INTEGRASI ISLAM DAN SAINS DALAM PERSEPEKTIF M. NAQUIB ALATTAS Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Integrasi Isalm dan Sains Dosen pengampu: Bpk. Dr. Nasrul Syarif, M.Si Oleh : Rizal Arif Nana Muayanah INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI FAKULTAS TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCASARJANA 2019/2020 KATA PENGANTAR Puji Sypukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusun menyelesaikan tugas terstruktur makalah “Integrasi Islam dan Sains dalam Presepektif M. Naquib al-Alattas” dalam waktu ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur yang diberikan. Maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu panduan mahasiswa dan mahasiswi khususnya di dalam mata kuliah Integral islam dan sains. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dari segi pengetikan, maupun materi yang di sajikan. oleh sebab itu, saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun sangat di harapkan. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Tidak lupa pula penyusun haturkan permohonan maaf sebesarbesarnya apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kata-kata yang tidak berkenan di hati pembaca dan tidak sesuai, karena penyusun hanya manusia biasa dan kesempurnaan hanya milik Allah. Kediri, 25 Juni 2020 Penyusun DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................................................... DAFTAR ISI......................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang......................................................................................... B. Rumusan Masalah.................................................................................... BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah dari Biografi Syed. Muhammad Naquib Al-Alattas AlAttas........................................................................................................... B. Pemikiran Pendidikan Syed. Muhammad Naquib Al-Attas Secara Umum.......................................................................................................... C. Pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan Syed. Muhammad Naquib AlAattas.......................................................................................................... D. Konsep Integrasi Agama dan Sains Menurut Syed. Muhammad Naquib AlAttas........................................................................................................... E. Titik Temu Antara Islam dan Sains Atas Pemikiran Syed. Muhammad Naquib All-Attas........................................................................................ BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Achmad Baiquni menjelaskan bahwa “Sebenarnya semua ilmu yang dibutuhkan manusia itu tersedia di dalam al-Qur’an”. Ayat rujukan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan tidak dimiliki oleh agama ataupun kebudayaan lain. Hal ini menunjukkan sangat pentingnya ilmu pengetahuan untuk kehidupan manusia. Begitupun juga membuktikan betapa tingginya kedudukan sains dan ilmu pengetauan dalam al-Qur’an. Dalam konteks ini, al-Qur’an telah memerintahkan kepada manusia untuk selalu mengunakan potensi akal, pengamatan, pendengaran dengan semaksimal mungkin, sehingga mengeluarkan berbagai macam ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupan manusia itu sendiri.1 Pemikiran Islamisasi pada saat konferensi dunia pertama tentang pendidikan muslim di Makkah, pada tahun 1977 yang diprakarsai oleh King Abdul Aziz University. Ide islamisasi tersebut di ucapkan oleh Ismail Raji al-Faruqi dan M. Naquib al-Alatas. Menurut al-Attas bahwa tantangan terbesar yang dihadapi umat Islama dalah tantangan pengetahuan yang disebarkan keseluruh dunia islam oleh peradaban budaya Barat. Al-Faruqi mengatakan bahwa sistem pendidikan islam telah dicetak dalam sebuah karikatur Barat, yang mana pada saat itu sains Barat telah terlepas dari nilai dan harkat manusia pada nilai spiritual dan harkat kepada Tuhan.2 Pada abad ke 21 merupakan suatu kiblat utama peradaban barat tehadap bangsabangsa lain. Kemajuan teknologi tidak terbatas jangkaunya sehingga menjadi icon yang “Analisis Konsep Integrasi Ilmu Dalam Islam.Pdf,” n.d., 36. Irma Novayani, “ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN MENURUT PANDANGAN SYED M. NAQUIB AL-ATTAS DAN IMPLIKASI TERHADAP LEMBAGA PENDIDIKAN INTERNATIONAL INSTITUTE OF ISLAMIC THOUGHT CIVILIZATION (ISTAC),” no. 1 (2017): 75. 1 2 istimewa bagi bangsa barat pada abad 21, kemajuan peradaban barat yang begitu pesat tidak disertai dengan nilai-nilai ilmu pengetahuan sehingga terjadi suatu pemaksaan model ideologi bagi negaranegara kecil untuk mengikuti ideologinya yang bermadzhab sosialis, komonis dan kapitalis bahkan agamis. Ideologi diperankan untuk memperkuat negara-negara sekutunya dan dijadikan alat untuk mengangkat martabat dari suatu konsep ideologi yang dianutnya. Di dalam kacamata sejarah, umat islam pernah mencapai masa keemasan peradaban ditandai dengan kemajuan diberbagai aspek, ekonomi, sastra, politik, geografi yang menjadi sentral peradaban, penyerapan ilmu-ilmu yang berkembang diislamisasikan menjadi ilmu yang sesuai dengan nilai-nilai islam, perhatian penguasa terhadap ilmu pengetahuan pengatarkan umat islam tidak tertandingi, dan banyak melahirkan tokoh-tokoh handal sepanjang sejarah, seperti, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali, Ibnu Rusyd, Al Faraby, Ibnu Maskawih dan banyak tokohtokoh yang lain. Syed Muhammad Naquib al-Attas berkomentar bahwa pengalaman keruntuhan dan perpecahan kekuatan dan masyarakat islam membuat masyarakat islam, terutama reformernya, memiliki kembali konsep-konsep Ibnu Khaldun tentang Ummah dan Negara dalam islam sehingga sebagai usaha dikerahkan kepada pembangunan kembali konsep-konsep tersebut. Dengan demikian, perhatian terhadap konsep-konsep individu dan peranan yang dimainkannya dalam mewujudkan dan membina umat dan negara islam dan membini umat dan negara islam itu sudah terabaikan sama sekali. Namun, bagaimana suatu umat dan negara islam dapat di bangun dan ditegakkan sementara umat islam secara individual, menjadi sel selnya, berada dalam keadaan bingung dan tidak mengerti apa-apa tentang islam dan ajaranya3? Seiring dengan berkembangnya peradaban manusia tidak terlepas dari ilmu pengetahuan(epistemology) yang telah dibangun oleh para pakar yang ahli, baik barat maupun di timur.3 Muhammad Naquib al-Attas tidak terkenal dikalangan masyarakat awam di Indonesia, tetapi untuk kalangan akademisi yang pernah membaca karya-karya beliau “ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN DALAM PERSPEKTIF SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS.Pdf,” n.d., 1–2. 3 yang telah di Indonesiakan, seperti Islam dan Sekularisme, terbitan Pustaka, Bandung yang sangat populer pada tahun 80-an. Islam dan Filsafat Sains terbitan Mizan dan Konsep Pendidikan Islam, pasti mengenal dan mengetahuinya. Tetapi letak sisi yang penting bagi al-Attas adalah sebagai pemikir muslim terkemuka, pembaharu pemikiran Islam sekaligus tokoh pendidikan tidak hanya dapat ditangkap melalui karya-karya yang telah diterjemahkan tersebut. Sosoknya sebagai pemikir, pembaharu dan tokoh pendidikan di dunia Islam sebenarnya nampak dari gagasan perlunya islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer yang mampu mengatasi berbagai problematika umat. Gagasanya ini bukan tanpa konsep, melainkan justru merupakan titik kulminasi beberapa pemikiran konseptualnya yang kemudian dikumpulkan dalam karyanya. Bahkan yang lebih menarik lagi, karena kepeduliannya yang sangat kuat terhadap kemunduran umat Islam, gagasan dan pemikiran konseptualnya diimplimintasikan ke dalam lembaga pendidikan bertaraf International.4 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana sejarah dari biografi Syed. Muhammad Naquib al-Attas al-Atas ? 2. Bagaimana pemikiran pendidikan Syed. Muhammad Naquib al-Attas secara umum ? 3. Bagaimana pemikiran islamisasi ilmu pengetahuan Syed. Muhammad Naquib alAttas ? 4. Bagaimana konsep integrasi agama dan sains menurut Syed. Muhammad Naquib al-Attas ? 5. Bagaimana titik temu antara islam dan sains atas pemikiran Syed. Muhammad Naquib al-Attas ? “PEMIKIRAN SYED MUHAMMAD NAQUIB Al-ATTAS.Pdf,” n.d., 95–96. 4 BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Syed. Muhammad Naquib al-Alattas Syed M. Naquib ibn Ali Abdullah ibn Muhsin al-Attas lahir pada 5 September 1931 M di Bogor, Jawa Barat. Ibunya bernama Syarifah Raquan Al-‘Aidarus berasal dari Bogor dan merupakan keturunan ningrat sunda di Sukapura, sedangkan ayahnya bernama Syed Ali Al-Atas, yang masih tergolong bangsawan di Johor. Dalam tradisi Islam, orang yang mendapat gelar Syed merupakan keturunan langsung dari Rosulullah saw. Syed Muhammad Naquib adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya bernama Syed Hussein, seorang ahli sosiologi dan mantan wakil rektor Universitas Malaya sedangkan adiknya bernama Syed Zaid, seorang insinyur kimia dan mantan dosen Institut Teknologi MARA. Pada usia 5 tahun, Syed M. Naquib dikirim ke Johor untuk belajar di sekolah dasar Ngee Heng (1936-1941 M). Pada masa pendudukan Jepang atas Malaya, dia kembali ke Jawa untuk meneruskan pendidikannya di madrasah Al-Urwatu Al-Wutsqo, Sukabumi (1941-1945), sebuah lembaga pendidikan yang menggunakan bahasa arab sebagai bahasa pengantarnya. Ditempat ini Al-Athas mulai mendalami dan mendapatkan pemahaman tradisi Islam yang kuat terutama tarekat. Hal ini bisa dipahami karena saat itu di sukabumi telah berkembang perkumpulan tarekat Naqsabandiyah. Setelah perang dunia II pada 1946 M, Syed M. Naquib kembali ke Johor untuk merampungkan pendidikan selanjutnnya (tingkat menengah) yaitu di Bukit Zahrah School kemudian di English College (tingkat atas) pada tahun 1946-1951 M. Kemudian beliau mulai memasuki dunia militer dengan mendaftarkan diri sebagai tentara kerajaan dalam upaya mengusir penjajaah Jepang. Beliau juga belajar di berbagai sekolah militer Inggris, bahkan ia sempat mengenyam pengalaman di salah satu akademi militer yang cukup bergengsi di Inggris. Setelah Malaysia merdeka pada tahun 1957 M, beliau mengundurkan diri dari dinas kemiliteran dan mengembangkan potensi dasarnya yakni bidang intelektual. Untuk itu, beliau sempat masuk Universitas Malaya selama dua tahun. Berkat kecerdasan dan ketekunannya dia dikirim oleh pemerintah malaysia untuk melanjutkan studi di Institute of Islamic Studies, Canada. Dalam waktu yang relatif singkat, yakni 1959-1962 M. Belum puas dengan pengembaraan intelektualnya, al-Atas kemudian melanjutkan studi ke School of Oriental and African Studies di Universitas London. Dia telah menyampaikan lebih dari 400 makalah ilmiah dinegara-negara Amerika, Jepang, Timur tengah, dan berbagai negara Islam lainnya. Pada tahun 1977 M, tepatnya bulan April, alAtas menyampaikan makalahnya di hadapan peserta konferensi dunia pertama tentang pendidikan Islam di Mekkah dengan judul Preliminary Thoughts on the Nature of Knowlodge and the Definition and Aims of Education. Selain itu ia ;juga memiliki keahlian dalam bidang kaligrafi. Ia pernah mengadakan pameran kaligrafi di moseum Tropen, Amsterdam pada tahun 1954 M.5 B. Pemikiran pendidikan Syed. Muhammad Naquib al-Alattas secara umum Pemikiran pendidikan Al-Attas merupakan sebuah pemikiran yang berawal dari dunia metafisis kemudian ke dunia kosmologis dan bermuara pada dunia psikologis. Sedangkan format pendidikan yang ditawarkan oleh Al-Attas tampak jelas bahwa dia berusaha menampilkan wajah pendidikan Islam sebagai suatu sistem pendidikan terpadu. Hal tersebut secara jelas dilihat dari tujuan pendidikan yang dirumuskannya yaitu untuk mewujudkan manusia yang baik, universal, dan paripurna (al-insán alkámil). Yang dimaksud dengan al-insán al-kámil bagi Al-Atttas adalah sebagai berikut: 6 1. Manusia yang seimbang, memiliki keterpaduan dua dimensi kepribadian, yaitu dimensi isoterik vertikal yang intinya tunduk dan patuh pada Allah SWT, dan dimensi eksoterik, dialektikal, horizontal, yaitu membawa misi keselamtan bagi lingkungan sosial alamnya (khalifah fil ardh). 5 6 “PEMIKIRAN SYED MUHAMMAD NAQUIB Al-ATTAS.Pdf,” n.d., 98–99. “PEMIKIRAN SYED MUHAMMAD NAQUIB Al-ATTAS.Pdf,” 96. 2. Manusia seimbang dan kualitas pikir, zikir, dan amalnya. Untuk menghasilkan yang dimaksud, merupakan suatu keniscayaan adanya suatu uapaya maksimal dalam mengondisikan lebih dulu paradigma pendidikan terpadu. Indikasi lain yang mempertegas bahwa paradigma pendidikan yang ditawarkan Al-Attas menghendaki terealisirnya sistem pendidikan terpadu ialah tertuang dalam rumusan sistem pendidikan yang diformulasikannya, dimana tampak sangat jelas upaya Al-Attas untuk mengintegrasikan ilmu dalam sistem pendidikan Islam, artinya Islam harus menghadirkan dan mengajarkan dalam proses pendidikannya tidak hanya ilmu-ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu rasional, intelek dan filosofis. Dari deskripsi di atas, dapat dilacak bahwa secara makro orientasi pendidikan Al-Attas adalah mengarah pada pendidikan yang bercorak moral religius yang tetap menjaga prinsip keseimbangan dan keterpaduan sistem. Hal tersebut terlihat dalam konsepsinya tentang Ta'dib (adab) yang menurutnya telah mencakup konsep ilmu dan amal. Di situ dipaparkan bahwa setelah manusia dikenalkan akan posisinya dalam tatanan kosmik lewat proses pendidikan, ia diharapakan dapat mengamalkan ilmunya dengan baik di masyarakat berdasarkan adab, etika dan ajaran agama. Dengan bahasa yang berbeda dapat dikatakan bahwa penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilandasi pertimbangan nilai-nilai dan ajaran agama. Hal itu merupakan indikator bahwa pada dasarnya paradigma pendidikan yang ditawarkan Al-Attas lebih mengacu kepada aspek moral-transendental (afektif) meskipun juga tidak mengabaikan aspek kognitif (sensual–logis) dan psikomotorik (sensual-empiris). Hal ini relevan dengan aspirasi pendidikan Islami, yakni aspirasi yang bernafaskan moral dan agama. Karena dalam taksonomi pendidikan Islami, dikenal adanya aspek transendental, yaitu domain iman disamping tiga domain kognitif, afektif dan psikomotorik yang dikembangkan B.S.Bloom dkk.6 Domain iman amat diperlukan dalam pendidikan Islami, karena ajaran Islam tidak hanya menyangkut hal-hal rasional, tetapi juga menyangkut hal-hal yang supra rasional, dimana akal manusia tidak akan mampu menangkapnya, kecuali didasari dengan iman, yang bersumber dari wahyu, yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadist. Domain iman merupakan titik sentral yang hendak menentukan sikap dan nilai hidup peserta didik, dan dengannya pula menentukan nilai yang dimiliki dan amal yang dilakukan. Dikaitkan dengan kondisi dunia pendidikan Islam dewasa ini, setidaknya bisa dicerna pandangan dan penilaian kritis para cendekiawan muslim, dimana secara makro dapat disimpulkan bahwa ia masih mengalami keterjajahan oleh konsepsi pendidikan Barat. Walaupun statemen ini berupa tesis atau hipotesa yang perlu dikaji ulang, tetapi ia sangat penting sebagai cermin dan refleksi untuk memperbaiki wajah pendidikan Islam yang dicita-citakan. Sementara Al-Attas melihat bahwa universitas modern (baca: Barat) tidak mengakui eksistensi jiwa atau semangat yang ada pada dirinya, dan hanya terikat pada fungsi administratif pemeliharaan pembangunan fisik. Dapat disimpulkan bahwa kondisi pendidikan dewasa ini, secara makro telah terkontaminasi dan terinvensi konsep pendidikan Barat. Dimana paradigma pendidikan Barat tersebut secara garis besar dapat dikatakan hanya mengutamakan pengejaran pengetahuan ansich, menitik beratkan pada segi teknik empiris, sebaliknya tidak mengakui eksistensi jiwa, tidak mempunyai arah yang jelas serta jauh dari landasan spiritual. Dalam wacana ilmiah, setidaknya dapat dikemukakakan beberapa alasan mendasar tentang pentingnya realisasi paradigma pendidikan Islam. Pertama, Islam sebagai wahyu Allah yang meruapakan pedoman hidup manusia untuk mencapai kesejahteraan di dunia dan akherat, baru bisa dipahami, diyakini, dihayati dan diamalkan setelah melalui pendidikan. Di samping itu secara fungsional Nabi Muhammad, sendiri diutus oleh Allah sebagai pendidikan utama manusia. Kedua, ilmu pendidikan sebagai ilmu humaniora juga termasuk ilmu normatif, sebab ia terikat dengan norma-norma tertentu. Di sini nilai-nilai Islam sangat memadai untuk dijadikan sentral norma dalam ilmu pendidikan itu. Ketiga, dalam memecahkan dan menganalisa berbagai masalah pendidikan selama ini cenderung mengambil sikap seakan-akan semua permasalahn pendidikan, baik makro maupun mikro diyakini dapat diterangkan dengan teori-teori atau filsafat pendidikan Barat, padahal yang disebut terakhir tadi bersifat sekuler. Oleh karena itu, nilai-nilai ideal Islam mestinya akan lebih sesuai untuk menganalisa secara kritis fenomena kependidikan. 7 Ni’mah Afifah, “ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN PERSPEKTIF NAQUIB ALATTAS DI TENGAH KEMUNDURAN DUNIA ILMIAH ISLAM,” n.d., 207–9. 7 C. Pemikiran islamisasi ilmu pengetahuan Syed. Muhammad Naquib al-Alattas Al-Attas mendefinisikan ilmu sebagai sebuah makna yang datang ke dalam jiwa bersamaan dengan datangnya jiwa kepada makna dan menghasilkan hasrat serta kehendak diri. Dengan kata lain, hadirnya makna ke dalam jiwa berarti Tuhan sebagai sumber pengetahuan, sedangkan hadirnya jiwa kepada makna menunjukkan bahwa jiwa sebagai penafsirannya. Islamisasi ilmu merupakan islamisasi pengetahuan kontemporer atau islamisasi ilmu modern yang mana karena ilmu-ilmu kontemporer dan modernlah yang dianggap telah mengalami sekularisasi, sebab ilmu-ilmu tersebut ditemukan dan dikembangkan oleh peradaban Barat. Tidak benar jika dikatakan bahwa ilmu-ilmu tersebut dijamin universal dan bebas nilai. Syed Muhammad Naquib AlAttas mengatakan,”Ilmu tidak bersifat netral dan dia disusupi oleh sifat dan kandungan yang menyerupai ilmu. Islamisasi ilmu pengetahuan diterangkan secara jelas oleh AlAttas, ialah pembebasan akal dan bahasa manusia dari magis, mitologis, animisme, nasionalisme buta, dan penguasaan sekularisme. Ini bermakna bahwa umat Islam semestinya memiliki akal dan bahasa yang terbebas dari pengaruh magis, mitos, animisme, nasionalisme buta dan sekularisme. Islamisasi juga membebaskan manusia dari sikap tunduk kepada keperluan jasmaninya yang cenderung menzhalimi dirinya sendiri, karena sifat jasmani adalah cenderung lalai terhadap hakikat dan asal muasal manusia. Dengan demikian, islamisasi tidak lain adalah proses pengembalian kepada fitrah.8 Islam pun dikenal dua sistem pendidikan yang berbeda proses dan tujuannya. Pertama, sistem pendidikan tradisional yang hanya sebatas mengajarkan pengetahuan klasik dan kurang peduli terhadap peradaban teknologi modern; ini sering diwarnai oleh corak pemikiran Timur Tengah. Kedua, sistem pendidikan modern yang diimpor dari Barat yang kurang mempedulikan keilmuan Islam klasik. Bentuk ekstrim dari sistem yang kedua ini berupa universitas modern yang sepenuhnya sekular dan karena Novayani, “ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN MENURUT PANDANGAN SYED M. NAQUIB AL-ATTAS DAN IMPLIKASI TERHADAP LEMBAGA PENDIDIKAN INTERNATIONAL INSTITUTE OF ISLAMIC THOUGHT CIVILIZATION (ISTAC),” 77–78. 8 itu pendekatannya bersifat non-agamis. Para alumninya sering tidak menyadari warisan ilmu klasik dari tradisi mereka sendiri. Menurut Al-Attas (1984) telah membuat lambang kejatuhan umat Islam. Jika hal itu tidak ditanggulangi maka akan mendangkalkan dan menggagalkan perjuangan umat Islam dalam rangka menjalankan amanah yang telah diberikan Allah SWT. Allah telah menjadikan umat manusia di samping sebagai hamba-Nya juga sebagai khalifah di muka bumi, sehingga peranannya di samping mengabdikan diri kepada Allah juga harus bisa mewarnai dunia empiris. 9 D. Konsep integrasi agama dan sains menurut Syed. Muhammad Naquib al-Attas Naquib al-Alattas beranggapan bahwa solusi dari permasalahan yang kita hadapi bagi umat islam adalah dengan konsep integrasi agama dan sains yaitu islamisasi, menurut Naquib al-Attas pada mulanya sains ada pada bentuknya yang islam, namun seiring dengan perkembangan zaman bentuk fitrah sains sedikit demi sedikit mengalami perubahan. Perubahan itu terjadi bersamaan dengan proses sekularisme masyarakat yang terjadi di Eropa yang beberapa tahun lalu yang kemudian tahun selanjutnya diekspor kedunia islam. Definisi sekularisme menurut Naquib alAlattas paling sesuai adalah definisi yang di berikan oleh seorang teolog Belanda yang bernama Corenlius Van Pursen yang pernah menjabat sebagai pembebasan seseorang, pertama dari kontrol religius kemudian metafis terhadap pemikiran dan bahasanya. Menurut Cornelius ada dua aspek yang sangat penting dalam isu sekularisme pemikiran karena seseorang melakukan segala sesuatu dengan pemikirannya, berarti jika pemikiran seseorang sudah sekuler pandangannya pun juga demikian. Jika dia sudah sampai pada tinggakt ini maka dia akan berpendapat bahwa dirinya adalah segalanyadan tidak ada otoritas yang lebih tinggi darinya. Dengan demikian amalamalnya pun akan dikerjakan sesuai dengan hatinya sendiri dan tidak akan terkontrol, inilah proses pergantian fokus dari Tuhan kepada manusia. Kemudian Bahasa merupakan sebuah fenomena kulturl dimana karena terbentuk berdasarkan pengalaman historis kultural sebuah negara, karena adanya Afifah, “ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN PERSPEKTIF NAQUIB AL- ATTAS DI TENGAH KEMUNDURAN DUNIA ILMIAH ISLAM,” 2013. 9 perbedaan pengalaman antar negara satu dengan lainnya maka bahasa nya juga berbeda-bed. Perbedaan yang di sebut adalah perbedaan sistematik sehingga banyak dijumpai konsep serta terminologi yang terdapat pada suatu bahasa tetapi tidak terdapat pada bahasa lain, seperti contoh ada kesulitan pada penerjemah bahasa arab ke bahasa inggris. Sedang bahasa arab merupakan bahasa yang metafisis akibat adanya al-Qur’an, sedangkan bahasa inggris berubah menjadi bahasa teknis, mekanis dan antu metafisis. Oleh sebab itu banyak kata kunci yang terdapat dalam bahasa arabmyang tidak dapat di terjemahkan dalam bahasa inggris karena konsep yang berbeda. Kemudian contoh yang konkret adalah kata qalb, fu’ad dan lubb. Seseorang yang akan menerjemahkan kata ini kedalam bahasa inggris akan merasa kesulitan karena tidak adanya perbedaan antara terminologi tersebut, maka kata yang dapat mendefinisikannya adalah heart atau hati sedang hati dalam bahasa arab didiskripsikan pada tingkatan yang berbeda-beda. Akan tetapi karena ketiadaan terminologi tersebut maka dalam bahasa inggris tiga tingkatan tersebut hanya dapat diterjemahkan pada satu kata yaitu heart. Maka akibatnya pemahaman seseorang akan suatu hal akan juga terjadi ketidaktepatan, Maka atas dasar ini M. Naquib al-Attas mendefinisikan sebagai “pembeda manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional (yang bertentangan dengan agama islam) dan dari belenggu paham sekuler pada pemikiran bahasanya”juga membebaskan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab manusia merupakan wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, menjadi bodoh sehingga butuh proses menuju bentuk asalnya (fitrah) yang tidak sekuat proses evolusi dan devolusi. Pengertian integrasi pada tingkat individu ini sangat berhubungan dengan konsep adap. Naquib al-Attas beranggapan bahwa dilema yang dialami manusia membentuk lingkaran setan yang didahului dengan sekulerisasi sains. 10 “Konsep Integrasi Agama Dan Sains (Studi Komparatif Syed Muhammad Naquib al-Alattas Dan Mulyadhi Kartanegara.Pdf,” n.d., 52-55. 10 E. Titik temu antara islam dan sains atas pemikiran Syed. Muhammad Naquib alAlattas Syed. Muhammad Naquib al-Alattas menemukan asumsi-asumsi filosofismetafisik yang menjadi landasan sains Barat modern. Ia menemukan bahwa landasan filosofis sains modern adalah paham sekuler yang tidak ada dalam ajaran islam. Menurutnya islam tidak mengenal sekulerisme. Oleh karena itu agar sains bisa berkembang sesuai dengan tujuan hakikinya yaitu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan demi kemanusiaan, maka islamisasi sains sangat diperlukan.11 Iman adalah sikap batin. Iman seseorang akan terwujud dalam sikap, perilaku dan perbuatannya, atau hasil karyanya terhadap sesamanya dan terhadap lingkungan hidupnya atau atas Tuhannya. Sebagai ilmu, teologi merefleksikan hubungan Allah dan manusia. Manusia berteologi karena ingin memahami imannya dengan cara lebih baik, dan ingin mempertanggungjawabkan bahwa "aku tahu kepada siapa aku percaya", karena teologi bukan agama dan tidak sama dengan ajaran Agama. Dalam teologi, adanya unsur "intellectus quaerens fidem" yaitu akal menyelidiki isi iman yang diharapkan memberi sumbangan substansial untuk integrasi antara akal dan iman, ilmu pengetahuan dan iman yang bertakwa, pada gilirannya sangat bermanfaat bagi hidup manusia masa kini dan yang akan datang. Oleh karena itu ilmu pengetahuan Islam perlu direkonstruksi kembali dengan paradigma baru yaitu bahwa ilmu pengetahuan Islam menggambarkan terintegrasinya seluruh sistem ilmu pengetahuan dalam satu kerangka. Ilmu pengetahuan Islam menggunakan pendekatan wahyu, pendekatan filsafat, dan pendekatan empirik, baik dalam pembahasan substansi ilmu, maupun pembahasan tentang fungsi dan tujuan ilmu pengetahuan. Dengan rekonstruksi ilmu pengetahuan Islam tidak terkait lagi adanya dikotomi antara ilmu pengetahuan Islam maksudnya syari’ah, dengan ilmu pengetahuan umum, keduanya saling berhubungan secara fungsional (functional correlation). Secara umum islamisasi ilmu pengetahuan dimaksudkan untuk memberikan respon positif terhadap realitas ilmu pengetahuan modern yang sekularistik dan Islam 11 “Titik Temu Islam Dan Sains (KAjian Atas Pemikiran NAquib Al-Alatas Dan Amin Abdullah).Pdf,” n.d., 01. yang terlalu relegius, ke dalam model pengetahuan baru yang utuh dan integral tanpa pemisahan. Adanya karakter yang sama dalam sains dan Islam seperti koherensi, komprehensip, kemanfaatan, dan kebenaran yakni : 1. Sains dan Islam sama-sama dibentuk dan bergantung pada paradigma dan pada dasarnya ada kemungkinan untuk menyatukan paradigma sains dan Islam. 2. Adanya kesejajaran metodologis yang signifikan antara sains dan agama. 3. Adanya kesejajaran konseptual antara sains dan Islam. 4. Adanya saintis yang religius dan religius yang saintis. 5. Kuatnya anjuran wahyu untuk melakukan pengkajian yang menghasilkan ilmu. 6. Penafsiran sains dan agama sama-sama berasal dari pemahaman manusia sehingga bukanlah harga mati. Dari berbagai referensi tentang pengertian islamisasi ilmu ditemukan beberapa versi, antara lain pertama, islamisasi ilmu hanya sekedar memberi label “Islam” pada ilmu pengertahuan. kedua islamisasi hanya mengislamkan orangnya. Ketiga islamisasi ilmu yang berdasarkan metodologi filsafat Islam. Keempat, islamisasi ilmu sebagai sebuah ilmu yang beretika atau beradab. Untuk melakukan islamisasi tersebut al-Attas melibatkan proses yang saling berhubungan. Pertama melakukan proses pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep kunci yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat. Kedua memasukkan elemen-elemen Islam dan konsep-konsep kunci ke dalam setiap cabang ilmu pengetahuan modern yang relevan. Sehingga gagasan islamisasi ilmu yang diformulasikan Syed Muhammad Naquib al-Attas merupakan suatu revolusi epistemologis yang merupakan merupakan jawaban terhadap krisis epistemologis yang melanda bukan hanya dunia Islam tapi juga budaya dan peradaban Barat. 12 12 “THE RECONSTRUCTION OF ISLAMIC THEOLOGY IN THE UNITY OF SCIENCES.Pdf,” n.d., 406–9. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan a. Syed M. Naquib ibn Ali Abdullah ibn Muhsin al-Attas lahir pada 5 September 1931 M di Bogor, Jawa Barat. Ibunya bernama Syarifah Raquan Al-‘Aidarus berasal dari Bogor dan merupakan keturunan ningrat sunda di Sukapura, sedangkan ayahnya bernama Syed Ali Al-Atas, yang masih tergolong bangsawan di Johor. Dalam tradisi Islam, orang yang mendapat gelar Syed merupakan keturunan langsung dari Rosulullah saw. b. Pemikiran pendidikan Al-Attas merupakan sebuah pemikiran yang berawal dari dunia metafisis kemudian ke dunia kosmologis dan bermuara pada dunia psikologis. Sedangkan format pendidikan yang ditawarkan oleh Al-Attas tampak jelas bahwa dia berusaha menampilkan wajah pendidikan Islam sebagai suatu sistem pendidikan terpadu. c. Al-Attas mendefinisikan ilmu sebagai sebuah makna yang datang ke dalam jiwa bersamaan dengan datangnya jiwa kepada makna dan menghasilkan hasrat serta kehendak diri. Dengan kata lain, hadirnya makna ke dalam jiwa berarti Tuhan sebagai sumber pengetahuan, sedangkan hadirnya jiwa kepada makna menunjukkan bahwa jiwa sebagai penafsirannya. d. Naquib al-Alattas beranggapan bahwa solusi dari permasalahan yang kita hadapi bagi umat islam adalah dengan konsep integrasi agama dan sains yaitu islamisasi, menurut Naquib al-Attas pada mulanya sains ada pada bentuknya yang islam, namun seiring dengan perkembangan zaman bentuk fitrah sains sedikit demi sedikit mengalami perubahan. Perubahan itu terjadi bersamaan dengan proses sekularisme masyarakat yang terjadi di Eropa yang beberapa tahun lalu yang kemudian tahun selanjutnya diekspor kedunia islam. e. Syed. Muhammad Naquib al-Alattas menemukan asumsi-asumsi filosofismetafisik yang menjadi landasan sains Barat modern. Ia menemukan bahwa landasan filosofis sains modern adalah paham sekuler yang tidak ada dalam ajaran islam. Menurutnya islam tidak mengenal sekulerisme. Oleh karena itu agar sains bisa berkembang sesuai dengan tujuan hakikinya yaitu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan demi kemanusiaan, maka islamisasi sains sangat diperlukan. Untuk melakukan islamisasi tersebut al-Attas melibatkan proses yang saling berhubungan. Pertama melakukan proses pemisahan elemen-elemen dan konsepkonsep kunci yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat. Kedua memasukkan elemen-elemen Islam dan konsep-konsep kunci ke dalam setiap cabang ilmu pengetahuan modern yang relevan. DAFTAR PUSTAKA Afifah, Ni’mah. “ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN PERSPEKTIF NAQUIB AL- ATTAS DI TENGAH KEMUNDURAN DUNIA ILMIAH ISLAM,” n.d., 15. “Analisis Konsep Integrasi Ilmu Dalam Islam.Pdf,” n.d. “ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN DALAM MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS.Pdf,” n.d. PERSPEKTIF SYED “Konsep Integrasi Agama Dan Sains (Studi Komparatif Syed Muhammad Naquib alAlattas Dan Mulyadhi Kartanegara.Pdf,” n.d. Novayani, Irma. “ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN MENURUT PANDANGAN SYED M. NAQUIB AL-ATTAS DAN IMPLIKASI TERHADAP LEMBAGA PENDIDIKAN INTERNATIONAL INSTITUTE OF ISLAMIC THOUGHT CIVILIZATION (ISTAC),” no. 1 (2017): 16. “PEMIKIRAN SYED MUHAMMAD NAQUIB Al-ATTAS.Pdf,” n.d. “THE RECONSTRUCTION OF ISLAMIC THEOLOGY IN THE UNITY OF SCIENCES.Pdf,” n.d. “Titik Temu Islam Dan Sains (KAjian Atas Pemikiran NAquib Al-Alatas Dan Amin Abdullah).Pdf,” n.d.