Nama : Nabila Sabrina NIM : 1902056102 Program Studi : Ilmu Komunikasi B Analisis kasus Hak Asasi Manusia Mata Kuliah Pendidikan Pancasila Kasus Pembantaian Rawagede Pendahuluan Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi.Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh.Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini.HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan.Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia.Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan. Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia. Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain. Kesadaran akan hak asasi manusia, harga diri, harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak-hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak asasi manusia. Hak Asasi Manusia (humans rights) merupakan hak yang melekat pada diri manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Mahakuasa, yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindingi oleh negara, pemerintah, dan semua orang terhadap kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. HAM, bukan karena diberikan oleh masyarakat dan kebaikan dari negara, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia sebagia kesepakatan antar negara global untuk menjunjung hak dasar setiap orang sebagai mahkluk Tuhan, tentunya deklarasi ini disusun dengan melihat nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dan sejarah kemanusian yang pernah terjadi, oleh karenanya setiap tindakan utamanya negara harus melindungi, menghormati dan menjunjung tinggi setiap hak yang melekat pada setiap orang. Dengan adanya pengakuan HAM maka dibutuhkan penegakan HAM agar tercapai tujuan dalam menciptakan masyarakat yang madani sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam HAM, dalam penegakan HAM negara menjadi pihak pertama terkait kewajiban menjunjung dan menegakkan HAM terutama pada masyarakat yang rentan menjadi korban atas pelanggaran HAM, manusia dalam mengekspresikan kepentinganya di dalam masyarakat memerlukan perlindungan hak-hak pribadinya dengan ini maka suatu keharusan bagi negara untuk menindaklanjuti dengan pengaturan dalam hukum. Oleh karenanya paradigma yang membangun pola-pikir yang sesuai dengan hakikat demokrasi, dimana dalam hal ini pemerintah dan negara sebagai penanggung jawab amanat rakyat dalam penegakan HAM harus di kedepankan. Dalam konteks HAM yang konvensional, pelanggaran HAM terutama sebagai tanggung jawab negara di dalam konteks kewajibannya terhadap warga negaranya. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh English & Stapleton yang dikutip oleh Billah bahwa pelanggaran hak asasi manusia dilakukan oleh negara lewat agen-agenya (Polisi , Angkatan Bersenjata, dan setiap orang yang bertindak dengan kewenangan dari negara). Di Indonesia, kewajiban negara dalam hal perlindungan HAM bagi warga negaranya telah diatur secara kontistusi oleh UUD NRI 1945 tepatnya pada Pasal 28 I ayat (4) dan dalam Pasal 71 UU NO. 39/1999 tentang HAM. Pasal 28 I ayat (4) menyatakan bahwa “..perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah..” Sedangkan Bab V Pasal 71 UU Nomor: 39 tahun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa: “... Pemerintah wajib dan bertanggungjawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam UU ini, peraturan perundangundangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia..” Menjadi hal yang memalukan apabila negara yang mengaku sebagai negara demokrasi tetapi dalam kenyataan lapangan masih terjadi pelanggaran hak-hak dasar manusia sebagai mahkluk Tuhan. Tentunya jika di Indonesia yang dengan sistem pemerintahan demokrasinya dalam praktek masih sering dijumpai tindakan pelanggaran HAM apalagi di lakukan oleh oknum keamanan negaranya sendiri, ini akan mencederai konsep negara hukum yang sudah diatur dalam konstitusi UUD NRI 1945 pada pasal 1 ayat 3 menyatakan sebagai negara hukum seharusnya juga melindungi setiap hak dasar yang melekat pada manusia sebagai mahkluk Tuhan, untuk itu diperlukan perlindungan Hak Asasi Manusia warga sipil terhadap praktik kekerasan oknum keamanan negara. Permasalahan Analisis Kasus Tindakan yang dilakukan Tentara-Tentara Belanda sungguh kejam, mereka pun tidak merasa bersalah atau pun meminta maaf kepada Indonesia terutama kepada keluarga korban yang telah mereka bunuh secara sadis dan tanpa peri kemanusiaan. Saya setuju dengan apa yang telah dilakukan keluarga korban, pemerintah Belanda harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan yang telah mereka lakukan. Pembantaian Rawagede ini merupakan salah satu contoh pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), setiap manusia mempunyai hak untuk hidup, Seseorang tidak berhak untuk menghakimi atau mengakhiri hidup orang lain. Hak Asasi Manusia ( HAM ) merupakan Hak yang dimiliki manusia sejak lahir dan bersifat mutlak. Hukum di Indonesia harus ditegakkan, Pembataian Rawagede yang dilakukan Belanda merupakan tindakan kriminal dan harus diselesaikan secara tuntas. pemerintah Indonesia harus turut serta membantu keluarga korban untuk mendapatkan pertanggung jawaban atas apa yang telah dilakukan Tentara-Tentara Belanda, Pemerintah Indonesia harus menyelesaikan masalah ini sampai tuntas. Penyelesaian Kasus Kasus ini masuk ranah publik pada 1968, ketika satu laporan menyebutkan pemerintah Belanda mengakui terjadi tindak kekerasan yang berlebihan di Rawagede. Namun Belanda juga mengatakan tindakan itu diperlukan untuk meredam dan mencegah perang gerilya dan serangan teror. Pembunuhan Rawagede berlangsung ketika Belanda menggelar operasi keamanan yang lebih dikenal dengan Agresi Militer Belanda I yang ditujukan untuk merebut Jawa dan Sumatra. Setelah muncul laporan tahun 1968, kasus Rawagede sepertinya kembali tenggelam dan baru ramai dibicarakan lagi ketika program dokumenter televisi mengangkat kembali kesaksian orang-orang yang selamat, beberapa dekade kemudian. Alasan kadaluwarsa Pemerintah Belanda mengakui pada 1995 bahwa ada eksekusi di Rawagede, walau juga menegaskan kasusnya tidak bisa dibawa ke pengadilan karena sudah kadaluwarsa. Desember 2009, sebanyak 10 keluarga korban memutuskan menggugat pemerintah Belanda ke pengadilan dan sekitar dua tahun kemudian pengadilan memutuskan pemerintah Belanda bertanggung jawab atas pembantaian Rawagede. Akhirnya Pada 14 September 2011, Pengadilan Den Haag menyatakan pemerintah Belanda harus bertanggung jawab dan membayar kompensasi bagi korban dan keluarganya. Belanda membayarkan uang sekitar 20.000 Euro atau Rp.247 jt untuk 9 keluarga korban. Pembahasan Pembantaian Rawagede adalah peristiwa pembantaian penduduk Kampung Rawagede (sekarang terletak di Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang), di antara Karawang dan Bekasi, oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947 sewaktu melancarkan agresi militer pertama. Sejumlah 431 penduduk menjadi korban pembantaian ini. Ketika tentara Belanda menyerbu Bekasi, ribuan rakyat mengungsi ke arah Karawang. Pertempuran kemudian berkobar di daerah antara Karawang dan Bekasi, mengakibatkan jatuhnya ratusan korban jiwa dari kalangan sipil. Pada tanggal 4 Oktober 1948, tentara Belanda melancarkan pembersihan. Dalam peristiwa ini 35 orang penduduk Rawagede dibunuh tanpa alasan jelas. Pada 9 Desember 1947, sehari setelah perundingan Renville dimulai, tentara Belanda di bawah pimpinan seorang mayor mengepung Dusun Rawagede dan menggeledah setiap rumah. Namun mereka tidak menemukan sepucuk senjata pun. Mereka kemudian memaksa seluruh penduduk keluar rumah masing-masing dan mengumpulkan di tempat yang lapang. Penduduk laki-laki diperintahkan untuk berdiri berjejer, kemudian mereka ditanya tentang keberadaan para pejuang Republik. Namun tidak satu pun rakyat yang mengatakan tempat persembunyian para pejuang tersebut. Pemimpin tentara Belanda kemudian memerintahkan untuk menembak mati semua penduduk laki-laki, termasuk para remaja belasan tahun. Beberapa orang berhasil melarikan diri ke hutan, walaupun terluka kena tembakan. Saih, kini berusia 83 tahun menuturkan bahwa dia bersama ayah dan para tetangganya sekitar 20 orang jumlahnya disuruh berdiri berjejer. Ketika tentara Belanda memberondong dengan senapan mesin –istilah penduduk setempat: "didrèdèt"ayahnya yang berdiri di sampingnya tewas kena tembakan, dia juga jatuh kena tembak di tangan, namun dia pura-pura mati. Ketika ada kesempatan, dia segera melarikan diri. Hari itu tentara Belanda membantai 431 penduduk Rawagede. Tanpa ada pengadilan, tuntutan ataupun pembelaan. Seperti di Sulawesi Selatan, tentara Belanda di Rawagede juga melakukan eksekusi di tempat (standrechtelijke excecuties), sebuah tindakan yang jelas merupakan kejahatan perang. Diperkirakan korban pembantaian lebih dari 431 jiwa, karena banyak yang hanyut dibawa sungai yang banjir karena hujan deras. Keluarga korban pembantaian Rawagede mengajukan gugatan kepada pemerintah Belanda. Gugatan didaftarkan di Pengadilan Distrik The Hague pada Rabu 9 Desember 2009, tepat 62 tahun peringatan Rawagede, yang kini bernama Desa Balongsari, Rawamerta , Karawang. Letaknya diantara Karawang Dan Bekasi. Seperti dimuat dilaman Earth Times, kuasa hukum penggugat, Liesbeth Zegveld mengatakan keluarga korban juga meminta Pemerintah Belanda mengakui kekejaman yang mereka lakukan di Rawagede. Mereka juga menuntut kompensasi. Pada 9 desember 1947, di hari nahas itu, pasukan kolonial Belanda dengan dalih mencari gerombolan pengacau memasuki Desa Rawagede. Berdasarkan hasil Investigasi pada 1969, pasukan kolonial membunuh 150 penduduk desa laki-laki. Namun, Versi saksi mata dan yayasan komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) delapan korban. Pembantaian itu menewaskan 430 penduduk pria Rawagede. Pembantaian Rawagede diyakini merupakan tindakan paling kejam, paling brutal, dan paling berdarah yang dilakukan Belanda dalam kurun waktu 1945 sampai 1949. Namun, di Belanda selama beberapa dekade, pembantaian Rawagede hanya dianggap konsekuensi dari aksi polisi yang mengejar para pengacau. Pemerintah Belanda, melalui Menteri Luar Negeri, Maxime Verhagen menyatakan keprihatinan mendalam atas tragedi Rawagede. Namun, pemerintah Belanda secara resmi tak pernah meminta maaf pada keluarga korban dan menawarkan kompensasi. Dikisahkan, pasca Pembantaian Rawagede, hujan yang mengguyur mengakibatkan genangan darah membasahi desa tersebut. Yang tersisa hanya wanita dan anak-anak. Keesokan harinya, setelah tentara Belanda meninggalkan desa tersebut, para wanita menguburkan mayatmayat dengan peralatan seadanya. Seorang ibu menguburkan suami dan dua orang putranya yang berusia 12 dan 15 tahun. Mereka tidak dapat menggali lubang terlalu dalam, hanya sekitar 50 cm saja. Untuk pemakaman secara islam, yaitu jenazah ditutup dengan potongan kayu, mereka terpaksa menggunakan daun pintu, dan kemudian di urung tanah seadanya, sehingga bau mayat masih tercium sampai berhari-hari. Tahun 1969 atas desakan parlemen Belanda, Pemerintah Belanda menbentuk tim untuk meneliti kasus-kasus pelanggaran/penyimpangan yang dilakukan oleh tentara-tentara Kerajaan Belanda antara tahun 1945 – 1950. Dalam laporan itu, dinyatakan 150 orang tewas di Rawagede. Namun, mayor yang bertanggung jawab atas pembantaian tersebut, demi kepentingan yang lebih tinggi, tidak dituntut ke pengadilan militer. Kesimpulan Peristiwa Rawagede adalah merupakan sutu kasus kejahatan perang yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indoneisa pada Tahun 1947 tepatny pada 09 desember 1947. Yang menewaskan 431 Orang warga sekitar. Peristiwa itu digugat ke pengadilan Sipil Belanda dan Hakim memutuskan memenangkan gugatan dengan beberpa syarat diantaranya masih adanya saksi hidup peeristiwa tersebut, hal ini dimulai ketika Belanda membuka penggantian kepada negara-negaa dunia akibat dari perang yang dilakukan oleh Kerajaan Belanda. Saran Tugu sejarah yang seharusnya menjadi asset daerah ini terbengkalai. Semestinya keunggulan asset sejarah ini merupakan penopang bagi investasi pariwisata sejarah yang ada di Karawang. Sudah semestinya pemerintah Karawang mengambil tindakan nyata guna menormalisasikan situs ini. Selain Tugu Proklamasi tidak jauh juga terdapat Rumah Soekarno. Dimana tempat yang sangat berharga dalam perjalanan bangsa indonesia perlu di jaga kelestariannya. Jangan sampai sikap acuh pemerintah dan sikap arogan generasi penerus menjadi pencetus hancurnya situs sejarah ini. Selain perhatian ekstra dari pemerintah, eleman masyarakat juga perlu digiatkan serta disadarkan guma menjamin kondisi situs bangunan bersejarah ini tetap berdiri. Pendidikan sejarah dan moral yang sudah merosot menjadi penyebab utama dalam permasalahan ini. Sudah seharusnya kita sebagai bengsa yang besar harus selalu menghargai sejarah dan pengorbanan para pahlawannya.