Uploaded by User58611

REFERAT PERDARAHAN SUBARACHNOID

advertisement
BAGIAN ILMU BEDAH
REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
JUNI 2020
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
SUBARACHNOID HEMORRHAGE
OLEH :
Evi Sriwahyuni
111 2018 2024
PEMBIMBING SUPERVISOR
dr. Azis Beru Gani, Sp.B., M. Kes.
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 DEFINISI
Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah pada
rongga subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan
subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga
subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah
(arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang membungkus otak
(meninges).1,2
I.2 EPIDEMIOLOGI
Perdarahan subarachnoid non-traumatik terjadi sekitar 6-8 kasus dari
100.000 orang pertahunnya. Wanita lebih sering terkena dari pada laki-laki,
wanita dengan usia >55 tahun memiliki resiko 25 % lebih tinggi daripada lakilaki pada usia yang sama. SAH akibat rupture aneurisme sering terjadi pada
orang dengan rentan usia 50-60 tahun. Material genetik juga berpengaru
dengan kejadian SAH, pasien dengan riwayat keluarga dengan SAH memiliki
resiko 5-12 kali lebih rentan dibandingkan tidak ada ada riwayat keluarga,
gangguang kolagen pada vascular seperti Marfan syndrome dan Ehlers Danlos
syndorm juga terlibat dalam pembentukan aneurisme pembuluh darah.
Meskipun genetic berperang penting dalam kejadiaan SAH, namun faktor gaya
hidup juga sangat menentukan tingkat kejadian SAH secara keseluruhan.1
Dari 97% kasus pasien datang dengan gejala utama sakit kepala yang
parah,sakit kepala biasa disertai dengan mual/muntah, nyeri leher, kejang dan
penurunan kesadaran. 30-60 % pasien melaporkan bahwa terdapat riwayat
sakit kepala selama berminggu-minggu sebelum terjadinya perdarahan, yang
kemungkinan disebabkan oleh berdarahan kecil. (microhemorrhages).1
I.3 KLASIFIKASI
Penilaian kondisi pasien dengan SAH adalah hal yang paling penting untuk
manajemen lebih lanjut. Klasifikasi pasien harus dilakukan dengan cara yang dapat
diandalkan. Beberapa parameter kuantitatif untuk memprediksi luaran (outcome)
dapat dijadikan panduan intervensi maupun untuk menjelaskan prognosis, misalnya
skala Hunt and Hess dan skala Fisher. Skala Hunt and Hess ini mudah dan paling
banyak digunakan dalam praktik klinis.3
Nilai tinggi pada skala Hunt and Hess merupakan indikasi perburukan. 3
Gambar 1 : Hunt and Hess3
Skala Fisher digunakan untuk mengklasifi kasikan perdarahan subaraknoid
berdasarkan munculnya darah di kepala pada pemeriksaan CT scan, penilaian ini
hanya berdasarkan gambaran radiologic. Pasien dengan skor Skala Fisher 3 atau 4
mempunyai risiko luaran klinis yang lebih buruk. Skala ini sangat dipengaruhi oleh
variabilitas inter-rater, serta kurang mempertimbangkan keseluruhan kondisi klinis
pasien. 3
Gambar 2 : Skala Fisher3
Gambar 3 : CT Scan berdasarkan Skala Fisher4
BAB II
DIAGNOSIS
2.1 ANAMNESIS
Kejadian misdiagnosis pada perdarahan subarakhnoid berkisar antara
23% hingga 53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu
dievaluasi lebih cermat. Anamnesis yang cermat mengarahkan untuk
mendiagnosis SAH. Maka dari itu faktor resiko terjadinya SAH perlu
diperhatikan seperti pada tabel berikut.3
Gambar 4 : Faktor resiko SAH3
Gambaran klasik adalah keluhan tiba-tiba nyeri kepala berat, sering
digambarkan oleh pasien sebagai ”nyeri kepala yang paling berat dalam
kehidupannya”. Nyeri kepala mendadak berlangsung 1 atau 2 detik sampai 1
menit, kurang lebih 25 % pasien didahului nyeri kepala hebat. Gelaja penyerta
yang dikeluhkan pasien seperti vertigo, mual/muntah, gelisah dan kejang.
Gangguan fungsi autonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau
hipertensi dan berkeringat yang banyak, suhu badan meningkat atau gangguan
pernapasan.1,2
Pasien mungkin akan mengalami penurunan kesadaran setelah kejadian,
baik sesaat karena adanya peningkatan tekanan intrakranial atau ireversibel
pada kasus-kasus parah.3
2.1.1 Etiologi
Meskipun trauma kepala menyebabkan beberapa dari kasus
SAH, namun 70 % hingga 80 % adalah SAH terjadi karena aneurime
saccular (Berry) yang pecah. Aneurisma ini sering di Sirculus Willisi
dan cabang-cabangnya.1
Secara garis besar, perdarahan subarachnoid terjadi karena tiga
penyebab yaitu, akibat trauma kepala, rupture aneurisme dan
malformasi arteriovenosa (MAV).5,6
1. Trauma kepala
Trauma kepala menyebabkan perdarahan subrachnoid
dikarenakan pecahnya pembuluh darah yang berada pada ruang
subarachnoid yaitu arachnoidmater dan piamater akibat benturan
yang terjadi saat kejadian trauma. Berdasarkan penelitian
sebanyak 10 % kejadian SAH terjadi karena trauma kepala.6
2. Ruptur aneurisme
Aneurisma sakuler biasanya terbentuk di titik-titik
percabangan arteri, tempat terdapatnya tekanan pulsasi maksimal.
Risiko pecahnya aneurisma tergantung pada lokasi, ukuran, dan
ketebalan dinding aneurisma. Aneurisma dengan diameter kurang
dari 7 mm pada sirkulasi serebral anterior mempunyai risiko pecah
terendah; risiko lebih tinggi terjadi pada aneurisma di sirkulasi
serebral posterior dan akan meningkat sesuai besarnya ukuran
aneurisma. 1,2,7,8
Aneurisma yang disebabkan oleh infeksi disebut dengan
aneurisma mikotoksik, sementara aneurisma terkait kanker sering
dikaitkan dengan tumor kepala dan leher, dan penggunaan obat
terlarang terutama
menyebabkan
kebiasaan
inflamasi
pada
menggunakan
pembuluh
kokain
darah,
yang
sehingga
aneurisma dapat berkembang National Institute of Neurological
Disorders and Stroke (NINDS).9
Terdapat beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk di
arteri otak seperti Aneurisma sakuler (Berry) Aneurisma ini terjadi
pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering aneurisma
sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri
serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis
interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri
komunikans posterior 30%), dan basilar tip (10%).7,8
Aneurisma dapat menimbulkan deficit neurologis dengan
menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya,
aneurisma pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus
okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien
mengalami diplopia). 7,8
Gambar 5 : Aneurime saccular (Berry)8
Gambar 7 : Lokasi aneurisma17
3. Malformasi arteriovenosa (MAV)
Perdarahan subarachnoid spontan juga dapat disebabkan
oleh malformasi arteriovenosa MAV (5-10%), perdarahan dari
tumor yang sudah terjadi sebelumnya, vasculitis, thrombosis vena
cerebral, atau pembedahan arteri intracranial cerebral. Malformasi
arteriovenosa (MAV) adalah anomali vaskuler yang terdiri dari
jaringan
pleksiform
abnormal
tempat
arteri
dan
vena
terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Daerah tersebut tidak
mempunyai tipe kapiler spesifik yang merupakan celah antara
arteriola dan venula, mempunyai dinding lebih tipis dibandingkan
dinding kapiler normal.1
MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan
didapat. MAV yang didapat terjadi akibat trombosis sinus, trauma,
atau kraniotomi. 1,2
Gambar 8 : Malformasi Arteriovenosa2
Pada perdarahan subarachnoid spontan, SAH idiopatik juga
dikenal dengan angiogramnegative SAH dengan presentasi 5%
sampai 20% dari total kejadian SAH, dalam kasus ini tidak ada
penyebab angiografi perdarahan yang ditemukan,. SAH idiopatik juga
dikenal sebagai Perimesencephalic SAH yang diduga terjadi karena
pecahnya plexus vena yang mengelilingi otak.1.2
Penyebab lain yang juga dicurigai dapat menyebabkan SAH
adalah sickle cell anemia, gangguang antikoagulasi, diseksi arteri
vertebral, dan penyalagunaan kocain.2
Seseorang yang memiliki riwayat keluarga, terdiri dari dua
atau lebih kerabat yang menderita SAH aneurisma akan memerlukan
skrining pencegahan. Selain itu, penyakit ginjal polikistik dominan
autosomal (ADPKD) diketahui berhubungan dengan aneurisma
serebral pada 8% pasien. Karena itu, pasien dengan ADPKD juga
memerlukan skrining jika mereka memiliki satu anggota keluarga
yang memiliki riwayat aneurisma yang pecah.3
2.1.2 Patofisiologi
Perdarahan subarachnoid adalah suatu kejadian rupturnya
pembuluh darah yang menyebabkan ekstravasasi darah pada celah
subarachnoid diantara arachoidmater dan piamater.10
Gambar 9 : Ilustrasi ruptusnya aneurisme pada SAH
Gambar 10 : Lapisan menings11
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan
luarnya adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya,
leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea dan piamater.9,10
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu;
skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung,
aponeurosis atau galea aponeurotika, loose connective tissue atau
jaringan penunjang longgar dan pericranium Tulang tengkorak terdiri
dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.2,4
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang.Selaput arachnoid terletak antara pia mater sebelah dalam
dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan
dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan
dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis.1,4
Kerusakan otak yang disebabkan oleh perdarahan tersebut dapat
menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan pada lengan atau tungkai,
kesulitan bicara atau memahami bahasa, gangguan penglihatan,
bahkan kematian mungkin terjadi akibat adanya perdarahan. Selain
itu, vasospasme dapat terjadi pada 15 hingga 20 persen pasien, yang
dapat menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut. Masalah lain yang
mungkin
muncul
ialah
hidrosefalus,
sulit
bernapas
yang
membutuhkan ventilator mekanis, infeksi, masalah jantung dan paru
akibat kerusakan otak yang meluas yang dapat berpengaruh terhadap
fungsi normal tubuh.3
Selain itu, perdarahan yang terjadi langsung saat aneurisma
pecah memiliki risiko kematian 30 hingga 40 persen, sementara
kerusakan otak sedang hingga berat, risiko kematian yang dapat terjadi
yaitu 20 hingga 25 persen bahkan jika aneurisma diobati.11
Gambar 11 : Patomekanisme Aneurisma11,17
2.2 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik cermat pada kasus-kasus nyeri kepala sangat penting
untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri kepala, termasuk glaukoma, sinusitis,
atau arteritis temporalis.3
Ketika mengevaluasi pasien dengan dugaan ruptur aneurisma, perhatian
khusus harus difokuskan pada tingkat kesadaran, tanda-tanda neurologis fokal
seperti hemiparesis atau kelumpuhan saraf kranial, dan tanda-tanda
meningismus. Manuver Brudzinski adalah cara yang berguna untuk
mengevaluasi
meningismus;
pemeriksa
melenturkan
leher
pasien,
mengendapkan fleksi pinggul, fleksi lutut, dan nyeri hamstring. Diplopia
(karena kelumpuhan abdomen atau kelumpuhan saraf okuli) dan kehilangan
penglihatan (keterlibatan kiasmal atau saraf optik) dapat disebabkan oleh
kompresi saraf kranial dari kubah aneurisma atau ruptur aneurisma yang
mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial.
Gambar 12 : Pemeriksaan rangsang menings9
Pemeriksaan funduskopi dapat memperlihatkan adanya perdarahan
retina atau edema papil karena peningkatan tekanan intrakranial. Adanya
fenomena embolik distal harus dicurigai mengarah ke unruptured intracranial
giant aneurysm.3,12
Gambar 13 : Manifestasi Oftalmologi Aneurisma Serebral9
2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.3.1 Pencitraan
CT scan kranial non-kontras tetap menjadi landasan diagnosis SAH
dengan sensitivitas mendekati 100% dalam 3 hari pertama setelah itu
berkurang secara moderat selama beberapa hari berikutnya karena
pembersihan dari lisis spontan darah subarachnoid. Dalam sebuah
penelitian terhadap 3.521 pasien dengan SAH akut yang menjalani CT
scan kranial polos, 92% positif pada hari ruptur tetapi menurun menjadi
86% pada hari berikutnya, 76% 2 hari kemudian dan 58% 5 hari
kemudian.13
Dalam penelitian lain baru-baru ini dengan 953 pasien yang menjalani
CT scan dalam waktu 6 jam setelah sakit kepala parah, hasilnya
menghasilkan sensitivitas dan spesifisitas 100% dalam mengidentifikasi
SAH. Pola perdarahan mungkin sering menyarankan penyebab SAH.2,13
Pecahnya aneurysmal yang menyebabkan 85% SAH ditandai oleh
darah yang terkurung dalam tangki sementara penyebab traumatis
terdapat pada 10% SAH ditandai oleh darah yang terkurung dalam sulk
superfisial dan konveksitas otak.13
Dengan demikian, pemeriksaan CT scan harus dilakukan sesegera
mungkin. Dibandingkan dengan magnetic resonance imaging (MRI), CT
scan unggul karena biayanya lebih murah, aksesnya lebih mudah, dan
interpretasinya lebih mudah.13
Gambar 14 : CT Scan Subaarachnoid Hemorrhage (SAH) 1,2
Kesan : Hyperdense pada ruang subarachnoid.
2.3.2 Pungsi Lumbal
Setelah 5 hari, tingkat CT negatif meningkat tajam, dan pungsi
lumbal sering diperlukan, meskipun biasanya tidak diikuti dalam praktek.
Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan
subaraknoid
adalah
adanya
eritrosit,
peningkatan
tekanan
saat
pembukaan, dan/atau Xanthochromia. Jumlah eritrosit meningkat, bahkan
perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai sekitar
10.000
sel/mL.
memperlihatkan
Xanthochromia
adanya
degradasi
adalah
warna
produk
kuning
eritrosit,
yang
terutama
oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal.2.13
Xanthochromia dalam cairan serebrospinal yang hanya dapat
dideteksi dengan andal 12 jam setelah perdarahan. Dalam sebuah
penelitian terhadap 111 pasien dengan SAH yang menjalani pungsi
lumbar antara 12 jam dan 2 minggu, semua memiliki cairan serebrospinal
Xanthochromic.
Gambar 15 : Tabel diagnose SAH dengan pungsi lumbal1
Gambar 16 : LCS Xantokromia1
Gambar 17 : Pungsi Lumbal11
2.3.3
Angiografi
CT Angiografi (CTA)
Digital-subtraction cerebral angiography merupakan Gold Standar
untuk deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering
digunakan karena non-invasif serta sensitivitas dan spesifisitasnya
lebih tinggi.13
CTA dengan 64-slice scan, di sisi lain, adalah alat yang akurat
untuk mendeteksi dan mengkarakterisasi aneurisma, dan juga dalam
memutuskan apakah melingkar atau memotong harus dilakukan.
Dalam satu seri, penyebab SAH terdeteksi dengan CTA di 62 dari 65
pasien dengan sensitivitas 94% dan spesifisitas 100% dan itu
mengungkapkan aneurisma pada 46 dari 47 pasien dengan sensitivitas
98% dan spesifisitas 100%. Dalam penelitian lain, CTA ditemukan
memiliki sensitivitas 96,4% dan spesifisitas 96%.13
Gambar 18 : CT Angiografi SAH13
Angiografi kateter
Pada CTA negatif atau SAH difus, angiografi kateter
diindikasikan. Jika hasilnya negatif pada awalnya, angiografi kateter
ulangi berharga setelah 7 hari.13
Gambar 19 : Angiografi kateter13
BAB III
PENATALAKSANAAN
3.1 FARMAKOLOGI
Tujuan penatalakasanaan pertama dari perdarahan subarakhnoid adalah
identifikasi sumber perdarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan
pembedahan atau tindakan intravascular lain. Jalan napas harus dijamin aman
dan pemantauan invasive terhadap central venous pressure dan atau pulmonary
artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus terus
dilakukan. Untuk mencegah penigkatan tekanan intracranial, manipulasi
pasien harus dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan, dapat diberikan
analgesic dan pasien harus istirahat total.17
Kedua adalah manajemen komplikasi langkah pertama, konsultasi dengan
dokter spesialis bedah saraf merupakan hal yang sangat penting untuk tindakan
lebih lanjut pada aneurisma intrakranial. Pasien perdarahan subaraknoid harus
dirawat di Intensive Care Unit (ICU) untuk pemantauan kondisi
hemodinamiknya. Idealnya, pasien tersebut dikelola di Neurology Critical
Care Unit yang secara signifi kan akan memperbaiki luaran klinis.3
SAH yang disertai dengan peningkatan tekanan intracranial harus
diintubasi dan hiperventilasi. Pemberian ventilasi harus diatur untuk mencapai
PCO2 sekitar 30-35 mmHg. Beberapa obat yang dapat diberikan untuk
menurunkan tekanan intracranial seperti :17
Osmotic agents (mannitol) dapat menurunkan tekanan intracranial
secara signifikan (50% dalam 30 menit pemberian).
Loop diuretics (furosemide) dapat juga menurnukan tekanan
intracranial
Intravenous steroid (dexamethasone) untuk menurunkan tekanan
intracranial masih kontroversial tapi direkomendasikan oleh
beberapa penulis lain.
Setelah itu, tujuan utama manajemen adalah pencegahan perdarahan
ulang, pencegahan dan pengendalian vasospasme, serta manajemen
komplikasi medis dan neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga dalam
batas normal dan, jika perlu, diberi obat-obat antihipertensi intravena, seperti
labetalol dan nikardipin.3
Hasil penelitian terakhir yang dilakukan mengemukakan bahwa
penambahan obat cilostazol oral pada microsurgical clipping dapat mencegah
kejadian vasospasme serebral dengan menurunkan resiko-resiko yang
memperparah kejadian vasospasme serebral.17
3.2 NON-FARFAMOKOGI
Pada pasien dengan perdarahan subarchnoid dengan ruptur aneurime
pembuluh darah dapat dilakukan terapi pembedahan. Terdapat dua pilihan
utama untuk mengamankan aneurisma yang ruptur, yaitu microsurgical
clipping dan endovascular coiling, microsurgical clipping lebih disukai. Bukti
klinis mendukung bahwa pada pasien yang menjalani pembedahan segera,
risiko kembalinya perdarahan lebih rendah, dan cenderung jauh lebih baik
daripada pasien yang dioperasi lebih lambat.14
Pengamanan aneurisma yang ruptur juga akan memfasilitasi manajemen
komplikasi selama vasospasme serebral. Meskipun banyak ahli bedah
neurovaskular menggunakan hipotermia ringan selama microsurgical clipping
terhadap aneurisma, cara tersebut belum terbukti bermanfaat pada pasien
perdarahan subaraknoid derajat rendah.14
Gambar 15 : Microsurgical Clipping14
Gambar 16 : Endovascular Coiling14
International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) secara prospektif
mengevaluasi beberapa pasien aneurisma yang dianggap cocok untuk menjalani
endovascular coiling atau microsurgical clipping. Untuk beberapa kelompok
pasien tertentu, hasil baik (bebas cacat selama 1 tahun) secara signifi kan lebih
sering pada kelompok endovascular coiling daripada surgical placement of
clips.14
Risiko terjadinya epilepsi lebih rendah pada pasienpasien yang
menjalani endovascular coiling, akan tetapi risiko kembalinya perdarahan lebih
tinggi. Selanjutnya pada pasien yang di-follow-up dengan pemeriksaan
angiografi serebral, tingkat terjadinya oklusi komplit aneurisma lebih tinggi
daripada surgical clipping.14
Gambar 20 : Algoritma klinis perdarahan subaraknoid13
BAB IV
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS
4.1 KOMPLIKASI
Gejala awal sebelum pecahnya aneurisma dapat terjadi dalam beberapa
menit hingga berminggu. Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi
paling sering pada perdarahan subarachnoid. Tanda dan gejala vasospasme
dapat berupa status mental, deficit neurologis fokal. Vasospasme akan
menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu infark
kortikal tunggal dan lesi multiple luas.17
Selain vasopasme dan perdarahan ulang, komplikasi lain yang dapat
terjadi adalah hidrosefalus, hiponatremia, hiperglikemia dan epilepsi.
Perdarahan subarachnoid minor paling sering terjadi setelah cedera kepala,
sedangkan perdarahan subarachnoid mayor paling sering terjadi pada aneurisma
saccular serebral. Sakit kepala mendadak yang terkait dengan SAH adalah
keadaan darurat medis.2,17
American Association of Neurological Surgeons (AANS, 2017)
mengatakan bahwa meskipun frekuensi komplikasi tertentu bervariasi sesuai
dengan intervensi, baik kliping dan coiling memiliki komplikasi yang sama.
Pecahnya aneurisma merupakan salah satu komplikasi paling serius yang
terlihat pada kedua prosedur tersebut.12
4.2 PROGNOSIS
Prognosis untuk pasien aneurisma otak yang pecah tergantung pada luas
dan lokasi aneurisma, usia seseorang, kesehatan umum mereka, dan kondisi
neurologisnya. Beberapa individu dengan aneurisma otak yang pecah
meninggal karena pendarahan awal. Individu lain pulih dengan sedikit atau
tanpa kerusakan pada sistem saraf. Diagnosis dan pengobatan dini penting
dalam melestarikan jaringan otak dari cedera lebih lanjut.16
Sekitar 10% penderita SAH meninggal sebelum tiba di RS dan 40%
meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada tahun
pertama sekitar 60%. Apabila tidak ada komplikasi dalam 5 tahun pertama
sekitar 70%. Apabila tidak ada intervensi bedah maka sekitar 30% penderita
meninggal dalam 2 hari pertama, 50% dalam 2 minggu pertama, dan 60% dalam
2 bulan pertama.17
BAB V
KESIMPULAN
Perdarahan subarachnoid adalah suatu perdarahan yang terjadi pada rongga
subarachnoid yaitu ruang antara arachnoidmater dan piamater yang terjadi secara
patologi. SAH lebih sering terjadi karena rupturnya aneurisme cerebral (70-80 %).
Wanita lebih sering terkena dari pada laki-laki, wanita dengan usia >55 tahun
memiliki resiko 25 % lebih tinggi daripada laki-laki pada usia yang sama. Pasien
dengan riwayat keluarga dengan aneurisme 5-12 kali lebih rentan terjadi SAH.
SAH disebabkan oleh beberapa hal diantaranya, trauma kepala, rupture aneurisma,
dan malformasi arteriovenous.
SAH didiagnosa berdasarkan tanda dan gejala seperti nyeri kepala hebat
disertai dengan gejala peningkatan TIK dan dapat di tegakkan diagnosa dengan CT
Scan, MRI dan lumbal fungsi. Pada pasien dengan SAH dapat ditatalaksana
pembedahan yaitu clipping dan coiling.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ferri's. 2020. Clinical Advisor 2020 E-Book: 5 Books in 1. Diakses pada 21
Juni
2020
dari
https://books.google.co.id/books?id=YxWbDwAAQBAJ&pg=PA1315&lp
g=PA1315&dq=epidemiologi+subarachnoid+hemorrhage+2020&source=
bl&ots=EsPpdGuMgJ&sig=ACfU3U2Ez8r4f83NsXjqXvSX8KNPJCCWw&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjgspe98ZbqA
hWHXisKHdVXAE8Q6AEwBnoECAkQAQ#v=onepage&q=epidemiolo
gi%20subarachnoid%20hemorrhage%202020&f=false
2. Kairys N, et al. 2019. Acute Subarachnoid Hemorrhage (SAH). StatPearls.
Diakses
pada
21
Juni
2020
dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK518975/#_article-29606_s3_
3. Setyopranoto I, et al. 2012. Penatalksanaan Perdarahan Subaraknoid.
CKD-199/Vol. 39 no. 11.
4. Alejandro A, el al. 2019. Radiology Key Subarachnoid Hemorrhage.
Diakses pada 19 Juli 2020 dari https://radiologykey.com/subarachnoidhemorrhage-3/#
5. Hostettler IC, Werring DJ. 2019. Acute Convexity Subarachnoid
Hemorrhage: What the Neurosurgeon Needs to Know. World Neurosurg.
Vol
:184-187.
Diakses
pada
21
Juni
2020
pada
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30580060/
6. Ikawa F, et al. 2019. In-hospital mortality and poor outcome after surgical
clipping and endovascular coiling for aneurysmal subarachnoid
hemorrhage using nationwide databases: a systematic review and metaanalysis. Neurosurg Rev. Diakses pada 22 Juni 2020 dari
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30941595/
7. Rabinstein AA, Lanzino G. 2018. Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage:
Unanswered Questions. Neurosurg. Clin. N. Am. Diakses pada 21 Juni 2020
dari https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29502715/
8. Toth G, Cerejo R. 2018. Intracranial aneurysms: Review of current science
and management. Vasc Med. Vol : 276-288. Diakese pada 21 Juni 2020 dari
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29848228/
9. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2013. Cerebral
Aneurysms Fact Sheet. Diakses pada 22 Juli 2020 dari
https://www.ninds.nih.gov/Disorders/Patient-Caregiver-Education/FactSheets/Cerebral-Aneurysms-Fact-Sheet
10. Frazer, M. (2016). Understanding Brain Aneurysms. Diakses 22 Juni 2020
dari http://www.gethealthystayhealthy.com/articles/cerebral-aneurysm
11. Adam, A. (2014). Patobiologi Aneurisma Intrakranial. Diakses pada 22 Juli
2020
dari
https://www.aesculapusa.com/assets/base/doc/DOC1045BrainAneurysmPatientInformationGuide
12. American Association of Neurological Surgeons. 2017. Cerebral
Aneurysm.
Diakses
pada
20
Juli
2020
dari
http://www.aans.org/Patients/Neurosurgical-Conditions-andTreatments/Cerebral-Aneurysm
13. Ranhel C, et al. 2017. Developing an evidence-based clinical algorithm for
the assessment, diagnosis and management of acute subarachnoid
hemorrhage: a review of literature. Diakses pada 30 Juli 2020 dari
http://jxym.amegroups.com/article/view/3772/4566
14. Zuccarello, M., & Ringer, A. 2016. Aneurysm Surgery: Clipping. Diakses
pada 20 Juli 2020 dari
https://www.mayfieldclinic.com/PDF/PEClipping.pdf
15. Lloyd, W. C. (2016). Brain Aneurysm Repair. Diakses pada 22 Juni 2020
dari
https://www.healthgrades.com/right-care/brain-and-nerves/brainaneurysm-repair#risks-and-complications
16. Lee, D., Marks, J. W., & Shiel, W. C. 2008. Brain Aneurysms. Diakses pada
19
Juli
2020
dari
http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=86301&page=
1.
17. Buku ajar Bedah. 2015. Perdarahan Subarachnoid. Diakses pada 19 Juli
2020
dari
http://www.emedicinehealth.com/aneurysm_brain/topicguide.htm.
18. Tennille, D., & Amit, S. 2017. Cerebral Aneurysm. Diakses pada 19 Juli
2020
dari
https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?ContentTypeI
D=85&ContentID=P08772
Download