Uploaded by User60626

JOURNAL READING DIABETES COVID-19

advertisement
JOURNAL READING
Individualizing Inpatient Diabetes Management During the Coronavirus
Disease 2019 Pandemic
Disusun Oleh :
Putri Medita Rachmayanti
1102016173
Rafidah Hanina Ashil
1102016176
Ramdesima Kasmir
1102016177
Rami Pratama Putra
1102016178
Rania Ghozi
1102016179
Rasyiqah Saratiana
1102016180
Ratu Miranda
1102016182
Dokter Pembimbing:
Dr. dr. Fatimah Eliana, Sp.PD, KEMD
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
TAHUN AJARAN 2020/2021
Abstrak
Diabetes dikaitkan dengan hasil klinis yang buruk pada pasien rawat inap dengan
penyakit coronavirus 2019 (COVID-19). Selama pandemi ini, banyak rumah sakit di seluruh
dunia menjadi kewalahan dan dengan cepat memasuki kondisi krisis. Meskipun ada upaya
global untuk meningkatkan produksi Alat Pelindung Diri (APD), banyak pusat sedang
melakukan improvisasi strategi perawatan, termasuk penerapan teknologi untuk mencegah
paparan petugas kesehatan dan mengurangi pemborosan APD. Tidak mengoptimalkan kontrol
glikemik karena inersia klinis yang didorong oleh ketakutan atau kurangnya pasokan dapat
menyebabkan hasil yang buruk pada pasien dengan diabetes dan COVID-19. Strategi
perawatan individual, rejimen terapi baru, dan penggunaan teknologi diabetes dapat
mengurangi hambatan ini. Namun, evaluasi sistematis dari perubahan dalam perawatan ini
diperlukan untuk mengevaluasi hasil yang berpusat pada pasien dan masyarakat.
Pendahuluan
Pandemi penyakit COVID-19 yang menyebar cepat memiliki konsekuensi mendalam
pada pasien, petugas layanan kesehatan, sistem layanan kesehatan, dan ekonomi global.
Beberapa sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia telah menjadi kewalahan dan cepat
memasuki kondisi krisis.
Banyak pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 memiliki kondisi
kesehatan kronis yang mendasarinya. Di Amerika Serikat, diabetes adalah salah satu kondisi
paling mendasar yang mempengaruhi pasien dengan COVID-19 yang parah dan dikaitkan
dengan tinggi angka kematian. Data pengamatan dari satu rumah sakit di Wuhan, menyatakan
pasien dengan diabetes dan COVID-19 memiliki tingkat fatalitas kasus yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita diabetes. Diabetes juga dikaitkan dengan
lama durasi rawat dan penggunaan sumber daya yang lebih tinggi.
Sudah diketahui bahwa hiperglikemia rawat inap berkontribusi pada peningkatan
morbiditas, mortalitas, biaya perawatan kesehatan yang signifikan, dan kontrol glikemik yang
lebih baik dapat meningkatkan hasil klinis. Terapi insulin telah dianggap sebagai rejimen
pilihan di rumah sakit. Rejimen basal-bolus standar direkomendasikan untuk sebagian besar
pasien sakit yang tidak kritis. Namun, tindakan yang diperlukan ini kompleks yaitu dengan
injeksi multipel dan pemeriksaan glukosa yang dilakukan sering dan dikaitkan dengan
hipoglikemia iatrogenik. Di Unit Perawatan Intensif (ICU), terapi insulin dikatakan kurang
nyaman, dengan pasien yang membutuhkan pengujian injeksi multipel dan pemeriksaan
glukosa setiap jam selama pemberian infus insulin.
Kekurangan kritis APD telah berkembang akibat permintaan tinggi. Untuk antisipasi
saat ini untuk mengelola diabetes rawat inap pada pasien dengan COVID-19, atau orang yang
sedang diselidiki, terjadi peningkatan risiko pajanan bagi petugas kesehatan serta penggunaan
APD yang tinggi. Pentingnya untuk menerapkan perawatan kontrol glikemik yang efektif yang
bertujuan mengurangi penggunaan APD dikedepannya dan mengurangi paparan petugas
kesehatan. Penggunaan agen non-insulin dalam kelompok pasien tertentu, algoritma baru untuk
manajemen krisis hiperglikemik, dan penggunaan teknologi diabetes.
Penderita Sakit Kritis
Insulin harus menjadi terapi pilihan untuk sakit kritis pada pasien dengan COVID-19.
Kisaran glikemik sasaran untuk ICU yang direkomendasikan adalah antara 140 dan 180 mg/dL.
Untuk mencapai tujuan ini, penggunaan infus insulin kontinu dengan pemantauan glukosa
injeksi multipel dan pemeriksaan glukosa setiap jam direkomendasikan. Krisis kesehatan
global saat ini menunjukkan beban signifikan dari kontrol glikemik pada sistem perawatan
kesehatan ketika merawat pasien di bawah tindakan pencegahan isolasi, yang hanya
diintensifkan dengan penggunaan infus insulin kontinu. Implementasi teknologi yang
meminimalkan paparan petugas kesehatan serta mempertahankan perawatan tingkat tinggi
sangat berperan penting.
Gambar 1. Terapi antihiperglikemi individual pada pasien yang tidak kritis dengan diabetes tipe 2
selama pandemi Covid-19. * Pertimbangkan Saxagliptin jika tidak ada gagal ginjal atau gagal jantung
kongestif. ** Agen antidiabetes: agen oral dan / atau GLP1-RA. *** Pada pasien dengan risiko
hipoglikemia (lemah: usia lanjut, gagal ginjal) kurangi dosis awal menjadi 0,15 U / kg / hari (basal saja)
atau TDD 0,3 U / kg / hari (basal bolus). Pantau kadar glukosa sekali sehari jika kontrol glikemik stabil
dicapai selama lebih dari dua hari, intensifkan jika perubahan status klinis. Metformin umumnya
digunakan di rumah sakit (metformin dosis renik dikaitkan dengan risiko rendah asidosis laktat).
Penggunaan rejimen insulin yang sudah dicampur sebelumnya tidak dianjurkan di rumah sakit. Terapi
insulin intravena adalah terapi pilihan pada pasien yang sakit kritis.
Krisis Hiperglikemik
Pasien diabetes tipe 1 dan infeksi akut besar kemungkinan berkembang menjadi
diabetic ketoasidosis (DKA). Walaupun frekuensinya sedikit, DKA dapat terjadi pada diabetes
tipe 2 selama penyakit akut pada mereka yang memiliki penyakit kronik. Pasien yang lebih tua
cenderung rentan terhadap hiperglikemik hyperosmolar (HHS). Pasien DKA ringan-sedang
efektif diobati dengan insulin subkutan tiap 2-4 jam, namun bagi mereka yang memiliki DKA
berat, HHS, atau gabungan keduanya, continuous insulin infusion (CII) direkomendasikan.
Pasien Non-Kritis III
Pendekatan bolus-basal meliputi penanganan basal insulin (setengah dari total dosis
harian[TDD]) ditambah insulin kerja cepat sebelum makan (setengah dari TDD dibagi menjadi
tiga) ditambah insulin tambahan sebelum makan dan sebelum tidur. Pendekatan ini dapat
dilakukan untuk pasien dengan kadar glukosa yang tak terkontrol secara signifikan atau
diabetes tipe 1, disisi lain regimen tersebut dapat menyebabkan overtreatment pada pasien
diabetes tipe 2 dengan hiperglikemik ringan (BG < 180 mg/dL). Penggunaan DDP-4i oral dapat
dipertimbangkan
untuk
pasien
hiperglikemik
ringan-sedang
karena
keamanan
kardiovaskularnya. Kombinasi DPP-4i dengan basal insulin sama efektifnya dengan bolusbasal insulin pada pasien non-ICU (TDD rumah < 0,6 unit/kg/hari). Regimen ini (DPP-4i +
basal insulin) memiliki risiko rendah hiperglikemik, lebih sedikit pemakan insulin dan
mengurangi jumlah suntikan. Penggunaan DPP-4i memiliki risiko peningkatan terjadinya
nasofaringitis, jadi harus dipantau.
Penggunaan agonis receptor glukagon like peptide (GLP) -1 bersama dengan basal
insulin dapat meningkatkan risiko efek samping gastrointestinal. Tiazolidinediones oral (kerja
lambat,
retensi
volume),
Sulfonilurea
(risiko
hipoglikemik)
atau
sodium-glucose
cotransportwe-2 inhibitors (euglikemik DKA, infeksi genitourinaria) mungkin tidak praktis
diberikan saat pandemic ini. Methformin membutuhkan pemantauan ketat untuk laktat asidosis
pada penyakit pernapasan, hipoksia, dan gagal ginjal akut (AKI).
Teknologi Diabetes di Rumah Sakit
Kemajuan dalam monitoring glukosa lanjutan (CGM) dan pemberian insulin otomatis
menjadi revolusi penanganan diabetes. Studi menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam
control glikemik dibandingkan dengan pengobatan biasa secara pasien non kritis yang sakit
pada pemberian insulin otomatis. Penggunaan CGM dengan intergrasi insulin yang dipadu
dengan computer infus mungkin ideal selama pandemic ini.
Kesimpulan
Pendekatan pengobatan diabetes rawat inap efektif dalam mengurangi upaya staf medis
melakukan banyakanya injeksi insulin dan uji jari, mengurangu pemboros penggunaan APD
dan ketidaknyamanan pasien.
Download