Uploaded by User62804

makalah DINA NURWIDYASTUTI 1910721020 koreksi sidang

advertisement
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
INTERVENSI INOVASI LIFE REVIEW THERAPY TERHADAP
TINGKAT KESEPIAN PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL
TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 CIRACAS JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
DINA NURWIDYASTUTI
1910721020
\
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2020
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
INTERVENSI INOVASI LIFE REVIEW THERAPY TERHADAP
TINGKAT KESEPIAN PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL
TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 CIRACAS JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Ners
DINA NURWIDYASTUTI
1910721020
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2020
i
PERNYATAAN ORISINALITAS
Tugas KIAN ini adalah hasil karya sendiri dan semua sumber yang dikutip
maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Dina Nurwidyastuti
NRP
: 1910721020
Tanggal
: 13 April 2020
Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan
saya ini, maka saya bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Jakarta, 13 April 2020
Yang Menyatakan,
(Dina Nurwidyastuti)
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, saya
yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: Dina Nurwidyastuti
NRP
: 1910721020
Fakultas
: Ilmu Kesehatan
Program Studi
: Profesi Ners
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Hak Bebas Royaliti Non
eksklusif (Non-exclusive Royality Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Intervensi Inovasi Life Review Therapy
Terhadap Tingkat Kesepian Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
3 Ciracas Jakarta”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royaliti ini
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan Skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Jakarta
Pada tanggal : 13 April 2020
Yang Menyatakan,
(Dina Nurwidyastuti)
PENGESAHAN
iii
Karya Ilmiah Akhir Ners diajukan oleh:
Nama
: Dina Nurwidyastuti
NRP
: 1910721020
Program Studi
: Profesi Ners
Judul Skripsi
: Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Intervensi
Inovasi Life Review Therapy Terhadap Tingkat
Kesepian Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada
Program Studi S1 Keperawatan, Fakulas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
Ns. Duma L Tobing, S.Kep.M.Kep,Sp.Kep. J
Penguji I
Ns. Diah Ratnawati, M.Kep,Sp.Kep.Kom
Penguji II
Dr. drg. Wahyu Sulistiadi, MARS
Dekan FIKES
Ns. Evin Novianti, S.Kep.M.Kep,Sp.Kep.J
Penguji III (Pembimbing)
Ns. Dora Samaria, M.Kep
Kaprodi Profesi Ners
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal Ujian : 21 April 2020
iv
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
INTERVENSI INOVASI LIFE REVIEW THERAPY TERHADAP
TINGKAT KESEPIAN PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL
TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 CIRACAS JAKARTA
Dina Nurwidyastuti
Abstrak
Kesepian merupakan suatu keadaan tidak menyenangkan yang dipersepsikan
seseorang yang diakibatkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan akan hubungan
sosial ataupun hubungan interpersonal pada dirinya. Karya ilmiah ini bertujuan
untuk menganalisis asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah kesepian
setelah diberikan intervensi inovasi life review therapy di Panti Sosial Budi Mulia
3 Ciracas Jakarta Timur. Penelitian ini merupakan pra eksperiment dengan
rancangan one group pretest-posttest design. Responden dari penelitian ini yaitu 5
lansia dengan 1 klien kelolaan dan 4 klien resume. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan kuesioner UCLA Loneliness Scale. Hasil penelitian
menunjukkan tingkat kesepian yang dirasakan oleh responden sebelum
dilakukannya life review therapy yaitu 5 responden (100%) memiliki tingkat
kesepian sedang. Kemudian setelah dilakukannya life review therapy beberapa
responden mengalami penurunan tingkat kesepian menjadi 3 responden (60%)
dengan tingkat kesepian rendah dan 2 responden (40%) dengan tingkat kesepian
sedang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
dalam pemberian life review therapy dengan tingkat kesepian lansia di Panti
SosialTresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas (nilai ρ-value 0,006). Terapi ini
direkomendasikan untuk mengatasi masalah kesepian pada lansia yang tinggal di
Panti Sosial Tresna Werdha dengan tujuan memberikan bantuan psikoterapi
keperawatan untuk menurunkan kesepian pada lansia.
Kata Kunci : Life Review Therapy, Lansia, Kesepian
v
ANALYSIS OF NURSING CARE WITH INTERVENTION
INNOVATION LIFE REVIEW THERAPY FOR LONELINESS
LEVEL IN ELDERY AT PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
BUDI MULIA 3 CIRACAS JAKARTA
Dina Nurwidyastuti
Abstrack
Loneliness is an unpleasant condition which is perceived by someone as a result of
not fulfilling necessary in social relationships or interpersonal relationship. This
study aims to analyze nursing care in the elderly with loneliness problems after
given the intervention of innovation life review therapy at Panti Sosial Tresna
Werdha 3 Budi Mulia Ciracas, Jakarta. This research is a pre-experiment with one
group pretest-posttest design. Respondents from this study are 5 elderly with 1
managed client and 4 resume clients. Data collections was performed using the
UCLA Loneliness Scale questionnaire. The results showed that the level of
loneliness felt by respondents before doing life review therapy was 5 respondents
(100%) had a moderate level of loneliness. Then after doing a life review therapy,
some respondents experienced a decrease in the level of loneliness which was 3
respondents (60%) with a low level of loneliness and 2 respondents (40%) with a
moderate level of loneliness. The conclution shows that there is a significant effect
in given life review therapy with the level of loneliness for elderly at Panti Sosial
Tresna Werdha 3 Budi Mulia Ciracas, Jakarta (ρ-value 0.006). This therapy is
recommend to overcome the problem of loneliness in the elderly who live at Panti
Sosial Tresna Werdha in providing nursing psychotherapy assistance to reduce
loneliness in the elderly.
Keywords: Life Review Therapy, Elderly, Loneliness
vi
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini.
Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak akhir bulan Februari
2020 ini yaitu “Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Intervensi Inovasi Life
Review Therapy Terhadap Tingkat Kesepian Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta”. Adapun penulisan Karya Ilmiah Akhir ini
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Profesi Ners pada
Fakultas Ilmu Ilmu Kesehatan (FIKES) Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jakarta.
Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini, penulis banyak mendapatkan
dukungan, ide, semangat, saran, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak.
Untuk itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada: Ns. Evin Novianti,
S.Kep,M.Kep,Sp.Kep.J selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktu serta
pikirannya untuk membimbing peneliti; Bapak Supomo dan Ibu Sri Purwati selaku
orangtua penulis serta Mas Koko, Mas Faris, Ka Tiara, Mas Afif, Fathir dan seluruh
keluarga besar Karno Rejo atas dukungan, doa serta semangat yang diberikan
kepada penulis. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada teman
terdekat penulis (Vanda, Rizky, Sri, Alma), teman seperjuangan penulis (Dinda,
Rapita, Verani, Galang) dan seluruh teman-teman se-angkatan Profesi Ners atas
dukungan dan semangatnya.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penelitian ini. Demikian penelitian ini dibuat penulis, semoga dapat
berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, 13 April 2020
Penulis
(Dina Nurwidyastuti)
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................... ii
PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................................ iii
PENGESAHAN ............................................................................................. iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR SKEMA ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Penelitian ..................................................................... 1
I.2
Perumusan Masalah .............................................................................. 5
I.3
Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
I.4
Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
I.5
Sistematika Penulisan ........................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Konsep Lansia ...................................................................................... 7
II.2
Konsep Kesepian .................................................................................. 10
II.3
Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................... 15
II.4
Konsep Intervensi Inovasi .................................................................... 17
II.5
Jurnal Penelitian Terkait ....................................................................... 20
BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
III.1 Pengkajian Pasien Kelolaan Utama ...................................................... 23
III.2 Analisa Data .......................................................................................... 27
III.3 Diagnosa Keperawatan .......................................................................... 28
III.4 Intervensi Keperawatan ......................................................................... 28
III.5 Intervensi Inovasi .................................................................................. 29
III.6 Implementasi Inovasi ............................................................................ 29
III.7 Evaluasi Keperawatan ........................................................................... 31
BAB IV PEMBAHASAN
IV.1 Analisis Situasi ...................................................................................... 32
IV.2 Gambaran Pasien Kelolaan Utama Dengan Masalah Keperawatan
Kesepian ................................................................................................ 33
IV.3 Gambaran Pasien Resume Dengan Masalah Keperawatan Kesepian .. 36
IV.4 Analisa Intervensi Inovasi .................................................................... 38
IV.5 Alternatif Penyelesaian Yang Dapat Dilakukan ................................... 41
viii
BAB V PENUTUP
V.1
Kesimpulan ........................................................................................... 42
V.2
Saran ..................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 44
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Gambaran Perubahan Tingkat Kesepian Menggunakan UCLA
Loneliness Scale Pada Kakek B di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas ... 31
x
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Gambaran Tingkat Kesepian Pre-Test dan Post-Test Pemberian Life
Review Therapy Pada Lanisa Kasus Kelolaan dan Resume Menggunakan
UCLA Loneliness Scale ............................................... 40
xi
DAFTAR SKEMA
Skema 1
Kerangka Teori ............................................................................. 22
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lembar Bimbingan
Kuesioner Penelitian
Asuhan Keperawatan Kasus Resume 1
Asuhan Keperawatan Kasus Resume 2
Asuhan Keperawatan Kasus Resume 3
Asuhan Keperawatan Kasus Resume 4
Modul Life Review Therapi
Surat Pernyataan Bebas Plagiarisme
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Penelitian
Proses penuaan dalam kehidupan manusia merupakan suatu hal yang akan
dialami oleh semua orang yang masih hidup untuk menjalani kehidupannya. Pada usia
diatas 60 tahun, setiap individu pasti akan mengalami proses penuaan secara alamiah.
Hal ini dapat menimbulkan perubahan terhadap aspek fisiologis, mental, sosial,
ekonomi dan psikologis (Muhith 2016 dalam Maulina, dkk 2019). Menurut UU
Nomor 13 Tahun 1988, seseorang akan disebut sebagai lansia atau lanjut usia jika
orang tersebut telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Kemenkes, 2016). Lanjut usia
juga merupakan bagian dari tahapan perkembangan yang di mulai dari bayi, anakanak, remaja, dewasa dan pada akhirnya menjadi tua (Santrock, 2011).
Secara global Indonesia berkontribusi terhadap pertumbuhan lansia di seluruh
dunia mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan populasi keempat
terbesar di dunia menurut World Population Prospect 2017 Revision oleh Perserikatan
Bangsa-bangsa. Diperkirakan dari tahun 2017 sampai dengan 2050, separuh dari
pertumbuhan penduduk dunia akan terkonsentrasi pada sembilan negara saja dan salah
satunya adalah negara Indonesia. Di seluruh dunia, populasi lansia mencapai 962 juta
orang pada tahun 2017 angka tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun
1980 dengan jumlah lansia 382 juta orang. Diperkirakan jumlah lansia akan terus
meningkat pada tahun 2050 mencapai 2,1 miliar lansia di seluruh dunia.
Di negara Indonesia sendiri pada tahun 2018 terdapat 9,27% atau sekitar 24,49
juta lansia dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini tentu mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan jumlah 8,97% atau
sekitar 23,4 juta lansia di Indonesia. Sedangkan di tahun 2019 jumlah penduduk lansia
semakin meningkat dengan jumlah 9,7% atau 25,9 juta orang. Walaupun jumlah dan
juga komposisi penduduk tidak dapat diprediksi secara pasti mengingat adanya faktor
dari tiga proses demografi yaitu kelahiran, kematian dan migrasi, namun diperkirakan
akan terus terjadi peningkatan dalam beberapa tahun kedepan.
1
2
Peningkatan jumlah lansia ini akan berdampak pada pergeseran struktur usia
penduduk dan mempengaruhi berbagai lini kehidupan (Badan Pusat Statistik,
2018). Lansia bukan lagi merupakan kondisi dimana seseorang dapat disebut
produktif. Seiring bertambahnya usia, diikuti juga dengan adanya penurunan fungsi
organ tubuh sehingga akan menimbulkan perubahan-perubahan pada kondisi
fisiknya. Perubahan itu dapat berupa mudahnya lansia terpapar penyakit menular,
menderita penyakit tidak menular dan risiko masalah-masalah lainnya.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, penyakit yang terbanyak pada lansia
yaitu, penyakit menular; ISPA, diare dan pneumonia. Penyakit tidak menular antara
lain; hipertensi, masalah gigi, penyakit sendi, masalah mulut, diabetes melitus,
penyakit jantung dan stroke. Selain penyakit menular dan tidak menular, lansia juga
memiliki risiko terdapat masalah gizi, gangguan mental, gangguan emosional,
depresi, demensia serta kesepian (Riskesdas, 2018). Kesepian merupakan bentuk
pengalaman subjektif yang dihasilkan dari rasa ketidakpuasaan hubungan dan
ketidaksesuain hubungan dekat (Arslantaş et al. 2015). Kesepian yang terjadi pada
lansia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kehilangan anggota
keluarga atau teman, perubahan lingkungan atau menempati tempat tinggal baru
dan kurangnya dukungan sosial terutama dari orang terdekat (Savikko 2008).
Kesepian sangat dirasakan oleh lansia yang hidup sendiri atau ditinggalkan oleh
orang yang dicintainya seperti pasangan hidup, anak, saudara, kerabat, sahabat dan
orang terdekat lainnya. Kesepian juga dapat diakibatkan oleh kondisi kesehatan
yang kurang baik, tingkat pendidikan rendah, rasa percaya diri yang kurang, kurang
dilibatkannya lansia dalam berbagai kegiatan, telah berhentinya seseorang dari
pekerjaannya dan jarang bertemu/bersosialisasi dengan orang lain (Arwani 2013
dalam Maulina, dkk 2019). Perasaan kehilangan atau ditinggal seseorang yang
dikenal bahkan orang terdekat itulah yang menyebabkan lansia merasa kesepian
dalam hidupnya.
Umumnya, kehidupan lansia yang masih memiliki pasangan akan
diperhatikan oleh pasangannya. Sedangkan lansia yang berstatus sebagai orang
tua/mertua kehidupannya akan diperhatikan oleh anak atau menantunya. Anak
dianggap sebagai tempat bergantung jika mereka sudah tua dan tidak sanggup hidup
sendiri, baik karena alasan ekonomi maupun alasan kesehatan. Namun tidak di
3
Panti Sosial Tresna Werdha, dimana kebanyakan dari mereka telah kehilangan atau
tidak pernah dikunjungi oleh pasangan, anak, saudara, kerabat, sahabat dan orang
terdekat lainnya. Masalah kesepian yang terjadi pada lanjut usia yang ada di PSTW
Budi Mulia 3 Ciracas sebagian besar masuk dalam kategori kesepian emosional.
Kesepian ini muncul akibat tidak adanya kelekatan emosional yang dekat dan hanya
bisa diperbaharuhi melalui penyatuan kelekatan emosi terhadap orang lain yang
pernah dirasakan hilang tersebut. Individu yang mengalami gejala kesepian
emosional akan merasa kesepian walaupun mereka telah lama berinteraksi dan
bergaul dengan orang lain (Peplau & Pelman. 1982 dalam Wiyono, dkk 2019).
Pelayanan keperawatan yang dilaksanakan di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas
masih berpacu pada pemenuhan kebutuhan dasar lansia seperti pemenuhan
kebutuhan: nutrisi, eliminasi, aktivitas serta pemeriksaan kesehatan secara umum,
sedangkan pelayanan keperawatan psikososial belum dilaksanakan termasuk life
review therapy. Menurut penelitian Setyohadi dan Kusharyadi, 2011 life review
therapy merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat membantu lanisa
untuk mengaktifkan ingatan jangka panjang dimana terjadi mekanisme recall
tentang kejadian masa lalunya hingga sekarang. Cara ini juga efektif dalam
mengatasi depresi pada lansia agar lansia dapat berorientasi pada realita kehidupan
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidupnya (Maulina dkk, 2019).
Life Review Therapy (terapi telaah pengalaman hidup) didefinisikan oleh
American Psychological Assosciation (APA) sebagai suatu terapi yang
menggunakan sejarah kehidupan seseorang (secara tertulis, lisan, atau keduanya)
untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis, dan umumnya terapi ini sering
digunakan untuk orang-orang yang lebih tua. Live Review Therapy adalah suatu
terapi yang bertujuan untuk menstimulus individu supaya memikirkan tentang masa
lalu, sehingga lansia dapat menyatakan lebih banyak tentang kehidupan mereka
kepada staf perawatan atau ahli terapi. Menurut penelitian Ayuni 2014 melalui
pengalaman mengingat kembali kehidupan yang lalu, gejala yang sekarang dialami
akan berangsur hilang dan perasaan damai serta nyaman yang mendalam akan
muncul. Kadang-kadang ingatan yang muncul berhubungan dengan trauma masa
kanak-kanak atau keadaan stres di dalam rahim. Akan tetapi umumnya masalahmasalah yang dihadapi pada kehidupan yang sedang dijalankan yang teratasi
4
dengan metode ini. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia
dengan menggali ingatan dan perasaan lansia di masa lalu agar mencapai perasaan
damai dalam hidupnya yang sekarang serta memberi motivasi atau saran positif
pada fase kehidupan seorang lansia saat ini. Lansia dengan kualitas hidup yang baik
akan berdampak positif pada setiap kegiatan yang dilakukan, motivasi hidup yang
tinggi, dan tidak mudah putus asa menerima keadaannya pada saat ini, sehingga
mecapai kesuksesan hari tua (Yani & Febiansyah, 2018).
Berdasarkan data yang diperoleh pada 27 Februari 2020 didapatkan jumlah
lansia di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas sebanyak 350 lansia termasuk didalamnya
lansia dengan gangguan jiwa yang dibagi menjadi 8 wisma, yaitu wisma Mawar,
wisma Melati, wisma Anggrek, wisma Kemuning, wisma Cendrawasih, wisma
Garuda, wisma Merak dan wisma Merpati. Tiap wisma memiliki masing-masing
pengasuh lansia yang terdiri dari perawat atau tim kesehatan lainnya. Peneliti
melakukan wawancara terhadap pengurus panti serta lansia yang ada di PSTW Budi
Mulia 3 dan didapatkan bahwa sebagian besar lansia ditinggal keluarga/kerabatnya
kemudian tidak pernah dijenguk keluarganya dan beberapa juga ditemukan dinas
sosial dipinggir jalan tanpa tempat tinggal/tujuan. Kegiatan yang ada dipanti
meliputi: hari Selasa dan Kamis terdapat kegiatan Senam di lapangan, hari Rabu
terdapat kegiatan panggung gembira di aula, hari Kamis terdapat kegiatan
kerajinan, hari Jumat terdapat kegiatan ibadah, sedangkan hari Sabtu, Minggu dan
Senin tidak ada kegiatan yang dapat dilakukan oleh lansia. Peneliti melakukan
wawancara kepada 6 orang lansia di wisma Merpati yang merupakan
wisma/bangunan baru dan letaknya paling jauh dibelakang panti dimana para lansia
mengatakan jarang sekali mengikuti acara/kegiatan yang ada di aula dan lapangan
dikarenakan terlalu jauhnya jalan menuju tempat acara, jarang bertemu dengan
lansia lainnya dan jarangnya ada kegiatan di wisma sehingga para lansia tidak
memiliki kegiatan untuk memenuhi waktu luang mereka. Ketika tidak ada kegiatan,
lansia hanya akan melamun duduk dikursi atau tidur dikamar masing-masing. Hasil
wawancara pada petugas panti juga menunjukkan banyak lansia yang mengalami
keluhan psikologis yaitu kesepian.
Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik dalam memberikan intervensi inovasi untuk
mengurangi masalah kesepian pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
5
Mulia 3 Ciracas terutama di wisma Merpati. Karena disana lansia tidak pernah
dikunjungi oleh keluarga/kerabat dan hanya bergantung pada lansia lain untuk
dapat bersosialisasi dalam komunitas, maka penulis akan mengambil penelitian ke
beberapa lansia di wisma Merpati mengingat bahwa wisma Merpati merupakan
wisma terjauh dan paling kurang sosialisasi dengan lansia di wisma lain. Penulis
akan meneliti mengenai “Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Intervensi Inovasi
Life Review Therapy Terhadap Tingkat Kesepian Pada Lansia Di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta”.
I.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti dapat merumuskan apakah
ada perbedaan yang signifikan pada lansia sebelum dan setelah diberikan intervensi
inovasi life review therapy di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas.
I.3
I.3.1
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya
perbedaan yang signifikan pada lansia sebelum dan setelah diberikan intervensi
inovasi life review therapy di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas.
I.3.2
Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
a. Memberikan gambaran karakteristik responden meliputi usia, jenis
kelamin, status perkawinan, pendidikan dan lama tinggal di PSTW Budi
Mulia 3 Ciracas.
b. Menganalisis tingkat kesepian pada lansia sebelum dan sesudah diberikan
intervensi keperawatan life review therapy di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas.
I.4
I.4.1
Manfaat Penelitian
Bagi Lansia
6
Sebagai sarana informasi dan diharapkan dapat menambah pengetahuan
lansia mengenai kesepian serta pentingnya penerapan life review therapy untuk
mengurangi tingkat kesepian.
I.4.2
Bagi PSTW Budi Mulia 3 Ciracas/PSTW lainnya
Sebagai tempat pelayanan sosial bagi lansia, mampu memberikan pelayanan
secara maksimal kepada lansia yang ada di PSTW.
I.4.3
Bagi profesi perawat
Hasil penulisan diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan dapat
menjadi acuan dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa terkhusus kepada
lansia.
I.4.4
Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan penulisan ini dapat menjadi masukan untuk peneliti selanjutnya
di bidang keperawatan jiwa dengan terapi, metode serta variable yang lebih
kompleks.
I.5
Sistematika Penulisan
Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini dalam penulisannya terdiri dari lima bab
dimana pada bab satu pendahuluan mencangkup latar beakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Kemudian pada bab
dua yaitu tinjauan pustaka mencangkup konsep lansia, konsep kesepian, konsep
asuhan keperawatan, konsep intervensi inovasi dan jurnal penelitian terkait. Pada
bab tiga laporan kasus kelolaan didalamnya meliputi pengkajian, analisa data,
diagnosa, intervensi, intervensi inovasi, implementasi inovasi dan evaluasi. Bab
empat pembahasan mencangkup analisis situasi, gambaran pasien kelolaan,
gambaran pasien resume, analisa intervensi inovasi dan alternatif penyelesaian lain.
Pada bab lima yaitu penutup berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Konsep Lansia
II.1.1
Pengertian Lansia
Menurut Kemenkes (2016) Lansia atau lanjut usia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menjadi tua merupakan proses yang
berangsur-angsur dan dapat mengakibatkan perubahan kumulatif serta merupakan
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
dan luar tubuh. Lansia merupakan masa dimana kemampuan akal dan fisik
menurun, yang di mulai denngan adanya beberapa perubahan dalam hidup (Basuki,
2015).
Dalam penelitiannya Suardiman (2011) menjelaskan bahwa menua
merupakan proses perubahan biologis secara terus-menerus yang dialami manusia
pada semua tingkatan umur dan waktu. Untuk menentukan apakah seseorang telah
menjadi lanjut usia atau belum dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri fisik, mental age
dan chronological age. Terdapat perbedaan pandangan tentang definisi orang lanjut
usia atau lansia menurut orang barat dan orang Indonesia. Orang barat
menggolongkan seseorang yang berumur 65 tahun keatas sebagai lansia, dimana
pada usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut.
Sedangkan pandangan orang Indonesia melihat lansia pada umunya merupakan usia
maksimal kerja dan mulai muncul ciri-ciri ketuaan. Lanjut usia merupakan bagian
dari proses tumbuh kembang melalui tahapan perkembangan mulai dari bayi, anakanak, remaja, dewasa dan ahirnya menjadi tua(Santrock, 2011).
Hurlock, 2002 (dalam Santrock, 2011) mengemukakan bahwa yang disebut
lanjut usia adalah orang yang berusia 60 tahun ke atas. Hurlock melanjutkan, usia
tersebut merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia, masa di mana semua
orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa
pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Dalam
penelitian ini di gunakan batasan usia 60 tahun keatas sesuai
7
8
dengan pendapat Hurlock mengenai usia lanisa. Berdasarkan dari pernyataan ahli
di atas dapat di simpulkan bahwa lansia merupakan akhir proses tahap
perkembangan manusia yang dimulai dari bayi hingga ahirnya menjadi tua/lanjut
usia, dimana pada masa ini manusia mengalami kemunduran fisik, mental dan
sosialnya. Setelah usia seseorang menginjak 60 tahun, hal ini merupakan gerbang
awal seseorang memasuki usia lanjut.
II.1.2
Klasifikasi Lansia
Hurlock dalam Kushariyadi (2012) menjelaskan bahwa lanjut usia dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu Early old age yaitu seseorang dengan usia 60 tahun
sampai usia 70 tahun dan advanced old age yaitu seseorang dengan usia 70 tahun
keatas. Sedangkan WHO menyebutkan klasifikasi usia lanjut dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu usia pertengahan/middle age (usia 45-59 tahun), Lanjut
usia/Elderly (usia 60-74 tahun), Lanjut usia tua/Old (usia 75-90 tahun) dan Usia
sangat tua (usia diatas 90 tahun) (Azizah, 2011).
Dalam statistik penduduk lanjut usia (2018) pengelompokkan usia dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu: Lansia Muda dengan kelompok usiaantara 60 sampai
69 tahun, Lansia Madya dengan usia antara 70 sampai 79 tahun dan Lansia tua
dengan usia 80 tahun keatas (Badan Pusat Statistik, 2018).
II.1.3
Ciri-ciri Lansia
Seseorang akan disebut sebagai lansia jika menunjukkan ciri-ciri fisik sebagai
berikut yaitu; muncul uban pada rambut, adanya kerutan pada kulit dan hilangnya
gigi. Kemudian sebagian besar masyarakat menilai seseorang sebagai lansia atau
sudah tua ketika memiliki kriteria simbolik, yaitu saat cucu pertamanya lahir dan
ditambah dengan cucu-cucu berikutnya. Dalam peran masyarakat, seorang lansia
tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran sebagai orang dewasa seperti pria yang
tidak lagi terkait dalam kegiatan ekonomi produktif, dan untuk wanita tidak dapat
memenuhi tugas rumah tangga. Dalam masyarakat kepulauan pasifik, seseorang
dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari garis keturunan keluarganya
(Azizah, 2011).
9
Sedangkan menurut Hurlock (dalam Indriyani, 2017) ciri-ciri dari lansia
yaitu; terjadinya kemunduran yang disebabkan karena adanya proses menua dan
kemunduran ini sebagian datang dari faktor fisik dan sebagian lagi dari faktor
psikologis. Ciri selanjutnya yaitu terdapat perubahan peran dimana dengan adanya
kemunduran fisik maupun psikologis pada lansia akan berakibat pada presepsi
masyarakat yang menganggap bahwa orang dengan lansia tidak ada gunanya lagi
karena sudah tidak dapat berbuat apa-apa dengan fisiknya yang lemah. Karena
sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi para lansia, maka jika tidak
menyesuaikan diri dengan hal tersebut lansia cenderung untuk semakin jahat dan
akan sulit menyesuaikan diri.
II.1.4
Perubahan-perubahan Pada Lansia
Kemenkes (2016) menjelaskan proses penuaan secara degeneratif akan
berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia. Perubahan-perubahan
tersebut tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, mental, psikososial dan
spiritual (Azizah dan Lilik M, 2011) yang dijabarkan sebagai berikut; perubahan
fisik meliputi kemunduran pada sistem pendengaran, integumen, muskuloskeletal,
kardiovaskuler, respirasi, pencernaan, perkemihan, saraf dan reproduksi kemudian
perubahan kognitif yang meliputi memory (daya ingat & ingatan), IQ (intellegent
quotient), kemampuan belajar, kemampuan pemahaman, pemecahan masalah,
pengambilan keputusan, kebijaksanaan, kinerja dan motivasi serta perubahan
mental yang didalamnya diikuti perubahan fisik khususnya organ perasa, kesehatan
umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan, gangguan syaraf
panca indera serta akan timbul gejala kebutaan dan ketulian, gangguan konsep diri
akibat kehilangan kehilangan jabatan, rangkaian dari kehilangan hubungan dengan
teman, keluarga terutama dengan pasangan, hilangnya kekuatan fisik yang dimiliki
dahulu, ketegapan tuubuh, perubahan terhadap gambaran diri dan perubahan
konsep diri.
Kemudian terdapat perubahan spiritual yang diartikan, seorang lansia akan
makin meningkatkan agama atau kepercayaannya dan makin mendekatkan dirinya
dengan Pencipta, hal ini terlihat dari cara berfikir dan bertindak dalam kehidupan
sehari-hari. Perubahan terakhir yaitu perubahan psikososial; kesepian pada lansia
10
terjadi pada saat pasangan hidup, anak atau teman dekat meninggal atau pergi
(berpisah) terutama jika ditambah dengan lansia yang mengalami penurunan
kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama pendengaran, duka cita, meninggalnya pasangan
hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan
jiwa yang telah rapuh. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses menua
seseorang yaitu: faktor hereditas, status nutrisi atau pemenuhan makanan, status
kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan serta stress (Kholifah, 2016).
II.2 Konsep Kesepian
II.2.1
Penggertian Kesepian
Kesepian merupakan bentuk pengalaman subjektif yang dihasilkan oleh
ketidakpuasaan hubungan dan ketidaksesuain hubungan dekat (Arslantaş et al.
2015). Kesepian yang terjadi pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya kehilangan anggota keluarga atau teman, perubahan lingkungan atau
berpindahnya ke tempat tinggal yang baru dan kurangnya dukungan sosial (Savikko
2008). Kesepian sangat dirasakan oleh lansia yang hidup sendiri atau ditinggalkan
orang yang dicintainya seperti pasangan hidup, anak, saudara, kerabat, sahabat dan
orang terdekat lainnya. Kesepian juga dapat diakibatkan oleh kondisi kesehatan
yang kurang baik, tingkat pendidikan rendah, rasa percaya diri yang kurang, kurang
dilibatkannya lansia dalam berbagai kegiatan, telah berhentinya seseorang dari
pekerjaannya dan jarang bertemu/bersosialisasi dengan orang lain (Arwani 2013
dalam Maulina, dkk 2019).
Baron dan Byrne (dalam Nurlayli &Diana, 2014) menjelaskan bahwa
kesepian merupakan reaksi emosional dan kognitif yang muncul karena hubungan
yang dimilikinya tidak memuaskan. Ketika mengkaji tingkat kesepian pada lansia,
perlu digambarkan sebagai pengalaman subyektif yang berbeda dari isolasi sosial
dan dukungan sosial. Hanss dkk, (dalam Amalia, 2013) mengemukakan bahwa
kesepian berhubungan dengan masalah psikologis yang ditandai dengan
ketidakpuasan terhadap keluarga dan hubungan sosial. Terdapat beberpa ciri
kesepian yang dialami seseorang menurut Nawan (dalam Indriyani, 2017), yaitu
11
dirinya akan merasa tidak berguna, merasa gagal, merasa terpuruk, merasa sendiri
dan merasa tidak ada yang peduli.
Dapat disimpulkan berdasarkan beberapa definisi diatas, bahwa kesepian
diartikan sebagai suatu keadaan tidak menyenangkan yang dipersepsikan seseorang
dan diakibatkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan akan hubungan sosial
ataupun hubungan interpersonal pada dirinya.
II.2.2
Bentuk-bentuk Kesepian
Sears, dkk (2009 dalam Nurhayati 2018) membedakan dua tipe kesepian,
berdasarkan hilangnya ketetapan sosial tertentu yang dialami oleh seseorang yaitu;
1) kesepian emosional yang timbul dari ketiadaan atau hilangnya figur kasih sayang
yang intim, seperti yang biasa diberikan oleh orang tua kepada anaknya atau yang
biasa diberikan pasangan atau teman akrab kepada seseorang, 2) kesepian sosial
yang terjadi bila orang tersebut kehilangan rasa terintegrasi secara sosial atau
teritegrasi dalam suatu komunikasi yang biasa diberikan oleh sekumpulan teman
atau rekan kerja. Kesepian dibagi menjadi dua jenis, yaitu; kesepian sementara,
yang merupakan kesepian dengan singkat dan cepat berlalu kemudian selanjutnya
yaitu kesepian kronis, yang merupakan kesepian yang dialami terus-menerus dan
sulit hilang atau bisa diartikan sebagai kesepian dalam waktu lama.
Dengan adanya perbedaan antara kesepian sementara dan kesepian kronis
selanjutnya ada tiga cara untuk menganalisis rasa kesepian seseorang, yaitu yang
pertama kesepian kognitif (cognitive loneliness) yang terjadi jika seseorang hanya
memiliki sedikit teman untuk berbagi pikiran atau gagasan yang dianggap penting.
Kemudian selanjutnya kesepian behavioral (behavioral loneliness) yang terjadi bila
seseorang tidak memiliki teman sewaktu melakukan kegiatan dan terakhir kesepian
emosional (emotional loneliness) yang akan terjadi bila seseorang tidak
mendapatkan kasih sayang.
II.2.3
Faktor Kesepian
Menurut Mubarok (dalam Ikasi dkk, 2014) Terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi kesepian pada lansia, diantaranya: 1) Faktor psikologis yaitu harga
diri rendah yang disertai dengan munculnya perasaan negatif seperti perasaan takut,
12
mengasihani diri sendiri dan perasaan yang berpusat pada diri sendiri. 2) Faktor
budaya dan situasional yaitu terjadinya perubahan dalam tata cara hidup dan kultur
budaya, kini banyak keluarga yang lebih memilih untuk menitipkan lansia ke panti
dengan alasan kesibukan dan ketidakmampuan dalam merawat lansia. 3) Faktor
spiritual yang diyakini jika agama dapat menghilangkan kecemasan seseorang dan
kekosongan spiritual seringkali akan berakibat pada munculnya kesepian.
Sedangakn menurut Cheryl & Parello (2008), Ada dua faktor yang
mendorong perasaan kesepian pada lansia yaitu: Faktor situasional yang membahas
situasi kehidupan yang dialami seseorang dan menyebabkan seseorang merasa
kesepian. Situasi kehidupan tersebut dapat berupa perceraian, perpisahan, saat
seseorang dirawat di rumah sakit atau munculnya sakit kronis pada anak-anak atau
anggota keluarga nya, dan juga seseorang yang baru saja pindah ke lingkungan atau
tempat tinggal baru. Kemudian faktor yang kedua yaitu faktor characterological
yang dapat mendorong munculnya perasaan kesepian berdasarkan ciri-ciri
kepribadian orang tersebut seperti introversi, rasa malu, dan rendah diri (Nurlayli
& Diana, 2014).
Lake (dalam Nurlayli & Diana, 2014) menyusun tiga tahapan kesepian
sebagai berikut: suatu keadaan yang membuat seseorang memutuskan
hubungannya dengan orang lain sehingga orang tersebut akan kehilangan hal-hal
yang menunjukkan bahwa ia disukai, dicintai atau diperhatikan oleh orang lain, lalu
hilangnya kepercayaan diri dan kepercayaan pada orang lain, tidak dapat menerima
dan memberi perilaku yang istimewa pada diri sendiri atau nilai diri sehingga semua
perilaku tidak berarti, terakhir yaitu menjadi apatis atau secara serius memutuskan
bahwa taidak ada seorangpun yang peduli akan apa yang terjadi pada mereka.
Seseorang dengan kesepian terutama lansia, memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: individu tersebut memiliki masalah dalam memandang eksistensi dirinya,
merasa dirinya tidak berguna bahkan tidak berharga, merasa tidak diperhatkan,
merasa sendiri atau terasingkan, merasa tidak ada yang dapat mengerti tentang
dirinya, merasa bosan menjalani hidupnya, merasa terpuruk, merasa tidak dicintai,
merasa gagal, serta munculnya berbagai perasaan negatif lainnya (Damayanti &
Sukmono, 2013 dalam Wardani, 2015).
13
II.2.4
Kesepian Pada Lansia
Menjadi tua membuat setiap individu merasa takut karena mereka percaya
bahwa dengan bertambahnya usia maka akan menandakan bahwa mereka akan
kehilangan fungsi fisik dan aspek yang menyenangkan dalam kehidupan (Snyder &
Lopez dalam Zulfiana:2014). Pada masa ini, faktor lingkungan merupakan faktor
yang cukup berpengaruh pada faktor psikis berupa ketegangan dan stres lansia.
Menurut Santrock (2011), terdapat perbedaan pandangan tentang definisi orang
lanjut usia atau lansia menurut orang barat dan orang Indonesia. Orang barat
menggolongkan seseorang yang berumur 65 tahun keatas sebagai lansia, dimana
pada usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut.
Sedangkan pandangan orang Indonesia melihat lansia pada umunya merupakan usia
maksimal kerja dan mulai muncul ciri-ciri ketuaan.
Kesepian merupakan masalah yang melekat pada lansia atau orang-orang tua
dengan hubungan pada dukungan sosial, baik secara mental dan kesehatan fisik
disertai dengan kognisi. Menurut Adrian, Perubahan-perubahan fisiologis dan
perubahan kemampuan motorik yang terjadi, tidak jarang membuat para lansia
memunculkan perasaan tidak berguna kemudian mengalami demotivasi dan
menarik diri dari lingkungan sehingga kebutuhan untuk diperhatikan menjadi
berlebih, dan hal tersebut kemudian memunculkan kesepian pada lansia (Putra dkk,
2012). Hanss, dkk (dalam Amalia, 2013) mengemukakan bahwa kesepian
berhubungan dengan adanya masalah psikologis, ketidakpuasan dengan keluarga
dan adanya masalah pada hubungan sosial.
Gunarsa (dalam Munandar, 2017) menjelaskan bahwa tidak semua seseorang
dengan lanjut usia bisa menikmati masa senjanya dalam kehangatan keluarga,
terdapat masalah pokok psikologis yang dialami oleh para lansia. Pertama adalah
masalah yang disebabkan oleh perubahan hidup serta kemunduran fisik yang
muncul pada lansia. Kedua, lansia yang mengalami kesepian dapat disebabkan oleh
putusnya hubungan dengan orang terdekat dan tersayang. Ketiga post power
syndrome, yaitu dapat berupa kehilangan kekuatan, penghasilan dan kebahagiaan
yang biasa dirasakan seseorang yang baru saja pensiun.
Van Baarsen (dalam Munandar 2017) menyatakan bahwa kesepian pada
lansia dapat disebut dengan “sindrom sarang kosong” hal ini bermaksud bahwa
14
kesepian muncul karena akhibat dari kepergian pasangan hidup untuk kembali
kepada Sang Pencipta. Sementara itu Cohen (dalam damayanti, 2014) menjelaskan
bahwa perasaan kesepian yang dialami lansia dapat memberikan pengaruh secara
negatif terhadap kondisi kesehatan mereka. Kesepian yang dialami lansia juga akan
berdampak pada berbagai masalah serius lainnya seperti sistem kekebalan tubuh
menurun, gangguan tidur, depresi hingga keinginan bunuh diri.
II.2.5
Skala Tingkat Kesepian
Tingkat kesepian seseorang dapat diukur dengan menggunakan instrumen
kuesioner University of California, Los Angeles (UCLA) Loneliness Scale yang
diadopsi dari kuesioner milik Daniel W. Russel (1996). Kuesioner ini terdiri dari
20 pertanyaan dengan 7 pertanyaan positif dan 13 pertanyaan negatif. Skor yang
diberikan untuk pertanyaan positif yaitu Tidak pernah skor 3, Jarang skor 2, Sering
skor 1 dan selalu skor 0. Sedangkan pertanyaan negatif diberi skor yaitu tidak
pernah skor 0, jarang skor 1, sering skor 2 dan selalu skor 3. Kemudian tingkat
kesepian akan dikategorikan berdasarkan dari jumlah skor seluruh pertanyaan yaitu:
Nilai 0 – 20 dikategorikan tingkat kesepian rendah, nilai 21-40 dikategorikan
tingkat kesepian sedang dan nilai 41-60 dikategorikan tingkat kesepian berat.
II.3 Konsep Asuhan Keperawatan
Sesuai dengan standar asuhan keperawatan, proses keperawatan dimulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan (intervensi), pelaksanaan
(implementasi) dan evaluasi yang dilakukan secara professional (PPNI, 2009 dalam
Muhith, 2015).
II.3.1
Pengkajian
Pengkajian mencangkup pengumpulan informasi subjektif dan objektif serta
peninjauan informasi riwayat paisen yang diberikan oleh keluarga/pasien sendiri
dan bisa diperoleh dari rekam medik pasien (NANDA, 2018). Menurut (Nurjannah,
2012) diperlukan pengkajian keperawatan agar dapat menentukan diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada pasien, untuk itu perlu dilakukan langkah-
15
langkah pengkajian berikut dalam menentukan diagnosa yaitu, pengkajian tanda
vital, pengkajian untuk keamanan, pengkajian untuk situasi khusus, pengkajian
untuk klien lansia, pengkajian untuk sistem gastrointestinal, pengkajian untuk
sisstem perkemihan, pengkajian aktifitas, istirahat dan mobilitas/Pergerakan,
pengkajian kenyamanan, kulit, dan integritas jaringan, pengkajian untuk nutrisi,
pengkajian kondisi psikologi, pengkajian untuk kognitif dan persepsi, pengkajian
untuk spiritual, values, dan religious, pengkajian untuk tingkah laku, pengkajian
untuk seksualitas dan aspek sosial, pengkajian keluarga, pengkajian lingkungan
serta pengkajian terkait lainnya.
Sedangkan menurut Muhith (2015) pengumpulan data dilakukan secara
subjektif dan objektif dengan metode wawancara, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang bisa didapatkan dari data tambahan keluarga, orang
terdekat atau tim medis lainnya. Data yang dikumpulkan yaitu data kesehatan masa
lalu, status biologis maupun psikologis serta harapan terhadap kesehatan untuk
mengatasi maslaah kesehatan. Menurut Kozier, et al., (1998 dalam Muhtih 2015)
menjelaskan kegiatan dalam mengumpulkan data pasien, yaitu:
a.
Collect, yaitu data dikumpulkan dan dikelompokkan menjadi data
subjektif berupa symptomps (data yang tidak bisa diukur ataupun
diobservasi) dan data objektif yang berupa signs (data yang bisa
dideteksi/diobservasi) biasanya didapatkan saat pemeriksaan fisik.
b.
Validate, yaitu memeriksa kembali data untuk karifikasi dari data
objektif dan subjektif yang telah diperoleh
c.
Organize, data yang didapat akan diorganisasikan berdasarkan
kerangka kerja dengan menggunakan model keperawatan (Nursing
models)
d.
Record, catat apa yang dirasakan, diceritakan/dijelaskan, dilihat,
didengar serta ukuran (yang diperlukan) pasien.
II.3.2
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan yang dialami oleh seorang
individu, keluarga, kelompok/komunitas yang dinilai secara klinis oleh perawat dan
akan didiagnosa sesuai dengan permasalahan kesehatan yang muncul. Diagnosa
16
keperawatan berfokus pada masalah tidak boleh dianggap lebih penting daripada
diagnosa risiko. Terkadang diagnosa risiko dapat menjadi diagnosa prioritas bagi
pasien (NANDA, 2017).
Suatu diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu
terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan terhadap respon
tersebut dari seorang individu, keluarga, kelompok ataupun komunitas. Diagnosis
keperawatan biasanya berisikan dua bagian, yaitu deskriptor/pengubah dan fokus
diagnosis atau konsep kunci dari diagnosis. Indikator diagnosis meliputi batasan
karakteristik dan faktor yang berhubungan atau faktor risiko (NANDA, 2018).
Diagnosa yang diambil dalam penelitian iniadalah Isolasi sosial pada Kakek
B (65 tahun) dengan masalah kesepian dan risiko ketidakberdayaan pada Kakek B
(65 tahun) dengan masalah kesepian.
II.3.3
Intervensi
Setelah menentukan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan pasien,
kemudian tahap selanjutnya dalam proses keperawatan yaitu merencanakan
tindakan yang akan diberikan dengan berlandaskan diagnosa yang tersebut. Kriteria
dari hasil keperawatan merupakan hal yang dapat diukur oleh seorang individu,
keluarga, kelompok/komunitas yang responsif terhadap tindakan keperawatan.
Ukuran dari hasil yang diharapkan dapat mengatasi masalah dalam diagnosa
keperawatan disebut Nursing Outcome Classifications (NOC). Sedangkan tindakan
yang dilakukan oleh perawat secara mandiri maupun kolaborasi dengan
menggunakan pengetahuan dan dilakukan secara menyeluruh disebut Nursing
Interventions Classifications (NIC) (NANDA, 2017).
II.3.4
Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan/intervensi yang
telah ditentukan dengan harapan kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal yang
didalamnya mencangkup aspek peningkatan, pemeliharaan dan pemulihan
kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan keluarganya (Nursalam, 2016).
II.3.5
Evaluasi
17
Dilakukan secara periodik, sistematis dan berencana untuk menilai
perkembangan pasien setelah dilakukannya tindakan keperawatan/implementasi
(Nursalam, 2016). Komponen evaluasi mencangkup tercapainya 4 aspek berikut,
yaitu:
a. Kognitif yang meliputi pengetahuan pasien mengenai penyakitnya serta
tindakan yang diberikan kepada pasien
b. Afektif merupakan sikap yang ditunjukkan oleh pasien terhadap tindakan
yang telah diberikan
c. Psikomotor yaitu tindakan/perilaku yang ditunjukkan pasien terhadap
tindakan yang diberikan dan juga dalam upaya penyembuhan
d. Perubahan biologis yang dapat ditunjukkan melalui tanda vital pasien,
sistem tubuh pasien dan imunologisnya.
II.4 Konsep Intervensi Inovasi
II.4.1
Pengertian Life Review Therapy
Menurut Townsend (2009 dalam Sholihah, 2011) Life Review Therapy adalah
suatu cara atau teknik seseorang mengingat kejadian kehidupan yang melibatkan
fleksi kembali pengalaman yang pernah dilaluinya, melakukan evaluasi dan
menafsirkannya sebagai perbaikan untuk akhir kehidupan seseorang. Life Review
Therapy dapat membantu seseorang untuk menyesuaikan diri dengan kenangan
masa lalu yang tidak bahagian serta meninjau kehidupan sebagai cara untuk
meningkatkan perasaan kesejahteraan, terutama pada lansia yang tidak dapat aktif
kembali.
Life Review Therap (terapi telaah pengalaman hidup) merupakan suatu alat
untuk melakukan terapi sehingga dapat mengeksplorasi pengalaman hidup di masa
lalu, kekuatan dan prestasi dari orang tua. Terapi ini merupakan tantangan utama
bagi orang dewasa yang lebih tua dalam melestarikan pemeliharaan hidup sehat
seseorang dalam menghindari krisis psikologi (Nasrudin, 2015).
Life Review Therapy (terapi telaah pengalaman hidup) yang merupakan salah
satu terapi modalitas yang dapat diberikan pada lansia, didefinisikan oleh American
Psychological Assosciation (APA) sebagai suatu terapi dengan menggunakan
sejarah kehidupan seseorang (secara tertulis, lisan atau keduanya) untuk
18
meningkatkan kesejahteraan psikologis dan umumnya terapi ini sering digunakan
untuk lansia. Life review therapy adalah suatu terapi yang bertujuan untuk
memberikan stimulus kepada lansia agar memikirkan tentang masa lalu, sehingga
lansia dapat menceritakan lebih banyak tentang kehidupan mereka kepada staf
perawatan atau ahli terapi lain. Life review therapy mampu meningkatkan
kepercayaan diri, menurunkan depresi, meningkatkan kepuasan hidup dan
meningkatkan kemampuan individu untuk beraktivitas sehari-hari (Setyoadi dan
Kushariyadi, 2011).
Melalui pengalaman mengingat kembali kehidupan yang lalu, gejala yang
sekarang dialami akan berangsur berkurang dan hilang sehingga perasaan damai
serta nyaman akan kembali muncul. Kadang-kadang ingatan yang muncul
berhubungan dengan trauma masa anak-anak, akan tetapi umumnya masalah yang
dihadapi pada kehidupan yang sedang dijalani saat ini sedikit demi sedikit akan
teratasi dengan metode ini (Ayuni, 2014 dalam Maulina, 2019).
II.4.2 Pengaruh Life Review Therapy
Dalam penelitiannya Lestari (2012) mengatakan bahwa pemberian Life
Review Therapy pada lansia dapat memberikan kesempatan kepada lansia untuk
mengeskpresikan perasaannya, sehingga energi psikis dilepaskan dan lansia dapat
menerima masalahnya. Ekspresi perasaan tersebut dapat membantu lansia untuk
mengintegrasikan kejadian yang dikenang bagi lansia dalam suatu nilai sistem dan
kepercayaan melalui arti peristiwa yang dialaminya.
Aswanira, dkk (2015) menyebutkan perlakuan suatu proses Life Review
Therapy
dengan
Standar
Operasional
Prosedural
yang
baik
akan
mengurangidepresi dan meningkatkan kepercayaan diri, kesejahteraan, kepuasan
hidup dan kesehatan psikologis. Hal ini sejalan dengan penelitian Narullita (2018)
yang menyebutkan
Life Review Therapy bertujuan untuk membantu lansia
menemukan makna hidupnya, mengatasi permasalahan dimasa lalu, meningkatkan
kepercayaan diri, meningkatkan harga diri, meningkatkan kepuasan dan kualitas
hidup (Narullita, 2018).
Life Review Therapy akan mempengaruhi produksi neurotransmitter yang dapat
membuat dopamin menurun, setelah itu serotonin pada lansia juga menurun.
19
Setelah itu diukur kembali tingkat depresinya. Responden yang sudah diberikan
terapi ini mengatakan bahwa mereka merasa bahagia (Yani & Febiansyah, 2018).
II.4.3 Tahap-tahap Life Review Therapy
Keliat, dkk (1995 dalam Narullita, 2018) menjelaskan mengenai tahap-tahap
Life Review Therapy yang terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu; ventilasi, eksplorasi,
elaborasi, katarsis, menerima masalah dan integrasi dalam nilai sistem atau
kepercayaan sehingga digunakan untuk mengatasi masalah yang dihadapi lansia
pada saat ini. Beberapa prinsip dalam terapi ini dijabarkan kembali menurut
Mitchell (2009), yaitu remembering (menyadari adanya suatu kenangan), recall
(membagikan kenangan dengan orang lain secara verbal/nonverbal), review
(evaluasi terhadap kenangan), dan recontruction (melakukan sesuatu berupa tanda
yang mewakili kenangan tersebut) memori dalam bentuk yang dimodifikasi dapat
merubah suasana perasaan dan emosional pada lansia sehingga dapat mencapai
kondisi suasana perasaan dan emosi yang lebih positif (Narullita, 2018).
II.5 Jurnal Penelitian Terkait
Pada penelitian yang dilakukan oleh Maulina, dkk (2019) dengan judul
“Pengaruh Life Review Therapy Terhadap Depresi Lansia Di Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Pesanggrahan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Majapahit Mojokerto” peneliti meneliti tentang pengaruh pemberian life review
therapy terhadap tingkat depresi pada lansia. Penelitian ini menggunakan desain
quasi withpretest and posttest nonequivalent control group dan pengambilan
sampel dengan teknik purposive sampling sesuai kriteria inklusi sebanyak 20 orang
dan sampel tersebut diklasifikasikan menjadi 10 orang pada kelompok intervensi
dan 10 orang pada kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan untuk mengukur
tingkat depresi sampel yaitu Geriatric Depression Scale (GDS). Pada penelitian ini
dilakukan 2 sesi, sesi pertama menceritakan pengalaman bersama keluarga dan sesi
kedua menceritakan pengalaman tentang pekerjaan dengan 2 kali pertemuan dan
waktu persesi yaitu 40 menit.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yani & Febiyansyah (2018) dengan
judul “Pengaruh Pemberian Life Review Therapy Terhadap Tingkat Depresi Pada
20
Lansia Di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto” peneliti meneliti pengaruh
pemberian life review therapy terhadap tingkat depresi pada lansia. Penelitian ini
menggunakan desain quasi experiment with pretest and posttest control group dan
pengambilan sampel dengan teknik purposive sample yaitu sebanyak 20 orang dan
sampel tersebut diklasifikasikan menjadi 10 orang pada kelompok intervensi dan
10 orang pada kelompok kontrol. Pelaksanaan life review therapy oleh peneliti
dilakukan selama 4 sesi: sesi pertama menceritakan serta mengingat masa kecil dan
orang tua diwaktu kecil, kemudian sesi kedua lansia menceritakan masa remaja
mengenai orang yang paling penting dalam hidupnya dimasa remaja, di sesi ketiga
lansia menceritakan masa dewasa tentang pengalaman kerja yang pernah dijalani.
Pada sesi terakhir, lansia diminta menceritakan masa dimana lansia merasakan
kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan yang pernah dialami sewatu sudah
menjadi lansia. Setiap sesi dilakukan dalam waktu 25-30 menit. Life review therapy
tersebut mempengaruhi produksi neurotransmitter yang dapat membuat dopamin
menurun, setelah itu serotonin pada lansia juga menurun. Kemudian diukur kembali
tingkat depresinya. Responden mengatakan merasa bahagia sudah diberikan life
review therapy.
21
Perubahan
Fisik
Perubahan
Mental
Lansia
Perubahan
Psikososial
Proses
Menua
Kesepian
Pemberian Life
Review Therapy
Perubahan
Spiritual
Perubahan
Kognitif
Skema 1 Kerangka Teori
Sumber: Kemenkes, 2016; Basuki, 2015; Suardiman, 2011; Santrock, 2011; Kushariyadi 2012; Azizah, 2011; Indriyani 2017; Kholifah, 2016;
Arslantaş et al. 2015; Nurhayati, 2018; Narulita, 2019; Nurlayli&Diana, 2015; Setyoadhi&Kushariadi, 2015; Yani & Febiansyah, 2018;
Maulina,dkk, 2019; Sholihah, 2011
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
Pada bab ini penulis akan menjabarkan asuhan keperawatan gerontik kelolaan
dengan masalah keperawatan isolasi sosial karena kesepian. Penjabaran asuhan
keperawatan akan berfokus pada masalah utama yang terdiri dari pengkajian,
analisa data, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan/intervensi, pelaksanaan
keperawatan/implementasi dan evaluasi.
III.1 Pengkajian Pasien Kelolaan Utama
Pengkajian terkait kesepian pada Kakek B dilakukan dengan metode
observasi dan anamnesis pada klien. Observasi dilakukan dengan menggunakan
instrumen kuesioner UCLA Loneliness Scale sedangkan data anamnesis didapat
dari hasil wawancara dengan menggunakan form pengkajian gerontik meliputi
riwayat klien, keadaan saat ini yang disertai dengan pemeriksaan fisik
(melihat/inspeksi dan menyentuh/palpasi) pada tubuh pasien jika ditemukan adanya
masalah kesehatan/psikis pada klien.
III.1.1 Identitas Diri Klien
Klien berinisial Kakek B berusia 65 tahun yang lahir di Jawa Timur tepatnya
di Wonosobo ini merupakan salah satu waarga binaan sosial Panti Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Budi Mulia 3 Ciracas dari Wisma Merpati. Kakek B baru sekitar
20 hari berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas, sebelumnya Kakek B berada di Panti
Sosial Bina Daksa Cengkareng selama 4 tahun. Kakek B beragama Islam. Klien
hanya tamatan SD dimana dahulu memiliki sebutan Sekolah Rakyat. Klien
mengatakan saat sampai di Jakarta sudah lebih dari tahun 1990 atau sudah sekitar
20 tahun beliau menjadi pengemis karena mengikuti saudara yang ada di Jakarta
Utara. Kakek B telah kehilangan kedua kakinya ±5 tahun akibat kecelakaan saat
sedang mengemis dijalan raya dan sekarang mobilisasi klien menggunakan kursi
roda, setelah itu klien dibawa oleh petugas
22
23
sosial ke Panti Bina Daksa Cengkareng. Kakek B mengatakan dirinya dipindahkan
ke PSTW Budi Mulia 3 Ciracas karena akan ditanggung biaya transportasi untuk
pulang ke kampung halamannya dengan menaiki travel.
Kakek B memiliki dua istri dan satu orang anak, Kakek B bercerai dengan
istri yang pertama dan istri Kakek B yang kedua sudah lama meninggal dan Kakek
B tidak mengetahui penyebab meinggalnya istrinya karena saat itu sedang berada
di Jakarta. Anak dari Kakek B berada di kampung dan sudah lama sekali tidak
bertemu dan tidak pernah berkomunikasi lagi.
III.1.2 Status Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada klien meliputi pemeriksaan tandatandayang mencangkup keadaan umum, kesadaran, suhu tubuh, nadi, tekanan
darah, frekuensi nafas, berat badan dan tinggi badan. Kemudian pemeriksaan
selanjutnya yaitu pemeriksaan fisik head-to-toe yang dimulai dari pemeriksaan area
kepala hingga kaki. Pemeriksaan fisik head-to-toe ini menggunakan prosedur
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Keadaan umum klien menunjukkan keadaan umum yang baik, kesadaran
compos mentis, dengan tekanan darah (diukur dengan sfignomanometer)
140/80mmHg, Nadi 77 kali permenit, pernafasan 20 kali permenit dan suhu 36 oC.
Pengukuran berat badan dan tinggi badan tidak dapat terkaji.
Pemeriksaan fisik head-to-toe meliputi, keadaan kepala tampak simetris,
tidak ada benjolan/massa, tidak ada lesi, distribusi rambut merata, rambut berwarna
hitam bercampur dengan warna putih (uban), tidak ada kebotakan (alopesia).
Pemeriksaan selanjutnya adalah mata, mata klien tampak simetris, pergerakan mata
normal, tidak ada benjolan/massa, tidak ada lesi, konjungtiva ananemis, sklera
anikterik. Pada bagian hidung tampak simetris, tidak ada benjolan/massa, tidak ada
lesi, hidung tampak bersih. Kemudian, kedua telinga simetris, tidak ada
benjolan/massa, tidak ada lesi, tidak ada cairan yang keluar dari telinga, fungsi
pendengaran normal. Bentuk mulut simetris, banyak gigi yang telah tanggal namun
Kakek B tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada stomatitis, tidak ada
benjolan/massa, tidak ada lesi. Pada bagian leher tidak terdapat adanya benjolan
ataupun kelainan namun Kakek B terkadang mengeluh lehernya tegang dan pegal-
24
pegal dikarenakan klien tidak mau tidur di kasur karena akan menyusahkan orang
untuk memindahkannya dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya, maka klien
hanya mau tidur di kursi rodanya saja.
Pada pemeriksaan sistem pernafasan didapatkan hasil inspeksi pergerakan
dinding dada simetris saat inspirasi maupun ekspirasi, tidak ditemukan adanya
bantuan otot bantu nafas, irama nafas teratur, bunyi nafas vesikuler, tidak ada sesak,
batuk dan pilek. Pada sistem kerdiovaskuler, tidak ditemukan bunyi jantung
tambahan, pengisian kapiler kurang dari 2 detik, tekanan darah 140/80 mmHg dan
denyut nadi klien 77 kali permenit. Tidak ditemukan juga kelainan pada sistem
pencernaan dan BAB 1 kali perhari dengan karakteristik lembek dan berwarna
kecoklatan. Pada sistem perkemihan tidak ditemukan adanya distensi kandung
kemih dan juga tidak ada rasa nyeri saat BAK, klien BAK kurang lebih 6 kali
perhari. Pada sistem integumen didapatkan kulit tampak keriput, turgor kulit elastis,
tidak ada luka terbuka, terdapat bekas luka (amputasi) pada kedua kaki Kakek B,
keadaan kuku tangannya normal. Tidak ada kelainan pada ekstermitas
atas/kekuatan otot baik namun pada ekstermitas bawah tidak dapat dilakukan
pengkajian.
III.1.3 Penilaian Psikososial dan Spiritual
Kakek B dapat berinteraksi dengan lingkungannya dengan baik, namun
Kakek B sering menyendiri (menjauh) dari teman temannya karena menganggap
mereka memiliki gangguan mental sehingga Kakek B sering menjauh dari wisma
(namun masih disekitar pelataran). Kakek B juga akan melakukan olahraga jika
ada yang mendorong kursi roda, namun tidak ada teman sekamar yang membantu
mendorong kursi roda kakek B. Bahasa yang digunakan Kakek B sehari-hari
adalah bahasa Indonesia namun sesekali dirinya menggunakan bahasa Jawa
kepada te man nya yang juga berasal dari Jawa karena Kakek B berasal dari Jawa
Timur. Sikap klien kepada lawan bicara yaitu Kakek B tampak sesekali menunduk
saat diajak berbicara dan sesekali tidak melakukan kontak mata focus/melihat
kepada lawan bicara, komunikasi koopratif terhadap lawan bicara, kakek B juga
tidak pernah meninggalkan percakapan dan tidak ada gerakan yang mengganggu
lawan bicara.
25
Keadaan emosi Kakek B stabil, namun kakek B dapat marah jika ada
temannya yang tidak mau mandi, BAK sembarangan dan BAB sembarangan.
Presepsi Kakek B tentang dirinya yaitu tidak ingin sakit dan secepatnya bisa
pulang ke kampung halamannya dan bertemu dengan anak satu-satunya karena
tidak ada saudara atau keluarga di Jakarta sekarang ini. Kakek B tidak mau
bergabung bersama dengan WBS lainnya, kakek B memilih menyendiri.
Konsep diri klien yaitu Kakek B pernah mengatakan anggota tubuhnya
kurang lengkap karena sudah tidak memiliki ekstermitas bawah dan terkadang
klien merasa malu pada keadaanya namun dirinya berusaha untuk tidak mengeluh
serta berusaha mensyukuri hidupnya meski memiliki keterbatasan. Kakek B
terkadang mengatakan ingin bisa beraktivitas seperti orang lain yang memiliki
ekstermitas lengkap kemudian beliau bisa tinggal di kampung halamannya
bersama dengan anak satu-satunya. Kakek B mengatakan puasdan bersyukur
dengan keadaannya sekarang, karena harapannya bisa berkumpul dengan anaknya
di kampung halaman. Kakek B merasakan perannya sebagai seorang Bapak untuk
anaknya sangatlah kurang. Kakek B mengatakan selama ini beliau melakukan
ibadah, sholat dan berdoa di kursi rodanya, dirinya tidak dapat sholat/beribadah di
musollah dan tidak dapat mengikuti pengajian di musollah karena jauh dari wisma
Kakek B dan tidak ada yang mendorong kursi rodanya dan dirinya tidak bisa
membawa kursi roda jauh-jauh. Kakek B merupakan muslim yang taat dan selalu
melakukan ibadah sholat 5 waktu meskipun menggunakan kursi roda.
III.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang klien diperoleh dari pemeriksaan Indeks Katz,
Barthel Indeks, Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ), Mini Mental
Status Examination (MMSE), Pengkajian Skala Depresi dan Morse Fall Scale
(MFS).
Hasil pemeriksaan Indeks Katz adalah A diartikan ketidaktergantungan dalam
semua keenam fungsi. Nilai Barthel Indeks yaitu 90 dengan ketergantungan ringan.
Hasil pemeriksaan pada Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ) yang
diinterpretasikan dengan skala 2 yaitu fungsi intelektual utuh. Penilaian Mini
Mental Status Examination (MMSE) dengan nilai 22 yang dikategorikan
26
kemungkinan gangguan kognitif. Pengkajian skala depresi klien yaitu dengan nilai
14 yang berarti depresi ringan. Penilaian dengan Morse Fall Scale (MFS)
menunjukkan nilai 40 yaitu klien dengan risiko jatuh rendah. Dan pengkajian
tingkat kesepian dengan menggunakan UCLA Loneliess Scale dengan nilai 27 yang
diartikan tingkat kesepian sedang.
III.2 Analisa Data
Analisis data dilakukan dalam menentukan masalah atau diagnosa
keperawatan dengan menggunakan data yang mendukung. Masalah pertama pada
lansia adalah Isolasi sosial pada Kakek B (65 tahun) dengan masalah kesepian, hal
tersebut dibuktikan dengan data subjektif dan data objektif dari Kakek B. Data
subjektif yang dikeluhkan klien adalah klien merasa rindu dengan keluarganya yang
sudah lebih dari 20 tahun tidak bertemu karena keluarganya berada di kampung
halamannya. Kakek B telah bercerai dari istri yang pertama dan istri Kakek B yang
kedua sudah meninggalkan dunia lebih dahulu dan Kakek B tidak tahu penyebab
meninggalnya istri keduanya tersebut. Sedangkan satu-satunya anaknya kini tinggal
dengan sanak saudaranya di kampung. Kakek B juga mengatakan telah kehilangan
kedua kakinya dikarenakan kecelakaan 5 tahun yang lalu. Kakek B baru sekitar 20
hari di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas dan belum terlalu dekat dengan Warga Binaan
Sosial (WBS) disana karena sebelumnya Kakek B berada di Panti Sosial Bina
Daksa Cengkareng. Klien juga sering merasa hidupnya sepi. Data objektif yang
didapat dari klien yaitu, klien tampak tidak bergabung dengan para WBS karena
ingin menyendiri saja, ketika diajak berbicara sesekali Kakek B menunduk dan
tidak menatap mata lawan bicara. Sehingga ditentukan diagnosa keperawatan
Isolasi Sosial (Domain 12. Kelas 3. Kode 00053).
Masalah selanjutnya yang muncul yaitu, Ketidakberdayaan pada Kakek B (65
tahun) dengan masalah kesepian. Data subjektif yang menunjang yaitu Kakek B
mengatakan bahwa dirinya dipindahkan ke PSTW Budi Mulia 3 Ciracas kerena
akan diakomodasikan transportasi untuk pulang ke kampung halamannya namun
sampai saat ini belum ada informasi terkait hal tersebut sehingga Kakek B hanya
bisa menunuggu. Kemudian Kakek B mengatakan telah kehilangan kedua kakinya
dikarenakan kecelakaan 5 tahun yang lalu sehingga sejak saat itu klien harus
27
menggunakan kursi roda kemanapun Kakek B beraktivitas. Kakek B mengatakan
selama di PSTW tidak berjalan kemana mana karena tidak ada yang mendorong
kursi rodanya (karea jalan keluar wisma tidak rata dan harus naik-turun). Kakek B
juga tidak dapat pergi ke musollah untuk beribadah dan ke lapangan untuk senam
bila tidak ada seseorang yang mendorong kursi rodanya. Terkadang klien merasa
malu pada keadaanya. Dan sesekali merasa tidak bisa melakukan sesuatu (aktivitas)
padahal dahulu dirinya bisa melakukannya. Klien mengatakan tidak bisa berbuat
apa-apa karena sudah tua dan disabilitas. Data objektif yang didapat dari klien yaitu,
klien tampak tidak bergabung dengan para WBS karena ingin menyendiri saja,
ketika diajak berbicara sesekali Kakek B menunduk dan tidak menatap mata lawan
bicara. Terkadang klien malu untuk meminta bantuan dari perawat sehingga
perawat harus menawarkan bantuan terlebih dahulu. Oleh karena itu ditentukan
diagnosa keperawatan Ketidakberdayaan (Domain 9. Kelas 2. Kode 00152).
III.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada Kakek B setelah ditentukan dengan
mempertimbangkan analisa data, yaitu Isolasi sosial pada Kakek B (65 tahun)
dengan masalah kesepian dan Ketidakberdayaan pada Kakek B (65 tahun) dengan
masalah kesepian.
III.4 Intervensi Keperawatan
Perencanaan asuhan keprawatan pada Kakek B berdasarkan Nursing
Outcomes Classification (NOC) dan Nursing Interventions Classification (NIC).
Perencanaan tersebut dijabarkan menurut diagnosa keperawatan yang pertama yaitu
Isolasi sosial (kesendirian yang dialami oleh individu dan dianggap timbul karena
orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif atau mengancam) pada Kakek B (65
tahun) dengan masalah kesepian.
Berdasarkan Nursing Outcomes Classification (NOC), tujuan dari asuhan
keperawatan pada klien dengan diagnosa tersebut adalah untuk (NOC, 2013).
Nursing Interventions Classification (NIC) dari diagnosa tersebut adalah
terapi aktivitas (4310) yaitu peresepan terkait dengan menggunakan bantuan
aktivitas fisik, kognisi, sosial dan spiritual untuk meningkatkan frekuensi dan durasi
28
dari aktivitas kelompok.aktivitas-aktivitas yang dilakukan yaitu membantu klien
memilih aktivitas kelompok, identivikasi strategi untuk meningkatkan partisipasi
klien, instruksikan klien untuk melaksanakan aktivitas, dorong keterlibatan pasien
dalam aktivitas kelompok, berikan aktivitas yang memenuhi komponen memori
dan berikan pujian yang positif kepada klien (NIC, 2013).
III.5 Intervensi Inovasi
Intervensi
inovasi
yang
diberikan
dalam
penelitian
ini
dengan
mengaplikasikan Life Review Therapy untuk mengurangi tingkat kesepian pada
Kakek B. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yani & Febiyansyah (2018) dengan
judul “Pengaruh Pemberian Life Review Therapy Terhadap Tingkat Depresi Pada
Lansia Di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto” peneliti meneliti pengaruh
pemberian life review therapy terhadap tingkat depresi pada lansia. Pelaksanaan life
review therapy oleh peneliti dilakukan selama 4 sesi: sesi pertama menceritakan
serta mengingat masa kecil dan orang tua diwaktu kecil, kemudian sesi kedua lansia
menceritakan masa remaja mengenai orang yang paling penting dalam hidupnya
dimasa remaja, di sesi ketiga lansia menceritakan masa dewasa tentang pengalaman
kerja yang pernah dijalani. Pada sesi terakhir, lansia diminta menceritakan masa
dimana lansia merasakan kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan yang
pernah dialami sewatu sudah menjadi lansia. Setiap sesi dilakukan dalam waktu 2530 menit.
III.6 Implementasi Inovasi
Implementsi inovasi dilakukan oleh peneliti selama 8 hari. Sebelum
melakukan implementasi, peneliti membina hubungan saling percaya terlebih
dahulu dengan klien serta melakukan pengkajian di empat hari pertama kemudian
memulai intervensi pada empat hari setelahnya. Setelah didapatkan hasil
pengkajian klien di 4 hari pertama, kemudian peneliti melakukan Implementasi
inovasi selama 4 hari berikutnya terhitung dari tanggal 4 Maret 2020 sampai dengan
tanggal 7 Maret 2020 dengan waktu tiap sesi selama 20-30 menit.
Prosedur dimulai dengan mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menemui
klien, lalu memulai dengan memberikan salam terapetik dan membina hubungan
29
saling percaya, menyebutkan nama peneliti, menanyakan perasaan dan keadaan
klien hari ini, menjelaskan tujuan, serta kontrak waktu pelaksanaan intervensi
inovasi yang akan dilakukan. Selanjutnya berikan posisi yang nyaman pada klien
agar tidak mempengaruhi pelaksanaan intervensi. Sebelum diilakukan sesi pertama,
klien diminta untuk mengisi instrumen UCLA Loneliness Scale untuk mengukur
tingkat kesepian klien. Setelah klien mengisi instrumen yang telah diberikan,
dimulailah sesi pertama Life Review Therapy. Pada sesi pertama ini peneliti
memancing klien untuk mengingat serta menceritakan saat dirinya di masa kecil
dan kenangan yang dirinya miliki dengan orang tuanya dimasa kecil.
Lalu pada tanggal 5 Maret 2020 dilakukan sesi kedua, yaitu klien diminta
untuk menceritakan saat-saat dimana klien remaja terutama mengenai orang yang
paling penting dalam hidupnya dimasa remaja. Pada sesi ketiga di tanggal 6 Maret
2020 klien diminta untuk menceritakan masa dewasa tentang pengalaman kerja
yang pernah dijalani dan saat ketika bertemunya klien dengan pasangan hidupnya.
Kemudian pada sesi terakhir yang dilakukan tanggal 07 Maret 2020 klien diminta
untuk menceritakan masa sekarang ini yaitu masa lansia dimana dirinya merasakan
kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan yang pernah dialami sewatu sudah
menjadi lansia. Pada saat pasien menceritakan pengalaman hidupnya, peneliti
menanggapi dengan respon yang positif dan memberikan sentuhan kecil yang
menenangkan klien ketika emosinya ikut bercerita.
Setiap sesi berakhir, peneliti memberikan respon yang positif kepada klien
serta menanyakan perasaan klien setelah dilakukannya tiap sesi life review therapy
dan mengkaji respon verbal maupun nonverbal klien. Di akhir sesi keempat, klien
diminta mengisi kembali instrumen UCLA Loneliness Scale untuk melihat adakah
perbedaan tingkat kesepian klien sebelum dan setelah dilakukannya 4 sesi life
review therapy ini.
III.7 Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukannya life review therapy kepada Kakek B, klien memberikan
evaluasi subjektif yang baik pada peneliti. Meskipun Kakek B sesekali mengatakan
lupa dan berusaha mengingat kembali masa-masa dirinya dulu, Kakek B merasa
30
senang telah berbagi pengalaman hidupnya terutama saat saat sebelum lansia.
Kakek B mengatakan tidak ingat kapan terakhir menceritakan pengalaman
hidupnya kepada orang lain tapi Kakek B merasa senang karena ada yang
mendengarkan pengalaman hidupnya dan merasa beban yang dialami dalam hidup
berkurang.
Tabel 1 Gambaran Perubahan Tingkat Kesepian Menggunakan UCLA
Loneliness Scale Pada Kakek B di Wisma Merpati PSTW Budi Mulia 3
Ciracas
Pertemuan
Loneliness Scale
Keterangan
Sebelum dilakukan life
27
Tingkat kesepian sedang
20
Tingkat kesepian rendah
review therapy
Setelah dilakukan life
review therapy
Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat kesepian pada Kakek
B (65 tahun) setelah dilakukannya 4 sesi implementasi dari life review therapy.
Hasil evaluasi menggunakan instrumen kuesioner UCLA Loneliness Scale,
menunjukkan penurunan tingkat kesepian yang semula sebelum dilakukan
intervensi skornya yaitu 27 dengan tingkat kesepian sedang menjadi 20 dengan
tingkat kesepian rendah. Peneliti juga mengamati perubahan sikap dan respon klien,
klien menunjukkan sikap lebih terbuka dibandingkan dengan saat pertama kali
bertemu. Klien juga tampak berbaur dengan para WBS terutama dengan Kakek A,
klien menjadi sering berinteraksi dengan WBS yang lain dan tidak menyendiri lagi.
Ketika berbicara dengan lawan bicara, klien menjadi lebih fokus dan hampir tidak
pernah menunduk/tidak fokus pada mata lawan bicara.
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Analisis Situasi
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta Timur
merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta yang
memiliki tugas pokok memberikan pelayanan dan merawat jasmani serta rohani
kepada para Lansia terlantar agar dapat hidup secara wajar. Tujuan pelayanan sosial
yang diberikan adalah terpenuhinya kebutuhan hidup para lansia seperti kebutuhan
jasmani, rohani, dan sosial sehingga mereka menikmati hari tuanya dengan diliputi
ketentraman lahir dan batin. Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas
menjadi salah satu tempat praktik mahasiswa Profesi Ners FIKES UPN Veteran
Jakarta 2020 pada stase Praktik Komunitas Gerontik yang dimulai pada tanggal 27
Februari hingga 12 Maret 2020.
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 berdiri pada 3 Juli 2001 dengan
alamat di Jl. Raya Ciracas No. 60 Kelapa Dua Wetan Ciracas Jakarta Timur dengan
kapasitas 350 orang Warga Binaan Sosial (WBS) termasuk didalamnya lansia
dengan gangguan jiwa yang dibagi menjadi 8 wisma, yaitu wisma Mawar, wisma
Melati, wisma Anggrek dan wisma Kemuning untuk WBS perempuan sedangkan
untuk laki-laki terdapat wisma Cendrawasih, wisma Garuda, wisma Merak dan
wisma Merpati. Tiap wisma memiliki masing-masing pengasuh lansia yang terdiri
dari perawat atau tim kesehatan lainnya.
PSTW Budi Mulia 3 Ciracas memiliki visi yaitu mewujudkan masyarakat
Jakarta yang peduli, manusiawi dan mandiri. Sedangkan misi PSTW Budi Mulia 3
Ciracas yaitu meningkatkan profesionalitas Sumber Daya Manusia (SDM),
transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan sosial terhadap masyarakat,
mengembangkan prasarana, sarana dan sistem penyelenggaraan kesejahteraan
sosial. Kemudian meningkatkan profesionalitas penanganan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalam perlindungan sosial, jaminan sosial,
Pemberdayaan dan rehabilitasi sosial, mengembangkan dan mengoptimalkan
kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka perlindungan, jaminan,
31
32
pemberdayaan & rehabilitasi sosial dan mengembangkan nilai kejuangan serta nilai
kesejahteraan sosial guna meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Program pelayanan sosial yang dilakukan oleh PSTW Budi Mulia 3 Ciracas
meliputi; Bimbingan fisik (Senam kesehatan jasmani lansia, jalan sehat lansia,
rekreasi) yang dilakukan 2 kali dalam seminggu yaitu dihari Selasa dan Kamis,
Bimbingan spiritual (Shalat wajib berjamaah, siraman rohani dan kebaktian agama
kristen) di hari Senin dan Jumat, Bimbingan kesenian di hari Rabu (panggung
gembira dan karaoke) dan Bimbingan keterampilan (Keterampilan membuat keset,
kreasi bunga, hiasan untu k pakaian, taplak meja, dll) di hari Kamis. Berbagai hasil
karya dari lansia diperlihatkan di lemari khusus dan bahkan beberapa dijual.
Dengan pembinaan dan pemberdayaan tersebut lansia dapat meningkatkan
kemandirian serta kesejahteraan karena hasil penjualan kreasi lansia juga dapat
menjadi sumber mata pencaharian lansia.
Dalam pelaksanaan penelitian di Wisama Merpati PSTW Budi Mulia 3
Ciracas, peneliti menemukan 4 klien lain yang memiliki kasus serupa dengan
Kakek B yaitu masalah kesepian. Namun setiap klien memiliki tingkat kesepian
yang berbeda beda dan perubahan tingkat kesepian setelah diberikan intervensi juga
menunjukkan hasil yang berbeda pada setiap klien.
IV.2 Gambaran Pasien Kelolaan Utama Dengan Masalah Keperawatan
Kesepian
Menurut Hurlock (dalam Kushariyadi, 2012) serta WHO (dalam Azizah,
2011) menyebutkan bahwa lanjut usia yang merupakan tahap akhir dalam
kehidupan seseorang yang dimulai ketika usia orang tersebut menginjak 60 tahun.
Seiring dengan bertambahnya usia pada lansia, diikuti juga dengan penurunan serta
perubahan fungsi tubuh yang akan berpengaruh pada masalah kesehatan dan
masalah psikososial lansia. Salah satu masalah psikososial yang terjadi pada lansia
yaitu masalah kesepian. Kesepian merupakan masalah yang melekat di kalangan
lansia dimana masalah tersebut dipengaruhi oleh dukungan sosial, baik secara
mental dan kesehatan fisik disertai dengan kognisi. Menurut Adrian, perubahanperubahan fisiologis dan perubahan dari kemampuan motorik yang terjadi, tidak
33
jarang membuat para lansia memunculkan perasaan tidak berguna kemudian
mengalami demotivasi dan menarik diri dari lingkungan (isolasi sosial) sehingga
keinginan untuk diperhatikan menjadi berlebih, dan hal tersebut kemudian
memunculkan perasaan kesepian pada lansia (Putra dkk, 2012). Van Baarsen
(dalam Munandar 2017) juga menyatakan bahwa kesepian pada lansia lebih
mengacu pada kesepian dalam konteks “sindrom sarang kosong”, dimana kesepian
muncul diakibatkan dari kepergian pasangan hidup untuk kembali pada Sang
Pencipta.
Menurut Cheryl & Parello (2008), Ada dua faktor yang mendorong perasaan
kesepia. Faktor yang pertama merupakan faktor situasional yaitu mengenai situasi
kehidupan yang dialami ketika perasaan seseorang akan menjadi kesepian, situasi
kehidupan tersebut dapat berupa perceraian, perpisahan, sosial situasi individu
dirawat di rumah sakit, sakit kronis dari anak-anak atau anggota keluarga dan
mereka yang baru saja pindah ke lingkungan baru. Kemudian faktor yang kedua
yaitu faktor characterological yang merupakan faktor yang dapat mendorong
kesepian berdasarkan ciri-ciri kepribadian seperti introversi, menarik diri, merasa
malu, dan rendah diri (Nurlayli & Diana, 2014).
Tingkat kesepian yang digunakan oleh peneliti yaitu dengan menggunakan
instrumen berupa kuesioner University of California, Los Angeles (UCLA)
Loneliess Scale yang diadopsi dari kuesioner milik Daniel W. Russel (1996).
Kuesioner ini terdiri dari 20 pertanyaan dengan 7 pertanyaan positif dan 13
pertanyaan negatif. Skor yang diberikan untuk pertanyaan positif yaitu Tidak
pernah skor 3, Jarang skor 2, Sering skor 1 dan selalu skor 0. Sedangkan pertanyaan
negatif diberi skor yaitu tidak pernah skor 0, jarang skor 1, sering skor 2 dan selalu
skor 3. Kemudian tingkat kesepian akan dikategorikan berdasarkan dari jumlah skor
seluruh pertanyaan yaitu: Nilai 0 – 20 dikategorikan tingkat kesepian rendah, nilai
21-40 dikategorikan tingkat kesepian sedang dan nilai 41-60 dikategorikan tingkat
kesepian berat. Dalam kasus Kakek B didapatkan skor sebelum dilakukan
intervensi yaitu 27 yang dikategorikan tingkat kesepian sedang.
Intervensi yang diberikan oleh penulis pada lansia terkait masalah kesepian
yaitu life review therapy. Life review therapy menurut Townsend (2009 dalam
Sholihah, 2011) adalah teknik seseorang mengingat kembali kejadian kehidupan
34
yang melibatkan
fleksi
kembali
pengalaman,
melakukan
evaluasi
dan
menafsirkannya sebagai perbaikan untuk akhir kehidupan seseorang. Life Review
Therapy bertujuan untuk membantu lansia menemukan makna hidupnya, mengatasi
permasalahan dimasa lalu, meningkatkan kepercayaan diri, meningkatkan harga
diri, meningkatkan kepuasan dan kualitas hidup (Narullita, 2018).
Sebelum melakukan terapi, peneliti melakukan identifikasi lingkungan
terlebih dahulu dan memastikan klien merasa aman, nyaman serta dapat fokus
melakukan terapi. Kemudian Kakek B diminta mengisi kuesioner yang disediakan
yaitu UCLA Loneliness Scale sebelum dimulainya terapi. Pelaksanaan life review
therapy oleh peneliti dilakukan selama 4 hari yang dibagi menjadi 4 sesi: di hari
pertama dimulailah sesi pertama dimana setelah mengisi kuesioner klien diminta
menceritakan serta mengingat masa kecil dan orang tua diwaktu kecil, kemudian
sesi kedua (hari kedua) klien diminta menceritakan masa remaja mengenai orang
yang paling penting dalam hidupnya dimasa remaja. Di hari ketiga atau sesi ketiga
klien menceritakan masa dewasa tentang pengalaman kerja yang pernah dijalani.
Dan di hari keempat pada sesi terakhir, klien diminta menceritakan masa dimana
klien merasakan kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan yang pernah
dialami sewatu sudah menjadi klien. Setiap sesi dilakukan dalam waktu 25-30
menit. Selama dilakukannya intervensi, klien selalu menunjukkan sikap dan
perilaku yang positif setiap harinya.
Pada pertemuan terakhir peneliti melakukan evaluasi respon klien setelah
diberikan intervensi implementasi. Klien mengatakan meskipun Kakek B sesekali
lupa dan berusaha mengingat kembali masa-masa dirinya dulu, Kakek B merasa
senang telah berbagi pengalaman hidupnya terutama saat saat sebelum lansia.
Kakek B mengatakan tidak ingat kapan terakhir menceritakan pengalaman
hidupnya kepada orang lain tapi Kakek B merasa senang karena ada yang
mendengarkan pengalaman hidupnya dan merasa beban yang dialami dalam hidup
berkurang. Peneliti juga mengamati perubahan sikap dan respon klien, klien
menunjukkan sikap lebih terbuka dibandingkan dengan saat pertama kali bertemu.
Klien juga tampak berbaur dengan para WBS terutama dengan Kakek A, klien
menjadi sering berinteraksi dengan WBS yang lain dan tidak menyendiri lagi.
Ketika berbicara dengan lawan bicara, klien menjadi lebih fokus dan hampir tidak
35
pernah menunduk/tidak fokus pada mata lawan bicara. Klien juga merasa memiliki
teman dalam hidupnya dan tidak merasa sendiri lagi. Kemudian setelah dilakukan
kembali pengukuran tingkat kesepian pada Kakek B menggunakan kuesioner
UCLA Loneliess Scale, nilai dari tingkat kesepian klien berkurang menjadi 20 yang
dapat dikategorikan tingkat kesepian rendah.
IV.3 Gambaran Pasien Resume Dengan Masalah Keperawatan Kesepian
Intervensi inovasi life review therapy diberikan kepada 5 lansia atau Warga
Binaan Sosial (WBS) di Wisma Merpati PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. 5 WBS
tersebut yaitu Kakek B, Kakek A, Kakek Ja, Kakek S dan Kakek Ju. Pasien resume
pertama adalah Kakek A berusia 81 tahun berjenis kelamin laki-laki. Pendidikan
terakhir klien yaitu SMA. Klien mengatakan dahulu berkerja sebagai karyawan
swasta di Jakarta. Klien sudah 4 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. Klien
memiliki 3 orang istri dengan 10 orang anak. Klien mengatakan sering merasa sedih
karena rindu pada keluarganya terutama anak-anaknya dan merasa sendirian dalam
hidupnya. Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang menjenguknya sehingga
klien merasa sedih. Hasil pengkajian tingkat
kesepian menggunakan UCLA
Loneliness Scale pada Kakek A didapatkan nilai skor 26 yang dikateggorikan
tingkat kesepian sedang. Diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu isolasi sosial
pada Kakek A (81 tahun) dengan masalah kesepian. Setelah dilakukan intervensi
inovasi life review therapy 4 sesi selama 4 hari dengan waktu 25-30 menit
persesinya. Kakek A mengatakan senang telah menceritakan pengalaman hidupnya
kepada peneliti dan akan berusaha untuk berbaur dengan para lansia lainnya agar
tidak merasa sendiri/kesepian lagi karena memiliki teman teman sesama lansia.
Hasil pengukuran tingkat kesepian pada Kakek A menggunakan kuesioner UCLA
Loneliness Scale setelah dilakukannya terapi yaitu terjadi penurunan skor menjadi
23. Meskipun setelah dilakukan terapi tingkat kesepian Kakek A masih dalam
kategori tingkat kesepian sedang, namun skor hasil pengisian menurun yang dapat
diartikan tingkat kesepian berkurang.
Pasien resume kedua yaitu Kakek Ja berusia 70 tahun berjenis kelamin lakilaki. Pendidikan terakhir klien yaitu SD. Klien mengatakan dahulu berkerja sebagai
Wirausaha di daerah Salatiga. Klien sudah 2 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3
36
Ciracas. Klien memiliki seorang istri dengan 6 orang anak yang sudah ditinggalkan
oleh klien. Klien mengatakan terkadang merasa sedih karena rindu dan merasa
bersalah pada keluarganya terutama anak-anaknya, Kakek Ja juga mengatakan
diriya merasa sendirian dalam hidup namun dirinya tidak dapat berbuat apa-apa
karena sudah tua dan untuk berjalan saja sudah sulit. Klien mengatakan keluarganya
tidak ada yang mengetahui bahwa dirinya berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas
sehingga tidak ada yang menjenguknya. Hasil pengkajian tingkat
kesepian
menggunakan UCLA Loneliness Scale pada Kakek Ja didapatkan nilai skor 24 yang
dikateggorikan tingkat kesepian sedang. Diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu
Ketidakberdayaan pada Kakek Ja (70 tahun) dengan masalah kesepian. Setelah
dilakukan intervensi inovasi life review therapy 4 sesi selama 4 hari dengan waktu
25-30 menit persesinya. Kakek Ja mengatakan senang telah menceritakan
pengalaman hidupnya kepada peneliti serta mulai merasa tidak sendiri/kesepian lagi
karena memiliki teman teman sesama lansia. Hasil pengukuran tingkat kesepian
pada Kakek Ja menggunakan kuesioner UCLA Loneliness Scale setelah
dilakukannya terapi yaitu terjadi penurunan skor menjadi 19 yang dapat diartikan
tingkat kesepian rendah.
Pasien resume ketiga yaitu Kakek S berusia 61 tahun berjenis kelamin lakilaki. Pendidikan terakhir klien yaitu SMA. Klien mengatakan dahulu berkerja
sebagai Karyawan Swasta. Klien sudah 5 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3
Ciracas. Klien memiliki seorang istri yang telah meninggal dengan 1 orang anak
dan 2 orang cucu. Klien mengatakan terkadang merasa rindu pada keluarganya,
Kakek S juga mengatakan terkadang dirinya merasa sendirian dalam hidup namun
dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua. Klien mengatakan
keluarganya tidak ada yang mengetahui bahwa dirinya berada di PSTW Budi Mulia
3 Ciracas sehingga tidak ada yang menjenguknya. Hasil pengkajian tingkat
kesepian menggunakan UCLA Loneliness Scale pada Kakek S didapatkan nilai skor
24 yang dikateggorikan tingkat kesepian sedang. Diagnosa keperawatan yang
diangkat yaitu Ketidakberdayaan pada Kakek S (61 tahun) dengan masalah
kesepian. Setelah dilakukan intervensi inovasi life review therapy 4 sesi selama 4
hari dengan waktu 25-30 menit persesinya. Kakek S mengatakan senang telah
menceritakan pengalaman hidupnya kepada peneliti serta mulai merasa tidak
37
sendiri/kesepian lagi karena memiliki teman teman sesama lansia. Hasil
pengukuran tingkat kesepian pada Kakek S menggunakan kuesioner UCLA
Loneliness Scale setelah dilakukannya terapi yaitu terjadi penurunan skor menjadi
21 yang dapat diartikan tingkat kesepian rendah.
Pasien resume keempat yaitu Kakek Ju berusia 68 tahun berjenis kelamin
laki-laki. Pendidikan terakhir klien yaitu SD. Klien mengatakan dahulu tidak
berkerja hanya meminta-minta dipinggir jalan dan kemudian dibawa ke PSTW
Budi Mulia 3 Ciracas. Klien sudah 5 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas.
Klien mengatakan bahwa dirinya belum menikah. Klien mengatakan terkadang
dirinya merasa sendirian dan bosan dengan hidup yang berulang seperti sekarang,
namun dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua dan tidak memiliki
keluarga. Hasil pengkajian tingkat kesepian menggunakan UCLA Loneliness Scale
pada Kakek Ju didapatkan nilai skor 23 yang dikateggorikan tingkat kesepian
sedang. Diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu Ketidakberdayaan pada Kakek
Ju (68 tahun) dengan masalah kesepian. Setelah dilakukan intervensi inovasi life
review therapy 4 sesi selama 4 hari dengan waktu 25-30 menit persesinya. Kakek
Ju mengatakan senang telah menceritakan pengalaman hidupnya kepada peneliti
serta mulai merasa tidak sendiri/kesepian lagi karena memiliki teman-teman sesama
lansia. Hasil pengukuran tingkat kesepian pada Kakek Ju menggunakan kuesioner
UCLA Loneliness Scale setelah dilakukannya terapi yaitu terjadi penurunan skor
menjadi 20 yang dapat diartikan tingkat kesepian rendah.
IV.4 Analisa Intervensi Inovasi
Life Review Therap (terapi telaah pengalaman hidup) merupakan alat terapi
yang dapat mengeksplorasi pengalaman hidup masa lalu, kekuatan dan prestasi dari
orang tua. Terapi ini merupakan tantangan utama dewasa yang lebih tua dalam
melestarikan pemeliharaan hidup sehat seseorang dalam menghindari krisis
psikologi (Nasrudin, 2015).
Pemberian Life Review Therapy dapat memberikan kesempatan kepada lansia
untuk mengeskpresikan perasaannya, sehingga energi psikis dilepaskan dan lansia
dapat menerima masalahnya. Ekspresi perasaan tersebut dapat membantu lansia
untuk mengintegrasikan kejadian yang dikenang bagi lansia dalam suatu nilai
38
sistem dan kepercayaan melalui arti peristiwa yang dialaminya (Lestari, 2012).
Responden yang telah diberikan intervensi inovasi Life Review Therapy
mengatakan jika mereka merasa bahagia. Life Review Therapy akan mempengaruhi
produksi neurotransmitter yang dapat membuat dopamin menurun, setelah itu
serotonin pada lansia juga menurun. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil yang diukur
dengan suatu instrumen (Yani & Febiansyah, 2018). Proses Life Review Therapy
dapat mengurangi tingkat depresi, meningkatkan kepercayaan diri, kesejahteraan,
kepuasan hidup, mencegah angka bunuh diri dan meningkatkan kesehatan
psikologis (Aswanira dkk, 2015). Hal ini sejalan dengan penelitian Narullita (2018)
yang menyebutkan Life Review Therapy dapat membantu lansia dalam menemukan
makna hidupnya, mengatasi permasalahan dimasa lalu, meningkatkan kepercayaan
diri, meningkatkan harga diri, meningkatkan kepuasan dan kualitas hidup
(Narullita, 2018).
Intervensi inovasi Life Review Therapy diberikan kepada 5 lansia yang terdiri
dari 1 lansia kelolaan dan 4 lansia resume. Penelitian ini dilakukan selama 8 hari
dengan 4 hari pertama digunakan peneliti untuk pengkajian serta membina
hubungan saling percaya kepada para lansia, kemudian 4 hari berikutnya dimulailah
pemberian intervensi Life Review Therapy. Setiap lansia mendapatkan perlakuan
dan waktu yang sama dalam melakukan terapi yaitu 4 sesi/pertemuan yang
berlangsung selama 25-30 menit. Peneliti akan mengukur tingkat kesepian semua
klien dengan sebuah kuesioner sebelum dan setelah dilakukannya Life Review
Therapy. Kuesioner yang digunakan yaitu UCLA Loneliness Scale. Pemberian
kuesioner pada awal dan akhir terapi bertujuan untuk melihat perubahan tingkat
kesepian pada lansia setelah diberikan Life Review Therapy.
Grafik 1 Gambaran Tingkat Kesepian Pre-Test dan Post-Test Pemberian Life
Review Therapy Pada Lansia Kasus Kelolaan dan Resume
Menggunakan UCLA Loneliness Scale
39
30
25
20
15
Pre-Test
Post-Test
10
5
0
Kasus
Kelolaan
Kasus
Resume 1
Kasus
Resume 2
Kasus
Resume 3
Kasus
Resume 4
Berdasarkan Grafik 1 diketahui bahwa terjadi penurunan tingkat kesepian
pada lansia dengan kasus kelolaan dan resume sebelum dan setelah diberikan
intervensi Life Review Therapy yang diukur dengan UCLA Loneliness Scale. Semua
klien sebelum diberikan terapi memiliki tingkat kesepian sedang kemudian
sebagian besar klien mengalami penurunan tingkat kesepian dari tingkat keseipian
sedang menjadi tingkat kesepian rendah, namun terdapat 2 klien yang mengalami
penurunan yang kurang signifikan dan masih berada di tingkat kesepian sedang.
Pada pertemuan terakhir, semua klien dievaluasi perasaannya setelah
melakukan life review therapy. Semua klien mengatakan senang telah melakukan
terapi ini. Klien telah menjalani dan mengikuti terapi dengan baik, klien mampu
menceritakan pengalaman hidupnya dari pengalaman yang menyenangkan hingga
pengalaman yang kurang atau bahkan tidak menyenangkan. Kesulitan dalam
penelitian ini yaitu terkadang klien lupa dengan kejadian di masa lalunya terutama
diwaktu anak-anak, sehingga klien hanya dapat bercerita secara singkat
pengalamannya. Kemudian kesulitan selanjutnya yaitu sebagian besar klien kurang
bisa diajak berkumpul untuk bercerita bersama dengan sesama lansia sehingga klien
hanya bercerita secara terpisah (perindividu). Masi et al (2011 dalam Wiyono dkk,
2019) menjelaskan bahwa pendekatan psikoterapi dengan menggunakan
pendekatan interpersonal mampu menurunkan masalah kesepian. Masalah kesepian
40
tidak signifikan turun dengan pendekatan kelompok dibandingkan dengan
pendekatan interpersonal (individu).
IV.5 Alternatif Penyelesaian Yang Dapat Dilakukan
Tingkat kesepian lansia dapat dikurangi dengan beberapa cara selain
melakukan life review therapy diantaranya, melakukan berbagai macam kegiatan
seperti Millieu Therapy dalam hal ini lansia melakukan metode kreasi seni membuat
gelang agar dapat menyalurkan kreatifitasnya, menciptakan suatu hasil karya,
mengisi waktu luang, dan dapat bekerja sama. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya
perubahan yang signifikan terhadap kesepian lansia yang mengalami penurunan
dalam aspek kognitif, afektif, psikomotor, sosio-emosional, harga diri, dan akan
menurunkan kesepian lansia. Tidak hanya millieu therapy metode kreasi seni yang
dapat menurunkan kesepian lansia, dipengaruhi oleh kegiatan lain yang ada di panti
yaitu shalat wajib, dzikir dan do’a setiap hari ( Yusuf dkk, 2018).
Alternatif penyelesaian lainnya untuk mengurangi tingkat kesepian yaitu
Cognitive Commitment Behavioral Therapy (CCBT) yang merupakan kombinasi
antara Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan Acceptance Commitmen Therapy
(ACT) dimana metode ini diberikan untuk mengajarkan para lansia yang mengalami
masalah kesepian untuk mengenali pikiran serta perilaku negatif mereka akibat dari
stres relokasi yang mereka alami, serta mengubahnya menjadi pikiran dan perilaku
yang bersifat lebih positif dengan cara melibatkan para lansia menggunakan nilainilai yang sudah mereka pilih disertai dengan komitment . Support system yang
diberikan oleh peneliti berupa dukungan sosial dalam setiap sesi serta pendekatan
interpersonal (Wiyono dkk, 2019).
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Sesuai dengan pembahasan dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan
kepada 5 responden mengenai pengaruh pemberian life review therapy terhadap
tingkat kesepian pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas
Jakarta, didapatkan karakteristik responden yaitu lansia berjenis kelamin laki-laki
dan usia diatas 60 tahun sebesar 100% kemudian lansia dengan pendidikan rendah
sebesar 60%, berstatus Duda 40% dan Menikah 40% dan lama berada di Panti lebih
dari 2 tahun 80%. Sebelum dilakukannya life review therapy, 100% lansia
memiliki tingkat kesepian sedang. Kemudian setelah dilakukan life review therapy,
60% klien memiliki tingkat kesepian rendah dan 40% memiliki tingkat kesepian
sedang namun nilai yang diukur dengan UCLA Loneliness Scale berkurang.
Dilakukan uji T-test Dependen dengan hasil ρ-value: 0,006, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada lansia dengan masalah
kesepian, sebelum dan setelah diberikan intervensi inovasi life review therapy di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta.
V.2 Saran
Berdasarkan hasil intervensi life review therapy yang dilakukan, terdapat
beberapa hal yang perlu direkomendasikan untuk penelitian yang terkait dengan
penelitian ini:
a.
Bagi Lansia
Diharapkan lansia dapat menerapkan life review therapy dengan sesama
lansia sekamar lainnya serta melakukan aktivitas atau kegiatan sesuai
dengan kemampuannya sehingga dapat menyalurkan hobi atau
kesenangannya dan mengisi waktu kosong lansia.
41
42
b.
Bagi PSTW Budi Mulia 3 Ciracas/PSTW lainnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai penambah informasi
untuk tempat penelitian dan juga data dasar dalam melaksanakan
penelitian terkait selanjutnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan. Diharapkan untuk tempat peneliti dapat membuat atau
menambah acara kegiatan yang dapat mengurangi masalah psikis para
lansia. Tempat peneliti juga dapat membuat jadwal konseling lansia
dengan psikolog yang diharapkan bisa mengurangi beban hidup lansia.
c.
Bagi profesi perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan
ilmu dibidang keperawatan khususnya keperawatan jiwa dalam
memberikan asuhan keperawatan jiwa yang tepat kepada lansia.
d.
Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat menerapkan intervensi
inovasi lainnya untuk menurunkan tingkat kesepian pada lansia atau
meningkatkan fungsi kognitif lansia serta mengkaji lebih dalam lagi
terkait masalah psikis lainnya yang dapat muncul pada lansia dan dapat
menerapkan terapi tersebut pada lansia dengan depresi, dengan isolasi
sosial ataupun dengan masalah psikis lainnya.
.
43
DAFTAR PUSTAKA
Aswanira, Nati, dkk. 2015. Efek Life Review Therapy Terhadap Depresi Pada
Lansia. Jurnal Keperawatan.. p-ISSN 1410-4490, e-ISSN 2354-9203. Hlm. 139142.
Basuki, Wasis. 2015. Jurnal Faktor – Faktor Penyebab Kesepian Terhadap
Tingkat Depresi Pada Lansia Penghuni Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri
Kota Samarinda. Ejurnal Psikologi, 4 (1): 713 – 730.
Dinas Sosial DKI Jakarta. https://www.dinsos.jakarta.go.id/upt/panti/20
(diakses pada tanggal 22 Maret 2020)
Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat. 2019. Dirjen Kesmas Paparkan
Tentang Lansia SMART. http://www.kesmas.kemkes.go.id/portal/konten/~rilisberita/071210-workshop-halun-2019-:-dirjen-kesmas-paparkan-tentang-lansiasmart (diakses pada tanggal 22 Maret 2020).
Kholifah, Siti Nur. 2016. Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Lestari, Dhian Ririn, dkk. 2015. Modul Terapi Kelompok Life Review. UI
Depok: Workshop Keperawatan Jiwa Ke-IX.
NANDA. 2018. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
Jakarta: EGC.
Narullita, Dewi. 2018. Pengaruh Life Review Therapy Terhadap Harga Diri
Rendah Lansia Di Kabupaten Bungo. Jurnal Keperawatan. Akademi Keperawatan
Setih Setio Muara Bungo.
Nurhayati, Ucik Nurul. 2018. “Loneliness Pada Lansia”. Skripsi Publikasi.
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Santrock, John W. 2011. Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup
Jilid 2. Jakarta: Erlangga
44
Sholihah, Halimatus. 2011. Pengaruh Life Review Therapy terhadap tingkat
harga diri rendah pada lansia di Tejokusuman Notoprajan Ngampilan Yogjakarta.
Jurnal Keperawatan. Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta.
Suardiman, S. P. 2011. Psikologi Usia Lanjut.Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Susiana, Endang. 2019. “Faktor Yang Berhubungan Dengan Mutu
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di RSUD DR. Soetomo Surabaya”.
Skripsi Publikasi. Universitas Airlangga Surabaya.
Wiyono, Henry, dkk. 2019. Pengaruh Cognitive Commitment Behavioral
Therapy (CCBT) Terhadap Tingkat Kesepian, Kecemasan dan Depresi Pada Lanjut
Usia Dengan Sindrom Stress Relokasi. Jurnal Keperawatan. Vol 3 (2).
Yani, Athi’linda & Febiansyah, Afrizal. 2018. Pengaruh pemberian Life
Review Therapy Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Panti Werdha
Mojopahit Mojokerto. Jurnal Keperawatan. Fakultas Ilmu Kesehatan Unipdu
Jombang.
Yusuf, Ah, dkk. 2018. Pengaruh Millieu Therapy Metode Kreasi Seni
Membuat Gelang Terhadap Penurunan Kesepian (Loneliness) Lansia. Jurnal
Keperawatan. Vol 1 (1).
Riwayat Hidup
RIWAYAT HIDUP
Nama
Tempat/Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Agama
Kewarganegaraan
Alamat
No. Telp
Email
: Dina Nurwidyastuti
: Jakarta / 23 Februari 1998
: Perempuan
: Islam
: Indonesia
: Jl. H. Taiman Barat 1, Pasar Rebo, Jakarta Timur
: 085770586199
: [email protected]
Nama Orang Tua
Ayah
Ibu
: Supama
: Sri Purwati
PENDIDIKAN FORMAL
1. Sekolah Dasar Negeri Gedong 09 Jakarta
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 209 Jakarta
3. Madrasah Aliyah Negeri 6 Jakarta
4. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Paskibraka MAN 6 Jakarta (Bendahara)
Lampiran 1
Lembar Bimbingan
7 Februari 2020
Mengajukan Judul KIAN
18 Maret 2020
Konsul BAB I dan Kuesioner
26 Maret 2020
Konsul BAB II
Lampiran 2
Kuesioner Penelitian
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN INTERVENSI
INOVASI LIFE REVIEW THERAPY TERHADAP TINGKAT
KESEPIAN PADA LANSIA DI PSTW BUDI MULIA 3
CIRACAS JAKARTA
PENELITI
: DINA NURWIDYASTUTI (1910711020)
PEMBIMBING
: Ns. EVIN NOVIANTI, M.Kep., Sp.Kep.J
KUISIONER
A. DATA A
DEMOGRAFI
KUESIONER
Petunjuk:
a. Isilah pada tempat yang telah disediakan dengan benar.
b. Berikan tanda ceklis () pada kotak yang telah disediakan dengan benar.
Identitas Responden
1. Inisial Responden
: ………………………………….
2. Usia
: ………………………………….
3. Jenis Kelamin
:
Laki-laki
4. Status Perkawinan
Perempuan
:
Belum Menikah
Menikah
5. Pendidikan Terakhir :
SD
SMP
SMA
S1
S2
Tidak Sekolah
6. Riwayat Pekerjaan
:
PNS/Pensiunan PNS
POLRI/TNI/Pensiunan
Pegawai Swasta/Wiraswasta
Lain – lain (Sebutkan)
7. Lama Tinggal Di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas: .... Tahun
Duda
(Lanjutan)
KUISIONER B. UCLA LONELIESS SCALE
Petunjuk:
a. Berikan tanda ceklis () pada kotak yang menurut saudara/i benar.
b. Jawaban pada setiap pertanyaan/pernyataan tidak boleh lebih dari satu.
c. Berikut pilihan jawaban yang disediakan: Selalu, Sering, Jarang dan Tidak Pernah
No.
Pernyataan
Selalu Sering Jarang
Tidak
Pernah
1.
Saya merasa tidak senang
melakukan banyak hal sendirian
2.
Saya tidak memiliki teman untuk
berbicara
3.
Saya tidak mau sendirian
4.
Saya kurang bersahabat
5.
Tidak ada yang mengerti saya
6.
Saya merasa menunggu seseorang
menelfon saya
7.
Tidak ada seseorang yang bisa saya
andalkan
8.
Saya tidak lagi dekat dengan orang
lain
9.
Saya tidak membagikan ide dan
ketertarikan saya dengan orang lain
10.
Saya merasa tertinggal
11.
Saya merasa sendirian
12.
Saya tidak bisa bergabung dan
berbincang dengan orang
disekeliling saya
(Lanjutan)
13.
Hubungan sosial saya dengan orang
lain biasa saja
14
Saya ingin ditemani
15
Tidak ada yang benar-benar
mengenal saya
16
Saya merasa terisolasi oleh orangorang
17
Saya merasa tidak senang jika
menyendiri
18
Saya sulit berteman dengan orang
lain
19
Saya merasa ditinggalkan dan
dikucilkan oleh orang-orang
20
Saya merasa sendirian meskipun
sedang banyak orang
~ Terima Kasih Atas Partisipasinya ~
(Lanjutan)
Lampiran 3
Asuhan Keperawatan Kasus Resume 1
LAPORAN KASUS RESUME 1
IDENTITAS DIRI KLIEN
Nama
: Kakek A
Umur
: 81 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Katolik
Suku
: Sunda
Pendidikan Terakhir
: SMA
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Sumber Informasi
: Klien
Keluarga yang dapat dihibungi: (Tanggal Pengkajian: 29 Februari 2020)
Kakek A mengatakan sudah 4 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. Klien
mengatakan memiliki 3 orang istri dan 10 orang anak yang dibanggakannya. Klien
sering merasa sedih karena rindu pada keluarganya. Kakek A juga mengatakan
dirinya merasa sepi dalam hidup tapi dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena
sudah tua. Kakek A jarang mengobrol dengan para lansia lainnya. Kakek A lebih
suka jika sendirian. Pengkajian fisik Kakek A, didapatkan tanda-tanda vital:
a. Tekanan darah (TD)
: 160/90 mmHg
b. Nadi
: 87 x/menitRR
c. Pernapasan
: 22x/menit
d. Suhu
: 36 C
Penilaian Kemandirian Lansia
1. Indeks Katz:
Hasil Penilaian – (A) Ketidaktergantungan dalam semua fungsi keenam fungsi
2. Barthel Indeks:
Hasil Penilaian – (95) Ketergantungan ringan
Pengkajian Status Mental
(Lanjutan)
1. Short Portable Mental Status Questionare (SPMSQ):
Hasil Penilaian – (1) Fungsi Intelektual Utuh
2. Mini Mental Status Examination (MMSE)
Hasil Penilaian - (20) Probable Gangguan Kognitif
Pengkajian Skala Depresi
Hasil Penilaian – (12) Depresi Ringan
ANALISA DATA
DS:
1. Klien mengatakan terkadang merasa rindu pada keluarganya
2. Klien mengatakan memiliki 3 orang istri dan 10 orang anak yang
dibanggakannya. Klien sering merasa sedih karena rindu pada keluarganya.
3. Kakek A mengatakan dirinya merasa sepi dalam hidup tapi dirinya tidak dapat
berbuat apa-apa karena sudah tua.
4. Kakek A mengatakan jarang mengobrol dengan para lansia lainnya karena
lebih suka jika sendirian
5. Klien mengatakan sudah 2 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas
DO:
1. TD klien 160/90 mmhg
2. Nadi klien: 87 x/menitRR
3. Pernapasan klien : 22x/menit
4. Suhu klien: 36 C
5. Didapatkan hasil pengkajian tingkat kesepian menggunakan UCLA Loneliness
Scale pada Kakek A dengan nilai skor 26 yang dikateggorikan tingkat kesepian
sedang
MASALAH KEPERAWATAN
1. Isolasi Sosial pada Kakek A (81 th) dengan masalah kesepian (Domain 12.
Kelas 3. Kode: 00053)
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
(Lanjutan)
Tanggal
Diagnosis
Tindakan Keperawatan
Keperawatan
4
Maret Isolasi Sosial pada
2020

Melakukan
pengukuran
tingkat
Kakek A (81 th)
kesepian dengan menggunakan UCLA
dengan masalah
Loneliness Scale.
kesepian (Domain 12.

Kelas 3. Kode: 00053)
Melakukan intervensi implementasi
life review therapy sesi pertama
kepada Kakek A (81 tahun). Pada sesi
pertama ini klien mengingat serta
menceritakan pengalaman saat dirinya
di
masa
kecil
(anak-anak)
dan
kenangan yang dirinya miliki dengan
orang tuanya dimasa kecil.
5
Maret Isolasi Sosial pada
2020

Melakukan intervensi implementasi
Kakek A (81 th)
life review therapy sesi kedua kepada
dengan masalah
Kakek A (81 tahun). Pada sesi kedua
kesepian (Domain 12.
ini klien mengingat serta menceritakan
Kelas 3. Kode: 00053)
pengalaman dimana klien remaja
terutama mengenai orang yang paling
penting
dalam
hidupnya
dimasa
remaja.
6
Maret Isolasi Sosial pada
2020

Melakukan intervensi implementasi
Kakek A (81 th)
life review therapy sesi ketiga kepada
dengan masalah
Kakek A (81 tahun). Pada sesi ketiga
kesepian (Domain 12.
ini klien diminta untuk menceritakan
Kelas 3. Kode: 00053)
masa dewasa tentang pengalaman
kerja yang pernah dijalani dan saat
ketika
bertemunya
klien
dengan
pasangan hidupnya.
7
Maret Isolasi Sosial pada
2020

Melakukan intervensi implementasi
Kakek A (81 th)
life review therapy sesi keempat
dengan masalah
kepada Kakek A (81 tahun). Pada sesi
(Lanjutan)
kesepian (Domain 12.
keempat ini klien menceritakan masa
Kelas 3. Kode: 00053)
sekarang ini yaitu masa lansia dimana
dirinya merasakan kejadian
yang
menyenangkan dan menyedihkan yang
pernah dialami sewatu sudah menjadi
lansia.

Melakukan
pengukuran
tingkat
kesepian dengan menggunakan UCLA
Loneliness Scale
EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosis
SOAP
keperawatan
Isolasi Sosial
pada Kakek A
S:
1. Klien mengatakan mulai merasa tidak sepi lagi karena
(81 th) dengan
masalah kesepian
memiliki teman-teman sesama lansia.
2. Klien mengatakan senang setelah menceritakan
(Domain 12.
Kelas 3. Kode:
pengalaman hidupnya
3. Klien mengatakan menjadi lebih memaknai hidupnya
00053)
saat ini
O:
1. Klien tampak antusias mengikuti terapi yang diberikan
2. Klien tampak fokus melakukan terapi
3. Klien mulai mau mengobrol dengan sesama lansia di
wismanya terutama dengan Kakek B
4. Tingkat kesepian rendah dengan nilai 23 menggunakan
UCLA Loneliness Scale
A: Masalah keperawatan teratasi
P: RTL Klien

Anjurkan klien untuk sering mengikuti kegiatan
yang diadakan di panti

Anjurkan untuk melakukan life review therapy
dengan teman-teman yang se-wisma dengan klien
Lampiran 4
Asuhan Keperawatan Kasus Resume 2
LAPORAN KASUS RESUME 2
IDENTITAS DIRI KLIEN
Nama
: Kakek Ja
Umur
: 70 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan Terakhir
: SD
Pekerjaan
: Wirausaha
Sumber Informasi
: Klien
Keluarga yang dapat dihibungi: (Tanggal Pengkajian: 2 Maret 2020)
Kakek Ja mengatakan sudah 2 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. Klien
mengatakan memiliki istri dan 6 orang anak yang telah ditinggalkan oleh klien.
Terkadang klien merasa sedih karena rindu pada keluarganya. Kakek Ja juga
mengatakan dirinya merasa sendirian dalam hidup tapi dirinya tidak dapat berbuat
apa-apa karena sudah tua. Kakek Ja tidak dapat berjalan jauh karena sulit untuk
berjalan sehingga harus dibantu, menggunakan tongkat atau kursi roda, sehingga
beberapa aktivitas sehari-hari harus dibantu. Pengkajian fisik Kakek Ja, didapatkan
tanda-tanda vital:
a. Tekanan darah (TD)
: 90/60 mmHg
b. Nadi
: 78 x/menitRR
c. Pernapasan
: 22x/menit
d. Suhu
: 36 C
Penilaian Kemandirian Lansia
1. Indeks Katz:
Hasil Penilaian – (E) Ketergantungan dalam semua fungsi tetapi tidak bisa mandi,
berpakaian, toilet dan satu fungsi lainnya
2. Barthel Indeks:
Hasil Penilaian – (70) Ketergantungan Sedang
(Lanjutan)
Pengkajian Status Mental
1. Short Portable Mental Status Questionare (SPMSQ):
Hasil Penilaian – (6) Fungsi Intelektual Kerusakan Sedang
2. Mini Mental Status Examination (MMSE)
Hasil Penilaian - (10) Definitif Gangguan Kognitif
Pengkajian Skala Depresi
Hasil Penilaian – (8) Normal/ Tidak Depresi
ANALISA DATA
DS:
1. Klien mengatakan terkadang merasa rindu pada keluarganya namun tidak dapat
berbuat apa-apa
2. Kakek Ja mengatakan terkadang dirinya merasa sendirian dalam hidup namun
dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua
3. Klien mengatakan memiliki istri dan 6 orang anak yang telah ditinggalkan oleh
klien
4. Klien mengatakan sudah 2 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas
DO:
1. TD klien 90/60 mmhg
2. Nadi klien: 78 x/menitRR
3. Pernapasan klien : 22x/menit
4. Suhu klien: 36 C
5. Didapatkan hasil pengkajian tingkat kesepian menggunakan UCLA Loneliness
Scale pada Kakek Ja dengan nilai skor 24 yang dikateggorikan tingkat kesepian
sedang
MASALAH KEPERAWATAN
1. Ketidakberdayaan pada Kakek Ja (70 th) dengan masalah kesepian
(Domain 9. Kelas 2. Kode: 00125)
(Lanjutan)
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal
Diagnosis
Tindakan Keperawatan
Keperawatan
4
Maret Ketidakberdayaan
2020

Melakukan
pengukuran
tingkat
pada Kakek Ja (70th)
kesepian dengan menggunakan UCLA
dengan
Loneliness Scale.
masalah
kesepian (Domain 9. 
Melakukan intervensi implementasi
Kelas 2. Kode: 00125)
life review therapy sesi pertama
kepada Kakek Ja (70 tahun). Pada sesi
pertama ini klien mengingat serta
menceritakan pengalaman saat dirinya
di
masa
kecil
(anak-anak)
dan
kenangan yang dirinya miliki dengan
orang tuanya dimasa kecil.
5
Maret Ketidakberdayaan
2020

Melakukan intervensi implementasi
pada Kakek Ja (70th)
life review therapy sesi kedua kepada
dengan
masalah
Kakek Ja (70 tahun). Pada sesi kedua
kesepian (Domain 9.
ini klien mengingat serta menceritakan
Kelas 2. Kode: 00125)
pengalaman dimana klien remaja
terutama mengenai orang yang paling
penting
dalam
hidupnya
dimasa
remaja.
6
Maret Ketidakberdayaan
2020

Melakukan intervensi implementasi
pada Kakek Ja (70th)
life review therapy sesi ketiga kepada
dengan
masalah
Kakek Ja (70 tahun). Pada sesi ketiga
kesepian (Domain 9.
ini klien diminta untuk menceritakan
Kelas 2. Kode: 00125)
masa dewasa tentang pengalaman
kerja yang pernah dijalani dan saat
ketika
bertemunya
klien
dengan
pasangan hidupnya.
7
Maret Ketidakberdayaan
2020
pada Kakek Ja (70th)

Melakukan intervensi implementasi
life review therapy sesi keempat
(Lanjutan)
dengan
masalah
kepada Kakek Ja (70 tahun). Pada sesi
kesepian (Domain 9.
keempat ini klien menceritakan masa
Kelas 2. Kode: 00125)
sekarang ini yaitu masa lansia dimana
dirinya merasakan kejadian
yang
menyenangkan dan menyedihkan yang
pernah dialami sewatu sudah menjadi
lansia.

Melakukan
pengukuran
tingkat
kesepian dengan menggunakan UCLA
Loneliness Scale
EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosis
SOAP
keperawatan
Ketidakberdayaan S:
pada Kakek Ja
1. Klien mengatakan mulai merasa tidak sendiri/kesepian
(70th) dengan
masalah kesepian
lagi karena memiliki teman-teman sesama lansia.
2. Klien mengatakan senang setelah menceritakan
(Domain 9. Kelas
2. Kode: 00125)
pengalaman hidupnya
3. Klien selalu menunggu waktu untuk melakukan terapi
4. Klien mengatakan menjadi lebih banyak tersenyum
dan lebih memaknai hidupnya saat ini
O:
1. Klien tampak antusias mengikuti terapi yang diberikan
2. Klien tampak fokus melakukan terapi
3. Tingkat kesepian rendah dengan nilai 19
menggunakan UCLA Loneliness Scale
A: Masalah keperawatan teratasi
P: RTL Klien

Anjurkan klien untuk sering mengikuti kegiatan
yang diadakan di panti
(Lanjutan)

Anjurkan untuk melakukan life review therapy
dengan teman-teman yang se-wisma dengan klien
LAPORAN KASUS RESUME 3
IDENTITAS DIRI KLIEN
Nama
: Kakek S
Umur
: 61 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan
: Duda
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan Terakhir
: SMA
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Sumber Informasi
: Klien
Keluarga yang dapat dihibungi: (Tanggal Pengkajian: 2 Maret 2020)
Kakek S mengatakan sudah 5 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. Klien
mengatakan memiliki satu orang anak perempuan yang sudah menikah dan
dikaruniai 2 orang anak sedangkan istri dan ibunya telah meninggal dunia.
Terkadang klien merasa rindu pada keluarganya namun keluarganya tidak ada yang
mengetahui bahwa dirinya berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas sehingga tidak
ada yang menjenguknya. Kakek S juga mengatakan dirinya merasa sendirian dalam
hidup tapi dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua. Pengkajian fisik
kakek S, didapatkan tanda-tanda vital:
a. Tekanan darah (TD)
: 150/90 mmHg
b. Nadi
: 89 x/menitRR
c. Pernapasan
: 22x/menit
d. Suhu
: 36 C
Penilaian Kemandirian Lansia
1. Indeks Katz:
Hasil Penilaian – (A) Ketidaktergantungan Dalam Semua Fungsi Keenam Fungsi
Lampiran 5
Asuhan Keperawatan Kasus Resume 3
2. Barthel Indeks:
Hasil Penilaian – (100) Mandiri
(Lanjutan)
Pengkajian Status Mental
1. Short Portable Mental Status Questionare (SPMSQ):
Hasil Penilaian – (2) Fungsi Intelektual Utuh
2. Mini Mental Status Examination (MMSE)
Hasil Penilaian - (22) Probable Gangguan Kognitif
Pengkajian Skala Depresi
Hasil Penilaian – (8) Normal/ Tidak Depresi
ANALISA DATA
DS:
1. Klien mengatakan terkadang merasa rindu pada keluarganya
2. Kakek S mengatakan terkadang dirinya merasa sendirian dalam hidup namun
dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua
3. Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang mengetahui bahwa dirinya
berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas sehingga tidak ada yang menjenguknya.
4. Klien mengatakan kurang puas dengan situasinya saat ini.
5. Klien mengatakan sudah 5 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas
6. Klien mengatakan memiliki seorang istri yang telah meninggal dengan 1 orang
anak dan 2 orang cucu
DO:
1. TD klien 150/90 mmhg
2. Nadi klien: 89 x/menitRR
3. Pernapasan klien : 22x/menit
4. Suhu klien: 36 C
5. Didapatkan hasil pengkajian tingkat kesepian menggunakan UCLA Loneliness
Scale pada Kakek S dengan nilai skor 24 yang dikateggorikan tingkat kesepian
sedang
MASALAH KEPERAWATAN
2. Ketidakberdayaan pada Kakek S (61th) dengan masalah kesepian (Domain
9. Kelas 2. Kode: 00125
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
(Lanjutan)
Tanggal
Diagnosis
Tindakan Keperawatan
Keperawatan
4
Maret Ketidakberdayaan
2020

Melakukan
pengukuran
tingkat
pada Kakek S (61th)
kesepian dengan menggunakan UCLA
dengan
Loneliness Scale.
masalah
kesepian (Domain 9. 
Melakukan intervensi implementasi
Kelas 2. Kode: 00125)
life review therapy sesi pertama
kepada Kakek S (61 tahun). Pada sesi
pertama ini klien mengingat serta
menceritakan pengalaman saat dirinya
di
masa
kecil
(anak-anak)
dan
kenangan yang dirinya miliki dengan
orang tuanya dimasa kecil.
5
Maret Ketidakberdayaan
2020

Melakukan intervensi implementasi
pada Kakek S (61th)
life review therapy sesi kedua kepada
dengan
masalah
Kakek S (61 tahun). Pada sesi kedua
kesepian (Domain 9.
ini klien mengingat serta menceritakan
Kelas 2. Kode: 00125)
pengalaman dimana klien remaja
terutama mengenai orang yang paling
penting
dalam
hidupnya
dimasa
remaja.
6
Maret Ketidakberdayaan
2020

Melakukan intervensi implementasi
pada Kakek S (61th)
life review therapy sesi ketiga kepada
dengan
masalah
Kakek S (61 tahun). Pada sesi ketiga
kesepian (Domain 9.
ini klien diminta untuk menceritakan
Kelas 2. Kode: 00125)
masa dewasa tentang pengalaman
kerja yang pernah dijalani dan saat
ketika
bertemunya
klien
dengan
pasangan hidupnya.
7
Maret Ketidakberdayaan
2020

Melakukan intervensi implementasi
pada Kakek S (61th)
life review therapy sesi keempat
dengan
kepada Kakek S (61 tahun). Pada sesi
masalah
(Lanjutan)
kesepian (Domain 9.
keempat ini klien menceritakan masa
Kelas 2. Kode: 00125)
sekarang ini yaitu masa lansia dimana
dirinya merasakan kejadian
yang
menyenangkan dan menyedihkan yang
pernah dialami sewatu sudah menjadi
lansia.

Melakukan
pengukuran
tingkat
kesepian dengan menggunakan UCLA
Loneliness Scale
EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosis
SOAP
keperawatan
Ketidakberdayaan S:
pada Kakek S
1. Klien mengatakan mulai merasa tidak sendiri/kesepian
(61th) dengan
masalah kesepian
lagi karena memiliki teman-teman sesama lansia.
2. Klien mengatakan senang telah menceritakan
(Domain 9. Kelas
2. Kode: 00125)
pengalaman hidupnya
3. Klien selalu menunggu waktu untuk melakukan terapi
O:
1. Klien tampak antusias mengikuti terapi yang diberikan
2. Klien tampak fokus melakukan terapi
3. Tingkat kesepian sedang dengan nilai 21 dengan
menggunakan UCLA Loneliness Scale
A: Masalah keperawatan teratasi
P: RTL Klien

Anjurkan klien untuk sering mengikuti kegiatan
yang diadakan di panti

Anjurkan untuk melakukan life review therapy
dengan teman-teman yang se-wisma dengan klien
Lampiran 6
Asuhan Keperawatan Kasus Resume 4
LAPORAN KASUS RESUME 4
IDENTITAS DIRI KLIEN
Nama
: Kakek Ju
Umur
: 68 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan
: Belum menikah
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan Terakhir
: SD
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Sumber Informasi
: Klien
Keluarga yang dapat dihibungi: (Tanggal Pengkajian: 3 Maret 2020)
Kakek Ju mengatakan sudah 5 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas. Klien
mengatakan tidak memiliki keluarga yang dia rindukan dan tidak ada siapapun yang
menjenguknya. Kakek Ju mengatakan dirinya merasa sendirian dalam hidup tapi
dirinya tidak dapat berbuat apa-apa karena sudah tua jadi sampai mati akan berada
dipanti saja. Pengkajian fisik kakek Ju, didapatkan tanda-tanda vital:
a. Tekanan darah (TD)
: 130/80 mmHg
b. Nadi
: 85 x/menitRR
c. Pernapasan
: 22x/menit
d. Suhu
: 36 C
Penilaian Kemandirian Lansia
1. Indeks Katz:
Hasil Penilaian – (A) Ketidaktergantungan Dalam Semua Fungsi Keenam Fungsi
2. Barthel Indeks:
Hasil Penilaian – (100) Mandiri
(Lanjutan)
Pengkajian Status Mental
1. Short Portable Mental Status Questionare (SPMSQ):
Hasil Penilaian – (2) Fungsi Intelektual Utuh
2. Mini Mental Status Examination (MMSE)
Hasil Penilaian - (22) Probable Gangguan Kognitif
Pengkajian Skala Depresi
Hasil Penilaian – (8) Normal/ Tidak Depresi
ANALISA DATA
DS:
1. Kakek Ju mengatakan dirinya merasa sendirian dalam hidup tapi dirinya tidak
dapat berbuat apa-apa karena sudah tua jadi sampai mati akan berada dipanti
saja.
2. Klien mengatakan kurang puas dengan situasinya saat ini.
3. Klien mengatakan sudah 5 tahun berada di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas
DO:
1. TD klien 130/80 mmhg
2. Nadi klien: 85 x/menitRR
3. Pernapasan klien : 22x/menit
4. Suhu klien: 36 C
5. Didapatkan hasil pengkajian tingkat kesepian menggunakan UCLA Loneliness
Scale pada Kakek Ju dengan nilai skor 23 yang dikateggorikan tingkat
kesepian sedang
MASALAH KEPERAWATAN
1. Ketidakberdayaan pada Kakek Ju (68 th) dengan masalah kesepian
(Domain 9. Kelas 2. Kode: 00125
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal
Diagnosis
Keperawatan
Tindakan Keperawatan
(Lanjutan)
4
Maret Ketidakberdayaan
2020

Melakukan
pengukuran
tingkat
pada Kakek Ju (68th)
kesepian dengan menggunakan UCLA
dengan
Loneliness Scale.
masalah
kesepian (Domain 9. 
Melakukan intervensi implementasi
Kelas 2. Kode: 00125)
life review therapy sesi pertama
kepada Kakek Ju (68 tahun). Pada sesi
pertama ini klien mengingat serta
menceritakan pengalaman saat dirinya
di
masa
kecil
(anak-anak)
dan
kenangan yang dirinya miliki dengan
orang tuanya dimasa kecil.
5
Maret Ketidakberdayaan
2020

Melakukan intervensi implementasi
pada Kakek Ju (68th)
life review therapy sesi kedua kepada
dengan
masalah
Kakek Ju (68 tahun). Pada sesi kedua
kesepian (Domain 9.
ini klien mengingat serta menceritakan
Kelas 2. Kode: 00125)
pengalaman dimana klien remaja
terutama mengenai orang yang paling
penting
dalam
hidupnya
dimasa
remaja.
6
Maret Ketidakberdayaan
2020

Melakukan intervensi implementasi
pada Kakek Ju (68th)
life review therapy sesi ketiga kepada
dengan
masalah
Kakek Ju (68 tahun). Pada sesi ketiga
kesepian (Domain 9.
ini klien diminta untuk menceritakan
Kelas 2. Kode: 00125)
masa dewasa tentang pengalaman
kerja yang pernah dijalani dan saat
ketika
bertemunya
klien
dengan
pasangan hidupnya.
7
Maret Ketidakberdayaan
2020

Melakukan intervensi implementasi
pada Kakek Ju (68th)
life review therapy sesi keempat
dengan
masalah
kepada Kakek Ju (68 tahun). Pada sesi
kesepian (Domain 9.
keempat ini klien menceritakan masa
Kelas 2. Kode: 00125)
sekarang ini yaitu masa lansia dimana
(Lanjutan)
dirinya merasakan kejadian
yang
menyenangkan dan menyedihkan yang
pernah dialami sewatu sudah menjadi
lansia.

Melakukan
pengukuran
tingkat
kesepian dengan menggunakan UCLA
Loneliness Scale
EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosis
SOAP
keperawatan
Ketidakberdayaan S:
pada Kakek Ju
1. Klien mengatakan mulai merasa tidak sendiri/kesepian
(68th) dengan
masalah kesepian
lagi karena memiliki teman-teman sesama lansia.
2. Klien mengatakan senang telah menceritakan
(Domain 9. Kelas
2. Kode: 00125)
pengalaman hidupnya
3. Klien selalu menunggu waktu untuk melakukan terapi
O:
1. Klien tampak antusias mengikuti terapi yang diberikan
2. Klien tampak fokus melakukan terapi
3. Tingkat kesepian sedang dengan nilai 20 dengan
menggunakan UCLA Loneliness Scale
A: Masalah keperawatan teratasi
P: RTL Klien

Anjurkan klien untuk sering mengikuti kegiatan
yang diadakan di panti

Anjurkan untuk melakukan life review therapy
dengan teman-teman yang se-wisma dengan klien
Lampiran 7
Modul Life Review Therapy
MODUL
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
INTERVENSI INOVASI LIFE REVIEW THERAPY TERHADAP
TINGKAT KESEPIAN PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL
TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 CIRACAS JAKARTA
DINA NURWIDYASTUTI
1910721020
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2020
(Lanjutan)
I.1
Definisi Life Review Therapy
Life Review Therap (terapi telaah pengalaman hidup) merupakan alat terapi
yang dapat mengeksplorasi pengalaman hidup masa lalu, kekuatan dan prestasi dari
orang tua. Terapi ini merupakan tantangan utama dewasa yang lebih tua dalam
melestarikan pemeliharaan hidup sehat seseorang dalam menghindari krisis
psikologi (Nasrudin, 2015).
Life Review Therapy (terapi telaah pengalaman hidup) salah satu dari terapi
modalitas
yang
dapat
AmericanPsychological
diberikan
pada
Assosciation
lansia
(APA)
yang
sebagai
didefinisikan
suatu
terapi
oleh
yang
menggunakan sejarah kehidupan seseorang (secara tertulis, lisan, atau keduanya)
untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis, dan umumnya terapi ini sering
digunakan untuk orang-orang yang lebih tua. Live review therapy adalah suatu
terapi yang bertujuan untuk menstimulus individu supaya memikirkan tentang masa
lalu, sehingga lansia dapat menyatakan lebih banyak tentang kehidupan mereka
kepada staf perawatan atau ahli terapi. Life review therapy mampu menurunkan
depresi, meningkatkan kepercayaan diri, meningkatkan kemampuan individu untuk
beraktivitas sehari-hari dan meningkatkan kepuasan hidup (Setyoadi dan
Kushariyadi, 2011).
Melalui pengalaman mengingat kembali kehidupan yang lalu, gejala yang
sekarang dialami akan berangsur hilang dan perasaan damai serta nyaman yang
mendalam akan muncul. Kadang-kadang ingatan yang muncul berhubungan
dengan trauma masa kanak-kanak atau keadaan stres di dalam rahim. Akan tetapi
umumnya masalah yang dihadapi pada kehidupan yang sedang dijalankan yang
teratasi dengan metode ini (Ayuni, 2014 dalam Maulina, 2019).
I.2
Tujuan Life Review Therapy
Tujuan Life Review Therapy menurut Narullita (2018); Aswanira (2015) dan
Lestari (2012), yaitu:
a. Membantu lansia menemukan makna hidupnya
b. Mengatasi permasalahan dimasa lalu
c. Meningkatkan kesehatan psikologis
d. Meningkatkan kepercayaan diri
(Lanjutan)
e. Meningkatkan harga diri
f. Meningkatkan kepuasan serta kualitas hidup lansia
g. Menurunkan tingkat depresi
h. Menurunkan tingkat kesepian
Life Review Therapy akan mempengaruhi produksi neurotransmitter yang
dapat membuat dopamin menurun, setelah itu serotonin pada lansia juga menurun.
Responden yang sudah diberikan Life Review Therapy mengatakan bahwa mereka
merasa bahagia (Yani & Febiansyah, 2018).
I.3
Indikasi Life Review Therapy
Indikasi dilakukannya Life Review Therapy kepada lansia dengan tingkat
depresi rendah - depresi sedang. Indikasi diagnosa keperawatan adalah Isolasi
sosial, ketidakberdayaan, risiko kesepian dan anxietas.
I.4
Prosedur Tindakan Life Review Therapy
Keliat, dkk (1995) menyebutkan Life Review Therapy terdiri dari 6 (enam)
tahapan yaitu;
a.
Ventilasi, mengekspresikan atau usaha penyelesaian masalah
b.
Eksplorasi, menggali lebih dalam maslaah atau kejadian yang telah
lampau dan menjelaskannya
c.
Elaborasi, meluaskan dengan fokus pada gambaran masalah secara rinci
d.
Katarsis, ekspresi perasaan yang dikeluarkan lansia
e.
Menerima masalah
f.
Mengintegrasi kejadian dalam nilai sistem atau kepercayaan sehingga
digunakan untuk mengatasi masalah yang dihadapi lansia pada saat ini.
Beberapa prinsip dalam Life Review Therapy ini dijabarkan kembali menurut
Mitchell (2009) yaitu: 1) Remembering, menyadari adanya suatu kenangan; 2)
recall, membagikan kenangan dengan orang lain secara verbal/nonverbal; 3)
review, evaluasi terhadap kenangan dan 4) recontruction, melakukan sesuatu
berupa tanda yang mewakili kenangan tersebut. Memori dalam bentuk yang
dimodifikasi dapat merubah suasana perasaan dan emosional pada lansia sehingga
(Lanjutan)
dapat mencapai kondisi suasana perasaan dan emosi yang lebih positif (Narullita,
2018).
Pelaksanaan life review therapy ini mengacu pada format Haight’s life review
and experience (Haight, 1989 dalam Collins, 2006). Beberpa pertanyaan yang akan
diajukan dibagi menjadi 4 sesi sebagai berikut:
I.4.1 Sesi I: Masa anak-anak
a.
Apakah yang pertamakali yang paling diingat selama hidupmu?
b.
Apakah hal lain yang kamu ingat saat usiamu masih sangat muda?
c.
Seperti apakah pengalaman masa kecilmu?
d.
Seperti apakah orangtuamu? Apakaah orangtuamu keras kepadamu atau
tidak?
e.
Apakah kamu memiliki kakak atau adik? (jika ada coba minta klien
menceritakan satu persatu)
f.
Apakah pernah seseorang yang dekat dengan mu meninggal dunia?
g.
Apakah pernah orang yang penting bagimu pergi?
h.
Apa kamu ingat kejadian yang membuat dirimu menderita?
i.
Apakah kamu pernah mengalami kecelakaan?
j.
Apakah kamu ingat pernah berada di situasi yang sangat berbahaya?
k.
Adakah scsuatu yang dulunya sangat penting tapi telah hilang atau rusak
?
l.
Apakah tempat ibadah merupakan bagian penting dalam hidupmu ?
m. Apakah kamu senang sebagai laki-laki atau perempuan ?
I.4.2 Sesi II: Masa Remaja
a.
Apakah yang kamu pikirkan tentang diri dan hidupmu sebagai remaja,
apa yang paling kamu ingat pertama kali pada saat itu?
b.
Hal apa saja yang paling berkesan dan terekam di memorimu sebagai
seorang remaja?
c.
Siapa saja orang yang penting bagimu di masa remaja? Ceritakan tentang
mereka.
(Lanjutan)
d.
Apakah kamu beribadah di tempat ibadah dan mengikuti perkumpulan
anakmuda?
e.
Apakah kamu pergi ke sekolah? Apa arti sekolah bagimu?
f.
Apakah kamu pernah bekerja selama ini?
g.
Ceritakan pengalaman-pengalaman tersulit selama masa remaja.
h.
Apakah kamu ingat bagaimana perasaanmu dimana tidak cukup
tersedianya makanan atau kebutuhan penting lainnya dalam hidupmu
selama masa remaja?
i.
Apakah kamu ingat bagaimana perasaanmu saat sendirian, merasa
terbuang, tidak mendapatkan cukup cinta dan kasih sayang selama masa
remaja?
j.
Apakah yang menyenangkan saat kamu remaja?
k.
Apakah ada pengalaman pada masa remaja yang sangat tidak
menyenangkan?
l.
Berdasarkan yang kamu sampaikan, bagaimanakah masa remaja
menurutmu, apakah membahagiakan atau tidak?
I.4.3 Sesi III: Masa Dewasa
a.
Tempat apa yang menurutmu adalah ternpat yang religius sepanjang
hidupmu?
b.
Sekarang saya ingin berbicara tentang hidupmu sebagai orang dewasa,
dimulai pada saat usia 20an. Ceritakan tentang kejadian-kejadian
penting yang terjadiselama usia dewasa!
c.
Kehidupan mana yang kamu sukai, ketika usia 20an, 30an, 40an atau
50an? Alasannya?
d.
Orang
seperti
apakah
dirimu
sekarang
ini?
Apakah
Kamu
menikmatinya?
e.
Ceritakan
tentang
pekerjaan
kamu,
Apakah
kamu
menikmati
pekerjaanmu? Apakah gaji yang kamu dapatkan cukup untuk hidup?
f.
Apakah hubunganmu dengan orang lain berjalan baik?
g.
Apakah kamu menikah? (Jika ya, Seperti apakah istrimu?)/(Jika belum,
Mengapa belum menikah?)
(Lanjutan)
h.
Bagaimana perasaanmu ketika pertama kali bertemu dengan istrimu
dahulu? Bagaimana cerita saat kalian pertama bertemu?
i.
Apakah kamu pikir menikah lebih baik atau bahkan lebih buruk? Apakah
kamu menikah lebih dari 1 kali?
j.
Secara keseluruhan apakah kamu mendapatkan kebahagiaan atau tidak
dari perkawinanmu?
I.4.4 Sesi IV: Masa lansia (Saat ini)
a. Kehidupan seperti apa yang telah kamu dapatkan selama ini?
b.
Coba sebutkan 3 tujuan hidupmu dan mengapa?
c.
Setiap orang pernah merasa kecewa, hal apa yang masih membuat kamu
merasa kecewa saat ini?
d.
Hal apa yang paling berat dalam hidupmu? Coba ceritakan dengan jelas.
e.
Kejadian apa yang membuat hidupmu bahagia?
f.
Kejadian apa yang membuatmu tidak bahagia?
g.
Apa yang membuatmu merasa bangga dalam hidupmu?
h.
Jika kamu dapat tinggal dalam satu usia sepanjang hidupmu, kamu pilih
saat usia apa? Mengapa?
i.
Hal apa yang terbaik di usiamu sekarang ini?
j.
Hal apa yang membuatmu khawatir di usia sekarang ini?
k.
Hal apa yang sangat penting bagimu pada kehidupanmu sekarang ini?
l.
Apa yang kamu harapkan akan terjadi pada dirimu sepanjang
bertambahnya usiamu?
m. Apa yang kamu takutkan akan terjadi sepanjang bcrtambahnya usiamu?
n.
Jika kamu akan diberikan kesempatan untuk merubah hidup, apa yang
akan kamu ubah? Apa yang akan kamu pertahankan?
o.
Apakah kamu santai / rileks selama menjalani terapi life review?
Download