EKONOMI PEMBANGUNAN DALAM AL-QUR’AN DAN HADIST I. DEFINISI PEMBANGUNAN Pada dekade 1950-an dan dekade 1960-an, pembangunan dipandang hanya sebagai fenomena ekonomi semata. Tinggi rendahnya kemajuan pembangunan di suatu Negara hanya diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan GNP (Gross National Product) atau pendapatan nasional bruto, baik secara keseluruhan maupun per kapita, yang diyakini akan berdampak pada penciptaan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lain yang pada akhirnya akan menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan demi terciptanya distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan social secara lebih merata. Proses tersebut dikenal secara luas sebagai “prinsip trickle down effect”. Dengan demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang paling diutamakan sedangkan masalah-masalah lain seperti kemiskinan, diskriminasi, pengangguran, dan ketimpangan distribusi pendapatan, kurang mendapat perhatian. Pada tahun 1970-an, berkaca pada pengalaman sebelumnya bahwa ketika banyak di antara negara-negara Dunia Ketiga (negara yang sedang berkembang) berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi sesuai target mereka, namun gagal memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya. Hal ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam definisi pembangunan yang dianut selama ini. Maka dari itu, tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi bukan lagi menciptakan tingkat pertumbuhan GNP yang setinggitingginya, melainkan penghapusan atau pengurangan tingkat kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan, dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang. Dengan demikian, pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur social, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi, pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian system social secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan 1 individual maupun kelompok-kelompok social yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual. Menurut Profesor Goulet dan tokoh-tokoh lainnya, paling tidak terdapat tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami arti pembangunan yang paling hakiki. Ketiga nilai inti tersebut antara lain: 1. Kecukupan (sustenance) Kecukupan yang dimaksud merupakan kecukupan mengenai semua hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia secara fisik. Kebutuhan dasar adalah segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk menyediakan sebanyak mungkin masyarakat yang dilengkapi perangkat dan bekal guna menghindari segala kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Atas dasar itulah, dapat dinyatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan. 2. Harga Diri (self-esteem) Harga diri yang dimaksud adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu, dan seterusnya. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai cultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan. 3. Kebebasan (freedom) Kebebasan atau kemerdekaan di sini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini. Apabila sekali saja kita menjadi budak materi, maka sederet kecenderungan negative, mulai dari sikap tidak perduli dengan lingkungan 2 sekitar, sikap mementingkan diri sendiri, bahkan mengorbankan kepentingan orang lain, dan sebagainya, akan meracuni diri kita. Selain itu, kebebasan di sini diartikan sebagai kebebasan terhadap ajaran-ajaran yang dogmatis. Jika kita memiliki kebebasan, berarti kita mampu berpikir jernih dan menilai segala sesuatu atas dasar keyakinan, pikiran sehat, dan hati nurani diri sendiri. Kebebasan juga meliputi kemampuan individual atau masyarakat untuk memilih satu atau sebagian dari sekian banyak pilihan yang tersedia. 3 II. EKONOMI PEMBANGUNAN DALAM ISLAM A. DEFINISI EKONOMI PEMBANGUNAN DALAM ISLAM Istilah ekonomi pembangunan yang dimaksudkan dalam Islam adalah Proses untuk mengurangi kemiskinan serta menciptakan ketentraman, kenyamanan dan tata susila dalam kehidupan. Dalam pengertian ini, maka pembangunan ekonomi menurut Islam bersifat multi dimensi yang mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif. Tujuannya bukan semata-mata kesejahteraan material di dunia, tetapi juga kesejahteraan akhirat. Keduanya menurut Islam menyatu secara integral. Dalam ekonomi Islam, titik berat dari pembangunan tidak terletak pada materi yang dimiliki oleh suatu negara ataupun individu. Ekonomi Pembangunan dalam Islam tidak hanya berpusat pada dunia namun juga pada akhirat, sehingga pembangunan tidak hanya dilihat dari materi, yang nota bene merupakan ukuran dunia. W = f (WD, dan WA). Pusat dari ekonomi pembangunan dalam Islam adalah Human. Human sebagai kapital dengan akal yang dimilikinya,dan juga sebagai khalifah diharapkan mampu untuk mengelola alam ini untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Faktor yang membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya terletak kepada kepemilikan akal budi. Akal budi membuat manusia memiliki pengetahuan baik dari pengalaman hidupnya, dari pengalaman orang lain dari wahyu (al quran dan juga al hadits) dan belajar dari fenomena alam. Ilmu dan Pengetahuan menjadi inti pokok dari pengembangan ekonomi di dalam Islam, dengan manusia sebagai fokus dan wahyu sebagai petunjuknya. Beberapa contoh yang menunjukkan bagaimana manusia menjadi fokus utama dari pembangunan dalam Islam dapat kita lihat dari beberapa hal. Diantaranya yaitu: 1. Pada jaman kenabian, keimananlah yang pertama kali diajarkan. 2. Pada jaman berkembangnya peradaban Islam, pemicu dari perkembangan peradaban islam ini adalah berkembangnya ilmu pengetahuan. Dalam hal ini terlihat dari kemampuan masyarakat tidak hanya pada ilmu agama namun sejumlah ilmu yang 4 menyangkut berbagai bidang ilmu kehidupan seperti kedokteran, astronomi, pertukangan, arsitektur dan lainnya. Iman Amal Ilmu Manusia sebagai fokus dari pembangunan tidak akan kuat jika tidak terorganisasi dengan baik, maka faktor selanjutnya yang mendukung perkembangan ini adalah solidaritas social. Solidaritas sosial ini membutuhkan suatu kepemimpinan, maka kepemimpinan menjadi suatu faktor penting dalam pembangunan Islam. Perkembangan saat ini bahwa yang menjadi aset tidak lagi kapital namun pengetahuan atau informasi. Bahkan kecenderungannya ekonomi pengetahuan menjadi ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif menjadi suatu pemicu munculnya enterpreuner, yang menjadi semangat dalam ekonomi islam. Dengan ini penduduk yang banyak sebenarnya bukan menjadi suatu masalah. B. FILSAFAT EKONOMI PEMBANGUNAN DALAM ISLAM Filsafat pembangunan ekonomi dalam Islam terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa ia menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah SAW: “Sesungguhnya orang kafir, bila mengerjakan suatu kebaikan, diberikan sebuah kelezatan di dunia. Sedangkan orang yang beriman, maka Allah manyimpan untuknya kebaikankebaikannya di akhirat dan memberi rizki kepadanya di dunia sesuai dengan ketaatannya kepada Allah.” Dari kajian para ulama dapat dirumuskan dasar-dasar filosofis pembangunan ekonomi ini, yaitu : 1. Tauhid, 5 yaitu menyatakan dasar-dasar hukum Allah untuk selanjutnya mengatur model pembangunan yang berdasarkan Islam. Tauhid mengandung implikasi bahwa alam semesta secara sadar dibentuk dan diciptakan oleh Allah Yang Maha Kuasa, Yang Maha Esa, karena itu tidak mungkin jagad raya ini muncul secara kebetulan. Hal ini terdapat dalam Q.S .Ali Imran:191 dan Q.S. Shaad:27. “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. 3:191) “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. “ (QS. 38:27) 2. Khilafah, (fungsi manusia sebagai khalifah Allah dimuka bumi). Ajaran ini menetapkan kedudukan dan peranan manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, sebagai pengemban jabatan khilafah itu. Disini kelebihan konsep pembangunan Islam dari konsep-konsep lainnya, dengan mendudukkan peranan manusia pada tempat yang tinggi dan terhormat, tetapi sangat bertanggung jawab. Manusia adalah wakil Allah Allah di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan bertangung jawab kepada Allah tentang 6 pengelolaan sumberdaya yang diamanahkan kepadanya. Hal ini terdapat dalam Q.S . AlBaqarah:30, Al-An’am:165, Faathir:39, Shad:28, dan al-Hadid:7. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".”(QS. 2:30) “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-An’am:165) 7 “Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.” (Faathir:39) “Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?” (Shaad:28) “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”( Al-Hadid:7) Sebagai khalifah Allah, manusia bertanggung jawab kepada-Nya, dan mereka akan diberi pahala atau siksa di hari akhirat kelak berdasarkan apakah kehidupan mereka di dunia ini, sesuai atau bertentangan dengan petunjuk yang telah diberikan oleh Allah SWT. Khalifah pada dasarnya mengandung makna persatuan fundamental dan persaudaraan umat manusia. 3. Keadilan, yaitu pembangunan ekonomi yang merata . Konsep persaudaraan umat manusia hanya akan berjalan jika dibarengi dengan konsep keadilan. Oleh karena itu pula, menegakkan keadilan dinyatakan oleh Allah sebagai salah satu tujuan utama yang akan dicapai 8 oleh para rasul Allah(al-Hadid:25) dan al-Qur’an meletakkan keadilan paling dekat kepada takwa (al-Maidah:8). “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al-Hadid:25) Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Al-Maidah:8). 4. Tazkiyah (penyucian dan pengembangan). Tugas yang dibebankan kepundak para rasul Allah adalah melakukan tazkiyah (penyucian) manusia dalam segala hubungan dan pergaulannya dengan Allah, dengan manusia sesamanya, dengan lingkungan alamnya, dan dengan masyarakat serta bangsa dan negaranya. 9 Berdasarkan dasar-dasar filosofis di atas dapat diperjelas bahwa prinsip pembangunan ekonomi menurut Islam adalah : 1. Pembangunan ekonomi dalam Islam bersifat komprehensif dan mengandung unsur spiritual, moral dan material. Pembangunan merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan dan nilai. Aspek material, moral, ekonomi, sosial spiritual dan fiskal tidak dapat dipisahkan. Kebahagian yang ingin dicapai tidak hanya kebahagian dan kesejahteraan material di dunia, tetapi juga di akhirat. 2. Fokus utama pembangunan adalah manusia dengan lingkungan kulturalnya. Ini berbeda dengan konsep pembangunan ekonomi modern yang menegaskan bahwa wilayah operasi pembangunan adalah lingkungan fisik saja. Dengan demikian Islam memperluas wilayah jangkauan obyek pembangunan dari lingkungan fisik kepada manausia. 3. Pembangunan ekonomi adalah aktivitas multidimensional sehingga semua usaha harus diserahkan pada keseimbangan berbagai faktor dan tidak menimbulkan ketimpangan. 4. Penekanan utama dalam pembangunan menurut Islam, terletak pada: a) Pemanfaatan sumberdaya yang telah diberikan Allah kepada ummat manusia dan lingkungannya semaksimal mungkin. b) Pemanfaatan sumberdaya tersebut melalui pembagian, peningkatannya secara merata berdasarkan prinsip keadilan dan kebenaran. Islam menganjurkan sikap syukur dan adil dan mengutuk sikap kufur dan zalim. Selain itu, Prinsip-prinsip dasar pembangunan ekonomi secara islami juga dikemukakan oleh Masudul Alam Choudhury dalam The Contributions to Islamic Economic Theory. Variabel tersebut adalah : Tawheed and Brotherhood, Work and Productivity, dan Distributional Equity yang dinamakan sebagai Prisma Ekonomi Islam Choudhury. 10 C. TUJUAN EKONOMI PEMBANGUNAN DALAM ISLAM Tujuan pembangunan ekonomi dalam Islam berkaitan dengan konsep falah yang berarti kesejahteraan ekonomi di dunia dan keberhasilan hidup di akhirat, yaitu kesejahteraan yang meliputi kepuasan fisik sebab kedamaian mental yang hanya dapat dicapai melalui realisasi yang seimbang antara kebutuhan materi dan ruhani dari personalitas manusia. Kursyid Ahmad merumuskan tujuan kebijakan pembangunan dan target yang lebih spesifik untuk tujuan pembangunan yaitu, : 1. Pembangunan sumberdaya insani merupakan tujuan pertama dari kebijakan pembangunan. Dengan demikian, harus diupayakan membangkitkan sikap dan apresiasi yang benar, pengembangan watak dan kepribadian, pendidikan dan latihan yang menghasilkan keterampilan, pengembangann ilmu dan riset serta peningkatan partisipasi. 2. Perluasan produksi yang bermanfaat. Tujuan utama adalah meningkatkan jumlah produksi nasional di satu sisi dan tercapainya pola produksi yang tepat. Produksi yang dimaksud bukan hanya sesuatu yang dapat dibeli orang kaya saja, namun juga bermanfaat bagi kepentingan ummat manusia secara keseluruhan. Produksi barang barang yang dilarang oleh Islam tidak akan diperkenankan, sedangkan yang bermanfaat untuk ummat akan ditingkatkan. Dalam kebijakan demikian, pola investasi dan produksi disesuaikan dengan prioritas Islam dan kebutuhan ummat. Dalam hal ini ada tiga hal yang diprioritaskan : Pertama, Produksi dan tersedianya bahan makanan dan kebutuhan pokok dalam jumlah yang melimpah, termasuk bahanbahan konstruksi untuk perumahan, jalan dan kebutuhan dasar lainnya dengan harga yang cukup murah. Kedua, Perlunya pertahanan dunia Islam di negara-negara Islam, maka dibutuhkan peralatan persenjataan yang memadai. Ketiga, Swasembada di bidang produksi kebutuhan primer. 3. Perbaikan kualitas hidup dengan memberikan prioritas pada tiga hal, Pertama, terciptanya lapangan kerja dengan segala penataan struktural, teknologi, investasi, dan pendidikan. Kedua, sistem keamanan nasional yang luas dan efektif yang menjamin kebutuhan dasar masyarakat. Dalam hal ini zakat harus dijadikan sebagi instrumen utama. Ketiga, Pembagian kekayaan dan pendapatan dan merata. Harus ada kebijakan pendapatan yang mampu mengontrol tingkat pendapatan yang terendah 11 (UMR), mengurangi konsentrasi ketimpangan dalam masyarakat. Salah satu indikator tampilan pembangunan adalah berkurangnya tingkat perbedaan pendapatan masyarakat. Karena itu sistem perpajakan harus diatur sebaik-baiknya. 4. Pembangunan yang berimbang, yakni harmonisasi antar daerah yang berbeda dalam satu negara dan antar sektor ekonomi. Desentralisasi ekonomi dan pembangunan semesta yang tepat, bukan saja merupakan tuntutan keadilan tetapi juga diperlukan untuk kemajuan yang maksimum. Salah satu tujuan pembangunan adalah melalui desentralisasi, maka pemerintah daerah perlu diberikan keleluasaan untuk mengembangkan daerahnya sendiri dengan meningkatkan peran serta masyarakat. Dengan terus melakukan check and balances serta bimbingan dan pengawasan yang kuat, akan membentuk daerah itu menjadi agen pembangunan yang serba guna. Tujuan perencanaan pembangunan yang komprehensif akan sulit dicapai bilamana kita tidak mampu mengembangkan desentralisasi kekuasaan dan pengawasan yang lebih efisien serta mengurangi birokratisasi masyarakat. Dalam konteks ini, maka perusahaan-perusahaan swasta kecil dan menengah harus digalakkan dan dikembangkan. Para penguasa daerah harus menciptakan iklim lingkungan yang tepat dan kondusif yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya perusahaanperusahaan tersebut. Perusahaan juga harus didorong agar dapat meningkatkan investasi yang lebih besar lagi. Mereka juga diarahkan agar menjadi organisasi bisnis yang maju. Mereka itulah yang menjadi instrumen pembangunan ekonomi yang sarat nilai serta membagi rata tingkat pendapatan kepada seluruh masayarakat. 5. Teknologi baru, yaitu berkembangnya teknologi tepat guna yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan, aspirasi negara-negara, khususnya negara-negara muslim. Proses pembangunan yang mandiri hanya dapat terwujud jika negara tersebut sudah bebas dari ”bantuan” asing serta mampu menguasai teknologi yang berkembang dalam lingkungan sosial dan alam yang bebeda, teknologi itu selanjutnya akan diadaptasikan dengan kreatifitas sendiri. Karena itu, perlu ada riset yang intensif dan luas. 6. Berkurangnya ketergantungan pada dunia luar dan dengan semakin menyatunya kerjasama yang solid sesama negara-negara Muslim. Adalah tugas ummat sebagai khalifah, bahwa ketergantungan pada dunia non-Islam dalam semua segi harus diubah menjadi kemandirian ekonomi. Harga diri negara-negara muslim harus dibangun 12 kembali dan pembangunan kekuatan serta kekuasaan harus diwujudkan secara bertahap. Ketahanan dan kemerdekaan dunia Islam serta kedamaian dan kesentosaaan ummat manusia merupakan tujuan utama yang harus mewarnai dalam perencanaan pembangunan. Karena itu perlu ada perubahan mendasar dalam isi dan pola perencanaan pembangunan kita. 13 III. ISU-ISU EKONOMI PEMBANGUNAN A. KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN SOSIAL Ada beberapa definisi kemiskinan, definisi kemiskinan berbeda beda sesuai dengan disiplin keilmuan, definisi kemiskinan juga berbeda berdasarkan letak geografi, masyarakat dan waktu. Ditengah berbagai perbedaan definisi, ada dua hal yang merupakan kesamaan sudut pandang dalam mendefinisikan kemiskinan ini, yaitu pertama kemiskinan berkaitan dengan sindrom “kekurangan” dan kedua, kemiskinan berkaitan dengan “ketidakberdayaan” atau “ketidakmampuan”. Untuk dapat mengenal kemiskinan, perlu diketahui beberapa ciri – ciri kemiskinan, yaitu: 1. Vulnerability (kerentanan), masyarakat miskin rentan ditimpa musibah sebagai akibat dari inflasi, banjir, penyakit, PHK, dan sebagainya. 2. Limited option (pilihan yang terbatas), masyarakat miskin tidak memiliki pilihan hidup yang luas. Misalnya dalam memilih kerja, pendidikan anak – anaknya, kesenangan hidup, makanan dan minuman dibandingkan dengan golongan yang lebih mampu secara ekonomi. 3. Limited access (akses yang terbatas), masyarakat miskin tidak mempunyai akses terhadap sumber – sumber ekonomi yang dapat digunakan untuk mengubah keadaan hidup mereka. Kemiskinan merupakan musuh berbahaya bagi sebuah negara. Kemiskinan menyembabkan timbulnya masalah – masalah sosial. Kemiskinan merupakan akar permasalah dari jaringan permasalahan – permasalahan besar lainya seperti buta huruf, masalah gizi buruk, rendahnya tingkat pendidikan, kelaparan, pelacuran, bunuh diri bahkan tingkat kriminalitas yang tinggi. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu Negara tergantung pada dua factor utama,yakni : 1. Tingkat pendapatan nasional rata-rata 2. Lebar-sempitnya kesenjangan distribusi pendapatan atau ketimpangan pendapatan (income inequality) Ketimpangan atau kesenjangan social juga merupakan prioritas utama daam pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan: 14 1. Ketimpangan pendapatan yang ekstrem menyebabkan inefisiensi ekonomi. Semakin melebarnya ketimpangan pendapatan akan menurunkan tingkat tabungan nasional dan investasi agregat sehingga tiak menambah sumber daya produktif nasional 2. Ketimpangan social yang ekstrem dapat melemahkan stabilitas social dan solidaritas. Bahkan dengan ketimpangan yang tinggi, focus politik sering cenderung kepada redistribusi “kue” ekonomi yang ada dan bukan untuk memperbesar ukuran “kue”nya. Fakta terakhir terungkap bahwa, pertumbuhan ekonomi yang cepat tidak sendirinya diikuti oleh pertumbuhan atau perbaikan distribusi keuntungan bagi seluruh penduduk. B. MENGUKUR KESENJANGAN ATAU KETIMPANGAN SOSIAL Para ekonom pada umumnya membedakan ukuran pokok distribusi pendapatan menjadi dua bagian, yaitu distribusi ukuran dan distribusi fungsional. Distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) atau distribusi pendapatan perseorangan merupakan ukuran yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Sumber penghasilan tidak dipermasalahkan dalam hal ini, yang menjadi focus utamanya adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang. Oleh karena itu, para ekonom dan ahli statistic cenderung mengurutkan semua individu tersebut semata-mata berdasarkan pendapatan yang diterimanya, dan membagi total populasi menjadi sejumlah kelompok atau ukuran. Biasanya, populasi dibagi menjadi lima kelompok (quintiles) atau sepuluh kelompok (desile) sesuai dengan tingkat pendapatan mereka, kemudian menetapkan berapa proporsi yang diterima oleh masing-masing kelompok dari pendapatan nasional total. Untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan antara dua kelompok ekstrem, yaitu kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang sangat kaya di dalam suatu negara, biasanya menggunakan rasio Kuznets. Dinamai rasio Kuznets berdasarkan nama pemenang Nobel Simon Kuznets. Rasio ini merumuskan: Ukuran ketimpangan = Jumlah pendapatan 40% rumah tangga termiskin Jumlah pendapatan 20% rumah tangga terkaya 15 Ukuran distribusi pendapatan kedua yang lazim digunakan oleh kalangan ekonom adalah distribusi pendapatan fungsional atau pendapatan per factor produksi. Ukuran ini berfokus pada bagian dari pendapatan nasional total yang diterima oleh masing-masing factor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal). Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya mempersoalkan persentase penghasilan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau factor produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba (masing-masing merupakan perolehan dari tanah, modal uang, dan modal fisik). Walaupun individu-individu tertentu mungkin saja menerima seluruh hasil dari segenap sumber daya tersebut, tetapi hal itu bukanlah merupakan perhatian dari analisis pendekatan fungsional ini. Sedangkan indikator yang digunakan untuk mengukur kemiskinan adalah : 1. Headcount Index : jumlah penduduk miskin dalam prosentase. 2. Poverty Gap Index : ukuran rata – rata kesenjangan (jarak) antara pengeluaran masing – masing penduduk miskin dengan garis kemiskinan. 3. Distributional Sensitive Index : ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. C. KEMISKINAN DALAM ISLAM Islam tidak menyukai kemiskinan, bahkan Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan bahaya kefakiran yang dapat mengantarkan seseorang kepada kekufuran dan mengajarkan ummatnya untuk berlindung dari dua hal tersebut. Hal ini terdapat pada hadisnya yang diriwayatkan oleh Al ‘Uqaili didalam Kitab Adh Dhu’afa “ Kefakiran (kemiskinan) itu dekat dengan kekufuran”. Kemiskinan membuat manusia tidak mampu melakukan kewajiban – kewajiban individu, sosial maupun moral. Karena itu Rasulullah SAW mengajarkan manusia untuk berdoa agar diajuhkan dari kemiskinan. Suatu hari Rasulullah berdoa “Ya Allah, lindungilah aku dari kekufuran dan kemiskinan”, kemudian seorang sahabat bertanya “Apakah kedua hal tersebut sama?” kemudian Rasulullah menjawab “ya”. (Diriwayatkan oleh An Nasai di dalam kitab Al-Istia’za.) 16 Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelaparan karena kelaparan adalah kesusahan yang terburuk, dan aku berlindung kepada-Mu dari pengkhianatan karena pengkhianatan adalah pendamping yang terburuk.” Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW berdo’a: ”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kemiskinan, dan aku berlindung kepada-Mu dari kekurangan dan kehinaan, serta aku berlindung kepada-Mu dari berbuat kejam dan dizalimi.” Islam memandang kemiskinan tidak hanya dari sisi materi saja. Kaya miskinnya seseorang tidak hanya dilihat dari sisi materi saja tetapi yang lebih penting berkaitan dengan kaya miskinnya kerohanian atau jiwa seseorang. Rasulullah bersabda : “Tidaklah orang itu kaya lantaran banyak harta. Sesungguhnya orang kaya itu ialah orang yang kaya jiwa” (HR. Bukhori Muslim). Islam tidak memandang kemiskinan sebagai masalah kultural karena Allah telah mewajibkan kepada manusia untuk mencari nafkah. ”Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kami (kembali setelah) dibangkitkan”. (QS. Al Mulk : 15) RingkasanTafsirnya: Allah-lah yang menjadikan bumi mudah ditempati di permukaannya dan diambil manfaatnya. Karena itu, berjalanlah di berbagai penjuru dan jalannya, bepergianlah di seanteronya, serta makanlah di antara rezeki yang diberikan Allah kepada kalian di bumi. Hanya kepada-Nyalah kalian dibangkitkan dari kubur untuk dihisab dan dibalas. 17 Manusia tidak perlu khawatir karena setiap makhluk memiliki rizkinya masing – masing. Oleh karena itu, mereka tidak akan kelaparan. ”Sungguh, ada (jaminan) untukmu di sana, engkau tidak akan kelaparan dan tidak akan telanjang. Dan sungguh, di sana engkau tidak akan merasa dahaga dan tidak akan ditimpa panas matahari”. (Q.S. Taaha : 118 – 119) Ringkasan tafsirnya: (118) Sungguh, di surga kamu bisa mengecap berbagai kenikmatan hidup. Di sana kamu tidak akan kelaparan dan tidak pula akan telanjang, tanpa busana.(119) Kamu juga tidak akan merasa haus, dan tidak akan terkena teriknya sinar matahari Dengan demikian, kemiskinan merupakan masalah struktural. Dalam perspektif Islam kemiskinan struktural ini disebabkan oleh : 1. Kemiskinan timbul karena tidak bertanggungjawabnya manusia terhadap alam, manusia mengeksploitasi alam secara tidak bertanggung jawab. ” Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia ; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (Q.S. Ar-Rum : 41). Ringkasan Tafsirnya adalah Telah tampak kerusakan dalam berbagai hal, seperti kekeringan, kebakaran, tenggelam, sakit, kegelisahan, dan penguasaan musuh, sebab berbagai kemaksiatan dan dosa manusia. Allah mencicipkan semua itu kepada mereka sebagai balasan sebagian perbuatan mereka di dunia sebelum adzab di akhirat, agar mereka bertaubat atas kemaksiatan dan dosa – dosa mereka. 18 2. Kemiskinan timbul karena kelompok kaya yang tidak peduli pada masyarakat miskin akibat dari kebakhilan kelompok kaya. ”Dan jangan sekali – kali orang – orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia – Nya, mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat. Milik Allah-lah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Ali Imran : 180). Ringkasan tafsirnya adalah Jangan sekali – kali orang yang bakhil atas karunia yang diberikan Allah (mereka urung berinfak di jalan Allah dan enggan membayar zakat) mengira bahwa kikir itu baik bagi mereka di akhirat, padahal bakhil itu buruk. Pada Hari Kiamat, harta mereka akan menjadi kalung dari api dan mereka akan disiksa dengannya. Segala harta dan sebagainya yang diwariskan oleh penduduk langit dan bumi adalah milik Allah. Lalu mengapa mereka bakhil? Allah Mahateliti dan Mengetahui apa yang kalian kerjakan dan akan membalasnya. Balasan kebaikan bagi orang yang berbuat baik, dan balasan keburukan bagi orang yang berbuat jahat. Menurut pendapat mayoritas mufasir, ayat ini turun berkenaan dengan orang – orang yang tidak mampu membayar zakat. Akibat ketidakpedulian dan kebakilan kelompok kaya ini maka orang – orang miskin tidak dapat keluar dari kemiskinannnya. 3. Kemiskinan timbul akibat sebagian manusia yang bersikap zalim, eksploitatif, dan menindas sebagian manusia yang lain, seperti memakan harta orang lain dengan cara batil, memakan harta anak yatim. 19 ”Dan berikanlah kepada anak – anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar” (Q.S. An-Nisa : 2) Ringkasan tafsirnya adalah Wahai para wali dan para penerima wasiat, berikanlah harta anak yatim kepadanya bgitu mereka dewasa. “Yatim” adalah anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum baligh (dewasa). Janganlah ka.ian mengambil harta yang baik milik anak yatim, lalu kalian menukarkannya dengan harta kalian yang buruk. Janganlah kalian mengambil harta mereka, lalun menghimpunnya dengan harta kalian. Sungguh, perbuatan ini termasuk dosa besar. 4. .Kemiskinan timbul karena konsentrasi politik, birokrasi, dan ekonomi di satu tangan. Kisah Fir’aun, Haman, dan Qarun yang beresekutu menindas rakyat Mesir di masa nabi Musa menggambarkan hal ini. ”Sungguh, Fir’aun telah berbuat sewenang – wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil), dia menyembelih anak laki – laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh (Fir’aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan” (Q.S. Al-Qhashas : 4). Ringkasan tafsirnya adalah Sungguh fir’aun telah berlaku sombong dan sewenang-wenang di Mesir, mengaku sebagai tuhan dan memperbudak rakyatnya, dengan menjadikan sebagian mereka, bani Israil, sebagai kaum yang tertindas dan tertekan. Anak laki-laki mereka disembelih dan anak perempuan mereka dibiarkan hidup untuk menjadi pelayan dn kesenangan. Sungguh, Fir’aun termasuk orang yang melampaui batas dalam berbuat kerusakan bumi, lewat pembunuhan, kesewenang-wenangan, dan mempperbudak manusia. 5. Kemiskinan timbul karena gejolak eksternal seperti bencana alam dan peperangan. Bencana alam menimbulkan kehilangan harta benda dan bahkan nyawa, sehingga orang yang kaya dapat menjadi miskin dan orang miskin bertambah miskin akibat 20 bencana alam. Bencana alam juga dapat memiskinkan suatu negeri, seperti yang dialami kaum saba yang diceritakan dalam Al – Qur’an. ”Sungguh bagi kaum saba ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun disebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), ”Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugrahka) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalh Tuhan yanh Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka kami kirim kepada mereka banjir yang besardan kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon – pohon)yang berbuah pahit, pohon Asl dan pohon Sidr” (Q.S. Saba’ : 16) Ringkasan tafsirnya adalah Tetapi mereka tidak mensyukuri nikmat tersebut dan kufur kepada Allah, maka Kami kirimkan air bah yang sanggup menghancurkan bendungan Ma’rib, yang didirikan di antara dua bukit untuk menampung air hujan, menenggelamkan tanah dan kebun, serta membinasakan tumbuhan dan manusia. Sail al-‘arim ialah air bah yang sangat deras. Kami ganti kedua kebun mereka yang selalu menghasilkan buah – buahan dengan dua kebun yang menghasilkan buah – buahan yang pahit, sejenis pohon yang tumbuh di pedusunan, yaitu pohon tharfa’ yang sangat besar dan pohon Sidr yang buahnya bisa dimakan. Allah menghancurkan pepohonan mereka yang menghasilkan buah – buahan dan menggantinya dengan pohon arak, tharfa’ dan sidr. Menurut Yusuf Qordhawi, di dalam Al Quran setidaknya ada enam strategi untuk mengatasi kemiskinan, yaitu : 1. Bekerja Bekerja merupakan merupakan keharusan bagi setiap muslim agar memperoleh rizki yang Allah sediakan, bahkan kalau perlu seorang muslim berjalan di muka bumi ini hingga ke penjuru dunia guna meraih rizki yang halal. Allah berfirman: 21 "Dialah yang menjadikan buni itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya (QS. 67:15). RingkasanTafsirnya: Allah-lah yang menjadikan bumi mudah ditempati di permukaannya dan diambil manfaatnya. Karena itu, berjalanlah di berbagai penjuru dan jalannya, bepergianlah di seanteronya, serta makanlah di antara rezeki yang diberikan Allah kepada kalian di bumi. Hanya kepada-Nyalah kalian dibangkitkan dari kubur untuk dihisab dan dibalas. Seorang muslim harus memiliki ilmu yang banyak dan ketrampilan yang bervariasi agar bisa bekerja dan membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain, hal ini karena bekerja merupakan sesuatu yang sangat mulia dalam pandangan Islam, Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang menjadi payah pada sore hari karena kerja tangannya, maka terampuni dosanya (HR. Thabrani). 2. Mencukupi keluarga yang lemah Keluarga yang lemah tidak bisa bekerja bukan karena malas, tapi karena mereka lemah dan kaum muslimin memang harus memenuhi kebutuhannya, misalnya janda yang ditinggal mati suaminya tanpa harta, anak-anak yatim yang masih kecil sehingga belum bisa mandiri, orang yang lanjut usia, orang yang berpenyakit menahun, orang yang cacat dan sebagainya. Keharusan keluarga yang lain untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya yang lemah telah difirmankan oleh Allah: "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan: dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara 22 boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudaranya syaitan dan syaitan adalah sangat ingkar kepada Tuhannya (QS. Al-Israa’: 26-27) Ringkasan Tafsirnya adalah (26) Berikanlah hak kerabat, seperti berbuat baik dan bersilahturahmi kepada mereka. Berikanlah hak orang yang membutuhkan dan hak orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan, maksudnya zakat. Dan bersedekahlah (sedekah sunah) kepada mereka, saat mereka membutuhkan. Jangan menginfakkan harta dengan cara yang tidak disyariatkan: melampaui batas yang dianjurkan syariat atau menginfakkan untuk sesuatu yang tidak benar. (27) Sungguh orang –orang yang boros itu saudara setan, karena pemborosan berasal dari tipuan setan. Sementara itu, setan sangat mengingkari nikmat Rabbnya. 3. Menunaikan kewajiban zakat Kewajiban zakat merupakan kewajiban yang kedudukannya sama dengan kewajiban menunaikan shalat, karenanya dalam banyak ayat dan hadits, perintah shalat dirangkai dengan perintah zakat, misalnya dalam firman Allah: "Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku (QS. 2: 43) Ringkasan tafsirna adalah Laksanakanlah shalat yang diwajibkan kepada orang-orang muslim, tunaikanlah zakat yang wajib diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, patuhilah segala perinta Allah, laksanakanlah shalat jamaah, dan ruku’lah dengan sempurna bersama mereka, karena orang-orang Yahudi tidak melakukan ruku’ dalam sholatnya Karena zakat merupakan upaya mengatasi kemiskinan, maka sedapat mungkin dana zakat itu tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya konsumtif bagi fakir dan miskin kecuali kalau zakat fitrah, karena kalau demikian dikhawatirkan mereka hanya menggantungkan harapannya dari zakat yang membuat mereka tambah malas untuk berusaha, maka dana zakat itu bisa saja digunakan untuk biaya pendidikan (beasiswa), modal usaha dan sebagainya. Meskipun demikian, kebutuhan awal untuk makan tetap harus dipenuhi, apalagi bagi mereka yang berpenyakit menahun, cacat dan sebagainya. 23 Oleh karena itu, bagi yang tidak menunaikan zakat; bukan hanya tidak sempurna keislamannya, tapi termasuk orang yang tidak beruntung, tidak baik dan tidak menunjukkan kebajikan dan ketaqwaan, sama saja dengan orang-orang musyrik, tidak memperoleh rahmat Allah, bahkan tidak berhak memperoleh pertolongan-Nya. 4. Dana bantuan perbendaharaan Islam yang diperoleh dari berbagai sumber dana oleh Baitul Maal. Karena itu kekayaan umum pada suatu negara harus diarahkan kepada upaya mengatasi kemiskinan dan karenanya jangan sampai hal itu dikuasai oleh satu atau sekelompok orang. Disamping itu aset negara, dana perbendaharaan Islam juga bisa diperoleh dari ghanimah (harta rampasan perang), fa'i (harta yang ditinggal musuh) dan sebagainya. Oleh karena itu seluruh potensi negara semestinya dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan dengan berbagai cara dan negara kita termasuk negara yang masih memiliki penduduk miskin dalam jumlah yang banyak, mereka tidak boleh kita biarkan saja tanpa ada usaha yang sungguh-sungguh untuk mengatasi kemiskinan mereka. 5. Keharusan memenuhi hak-hak selain zakat yang harus diperoleh seorang muslim dari muslim lainnya. Hak-hak yang dapat diperoleh itu misalnya dari tetangga yang mampu, karena itu orang yang beriman bisa dianggap tidak beriman apabila dia kenyang sementara tetangganya lapar, hal lainnya adalah qurban yang juga untuk fakir miskin, kafarat dari seorang muslim yang melanggar sumpah, fidyah, hadiah dan sebagainya. 6. Shadaqah suka rela dan kebajikan individu Shadaqah merupakan stimulus yang diberikan Allah kepada kaum muslimin yang memiliki kemampuan untuk ditunaikannya, diantara bentuknya adalah waqaf dan hibah terhadap harta yang dimilikinya seperti rumah, tanah, kendaraan dan sebagainya. Stimulus dari Allah yang akan diberikan kepadanya adalah dengan memperoleh pahala yang terus menerus mengalir meskipun dia telah meninggal. 24 IV. KESIMPULAN Pembangunan sebagai proses multidimensi yang menyangkut perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional, percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan kemiskinan. Setidaknya terdapat tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami arti pembangunan yang paling hakiki, yakni kecukupan, harga diri, dan kebebasan. Pusat dari ekonomi pembangunan dalam Islam adalah Human. Human sebagai kapital dengan akal yang dimilikinya,dan juga sebagai khalifah diharapkan mampu untuk mengelola alam ini untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dasar-dasar filosofis pembangunan ekonomi dalam Islam yaitu tauhid, khilafah, keadilan, dan tazkiyah. Islam memandang kemiskinan tidak hanya dari sisi materi saja. Kaya miskinnya seseorang tidak hanya dilihat dari sisi materi saja tetapi yang lebih penting berkaitan dengan kaya miskinnya kerohanian atau jiwa seseorang. Islam tidak memandang kemiskinan sebagai masalah kultural karena Allah telah mewajibkan kepada manusia untuk mencari nafkah. Dengan demikian, kemiskinan merupakan masalah struktural. Menurut Yusuf Qordhawi, di dalam Al Quran setidaknya ada enam strategi untuk mengatasi kemiskinan, yaitu bekerja, mencukupi keluarga yang lemah, menunaikan kewajiban zakat, dana bantuan perbendaharaan Islam yang diperoleh dari berbagai sumber dana oleh Baitul Maal, keharusan memenuhi hak-hak selain zakat yang harus diperoleh seorang muslim dari muslim lainnya, shadaqah suka rela dan kebajikan individu. 25 DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an dan Terjemahan Todaro, Michael P., Economic Development, 9th edition, Longman, New York and London, 2006. Zuhaili, Wahbah. Buku pintar Al-Quran-Seven in one.2009.Jakarta:Almahira. www.agustianto.niriah.com 26