CLINICAL PATHWAY Clinical Pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu, merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien, berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan berbasis bukti, dengan hasil terukur, dan dalam jangka waktu tertentu di Rumah Sakit. Clinical Pathway merupakan suatu Standar Prosedur Operasional yang merangkum: 1. Profesi medis: Standar Pelayanan Medis dari setiap kelompok staf medis/staf medis fungsional (SMF) klinis dan penunjang. 2. Profesi keperawatan: asuhan keperawatan 3. Profesi farmasi: unit dose daily dan stop ordering 4. Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap dan Operasi dari Sistem Kelompok Staf Medis/Staf Medis Fung-sional (SMF), Instalasi dan Sistem Manajemen Rumah Sakit. Pelayanan Berpusat pada Pasien “Dokter = Team Leader” Radiog rafer Fisio-‐ terapi Ahli Gizi DPJP Pasien Analis Perawat Dokter “Interdisciplinary Team Model” Lain-lain Apoteker Kompetensi yg memadai Sumber: Nico A. Lumenta; 2014; Overview Pa*ent Care – Asuhan Pasien Tujuan utama implementasi Clinical Pathway 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Memilih “best practice” Menetapkan standar yang diharapkan mengenai lama perawatan dan penggunaan pemeriksaan klinik serta prosedur klinik lainnya. Menilai hubungan antara berbagai tahap dan kondisi serta menyusun strategi untuk mengkoordinasikan agar pelayanan lebih cepat dengan tahapan lebih sedikit Memberikan peran kepada seluruh staf yang terlibat dalam pelayanan Menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan dan menganalisa data proses pelayanan Mengurangi beban dokumentasi klinik. Meningkatkan kepuasan pasien melalui peningkatan edukasi Hubungan Clinical Pathways dengan Mutu Profesi (Quality) Implementasi Clinical Pathway sangat erat berhubungan dan berkaitan dengan Clinical Governance dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan dengan biaya yang dapat diestimasikan dan terjangkau. Clinical Pathway dapat digunakan sebagai alat (entry point) untuk melakukan audit medis dan manajemen baik untuk tingkat pertama maupun kedua (1st party and 2nd party audits) dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan. Clinical Pathway dapat digunakan juga sebagai salah satu alat mekanisme evaluasi penilaian risiko untuk mendeteksi kesalahan Menurut Hill, 1998 dalam Feuth and Claes, 2007, terdapat empat komponen utama Clinical Pathway meliputi : Kerangka Waktu • Menggambarkan tahapan berdasarkan pada hari perawatan atau berdasarkan tahapan pelayanan Kerangka Asuhan • Berisi aktivitas asuhan seluruh tim kesehatan yang diberikan kepada pasien, dan aktivitas tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis tindakan Kriteria Hasil • Memuat hasil dari standar asuhan yang diberikan, meliputi kriteria jangka panjang (menggambarkan kriteria hasil dari keseluruhan asuhan), dan kriteria jangka pendek (menggambarkan kriteria hasil pada setiap tahapan pelayanan). Lembar Pencatatan Varian • Mencatat dan menganalisis deviasi dari standar ditetapkan dalam Clinical Pathway, kondisi pasien tidak sesuai dengan standar asuhan atau standar tidak bisa dilakukan, kesemuanya dicatat dalam lembar varian ini. Prinsip prinsip dalam menyusun Clinical Pathways Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara terpadu/integrasi dan berorientasi fokus terhadap pasien (patient focused care) serta berkesinambungan (continuing of care) Pencatatan Clinical Pathway seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien secara terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk dokumen yang merupakan bagian dari Rekam Medis. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat/bidan, penata, laboratoris dan farmasis) Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian (untuk kasus rawat inap) atau jam (untuk kasus gawat darurat di unit emergensi). Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan CP dicatat sebagai varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit. Varians tersebut dapat terjadi karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit penyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors) dan dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan. Langkah langkah penyusunan Clinical Pathways 1. 2. 3. 4. Komponen yang harus mencakup sebagaimana definisi dari Clinical Pathways Manfaatkan data yang telah ada di lapangan rumah sakit dan kondisi setempat seperti data Laporan RL2 (data keadaan morbiditas pasien) yang dibuat setiap rumah sakit berdasarkan Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data Rumah Sakit dan sensus harian untuk penetapan judul/ topik Clinical Pathways yang akan dibuat dan penetapan lama hari rawat. Untuk variabel tindakan dan obat obatan mengacu kepada Standar Pelayanan Medis, Standar Prosedur Operasional dan Daftar Standar Formularium yang telah ada di rumah sakit setempat. Bila perlu standar-standar tersebut dapat dilakukan revisi. Pergunakan Buku ICD 10 untuk hal kodefikasi diagnosis dan ICD 9 CM untuk hal tindakan prosedur sesuai dengan profesi/SMF masing masing. Penerapan Clinical Pathway Keputusan untuk mengembangkan Clinical Pathway memerlukan kesepakatan multidisiplin Identifikasi stakeholder dan pimpinan Stakeholder, internal stakeholder seperti user (pasien, tim multidisiplin, perawat primer) dan external stakeholder seperti asuransi, organisasi profesi, dan lain-lain. Identifikasi pimpinan dan tim yang bertanggungjawab untuk mendorong dan mempertahankan proses perubahan. Proses mapping akan menghasilkan sebuah peta perjalanan pasien berdasarkan berbagai perspektif Pengembangan isi Clinical Pathway harus berisi 4 hal yaitu kegiatan dalam bentuk elemen rencana perawatan, detail alat yang dibutuhkan seperti grafik keseimbangan cairan, hasil yang harus dicapai misalnya dicapai dengan target hari rawat, dan pelacakan variasi sebagai elemen unik dari Clinical Pathway. Pilot project dan implementasi Komunikasi yang kuat dan rencana pendidikan untuk memastikan bahwa pesan yang tepat disampaikan kepada orang-orang yang tepat dengan cara dan tempat yang tepat. Review ICP secara teratur Kelebihan Penggunaan Clinical Pathway Clinical Pathway merupakan format pendokumentasian multidisiplin. Format ini dapat memberikan efisiensi dalam pencatatan, dimana tidak terjadi pengulangan atau duplikasi penulisan, sehingga kemungkinan salah komunikasi dalam tim kesehatan yang merawat pasien dapat dihindarkan Meningkatkan peran dan komunikasi dalam tim multidisiplin sehingga masing-masing anggota tim termotivasi dalam peningkatan pengetahuan dan kompetensi. Terdapat standarisasi outcome sesuai lamanya hari rawat, sehingga akan tercapai effective cost dalam perawatan Dapat meningkatkan kepuasan pasien karena pelaksanaan discharge planning kepada pasien lebih jelas. Kekurangan Penggunaan Clinical Pathway Dokumentasi Clinical Pathway ini membutuhkan waktu yang relative lama dalam pembentukan dan pengembangannya. Tidak terlihat proses keperawatan secara jelas karena harus menyesuaikan dengan tahap perencanan medis, pengobatan, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Format dokumentasi hanya digunakan untuk masalah spesifik, contoh format Clinical Pathway untuk bedah tulang tidak dapat digunakan untuk unit bedah syaraf. Sehingga akan banyak sekali format yang harus dihasilkan untuk seluruh pelayanan yang tersedia