Uploaded by User57941

Journal DLST

advertisement
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU SEBAGAI HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL DALAM HUKUM INDONESIA
DESIGN OF INTEGRATED CIRCUITS AS INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS IN
INDONESIAN LAWS
Sanusi Bintang
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jalan Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh 23111
E-mail: [email protected]
Diterima: 13/02/2018; Revisi: 25/03/2017; Disetujui: 31/03/2017
DOI: https://doi.org/10.24815/kanun.v20i1.9897
ABSTRAK
Desain tata letak sirkuit terpadu sebagai cetak biru untuk sirkuit terpadu, digunakan
dalam berbagai produk teknologi informasi, seperti komputer, telepon selular, dan
peralatan komunikasi, memiliki ciri khas tersendiri yang tidak sesuai untuk ditempatkan
dalam rezim hukum hak kekayaan intelektual yang ada, karena itu, perlu diatur dalam
peraturan perundang-undangan khusus (sui generis). Penelitian ini menggunakan
metode penelitian hukum normatif dengan mengaplikasikan pendekatan peraturan
perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Indonesia telah mengundangkan
hukum tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, tetapi undang-undang ini memiliki
beberapa kelemahan. Kelemahan yang ada berkaitan dengan kelengkapan dan kualitas
norma serta penegakan hukumnya. Kelemahan tersebut tidak hanya dari aspek teknik
perancangan peraturan perundang-undangan, tetapi juga berakar pada budaya hukum.
Kata Kunci: Semikonduktor, Sirkuit Terpadu, Kepemilikan, Industri.
ABSTRACT
Design of integrated circuits as blue prints for integrated circuit used in various
products of information technology, such as computer, cellular phone, and
telecomunication media, has its own characteristics which is not fit to be put under the
previous intellectual property law regimes, therefore, it needs to be regulate under a
specific legislation (sui generis). This research utilizes doctrinal legal research method
by applying statute approach and comparative approach. Indonesia has enacted laws
on Design of Integrated Circuits, but the law has certain limitations. The limitations is
regarding the adequacy of subject matter, the quality of norms, and the legal
enforcement. The limitations is not only from the aspect of technical legal drafting, but
also rooted on legal culture.
Key Words: Semiconductor, Chips, Ownership, Industry.
Kanun: Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 23111. ISSN: 0854-5499 │e-ISSN: 2527-8482.
Open access: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
PENDAHULUAN
Desain tata letak sirkuit terpadu merupakan salah satu bentuk hak kekayaan Intelektual (HKI)
baru dalam hukum internasional dan hukum Indonesia., dibandingkan dengan bentuk HKI lain,
seperti hak cipta, paten, merek, dan desain industri. Keberadaan pengaturan muncul akibat adanya
sifat khusus desain tata letak sirkit terpadu yang tidak dapat ditampung pengaturannya melalui rejim
hukum HKI yang ada. Kebutuhan pengaturan khusus tersebut juga didorong oleh adanya
perkembangan ekonomi, teknologi, dan industri berkaitan dengan penggunaan sirkuit terpadu di
negara-negara maju dan negara-negera berkembang. 1 Oleh karena merupakan bidang baru dari
hukum kekayaan intelektual Indonesia, diperlukan dahulu pemahaman tentang garis besar
pengaturan tentang hal ini sebelum dapat memahami secara lebih mendalam ke depan.
Kebutuhan akan pengaturan khusus bagi desain tata letak sirkuit terpadu diperlukan karena
adanya permasalahan yang khas yang ditimbulkan oleh kebutuhan industri semikonduktor
(topografi, desain tata letak sirkuit terpadu) terhadap penghargaan ekonomi atas kreativitas
.pemajuan inovasi, penelitian dan investasi, dan juga untuk melindungi kepentingan masyarakat
umum terhadap pemecahan masalah yang bersifat khas, sebagaimana Kongres Amerika Serikat
memandangnya pada saat pertama kali RUU Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tersebut diajukan.2
Perkembangan hukum HKI di negara maju berlangsung cepat sehubungan dengan cepatnya
perkembangan teknologi informasi atau komputer dan perekonomian 3 di bidang terkait, yang
membutuhkan cara-cara tersendiri untuk dapat menampungnya. Hukum HKI yang telah ada tidak
1
O K Saidin, Transplantation of Foreign Law into Indonesian Copyright Law: The Victory of Capitalism
Ideology on Pancasila Ideology, Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 20, 2015, hlm. 231, menjelaskan bahwa
perubahan hukum HKI Indonesia terutama didorong oleh keikutsertaannya dalam rezim hukum perdagangan
internasional, sebagaimana diatur dalam TRIPS/GATT/WTO.
2
Partrick Keyzer,“Protection of Semiconductor Chips” Paper Presented at Indonesia-Australia Specialized
Training Project, Intellectual Property Rights, Phase II at Faculty of Law University of Technology Sydney, 1999. hlm.
7.
3.Mas Rahmah, The Protection of Agricultural Products under Geographical Indication: An Alternative Tool for
Agricultural Development in Indonesia, Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 22, Maret 2017, 90-103, hlm. 90.
24
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
dapat menampung persoalan baru yang bersifat khas tersebut.4 Hal ini karena hukum HKI yang
telah ada memiliki asas-asas pengaturan umum tersendiri
yang berlainan sehingga masalah-
masalah baru tersebut tidak dapat tercakup ke dalamnya.5
Kesulitan perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu melalui hukum paten karena desain
tata letak sirkuit terpadu sulit dapat memenuhi kriteria pertama dan kedua persyaratan dalam
pemberian paten, yaitu kebaruan (novelty) dan langkah inventif (inventif step). 6 Kesulitan
perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu melalui hukum hak cipta karena sifat desain tata letak
sirkuit terpadu yang lebih utilitarian. Lebih utilitarian karena desain tata letak sirkuit terpadu
semata-mata melindungi produk industri (industrial products), yang berada di luar bidang
perlindungan hukum hak cipta.7
Hukum desain tata letak sirkuit terpadu membutuhkan cara baru dalam pengaturan. Dalam
hal ini dengan menampung asas-asas umum pengaturan tertentu, yang merupakan perpaduan dari
beberapa model hukum HKI yang telah ada, terutama paten dan hak cipta.
Misal tentang adanya persyaratan “keaslian (originality)” seperti pada hak cipta untuk
memperoleh perlindungan hukum. Dalam hal ini dituntut adanya tingkatan kreativitas minimal
dalam perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu, walaupun tidak harus memiliki persyaratan
langkah inventif yang berat, seperti pada paten. Akan tetapi, para ahli berpendapat mungkin
memerlukan tingkatan kreativitas sedikit lebih besar daripada pada hak cipta. 8 Sebagaimana
4
Sanusi Bintang, Pengaturan Desain Industri Sebagai Hak Kekayaan Inteletual dan Urgensi Implementasinya
Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, Vol. 5., No. 1., 2014, 50-60, hlm. 51,
menjelaskan bahwa TRIPS/GATT/WTO menentukan standar minimum perlindungan minimum masing-masing bentuk
HKI yang negara pesertanya.
5
Sanusi Bintang, Aspek Hukum Perlindungan Varietas Tanaman, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, Vol. 4.,
No. 1., 43-58, 2013, hlm. 46-47.
6
Man- Gi Paik, “Protection of the Layout Desingns of Semiconductor Integrated Circuits” Paper Presented at
APEC PR International Symposium, June 14 – 18, 1999 Organized by the Korea Industrial Property Office, Taejon,
Republic of Korea.
7
Stephen A. Becker, Legal Protection of Semiconductor Mask Works in the United States, Computer /Law
Journal Vol. 6 No. Winter, 1986,, 586-605, hlm. 289.
8
Jay A. Erstling, The Semiconductor Chip Protection Act and its Impact: Internasional Protection of Chip
Design, Rutgers Computer and Technology Law Journal, Vol. 15, 1989, hlm. 306
25
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
diketahui hak cipta memiliki standar persyaratan keaslian yang rendah, sedangkan paten memiliki
persyaratan standar keahlian yang tinggi. Jadi, standar keaslian dalam perlindungan desain industri
berada diantara persyaratan keaslian dalam hak cipta yang lebih rendah dan persyaratan langkah
inventif dalam paten yang lebih tinggi.
Selain itu, tentang jangka waktu perlindungan. Jangka waktu perlindungan paten dan hak
cipta dipandang terlalu lama apabila diterapkan pada desain tata letaksirkuit terpadu, yang pada
kenyataannya membutuhkan jangka waktu yang lebih pendek. Hal ini karena nilai ekonominya
cepat hilang atau berkurang karena cepatnya perkembangan kemajuan inovasi dalam bidang ini.
Artikel ini membahas tentang perkembangan pengaturan desain tata letak sirkuit terpadu
dalam hukum internasional dan dalam hukum Indonesia. Setelah itu garis besar pengaturan desain
tata letak sirkuit terpadu dalam hukum Indonesia. Terakhir dikemukakan tentang beberapa
kelemahan pengaturan dalam hukum positif yang ada sebagai bahan pertimbangan untuk
penyempurnaannya ke depan.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian hukum (legal research), dengan mengkaji
hukum internasional dan hukum nasional. Dengan pendekatan penafsiran, penelitian ini turut
mengungkapkan kelemahan dalam pengaturan hukum positif Indonesia terkait pengaturan desain
tata letak sirkuit terpadu.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1) Perkembangan Pengaturan dalam Hukum Internasional dan Hukum Indonesia
Konvensi internasional pertama tentang desain tata letak sirkuit terpadu muncul pada tahun
1989. Konvensi ini disebut Traktat Washington (Washington Treaty), yang mempunyai nama
lengkap”Treaty on Intellectual Property in Respect of Integrated Circuits”. Melalui traktat ini
26
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
desain tata letak sirkuit terpadu menjadi bentuk HKI baru yang mendapatkan perlindungan hukum
secara internasional9.
Pada satu sisi, Traktat Washington memberikan jangka waktu perlindungan 8 (delapan) tahun.
Traktat Washington juga mengenal pengaturan tentang lisensi wajib dalam rangka mendukung
pencapaian tujuan nasional, persaingan bebas, dan pencegahan
penyalahgunaan hak, dan
sebagainya. Pada sisi yang lain, ruang lingkup perlindungannya tidak menjangkau hak berkaitan
dengan produk akhir. Traktat Washington juga tidak mengatur tentang ganti rugi terhadap tindakan
pembeli yang beritikad baik.10
Pada tahun 1994, desain tata letak sirkuit terpadu menjadi bagian dari rezim pengaturan Trade
Related Intellectual Property Rights General-Agreement-on-Tariffs-and-Trade /World Trade
Organization (TRIPs/GATT/WTO). TRIPs/GATT?WTO mengatur aturan disiplin yang tinggi,
lengkap dengan mekanisme penegakan hukumnya seperti halnya berlaku juga untuk HKI lain. 11
Sebagai bagian dari pengaturan perdagangan Internasional di bawah TRIPs/GATT/WTO12, desain
tata letak sirkuit terpadu mendapatkan perhatian yang cukup besar dari masyarakat internasional,
baik negara maju maupun negara berkembang.
TRIPs merupakan Lampiran (Annex), yang tidak terpisahkan dari norma substantif dalam
dokumen hukum dagang internasional GATT, yang melahirkan oraganisasi dagang internasional
yang baru pada waktu itu, WTO.
Sebagai bagian dari GATT, yang pada intinya mengatur tentang liberalisasi perdagangan,
TRIPs mempunyai dampak yang cukup luas terhadap hukum HKI, khususnya hukum desain tata
9
Ibid, hlm. 233
Man-Gi Paik, Ibid., hlm. 234.
11
Dahlan dan Sanusi Bintang, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000,
hlm, 78-82.
12
Sanusi Bintang, Persetujuan TRIPS-GATT dan Implikasinya dalam Hukum Hak Milik Intelektual Nasional,
KANUN Jurnal Ilmu Hukum, No. 8., Agustus, 78-90, hlm. 78.
10
27
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
letak sirkuit terpadu. Hal ini karena TRIPs mewajibkan setiap negara anggota untuk menciptakan
aturan hukum nasional, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan bersama tersebut.13
TRIPs berbeda dengan Traktat Washington memperpanjang jangka waktu perlindungan
desain tata letak sirkuit terpadu menjadi 10 tahun. TRIPs mengatur lisensi wajib lebih ketat daripada
Traktat Washington, yaitu dengan memperkenalkan pemerikasaan pengadilan (judicial review) dan
pembayaran ganti rugi. Ruang lingkup perlindungan juga lebih diperluas, dengan menambah
perlindungan juga untuk hak berkaitan dengan produk akhir. Di samping itu, dalam TRIPs,
meskipun pembelinya beritikad baik, tetap memikul tanggung gugat dalam pembayaran royalti,
asalkan telah diberitahukan dengan cukup bahwa desain tata letak sirkuit terpadu yang dibeli, dibuat
secara tidak sah.14
Negara-negara yang telah ada hukum HKI nasionalnya, kemudian satu persatu menyesuaikan
pengaturan nasionalnya dengan kaidah kaidah TRIPs/GATT/WTO tersebut. Sementara negaranegara peserta yang belum memiliki hukum nasionalnya, karena adanya kewajiban tersebut mulai
merancang hukum nasionalnya masing-masing untuk memberikan perlindungan desain tata letak
sirkuit terpadu.
Indonesia, sebagai anggota WTO yang menandatangani persetujuan TRIPs sebagai bagian dari
dokumen hukum dagang internasional dalam GATT tersebut juga berkewajiban merumuskan
peraturan perundang-undangan dalam bentuk undang-undang untuk mengatur masalah ini.
2) Garis Besar Pengaturan dalam Hukum Indonesia
Untuk memahmi pengertian desain tata letak sirkuit terpadu lebih dahulu perlu dipahami
pengertian desain tata letak sirkuit terpadu.
13
Md. Zafar Mahfooz Normani and Faizanur Rahman, Intellection of Trade Secret and Innovation Laws in India,
Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 16, Juli, 341-350, hlm. 341.
14
Man-Gi Paik, Loc. Cit.
28
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
Pertama, tentang desain tata letak Pasal 1 angka 2 UU DTLST menentukan bahwa desain tata
letak adalah “kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurangkurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi
dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan
pembuatan sirkuit terpadu”.
Istilah lain yang juga digunakan para penulis dan peraturan perundang-undangan untu desain
tata letak tersebut adalah topografi (topography) atau lempengan semikonduktor (semiconductor
chips). Desain tata letak sirkuitb terpadu diperlukan untuk membuat sirkuit terpadu. Ia merupakan
bentuk cetak biru (blue print) untuk menghasilkan sirkuit terpadu. 15 Sirkuit terpadu ini terutama
dipakai pada berbagai produk teknologi informasi, komputer, telepon selular, dan peralatan
telekomunikasi.
Kedua tentang sirkuit terpadu Pasal 1 angka 1 UU DTLST merumuskan difinisi sirkuit
terpadu sebagai “suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang didalamnya terdapat
berbagai elemen, dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang
sebagaian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah
semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik”.
Sirkuit terpadu merupakan produk yang dibuat dengan menggunakan desain tata letak16. Baik
desain tata letak maupun sirkuit terpadu mendapatkan perlindungan hukum. Bahkan, perlindungan
hak desain tata letak sirkuit terpadu meliputi juga produk akhir (seperti komputer, telepon selular,
dan peralatan telekomunikasi), yang mengandung sirkuit terpadu tersebut.17
15
Man-Gi Paic, Ibid., hlm. 227
Paik, Loc. Cit.
17
Man-Gi Paik, Ibid., hlm. 230
16
29
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
Menurut Chistie, 18 sirkuit terpadu digunakan untuk melaksanakan 2 (dua) fungsi berbeda,
tetapi berkaitan yaitu sebagai berikut: (1) penyiapan informasi; (2) pelaksanaan operasi logis
terhadap informasi.
Ditambahkannya bahwa penyimpangan dan manipulasi logis dari informasi tersebut
merupakan inti dari perhitungan komputer (juga dikenal sebagai pemerosesan informasi). Dengan
demikian, banyak sirkuit terpadu didesain dan diciptakan untuk digunakan pada komputer. Elemen
selain perangkat lunak, yaitu perangkat keras dari sebuah sitem komputer, terdiri dari terutama
sirkuit-sirkuit terpadu ini.
Definisi hak desain tata letak sirkuit terpadu dalam Pasal 1 Angka 6 UU DTLST adalah: “hak
eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada desain atas hasil kreasinya, untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakan hak tersebut.”
Negara memberikan perlindungan hukum sebagai hak milik pribadi kepada pendesain yang
dapat menggunakan haknya untuk memperoleh keuntungan ekonomi selama masa tertentu. Pihak
lain yang tidak berhak tidak memperoleh perlindungan hukum dari negara, sehingga tidak
dibenarkan melanggar hak pemegang haknya. Apabila dilanggar juga, pelanggarnya dapat
dikenakan sanksi hukum, baik perdata maupun pidana sebagaimana diatur dalam UUDTLST.
Pasal 2 ayat (1) UU DTLST menegaskan bahwa hak desain tata letak sirkuit terpadu diberikan
terhadap desain tata letak sirkuit terpadu yang orisinal. Pasal 2 ayat (2) UUDTLST menegaskan
bahwa syarat orisinal ada apabila memenuhi dua kriteria.
Pertama, desain tata letak sirkuit terpadu merupakan hasil karya mandiri pendesain,dan
kedua pada saat desain tata letak sirkuit terpadu tersebut di buat tidak merupakan sesuatu yang
umum bagi para pendesain. Undang Undang mungunakan kata sambung “dan” berarti kedua
18
1995.
30
Andrew Chistie, Integrated Circuits and Their Contents: International Protection. Sweet & Maxwell, London,
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
keteria tersebut secara kumulatif haruslah terpenuhi, apabila tidakakan menghilangkan sifat orisinal
sehinga tidak akan memperoleh perlindungan hukum.
UU DTLST tidak menentukan persyaratan yang terlalu ketat terhadap ukuran keaslian
tersebut.Yang penting desain tata letak sirkuit terpadu tersebut dihasilkan dari usaha pendesain
sendiri,dalam arti bukan hasil jiplakan atau reproduksi dari karya pihak lain.
Di samping itu, supaya orisinal kreasi tersebut haruslah tidak merupakan hal yang umum di
kalangan pendesain atau industri tersebut. Ukuran kedua ini dekat-dekat dengan ukuran kebaruan
pada paten.
Berbeda dengan sistem pendaftaran hak cipta yang tidak mengharuskan adanya pendaftaran,
hak desain tata letak sirkuit terpadu mengharuskan adanya pendaftaran untuk memperoleh
perlindungan hukum. Akan tetepi, sistem pendaftaran berbeda dengan paten. Pada desain tata letak
sirkut terpadu tidak mengenal pemeriksaan substantif setelah pendaftaran untuk menentukan
pemberian hak sebagaimana terdapat pada paten.
Oleh karenanya, persyaratan keaslian tersebut baru penting pada saat terjadinya sengketa di
depan hakim, bukan pada saat pendaftaran .pendaftarannya hampir sama dengan pendaftaran hak
cipta yang memekan waktu yang relatif singkat karena Ditjen HKI Kemenkumham tidak perlu
melakukan pemeriksaan substantif untuk menentukan ada tidaknya keaslian tersebut19
Dalam sistem demikian pendaftaran penting dalam rangka kejelasan hak desain tata letak
sirkuit terpadu berkaitan dengan subjek perlindungan hak, waktu pencipta, dan waktu berakhinya
perlindungan20. Sedangkan penentuan siapa yang sesungguhnya berhak ditentukan lewat pengadilan
apabila ada sengketa yang terjadi. Dengan demikian, walaupun telah terdaftar, masih terbuka
kesempatan kepeda pihak lain yang berkepentingan untuk mempersoalkannya di pengadilan, yaitu
pengadilan niaga.
19
20
Man-Gi Paik, Ibid., hlm. 235
Man-Gi Paik, Loc. Cit.
31
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
Pengaturan jangka waktu perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu berbeda dengan paten
atau merek. Pada paten atau merek penentuan tersebut didasarkan hanya pada filling date-nya, yaitu
tanggal penerimaan pendaftaran paten, merek, dan desain industri. Pada desain tata letak sirkuit
terpadu didasarkan pada salah satu dari 2 (dua) hal berikut ini: (1) Eksploitasi secara komersial; (2)
Tanggal penerimaan.
Akibatnya, terdapat dua alternatif jangka waktu perlindungan yang dapat dipilih oleh
pemiliknya. Apabila yang dipilih adalah yang pertama, undang-undang memberikan kesempatan
“grace period” selama dua tahun. Artinya, pemilik dalam dua tahun setelah pertamakali
dikomersialisasikan dapat kapan sajamelakukan pendaftaran untuk memperoleh perlindungan.
Pemilik tersebut dengan demikian sudah memperoleh perlindungan hukum sejak awal dari
penggunaan komersial tersebut, walupun belum didaftarkan. Pelindungan dapat belaku surut dua
tahun sejak pertamakali dieksploitasi secara konvensional, yang menurut Penjelasan Pasal 4 ayat (1)
UU DTLST adalah “dibuat”, dijual, digunakan, dipakai atau diedarkannya barang yang di UU
DTLST dalamnya terdapat seluruh atau sebagian desain tata letak sirkuit terpadu dalam kaitan
transaksi yang mendatangkan keuntungannya”
Terlihat bahwa pembuat undang-undang menganut sistem “first to use” secara terbatas, di
samping sistem “first to file” sebagaimana paten, merek dan desain industri.
Adapun jangka waktu perlindungan menurut Pasal 4 ayat (3) adalah UU DTLST 10 (sepuluh)
tahun, yang dihitung berdasarkan salah satu sistm di atas.
Berbeda dengan hak cipta yang tidak mengharuskan adanya pendaftaran, hak desain tata letak
sirkuit terpadu diberikan atas dasar adanya permohonan, seperti paten. Akan tetapi, prosedur
pendaftarannnya juga berbeda dengan paten karena pada desain tata letak sirkuit terpadu tidak
terdapat pemeriksaaan substantif. Permohonan hanya dilakukan dalam rangka pemeriksaan
administratif. Oleh karena, itu pendaftaran tidak sulit dan tidak memakan waktu yang lama.
32
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
Prosedur permohonan hak desain tata letak sirkuit terpadu tersebut hampir sama dengan
prosedur untuk pemeriksaan administratif pada paten yang menurut Pasal 10 ayat (7) UU DTLST
akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Pasal 1 ayat (4) UU DTLST menentukan bahwa surat permohonan hak desain tata letak
sirkuit terpadu harus dilengkapi dengan dokumen berikut ini.
a. Salinan gambar atau foto serta uraian dari desain tata letak sirkuit terpadu yang dimohonkan
pendaftarannya.
b. Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa.
c. Surat pernyataan bahwa desain tata letak sirkuit terpadu yang dimohonkan pendaftarannya
adalah miliknya.
d. Surat keterangan yang menjelaskan mengenai tanggal sebagaimana dimaksudkan ayat (3)
huruf e.
Permohonan yang diajukan tersebut akan diperiksa formalitasnya oleh Ditjen HKI untuk
melihat terpenuhinya persyaratan yang diatur Pasal 3, Pasal 10 dan Pasal 11 UU DTLST.
Kemudian, tanpa melakukan pemeriksaan substantif tentang keaslian, kantor Direktorat Jenderal
Hak Keuangan Intelektuan (Ditjen HKI) akan memberikan hak dan mencatatnya dalam Daftar
Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan media lain. Pasal 21 menetapkan bahwa Ditjen HKI
harus mengeluarkan Sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai bukti kepemilikan dalam
waktu paling lama 2 (dua) bulan setelah persyaratan di atas terpenuhi.
3) Kelemahan Pengaturan dalam Hukum Indonesia
Pengaturan desain tata letak sirkuit terpadu merupakan pembentukan hukum baru dalam
hukum nasional Indonesia. Sebelumnya tidak ada ketentuan peraturan peruindang-undangan yang
pernah mengatur bentuk HKI baru ini di Indonesia. Oleh karena itu, dalam konteks socio-legal,
33
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
merupakan pembentukan hukum desain tata letak sirkuit terpadu terjadi berdasarkan asas hukum
sebagai alat rekayasa sosial (law as a tool of social engineering).
Sebagai norma hukum bentukan baru tentu saja penerapannya perlu diuji dengan keberhasilan
atau kegagalan di lapangan setelah pembentukan hukum tersebut. Pada tahapan ini sudah dapat
terdeteksi beberapa kelemahan, yang ada dalam UU DTLST. Kelemahan tersebut, antara lain,
karena belum banyaknya pengalaman dalam pembentukan hukum tersebut dan belum banyaknya
kasus terkait yang terjadi di Indoensia., baik di pengadilan maupun di luar pengadilan.
Hal demikian tentu saja berbeda dengan dalam pembentukan hukum HKI lain, seperti hak
cipta, paten, dan desain industri. Indonesia telah memiliki pengalaman yang lebih banyak, baik
dalam pembentukan hukum maupun dalam penerapannya di lapangan.
Sudjana memaparkan kelemahan UU DTLST dalam konteks perbandingan internal dengan
beberapa bentuk HKI lain, yaitu hak cipta, paten, dan desain industri mengemukakan beberapa
kelemahan, sebagai berikut.21
a. Ketiadaan pengaturan tentang hak moral sebagaimana pada hak cipta.
b. Ketiadaan pengaturan tentang hak prioritas sebagaimana pada paten, dan desain industri.
c. Ketiadaan pengaturan tentang penetapan sementara sebagaimana pada hak cipta, paten, dan
desain industri.
d. Ketiadaan pengaturan pelaksanaan, yang menindaklanjuti pengaturan UU DTLST, seperti
juga terjadi pada beberapa bentuk HKI lain.
Aline Gratika Nugrahani menambahkan 2 (dua) kelemahan lainnya. Pertama, perumusan
ketentuan tentang pemaknaan asas perlindungan pendaftar pertama (first to file), yang berbeda
dengan pengaturan tentang hal yang sama dalam hukum paten, merek, dan desain industri. Pasal 4
UU DTLST menentukan bahwa eksploitasi komersial desain tata letak sirkuit terpadu yang belum
21
Sudjana, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dalam Perspektif Perbandingan Hukum Interen, E-Journal
UNPAR, Vol. 3., No. 1., hal. 241. http://journal-unpar.ac.id/index.php/varitas/article/download/2531/2221.
34
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
didaftarkan tidak menyebabkan gugurnya hak mengajukan permohonan pendaftaran, asalkan
diajukan dalam masa 2 (dua) tahun sebelum pendaftaran. Hal demikian dapat menimbulkan
kesulitan praktis, ketika ada 2 (dua) pihak yang memiliki desain tata letak sirkuit terpadu yang
memiliki persamaan. Yang satu lebih dahulu mendaftarkan daripada yang lainnya. Kedua, ketiadaan
pemeriksaan substantif untuk menentukan keaslian desain tata letak sirkuit terpadu. Hal ini dapat
membuka celah kesalahan karena dapat memberikan perlindungan terhadap desain tata letak sirkuit
terpadu tertentu, yang pada kenyataannya tidak orisinil, sehingga menjadikan sistem
perlindungannya tidak tepat sasaran.22
Kelemahan lain bersifat lebih umum dan mendasar karena tidak hanya berlaku untuk UU
DTLST, tetapi meliputi keseluruhan rejim hukum HKI Indonesia. Kelemahan tersebut, antara lain,
dikemukakan Afifah Kusumadara, yang menyatakan beberapa faktor penyebab gagalnya
perlindungan hukum HKI di Indonesia. Faktor penyebab tersebut meliputi sebagai berikut.23
a. Hukum HKI tidak muncul danberkembang dalam hukum Indonesia sendiri, tetapi berasal
dari hukum di dunia Barat yang memiliki kepentingan ekonomi dan sosial budaya yang
berbeda.24
b. Hukum HKI tidak sejalan dengan hukum adat Indonesia, yang tidak mengenal sejarah dan
konsep kepemilikan kekayaan intelektual.
c. Hukum HKI ternyata memiliki kelemahan dari aspek penegakan hukum di Indonesia.
d. Hukum HKI tidak sejalan dengan realitas tingkat perkembangan ekonomi dan teknologi di
Indonesia sampai sekarang ini.
22
Aline Gratika Nugrahani, Kelemahan Hukum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu, Jurnal Hukum Prioris, Vol. 1, No. 1, September 2006, hlm. 42-44.
23
Afifah Kusumadara, “Problems of Enforcing Intellectual Property Laws in Indonesia”
www.ialsnet.org/meeting/business/kusumadara-afifah-indonesia.pdf., diakses tanggal 5 Desember 2017.
24
Bandingkan dengan Sanusi Bintang, Venture Capital: An American Concept and Its Problems of
Implementation in Developing Countries, Jurnal Hukum Internasional (Indonesian Journal of International Law), Vol.
12, No. Januari, hal. 203-205.
35
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
SIMPULAN
Penelitian ini menyimpulkan: Pertama, desain tata letak sirkuit terpadu merupakan bentuk
HKI baru, baik dalam hukum Indonesia maupun dalam hukum internasional. Perlindungan hukum
HKI muncul karena alasan adanya tuntutan kebutuhan akibat perkembangan teknologi informasi
dan perekonomian di bidang terkait, yang belum tertampung pengaturannya dalam rejim hukum
HKI yang ada. Sekarang perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu telah dapat diperoleh dalam
hukum Indonesia dan hukum internasional.
Kedua, dengan berdasarkan standar internasional berdasarkan TRIPs/GATT/WTO dan belajar
pada pengalaman negara lain, terutama negara maju, Indonesia telah berhasil membentuk UU
DTLST sendiri. UU DTLST telah mengatur berbagai aspek dari materi muatan yang diperlukan,
meliputi pengertian, kriteria perlindungan, lingkup hak, kepemilikan hak, jangka waktu
perlindungan, pemeriksaan, pengalihan hak dan lisensi, pembatalan pendaftaran, penyelesaian
sengketa, dan penyidikan serta ketentuan pidana. Meskipun demikian, dibandingkan dengan standar
pengaturan bentuk HKI lain, seperti hak cipta, paten, dan desain industri, UU DTLST Indonesia
memiliki kelamahan.
Ketiga, kelemahan UU DTLST, antara lain, terletak pada materi muatan pengaturan dan
kualitas perumusan norma, dan penegakan hukumnya. Kelemahan tersebut tidak hanya berasal dari
aspek teknik perancangan peraturan perundang-undangan, tetapi juga berakar pada perbedaan
landasan filosofis dalam pembentukan hukum tersebut, yang berhadapan dengan budaya hukum
Indonesia berdasarkan Pancasila. Budaya hukum Indonesia berbeda, karena dengan budaya hukum
dari negara lain tempat hukum HKI tersebut pertama kali muncul dan berkembang pesat sekarang.
Untuk itu, ke depan diperlukan pengkajian yang lebih mendalam tentang berbagai aspek pengaturan
dan penegakan hukum HKI pada umumnya dan hukum desain tata letak sirkiuit terpadu pada
khususnya supaya lebih dapat lebih menyesuaikan dengan kebutuhan khusus di Indonesia
berdasarkan Pancasila.
36
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
DAFTAR PUSTAKA
Aline Gratika Nugrahani, 2006, Kelemahan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Jurnal Hukum Prioris, Vol. 1, No. 1.
Andrew Cristie, 1995, Integrated circuits and Their Contents: International Protection, Sweet &
Maxwell, London.
Dahlan dan Sanusi Bintang, 2000, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Jay A. Erstling, 1989, The Semiconductor Chip Protection Act and Its Impact : Internasional
Protection of Chip Design, Rutgers Computer and Technology Law Journal, Vol . 15.
Man-Gi Paik, 1989, “Protection of Layout Designs of Semiconductor Integrated Circuit”, Paper
presented at APEC PR International Symposium, June 14-18, 1999 Organized by the Korea
Industrial Property Office, Taejon, Republic of Korea.
Mas Rahmah, 2017, The Protection of Agricultural Products under Geographical Indication: An
alternative Tool for Agricultural Development in Indonesia, Journal of Intellectual Property
Rights, Vol. 22.
Normani, Md Zafar Mahfooz and Faizanur Rahman, 2011, Intellection of Trade Secret and
Innovation Laws in India, Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 16.
Patrick Keyzer, 1999, “Protection of Semiconductor Chips” Paper Presented at Indonesia-Australia
Specialized Training Project, Intellectual Property Rights, Phase II at the Faculty of Law,
University of Technology, Sydney, Australia.
Saidin, OK. Transplantation of Foreign Law into Indonesian Copyright Law: The Victory of
Capitalism Ideology on Pancasila Ideology, Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 20.
Sanusi Bintang, 1994, Persetujuan TRIPS-GATT dan Implikasinya dalam Hukum Hak Milik
Intelektual Nasional, KANUN Jurnal Ilmu Hukum, No. 8, Agustus, 78-90.
37
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 23-38.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai HKI dalam Hukum Indonesia
Sanusi Bintang
_____, 2013, Aspek Hukum Perlindungan Varietas Tanaman, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan,
Vol. 4, No. 1, 43-58.
_____, 2014, Pengaturan Desain Industri Sebagai Hak Kekayaan Intelektual dan Urgensi
Implementasinya Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN, Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan, Vol. 5, No. 1, 50-60.
_____, 2015, Venture Capital: An American Concept and Its Problems of Implementation in
Developing Countries, Jurnal Hukum Internasional (Indonesian Journal of International Law),
Vol. 12, No. 2, January, 179-207.
Stephen A. Becker, 1986, Legal Protection of Semiconductor Mask Work in the United States,
Computer/Law Journal, Vol. 6.
Sudjana, “Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dalam Perspektif Perbandingan Hukum Interen” EJournal UNPAR, Vol 3. No. 1, 218-243, http;//journal.unpar.ac.id/index.php/varitas/article/download/2531/2221, diakses 5 Desember 2017.
WIPO, 1995. Draft Law on the Protection of Layout - Designs (Topographies) of Intergrated
Circuits for the Republic of Indonesia. Prepared by the International Bureau of WIPO.
World Intelllectual Property Organization (WIPO), Draft Law on the Protection of Layout-Designs
(Topographies) of Integrated Circuits for the Republic of Indonesia. Prepared by the
International Bureau of WIPO.
38
Download