BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Konsep

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Landasan Teori
1. Konsep Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses
yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk
suatu Negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan
sistem kelembagaan (Arsyad, 1999:6).
Berdasarkan definisi di atas jelas bahwa pembangunan
ekonomi memiliki pengertian (Arsyad, 1999:6):
a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus.
b. Usaha untuk menaikan pendapatan perkapita.
c. Kenaikan pendapatan perkapita itu harus berlangsung dalam
jangka panjang.
d. Perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang. Kelembagaan ini
bisa ditinjau dari 2 aspek, yaitu: aspek perbaikan di bidang
organisasi (institusi) dan perbaikan di bidang regulasi (baik
formal maupun informal).
Menurut Todaro (2000:21), pembangunan ekonomi dipandang
sebagai proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan
kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi maupun non
ekonomi.
Menurut Todaro (2000:21), proses pembangunan harus
mempunyai tiga tujuan inti, yaitu:
8
a. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai
macam barang kebutuhan pokok (pangan, sandang, papan
kesehatan, dan perlindungan keamanan).
b. Peningkatan standar hidup yang hanya berupa peningkatan
pendapatan, namun juga meliputi pertambahan penyediaan
lapangan
pekerjaan,
perbaikan
kualitas
pendidikan,
serta
peningkatan perhatian atas nilai-nilai cultural dan kemanusiaan,
dimana
semuanya
itu
tidak
hanya
untuk
memperbaiki
kesejahteraan materiil melainkan juga untuk menumbuhkan jati
diri bangsa yang bersangkutan.
c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi tiap individu
dan bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan
mereka dari sikap ketergantungan.
2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi
didefinisikan
sebagai
kenaikan
PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau
lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah
perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999:7).
Menurut
Simon
Kuznet
dalam
Jhingan
(2003:57),
pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam
kemampuan suatu Negara (daerah) untuk menyediakan semakin
banyak barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini
timbul
sesuai
dengan
kemajuan
teknologi,
kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya.
dan
penyesuaian
9
Berdasarkan sudut pandang tersebut, maka dalam penelitian ini
digunakan istilah pertumbuhan ekonomi yang akan dilihat dari sudut
pandang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan
ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada tahun
tertentu (PDRBt) dengan sebelumnya (PDRBt-1).
3. Pembangunan Daerah
Pembangunan
daerah
berarti
pemerintah
beserta
masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada untuk
menciptakan suatu lapangan pekerjaan yang baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dengan
membentuk pola kemitraan diantara pemerintah daerah dengan sektor
swasta di wilayah tersebut (Arsyad, 1999:108). Menurut Lincolin
Arsyad (1999:108), masalah pokok dalam pembangunan daerah
adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan- kebijakan
pembangunan yang didasarkan penggunaan potensi sumberdaya
manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah)
yang merupakan bagian dari kekhasan daerah yang bersangkutan
(endogenous development), orientasi ini mengarahkan kita dalam
pengambilan inisiatif-inisiatif untuk menciptakan lapangan pekerjaan
serta merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
4. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Daerah
Teori-teori tentang pertumbuhan ekonomi daerah dalam
Arsyad (1999) sebagai berikut:
10
a. Teori Ekonomi Neo Klasik
Peranan teori ekonomi neo klasik tidak terlalu besar dalam
menganalisis pembangunan daerah (regional) karena teori ini
tidak memiliki dimensi special yang signifikan. Namun demikian
teori ini memberikan 2 konsep pokok dalam pembangunan
ekonomi daerah yaitu keseimbangan dan mobilitas factor
produksi.
Artinya,
sistem
perekonomian
akan
mencapai
keseimbangan alamiahnya jika modal bias mengalir tanpa
restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari
daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah
rendah.
b. Teori Basis Ekonomi (Economy Base Theory)
Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu
utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan
langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar
daerah. Sumberdaya lokal yang di dalamnya termasuk tenaga
kerja dan bahan baku untuk diekspor digunakan sebagai
pertumbuhan industri, dimana akan menghasilkan kekayaan
daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation).
Strategi
pembangunan
daerah
yang
muncul
yang
didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti penting
bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara
nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya
mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan-
11
perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan
di daerah tersebut.
Kelemahan model ini adalah bahwa model ini didasarkan
pada permintaan eksternal bukan internal. Pada akhirnya akan
menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap
kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Namun
demikian,
model
ini
sangat
berguna
untuk
menentukan
keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang
dibutuhkan
masyarakat
untuk
mengaembangkan
stabilitas
ekonomi.
c. Teori Lokasi
Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa
lokasi yang terbaik adalah biaya yang termurah antara bahan baku
dengan pasar. Banyak variable lain yang mempengaruhi kualitas
atas suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, biaya
energi, ketersediaan pemasok, komunikasi, fasilitas-fasilitas
pendidikan dan latihan, kualitas
pemerintah daerah dan
tanggungjawabnya.
Keterbatasan dari teori lokasi ini pada saat sekarang
adalah bahwa teknologi dan komunikasi modern telah mengubah
signifikasi suatu lokasi tertentu untuk kegiatan produksi dan
distribusi barang.
d. Teori Tempat Sentral
12
Teori tempat sentral (central place theory) menganggap
bahwa ada hirarki tempat (hierarchy of places). Tempat sentral
didukung oleh sejumlah tempat
yang lebih kecil
yang
menyediakan sumber daya (industri dan bahan baku). Tempat
sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan
jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.
Teori
tempat
sentral
ini
bisa
diterapkan
pada
pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun
pedesaan. Misalnya perlunya melakukan pembedaan fungsi antara
daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah
bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya
sebagai daerah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi
daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan
peranan fungsional mereka dalam sistem daerah.
e. Teori Kausasi Kumulatif
Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk
menunjukan konsep dasar dari teori kausasi kumulatif ini.
Kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan
antara daerah-daerah tersebut . daerah yang maju mengalami
akumulasi keunggulan kompetitif dibanding daerah-daerah
lainnya. Hal ini biasa disebut Myrdal (1957) sebagai back-washeffect.
f. Model Daya Tarik (Attraction)
13
Teori daya tarik industri adalah model pembangunan
ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori
ekonomi yang mendaari adalah bahwa suatu masyarakat dapat
memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialis melalui
pemberian subsidi insentif.
5.
Konsep Pusat Pertumbuhan
Konsep Pusat Pertumbuhan (growth point concept) terutama
yang berasal dari teori kutub pertumbuhan pertama kali diperkenalkan
oleh ekonom Perancis yang bernama Perroux (1950) dengan teorinya
Pole Croisanse atau Pole de Development. Pemikiran dasar dari teori
ini adalah kegiatan ekonomi di dalam suatu daerah cenderung terpusat
pada satu titik lokal dan kegiatan ekonomi tersebut akan semakin
berkurang jika jarak suatu daerah semakin jauh dengan pusat
pertumbuhan sedangkan daerah disekitarnya yang masih terpengaruh
adalah daerah pengaruhnya.
Konsep Pusat pertumbuhan ini dapat dijelaskan dengan dua
cara yaitu konsep pusat pertumbuhan secara fungsional dan secara
geografis. Suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang
industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur
kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik
ke dalam maupun keluar (daerah belakangnya) merupaka penjelasan
pusat pertumbuhan bila dilihat secara fungsional. Secara geografis,
pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas
dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction),
14
yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk melakukan
kegiatan ekonomi di tempat tersebut dan masyarakat senang datang
untuk memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut, walaupun
kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut (Tarigan,
2005:162-163).
Selanjutnya menurut Sihotang (2001:97), semakin kuat ciriciri nodal dari daerah yang bersangkutan , akan semakin tinggi tingkat
pertumbuhannya dan perkembangan ekonomi sosialnya. Dengan
demikian, kebijakan regional yang diterapkan akan berhasil jika
kebijakan tersebut mendukung ciri-ciri nodal alami yang sudah
terbentuk pada daerah tersebut. Selain itu, pusat-pusat penduduk yang
besar mempunyai potensi pasar yang tinggi dan secara kultural dan
social lebih menarik untuk dikembangkan. Dengan demikian titik
pertumbuhan
biasanya
terjadi
secara
alami
dan
kemudian
dikembangkan, karena peningkatan ekonomi pada pusat pertumbuhan
tersebut amat tergantung dari penggunaan sumber daya yang
digunakan pada titk dan daerah pengaruhnya.
Konsep Titik Pertumbuhan (growth point concept) ini
merupakan mata rantai antara struktur daerah-daerah nodal yang
berkembang dengan sendirinya dan perencanaan fisik dan regional.
Sebagaimana telah diketahui, keuntungan-keuntungan aglomerasi
menyebabkan konsentrasi produksi lebih efisien dari pada yang
terpencar-pencar, sedangkan keseimbangan
antara keuntungan-
keuntungan skala dalam penyediaan pelayanan-pelayanan sentral dan
15
keinginan
konsentrasi
akan
kemudahan
penduduk
yang
hubungan
telah
tersusun
dalam
mengakibatkan
suatu
hirarki
difokuskannya pusat-pusat sub-regional bagi pertumbuhan telah
membantu menjembatani celah antara teori lokasi dan teori ekonomi
regional.
Richardson,
juga
memasukan
unsur
kesatuan
dan
pengarahan ke dalam kebijakasanaan-kebijaksanaan regional seperti:
pembuatan prasarana pada titik-titik pertumbuhan, lokasi perumahan
baru, dan penggairahan migrasi intra-regional dan perjalanan ke
tempat kerja ke pusat-pusat yang direncanakan.
Pemikiran dasar dari titik pertumbuhan adalah bahwa kegiatan
ekonomi di dalam suatu wilayah cenderung beraglomerasi di sekitar
sejumlah titik-titik lokal. Di dalam suatu wilayah, arus polarisasi akan
bergravitasi kea rah titik-titik lokal ini, walaupun kepadatan dari arus
tersebut akan berkurang karena jarak. Di sekitar titik lokal (pusat
dominan) ditentukan garis perbatasan dimana kepadatan arus turun
sampai suatu tingkat kritis minimum, pusat tersebut dapat dinamakan
sebagai titik pertumbuhan, dan untuk wilayah di dalam garis
perbatasan merupakan wilayah pengaruhya (wilayah pertumbuhan)
atau yang sering disebut sebagai daerah hinterland (Tarigan,
2005:154).
Berdasarkan penjelasan di atas, distribusi penduduk secara
spasila tersusun dalam sistem pusat hirarki degan kaitan-kaitan
fungsional. Semakin kuat ciri-ciri nodal dari wilayah-wilayah yang
bersangkutan semakin tinggi tingkat pertumbuhannya dan demikian
16
juga halnya dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosialnya.
Dengan demikian rencana pengembangan wilayah akan lebih berhail
jika rencana tersebut diarahkan untuk memperkuat ciri-ciri titik
pertumbuhan alamiah yang terdapat di masing-masing wilayah.
Strategi
titik
pertumbuhan
dapat
ditafsirkan
sebagai
upaya
mengkombinasi ciri-ciri tempat sentral yang mempunyai orde tinggi
dan lokasi potensial yang dapat memberikan keuntungan-keuntungan
anglomerasi.
6. Teori Kutub Pertumbuhan
Definisi dari teori kutub pertumbuhan regional adalah sebagai
seperangkat industri-industri sedang mengalami perkembangan, dan
berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan
lanjut dari kegiatan ekonomi melalui daerah pengaruhnya. Kutub
pertumbuhan regional ekonomi terdiri dari suatu kumpulan industriindustri yang mengalami kemajuan dan saling berhubungan, serta
cenderung menimbulkan aglomerasi yang disebabkan oleh adanya
faktor-faktor ekonomi/eksternal (Sihotang, 2001:98). Pemikiran dasar
dari teori kutub pertumbuhan ini adalah kegiatan ekonomi di dalam
suatu daerah cenderung terpusat pada satu titik lokal (pusat), dan titiktitik lokal ini akan memberikan pengaruhnya terhadap perkembangan
ekonomi yang ada pada daerah yang berada disekitar titik tersebut.
Menurut Richardson, faktor utama terjadinya ekspansi regional
adalah
adanya
interaksi
antara
industri-industr
inti
(industri
penggerak) yang merupakan pusat nadi dari kutub perkembangan
17
dengan industri lain yang ada disekitar industri inti (Sihotang,
2001:98). Menurutnya, ciri-ciri yang harus dimiliki oleh sebuah
konsentrasi kegiatan ekonomi agar dapat dikatakan sebagai sebuah
pusat pertumbuhan (Tarigan, 2005:162-163) adalah:
a. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang
memiliki nilai ekonomi.
Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah
kota. Ada keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya
yang apabila satu sektor yang tumbuh maka sektor tersebut akan
mendorong sektor lainnya, karena saling terkait. Jadi, kehidupan
kota menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan
kota dan bersinergi untuk saling mendukung terciptanya
pertumbuhan.
b. Ada efek pengganda (multiplier effect)
Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling
mendukung akan menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu
sektor atas permintaan dari luar wilayah yang produksinya
meningkat, akan membuat produksi sektor lain juga meningkat.
Hal ini terjadi karena adnya keterkaitan antar sektor dan akan
terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total
kenaikan produksi bisa beberapa kali lipat dibandingkan dengan
18
kenaikan permintaan dari luar untuk sektor tersebut (sektor yang
pertama kali meningkat permintaannya).
c. Adanya konsentrasi geografis
Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas,
selain bisa menciptakan efisiensi diantara sektor-sektor yang
saling membutuhkan, juga menimbulkan daya tarik (gravitasi)
dari kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa
mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan.
Jadi, kebutuhan dapat diperoleh dengan lebih hemat waktu,
tenaga, dan biaya. Hal ini membuat kota itu menarik untuk
dikunjungi dank arena volume transaksi yang makin meningkat
akan menciptakan economic of scale sehingga tercipta efisiensi
lanjutan.
d. Bersifat mendorong daerah belakangnya
Hal ini berarti antara kota dan wilayah belakangnya
terdapat hubungan yang harmonis. Kota membutuhkan bahan
baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai
kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan
diri. Apabila terdapat hubungan yang harmonis dengan wilayah
belkaangnya dan kota itu memiliki tiga karakteristik seperti yang
disebutkan terdahulu, maka kota tersebut akan berfungsi
mendorong kebelakang.
19
B.
Definisi Operasional
1.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha (9 sektor) dalam suatu daerah tertentu atau jumlah
nilai barang dan jasa akhir (netto) yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi di suatu wilayah yang dihitung pada suatu periode tertentu
(biasanya satu tahun). Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan
menggunakan empat pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan Produksi
Pendekatan dengan menjumlahkan seluruh produksi netto
barang
dan
jasa
yang
dihasilkan
oleh
seluruh
sektor
perekonomian pada suatu periode tertentu (biasanya satu tahun).
Pendekatan ini digunakan untuk mendapatkan nilai tambah (value
added) dari setiap proses produksi di dalam masyarakat (warga
negara asing da penduduk) dari berbagai lapangan usaha (sektor)
di suatu wilayah. Lapangan usaha (sektor) yang mempengaruhi
pendapatan nasional dilihat dari pendekatan produksi, yaitu:
1) Pertanian, Peternakan, Pehutanan dan Perikanan;
2) Pertambangan & Penggalian;
3) Industri Pengolahan;
4) Listrik, Gas dan Air Bersih;
5) Bangunan;
6) Perdagangan, Hotel & Restoran;
7) Pengangkutan dan Komunikasi;
20
8) Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan;
9) Jasa-jasa
b. Pendekatan Pendapatan
Penghitungan PDRB melalui pendekatan ini dilakukan
dengan cara menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor
produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah
selama satu tahun.
c. Pendekatan Pengeluaran
Penghitungan PDRB melalui pendekatan ini dilihat dari
penggunaan akhir barang dan jasa yang dihasilkan di wilayah
domestik.
d. Pendekatan Alokasi
Pendekatan ini digunakan dengan alas an terkadang dengan
data yang tersedia tidak memungkinkan untuk mengadakan
penghitungan PDRB dengan menggunakan metode langsung
seperti tiga cara di atas, sehingga digunakan metode alokasi atau
metode tidak langsung. Cara penyajian PDRB adalah sebagai
berikut:
1) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, merupakan keseluruhan
dari agregat pendapatan dinilai atas dasar harga berlaku pada
masing-masing tahunnya, yaitu pada saat menilai produksi
dan biaya antara serta pada penilaian komponen PDRB.
Kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh
suatu daerah ditunjukkan oleh PDRB atas dasar harga
21
berlaku. Nilai PDRB yang besar berarti kemampuan
sumberdaya ekonominya besar, begitu juga sebaliknya.
2) PDRB Atas Dasar Harga Konstan, merupakan keseluruhan
agregat pendapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena
perkembangan
produksi
riil.
Perkembangan
agregat
pendapatan bukan karena kenaikan harga atau inflasi.
2. Sektor Basis
Sektor basis adalah sektor ekonomi yang merupakan sektor
atau kegiatan perekonomian yang mampu melayani pasar domestik
(lokal) atau pasar di luar daerah, atau didapat nilai secara proporsional
dari hasil analisis positif.
3. Pusat Pertumbuhan
Secara geografis, suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas
dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction)
disebut sebagai pusat pertumbuhan, yang menyebabkan berbagai
macam usaha tertarik untuk melakukan kegiatan ekonomi di tempat
tersebut dan masyarakat senang datang untuk memanfaatkan fasilitas
yang ada d kota tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada interaksi
antara usaha-usaha tersebut (Tarigan, 2005:162-163).
4.
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk adalah banyak individu atau anggota rumah
tangga yang bertempat tinggal di masing-masing kecamatan di
Kabupaten Sukoharjo tidak termasuk wisatawan asing, domestik yang
tinggal kurang dari 6 (enam) bulan, awak kapal yang sedang singgah,
22
pengusaha asing dan domestic yang tinggal kurang dari 6 (enam)
bulan, anggota diplomat dan konsultan, serta pekerja musiman.
5. Jarak Antar Wilayah
Jarak atas daerah satu dengan daerah lain dengan
memperhitungkan rute utama jalan raya terpendek (dalam Km).
6. PDRB Perkapita
Nilai tambah dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan
seluruh sektor ekonomi per jumlah penduduk pertengahan tahun yang
tinggal di daerah tersebut.
7. Laju Pertumbuhan Ekonimi
Perbedaan nilai PDRB dari tahun ke tahun awal penelitian
sampai dengan tahun akhir penelitian dalam satuan persen.
C.
Penelitian Terdahulu
1.
Studi tentang sektor basis terdapat dalam penelitian yang
dilakukan oleh:
a. Jeri Fein, Antonius Luntungan dan Jacline Sumual dengan judul
penelitian yaitu Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Dalam
Perekonomian Kota Bitung (Periode 2002-2012). Hasil dari
penelitian tersebut adalah sektor ekonomi yang menjadi sektor
basis atau sektor unggulan yang ada di Kota Bitung ialah sektor
pertanian, sektor industri, listrik, gas, dan air dan sektor
pengangkutan. Kontribusi sektor basis atau sektor unggulan
terhadap perekonomian di Kota Bitung cukup baik. Daya saing
23
perekonomian Kota Bitung dengan perekonomian Sulawesi utara
lemah. Hal Ini terlihat dari nilai Differential Shift dari semua sektor
ekonomi yang nilainya masih negatif.
b. Ita Marlina dan Syaad Affifudin dengan judul penelitian yaitu
Potensi Ekspor Hasil-hasil Pertanian di Kabupaten Karo. Hasil dari
penelitian tersebut berdasarkan hasil perhitungan alat analisis
Location Quotient (LQ) dan Analisis Shift Share menunjukkan
bahwa produksi hasil-hasil pertanian Kabupaten Karo berpotensi
ekspor, basis, maju dan tumbuh pesat. Berdasarkan analisis
Tipology Klassen, Jenis komoditas pertanian yang memiliki potensi
ekspor yang tinggi yaitu kol, wortel, bawang daun dan jeruk manis.
Tingkat
permintaan
hasil-hasil
pertanian
meningkat
setiap
tahunnya. Komoditi pertanian dengan permintaan paling tinggi
setiap tahunnya adalah kol dan kentang. Seperti pada tahun 2009
permintaan terhadap kol dan kentang masing-masing sebesar
48.929,59 ton dan 27.227,28 ton.
c. Sari Sasmita, Vekie Rumate dan Hanly Siwu dengan judul
penelitian yaitu Analisis Sektor Basis di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara. Hasil dari penelitian tersebut berdasar
perhitungan LQ diseluruh sektor perekonomian berdasarkan PDRB
atas dasar harga konstan 2000 terdapat tiga sektor dan sub sektor
yang menjadi basis perekonomian Kabupaten Bolmut yaitu Sektor
Pertanian dengan sub sektor yang menjadi andalan dalam
perekonomian yaitu berasal dari sub sektor kehutanan dan sub
24
sektor tanaman bahan makanan, Sektor Pertambangan dan
Penggalian dengan sub sektor andalan yang berasal dari sub sektor
penggalian, dan Sektor Jasa-jasa dengan sub sektor yang menjadi
andalan yaitu sub sektor pemerintahan umum.
d. Ni Komang dan I Nyoman Mahaendra dengan judul penelitian
yaitu Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Potensial di
Kabupaten Klungkung (Periode Tahun 2008-2010). Hasil dari
penelitian tersebut adalah pola pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Klungkung dalam periode tahun 2008- 2010 menurut Tipologi
Klassen termasuk dalam klasifikasi daerah makmur yang sedang
menurun (potensial tertinggal). Sedangkan sektor-sektor potensial
yang dapat dikembangkan di Kabupaten Klungkung dalam periode
tahun 2008-2010 yaitu sektor bangunan dan sektor jasa-jasa. Dari
sektor jasa-jasa, sub sektor yang lebih dominan menyumbang
kontribusi yaitu dari jasa swasta. Kesempatan kerja yang dihasilkan
dari sektor-sektor potensial di Kabupaten Klungkung masih belum
maksimal. Dari analisis Rasio Penduduk Pengerjaan menunjukkan
bahwa jumlah masyarakat yang terlayani dari sektor bangunan
selama periode 2008-2010 rata-rata sebesar 3,01 persen, sedangkan
dari sektor jasa-jasa rata-rata sebesar 5,96 persen.
e. Benny Benny Oksatriandhi dan Eko Budi dengan judul penelitian
yaitu Identifikasi Komoditas Unggulan di Kawasan Agropolitan
Kabupaten Pasaman. Hasil dari penelitian ini: padi sawah, padi
ladang, kacang tanah, pisang, manga, cabe, bayam, karet, coklat
25
dan kelapa sawit merupakan komoditas unggulan kawasan
agropolitan di Kabupaten Pasaman.
2. Studi tentang pusat pertumbuhan terdapat dalam penelitian yang
dilakukan oleh:
a. Ni Nyoman dan Made Suyana dengan judul penelitian yaitu
Analisis Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Karangasem. Hasil dari
penelitian tersebut berdasarkan analisis Tipologi Klassen, diperoleh
Kecamatan Manggis dan Kecamatan Karangasem diklasifikasikan
kedalam daerah maju dan tumbuh cepat (Tipe I), Kecamatan Abang
dan Kecamatan Kubu diklasifikasikan kedalam daerah berkembang
(Tipe II), dan Kecamatan Rendang, Sidemen, Selat, dan Bebandem
diklasifikasikan kedalam daerah relative terbelakang (Tipe IV).
Kecamatan-kecamatan yang perlu mendapatkan perhatian khusus
untuk dapat lebih dikembangkan lagi sesuai dengan potensi yang
dimilikinya sehingga dapat meningkatkan PDRB per kapita dan
laju pertumbuhan ekonomi daerah tersebut antara lain Kecamatan
Rendang, Sidemen, Selat, dan Kecamatan Bebandem. Berdasarkan
hasil perhitungan analisis location quotient (LQ) pada Kabupaten
Karangasem, sektor ekonomi yang menjadi sektor basis pada
masing-masing kecamatan di Kabupaten Karangasem tahun 2008 –
2012 yaitu :
26
1) Kecamatan Rendang 4 sektor basis: sektor pertanian; sektor
industri pengolahan; sektor listrik, gas, dan air bersih; dan
sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
2) Kecamatan Sidemen 4 sektor basis: sektor pertanian; sektor
industri pengolahan; sektor listrik, gas, dan air bersih; dan
sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
3) Kecamatan Selat 4 sektor basis: sektor pertanian; pertambangan
dan penggalian; industri pengolahan; dan sektor keuangan,
persewaan, dan jasa perusahaan.
4) Kecamatan Manggis 3 sektor basis: sektor bangunan; sektor
perdagangan, hotel, dan restoran; dan sektor pengangkutan dan
komunikasi.
5) Kecamatan Bebandem 5 sektor basis: sektor pertanian;
pertambangan dan penggalian; listrik, gas, dan air bersih;
bangunan; dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan.
6) Kecamatan Karangasem 3 sektor basis: sektor listrik, gas, dan
air bersih; sektor bangunan; dan sektor jasa-jasa.
7) Kecamatan Abang 5 sektor basis: sektor pertanian; industri
pengolahan; listrik, gas, dan air bersih; bangunan; dan sektor
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
8) Kecamatan
Kubu
4
sektor
basis:
sektor
pertanian;
pertambangan dan penggalian; pengangkutan dan komunikasi;
dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
27
Hasil analisis gravitasi dengan nilai indeks gravitasi terbesar
menunjukkan keterkaitan atau daya tarik antara Kecamatan
Kerangasem dengan kecamatan lainnya, yang memiliki
keterkaitan paling kuat yaitu Kecamatan Abang, Bebandem,
Manggis, Kubu, Selat, Sidemen, dan Kecamatan Rendang.
Sementara itu kecamatan-kecamatan yang memiliki keterkaitan
paling kuat dengan Kecamatan Manggis yakni Kecamatan
Karangasem, Bebandem, Selat, Sidemen, Abang, Rendang, dan
Kecamatan Kubu. Keterkaitan antara Pusat Pertumbuhan ini
karena kedua daerah tersebut mempunyai jarak yang cukup
dekat sehingga interaksi keduanya paling kuat. Interaksi
antarkecamatan ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan
jarak antarkedua kecamatan tersebut. Adapun kesimpulan dari
penelitian ini berdasarkan alat analisis Tipologi Klassen,
Location Quotient (LQ), dan Model gravitasi yaitu Kecamatan
Karangasem dan Kecamatan Manggis adalah tepat ditetapkan
sebagai pusat pertumbuhan karena memiliki kriteria sebagai
daerah maju dan tumbuh cepat (Tipe I), memiliki keterkaitan
dengan daerah belakangnya, dan memiliki sektor basis yang
berpotensi ekspor.
b. Dudu Sudarya, Santun R. P. Sitorus dan Muhammad Firdaus
dengan judul penelitian yaitu Analisis Perkembangan Ekonomi
Wilayah Untuk Arahan Pembangunan Kecamatan di Wilayah
Pesisir Kabupaten Garut. Hasil analisis memperlihatkan bahwa
28
tingkat keberagaman dan keberimbangan sektor-sektor ekonomi di
kecamatan
wilayah
pesisir
masih
rendah
dengan
tingkat
perkembangan sebesar 72% dari total kemampuan maksimumnya.
Wilayah pesisir Kabupaten Garut
memiliki ekonomi basis di
sektor primer yaitu pertanian. Sedangkan sektor sekunder adalah
sektor yang tumbuh paling cepat terutama di sektor industri
pengolahan. Analisis hirarki terhadap sarana prasarana ekonomi
desa menunjukkan bahwa hanya ada 3 desa atau sekitar 4,6% yang
masuk hirarki I sebagai inti wilayah dan pusat pertumbuhan. Hasil
analisis menunjukan bahwa untuk meningkatkan perkembangan
dan pemerataan ekonomi, prioritas pembangunan diarahkan pada
Kecamatan Mekarmukti, Pakenjeng dan Caringin. Prioritas
pembangunan sektor ekonomi terutama diarahkan untuk sektor
pertanian, sektor industry pengolahan, sektor perdagangan, hotel
dan restoran, sektor gas, listrik dan air minum.
c. Refika
Ardila
dengan
judul
penelitian
yaitu
Analisis
Pengembangan Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten
Banjarnegara. Alat analisis yang digunakan adalah analisis
skalogram dan indeks sentralitas, metode gravitasi, analisis tipologi
klassen dan analisis Location Quotient. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh enam kecamatan yang termasuk kecamatan
pusat pertumbuhan yaitu Kecamatan Banjarnegara, Madukara,
Purwanegara, Madiraja, Purwareja Klampok
dan Susukan.
Sebagian besar kecamatan masih berada pada daerah relatif
29
tertinggal. Rata-rata sektor basis menyebar secara merata di 20
kecamatan di Kabupaten Banjarnegara, namun sektor basis yang
paling dominan adalah sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air
bersih, sektor bangunan dan sektor jasa-jasa.
d. Yayik Kartika Sari dengan judul penelitian yaitu Analisis
Pengembangan Sektor Basis Ekonomi dan Potensi Peningkatan
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Blora. Hasil dari penelitian
ini menunjukan bahwa terdapat 3 sektor basis ekonomi di
Kabupaten Blora yang diperoleh dari analisis basis ekonomi yaitu
sektor pertambangan dan galian; sektor pertanian; dan sektor
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Berdasarkan hasil uji
persamaan simultan menunjukan bahwa variable tabungan,
pengeluaran pemerintah daerah, upah minimum dan jumlah
penduduk merupakan faktor yang memiliki pengaruh dominan
terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Blora.
e. Eka Rahayu dan Eko Budi dengan judul penelitian yaitu Penentuan
Pusat-pusat Pertumbuhan dalam Pengembangan Wilayah di
Kabupaten Gunung Kidul. Hasil analisis menunjukkan bahwa
terdapat kecamatan yang layak dan tidak layak berdasarkan sarana
prasarana dan juga berdasarkan struktur pertumbuhan ekonomi di
masing-masing
kecamatan.
Adapun
lokasi
pusat-pusat
pertumbuhan adalah Kecamatan Wonosari, Kecamatan Playen
Kecamatan Semanu dan Kecamatan Karangmojo. (Matriks jurnal
di halaman lampiran)
30
D.
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran ini berangkat dari kondisi pertumbuhan
ekonomi kecamatan di Kabupaten Sukoharjo tahun 2010-2013 yang
tercermin dalam PDRB. PDRB didefinisikan sebagai keseluruhan nilai
tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan
ekonomi atau lapangan usaha dalam suatu wilayah selama periode tertentu.
Analisis sektor basis dalam penelitan dilakukan dengan alat analisis
LQ (Location Quotient) untuk mengetahui sektor ekonomi basis dan non
basis.
Analisis
pusat
pertumbuhan
ekonomi
dilakukan
dengan
menggunakan alat Analisis Skalogram dan Indeks Sentralitas, Analisis
Gravitasi, dan Tipologi Klassen. Analisis skalogram dan indeks sentralitas
digunakan untuk menentukan hirarki pusat pertumbuhan ekonomi
berdasarkan ketersediaan fasilitas sosial, ekonomi dan pemerintahan yang
dimiliki oleh setiap wilayah kecamatan di Kabupaten Sukoharjo.
Kemudian analisis gravitasi digunakan untuk mengetahui interaksi antara
pusat pertumbuhan dengan daerah sekitarnya (hinterland). Analsis
Tipologi Klassen digunakan untuk menganalisis posisi perekonomian
kecamatan di Kabupaten Sukoharjo. Untuk mempermudah penelitian maka
berikut digambarkan kerangka pemikiran yang sistematis pada gambar 2.1:
31
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Download