Abstrak Kerjasama antar daerah merupakan upaya yang dilakukan oleh dua atau lebih daerah untuk mencapai tujuan bersama sesuai dengan kebutuhan bersama. Dalam konteks pengembangan wilayah atau program kewilayahan, kerjasama antar daerah bertujuan untuk mencapai sinergi antar daerah dalam mengatasi kesenjangan antar wilayah melalui perencanaan pembangunan daerah dan implementasi pengembangan wilayah yang sinergis dan selaras. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui berbagai bentuk kerjasama antar daerah dengan tata cara kerjasama yang sesuai dengan arahan kebijakan dan ketentuan peraturan perundangan yang ada. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan Kerjasama Antar Daerah baru dirasakan oleh daerah pada sekitar tahun 1990an. Muncul inisiatif dari daerah perkotaan sekunder di Indonesia untuk melaksanakan kerjasama pada daerah yang berbatasan. Awalnya, pemicu dari kebutuhan ini lebih pada keperluan akan integrasi pengelolaan infrastruktur perkotaan. Namun dalam perkembangannya kerjasama ini berkembang pada aspek-aspek yang lebih luas. Beberapa kerjasama yang diinisiasi oleh daerah antara lain adalah : a. Surakarta-Boyolali-Sukoharjo (Subosuko). b. Yogyakarta-Sleman-Bantul (Kartamantul) c. Kotamadya Malang-Kabupaten Malang d. Kota Semarang-Kendal-Kabupaten Semarang-Purwodadi (Kedung Sepur) Kesadaran akan kebutuhan Kerjasama Antar Daerah memasuki dimensi baru dengan munculnya permasalahan lingkungan di wilayah kipas alluvial Ciliwung-Cisadane. Dilandasi oleh munculnya permasalahan banjir dan permasalahan lingkungan lainnya dikawasan itu, maka dilakukan pengaturan bersama pembangunan wilayah Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur) yang kemudian dituangkan dalam Keputusan Presiden nomor 4 tahun 1992. Dengan kebijakan tersebut Kerjasama Antar Daerah sudah berkembang pada aspek yang sangat luas. Kebijakan tentang Bopunjur ini dilaksanakan sampai dengan tahap pelaksanaan fisik. Namun demikian, inisiatip dalam arti kebijakan-kebijakan pokok masih banyak diambil Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah lebih bertindak sebagai pelaksana. Kerjasama Antar Daerah berkembang lebih lanjut dengan berkembangnya kesadaran pada tingkat propinsi. Dengan adanya pendekatan pembangunan yang bersifat regionalisasi yang pada sekitar tahun 1990an dikenal dengan Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) maka mulailah dibentuk kerjasama antar daerah kabupaten/kota dalam satu satuan wilayah pembangunan tersebut. Sebagian terbesar dari SWP tersebut merupakan perwujudan dari wilayah karesidenan. Namun ditemui pula adanya kebutuhan terhadap Kerjasama Antar Daerah yang muncul akibat komplementaritas sector antara lain setor ekonomi. Beberapa Kerjasama Antar Daerah yang muncul melalui pola ini antara lain : a. Purbalingga-Banyumas-Cilacap-Kebumen (Barlingmas Cakep) b. Pacitan-Wonogiri-Gunung Kidul (Pawonsari). Dalam pelaksanaan kerjasama antar daerah sejak tahun 1976 sampai dengan tahun 2006, langkah yang dilaksanakan dalam melaksanakan Kerjasama Antar Daerah adalah membuat sebuah perencanaan bersama tentang pembangunan daerahnya yang dilanjutkan dengan pembentukan institusi kerjasama antar daerah. Bentuk yang diambil dari masingmasing Kerjasama Antar Daerah dapat bermacam-macam, yaitu antara lain : Sekretariat Bersama atau Badan Kerjasama Pembangunan. Pola yang diambil dari kedua bentuk kelembagaan tersebut adalah lebih bersiafat forum komunikasi antar daerah dalam melaksanakan pembangunan. Dengan demikian, kebijakan pembangunan dari masing-masing daerah tetap masih sepenuhnya ada pada masing-masing kepala daerahnya. Dimensi baru Kerjasama Antar Daerah muncul kembali dengan adanya inisiatif Pemerintah Pusat melalui BAPPENAS dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Memahami pembangunan ekonominya masih tertinggal tidak dapat dilaksanakan apabila dilaksanakan secara mandiri dari masing-masing kabupaten, dilakukan inisiasi kerjasama antar daerah yang mempunyai kesatuan kebutuhan pembangunan tersebut. Namun berbeda dengan pendekatan yang dilaksanakan dan dibina oleh Kementerian Dalam Negeri, setelah dlaksanakan perencanaan pembangunan, dibentuk Regional Manager. Regional Manager lebih memfungsikan adanya satu manajemen dalam pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai kabupaten dalam satu Regional Management. Dengan pendekatan ini berarti ada sebagian wewenang yang secara sadar diserahkan oleh masing-masing pemerintah daerah kepada institusi yang dibentuk bersama tersebut. Singkatnya, kerjasama antardaerah apabila dikelola dengan efektif dan efisien akan memberikan manfaat ganda yang saling menguntungkan bagi daerah-daerah yang bekerjasama. 1.2 Acuan Normatif Tentang Kerjasama Antar Daerah No 1 2 3 Acuan Normatif Mengapa Digunakan ? Undang-undang No. 32 Tahun 2004 UU No. 32 Tahun 2004 ini telah Tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan pentingnya kerjasama antar daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi, dan saling menguntungkan. PP No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Dalam PP nomor 50 tahun 2007 ini telah diatur Cara Pelaksanaan Kerja Sama beberapa ketentuan yang mengatur mengenai Daerah kerjasama antar daerah, yaitu prinsip-prinsip kerjasama, subjek kerjasama, objek dan bentuk kerjasama, serta tata cara kerjasama. Termasuk didalamnya ketentuan mengenai Badan Kerjasama (Antardaerah) dan pembiayaan. Perpres Nomor 5 Tahun 2010 Memberi arahan umum tentang pengembangan 2 4 5 tentang RPJMN Tahun 2010 – 2014 wilayah pada umumnya dan khususnya potensi (khususnya Buku III) kerjasama antara daerah untuk membangun sinergi antar daerah Permendagri No. 22 Tahun 2009 Permendagri ini berisi tentang ruang lingkup tentang Petunjuk Teknis Kerja petunjuk teknis kerjasama daerah, yaitu: sama Daerah a. Petunjuk teknis kerja sama antar daerah; b. Petunjuk teknis kerja sama daerah dengan pihak ketiga Permendagri No. 23 Tahun 2009 Berisi tata cara pembinaan dan pengawasan tentang Tata Cara Pembinaan dan kerj sama antar daerah (KAD) yang dilakukan Pengawasan Kerja sama Daerah oleh Menteri Dalam Negeri dan Gubernur yang dilakukan pada tahapan: penjajakan, negosiasi, penandatanganan, pelaksanaan dan pengakhiran. II.BEBERAPA ASPEK KERJASAMA ANTAR DAERAH 2.1. Pengertian Kerjasama Antar Daerah Flo Frank dan Anne Smith (2000) menyatakan bahwa kerjasama dapat didefinisikan sebagai , “suatu hubungan dua pihak atau lebih yang mempunyai tujuan bersama, yang berjanji untuk melakukan sesuatu bersama-sama.” Kerjasama adalah tentang orang-orang yang bekerja bersama-sama dalam suatu hubungan yang menguntungkan, selalu mengerjakan sesuatu hal bersama-sama yang mungkin tidak dapat dicapai sendirian. Sementara itu, dalam acuan Intergovernmental Cooperation (dalam Kurtz, 2002), kerjasama antar pemerintahan didefinisikan sebagai , “suatu susunan antara dua pemerintah atau lebih untuk mencapai tujuan-tujuan bersama, penyediaan suatu pelayanan atau memecahkan masalah satu sama lain secara bersama”. Dari kedua definisi yang telah dikemukakan, maka dapat dapat disimpulkan bahwa Kerjasama Antar Daerah adalah , “suatu tindakan, kegiatan atau usaha yang dilakukan bersama-sama oleh dua atau lebih daerah otonom, yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan bersama untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.” 2.2 Urgensi Kerjasama Antar Daerah Yeremias T. Keban mengemukakan sejumlah alasan perlu dilakukannya kerja sama antar pemerintah daerah adalah sebagai berikut: 1. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat membentuk kekuatan yang lebih besar. Dengan kerjasama antar pemerintah daerah, kekuatan dari masing-masing daerah yang bekerjasama dapat disinergikan untuk menghadapi ancaman lingkungan atau permasalahan yang rumit sifatnya daripada kalau ditangani sendiri-sendiri. Mereka bisa bekerjasama untuk mengatasi hambatan lingkungan atau mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. 3 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat mencapai kemajuan yang lebih tinggi. Dengan kerjasama, masing-masing daerah akan mentransfer kepandaian, ketrampilan, dan informasi, misalnya daerah yang satu belajar kelebihan atau kepandaian dari daerah lain. Setiap daerah akan berusaha memajukan atau mengembangkan dirinya dari hasil belajar bersama. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat lebih berdaya. Dengan kerjasama, masing-masing daerah yang terlibat lebih memiliki posisi tawar yang lebih baik, atau lebih mampu memperjuangkan kepentingannya kepada struktur pemerintahan yang lebih tinggi. Bila suatu daerah secara sendiri memperjuangkan kepentingannya, ia mungkin kurang diperhatikan, tetapi bila ia masuk menjadi anggota suatu forum kerjasama daerah, maka suaranya akan lebih diperhatikan. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat memperkecil atau mencegah konflik. Dengan kerjasama, daerah-daerah yang semula bersaing ketat atau sudah terlibat konflik, dapat bersikap lebih toleran dan berusaha mengambil manfaat atau belajar dari konflik tersebut. Masing-masing pihak lebih merasakan keadilan. Masing-masing daerah akan merasa dirinya tidak dirugikan karena ada transparansi dalam melakukan hubungan kerjasama. Masing-masing daerah yang terlibat kerjasama memiliki akses yang sama terhadap informasi yang dibuat atau digunakan. Masing-masing pihak yang bekerjasama akan memelihara keberlanjutan penanganan bidang-bidang yang dikerjasamakan. Dengan kerjasama tersebut masing-masing daerah memiliki komitmen untuk tidak mengkhianati partnernya tetapi memelihara hubungan yang saling menguntungkan secara berkelanjutan. Kerjasama ini dapat menghilangkan ego daerah. Melalui kerjasama tersebut, kecendrungan “ego daerah” dapat dihindari, dan visi tentang kebersamaan sebagai suatu bangsa dan negara dapat tumbuh. 2.3. Prinsip-Prinsip Kerjasama Beberapa prinsip yang ada dapat dijadikan pedoman dalam melakukan kerjasama antar pemerintah daerah yaitu: 1. Transparansi. Pemerintahan Daerah yang telah bersepakat untuk melakukan kerjasama harus transparan dalam memberikan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan dalam rangka kerjasama tersebut, tanpa ditutup-tutup. 2. Akuntabilitas. Pemerintah Daerah yang telah bersepakat untuk melakukan kerjasama harus bersedia untuk mempertanggungjawabkan, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang terkait dengan kegiatan kerjasama, termasuk kepada DPRD sebagai wakil rakyat, atau kepada para pengguna pelayanan publik. 3. Partisipatif. Dalam lingkup kerjasama antar Pemerintah Daerah, prinsip partisipasi harus digunakan dalam bentuk konsultasi, dialog, dan negosiasi dalam menentukan tujuan yang harus dicapai, cara mencapainya dan mengukur kinerjanya, termasuk cara membagi kompensasi dan risiko. 4. Efisiensi. Dalam melaksanakan kerjasama antar Pemerintah Daerah ini harus dipertimbangkan nilai efisiensi yaitu bagaimana menekan biaya untuk memperoleh suatu 4 hasil tertentu, atau bagaimana menggunakan biaya yang sama tetapi dapat mencapai hasil yang lebih tinggi. 5. Efektivitas. Dalam melaksanakan kerjasama antar Pemerintah Daerah ini harus dipertimbangkan nilai efektivitas yaitu selalu mengukur keberhasilan dengan membandingkan target atau tujuan yang telah ditetapkan dalam kerjasama dengan hasil yang nyata diperoleh. 6. Konsensus. Dalam melaksanakan kerjasama tersebut harus dicari titik temu agar masingmasing pihak yang terlibat dalam kerjasama tersebut dapat menyetujui suatu keputusan. Atau dengan kata lain, keputusan yang sepihak tidak dapat diterima dalam kerjasama tersebut. 7. Saling menguntungkan dan memajukan. Dalam kerjasama antar Pemerintah Daerah harus dipegang teguh prinsip saling menguntungkan dan saling menghargai. Prinsip ini harus menjadi pegangan dalam setiap keputusan dan mekanisme kerjasama. Selain enam prinsip umum di atas, beberapa prinsip khusus yang dapat digunakan sebagai acuan dalam kerjasama antar Pemerintah Daerah yaitu: 1. Kerjasama tersebut harus dibangun untuk kepentingan umum dan kepentingan yang lebih luas 2. Keterikatan yang dijalin dalam kerjasama tersebut harus didasarkan atas saling membutuhkan 3. Keberadaan kerjasama tersebut harus saling memperkuat pihak-pihak yang terlibat 4. Harus ada keterikatan masing-masing pihak terhadap perjanjian yang telah disepakati 5. Harus tertib dalam pelaksanaan kerjasama sebagaimana telah diputuskan 6. Kerjasama tidak boleh bersifat politis dan bernuansa KKN 7. Kerjasama harus dibangun diatas rasa saling percaya, saling menghargai, saling memahami dan manfaat yang dapat diambil kedua belah pihak. Sementara itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah ditetapkan sejumlah prinsip kerja sama daerah sebagai pegangan sebagai berikut: 1. efisiensi; 2. efektivitas; 3. sinergi; 4. saling menguntungkan; 5. kesepakatan bersama; 6. itikad baik; 7. mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 8. persamaan kedudukan; 9. transparansi; 10. keadilan; dan 11. kepastian hukum. 5 2.4. Bentuk-Bentuk Kerjasama Menurut Lembaga Administrasi Negara RI (2004) kerjasama terdiri atas beberapa bentuk, yaitu: 1. Consortia: yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing sumberdaya, karena lebih mahal bila ditanggung sendiri-sendiri; misalnya pendirian perpustakaan dimana sumberdaya seperti buku-buku, dan pelayanan lainnya, dapat digunakan bersama-sama oleh mahasiswa, pelajar dan masyarakat publik, dari pada masing-masing pihak mendirikan sendiri karena lebih mahal. 2. Joint Purchasing: yaitu pengaturan kerjasama dalam melakukan pembelian barang agar dapat menekan biaya karena skala pembelian lebih besar. 3. Equipment Sharing: yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing peralatan yang mahal, atau yang tidak setiap hari digunakan. 4. Cooperative Construction: yaitu pengaturan kerjasama dalam mendirikan bangunan, seperti pusat rekreasi, gedung perpustakaan, lokasi parkir, gedung pertunjukan, dsb. 5. Joint Services: yaitu pengaturan kerjasama dalam memberikan pelayanan publik, seperti pusat pelayanan satu atap yang dimiliki bersama, dimana setiap pihak mengirim aparatnya untuk bekerja dalam pusat pelayanan tersebut. 6. Contract Services: yaitu pengaturan kerjasama dimana pihak yang satu mengontrak pihak yang lain untuk memberikan pelayanan tertentu, misalnya pelayanan air minum, persampahan, dsb. Jenis pengaturan ini lebih mudah dibuat dan dihentikan, atau ditransfer ke pihak yang lain 7. Pengaturan lainnya: pengaturan kerjasama lain dapat dilakukan selama dapat menekan biaya, misalnya membuat pusat pendidikan dan pelatihan (DIKLAT), fasilitas pergudangan, dsb. Khusus dalam kaitannya dengan pembangunan wilayah atau program kewilayahan sebenarnya kerja sama antar daerah sudah relatif meluas dilakukan. Berikut dikemukakan sejumlah praktek kerjasama antar daerah yang telah berjalan. Kerjasama antar daerah di Kawasan Perkotaan Metropolitan Yogyakarta, Sleman, dan Bantul (Kartamantul) Kerjasama antar kota khususnya Kota Yogyakarta, Sleman dan Bantul, adalah: a. Adanya keterkaitan Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Sleman dan Bantul dalam hal: Kepentingan pengelolaan alam; saling keterkaitan akan kebutuhan air baku, dimana Kabupaten Sleman sebagai wilayah hulu yang memilikii sumber air baku sedangkan Kota Yogyakarta dan Bantul menjadi pengguna sumber air baku tersebut. Fungsi Kota Yogyakarta; sebagai kota jasa, perdagangan dan pendidikan menjadi magnet bagi masyarakat disekitar Kota Yogyakarta. Dinamika kependudukan; terjadi tingkat urbanisasi ke Kota Yogyakarta sebesar 0,7% dan penyebaran penduduk yang cenderung padat di Kabupaten Sleman dan Bantul khususnya di Kecamatan perbatasan dengan Kota Yogyakarta 6 b. c. d. e. Pola penyediaan permukiman; dinamika pasar permukiman merapat ke Kota Yogyakarta dibanding dengan pengembangan di ibukota Kabupaten Sleman dan Bantul. Dalam tiap jenis kawasan permukiman baru, direncanakan pengembangan berdasarkan skenario, antara lain: Skenario rusunawa; mengembangkan pola yang ada seperti penggunaan lahan dengan mekanisme sewa lahan kas desa hal ini menjadi mudah dalam mengembangkan rusunawa. Penyediaan utilitas sudah tertangani dengan pola kesepakatan bersama tentang pembangunan rusunawa dan penyediaan prasarana utilitas lingkungan antara pemerintah pusat dan daerah. Skenario BKM dan Perumnas; perlu diselesaikan persoalan internal BKM supaya pengembangan lebih mudah sedangkan Perumnas mengikuti dinamika yang berkembang karena lokasi Perumnas “menempel” dengan BKM. Persoalan utilitas seperti penyediaan air minum (karena kondisi alam yang berkapur), akses yang jauh dari jalan utama dan fasilitas ekonomi. Skenario konvensional; tidak dipungkiri peran pengembang swasta dalam penyediaan permukiman baru khususnya untuk MBR, sekarang ini di Provinsi DI Yogyakarta hanya 2 pengembang yang masih konsisten mengembangkan permukiman baru untuk MBR. Pengembangan permukiman baru untuk MBR bagi pengembang swasta masih mengandalkan lahan murah dan dampaknya infrastruktur terbatas. Perlu adanya penyelesaian penyediaan infrastruktur bagi pengembangan permukiman baru, seperti air minum, akses dan fasilitas ekonomi sebagai penunjang cepat laku dan hidup bagi permukiman. Sudah ada pola kerjasama antar kota/daerah di Yogyakarta yatu Kartamantul tetapi masih sebatas lingkup wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta sehingga BKM dan Perumnas diluar dari kerjasama tersebut. Dalam kerjasama Kartamantul telah dikerjasamakan berdasarkan sektor, seperti air minum, persampahan, jaringan jalan, akses, air limbah dan tata ruang. Kerjasama Antar Daerah di Kawasan Perkotaan Metropolitan Jabodetabekpunjur Derasnya pembangunan Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara, menyebabkan terjadinya peluapan (spillover) perkembangan kota ke wilayah di sekitarnya, sehingga terjadilah berbagai alih fungsi peruntukan di kota-kota sekitar Jakarta. Dampak spillover tersebut belum optimal ditangani karena belum ada perencanaan terpadu di kawasan sekitar Jakarta, yang didasarkan kepada satu kesatuan ekosistem yang saling mempengaruhi. Untuk menata kawasan Bodetabekpunjur ini telah dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur yang secara jelas mengatur dan mendorong keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antardaerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan. Selanjutnya, untuk mengkoordinasikan kebijakan kerjasama antardaerah serta melaksanakan pembinaan yang terkait dengan kepentingan lintas Provinsi/Kabupaten/Kota di kawasan Jabodetabekpunjur dilakukan dan/atau difasilitasi oleh badan kerjasama antardaerah. Namun, 7 ego dan kepentingan-kepentingan kedaerahan yang begitu besar telah berbenturan dengan Peraturan ini. Pada saat ini kelembagaan yang sudah terbentuk adalah Badan Kerjasama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur, yang dibentuk berdasarkan Keputusan bersama Gubernur Jawa Barat dan Gubernur DKI Jakarta nomor D.IV-3201/d/11/1976/Pem121/SK/1976) tanggal 14 Mei 1976, berpedoman Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Pem.10/34/16-282 tanggal 26 Agustus 1976, yang ditempatkan pada kedudukan ganda. Pada Pemerintah daeeah yang bekerjasama, badan ini melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi (KISS) untuk memecahkan berbagai masalah di wilayah Jabotabek. Pada hubungan dengan Pemerintah Pusat, badan ini menjadi representasi daerah yang bekerjasama dalam melakukan konsultasi kepada Pemerintah Pusat mengenai seluruh aspek pembangunan Jabodetabekjur. Masalah yang dihadapi BKSP Jabodetabekjur sebagai lembaga kerjasama selama ini, adalah sebagai berikut : Belum siapnya pemerintah dalam merencanakan dan membiayai program yang integral antar wilayah, Belum terciptanya interkoneksitas yang kuat antar daerah dalam hal pengelolaan kota, Belum adanya kesamaan persepsi, kepentingan dan prioritas bersama mengenai pentingnya penanganan Wilayah Jabodetabekjur sebagai Kawasan Strategis Nasional, Kurangnya koordinasi yang terbina antara institusi pemerintah, masyarakat loKal dan wasta di wilayah Jabodetabekjur, Belum siapnya kapasitas SDM dalam kelembagaan pemerintah untuk koordinasi dan kerjasama antar wilayah, Belum tercapainya kesetaraan perangkat daerah dalam kerjasama antar wilayah, Perlunya optimalisasi peran BKSP Jabddetabekpunjur dalam kerjasama antar wilayah, Perlunya instrumen RTRW & RPJM Kawasan Jabodetabekpunjur, Perlunya dukungan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari APBN untuk menopang kerjasama pembangunan wilayah Bodetabekpunjur, 2.5. Beberapa Isu-isu Strategis Kerjasama Antar Daerah Menurut Antonius Tarigan (2009) ada sejumlah isu strategis yang berkaitan dengan urgensi Kerjasama Antar Pemerintah Daerah selama ini yaitu : 1. Peningkatan Pelayanan Publik. Kerjasama antar daerah diharapkan menjadi salah satu metode inovatif dalam meningkatkan kualitas dan cakupan pelayanan publik. Efektivitas dan efisiensi dalam penyediaan sarana dan prasarana pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sebagainya juga menjadi isu yang penting, terutama untuk daerah-daerah tertinggal. Peningkatan pelayanan publik ini juga termasuk pembangunan infrastrukutur. Infrastruktur ini bisa mencakup jaringan jalan, pembangkit listrik, dan sebagainya. 2. Kawasan Perbatasan Kerjasama dalam hal keamanan di kawasan perbatasan juga menjadi salah satu isu strategis. Selain pendekatan keamanan, pada saat ini lebih difokuskan pada pendekatan kesejahteraan 8 (welfare approach). Kerjasama di kawasan-kawasan perbatasan juga difokuskan pada pengembangan wilayah, karena daerah-daerah di kawasan perbatasan ini sebagian besar adalah daerah tertinggal. 3. Tata Ruang Keterkaitan tata ruang antardaerah diperlukan dalam hal-hal yang dapat mempengaruhi lebih dari satu daerah, seperti Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan lindung, dan sebagainya. 4. Penanggulangan Bencana dan Penanganan Potensi Konflik Usaha mitigasi bencana dan tindakan pasca bencana, apabila bercermin dari pengalaman di NAD, Alor dan Nabire, serta daerah lainnya, ternyata keadaan ini membutuhkan koordinasi dan kerjasama yang baik antar daerah-daerah yang berdekatan. 5. Kemiskinan dan Pengurangan Disparitas Wilayah Keterbatasan kemampuan, kapasitas dan sumber daya yang berbeda-beda antar daerah menimbulkan adanya disparitas wilayah dan kemiskinan (kesenjangan sosial). Melalui kerjasama antar daerah, diharapkan terjadi peningkatan kapasitas daerah dalam penggunaan sumber daya secara lebih optimal dan pengembangan ekonomi lokal, dalam rangka menekan angka kemiskinan dan mengurangi disparitas wilayah. 6. Peningkatan peran Provinsi UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengisyaratkan perlunya peningkatan peran provinsi, termasuk dalam memfasilitasi penyelesaian permasalahan-permasalahan antar daerah. Untuk itu diperlukan peningkatan kemampuan provinsi dalam menyelenggarakan/mendorong kerjasama antar daerah (local government cooperation). Peranan ini terutama dalam kapasitas provinsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat dan sebagai fasilitator dan katalisator Kerjasama Antar Daerah (KAD). 7. Pemekaran Daerah Kerjasama Antar Daerah (KAD) dapat menjadi salah satu alternatif lain untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik selain kebijakan pemekaran daerah. Hal ini mengingat kebijakan pemekaran memerlukan lebih banyak sumber daya dibanding Kerjasama Antar Daerah (KAD), dan perkembangan daerah otonom baru tidak selalu memberikan hasil seperti yang diinginkan. Dalam perkembangannya selama ini, sebagian daerah telah memiliki kesadaran sendiri untuk bekerjasama dengan daerah lain dalam berbagai bidang, terkait dengan isu-isu strategis tadi. Meskipun begitu, karena pada awalnya tidak ada kewajiban bagi daerah untuk menginformasikan atau melaporkan pembentukan Kerjasama Antar Daerah (KAD) baik ke Pemerintah maupun Pemerintah Provinsi, maka belum dilakukan pendataan mengenai apa saja bentukan-bentukan kerjasama yang telah terselenggara di seluruh Indonesia. 2.6 Kendala dan Potensi KAD Kerjasama Antar Daerah (KAD) selama ini tidak lepas dari kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaannya. Menurut Antonius Tarigan (2009) kendala-kendala itu diantaranya adalah sebagai berikut: 9 a) Belum ada database yang cukup baik mengenai KAD di seluruh Indonesia b) Pemerintah Daerah masih belum cukup mempertimbangkan KAD sebagai salah satu inovasi dalam penyelenggaraan pembangunan. Salah satu penyebabnya adalah adanya persaingan dan ego daerah dimana semangat otonomi masih dipandang sempit dan kedaerahan. Setiap daerah memacu perkembangan daerahnya sendiri tanpa menimbang kemampuan dan kebutuhan wilayah lain. Kondisi ini menghambat prakarsa daerah untuk bekerjasama dengan daerah lain. Terlebih lagi, tidak jarang pelayanan publik yang diusahakan KAD lebih banyak merugi dan disubsidi APBD sehingga kurang menarik dikerjasamakan. Pemerintah Daerah kemudian lebih memilih bekerjasama dengan pihak swasta karena menganggap kerjasama dengan daerah lain justru lebih rumit dan rawan terjadi konflik. Selain itu, belum ada mekanisme insentif untuk daerah-daerah yang bekerja sama dalam peningkatan efektivitas/efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik c) Untuk daerah-daerah pemekaran, ada kecenderungan lebih enggan untuk bekerja sama dengan daerah lain, termasuk daerah induk, karena euphoria baru menjadi sebuah daerah otonom. d) Di pemerintah pusat sendiri, KAD belum menjadi satu inovasi prioritas untuk didiseminasikan ke daerah. Selama ini KAD biasanya terbentuk atas inisiatif daerah sendiri. Masih sangat kurang fasilitasi atau inisiasi dari Pemerintah maupun Pemerintah Provinsi. Peran Pemerintah sampai saat ini baru dalam bentuk penyusunan PP No. 50 Tahun 2007 mengenai tata cara KAD. Meskipun demikian, terdapat beberapa hal yang bisa menjadi potensi dalam pengembangan KAD kedepan, yaitu diantaranya: a) Kerjasama Antar Pemerintah Daerah biasanya mendapat bobot prioritas paling rendah dari program-program lain dalam Bidang Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Meski begitu, baik Pemerintah Daerah maupun instansi di tingkat pusat memperkirakan peningkatan KAD ini, pada masa yang akan datang, dapat menjadi salah satu kunci dalam mengakselerasi pembangunan daerah. Akan tetapi isu KAD biasanya selalu “kalah” dengan isu lain yang sifatnya lebih pragmatik. b) KAD dapat menjadi alternatif dari pemekaran daerah untuk peningkatan pelayanan publik maupun pengembangan ekonomi wilayah. c) Sebagian besar daerah cenderung tidak terlalu memperhatikan KAD biasanya karena daerah tidak tahu atau tidak menyadari potensi yang bisa dikerjasamakan. Pemerintah Provinsi bisa berperan dalam hal mengkaji potensi-potensi kerjasama tersebut. Database “potensi kerjasama” dapat menjadi instrumen yang penting dalam mendorong kerjasama daerah. d) Penguatan peran Pemerintah dan Pemerintah Provinsi dapat dilakukan dalam hal inisiasi, penyusunan sistem/mekanisme insentif, dan diseminasi best practices untuk mendorong peningkatan KAD. e) Selama ini sudah banyak model pengembangan ekonomi wilayah yang berbasis pada KAD. Misalnya KAPET, Kawasan Andalan, Kawasan Sentra Produksi, dan sebagainya. Model-model ini dapat “dihidupkan” kembali atau bahkan dimodifikasi untuk sektorsektor lain. 10 III. PANDUAN UNTUK MELAKUKAN KERJASAMA ANTAR DAERAH Saat ini, tata cara kerjasama daerah telah diatur secara teknis dalam Permendagri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Kerja sama Daerah. Dalam Lampiran I Permendagri tersebut diuraikan secara jelas tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam kerjasama antardaerah, sebagai berikut : 1. Persiapan a. Pembentukan Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD). b. Inventarisasi objek kerja sama yang akan dikerjasamakan dan menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) sesuai dengan prioritas yang ditetapkan. Dalam hal objek kerja sama belum ada dalam RPJMD, maka objek yang akan dikerjasamakan wajib dicantumkan dalam RKPD sesuai dengan prioritas. c. Penyiapan rencana kerja sama: 1) menyusun rencana kerja sama terhadap objek yang akan dikerjasamakan dengan daerah lain; 2) menyiapkan informasi dan data yang lengkap mengenai objek yang akan dikerjasamakan; dan 3) analisis mengenai manfaat dan biaya kerja sama yang terukur bahwa objek kerja sama lebih bermanfaat apabila dikerjasamakan dengan daerah lain daripada dikelola sendiri. 2. Penawaran a. Menentukan prioritas objek yang akan dikerjasamakan. b. Memilih daerah dan objek yang akan dikerjasamakan. c. Menawarkan objek yang akan dikerjasamakan melalui surat penawaran: 1) Gubernur dengan Gubernur, tembusan suratnya disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, Departemen/Pimpinan LPND terkait dan DPRD dari daerah yang menawarkan. 2) Gubernur dengan Bupati/Walikota dalam satu Provinsi atau di luar Provinsi, tembusan suratnya disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, Departemen/ Pimpinan LPND terkait dan DPRD dari daerah yang menawarkan. 3) Bupati/Walikota dengan Bupati/Walikota dalam satu Provinsi, tembusan suratnya disampaikan kepada Gubernur, Menteri Dalam Negeri, Departemen/Pimpinan LPND terkait dan DPRD dari daerah yang menawarkan. 4) Bupati/Walikota dengan Bupati/Walikota dari Provinsi yang berbeda, tembusan suratnya disampaikan kepada masing-masing Gubernur, Menteri Dalam Negeri, Departemen/Pimpinan LPND terkait dan DPRD dari daerah yang menawarkan. d. Surat penawaran kerja sama Kepala Daerah sekurang-kurangnya memuat: 1) Objek yang akan dikerjasamakan; 2) Manfaat kerja sama terhadap pembangunan daerah; 11 3) 4) 5) e. 3. a. b. Bentuk kerja sama; Tahun anggaran dimulainya kerja sama; Jangka waktu kerja sama. Dalam surat penawaran kerja sama dilampirkan informasi dan data yang dapat berupa kerangka acuan/proposal objek yang akan dikerjasamakan. Kepala Daerah setelah menerima jawaban tawaran rencana kerja sama dari daerah lain dibahas dengan TKKSD, selanjutnya memberikan jawaban tertulis atas rencana kerja sama. Penyiapan Kesepakatan Setelah menerima jawaban persetujuan, TKKSD masing-masing segera membahas rencana KAD dan menyiapkan Kesepakatan Bersama. Kesepakatan Bersama merupakan pokok-pokok kerja sama yang memuat: 1) Identitas para pihak; 2) Maksud dan tujuan; 3) Objek dan ruang lingkup kerja sama; 4) Bentuk kerja sama; 5) Sumber biaya; 6) Tahun anggaran dimulainya pelaksanaan kerja sama; 7) Jangka waktu berlakunya kesepakatan bersama, paling lama 12 bulan; dan 8) Rencana kerja yang memuat: i. Jangka waktu penyusunan rancangan perjanjian kerja sama masingmasing TKKSD yang merupakan tindak lanjut dari kesepakatan bersama. ii. Tanggal pembahasan bersama rancangan perjanjian kerja sama oleh TKKSD masing-masing. iii. Jadwal penandatanganan perjanjian KAD. iv. Rencana kerja tersebut dijadikan lampiran dalam kesepakatan bersama dan ditandatangani oleh masing-masing kepala daerah. 4. Penandatanganan Kesepakatan a. Kesepakatan Bersama antar daerah ditandatangani oleh masing-masing Kepala Daerah. b. Penanda tanganan kesepakatan bersama dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan para pihak dan dapat disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri/Pimpinan LPND yang terkait dengan objek kerja sama. 5. Penyiapan Perjanjian a. TKKSD masing-masing daerah menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama yang memuat paling sedikit: i. Subjek kerja sama; ii. Objek kerja sama; iii. Ruang lingkup kerja sama; iv. Hak dan kewajiban; v. Jangka waktu kerja sama; vi. Keadaan memaksa/force majeure; 12 b. c. 6. a. b. vii. Penyelesaian perselisihan; dan viii. Pengakhiran kerja sama. Dalam perjanjian kerja sama, Kepala Daerah dapat menyatakan bahwa pelaksanaan yang bersifat teknis ditangani oleh Kepala SKPD. Dalam menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama, dapat meminta bantuan pakar/tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri dan Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait. Setelah ada kesepakatan, TKKSD menyiapkan rancangan akhir perjanjian KAD. Ketua TKKSD masing-masing memberikan paraf pada rancangan perjanjian KAD dan menyerahkan kepada Kepala Daerah masing-masing untuk ditandatangani dengan memperhatikan jadwal yang ditetapkan dalam rencana kerja. Materi perjanjian kerja sama yang telah disepakati dituangkan dalam format perjanjian kerjasama sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penandatanganan perjanjian Perjanjian kerjasama antar daerah ditandatangani oleh Kepala Daerah. Tempat dan waktu penandatanganan perjanjian kerja sama ditetapkan sesuai kesepakatan dari para pihak. 7. Pelaksanaan a. Dalam pelaksanaan kerja sama harus memperhatikan rencana kerja yang telah disepakati. Perjanjian KAD yang jangka waktunya lebih dari 5 tahun dan atas persetujuan bersama, dapat dibentuk badan kerja sama daerah. Badan kerja sama sesuai dengan tugasnya membantu Kepala Daerah untuk: i. melakukan pengelolaan, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan KAD; dan ii. memberikan masukan dan saran kepada Kepala Daerah masing-masing mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan apabila ada permasalahan. b. Biaya pelaksanaan KAD dan/atau Badan Kerja Sama Daerah menjadi tanggung jawab SKPD masing-masing. c. Dalam pelaksanaan KAD, dapat dilakukan perubahan materi perjanjian/adendum atas persetujuan bersama Kepala Daerah. Apabila materi perubahan/adendum menyebabkan atau mengakibatkan penambahan pembebanan APBD atau masyarakat, maka penambahan pembebanan harus dimintakan persetujuan DPRD. d. Dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama terjadi keadaan memaksa/force majeure yang mengakibatkan hak dari Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang harus diterima berkurang atau tidak ada, Kepala Daerah memberitahukan secara tertulis kepada Ketua DPRD masing-masing disertai dengan penjelasan mengenai: 1) keadaan memaksa/force majeure yang terjadi; dan 2) hak dari Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah diterima dan/atau yang tidak bisa diterima setiap tahun atau pada saat berakhirnya KAD. e. Tiga bulan sebelum berakhirnya perjanjian KAD, masing- masing SKPD yang melakukan KAD dibantu oleh badan kerja sama dan dapat didampingi oleh tim penilai eksternal untuk melakukan inventarisasi dan penilaian secara finansial terhadap: 1) barang bergerak dan tidak bergerak yang terkait dengan perjanjian KAD; 2) kewajiban atau utang yang menjadi beban KAD. 13 f. Hasil penilaian dilaporkan kepada Kepala Daerah melalui SKPD masing-masing. Terhadap barang bergerak dan tidak bergerak dimaksud pada huruf e point 1), pembagiannya dapat dilaksanakan: 1) dijual kepada para pihak yang melakukan KAD; dan 2) dijual melalui lelang terbuka. Hasil penjualan barang bergerak dan tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada huruf f setelah dikurangi kewajiban atau hutang yang menjadi beban KAD, dibagi berdasarkan perimbangan hak dan kewajiban dalam perjanjian KAD. g. Hasil KAD yang berupa barang dilaporkan oleh Kepala Daerah kepada Ketua DPRD. Secara singkat, alur tahapan kerjasama antar daerah ini dapat dilihat pada bagan berikut ini. 1. Persiapan 6. Penandatanganan perjanjian 2. Penawaran 5. Penyiapan Perjanjian 3. Penyiapan Kesepakatan 4. Penandatanganan Kesepakatan 7. Pelaksanaan perjanjian Gambar 1 Alur Tahapan Kerjasama Antar Daerah Sementara itu, Decentralization Support Facility (DSF) mengemukakan bahwa pada dasarnya kerjasama antar daerah merupakan sebuah proses yang terdiri atas 5 tahapan yaitu inisiasi, persiapan pengorganisasian, pembentukan wadah, implementasi, dan monev dengan setiap tahap memiliki langkah masing-masing. Adapun tahapan kerjasama antar daerah tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini. 14 1. inisiasi 2. persiapan pengorganisasian 5. Monitoring dan evaluasi 3. pembentukan wadah 4. implementasi Gambar 2 Tahapan Kerjasama Antar Daerah Adapun rincian dari masing-masing tahapan dan langkah-langkah untuk setiap tahapan adalah sebagai berikut : 15 TAHAP I: INISIASI Langkah 1 Melakukan identifikasi tokoh kunci KAD Langkah 2 Meningkatkan peran aktif dan membangun hubungan antara tokoh kunci pendukung KAD Langkah 3 Menyusun baseline regional TAHAP II: PERSIAPAN PENGORGANISASIAN KAD Langkah 1 Membentuk Forum Tokoh Kunci Wilayah Langkah 2 Menyusun draft konsep KAD Langkah 3 Menyusun draft/rencana wadah kelembagaan Langkah 4 Menyusun draft kesepakatan pelaksanaan KAD Langkah 5 Melakukan penguatan komitmen TAHAP III: PEMBENTUKAN WADAH KAD Langkah 1 Menyusun Draft Perjanjian Kerjasama KAD Langkah 2 Penandatanganan Perjanjian Kerjasama Langkah 3 Membentuk Wadah KAD Langkah 4 Melakukan rekrutmen SDM untuk operasional KAD Langkah 5 Menyusun Draft Perencanaan KAD Langkah 6 Menentukan mekanisme pembiayaan dan pengelolaan aset kegiatan KAD Langkah 7 Membuat Perda tentang Pembentukan wadah KAD Langkah 8 Transfer Best Practices TAHAP IV: IMPLEMENTASI KAD Langkah 1 Membentuk kelompok kerja pelaksana KAD Langkah 2 Memfasilitasi komunikasi antar SKPD di bidang pelayanan publik tertentu Langkah 3 Membuka dan membina hubungan dengan sumber pendanaan TAHAP V: MONITORING DAN EVALUASI Melaksanakan monitoring dan evaluasi 16 IV. Penutup Kerjasama antar daerah demikian urgen dalam mencapai tujuan bersama yang melibatkan kepentingan antar daerah karena pada dasarnya tidak mungkin daerah secara sendiri-sendiri mencapai tujuan-tujuan pembangunan tanpa berinteraksi dan bekerjasama dengan daerahdaerah sekitarnya maupun dengan daerah diluar wilayah atau region-nya. Dengan beragam bentuk-bentuk kerjasama yang bisa dilakukan serta adanya kerangka kebijakan (peraturan perundangan) yang jelas maka kerjasama antar daerah telah memiliki arah kebijakan yang jelas dan masing-masing tingkatan pemerintahan (Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota) dapat memainkan peran masingmasing sesuai dengan tingkatan kewenangan yang dimilikinya. Hal ini pada gilirannya akan memberi kontrbusi bagi tercapainya sinergi antar daerah sehingga dapat mengurangi potensi kesenjangan antar daerah dan dapat menigkatkan keterkaitan dan konektivitas antar daerah. Dengan demikian, dengan adanya kerjasama antar daerah diharapkan mampu diwujudkan kesejahteraan bersama. 17 DAFTAR PUSTAKA Frank, Flo & Anne Smith. The Partnership Handbook. Minister of Public and Government Services, Canada, 2000. Keban, Y.T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta: Gava Media. Kurtz, Thomas S. Intergovernmental Cooperation Handbook. Governor’s Center for Local Government Services. Pennsylvania, 2002. Pollit, C. & G.Bouckaert. 2000. Public Management Reform: A Comparative Analysis. New York: Oxford University Press. Rosen, E.D. 1993. Improving Public Sector Productivity: Concept and Practice. London: Sage Publications, International Educational and Professional Publisher. Edralin, J.S. 1997. The new local governance and capacity building: A strategic approach. Dalam Regional Development Studies, Vol. 3. Tarigan, Antonius. Buletin Tata Ruang, Maret-April 2009 (Edisi: Meningkatkan Daya Saing Wilayah) Tommy Firman. Multi Local-Government Under Indonesia’s Decentralization Reform: The Case Of Kartamantul (The Greater Yogyakarta). Habitat International xxx (2009) pp.1-6 Decentralization Support Facility (DSF), Rencana Pembentukan Sekretariat Bersama Kerjasama Antar Daerah, Agustus 2011 Lembaga Administrasi Negara RI, 2004. PENGELOLAAN PENYELENGGARAAN KERJASAMA ANTAR DAERAH (Tinjauan Atas Beberapa Ketentuan Dan Substansi Dalam Penyelenggaraan Kerjasama Antar Daerah) Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja sama Daerah Permendagri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Kerja sama Daerah Permendagri Nomor 23 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Kerja sama Daerah 18