ekonomi pembangunan dalam al

advertisement
EKONOMI PEMBANGUNAN DALAM AL-QUR’AN DAN HADIST
I.
DEFINISI PEMBANGUNAN
Pada dekade 1950-an dan dekade 1960-an, pembangunan dipandang hanya sebagai fenomena
ekonomi semata. Tinggi rendahnya kemajuan pembangunan di suatu Negara hanya diukur
berdasarkan tingkat pertumbuhan GNP (Gross National Product) atau pendapatan nasional
bruto, baik secara keseluruhan maupun per kapita, yang diyakini akan berdampak pada
penciptaan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lain yang pada akhirnya akan
menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan demi terciptanya distribusi hasil-hasil
pertumbuhan ekonomi dan social secara lebih merata. Proses tersebut dikenal secara luas sebagai
“prinsip trickle down effect”. Dengan demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan unsur
yang paling diutamakan sedangkan masalah-masalah lain seperti kemiskinan, diskriminasi,
pengangguran, dan ketimpangan distribusi pendapatan, kurang mendapat perhatian.
Pada tahun 1970-an, berkaca pada pengalaman sebelumnya bahwa ketika banyak di antara
negara-negara Dunia Ketiga (negara yang sedang berkembang) berhasil mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi sesuai target mereka, namun gagal memperbaiki taraf hidup
sebagian besar penduduknya. Hal ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam definisi
pembangunan yang dianut selama ini. Maka dari itu, tujuan utama dari usaha-usaha
pembangunan ekonomi bukan lagi menciptakan tingkat pertumbuhan GNP yang setinggitingginya, melainkan penghapusan atau pengurangan tingkat kemiskinan, penanggulangan
ketimpangan pendapatan, dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang
terus berkembang.
Dengan demikian, pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional
yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur social, sikap-sikap masyarakat, dan
institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi,
penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi, pada hakekatnya,
pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian
system social secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan
1
individual maupun kelompok-kelompok social yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju
menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual.
Menurut Profesor Goulet dan tokoh-tokoh lainnya, paling tidak terdapat tiga komponen dasar
atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami arti
pembangunan yang paling hakiki. Ketiga nilai inti tersebut antara lain:
1. Kecukupan (sustenance)
Kecukupan yang dimaksud merupakan kecukupan mengenai semua hal yang
berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia secara fisik. Kebutuhan dasar adalah segala
sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan
dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan.
Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk menyediakan
sebanyak mungkin masyarakat yang dilengkapi perangkat dan bekal guna menghindari
segala kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan,
sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Atas dasar itulah, dapat dinyatakan bahwa
keberhasilan pembangunan ekonomi merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas
kehidupan.
2. Harga Diri (self-esteem)
Harga diri yang dimaksud adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju,
untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau
mengejar sesuatu, dan seterusnya. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa
peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja,
perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai cultural dan
kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan
materiil, melainkan juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang
bersangkutan.
3. Kebebasan (freedom)
Kebebasan atau kemerdekaan di sini hendaknya diartikan secara luas sebagai
kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek
materiil dalam kehidupan ini. Apabila sekali saja kita menjadi budak materi, maka
sederet kecenderungan negative, mulai dari sikap tidak perduli dengan lingkungan
2
sekitar, sikap mementingkan diri sendiri, bahkan mengorbankan kepentingan orang lain,
dan sebagainya, akan meracuni diri kita.
Selain itu, kebebasan di sini diartikan sebagai kebebasan terhadap ajaran-ajaran
yang dogmatis. Jika kita memiliki kebebasan, berarti kita mampu berpikir jernih dan
menilai segala sesuatu atas dasar keyakinan, pikiran sehat, dan hati nurani diri sendiri.
Kebebasan juga meliputi kemampuan individual atau masyarakat untuk memilih satu atau
sebagian dari sekian banyak pilihan yang tersedia.
3
II.
EKONOMI PEMBANGUNAN DALAM ISLAM
A. DEFINISI EKONOMI PEMBANGUNAN DALAM ISLAM
Istilah ekonomi pembangunan yang dimaksudkan dalam Islam adalah Proses untuk
mengurangi kemiskinan serta menciptakan ketentraman, kenyamanan dan tata susila dalam
kehidupan. Dalam pengertian ini, maka pembangunan ekonomi menurut Islam bersifat multi
dimensi yang mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif. Tujuannya bukan semata-mata
kesejahteraan material di dunia, tetapi juga kesejahteraan akhirat. Keduanya menurut Islam
menyatu secara integral.
Dalam ekonomi Islam, titik berat dari pembangunan tidak terletak pada materi yang dimiliki
oleh suatu negara ataupun individu. Ekonomi Pembangunan dalam Islam tidak hanya berpusat
pada dunia namun juga pada akhirat, sehingga pembangunan tidak hanya dilihat dari materi,
yang nota bene merupakan ukuran dunia.
W = f (WD, dan WA).
Pusat dari ekonomi pembangunan dalam Islam adalah Human. Human sebagai kapital
dengan akal yang dimilikinya,dan juga sebagai khalifah diharapkan mampu untuk mengelola
alam ini untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Faktor yang membedakan
antara manusia dengan makhluk lainnya terletak kepada kepemilikan akal budi. Akal budi
membuat manusia memiliki pengetahuan baik dari pengalaman hidupnya, dari pengalaman orang
lain dari wahyu (al quran dan juga al hadits) dan belajar dari fenomena alam.
Ilmu dan Pengetahuan menjadi inti pokok dari pengembangan ekonomi di dalam Islam,
dengan
manusia sebagai fokus dan wahyu sebagai petunjuknya. Beberapa contoh yang
menunjukkan bagaimana manusia menjadi fokus utama dari pembangunan dalam Islam dapat
kita lihat dari beberapa hal. Diantaranya yaitu:
1. Pada jaman kenabian, keimananlah yang pertama kali diajarkan.
2. Pada jaman berkembangnya peradaban Islam, pemicu dari perkembangan peradaban
islam ini adalah berkembangnya ilmu pengetahuan. Dalam hal ini terlihat dari
kemampuan masyarakat tidak hanya pada ilmu agama namun sejumlah ilmu yang
4
menyangkut berbagai bidang ilmu kehidupan seperti kedokteran, astronomi, pertukangan,
arsitektur dan lainnya.
Iman
Amal
Ilmu
Manusia sebagai fokus dari pembangunan tidak akan kuat jika tidak terorganisasi dengan
baik, maka faktor selanjutnya yang mendukung perkembangan ini adalah solidaritas social.
Solidaritas sosial ini membutuhkan suatu kepemimpinan, maka kepemimpinan menjadi suatu
faktor penting dalam pembangunan Islam. Perkembangan saat ini bahwa yang menjadi aset tidak
lagi kapital namun pengetahuan atau informasi. Bahkan kecenderungannya ekonomi
pengetahuan menjadi ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif menjadi suatu pemicu munculnya
enterpreuner, yang menjadi semangat dalam ekonomi islam. Dengan ini penduduk yang banyak
sebenarnya bukan menjadi suatu masalah.
B. FILSAFAT EKONOMI PEMBANGUNAN DALAM ISLAM
Filsafat pembangunan ekonomi dalam Islam terdapat dalam hadits yang diriwayatkan
dari Anas bin Malik, bahwa ia menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya orang kafir, bila mengerjakan suatu kebaikan, diberikan sebuah
kelezatan di dunia. Sedangkan orang yang beriman, maka Allah manyimpan untuknya kebaikankebaikannya di akhirat dan memberi rizki kepadanya di dunia sesuai dengan ketaatannya
kepada Allah.”
Dari kajian para ulama dapat dirumuskan dasar-dasar filosofis pembangunan ekonomi
ini, yaitu :
1. Tauhid,
5
yaitu menyatakan dasar-dasar hukum Allah untuk selanjutnya mengatur model
pembangunan yang berdasarkan Islam. Tauhid mengandung implikasi bahwa alam semesta
secara sadar dibentuk dan diciptakan oleh Allah Yang Maha Kuasa, Yang Maha Esa, karena itu
tidak mungkin jagad raya ini muncul secara kebetulan. Hal ini terdapat dalam Q.S .Ali
Imran:191 dan Q.S. Shaad:27.
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. 3:191)
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa
hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang
kafir itu karena mereka akan masuk neraka. “ (QS. 38:27)
2. Khilafah, (fungsi manusia sebagai khalifah Allah dimuka bumi).
Ajaran ini menetapkan kedudukan dan peranan manusia, baik sebagai individu
maupun anggota masyarakat, sebagai pengemban jabatan khilafah itu. Disini kelebihan konsep
pembangunan Islam dari konsep-konsep lainnya, dengan mendudukkan peranan manusia pada
tempat yang tinggi dan terhormat, tetapi sangat bertanggung jawab. Manusia adalah wakil Allah
Allah di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan bertangung jawab kepada Allah tentang
6
pengelolaan sumberdaya yang diamanahkan kepadanya. Hal ini terdapat dalam Q.S . AlBaqarah:30, Al-An’am:165, Faathir:39, Shad:28, dan al-Hadid:7.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui".”(QS. 2:30)
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-An’am:165)
7
“Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir,
maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu
tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang
yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.” (Faathir:39)
“Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami
menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?”
(Shaad:28)
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu
yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara
kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”( Al-Hadid:7)
Sebagai khalifah Allah, manusia bertanggung jawab kepada-Nya, dan mereka akan diberi
pahala atau siksa di hari akhirat kelak berdasarkan apakah kehidupan mereka di dunia ini, sesuai
atau bertentangan dengan petunjuk yang telah diberikan oleh Allah SWT. Khalifah pada
dasarnya mengandung makna persatuan fundamental dan persaudaraan umat manusia.
3.
Keadilan, yaitu pembangunan ekonomi yang merata . Konsep persaudaraan umat
manusia hanya akan berjalan jika dibarengi dengan konsep keadilan. Oleh karena itu pula,
menegakkan keadilan dinyatakan oleh Allah sebagai salah satu tujuan utama yang akan dicapai
8
oleh para rasul Allah(al-Hadid:25) dan al-Qur’an meletakkan keadilan paling dekat kepada
takwa (al-Maidah:8).
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya
manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan
yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan
supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah
tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al-Hadid:25)
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Al-Maidah:8).
4.
Tazkiyah (penyucian dan pengembangan). Tugas yang dibebankan kepundak para
rasul Allah adalah melakukan tazkiyah (penyucian) manusia dalam segala hubungan dan
pergaulannya dengan Allah, dengan manusia sesamanya, dengan lingkungan alamnya, dan
dengan masyarakat serta bangsa dan negaranya.
9
Berdasarkan dasar-dasar filosofis di atas dapat diperjelas bahwa prinsip pembangunan
ekonomi menurut Islam adalah :
1. Pembangunan ekonomi dalam Islam bersifat komprehensif dan mengandung unsur
spiritual, moral dan material. Pembangunan merupakan aktivitas yang berorientasi pada
tujuan dan nilai. Aspek material, moral, ekonomi, sosial spiritual dan fiskal tidak dapat
dipisahkan. Kebahagian yang ingin dicapai tidak hanya kebahagian dan kesejahteraan
material di dunia, tetapi juga di akhirat.
2. Fokus utama pembangunan adalah manusia dengan lingkungan kulturalnya. Ini berbeda
dengan konsep pembangunan ekonomi modern yang menegaskan bahwa wilayah operasi
pembangunan adalah lingkungan fisik saja. Dengan demikian Islam memperluas wilayah
jangkauan obyek pembangunan dari lingkungan fisik kepada manausia.
3. Pembangunan ekonomi adalah aktivitas multidimensional sehingga semua usaha harus
diserahkan pada keseimbangan berbagai faktor dan tidak menimbulkan ketimpangan.
4. Penekanan utama dalam pembangunan menurut Islam, terletak pada:
a) Pemanfaatan sumberdaya yang telah diberikan Allah kepada ummat manusia dan
lingkungannya semaksimal mungkin.
b) Pemanfaatan sumberdaya tersebut melalui pembagian, peningkatannya secara
merata berdasarkan prinsip keadilan dan kebenaran. Islam menganjurkan sikap
syukur dan adil dan mengutuk sikap kufur dan zalim.
Selain itu, Prinsip-prinsip dasar pembangunan ekonomi secara islami juga dikemukakan
oleh Masudul Alam Choudhury dalam The Contributions to Islamic Economic Theory. Variabel
tersebut adalah : Tawheed and Brotherhood, Work and Productivity, dan Distributional Equity
yang dinamakan sebagai Prisma Ekonomi Islam Choudhury.
10
C. TUJUAN EKONOMI PEMBANGUNAN DALAM ISLAM
Tujuan pembangunan ekonomi dalam Islam berkaitan dengan konsep falah yang berarti
kesejahteraan ekonomi di dunia dan keberhasilan hidup di akhirat, yaitu kesejahteraan yang
meliputi kepuasan fisik sebab kedamaian mental yang hanya dapat dicapai melalui realisasi yang
seimbang antara kebutuhan materi dan ruhani dari personalitas manusia. Kursyid Ahmad
merumuskan tujuan kebijakan pembangunan dan target yang lebih spesifik untuk tujuan
pembangunan yaitu, :
1. Pembangunan sumberdaya insani merupakan tujuan pertama dari kebijakan
pembangunan. Dengan demikian, harus diupayakan membangkitkan sikap dan
apresiasi yang benar, pengembangan watak dan kepribadian, pendidikan dan latihan
yang menghasilkan keterampilan, pengembangann ilmu dan riset serta peningkatan
partisipasi.
2. Perluasan produksi yang bermanfaat. Tujuan utama adalah meningkatkan jumlah
produksi nasional di satu sisi dan tercapainya pola produksi yang tepat. Produksi yang
dimaksud bukan hanya sesuatu yang dapat dibeli orang kaya saja, namun juga
bermanfaat bagi kepentingan ummat manusia secara keseluruhan. Produksi barang
barang yang dilarang oleh Islam tidak akan diperkenankan, sedangkan yang
bermanfaat untuk ummat akan ditingkatkan. Dalam kebijakan demikian, pola
investasi dan produksi disesuaikan dengan prioritas Islam dan kebutuhan ummat.
Dalam hal ini ada tiga hal yang diprioritaskan : Pertama, Produksi dan tersedianya
bahan makanan dan kebutuhan pokok dalam jumlah yang melimpah, termasuk bahanbahan konstruksi untuk perumahan, jalan dan kebutuhan dasar lainnya dengan harga
yang cukup murah. Kedua, Perlunya pertahanan dunia Islam di negara-negara Islam,
maka dibutuhkan peralatan persenjataan yang memadai. Ketiga, Swasembada di
bidang produksi kebutuhan primer.
3. Perbaikan kualitas hidup dengan memberikan prioritas pada tiga hal, Pertama,
terciptanya lapangan kerja dengan segala penataan struktural, teknologi, investasi,
dan pendidikan. Kedua, sistem keamanan nasional yang luas dan efektif yang
menjamin kebutuhan dasar masyarakat. Dalam hal ini zakat harus dijadikan sebagi
instrumen utama. Ketiga, Pembagian kekayaan dan pendapatan dan merata. Harus
ada kebijakan pendapatan yang mampu mengontrol tingkat pendapatan yang terendah
11
(UMR), mengurangi konsentrasi ketimpangan dalam masyarakat. Salah satu indikator
tampilan pembangunan adalah berkurangnya tingkat perbedaan pendapatan
masyarakat. Karena itu sistem perpajakan harus diatur sebaik-baiknya.
4. Pembangunan yang berimbang, yakni harmonisasi antar daerah yang berbeda dalam
satu negara dan antar sektor ekonomi. Desentralisasi ekonomi dan pembangunan
semesta yang tepat, bukan saja merupakan tuntutan keadilan tetapi juga diperlukan
untuk kemajuan yang maksimum. Salah satu tujuan pembangunan adalah melalui
desentralisasi, maka pemerintah daerah perlu diberikan keleluasaan untuk
mengembangkan daerahnya sendiri dengan meningkatkan peran serta masyarakat.
Dengan terus melakukan check and balances serta bimbingan dan pengawasan yang
kuat, akan membentuk daerah itu menjadi agen pembangunan yang serba guna.
Tujuan perencanaan pembangunan yang komprehensif akan sulit dicapai bilamana
kita tidak mampu mengembangkan desentralisasi kekuasaan dan pengawasan yang
lebih efisien serta mengurangi birokratisasi masyarakat. Dalam konteks ini, maka
perusahaan-perusahaan
swasta kecil
dan
menengah harus digalakkan dan
dikembangkan. Para penguasa daerah harus menciptakan iklim lingkungan yang tepat
dan kondusif yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya perusahaanperusahaan tersebut. Perusahaan juga harus didorong agar dapat meningkatkan
investasi yang lebih besar lagi. Mereka juga diarahkan agar menjadi organisasi bisnis
yang maju. Mereka itulah yang menjadi instrumen pembangunan ekonomi yang sarat
nilai serta membagi rata tingkat pendapatan kepada seluruh masayarakat.
5. Teknologi baru, yaitu berkembangnya teknologi tepat guna yang sesuai dengan
kondisi, kebutuhan, aspirasi negara-negara, khususnya negara-negara muslim. Proses
pembangunan yang mandiri hanya dapat terwujud jika negara tersebut sudah bebas
dari ”bantuan” asing serta mampu menguasai teknologi yang berkembang dalam
lingkungan sosial dan alam yang bebeda, teknologi itu selanjutnya akan diadaptasikan
dengan kreatifitas sendiri. Karena itu, perlu ada riset yang intensif dan luas.
6. Berkurangnya ketergantungan pada dunia luar dan dengan semakin menyatunya
kerjasama yang solid sesama negara-negara Muslim. Adalah tugas ummat sebagai
khalifah, bahwa ketergantungan pada dunia non-Islam dalam semua segi harus diubah
menjadi kemandirian ekonomi. Harga diri negara-negara muslim harus dibangun
12
kembali dan pembangunan kekuatan serta kekuasaan harus diwujudkan secara
bertahap. Ketahanan dan kemerdekaan dunia Islam serta kedamaian dan
kesentosaaan ummat manusia merupakan tujuan utama yang harus mewarnai dalam
perencanaan pembangunan. Karena itu perlu ada perubahan mendasar dalam isi dan
pola perencanaan pembangunan kita.
13
III.
ISU-ISU EKONOMI PEMBANGUNAN
A. KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN SOSIAL
Ada beberapa definisi kemiskinan, definisi kemiskinan berbeda beda sesuai dengan disiplin
keilmuan, definisi kemiskinan juga berbeda berdasarkan letak geografi, masyarakat dan waktu.
Ditengah berbagai perbedaan definisi, ada dua hal yang merupakan kesamaan sudut pandang
dalam mendefinisikan kemiskinan ini, yaitu pertama kemiskinan berkaitan dengan sindrom
“kekurangan”
dan
kedua,
kemiskinan
berkaitan
dengan
“ketidakberdayaan”
atau
“ketidakmampuan”.
Untuk dapat mengenal kemiskinan, perlu diketahui beberapa ciri – ciri kemiskinan, yaitu:
1. Vulnerability (kerentanan), masyarakat miskin rentan ditimpa musibah sebagai akibat
dari inflasi, banjir, penyakit, PHK, dan sebagainya.
2. Limited option (pilihan yang terbatas), masyarakat miskin tidak memiliki pilihan hidup
yang luas. Misalnya dalam memilih kerja, pendidikan anak – anaknya, kesenangan hidup,
makanan dan minuman dibandingkan dengan golongan yang lebih mampu secara
ekonomi.
3. Limited access (akses yang terbatas), masyarakat miskin tidak mempunyai akses terhadap
sumber – sumber ekonomi yang dapat digunakan untuk mengubah keadaan hidup
mereka.
Kemiskinan merupakan musuh berbahaya bagi sebuah negara. Kemiskinan menyembabkan
timbulnya masalah – masalah sosial. Kemiskinan merupakan akar permasalah dari jaringan
permasalahan – permasalahan besar lainya seperti buta huruf, masalah gizi buruk, rendahnya
tingkat pendidikan, kelaparan, pelacuran, bunuh diri bahkan tingkat kriminalitas yang tinggi.
Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu Negara tergantung pada dua factor
utama,yakni :
1. Tingkat pendapatan nasional rata-rata
2. Lebar-sempitnya kesenjangan distribusi pendapatan atau ketimpangan pendapatan
(income inequality)
Ketimpangan atau kesenjangan social juga merupakan prioritas utama daam pembangunan
ekonomi. Hal ini dikarenakan:
14
1. Ketimpangan pendapatan yang ekstrem menyebabkan inefisiensi ekonomi. Semakin
melebarnya ketimpangan pendapatan akan menurunkan tingkat tabungan nasional dan
investasi agregat sehingga tiak menambah sumber daya produktif nasional
2. Ketimpangan social yang ekstrem dapat melemahkan stabilitas social dan solidaritas.
Bahkan dengan ketimpangan yang tinggi, focus politik sering cenderung kepada
redistribusi “kue” ekonomi yang ada dan bukan untuk memperbesar ukuran “kue”nya.
Fakta terakhir terungkap bahwa, pertumbuhan ekonomi yang cepat tidak sendirinya diikuti
oleh pertumbuhan atau perbaikan distribusi keuntungan bagi seluruh penduduk.
B. MENGUKUR KESENJANGAN ATAU KETIMPANGAN SOSIAL
Para ekonom pada umumnya membedakan ukuran pokok distribusi pendapatan menjadi dua
bagian, yaitu distribusi ukuran dan distribusi fungsional. Distribusi ukuran pendapatan (size
distribution of income) atau distribusi pendapatan perseorangan merupakan ukuran yang paling
sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan
yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Sumber penghasilan tidak
dipermasalahkan dalam hal ini, yang menjadi focus utamanya adalah seberapa banyak
pendapatan yang diterima seseorang.
Oleh karena itu, para ekonom dan ahli statistic cenderung mengurutkan semua individu
tersebut semata-mata berdasarkan pendapatan yang diterimanya, dan membagi total populasi
menjadi sejumlah kelompok atau ukuran. Biasanya, populasi dibagi menjadi lima kelompok
(quintiles) atau sepuluh kelompok (desile) sesuai dengan tingkat pendapatan mereka, kemudian
menetapkan berapa proporsi yang diterima oleh masing-masing kelompok dari pendapatan
nasional total.
Untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan antara dua kelompok ekstrem, yaitu
kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang sangat kaya di dalam suatu negara, biasanya
menggunakan rasio Kuznets. Dinamai rasio Kuznets berdasarkan nama pemenang Nobel Simon
Kuznets. Rasio ini merumuskan:
Ukuran ketimpangan =
Jumlah pendapatan 40% rumah tangga termiskin
Jumlah pendapatan 20% rumah tangga terkaya
15
Ukuran distribusi pendapatan kedua yang lazim digunakan oleh kalangan ekonom adalah
distribusi pendapatan fungsional atau pendapatan per factor produksi. Ukuran ini berfokus pada
bagian dari pendapatan nasional total yang diterima oleh masing-masing factor produksi (tanah,
tenaga kerja, dan modal). Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya
mempersoalkan persentase penghasilan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit
usaha atau factor produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan
persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba (masing-masing
merupakan perolehan dari tanah, modal uang, dan modal fisik). Walaupun individu-individu
tertentu mungkin saja menerima seluruh hasil dari segenap sumber daya tersebut, tetapi hal itu
bukanlah merupakan perhatian dari analisis pendekatan fungsional ini.
Sedangkan indikator yang digunakan untuk mengukur kemiskinan adalah :
1. Headcount Index : jumlah penduduk miskin dalam prosentase.
2. Poverty Gap Index : ukuran rata – rata kesenjangan (jarak) antara pengeluaran masing –
masing penduduk miskin dengan garis kemiskinan.
3. Distributional Sensitive Index : ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.
C. KEMISKINAN DALAM ISLAM
Islam tidak menyukai kemiskinan, bahkan Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan bahaya
kefakiran yang dapat mengantarkan seseorang kepada kekufuran dan mengajarkan ummatnya
untuk berlindung dari dua hal tersebut. Hal ini terdapat pada hadisnya yang diriwayatkan oleh
Al ‘Uqaili didalam Kitab Adh Dhu’afa “ Kefakiran (kemiskinan) itu dekat dengan kekufuran”.
Kemiskinan membuat manusia tidak mampu melakukan kewajiban – kewajiban individu, sosial
maupun moral. Karena itu Rasulullah SAW mengajarkan manusia untuk berdoa agar diajuhkan
dari kemiskinan.
Suatu hari Rasulullah berdoa “Ya Allah, lindungilah aku dari kekufuran dan
kemiskinan”, kemudian seorang sahabat bertanya “Apakah kedua hal tersebut sama?”
kemudian Rasulullah menjawab “ya”. (Diriwayatkan oleh An Nasai di dalam kitab Al-Istia’za.)
16
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari kelaparan karena kelaparan adalah kesusahan yang terburuk, dan
aku berlindung kepada-Mu dari pengkhianatan karena pengkhianatan adalah pendamping yang
terburuk.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah SAW berdo’a: ”Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari kemiskinan, dan aku berlindung kepada-Mu dari kekurangan dan
kehinaan, serta aku berlindung kepada-Mu dari berbuat kejam dan dizalimi.”
Islam memandang kemiskinan tidak hanya dari sisi materi saja. Kaya miskinnya seseorang
tidak hanya dilihat dari sisi materi saja tetapi yang lebih penting berkaitan dengan kaya
miskinnya kerohanian atau jiwa seseorang. Rasulullah bersabda :
“Tidaklah orang itu kaya lantaran banyak harta. Sesungguhnya orang kaya itu ialah orang yang
kaya jiwa” (HR. Bukhori Muslim).
Islam tidak memandang kemiskinan sebagai masalah kultural karena Allah telah mewajibkan
kepada manusia untuk mencari nafkah.
”Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di
segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kami
(kembali setelah) dibangkitkan”. (QS. Al Mulk : 15)
RingkasanTafsirnya: Allah-lah yang menjadikan bumi mudah ditempati di permukaannya dan
diambil manfaatnya. Karena itu, berjalanlah di berbagai penjuru dan jalannya, bepergianlah di
seanteronya, serta makanlah di antara rezeki yang diberikan Allah kepada kalian di bumi. Hanya
kepada-Nyalah kalian dibangkitkan dari kubur untuk dihisab dan dibalas.
17
Manusia tidak perlu khawatir karena setiap makhluk memiliki rizkinya masing – masing.
Oleh karena itu, mereka tidak akan kelaparan.
”Sungguh, ada (jaminan) untukmu di sana, engkau tidak akan kelaparan dan tidak akan
telanjang. Dan sungguh, di sana engkau tidak akan merasa dahaga dan tidak akan ditimpa
panas matahari”. (Q.S. Taaha : 118 – 119)
Ringkasan tafsirnya: (118) Sungguh, di surga kamu bisa mengecap berbagai kenikmatan hidup.
Di sana kamu tidak akan kelaparan dan tidak pula akan telanjang, tanpa busana.(119) Kamu juga
tidak akan merasa haus, dan tidak akan terkena teriknya sinar matahari
Dengan demikian, kemiskinan merupakan masalah struktural. Dalam perspektif Islam
kemiskinan struktural ini disebabkan oleh :
1. Kemiskinan timbul karena tidak bertanggungjawabnya manusia terhadap alam,
manusia mengeksploitasi alam secara tidak bertanggung jawab.
” Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia ; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka
agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (Q.S. Ar-Rum : 41).
Ringkasan Tafsirnya adalah Telah tampak kerusakan dalam berbagai hal, seperti kekeringan,
kebakaran, tenggelam, sakit, kegelisahan, dan penguasaan musuh, sebab berbagai kemaksiatan
dan dosa manusia. Allah mencicipkan semua itu kepada mereka sebagai balasan sebagian
perbuatan mereka di dunia sebelum adzab di akhirat, agar mereka bertaubat atas kemaksiatan dan
dosa – dosa mereka.
18
2. Kemiskinan timbul karena kelompok kaya yang tidak peduli pada masyarakat miskin
akibat dari kebakhilan kelompok kaya.
”Dan jangan sekali – kali orang – orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah
kepada mereka dari karunia – Nya, mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir)
itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya)
pada hari kiamat. Milik Allah-lah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah maha
teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Ali Imran : 180).
Ringkasan tafsirnya adalah Jangan sekali – kali orang yang bakhil atas karunia yang diberikan
Allah (mereka urung berinfak di jalan Allah dan enggan membayar zakat) mengira bahwa kikir
itu baik bagi mereka di akhirat, padahal bakhil itu buruk. Pada Hari Kiamat, harta mereka akan
menjadi kalung dari api dan mereka akan disiksa dengannya. Segala harta dan sebagainya yang
diwariskan oleh penduduk langit dan bumi adalah milik Allah. Lalu mengapa mereka bakhil?
Allah Mahateliti dan Mengetahui apa yang kalian kerjakan dan akan membalasnya. Balasan
kebaikan bagi orang yang berbuat baik, dan balasan keburukan bagi orang yang berbuat jahat.
Menurut pendapat mayoritas mufasir, ayat ini turun berkenaan dengan orang – orang yang tidak
mampu membayar zakat.
Akibat ketidakpedulian dan kebakilan kelompok kaya ini maka orang – orang miskin
tidak dapat keluar dari kemiskinannnya.
3. Kemiskinan timbul akibat sebagian manusia yang bersikap zalim, eksploitatif, dan
menindas sebagian manusia yang lain, seperti memakan harta orang lain dengan cara
batil, memakan harta anak yatim.
19
”Dan berikanlah kepada anak – anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka,
janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan janganlah kamu makan harta
mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang
besar” (Q.S. An-Nisa : 2)
Ringkasan tafsirnya adalah Wahai para wali dan para penerima wasiat, berikanlah harta anak
yatim kepadanya bgitu mereka dewasa. “Yatim” adalah anak yang ditinggal mati ayahnya
sebelum baligh (dewasa). Janganlah ka.ian mengambil harta yang baik milik anak yatim, lalu
kalian menukarkannya dengan harta kalian yang buruk. Janganlah kalian mengambil harta
mereka, lalun menghimpunnya dengan harta kalian. Sungguh, perbuatan ini termasuk dosa besar.
4. .Kemiskinan timbul karena konsentrasi politik, birokrasi, dan ekonomi di satu tangan.
Kisah Fir’aun, Haman, dan Qarun yang beresekutu menindas rakyat Mesir di masa
nabi Musa menggambarkan hal ini.
”Sungguh, Fir’aun telah berbuat sewenang – wenang di bumi dan menjadikan
penduduknya berpecah belah, dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil), dia
menyembelih anak laki – laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh
(Fir’aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan” (Q.S. Al-Qhashas : 4).
Ringkasan tafsirnya adalah Sungguh fir’aun telah berlaku sombong dan sewenang-wenang di
Mesir, mengaku sebagai tuhan dan memperbudak rakyatnya, dengan menjadikan sebagian
mereka, bani Israil, sebagai kaum yang tertindas dan tertekan. Anak laki-laki mereka disembelih
dan anak perempuan mereka dibiarkan hidup untuk menjadi pelayan dn kesenangan. Sungguh,
Fir’aun termasuk orang yang melampaui batas dalam berbuat kerusakan bumi, lewat
pembunuhan, kesewenang-wenangan, dan mempperbudak manusia.
5. Kemiskinan timbul karena gejolak eksternal seperti bencana alam dan peperangan.
Bencana alam menimbulkan kehilangan harta benda dan bahkan nyawa, sehingga
orang yang kaya dapat menjadi miskin dan orang miskin bertambah miskin akibat
20
bencana alam. Bencana alam juga dapat memiskinkan suatu negeri, seperti yang
dialami kaum saba yang diceritakan dalam Al – Qur’an.
”Sungguh bagi kaum saba ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka,
yaitu dua buah kebun disebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan),
”Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugrahka) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalh Tuhan yanh Maha
Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka kami kirim kepada mereka banjir yang besardan
kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon – pohon)yang
berbuah pahit, pohon Asl dan pohon Sidr” (Q.S. Saba’ : 16)
Ringkasan tafsirnya adalah Tetapi mereka tidak mensyukuri nikmat tersebut dan kufur kepada
Allah, maka Kami kirimkan air bah yang sanggup menghancurkan bendungan Ma’rib, yang
didirikan di antara dua bukit untuk menampung air hujan, menenggelamkan tanah dan kebun,
serta membinasakan tumbuhan dan manusia. Sail al-‘arim ialah air bah yang sangat deras. Kami
ganti kedua kebun mereka yang selalu menghasilkan buah – buahan dengan dua kebun yang
menghasilkan buah – buahan yang pahit, sejenis pohon yang tumbuh di pedusunan, yaitu pohon
tharfa’ yang sangat besar dan pohon Sidr yang buahnya bisa dimakan. Allah menghancurkan
pepohonan mereka yang menghasilkan buah – buahan dan menggantinya dengan pohon arak,
tharfa’ dan sidr.
Menurut Yusuf Qordhawi, di dalam Al Quran setidaknya ada enam strategi untuk
mengatasi kemiskinan, yaitu :
1. Bekerja
Bekerja merupakan merupakan keharusan bagi setiap muslim agar memperoleh rizki
yang Allah sediakan, bahkan kalau perlu seorang muslim berjalan di muka bumi ini hingga ke
penjuru dunia guna meraih rizki yang halal. Allah berfirman:
21
"Dialah yang menjadikan buni itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya (QS. 67:15).
RingkasanTafsirnya: Allah-lah yang menjadikan bumi mudah ditempati di permukaannya dan
diambil manfaatnya. Karena itu, berjalanlah di berbagai penjuru dan jalannya, bepergianlah di
seanteronya, serta makanlah di antara rezeki yang diberikan Allah kepada kalian di bumi. Hanya
kepada-Nyalah kalian dibangkitkan dari kubur untuk dihisab dan dibalas.
Seorang muslim harus memiliki ilmu yang banyak dan ketrampilan yang bervariasi agar
bisa bekerja dan membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain, hal ini karena bekerja merupakan
sesuatu yang sangat mulia dalam pandangan Islam, Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa
yang menjadi payah pada sore hari karena kerja tangannya, maka terampuni dosanya (HR.
Thabrani).
2. Mencukupi keluarga yang lemah
Keluarga yang lemah tidak bisa bekerja bukan karena malas, tapi karena mereka lemah
dan kaum muslimin memang harus memenuhi kebutuhannya, misalnya janda yang ditinggal mati
suaminya tanpa harta, anak-anak yatim yang masih kecil sehingga belum bisa mandiri, orang
yang lanjut usia, orang yang berpenyakit menahun, orang yang cacat dan sebagainya. Keharusan
keluarga yang lain untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya yang lemah telah
difirmankan oleh Allah:
"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan
orang yang dalam perjalanan: dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara
22
boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudaranya syaitan dan syaitan adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya (QS. Al-Israa’: 26-27)
Ringkasan Tafsirnya adalah (26) Berikanlah hak kerabat, seperti berbuat baik dan
bersilahturahmi kepada mereka. Berikanlah hak orang yang membutuhkan dan hak orang yang
kehabisan bekal dalam perjalanan, maksudnya zakat. Dan bersedekahlah (sedekah sunah) kepada
mereka, saat mereka membutuhkan. Jangan menginfakkan harta dengan cara yang tidak
disyariatkan: melampaui batas yang dianjurkan syariat atau menginfakkan untuk sesuatu yang
tidak benar. (27) Sungguh orang –orang yang boros itu saudara setan, karena pemborosan berasal
dari tipuan setan. Sementara itu, setan sangat mengingkari nikmat Rabbnya.
3. Menunaikan kewajiban zakat
Kewajiban zakat merupakan kewajiban yang kedudukannya sama dengan kewajiban
menunaikan shalat, karenanya dalam banyak ayat dan hadits, perintah shalat dirangkai dengan
perintah zakat, misalnya dalam firman Allah:
"Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku (QS.
2: 43)
Ringkasan tafsirna adalah Laksanakanlah shalat yang diwajibkan kepada orang-orang muslim,
tunaikanlah zakat yang wajib diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya,
patuhilah segala perinta Allah, laksanakanlah shalat jamaah, dan ruku’lah dengan sempurna
bersama mereka, karena orang-orang Yahudi tidak melakukan ruku’ dalam sholatnya
Karena zakat merupakan upaya mengatasi kemiskinan, maka sedapat mungkin dana zakat
itu tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya konsumtif bagi fakir dan
miskin kecuali kalau zakat fitrah, karena kalau demikian dikhawatirkan mereka hanya
menggantungkan harapannya dari zakat yang membuat mereka tambah malas untuk berusaha,
maka dana zakat itu bisa saja digunakan untuk biaya pendidikan (beasiswa), modal usaha dan
sebagainya. Meskipun demikian, kebutuhan awal untuk makan tetap harus dipenuhi, apalagi bagi
mereka yang berpenyakit menahun, cacat dan sebagainya.
23
Oleh karena itu, bagi yang tidak menunaikan zakat; bukan hanya tidak sempurna
keislamannya, tapi termasuk orang yang tidak beruntung, tidak baik dan tidak menunjukkan
kebajikan dan ketaqwaan, sama saja dengan orang-orang musyrik, tidak memperoleh rahmat
Allah, bahkan tidak berhak memperoleh pertolongan-Nya.
4. Dana bantuan perbendaharaan Islam yang diperoleh dari berbagai sumber dana oleh
Baitul Maal.
Karena itu kekayaan umum pada suatu negara harus diarahkan kepada upaya mengatasi
kemiskinan dan karenanya jangan sampai hal itu dikuasai oleh satu atau sekelompok orang.
Disamping itu aset negara, dana perbendaharaan Islam juga bisa diperoleh dari ghanimah (harta
rampasan perang), fa'i (harta yang ditinggal musuh) dan sebagainya.
Oleh karena itu seluruh potensi negara semestinya dapat dimanfaatkan untuk mengatasi
kemiskinan dengan berbagai cara dan negara kita termasuk negara yang masih memiliki
penduduk miskin dalam jumlah yang banyak, mereka tidak boleh kita biarkan saja tanpa ada
usaha yang sungguh-sungguh untuk mengatasi kemiskinan mereka.
5. Keharusan memenuhi hak-hak selain zakat yang harus diperoleh seorang muslim dari
muslim lainnya.
Hak-hak yang dapat diperoleh itu misalnya dari tetangga yang mampu, karena itu orang
yang beriman bisa dianggap tidak beriman apabila dia kenyang sementara tetangganya lapar, hal
lainnya adalah qurban yang juga untuk fakir miskin, kafarat dari seorang muslim yang melanggar
sumpah, fidyah, hadiah dan sebagainya.
6. Shadaqah suka rela dan kebajikan individu
Shadaqah merupakan stimulus yang diberikan Allah kepada kaum muslimin yang
memiliki kemampuan untuk ditunaikannya, diantara bentuknya adalah waqaf dan hibah terhadap
harta yang dimilikinya seperti rumah, tanah, kendaraan dan sebagainya. Stimulus dari Allah yang
akan diberikan kepadanya adalah dengan memperoleh pahala yang terus menerus mengalir
meskipun dia telah meninggal.
24
IV.
KESIMPULAN
Pembangunan sebagai proses multidimensi yang menyangkut perubahan besar
dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional, percepatan
pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan kemiskinan.
Setidaknya terdapat tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis
konseptual dan pedoman praktis untuk memahami arti pembangunan yang paling
hakiki, yakni kecukupan, harga diri, dan kebebasan.
Pusat dari ekonomi pembangunan dalam Islam adalah Human. Human sebagai
kapital dengan akal yang dimilikinya,dan juga sebagai khalifah diharapkan mampu
untuk mengelola alam ini untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Dasar-dasar filosofis pembangunan ekonomi dalam Islam yaitu tauhid, khilafah,
keadilan, dan tazkiyah.
Islam memandang kemiskinan tidak hanya dari sisi materi saja. Kaya miskinnya
seseorang tidak hanya dilihat dari sisi materi saja tetapi yang lebih penting berkaitan
dengan kaya miskinnya kerohanian atau jiwa seseorang. Islam tidak memandang
kemiskinan sebagai masalah kultural karena Allah telah mewajibkan kepada manusia
untuk mencari nafkah. Dengan demikian, kemiskinan merupakan masalah struktural.
Menurut Yusuf Qordhawi, di dalam Al Quran setidaknya ada enam strategi untuk
mengatasi kemiskinan, yaitu bekerja, mencukupi keluarga yang lemah, menunaikan
kewajiban zakat, dana bantuan perbendaharaan Islam yang diperoleh dari berbagai
sumber dana oleh Baitul Maal, keharusan memenuhi hak-hak selain zakat yang harus
diperoleh seorang muslim dari muslim lainnya, shadaqah suka rela dan kebajikan
individu.
25
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahan
Todaro, Michael P., Economic Development, 9th edition, Longman, New York and London,
2006.
Zuhaili, Wahbah. Buku pintar Al-Quran-Seven in one.2009.Jakarta:Almahira.
www.agustianto.niriah.com
26
Download