabung dan berbincang dengan orang disekeliling saya (Lanjutan) 13. Hubungan sosial saya dengan orang lain biasa saja 14 Saya ingin ditemani 15 Tidak ada yang benar-benar mengenal saya 16 Saya merasa terisolasi oleh orangorang 17 Saya merasa tidak senang jika menyendiri 18 Saya sulit berteman dengan orang lain 19 Saya merasa ditinggalkan dan dikucilkan oleh orang-orang 20 Saya merasa sendirian meskipun sedang banyak orang ~ Terima Kasih Atas Partisipasinya ~ (Lanjutan) Lampiran 3 Asuhan Keperawatan Kasus Resume 1 LAPORAN KASUS RESUME 1 IDENTITAS DIRI KLIEN Nama : Kakek A Umur : 81 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan : Menikah Agama : Katolik Suku : Sunda Pendidikan Terakhir : SMA Pekerjaan : Karyawan Swasta Sumber Informasi : Klien Keluarga yang dapat dihibungi: (Tanggal Pengkajian: 29 Februari 2020) Kakek A mengatakan sudah 4 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. Klien mengatakan memiliki 3 orang istri dan 10 orang anak yang dibanggakannya. Klien sering merasa sedih karena rindu pada keluarganya. Kakek A juga mengatakan dirinya merasa sepi dalam hidup tapi dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua. Kakek A jarang mengobrol dengan para lansia lainnya. Kakek A lebih suka jika sendirian. Pengkajian fisik Kakek A, didapatkan tanda-tanda vital: a. Tekanan darah (TD) : 160/90 mmHg b. Nadi : 87 x/menitRR c. Pernapasan : 22x/menit d. Suhu : 36 C Penilaian Kemandirian Lansia 1. Indeks Katz: Hasil Penilaian – (A) Ketidaktergantungan dalam semua fungsi keenam fungsi 2. Barthel Indeks: Hasil Penilaian – (95) Ketergantungan ringan Pengkajian Status Mental (Lanjutan) 1. Short Portable Mental Status Questionare (SPMSQ): Hasil Penilaian – (1) Fungsi Intelektual Utuh 2. Mini Mental Status Examination (MMSE) Hasil Penilaian - (20) Probable Gangguan Kognitif Pengkajian Skala Depresi Hasil Penilaian – (12) Depresi Ringan ANALISA DATA DS: 1. Klien mengatakan terkadang merasa rindu pada keluarganya 2. Klien mengatakan memiliki 3 orang istri dan 10 orang anak yang dibanggakannya. Klien sering merasa sedih karena rindu pada keluarganya. 3. Kakek A mengatakan dirinya merasa sepi dalam hidup tapi dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua. 4. Kakek A mengatakan jarang mengobrol dengan para lansia lainnya karena lebih suka jika sendirian 5. Klien mengatakan sudah 2 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas DO: 1. TD klien 160/90 mmhg 2. Nadi klien: 87 x/menitRR 3. Pernapasan klien : 22x/menit 4. Suhu klien: 36 C 5. Didapatkan hasil pengkajian tingkat kesepian menggunakan UCLA Loneliness Scale pada Kakek A dengan nilai skor 26 yang dikateggorikan tingkat kesepian sedang MASALAH KEPERAWATAN 1. Isolasi Sosial pada Kakek A (81 th) dengan masalah kesepian (Domain 12. Kelas 3. Kode: 00053) IMPLEMENTASI DAN EVALUASI (Lanjutan) Tanggal Diagnosis Tindakan Keperawatan Keperawatan 4 Maret Isolasi Sosial pada 2020 Melakukan pengukuran tingkat Kakek A (81 th) kesepian dengan menggunakan UCLA dengan masalah Loneliness Scale. kesepian (Domain 12. Kelas 3. Kode: 00053) Melakukan intervensi implementasi life review therapy sesi pertama kepada Kakek A (81 tahun). Pada sesi pertama ini klien mengingat serta menceritakan pengalaman saat dirinya di masa kecil (anak-anak) dan kenangan yang dirinya miliki dengan orang tuanya dimasa kecil. 5 Maret Isolasi Sosial pada 2020 Melakukan intervensi implementasi Kakek A (81 th) life review therapy sesi kedua kepada dengan masalah Kakek A (81 tahun). Pada sesi kedua kesepian (Domain 12. ini klien mengingat serta menceritakan Kelas 3. Kode: 00053) pengalaman dimana klien remaja terutama mengenai orang yang paling penting dalam hidupnya dimasa remaja. 6 Maret Isolasi Sosial pada 2020 Melakukan intervensi implementasi Kakek A (81 th) life review therapy sesi ketiga kepada dengan masalah Kakek A (81 tahun). Pada sesi ketiga kesepian (Domain 12. ini klien diminta untuk menceritakan Kelas 3. Kode: 00053) masa dewasa tentang pengalaman kerja yang pernah dijalani dan saat ketika bertemunya klien dengan pasangan hidupnya. 7 Maret Isolasi Sosial pada 2020 Melakukan intervensi implementasi Kakek A (81 th) life review therapy sesi keempat dengan masalah kepada Kakek A (81 tahun). Pada sesi (Lanjutan) kesepian (Domain 12. keempat ini klien menceritakan masa Kelas 3. Kode: 00053) sekarang ini yaitu masa lansia dimana dirinya merasakan kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan yang pernah dialami sewatu sudah menjadi lansia. Melakukan pengukuran tingkat kesepian dengan menggunakan UCLA Loneliness Scale EVALUASI KEPERAWATAN Diagnosis SOAP keperawatan Isolasi Sosial pada Kakek A S: 1. Klien mengatakan mulai merasa tidak sepi lagi karena (81 th) dengan masalah kesepian memiliki teman-teman sesama lansia. 2. Klien mengatakan senang setelah menceritakan (Domain 12. Kelas 3. Kode: pengalaman hidupnya 3. Klien mengatakan menjadi lebih memaknai hidupnya 00053) saat ini O: 1. Klien tampak antusias mengikuti terapi yang diberikan 2. Klien tampak fokus melakukan terapi 3. Klien mulai mau mengobrol dengan sesama lansia di wismanya terutama dengan Kakek B 4. Tingkat kesepian rendah dengan nilai 23 menggunakan UCLA Loneliness Scale A: Masalah keperawatan teratasi P: RTL Klien Anjurkan klien untuk sering mengikuti kegiatan yang diadakan di panti Anjurkan untuk melakukan life review therapy dengan teman-teman yang se-wisma dengan klien Lampiran 4 Asuhan Keperawatan Kasus Resume 2 LAPORAN KASUS RESUME 2 IDENTITAS DIRI KLIEN Nama : Kakek Ja Umur : 70 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam Suku : Jawa Pendidikan Terakhir : SD Pekerjaan : Wirausaha Sumber Informasi : Klien Keluarga yang dapat dihibungi: (Tanggal Pengkajian: 2 Maret 2020) Kakek Ja mengatakan sudah 2 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. Klien mengatakan memiliki istri dan 6 orang anak yang telah ditinggalkan oleh klien. Terkadang klien merasa sedih karena rindu pada keluarganya. Kakek Ja juga mengatakan dirinya merasa sendirian dalam hidup tapi dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua. Kakek Ja tidak dapat berjalan jauh karena sulit untuk berjalan sehingga harus dibantu, menggunakan tongkat atau kursi roda, sehingga beberapa aktivitas sehari-hari harus dibantu. Pengkajian fisik Kakek Ja, didapatkan tanda-tanda vital: a. Tekanan darah (TD) : 90/60 mmHg b. Nadi : 78 x/menitRR c. Pernapasan : 22x/menit d. Suhu : 36 C Penilaian Kemandirian Lansia 1. Indeks Katz: Hasil Penilaian – (E) Ketergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi, berpakaian, toilet dan satu fungsi lainnya 2. Barthel Indeks: Hasil Penilaian – (70) Ketergantungan Sedang (Lanjutan) Pengkajian Status Mental 1. Short Portable Mental Status Questionare (SPMSQ): Hasil Penilaian – (6) Fungsi Intelektual Kerusakan Sedang 2. Mini Mental Status Examination (MMSE) Hasil Penilaian - (10) Definitif Gangguan Kognitif Pengkajian Skala Depresi Hasil Penilaian – (8) Normal/ Tidak Depresi ANALISA DATA DS: 1. Klien mengatakan terkadang merasa rindu pada keluarganya namun tidak dapat berbuat apa-apa 2. Kakek Ja mengatakan terkadang dirinya merasa sendirian dalam hidup namun dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua 3. Klien mengatakan memiliki istri dan 6 orang anak yang telah ditinggalkan oleh klien 4. Klien mengatakan sudah 2 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas DO: 1. TD klien 90/60 mmhg 2. Nadi klien: 78 x/menitRR 3. Pernapasan klien : 22x/menit 4. Suhu klien: 36 C 5. Didapatkan hasil pengkajian tingkat kesepian menggunakan UCLA Loneliness Scale pada Kakek Ja dengan nilai skor 24 yang dikateggorikan tingkat kesepian sedang MASALAH KEPERAWATAN 1. Ketidakberdayaan pada Kakek Ja (70 th) dengan masalah kesepian (Domain 9. Kelas 2. Kode: 00125) (Lanjutan) IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Tanggal Diagnosis Tindakan Keperawatan Keperawatan 4 Maret Ketidakberdayaan 2020 Melakukan pengukuran tingkat pada Kakek Ja (70th) kesepian dengan menggunakan UCLA dengan Loneliness Scale. masalah kesepian (Domain 9. Melakukan intervensi implementasi Kelas 2. Kode: 00125) life review therapy sesi pertama kepada Kakek Ja (70 tahun). Pada sesi pertama ini klien mengingat serta menceritakan pengalaman saat dirinya di masa kecil (anak-anak) dan kenangan yang dirinya miliki dengan orang tuanya dimasa kecil. 5 Maret Ketidakberdayaan 2020 Melakukan intervensi implementasi pada Kakek Ja (70th) life review therapy sesi kedua kepada dengan masalah Kakek Ja (70 tahun). Pada sesi kedua kesepian (Domain 9. ini klien mengingat serta menceritakan Kelas 2. Kode: 00125) pengalaman dimana klien remaja terutama mengenai orang yang paling penting dalam hidupnya dimasa remaja. 6 Maret Ketidakberdayaan 2020 Melakukan intervensi implementasi pada Kakek Ja (70th) life review therapy sesi ketiga kepada dengan masalah Kakek Ja (70 tahun). Pada sesi ketiga kesepian (Domain 9. ini klien diminta untuk menceritakan Kelas 2. Kode: 00125) masa dewasa tentang pengalaman kerja yang pernah dijalani dan saat ketika bertemunya klien dengan pasangan hidupnya. 7 Maret Ketidakberdayaan 2020 pada Kakek Ja (70th) Melakukan intervensi implementasi life review therapy sesi keempat (Lanjutan) dengan masalah kepada Kakek Ja (70 tahun). Pada sesi kesepian (Domain 9. keempat ini klien menceritakan masa Kelas 2. Kode: 00125) sekarang ini yaitu masa lansia dimana dirinya merasakan kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan yang pernah dialami sewatu sudah menjadi lansia. Melakukan pengukuran tingkat kesepian dengan menggunakan UCLA Loneliness Scale EVALUASI KEPERAWATAN Diagnosis SOAP keperawatan Ketidakberdayaan S: pada Kakek Ja 1. Klien mengatakan mulai merasa tidak sendiri/kesepian (70th) dengan masalah kesepian lagi karena memiliki teman-teman sesama lansia. 2. Klien mengatakan senang setelah menceritakan (Domain 9. Kelas 2. Kode: 00125) pengalaman hidupnya 3. Klien selalu menunggu waktu untuk melakukan terapi 4. Klien mengatakan menjadi lebih banyak tersenyum dan lebih memaknai hidupnya saat ini O: 1. Klien tampak antusias mengikuti terapi yang diberikan 2. Klien tampak fokus melakukan terapi 3. Tingkat kesepian rendah dengan nilai 19 menggunakan UCLA Loneliness Scale A: Masalah keperawatan teratasi P: RTL Klien Anjurkan klien untuk sering mengikuti kegiatan yang diadakan di panti (Lanjutan) Anjurkan untuk melakukan life review therapy dengan teman-teman yang se-wisma dengan klien LAPORAN KASUS RESUME 3 IDENTITAS DIRI KLIEN Nama : Kakek S Umur : 61 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan : Duda Agama : Islam Suku : Jawa Pendidikan Terakhir : SMA Pekerjaan : Karyawan Swasta Sumber Informasi : Klien Keluarga yang dapat dihibungi: (Tanggal Pengkajian: 2 Maret 2020) Kakek S mengatakan sudah 5 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. Klien mengatakan memiliki satu orang anak perempuan yang sudah menikah dan dikaruniai 2 orang anak sedangkan istri dan ibunya telah meninggal dunia. Terkadang klien merasa rindu pada keluarganya namun keluarganya tidak ada yang mengetahui bahwa dirinya berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas sehingga tidak ada yang menjenguknya. Kakek S juga mengatakan dirinya merasa sendirian dalam hidup tapi dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua. Pengkajian fisik kakek S, didapatkan tanda-tanda vital: a. Tekanan darah (TD) : 150/90 mmHg b. Nadi : 89 x/menitRR c. Pernapasan : 22x/menit d. Suhu : 36 C Penilaian Kemandirian Lansia 1. Indeks Katz: Hasil Penilaian – (A) Ketidaktergantungan Dalam Semua Fungsi Keenam Fungsi Lampiran 5 Asuhan Keperawatan Kasus Resume 3 2. Barthel Indeks: Hasil Penilaian – (100) Mandiri (Lanjutan) Pengkajian Status Mental 1. Short Portable Mental Status Questionare (SPMSQ): Hasil Penilaian – (2) Fungsi Intelektual Utuh 2. Mini Mental Status Examination (MMSE) Hasil Penilaian - (22) Probable Gangguan Kognitif Pengkajian Skala Depresi Hasil Penilaian – (8) Normal/ Tidak Depresi ANALISA DATA DS: 1. Klien mengatakan terkadang merasa rindu pada keluarganya 2. Kakek S mengatakan terkadang dirinya merasa sendirian dalam hidup namun dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua 3. Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang mengetahui bahwa dirinya berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas sehingga tidak ada yang menjenguknya. 4. Klien mengatakan kurang puas dengan situasinya saat ini. 5. Klien mengatakan sudah 5 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas 6. Klien mengatakan memiliki seorang istri yang telah meninggal dengan 1 orang anak dan 2 orang cucu DO: 1. TD klien 150/90 mmhg 2. Nadi klien: 89 x/menitRR 3. Pernapasan klien : 22x/menit 4. Suhu klien: 36 C 5. Didapatkan hasil pengkajian tingkat kesepian menggunakan UCLA Loneliness Scale pada Kakek S dengan nilai skor 24 yang dikateggorikan tingkat kesepian sedang MASALAH KEPERAWATAN 2. Ketidakberdayaan pada Kakek S (61th) dengan masalah kesepian (Domain 9. Kelas 2. Kode: 00125 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI (Lanjutan) Tanggal Diagnosis Tindakan Keperawatan Keperawatan 4 Maret Ketidakberdayaan 2020 Melakukan pengukuran tingkat pada Kakek S (61th) kesepian dengan menggunakan UCLA dengan Loneliness Scale. masalah kesepian (Domain 9. Melakukan intervensi implementasi Kelas 2. Kode: 00125) life review therapy sesi pertama kepada Kakek S (61 tahun). Pada sesi pertama ini klien mengingat serta menceritakan pengalaman saat dirinya di masa kecil (anak-anak) dan kenangan yang dirinya miliki dengan orang tuanya dimasa kecil. 5 Maret Ketidakberdayaan 2020 Melakukan intervensi implementasi pada Kakek S (61th) life review therapy sesi kedua kepada dengan masalah Kakek S (61 tahun). Pada sesi kedua kesepian (Domain 9. ini klien mengingat serta menceritakan Kelas 2. Kode: 00125) pengalaman dimana klien remaja terutama mengenai orang yang paling penting dalam hidupnya dimasa remaja. 6 Maret Ketidakberdayaan 2020 Melakukan intervensi implementasi pada Kakek S (61th) life review therapy sesi ketiga kepada dengan masalah Kakek S (61 tahun). Pada sesi ketiga kesepian (Domain 9. ini klien diminta untuk menceritakan Kelas 2. Kode: 00125) masa dewasa tentang pengalaman kerja yang pernah dijalani dan saat ketika bertemunya klien dengan pasangan hidupnya. 7 Maret Ketidakberdayaan 2020 Melakukan intervensi implementasi pada Kakek S (61th) life review therapy sesi keempat dengan kepada Kakek S (61 tahun). Pada sesi masalah (Lanjutan) kesepian (Domain 9. keempat ini klien menceritakan masa Kelas 2. Kode: 00125) sekarang ini yaitu masa lansia dimana dirinya merasakan kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan yang pernah dialami sewatu sudah menjadi lansia. Melakukan pengukuran tingkat kesepian dengan menggunakan UCLA Loneliness Scale EVALUASI KEPERAWATAN Diagnosis SOAP keperawatan Ketidakberdayaan S: pada Kakek S 1. Klien mengatakan mulai merasa tidak sendiri/kesepian (61th) dengan masalah kesepian lagi karena memiliki teman-teman sesama lansia. 2. Klien mengatakan senang telah menceritakan (Domain 9. Kelas 2. Kode: 00125) pengalaman hidupnya 3. Klien selalu menunggu waktu untuk melakukan terapi O: 1. Klien tampak antusias mengikuti terapi yang diberikan 2. Klien tampak fokus melakukan terapi 3. Tingkat kesepian sedang dengan nilai 21 dengan menggunakan UCLA Loneliness Scale A: Masalah keperawatan teratasi P: RTL Klien Anjurkan klien untuk sering mengikuti kegiatan yang diadakan di panti Anjurkan untuk melakukan life review therapy dengan teman-teman yang se-wisma dengan klien Lampiran 6 Asuhan Keperawatan Kasus Resume 4 LAPORAN KASUS RESUME 4 IDENTITAS DIRI KLIEN Nama : Kakek Ju Umur : 68 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan : Belum menikah Agama : Islam Suku : Jawa Pendidikan Terakhir : SD Pekerjaan : Tidak bekerja Sumber Informasi : Klien Keluarga yang dapat dihibungi: (Tanggal Pengkajian: 3 Maret 2020) Kakek Ju mengatakan sudah 5 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. Klien mengatakan tidak memiliki keluarga yang dia rindukan dan tidak ada siapapun yang menjenguknya. Kakek Ju mengatakan dirinya merasa sendirian dalam hidup tapi dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua jadi sampai mati akan berada dipanti saja. Pengkajian fisik kakek Ju, didapatkan tanda-tanda vital: a. Tekanan darah (TD) : 130/80 mmHg b. Nadi : 85 x/menitRR c. Pernapasan : 22x/menit d. Suhu : 36 C Penilaian Kemandirian Lansia 1. Indeks Katz: Hasil Penilaian – (A) Ketidaktergantungan Dalam Semua Fungsi Keenam Fungsi 2. Barthel Indeks: Hasil Penilaian – (100) Mandiri (Lanjutan) Pengkajian Status Mental 1. Short Portable Mental Status Questionare (SPMSQ): Hasil Penilaian – (2) Fungsi Intelektual Utuh 2. Mini Mental Status Examination (MMSE) Hasil Penilaian - (22) Probable Gangguan Kognitif Pengkajian Skala Depresi Hasil Penilaian – (8) Normal/ Tidak Depresi ANALISA DATA DS: 1. Kakek Ju mengatakan dirinya merasa sendirian dalam hidup tapi dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua jadi sampai mati akan berada dipanti saja. 2. Klien mengatakan kurang puas dengan situasinya saat ini. 3. Klien mengatakan sudah 5 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas DO: 1. TD klien 130/80 mmhg 2. Nadi klien: 85 x/menitRR 3. Pernapasan klien : 22x/menit 4. Suhu klien: 36 C 5. Didapatkan hasil pengkajian tingkat kesepian menggunakan UCLA Loneliness Scale pada Kakek Ju dengan nilai skor 23 yang dikateggorikan tingkat kesepian sedang MASALAH KEPERAWATAN 1. Ketidakberdayaan pada Kakek Ju (68 th) dengan masalah kesepian (Domain 9. Kelas 2. Kode: 00125 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Tanggal Diagnosis Keperawatan Tindakan Keperawatan (Lanjutan) 4 Maret Ketidakberdayaan 2020 Melakukan pengukuran tingkat pada Kakek Ju (68th) kesepian dengan menggunakan UCLA dengan Loneliness Scale. masalah kesepian (Domain 9. Melakukan intervensi implementasi Kelas 2. Kode: 00125) life review therapy sesi pertama kepada Kakek Ju (68 tahun). Pada sesi pertama ini klien mengingat serta menceritakan pengalaman saat dirinya di masa kecil (anak-anak) dan kenangan yang dirinya miliki dengan orang tuanya dimasa kecil. 5 Maret Ketidakberdayaan 2020 Melakukan intervensi implementasi pada Kakek Ju (68th) life review therapy sesi kedua kepada dengan masalah Kakek Ju (68 tahun). Pada sesi kedua kesepian (Domain 9. ini klien mengingat serta menceritakan Kelas 2. Kode: 00125) pengalaman dimana klien remaja terutama mengenai orang yang paling penting dalam hidupnya dimasa remaja. 6 Maret Ketidakberdayaan 2020 Melakukan intervensi implementasi pada Kakek Ju (68th) life review therapy sesi ketiga kepada dengan masalah Kakek Ju (68 tahun). Pada sesi ketiga kesepian (Domain 9. ini klien diminta untuk menceritakan Kelas 2. Kode: 00125) masa dewasa tentang pengalaman kerja yang pernah dijalani dan saat ketika bertemunya klien dengan pasangan hidupnya. 7 Maret Ketidakberdayaan 2020 Melakukan intervensi implementasi pada Kakek Ju (68th) life review therapy sesi keempat dengan masalah kepada Kakek Ju (68 tahun). Pada sesi kesepian (Domain 9. keempat ini klien menceritakan masa Kelas 2. Kode: 00125) sekarang ini yaitu masa lansia dimana (Lanjutan) dirinya merasakan kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan yang pernah dialami sewatu sudah menjadi lansia. Melakukan pengukuran tingkat kesepian dengan menggunakan UCLA Loneliness Scale EVALUASI KEPERAWATAN Diagnosis SOAP keperawatan Ketidakberdayaan S: pada Kakek Ju 1. Klien mengatakan mulai merasa tidak sendiri/kesepian (68th) dengan masalah kesepian lagi karena memiliki teman-teman sesama lansia. 2. Klien mengatakan senang telah menceritakan (Domain 9. Kelas 2. Kode: 00125) pengalaman hidupnya 3. Klien selalu menunggu waktu untuk melakukan terapi O: 1. Klien tampak antusias mengikuti terapi yang diberikan 2. Klien tampak fokus melakukan terapi 3. Tingkat kesepian sedang dengan nilai 20 dengan menggunakan UCLA Loneliness Scale A: Masalah keperawatan teratasi P: RTL Klien Anjurkan klien untuk sering mengikuti kegiatan yang diadakan di panti Anjurkan untuk melakukan life review therapy dengan teman-teman yang se-wisma dengan klien Lampiran 7 Modul Life Review Therapy MODUL ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN INTERVENSI INOVASI LIFE REVIEW THERAPY TERHADAP TINGKAT KESEPIAN PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 CIRACAS JAKARTA DINA NURWIDYASTUTI 1910721020 UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS 2020 (Lanjutan) I.1 Definisi Life Review Therapy Life Review Therap (terapi telaah pengalaman hidup) merupakan alat terapi yang dapat mengeksplorasi pengalaman hidup masa lalu, kekuatan dan prestasi dari orang tua. Terapi ini merupakan tantangan utama dewasa yang lebih tua dalam melestarikan pemeliharaan hidup sehat seseorang dalam menghindari krisis psikologi (Nasrudin, 2015). Life Review Therapy (terapi telaah pengalaman hidup) salah satu dari terapi modalitas yang dapat AmericanPsychological diberikan pada Assosciation lansia (APA) yang sebagai didefinisikan suatu terapi oleh yang menggunakan sejarah kehidupan seseorang (secara tertulis, lisan, atau keduanya) untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis, dan umumnya terapi ini sering digunakan untuk orang-orang yang lebih tua. Live review therapy adalah suatu terapi yang bertujuan untuk menstimulus individu supaya memikirkan tentang masa lalu, sehingga lansia dapat menyatakan lebih banyak tentang kehidupan mereka kepada staf perawatan atau ahli terapi. Life review therapy mampu menurunkan depresi, meningkatkan kepercayaan diri, meningkatkan kemampuan individu untuk beraktivitas sehari-hari dan meningkatkan kepuasan hidup (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011). Melalui pengalaman mengingat kembali kehidupan yang lalu, gejala yang sekarang dialami akan berangsur hilang dan perasaan damai serta nyaman yang mendalam akan muncul. Kadang-kadang ingatan yang muncul berhubungan dengan trauma masa kanak-kanak atau keadaan stres di dalam rahim. Akan tetapi umumnya masalah yang dihadapi pada kehidupan yang sedang dijalankan yang teratasi dengan metode ini (Ayuni, 2014 dalam Maulina, 2019). I.2 Tujuan Life Review Therapy Tujuan Life Review Therapy menurut Narullita (2018); Aswanira (2015) dan Lestari (2012), yaitu: a. Membantu lansia menemukan makna hidupnya b. Mengatasi permasalahan dimasa lalu c. Meningkatkan kesehatan psikologis d. Meningkatkan kepercayaan diri (Lanjutan) e. Meningkatkan harga diri f. Meningkatkan kepuasan serta kualitas hidup lansia g. Menurunkan tingkat depresi h. Menurunkan tingkat kesepian Life Review Therapy akan mempengaruhi produksi neurotransmitter yang dapat membuat dopamin menurun, setelah itu serotonin pada lansia juga menurun. Responden yang sudah diberikan Life Review Therapy mengatakan bahwa mereka merasa bahagia (Yani & Febiansyah, 2018). I.3 Indikasi Life Review Therapy Indikasi dilakukannya Life Review Therapy kepada lansia dengan tingkat depresi rendah - depresi sedang. Indikasi diagnosa keperawatan adalah Isolasi sosial, ketidakberdayaan, risiko kesepian dan anxietas. I.4 Prosedur Tindakan Life Review Therapy Keliat, dkk (1995) menyebutkan Life Review Therapy terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu; a. Ventilasi, mengekspresikan atau usaha penyelesaian masalah b. Eksplorasi, menggali lebih dalam maslaah atau kejadian yang telah lampau dan menjelaskannya c. Elaborasi, meluaskan dengan fokus pada gambaran masalah secara rinci d. Katarsis, ekspresi perasaan yang dikeluarkan lansia e. Menerima masalah f. Mengintegrasi kejadian dalam nilai sistem atau kepercayaan sehingga digunakan untuk mengatasi masalah yang dihadapi lansia pada saat ini. Beberapa prinsip dalam Life Review Therapy ini dijabarkan kembali menurut Mitchell (2009) yaitu: 1) Remembering, menyadari adanya suatu kenangan; 2) recall, membagikan kenangan dengan orang lain secara verbal/nonverbal; 3) review, evaluasi terhadap kenangan dan 4) recontruction, melakukan sesuatu berupa tanda yang mewakili kenangan tersebut. Memori dalam bentuk yang dimodifikasi dapat merubah suasana perasaan dan emosional pada lansia sehingga (Lanjutan) dapat mencapai kondisi suasana perasaan dan emosi yang lebih positif (Narullita, 2018). Pelaksanaan life review therapy ini mengacu pada format Haight’s life review and experience (Haight, 1989 dalam Collins, 2006). Beberpa pertanyaan yang akan diajukan dibagi menjadi 4 sesi sebagai berikut: I.4.1 Sesi I: Masa anak-anak a. Apakah yang pertamakali yang paling diingat selama hidupmu? b. Apakah hal lain yang kamu ingat saat usiamu masih sangat muda? c. Seperti apakah pengalaman masa kecilmu? d. Seperti apakah orangtuamu? Apakaah orangtuamu keras kepadamu atau tidak? e. Apakah kamu memiliki kakak atau adik? (jika ada coba minta klien menceritakan satu persatu) f. Apakah pernah seseorang yang dekat dengan mu meninggal dunia? g. Apakah pernah orang yang penting bagimu pergi? h. Apa kamu ingat kejadian yang membuat dirimu menderita? i. Apakah kamu pernah mengalami kecelakaan? j. Apakah kamu ingat pernah berada di situasi yang sangat berbahaya? k. Adakah scsuatu yang dulunya sangat penting tapi telah hilang atau rusak ? l. Apakah tempat ibadah merupakan bagian penting dalam hidupmu ? m. Apakah kamu senang sebagai laki-laki atau perempuan ? I.4.2 Sesi II: Masa Remaja a. Apakah yang kamu pikirkan tentang diri dan hidupmu sebagai remaja, apa yang paling kamu ingat pertama kali pada saat itu? b. Hal apa saja yang paling berkesan dan terekam di memorimu sebagai seorang remaja? c. Siapa saja orang yang penting bagimu di masa remaja? Ceritakan tentang mereka. (Lanjutan) d. Apakah kamu beribadah di tempat ibadah dan mengikuti perkumpulan anakmuda? e. Apakah kamu pergi ke sekolah? Apa arti sekolah bagimu? f. Apakah kamu pernah bekerja selama ini? g. Ceritakan pengalaman-pengalaman tersulit selama masa remaja. h. Apakah kamu ingat bagaimana perasaanmu dimana tidak cukup tersedianya makanan atau kebutuhan penting lainnya dalam hidupmu selama masa remaja? i. Apakah kamu ingat bagaimana perasaanmu saat sendirian, merasa terbuang, tidak mendapatkan cukup cinta dan kasih sayang selama masa remaja? j. Apakah yang menyenangkan saat kamu remaja? k. Apakah ada pengalaman pada masa remaja yang sangat tidak menyenangkan? l. Berdasarkan yang kamu sampaikan, bagaimanakah masa remaja menurutmu, apakah membahagiakan atau tidak? I.4.3 Sesi III: Masa Dewasa a. Tempat apa yang menurutmu adalah ternpat yang religius sepanjang hidupmu? b. Sekarang saya ingin berbicara tentang hidupmu sebagai orang dewasa, dimulai pada saat usia 20an. Ceritakan tentang kejadian-kejadian penting yang terjadiselama usia dewasa! c. Kehidupan mana yang kamu sukai, ketika usia 20an, 30an, 40an atau 50an? Alasannya? d. Orang seperti apakah dirimu sekarang ini? Apakah Kamu menikmatinya? e. Ceritakan tentang pekerjaan kamu, Apakah kamu menikmati pekerjaanmu? Apakah gaji yang kamu dapatkan cukup untuk hidup? f. Apakah hubunganmu dengan orang lain berjalan baik? g. Apakah kamu menikah? (Jika ya, Seperti apakah istrimu?)/(Jika belum, Mengapa belum menikah?) (Lanjutan) h. Bagaimana perasaanmu ketika pertama kali bertemu dengan istrimu dahulu? Bagaimana cerita saat kalian pertama bertemu? i. Apakah kamu pikir menikah lebih baik atau bahkan lebih buruk? Apakah kamu menikah lebih dari 1 kali? j. Secara keseluruhan apakah kamu mendapatkan kebahagiaan atau tidak dari perkawinanmu? I.4.4 Sesi IV: Masa lansia (Saat ini) a. Kehidupan seperti apa yang telah kamu dapatkan selama ini? b. Coba sebutkan 3 tujuan hidupmu dan mengapa? c. Setiap orang pernah merasa kecewa, hal apa yang masih membuat kamu merasa kecewa saat ini? d. Hal apa yang paling berat dalam hidupmu? Coba ceritakan dengan jelas. e. Kejadian apa yang membuat hidupmu bahagia? f. Kejadian apa yang membuatmu tidak bahagia? g. Apa yang membuatmu merasa bangga dalam hidupmu? h. Jika kamu dapat tinggal dalam satu usia sepanjang hidupmu, kamu pilih saat usia apa? Mengapa? i. Hal apa yang terbaik di usiamu sekarang ini? j. Hal apa yang membuatmu khawatir di usia sekarang ini? k. Hal apa yang sangat penting bagimu pada kehidupanmu sekarang ini? l. Apa yang kamu harapkan akan terjadi pada dirimu sepanjang bertambahnya usiamu? m. Apa yang kamu takutkan akan terjadi sepanjang bcrtambahnya usiamu? n. Jika kamu akan diberikan kesempatan untuk merubah hidup, apa yang akan kamu ubah? Apa yang akan kamu pertahankan? o. Apakah kamu santai / rileks selama menjalani terapi life review?