Uploaded by User54161

Bladder Training

advertisement
Bladder Training
 Definisi
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik
(potter & perry, 2005). Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif di antara
terapi nonfarmakologi.
Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu kegel exercises (latihan
pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul), Delay urination (menunda
berkemih), dan scheduled bathroom trips (jadwal berkemih) Suhariyanto (2008). Latihan
kegel (kegel execises) merupakan aktifitas fisik yang tersusun dalam suatu program yang
dilakukan secara berulang-ulang guna meningkatkan kebugaran tubuh. Latihan kegel
dapat meningkatkan mobilitas kandung kemih dan bermanfaat dalam menurunkan
gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin. Latihan otot dasar panggul dapat
membantu memperkuat otot dasar panggul untuk memperkuat penutupan uretra dan
secara refleks menghambat kontraksi kandung kemih. (Kane, 1996 dalam Nursalam
2006).
Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan kencing (menunda
untuk berkemih). Pada pasien yang terpasang kateter, Bladder training dapat dilakukan
dengan mengklem aliran urin ke urin bag (Hariyati, 2000). Bladder training dilakukan
sebelum kateterisasi diberhentikan. Tindakan ini dapat dilakukan dengan menjepit kateter
urin dengan klem kemudian jepitannya dilepas setiap beberapa jam sekali. Kateter di klem
selama 20 menit dan kemudian dilepas. Tindakan menjepit kateter ini memungkinkan
kandung kemih terisi urin dan otot destrusor berkontraksi sedangkan pelepasan klem
memungkinkan kandung kemih untuk mengosongkan isinya. (Smeltzer, 2001).
 Tujuan
Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih (potter&perry, 2005). Terapi ini bertujuan memperpanjang interval
berkemih yang normal dengan berbagai teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga
frekuensi berkemih dapat berkurang, hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Melalui
latihan, penderita diharapkan dapat menahan sensasi berkemih. Latihan ini dilakukan
pada pasien anak pasca bedah yang di pasang kateter (Suharyanto, 2008).
Karon (2005) menyatakan tujuan dilakukan bladder training yaitu Membantu anak
mendapat pola berkemih yang rutin, Mengembangkan tonus otot kandung kemih,
Memperpanjang interval waktu berkemih, Meningkatkan kapasitas kandung kemih.
 Indikasi
Bladder Training dapat dilakukan pada pasien anak yang mengalami retensi urin,
pada pasien anak yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi spingter
kandung kemih terganggu (Suharyanto, 2008). Bladder training juga bisa dilakukan pada
pasien anak yang menggunakan kateter yang lama, dan pasien anak yang mengalami
inkontinensia urin.
 Prosedural
Persiapan
a) Persiapan klien
Salam Terapeutik
Mengenalkan diri dan memeriksa identitas klien secara cermat
Jelaskan tujuan dan prosedur yang dilakukan
b) Persiapan Alat dan Bahan
- Klem
- Handscoon
- Air Minum
- Penghitung waktu (Jam/Stopwatch)
c) Persiapan Lingkungan
- Jaga privasi klien dengan menutup pintu/skrem/tirai
- Atur pencahayaan, penerangan dan ruangan yang kondusif
 Pelaksanaan
Ada 2 tingkat yaitu tingkat pasien dengan terpasang kateter dan pasien dengan tidak
terpasang kateter.
a) Tingkat pasien dengan terpasang kateter
1) Cuci tangan
2) Tentukan pola waktu biasanya klien berkemih
3) Rencanakan waktu toilet terjadwal berdasarkan pola dari klien
4) Berikan klien cairan untuk diminum pada waktu yang dijadwalkan secara
teratur (2.500 ml/hari), sekitar 30 menit sebelum waktu jadwal untuk
berkemih
5) Beritahu klien untuk menahan berkemih pada pasien yang terpasang kateter,
klem selang kateter 1-2 jam, disarankan bisa mencapai waktu 2 jam kecuali
pasien merasa kesakitan
6) Gunakan Handscoon
7) Kosongkan urine bag
8) Cek dan evaluasi kondisi pasien, jika pasien merasa kesakitan dan tidak
toleran terhadap waktu 2 jam yang ditentukan, maka kurangi waktunya dan
tingkatkan secara bertahap
9) Lepaskan klem setelah 2 jam dan biarkan urine mengalir dari kandung kemih
menuju urine bag hingga kandung kemih kosong
10) Biarkan klem tidak terpasang 15 menit, setelah itu klem lagi 1-2 jam
11) Lanjutkan prosedur ini hingga 24 jam pertama
12) Lakukan bladder training ini hingga pasien mampu mengontrol keinginan
untuk berkemih
13) Jika klien memakai kateter, lepas kateter jika klien sudah merasakan
keinginan untuk berkemih
b) Tingkat bebas kateter (prosedur ini dilakukan apabila prosedur 1 sudah berjalan
lancar)
1) Cuci tangan
2) Tentukan pola waktu biasanya klien berkemih
3) Rencanakan waktu toilet terjadwal berdasarkan pola dari klien, bantu seperlunya
4) Berikan pasien sejumlah cairan untuk diminum pada waktu yang dijadwalkan
secara teratur (2500 ml/hari)
5) Anjurkan pasien untuk menunggu selama 30 menit kemudian, coba pasien untuk
berkemih
- Posisikan pasien dengan paha fleksi, kaki dan punggung disupport
- Perintahkan untuk menekan diatas area bladder atau meningkatkan tekanan
abdominal dengan cara bersandar ke depan. Ini dapat membantu dalam
memulai pengosongan bladder
- Anjurkan klien untuk berkonsentrasi terhadap BAK
- Anjurkan klien untuk mencoba berkemih setiap 2 jam. Interval dapat
diperpanjang (Atur bunyi alarm jam dengan interval setiap 2-3 jam pada siang
hari dan pada malam hari cukup 2 kali), batasi cairan setelah jam 17.00
6) Anjurkan pasien untuk berkemih sesuai jadwal, catat jumlah cairan yang
diminum serta urine yang keluar dalam waktu berkemih
7) Anjurkan klien untuk menahan urinnya sampai waktu BAK yang telah
dijadwalkan
8) Kaji adanya tanda-tanda retensi urin. Jika diperlukan tes residu urine secara
langsung dengan katerisasi
9) Anjurkan pasien untuk melakukan program latihan secara kontinue
10) Alat-alat dibereskan
11) Akhiri interaksi dengan mengucap salam
12) Cuci tangan
 Evaluasi
a) Evaluasi respon pasien
b) Berikan reinforcement positif
c) Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
d) Mengakhiri kegiatan dengan baik
 Dokumentasi
a) Catat kegiatan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan
b) Catat respon klien
c) Dokumentasikan evaluasi tindakan: SOP
d) Tanda tangan dan nama perawat
 Hasil Penelitian
Judul
Penelitian
BLADDER
TRAINING
MODIFIK
ASI CARA
KOZIER
PADA
Tahun
Penulis
Sasaran
Tujuan
2008
Bayhak,
Krisna
Yetti,
Mustika
sari
Populasi pada
penelitian
ini
adalah
semua
pasien
pascabedah
ortopedi
yang
Tujuan penelitian ini
adalah untuk
mengetahui perbedaan
dampak bladder
training antara bladder
terpasang kateter
urin dan dirawat
di ruang rawat
bedah ortopedi
laki- laki dan
perempuan
di
sebuah RS di
Jakarta. Pasien
dapat menjadi
sampel
dalam
penelitian
ini
jika memenuhi
kriteria inklusi
serta dirawat di
ruang
rawat
bedah
dalam
rentang waktu 3
Mei sampai 10
Juni 2007.
PASIEN
PASCABE
DAH
ORTOPE
DI YANG
TERPASA
NG
KATETER
URIN
Hasil
Hasil penelitian ini secara umum
dapat menggambarkan bahwa
bladder training berdampak baik
terhadap keluhan berkemih setelah
kateter dilepaskan, ditunjukkan dengan
tidak ada perbedaan keluhan berkemih
antara bladder training konvensional
dengan bladder training menggunakan
modifikasi konsep Kozier. Di sisi lain,
bladder training metode modifikasi cara
Kozier memberikan waktu yang lebih
cepat untuk berkemih kembali normal
daripada bladder training dengan
metode konvensional.
Hasil penelitian ini memberikan
gambaran bahwa umur tidak
mempengaruhi atau tidak
berhubungan dengan pola berkemih
setelah menjalani bladder training
konvensional atau modifikasi cara
Kozier.
Hasil penelitian ini menunjukkan jenis
kelamin tidak berpengaruh atau
training
menggunakan
modifikasi cara
Kozier dengan
bladder training
konvensional yang
biasa dilakukan
perawat pada pasien
pascabedah ortopedi
dengan kateter urin
yang dirawat di ruang
rawat bedah sebuah
RS di Jakarta.
Simpulan
Bladder training bermanfaat bagi
pasien yang terpasang kateter selama
beberapa hari. Perawat medikal bedah
harus tanggap dan responsif terhadap
keluhan pasien terkait tindakan
kateterisasi urin. Perawat medikal
bedah perlu memahami pentingnya
melakukan bladder training sebelum
melepas kateter urin pasien. Selain itu
pengelola rumah sakit terutama bagian
keperawatan perlu membuat suatu
prosedur tetap tindakan bladder training
agar ada petunjuk yang jelas bagi
perawat dalam melakukan tugasnya dan
tindakan tersebut dapat
dipertanggungjawabkan secara legal dan
perawat terhindar dari melakukan
tindakan yang tidak sesuai prosedur.
Dampak positif dari hasil riset
ini menunjukkan bahwa bladder
training modifikasi cara Kozier
berhubungan dengan keluhan
berkemih setelah bladder training
dengan metode konvensional atau
modifikasi cara Kozier dilakukan.
Berdasarkan konsep yang terkait, jika
kateterisasi berjalan dalam jangka
waktu lama, maka bladder training juga
perlu waktu yang lama (Phillips, 2000
dalam Smeltzer & Bare, 2004).
bermanfaat bagi klien sehingga dapat
diterapkan oleh perawat pada
pasien yang menggunakan kateter
urin. Selain itu penerapan hasil riset
ini diharapkan dapat membantu
mengurangi keluhan pasien setelah
kateter urin dilepaskan. Hasil riset ini
juga dapat menjadi salah satu faktor
mendorong pihak pengelola rumah sakit
untuk membuat prosedur tetap dalam
pelepasan kateter urin pasien sehingga
kualitas pelayanan yang diberikan
diharapkan dapat lebih meningkat (TN,
HP).
REFERENCE
Budiati, D. 2012. Pengaruh Pendampingan terhadap Pengetahuan Mahasiswa Keperawatan dan
Kompetensi Bladder Training di RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso. Diakses dari
digilib.uns.ac.id
Bayhakki. Yetti. 2008. BLADDER TRAINING MODIFIKASI CARA KOZIER PADA PASIEN
PASCABEDAH ORTOPEDI YANG TERPASANG KATETER URIN. Jurnal Keperawatan
Indonesia, Volume 12, No. 1, Maret 2008; hal 7-13
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/24523/Chapter%20II.pdf?sequence=4&isAllo
wed=y
Download