Uploaded by User60227

UJIAN MPPI

advertisement
TUGAS
PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
TA. 2018/2019
Mata Ujian
:
Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah
Saskit (MPPI)
Dosen
:
TIM
Nama
:
SONI BUDIYONO
NIM
:
20181030056
Tanda tangan
:
Apa yang anda ketahu tentang PPI di ICU, HD, OK dan rawat Inap
a. PPI di ICU
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang khusus untuk pasien krisis yang memerlukan
perawatan intensif dan observasi berkelanjutan. HCU ( High Care Unit ) adalah ruang
perawatan pasien ICU yang dianggap sudah menunjukkan perbaikan tetapi masih dalam
pengawasan ketat.
Kondisi pasien di ICU :
 Pasien di Ruang ICU kritis.
 Daya tahan tubuh menurun
 Peralatan banyak terpasang
 Resiko infeksi tinggi
EPIDEMIOLOGI
Kennedy menggambarkan bahwa ICU “ epidemiological jungle”
 Pseudomonas aeruginosa 13 %
 Staphylococcus aureus 12 %
 Coagulase negative staphylococci 10%
 Candida 10 %
 Enterococi 9 %
 Enterobacter 8 %
TUJUAN
 Untuk mencegah /meminimalkan terjadinya HAIs pada pasien, petugas dan
pengunjung di Intensive Care Unit
 Cost-effectiveness
PREVALENSI
 Prevalensi infeksi nosokomial di RS 6 %
 20 % terjadi di ruang ICU, walaupun ruang ICU hanya memiliki 5 % dari seluruh
tempat tidur di RS
 Kejadian infeksi nosokomial 5 sampai 10 kali lebih besar di ruang ICU dari pada
Ruang rawat (general ward).
DAMPAK
 Meningkatkan Biaya.
 Meningkatnya angka kesakitan.
 Meningkatnya angka kematian.
 Lebih dari 80.000 kematian setiap tahunnya
karena infeksi nosocomial
SITE INFECTION
 Pneumonia /Respiratory system 31 %
 UTI /Urinary Tract 24 %
 Septicemia/Bloodstream 16 %
FAKTOR- FAKTOR KONTRIBUSI
 Beratnya penyakit
 Stress physiological & Psychological
 Usia / Umur
 Penggunaan antibiotika
 Prophylaxis for stress ulcer
 Sleep Deprivation
 Malnutrition
 Under staffing
STRATEGI PENCEGAHAN &PENGENDALIAN INFEKSI DI RUANG ICU
 Engineering control
 Design and layout

Space ruangan cukup memadai,minimal 20 m2

Idealnya setiap pasien di tempatkan di kamar terpisah

Fasilitas kebersihan tangan dan pengering tangan memadai

Minimal ada satu ruang isolasi/ enam pasien dengan fasilitas negative dan
positif tekanan udara ventilasi

Ada akses ke ruang operasi dan CSSD

Ada Sharp container ditempatkan di troli tindakan

Terpisah ruang clean and dirty utility

setiap tempat tidur ada cairan handrub
 Administrative control
 Menerapkan Kewaspadaan Isolasi
 Pendidikan dan Pelatihan PPI
 Kegiatan Surveilans
 Kegiatan Audit
 Menerapkan Bundles HAIs
 Penggunaan Antimikroba rasional
 Penerapan Kewaspadaan Isolasi
 Kewaspadaan Standar
 Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi
 PERALATAN KESEHATAN
 Segera lakukan dekontaminasi peralatan yang sudah dipakai/ terkontaminasi
 Segera buang peralatan yang sekali pakai sesuai prosedur
 Segera bersihkan permukaan troley setelah selesai melakukan tindakan
 Petugas Pelayanan Kesehatan
 Sehat, tidak dalam kondisi sakit yang memungkinkan menularkan kepada
pasien
 Tidak ada bukti memakai pakaian khusus menurunkan angka HAIs
 Tidak ada bukti menggunakan sepatu khusus menurunkan HAIs
 Jaga kuku tetap pendek
 Hindari pemakaian cat kuku dan kuku palsu
 Hindari pemakaian cincin dan gelang
 Lotion dapat digunakan untuk menghindari dermatitis dari pemakaian detergen
atau sarung tangan
 Pasien dan keluarga
 Ajarkan pasien dan keluarga tentang PPI secara umum
 Ajarkan kepada pasien & pengunjung pentingnya HH
 Keluarga pasien tidak diizinkan menunggu di ruang ICU
 Anjurkan keluarga pasien melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
berkunjung
 Pengunjung dalam kondisi sakit tidak diperkenankan berkunjung
 Lingkungan
 Segera bersihkan permukaan lingkungan yang terkontaminasi darah atau cairan
tubuh pasien
 Bersihkan tempat tidur setiap hari
 Bersihkan peralatan pasien
 Pertahankan udara lingkungan memadai
 Batasi jumlah personil di ruangan
 Batasi jumlah pengunjung, maksimum dua orang sekali berkunjung
 Antibiotic Control
 Batasi pemilihan antibiotic
 Terapi berdasarkan hasil kultur
 Kontrol kualitas dari antibiotic
 Ganti ke terapi oral selekas mungkin
 Antibiotik yang rasional
b. PPI di HD
Pendahuluan
Hemodialisa (HD) merupakan unit yang beresiko tinggi terhadap
terjadinya penularan
bloddborne viruses (Hep B, Hep C dan HIV) baik bagi para pasien maupun petugas, Infeksi
Aliran Darah Primer (IADP) serta penyakit yang ditularkan melalui udara.
Infeksi dapat terjadi karena beberapa faktor
vasculer access,
penggunaan
: aseptic tehnique
dalam pemasangan
vasculer access secara berulang - ulang,
pemakaian
ruangan & alat-alat secara bersama, minimnya physical barirer diantara pasien , daya
tahan tubuh
menurun, sering dirawat di RS, kepatuhan petugas dalam menerapkan
kewaspadaan isolasi dalam praktek sehari-hari.
Diperlukan adanya program PPI yang komprehensif, diketahui & diimplementasikan oleh
seluruh petugas
Perlu adanya Tim PPI sebagai motor penggerak dalam membuat, melaksanakan &
mengevaluasi program PPI.
A. Tujuan

Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi.

Pentingnya pencegahan & pengendalian infeksi di Unit Hemodialisa.

Menurunkan/meminimalkan Healthcare Associated Infections (HAIs ) fokus pada Hep
B,

Hep C, HIV baik pada pasien maupun petugas
Menurunkan/meminimalkan IADP, dan infeksi pada vasculer acces
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi di Unit Hemodialisa

Kompetensi petugas belum sesuai

Tindakan insersi dilakukan secara berulang-ulang

Penggunaan sarana & alat-alat secara bersama-sama

Kurangnya fisical barrier di ruang HD

Adanya penyakit penyerta seperti : DM, TBC, Sirosis Hepatis

Daya tahan tubuh pasien menurun

Pasien sering dirawat di RS

Kurang patuhanya petugas dalam menerapkan kewaspadaan isolasi
C. PPI di Unit Hemodialisa
Fokus pada :

Petugas

Prosedur tindakan : Inisiasi , pelaksanaan selama dialisa sampai terminasi, procedure Re
: Perawat da dokter
Use dialyzer

penatalaksanaanalat-alat & fasilitas

pasien & keluarga
Meliputi :
1.
Pemberian edukasi
2.
Penerapan kewaspadaan isolasi
3.
Pencegahan infeksi vasculer acces, IADP dan penularan Hep B, Hep C dan HIV
4.
Penyuntikan yang aman
5.
Cleaning & desinfeksi alat & lingkungan
6.
Skrining & imunisasi
7.
Penempatan pasien
8.
Penatalaksanaan water treatment
9.
Dializer pakai ulang ( Re-Use )
1) Edukasi
 Seluruh petugas HD, pasien & keluarga harus mendapatkan edukasi tentang Pencegahan &
Pengendalian Infeksi di HD → diimplementasikan → dimonitor → evaluasi.
 Edukasi dilakukan secara berulang-ulang sampai menjadi suatu kebiasaan.
Dokter & Perawat :
- Kewaspadaan Isolasi & Surveillance
- Pencegahan & penanganan tertusuk jarum/benda tajam
- Bundle IADP
Petugas Laundry:
- Cara penularan penyakit
- Kebersihan tangan & etika batuk
- Alat Pelindung Diri (APD)
- Penanganan linen
- Pencegahan & penanganan tertusuk jarum/benda tajam
Tehnisi :
- Cara penularan penyakit
- Kebersihan tangan & etika batuk
- Alat Pelindung Diri APD)
Untuk Cleaning Service :
- Cara penularan penyakit
- Kebersihan tangan & etika batuk
- Alat pelindung diri
- Cleaning & desinfeksi
- Penatalaksanaan sampah infeksi & non infeksi
Pasien & Keluarga :
- Personal hygiene
- Hand hygiene
- Etika batuk
- Tanda-tanda infeksi & perawatan vasculer acces
2)
Kewaspadaan Isolasi

Kewaspadan Standard
a. Kebersihan tangan
b. Penggunaan Alat Pelindung Diri
c. Penataksanaan peralatan perawatan pasien
d. Penanganan Linen
e. Pengendalian lingkungan
f. Penanganan limbah
g. Penempatan pasien
h. Penyuntikan yang aman
i. Etika batuk
j. Perawatan akses vascular : Cimino,Cateter double Lumen (CDL)

Kewaspadaan berdasarkan transmisi
a. Airborne
b. Droplet
c. Kontak
3) Pencegahan infeksi vasculer acces, IADP dan penularan Hep B, Hep C dan HIV
 Petugas harus mempunyai kompetensi dibidangnya
 Petugas melakukan kebersihan tangan dengan tepat & benar ( 5 moment & 6 langkah →
guideline WHO)
 Menggunakan sabun anti mikroba
 Petugas menggunakan sarung tangan, masker & pasien menggunakan masker pada saat
tindakan insersi
 Inspeksi & palpasi dilakukan sebelum melakukan desinfeksi & bila lokasi insersi
terkontaminasi lakukan disinfeksi ulang
 Disiplin dalam menerapkan Bundels IADP
 Desinfeksi CDL dengan kasa bethadin selama 5 mnt sebelum dilepas/dibuka
 Segera ganti CDL dengan akses yang permanen (cimino, graff)
 Akses Vascular tdk boleh digunakan untuk tujuan lain (injeksi, transfusi, infus, ambil
darah)
 Gunakan peralatan ( alkohol, betadin, plester, gunting, klem, kasa roll) untuk pasien yang
sama .Kuku harus pendek, tdk pakai quitex, cincin (bakteri,virus,jamur masih menempel
pada bahan tersebut & tdk hilang walaupun sdh cuci tangan→ suatu study
 Melakukan tindakan dialisis pada pasien dengan HBsAg positif secara terpisah baik
petugas, ruang, mesin maupun alat- alat .
 Melakukan
cleaning & desinfeksi mesin & alat-alat sesuai dengan prosedur (tidak
menyingkat prosedur)
 Menggunakan cairan desinfektan yang sesuai
 Melakukan skrining terhadap serologi secara berkala & memberikan vaksinasi Hep B bila
diperlukan.
4) Penyuntikan yang aman
 Menerapkan aseptic technique
 Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai untuk satu pasien dan satu
prosedur
 Menggunakan cairan pelarut/flushing hanya untuk satu kali
 Mengguunakan single dose untuk obat-obat injeksi (bila memungkinkan)
 Tidak memberikan obat-obat single dose kepada lebih dari satu pasien atau mencampur
obat-obat sisa dari vial/ampul untuk pemberian berikutnya
 Bila harus menggunakan obat-obat multi dose, semua alat yang akan dipergunakan harus
steril
 Simpan obat-obat multi dose sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang membuat
 Tidak menggunakan cairan pelarut untuk lebih dari satu pasien
 Tidak melakukan re-caping
 Sharp container tersedia dan mudah dijangkau
5) Cleaning & desinfeksi alat & lingkungan
 Cleaning & desinfection dilakukan segera setelah selesai dipergunakan & dilakukan oleh
petugas yang terlatih
 Menggunakan cairan desinfektan untuk RS sesuai dengan yang direkomendasikan oleh US
Environmental Protection Agency (EPA), mis : bleach, hypochlorid, clhorine,
 Tempat tidur/kursi, meja, permukaan mesin, klem, gunting dibersihkan setiap selesai
dipakai pasien, filter & alat-alat yang tdk di reuse harus diganti setiap selesai dipakai pasien
 Ruangan, kamar mandi, toilet dibersihkan min 2 x/hari
 Perawatan alat-alat, kalibrasi dilakukan secara berkala (water treatment, mesin HD, AC)
 Ada prosedur penanganan percikan/tumpahan darah atau cairan tubuh → ada spill kit
6) Skrining & imunisasi
 Rekomendasi CDC : semua pasien HD harus diperiksa terhadap HBV,HCV,HIV dan TB
sebelum dilakukan tindakan HD serta telah mendapat imunisasi HBV
 Cek MRSA hanya dilakukan bila diduga atau pada saat KLB
 Semua petugas HD telah mendapat imunisasi HBV
 Melakukan cek terhadap anti HBsAg, anti HCV dan anti HIV tiap 6 bulan (sesuai dengan
regulasi yang berlaku )
 Penatalaksanaan terhadap pajanan
7) Penempatan pasien
 Pasien dengan HBSAg positive dirawat diruang tersendiri
 Alat – alat terpisah
 Dialyzer tidak di re use untuk penderita Hepatitis B,untuk Hepatitis C dan Non B Non C akan
di Re Use sesuai pedoman dari PERNEFRI
 Petugas tersendiri & sudah mendapat imunisasi
 Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan material harus sesuai dengan
ketentuan yang mengacu pada patient safety.
 Isolasi mesin hemodialisis hanya diharuskan pada pengidap virus Hepatitis B (VHB), tidak
pada pengidap virus Hepatitis C (VHC) dan HIV.
 Pemakaian dialiser proses ulang pada kasus infeksi hanya diperkenankan pada pasien
pengidap VHC, akan tetapi dilarang pada pengidap VHB dan HIV.
8) Water treatment & testing

Maintenance dilakukan secara rutin sesuai jadwal

Test air RO terhadap microbiology dilakukan setiap bulan, sample diambil sebelum air RO
disuplai ke mesin, pada saat mau masuk mesin HD dan pada saat sudah masuk mesin HD &
tercampur dengan cairan dializat → untuk sample terakhir dilakukan tiap 3 bulan → hasil
harus negative/steril

Tingkat maksimal dari bakteri dalam air untuk mempersiapkan cairan dialisis / memproses
ulang dialyzers TIDAK harus MELEBIHI 200 CFU

Tingkat maksimal dari endotoksin tidak boleh melebihi 2 EU / ml
9) Dializer pakai ulang ( Re-Use )

Perlu ditentukan penggunaan alat medis re use dengan mempertimbangkan keamanan dalam
proses pengelolaannya karena adanya keterbatasan penyediaan peralatan medis tersebut, sulit
didapatkan atau biaya pembelian yang relatif mahal.

Dializer reuse merupakan penggunaan ulang dializer dalam proses hemodialisis. Dializer
reuse dapat digunakan jika nilai total cell volume (TCV) masih diatas 80% dari nilai awal.
Jika TCV kurang dari 80% akan menyebabkan tidak efektifnya proses hemodialisis yang
ditandai dengan gejala uremia pasca hemodialisis.

Setelah Prosedur Haemodialisa atau cuci darah DIALIZER selesai digunakan jangan biarkan
Dializer Kosong tanpa NacL ,segera setelah Proses haemodialisa dibawa langsung Ke Ruang
REUSE. Maximal 2 jam Harus segera di REUSE karena akan CLOTTING atau Adanya
darah beku di dalam.

REUSE adalah Upaya menggunakan KEMBALI DIALEZER tentunya untuk pasien yang
sama.TEKHNIKNYA adalah :
-
Mengakhiri tindakan dialisis (Termination of hemodialysis)
-
Pembilasan awal (Pre-rinsing)
-
Pemeriksaan secara visual (Visual inspection)
-
Pemberian label dan pengiriman ke tempat reuse
-
Pembilasan (Rinsing)
-
Pembersihan (Cleaning)
-
Pemeriksaan alat (performance testing)
-
Desinfeksi dan Penyimpanan
 Persyaratan:
-
Tidak dilakukan pada pasien VHB (+) dan HIV (+) Prosese Re Use.
-
Kualifikasi personil: Personil yang melakukan reuse harus mendapatkan pendidikan yang
adekuat, pelatihan atau pengalaman untuk dapat memahami dan melakukan prosedur.(
Perawat Hemodialisa )
-
Dokter di fasilitas dialisis wajib memberikan kursus pelatihan untuk melakukan proses
dialiser pakai ulang.
-
Semua pasien harus diberikan informed consent mengenai pemakaian dialiser proses
ulang.
-
Peralatan yang dipakai untuk reuse harus dirancang, dibuat dan diuji untuk melakukan
proses yang dikehendaki.
-
Personil yang melakukan reuse wajib mengenakan sarung tangan dan apron saat
menangani dialiser selama inisiasi dan terminasi dialisis dan selama prosedur
reprosesing.
-
Pemeriksaan integritas membran seperti tes kebocoran tekanan udara sebaiknya
dilakukan diantara pemakaian.
-
Prosedur reuse hanya dilakukan sampai maksimal 7 kali pada satu dialiser yang sama.
D. Persyaratan Minimal Bangunan dan Prasarana
1) Unit hemodialisis mempunyai bangunan dan prasarana yang sekurang-kurangnya
terdiri dari:
a. Ruangan hemodialisis:
- Tersedia Sarana untuk mencuci tangan (wastafel/hand rub) di setiap area
pelayananpasien sehingga cuci tangan dapat dilakukan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien.
- Ruangan hemodialisis sekurang-kurangnya mempunyai kapasitas untuk 4 mesin
hemodialisis.
- Rasio mesin hemodialisis dengan luas ruangan sekurang-kurangnya sebesar 1:8 m2.
-
Semua pasien baru atau pasien yang kembali ke unit dialisis setelah menjalani
dialisis di lokasi yang mempunyai risiko tnggi atau tidak diketahui derajat
risikonya harus diperiksa kembali HbsAg dan Anti –HCV dan anti HIV
-
Isolasi mesin hemodialisis hanya diharuskan pada pengidap virus Hepatitis B
(VHB), tidak pada pengidap virus Hepatitis C (VHC) dan HIV
b. Ruangan isolasi untuk pasien Hepatitis B. Tidak diwajibkan untuk menyediakan
ruangan isolasi khusus untuk kasus infeksi lain seperti TB, avian influenza, dan-lainlain.
c. Ruangan pemeriksaan/konsultasi
d. Ruangan dokter
e. Ruangan perawat (nurse station)
f. Ruangan reuse
g. Ruangan pengolahan air (water treatment)
h. Ruangan sterilisasi alat
i. Ruangan penyimpanan obat
j. Ruangan pimpinan
k. Ruangan administrasi
l. Ruang penunjang non medik yang sekurang-kurangnya terdiri dari pantry, gudang
peralatan, tempat cuci.
m. Ruang tunggu keluarga pasien
n. Toilet yang masing-masing terdiri dari toilet untuk petugas, toilet untuk pasien, dan
toilet untuk penunggu pasien.
o. Spoelhok
2) Seluruh ruangan harus memenuhi persyaratan minimal untuk kebersihan, ventilasi,
penerangan, dan mempunyai sistem keselamatan kerja dan kebakaran.
3) Mesin hemodialisis yang digunakan dalam pelayanan harus dikalibrasi secara berkala
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4) Mempunyai fasilitas listrik dan penyediaan air bersih (water treatment) yang
memenuhi persyaratan kesehatan.
5) Mempunyai sarana untuk mengolah limbah dan pembuangan sampah sesuai peraturan
yang berlaku (septic tank besar/rujukan limbah padat infeksius).
6) Dianjurkan memiliki fasilitas akses internet agar dapat mengirim laporan berkala ke
manajemen rumah sakit dan PERNEFRI Pusat (Indonesian Renal Registry).
E. Persyaratan Minimal Peralatan
 Satu unit hemodialisis mempunyai peralatan meliputi:
1) Sekurang-kurangnya 4 mesin hemodialisis yang siap pakai dan jenis mesin hemodialisis
tersebut harus terdaftar di Departemen Kesehatan.
2) Tempat tidur/kursi untuk tempat pasien yang sedang menjalani hemodialisis.
3) Peralatan medik standar seperti stetoskop, tensimeter, timbangan berat badan, dan
sebagainya dengan jumlah sesuai kebutuhan.
4) Peralatan resusitasi kardipulmoner yang sekurang-kurangnya terdiri dari ambu viva,
defibrillator, suction, endotracheal tube.
5) Peralatan reuse dialiser otomatik.
6) Peralatan pengolahan air sehingga air untuk dialisis memenuhi standar Association for the
Advancement of Medical Instrumentation (AAMI).
7) Peralatan sterilisasi alat medis.
8) Generator listrik berkapasitas sekurang-kurangnya sebesar kebutuhan untuk menjalankan
mesin hemodialisis yang ada.
9) Peralatan pemadam kebakaran.
10) Peralatan komunikasi eksternal (telepon dan fax).
11) Peralatan untuk kegiatan perkantoran.
12) Peralatan untuk mengelola limbah dan sampah.
13) Perlengkapan dan peralatan lain sesuai kebutuhan.
F. Kesimpulan
 Hemodialisa merupakan unit yang beresiko tinggi terhadap bloodborne viruses seperti Hep
B, Hep C dan HIV baik terhadap pasien maupun petugas
 HAIs dapat dicegah dengan melakukan semua tindakan sesuai dengan prosedur
 Diperlukan
adanya
edukasi
tentang
PPI
baik
bagi
petugas,
pasien
maupun
keluarga/pengunjung.
 Diperlukan adanya surveillace terhadap kejadian : Hep B, Hep C, HIV, IADP/BSI dan
infeksi pada akses vascular
 Perlu ditentukan penggunaan alat medis re use dengan mempertimbangkan keamanan dalam
proses pengelolaannya karena adanya keterbatasan penyediaan peralatan medis tersebut, sulit
didapatkan atau biaya pembelian yang relatif mahal.( SESUAI KEBIJAKAN RS )
 Evaluasi internal: dinilai dari SDM, sarana dan prasarana hemodialisis.
 Evaluasi eksternal: dinilai dari kegiatan hemodialisis (jumlah pasien, adekuasi hemodialisis,
morbiditas dan mortalitas).
 Perhatikan Kesehatan dan keselamatan kerja karyawan
 Mutlak adanya petugas PPI yang incharge di HD.
c. PPI DI OK
IBS merupakan salah satu titik pantau pencegahan dan pengendalian infeksi karena
sangat berperan dalam terjadi atau tidaknya infeksi daerah operasi ( IDO )
Maka sebagai petugas IBS sudah selayaknya untuk berperan aktif dalam pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit salah satunya adalah melalui
penerapan kewaspadaan standar di kamar operasi.
Kewaspadaan standard merupakan kewaspadaan lapis pertama untuk kewaspadaan
isolasi, sedangkan kewaspadaan lapis keduanya adalah kewaspadaan berdasar transmisi.
Dalam pelaksanaan PPI di IBS tersebut maka diperlukan monitoring dan evaluasi oleh
tenaga PPI yang diberi tugas yaitu infection prevention control nurse ( IPCN ), petugas
IPCN adalah seseorang yang mempunyai peran yang penting bukan hanya sebagi auditor
tapi juga edukator,praktisi klinik, konselor dll. Setiap hal yang berhubungan dengan PPI
sebaiknya dikonsultasikan dengan IPCN.
Adapun pelaksanaan PPI di instalasi bedah sentral secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Kewaspadaan standard di IBS

Hand hygiene
Lakukan tehnik HH dengan benar sesuai pedoman cuci tangan bedah yang ada, karena
benar tidaknya cara cuci tangan sangat penting dalam mencegah infeksi
Aplikasikan

Alat pelindung diri ( APD )
Selalu gunakan APD lengkap sesuai kebutuhan, karena di IBS adalah daerah yang
sangat berisiko terpapar darah dan cairan tubuh.
Gunakan masker menutup lubang hidung,sampai janggut( jenggot)
Jangan menaruh masker di ( kening, kepala,leher dan saku )
Gunakan sarung tangan sesuai ukuranya.
Gunakan selalu kaca mata, apron dan sepatu setiap tindakan operasi

Managemen linen
Tidak boleh meletakan linen dilantai, letakan linen di tempatnya jika operasi sudah
selesai
Pisahkan linen yang terpapar darah dengan yang tidak (jangan dicampur)
Linen terpapar darah dianggap linen infeksius

Managemen lingkungan
Jaga selalu kebersihan kamar operasi
Lakukan kebersihan rutin tiap hari dan kebersihan BESAR tiap minggu disetiap sudut
kamar operasi
Gunakan cairan antiseptik yang tepat untuk pembersihan
Lakukan kebersihan sesaat setelah operasi dengan benar dan bersih disemua area,
termasuk peralatan yang baru dipakai( meja, suction,dll)
Tidak boleh ada banyak barang didalam kamar operasi, habis opersai keluarkan.
Tidak boleh terlalu banyak personel dalam kamar operasi
Tidak boleh banyak bicara selama proses operasi

Managemen limbah dan benda tajam
Tempatkan dua tempat sampah setiap operasi, sampah infeksius (kuning) dan non
infeksius (hitam), buang sampah sesuai jenisnya
Infeksius jika TERPAPAR DARAH DAN CAIRAN TUBUH
BUANG SEMUA benda tajam dan resiko menusuk ke safety box, jangan dibuang di
tempat sampah kuning atau hitam
Buang sampah cair/ darah ketempat pembuangan air, jangan ke tempat sampah

Pemrosesan alat
Lakukan pembersihan peralatan di cssd
Berhubung belum ada cssd maka ikuti tahapan sbb :
Untuk alat yang bersinggungan dengan jaringan tubuh/ pembuluh darah lakukan
cara strerilisasi dengan cara :
-
Rendam secara bersamaan semua alat setelah operasi selesai di cairan enzymatik
selama 10-20 menit
-
Lakukan pembersihan alat menggunakan sikat disemua sudut alat
-
Keringkan alat dan masukan tromol
-
Lakukan penyitirilan alat dengan autoclave
Untuk alat alat yang tidak bisa disteril tapi bersinggungan dengan mukosa tubuh
lakukan dekontaminasi tingkat tinggi dengan cara:
-
Rendam alat di larutan enzymatik selama 10-20 menit
-
Lakukan pencucian
-
Rendam alat dengan chlorin 0,5 persen selama 20 menit
-
Cuci alat dengan air steril keringkan dan simpan alat ditempat yang bersih dan
terjaga tidak ditaruh disembarang tempat.
Pada tahap pembersihan / dekontaminasi alat TIDAK BOLEH
direndam secara
bertahap.harus dilakukan perendaman secara bersamaan agar masa kerja disinfeksinya
sama
Sedangkan alat yang hanya bersinggungan dengan bagian luar tubuh lakukan
dekontaminasi tingkat rendah dengan alkhohol swab / cuci dengan air sabun biasa.

Menyuntik yang aman
Pada saat sebelum pemberian obat anastesi lakukan persiapan obat dengan benar dan
tepat
Jangan mengumpulkan banyak obat dalam satu tempat (tidak aman ), lakukan tehnik
satu obat, satu suntikan satu waktu...artinya siapkan saat itu,didentifikasi dengan benar
dan masukan saat itu juga. Tidak menyimpan terlalu lama di kulkas.

Kesehatan karyawan
Karyawan yang sakit sebaiknya diistirahatkan dulu dari kegiatan, apalagi yang
berisiko menularkan penyakit. Sampai benar benar fit untukmikut operasi kembali.
Lakukan chek up kesehatan secara berkala

Etika batuk dan bersin
Jangan sampai batuk dan bersin sembaranan dikamar opersai apalagi sedang
berjalanya proses operasi.

Penempatan pasien
Tempatkan pasien yang akan operasi dengan benar , jika ada operasi lebih dari satu
dan diantaranya ada yang mengindap penyakit menular ( hepatitis B/ ODHA )
tempatkan mereka di jadwal yang paling akhir,
Setelah selesai operasi pasien infeksius lakukan dekontaminasi ruangan dengan
chlorin 0.5 % semua area,dari lantai, meja opersai dan yang terpapar darah pasien.

Praktek lumbal pungsi
Pada waktu penyuntikan spinal anastesi laksanakan prinsip steril secara benar demi
keselamatan pasien.
2. Lain lain :
-
Lakukan time out sebelum opersai
-
Hitung semua peralatan yang digunakan selama operasi dan dokumentasikan
-
Gunakan selang suction disposible( cari info yang jualke apotek ) juga untuk
selang suction lendir pasca intubasi.
-
Bersihkan cairan suction sehabis operasi
-
Lakukan intubasi dengan prinsip STERIL. Siapkan peralatan di meja steril
-
Persiapan operasi :
o Pencukuran daerah operasi sebenarnya tidak direkomendasikan lagi, jika mau
dicukur maka jangan pakai silet cukur tapi pakai cliper
( kerokan tukang
cukur ) dan lakukan pencukuran satu jam sebelum operasi. Karena pencukuram
merupakan tindakan yang bersifat port the entry ( membuka jalan masuknya
kuman )
Saran : mengajukan alat cukur cliper
o Pemasangan kateter yang bukan untuk penunjang diagnostik atau program
rehidrasi lakukan pemasangan dikamar operasi, dan jika sudah tidak diperlukan
segera dilepas, karena pemasangan kateter juga masuk katagori port the entry
lewat lubang uretra.
o Lakukan dis infeksi medan operasi dengan chlorhexidine 4 % dan alkohol 70
% karena CHG mempunyai masa aktif sekitar 6 jam dibanding lainya, bukan
berarti yang lain tidak boleh.
Saran : cari produknya ex: hibiscrub
-
Rencana operasional cssd:
 Jika di acc, semua bentuk pemrosesan alat akan dilakukan di cssd
 Semua alat habis pakai dari semua unit di tatalaksana di cssd, mulai dari tahap
pencucian hingga penyitirilan
 Diusulakan personel cssd
1 perawat dan dua pekarya ,,perawat sebagai
penanggungjawab dibawah ka ibs,, dan pekarya sebagai pelaksana kegiatan,
 Tenaga cssd juga berperan dalam setiap aktivitas di ibs, jadi bukan hanya
sebagai tenaga cssd. Demikian pula sebaliknya tenaga tetap ibs jg berperan
dlam setiap kegiatan cssd.
 Untuk perawat di usulkan yang sudah pelatihan dasar PPI dan juga punya
keahlian di ibs. Agar bisa berperan di dua sisi.
-
Peremajaan peralatan sebagai salah satu elemen pencegahan infeksi
o Sehubungan sudah banyak alat yang usang dan kontruksi gedung yang
tidak sesuai PPI maka ada beberapa perubahan di ibs yaitu
1. Vinilisasi ruangan OK 2, rencana dengan OK 1
2. Peremajaan meja operasi OK 2 (dalam proses negoisasi)
3. Penambahan set OBSGYN (dalam proses negoisasi )
4. Penambahan set bedah lainya( dalam pengajuan)
5. Penambahan mesin anastesi ( dalam proses pemesanan )
o Mohon kerjasamanya seandainya semuanya sudah terpenuhi untuk bisa
memelihara alat dengan sebaik2nya karena semua butuh perjuangan tidak
mudah untuk mendapatkanya. Agar alat bisa awet dan selalu dalam kondisi
bagus.
d. PPI DI RANAP
Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perangkapan pasien oleh tenaga
kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien diinapkan di suatu
ruangan di rumah sakit . Ruang rawat inap adalah ruang tempat pasien dirawat
PERLU DIPERHATIKAN DI RAWAT INAP
 Penampilan personal ( rapi,tanpa jam tangan,cincin,gelang )
 Kebersihan tangan
 Alat pelindung diri (ketersediaan,ketepatan pemakaian, penyimpanan)
 Pembuangan sampah, limbah dan benda tajam ( sesuai kategori,volume
maksimal,aman )
 Spill Kit, B3, koleksi dahak, spoel hook
 Pengelolaan alat kesehatan
 Pengelolaan alat linen
 Keamanan medikasi
 Pengelolaan alat alat reuse
 Pencatatan dan pelaporan kejadian infeksi
 Pengelolaan alat alat steril pasca pemakain
ALAT KESEHATAN
Alat kesehatan/keperawatan bersih, tidak berkarat, dll (kursi roda, brandcar, troli
pengobatan, standar infus, syring pump, infus pump, EKG, suction pump, tabung
oksigen/oksigen dinding, humidifier, pispot, urinal)
Ada jadwal & bukti pembersihan alat-alat tersebut
PEMBERSIHAN ALAT KEPERAWATAN
Stetoskop didisinfeksi alkohol 70 % antar pasien
Manset tensimeter dicuci sekali seminggu atau setiap kali terkena darah/cairan tubuh
segera dicuci
Ambubag dilakukan DTT/ steril setiap ganti pasien
MANAJEMEN LIMBAH RAWAT INAP
Tersedia sampah
 Infeksius
 Noninfeksius
 Benda tajam
TERSEDIA FASILITAS KEBERSIHAN TANGAN
Kebersihan Tangan merupakan pilar untuk pencegahan dan pengendalian infeksi
Petugas rawat inap harus membiasakan dengan 5 moment dan 6 langkah kebersihan
tangan dengan benar. Harus tersedia :
 Handwash
 Handrubs
TERSEDIA FASILITAS APD
 Masker
 Sarung tangan ( bersih dan Steril )
 Apron
 kacamata
Download