Uploaded by

KERJASAMA ANTAR DAERAH DENNY

advertisement
Abstrak
Kerjasama antar daerah merupakan upaya yang dilakukan oleh dua atau lebih daerah untuk
mencapai tujuan bersama sesuai dengan kebutuhan bersama. Dalam konteks pengembangan
wilayah atau program kewilayahan, kerjasama antar daerah bertujuan untuk mencapai sinergi
antar daerah dalam mengatasi kesenjangan antar wilayah melalui perencanaan pembangunan
daerah dan implementasi pengembangan wilayah yang sinergis dan selaras. Tujuan tersebut
dapat dicapai melalui berbagai bentuk kerjasama antar daerah dengan tata cara kerjasama
yang sesuai dengan arahan kebijakan dan ketentuan peraturan perundangan yang ada.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan Kerjasama Antar Daerah baru dirasakan oleh daerah pada sekitar tahun
1990an. Muncul inisiatif dari daerah perkotaan sekunder di Indonesia untuk melaksanakan
kerjasama pada daerah yang berbatasan. Awalnya, pemicu dari kebutuhan ini lebih pada
keperluan akan integrasi pengelolaan infrastruktur perkotaan. Namun dalam
perkembangannya kerjasama ini berkembang pada aspek-aspek yang lebih luas. Beberapa
kerjasama yang diinisiasi oleh daerah antara lain adalah :
a. Surakarta-Boyolali-Sukoharjo (Subosuko).
b. Yogyakarta-Sleman-Bantul (Kartamantul)
c. Kotamadya Malang-Kabupaten Malang
d. Kota Semarang-Kendal-Kabupaten Semarang-Purwodadi (Kedung Sepur)
Kesadaran akan kebutuhan Kerjasama Antar Daerah memasuki dimensi baru dengan
munculnya permasalahan lingkungan di wilayah kipas alluvial Ciliwung-Cisadane. Dilandasi
oleh munculnya permasalahan banjir dan permasalahan lingkungan lainnya dikawasan itu,
maka dilakukan pengaturan bersama pembangunan wilayah Bogor-Puncak-Cianjur
(Bopunjur) yang kemudian dituangkan dalam Keputusan Presiden nomor 4 tahun 1992.
Dengan kebijakan tersebut Kerjasama Antar Daerah sudah berkembang pada aspek yang
sangat luas. Kebijakan tentang Bopunjur ini dilaksanakan sampai dengan tahap pelaksanaan
fisik. Namun demikian, inisiatip dalam arti kebijakan-kebijakan pokok masih banyak diambil
Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah lebih bertindak sebagai pelaksana.
Kerjasama Antar Daerah berkembang lebih lanjut dengan berkembangnya kesadaran
pada tingkat propinsi. Dengan adanya pendekatan pembangunan yang bersifat regionalisasi
yang pada sekitar tahun 1990an dikenal dengan Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) maka
mulailah dibentuk kerjasama antar daerah kabupaten/kota dalam satu satuan wilayah
pembangunan tersebut. Sebagian terbesar dari SWP tersebut merupakan perwujudan dari
wilayah karesidenan. Namun ditemui pula adanya kebutuhan terhadap Kerjasama Antar
Daerah yang muncul akibat komplementaritas sector antara lain setor ekonomi.
Beberapa Kerjasama Antar Daerah yang muncul melalui pola ini antara lain :
a. Purbalingga-Banyumas-Cilacap-Kebumen (Barlingmas Cakep)
b. Pacitan-Wonogiri-Gunung Kidul (Pawonsari).
Dalam pelaksanaan kerjasama antar daerah sejak tahun 1976 sampai dengan tahun
2006, langkah yang dilaksanakan dalam melaksanakan Kerjasama Antar Daerah adalah
membuat sebuah perencanaan bersama tentang pembangunan daerahnya yang dilanjutkan
dengan pembentukan institusi kerjasama antar daerah. Bentuk yang diambil dari masingmasing Kerjasama Antar Daerah dapat bermacam-macam, yaitu antara lain : Sekretariat
Bersama atau Badan Kerjasama Pembangunan. Pola yang diambil dari kedua bentuk
kelembagaan tersebut adalah lebih bersiafat forum komunikasi antar daerah dalam
melaksanakan pembangunan. Dengan demikian, kebijakan pembangunan dari masing-masing
daerah tetap masih sepenuhnya ada pada masing-masing kepala daerahnya.
Dimensi baru Kerjasama Antar Daerah muncul kembali dengan adanya inisiatif
Pemerintah Pusat melalui BAPPENAS dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.
Memahami pembangunan ekonominya masih tertinggal tidak dapat dilaksanakan apabila
dilaksanakan secara mandiri dari masing-masing kabupaten, dilakukan inisiasi kerjasama
antar daerah yang mempunyai kesatuan kebutuhan pembangunan tersebut. Namun berbeda
dengan pendekatan yang dilaksanakan dan dibina oleh Kementerian Dalam Negeri, setelah
dlaksanakan perencanaan pembangunan, dibentuk Regional Manager. Regional Manager
lebih memfungsikan adanya satu manajemen dalam pelaksanaan pembangunan yang
dilaksanakan oleh berbagai kabupaten dalam satu Regional Management. Dengan pendekatan
ini berarti ada sebagian wewenang yang secara sadar diserahkan oleh masing-masing
pemerintah daerah kepada institusi yang dibentuk bersama tersebut.
Singkatnya, kerjasama antardaerah apabila dikelola dengan efektif dan efisien akan
memberikan manfaat ganda yang saling menguntungkan bagi daerah-daerah yang
bekerjasama.
1.2 Acuan Normatif Tentang Kerjasama Antar Daerah
No
1
2
3
Acuan Normatif
Mengapa Digunakan ?
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 UU No. 32 Tahun 2004 ini telah
Tentang Pemerintahan Daerah
mengamanatkan pentingnya kerjasama antar
daerah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang didasarkan
pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas
pelayanan publik, sinergi, dan saling
menguntungkan.
PP No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Dalam PP nomor 50 tahun 2007 ini telah diatur
Cara Pelaksanaan Kerja Sama beberapa ketentuan yang mengatur mengenai
Daerah
kerjasama antar daerah, yaitu prinsip-prinsip
kerjasama, subjek kerjasama, objek dan bentuk
kerjasama, serta tata cara kerjasama. Termasuk
didalamnya ketentuan mengenai Badan
Kerjasama (Antardaerah) dan pembiayaan.
Perpres Nomor 5 Tahun 2010 Memberi arahan umum tentang pengembangan
2
4
5
tentang RPJMN Tahun 2010 – 2014 wilayah pada umumnya dan khususnya potensi
(khususnya Buku III)
kerjasama antara daerah untuk membangun
sinergi antar daerah
Permendagri No. 22 Tahun 2009
Permendagri ini berisi tentang ruang lingkup
tentang Petunjuk Teknis Kerja
petunjuk teknis kerjasama daerah, yaitu:
sama Daerah
a. Petunjuk teknis kerja sama antar daerah;
b. Petunjuk teknis kerja sama daerah dengan
pihak ketiga
Permendagri No. 23 Tahun 2009 Berisi tata cara pembinaan dan pengawasan
tentang Tata Cara Pembinaan dan kerj sama antar daerah (KAD) yang dilakukan
Pengawasan Kerja sama Daerah
oleh Menteri Dalam Negeri dan Gubernur yang
dilakukan pada tahapan: penjajakan, negosiasi,
penandatanganan, pelaksanaan dan
pengakhiran.
II.BEBERAPA ASPEK KERJASAMA ANTAR DAERAH
2.1. Pengertian Kerjasama Antar Daerah
Flo Frank dan Anne Smith (2000) menyatakan bahwa kerjasama dapat didefinisikan
sebagai , “suatu hubungan dua pihak atau lebih yang mempunyai tujuan bersama, yang
berjanji untuk melakukan sesuatu bersama-sama.” Kerjasama adalah tentang orang-orang
yang bekerja bersama-sama dalam suatu hubungan yang menguntungkan, selalu mengerjakan
sesuatu hal bersama-sama yang mungkin tidak dapat dicapai sendirian. Sementara itu, dalam
acuan Intergovernmental Cooperation (dalam Kurtz, 2002), kerjasama antar pemerintahan
didefinisikan sebagai , “suatu susunan antara dua pemerintah atau lebih untuk mencapai
tujuan-tujuan bersama, penyediaan suatu pelayanan atau memecahkan masalah satu sama lain
secara bersama”. Dari kedua definisi yang telah dikemukakan, maka dapat dapat disimpulkan
bahwa Kerjasama Antar Daerah adalah , “suatu tindakan, kegiatan atau usaha yang dilakukan
bersama-sama oleh dua atau lebih daerah otonom, yang dilakukan dalam rangka mencapai
tujuan bersama untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.”
2.2 Urgensi Kerjasama Antar Daerah
Yeremias T. Keban mengemukakan sejumlah alasan perlu dilakukannya kerja sama antar
pemerintah daerah adalah sebagai berikut:
1. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat membentuk kekuatan yang lebih besar. Dengan
kerjasama antar pemerintah daerah, kekuatan dari masing-masing daerah yang
bekerjasama dapat disinergikan untuk menghadapi ancaman lingkungan atau
permasalahan yang rumit sifatnya daripada kalau ditangani sendiri-sendiri. Mereka bisa
bekerjasama untuk mengatasi hambatan lingkungan atau mencapai tingkat produktivitas
yang lebih tinggi.
3
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pihak-pihak yang bekerjasama dapat mencapai kemajuan yang lebih tinggi. Dengan
kerjasama, masing-masing daerah akan mentransfer kepandaian, ketrampilan, dan
informasi, misalnya daerah yang satu belajar kelebihan atau kepandaian dari daerah lain.
Setiap daerah akan berusaha memajukan atau mengembangkan dirinya dari hasil belajar
bersama.
Pihak-pihak yang bekerjasama dapat lebih berdaya. Dengan kerjasama, masing-masing
daerah yang terlibat lebih memiliki posisi tawar yang lebih baik, atau lebih mampu
memperjuangkan kepentingannya kepada struktur pemerintahan yang lebih tinggi. Bila
suatu daerah secara sendiri memperjuangkan kepentingannya, ia mungkin kurang
diperhatikan, tetapi bila ia masuk menjadi anggota suatu forum kerjasama daerah, maka
suaranya akan lebih diperhatikan.
Pihak-pihak yang bekerjasama dapat memperkecil atau mencegah konflik. Dengan
kerjasama, daerah-daerah yang semula bersaing ketat atau sudah terlibat konflik, dapat
bersikap lebih toleran dan berusaha mengambil manfaat atau belajar dari konflik
tersebut.
Masing-masing pihak lebih merasakan keadilan. Masing-masing daerah akan merasa
dirinya tidak dirugikan karena ada transparansi dalam melakukan hubungan kerjasama.
Masing-masing daerah yang terlibat kerjasama memiliki akses yang sama terhadap
informasi yang dibuat atau digunakan.
Masing-masing pihak yang bekerjasama akan memelihara keberlanjutan penanganan
bidang-bidang yang dikerjasamakan. Dengan kerjasama tersebut masing-masing daerah
memiliki komitmen untuk tidak mengkhianati partnernya tetapi memelihara hubungan
yang saling menguntungkan secara berkelanjutan.
Kerjasama ini dapat menghilangkan ego daerah. Melalui kerjasama tersebut,
kecendrungan “ego daerah” dapat dihindari, dan visi tentang kebersamaan sebagai suatu
bangsa dan negara dapat tumbuh.
2.3. Prinsip-Prinsip Kerjasama
Beberapa prinsip yang ada dapat dijadikan pedoman dalam melakukan kerjasama
antar pemerintah daerah yaitu:
1. Transparansi. Pemerintahan Daerah yang telah bersepakat untuk melakukan kerjasama
harus transparan dalam memberikan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan dalam
rangka kerjasama tersebut, tanpa ditutup-tutup.
2. Akuntabilitas. Pemerintah Daerah yang telah bersepakat untuk melakukan kerjasama harus
bersedia untuk mempertanggungjawabkan, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan
segala aktivitas dan kegiatan yang terkait dengan kegiatan kerjasama, termasuk kepada
DPRD sebagai wakil rakyat, atau kepada para pengguna pelayanan publik.
3. Partisipatif. Dalam lingkup kerjasama antar Pemerintah Daerah, prinsip partisipasi harus
digunakan dalam bentuk konsultasi, dialog, dan negosiasi dalam menentukan tujuan yang
harus dicapai, cara mencapainya dan mengukur kinerjanya, termasuk cara membagi
kompensasi dan risiko.
4. Efisiensi. Dalam melaksanakan kerjasama antar Pemerintah Daerah ini harus
dipertimbangkan nilai efisiensi yaitu bagaimana menekan biaya untuk memperoleh suatu
4
hasil tertentu, atau bagaimana menggunakan biaya yang sama tetapi dapat mencapai hasil
yang lebih tinggi.
5. Efektivitas. Dalam melaksanakan kerjasama antar Pemerintah Daerah ini harus
dipertimbangkan nilai efektivitas yaitu selalu mengukur keberhasilan dengan
membandingkan target atau tujuan yang telah ditetapkan dalam kerjasama dengan hasil
yang nyata diperoleh.
6. Konsensus. Dalam melaksanakan kerjasama tersebut harus dicari titik temu agar masingmasing pihak yang terlibat dalam kerjasama tersebut dapat menyetujui suatu keputusan.
Atau dengan kata lain, keputusan yang sepihak tidak dapat diterima dalam kerjasama
tersebut.
7. Saling menguntungkan dan memajukan. Dalam kerjasama antar Pemerintah Daerah harus
dipegang teguh prinsip saling menguntungkan dan saling menghargai. Prinsip ini harus
menjadi pegangan dalam setiap keputusan dan mekanisme kerjasama.
Selain enam prinsip umum di atas, beberapa prinsip khusus yang dapat digunakan
sebagai acuan dalam kerjasama antar Pemerintah Daerah yaitu:
1. Kerjasama tersebut harus dibangun untuk kepentingan umum dan kepentingan yang lebih
luas
2. Keterikatan yang dijalin dalam kerjasama tersebut harus didasarkan atas saling
membutuhkan
3. Keberadaan kerjasama tersebut harus saling memperkuat pihak-pihak yang terlibat
4. Harus ada keterikatan masing-masing pihak terhadap perjanjian yang telah disepakati
5. Harus tertib dalam pelaksanaan kerjasama sebagaimana telah diputuskan
6. Kerjasama tidak boleh bersifat politis dan bernuansa KKN
7. Kerjasama harus dibangun diatas rasa saling percaya, saling menghargai, saling
memahami dan manfaat yang dapat diambil kedua belah pihak.
Sementara itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerja Sama Daerah ditetapkan sejumlah prinsip kerja sama daerah sebagai
pegangan sebagai berikut:
1. efisiensi;
2. efektivitas;
3. sinergi;
4. saling menguntungkan;
5. kesepakatan bersama;
6. itikad baik;
7. mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
8. persamaan kedudukan;
9. transparansi;
10. keadilan; dan
11. kepastian hukum.
5
2.4. Bentuk-Bentuk Kerjasama
Menurut Lembaga Administrasi Negara RI (2004) kerjasama terdiri atas beberapa bentuk,
yaitu:
1. Consortia: yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing sumberdaya, karena lebih mahal
bila ditanggung sendiri-sendiri; misalnya pendirian perpustakaan dimana sumberdaya
seperti buku-buku, dan pelayanan lainnya, dapat digunakan bersama-sama oleh
mahasiswa, pelajar dan masyarakat publik, dari pada masing-masing pihak mendirikan
sendiri karena lebih mahal.
2. Joint Purchasing: yaitu pengaturan kerjasama dalam melakukan pembelian barang agar
dapat menekan biaya karena skala pembelian lebih besar.
3. Equipment Sharing: yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing peralatan yang mahal,
atau yang tidak setiap hari digunakan.
4. Cooperative Construction: yaitu pengaturan kerjasama dalam mendirikan bangunan,
seperti pusat rekreasi, gedung perpustakaan, lokasi parkir, gedung pertunjukan, dsb.
5. Joint Services: yaitu pengaturan kerjasama dalam memberikan pelayanan publik, seperti
pusat pelayanan satu atap yang dimiliki bersama, dimana setiap pihak mengirim
aparatnya untuk bekerja dalam pusat pelayanan tersebut.
6. Contract Services: yaitu pengaturan kerjasama dimana pihak yang satu mengontrak
pihak yang lain untuk memberikan pelayanan tertentu, misalnya pelayanan air minum,
persampahan, dsb. Jenis pengaturan ini lebih mudah dibuat dan dihentikan, atau
ditransfer ke pihak yang lain
7. Pengaturan lainnya: pengaturan kerjasama lain dapat dilakukan selama dapat menekan
biaya, misalnya membuat pusat pendidikan dan pelatihan (DIKLAT), fasilitas
pergudangan, dsb.
Khusus dalam kaitannya dengan pembangunan wilayah atau program kewilayahan
sebenarnya kerja sama antar daerah sudah relatif meluas dilakukan. Berikut dikemukakan
sejumlah praktek kerjasama antar daerah yang telah berjalan.
Kerjasama antar daerah di Kawasan Perkotaan Metropolitan Yogyakarta, Sleman, dan
Bantul (Kartamantul)
Kerjasama antar kota khususnya Kota Yogyakarta, Sleman dan Bantul, adalah:
a. Adanya keterkaitan Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Sleman dan Bantul dalam hal:
 Kepentingan pengelolaan alam; saling keterkaitan akan kebutuhan air baku, dimana
Kabupaten Sleman sebagai wilayah hulu yang memilikii sumber air baku sedangkan
Kota Yogyakarta dan Bantul menjadi pengguna sumber air baku tersebut.
 Fungsi Kota Yogyakarta; sebagai kota jasa, perdagangan dan pendidikan menjadi
magnet bagi masyarakat disekitar Kota Yogyakarta.
 Dinamika kependudukan; terjadi tingkat urbanisasi ke Kota Yogyakarta sebesar 0,7%
dan penyebaran penduduk yang cenderung padat di Kabupaten Sleman dan Bantul
khususnya di Kecamatan perbatasan dengan Kota Yogyakarta
6
b.
c.
d.
e.
 Pola penyediaan permukiman; dinamika pasar permukiman merapat ke Kota
Yogyakarta dibanding dengan pengembangan di ibukota Kabupaten Sleman dan
Bantul.
Dalam tiap jenis kawasan permukiman baru, direncanakan pengembangan berdasarkan
skenario, antara lain:
 Skenario rusunawa; mengembangkan pola yang ada seperti penggunaan lahan dengan
mekanisme sewa lahan kas desa hal ini menjadi mudah dalam mengembangkan
rusunawa. Penyediaan utilitas sudah tertangani dengan pola kesepakatan bersama
tentang pembangunan rusunawa dan penyediaan prasarana utilitas lingkungan antara
pemerintah pusat dan daerah.
 Skenario BKM dan Perumnas; perlu diselesaikan persoalan internal BKM supaya
pengembangan lebih mudah sedangkan Perumnas mengikuti dinamika yang
berkembang karena lokasi Perumnas “menempel” dengan BKM. Persoalan utilitas
seperti penyediaan air minum (karena kondisi alam yang berkapur), akses yang jauh
dari jalan utama dan fasilitas ekonomi.
 Skenario konvensional; tidak dipungkiri peran pengembang swasta dalam penyediaan
permukiman baru khususnya untuk MBR, sekarang ini di Provinsi DI Yogyakarta
hanya 2 pengembang yang masih konsisten mengembangkan permukiman baru untuk
MBR. Pengembangan permukiman baru untuk MBR bagi pengembang swasta masih
mengandalkan lahan murah dan dampaknya infrastruktur terbatas.
Perlu adanya penyelesaian penyediaan infrastruktur bagi pengembangan permukiman
baru, seperti air minum, akses dan fasilitas ekonomi sebagai penunjang cepat laku dan
hidup bagi permukiman.
Sudah ada pola kerjasama antar kota/daerah di Yogyakarta yatu Kartamantul tetapi
masih sebatas lingkup wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta sehingga BKM dan
Perumnas diluar dari kerjasama tersebut.
Dalam kerjasama Kartamantul telah dikerjasamakan berdasarkan sektor, seperti air
minum, persampahan, jaringan jalan, akses, air limbah dan tata ruang.
Kerjasama Antar Daerah di Kawasan Perkotaan Metropolitan Jabodetabekpunjur
Derasnya pembangunan Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara, menyebabkan terjadinya
peluapan (spillover) perkembangan kota ke wilayah di sekitarnya, sehingga terjadilah
berbagai alih fungsi peruntukan di kota-kota sekitar Jakarta. Dampak spillover tersebut belum
optimal ditangani karena belum ada perencanaan terpadu di kawasan sekitar Jakarta, yang
didasarkan kepada satu kesatuan ekosistem yang saling mempengaruhi.
Untuk menata kawasan Bodetabekpunjur ini telah dikeluarkan Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
Bekasi, Puncak dan Cianjur yang secara jelas mengatur dan mendorong keterpaduan
penyelenggaraan penataan ruang antardaerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan.
Selanjutnya, untuk mengkoordinasikan kebijakan kerjasama antardaerah serta melaksanakan
pembinaan yang terkait dengan kepentingan lintas Provinsi/Kabupaten/Kota di kawasan
Jabodetabekpunjur dilakukan dan/atau difasilitasi oleh badan kerjasama antardaerah. Namun,
7
ego dan kepentingan-kepentingan kedaerahan yang begitu besar telah berbenturan dengan
Peraturan ini.
Pada saat ini kelembagaan yang sudah terbentuk adalah Badan Kerjasama
Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur, yang dibentuk berdasarkan Keputusan bersama
Gubernur Jawa Barat dan Gubernur DKI Jakarta nomor D.IV-3201/d/11/1976/Pem121/SK/1976) tanggal 14 Mei 1976, berpedoman Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
Pem.10/34/16-282 tanggal 26 Agustus 1976, yang ditempatkan pada kedudukan ganda. Pada
Pemerintah daeeah yang bekerjasama, badan ini melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi
dan simplifikasi (KISS) untuk memecahkan berbagai masalah di wilayah Jabotabek. Pada
hubungan dengan Pemerintah Pusat, badan ini menjadi representasi daerah yang bekerjasama
dalam melakukan konsultasi kepada Pemerintah Pusat mengenai seluruh aspek pembangunan
Jabodetabekjur.
Masalah yang dihadapi BKSP Jabodetabekjur sebagai lembaga kerjasama selama ini,
adalah sebagai berikut :
 Belum siapnya pemerintah dalam merencanakan dan membiayai program yang integral
antar wilayah,
 Belum terciptanya interkoneksitas yang kuat antar daerah dalam hal pengelolaan kota,
 Belum adanya kesamaan persepsi, kepentingan dan prioritas bersama mengenai
pentingnya penanganan Wilayah Jabodetabekjur sebagai Kawasan Strategis Nasional,
 Kurangnya koordinasi yang terbina antara institusi pemerintah, masyarakat loKal dan
wasta di wilayah Jabodetabekjur,
 Belum siapnya kapasitas SDM dalam kelembagaan pemerintah untuk koordinasi dan
kerjasama antar wilayah,
 Belum tercapainya kesetaraan perangkat daerah dalam kerjasama antar wilayah,
 Perlunya optimalisasi peran BKSP Jabddetabekpunjur dalam kerjasama antar wilayah,
 Perlunya instrumen RTRW & RPJM Kawasan Jabodetabekpunjur,
 Perlunya dukungan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari APBN untuk menopang
kerjasama pembangunan wilayah Bodetabekpunjur,
2.5. Beberapa Isu-isu Strategis Kerjasama Antar Daerah
Menurut Antonius Tarigan (2009) ada sejumlah isu strategis yang berkaitan dengan
urgensi Kerjasama Antar Pemerintah Daerah selama ini yaitu :
1. Peningkatan Pelayanan Publik.
Kerjasama antar daerah diharapkan menjadi salah satu metode inovatif dalam meningkatkan
kualitas dan cakupan pelayanan publik. Efektivitas dan efisiensi dalam penyediaan sarana dan
prasarana pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sebagainya juga
menjadi isu yang penting, terutama untuk daerah-daerah tertinggal. Peningkatan pelayanan
publik ini juga termasuk pembangunan infrastrukutur. Infrastruktur ini bisa mencakup
jaringan jalan, pembangkit listrik, dan sebagainya.
2. Kawasan Perbatasan
Kerjasama dalam hal keamanan di kawasan perbatasan juga menjadi salah satu isu strategis.
Selain pendekatan keamanan, pada saat ini lebih difokuskan pada pendekatan kesejahteraan
8
(welfare approach). Kerjasama di kawasan-kawasan perbatasan juga difokuskan pada
pengembangan wilayah, karena daerah-daerah di kawasan perbatasan ini sebagian besar
adalah daerah tertinggal.
3. Tata Ruang
Keterkaitan tata ruang antardaerah diperlukan dalam hal-hal yang dapat mempengaruhi lebih
dari satu daerah, seperti Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan lindung, dan sebagainya.
4. Penanggulangan Bencana dan Penanganan Potensi Konflik
Usaha mitigasi bencana dan tindakan pasca bencana, apabila bercermin dari pengalaman di
NAD, Alor dan Nabire, serta daerah lainnya, ternyata keadaan ini membutuhkan koordinasi
dan kerjasama yang baik antar daerah-daerah yang berdekatan.
5. Kemiskinan dan Pengurangan Disparitas Wilayah
Keterbatasan kemampuan, kapasitas dan sumber daya yang berbeda-beda antar daerah
menimbulkan adanya disparitas wilayah dan kemiskinan (kesenjangan sosial). Melalui
kerjasama antar daerah, diharapkan terjadi peningkatan kapasitas daerah dalam penggunaan
sumber daya secara lebih optimal dan pengembangan ekonomi lokal, dalam rangka menekan
angka kemiskinan dan mengurangi disparitas wilayah.
6. Peningkatan peran Provinsi
UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengisyaratkan perlunya peningkatan
peran provinsi, termasuk dalam memfasilitasi penyelesaian permasalahan-permasalahan antar
daerah.
Untuk
itu
diperlukan
peningkatan
kemampuan
provinsi
dalam
menyelenggarakan/mendorong kerjasama antar daerah (local government cooperation).
Peranan ini terutama dalam kapasitas provinsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat
dan sebagai fasilitator dan katalisator Kerjasama Antar Daerah (KAD).
7. Pemekaran Daerah
Kerjasama Antar Daerah (KAD) dapat menjadi salah satu alternatif lain untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik selain kebijakan pemekaran
daerah. Hal ini mengingat kebijakan pemekaran memerlukan lebih banyak sumber daya
dibanding Kerjasama Antar Daerah (KAD), dan perkembangan daerah otonom baru tidak
selalu memberikan hasil seperti yang diinginkan.
Dalam perkembangannya selama ini, sebagian daerah telah memiliki kesadaran sendiri
untuk bekerjasama dengan daerah lain dalam berbagai bidang, terkait dengan isu-isu strategis
tadi. Meskipun begitu, karena pada awalnya tidak ada kewajiban bagi daerah untuk
menginformasikan atau melaporkan pembentukan Kerjasama Antar Daerah (KAD) baik ke
Pemerintah maupun Pemerintah Provinsi, maka belum dilakukan pendataan mengenai apa
saja bentukan-bentukan kerjasama yang telah terselenggara di seluruh Indonesia.
2.6 Kendala dan Potensi KAD
Kerjasama Antar Daerah (KAD) selama ini tidak lepas dari kendala-kendala yang terjadi
dalam pelaksanaannya. Menurut Antonius Tarigan (2009) kendala-kendala itu diantaranya
adalah sebagai berikut:
9
a) Belum ada database yang cukup baik mengenai KAD di seluruh Indonesia
b) Pemerintah Daerah masih belum cukup mempertimbangkan KAD sebagai salah satu
inovasi dalam penyelenggaraan pembangunan. Salah satu penyebabnya adalah adanya
persaingan dan ego daerah dimana semangat otonomi masih dipandang sempit dan
kedaerahan. Setiap daerah memacu perkembangan daerahnya sendiri tanpa menimbang
kemampuan dan kebutuhan wilayah lain. Kondisi ini menghambat prakarsa daerah
untuk bekerjasama dengan daerah lain. Terlebih lagi, tidak jarang pelayanan publik
yang diusahakan KAD lebih banyak merugi dan disubsidi APBD sehingga kurang
menarik dikerjasamakan. Pemerintah Daerah kemudian lebih memilih bekerjasama
dengan pihak swasta karena menganggap kerjasama dengan daerah lain justru lebih
rumit dan rawan terjadi konflik. Selain itu, belum ada mekanisme insentif untuk
daerah-daerah yang bekerja sama dalam peningkatan efektivitas/efisiensi
penyelenggaraan pelayanan publik
c) Untuk daerah-daerah pemekaran, ada kecenderungan lebih enggan untuk bekerja sama
dengan daerah lain, termasuk daerah induk, karena euphoria baru menjadi sebuah
daerah otonom.
d) Di pemerintah pusat sendiri, KAD belum menjadi satu inovasi prioritas untuk didiseminasikan ke daerah. Selama ini KAD biasanya terbentuk atas inisiatif daerah
sendiri. Masih sangat kurang fasilitasi atau inisiasi dari Pemerintah maupun Pemerintah
Provinsi. Peran Pemerintah sampai saat ini baru dalam bentuk penyusunan PP No. 50
Tahun 2007 mengenai tata cara KAD.
Meskipun demikian, terdapat beberapa hal yang bisa menjadi potensi dalam pengembangan
KAD kedepan, yaitu diantaranya:
a) Kerjasama Antar Pemerintah Daerah biasanya mendapat bobot prioritas paling rendah
dari program-program lain dalam Bidang Revitalisasi Proses Desentralisasi dan
Otonomi Daerah. Meski begitu, baik Pemerintah Daerah maupun instansi di tingkat
pusat memperkirakan peningkatan KAD ini, pada masa yang akan datang, dapat
menjadi salah satu kunci dalam mengakselerasi pembangunan daerah. Akan tetapi isu
KAD biasanya selalu “kalah” dengan isu lain yang sifatnya lebih pragmatik.
b) KAD dapat menjadi alternatif dari pemekaran daerah untuk peningkatan pelayanan
publik maupun pengembangan ekonomi wilayah.
c) Sebagian besar daerah cenderung tidak terlalu memperhatikan KAD biasanya karena
daerah tidak tahu atau tidak menyadari potensi yang bisa dikerjasamakan. Pemerintah
Provinsi bisa berperan dalam hal mengkaji potensi-potensi kerjasama tersebut. Database
“potensi kerjasama” dapat menjadi instrumen yang penting dalam mendorong kerjasama
daerah.
d) Penguatan peran Pemerintah dan Pemerintah Provinsi dapat dilakukan dalam hal
inisiasi, penyusunan sistem/mekanisme insentif, dan diseminasi best practices untuk
mendorong peningkatan KAD.
e) Selama ini sudah banyak model pengembangan ekonomi wilayah yang berbasis pada
KAD. Misalnya KAPET, Kawasan Andalan, Kawasan Sentra Produksi, dan sebagainya.
Model-model ini dapat “dihidupkan” kembali atau bahkan dimodifikasi untuk sektorsektor lain.
10
III. PANDUAN UNTUK MELAKUKAN KERJASAMA ANTAR DAERAH
Saat ini, tata cara kerjasama daerah telah diatur secara teknis dalam Permendagri No. 22
Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Kerja sama Daerah. Dalam Lampiran I Permendagri
tersebut diuraikan secara jelas tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam kerjasama antardaerah, sebagai berikut :
1. Persiapan
a. Pembentukan Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD).
b. Inventarisasi objek kerja sama yang akan dikerjasamakan dan menjadi kewenangan
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pembangunan
Daerah (RKPD) sesuai dengan prioritas yang ditetapkan. Dalam hal objek kerja sama
belum ada dalam RPJMD, maka objek yang akan dikerjasamakan wajib dicantumkan
dalam RKPD sesuai dengan prioritas.
c. Penyiapan rencana kerja sama:
1) menyusun rencana kerja sama terhadap objek yang akan dikerjasamakan dengan
daerah lain;
2) menyiapkan informasi dan data yang lengkap mengenai objek yang akan
dikerjasamakan; dan
3) analisis mengenai manfaat dan biaya kerja sama yang terukur bahwa objek kerja
sama lebih bermanfaat apabila dikerjasamakan dengan daerah lain daripada dikelola
sendiri.
2. Penawaran
a. Menentukan prioritas objek yang akan dikerjasamakan.
b. Memilih daerah dan objek yang akan dikerjasamakan.
c. Menawarkan objek yang akan dikerjasamakan melalui surat penawaran:
1) Gubernur dengan Gubernur, tembusan suratnya disampaikan kepada Menteri Dalam
Negeri, Departemen/Pimpinan LPND terkait dan DPRD dari daerah yang
menawarkan.
2) Gubernur dengan Bupati/Walikota dalam satu Provinsi atau di luar Provinsi,
tembusan suratnya disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, Departemen/
Pimpinan LPND terkait dan DPRD dari daerah yang menawarkan.
3) Bupati/Walikota dengan Bupati/Walikota dalam satu Provinsi, tembusan suratnya
disampaikan kepada Gubernur, Menteri Dalam Negeri, Departemen/Pimpinan
LPND terkait dan DPRD dari daerah yang menawarkan.
4) Bupati/Walikota dengan Bupati/Walikota dari Provinsi yang berbeda, tembusan
suratnya disampaikan kepada masing-masing Gubernur, Menteri Dalam Negeri,
Departemen/Pimpinan LPND terkait dan DPRD dari daerah yang menawarkan.
d.
Surat penawaran kerja sama Kepala Daerah sekurang-kurangnya memuat:
1)
Objek yang akan dikerjasamakan;
2)
Manfaat kerja sama terhadap pembangunan daerah;
11
3)
4)
5)
e.
3.
a.
b.
Bentuk kerja sama;
Tahun anggaran dimulainya kerja sama;
Jangka waktu kerja sama. Dalam surat penawaran kerja sama dilampirkan
informasi dan data yang dapat berupa kerangka acuan/proposal objek yang akan
dikerjasamakan.
Kepala Daerah setelah menerima jawaban tawaran rencana kerja sama dari daerah lain
dibahas dengan TKKSD, selanjutnya memberikan jawaban tertulis atas rencana kerja
sama.
Penyiapan Kesepakatan
Setelah menerima jawaban persetujuan, TKKSD masing-masing segera membahas
rencana KAD dan menyiapkan Kesepakatan Bersama.
Kesepakatan Bersama merupakan pokok-pokok kerja sama yang memuat:
1)
Identitas para pihak;
2)
Maksud dan tujuan;
3)
Objek dan ruang lingkup kerja sama;
4)
Bentuk kerja sama;
5)
Sumber biaya;
6)
Tahun anggaran dimulainya pelaksanaan kerja sama;
7)
Jangka waktu berlakunya kesepakatan bersama, paling lama 12 bulan; dan
8)
Rencana kerja yang memuat:
i.
Jangka waktu penyusunan rancangan perjanjian kerja sama masingmasing TKKSD yang merupakan tindak lanjut dari kesepakatan
bersama.
ii.
Tanggal pembahasan bersama rancangan perjanjian kerja sama oleh
TKKSD masing-masing.
iii.
Jadwal penandatanganan perjanjian KAD.
iv.
Rencana kerja tersebut dijadikan lampiran dalam kesepakatan
bersama dan ditandatangani oleh masing-masing kepala daerah.
4. Penandatanganan Kesepakatan
a. Kesepakatan Bersama antar daerah ditandatangani oleh masing-masing Kepala Daerah.
b. Penanda tanganan kesepakatan bersama dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan para
pihak dan dapat disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri/Pimpinan LPND
yang terkait dengan objek kerja sama.
5. Penyiapan Perjanjian
a. TKKSD masing-masing daerah menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama yang
memuat paling sedikit:
i.
Subjek kerja sama;
ii.
Objek kerja sama;
iii.
Ruang lingkup kerja sama;
iv.
Hak dan kewajiban;
v.
Jangka waktu kerja sama;
vi.
Keadaan memaksa/force majeure;
12
b.
c.
6.
a.
b.
vii.
Penyelesaian perselisihan; dan
viii.
Pengakhiran kerja sama.
Dalam perjanjian kerja sama, Kepala Daerah dapat menyatakan bahwa pelaksanaan yang
bersifat teknis ditangani oleh Kepala SKPD.
Dalam menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama, dapat meminta bantuan
pakar/tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri dan
Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait.
Setelah ada kesepakatan, TKKSD menyiapkan rancangan akhir perjanjian KAD. Ketua
TKKSD masing-masing memberikan paraf pada rancangan perjanjian KAD dan
menyerahkan kepada Kepala Daerah masing-masing untuk ditandatangani dengan
memperhatikan jadwal yang ditetapkan dalam rencana kerja. Materi perjanjian kerja
sama yang telah disepakati dituangkan dalam format perjanjian kerjasama sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Penandatanganan perjanjian
Perjanjian kerjasama antar daerah ditandatangani oleh Kepala Daerah.
Tempat dan waktu penandatanganan perjanjian kerja sama ditetapkan sesuai kesepakatan
dari para pihak.
7. Pelaksanaan
a. Dalam pelaksanaan kerja sama harus memperhatikan rencana kerja yang telah disepakati.
Perjanjian KAD yang jangka waktunya lebih dari 5 tahun dan atas persetujuan bersama,
dapat dibentuk badan kerja sama daerah.
Badan kerja sama sesuai dengan tugasnya
membantu Kepala Daerah untuk:
i. melakukan pengelolaan, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan KAD; dan
ii. memberikan masukan dan saran kepada Kepala Daerah masing-masing mengenai
langkah-langkah yang harus dilakukan apabila ada permasalahan.
b. Biaya pelaksanaan KAD dan/atau Badan Kerja Sama Daerah menjadi tanggung jawab
SKPD masing-masing.
c. Dalam pelaksanaan KAD, dapat dilakukan perubahan materi perjanjian/adendum atas
persetujuan bersama Kepala Daerah. Apabila materi perubahan/adendum menyebabkan
atau mengakibatkan penambahan pembebanan APBD atau masyarakat, maka
penambahan pembebanan harus dimintakan persetujuan DPRD.
d. Dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama terjadi keadaan memaksa/force majeure yang
mengakibatkan hak dari Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang harus diterima
berkurang atau tidak ada, Kepala Daerah memberitahukan secara tertulis kepada Ketua
DPRD masing-masing disertai dengan penjelasan mengenai:
1) keadaan memaksa/force majeure yang terjadi; dan
2) hak dari Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah diterima dan/atau yang
tidak bisa diterima setiap tahun atau pada saat berakhirnya KAD.
e. Tiga bulan sebelum berakhirnya perjanjian KAD, masing- masing SKPD yang
melakukan KAD dibantu oleh badan kerja sama dan dapat didampingi oleh tim penilai
eksternal untuk melakukan inventarisasi dan penilaian secara finansial terhadap:
1) barang bergerak dan tidak bergerak yang terkait dengan perjanjian KAD;
2) kewajiban atau utang yang menjadi beban KAD.
13
f.
Hasil penilaian dilaporkan kepada Kepala Daerah melalui SKPD masing-masing.
Terhadap barang bergerak dan tidak bergerak dimaksud pada huruf e point 1),
pembagiannya dapat dilaksanakan:
1) dijual kepada para pihak yang melakukan KAD; dan
2) dijual melalui lelang terbuka.
Hasil penjualan barang bergerak dan tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada huruf f
setelah dikurangi kewajiban atau hutang yang menjadi beban KAD, dibagi berdasarkan
perimbangan hak dan kewajiban dalam perjanjian KAD.
g. Hasil KAD yang berupa barang dilaporkan oleh Kepala Daerah kepada Ketua DPRD.
Secara singkat, alur tahapan kerjasama antar daerah ini dapat dilihat pada bagan berikut ini.
1. Persiapan
6. Penandatanganan
perjanjian
2. Penawaran
5. Penyiapan
Perjanjian
3. Penyiapan
Kesepakatan
4. Penandatanganan
Kesepakatan
7. Pelaksanaan
perjanjian
Gambar 1 Alur Tahapan Kerjasama Antar Daerah
Sementara itu, Decentralization Support Facility (DSF) mengemukakan bahwa pada
dasarnya kerjasama antar daerah merupakan sebuah proses yang terdiri atas 5 tahapan yaitu
inisiasi, persiapan pengorganisasian, pembentukan wadah, implementasi, dan monev dengan
setiap tahap memiliki langkah masing-masing. Adapun tahapan kerjasama antar daerah
tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
14
1. inisiasi
2. persiapan
pengorganisasian
5. Monitoring dan evaluasi
3. pembentukan wadah
4. implementasi
Gambar 2 Tahapan Kerjasama Antar Daerah
Adapun rincian dari masing-masing tahapan dan langkah-langkah untuk setiap tahapan
adalah sebagai berikut :
15
TAHAP I: INISIASI
Langkah 1 Melakukan identifikasi tokoh kunci KAD
Langkah 2 Meningkatkan peran aktif dan membangun hubungan antara tokoh kunci
pendukung KAD
Langkah 3 Menyusun baseline regional
TAHAP II: PERSIAPAN PENGORGANISASIAN KAD
Langkah 1 Membentuk Forum Tokoh Kunci Wilayah
Langkah 2 Menyusun draft konsep KAD
Langkah 3 Menyusun draft/rencana wadah kelembagaan
Langkah 4 Menyusun draft kesepakatan pelaksanaan KAD
Langkah 5 Melakukan penguatan komitmen
TAHAP III: PEMBENTUKAN WADAH KAD
Langkah 1 Menyusun Draft Perjanjian Kerjasama KAD
Langkah 2 Penandatanganan Perjanjian Kerjasama
Langkah 3 Membentuk Wadah KAD
Langkah 4 Melakukan rekrutmen SDM untuk operasional KAD
Langkah 5 Menyusun Draft Perencanaan KAD
Langkah 6 Menentukan mekanisme pembiayaan dan pengelolaan aset kegiatan KAD
Langkah 7 Membuat Perda tentang Pembentukan wadah KAD
Langkah 8 Transfer Best Practices
TAHAP IV: IMPLEMENTASI KAD
Langkah 1 Membentuk kelompok kerja pelaksana KAD
Langkah 2 Memfasilitasi komunikasi antar SKPD di bidang pelayanan publik tertentu
Langkah 3 Membuka dan membina hubungan dengan sumber pendanaan
TAHAP V: MONITORING DAN EVALUASI
Melaksanakan monitoring dan evaluasi
16
IV. Penutup
Kerjasama antar daerah demikian urgen dalam mencapai tujuan bersama yang melibatkan
kepentingan antar daerah karena pada dasarnya tidak mungkin daerah secara sendiri-sendiri
mencapai tujuan-tujuan pembangunan tanpa berinteraksi dan bekerjasama dengan daerahdaerah sekitarnya maupun dengan daerah diluar wilayah atau region-nya.
Dengan beragam bentuk-bentuk kerjasama yang bisa dilakukan serta adanya kerangka
kebijakan (peraturan perundangan) yang jelas maka kerjasama antar daerah telah memiliki
arah kebijakan yang jelas dan masing-masing tingkatan pemerintahan (Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota) dapat memainkan peran masingmasing sesuai dengan tingkatan kewenangan yang dimilikinya. Hal ini pada gilirannya akan
memberi kontrbusi bagi tercapainya sinergi antar daerah sehingga dapat mengurangi potensi
kesenjangan antar daerah dan dapat menigkatkan keterkaitan dan konektivitas antar daerah.
Dengan demikian, dengan adanya kerjasama antar daerah diharapkan mampu diwujudkan
kesejahteraan bersama.
17
DAFTAR PUSTAKA
Frank, Flo & Anne Smith. The Partnership Handbook. Minister of Public and Government
Services, Canada, 2000.
Keban, Y.T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu.
Yogyakarta: Gava Media.
Kurtz, Thomas S. Intergovernmental Cooperation Handbook. Governor’s Center for Local
Government Services. Pennsylvania, 2002.
Pollit, C. & G.Bouckaert. 2000. Public Management Reform: A Comparative Analysis. New
York: Oxford University Press.
Rosen, E.D. 1993. Improving Public Sector Productivity: Concept and Practice. London:
Sage Publications, International Educational and Professional Publisher.
Edralin, J.S. 1997. The new local governance and capacity building: A strategic approach.
Dalam Regional Development Studies, Vol. 3.
Tarigan, Antonius. Buletin Tata Ruang, Maret-April 2009 (Edisi: Meningkatkan Daya Saing
Wilayah)
Tommy Firman. Multi Local-Government Under Indonesia’s Decentralization Reform: The
Case Of Kartamantul (The Greater Yogyakarta). Habitat International xxx (2009)
pp.1-6
Decentralization Support Facility (DSF), Rencana Pembentukan Sekretariat Bersama
Kerjasama Antar Daerah, Agustus 2011
Lembaga Administrasi Negara RI, 2004. PENGELOLAAN PENYELENGGARAAN
KERJASAMA ANTAR DAERAH (Tinjauan Atas Beberapa Ketentuan Dan
Substansi Dalam Penyelenggaraan Kerjasama Antar Daerah)
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja sama
Daerah
Permendagri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Kerja sama Daerah
Permendagri Nomor 23 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Kerja
sama Daerah
18
Download