BAB I Pendahuluan Arti penting tumbuhan obat Hingga saat ini tumbuhan obat diyakini masih berperan dalam pencegahan dan pengobatan penyakit, dan masih menjadi faktor penting dalam peningkatan taraf kesehatan masyarakat. Selama ini penggunaannya masih didasarkan pada data empirik atau atas dasar pengalaman yang diteruskan secara turun temurun, belum didasarkan pada hasil penelitian dan percobaan-percobaan yang seksalna. Sesuai dengan upaya Pemerintah untuk memperluas dan meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, maka penanganan dan pengembangan masalah di atas harus dapat diarahkan untuk menunjang usaha Pemerintah ini. Berdasarkan pandangan ini, maka pengembangan tumbuhan obat harus didasarkan pada kepentingan masyarakat. Hal ini berarti bahwa penggunaan tumbuhan obat untuk tujuan pengobatan harus mempunyai dasar-dasar yang kuat, sehingga penggunaan dan aturan pemakaiannya haras benar-benar dapat dipertang-gung-jawabkan. Menjadi tugas kita bersama untuk mengembangkan tumbuhan obat ini secara terarah dan terencana, sehingga benar-benar dapat bermanfaat bagi usaha peningkatan taraf kesehatan dari masyarakat. Pengembangan dan penelitian tumbuhan obat harus dapat menetapkan mana yang dapat dipakai untuk pengobatan dan mana yang tidak bermanfaat, dan juga tumbuhan mana yang bahkan dapat membahayakan kesehatan perorangan dan masyarakat. Arah pengembangan yang akan dicapai harus dapat memberikan dasar yang kuat dalam menetapkan mutu, khasiat, dan keamanannya. Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan masalah tumbuhan obat hendak-nya dilakukan bukan hanya sekedar untuk menambah perbendaharaan ilmu penge-tahuan saja, tetapi terutama bagaimana mensosialisasikan hasil-hasil penelitian kepada masyarakat luas, sehingga bisa dipetik manfaat yang sebesarbesarnya. Penggunaan obat tradisional oleh masyarakat yang masih tetap luas (kalau tidak dikatakan semakin terns meningkat), disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: tingkat kesehatan masyarakat berada dalam keadaan yang sedemikian rupa, a. sehingga sangat memerlukan pengobatan, b. jangkauan pelayanan kesehatan masih belum cukup merata, sehingga adakalangan masyarakat yang belum terjangkau; antara lain juga faktor biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan masih jauh dari jangkauan kelompok masyarakat tertentu, c. jangkauan pemasaran tumbuhan obat dalam bentuk obat tradisional dapat meyakinkan masyarakat, d. sikap tradisional dari kalangan masyarakat tertentu yang masih lebih yakin pada obat tradisional dari pada obat dan cara pengobatan modern, e. anjuran berbagai fihak dari kalangan tenaga kesehatan yang mempunyai pengaruh pada masyarakat untuk tetap menggunakan tumbuhan obat sebagai obat tradisional. Kemanjuran dan khasiat jamu yang ditemukan oleh para leluhur kita sebenarnya tidak kalah jika dibandingkan dengan temuan obat rekan sejamannya para herbalist Romawi atau Yunani kuno. Bedanya ialah bahwa para leluhur kita selalu sudah merasa puas dengan hasil yang telah dicapainya, sehingga mereka tidak lagi beru-paya mencoba mengorganisasikan lebih lanjut pengetahuan yang sangat berharga ini ke arah sistem yang lebih dalam, yaitu sistem kausal (sistem kausal adalah suatu cara untuk merunut segala sesuatu menurut langkah-langkah sebab dan akibat). Maklumlah para leluhur kita tentunya tidak / belum mengenal logika Aristoteles sebagaimana para herbalist tadi. Oleh karenanya segala pengetahuan tentang peri kehidupan alam (natural history) yang dimilikinya tidak pernah bisa berkembang menjadi suatu disiplin ilmu pengetahuan yang dapat diterima oleh masyarakat keilmuan secara luas. Kalaupun ada usaha oleh mereka untuk mengembangkan atau memajukan pengetahuan/ketrampilan tadi, maka usaha ini akan lebih dipersulit oleh hambatan-hambatan tradisi dan rasa hormat berlebih-lebihan terhadap pusaka le-luhur, tahayul dan sejenisnya, dan juga terkendala oleh ketidak-mampuan mereka dalam mengadakan peramalan pengembangan (disebabkan karena tidak adanya or-ganisasi dan sistem kausal tadi), Hal ini rupanya menimbulkan dampak panjang yang dapat dirasakan sampai saat ini, serta menjadi salah satu akar daripada segala keterbelakangan bangsa Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Memang ironis sekali, bahwa sekalipun banyak sekali primbon, serat, pawu-kon dan sejenisnya yang ditulis leluhur kita, kredit rekaman ilmiahnya dalam forum keilmuan interaasional kini justru menjadi milik bangsa barat. Seni menulis ilmiah belum membudaya pada kita, sehingga kita harus mengacu tulisan orang-orang asing kalau kita mau berbicara, sekalipun tentang bermacam ragam pusaka kebu-dayaan kita sendiri seperti jamu, perdukunan, wayang, dan sebagainya. Mengingat kenyataan akan besar dan luasnya flora Indonesia, berakaraya pemakaian obat tradisional dalam kebudayaan kita, hiruk-pikuknya manfaat jamu yang dilansir oleh media massa, maka timbul pertanyaan, apa sebenarnya sumbangan tumbuhan obat kita secara nyata dalam perkembangan dunia farmasi? Jika reserpina yang berasal dari Rauvolfia sebagai obat penyakit tekanan darah merupa-kan sumbangan alili-ahli India, efedrina dan ginseng adalah jerih payah peneliti Ci-na, digitalis dianggap saham Inggris, maka mana "breakthrough" hasil karya bangsa Indonesia? Dapatkah beras kencur atau param menyaingi minyak "sloane" baik dalam perdagangan ataupun secara ilmiah? Mungkin sekali Graptophyllum pictum akan merupakan kunci yang akan mengharumkan nama tumbuhan obat Indonesia dalam forum ilmiah internasional. Tapi sudah siapkah ancang-ancang penelitian kita untuk itu atau haruskah kita kembali nantinya terus "mengutip" hasil orang asing dalam mengacu pada tanaman ini? Upaya pengembangan tumbuhan obat tidak boleh lagi dilakukan secara sek-toral, tapi harus melibatkan para ahli berbagai disiplin ilmu seperti farmasi, ke-dokteran, kimia, biologi, pertanian, teknik, ekonomi dan juga tentu para dukun-du-kun ahli secara serentak. Sebagaimana diketahui antara ahli kedokteran dan kelompok peneliti tumbuhan obat terdapat semacam permusuhan yang bersifat bebu-yutan, yang tidak saja meragikan perkembangan dunia farmasi Indonesia tapi juga masyarakat ramai secara umum. Berbagai pihak seharusnya berhati terbuka untuk menerima, bahwa tidak ada obat ajaib yang mampu menyembuhkan segala penya-kit. Kasus Comfrey beberapa waktu berselang sudah pasti akan mengakibatkan semakin menebalnya ketidak-percayaan para dokter pada tumbuhan obat. Di lain fihak para dokter harus berani menerima kenyataan bahwa tumbuhan obat itu juga memiliki kandungan aktif yang umumnya menjadi dasar pembuatan obat-obat sin-tetis. Sejarah Tumbuhan Obat Pada umumnya khasiat suatu tumbuhan diperoleh secara tidak sengaja, tetapi sekali hal tersebut diketahui akan merupakan keterangan yang tak terlupakan dan dalam hal-hal tertentu akan menjadi rahasia bagi si penemu, sehingga seringkali kegunaan suatu tumbuhan obat hanya diturunkan dari ayah ke anak atau dari tabib ke salali seorang muridnya yang dipercaya, maka jarang ditemukan catatan yang bisa diketahui oleh umum (masyarakat awam). Dokumentasi tertua tentang penggunaan tumbuhan obat, ditemukan berupa lempeng tanah Hat yang dibuat sekitar tahun 2500 SM (sekarang disimpan di perpustakaan Ashurbanipal di negeri Assiria. Dari Mesir ditemukan tahun 1600 SM, disebut Papyrus Ebers, memuat nama-nama simplisia, antara lain kulit delima, buah adas manis, candu, minyak jarak, ragi dan madu (sekarang disimpan di Uni-versitas Leipzig). Hippocrates (466 SM) seorang tabib, telah mengenal konium (Conium macu-latum), kayu manis (Succus liquiritae), gentiana (Gentiana luted), kelembak (Rheum palmatum\ gom arab (Acacia Senegal), candu (Papaver somniferum) dan masih banyak lainnya. Gambar 1. Prasasti yang ditemukan di London berapa TheaUnn Botanicum Theophrastus (372 SM) murid Aristoteles, menulis 10 jilid buku tentang tumbuh-tumbuhan dan ia telah mengetahui tentang lada (Myristica fragrans), candu dan lain-lain sebagai bahan obat atau sarana penyembuhan suatu penyakit. Galenos (131-200 M) menulis tentang risalah analisis tumbuhan obat, pemal-suan-pemalsuan dan pembuatan sari sesuatu tumbuhan obat. Linnaeus (1737) seorang ahli botani Swedia adalah seorang penulis buku Genera Plantarum yang sangat terkenal dan kemudian merupakan buku pedoman utama dari dasar sistematik botani untuk determinasi tumbuhan. Beberapa Pengertian Istilah yang ada kaitannya dengan Tumbuhan Obat Beberapa batasan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI atas istilah-istilah yang ada kaitannya dengan tumbuhan obat adalah : Obat : adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagosis, mencegah, mengurangkan, menghilang-kan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bahan dari ba-dan manusia. Obat jadi: adalah obat dalam keadaan mumi atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, saleb, tablet, pil, supositori atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia atau bukubuku lain yang ditetapkan oleh pemerintah. Obat asli : yakni obat yang diperoleh langsung dari bahan-bahan alamiah Indonesia, terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional. Obat Tradisional: adalah obat jadi atau obat terbungkus yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran dari bahan-bahan tersebutyang belum ada data klinis dan digunakan untuk usaha kesehatan berdasarkan pengalaman, Jamu : adalah ramuan obat alamiah yang dipersiapkan untuk tujuan resentur paratus (diminum pada saat itu juga), dalam keadaan segar tanpa mengalami proses perebusan ataupun pengolahan lain, baik bahan baku maupun sediaan yang siap minum, ditujukan untuk menjaga kesehatan, menambah nafsu makan pelangsing serta tujuan lain yang ada kaitannya dengan kebugaran tubuh. Dan kecuali dinyatakan lain, umumnya hanya menggunakan pelarut air yang sudah direbus. Toga : adalah singkatan dari Tainan Obat Kehiarga, sebagai pengganti istilah apotik hidup adalah suatu upaya budidaya tumbuhan obat secara terbatas di lahan-lahan pekarangan, kebun percobaan dan lahan tumpang sari sebagai sara-napelengkap penunjang kesehatan. Etnobotani : adalah suatu aspek kebudayaan yang berkembang di masyarakat suatu bangsa yang meyakini adanya khasiat tumbuhan tertentu dalam lingkungan/ negara tertentu pula. Misalnya khasiat anti diare jambu biji hanya dikenal oleh masyarakat Asia, tetapi di Eropa dikenal sebagai astringensia; Kopi di Asia untuk penyegar, di Amerika berbahaya bagi jantung dan sebagainya