Uploaded by User58141

MAKALAH BIOTEKNOLOGI (Autosaved)

advertisement
MAKALAH BIOTEKNOLOGI
ISOLASI DNA
Dose Pengampu : Nurul Asikin, S.Pd., M.Pd.
Disusun oleh :
KELOMPOK 2
1. Kurrotul Aini
170384205034
2. Ani Syahuri
1703842050
3. Tia Husna
1703842050
4. Robiansyah
1703842050
5. Fani Lestari
1703842050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2020
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
DNA dapat mengalami denaturasi dan renaturasi. Selain itu DNA juga bisa diisolasi.
Isolasi DNA dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan antara lain: preparasi esktrak sel,
pemurnian DNA dari ekstrak sel dan presipitasi DNA. Meskipun isolasi DNA dapat
dilakukan dengan berbagai cara, akan tetapi pada setiap jenis atau bagian tanaman dapat
memberikan hasil yang berbeda, hal ini karena adanya senyawa polifenol dan polisakarida
dalam konsentrasi tinggi yang dapat menghambat pemurnian DNA. Jika isolasi DNA
dilakukan dengan sampel buah yang berbeda, dapat memberi hasil yang berbeda pula. Buah
dengan kadar air tinggi akan menghasilkan isolat yang berbeda jika dibandingkan dengan
buah berkadar air rendah. Semakin tinggi kadar air maka sel yang terlarut di dalam ekstrak
akan semakin sedikit, sehingga DNA yang terpretisipasi juga akan sedikit (Donata, 2007).
Percobaan isolasi DNA tanaman dan hewan perlu dilakukan karena isolasi DNA
sendiri merupakan teknik esensial dalam biologi molekuler. Isolasi DNA adalah tahap awal
dalam mempelajari DNA sequence yang spesifik dengan populasi DNA yang lengkap, dan
dalam analisa struktur gen dan ekspresi gen. Pada sel eukariotik termasuk tanaman dan
hewan bagian terbesar dari DNA berada pada nukleus yaitu organel yang dipisahkan dari
sitoplasma dengan membran. Nukleus terdiri dari 90 % keseluruhan DNA seluler. Sisa DNA
adalah organel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Karena DNA terdapat pada nukleus,
maka perlu adanya metode pelisisan sel sampai pemanenan sel. Dimana metode tersebut
merupakan bagian dari metode isolasi DNA. Sel eukariotik memiliki DNA lebih banyak,
lengkap dengan komponen-komponen lain. DNA tanaman dan hewan tersimpan dalam
nukleus yang terbungkus membran (Lubis, 2013). Akan tetapi, pada kenyataannya terdapat
organel-organel bermembran ganda dalam sitoplasma, termasuk mitokondria baik pada
tumbuhan maupun hewan. Oleh karena itu perlu dilakukan isolasi DNA dari tanaman dan
hewan untuk mengetahui DNA dari tanaman dan hewan tersebut. Dikarenakan isolasi DNA
merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui dan merupakan teknik esensial dalam
biologi molekuler untuk itulah makalah ini dibuat.
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian rekayasa genetika
Rekayasa genetika adalah prosedur dasar dalam menghasilkan suatu produk
bioteknologi. Secara umum, rekayasa genetika melakukan modifikasi pada mahluk hidup
melalui transfer gen dari suatu organisme ke organisme lain. Rekayasa atau biasa juga disebut
dengan teknik adalah penerapan ilmu dan teknologi untuk menyelesaikan permasalahan
manusia. Rekayasa genetika dalam arti luas adalah teknologi dalam penerapan genetika
untuk membantu masalah dan kepentingan apapun dari manusia. Dengan segala pengetahuan
dan pengalaman dari trial dan error tersebut manusia dapat mengembangkan produk-produk
yang bermanfaat bagi manusia itu sendiri.
Pengertian tekayasa genetika dalam arti sempit yaitu suatu penerapan teknik-teknik
genetika molekular untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah
sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kebermanfaatan tertentu. Obyek rekayasa
genetika mencakup hampir semua golongan organisme, mulai dari bakteri, fungi, hewan
tingkat rendah, hewan tingkat tinggi, hingga tumbuh-tumbuhan. Rekayasa genetika
merupakan salah satu teknik yang dilakukan untuk mengkombinasikan gen yang sudah ada
dalam suatu makhluk hidup sehingga susunan gennya menjadi berubah. Gen yang telah
direkayasa susunannya tersebut dapat menyebabkan suatu makhluk hidup menghasilkan
suatu senyawa/produk tertentu yang diinginkan kita.
Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan
perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam
struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat
berasal dari organisme apa saja. Misalnya, gen dari bakteri bisa diselipkan di kromosom
tanaman, sebaliknya gen tanaman dapat diselipkan pada kromosom bakteri. Gen serangga
dapat diselipkan pada tanaman atau gen dari babi dapat diselipkan pada bakteri, atau bahkan
gen dari manusia dapat diselipkan pada kromosom bakteri.
2.2 Isolasi DNA
Isolasi DNA pertama kali dilakukan oleh ilmuwan asal Swiss bernama Friedrich
Miescher pada tahun 1869. Ia menemukan senyawa asam yang mengandung nitrogen dan
fosfat pada inti sel dari sel darah putih. Senyawa ini diberi nama nuklein, namun pada tahun
1889 muridnya yaitu Richard Altmann menamainya asam nukleat. Metode yang digunakan
oleh Miescher adalah alkalyne lysis untuk memecahkan sel dan mengisolasi DNA (Muladno,
2002). Semua organisme disusun oleh sel yang mengandung elemen genetik yang sama yaitu
DNA yang terdapat dalam kromosom. Kromosom eukariot berbentuk linear sedangkan
kromosom prokariot berbentuk sirkular. Selain itu prokariot juga mengandung satu atau lebih
plasmid. Plasmid merupakan mulekul DNA sirkular dengan ukuran yang jauh lebih kecil
dibanding kromosom.
Prinsip-prinsip dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu sentrifugasi dan presipitasi.
Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul
dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di
dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas. Teknik sentrifugasi
tersebut dilakukan di dalam sebuah mesin yang bernama mesin sentrifugasi dengan kecepatan
yang bervariasi, contohnya 2500 rpm (rotation per minute) atau 3000 rpm.
I. Macam-macam isolasi
a. Isolasi DNA kromosom
Prinsipnya adalah memisahkan DNA kromosom atau DNA genom dari
komponen-komponen sel lain. Sumber DNA bisa dari tanaman, kultur mikroorganise,
atau sel manusia. Membran sel dilisis dengan menambahkan detergen untuk
membebaskan isinya, kemudian pada ekstrak sel tersebut ditambahkan protease (yang
berfungsi mendegradasi protein) dan RNase (yang berfungsi untuk mendegradasi
RNA), sehingga yang tinggal adalah DNA. Selanjutnya ekstrak tersebut dipanaskan
sampai suhu 90°C untuk menginaktifasi enzim yang mendegradasi DNA (DNase).
Larutan DNA kemudian di presipitasi atau diendapkan dengan etanol dan bisa
dilarutkan lagi dengan air.
Metode ini adalah contoh metode alkalyne lysis. Isolasi kromosom bakteri
dimulai dengan menginokulasi biakan pada media Luria Broth dengan kondisi 37 °C
selama 18 jam, lalu suspensi bakteri disentrifugasi pada 8000 rpm selama 2 menit.
Kemudian supernatan dibuang hingga bersih dan pelet diresuspensi dengan
penambahan 400 µL bufer Tris-EDTA 1X. Suspensi bakteri ditambahkan dengan 100
µL lisozim 50 mg/mL, selanjutnya diinkubasi dengan kondisi 37 °C selama 1 jam dan
setiap 15 menit tabung di-flip. Lalu suspensi bakteri ditambahkan dengan 150 µL
SDS 10% dan di-flip, serta ditambahkan 10 µL Proteinase K 10 mg/mL (Yuwono,
2008).
Selanjutnya suspensi bakteri diinkubasi pada suhu 37 °C selama 1 jam dan
setiap 15 menit tabung di-flip. Ke dalam suspensi ditambahkan 100 µL NaCl 5 M dan
100 µL CTAB 10% untuk mengikat protein sehingga DNA terpisah dari protein,
kemudian tabung di-flip. Suspensi diinkubasi dengan kondisi 65 °C selama 20 menit,
dan ditambahkan 200 µL P:C:I yang terdiri dari phenol yang berfungsi untuk
degradasi protein. Dan juga terdiri dari kloroform untuk degradasi lemak, dan isoamil
alkohol sebagai anti buih. Lalu dibolak-balik. Kemudian suspensi disentrifugasi
10000 rpm selama 10 menit (Yuwono, 2008).
Sebanyak 500 µL lapisan atas diambil dan dipindahkan ke tabung baru, lalu
sebanyak 500 µL C:I ditambahkan ke tabung baru. Suspensi kembali disentrifugasi
pada 10000 rpm selama 10 menit, dan lapisan atas sebanyak 300 µL diambil dan
dipindahkan ke tabung baru. Selanjutnya isopropanol dingin sebanyak 300 µL
ditambahkan ke tabung baru tersebut. Suspensi diinkubasi dengan kondisi -20 oC
selama 1 jam, kemudian disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit. Lalu pelet
ditambahkan dengan 700 µL etanol 70% kemudian di-spin selama 10 detik. Etanol
dibuang dan tabung dikeringkan dalam inkubator dengan kondisi 37 °C, dan pelet
diresuspensi dengan 50 µL ddH2O kemudian diinkubasi dengan kondisi 37 °C
(Yuwono, 2008).
b. Isolasi DNA Plasmid
DNA plasmid merupakan wadah yang digunakan untuk kloning gen, sehingga
DNA plasmid harus di pisahkan dari DNA kromosom. DNA plasmid mempunyai
ukuran yang jauh lebih kecil daripada DNA kromosom. Untuk memisahkan DNA
plasmid, maka memerlukan perlakuan yang sedikit berbeda dengan prosedur di atas.
Pertama, membran sel dilisis dengan penambahan detergen. Proses ini
membebaskan DNA kromosom, DNA plasmid, RNA, protein dan komponen lain.
DNA kromosom dan protein diendapkan dengan penambahan potasium. Kompleks
DNA, protein, dan potasium yang mengendap dipisahkan dengan cara sentrifugasi.
Supernatan yang mengandung DNA plasmid, RNA dan protein yang tersisa
dipisahkan. Kemudian ditambahkan RNase dan protease untuk mendegradasi RNA
dan protein. Akhirnya DNA plasmid dapat diendapkan atau dipresipitasi
menggunakan etanol.
Sebanyak 1,5 mL garam fisiologis untuk menjaga tekanan isotonis
dimasukkan ke tabung mikro lalu biakan sebanyak setengah cawan bakteri diambil
dan dilakukan pengadukan. Tabung mikro disentrifugasi 6000 rpm selama 2 menit.
Supernatan dibuang dari pelet. Pelet diresuspensi dengan 250 μL larutan A yang
terdiri dari Tris-Cl sebagai pengatur pH, glukosa sebagai penjaga tekanan isotonis,
dan EDTA sebagai chelating agent dingin. Kemudian diinkubasi pada suhu ruang
selama 5 menit (Muladno, 2002).
Lalu larutan B yang terdiri dari NaOH sebagai pendenaturasi DNA dan SDS
sebagai pelarut membran sel sebanyak 250 μL ditambahkan, dan tabung mikro
dibolak balik 5 kali, lalu diinkubasi baki es selama 10 menit. Larutan C dingin yang
terdiri dari kalium asetat dan asam asetat yang berfungsi untuk merenaturasi DNA
sebanyak 250 μL ditambahkan ke campuran, kemudian dibolak balik 5 kali, lalu
diinkubasi 5 menit tepat di baki es. Selanjutnya tabung mikro disentrifugasi 10.000
rpm selama 10 menit. Lalu supernatan sebanyak 600 μL dipindahkan ke tabung
mikro steril baru (Muladno, 2002).
P:C:I yang terdiri dari phenol yang berfungsi untuk degradasi protein,
kloroform untuk degradasi lemak, dan isoamil alkohol sebagai anti buih sebanyak
500 μL ditambahkan ke campuran, lalu dibolak balik 5 kali, lalu disentrifugasi
10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan sebanyak 400 μL dipindahkan ke tabung
mikro steril baru, lalu etanol 96% untuk mengikat air sehingga DNA mengendap
sebanyak 1 mL ditambahkan. Suspensi diinkubasi freezer -20 °C, lalu disentrifugasi
10.000 rpm selama 2 menit. Supernatan dibuang dengan segera, lalu etanol 70%
untuk mencuci DNA sebanyak 700 μL ditambahkan. Tabung mikro disentrifugasi
10.000 rpm selama 5 menit, lalu supernatan segera dibuang. Tabung mikro
dikeringkan pada inkubator 37 oC hingga etanol 70% kering. TE atau ddH2O steril
sebanyak 30 μL ditambahkan ke tabung mikro (Muladno, 2002).
II. Tahapan Isolasi DNA
Menurut Lubis (2013), molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau
diisolasi untuk berbagai macam keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA melalui
elektroforesis. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan DNA dari bahan
lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Prisnsip utama dalam isolasi DNA ada tiga
yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat seperti
selulosa dan protein, serta pemurnian DNA. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam proses isolasi DNA antara lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya
kontaminan seperti protein dan RNA; metodenya harus efektif dan bisa dilakukan untuk
semua spesies metode yang dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan fungsi molekul
DNA; dan metodenya harus sederhana dan cepat. Isolasi DNA bergantung pada:

Banyaknya DNA yang ingin didapatkan dari isolasi.

Jenis organisme yang akan diisolasi DNA nya.
Isolasi DNA hewan berbeda dengan tumbuhan. Isolasi DNA organisme
prokaryotik juga berbeda dengan isolasi DNA organisme eukaryotik. Untuk
mendapatkan DNA berkualitas, setiap step harus dilakukan dengan benar. DNA yang
baik ciri-cirinya adalah transparan dan tidak lengket seperti jelly. Jika lengket seperti
jelly, berarti terdapat banyak polisakarida dalam isolate (Faatih, 2009).
Prisnsip isolasi DNA pada berbagai jenis sel atau jaringan pada berbagai
organisme pada dasarnya sama namun memiliki modifikasi dalam hal teknik dan bahan
yang digunakan. Bahkan beberapa teknik menjadi lebih mudah dengan menggunakan kit
yang diproduksi oleh suatu perusahaan sebagai contoh kit yang digunakan untuk isolasi
DNA pada tumbuhan seperti Kit Nucleon Phytopure sedangkan untuk isolasi DNA pada
hewan digunakan GeneJETTM Genomic DNA Purification Kit. Namun tahapan-tahapan
isolasi DNA dalam setiap langkahnya memiliki protokol sendiri yang disesuaikan dengan
keperluan. Penggunaan teknik isolasi DNA dengan kit dan manual memiliki kelebihan
dan kekurangan. Metode konvensional memiliki kelebihan harga lebih murah dan
digunakan secara luas sementara kekurangannya membutuhkan waktu yang relatif lama
dan hasil yang diperoleh tergantung jenis sampel (Faatih, 2009).
Isolasi DNA dapat menggunakan Wizard Genomic DNA Purification Kit atau
Genomic DNA Mini Kit. Wizard Genomic DNA Purification Kit dirancang untuk
mengisolasi DNA dari leukosit, jaringan hewan dan tumbuhan, yeast, bakteri gram
positif dan bakteri gram negatif. Prinsip isolasi DNA menggunakan Wizard Genomic
DNA Purification Kit yaitu lisis, ekstraksi, homogenisasi, presipitasi protein, rehidrasi
DNA. Lisis bertujuan untuk menghancurkan dinding sel maupun membran sel. Ekstraksi
bertujuan untuk menghancurkan sel sehingga materi yang ada di dalam sel dapat keluar.
Homogenisasi bertujuan untuk mencampurkan zat. Homogenisasi biasanya dilakukan
setiap penambahan suatu zat. Teknik-teknik homogensasi meliputi flicking, thawing,
inverting, dan vortexing. Presipitasi atau pengendapan bertujuan untuk memisahkan
supernatant dengan pellet. Rehidrasi DNA merupakan teknik pemurnian DNA dengan
cara mengeringkan atau menguapkan (Faatih, 2009).
Genomic DNA Mini Kit merupakan salah satu metode untuk pemurnian DNA dari
jaringan hewan dan serangga. Prinsip isolasi DNA menggunakan Genomic DNA Mini Kit
yaitu
lisis, ekstraksi, dan presipitasi. Sama seperti prinsip Wizard Genomic DNA
Purification Kit, lisis bertujuan untuk menghancurkan dinding atau menbran sel.
Ekstraksi dilakukan agar sel hancur sehingga isi sel keluar. Presipitasi dilakukan untuk
menghasilkan supernatant dan pellet. Akan tetapi, dalam Genomic DNA Mini Kit
dibutuhkan GD column (Faatih, 2009).
Perusakan dinding sel biasanya menggunakan nitrogen cair yang memiliki suhu 169˚C. Penggunakan nitrogen cair ini dimaksudkan untuk membekukan sel, setelah sel
beku lalu sel dirusak (digerus) sampai benar benar halus dengan mortar agar dinding sel
rusak. Lisis membran sel yaitu proses untuk meluruhkan membran sel pada nukleus.
Teknik ini umumnya dilakukan menggunakan larutan deterjen kationik yaitu CTAB. Hal
ini dikarenakan waktu isolasi yang relatif cepat serta tahapan metode yang relatif lebih
mudah. Bufer CTAB merupakan detergen kationik yang dapat melisis membran sel dan
mampu mengendapkan polisakarida serta senyawa-senyawa fenolik (Faatih, 2009).
Penggunakan CTAB berfungsi untuk mengurangi kontaminan, mengurangi
browning dan untuk menjaga DNA agar tidak rusak. Komponen-komponen yang
terkandung dalam bufer CTAB adalah Tris-Cl, EDTA, NaCl, CTAB, PVP, dan
merkaptoetanol. Tris-Cl berfungsi untuk mendenaturasi protein. NaCl berfungsi sebagai
bahan penetral pada gula fosfat DNA. EDTA berfungsi sebagai penghancur sel dengan
cara mengikat ion magnesium yang diperlukan oleh sel untuk menjaga keutuhan
selubung sel secara keseluruhan. Larutan CTAB, PVP, dan merkaptoetanol berfungsi
untuk mendegradasi senyawa-senyawa metabolit sekunder sekaligus mengurangi
browning akibat oksidasi (Lubis, 2013).
Pemurnian
(purifikasi)
DNA bertujuan untuk menghilangkan beberapa
kontaminan seperti senyawa sekunder (fenol), polisakarida, RNA dan juga protein.
Pemurnian dari kontaminan protein dan RNA dilakukan menggunakan senyawa
kloroform isoamilalkohol, asam asetat, dan enzim RNAse. Senyawa kloroform
isoamilalkohol dan asam asetat berfungsi mendenaturasi protein sedangkan enzim
RNAse berfungsi melisiskan RNA dari ekstrak DNA tersebut. Presipitasi (pemekatan)
DNA dilakukan menggunakan isopropanol dingin yang bertujuan agar DNA tersebut
mengendap/mengumpul sekaligus memisahkannya dari garam-garam mineral sisa
CTAB. Pelet hasil presipitasi oleh isopropanol ini dibersihkan menggunakan alkohol
70%. Pemurnian ini merupakan tahapan paling penting dalam Isolasi DNA. Karena bila
ada kontaminan selain DNA maka hasil isolasi DNA yang dilakukan diangap gagal.
Kontaminasi ini dapat menurunkan kualitas DNA hasil isolasi dan mengakibatkan data
yang didapat tidak valid (Faatih, 2009).
Reagent-reagent yang umum digunakan dalam teknik isolasi DNA yaitu nitogen
cair, polyvinyl pyrrolidone (PVP), bufer CTAB, mercaptoethanol, CHISAM, isopropanol
dingin, bufer Tris-EDTA (TE), RNAse, dan ethanol 70%. Sedangkan alat-alatnya adalah
sebagai berikut, yaitu mortar dan pestle, tabung nitrogen, tube eppendorf 1,5 ml atau 2
ml, mikropipet, oven, freezer, mesin elektrofotometer, mesin spektrofotometer, mesin
sentrifuse, pipet tip 1000 µl dan 20 µl (Faatih, 2009).
Gambar 2. Tahapan Isolasi DNA
(Sumber: Faatih, 2009)
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau penghancuran
membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan dari awal isolasi
DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel. Tahap penghancuran sel atau jaringan
memiliki beberapa cara yakni dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan
menggunakan mortar dan pestle dalam nitrogen cair atau dengan menggunakan metode
freezing-thawing dan iradiasi. Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun
enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan detergen
yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi membran
sel. Sementara cara enzimatik seperti menggunakan proteinase K seperti untuk
melisiskan membran pada sel darah serta mendegradasi protein globular maupun rantai
polipeptida dalam komponen sel (Lubis, 2013).
Pada proses lisis dengan menggunakan detergen, sering digunakan Sodium
Dodecyl Sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan membran sel. Detergen tersebut selain
berperan dalam melisiskan membran sel juga dapat berperan dalam mengurangi aktivitas
enzim nuklease yang merupakan enzim pendegradasi DNA. Selain digunakan SDS,
detergen yang lain seperti Cetyl Trimethylammonium Bromide (CTAB) juga sering
dipakai untuk melisiskan membran sel pada isolasi DNA tumbuhan. Parameter
keberhasilan dalam penggunaan CTAB bergantung pada beberapa hal. Pertama,
Konsentrasi NaCl harus di atas 1.0 M untuk mencegah terbentuknya kompleks CTABDNA. Karena jumlah air dalam pelet sel sulit diprediksi, maka penggunaan CTAB
sebagai pemecah larutan harus dengan NaCl dengan konsentrasi minimal 1.4 M (Lubis,
2013).
Kedua, ekstrak dan larutan sel yang mengandung CTAB harus disimpan pada
suhu ruang karena kompleks CTAB-DNA bersifat insoluble pada suhu di bawah 15°C.
Ketiga, penggunaan CTAB dengan kemurnian yang baik akan menentukan kemurnian
DNA yang didapatkan dan dengan sedikit sekali kontaminasi polisakarida. Setelah
ditambahkan CTAB, sampel diinkubasikan pada suhu kamar. Tujuan inkubasi ini adalah
untuk mencegah pengendapan CTAB karena CTAB akan mengendap pada suhu 15°C.
Karena efektivitasnya dalam menghilangkan polisakarida, CTAB banyak digunakan
untuk purifikasi DNA pada sel yang mengandung banyak polisakarida seperti terdapat
pada sel tanaman dan bakteri gram negatif seperti Pseudomonas, Agrobacterium, dan
Rhizobium (Lubis, 2013).
Dalam penggunaan buffer CTAB seringkali ditambahkan reagen-reagen lain
seperti NaCl, EDTA, Tris-HCl, dan 2-mercaptoethanol. NaCl berfungsi untuk
menghilangkan
polisakarida
sementara
2-mercaptoethanol
befungsi
untuk
menghilangkan kandungan senyawa polifenol dalam sel tumbuhan. 2-mercaptoethanol
dapat menghilangkan polifenol dalam sel tanaman dengan cara membentuk ikatan
hidrogen dengan senyawa polifenol yang kemudian akan terpisah dengan DNA.
Senyawa polifenol perlu dihilangkan agar diperoleh kualitas DNA yang baik. Polifenol
juga dapat menghambat reaksi dari enzim Taq polimerase pada saat dilakukan
amplifikasi. Di samping itu polifenol akan mengurangi hasil ektraksi DNA serta
mengurangi tingkat kemurnian DNA. Penggunaan 2-mercaptoethanol dengan pemanasan
juga dapat mendenaturasi protein yang mengkontaminasi DNA (Lubis, 2013).
Konsentrasi dan pH dari buffer yang digunakan harus berada dalam rentang pH 5
sampai 12. Larutan buffer dengan pH rendah akan mengkibatkan depurifikasi dan
mengakibatkan DNA terdistribusi ke fase fenol selama proses deproteinisasi. Sedangkan
pH larutan yang tinggi di atas 12 akan mengakibatkan pemisahan untai ganda DNA.
Fungsi larutan buffer adalah untuk menjaga struktur DNA selama proses penghancuran
dan purifikasi sehingga memudahkan dalam menghilangkan protein dan RNA serta
mencegah aktivitas enzim pendegradasi DNA dan mencegah perubahan pada molekul
DNA. Untuk mengoptimalkan fungsi larutan buffer, dibutuhkan konsentrasi, pH,
kekuatan ion, dan penambahan inhibitor DNAase dan detergen (Lubis, 2013).
Pada tahapan ekstraksi DNA, seringkali digunakan chelating agent seperti
Ethylenediamine Tetraacetic Acid (EDTA) yang berperan menginaktivasi enzim DNase
yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi, EDTA menginaktivasi enzim nuklease
dengan cara mengikat ion magnesium dan kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor
enzim DNAse. DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan
dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan protein agar
DNA yang didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi. Fenol seringkali digunakan
sebagai pendenaturasi protein, ekstraksi dengan menggunakan fenol menyebabkan
protein kehilangan kelarutannya dan mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat
dipisahkan dari DNA melalui sentrifugasi (Lubis, 2013).
Setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase organik pada
lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan DNA dan RNA akan
berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan protein yang terdenaturasi akan
berada pada interfase dan lipid akan berada pada fase organic. Selain fenol, dapat pula
digunakan campuran fenol dan kloroform atau campuran fenol, kloroform, dan isoamil
alkohol untuk mendenaturasi protein. Ekstrak DNA yang didapat seringkali juga
terkontaminasi oleh RNA sehingga RNA dapat dipisahkan dari DNA ekstrak dengan
cara pemberian RNAse (Lubis, 2013).
Gambar 3. Fase-fase pada Isolasi DNA
(Sumber: Lubis, 2013)
Asam nukleat adalah molekul hidrofilik dan bersifat larut dalam air. Disamping
itu, protein juga mengandung residu hidrofobik yang mengakibatkan protein larut dalam
pelarut organik. Berdasarkan sifat ini, terdapat beberapa metode deproteinisasi
berdasarkan pemilihan pelarut organik. Biasanya pelarut organik yang digunakan adalah
fenol atau kloroform yang mengandung 4% isoamil alkohol. Penggunaan kloroform
isoamil alkohol (CIA) berdasarkan perbedaan sifat pelarut organik. Kloroform tidak
dapat bercampur dengan air dan kemampuannya untuk mendeproteinisasi berdasarkan
kemampuan rantai polipeptida yang terdenaturasi untuk masuk atau termobilisasi ke
dalam fase antara kloroform – air. Konsentrasi protein yang tinggi pada fase antara
tersebut dapat menyebabkan protein mengalami presipitasi. Sedangkan lipid dan
senyawa organik lain akan terpisah pada lapisan kloroform (Lubis, 2013).
Proses deproteinisasi yang efektif bergantung pada besarnya fase antara
kloroform-air. Proses ini dapat dilakukan dengan membentuk emulsi dari air dan
kloroform. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan penggojogan atau sentrifugasi yang
kuat karena kloroform tidak dapat bercampur dengan air. Isoamil alkohol berfungsi
sebagai emulsifier dapat ditambahkan ke kloroform untuk membantu pembentukan
emulsi dan meningkatkan luas permukaan kloroform-air yang mana protein akan
mengalami presipitasi. Penggunaan kloroform isoamil alkohol ini memungkinkan untuk
didapatkan DNA yang sangat murni, namun dengan ukuran yang terbatas (20.000–
50.000 bp). Fungsi lain dari penambahan CIA ini adalah untuk menghilangkan kompleks
CTAB dan meninggalkan DNA pada fase aquoeus. DNA kemudian diikat dari
faseaquoeus dengan presipitasi etanol (Lubis, 2013).
Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui
presipitasi.Pada umumnya digunakan etanol atau isopropanol dalam tahapan presipitasi.
Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase aquoeus sehingga DNA
menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pellet setelah dilakukan
sentrifugasi. Presipitasi juga berfungsi untuk menghilangkan residu-residu kloroform
yang berasal dari tahapan ekstraksi (Faatih, 2009).
Prinsip-prinsip presipitasi antara lain pertama, menurunkan kelarutan asam
nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul air yang polar mengelilingi molekul
DNA di larutan aquoeus. Muatan dipole positif dari air berinteraksi dengan muatan
negatif pada gugus fosfodiester DNA. Interaksi ini meningkatkan kelarutan DNA dalam
air. Isopropanol dapat bercampur dengan air, namun kurang polar dibandingkan air.
Molekul isopropanol tidak dapat berinteraksi dengan gugus polar dari asam nukleat
sehingga isopropanol adalah pelarut yang lemah bagi asam nukleat; kedua, penambahan
isopropanol akan menghilangkan molekul air dalam larutan DNA sehingga DNA akan
terpresipitasi; ketiga, penggunaan isopropanol dingin akan menurunkan aktivitas
molekul air sehingga memudahkan presipitasi DNA (Faatih, 2009).
Pada tahapan presipitasi ini, DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari residuresidu RNA dan protein yang masih tersisa. Residu tersebut juga mengalami koagulasi
namun tidak membentuk struktur fiber dan berada dalam bentuk presipitat granular.
Pada saat etanol atau isopropanol dibuang dan pellet dikeringkan dalam tabung, maka
pellet yang tersisa dalam tabung adalah DNA pekat. Proses presipitasi kembali dengan
etanol atau isopropanol sebelum pellet dikeringkan dapat meningkatkan derajat
kemurnian DNA yang diisolasi. Pencucian kembali pellet yang dipresipitasi oleh
isopropanol dengan menggunakan etanol bertujuan untuk menghilangkan residu-residu
garam yang masih tersisa. Garam-garam yang terlibat dalam proses ekstraksi bersifat
kurang larut dalam isopropanol sehingga dapat terpresipitasi bersama DNA, oleh sebab
itu dibutuhkan presipitasi kembali dengan etanol setelah presipitasi dengan isopropanol
untuk menghilangkan residu garam (Faatih, 2009).
Setelah dilakukan proses presipitasi dan dilakukan pencucian dengan etanol,
maka etanol kemudian dibuang dan pellet dikeringanginkan, perlakuan tersebut bertujuan
untuk menghilangkan residu etanol dari pelet DNA. Penghilangan residu etanol
dilakukan dengan cara evaporasi karena etanol mudah menguap. Pada tahap pencucian
biasanya etanol dicampur dengan ammonium asetat yang bertujuan untuk membantu
memisahkan kontaminan yang tidak diinginkan seperti dNTP dan oligosakarida yang
terikat pada asam nukleat (Rosana, 2014).
Setelah pellet DNA dikeringanginkan, tahap selanjutnya adalah penambahan
buffer TE ke dalam tabung yang berisi pellet dan kemudian disimpan di dalam freezer
dengan suhu sekitar -20ºC. Buffer TE dan penyimpanan suhu pada -20ºC bertujuan agar
sampel DNA yang telah diekstraksi dapat disimpan hingga waktu berminggu-minggu.
Pelarutan kembali dengan buffer TE juga dapat memisahkan antara RNA yang
mempunyai berat molekul lebih rendah dibandingkan DNA sehingga DNA yang
didapatkan tidak terkontaminasi oleh RNA dan DNA sangat stabil ketika disimpan dalam
keadaan terpresipitasi pada suhu -20ºC (Rosana, 2014).
Menurut Rosana (2014), isolasi DNA juga dapat dilakukan dengan menggunakan
kit yang sudah diproduksi oleh beberapa perusahan untuk mempermudah dan
mempercepat proses isolasi DNA. Kit isolasi juga disesuaikan dengan kebutuhan oleh
konsumen dan jenis sel yang akan digunakan.
Gambar 4. Isolasi DNA
(Sumber: Rosana, 2014)
III. Metode Isolasi DNA
1. Teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)
Teknik pengujian polimorfisme DNA berdasarkan pada amplifikasi dari
segmen-segmen DNA acak yang menggunakan primer tunggal yang sekuen
nukleotidanya ditentukan secara acak. Primer tunggal ini biasanya berukuran 10
basa. PCR dilakukan pada suhu anealing yang rendah yang memungkinkan primer
menempel pada beberapa lokus pada DNA. Aturan sederhana untuk primer adalah
terdiri atas 18-28 susunan basa dengan persentase G+C 50-60% (Rosana, 2014).
2. Metode CTAB
Menghasilkan pita DNA yang berukuran tebal dan dapat memisahkan DNA dari
polisakarida karena adanya perbedaan karakteristik kelarutan (differensial of
solubility). Di samping diperoleh fragmen DNA, dengan metode CTAB juga akan
diperoleh RNA dengan pita tipis yang terletak jauh berada di bawah pita DNA.
Keberadaan pita RNA tergantung bahan yang diekstraksi (Rosana, 2014).
3. Phenol:Chloroform
Mengunakan senyawa Phenol-choloroform-isoamyl alcohol, Metode standard
untuk ekstraksi DNA, Akhir-akhir ini ditinggalkan, karena sifat toksik phenol
(Rosana, 2014).
4. Salting Out
Menggunakan garam konsentrasi tinggi (NaCl 6 M), untuk medenaturisasi protein
menggunakan Proteinase K untuk denaturasi protein (Rosana, 2014).
5. Guanidine Isothiocyanate
Metode ini lebih cepat dibanding dua metode sebelumnya, Thiocyanate bersifat
toksik, untuk lisis dinding sel, memerlukan chloroform untuk denaturasi protein
(Rosana, 2014).
6. Silica Gel
Silica gel dapat mengikat DNA dengan perantaraan garam/buffer tertentu (NaI),
Cepat, tetapi recovery DNA kurang (Rosana, 2014).
7. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara in
vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida.
Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA
untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut
mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif
(Rosana, 2014).
IV. Teknik Memotong Rantai Mol DNA
Pada tahun 1960, Werner Arber & Hamilton Smith menemukan enzim dari
mikroba yang dapat memotong DNA utas ganda. Enzim tersebut sekarang dikenal
dengan enzim restriksi atau endonuklease restriksi. Enzim tersebut mengenal dan
memotong DNA pada sekuen spesifik yang panjang 4 sampai dengan 6 pasang basa.
Enzim tersebut dikenal dengan enzim restriksi atau enzim endonuklease restriksi.
Secara alami, bakteri menghasilkan enzim restriksi untuk menghancurkan DNA fage
yang menginfeksinya (yang masuk ke dalam sel bakteri) Sampai saat ini sudah banyak
jenis enzim restriksi yang telah ditemukan dan diisolasi dari berbagai spesies bakteri.
Nama setiap enzim restriksi diawali dengan tiga huruf yang menyatakan nama bakteri
yang menghasilkan enzim tersebut (Yuwono, 2008).
Setiap enzim restriksi mengenal sekuens dan situs pemotongan yang khas.
Enzim restriksi memotong DNA bukan pada sembarang tempat, tetapi memotong DNA
pada bagian tertentu. Bagian pada DNA yang dikenai aksi pemotongan oleh enzim
restriksi ini dinamakan sekuens pengenal. Suatu sekuens pengenal adalah urutan
nukleotida (urutan basa) tertentu yang dikenal oleh enzim restriksi sebagai tempat atau
bagian yang akan dipotongnya. Enzim retriksi (endonuklease) adalah enzim yang
berasal dari bakteri, yang dapat memotong rantai DNA (double stranded) atau RNA
(Yuwono, 2008).
Dalam bakteri enzim ini berfungsi sebagai perlindungan diri dengan cara
memotong DNA pada sisi pemotongan tertentu. Salah satu contoh enzim retriksi adalah
Enzim EcoRI yang telah diisolasi pertama kali oleh Herbert Boyer pada tahun 1969 dari
bakteri Escherichia coli. Enzim Ecor memotong DNA pada bagian yang urutan basanya
adalah GAATTC ( sekuens pengenal bagi EcoRI adalah GAATTC). Di dalam sekuens
pengenal tersebut, Enzim EcoRI memotongnya tidak pada sembarang situs tetapi hanya
memotong pada bagian atau situs anara G dan A (Yuwono, 2008).
Menurut Yuwono (2008), pada DNA utas ganda, sekuens GAATTC ini akan
berpasangan dengan sekuens yang sama tetapi berlawanan arah. Enzim EcoRI ini
memotong setiap utas dari utas ganda tersebut pada bagian anatara G dan A. Sebagai
akibatnya, potongan-potongan atau fragmen-fragmen DNA utas ganda yang dihasilkan
akan memliki ujung berutas tunggal. Ujung seperti ini yang dikenal dengan istilah
sticky ends atau cohesive ends. Berikut adalah contoh organisme-organisme penghasil
enzim retriksi. nama enzim sekuens pengenal organisme asal yaitu :
1.
EcoRI G AATTC Escherichia coli
2.
HindIII A AGCTT Haemophilus influenza
3.
HhaI GCG C Haemophilus haemolyticus
4.
TaqI T CGA Thermus aquaticus
5.
BsuRI GG CC Bacillus subtilis
6.
BalI TGG CCA Brevibacterium albidum
7.
NotI GC GGCCGC Nocardia otidis-caviarum
8.
BamHI G GATCC Bacillus amylolyquefaciens
9.
SmaI CCC GGG Serratia marcescens
Menurut Yuwono (2008), berdasarkan cara pemotongannya enzim retriksi
digolongkan menjadi dua :
1.
Endonuklease, memtotong nukleotida dari arah dalam
2.
Eksonuklease memotong nukleotida hanya pada ujung atau dari arah luar
Endonuklease dapat mengenal urutan atau sekuen nukleotida pendek, antara 4-8
nuklotida, yang sering dikenal dengan restrictionsite atau sisi pemotongan, atau situs
pemotongan yang spesifik dan berbeda-beda. Secara umum berdasarkan hasil
pemotongan DNA double strain dengan enzim endonuklease memilik dua bentuk yaitu
hasil pemotongan sticky end (ujung runcing) dan blund end (ujung tumpul).
Kemampuan memotong DNA pada sisi spesifik menjadi tonggak penting dalam
pengembangan metode manipulasi DNA sekarang ini. Endonuklease restriksi
merupakan enzim bakteri yang memotong DNA dupleks pada urutan target spesifik.
Enzim ini dapat diperoleh secara komersial dari perusahaan-perusahaan produk
bioteknologi. Penamaan enzim restriksi didasarkan pada sistem sederhana yang
diusulkan oleh Smith and Nathans. Nama enzim (seperti BamHI, EcoRI) menunjukkan
bahwa asal enzim, tetapi tidak menunjukkan informasi spesifisitas pemotongan. Sisi
pengenalan enzim restriksi pada umumnya adalah urutan palindromik dengan panjang
4, 5, atau 6 pasang basa (pb) seperti AGCT (untuk AluI), GAATTC (untuk EcoRI), dan
lain sebagainya (Yuwono, 2008).
Masing-masing enzim restriksi memotong urutan palindrom pada sisi spesifik,
dan dua enzim berbeda dapat mempunya urutan pengenalan yang sama, tetapi
memotong DNA pada titik berbeda di dalam urutan basa tersebut. Ujung DNA hasil
pemotongan enzim restriksi dapat dikelompokkan menjadi tiga ketergori: ujung
tumpul, ujung lengkaet 5’ dan ujung lengket 3’ (Yuwono, 2008).
Agarose gel elektroforesis atau southern analisis digunakan untuk memisahkan
fragmen DNA berdasarkan berat molekulnya. Metode ini ditemukan oleh Ed sourthern
pada tahun 1975. Metode ini digunakan untuuk mengidentifikasi fragmen DNA yang
secara menyeluruh untuk mengetahui DNA sekuen. Sourthern hibridisasi juga disebut
sourthern blotting digunakan untuk mengetahui perbandinagn antara genome dari suatu
particular organisme dan dengan gen penanda atau gen fragmen (probe). Ini dapat
menjelaskan apakah suatu organisme berisi pertikel gen dan mengandung informasi
tentang pengorganisasian dan restriction map dari suatu gen (Yuwono, 2008).
Langkah-langkah dalam analisis sourthern gen DNA pada organisme dipotong
dengan enzim retriksi (endonuklease) menjadi fragmen-framen DNA lalu fragmen
DNA tersebut dimasukkan pada gel agarose lalu dilakukan elektroforesis dengan
mengalirkan arus listrik dari kutub negatif ke positif kemudian hasil pemisahan DNA
tersebut didenaturasi dalam suatu alkali dan ditransferkan pada membran nitroselulosa.
Pada membrane fragmen DNA telah menjadi single stranded lalu dimasukkan kedalam
larutan yang mengandung DNA probe, proses ini disebut DNA hibridisasi dengan kata
lain DNA target dan DNA probe membentuk suatu ” hybdrid” karena keduanya saling
melengkapi sekuen dan juga dapat membentuk ikatan satu sama lain (Yuwono, 2008).
DNA probe biasanya mengandung pelabelan radioaktif dengan γ- [32P] dan
polynucleotide kinase sering dengan pemindahan 5′ phosphate dari probe dengan
menggunakan alkaline phosphatase. Setalah itu membrane dicuci untuk menghilangkan
ikatan probe yang non spesifik, kemudian dengan memajangkannya pada film sinar X
akan terbentuk warna hitam apabila positif terbentuk ikatan antara DNA dan probe.
Proses ini disebut autoradiography. Hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi
ukuran DNA dan sejumlah fragmen gen kromosom dengan kekuatan yang sama dengan
fragmen gen yang digunakan oleh probe (Yuwono, 2008).
2.3
BAB III
Download