7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Konsep Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu Negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 1999:6). Berdasarkan definisi di atas jelas bahwa pembangunan ekonomi memiliki pengertian (Arsyad, 1999:6): a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus. b. Usaha untuk menaikan pendapatan perkapita. c. Kenaikan pendapatan perkapita itu harus berlangsung dalam jangka panjang. d. Perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang. Kelembagaan ini bisa ditinjau dari 2 aspek, yaitu: aspek perbaikan di bidang organisasi (institusi) dan perbaikan di bidang regulasi (baik formal maupun informal). Menurut Todaro (2000:21), pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi maupun non ekonomi. Menurut Todaro (2000:21), proses pembangunan harus mempunyai tiga tujuan inti, yaitu: 8 a. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan pokok (pangan, sandang, papan kesehatan, dan perlindungan keamanan). b. Peningkatan standar hidup yang hanya berupa peningkatan pendapatan, namun juga meliputi pertambahan penyediaan lapangan pekerjaan, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai cultural dan kemanusiaan, dimana semuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil melainkan juga untuk menumbuhkan jati diri bangsa yang bersangkutan. c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi tiap individu dan bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari sikap ketergantungan. 2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999:7). Menurut Simon Kuznet dalam Jhingan (2003:57), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu Negara (daerah) untuk menyediakan semakin banyak barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini timbul sesuai dengan kemajuan teknologi, kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. dan penyesuaian 9 Berdasarkan sudut pandang tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan istilah pertumbuhan ekonomi yang akan dilihat dari sudut pandang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada tahun tertentu (PDRBt) dengan sebelumnya (PDRBt-1). 3. Pembangunan Daerah Pembangunan daerah berarti pemerintah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan yang baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dengan membentuk pola kemitraan diantara pemerintah daerah dengan sektor swasta di wilayah tersebut (Arsyad, 1999:108). Menurut Lincolin Arsyad (1999:108), masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan- kebijakan pembangunan yang didasarkan penggunaan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah) yang merupakan bagian dari kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development), orientasi ini mengarahkan kita dalam pengambilan inisiatif-inisiatif untuk menciptakan lapangan pekerjaan serta merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. 4. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Daerah Teori-teori tentang pertumbuhan ekonomi daerah dalam Arsyad (1999) sebagai berikut: 10 a. Teori Ekonomi Neo Klasik Peranan teori ekonomi neo klasik tidak terlalu besar dalam menganalisis pembangunan daerah (regional) karena teori ini tidak memiliki dimensi special yang signifikan. Namun demikian teori ini memberikan 2 konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan dan mobilitas factor produksi. Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bias mengalir tanpa restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah rendah. b. Teori Basis Ekonomi (Economy Base Theory) Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Sumberdaya lokal yang di dalamnya termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor digunakan sebagai pertumbuhan industri, dimana akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan- 11 perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut. Kelemahan model ini adalah bahwa model ini didasarkan pada permintaan eksternal bukan internal. Pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Namun demikian, model ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengaembangkan stabilitas ekonomi. c. Teori Lokasi Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik adalah biaya yang termurah antara bahan baku dengan pasar. Banyak variable lain yang mempengaruhi kualitas atas suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, biaya energi, ketersediaan pemasok, komunikasi, fasilitas-fasilitas pendidikan dan latihan, kualitas pemerintah daerah dan tanggungjawabnya. Keterbatasan dari teori lokasi ini pada saat sekarang adalah bahwa teknologi dan komunikasi modern telah mengubah signifikasi suatu lokasi tertentu untuk kegiatan produksi dan distribusi barang. d. Teori Tempat Sentral 12 Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat (hierarchy of places). Tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Misalnya perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daerah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem daerah. e. Teori Kausasi Kumulatif Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukan konsep dasar dari teori kausasi kumulatif ini. Kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antara daerah-daerah tersebut . daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibanding daerah-daerah lainnya. Hal ini biasa disebut Myrdal (1957) sebagai back-washeffect. f. Model Daya Tarik (Attraction) 13 Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendaari adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialis melalui pemberian subsidi insentif. 5. Konsep Pusat Pertumbuhan Konsep Pusat Pertumbuhan (growth point concept) terutama yang berasal dari teori kutub pertumbuhan pertama kali diperkenalkan oleh ekonom Perancis yang bernama Perroux (1950) dengan teorinya Pole Croisanse atau Pole de Development. Pemikiran dasar dari teori ini adalah kegiatan ekonomi di dalam suatu daerah cenderung terpusat pada satu titik lokal dan kegiatan ekonomi tersebut akan semakin berkurang jika jarak suatu daerah semakin jauh dengan pusat pertumbuhan sedangkan daerah disekitarnya yang masih terpengaruh adalah daerah pengaruhnya. Konsep Pusat pertumbuhan ini dapat dijelaskan dengan dua cara yaitu konsep pusat pertumbuhan secara fungsional dan secara geografis. Suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun keluar (daerah belakangnya) merupaka penjelasan pusat pertumbuhan bila dilihat secara fungsional. Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), 14 yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk melakukan kegiatan ekonomi di tempat tersebut dan masyarakat senang datang untuk memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut (Tarigan, 2005:162-163). Selanjutnya menurut Sihotang (2001:97), semakin kuat ciriciri nodal dari daerah yang bersangkutan , akan semakin tinggi tingkat pertumbuhannya dan perkembangan ekonomi sosialnya. Dengan demikian, kebijakan regional yang diterapkan akan berhasil jika kebijakan tersebut mendukung ciri-ciri nodal alami yang sudah terbentuk pada daerah tersebut. Selain itu, pusat-pusat penduduk yang besar mempunyai potensi pasar yang tinggi dan secara kultural dan social lebih menarik untuk dikembangkan. Dengan demikian titik pertumbuhan biasanya terjadi secara alami dan kemudian dikembangkan, karena peningkatan ekonomi pada pusat pertumbuhan tersebut amat tergantung dari penggunaan sumber daya yang digunakan pada titk dan daerah pengaruhnya. Konsep Titik Pertumbuhan (growth point concept) ini merupakan mata rantai antara struktur daerah-daerah nodal yang berkembang dengan sendirinya dan perencanaan fisik dan regional. Sebagaimana telah diketahui, keuntungan-keuntungan aglomerasi menyebabkan konsentrasi produksi lebih efisien dari pada yang terpencar-pencar, sedangkan keseimbangan antara keuntungan- keuntungan skala dalam penyediaan pelayanan-pelayanan sentral dan 15 keinginan konsentrasi akan kemudahan penduduk yang hubungan telah tersusun dalam mengakibatkan suatu hirarki difokuskannya pusat-pusat sub-regional bagi pertumbuhan telah membantu menjembatani celah antara teori lokasi dan teori ekonomi regional. Richardson, juga memasukan unsur kesatuan dan pengarahan ke dalam kebijakasanaan-kebijaksanaan regional seperti: pembuatan prasarana pada titik-titik pertumbuhan, lokasi perumahan baru, dan penggairahan migrasi intra-regional dan perjalanan ke tempat kerja ke pusat-pusat yang direncanakan. Pemikiran dasar dari titik pertumbuhan adalah bahwa kegiatan ekonomi di dalam suatu wilayah cenderung beraglomerasi di sekitar sejumlah titik-titik lokal. Di dalam suatu wilayah, arus polarisasi akan bergravitasi kea rah titik-titik lokal ini, walaupun kepadatan dari arus tersebut akan berkurang karena jarak. Di sekitar titik lokal (pusat dominan) ditentukan garis perbatasan dimana kepadatan arus turun sampai suatu tingkat kritis minimum, pusat tersebut dapat dinamakan sebagai titik pertumbuhan, dan untuk wilayah di dalam garis perbatasan merupakan wilayah pengaruhya (wilayah pertumbuhan) atau yang sering disebut sebagai daerah hinterland (Tarigan, 2005:154). Berdasarkan penjelasan di atas, distribusi penduduk secara spasila tersusun dalam sistem pusat hirarki degan kaitan-kaitan fungsional. Semakin kuat ciri-ciri nodal dari wilayah-wilayah yang bersangkutan semakin tinggi tingkat pertumbuhannya dan demikian 16 juga halnya dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosialnya. Dengan demikian rencana pengembangan wilayah akan lebih berhail jika rencana tersebut diarahkan untuk memperkuat ciri-ciri titik pertumbuhan alamiah yang terdapat di masing-masing wilayah. Strategi titik pertumbuhan dapat ditafsirkan sebagai upaya mengkombinasi ciri-ciri tempat sentral yang mempunyai orde tinggi dan lokasi potensial yang dapat memberikan keuntungan-keuntungan anglomerasi. 6. Teori Kutub Pertumbuhan Definisi dari teori kutub pertumbuhan regional adalah sebagai seperangkat industri-industri sedang mengalami perkembangan, dan berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan lanjut dari kegiatan ekonomi melalui daerah pengaruhnya. Kutub pertumbuhan regional ekonomi terdiri dari suatu kumpulan industriindustri yang mengalami kemajuan dan saling berhubungan, serta cenderung menimbulkan aglomerasi yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor ekonomi/eksternal (Sihotang, 2001:98). Pemikiran dasar dari teori kutub pertumbuhan ini adalah kegiatan ekonomi di dalam suatu daerah cenderung terpusat pada satu titik lokal (pusat), dan titiktitik lokal ini akan memberikan pengaruhnya terhadap perkembangan ekonomi yang ada pada daerah yang berada disekitar titik tersebut. Menurut Richardson, faktor utama terjadinya ekspansi regional adalah adanya interaksi antara industri-industr inti (industri penggerak) yang merupakan pusat nadi dari kutub perkembangan 17 dengan industri lain yang ada disekitar industri inti (Sihotang, 2001:98). Menurutnya, ciri-ciri yang harus dimiliki oleh sebuah konsentrasi kegiatan ekonomi agar dapat dikatakan sebagai sebuah pusat pertumbuhan (Tarigan, 2005:162-163) adalah: a. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi. Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya yang apabila satu sektor yang tumbuh maka sektor tersebut akan mendorong sektor lainnya, karena saling terkait. Jadi, kehidupan kota menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan bersinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan. b. Ada efek pengganda (multiplier effect) Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu sektor atas permintaan dari luar wilayah yang produksinya meningkat, akan membuat produksi sektor lain juga meningkat. Hal ini terjadi karena adnya keterkaitan antar sektor dan akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi bisa beberapa kali lipat dibandingkan dengan 18 kenaikan permintaan dari luar untuk sektor tersebut (sektor yang pertama kali meningkat permintaannya). c. Adanya konsentrasi geografis Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi diantara sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga menimbulkan daya tarik (gravitasi) dari kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Jadi, kebutuhan dapat diperoleh dengan lebih hemat waktu, tenaga, dan biaya. Hal ini membuat kota itu menarik untuk dikunjungi dank arena volume transaksi yang makin meningkat akan menciptakan economic of scale sehingga tercipta efisiensi lanjutan. d. Bersifat mendorong daerah belakangnya Hal ini berarti antara kota dan wilayah belakangnya terdapat hubungan yang harmonis. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri. Apabila terdapat hubungan yang harmonis dengan wilayah belkaangnya dan kota itu memiliki tiga karakteristik seperti yang disebutkan terdahulu, maka kota tersebut akan berfungsi mendorong kebelakang. 19 B. Definisi Operasional 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha (9 sektor) dalam suatu daerah tertentu atau jumlah nilai barang dan jasa akhir (netto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah yang dihitung pada suatu periode tertentu (biasanya satu tahun). Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan, yaitu: a. Pendekatan Produksi Pendekatan dengan menjumlahkan seluruh produksi netto barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian pada suatu periode tertentu (biasanya satu tahun). Pendekatan ini digunakan untuk mendapatkan nilai tambah (value added) dari setiap proses produksi di dalam masyarakat (warga negara asing da penduduk) dari berbagai lapangan usaha (sektor) di suatu wilayah. Lapangan usaha (sektor) yang mempengaruhi pendapatan nasional dilihat dari pendekatan produksi, yaitu: 1) Pertanian, Peternakan, Pehutanan dan Perikanan; 2) Pertambangan & Penggalian; 3) Industri Pengolahan; 4) Listrik, Gas dan Air Bersih; 5) Bangunan; 6) Perdagangan, Hotel & Restoran; 7) Pengangkutan dan Komunikasi; 20 8) Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; 9) Jasa-jasa b. Pendekatan Pendapatan Penghitungan PDRB melalui pendekatan ini dilakukan dengan cara menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah selama satu tahun. c. Pendekatan Pengeluaran Penghitungan PDRB melalui pendekatan ini dilihat dari penggunaan akhir barang dan jasa yang dihasilkan di wilayah domestik. d. Pendekatan Alokasi Pendekatan ini digunakan dengan alas an terkadang dengan data yang tersedia tidak memungkinkan untuk mengadakan penghitungan PDRB dengan menggunakan metode langsung seperti tiga cara di atas, sehingga digunakan metode alokasi atau metode tidak langsung. Cara penyajian PDRB adalah sebagai berikut: 1) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, merupakan keseluruhan dari agregat pendapatan dinilai atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahunnya, yaitu pada saat menilai produksi dan biaya antara serta pada penilaian komponen PDRB. Kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah ditunjukkan oleh PDRB atas dasar harga 21 berlaku. Nilai PDRB yang besar berarti kemampuan sumberdaya ekonominya besar, begitu juga sebaliknya. 2) PDRB Atas Dasar Harga Konstan, merupakan keseluruhan agregat pendapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan produksi riil. Perkembangan agregat pendapatan bukan karena kenaikan harga atau inflasi. 2. Sektor Basis Sektor basis adalah sektor ekonomi yang merupakan sektor atau kegiatan perekonomian yang mampu melayani pasar domestik (lokal) atau pasar di luar daerah, atau didapat nilai secara proporsional dari hasil analisis positif. 3. Pusat Pertumbuhan Secara geografis, suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) disebut sebagai pusat pertumbuhan, yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk melakukan kegiatan ekonomi di tempat tersebut dan masyarakat senang datang untuk memanfaatkan fasilitas yang ada d kota tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut (Tarigan, 2005:162-163). 4. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk adalah banyak individu atau anggota rumah tangga yang bertempat tinggal di masing-masing kecamatan di Kabupaten Sukoharjo tidak termasuk wisatawan asing, domestik yang tinggal kurang dari 6 (enam) bulan, awak kapal yang sedang singgah, 22 pengusaha asing dan domestic yang tinggal kurang dari 6 (enam) bulan, anggota diplomat dan konsultan, serta pekerja musiman. 5. Jarak Antar Wilayah Jarak atas daerah satu dengan daerah lain dengan memperhitungkan rute utama jalan raya terpendek (dalam Km). 6. PDRB Perkapita Nilai tambah dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan seluruh sektor ekonomi per jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di daerah tersebut. 7. Laju Pertumbuhan Ekonimi Perbedaan nilai PDRB dari tahun ke tahun awal penelitian sampai dengan tahun akhir penelitian dalam satuan persen. C. Penelitian Terdahulu 1. Studi tentang sektor basis terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh: a. Jeri Fein, Antonius Luntungan dan Jacline Sumual dengan judul penelitian yaitu Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Dalam Perekonomian Kota Bitung (Periode 2002-2012). Hasil dari penelitian tersebut adalah sektor ekonomi yang menjadi sektor basis atau sektor unggulan yang ada di Kota Bitung ialah sektor pertanian, sektor industri, listrik, gas, dan air dan sektor pengangkutan. Kontribusi sektor basis atau sektor unggulan terhadap perekonomian di Kota Bitung cukup baik. Daya saing 23 perekonomian Kota Bitung dengan perekonomian Sulawesi utara lemah. Hal Ini terlihat dari nilai Differential Shift dari semua sektor ekonomi yang nilainya masih negatif. b. Ita Marlina dan Syaad Affifudin dengan judul penelitian yaitu Potensi Ekspor Hasil-hasil Pertanian di Kabupaten Karo. Hasil dari penelitian tersebut berdasarkan hasil perhitungan alat analisis Location Quotient (LQ) dan Analisis Shift Share menunjukkan bahwa produksi hasil-hasil pertanian Kabupaten Karo berpotensi ekspor, basis, maju dan tumbuh pesat. Berdasarkan analisis Tipology Klassen, Jenis komoditas pertanian yang memiliki potensi ekspor yang tinggi yaitu kol, wortel, bawang daun dan jeruk manis. Tingkat permintaan hasil-hasil pertanian meningkat setiap tahunnya. Komoditi pertanian dengan permintaan paling tinggi setiap tahunnya adalah kol dan kentang. Seperti pada tahun 2009 permintaan terhadap kol dan kentang masing-masing sebesar 48.929,59 ton dan 27.227,28 ton. c. Sari Sasmita, Vekie Rumate dan Hanly Siwu dengan judul penelitian yaitu Analisis Sektor Basis di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Hasil dari penelitian tersebut berdasar perhitungan LQ diseluruh sektor perekonomian berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 terdapat tiga sektor dan sub sektor yang menjadi basis perekonomian Kabupaten Bolmut yaitu Sektor Pertanian dengan sub sektor yang menjadi andalan dalam perekonomian yaitu berasal dari sub sektor kehutanan dan sub 24 sektor tanaman bahan makanan, Sektor Pertambangan dan Penggalian dengan sub sektor andalan yang berasal dari sub sektor penggalian, dan Sektor Jasa-jasa dengan sub sektor yang menjadi andalan yaitu sub sektor pemerintahan umum. d. Ni Komang dan I Nyoman Mahaendra dengan judul penelitian yaitu Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Potensial di Kabupaten Klungkung (Periode Tahun 2008-2010). Hasil dari penelitian tersebut adalah pola pertumbuhan ekonomi Kabupaten Klungkung dalam periode tahun 2008- 2010 menurut Tipologi Klassen termasuk dalam klasifikasi daerah makmur yang sedang menurun (potensial tertinggal). Sedangkan sektor-sektor potensial yang dapat dikembangkan di Kabupaten Klungkung dalam periode tahun 2008-2010 yaitu sektor bangunan dan sektor jasa-jasa. Dari sektor jasa-jasa, sub sektor yang lebih dominan menyumbang kontribusi yaitu dari jasa swasta. Kesempatan kerja yang dihasilkan dari sektor-sektor potensial di Kabupaten Klungkung masih belum maksimal. Dari analisis Rasio Penduduk Pengerjaan menunjukkan bahwa jumlah masyarakat yang terlayani dari sektor bangunan selama periode 2008-2010 rata-rata sebesar 3,01 persen, sedangkan dari sektor jasa-jasa rata-rata sebesar 5,96 persen. e. Benny Benny Oksatriandhi dan Eko Budi dengan judul penelitian yaitu Identifikasi Komoditas Unggulan di Kawasan Agropolitan Kabupaten Pasaman. Hasil dari penelitian ini: padi sawah, padi ladang, kacang tanah, pisang, manga, cabe, bayam, karet, coklat 25 dan kelapa sawit merupakan komoditas unggulan kawasan agropolitan di Kabupaten Pasaman. 2. Studi tentang pusat pertumbuhan terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh: a. Ni Nyoman dan Made Suyana dengan judul penelitian yaitu Analisis Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Karangasem. Hasil dari penelitian tersebut berdasarkan analisis Tipologi Klassen, diperoleh Kecamatan Manggis dan Kecamatan Karangasem diklasifikasikan kedalam daerah maju dan tumbuh cepat (Tipe I), Kecamatan Abang dan Kecamatan Kubu diklasifikasikan kedalam daerah berkembang (Tipe II), dan Kecamatan Rendang, Sidemen, Selat, dan Bebandem diklasifikasikan kedalam daerah relative terbelakang (Tipe IV). Kecamatan-kecamatan yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk dapat lebih dikembangkan lagi sesuai dengan potensi yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan PDRB per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi daerah tersebut antara lain Kecamatan Rendang, Sidemen, Selat, dan Kecamatan Bebandem. Berdasarkan hasil perhitungan analisis location quotient (LQ) pada Kabupaten Karangasem, sektor ekonomi yang menjadi sektor basis pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Karangasem tahun 2008 – 2012 yaitu : 26 1) Kecamatan Rendang 4 sektor basis: sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas, dan air bersih; dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. 2) Kecamatan Sidemen 4 sektor basis: sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas, dan air bersih; dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. 3) Kecamatan Selat 4 sektor basis: sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. 4) Kecamatan Manggis 3 sektor basis: sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; dan sektor pengangkutan dan komunikasi. 5) Kecamatan Bebandem 5 sektor basis: sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; listrik, gas, dan air bersih; bangunan; dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. 6) Kecamatan Karangasem 3 sektor basis: sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor bangunan; dan sektor jasa-jasa. 7) Kecamatan Abang 5 sektor basis: sektor pertanian; industri pengolahan; listrik, gas, dan air bersih; bangunan; dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. 8) Kecamatan Kubu 4 sektor basis: sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; pengangkutan dan komunikasi; dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. 27 Hasil analisis gravitasi dengan nilai indeks gravitasi terbesar menunjukkan keterkaitan atau daya tarik antara Kecamatan Kerangasem dengan kecamatan lainnya, yang memiliki keterkaitan paling kuat yaitu Kecamatan Abang, Bebandem, Manggis, Kubu, Selat, Sidemen, dan Kecamatan Rendang. Sementara itu kecamatan-kecamatan yang memiliki keterkaitan paling kuat dengan Kecamatan Manggis yakni Kecamatan Karangasem, Bebandem, Selat, Sidemen, Abang, Rendang, dan Kecamatan Kubu. Keterkaitan antara Pusat Pertumbuhan ini karena kedua daerah tersebut mempunyai jarak yang cukup dekat sehingga interaksi keduanya paling kuat. Interaksi antarkecamatan ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan jarak antarkedua kecamatan tersebut. Adapun kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan alat analisis Tipologi Klassen, Location Quotient (LQ), dan Model gravitasi yaitu Kecamatan Karangasem dan Kecamatan Manggis adalah tepat ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan karena memiliki kriteria sebagai daerah maju dan tumbuh cepat (Tipe I), memiliki keterkaitan dengan daerah belakangnya, dan memiliki sektor basis yang berpotensi ekspor. b. Dudu Sudarya, Santun R. P. Sitorus dan Muhammad Firdaus dengan judul penelitian yaitu Analisis Perkembangan Ekonomi Wilayah Untuk Arahan Pembangunan Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Garut. Hasil analisis memperlihatkan bahwa 28 tingkat keberagaman dan keberimbangan sektor-sektor ekonomi di kecamatan wilayah pesisir masih rendah dengan tingkat perkembangan sebesar 72% dari total kemampuan maksimumnya. Wilayah pesisir Kabupaten Garut memiliki ekonomi basis di sektor primer yaitu pertanian. Sedangkan sektor sekunder adalah sektor yang tumbuh paling cepat terutama di sektor industri pengolahan. Analisis hirarki terhadap sarana prasarana ekonomi desa menunjukkan bahwa hanya ada 3 desa atau sekitar 4,6% yang masuk hirarki I sebagai inti wilayah dan pusat pertumbuhan. Hasil analisis menunjukan bahwa untuk meningkatkan perkembangan dan pemerataan ekonomi, prioritas pembangunan diarahkan pada Kecamatan Mekarmukti, Pakenjeng dan Caringin. Prioritas pembangunan sektor ekonomi terutama diarahkan untuk sektor pertanian, sektor industry pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor gas, listrik dan air minum. c. Refika Ardila dengan judul penelitian yaitu Analisis Pengembangan Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Banjarnegara. Alat analisis yang digunakan adalah analisis skalogram dan indeks sentralitas, metode gravitasi, analisis tipologi klassen dan analisis Location Quotient. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh enam kecamatan yang termasuk kecamatan pusat pertumbuhan yaitu Kecamatan Banjarnegara, Madukara, Purwanegara, Madiraja, Purwareja Klampok dan Susukan. Sebagian besar kecamatan masih berada pada daerah relatif 29 tertinggal. Rata-rata sektor basis menyebar secara merata di 20 kecamatan di Kabupaten Banjarnegara, namun sektor basis yang paling dominan adalah sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan sektor jasa-jasa. d. Yayik Kartika Sari dengan judul penelitian yaitu Analisis Pengembangan Sektor Basis Ekonomi dan Potensi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Blora. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat 3 sektor basis ekonomi di Kabupaten Blora yang diperoleh dari analisis basis ekonomi yaitu sektor pertambangan dan galian; sektor pertanian; dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Berdasarkan hasil uji persamaan simultan menunjukan bahwa variable tabungan, pengeluaran pemerintah daerah, upah minimum dan jumlah penduduk merupakan faktor yang memiliki pengaruh dominan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Blora. e. Eka Rahayu dan Eko Budi dengan judul penelitian yaitu Penentuan Pusat-pusat Pertumbuhan dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Gunung Kidul. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat kecamatan yang layak dan tidak layak berdasarkan sarana prasarana dan juga berdasarkan struktur pertumbuhan ekonomi di masing-masing kecamatan. Adapun lokasi pusat-pusat pertumbuhan adalah Kecamatan Wonosari, Kecamatan Playen Kecamatan Semanu dan Kecamatan Karangmojo. (Matriks jurnal di halaman lampiran) 30 D. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran ini berangkat dari kondisi pertumbuhan ekonomi kecamatan di Kabupaten Sukoharjo tahun 2010-2013 yang tercermin dalam PDRB. PDRB didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi atau lapangan usaha dalam suatu wilayah selama periode tertentu. Analisis sektor basis dalam penelitan dilakukan dengan alat analisis LQ (Location Quotient) untuk mengetahui sektor ekonomi basis dan non basis. Analisis pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan menggunakan alat Analisis Skalogram dan Indeks Sentralitas, Analisis Gravitasi, dan Tipologi Klassen. Analisis skalogram dan indeks sentralitas digunakan untuk menentukan hirarki pusat pertumbuhan ekonomi berdasarkan ketersediaan fasilitas sosial, ekonomi dan pemerintahan yang dimiliki oleh setiap wilayah kecamatan di Kabupaten Sukoharjo. Kemudian analisis gravitasi digunakan untuk mengetahui interaksi antara pusat pertumbuhan dengan daerah sekitarnya (hinterland). Analsis Tipologi Klassen digunakan untuk menganalisis posisi perekonomian kecamatan di Kabupaten Sukoharjo. Untuk mempermudah penelitian maka berikut digambarkan kerangka pemikiran yang sistematis pada gambar 2.1: 31 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian