NAMA : ATIKA SILVIA NIM : 13501810007 Rangkuman Guest Lecture Kebutuhan akan adanya peraturan mengenai persaingan usaha yang sehat di Indonesia dilatarbelakangi beberapa hal. salah satunya adalah adanya kecurangan dari pelaku usaha yang memiliki hubungan dengan pengambil keputusan atau pemerintah. Para pengusaha tersebut akan mendapat kemudahan yang berlebihan jika dibanding dengan pelaku usaha biasa. Sehingga, banyak terdapat kebijakan pemerintah yang kurang tepat dan menyebabkan kurangnya daya saing pelaku usaha di dalam pasar luar ataupun dalam negeri. Oleh karena hal-hal tersebut, maka dibentuklah Undang-undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pembentukan UU No 5/1999 memiliki beberapa tujuan yaitu, a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi nasional sebagai upaya mensejahterakan rakyat; b. Menjamin kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, dan kecil; c. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; d. Efektivitas dan efisiensi kegiatan usaha. Selain itu, UU no 5/1999 ini juga memiliki beberapa manfaat yaitu, a. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya akibat dari pasar monopoli; b. Menjadikan harga barang dan jasa ideal; c. Menciptakan inovasi dalam perusahaan; d. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak; e. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya; f. Efisiensi alokasi sumber daya alam; g. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai “price taker”; h. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan. Undang-undang No 5/1999 atau Undang-undang persaingan usaha tersebut memuat mengenai beberapa praktik yang dilarang karena tidak sesuai dengan ketentuan larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pertama, praktik yang dilarang adalah, melakukan perjanjian yang dilarang. Hal ini diatur di dalam pasal 5-16 undang-undang persaingan usaha. Beberapa perjanjian yang dilarang tersebut adalah, kartel, oligopsoni, perjanjian tertutup, pemboikotan perjanjian dengan pihak luar negeri, integrasi vertikal, pembagian wilayah, trust, penetapan harga, dan oligopoli. Kedua adalah kegiatan yang dilarang yang diatur di dalam pasal 17-24 UU ini, meliputi monopoli, monopsoni, persengkongkolan, dan penguasan pasar. Ketiga adalah penyalahgunaan posisi dominan yang diatur di dalam pasal 25-29, yang meliputi posisi dominan, jabatan rangkap, pemilikan saham, dan merger. Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini maka dibentuklah suatu lembaga independen yang disebut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang diatur di dalam pasal 30 UU No 5/1999. Komisi ini memiliki beberapa kewenangan yaitu, a. Advokasi kebijakan, memberikan saran dan pertimbangan atas kebijakan pemerintah ynag mengarah pada persaingan usaha tidak sehat; b. Penegakan hukum, memeriksa dan memutuskan dugaan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat oleh pelaku usaha; c. Pengawasan kemitraan, mengawasi dan menegakkan hukum atas pelaksanaan kemitraan antara pelaku usaha besar dan UMKM; d. Pengendalian merger, menerima dan mengevaluasi merger yang dinotifikasikan dan dikonsultasikan. Objek yang berada di dalam pengawasan KPPU adalah, pelaku usaha; transaksi merger, akuisisi, dan konsolidasi; kebijakan yang berdampak terhadap indeks persaingan; dan kemitraan UMKM dengan pelaku usaha. Contoh perkara yang berhasil ditangani KPPU adalah perkara 20 produsen minyak goreng yang membentuk kartel untuk menentukan harga minyak goreng. KPPU akhirnya menjatuhkan denda senilai total 299 miliar kepada para produsen minyak goreng tersebut.