BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa sebagai sebuah sistem sangat berperan dalam mengungkapkan suatu gagasan, baik secara tertulis maupun secara lisan. Pemahaman seseorang terhadap suatu gagasan akan mudah jika pengungkapan gagasan itu ditata secara teratur, rapi, dan lugas. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berasal dan berkembang dari Bahasa Melayu. Bahasa Melayu berkembang dari bahasa Melayu Kuno. Bahasa Melayu Kuno adalah bahasa yang terpakai pada abad ke-7 Masehi merupakan bahasa negara di seluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Pusat pemerintahan Kerajaan Sriwijaya terletak di Palembang, Sumatera Selatan (bdk. Ramlan, dkk., 1994:1). Dokumen tertulis pemakaian bahasa Melayu Kuno terdapat pada prasasti yang berasal dari wilayah Palembang, yaitu prasasti: Kedukan Bukit (683 Masehi), Talang Tuwo (684 Masehi), Telaga Batu (tanpa angka tahun), Kota Kapur, Bangka (686 Masehi), dan Karang Brahi (686 Masehi) di hulu Sungai Merangin, pedalaman Sumatra. Prasasti-prasasti ini hanya berisi beberapa baris, tetapi sangat penting karena semuanya merupakan data teks tertulis bahasa Melayuu Kuno (Teeuw, 1961: 9). Prasasti dengan bahasa Melayu Kuno juga ditemukan di Jawa, yaitu: Prasasti Gandasuli, Jawa Tengah (832 Masehi), dan prasasti di dekat Bogor, Jawa Barat (942 Masehi) (Teeuw, 1961: 10-11). Bahasa Melayu Kuno kemudian berkembang menjadi bahasa Melayu. Bahasa Melayu mulai abad ke-14-16 berkembang pesat dipakai sebagai lingua franca dalam komunikasi perdagangan antarpulau di Nusantara dan pusat perdagangan di Melaka oleh para pedagang: India, Cina, Persia, Arab, serta para pedagang lokal. Pada abad ke-13 agama Islam datang di wilayah Nusantara. Yang dipakai dalam penyiaran agama Islam di Nusantara juga bahasa Melayu. Bukti tertulis bahwa pada awal abad ke-16 bahasa Melayu telah dipakai di Nusantara bagian timur adalah catatan dengan kosakata Melayu oleh Pigafetta (1521) sewaktu kapalanya singgah di Pulau Tidore, Maluku. Pigafetta mengikuti pelayaran Magelhaen kelili dunia (Alisjahbana, 1956: 7-8; Ramlan, dkk., 1994:3). Mulai akhir abad ke-16 bangsa Eropa, yaitu: Belanda, Portugis, Inggris, dan Spanyol mencari rempah-rempah, ikut meramaikan perdagangan di Nusantara. Khususnya Belanda dengan VOC (Vereenigde Ooost Indische Compagnie)-nya tidak hanya berdagang tetapi kemudian menjajah. Seperti pada pedagang sebelumnya, para pedagang baru ini dalam berkomunikasi di Kepulauan Nusantara juga menggunakan bahasa Melayu. Kesadaran perlunya persatuan dan kesatuan guna melepaskan diri dari cengkeraman penjajah disadari oleh para pemuda Indonesia sejak awal abad ke20. Pada tanggal 28 Oktober 1928 mereka mengikrarkan Sumpah Pemuda yang berbunyi: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Dalam kalimat ketiga itu tersurat bahwa, “Mereka, putra-putri Indonesia menjujung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia”. Bahasa Indonesia yang disebutkan di sini pada dasarnya adalah bahasa Melayu. Dengan diikrarkan bahasa persatuan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu, pemakaian bahasa ini sebagai lingua franca di seluruh wilayah Nusantara menjadi lenih kokoh dan berkembang meluas. Setelah proklamasi cita-cita bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, kemudian dilegalformalkan sebagai bahasa negara dalam perundang-undangan, yaitu seperti tercantum dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 yang berbunyi: Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Di Indonesia selain terdapat bahasa Indonesia, juga terdapat banyak bahasa daerah yang membuat masyarakat setiap daerahberkomunikasi dengan bahasa yang berbeda-beda. Pada tahun 2015 tercatat bahwa Negara Indonesia memiliki 746 buah bahasa.Oleh karena itu, pemerintah mengatur keberadaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, yang menyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia, yang berarti bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa resmi di negara Indonesia. Di dalam penjelasan pasal tersebut ditegaskan pula bahwa bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat penuturnya dipelihara juga oleh negara karena bahasa daerah merupakan salah satu aspek kebudayaan yang hidup. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana aturan penggunaan bahasa Indonesia? 2. Bagaimana pengembangan, pembinaan, dan perlindungan bahasa Indonesia? 3. Bagaimana peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional? 4. Bagaimana implementasi UU No. 24 tahun 2009 pasal 36 dalam kehidupan nyata? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui aturan penggunaan bahasa Indonesia 2. Untuk mengetahui pengembangan, pembinaan, dan perlindungan bahasa Indonesia 3. Untuk mengetahui peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional 4. Untuk mengetahui implementasi UU No. 24 tahun 2009 pasal 36 dalam kehidupan nyata D. Manfaat 1. Teori Sebagai referensi bagi literatur lainnya 2. Praktis Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Umum Bahasa Indonesia BAB II PEMBAHASAN A. Aturan Penggunaan Bahasa Indonesia Masalah kebahasaan diatur dalam UU RI Nomor 24 Tahun 2009 yang mana dalam UU tersebut juga dimuat mengenai Bendera, Lambang Negara, dan Kagu kebangsaan. Sementara aturan penggunaan bahasa Indonesia tertuang dalam UU RI Nomor 24 Tahun 2009 pasal 26 sampai dengan pasal 40. Pasal 26 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 27 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi negara. Pasal 28 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri. Pasal 29 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. (2) Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik. (3) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk satuan pendidikan asing atau satuan pendidikan khusus yang mendidik warga negara asing. Pasal 30 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan. Pasal 31 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia. (2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris. Pasal 32 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia. (2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri. Pasal 33 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta. (2) Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia. Pasal 34 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam laporan setiap lembaga atau perseorangan kepada instansi pemerintahan. Pasal 35 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam penulisan karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di Indonesia. (2) Penulisan dan publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan atau bidang kajian khusus dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing. Pasal 36 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia. (2) Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) nama resmi. (3) Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. (4) Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan. Pasal 37 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing sesuai dengan keperluan. Pasal 38 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum. (2) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah dan/atau bahasa asing. Pasal 39 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa. (2) Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus. Pasal 40 Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 39 diatur dalam Peraturan Presiden. B. Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus dijaga dengan baik. Oleh karena itu diperlukan pengembangan, pembinaan, serta perlindungan yang baik bagi keberlangsungan bahasa Indonesia. Hal itu telah diatur dalam UU RI No 24 Tahun 2009 yang menjelaskan mengenai pengembangan, pembinaan, serta perlindungan bahasa Indonesia pada pasal 41 sampai dengan pasal 43 Pasal 41 (1) Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman. (2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 42 (1) Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. (2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah koordinasi lembaga kebahasaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 43 (1) Pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka peningkatan daya saing bangsa. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi untuk meningkatkan kompetensi berbahasa asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. C. Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional Peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional telah telah disebutkan UU RI No 24 Tahun 2009 pasal 44. Pasal 44 (1) Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. (2) Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Sebagai langkah awal untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Internasional di kawasan Asia Tenggara, Indonesia dalam Forum "Roundtable Conference Indonesia-Malaysia" yang diprakasai oleh Foreign Policy Study Group (FPSG)-Malaysia bersama dengan Eminent Person Group (EPG)Indonesia, the Indonesian Council on World Affairs (ICWA) dan Institut Kajian Internasional/FISIP UIN merekomendasikan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di lingkungan ASEAN yang diselenggarakan di Kuala Lumpur pada tahun 2011. Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan pusat pengajaran bahasa Indonesia di luar negeri yang tersebar di beberapa negara termasuk di kawasan Asia Tenggara dan akan memfasilitasi negara-negara yang berminat menyelenggarakan Bahasa Indonesia Untuk Penutur Asing (BIPA) dengan menyuplai buku-buku tata bahasa Indonesia modern serta pengajar yang professional Selain itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan memfasilitasi warga asing maupun negara warga negara Indonesia di luar negeri terutama negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang akan menyelenggarakan program Bahasa Indonesia Untuk Penutur Asing (BIPA) dengan menyuplai buku-buku dan mengirim pengajar profesional serta memberikan bantuan sarana yang dibutuhkan sebagai sarana untuk memperkenalkan bahasa Indonesia kepada negara lain. D. Implementasi UU No. 24 Tahun 2009 Pasal 36 dalam Kehidupan Nyata Pada pasal 36 ayat 1 dan 2 UU No. 24 Tahun 2009 bahwa nama geografi di Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia dan memiliki satu nama resmi. Akan tatapi hal tersebut diiringi dengan ayat 4 yang menyebutkan bahwa nama-nama geografi yang memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing. Nama geografis terdiri atas dua unsur, yaitu nama generik dan nama spesifik. Nama generik adalah nama yang menggambarkan bentuk (bentang alam) dari unsur geografis tersebut, seperti pulau, danau, selat, gunung, dan lembah. Nama spesifik merupakan nama diri (proper name) dari unsur geografis dan digunakan sebagai unit pembeda antarunsur geografis. Nama spesifik yang sering digunakan untuk unsur geografis biasanya berasal dari kata sifat, seperti tua, baru, tinggi, gadang, dan penuh. Nama generik bentang alam di Indonesia yang menggunakan bahasa daerah dipertahankan sesuai dengan nama aslinya (nama tempatan). Nama unsur geografi ditulis terpisah antara nama generik dan nama spesifiknya. Beberapa nama kota menggunakan kata sifat yang langsung mengikuti nama generik kota. Untuk yang demikian, kata kota disertakan dan digabungkan. Kota-kota itu adalah Kotaagung, Kotagadang, Kotamobagu, dan Kotabaru. Nama Bandaaceh dan Bandarlampung juga terkena aturan ini karena dalam bahasa setempat kedua nama generik itu berarti ‘kota’. Penggunaan nama jalan dengan menggunakan bahasa daerah dan nama tokoh, merupakan suatu cara untuk memberitahu kepada khalayak keberadaan bahasa yang ada di daerah tersebut dan mengingat sejarah dari para tokoh, serta menunjukkan bagian dari negara Indonesia yang memiliki satu bahasa persatuan. Selain itu, pemberian nama bahasa daerah akan memudahkan orang untuk mengingat nama jalan yang menggunakan nama dengan bahasa setempat. Nama jalan di Indonesia tidak hanya dapat menggunakan bahasa daerah, tetapi dapat juga menggunakan nama pahlawan atau nama pejuang. Hal ini menunjukkan bahwabangsa Indonesia menghargai dan mengenang jasa para pahlawan, seperti nama Jalan Antasari, Jalan Otista atau Oto Iskandar Dinata. Selain itu, nama jalan dapat menggunakan nama kerajaan zaman dahulu, sepeti Jalan Majapahit dan Jalan Sriwijaya. Sesuai dengan UU No. 24 tahun 2009 Pasal 36, Ayat (2) dan (3), bahasa Indonesia harus digunakan salah satunya untuk nama gedung. Namun, di lapangan ternyata terdapat banyak gedung yang menggunakan bahasa asing, terutama di pusat industri dan di kota-kota besar. Semua landasan yang kuat mengenai penggunaan bahasa Indonesia seakan menjadi sia-sia ketika melihat fenomena yang terjadi di lapangan, justru banyak terdapat pelanggaran terhadap keharusan penggunaan bahasa Indonesia sebagai simbol identitas bangsa. Hal tersebut mempersempit ruang pergerakan bahasa Indonesia dihadapan masyarakatnya sendiri. Pelanggaran yang paling memprihatinkan adalah ketika di ruang publik, ruang yang notabene banyak mendapat perhatian dari masyarakat, baik lokal maupun asing, justru penggunaan bahasa Indonesia seakan tidak menjadi hal yang utama. Mereka yang menggunakan bahasa asing untuk nama gedung akan merasa bahwa nama asing itu lebih menarik dan komersial. Akan tetapi, bagi masyarakat awam yang kurang mahir dalam mengucapkan bahasa asing, nama-nama asing seperti itu akan terasa sulit dalam pelafalannya. Pemilik apartemen, penghuni kompleks perdagangan, dan pemilik merek dagang lebih senang memilih bahasa Inggris untuk nama dunia usahanya karena dianggap berprospek menjanjikan. Hampir semua plang, papan nama toko, kios, apalagi iklan, menggunakan bahasa Inggris. Misalnya, Blok M Square, Bekasi Trade Center, Cibubur Junction, The Royal Alive Residence, La Bella @ Arcadia Village Gading Serpong. Penggunaan bahasa asing pada nama perkantoran seperti di Jakarta sudah marak sejak masa reformasi bergulir. Perusahaan jasa lebih banyak menggunakan bahasa asing. Kemajuan iptek dan pertumbuhan perekonomian yang semakin meningkat telah mendesak bahasa Indonesia ke dalam posisi yang saling bersaingan dengan bahasa asing. Penggunaan bahasa asing pada nama perkantoran tidak hanya merambah usaha berskala besar, tetapi juga usaha berskala menengah dan kecil. Nama perkantoran yang menggunakan bahasa asing sudah dapat dilhat dan dirasakan oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu. Para pengusaha melanggar aturan di UU No.24 tahun 2009 dalam penamaan kantor mereka. Mereka lebih memilih dengan menggunakan nama asing, seperti Town Square. Penggunaan bahasa asing memperlihatkan berbagai jenis variasi, diantaranya pemakaian kosakata bahasa asing yang sebenarnya sudah memiliki padanan dalam bahasa Indonesia, seperti supermarket, laundry, tailor, service, dan electronic. Terdapat beberapa alasan perusahaan menggunakan bahasa asing, diantaranya bahasa asing digunakan untuk mendapatkan citra positif bagi usahanya. Penggunaan kata-kata asing dinilai dapat memberikan kesanlebih bagus, berkualitas, bergengsi, berkelas, dan mampu menarik minat para konsumen atau masayarakat. Kata tour dan travel dianggap lebih memiliki makna “khusus” yang menarik daripada kata wisata dan perjalanan. Berdagang merupakan salah satu dari sebagian banyak jenis bisnis yang dilakukan oleh orang Indonesia. Tidak sembarangan seseorang dalam berdagang, terlebih dalam menentukan jenis barang dagangan dan merek dagangnya. Dalam hubungan itu, penyelipan unsur bahasa asing dalam merek sangat lazim. Hal tersebut tentu akan mengancam eksistensi bahasa Indonesia. Saat ini semakin banyak jenis produk dan merek dagang yang bermunculan dengan menggunakan bahasa asing. Contoh merek dagang yang menggunakan bahasa asing adalah Marina UV White dan Luwak White Koffie. Selain nama merek makanan ataupun kebutuhan sehari-hari, produk elektronik juga mewajibkan untuk mencantumkan buku petunjuk manual menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi para produsen, penggunaan merek dagang dengan bahasa asing dinilai lebih efektif dalam menyampaikan maksud kepada konsumen, daripada menggunakan bahasa Indonesia. Selain itu, merek dengan nama asing lebih mudah dalam menarik perhatian pelanggan karena dengan bahasa asing, merek dagang tersebut lebih lama diingat daripada menggunakan bahasa sendiri. Masyarakat lebih hafal dan ingat jika nama merek dagang tersebut menggunakan bahasa asing daripada bahasa Indonesia walaupun dalam penyebutan lafalnya tidak sesempurna menggunakan bahasa Indonesia. Berdasarkan kedudukannya bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar resmi di lembaga pendidikan Indonesia. Pada kenyataannya, bahasa Indonesia belum sepenuhnya menjadi bahasa yang utama dalam sebuah lembaga pendidikan. Namun, di negara kita terdapat banyak sekolah yang diberi nama dengan bahasa asing. Lembaga pendidikan yang menggunakan bahasa asing misalnya Jakarta Islamic School, English First, dan Jakarta International School. Jika melihat dari nama lembaga pendidikan yang menggunakan bahasa asing, kita mengetahui bahwa bahasa yang dijadikan pengantar dalam pendidikan tersebut adalah bahasa asing, terlebih mayoritas orang-orang yang menempuh pendidikan di lembaga tersebut adalah siswa-siswa dari bangsa asing. Sekolah yang bertaraf internasional menggunakan nama sekolah dengan bahasa internasional juga. Peminat lembaga pendidikan yang menggunakan nama bahasa asing kebanyakan dari kalangan atas atau berasal dari luar negara Indonesia yang bermukim di dekat sekolah tersebut. Dalam sekolah terssebut, bahasa pengantar di dalam lingkungan sekolah pun menggunakan bahasa asing. Hal tesebut, dapat memicu menurunnya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga pendidikan. Pasal 36, Ayat (3) ’Undang-Undang Bahasa’ menggunakan kata wajib, artinya ‘tidak boleh tidak’ dan apabila dilanggar, harus ada sanksi. Namun, hingga saat ini sanksi bagi mereka yang melanggar bunyi ayat tersebut tidak jelas. Penegak hukum sama sekali tidak ambil pusing atas pelanggaran tersebut. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Masalah kebahasaan diatur dalam UU RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang negara serta Lagu Kebangsaan. Aturan penggunaan bahasa Indonesia tertuang pada pasal 26 sampai dengan 40. Pengembangan, pembinaan, serta perlindungan bahasa Indonesia disebutkan dalam pasal 41 sampai dengan 43. Peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional tertuang dalam pasal 44. Bahasa Indonesia telah dinyatakan dalam Undang-Undagng Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 36. Sementara itu pada UU RI Nomor 24 Tahun 2009 juga telah diatur mengenai penggunaan bahasa Indonesia yang mencakup dalam berbagai lini kehidupan. Namun faktanya penggunaan bahasa Indonesia tidak diterapkan secara menyeluruh karena faktor tertentu. Tidak masalah jika penamaan sesuatu yang tidak menggunakan bahasa Indonesia tetapi menggunakan bahasa daerah atau asing dikarenakan sesuatu tersebut memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan. Namun selain hal-hal yang telah disebutkan nampaknya bukan pilihan yang tepat jika tidak menggunakan bahasa Indonesia. B. Saran Sebagai warga negara yang baik sudah sepatutnya kita menggunakan dan menjaga bahasa Indonesia dengan baik. Aturan penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan harus juga dibarengi dengan berlakunya sanksi yang tegas bagi yang melanggar atura tersebut. DAFTAR PUSTAKA