Uploaded by User55059

Obat Tradisional

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Obat tradisional di Indonesia sangat besar perananya dalam pelayanan kesehatan
masyarkat di Indonesia dan sangat potensial untuk dikembangkan. Karena memang Negara kita
kaya akan tanaman obat-obatan . Namun, sayang kekayaan alam tersebut tampaknya masih
belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesehatan. Padahal saat ini biaya pengobatan modern
cukup mahal ditambah lagi dengan krisis ekonomi yang melanda bangsa ini belum sepenunya
berakhir. Hal tersebut di khawatirkan dapat membuat kemampuan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang optimal semakin menurun.
Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa yang perlu terus dilestarikan dan
dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan sekaligus untuk meningkatkan
perekonomian rakyat. Untuk dapat ikut meningkatkan pelayanan dan meningkatkan pemerintah
dan masyarakat itu sendiri. Selama ini industri jamu ataupun obat-obat tradisional bertahan tanpa
dukungan yang memadai dari pemerintah maupun industri farmasi. Sementara iu tantangan dari
dalam negeri sendiri adalah sikap dari dunia medis yang belum sepenuhnya menerima jamu dan
obat tradisional. Merebaknya jamu palsu maupun jamu yang bercampur bahan kimia beberapa
waktu lalu, semakin menambah keraguan masyarakat akan khasiat dan keamanan mengkonsumsi
jamu dan obat tradisional sudah lama dilakukan oleh masyarakat. Obat tradisional ini tentunya
sudah diuji bertahun-tahun bahkan berabad-abad sesuai dengan perkembangan kebudayaan
bangsa Indonesia.
Dokter dan apotik belum dapat menerima jamu sebagai obat yang dapat mereka
rekomendasikan kepada pasien sehingga pemasaran produk jamu tidak bisa menggunakan tenaga
detailer seperti pada obat modern. Di pihak dokter, sistem pendidikan masih mengacu kepada
pengobatan modern dan tidak menyentuh substansi pengobatan dengan bahan alam
(fitofarmaka). Dengan kondisi di atas, tidak heran bila pasar industri jamu dan obat tradisional
sulit berkembang pesat. Padahal, denganjumlah masyarakat Indonesi yang mencapai lebih dari
1
200 juta jiwa, sesungguhnya potensi pasar bagi produk jamu ataupun obat tradisional amatlah
besar. Terlebih lagi, saat ini tampak ada kecenderungan hidup sehat pada masyarakat kelas
menengah atas untuk menggunakan produk berasal dari alam(back to nature). Saat ini masalah
dalam pengembangan obat bahan alam di antaranya kurang pembuktian keamanan dan khasiat
obat tersebut,sehingga tidak memenuhi criteria untuk dapat diterima dan digunakan dalam
pelayanan kesehatan.
B. Rumusan Masalah

Pengertian Obat dan Pengobatan Tradisional

Jenis dan Sumber Obat Tradisional

Pengembangan Obat Tradisional Indonesia

Komposisi dan Persyaratan Obat Tradisional

Regulasi Obat dan Perbekalan Kesehatan
Perubahan Sosial dan Budaya
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dari makalah ini, agar kita dapat mengetahui Pengertian Obat dan
Pengobatan Tradisional, Jenis dan Sumber Obat Tradisional, Pengembangan Obat Tradisional
Indonesia,Komposisi dan Persyaratan Obat Tradisional, Regulasi Obat dan Perbekalan
Kesehatan,dan Perubahan Sosial dan Budaya.
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan metode kepustakaan (library research), dan
pemanfaatan media elektronik masa seperti internet.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Dalam masyarakat sendiri sebenarnya terdapat suatu dinamika yang membuat mereka
mampu bertahan dalam keadaan sakit dan hal ini sebenarnya merupakan potensi yang dapat
dikembangkan untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Potensi yang berarti kemampuan,
daya, kesanggupan, kekuatan yang dapat dikembangkan. Selama ini perkembangan pelayanan
kesehatan tradisional dan alternatif tampak semakin pesat sekitar 32% masyarakat kita memakai
pengobatan dan obat tradisional ketika sakit. Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan
usaha di bidang obat tradisional, mulai dari budidaya tanaman obat,industri obat, dan distribusi.
Akhir-akhir ini banyak muncul penyakit-penyakit baru yang belum ditemukan obatnya. Hal ini
membuat cemas masyarakat,padahal bahan-bahan untuk obat tradisional yang berkhasiat obat
banyak terdapat di seluruh pelosok tanah air, meskipun masih belum dimanfaatkan secara
optimal untuk pengobatan penyakit. Hal ini berarti obat tradisional memiliki potensi besar dalam
pelayanan kesehatan.
1. Obat Tradisional
Obat Tradisional adalah obat yang dibuat dari bahan atau paduan bahan-bahan yang
diperoleh dari tanaman,hewan atau mineral yang belum berupa zat murni. Obat tradisional
adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Ditjen POM,1999). Sediaan galenik
adalah hasil ekstrasi bahan atau campuran bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Obat tradisional sering dipakai untuk pengobatan penyakit yang belum ada obatnya yang
memuaskan seperti penyakit kanker, penyakit viru termasuk AIDS dan penyakit genertif, serta
pada keadaan tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Suatu zat merupakan obat bila dalam pengobatan atau eksperimen sudah diperoleh
informasi,di antaranya tentang ( B.Zulkarnaen,1999) :
3
a. Hubungan dosis dan efek (dose – effect – relationship), selain dari hanya diketahui adanya
suatu efek.
b. Absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi zat tersebut
c. Tempat zat tersebut bekerja (site of action)
d. Cara bekerja at (mechanism of action)
e. Hubungan struktur dan respon ( structure – respons relationship).
Informasi tentang lima hal di atas diperlukan dan dievaluasi dalam menilai suatu obat.
Penisilin umpamanya sudah diketahui bahwa besar responsnya berkaitan erat dengan besar dosis,
ia diketahui kapan mencapai kadar efektif dalam darah manusia dan dalam bentuk apa sisa
penisilin diekskresi. Diketahui pula pada bagian apa dari kuman penisilin bekerja, serta
bagaimana bekerjanya dan diketahui pula hubungan kerja dengan struktur molekul penisilin.
Informasi seperti imi dipunyai obat modern yang dipasarkan, sementara kurangnya informasi
menyebabkan suatu obat tidak dapat diedarkan sebagai obat.
Untuk memperoleh informasi di atas, diperlukan penelitian, tenaga, dana dan waktu yang
sangat banyak. Diperkirakan dari ditemukannya suatu obat,dibutuhkan sekitar 25 tahun,sebelum
suatu zat diperbolehkan beredar sebagai obat. Penelitian berkenaan dengan hal di atas dimulai
dari penapisan tahap pertama, yaitu :
a. Penentuan toksitas dan pengaruh terhadap gelagat (behavior)
b. Pengaruh zat terhadap tekanan darah dan semua percobaan yang ada kaitannya dengan
tekanan darah.
c. Pengaruh zat terhadap organ-organ terisolasi yang kemudian diikuti dengan ratusan percobaan
untuk melengkapi informasi yang diperlukan.
Tiga jenis penapisan ini banyak
memberikan arah penelitian dan sifat bahan yang
diteliti,mulai dari pengaruh terhadap Susunan Saraf Pusat (SSP), Susunan Saraf Otonom(SSO),
respirasi , relaksan otot, dan sebagainya.
4
Pada table di bawah ini dapat dilihat daftar beberapa tanaman obat yang mempunyai
prospek pengembangan yang potensial.
Tabel 1.
Tanaman Obat Fitofarmaka yang Prospektif
No
Tanaman Obat
Bagian tanaman
Indikasi potensi
obat
1.
Temulawak (Curcuma
Umbi
Hepatitis, artritis
Umbi
Hepatitis, arthritis, antiseptik
Umbi
Kandidiasis, hiperlipidemia
Daun
Anti hiperlipidemia
Daun
Hemoroid
(Sonchus
Daun
Nefrolitiasis, diuretik
(Strobilanthes
Daun
Nefrolitiasis, diuretik
Xantorrhiza
2.
Kunyit ( Curcuma
demostica Val )
3.
Bawang Putih (Allium
sativum Lynn)
4.
Jati Blanda (Guazuma
ulmitblia Lamk)
5.
Handeuleum (Daun ungu)
(Gratophyllum
picium
Griff
6.
Tempuyung
arvensis Linn)
7.
Kejibeling
cripus BJ)
8.
Labu
merah
(Cucurbita
Biji
Taeniasis
moschata Durch)
9.
Katuk
(Sauropus
Daun
Meningkatkan produksi ASI
Daun
Diuretik
Daun
Hipertensi
androgynus Merr)
10.
Kumis
(Orthosiphon
kucing
stamineus
Benth)
11.
Seledri (Apium graveolena
5
Linn)
12.
Pare (Momordica charantia
Buah biji
Diabetes mellitus
Linn)
13.
Jambu
biji
(Klutuk)
Daun
Diare
(Psidium guajava Linn)
14.
Ceguk
(wudani)
Biji
Askariasis,oksiurtasis
(Quisqualis indica Linn)
15.
Jambu mede (Anacardium
Daun
Analgesik
occidentale)
16.
Sirih (Piper betle Linn)
Daun
Antiseptik
17.
Saga
(Abrus
Daun
Stomatitis attosa
(Blumca
Daun
Analgesik, antipiretik
tekik
precatorius Linn)
18.
Sabung
balsamitera D.C)
19.
Benalu
the
(Loranthus
Batang
Ahli kanker
spec, div)
20.
Pepaya
(Carica
papaya
Getah daun biji
Linn)
21.
Sumber
papain,
Anti
malaria,
Kontrasepsi pria
Butrawali
(Tinospora
Batang
Anti malaria, Diabetes mellitus
rumphii Boerl)
22.
Pegagan
(kaki
Daun
Diuretika,antishipertensieptic,antikeloid,
trifolia
Daun
Antiseptik
graveolens
Daun
Analgesik, antipiretik
(Woodfordia
Daun
Antiseptik, diuretika
Buah
Sedatif
kuda)(Centella
asiatica
Urban)
23.
Legundi
(Vitcx
Linn)
24.
Inggu
(Ruta
Linn)
25.
Sidowajah
floribunda Salibs)
26.
Pala (Myristica fragrans
6
Houtt)
27.
28.
Sambilata
(Adrographis
Seluruh tanaman
paniculata Nees)
daun
Jahe (Halia) ( Zingibers
Umbi
Antiseptik,diabetes mellitus
Analgesik, Antipiretik, antiinflamasi
officinale Linn)
29.
Delima
putih
(Punica
Kulit buah
Antiseptik, antidiare
granalum Linn)
30.
Dringo (Acorus calamus
Umbi
Sedatif
Buah
Antibatuk.
Linn)
31.
Jeruk
ninja
(Citrus
aurantifolia Svviqk)
2. Pengobatan Tradisional
Pengobatan Tradisional adalah suatu upaya kesehatan dengan cara lain dari ilmu
kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang diturunkan secara lisan maupun tulisan yang
berasal dari Indonesia atau luar Indonesia. WHO menyatakan Pengobatan tradisional ialah ilmu
dan seni pengobatan berdasarkan himpunan dari pengetahuan dan pengalaman praktek, baik
yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak, dalam melakuakn diagnosis,prevensi dan
pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental ataupun sosial.
Jenis pengobatan tradisional di Indonesia
Berbagai jenis dan cara pengobatan tradisional terdapat dan dikenal di Indonesia. Ada
yang asli Indonesia dan ada pula yang berasal dari luar negeri. Secara garis besar ada 4 jenis
pengobatan tradisional yaitu :
1. Pengobatan tradisional dengan ramuan obat :

Pengobatan tradisional dengan ramuan asli Indonesia

Pengobatan tradisional dengan ramuan obat cina

Pengobatan tradisional dengan ramuan obat India
7
2. Pengobatan tradisional spiritual/kebatinan:

Pengobatan tradisional atas dasar kepercayaan

Pengobatan tradisional atas dasar agama

Pengobatan dengan dasar getaran magnetis
3. Pengobatan tradisional dengan memakai peralatan/perangsangan :

Akupuntur, pengobatan atas dasar ilmu pengobatan tradisional Cina yang
menggunakan penusukan jarum dan penghangatan moxa
(Daun Arthmesia
vulgaris yang di keringkan);

Pengobatan tradisional urut pijat

Pengobatan tradisional patah tulang

Pengobatan tradisional dengan peralatan (tajam/keras)

Pengobatan tradisional dengan peralatan benda tumpul.
4. Pengobatan tradisional yang telah mendapat pengarahan dan pengaturan pemerintah ;

Dukun beranak

Tukang gigi tradisional
B. Jenis dan Sumber Obat Tradisional
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen
POM) yang kemudian beralih menjadi Badan POM mempunyai tanggung jawab dalam
peredaran obat tradisional di masyarakat. Obat tradisional Indonesia semula hanya dibedakan
menjadi 2 kelompok,yaitu obat tradisional atau jamu dan fitofarmaka. Namun, dengan semakin
berkembangnya teknologi,telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi yang membantu proses
produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi mampu membuat jamu dalam bentuk
ekstrak. Namun, sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum diiringi dengan
penelitian sampai dengan uji klinik. Dengan keadaan tersebut maka obat tradisional sebenarnya
dapat dikelompokkan menjadi 3 , yaitu jamu, obat ekstrak alam dan fitofarmaka.
8
1. Jamu (Empirical bused herbal medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan dan
mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang belum
dibakukkan dan dipergunakan dalam upaya pengobatan berdasarkan pengalaman. Bentuk
sediaannya berwujud sebagai serbuk seduhan,rajangan untuk seduhan,dan sebagainya. Istilah
penggunaannya masih memakai pengertian tradisional seperti galiansingset, sekalor, pegel linu,
tolak angin, dan sebagainya. Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional,
misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, oil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang
menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini
dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat
yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5-10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak
memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu
yang telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin
ratusan tahun,telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatn
tertentu.
2. Ekstrak bahan alam ( Scientific based herbal medicine)
Ekstrak bahan alam adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian
bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan
proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan
tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun keterampilan pembuatan ekstrak.
Selain proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pra-klinik seperti standar kandungan bahan
berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanman obat, standar pembuatan obat tradisional yang
higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.
3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)
Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanannya dan khasiatnya,
bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyarakatan
yang berlaku. Istilah cara penggunaanya menggunakan pengertian farmakologik seperti
diuretic,analgesic,antipiretik,dan sebagainya. Selama ini obat-obat fitofarmaka yang berada di
9
pasaran masih kalah bersaing dengan obat paten. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor,antara
lain kepercayaan, standar produksi, promosi dan pendekatan terhadap medis, maupun
konsumennya secara langsung. Fitofarmaka merupkan bentuk obat tradisional dari bahan alam
yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah
terstandar,ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dnegn uji klinik pada manusia. Oleh karena itu,
dalam pembuatannya memerlukan tenaga ahli dan biaya yang besar ditunjang dengan peralatan
berteknologi modern pula.
Obat tradisional dapat diperoleh dari berbagai sumber sebagai pembuat atau yang
memproduksi obat tradisional yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Obat tradisional buatan sendiri
Obat tradisional jenis ini merupakan akar dari pengembangan obat tradisional di
Indonesia saat ini. Pada zaman dahulu, nenek moyang kita mempunyai kemampuan
untuk menyediakan ramuan obat tradisional yang digunakan untuk keperluan keluarga.
b. Obat tradisional berasal dari pembuat jamu (Herbalist)
Membuat jamu merupakan salah satu profesi yang jumlahnya masih cukup
banyak. Saalah satunya adalah pembuat sekaligus penjual jamu gendong. Pembuat jamu
gendong merupakan salah satu penyedia obat tradisional dalam bentuk cairan minum
yang sangat digemari masyarakat.
c. Obat tradisional buatan industri
Berdasarkan peraturan Departemen Kesehatan RI , industri obat tradisioanl dapat
dikelompokkan menjadi industri kecil dan industri besar berdasarkan modal yang harus
mereka miliki. Dengan semakin maraknya obat tradisional, tampaknya industri farmasi
mulai tertarik untuk memproduksi obat tradisional. Akan tetapi,pada umumnya yang
berbentuk sediaan modern berupa ektrak baham alam atau fitofarmaka. Sedangkan
industri jamu lebih condong untuk memproduksi bentuk jamu yang sederhana meskipun
akhir-akhir ini cukup banyak industri besar yang memproduksi jamu dalam bentuk
sediaan modern (tablet,kapsul, sirup dan lain-lain) dan bahkan fitofarmaka.
10
C. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia
Terdapat 2 macam pendekatan yang dapat ditempuh dalam upaya pengembangan obat
tradisional tersebut,yakni kearah :
a. Obat kelompok fitoterapi, yang mendasarkan kepada simplisia (termasuk sediaan
galeniknya) yang digunakan sebagai obat.
b. Obat kelompok kemoterapi, yang mendasarkan kepada zat aktif yang dalam keadaan
murni diisolasi dari tumbuhan
Seperti telah disinggung di muka, Departemen Kesehatan menekankan pengembangan
obat tradisional kelompok fitoterapi. Tujuannya agar dapat menghasilkan sediaan-sediaan
fitoterapik baik dalam bentuk simplisia ataupun sediaan galenik, yang segera dapat
dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan formal.
Dalam hal ini pertama-tama perlu dilakukan pengumpulan data tentang obat tradisional
yang ada dan pernah ada di Indonesia. Kemudian menyeleksi mana yang perlu dikembangkan
dan mana pula yang tidak. Untuk obat tradisional yang akan dikembangkan, perlu penelitian
lanjutan menyangkut keamanan penggunaan, farmakologi serta khasiatnya secara klinik.
Tahap berikutnya adalah mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan sediaan yang dapat
digunakan dan penelitian mutu ditinjau dari sudut teknologi farmasi. Jika obat tradisional
telah mengalami penelitian dan pengembangan seperti diuraikan diatas dapat dikatakan telah
memenuhi persyaratan medic dan farmasetik.
Pemilihan obat tradisional yang akan dikembangkan ke arah obat kelompok
fitoterapi didasarkan atas pertimbangan :
1. Obat tradisional tersebut diharapkan mempunyai manfaat untuk penyakit-penyakit yang
angka kejadiannya menduduki urutan atas (pola penyakit).
2. Obat tradisional tersebut diperkirakan mempunyai manfaat untuk penyakit-penyakit
tertentu berdasarkan pengalaman pemakaiannya.
3. Obat tradisional tersebut diperkirakan merupakan alternatif yang jarang atau bahkan
merupakan satu-satunya alternatif untuk penyakit tertentu.
11
D. Komposisi dan Persyaratan Obat Tradisional
Dalam upaya pembinaan industri obat tradisional, pemerintah melalui Depkes telah
memberikan petunjuk pembuatan obat tradisional dengan komposisi rasional melalui pedoman
rasionalisasi komposisi obat tradisional dan petunjuk formularium obat tradisional. Hal ini
terkait dengan masih banyaknya ditemui penyusunan obat tradisional yang tidak rasional
(irrational) ditinjau dari jumlah bahan penyusunnya. Sejumlah simplisia penyusun obat
tradisional tersebut seringkali merupakan beberapa simplisia yang mempunyai khasiat yang
sama. Oleh karena itu,perlu diketahu racikan khasiat yang sama. Oleh karena itu,perlu
diketahui racikan simplisia yang rasional agar ramuan obat yang diperoleh mempunyai khasiat
sesuai maksud pembuatan jamu tersebut.
Komposisi obat tradisional yang biasa diproduksi oleh industri jamu dalam bentuk jamu
sederhana pada umumnya tersusun dari bahan baku yang sangat banyak dan bervariasi.
Sedangkan bentuk obat ekstrak alam dan fitofarmaka pada umumnya tersusun dari simplisia
tunggal atau maksimal 5 macam jenis bahan tanaman obat. Pada pembahasan ini lebih
ditekankan pada penyusunan obat tradisional bentuk sederhana atau jamu, mengingat cukup
banyak komposisi jamu yang irrasional seperti penggunaan simplisia yang tidak sesuai pada
satu ramuan, penggunaan simplisia yang tidak sesuai dengan manfaat yang diharapkan dan
sebagainya. Agar dapat disusun suatu komposisi obat tradisional maka beberapa hal yang perlu
diketahui adalah:
1. Nama umum obat tradisional/jamu
Jamu yang diproduksi pada umumnya mempunyai tujuan pemanfaatan yang
tercermin dari nama umum jamu.Perlu diketahui bahwa terdapat peraturan tentang
penandaan obat tradisional. Jamu yang diproduksi dan didistribusikan kepada konsumen
harus diberi label yang menjelaskan tentang obat tradisional tersebut, diantaranya tentang
manfaat atau khasiat jamu. Penjelasan tentang manfaat jamu hanya boleh disampaikan
dalam bentuk mengurangi atau menghilangkan keluhan atau gejala yang dialami
seseorang dan bukan menyembuhkan suatu diagnosis penyakit.
12
Secara umum, jamu dapat dibedakan menjadi dua , yaitu yang bertujuan untuk menjaga
kesehatan atau promotif dan mencegah dari kesakitan,serta jamu yang dimanfaatkan
untuk mengobati keluhan penyakit.
2. Komposisi bahan penyusun jamu
Menyusun
komposisi
bahan
penyusun
jamu
dapat
dilakukan
dengan
memperhatikan manfaat yang akan diambil dari ramuan yang dibuat derta kegunaan dari
masing-masing simplisia penyusun jamu tersebut. Tujuan pemanfaatan jamu untuk suatu
jenis keadaan tertentu harus memperhatikan keluhan yang biasa dialami pada kondisi
tersebut.Misalkan pada orang hamil tua sering mengalami kejang pada kaki, badan
mudah lelah,dan lain sebagainya;penderita rematik biasa mengeluhkan nyeri pada
persendian.
Keterbatasan yang dijumpai dalam penyusunan kompisisi jamu adalah takaran
dari masing-masing simplisia maupun dosis sediaan. Penelitian ilmiah dalam hal ini
masih sangat kurang sehingga seringkali penetapan takaran maupun dosis hanya
mengacu pada pengalaman peracik obat tradisional yang lain dan atas dasar kebiasaan
penggunaan terdahulu.
3. Simplisia dan kegunaan
Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apa pun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Dari jenis simplisia yang umum digunakan oleh industri jamu, ada beberapa
tanaman yang mempunyai kegunaan yang mirip satu dengan lainnya meskipun pasti juga
terdapat perbedaan mengingat kandungan bahan berkhasiat antara satu tanaman dengan
lainnya tidak dapat sama. Bahkan, untuk jenis tanaman yang sama, masih ada
kemungkinan kadar bahan berkhasiat yang terkandung tidak sama persis mengingat
adanya pengaruh dari tanah tempat tumbuh, iklim, dan perlakuan,misalnya pemupukan.
Pengetahuan tentang kegunaan masing-masing simplisia sangat penting,sebab
dengan diketahui kegunaan masing-masing simplisia, diharapkan tidak terjadi tumpang
13
tindih pemanfaatan tanaman obat serta dapat mencarikan alternatif pengganti yang tepat
apabila simplisia yang dibutuhkan ternyata tidak dapat diperoleh.
4. Penelitian yag telah dilakukan terhadap simplisia penyusun obat tradisional
Obat tradisional terdiri dari berbagai jenis tanaman dan bagian tanaman. Sesuai
dengan Sistem Kesehatan Nasional maka obat tradisional yang terbukti berkhasiat perlu
dimanfaatkan dan ditingkatkan kualitasnya. Untuk dapat membuktikan khasiatnya,sampai
saat ini telah banyak dilakukan penelitian. Akan tetapi, masih bersifat pendahuluan dan
masih sangat sedikit percobaan dilakukan sampai fase penelitian klinik. Penelitian yang
telah dilakukan terhadap tanaman obat sangat membantu dalam pemilihan bahan baku
obat tradisional. Pengalaman empiris ditunjang dengan penelitian semakin memberikan
keyakinan akan khasiat dan keamanan obat tradisional.
Penelitian dan pengembangan obat dan perbekalan kesehatan pada dasarnya
mencakup sistem (managemen obat, SDM, penggunaaan obat rasional, dan lain-lain),
komoditas ( obat ,bahan obat,obat tradisional kosmetik, bahan berbahaya, bahan
tambahan makanan, dan lain-lain), proses (pengembangan obat baru kimia farmasi,
formulasi,uji preklinik, uji klinik), kajian regulasi dan kebijakan (obat esensial, obat
generic, cara pembuatan obat yang baik).
Riset operasional memfasilitasi implimentasi, monitoring dan evaluasi berbagai
aspek dalam kebijakan obat. Riset operasional merupakan alat utama dalam menilai
dampak kebijakan obat dalam sistem pelayanan kesehatan disuatu Negara,meneliti aspek
ekonomis penyediaan obat, dan aspek sosial budaya dalam penggunaan obat
(WHO,2011).
E. Regulasi Obat dan Perbekalan Kesehatan
Menurut WHO (2001), otoritas regulasi obat adalah lembaga yang menyusun dan
melaksanakan berbagai peraturan mengenai kefarmasian untuk menjamin keamanan, khasiat,
mutu dan kebenaran informasi mengenai obat. Pengawasan obat merupakan salah satu upaya
mengatasi masalah penyalahgunaan obat yang merupakan masalah kompleks dan harus ditangani
secara lintas sektor dan lintas program. Selain itu, pengawasan obat juga mencakup perlindungan
14
kepada masyarakat terhadap penggunaan obat yang salah sebagai akibat dari kekurangtahuan
masyarakat serta informasi yang tidak benar,tidak lengkap , dan menyesatkan.
Dalam melaksanakan regulasi obat perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Otoritas regulasi obat harus independen dan transparan.
b) Pengawasan
yang
dilaksanakn
nasional,
perizinan
sarana
produksi
dan
distribusi,pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi, pengawasan terhadap
sarana produksi dan distribusi,akses laboratorium pemeriksaan mutu, surveilens pasca
pemasaran, uji klinik, serta ekspor dan impor dan impor obat dan pembekalan kesehatan.
c) Pembentukkan pusat informasi obat di sarana kesehatan dan dinas kesehatan untuk
ontensifikasi penyebaran informasi obat;
d) Pengembangan sistem Monitoring Efek Samping Obat Nasional (MESO Nasional).
Dengan demikian, yang menjadi elemen inti dalam regulasi obat adalah pengaturan
mengenai mutu, keamanan, khasiat, dan informasi obat.
F. Perubahan Sosial dan Budaya
Koentjaraningrat,dalam bukunya Penghantar Anthropologi (1996),menjelaskan bahwa
perubahan sosial budaya yang terjadi di masyarakat dpat dibedakan ke dalam beberapa bentuk
yaitu:
1. perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat
2. perubahan-perubahan yang pengaruhnya kecil dan perubahan yang besar pengaruhnya
3. perubahan yang di rencanakan dan tidak direncanakan.
Disamping itu, proses perubahan kebudayaan yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek
dinamakan inovasi. Inovasi membutuhkan beberapa syarat,antara lain :

masyarakat merasa akan kebutuhan perubahan

perubahan harus dipahami dan dikuasai masyarakat

perubahan dapat diajarkan

perubahan memberikan keuntungan di masa yang akan datang

perubahan tidak merusak prestise pribadi atau kelompok.
15
Sebaliknya, perubahan tidak bisa meluas karena :

Pengguna penemuan baru mendapat suatu hukuman

Penemuan baru sulit diintegrasikan ke dalam pola kebudayaan yang ada.
Menurut G.M. Foster, (1973) untuk mempelajari dinamika dari proses perubahan dari
sudut individu,maka perlu sekali mengetahui kondisi dasar dari individu agar mau mengubah
tingkah lakunya, yaitu:
1) Individu harus menyadari adanya kebutuhan untuk berubah
2) harus mendapat informasi bagaimana kebutuhan ini dapat dipenuhi
3) mengetahui bentuk pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhannya dan biayanya
4) tidak mendapat sanksi yang negatip terhadap individu yang akan menerima inovasi.
Selanjutnya
Foster
menyatakan
bahwa
untuk
membantu
individu
mau
mengubah
perilakunya,maka yang perlu diperhatikan adalah:

Mengidentifikasi individu,masyarakat yang menjadi sasaran perubahan

mengetahui motif yang mendorong perubahan,anatra lain adalah motif ekonomi,
religi,persahabatan, prestise

mengetahui faktor-faktor lain misalnya: kekuatan sosial dan nila-nilai yang ada dalam
masyarakat,kebutuhan masyarakat,waktu yang tepat,golongan dalam masyarakat yang
mudah menerima ide baru, serta golongan yang berkuasa.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhir-akhir ini perhatian terhadap obat alami meningkat dengan tajam. Penelitian
mengenai potensi dan khasiat obat alami pun mengalami peningkatan. Hal ini merupakan sesuatu
yang menggembirakan, mengingat potensi kekayaan alam Indonesia sangat berlimpah. Oleh
sebab itu,kita hanya menunggu kemauan pemerintah dan berbagai pihak yang berkepentingan
untuk mengembangkannya agar pelayanan kesehatan tidak semata-mata tergantung pada obatobat modern.
Secara singkat, sistem medis merupakan organisasi yang kaya dan kompleks yang
memberikan banyak peranan dan tujuan. Rupanya perhatian yang diberikan hanyalah pada
masalah-masalah penyakit (disease) dan penyakit (illness) yang didefinisikan secara sempit,
padahal dalam kenyataannya mereka mencerminkan pola-pola dan nilai-nilai dasar dari
kebudayaan, di mana mereka merupakan salah satu bagiannya. Hanya apabila dipandang dari
konteks yang luas dalam suatu lingkungan sosial-budaya yang menyeluruh, barulah tingkah laku
sehat dari anggota-anggota kelompok mana pun dapat dipahami sepenuhnya.
B. Saran

Pembaca diharapkan mengerti, memahami dan menghayati makalah ini.

Penulis diharapkan lebih baik lagi dalam menulis makalah ini.

Penulis diharapkan mengkaji lebih dalam hal yang berkaitan dengan judul makalah.

Semoga bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.
17
DAFTAR PUSTAKA
Foster, George M. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta. Rineka Cipta.
Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Agoes, Azwar. Jacob, T. 1992. Antropologi Kesehatan Indonesia. Jakarta. EGC
18
Download