BAB 17 PENINGKATAN INVESTASI DAN EKSPOR NONMIGAS Pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai dengan tahun 2003 masih lebih banyak digerakkan oleh pertumbuhan dari sisi konsumsi. Sejak pertengahan tahun 2004, keadaan ini mulai berubah yang ditandai dengan bergesernya tumpuan pertumbuhan ekonomi ke sisi investasi dan ekspor. Kecenderungan ini merupakan indikasi menguatnya sumber pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Namun, peningkatan investasi dan ekspor nasional masih belum maksimal karena masih dijumpai masalah internal dan eksternal yang berkaitan dengan peningkatan investasi dan ekspor. I. Permasalahan yang Dihadapi Permasalahan yang dihadapi dalam bidang investasi berkaitan dengan upaya penciptaan iklim penanaman modal yang sehat. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut. 1) Belum adanya kepastian berusaha, karena belum disahkannya Undang-undang Penanaman Modal baru yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan kepastian usaha; 2) Masih rumit dan panjangnya proses perizinan investasi sehingga mengakibatkan tambahan biaya bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia; 3) Masih banyak tumpah tindihnya koordinasi antarinstansi terkait di tingkat pusat dan di tingkat daerah mengenai penanganan kegiatan investasi yang dilakukan oleh dunia usaha; 4) Masih rumitnya administrasi perpajakan dan kepabeanan, belum kondusifnya pasar tenaga kerja, dan masih rawannya beberapa daerah untuk kegiatan investasi; dan 5) Kurang memadainya kapasitas dan kualitas infrastruktur baik di dalam mendukung investasi yang sudah ada maupun investasi baru. Sementara itu, permasalahan utama di dalam peningkatan kinerja ekspor berkenaan dengan hal-hal sebagai berikut. 1) Daya saing produk ekspor yang masih relatif rendah di pasar internasional, mengakibatkan sulitnya merebut pangsa pasar yang lebih besar. Daya saing yang rendah tersebut disebabkan oleh ketergantungan produk ekspor terhadap komponen impor yang relatif tinggi, kelangsungan pasokan produk ekspor yang belum terjamin serta kualitas, dan disain yang kurang inovatif; 2) Komposisi komoditi ekspor Indonesia masih bertumpu pada keunggulan komparatif yang berkaitan dengan ekspor bahan mentah dari sumber daya alam, dan murahnya tenaga kerja. Di samping itu, beberapa komoditi andalan ekspor Indonesia pada umumnya merupakan komoditi primer yang diekspor dalam bentuk bahan mentah atau setengah jadi sehingga nilai tambah yang diperoleh relatif kecil; 3) Permasalahan akibat hambatan nontarif di negara tujuan ekspor sangat berkaitan dengan pengenaan safeguard dan antidumping measures atas beberapa produk ekspor Indonesia, masalah lingkungan, dan masalah ketenagakerjaan; 4) Penetrasi pasar internasional cukup sulit, karena belum sepenuhnya memenuhi standar negara tujuan ekspor; 17 - 2 5) Pesaing-pesaing baru dari kawasan Asia yang memiliki jenisjenis produk ekspor yang hampir sama dengan ekspor Indonesia muncul; dan 6) Masih terdapat ganjalan pada peningkatan hubungan perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Singapura dalam kaitannya dengan data statistik perdagangan, dengan Malaysia dalam kaitannya dengan tuduhan dumping terhadap produk ekspor Indonesia, dengan Cina dalam kaitannya dengan tingkat tarif kuota (tariff rate quota) dan lisensi impor, serta perpajakan. Selanjutnya terdapat juga beberapa permasalahan yang berkaitan dengan perdagangan dalam negeri yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kinerja peningkatan ekspor nasional, yaitu sebagai berikut: 1) Lemahnya sistem distribusi nasional yang menyebabkan terjadinya fluktuasi harga yang cukup tinggi pada beberapa kelompok komoditi seperti bahan baku industri, dan kebutuhan barang pokok penting; 2) Masih maraknya berbagai pungutan baik legal maupun ilegal yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi; dan 3) Masih lemahnya kinerja lembaga pengujian mutu barang produk ekspor. Selain berbagai permasalahan dalam ekspor barang, juga dijumpai beberapa permasalahan di dalam meningkatkan perolehan devisa dari sektor jasa. Hal tersebut terutama dapat dilihat pada kinerja bidang pariwisata yang dewasa ini menghadapi permasalahan sebagai berikut: 1) Belum optimalnya penetrasi promosi pariwisata, karena kurangnya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik intralembaga maupun interlembaga yang terkait di bidang pariwisata; 2) Belum adanya dukungan optimal dari pemerintah kota/kabupaten terhadap perkembangan pariwisata yang berkaitan dengan munculnya berbagai peraturan daerah yang menghambat; dan 17 - 3 3) Dampak dari isu-isu negatif bencana alam, kesehatan dan terorisme (seperti tsunami, penyakit flu burung dan ancaman bom) yang kesemuanya memberikan kontribusi terhadap penurunan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia. II. Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai Dalam mengatasi permasalahan untuk meningkatkan investasi telah dilaksanakan langkah-langkah kebijakan investasi yaitu (1) mempercepat proses penyelesaian RUU Penanaman Modal agar dapat segera diundangkan; (2) melakukan penyederhanaan prosedur perizinan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) melalui penyempurnaan pelayanan investasi yang lebih komprehensif di BKPM sebagaimana telah diatur dalam Keppres No. 29 tahun 2004 tentang penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN melalui sistem pelayanan satu atap; (3) meningkatkan konsistensi peraturan perundangan yang terkait dengan penanaman modal melalui sinkronisasi peraturan baik antarsektor ekonomi maupun antar pemerintah pusat dan daerah; (4) menyusun sistem insentif bagi kegiatan investasi agar Indonesia mampu bersaing dengan negara lain untuk menarik investasi pada sektor/bidang usaha dan lokasi tertentu, termasuk insentif bagi pembangunan infrastruktur; (5) meningkatkan citra Indonesia sebagai lokasi investasi yang aman dan menguntungkan melalui pelaksanaan Tahun Investasi Indonesia 2005 dengan peningkatan kualitas kegiatan promosi dan kerja sama investasi yang lebih terarah dan terfokus; dan (6) membantu investor dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi antara lain melalui pendayagunaan Tim Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi. Langkah-langkah kebijakan yang diambil telah memberikan hasil yang menggembirakan seperti tercermin pada pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto. Jika dalam periode 2001–2003 pembentukan modal hanya tumbuh sekitar 4,1 persen per tahun, dalam tahun 2004 pertumbuhannya meningkat pesat mencapai sekitar 15,7 persen. Kecenderungan peningkatan ini masih berlanjut hingga mencapai 13,6 persen pada semester I/2005. Meskipun masih dini, 17 - 4 peningkatan ini merupakan indikasi menguatnya sumber pertumbuhan yang berkesinambungan yang tercermin pula dari peningkatan persetujuan serta realisasi penanaman modal. Pada periode Januari– Juli 2005, persetujuan penanaman modal, baik PMDN maupun PMA menunjukkan peningkatan yaitu masing-masing meningkat 9,7 persen dan 78,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2004. Perkembangan persetujuan penanaman modal ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Perkembangan Persetujuan Penanaman Modal PMDN PMA Jumlah Proyek Nilai (Rp. Miliar) Jumlah Proyek Nilai (US$ Juta) 2003 230 54.011,8 1.231 14.197,0 2004 197 43.336,7 1.219 10.366,9 2005 136 31.515,3 949 6.638,9 Tahun Keterangan: Data Tahun 2005 adalah sampai dengan 30 Juli 2005, Sumber : BKPM Sementara itu realisasi nilai investasi PMDN dan PMA berdasarkan izin usaha tetap periode Januari – Juli 2005 juga menunjukkan peningkatan yaitu masing-masing meningkat 3,1 persen dan 96,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2004. Perkembangan realisasi investasi ditunjukkan pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Berdasarkan Izin Usaha Tetap PMDN PMA Jumlah Proyek Nilai (Rp. Miliar) Jumlah Proyek Nilai (US$ Juta) 2003 111 11.554,8 545 5.425,9 2004 126 15.228,7 531 4.574,6 2005 137 9.691,0 566 4.902,7 Tahun Keterangan: Data Tahun 2005 adalah sampai dengan 30 Juli 2005, Sumber : BKPM 17 - 5 Selanjutnya, dalam pengembangan ekspor nonmigas, langkahlangkah kebijakan utama yang telah ditempuh adalah (1) pengharmonisasian tarif 2005–2010 untuk berbagai produk pertanian, perikanan, pertambangan dan utamanya berbagai produk industri sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 591/PMK.010/2004); (2) penguatan kapasitas dan kelembagaan laboratorium uji produk ekspor dan impor; (3) penyederhanaan prosedur ekspor-impor, terutama dalam kaitannya dengan administrasi kepabeanan, dengan menghapuskan biaya untuk pengadaan dokumen ekspor-impor; (4) pemfokusan kerja sama perdagangan dan investasi dengan beberapa negara seperti dengan Cina (mulai efektif 14 Juli 2005) melalui Free Trade Agreement (FTA) dan Joint Investment Committe, India melalui Free Trade Agreement (FTA), Jepang melalui Economic Partnership Agreement (EPA) dan Strategic Investment Action Plan (SIAP), serta Amerika Serikat melalui Trade and Investment Council/TIC; dan (5) penetapan standar produk melalui Standar Nasional Indonesia (SNI), sejauh mungkin selaras dengan standar internasional dan mengembangkan Mutual Recognition Agreement (MRA) di bidang penilaian kesesuaian. Dalam kerangka peningkatan kerja sama perdagangan multilateral pasca- Doha-WTO, Indonesia berhasil memprakasai penggalangan aliansi kelompok negara G-33, sehingga melahirkan July Package 2004 yang antara lain mencakup konsep Special Product (SP) dan Special Safeguard Measures (SSM) yang dapat memberikan perlindungan produk pertanian tertentu yang dihasilkan oleh negara-negara berkembang. Manfaat dari lahirnya July Package ini bagi negara-negara berkembang ditujukan untuk mempercepat pembangunan perdesaan, pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan. Upaya lain dalam peningkatan kinerja ekspor nonmigas, telah dilakukan promosi ekspor di luar negeri, melalui keikutsertaan pada berbagai pameran internasional, termasuk Solo Exhibition di China dan Uni Emirat Arab. Selain itu, ditempuh pula upaya misi dagang ke negara-negara pasar nontradisional di kawasan Amerika, Afrika, Eropa, Australia, Timur Tengah, dan Asia. Demikian juga, Indonesia berpartisipasi pada 50 pameran dagang internasional untuk mempromosikan produk ekspor unggulan, terutama berbagai produk 17 - 6 UKM dalam tahun 2004, yang mencapai transaksi langsung sebesar US$ 91,4 juta. Upaya peningkatan kinerja lembaga promosi ekspor di luar negeri terus dilakukan, yang sampai pertengahan tahun 2005 telah dibuka 6 pusat promosi dagang Indonesia di Amerika, Jepang, Uni Emirat Arab, Hongaria, Afrika Selatan, dan Brasil. Dalam mendukung upaya peningkatan daya saing produk ekspor sampai saat ini telah ditetapkan 6.595 Standar Nasional Indonesia (SNI), yang di antaranya sebanyak 164 SNI ditetapkan sejak bulan Oktober 2004 untuk berbagai sektor. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan ekspor, terutama untuk eksportir kecil dan menengah, maka sampai pertengahan tahun 2005 telah dibuka pusat pelatihan ekspor daerah di empat propinsi, yaitu di Surabaya, Makasar, Medan dan Banjarmasin. Selain itu, dalam rangka menyongsong era teknologi informasi di bidang ekspor, telah dilaksanakan layanan virtual exhibition (internet) guna membantu promosi secara efisien dan efektif bagi eksportir usaha kecil dan menengah. Sementara itu, upaya mendorong peningkatan perdagangan dalam negeri guna mendukung peningkatan kinerja ekspor nonmigas maka telah ditempuh antara lain melalui (1) perwujudan perdagangan modern, dengan mengutamakan pengelolaan risiko fluktuasi harga, transparan dan berkeadilan, maka telah berkembang sistem perdagangan berjangka dengan transaksi sampai pertengahan tahun 2005 mencapai 6.732 lot per hari, pelaksanaan sistem resi gudang di empat propinsi dengan nilai transaksi sebesar US$ 34,8 juta dan Rp. 104 M, serta pelaksanaan pasar lelang agro di 11 propinsi; (2) pelaksanaan pengamanan ketersedian bahan kebutuhan pokok, terutama menjelang hari-hari besar dan hari-hari raya; (3) Pengamanan pasar dalam negeri, dilakukan dengan melakukan sosialisasi UU Perlindungan Konsumen, peningkatan kapasitas badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK) dan mendorong partisipasi aktif lembaga swadaya masyarakat di bidang perlindungan konsumen pada berbagai daerah; (4) penataan prosedur perizinan melalui inventarisasi 55 Perda kabupaten/kota yang mengatur pemberian SIUP dan 73 Perda yang mengatur Wajib Daftar Perusahaan (WDP); dan (5) peningkatan pengawasan barang beredar yang mencakup upaya perlindungan konsumen, baik dari segi kesehatan maupun standar. 17 - 7 Selanjutnya, dalam upaya penataan perangkat peraturan perundangan di bidang perdagangan, sampai saat ini telah dilakukan upaya percepatan (1) pembahasan RUU tentang Lalu Lintas Barang dan Jasa di dalam negeri; (2) pembahasan RUU Perdagangan; (3) pembuatan konsep awal RUU tentang Metrologi; dan (4) pembuatan konsep RUU tentang Penerimaan Barang di Gudang. Ekspor nonmigas pada periode Januari-April tahun 2005 meningkat sebesar 33,15 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2004, seperti dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Ekspor Non Migas Utama (Juta US$) SITC*) Uraian 2003 2004 Jan-Apr Jan-Apr Kenaikan 2004 2005 Komoditi Ekspor Utama 26.007,2 31.320,6 8.915,5 11.522,2 84 Pakaian 4.105,3 4.454,2 1.153,00 1.599,1 42 Minyak dan Lemak Nabati 2.884,6 4.216,3 1.176,30 1.376,0 77 Mesin Listrik, Aparatus 2.805,2 3.193,4 922,3 1.211,5 dan Alat-Alatnya 65 Benang Tenun, Kain Tekstil dan Hasil-Hasilnya (%) 29,2 38,7 17,0 31,4 2.922,7 3.151,9 860,8 1.106,9 28,6 2.984,3 3.078,8 2.720,9 2.801,0 961,4 1.041,3 869,7 993,2 8,3 14,2 2.009,8 2.758,3 728,8 1.070,0 46,8 1.867,6 2.729,1 822,2 956,2 16,3 2.186,6 2.724,9 752,6 1.384,8 84,0 1.520,2 2.212,7 668,4 76 Alat Telekomunikasi 63 Barang-Barang Kayu dan Gabus 32 Batu Bara, Kokas dan Briket 75 Mesin Kantor dan Pengolah Data 28 Biji Logam dan Sisa-Sisa Logam 23 Karet Mentah, Sintetis dan Pugaran Lainnya 783,2 17,2 21.399,6 24.618,7 6.675,40 9.236,7 38,4 Total 47.406,8 55.939,3 15.590,9 20.758,9 33,15 Sumber: BPS *) SITC : Standard International Trade Classification 17 - 8 Peningkatan nilai ekspor tersebut terutama bersumber dari kenaikan ekspor kelompok komoditi pakaian, mesin listrik, benang tenun, kain tekstil dan hasil-hasilnya, mesin kantor dan alat telekomunikasi. Di samping itu, ekspor beberapa komoditi berbasis sumber daya alam juga mengalami peningkatan seperti batubara, biji logam, minyak dan lemak nabati, dan karet. Jika dilihat dari negara tujuan ekspor, ekspor nonmigas Indonesia, selama periode Januari–April 2005, masih didominasi oleh negara partner dagang utama yaitu Jepang, Amerika Serikat, Singapura, RRC, dan Malaysia seperti dapat dilihat pada Grafik di bawah ini. Grafik 1 Negara Utama Tujuan Ekspor Nonmigas Periode Januari - April 2005 LAINNYA 48.5% MALAYSIA 4.8% RRC 5.5% JEPANG 15.2% SINGAPURA 11.2% AMERIKA SERIKAT 14.8% Sumber: BPS Dalam upaya peningkatan kinerja di bidang pariwisata, langkahlangkah kebijakan yang telah ditempuh antara lain: (1) Peningkatan aksesibilitas bagi wisman untuk berkunjung ke Indonesia, melalui diberlakukannya Visa on Arrival (VoA) tambahan kepada 11 negara mitra utama di bidang pariwisata; (2) Penyederhanaan prosedur di bidang pariwisata bahari dan pengembangan pulau-pulau kecil di Kawasan Timur Indonesia untuk mendorong peningkatan iklim investasi di bidang usaha pariwisata. 17 - 9 Tabel 4 Perkembangan Wisatawan Tahun 2003 2004 Jan-Jun 2004 Jan-Jun 2005 Wisman (Juta) 4,30 5,32 2,13 2,05 Devisa (Miliar USD) 5,32 4,80 1,82 1,79 Wisnus*) (Juta) 201,0 204,1 - Sumber: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Keterangan: *) Wisnus: Wisatawan Nusantara Dalam 6 bulan terakhir, jumlah arus wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia sebesar 2,05 juta orang atau menurun 3,9 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2004. Perkembangan ini tidak terlepas dari dampak negatif dari berbagai faktor global dan domestik terutama dalam aspek kesehatan, lingkungan, dan keamanan. III. Tindak Lanjut yang Diperlukan Langkah penting ke depan yang akan ditempuh dalam rangka peningkatan kinerja investasi adalah (1) percepatan penyelesaian RUU Penanaman Modal dan berbagai Peraturan Pemerintah termasuk pemberian insentif yang menarik serta memberikan kepastian berusaha bagi dunia usaha akan ditingkatkan; (2) penyederhanaan prosedur pelayanan perizinan penanaman modal menjadi sekitar 30 hari untuk investasi PMDN dan PMA. Selanjutnya langkah mendesak yang akan ditempuh dalam peningkatan kinerja ekspor nonmigas adalah (1) penerusan upaya harmonisasi tarif untuk seluruh produk di dalam pos tarif nasional; (2) peningkatan efisiensi dan akuntabilitas prosedur ekspor-impor, yang mengarah ke paperless and on-line mechanism; (3) perluasan upaya perkuatan laboratorium pengujian produk ekspor dan impor; (4) pengembangan kebijakan fasilitasi perdagangan yang lebih efektif dan meningkatkan bantuan teknis dan finansial terutama untuk eksportir 17 - 10 UKM; (5) peningkatan kerja sama perdagangan internasional, termasuk dalam rangka memperluas akses pasar ke negara-negara tujuan ekspor potensial, termasuk pengembangan kebijakan perdagangan luar negeri yang menunjang bisnis dan persaingan; (6) peningkatan jaringan informasi ekspor dan impor agar mampu merespon kebutuhan dunia usaha terutama eksportir kecil dan menengah; (7) mengoptimalkan komite anti damping Indonesia untuk melindungi pasar dalam negeri, memaksimalkan fungsi Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dengan menerapkan safeguard atas lonjakan impor serta menggalakan peningkatan penggunaan produksi dalam negeri; (8) peningkatan iklim persaingan usaha yang sehat, melalui peningkatan kinerja kelembagaan persaingan usaha dan penataan kerangka peraturan persaingan usaha; (9) peningkatan efisiensi perdagangan dalam negeri melalui pengembangan sistem distribusi nasional untuk mendukung kinerja ekspor nasional, termasuk upaya peningkatan perlindungan konsumen melalui peningkatan kapasitas kelembagaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan kelembagaan kemetrologian; (10) perluasan penerapan SNI dengan menyempurnakan sistem standardisasi nasional (SSN) serta memperluas kesadaran masyarakat akan pentingnya standardisasi dan peningkatan partisipasi mereka secara aktif di dalam pengembangan SNI; dan (11) memperluas kerja sama kelembagaan standardisasi baik bilateral, regional maupun internasional. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja pariwisata, tindak lanjut utama yang diperlukan adalah (1) memfasilitasi kerja sama pemasaran antar negara, antarpusat dengan daerah, dan antarpelaku industri pariwisata dalam berbagai bentuk aliansi strategis; dan (2) meningkatkan citra kepariwisataan nasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Berbagai langkah tindak lanjut tersebut, tentunya perlu dukungan dari berbagai sektor penting terkait terutama melalui peningkatan kualitas penyediaan infrastruktur. 17 - 11