Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN TINDAK PIDANA PENUSUKAN DALAM PERADILAN PIDANA Nur Rima Cessio Magistri1*, Nyoman Serikat Putra Jaya2 1Fakultas Hukum, Universitas Jenderal Soedirman 2Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro [email protected] ABSTRACT The Indonesian Criminal Code and Laws so far have not specifically and clearly regulated the sanctions or fines applied to the perpetrators of stabbing crimes. This is what requires the renewal of criminal law in terms of specific arrangements regarding the stabbing criminal act. This article aims to find out, study and explain how the Legal Protection of Criminal Victims, especially the Penalties Crime in Criminal Justice. The results of the study stated that the stabbing could be categorized as premeditated murder as stipulated in Article 340 of the Criminal Code which stated that it was threatened because of a murder with a plan (moord), as well as regulated in Article 6 of Law Number 5 of 2018 concerning Eradication of Terrorism Criminal Acts which stated the Threat of Violence which caused a Violence fear or terror. Keywords: Legal Protection; Stabbing Crimes; Criminal Justice. ABSTRAK KUHPidana dan Undang-undang hingga saat ini belum ada yang mengatur secara khusus dan jelas mengenai sanksi atau pun denda yang diterapkan kepada pelaku tindak pidana penusukan.Hal ini lah yang memerlukan pembaharuan hukum pidana dalam hal pengaturan secara khusus mengenai tindak pidana penusukan.Artikel ini bertujuan untuk mengetahui, mengkaji dan menjelaskan bagaimanakah Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana khususnya Tindak Pidana Penusukan dalam Peradilan Pidana. Hasil penilitiian menyatakan bahwa Penusukan dapat dikategorikan dalam pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHPidana yang menyatakan diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord), serta diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menyatakan Ancaman Kekerasan yang menimbulkan rasa takut atau teror.. Kata Kunci: Perlindungan Hukum; Tindak Pidana Penusukan; Peradilan Pidana * Corresponding Author 82 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan Hukum negara Pidana yaitu suatu ketentuan hukum. hukum/undang-undang yang menentukan perbuatan Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Ayat (3) yang dilarang untuk dilakukan dengan ancaman Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sanksi terhadap pelanggaran larangan tersebut. Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut UUD 1945) Banyak ahli berpendapat bahwa Hukum Pidana (Maksum, 2015). UUD 1945 merupakan hierarki menempati tempat tersendiri dalam sistemik hukum, tertinggi dalam Peraturan Perundang-undangan di hal ini disebabkan karena hukum pidana tidak Indonesia. Karena Indonesia adalah sebuah negara menempatkan hukum maka setiap perbuatan masyarakat di negara memperkuat norma-norma di bidang hukum lain Indonesia harus berdasarkan pada Peraturan dengan Perundang-undangan di Indonesia. pelanggaran norma-norma di bidang hukum lain. norma menetapkan tersendiri, ancaman akan sanksi tetapi atas Masyarakat harus mendapatkan perlindungan Asas hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal hukum, karena masyarakat merupakan manusia 1 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang merupakan mahluk sosial yang mempunyai (KUHPidana) yang menyatakan bahwa hukum hubungan antara satu dengan yang lain (Wahidin, pidana bersumber pada peraturan tertulis (undang- 2000). Dalam menjalani kehidupan, manusia tidak undang) disebut juga sebagai asas legalitas. Asas bisa terlepas dari hukum, karena dari awal lahir legalitas hingga pada saat kematian pun selalu membutuhkan perlindungan pada undang-undang pidana yang hukum. Manusia saling berhubungan antara satu melindungi rakyat terhadap pelaksanaan kekuasaan dengan yang yang lain, sehingga seringkali yang tanpa batas dari pemerintah. Tujuan hukum menimbulkan konflik antara satu dengan yang pidana adalah untuk melindungi kepentingan orang lainnya sehingga harus ada perlindungan (Hidayat, perseorangan 2016). Perlindungan berfungsi untuk mengayomi masyarakat. Tujuan hukum pidana di Indonesia seseorang terhadap orang yang lebih lemah. harus sesuai dengan falsafah Pancasila yang mampu Perlindungan hukum dapat diartikan segala upaya membawa kepentingan yang adil bagi seluruh warga pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum negara. Hukum pidana di Indonesia bertujuan untuk untuk memberi perlindungan kepada warganya agar mengayomi seluruh rakyat Indonesia. bertujuan atau untuk hak memberikan asasi manusia sifat dan hak-haknya sebagai seorang warga negara tidak Tindak Pidana diatur dalam Kitab Undang- dilanggar, dan dikenakan sanksi bagi seseorang undang Hukum Pidana (yang selanjutnya disebut yang melanggar peraturan tersebut sesuai dengan KUHPidana) disebut dengan istilah Strafbaarfeit atau peraturan yang berlaku, dan akan mendapatkan biasa disebut delik. Istilah Strafbaarfeit adalah konsekuensi terutama pada hukum pidana. peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang 83 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dapat dipidana. Sedangkan delik dalam bahasa asing atau fasilitas internasional dipidana dengan pidana disebut delict artinya yaitu suatu perbuatan yang penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama pelakunya dapat dikenakan hukuman. 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, Penusukan termasuk kedalam salah satu atau pidana mati” (Folman, 2018). tindak pidana karena merupakan perilaku seseorang Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum yang melanggar hukum yang berlaku dalam suatu merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide negara. Penusukan merupakan suatu tindakan untuk dan konsep-konsep menjadi kenyataan. Secara menghilangkan nyawa seseorang dengan cara konsepsional, pengertian penegakan hukum terletak melanggar hukum, maupun yang tidak melawan pada kegiatan hubungan nilai-nilai yang ada di dalam hukum. kaidah-kaidah dan sikap akhir untuk menciptakan, Dalam peraturan perundang-undangan belum ada peraturan khusus yang mengatur memelihara mengenai dapat Penegakan hukum pidana adalah suatu usaha untuk dikategorikan kedalam pembunuhan berencana mewujudkan ide-ide tentang kedilan dalam hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHPidana pidana dalam kepastian hukum dan kemanfaatan yang menyatakan bahwa “Barang siapa sengaja dan sosial menjadi kenyataan hukum dalam kepastian dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan orang lain, diancam karena pembunuhan dengan hukum dalam setiap hubungan hukum (Ediwarman, rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana 2012) penusukan. Penusukan dan mempertahankan kedamaian. penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, KUHPidana dan Undang-undang hingga saat paling lama dua puluh tahun. Selain diatur didalam ini belum ada yang mengatur secara khusus dan KUHPidana penusukan juga diatur dalam Pasal 6 jelas mengenai sanksi atau pun denda yang Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang diterapkan kepada pelaku tindak pidana penusukan. Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang Hal ini lah yang memerlukan pembaharuan hukum menyatakan bahwa “Setiap Orang yang dengan pidana dalam hal pengaturan secara khusus sengaja menggunakan Kekerasan atau Ancaman mengenai tindak pidana penusukan. Rumusan Kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah rasa meluas, mengenai bagaimana unsur-unsur tindak pidana menimbulkan korban yang bersifat massal dengan penusukan dalam peradilan pidana dan bagaimana cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa perlindungan dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan penusukan dalam peradilan pidana. takut terhadap orang secara hukum korban tindak pidana kerusakan atau kehancuran terhadap Objek Vital Terkait dengan penelitian ini, sebelumnya yang Strategis, lingkungan hidup atau Fasilitas Publik telah ada yang melakukan penelitian yang pada 84 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro B. METODE PENELITIAN pokoknya berfokus pada tindak pidana penipuan bisnis online (Amalia, Siswanto, & WN, 2017). Penelitian tentang Tindak Pidana Penusukan Penelitian yang kedua berfokus pada tindak pidana ini menggunakan metode pendekatan yang berupa kekerasan terhdap anak yang dilakukan oleh anak pendekatan konseptual (Conceptual Approach) dan (Wijaya, 2017). Penelitian yang ketiga berfokus pada Pendekatan penegakan hukum terhadap tindak pidana yang konseptual yaitu dilakukan dengan menjabarkan terkait dengan ujaran kebencian (Chandra, 2017). konsep dari Tindak Pidana Penusukan sendiri berupa Penelitian selanjutnya yang dibuat dalam bentuk pengertian, doktrin, dan asas hukum. Pendekatan jurnal internasional yaitu Correlation between theory Undang-Undang yaitu dengan menelaah semua of criminal liability and criminal punishment toward undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan corporation in indonesia criminal justice”, didalamnya Hukum Pidana. Jenis Data yang digunakan di dalam membahas tentang penelitian hukum adalah data sekunder yang pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan korporasi (Sudira, 2014). Penelitian berikutnya hukum sekunder. Teknik yang digunakan untuk berfokus pada Tindak Pidana Penipuan Berbasis memperoleh sumber hukum primer dalam penelitian Transaksi Elektronik (Rohmanto, 2019). ini dilakukan dengan cara mengumpulkan, mencari, tentang korelasi Berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat Perundang-undangan. menginventarisasi, mengkaji Pendekatan dan melakukan perbedaan yang menunjukan kebaruan dalam penelusuran studi kepustakaan yang berhubungan penelitian ini yaitu penulis membahas mengenai dengan tindak pidana penusukan yang belum diatur secara mengatur tentang legalitas. Metode analisis data khusus yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dalam peraturan perundang-undangan. Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui, mengkaji dan Perlindungan khususnya menjelaskan Hukum Tindak Korban Pidana peraturan perundang-undangan yang kualitatif. bagaimanakah Tindak C. HASIL DAN PEMBAHASAN Pidana Penusukan dalam Indonesia merupakan negara hukum, Peradilan Pidana.Berdasarkan uraian latar belakang sehingga masyarakat harus taat dengan peraturan permasalahan di atas maka judul yang diangkat dan norma-norma yang berlaku. Hukum merupakan adalah aturan untuk mengatur tingkah laku manusia dalam sebagai berikut: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN kehidupan TINDAK Pembangunan PIDANA PENUSUKAN DALAM PERADILAN PIDANA. agar tertib nasional (Manarisip, Indonesia 2012) bertujuan mewujudkan manusia Indonesia yang adil, makmur, 85 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro sejahtera dan damai berdasarkan Pancasila dan ancaman pidana lima belas tahun, bila pelaku Undang-Undang Dasar 1945. melakukan tindak pidana pembunuhan dengan cara Pancasila adalah sumber dari segala sumber disengaja, dimana perbuatan pelaku menyebabkan hukum, Pancasila sebagai dasar untuK dan ideologi hilangnya nyawa seseorang dilakukan dengan dan waktu yang sama secara filosofis bangsa segera yaitu waktu antara niat dan perbuatan Indonesia, keadilan maka sosial bagi seluruh rakyat sehingga memberikan kesempatan untuk berpikir Indonesia digunakan untuk membangun kembali tentang cara pelaksanaan penusukan, maka berlaku lembaga-lembaga keadilan dalam sistem peradilan Pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman penjara pidana Indonesia, khususnya di sub-sistem Polisi seumur hidup atau selama-lamanya dua puluh tahun dengan implementasi referensi Pasal 16 (1) huruf penjara karena tindak pidana penusukan yang ayat I dan 18 ayat (1) Undang-Undang - Undang direncanakan lebih dahulu. Direncanakan lebih Nomor 2 tahun 2002 polisi Indonesia untuk dahulu (voorbedachte rade) menunjukan suatu ruang penghentian Jangan selalu waktu yang tidak demikian sempit dan tidak pula yaitu sistem demikian lama. Hukum Pidana (KUHP) peninggalan kompensasi lebih suka hukuman pidana, tetapi juga pemerintah Hindia-Belanda yang tentunya telah mereka berlaku keadilan restoratif sebagai aspek tertinggal oleh hasil kehidupan masyarakat (Yosuki, & Tawang, 2018). menggunakan dan kasus sistem hasil pidana peradilan pemulihan asset kejahatan kemajuan yang terjadi dalam 1. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penusukan dalam (Sudarsono, 2015). Peradilan Pidana Secara yuridis tindak pidana adalah segala tingkah laku manusia yang bertentangan dengan Simons mengatakan bahwa strafbaar feit ialah hukum, dapat dipidana, yang diatur dalam hukum kelakuan yang diancam pidana, yang bersifat pidana. Tindak pidana penusukan dapat dikenakan melawan salah satu dari pasal-pasal dalam KUHP tentang kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu menghilangkan nyawa seseorang, yang dapat dibagi bertanggung jawab. Van Hamel menyatakan istilah menjadi dua kelompok yaitu yang disengaja dan tidak strafbaar feit itu sebagai kelakuan manusia yang disengaja. Seperti Pasal 338 KUHP dengan dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum ancaman pidana lima belas tahun, bila pelaku yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan melakukan tindak pidana pembunuhan dengan cara (Krismen, 2013) hukum yang berhubungan dengan disengaja, dimana perbuatan pelaku menyebabkan Tindak pidana pembunuhan diatur dalam hilangnya nyawa seseorang, yang dapat dibagi KUHPidana termasuk dalam kejahatan terhadap jiwa menjadi dua kelompok yaitu yang disengaja dan tidak orang, yang diatur dalam Bab XIX yang terdiri dari 13 disengaja. Seperti Pasal 338 KUHP dengan pasal, yakni Pasal 338 sampai dengan Pasal 350. 86 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Secara terminologis pembunuhan adalah perbuatan melukai orang lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang menghilangkan nyawa, atau mematikan. Sedangkan juga dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya menurut KUHPidana istilah pembunuhan adalah Pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya suatu kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain. seseorang, contoh lainnya seperti yang diatur dalam Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 188 dan Pasal 360 KUHP. (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan yang dimuat Menurut macam perbuatannya, tindak pidana dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam aktif (positif), perbuatan aktif juga disebut perbuatan Buku menjadi materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya “kejahatan” dan “pelanggaran“ itu bukan hanya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) menjadi Buku ke II dan Buku ke III melainkan juga dan Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak Pidana merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana pasif dibedakan menjadi tindak pidana murni dan di dalam perundang-undangan secara keseluruhan. tidak murni. Tindak pidana murni, yaitu tindak pidana III. Pembagian tindak pidana Menurut cara merumuskannya, dibedakan yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana dalam tindak pidana formil (formeel Delicten) dan yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan 224,304 dan 552 KUHP.Tindak Pidana tidak murni bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara KUHP yaitu tentang pencurian. Tindak Pidana materil tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu akibat tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana. meninggal. Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana Dengan kata lain berdasarkan pada dibedakan menjadi tindak pidana sengaja (dolus pengertian yang dikemukakan oleh Lamintang bahwa delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delik pembunuhan termasuk dalam delik materiil delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) (materieel delict), yang merupakan suatu delik yang yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai dirumuskan secara materiil, yakni delik yang baru berikut: Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yaitu dapat dianggap telah selesai dilakukan oleh dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa pelakunya apabila timbul akibat yang dilarang (akibat orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan sengaja konstitutif 87 atau constitutief-gevolg) yang tidak Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dikehendaki oleh Undang-Undang. Menurut Adami dibagi menjadi dua macam unsur, yaitu Unsur Chazawi perbuatan menghilangkan nyawa orang lain Subyektif dan Unsur Obyektif. terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu adanya Dalam KUHPidana tidak ada ketentuan wujud perbuatan, adanya suatu kematian, dan tentang arti kemampuan bertanggungjawab. Yang adanya hubungan sebab akibat (causal verband) berhubungan antara perbuatan dan akibat yang ditimbulkan (Batas, jawab adalah Pasal 44 KUHPidana (Punuh, 2015). 2016). Ketiga syarat tersebut merupakan satu Sedangkan yang dirumuskan dalam Pasal 44 kesatuan yang bulat, meskipun dapat dibedakan KUHPidana yang hanya mengenai ketidakmampuan akan tetapi apabila salah satu syarat di atas tidak bertanggung terpenuhi maka delik pembunuhan dianggap tidak dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit, dan terjadi. Maka dapat disimpulkan bahwa delik tidak mampu bertanggungjawab atas perbuatannya pembunuhan dapat terjadi apabila adanya wujud karena jiwa yang masih muda. Jadi, jika pelaku tidak perbuatan serta adanya kematian (orang lain) dan mampu bertanggungjawab, pelaku akan dilepaskan keduanya ada hubungan sebab akibat antara dari seluruh tuntutan hukum. dengan jawab kemampuan bertanggung karena jiwa yang cacat perbuatan dan akibat yang ditimbulkan yakni Alasan penghapus pidana dapat dibedakan kematian. Bahwa akibat dari kematian haruslah menjadi dua bagian antara lain, alasan pembenar disebabkan dari perbuatan itu apabila tidak ada dan alasan pemaaf. Alasan pembenar berkaitan causal verband antara keduanya yakni suatu dengan perbuatan dan alasan pemaaf berkaitan perbuatan dengan akibat yang ditimbulkan yakni dengan sikap batin seseorang. Salah satu yang matinya orang lain maka delik pembunuhan dianggap termasuk dalam alasan pembenar adalah daya tidak terjadi. paksa dan pembelaan terpaksa. Dalam Pasal 48 Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam KUHP, dinyatakan bahwa siapa pun yang melakukan KUHPidana dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur. perbuatan tindak pidana karena pengaruh daya Unsur sebagai syarat untuk dapat dipidananya suatu paksa, tidak dipidana. Daya paksa merupakan perbuatan dari pelaku dan yang muncul dari bagian perbuatan umum kitab undang-undang dan asas hukum umum. fungsi batinnya tidak dapat bekerja secara normal Untuk menjabarkan suatu rumusan delik ke dalam karena adanya tekanan-tekanan dari luar, orang itu unsur-unsurnya, maka yang harus diperhatikan dapatdimaafkan kesalahannya. Pembelaan terpaksa, terlebih dahulu adalah suatu tindakan manusia, terdiri dari dua kata yaitu pembelaan dan terpaksa. dimana telah Pembelaan yang dimaksud memilki arti bahwa melakukan sesuatu tindakan yang dilarang oleh harus ada hal-hal yang memaksa terlebih dahulu undang-undang. Unsur-unsur setiap tindak pidana sebelum tindakan seseorang tersebut 88 yang dilakukan terdakwa melakukan orang, dimana perbuatannya. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Sedangkan, terpaksa diartikan tidak ada jalan lain Keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari bagi yang terkena untuk pada saat-saat itu Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang melakukan serangan. akan, sedang, atau telah diberikannya; ikut serta 2. Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana dalam proses memilih dan menentukan bentuk Penusukan dalam Peradilan Pidana perlindungan dan dukungan keamanan; memberikan Perlindungan adalah suatu perbuatan untuk keterangan tanpa tekanan; mendapat penerjemah; melindungi, memberikan pertolongan. Sedangkan bebas dari pertanyaan yang menjerat; mendapat hukum menurut J.C.T. Simorangkir dan Woerjono informasi mengenai perkembangan kasus; mendapat Sastropranoto adalah peraturan-peraturan yang informasi mengenai putusan pengadilan;mendapat bersifat memaksa yang menentukan tingka laku informasi =]manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat dirahasiakan identitasnya; mendapat identitas baru; oleh badan-badan resmi yang berwajib (Simorangkir, mendapat tempat kediaman sementara; mendapat & Sastropratnoto, 2010). Perlindungan hukum tempat kediaman baru; memperoleh penggantian sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu biaya konsep di mana hukum dapat memberikan suatu mendapat nasihat hukum; memperoleh bantuan keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan biaya hidup sementara sampai batas waktu kedamaianDalam Perlindungan negara hukum, perlindungan hukum mencerminkan kewajiban dan tanggung melindungi, menegakkan transportasi hal terpidana sesuai berakhir; dengan dan/atau dibebaskan; kebutuhan; mendapat pendampingan. jawab yang diberikan dan dijamin oleh negara untuk menghormati, dalam Wujud implementasi perlindungan korban dan tindak pidana penusukan sebagai pihak yang memajukan hak-hak asasi manusia berdasarkan dirugikan, korbanpun berhak untuk memperoleh Undang-Undang dan peraturan hukum. perlindungan atas keamanan pribadi, Keluarga, dan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang Tahun 2014 tentang Lembaga Perlindungan Saksi berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, dan Korban menyatakan pengertian korban adalah atau telah diberikannya. Maka sudah sewajarnya seseorang yang mengalami penderitaan pisik, apabila nanti korban penusukan mendapatkan mental, dan atau kerugian ekonomi yang diakibatkan perlindungan sesuai yang di maksud pasal 5 ayat (1) oleh suatu tindak pidana. Pasal 5 ayat (1) Undang- huruf a Undang-undang Perlindungan Saksi dan Undang Nomor 31 Tahun 2014 (yang selanjutnya Korban (yang selanjutnya disebut LPSK). ditulis UU PSK) menjelaskan mengenai hak yang Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang No.31 diberikan kepada saksi dan korban yang meliputi: Tahun memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, korban hak asasi manusia yang berat, korban tindak 89 2014 atau UU PSK menyatakan bahwa Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro pidana terorisme, tindak pidana perdagangan orang, Jika korban meninggal dunia diatur dalam korban penyiksaan korban tindak pidana kekerasan Pasal 7A Ayat (6) Undang-undang Nomor 31 tahun seksual dan korban penganiayaan berat selain yang 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dimaksud Pasal 5 juga berhak mendapatkan bantuan menyatakan bahwa LPSK memberikan teknan berupa medis dan bantuan rehabilitasi serta kepada pelaku untuk memberikan ganti rugi kepada psikologis, namun dalam bantuan tersebut diberikan ahli berdasarkan keputusan Lembaga Pellindungan Saksi bertanggungjawab tidak mampu maka sebagai dan diadakannya gantinya LPSK selaku perwakilan dari Negara secara Pembaharuan terhadap peraturan tersebut agar, otomatis harus memberikan secara langsung tanpa ketika ada korban yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat menunggu (1) UU PSK, Lembaga Perlindungn Saksi dan Penyidik. Korban. Penulis berharap waris korban, pelaku jika ditetapkan mereka tersangka yang oleh Korbann sesuai namanya lebih memaksimalkan Dalam proses penegakan hukum pidana dalam memberikan perlindungan terhadap para paling sedikit ada dua pihak yang terkait di dalamnya, korban, sebab korban yang dimaksud dalam pasal 6 yaitu pihak pelaku tindak pidana (offenders) dan ayat (1) merupakan korban tindak pidana yang berat pihak korban kejahatan (victims). Oleh karena itu, yang semestinya apabila LPSK sebagai lembaga maka kedua pihak tersebut harus mendapat yang bertanggung jawab terhadap saksi dan korban perhatian yang seimbang. Dengan demikian, dalam mengetahui adanya korban yang dimaksud Pasal 6 proses penyelesaian perkara pidana tidak ada pihak ayat (1), tanpa menunggu Laporan dari korban. yang merasa dirugikan baik dipandang dari sudut Dalam Pasal 7A (1) Undang-undang No 31 penegakan hukum pidana maupun dalam usaha Tahun 2014 menyatakan Korban kejahatan berhak penanggulangan kejahatan yang terjadi dalam mendapat masyarakat. restitusi seperti; kompensasi atas hilangnya penghasiilan mereka; mengganti kerugian Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan yang disebabkan oleh penderitaan secara langsung tidak terungkapnya jumlah kriminalitas seperti yang merupakan hasil dari kejahatan; dan atau biaya korban yang memang tidak tahu bahwa dirinya pengantiann perawatan medis dan atau psikologis; menjadi korban, misalnya kehilangan harta milik yang Restitusi tersebut dapat diberikan kepada sama sekali tidak dirasakan, karena harta milik semua korban termasuk korban penganiayaan dan tersebut banyak sekali jumlahnya; korban tidak pemukulan dimana hal ini diatur berdasarkan mengetahui bahwa secara yuridis ia dapat menuntut Keputusan Lembaga Perllindungan Saksi dan kerugian yang ditimbulkan oleh kecurangan pihak Korban. lain, misalnya ada kecurangan dalam jual beli barang konsumsi di toko yang tidak sesuai dengan keadaan 90 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yang sebenarnya. Dalam hal ini korban tidak tahu abstrak atau perlindungan tidak langsung, karena jika atau tidak tahu harus berbuat apa; korban telah korban tidak membuat permintaaan untuk meminta bersusah aparat perlindungan penegak hukum, karena dirasakan kerugiannya tidak mendapatkan terlalu besar dan dapat diabaikan saja, atau merasa permohonan tersebut harus di pelajari dan diperiksa bahwa tidak ada gunanya melaporkan; korban justru secara rinci saat permohonan yang diajukan dalam khawatir akan menderita keadaan yang lebih keadaan mendesak, tekanan dari luar maupun dalam memalukan jika apa yang dialaminya dilaporkan dan kerugian yang besar, maka baru LPSK pada penegak hukum, misalnya dalam hal kejahatan memberikan perlindungan kepada korban, namun perkosaan dan kejahatan seksual lainnya sedangkan Korban sebagai pihak yang dirugikan dalam korban takut akan terjadinya pembalasan dari pelaku kejahatan tetapi tidak menerima perhatian secara jika korban melaporkan kejadian yang menimpa menyeluruh. Perlindungan korban kejahatan penting dirinya dan pihaknya merasa tidak ada kepastian keberadaan penderitaan korban ini penting karena untuk mendapatkan perlindungan. keberadaan peneritaan korban kejahata, namun payah berhubungan dengan Perlindungan korban sudah diatur dalam berakhir kepada LPSK, tidak perlindungan, dengan putusan bahkan pengadilan berakhirnya 1945 mengatur hak asasi manusia pada Pasal 28A perlindungan, Permohonan yang dibuat oleh korban sampai 28J, yang menyatakan mengenai hak setiap atau keluarga dan atau kuasa hukum (advokat)n orang untuk mendapat atas pengakuan, jaminan, korban, mendapatkan restitusi serta kompensasi jika perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta korban tidak menjadi aktif mengajukan permintaan perlakuan memohon perlindungan korban tidak dapat menerima sama di hadapan hukum. Perlindungan terhadap korban kejahatan seperti korban tindak pidana penusukan memperoleh haknnya yang berupa restitusi dan kompensasi. diteliti Selain itu kerugian yang dialami para korban perlindungan korban sudah diatur dalam Undang- juga dapat berupa mental dan psikis yang saat ini undang dasar Republik Indonesia Tahun 1945 belum diatur dalam UU LPSK, maka dalam hal ini mengatur hak asasi manusia pada Pasal 28A sampai Penulis berpendapat dibutuhkannya kompensasi 28J, yang menyatakan mengenai hak setiap orang kepada korban yang dalam bentuk biaya hidup untuk jaminan, karena biaya hidup yang diberikan ketika peroses perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perkara persidangan berlangsung, hal ini akan perlakuan yang sama di hadapan hukum.Pada saat memperbaiki mental dan psikis korban, dimana mengamati Perlindungan hokum terhadap korban negara maupun pelaku telah memperhatikan korban, kejahatan penusukan dapat berupa perlindungan serta jika dibutuhkan korban memperoleh ajaran mendapat atas jika Untuk dan Undang-undang dasar Republik Indonesia Tahun yang hukuman. dan akan pengakuan, 91 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yang bersifat keagamaan seperti memberikan melakukan kejahatan serupa. Pemidanaan bukan pembelajaran yang merupakan motifasi bagi para dimaksudkan korban dan keluargannya. Oleh karena itu korban melainkan sebagai upaya pembinaan agi seorang juga merasa tenang dalam hatinya, maka dari itu pelaku kejahatan sekaligus upaya preventif terhadap didalam lembaga perlindungan saksi dan korban terjadinya kejahatan yang serupa. sebagai upaya balas dendam dibutuhkannya seseorang yang mampu memberikan Sehubungan dengan istilah sistem, dalam ilmu kompensasi tersebut kepada korban, karena sifart hukum pidana sering dibicarakan adanya sistem dari motivasi belajar hal itu akan mendorong korban pidana dan pemidanaan Dalam Pasal 183 KUHAP untuk lebih tenang kejiwaanya setelah kejadian yang menunjukan bahwa hukum acara pidana positif menimpa korban. Indonesia menganut sistem pembuktian negatif Penulis berharap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (negative bewijstheorie) (negative bewijstheorie) atau diharapkan untuk aktif dalam yang disebut juga dengan pembuktian Undang- menangani perlindungan korban, tanpa menunggu Undang secara negatif (negative wettelijke) (negative permohonan yang diajukan oleh korban atau wettelijke). Alasannya karena dalam penerapan keluarga atau hukum nasihatnya korban, jika KUHPidana lebih menggunakan cara dan alat-alat Lembaga tidak mengetahui adanya tindak pidana itu bukti yang berada dalam Undang-Undang serta dilakukan, maka informasi permintaan dari polisi atau dengan keyakinan hakim. bekerja sama dalam kaitannya dengan kejahatan Peradilan pidana seharusnya berdasarkan yang terjadi, polisi untuk lembaga perlindungan saksi kualitas dan kuantitas dengan penderitaan dan korban dan kejahatan terkait, sesuai dengan kerugian yang diderita korban. Dalam Peraturan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Perundang-undangan yang berlaku belum mengatur Indonesia polisi Pasal nasional 4 dari tujuan secara rinci mengenai ganti kerugian yang diberikan kepolisian nasional Indonesia untuk melakukan korban tindak pidana penusukan, Sebagaimana keamanan internal termasuk menjaga ketertiban diuraikan beberapa bentuk perlindungan terhadap umum dan keamanan, ketertiban dan aturan hukum, korban agar perlindungan kepada korban terwujud pelaksanaan perlindungan , tempat tinggal dan dan bisa dirasakan oleh koban yakni putusan hakim pelayanan terhadap perdamaian komunitas dan yang memuat mengenai ganti rugi, Restitusi dan masyarakat terbinanya untuk membela hak asasi Kompensasi. manusia. Pemidanaan Dalam KUHAP istilah ganti rugi diatur dalam yang merupakan tindakan Pasal 99 ayat (1) dan (2) dengan penekanan pada seorang penjahat. Pidana dijatuhkan agar pelaku pengantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak tidak melakukan tindak pidana dan orang lain takut yang dirugikan atau korban. ini berarti bahwa 92 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 kehilangan yang dimaksud adalah Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro kerusakan undang LPSK terpaku dengan adanya peraturan material. Sementara itu, kerusakan material tidak tentang perlindungan diberikan terhadap korban jika termasuk dalam percakapan hukum acara pidana. korban membuat permohonan yang diajukan kepada penggantian kerugian korban berupa memenuhi LPSK, apabila korban tidak membuat permohonan kerusakan material dan semua biaya yang telah di yang diajukan kepada LPSK. Maka ia tidak keluarkan, dan emossional dari korban. Sedangkan mendapatkan perlindungan yang berupa restitusi dari segi kepentingan pelaku, berubah kewajiban maupun kompensasi. mereka dilihat sebagai bentuk dari hukuman yang Dari 3 komponen diatas ialah proteksi yang dikenakan dan dianggap sebagai sesuatu yang butuh diterapkan kepada korban, karena sepanjang konkret, sedangkan restitusi lebih berfokus pada ini vonis hakim tidak memuatkan ubah kerugian, tanggung restitusi jawab penulis konsekuensi yang serta kompensasi, sehingga dengan disebabkan oleh kejahatan sehingga tujuan utama terdapatnya 3 komponen tersebut proteksi korban adalah untuk mengatgasi semua kerugian yang bisa terwujud. Proteksi hukum dalam KUHAP serta diderita restitusi, Undang- Undang Proteksi Saksi Serta Korban belum kompensasai. Komensasi adalah bentuk dari ganti bisa dikatakan efisien buat kepentingan serta rugi yang dapat dilihat dari aspek kemanusiaan dan penderitaan yang dirasakan korban kejahatan, oleh hak asasi manusia. sebab itu KUHAP serta Undang- Undang Proteksi korban, Dari tiga selain kompensasi, komponen diatas merupakan Saksi Serta Korban mengendalikan tentang ubah rugi perlindungan yang perlu diterapkan kepada korban, cuma terpaku pada kerugian yang bertabiat materiil sebab selama ini putusan hakim tidak memuatkan itupun susah diterapkan kepada korban baik lewat ganti kerugian, restitusi dan kompensasi, sehingga lembaga proteksi korban maupun lewat vonis Hakim. dengan adanya tiga komponen tersebut perlindungan Karena didalam undang- undang LPSK terpaku korban dapat terwujud. Perlindungan hukum dalam dengan terdapatnya peraturan tentang proteksi KUHAP dan Undang-Undang Perlindungan Saksi diberikan terhadap korban bila korban membuat Dan Korban belum dapat dikatakan efektif untuk permohonan yang diajukan kepada LPSK, apabila kepentingan dan penderitaan yang dialami korban korban tidak membuat permohonan yang diajukan kejahatan, oleh karena itu KUHAP dan Undang- kepada LPSK. Hingga dia tidak memperoleh proteksi Undang Perlindungan Saksi Dan Korban mengatur yang berbentuk restitusi ataupun kompensasi. tentang ganti rugi hanya terpaku pada kerugian yang Proteksi hukum wajib cocok dengan bersifat materiil itupun sulit diterapkan kepada korban pandangan hidup pancasila. Indonesia ialah negeri baik melalui lembaga perlindungan korban ataupun hukum sepatutnya membagikan proteksi hukum melalui putusan Hakim. Sebab didalam undang- terhadap masyarakat masyarakatnya yang cocok 93 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dengan pancasila spesialnya terhadap korban Objek Vital yang Strategis, lingkungan hidup atau kejahatan. Sebab korban merupakan seorang yang Fasilitas Publik atau fasilitas internasional dapat sangat dirugikan dalam kejahatan tersebut, Oleh dikenakan sanksi. sebab itu proteksi hukum bersumber pada pancasila Undang-undang yang mengatur tentang berarti pengakuan serta proteksi hendak harkat serta pemberian kompensasi restitusi dan bantuan hukum martabat korban atas dasar nilai keTuhanan, kepada korban kejahatan diatur dalam Peraturan kemanusiaan, persatuan ataupun permusyawaratan pemerintah No.44 Tahun 2008 Tentang Pemberian dan keadilan sosial. Kompensasi, Restitusi dan bantuan hukum kepada Dalam sistem hukum pidana para penegak saksi dan korban dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) hukum dituntut mengedapankan kejujuran serta menyatakan bahwa korban pelanggaran hak asasi ketulusan dalam melaksanakan sistem hukum, manusia mereka wajib memiliki empati serta kepedulian Kompensasi. terhadap mendapatkan kompensasi sebagaimana disebutkan penderitaan korban tindak pidana. Kepentingan terhadap korban( kesejahteraan serta yang berat Korban berhak memperoleh Penusukan berhak dalam Peraturan pemerintah No.44 Tahun 2008. kebahagiaan) wajib jadi titik orientasi serta tujuan Proteksi korban pada KUHAP penegakan akhir dalam penyelenggaraan sistem hukum. hukum kelemahan mendasar merupakan tidak Dalam contoh kasus Penusukan yang terjadi terpenuhinya hak korban kejahatan dalam proses kepada Wiranto, Penusukan termasuk kedalam penangan masalah pidana ataupun akibat yang wajib pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam ditanggung oleh korban kejahatan sebab proteksi Pasal 340 KUHPidana yang menyatakan bahwa hukum terhadap korban kejahatan tidak memperoleh barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih peraturan yang secara spesial mengendalikan dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena menimpa tindak pidana penusukan. Perihal ini bisa pembunuhan dengan rencana (moord ) (moord), dilihat dalam KUHAP sedikit Pasal- Pasal yang dengan pidana mati atau pidana penjara seumur mangulas tentang korban, pembahasannya juga hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua tidak fokus terhadap eksistensi korban tindak pidana puluh tahun . melainkan cuma bagaikan masyarakat negeri biasa Selain melanggar KUHPidana pelaku telah yang memiliki hak yang sama dengan masyarakat melanggar Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 tahun negeri yang yang lain. Sebutan yang digunakan 2018 Pidana dalam kedudukan dan peran korban. Semacam Terorisme yang menyatakan bahwa setiap orang dalam Pasal 160 ayat 1b kitab undang- undang yang dengan sengaja menggunakan Kekerasan yang hukum kegiatan pidana disebutkan kalau“ yang awal mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap didengar keterangannya merupakan korban yang jadi tentang Pemberantasan Tindak 94 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro saksi”. Dengan demikian posisi korban tindak pidana ketua sidang atas permintaan orang itu dapat dalam KUHAP hannyalah bagaikan saksi dari menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan sesuatu masalah pidana yang sekedar buat ganti kerugian kepada perkara pidana itu (Wibowo, meyakinkan kesalahan terdakwa ataupun tersangka. 2016). Proteksi hukum wajib cocok dengan pandangan Pasal 99 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa hidup pancasila. Indonesia ialah negeri hukum Apabila pihak yang dirugikan minta penggabungan sepatutnya membagikan proteksi hukum terhadap perkara masyarakat masyarakatnya yang cocok dengan sebagaimana dimaksud Pasal 98, maka pengadilan pancasila spesialnya terhadap korban kejahatan. negeri menimbang tentang kewenangannya untuk Sebab korban merupakan seorang yang sangat mengadili gugatannya tersebut, tentang kebenaran dirugikan dalam kejahatan tersebut, Oleh sebab itu dasar gugatan dan tentang hukum penggantian biaya proteksi hukum bersumber pada pancasila berarti yang dirugikan tersebut. Ayat (2) kecuali dalam hal pengakuan serta proteksi hendak harkat serta pengadilan negeri menyatakan tidak berwenang martabat korban atas dasar nilai keTuhanan, mengadili gugatan sebagaimana dimaksud ayat (1) Kemanusiaan, persatuan ataupun permusyawaratan atau gugatan tidak dapat diterima, putusan hakim dan keadilan sosial. hanya gugatannya memuat pada tentang perkara penetapan pidana hukuman Dalam sistem hukum pidana para penegak pengantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak hukum dituntut mengedapankan kejujuran serta yang dirugikan. Ayat (3) berbunyi, putusan mengenai ketulusan dalam melaksanakan sistem hukum, ganti mereka wajib memiliki empati serta kepedulian kekuatan tetap apabila putusan pidananya juga terhadap mendapat kekuatan hukum tetap. penderitaan korban tindak pidana. kerugian dengan sendirinya mendapat Kepentingan terhadap korban( kesejahteraan serta Pasal 100 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa kebahagiaan) wajib jadi titik orientasi serta tujuan apabila terjadi penggabungan perkara perdata dan akhir dalam penyelenggaraan sistem hukum. perkara pidana maka pengabungan itu dengan Kedudukan korban dan perlindungannya tidak sendirinya berlangsung dalam pemeriksaan tinggat diatur khusus sebagaimana dikemukakan pada bab- banding. Ayat (2) menyatakan apabila terhadap bab terdahulu, korban dalam KUHAP hanya diatur suatu perkara pidana tidak diajukan permintaan dalam beberapa Pasal saja. Pasal 98 ayat (1) banding, maka permintaan banding mengenai KUHAP menyatakan bahwa Jika suatu perbuatan putusan ganti rugi tidak diperkenankan. yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu Pasal 98- 100 KUHAP ialah Pasal- Pasal yang pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri berkaitan dengan hak korban dalam menuntut ubah menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim kerugian. Mekanisme yang ditempuh merupakan 95 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro mencampurkan masalah gugatan ubah kerugian disana keberadaan korban kejahatan diperjuangkan pada masalah pidana. Penggabungan masalah ubah oleh negeri yang diwakili jaksa penuntut universal kerugian ialah syarat yang terdapat dalam KUHAP( dalam peradilan Proteksi korban ialah salah satu Yulia, 2013). Tetapi syarat Pasal- Pasal tersebut subsistem dari sistem hukum pidana. Makna sistem susah diterapkan apalagi tidak terdapat korban yang dalam bermacam teori yang berpandangan itu tidak menuntut syarat ubah kerugian dalam KUHAP, senantiasa jelas serta tidak pula seragam. Dalam karena dalam prosedurnya di anggap sangat rumit sistem hukum pidana para penegak hukum dituntut sekali. Sebab buat mengajukan gugatan ubah rugi mengedapankan kejujuran serta ketulusan dalam dikira yang melaksanakan sistem hukum, mereka wajib memiliki mengunakan biayanya diucap bayaran masalah empati serta kepedulian terhadap penderitaan korban perdata supaya masalah tersebut bisa di jalankan tindak pidana. Kepentingan terhadap cocok syarat majelis hukum. Supaya masalah pidana kesejahteraan serta kebahagiaan) wajib jadi titik tentang ganti- rugi ataupun konpensasi tidak susah orientasi serta tujuan akhir dalam penyelenggaraan buat diterapkan terpaut dengan proteksi korban sistem hukum. dalam ranah masalah perdata korban( kejahatan, telah sepantasnya penuntut universal Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 tentang kedepanya sanggup mencampurkan antara tuntutan Perlindungan Saksi dan Korban pada Pasal 28 serta gugatan terpaut dengan ubah rugi yang wajib menyatakan bahwa perlindungan disebutkan dalam diberikan korban kejahatan. Menimpa gugatan ayat (1) huruf a sampai huruf d menyatakan bahwa pidana yang diajukan Jaksa penuntut universal Perlindungan LPSK terhadap Saksi dan atau Korban dalam positanya termuat kerugian- kerugian ataupun diberikan dengan syarat mengenai sifat pentingnya penderitaan yang dirasakan oleh korban tindak keterangan Saksi dan atau Korban; tingkat Ancaman pidana kejahatan berikutnya petitumnya muat yang membahayakan; hasil analisis tim medis atau perhohonan ganti- psikolog terhadap Saksi dan atau Korban; dan rekam dimohonkan kepada rugi, kompensasi majelis hakim yang supaya jejak tindak pidana yang pernah dilakukan. membagikan vonis ataupun mengabulkan gugatan Oleh karena itu kedudukan dan peran korban dan tuntunya jaksa penuntut universal. Perihal akan sangat tergantung pada peradilan pidana yang tersebut berarti sekali menimpa proteksi terhadap dianut dan dijalankan negara. Jika suatu perbuatan korban kejahatan. Perihal demikian bisa dicoba dirumuskan sebagai perbuatan pidana, maka segala apabila korban belum memperoleh ubah rugi dari upaya yang perlu dilakukan terhadap perbuatan itu pelakon. Karena hukum buat manusia spesialnya menjadi hak monopoli aparat penegak hukum. orang yang dirugikan( korban) tindak pidana. Apabila Korban cukup memberikan laporan atau pengaduan, syarat gugatan digabungkan dengan tuntutan, hingga tindakan selanjutnya diserahkan kepada aparat 96 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro penegak hukum (polisi). Laporan atau pengaduan dirinya tidak takut dan dengan sukarela untuk berguna bagi kepolisian untuk melakukan tindakan melaporkan perkara yang ia alami kepada penyidik. penyelidikan. Dengan demikian dalam tingkat Apabila ganti-rugi tidak didapatkan dan peran korban penyelidikan kedudukan dan peran korban sebatas tidak dianggap, maka dapat dikatakan nasib korban sebagai pelapor dan pembuat aduan. Apabila dalam memang tragis. Ia sudah mengalami penderitaan, penyelidikan tersebut kepolisian mendapat kepastian kerugian atau kehilangan sebagai akibat dari tindak akan tindak pidana yang terjadi, maka langkah pidana sama sekali tidak mendapat hak sedikitpun selanjutnya penyidikan. untuk memilih reaksi macam apa dan bagaimana Peradilan pidana selama ini lebih mengutamakan cara pelaksanaannya yang layak diberikan terhadap perlindungan kepentingan pelaku tindak pidana. pelaku atau paling tidak apa yang harus diperbuat Padahal peran penegak hukum dalam peradilan atau dibebankan kepada pelaku untuk meringankan pidana berwenang penderitaannya sebagai korban. Bahkan seringkali menjatuhkan sanksi pidana, hanya terbatas pada posisi dan keadaannya dieksploitasi oleh birokrasi pemberian perlindungan kepada tersangka atau peradilan demi untuk memperlancar tugas-tugas terdakwa dan menganggap bahwa kepentingan normatif yang mereka emban. Kedudukan tidak dalam memberikan perlindungan kepada korban menguntungkan yang dialami korban dalam sistem tindak pidana diwakili oleh jaksa penuntut umum. peradilan pidana sekarang ini tidak terlepas dari Lebih baiknya jaksa penuntut umum memiliki konsekuensi pemisahan yang tajam antara bidang peraturan yang baku memuat tentang kerugian atau hukum pidana dengan hukum perdata. Perselisihan penderitaan korban kejahatan yang harus di yang terjadi dalam bidang hukum perdata dianggap kembalikan oleh pelaku tindak pidana, sebab urusan privat mereka yang berselisih, sehingga penuntut umum institusi yang mewakili korban tindak penyelesaiannya di serahkan sepenuhnya oleh para pidana kejahatan. pihak. Dengan hal tersebut untuk memberikan peran adalah sebagai melakuakan institusi yang Pengungkapan suatu kasus kejahatan oleh kepada korban, ia diberi wewenang untuk meminta korban selamanya tidak berjalan mulus, banyak ganti rugi yang nantinya diwakili oleh jaksa penuntut korban yang enggan dan merasa takut untuk umum. melaporkan kejadian yang mereka alami, berbagai ancaman dan teror yang menakutkan Proteksi tidak terlepas dari proteksi terhadap atas korban, proteksi sangatlah berarti spesialnya kepada keselamatan dirinya dan keluarganya menjadi alasan korban. Sebeb korban merupakan pihak yang sangat penghambat peranan korban tindak pidana dalam dirugikan dalam kejahatan pidana, hingga hukum sistem peradilan pidana.Oleh sebab itu peran ganti wajib sanggup melindungi terhadap kepentingan dan rugi terhadap korban sangat perlu diterapkan, agar hak- hak korban. Proteksi hak- hak korban tindak 97 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro pidana kejahatan penusukan belum terdapat pasal Dengan demikian sistem peradilan pidana tentu yang mengendalikan menimpa hak- hak pasti memiliki bagian- bagian yang bisa diucap pula korban. Dalam KUHAP mengendalikan syarat terpaut bagaikan sub- sistem, yang bekerja secara sinergis dengan restitusi, buat menggapai tujuan penegakan hukum pidana. kompensasi yang jelas terhadap korban kejahatan, Sub- sistem dari peradilan pidana tersebut terdiri dari dan didalam Undang- Undang Lembaga Proteksi kepolisian, kejaksaan, majelis hukum( kehakiman), Saksi serta Korban muat syarat peratuaran pasal serta yang jelas, tegas menimpa proteksi hukum restitusi, institusional ataupun non- institusional. proteksi hukum semacam lembaga koreksi, baik yang bertabiat kompensasi terhadap korban tindak pidana semacam Di Indonesia tindak pidana terjalin ataupun lembaga proteksi saksi serta korban membagikan dilaporkan ataupun diadukan aksi kepada penyelidik proteksi yang berbentuk restitusi ataupun proteksi serta penyidik. Penyelidikan dicoba polisi buat kompensasi dan lembaga dorongan hukum semenjak mencari serta menciptakan sesuatu pristiwa yang terdapatnya korban. Bila proteksi terhadap korban, diprediksi bagaikan tindak pidana guna memastikan dikala pelakon diresmikan bagaikan terdakwa, bisa tidaknya dicoba penyidikan. Apabila dalam tersangka, proteksi tersebut belum dapat dialami penyelidikan tersebut didapat kepastian kalau jikalau mengacu pada undangundang LPSK, karena kejadian yang terjalin ialah tindak pidana, hingga dalam proses korban buat memperoleh proteksi polisi hendak melaksanakan penyidikan. Perihal menunggu tersebut vonis majelis hukum yang telah supaya bisa mencari ataupun menetapkan tersangka bagaikan terpidana yang mengumpulkan fakta guna membuat cerah tentang telah berkekuatan hukum. tindak pidana yang terjalin serta menciptakan Dalam sistem peradilan pidana diharapkan tersangkanya. Aksi tingkatan penyelidikan serta bisa melaksanakan guna hukum pidana baik hukum penyidikan tersebut ialah rangkaian tidakan yang kegiatan pidana( hukum resmi) ataupun hukum dicoba oleh kepolisian. pidana materiilnya. Dengan berjalannya sistem Oleh sebab itu peran serta kedudukan korban peradilan pidana sepatutnya ditegakan keadilan, hendak sangat bergantung pada peradilan pidana kepastian hukum, hak asasi manusia dalam rangka yang dianut serta dijalankan negeri. Bila sesuatu proteksi hukum semacam restitusi kompensasi perbuatan terhadap korban. Bagi Sudikno Mertokusumo serta pidana, hingga seluruh upaya yang butuh dicoba A. Pitlo, menafsirkan undang- undang tidak boleh terhadap perbuatan itu jadi hak dominasi aparat menyimpang dari sistem perundang - undangan penegak hukum. Korban lumayan membagikan (Tutik, 2012). laporan diformulasikan ataupun bagaikan pengaduan, aksi perbuatan berikutnya diserahkan kepada aparat penegak hukum( polisi). 98 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Laporan ataupun pengaduan bermanfaat untuk sangat butuh diterapkan, supaya dirinya tidak kepolisian buat melaksanakan aksi penyelidikan. khawatir serta dengan sukarela buat memberi tahu Dengan demikian dalam tingkatan penyelidikan masalah yang dia natural kepada penyidik. Apabila peran serta kedudukan korban sebatas bagaikan ganti- rugi tidak didapatkan serta kedudukan korban pelapor serta pembuat aduan. Apabila dalam tidak dikira, hingga bisa dikatakan nasib korban penyelidikan menemukan memanglah tragis. Dia telah hadapi penderitaan, kepastian hendak tindak pidana yang terjalin, hingga kerugian ataupun kehabisan bagaikan akibat dari langkah melakuakan tindak pidana sama sekali tidak menemukan hak penyidikan. Peradilan pidana sepanjang ini lebih sedikitpun buat memilah respon berbagai apa serta mengutamakan proteksi kepentingan pelakon tindak gimana metode penerapannya yang layak diberikan pidana. Sementara itu kedudukan penegak hukum terhadap pelakon ataupun sangat tidak apa yang dalam peradilan pidana bagaikan institusi yang wajib diperbuat ataupun dibebankan kepada pelakon berwenang menjatuhkan sanksi pidana, cuma buat meringankan penderitaannya bagaikan korban. terbatas pada pemberian proteksi kepada terdakwa Apalagi ataupun kalau dieksploitasi oleh birokrasi peradilan demi buat kepentingan dalam membagikan proteksi kepada memperlancar tugas - tugas normatif yang mereka korban tindak pidana diwakili oleh jaksa penuntut emban. Peran tidak menguntungkan yang dirasakan universal. Lebih baiknya jaksa penuntut universal korban dalam sistem peradilan pidana saat ini ini mempunyai peraturan yang baku muat tentang tidak terlepas dari konsekuensi pembelahan yang kerugian ataupun penderitaan korban kejahatan yang tajam antara bidang hukum pidana dengan hukum wajib di kembalikan oleh pelakon tindak pidana, perdata. Perselisihan yang terjalin dalam bidang karena penuntut universal institusi yang mewakili hukum perdata dikira urusan privat mereka yang korban tindak pidana kejahatan. berselisih, sehingga penyelesaiannya di serahkan tersebut berikutnya tersangka Pengungkapan kepolisian merupakan serta menyangka sesuatu acapkali posisi serta keadaannya permasalahan seluruhnya oleh para pihak. Dengan perihal tersebut kejahatan oleh korban selamanya tidak berjalan buat membagikan kedudukan kepada korban, dia lembut, banyak korban yang enggan serta merasa diberi wewenang buat memohon ubah rugi yang khawatir buat memberi tahu peristiwa yang mereka nantinya diwakili oleh jaksa penuntut universal. natural, bermacam ancaman serta teror yang menakutkan atas keselamatan dirinya D. SIMPULAN serta keluarganya jadi alibi penghambat peranan korban Peraturan tindak pidana penusukan belum diatur tindak pidana dalam sistem peradilan pidana. Oleh secara khusus namum KUHPidana yang menyatakan karena itu kedudukan ubah rugi terhadap korban bahwa Penusukan dapat dikategorikan dalam 99 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pasal 340 KUHPidana yang menyatakan diancam (KUHAP). Jurnal Media Hukum. Vol 23 (No.2), karena pembunuhan dengan rencana (moord), serta pp. 128-136. diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Hukum Acara Pidana Sudarsono. C. (2015). Pelaksanaan Mediasi Penal Pidana dalam Penyelesaian Tindak Pidana Terorisme yang menyatakan Ancaman Kekerasan Penganiayaan. Unnes Law Journal, Vol.4, yang menimbulkan rasa takut atau Seharusnya (No.1), pp.20-34. tindak pidana penusukan diatur secara khusus Chandra. (2017). Correlation between theory of mengenai peraturan perundang-undangannya dan criminal liability and criminal punishment korban tindak pidana penusukan harus mendapatkan toward corporation in indonesia criminal perlindungan hukum serta Pelaku tindak pidana justice. Jurnal Dinamika Hukum, Vol.17, (No. diberikan sanksi yang memberikan efek jera kepada 1), pp.105-111. pelaku tersebut. Ediwarman. (2012). Paradoks Penegakan Hukum Pidana dalam Perspektif Kriminologi di DAFTAR PUSTAKA Indonesia. Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol.8, BUKU (No.1), pp. 38-51. Simorangkir, J.C.T., & Sastropratnoto, Woerjono. Hidayat, E. (2016). Perlindungan Hak Asasi Manusia (2010). Hukum Indonesia. Jakarta: Gunung dalam Negara Hukum Indonesia. Jurnal Raden Agung. Intan Lampung, Vol.8, (No.2), pp. 80-87. Yulia. (2013). Viktimologi Perlindungan Hukum Batas, Ewis M. (2016). Tindak Pidana Pembunuhan terhadap Korban Kejahatan. Yogyakarta: Berencana Menurut Pasal 340 KUHPidana. Graha ilmu. Lex Crimen, Vol. V, (No.2), pp.118-125. Folman, P. (2018). Penanggulangan Tindak Pidana SKRIPSI Terorisme. Binamulia Hukum, Vol. 7, pp.141- Wijaya, Feiby V. (2017). Tinjauan Yuridis terhadap 156 Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Manarisip, M. (2012 ). Eksistensi Pidana Adat dalam Universitas Hukum Nasional. Lex Crimen, Vol.I, (No.4), pp. yang dilakukan oleh anak. Hassanudin 24-40. Maksum, M. (2015). Penerapan Hukum Jaminan JURNAL Fidusia dalam kontrak Pembiayaan Syari”ah. Wibowo, A. (2016). Sumbangan Pemikiran Hak Asasi Jurnal Cita Hukum, Vol.3, (No.1), pp.1-10. Manusia Terhadap Pembaharuan Kitab 100 Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 1, Tahun 2020 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Rohmanto. (2019). Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Penipuan Berbasis Transaksi Elektronik. Jurnal Penelitian Hukum, Vol.19, (No.1), pp.31-51. Wahidin, S.(2000). Perlindungan Hukum terhadap Masyarakat akibat Pemberitaan Pers. Jurnal Ilmu Hukum, Vol.7, (No.13), pp.130-137. Punuh, Stedy R. Bertanggungjawab (2015). dalam Kemampuan Pasal 44 KUHPidana. Lex Crimen, Vol. IV, (No.3), pp.83-89. Sudira, I Ketut. (2014). The Construction of Penal Mediation Model in Handling Family Negclect Cases in the Future. International Journal of Education and Research, Vol.2, (No.8), pp. 429-438. Tutik, Titik T. (2012). Hakikat Keilmuan Ilmu Hukum ditinjau dari Sudut Filsafat Ilmu dan Teori Ilmu Hukum. Mimbar Hukum, Vol.24, (No.3), pp.444-458. Krismen, Y.(2014). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Kejahatan Ekonomi. Jurnal Ilmu Hukum. Vol.4, (No.1), pp. 133-160. Yosuki, Aska., & Tawang, Dian Adriawan Daeng. (2018). Kebijakan Formulasi Terkait Konsepsi rechterlijk pardon (permaafan hakim) dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia. Jurnal Hukum Adigama, Vol.1, (No.1), pp.1-25. Amalia, Rizki., Siswanto, Heni., & WN, Damanhuri. (2017). Analisis Yuridis Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penipuan 101 Bisnis Online. POENALE ; Jurnal Bagian Hukum Pidana, Vol.5, (No.3), pp.1-11.