Uploaded by User53346

INFEKSI SISTEM SARAF PUSAT

advertisement
01 INFEKSI SISTEM SARAF PUSAT
S. Diane Goodwin and Charles E. Hartis
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1. Menjelaskan tanda, gejala dan presentasi klinis dari infeksi sistem saraf pusat (SSP).
2. Mendiskusikan patofisiologi infeksi SSP dan dampak pengobatan rejimen antimikroba
(seperti dosis dan penetrasi SSP).
3. Mendata daftar pathogen yang paling umum yang menyebabkan infeksi SSP, dan
mengidentifikasi faktor resiko infeksi dengan masing-masing patogen.
4. Menyatakan tujuan terapi untuk infeksi SSP.
5. Mendesain secara empiris rejimen antimikroba untuk pasien yang diduga menderita infeksi
6.
7.
8.
9.
10.
SSP yang disebabkan oleh masing-masing patogen berikut (dengan mempertimbangkan
usia, sejarah vaksin, dan informasi lain kepada pasien tertentu), dan menganalisis dampak
resistensi antimikroba pada kedua terapi empiris dan definitif: meningitis oleh Neisseria
meningitidis,meningitis oleh Streptococcus pneumoniae, meningitis oleh Haemophilus
influenzae, meningitis oleh Listeria monocytogenes,meningitis oleh kelompok B
Streptococcus meningitis, meningitis oleh Gram Negatif Basil Meningitis, Infeksi Paska
Operasi, Infeksi Shunt SSP, Herpes Simpleks Ensefalitis.
Memodifikasi rejimen antimikroba empiris berdasarkan data laboratorium dan kriteria
diagnostik lainnya.
Mendiskusikan pengelolaan kontak dekat dengan pasien yang didiagnosis mengidap infeksi
SSP.
Membahas peran vaksin dan terapi profilaksis lainnya dalam pencegahan infeksi SSP.
Menggambarkan peran agen ajuvan (seperti deksametason) dalam pengelolaan infeksi SSP.
Menjelaskan komponen dari rencana pemantauan untuk menilai efikasi dan efek samping
dari terapi untuk infeksi SSP.
KONSEP UTAMA
❶ Meningitis adalah keadaan darurat neurologis yang
membutuhkan penanganan, diagnosis, dan
manajemen yang cepat untuk mencegah kematian
dan cacat sisa neurologis. Pasien dengan demam,
sakit kepala, dan leher kaku harus dievaluasi untuk
meningitis.
❷ Idealnya, dilakukan pembocoran lumbal (bagian
belakang dari pinggang) untuk mendapatkan cairan
cerebrospinal (CSF) untuk pemeriksaan langsung dan
analisis laboratorium, serta kultur darah dan kultur
lain yang relevan harus diperoleh sebelum memulai
terapi antimikroba. Namun, inisiasi terapi antimikroba
tidak harus ditunda jika pre-treatment pembocoran
lumbal tidak dapat dilakukan.
❸ Tujuan pengobatan untuk infeksi SSP adalah untuk
mencegah kematian dan sisa defisit neurologis,
memberantas atau mengontrol mikroorganisme
penyebab, memperbaiki tanda klinis dan gejala, dan
mengidentifikasi langkah-langkah (seperti vaksinasi
dan terapi penekan) untuk mencegah infeksi di masa
depan.
❹ Inisiasi yang tepat dari terapi antimikroba dosis
tinggi secara intravena diarahkan pada patogen yang
paling mungkin karena penting berkaitan dengan
morbiditas dan mortalitas tinggi dari infeksi SSP;
terapi parenteral (intravena) diberikan untuk
rangkaian terapi lengkap infeksi SSP dan untuk
memastikan cairan serebrospinal cukup bagi seluruh
rangkaian pengobatan.
❺ Terapi empiris harus diarahkan pada kemungkinan
patogen
untuk
pasien
tertentu,
dengan
mempertimbangkan usia, risiko faktor infeksi
(termasuk penyakit yang mendasari dan kekebalan
disfungsi, sejarah vaksin, dan paparan baru-baru ini),
hasil noda cairan serebrospinal, penetrasi antibiotik
cairan serebrospinal, dan pola resistensi lokal
antimikroba.
❻ Terapi antimikroba empiris harus diubah
berdasarkan pada data laboratorium dan respon
klinis.
❼ Kontak dekat dengan pasien dengan infeksi SSP
harus dievaluasi untuk kemungkinan profilaksis
antimikroba.
❽ Agen ajuvan deksametason telah terbukti
meningkatkan hasil pengobatan pada jumlah pasien
meningitis terpilih.
❾ Komponen dari rencana pemantauan untuk menilai
efikasi dan keamanan terapi antimikroba infeksi SSP
termasuk tanda klinis dan gejala dan data
laboratorium (seperti Temuan cairan serebrospinal,
kultur, dan data sensitivitas).
Istilah dari infeksi sistem saraf pusat
menggambarkan berbagai infeksi yang melibatkan
otak dan sumsum tulang belakang dan jaringan
terkait, cairan, dan membran, termasuk meningitis,
ensefalitis, abses otak, infeksi shunt, dan infeksi pasca
operasi. ❶ Infeksi SSP, seperti meningitis, dianggap
keadaan neurologis darurat yang membutuhkan
pengenalan cepat dan tepat, diagnosis, dan manajemen
untuk mencegah kematian dan sisa defisit neurologi.
Penanganan yang salah, membuat infeksi SSP
meningkat tingkat morbiditas dan mortilitasnya.
Meskipun terjadi kemajuan dalam perawatan,
kematian keseluruhan bakteri meningitis tetap lebih
besar dari 20%, dan setidaknya 10% sampai 30% korban
menderita dengan gangguan neurologis, termasuk
gangguan pendengaran, hemiparesis, dan disabilitas
dalam belajar.1-3 Terapi antimikroba dan pencegahan
vaksin telah mengalami revolusi dalam pengelolaan
dan menghasilkan hasil yang lebih baik dari bakteri
meningitis dan infeksi SSP lainnya secara dramatis.
EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Tidak seperti infeksi pada umumnya, jika
dibandingkan dengan infeksi jenis lain, infeksi SSP dari
4 sampai 6 kasus meningitis dilaporkan menyerang
100.000 orang dewasa pertahun. Namun, tingkat
keparahan ini menuntut campur tangan dan
pengobatan yang tepat secara medis. Infeksi SSP
dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, mycobacteria,
virus, dan spirochetes.
Bakteri meningitis adalah penyebab paling
umum dari infeksi SSP. Kajian epidemiologi bakteri
meningitis pada tahun 1995 mengungkapkan bahwa
Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) itu
patogen yang paling umum (47%), diikuti oleh
Neisseria
meningitidis
(meningococcus,
25%),
kelompok
B
Streptococcus
(12%),
Listeria
monocytogenes (8%), dan Haemophilus influenza (Hib)
(7%). Lima vaksin yang ditujukan terhadap bakteri
yang menyebabkan meningitis dan infeksi terkait
(seperti pneumonia dan infeksi telinga) telah
mengurangi risiko infeksi karena S. pneumoniae, N.
meningitidis, dan H. influenzae tipe B secara dramatis.
Sebelum ketersediaan vaksin Hib konjugasi, Hib
meningitis
atau
penyakit
invasif
lainnya
didokumentasikan 1 dari 200 anak-anak pada usia 5
tahun.5 Meluasnya penggunaan dari Vaksin Hib telah
mengurangi 99% kejadian penyakit Hib invasif dan
distribusi usia bakteri meningitis telah bergeser ke
kelompok usia yang lebih tua (dari 15 bulan pada
tahun 1986 untuk 25 tahun pada tahun 1995). Data
terbaru menunjukkan bahwa penggunaan rutin dari 7valent vaksin pneumokokus konjugasi pada anak-anak
tidak hanya
mengurangi kejadian penyakit
pneumokokus invasif di anak-anak tetapi juga telah
mengurangi 28% penyakit pneumokokus invasif di
orang dewasa 50 tahun dan lebih tua.7
Prosedur bedah saraf dapat menempatkan
pasien pada risiko meningitis karena bakteri (seperti
Staphylococcus
aureus,
koagulase-negatif
staphylococci, dan basil gram negatif) yang diperoleh
pada saat operasi atau pada periode pasca operasi.
Selain bakteri, patogen lainnya dapat menyebabkan
meningitis pada pasien beresiko. Pasien dengan
imunitas yang lemah, seperti pasien transplantasi
organ dan pasien yang hidup dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV), beresiko untuk
meningitis
karena
jamur
Cryptococcus
neoformans. TB dapat menyebar dari situs paru hingga
menyebabkan penyakit klinis pada SSP. Ancaman virus
ensefalitis dan meningitis dapat terjadi sebaliknya
pada kedaan sehat, individu muda, serta pada pasien
dengan imunitas yang lemah oleh usia atau faktor
lainnya. Karena perawatan untuk berbagai jenis infeksi
SSP seringkali sangat berbeda, penting untuk
memperhatikan risiko pasien faktor ketika memilih
terapi antimikroba empiris. Pasien dengan usia yg
ekstrim, mereka yang tinggal pada kontak dekat
dengan orang lain, dan orang-orang dengan
kekebalan tubuh lemah adalah yang paling rentan
meningitis. Faktor risiko untuk infeksi SSP dapat
diklasifikasikan berdasarkan :
• Paparan lingkungan baru ---- (seperti kontak dekat
dengan pasien meningitis atau infeksi saluran
pernapasan, terkontaminasi lewat makanan),
paparan aktif atau pasif asap rokok, dekat
lingkungan yang ditumbuhi virus tersebut.
• Infeksi terbaru pada pasien ---- seperti infeksi saluran
pernafasan, otitis media, sinusitis, mastoiditis.
• Imunosupresi-----anatomi atau asplenia fungsional,
penyakit
sel
sabit,
alkoholisme,
sirosis,
imunoglobulin atau komplemen defisiensi, kanker,
HIV/AIDS, keadaan kesehatan yang lemah.
• Bedah, trauma-bedah saraf, trauma kepala, CSF
shunt, implan koklea.
Penyebab
non
infeksi
meningitis
meliputimalignansi
(keganasan),
obat-obatan,
penyakit autoimun (seperti lupus), dan trauma.
Patogen yang paling umum pada bakteri meningitis
ialah berdasarkan kelompok usia dan faktor risiko
lainnya, ditemukan pada Tabel 67-1.
TABEL 67-1. Kemungkinan Patogen Penyebab dan Terapi Empiris yang direkomendasikan, yang disebabkan oleh
Faktor Risiko untuk Bakteri Meningitis.
Faktor Predisposisi
Umur
Dibawah 3 bulan
3 bulan hingga dibawah
umur 18 tahun
18 tahun hingga dibawah
umur 60 tahun
60 tahun keatas
Immunocompromised (kekebalan)
Operasi, Trauma
Infeksi Paska Operasi
Penetrasi trauma kepala
Kemungkinan Patogen
Terapi Antibiotik yang direkomendasikan
Grup B Streptococcus
Escherichia coli
Klebsiella pneumoniae
Listeria monocytogenes
Neisseria meningitidis
Streptococcus pneumoniae
Hemophilus influenzae
Neisseria meningitides
Streptococcus pneumoniae
Streptococcus pneumoniae
Gram-negatIVe bacilli
Listeria monocytogenes
Streptococcus pneumoniae
Neisseria meningitidis
Basil gram negatif (termasuk
Pseudomonas aeruginosa)
Ampisilin + cefotaksim/ aminoglikosida
Staphylococcus aureus (termasuk
MRSA)
Koagulasi-negatif Staphylococcus
(termasuk MRSE)
Basil gram negatif (termasuk
Pseudomonas aeruginosa)
Staphylococcus aureus (termasuk
MRSA)
Koagulasi-negatif Staphylococcus
Basil gram negatif (termasuk
Pseudomonas aeruginosa)
Vankomisin/ linezolid + ceftazidim/ cefepi/
metropenem
Cefotaksim/ceftriakson + vankomisin
Cefotaksim/ ceftriakson + vankomisin
Cefotaksim/
vankomisin
ceftriakson
+
ampisilin
+
Cefotaksim/ ceftriakson + vankomisin +
ampisilin (kombinasi antibiotik untuk pasien
dengan dugaan oleh Listeria monocytogenes
dan Pseudomonas)
Vankomisin/ linezolid + ceftazidim/ cefepim/
meropenem (kombinasi antibiotik jika
dugaan penyebabnya Pseudomonas)
CSF shunt
Koagulasi-negatif Staphylococcus
(termasuk MRSE)
Staphylococcus aureus (termasuk
MRSA)
Basil gram negatif (termasuk
Pseudomonas aeruginosa)
MRSA : Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus
MRSE : Methicilin-Resistant Staphylococcus epidermis
PATOFISIOLOGI
Meningitis adalah peradangan pada selaput
otak dan sumsum tulang belakang (meninges) dan
cairan serebrospinal (CSF) yang kontak dengan
membran tersebut, sedangkan ensefalitis adalah
radang jaringan otak. CSF mengalir melalui ruang
subarachnoid dan melindungi jaringan halus SSP. CSF
diproduksi dalam ventrikel otak dan mengalir ke
bawah melalui tulang belakang, menyiapkan terus
menerus mekanisme pembilasan untuk SSP.
Selama dua dekade terakhir, telah banyak
yang mempelajari tentang patofisiologi dari bakteri
meningitis dan infeksi SSP lainnya. Penghalang
pembawa darah-otak dan sawar darah-CSF terbuat
dari jaringan kapiler khusus yang mengisolasi otak
dari zat yang beredar dalam aliran darah atau
menginfeksi jaringan di dekatnya. Untuk memulai
infeksi SSP, patogen harus masuk ke dalam SSP
dengan penyebaran yang berdekatan, pembibitan
hematogen, inokulasi langsung, atau reaktIVasi infeksi
laten. Penyebaran bersebelahan terjadi ketika infeksi
pada struktur yang berdekatan (seperti rongga sinus
atau tengah telinga) menyerang secara langsung
melalui penghalang darah-otak (seperti Hib).
Penyemaian hematogen terjadi ketika infeksi
disebabkan oleh benih dari CSF (seperti pneumokokus
pneumonia). ReaktIVasi infeksi laten hasil dari aktif
virus, jamur, atau patogen mikobakteri di tulang
belakang, otak, atau saluran saraf. Inokulasi langsung
dari bakteri ke dalam SSP adalah hasilnya trauma,
cacat bawaan, atau komplikasi bedah saraf.
Setelah melalui penghalang darah-otak,
patogen berkembang dan mereplikasi karena
pertahanan tuan rumah terbatas dalam SSP. Gambar
67-1 menggambarkan perubahan patofisiologi terkait
dengan meningitis. Kerusakan jaringan neurologis
adalah hasil dari reaksi imun host untuk komponen
seluler bakteri (seperti lipopolisakarida, asam teikoik,
dan peptidoglikan) yang memicu produksi sitokin,
terutama tumor necrosis Faktor α (TNF-α) dan
interleukin 1 (IL-1), serta mediator inflamasi lainnya.
Bakteriolisis yang dihasilkan dari terapi antibiotik
selanjutnya berkontribusi pada proses inflamasi.
Vankomisin/ linezolid + ceftazidim/ cefepim/
meropenem (kombinasi antibiotik jika
dugaan penyebabnya Pseudomonas)
Sitokin meningkatkan permeabilitas penghalang pada
darah-otak, yang memungkinkan masuknya neutrofil
dan pertahanan sel tuan rumah lainnya yang
berkontribusi terhadap perkembangan edema
serebral dan peningkatan karakteristik tekanan
intrakranial dari meningitis. Peningkatan tekanan
intrakranial bertanggung jawab atas tanda dan gejala
asli dari meningitis klinis: sakit kepala, leher kaku,
diubah status mental, fotofobia, dan kejang.
Perubahan patofisiologi mungkin mengakibatkan
iskemia otak dan kematian.
Respon SSP terhadap infeksi terbukti dengan
dibuktikan perubahan cairan serebrospinal. Idealnya,
penusukan lumbal dilakukan untuk mendapatkan
cairan serebrospinal untuk pemeriksaan langsung dan
analisis laboratorium, serta kultur darah dan kultur
lain yang relevan, harus diperoleh sebelum memulai
terapi antimikroba. Namun, inisiasi terapi antimikroba
tidak boleh ditunda jika pre-treatment sebuah
penusukan lumbal tidak dapat dilakukan. Cairan
serebrospinal normal memiliki komposisi karakteristik
dalam hal protein dan kadar glukosa, serta jumlah sel.
Daftar temuan CSF dapat diamati pada tabel 67.2 pada
pasien dengan infeksi oleh bakteri, virus, jamur dan
meningitis TB.
PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Sebuah kecurigaan yang tinggi harus
diperhatikan untuk pasien risiko untuk infeksi CNS.
Pengenalan yang cepat dan diagnosis sangat penting
sehingga terapi antimikroba dapat dimulai
secepatnya. Sejarah medis (termasuk faktor risiko
untuk infeksi dan sejarah mungkin hari terdekat) dan
pemeriksaan fisik menghasilkan informasi yang
penting untuk membantu panduan diagnosis dan
pengobatan meningitis.
GAMBAR 67-1.
Patofisiologi
dari bakteri
meningitis.
TABEL67-2. Respon Sistem Saraf Pusat untuk Infeksi (Temuan Cairan Serebrospinal)
CSF Normal
Kurang
dari5(kurang
dari 0,005)
Infeksi Bakteri
1000lebih besar
dari5000(1,0lebih besar dari
5.0)
Infeksi Viral
100–1000 (0.1–1)
Infeksi Jamur
100–400 (0.1–0.4)
Tuberculosis
50–500 (0.05–0.5)
DiferensialWBC(%,
jenis seldominan)
85% lebih besar
darimonosit
50% limfosit (PMN
awal)
50% lebih besar dari
limfosit
80% lebih besar dari
limfosit (PMN awal)
Protein
mg/L)
20–45
450)
80%
paling
sedikit
dari
PMNs
Lebih besar dari
100 (lebih besar
dari 1000)
50–100
(500–1000)
100–200
(1000–2000)
40–150
(400–1500)
5–40
(0.28–
2.22)
kurang
dari 0.4 serum
glukosa
30–70 (1.67–3.89)
0.6 serum glukosa
Kurang dari 30–70
(kurang dari 1.67–
3.89) kurang dari
0.4 serum glukosa
Kurang dari 30–70
(kurang dari 1.67–
3.89) kurang dari 0.4
serum glukosa
Negatif
Positif zat warna
india (Cryptococcus)
Positif bacilli tahan
asam zat warna
WBC (m
/L)
(mg/dL,
Perbandingan
Glukosa (mg/dL,
mmol/L); dengan
CSF:
serum
glukosa
CSFnoda
(200–
45–80
(2.5–
4.44)
paling
sedikit
0,6
serum glukosa
Negatif
Positif Gram zat
warna
(60%–
90%)
PMNs : Poly Morpho Nuclear neutrophils
Presentasi Klinis dan Diagnosis Infeksi
SSP
Umum
Mengevaluasi faktor risiko pasien dan eksposur barubaru ini.
Mengevaluasi
kemungkinan
penyebab
lain:
penempatan ruang-lesi(yang mungkin atau tidak
mungkin menjadi ganas), penyakit yang menginduksi
SSP, penyakit autoimun, dan trauma.
Tanda Dan Gejala-Gejala
1. 95% dari pasien dengan meningitis bakteri mengalami
dua dari empathal berikut: sakit kepala, demam,
leher kaku, dan perubahan status mental.
2. Sakit kepala (87%)
3. Kaku kuduk (leher kaku) (83%)
4. Demam (77%)
5. Mual (74%)
6. Perubahan status mental (yaitu, kebingungan,
kelesuan, dan obtundation) (69%)
7. Cacat neurologis fokal (termasuk positif Brudzinski
tanda dan tanda Kernig) (33%)
8. Kejang
9. Malaise, gelisah
10. Fotofobia
11. Lesi kulit
12. Tanda dan gejala pada neonatus, bayi, dan anakanak: pola makan dan tidur diubah, muntah,
iritabilitas, letargi, menggembung ubun-ubun,
kejang, gangguan pernapasan.
13. Hasil prediktor yang tidak menguntungkan: kejang,
neurologis
fokal,
perubahan
status
jiwa,
papilledema,
hipotensi,
syok
septik,
dan
pneumokokus meningitis.
Laboratorium Tes :
1. Pemeriksaan CSF melalui fungsi lumbal (LP, spinal
tap); kontraindikasi pada pasien dengan kompromi
kardiorespirasi, peningkatan tekanan intrakranial dan
apilledema, focaltanda-tanda neurologis, kejang,
gangguan perdarahan, yang abnormal.
2. Tingkat kesadaran, dan kemungkinan herniasi
otak (pemindaian tomografi (CT) harus
dilakukan, untuk menghindari potensi herniasi
otak) (Tabel 67-2 untuk temuan CSF spesifik):
 CSF berawan
 Penurunan glukosa
 Peningkatan protein
 Peningkatan jumlah WBC (memberikan
petunjuk untuk diferensial menyinggung
patogen)
 Pewarnaan gram (cukup untuk diagnosis di 60%
sampai 90% dari pasien dengan meningitis
bakteri)
 Budaya dan sensitIVitas (positif dalam 70%
sampai 85% tanpa terapi antibiotik sebelumnya,
positif dalam waktu kurang dari 20% yang
memiliki terapi sebelumnya)
 Jika CSF gram noda dan/atau budaya negatif,
cepat diagnostik tes (seperti lateks aglutinasi)
mungkin berguna; tes ini positif bahkan jika
bakteri mati.
 Polymerase Chain Reaction (PCR; amplifikasi
DNA dari yang paling umum patogen
meningitis bakteri) mungkin berguna untuk
membantu menyingkirkan bakteri meningitis.
 Peningkatan CSF laktat dan protein C-reaktif
3. Kultur darah (setidaknya dua budaya, salah satu
"set"; positif dalam 66%)
4. Scraping dari lesi kulit (seperti ruam) untuk
mikroskopis langsung dari pemeriksaan dan
budaya
5. Budaya lain harus diperoleh sebagai indikasi klinis
(seperti dahak).
6. Hitung WBC dengan diferensial
7. Jamur meningitis: biakan CSF, CSF dan serum
kriptokokus
titer
antigen,
pemeriksaan
mikroskopis dari spesimen CSF
8. Tuberkulosis meningitis: biakan CSF, evaluasi
PCR (disukai), dan bakteri tahan asam
PENGOBATAN
Tujuan dari Terapi
Pengenalan terapi antibiotik dan vaksin telah
mengurangikematian yang terkait dengan meningitis.
Sebelum kemajuan ini, bakteri meningitis hampir
universal fatal, dan dari beberapa diantara mereka ada
pasien yang selamat tapi sering menderita pelemahan
defisit neurologis, seperti gangguan pendengaran
permanen. Meskipun ada perbaikan signifikan yang
telah dibuat, tingkat kematian dari pneumokokus ini
diatas 20%, hal ini mungkin disebabkan karena
kejadiaannya terjadi pada populasi pasien yang lemah.
❸ Tujuan pengobatan untuk infeksi SSP ini
merupakan pencegahan kematian dan defisit sisa
neurologis,
membasmi
atau
mengontrol
mikroorganisme secara kausatif, memperbaiki tandatanda dan gejala klinis, dan mengidentifikasi langkahlangkah untuk mencegah infeksi di masa depan
(seperti vaksinasi dan terapi penekan). Tujuan ini
harus dicapai dengan meminimalkan efek samping
dan interaksi reaksi obat yang merugikan.
Pembedahan harus dilakukan, jika sesuai (seperti pada
infeksi postneurosurgical dan abses otak). Perawatan
suportif
terdiri
dari
hidrasi,
penggantian
elektrolit,antipiretik, antiemetik, analgesik, obat
antiepilepsi, danperawatan luka(luka bedah), dimana
perawatan suportif atau perawatan dukungan ini
pentinguntuktambahan
terapi
antimikroba,
terutamadi awalpengobatan.
Prinsip Perawatan
❹ Kecepatan inisiasi antimikroba dengan dosis
tinggi secara intavena diarahkan pada terapi pathogen
yang memiliki morbiditas dan morbilitas tinggi yang
terkait dengan infeksi SSP. Meskipun tidak ada studi
prospektif yang berhubungan dengan pemberian
antibiotik untuk hasil klinis dalam meningitis, waktu
pemberian antibiotic untuk hasil klinis dalam bakteri
meningitis memiliki durasi pengobatan yang lebih
lama sebelum inisiasi lebih lanjut pada gejala dan
penyakit yang akan meningkatkan resiko yang buruk.
Studi kedua retrospektif melaporkan bahwa inisiasi
terapi antibiotik sesegera mungkin dilakukan setelah
dicurigai adanya bakteri meningitis bahkan sebelum
opname untuk mengurangi kematian dan gejala sisa
neurologis, pada skala coma Glasgow, antibiotik mulai
diberikan sebelum skor 10 tercapai. Sterilisasi CSF
sangat penting, bila sterilisasi CSF ditunda selama 24
jam akan meningkatkan resiko pada terapi antibiotik
berupa gejala neurologis, termasuk kehilangan
pendengaran.
Jika
harus
menggunakan
deksametason, harus dilakukan sebelum atau pada
saat yang sama sebagai dosis pertama dari terapi
antibiotik.
Farmakokinetik dan farmakodinamik dari
antimikroba harus dipertimbangkan ketika merancang
pengobatan untuk infeksi SSP. Kemampuan antibiotik
untuk mencapai konsentrasi yang efektif pada infeksi
adalah kunci keberhasilan dari pengobatan. Dalam
model eksperimental meningitis, aktIVitas bakterisida
maksimum akan tercapai bila konsentrasi CSF melebihi
Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari patogen
menularkan 10 sampai 30 kali lipat. Pada umumnya,
berat molekul lipofilik yang rendah tidak terionisasi
secara fisiologis, dan pH sangat tidak terikat pada
protein baik ke CSF maupun jaringan tubuh. Selain
karakteristik obat, integritas penghalang darah ke
otak menentukan penetrasi antibiotik ke dalam CSF.
Penetrasi CSF sebagian besar, akan tetapi tidak semua
antibiotik ditingkatkan oleh adanya infeksi dan
inflamasi. Sulfonamida, trimetoprim, kloramfenikol,
rifampisin dan antituberkular adalah obat yang paling
mencapai tingkat teurapeutik CSF bahkan tanpa
meninggalkan inflamasi. Kebanyakan antibiotic β –
lactams yang terkait (carbapenem dan monobactam),
vankomisin, quinolones, asiklovir, linezolid, dan
colostin mencapai tingkat CSF teurapetik dalam
kehadirannya menimbulkan meningeal inflamasi.
Amino glikosida, sefalosporin generasi pertama,
generasi kedua (kecuali cefuroxime), klindamisin, dan
amfoterisin tidak mencapai tingkat teurapeutik CSF
bahkan dengan inflamasi, tetapi klindamisin mencapai
ke jaringan otak.
Durasi terapi yang memadai diperlukan untuk
mengobati meningitis (tabel 67-3). ❹ Terapi
(intravena) diberikan penuh untuk terapi pada infeksi
SSP, untuk memastikan penetrasi CSF yang memadai
sepanjang pengobatan. Pengobatan antibiotik
(deksametason, bila digunakan sebagai perawatan)
untuk mengurangi inflamasi terkait meningitis, yang
pada gilirannya mengurangi penetrasi beberapa
antibiotic ke CSF. Untuk memastikan konsentrasi
antibiotik yang memadai sepanjang pengobatan,
untuk perawatan penuh dilanjutkan dengan
pemberian parenteral. Pasien dipilih dengan hati-hati
setelah mendapatkan pemantauan medis dan
sebagian dari mereka mampu menerima perawatan
secara parenteral dengan rawat jalan. Manajemen
algoritma untuk orang dewasa yang dicurigai terkena
bakteri meningitis, seperti yang direkomendasiakan
oleh infeksi penyakit masyarakat amerika, yang
diringkas dalam IDSA (ada pada gambar 67.2).
Terapi Empiris Antimikroba
Setelah pemeriksaan secara cepat (yaitu
evaluasi faktor resiko, tanda–tanda klinis, gejala, dan
data laboratorium) dan ketepatan dan terapi agresif
antimikrobial telah dimulai, pengobatan empiris yang
tepat sangat penting bagi pasien dengan dugaan
infeksi SSP. Pada kebanyakan pasien, diagnosa fungsi
lumbal akan dilakukan sebelum memulai pemberian
antibiotik, tapi tidak harus menunda inisiasi
pemberian antimikroba. ❺ Terapi empiris harus
diarahkan pada patogen yang paling spesifik pada
pasien, dengan mempertimbangkan usia, faktor resiko
untuk infeksi (termasuk yang mendasari disfungsi
penyakit dan kekebalan tubuh, sejarah vaksin, dan
eksposur terbaru), hasil noda gram CSF, penetrasi
antibiotik CSF, dan pola resistensi antimikroba lokal.
Hasil noda CSF dapat digunakan untuk membantu
terapi empiris untuk bakteri meningitis. Dengan tidak
adanya pewarnaan gram positif, terapi empiris harus
dilanjutkan setidaknya selama 48–72 jam, dalam
kebanyakan kasus meningitis dapat dikesampingkan
oleh gram CSF serta konsistensinya dengan bakteri
meningitis, kebanyakan CSF negatif dan yang bersifat
evaluasi PCR. Fungsi lumbal mungkin berguna dalam
ketiadaannya dalam penemuan yang lain. Penjelasan
terapi empiric antibiotik untuk bakteri meningitis dari
pathogen dan faktor resiko pada pasien ada pada
tabel 67.1.
Dampak Resistensi Antimikroba Pada Perlakuan
Rejimen untuk Meningitis
Pengembangan resistensi terhadap antibiotik
beta - laktam, termasuk penisilin dan sefalosporin,
secara signifikan telah berdampak pada pengobatan
meningitis bakteri. Sekitar 17 % dari Amerika Serikat,
ada isolat CSF pneumokokus yang resisten terhadap
penisilin, dan 3,5 % dari isolat CSF tahan terhadap
sefalosforin. CLSI telah menetapkan ceftriakson
memiliki kerentanan yang lebih rendah dan juga
breakpoint untuk isolat CSF pneumokokus (1 mg/L)
dibandingkan isolat dari area non–CNS (2 mg/L).
Peningkatan resistensi pneumokokus terhadap
penisilin G telah diubah dengan pengobatan empiris
dengan rejimen kombinasi dari sefalosforin generasi
ketiga dengan vankomisin. Telah diketahui bahwa
resistensi sangat tinggi terhadap N. meningitidis di
laboratorium, serta kegagalan pengobatan klinis,
sehingga menyebabkan penggunaan sefalosporin
generasi ketiga untuk terapi empiris meningitis
semakin
meningkat.
Sebelumnya,
terapi
meningokokus menggunakan ampisilin sebagai dasar
pengobatan untuk meningitisoleh H. influenzae. Tetapi
sekarang,
pengobatannya
lebih
berhasil
menggunakan beta – laktamase dan sefalosporin
generasi ketiga untuk Hib meningitis. Dengan
meningkatkan kadar methicillin, resistansi terhadap S.
aureus
(sekitar
sepertiga
dari
isolat CSF
staphylococcal) dan koagulase-negatif staphylococcus
memerlukan penggunaan vankomisin untuk terapi
empiris ketika patogen terjangkit. Pola resistensi
global dan lokal harus diperhitungkan saat merancang
rejimen pengobatan empiris untuk bakteri meningitis.
TABEL 67-3. Perawatan Definitif Berbasis Patogen untuk Infeksi Sistem Saraf Pusat
Patogen
Neisseria meningitidis
Penisilin KHM 0,1 mg/L
Rekomendasi dan Alternatif
Terapi Antimikroba
Terapi Standar
Penisilin G 4juta Unit setiap 4 jam
Ampisilin 2 g IV setiap 4 jam
Penisilin KHM 0,1-1 mg/L
Terapi Alternatif
Ceftriakson 2 g IV setiap 12 jam
atau
Cefotaksim 2 g IV setiap 4 jam
Terapi Standar
Ceftriakson/ Cefotaksim
Efek samping/ Pemantauan
Keamanan
Durasi (hari)
7
HipersensitIVitas (ruam,
anafilaksis) diare
HipersensitIVitas (ruam,
anafilaksis) diare
Hanya ceftriakson : peningkatan
LFT, pseudokoletiasis
Terapi Alternatif
Moxifloksacin 400 mg IV setiap
24jam
Streptococcus
pneumoniae
Penisilin KHM 0,1 mg/L
Penisilin KHM 0,1-1 mg/L
(Ceftriakson/
cefotaksim/ sensitif
strain)
Penisilin KHM 2 mg/L
atau lebih besar
Cefotaksim/ ceftriakson
KHM paling akhir 1 mg/L
Haemophilus influenzae
β-Laktamase-negatif
β-Laktamase-positif
Listeria
monocytogenes
Streptococcus
Agalactiae (Kelompok B
Streptococcus)
Enterobacteriaceae
Meropenem 2 g IV setiap 8 jam
atau
Kloramfenikol 1-1.5 g IV setiap 6
jam
Terapi Standar
Penisilin G/ ampisilin
Terapi Alternatif
Ceftriakson/ cefotaksim/
kloramfenikol
Terapi Standar
Ceftriakson/ cefotaksim
Terapi Alternatif
Cepefim 2 g IV setiap 8 jam atau
Meropenem
Terapi Standar
Vankomisin 15 mg/kg IV setiap 812 jam (dengan dosis pada level
serum) tambah ceftriakson/
cefotaksim
Terapi Alternatif
Mocifloxacin
Terapi Standar
Vankomisin + ceftriakson/
cefotaksim
Terapi Alternatif
Moxifloxacin
Terapi Standar
Ampisilin
Terapi Alternatif
Ceftriakson/ cefotaksim/
cefepim/ moxifloxacin/
kloramfenikol
Terapi Standar
Ceftriakson/ cefotaksim
Terapi Alternatif
Cepefim/ moxifloxacin/
kloramfenikol
Terapi Standar
Ampisilin/ Penisilin G +
gentamisin (5mg/kg perhari,
dosis berdasarkan pada tingkat
serum)
Terapi Alternatif
Trimetoprim-Sulfametoksazol
(TMP-SMX) 10-20mg/kg TMP IV
perhari dalam dosisterbagi setiap
6-8 Jam atau meropenem.
Terapi Standar
Ampisilin atau penisilin G
Terapi Alternatif
Ceftriaksonatau cefotaksim
Terapi Standar
Mual/muntah/diare, pusing, sakit
kepala, prolongasi QT
Ruam, hipersensitif, diare
Ruam, diare, kejang, anemia,
gray baby syndrome,
hipersensitif, neurotoksisitas
(pilihan terakhir dari toksisitas)
10-14
Vankomisin : ruam, red man’s
syndrome (jika diinfus terlalu
cepat), nefrotoksik,
neutropenia, trombositopenia
7
Kurang lebih 26
Gentamisin : Nefrotoksisitas,
Ototoxicity
TMP-SMX : ruam, sindrom
stevens-johnson, penekanan
sumsum tulang, mual/muntah,
hepatotoksisitas
14-21
21 (durasi panjang
Ceftriakson atau cefotaksim
Pseudomonas
Aeruginosa
Staphylococcus Aureus
Methicillin- Rentan
Terapi Alternatif
Aztreonam 2 gIV setiap 6-8 jam
moksifloksasin atau meropenem
atau TMP-SMX atau ampisilin
Terapi Standar
Cefepime atau ceftazidime 2g IV
setiap 8 jam atau meropenem
(penambahan aminoglikosida
seharusnya dipertimbangkan)
Terapi Alternatif
Aztreonam atau ciprofloxacin
400mg IV setiap 8-12 jam
(penambahan aminoglikosida
harus dipertimbangkan)
Terapi Standar
Nafsillin/ oksasilin 1.5-3g setiap 4
jam
Terapi Alternatif
Vankomisin/ meropenem
Methiciillin-Resistant
Staphylococcus
epidermidis
Virus Herpes Simpleks
Terapi Standar
Vancomisin ditambah rifampisin
600mg PO atau IV setiap hari jika
shunt terlibat
diperlukan untuk
neonatus)
Flebbitis, demam, ruam, sakit
kepala, kebingungan, kejang
HipersensitIVitas, ruam, anemia,
neutropenia, eosinofilia, lft
elevasi
Mual/muntah/diare, pusing, sakit
kepala, ruam, kebingunganm
kejang
Ruam, maul/muntah/diare,
interstitial akut, nefritis
Terapi Alternatif
Foskarnet 120-200mg/kg IV
perhari dalam dosis terbagi
setiap 8-12 jam
LFT : Liver Function Test; KHM, Konsentrasi Hambat Minimum,
Diadaptasi dengan perizinan
3-4 minggu (4-6 minggu
jika shunt yang terlibat)
Hepatotoksisitas, perubahan
warna merah-orange pada
cairan tubuh, ruam kulit, induksi
enzim hati
Trombositopenia, neutropenia,
mual/muntah/diare, peningkatan
LFT
Terapi Alternatif
Linezolid 600mg IV setiap 12 jam
atau TMP-SMX
Terapi Standar
Vancomycin ditambah
rifampisisn 600mg PO atau IV
setiap hari jika shunt terlibat
Terapi Alternatif
Linezolid
Terapi Standar
Acyclovir 10mg/kg IV setiap 8 jam
(dewasa), acyclovir 20mg/kgIV
setiap 8 jam (neonatus)
Kurang lebih 21 hari
3-4 minggu (4-6 minggu
jika shunt yang terlibat)
Nefrotoksik, kristaluria,
mual/muntah, neurotoksisitas,
flebitis
Nefrotoksik, ketidak
seimbangan elektrolit,
mual/muntah, sakit kepala,
ulserasi penis, tromboflebitis,
kejang
14-21 (21 Untuk
Neonatus)
TABEL 67-3 Perawatan Definitif berbasis Patogen untuk Infeksi Sistem Saraf Pusat (lanjutan)
Ampisillin
Cefepime
Cefotaksime
Ceftriaksone
Gentamisin
Meropenem
Nafcillin/Oxacillin
Penisillin G
Vancomysin
Dosis Anak Dari Agen Pilihan Untuk Digunakan Dalam Pengobatan Bakteri Meningitis
Neonatus 0-7 Hari
Neonatus 8-28 Hari
Bayi Dan Anak
150mg/kg IV perhari terbagi
200mg/kg IV perhari terbagi 300mg/kg IV perhari terbagi
dalam dosis setiap 8jam
dalam dosis setiap 6-8 jam
dalam dosis setiap 6jam
150 mg/kg perhari terbagi dalam
dosis setiap 8jam
100-150mg/kg IV per hari
150-200mg/kg IV perhari
225-300mg/kg perhari terbagi
terbagi dalam dosis setiap 8- terbagi dalam dosis setiap
dalam dosis setiap 6-8 jam
12jam
6-8 jam
5mg/kg IV perhari terbagi
dalam dosis setiap 12jam
(dengan dosis berdasarkan
tingkat serum)
7.5mg/kg IV perhari terbagi
dalam dosis setiap 8jam (
dengan dosis berdasarkan
tingkat serum)
-
75 mg/kg IV perhari terbagi
dalam dosis setiap 8-12jam
0.150000 unit/kg IV perhari
terbagi dalam dosis setiap 812jam
20-30mg/kg IV perhari
terbagi dalam dosis setiap 812jam
80-100mg/kg IV perhari terbagi
dalam dosis setiap 12 jam
-
7.5mg/kg IV perhari terbagi dalam
dosis setiap 8jam ( dengan dosis
berdasarkan tingkat serum)
120 mg/kg IV perhari terbagi
dalam dosis setiap 8jam
Nafcillin: 100-150mg/kg IV
perhari terbagi dalam dosis
setiap 6-8 jam
Oxacillin: 150-200mg/kg IV
perhari terbagi dalam dosis
setiap 6-8 jam
0.2 juta unit/kg IV perhari
terbagi dalam dosis setiap
6-8 jam
30-45mg/kg IV perhari
terbagi dalam dosis setiap
6-8jam
200mg/kg IV per hari terbagi
dalam dosis maksimum setiap 6
jam, 2mg pediatri greater dari usia
3 bulan
0.3 juta unit/kg IV perhari terbagi
dalam dosis setiap 4-6jam
60mg/kg IV perhari terbagi dalam
dosis setiap 6 jam
LFT, liver function test; KHM, Konsentrasi Hambat Minimum.
Diadaptasi dengan perizinan
GAMBAR 67-2
Manajemen algoritma
untuk dewasa yang
disangka terkena bakteri
meningitis. a
a
Manajemen algoritma ini
serupa dengan bayi atau
anak dengan dugaan
terkena bakteri meningitis.
b
Lihat pada tabel 67-1 untuk
rekomendasi pengobatan
secara empiris.
c
Lihat teks untuk
rekomendasi spesifik untuk
penggunaan adjivan
deksametason pada
dewasa dengan dugaan
bakteri meningitis.
d
Lihat tabel 67-3 untuk
rekomendasi pengobatan
penyakit berbasis patogen.
(Diadaptasi dengan
perizinan)
Terapi Mikroba Patogen yang Diarahkan
❻ Terapi antimikroba secara empiris harus
diubah berdasarkan pada data laboratorium dan
respon klinis. Jika budaya atau diagnostik lain, seperti
gram noda pada CSF atau antigen atau tes antibodi
menunjukkan patogen tertentu, terapi harus
disesuaikan dengan cepat seperti yang diperlukan
untuk memastikan cakupan yang memadai untuk
pathogen yang bersalah. Pada tabel 67-3 garis-garis
yang direkomendasikan definitif diarahkan pada
patogen regimen, direkomendasikan lamanya
pengobatan, dan efek merugikan merupakan kunci
yang harus dimonitor selama terapi antibiotik untuk
meningitis. Pertimbangan pengobatan untuk patogen
yang dipilih menyebabkan infeksi SSP adalah sebagai
berikut
Meningitis oleh Neisseria meningiditis
N. meningitidis paling sering menyebabkan
infeksi SSP pada anak-anak dan dewasa muda.
Diperkirakan 1.400-2.800 kasus meningitis meningkat
setiap tahun di AmerikaSerikat, dengan kematian
sekitar 10%. Dari 11% sampai 19% dari korban
pengalaman meningitis terjadi peningkatan gejala
jangka panjang, termasuk gangguan pendengaran,
kehilangan anggota badan, dan defisit neurologis.
Hampir semua penyakit meningitis disebabkan oleh
serogrup lima: A, B, C, Y, dan W-135. Di Amerika
Serikat, serotipe B, C, dan Y masing-masing
bertanggung jawab untuk sekitar 30% dari kasus.
Meningitis meningkat diamati paling sering di
orang yang tinggal dalam jarak dekat (seperti
mahasiswa dan personil militer). Meskipun bayi
dengan umur dibawah 1 tahun berada pada risiko
tertinggi, hampir 60% kasus ini terjadi pada pasien
dengan umur lebih dari 11 tahun. N. meningitis
berkolonisasi faring dan biasanya ditularkan melalui
inhalasi pernapasan dari pasien atau pembawa
simtomatik. Sebuah bakteremi subklinis biasanya
terjadi kemudian, lalu adanya penyemaian meningitis.
Penyakit meningitis sering (~ 50%) terkait dengan
ruam petekiedifus, dan pasien mungkin mengalami
perubahan perilaku. Pasien mungkin mengembangkan
fulminan sepsis meningitis, ditandai dengan shock,
disseminated intravascular coagulation (DIC), dan
kegagalan multiorgan sepsis. Meningococcal memiliki
prognosis buruk dan membawa tingkat kematian
hingga 80%. Pasien yang dicurigai infeksi meningitis
harus disimpan pada isolasi pernapasan untuk
pertama 24 jam.
Secara tradisional, dosis tinggi penisilin G
adalah perawatan yang standar untuk penyakit
meningitis. Namun, meningkatnya resistensi penisilin
mensyaratkan bahwa sefalosporin generasi ketiga
sekarang menjadi digunakan untuk pengobatan
empiris sampai in vitro kerentanan yang di ketahui.
Pasien dengan riwayat alergi penisilin tipe I atau
sefalosporin alergi dapat diobati dengan vankomisin.
Pengobatan harus dilanjutkan selama 7 hari, setelah
itu tidak ada lagi pengobatan yang diperlukan.
Pencegahan penyakit meningitis dengan
vaksinasi adalah kunci untuk mengurangi kejadian
meningitis. Perguruan tinggi: mahasiswa yang tinggal
di asrama, perekrutan militer, pasien yang menjalani
splenektomi, dan pasien dengan defisiensi
komplemen harus menerima vaksin meningitis. Baik
dari vaksin polisakarida lama meningitis dan vaksin
konjugat baru meningitis melindungi terhadap empat
dari lima serotipe yang menyebabkan penyakit invasif
(A, C, Y, dan W-135).Vaksin meningitis tidak melindungi
terhadap serotipe B, yang menyebabkan lebih dari
50% dari kasus meningitis pada anak-anak yang kurang
dari 2 tahun. Salah satu dari dua vaksin meningitis
yang tersedia dapat digunakan dalam situasi wabah,
dengan antibody pelindung terukur dalam waktu 7
sampai 10 hari. Merupakan sebuah kemungkinan
keuntungan dari vaksin konjugat baru adalah bahwa
yakini untuk memberikan durasi yang lebih lama
kekebalan dari vaksin polisakarida yang lebih tua,
meskipun studi klinis untuk memvalidasi durasi
perlindungan belum selesai. CDC/ Komite Penasehat
Imunisasi praktek dan American Academy of
Pediatrics merekomendasikan bahwa semua remaja 11
sampai 12 tahun menerima dosis vaksin konjugasi baru
(saat ini disetujui oleh Food and Drug Administration
untuk pasien 11-55 tahun). Sampai indikasi yang lebih
luas untuk vaksin konjugasi berlisensi, Vaksin
polisakarida yang tersedia untuk pasien 2-10 tahun
usia, serta pasien lebih dari 55 tahun.
❼ Kontak dekat dari pasien dengan infeksi
meningokokus, baiknya di evaluasi untuk tujuan
profilaksis antimikroba. Kontak dekat termasuk
dengan anggota rumah tangga yang sama, individu
yang berbagi tempat tidur, tempat penitipan, dan
individu yang terpapar sekresi oral pasien meningitis.
Setelah konsultasi dengan pihak kesehatan setempat,
proses kontak dekat harus menerima profilaksis
antibiotik untuk membasmi pembawa nasofaring dari
organisme. Kontak dalam rumah tangga dari pasien
dengan meningitis memiliki 400 sampai 800 kali lipat
peningkatan risiko pengembangan antibiotik untuk
meningitis. Profilaksis harus dimulai sesegera
mungkin, sebaiknya dalam waktu 24 jam dari eksposur
(dan dalam 14 hari, setelah itu manfaat berkurang
secara signifikan). Direkomendasikan, dimana
semuanya 90% sampai 95% efektif, untuk orang
dewasa termasuk rifampisin 600 mg oral setiap 12 jam
untuk 2 hari, ciprofloksasin 500 mg oral untuk satu
dosis, atau ceftriakson 250 mg intramus cylarly untuk
satu dosis. Regimen anak-anak termasuk rifampisin 5
mg / kg oral setiap 12 jam selama 2 hari (kurang dari
usia 1 bulan), rifampisin 10 mg / kg oral setiap 12 jam
selama 2 hari (lebih dari usi 1 bulan), atau ceftriakson
125 mg secara intra muskuler selama satu dosis
(kurang dari usia 12 tahun). Hal ini tidak diketahui
apakah kontak dekat yang telah divaksinasi akan
mendapatkan keuntungan dari profilaksis atau tidak.
Pasien dengan meningitis yang diobati dengan
antibiotik selain dengan antibiotik sefalosforin
generasi ketiga juga harus dipertimbangkan untuk
profilaksis guna memberantas pembawa keadaan
nasofaring.
Meningitis oleh Streptococcus pneumoniae
S. pneumonia adalah penyebab paling umum
dari meningitis di orang dewasa dan pada anak-anakanak kurang dari 2 tahun. Pneumococcus dikaitkan
dengan kematian tertinggi diamati dengan meningitis
bakteri pada orang dewasa (20% sampai 30%), dan
kejang lebih sering terjadi pada pneumokokus pasien
meningitis. Pasien yang berisiko tinggi untuk terkena
meningitis pneumokokus termasuk orang tua,
pecandu alkohol, pasien yang telah mengalami
splenektomi, pasien dengan penyakit sel sabit, dan
pasien dengan koklea implan. Setidaknya 50% dari
kasus meningitis pneumokokus adalah karena infeksi
primer dari telinga, sinus, atau paru-paru.
Dosis tinggi penisilin G tradisional telah
menjadi obat pilihan untuk pengobatan meningitis
pneumokokus. Namun, karena peningkatan resistensi
terhadap pneumokokus, pengobatan empiris yang
disukai sekarang yaitu dengan sefalosporin generasi
ketiga dalam kombinasinya dengan vancomisin.
Semua isolat CSF harus diuji untuk penisilin dan
sefalosporin resistensi dengan metode disahkan oleh
CLSI. Setelah hasil sensitIVitas in vitro diketahui, terapi
dapat disesuaikan (Tabel 67-3).Pasien dengan riwayat
alergitipe I penisilin atau alergi juga terhadap
sefalosforin dapat diobati dengan vankomisin.
Pengobatan harus dilanjutkan selama 10 sampai 14
hari, setelah itu ada terapi pemeliharaan lebih lanjut
yang diperlukan. Profilaksis antimikroba tidak di
indikasikan untuk kontak dekat.
Pemberian vaksin untuk individu yang berisiko
tinggi adalah kunci strategi untuk mengurangi risiko
penyakit
pneumokokus
invasif.
23-valent
pneumococcal target vaksin serotipe yang
memperhitungkan untuk lebih dari 90% penyakit
invasif di pasien-pasien. Beberapa berisiko tinggi,
vaksin 23-valent tidak menghasilkan kekebalan
terpercaya respon pada anak-anak muda dari 2 tahun
atau juga tidak mengurangi pembawa pneumokokus.
7-valent pneumococcal vaksin konjugasi proteinpolisakarida diperkenalkan padatahun 2000 dengan
menargetkan 7 serotipe yang paling umum pada anakanak dan menyediakan perlindungan (pengurangan
94%) terhadap penyakit pneumonia invasif (seperti
sepsis dan meningitis) pada anak-anak muda dari
umur 5 tahun umur 30 tersebar luas dari konjugat 7valent vaksin, untuk anak-anak juga telah memberikan
kontribusi terhadap penurunan 28% penyakit
pneumonia invasif dewasa. Berbeda dengan 23-valent
vaksin, vaksin 7-valent mengurangi transmisi.
Meningitis oleh Haemophilus influenzae
Sebelum pengenalan vaksin konjugasi Hib,
H. influenzae tipe B adalah penyebab penyakit paling
umum di amerika yang diakibatkan oleh bakteri
meningitis.
Pengecekan rutin pasien anak yg
terserang Hib sejak tahun 1991 telah mengurangi
kejadian penyakit Hib invasif (yaitu, meningitis dan
sepsis) pada anak-anak kurang dari 5 tahun dengan
presentasi 99 %, dengan kematian dari Hib meningitis
berkurang dari 5 %. Vaksin Hib juga dianjurkan untuk
pasien yang menjalani splenektomi. Hib penyakit
meningeal
sering
dikaitkan
dengan
fokus
parameningeal seperti sinus atau infeksi telinga
tengah. Peningkatan resistensi beta – laktamase
mediasi telah mengubah pengobatan empiris pilihan
dari ampisilin ke sefalosporin generasi ketiga
(misalnya, ceftriakson dan cefotaksim). Pengobatan
harus dilanjutkan selama 7 hari, setelah itu tidak ada
terapi pemeliharaan dan diperlukan lebih lanjut.
❼ Kontak dekat dengan pasien meningitis
oleh virus H. influenzaetipe B harus dievaluasi untuk
menguji profilaksis antimikroba. Risiko Hib meningitis
jika kontak dekat mungkin sampai 200-1000 kali lipat
lebih tinggi daripada populasinya. Penyakit umum Hib
infasif, termasuk meningitis, harus dilaporkan ke pihak
kesehatan setempat dan Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC). Profilaksis untuk
menghilangkan gejalan pada hidung dan pembawa
orofaringeal dari Hib pada individu yang terpapar
harus dimulai setelah berkonsultasi dengan para
tenaga kesehatan setempat. Rifampisin (600 mg/hari
untuk orang dewasa; 20 mg/kg per hari untuk anakanak, maksimum 600 mg/hari) diberikan selama 4 hari.
Profilaksis rifampin tidak diperlukan bagi individu yang
telah menerima vaksin Hib seri penuh. Terutama,
anak-anak yang tidak divaksinasi antara usia 12 dan 48
bulan harus menerima satu kali dosis vaksin, dan
anak-anak yang tidak divaksinasi usia 2-11 bulan harus
menerima tiga kali dosis vaksin, serta profilaksis
rifampin. Karena kekurangan vaksin sebelumnya,
tidak dapat diasumsikan bahwa semua anak telah
divaksinasi. Selanjutnya, beberapa anak belum
menerima semua vaksin anak karena kekhawatiran
orangtua tentang keamanan vaksin.
Meningitis oleh Listeria monocytogenes
L. monocytogenes merupakan basil gram
positif
intraseluler
yang
telah
dilaporkan
mengkontaminasi makanan tertentu, seperti keju
lunak, susu yang tidak dipasteurisasi, daging dan ikan
mentah, daging olahan, dan sayuran mentah. Bakteri
dari makanan yang terkontaminasi akan merusak
saluran pencernaan, masuk ke aliran darah, dan
membatasi respon imun seluler alami untuk
menyebabkan infeksi L. monocytogenessehingga
teradi meningitis, biasanya ada pada pasien lanjut usia
dan pada pasien immunocompromised dengan
depresi imunitas seluler (termasuk pasien dengan
leukemia, transplantasi organ, dan HIV/AIDS),
sehingga memiliki tingkat kematian yang tinggi hingga
30%. Hanya sejumlah antibiotik yang menunjukkan
aktIVitas bakterisida terhadap Listeria. Kombinasi
ampisilin dosis tinggi atau
penisilin G dan
aminoglikosida menghasilkan efek yang sinergis dan
bakterisida terhadap Listeria. Pada penelitian total
diperlukan minimal 3 minggu peminuman obat.
Karena kekhawatiran tentang risiko nefrotoksisitas
dengan pemakaian pengobatan aminoglikosida yang
panjang, pasien diobati dengan terapi kombinasi
selama 10 hari dan dapat menyelesaikan sisa
pengobatan mereka dengan ampisilin atau penisilin
secara mandiri. Pada pasien alergi terhadap penisilin,
kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol adalah agen
pilihan karena memiliki efek aktIVitas bakterisida in
vitro terhadap Listeria, serta baik untuk penetrasi SSP.
Vankomisin dan sefalosporin merupakan pengobatan
yang tidak efektif untuk Listeria meningitis. Profilaksis
tidak diperlukan untuk kontak dekat, juga tidak
menunjukkan terapi penekan. Pasien dengan depresi
berat dan imunitas seluler disarankan untuk
menghindari makanan yang mungkin terkontaminasi
dengan Listeria.
Meningitis oleh Grup B Streptococcus
Infeksi oleh grup B Streptococcus (seperti S.
agalactiae) adalah penyebab paling umum dari sepsis
neonatal dan meningitis. Satu dari setiap 4 sampai 5
wanita hamil merupakan pembawa kelompok B
Streptococcus yang berasal dari vagina atau dubur.
Grup B streptokokus dapat diperoleh saat melahirkan
setelah terpapar sekresi sehingga akan terinfeksi dari
jalan lahir ibu atau rektum. Bayi yang lahir dari ibu
yang merupakan pembawa, beresiko sangat tinggi (1
dari setiap 100-200 bayi) mengembangkan kelompok
invasif B penyakit streptokokus, termasuk sepsis dan
meningitis. Neonatal dikaitkan dengan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan. Pengobatan sinergis
dengan penisilin atau ampisilin, ditambah gentamisin,
selama 14 sampai 21 hari dianjurkan untuk pengobatan
kelompok B streptokokus meningitis. Untuk
mengurangi risiko kelompok klinis B penyakit
streptokokus pada neonatus, wanita hamil harus
dipantau pada usia 35 hingga 37 minggu kehamilan,
untuk menentukan apakah mereka adalah pembawa
kelompok B streptococci. Intrapartum antibiotik
(misalnya
penisilin
atau
ampisilin)
yang
direkomendasikan untuk wanita hamil dengan
karakteristik sebagai berikut: kelompok B carrier
streptokokus terdeteksi pada skrining, sejarah
kelompok B streptokokus bakteriuria setiap waktu
selama kehamilan, dan sejarah pengiriman bayi
dengan kelompok invasif B penyakit streptokokus.
Meningitis oleh Basil Gram Negatif
Meningitis yang disebabkan oleh basil gram
negatif ini salah satu dari kasus meningitis yang
penting karena morbiditas (mudah kena sakit) dan
mortalitas (kemungkinan kematian) pada populasi
yang beresiko, termasuk mereka yang terkena
diabetes, keganasan, sirosis, imunosupresi, lanjut usia,
infeksi parameningeal, dan/atau sebuah cacat yang
memungkinkan interaksi dari kulit ke CNS (seperti
bedah sarap, cacat bawaan, atau trauma kranial).
Pengobatan optimal untuk meningitis bakteri
basil gram negatif tidak didefinisikan dengan baik.
Pengenalan cefalosporin spektrum luas telah
meningkat dengan hasil pengobatan dari pasien
secara signifikan. Sementara cefalosporin generasi
ketiga ceftriakson dan cefotaksim menyediakan
cakupan
yang
baik
untuk
sebagianenterobacteriaceae,antibiotik ini tidak efektif
terhadap P.aeruginosa. Ceftazidime, cefepime, dan
carbapenem telah terbukti efektif terhadap
pseudomonal
meningitis.
Penambahan
aminoglikosida
dapat
meningkatkan
hasil
pengobatan.
Namun,
penetrasi
CNS
dari
aminoglikosida sangat tidak baik, bahkan dalam
pengaturan meninges yang meradang. Intratekal atau
intraventrikular pemberian aminoglikosida mungkin
berguna, tetapi antibiotik intraventrikular telah
dikaitkan dengan peningkatan mortalitas pada
neonatus. Terapi intratekal dilakukan dengan
pemberian antibiotik ke dalam CSF melalui fungsi
lumbal, sedangkan terapi intraventrikular biasanya
diberikan kedalam reservoir ditanamkan dalam
ventrikel otak.
Terapi awal dari yang diduga pseudomonal
meningitis harus mencakup spectrum luas golongan βlactam (e.g., ceftazidime, cefepime, atau meropenem)
ditambah aminoglikosid (lebih baik tobramycin atau
amikacin). Meskipun carbapenem imipenem-cilastatin
memiliki aktIVitas mirip dengan golongan β-lactam,
penggunaannya tidak dianjurkan pada meningitis
karna dapat berisiko kejang-kejang. Aztreonam,
ciprofloxacin dosis tinggi, dan colistin adalah alternatif
pengobatan untuk pseudomonal meningitis. Terapi
lokal (yaitu, terapi intratekal atau intraventrikular)
mungkin diindikasikan pada pasien dengan bakteri
meningitis basil gram negatif (terutama infeksi yang
disebabkan oleh resistensi P. Aeruginosa) atau pada
pasien yang gagal untuk memodifikasi antibiotik
intravena saja. Mengingat perbedaan pola resistensi
rumah sakit setempat, pengobatan pemberian
patogen langsung sangat penting setelah hasil
mikrobiology tersedia. Pengobatan untuk bakteri
meningitis basil gram negatif harus dilanjutkan selama
minimal 21 hari.
Infeksi Pasca Operasi pada Pasien Bedah Saraf
dan Infeksi Shunt
Para pasien yang menjalani prosedur bedah
saraf atau memiliki invasif atau yang ditanamkan
perangkat asing (seperti CSF shunt, pompa
intraspinal, kateter, atau kateter epidural) mereka
berisiko untuk infeksi CNS. Patogen yang penting
dalam infeksi pasca operasi bedah saraf termasuk
koagulasi-negatif
staphylococci,
S.
Aureus,
streptococci, propionobacteria, dan basil gram
negatif, termasuk P. Aeruginosa. Tanda dan gejala
klinis mungkin mirip dengan CNS infeksi lainnya, tanda
dan gejala tersebut dapat menjadi bukti kerusakan
implan atau tanda-tanda infeksi luka pasca oprasi.
Pengobatan empiris untuk infeksi pasca
operasi pada pasien bedah saraf (termasuk pasien
dengan CSF shunt) harus diobati dengan cakupan
vankomisin dalam kombinasi dengan salah satu
diantaranya cefepime, ceftazidime, atau meropenem.
Linezolid telah dilaporkan untuk mencapai
konsentrasi CSF yang memadai dan menyelesaikan
kasus menginitis refrakter terhadap vankomisin.
Namun, data dengan linezolid terbatas. Penambahan
rifampin harus dipertimbangkan untuk pengobatan
infeksi shunt. Ketika data biakan dan sensitIVitas
tersedia, pengobatan antibiotik pengarah patogen
harus langsung diberikan. Penghapusan alat yang
terinfeksi yang diinginkan berupa terapi antibiotik
yang agresif (termasuk terapi antibiotik intravena
dengan dosis tinggi ditambah intraventrikular
vancomicin dan/atau tobramicin) mungkin efektif
untuk pasien yang tidak mungkin menghapus
perangkat asingnya.
Abses otak adalah koleksi lokal nanah dalam
tempurung kepala. Infeksi ini sulit di obati karna
adanya infeksi walled-off dalam jaringan otak yang
sulit untuk beberapa antibiotik untuk mencapainya.
Pada penambahan pengobatan antimikroba yang
sesuai (sebuah diskusi yang berada diluar lingkup bab
ini), surgical debridement sering digunakan sebagai
langkah ajuvan. Pembedahan debridement juga
mungkin digunakan dalam mengatur infeksi pasca
operasi bedah saraf.
Viral Ensefalitis dan Meningitis
Viral ensefalitis dan meningitis mungkin sama
dengan meningitis bakteri pada presentasi klinisnya,
tetapi sering dapat dibedakan adalah dari hasil
temuanCSF. Patogen virus yang paling umum adalah
enterovirus, yang menyebabkan sekitar 85% kasus
virus infeksi CNS. Virus lain yang dapat menyebabkan
SSP infeksi termasuk arbovirus, virus herpes simpleks,
cytomegalovirus, virus varicella zoster, rotavirus,
corona virus, influenza virus A dan B, virus West Nile,
dan virus Epstein-Barr. Infeksi SSP virus yang
diperoleh melalui hematogen atau penyebaran
neuronal. Sebagian besar kasus meningitis enterovirus
atau ensefalitis membatasi diri dengan dukungan dari
pengobatan. Namun, arbovirus, virus West Nile, dan
virus Eastern berhubungan dengan prognosis yang
kurang menguntungkan.
Berbeda dengan encephalitides virus lainnya,
herpes simpleks virus (HSV) tipe 1 dan 2 ensefalitis
dapat diobati. Meskipun langka (1 kasus per 250.000
penduduk per tahun di Amerika Serikat), HSV
ensefalitis adalah infeksi yang mengancam jiwa yang
serius. Lebih dari 90% HSV ensefalitis pada orang
dewasa disebabkan HSV tipe 1, sedangkan HSV tipe 2
mendominasi di HSV neonatal ensefalitis (lebih besar
dari 70%). HSV ensefalitis hasilnya adalah reaktIVasi
dari infeksi laten (dua-pertiga dari kasus) atau kasus
yang parah infeksi primer (sepertiga). Tanpa
pengobatan yang efektif, angka kematian dapat
mencapai 85%, dan pasien yang selamat biasanya
memiliki sisa-sisa defisit neurologis yang signifikan.
Dosis tinggi dari asiklovir secara intravena adalah obat
pilihan,
diberikan
untuk
2 sampai 3 minggu dengan dosis 10 mg / kg secara
intravena setiap 8 jam pada orang dewasa dan selama
3 minggu dengan dosis 20 mg / kg secara intravena
setiap 8 jam di masa neonatus. Foscarnet 120-200 mg /
kg per hari dibagi setiap 8 sampai 12 jam selama 2
sampai 3 minggu adalah pengobatan pilihan untuk
asiklovir tahan isolat HSV.
Terapi adjuvan Deksametason
❽ Deksametason telah terbukti meningkatkan
hasil pengobatan yang baik untuk pasien yang
menderita meningitis. Deksametason menghambat
pelepasan proinflamasi sitokin dan membatasi respon
inflamasi CNS yang dirangsang oleh infeksi dan terapi
antibiotik. Manfaat klinis dengan mengurangi defisit
neurologis (terutama oleh mengurangi gangguan
pendengaran) telah diamati pada bayi dan anak-anak
dengan meningitis H. influenzae, serta patogen lain
yang menyebabkan meningitis, jika deksametason
dimulai sebelum terapi antibiotik. The American
Academy
of
Pediatrics
merekomendasikan
deksametason (0,15 mg/kg intravena setiap 6 jam
untuk 2 sampai 4 hari) untuk bayi dan anak-anak
setidaknya 6 minggu dengan Hib meningitis dan
pertimbangan
penggunaan
deksametason
di
pneumokokus. Dexamethasone harus dimulai 10
sampai 20 menit sebelum atau paling lambat saat
inisiasi dari terapi antibiotik; tidak dianjurkan untuk
bayi dan anak-anak yang telah menerima terapi
antibiotik karena mungkin akan mmberikan hasil yang
tidak diinginkan dari pengobatan ini. Ada data yang
cukup untuk membuat rekomendasi mengenai
penggunaan terapi deksametason tambahan pada
meningitis neonatal.
Pada orang dewasa, manfaat yang signifikan
diamati dari deksametason dengan plasebo berlebih
dalam caranya mengurangi komplikasi meningitis,
termasuk kematian, terutama pada pasien dengan
pneumokokus
meningitis.
The
IDSA
merekomendasikan
deksametason
0,15mg/kg
intravena setiap 6 jam selama 2 sampai 4 hari (dengan
catatandosis pertama diberikan 10 sampai 20 menit
sebelum atau dengan dosis pertama dari antibiotik)
pada orang dewasa yang dicurigai atau terbukti
meningitis pneumonokokus. Deksametason tidak
dianjurkan untuk orang dewasa yang telah menerima
terapi antibiotik. Beberapa dokter akan memberikan
deksametason untuk semua orang dewasa dengan
meningitis hasil tes laboratorium tertunda.
Ada kekhawatiran tentang pemberian
deksametason untuk pasien dengan meningitis
pneumokokus yang disebabkan oleh penisilin atau
resisten terhadap sefalosforin, diamana vankomisin
aan diperlukan. Model ekperimental hewan
mengindikasikan
penggunaan
steroid
yang
bersamaan akan mengurangi penetrasi vankomisin
dalam CSF dari 42% menjadi 77% dan penundaan
sterilisasi CSF yang seharusnya mengurangi respon
inflamasi. Kegagalan pengobatan telah dilaporkan dari
orang
dewasa
dengan
resistensi
terhadap
pneumonokokus meningistis yang telah diobati
dengan deksametason, tetapi manfaat risiko dari
penggunaan deksametason dari pasien tidak bisa
didefinisikan saat ini. Model-model hewan ini
mengindikasikan manfaat dari penambahan rifampin
dari
pasien
dengan
resistensi
terhadap
pneumonokokus meningitis setiapkali deksametason
digunakan.
HASIL EVALUASI
Memantau pasien yang terkena infeksi SSP
terus-menerus sepanjang waktu dengan perawatan
yang benar untuk mengevaluasi kemajuan kondisi
mereka menuju pencapaian tujuan pengobatan,
termasuk menghilangkan gejala, pemberantasan
infeksi, dan pengurangan peradangan untuk
mencegah kematian dan pengembangan defisit
neurologis. Tujuan pengobatan yang terbaik dicapai
dengan antimikroba parenteral yang sesuai dengan
terapi, termasuk terapi empiris untuk menutupi
sebagian besar kemungkinan patogen, diikuti dengan
terapi yang diarahkan setelah kultur dan hasil
sensitivitas diketahui. ❿ Fungsi komponen rencana
monitoring adalah untuk menilai efikasi dan keamanan
terapi antimikroba dari infeksi SSP termasuk tandatanda klinis dan gejala dan laboratorium data (seperti
temuan SSP, budaya, dan data sensitivitas).
Selama alur pengobatan pasien, dilakukan
monitor tanda-tanda klinis dan gejala setidaknya tiga
kali sehari. Arah gejala lebih penting daripada
penilaian satu waktu. Demam, sakit kepala, mual dan
muntah, dan malaise diharapkan mulai membaik
dalam 24 sampai 48 jam setelah inisiasi terapi
antimikroba dan perawatan pendukung lain.
Kemudian mengevaluasi pasien untuk resolusi
neurologis tanda dan gejala, seperti perubahan status
mental dan kekakuan daerah tengkuk, seperti halnya
infeksi diberantas dan peradangan dikurangi dalam
SSP. Perbaikan diharapkan dan selanjutnya resolusi
tanda dan gejala sebagai tujuan pengobatan secara
berkelanjutan. Pada saat pulang dari rumah sakit,
mengatur pasien untuk melakukan tindak lanjut
selama beberapa minggu atau bulan tergantung pada
patogen penyebab, tujuan pengobatan klinis, dan
pasien
berdasarkan
komorbiditas.
Terutama
mengevaluasi pasien untuk adanya defisit neurologis
residual.
Pemantauan tes laboratorium penting pada
pasien yang menerima pengobatan untuk infeksi
SSP.Monitor CSF dan kultur darah sehingga terapi
antimikroba dapat disesuaikan dengan etiologi
organisme. Tindak lanjut pada kultur dapat dilakukan
untuk membuktikan pemberantasan organisme atau
kegagalan pengobatan. Meskipun pada umumnya
tidak dilakukan pengulangan LP, pertimbangkan
pengulangan LP untuk pasien yang tidak merespon
secara klinis setelah 48 jam sesuai terapi antimikroba,
terutama
mereka
yang
resisten
terhadap
pneumococcus dan menerima dexamethasone.
Kandidat lain untuk pengulangan LP meliputi: orangorang dengan infeksi basil gram negatif, demam
berkepanjangan,
dan
meningitis
berulang.
Pengulangan LP pada neonatus untuk menentukan
durasi terapi. Pengulangan LP juga dapat dilakukan
untuk meringankan intrakranial yang meningkatkan
tekanan. Diharapkan pengulangan kultur darah
menjadi negatif dengan cepat selama terapi dan
jumlah serum WBC untuk meningkatkan dan
menormalkan dengan terapi antimikroba yang tepat.
Evaluasi dosis regimen antimikroba untuk
menjamin efikasi dari regimen perawatan. Vankomisin
dengan
konsentrasi
15
sampai
20
mg/L,
direkomendasikan untuk perawatan infeksi sistem
saraf pusat. Pemantauan pasien denga efek samping
obat, alergi obat, dan interaksi obat. Rencana
pemantauan keamanan obat yang spesifik, akan
diandalkan dari penggunaan antibiotik yang bisa
dilihat pada tabel 67-3. Dilakukan pendekatan
perhatian untuk pasien yang pengobatannya
bersamaan dengan rifampin untuk perawatan dan
profilaksis. Rifampin adalah zat penginduksi poten
dari metabolisme hati dan mungkin menurunkan
efikasi dari metabolisme obat lain dari sitokrom P-450
3A.
Studi Kasus Pasien
JD adalah murid SMA berusia 17 tahun yang
mengunjungi kakaknya di asrama kuliah selama 1
minggu sebelum kakaknya meninggalkan asrama
untuk liburan musim dingin. JD sekarang berada di
unit gawat darurat dengan sejarah 2 hari sakit kepala
dan demam. Temuan fisik dan nilai-nilai laboratorium
meliputi suhu 38.3ºC (101ºF) dan jumlah WBC dari
14.400 / mm3 (14,4 × 109 / L), dengan 90% PMN.
Pemeriksaan mengungkapkan kaku kuduk dan ruam
peteki trunkal. JD dilaporkan mengalami sensitivitas
cahaya dan mual dengan muntah. Dia telah mencoba
dosis analgesik berlebih dan antipiretik tapi tidak
mengurangi sakit kepala atau demamnya.
• Apa tanda-tanda dan gejala yang konsisten dari
meningitis yang ada pada JD?
• Apa petunjuk untuk patogen penyebab penyakit
pada JD?
• Apa regimen empiris pilihan untuk JD?
• Bagaimana data laboratorium (termasuk kultur &
sensitivitas data) digunakan untuk memperbaiki
rejimen antibiotik empiris?
• Obat yang direkomendasikan untuk profilaksis dari
kontak dekat dengan pasien dengan meningitis?
Perawatan Pasien dan Pemantauan
1. Kaji tanda-tanda, gejala, dan faktor risiko pasien
untuk meningitis. Apakah petunjuk ini merujuk
pada petunjuk patogen?
2. Tentukan apakah pasien dapat menjalani LP
langsung atau jika LP harus ditunda sampai lesi
massa SSP bisa dikesampingkan. Jika LP tertunda,
kultur darah harus ditarik dan terapi antimikroba
empiris yang tepat dimulai segera.
3. Berdasarkan data-pasien tertentu, pola resistensi
lokal, dan data lain yang relevan, desain yang
sesuai empiris rejimen antimikroba diarahkan
pada kemungkinan patogen; rejimen empiris
harus terdiri dari dosis tinggi terapi intravena.
4. Tentukan apakah terapi ajuvan deksametason
ditujukan; jika demikian, mulai terapi steroid 15
sampai 20 menit sebelum dosis pertama terapi
antimikroba.
5. Memberikan perawatan pendukung untuk pasien
dengan infeksi SSP, termasuk hidrasi, penggantian
elektrolit, antipiretik, analgesik, dan obat
antiepilepsi.
6. Pantau kultur dan data sensitivitas dari
laboratorium mikrobiologi untuk menentukan
perbaikan apa yang dibutuhkan dalam rejimen
pengobatan pasien. Desain rencana terapi untuk
menyelesaikan pasien dari tujuan terapi untuk
meningitis akut.
7. Pantau respons pasien terhadap terapi (yaitu,
tanda-tanda klinis / gejala dan data laboratorium),
serta pengembangan komplikasi, termasuk kejang
dan
gangguan
pendengaran.
Terapi
deksametason dapat mengurangi penetrasi
antibiotik, sehingga dosis obat antimikroba
mungkin
harus
ditingkatkan
(terutama
vankomisin) untuk mencapai tingkat CSF yang
memadai. Kadar serum vankomisin harus diukur
dan dosis dititrasi untuk memastikan konsentrasi
CNS
memadai.
Mengevaluasi
apakah
intraventrikular
atau
intratekal
antibiotic
ditunjukkan.
8.
9. Lakukan pengawasan berkelanjutan untuk reaksi
obat yang merugikan, alergi obat, dan interaksi
obat.
10. Tentukan apakah profilaksis diindikasikan untuk
kontak dekat pasien dengan infeksi SSP.Kontak
dekat harus ditempatkan untuk pasien yang
diduga meningokokus atau Meningitis Hib.
Setelah berkonsultasi dengan pihak kesehatan
setempat, profilaksis antibiotik harus diberikan
segera untuk orang-orang untuk menghindari
penyakit sekunder.
11. Mengevaluasi apakah pasien adalah kandidat
untuk menyelesaikan pengobatan parenteral pada
pasien rawat jalan dasar. Jika demikian,
pentingnya tindak lanjut medis dekat dan
kepatuhan pengobatan harus ditekankan kepada
pasien dan keluarganya.
12. Pertimbangkan bagaimana untuk meminimalkan
risiko pasien tertular saat ini (dan lainnya) infeksi
SSP di masa depan; mengelola vaksin yang tepat
setelah sembuh dari infeksi akut.
13. Aturlah tindak lanjut setelah pasien keluar dari
rumah sakit. Terus lakukan pemantauan untuk
gejala sisa neurologis untuk beberapa bulan
setelah menyelesaikan pengobatan, dan mendidik
pasien dan keluarga dalam hal ini. Komplikasi
serius yang mungkin terjadi antara lainkelainan
pendengaran,
hemiparesis,
quadriparesis,
hypertonia otot, ataksia, gangguan kejang,
keterbelakangan mental, pembelajaran cacat, dan
hidrosefalus obstruktif.
SINGKATAN- SINGKATAN
AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome
(Sindrom Defisiensi Imun)
CDC
: Centers For Disease Control And Prevention
(Pusat Pengendalian Dan Pencegahan Penyakit)
CLSI : Clinical And Laboratory Standards Institute
(Clinical And Laboratory Standards Institute)
CNS
: Central Nervous System (Sistem Saraf Pusat)
CSF
: Cerebrospinal Fluid (Cairan Serebrospinal)
CT
: Computed Tomography
DIC
: Disseminated Intravascular Coagulation
FDA
: Food And Drug Administration
Hib
: Haemophilus Influenzae Type B
HIV
: Human Immunodeficiency Virus
HSV
: Herpes Simplex Virus
IDSA : Infectious Diseases Society Of America
IL-2
: Interleukin 2
LP
: Lumbar Puncture
MBC : Minimum Bactericidal Concentration
(Konsentrasi Bakterisida Minimum)
MIC
: Minimum Inhibitory Concentration
(Konsentrasi Hambat Minimum)
MRI
: Magnetic Resonance Imaging
MRSA : Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus
MRSE : Methicillin Staphylococcus Epidermidis
PCR
: Polymerase Chain Reaction
PMN : Polymorphonuclear Cell
TNF-Α : Tumor Necrosis Factor Α
WBC : White Blood Cell (Sel Darah Putih)
Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di
www.ChisholmPharmacotherapy.com
Masuk ke situs web:
www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk
memperoleh informasi dalam melanjutkan
pembelajaran bab ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
Centers for Disease Control and Prevention.
Prevention of perinatal Group B streptococcal
disease. Morbidity and Mortality Weekly Report
(MMWR) 2002;51(RR11): 1–22.
Centers for Disease Control and Prevention. Progress
toward elimination of Haemophilus influenzae type b
invasive disease among infants and children—United
States, 1998–2000. Morbidity and Mortality Weekly
Report (MMWR) 2002;51(RR11):234–237.
Centers for Disease Control and Prevention.
Prevention and control of meningococcal disease.
Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR)
2005;54(RR07):1–21.
Centers for Disease Control and Prevention. Direct
and indirect effects of routine vaccination of children
with 7-valent pneumococcal conjugate vaccine on
incidence of invasive pneumococcal disease—United
States, 1998–2003. Morbidity and Mortality Weekly
Report (MMWR) 2005;54(36): 893–897.
Sinner SW, Tunkel AR. Antimicrobial agents in the
treatment of bacterial meningitis. Infect Dis Clin North
Am 2004;18:581–602.
Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL, et al. Practice
guidelines for the management of bacterial
meningitis. Clin Infect Dis 2004; 39:1267–1284.
Tyler KL. Herpes simplex virus infections of the central
nervous system: Encephalitis and meningitis, including
Mollaret’s. Herpes 2004; 11(suppl 2):57A–64A.
van de Beek D, de Gans J, McIntyre P, Prasad K.
Corticosteroids for acute bacterial meningitis.
Cochrane Database Syst Rev 2003; 3:CD004405.
van de Beek D, de Gans J, Spanjaard L, et al. Clinical
features and prognostic factors in adults with
bacterial meningitis. N Engl J Med 2004;351(18):1849–
1859.
van de Beek D, de Gans J, Tunkel AR, Wijdicks EFM.
Communityacquired bacterial meningitis in adults. N
Engl J Med 2006; 354:44–53.
02 INFEKSI SALURAN PERNAFASAN BAWAH
Diane M.Cappellety
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK :
1. Mengetahui daftar pathogen umum penyebab penyakit Pnemonia Community
(pneumonia yang sering di derita masyarakat umum), Pnemonia Aspirasi (Pnemonia yang
terjadi pada pasien dengan debilitas berat atau mereka yang menghirup sesuatu selagi
tidak sadar atau muntah berulang), Pnemonia ventilator (Pasien dengan ventilasi mekanis
yang beresiko terkena infeksi) , Asosiasi perawatan kesehatan pneumonia.
2. Menjelaskan tentang pertahanan tubuh terhadap serangan pneumonia.
3. Menjelaskan patofisiologi pneumonia.
4. Mengenali tanda-tanda dan gejala-gejala yang berhubungan dengan Pneumonia
komunitas dan ventilator pneumonia.
5. Mengidentifikasi pasien beserta factor-factor organisme yang akan memandu kita pada
penyeleksian cara hidup antimikroba yang lebih spesifik pada pasien perorangan.
6. Mendesign cara hidup antimikroba yang tepat berdasarkan data-data spesifik pasien yang
menderita pneumonia komunitas, pneumonia asosiasi kesehatan (pencegahan dan
bagaimana serangan itu muncul).
7. Mendesign cara hidup antimikroba berdasarkan data spesifik pasien dan organisme
8. Melakukan monitoring secara berencara dan berkesinambungan berdasarkan informasi
yang spesifik dari pasien yang menderita pneumonia kommunitas dan Asosiasi perawatan
kesehatan pneumonia.
9. Merumuskan pendidikan yang akan memberikan informasi yang tepat yang akan
disampaikan pada penderita pneumonia.
KONSEP UTAMA
❶ Ada 5 klasifikasi pneumonia : Pnemonia komunitas,
Pnemonia Aspirasi, Pnemonia Nosokomial (HospitalAcquired), Pnemonia Ventilator dan Asosiasi perawatan
kesehatan pneumonia.
❷ Etiologi bakteri penyebab pneumonia bervariasi sesuai
dengan jenis pneumonia.
❸ Streptococus pnemoniae adalah bakteri penyebab
pneumonia yang paling umum.
❹ Tanda-tanda, gejala-gejala serta permasalahanpermasalahan yang terkait dengan pneumonia,
diperlukan tidak hanya untuk mendiagnosa pasien
tetapi juga untuk melihat respon/reaksi dari terapi yang
dilakukan.
❺ Tujuan dari terapi adalah untuk menghilangkan gejalagejala yang dirasakan pasien, serta untuk
meminimalkan terjadinya komplikasi sehingga dapat
menurunkan angka kematian.
❻ Pengobatan untuk pasien penderita pneumonia
dilampiri data-data yang empiris.
❼ Penyeleksian secara empiris dari terapi antimikroba
untuk Pnemonia Ventilator, Perawatan kesehatan
Pnemonia, dan Nosokomial Pnemonia dengan
jangkauan yang luas ; bagaimanapun juga apabila
terjadi kerentanan terhadap kultur tertentu terapi
harus dihentikan untuk menghambat identifikasi
pathogen.
❽ Waktu terapi harus dilakukan dalam kurun waktu
sesingkat mungkin.
❾ Melakukan pemantauan atas reaksi dari terapi yang
dilakukan sangat penting untuk menentukan khasiat,
mengidentifikasi
efek
samping
serta
untuk
menentukan waktu terapi selanjutnya.
❿ Pencegahan
penyakit
pneumococcus
melalui
penggunaan vaksinasi sudah menjadi tujuan nasional.
Pneumonia adalah peradangan pada paru-paru yang
diikuti konsolidasi. Penyebab peradangan adalah
karena adanya infeksi yang diakibatkan oleh berbagai
macam organisme. ❶ Ada 5 klasifikasi dari Pnemonia:
Komunitas P, Aspirasi P, Nosokomial P, Ventilator P, dan
Perawatan Kesehatan Pnemonia. Pasien yang
menderita pneumonia pada saat rawat jalan dan
belum mendapatkan fasilitas perawatan kesehatan,
termasuk
didalamnya
perawatan
luka
dan
Hemodialisis dapat dikategorikan sebagai penderita
Pneumonia komunitas (CAP). Begitupun juga Aspirasi
Pnemonia, baik Oropharyngeal (terhirupnya sesuatu
ke dalam saluran pernafasan) atau Gatsrointestinal
(Muntah berulang). Nosokomial Pnemonia (HAP)
didefinisikan sebagai pnemonia yang terjadi 48 jam
atau lebih setelah admisi. Pnemonia Ventilator (VAP)
membutuhkan intubasi endotoksi setidaknya 48 s/d 72
jam sebelum terserang pneumonia.
Kategori pneumonia terbaru adalah perawatan
kesehatan pneumonia (HCAP), yang menggambarkan
bahwa pneumonia terjadi pada setiap pasien yang
dirawat di rumah sakit selama setidaknya 2 hari dan
dalam kurun waktu 90 hari akan muncul gejala infeksi
kerena berada di ruang perawatan dalam jangka
waktu yang lama. Setelah menjalani terapi antibiotik
Intravena, perawatan luka atau kemoterapi dalam 30
hari terakhir setelah timbulnya infeksi ; atau setelah
datang ke klinik hemodialisis.
EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Etiologi dan Tingkat Kematian
❷ Etiologi bakteri penyebab pneumonia bervariasi
sesuai dengan jenis pneumonia. Tabel 68-1 berisi daftar
bakteri patogen yang terkait dengan berbagai jenis
pneumonia.Streptococcus
Pnemoniae
adalah
komponen flora nasofaring yang menyerang hampir
50% dari orang dewasa yang sehat dan mungkin dapat
menginfeksi saluran udara yang lebih rendah pada
individu yang menderita bronkhitis kronis. Hal
tersebut mengandung factor-faktor berbahaya yang
mempunyai kemampuan dalam menyebabkan infeksi
pada saluran pernafasan. ❸ Oleh karena itu tidak
mengherankan bahwa S.pnemoniae adalah bakteri
pathogen yang dominan/paling umum terkait dengan
CAP. Bakteri pathogen ke-2 yang paling umum yakni
salah satu organisme atipikal Mycoplasma Pnemoniae,
berkolonisasi
dengan
Atypikal
Hemophylus
Influenzeae menyerang hampir 80% dari populasi, dan
terjadi kenaikan hingga kolonisasi permanen pada
penderita/pasien yang memiliki gagal jantung kronis
(COPD) dan pasien dengan fibrosis alami. Oleh
karena itu diperkirakan H.Influenzeae juga berperan
sebagai penyebab pneumonia pada penderita COPD.
Moraxella Catarrhalis merupakan bakteri lain
penyebab pneumonia yang menyerang anak-anak dan
juga usia lanjut.
Chlamydia Pnemonieae dan
Legionella Pnemophilla jarang menjadi penyebab
dibandingkan bakteri lain dan organisme atipikal.
TABEL 68-1. Beberapa bakteri penyebab pneumonia
Jenis-jenis
Pnemonia
Komunitas
Aspirasi
Nosokomial
Ventilator
Health
Care
Hospital Ventilator
Health Care
Bakteri patogen
Tipikal : S.Pnemonieae, H.
Influenzeae , M. Catarrhalis
Atipikal : M.Pnemonieae, C.
Pnemonieae,
Legionella
Pnemonieae
Konten Oral : Anaerobs,
Viridans Streptococci
Konten
Gastrointestinal
dengan kenaikan PH : Enteric
gram- negative bacill
(Gejala Awal tidak memiliki
faktor-faktor patogen yang
berbahaya)
S.Pnemoniae, MSSA, E.Colli, K
Pnemoniae, M. Pnemoniae,
C.Pnemoniae
Gejala awal dan faktor-faktor
patogen yang berbahaya
MRSA, produksi-B.Laktamaseluas,
K.Pnemoniae,
P.aeruginosa,
Acinetobacter
spp.
Virus-virus penyebab CAP pada anak-anak (-65%)
jarang menyerang usia lanjut (-15%). Virus-virus yang
sering dikelompokkan pada pneumonia yang
menyerang usia lanjut adalah virus influenza A dan B,
serta Adenovirus . Sebaliknya virus yang jarang
menjadi penyebab pneumonia pada usia lanjut adalah
Rhinoviruses, Enterovirusses, Cytomegalovirusses,
Variella-Zoster Virus, Herves Simplex Virus dan lainlain. Pada anak-anak Pnemonia lebih sering
disebabkan oleh Virus Syncytial Pernafasan,Virus
Influenza A dan Virus Parainfluenza. Virus-virus yang di
kelompokkan sebagai penyebeb Pnemonia pada
orang dewasa jarang menyerang anak-anak.
Angka kematian yang disebabkan CAP tergantung
pada parah atau tidaknya CAP dan umur pasien.
Pasien pada usia lanjut dan harus segera dirujuk ke
rumah sakit dan telah diketahui mengidap Pnemonia,
angka kematiannya diatas 40%. Pada pasien rawat
jalan (yang dikelompokkan penyakit ringan dan
sedang) angka kematiannya kurang dari 5%.
Pneumonia
Aspirasi
disebabkan
oleh
hembusan/menghirup berbagai macam bakteri
anaerob (Bacteroids spp, Fusobacterium spp, provella
spp dan bacteri anaerob gram negative),
Streptococcus spp, M catarrhalis dan Eikenella
Corrodeas mungkin terlibat namun dengan frequensi
yang rendah. Ketika isi lambung dikeluarkan pasokan
basil gram negative dan Staphylococcus Aereus lebih
sering menjadi penyebabnya.
HAP, VAP, & HCAP kemungkinan disebabkan oleh
penyebaran organisme yang luas seperti yang
tercantum pada daftar sebelumnya untuk CAP atau
enteric basil gram negative, Pseudomonas
Aeruginosa, Acinetobacter spp, atau S. Aereus ( baik
Methicillin susceptible dan Methicillin resistance).
Jarang sekali virus-virus atau jamur-jamur ini menjadi
penyebab institutionassosiated Pnemonia. Jumlah
infeksi yang disebabkan oleh bacteri resistance
meningkat secara significant pada pasien rawat inap.
PATOFISIOLOGI
Pertahanan tubuh
Pertahanan tubuh sangatlah penting baik pada
saluran pernafasan bagian atas maupun saluran
pernafasan bagian bawah dalam mencegah infeksi.
Saluran pernafasan bagian atas meliputi : Mukosilia
Nasopharynx Apparatus, rambut hidung, Flora bakteri
normal, Antibodi IGA dan pelengkap. Pertahanan
tubuh dari saluran pernafasan bagian bawah adalah
cough, Mukosilia Apparatus dari Trakea dan Bronkus,
antibodi ( IGA, IGM dan IGD), Pelengkap dan
Makrofag Alveolar. Sel-sel lendir pada saluran
pernafasan membentuk penghalang dan berfungsi
sebagai pelindung sel. Hal ini meminimalkan
kemampuan organisme untuk menyerang sel dan
memproses Infeksi. Sel Epitel Squamosa dari saluran
pernafasan bagian atas tidak bersilia, sebaliknya untuk
epitel kolumner pada saluran pernafasan bagian
bawah bersilia. Silia menyerang pelindung bgian atas,
bergerak menuju partikel-partikel lain dan keluar dari
saluran pernafasan bagian bawah.
Partikel-partikel yang lebih besar dari 10 mikron
terjebak secara efisien pada mekanisme saluran
pernafasan bagian atas dan dikeluarkan dari
nasofaring, baik dengan menghirup atau dengan
hembusan. Mucociliary Apparatus dari trakea dan
bronkus sepanjang sudut tajam broncus sering
effektif menjebak dan mengikis partikel-partikel
dengan ukuran 2-10 mikron. Partikel dalam ukuran 0,5
mikron s/d 1 mikron secara konsisten dapat sampai
pada kantung alveolar paru-paru. Mikroorganisme
yang datang pada ukuran tersebut jika sampai pada
kantung alveolar paru-paru, maka infeksi bisa terjadi,
jika didalam makrofag alveolar dan pertahanan
lainnya tidak terdapat organisme.
Aspirasi
Aspirasi terjadi ketika pasien menghirup sesuatu
ke dalam saluran pernafasannya dan muntah yang
berkelanjutan yang akan mempermudah terserang
aspirasi pneumonia atau Kimia Pnemonitis. Beberapa
factor penyebab pneumonia aspirasi :

Dysaphagia
 Perubahan kolonisasi Oropharyngeal
 Gastroesophageal reflux
 Penurunan daya tahan tubuh
Dysaphagia dapat disebabkan oleh Stroke atau
gangguan neurologis lainnya seperti Kejang, Pecandu
alcohol dan kolonisasi Oropharyngeal Aging.
Kolonisasi Oropharyngeal bisa terjadi melalui rongga
mulut atau bagian dalam mulut, buruknya kebersihan
mulut,
pasokan
makanan dan pengobatan
sebelumnya. Hal ini dapat menyebabkan lebih banyak
jumlah organisme anaerob di rongga mulut atau
kolonisasi
enteric
basil
gram
negative.
Gastropharyngeal reflux (GER) terjadi pada semua
orang secara lambat laun, tetapi pada mereka yang
memang sebelumnya sudah menderita GERD akan
lebih sering terjadi. Penekanan Asam merupakan hal
yang sangat penting pada pengobatan GERD, yang
memungkinkan basil gram negative menyerang isi
lambung dan pada akhirnya melemahkan produksi
lendir atau fungsi silia, menurunkan immunoglobulin
dalam sekresi dan mengubah batuk menjadi infeksi
dari aspirasi. Infeksi dapat mengakibatkan Pnemonia
nekrosis atau abses paru.
HAP, VAP, HCAP
Faktor-faktor yang beresiko dalam penyebaran HAP
dibagi menjadi 4 kategori :
 Intubasi dan Ventilasi Mekanik
 Aspirasi
 Kolonisasi Oropharyngeal
 Hyperglycemia
Intubasi dan Ventilasi mekanis dapat meningkatkan
resiko terserang HAP/VAP, 6-21-Fold. VAP juga
mungkin berhubungan dengan kolonisasi pada ruang
ventilator. Resiko Aspirasi meningkat pada situasi
seperti ini karena posisi yang terlentang dari pasien,
kehadiran endotrakeal untuk mencegah tertutupnya
pembuluh katup tenggorok dan berakhir pada celah
suara epiglottis dan glotis, enteral feeding,
Gastroesophageal reflux dan proses pengobatan.
Kolonisasi Oropharyngeal sangat effektif terjadi pada
penggunaan antibiotik, Antiseptik Oral dan lemahnya
kontrol antiinfeksi, yang mungkin dapat melemahkan
flora commensal dan membiarkan organismeorganisme patogen mengkolonisasi bagian rongga
mulut. Hyperglykemia dapat menginfeksi baik secara
langsung ataupun tidak langsung; dua cara yang
disarankan yakni dengan menghambat Phagositosis
dan pemberian nutrisi tambahan untuk bakteri.
Studi Kasus Pasien, Bagian 1
A – 73 tahun, perempuan, hadir di klinik mu, dan
menceritakan tentang kesulitan bernafas dan nafas
yang tersengal-sengal. Secara fisik hasil pemeriksaan
menyatakan bahwa dia dalam kondisi waspada dan di
orientasi sebanyak 3x, memiliki ritme nafas yang terus
menurun pada saluran nafas sebelah kiri
dibandingkan sebelah kanan, dia diperkirakan
memiliki rales di kiri lobus bg bawah. Suhunya 37.4 C,
tingkat pernafasnnya 20 tarikan nafas per menit, dan
tekanan darahnya 110/76 mm Hg.
 Apakah tanda-tanda dan gejala-gejala yang
dirasakan wanita tersebut Pnemonia ?
 2 organisme apakah yang dapat menyebabkan
pneumonia ?
 Informasi tambahan apakah yang kamu perlu
kamu ketahui sebelum melakukan perawatan
untuk pasien tersebut?
Pada saat pertahanan tubuh dilemahkan dan kemudian
organisme-organisme tersebut menyerang paru-paru,
respon inflamasi yang dihasilkan oleh organisme dapat
menyebabkan kerusakan jaringan atau kekebalan tubuh
akibat dari masuknya organisme tersebut. Respon lainnya
dari inflamasi adalah dapat membatasi jaringan yang
terinfeksi secara sistematik. Peranan dari Makrofag
Alveolar ada dua, yang pertama
untuk menangkap
organisme dan menahan infeksi. Kedua, memproses
antigen untuk membangkitkan kekebalan yang lebih
spesifik baik oleh system mediasi sell atau system humoral
atau bahkan keduanya.
Studi Kasus Pasien, Bagian 2
Seorang pria berusia 52 tahun, dirawat di Rumah Sakit
untuk operasi pada bagian perut. Dia mengalami
komplikasi pasca operasi dan di intubasi selama 6 hari
yg lalu. Catatan dari perawat menyatakan adanya
peningkatan jumlah dahak. usaha yang dilakukan
kemarin dan hari ini untuk memisahkan pasien dari
ventilator telah gagal. Dia telah dibius namun tidak
merespon. Suhu badannya mencapai 38,4 C tekanan
darahnya 120/84 mm Hg, dan sel darah putihnya
(WBC) berjumlah 14.2/mm Hg dengan diferensial sel
dari 76% netrofil, 4% bands, 16% Limposit, dan 4%
monosit.
 Apakah tanda serta gejala-gejalanya merujuk pada
pneumonia ?
 3 organisme apakah yang paling berbahaya yang
dapat menyebabkan pneumonia ?
 Apakah Informasi tambahan yang perlu kamu
ketahui sebelum melakukan tindakan perawatan
untuk pasien ?
Makrofag melepaskan sitokin di daerah yang
terserang Infeksi, yang hasilnya akan meningkatkan
produksi lendir, penyempitan pembuluh darah dan
pembuluh limpa, serta menarik kekebalan cell lainnya
pada daerah tersebuut. Peningkatan lendir dapat
dikaitkan dengan gejala-gejala seperti batuk dan
produksi dahak. Jika factor kematian akibat Tumor α
(TNE- α ) dan interleukins 1 (1L-1), dan 1L-6 sudah di
lepaskan secara sistematik, maka gejala-gejala
tersebut menjadi lebih parah termasuk Hipotensi,
disfungsi organ dan/atau presentasi septic or-septicschool klinik.
PRESENTASI KLINIK DAN DIAGNOSIS
Beberapa sistem penilaian dapat dilakukan untuk
menilai tingkat keparahan dari Pnemonia : Indeks
keparahan Pnemonia (PSI), kebingungan, Urea,
Tingkat pernafasan & tekanan darah (CURB), dan
CURB-65 ( mereka yang berusia 65 tahun dan usia
lanjut). Beberapa karakteristik di evaluasi dengan
model ini tetapi tidak dibatasi usia, kommorbidities,
tekanan darah, status mental, tingkat pernafasan dan
fungsi organ. Model ini di gunakan oleh Psikiater yang
akan membantu mengetahui tingkat keparahan
penyakit yang diderita pasien, prognosis (Resiko
Mental) dan kebutuhan terapi untuk rawat inap
kemudian membantu pemilihan antimikroba bersama
saran dan petunjuknya.
PERAWATAN
Hasil yang diharapkan
❺ Tujuan dari terapi pengobatan dengan menggunakan
antibiotik adalah untuk mengeleminasi gejala-gejala
yang dirasakan pasien, meminimalkan terjadinya
komplikasi dan menurunkan angka kematian. Potensi
komplikasi merupakan ancaman kedua dari
pneumonia termasuk didalamnya ada penurunan
fungsi paru lebih lanjut pada pasien yang menderita
penyakit paru sebelumnya, ventilator mekanis yang
berkepanjangan, bacteremia/ Sepsis/syok septic.
Tambahan lagi dengan adanya aktivitas penggunaan
alat kedokteran selama masa perawatan sehingga
organisme yang awalnya tidak aktif menjadi aktif dan
menyebabkan infeksi. Hal ini untuk meminimalkan
perkembangan resistensi.
PENDEKATAN UMUM UNTUK
PENGOBATAN
Mendesign terapi rejimen untuk beberapa pasien
dengan berbagai jenis pneumonia mulai dari 3
kategori umum dengan pertimbangan :
1. Pasien khusus yang akan diterapi.
2. Yang didahulukan dari ketiga organisme penyebab
infeksi dan asosiasi pencegahan terhadap masingmasing organisme.
3. Antimikroba apa yang dapat menghalangi
organisme-organisme tersebut menyebar pada
ruang yang sempit yang nantinya akan
menimbulkan infeksi pada area tersebut, dan
berapa biaya yang harus dikeluarkan.
Beberapa data yang diperlukan pasien sebagai
bahan pertimbangan adalah Usia, Fungsi ginjal, Alergi
obat, Status kekebalan (Ex. Diabetes, Neuropenia
atau kekebalan yang tidak diperlukan tubuh),penyakit
Jantung kronis, wanita hamil, pasien dengan resep
dokter, dan penggunaan antibiotik sebelumnya (apa
dan dimana).Pathogen umum nya dapat berubah
sesuai dengan jenis pneumonia dan dapat dilihat pada
table 68-1. M.Pnemonia tidak terdapat pada dinding
sel, oleh karena itu Obat-obat β –laktam tidak dapat
melakukan aktivitas apa-apa terhadap organismeorganisme tersebut.
Persentasi Komunitas atau
Aspirasi Pnemonia
Umum
Pasien mungkin mengalami bukan gejala
pernafasan selain gejala pernafasan. Dengan
bertambahnya usia, baik pernafasan maupun
bukan dalam hal pernafasan mengalami
penurunan frequensi
❹ Gejala
 Pernafasan : Batuk ( Produktif atau tidak
produktif), sesak nafas, kesulitan bernafas
 Bukan pernafasan : Demam, kelelahan,
berkeringat, sakit kepala, myalgia, perubahan
status mental
❹ Tanda
 Suhu badan meningkat atau dapat juga
menurun dari sebelumnya, tapi paling sering
meningkat, Suhu badan dapat berrtahan atau
berubah-rubah.
 Tingkat pernafasan sering meningkat .
Cyanosis, peningkatan kecepatan pernafasan,
dan penggunaan alat bantu pernafasan yang
bersifat agak berat.
 Nada nafas dapat melambat, rales atau ronchi
mungkin terdengar.
 Kebingungan, kelesuan dan disorientasi relative
umum pada usia lanjut.
Tes Diagnostik
 Sinar elektromagnetik pada bagian dada harus
mengungkapkan satu atau beberapa terobosan
 Batas pasokan oksigen harus lebih dari 90%,
seperti oximetery pada urat nadi
 Proses gas dalam pembuluh darah/ arteri yang
bermanfaat terutama untuk pasien pneumonia
parah.
Test Lab
 Jumlah WBC bisa meningkat bisa tidak, pada
pasien usia lanjut, penurunan leukosit juga
dapat menjadi tanda-tanda infeksi. Diferensial
harus menunjukkan dominasi neutrophil jika
infeksi bacteri hadir. Adanya luka juga bisa
menjadi
indikator
dari
bakteri
yang
menginfeksi. kenaikan Hiposites menjadi
indikasi dari infeksi yang disebabkan oleh
kuman
 Urea Nitrogen pada darah (BUN) dan serum
creatinin sangat diperlukan untuk dosis
antibiotik
yang
tepat
dan
untuk
meminimalkan atau mencegah toksisitas
obat ( terutama pada usia lanjut).
Tes Mikrobiologi
 Dahak gram stain harus menunjukkan
adanya WBCs dan adanya sel epitel
squamosa. Hal ini nantinya akan
menunjukkan mungkin atau tidaknya
adanya dominasi dari salah satu type
organisme.
 Kultur dahak dan kelemahannya tidak dapat
diperoleh pada pasien rawat jalan. Nilai
kultur diperdebatkan disebabkan oleh
kecepatan musnahnya S.Pnemoniae dalam
perjalanannya dan ketidak mampuannya
untuk mengandalkan routinitas organisme
atypikal.
 Bronchoscopy dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan mendiagnosis
pneumonia. Sekresi trakea sering dijadikan
bahan percobaan daripada dahak karena
kurangnya kontaminasi oral.
 Serologi (IgM dan IgG) sangat berguna
dalam menentukan kehadiran organisme
atipikal seperti Mycoplasma dan Chlamydia.
 Saluran kencing secara langsung menyebar
antigen (DFA) yang diperlukan untuk
mendiagnosa L pneumophila.
 Polymerase chain reaction (PCR) yang lebih
sering digunakan untuk mendeteksi DNA
pathogen pernafasan.
 Kultur darah harus diperoleh pada semua
pasien rawat inap yang menderita
pneumonia sesuai dengan pedoman
tentang pneumonia guidelines by Joint
Commission on Acreditation of Healthcare
Organization (JCAHO). Kultur darah positif
yang hadir pada pasien yang menderita
pneumonia CAP kurang lebih 1% sampai 20%.
Persentasi penderita Pnemonia
Community atau pneumonia Aspirasi
kronis/parah
Diagnosa dari Asosiasi Pnemonia
Ventilator
Umum
Biasanya 10% dari pasien pneumonia Community dan
Pnemonia aspirasi yang sudah parah akan dirujuk ke
perawatan intensif atau ventilasi mekanis.
Strategi Ilmu Pengobatan
 Chest x-ray harus merembes masuk ke daerah yang
terserang ditambah dua dari :
- Suhu badan lebih besar dari 380C
- Leukositosis atau leukopenia
- Pengeluaran zat beracun
 Kultur semikuantitatif diperlukan untuk identifikasi
pathogen.
 Aspirasi trakea lebih banyak tumbuh daripada
menyerang dan hal tersebut dihasilkan dari
penggunaan antibiotik yang berlebihan.
 Mayoritas keterbatasan dari strategy ilmu
pengobatan yakni selalu konsisten pada resep dari
antibiotik.
❹ Gejala
 Saluran Pernafasan : Batuk (produktif atau non
produktif), nafas pendek, dan kesulitan bernafas.
 Bukan pada saluran
pernafasan : Demam,
kelelahan, selalu berkeringat, sakit kepala,
myalgias, dan perubahan status mental.
❹ Tanda-tanda
 Suhu badan naik atau menurun dari biasanya
tetapi kebanyakan mengalami kenaikan. Suhu
badan mungkin sebentar- sebentar berubah
 Nafas rata-rata lebih besar dari 30 nafas/menit
Cyanosis dan penggunaan selang pada saluran
pernafasan dalam jangka waktu yang lama sangat
disarankan dan disetujui untuk nafas berat.
 Hypotension (Systolic, Tekanan darah kurang dari
90mm Hg atau diastolic tekanan darah kurang
dari 60 mm Hg)
 Salah satunya digunakan vasopresi
 Bunyi nafas mungkin pecah, rale atau rhonci
terdengar
 Pengeluaran air kencing kurang dari 20 ml/jam
atau kurang dari 80 ml diatas 4 jam
 Kebingungan, letargi dan disorientasi relative
umum pada pasien usia lanjut
Test Diagnostik
Seperti yang dinyatakan pada presentasi ilmu
pengobatan pneumonia community atau pneumonia
aspirasi
Laboratorium test
Seperti yang dinyatakan pada presentasi ilmu
pengobatan pneumonia community atau pneumonia
aspirasi
Microbiology test
Seperti yang dinyatakan pada persentasi ilmu
pengobatan pneumonia community atau pneumonia
aspirasi
Strategi Bakteriologi
 Melalui pemeliharaan secara kualitatif
dari
endotrakeal aspirates, bronchoalveolar lavage,
(BAL), dapat melindungi brush specimen (PSB).
- Lebih besar atau sama dengan 106 Cfu/ml untuk
endotrakeal aspirates.
- Lebih besar atau sama dengan 104 sampai 105
Cfu/ml untuk BAL.
- Lebih besar atau sama dengan 103 cfu/ml untuk
PSB .
 Kelebihan dari cara ini yakni dapat memisahkan
kolonisasi dari infeksi lebih baik daripada
pemeliharaan trakeal aspirates.
 Kekurangannya yakni berpotensi salah mengartikan
dampak negative dari pemeliharaan tersebut. Cara
ini seharusnya dapat menhasilkan antibiotik yang
sudah digunakan sebelumnya.
Strategi Diagnostik yang dianjurkan
 Mengkombinasikan dua cara terdahulu.
 Menmperoleh sample pada saluran pernafasan
bagian bawah baik dari segi kuantitatif maupun
semi kuantitatif. Kemudian mulai therapi antibiotik
pada spektrum yang luas.
 Hari ke 2 & 3 : melihat hasil pemeliharaan dan
melihat respon dari ilmu pengobatan pada terapy :
suhu badan, WBC, chest x-ray, pemberian oxygen,
pengeluaran dahak, perubahan hemodynamic, dan
fungsi organ.
 Melihat kemajuan dari pengobatan selama 48-72
jam.
- Adanya kemajuan dan kultur negatif 
menghentikan pemakaian antibiotik.
- Adanya kemajuan dan kultur positif  membatasi
terapi antibiotic
- Tidak ada kemajuan dan kultur negatif 
dianggap terdapat adanya pathogen lain,
komplikasi dan dugaan lainnya
- Tidak ada kemajuan dan kultur positif 
perubahan terapi antibiotic dan dianggap adanya
pathogen lain, komplikasi dan dugaan lainnya
Organisme atipikal belum berakhir dalam satu tahun
terakhir sehubungan dengan resistensi antibiotik.
Produksi β-lactamase pada H.Influenzeae relative
stabil selama 5-10 tahun terakhir, dan rata-rata kirakira 35%. S.Pnemoniae mengembangkan mekanisme
perlawanan terhadap beberapa kelas antimikroba,
mekanisme-mekanisme tersebut adalah :
 Perubahan Penicillin pengikat protein (PBPs) untuk
menonaktifkan β lactam.
 Pengaliran
atau
metilasi
ribosom
untuk
menonaktifkan makrolida
 Protein
ribosome
(tetM
gene)
untuk
menonaktifkan Tetracillin.
 Pengaliran DNA gyrase atau topoisomerase IV
untuk menonaktifkan Fluoroquinolon
Resistensi biasanya sering meresepkan antimikroba
seperti penicillin dan macrolide/Azalida yang
meningkat secara dramatis pada tahun 1980-an
hingga akhir tahun 1990-an. Tabel 68-2 berisi informasi
tentang upaya pencegahan yang dikumpulkan dari
tahun 1999 s/d 2004 menggunakan data survey oleh
Tracking Resistance in the US Today (TRUST). Pada
tahun 2004, Tingkat rata-rata nasional resistensi
terhadap penicillin dan macrolida adalah sekitar 18%
dan 25%. Masing-masing hanya hasil kerentanan saja
tidak memperhitungkan keberhasilan atau kegagalan
klinis ketika merawat pneumonia.
Studi Kasus Pasien 1, Bagian 2 :
Sejarah pengobatan, Uji fisik dan Test
Diagnostik
Seorang wanita, 73 tahun datang lagi ke klinikmu dan
mengeluhkan kesulitan bernafas dan sesak nafas.
Putrinya juga mengatakan kalau dia mudah bingung
dan hal ini tidak biasanya terjadi pada dia:
PMH
 Penyakit Paru Obstruktif kronis (PPOK) selama 15
tahun
 Hipertensi selama 4 tahu, saat ini sedang dalam
pengobatan
FH
Ayahnya meninggal karena kangker paru-paru pada
usia 68 tahun, Ibu meninggal karena sebab alamiah
SH
Merokok 2 bungkus sehari selama 23 tahun, berhenti 15
tahun yang lalu, tidak minum alkohol. Dan dia tinggal
bersama putrinya
Alergi: NKDA
Meds
 Lisinopril 10mg PO qd
 Ipratopium bromide 4 hembusan 4 kali sehari
 Flunisolid 3hembusan 2 kali sehari
 Albuterol 2 hembusan prn
ROS
(+) kesulitan bernafas dan sesak nafas; (-) dada nyeri,
N/V/D, Penurunan berat badan, dan perubahan nafsu
makan
PE
 VS: BP 110/76, P 82, RR 22, T 37.4oC
 CV: RRR, S1 normal, S2; tidak ada murmur, gesekan
atau gallop
 Paru : penurunan bunyi nafas paru sebelah kiri
dibandingkan dengan sebelah kanan dan rale di
sebelah kiri lobus
 Abd : lembut, tidak sakit apabila ditekan,
nondistended : (+) suara-suara di bagian perut, tidak
ada hematosplenomegally, Heme (-) tinja.
 Neuro : disesuaikan dengan nama, tempat tinggal.
Dia mudah bingung dengan pertanyaan yang
ditanyakan padanya.
Test diagnostic
 Chest x-ray: masuk ke bagian lobus sebelah kiri
 saturasi oxygen 92% pada ruang udara
Labs
Tidak terdapat di klinik
 Pemberian informasi tambahan, apa yang menjadi
penilaianmu terhadap pasien.
 Mengidentifikasi tujuan perawatanmu terhadap
pasien
Studi Kasus Pasien 2, Bagian 2 :
Sejarah Pengobatan, Uji Fisik dan Test
Diagnostik
Pria, 52 tahun yang mengalami komplikasi setelah
operasi pada bagian perut dan diintubasi selama 6 hari
yang lalu. Pada catatan perawat dinyatakan adanya
peningkatan jumlah dan ada racun yang berbahaya
pada dahaknya.Usaha pada hari kemarin dan hari ini
untuk menghentikan ventilator telah gagal. Ia dibius
tapi tidak merespon.
PMH
 Obstruksi Usus kecil, telah dioperasi 8 hari yang lalu
 Hipertensi selama 15 tahun, dan saat ini sedang
dikontrol
FH
Ayah meninggal karena MI akut pada usia 68 tahun , Ibu
, 72 tahun masih hidup dengan hipertensi dan hipotiroid
SH
Tidak ada penggunaan tembakau, minum 2 gelas bir
setiap malam. Dia tinggal bersama istrinya. Pekerjaan
sebagai tukang kayu
Meds
Lisinopril 40 mg PO qd
PE
 VS ; BP 120/84, P 78, T 38,4 C
 CV ; RRR, S1 Normal, S2 : tidal terdapat murmur,
gesekan atau gailop
 Abd : lembut, Tidak nyeri ketika ditekan,
nondistended : (+) suara usus, tidak terdapat
hepatosplenomegalli, sayatan terlihat baik dan
penyembuhan
Diagnostik test
 Chest x-ray : sebelah kiri tengah dan infiltrate lobus
bagian bawah
 Saturasi oksigen 98% pada ventilator
Labs
 Leukosit 18,2 sel/mm3 dengan differensial sell 72%
neutrophil, 8% band, 16% limposit, dan 4% monosit
 BUN 10 mg/dl (3,57 mmol/L), Scr 0,9 mg/dl (79,56
Umol/L)
 Sputum gram stain : banyak terdapat basil gram
negative, banyak leukosit
 Kultur sputum di tunda
 Dengan memberikan informasi tambahan ini, apa
yang menjadi penilaianmu terhadap kondisi pasien?
 Mengidentifikasi tujuan perawatanmu terhadap
pasien
TABLE 68-2 Persentasi Perlawanan berbagai
Antimikroba terhadap S. Pnemonia
Antimikroba
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Penicilin
14.7
16.0
16.9
18.4
17.3
18.6
Azitromycin
22.7
23.4
27.5
27.5
27.5
25.0
Cefriaxone
Levofloxacin
3.4
0.6
3.8
0.5
3.0
0.8
1.7
0.9
1.5
0.9
1.4
1.1
Trimeth-Sulfa
NA
NA
NA
26.1
23.9
21.2
Tetrasiklin
NA
NA
NA
NA
NA
13.5
“separasi ceftriaxone kedalam non meningitis
interpretasi meningitis, presentasi adalah meningitis. NA,
tidak tersedia.”
Oleh karena itu, meskipun hanya 18% dan 25%
resistensi terhadap penisilin dan makrolida, tingkat
kegagalan terhadap pengobatan berkurang, karena
dapat dilakukan pengobatan secara empiris pada
pasien CAP yang sedang dalam rawat jalan. Dengan
demikian penyusunan tingkat kegagalan dari terapi
sangat sulit dilakukan.Tidak ada pembelajaran yang
dapat diambil mengenai hubungan korelasi antara
tingkat kegagalan pengobatan dengan keteranganketerangan dari obat-abatan antimikroba dan
persentasi perlawanan dari bakteri pathogen.
Untuk HCAP, HAP, dan VAP, resiko infeksi dari
pathogen Multidrug Resistance (MDR) relative tinggi.
Jumlah dan type organisme dari MDR bervariasi dari
rumah sakit ke rumah sakit, sehingga lebih sulit untuk
menghasilkan petunjuk dalam pengobatan. Oleh
karena itu, rekomendasi pengobatan yang disarankan
beberapa institusi mungkin terlalu meluas atau terlalu
menyempit. Mengobati pasien yang menderita HCAP,
HAP, atau VAP lebih kompleks daripada mengobati
pasien CAP. Ada banyak factor yang perlu
dipertimbangkan dan salah satunya adalah berkaitan
dengan waktu yang memungkinkan terjadinya infeksi.
Gejala awal infeksi mungkin tidak disebabkan oleh
pathogen MDR dibandingkan gejala akhir. Pada gejala
awal
infeksi,
pathogen
community
seperti
Pnemococcus, Legionella, dan Mycoplasma perlu
dipertimbangkan, seperti halnya beberapa pathogen
di rumah sakit. Pasien mengembangkan gejala awal
pneumonia pada peningkatan resitance pathogen
atau pathogen MDR seperti Staphylococcus, enteric
basil gram negative, Pseudomonas dan Acinetobacter.
Masalah lainnya adalah bagaimana HCAP dan HAP
dipelajari dibandingkan dengan VAP. Sebagian besar
pembelajaran yang dilakukan adalah dengan
menggunakan pasien yang sedang diintubasi. Oleh
karena
itu,
Literature
menyarankan
untuk
merekomendasikan pengobatan VAP didahulukan
dan bukan untuk HCAP atau HAP. Bukti ini
berpedoman pada American Thoraric Society yang
berasal dari VAP dan di terapkan pada HCAP dan HAP.
Faktor berbahaya dalam pengembangan
infeksi disebabkan oleh resistensi pathogen yang pada
umumnya berhubungan
dengan
penggunaan
antibiotik sebelumnya, penyisipan kateter atau alat
invasive lainnya pada pasien rawat inap di unit pasien
yang terkontaminasi tau terkolonisasi oleh organisme
pathogen. Berikut ini adalah daftar lengkap dari
faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi dari
resistensi organisme :
 Terapi Antimikroba 90 hari sebelumnya
 Rawat inap yang sedang dilakukan minimal setelah
5 hari perawatan
 Tingginya antibiotik resisten pada masyarakat atau
di unit khusus rumah sakit.
 Adanya faktor berbahaya HCAP
 Rawat inap selama 2 hari atau lebih dari 90 hari
 Tinggal dipanti jompo atau fasilitas perawatan
diperpanjang
 Terapi Infus Rumah (termasuk antibiotik)
 Peritoneal atau hemodialysis dalam waktu 30 hari
 Perawatan luka
 Menghindari kontak dengan pasien yang terserang
pathogen MDR
 Kekebalan tubuh dari penyakit/ terapi
Setelah hal tersebut diatas dilakukan, Terapi
antimikroba dapat dipilih dan dimulai. Kategori pasien
dan penggunaan obat merupakan hal yang umum
untuk semua jenis pneumonia. Tetapi organismeorganismenya berbeda untuk semua pneumonia.
Petunjuk ini dinyatakan oleh para ahli dilapangan
untuk semua jenis pneumonia. Petunjuk ini dijadikan
pedoman untuk memberikan praktisi dengan pilihan
terapi management untuk pasien yang menderita
pneumonia.
Terapi Farmakologi untuk Pneumonia Komunitas
(CAP)
❻ Perawatan/pengobatan untuk penderita
Pneumonia komunitas secara empiris lebih diutamakan.
Salah satu cara pengobatan untuk CAP yakni dengan
pendekatan berbasis data-data yang sudah ada dalam
pemilihan antibiotik. Beberapa organisasi yang
berbeda
telah
menghasilkan
dasar-dasar
perawatan/pengobatan bakteri atau aTipikal CAP
pada orang dewasa. Dua cara yang paling umum
dilakukan atau diikuti berpedoman pada Infection
Diseases Society of America (IDSA), dan American
Thoraric Society (ATS). Dua pedoman ini serupa dalam
hal organisasi tetapi sedikit berbeda dalam
merekomendasikan terapi. Keduanya membedakan
pasien menjadi dua kategori pasien yakni pasien rawat
jalan dan pasien rawat inap, kemudian dikelompokkan
dalam kondisi comorbid dan lokasi rumah sakit,
masing-masing pedoman menggunakan data-data
khusus pasien bersama dengan Informasi pathogen
yang dominan untuk merancang antimikroba rejimen
yang tepat dengan data-data yang empiris. Pada table
68-3 merangkum pilihan terapi yang tepat. Jika virus
Influenza penyebabnya, perawatan supportive adalah
perawatan dengan campur tangan medis adalah yang
terbaik : antivirus agen yang menyerang influenza
sangat tidak efektif.
Pasien Rawat Jalan bagi Orang Dewasa
Pilihan pertama yakni dengan terapi untuk
pengobatan orang dewasa yang memang sehat
sebelumnya termasuk di dalamnya dengan
penggunaan makrolida (Ex. Erythromycin atau
clarithromycin) atau Azalida (Ex. Azitthromycin) atau
doxycycline atau Respiratory Fluoroquinolone (Ex.
Levofloxacin, Gatifloxacin, atau Moxifloxacin).
Masalah pernafasan dengan penggunaan Respiratory
Fluoroquinolon seperti terapi pasien yang pertama
aktivitas obat bekerja dengan jangkauan yang luas
melampaui
S.Pnemoniae,
M.pnemoniae,
C
Pnemoniae, dan H influenzae yang merupakan
pathogen dominan terkait dengan CAP. Jika pasien
gagal terapi dengan makrolida, azalida atau
doxycycline, kita harus mempertimbangkan mengapa
pasien tersebut gagal, Alasan yang paling umum
mungkin dari kepatuhan dia dalam pengobatan atau
adanya resistensi organisme lain yang muncul. Jika
resistensi organisme dicurigai sebagai penyebabnya
maka penggunaan salah satu dari respiratori
fluoroquinolones di benarkan.
Pasien Rawat Jalan dengan Kondisi Komorbiditas
Kondisi Komorbiditas yang dapat mengefektifkan
terapi dan hasilnya akan dirasakan oleh pasien yang
menderita CAP termasuk diabetes militus, COPD,
gagal hati dan gagal ginjal. Jika pasien tidak dapat
menerima antibiotik sejak 3 bulan sebelumnya, maka
Clarythromycin atau azithromycin di rekomendasikan
sebagai terapi yang pertama oleh IDSA. Jika pasien
telah menerima antibiotik sejak 3 bulan sebelumnya,
maka
IDSA
merekomendasikan
penggunaan
respiratory fluoroquinolone tunggal dan kombinasi
dan
lanjutkan
dengan
macrolide/azalida
(Ex.Clarithromycin
/Azithromycin).
ATS
merekomendasikan kombinasi terapi atau monoterapi
dengan respiratory fluoroquinolone untuk semua
pasien dengan comorbiditas. Obat-obatan β lactam
sangat direkomendasikan termasuk Amoxilin dengan
dosis tinggi, Amoxilin –clavulanate dengan dosis
tinggi, Cefpodoxime, cefprozil dan cefuroxime.
Hilangnya rekomendasi untuk perawatan pasien
yang sedang rawat jalan adalah degan telithromycin
bersamaan
dengan
antibiotik
katolida.
Telitithromycin diakui setelah pedoman-pedoman
diatas dikeluarkan. Telithromycin sama besar
aktivitasnya dengan clarithromycin dan azithromycin
yang mencover saluran pernafasan terutama dari
pathogen pernafasan dan bukan basil gram negative.
Pada saat ini aktifitas pemeliharaan terkait resistensi
macrolide S.Pnemoniae dipertahankan. Hal ini telah di
buktikan pada perawatan pasien CAP ringan dan ada
banyak pilihan untuk perawatan Pnemonia pada
pasien-pasien ini.
Pasien Rawat Inap non- ICU Dewasa
Pada pasien yang telah dirujuk untuk di rawat di
rumah sakit karena CAP, tingkat keparahan penyakit
umumnya meningkat (disebabkan organisme lain itu
sendiri atau oleh komorbiditas yang mendasarinya),
dan pathogen-patogennya biasanya sama dengan
pasien rawat jalan. Rekomendasi untuk dua kelompok
tersebut yakni dengan penggunaan respiratory
fluoroquinolone tunggal atau kombinasi β lactam
melalui pembuluh darah dan lanjutkan dengan
macrolide/azalida (Ex.Clarithromycin /Azithromycin)
atau Doxycycline. β lactam yang direkomendasikan
yakni Cefotaxime, ceftriaxone, Ampicilin Sulbactam,
dan ertapenem. Terapi seharusnya dilakukan selama 4
jam setelah masuk ruang perawatan di rumah sakit.
Perubahan oral terapi harus terjadi dalam waktu 48
sampai 72 jam untuk kebanyakan pasien. Dan harus di
berhentikan oleh pihak rumah sakit dalam waktu 5
hari setelah terapi dimulai jika tidak terjadi komplikasi.
Pasien Rawat Inap ICU Dewasa
Pasien yang di rawat di Intensif Care Unit (ICU)
menderita Pnemonia yang parah, dan etiologinya
adalah : S.Pnemoniae dan H.Influenzae merupakan
kategori yang lain. Bagaimanapun juga timbulnya
Legionella Pnemophila meningkat pada kondisi
seperti ini dengan organisme- organisme yang
berbeda. Tambahan lagi, enteric basil gram negative
dan S aereus lebih sering menjadi penyebab dari
pneumonia. Dianjurkan untuk melakukan pengobatan
pada pembuluh darah generasi ketiga cephalosporin
plus dan lainnya adalah clarithromycin atau
azithromycin atau respiratory fluoroquinolone. Terapi
kombinasi
meminimalkan
resiko
kegagalan
pengobatan yang disebbkan oleh
perlawanan
pathogen dan juga meningkatkan kemungkinan
serangan dari pathogen yang berpotensi.
Jika
P.Aeruginosa
diperkirakan
menjadi
penyebabnya ( Ex. Pasien datang dari fasilitas
pengobatan dalam waktu yang lama dan sudah
mendapatkan perawatan dari rumah sakit), maka
pengobatan dengan antimikroba harus dilakukan. P.
Aeruginosa, seperti yang terdapat pada daftar
sebelumnya. Merekomendasikan doble cover regimen
Pseudomonas dan penggunaan antipseudomonas β
lactam (Ex. Cefepime, ceftazidime, piperacillintazobactam, imipenem, atau meropenem) ditambah
ciprofloxacin/levofloxacin atau aminoglycoside. Jika
aminoglikosid sudah dipilih, maka pembuluh darah
lainnya seperti azithromycin atau respiratory
fluoroquinolon harus di tambahkan untuk mengcover
S.pnemonia dan organisme atipikal.
Influenza
Virus influenza A dan B dapat menyebabkan
pneumonia pada anak-anak dan usia lanjut.
Amantidine dan rimantidine adalah obat oral yang
mempunyai kemampuan untuk menghadang aktifitas
virus Influenza type A. Jika dimulai dalam waktu 48
jam dari gejala awal, mereka mengurangi durasi
penyakit sekitar 1-3 hari, Oseltamivir dan Zanamivir
juga adalah obat oral yang juga aktif menghadang
kedua virus type A dan B. Obat ini juga mengurangi
durasi keparahan penyakit sekitar 1, 3 hari yakni
sekitar 40 sampi 48 jam dari gejala awal. Untuk infeksi
aktif yang lewat dari 48 jam , tidak akan ada obat yang
efektif dalam mengobati infeksi tersebut, dan
memberikan support kepada pasien adalah
perawatan terbaik untuk pasien seperti ini.
Aspirasi
Jika seorang pasien mengaspirasi isi oralnya dan
mengembangan pnemonia, maka bacteri-bacteri anaerob dan Streptococcus spp adalah pathogen yang
utama. Antibiotik-antibiotik yang aktif melawan
organisme-organisme di atas adalah Penicillin G,
ampicillin/sulbactam, Clindamycin dan metronidazole.
Pediatrik untuk pasien Rawat Jalan
Jika virus pneumonia didiagnosis, maka
pengobatan yang disarankan adalah dengan
(Ex.memelihara hydrasi dan pemberian antiseptik )
karena sedikit sekali antivirus yang kita miliki. Bakteribakteri patogennya sama untuk orang dewasa yang
terserang virus S. Pnemoniae sebagai pathogen yang
dominan, kemudian M pnemoniae dan organismeorganisme lainnya. Masalah resistensi dari organisme
ini mirip dengan yang terlihat pada pasien dewasa.
Fluoroquinolon dan tetracilin tidak boleh digunakan
pada anak-anak. Amoxilin dengan dosis tinggi,
Amoxilin-clavulanate, intramuscular ceftriaxone ,
Azithromycin dan clarithromycin semuanya adalah
agent/obat yang dapat digunakan pada anak-anak.
Pediatrik untuk Pasien Rawat Inap
Jika anak-anak dirawat di ICU, maka CDC
merekomendasikan
penggunaan
intraverna
cefuroxime, cefotaxime, ceftriaxone atau ampicillinsulbactam plus macrolid atau azalide. Jika anak-anak
dirawat di ruang ICU, maka hanya cephalosporins
generasi ketiga (Ex. Cefotaxime dan ceftriaxone) plus
macrolide atau azalide secara teratur.
Terapi Farmakologis untuk HCAP/HAP/VAP
Pnemonia nosokomial adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan pasien yang menderita
pneumonia parah dan sedang ditangani oleh lembaga
tertentu. Istilah ini sudah ditetapkan oleh Health careAssociated
pneumonia,
hospital-associated
pneumonia dan asosiasi ventilator pneumonia.
❼ penyeleksian secara empiris dari terapi
antimikroba untuk asosiasi pneumonia ventilator,
asosiasi perawatan kesehatan pneumonia dan
nosocomial pneumonia dalam jangkauan yang luas ;
bagaimanapun juga kultur tertentu dan kelemahan
informasi harus tersedia, terapi harus dipersempit
untuk mengcover identifikasi patogen. Dua faktor yang
sangat penting pada penyeleksian antibiotik secara
empiris
untuk type pneumonia adalah dengan
mengetahui gejala awal setelah admisi dan faktor
berbahaya dari organisme MDR. Jika ini adalah gejala
awal (minimal 5 hari setelah diagnosa) dan tidak ada
faktor berbahaya dari organisme MDR maka pathogen
yang paling sering ada adalah S.pnemoniae, H
Influenzae, MSSA, dan enteric basil gram negative.
Terapi yang direkomendasikan adalah dengan
moxifloxacin;
ampicillin-sulbactam,
atau
ertapenem. Jikadari gejala awal dan/atau terdapat
factor-factor berbahaya dari organisme MDR, maka
daftar patogennya adalah P.aeruginosa, penyebaran
spectrum β-lactam yang memproduksi klebsiella
pnemoniae, acinetobacter spp, dan MRSA.
Penyeleksian antibiotik secara empiris harus dapat
mengcover P.aeruginosa, yang nantinya akan
mengcover pathogen gram negative lainnya.
Antibiotik yang memungkinkan adalah cefepime,
generasi ketiga dari cephalosporins seperti
ceftriaxone
atau
cefotaxime;
respiratory
fluoroquinolon seperti gatifloxacin, levofloxacin, atau
ceftazidime, imipemem, meropenem, piperacilintazobactam,
ticarcilin-clavulanate,
levofloxacin,
ciprofloxacin, gentamicin, tobramycin, dan amycasin.
Terapi secara empiris yang dapat dilakukan adalah
dengan β-lactam, carbapenem, atau fluroquinolons
tunggal atau kombinasi dengan salah satu
aminoglycosides. Jika dicurigai terdapat MRSA, maka
baik vankomisin atau linezolid harus ditambahkan ke
rejimen empiris.
TABLE 68-3 Rangkuman Perawatan Pneumonia Community
Penyembuhan Pasien rawat jalan dewasa
Mengcover secara empiris penyebaran virus
S.Pnemoniae,
M.Pnemoniae,
C.Pnemoniae
&
H.Influenzae
Comorbiditas pasien rawat jalan dewasa
Mengcover secara empiris penyebaran
S.Pnemoniae, M.Pnemoniae, C.Pnemoniae
virus
Pasien Rawat inap (non- ICU)
Mengcover secara empiris penyebaran virus
S.Pnemoniae,
M.Pnemoniae,
C.Pnemoniae,
H.Influenzae
Pasien rawat inap ICU (No pseudomonas)
Mengcover secara empiris penyebaran virus P.
Aeruginosa,
S.Pnemoniae,
L.Pnemophila,
H.Influenzae, Enteric GNB & S aereus
Pasien rawat inap ICU (pseudomonas in concern)
Mengcover secara empiris penyebaran virus P.
Aeruginosa,
S.Pnemoniae,
L.Pnemophila,
H.Influenzae, Enteric GNB & S aereus
Pasien rawat jalan pediatric
Mengcover secara empiris penyebaran
S.Pnemoniae, M.Pnemoniae, C.Pnemoniae
virus
Monoterapy
Azritromycin,
Clarithromycin,
doxycycline,
telithromycin,
Levofloxacin, Moxifloxacin
erythromycin,
gatifloxacin,
Combination terapy
Amoxillin dosis tinggi, Amoxillin-Clavunate dosis
tinggi, atau cefpodoxime atau cefprozil atau
cefuroxime plus azithromycin atau clathromycin atau
telithromycin
Monoterapy
Gatifloxacin, levofloxacin, moxifloxacin
Combination terapy
cefotaxime, atau ceftriaxone, atau ampicillinsulbactam, atau ertapenem plus azithromycin atau
clarithromycin atau telithromycin
Monoterapy
Gatifloxacin, levofloxacin, moxifloxacin
Combination terapy
Cefotaxime, atau ceftriaxone plus azithromycin atau
clarithromycin atau glatifloxacin atau levofloxacin,
atau moxifloxacin
Combination terapy
Cefepime, atau ceftazidime atau piperracillintazobactam, atau imipenem, atau meropenem plus
atau ciprofloxacin levofloxacin atau aminoglycoside
Jika aminoglycoside sudah dipilih, maka tambahkan
azithromycin atau levofloxacin atau gatifloxacin atau
moxifloxacin
Monoterapy
Amoxillin dosis tinggi, Amoxillin-Clavunate dosis
tinggi, atau intramuscular ceftriaxone atau
azithromycin atau clathromycin atau telithromycin
Pasien rawat inap pediatric (non-ICU)
Mengcover secara empiris penyebaran virus
S.Pnemoniae, H.Influenzae, M.Pnemoniae, dan
C.Pnemoniae
Pasien rawat inap pediatric (non-ICU)
Mengcover secara empiris penyebaran virus
S.Pnemoniae, L.Pnemophila, H.Influenzae, Enteric
GNB & S aereus
Combination terapy
Intravernous Cefuroxime, atau cefotaxime, atau
ceftriaxone, atau ampicillin- sulbactam, plus
azithromycin atau clarithromycin
Combination terapy
Cefotaxime, atau ceftriaxone plus azithromycin atau
clarithromycin
Studi Kasus Pasien 1 bagian 3 :
Menyusun Rencana Perawatan
Berdasarkan Informasi yang disajikan. Buatlah
rencana perawatan untuk pasien pneumonia.
Rencanamu harus sudah termasuk : (1) Tujuan dari
terapi, (2) terapi yang lengkap pada pasien khusus, (3)
rencana untuk tindak lanjut yang akan dilakukan
untuk menentukan apakah tujuan tersebut sudah
tercapai dan apakah efek sampingnya dapat dihindari.
Saat ini, ada perdebatan mengenai di perlukan
atau tidaknya cakupan ganda untuk Pseudomonas.
Dalam studi Vitro telah menunjukkan bahwa
Aminoglikosida menunjukkan pembunuhan sinergis
terhadap basil gram negative bila dikombinasikan
dengan
β-lactam. Dosis dari Aminoglycosida
tergantung pada fungsi ginjal pasien.
TABLE 68-4 Terapi Empiris untuk HAP, HCAP, atau
VAP
Antibiotika
Cefepime
Ceftazidime
Imipenem
Meropenem
Piperacillin-tazobactam
Ticarcillin-klavulanat
Levofloxacin
Ciprofloxacin
Gentamisin atau
Tobramisin
Amikasin
Vankomisin
Linezolid
Dosis umum pada ginjal dan
fungsi hati normal
1 g IV q8 jam atau 2 g IV q12
jam
2 g IV q8 jam
500 mg IV q6 jam atau 1 g IV
q8 jam
1 g IV q8 jam
4.5 g IV q6 jam atau 3.375 g IV
q4 jam
3.1 g IV q6 jam
750 mg IV/PO q24 jam
400 mg IV q8 jam atau 750 mg
PO q8 jam
5-7 mg/kg IV q24 jam
20 mg/kg IV q24 jam
12-20 mg/kg q12 jam
600 mg IV/PO q12 jam
Konsentrasi idealnya tidak bisa di deteksi, kurang
dari 1 mcg/ml (2.09 µmol/L) untuk gentamisin dan
tobramisin dan kurang dari 4-5 mcg/ml (6.84-8.55
µmol/L) untuk menghasilkan potensi amikasin.
Konsentrasi biasanya antara 5 dan 20 mcg/ml.
Dosis tinggi dengan aturan minum satu kali sehari
(Eg. 4.7 mg/kg Gentamycin atau Tobramycin atau 1520 mg/kg Amikasin) dapat digunakan untuk pasien
dengan fungsi ginjal yang baik. Banyak dari catatan
pasien yang diijinkan untuk menggunakan creatinin
kurang lebih (70ml/menit (1.17 ml/second). Meta
analysis telah menunjukkan dengan dosis tinggi- sekali
sehari lebih berkhasiat dan dapat mengurangi racun
dibandingkan dengan pemberian dosis harian,
pemberian dosis harian (Eg. 1-2 mg/kg gentamycin
atau tobramycin atau 7.5 mg/kg amikasin) telah
digunakan sejak tahun 1970an, dan jarak pemberian
dosisnya berdasarkan fungsi ginjal pasien agar
palung/gelombang konsentrasinya kurang dari 1
mcg/ml.
Tambahan lagi selain memperoleh efek sinergis,
alasan lainnya untuk cakupan ganda secara empiris
ketika merawat VAP, HAP atau HCAP adalah untuk
memperluas cakupan secara empiris untuk
kemungkinan peningkatan resistensi patogen. VAP
adalah jenis yang paling seriing dipelajari dari semua
jenis-jenis pnemonia ini dan sering menjadi yang
terparah. Pembelajaran telah menunjukkan adanya
peningkatan angka kematian ketika terapi indequate
untuk VAP dimulai. Angka kematian dengan terapi
innadequate berkisar 35% s/d 92% dibandingkan
dengan 25% s/d 47% dengan terapi yang memadai.
❼ Ketika pathogennya telah diketahui, terapy harus
dipersempit hanya untuk menghalangi pathogenpatogen tersebut. Penggunaan antibiotik dengan
spektrum yang luas secara berkepanjangan dapat
meningkatkan resiko terjadinya kolonisasi dari
pathogen MDR.
memperpendek durasi terapy sampai 6 hari. Study lain
menemukan bahwa ketika CPIS sudah berjalan 6 atau
kurang dari 6 hari, pasien berada pada resiko rendah
terhadap VAP, resistensi pathogen, dan perawatan
hanya membutuhkan waktu 3 hari.
Durasi Terapi
❽ Durasi terapi untuk pneumonia seharusnya dijaga
sependek mungkin dan tergantung pada beberapa
faktor seperti: tipe pneumonia, status pasien rawat
inap atau rawat jalan, pasien comorbidities,
bacteremia/sepsis dan pemilihan antibiotik. Jika
durasi terapi berkepanjangan, maka akan ada dampak
negative pada pasien flora normal pada saluran
pernafasannya atau pada saluran gastrointestinal,
saluran vagina pada wanita, dan kulit. Hal ini dapat
mengakibatkan
kolonisasi
dengan
resistensi
pathogen, Clostridium difficille colitis, atau
pertumbuhan jamur yang terlalu cepat. Tambahan,
antibiotik pada waktu yang lama harus diatur, besar
kesempatan untuk toksisitas obat serta adanya
peningkatan biaya.
Untuk merawat pasien CAP rawat jalan, dua
antibiotik disetujui untuk durasi 5 hari, yakni
Levofloxacyn ( pada dosis 750 mg) dan azithromycin.
Durasi terapi untuk terapi lainnya adalah 7-10 hari.
Untuk perawatan CAP pada pasien yang dirujuk ke
rumah sakit, durasinya tergantung pada ada atau
tidaknya kultur darah positif. Jika tidak terdapat
culture darah positif durasinya adalah 7-10 hari. Jika
kultur darahnya positif maka durasi terapinya 2 harus
selama 2 minggu dari hari pertama ketika kultur
darahnya berubah negatif.
Durasi terapi dikutip pada literature for HCAP,
HAP, atau VAP dengan jarak 10-21 hari.
Memperpendek durasi terapi dinyatakan bermanfaat
karena kolonisasi, toksisitas dan masalah biaya. The
Clinical Pulmonary Infections Score (CPIS) telah
diagunakan untuk menentukan akhir dari terapy VAP.
Luna dan rekan-rekanya menggunakan CPIS dan
menemukan pasien VAP yang dapat bertahan hidup
dan melakukan perawatan dengan terapy yang
memadai dan terus ditingkatkan secara klinis selama 3
sampai 5 hari. Hal ini sangat mendukung untuk
Studi Kasus Pasien 2,
Bagian 3: Penyusunan Rencana
Perawatan/Pengobatan
Berdasarkan informasi yang dihadirkan, buatlah
rencana pengobatan untuk pasien pneumonia.
Rencanamu harus sudah termasuk : (1) tujuan dari
terapi, (2) rencana teurapeutik secara detail untuk
pasien khusus, (3) Rencana untuk tindak lanjut untuk
menentukan apakah tujuannya sudah tercapai dan
apakah effectnya dapat terelakkan atau tidak.
EVALUASI HASIL
Untuk CAP, hasilnya adalah mencegah untuk
rawat inap, memperpendek waktu perawatan, dan
meminimalkan angka kematian. Untuk pasien yang
dirujuk ke rumah sakit,
jika pemberian antibiotic sudah mulai dipersentasikan
dalam waktu 4 jam, waktu perawatannya dapat menurun di
bandingkan dengan pemberian antibiotik setelah 4 jam
kemudian.
Perbaikan dari gejala yang dirasakan harus dilakukan
dalam waktu 48 samapi 72 jam setelah terapy dimulai untuk
kebanyakan pasien yang menderita CAP. Respon dari terapi
dapat melambat pada pasien yang digaris bawahi
menderita sakit paru-paru seperti penderita asma sedang
dan parah, COPD, atau emphysema. Bagi pasien yang tidak
merespon terapy tanpa beberapa factor yang digaris
bawahi akan menganjurkan terapy dengan respon yang
lambat, kemudian lainnya adalah menular dan tidak
menular dengan alasan yang dipertimbangkan. Infeksi
dapat disebabkan oleh pathogen yang tidak tercover oleh
terapi awal, munculnya resistensi obat yang terisolasi, atau
muncul keparahan infeksi lainnya (nonpulmonary) dan
pasien evaluasi ulang. Alasan non-infeksi lain untuk bahan
pertimbangan adalah seperti penderita emboli paru, gagal
jantung kongestif, karsinoma, limpoma,
intrapulmonary dan penyakit inflamasi paru.
pendarahan
Hasil parameter untuk VAP, HAP, dan HCAP adalah
sama untuk CAP. Perkembangan secara klinis harus terjadi
dalam waktu 48-72 jam sejak dimulainya terapi. Jika pasien
tidak merespon terapi maka mempertimbangkan kembali
alasan menular atau tidaknya. Penjelasan tentang
penularan sama untuk semua jenis CAP tetapi untuk tidak
menular berbeda. Mereka sudah termasuk didalamnya
adalah penderita atelectasis, acute respiratory distress
syndrome (ARDS) {syndrome gangguan pernafasan akut},
pendarahan emboli paru, kanker, empyema, atau abses
paru-paru.
PENCEGAHAN
❿ Pencegahan untuk penyakit pnemonococcal yakni
dengan penggunaan vaksinasi menjadi tujuan nasional.
Vaksinasi digunakan untuk mencegah atau
meminimalkan tingkat keparahan dari pneumonia
yang disebabkan oleh S.Pnemoniae
atau virus
Influenza.
Vaksin influenza ada dua cara yakni dengan
suntikan dan nasal inhalation (disemprotan pada
hidung). Suntikan/injeksi adalah vaksin tidak aktif (
tidak mengandung pembunuh virus). Vaksinasi flu di
setujui untuk digunakan oleh orang yang berusia lebih
dari 6 bulan. Termasuk orang-orang yang sehat dan
orang-orang yang sedang dalam kondisi kesehatan
kronis. Vaksinasi flu yang disemprotan pada hidung
dibuat dari kehidupan, virus flu mingguan yang tidak
menyebabkan flu (vaksin influenza yang dilemahkan).
Formulasi ini telah disepakati untuk digunakan pada
orang-orang antara 5-49 tahun tetapi tidak untuk
wanita hamil. Kemampuan dari vaksin flu ini adalah
untuk melindungi orang-orang tergantung pada dua
factor : umur dan status kesehatan dari orang
tersebut pada saat mendapatkan vaksinasi dan
semacamnya atau “ pencocokan” antara strain virus
pada vaksinasi dan yang tersebar pada sirkulasi.
Pemberian faktor-faktor tersebut diatas, vaksinasi
sudah dapat terlihat lebih effektif. Vaksin influenza
sangat dianjurkan pada beberapa kelompok, yakni :
1. Orang-orang yang berada pada kondisi yang riskan
terkena komplikasi dari flu :
 Orang-orang diatas 65 tahun atau lebih
 Orang-orang yang tinggal di ruang perawatan
atau berada pada waktu yang lama di unit
fasilitas perawatan.
 Orang dewasa dan anak – anak dengan usia 6
bulan atau lebih dengan gangguan jantung atau
kondisi paru kronis, termasuk asma
 Orang dewasa dan anak-anak dengan usia 6
bulan atau lebih yang memerlukan perawatan
medis yang teratur atau pernah dirawat di
rumah sakit beberapa tahun sebelumnya karena
menderita
penyakit
metabolic
(seperti
diabetes), penyakit kronis yang menyerang
anak-anak, system kekebalan (termasuk
masalah system kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh obat-obatan atau terinfeksi
oleh HIV/AIDS)
 Anak-anak di usia 6 bulan sampai 18 tahun yang
sudah menjalani terapy aspirin dalam jangka
waktu yang lama
 Wanita hamil selama musim influenza
 Semua anak di usia 23 bulan
 Orang-orang dengan berbagai kondisi seperti
bermasalah dengan fungsi pernafasan atau
sedang dalam penanganan karena bermasalah
pada pengeluaran nafasnya (Eg. Kondisi yang
membuat mereka sulit untuk bernafas atau
menelan, seperti penyakit cedera pada otak,
cedera pada sumsum tulang belakang, kejang,
gangguan saraf, atau gangguan otot lainnya)
2. Orang-orang usia 50-64 tahun, kondisi komorbiditas
yang muncul di hampir sepertiga orang di usia 5064 tahun di United States, yang menempatkan
mereka pada resiko peningkatan komplikasi flu
yang serius. Oleh karena itu, vaksinasi sangat
direkomendasikan untuk semua orang pada usia
50-64 tahun.
3. Orang-orang yang dapat menularkan flu pada yang
lainnya dengan resiko tinggi terserang komplikasi.
Orang-orang yang selalu dekat dengan seseorang
yang berada pada kelompok orang yang beresiko
tinggi harus segera mendapatkan vaksinasi.
Termasuk didalamnya adalah para karyawan di unit
perawatan, kontak di rumah, dan dari pengasuh
rumah anak-anak usia 0-23 bulan, dewasa usia 65
tahun atau lebih.
Berikut ini adalah dua vaksinasi pnemonococcal, 7valent vaksin terkonjugasi untuk anak-anak kurang
dari 6 tahun dan a 23-purified capsular polysaccharide
antigen vaksin untuk dewasa. Type 23 capsular pada
vaksin telah mewakili kurang lebih 85%-90% serotype
yang dapat menyebabkan invasive pnemonococcal
Infections diantara anak-anak dan orang dewasa di
Amerika Serikat. Setelah vaksinasi, respon antibody
dari specific antigen menunjukkan dua kali lebih besar
kenaikan pada antibody specifik serotype-,
berkembang selama 2 sampai 3 minggu di 80% lebih
orang dewasa yang sehat.
Perawatan pasien dan Pemantauan
❾ Respon monitoring untuk terapi esensial
determinasi efikasi, identifikasi reaksi yang merugikan,
dan determinasi waktu terapi.
1. Gelaja dugaan pasien dan dtatus ( pasien masuk,
pasien keluar, atau intubasi ) untuk menentuan
tipe pneumonia dan kondisi komorbid. Apakah
pasien memiliki asma, COPD, atau episema atau
seorang perokok ?
2. Review diagnose data untuk menentukan
seberapa berat penyakit
3. Mendapatkan sejarah dari peresepan atau tidak
dari penggunaan obat, reaksi alergi dan intoleransi obat, dan reaksi dari obat
4. Dua atau tiga organisme yang berhubungan
dengan pneumonia pasien?
5. Memilih secara empiris antibiotika yang tepat
untuk pasien, menjamin obat itu benar dan cocok
untuk fungsi ginjal
6. Mengembangkan rencana untuk pengobatan
efektif antibiotika setelah 24 sampai 72 jam. Jika
pasien tidak ada perubahan maka aka nada
evaluasi ulang gejala dan daftar pathogen, dan
menentukan perubahan terapi. Mengembangkan
rencana pngobatan efektif antibiotika untuk
terapi terakhir, kapan dari pengobatan intravena
untuk oral terapi diberikan ?
7. Evaluasi pasien untuk mengetahui efek samping ,
alergi obat, dan interaksi obat
8. Untuk pasien yang memenuhi kualifikasi, diskusi
nilai dan cara untuk membunuh S.Pneumoniae
Bagaimanapun juga respon dari kekebalan tubuh tidak
akan konsisten diantara semua 23 serotype pada
vaksinasi. Hal tersebut mengharuskan untuk segera
mendapatkan vaksinasi polisakarida seperti :
1. Semua oeang dewasa usia 65 tahun atau lebih tua
2. Siapapun dengan usia 6 tahun yang telah
mengalamai permasalahan kesehatan seperti :
 Penyakit jantung
 Penyakit paru
 Penyakit sell sabit
 Diabetes
 Alkoholis
 Cirosis
 Kebocoran dari cairan Cerebrospinal
3. Siapapun dengan usia 6 tahun yang memiliki
penyakit dengan kondisi yang mendapat
pengobatan dan telah resisten terhadap infeksi,
seperti :
 Penyakit Hodkin’s
 Limfoma, leukemia
 Gagal ginjal
 Myeloma ganda
 Sindrom Nefrotik
 Infeksi HIV atau AIDS
 Kerusakan Limfa, atau bukan limfa
 Transplatasi organ
 Steroid jangka panjang
 Pengobatan Kanker
 Terapi radiasi
4. Penduduk Alasa dan populasi amerika
Konjugasi vaksi pneumokokus di rekomendasikan
untuk semua anak-anak dengan usia 2 sampai 23 bulan
dan untuk anak-anak usia 24 sampai 59 bulan. Jika ada
penyakit yang harus di perhatikan seperti diabetes
mellitus, Kardiak-pulmonar , anak-ana 24 sampai 59
bulan harus menerima vaksin yang tepat. Tujuh type
vaksin mewakili 85 % sapai 90 % dari serotype yang di
akibatkan oleh pneumokokus infeksi invasive disetiap
anak-anak di amerika.
SINGKATAN-SINGKATAN
ATS
: American Thoracic Society
CAP
: Community-acquired Pneumonia
CDC
: Centers for Disease Control and Prevention
COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease
CPIS : Clinical Pulmonary Infection Score
DFA
: Direct Fluorescence Antigen
GER(D) : Gastroesophageal reflux ( Disease )
HCAP : Health-Care Associated Pneumonia
HAP : Hospital-associated Pneumonia
IDSA : Infectious Disease Society of America
MSSA : Methicillin-susceptible Staphylococus Aureus
MRSA : Methicillin-resistant Staphylococus Aureus
PCR
: Polymerase Chain Reaction
TNF-α : Tumor Necrosis Factor α
TRUST : Tracking Resistance in the US Today
VAP
: Ventilator-associated pneumonia
Daftar Referensi dan pertanyaan perkiraan dan
jawaban tersedia di
www.ChrisholmPharmacotheraphy.com.
Masuk kedalam website :
www.pharmacotheraphyprinciples.com untuk
informasi yang berkaitan dengan pembelajaran bagian
ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
Ayjesky D, Auble TE, Yealy DM, et al. Prospective
comparison of three validated prediction rules for
prognosis in community acquired pneumonia.Am J
Med 2005;118:384–392.
Barlow GD, Lamping DL, Davey PG, et al. Evaluation of
outcomes in community-acquired pneumonia: A guide
for patients, physicians, and policymakers. Lancet
Infect Dis 2003;3:476–488.
Hugonnet S, Eggimann P, Borst F, et al. Impact of
ventilator-associated pneumonia on resource
utilization and patient outcome. Infect Control Hosp
Epidemiol 2004;25:1090–1096.
Hutt E, Kramer AM. Evidence-based guidelines for
management
of nursing home–acquired pneumonia. J Fam Pract
2002;51: 709–716.
Kollef MH. Prevention of hospital-associated
pneumonia and ventilator-associated pneumonia.
Crit Care Med 2004;32:1396–1405.
Luna CM, Blanzaco D, Niederman MS, et al.
Resolution of ventilatorassociated
pneumonia:Prospective evaluation of the clinical
pulmonary infection score as an early clinical
predictor of outcome.Crit Care Med 2003;31:676–
682.
Mandell LA, Bartlett JG, Dowell SF, et al. Update of
practice guidelines for the management of
community-acquired pneumonia in
immunocompetent adults. Clin Infect Dis
2003;37:1405–1433.
Niederman MS, Craven DE. Guidelines for the
management of adults with hospital-acquired,
ventilator-associated, and healthcareassociated
pneumonia.Am J Respir Crit Care Med 2005;
171:388–416.
Niederman MS, Mandell LA, Anzueto A, et al.
Guidelines for the
management of adults with community-acquired
pneumonia:
Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial
therapy, and
prevention. Am J Respir Crit Care Med
2001;163:1730–1754.
BTS Guidelines for the management of community
acquired
pneumonia in adults. Thorax 2001; 56(suppl 4):IV1–
64.
03 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS
Heather L. VandenBussche
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1. Daftar bakteri patogen yang paling umum yang menyebabkan radang akut, bakteri akut
rinosinusitis, dan faringitis akut.
2. Menjelaskan patofisiologi penyebab dan faktor risiko untuk otitis media akut, bakteri
rinosinusitis, dan faringitis akut.
3. Mengidentifikasi tanda-tanda klinis dan gejala yang berhubungan dengan otitis media akut,
bakteri rinosinusitis dan faringitis streptokokus.
4. Daftar tujuan pengobatan untuk otitis media akut, bakteririnosinusitis dan faringitis
streptokokus
5. Mengembangkan rejimen antibiotik yang sesuai untuk setiap infeksi yang didasarkan pada
data spesifik-pasien.
6. Merekomendasikan terapi yang sesuai untuk pasien dengan akut otitis media
akut, bakteri rinosinusitis akut, atau faringitis streptokokus.
7. Membuat rencana monitoring untuk pasien yang sedang dirawat untuk setiap infeksi
menggunakan informasi spesifik pasien dan terapi yang diresepkan.
8. Mengedukasi pasien tentang infeksi saluran pernafasan
atas dan penggunaan terapi antibiotik yang tepat.
KONSEP UTAMA
❶ Pola resistensi antibiotik mempengaruhi pilihan
pengobatan untuk infeksi bakteri saluran pernafasan
atas.
❷ Sebagian besar infeksi tanpa komplikasi otitis
media akut diselesaikan secara spontan tanpa
morbiditas signifikan.
❸ Terapi antibiotic untuk otitis media akut harus
diberikan untuk anak-anak yang paling mungkin untuk
memperoleh manfaat dari terapi : dibawah usia 2
tahun dan orang-orang dengan penyakit parah.
❹ Diagnosa yang tepat dari infeksi saluran pernafasan
atas bakteri sangat penting untuk mengidentifikasi
pasien yang memerlukan antibiotic untuk menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu.
❺ Amoxicillin dan amoxicillin-clavulanate adalah
antibiotic pilihan pertama untuk otitis akut.
❻ Terapi antibiotic untuk sinusitis harus diberikan
untuk pasien gejala dekompensasi klinis atau gejala
yang parah.
❼ Seleksi empiris antibiotic untuk bakteri rinosinusitis
akut harus menggabungkan factor risiko pasien yang
telah resisten oleh baktei.
❽Amoxicillin dan amoxicillin-clavulanate adalah
antibiotic pilihan pertama untuk bakteri rinosinusitis
akut.
Upper respiratory tract infection/Inferksi Saluran Nafas
Atas (URI) adalah istilah yang merujuk kepada
berbagai infeksi saluran napas atas, termasuk
otitismedia, sinusitis, faringitis, dan rhinitis.
Kebanyakan URIs adalah virus dan sering terbatas.
Lebih dari 1 milyar virus URI terjadi setiap tahun di
Amerika Serikat, mengakibatkan jutaan kantor dokter
dikunjungi tiap tahun. Penggunaan antibiotik yang
berlebihan untuk URI berkontribusi signifikan pada
resistensi bakteri. Pedoman telah dibuat untuk
mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak tepat
untuk virus URIs. Bab ini akan fokus pada otitis media
akut, sinusitis, dan faringitis karena sering disebabkan
oleh bakteri dan membutuhkan terapi antibiotik yang
tepat untuk meminimalkan komplikasi.
OTITIS MEDIA
Otiti media, atau peradangan dari telinga bagian
tengah, adalah alasan yang paling
umum
untuk meresepkan antibiotic pada anak-anak. Itu
biasanya terjadi setelah infeksi virus nasofaring dan
dapat disubklasifikasikan sebagai otitis media akut
atau otitis media dengan efusi. Otitis media Akut
(AOM) adalah sebuah gejala infeksi telinga bagian
tengah yang terjadi dengan cepat bersama dengan
efusi, atau adanya cairan. Otitis media dengan efusi
(OME) adalah adanya cairan di telinga tengah tanpa
gejala penyakit akut. Itu penting untuk membedakan
AOM dan OME karena antibiotik hanya berguna untuk
pengobatan AOM Pleura dapat terjadi hingga 6 bulan
setelah sebuah episode akut.
Epidemiologi dan Etiologi
Otitis media paling umum pada anak-anak antara 6
bulan dan 2 tahun terapi dapat terjadi pada semua
kelompok umur, termasuk orang dewasa. 75 % anakanak usia 12 bulan memiliki setidaknya satu bagian
otitis media, hingga 20% terjadi infeksi berulang. Pada
setidaknya 13 juta resep antibiotic ditulis setiap
tahunnya di Amerika Serikat untuk otitis media,
dihasilkan dalam $2 miliar biaya langsung. Beberapa
faktor resiko (tabel 69-1) predisposisi anak untuk otitis
media dan dapat dikaitkan dengan resistensi mikroba,
seperti hari peduli pelayanan, paparan antibiotik
sebelumnya, dan usia lebih muda dari 2 tahun.
Bakteri sering diisolasikan dari cairan telinga
bagian tengah pada anak-anak dengan AOM, namun
virus juga memainkan peran yang dominan.
TABEL 69-1. Faktor Resiko Otitis Media
Infeksi saluran nafas viral/
musim dingin
Adanya Day-care
Saudara kandung
Jenis kelamin
Kedapatan merokok
Alergi
Kerusakan anatomi seperti
mulut pecah-pecah
Penduduk Amerika
atau pendatang
Status sosial ekonomi
rendah
Pembawa
Lack of breastfeeding
Umur yang muda
pada diagnosis
awal
Immunodefisiensi
Reflux
Gastroesophageal
Riwayat keluarga yang
positif/predisposisi genetic
Streptococcus
pneumonia
secara
tradisional
organisme paling umum, bertanggung jawab atas
25% - 50% kasus. Nontypeable Hemophilus dan
Moraxellacatarrhalis menyebabkan 15 % untuk 30% dan
3% sampai 20% dari masing-masing kasus. Data terakhir
menunjukkan bahwa mikrobiologi AOM bergeser
menuju prevalensi H. Influenza karena masa kanakkanak rutin imunisasi dengan pneumokokus vaksin
konjugat. Bakteri yang kurang sering dikaitkan dengan
AOM
meliputi
Streptococcus
pyogenes,
Staphylococcus
aureus,
dan
Pseudomonas
aeruginosa. Virus seperti respiratory syncytial virus,
virus influenza, rhinovirus, adenovirus dan terisolasi
dari cairan telinga tengah dengan atau tanpa bakteri
bersamaan di atas setengah dari kasus AOM.
Kurangnya perbaikan dengan terapi antibiotik sering
merupakan akibat dari infeksi virus dan selanjutnya
peradangan daripada resistensi antibiotik.
❶Resistensi bakteri telah secara
signifikan
mempengaruhi pengobatan untuk AOM. Penicilin
Resisten S.Pneumoniae (PRSP) meliputi kedua
resistensi tingkat menengah (minimal penghambatan
konsentrasi antara 0,1 dan 1,0 mcg/mL) dan
perlawanan
tingkat
tinggi
(penghambatan
konsentrasi minimum mcg/ml 2.0 dan lebih tinggi).
Sekitar 35% dari pernapasan pneumokokus isolat
penisilin, dan hampir setengah penisilin-resisten. PRSP
juga biasanya tahan untuk kelas obat lainnya.
Termasuk sulfonamida, makrolid dan klindamisin, dan
semakin tahan terhadap fluoroquinolones. Meskipun
tidak pantas penggunaan antibiotic untuk URI telah
menyebabkan meningkatnya perlwanan tariff,
pengobatan untuk AOM pneumokokus diperlukan
karena infeksi yang disebabkan oleh S.pneumoniae
tidak mungkin untuk menyeleaikan secara spontan.
Β-laktamase diproduksi 30% dan hampir
100%
H.
influenza dan M. catarrhalis. Meskipun infeksi yang
disebabkan oleh organisme ini lebih untuk
menyelesaikan
tanpa
pengobatan,
harus
dipertimbangkan dalam kasus kegagalan pengobatan.
Patofisiologi
Beberapa factor yang berperan dalam pengembangan
AOM. Virus infeksi nasofaring mengganggu fungsi
tabung eustachius dan menyebabkan peradangan
mukosa, merusak mucociliary clearance dan
mempromosikan proliferasi bakteri dan infeksi. Anakanak cenderung untuk AOM karena tabung
eustachius mereka tabung lebih pendek, lebih lembek
dan lebih horizontal dari pada orang dewasa, yang
membuat mereka kurang fungsional untuk drainase
dan perlindungan telinga tengah dari bakteri entri.
Gejala dan tandaklinis AOM adalah hasil dari respon
imun inang dan kerusakan sel-sel yang disebabkan
oleh mediator inflamasi sepertitumor necrosis factor
dan interleukins yang dirilis dari bacteria.
❷Sebagian besar kasus AOM diselesaikan secara
spontan tanpa morbiditas signifikan. AOM tidak
diobati meningkatkan 2 atau 3 hari penyakit pada 80%
dari anak-anak tanpa meningkatkan risiko komplikasi.
Antibiotik meningkatkan telinga rasa sakit di hanya 7%
anak-anak antara 2 dan 7 hari terapi dan secara
signifikan meningkatkan pemulihan pada anakanak kurang dari usia 2 tahun dan pada mereka
dengan gejala parah AOM. ❸ Oleh karena itu,
antibiotik harus disediakan untuk anak-anak yang
paling mungkin memperoleh manfaat dari terapi.
Tertunda terapi antibiotik di tua anak-anak dan orangorang dengan penyakit kurang parah tidak
menghasilkan komplikasi lebih menular, seperti
mastoiditis atau meningitis, bila dibandingkan dengan
treatment.14 antibiotik awal rutin Penggunaan
pendekatan ini atau penggunaan resep jaring
pengaman antibiotikn bahwa orang tua mengisi 2 hari
kemudian hanya jika anak tidak lebih baik.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Sangat penting untuk membedakan AOM dari OME
karena mereka diperlakukan secara dramatis berbeda.
Pasien dengan AOM biasanya memiliki gejala
kedinginan, termasuk pilek, batuk, atau hidung
tersumbat sebelum atau pada diagnosis.
Gejala
 Anak: telinga berdengung, iritasi, kurang tidur dan
kebiasaan makan
 Pasien yang lebih tua: telinga sakit (Ringan, sedang,
atau berat), telinga terasa penuh, gangguan
pendengaran.
Tanda
 Demam: hadir dalam kurang dari 25% dari pasien;
sering di anak-anak muda
 Efusi telinga tengah
 Otorrhea (telinga tengah perforasi dengan kurang
cairan): jarang
 Membran timpani membengkak
 Terbatasnya bahkan tidak ada mobilitas membran
timpani
 Eritema jelas dari membran timpani
 Membran timpani menutupi atau mengurangi
visibilitas dari telinga tengah
Tes Laboratorium
Gram pengotor, pemeliharaan, dan sensitifitas cairan
telinga yang mengalir secara sepontan atau diperoleh
dengan tympanocentesis (tidak dilakukan setiap saat)
Komplikasi
 Infeksi: mastoiditis, meningitis, osteomielitis,
intracranial abses
 Struktural: gendang telinga berlubang, cholesteatoma
 Gangguan pendengaran dan/atau kemampuan
berbicara
Diagnosis5
 AOM tertentu: harus mengikuti:
 Tanda dan gejala pada mulanya cepat
 Telinga tengah ditemukan efusi dengan pneumatik
otoscopy (seperti di atas)
 Peradangan yang ditunjukkan dengan otoscopic
(berbeda eritema) atau Earache Records
 AOM ringan : tidak semua tiga kriteria ini hadir.
 AOM berat : sakit telinga yang berat atau demam
39C atau lebih.
 Nonsevere AOM: sakit telinga ringan dan demam
kurang dari 39C dalam 24 jam terakhir.
penempatan tabung untuk mengurangi komplikasi
seperti pendengaran dan gangguan berbicara dan otitis
media berulang.
Pengobatan
Hasil Yang Diharapkan
Hasil terapi Untuk AOM berfokus pada gejala dan
pencegahan komplikasi. Tujuan terapi adalah untuk
meringankan telinga nyeri dan demam, jika ada;
memberantas infeksi; mencegah gejala sisa; dan
meminimalkan penggunaan antibiotik tidak perlu.
Pendekatan umum untuk pengobatan
Studi Kasus Pasien, Bagian 1
Pendekatan Umum Untuk Pengotan
❸ ❹ Perawatan AOM tergantung pada usia
Pada pertemuan lebih lanjut, Anda menemukan bahwa
anak Alergi terhadap penisilin. Terakhir pada saat
pengobatan untuk faringitis dia mengalami ruam
nonurticarial selama pengobatan, sejak saat itu dia
belum menerima antibiotic dan ini adalah infeksi telinga
nya pertama.
Imunisasi: Terbaru
Meds
Asetaminofen tetes 120 mg (Peroral) setiap 4-6 jam
digunakan untuk demam atau sakit
ROS
(+) hidung tersumbat dan pilek, (-) muntah, diare, atau
batuk
PE
 Gen: Irritable anak tapi consolable
 VS: tekanan darah 100/60 mm Hg, pulsa 120 denyut
per menit, pernafasan tingkat 18 napas semenit,
suhu 38.6C
 HEENT: sebagaimana dicatat sebelumnya
 Mengidentifikasi tujuan pengobatan untuk anak ini.
 Berikan informasi ini, tentang pengobatan
nonpharmacologic dan farmakologis terapi yang
Anda sarankan?
Efusi telinga tengah yang kental disebabkan oleh alergi
atau iritasi dapat menyebabkan gangguan pembersihan
mukosiliar dan AOM di individuals.4 OME rentan terjadi
pada anak-anak, dan efusi dapat bertahan selama
berbulan-bulan setelah AOM. Anak-anak dengan OME
kronis
biasanya
membutuhkan
tympanostomy
pasien, keparahan penyakit, dan kepastian diagnosa.
Anak-anak yang di bawah usia 2 tahun memiliki insiden
yang lebih tinggi terhadap penisilin infeksi
pneumokokus d banding remaja, dan memiliki klinis
yang lebih besar, tingkat kegagalan dan komplikasi
bila tidak di obati awalnya dengan antibiotik. Pasien
dengan penyakit yang serius, yang didefinisikan oleh
tingkat keparahan demam dan sakit, memiliki tingkat
pemulihan spontan yang lebih rendah dari pada
orang-orang dengan nonsevere disease. saat ini
pedoman merekomendasikan stratifying pasien yang
didasarkan pada kriteria ini, bersama dengan
kepastian diagnosa, untuk mengidentifikasi orangorang cenderung lebh kepada manfaat dari terapi
antibiotic.
Terapi non farmakologi
Waspada menunggu dan resep antibiotik jaring
pengaman pendekatan yang lebih sering digunakan
untuk mengurangi mikroba perlawanan dan
menghindari kejadian buruk tidak perlu dan biaya
antibiotik. Pengamatan yang dipraktekkan secara luas
di Eropa dan melibatkan pemantauan untuk 48-72 jam
setelah mendiagnosa AOM untuk melihat apakah
spontan resolusi akan terjadi. Pengamatan atau terapi
antibiotik tertunda harus dipertimbangkan hanya jika
anak yang sehat tanpa penyakit berulang (Gambar.
69-1) dan jika ada tindak lanjut yang tepat dan
komunikasi yang baik antara dokter dan
parent/caregiver.
Pendekatan tanpa obat lainnya termasuk
penggunaan eksternal panas atau dingin untuk
mengurangi rasa sakit postauricular dan operasi.
Tympanostomy tabung paling berguna untuk pasien
dengan penyakit berulang atau OME kronis dengan
gangguan pendengaran atau pidato. Adenoidektomi
mungkin diperlukan untuk anak-anak dengan
penyumbatan hidung kronis, tetapi tonsilektomi
jarang ditunjukkan.
Terapi farmakologis
Terapi antibiotic
Ketika terapi antibiotik yang diperlukan, banyak faktor
yang mempengaruhi obat pilihan pertama. Klinisi
harus mempertimbangkan faktor-faktor obat seperti
antimikroba spektrum, kemungkinan respon klinis,
kejadian efek samping, interaksi obat dan biaya, serta
Faktor pasien, termasuk faktor risiko untuk resistensi
bakteri, Alergi, kemudahan dosing rejimen, kelezatan
obat, dan kehadiran kondisi medis lainnya. Studi di
sederhana AOM tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara antibiotic tingkat respon klinis
yang dapat dikacaukan oleh spontan resolusi. Respon
bakteriologi bervariasi antara antibiotic dan juga tidak
selalu berkorelasi dengan respon klinis. Dua hari uji
yang dirancang dengan baik yang dilakukan
tympanocentesis di dasar dan pada hari-hari 4-6
pengobatan menemukan secara signifikan kurang
peningkatan klinis dengan azithromycin daripada
dengan amoxicillinclavulanate (p kurang 0,05) dengan
perbedaan yang lebih besar dalam bakteriologi
Pemberantasan (p kurang dari 0,01) . studi ini adalah
penting karena mereka hanya termasuk pasien
dengan bakteriologis terbukti AOM dan cure
bakteriologi dinilai secara terpisah dari klinis resolusi,
menyoroti keberhasilan klinis Apakah keberhasilan
bakteriologi tidak sama.
GAMBAR 69–1.
Pengobatan algorithm
untuk antibiotics awal
atau observasi pada anak
yang dicurigai mengalami
komplikasi AOM.
Gambar 69-2. Perawatan
algoritma untuk AOM yng
tidak terkomplikas pada
anak-anak usia 2 bulan
sampai 12 tahun.
Berdasarkan American Academy of Pediatrics dan
American Academy of Family Physicians tersedia
untuk anak-anak antara 2 bulan dan 12 tahun dengan
AOM tidak rumit (Gbr. 69-2) dan didasarkan pada
percobaan para ahli. ❺ Amoksisilin tetap menjadi
obat pilihan pada kebanyakan pasien karena
efektivitasnya terbukti dalam AOM bila digunakan
dalam dosis yang cukup untuk PRSP, serta mempunyai
profil keamanan yang sangat baik, murah, dapat
dibuat suspensi, dan relatif beraktivitas spektrum
sempit (Tabel 69-2). Amoksisilin dosis tinggi (80-90
mg / kg per hari) lebih disukai daripada dosis
konvensional karena tingkat obat yang lebih tinggi
yang dicapai dalam cairan telinga tengah untuk
mengatasi resistensi pneumokokus tanpa secara
substansial meningkatkan efek samping. ❺Dalam
kasus penyakit yang parah atau ketika cakupan untuk
produksi B-laktamase organisme diinginkan, dosis
tinggi amoksisilin klavulanat adalah agen yang lebih
disukai. Resistensi pneumokokus untuk trimetoprimsulfametoksazol dan makrolida yang bermasalah dan
mencolok umum di PRSP, membuat agen ini kurang
diinginkan untuk sebagian besar pasien. Pasien dengan
alergi penisilin membutuhkan alternatif terapi pilihan
pertama (lihat Fig.69-2).Anak-anak yang telah
menerima antibiotik dalam bulan sebelumnya lebih
cenderung resisten dan juga harus menerima terapi
alternatif. Dosis tunggal ceftriaxone intramuskular
efektif untuk anak-anak yang tidak bisa mentolerir
obat-obat oral, tetapi kursus 3 hari mungkin lebih
disukai karena meningkatnya resistensi pneumokokus
dan kegagalan dosis tunggal. Antibiotik Ototopik
merupakan alternatif untuk agen sistemik untuk AOM
pada pasien dengan tabung tympanostomy.
Jika ada kekurangan perbaikan atau memburuk
dengan terapi awal selama 48 sampai 72 jam,
pemilihan antibiotik harus ditinjau kembali, dan
penyakit lain yang memberikan kontribusi harus
dikeluarkan (lihat Gambar. 69-2). Tympanocentesis
dapat membantu untuk memandu terapi pada kasuskasus sulit.
Durasi terapi, seperti pemilihan obat, tergantung
pada usia pasien dan tingkat keparahan penyakit. 10hari terapi oral standar lebih efektif daripada program
yang lebih pendek untuk AOM rumit pada anak-anak
muda dari 2 tahun dan orang-orang dengan infeksi
berulang, serta pada pasien yang lebih tua dengan
Pengecualian penyakit parah pada rejimen 10-hari
untuk azitromisin dan ceftriaxone. Pada anak
yang lebih tua dengan penyakit ringan atau
sedang, terapi antibiotik diperlukan hanya untuk 5
sampai 7 hari.
TABLE 69–2. Antibiotik untuk pengobatan AOM
Obat
amoxicillin
Jadwal Penggunaan Dosis
80-90 mg/kg per hari 2-3 kali
(dewasa: 875 mg dua kali
sehari )
Efek Samping Yang Umum
Mual, muntah, diare, dan
ruam
Harga
Relatif
$
Amoxicillinkklavulanat
80-90 mg/kg per hari 2-3 kali
(dewasa: 875 mg dua kali
sehari)
Mual, muntah, diare, ruam
Cefuroxime
axetil
30 mg/kg per hari 2 kali
(maksimal 1 kg/hari
dengan suspensi: dewasa
: 250 mg dua kali sehari)
14 mg/kg per hari 1-2 kali
(dewasa: 300 mg dua kali
sehari atau 600 mg satu
kali sehari)
10 mg/kg per hari 2
kalli(dewasa: 200 mg dua
kali sehari) 50 mg/kg IM
atau IV untuk 1-3 hari
(maksimal 1 g dosis)
10 mg/kg x 1 hari, 5 mg/kg
per hari x 4 hari: 10 mg/kg
per hari x 3 hari: atau 30
mg/kg dosis tunggal (dosis
dewasa 500mg x 1, 250
mg x 4 hari:500 mg/hari x
3 hari)
15 mg/kg dua kali
(dewasa: 250 mg dua kali
sehari)
Mual,muntah,diare,ruam
$$$
Diare, ruam, muntah, infeksi
jamur
$$$
Cefdinir
Cefpodoxime,
proxetil,
ceftriaxone
azithromycin
Clarithromycin
Erythromycinsulfisoxazole
50 mg/kg per hari dengan
komponen eritromisin 3-4
kali
Trimethropimsulfamethoxazol
e
clindamycin
8-10 mg/kg per hari dengan
komponen trimetoprim 2
kali
20-30 mg/kg prer hari 3-4 kali
(dewasa: 300 mg setiap 4
jam atau 450 mg tiga kali
sehari)
$$$-$$$$
Diare,ruamkulit,muntah,infek
si jamurInjeksi nyeri
situs,bengkak atau
arythema,diare,ruam
$$$-$$$$
Mual,muntah,diare,sakit perut
$$
Diare,muntah,ruam,sakit
perut
$$
Mual,muntah,sakit perut,
diare,ruam
$$$
$$
Mual,muntah,anoreksia,ruam,
ultikaria
$
Mual,diare,c.difficile kolitis,
anoreksia
$
Pendapat
Obat pilihan untuk AOM;ahli
merekomendasikan dosis tinggi
selama dosis konvensional (40-45
mg/kg per hari)
Diare berlebih dari amoksilin,
formulasi augmentin ES lebih
bagus karena komponen
klavulanat harian yang lebih
rendah
Suspensi kering memiliki rasa yang
pahit, tidak bisa dibikin tablet (
kurang bioavailable )
Sefalosporin oral (lebih banyak
disukai); terpisah dari Al atau Mg
antasida dan suplemen Fe oleh 2
jam
Suspensi memliki rasa yang pahit
Rejimen 3 hari pilihan untuk PRSP;
menghindari pada anak dibawah
2 bulan
Terpisah dari Al atau Mg antasida
selama 2 jam, diare/muntah
lebih umum dengan regimen
dosis tunggal; 3 atau 5 hari dapat
meningkatkan resistensi
pneumokokus; banyak kegagalan
dengan infeksi H.influenzae
Banyak interaksi obat (menghambat
sitokrom p-450 3A4); suspensi
tidak dapat didinginkan dan
memiliki rasa logam; masalah
mikrobiologis dengan azitromisin
Banyak interaksi obat seperti
klaritromisisn; kontra indikasi
pada anak dibawah 2 bulan
meningkatkan resistensi
pneumokokus
Meningkatkan resistensi
pneumokokus, kontra indikasi
pada anak dibawah 2 bulan
Hanya untuk infeksi
pneumokokus
Antibiotik lain yang disetujui FDA untuk AOM tidak termasuk dalam AAP pedoman/AAFP; cefaclor,sefaleksinj,cefprozil,cefixime.
Biaya perkiraan: $ (dibawah $25),$$($25-$50),$$$($50-$100),$$$$(lebih $100).
Terapi Tambahan
Nyeri adalah ciri utama dari AOM tetapi nyeri tersebut
sering diabaikan dalam pengobatan. Jika rasa sakit
hadir, analgesik atau anestesi topikal dapat digunakan
untuk meringankan otalgia. Asetaminofen dan
ibuprofen biasanya digunakan dosis berlebih untuk
nyeri ringan sampai sedang.Sementara penelitian
belum menunjukkan keuntungan terapi dengan dosis
berlebih tersebut, ibuprofen memiliki durasi yang
lebih lama dari efek tetapi tidak digunakan secara
rutin pada anak-anak usia muda dari usia 6 bulan
karena dikhawatirkan mengakibatkan toksisitas.
penggantian ibuprofen dengan acetaminophen tidak
dianjurkan karena kurangnya data keamanan dan
khasiat pada terapi kombinasi dan potensi dosis yang
mengakibatkan
terjadinya
kesalahan
dan
kebingungan. Anestesi tetes topikal seperti benzokain
(Auralgan®) mengurangi nyeri dalam waktu 30 menit
dan mungkin lebih disukai dari analgesik sistemik
ketika tidak ada demam. Miringotomi memberikan
efek secara langsung tetapi jarang dilakukan. Obatobat lain seperti dekongestan, antihistamin ,dan
kortikosteroid tidak memiliki peran dalam pengobatan
AOM dan dalam beberapa kasus memperpanjang
durasi efusi. Komplementer dan pengobatan
alternatif dilakukan jika data keamanan dan khasiat
kurang.
Hasil Evaluasi
Perbaikan tanda dan gejala (nyeri, demam, dan
inflamasi membran timpani) harus jelas dalam 72 jam
terapi. Pada anak-anak dapat muncul secara klinis
lebih buruk selama 24 jam pertama pengobatan tetapi
sering stabil pada hari kedua ditandai dengan suhu
tubuh yang menurun sampai suhu tubuh yang normal
dan peningkatan pola makan dan tidur. Jika perbaikan
klinis tidak terlihat, atau jika pasien semakin
memburuk, pengevaluasian kembali harus dilakukan
untuk menentukan diagnosa yang tepat dan
pengobatan. Pasien diberikan masukan tentang efek
samping umum antibiotik seperti ruam, diare, dan
muntah yang mungkin akan meminta perhatian medis
. Kehadiran efusi telinga tengah dengan tidak adanya
gejala bukan merupakan indikator kegagalan
pengobatan. Anak-anak yang sudah menjalani terapi
dan sehat harus dievaluasi ulang setelah 3 bulan untuk
memeriksa kehadiran efusi yang membutuhkan
sidang evaluasi. Anak usia prasekolah dan lebih muda
mungkin perlu dilakukan pemeriksaan ulang 3-6
minggu setelah terapi karena bicara dan gangguan
pendengaran lebih sulit untuk dinilai dalam kelompok
usia ini.
Perawatan Pasien dan Pemantauan
Pencegahan
Imunisasi dapat mencegah AOM pada pasien tertentu,
namun bertentangan dengan data. Vaksin influenza
lebih efektif mencegah AOM pada anak yang berusia
lebih dari 2 tahun dibandingkan dengan pasien yang
lebih muda mungkin dikarenakan gangguan respon
imun dan pertahanan tubuh yang belum terbentuk
dengan sempurna pada bayi dan balita. Pneumococcal
conjugate vaccine adalah pelindung terhadap infeksi
oleh serotipe vaksin dengan manfaat secara
keseluruhan tetapi terbatas untuk AOM. Profilaksis
antibiotik tidak lagi dianjurkan untuk anak-anak otitis
karena rawan meningkatnya resistensi. Untuk
Menghindari atau meminimalkan faktor risiko yang
terkait dengan otitis media, hindari seperti asap
tembakau dan botol makan, tetapi efek dari intervensi
ini masih belum terbukti.
1. Kaji tanda dan gejala pasien. Apakah mereka sesuai
dengan otitis media akut?
2. Ulasan informasi diagnostik untuk menentukan
apakah terjadi infeksi akut. Apakah dari semua tiga
kriteria termasuk dalam diagnostik ini? Apakah
metode yang digunakan untuk diagnosis tepat
(pneumatik otoscopy)?
3. Apakah pasien memerlukan terapi antibiotik, atau
pilihan observasi yang tepat?
4. Mendapatkan sejarah pengobatan lengkap,
termasuk resep obat, obat tanpa resep, dan
penggunaan produk alami, serta alergi dan efek
samping.
5. Tentukan obat apa yang harus digunakan untuk
nyeri, jika menyajikan.
6. Jika berlaku, menentukan penggunaan antibiotik
dan durasi terapi.
7. Mengembangkan rencana untuk menilai efektivitas
terapi yang dipilih dan mengambil tindakan jika
pasien tidak membaik atau memburuk.
8. Memberikan edukasi pada pasien:
• Apa yang diharapkan dari resep obat, termasuk
potensial efek samping
• Menghindari antihistamin dan dekongestan
• Tanda-tanda kegagalan pengobatan
9. Stres pentingnya kepatuhan terhadap terapi,
termasuk kekhawatiran resistensi antibiotik.
10. Tentukan kebutuhan untuk influenza dan
pneumokokus vaksinasi.
11. Memberikan edukasi pada keluarga mengenai
faktor risiko otitis media.
SINUSITIS
Sinusitis atau peradangan pada sinus paranasal, lebih
baik digambarkan sebagai rinosinusitis yang juga
melibatkan peradangan mukosa hidung, yang terjadi
di hampir semua kasus infeksi pernafasan.
Rinosinusitis akut ditandai dengan gejala dalam waktu
kurang dari 4 minggu, sedangkan rinosinusitis kronis
biasanya ditandai dengan batuk, rhinorrhea, atau
obstruksi hidung selama lebih dari 90 hari. Akut
rinosinusitis bakteri (ABR) mengacu pada bakteri akut
infeksi sinus yang dapat terjadi secara independen
atau ditumpangkan pada sinusitis kronis. Fokus bagian
ini ABRs dan pengobatan yang tepat.
Epidemiologi dan Etiologi
Rinosinusitis adalah salah satu kondisi medis yang
paling umum di Amerika Serikat, mempengaruhi
sekitar 1 miliar orang annually. Hal ini disebabkan
terutama oleh virus pernafasan seperti rhinovirus,
virus influenza, dan virus pernafasan tetapi juga dapat
disebabkan alergi atau iritasi lingkungan. Hanya 0,5%
sampai 2% dari Virus rinosinusitis pada orang dewasa
disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder, ini terjadi
pada anak anak dari 5% sampai 13% . Infeksi saluran
pernapasan atas biasanya memiliki durasi kurang dari
7 hari adalah etiologi virus, sedangkan penyakit yang
lebih lama atau penyakit dengan gejala yang parah
sering disebabkan oleh bakteri. Faktor resiko untuk
ABRs termasuk infeksi pernapasan, alergi rhinitis,
cacat anatomi, dan kondisi medis tertentu. Dokter
sering tidak tepat meresepkan antibiotik untuk yang
dicurigai rinosinusitis klinis biasanya membatasi diri
dan jarang dipersulit oleh bakteri penyebab penyakit.
Antibiotik hanya berguna dalam memperpendek
perjalanan ABRs. Bakteri patogen yang menyebabkan
sinusitis adalah sama dengan yang menyebabkan
otitis media akut. S. pneumoniae and H. Influenzae
adalah penyebab 50% sampai 60% kasus pada semua
pasien, dengan tambahan 20% kasus yang disebabkan
oleh M. catarrhalis pada anak-anak. Faktor resiko
resisten terhadap obat juga mirip dengan AOM.
Patogen lain yang menyebabkan sinusitis meliputi
Streptococcus pyogenes (hingga 5%), bakteri anaerob
seperti Bacteroides dan Peptostreptococcus spp.
(hingga 9% dari orang dewasa), dan Staphylococcus
aureus (sampai 5% dari orang dewasa). Infeksi kronis
umumnya polymicrobial dengan insiden anaerob yang
lebih tinggi, basil gram negatif, dan jamur.
TABLE 69–3. Faktor risiko untuk bakteri
Rhinosinusitis akut
Infeksi virus saluran
Cacat anatomis (misalnya,
pernapasan / musim
septum deviasi)
dingin
Alergi atau rhinitis
Obat intranasal atau obatnonalergi
obatan terlarang
Paparan asap tembakau
Immunodefisiensi
Infeksi gigi atau prosedur
Berenang dan menyelam
Cystic fibrosis atau silia
Ventilasi mekanis
dyskinesia
Tabung nasogastrik
Trauma cedera kepala
Alergi aspirin, polip
Jenis kelamin perempuan
hidung, dan asma
Patofisiologi
Rinosinusitis disebabkan oleh peradangan mukosa
dan kerusakan lokal
mekanisme pembersihan
mukosiliar biasanya sebagai hasil dari infeksi virus atau
alergi. Peningkatan produksi lendir dan mengurangi
sekresi clearance dapat menyebabkan penyumbatan
sinus ostia, atau pembukaan sinus ke saluran napas
bagian atas. lingkungan ini sangat ideal untuk
pertumbuhan bakteri dan memperkenalkan siklus
respon inflamasi lokal dan cedera mukosa ditandai
dengan meningkatnya konsentrasi interleukin,
histamin, dan tumor necrosis factor. Faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap invasi bakteri termasuk
bertiup hidung, mengurangi imunitas lokal, virus
virulensi, dan kolonisasi nasofaring dengan bakteri.
Kerusakan sistem pertahanan tubuh memperkuat
pertumbuhan bakteri dan terjadinya infeksi. Meskipun
penyakit disebabkan oleh bakteri, ada tingkat resolusi
spontan 50% sampai 70% untuk ABRs.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Gejala sinusitis biasanya berlangsung 7 sampai 10 hari
setelah infeksi virus dan disebabkan oleh aktivasi sistem
kekebalan tubuh dan sistem saraf parasimpatis.
Tanda Akut dan Gejala
Dewasa: Hidung tersumbat atau obstruksi, hidung /
postnasal debit atau purulence, nyeri wajah atau
tekanan (terutama unilateral di daerah sinus), rasa
penciuman berkurang, demam, batuk, sakit gigi pada
rahang atas, kelelahan, telinga penuh atau nyeri.
• Anak-anak: Nasal / postnasal drainase, kemacetan,
batuk yang terus menerus (terutama pada malam hari),
demam, faringitis, ketidak nyamanan pada telinga,
halitosis, edema periorbital pada pagi hari atau
pembengkakan wajah, kelelahan, nyeri wajah atau gigi.
Komplikasi
Selulitis orbita atau abses, selulitis periorbital,
meningitis, trombosis sinus kavernosus, ethmoid atau
erosi sinus frontal, sinusitis kronis, dan eksaserbasi
asma atau bronkitis.
❹ Diagnosis
• Diagnosis klinis: Metode yang paling umum; URI virus
yang belum terselesaikan setelah 10 hari atau
memburuk setelah 5 sampai 7 hari dan dengan tandatanda dan gejala infeksi akut (seperti di atas).
• Studi radiografi: Berguna untuk menilai keberadaan
abses atau komplikasi intrakranial.
• Kebocoran Paranasal sinus: “Standar Emas"; tidak
dilakukan secara rutin tetapi dapat berguna dalam
kasus rumit atau kronis.
• Studi laboratorium / pemeliharaan nasofaring: Tidak
direkomendasikan untuk diagnosis rutin.
Pengobatan
Hasil yang diinginkan
Tujuan pengobatan untuk ABR untuk membasmi
bakteri dan mencegah sisa gejala yang serius. Tujuan
khusus adalah untuk meredakan gejala, menormalkan
lingkungan hidung, menggunakan antibiotik pada saat
yang tepat, memilih antibiotik yang efektif yang dapat
meminimalkan
resistensi,
dan
mencegah
perkembangan penyakit kronis atau komplikasi.
Pendekatan umum untuk Pengobatan
Manajemen awal rinosinusitis berfokus pada gejala
pasien dengan penyakit ringan yang berlangsung
selama kurang dari 10 hari. Penggunaan rutin
antibiotik tidak dianjurkan untuk semua pasien karena
virus sinusitis membatasi diri dan infeksi oleh bakteri
menyelesaikan secara spontan dalam banyak kasus.
❻Terapi antibiotik harus disediakan secara terusmenerus. ABRs berat: pasien dengan gejala ringan
sampai gejala cukup parah berdasarkan penilaian
klinis dapat bertahan selama lebih dari 10 hari atau
memburuk setelah 5-7 hari dan pasien dengan
penyakit berat terlepas dari durasi. Empiris sering
digunakan dan harus menargetkan kemungkinan
adanya patogen karena informasi sinus jarang
diperoleh.
Terapi Non Farmakologis
Perawatan tambahan seperti alat pelembab udara,
alat penguap, dan semprotan hidungsaline atau tetes
yang digunakan untuk melembabkan kanal hidung
dan merusak pengerasan kulit sekresi bersama
dengan meningkatkan fungsi silia. Meskipun banyak
pasien melaporkan manfaat dari terapi tersebut, tidak
ada studi terkontrol yang mendukung penggunaannya
Terapi Farmakologis
Terapi Ajuvan
Obat mendukung yang menargetkan gejala URI virus
digunakan secara luas pada pasiendengan rinosinusitis
, khususnya dalam tahap awal infeksi. Ada kurangnya
bukti yang mendukung penggunaannya dalam ABRs,
tetapi mereka dapat memberikan bantuan sementara
pada pasien tertentu. Analgesik dapat digunakan
untuk mengobati demam dan rasa sakit dari tekanan
sinus.Dekongestan oral meringankan saluran hidung
tersumbat tapi harus dihindari pada anak-anak muda
dari 2 tahun dan pasien dengan penyakit jantung
iskemik atau hipertensiyang tidak terkontrol. Dekongestan intranasal dapat digunakan untuk hidung tersumbatparah pada kebanyakan pasien 6 tahun atau
lebih tua, namun penggunaannya harusdibatasi
sampai 3 hari atau kurang untuk menghindari hidung
tersumbat kembali. Antihistamin harus dihindari
karena mereka mengentalkan lendir dan merusak izin,
tetapi mereka mungkin berguna pada pasien dengan
predisposisi rhinitis alergi atausinusitis kronis.
Demikian pula, kortikosteroid intranasal biasanya
dicadangkan untuk pasien dengan alergi atau sinusitis
kronis, tetapi mungkin manfaatresminya sebagai
monoterapi atau dengan antibiotik di ABRS.
GAMBAR 69-3. Perawatan
algoritma untuk bakteri kut
rinosinusitis pada paseien
dengan penyakit dengan
resistensi antibiotik secara
eksposure. Antiobiotik
digunakan dengan prediksi
pengobatan berbasis prediksi
klinik dan bakteriologi, studi
klinik, keamanan, dan
toleransi. Dosis bisa ditemukn
pada tabel 69-4.
GAMBAR 69-4. Pengobatan untuk
rinosinusitis bakteri akut pada pasien
dengan penyakit ringan dengan
keluar Antibiotics exposure. Antibioti
k baru-baru initercantum dalam
urutan diprediksi efficacy berdasarka
n prediksi tingkat klinis dan
bakteriologis efficacy, studi klinis,
keselamatan, dan tolerabilitas. Dosis
dapatditemukan pada
Tabel 69-4. Cephalosporins harus
dipertimbangkan untuk pasien
dengan non tipe I hipersensitivitas
terhadp penisilin; merek-a lebih
cenderung untuk menjadi efektif dari
pada agen alternatif. dosis cHigh (90
mg / kg per hari) yang direkomendasi
kan untuk kebanyakan anak,
terutama mereka dengan kontak peni
tipan atau sering infeksi.
Terapi Antibiotik
Meskipun banyak studi klinis telah dilakukan evaluasi
antibiotik untuk ABRs, tidak acak, buta ganda, plasebo
dan pasca-perawatan sebagai ukuran hasil. Meskipun
demikian, antibiotik munculuntuk mengatasi gejala
yang lebih cepat dan mengurangi tingkat kegagalan
dan komplikasi dibandingkan tanpa pengobatan.
Sejak diagnosis biasanyaberdasarkan presentasi klinis
dan tidak sinus budaya aspirasi, dokter harus berusaha untuk membedakan ABRs dari rinosinusitis virus.
❻ Oleh karena itu, penting untuk membatasi penggun
-aan antibiotik untuk kasus di mana infeksi tidak
mungkin untukmenyelesaikan tanpa menyebabkan
berkepanjangan penyakit: pasien dengan gejalaringan
sampai sedang yang menetap selama 10 hari atau
memperburuk selama 5 sampai 7 hari dan pasien
dengan gejala berat. ❼pedoman ini (Gmb.69-3 dan 6
9-4) terapi mengelompokkan berdasarkan tingkat
keparahan penyakit dan risikoinfeksi dengan organisme yang resisten, didefinisikan sebagai penyakit yang
ringanpada pasien dengan penggunaan antibiotik
sebelum dalam waktu 4 sampai 6 minggu. Pedoman
ini (Gmb.69-3 dan 69-4) terapi mengelompokkan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan risikoinfeksi dengan organisme yang resisten, didefinisikan
sebagai penyakit yang ringanpada pasien dengan
penggunaan antibiotik sebelum dalam waktu 4 sampai 6 minggu.Faktor risiko lain untuk ketahanan termasuk kehadiran penitipan atau sering.
Penyakit yang berat membutuhkan evaluasi dan
pengobatan dalam hubungannya dengan dokter
khusus seperti otolaryngologists.
Terapi antibiotik (Tabel 69-4) ditargetkan terhadap S. moniae pneumatik, tetapipertimbangan harus
diberikan untuk patogen lain seperti H. di fl uenzae,
M. catarrhalis,dan PRSP. ❽Pasien dengan penyakit
ringan dan tidak ada paparan antibiotik sebelum
harus menerima terapi awal dengan amoksisilin
atau amoksisilin-klavulanat. Amoksisilin efektif untuk
infeksi yang paling ringan dan dapat digunakan
dalam dosis tinggi untuk menutupi PRSP. Hal ini lebih
murah dan lebih baik ditoleransi daripada amoksisilinklavula-nat, yang menyediakan usia penutup diperluas terha-dap bakteri memproduksi β-laktamase.
Pasien yang alergi terhadap penisilin dapat diobati
dengan sefalos-porin yang tepat; alergi penisilin
parah memerlukan perawatan dengan agen alternatif
yang mungkin kura-ngefektif hanya berdasarkan tren
resistensi mikroba dan tidak data klinis (lihat gambar.
69-3). Terapi awal untuk pasien dengan gejala sedang
atau orang-orang denganpaparan antibiotik baru-baru
ini meliputi dosis tinggi amoksisilin klavulanat- atau
fluoroquinolone pernapasan (lihat Gambar. 69-4)
Kegagalan yang timbul pada terapi awal setelah 3 hari
memerlukan evaluasi ulang pasien untuk mempe- tim
bangkan perubahan terapi untuk menutupi patog-en y
ang tidak diobati dengan pilihan awal. Antibiotik basa
nya diberikan selama setidaknya 10 sampai1 4
hari,
bilaperlu sampai 21 hari untuk beberapa resolusi.Data
terbaru menunjukkan bahwa patients program peng
obatan 5 hari beberapa fluoroquinolon dan
telitr
omisin adalah sebagai efektif pada orang
dewa
sa dengan Pengobatan maksilaris akut tanpa komplik
asi adalah dipengaruhi oleh kepatuhan terhadap peng
obatan dengan rejimen yang ditentukan, dimana agen
sekali-atau dua kali sehari lebih disukai dari pada dosis
beberapa hari.
Evaluasi Hasil
Perbaikan klinis harus jelas dengan terapi dari 72 jam
APY, seperti yang ditunjukkan dengan perbaikan,
mengurangi hidung tersumbat, dan mengurangi
dalam nyeri pada wajah atau tekanan dan gejala
lainnya. Pasien harus dipantau mengenai efek
samping umum dan dirujuk ke dokter spesialis jika
respon klinis tidak diperoleh pada pertama atau
terapi klinik kedua. Rujukan juga penting untuk berula
ng atau sinusitis kronis ataupenyakit akut pada pasien
immunocompromised. Pembedahan dapat diindikasik
andalam kasus-kasus yang rumit.
FARINGITIS
Faringitis adalah infeksi tenggorokan akut yang
disebabkan oleh virus atau bakteri.Kondisi lain, seperti
gastroesophageal refluks, postnasal drip, atau alergi,
juga bisa menyebabkan sakit tenggorokan dan harus
dibedakan disebabkan infeksi. Faringitis akut pada
orang dewasa 1% sampai 2% dari dan pada pediatric 6%
sampai 8% tetapi umumnya terbatas dengan gejala
sisa yang serius keluar . Antibiotik yang diresepkan
pada 50% sampai 70% kasusdi orang dewasa dan anak-
anak karena ketidak mampuan agar mudah
membedakan antara virus patogen dan bakteri dan
ketakutan penyakit streptokokus yang tidak diobati.
Tabel 69-4 Antibiotik Untuk Pengobatan Bakteri Akut Rhinosinusitis
OBAT
DOSIS UNTUK DEWASA
PEDIATRIK DOSIS
Amoxicillin
1.5-4 g/hari dalam 2-3 dosis 90 mg/kg perHari dalam 2
dosis
Amoxicillin1.75-4 g/hari dalam 2-3
90 mg/kg perHari dalam 2
clavulanate
dosis
dosis
Cefdinir
Cefprodoxime
proxetil
Cefuroxime
axetil
Ceftriaxone
TrimethoprimSulfametoxa
zole
Azithromycin
600 mg/hari dalam 1-2
dosis
200 mg , 2 kali sehari
250-500 mg, 2 kali sehari
1 g IM/IV setiap 24 jam
160/800 mg (1 DS tablet)
2 kali sehari
500 mg x 1 hari, 250
mg/hari x 4hari: 2g x 1
dosis
Clarithromycin
500 mg dua kali setiap
hari atau 1 g sekali seh
ari (xl)
Telithromycin
800 mg sekali setiap
hari x 5 hari
Doxycycline
100 mg 2 kali
Gatifloxacin
400 mg sekali sehari
Levofloxacin
500-750 mg sekali sehari
(750 mg x 5 hari)
14 mg/ kg perHari dalam 1-2
dosis
10 mg/kg perHari dalam 2
dosis
15-30 mg/kg perHari dalam 2
dosis
50 mg/kg IM/IV setiap 24 jam
KOMENTAR
Tidak memilik perlindungan
terhadap produsen B-lactams
Cakupan yang luas terutama
dengan dosis yang tinggi
Augmentin XR ( 2g setiap 12
jam) ditargetkan terhadap
PRSP
Sefalosphorin cairan oral yang
lebih disukai karena
palahabilitasnya
Ahli pengobatan
merekomendasikan kursus 5
hari
8-10 mg/kg per hari
Cukup perlawanan pneumokokus
trimethoprim komponen
membatasipenggunaan agen
ini
10 mg/kg x 1 hari, 5mg/kg
Meningkatkan resistensi
perHari x 4 hari: 10mg/kg
pneumokokus dan
per hari x 3 hari
H. influenza kegiatan: rejimen
dosistunggal memiliki kejadian
tinggi mual, muntah dan diare
15 mg/kg perHari dalam 2 dosis XL tablet dilaporkan memiliki
lebih sedikitmasalah
pencernaan dan rasa gangguan
dari dua kali sehari-persiapan
Tidak tersedia
Peningkatan cakupan pneumoko
kus atasmakrolid; dapat meny
ebabkan kabur atau
double visi dan kesulitan berf
okus biaya dan efek
samping lain yang mirip denga
n clarithromycin-azithromycin
Menghindari pada anakDapat menyebabkan photosensi
anak di bawah
tivitas, Masalah pencernaan
umur 8tahun
noda gigi pada anakanak muda
banyak interaksi obatobat (antacid,besi, kalsium)
Tidak tersedia
Efek samping fluoroquinolone
umum adalah mual
Tidak tersedia
Vaginitis, diare, dizzines; banyak
interaksi obat-obat (antasid
Heartburn, besi, kalsium);
Moxifloxacin
400 mg sekali sehari
Tidak tersedia
Clindamycin
150-450 mg 3-4 tiap waktu
20-40 mg/kg perHari dalam 34 dosis
tendon
Pecah, photosensitivity,
QT perpanjangan mungkin;
biaya mirip amoxicillin
/ clavulanate
Tidak ada liputan gramnegatif; digunakan
dalam kombinasi
a
Merujuk ke tabel 69-2 untuk informasi lebih lanjut tentang antibotik.
Antibiotik lain disetujui FDA untuk ABRS tidak included di sinus dan alergi kesehatan kemitraan atau pedoman APP:
cefaclor, cefprozil, cefixime, sipfofloksasin, erythomycin, loracarbef.
c
Dosis maksimum untuk tidak melebihi dosis dewasa.
b
Perawatan Dan Pemantauan Pasien
1. Menilai tanda2 dan gejala2 pasien. Apakah mereka
konsisten demgan ABRS ?
2. Berapa lama gejala pasien ada? Jika gejalanya
ringan dan kurang dari 10 hari, kemungkinan itu
adalah virus sinusitis.
3. Apakanh pasien memerlukan terapi antibiotik ?
Menghindari penggunaan antibiotik pada penyakit
virus
4. Mendapatkan sejarah pengobatan lengkap,
termasuk resep obat, obat non resep dan
pemggunaan produk alami. Serta alergi dan efek
samping.
5. Menentukan terapi apa harus dgunakan untuk
gejala seperti nyeri dan kemampatan
6. Jika perlu menentukan antibiotik digunakan durasi
dan terapi.
7. Mengembangkan rencana untuk menilai
efektivitas terapi yang dipilih dan tindakan untuk
mengambil jika pasien tidak membaik atau
memburuk.
8. Memberikan pengetahuan pada pasien :
 Apa yang diharapkan dari antibiotik dan obat
lain termasuk efek samping potensial
 Menghindari antihistamin , jika sesuai
 Tanda-tanda kegagalan pengobatan
 Peran infeksi virus pada sinusitis dan
bagaimana mencegah penularan penyakit.
9. Menekan pentingnya kepatuhan terhadap terapi,
termasuk kekhawatiran resisten antibiotik.
Epidemiologi dan Etiologi
Virus yang paling sering menyebabkan faringitis,
biasanya sebagai bagian dari infeksi saluran
pernafasan
atas,
dan
termasuk
rhinovirus,
coronavirus, virus influenza adenovirus parainfluenza
dan Epstein-Barr. S,pyogenes atau kelompok
streptokokus merupakan penyebab paling umum dari
faringitis akut, bertanggungjawab untuk 15% sampai
30% kasus pada anak-anak dan 5% sampai 10% dan
infeksi dewasa. Infeksi paling sering terjadi pada akhir
musim dingin dan awal musim panas dan
mneyebarkan dengan mudah melalui kontak langsung
dengan sekret yang terkontaminasi. Infeksi yang
umum pada keluarga , lingkungan, dan daerah ramai
lainnya. Penyebab umum lainnya dari Faringitis ialah
bakteri Corynebacterium Diphteriae, kelompok C dan
G streptokokus, N Eiserrria Gonorhoae. Bagian ini akan
fokus pada penyakit A Streptokokus dimana terapi ini
diindikasikan.
Patofisiologi
Faring kolonisasi dengan Streptokokus grup A terjadi
hingga 20% dari anak-anak dan merupakan faktor
risiko untuk mengembangkan faringitis streptokokus
setelah istirahat diintregit mukosa.dokter harus
menyadari bahwa gejala faringitis streptokokus
biasanya terbatas dalam rentang waktu 2 sampai 4
hari dari onset tanpa tratment. Secara historis,
penyakit yang tidak diobati atau tidak tepat
diperlakukan disebabkan demam akut rematik,
potensi kerusakan katup jantung permanen, dan
komplikasi seperti abses peritonsial. Terapi antibiotik
tertunda diberikan hingga 9 hari setelah onset gejala
dapat mencegah sisa gejala ini, sehingga diagnosis
yang tepat adalah penting untuk meminimalkan
penggunaan antibiotik yang tidak perlu untuk
penyakit virus dan komplikasi infeksi streptokokus
yang tidak diobati.
Studi Kasus Pasien
Seorang anak berusia 7 tahun memngeluhkan ke
dokter anak dengan sakit tenggorokan dan demam
39,2ºC selama 24 jam. Ibunya melaporkan bahwaanakanak lain dikelasnya telah “ radang tenggorokan “
baru-baru ini. Dia juga mengeluh nyeri saat menelan
dan tidak makan atau minum sangat banyak. Dan
tidak memiliki gejala lainnya dan tidak memiliki alergi
obat
yang
diketahui.
Pemeriksaan
fisik
mengungkapkan pharingenal dan tonsil eritema
dengan eksudat dan limpadenopati servikalnya sakit.
 Apakah anak ini memiliki pharingitis streptokokal?
 Apakah terapi antibiotik diindikasikan?
 Jika demikian apa yang harus dimulai dan berapa
lama ?
 Saran apa yang harus diberikan kepada ibunya
tentang pengobatan ini ?
 Umumnya konjungtivitis, suara serak, batuk,
rhinorea, ulsearsi, dan diare ( sugestif jika etiologi
virus )
Diagnosis
 Umumnya tenggorokan dalam waktu 24 sampai
48jam.
 Test deteksi antigen cepat 80% sampai 90%
sensitivitas dalam hitungan menit
 Test ini harus dilakukan hanya jika ada tanda-tanda
klinis faringitis streptokokus.
Pengobatan
Hasil Yang Diharapkan
❾ Hasil yang diinginkan terapi untuk faringitis
streptokokus untuk membasmi infeksi untuk mncegah
komplikais, memperpendek perjalanan penyaki, dan
mengurangi infektivitas dan menyebar untuk mneutup
kontak. Squale dapat dicegah dengan penggunaan
antibiotik yang peritonsillar atau retropharyngenal,
limfadenitis cervical dan demam rematik.ada tidanya
bukti bahwa penggunaan antibioyik berdampak pada
kejadian glomerulonepritis ppoststreptococcal.
Terapi Farmakologi
❹ Antibiotik harus digunakan hanya laboratorium
Persentasi klinis dan Diagnosis
Anak-anak antara 5 dan 15 tahun memiliki insiden dari
faringitis streptococcal. Paten dan orang dewasa
dengan kontak anak anak signifikan juga risiko
meningkat.
Tanda- tanda mengalami gejala faringitis
streptokokus
 Sakit tenggorokan dengan rasa sakit parah saat
menelan
 Demam
 Sakit perut mual atau muntah ( terutama pada anakanak )
 Faringenal dan tonsil eritema dengan kemungkinan
 Enlarget anterior kelnjar getah bening leher Rahim
 Bengkak dan merah
 Lembut langit-langit lunak
 Ruam
didokumnetasikamn streptococcal pharyngitis diduga
untuk mneghindari overtraitemnt (Fig 65-5). Terapi
yang efektif ( Tabel 69-5) mengurangi periode menular
dari sekitar 10 hari untuk 24 jam dan memperpendek
durasi gejala oleh 1 sampai 2 hari. ❿ pedoman
traetment merekomendasikan penisilin sdbagai obat
pilihan karena spektrum antimikriba sempit,
keselamatan didokumentasikan dan efektif dalam
pemberantasan streptokokus dari bahaya nasofaring
dan rendah. Sejarah membuktikan bahwa antibiotic
mencegah rematik digunakan.
Gambar 69.5 pengobatan
untuk pengelolaan faringitis
pada anak-anak dan orang
dewasa.Tes deteksi antigen
cepat (RADTs) lebih disukai
jika uji sensitivitas melebihi
80 %.
Mencegah penyakit rematik jantung. ❿ Data
terakhir menunjukan bahwa sefalosporin lebih
efektif daripada penisilin dalam memproduksi
bakteriologis dan klinis,dapat menyembuhkan dan
dianggap sebagai baris pertama terapi alternative
pada anank-anak dan orang dewasa. Kemungkinan
alasan untuk meningkatkan efikasi sefalosporin
termasuk adanya β-laktam organisme yang
menonaktifkan penisilin, peningkatan pemberantasan sterptokokus komensal dengan penisilin
yang protektif terhadap kelompok A sterptokokus,
dan meningkatkan penetrasi jaringan faring dari
sefalosporin. Durasi biasa terapi adalah 10 hari,
namun bukti yang dipelajari bahwa kursus 5 hari dari
sefalosporin hanya efektif untuk pemberantasan
bakteri 10 hari penisilin. Resistensi antibiotic
memainkan peran yang lebih kecil dalam terapi
faringitis dibandingkan dengan URI. Resistensin
penisili belum dibandingkan dengan kelompok A
stertokokus, tetapi resisten dan kegagalan klinis
terjadi lebih sering terjadi pada tetrasiklin,
sulfametoksazol trimetropim,dan untuk tingkat yang
lebih renfdah makrolida.
Dengan demikian pasien dengan alergi
penisilin harus Intramuscular pensislin prokain, tetapi
antibiotik lainnya dapat membasmi streptococci
nasofaring dan efektif presumably. Diperlakukan
dengan sefalosporin generasi 1 (jika tidak ada tipe 1
alergi),sebuah makrolida/azalide, atau klindamisin.
Infeksi berulang yang disebabkan oleh infeksi
,ketidakpatuhan terhadap terapi,atau kegagalan
penisilin
harus
diobati
dengan
amoksisilin
klavulanat,klindamisin,atau penisilin G benzatin.
Hasil Evaluasi
Gejala meringankan antibiotic selama 3 hari sampai 5
hari,dan setelah 24 jam pertama terapi,pasien boleh
kembali bekerja atau sekolah jika ditingkatkan secara
klinis. Menindaklanjuti budaya tidak dianjurkan untuk
menguji pemberantasan bakteri. Kurangnya perbaikan
atau memburuknya gejala setelah 72 jam terapi
membutuhkan evaluasi ulang.
Gejala berulang
menyusul,perawatan yang tepat harus segera di
evaluasi ulang untuk kemungkinan penafsiran.
TABLE 69.5 Antibiotik untuk Pengobatan Faringitis Sterptokokus
Obat
Dosis dewasa
Dosisi pediatrik
Waktu
Penisilin G
250 mg 3-4 kali sehari
atau 500 mg dua
kali sehari
10 hari
Penisil G
benzatin
1,2 juta unit
Amoxilin
250 mg-500 mg tiga
kali sehari,750 mg
sehari sedang
dipelajari
250-500 mg empat kali
sehari
250 mg 2-3 kali
sehari,500 mg
dua kali sehari
(lebih dari 12
tahun)
600.000 unit (jika
di bawah 27
kg)
40-50 mg/kg
perhari dalam
3 dosis
Cefalexin
Cefradoxil
500 mg dua kali sehari
I
250 mg dua kali sehari
Cefdinir
300 mgdua kali sehari
atau 600 mg sehari
sekali
Azitromisin
500 mg sehari sekali
Clindamisin
150 mg empat kali
sehari
25-50 mg/kg
perhari dalam
4 dosis
30 mg/kg perhari
dalam dua
dosis
20 mg/kg perhari
dalam dua
dosis
14 mg/kg perhari
dalam dua
dosis,14 mg/kg
perhari dalam
1-2 dosis
12 mg/kg sehari
sekali
20-30 mg/kg
perhari dalam
3 dosis
1 IM dosis
10 hari
10 hari
Komentar
Obat pilihan tetapi
meningakatkan laporan
kegagalan pengobatan
Berguna untuk non
kepatuhan/emisis injeksi
menyakitkan
Untuk anak-anak lebih di sukai
penisilin V (lebih enak)
10 hari
Pertimbangan dalam alergi
penisilin (jika tidak ada reaksi
tipe 5)
-
10 hari
-
5-10 hari
Spekrum yang luas,mahal
5 hari
Meningkatkan resistensi
10 hari
Berguna untuk infeksi berulang
Other FDA-approved agents include amoxicillin-clavulanate, cefixime, cefaclor, cefprozil, cefpodoxime, erythromycin,
clarithromycin, dan lain-lain.
Perawatan dan Pemantauan Pasien
1. Akses perawatan tanda-tanda dan gejala, apakah
mereka
konsisten
dengan
streptococcal
pharyngitis? Apakah gejala infeksi virus ?
2. Lakukan
pengujian
laboratorium
untuk
mengkonfirmasi adanya kehadiran kelompok
a.streptocooci
3. Apakah pasien memerlukan pengobatan antibiotic?
Hindari penggunaan antibiotic untuk penyakit
4. Mendapatkan lengkap sejarah medikasi, termasuk
obat-obat yang di resepkan, resep obat dan
penggunaan produk serta alergi dan efek buruk
5. Rekomendasi antipiretik atau analgetik terapi, jika
diperlukan
6. Jika berlakau, menggunakan antibiotic untuk
penggunaan dan durasi.
7. Susunlah rencana untuk memilih akses efektivitas
terapi saja dan mengambil tindakan jika pasien
tidak membaik atau bahkan lebih buruklagi
8. Memberikan pasien pendidikan
 Apa yang diharapkan dari antibiotic, termasuk
kemungkinan efek buruk
 Menghindari kontak selama 24 jam
 Tanda-tanda kegagalan pengobatan
9. Pentingnya
kepatuhan
terhadap
terapi
perlawanan antibiotik.
SINGKATAN-SINGKATAN
ABRS :
AOM :
OME :
PRSP :
URI :
Acute Bacterial Rhinosinusitis
Acute Otitis Media
Otitis Media With Effusion
Penicillin-Resistant Streptococcus Pneumoniae
Upper Respiratory Tract Infection
Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di
www.ChisholmPharmacotherapy.com
Masuk ke situs web:
www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk
memperoleh informasi dalam melanjutkan
pembelajaran bab ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
American Academy of Pediatrics Subcommittee on
Management of Acute Otitis Media. Diagnosis
and management of acute otitis media.
Pediatrics 2004;113(5):1451–1465.
Anon JB, Jacobs MR, Poole MD, et al.Antimicrobial
treatment
guidelines
for
acute
bacterialrhinosinusitis. Otolaryngol Head Neck
Surg 2004;130(1 suppl):1–45.
Bisno AL, Gerber MA, Gwaltney JM Jr, et al. Practice
guidelines for the diagnosis and management of
group A streptococcal pharyngitis. Infectious
Diseases Society of America. Clin Infect Dis
2002;35(2):113–125.
Casey JR, Pichichero ME. Meta-analysis of
cephalosporin versus penicillin treatment of
group A streptococcal tonsillopharyngitis in
children. Pediatrics 2004;113(4):866–882.
Cooper RJ, Hoffman JR, Bartlett JG, et al. Principles of
appropriate antibiotic use for acute pharyngitis
in adults: Background. Ann Intern Med
2001;134(6):509–517.
Dowell SF, Butler JC, Giebink GS, et al.Acute otitis
media:Management and surveillance in an era of
pneumococcal resistance—A report from the
Drug-resistant
Streptococcus
pneumonia
Therapeutic
Working Group. Pediatr Infect Dis J 1999;18(1):1–9.
Glasziou PP,Del Mar CB, Sanders SL,Hayem
M.Antibiotics for acute otitis media in children.
Cochrane Database Syst Rev 2004; 1:CD000219.
Ioannidis JP, Lau J. Technical report: Evidence for the
diagnosis and treatment of acute uncomplicated
sinusitis in children—A systematic overview.
Pediatrics 2001;108(3):e57. Lau J, Zucker D,
Engels EA, et al. Agency for Health Care Policy
and Research Publication No. 99-E016. Evidence
report:
Diagnosis and treatment of acute bacterial
rhinosinuitis. Rockville, MD: Agency for Health
Care Policy and Research; March 1999.
04 INFEKSI KULIT DAN JARINGAN LUNAK
A. Christie Graham dan Randy Wesnitzer
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1. Mendiskusikan karakteristik dari kulit yang tahan terhadap infeksi.
2. Menggambarkan epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, kriteria
diagnostik, dan komplikasi yang berhubungan dengan infeksi kulit dan jaringan lunak. .
3. Mengidentifikasi hasil terapi untuk pasien dengan infeksi kulit dan jaringan lunak.
4. Merekomendasikan obat antimikroba yang sesuai terapi empiris dan definitive ketika
didiagnosis, pemeriksaan fisik, dan temuan laboratorium.
5. Memantau pilihan antimikroba terapi untuk keamanan dan khasiat.
KONSEP KUNCI
❶ Impetigo adalah infeksi kulit yang paling sering
menimpa anak kecil. Hal ini disebabkan oleh
streptokokus atau Staphylococcus aureus Grup A
dan ditandai dengan terbentuknya kulit melepuh,
pecah dan membentuk kerak. Dicloxacillin,
Sefaleksin dan mupirocin dianggap sebagai
antibiotik pilihan untuk pengobatan impetigo.
❷ Folikulitis, furuncles, dan carbuncles merujuk pada
inflamasi satu atau lebih folikel rambut, sering
dikaitkan dengan infeksi oleh S. aureus.
Pengobatan tergantung pada tingkat keparahan
dan panas pada bagian yang sakit, goresan dan
pengeringan, dan atau terapi antibiotik oral atau
topikal.
❸ Erisipelas adalah infeksi dangkal pada permukaan
kulit dan permukaan hati. Perbedaan klinis dari
cellulitis adalahsedikit menimbulkan luka. Hal ini
biasanya disebabkan oleh β-hemolitik streptokokus
dan dapat diatasi dengan penisilin.
❹ Selulitis adalah infeksi bakteri jaringan kulit dan
jaringan subkutan. S. aureus dan β-hemolitik
streptokokus adalah penyebab paling umum
selulitis akut pada orang sehat. Orang-orang yang
kebal, memiliki issufisiensi vaskular, atau orang
yang menggunakan narkoba suntik beresiko
mengidap selulitis polimikrobial.
❺ Antibiotik pilihan untuk merawat infeksi methicillinsensitif S. aureus (MSSA) adalah penisilin dan
sefalosporin generasi pertama.
❻ Golongan yang menjadi resisten terhadap
methicillin S.aureus (CA-MRSA) menjadi terus
meningkatkan sifat patogen pada selulitis. CAMRSA dapat dibedakan dari perawatan kesehatan
terkait MRSA (HA-MRSA) oleh ketidaksamaan
❼
❽
❾
❿
genetik, populasi manusia, pola kerentanan
narkoba, dan produksi toksin.
Operasi langsung dan pemberian antibiotik
spektrum luas secara intravena adalah kunci untuk
mengurangi kematian yang berhubungan dengan
necrotizing fasciitis.
Patogenesis pada infeksi diabetik kaki berasal dari
tiga faktor utama: neuropati, angiopathy dan
immunopathy. Bakteri aerob gram positif kokus,
seperti S.aureus dan β-hemolitik streptokokus,
merupakan bakteri patogen yang dominan pada
infeksi diabetik kaki akut. Namun, infeksi kronis
dapat menyebabkan infeksi polymicrobial dan
memerlukan pengobatan dengan antibiotik
spektrum luas.
Pencegahan adalah kunci dalam penanganan
infeksi. Infeksi luka ringan pada permukaan dapat
diobati dengan agen antimikroba topikal. Antibiotik
sistemik diindikasikan untuk
luka yang
berhubungan dengan penyebaran selulitis,
osteomielitis atau bakteremia.
Setiap pasien yang menerima terapi antimikroba
untuk infeksi kulit dan jaringan lunak harus
dimonitor untuk khasiat dan keamanan. Effisiensi
biasanya diperlihatkan dengan penurunan suhu,
jumlah sel darah putih, eritema, edema, dan rasa
sakit tidak lebih dari 48-72 jam. Untuk memastikan
keamanan, dosis antibiotik harus berdasarkan
fungsi ginjal dan hati sebagaimana mestinya, dan
memantau untuk meminimalkan timbulnya efek
samping, reaksi alergi dan interaksi obat.
Infeksi kulit dan jaringan lunak akut sering
ditemukan dalam rawat jalan. Penyakit ini bisa
berkisar dalam tingkat keparahan dari ringan,
superficial, dan infeksi jaringan dalam yang
mengancam kehidupan yang memerlukan perawatan
intensif, operasi, antibiotik spektrum luas yang
diberikan secara intravena. Penyakit ini kadangkadang dikaitkan dengan komplikasi parah, termasuk
osteomielitis, glomerulonephritis dan septic syok. Bab
ini akan mencakup epidemiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, dan penanganan farmakologis
infeksi kulit dan jaringan lunak (SSTIs).
PATOFISIOLOGI
Kulit utuh umumnya tahan terhadap infeksi bakteri,
jamur dan virus. Selain menyediakan penghalang
mekanis, kulit relatif kering, pH sedikit asam,
membunuh bakteri, dan berkeringat (yang
mengandung IgG dan IgA) mencegah invasi oleh
berbagai
mikroorganisme.1
Kondisi
yang
mempengaruhi pasien untuk SSTIs meliputi: (1)
Kandungan bakteri tinggi (lebih dari
mikroorganisme), (2) Kelembaban pada kulit, (3)
Menurunnya aktifitas kulit, (4) Ketersediaan nutrisi
bakteri, dan yang paling penting, (5) Kerusakan
kornea lapisan kulit.
IMPETIGO
Epidemiologi dan Etiologi
Impetigo, yang berasal dari kata Latin "attack"
(serangan), adalah infeksi kulit yang umum di seluruh
dunia. ❶ Didominasi oleh anak-anak antara 2 sampai 5
tahun tetapi dapat terjadi pada setiap golongan usia.3
𝝱-hemolitik streptrokokus dan staphylococcus aureus
adalah penyebab paling umum.3,4 Ini adalah infeksi
superficial dan menyebar dengan mudah, terutama di
kalangan dengan kebersihan rendah dan kumuh dan
khususnya selama bulan-bulan musim panas.
mikroorganisme
yang
menyerang
merusak
permukaan kulit dan kemudian menyerang hingga
menimbulkan lecet, gigitan serangga, atau trauma
kecil lainnya. Luka ini dapat terjadi pada bagian tubuh
manapun tapi paling umum pada wajah dan
ekstremitas.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Luka impetigo banyak, terlokalisir dengan baik, dan
eritematosus. Berkembang sebagai lepuh kecil,
berdinding tipis (impetigo contagiosum) atau lepuh
lebih besar (bullous impetigo)3-5 Lepuh dapat pecah
dengan mudah, meninggalkan kerak rapuh sering
disebut cornflakes (serpihan jagung). Lesi impetigo
jarang terasa sakit tetapi gatal. Menggaruk lesi dapat
menyebarkan infeksi ke area lain dari tubuh.
TABEL 70-1. Folikulitis, Furuncles, dan Carbuncles
Folliculitis
Furuncles
Carbuncles
Juga dikenal sebagai bisul, furuncles mungkin
digambarkan sebagai yang mendalam dari
folikulitis. Furuncles adalah infeksi bakteri
yang telah menyebar kelapisan kulit
subkutan. Tetapi masih hanya melibatkan
individu folikel. Furuncles terjadi terutama
pada laki-laki muda. DM dan obesitas adalah
faktor-faktor pengaruh lain. Staphylococcus
penyebab paling umum.
Carbuncles sebagai
semua karakteristik dari
furuncles, namun
carbuncle lebih besar dan
melibatkan beberapa
folikel yang berdekatan
dan dapat
memperpanjang ke dalam
lemak subkutan.
Carbuncles paling sering
terjadi pada penderita
diabetes dan cenderung
pada leher dan punggung
Epidemio ogi/
Etiologi
Folikulitis adalah reaksi
inflamasi lemah melibatkan
folikel rambut. Yang paling
akrab dari folikulitis adalah
jerawat, hal ini dapat
menular disebabkan oleh
mikroorganisme seperti
staphylococcus aureus,
pseudomonas dan candida.
Itu juga kadang disebabkan
secara kimiawi.
Presentasi dan
diagnosis
Folikulitis ditandai dengan
Furuncles paling sering terkena pada wajah,
Ini lebih besar dari pada
popula kecil, gatal,
leher, ketiak, dan pantat. Furuncle biasanya
furuncle dan
erythematosus. Lokasi lesi
dimulai sebagai nodul kecil, merah tender
menyakitkan. Semua
dan riwayat pasien paling
menjadi menyakitkan dan berjerawat.
carbuncles dan furuncles
sering diperlukan dalam
Biasanya furuncle akan secara cepat
yang besar atau dikaitkan
diagnosis folikulitis.
bernanah, menyembuhkan dan
dengan selulitis atau
Sementara popula mungkin
meninggalkan bekas luka kecil.
demam memerlukan
berkumpul dan gram noda
irisan dan pengeluaran
atau noda kalium hidroksida
cairan untuk
yang dilakukan untuk
menyembuhkan.
membantu menetukan
penyebab, umumnya tidak
diperlukan karena folikulitis
sering sembuh secara
spontan dalam beberapa hari
Tujuan terapi untuk folikulitis, furuncle, dan carbuncles adalah resolusi tanpa infeksi atau minimal
menghilangkan. Tujuan sekunder terapi untuk furuncle dan carbuncles adalah untuk meminimalkan resiko
endokarditis atau hasil osteomyelitis dengan mengurangi invasi aliran darah.
❶ Kompres dengan air
Furuncles lembab dan panas di indikasikan
Irisan dan pengeluaran
hangat umumnya cukup
untuk mengeluarkan cairan. Furuncles yang
cairan
besar memerlukan irisan dan penghilangan
cairan.
Hasil yang
diinginkan
Pengobatan non
farmakologi
Pengobatan
farmakologi
❷ Antibiotik topikal atau
salep anti jamur dapat
digunakan untuk
mengontrol penyebaran
infeksi tapi umumnya
tidak perlu. Untuk
staphylococcus
folikulitis, salep antibiotik
seperti mupirocin
mungkin diberikan sehari
tiga kali. Sampo
antijamur dapat
digunakan untuk
dermatofit.
Carbuncles dan furuncles yang sekitar selulitis dan demam atau garis
tengah terletak pada wajah, harus diperlakukan secara sistemik dengan
antibiotik yang akan menutupi staphylococcus, seperti dicloxacillin,
sefaleksin, atau erytromicyn. Pengobatan harus terus sampai peradangan
akut telah teratasi, biasanya 5-10 hari saja.
Pengobatan
Pengobatan Farmakologi
Dalam kasus sederhana, terapi antibiotik oral
dengan amoxicillin atau sefalosforin generasi
pertama
untuk
mencegah
perkembangan
lymphangitis. Klindamisin dapat digunakan jika
pasien signifikan memiliki alergi B-laktam,
antiobiotik intravena (penisilin-stabil penisilin,
sefalosforin generasi pertama) atau klindamisindan
perawatan di rumah sakit diperlukan untuk pasien
dengan gejala sakit yang sistemik atau bacteremia.
SELULITIS DAN ERYSIPELAS
Epidemiologi dan Etiologi
Selulitis dan erisipelas adalah infeksi bakteri pada
kulit. Meskipun terpisah, ada beberapa kesulitan klinis
dalam membedakan keduanya. ❸❹ Selulitis adalah
infeksi bakteri pada kulit dan jaringan subkutan,
sedangkan erisipelas adalah infeksi yang lebih dangkal
pada permukaan kulit dan permukaan hati. Meskipun
keduanya dapat terjadi pada setiap bagian tubuh,
sekitar 90% dari infeksi terjadi pada kaki. 7.5% kasus
lainnya terjadi pada wajah atau lengan. Erisipelas
paling umum terjadi pada usia muda dan orang tua.
Biasanya, kedua infeksi ini terjadi setelah ada
kerusakan
pada kulit, dihasilkan dari trauma,
pembedahan, ulserasi, luka bakar, infeksi tinea atau
gangguan kulit lainnya.
Namun, mungkin terjadi setelah kerusakan
pada kulit, dan kulit bisa tampak utuh sebelumnya.
Dalam kasus yang jarang, selulitis berkembang dari
darah atau dari jaringan yang berdekatan yang
terpapar bakteri patogen.5,10
Etiologi mikroorganisme bervariasi menurut
daerah yang terinfeksi, faktor host, dan eksposur. ❹
Sebaliknya pada orang dewasa sehat, S. Aureus dan GAS
adalah bakteri penyebab yang paling umum. ❸ GAS
adalah patogen penyebab kira-kira 65% pada kasus
erisipelas.9 ❹ Orang-orang yang memiliki kekebalan
tubuh rendah, atau menggunakan narkoba suntik
beresiko terinfeksi selulitis polymikrobial.
Persentasi Klinis dan Diagnosis
Manifestasi
dan
kriteria
diagnostik
erisipelas dan selulitis disajikan dalam tabel 70-2.
Setelah didiagnosis, selulitis dikelompokan ke dalam
presentasi sederhana atau rumit tergantung pada
karakteristik pasien dan tingkat keparahan
leukocytosis, dan hipotensi).
Pasien dengan kekebalan tubuh lemah,
bacteremik, atau pembuluh darah yang tidak lancar;
dapat mengalami beberapa infeksi bakteri;
atau selulitis dapat
menyebar
dengan
cepat
melibatkan area yang luas pada tubuh, atau kronis.
Seseorang
yang
mengalami
komplikasi
selulitis sering dirawat di rumah sakit dan memerlukan
antibiotik intravena.
Sebaliknya, selulitis yang digolongan tidak
komplikasi dapat diobati dengan antibiotik secara oral
pada pasien rawat jalan.
TABEL 70-2. Presentasi dari Erisipelas dan Cellulitis.
Gejala
Area terinfeksi digambarkan sebagai rasa nyeri atau
tender. Dalam kasus erysipelas, pasien mungkin
mengeluh nyeri seperti terbakar di tempat lesi.
Tanda-tanda
Baik Erisipelas dan selulitis ditandai dengan
penyebaran yang cepat dari kemerahan, edema dan
panas. Vesikel yang mengandung cairan bening
mungkin muncul pada kulit. Dapat terlihat limfangitis
dan daerah limfa denopati.
Perbedaan klinis yang penting antara erisipelas dan
selulitis :
 Pada Erisipelas, penyakit umum seperti
demam ringan dan flu kemudian berkembang
menjadi Lesi. Lesi berwarna merah api, tumbuh
disekitar kulit dan memiliki batas yang jelas
 Pada selulitis, lesi tidak meningkat dan memiliki
batas yang tidak jelas.
Tes laboratorium
Leukocytosis mungkin ada.
Kultur dan sensitivitas:
 Kultur Darah hanya positif sekitar 4% pada waktu
itu tetapi harus diperoleh untuk kasuskasus komplikasi. Kultur dariLesi menghasilkan
isolat organisme kurang dari 20% tetapi bisa juga
dipertimbangkan.
 Bisul dan jaringan debrided, jika
dapat diperoleh, dapat dibiakan
dan akan menghasilkan organisme
penyebab hingga 90% dari waktu.
Studi gambaran
Gambaran
studi dapat mengidentifikasi pembentukan
abses, gas dalam jaringan lunak, atau osteomielitis
Komplikasi Selulitis
Patogen
penyebab selulitis dapat masuk
melalui sirkulasi, menyebabkan bakteremia dan
kadang-kadang sepsis. Kematian akibat komplikasi
selulitis yang dirawat di rumah sakit sekitar 5%. Pasien
dengan beberapa kondisi komorbiditas, gagal jantung
kongesti, atau obesitas berat cenderung memiliki
resiko yang lebih tinggi. Jika lingkar dari ektremitas
mengalami selulitis, gejala menjadi mengkhawatirkan,
dan konsultasi operasi mungkin dibutuhkan.
Perkembangan selulitis dapat berkembang pada
necroting fasciitis, dimana suatu kondisi yang
mengancam jiwa yang akan di bahas dalam bab ini.13
Selulitis yang kembali berkembang dapat
menimbulkan masalah. Sekitar 30% pasien dirawat di
rumah sakit dengan selulitis akan
kembali
berkembang dalam 3 tahun. Isufisiensi Pembuluh
darah dan limfatik meningkatkan risiko kekambuhan
Pengobatan
Hasil yang diinginkan
Tujuan terapi untuk selulitis dan erysipelas yang cepat
dan berhasil memberantas infeksi dan mencegah
komplikasi.
Pengobatan Non Farmakologi
Pengobatan non farmakologi meliputi mengangkat
dan melumpuhkan anggota tubuh yang terlibat untuk
mengurangi
pembengkakan.
Untuk
selulitis, pemakaian
garam steril seharusnya
digunakan pada setiap lesi yang terbuka
untuk membersihkannya dari
bahan purulen.
Bedah debridemen biasanya diindikasikan untuk infek
si yang berat. Jika ada abses, pengeringan sangat
penting dilakukan untuk mencapai kesembuhan klinis.
Pengobatan Farmakologi
❸ Penisillin adalah pengobatan pilihan untuk erysipelas.
Dalam kasus yang tidak komplikasi 5 – 10 hari efektif
untuk pengobatan. Agen lain yang dapat digunakan
untuk pengobatan seperti klindamisin, eritromisin,
sefaleksin dan dicloxacillin.
❺ Saat ini, 𝝱-laktam aktif melawan penicillinase yang
memproduksi strain s. aureus (umumnya dikenal
sebagai methicillin-sensitif s. aureus atau MSSA) adalah
obat pilihan untuk bakteri selulitis akut.10 ❻ Namun,
meningkat dengan cepat prevalensi penyebab selulitis
oleh kelompok methicillin-resistant s. aureus (CAMRSA). Pengobatan infeksi ini bermasalah untuk
organisme yang resitensi terhadap banyak antibiotik
dan aktif melawan gen yang diberikan secara oral.14
❻ CA-MRSA dapat dibedakan dari asosiasi
kesehatan MRSA (HA-MRSA) dengan perbedaan
genetik, populasi inang, pola kerentanan obat dan
produksi racun. Sementara HA-MRSA dikaitkan
dengan faktor-faktor risiko (penggunaan antimikroba,
pemasangan kateter, tekanan luka operasi atau
dialisis), faktor risiko untuk CA-MRSA tidak stabil
dengan baik.14
CA-MRSA rentan terhadap beberapa antibiotik
dari pada HA-MRSA, seperti HA-MRSA, CA-MRSA
biasanya sensitif terhadap vankomisin, linezolid,
daptomycin, tigecycline dan quinupristin/dalfopristin,
tetapi juga mungkin sensitif untuk klindamisin,
doksisilin, minocycline dan atau trimethoprimsulfametoksazol (TMP-SMX).14
Dari empat agen terakhir, klindamisin memiliki
beberapa data yang paling mendukung untuk
digunakan. Namun, dokter harus menyadari bahwa
klindamisin resisten jika di induksi. Untuk isolate CAMRSA resisten terhadap eritromisin tapi sensitif
terhadap klindamisin, analisis laboratorium tambahan,
yang dikenal sebagai eritromisin-klindamisin D-zone
test, ini dilakukan untuk menilai induksi resisten
klindamisin.15 Isolat dari test zona-D menunjukan
resitense harusnya tidak diobati dengan klindamisin.
Berkaitan dengan efektifitas klinis TMP-SMX
dan tetrasiklin, bukti penelitian mendukung
penggunaan pengobatan CA-MRSA selulitis.Namun,
besar kemungkinan, penelitian terkontrol yang
diperlukan untuk mengkonfirmasi tempat terapi.16,17
Akhirnya, CA-MRSA menghasilkan virulen
panton-valentine
racun
leucocidi
yang
menghancurkan
peningkatan leukosit, menyebabkan kerusakan
jaringan yang parah dan nekrosis, dan telah dikaitkan
dengan necrotizing infeksi kulit dan pneumonia.
Selain menjadi risiko staphilokokus dan streptokokus
selulitis, pasien dengan kekebalan tubuh lemah juga
beresiko terhadap penyakit yang disebabkan oleh
resisten dari gram negatif, anaerob dan organisme
virulensi rendah (yaitu, s. epidermis). Secara empiris
antimikroba spectrum luas termasuk resisten
terhadap organisme seperti HA-MRSA dan
Pseudomonas spp. Untuk selulitis yang parah dan atau
penyakit sistemik. Secara klinis harus rutin untuk
mengisolasi penyebab masing-masing pathogen.
Penggunaan narkoba suntik mempermudah orang
untuk terkena polymicrobial selulitis. Lengan adalah
daerah antecubital yang biasanya tempat terkena
infeksi.S. aureus yang paling umum, sering berkaitan
dengan pembentukan abses. Karena beberapa
pengguna obat suntik jarumnya belum dibersihkan.
Kadang-kadang Candida spp terisolasi dan pasien
mungkin membutuhkan terapi antifungi.
Tabel 70-3 mencantumkan beberapa antibiotik
yang direkomendasikan untuk pengobatan selulitis.
Durasi terapi untuk selulitis yang tidak komplikasi
biasanya berkisar 7-10 hari. Untuk komplikasi seulitis,
mulai terapi dengan terapi antibiotik intravena dan
beralih ke oral setelah pasien sudah tidak demam dan
ruam kulit. Biasanya hal ini dilakukan setelah 3-5 hari.
Durasi lengkap terapi dapat berkisar dari 10-14 hari
dan lebih lama lagi dalam kasus abses, jaringan
nekrosis, yang mendasari luka kulit atau terlibat juga
respon yang lambat dalam terapi.
TABEL 70-3 Terapi Empirik Antimikroba untuk Selullitis
Faktor Host
Asalnya sehat
Pengguna
Narkoba
suntik
Bakteri penyebab
MSSA
GAS
CA-MRSA
MSSA
GAS
Gram negatif
Bakteri anaerob
CA-MRSA
Terapi infeksi ringan
(terapi antibiotik oral)
Dicloxacillin 500mg tiap 6 jam
Cephalexin 500 mg tiap 6 jam
Clindamycin 300 mg tiap 6 jam
Doxycyclin 100 mg tiap 12 jam
Terapi infeksi berat
(terapi antibiotik IV)
Nafcillin 1-2 g tiap 4 jam
Cefazolin 1-2 g tiap 8 jam
Alergi thd PCNs:
Vancomycin 15mg/kgbb tiap 12njam
Clindamycin 600 mg tiap 8 jam
TMP-SMX 2,5mg/kgbb tiap 12 jam
Doxycyclin 100 mg tiap 12 jam
Linezolid 600 mg tiap 12 jam
Daptomycin 4mg/kgbb setiap harI
Amoxicillin-asam klavulanat 500 mg
tiap 8 jam
Fluoroquinolon + clindamycin 300 mg
tiap 6 jam
TMP-SMX DS 1-2 tablet tiap 12 jam+
clindamycin 300 mg tiap 6 jam
Ampicillin-sulbactam 3g tiap 6 jam
Piperacillin-tazobactam 3,375 g tiap
6 jam
Ceftriaxone 1 g sehari+ clindamycin
600 mg tiap 8 jam
Ertapenem 1g sehari
Kekebalan
tubuh lemah,
DM
MSSA
HA-MRSA
Gram negatif
Pseudomonan sp
Amoxicillin-clavanat 500 mg tiap 8 jam
Fluoroquinolon + clindamycin 300 mg
tiap 6 jam
Piperacillin-tazobactam 3,375-4,5
g tiap 6 jam
Imipenem -cilastatin 500 mg tiap
6 jam
Cefepime 2 g tiap 8-12 jam+
metronidazol 500 mg tiap 8 jam
Cefatazidime 2 g tiap 8 jam+
clindamycin 600 mg tiap 8 jam
Fluoroquinolon + clindamycin
600 mg tiap 8 jam
Tigecycline 100 mg, kemudian 50
mg tiap 12 jam.
a
Dosis diberikan kepada orang dewasa dengan fungsi ginjal normal. Terapi IV bisa diganti ke terapi oral ketika pasien
sudah ada perubahan
b
Data klinis yang terbatas menunjukan untuk perawatan infeksi MRSA
c
Isolat CA-MRSA yang resisten terhadap eritromisin seharusnya dievaluasi untuk mencegah resisten terhadap
clindamycin
d
Jika CA-MRSA penyebabnya, regimen harus memasukan agen dengan aktivitas melawan bakteri ini.
e
Jika HA-MRSA penyebabnya, regimen harus memasukan vancomisin, daptomisin, linzolid atau tigecyclin
f
Ciprofloxacin dan levofloxacin memperlihatkan aktivitas menghambat psudomonas aeroginosa
g
Pseudomonas aeroginosa biasanya rentan terhadap obat ini
NECROTIZING FASCIITIS
Studi Kasus Pasien, Bagian 1
Seorang pria berusia 56 tahun datang ke unit gawat
darurat dengan mengeluh sakit pada kaki kanan
bawah dan timbul kemerahan. Dengan melihat
keadaan kakinya, anda mengetahui bahwa ia
menderita eritema dan edema pada pergelangan
kakinya hingga ke proksimal tibia. Daerah tersebut
terasa hangat. Pasien menyatakan kemerahan
tersebut ada sekitar 2 hari lalu. Dia merasakan demam
mulai dari 48 jam sebelumnya, tetapi ia tidak
memeriksakan suhu tubuhnya. DIa tidak merasakan
gejala lain. Ia menyatakan bahwa ia menabrak bingai
tempat tidur minggu lalu dan kemudian memar, tetapi
tidak ada kerusakan yang jelas pada kulit. Tanda-tanda
vitalnya suhu, suhu tubuh pasie 38,3⁰C, denyut nadi
120 ketukan per menit, tekanan darah 110/72 mmHg,
dan laju pernapasan 20 kali per menit. Dokter
mendiagnosis pasien ini mengidap selulitis.
 Manifestasi klinis apa yang menunjukkan
seseorang terkena selulitis
 Informasi tambahan apa yang ada butuhkan
sebelum membuat rencana terapi untuk pasien ini?
Epidemiologi dan Etiologi
Necrotizing fasciitis adalah infeksi luar biasa, cepat
progresif, mengancam kehidupan, infeksi ini terjadi
pada jaringan subkutan dan fasia.Terjadi sekitar 25%
dan hampir 70% pada pasien yang datang dengan
mengalami syok septik.
NF dapat menjangkit pada semua kelompok umur.
Meskipun risiko nf lebih tinggi pada pasien dengan
penyakit yang mendasari (khususnya diabetes,
alkoholisme, penyakit jantung, dan penyakit jantung
perifer), host yang sehat pun dapat mengalami infeksi
seperti yang lain.
NF biasanya terjadi setelah trauma awal, yang dapat
bermula dari abrasi kecil yang kemudian menjadi luka
dalam. Infeksi mulai dalam fasia, dimana bakteri
mereplikasi dan melepaskan racun yang memfasilitasi
penyebarannya.
Ada dua tipe NF, dibedakan oleh mikrobiologi,
sumber, dan tingkat keparahan penyakit. Tipe 1 (70%
kasus) oleh polymicrobial dan biasanya melibatkan
bakteri
anaerob
(yaitu
bacteroides
atau
peptostreptococus), anaerob fakultatif (yaitu βhemolityc streptokokus), dan enterobacteriaceace
(misalnya E.coli, enterobacter, atau klebsiella). Infeksi
tipe 1: setelah pembedahan atau luka dalam yang
melibatkan usus; ulkus decubitous, perianal atau
infeksi vulvoganial; atau dari tempat suntikan pada
pengguna narkoba suntik.
NF tipe 2 umumnya infeksi monomicrobial
disebabkan oleh invasif GAS.kadang-kadang S. aureus
terlibat. tipe 2 sering terjadi setelah trauma kecil,
seperti gigitan serangga atau lecet. Hal ini lebih parah
dari pada tipe 1 karena strain GAS invasive
menghasilkan racun yang menyebabkan eritema,
toksisitas sistemik, kegagalan organ dan syok.
Studi Kasus Pasien, Bagian 2: Sejarah
Pengobatan, Pemeriksaan Fisik dan
Tes Diagnosa
PMH
Hipertensi. Ia tidak menyadari ada penyakit lain
FH
Ayah terserang stroke pada usia 72 tahun. Ibu, usia
79, hidup dengan diabetes dan sejarah kanker
payudara. Saudara laki-laki, umur 59, masih hidup dan
sehat.
SH
bekerja sebagai dosen. menikah, mempunyai 3 anak
yang sudah dewasa. Menyangkal penggunaan
tembakau/rokok. Minum sekitar 4 gelas anggur pada
akhir pekan. Menyangkal penggunaan obat-obatan
terlarang
Meds
atenolol 100 mg diberikan melalui mulut setiap hari,
beberapa vitamin 1 tablet (oral)setiap hari.
Alergi : tidak tahu alergi obat
ROS
(+) sakit dan bengkak pada kaki sebelah kanan;
(-) sakit kepala, sakit dada, sesak nafas, batuk, mual,
muntah, diare dan berat badan menurun
PE
 General: pasien tidak mengalami kerusakan yang
akut, berat badannya 72kg dan tingginya 5,9 kaki.
 Dada : kedua paru-paru bersih
 CV: Ritme pernafasan normal, tidak murmur,
sesak atau cepat
 Exts: Kaki kanan mengalami eritema dan edema
dari pergelangan kaki sampai ke bawah lutut.
Hangat disentuh.
Labs
Sel darah putih terhitung 17,3x
/µL, serum kreatin
0,8mg/dL (70,7 µmol/L)
Pasien didiagosa mengalami selulitis
 Bakteri apa yang paling mungkin menyebabkan
selulitis?
 Apa tujuan dari terapi pada pasien ini?
 intervensi non farmakologi apa yang anda
rekomendasikan?
 Terapi
antimikrobial
apa
yang
anda
rekomendrasikan Termasuk obat, dosis, rute
pemberian, interval dan durasi terapi?
 Bagaimana anda memonitor cara yang anda pilih
untuk keamanan dan khasiat?
 Jika angka MRSA di rumah sakit anda 75%
(kebanyakan CA-MRSA), akan kah anda merubah
rekomendasi pengobatan? Jika ya, bagaimana?
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Hasil pasien mengandalkan kemampuan klinis untuk
mengenali NF awal dalam perjalanan penyakit. Hal ini
sering sulit dibedakan karena awal penyakit
cenderung menjadi tidak dapat dibedakan secara
klinis dari selulitis.
Komplikasi
NF mungkin adalah SSTI paling dahsyat. Jika tidak
diobati, dapat menyerang otot-otot dan sirkulasi,
mengakibatkan myonecrosis dan mengalami shok
septik. Separuh kasus NF disebabkan oleh GAS yang
disertai racun GAS seperti shock sindrom. Sindrom
dimediasi endotoksin, diwujudkan oleh disfungsi
hipotensi dan multiorgan, dan fatal dalam 30% sampai
70% dari mereka yang menderita. Amputasi diperlukan
hingga dalam 50% dari pasien dengan infeksi
ekstremitas. Disaat pasien pulih dari NF akut, ia
biasanya membutuhkan okulasi (penempelan kulit
dan atau otot dan rehabilitasi fisik yang konsekuen
tergantung pada jumlah dan jenis jaringan yang
dihapus selama intervensi bedah dan durasi tinggal
dirumah sakit.
Pengobatan
Hasil yang diinginkan
Tujuan terapi untuk NF termasuk pemberantasan dan
pengurangan terkait morbiditas dan mortilitas.
Pengobatan Non Farmakologi
❼ Setelah Resusitasi dan stabilisasi
hemodinamik, intervensi bedah yang tepat adalah
kunci dalam perawatan NF. Operasi tertunda
meningkatkan
mortilitas.
Beberapa
dokter
merekomendasikan oksigen hiperbrik (HBO) sebagai
perawatan tambahan NF, meskipun penggunaannya
kontoversial. Data klinikal mendukung penggunaan
HBO di NF tidak konsisten, dengan beberapa uji
menampilkan hasil menguranginya tingkat kematian
dan yang lainnya menunjukan tidak ada manfaat.
TABEL 70-4 Presentasi dari Necrotizing Facitis
Gejala
Awal : Sakit parah yang tidak proporsional padat anda
klinis dan melampaui batas daerah yang terinfeksi.
Terlambat : area menjadi mati rasa otot dan saraf
mengalami kekusutan.
Tanda –tanda
Awal : erythematous kulit, edema, dan demam;
presentasi klinis ini mirip dengan selulitis.
Menengah (dalam 24-48 jam) menunjukkan iskemia
gelembung dan lepuhan kulit dan jaringan yang parah.
Terlambat : kulit menjadi lembayung dan menjadi
gangren;
Gelembung hemoragik mungkin ada. septic shock
mungkin terjadi
Tes laboratorium
Leukositosis, trombositopenia dan peninggian serum
kreatin mungkin ada
Spesimen Jaringan dalam yang diperoleh selama
bedah irigasi dan harus dikirim untuk pewarnaan
noda, gram, dan sensitivitas
Gambaran Studi
MRI dan CT scan dapat menunjukan cairan dan gas
disepanjang fasia.
Biasanya gambaran studi dihindari ketika membuat
diagnosis, karena dapat menunda intervensi bedah
dan peningkatan mortalitas.
Pengobatan Farmakologi
❼ Terapi IV antibiotic spectrum luas harus
segera diberikan pada pasien dengan NF terlepas dari
jenis yang dicurigai. Inhibitor β-laktam / β-laktamase
atau carbapenem dosis tinggi yang sering digunakan
dalam kombinasi dengan klindamisin. Meskipun agen
terakhir ini aktif terhadap gram positif aerob dan
anaerob. Klindamisin masih harus ditambahkan untuk
mengurangi produksi toksin bakteri sehingga
membatasi kerusakan jaringan.
Jika GAS diidentifikasi sebagai organisme
penyebab tunggal dari dalam kultur jaringan,
antimikroba dapat dipersempit ke dosis tinggi
penisilin G IVditambah klindamisin. Terapi antibiotik
harus dilanjutkan sampai operasi tidak diperlukan,
pasien menampilkan peningkatan klinis yang
substansial, dan untuk setidaknya demam telah
mereda 48-72 jam.3
MYONECROSIS CLOSTRIDIAL
Infeksi kulit dan jaringan lunak penting lainnya adalah
myonecrosis clostridial (gas gangrene). Myonecrosis
clostridial dapat berkembang secara spontan tetapi
paling sering terjadi setelah trauma, Clostridium
perfringens penyebab pathogen paling umum.
Daerah yang terinfeksi awalnya mungkin
tegang, menyakitkan dan pucat.Warna berubah
dengan cepat menjadi merah tua dan kemudian
keunguan.Gelembung berisi cairan biru kemerahan
muncul.Gas dalam jaringan serentakmuncul dan
terdeteksi oleh pencitraan atau krepitus.Infeksi
dengan cepat menjadi sistemik, dan pasien mungkin
shock dan dengan kegagalan organ ganda,
pengelolaan myonecrosis clostridial, seperti NF,
memerlukan bedah dan antibiotik agresif yang tepat,
umumnya penisilin dosis tinggi ditambah klindamisin.5
INFEKSI DIABETES KAKI
Epidemiologi dan Etiologi
Ulkus kaki dan infeksi yang terkait yang paling umum,
parah dan komplikasi pada diabetes mellitus (DM).
Lima belas persen dari semua pasien dengan DM
setidaknya terjadi satu ulkus kaki, mengakibatkan
pengeluaran untuk kesehatan di Inggris sekitar $9
milliar per tahun.26,27 Diabetes pada kaki dan luka
sangat rentan terhadap infeksi.Terkait kulit, jaringan
lunak dan infeksi tulang terhitung 25% dari semua yang
terkait DM dirawat inap. Lebih dari setengah amputasi
kaki non traumatik disebabkan oleh infeksi diabetik
foot; (80.000) LEA setiap tahun di amputasi di Negara
barat di Amerika Serikat.
Patofisiologi
❽ Pathogenesis infeksi diabetic foot berasal
dari 3 faktor kunci: neuropathi, angiopathi, dan
imunopathi. Neuropathi merupakan factor resiko yang
paling menonjol untuk diabetes ulkus kaki, terjadi
ketika kadar glukosa naik terus menerus sehingga
merusak motor, otonom, dan saraf sensorik.
Kerusakan dalam saraf motorik yang memberikan
intrinsik kecil pada otot-otot dari kaki penyebab
deformasi, mengakibatkan keseimbangan otot
diubah, ketidaknormalan daerah karena tekanan pada
jaringan dan tulang, dan luka yang berulang.
Kerusakan dalam saraf otonom mengakibatkan darah
langsung di komunikasi ke arteriol, sehingga
menurunkan aliran darah kapiler. Sekresi keringat dan
minyak berkurang, produksi kulit kering yang retak
lebih rentan terhadap infeksi. Akhirnya kerusakan
pada saraf sensorik mengakibatkan hilangnya sensasi
pada kulit, sehingga pasien menjadi tidak menyadari
cedera atau ulserasi.
Angiophati
pembuluh
darah
besar
(makroangiophati) dan kecil (mikroangiophati) juga
merupakan akibat dari kadar gula darah tinggi.
Angiophati mengakibatkan kerusakan kulit dan
iskemia.
Akhirnya orang dengan diabetes mengalami
perubahan fungsi kekebalan tubuh yang cenderung
rentan terhadap infeksi. Meskipun respon imun
humoral mereka tetap utuh, fungsi leukosit
diperantarai dalam sel imunitas terganggu dan
penyakit kurang terkontrol. Menjaga dan memelihara
kadar glukosa darah dapat mengembalikan sebagian
atau seluruh immunopathy diabetes.
Orang yang terinfeksi ulkus diabetes kaki biasanya
mengandung banyak mikroorganisme. ❽ Gram positif
kokus aerob, seperti S. aureus dan b-hemolitik
streptokokus, merupakan penyebab yang dominan
pada ulkus diabetes kaki akut. Namun, terinfeksi kronis
dapat menyebabkan infeksi polimikrobial. Dokter
harus mencurigai keterlibatan bakteri gram negative
(Enterobakteri dan P. aeruginosa) dan mungkin
virulensi patogen rendah (termasuk enterococci dan
S. epidermidis) pada luka nekrotik kronis. Nekrotik
atau luka berkelemayuh berbau busuk juga sering
terinfeksi bakteri anaerob. Pasien baru saja dirawat
dirumah sakit atau diobati dengan antibiotik spectrum
luas beresiko untuk terinfeksi organisme yang resisten
antibiotik, termasuk MRSA dan resisten vancomycin
resistant enterococci (VRE).
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Tidak semua ulkus diabetes kaki terinfeksi. Namun,
infeksi seringkali sulit untuk dideteksi ketika respon
perfusi dan inflamasi terbatas pada pasien diabetes.
Tanda dan gejala umum (yaitu, rasa sakit, eritema, dan
edema) pada infeksi mugkin tidak ada. Namun,
diagnosis infeksi dari diabetes kaki sebagian besar
bergantung pada evaluasi klinis.
Cairan nanah dari ulkus merupakan indikasi
infeksi. Ketika gejala inflamasi dan nanah tidak ada,
dokter harus cerdas untuk memilih yang lebih baik. Ini
termasuk
penyembuhan
yang
tertunda,
meningkatkan ukuran lesi, produksi eksudat
berkepanjangan, bau tak sedap, dan kerapuhan
jaringan. Jaringan granulasi abnormal juga mungkin
ada, yang dibuktikan dengan perubahan warna (dari
merah terang ke merah gelap, coklat atau abu-abu)
dan meningkatkan perdarahan. Osteomyelitis atau
kemampuan pada tulang diindikasikan untuk
menyelidiki ulkus.
Infeksi diabetes kaki diklasifikasikan menjadi
empat kategori berdasarkan presentasi klinis yang
menggunakan skala PEDIS: Perfusion (perfusi),
Extent/size (batas ukuran), Depth/tissue loss
(kedalaman jaringan), Infection (infeksi), Sensation
(sensasi). Kelas 1 menandakan tidak ada infeksi; kelas
2 keterlibatan kulit dan jaringan subkutan saja; kelas 3
selulitis luas atau infeksi lebih dalam; dan kelas 4
sindrom respon inflamasi sistemik. Kelas 2 infeksi
diklasifikasikan sebagai infeksi yang tidak mengancam
anggota tubuh, sedangkan kelas 3 dan 4 infeksi yang
mengancam anggota tubuh. Table 70-5 menyediakan
informasi rinci mengenai kelas.
Gambaran studi, seperti sinar x dan magnetic
resonance imaging (MRI) dapat mengidentifikasi
osteomyelitis. Kultur darah diperoleh dari semua
pasien dengan tanda- tanda dan gejala peyakit
sistemik. Kultur jaringan dalam dapat membantu
untuk terapi langsung. Tulang juga dapat digunakan
untuk kultur dalam kasus osteomyelitis. Kultur
superfisial tidak dapat diandalkan dan harus dihindari.
lymphangitis,
gangren, dan
keterlibatan otot,
sendi atau tulang
Parah
4
Komplikasi
Penyebaran infeksi jaringan lunak dan osteomyelitis
yang sering komplikasi pertama berkembangnya
infeksi
diabetes
kaki.
Beberapa
pasien
mengembangkan bakterimia dan sepsis. Komplikasi
yang paling ditakuti dari terinfeksi ulkus kaki diabetik
adalah LEA. Pasien diabetes sekitar 40 kali lebih besar
memerlukan amputasi.34 Morbiditas dan mortalitas
tinggi setelah amputasi. Kematian berkisar antara 40%
sampai 80% setelah 5 tahun, umumnya sekunder
untuk kondisi komorbiditas, termasuk jantung dan
penyakit ginjal.28,30
Infeksi pada pasien
dengan toksisitas
sistemik atau
ketidakstabilan
metabolik
(misalnya, demam,
menggigil,
takikardia,
hipotensi,
kebingungan,
muntah,
leukositosis,
asidosis,
hiperglikemia
parah, atau
azotemia).
TABEL 70-5 Klasifikasi Klinis dari Infeksi kaki diabetes
Keparahan
Infeksi
Terinfeksi
Ringan
Sedangparah
Pedis Grade
1
2
3
Manifestasi Klinis
dari Infeksi
Luka bernanah atau
gejala inflamasi.
Setidaknya ada dua
manifestasi
peradangan
(bernanah atau
eritema, nyeri, nyeri
panas atau
indurasi), tetapi
setiap selulitis /
eritema meluas
tidak lebih dari 2 cm
di sekitar kaki.
Infeksi (seperti di
atas) pada pasien
baik yang secara
sistemik dan
metabolik stabil
tapi yang memiliki
setidaknya 1 dari
karakteristik
berikut: selulitis
meluas lebih besar
dari 2 cm, diikuti
Pengobatan
Hasil yang diinginkan
Tujuan terapi untuk infeksi kaki pada diabetik adalah
pemberantasan infeksi dan menghindari hilangnya
jaringan lunak dan amputasi.
Pencegahan
Program perawatan kaki yang komprehensif dapat
mengurangi tingkat ulkus diabetes kaki dan LEA 45%
sampai 85%. Periodik pemeriksaan kaki dengan
pengujian monofilament dan pendidikan pasien
mengenai perawatan kaki yang tepat, control glikemik
yang optimal, dan berhenti merokok merupakan
strategi pencegahan. Alas kaki orthotic kustom dan
profilaksis bedah rekonstruksi kaki juga mungkin
efektif dalam mengurangi kejadian ulkus kaki.
Pengobatan Non Farmakologis
Pengobatan non farmakologi ulkus kaki diabetik
mungkin
termasuk
off-loading,
kimia
atau
debridement jaringan nekrotik, pembalut luka,
oksigen hiperbarik, pembuluh darah atau bedah
ortopedi, dan penggunaan setara kulit manusia.30
Pengobatan Farmakologi
Beratnya infeksi pasien, berdasarkan skala Pedis,
panduan pemilihan terapi antimikroba empiris.
Sementara kebanyakan pasien dengan kelas 2 infeksi
kaki diabetik dapat berobat rawat jalan dengan
menggunakan antibiotik oral, semua kelas 4 dan
banyak kelas 3 infeksi memerlukan rawat inap,
stabilisasi pasien, dan terapi antibiotik intravena
spektrum luas.
Beberapa pilihan antibiotik untuk pengobatan
infeksi luka diabetes. Tabel 70-6 memberikan dua
strategi yaitu pengobatan umum dan khusus, dan
rekomendasi antibiotik. Durasi terapi berkorelasi
dengan keparahan infeksi. Kelas 2 infeksi
membutuhkan 7 sampai 14 hari terapi, sedangkan
kelas 3 sampai 4 luka memerlukan jangka waktu
pengobatan 14-28 hari. Jika ada osteomyelitis,
pengobatan harus terus menerus selama minimal 4
minggu.
TABEL 70-6 Pengobatan Farmakologi Empiris dari Infeksi Kaki Diabetes
Keparahan
Infeksi
PEDIS
Grade
Pendekatan Umum untuk
Pengobatan Farmakologi Empiris
Contoh Empiris Regimens
Terinfeksi
1
Tidak ada. Hindari mengobati terinfeksi ulkus
kaki diabetik
Tidak berlaku
Ringan
.
2
Sedang
sampai
parah.
3–4
Oral: spektrum sempit terapi antibiotik
dengan aktivitas terhadap Staphylococcus
aureus dan spesies streptokokus Sertakan
cakupan untuk MRSA (HA atau CA-MRSA)
sesuai dengan sejarah dan ketahanan pasien
Parenteral, terapi antibiotik spektrum luas.
Umumnya pilih obat dengan aktivitas
terhadap bakteri gram positif, gram negatif,
dan bakteri anaerob (terutama jika luka
berbau busuk). Termasuk cakupan untuk
MRSA (HA atau CA MRSA menurut riwayat
penyakit pasien)
MRSA tidak dicurigai: Sefaleksin oral
500 mg setiap 6 jam, dicloxacillin oral
500 mg setiap 6 jam HA-MRSA dicurigai:
Linezolid oral 600 mg setiap 12 jam .
Vankomisin 1 g IV setiap 12 jam
Ceftriaxone IV 2 g sehari + clindamycin
600 mg IV setiap 8 jam
Piperacillin-tazobactam IV 3.375–4.5 g
setiap 6 jam
Imipenem-cilastatin 500 mg IV setiap 6
jam
Ceftazidime 2 g IV + clindamycin 600 mg
IV setiap 8 jam
Fluoroquinoloned + clindamycin 600 mg
IV setiap 8 jam
Tigecycline 100 mg IV, 50 mg setiap 12
jam
Jika dicurigai MRSA: vankomisin,
linezolid, daptomycin, dalfopristin /
quinupristin ditunjukkan, selain gramnegatif dan cakupan anaerob seperti
yang dipersyaratkan. Tigecycline sesuai
sebagai monotherapi.
a
Dosis diberikan adalah untuk orang dewasa dengan fungsi ginjal normal.
CA-MRSA isolate resisten terhadap eritromisin harus dievaluasi untuk ketahanan klindamisin diinduksi.
c
Ciprofloxacin dan levoflloxacin aktif menghambat bakteri pseudomonas aeruginosa
d
Tigecycline saat ini tidak dianjurkan untuk pengobatan infeksi kaki diabetik
b
LUKA TEKANAN YANG TERINFEKSI
Epidemiologi dan Etiologi
Luka tekanan atau juga dikenal sebagai decobitous
ulcers atau luka baring. Hal ini mempengaruhi 1,5
hingga 3 juta orang amerika pertahunnya. Biaya untuk
penyembuhan luka tekanan bisa dibilang besar,
dengan perkiraan terakhir berkisar dari 2000 dolar
sampai 70,000 dolar tiap lukanya. Meskipun
prevalensi luka tekanan tertinggi dalam fasilitas
pengobatan jangka panjang, 57% hingga 60% dari luka
tekanan yang baru sebenarnya terjadi di rumah sakit,
lebih umumnya pada pengobatan intensif dan pasien
orthopedik. Pasien lanjut usia dan mereka yang
mengalami masalah/luka urat syaraf tulang belakang
adalah yang paling beresiko.
Sakit karena tekanan luka kronis yang
dihasilkan dari tekanan terus menerus pada jaringan
yang melapisi penonjolan tulang. Tekanan ini
menghambat aliran darah ke dermis dan lemak
subkutaneus, mengakibatkan kerusakan jaringan dan
nekrosis.37,38
Sakit infeksi tekanan berkembang di integritas
kulit dan kontaminasi dari area yang dekat. Sakit
infeksi tekanan umumnya polymicrobial.
dengan kulit pada daerah yang berlawanan dari
tubuh. Pasien mungkin mengeluhkan rasa sakit atau
gatal di daerah kulit. Kulit berpigmen ringan: daerah
kulit yang terus-menerus memerah. Kulit berpigmen
berat: daerah kulit yang terus-menerus memerah, biru
atau ungu.
Tahap II
Hilangnya ketebalan kulit parsial pada epidermis dan
atau dermis. Gejala klinis ulserasi superfisial sebagai
abrasi, blister, atau lubang yang dangkal .
Tahap III
Hilangnya ketebalan kulit penuh yang melibatkan
kerusakan, atau nekrosis, jaringan subkutan yang
dapat memperpanjang ke fasia yang mendasarinya
dengan atau tanpa Merusak jaringan yang
berdekatan.
Tahap IV
Hilangnya ketebalan kulit penuh dengan kerusakan
atau nekrosis otot, tulang, atau struktur pendukung
(misalnya, tendon, sendi, atau kapsul). Dapat juga
merusak saluran sinus.
TABEL 70-8 Presentasi Luka Tekanan yang Terinfeksi
Presentasi Klinis dan Diagnosa
Diperkirakan 2/3 dari semua luka tekanan terjadi pada
tulang kemudi dan tumit. Sisanya terjadi pada
sebagian besar sikut, pergelangan kaki, trochanters,
ischia, lutut, tulang belikat, bahu, atau occiput. Luka
tekanan
dikelompokkan
berdasarkan
tingkat
kerusakan jaringan. Tingkatan luka tekanan
dipaparkan di tabel 70-7.
Berkembangnya bakteri pada luka tekanan
adalah hal yang umum. Karena infeksi mengganggu
proses
penyembuhan
luka
dan
mungkin
membutuhkan terapi antimikroba sistemik, dokter
harus bisa membedakan infeksi tersebut dari
perkembangan bakterinya. Tabel 70-8 menjelaskan
tentang presentasi klinis infeksi luka tekanan.
TABEL 70-7 Tahap Luka Tekanan
Tahap 1
Daerah yang terkena kulit akan terasa hangat (atau
dingin) dan Berawa (atau keras) bila dibandingkan
Gejala
Karena banyak pasien beresiko tinggi mengalami
mati rasa, maka rasa sakit bukanlah gejala
utamanya.
Tanda - tanda
Biasanya infeksi terdiagnosa saat eritema dan
edema ada pada sekitar kulit, daerah yang
bernanah, bau tak sedap, atau pada
penyembuhan luka yang terhambat.
Pasien dengan bacteremia dapat mengalami
demam, kedinginan, kebingungan dan/atau juga
hipotensi.
Tes Laboraturium
Kultur jaringan dapat membantu pengobatan
langsung. Tulang juga dapat digunakan untuk
kultur dalam kasus osteomyelitis. Superficial
kultur tidak dapat digunakan dan harus
dihindari.
Gambaran Studi
Penelitian visual seperti CT, MRI, atau scan
tulang, dapat digunakan untuk mendeteksi
osteomyelitis dan untuk menentukan kedalaman
serta tingkat kerusakan jaringan.
Komplikasi
Puluhan ribu orang Amerika, termasuk 1 dari setiap 12
orang anak
dengan cedera tulang belakang,
meninggal setiap tahun sebagai akibat dari komplikasi
yang berkaitan dengan luka tekanan. Kebanyakan
komplikasi infeksi. Yang paling umum adalah
osteomyelitis, yang muncul diperkirakan 38% dari
infeksi luka tekanan. Sedangkan yang jarang terjadi
adalah NF, clostridal myonecrosis, dan sepsis.
Pengobatan
Hasil yang di inginkan
Tujuan terapi untuk dekubitus yang terinfeksi
termasuk
resolusi
infeksi,
memberitahukan
penyembuhan luka, dan pembentukan pengendalian
infeksi yang efektif.
Pencegahan
❾ Pencegahan merupakan komponen yang
paling manusiawi dan hemat biaya dalam pengelolaan
dekubitus. Strategi pencegahan utama meliputi
pemantauan pasien berisiko tinggi, mengurangi kulit
terpapar
tekanan
dan
kelembaban,
dan
memberitahukan status gizi yang baik.
Pemantauan hati-hati dan perawatan pencegahan
dari pasien berisiko tinggi dapat mulai setelah pasien
diidentifikasi. Intrinsik, atau host terkait, faktor risiko
untuk pengembangan luka tekanan (Dekubitus)
termasuk usia lebih dari 75 tahun, mobilitas terbatas,
hilangnya sensasi, ketidaksadaran atau mengubah
rasa kesadaran, dan kekurangan gizi. Ekstrinsik, atau
lingkungan, faktor risiko termasuk tekanan, gesekan,
tegangan geser, dan kelembaban.
Berbalik dan reposisi pasien setidaknya setiap 2
jam dapat mengurangi tekanan kulit dan mencegah
dekubitus. Namun, karena tingkat perawatan yang tak
terjangkau di sebagian besar rumah sakit dan
perawatan di rumah, banyak sekali yang telah
mengurangi tekanan yang dihasilkan. Meskipun ini
dapat membantu untuk mengurangi tekanan pada
daerah yang rentan, tetapi tidak meniadakan
kebutuhan untuk perubahan posisi.
Mempertahankan kebersihan, lingkungan kering
dapat mencegah kulit kelelahan dan kerusakan
jaringan selanjutnya. Hal ini dapat.
TABEL 70-9 Terapi Antimikroba untuk Tekanan
Terinfeksi
Infeksi ringan
Infeksi sedang
(antibiotik topical
sampai berat
atau oral)
(Antibiotik
parenteral)
Topikal
Cefoxitin 1-2 g setiap 8
Sulfadiazin perak 1% cream
jam
Kombinasi salep antibiotik
Piperacilin-tazobactam
Oral
3,375-4,5 g setiap 6
Amoxicillin-clavulanat 500
jam
mg setiap 8 jam
Imipinem-cilastatin
Fluoroquinolon +
500 mg setiap 6
klindamisin 300 mg
jam
setiap 8 jam
Erlapenem 1 g sehari
Fluoroquinolon +
klindamisin 600
mg setiap 8 jam
MRSA suspected :
Mencakup vancomycin, daptomycin,
quinupristin/dalfopristin atau linezolid.
a
Dosis diberikan untuk orang dewasa dengan fungsi
ginjal yang normal.
b
Pseudomonas aeruginosa umumnya rentan terhadap
agen ini.
c
Ciprofloxacin dan aktivitas levofloxacin terhadap
Pseudomonas aeruginosa.
Diatasi dengan sering mengganti seprai dan kain,
pengeringan kulit secara menyeluruh setelah mandi,
dan pembuangan dari tinja atau urin dengan cepat.
Malnutrisi merupakan faktor risiko yang
signifikan tetapi reversibel. Diet protein tinggi telah
ditunjukkan
dalam
beberapa
studi
untuk
meningkatkan
penyembuhan luka pada pasien
dengan tekanan luka.
Pengobatan Non Farmakologis
Penekanan bantuan nutrisi yang cukup (diet tinggi
protein), dan debridement atau pembuangan cairan
abses adalah pengobatan non farmakologis.
Pengobatan Farmakologis
❾ Antibiotik sistemik diindikasikan untuk luka tekanan
terkait dengan menyebarkan selulitis, osteomyelitis,
atau
bakteremia.
Karena
infeksi
biasanya
polymicrobial, terapi antibiotik harus menargetkan
gram positif , gram - negatif, dan bakteri anaerob.
Lamanya pengobatan umumnya 10 sampai 14 hari,
kecuali ada osteomielitis.
Infeksi superfisial ringan, seperti yang hadir
secara klinis dengan tertunda penyembuhan luka
tertunda atau selulitis minimal, dapat diobati dengan
agen antimikroba topikal.37 Tabel 70-9 beberapa
antibiotik sistemik dan topikal yang sering digunakan.
TERINFEKSI LUKA GIGITTAN
Epidemiologi dan Etiologi
Lima puluh persen orang Amerika akan digigit oleh
binatang setidaknya sekali selama hidup mereka.
Meskipun sebagian besar dari cedera ini kecil, sekitar
20 % akan memerlukan perawatan medis.
Anjing menyebabkan sekitar 80 % dari semua
gigitan. Gigitan ini paling sering melibatkan
ekstremitas, dan anak – anak muda sangat
beresiko.Sekitar 15 % sampai 25 % dari gigitan anjing
menjadi infeksi.
Gigitan kucing adalah gigitan binatang yang
paling umum kedua, sebagian besar sering terjadi
pada wanita dan orang lanjut usia. Karena kucing
memiliki gigi yang panjang dan tipis yang
menyebabkan luka tusukan, gigitannya mungkin
dapat menyebabkan infeksi dari pada gigitan anjing.
Sekitar 50 % dari gigitan kucing menjadi terinfeksi.43,44
Gigitan manusia yang ketiga yang paling umum
dan paling serius. Sebelum tersedianya antibiotik,
hingga 20 % mengakibatkan tingkat amputasi. Saat ini,
gigitan manusia terkait amputasi berada pada tingkat
5% , yang kedua membahayakan untuk infeksi
pembuluh darah dan komplikasi.
Ada dua jenis luka gigitan manusia. Cedera
oklusal ditimbulkan oleh gigitan yang sebenarnya,
sedangkan untuk kepalan tangan yang cedera akan
berlanjut ketika tangan seseorang tertutup mengenai
gigi orang lain. Kedua, khusus kepalan tangan lain
yang cedera cenderung untuk komplikasi infeksi.
Infeksi luka gigitan umumnya polymicrobial.
Rata-rata, lima spesies bakteri yang berbeda dapat
diisolasi dari infeksi luka gigitan hewan. Kedua flora
normal dari mulut penggigit dan kulit yang tergigitan
dapat mengakibatkan bakteriosasi. Bakteriologi yaitu
ilmu mengenai bakteri dari mulut kucing dan anjing
sangat mirip. Pasteurella multocida, merupakan
bakteri gram negatif aerob, yang merupakan salah
satu patogen utamanya , di isolasi lebih dari 50 % dari
anjing dan 75 %gigitan kucing . S. viridans merupakan
kultur bakteri yang ada pada gigitan manusia. Tabel
10-70 menyediakan data komprehensif dari luka
gigitan kucing, anjing , dan manusia.
TABEL 70-10 Etiologi dan Presentasi Luka Gigitan
yang Terinfeksi
Bakteri Patogen
Anjing dan kucing : Pasteurella multocida,
staphylococci, streptococci Moraxella spp . Eikenella
corrodens, Capnocytophagacanimorsus, Actinomyces,
Fusobacterium , Prevotella, dan Porphyromonas spp.
Manusia : Viridans streptococci, Staphylococcus aureus,
Eikenellacorrodens, Hemophilus influenzae, dan β laktamase -bakteri anaerob.
Tanda dan gejala
Timbulnya gejala-gejala infeksi biasanya 12-24 jam
setelah gigitan. Umumnya nyeri disekitar luka.
Eritema, edema , dan bernanah atau di sekitar luka
yang kering berbau busuk, hal ini merupakan
manifestasi dari luka yang terinfeksi. Pasien mungkin
mengalami demam. Jangkauan terbatas gerak
mungkin ada, terutama pada tangan yang tergigit.
Tes laboratorium
Leukositosis mungkin ada. Secara klinis harus menguji
anaerobik dan aerobik pada luka hanya jika secara
klinis luka yang terinfeksi akan muncul.
Gambaran studi
Sinar- X harus diperoleh jika gigitan pada tangan,
tulang atau sendi rusak, atau jika ada bendaatau gigi
yang diduga tertanam
Presentasi dan Diagnosis
Presentasi klinis terinfeksi luka gigitan disajikan pada
Tabel 70-10.
tulang dan sendi akan memerlukan jangka waktu
yang lebih lama terapi hingga 6 hari.
Rabies dan Tetanus
Komplikasi
Komplikasi terhadap luka gigitan terinfeksi termasuk
limfangitis, abses, septic arthritis, tenosinovitis, dan
osteomielitis. Gigitan ke tangan sangat rawan terjadi
komplikasi.
Pengobatan
Hasil yang diinginkan
Tujuan terapi untuk luka gigitan yang terinfeksi
penyembuhan infeksi cepat dan berhasil dan
pencegahan terkait komplikasi.
Pengobatan Non Farmakologis
Irigasi menyeluruh dengan normal saline adalah
langkah pertama dalam perawatan dari luka gigitan
terinfeksi.. Penutupan luka dapat dianjurkan,
terutama untuk luka wajah. Luka yang terinfeksi,
pada risiko tinggi untuk infeksi, atau lebih lama dari
24 jam harus dibiarkan terbuka karena penutupan ini
dapat menyebabkan komplikasi dan menular.
Pengobatan Farmakologis
Kebanyakan
luka gigitan memerlukan terapi
antibiotik hanya bila infeksi klinis. Namun, terapi
profilaksis direkomendasikan untuk luka pada risiko
tinggi untuk yang infeksi. Ini termasuk gigitan dari
manusia, tusukan yang dalam, gigitan pada tangan,
dan gigitan yang membutuhkan operasi bedah.
❾ Antibiotik yang paling efektif untuk
pengobatan (dan
profilaksis) infeksi gigitan-luka
manusia dan hewan adalah amoxicillin clavulanate.
Alternatif untuk pasien dengan alergi penisilin
signifikan termasuk baik fluorokuinolon atau TMPSMX dikombinasi dengan klindamisin. Doxycycline
juga dapat diresepkan. Durasi profilaksis dan
pengobatan umumnya masing-masing 3 sampai 5 dan
10 sampai 14 hari.
Jika luka dikaitkan dengan selulitis yang
signifikan dan edema, tanda-tanda infeksi sistemik,
atau kemungkinan keterlibatan sendi atau tulang,
rawat inap dan antibiotik IV (biasanya ampisilin
sulbaktam-3 g IV setiap 6 jam) harus dimulai. Infeksi
Pasien dengan luka gigitan hewan rabies mungkin
memerlukan prophylaxis.43,44 Jika gigitan tersebut
adalah dari kelelawar, binatang liar, hewan domestik
yang memiliki atau dicurigai memiliki rabies. Pasien
harus segera menerima vaksin rabies kekebalan
globulin.
Jika luka lebih besar dari 1 cm secara
mendalam berada dirisiko tetanus. Sebuah penguat
tetanus toksoid dan diptheria (Td) harus diberikan
kepada setiap pasien yang belum menerima satu di 5
tahun atau lebih. Sebuah Td dan tetanus immune
globulin adalah diindikasikan pada pasien yang belum
menerima sebelumnya.
HASIL EVALUASI
❿ Pasien yang menerima terapi antibiotik
untuk SSTIs membutuhkan pemantauan untuk khasiat
dan keamanan. Khasiat biasanya dimanifestasikan oleh
penurunan suhu,
jumlah sel darah putih,
eritema,edema, dan nyeri. Awalnya, tanda-tanda dan
gejala infeksi mungkin memperburuk karena toksin rilis
dari organisme tertentu (yaitu, GAS);
Namun, harus mulai untuk menyelesaikan dalam waktu
48 sampai 72 jam dari memulai pengobatan. Jika tidak
ada respon, atau infeksi memburuk setelah 3 hari
pertama antibiotik, lakukan evaluasi kembali pasien.
Respon berkurang mungkin karena tidak menular atau
diagnosis non bacterial, saat patogen tidak dapat
diatasi oleh terapi antibiotik, kepatuhan pasien
kurang, obat atau interaksi penyakit menyebabkan
penurunan penyerapan antibiotik atau meningkat
keparahan, immunodeficiency. ❿ Untuk menjamin
keamanan rejimen, dosis antibiotik sesuai dengan
fungsi ginjal dan hati dengan tepat, dan memantau
atau meminimalkan efek samping obat, reaksi alergi,
dan interaksi obat.
❿ Perawatan Pasien dan
Pemantauan
Memilih terapi antibiotik untuk SSTIs :
1. Untuk memilih antibiotik empiris yang paling
efektif agen (s) untuk SSTIs, meninjau berikut:
 Diagnosis
 Manifestasi klinis dan keparahan penyakit (untuk
menilai kebutuhan IV dibandingkan terapi oral)
 Riwayat penyakit dahulu (untuk menentukan
dugaan patogen)
 Kemampuan pasien untuk mematuhi rejimen
(jika rawat jalan pengobatan diindikasikan)
2. Untuk menjamin keamanan agen antibiotik yang
dipilih sebagai berikut :
 Saat ini obat (over the counter, resep dan
alternatif) untuk interaksi obat yang potensial
 Riwayat alergi obat dan efek samping
 Analisis laboratorium untuk memeriksa ginjal dan
fungsi hati
 Penyakir kronis atau kondisi akut yang bisa
diperburuk oeh agen antimikroba tertentu
 Tidak boleh diberikan (misalnya : pada kehamilan
dan anak-anak)
Pemantauan terapi antibiotik untuk SSTIs :
1. Pastikan bahwa terapi antimikroba efektif untuk :
 Tanda dan gejala local dan infeksi sistemik
 Menilai kepatuhan pasien
2. Pastikan bahwa terapi antimikroba aman dan
memantau obat yang digunakan
 Efek samping umum dan parah
 Interaksi obat

Pendidikan pasien tentang terapi antibiotik untuk
SSTIs :
1. Sangat penting untuk mengambil antibiotik seperti
yang ditentukan dan menyelesaikakan terapi
2. Jika tidak ada perbaikan gejala dalam waktu 3 hari
hubungi penyedia layanan kesehatan
3. Banyak antibiotik menyebabkan diare. Jika sudah
parah hubungi pelayanan kesehatan
4. Pertimbangan
inisiatif
kesehatan
untuk
meningkatkan penyembuhan luka, seperti berhenti
merokok dan mengontrol gula
SINGKATAN-SINGKATAN
CA-MRSA
DM
GAS
HA-MRSA
HBO
IDU
IV
LEA
MSSA
NF
SSTI
TMP-SMX
: Community Acquired Methicillin
Resistant S. Aureus
: Diabetes Melitus
: Group A Streptococcus (S. Pyogenes,
One Of The Β-Hemolytic Streptococci)
: Health Care–Associated MethicillinResistant S. Aureus
: Hyperbaric Oxygen
: Injection Drug User
: Intravenous
: Lower Extremity Amputation
: Methicillin-Sensitive S. Aureus
: Necrotizing Fasciitis
: Skin And Soft Tissue Infection
: Trimethoprim-Sulfamethoxazole
Daftar referensi dan pertanyaan penilaian diri dan
jawaban yang tersedia di
www.ChisholmPharmacotherapy.com
Masuk ke website:
www.pharmacotherapyprinciples.com
untuk informasi tentang memperoleh melanjutkan
kredit pendidikan untuk bab ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
Bower MG.Managing dog, cat, and human bite
wounds.Nurse Pract 2001;26(4):36–38, 41, 42, 45.
Burgess DS, Abate BJ.
selection. In: DiPiro JT,
Antimicrobial
regimen
Talbert RL, Yee GC, et al., eds. Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic
Approach.
6th
ed.New
York:McGraw-Hill; 2005:1909–1921.
Cunningham JD, Silver L, Rudikoff D. Necrotizing
fasciitis: a plea for early diagnosis and
treatment.Mount Sinai J Med 2001;68(4–5): 253–261.
Lipsky BA, Berendt AR, Deery G, et al. Diagnosis and
treatment of diabetic foot infections. Clin Infect Dis
2004;39:885–910.
Livesley NJ, Chow AW. Pressure ulcers in elderly
individuals. Clin Infect Dis 2002;35:1390–1396.
Luelmo-Aguilar J, Santandreu MS. Folliculitis:
Recognition and management. Am J Clin Dermatol
2004;5(5):301–310.
Rybak JM, LaPlante KL. Community-associated
methicillin-resistant Staphylococcus aureus: A review.
Pharmacotherapy 2005;25(1): 74–85.
Stevens DL, Bisno AL, Chambers HF, et al. Practice
guidelines for the diagnosis and management of skin
and soft tissue infections.
Clin Infect Dis 2005;41:1373–1406. Swartz MN. Clinical
practice: Cellulitis. New Engl J Med 2004; 350(9):904–
912.
Swartz MN, Pasternack MS. Cellulitis and
subcutaneous tissue infections. In: Mandell GL,
Bennett JE, Dolin R, eds. Principles and Practice of
Infectious Diseases. 6th ed. Philadelphia: Elsevier;
2005:1172–1193.
05 INFEKSI ENDOKARDITIS
Ronda L. Akins.
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Dapat membedakan penyebab dan perkembangan infektif endokarditis (IE).
Identifikasi presentasi klinis dan evaluasi laboratorium untuk IE.
Menilai kriteria diagnostik yang digunakan untuk mengevaluasi pasien yang diduga
menderita IE.
Dapat menjelaskan penyebab organisme yang paling mungkin dari IE, terutama pada
pasien populasi tertentu.
Mengembangkan rekomendasi pengobatan farmakologis yang tepat untuk pasien IE.
Menentukan populasi pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis, dan
membedakan rejimen obat yang tepat.
Menyusun rencana pemantauan untuk pasien dengan IE untuk menentukan
kemanjuran pengobatan dan membedakan efek samping.
KONSEP UTAMA
❶ Untuk mengembangkan infektif endokarditis,
diperlukan beberapa faktor. Faktor-faktor ini
melibatkan
perubahan
terhadap
permukaan
endokardium yang memungkinkan untuk ketetapan
bakteri dan infeksi akhirnya. Demam persisten
merupakan gejala yang paling umum terjadi pada
pasien IE.
❷ Kultur darah adalah tes laboratorium yang penting
untuk IE karena bakteremia terus menerus terjadi di
lebih dari 80% pasien. Tanpa hasil kultur darah,
pengobatan yang tepat akan sulit dibangun.
❸ Echocardiograms digunakan untuk mendeteksi
keberadaan
vegetasi.
Baik
Echocardiogram
Transthoracic
(TTE)
atau
Echocardiogram
Transesophegeal (TEE) dapat digunakan tergantung
karakteristik pasien tertentu.
❹ Memilih terapi antimikroba yang tepat sangat
penting untuk mencapai pembunuhan organisme
yang memadai.
❺ Pengobatan diperpanjang 4 sampai 6 minggu
(dalam banyak kasus) diperlukan untuk mencapai
kesembuhan yang memadai.
❻ Tujuan keseluruhan dari terapi adalah untuk
membasmi infeksi dan meminimalkan / mencegah
komplikasi.
❼ Dalam upaya untuk mencegah perkembangan IE,
bervariasi. Oleh karena itu, pada pasien dengan
profilaksis/pencegahan
umumnya
infeksi ini dapat terjadi pada setiap subspesialisasi
direkomendasikan untuk pasien dengan faktor risiko
medis (yaitu, obat-obatan, operasi, perawatan kritis,
tinggi.
dll)
pengobatan
❽ Pemantauan klinis pasien diperlukan untuk
menilai efektivitas terapi, mendeteksi potensi
pengembangan resistensi bakteri, dan menentukan
hasil
EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Meskipun IE menjadi infeksi yang cukup jarang,
di Amerika Serikat, ada sekitar 10.000 sampai 20.000
Infektif Endokarditis (IE) adalah infeksi serius
kasus baru setiap tahunnya, dan menyumbang IE
yang mempengaruhi lapisan dan katup jantung.
sekitar 1 kasus per 1.000 rumah sakit. Meskipun
Penyakit ini sebagian besar berhubungan dengan
jumlah yang tepat dari kasus seringkali sulit
infeksi pada katup jantung, atau mungkin juga pada
ditentukan karena untuk kriteria diagnostik dan
cacat septum. Infeksi juga terjadi pada pasien yang
metode
menggunakan alat bantu pada katup jantung atau
meningkat. IE sekarang dianggap penyebab utama
pengguna suntik narkoba (IVDUs). Bakteri adalah
keempat sindrom penyakit menular yang serius
penyebab utama dari IE; namun, jamur dan atipikal
mengikuti
organisme juga dapat menjadi pathogen.
intraabdominal sepsis. Pria lebih sering terkena
pelaporan
daripada
untuk
penyakit
urosepsis,
wanita
ini
pneumonia,
dengan
terus
dan
perbandingan
1,7:1.
Biasanya IE diklasifikasikan menjadi akut dan
Meskipun IE terjadi pada usia berapa pun, lebih dari
subakut. Perbedaan ini telah didasarkan pada
50% kasus terjadi pada pasien yang lebih dari 50
perkembangan dan keparahan penyakit. Penyakit
tahun. IE pada anak-anak jarang terjadi kecuali
akut lebih agresif, ditandai dengan demam tinggi,
mereka memiliki cacat struktural yang sering
jumlah sel darah putih tinggi (WBC), dan toksisitas
melibatkan
sistemik, dengan kematian terjadi dalam beberapa
berhubungan dengan kateter bakteremia. Dengan
hari sampai seminggu. Jenis IE akut sering
peningkatan penggunaan katup mekanik, prosthetic
disebabkan oleh organisme yang lebih mematikan,
valve endokarditis (PVE) sekarang menyumbang
terutama Staphylococcus aureus. Penyakit subakut
sekitar 7% sampai 25%. Pasien dengan IVDUs juga
biasanya disebabkan oleh organisme kurang ganas,
termasuk berisiko tinggi terhadap IE, dengan
seperti viridans streptococci, yang mana produksinya
perkiraan jumlah kasus 150-2000 per 100.000 orang
lebih lambat dan presentasi lebih lemah. Hal ini
per tahun. Selain itu, pasien lain yang berisiko tinggi
ditandai dengan kelemahan, kelelahan, tingkat
untuk IE termasuk pasien dengan cacat jantung
demam rendah, keringat malam, penurunan berat
bawaan atau struktural, termasuk penyakit katup;
badan, dan gejala nonspesifik lainnya, dengan
hemodialisis
kematian terjadi setelah beberapa bulan.
mellitus; kebersihan mulut yang buruk; endokarditis
Keberhasilan pengelolaan pasien dengan IE
didasarkan pada diagnosis yang tepat, pengobatan
perbaikan
dalam
bedah
jangka
atau
panjang;
yang
diabetes
sebelumnya; hypertrophic cardiomyopathy; dan
prolaps katup mitral dengan regurgitasi.
dengan terapi yang memadai, dan pemantauan
Meskipun hampir semua jenis organisme
komplikasi, efek samping, atau pengembangan
mampu menyebabkan IE, sebagian besar kasus
resistensi. Manajemen pengobatan dari IE yang
disebabkan oleh organisme gram positif (Tabel 71-1).
terbaik ditentukan melalui identifikasi organisme
Ini terutama terdiri dari streptococci, staphylococci,
penyebabnya.
dan enterococci. Pertimbangan gram negative,
Presentasi
klinis
dari
IE
telah
jamur,
dan
organisme atipikal
lainnya harus
berkolonisasi. Perubahan ini dapat disebabkan oleh
diperhitungkan, terutama pada populasi pasien
proses inflamasi seperti penyakit jantung rematik
tertentu.
atau cedera. Trombosit aliran darah turbulen dan
TABEL 71-1. Agen Etiologis Infektif Endokarditis
Agen
Presentase Kasus
Streptokokus
60-80
Kelompok viridian
30-40
Streptokokus
Streptokokus lainnya
15-25
Enterokokus
5-18
Staphylokokus
20-35
Koagulasi positif
10-27
Koagulasi negative
1-3
Basil aerob gram negative
1,5-13
Fungi
2-4
Bakteri lain-lain
<5
Infeksi Gagungan
1-2
Kultur Negatif
<5-24
Dicetak ulang dari Bayer AS, Scheld WM.,
fibrin yang terdeposit pada katup yang rusak,
membentuk endokarditis trombotik nonbakterial
(NBTE). Pada titik ini, bakteri melalui penyebaran
hematogen (yaitu, bakteremia) menempel dan
berkembang pada nidus, membentuk vegetasi.
Deposit lebih lanjut dari trombosit dan fibrin
menutupi bakteri, memberikan lapisan pelindung
yang
memungkinkan
untuk
pengembangan
lingkungan yang sesuai bagi vegetasi organisme
untuk terus berkembang, seringkali menghasilkan
kerapatan
organisme
dengan
9
nilai
koloni
10
pembentuk unit (CFU) 10 - 10 per gram.( Gambar
71-1)
Akuisisi PVE berbeda dalam tahap awal di
Endocarditis and Intravascular Infections Disease,
Vol 1-5th ed., p.870. Copyright © 2000, with
mana inokulasi langsung dapat terjadi selama
permission from Elsevier.
operasi bukannya melalui jalur hematogen. Katup
prostetik juga memiliki kecenderungan yang lebih
Studi Kasus Pasien, Bagian 1
besar untuk kolonisasi organisme dari katup asli.
Namun, pada akhir PVE, proses kolonisasi dan
formasi vegetasi mirip dengan katup asli IE, seperti
Seorang pria 56 tahun dengan riwayat diabetes dan
penyakit arteri koroner datang ke ruang gawat
darurat dengan keluhan kelemahan, demam, dan
menggigil. Pada wawancara pasien, Anda
memutuskan bahwa ia pergi ke dokter gigi sekitar 3
minggu yang lalu dan sejak saat itu telah kehilangan
5 lb. Pasien melaporkan bahwa gejala mulai sekitar 1
sampai 2 minggu yang lalu. Dia membantah adanya
penggunaan alkohol atau obat-obatan terlarang,
tetapi mengaku merokok sekitar 1/2 bungkus rokok
per hari.
• Informasi apa akan membuat Anda menduga IE?
• Apakah dia punya faktor risiko untuk IE?
• Apa informasi tambahan yang ingin Anda ketahui
sebelum memutuskan pengobatan empiris untuk
pasien ini?
yang dijelaskan sebelumnya. Biasanya, vegetasi
terletak di garis sepanjang penutupan katup pada
permukaan atrium katup atrioventrikular (trikuspid
dan mitral) atau pada permukaan ventrikel dari
katup semilunar (pulmonal dan aorta) (Gambar. 712).
Vegetasi dapat bervariasi secara signifikan
dalam ukuran dari hanya ukuran milimeter hingga
beberapa sentimeter dan mungkin massa tunggal
atau ganda. Seringkali kerusakan jaringan yang
mendasari terjadinya IE dan menyebabkan perforasi
leaflet katup atau pecahnya tendinae korda, septum
interventrikular, atau otot papiler. Abses cincin
katup
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
dapat
terjadi,
mengakibatkan
fistula
menembus ke dalam miokardium atau pericardial
sac, terutama dengan endokarditis staphylococcal.
Infektif Endokarditis untuk berkembang, diperlukan
Peristiwa emboli juga umum terjadi. Embolisasi
beberapa faktor. Biasanya, harus ada perubahan
terjadi sebagai bagian dari pecahnya vegetasi dan
dari permukaan endotel katup jantung yang
terbebas masuk ke aliran darah. Potongan-potongan
memungkinkan organisme untuk menginfeksi dan
vegetasi yang terinfeksi ini disebut emboli septik.
Abses paru umumnya terbentuk dari hasil septik
emboli yang berasal dari sisi kanan IE (trikuspid dan
katup mitral). Namun, sisi kiri IE (katup pulmonal
dan aorta) lebih memiliki kecenderungan untuk
menyebarkan embolus ke setiap sistem organ
manapun,
terutama
ginjal,
limpa,
dan
otak.
Bersamaan dengan emboli, deposisi kompleks imun
dapat terjadi pada sistem organ, menyebabkan
penyakit extracardiac sebagai manifestasi klinisnya.
Hal ini biasanya terjadi pada ginjal, membentuk
abses, infark, atau glomerulonefritis. Kompleks imun
atau emboli juga bisa menghasilkan manifestasi
klinik pada kulit yang terlihat sebagai penyakit
petechiae, Osler node, dan lesi Janeway, atau
kelainan pada mata (Roth spots).
GAMBAR 71-2. Diagram Jantung yang Menunjukkan
Bagian Umum adanya Infeksi
PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Presentasi klinis untuk IE cukup bervariasi
dan sangat non spesifik. ❷ Demam adalah gejala
yang paling sering dan terus-menerus pada pasien
tetapi dapat hilang dengan penggunaan antibiotik
sebelumnya, kegagalan pendengaran, kegagalan
ginjal atau liver kronis, atau infeksi yang disebabkan
oleh organisme yang kurang ganas (contohnya pada
penyakit subakut). Tanda dan gejala lain yang
mungkin juga terjadi terdapat pada kotak presentasi
klinis dengan beberapa pembahasan lebih lanjut
dengan detail dibawah ini.
Murmur jantung sering terdengar pada
auskultasi (pada lebih dari 85% kasus), tapi pada
kejadian murmur baru atau perubahan murmur
GAMBR 71-1. Patogenesis Infeksi Endokarditis. (From
Scheld W. In: Atlas of Infectious Diseases: External
Manifestations of Systemic Infections. Philadelphia:
Current Medicine, Inc. Copyright ⓒ 1997. Used with
permission.)
masing-masing ditemukan pada 5% sampai 10% atau
3% sampai 5%. Selain itu, lebih dari 90% dari pasien
yang
memiliki
murmur
mengalami
gagal
merupakan
penyebab
baru
jantung
akan
beresiko
kongestif,
utama
morbiditas
yang
dan
mortalitas. Splenomegali dan mikotik aneurisma
juga dicatat dalam banyak kasus IE.
dengan
 Clubbing dari ujung jari biasanya terjadi pada
manifestasi perifer berikut yang ditemukan dengan
penyakit lama dan muncul di sekitar 10% sampai
jumlah hingga satu-setengah dari pasien dengan IE,
20% dari jumlah pasien.
Penyakit
meskipun
ini
baru-baru
juga
ini
ditandai
prevalensinya
telah
 Osler node yang kecil (biasanya 2-15 mm), terasa
menurun:
sangat menyakitkan, nodul tender subkutan
 Petechiae sangat kecil (biasanya kurang dari 3
terletak pada bantalan dari jari tangan dan kaki
mm) menunjukkan bintik-bintik merah datar di
(Gambar 71-3E) terutama disebabkan oleh emboli
bawah permukaan kulit yang disebabkan oleh
septik atau vaskulitis. Node ini jarang terjadi pada
microhemor rhanging. Bintik - bintik merah terjadi
penyakit akut tetapi juga non spesifik untuk IE
pada 20% sampai 40% dari IE kronis, sering
meskipun terjadi dalam 10% sampai 25% dari semua
ditemukan pada mukosa bukal, konjungtiva
pasien.
(Gambar 71-3A) dan ekstremitas (Gambar 71-3B).
 Lesi Janeway sangat sedikit, plak hemoragik
 Hemorrhanges Splinter muncul sebagai bercak
makula yang tidak terasa sakit pada telapak
gelap kecil di bawah jari atau kuku kaki dan paling
tangan atau telapak kaki karena emboli septik dan
umum terjadi pada IE, biasanya terjadi sebagai
lebih sering dikaitkan dengan IE akut yang
akibat dari vaskulitis lokal atau microemboli
disebabkan oleh S. Aureus IE (Gambar 71-3F.)
(Gambar 71-3C.).
 Roth spot jarang terjadi (kurang dari 5% dari kasus
IE), perdarahan retina berbentuk oval dengan
pusat pucat dekat disc optik (Gambar 71-3D.)
GAMBAR 71-3. A. konjungtiva petechiae. (hak cipta 2005 bupati dari Universitas California. Semua hak dilindungi.
Digunakan dengan izin.) B. petekie ruam di leher karena S. Aureus. (dari Scheld W. Dalam: atlas penyakit menular.
manifestasi eksternal dari infeksi sistemik Philadelphia:. obat saat ini, inc Copyright 1997. Digunakan dengan izin.) C.
Splinter perdarahan. (Dari Masoudi F, Chambers H. Dalam: Atlas penyakit menular.. Infeksi kardiovaskular Philadelphia
obat sekarang, inc Copyright 1998. Digunakan dengan izin..) D. Roth spot. (dari Barg N, Graham B, Gregg C, et al pada:.
atlas penyakit menular. Manifastasi eksternal infeksi sistemik Philadelphia obat sekarang, inc Copyright 1997. Digunakan
dengan izin) node E. Osler ini kaki. (Dari Schled W. Dalam: atlas penyakit menular: manifestasi eksternal dari infeksi
sistemik Philadelphia obat sekarang Inc hak cipta 1997. Digunakan dengan izin....) Lesi Janeway F. (dari Opal S, Zinner S.
Dalam: atlas penyakit menular : manifestasi eksternal dari infeksi sistemik Philadelphia sekarang, inc Copyright 1997.
Digunakan dengan izin)
Studi Laboratorium
Kultur darah adalah tes laboratorium yang
penting untuk diagnosis dan pengobatan IE.
Biasanya, pasien dengan IE memiliki konsistensi
bakteremia yang rendah, dengan sekitar 80% dari
kasus memiliki kurang dari 100 CFU / mL dalam aliran
darah. Hasil kultur sangat penting untuk
menentukan terapi yang paling tepat. Tiga set darah
sebagai sampel harus diambil dalam 24 jam pertama
untuk menentukan agen etiologi.
Sekitar 90% dari dua kultur akan
menghasilkan hasil positif. Jika kultur darah yang
positif tidak diperoleh dari pasien yang diduga
mengidap IE, laboratorium mikrobiologi harus
melakukan monitoring terhadap pertumbuhan
organisme hingga 1 bulan.
Alat yang sangat penting membantu dalam
diagnosis IE adalah echocardiogram. Alat ini
digunakan untuk memvisualisasikan vegetasi.Dua
metode
echocardiogram
yang
digunakan:
transthoracic (TTE) dan transesophegeal (TEE). TTE
telah digunakan sejak tahun 1970-an. Namun, hal itu
kurang sensitif (58% sampai 63%) daripada TEE (90%
sampai 100%). Meskipun TEE yang dinyatakan lebih
sensitif, penggunaan TTE untuk pasien yang diduga
memiliki IE pada katup jantung biasanya masih
digunakan.
TEE dapat digunakan sebagai tes sekunder
untuk pasien yang TTE negatif dan pasien dengan
kecenderungan klinis yang tinggi mengidap IE.
Selain itu, TEE sering digunakan pada pasien dengan
penyakit yang rumit, termasuk sisi kiri IE, katup
buatan, atau ekstensi perivalvular dari vegetasi.
Echocardiograms juga mungkin digunakan untuk
menilai kebutuhan pembedahan atau untuk
menentukan kemungkinan sumber emboli. Tes
nonspesifik tambahan untuk IE mungkin dilakukan.
Tes tersebut meliputi parameter hematologi untuk
menentukan apakah diagnosis dari IE bergantung
pada presentasi klinis ataupun hasil laboratorium
dan echocardiograms.
❷ ❸ ❹ Presentasi Klinis IE
Gejala
 Demam
 Kedinginan
 Keringat malam
 Kelelahan
 Dispnea
 Berat badan menyusut
 Myalgia atau arthralgia
Tanda
 Demam adalah tanda yang paling umum dari IE
 Memperbaharui atau mengubah murmur jantung
 Fenomena embolic (emboli mempengaruhi
jantung, paru-paru, perut, atau ekstremitas)
 Manifestasi kulit (misalnya, perdarahan petechiae,
sempalan, Osler node, lesi Janeway)
 Splenomegali
 Clubbing ekstremitas
Tes laboratorium
 Kultur darah adalah penilaian laboratorium yang
paling penting untuk bakteremia persisten, yang
terjadi umumnya pada IE. Minimal tiga set kultur
darah harus dikumpulkan selama 24 jam pertama.
 Tes Hematologi untuk anemia (normokromik,
normositik)
 Menghitung kemungkinan peningkatan WBC pada
penyakit akut tetapi bisa normal di subakut IE.
 Temuan nonspesifik seperti trombositopenia,
peningkatan laju endap darah atau protein Creaktif, dan urinalisis abnormal (yaitu, proteinuria
atau mikroskopis hematuria)
Tes Diagnostik lainnya
Ekokardiogram (TTE atau TEE) harus dilakukan pada
setiap pasien dengan dugaan IE untuk mendeteksi
keberadaan vegetasi.
Anemia, terjadi pada mayoritas pasien. Jumlah
sel darah putih (leukosit) mungkin meningkat,
terutama pada penyakit akut. Sedangkan, dalam
infeksi subakut, jumlah leukosit dipastikan normal.
Tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) mungkin juga
diperoleh untuk menentukan adanya peradangan,
meskipun tes ini sangat spesifik dan hampir selalu
meningkat pada IE.
KRITERIA DIAGNOSTIK
Umum
Pasien biasanya mengalami tanda atau gejala yang
nonspesifik dan bervariasi
Diagnosis definitif IE terdiri dari biopsi atau
kultur
langsung
dari
spesimen
patologis
endokardium. Namun, ini akan menjadi tes yang
sangat invasif. Oleh karena itu, diagnosis IE
bergantung
pada
presentasi
klinis
serta
laboratorium dan hasil ekokardiogram. Untuk
memandu diagnosis klinis ini, ketentuan telah
dibentuk untuk menilai mayor dan minor kriteria
untuk IE (Tabel 71-2A). Tergantung pada jumlah
pasien yang menunjukan kriteria mayor atau minor,
pasien tersebut akan diklasifikasikan sebagai
penderita penyakit tertentu atau mungkin
endokarditis atau menolak diagnosis IE (Tabel 712B).
ORGANISME PENYEBAB
Bakteri gram positif adalah organisme paling
umum yang menyebabkan IE. Spesies Streptococcus
dan staphylococci adalah penyebab utama dari lebih
80%. Spesies streptococcus yang viridans merupakan
patogen utama di IE. Namun, baru-baru ini,
staphylococci telah meningkat dalam prevalensinya
sebagai organisme penyebab penyakit. Gram positif
lainnya, gram negatif, organisme yang tidak spesifik,
dan jamur yang kurang umum dalam menyebabkan
penyakit IE tetapi masih harus dipertimbangkan
dalam populasi pasien tertentu.
Streptococcus
Streptokokus menyebabkan IE. Sekelompok
spesies yang paling sering disebut adalah kelompok
viridans streptococci. Yang paling umum dari
kelompok ini adalah S. salivarius, S. mutans, S. mitus,
dan S. sanguis. Kelompok bakteri ini, dianggap flora
normal pada mulut manusia seperti α-hemolitik, dan
biasanya, laboratorium klinik mikrobiologi tidak
dapat membedakan spesies yang tepat. Organisme
ini dapat menyebabkan bakteremia pada gigi, yang
dapat mengarah pada pengembangan resiko IE
pada pasien.
Kelompok viridans streptococci juga menjadi
kelompok dominan yang bersifat patogen terkait
dengan katup mitral prolaps dan katup asli pada
anak-anak. Spesies streptokokus lain yang umumnya
terkait dengan IE adalah S. bovis, diklasifikasikan
sebagai kelompok D streptokokus yang ditemukan
di saluran pencernaan. Namun, karena kesamaan
dari
streptokokus
tersebut,
termasuk
kecenderungan mikrobiologisnya, pengobatannya
sama tidak bergantung pada jenis spesiesnya.
Infektif Endokarditis yang disebabkan oleh
streptokokus ini biasanya memiliki perjalanan klinis
subakut. Angka kesembuhannya saat ini mencapai
lebih dari 90% kecuali jika terjadi komplikasi, yang
merupakan kasus di lebih dari 30% dari pasien.
Mayoritas viridans streptokokus sangat rentan
terhadap penisilin, dengan sebagian besar strain
memiliki konsentrasi hambat minimum (MIC) kurang
dari 0,125 mcg / mL. Organisme dengan penurunan
peningkatan kerentanan. Oleh karena itu,
kerentanan antibiotik perlu dikaji untuk menentukan
jenis pengobatan yang paling tepat.
Staphylococcus
Endokarditis staphylococcal yang semakin
lazim, menyebabkan minimal 20% sampai 30% dari
semua kasus IE, dengan mayoritas (80% -90%) terjadi
karena S. aureus (juga dikenal sebagai koagulasepositif staphylococcus). Peningkatan staphylococci
telah dikaitkan terutama untuk perluasan
penggunaan kateter vena, penggantian katup lebih
sering, dan peningkatan IVDU. Coagulase-negatif
staphylococcus (CNS) juga menyebabkan IE. Namun,
organisme ini biasanya menginfeksi katup prostetik
atau catheters. Sejarahnya S. aureus dianggap
sebagai community-acquired. Namun, baru-baru ini,
hampir setengah kasus berasal dari infeksi
nosocomial.
TABEL 71-2.Kriteria Duke dimodifikasi untuk IE
2A. Definisi Kriteria Duke Modified
Kriteria utama (Mayor)
Kultur darah positif untuk IE
Mikroorganisme khas konsisten dengan IE dari dua kultur darah yang terpisah :
Streptococcus viridans, Streptococcus bovis, kelompok HACEK, Staphylococcus aureus, atau
komunitas yang didapat enterococci tidak adanya focus utama, atau
Mikroorganisme konsisten dengan IE dari kultur darah terus-menerus positif, didefinisikan sebagai
berikut:
Setidaknya dua budaya positif dari sampel darah yang diambil lebih besar dari 12 jam terpisah, atau
Semua dari tiga atau mayoritas empat budaya yang terpisah dari darah (dengan sampel pertama
dan terakhir diambil setidaknya 1 jam terpisah)
Kultur darah positif tunggal untuk Coxiella burnetii atau antiphase Saya IgG antibodi titer lebih besar dari
1: 800
Bukti keterlibatan endocardial
Ekokardiogram positif untuk IE [TEE direkomendasikan pada pasien dengan katup prostetik, dinilai
setidaknya "mungkin IE" dengan kriteria klinis, atau IE yang rumit (abses paravalvular) TTE sebagai
ujian pertama pada pasien lain], didefinisikan sebagai berikut:
Massa intra kardiak berosilasi pada katup atau mendukung struktur, di jalur regurgitasi, atau bahan
ditanamkan dalam ketiadaan penjelasan anatomi alternatif, atau
Abses, atau
Dehiscence parsial baru dari katup prostetik
Regurgitasi valvular yang baru
Kriteria minor
Predisposisi, predisposisi kondisi jantung atau injeksi penggunaan narkoba
Demam, suhu lebih besar dari 38°C
Fenomena vaskular, emboli arteri utama, infark paru septik, aneurisma mikotik, perdarahan intrakranial,
konjungtiva perdarahan, dan lesi Janeway
Fenomena imunologi : glomerulonefritis, node Osler, Roth spots, dan faktor rheumatoid
Bukti mikrobiologis : Kultur darah positif tetapi tidak memenuhi kriteria utama atau bukti serologis infeksi
aktif oleh organisme penyebab IE.
2B. Kriteria Duke dimodifikasi untuk Diagnosis Infektif Endokarditis
Suspek diduga IE :
Kriteria patologis
1. Mikroorganisme yang ditunjukkan oleh kultur atau pemeriksaan histologis dari vegetasi yang telah
mengalami emboli, atau intrakardial specimen abses, atau
2. Lesi patologis; vegetasi atau intrakardial abses dikonfirmasi dengan pemeriksaan histologi
menunjukkan endokarditis aktif
Kriteria klinis
1. Dua kriteria utama, atau
2. Salah satu kriteria utama dan tiga kriteria minor, atau
3. Lima kriteria minor
Kemungkinan IE
1. Salah satu kriteria utama dan satu kriteria minor, atau
2. Tiga kriteria minor
Bukan IE
1. Diagnosis alternatif Firm menjelaskan bukti endokarditis infektif, atau
2. Resolusi sindrom endokarditis infektif dengan terapi antibiotik kurang dari atau sama dengan 4 hari, atau
3. Tidak ada bukti patologis dari endokarditis infektif pada operasi atau otopsi, dengan
terapi antibiotik kurang dari atau sama dengan 4 hari, atau
Tidak memenuhi kriteria untuk kemungkinan endokarditis infektif, seperti di atas
Kunci untuk menentukan pasien manapun yang
terinfeksi S.aureus adalah peningkatan risiko
perkembangan penyakit IE. S. aureus juga dapat
menginfeksi katup jantung normal (tidak ada
sebelumnya terdeteksi penyakit katup) di sepertiga
kasus. Oleh karena itu, sangat penting untuk menilai
pasien secara memadai untuk identifikasi adanya
vegetasi. Setiap katup jantung mungkin akan
terpengaruh. Namun, ketika katup mitral atau aorta
yang terlibat, itu sering menyebabkan infeksi
sistemik yang luas dengan tingkat kematian sekitar
20%-65%. Ketika menangani infeksi endocarditis yang
disebabkan oleh S.aureus, hal yang perlu
diperhatikan adalah apakah ada resistensi terhadap
metisilin, lokasi/letak dari bagian yang terinfeksi
(bagian kiri atau kanan), keberadaan katup
prostetik, dan riwayat IVDU. Meskipun resistensi
yang signifikan dari penisilin yang tahan terhadap
penisilinase (seperti metisilin dan nafsilin),
kebanyakan isolate tetap sensitive terhadap
vancomysin. Bagaimana pun juga, masih ada
peningkatan angka kejadian dari S.aureus yang
kurang sensitive terhadap vancomysin, termasuk
resistensi secara intermediet atau pun sepenuhnya
resisten. Untungnya, pada saat ini hal itu tidak cukup
untuk mempengaruhi pilihan antibiotik secara
empiris. Laporan kerentanan harus dikaji untuk
memastikan aktivitas antibiotik.
Organisme koagulase-negatif yang dominan
menyebabkan IE diantaranya adalah S. epidermidis.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, terdapat
sebuah peningkatan isolasi spesies koagulasenegatif lain (S. lugdunensis). Biasanya, IE yang
disebabkan oleh coagulase-negative memiliki
kecenderungan subakut dengan banyak sekali
komplikasi. Pengobatan (dengan atau tanpa
intervensi bedah) biasanya berhasil. Di sisi lain, S.
lugdunensis menghasilkan infeksi lebih ganas dan
meskipun dengan kerentanan antibiotik yang sama,
memiliki angka kematian lebih tinggi.
Ketika menangani infeksi endocarditis yang
disebabkan oleh S.aureus, hal yang perlu
diperhatikan adalah apakah ada resistensi terhadap
metisilin, lokasi/letak dari bagian yang terinfeksi
(bagian kiri atau kanan), keberadaan katup
prostetik, dan riwayat IVDU. Meskipun resistensi
yang signifikan dari penisilin yang tahan terhadap
penisilinase (seperti metisilin dan nafsilin),
kebanyakan isolat tetap sensitiv terhadap
vancomysin. Bagaimana pun juga, masih ada
peningkatan angka kejadian dari S.aureus yang
kurang sensitiv terhadap vancomysin, termasuk
resistensi secara intermediet atau pun sepenuhnya
resisten.Untungnya, pada saat ini hal itu tidak cukup
untuk mempengaruhi pilihan antibiotik secara
empiris. Laporan kerentanan harus dikaji untuk
memastikan aktivitas antibiotik.
Organisme koagulase-negatif yang dominan
menyebabkan IE diantaranya adalah S. epidermidis.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, terdapat
sebuah peningkatan isolasi spesies koagulasenegatif lain (S. lugdunensis). Biasanya, IE yang
disebabkan oleh koagulase-negatif memiliki
kecenderungan subakut dengan banyak sekali
komplikasi. Pengobatan (dengan atau tanpa
intervensi bedah) biasanya berhasil. Di sisi lain, S.
lugdunensis menghasilkan infeksi lebih ganas dan,
meskipun dengan kerentanan antibiotik yang sama,
memiliki angka kematian lebih tinggi.
Enterococcus
Enterococcus adalah flora normal pada saluran
pencernaan manusia dan kadang-kadang ditemukan
di uretra anterior. Menurut sejarah, enterococci
dianggap bagian dari genus Streptococcus tapi
sekarang dipisahkan meskipun memiliki kesamaan,
seperti kelompok klasifikasi D dan penyebab
penyakit subakut. Pasien yang sering terkena adalah
laki-laki yang lebih tua yang telah menjalani
manipulasi genitourinari atau perempuan muda
yang telah melahirkan. Meskipun enterococci
merupakan penyebab yang kurang umum dari IE,
ada dua spesies dominan yaitu E.faecium dan
E.faecalis. E.faecalis adalah yang paling umum dan
strain yang lebih rentan. Namun, keseluruhan
enterococci lebih resisten intrinsik, dengan
enterococci IE mewakili salah satu dari sebagian
besar infeksi gram positif yang bermasalah untuk
pengobatan
dan
penyembuhan.
Seringkali,
enterococci menunjukan resistensi terhadap
beberapa antibiotik, termasuk penisilin, vankomisin,
aminoglikosida, dan beberapa agen baru (misalnya,
linezolid atau quninupristin/dalfopristin).
Organisme Gram Negatif
Gram negatif IE jauh kurang umum (sekitar 2% -4%)
tetapi biasanya jauh lebih sulit untuk diobati
daripada infeksi gram positif. Organisme yang sulit
ditangani, seperti Kelompok HACEK, cenderung
dilihat paling umum, menyebabkan 3% semua IE.
Kelompok ini terdiri dari Haemophilus spp.
(terutama H.paraphrophilus, H.parainfluenzae, dan
H.aphrophilus),Actinomycetemcomitans
Actinobacillus, Cardiobacterium hominis, Eikenella
corrodens, dan Kingella kingae. Presentasi Klinis IE
oleh organisme ini adalah subakut, dengan sekitar
50% dari pasien menyebabkan komplikasi.
Komplikasi ini terutama disebabkan adanya vegetasi
gembur dan banyak emboli dan pengembangan
gagal jantung kongestif akut yang sering
membutuhkan penggantian katup. Hal ini penting
untuk memungkinkan kultur membutuhkan waktu
inkubasi (2-3 minggu) dalam urutan untuk
memisahkan organisme ini. Seringkali organisme ini
mungkin tidak terisolasi kultur dan dengan demikian
hadir sebagai kultur-negatif IE.
Organisme gram negatif lainnya, seperti
Pseudomonas
spp.,
telah
dicatat
untuk
menyebabkan IE, terutama di IVDUs dan pasien
dengan katup prostetik. Selain itu, IE disebabkan
oleh Salmonella spp., Escherichia coli, Citrobacter
spp., Klebsiella spp., Enterobacter spp., Serratia
marcescens, Proteus spp. dan Providencia spp. juga
telah dilaporkan. Gram negatif IE biasanya memiliki
prognosis buruk dengan tingkat kematian tinggi
(setinggi 83%). Pengobatan biasanya terdiri dosis
tinggi terapi kombinasi, dengan penggantian katup
sering menjadi suatu keharusan pada banyak pasien.
Kultur Negatif
Kultur darah negatif tercatat sekitar 5%
kasus
IE
yang
terkonfirmasi,
seringkali
menyebabkan
penundaan
diagnosis
dan
pengobatan. Sebelumnya dilakukan sterlisasi dari
penggunaan
antibiotik,
penyakit
subakut,
pertumbuhan yang lambat dari organisme kritis,
endokarditis nonbakterial (misalnya, jamur atau
infeksi
parasit
intraseluler),
endokarditis
noninfective, atau komponen yang tidak tepat dari
kultur darah. Jika organisme non bakteri atau
organisme yang sulit diduga, pengujian tambahan
penting. Pilihan rejimen pengobatan tergantung
pada sejarah dan faktor risiko pasien.
Organisme Lainnya
Banyak bakteri, termasuk basil gram positif,
bakteri gram negatif yang tidak biasa, bakteri
atipikal, dan anaerob, serta spirochetes, telah
tercatat pada kasus IE. Namun, infeksi yang
disebabkan oleh organisme ini jarang terjadi.
Beberapa organisme yang lebih umum termasuk
Legionella, Coxiella burnetii (demam Q), dan
Brucella. Organisme ini jarang ditemukan pada
pasien seperti pasien yang memiliki katup prostetik
atau IVDUs. Pengobatan organisme ini sangat sulit,
dan tingkat kesembuhan yang rendah. Oleh karena
itu, konsultasi ke dokter spesialis penyakit menular
sangat dianjurkan.
Jamur
Endokarditis fungal cukup jarang tetapi memiliki
angka kematian yang signifikan, biasanya
mempengaruhi pasien yang telah menjalani operasi
jantung, penggunaan antibiotik spektrum luas yang
berkepanjangan, memiliki penempatan kateter
jangka panjang, immunocompromised, atau pada
IVDs. Kelangsungan hidup tetap rendah, namun
sekitar 15% dengan perkembangan yang positif
(sekitar 30%) telah dilaporkan karena kemajuan
dalam diagnosis dan pengobatan. Prognosis buruk
telah
dikaitkan
dengan
vegetasi
besar,
kecenderungan untuk invasi organisme ke
miokardium, emboli septik yang luas, antijamur
dengan penetrasi yang buruk ke dalam vegetasi, dan
racun yang rendah dilakukan rasioterapi
dan
kurangnya aktivitas membunuh dari antifungi
tertentu. Dua organisme yang paling sering
dikaitkan adalah Candida sp. dan Aspergillus sp.
Kurangnya studi klinis membuat keputusan
pengobatan yang sulit. Biasanya, kombinasi terapi
dosis
tinggi dalam hubungannya dengan
pembedahan juga dibutuhkan.
PERAWATAN
Pertimbangan Terapi
Perawatan dari IE rumit dan sulit. Banyak
faktor yang mempengaruhi efektivitas dari agen
antimikroba melibatkan vegetasi. Vegetasi terdiri
dari matriks fibrin (seperti yang dibahas
sebelumnya) berada di lingkungan di mana
organisme relatif bebas bereplikasi tanpa hambatan,
sehingga kepadatan mikroba untuk mencapai
konsentrasi yang sangat tinggi (109-1010 CFU/g).
Ketika kepadatan organisme telah mencapai tingkat
ini, organisme akan mengalami fase pertumbuhan
statis. Faktor-faktor ini dalam jumlah yang besar
akan menghambat pertahanan, serta kemampuan
antimikroba untuk cukup membunuh. Hal ini sering
terjadi terhadap β-laktam dan glikopeptida karena
efektivitas mereka yang signifikan dipengaruhi oleh
inokulum bakteri.
Pemilihan agen antimikroba yang sesuai harus
menggabungkan karakteristiknya seperti kemampuan
untuk menembus ke vegetasi, kemampuan yang
rendah dipengaruhi oleh inokulum bakteri yang tinggi
untuk mencapai tingkat membunuh yang memadai.
Untuk mencapai hal ini, antimikroba biasanya harus
diberikan secara parenteral dengan dosis tinggi dan
pengobatan diperpanjang selama 4 sampai 6 minggu
(dalam banyak kasus). Karakteristik obat lainnya yaitu
bakterisida dan aktivitas sinergis.
Terapi Empiris
Tujuan keseluruhan dari terapi ini adalah untuk
membasmi infeksi dan meminimalkan /mencegah
komplikasi. Pasien yang diduga IE harus dievaluasi,
faktor risiko yang dapat memberikan indikasi
organisme akan menyebabkan infeksi. Jika tidak ada
faktor risiko dapat ditentukan dengan terapi
pengobatan empiris terutama termasuk organisme
gram positif. Secara umum, jika streptokokus
dicurigai, pengobatan empiris digunakan penisilin
dengan gentamisin. Namun, jika staphylococci atau
enterococci yang dicurigai; pengobatan empiris
harus terdiri dari vankomisin ditambah gentamisin.
Hal ini penting untuk memantau respon pasien
terhadap terapi dengan teliti dan kepercayaan diri
untuk memastikan perawatan yang memadai.
Studi Kasus Pasien Bagian 2 :
Sejarah Medis, Pemeriksaan Fisik
dan Tes Diagnostik
PMH
 Tipe II diabetes mellitus sejak usia 48. Dia
mengakui bahwa dietnya untuk mencegah
diabetesnya agar terkontrol dengan baik.
 Penyakit arteri coroner
 Jantung pacu sejak tahun 1998
FH
Ayah memiliki riwayat diabetes dan meninggal pada
usia 72 dengan stadium akhir penyakit ginjal; ibunya
meninggal pada usia 75 karena komplikasi dari patah
pinggul.
SH
Merokok sekitar 1/2 bungkus rokok per hari.
Membantah menggunakan alkohol obat-obatan
terlarang.
Meds
 Metformin 850 mg secara oral tiga kali sehari
 Sotalol 80 mg secara oral dua kali sehari
Alergi: alergi obat tidak diketahui
ROS
Penurunan berat badan terbaru dari 5 lb, nafsu
makan menurun, kelelahan yang signifikan × 2
minggu
PE
 Tanda Vital: 168/89 mm Hg, P 88 denyut / menit,
RR 19 napas / menit, T 38,5 ° C
 Kardiovaskular: takikardia ringan, murmur positif
 Abdomen: obesitas, lembut, tidak nyeri saat
ditekan, nondistended; (+) Usus suara
Labs
Dalam batas normal, kecuali WBC = 16,4 × 103 sel /
mm3
 Mengingat informasi tambahan ini, apa penilaian
Anda dari kondisi pasien?
 Mengidentifikasi
rekomendasi
pengobatan
empiris untuk pasien ini.
 Apa informasi lain yang akan bermanfaat yang
didapatkan?
Terapi Spesifik
American Heart Association baru-baru ini
menerbitkan pedoman baru untuk pengelolaan IE,
termasuk rekomendasi pengobatan khusus.
Ringkasan pengobatan ini untuk organisme yang
paling umum (streptokokus, stafilokokus, dan
enterococci) disediakan dalam Tabel 71-3 melalui 716. Namun, untuk informasi lebih lanjut (termasuk
dosis, panjang pengobatan, dll) untuk organisme ini
atau organisme yang kurang umum, mengacu pada
pedoman lengkap. Pedoman ini mencakup rejimen
utama dan alternatif, ditunjukkan dalam tabel
pengobatan beserta rekomendasinya.
Streptococcus
Kebanyakan isolate sangat rentan terhadap
penisilin. Oleh karena itu, Penisilin G adalah pilihan
tetap. Akan tetapi ceftriaxone bisa digunakan
sebagai agen alternatif jika pasien dicurigai alergi
atau resisten terhadap penisilin. Secara umum, lama
pengobatan yaitu 4 minggu. Akan tetapi,
pengobatan jangka pendek (2 minggu) dapat
dilakukan pada pasien tanpa komplikasi karena
strain penisilin yang sangat rentan pada extracardiac
dan ceratinine clearance lebih dari 20ml/menit. Jika
memilih
terapi
singkat
gentamisin
harus
ditambahkan sebelumnya pada setiap pengobatan
(2 minggu). Terapi yang direkomendasikan untuk
kerentanan viridans streptococcus terhadap
penisilin dijelaskan pada table 71-3.
Peningkatan dari KHM penisilin (lebih besar
dari 0.12 mcg/ml tapi kurang dari atau sama dengan
0,5 mcg/ml.) untuk jenis viridans streptococcus,
dosis pengobatan ditingkatkan, dan disarankan
pengobatan selama 4 minggu. Selain itu, terapi
kombinasi dengan gentamisin dianjurkan selama 2
minggu pertama. Pada pasien alergi atau toleran
baik terhadap beta lactam, vancomisin adalah
pengobatan alternatif. Selain itu, pada pasien
resisten strain viridans streptococcus (KHM-nya
lebih besar dari 0,5 mcg/ml), pengobatan harus
menggunakan agen antimikroba untuk enterococcal
IE (antimicrobial yang tepat ditentukan dengan
laporan dugaan sementara).
Pasien dengan PVE yang disebabkan oleh
kerentanan viridans streptococcus terhadap
penicillin membutuhkan pengobatan 6 minggu
dengan penisilin G atau ceftriaxone dengan atau
tanpa gentamisin selama 2 minggu pertama terapi.
Namun, jika organisme menunjukan kurang rentan
terhadap penisilin (KHM-nya > 12 mcg/ml),
kombinasi terapi dengan penisilin G atau ceftriaxone
ditambah gentamisin harus diberikan selama 6
minggu. Vancomisin adalah pengobatan alternatif
jika pasien alergi terhadap β-lactam (penisilin,
sefalosporin, dll)
Staphylococcus
Penting untuk menentukan apakah isolate
mudah resisten terhadap methicillin atau dan
apakah pasien memiliki katup prostetik. Untuk
pasien dengan tanpa materi protestik, pengobatan
menggunakan methicillin sebaiknya menggunakan
penisilin yang tahan penisilinase (nafcillin atau
oxacillin) dengan atau tanpa gentamisin, dan untuk
resisten terhadap methicillin, terapi sebaiknya
menggunakan vancomycin. Terapi kombinasi
dengan aminogliksida, ketika digunakan pada pasien
ini, biasanya hanya diberikan selama 3 sampai 5 hari
pertama terapi. Dengan tidak adanya bahan
prostetik, beberapa pedoman pengobatan tidak
merekomendasikan terapi kombinasi terhadap
MRSA.
Namun,
banyak
dokter
dapat
menggabungkan baik gentamisin atau rifampisin
dengan vankomisin jika pasien tidak responsif
dengan monoterapi. Meningkatkan resistensi
stafilococci memerlukan penggunaan yang diperluas
dari terapi alternatif. sebuah studi klinis terbaru
menunjukkan bahwa daptomycin mungkin menjadi
alternatif untuk terapi standar (yaitu, penisilinasetahan penisilin untuk MSSA atau vankomisin untuk
MRSA) di staphylococcal. Food and Drug
Administration (FDA), berdasarkan penelitian ini,
telah menyetujui indikasi daptomycin untuk
pengobatan sisi kanan IE atau bakteremia yang
disebabkan oleh S. aureus. dosis yang
direkomendasikan untuk indikasi ini 6 mg/kg per hari
(kecuali penyesuaian ginjal diperlukan). Penelitian
retrospektif lain melaporkan daptomycin aman dan
ditoleransi dengan baik, dengan 77% dari pasien
yang mencapai resolusi klinis. Selain itu, antibiotik
lain, seperti linezolid dan quinupristin/dalfopristin,
telah digunakan pada pasien yang tidak responsif
terhadap terapi standar, meskipun mereka memiliki
tingkat respons yang bervariasi. Terapi ini sering
dicadangkan untuk pasien yang telah responsif
terhadap terapi tradisional (misalnya, beta laktam
atau vankomisin) atau organisme yang tetap rentan
terhadap agen ini ketika resisten terhadap terapi
tradisional.
Untuk PVE staphylococcal, lama pengobatan
meningkat
secara
signifikan,
biasanya
membutuhkan minimal 6 minggu. Untuk MSSA,
penicillinase-tahan penisilin masih bekerja, serta
vankomisin untuk MRSA. Namun, baik dengan
rejimen, penambahan baik gentamisin pada 2
minggu pertama dan rifampin untuk masa
pengobatan keseluruhan yang dianjurkan.
Enterococcus
Untuk enterococci, sangat penting untuk
menentukan spesies dan kepekaan antibiotik. Jika
organisme peka terhadap penisillin dan vancomycin,
pengobatan dapat terdiri dari penisilin G dosis
tinggi, ampisilin, atau vankomisin ditambah
gentamisin. Lama pengobatan umumnya 4 sampai 6
minggu, dengan aminoglikosida digunakan selama
adanya kasus. Sebagai perkembangan resistensi
terhadap penisilin, ampisilin dan vankomisin tetap
menjadi pengobatan pilihan. Ketika isolat menjadi
resisten terhadap ampisilin, vankomisin tetap
dianggap sebagai terapi pilihan.
TABEL 71.3. Terapi Katup Endocarditis yang Disebabkan oleh Kerentanan Penisilin Terhadap Kelompok
Streptococcus dan Streptococcus bovi.
Regimen
Rute dan Dosis
Kristal natrium
penisilin G atau
natrium ceftriaxone
12-18 juta unit/24jam intravena
baik terus menerus atau dalam 4
atau 6 kali dengan dosis terbagi
yang sama
2g/24jam iv/im dalam 1 dosis
Pediatric (anak-anak) : penicillin
200.000 unit/kg per 24 jam
intravena dalam 4-6 kali dengan
dosis terbagi yang sama ;
ceftriaxone 100mg/kg per 24 jam
iv/im dalam 1 dosis
12-18 juta unit / 24 jam intravena
baik terus menerus atau dalam 6
kali dosis yang sama
2g/24 jam intravena atau intramuscular dalam dosis 1 kali
- 3mg/kg per 24 jam dalam 1 kali
dosis
Dosis pediatric (anak-anak) :
penisilin 200.000 unit/kg per 24
jam intravena dalam 4-6 kali dosis
yang sama; ceftriaxone 100mg/kg
per 24jam intravena atau
intramuscular dalam 1 kali dosis;
gentamisin 3 mg/kg per 24 jam
intravena atau intramuscular
dalam 1 kali dosis atau 3 kali dalam
dosis yang sama
Kristal natrium
penisilin G atau
natrium ceftiaxone
atau gentamisin sulfat
Vancomycin
hidroklorida
30mg/kg per 24 jam intravena
dalam 2 dosis terbagi tidak
melebihi 2g/24jam kecuali bila
konsentrasi dalam serum tidak
tepat rendah
Dosis pediatric (anak) : 40mg/kg
per 24 jam intravena dalam 2-3
kali dosis yang sama
Durasi
(minggu)
Rekomendasi
Kekuatan
IA
IA
4
Keterangan
Disukai di sebagian
besar pasien usia 65
tahun atau lebih tua
atau pasien dengan
gangguan
delapan
fungsi saraf kranial
atau fungsi ginjal
2
IB
2 minggu tidak
dimaksudkan untuk
pasien dengan
penyakit jantung atau
extracardiac abses
atau untuk mereka
dengan creatinine
clearance kurang dari
20ml/menit,
gangguan
delapan
fungsi saraf 86ranial
atau fungsi ginjal,
atau
Abiotrophia,
Granulicatella,
atau
Gemella. Infeksi :
dosis
gentamisin
harus
disesuaikan
untuk
mencapai
konsentrasi tertinggi
serum 3-4 mcg/ml dan
konsentrasi terendah
serum kurang dari
1mcg/ml
saat
penggunaan
dosis
dibagi 3; penggunaan
nomogram
untuk
dosis tunggal.
4
IB
Rekomendasi terapi
vancomisin hanya
untuk pasien yang
tidak toleran penisilin
atau ceftriaxone;
dosis vankomisin
harus disesuaikan
untuk mendapatkan
konsentrasi serum
tertinggi 30-35
mcg/ml dan
konsentrasi terendah
dalam rance 1015mcg/ml.
Konsentrasi hambat minimum kurang dari atau sama dengan 0.12 mcg/ml
a. dosis rekomdasi untuk pasien dengan fungsi ginjal yang normal.
b. dosis pediatric tidak boleh melebihi dari dewasa normal.
c. obat lain berpotensi nefrotoksik (NSAID) harus digunakan dengan pengawasan pada pasien yang sedang terapi gentamisin.
d. See Nicolau DP, Freeman CD, Belliveau PB. Berpengalaman dengan memberikan sehari sekali aminoglikosida pasa 2184 pasien
dewasa. Kemoterapi antimikroba agen 1995; 39;650-655.
e. Data untuk dosis sehari sekali aminoglikosida untuk anak-anak, tapi bukan data untuk pengobatan pada IE.
f. Dosis vancomisin harus diberikan selama pengobatan paling sedikit 1 jam untuk mengurangi resiko alergi.
g. IA, kesepakatan umum pada pengobatan yang efektif, berdasarkan data dari beberapa klinik; IB, kesepakatan umum pada
pengobatan yang efektif, berdasarkan data dari pembelajaran.
Jika isolate untuk bakteri yang resisten
terhadap vankomisin, hal ini sangat penting untuk
mengetahui spesies yang tepat karena beberapa
pilihan pengobatan seperti quinupristin /
dalfopristin, tidak aktif terhadap E. faecalis. Saat ini,
pilihan pengobatan untuk enterococci yang telah
resisten terhadap vankomisin (VRE) belum ada studi
klinis atau riwayat pasien. Rekomendasi pengobatan
untuk vankomisin resisten E. faecium termasuk
linezolid atau quinupristin / dalfopristin selama
minimal 8 minggu. Namun, agen yang lebih baru,
seperti daptomycin, dapat memberikan pilihan lain
untuk pengobatan baik spesies enterococci (E.
faecium dan E. faecalis). Selain itu, pedoman
menyarankan penggunaan cilastatin imipenem
ditambah ampisilin atau ceftriaxone ditambah
ampisilin untuk pengobatan E. faecalis dengan
minimal 8 minggu terapi. Konsultasi dengan spesialis
penyakit infeksi sangat dianjurkan.
Studi Kasus Pasien Bagian 3 :
Sejarah Medis, Pemeriksaan Fisik
dan Tes Diagnostik
Kultur darah
Semua kultur darah positif untuk kelompok viridans
streptococci.
Labs
Dalam batas normal.
Gema
3-mm vegetasi pada katup trikuspid.
• Mengingat informasi tambahan ini, adakah
perubahan dalam penilaian Anda terhadap pasien?
• Bagaimana Anda akan menyesuaikan pengobatan
berdasarkan data baru ini?
• Apa yang akan menjadi tujuan pengobatan Anda,
termasuk pengobatan jangka panjang
• Apa informasi lain yang akan bermanfaat untuk
didapatkan?
TABEL 71-4. Terapi untuk Endocarditis yang Disebabkan oleh Adanya Staphylococcus di Bahan Protestik
Regimen
Rute dan Dosis
Durasi
Rekomenda
si
6
IA
Keterangan
Memperlihatkan rentan oxacillin
Nafcillin atau oxacillin
Dengan
Penambahan
gentamysinsulfate
12g/24 jam dalam
IV dengan 46dosis terbagi
yang sama
3mg/kg per 24
jam dalam IV/IM
dengan 2 atau 3
dosis terbagi
yang sama
Dosispediatric :
nafcillin atau
oxacillin
200mg/kg per 24
jam dalam IV
dengan 4-6 dosis
terbagi yang
sama;
3-5 hari
Untuk masalah sisi kanan IE dan sisi kiri
IE pengobatannya selama 6 minggu;
untuk yang tidak rumit sisi kanan IE,
pengobatannya selama 2 minggu.
Manfaat klinis aminoglikosida belum di
tetapkan
Untuk alergi penisilin
(tipe
nonanaphylactoid)
pasien : cefazolin
gentamycin 3
mg/kg per 24 jam
dalam IV/IM
dengan 3 dosis
terbagi yang
sama
6g/24 jam dalam
IV dengan 3 dosis
terbagi yang
sama
3mg/kg per 24
jam dalam IV/IM
dengan 2 atau 3
dosis terbagi
yang sama
Dosis pediatric :
cefazolin
100mg/kg per 24
jam dalam IV
dengan 3 dosis
terbagi yang
sama;
gentamycin
3mg/kg per 24
jam dalam IV/IM
dengan 3 dosis
terbagi yang
sama
Memperlihatkan oxacillin yang resisten
Vancomycin
30mg/kg per 24
hydrocloride
jam dalam IV
dengan 2 dosis
terbagi yang
sama
Dosis pediatric:
40mg/kg per 24
jam dalam IV
dengan 2-3 dosis
terbagi yang
sama
6
IB
Mempertimbangkanuji kulit untuk
staphylococcus yang rentan dengan
oxacillin dan ditanyakan riwayat
penyakitnya langsung tipe
hypersensitivitas terhadap penisilin;
cephalosporin harus dihindari pada
pasien dengan tipe anaphylactoid,
hipersensitivitas terhadap β-laktam;
vankomisisn harus digunakan dalam
kasus ini
Manfaat klinis aminog;ikosida belum di
tetapkan
6
IB
Menyesuaikan dosis vancomycin untuk
mencapai I jam (puncak) dengan
konsentrasi serum 30-45 mcg/mL dan
palung konsentrasi dengan 10-15
mcg/mL (lihat teks untuk alternative
vancomycin)
Dengan
Penambahan
gentamycin sulfatee
*Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan fungsi ginjal yang normal.
*Penicillin G 24 juta unit/24 jam dalam IV di dosis terbagi yang sama dapat digunakan dengan nafsilin atau oxacillin regangan penisilin
rentan (konsentrasi hambat minimumnya kurang dari atau sama dengan 0,1 mcg/mL) dan tidak menghasilkan β-laktam.
*Gentamycin harus diberikan dengan dosis vancomycin, nafcillin atau oxacillin.
*Dosis pediatric tidak boleh melebihi dosis orang dewasa yang normal.
*Untuk menyesuaikan dosis tertentu dan isu-isu tentang vancomycin lihat catatan kaki table 71-3.
*IA, kondisi dengan bukti dan / atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan berguna dan efektif, berdasarkan data dari
beberapa bekas data acak klinis; IB, kondisi dengan bukti dan/atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan berguna dan
efektif, berdasarkan data dari satu uji coba secara acak atau studi randomized.
*Direproduksi, dengan izin dari AHA ilmiah pernyataan: infektif endocarditis. ©2005, American Heart Association.
Organisme Gram Negatif
Kelompok HACEK
Identifikasi yang tepat terhadap isolate
sangat penting pada IE gram negatif karena
penentuan pengobatan tergantung pada
organisme pada isolate. Terapi biasanya
ditargetkan pada antibotik yang rentan.
Kombinasi
terapi
(biasanya
dengan
penambahan aminoglycosida) umumnya sering
digunakan.
Misalnya
pseudomonas
sp.
Diperlakukan
dengan
pemberian
antipseudomonal
(misalnya,
piperasilin,
sefepim, imipenem, dll) ditambah dosis tinggi
aminoglikosida (biasanya tobramysin 8mg/kg
per hari). Namun, dosis yang tepat dari
antibiotik tergantung pada organisme terisolasi.
Panjang pengobatan biasanya minimal 6
minggu.
Untuk kelompok HACEK sulit untuk
diisolasi, sering kali membutuhkan waktu
berminggu-minggu untuk identifikasinya. Jika
salah satu dari organisme ini menjadi penyebab
penyakit (misalnya, penyakit subakut, emboli,
vegetasi besar, dll), penting untuk memulai
pengobatan empiris yang tepat. Rejimen yang
disukai
adalah
ceftriaxone
(golongan
cephalosporin generasi ketiga, atau keempat),
diikuti oleh ampisilin dan sulbaktam. Namun,
untuk pasien yang tidak toleran dengan
perawatan ini, ciprofloxasin mungkin bisa
digunakan. Panjang pengobatannya biasanya 4
minggu.
TABLE 71–4. Terapi Endokarditis yang disebabkan oleh kehadiran Staphylococci Prostetik Material
Regimen
Dosis dan Rute
Durasi
(minggu)
Rekomendasi
Keterangan
12 g/24 jam secara IV 4-6
dosis terbagi yang sama
6 minggu
atau lebih
IB
900 mg per 24 jam secara
IV/oral dalam 3 lebih dosis
terbagi yang sama
6 minggu
atau lebih
3mg/kg per 24 jam ssecara
IV/IM dalam 2 atau 3 lebih
dosis terbagi yang sama
2
Penicillin jam G 24 juta
unit/24 terbagi dapat
digunakan bersama nafcillin
atau oxacilli penicillin
cenderung rentan rentan
(MIC kurang dari atau lebih
dari 0.1 mcg/ /ml) dan tidak
menghasilkan β- lactam;
vancomycin harus di
gunakan pada pasien
langsung dengan jenis
reaksi untuk antibiotic βlactam (lihat table 71.3
untuk panduan dosis);
cefazolin bias diganti
dengan nafcillin atau
oxacillin pada pasien tidak
langsung dengan reaksi
hipersensitivitas terhadap
jenis penicillin
IB
Penggunaan vankomisin
Kecenderungan
rentan Oxacillin
Nafcillin atau
Oxacillin
Ditambah
Rifampin
Ditambah
Gentamisin Sulfat
Dosis pediatric :
Nafcillin atau oxacillin
200mg/kg per24 jam secara
IV dalam 4-6 dosis terbagi
yang sama
Rifampin 20mg/kg per 24
jam secara IV/PO dalam 3
dosis terbagi yang sama
Gentamisin 3mg/kg per 24
jam dalam 3 dosis terbagi
yang sama
Kecenderungan
Resistens Oxacillin
Vancomycin
39mg/kg per 24 jam secara
6 minggu
Hidroklorida
IV dalam 2 dosis terbagi
yang sama
atau lebih
Ditambah
Rifampin
900mg/24 jam secara
IV/IPO dalam 3 dosis
terbagi yang sama
6 minggu
atau lebih
3mg/kg per 24 jam secara
IV/IM dalam 2 atau 3 dosis
terbagi yang sama
2
Ditambah
Gentamisisn Sulfat
untuk mencapai 1
jam(puncak) konsentrasai
serum30-45 mcg/ml dan
konsentrasi palungnya 10-15
mcg/ml
Dosis Pediatric :
Vancomycin 40mg/kg per
34 jam secara IV dalam dua
atau 3 dosis terbagi yang
sama
Rifampin 20mg/kg per 24
jam secara IV/PO dalam 3
dosis terbagi yang sama
(sampai dosis dewasa)
Gentamisin 3mg/kg per 24
jam secara IV/IM dama 3
dosis terbagi yang sama
a
Dosis yang dianjurkan adalah untuk pasien dengan fungsi ginjal normal
Gentamisin harus diberikan bersama vankomisin , nafsilin , atau dosis oksasilin
c
Dosis pediatrik tidak boleh melebihi dari orang dewasa normal
d
IB, Kondisi dengan bukti dan / atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan berguna dan efektif ,
berdasarkan data dari uji coba secara acak tunggal atau studi nonrandomized
b
Kultur Negatif
Pengobatan untuk kultur negative IE
menghadirkan dilema yang signifikan. Rejimen
terapi dipandu oleh organisme terisolasi tertentu.
Ketika kultur gagal untuk mengidentifikasi
organisme
spesifik,
keputusan
mengenai
pengobatan harus mencakup organisme penyebab
yang paling umum. Jika pasien tidak responsive
terhadap pengobatan awal, kemudian penambahan
cakupan atau organisme kurang umum perlu
diwaspadai. Seorang spesialis penyakit menular
harus memberikan konsultasi terhadap seorang
pasien yang mengidap tipe infeksi ini.
Jamur
Pengobatan IE yang disebabkan oleh jamur ini
penanganannya sangat sulit. Ada kekurangan yang
signifikan dari studi ini, untuk mengidentifikasi dan
merekombinasikan terapi pengobatan yang paling
umum. Pada saat ini, ampotericin B adalah terapi
pengobatan yang paling umum. Namun, operasi
penggantian katup sering di anggap sebagai terapi
tambahan. Terapi antijamur intravena memerlukan
dosis tinggi selama minimal 8 minggu. Pemberian
obat golongan azoles secara oral (flukonazol)
digunakan sebagai terapi supresif jangka panjang
untuk mencegah kekambuhan. Peran yang paling
tepat dari beberapa antijamur baru, belum diketahui
(Voriconazole dan caspofungin)
TABLE 71-6 Terapi untuk native-katup atau prostetik katup endokarditis enterococal disebabkan oleh strain
rentan terhadap penicillin, gentamicin dan vankomicin
Regimen
Dosis dan Rute
Durasi (minggu)
Rekomendasi
Keterangan
Ampicillin natrium
atau
4-6
IA
katup asli: 4-minggu
terapi dianjurkan
untuk pasien
Kristal air penicillin G 18-30 juta unit/24
natrium ditambah
jam IV berkelanjutan
atau terbagi dalam 6
dosis
4-6
IA
prostetik katup atau
jantung prostetik
lainnya bahan:
minimal 6 minggu
terapi
direkomendsasikan
Gentamisin sulfate
4-6
IB
pasien hanya
direkomendasikan
terapi vankomisin
dua dosis tidak
dianjurkan penicillin
atau ampicillin
6 minggu terapi
vankomisin
direkomendasikan
karena penurunan
aktivitas hatinya
tdak entercocci
Vankomisin
hidroklorida
ditambah
gentamisin sulfat
12 g/24 jam IV
terbagi dalam 6
dosis
3 mg/kg per 24 jam
IV terbagi dalam 3
dosis
dosis pediatrik :
ampicillin 300 mg/kg
per 24 jam IV terbagi
dalam 4-6 dosis;
pencillin 300,000
unit/kg per 24 jam IV
terbagi dalam 4-6
dosis; gentamisin 3
mg/kg per 24 jam
IV/IM terbagi dalam
3 dosis
30 mg/kg per 24 ja
IV terbagi dalam dua
dosis
3 mg/kg per 24 jam
IV/IM terbagi dalam
3 dosis
dosis pediatrik:
vankomisin 40
mg/kg per 24 jam IV
terbagi dalam 2 atau
3 dosis; gentamisin 3
mg/kg per 24 jam
IV/IM terbagi dalam
3 dosis
6
6
*Dosis yang dianjurkan adalah untuk pasien dengan fungsi ginjal normal.
*Dosis gentamisin harus disesuaikan untuk mencapai konsentrasi serum puncak 3-4 mcg/mL dan konsentrasi terendah
kurang dari 1 mcg/mL pasien dengan bersihan kreatinin kurang dari 50 Ml/minute harus diperlakukan dengan berkonsultasi
dengan spesialis penyakit menular.
*Dosis pediatrik tidak boleh melebihi dari orang dewasa normal
*Lihat tabel 71-3 untuk dosis yang tepat dari vankomisin
*IA,kondisi dengan bukti dan/atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan berguna dan epektif, berdasarkan
data dari multiple uji klinis acak; IB, kondisi dengan bukti dan/atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan
berguna dan epektif, berdasarkan data dari uji coba secara aak tunggal atau studi nonrandomzed.
Studi
Kasus
Pasien
Bagian
4:
Tambahan Laboratorium
Laporan Kerentanan
Obat
Penisilin Ceftriaxone Vancomycin
MIC (mcg/mL) 0,25 0,125 Kurang dari 1
 Mengingat informasi tambahan ini, adakah
perubahan dalam penilaian Anda terhadap pasien?
 Apakah Anda perlu menyesuaikan aturan
pengobatan Anda berdasarkan data ini?
 Akankah tujuan pengobatan Anda berhasil,
terutama masa pengobatan, adakah perubahan?
staphylococci, organisme gram negatif, dan jamur)
sering pasien yang mengalami hemodinamik
(tekanan darah, denyut jantung, tekanan arteri
pulmonalis, dll) digunakan untuk menentukan kapan
intervensi bedah dibenarkan. Meskipun penanganan
medis dan penyembuhan yang memadai, sejumlah
besar orang yang mengidap endokarditis katup
yang belum mengalami pembedahan membutuhkan
operasi penggantian katup. Keterlibatan aorta
dianggap indikasi untuk operasi lebih dari 70% dari
pasien dengan PVE.
Studi Kasus Pasien Bagian 5: Membuat
Rencana Perawatan
Pembedahan
Intervensi bedah telah menjadi terapi
integral dalam kombinasi dengan manajemen
farmakologis dari IE. Penggantian katup adalah
intervensi dominan, dan digunakan dalam minimal
25% untuk kasus IE. Pembedahan dapat diindikasikan
jika pasien memiliki infeksi yang belum
terselesaikan, terapi antimikroba tidak efektif
(sering dikaitkan dengan jamur IE), lebih dari satu
episode emboli serius, refraktori gagal jantung
kongestif, disfungsi katup signifikan, aneurisma
mikotik membutuhkan reseksi, komplikasi lokal
(perivalvular atau abses miokard), atau infeksi katup
buatan terkait dengan patogen yang menunjukkan
resistensi antimikroba yang lebih tinggi (misalnya,
profilaksis umumnya direkomendasikan pada
pasien yg memang mempunyai resiko. Meskipun
cara ini memang belum jelas dan belum
direkomendasikan, diperkirakan jika antibiotik ini
diberikan sebagai terapi maka jumlah bakteri dalam
darah akan menurun dan mencegah pembelahan sel
pada bakteri yg berada pada katup jantung.
Ini dianjurkan untuk pasien yg mengalami
masalah pada penyakit lain misalnya kelainan
jantung bawaan, rematik jantung atau penyakit
lainnya yg berhubungan dengan disfungsi katup
jantung, pasien dengan kondisi ini dianggap
mempunyai resiko yg lebih tinggi terkena IE, selain
ini tidak ada lagi cara pencegahan bagi pasien.
Bakteri ini dapat disebabkan oleh banyak operasi
gigi dan bedah, semua operasi gigi menyebabkan
Berdasarkan informasi pasien, membuat rencana
perawatan untuk pengelolaan IE nya. Pastikan untuk
menyertakan (1) pernyataan mengenai persyaratan
pengobatan dan / atau mungkin masalah, (2) tujuan
terapi, (3) rencana-pasien tertentu, termasuk
rencana pencegahan, dan (4) tindak lanjut rencana
untuk menilai apakah tujuan telah dipenuhi dan
untuk menentukan apakah pasien mengalami efek
samping.
Pencegahan
Pada kondisi tertentu penyakit jantung ini
sementara dikaitkan pada infeksi bakteri dalam
upaya pencegahan perkembangannya, pengobatan
luka pendarahan pada gigi yg menyebabkan bakteri
ini dapat masuk kedalam aliran darah. Jenis utama
bakteri penyebab ini adalah jenis “Viridans
Streptococci” yang ditargetkan pada pencegahan IE.
Pedoman
“American
Heart
Association”
menyarankan penggunaan antibiotik pada setiap
bedah gigi, mulut, sistem respirasi, dan perut. Yang
sudah dicantumkan pada tabel 71-7, asosiasi ini
menyarankan penggunaan antibiotik oral atau
intravena sebelum kegiatan pembedahan dilakukan.
Pemilihan antibiotik untuk oral biasanya didahulukan
golongan Penicillin dengan Clindamycin untuk pasien
yg alergi Penicillin. Penicillin (misalnya. Amoxillin
atau ampicillin) merupakan agen utama, dengan
penambahan Gentamicin pada pasien beresiko
tinggi, atau Vankomicin untuk pasien alergi
penicillin, kedua dosis profilaksis tidak dianjurkan.
Namun, jika infeksi berkembang dibagian tersebut,
maka diperlukan antibiotik tambahan (menurut jalur
terapinya).
TABEL 71-7. Regimen Profilaksis untuk Dental, Oral, Saluran Pernapasan,dan Prosedur Esofageal
Situasi Terapi
Antibiotik
Dosis
Standar Pencegahan
Amoxicillin
Dewasa 2g, Anak 50mg/bb oral, 1
jam sebelum pembedahan
Dewasa 2g Intramuscular atau
Intravena, Anak 50mg/bb, 30 menit
sebelum Pembedahan
Pasien Alergi Penisillin
Clindamisin/Cephalexin/
cefadroksil/azitromisin
Dewasa 600 mg, anak 20mg/kg,
oral, 1 jam sebelum pembedahan
Dewasa 2g, anak 50mg/kg
Pada pasien alergi Penisilin dan Clindamisin / Cefalozin
Tidak dapat menggunakan obat
oral
HASIL EVALUASI
Hasil pengamatan ini adalah krisis infeksi serius
untuk
mencegah
komplikasi
,
mencegah
perkembangan resistensi dan menurunkan tingkat
kematian. Dilakukan penilaian rutin terhadap tandatanda klinis dan gejala, serta tes laboratorium (yaitu
kultur darah yang berulang-ulang), pengujian
mikrobiologis dan konsentrasi obat serum harus
dilakukan.
Tanda dan gejala resolusi biasanya terjadi dalam
beberapa hari hingga seminggu dalam banyak kasus.
Memantau pasien setiap hari apabila terjadinya
demam, serta tanda-tanda vital lainnya, dengan nilai
normal diharapkan dalam waktu 2 sampai 3 hari
memulai terapi antimikroba, tanda-tanda atau gejala
peresisten bisa menjadi indikasi pengobatan yang
tidak memadai atau terjadinya perkembangan
resisten.
Kultur darah adalah evaluasi pertama
laboratorium untuk menilai respon terhadap terapi.
Dilakukan dengan perawatan yang tepat, hasil yang
diperoleh harus menunjukan nilai negative dalam
waktu 3 sampai 7 hari. Kultur darah dilakukan jika
pasien tidak menunjukan respon terhadap terapi
atau menyelesaikan pengobatan untuk melakukan
Dewasa 600 mg, anak 20mg/kg
Intravena 30 menit sebelum
pembedahan
pemberantasan terhadap infeksi. Mengevaluasi
semua hasil kerentanan yang di peroleh untuk
menilai terapi antimikroba.
Selain itu, pasien perlu diberitahukan tentang
perlunya antibiotik propilaktik sebelum dilakukan
proses pembedahan gigi untuk mencegah infeksi
berulang. Ini sangatlah penting bagi pasien dengan
faktor risiko yang mempengaruhi perkembangan IE,
seperti katup prostetik jantung, cacat katup lainnya,
atau IE sebelumnya.
Mengembangkan proses selanjutnya untuk
menentukan apakah pasien telah mencapai reaksi
obat, yang mencakup tanda-tanda klinis atau gejala,
kultur darah yang berulang-ulang, dan mungkin
echocardiogram berulang, pengamatan juga harus
dilakukan jika setiap pasien mengalami peristiwa
merugikan. Hal ini harus dilakukan dalam beberapa
minggu setelah penyelesaian terapi.
KESIMPULAN
Ketika dihadapkan dengan pasien endokarditis
infektif, sangat penting untuk memiliki diagnosis
yang akurat dan mengobati dengan tepat. Kematian
dapat menjadi signifikan tergantung pada
organisme dan komorbiditas pasien. Namun, hasil
dapat ditingkatkan
pengamatan rutin.
melalui
perawatan
dan
Pemantauan dan Evaluasi Pasien
1. Menilai gejala-gejala pasien dan hasil
laboratorium untuk menetukan apakah terapi
empiris efektif. Apakah menyembukah demam
pada pasien? Apakah pasien WBC menurun?
2. Terdapat ulasan kultur mikrobiologik dan
sensitifitas untuk menilai apakah rejimen
antimikroba awal perlu disesuaikan?
3. Meninjau tes diagnostic tambahan untuk
menentukan apakah penobatan mungkin
diperlukan untuk mencegah/meminimalkan
kompikasi (misalnya, emboli, gagal jantung
kongestif).
4. Mengevaluasi konsentrasi obat serum terapi
yang sesuai (misalnya vankomisin dan
entamisin).
5. Menjaga kreatinin serum untuk membuat
penyesuaian ginjal yang tepat dari antimikroba
yang diperlukan.
6. Menilai setiap pengulangan kultur darah dan
tanda-tanda vital untuk menentukan efektivitas
pengobatan lanjutan.
7. Mengevaluasi pasien untuk terjadinya reaksi
samping obatdan kemunginan alergi obat atau
interaksi obat.
8. Perkembangan rencana jika pasien akan
melanjutkan terapi dirumah. setelah penurunan
suhu badan sampai normal, pasien dapat
menyelesaikan terapi diluar rumah sakit dengan
menerima antimikroba dari pusat rawat jalan
infuse atau melalui agen kesehatan rumah.
9. Menindak lanjuti rencana perkembangan untuk
untuk menilai resolusi infeksi setelah pasien
telah menyelesaikan terapi. Penilaian dari setiap
efek samping juga harus dilakukan saat ini.
10. Mengajari pasien tentang pentingnya minum
antibiotik
profilaksis
sebelum
dilakukan
pembedahan gigi dalam upaya untuk mencegah
terjadinya infeksi lain.stres berpotensi terjadinya
komplikasi serta morbiditas dan mortalitas yang
berkaitan dengan IE dan mengambil tindakan
pencegahan
dapat
meminimalkan
atau
mencegahnya.
SINGKATAN – SINGKATAN
CFU
IE
IVDUS
MIC
MSSA
MRSA
NBTE
Endocarditis
PVE
TEE
TTE
: Colony-Forming Units
: Infective Endocarditis
: Intravenous Drug Users
: Minimum Inhibitory Concentration
: Methicillin-Sensitive S. Aureus
: Methicillin-Resistant S. Aureus
: Nonbacterial Thrombotic
: Prosthetic Valve Endocarditis
: Transesophageal Echocardiogram
: Transthoracic Echocardiogram
Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di
www.ChisholmPharmacotherapy.com
Masuk ke situs web:
www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk
memperoleh informasi dalam melanjutkan
pembelajaran bab ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
Baddour LM, Wilson WR, Bayer AS, et al. Infective
endocarditis: Diagnosis, antimicrobial therapy,
and management of complications.American
HearS
Association
scientific
statement.
Circulation 2005;111:e394–433.
Bayer AS, Bolger AF, Taubert KA, et al. Diagnosis and
management of infective endocarditis and its
complications. Circulation 1998; 98:2936–2948.
Brouqui P, Raoult D. Endocarditis due to rare
andfastidious bacteria.Clin Microbiol Rev
2001;14:177–207.
Dajani AS, Taubert KA,Wilson W, et al. Prevention of
bacterial endocarditis: Recommendations by the
American
Heart
Association.
JAMA
1997;277:1794–1801.
Durack DT, Lukes AS, Bright DK. New criteria for
diagnosis ofinfective endocarditis: Utilization of
specific echocardiographic findings. Duke
Endocarditis Service. Am J Med 1994;96: 200–
209.
Fowler VG Jr, Scheld WM, Bayer AS. Endocarditis
and intravascular infections. In: Mandell GL,
Bennett JE, Dolin R, eds. Principles and Practice
of Infectious Diseases. 6th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2005:975–1022.
Hoen B. Special issues in the management of
infective endocarditis caused by gram-positive
cocci. Infect Dis Clin North Am 2002;16:437–452.
Houpikian P, Raoult D. Blood culture-negative
endocarditis in a reference center: Etiologic
diagnosis of 348 cases. Medicine 2005;84:162–
173.
Li JS, Sexton DJ, Mick N, et al. Proposed
modifications to the Duke criteria for the
diagnosis of infective endocarditis. Clin Infect
Dis 2000;30:633–638.
Mylonakis E, Calderwood SB. Infective endocarditis
in adults. New Engl J Med 2001;345:1318–1320.
Pierrotti LC, Baddour LM. Fungal endocarditis, 1995–
2000. Chest 2002;122:302–310.
Sachdev M, Peterson GE, Jollis JG. Imaging
techniques
for
diagnosis
of
infective
endocarditis. Cardiol Clin 2003;21: 185–195
06 TUBERKULOSIS
Charles A.Peloquin and Rocsanna Namdar
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1. Membandingkan faktor resiko penyakit tuberkulosis aktif pada pasien berdasarkan usia,
status imun, tempat kelahiran, dan waktu paparan pada kasus TB aktif
2. Mendesain, mengevaluasi, dan menilai rencana terapeutik yang sesuai untuk
imunokompeten, imunokompresi kehamilan dan pasien pediatrik.
3. Menilai efektifitas dari terapi pasien tuberculosis
4. Mengutip nama-nama obat yang hampir terbiasa dapat menyebabkan hepatotoksisitas.
5. Memilih pasien untuk pemantauan terapi obat yang berharga.Mendesain, mengevaluasi,
dan menilai regimen untuk pengobatan LTBI pada semua populasi pasien.
6. Mengidentifikasi parameter pemantauan labolatorium untuk pasien dalam pengobatan
tuberkulosis.
7. Mendesain sebuah rencana terapeutik untuk pasien dengan tuberkulosis meningitis atau
tuberkulosis osteomielitis.
KONSEP UTAMA
❶ Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular
yang umum terjadi di bumi dan yang dijadikan
kontrol oleh banyak negara berkembang. Negara
tersebut wajib memberikan bantuan baik medis
maupun finansial untuk mengontrol penularan
tuberkulosis secara global.
❷ Di US tuberkulosis tidak sebanding dengan etnik
minoritas kulit putih, lebih besar mencerminkan
transmisi secara terus menerus pada komunitas
etnik minoritas. Penambahan pengawasan TB dan
pengobatan pencegahan dibutuhkan dalam
komunitas.
❸ Koinfeksi antara HIV dengan Tuberkulosis akan
mempercepat progres dari kedua penyakit ini,
sehingga membutuhkan diagnosa dan pengobatan
dari kedua penyakit ini.
❹ Mikobacteria mempunyai pertumbuhan yang
lambat dalam labolatorium, mereka membutuhkan
cemaran media yang khusus dan inkubasi dalam
waktu yang lama untuk diisolasi dan diidentifikasi.
❺ Tuberkulosis dapat menghasilkan tanda dan
gejala apikal pada bayi, orangtua, dan inang
imunokompresi jika progres terjadi lebih cepat pada
pasien.
❻ LTBI ( Latent Tuberculosis Infection) dapat
menyebabkan kelainan reaktivasi yang menahun,
setelah terjadi infeksi primer.
❼ Pasien yang diduga menderita penyakit TB aktif
harus diisolasi hingga tidak lagi menular, isolasi
membutuhkan ruangan yang khusus “tekanan
negative”
untuk
mencegah
penyebaran
tuberkulosis.
❽ Isoniazid dan Rifampin merupakan dua obat
tuberkulosis. Apabila organismenya resisten
terhadap kedua obat ini maka akan lebih sulit untuk
diobati.
❾ Tidak ada penambahan obat tunggal untuk
kekurangan regimen.
❿ DTO ( Directly Observed Treatment) seharusnya
digunakan kapan saja untuk mengurangi kegagalan
pengobatan dan pemilihan obat yang resisten.
Diseluruh dunia, tuberkulosis dapat membunuh
sekitar 2 miliyar orang setiap tahunnya oleh infeksi
organisme ini. Tuberkulosis disebabkan oleh
Mycobacterium tubeculosis baik sebagai penderita
LTBI atau sebagai penyakit aktif progresif, terakhir
biasanya karena destruksi progresif dari paru-paru
yang menyebabkan kematian pada semua pasien
yang tidak menerima pengobatan.
EPIDEMIOLOGI
❶ Sekitar satu dari tiga orang dibumi mengalami
infeksi Mycobacteria tuberculosis. Distribusi yang
kurang merata dengan insiden tertinggi terjadi si
Asia selatan dan bagian Saharan Afrika. Di USA,
sekitar 13 miliyar orang mengidap LTBI yang
dibuktikan dengan tes kulit yang positif tetapi tidak
disertai tanda dan gejala dari penyakit ini. Sekitar
satu dari sepuluh pasien memiliki kesempatan
terkena penyakit TB aktif selama hidup mereka,
dengan faktor resiko terbesar selama dua tahun
pertama setelah infeksi.
Faktor Risiko Infeksi
Lokasi Dan Tempat Lahir
Di California, Florida, Illinois, New York, dan Texas
menyumbang lebih dari 50% dari semua kasus TB
pada tahun 2002, mencerminkan tingkat imigrasi
tinggi ke negara-negara ini. TB paling lazim terjadi di
daerah perkotaan besar, diperburuk oleh adanya
kerumunan lingkungan imigran miskin. Dimana
lebih dari setengah dari semua kasus di Amerika
Serikat sekarang di temukan. Meksiko, Filipina,
Vietnam, India, Cina, Haiti, dan Korea Selatan
merupakan jumlah terbesar imigran ini. Mereka yang
berhubungan dekat dengan pasien TB paru aktif
paling mungkin untuk terinfeksi. Termasuk anggota
keluarga, rekan kerja dan di tempat penampungan
dan panti jompo.
Ras, Etnis, Usia Dan Jenis Kelamin
❷ Di Amerika Serikat, insiden TB yang lebih
banyak pada individu non kulit-putih. Pada tahun
2002, non-Hispanik menyumbang 30% dari semua
kasus TB, diikuti oleh Hispanik 27%. Asia dan Pasifik
Islanders menyumbang 22%, sedangkan kulit putih
non-Hispanik menyumbang hanya 20% dari kasus TB
baru. TB paling umum terjadi antara usia 25-44 tahun
(35% dari semua kasus), diikuti oleh usia 45-64 tahun
(28%) dan 65 tahun (21%).
Koinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
HIV merupakan faktor risiko terpenting
untuk TB aktif karena defisit kekebalan tubuh pasien
dicegah dari awal infeksi. ❸ sekitar 10% pasien di
Amerika Serikat terkena TB koinfeksi dengan HIV,
dan kira-kira 20% pasien TB berusia 25-44 tahun
terkena koinfeksi HIV. Pada umumnya, TB terkait
HIV paling umum antara usia 25 tahun. Resiko
lainnya terdapat pada individu yang terinfeksi TB
dan HIV , yang penyebaran penyakitnya cepat.
Studi Kasus Pasien, Bagian 1
HPI
AF adalah seorang pria berusia 56 tahun yang hadir
ke klinik medis mengeluh bahwa sejak 1 bulan ini
mengalami batuk terus menerus yang telah menjadi
produktif selama 2 minggu. Dia juga mengeluhkan
rasa tidak enak, demam, berkeringat di malam hari,
berat badan turun 6 kg selama 2 bulan.
PMH
 Bebas insulin dependent diabetes mellitus
(NIDDM)- dikendalikan baik.
 Hipertensi (HTN) x 5 tahun- dikendalikan baik.
FH
 Ibu dan ayah meninggal dalam MVA 10 tahun yang
lalu
 1 saudara laki-laki berusia 54 tahun +HIV, dan hidup
dengan pasien
 Adik perempuan berusia 50 tahun mengidap
kanker payudara
SH
Duda mempunyai 1 putri. Bekerja sebagai agen
penyamar, dan baru saja kembali dari operasi di
Kamboja.
Ia
menyangkal
merokok
atau
menggunakan narkoba dengan suntikan intravena.
Dia memiliki sejarah penyalahgunaan alkohol selama
20 tahun dan telah mabuk selama 10 tahun.
Meds
 Lisonopril 20 mg sekali sehari
 Amlodipine 5 mg sekali sehari
 Metformin 500 mg dua kali sehari
Pasien melaporkan bahwa ia mencoba untuk
mengeluhkan ketika dia tidak mampu mendapatkan
pengganti obatnya. Selama 2 bulan terakhir, ia tidak
meminum obat 3-4 hari.
Alergi: NKDA
 Apa informasi yang disugestikan pada penderita
tuberkulosis?
 Faktor- faktor apa yang menempatkan dalam
peningkatan resiko tuberkulosis ?
Faktor Risiko Untuk Penyakit
Saat terinfeksi M.tuberculosis, seseorang memiliki
faktor resiko TB aktif sekitar 10%, dengan setengah
resiko akan jelas terlihat selama 2 tahun pertama
setelah terinfeksi. Anak-anak, orang tua, dan pasien
dengan sistem kekebalan tubuh rendah memiliki
resiko yang lebih besar. Pasien HIV yang terinfeksi
M.tuberculosis kira-kira 100 kali lebih mungkin untuk
mengembangkan TB aktif dari pada normal host
karena kurangnya kekebalan seluler normal.
ETIOLOGI
❹Pemeriksaan mikroskopis ("smear") mendeteksi
sekitar 8 untuk 10x106 organisme/L spesimen
menggunakan noda AFB (acid fast bacillus), dengan
teknik fluoresen auramine-rhodamine yang mungkin
sepertiganya lebih sensitif. M.tuberculosis pada
pasien smear negatif masih dapat tumbuh dengan di
kulturkan, yang lebih sensitif dari pada Teknik
pewarnaan. Akan tetapi, pengkulturan jauh lebih
lambat dari pada pewarnaan karena waktu
menggandakan Basil sekitar 20 jam. Pemeriksaan
mikroskopis lebih lanjut tidak dapat menentukan
lebih dari 90 spesies mikrobakteri yang tumbuh.
Praktek yang biasa di asumsikan yang paling buruk
(TB) sampai dikonfirmasi oleh genetik atau kultur
positif.
Kultur dan Kerentanan Pengujian
Uji kerentanan sangat penting untuk mengarahkan
pengobatan yang tepat. Menggunakan metode
agar, metode agar yang paling umum dikenal
sebagai metode proporsi. Untuk menghasilkan hasil
dibutuhkan waktu beberapa minggu. Sistem baru ini
menggunakan media cair dan mendeteksi
mikrobakteri hidup sekitar 2 minggu. Uji identifikasi
ini termasuk uji asam nukleat dan sidik jari DNA
menggunakan pembatasan analisis panjang fragmen
polimorfisme dan polymerase chain reaction (PCR).
Tes ini membedakan spesies mikroba tetapi tidak
memberikan data kerentanan. Tes diteliti untuk
mencari mutasi spesifik terkait dengan resistensi
obat dan dapat memfasilitasi keputusan terapi obat
yang cepat untuk digunakan di masa depan.
Transmisi
TBC ditularkan dari orang ke orang melalui batuk
atau bersin. Ini menghasilkan partikel- partikel kecil
dikenal sebagai droplet yang dapat mengapung di
udara untuk jangka waku lama. Setiap tetesan
mengandung 1-3 organisme. Diperkirakan bahwa
30% terkena kontak langsung dengan pasien akan
terinfeksi
PATOFISIOLOGI
Infeksi Primer
Infeksi primer biasanya tertular dari udara yang
terhirup, didalamnya terdapat droplet yang
mengandung
mikrobakteri
tuberkulosis.
Perkembangan penyakit klinis tergantung pada 3
pola, yaitu: (1) Jumlah organisme M. tuberculosis
yang dihirup, (2) Virulensi organisme, (3) Respon
imun dari sel inang yang akan ditempati. Jika
makrofag didalam paru menghambat atau
membunuh basil, infeksi ini dapat dibatalkan. Jika
tidak, TBC akhirnya menyebar keseluruh tubuh
melalui aliran darah. TBC paling sering menginfeksi
daerah posterior jaringan paru- paru, dimana tempat
ini paling menguntungkan untuk kelangsungan
hidup dari bakteri TBC.
T limfosit menjadi aktif selama 3-4 minggu,
memproduksi interferon (IFN0 dan sitokin lainnya).
Ini akan merangsang mikroba mengelilingi makrofag
pada tuberkulosis dan akan membentuk granul
untuk mencegah perluasan yang lebih lanjut. Pada
titik ini , infeksi sebagian besar tidak terkontrol dan
replikasi basil berlangsung secara dramatis. Setiap
mikrobakeri yang tersisa dalam granul atau dalam
makrofag yang telah terinfeksi TBC akan lisis selama
1- 3 bulan. Akan terjadi hipersensitifitas jaringan,
sehingga tes tuberculin menjadi positif. ❺Penyakit
primer progresif terjadi pada sekitar 5% pasien,
terutama anak- anak orang tua dan pasien
imunokompresi. Ini akan menyebabkan meningitis
dan batuk parah lainnya dari TB, bahkan sebelum tes
kulit mereka akan dinyatakan positif TB.
HIV namun negative TB. Karena dosis yang diberikan
pada pengobatan tersebut akan tumpang tindih dan
memburuknya tuberkulosis ketika TB HIV dilakukan
pengobatan secara bersamaan. Kebanyakan dokter
memilih untuk memulai pengobatan TB terlebih
dahulu. Waktu yang tepat untuk memulai
pengobatan HIV adalah setelah 2 bulan pengobatan
TB. Meskipun keadaan dari pasien tidak tepat untuk
melakukan pengobatan seperti ini.
Penyakit Reaktivasi
Demam, berkeringat di malam hari, penurunan berat
badan, kelelahan, dan batuk produktif adalah gejala
klasik TB.1,2,6,16 onset mungkin secara bertahap,
dan diagnosis mudah dilewatkan jika gejala-gejala ini
dimatikan, seperti dalam elderly.2,6,16 penyakit
paru-paru progresif mengarah ke kavitasi yang
terlihat pada x-ray. Pemeriksaan fisik non-spesifik
tidak konsisten tetapi mungkin konsisten dengan
pneumonia. Kusam dada perkusi, rales dan
peningkatan vokal fremitus dapat diamati pada
pemeriksaan. Data laboratorium sering tidak
informatif, tapi peningkatan dalam sel darah putih
(WBC) dengan dominasi limfosit terhitung dan
dapat dilihat.
❻ Sekitar 10% dari pasien yang terinfeksi akan
berkembang menjadi reaktifasi TB. Terjadi dalam 2
tahun pertama setelah infeksi. Penyakit pada lobus
atas adalah penyakit yang paling umum (85% kasus).
Kaseosa granul menghasilkan respon imun yang
kuat dan mengalami pencairan, menyebabkan
penyebaran lokal. Akhirnya hasil rongga paru akan
melebar, yang memungkinkan untuk bakteri masuk.
Jumlah bakteri dirongga dapat setinggi 10 pangkat
11 per liter cairan kavitas. Sebelum era kemoterapi,
TB paru biasanya dikaitkan dengan hipoksia, asidosis
pernafasan dan akhirnya meninggal.
Tuberkulosis Miliria dan Extrapulmonari
Kaseosa granul terlepas dari lokasi, dapat
mengalami pencairan, penebaran basil tuberkulosis
menyebabkan gejala-gejala dari TB timbul. Diagnosis
B sulit dan sering tertunda dalam suatu
imunokompresi. pasien yang terinfeksi HIV dapat
mudah terinfeksi tubekulosis, penyakit ini akan
disebarluaskan yang disebut dengan TB miliari,
dapat terjadi terutama pada anak- anak, pasien
imunokompresi dan dapat berakibat fatal.
Pengobatan harus dilakukan secepatnya.
Pengaruh Infeksi HIV secara Patogenesis
Infeksi HIV adalah faktor resiko terpenting untuk TB
aktif. CD limfosit akan berkembang biak dalam
menanggapi mikrobakteri HIV yang tumbuh secara
cepat dalam sel-sel ini, dan selektif untuk
menghancurkan CD limfosit. Secara bertahap akan
dilakukan pertempuran untuk menghilangkan
limfosit TB. Pasien yang terinfeksi HIV dan terinfeksi
TB berada pada angka resiko kematian jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan pasien yang terinfeksi
PRESENTASI KLINIS
presentasi umum pada pasien yang koinfeksi
dengan HIV.1,2,6,16,23 pasien HIV-positif sering
memiliki tes kulit negatif dan gagal untuk
menghasilkan lesi cavitary, dan demam mungkin
tidak ada. Gejala untuk pasien yang non spesifik
diredam dari klasik paru . TB Extrapulmonary
biasanya muncul secara perlahan-lahan dengan
progresif penurunan fungsi organ dan Limfa
denopati.2,6,16,17 perilaku yang tidak normal, sakit
kepala, atau kejang untuk tuberkulous meningitis,
meskipun infeksi sistem saraf pusat akut ( CNS )
tidak termasuk.6,16
Lansia
❺ Pada lansia banyak klinis Temuan kematian pada
orang tua atau tidak ada sama sekali, jadi dapat
menjadi ketidakpastian diagnostik. Tes kulit
mungkin positif, demam, berkeringat di malam hari,
produksi dahak, atau hemoptysis, membuat TB sulit
untuk dibedakan dari infeksi bakteri atau virus lain
atau
penyakit
paru-paru
kronis.2,16,24,25.
Sebaliknya, perubahan mental dua kali terjadi pada
orang tua, dan penyakit CNS harus dipertimbangkan
ketika TB terjadi. Angka Kematian terjadi enam kali
lebih tinggi pada orang tua, sebagian karena
penundaan dalam distribusi etnis diagnosis.2,16,24
penyakit pada orang tua berbeda lebih banyak pasien
kulit putih karena pasien sudah terinfeksi pada dekade
yang lalu, ketika TB lebih umum di Amerika Serikat.
BCG tidak memblok infeksi, dan penyebaranTB pada
anak-anak tidak menyebar
secara mudah. Dari
perspektif kesehatan masyarakat, TB pediatrik
merupakan paling jelas penyebaranya dari TB.
Anak-anak
Pengujian Kulit
❺Karena anak-anak yang sangat muda memiliki
kekebalan seluler belum matang, TB dapat sangat
berbahaya pada populasi ini. TB pada anak-anak bisa
hadir sebagai pemicu pneumonia bakterial khas,
disebut progresif utama TB, dan sering kali melibatkan
lobes.16–19 penyebaran lebih rendah dan menengah
ke kelenjar getah bening, gastrointestinal (GI) dan
traktat genitourinary, sumsum tulang, dan meninges.
Untuk alasan ini, vaksin bacille Calmette-Guérin (BCG)
diberikan di negara-negara yang mana penderita TB
masih sangat umum. BCG muncul untuk merangsang
sistem kekebalan tubuh anak-anak hanya cukup untuk
menangkis bentuk penyakit paling serius. Namun,
Turunan protein murni (PPD), juga dikenal sebagai tes
Mantoux, adalah metode yang disukai untuk
pengujian kulit.2,16,20 produk disuntikkan ke dalam
kulit (tidak subkutan) dengan jarum (27-gauge) dan
hasil kecil besarnya harus dibaca oleh seorang
profesional yang berpengalaman dalam 48-72 jam.
Kriteria untuk interpretasi tercantum di tabel 72-1.1,
2,6,16,20 pusat-pusat pengendalian penyakit dan
pencegahan
(CDC)
tidak
merekomendasikan
penggunaan rutin.(tabel 72-1).
DIAGNOSIS
TABEL 72-1. Kriteria untuk Tuberkulin positif, oleh Kelompok Pemberi Risiko
Reaksi yang lebih besar dari atau Reaksi yang lebih besar dari atau sama Reaksi yang lebih besar dari
sama dengan 5 mm dari Indurasi
dengan 10 mm dari Indurasi
atau sama dengan 15 mm dari
Indurasi
Seseorang yang terkena positif HIV
imigran baru (yaitu, dalam 5 tahun
terakhir) yang memiliki prevalensi
negara tinggi
Kontak baru pasien dengan kasus pengguna suntikan narkoba
tuberkulosis (TB)
Perubahan fibrosis dalam dada pada Penduduk dan karyawan berisiko tinggi
radiograf yang konsisten dengan TB dalam pengaturan radiograf yang
sebelumnya
konsisten: tempat hukum dan penjara,
panti jompo dalam jangka panjang,
Fasilitas untuk orang tua, rumah sakit,
fasilitas perawatan kesehatan, dan
perumahan. Fasilitas untuk pasien
dengan mengakuisisi immunodeficiency
syndrome
(AIDS),
dan
tempat
penampungan tunawisma
Pasien dengan transplantasi organ Personil laboratorium Mycobacteriology
dan pasien imunosupresi lain ( setara dengan
kondisi
klinis
yang
dengan lebih besar dari atau sama menempatkannya pada risiko tinggi:
dengan 15 mg/hari dari prednison 1 silicosis, diabetes melitus, gagal ginjal
bulan atau lebih)
kronis, beberapa kelainan Hematologi
(misalnya, leukemia dan limfoma),
keganasan lain (misalnya, karsinoma
kepala atau leher dan paru-paru), 10 %
lebih besar dari atau sama dengan berat
badan
ideal, gastrektomi dan
jejunoileal.
Anak-anak yang lebih muda dari usia 4
tahun atau bayi, anak, remaja dan
dewasa berada dalam risiko tinggi
Resiko TB pada pasien yang dirawat dengan kortikosteroid meningkat dengan dosis yang lebih tinggi dan durasi
yang lebih lama. Sebaliknya untuk orang dengan resiko lebih rendah diuji pada awal pekerjaan, reaksi yang lebih
besar dari atau sama dengan 15 mm Indurasi dianggap positif.
Studi Kasus Pasien, Bagian 2
PE
 Gen: kurus, laki-laki kerempeng
 VS: tekanan darah 126/78, denyut nadi 90/ menit, kecepatan pernafasan 18, suhu 39.3 ºc (102.7ºF), oksigen
didalam ruangan 82 %, berat 51 kg
 HEENT: PERRLA; EOMI
 Leher: lemas; tidak ada limfadenofati, bruits, atu JVD, tidak ada tiromegali
 Dada: difusi rhonci,menurunnya suara pernafasan di sebelah kiri.
 CV: RRR, tidak ada suara, gesekan, gallop
 Abd: (+)BS; tidak ada penawaran,
 Saraf: A%O x 3
Nilai labolatorium (satuan US)
Lab
Normal
Na 139 mEq/L
135–145 mEq/L
K 3.9 mEq/L
3.5–5 mEq/L
Cl 98 mEq/L
95–105 mEq/L
CO2 38 mEq/L
22–30 mEq/L
BUN 20 mg/dL
5–25 mg/dL
SCr 1.3 mg/dL
0.8–1.3 mg/dL
Gluc 123 mg/dL
Less than 140 mg/dL
AST 36 IU/L
5–40 IU/L
ALT 28 IU/L
5–35 IU/L
Tbili 1 mg/dL
0.1–1.2 mg/dL
PT 10 detik
10–12 detik
Lab
Normal
Hgb 13.5 g/dL
13.5–17.5 g/dL
Hct 40%
40%–54%
RBC 4.6
4.6–6.0 × 106 mm3
WBC 4.5
4.0–10 × 103 mm3
PMN 62%
50%–65%
Lymph 34%
25%–35%
Mono 6%
2%–6%
Lainnya:konsentrasi untuk HIV bertambah
Nilai Labolatorium (satun SI)
Lab
Normal
Lab
Normal
Na 139 mmol/L
135–145 mmol/L
Hgb 0.84 mmol/L
0.84–1.08 mmol/L
K 3.9 mmol/L
3.5–5 mmol/L
Hct 0.4 vol fraction
0.4–0.54 vol fraction
Cl 98 mmol/L
95–105 mmol/L
RBC 4.6 × 1012/L
4.6–6.0 × 1012/L
CO2 38 mmol/L
22–30 mmol/L
WBC 4.5 × 109/L
4.0–10 × 109/L
BUN 7.1 mmol/L
1.8–8.9 mmol/L
PMN 62%
50%–65%
SCr 115 μmol/L
70.1–114.9μmol/L
Lymph 34%
25%–35%
Gluc 6.8 mmol/L
Less than 7.8 mmol/L
Mono 6%
2%–6%
AST 0.60 μKat/L
0.08–0.67 μKat/L
lainnya: konsentrasi untuk HIV bertambah
ALT 0.47 μKat/L
0.08–0.58 μKat/L
Tbili 17 μmol/L
1.7–20.5 μmol/L
PT 10 detik
10–12 detik
CXR
Bagian lobus bilateral atas yang mendalam di infiltrasi dengan kapasitas bagian kiri: pneumotoraks kecil bagian kiri
Bagian Klinik
Pasien yang telah menerima dan menepati bagian isolasi pernafasan dibagi menjadi tiga sputum gram noda
specimen, dimana terdapat 3+AFB. A PPD pengujian kulit pada tuberculin. Sampel sputum telah dikirimkan untuk
AFB, jamur, bskteri kultur dan sensitivitas. Setelah 48 jam te kulit PDD diketahui area indurasi 12 mm.
Penafsiran
1. Tuberkulosis paru-paru aktif
2. Pneumotoraks
3. Hipertensi
4. Diabetes insulin, non insulin
 Yang manakah gejala, tanda dan penemuan secara konsisten untuk TB aktif ?
Tes Tambahan
Pengumpulan dahak di waktu pagi memiliki hasil
tertinggi dari organisme. 2,10,16 pengumpulan dahak
selama tiga hari berturut-turut meningkatkan hasil
positif. Dahak di induksi dengan NaCl hipertonik
aerosol menghasilkan dahak pada sampel diagnostik
pada pasien. Bronchoscopy atau aspirasi dari cairan
acquired immune kekurangan syndrome (AIDS) yang
memiliki jumlah CD4 yang rendah.
PENGOBATAN
Pengobatan umum
Monoterapi hanya dapat digunakan untuk pasien yang
tidak memiliki TB aktif infeksi laten TB (LTBI), seperti
yang ditunjukkan oleh tes kulit tidak ada tanda-tanda
atau gejala penyakit. Apabila penyakit aktif, minimal
dua obat dan biasanya tiga atau empat obat-obatan
harus digunakan secara bersamaan dari awal
pengobatan. Untuk sebagian besar pasien, durasi
terpendek pengobatan adalah 6 bulan, dan 2 sampai 3
tahun pengobatan mungkin diperlukan untuk kasus
multi drug resistant TB (MDR-TB), pengawasan
menelan obat (PMO) dengan perawatan kesehatan
adalah cara yang efektif untuk memastikan selesainya
pengobatan.
lambung melalui tabung nasogastric dapat dicoba pada
pasien yang dipilih, lebih sering digunakan untuk anakanak.16 untuk pasien suspeksi TB extrapulmonary,
sampel cair dikeringkan, biopsi dari tempat terinfeksi,
atau keduanya dapat di coba. Kultur darah kadangkadang memberikan hasil positif, terutama pada pasien
Terapi non Farmakologi
❼ langkah-langkah untuk diambil (1) mencegah
penyebaran TB (isolasi pernapasan), (2) menemukan
dimana TB telah menyebar (kontak penyelidikan), dan
(3) pasien kembali ke keadaan berat badan normal
dan kesejahteraan. Istilah lebih tua untuk TB adalah
sakit paru-paru karena kekurangan tenaga adalah
gejala utama perkembangan penyakit di era pre
kemoterapi dan sekarang tetap deskriptif. point 1 dan
2 dilakukan oleh Departemen Kesehatan masyarakat.
Dokter yang terlibat dalam pengobatan TB harus
memverifikasi bahwa Departemen kesehatan
setempat telah diberitahu semua kasus baru TB.
Operasi mungkin diperlukan untuk menghilangkan
jaringan paru-paru yang hancur, menempati ruang lesi
yang
terinfeksi
(tuberculomas),
dan
lesi
extrapulmonary tertentu.
Terapi Farmakologis
Pengobatan Infeksi Laten Tuberculosis (LTBI)
Isoniazid digunakan untuk mengobati LTBI.2,6,12,28
biasanya digunakan isoniazid 300 mg sehari (5-10
mg/kg berat badan) diberikan tunggal selama 9 bulan.
Dosis yang lebih rendah biasanya kurang efektif.2,31
pengobatan LTBI mengurangi risiko kematian
seseorang dengan TB aktif dari 10% untuk 1% (tabel 722).
TABEL 72-2 Regimen Obat yang direkomendasikan untuk Pengobatan Laten TB (LTBI) pada Orang
Dewasa
Obat
Interval
Durasi
Dan Komentar
Kelas
Hiv -
Kelas Hiv +
Isonazid
Setiap
hari Pada
pasien
yang
terinfeksi
human A (II)
A (II)
untuk 9 bulan
immunodeficiency virus HIV-, isoniazid dapat
diberikan
bersamaan
dengan
Inhibitor
transkriptase nukleosida (NRTIs), protease
inhibitor, atau Inhibitor transkriptase bebasnukleosida (NNRTIs).
Dua
kali secara langsung mengamati terapi (DOT) harus B (II)
B (II)
seminggu
digunakan dengan dosis dua kali seminggu
untuk 9 bulan
Isoniazid
setiap
hari tidak diindikasikan untuk orang yang terinfeksi B (I)
C (I)
untuk 6 bulan
HIV, mereka yang memiliki lesi fibrosis dada
radiograp, atau anak-anak.
Dua
kali DOT harus digunakan dengan dosis dua kali B (II)
C (I)
seminggu
seminggu.
selama 6 bulan
Rifampin
setiap
hari untuk orang-orang yang kontak dengan pasien B (II)
B (III)
untuk 4 bulan
isoniazid-tahan Rifampisin rentan TB.
Pada pasien terinfeksi HIV, protease inhibitor
atau NNRTIs umumnya tidak boleh diberikan
bersamaan dengan Rifampin; rifabutin dapat
digunakan sebagai alternatif untuk pasien yang
diobati dengan indinavir, nelfinavir, amprenivir,
ritonavir, atau efavirenz, dan mungkin dengan
nevirapine atau lembut-gel saquinavire
a
Persentase rekomendasi: A = pilihan; B = alternatif yang dapat diterima; C = menawarkan ketika A dan B tidak dapat
diberikan.
b
Kualitas bukti: I = data percobaan klinis secara acak; II = data dari uji klinis yang tidak acak atau dilakukan dalam
populasi lain; III = pendapat ahli.
c
Rekomendasi regimen untuk anak-anak yang berusia kurang dari 18 tahun.
d
Rekomendasi regimen untuk wanita hamil. Beberapa ahli akan menggunakan Rifampisin dan pyrazinamid selama 2
bulan pertama sebagai rejimen alternatif untuk wanita hamil yang terinfeksi HIV, meskipun pyrazinamid harus
dihindari selama 3 bulan pertama.
e
Rifabutin tidak boleh digunakan dengan gel keras saquinavir atau delavirdine. Ketika digunakan dengan protease
inhibitor NNRTIs yang lain, penyesuaian dosis rifabutin mungkin diperlukan. Dengan Izin.
Rifampisin 600 mg per hari selama 4 bulan dapat
digunakan ketika resisten terhadap isoniazid atau
pasien tidak mentoleransi isoniazid. Rifabutin 300 mg
tiap hari dapat disubstitusi untuk rifampin terhadap
pasien yang memiliki risiko tinggi terhadap sepuluh
kombinasi pyrazinamide dan rifampin tidak di
rekombinasikan karena tidak diterima akibat
terjadinya hepatotoksik. Ketika resisten isoniazid dan
rifampin terjadi suspek dalam isolasi yang diakibatkan
karena infeksi dan tidak ada rejimen yang efektif.
Pengobatan Penyakit Aktif
Di Amerika Serikat, semua pasien yang didiagnosis TB
dapat menerima pengobatan gratis melalui
Departemen Kesehatan lokal, Departemen kesehatan
local ini lokal didorong karena umumnya memiliki
keahlian terbesar. Mengobati penyakit TBC aktif
memerlukan kombinasi kemoterapi. Empat obat
diberikan pada awal pengobatan. ❽Isoniazid dan
Rifampisin harus digunakan bersama-sama untuk
kebanyakan kasus karena mereka adalah obat terbaik
untuk mencegah resistensi obat. Obat kerentanan
pengujian harus dilakukan pada isolat awal untuk
semua pasien dengan TB aktif dan harus digunakan
untuk memandu pemilihan obat-obatan selama
pengobatan. Kerentanan pengujian dapat diulang
dalam kasus pasien kultur positif 8 minggu atau lebih
ke dalam terapi.
❽ Regimen pengobatan TB yang standar adalah
isoniazid, Rifampisin, pyrazinamide dan etambutol
selama 2 bulan, diikuti oleh isoniazid dan Rifampisin
selama 4 bulan, total 6 bulan pengobatan. Untuk 9
bulan perawatan isoniazid dan Rifampisin dianjurkan
untuk pasien pada risiko lebih besar kegagalan dan
kambuh, termasuk dengan kavitasi radiograf dada awal
atau kultur positif di fase awal 2 bulan pengobatan,
serta untuk pasien yang diobati pada fase awal dengan
pyrazinamide. Perawatan harus dilanjutkan selama
setidaknya 6 bulan dari waktu pasien mengkonversi ke
smear
dan kultur-negatif. Beberapa penulis
menyarankan pemantauan terapi obat untuk pasien
tersebut karena salah satu alasan bukti kegagalan
pengobatan adalah malabsorpsi obat-obatan yang
diberikan secara lisan. Tabel 72-3 menunjukkan
regimen pengobatan disarankan untuk tuberkulosis.
Ketika isoniazid dan Rifampisin tidak dapat digunakan,
durasi pengobatan menjadi 2 tahun atau lebih,
terlepas dari status imun. Ketika terapi intermiten
DOT penting untuk dilakukan. Dosis yang tidak
terjawab selama regimen TB intermitten mengurangi
efektivitas regimen dan meningkatkan angka
kekambuhan. Selanjutnya, hasil tampak lebih buruk
bagi kekebalan pasien ketika pengobatan intermiten,
terutama digunakan dua kali seminggu pengobatan.
Oleh karena itu, pasien HIV-positif TB harus menerima
obat TB setidaknya waktu 3 minggu. Ketika pasien
“dahak smear” dikonversi ke negatif, risiko
menginfeksi orang lain menjadi sangat berkurang, tapi
itu bukanlah nol. Pasien tersebut dapat dihilangkan
dari pernapasan isolasi, tetapi mereka harus berhatihati untuk batuk pada orang lain dan harus memenuhi
hanya di tempat-tempat yang berventilasi baik.
Penyesuaian untuk regimen yang harus
dilakukan setelah data kerentanan tersedia. Obat
perlawanan harus diharapkan pada pasien yang telah
diperlakukan sebelumnya untuk TB. Dua atau lebih
obat dengan secara in vitro dengan aktivitas melawan
isolat pasien yang tidak digunakan sebelumbya harus
ditambahkan ke regimen yang diperlukan. TB spesialis
harus berkonsultasi mengenai kasus TB resisten obat
atau dalam pengaturan apapun apabila
ada
ketidakpastian mengenai pengobatan yang tepat. Hal
ini penting untuk menghindari monoterapi dan sangat
penting untuk menghindari penambahkan satu obat
untuk regimen gagal.
Populasi Khusus
Pasien
dengan
tuberkulosis
CNS
biasanya
diperlakukan untuk periode lebih lama (9-12 bulan
daripada 6 bulan) karena konsekuensi di bawah
perawatan akan parah.
TB tulang biasanya
diperlakukan untuk 9 bulan, kadang-kadang dengan
bedah debridemen. Obat pilihan yang sama untuk
penyakit paru-paru. TB Exstrapulmonary dari jaringan
lunak dapat diobati dengan regimen konvensional. TB
pada anak-anak dapat diperlakukan dengan regimen
serupa pada orang dewasa, meskipun beberapa
dokter memperpanjang pengobatan untuk 9 bulan.
Pada Pediatrik dosis isoniazid dan Rifampisin setiap
mg/ kg lebih tinggi dari pada yang digunakan pada
orang dewasa (tabel 72-4).
Wanita hamil menerima pengobatan biasa,
isoniazid, Rifampisin dan etambutol selama 9 bulan.
Pyrazinamide tidak diperbolehkan pada wanita hamil,
tapi data anekdotal menunjukkan bahwa mungkin
aman digunakan. Vitamin B harus disediakan.
Streptomisin, aminoglikosida lain, capreomycin, dan
ethionamide umumnya dihindari karena mereka telah
dikaitkan dengan efek toksik pada janin. Asam paraaminosalicylic dan cycloserine digunakan sedikit.
Kuinolon umumnya dihindari dalam kehamilan karena
kekhawatiran
efek
yang
merugikan
pada
perkembangan tulang rawan. Meskipun obat anti
tuberkulosis diekskresikan dalam ASI, jumlah obat
yang diterima oleh bayi melalui menyusui tidak cukup
untuk menyebabkan keracunan. Kuinolon juga harus
dihindari pada ibu menyusui, jika mungkin untuk
alasan yang sama seperti di atas.
memiliki particular rendah untuk pasien terinfeksi HIV
yang terinfeksi dengan MDR TB. Beberapa pasien
dengan AIDS tidak di absorbsi secara pengobatan oral
dan interaksi obat lazim terjadi. Sebaiknya pasien
diatur oleh ahli TB HIV karena rintangan banyak terjadi.
Studi Kasus Pasien, Bagian 3 :
Membuat Rencana Perawatan
Berdasarkan informasi yang diberikan, apa tujuan
terapi untuk pasien ini ? pilih dan merekomendasikan
rencana terapi untuk pengobatan pasien infeksi TB.
Apa obat, dosis, jadwal, dan durasi terapi yang paling
baik untukpasien ? bagaimana seharusnya kontak
infeksi oleh pasien yang harus dievaluasi dan diobati?
Pilih dan rekomendasi rancangan terapeutik. Apa
dosis, obat, dan jadwal terapi yang paling baik untuk
kontak terdekat.
Human Immunodeficiency Virus
Pasien dengan AIDS dan kekebalan tubuh dapat
dikelola dengan kemoterapi similar regimen untuk
mereka gunakan dalam individu imunokompeten,
walalaupun pengobatan. diperpanjang selama 9 bulan.
Durasi yang tepat untuk rekomendasi telah ditetapkan
melalui diskusi. Mempunyai intermediet regimen yang
tinggi ( 1/2x dalam satu minggu) tidak di
rekombinasikan untuk pasien HIV positif. Prognosis
Tabel 72-3. Regimen Obat Untuk Kultur Positif Paru Yang Disebabkan Oleh Organisme Suspek Obat
Fase Awal
Tahap Lanjutan
Regimen Obat
1
INH
RIF
PZA
EMB
2
INH
RIF
PZA
EMB
3
INH
RIF
PZA
EMB
INH
RIF
PZA
EMB
4
Interval dan dosis
(dosis minimal )
Cara
hidup
Obat
7hari / minggu untuk
dosis 56 (8 minggu)
atau 5hari /minggu
untuk dosis 40 (8
minggu)
7hari pe/minggu untuk
dosis 14 ( 2 minggu ),
kemudian 2x seminggu
selama ( 6 minggu )
dosis 12
3x seminggu selama ( 8
minggu ) dosis 24
1a
INH/RIF
1b
INH/RIF
1c
7hari/ minggu untuk
dosis 56 ( 8 minggu )
atau 5 hari/minggu untuk
dosis 40 ( 8 minggu )
Interval dan dosis
(dosis minimal )
Kisaran total
dosis
(dosis
minimal )
7hari / minggu untuk
dosis 126 ( 18 minggu
) atau 5 hari/minggu
untuk dosis 90 ( 18
minggu )
2x seminnguan untuk
dosis 36
( 18 minggu )
182 – 130 (26
minggu )
INH/RIF
Seminggu untuk
dosis 48
( 18 minggu )
74 -58
( 26 minggu )
2a
INH/RIF
2xsemingguan untuk
dosis 36
( 18 minggu )
62 – 58
( 26 minggu )
2b
INH/RIF
44 – 40
( 26 minggu )
3a
INH/RIF
Semingguan untuk 18
dosis
( 18 minggu )
Kemudian 2x
92 -76 ( 26
minggu )
78 ( 26
4a
INH/RIF
4b
INH/RIF
seminggu untuk
dosis 54
9 18 minggu )
Kemudian 2 kali/
minggu untuk dosis
217 ( 31 minggu ) atau
5 hari / minggu untuk
dosis 155 ( 31 minggu )
Dua mingguan untuk
dosis 62 (31 minggu )
minggu )
273 -195
( 39 minggu )
118 – 102 (39
minggu )
a
Definisi bukti peringkat: A = pilihan; B = alternatif yang dapat diterima; C = menawarkan ketika A dan B tidak diberikan;
E = seharusnya tidak pernah diberikan.
b
Definisi bukti peringkat: I = uji klinis secara acak; II = data dari uji klinis yang tidak secara acak atau dilakukan dalam
populasi lain; III = pendapat ahli.
c
Ketika DOT digunakan, obat dapat diberikan 5 hari/minggu dan jumlah yang diperlukan disesuaikan dengan dosis. Walaupun
tidak ada penelitian yang membandingkan lima dengan tujuh dosis harian, secara umum pengalaman menunjukkan ini akan
menjadi praktek yang efektif.
d
Pasien dengan kavitasi radiograf dada dan kultur yang positif menyelesaikan 2 bulan terapi dan harus menerima 7 bulan [31
minggu; 217 dosis (harian) atau 62 dosis (dua kali seminggu)] fase lanjutannya.
e
Lima hari dalam seminggu secara administrasi selalu diberikan oleh DOT. Rating untuk rejimen 5 hari/Minggu adalah A (III).
f
Tidak direkomendasikan untuk pasien yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 + sel terhitung kurang dari 100 sel/mL.
g
Opsi 1c dan 2b harus digunakan hanya pada pasien HIV negatif yang memiliki dahak smears negatif pada saat penyelesaian 2
bulan terapi dan tidak memiliki kavitasi pada radiograf dada awal. Untuk pasien mulai pada rejimen ini dan ditemukan memiliki
kultur yang positif dari spesimen 2 bulan, pengobatan harus diperpanjang dengan tambahan 3 bulan.
EMB, etambutol; INH, isoniazid; PZA, pyrazinamide; RIF, Rifampisin; RPT, rifapentine. Dengan izin.
Gagal Ginjal
Beberapa pasien dengan AIDS mengalami kesulitan
mengabsorbsi dan berinteraksi dengan obat-obat oral.
Pasien tersebut disarankan untuk dikelola oleh ahli TBHIV karena banyaknya rintangan. Isoniazid dan rifampisin
tidak memerlukan modifikasi dosis pada gagal ginjal.
Pirazinamid dan etambutol biasanya tiga kali seminggu
untuk menghindari komplikasi pada lansia. Obat TB
termasuk aminoglikosida (misalnya amikasin, kanamisin,
dan streptomisin), kapreomisin, etambutol, dan
levofloksasin di serap di usus. Dosis interval dibutuhkan
untuk perpanjangan obat tersebut. Konsentrasi serum
dipantau dan dibuat dari sikloserin untuk menghindari
relasi-dosis toksisitas pada pasien gagal ginjal.
Gagal Hati
Tingginya konsentrasi transaminase serum umumnya
tidak berkorelasi dengan kapasitas residual dari hati
untuk memetabolisme obat, sehingga tanda tersebut
tidak dapat digunakan secara langsung sebagai panduan
untuk kapasitas sisa metabolik. Obat TB dimetabolisme
dihati termasuk isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan
asm p - aminosalisilat, ciprofloxacin adalah sekitar 50 %
dimetabolisme oleh hati. Lanjut, isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, dan untuk tingkat yang lebih rendah
etionamid, asam p - aminosalisilat, dan jarang etambutol
dapat menyebabkan hepatotoksisitas. Pasien ini
memerlukan pemantauan ketat, dan pemantauan
konsentrasi serum mungkin cara yang paling akurat
untuk dosis mereka.
Obat Tuberkulosis
Pembaca yang tertarik dari beberapa publikasi lainnya
untuk informasi lebih detail mengenai obat ini. Ringkasan
dosis harian , efek samping , dan parameter pemantauan
obat antituberkulosis pilihan pertama dan pilihan kedua
diberikan pada tabel 72-4 . isoniazid dan rifampisin
dianggap dua obat utama untuk pengobatan TB aktif ,
diikuti oleh pirazinamid , yang memiliki peran khusus di
pilihan pertama untuk 2 bulan pengobatan . Obat lain
yang digunakan dalam menekan munculnya resistensi
obat dalam konjugasi dengan obat pilihan pertama atau
yang sudah ada sebelumnya yang resistan terhadap obat
TB .
Tabel 72-4. Obat Antituberkulosis untuk Dewasa dan Anak-anak
Obat
Isoniazid
Dosis Harian
Dewasa: 5mg/kg (300mg)
Anak- anak: 10- 15 mg/kg
(300mg)
Rifampisin
Dewasa: 10 mg/kg
(300mg)
Anak-anak: 10-20 mg/kg
(600mg)
Rifabutin
Dewasa: 5 mg/kg
(300mg)
Anak- anak: dosis yang
tepat tidak diketahui
Rifapentin
Dewasa: 10 mg/kg (fase
lanjutan) (600mg) dosis
mingguan.
Anak- anak: obat ini tidak
di setujui untuk di
gunakan pada anak –
anak
Pyrazinamid
Dewasa: berdasarkan
pada IBW: 40- 55kg:
1000mg, 56- 75kg:
1500mg, 76- 90
kg:2000mg
Anak- anak: 15-30 mg/kg
Etambutol
Dewasa: berdasarkan
pada IBW: 40-45 kg:
800mg, 56-75kg: 1200mg,
Efek Merugikan
Elevasi asymptomatik dari
aminotransferase, hepatitis
klinik, hepatitis yang fatal,
neurotoksisitas perifer,
efek system CNS, lupus
seperti sindrom,
hipersensitivitas, keracunan
monoamin, diare
Reaksi kulit,
gastrointestinall, reaksi
(mual, anoreksia, nyeri
perut, pain),
hepatotoksisitas, reaksi
imunologi parah,
perubahan warna oranye
cairan tubuh (sputum, urin,
keringat, air mata),
interaksi obat karena
induksi mikrosoma hati
Toksisitas hematologi,
uveitis, gejala
gastrointestinal,
polyarthralgias,
hepatotoksisitas,
pseudojaudice (perubahan
warna kulit dengan
bilirubin normal), ruam,
perubahan warna oranye
cairan tubuh (sputum, urin,
keringat, air mata).
Hepatotoksisitas, gejala
gastrointestinal (mual,
muntah), polyarthralgia
non-gout LFT,
hiperurisemia
asimptomatik, artitis gout
akut, ruam sementara,
dermatitis basis neuritis
retrobulbar, reaksi kulit
perifer.
Hepatotoksisitas, gejala
gastrointestinal, (mual,
muntah), polyarthralgia
non-gout LFT,
hiperurisemia
asimptomatik, artitis gout
akut, ruam sementara,
dermatitis basis neuritis
retrobulbar, reaksi kulit
perifer.
Neuritis retrobulbar,
neuritis perifer, reaksi kulit
Pemantauan
LFT bulanan pada pasien
yang memiliki penyakit hati
dan sudah ada sebelumnya
atau mengembangkan fungsi
hati yang abnormal, tetapi
tidak memerlukan
penghentian obat
Penyesuaian dosis mungkin
di perlukan pada pasien
antikonvulsan atau warfarin
Rifampisin menyebabkan
banyak interaksi terhadap
obat.
Interaksi obat sedang di
selidiki dan cenderung mirip
dengan RIF
Asam urat serum dapat
berfungsi sebagai penanda
pengganti
LFTs pada pasien dengan
pengidap penyakit hati.
Pengujian ketajaman visual
awal dan pengujian untuk
diskriminasi warna.
76-90: 1600mg
Anak- anak: 15- 20 mg/kg
Cycloserine
Pengujian bulanan
ketajaman visual dan
diskriminasi warna pada
pasien yang memakai lebih
dari 15-20mg/kg, insufisiensi
ginjal atau menggunakan
obat lebih dari 2 bulan.
Penilaian bulanan dari status
neuropsykiatrik
Dewasa: 10-15 mg/kg per
hari, 500-750 mg per hari
dalam dua dosis
Dewasa: 15- 20mg/kg per
hari, 500-750 mg per hari
dalam dosis harian
tunggal atau terbagi
dalam dua dosis
Anak- anak: 15-20 mg/kg
per hari
DEWASA : lihat catatan
kaki
ANAK: 20-40 mg/kg
perhari
Efek sistem syaraf pusat
Amikacin/ Kanamicin
Dewasa : Anak : 15-30 mg/kg
perhari intravena atau
intramuskular sebagai
dosis harian tunggal
Ototoksisitas,
neprhrotoksisitas
Capreomycin
Dewasa : Neprhrotoksisitas,
Anak : 15-30 mg/kg per Ototoksisitas
hari sebagai dosis harian
tunggal
p-Aminosalicylic acid
Dewasa : 8-12 g/hari
dalam dua atau tiga dosis
Anak :200-300 mg/kg per
hari dalam dua sampai
empat dosis terbagi
hepatotoksisitas, gangguan
pencernaan, sindrom
melabsorption,
hipotiroidisme, koagulopati
Dewasa : 500-1000 mg
harian
Anak : Dewasa : 400 mg harian
Anak : -
gangguan pencernaan,
efek neurologis, reaksi kulit
tidak
ada
pemantauan
khusus direkomendasikan
gangguan pencernaan,
efek neurologi, reaksi kulit
tidak
ada
pemantauan
khusus direkomendasikan
Dewasa : 400 mg harian
Anak : -
gangguan pencernaan,
efek neurologis, reaksi kulit
tidak ada pemantauan
khusus direkomendasikan
Ethionamid
Streptomicin
Levoploxacin
Moxifloxacin
Gatifloxacin
Efek gastrointestinal,
hepatotoksisitas,
neurotoksisitas, efek
endokrin
Ototoksisitas,
neurotoksisitas,
neprhrotoksisitas
Konsentrasi serum mungkin
di perlukan hingga sesuai
dengan LFTs
LFTs bulanan penyakit hati
muncul, maka TSH pada
Interval awal dan bulanan.
audiogram dasar , pengujian
vestibular , pengujian
Romber dan SCR
penilaian bulanan fungsi
ginjal dan pendengaran atau
gejala vestibular
audiogrm dasar , pengujian
vestibular , pengujian
Romber dan SCR
penilaian bulanan fungsi
ginjal dan pendengaran atau
gejala vestibular.
Audiogrm dasar, pengujian
vestibular,
pengujian
Romber dan SCR penilaian
bulanan fungsi ginjal dan
pendengaran atau gejala
vestibular
baseline
dan
serum bulanan k + Dan mg2
+
LFT baseline dan TSH
TSH setiap 3 mos
a
Tujuan dari dokumen ini, untuk dosis dewasa dimulai pada usia 15 tahun.
Dosis per berat didasarkan pada berat badan ideal. Anak-anak yang beratnya lebih dari 40 kg sebagai orang dewasa.
c
Dosis mungkin perlu disesuaikan bila ada penggunaan protease inhibitor atau Inhibitor transkriptase nonnukleoside.
d
Obat mungkin dapat digunakan dengan aman pada anak-anak yang lebih tua tetapi harus digunakan dengan hatihati pada anak-anak kurang dari usia 5 tahun, yang ketajaman secara visual tidak dapat dipantau. Anak-anak, EMB
dosis 15 mg/kg per hari dapat digunakan jika ada dugaan atau terbukti resistensi INH atau RIF.
e
Harus dicatat meskipun dosis yang direkomendasikan bersifat umum, kebanyakan dokter dengan pengalaman
menggunakan cycloserine menunjukkan bahwa itu biasa digunakan bagi pasien untuk dapat mentolerir dalam
jumlah tertentu. Pengukuran konsentrasi serum sering berguna dalam menentukan dosis optimal untuk pasien
tertentu.
f
Dosis harian tunggal dapat diberikan pada waktu tidur atau pada jam makan.
g
Dosis: 15 mg/kg per hari (1 g) dan 10 mg/kg dan untuk usia lebih dari 50 tahun (750 mg). Dosis: 750-1000 mg
diberikan intravena, diberikan sebagai satu dosis 5 – 7 hari/Minggu, dan berkurang untuk dua atau tiga kali per
minggu setelah 2-4 bulan pertama atau setelah konversi kultur, tergantung pada efektivitas obat lain dalam rejimen.
h
Jangka panjang (lebih dari beberapa minggu) penggunaan Levofloksasin pada anak-anak dan remaja tidak disetujui
karena kekhawatiran tentang efek pada pertumbuhan tulang dan tulang rawan. Namun, banyak ahli yang
menyetujui bahwa obat harus dipertimbangkan untuk anak-anak dengan tuberkulosis disebabkan oleh organisme
tahan terhadap INH dan RIF. Dosis optimal tidak diketahui.
i
Jangka panjang (lebih dari beberapa minggu) penggunaan moxifloxacin pada anak-anak dan remaja tidak disetujui
karena kekhawatiran tentang efek pada pertumbuhan tulang dan tulang rawan. Dosis optimal tidak diketahui.
j
Jangka panjang (lebih dari beberapa minggu) menggunakan gatifloxacin pada anak-anak dan remaja telah tidak
disetujui karena kekhawatiran tentang efek pada pertumbuhan tulang dan tulang rawan. Dosis optimal tidak
diketahui. LFT, tes fungsi hati; SCr, kreatinin serum; TSH, hormon perangsang tiroid.
Dengan izin.
b
Secara umum, toksisitas paling penting dengan obat
pilihan pertama adalah hepatotoksik , sedangkan
berbagai organ dapat dipengaruhi oleh masingmasing obat pilihan kedua. Penelitian baru-baru ini
adalah menempatkan penekanan pada peran
potensial kuinolon seperti levofloxacin dan
moxifloxacin
dalam
pengobatan
TB.
Ada
kemungkinan bahwa regimen masa depan dapat
mempertimbangkan agen ini bagian dari obat pilihan
pertama.
HASIL EVALUASI
Efektivitas terapi TB ditentukan oleh smear AFB dan
kultur. Sampel dahak harus dikirim untuk pewarnaan
AFB dan pemeriksaan mikroskopis (PAP) setiap 1
sampai 2 minggu, dua smear berturut-turut negatif. Ini
memberikan bukti awal untuk respon pengobatan .
Setelah pemeliharaan terapi, kultur dahak dapat
dilakukan setiap bulan sampai hasil berturut-turut
negatif, yang umumnya terjadi lebih dari 2 sampai 3
bulan. Jika Hasil dahak terus menjadi positif setelah 2
bulan, tes kerentanan terhadap obat harus diulang,
dan konsentrasi obat harus diperiksa.
❿ Masalah yang paling serius dengan terapi TB adalah
ketidak patuhan pasien pada regimen. Tidak ada cara
yang dapat diandalkan untuk mengidentifikasi prioritas
pasien tersebut. Cara yang paling efektif untuk
mencapai
tujuan
ini
adalah dengan
DOT.
2,11,2
Penggunaan
DOT di non-compliant pasien.
DOT juga menyediakan kesempatan untuk mengamati
pasien dengan toksisitas jelas, sehingga meningkatkan
perawatan secara keseluruhan. Serum kimia,
termasuk nitrogen urea darah (BUN), kreatinin,
aspartat transaminase (AST), dan alanin transaminase
(ALT), dan hitung darah lengkap dengan trombosit
harus dilakukan pada awal dan berkala sesudahnya
tergantung pada adanya faktor lain yang dapat
meningkatkan kemungkinan toksisitas (misalnya, usia
lanjut, penyalahgunaan alkohol, dan kehamilan).
Hepatotoksisitas harus dicurigai pada pasien yang
transaminase melebihi lima kali batas atas normal atau
yang bilirubin totalnya melebihi 51 umol / L dan pada
pasien dengan gejala seperti mual, muntah, dan sakit
kuning. Pada titik ini, agen penyebab(s) harus
dihentikan. Reintroduksi berurutan dengan pengujian
obat dari enzim hati sering berhasil dalam
mengidentifikasi agen menyinggung, dan agen lainnya
mungkin dilanjutakan.28 (Tabel 72-4).
Pemantauan Terapi Obat
Pemantauan terapi obat (TDM) atau penerapan
farmakokinetik adalah penggunaan konsentrasi obat
serum untuk mengoptimalkan pasien terapi. Pasien
Non-AIDS dengan obat rentan TB pada umumnya
membaik. TDM mungkin digunakan jika pasien gagal
terapi DOT (tidak ada perbaikan klinis setelah 2-4
minggu) atau smear-positif setelah 4 sampai 6
minggu. di sisi lain, pasien dengan AIDS, diabetes, dan
berbagai gangguan GI sering gagal untuk menyerap
obat ini dan menjadi calon TDM. Pasien dengan
penyakit hati atau ginjal juga harus dipantau,
mengingat potensi mereka untuk overdosis. Dalam
pengobatan MDR-TB, TDM mungkin berguna.
Akhirnya, TDM obat TB dan HIV mungkin adalah cara
paling logis untuk menguraikan interaksi obat
kompleks yang berlangsung. Untuk daftar lengkap
dari
interaksi
obat
kunjungi
CDC
www.cdc.gov/nchstp/tb/tb_hiv_drug/toc.htm. Secara
khusus, interaksi antara rifamycin (rifampisin,
rifapentine, dan rifabutin) dan HIV protease inhibitor
dan transkriptase nonnucleoside inhibitor.
Studi Kasus Pasien, Bagian 4 :
Membuat Rencana Perawatan
Berdasarkan penyediaan informasi, parameter klinik
dan pemantauan labolatorium pasien manakah yang
mampu menentukkan efikasi dan toksisitas? Kandidat
obat untuk pemantauan terapi pasien
dapat
dilakukan? Kenapa atau kenapa tidak ?
Perawatan Pasien dan Pemantauan
1. Mengidentifikasi dengan cepat kasus baru
Tuberkulosis
2. Menilai faktor risiko,tanda-tanda dan gejala pasien
untuk menentukan pasien jika mungkin terinfeksi
dengan TB
3. Mengisolasi pasien penyakit aktif untuk mencegah
penyebaran penyakit
4. Mengumpulkan sampel yang sesuai untuk smear
dan kultur
5. Memperoleh informasi melalui sejarah obat
6.Memilih dan merekomendasikan perawatan
antituberkulosis sesuai status HIV, kehamilan, jenis
infeksi TB, fungsi ginjal, dan fungsi hati.
7. Memastikan kepatuhan terhadap regimen
pengobatan pasien.
8.Mendapatkan noda AFB untuk mengevaluasi
efektivitas pengobatan.
9.Mempertimbangkan TDM jika ada perbaikan klinis.
10. Tujuan sekunder adalah identifikasi dari kasus
indeks dari infeksi pasien, identifikasi terhadap
semua orang yang terinfeksi oleh kasus indeks dan
kasus baru TB, dan penyelesaian perawatan yang
tepat untuk orang-orang.
SINGKATAN-SINGKATAN
AIDS
syndrome
ALT
AST
CNS
HIV
HTN
NIDDM
mellitus
PCR
RFLP
polymorphism
TB
WBC
:Acquired
immunodeficiency
:Alanine transaminase
:Aspartate transaminase
:Central nervous system
:Human immunodeficiency virus
:Hypertension
:Non-insulin
dependent
diabetes
:Polymerase chain reaction
:Restriction
fragment
lengt
:Tuberculosis
:White blood cell
Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di
www.ChisholmPharmacotherapy.com
Masuk ke
situs web:
www.pharmacoteraphyprinciples.com
untuk memperoleh informasi dalam melanjutkan
pembelajaran bab ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
American Thoracic Society/Centers for Disease
Control
and
Prevention.
Diagnostic
standards and classification of tuberculosis
in adults and children. Am J Respir Crit Care
Med 2000;161:1376–1395.
American Thoracic Society/Centers for Disease
Control/Infectious Disease Society of America.
Treatment of tuberculosis. Am J
Respir Crit Care Med 2003;167:603–662.
Centers
for
Disease
Control
and
Prevention.Update: Fatal and severe liver
injuries associated with rifampin and
pyrazinamide
for
latent
tuberculosis
infection, and revisions in the American
Thoracic
Society/CDC recommendations.
Morb Mortal Wkly Rep MMWR 2001;
50(34):733–735.
Daley
CL,
Chambers
HF.Mycobacterium
tuberculosis complex. In: Yu VL, Weber R,
Raoult D, eds. Antimicrobial Therapy And
vaccines, Vol. I: Microbes, 2nd Ed. New
York: Apple Trees Productions; 2002;841–
865.
Heifets LB. Drug susceptibility tests in the
management
of
chemotherapy
of
tuberculosis. In: Heifets LB, ed. Drug
Susceptibility in the Chemotherapy of
Mycobacterial Infections. Boca Raton, FL:
CRC Press; 1991:89–122.
Iseman MD. A Clinician’s Guide to Tuberculosis.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,
2000.
Mahmoudi A, Iseman MD. Pitfalls in the care of
patients with tuberculosis: Common errors
and their association with the acquisition of
drug resistance. JAMA 1993;270:65–68.
Namdar R, Ebert S, Peloquin CA. Drugs for
tuberculosis. In: Piscitelli SC, Rodvold KA,
eds. Drug Interactions in Infectious
Diseases. 2nd ed. Totowa, NJ: Humana
Press; 2000:191–214.
Narita M,Ashkin D,Hollender ES, Pitchenik AE.
Paradoxical worsening of tuberculosis
following antiretroviral therapy in patients
withAIDS. Am J Respir Crit Care Med. 1998;
158:157–161.
Peloquin CA. Therapeutic drug monitoring in the
treatment
of
tuberculosis.
Drugs
2002;62:2169–2183
07 INFEKSI GASTROINTESTINAL
Elizabeth D. Hermsen and Ziba Jalali
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1. Menjelaskan epidemiologi dan presentasi klinis dari berbagai infeksi saluran
pencernaan
2. Mengembangkan rencana perawatan individual yang diberikan kepada pasien pada
masing-masing infeksi gastrointestinal ( pencernaan )
3. Memahami dampak resistensi pada pengobatan berbagai infeksi saluran
pencernaan
4. Mengenali efek imunosupresi pada infeksi saluran pencernaan .
5. Mengedukasi pasien mengenai langkah-langkah pencegahan yang tepat .
6. Menjelaskan peran profilaksis antimikroba dan atau vaksinasi untuk infeksi
pencernaan
KONSEP UTAMA
❶ Rehidrasi adalah dasar dari terapi untuk
pengobatan infeksi gastrointestinal.
❷ Darah dalam tinja kemungkinan menunjukan
penyakit karena inflamasi mukosa usus besar.
Enterohemorrhagic
Escheriachia
Coli
[EHEC]
merupakan penyebab utama diare berdarah di
Amerika Serikat.
❸ Diare ini paling sering disebabkan oleh bakteri
seperti shigella, salmonella, campylobacter, dan
escherichia coli meskipun virus juga memberikan
peranan yang signifikan sebagai penyebab diare.
❹ Memberikan pengetahuan pada pasien tentang
makanan yang beresiko tinggi mencegah diare.
❺ Nosocomial Clostridium difficile-associated diarrhea
[CDAD] hampir selalu dikaitkan dengan penggunaan
antibakteri, oleh karena
itu kita harus menghindari hal yang tidak perlu dan
tdak pantas pada pengobatan dengan antibiotik.
Kebanyakan dari
semua antibiotiK kecuali
aminoglikosida telah terkait dengan CDAD.
❻ Virus adalah penyebab paling umum dari penyakit
diare di dunia. Sebuah vaksin oral berlisensi dan
dianjurkan untuk digunakan untuk bayi untuk
mencegah infeksi rotavirus.
Salah satu perhatian utama terkait infeksi
gastrointestinal, selain karena infeksi , dehidrasi juga
merupakan penyebab utama kedua dari kematian di
seluruh dunia dan morbiditas. Diseluruh dunia,
dehidrasi merupakan masalah utama bagi anak-anak
usia dibawah 5 tahun. Namun tingkat kematian
tertinggi di AS terjadi di kalangan orang tua. ❶
Rehidrasi adalah dasar dari pengobatan infeksi
gastrointestinal dan selalu menjadi pilihan terapi
rehidrasi secara oral (ORT) (Tabel 73-1).
INFEKSI BAKTERI
Shigellosis
Epidemiologi
Shigella merupakan penyebab bacillary disentri, yang
mengarah ke diare yang mengandung nanah dan
darah. Di seluruh dunia, diperkirakan ada 165 juta
kasus shigellosis setiap tahunnya dengan 1 juta
kematian. Shigellosis adalah penyakit yang biasanya
terjadi pada anak-anak berusia 6 bulan sampai usia 10
tahun.
Di Amerika Serikat, shigellosis adalah masalah serius di
pusat perawatan dan daerah dengan kondisi hidup
yang padat seperti pusat-pusat perkotaan.
Kebanyakan kasus shigellosis adalah hasil dari
penularan orang ke orang. Penularan shigella berasal
dari makanan dan air yang terkontaminasi, meskipun
kurang umum, tetapi dapat menyebabkan wabah
yang besar.
Patogenesis
Shigella adalah bakteri gram negatif berbentuk
batang berfermentasi tanpa laktosa dan merupakan
keluarga dari Entherobacteriace.
TABEL 73-1. Penilaian Klinis Derajat Dehidrasi pada Anak Berdasarkan dalam Persentase Kehilangan Berat
Badan.
Variabel
Tekanan darah
Kualitas Nadi
(Ringan) 3-5%
Normal
Normal
Denyut jantung
Normal
Turgor kulit
Fontanelle
Membrane mukosa
Mata
Normal
Normal
Sedikit kering
Normal
Kaki dan tangan
Status Mental
Sekresi urin
Hangat
Normal
Sedikit
menurun
Sedikit
Agak meningkat
Sangat haus
meningkat
ORT 50ml/kg ORT 100 ml/kg lebih dari 2-4 Ringer laktat 40 mL/kg dalam 15 – 30
lebih dari 2-4 jam
menit, kemudian 20-40 mL/kg jika turgor
jam
kulit, kewaspadaan, dan nadi tidak
kembali normal atau ringer laktat atau
normal saline 20 mL/kg, ulangi jika
diperlukan, dan kemudian ganti air dan
elektrolit selama 1 – 2 hari, diikuti oleh
ORT 100 mL/kg lebih dari 4 jam.
Haus
Perubahan Cairan
(Sedang)6-9%,
(Parah) 10% atau lebih
Normal
Normal sampai dibawah normal
Normal
tetapi
sedikit Cukup menurun
menurun
Meningkat
Meningkat (bradikardia dalam kasus yang
parah
Menurun
Menurun
Cekung
Cekung
Kering
Kering
Lingkaran yang cekung / Lingkaran yang sangat cekung /
penurunan air mata
penurunan air mata
Normal
Dingin, berbintik
Normal atau lesu
Normal bahkan bisa lesu sampai koma
Kurang dari 1 ml/kg tiap jam Kurang dari 1 ml/kg tiap jam
From Martin S, Jung R. Gastrointestinal infections and enterotoxigenic poisonings. In: DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, et al, (eds.)
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005:2037.
Ada empat spesies Shigella: S. dysenteriae (serogroup
A), S. flexneri (serogroup B), S. boydii (serogroup C),
dan S. sonnei (serogroup D). Infeksi Shigella terjadi
setelah masuknya organisme, sedikitnya 10 sampai
100 organisme.
Presentasi Klinis dan Diagnosis

Dua fase penyakit
 Awal — demam tinggi, diare tidak
mengeluarkan darah
 Setelah sekitar 48 jam, kolitis berkembang
dengan urgensi, tenesmus, dan disentri.
 Demam ringan
 Peningkatan Frekuensi defekasi
 Kram Perut
 Komplikasi terbesar shigellosis termasuk :
 Proctitis atau dubur prolaps (bayi dan anakanak)
 Toxic megakolon (terutama dalam pengaturan
infeksi S.dysenteriae 1)
 Obstruksi usus
 Perforasi kolon
 Bacteremia (lebih umum pada anak-anak)
 Gangguan metabolik
 Reaksi Leukemoid
 Reaksi penyakit neurologis
 Arthritis reaktif
 Sindrom Hemolitik Uremik (HUS)
Pemeriksaan mikroskopis feses sangat berguna untuk
memperlihatkan beberapa leukosit polimorfonuklear
dan sel-sel darah merah. Pemeriksaan biasanya
dikonfirmasi dari kultur feses.
Dosis rendah pada organisme ini mungkin dapat
menjelaskan penyebaran dari orang ke orang dan
tingkat serangan kedua terjadi ketika ada indeks
kasus yang terdapat dalam keluarga.
Strain shigella menyerang sel-sel epitel usus
dengan cara menggandakan dirinya selanjutnya
terjadi
inflamasi
dan
destruksi.
Organisme
menginfeksi lapisan superficial usus, jarang
menembus mukosa luar dan menyerang aliran darah.
Namun, bacteremia dapat terjadi pada anak-anak
kekurangan gizi dan pada pasien kelainan imun.
Pengobatan dan Pemantauan
Meskipun infeksi Shigella umumnya dapat sembuh
dengan sendirinya dan dengan perawatan terapi
antibiotik yang diindikasikan dapat memperpendek
durasi penyakit yang akibatnya mengurangi risiko
penularan. Resisten terhadap antibiotika adalah
kekhawatiran diseluruh dunia dan menjadi masalah
karena bakteri yang bersifat patogen. Saat ini,
pengobatan pilihan yang dapat digunakan ketika
kerentaan antibiotik tidak diketahui adalah
fluorokuinolon (Tabel 73-2). Sefalosforin atau
Azitromisin dapat digunakan dalam pengobatan
shigelosis pada anak-anak.
TABEL 73-2. Terapi Antibakteri terhadap Shigellosis
pada orang dewasa
Agen
Dosis
Levofloxacin
500 mg, sehari satu kali
selama tiga hari
Ciprofloxacin 500 mg, sehari dua kali
selama tiga hari
Norfloxacin
400 mg, sehari dua kali
selama tiga hari
Azithromycin 500 mg, sehari satu kali
selama tiga hari
Rifaximin
200 mg, sehari tiga kali
selama tiga hari
DuPont H. Shigella species (bacillary dysentery). IN:
Mandell GL, Bennett JE, and Dolin R, (eds.) Principles and
Practice of Infectious Diseases, 6th ed. New York: Churchill
Livingstone; 2004:2655.
Rifaximin efektif dalam pengobatan ringan dari
shigellosis dan telah terbukti efektif untuk mencegah
infeksi S. flexneri. . Antimotility tidak dianjurkan karena
mereka dapat memperparah disentri dan dapat juga
terkait dengan perkembangan megakolon. Tidak ada
vaksin berlisensi saat ini untuk mencegah shigellosis.
Salmonellosis
Epidemiologi
Salmonellatyphy dan Salmonellaparatyphi dapat
menyebabkan demam tifoid, memiliki spesifisitas
inang yang tinggi bagi manusia. Di Amerika Serikat,
kasus demam tifoid jarang ditemukan, terutama untuk
negara-negara berkembang.
Nontyphoidal Salmonella adalah penyebab penting
dalam infeksi yang disebabkan oleh kontaminasi
makanan. Dilaporkan ada sekitar 1,4juta kasus
penyakit nontyphoid Salmonella setiap tahun di
Amerika Serikat. Kejadian tertinggi adalah pada
mereka yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari
65 tahun atau pada mereka yang memiliki HIV/AIDS.
Wabah salmonellosis usus disebabkan karena
konsumsi jus yang tidak dipasteurisasi. Hewan
peliharaan, terutama reptil (ular, kura-kura, dan
iguana),
merupakan
sumber
peningkatan
salmonellosis pada manusia, sekitar 3% sampai 5% dari
semua kasus.
Faktor resiko untuk salmonellosis yaitu usia,
perubahan flora endogen usus pada usus halus
misalnya, akibat dari terapi antimikroba atau operasi,
diabetes, gangguan rematologi, keganasan, human
immunodeficiency virus (HIV), dan pengobatan
penekan sistem imun pada semua tipe.
Patogenesis
Salmonella adalah bakteri yang dapat berpindah
tempat, merupakan bakteri non-laktosa-fermentasi,
gram negatif berbentuk batang. Dalam salmonellasis,
organisme menembus lapisan epitel ke lamina propia
dengan menghasilkan difusi peradangan. Tempat
terjadinya infeksi berada diantara ileum distal dan
colon.
Pengobatan dan Pemantauan
Gastroentreritis
Radang usus yang disebabkan oleh salmonella
biasanya dapat sembuh dengan sendirinya dan
antibiotik tidak membuktikan dapat melawan infeksi.
Pasien merespon dengan baik untuk ORT. Gejala
biasanya berkurang dalam
3 sampai 7 hari tanpa
gejala sisa. Hasil penggunaan antibiotik dalam
pembawa kronis dengan laju yang cepat dan kambuh.
Penggunaan antimikroba harus di batasi untuk terapi
pertama pada semua pasien yang mempunyai resiko
tinggi untuk penyebaran ekstraintestinal atau
penyakit invasif (Tabel 73-3). Agen antimotility
sebaiknya tidak digunakan.
Demam Tipus
Pilihan obat yang tepat untuk demam typhoid saat ini
adalah fluoroquinolone, seperti ciprofloxacin. Dosis
yang direkomendasikan untuk tipus adalah 500 mg ,
sehari dua kali untuk 5-7 hari dengan rute pemberian
oral.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Gastroenteritis
 Onset 8-48 jam setelah mengkomsumsi makanan
yang terkontaminasi
 Demam, diare, dan kram
 Kotoran yang encer, volume moderat dan tanpa
darah
 Sakit kepala, mialgia,dan dapat terjadi gejala
sistemik lainnya
 Diagnosa bergantung pada organisme yang
terisolasi dari kotoran atau makan yang
tertelan/dikonsumsi
 Bisa juga karena kondisi tertentu yang mendasari
(misalnya: aids, penyakit radang usus, dan operasi
lambung sebelumnya) memberi kecenderungan
pada pasien untuk memiliki penyakit yang lebih
parah
Demam/Typhoid
 Penyakit demam 5 sampai 7 hari setelah konsumsi
makanan atau air yang terkontaminasi
 Menggigil, diaforesis, sakit kepala, anoreksia, batuk,
lemas, sakit tenggorokan, pusing dan nyeri otot
yang di rasakan/dialami sebelum timbulnya demam
 Diare merupakan gejala awal dan hanya terjadi pada
50% kasus, perdarahan atau perferasi, leukopenia,
anemia,dan subklinis disebarluaskan koagulopati
intravaskular dapat di lihat
 Kultur kotoran, darah atau sumsum tulang untuk
spesies bakteri salmonella sangat membantu
Infeksi Pembuluh Darah dan Bakteri
S. choleraesuis dan S.dublin adalah organisme yang
menjadi penyebab paling umum. Resiko bekterimia
lebih besar untuk bayi, orang tua dan
immunoccompromised.
Infeski Lokal
Infeski lokal terjadi pada 5%-10% dari kasus dengan
jaringan
bakteri
salmonella.
Komplikasi
ekstrainteratinal
dari
salmonella
termasuk
endokarditis, arteritis, sistem saraf pusat, paru-paru,
tulang, sendi, otot/jaringan lunak, limpa dan
genitourinari
termasuk
kedalam
tempat
perkembangan bakteri.
Penyakit Bawaan/Pembawa Kronis
Keadaan pembawa kronis di definisikan sebagai
kotoran positif atau kultur urin yang lebih dari 12
bulan, berkembang dalam 1%-4% orang dewasa dengan
demam tipus. Ketahanan organisme dalam banyak
kasus, tergantung pada pengangkutan di saluran
empedu, dan frekuensi pembawa kronis lebih besar
pada orang yang memiliki kelainan empedu.
Salmonella dan Infeksi HIV
Salmonella lebih cenderung menyebabkan infeksi
invasif yang parah pada populasi yang terinfeksi HIV
berulang, bakteri salmonella nontyphoid merupakan
penyakit yang didefinisikan sebagai AIDS.
Resistensi obat adalah masalah yang dialami di benua
India, Asia Tenggara seperti Mexico, Teluk Arab dan
Afrika. Salmonella thypi yang sudah diisolasi harus
diperiksa untuk resistensi asam nalidixic dan resisten
fluoroquinolon. Jika menjadi resistensi dengan asam
nalidixic, pasien harus diberi ciprofloxacin atau
ofloxacin dengan dosisi tinggi (10mg/kg dua kali
sehari).
TABEL 73-3 Indikasi Antimikroba untuk Salmonella
non Thypoid
Kurang dari atau sama dengan 3 bulan, lebih besar
atau sama dengan 65 tahun
Demam dan toksisitas sistemik
AIDS dan imunodefisiensi lainnya ( termasuk
penggunaan steroid atau transplantasi organ)
Uremia atau hemodialisi atau transplantasi ginjal
Keganasan
Anemia sel sabit atau hemoglobinopati
Penyakit radang usus
Aneurisma aorta katup jantung prostetik, pembuluh
darah atau prostesis ortopedi
Untuk 10-14 hari. Generasi ketiga dari sefalosporin dan
azitrimisin (1000 mg sehari sekali diikuti hari kelima
menjadi 500 mg sehari) adalah alternatif antimikroba
untuk salmonella typi, dengan konsentrasi hambat
minimum (KHM) untuk ciprofloxacin 2mcg/ml atau
lebih.
Pasien dengan komplikasi demam thypi (contohnya
metastatic , ileal perforasi, dan sebagainya)
seharusnya menerima terapi secara parental dengan
ciprofloxacin 400 mg sehari dua kali atau ceftriaxone
2000 mg sehari sekali. Terapi antimikroba bisa
diselesaikan dengan sediaan oral setelah kontrol awal
pada gejala demam tipus. Seseorang dengan penyakit
AIDS dan pertama kali terserang salmonella
bacteremia, terapi antibiotik lebih panjang (1-2 minggu
terapi parenteral diikuti dengan 4 minggu
floroquinolol
oral)
direkomendasikan
untuk
mencegah kambuhnya bakteremia. Tiga vaksin tipus
tersedia saat ini digunakan di Amerika serikat. (1) oral
vaksin dari virus yg dilemahkan ( Berna-TM vaccine,
Swiss Serum dan Lembaga vaksin), (2) vaksin fenol
parenteral panas yang tidak aktif (vaksin tipoid,
Wyeth-Ayerst), dan (3) vaksin polisakarida parentelar
kapsular ( Tyhim Vi, Pasteur Merieux). Imunisasi hanya
dianjurkan untuk wisatawan yang akan ke daerah
endemis seperti Amerika Latin, Asia dan Afrika serta
keluarga yang memiliki anggota keluarga pengidap
penyakit kronis, dan pekerja di laboratorium yang
sering bekerja dengan S. typhi.
Pembawa Penyakit Kronis
Pada pasien degan fungsi kandung empedu normal,
amoxicillin (3 g sehari tiga kali untuk orang dewasa
selama 3 bulan), trimethoprim sulfametoksazole (satu
tablet dengan kekuatan ganda dua kali sehari selama
3 bulan), dan ciprofloksasin (750mg dua kali sehari
selama 4 minggu) merupakan agen efektif untuk
pengobatan penyakit kronis. Pada pasien dengan
kelainan anatomi, seperti empedu atau batu ginjal,
pengobatan dikombinasikan dengan terapi antibiotik
yang diindikasikan.
Campylobacteriosis
Epidemiologi
Camphylobacter
jejuni
adalah
bakteri
penyebab diare yang paling umum diseluruh dunia
yang telah diidentifikasi. Organisme ini memberikan
2,1-2,4 juta kasus penyakit di Amerika Serikat setiap
tahun. Faktor risiko untuk infeksi Camphylobacter
diantaranya konsumsi ayam, sosis, daging merah, dan
air yang terkontaminasi, bepergian ke luar negeri,
penerimaan agen antimikroba, dan kontak dengan
hewan peliharaan (terutama burung dan kucing).
Antara 25% dan 50% infeksi C. jejuni di Amerika Serikat
tampaknya terkait dengan paparan dan konsumsi
ayam.
Infeksi campylobacter memiliki ciri yang khas
dibandingkan
patogen
lainnya.
Di
negara
berkembang, ada dua puncak usia: lebih muda dari
usia 1 tahun dan 15-44 tahun. Ada dominasi ringan
pada laki-laki di antara orang yang terinfeksi. Alasan
untuk perbedaan pembagian umur dan jenis kelamin
ini masih belum diketahui. Epidemiologi infeksi
Campylobacter sangat berbeda di negara-negara
berkembang, diare campylobacter merupakan
penyakit utama pada anak anak di negara-negara
berkembang.
Patogenesis
Campylobacter spp, merupakan basil gram negatif
yang memiliki bentuk melengkung atau spiral.
Campylobacter sensitif terhadap keasaman lambung;
sehingga, penyakit atau obat yang bekerja sebagai
penyangga keasaman lambung dapat meningkatkan
risiko infeksi. Data menunjukkan bahwa dosis infeksi
untuk C. jejuni adalah hampir sama dengan Salmonella
spp. Setelah masa inkubasi, infeksi sudah dihilangkan
di jejunum, ileum, usus besar, dan rektum.
Presentasi Klinis dan Diagnosis





Masa inkubasi 1 sampai 7 hari
Kram perut, demam, dan diare
Disentri terlihat pada sekitar 50% kasus
Diare berair atau dengan berdarah
Beberapa pasien datang terutama dengan kram
perut, nyeri dan diare
 Leukosit dan sel darah merah yang terdeteksi
dalam kotoran 75% dari orang yang terinfeksi.
Diagnosis Campylobacter dilihat dari kultur tinja.
 Infeksi ekstraintestinal C. jejuni, termasuk septic
arthritis, kolesistitis, pankreatitis, meningitis,
endocardtitis, osteomyelitis, dan sepsis neonatal,
dapat hadir dalam tiga cara yang berbeda:
 Bakteremia sementara dengan enteritis
Campylobacter akut pada host normal bersifat
jinak
 Bakteremia berkelanjutan atau fokus dalam
infeksi pada host normal sebelumnya yang
merespon terapi antimikroba
 Bakteremia yang berkelanjutan atau infeksi
dalam host dikompromikan
 Komplikasi sesudah infeksi paling penting dari C.
jejuni adalah Sindrom Guillain Barre (GBS). Risiko
mengembangkan GBS sangat kecil (kurang dari satu
kasus GBS per 1.000 C. jejuni). GBS biasanya terjadi 13 minggu setelah diare.
Pengobatan dan Pemantauan
Hidrasi dan keseimbangan elektrolit, sering kali
disebut sebagai ORT adalah dasar dari pengobatan.
Penggunaan
antibiotik
seharusnya
sudah
dipertimbangkan pada keadaan seperti
demam
tinggi, tinja berdarah lebih dari satu minggu,
kehamilan, infeksi pada HIV, dan penyakit imunitas
lainnya.
Bahkan
beberapa
tahun
yang
lalu
fluoroquinolon adalah obat pilihan utama untuk
campylobacteriosis . Namun, masalah utama dari
campybacteri adalah resistensi yang terjadi diseluruh
dunia. Resistensi fluoroquinolon dari isolasi C.Jejuni
pada manusia, di Amerika Serikat terjadi sekitar 18%
dan tingkat resisten, di Barcelona dan Thailand lebih
dari 80%. Flouroquinolon sebaiknya tidak boleh
digunakan terkecuali pada rentang yang ditentukan.
Eritromycin dianggap sebagai obat yang
optimal untuk pengobatan infeksi campybacteri
.tingkat resistensi campybactery untuk erytromisin
masih lemah. Keuntungan lain dari penggunaan obat
ini yaitu mudah pembeliannya, biaya murah, efek
samping rendah, dan memiliki aktifitas spektrum
sempit. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa
adalah 250 mg/oral sehari empat kali atau 500 mg/oral
sehari dua kali selama 5-7 hari. Bagi pasien yang
menderita sakit, diindikasikan Pengobatan dengan
gentamisin,
imipenem,
cefotaxime,
atau
kloramfenikol, tetapi harus dilakukan tes kerentanan.
Enterohemorrhagic Eschericia coli (EHEC)
Epidemiologi
EHEC merupakan jenis patogen yang memproduksi
Stx-e.coli (STEC) . Pendarahan akut radang usus besar
dapat dikaitkan dengan serotype O157;H7 . Serotype
ini bertanggung jawab terhadap infeksi wabah besar
ini, serta memiliki komplikasi yang sangat tinggi, dan
muncul menjadi patogen yang banyak bahkan bukan
dari EHEC STEC strains. ❷Spektrum penyakit yang
berhubungan dengan E coli O157;H7 diantaranya diare
berdarah didapat sebanyak 95% pasien, Diare tidak
berdarah, hemolytic uremic syndrome (HUS) , dan
thrombotic thrombocytopenic purpura.
Sekitar 70.000 kasus dari penyakit EHEC
terjadi setiap tahun di negara maju. Insiden tertinggi
adalah pada pasien usia 5-9 tahun dan 50-59 tahun.
Wabah diare karena O157;H7 E.coli dan STECs telah
menyebar
pada
daging
sapi
yang
telah
terkontaminasi, dan humburger, makanan siap saji,
susu mentah, dan produk susu lainnya, sayur-sayuran
(contoh : toge, bunga kol, dan selada) dan pada jus
apel. Yang terpenting penyimpanan dari E.coli O157;H7
adalah saluran gastrointestinal pada sapi. Penyebaran
dari orang ke orang mungkin juga terjadi karena
infeksi. Terdapat kontaminasi di bak pemandian bayi,
atau danau yang terkontaminasi atau meminum air
yang juga dapat menimbulkan faktor resiko. Telah
dilakukan diagnosa terhadap terjadinya infeksi E.coli
O157:H7 menyatakan bahwa di amerika lebih besar
resikonya dibandingkan penduduk di perdesaan.
Infeksi E.coli O157;H7 terjadi di musim panas dan
musim gugur.
Patogenesis
Dosis menular dari EHEC sangat rendah, antara 1 dan
100 unit pembentuk koloni (CFUs). Dua faktor virulensi
utama untuk EHEC adalah produksi dua shigalike
sitotoksin (Stx I dan II) dan adhesi yang menyebabkan
penipisan luka (A / E). Stx sitotoksin ini bertanggung
jawab atas kerusakan pembuluh darah dan efek
sistemik seperti HUS. Mediasi adhesi diletakan pada
awal EHEC ke sel epitel usus. Peletakan berikut,
organisme ini menghasilkan luka A / E pada sel epitel
usus individu. Luka A / E menginfeksi usus kecil atau
besar dan menyebabkan diare.
Pengobatan dan Pemantauan
Satu-satunya pengobatan saat infeksi EHEC yang
mendukung adalah penggantian cairan elektrolit, sering
dalam bentuk ORT. Kebanyakan penyakit diselesaikan
dalam waktu 5 sampai 7 hari. Pasien harus dipantau
untuk pengembangan HUS. Penggunaan Antibiotik
pada infeksi saat ini dikontraindikasikan karena dapat
menginduksi ekspresi dan pelepasan racun. Agen
Antimotility harus dihindari karena dapat menunda
pembersihan patogen dan toksin. Pada akhirnya , dapat
meningkatkan risiko komplikasi sistemik.
Memasak makanan dengan baik dan pencucian
tangan bagi anak anak penting dilakukan karena
memungkinkan berkurangnya penyebaran dari orang
ke orang.
Presentasi Klinis dan Diagnosis






Masa inkubasi 3 sampai 5 hari
Tinja berdarah
Biasanya di sertai demam
Leukositosis
Nyeri perut
HUS di 2% sampai 10% dari pasien (terutama anakanak 1-5 tahun dan orang tua di rumah jompo).
Berkembang rata-rata 1 minggu setelah timbulnya
diare
EHEC milik serotipe 015: H7 bersifat tidak
memfermentasi sorbitol, sedangkan lebih dari 70% dari
flora usus E.coli melakukan. Untuk memeriksa EHEC
dalam kasus diare dengan benar, tinja sebaiknya
ditempatkan pada agar sorbitol MacConkey spesial.
Koloni E.coli 0157: H7, yang tidak memfermentasi
sorbitol, dapat diidentifikasi dengan mudah dan
dikonfirmasi oleh serotipe dengan antisera spesifik. di
samping itu, tinja harus diuji secara langsung untuk
kehadiran Stx I dan II dengan immunoassay enzim
(EIA).
Kolera
Epidemiologi
Kolera, pertama kali menjadi penyakit endemik di
sekitar benua Asia Selatan, terutama di daerah Delta
ganga. Tipe hidup dari vibrio kolera bertanggung
jawab atas penyakit serogroup O1 (EL Tor) dan
serogroup O139. Kolera dapat menyebar dari air atau
makanan yang terkontaminasi dengan air yang
terkontaminasi, makanan laut tanpa proses
pemasakan. Vibrio kolera tumbuh baik pada
temperatur hangat, menyebabkan insiden kolera
ditandai secara musiman.
Patogenesis
Vibrio cholerae merupakan bakteri gram negatif (-)
berbentuk bantang. Vibrio mendiami disepanjang
aliran pencernaan sampai ke usus halus. Vibrio
melakukan perpanjangan protein dengan mengikat
reseptor yang ada di atas lapisan mukosa, dan Vibrio
ini
mempercepat
pergerakan
usus
dengan
berpenetrasi ke lapisan mukus. Kolera enterotoksik
terdiri dari dua subunit, pertama subunit A adalah
penyampaian kedalam sel dan memyebabkan
kenaikan siklik AMP, yang mengatur cairan masuk ke
usus halus. Terjadi kenaikan volume cairan
mengakibatnya diare berair yang menunjukan
karakteristik dari penyakit kolera. Diare menyebabkan
kehilangan elektrolit yang kaya cairan isotonik
akibatnya volume darah menurun diikuti dengan
menurunnya tekanan darah dan shock. Untuk catatan
cairan diare ini sangat beresiko menyebabkan
penularan infeksi kolera.
Pengobatan dan Pemantauan
Pertolongan pertama pengobatan kolera dengan
penggantiaan cairan. Dengan tidak adanya
pengobatan akan meningkatkan angka kematian
karena kolera kurang lebih 50%. Untuk kolera, ORT
yang berbasis nasi lebih baik dari pada ORT yang
berbasis glukosa karena bisa mengurangi banyaknya
kotoran. Pasien dengan penyakit yang serius,
seharusnya mendapatkan konseling rangkaian
antibiotik 1-3 hari untuk mempersingkat waktu sakit
dan pengurangan angka kritis. Obat pilihan utama
yang dapat digunakan adalah Doxycyklin 300 mg
sehari dan antibiotik lain yang dapat digunakan adalah
erytromycin,
azitromycin,
trimetroprimsulfametoxazol dan ciprofloxacin. Resistensi antibiotik
telah terjadi pada V.cholera pada tahun 1977.
Antibiotik profilaksis sudah tidak digunakan.
Presentasi Klinis dan Diagnosis




Masa inkubasi dari 18 jam sampai 5 hari
Mendadak diare berair dan muntah
Volume buang air besar berlebih
Dehidrasi, atau lebih parah. Pasien yang menderita
dehidrasi berat karena kehilangan cairan cepat
beresiko kematian dalam beberapa jam dari onset
penyakit.
 Kram otot parah di kaki karena ketidakseimbangan
elektrolit yang disebabkan oleh hilangnya cairan.
Kram ini harus diselesaikan dengan pengobatan.
 Asidosis metabolik
Diare pada Wisatawan
Epidemiologi
Diare pada wisatawan terjadi umumnya ketika
pengunjung datang dari negara maju ke negaranegara berkembang. Lebih dari 50 juta orang beresiko
untuk menderita diare ini setiap tahun. Diare ini dapat
terjadi setelah konsumsi makanan atau air yang
terkontaminasi dengan bakteri, virus, atau parasit. ❸
Bakteri seperti shigella, salmonella, campylobacter, dan
E.coli bertanggung jawab untuk 60% sampai 85% dari
kasus diare. Norovirus sudah diakui semakin signifikan
sebagai penyebab diare ini.
Makanan yang menjadi faktor resiko
diantaranya seperti air keran, makanan mentah,
makanan laut, buah, dan sayuran, dan makanan yang
disimpan tidak baik, terutama gaya prasmanan
makanan. Selain itu, konsumsi alkohol lebih dari lima
kali per hari telah terbukti menjadi faktor risiko,
terutama pada laki-laki. Pendidikan tentang jenis
makanan yang harus dihindari selama perjalanan
dapat menjadi metode yang efektif.
Patogenesis
Lihat bagian mikroorganisme tertentu bab ini untuk
informasi patogenesis.
Pengobatan dan Pemantauan
Tujuan pengobatan adalah menjaga hidrasi dan status
fungsional untuk mencegah dari suatu gangguan.
Untuk wisatawan dengan kasus diare ringan , ORT
sering diperlukan. Namun, antibiotik sangat efektif
dalam mengurangi durasi penyakit. Penggunaan
trimethoprim - sulfametoksazol jarang dipilih
penggunaannya karena perkembangan resistensi di
berbagai daerah. Pada umumnya, fluoroquinolon,
khususnya levofloxacin (500mg sehari sekali) dan
ciprofloxacin (500mg sehari dua kali), merupakan
obat pilihan untuk diare. Dapat digunakan kecuali
wisatawan memiliki sakit demam atau tinja berdarah,
dalam hal ini diperlukan 3 hari . Alternatif untuk
fluoroquinolones harus digunakan di Asia, dimana
resistensi tinggi di antara campylobacter. Azitromicyn,
sebagai dosis 1000mg tunggal, merupakan alternatif
untuk kelas fluorokuinolon. Selain itu, FDA (Food and
Durg Administrision)
baru-baru ini menyetujui
rifaximin untuk pengobatan diare pada wisatawan
dengan dosis 200mg sehari tiga kali selama 3 hari.
Rifaximin tidak efektif terhadap C. jejuni, dan efikasi
belum didokumentasikan terhadap salmonella atau
shigella.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
 Sering mencret
 Berhubungan dengan mual dan muntah
 Sakit perut
 Fecal urgency
 Disentri
 Tanda dan gejala yang berkaitan dengan patogen
penyebabnya spesifik
Meskipun
agen
antimotilitas
efektif
untuk
memperpendek durasi penyakit, mereka tidak
membasmi mikroorganisme dan tidak boleh
digunakan di kasus sedang sampai berat dengan
gejala sistemik kecuali dalam kombinasi dengan
antibiotik. Kombinasi agen antimotilitas dan antibiotik
dapat mengurangi durasi penyakit untuk beberapa
jam.
❹ Pendidikan seseorang tentang makanan berisiko
tinggi adalah kunci untuk pencegahan diare. Sloganslogan seperti, merebus makanan atau memasaknya
dapat membantu untuk mengingatkan seseorang dari
makanan yang mungkin terkontaminasi. Pencegahan
diare seseorang dengan antibiotik efektif tetapi harus
dibatasi untuk individu yang memiliki sejarah diare
berulang, seseorang tidak mampu untuk membuat
perubahan perjalanan, memiliki faktor predisposisi
untuk diare, seperti achlorhydria, gastrektomi,atau
penyakit usus imflammatory atau imunosupresi.
Penggunaan antibiotik untuk pencegahan tidak
banyak
direkomendasikan
karena
dapat
menyebabkan pengembangan resistensi, dan efek
buruk pada flora normal saluran pencernaan.
Fluoroquinolones
dapat
digunakan
ketika
pencegahan. Namun, rifaximin dapat mewakili pilihan
ideal untuk pencegahan diare. Dengan hampir tidak
ada penyerapan sistemik dan profil keamanan yang
baik, meskipun tidak disetujui oleh FDA dalam indikasi
ini. Bismuth subsalicylate 525mg 1-4 kali sehari juga
efektif untuk pencegahan diare. Tidak ada vaksin yang
efektif ada untuk diare.
Diare Yang Diakibatkan Oleh Clostridium Difficile Atau
CDAD (Clostridium Difficile Associated Diarrhea)
Epidemiologi
C. difficile merupakan penyabab utama infeksi
nosokomial enterik. Racun dari C. Difficile dapat
ditemukan dalam feces dari 15% sampai 25% dari pasien
yang menggunakan antibiotik associated diarrhea
(AAD), dan lebih dari 95% pasien dengan
pseudomembran kolitis. Lebih dari 90% perawatan
kesehatan terkait CDAD terjadi setelah atau ketika
terapi antimikroba. ❺ Clindamycin, sefalosforin, dan
penicillin merupakan antibiotik yang terkait dengan
CDAD tetapi hampir semua agen antimikroba
menyebabkan CDAD kecuali golongan aminiglikosida.
Studi terbaru menunjukkan bahwa floroquinolon
sangat berhubungan dengan CDAD. Faktor resiko
terkait CDAD meliputi bertambahnya usia, pemakaian
NGT (Naso Gastric Tube), prosedur GI nonsurgical,
pengobatan antiulcer, berada di rumah sakit dalam
jangka waktu yang lama, penggunaan antibiotik
jangka panjang, dan penggunaan beberapa antibiotik.
terbentuknya komunitas asosiasi terhadap infeksi
oleh C. Difficile meningkat bermula ketika ada pasien
yang tidak dirawat di rumah sakit pada beberapa
tahun sebelum didiagnosis. Selain penggunaan
antibiotik yang terkait dengan kasus C.Difficile terkait
juga dengan penggunaan agen penekan asam
lambung (misalnya pompa proton inhibitor dan
antagonis reseptor H2).
C. Difficile tersebar melalui rute fecal-oral, dan
penularan dari satu pasien ke pasien lain.
Patogenesis
C. difficile adalah bakteri gram positif, membentuk
spora anaerob. Merupakan organisme yang berada di
pencernaan yaitu di usus baik secara vegetatif atau
spora. Yang dapat bertahan untuk waktu yang lama
dilingkungan.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
 Gejalanya dapat bermula sejak hari pertama terapi
antimikroba atau beberapa minggu setelah terapi
antibiotik selesai.
 Diare ( Diare akut dengan gejala nyeri perut bagian
bawah, demam, dan leukositosis ringan atau tidak
ada leukositosis).
 Mild, dengan hanya 3 atau 4 kotoran berair/hari
 Adanya racun yang dikeluarkan oleh C. Difficile
dalam feces tetapi pemeriksaan sigmoidoscopic
normal
 Colitis
 Diare cair dengan adanya gerakan peristaltik usus 5
sampai 15 kali perhari, sakit dibagian perut,
abdominal distention, mual dan anorexia.
 Sakit pada bagian bawah perut sebelah kiri dan
kanan disertai kram
 Dehidrasi dan demam ringan
 Pemeriksaan
sigmoidoscopic
mungkin
memperlihatkan difusi non spesifik/kolitis erithema
tanpa pseudomembran.
 Kolitis Pseudomembran , gejala sama seperti colitis
tetapi pemeriksaan secara sigmoioscopic yang
menyatakan karakteristik membran dengan adanya
plak kuning atau putih pada usus distal.
 Racun usus besar, sebuah dilatasi akut dari usus
dengan diameter lebih besar dari 6cm terkait
adanya toksisitas sitemik dan tidak adanya
obstruksi mekanik, hal ini menyebabkan tingkat
kematian yang tinggi.
 Fulminat colitis, merupakan abdomen akut dengan
gejala sistemik seperti demam, takikardia, dehidrasi
dan hipotensi, beberapa pasien dengan tanda
leukocytosis yang mencapai 40.000 sel darah
putih/mm3, biasanya terjadi diare tetapi tidak untuk
pasien dengan paralitik ileus dan megakolon toksis.
 Kekambuhan colitis, akibat faktor resiko seperti
bertambahnya usia, operasi, peningkatan diare
oleh sejumlah bakteri C. Difficile, dan leukositosis.
 12% sampai 24% pasien berkembang CDAD ke 2
dalam waktu 2bulan pada pemeriksaan pertama.
 Dalam kebanyakan kasus pengujian racun dari C.
Difficile dari spesimen feces yang efektif
membenarkan diagnosis. berbagai KIT ELISA
tersedia untuk mendeteksi adanya toksin A atau
toksin B, pengujian berulang dapat meningkatkan
sensitivitas.
 Leukocytosis,
hipoalbuminemia,
dan
fecal
leukocytes merupakan non spesifik tetapi sugestif
untuk infeksi C. Difficile.
 Dalam
pasien
tertentu
Sigmoidoscopy,
colonoscopy
atau
abdominal
compiuted
tomographic (CT) scan dapat memberikan
informasi diagnostik yang berguna
Pengobatan dan Pemantauan
Menghentikan penggunaan antibiotik adalah langkah
yang paling penting dalam pengobatan awal CDAD.
Bila terapi menghentikan antibiotik tidak efektif atau
tidak berguna, terapi antimikroba ditujukan langsung
secara spesifik melawan C.difficile harus diberikan
selama 10 hari. Metronidazol oral (500 mg sehari 3 kali
atau 250 mg sehari 4 kali) dan vancomycin oral (125
mg sehari 4 kali) mempunyai efikasi yang mirip, tapi
metronidazol dianggap pilihan obat untuk berbagai
kasus dan juga karena harganya dan perhatian
mengenai enterokokus yang resisten terhadap
vankomisin.
Penyakit berat didenifisikan sebagai datangnya
komplikasi radang usus besar, seperti sepsis, volume
deplesi, ketidaksemimbangan elektrolit, hipotensi,
lumpuh, keracunan usus yang membesar. Pasien
dengan tanda penyakit berat sebaiknya menerima
vankomisin oral sebagai terapi awal. Intervensi bedah
dapat diindikasikan dan menyelamatkan nyawa,
terutama dalam kasus komplikasi oleh racun usus
yang membesar atau lubang pada usus besar.
Dalam situasi dimana terapi oral tidak bisa diberikan,
intravena metronidazol (500mg setiap 4-8 jam), atau
enema retensi vankomisin (500mg setiap 4-8 jam),
atau vankomisin melalui catheter usus sebaiknya
disiapkan. Agen antiperistaltik sebaiknya tidak
diberikan karena pemakaian agen-agen ini dikaitkan
dengan perkembangan racun megakolon.
Respon terapi sebaiknya berdasar pada tanda
dan gejala klinis. Uji ulang toksin sebagai test
penyembuhan tidak direkomendasikan karena
beberapa pasien mungkin tetap diserang oragnisme
ini pada saat pemulihan. Penyembuhan pada pasien
yang diserang asimtomatik tidak direkomendasikan
sebagai pengukuran kontrol infeksi. Kambuhnya
penyakit ditandai kembalinya gejala pada 3 hingga 21
hari sesudah berhenti menggunakan metronidazol
atau vankomisin. Resisten antibiotik bukan
merupakan faktor kembalinya penyakit, sebagian
besar kembalinya penyakit biasanya respon ke jalan
lain vankomisin ataupun metronidazol. Mencuci
tangan dan pencegahan isolasi adalah kunci untuk
mengkontrol C. difficile.
INFEKSI PARASIT
Cyrptosporidiosis
Epidemiologi
Cryptosporidiosis telah diakui sebagai penyakit
manusia sejak tahun 1970-an, dan meningkat pada
tahun 1980 dan 1990-an karena hubungannya dengan
HIV / AIDS. Cryptosporidium untuk kasus diare pada
orang imunokompeten di negara-negara maju dan
berkembang, masing-masing 2,2% dan 6,1%. Persentase
ini meningkat , masing-masing menjadi 7% dan 12%
pada anak-anak di negara-negara maju dan
berkembang, dan untuk orang dengan imunitas lemah
di negara-negara maju dan berkembang masingmasing 14% dan 24%. Infeksi menyebar melalui orang
ke orang, biasanya melalui rute fecal-oral; oleh hewan,
terutama sapi dan domba; dan melalui lingkungan,
terutama air. Orang pada peningkatan risiko tertular
kriptosporidiosis adalah keluarga dan kontak seksual
dengan pasangan, dari seseorang dengan penyakit
ini, petugas kesehatan, orang-orang yang bepergian
ke daerah endemisitas tinggi dan lain-lain.
Patogenesis
Cryptosporidium adalah parasit protozoa di
intraseluler yang mampu menjalankan seluruh siklus
hidupnya dalam satu host. Manusia terinfeksi setelah
adanya ookista, autoinfeksi dan infeksi persisten yang
mungkin terjadi karena siklus dalam saluran
pencernaan. Sedikitnya 10 sampai 100 kista dapat
menyebabkan infeksi.
Pengobatan dan Pemantauan
Tidak ada antimikroba yang tersedia yang efektif serta
konsisten membunuh Cryptosporidium, khususnya
pada orang dengan sistem imun rendah.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Umum
 Masa inkubasi 7- 10 hari
 Diare berair dengan lendir tapi tidak ada darah atau
leukosit yang berlangsung selama kurang lebih 2
minggu
 Mual, muntah, dan kram perut sering menyertai
diare.
 Demam mungkin hadir.
 Metode sederhana diagnosis adalah deteksi ookista
yang dimodifikasi dengan pewarnaan asam-cepat
dari spesimen tinja. Standar ova dan uji parasit tidak
termasuk Cryptosporidium.
Imunokompeten
 Dapat bermanifestasi sebagai penyakit tanpa gejala,
diare akut, atau diare persisten berlangsung selama
beberapa minggu
 Biasanya membatasi diri
Imunitas Lemah
 Dapat bermanifestasi sebagai penyakit tanpa gejala;
infeksi transient kurang dari 2 bulan; diare kronis
yang berlangsung setidaknya 2 bulan, atau infeksi
fulminan, dengan minimal 2 L dari tinja berair per
hari
 Penyakit yang timbul tanpa gejala lebih umum pada
mereka dengan CD4+ sel, lebih besar dari 200 sel /
mm3, dan fulminan infeksi yang lebih umum pada
mereka dengan jumlah CD4+ kurang dari 50 sel /
mm3
Secara umum, immunocompeten tiap orang dengan
infeksi tanpa gejala nyata tidak memerlukan terapi
antimikroba. Untuk pasien HIV / AIDS terapi yang
optimal adalah pemulihan fungsi kekebalan tubuh
dengan menggunakan antiretrtoviral atau perlu terapi
antimikrobial.
pada
pasien
HIV/AIDS
yang
menggunakan
ART
tetapi
tidak
efektif
direkomendasikan untuk menggunakan kombinasi
antimikrobial dan agen antidiare.
Azithromycin dan clarithromycin telah
menunjukan keberhasilan untuk cryptosporidiosis
bahkan pasien positif HIV. Namun Nitazoxanid adalah
antimikroba
yang
paling
bagus
untuk
cryptosporidiosis yang telah disetujui oleh FDA untuk
pengobatan cryptosporidiosis pada anak-anak. Secara
acak dilakukan kontrol plasebo. Nitazoxanid telah
menunjukkan efikasi atau keberhasilan pada
cryptosporidiosis terhadap orang immunocompeten,
anak-anak kurang gizi dan pasien HIV/AIDS dengan
jumlah sel CD4+ sel kurang dari 50 sel/mm3 disarankan
untuk menggunakan dosis yang lebih besar atau
tinggi, durasi pemakaian yang lama.
Pencegahan cryptosporidiosis sulit dilakukan
karena oocysts yang tahan terhadap banyak
desinfektan dan antiseptik ternasuk amonia,alkohol
dan klorin. Sebagian besar menggunakan metode
pengobatan tradisional untuk air seperti filtrasi, tidak
membasmi semua oocysts yang bermasalah dalam
menghadapi infeksi cryptsporidium.
Skrining rutin terhadap air minum harus
dipertimbangkan untuk pengolahan air, dan tanaman
dan disarankan untuk orang dengan imunitas lemah
menghindari air di danau, sungai dan kontak dengan
binatang kecil. Untuk setiap orang sebelum meminum
air harus didihkan dan di dinginkan terlebih dahulu.
VIRUS GASTROENTERITIS
❻ Virus adalah penyebab paling umum untuk
penyakit diare di dunia, menghasilkan 450.000 dan
160.000 pasien dewasa dan anak yang dirawat inap dan
lebih dari 4000 pasien yang meninggal. Beberapa virus
dapat menyebabkan gastroenteritis termasuk
rotarivirus, norovirus, astrovirus, enteri adenovirus
dan coronovirus (Tabel 73-4). Pada bab ini hanya
membahas tentang rotarivirus.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
 Inkubasi selama 2 hari
 2 hingga 3 hari demam dan muntah
 Diare berlebihan tanpa darah atau leukosit ( hingga
10 – 20 kali per hari )




Dehidrasi parah
Anorexia
Dapat timbul demam
Presentasi klinis ( gejala ) pada orang dewasa dapat
bervariasi dari tanpa gejala sampai terjadinya gejala
nonspesifik seperti sakit kepala , malaise , menggigil
, dan muntah
 Diagnosis dapat dilakukan dengan alat PCR
Rotavirus
Epidemiologi
Rotavirus menyebabkan antara 600.000 dan 875.000
kematian setiap tahun, dengan rating tertinggi pada
usia muda dan dalam negara berkembang. Rotavirus
adalah penyebab utama gastroenteritis anak dan
kematian di seluruh dunia. Kebanyakan infeksi terjadi
pada anak-anak antara 6 bulan dan 2 tahun, biasanya
selama musim dingin, walaupun infeksi dapat terjadi
pula pada orang dewasa. Rotavirus menyebabkan lebih
dari 2 juta penderita rawat inap dan 600.000 kematian
pertahun dialami anak-anak di bawah umur 5 tahun.
Penularan dari pasien ke pasien terjadi selama rute
pemberian melalui dubur dan oral.
Patogenesis
Mekanisme diare belum dijelaskan secara jelas, tetapi
teori menjelaskan bahwa diare terjadi karena
pengurangan permukaan serap bersama dengan
gangguan penyerapan karena kerusakan sel, efek
enterotoksigenik dari protein rotavirus, dan stimulasi
dari sistem saraf enterik.
Pengobatan dan Pemantauan
Dasar / landasan dari perawatan rotavirus adalah
mendukung pemeliharaan dan rehidrasi dengan ORT
atau cairan intravena bila diperlukan. Agen
antimotilitas dan antisekretori sebaiknya tidak
digunakan untuk mereka yang berpotensi mengalami
efek samping seperti pada anak-anak dan orang yang
rentan terserang penyakit.
TABEL 73-4. Agen yang Bertanggung Jawab terhadap Viral Gastroenteritis dan Diare
Virus
Umur
Waktu
Durasi
Penularan
Gejala
Rotarivirus
6 bulan- 2 Musim
3-8 hari
Fecal-oral,
air, Diare, muntah, demam, sakit
tahun
dingin
makanan
perut
Enteric
Kurang dari 2 sepanjang
7-9 hari
Fecal-oral
Diare, gangguan pernafasan,
adenovirus
tahun
tahun
muntah, demam
Astrovirus
Kurang dari 7 Musim
1-4 hari
Fecal-oral,
air, Muntah, diare, demam, sakit
tahun
dingin
kerang
perut
Norovirus
Lebih dari 5 Tidak tentu
12-24 jam Fecal-oral,
Mual, muntah, diare, kram perut,
tahun
makanan, aerosol
sakit kepala, demam panas dingin,
mialgia
Modified from Martin S, Jung R. Gastrointestinal infections and enterotoxigenic poisonings. In: DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, et
al, (eds.) Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005:2049
Perawatan dan Pemantauan Pasien
1. Mengamati pasien untuk tanda-tanda dan terjadinya
tanda dehidrasi , dan rehidrasi yang diperlukan.
2. Memonitor peningkatan konsistensi defekasi dan
pengurangan frekuensi defekasi
3. Jika agen farmakologis yang digunakan , memantau
efek samping
4. Evaluasi pasien untuk segala kemungkinan
komplikasi atau efek samping untuk menurunkan
resiko penyakit.
Vaksin rotavirus oral yang hidup baru disetujui barubaru ini oleh FDA untuk digunakan pada bayi berusia 6
minggu untuk 32 minggu dan memberikan perlindungan
melawan infeksi rotavirus selama minimal 24 bulan.
Komite advosory CDC pada praktek imunisasi
merekomendasikan vaksinasi pada 2 , 4 , dan 6 bulan.
KERACUNAN MAKANAN
Setiap tahun di Amerika Serikat , sekitar 76 juta
makanan menunjang terjadinya penyakit yang
menyebabkan 325.000 rawat inap dan lebih dari 5000
kematian . Sejumlah bakteri dan virus patogen yang
telah dibahas sebelumnya dalam bab ini (misalnya,
Salmonella, shigella, campylobacter, E.coli, dan
norovirus) dapat menyebabkan keracunan makanan.
Bakteri lain yang dapat menyebabkan keracunan
makanan termasuk Staphylococcus aureus, C.
Perfringens, C. Botulinum, dan Bacillus cereus (Tabel 735). Keracunan makanan sebaiknya dapat diketahui jika
paling tidak dua orang dengan gejala yang sama
setelah menelan makanan yang sama dalam 72 jam.
Studi Kasus Pasien 1
Pria tua berusia 70 tahun datang ke departemen
gawat darurat karena nyeri perut dan diare tanpa
perdarahan. Satu hari sebelumnya ia telah keluar dari
rumah sakit, saat dia menerima ceftriaxone dan
levofloxacin untuk 7 hari untuk infeksi pernafasan
akut. Segera setelah sampai di rumah, ia banyak
mengalami defekasi cair berwarna coklat. Beberapa
jam kemudian, pasien dilarikan ke rumah sakit.
Riwayat penyakit pasien tersebut biasa saja. Nilai
laboratory : Sel darah putih berjumlah 50,000
sel/mm³, hematokrit 43 %, sodium 125 mmol/L,
potassium 5.6 mmol/L, CO2 14 mmol/L, dan asidosis
metabolit. Radiografi abdominal menunjukkan tidak
ada bukti obstruksi. Pasien telah dirawat di rumah
sakit.
 Penyakit GI apa yang dimungkinkan berdasarkan
informasi ini ?
 Dari dugaanmu, tes diagnostik dan perawatan apa
yang direkomendasi untuk pasien ini ?
 Di rumah sakit, dia menerima cairan dan
metronidazole 500 mg setiap 8 jam melalui
intravena.
TABEL 73-5. Keracunan Makanan
Organisme
Onset
(jam)
Staphyloccocus 1 hingga 6
aureus
Bacillus cereus- 0.5 hingga
emetic
6
Bacillus cereus
8 hingga 16
– diarrheal
Clostridium
8 hingga 12
perfringens
(type A)
Clostridium
18 hingga
botulinum
24
Makanan yang
berhubungan
Salad,
makanan
kering, ham, unggas
Nasi, mie, pasta,
makanan kering
daging, sayuran, sup,
saus, produk susu
daging, unggas
Durasi
Gejala
Perawatan
12 jam
Mual, muntah
Supportive
24 jam
Muntah
Supportive
24 jam
Diare, nyeri perut
Supportive
24 jam
Supportive
Buah, sayuran,
daging, madu, salsa,
relish
1 minggu
Mual, kram perut,
diare encer yang
banyak
Gejala GI akut,
paralisis, kematian
jika
memungkinkan
antimikroba digunakan, penyelesaian kursus terapi
harus
dinilai.
Izin
didokumentasikan
dari
mikroorganisme menyinggung tidak diperlukan.
Studi Kasus Pasien 2
Seorang pria 45 tahun dengan AIDS memberitahukan
keadaan daruratnya ke UGD dengan keluhan demam,
mual, muntah-muntah, sakit perut, dan diare tidak
berdarah selama 2 hari.
Dia melaporkan bahwa diare nya membaik, namun ia
demam dan menggigil beberapa jam sebelum ia
datang ke kamar Unit Gawat Darurat. Pada
Pemeriksaan fisiknya positif demam dan sakit perut
menyebar. USG abdomen tidak menunjukkan adanya
kelainan. Dia mengaku mengirim dua set kultur darah
ke rumah sakit.
 Apa GI patogen (s) yang Anda menduga pada
pasien ini?
 Kultur darah-Nya kembali positif nontyphoidal
Salmonella.
 Pengobatan Apa yang anda rekomendasikan?
Melakukan tes lebih lanjut Apa yang perlu dilakukan
sebelum
Anda
dapat
memutuskan,
apa
Rekomendasi pengobatan anda? Apakah ada
pertimbangan khusus karena infeksi HIV ini pasien?
HASIL
Supprotive (
termasuk ventilasi
mkanik, trivalent
antitoksik )
EVALUASI
Pasien dengan infeksi GI harus dievaluasi untuk
pemecahan atau penanganan gejala GI, serta tandatanda sistemik dan gejala yang terkait. Jika terapi
SINGKATAN-SINGKATAN
AAD : Antibiotic-Associated Diarrhea
A/E
: Attaching-Effacing
AMP : Adenosine Monophosphate
ART
: Antiretroviral Therapy
CDC
:Centers for Disease Control and Prevention
CDAD :Clostridium difficile–associated diarrhea
CFU
: Colony-Forming Units
EHEC : Enterohemorrhagic Escherichia coli
ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
FDA
: Food and Drug Administration
GI
: Gastrointestinal
GBS
: Guillain-Barré Syndrome
HIV/AIDS: Human Immunodeficiency Virus / Acquired
Immune Deficiency Syndrome
HUS : Hemolytic-Uremic Syndrome
ORT : Oral Rehydration Therapy
PCR
: Polymerase Chain Reaction
STEC : Shiga Toxin–Producing E. coli
Stx
: Shiga Toxin
VRE
: Vancomycin-Resistant Enterococcus
WHO : World Health Organization
Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia
di www.ChisholmPharmacotherapy.com
Masuk ke situs web:
www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk
memperoleh informasi dalam melanjutkan
pembelajaran bab ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
Bartlett JG. Antibiotic associated diarrhea. New Engl
J Med 2002; 346:334–339.
Chen XM, Keithly JS, Paya CV, LaRusso NF.
Cryptosporidiosis.
New
Engl
J
Med
2002;346:1723–1731.
Clark B,McKendrick M. A review of viral
gastroenteritis. Curr Opin Infect Dis 2004;17:461–
469.
DuPont H. Shigella species (bacillary dysentery). In:
Mandell GL, Bennett JE, and Dolin R, eds.
Principles and Practice of
Infectious Diseases. 6th ed. New York: Churchill
Livingstone; 2004. p. 2655.
Hohmann EL. Nontyphoidal salmonellosis. Clin Infect
Dis 2001; 32:263–269.
Gardner TB, Hill DR. Treatment of giardiasis. Clin
Microbiol Rev 2001;14:114–128.
Miller SI, Pegues DA, Ohl ME. Salmonella species. In:
Mandell GL, Bennett JE, and Dolin R, eds.
Principles and Practice of Infectious Diseases, 6th
ed. New York: Churchill Livingstone; 2004. p.
2637.
Okhuysen PC. Current concepts in travelers’ diarrhea:
Epidemiology, antimicrobial resistance and
treatment. Curr Opin Infect Dis 2005;18:522–526.
Sack DA, Sack RB, Nair GB, Siddique AK. Cholera.
Lancet 2004; 363:223–233.
Stoddart B, Wilcox MH. Clostridium difficile. Curr Opin
Infect Dis 2002;15:513–5
08 INFEKSI INTRAABDOMINAL
Joseph T. DIPIro and Thomas R. Howdieshell
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1. Mengidentifikasi alasan umum mengapa beberapa parasit memiliki prevalensi yang lebih tinggi
di Amerika Serikat.
2. Membedakan definisi antara infeksi intraabdominal primer dan sekunder.
3. Menjelaskan mikrobiologi dari intraabdominal primer dan infeksi sekunder.
4. Menjelaskan presentasi klinis dari infeksi intraabdominal primer dan sekunder.
5. Menjelaskan peran budaya dan kerentanan informasi untuk diagnosis dan pengobatan
infeksi intraabdominal.
6. Mengenalkan obat yang paling tepat dan langkah-langkah pengobatan tanpa obat untuk
mengobati infeksi intraabdominal.
7. Merekomendasikan rejimen antimikroba yang tepat untuk pengobatan infeksi
intraabdominal primer dan sekunder.
8. Menjelaskan proses peningkatan keadaan pasien selama pengobatan infeksi
intraabdominal
KONSEP UTAMA
❶ Kebanyakan infeksi intraabdominal sekunder
disebabkan oleh kerusakan pada saluran pencernaan
yang harus diobati dengan surgical drainage atau
perbaikan.
❷ Peritonitis primer umumnya disebabkan oleh
organisme tunggal Staphylococcus aureus pada pasien
yang menjalani Continuous Ambualtory Peritoneal
Dialysis (CAPD) terus menerus.
❸ Infeksi intraabdominal sekunder biasanya
disebabkan oleh campuran bakteri basil gram negatif
dan bakteri anaerob. Campuran dari organisme ini
mempertinggi potensi patogen dari bakteri.
❹ Untuk peritonitis, peringatan pertama adalah ketika
menyerang ke dalam cairan pembuluh darah.
❺ Kultur dari letak infeksi intraabdominal sekunder
umumnya tidak digunakan untuk terapi antimikroba.
❻ Cara hidup antimikroba untuk infeksi
intraabdominal sekunder harus mencakup basil
enterik gram negatif dan basil anaerob. Agen
antimikroba yang dapat digunakan untuk infeksi
pengobatan intraabdominal sekunder : (1) kombinasi
β-lactam_β-lactamase-inhibitor (2) Carbapenem (3)
quinolone dan clindamicin (metronidazole).
❼ Untuk infeksi intraabdominal yang parah durasi
pengobatan antimikroba total yaitu 5 sampai 7 hari.
Infeksi intraabdominal terdapat dalam rongga
peritoneum dan ruang retroperitoneal. Rongga
peritoneum memanjang dari permukaan bawah
diafragma ke bawah panggul dan isi perut: usus kecil,
usus besar, hati, kandung empedu dan limfa.
Sedangkan yang terdapat dalam retroperitoneum
yaitu: Duadenum, pankreas, ginjal, kelenjar adrenal,
pembuluh darah besar (aorta dan vena cava) dan
struktur mesentrik vaskular. Infeksi intraabdominal
dapat berupa lokal dan umum. Mungkin terdapat
dalam stuktur visceral seperti hati, kandung empedu,
limpa, pankreas, ginjal atau organ reproduksi wanita.
Dua jenis umum dari infeksi intraabdominal dibahas
dalam bab ini: peritonitis dan bengkak.
Peritonitits didefinisikan inflamasi akut pada
selaput peritoneal sebagai respon dari adanya
mikroorganisme, bahan kimia, radang atau cedera
benda asing. Pada bab ini hanya membahas peritonitis
dengan sumber penyakit menular.
Studi Kasus Pasien
Lelaki tua berusia 67 tahun datang ke ruangan gawat
darurat dengan penyakit distress akut dengan nyeri
perut, mual dan muntah. Keadaan kesehatan pasien
cukup baik hingga kemarin malam ketika ia
mengalami sakit perut tiba-tiba. Selama malam hari,
dia mengalami muntah dan sakit tidak berkurang.
Pasien tersebut menggunakan gyburide untuk
diabetes melitus yang tidak bergantung pada insulin,
serta penyakit peptic ulcer yang telah diobati dengan
ranitidine dan omeprazol, ia memiliki alergi terhadap
debu tetapi tidak ada laporan mengenai alergi obat. Ia
menyebutkan bahwa pernah mengkonsumsi alkohol
dan merokok dua bungkus sehari.
 Informasi apa yang akan anda tanyakan pada pasien
ini ?
Cairan-cairan purulen dipisahkan dari jaringan melalui
dinding yang terdiri dari sel-sel inflamasi dan organ
yang berdekatan di sekitarnya. Biasanya mengandung
debris nekrotik, bakteri, dan sel inflamasi. Peritonitis
dan bengkak berbeda dalam presentasi dan
pendekatan dalam pengobatan.
EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Peritonitis mungkin bisa diklasifikasikan
menjadi peritonitis primer, sekunder, dan tersier.
Peritonitis primer juga disebut peritonitis bakterial
spontan, merupakan infeksi pada rongga peritoneal
tanpa sumber bakteri yang jelas dari perut. Pada
peritonitis sekunder, fokus penyakit jelas terjadi dalam
perut. Peritoneal sekunder mungkin melibatkan
perforasi dari saluran pencernaan, (mungkin terjadi
karena ulcerasi, iskemia, atau adanya gangguan).
Pasca operasi peritonitis, atau pasca trauma
peritonitis (ketumpulan atau trauma penetrasi).
Peritonitis tersier, terjadi pada pasien kritis dan
infeksinya keras serta berulang paling lambat sekitar
48 jam setelah bentuknya menyerupai penanganan
pada peritonitis primer atau sekunder.
Peritonitis primer, berkembang pada 25 % pasien yang
mempunyai sirosis alkohol. Pasien ini melakukan
rawat jalan terus menerus setiap 2 tahun. Peritonitis
sekunder mungkin disebabkan oleh perforasi dari
peptic ulcer, perforasi traumatik perut, usus besar dan
usus kecil, uterus, atau saluran urin; radang usus
buntu; pancreatitis; diverculitis; infark usus; inflamasi
usus;
kolesisitis;
kontaminasi
operatif
dari
peritoneum; atau penyakit saluran kelamin pada
wanita seperti aborsii, pasca operasi infeksi uterin,
endometritis, atau salpingitis. Radang usus buntu
adalah salah satu penyakit yang terkenal disebabkan
oleh infeksi didalam perut. Pada tahun 1998, 278.000
pemeriksaan usus buntu dilakukan pada suspek
penderita radang usus buntu di United States
Peritonitis primer pada orang dewasa,
umumnya terjadi pada orang-orang yang memiliki
sirosis alkohol, terutama yang berada pada tahap
akhir, atau dengan ascites yang disebabkan oleh
sirosis postnecrosis, hepatitis kronik aktif, hepatitis
viral akut, gagal jantung kongestif, keganasan, lupus
erithematosus sistemik, dan sindrom nefrotik. Hal ini
juga merupakan hasil dari penggunaan peritonial
catheter untuk dialisis dengan gagal ginjal atau CNS
ventriculoperitoneal yang mendorong terjadinya
hidrosefalus.
Adanya abses (bengkak) adalah efek dari
inflamasi kronik dan mungkin ada tanpa peritonitis
awal pada umumnya, mungkin berada dalam rongga
peritoneum atau organ dalam dan mungkin berbeda
dalam hal ukuran, membutuhkan beberapa minggu
hingga tahunan untuk terbentuk.
Penyebab dari abses intraabdominal meliputi
mereka yang mengalamai peritonitis dan faktanya,
mungkin abses ini muncul berurutan atau secara
serentak. Radang usus buntu merupakan penyakit
yang sering diakibatkan oleh adanya abses.
PATOFISIOLOGI
Infeksi intraabdominal diakibatkan dari bakteri
yang
masuk
ke
peritoneum
atau
ruang
retroperitoneum atau penumpukkan bakteri di sekitar
organ intraabdominal. Pada peritonitis umumnya,
bakteri dapat memasuki abdomen melalui aliran darah
atau sistem limfe dengan transmigrasi melewati
dinding bowel, lewat kateter dialisis yang masuk ke
dalam peritoneum, atau lewat tuba falopii pada
wanita. Bakteri dalam darah menyebar (melalui aliran
darah) lebih banyak terjadi pada peritonitis
tubercolosis atau peritonitis terkait asites sirosis. Jika
peritonitis diakibatkan dialisis peritoneum, mikroba
pada permukaan kulit akan masuk melalui kateter ke
dalam peritoneum. Pada peritonitis lanjut, bakteri
lebih
sering
memasuki
peritonium
atau
retroperitonium sebagai akibat dari pelubangan
gastrointestinal atau daerah genital wanita
disebabkan oleh penyakit atau luka traumatis.
Jika bakteri yang memasuki abdomen tidak
ditangani oleh mekanisme pertahanan selular atau
humoral, penyebaran bakteri dapat terjadi pada
seluruh rongga peritoneal, mengakibatkan peritonitis.
Ini biasanya dibantu dengan adanya benda asing,
hematoma, jaringan nekrosis, inokulum bakteri yang
banyak, kontaminasi bakteri yang terus menerus, dan
kontaminasi yang melibatkan campuran organisme
yang saling sinergis.
Perubahan cairan dan protein pada abdomen
(disebut peruangan ketiga) dapat terjadi sangat hebat
hingga volume aliran darah berkurang, yang
menyebabkan keluaran jantung berkurang dan
terjadinya hypovolemic shock. Adanya demam,
muntah,
atau
diare
dapat
memperparah
ketidakseimbangan cairan. Respons refleks simpatis,
ditandai dengan berkeringat, tachycardia, dan
vasokonstriksi akan nampak. Pada peritonium yang
mengalami peradangan, bakteri dan endotoksin
diserap dengan mudah melalui aliran darah
(translokasi), dan hal ini dapat menyebabkan septic
shock. Bahan asing lain yang ada pada rongga
peritoneum berpotensi peritonitis, seperti feses,
jaringan mati, barium, mukus, bile, dan darah.
Banyak kejadian infeksi intraabdominal,
seperti peritonitis, disebabkan oleh aktivitas sitokin.
Peradangan sitokin diakibatkan oleh makrofag dan
neutrofil sebagai reaksi terhadap bakteri dan produk
bakteri atau terhadap luka jaringan akibat dari sayatan
bedah. Sitokin tersebut menghasilkan efek yang luas
pada endotelium organ, seperti hati, paru-paru, ginjal,
dan jantung. Dengan aktivitas mediator yang tidak
terkendali, akan menyebabkan sepsis. Peritonitis
dapat menyebabkan kematian karena pengaruhnya
pada sistem organ utama.
Abses terjadi jika kontaminasinya setempat
tetapi penyembuhannya tidak tuntas. Lokasi abses
sering berhubungan dengan tempat penyakit utama.
Sebagai contoh, abses yang terjadi akibat apendisitis
cenderung muncul di kuadran kanan bawah atau
pelvis, yang terjadi akibat diverticulitis cenderung
muncul di kuadran kiri bawah atau pelvis. Abses
dewasa dapat menumbuhkan kapsul fibril yang
mengisolasi bakteri dan cairan intinya dari pertahanan
anti mikroba dan sistem imun.
Mikrobiologi Dari Infeksi Intraabdominal
Bakteri perinitis primer sering disebabkan oleh
organisme tunggal. Pada anak-anak, biasanya patogen
Streptoccus
pneumoniae
atau
kelompok
A
Streptococcus, ketika peritonitis dengan asites sirosis,
Escherichia coli paling sering diisolasi. Potensial
patogen lainnya adalah Hemophilus pneumoniae,
Klebsiella, Pseudomonas, anaerob, dan S. pneumoniae.
kadang-kadang, peritonitis primer dapat disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Peritonitis pada
pasien yang menjalani dialisis peritoneal paling sering
disebabkan oleh organisme kulit yang umum seperti
S. epidermidis, Staphylococcus aureus, streptococci,
dan diphtheroid. kadang-kadang, basil gram negatif
aerobik dapat menyebabkan infeksi, terutama di
pasien yang menjalani dialisis selama rawat inap.
Kematian dari peritonitis primer yang disebabkan oleh
bakteri gram negatif lebih sering daripada yang
disebabkan oleh bakteri gram positif.
Karena dalam saluran pencernaan terdapat
bakteri yang beragam, sering infeksi intraabdominal
sekunder polymicrobial. Jumlah rata-rata spesies
bakteri yang berbeda yang diisolasi dari situs
intraabdominal yang terinfeksi berkisar 2.9 - 3.7,
termasuk rata-rata 1.3 - 1.6 aerob dan anaerob 1.7 – 2.1.
Sinergisme Bakteri
Kombinasi organisme aerobik dan anaerobik
meningkatkan keparahan infeksi. Bakteri fakultatif
(seperti E. coli) mendapatkan lingkungan yang
kondusif untuk pertumbuhan bakteri anaerob.
Meskipun banyak bakteri yang diisolasi pada infeksi
campuran yang nonpathogenic sendiri, kehadiran
mereka penting untuk patogenisitas campuran
bakteri. Bakteri fakultatif pada infeksi campuran dapat
berguna dalam :
1. Mendukung lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan anaerob melalui konsumsi oksigen.
2. Menghasilkan nutrisi yang
diperlukan untuk
anaerob.
3. Menghasilkan enzim ekstraseluler yang mendukung
invasi jaringan oleh bakteri anaerob.
Bakteri E coli bertanggung jawab atas
kematian dini dari peritonitis, dimana bakteri anaerob
adalah patogen utama dalam abses, dengan B. fragilis
mendominasi. Enterococcus dapat diisolasi dari
berbagai infeksi intraabdominal pada manusia, tetapi
perannya sebagai patogen tidak jelas.
Presentasi Klinis Peritonitis Primer
Umum
Pasien umum mungkin tidak dalam keadaan
parah,terutama dengan diagnosa peritoritis ini
Gejala
Pasien mungkin mengeluh mual,muntah (kadang
kadang disertai dengan diare)dan perut terasa
kembung
Tanda-tanda
 Suhu mungkin sedikit mengalami peningkatan atau
tidak pada pasien yang menderita diagnosa
peritoneal
 Bising usus kurang aktif
 Pasien sirosis mungkin bisa menyebabkan semakin
memburuknya encephalopathy
 Mungkin ada cairan dialisa berawan dengan dialysis
peritoneal
Uji Laboratorium
 Sel darah putih (WBC) mungkin mengalami sedikit
peningkatan
 Cairan asites biasanya berisi lebih dari 300
leukosit/mm3 dan bakteri mungkin jelas pada noda
gram specimen disentrifugasi
Uji Diagnosa lainnya
 Kultur dialysate infeksi atau radang perut
cairan ascetic harus positif
Presentasi Klinis Peritonitis Sekunder
PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Interaksi intraabdominal memiliki spektrum
yang luas dari fitur klinis. Radang atau infeksi pada
perut biasanya mudah dikenali, tetapi intraabdominal
sering terjadi untuk jangka waktu yang lama pasien
dengan peritonitis primer dan sekunder sangat
berbeda.
atau
Umum
Penderita mungkin dalam keadaan stress akut.
Gejala
 Penderita mungkin mengeluh mual, muntah, dan sakit
perut yang umum diderita.
 Penderita dapat menunjukkan pertahanan pada perut.
Tanda-tanda
 Menimbulkan Tachypnea dan Tachycardia
 Pada awalnya suhu normal, kemudian dapat meningkat
menjadi 100-1020 C dalam beberapa jam pertama, dan
akan terus meningkat selama beberapa jam berikutnya
 Hipotensi dan shock mungkin berkembang jika volume
intravaskular tidak dipulihkan
 Penurunan output urin dapat berkembang karena
dehidrasi
 Awalnya terdengar suara bising dari usus dan akhirnya
berhenti.
Uji Laboratorium
 Jumlah WBC meningkat (15.000 - 20.000 WBCs/mm3),
dengan neutrofil mendominasi dan persentase
peningkatan neutrofil imatur
 Hematokrit dan kadar urea dalam darah meningkat
karena dehidrasi
 Hiperventilasi dan muntah yang disebabkan alkalosis,
kemudianselanjutnya
menyebabkan
asidosis
dan
asidemia laktat.
Tes Diagnostik lainnya
Radiografi abdominal mungkin berguna karena udara bebas
di perut (menunjukkan perforasi usus) atau distensi dari
usus kecil atau besar sering terlihat.
PENGOBATAN
Tujuan Pengobatan
Tujuan dari pengobatan pertama
yaitu
memperbaiki fungsi intraabdominal atau cedera yang
menyebabkan infeksi dan membuang kumpulan
cairan nanah (abscess). Tujuan dari pengobatan
sekunder adalah mengatasi tanpa menyebabkan
komplikasi pada system organ utama (misalnya paru
hati jantung atau gagal ginjal) dan jika efek dari obat
ini merugikan maka pasien harus segera dibawa ke
rumah sakit dengan tujuan untuk mendapatkan
pengobatan atau perawatan yang lebih lanjut dan
untuk mencegah pasien agar tidak beraktifitas.
Pendekatan Umum untuk Pengobatan
Pengobatan infeksi intraabdominal sering
memerlukan koordinasi dari tiga modalitas utama: (1)
drainase yang cepat, (2) mendukung fungsi vital, dan
(3) terapi antimikroba yang tepat untuk mengobati
infeksi agar tidak menjalani pembedahan. Antimikroba
merupakan tambahan penting untuk prosedur
drainase dalam pengobatan infeksi intraabdominal
sekunder, namun penggunaan agen antimikroba
tanpa intervensi bedah biasanya tidak memberikan
hasil yang baik, untuk sebagian besar kasus peritonitis
primer, prosedur drainase mungkin tidak diperlukan,
dan agen antimikroba menjadi andalan terapi.
Pada fase awal infeksi intraabdominal yang serius,
perhatian khusus harus diberikan untuk menjaga
fungsi sistem organ utama.
Dengan peritonitis umum, volume cairan
intravena yang besar (IV) diperlukan untuk
mempertahankan volume intravaskular, untuk
meningkatkan fungsi kardiovaskular, dan untuk
memastikan perfusi jaringan yang memadai dan
oksigenasi. Pengeluaran urine yang memadai harus
dipertahankan untuk memastikan resusitasi cairan
telah sesuai dan mempertahankan fungsi ginjal.
Penyebab umum dari kematian dini adalah syok
hipovolemik disebabkan oleh tidak memadainya
ekspansi volume intravascular dan perfusi jaringan.
Studi Kasus Pasien Bagian 2:
Pemeriksaan Fisik dan Tes
Diagnostik
PE
Pasien ditemukan responsif tapi dalam keadaan akut,
pasien berbaring di meja pemeriksaan dengan lutut
ditarik ke dadanya. Bagian perut menunjukan
pertahanan dengan menunjukan kondisi perut yang
kaku, tidak terdengar suara usus,penderita harus
waspada dan berorientasi 3 x
apabila fungsi
neurologis utuh,membran mukosa kering, feaces
menunjukkan heme-negatif.
VS: Temperature 38.3oC, BP 105/70 mm Hg, P 132, wt
82 kg, (180 lbs) Ht 170 cm, RR 24/menit.
Labs
HCT 46% (0.46 volume pecahan), Hgb 15.4 g/dl, jumlah
WBC 15,200/mm3 (45% neutrofil, 20% bands)
Serum:
Glukosa 213 mg/dl. (11.8 mmol/L), serum keratin 1.9
mg/dl. (168 µmol/L), BUN 42 g/dl, Na 138 mEq/L (138
mmol/L), K 3.7 mEq/L (3.7 mmol/L), Cl 101 mEq/L (101
mmol/L), CO2 21 mEq/L. (21 mmol/L), Calcium 9.8
mg/dl. (2.45 mmol/L), magnesium 2.0 mEq/L (0.822
mmol/L), total bilirubin 0.4 mg/dl. (6.84 µmol/L),
albumin 4.2 g/dl (42 g/L), asam laktat 3.2 mEq/L.
KUB:
pada x – ray, perut dengan keadaan tegak
menunjukkan loop dilatasi dari usus kecil dan udara
bebas di bawah diafragma.
DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage): Pemeriksaan
cairan dalam rongga peritoneum):
tidak ada darah yang ditemukan, tetapi leukosit yang
jelas.
 Apa perkiraan anda pada pasien dengan kondisi ini?
 Kembangkan pelayanan untuk pasien ini pada 7 hari
pertama perawatannya di rumah sakit. Rencana ini
harus termasuk tujuan terapi, rekomendasi obat
spesifik, dan parameter pemantauan untuk
mengevaluasi hasil?
Terapi Non Farmakologi
Prosedur Drainase
Peritonitis primer diobati dengan antimikroba
dan jarang membutuhkan drainase. Pengangkatan
jaringan peritonitis sekunder dilakukan dengan cara
operasi atau gangren untuk mencegah terkontaminasi
bakteri. Jika prosedur bedah sub optimal, dilakukan
dengan memberikan drainase struktur yang terinfeksi
atau gangren.
Drainase bahan purulen adalah komponen penting
dalam penanganan abses intra abdominal. Hal ini
dapat dilakukan pembedahan atau dengan dipandu
teknik gambar perkutan. Tanpa drainase yang
memadai, terapi antimikroba dan cairan dapat
memungkinkan untuk terjadinya kegagalan. Informasi
mikrobiologi yang paling berharga dapat diperoleh
pada saat perkutan atau operasi drainase abses.
Terapi Cairan
Pada pasien dengan peritonitis, hipokalemia
sering disertai dengan volume asidosis yang begitu
besar dan solusi seperti laktat
Ringer ini mungkin diperlukan pada tahap
awal untuk mengembalikan volume
cairan
intravaskular. Pemeliharaan harus dilakukan (setelah
volume intravaskular dipulihkan) dengan 0,9% natrium
klorida dan kalium klorida (20 mEq / L) atau 5%
dextrose dan 0,45% natrium klorida dengan kalium
klorida (20 mEq / L). tingkat pemasukkan cairan harus
berdasarkan tafsiran kehilangan cairan melalui urine
setiap harinya dan hisap nasogastrik, termasuk 0.5 –
1.1 L untuk kehilangan cairan insensible. Kalium tidak
akan disertakan secara rutin pada pasien
hyperkalemic dan pasien yang memiliki insufisiensi
ginjal. Terapi cairan yang berlebihan harus sering
dilanjutkan pada periode pasca operasi karena cairan
akan terus menyerap dalam rongga peritoneum,
dinding usus, dan lumen.
Terapi Farmakologis
Terapi Antimikroba
Tujuan terapi antimikroba :
 Untuk mengontrol bakteri dan mencegah infeksi
fokus metastasis.
 Untuk mengurangi komplikasi supuratif setelah
kontaminasi bakteri.
 Untuk mencegah penyebaran lokal dari infeksi
yang ada.
setelah terbentuknya nanah (misalnya, abses telah
terbentuk), obat dengan terapi antibiotik saja sulit
dicapai; antimikroba dapat berfungsi untuk
meningkatkan hasil dengan operasi.
Rejimen antimikroba empiris harus segera
dimulai
setelah
dicurigai
adanya
infeksi
intraabdominal dan sebelum identifikasi organisme
penginfeksi selesai. Terapi yang dimulai berdasarkan
patogen yang biasanya terdapat pada infeksi
intraabdominal sekunder umumnya tidak berguna
untuk
mengarahkan
terapi
antimikroba.
Kemungkinan, yang bervariasi tergantung pada
tempat infeksi perut intra dan proses penyakit yang
mendasarinya.
Tabel
74-1
daftar
patogen
kemungkinan terhadap agen antimikroba yang harus
diarahkan.
Riwayat Antimikroba
Banyak penilitian yang telah dilakukan baik
untuk mengevaluasi atau membandingkan efektivitas
antimikroba
untuk
pengobatan
infeksi
intraabdominal. Perbedaan subtansi yang besar pada
hasil pengobatan pasien dengan berbagai
agen umumnya belum menunjukkan hasil yang baik.
Temuan penting dari 20 tahun terakhir dari uji
klinis mengenai pemilihan antimikroba untuk infeksi
intraabdominal adalah
 Rejimen antimikroba untuk infeksi intraabdominal
sekunder harus mencakup
 Spektrum luas bakteri aerobikdan bakteri anaerob
dari saluran pencernaan.
 Rejimen penggunaan obat tunggal (seperti
sefalosporin antianaerobic, penisilin spectrum luas
dengan inhibitor β-laktamase, atau carbapenems)
akan lebih efektif jika di kombinasikan dengan
amino-glikosida atau fluoroquinolones dengan
agen antibiotik anaerobik. Hal ini juga berlaku




untuk pengobatan antimikroba dari kontaminasi
bakteri akut dari trauma penetrasi perut.
Klindamisin dan metronidazol memberikan
keberhasilan pengobatan bila dikombinasikan.
Dengan antibiotik yang efektik terhadap aerobik
basil gram negatif (misalnya gentamisin atau
azteronam)
Untuk sebagian besar pasien, pengobatan
antimikroba dapat diselesaikan secara oral dengan
amoksisilin klavulanat-atau kombinasi ciprofloxacin
dan metronidazol.
Lima sampai tujuh hari pengobatan antimikroba
cukup untuk infeksi intraabdominal yang paling
sering terjadi dari infeksi ringan hingga infeksi
berat.
TABEL 74-1. Kemungkinan Patogen Intraabdominal
Tipe infeksi
Bakteri Peritonitis Primer
Anak-anak (spontan)
Sirosis
Dialisis Peritonial
Bakteri Peritonitis Sekunder
Gastroduodenal
Saluran Empedu
Usus besar atau kecil
Appendik
Abses
Aerob
Anaerob
Pneumococci,group A Streptococcus
E.colli,klebsiella,pneumococci
(many
others)
Staphylococcus, streptococcus
-
Strepcoccus, E.Colli
E.colli, klebsiella,enterococci
E.colli,klebsiella spp,proteus spp.
Clostridium atau bacteroides (jarang)
Bacteroides fragilis dll,bacteroides;
clostridium.
Bacteroides spp.
B.Fragilis dll,bacteroides, clostridum,
anaerobis cocci
Bacteriodes (jarang)
E.colli,Pseudomonas
E.colli,klebsiella,enterococci
Liver
-
E.colli,klebsiella,enterococci
staphylococci,amoeba
Limpa
Staphylococcus,streptococcus
Dari DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, et al, (eds.) Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 6th ed. New York: McGraw-Hill;
2005:Table 112–5
Infeksi intraabdominal hadir dengan berbagai cara
yang berbeda dan dengan besarnya spektrum dari
parahnya infeksi tersebut. Rejimen antibiotik yang
digunakan serta durasi dari pengobatan bergantung
pada keadaan klinik yang spesifik. (sifat dari penyakit
yang mendasari proses dan kondisi dari pasien).
Rekomendasi
Untuk sebagian besar infeksi yang membantu
atau menambah infeksi. Rejimen antimikroba harus
efektif terhadap bakteri aerobik dan anaerobik.
Meskipun tidak mungkin untuk memberikan aktivitas
antimikroba terhadap setiap patogen, agen dengan
aktivitas melawan enterik Basil gram negatif, seperti
E. coli dan Klebsiella, dan anaerobes, seperti B. fragilis
dan Clostridia spp. Harus diberikan.
Tabel 74-2 menyajikan suatu agen yang
direkomendasikan
untuk
pengobatan
infeksi
dukungan atau infeksi tambahan pada masyarakat,
mengambil dari suatu penyakit menular di masyarakat
Amerika dan bedah Infeksi Society. Rekomendasi ini
dirumuskan menggunakan pendekatan berbasis bukti.
Yang diperoleh dari masyarakat yang mengalami
infeksi "ringan sampai sedang," sedangkan
kesehatan akibat infeksi yang cenderung lebih berat
akan sulit untuk mengobatinya. Tabel 74-3 menyajikan
pedoman untuk pengobatan dan rejimen alternatif
untuk situasi tertentu. Ini adalah pedoman umum; ada
beberapa faktor-faktor yang tidak dapat dimasukkan
ke dalam tabel.
Ketika digunakan untuk infeksi dukungan,
aminoglycosides harus dikombinasikan dengan agen
yang efektif terhadap mayoritas B. fragilis. Klindamisin
atau metronidazol adalah agen pilihan pertama, tetapi
ada yang lainnya, seperti anti anaerobic sefalosporin
(misalnya, cefoxitin, cefotetan, atau ceftizoxime),
piperacillin,mezlocillin, dan kombinasi dari spektrum
penisilin diperpanjang.
TABEL 74-2. Agen-agen yang direkomendasikan untuk Pengobatan dari Komunitas dilihat dari Rumit atau Tidaknya
infeksi
Agen yang direkomendasikan untuk agen
infeksi Ringan sampai sedang
Kombinasi Inhibitor b-laktam/b-laktamase
Ampicillin-sulbactam
Ticarcillin-clavulanate
Carbapenems
Ertapenem
Agen yang direkomendasikan untuk infeksi tinggi sampai parah
Kombinasi Inhibitor b-laktam/b-laktamase
Piperacillin-tazobactam
Carbapenems
Imipenem/cilistatin
Meropenem
Kombinasi rejimen
Kombinasi rejimen
Cefazolin atau cefuroxime, plus metronidasol
Generasi ketiga atau keempat sefalosporin (cefotaxime, ceftriaxone,
ceftizoxime, ceftazidime, cefepime) ditambah metronidasol
Siprofloksasin, Levofloksasin, moxifloxacin, atau siprofloksasin di kombinasi dengan metronidasol
gatifloxacin, dalam kombinasi dengan
Aztreonam di tambah metronidasol
From DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, et al, (eds.) Pharmacotherapy:
A Pathophysiologic Approach. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005:
Table 112–6.21–23
Dengan inhibitor β-laktamase, merupakan
alternatif yang cocok. Pasien yang menerima
beberapa agen antimikroba spektrum luas sistem
imunnya harus menerima antifungi secara oral agen
(nistatin) yang di gunakan untuk pencegahan
pertumbuhan jamur berlebih pada mulut dan saluran
cerna. Manfaat dari profilaksis antijamur sistemik
(dengan flukonazol) tidak digunakan untuk
mengobati infeksi tambahan dan tidak boleh
digunakan secara rutin. Kekebalan pasien dengan
penyakit katup jantung atau katup jantung palsu, ada
perlakuan untuk menyediakan antimikroba yang
aktivitasnya spesifik terhadap enterococci. Ampicillin
atau penisilin yang aktif terhadap enterococci
(misalnya, penisilin, piperacillin, dan mezlocillin) harus
digunakan dipasien yang berisiko tinggi, pasien yang
kuat atau mengalami secara berulang infeksi
tambahan, atau pasien yang immunosuppresse dan
setelah transplantasi organ. Ampicillin tetap obat
pilihan untuk indikasi ini karena kebanyakan aktif
secara in vitro terhadap enterococci dan relatif murah.
Vankomisin juga aktif terhadap sebagian enterococci;
Namun, aktivitas perlawanan meningkat, dan agen ini
ketika terapi lini pertama tidak dapat digunakan.
Pada pasien yang mengalami infeksi
Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD),
pmberian obat secara IV lebih direkomendasikan
secara adminitratif dibanding dengan pemberian
secara IP. International Society of Peritoneal Dialysis
(ISPD) baru-baru ini direvisi pedomannya untuk
diagnosis dan Intracavernous Peritoneal Dialysis (PD)
infeksi terkait. Pedoman memberikan rekomendasi
dosis
untuk
terapi
intermittent
dan
berkesinambungan yang didasarkan pada modalitas
dari dialisis CAPD atau otomatis peritoneal dialisis
(APD) dan memperpanjang fungsi saringan ginjal pada
pasien.
Agen-agen antimikroba yang efektif terhadap
keduanya yaitu gram positif dan organisme gram
negatif harus digunakan IP untuk terapi empiris awal
pada pasien peritonitis PD. Faktor yang paling penting
dipertimbangkan untuk antimikroba pilihan awal yang
berpusat pada sejarah dialisis pasien , organisme yang
menularkan dan tingkat sensitivitas mereka.
Penggunaan cefazolin [loading dosis (LD) 500 mg/L,
dosis pemeliharaan (MD)125 mg/L] ditambah
ceftazidime (LD 500 mg/L, MD 125 mg/L)
ataucefepime (LD 500 mg/L, MD 125 mg/L) atau
aminoglycoside(gentamisin-tobramycin LD 8 mg/L,
MD 4 mg/L) sangat cocok untukTerapi empiris awal;
Jika pasien alergi terhadap antibiotik sefalosporin,
Vankomisin (LD 1000 mg/L, MD 25 mg/L) atau
aminoglycoside harus diganti. Pilihan lain adalah
monoterapi dengan imipenem-cilastatin (LD 500 mg/L,
MD 200 mg/L) atau cefepime. Dosis Antimikroba
harus ditingkatkan secara empiris 25% pada pasien
dengan gangguan fungsi saringan ginjal (lebih dari100
mL/hari urin) terapi antimikroba harus terus dilakukan
selama minimal 1 minggu setelah cairan dialysate jelas
dan untuk totalnya 14 hari. Pembacaan pedoman ini
untuk tambahan informasi.
Setelah kontaminasi bakteri akut, seperti trauma
perut dimana isi GI tumpah ke peritoneum, kombinasi
rejimen antimikroba tidak diperlukan. Jika pasien
terlihat setelah luka (dalam 2 jam) maka pembedahan
harus segera dilakukan. Antianaerobik sefalosporin.
TABLE 74–3. Guidelines Agen Antimikrobial Permulaan untuk Infeksi Intraabdominal
Tugas Utama
Bakteri utama pada radang selaput perut
Sirosis
Sefatoksin
Peritonial Dialisis
Cara yang didasarkan untuk isolasi organisme
1. Stapilokokus : penisilin-resisten penisilin
atau sefalosporin generasi pertama
2. Streptokokus : Penicillin G
3. Bakteri aerob gram negatif basil :
sefotaksim,
seftazidim
atau
aminoglikosida
ditambahkan
antipseudomonal penisillin.
4. Pseudomanas aeruginosa : Aminoglikosida
ditambah antipseudomonas penisilin atau
seftazidim
Bakteri kedua pada radang selaput perut
lubang pada perut keadaan Sefalosporin generasi pertama
bernanah
Lain-lain
Alternatif
1. Ditambahkan
klindamisin
atau
metronidazole jika ada bakteri anaerob
terdapat benda asing
2. Dengan Sefalosporin generasi ke-3,
spektrum
luas
seperti
penisilin,
aztreonam, dan imipenem merupakan
pilihan alternatif obat.
3. Aminoglikosida
dengan
penisilin
antipseudomonal
1. Alternatif pada resisten Stapilokokus
menggunakan vankomicin
2. Alternatif pada resistegan Streptokokus
menggunakan sefalosporin generasi
pertama.
3. Alternatif pada gram negatif basil
menggunakan
sefalosporin generasi
ketiga,aztreonam, penisilin spektrum luas
dengan inhibitor B-laktamase
1.
2.
Antianaerobik sefalosporin
Lebih tepat ditambahkan aminoglikosida
jika kondisi pasien lemah.
3. Aminoglikosida dengan klindamisin atau
metronidazol; penambahan ampisilin jika
pasien memiliki imun yang lemah atau jika
alat pencernaannya mengalami infeksi
Impinem/cilistatin, meropenenm, ertapenem 1. Ciprofloksasin dengan metronidazol
atau penisilin spektrum luas dengan inhibitor 2. Aztreonam dengan clindamisin atau
B-laktamase
metronidazol
Antianaerobik sfalosporin
Jaringan tubuh yang bernanah
Umum
Impinem/cilistatin, meropenenm, ertapenem 1.
atau penisilin spektrum luas dengan inhibitor
B-laktamase
2.
3.
Aztreonam dengan klindamisin atau
metronidazol
Siprofloksasin dengan metronidazol.
Aminiglikosida dengan klindamisin atau
metronidazol
Liver
Seperti halnya diatas tetapi ditambahkan
sefalosporin generasi pertama
Menggunaan metronidazol jika amuba pada
hati terdapat benda asing
Limpa
Aminoglikosida dan penisilin-resisten penisilin
Alternatif dari penisilin-resisten penisilin
adalah sefalosporin atau vankomisin
Antianaerobik sefalosporin
(diskontinu , segera setelah pembedahan)
Ampisilin-sulbaktam
Impinem/cilistatin, meropenenm, ertapenem
atau penisilin spektrum luas dengan inhibitor
B-laktamase
1. Aztreonam dengan klindamisin atau
metronidazol
2. Siprofloksasin dengan metronidazol
3. Aminiglikosida dengan klindamisin atau
metronidazol
Aminoglikosida dan ampicilin jikaada ifeksi
berat
Sakit usus buntu
Normal atau radang
Penyakit
lubang
ganggren
atau
Kolecistitis akut
Sefalosporin generasi pertama
kolangitis
Aminoglikosidan dengan ampisilin dengan
atau klindamisin atau metronidazol
Kontaminasi akut dari tauma
abdominal
Penyakit
panggul
inflamasi
pada
Menggunakan vankomisin daripada ampisilin
jika pasien mengalami alergi pada penisilin
1. Carbapenem
2. Ciprofloksasi dan metronidazol
Cefotetan atau cefositin dengan doksisiklin
1. Klindamisin dengan gentamisin
2. Ampisilin-sulbaktam dengan doksisiklin.
3. Ciprofloksasi dengan doksisiklin dan
metronidazol
Dari DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, et al, (eds.) Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 6th ed. New York: McGraw-Hill;
2005:Table 112–7.
(seperti sefoksitin atau sefotetan) atau spektrum luas
penisilin efektif dalam sebagian infeksi komplikasi.
Antimikrobanya dapat bekerja dengan cepat setelah
terdapat luka.
Pada penyakit usus buntu, antimikroba akan
bekerja sebaik mungkin tergantung dari gejala pada
saat waktu operasi, baik normal, radang, ganggren
atau lubang pada usus. Karena kondisi organ usus
buntu tidak diketahui kerjanya, disarankan untuk
memulai menggunakan agen antimikrobanya sebelum
pembedahan usus buntu dilakukan. Seharusnya
caranya dengan antianaerobik sefalosporin atau jika
pasien dalam keadaan serius dapat menggunakan
karbapenem atau kombinasi dari B-laktam-B-laktam
inhibitor . jika pasien pada operasi pembedahan usus
buntu dalam keadaan normal atau radang, setelah
operasi tidak perlu memerlukan antimikroba. Jika
pembedaan usus buntu terdapat ganggren atau
lubang, pengobatan dilakukan 5 sampai 7 hari dengan
agen list pada tabel 74-3 yang tersedia.
Kontaminasi pada intraabdominal akut, Jika
terjadi luka infeksi, dapat digunakan obat antimikroba
dengan durasi yang sangat pendek (24 jam). Untuk
menentukan
infeksi
(i,e.,
peritonitis
atau
intraabdominal jaringan tubuh yang bernanah)
antimikroba dibuat selama 5 sampai 7 hari. Pada
kondisi tertentu, terapi makan sekitar 7 hari jika pasien
tiba-tiba demam atau kondisinya memburuk, ketika
terjadi resisten bakteri pada isolat atau infeksi utama
pada waktu perut kosong atau pada jaringan tubuh
yang bernanah, atau
abses hati, antimikroba
memerlukan waktu selama beberapa bulan kedepan.
HASIL EVALUASI
Apakah didiagnosis dengan peritonitis primer
atau
sekunder,
memantau
pasien
untuk
menghilangkan gejala. Satu dari antimikroba
diinisiasikan dan terapi penting lainnya dijelaskan lebih
dulu untuk digunakan, sebagian besar pasien harus
menunjukkan peningkatan dalam waktu 2 sampai 3
hari.
Terapi antimikroba yang sukses dengan
resolusi infeksi akan mengakibatkan rasa sakit
menurun, yang dimanifestasikan sebagai resolusi dari
penjagaan perut dan penurunan penggunaan obat
nyeri lebih lama. Pasien tidak boleh nampak
kesusahan atau dalam bahaya, dengan pengecualian
dari rasa ketidak nyamanan dan rasa sakit dari
sayatan, saluran, dan pembuluh nasogastrik.
Pantau tanda-tanda vital dan jumlah WBC
dengan metode diferensial; masing-masing harus
menormalkan untuk mengatasi infeksi. selama 24
sampai 48 jam, bakteri aerobik hasil kultur harus
tersedia. Jika patogen yang dicurigai tidak sensitif
terhadap agen antimikroba yang diberikan, rejimen
harus dirubah jika pasien belum menunjukkan
perubahan yang cukup baik. Jika patogen yang
diisolasi sangat sensitif terhadap salah satu
antimikroba dan pasien mengalami peningkatan
perbaikan yang baik, terapi antimikroba bersamaan
yang sering digunakan dapat dihentikan.
Dengan teknik kultur anaerobik dan
lambatnya pertumbuhan organisme ini, anaerob
sering tidak teridentifikasi sampai 4-7 hari setelah
kultur, dan informasi sensitivitas sulit didapatkan.
Untuk alasan ini, informasi kultur dari anaerob
umumnya tidak membantu untuk pemilihan
komponen antianaerobic dari rejimen antimikroba.
Sebuah laporan menunjukkan bahwa anaerob yang
tidak terisolasi tidak seharusnya menjadi satu-satunya
pembenaran untuk menghentikan obat antianaerobic
karena bakteri anaerob yang ada dalam proses infeksi
mungkin tidak ditransport atau dialihkan dengan
benar ke laboratorium mikrobiologi, atau masalah lain
mungkin menyebabkan kematian bakteri secara in
vitro .
Setelah suhu normal selama 48 sampai 72 jam
dan pasien mulai makan, mempertimbangkan untuk
merubah antibiotik IV ke rejimen oral untuk durasi
penggunaan. Memantau tingkat serum kreatinin
untuk mengevaluasi komplikasi ginjal sebaik potensi
toksisitas obat, terutama jika aminoglikosida adalah
komponen dari rejimen antibiotik. Bunyi usus harus
kembali ke normal. Mengevaluasi pasien harian untuk
mengetahui pengembangan ruam atau efek samping
dari obat yang terkait lainnya.
Untuk pasien dengan peritonitis primer, jika
kultur dialisa peritoneal positif sebelumnya, hasil
pengulangan kultur harus negatif. Untuk pasien
dengan peritonitis sekunder, memantau jumlah
pengeringan cairan jika saluran ditempatkan. Volume
dari pembuangan air harus mengurangi akibat dari
infeksi. Pengulangan radiografi harus kembli ke
normal. Jika gejala tidak membaik, pasien harus
dievaluasi untuk infeksi persisten. Ada banyak alasan
uuntuk hasil dari infeksi intraabdominal bagi pasien
yang lemah; kesalahan seleksi antimikroba hanya satu.
Pasien mungkin mengalami immunocompromised,
yang menurunkan kemungkinan hasil yang sukses
dengan setiap regimen.
Hal ini tidak memungkinkan antimikroba untuk
mengimbangi sistem kekebalan tubuh yang tidak
berfungsi. Mungkin ada alasan bedah untuk hasil
pasien yang kurang mampu. Kegagalan untuk
mengidentifikasi semua fokus intraabdominal infeksi
atau kebocoran dari anastomosis GI dapat
menyebabkan infeksi intraabdominal terus menerus.
Bahkan ketika infeksi intraabdominal dikendalikan,
sistem organ mengalami kegagalan dalam bekerja
paling sering adalah ginjal atau pernapasan,
hal ini dapat menyebabkan kematian pasien.
Hasil dari infeksi intraabdominal tidak
ditentukan semata-mata oleh apa yang berlangsung
dalam abdomen. Hasil yang tidak memuaskan pada
pasien dengan infeksi intraabdominal mungkin terjadi
akibat dari komplikasi yang timbul dari sistem organ
lainnya. Komplikasi yang terjadi setelah infeksi
intraabdominal adalah pneumonia. A HIGH APACHE
(Fisiologi Akut Dan Evaluasi Kesehatan Kronis) II,
serum albumin yang rendah, dan status fungsi jatung
New York Heart Association tinggi yang secara
signifikan
dan
independen
terkait
dengan
peningkatan mortalitas (kematian) dari infeksi
intraabdominal.
Alasan kegagalan antimikroba mungkin tidak
selalu tidak memuaskan. Walaupun saat uji
kerentanan antimikroba menunjukkan bahwa
organisme terebut rentan secara in vitro untuk agen
antimikroba, kegagalan terapi mungkin terjadi.
Kemungkinannya ada penetrasi lemah dari agen
antimikroba ke dalam fokus infeksi, atau resistensi
dari bakteri berkembang setelah memulai terapi
antimikroba. Juga, ada kemungkinan bahwa rejimen
antimikroba dapat mendorong perkembangan infeksi
oleh organisme tidak rentan terhadap rejimen yang
sedang digunakan. Superinfeksi pada pasien yang
dirawat karena infeksi intraabdominal dapat
disebabkan oleh Candida; Namun, enterococci atau
oportunistik basil gram negatif seperti Pseudomonas
dan Serratia mungkin terlibat.
Penanganan rejimen untuk infeksi intraabdominal
dapat dinilai sukses jika pasien pulih dari infeksi tanpa
peritonitis berulang atau abses intraabdominal dan
tanpa perlu antimikroba tambahan. Rejimen dapat
dianggap tidak berhasil jika terdapat reaksi obat
signifikan yang merugikan terjadi, operasi ulang atau
suntik secara perkutan kering diperlukan, atau
perubahan kesehatan pasien tertunda melampaui 1
atau 2 minggu.
Perawatan Pasien dan Pemantauan
1.
2.
3.
4.
5.
Sejarah pengobatan pasien secara menyeluruh
harus dilakukan pada saat izin masuk untuk
mendokumentasikan semua penggunaan obat
baru-baru ini, termasuk obat non resep dan
penggunaan obat obatan komplementer atau
alternatif. Alergi obat atau intoleransi juga harus
didokumentasikan
Rejimen antimikroba awal harus sesuai dengan
standar pedoman kecuali jika ada suatu
pembenaran untuk rejimen alternatif yang
terbukti. Dengan beberapa dosis pertama
antimikroba, mengevaluasi pasien untuk reaksi
hipersensitivitas atau intoleransi akut lainnya
Meninjau ulang dosis semua obat untuk
memastikan bahwa dosis sesuai untuk usia, berat
badan, dan fungsi organ utama .Pastikan bahwa
obat yang dipilih tidak dikontraindikasikan untuk
pasien dengan aler gi atau intoleransi lainnya
Pastikan semua obat akut dan kronik tetap
dilanjutkan pasca operasi
Pantau Tanda vital (suhu dan detak jantung) dan
pemeriksaan laboratorium (jumlah WBC) setiap
hari untuk mengukur resolusi infeksi dan kema
njuran obat penahan sakit.
Bila mungkin,
Hasil review dari biakan yang diperoleh praoperasi
atau selama prosedur pembedahan. Evaluasi
terhadap kelayakan terapi antibiotik berdasarkan
informasi kerentanan.
Meskipun beberapa
peneliti menyarankan bahwa kultur rutin pada
pasien dengan komunitas infeksi intra abdominal
yang didapat dari kontribusi kecil untuk
manajemennya, peneliti lain menunjukkan bahwa
terapi antimikroba harus didasarkan pada
kerentanan bakteri yang dikumpulkan dari situs
operasi karena ini telah terbukti berkorelasi
dengan hasil akhir klinis
8. Nilailah konsentrasi aminoglikosida jika pasien
dirawat dengan aminoglikosida. Sesuaikan dosis
aminoglikosida berdasarkan konsentrasi serum;
konsentrasi puncak dengan beberapa dosis per
hari 6 mcg/mL(12,54 umol L
9. Pada hari kelima pengobatan antimikroba,
menentukan apakah agen antimikroba parenteral
d apat beralih ke obat oral untuk menyelesaikan
terapi
10. Nilailah kebutuhan nutrisi dan sarankan pemberian
suplemen yang sesuai. Ketika pasien mentoleransi
pemberian secara oral, menentukan apakah obat
7.
wawancara pasien untuk mendapatkan tambahan
informasi mengenai kontrol nyeri.
6. Mengevaluasi status cairan untuk memastikan
bahwa pasien tidak hipovolemia. Pada pasien yang
sakit parah, ukur volume intravaskular dengan
melakukan pemantauan tekanan darah dan detak
jantung, tetapi melakukan hal tersebut lebih
akurat dengan mengukur tekanan vena sentral
atau keluaran urin melalui kateter dari kandung
kemih. pengeluaran Urin harus sama atau lebih
dari 0,5 mL/kg berat badan perjam.
SINGKATAN-SINGKATAN
APACHE
Evaluation
APD
CAPD
Dialysis
CT
GI
INF
IL
IP
LD
MD
PD
TNF
WBC
: Acute Physiology And Chronic Health
: Automated Peritoneal Dialysis
:Continuous Ambulatory Peritoneal
: Computed Tomography
: Gastrointestinal
: Interferon
: Interleukin
: Intraperitoneal
: Lethal Dose
: Maintenance Dose
: Peritoneal Dialysis
: Tumor Necrosis Factor
: White Blood Cell
Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di
www.ChisholmPharmacotherapy.com
Masuk ke situs web:
www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk
memperoleh informasi dalam melanjutkan
pembelajaran bab ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
Burnett RJ, Haverstock DC, Dellinger EP, et al.
Definition
of the role of enterococcus in
intraabdominal infection: Analysis of a
prospective randomized trial. Surgery 1995;118:
721–723.
Dougherty SH. Antimicrobial culture and susceptibility
testing has little value for routine management
of secondary bacterial peritonitis. Clin Infect Dis
1997;25(suppl 2):S258–261. Hooker KD, DiPiro JT
Wynn JJ. Aminoglycoside combinations versus
parenteral dapat beralih ke rute oral.
Pantau pasien untuk pengembangan potensi
komplikasi
pengobatan
seperti
reaksi
hipersensitivitas lambat,
antibiotik yang
menginduksi diare, kolitis pseudo membran, atau
superinfeksi jamur (dimanifestasikan sebagai
sariawan mulut)
12. Memberikan informasi kepada pasien mengenai
obat yang diberikan di rumah sakit dan juga setiap
obat yang baru diresepkan untuk digunakan di
rumah
dan
menyarankan
pasien
untuk
menghubungi dokter atau apoteker apakah dia
mengalami efek samping dari obat-obatan.
11.
single β- lactams for penetrating abdominal
trauma: A
meta-analysis. J Trauma
1991;31:1155–1160.
Marshall JC, Innes M. Intensive care unit management
of intraabdominal infection. Crit Care Med
2003;31:2228–2237. Mazuski JE, Sawyer RG,
Nathens AB, et al. The Surgical Infection Society
guidelines on antimicrobial
therapy
for
intraabdominal infections:
An executive
summary. Surg Infect 2002;3: 161–174. Mazuski
JE, Sawyer RG, Nathens AB, et al. The Surgical
Infection
Society guidelines on antimicrobial
therapy
for
intraabdominal
infections:
Evidence for recommendations. Surg Infect 2002;3:
175–234.
Mustard
RA,Bohnen
JMA,Rosati
C,Schouten
D.Pneumonia complicating
abdominal
sepsis. Arch Surg
1991;126:170–175. Piraino B,
Bailie GR, Bernardini J, et
al. Peritoneal
dialysis related infections: 2005 update.
Perit Dial Int 2005;25:107–131.
Solomkin JS,Mazuski JE,Baron EJ,et al.Guidelines for
the selection of anti-infective agents for
complicated intraabdominal infections. Clin
Infect Dis 2003;37:997–1005.
09 PENYAKIT PARASIT
J. V. Anandan
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Mengidentifikasi alasan umum mengapa beberapa parasit memiliki prevalensi yang lebih
tinggi di Amerika Serikat.
Mendeskripsikan pengobatan untuk giardiasis dan amebiasis.
Mengetahui terapi yang efektif untuk nematoda dan memilih pilihan obat untuk
strongyloidiasis dan infeksi cacing pita.
Mengetahui tiga alasan utama mengapa wisatawan terinfeksi malaria.
Mendekskripsikan tanda-tanda dan gejala malaria.
Megetahui beberapa toksisitas spesifik dari meflokuin.
Mengidentifikasi parameter pemantauan kinidin glukonat dalam malaria berat.
Menetapkan komplikasi utama dari malaria falsiparum.
Membahas komplikasi kardiovaskular dari trypnosomiasis Amerika Selatan kronis.
Menjelaskan langkah-langkah untuk mambasmi kutu dan skabies.
KONSEP UTAMA
❶ Untuk pengobatan giardiasis (atau sebagai
pengobatan empiris) direkomendasikan 250 mg
metronidazol tiga kali sehari selama 7
hari atau 2 g tinidazol sebagai dosis tunggal.
❷ Tes diagnosik untuk amebiasis termasuk ova,
deteksi antigen atau tes reaksi berantai polimerase/
polymerase chain reaction (PCR).
❸ Pilihan obat untuk infestasi nematoda (cacing
tambang, cacing kremi, dan askariasis) adalah
mebendazol, sementara invermektin diindikasikan
untuk strongyloidiasis dan prazikuantel diindikasikan
untuk cacing pita.
❹ Alasan umum mengapa para wisatawan terinfeksi
malaria adalah gagal melakukan kemoterapi,
kemoterapi yang tidak tepat, dan menunda dalam
mendapatkan perawatan medis.
❺
Malaria falsiparum dianggap mengancam
kehidupan sehingga harus dikakukan perawatan
sesegera mungkin.
❻ Pengobatan terhadap infeksi malaria berat
membutuhkan penanganan serius dengan pemberian
kinidin glukonat melalui intavena dan tindakan untuk
mengatasi gejala.
❼ Kompliksasi dari malaria falsiparum termasuk
hipoglikemia, gagal ginjal akut, edema paru, kejang,
dan koma.
❽ Presentase kronik dari trypanosomiasis Amerika
termasuk kardiovaskular, saluran pencernaan, dan
manifestasi sistem saraf pusat.
❾ Infeksi kutu rambut harus diobati dengan 1%
permetrin diikuti dengan pengobatan segera anggota
keluarga dan pasangan seksual. Tempat tidur dan
pakaian harus disterilkan dengan cara mencuci
dengan mesin cuci menggunakan air panas.
❿
Diagnosis skabies dilakukan dengan cara
mengambil goresan kulit dan mendeteksi tungau di
dalamnya. Pengobatan topikal skabies adalah dengan
permetrin 5%.
Pengobatan parasit adalah bidang yang selalu
mengalami perubahan. Peningkatan keinginaan dari
bagian besar populasi Amerika Serikat untuk
berwisata ke Asia, Afrika, dan bagian negara-negara
lain di dunia dapat membuat mereka terinfeksi parasit
dimana merupakan endemik di daerah tersebut.
Masuknya pengusi dan imigran baru dari Asia dan
negara lain telah membawa infeksi parasit baru di
Amerika. Petani pendatang yang bekerja dan tinggal
di tempat di mana higienitas di bawah standar, pusat
pertumbuhan besar dan populasi pendatang Amerika
Selatan dan adanya populasi yang memiliki daya tahan
tubuh atau sistem imun rendah (contohnya mereka
yang menderita AIDS dan pasien transplantasi) adalah
sumber yang mewakili penyebab infeksi parasit di
Amerika. Jelas, Amerika membutuhkan tenaga
kesahatan profesional yang memahami patofisiologi
dan pengobatan terhadap infeksi parasit.
Dibawah ini beberapa istilah yang sering
digunakan ketika mendiskusikan penyakit parasit.
Simbiosis didefinisikan sebagai “hidup bersama”
ketika dua spesies saling bergantung untuk makanan
dan perlindungan. Istilah Komensalisme dari
terjemahan Latin adalah “makan di meja yang sama’’
menyiratkan hubungan timbal balik dimana kedua
organisme saling menguntungkan atau salah satunya
diuntungkan tetapi pihak lain tidak dirugikan.
Sebaliknya, parasitisme, meskipun menyerupai
simbosis dalam satu aspek (contohnya ini juga
hubungannya antara dua spesies), tidak mewakili
hubungan timbal balik yang menguntungkan. Satu
spesies (inang) tidak mendatangkan keuntungan dari
hubungan tersebut, dan dalam kenyataannya
hubungan tersebut bisa jadi merugikan kelangsungan
hidupnya. Parasit telah membuat adaptasi morfologi,
biokimia, reproduktif dan pertahanan setiap waktu.
Adaptasi tersebut meningkatkan kemampuan dari
parasit untuk bertahan hidup pada inang dan
memanfatakan sistem biokimia inang untuk
mensintesis komponen seluler yang diperlukan.
Cacing pita dalam daging sapi dan daging babi
(cestoda) memiliki perkembangan sistem reproduktif
yang tinggi, yang membuat mereka mudah untuk
berpindah ke inang yang baru. Karena memiliki
kekurangan dalam sistem pencernaan, cestoda
bergantung sepenuhnya pada inang untuk memenuhi
semua kebutuhan nutrisinya . Cestoda (cacing pita)
(Taenia saginata dan T. solium) menggunakan
penghisap khusus yang memungkinkan mereka untuk
memperoleh darah dan nutrisi penting dari inang
mereka . Entamoeba histolytica merupaka agen
penyebab amebiasis, sekali ia mendapat akses ke usus
manusia atau usus besar, ia dapat menyerang dan
memanfaatkan enzim proteolik untuk menembus dan
mengikis mukosa lambung. E. histolytica juga dapat
bertahan
dalam
kondisi
merugikan
ketika
meninggalkan inang dengan cara membuat dinding
untuk melindungi dirinya sendiri dan membentuk
kista; perlindungan ini melindungi parasit dari keadaan
lingkungan sampai ia siap untuk menginfeksi inang
yang baru.
Meskipun diperoleh imunitas, untuk beberapa
penyakit parasit mungkin menurunkan tingkat infeksi,
imunitas mutlak diperlukan seperti yang terlihat
dalam infeksi bakteri sedangkan infeksi virus terjadi
dalam penyakit parasit. Sejak penyakit infeksi
memproduksi antigen yang beragam karena
banyaknya fase siklus hidup, identifikasi antigen
terhadap resiko spesifikasi antibodi lebih sulit
dilakukan. Bagaimanapun, untuk malaria telah
menjadi kandidat dalam pembuatan vaksinnya dan
sedang dilakukan studi dalam pengembangan
penyakit ini.
Ruang mendesak tidak mendiskusikan secara
terperinci bahasan tentang dunia parasite, dan dokter
klinik dan pelajar dirahkan pada beberapa penemuan
luar biasa untuk rincian lebih lanjut pada parasit dan
penyakit parasit. Pembahasan di bab ini termasuk
penyakit parasit yang lebih sering terjadi di Amerika
Serikat dan termasuk parasit gastrointestinal
(khususnya giardiasis dan amebiasis), infeksi protozoa
(malaria dan trypanosomiasis Amerika Selatan),
beberapa penyakit cacing umum (khususnya yang
disebabkan oleh nematoda dan cestoda) dan
ektoparasit (kutu dan skabies).
GIARDIASIS
Epidemiologi dan Etiologi
Giardia lamblia (juga dikenal sebagai G. intestinalis
atau G. doudenalis) adalah protozoa enterik yang
merupakan parasit di saluran pencernaan dan yang
paling umum menyebabkan timbulnya gejala diare di
seluruh dunia. Giardia adalah parasit usus yang paling
sering diidentifikasi di Amerika Serikat, dengan tingkat
prevalensi 5% sampai 15% di beberapa daerah. G.
lamblia telah diidentifikasi sebagai patogen enterik
pertama kali yang ditemukan pada anak-anak di
negara berkembang, dengan tingkat prevalensi antara
15% dan 30%.
Ada dua tahapan dalam siklus hidup G. lamblia:
yang trofozoit dan kista. G. lamblia ditemukan dalam
usus halus, kantung empedu, dan drainase bilier.
Distribusi giardiasis di seluruh dunia pada anak-anak
lebih rentan dibandingkan giardiasis pada orang
dewasa.
Patologi
Giardiasis disebabkan oleh tertelannya kista G. lamblia
yang berasal dari air atau makanan yang telah
terkontaminasi feses. Protozoa ex-kista berada pada
pH lambung yang rendah untuk melepaskan trofozoit.
Kolonisasi dan penggandaan trofozoit menyebabkan
invasi mukosa, edema lokal, dan pemerataan vili,
mengakibatkan malabsorpsi pada inang. Aklorhidria,
hipogamma
globulinemia,
atau
kekurangan
imunoglobulin sekretorik A (IgA) cenderung mudah
terkena giardiasis. Individu dengan infeksi human
immunodeficiency virus (HIV) dan AIDS mungkin
memiliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan pupulasi
pada umumnya. Pada beberapa pasien dapat terjadi
intoleransi laktosa setelah giardiasis kronis.
Studi Kasus Pasien
MK adalah siswa SMA berusia 15 tahun yang telah
melakukan perjalanan ke Meksiko sebagai bagian dari
kegiatan sekolah untuk melatih kemampuan bahasa
Spanyolnya. Sementara di Meksiko, ia berhati-hati
dengan tidak minum air di daerah setempat dan
hanya mengkonsumsi makanan/minuman hangat atau
dipanaskan dan soda. Dalam perjalanan wisata klinik,
ia mengeluhan beberapa "ledakan" kram diare dan
telah mengalami sembelit dilanjutkan dengan diare
selama 2 minggu terakhir. MK menunjukkan bahwa
fesesnya telah berbau busuk.
• Apakah gejala-gejala MK adalah karakteristik
gardiasis?
• Bagaimana Anda membedakan giardiasis dari
kemungkinan diare yang disebabkan oleh Escherichia
coli?
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Presentasi Klinis Giardiasis
Onset Akut
 Diare, kram-seperti sakit perut, dan kembung
 Rasa tidak enak, anoreksia, mual, dan sendawa
Gejala Kronis
 Diare: feses berbau busuk, banya sekali, berwarna
cerah dan berminyak
 Kehilangan berat badan, steatorrhea, dan vitamin
B12 dan kekurangan vitamin larut minyak
Diagnosis
 Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan feses segar
atau spesimen yang diawetkan selama fase akut
diare
 Feses segar dapat menunjukkan trofozoit
sementara spesimen yang diawetkan menghasilkan
kista. (Catatan: feses untuk ova (telur cacing) dapat
menunjukkan adanya parasit lain [misalnya,
Cryptosporidium parvum, E. histolytica , atau E.
hartmanni ]; mungkin dibutuhkan beberapa sampel
feses)
 Meskipun pemeriksaan feses untuk ova dan parasit
tetap sarana utama diagnosis, tes diagnostik lainnya
termasuk penetapan kadar imunosorben taut-enzim
/ enzim -linked immunosorbent assay (ELISA),
dimana tes ini dianggap sensitif 85% sampai 98% dan
hampir 100% spesifik (ProSpec T, Giardia Microplate
Assay, Remel, Lenexa, KS)
Terapi Farmakologis
❶ Semua gejala pada orang dewasa dan
anak-anak di atas usia 8 tahun harus harus diobati
dengan metronidazol 250 mg tiga kali sehari selama 7
hari, atau tinidazol 2 g sebagai dosis tunggal , atau
nitazoxanid 500 mg dua kali sehari selama 3 hari . Dosis
pediatrik dari metronidazol adalah 15 mg/kg per hari
tiga kali sehari selama 7 hari. Obat-obat alternative
termasuk furazolidon 100 mg empat kali sehari atau
paromomycin 25 sampai 30 mg/kg per hari dalam dosis
terbagi setiap hari selama 7 hari. Paromomycin dapat
digunakan
dalam
kehamilan,
tidak
seperti
metronidazole. Pasien pediatrik juga dapat diobati
dengan suspensi furazolidon 8 mg/kg per hari dalam
empat dosis terbagi selama 7 hari atau nitazoxanid
(Alina) 100 sampai 200 mg setiap 12 jam selama 3 hari .
Quinacrin 100 mg tiga kali pada orang
dewasa atau 5 mg/kg per hari pada pasien pediatrik
selama 5 sampai 7 hari, tersedia dari apotek khusus
(misalnya, Ponorama Compounding Pharmacy)
Evaluasi Hasil
Pasien-pasien dengan gejala giardiasis dan sampel
feses positif atau tes ELISA positif harus diobati
dengan metronidazol selama 7 hari . Pasien yang
gagal dalam terapi awal dengan metronidazol harus
menerima terapi second line. Pasien hamil dapat
menerima paramomycin 25 sampain 30 mg/kg per hari
dalam dosis terbagi selama 7 hari. Giardiasis dapat
dicegah dengan kebersihan yang baik dan dengan
memperhatikan konsumsi makanan dan minuman.
Perawatan Pasien dan Pemantauan
 Tingkat kesembuhan metronidazol di antara 85%
dan 95%.
 Diare akan berhenti dalam beberapa hari, walaupun
pada beberapa pasien mungkin membutuhkan
waktu 1 hingga 2 minggu.
 Ekskresi kista akan berhenti dalam beberapa hari.
 Disfungsi usus (dimanifestasikan sebagai
peningkatan waktu transit) dan perubahan
radiologis terutama dikarenakan infeksi kronis
membutuhkan beberapa bulan untuk
penyembuhan.

 Pasien yang gagal dalam terapi dengan
metronidazol harus menerima second line dengan
metronidazol atau obat alternatif lain; nitazoxanid
telah terbukti efektif dalam resistensi giardiasis.
AMEBIASIS
Epidemiologi dan Etiologi
Amebiasis tetap menjadi salah satu penyakit parasite
yang paling penting karena distribusi di seluruh dunia
dan manifestasinya pada saluran pencernaan yang
serius. Agen penyebab utama dalam amebiasis adalah
Entamoeba histolytica, yang menyerang usus besar dan
harus dibedakan dari E. dispar, yang berhubungan
dengan pembawa asimtomatik dan dianggap tidak
patogen. Serangan amebiasis hampir secara eksklusif
adalah hasil menelan kista E. histolytica yang
ditemukan dalam makanan atau air yang
terkontaminasi feses. Sekitar 50 juta kasus asetiap
tahun terjadi penyakit invasif di seluruh dunia, yang
menyebabkan lebih dari 100.000 kematian. Dalam
populasi umum, insiden tertinggi ditemukan pada
lembaga pasien cacat mental, homoseksual yang aktif
secara seksual, pasien AIDS, penduduk asli Amerika,
dan imigran dari daerah endemik (misalnya, Meksiko,
Asia Selatan dan Tenggara, Afrika Barat dan Selatan,
serta Amerika Tengah dan Selatan)
Patologi
E. histolytica menginvasi sel mukosa epitel kolon,
memproduksi ulkus klasik berbentuk-labu dalam
submukosa. Racun trofozoit ini memiliki efek sitosidal
pada sel. Jika trofozoit masuk ke sirkulasi pintu
masuknya, maka akan dibawa ke hati, di mana ia akan
menghasilkan abses dan fibrosis periportal. Abses hati
lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan
jarang terlihat pada anak-anak. Ulserasi amebik dapat
mempengaruhi perineum dan genital, dan abses dapat
terjadi di paru-paru dan otak.
Erosi abses hati dapat mengakibatkan
peritonitis. Hati yang abses yang terletak di lobus
kanan dapat menyebar ke paru-paru dan pleura. Infeksi
perikardial, meskipun jarang, mungkin terkait dengan
perpanjangan
abses
amebik
dari
hati.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Presentasi Klinis Amebiasis
Ulasan sejarah pasien harus mencakup: perjalanan barubaru ini, jenis makanan yang dicerna (misalnya salad atau
buah dikupas), konsumsi air atau cairan yang alami, dan
deskripsi dari setiap gejala teman atau kerabat yang
makan makanan yang sama.
 Mikroskopi mungkin tidak membedakan antara
patogen E. histolytica dan nonpatogenik E. dispar atau
E. moshkovskii dalam feses.
 Teknik sensitif yang tersedia untuk mendeteksi E.
histolytica dalam feses: deteksi antigen, tes antibodi
(ELISA) dan PCR.
 Endoskopi dengan menggores atau biopsi dan kaca
mikrokop-bernoda (besi hematoxylin atau trichrome)
dapat memberikan penjelasan lebih diagnosis
amebiasis.
 Diagnosis untuk abses hati meliputi serologi dan scan
hati (menggunakan isotop oleh USG atau tomografi
terkomputasi) atau magnetic resonance imaging;
bagaimanapun, tak satu pun dari diagnosis ini yang
spesifik untuk abses hati. Pada kasus yang jarang,
embusan jarum abses hati dapat dicoba dengan
menggunakan pedoman USG.
Penyakit Usus
 Ketidaknyamanan pada perut
 Gejala dapat berkisar dari rasa tidak nyaman pada
perut yaitu kram perut, perut kembung, dan diare tidak
berdarah atau berdarah (terdapat dalam 100% dari
kasus) dengan lendir
 Mungkin dengan demam ringan, namun ini mungkin
tidak terjadi pada banyak pasien
Studi Kasus Pasien
 Eosinofilia biasanya tidak ada, meskipun leukositosis
WR adalah penduduk asli India berusia 37 tahun dan
ringan ada
tinggal menetap di Amerika Serikat yang baru-baru ini
kembali dari perjalanan ke Calcutta, India untuk
Catatan: skrining feses bisa menunjukkan parasit usus
lainnya, termasuk Cryptosporidium spp., Balantidium coli, mengunjungi kerabatnya. Ia datang ke bagian emergensi
dengan keluhan selama 3 minggu, yaitu kram hebat dan
Dientamoeba fragilis, Isospora belli, G. lamblia, atau
sakit perut setelah makan siang. Rasa sakit lebih intens
Blastocystis hominis.
pada kuadran kanan bawah, dan terkait dengan diare
berair tidak berdarah dan tenesmus.
Abses Hati Amebik
• Mungkin hadir dengan demam tinggi dengan
 Apa temuan spesifik pada pasien ini yang menunjukkan
leukositosis yang signifikan dengan pergeseran kiri,
bahwa ia mungkin memiliki giardiasis atau amebiasis?
anemia, peningkatan alanin aminotransferase (ALT) /
serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT), dan nyeri  Apa informasi lain yang Anda butuhkan untuk
mengkonfirmasi diagnosis amebiasis?
perut jika diraba.

Apa komplikasi utama dari amebiasis?
• Temuan fisik: Nyeri pada kuadran kanan atas,
hepatomegali, dan kelembutan hati, dengan rasa sakit
pada bahu kanan atau kiri (Catatan: Erosi pada abses
hati dapat hadir sebagai peritonitis)
❷ Diagnosis
• Amebiasis usus didiagnosis dengan menunjukkan kista
E. histolyticacysts atau trofozoit (mungkin terkandung
dalam eritrosit) dalam feses segar atau dari spesimen
yang diperoleh dengan sigmoidoskopi.
Terapi Farmakologi
Metronidazol (Flagyl), dehidroemetin, dan klorokuin
(Aralen) adalah agen jaringan-yang bertindak, dan
iodokuinol (Yodoxin), diloxanid furoat (Furamide), dan
paromomycin (Humatin) adalah amebisid luminal. Agen
sistemik atau jaringan-yang bertindak mungkin diserap
dengan baik sehingga jumlah obat yang tersisa di usus
mungkin tidak cukup untuk memperoleh efek lokal
luminal. Agen luminal-aktif, di sisi lain, mungkin tidak
mencapai tingkat yang cukup efektif dalam jaringan
untuk dapat berkhasiat. Pasien kista tanpa gejala
(diidentifikasi dengan pemeriksaan feses, dan yang
mungkin mengembangkan penyakit invasif) dan pasien
dengan amebiasis usus yang ringan harus menerima
agen luminal: paromomycin 25 sampai 30 mg/kg per hari
tiga kali sehari selama 7 hari, atau iodokuinol 650 mg
tiga kali sehari selama 20 hari, atau diloxanide furoat
500 mg tiga kali sehari selama 10 hari. Regimen ini
memiliki tingkat kesembuhan di antara 84% dan 96%.
Diloxanide furoat tersedia dari Panorama Compounding
Pharmacy (6744 Balboa Blvd., Lake Balboa, CA 91406;
[800] 247-9767).
Dosis pediatrik dari paromomycin adalah sama seperti
yang digunakan untuk dewasa, sedangkan dosis
pediatrik dari iodokuinol adalah 30 sampai 40 mg/kg
(maksimum: 2 g) per hari dalam tiga dosis selama 20
hari, dan dosis pediatrik diloxanide furoat adalah 20
mg/kg per hari dalam tiga dosis selama 10 hari.
Paromomycin lebih disukai digunakan untuk pasien
hamil.
Pasien dengan penyakit usus yang parah atau abses
hati harus menerima metronidazol 750 mg tiga kali
sehari selama 10 hari, diikuti dengan agen luminal yang
ditunjukkan di atas. Dosis pediatrik metronidazol adalah
50 mg/kg per hari dalam dosis terbagi, yang harus diikuti
oleh agen luminal. Penggunaan alternatif metronidazol
adalah 2,4 g/hari selama 2 hari dalam kombinasi dengan
agen luminal. Tinidazol (Tindamax, baru-baru ini
diperkenalkan di pasar Amerika Serikat) diberikan
dalam dosis 2 g setiap hari untuk 3 hari (dosis pediatrik:
60 mg/kg selama 5 hari) adalah sebuah alternatif untuk
metronidazol. Jika tidak ada respon yang cepat untuk
metronidazole atau aspirasi abses, pengunaan antibiotik
harus ditambahkan. Pasien yang tidak dapat
mentoleransi dosis oral metronidazol harus menerima
dosis ekivalen intravena.
Perawatan Pasien dan Pemantauan
1. Tindak lanjut pada pasien dengan amebiasis harus
mencakup pengulangan feses (satu sampai
tiga), kolonoskopi (pada kolitis) atau tomografi
tekomputasi (CT scan di abses hati) antara hari ke- 5
dan 7, pada akhir terapi, dan satu bulan setelah
berakhirnya terapi.
2. Kebanyakan pasien dengan amebiasis usus ataupun
kolitis akan merespon dalam 3 sampai 5 hari dengan
perbaikan gejala.
3. Mereka yang abses hati bisa memakan waktu
hingga 7 hari sebelum penurunan rasa sakit dan
demam. Dalam abses hati, pasien tidak merespon
pada hari kelima mungkin memerlukan aspirasi dari
abses atau penyelidikan dengan laparotomi
(pembedahan dengan sayatan besar vertikal pada
dinding perut ke bagian dalam rongga perut).
4. Scan hati telah menunjukkan bahwa penyembuhan
abses hati membutuhkan waktu dari 4 sampai 8
bulan dilanjutkan dengan terapi yang memadai.
Tindakan Pencegahan
 Wisatawan dan wisatawan asing yang berkunjung
ke daerah endemik harus menghindari air keran
lokal, es, salad, dan buah-buahan yang dikupas.
Rebus air adalalah yang paling aman.
 Air dapat didesinfeksi dengan menggunakan Iodium
2% (5 tetes/L) atau klorin 6% (pemutih pakaian: 4
tetes/L) atau penggunaan pemurni air komersial,
seperti Portable Aqua tablet (Wisconsin
Pharmaceutical).
Hasil Evaluasid
Tindak lanjut pada pasien dengan amebiasis harus
mencakup pengulangan pemeriksaan feses, serologi,
kolonoskopi (pada kolitis) atau CT pada hari ke 7, pada
akhir terapi, dan sebulan setelah akhir terapi. Scan hati
berkala telah menunjukkan penyembuhan abses hati
lebih dari 4 sampai 8 bulan setelah terapi yang
memadai.
PENYAKIT CACING
Tiga kelompok organisme yang menyebabkan infeksi
cacing: cacing gelang atau nematoda, cacing pipih
(trematoda), dan cacing pita (cestoda). Karena
keterbatasan ruang, hanya terdapat deskripsi singkat
dari beberapa infeksi cacing yang paling sering terlihat
di Amerika Utara dan pengobatannya akan dipaparkan
di sini. Meskipun infeksi cacing mungkin tidak
menghasilkan manifestasi klinis, mereka dapat
menyebabkan patologi yang signifikan. Salah satu
faktor yang menentukan patogenisitas infeksi cacing
adalah kepadatan penduduk; populasi kepadatantinggi yang menghasilkan presentasi penyakit yang
dapat diprediksi. Di Amerika Serikat, infeksi ini
dilaporkan paling sering terjadi pada imigran baru dari
Asia Tenggara, Karibia, Meksiko, dan Amerika Tengah.
Populasi yang termasuk berisiko adalah pasien yang
berada di dalam lembaga (baik muda dan yang lebih
tua), anak-anak prasekolah di pusat-pusat penitipan
anak, warga asli Amerika, dan homoseksual. Kondisi
tertentu dan obat-obatan (anestesi dan kortikosteroid)
dapat menyebabkan lokalisasi atipikal pada cacing.
Sistem imun yang lemah pada inang bisa menyebabkan
beberapa infeksi cacing, seperti Strongyloides
stercoralis.
Nematoda
Penyakit Cacing Tambang
Infeksi cacing tambang disebabkan oleh Ancylostoma
duodenale atau Necator americanus. N. americanus
ditemukan di Amerika Serikat bagian tenggara. Infeksi
larva masuk ke dalam tubuh inang melalui makanan
atau air yang terkontaminasi atau menembus kulit dan
berpindah ke usus halus. Cacing dewasa menempel
pada mukosa gastrointestinal dan menyebabkan
cedera dengan kerusakan pada jaringan. Untuk waktu
yang lebih lama, cacing dewasa dapat menyebabkan
anemia dan hipoproteinemia pada inang.
Pengobatan
❸ Obat yang dipilih adalah mebendazol
(Vermox), yang juga aktif terhadap askariasis
(infestasi oleh cacing gelang), enterobiasis (infestasi
oleh cacing kremi), trikuriasis (infestasi oleh cacing
cambuk usus), dan cacing tambang. Dosis oral
mebendazol untuk dewasa dan pediatrik (usia lebih
dari 2 tahun) pada pengobatan cacing tambang
adalah 100 mg dua kali sehari selama 3 hari. Alternatif
yang dapat digunakan untuk pediatrik dan pasien
dewasa adalah albendazol (Zentel), 400 mg sebagai
dosis tunggal. Diagnosisnya adalah dengan
mendeteksi adanya telur atau larva dalam feses.
Pemeriksaan untuk telur dan larva harus diulang
dalam 2 minggu dan jika perlu pasien dapat
melakukan pemeriksaan lebih awal.
Askariasis
Agen penyebab askariasis adalah cacing gelang
Ascaris lumbricoides, dapat ditemukan di seluruh dunia
dan yang menyebabkan sekitar 4 juta infeksi di
Amerika Serikat (terutama mempengaruhi penduduk
di pegunungan Appalachian dan Gulf Coast states).
Perpindahan
cacing
ke
paru-paru
biasanya
menyebabkan
pneumonitis,
demam,
batuk,
eosinofilia, dan infiltrasi pada paru-paru. Infeksi
askaris juga dapat menyebabkan perut tidak nyaman,
obstruksi usus, dan usus buntu. Diagnosis dilakukan
dengan mendeteksi adanya telur cacing dalam feses
atau cacing yang telah mati.
Pengobatan
Pada orang dewasa dan pasien pedriatik lebih dari 2
tahun, pengobatan yang digunakan adalah
mebendazole 100 mg dua kali sehari selama 3 hari.
Obat lain yang dapat digunakan adalah pirantel
pamoat (Antiminth). Feses harus diperiksa dalam
waktu 2 minggu dan jika perlu pasien dapat
melakukan pemeriksaan lebih awal.
Enterobiasis
Enterobiasis, atau infeksi cacing kremi, disebabkan
oleh Enterobius vermicularis. Cacing ini adalah yang
paling banyak menyebabkan infeksi cacing di dunia.
Ada sekitar 42 juta kasus di Amerika Serikat, terutama
menyerang anak-anak. Manifestasi umum dari infeksi
ini adalah iritasi kulit di daerah perianal (daerah di
sekitar lubang anus), yang dihasilkan dari perpindahan
cacing betina atau adanya telur. Pruritus yang sering
terjadi dapat menyebabkan dermatitis dan infeksi
bakteri sekunder. Diagnosis dilakukan dengan
menggunakan kain penyeka perianal dan sampling
plester selopan, yang akan membantu dalam
identifikasi telur.
Pengobatan
Tiga jenis obat yang dapat diberikan untuk
enterobiasis termasuk pirantel pamoat, mebendazol,
dan albendazol. Dosis pirantel pamoat 11 mg/kg
(maksimum: 1 g) adalah sebagai dosis tunggal yang
dapat diulang dalam 2 minggu. Dosis mebendazole
untuk orang dewasa dan anak-anak diatas 2 tahun
adalah 100 mg sebagai dosis tunggal dan dapat
diulang dalam 2 minggu.
Untuk selanjutnya, pemberantasan semua telur dapat
dilakukan dengan menguapkan atau mencuci sprai
dan pakaian dengan mesin cuci menggunakan air
panas.
Strongyloidiasis
Strongyloidiasis disebabkan oleh Strongyloides
stercoralis, yang memiliki penyebaran yang luas di
seluruh dunia dan terutama di Amerika Selatan (Brazil
dan Columbia) dan di Asia Tenggara. Strongyloidiasis
terlihat di antara populasi dalam suatu lembaga
(orang-orang di rumah sakit jiwa dan rumah sakit
anak-anak) dan individu dengan sistem imun yang
rendah (orang-orang dengan infeksi HIV, AIDS, dan
pasien dengan keganasan hematologi). Cacing
biasanya ditemukan di usus bagian atas di mana telur
disimpan dan menetas untuk membentuk larva
rhabditiform. Larva rhabditiform (jantan dan betina)
bepindah ke usus di mana mereka dapat dikeluarkan
melalui feses. Jika diekskresikan dalam feses, larva
dapat berkembang menjadi salah satu dari dua bentuk
setelah kopulasi: larva rhabditiform yang hidup bebas
dan tidak dapat menginfeksi, atau larva filariform
yang dapat menginfeksi. Larva filariform bisa
menembus kulit inang dan berpindah ke paru-paru
dan menghasilkan keturunan, proses ini disebut
autoinfeksi. Hal ini dapat mengakibatkan hiperinfeksi
(yaitu, peningkatan jumlah larva di usus, paru-paru,
dan organ internal lainnya), terutama pada inang
dengan sistem imun yang rendah.
Pada pasien dengan infeksi akut dapat
berkembang menjadi ruam lokal, tapi manestasi berat
dapat menghasilkan eosinofilia (10% sampai 15%),
diare, sakit perut, dan obstruksi usus. Pemberian
kortikosteroid atau obat imunosupresif lain untuk
seorang individu yang terinfeksi dapat mengakibatkan
hiperinfeksi dan dapat berkembang menjadi
strongyloidiasis. Diagnosis strongyloidiasis dibuat
dengan mengidentifikasi larva rhabditiform dalam
feses, dahak, atau cairan duodenum, atau dari
spesimen biopsi usus halus atau melalui pengujian
antigen (ELISA). Feses dan beberapa sampel lain
mungkin perlu diperiksa, baik untuk diagnosis maupun
untuk memastikan pemberantasan larva pada pasien
setelah perawatan.
Pengobatan
❸ Obat pilihan untuk strongyloidiasis adalah
ivermectin oral 200 mcg/kg per hari selama 2 hari,
sementara albendazole 400 mg dua kali sehari diberikan
selama 7 hari sebagai alternatif. Dengan hiperinfeksi
atau strongyloidiasis, obat imunosupresif harus
dihentikan dan pengobatan harus dimulai dengan
ivermectin 200 mcg/kg per hari sampai semua gejala
hilang. Pasien harus diuji secara berkala untuk
memastikan pemberantasan larva. Individu yang
menjadi calon untuk transplantasi organ dari daerah
endemik harus diskrining untuk S. stercoralis.
CESTODIASIS
Cestodiasis (infeksi cacing pita) disebabkan oleh
spesies dari Phylum Platyhelminthes (cacing pipih),
termasuk diantaranya cacing pita dari daging babi
(Taenia Solium) dan cacing pita dari daging sapi
(T.Saginata). Cacing pita menempel pada dinding
mukosa jejunum bagian atas dengan skoleks (bagian
kepala), dua sampai empat penghisap berbentukcangkir dan sebuah struktur yang disebut rostelum,
dan juga mungkin memiliki kail pada beberapa
spesies. Parasit memiliki kekurangan pada sistem
pencernaannya, sehingga parasit memperoleh semua
nutrisi langsung dari inang. Skoleks, proglotid
(segmen) dan telur yang spesifik untuk setiap spesies
digunakan untuk identifikasi cacing pita. Infeksi cacing
pita disebabkan karena mengkonsumsi daging yang
kurang matang dimana berisi larva atau sistiserkus.
Ketika sistiserkus dilepaskan dari daging yang
terkontaminasi oleh cairan pencernaan inang, ia akan
matang dalam jejunum inang. Sisteriserkosis adalah
penyakit sistemik yang disebabkan oleh larva T.solium
(larva onkosfer atau heksakan),
dan biasanya
diperoleh dari konsumsi telur dalam makanan yang
terkontaminasi atau oleh autoinfeksi. Larva dapat
menembus usus dan menyebar melalui aliran darah
untuk menginfeksi organ lain termasuk sistem saraf
pusat (neurosistiserkosis). Diagnosis dari T.saginata
dan T.solium dicapai dengan pemulihan gravid
proglotid dan skoleks dalam feses.
Pengobatan
❸ Infeksi cacing pita (T.saginata dan T.solium)
diobati dengan prazikuantel 5 sampai 10 mg/kg
sebagai dosis tunggal (gunakan dosis yang sama
untuk orang dewasa dan pasien anak). Sistiserkosis
dan neurosistiserkosis dapat diobati dengan operasi,
obat-obat antikonvulsan (neurosistiserkosis dapat
menyebabkan kejang), dan obat-obat antelmintik.
Albendazol 400 mg dua kali sehari selama 8 sampai 30
hari adalah pilihan terapi antelmintik. Dosis pediatrik
albendazol adalah 15 mg/kg (maksimal 800 mg) dalam
dua dosis terbagi selama 8 sampai 30 hari. Dosis
tersebut dapat diberikan baik pada orang dewasa
maupun anak-anak serta dapat diulang jika diperlukan.
Prazikuantel adalah terapi alternatif.
Evaluasi Hasil
Morbiditas dan penyakit akibat infeksi cacing
berhubungan dengan intensitas infeksi. Efek samping
utama dari infeksi cacing yaitu kekurangan gizi,
kelelahan, dan berkurangnya kapasitas kerja. Tidak
seperti infeksi cacing lainnya, strongyloidiasis dapat
menyebabkan autoinfeksi, dan jika sistem imun
rendah, maka dapat berpengaruh pada sistem saraf
pusat dan apabila infeksi
menyebar
akan
meningkatkan resiko kematian. Komplikasi yang
paling serius dari sistiserkosis adalah dapat
menyebabkan stroke dan kejang. Pengobatan
neurosistiserkosis dengan pengobatan antelmintik
masih diperdebatkan.
MALARIA
Malaria adalah satu dari sekian penyakit sangat
mematikan, yang mempengaruhi lebih dari 500 juta
populasi dan menyebabkan 700.ooo hingga 2,7 juta
kematian per tahun di seluruh dunia. Telah di laporkan
bahwa pada tahun 2000, kira-kira 27 wisatawan
Amerika Serikat mengunjungi negara-negara daerah
endemik malaria. Pada tahun 2002, the Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) mengidentifikasi
bahwa 849 dari 1337 kasus malaria menyerang warga
sipil Amerika Serikat, 33 pada anggota militer, dan
sisanya menyerang warga sipil asing. Terdapat 8
korban
jiwa, yang semuanya disebabkan
oleh
Plasmodium falcifarum. ❹ Alasan utama akibat
morbiditas dan kematian adalah kegagalan dalam
memperoleh kemoprofilaksis yang direkomendasikan,
ketidaksesuaian
kemoprofilaksis,
tertundanya
perawatan medis atau terapi yang mendesak dan
kesalahan diagnosis. Evaluasi dari pasien harus
mencakup riwayat perjalanan penyakitnya, rincian dari
kemoprofilaksisnya dan temuan fisik (contohnya
splenomegali).
Malaria menular lewat gigitan nyamuk
Anopheles yang masuk ke dalam aliran darah satu dari
empat spesies sporozoit plasmodium (Plasmodium
falcifarum, P. ovale, P. vivax, atau P. malariae). Gejala
awal dari malaria tidak spesifik dan menyerupai
influenza dan termasuk diantaranya: kedinginan, sakit
kepala, merasa kelelahan, nyeri otot, kaku, dan mual.
Gejalanya mulai terjadi 1 sampai 3 minggu. Demam
mulai muncul 2 sampai 3 hari setelah gejala awal
diketahui dan mungkin diikuti dengan gejala yang
sama dan terjadi setiap 2 atau 3 hari (P. vivax, P. ovale,
dan P. malariae). Demam yang disebabkan oleh P.
falciparum tidak teratur dan tidak diikuti dengan
gejala spesifik. Tidak biasa bagi pasien yang terkena
infeksi P.vivax . Malaria falsiparum harus selalu
dianggap sebagai penyakit yang dapat mengancam
keselamatan hidup sehingga harus mendapatkan
penanganan medis secepat mungkin.
Epidemologi dan Etiologi
Persebaran dari setiap spesies malaria yang beragam
tidaklah sama, namun P. vivax dilaporkan lazim
ditemukan di bagian benua Hindia, Amerika Tengah,
Afrika Utara, dan Timur Tengah, sedangkan P.
falcifarum lebih dominan ditemukan di Afrika
(termasuk gurun sahara Afrika), di Afrika Timur
maupun Afrika Barat, Haiti, Republik Dominika,
Daerah Amazon di Amerika Selatan, Asia Tenggara,
dan Papua Nugini. Kebanyakan infeksi P. ovale terjadi
di Afrika, sementara persebaran P. malariae terjadi di
seluruh dunia. Sebagian besar infeksi di Amerika
Serikat telah dilaporkan menyerang wisatawan
Amerika, imigran baru, atau imigran yang telah
mengunjungi sahabat dan keluarga di daerah
endemik. Penyebaran lewat plasenta dan tranfusi
darah juga sumber penyebaran malaria.
Studi Kasus Pasien, Bagian 1
TW adalah seorang lelaki berusia 27 tahun yeng telah
kembali dari Bamako, Mali di Afrika Barat setelah
mengunjungi teman sekelas semasa kuliah di Peace
Corps. Sementara di sana, ia menemani temannya
dalam perjalalan melalui sungai untuk mengunjungi
beberapa warga desa. Ia diketahui mengambillangkah
menghindari gigitan nyamuk dengan tidur di bawah
kelambu. Dia baik-baik saja sejak kembali dari Afrika
sampai pada sehari sebelumnya, ia memiliki suhu
tubuh yang tinggi yaitu 39C (102F), disertai
anoreksia, sakit kepala, panas dingin, berkeringat,
mialgia, dan sakit perut. Ia menngkonsumsi ibuprofen
dengan dosis kecil namun demamnya kembali setelah
beberapa jam dan sekarang ia ada di bagian
emergensi dengan panas dingin, demam (di atas
39,8C) (di atas 104F), sakit kepala, sakit perut, mual,
kekakuan pada leher, dan sakit pada bagian
punggung.
 Apakah gejala-gejala pada pasien ini menunjuk
kepada malaria?
 Dimana tempat yang beresiko untuk malaria?
 Apa informasi tambahan yang Anda butuhkan untuk
melakukan pengembangan rencana terapeutik
untuk pasien ini?
Dalam hitungan menit setelah gigitan nyamuk
Anopheles, sporozoit yang menyerang hepatosit di
hati memulai fase aseksual yang disebut skizont
(tahap eksoeritrositik atau skizogoni). Pasien mungkin
tidak mengalami gejala apapun selama periode ini.
Setelah selang antara 5 sampai 15 hari (tergantung
spesiesnya), skizont pecah dan melepaskan sel-sel
baru (merozoit) ke dalam darah, yang kemudian
menyerang eritrosit. Dalam eritrosit, merozoit
mengalami perubahan bentuk secara berurutan:
bentuk cincin, tropozoit, skizont dan merozoit, yang
kemudian menyerang eritrosit yang baru. Fase
aseksual ini berlangsung selama sekitar 48 jam untuk
P.falciparum, P.vivax dan P.ovale, dan 72 jam untuk
P.malariae. Kemudian, merazoit berkembang menjadi
gametosit dan mengalami fase seksual (sporogoni)
dalam nyamuk Anopheles. Dalam tubuh nyamuk,
gametosit-gametosit mengalami beberapa tahap:
zigot, ookinet, dan ookista, dan akhirnya berubah
menjadi sporozoit di dalam kelenjar lidah dimana
dapat kembali menginfeksi inang selanjutnya.
Berbeda dengan P.falciparum dan P.malariae, yang
hanya menetap di hati selam kurang lebih 3 minggu
sebelum menyerang eritrosit, P. ovale dan P.vivax
dapat tertinggal dalam hati sampai waktu yang sangat
lama dan pada tahap laten (sebagai hipnozoit); dapat
menyebabkan kekambuhan infeksi setelah beberapa
minggu atau beberapa bulan. Terapi primakuin sangat
penting untuk membasmi infeksi pada tahap ini.
Patologi
Presentasi klinis dari malaria dapat sedikit berubahubah. Biasanya, kemunculannya ditandai dengan sakit
kepala, sakit perut, kelelahan, demam dan panas
dingin, bersamaan dengan fase eritrosit malaria yang
terjadi antara 10 sampai 21 hari setelah invasi. Fase ini
menyebabkan hemolisis, yang berujung pada anemia
dan splenomegali. Komplikasi paling serius disebakan
oleh infeksi P. falciparum. Bayi dan anak-anak dengan
usia dibawah 5 tahun dan wanita hamil memiliki resiko
tinggi terkena infeksi falsiparum dengan komplikasi
berat. Komplikasi yang berhubungan dengan malaria
falsiparum terkait dengan dua hal yang khas dari P.
falciparum: (1) kemampuannya untuk memproduksi
parasitisme tinggi (lebih dari 80%) sel darah merah dari
semua usia, dan (2) kecenderungan menyerang
pembuluh kapiler dan organ-organ penting seperti
otak, hati, jantung, paru-paru, dan ginjal. Hipoksia
jaringan, bersamaan dengan infeksi P. falcifarum yang
bersifat parasit di sel darah merah berkaitan dengan
sel endotel di kapiler, berkontribusi untuk
menyebabkan iskemia berat dan kekacauan
metabolit. P. malariae terlibat dalam mediasi-imun
glomeruloneftritis dan sindrom nefrotik.
Presentasi Klinisa dan Diagnosis
Studi Kasus Pasien, Bagian 2
Persentasi Klinis Penyakit Malaria
Persentasi Awal
Termasuk riwayat perjalanan pasien, temuan fisik
(contohnya splenomegali) dan rincian kemoprofilaksis
antimalaria, setelah diperoleh.
Tahap Eritrositik
1. Gejala: sakit kepala, anoreksia, tidak enak badan,
kelelahan, dan mialgia.
2. Keluhan nonspesifik: sakit perut, diare, nyeri dada,
dan artralgia.
3. Serangan tiba-tiba: demam, menggigil dan
kekakuan.
4. Fase dingin: pucat parah, sianosis pada bibir dan
kuku.
5. Fase panas: demam antara 40,5oC (104,9oF) dan
41oC (105,8oF) (lebih sering terlihat dengan P.
falciparum).
6. Fase berkeringat: diikuti fase panas selama 2 sampai
6 jam.
7. Ketika demam selesai, diikuti dengan kelelahan dan
keadaan mengantuk, kulit kering dan hangat,
takikardia, batuk, sakit kepala, mual, muntah, sakit
perut, diare dan delirium, anemia, dan spelnomegali.
❺ Malaria P. falciparum adalah keadaan darurat
yang mengancam jiwa. Komplikasi mencakup
hipoglikemia, gagal ginjal akut, edema paru, anemia
berat (parasitisme tinggi), trombositopenia, gagal
jantung, kongesti otak, kejang, koma dan sindrom
sulit bernafas pada orang dewasa.
Prosedur Diagnostik untuk Malaria
1. Untuk memastikan diagnosis positif, apusan darah
(lapisan tebal dan tipis) harus diperoleh setiap 12
hingga 24 jam selama 3 hari berturut-turut.
2. Adanya parasit dalam darah 3 sampai 5 hari setelah
inisiasi terapi menunjukan resistensi terhadap obat.
HPI (Riwayat Penyakit yang sedang Diderita)
TW mengalami demam, mual, sakit kepala, mialgias,
menggigil, dan nyeri di bagian tubuh termasuk
punggung. Ketika ditanya tentang perjalanannya, ia
menunjukkan bahwa ia tidak mengambil profilaksis
antimalaria apapun.
PMH
Laki-laki sehat berusia 27 tahun
FH (Riwayat Keluarga)
Ayahnya meninggal karena struk pada usia 87 tahun;
Ibunya yang berusia 82 tahun, menderita reumatoid
artritis dan tinggal bersama seorang putri yang belum
menikah.
SH (Riwayat Sosial)
Analis, bekerja untuk distrik sekolah lokal; kadangkadang mengkonsumsi minuman anggur dengan
makanan.
Drugs (Obat-obatan)
Ibuprofen 200 mg
ROS
Selain keluhan yang disebutkan di atas, ia mengeluh
mual parah dan kelelahan.
PE
Gen: Pasien sedikit gelisah dan demam.
VS: Tekanan darah, denyut nadi 105/70 mm Hg; denyut
nadi 120 bpm, laju pernafasan 32/menit, suhu tubuh
40,1oC (104,1oF).
KULIT: Hangat dan kering.
HEENT: Mulut kering.
ABD: Lembut dengan kelembutan menyebar dengan
hepatomegali dan splenomegali.
Sisanya adalah sistem WNL
Laboraturium
Natrium 131 mEq/L (131 mmol/L)
Hemoglobin 10,2 g/dL (6,3 mmol/L)
Kalium 4,9 mEq/L (4,9 mmpl/L)
Hematokrit 31% (0,31)
Klorida 96 mEq/L (96 mmol/L)
Sel darah putih 14,8 x 103 /mm3 (14,8 x 10o /L)
Urea nitrogen darah 28 mg/dL (9,99 mmol/L)
Total bilirubin 1,8 mg/dL (30,8 mcg mol/L)
Serum kreatinin 1,4 mg/dL (123,8 mcg mol/L)
Trombosit 110 x 103/mm3 (110 x 109 /L)
Glukosa 77 mg/dL (4,27 mmol/L)
Asparatat aminotransferase 87 U/L (1,45 mcg kat/L)
Albumin 3,2 g/dL (32 g/L)
Alanin aminotransferase 94 U/L (1,57 mcg kat/L)
Apusan darah (noda Giemsa): P. Falciparum
 Mengingat informasi di atas, apakah penilaian Anda
pada pasien ini?
 Idetifikasi tujuan pengobatan dan parameter
pemantauan Anda.
Salah satu inovasi terbaru untuk mendeteksi malaria
adalah dengan analisis DNA atau RNA menggunakan
reaksi polimerase berantai atau polymerase chain
reaction (PCR). Namun PCR tidak tersedia secara luas
untuk penggunaan klinis. Tes cepat dipstick (ParaSight
F, Becton-Dickinson, Cockeyville, MD) dilaporkan
Plasmodia Sensitif
Sensitif Klorokuin
Obat
Klorokuin fosfat
(oral)
Untuk P. Vivax atau P.
Oval, ketika meninggalkan
daerah endemik
Primakuin (oral)
P. falciparum resisten
klorokuin
Atovakuonproguanil (oral)
memiliki sensitivitas 88% dan spesifik 97% yang
sebanding dengan mikroskop. Meskipun, ParaSight F
dapat memberikan hasil positif palsu karena adanya
faktor reumatoid; namus tes dengan mikroskop tetap
optimal.
Pengobatan
Tujuan utama dalam pengobatan malaria adalah
cepatnya identifikasi spesies Plasmodium yang dari
apusan darah (lapisan tebal dan tipis, diulang setiap 12
jam selama 3 hari). Pengobatan malaria harus dimulai
segera untuk membasmi infeksi dalam 48 - 72 jam dan
komplikasi seperti hipoglikemia, edema paru dan
gagal ginjal.
Terapi Farmakologis
Regimen kemoprofilaksis untuk malaria diuraikan
dalam tabel 75-1.
Dosis
300 mg (pokok)
satu minggu
sekali dimulai dari
1 minggu sebelum
keberangkatan
dan dilanjutkan
selama 4 minggu
setelah tinggal di
daerah endemic
30 mg (pokok)
(52,6 mg garam)
setiap hari selama
14 hari setelah
keberangkatan,
dengan tambahan
seperti di atas
250 mg
atovakuon dan
100 mg (1 tablet)
proguanil sekali
sehari
Dosis Anak
5 (pokok) mg/kg
berat badan satu
kali seminggu
(maksimal 300
mg)
Keterangan
Hidroksiklorokuin sulfat 310 mg
(pokok) atau 400 mg garam sekali
seminggu dapat digunakan sebagai
klorokuin; regimen akan mirip
dengan klorokuin.
0,6 mg /kg
(pokok) (1mg /kg
garam) setiap hari
selama 14 hari
setelah
keberangkatan
Kontraindikasi pada pasien dengan
defisiensi G6PD, pasien dalam masa
kehamilan dan laktasi.
62,5 mg
atovakuon dan 25
mg proguanin
sekali sehari
11-20 kg: 1 tablet
21-30 kg: 2 tablet
31-40 kg: 3 tablet
Lebih atau sama
dengan 40 kg: 1
tablet setiap hari
untuk dewasa
Mulai 1-2 hari sebelum
keberangkatan dan lanjutkan
selama 1 minggu setelah
meninggalkan daerah beresiko
tinggi
Direkomendasikan juga untuk
profilaksis primer untuk resistensi
P. Falciparum terhadap meflokuin
Doxysiklin (oral)
sebagai
alternative
100 mg sekali
sehari
Di bawah atau
sama dengan 8
tahun
2 mg/kg
(maksimal
100mg)
Meflokuin (oral)
228 mg (pokok)
(250 mg garam)
setiap minggu
Primakuin (oral)
30 mg pokok (1
mg/kg garam
untuk dosis
dewasa)
Di bawah atau
atau sama
dengan 15 kg: 4,6
mg/kg pokok (5
mg/kg garam)
sekali seminggu
15-19 kg: ¼ tablet
20-30 kg: ½ tablet
31-45 kg; ¾ tablet
Di atas atau sama
dengan 45 kg: 1
tablet
0.6 mg/kg pokok
(sampai dengan 1
mg/kg garam
dosis dewasa).
Efektif untuk P. falciparum yang
resisten terhadap meflokuin
Mulai 1-2 hari sebelum
keberangkatan, dilanjutkan selama
tinggal di daerah endemik, dan
lanjutkan regimen selama 4 minggu
setelah kembali
Mulai 1-2 minggu sebelum
keberangkatan dan dilanjutkan
sampai 4 minggu setelah
meninggalkan daerah endemik;
mungkin dimulai 3-4 minggu lebih
awal untuk menghindari toleransi.
Kontraindikasi: Riwayat kejang,
gangguan kejiwaan (termasuk
depresi dan kegelisahan) atau
aritmia
Alternatif untuk regimen lini ke dua;
lihat kontraindikasi di atas
TABEL 75-1. Kemoprofilaksis untuk Malaria
Untuk dosis pediatrik dapat dihitung dan tablet dilumatkan dan ditempatkan dalam kapsul gelatin. Orang tua dapat
diinstruksikan untuk menangguhkan dosis makanan, sirup, atau minuman.
Untuk informasi lehih lanjut, lihat Eyers JE. Sumber informasi pengobatan tropis; masak GC, Zumla A, eds. Manson’s
Tropical Diseases. 21 st ed.
G6PD, defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Kemoterapi untuk Infeksi Malaria
Malaria yang disebabkan oleh serangan yang tidak
berbahaya (untuk semua plasmodium kecuali yang
sudah resisten klorokuin seperti P.faciparum dan
P.vivax) direkomendasikan menggunakan klorokuin
600 mg (pokok) sebagai dosis permulaan, dilanjutkan
dengan dosis 300 mg (pokok) 6 jam kemudian, dan
kemudian 300 mg (pokok) per hari selama 2 hari. ❻
Pada sakit yang parah atau malaria falsiparum, pasien
harus mendapatkan perawatan di unit perawatan akut
dan diberikan kinidin glukonat 10 mg salt/kg sebagai
dosis muatan atau dosis awal (maksimal 600 mg) dalam
250 ml cairan infus yang diberikan secara intravena
secara perlahan sekitar 1-2 jam. Hal ini harus dilanjutkan
dengan infus 0,02 mg/kg per menit kinidin setidaknya 24
jam hingga terapi oral dimulai. Pada pasien yang
menerima kinin atau meflokuin, maka dosis
muatan/dosis awal kinidin harus dihilangkan. Garam
kinin diberikan secara oral (650 mg tiap 8 jam)
ditambah doksisklin 100 mg dua kali sehari harus
dilanjutkan dengan dosis intravena dari kinidin untuk
melengkapi 7 hari pengobatan. Dosis untuk anak-anak
dari kinidin glukonat secara intravena adalah sama
pada dosis untuk dewasa. Dosis anak-anak untuk kinin
oral adalah 25 mg/kg per hari dalam tiga dosis terbagi,
sedangkan untuk doksisiklin (untuk anak di atas 8
tahun) adalah 4 mg/kg dalam dua dosis terbagi selama
7 hari. Obat alternatif dari doksisiklin adalah
klindamisin 900 mg (20 mg/kg per hari) tiga kali sehari
selama 3 hari. Dosis klindamisin untuk anak-anak sama
seperti dosis dewasa.
Pada infeksi yang disebabkan oleh P.falciparum,
P.vivax, P.ovale atau P.malariae (resisten klorokuin),
penggunaan 750 mg meflokuin dilanjutkan dengan
500 mg meflokuin 12 jam kemudian sangat dianjurkan.
Dosis meflokuin untuk anak-anak adalah 15 mg/kg
(kurang dari 45 kg) dilanjutkan dengan 10 mg/kg 8-12
jam kemudian.
Studi Kasus Pasien, Bagian 3
Dalam melakukan pengobatan yang disebabkan
malaria falsiparum, TW harus tetap diingatkan selama
2 bulan. Namun, 2 hari lalu, dia mengalami demam dan
panas dingin, mual, dan sakit perut. Ketika di cek ia
mengalami demam dengan suhu tubuh 38,4˚C dan
mengeluhkan sakit kepala yang berat. Pengujian dari
apusan darah pasien (tebal dan tipis), diindikasikan
bawah pasien terinfeksi P.vivax. TW menerima
klorokuin dan primakuin. Pada pengecekan 2 minggu
kemudian, pengulangan pengujian menandakan
bahwa darah pasien negative dari parasit dan pasien
tidak mengalami gejala.
Meflokuin akan menyebabkan sinus bradikardia,
kebingungan/pusing, halusinasi, dan psikosis dan
harus dihindari penggunaannya pada pasien yang
memiliki sejarah penyakit jantung atau depresi. Kinidin
glukonat secara intravena dilanjutkan dengan kinin
ditambah doksisiklin atau klindamisin harus diberikan
untuk sakit parah dengan indikasi seperti di atas.
Penggunaan kinidin melalui intravena membutuhkan
pemantauan elektrokardiogram (QT-segmen) dan
tanda penting lainnya (hipotensi dan hipoglikemia).
Pengobatan alternatif secara oral untuk infeksi
P.falciparum untuk dewasa, terutama yang memiliki
sejarah penyakit kejang, psikiatrik atau jantung,
adalah kombinasi dari atovakuon 250 mg dan
proguanil 100 mg (Malarone) (2 tablet dua kali sehari
selama 3 hari). Dosis anak-anak untuk Malarone:
kurang dari 5 kg : tidak diindikasikan; 9-10 kg: 3 tablet
anak/hari x 3 hari; 11-20 kg: satu tablet dewasa/hari x 3
hari; 21-30 kg: 2 tablet dewasa/hari x 3 hari; 31-40 kg: 3
tablet dewasa/hari x 3 hari; diatas 40 kg: 2 tablet
dewasa dua kali sehari x 3 hari. ❿ Semenjak malaria
falsiparum menyebabkan efek komplikasi serius,
termasuk edema paru, hipoglikemia, penyakit kuning,
gagal ginjal, kebingungan/pusing, mengigau, kejang,
koma, bahkan kematian, pemantauan status cairan dan
parameter hemodinamik merupakan hal yang
diharuskan. Transfusi darah mungkin dibutuhkan pada
pasien malaria P.falciparum yang mengalami
parasitemia di antara 5% dan 15% untuk menghilangkan
keraguan atau kekhawatiran. Adanya dialisis
peritoneal atau hemodialisis mungkin dapat
diindikasikan untuk pasien dengan gagal ginjal.
Evaluasi Hasil
Ketika memberikan saran kepada wisatawan yang
berpotensi sedang melakukan pencegahan penyakit
untuk malaria, hari-hati terhadap kemungkinan
resistensi P.falciparum malaria terhadap klorokuin dan
negara-negara dengan tingkat prevalensi cukup
tinggi. Pada pasien yang terinfeksi malaria P.vivax atau
P.ovale (beberapa pasien dapat disebabkan
P.falciparum atau satu dari spesies-spesies ini), ikuti
pengobatan fasa akut malaria dan skrining defisiensi
glukosa-6-fosfat dehidrogenase, pasien harus
mengkonsumsi primakuin selama 14 hari untuk
memastikan pembasmian P.vivax atau P.ovale pada
fase hipnozoit.
Perawatan Pasien dan Pemantauan
 Malaria P.falciparum akut yang resisten terhadap
klorokuin harus diobati dengan kinidin secara
intravena malalui kateter vena sentral, status cairan
dan elektrokardiogram (ECG) harus dipantau secara
rutin.
 Dosis awal/dosis muatan dari kinidin harus
dihilangkan pada beberapa pasien yang
menggunakan kinin atau meflokuin.
 Hipoglikemia dapat disebabkan karena interaksi dari
P.falciparum dan atau administrasi dari kinidin, harus
dilakukan pengecekan setiap 4-6 jam dan dikoreksi
dengan infus dekstrosa (5% - 10%)
 Infus kinidin harus diberikan perlahan untuk
sementara dan dihentikan jika interval QT lebih dari
0,6 detik, peningkatan kompleks QRS lebih dari 25%,
atau hipotensi tidak responsif terhadap hasil
penolakan dari cairan tubuh.
 Level kinidin yang disarankan harus dijaga pada 3-7
mg/dL (9,2 -21,6 mcg mol/L).
 Apusan darah harus dicek tiap 12 jam sampai kadar
parasitemia kurang dari 1%.
 Pengobatan untuk demam harus dilakukan sekitar
36 – 48 jam setelah diberikan kinidin secara
intravena, dan darah seharusnya terbebas dari
parasit dalam 5 hari.
 Ketika terapi parenteral dibutuhkan untuk lebih dari
48 jam atau pada pasien yang memiliki gagal ginjal,
maka dosis kinidin harus diturunkan setengahnya.
Saran untuk Wisatawan
Semua wisatawan di daerah endemic harus dinasehati
agar tetap berada di area yeng terskrining dengan
baik, mengenakan pakaian yang menutup sebagian
besar bagian tubuh, dan tidur di bawah kelambu.
Wisatawan harus mengikuti regimen kemoprofilaksis
dan membawa pembasmi seranga DEET (N, N,dietilmetatoluamid)
atau
pembasmi
semprot
serangga lain yang mengandung DEET untuk
digunakan di area yang terinfestasi nyamuk
TRYPANOSOMIASIS AMERIKA
Etiologi
Dua bentuk yang berbeda dari genus Trypanosoma
terjadi pada manusia. Salah satunya adalah terkait
dengan trypanosomiasis Afrika (penyakit tidur) dan
yang lainnya dengan trypanosomiasis Amerika
(penyakit Chagas’). T. brucei gambiense dan T. brucei
rhodesiense
masing-masing adalah organisme
penyebab trypanosomiasis di Afrika Timur dan Afrika
Barat. T. brucei rhodesiense penyebab penyakit akut
dan lebih virulen dibandingkan Trypanosomiasis Afrika
Timur maupun Afrika Barat ditularkan oleh berbagai
spesies lalat tsetse genus Glossina. Pembahasan lebih
lanjut tentang subjek ini akan fokus pada
trypanosomiasis Amerika.
T. cruzi adalah agen yang yang menyebabkan
trypanosomiasis Amerika. Trypanosomiasis Amerika
ditularkan oleh sejumlah spesies hama reduviid
(Triatoma infestans dan Rhodrium priloxus) yang hidup
di celah-celah dinding rumah di daerah pedesaan
Amerika Utara, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
Hama reduviid terinfeksi oleh hewan yang menghisap
darah (misalnya sejenis tupai, anjing dan kucing) atau
manusia terinfeksi dengan sirkulasi tripanomastigot.
Trypanosomiasis Amerika endemik di semua negara
Amerika Latin dan dapat ditularkan secara kongenital,
melalui tranfusi darah, dan transplantasi organ.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Presentasi Klinis Trypanosomiasis
Akut
 Edema orbital unilateral (tanda Romana’s)
 Granuloma (chagoma)
 Demam, hepatosplenomegali, dan limfedenopati
Kronik ❽
 Jantung: kardiomiopati dan gagal jantung
 EKG: tingkat pertama penyumbatan pada jantung,
penyumbatan ikat-cabang kanan dan aritmia
 Gastrointestinal: pembesaran kerongkongan dan
usus (sindrom “mega”)
 Sistem saraf pusat: meningoensefalitis, struk, kejang
dan kelumpuhan fokal
Diagnosis
Sejarah positif paparan dan penggunaan serologi: uji
hemaglutinasi tidak langsung, ELISA (Chagas EIA,
Laboratorium Abbott, Taman Abbott, IL), dan uji
fiksasi komplemen (CF).
(Catatan: CF dapat menghasilkan reaksi positif palsu
pada mereka yang terkena leismaniasis, sifilis, dan
malaria. PCR mungkin lebih menentukan untuk
diagnosis).
Perawatan Pasien dan Pemantauan
 Hal ini penting untuk mengidentifikasi pasien yang
terinfeksi T. cruzi dengan serologi dan untuk
memantau status kardiovaskular pasien ini dengan
elektrokardiogram secara berkala.
 Beberapa pasien akan mendapatkan manfaat dari
implantasi alat pacu jantung.
 Semua calon transplantasi dari daerah endemik
untuk penyakit Chagas’ perlu di skrining untuk
T.cruzi. Imunosupresi pada pasien ini dapat
menyebabkan infeksi yang luar biasa.
Terapi Farmakologis
Obat yang digunakan untuk T. cruzi termasuk
nifurtimox (Lampit) dan benznidazol (Rochagan).
Nifurtimox oral tersedia dari pusat diagnostic klinik
(CDC), sementara benznidazole hanya tersedia di
Brazil. Dosis dewasa nifurtimox adalah 8 sampai 10
mg/kg per hari dalam dosis terbagi selama 120 hari.
Untuk anak-anak tampaknya untuk mentolerir dosis
lebih baik daripada orang dewasa, dosis pediatrik dari
nifurtimox pada anak-anak berusia 1 sampai 10 tahun
adalah 15 sampai 20 mg/kg per hari, dan dosis untuk
anak-anak berusia 11 sampai 16 tahun adalah 12,5
mg/kg per hari dalam dosis terbagi. Pengobatan
simtomatik untuk gagal jantung berkaitan dengan
penyakit Chagas’ harus diinisiasi. Komplikasi
gastrointestinal mungkin memerlukan revisi bedah
dan rekonstruksi.
Evaluasi Hasil
Pengobatan fase akut penyakit ini (yaitu demam,
malaise, edema wajah dan hepatosplenomegali)
adalah nifurtimox. Kegagalan jantung kongestif
terkait dengan kardiomiopati penyakit Chagas’ diobati
dengan cara yang sama seperti kardiomiopati dari
penyebab lain.
EKTOPARASIT
Sebuah parasit yang hidup di luar tubuh inang disebut
ektoparasit. Sekitar 6 sampai 12 juta subyek menjadi
terinfestasi dengan pedikulosis (infestasi kutu
rambut) tahunan di Amerika Serikat. Pedikulosis
biasanya berhubungan dengan kebersihan yang
buruk, dan infeksi yang ditularkan dari orang ke orang
melalui kontak sosial dan seksual.
Kutu Rambut
Dua spesies yang termasuk kelompok ini diantaranya
Pediculus humanus capitis (kutu kepala) dan P.
humanus corporis (kutu badan). Telur (atau nits) tetap
melekat erat pada rambut, dan di sekitar 10 hari
menetas kutu untuk membentuk nimfa, dan menjadi
dewasa dalam 2 minggu. Kutu menjadi melekat pada
dasar folikel rambut dan memakan darah dari inang.
Kutu kemaluan atau kutu kepiting yang ditemukan
pada rambut di sekitar alat kelamin, tetapi dapat
terjadi di bagian lain dari tubuh (misalnya, bulu mata
atau aksila). Hipersensitivitas terhadap sekresi dari
kutu dapat menghasilkan pembengkakan makula dan
menyebabkan infeksi bakteri sekunder.
Pengobatan
Agen pilihan untuk ketiga infeksi (tubuh, kepala, dan
kutu kepiting) adalah 1% permetrin (Nix). Permetrin
memiliki dua aktivitas pedikulisidal dan ovisidal
melawan P. humanus capitis. Angka kesembuhan
dilaporkan antara 90% dan 97%. Krim bilas permetrin 1%
(Nix-Créme Rinse) juga tersedia. Individu dengan
riwayat hipersensitivitas terhadap ragweed atau
krisan dapat bereaksi terhadap permetrin dan harus
menghindarinya. Agen alternatif selain permetrin
adalah ivermektin oral 100 mcg / kg selama 3 hari (hari
ke-1, 2 dan 10). Permetrin dapat menyebabkan gatalgatal, terbakar, menyengat, dan kesemutan.
Permetrin 1% harus digunakan pada kulit kepala kering
setelah keramas dan dibiarkan pada kulit kepala
selama 10 menit. Pemakaian ini mungkin perlu diulang.
Karena laporan resistensi terhadap permetrin, obat
alternatif lain adalah 0,5% malation (Ovide), yang
dibiarkan pada kulit kepala selama 90 menit, juga
telah di temukan cara efektif untuk menghilangkan
pruritus, yaitu losion kalamin dengan 0,1% mentol obat
yang sejenis dapat digunakan. ❾ Semua individu,
termasuk anggota keluarga dekat dan pasangan seksual
dari inang utama, harus di obati. Semua tempat tidur
dan pakaian harus disterilkan seperti yang diindikasikan
enterobiasis.
Skabies
Skabies adalah penyakit gatal yang disebabkan oleh
tungau Sarcoptes scabiei hominis, yang mempengaruhi
manusia dan hewan. Infeksi ini biasanya menyerang
bagian sela-sela jari, lutut, ketiak, pusar, dan skrotum.
Infeksi ini menyebabkan gatal parah dan goresan pada
area sela-sela jari, bokong, paha, dan kulit kepala. ❿
Diagnosis dapat dilakukan dengan mengidentifikasi
tungau pada kulit .
Pengobatan
❿ Obat yang dipilih untuk penyakit skabies
adalah krim permertrin 5% (Elimite). Pengobatan
alternatif bagi individu yang tidak dapat
menggunakan permethrin, bisa menggunakan
krotamiton 10% (Eurax) dan ivermektin oral
(Stromectal) 200 mg/kg sebagai dosis tunggal. Untuk
memulai pengobatan dengan permertrin, kulit harus
dibersihkan dengan cara menggosok kulit yang
terkena infeksi dengan air hangat berbusa untuk
menghilangkan tungau. Losion permertrin dioleskan
pada seluruh tubuh, hindari wajah, selaput lendir dan
mata, kemudian biarkan selama 8 sampai 14 jam.
Penggunaan ini 97% dapat membasmi tungau.
Pengobatan harus dilakukan dengan tepat. Gatalgatal karena skabies dapat berlangsung selama 2
sampai 4 minggu karena mungkin masih terdapat sisasisa tungau pada bagian dalam kulit.
Evaluasi Hasil
Infeksi akibat artropoda dapat dikendalikan dengan
mencegah akses artropoda pada inangnya.
Meningkatkan kondisi hidup dan menghindari berbagi
barang-barang pribadi seperti topi dan sisir dapat
meminimalkan infeksi akibat artropoda. Permertrin
(1% sampai 5%) sangat efektif untuk infeksi ini.
SINGKATAN-SINGKATAN
AIDS
CDC
CF
CT
DEET
ECG
ELISA
HIV
IgA
PCR
: Acquired Immunodeficiency Syndrome
: Centers for Disease Control and Prevention
: Complement Fixation
: Computed Tomography
: N, N, -diethylmetatoluamide
: Electrocardiogram
: Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
: Human Immunodeficiency Virus
: Immunoglobulin A
: Polymerase Chain Reaction
Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di
www.ChisholmPharmacotherapy.com
Masuk ke situs web:
www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk
memperoleh informasi dalam melanjutkan
pembelajaran bab ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
Anonymous. Drugs for parasitic infections: in:
Handbook on Antimicrobial Therapy. 17th ed. New
Rochelle, NY: Medical Letter Inc, 2005.
Chen LH, Keystone JS. New strategies for the
prevention of malaria in travelers. Infect Dis Clin North
Am 2005;19:185-210
Garg PK, Perry S, Dorn M, et al. Risk of intestinal
helminth and protozoan infection in a refugee
population. Am J Trop Med Hyg 2005;73:386391.
Haque R, Huston CD, Hughes M, et al. Amebiasis. N
Engl 1 Med 2003;73:386-391
Hill DR. Giardia Lambia. In: Mandel GL, Bennett JE,
Dolin R, eds. Principles and Practice of Infectious
Diseases, 6th ed. Philadelphia: Elsevier
Churchill Livingstone; 2005:3198-3205.
John DT, Petri WA. Markell and Voge’s Medical
Parasitology. 9th ed. Philadelphia: Elsavier, 2006
Maguire JH. Intestinal nematodes (roundworms). In:
Mandel GI., Bennert JE, Dolin R, eds, Principles
and practice in Infectinous Diseases, 6th ed.
Philadelphia: Elsevier Churchill
Livingstone;2005:3260-3267
Mathieu ME, Wilson BB. Lice (pediculosis) & scabies.
In: Mandel GI., Bennett JF, Dolin R, eds.
Principles and Practice of Infectious Diseases,
6th ed. Philadhelphia: Elsevier Churchill
Livingstone;2005:3302-3307
Miles MA. American trypanosomiasis. In: cook GC,
Zumla A, eds. Manson’s Tropical Disease. 21st ed.
London: Saunders; 2003:1325-1337
White NJ, Breman JG. Malaria and babesiosis:
Diseases caused by red blood cell parasites. In:
Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 16th ed. New
York: McGraw-Hill; 2005: 1218-1232
10 INFEKSI SALURAN KEMIH
Brian A. Potoski
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1. Mengidentifikasi kriteria diagnosis pada bakteriuria signifikan
2. Menguraikan organisme yang bertanggung jawab terhadap sebagian besar terjadinya infeksi
saluran kemih tanpa komplikasi
3. Menjelaskan tiga rute bakteri untuk masuk ke saluran kemih
4. Menguraikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK) dan bagaimana membedakan
penyakit saluran kemih bagian atas dan bagian bawah
5. Menjelaskan tes laboratorium yang dapat membantu diagnosis pasien dengan infeksi saluran
kemih
6. Menganjurkan obat, dosis, dan lama pemakaian yang tepat untuk infeksi saluran kemih
dengan komplikasi dan tanpa komplikasi
KONSEP UTAMA
❶ Infeksi pada sistem saluran kemih dibedakan
❺ Tujuan dari terapi antimikroba pada ISK adalah
menjadi ISK yang disertai komplikasi dan ISK tanpa
komplikasi. Umumnya dilihat dari ada atau tidaknya
struktur dan fungsi yang tidak normal pada bagian
sistem saluran kemih.
untuk membasmi organisme penyebab dan mencegah
infeksi berulang.
❷ Sebagian besar (85%) ISK tanpa komplikasi
disebabkan oleh Escherichia coli. Sisanya 15%
disebabkan oleh Klebsiella spp., Staphylococcus
saprophyticus, Enterococcus spp., Proteus spp., dan
organisme lainnya.
❸ Gejala pada ISK bagian bawah antara lain disuria,
urgency, frequency,
heaviness.
nocturia,
dan
suprapubic
❹ Gejala pada ISK bagian atas antara lain demam,
mual, muntah, dan nyeri panggul yang parah.
❻ ISK tanpa komplikasi dapat diatasi dalam waktu 3
hari atau bahkan 1 hari, sementara ISK dengan
komplikasi harus diobati sekurang-kurangnya selama
7 hari, dan terkadang sampai 2 minggu
Infeksi saluran kemih terdiri dari susunan penyakit
yang berbeda. Infeksi saluran kemih terjadi berulangulang dan tercatat ada 8 juta kunjungan pasien setiap
tahunnya. Sederhananya infeksi saluran kemih adalah
adanya bakteri di saluran kemih yang terlihat dari
preparat basah atau teridentifikasi dengan kultur
bakteri yang tidak dinyatakan terkontaminasi .
Bakteriuria atau bakteri dalam urine tidak selalu
dinyatakan sebagai infeksi. Maka dibuatlah angka
kriteria diagnosa kuantitatif untuk mengidentifikasi
jumlah bakteri dalam urine yang menunjukan infeksi
sebenarnya (dikenal dengan istilah “bakteriuria
signifikan”) ini terlihat pada tabel 76-1. Infeksi saluran
kemih ini di klasifikasikan ke dalam 2 bagian yaitu
infeksi saluran bagian bawah dan infeksi saluran
bagian atas. Pasien yang menderita infeksi saluran
kemih akan memperlihatkan perbedaan antara ISK
bagian bawah dan ISK bagian atas, pasien yang
menderita ISK bagian atas mengalami infeksi yang
lebih parah sehingga pasien lebih sering ke rumah
sakit. Contoh ISK bagian bawah adalah sistitis. Sistitis
sama dengan sindrom dari infeksi saluran kemih yang
di tandai dengan disuria, frekuensi, urgensi dan
kadang-kadang subprapubic tenderness. Contoh dari
ISK bagian atas adalah pielonefritis. Pielonefritis
adalah inflamasi pada ginjal yang biasanya
menyebabkan infeksi. Biasanya pasien ISK tanpa
komplikasi menjalani terapi rawat jalan sedangkan
pasien ISK dengan komplikasi menjalani terapi rawat
inap.
Studi Kasus Pasien, Bagian 1
Wanita berusia 28 tahun mendatangi dokter
pribadinya dengan keluhan nyeri saat buang air kecil
dengan frekuensi buang air kecil yang sering, gejala ini
dimulai sejak 2 hari yang lalu. namun tidak disertai
dengan muntah, mual, demam, atau nyeri pinggang.
Saat ditanya, dia mengakui aktif berhubungan seksual
dengan pasangannya dan menggunakan spermicidal
jelly.
• Apa gejala yang dialami mengindikasikan ISK
(Infeksi saluran kemih) ?
• Apakah dia memiliki faktor risiko infeksi saluran
kemih?
• Apa informasi tambahan yang anda perlu ketahui
sebelum membuat rencana perawatan untuk pasien
ini?
Epidemiologi dan Etiologi
Sebagaimana
telah
diketahui,
bahwa
prevalensi dari infeksi saluran kemih bervariasi
berdasarkan usia dan jenis kelamin. Infeksi saluran
kemih , terjadi pada berbagai usia, bahkan pada usia
yang sangat muda. Pada bayi prematur, mempunyai
risiko yang tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir
normal, dan neonatal (janin) laki-laki memiliki
kesempatan 5 - 8 kali atau lebih untuk memiliki infeksi
saluran kemih, dibandingkan dengan neonatal (janin)
perempuan. Pada anak-anak usia 1 - 5 tahun, signifikan
bakteriuria terjadi lebih banyak pada perempuan (4,5
%) dibanding laki-laki (0,5 %), pada usia dewasa bisa
juga terjadi, bakteriuria meningkat pada usia muda,
pada wanita yang tidak hamil (rentangnya 1% - 3%),
meskipun demikian pada pria juga terjadi, namun
sangat rendah (hanya mencapai 0,1 %). Gejala infeksi
saluran kemih cenderung terjadi pada wanita
sebanyak 30 %, di antara usia 20 - 40 tahun, yang
digambarkan dengan prevalensi bahwa wanita 30 kali
lebih berisiko dibanding laki-laki pada usia yang sama.
Pada setiap tahunnya, dengan jumlah yang sama,
wanita dewasa mengalami bakteriuria, ada yang
sembuh dari bakteriuria tersebut namun ada juga
yang berkembang ke infeksi saluran kemih. Hal ini
diyakini dengan peningkatan sebanyak 40 % sampai 50
% pada populasi wanita yang mengalami gejala infeksi
saluran kemih di beberapa saat selama hidupnya.
Etiologi dari infeksi saluran kemih berubah
beberapa dekade terakhir. Frekuensi dari organisme
penyebab telah berubah bergantung pada klasifikasi
infeksi saluran kemih, dimana ada dua klasifikasi
infeksi saluran kemih, ISK disertai komplikasi dan ISK
tanpa komplikasi. Belum ada definisi yang pasti
mengenai penyebab terjadinya ISK disertai komplikasi,
tetapi pada umumnya, ISK yang disertai komplikasi
berhubungan dengan struktur dan fungsi yang
abnormal dari saluran kemih. Pasien dengan ISK
disertai komplikasi diberikan perawatan dengan
jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
pasien yang mengalami ISK tanpa komplikasi. Pasien
dengan ISK disertai komplikasi cenderung lebih sering
mengalami infeksi. Hal ini penting untuk menjadi
catatan bahwa ISK bagian atas semestinya tidak
menyebabkan ISK disertai komplikasi, begitu juga
pada ISK bagian bawah tidak dapat dipastikan
menyebabkan ISK tanpa komplikasi.
Lebih dari 95% ISK tanpa komplikasi
disebabkan oleh satu organisme/organisme tunggal.
Pada 85% kasus, organisme ini adalah Escherichia coli.
Variasi dari organisme dapat menjadi penyebab ISK
tanpa komplikasi, tetapi digambarkan bahwa
minoritasnya adalah organisme patogen. Organisme
lain termasuk gram-positif seperti Staphylococcus,
saprophyticus dan Enterococcus spp., dan gram-negatif
seperti
Pesudomonas
aeruginosa,
Klebsiella
pneumonia, Proteus spp., dan Enterobacter spp.,
Kesempatan untuk mengisolasi organisme ini lebih
tinggi pada pasien yang mengalami ISK berulang,
khususnya untuk pasien yang mengalami ISK disertai
komplikasi. Hal ini umumnya terjadi pada pasien
rumah sakit yang penyebabnya bakteri lain selain
E.coli.
1). Jalur ascending (naik) ini
mungkin dapat
membantu menjelaskan mengapa infeksi saluran
kemih lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
Wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada
pria, dan kolonisasi pada uretra perempuan mungkin
dikarenakan kedekatannya dengan area perirektal.
Diketahui juga, penggunaan agen spermisidal
meningkatkan kolonisasi di vagina dengan
uropatogen. Sebagai tambahan, pijatan pada uretra
wanita serta hubungan seksual dapat menyebabkan
bakteri masuk ke dalam kandung kemih. Ketika sudah
berada di kandung kemih, bakteri tidak dapat
dihentikan dalam menyebabkan sistitis. Bakteri ini
dapat terus naik ke saluran kemih bagian atas melalui
ureter dan menyebabkan infeksi yang lebih berat,
seperti pielonefritis.
Tabel 76-1. Kriteria Diagnosa Untuk Bakteriuria Secara
Pasti
Jalur Hematogen
≥ 102 CFU coliforms/mL, atau ≥ 105 CFU non-coliforms
/mL pada wanita yang mengalami gejala
bakteriuria
≥ 103 CFU bakteri/mL pada pria yang mengalami gejala
bakteriuria
5
≥ 10 CFU bakteri/mL pada individu yang tidak
mengalami gejala bakteriuria dengan dua
pengujian sampel (urin)
Pertumbuhan bakteri pada pasien yang menggunakan
kateter di daerah suprapubik yang mengalami
gejala
≥ 102 bakteri/mL pada pasien yang menggunakan
Kateter
CFU, colony-forming unit (jumlah koloni perunit)
PATOFISIOLOGI
Rute Infeksi
Ada 3 jalur yang memungkinkan bagi bakteri
untuk masuk kedalam saluran kemih dan
menyebabkan terjadinya infeksi. Ketiga jalur ini yaitu,
jalur ascending (naik), hematogen, dan jalur limfatik.
Jalur Ascending (naik)
Jalur ini terjadi ketika bakteri menduduki uretra dan
kemudian menuju keatas, atau naik, dari uretra ke
kandung kemih dan menyebabkan sistitis (gambar 76-
Jalur hematogen terjadi melalui pembenihan
pada saluran kemih oleh patogen yang dibawa melalui
suplai/aliran darah. Patogen ini menyebabkan infeksi
pada beberapa bagian tubuh utama lainnya. Sebagai
contoh, Bakteri Staphylococcus aureus dapat
menyebabkan pembengkakan pada ginjal melalui jalur
hematogen, dan secara eksperimen, pielonefritis
dapat terjadi melalui penyuntikan secara intravena
terhadap
bakteri
Salmonella,
Mycobacterium
tuberculosis, atau bahkan jamur (spesies Candida)
kepada kelinci. Akan tetapi, pembuatan jalur
hematogen secara eksperimen tidak berhasil pada
semua organisme. Percobaan penanaman jalur
hematogen pada ginjal tidak dapat terjadi meskipun
dengan injeksi intravena dalam jumlah besar inokulum
E. coli atau P. aeruginosa pada tikus percobaan.
Jalur Limfatik
Sistem limfatik, juga dikenal sebagai sistem
peredaran darah sekunder, yang menghubungkan
kandung kemih dengan ginjal dan bisa menjadi jalur
bagi bakteri untuk diangkut dan kemudian
menyebabkan infeksi. meskipun jalur ini sederhana,
jalur ini termasuk sebagai rute infeksi. Kurangnya data
yang menunjukan jalur limfatik sebagai sebuah
mekanisme penting untuk pengembangan infeksi.
berada pada permukaan kandung kemih. Faktorfaktor lain yang terlibat dalam mekanisme pertahanan
tubuh, termasuk imunoglobulin, khususnya IgA, dan
lactobacilli, dan bakteri yang termasuk bagian dari
flora normal vagina.
Faktor Risiko
Mekanisme Pertahanan Tubuh
Urin, meskipun bukan sebagai antimikrobial
alami, urin memiliki karakter yang kurang ideal bagi
pertumbuhan bakteri. beberapa karakter ini termasuk
pH yang rendah, konsentrasi urea yang signifikan, dan
tekanan osmotik yang tinggi, juga khususnya pada
laki-laki diketahui bahwa sekresi cairan prostat dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Bila memasuki
kandung kemih, bakteri merangsang keinginan untuk
buang air kecil. Hal ini merupakan mekanisme
pertahanan tubuh dari host yang ditargetkan untuk
mencegah infeksi kandung kemih.
Ada beberapa faktor pertahanan lain yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang
diketahui sebagai faktor virulensi bakteri. secara
umum faktor virulensi ini adalah mekanisme yang
digunakan oleh bakteri untuk menyebabkan infeksi
dan atau memastikan kelangsungan hidupnya.
Yang pertama adalah glikosaminoglikan,
merupakan senyawa yang diproduksi oleh tubuh yang
dapat melewati sel epitelial dari kandung kemih
dengan mudah. Senyawa ini pada dasarnya
memisahkan kandung kemih dari urin dengan
membentuk lapisan pelindung terhadap adhesi
bakteri. Senyawa kedua dikenal sebagai protein
Tamm-Horsfall yang disekresikan ke dalam urin, dan
mencegah E.coli untuk mengikat reseptor yang
Beberapa faktor risiko yang diketahui
terjadi pada pria dan wanita. Faktor risiko umum
untuk ISK pada perempuan yaitu hubungan seksual,
kurangnya pengeluaran urin setelah berhubungan,
penggunaan diafragma, penggunaan spermisidal jelly,
diabetes, dan kehamilan. Pada pria mengalami risiko
yang berbeda, dan terutama berpusat pada
kurangnya populasi pria yang disunat, dan pada usia
yang lebih tua termasuk hyperplasia prostat. Faktor
risiko umum untuk pria dan wanita termasuk juga
penggunaan alat urologi, transplantasi ginjal, kandung
kemih neurogenik, dan obstruksi saluran kemih.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Presentasi Klinis Infeksi Saluran Kemih
Umum
 Sekarang ini Kebanyakan wanita mengidap
hematuria namun hal ini tidak hanya menandakan
terjadinya ISK
 Seringkali pada lansia tidak menunjukan adanya
tanda dan gejala umum dari ISK, tetapi menunjukan
adanya perubahan pada status mental
 Lebih dari 95% kasus ISK disebabkan oleh
mikroorganisme tunggal
 Pasien ISK mengalami urosepsis
Tanda dan Gejala ISK Bagian Bawah
Disuria, suprapubic heaviness, gross hematuria,
urinasi sering, dan nokturia
Tanda dan Gejala ISK Bagian Atas
Nyeri panggul, demam, mual, muntah, malaisea
Test Laboratorium
Hasil urinalisis harus menunjukan:
 piuria (adanya nanah dalam urin) dengan adanya sel
darah putih yang lebih dari 10 mm³ urin
 adanya bakteri dalam urin
 ditemukan kandungan nitrit
 ditemukan leukosit esterase
PENGOBATAN
Test diagnosa lain
 kultur bakteri secara kuantitatif, dengan hasil 10⁵
organisme/mL
 ISK bagian atas : adanya costovertebral tenderness
Hasil Yang Dinginkan
Studi Kasus Pasien, Bagian 2
Sejarah pengobatan,
pemeriksaan fisik, dan tes diagnosa
PMH :
Tidak ada
FH
Seorang ayah yang mengidap hipertensi yang
terkontrol dan penyakit obstructive pulmonary kronik.
Seorang ibu yang mengidap hipertensi yang
terkontrol
SH
Bekerja sebagai farmasis di apotek pribadi
Alergi : golongan sulfa ( pasien mengatakan ia
mengalami ruam di beberapa area seperti “ benjolan
kemerahan “ dan “ kemerahan “
Obat
Tidak ada ( terkadang mengonsumsi ibuprofen untuk
sakit kepala )
ROS
Disuria, urinasi sering ; (-) demam, mual, muntah, sakit
pinggul
PE
VS : tekanan darah 128/68 mm Hg denyut nadi 67
kali/menit, pernapasan 16/ menit, afebrile
CV :RRR, S1 normal, S2 normal, normal finding
ABD : lembut, tidak lunak, tidak buncit ; suara usus
besar (+), tidak mengalami hepatosplenomegali,
heme (-) stool
Lab
Dalam batas normal
 Identifikasi tujuan pengobatan untuk pasien
 Alternatif farmakologi apa yang memungkinkan
untuk pasien ?
dari 7 hari dan sering kali menjadi 3 hari atau
bahkan 1 hari.
Walaupun waktu pengobatan selama 1 hari
merupakan hal yang menguntungkan karena dapat
Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk
memusnahkan organisme penyebab ISK; untuk
mencegah atau mengobati akibat dari infeksi; dan
untuk mencegah, jika memungkinkan terjadi infeksi
berulang. Terapi ini langsung pada pemusnahan
mikrobiologi penyebab, dengan menggunakan
antibiotik.
Terapi Farmakologi
Terapi antimikrobial merupakan dasar
dari
pengobatan infeksi saluran kemih (ISK). Terapi ini
secara ideal harusnya ditoleransi dengan baik,
penggunaan
antimikroba
spektrum
sempit,
meningkatkan kepatuhan pasien (digunakan sejarang
mungkin), memiliki konsentrasi yang cukup pada
daerah yang terinfeksi, dan mempunyai bioavaibilitas
oral yang baik. Tabel 76-2 menunjukan antibiotik yang
sering digunakan untuk pengobatan ISK dengan
uraian penggunaannya, dan Tabel 76-3 menunjukan
frekuensi, durasi, dan dosis dari antibiotik tersebut.
Sistitis Tanpa Komplikasi
Sistitis tanpa komplikasi merupakan infeksi
saluran kemih (ISK) yang sering terjadi. Sistitis tanpa
komplikasi sering ditangani dengan rawat jalan, dan
terjadi pada wanita dalam masa produktif. E. Coli
merupakan organisme penyebab yang paling utama
(85%) dalam kondisi ini, tetapi dalam sedikit kasus
dapat dikarenakan oleh S. saprophyticus, K.
pneumoniae, P. mirabilis, Enterococcus spp., dan
sisanya disebabkan oleh bakteri lain. Diantaranya,
pengobatan pada pasien rawat jalan melakukan
urinanalisis secara teratur dan terapi empiris tanpa
adanya pemeriksaan urin. Kemudian pasien
memantau perkembangan dari tanda dan gejala yang
dialami. Salah satu keuntungan yang terpenting dari
pengobatan ini adalah durasi pengobatan bisa kurang
meminimalkan efek yang merugikan dan interaksi
obat, dan meningkatkan kepatuhan pasien, tetapi
dokter harus mengetahui bahwa 3 hari pemakaian
flouroquinolon dan trimetoprim-sulfamethoxazole
lebih kuat efeknya dibandingkan dosis tunggal untuk
meningkatkan taraf penyembuhan terhadap ISK tanpa
komplikasi. Pada kondisi ISK tanpa komplikasi akut,
pengobatan selama 1 hari dapat dilakukan. Yang mana
antibiotika dipilih berdasarkan tingkat resistensi yang
terjadi dalam wilayah geografi, sebagian dari E. Coli
resisten
terhadap
trimetoprim-sulfametoxazol.
Meskipun tidak ada pernyataan yang menyatakan
berapa persen dari isolat E. coli yang resisten
terhadap
trimetoprim-sulfametoxazol
tetapi
penggunaannya harus dihindari, seorang ahli akhirakhir ini mengusulkan bahwa dosis kombinasi
permulaan antara 19% dan 21% .
Pielonefritis Akut
Berbeda dengan pasien ISK bagian bawah,
pasien dengan pielonefritis akan mengalami demam
tinggi [lebih dari 38,3˚C (100,9˚F)] dan nyeri panggul
yang sangat parah. Pasien dengan pielonefritis dapat
diobati dengan rawat jalan; namun, pasien yang
terinfeksi cukup parah akan muntah, penurunan
asupan makanan, dan dehidrasi sehingga harus
menjalani perawatan rawat inap. Pada awalnya pasien
ini akan menerima antibiotik intravena sebelum
beralih ke terapi oral.
Pasien dengan pielonefritis biasanya diberikan
14 hari terapi; namun, ada data yang menunjukan
keberhasilan
terhadap
pengobatan
penyakit
pielonefritis akut tanpa komplikasi yaitu selama 7
sampai 10 hari. Perlu dilakukan pemantauan lebih
lanjut pada terapi dengan jangka waktu yang lebih
pendek ini. Pewarnaan gram dan pembiakan penting
dilakukan untuk memastikan antimikroba yang dipilih
sesuai. Seperti disebutkan di atas, ada perbedaan
dalam penanganan pasien yang menderita
pielonefritis akut. Perempuan dengan kasus
pielonefritis ringan (ditandai demam ringan dengan
jumlah sel darah putih perifer sedikit meningkat atau
tetap normal, tanpa disertai mual atau muntah) dapat
diperlakukan sebagai pasien rawat jalan. Wanita yang
menunjukan tanda-tanda dan gejala yang lebih parah
perlu mendapatkan perawatan yang lebih intensif
agar mendapatkan pengobatan yang tepat. Termasuk
pemilihan antibiotik pada pasien ini. Pasien rawat jalan
dapat diobati dengan trimethoprim-sulfametoxazole,
fluoroquinolones,
atau
bahkan
B-laktam
/
penghambat B-laktamase, seperti amoxicillin –
clavulanat. Pada pasien rawat inap, terapi antibiotik
pada dasarnya lebih luas, terutama pada pasien yang
diduga menderita bakteremia atau urosepsis. Pasien
ini biasanya akan menerima terapi intravena seperti
fluorokuinolon
atau
betalaktam
ditambah
aminoglikosida.
TABLE 76-2 Agen Antimikrobal Yang Umumnya Digunakan Untuk Pengobatan Infeksi Saluran Kemih
Agen
Terapi Oral
Sulfonamida
Trimethoprimsulfamethoxazole
(TMP-SMX)
Penicillin
Ampicillin, amoxicillin,
amoxiciliin-asam
klavulanat
Cephalosporins
Uraian
Sulfonamida telah digantikan oleh TMP-SMX.
Kombinasi ini sangat efektif terhadap sebagian besar bakteri enterik
aerobik kecuali P.aeruginosa.
Jaringan pada saluran kemih atas dan saluran urin dapat terjangkau, yang
mungkin penting dalam pengobatan infeksi dengan komplikasi. Juga
efektif sebagai profilaksis untuk infeksi berulang. Dapat ditoleransi
dengan baik, harga murah. Hindari pasien dengan alergi sulfa.
Ampicillin adalah Penicillin standar yang memiliki aktivitas spekterum luas,
dan obat ini adalah obat pilihan untuk enterococci yang sensitif terhadap
penicillin. Amoxicillin juga sering digunakan pada pengobatan.
Amoxycillin meningkatkan resistensi E. Coli sehingga penggunaannya
pada cystitis akut dibatasi. Amoxicillin-asam klavulanat lebih disukai
secara empiris untuk mengurangi resistensi.
Cephalexin, cephadrin,
cefaclor, cefadroxil,
cefuroxime, cefixime,
cefzil, cefpodoxime
Tidak ada keuntungan utama dibanding antibiotik lain pada pengobatan
ISK, Antibiotik ini lebih mahal. Cephalosporins digunakan pada kasus
resistensi terhadap amoxicillin dan trimethoprim-sulfamethoxazole.
Antibiotik ini tidak aktif membunuh enterococci.
Tetracyclines
Tetracycline, doxycycline, Antibiotik ini efektif pada tahap awal ISK; meskipun, resistensi berkembang
minocycline
dengan cepat, dan penggunaannya terbatas. Hindari penggunaan pada
kehamilan.
Fluoroquinolones
Ciprofloxacin, norfloxacin, Quinilone generasi baru ini memiliki spektrum aktivitas yang lebih baik,
levofloxacin
Antibiotik ini efektif terhadap pyelonephritis. Hindari penggunaan pada
kehamilan dan anak-anak. Moxifloxacin tidak termasuk daftar obat pada
pengobatan ISK karena kurangnya indikasi dan efikasi data.
Nitroflurantoin
Nitroflurantoin efektif terhadap pengobatan dan pencegahan pada pasien
dengan ISK berulang. Dikontraindikasikan pada pasien dengan kadar
pengeluaran kreatinin rendah karena berpotensi terhadap neuropathy.
Azithromycin
Umumnya digunakan untuk penyakit menular seksual (misalnya, infeksi
klamidia) dibandingkan ISK
Methenaminehippurate,
Methenaminemandalate
Antibiotik ini digunakan untuk terapi profilaksis atau menekan tahap antar
infeksi
Fosfomycin
Terapi dosis tunggal untuk infeksi tanpa komplikasi
Terapi Parenteral
Aminoglycoside
Gentamicin, tobramycin, Gentamicin dan tobramycin sama sama efektif. Tobramycin memiliki KHM
amikacin, netilmicin
yang sedikit lebih baik terhadap Pseudomonas. Amikacin umumnya
digunakan untuk bakteri multi-drug resisten. Khusus digunakan untuk
terapi jangka pendek yang selanjutnya dialihkan ke antibiotik oral.
Penicillins
Ampicillin, ampicillinsulbactam, ticarcillinclavulanate, piperacillin,
piperacillin-tazobactam
Cephalosporins
Generasi pertama, kedua,
ketiga dan keempat.
Carbapenems
Imipenem-cilastatin,
meropenem,ertapenem
Agen ini umumnya efektif untuk bakteri yang rentan. Peningkatan
spectrum penicillins lebih aktif melawan P. Aeruginosa dan enterococci
dan lebih disukai dibanding cephalosporins. Penicillin sangat berguna
untuk pasien dengan kerusakan ginjal atau saat penggunaan
aminoglikosid dihindari
Generasi kedua dan ketiga cephalosporins memiliki aktivitas spectrum luas
terhadap bakteri gram negatif, tetapi tidak aktif melawan enterococci.
Hanya ceftazidime dan cefepime yang memiliki aktivitas melawan P.
aeruginosa. Antibiotik ini berguna pada infeksi nosocomial dan urosepsis
pada bakteri patogen yang rentan
Antibiotik ini memiliki aktivitas spektrum luas, termasuk gram-positif,
gram-negatif, dan bakteri anaerob. Imipenem dan meropenem aktif
melawan P. Aeruginosa dan enterococci, tetapi ertapenem tidak.
Semuanya berhubungan dengan superinfeksi Candida. Jarang digunakan
untuk ISK.
Fluoroquinolones
Ciprofloxacin,
levofloxacin
Monobactam
Aztreonam
Antibiotik ini memiliki aktivitas spektrum luas terhadap bakteri gram positif
dan gram negatif. Antibiotik ini menyebabkan konsentrasi urin tinggi
dan aktif disekresikan sehingga menurunkan fungsi ginjal. Dialihkan ke
terapi oral apabila memungkinkan untuk mendapat bioavailibilitas yang
baik.
Hanya aktif melawan bakteti gram negatif, termasuk P. Aeruginosa.
Umumnya berguna untuk infeksi nosocomial ketika aminoglikosida
dihindari dan pada pasien yang rentan terhadap penicillin.
TABEL 76-3. Overview terapi antimikroba pada pasien rawat jalan untuk ISK bagian bawah dan pielonefritis akut
Indikasi
Infeksi Bagian
Bawah
Tanpa
Komplikasi
Antibiotik
Trimethorprim –
sulfamethoxazole
Ciprofloxacin
Norfloxacin
Levofloxacin
Amoxicillin
Amoxicillin-clavulanate
Trimethoprim
Nitrofurantoin macrocrystale
Nitrofurantoin monohydrate
Fosfomycin
Disertai
komplikasi
Infeksi berulang
Trimethoprimsulfamethoxazole
Trimethoprim
Norfloxacin
Ciprofloxacin
Gatifloxacin
Lomefloxacin
Levofloxacin
Amoxicillin-clavulanate
Nitrofurantoin macrocrystals
Trimethoprim
Trimethoprim-
Dosis
Frekuensi
Durasi
2 DSa tablet atau 1
DSa tablet
250 mg
400 mg
250 mg
6 x 500 mg
500 mg
500 mg
100 mg
50 atau 100 mg
100 mg
3g
Dosis tunggal
Dua kali sehari
Dua kali sehari
Dua kali sehari
Sekali sehari
Dosis tunggal
Dua kali sehari
Setiap 8 jam
Dua kali sehari
Setiap 6 jam
Setiap 12 jam
Dosis tunggal
1 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
1 hari
3 hari
3 hari
3 hari
7 hari
7 hari
1 hari
1 DS tablet
Dua kali sehari
7-10 hari
100 mg
400 mg
250 – 500 mg
400 mg
400 mg
250 mg
500 mg
50 atau 100 mg
Dua kali sehari
Sekali sehari
Sekali sehari
Sekali sehari
Setiap 8 jam
Setiap 6 jam
7-10 hari
7-10 hari
7-10 hari
7-10 hari
7-10 hari
10 hari
7-10 hari
6 bulan
100 mg
½ SSb tablet
Sekali sehari
Sekali sehari
6 bulan
6 bulan
sulfamethoxazole
Pielonefritis akut
Trimethoprimsulfamethoxazole
Ciprofloxacin
Gatifloxacin
Norfloxacin
Levofloxacin
Lomefloxacin
Enoxacin
Amoxicillin-clavulanate
1 DSa tablet
Sekali sehari
6 bulan
500 mg
400 mg
400 mg
250 mg
400 mg
400 mg
500 mg
Dua kali sehari
Dua kali sehari
Sekali sehari
Dua kali sehari
Sekali sehari
Sekali sehari
Dua kali sehari
Setiap 8 jam
7 hari
14 hari
14 hari
14 hari
14 hari
14 hari
14 hari
a
DS = kekuatan ganda (160 mg trimethoprim/800 mg sulfamethoxazole)
DS = kekuatan tunggal (80 mg trimethoprim/400 mg sulfamethoxazole)
Dosis terdaftar untuk pielonefritis akut adalah untuk rejimen oral
b
Studi Kasus Pasien, Bagian 3
Membuat Rencana Perawatan
Berdasarkan informasi yang disajikan, membuat
rencana perawatan untuk pasien ISK,
harus
mencakup : (1) Pernyataan mengenai drug related
need dan atau drug related problem, (2) tujuan terapi,
(3) rencana terapi pada pasien spesifik secara
terperinci termasuk resiko faktor modifikasi, dan (4)
rencana menindaklanjuti untuk menentukan apakah
tujuan telah tercapai dan efek samping dapat
dihindari.
Populasi Khusus
Wanita Hamil
Perubahan saluran kemih pada wanita hamil,
cenderung meningkatkan terjadinya bakteriuria, dan
selanjutnya dapat diikuti dengan infeksi saluran
kemih. Perubahan ini tidak terbatas terhadap asam
amino dan konsentrasi nutrisi yang lain dalam urine,
tapi memperluas ke perubahan fisiologis seperti
pengurangan bladder tone dan dilatasi pada pelvis
renal dan ureter.Diketahui terdapat hubungan antara
ISK selama kehamilan dengan kematian janin,
gangguan mental dan perkembangan yang
terhambat. Berdasarkan hal tersebut, dan karena
diketahui 7% wanita hamil mengalami bakteriuria
asimtomatik
yang
berkembang
menjadi
pielonephritis. Maka diperlukanpemeriksaan. Pada
pasien bakteriuria yang signifikan, baik dengan gejala
atau tanpa gejala, perawatan dianjurkan untuk
menghindari komplikasi dari yang dibahas di atas.
Pada kebanyakan pasien, diberikan sulfonamid (tidak
pada trimester ke-tiga, terkait hyperbilirubinemia),
amoxcicillin, amoxcicillin clavulanate, sefaleksin atau
nitrofurantoin merupakan pengobatan pilihan yang
efektif. Tetrasiklin dan floroquin seharusnya dihindari
karena risiko teratogenik dan kemampuan
mengahambat pembentukan kartilago dan tulang.
Biasanya dilakukan pengecekan urine 1 sampai 2
minggu secara konsisten setelah terapi selesai,
setelah itu, setiap bulan sampai kelahiran.
Tabel 76-4 Pemantaun dan Parameter-parameter Untuk Antibiotik Yang Digunakan Pada Pengobatan ISK
Golongan Obat
Hal yang dipantau Frekuensi
Point Akhir
Aminoglikosida
SCr
Setiap 24 jam
Pencegahan terhadap manifestasi
Nefrotoksisitas yang ditandai dengan
peningkatan SCr.
Konsentrasi Serum Sekurang-kurang
nya Konsentrasi serum kurang dari 2mg/L
Aminoglikosida
sekali dalam seminggu, (kurang dari 3.42 mmol/L) untuk
lebih sering jika terjadi mencegah nefrotoksisitas (kurang
Nitrofurantoin
SCr
tanda-tanda perubahan
fungsi ginjal.
Hanya diberikan jika
fungsi ginjal berubah
atau tidak stabil.
dari 8mg/L atau 13,68 mmol/L untuk
amikasin*)
Metabolit
nitrofurantoin
dapat
terakumulasi pada insufisiensi ginjal
dan mengarah ke neuropati., hindari
CrCl kurang dari 40 ml/menit.
*Konsentrasi Streptomisin berbeda dari yang terdaftar disini, karena streptomisin tidak digunakan untuk
pengobatan ISK, pemantauan streptomisin tidak tercantum.
CrCl, Creatininine Clearance ., SCr, Serum Creatinine.
Pasien Yang Menggunakan Kateter
Kateter sering digunakan dalam berbagai
perawatan kesehatan, termasuk ISK. Bakteri dapat
masuk ke dalam kandung kemih melalui kateter
dengan berbagai cara. Hal ini meningkatkan infeksi
langsung selama katerisasi (melalui kolonisasi dan
kemudian bakteri bergerak sepanjang melalui
motilitas bakteri atau aksi kapilarisasi). ISK karena
pengunaan kateter umum terjadi dengan persentase
5% per hari.
Pendekatan dalam penanganan pasien dengan
bakteriuria dan pasien yang menggunakan kateter,
dilakukan dengan dua jalan Pertama, pada pasien
tanpa gejala yang menggunakan kateter, penggunaan
antibiotik ditahan dan kateter dilepaskan, jika
memungkinkan. Kedua, pada pasien asimtomatik
yang berkembang menjadi simtomatik, antibiotik
harus mulai diberikan dengan pelepasan kateter jika
memungkikan. Pada kedua kondisi tersebut, jika
pelepasan kateter tidak memungkinkan, pasien harus
menggunakan kateter kembali dengan kateter yang
baru, jika kateter yang lama telah lebih dari dua
minggu digunakan.
ISK Pada Pria
Perawatan Pasien dan Pemantauan
1. Menilai gejala pasien untuk menentukan respon
terhadap rejimen antimikroba yang telah Anda
pilih.
2. Meninjau data mikrobiologis:
 Berdasarkan biakan dan pewarnaan gram (jika
ada), apakah pilihan empiris anda masuk akal?
 Berdasarkan biakan dan data kerentanan (jika ada)
Meskipun ISK pada pria tidak selalu diedefinisikan
dengan kompleks, karena infrekuensi relatif ISK pada
pria jika dibandingkan dengan wanita, kelainan
(struktural atau fungsional) harus dicurigai dan oleh
karena itu ditangani seperti infeksi yang disertai
komplikasi sampai benar-benar dapat dibuktikan.
Untuk alasan ini, pria tidak boleh diobati dengan dosis
tunggal atau perawatan singkat jika didiagnosis ISK
Biasanya pasien ini akan menerima 2 minggu terapi,
dan dalam situasi kegagalan dapat diobati hingga 6
minggu, khususnya jika dicurigai terkena infeksi
prostat. Pembesaran prostat, seperti yang disebutkan
sebelumnya, merupakan faktor risiko pada pria dan
prevalensi benign prostatic hyperplasia pada populasi
lanjut usia dapat mempengaruhi populasi ISK
HASIL EVALUASI
Parameter hasil dan tujuan terkait
 Pemantauan pasien untuk perbaikan gejala (table
76-4) Tujuan : perbaikan selama 48 sampai 72 jam.
 Jika memungkinkan, dilakukan pemantauan
kepekaan organisme
 Pengembang biakan kembali hanya diperlukan jika
gejala tidak berkurang atau kekambuhan terjadi.
apakah ada perubahan yang perlu dilakukan dari
awal pemilihan antimikroba (contohnya resisten
terhadap rejimen awal yang dipilih)?
3. Menentukan apakah pasien akan mendapat
manfaat dari terapi profilaksis (ISK berulang
sekunder, misalnya, kateterisasi urin kronis akibat
paraplegia).
4. Mengevaluasi pasien terhadap adanya reaksi obat
yang merugikan, alergi obat, dan interaksi obat
yang potensial.
5. Menekankan pentingnya kepatuhan terhadap
penggunaan antimikroba yang telah ditentukan
dan untuk memantau kesehatan pasien jika tanda
dan gejala kambuh
SINGKATAN-SINGKATAN
CFU
CrCl
SCr
ISK
: colony-forming units
: creatinine clearance
: serum creatinine
: Infeksi saluran kemih
Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di
www.ChisholmPharmacotherapy.com
Masuk ke situs web:
www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk
memperoleh informasi dalam melanjutkan
pembelajaran bab ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
Christensen B.Which antibiotics are appropriate for
treating bacteriuria in pregnancy. J Antimicrob
Chemother 2000;46(Suppl S1):29–34.
Finn SD. Acute uncomplicated urinary tract infections.
Med Clin North Am 1997;81:719–729.
Foxman B. Epidemiology of urinary tract infections:
Incidence, morbidity, and economic costs. Am J
Med 2002;113(Suppl 1A):5S–13S.
Gupta K, Sahm DF,Mayfield D, et al.Antimicrobial
resistance among uropathogens that cause
community-acquired urinary tract infections in
women: a nationwide analysis. Clin Infect Dis
2001;33:89–94.
Johnson JR, Stamm WE. Urinary tract infection in
women: diagnosis and treatment. Ann Intern
Med 1989;11:906–917.
Perfetto EM, Gondek EK. Escherichia coli resistance in
uncomplicated urinary tract infection: a model
for determining when to change first-line
empirical antibiotic choice. Manag Care Interface
2002;6:35–42.
11 INFEKSI MENULAR SEKSUAL
Marlon Honeywell and Michael Thompson
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1. Menganalisis pertimbangan perilaku dan menilai pentingnya kontrasepsi berkaitan dengan
faktor yang berkontribusi.
2. Menerapkan metode “pengobatan pasangan dipercepat” ketika merekomendasikan
pengobatan.
3. Mengidentifikasi populasi pasien yang terpengaruh secara epidemiologis.
4. Mengidentifikasi organisme penyebab penyakit.
5. Menyusun daftar tanda dan gejala yang sesuai untuk setiap keadaan penyakit klinis dan
mengklasifikasikan pasien berdasarkan criteria yag direkomendasikan.
6. Memilih prosedur diagnostik yang tepat.
7. Mengidentifikasi aturan pakai pengobatan dan merekomendasikan terapi jika diperlukan.
8. Merancang rencana perawatan pasien berdasarkan parameter penentuan .
KONSEP UTAMA
❶ Untuk menghasilkan hasil yang positifdalam
halkonselingpasien, intim, ramah danberpengetahuan
peran doktersangatlah penting. Selain itu, pasien,
terutama remaja seharusnya diberi konseling tentang
pentingnya menggunakan kondom dengan benar.
❷ Pada umumnya, ketika mengobati sebuah infeksi
menular seksual (IMS), indeks pasien seharusnya
tersediadenganjumlah obat yang cukup untuk
pasanganyang
akandiobati,
meningkatkan
kemungkinan bahwa infeksi awal pada keduanya akan
sembuh.
❸ Ketika mendiagnosa dan mengobati gonorrhea,
mengasumsikan
co-infeksi
dengan
Chlamydia
trachomatis; rekomendasi pengobatan seharusnya
mengatasi kedua organisme.
❹ Penisilin parenteral adalah obat pilihan untuk
semua tahap syphilis.
❺ 5-nitroimidazol adalah standar pengobatan untuk
trichomoniasis.
❻Karenakekhususanrendahbudayadandiagnosisklinis,
multipleksPCR yang telah digunakanberhasildalam
mendiagnosisHaemophillus ducreyi.
❼ Terapi untuk herpes kelamin umumnya didasarkan
pada kepatuhan pasien, imunitas host (tuan rumah),
kehamilam dan gejala observasi.
❽ Bakteri vaginosis bisa didiagnosa menggunakan
Amsel atau Nugent criteria
❾ Dengan kecurigaan dari penyakit radang panggul
penggunaan
spectrum
luas
seharusnya
segeradigunakan
❿ Berdasarkan spesifitas yang rendah dari budaya
dan diagnosis klinik reaksi PMR telah dibuktikan
sukses dalam mendiagnosa Haemophilus ducreyi.
Meskipun kita telah membuat banyak kemajuan
dalam pengobatan, masalah lama dari penyakit infeksi
masih menghantui kita. Bahkan dengan penemuan
terbaru antibiotik yang diperbaharui, sangat sedikit
infeksi menular seksual (IMS) yang telah benar-benar
dihilangkan. Banyak yangkembalimunculsekundertren
sosialmodernpergaulan,
dan
beberapasebagai
hasilnya adalah wabah HIV, perhatian social ekonomi,
dan kurangnya pendidikan global pencegahan intim.
Mendidik publik yang telah diperlihatkan menurunkan
kemungkinan infeksi pada beberapa individu,
meskipun taktik ini sendiri mungkin tidak cukup.
Secara global, produksi hasil positif, terutama pada
pasien yag lebih muda dan remaja, mungkin juga
membutuhkan
pendekatan,
bersahabat,
dan
pengetahuan seorang dokter. ❶
PERTIMBANGAN PERILAKU
Korelasi antara resiko perilakuseksual dan IMS
didokumentasikan dengan baik. Penggunaan kondom
yang tidak benar sering dikaitkan dengan
meningkatnya resiko Infeksi Menular Seksual (IMS).
Dengan asumsi tersebut pada pasien, khususnya pada
pasien remaja yang mengerti bagaimana cara untuk
menggunakan kondom dapat merugikan dan
merupakan salah satu penyebab non farmakologik.
Selain itu meningkatnya angka remaja yang
melakukan praktek seksual tidak aman adalah
penyebab
meningkatnya
jumlah
pria
yang
berhubungan seks dengan pria (MSM). Hasil studi
menunjukkan bahwa banyak pelaku homoseksual
yang tidak tebuka terhadap status HIV mereka. Teori
“tidak bertanya, tidak bercerita” ini telah dikaitkan
dengan meningkatnya diagnose terbaru infeksi HIV
dan IMS diantara orang-orang yang tidak terinfeksi
sebelumnya.
PENDEKATAN UMUM
Secara optimal, kedua pasangan seks seharusnya
diobati secara bersama-sama untuk IMS; namun, ini
sulit diselesaikan. Klinik dan departemen kesehatan
sering proaktif mencoba pengobatan ganda dengan
menyediakan resep untuk pasangan yang termasuk
indeks pasien, sebuah praktek umumnya dikenal
mempercepat pengobatan pasangan.❷
GONORRHEA
Gonorrhea adalah IMS yang disebabkan oleh
diplokokkus gram negative Neisseria gonorrhea yang
dapat disembuhkan. Manajemen terapi yang tepat
dengan antimikroba agent sangat penting untuk
memberantas
infeksi
ini
dan
mencegah
pengembangan dari gejala.
Epidemiologi
Di amerika serikat, tingkat tertinggi dari infeksi
gonococcal telihat pada kedua jenis kelamin dengan
kelompok umur 15-24 tahun, kasus pada pria yang
lebih banyak dilaporkan. Diperkirakan bahwa sekitar
600.000 kasus baru terjadi setiap tahun di amerika
serikat. Bermacam-macam faktor dikaitkan dengan
meningkatnya resiko untuk infeksi ini, termasuk
kebudayaan, status social ekonomi yang rendah, dan
penggunaan obat terlarang. Resiko infeksi serviks
setelah periode tunggal dari vaginal intercourse
sekitar 50% dan meningkat dengan beberapa paparan.
Tingkat dari infeksi kembali secara signifikan lebih
tinggi diantara minoritas.
Patofisiologi
Keterikatan epitel mukosa, dimediasi sebagian oleh
pili dan opa, diikuti dengan penetrasi N gonorrhoeae
melalui sel epithelium ke jaringan sub mukosa dengan
waktu 24-48 jam. Respon yang kuat dari neutrofil
diawali
dengan
peluruhan
dari
epithelium,
pengembangan abses submukosa, dan eksudasi
nanah. Cairan noda biasanya menunjukkan sejumlah
besargonokokusdalam beberapaneutrofil, sedangkan
sebagian besar sel tidak mengandung organisme.
Studi Kasus Pasien, Bagian I
LK adalah seorang pria warga Afrika-Amerika berusia
24 tahun yang mengunjungi sebuah klinik
mengeluhberlimpahcairan uretraselama beberapahari
terakhir.Ia juga mengeluh merasa gatal di daerah
dubur sejak bebarapa hari kemarin. Pasien mengaku
telah berhubungan seksual, tanpa pengaman, 10 hari
sebelumnya dengan seorang perempuan yang ia
temui di sebuah pesta.
 Informasi apa yang mensugestikan gonorrhea ?
 Apa faktor resiko potensial untuk IMS yang telah
ada ?
 Informasi apa yang dibutuhkan sebelumnya untuk
mengembangkan rencana pengobatan
Studi Kasus Pasien, Bagian II
Diagnosis
Beberapa laboratorium tersedia untuk mendiagnosis
gonorrhea,
termasuk
apusan
gram-bernoda,
pembiakkan, dan nibridisasi DNA.
Studi Kasus Pasien, Bagian II
PMH
Saat ini tidak menerima obat
Diagnose dan pengobatan untuk syphilis 3 tahun
sebelumnya
Alergi terhadap penicillin (reaksi anafilaksis 5 tahun
sebelumnya)
FH
Tidak berkontribusi
SH
Merokok 2 bungkus per hari, minum alcohol (bir)
setiap hari
Mengakui sering berhubungan seks tanpa pelindung
ROS
Sakit punggung bagian bawah yang parah, (+) untuk
nyeri di testikel, (+) pelepasan uretral, (+) rasa gatal
dan pelepasan di urethral
Seks tanpa pelindung merupakan faktor resiko utama
untuk tertular IMS dan gejala pasien ini diantaranya
adalah konsisten dengan gonorrhea, dengan
pelepasan uretra bernanah yang merupakan
sugestifdari infeksi ini. Selain itu, periode inkubasi juga
adalah bukti bahwa infeksi ini bisa menjadi
gonnococcal. Infeksi dengan C. Trachomatis biasanya
dihubungkan dengan pengeluaran cairan yang
berlimpahdan pasien ini tidak memiliki karakteristik
ulserasi yang biasa terlihat dengan IMS lain seperti
syphilis dan infeksi herpes.
Gatal dubur dengan pengeluaran cairan dari anus
pada pasien laki-laki adalah sangat sugestif dari
aktivitas homoseksual. Wanita heteroseksual mungkin
akan mengalami infeksi rektal yang penyebaran
infeksinya ke daerah renal, tapi jenis infeksi ini tidak
terjadi pada pria. Sebelum merancang sebuah terapi
yang memadai untuk pasien ini, sejarah yang lebih
rinci menyatakan dia telah mengalami raksi anafilaksis
terhadap penicillin pada masa lalu. Penemuan ini
mempunyai arti penting karena kemampuan itu
mungkin terbatas untuk pemanfaatan sephalosporin
sebagai awal obat pilihan dari reaksi silang alergi yang
mungkin terjadi. Jika terapi sefalosporin dihindari,
fluoroquinolone mungkin bisa berguna. Levofloxacin
500 mg secara oral sehari sekali selama 7 hari bisa
ditulis dalam resep obat untuk pengobatan N.
gonorrhoeae dan efektif diberikan untuk C.
trachomatis.
PE
VS : Tekanan darah 140/72 mm Hg, nadi 77 bpm, suhu
37 derajat Celsius (98,6 fahrenheit)
Ujian : WNL kecualieksudatterkenalmengalirdari
pembukaanuretrasetelahbuang air kecil.
Presentasi Klinis Gonorrhea
Labs
Pelepasan urethral N. gonorrhoeae
 Diberikan informasi tambahan ini, apa penilaianmu
terhadap kondisi pasien ?
 Identifikasi tujuan pengobatanmu terhadap pasien.
 Apakah alternative farmakologi yang tersedia untuk
pasien ?
Umum
 Mengeluarkan nanah
Tanda
 Testis nyeri atau bengkak
 Tubal scarring
Gejala
Pria:
 Mungkin tidak bergejala, walaupun uretritis akut
adalah perwujudan yang lebih banyak
 Urethral discharge dan disuria, biasanya tanpa
frekuensi urinari atau urgency
 Ketika
dibandingkan
dengan
uretrithis
nongonococcal, debit pada gonococcal pada
umumnya lebih banyak dan bernanah
 Nyeri selama urinasi
Pengobatan untuk Co-Infeksi Dengan Chlamidia
trachomatis
 Azithromycin 1 g secara oral dengan dosis tunggal
atau
 Doxycycline 100 mg secara oral dua kali sehari
selama 7 hari
Wanita:
 Cervicitis,
urethritis,
meningkatkan
vaginal
discharge, disuria dan intermenstrual bleeding
 Nyeri selama urinasi
 Nyeri perut
Pengobatan Pada Gonnorrhea Dalam Situasi
Khusus
Infeksi yang tidak rumit dari serviks, uretra dan rektum
bisa diobati dengan mengikuti salah satu golongan
pada orang dewasa :
Pengobatan
Hasil yang diinginkan
Adalah pembasmian secara
gonorrhoeae
komplit
dari
N.
Terapi Farmakologi
Pasien yang terinfeksi oleh gonorrhea biasanya juga coinfected dengan Chlamydia trachomatis dan harus
mendapat terapi untuk membasmi kedua organisme
tersebut secara bersamaan.❸
Meskipun fluoroquinolon dan sepalosporin memiliki
spektrum luas, namun cukup efektif dalam
pengobatan gonorrheae, belakangan diusulkan bukti
bahwa resistensi N. gonorrhoeae kembali muncul. Di
negara bagian timur menunjukan 50% gonococcal
menurun kerentanannya terhadap fluorokuinolon.
Oleh karena itu, monitoring terhadap resistensi
fluorokuinolon sekarang ini perlu untuk menjamin
pengobatan dan memastikan waktu maksimum
bahwa kelas ini mungkin digunakan sebagai
pengobatan pilihan.
Pengobatan gonorrhea sangat beragam
tergantung presentasi klinis dan diindikasikan sebagai
berikut:
Golongan Obat yang Direkomendasikan (semua
diberikan dengan satu dosis saja)
 Ceftriaxone 125 mg intramusculary
 Ciprofloxacin 500 mg secara oral
 Cefixime 400 mg secara oral
Rekomendasi Selama Kehamilan
 Ceftriaxone 125 mg intramuskular dengan dosis
tunggal ditambah rekomendasi terapi untuk coinfeksi dengan Chlamidia
 Spectinomisin 2 g intramuskular dengan dosis
tunggal ditambah rekomendasi terapi untuk coinfeksi dengan Chlamidia
 Doxycycline
dan
fluoroquinolone
adalah
kontraindikasi
Rekomendasi
Untuk
Penyebaran
Infeksi
Gonococcal
 Ceftriaxone 1 g intramuskular atau intravena setiap
24 jam untuk 24 sampai 48 jam
Setelah perbaikan dimulai, terapi kemudian beralih ke
salah satu 7-hari golongan oral:
 Cefixime 400 mg melalui oral dua kali sehari
 Ciprofoxacin 500 mg melalui oral dua kali sehari
Infeksi Rumit Dari Serviks, Uretra dan Rektum
pada Anak (kurang dari 45 kg)
 Ceftriaxone 125 mg intramuskular dengann dosis
tunggal
 Spectinomycin 40 mg/kg intramuskular dengan dosis
tunggal
 Ceftriaxone 50 mg/kg intramuskular atau intravena
sehari sekali selama 7 hari pada anak-anak dengan
bakterimia atau arthritis
Gonococcal Conjuktivitis
 Ceftriaxone 1 g intramuskular sekali untuk orang
dewasa
 Ceftriaxone 25 sampai 50 mg/kg secara intravena
atau intramuskular dengan dosis tunggal untuk
opthalmia neonatorum atau bayi lahir ibu dengan
infeksi gonococcal sebagai profilaksis
Perawatan dan Pemantauan Pasien
Pemantauan umumnya tidak diperlukan.
CHLAMYDIA
Epidemiologi
Infeksi C. trachomatis telah meningkat secara dramatis
di tahun terakhir. Saat ini, bakteri tersebut adalah
yang
paling
umum
menyebabkan
uretritis
nongonococcal, terhitung sebanyak 50% kasus. Lebih
dari setengah dari pria yang terinfeksi dengan C.
Trachomatis gejala, sedangkan sekitar 70% untuk 80%
wanita tidak menunjukkan gejala.
Patofisiologi
C. trachomatis memiliki karakteristik yang menyerupai
bakteri dan virus. Membran utama sebanding
dengangram negatif bakteri, meskipun tidak memiliki
dinding sel peptidoglikan dan membutuhkan
komponen seluler dari host untuk replikasi.Risiko
penularan klamidia dianggap kurang dibandingkan
gonore.
Diagnosa
Tes yang digunakan untuk mendiagnosa C.
trachomatis meliputi culture, immunoassay enzim,
pemeriksaan hibridisasi DNA, atau tes antibodi
monoklonal fluorescent langsung. Mengingat fakta
bahwa kebanyakan wanita tidak menunjukkan gejala,
skrining tahunan atau fisik diperlukan, sebagai deteksi
dini dapat mengurangi tingkat penularan.
Komplikasi akibat kurangnya perawatan atau tidak
memadai pengobatan termasuk: epididimitis (pada
laki-laki), dan panggul penyakit radang termasuk
komplikasi yang terkait pada wanita.
Tes Diagnostik lainnya
Culture biasanya positif untuk kedua klamidia dan
gonore.
Pengobatan
Uretra rumit, endoserviks, atau infeksi dubur pada
dewasa:
Direkomendasikan:
 Azitromisin 1 g secara oral untuk satu dosis saja
atau
 Doxycycline 100 mg secara oral dua kali sehari
selama 7 hari
Infeksi urogenital selama kehamilan:
Direkomendasikan:
 Eritromisin dasar 500 mg per oral empat kali sehari
selama 7 hari
atau
 Amoxicillin 500 mg secara oral tiga kali sehari
selama 7 hari
Perawatan dan Pemantauan Pasien
Pemantauan umumnya tidak diperlukan.
SIFILIS
Sifilis, disebabkan oleh spirochete Treponema
pallidum, dapat memiliki manifestasi yang banyak dan
komoleks.gGejala klinis yang dialami merupakan
gejala yang sering dialami, tingkat diagnosisnya
spesifik dan pengobatan yang efektif sangat penting.
Pengobatan sifilis yang tidak tepat bisa berdampak
pada komplikasi kardiovaskular, penyakit neurologis,
atau sifilis kongenital.
Epidemiologi
Presentasi Klinis Klamidia
Umum
 Asimtomatik
Tanda
 Serviks merah Beefy yang mudah berdarah
(perempuan)
Gejala
 Ketika hadir, debit uretra berair dan kurang purulen
dari itu terlihat dengan uretritis gonokokal akut.
Sejak tahun 1940-an, kejadian sifilis menurun drastis
setelah adanya pengenalan penisilin, namun pada
tahun 1980 an ketika HIV muncul kejadian sifilis
mengalami kenaikan. Dari tahun 1990 sampai 2000,
terjadi penurunan lagi sekitar 90 %. Sayangnya
konfirmasi data terakhir terdapat lonjakan baru dalam
kasus yang didiagnosis di kalangan LSL. Pada tahun
2003
laporan
morbiditas
dan
mortalitas
mencerminkan peningkatan 62 % di antara laki-laki dan
perempuan telah diamati di seluruh kelompok ras dan
etnis dan tertinggi di Amerika dan di antara orang kulit
hitam non - Hispanik.
Patofisiologi
T. pallidum cepat menembus membran mukosa atau
luka kecil yang terdapat pada lapisan dermal kulit,
dalam beberapa jam memasuki lympatics dan darah
untuk kemudian menyebabkan penyakit sistemik.
Selama tahap sekunder, pemeriksaan umum
menunjukkan temuan abnormal pada cairan
cerebropinal (CSF). Saat
infeksi berkembang,
parenkim dari sumsum otak dan tulang belakang
memugkinkan adanya kerusakan.
Tahapan
 Sifilis primer : Biasanya terwujud sebagai sebuah
soliter, kemunkinan menyakitkan. Sifilis primer
berkembang di tempat infeksi sekitar 3 minggu
setelah terpapar T. pallidum; kemungkinan ini
sangat menular.
 Sifilis sekunder: tanpa pengobatan yang tepat, sifilis
primer akan meningkat menjadi sifilis sekunder,
biasanya terlihat dari gejala-gejala klinis. Gejala yang
termasuk adalah kelelahan, ruam menyebar,
demam, limfadenopati, dan genital atau perineum
kondiloma latum. Dan yang
paling sering
terpengaruh adalah terhadap kulit dan ruam dapat
hadir sebagai makula, macropapular, atau lesi
pustular, atau melibatkan permukaan kulit termasuk
telapak tangan dan telapak kaki .
Sifilis laten:
1. Laten awal: Melibatkan tahun pertama setelah
infeksi dan dapat diatur pada pasien yang telah
tertular dalam satu tahun terakhir, yang telah
mengalami gejala sifilis primer atau sekunder pada
tahun lalu, atau yang telah melakukan hubungan
seks dengan pasangan yang mempunyai gelasa
sifilis primer, sekunder, atau sifilis laten dalam satu
tahun terakhir.
2. Laten Akhir: Pasien harus dianggap memiliki sifilis
laten jika memenuhi kriteria tersebut (laten awal)
tidak terpenuhi. Dalam kedua tahap, pasien
biasanya asimtomatik dan lesi dicatat dalam tahap
primer dan sekunder biasanya menyelesaikan;
namun, individu masih seropositve untuk T.
pallidum.
3. Sifilis tersier: Seiring berkembangnya waktu
setelah infeksi awal dan mungkin melibatkan organ
dalam tubuh.
Sifilis Bawaan
Sifilis kongenital adalah suatu kondisi di mana janin
terinfeksi T. Pallidum sebagai akibat dari penyebaran
hematogen dari para ibu yang terinfeksi, transmisi
walaupun juga dapat terjadi dari kontak langsung
dengan alat kelamin menular dari ibu. Sejak tahap
utama sifilis ditandai dengan spirochetemia, tingkat
infeksi janin hampir 100 %jika ibu memiliki sifilis primer.
Diagnosis
Prosedur diagnostik termasuk mikroskop lapang
gelap ujian non - treponemal (yaitu, laboratorium
penyakit kelamin dan uji reagin plasma cepat), dan
ujian treponema (yaitu, immunoassay enzim, T.
pallidum uji hemaglutinasi, tes antibodi treponema
fluorescent, dan enzyme-Linked Immunosorbent
Assay).
Pengobatan
Hasil yang diinginkan
Setelah membenarkan diagnosis sifilis, hasil yang
diinginkan adalah penurunan empat kali lipat dalam
titer non - treponemal kuantitatif selama 6 bulan dan
dalam waktu 12 sampai 24 bulan setelah pengobatan
sifilis laten atau akhir. Algoritma untuk pengobatan
sifilis ditunjukkan pada gambar 77-1.
Sehubungan dengan neurosyphilis, pengurangan
manifestasi neurologic yang diinginkan, yang mungkin
termasuk kejang, paresis, hyperreflexia, gangguan
penglihatan pendengaran, neuropati, atau kehilangan
fungsi usus dan kandung kemih. Pada akhir
neurosifilis,
lesi
vascullar
(neurosifilis
meningovaskular) juga dapat diamati; dengan
demikian, penurunan jumlah lesi diamati dibenarkan.
Sebuah penurunan dalam CSF sel darah putih (WBC)
menghitung (kurang dari 10x103 / L [ 10X109 / L ]) atau
tingkat protein (0,05 g / dL [ 0,5 g / L ]) juga disukai.
Terapi farmakologi
Penicillin
yang
diberikan
parenteral
ini
direkomendasikan untuk semua tahap sifilis. ❹
Alternatif agen dapat digunakan pada alergi individu,
termasuk doxycycline, minocycline, tetracycline, atau
basa eritromisin atau stearat. Beberapa pasien
mungkin tidak merespon baik terhadap modalitas
alternatif. Oleh karena itu, pada pasien yang harus
diberikan penicilin (yaitu, pasien yang sedang hamil
atau memiliki pusat sistem saraf [SSP] keterlibatan)
atau alergi, desensitisasi harus dilakukan sebelum
obat dimulai.
Selain itu, beberapa pasien mungkin mengalami
demam, menggigil, takikardia dan takipnea, kondisi
umumnya dikenal sebagai reaksi Jarisch-Herxheimer.
Menyebutkan terjadi sekunder untuk spirochate lisis
dan sitokin proinflamasi cascades, reaksi ini dapat
terjadi 2 jam setelah penicillin diberikan dan biasanya
sembuh dalam waktu 24 jam. Pengobatan yang
mendukung , mungkin termasuk agen antipiretik dan
anti inflamasi, serta resusitasi cairan dan istirahat.
Informasi terkait yang berhubungan dengan
benzathine penicilin G dapat ditemukan dalam tabel
77-1.
Sifilis primer
 Pilihan Obat: Benzatin penicilin, 2,4 juta unit
intramuskuler sebagai dosis tunggal
 Alternatif : Doxycycline oral 100 mg dua kali sehari
selama 2 minggu atau tetrasiklin 500 mg melalui oral
empat kali sehari selama 2 minggu. Literatur
terbatas juga mendukung penggunaan ceftriaxone 1
g intramuskuler atau intravena sekali sehari selama
10 hari atau azitromisin oral 2 - g dosis tunggal.
Sifilis laten primer dan sekunder
Modalitas pengobatan diberikan dalam sifilis primer
juga sifilis sekunder yang efektif dan sifilis laten
(durasi kurang dari 1 tahun).
Sifilis tersier
 Obat pilihan : Benzatin penisilin 2,4 juta unit
diberikan secara intramuskular sekali dalam
seminggu selama 3 minggu.
 Alternatif : Pada pasien yang tidak hamil dengan
alergi penisilin , pengobatan alternatif termasuk
doksisiklin 100mg oral dua kali sehari selama 4
minggu atau tetrasiklin 500 mg per oral empat kali
sehari selama 4 minggu.
Gummatous dan sifilis kardiovaskular
Selama tidak ada bukti keterlibatan SSP ada, terapi
antibiotik untuk sifilis yang berbentuk guma dan
kardiovaskular identik dengan sifilis tersier.
Neurosifilis
Sebagai pengobatan yang efektif untuk neurosifilis,
pusat untuk pengendalian penyakit dan pencegahan
(CDC) mendukung dua aturan pakai penisilin.
Alternatif, ceftriaxone mungkin juga akan diresepkan.
Aturan pakai adalah sebagai berikut:
Obat pilihan:
 Penisilin G cair 3- 4 juta unit diberikan secara
intravena setiap 4 jam selama 10 sampai 14 hari.
 Prokain penisilin G 2,4 juta unit intramuscular sekali
sehari, ditambah probenesid 500 mg per oral
empat kali sehari selama 10 sampai 14 hari.
Syphilis congenital
Sifilis maternal, setelah seorang ibu menjalani
pemeriksaan, rekomendasi utama untuk pengobatan
berdasarkan :
 Diagnosis sifiis pada ibu
 Konfirmasi kecukupan dari pengobatan untuk ibu
hamil
Tes skrining positif
sifilis
Melakukan tes
khusus treponemal
Negatif tes khusus
treponemal
Positif tes khusus
treponemal
membentuk tahap infeksi,
mendapatkan test non
treponemal dengan titer
kuantitatif
tanda-tanda atau
gejala sifilis primer
atau sekunder
tidak ada tandatanda atau gejala
klinis (sifilis laten)
sifilis laten awal
tanda-tanda atau gejala tersier
(akhir) sifilis, pasien dengan HIV
positif atau sistem imun yang
terganggu
sifilis laten akhir
penicillin benzathine G, 2,4 juta
unit IM sekali seminggu untuk 3
minggu ( dosis ketiga )
Penicillin
benzathine G, 2,4
juta unit IM (dosis
tunggal )
Lumbar puncture
Diduga sifilis primer
Diduga hasil test
positif palsu
mendapatkan test non
treponemal dengan
titer kuantitatif
mempertimbangka
n alasan lain
Penicillin
benzathine G, 2,4
juta unit IM (dosis
tunggal )
tanda-tanda atau
gejala, atau penemuan
CNS sesuai dengan
neurosifilis
Ya
Tidak
Tidak mempunyai
alergi Penicillin
Mempunyai alergi
Penicillin
penisilin G cair 3 - 4 juta unit diberikan
secara intravena setiap 4 jam selama 10
sampai 14 hari, prokain penisilin G 2,4 juta
unit intramuskular sekali sehari, ditambah
probenesid 500 mg per oral empat kali
sehari selama 10 sampai 14 hari
densensitization
mengacu pada sub spesialis
yang sesuai, penicillin
benzathine G, 2,4 juta unit IM
sekali seminggu untuk 3 minggu
( dosis ketiga )
GAMBARAN 77-1 Pengobatan Sifilis
*Pengobatan alternatif untuk pasien tidak hamil yang alergi penisilin: doxycycline 100 mg secara oral dua kali sehari
selama 2 minggu, atau tetrasiklin 500 mg empat kali sehari selama 2 minggu, data yang terbatas mendukung
ceftriaxone 1g IM sekali sehari atau IV selama 8 sampai 10 hari, atau azitromisin 2g secara oral (dosis tunggal).
*pengobatan alternative untuk pasien tidak hamil
yang alergi penisilin: doksisiklin100mg secara oral dua
kali sehari selama 4 minggu, atau tetrasiklin 500 mg
empat kali sehari selama 4 minggu, CSF, cairan
serebrospinal.
TABEL 77-1. Informasi Benzathine dan Procain Penicillin G
Kategori
Model aktivitas
Benzathin, Penisilin G
Melibatkan sintesis dinding sel bakteri
selama
aktivitas
multipication
menyebabkan dinding sel mati dan aktivitas
bakteri resultan
Farmakodinamik
Durasi: 1-4 minggu
Absorpsi im ; lambat
Waktu level puncak serum ; 12-24 jam
Reaksi berlawanan
Cns; gelisah, pusing, ngantuk myoclonus,
demam; dermatologi ; kudus,metabolisme ;
Hematologi ;tes positif bagian dalam,
hemolytik,
anemia,
;
lokal;
poin,
trombophelbitis ; ginjal ; interstisial
nephritis akut, miscellanius, anaphylaksis,
reaksi jarisch herxheime.
Parameter
pemantauan
Observasi untuk anaphylaksis selama dosis
pertama
Interaksi percobaan
Tes positif bagian dalam, positif urinari
palsu,dan atau protein serum, positif palsu
atau negatif palsu glukosa dalam urinari
menggunakan tes klinis
B
B
Masuk ke dalam asi
Masuk ke dalam asi
Kategori kehamilan
Laktasi
Procain, Penisilin G
Menghambat sintesis dinding bakteri dengan satu
ikatan atau lebih dari ikatan protein penisilin yang
menghambat langkah akhir dari sintesis
tranpeptidase dalam dinding sel bakteri; biasanya
melukiskan bakteri secara terus menerus yang
dimulai oleh aktivitas enzim
Durasi ; 15-24 jam ; Absorpsi im ; lambat,
distribusi ; sedikit mengalirkan otak, penetrasi
masuk ke dalam asi, metabolisme = 30 % inaktive
hati, ikatan protein ; 65%, waktu level puncak 1-4
jam, ekresi ; urin melalui ginjal.
Cns; kejang, pusing, ngantuk, myoclonus, Cns
stimulasi
Kariovaskulr ; depresi myocardial, vasodilatasi,
disturbansi kondusif
Hematologi ; tes positif bagian dalam, hemolytik,
anemia, neutropenia; lokal; trombophelbitis,
sterilisasi bisa dengan injeksi; ginjal; interstisial
nephritis ;miscellanius, reaksi pseudoanaphylactis,
hipersensitivitas, reaksi jarisch herxheime, serum
sicknes
Periodik ginjal dan tes fungsi hematologi
menggunakan terapi prolonged, yang dapat
mengakibatkan demam berdasar jumlah wbc.
Tes positif bagian dalam, positif palsu urinari dan
atau serum protein.
Stabilitas
Implikasi perawatan
Monitor ; cbc, urinalisis, tes fungsi ginjal
Evaluasi ginjal pada waktu tertentu dan sistem
hematologi selama terapi prolonged ; tidak
diberikan injeksi kedalam gluteal otot pada anak
anak Kemudian injeksi umur 2 tahun,
Tersedia
Bicillin L-a ;600000 U/ ml (1,2 ml)
Permapen isoject ;600000 u/ml (2 ml)
Bicillin C-r (1,4ml)
Injeeksi, suspensi ; 600000 Ui/ ml (1,2ml)
Kombinasi
Bicillin c-r 900/300 (2 ml)
Sama
CBC, complete blood cell count; CNS, central nervous system; IM, intramuscular; WBC, white blood cell count.
Lacy C, Armstrong L, Goldman M, Lance L. Lexi-Comp’s Drug Information Handbook, 12th edition. 2004:1128–1132.
*Laboratorium klinis menetapkan atau fakta secara radiografi tentang syphilis dalam bayi.
*Perbandingan titer non treponemal pada ibu hamil (saat kehamilan) dengan titer non treponemal bayi.
Dalam pengobatan syphilis pada ibu, dianjurkan
mengikuti pengobatan:
 Obat yang dapat dipilih : Benzathin penisilin g 2,4
ribu hingga 7,2 ribu unit intramuskular yang berlebih
selama 3 minggu jika lamanya syphilis melebihi
tahun.
 Alternatif : Procain penisilin 0,6 sampai 0,9 ribu unit
intramuskular untuk 10 sampai 14 hari, atau
ceftriakson 1 gram per hari secara intramuskular
atau intravena untuk 8- 10 hari.
Wanita yang mengalami kram uterin, nyeri pelvic
dan demam, digunakan penambahan paracetamol
untuk menyembuhkan gejala. Selain itu,membuat
pasien mengalami hidrasi yang baik dan memiliki
kesempatan untuk beristirahat.
Sifilis Primer Dan Sekunder
 Setelah 6 dan 12 bulan pengobatan, dilakukan
pemeriksaan pasien kembalidan direkomendasikan
untuk menindak lanjuti dengan mengikuti titer
nontreponemal.Jika pasien asimtomatik belum
mengalami peningkatan empat kali lipat dalam titer
nontreponemal atau gejala yang tetap atau berulang
telah diobservasi, ketertiban dan tes HIV dan fungsi
lumbal; jika pasien HIV-positif, menunjukkan penyakit
menular berkonsultasi.
 Pada pasien yang baik negatif untuk HIV dan pungsi
lumbal, mengelola benzatin penisilin G 2,4 juta unit
intramuskuler sekali seminggu selama 3 minggu
tambahan. melakukan tindak lanjut pasien dalam 6
Syphilis Bawaan
Neonatus Asymtomatic: 50000 U/ kg dari Benzathin
penisilin g dalam dosis tunggal intramuskular.
Neonatus Symtomatic: 50.000 U/kg kristal air penisilin
G setiap 12 jam intramuskuler selama 7 hari pertama,
maka setiap 8 jam selama 3 hari, atau prokain penisilin
G 50.000 IU/kg intramuskuler sebagai dosis tunggal
setiap hari selama 10 hari.
Perawatan Dan Pemantauan Pasien
CDC telah memberikan pedoman
perawatan pasien sifilis (Gambar.77-2).
monitoring
bulan termasuk pemeriksaan klinis dan titer
nontreponemal lain.
 Pada pasien HIV-negatif dengan temuan pungsi
lumbal kompatibel dengan neurosifilis, mengobati
pasien sesuai untuk neurosifilis.Enam bulan setelah
diagnosis awal, lembaga ujian tindak lanjut klinis
standar pada pasien yang tidak menunjukkan gejalagejala dan penurunan empat kali lipat dalam titer
nontreponemal. Dengan menguji dan mengamati
pasien untuk tanda-tanda remisi anda.
Sifilis primer atau sekunder didiagnosis dan diobati
dengan benzatin penisilin G, 2,4 juta unit IM (dosis tunggal)
Tindak lanjut pada enam bulan: ulangi pemeriksaan
klinis dan titer uji non-treponemal kuantitatif
Tanda-tanda klinis
persistenatau
berulang atau gejala
Tidak ada tanda-tanda atau
gejala, tetapi peningkatan
empat kali lipat terus-menerus
dalam titer non-treponemal
Tidak ada tanda-tanda
atau gejala dan empat
kali lipat penurunan titer
uji non-treponemal
Tindak lanjut dalam 6
bulan: ulangi pemeriksaan
klinis
Tes HIV dan pungsi lumbal
HIV Negatif
HIV positif
Konsultasi
penyakit menular
Pungsi lumbal
negatif
Temuan pungsi lumbal
kompatibel dengan
neurosifilis
Benzatin penisilin G, 2,4 juta unit IM seminggu
sekali selama tiga minggu (tiga dosis)
Perlakukan untuk neurosifilis
sesuai rekomendasi
Tindak lanjut dalam 6 bulan: ulangi
pemeriksaan klinis dan titer uji nontreponemal
GAMBAR 77-2. Pemantauan perawatan pasien untuk
sifilis
* Melihat teks untuk rekomendasi pengobatan
alternatif untuk pasien alergi penisilin non-hamil.
*Melihat teks untuk rekomendasi pengobatan untuk
neurosifilis.
HIV, human immunodeficiency virus; IM,
intramoskular.
Brown D, Frank J. Diagnosis and Management of
Syphilis. American Family Physician. 2003; 68(2);283290.
Mungkin pengobatan dapat dimulai secara tepat atau
dianjurkan untuk berkonsultasi secara tepat waktu,
sehingga mengurangi preventif pasien untuk maju ke
tahap yang lebih tinggi.
Awal dan akhir sifilis laten
 Pemesan titer non treponemal setelah 6, 12 dan 24
bulan pengobatan awal dan akhir syphilis laten.
Anggapan yang kuat mengenai neurosyphilis pada
seseorang yang bertambah empat kali lipat titer,
pasien yang awalnya memiliki titer yang tinggi dapat
mengalami kemunduran empat kali lipatnya, dan juga
pada pasien positif HIV, hal itu juga dapat
mengembangkan simptomatis pada neurosyphilis.
clamidia dan 650.000 kasus
tahunnya.
gonokokal
setiap
Patofisiologi
T.vaginalisdapat diisolasidari vagina, uretra, dan
Bartholin atau Skene kelenjar. Setelah menempel ke
selinang, respon inflamasi muncul sebagai pelepasan
kadar leukosit polimorfonuklear. Protozoa patogen
menyebabkan kerusakan langsung ke epitel,
mengarah ke microulcerations.
Diagnosa
Diagnosis biasanya dilakukan dengan sediaan basah
atauPapanicolaou smear.
Neurosyphilis
 Hal ini tergantung pada penemuan CSF.Jika
pleocytosis terjadi , dilakukan pemeriksaan kembali
CSF setiap 6 bulan hingga menormalkan kandungan
WBC. Dianjurkan menggunakan pengobatan kedua
jikaCSFputih mengandung dosis yang tidak
mengalami pengurangan setelah 6 bulan atau
normalisasi lengkap setelah 2 tahun. Kegagalan
menormalkan dapat membutuhkan tempat untuk
pengasingan ;kegagalan pengobatan juga terjadi
pada pasien immunocompromised.
Sifilis Bawaan
 Mengamati
pasien
adalah
pilihan
dalam
keistimewaan secara klinis; hepatomegali, penyakit
kuning, dan pergeseran tulang biasanya dalam
waktu 3 bulan.
 Penerimaan perbaikan serologi untuk menurunkan.
Memberikan efek pengobatan, keistimewaan klinis
biasanya menghilang setelah 6 bulan. Dalam basis ini,
evaluasi bayi secara seropositive dalam waktu
tertentu selama 6 bulan.
TRICHOMONIASIS
Trichomoniasis
disebabkan
oleh
protozoa
Trichomonas vaginalis dan jauh lebih menonjol
daripada C.trachomatis atau N.gonorrhoeae. Di
Amerika Serikat, diperkirakan bahwa 5 juta kasus baru
muncul setiap tahunnya,dibandingkan dengan 3 juta
Presentasi Klinis Trikomoniasis
Umum
 Asimtomatik
Tanda
 Strawberri serviks (perempuan)
Gejala
 Eritema vagina/vulva
 Gatal pada vulva
 Vaginal odor
 Iritasi uretra
 Disuria
 pH vagina lebih dari 4.5
Pengobatan
Hasil yang diinginkan
Hasil yang diinginkan adalah pemberantasan lengkap
T. Vaginalisdi kedua pasangan dan penghapusan tanda
dan gejaladiamati.
Farmakologis
5-nitroimidazoles telah menjadi terapi standar untuk
trikomoniasisselama lebih dari 40 tahun. Obat yang
termasuk dalam kelas iniadalah metronidazol,
tinidazole,
ornidazole,
dan
secnidazole;
metronidazole dan tinidazole adalah satu-satunya
obat dalam kelas initersedia di Amerika Serikat.
beberapa di antaranya telah dihubungkan terhadap
sel squamosa karsinoma.
Epidemiologi
Metronidazol
Metronidazol dapat diberikan secara oral sebagai
dosis tunggal 2 g atau 500 mg dua kali sehari selama 7
days.Wanita hamil harus resep dosis tunggal
metronidazole.
Tingkat
kesembuhan
yang
lebih besar dari 90% saat metronidazol diberikan
secara tunggal 2g dosis atau regimen 7 hari.
MungkinEfek merugikan termasuk rasa logam yang
tidak enak, neutropenia reversibel,urtikaria, ruam,
pembilasan, mulut kering, gelap urin, dan reaksi
disulfiram.
Tinidazol
Tinidazol, merupakan nitroimidazole generasi kedua
dengan protozoadan aktivitas anaerobik, telah
tersedia di luar Negara Inggrisselama lebih dari 30
tahun.Baru-baru ini, Food and DrugAdministration
(FDA) menyetujui untuk digunakan di Amerika
Serikat.Sebagai 2g tunggal dosis, tinidazole memiliki
khasiat setara dengan2g dosis metronidazol.
Tindazole
juga
memiliki
panjang
paruh
dari metronidazol, masing-masing 14 dan 7 jam, dan
menembus ke dalam jaringan reproduksi pria lebih
baik dari metronidazol.
Berbagai penelitian menunjukkan keberhasilan
penggunaan tinidazole untuk metronidazol tahan
trichomoniasis. KemungkinanEfek samping termasuk
rasa logam, pusing, kehilangan koordinasi,kejang,
diare berat, gelap urin, mual,muntah, dan lidah
bengkak atau berubah warna.
Perawatan dan Pemantauan Pasien
Pemantauan untuk T. vaginalis umumnya tidak
diperlukan.
KUTIL KELAMIN
Kutil kelamin, yang disebabkan oleh human
papillomavirus (HPV),secara umum ditemukan dalam
kasus primer. Bertanggung jawab atas berbagai
tampakan, manifestasi keratotik dan non-keratotik,
HPV memiliki hampir 120 strain yang telah dikenal,
Berpengaruh terhadap lebih dari 20 juta orang
Amerika, HPV adalah salah satu IMS yang paling
umum di Amerika Serikat, dengan prevalensi
diperkirakansekitar 15%.Selanjutnya, di kalangan
remajadan wanita di tingkat perguruan, HPV mungkin
adalah IMS yang paling umum. Frekuensi infeksi HPV
servik vaginal diantara wanita yang aktif secara
seksual telah diamati pada 43%, dengan Insiden
terbesar perhatikan pada pria dengan tiga atau lebih
mitra seks dan perempuan yang pasangannya
seksualnya terbaru telah memiliki dua atau lebih
pasangan seumur hidup.
Patofisiologi
Replikasi akhir HPV di sel skuamosa dibedakan
dalamlapisan menengah mukosa genital. Oleh Oleh
karena itu, ini efek dari virus gen wilayah awal sintesis
DNA penting untuk kelangsungan hidup virus. Kutil
kelamin adalah manifestasi klinis replikasi virus aktif
dan
produksi
virion
di
daerah
infeksi.
Diagnosa
 Diagnosis umumnya dibuat dari presentasi klinis dan
dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori:
kondiloma klasik acuminata, yang umum atau
cauliform; keratotik kutil dengan tebal, permukaan
terangsang menyerupai kulit kutil yang umum; dan
kutil datar, sering diamati di permukaan.
 Biopsi jaringan atau virus typing hanya diindikasikan
jika diagnosis pasti dan tidak dianjurkan untuk
pasien dengan rutinatau lesi yang khas.
 Sejak HPV telah ditemukan, baru-baru ini menjadi
sangat terkait dengan kanker serviks dan karena ada
lebih dari 20 HPV yang berbeda jenis terkait kanker,
pasien yang didiagnosis HPV harus diuji untuk
kanker serviks.
nyeri,rasa terbakar, edema,
Presentasi Klinis Kutil Kelamin
perubahan pigmen
Podofilin
Umum
 Tampilan kasar, lesi tebal seperti kembang kol
Tanda
 Titik hitam dalam kutil
 Permukaan terganggu




Iritasi local, eritema, rasa
terbakar, nyeri resin di
tempat aplikasi; onkogenik
Bichloroacetic and
Lokal iritasi dan rasa sakit,
trhicloroacetic acid
minimal sistemik
efek trikloroasetat
Gejala
Anogenital pruritus
Rasa terbakar
Keputihan atau perdarahan
Meskipun jarang, dispareunia dapat terjadi dengan
vulvovaginal kondiloma
Cryotherapy
Nyeri atau lecet di area
aplikasi
Eksisi bedah
Nyeri, perdarahan, jaringan
parut; mungkin rasa
Pengobatan
terbakar ataureaksi alergi
Hasil yang Diinginkan
Tujuan pengobatan adalah penghapusan kutil dan
terlihat dari pengurangan infektivitas. Menurut
Departemen Vaksindan Biologicals lain, vaksin
mungkin tersedia dimasa depan untuk membantu
dalam mengurangi penyebaran penyakit ini.
terhadap anestesi lokal
Vaporization
perdarahan, jaringan parut;
risiko HPV
Intralesional
gatal, iritasi di tempat
suntikan,interferon mialgia
Farmakologis
Saat ini, pilihan terapi didasarkan pada ukuran, lokasi,
danmorfologi lesi, serta keinginan pasien, pengobatan
biaya, kenyamanan, efek samping, dan pengalaman
pasien. Dengan asumsi bahwa diagnosis yang benar,
beralih ke terapi alternative yang tepat jika belum ada
respon yang diamati setelah tiga pengobatan siklus. ❻
Perbandingan efek samping terkait dengan pilihan
pengobatan dapat ditemukan pada tabel 7-22.
TABEL 77-2. Perbandingan Efek Merugikan dilihat dari
Pengobatan untuk Kutil Kelamin
Pengobatan
Efek samping
Podofilox
Rasa terbakar di area
aplikasi, nyeri, peradangan
Imiquimod
Eritema, iritasi, ulkus,
sistemik, sakit kepala,
demam,
menggigil,leukopenia,
peningkatan enzim hati, dan
trombositopenia.
HPV, human papillomavirus. 20Kodner C, Nasraty S.
Pengelolaan Genital warts. Keluarga Amerika
Dokter. 2004; 70 (12): 2335-2342, 2345-2346. 41McEvoy G
eds. AHFS Informasi Obat. ASHP. Bethesda, MD. 2005.
Pasien yang Menggunakan Pengobatan
Podofilox
 Tersedia dalam bentuk gel 0,5% atau larutan yang
mengandung ekstrak yang telah dimurnikan yang
merupakan komponen aktif dari phodophyllin.
 Menghambat pembentukan mitotic spindle,
mencegah pembagiansel, menstimulasi kerusakan
pembuluh darah dalam kutil.
 Area permukaan yang diobati tidak melampaui 10
cm2, maximum 0,5 yang harus digunakan setiap
harinya.
 Aturan pengobatan :
Gunakan dua kali sehari selama tiga hari secara
berurutan dari empat hari tanpa pengobatan.Siklus ini
dapat diulang hingga kulitnya tidak kelihatan atau
maksimum 4 minggu.
 Efek samping biasanya efek local, termasuk
erythema pembengkakan dan erosion.
 Podofilox tidak dianjurkan untuk penggunaan
vagina, anus dan ibu hamil.
Imiquimod
 Respon imun dari media sel, tersedia dalam bentuk
krim topical 5% dalam dosis tunggal yang digunakan.
 Dua cara rekombinasi dosis :
1. Gunakan saat mau tidur selama 3 hari atau 4 hari
2. Gunakan tiap hari untuk 3 pemakaian
3. Siklus perminggu dapat digunakan selama lebih
dari 16 minggu.
 Bisa digunakan untuk erythema ringan yang dicatat
dengan penggunaan imiquimod akan tetapi,
umumnya obat tersebut mencapai efek terapetik dan
mungkin menghilangkan luka.
keadaan kering tanpa penggunaan alcohol, sabun dan
air.Kontra indikasi pada pasien ibu hamil.
Bichloroacetic dan Trichloroacetic acid
Sangat baik ketika digunakan untuk luka yang basah.
 Bisa digunakan untuk epitel keratin dan permukaan
mukosa atau mulut.
 Tersedia dalam konsentrasi 80% - 90% dan tidak
untuk absorpsi sistemik.
 Bisa digunakan untuk ibu hamil.
 Dengan catatan reaksi untuk pengobatan ini adalah
akan menimbulkan rasa terbakar sementara, dan jika
kontak dengan epithelium bisa menimbulkan rasa
sakit, menghaslkan erythema lokal dan mengalami
pembengkakan. Untuk menghindari efek tersebut
dapat diolesi dengan petroleum jelly di sekitar luka
luar, dan dengan hati-hati mengaplikasikan agent
dengan aplikator kecil
Pengobatan Lainnya
Pengobatan
lainnya
termasuk
fluorouracil/epinephrine/bovine gel kolagen, atau
injeksi intralesional dari interpersonal. Injeksi
intralesional ini membuktikan secara uji klinis
terhadap refractory pasien.
Terapi Alternatif
Beberapa pilihan ablative yang telah digunakan dalam
pengobatan kutil kelamin termasuk pengobatan
cryotherapi, pembedahan dan vaporization.
Pengobatan Fisik/ Aplikasi
Resin Prodophyllin
 Sebuah larutan podophyllin resin 10% - 25% telah
menjadi standar untuk pengobatan kulit pada
kemaluan.
 Neurotoksik dan absorpsi sistemik, digunakan
dalam jumlah kecil (tidak melebihi 0,5 ml)
 Area yang dipengaruhi akan menjadi erythemous
dan sakit sampai 48 jam selama pemakaian.
 Cara pengobatan:
Pemakaian podophyllin topical setiap minggud an
area pengobatannya harus kering Pengobatannya
harus dilakukan dengan segera, obat harus dalam
Persoalan Terapeutik Khusus
 Kutil yang besar : Pengobatan kutil yang
berdiameter lebih dari10 mm dengan pengobatan
pembedahan. Penggunaan imiquimod selama 3-4
siklus pengobatan untuk mengurangi jumlah kutil dan
memperbaiki hasil pembedahan. 50% pengurangan
ukuran kutil setelah 4 siklus pengobatan yang
berlanjut dengan penggunaan imiquimod hingga kutil
hilang atau 8 siklus telah selesai; lebih kurang
daripada 50% reduksi memerlukan pembedahan terapi
ablative.
 Sub klinis kutil: subklinis kutil diidentifikasi dengan
colonoscopy, biopsy, penggunaan asam asetat atau
laboratorium serologi. Meskipun pengobatan awal
tidak
berhubungan
dengan
efek
yang
menguntungkan selama pengobatan dalam indeks
pasien atau pasangan dengan memperhatikan reduksi
dari dasar transmisi.
 Kehamilan : Kontraindikasi agen pada ibu hamil
termasuk podofilox, fluorouracil dan podophyllin.
Imiquimod tidak dianjurkan untuk ibu hamil, namun
dipertimbangkan lagi setelah persetujuan yang
ditandatangani bisa digunakan. Bichloroacetic dan
trichloroacetic
acid
telah
digunakan
tanpa
masalah.Terapi ablative juga dapat dipilih.
Diagnosis
Laboratorium mengkonfirmasikan bahwa vital
merupakan pengobatan yang efektif untuk HSV
terutama untuk individu yang telah bisa di diagnosis,
ada beberapa metode yang secara pasif dapat
diperoleh dari diagnosis, termasuk visiologi, enzim
yang
berhubungan
dengan
immunosorben,
immunoblot dan reaksi ikatan DNA polymerase.
Presentasi Klinis Herpes Kelamin
Perawatan dan Pemantauan Pasien
Pemantauan pasien setiap 3-6 bulan untuk
pengurangan terhadap luka atau pengurangan
penyakit.
Parameter
pemantauan
termasuk
komplikasi penyakit, pengurangan penyakit dan
tumor jinak.
HERPES KELAMIN
Herpes kelamin disebabkan oleh herpes simplex virus
(HSV) tipe 1 dan 2 yang merupakan IMS umum yang
tidak ada obatnya. Setiap interval waktu atara
stimulus dengan respon yang diharapkan adalah
estabilitas, tidak adanya terapi kekebalan tubuh yang
kompeten.Tidak tersedianya vaksin untuk HSV, dan
sepertinya perkembangan tidak mungkin dalam
waktu dekat.
Umum
 Asimtomatik
Tanda klasik
 Sekelompok penyakit vesicle dalam erythematous
Gejala
 Gatal
 Rasa terbakar
 Oleng
 Pemeriksaan urine
 Pemeriksaan frekuensi urine
Gejala lain
 Luka ulseratif, fissure, cervicitis
Pengobatan
Epidemiologi
Meskipun menurunnya angka bakteri IMS, HSV-2 pada
orang dewasa mengalami peningkatan kira-kira 20% 32%.Prevalensi infeksi HSV-2 mengalami pertumbuhan
30% semenjak tahun 1970 terakhir, dan sekarang ini
dipercaya melebihi 500.000 kelas baru dari HSV-2 yang
terjadi setahun terakhir ini.
Patofisiologi
Sejak HSV hanya ditemukan pada manusia, infeksinya
hanya ditransmisikan dari infeksi
sekresi di
permukaan mulut atau dari pengelupasan kulit.Hal ini
juga telah diketahui bahwa virus ini dapat bertahan
dalam kurun waktu terakhir.
Hasil yang Diinginkan
Hasil yang diinginkan adalah untuk mengurangi jumlah
gejala-gejala awal dan untuk menminimalkan
beberapa efek samping yang diakibatkan oleh anti
virus.
Farmakologi
Pengobatan didasarkan pada beberapa faktor termasuk
komplikasi pasien, apakah hal itu terjadi hanya sekali
atau berulang,imunitas pasien dan kehamilan. ❼
Namun respon pasien yang telah dihubungkan pada
waktu yang dibutuhkan untuk pengobatan dilakukan
setelah timbulnya gejala pertama.
Bagian Awal
Bagian awal adalah kumpulan system penyakit
dengan luka vesicular, dapat berakhir sampai 21 hari,
biasanya tanpa komplikasi atau infeksi, dan dalam
kasus yang parah dapat dirawat inap. Penemuan
beberapa agent periode ini efektif, dalam dosis
dikutip agent ini memiliki hasil yang baik dalam waktu
Bagian Terapi
Pada pasien yang sebelumnya didiagnosis herpes
genital, muncul luka vesicular baru yang sama halnya
dengan penyakit HSV. Apabila penyakit herpes genital
kambuh kebnyakan pasien memilih membatasi diri
dan paling lama bertahan hidupnya kira kira 6-7 hari.
Terapi Penekanan
Efektif untuk mengontrol semua gejala yang terkait
dengan penyakit,dan infeksi dapat berdampak pada
komplikasi berat.sebelum melakukan terapi, dilakukan
dahulu diskusi dengan pasien,pasien didorong untuk
mencatat waktu istirahat sebagai evaluasi dan
pengaturan pengobatan.
Terapi Pencegahan
Valacyclovir 500 mg diminum oralsetiap hari sebagai
implikasi transisi seksual dan HSV untuik mencegah
adanya
infeksi.Dalam
terapi
farmakologi
tambahan,pasien diberi nasihat mengenai praktisi
seks yang aman.
Agent
Bagian Pertama
Acyclovir
Valacyclovir
Famiclovir
Terapi
Acyclovir
Valacyclovir
penyembuhan, penyebaran virus dan mengurangi rasa
sakit. Secara umum efek merugikannya adalah mual,
sakit kepala dan diare.
Pasien Immunocompromise
Foscarnet, cidofovir, dan trifuridine diberikan untuk
pasien yang resisten acyclovir. Agent ini biasanya
cadangan untuk penggunaan setelah agent lain dari
kumpulan toksisitas.
Kehamilan
Wanita yang sedang hamil dapat menyebarkan virus
ke bayi selama kehamilan berlangsung. Ada dua cara
untuk mengantisipasi yaitu dengan operasi caesar dan
terapi antiviral, dalam waktu 4 hari dapat evektif
untuk menangani indikasi acyclovir 200 mg.
Bayi
Infeksi
virus
Herpes
simplex
harus
mempertimbangkan
keadaan
bayi
dengan
menampilkan gejala non spesifik seperti demam, tidak
nafsu makan, kejang-kejang, mengantuk dalam bulan
pertama. Bayi yang dicurigai memiliki diagnostic
infeksi HSV harus diatasi atau diobati paling pertama.
Acyclovir 600 mg/kg perhari dibagi 3 dosis secara
intravena digunakan selama 14 hari untuk penyakit
kulit, mata dan membrane mukosa, dan 21 hari untuk
system saraf pusat atau penyakit desminasi surgesty.
Dosis
Efek Samping
200 mgPO 4 jam 7-10 hari
400 mgPO 3 kali sehari 7-10 hari
200 mg PO 12 jam 7-10 hari
1g PO 2 kali sehari 7-10 hari
1 g PO tiap hari 7-10 hari
Atau
500 mg PO setiap hari 7-10 hari
250 mg 3 kali sehari 7-10 hari
Sakit
kepala,
pusing,
mual,
muntah,
thrombocytopenia, renal issufficiency, ruam,
thrombocytopenia purpura, halusinasi, depresi
200 mg PO 4 Jam 5 hari
Atau
400 mg PO 8 jam 5 hari
Atau
800 mg PO 2 kali sekali 5 hari
500 mg PO 2 kali sekali 5 hari
Mirip Acyclovir
Mirip acyclovir
Mirip acyclovir
Mirip Acyclovir
Famicyclovir
Penekanan
Acyclovir
Valacyclovir
Famiciclovir
Agent Cadangan
Foscarnet
500 mg PO sekali sehari 5 hari
125 mg PO 2 kali sehari 5 hari
125 mg PO sekali sehari 5 hari
Mirip Acyclovir
500 mg PO 2 kali sehari sampai 1 tahun
Atau
200 mg PO 3-5 x sehari sampai 1 tahun
250 mg PO 2 kali sehari sampai 1 tahun
Atau
500 mg PO sekali sehari sampai 1 tahun
Atau
1 g PO sekali sehari sampai 1 tahun
250 mg PO 2 kali sehari samapi 1 tahun
Mirip Acyclovir
Mirip Acyclovir
Mirip Acyclovir
40 mg/kg IV 8-12 jam x 2-3 minggu atau
sampai hasil klinik tercapai
* The Centers for Disease Control and Prevention states that this dosage may be useful for immunocompromised patients.
bDose is based on the number of symptomatic recurrences.
cIf administered at the same frequency, there is no evidence that 250 mg or 500 mg will provide greater benefit than 125 mg.
dDose for administration in renal impairment (CrCl 30 mL/minute or less).
eDose for administration in renal impairment (CrCl 10 mL/minute or less).
Italicized data indicate recommended dosages.
CrCl, creatinine clearance; IV, intravenously; PO, orally.
McEvoy G eds. AHFS Drug Information. ASHP. Bethesda, MD. 2005.
Perawatan dan Pemantauan Pasien
Evaluasi kondisi pasien dan penyesuaian terapi
kembali merupakan elemen kunci dalam pemantauan
yang efektif. Parameter yang mungkin termasuk :
 Status psikososial dan psikoseksual pasien
 Frekuensi penilaian ulang dari bagian berulang dan
pengaturan terapi
 Tes ordering untuk keganasan
 Pengujian tahunan dari status HIV
 Efek samping obat
VAGINOSIS BAKTERI
Vaginosis bakteri adalah infeksi yang sangat umum
dan penyebabnyaadalah cairan abnormal pada wanita
usia subur. Vaginosis bakteri dikategorikan oleh
pertumbuhan berlebih dari organisme anaerobik
seperti gardenella vaginalis, spesies Prevotella,
Mycoplasma hominis, dan spesies mobilucus, yang
mengarah ke penggantian lactobacillus dan
peningkatan pH vagina 4,5-7,0 .
Epidemiologi
Vaginosis bakteri telah ditemukan di 12 % sampai 25 %
dari wanita pada populasi klinik rutin, 10 % sampai 26 %
wanita di klinik IMS . Infeksi Vaginosis bakteri biasanya
hasil dari aktivitas seksual, walaupun beberapa kasus
telah dilaporkan pada wanita yang tidak aktif secara
seksual.
Patofisiologi
Keseimbangan kompleks dan rumit mikroorganisme
mempertahankan
vaginalflora
normal
(yaitu
lactobacilli, corynebacteria, dan yeast). Postmenarchal
normal dan pH vagina premenopause adalah 3,8-4,2.
Pada pH ini, pertumbuhan organisme patogen
biasanya terhambat ; Namun , distrurbance dari pH
normal vagina dapat mengubah flora vagina , yang
mengarah ke pertumbuhan patogen yang terlalu
cepat.
Diagnosis
Vaginosis bakteri didiagnosis menurut kriteria Amsel.
Agar diagnosis dapat dikonfirmasi, tiga dari empat
kriteria harus hadir :❽
1. Tipis, putih, discarged homogen
2. Sel petunjuk pada mikroskop
3. pH cairan vagina lebih besar dari 4,5
4. Pelepasan bau amis pada penambahan alkali (10 %
patassium hidroksida) untuk sampel vagina
Kalau tidak, noda vagina pewarnaan gram dapat
digunakan untuk mendiagnosa BV menggunakan
kriteria nugent .❾ Ini bergantung pada perkiraan
proporsi bakteri morphotypes untuk memberikan nilai
antara 0dan 10. Nilai kurang dari 4 adalah normal, 4-6
adalah menengah, dan besar dari 6 konsisten dengan
BV.
Isolasi G. vaginalis mungkin tidak diagnostik karena
dapat dibiakkan dari vagina beberapa wanita normal,
walaupun konsentrasi tinggi mungkin menunjukkan
infeksi.
Presentasi Klinis Vignosis Bakteri
Umum
 Keputihan yang berbau amis pada vagina
Tanda
 Tipis putih ,cairan homogen , menyelimuti dinding
vagina
Gejala
 Banyak wanita tidak menunjukkan gejala ; biasanya
tidak terkait dengan nyeri , gatal , atau iritasi .
Pengobatan
Hasil yang Diinginkan
Penurunan jumlah bakteri penyebab penyakit,
penghentian keputihan, dan penurunan pH vagina
adalah hasil yang diinginkan.
Farmakologis
Aturan yang direkomendasikan antara lain:
 Metroidzole 400 sampai 500 mg secara oral dua kali
sehari selama 5-7 hari
 Metronidazole 2g secara oral dalam satu dosis
Aturan alternatif meliputi :
Intravaginal metronidazol 0,75 % gel sekali sehari
selama 5 hari
 Intravaginal klindamisin 2 % krim sekali sehari selama
7 hari
 Clindamycin 300 mg secara oral dua kali sehari
selama 7 hari
Kehamilan
 Tidak jelas apakah mengobati wanita hamil yang
menderita BV akan bermanfaat. Jika pengobatan
dimulai, obat pilihan adalah metronidazol oral atau
intravaginal atau klindamisin oral.
Perawatan dan Pemantauan Pasien
Sebuah tes untuk menentukan apakah pasien telah
sembuh umumnya tidak dianjurkan. Namun, pada
pasien dengan BV berulang, tindak lanjut setelah
terapi tentu saja dapat dibenarkan. Jika pengobatan
telah diresepkan selama kehamilan untuk mengurangi
kelahiran prematur, melakukan pemeriksaan ulang di
bulan dan menyarankan perawatan lebih lanjut untuk
BV berulang.
PENYAKIT RADANG PANGGUL
Penyakit radang panggul biasanya menyerang anak
anak, aktif dalam seksual, wanita usia reproduktif.
Dalam
kasus
mayoritas,
berasal
dari
phatogenC.trachomatis dan N.gonorrhoe, Walaupun
anaerob juga memiliki implikasi dalam phatogen.
Penyakit inflamasi pelvis memiliki korelasiterhadap
kehamilan ektropik, kemandulan, abses tubo-ovarian,
dan nyeri pinggul kronik.
Patofisiologi
Telah dibuktikan bahwa Chlamidia bisa menghasilkan
protein panas yang tiba-tiba dapat menyebabkan
kerusakan jaringan melalui penundaan reaksi
hipersensitivitas. C.trachomate juga berdampak pada
proses DNA yang merupakan bukti racun seperti gen
dengan kode pada protein dengan berat molekul yang
tinggi pada struktur yang mirip clostridium difficik
citotoksin, hal ini dapat mengaktifkan penghambatan
aktivitas imun. Hal ini mungkin di jelaskan pada
pengamatan subklinis PID infeksi C.trachomate kronis.
Diagnosis
Kriteria minimal
 Rahim yang bagus
 Pembesaran mulut rahim
 Tidak ada kriteria lain dari kriteria tersebut
Kriteria tambahan
 Suhu oral lebih besar dari 101 derajat F
 Abnormal cervical atau cairan vaginal
 Adanya sel darah putih pada mikroskop sekresi
garam dalam vagina sekresi
 Tingginya sedimentsi eritrosit
 Tingginya C-reactive protein
Presentasi Klinis Radang Panggul
Umum
 Tanda tanda gejala bervariasi dari ringan sampai
berat
Tanda
 Samar-samar
Gejala
 Perut bagian bawah atau nyeri Panggul
 Vagina berbau busuk
 Pendarahan uterus abnormal
 Dyspareunia
 Dysuria
 Mual dan muntah
 Demam
Pengobatan
Hasil yang Diinginkan
Menghilangkan bakteri penyebab dan pengurangan
dari setiap gejala sisa yang terkait adalah tujuan
pengobatan yang diinginkan.
TABLE 77–4. Regimen Pengobatan untuk Penyakit
Radang Panggul
Perental
Clindamisin 900 mg dan gentamisin digunakan secara
IV setiap 8 jam, diikuti dosis IV atau im (2 mg/ kg)
mengikuti dosis pemeliharaan (1,5mg / kg) setiap 8
jam (dosis tunggal sehari bisa digunakan)
Levofloksasin 500 mg digunakan secara IV setiap 24
jam dengan atau tanpa metronidazol 500 mg
secara IV setiap 8 jam
Ampisilin -sulbactam, 3 gram setiap 6 jam dan
doxyciclin 100 mg digunakan secara PO atau IV
setia 12 jam
Oral
Levofloksasin 500 mg diminum sehari PO untuk 14 hari
dengan atau tanpa metronidazol 500 mg diminum
PO dua kali sehari untuk 14 hari
Ceftriakson 250 mg digunakan im dengan dosis
tunggal dan probenecid 1 gram dengan dosis
tunggal, ditambah doxyciclin 100 mg diminum PO
dua kali sehari untuk 14 hari dengan atau tanpa
metronidazol 500 mg diminum PO dua kali sehari
untuk 14 hari
Generasi ketiga sepalosporin ditambah doxycycline
100 mg PO dua kali sehari selama 14 hari dengan
atau tanpa metronidazole 500 mg PO dua kali
sehari selama 14 sehari.
IM, intramuscularly; IV, intravenously; PO, orally.
Epperly A, Viera A. Pelvic Inflammatory Disease. Clin Fam
Pract. 2005;7:67–78.
Farmakologi
Telah diketahui bahwa spektrum luas digunakan untuk
N.gonorrhoe, C. trachomatis, Streptococcus spp, dan
bakteri gram negatif fakultatif yang akhirnya harus
menggunakan terapi farmakologi.❾ CDC menyetujui
cara pengobatan yang ada dalam tabel 77-4.
Pengaturan yang optimal dari Penyakit radang
panggul harus berbasis individu, hospitalization,
antibiotik dan pengobatan pembedahan dari
komplikasi yang mungkin bisa dibutuhkan. Namun
pengaturan pasien rawat jalan masih diperdebatkan,
banyak yang
merasa bahwamanajemenrawat
jalanharus dibatasi; mereka yang tetap demam,
mempunyai WBC kurang dari 11000 mm pangkat
kubik, mempunyai bukti minimal peritonitis,
mempunyai suara usus yang aktif, dan bisa mentolerir
makanan oral. Namun terapi pasien rawat
jalandengan sefalosporin parenteral diikuti dengan
rekomendasi doxyciclin dan metronidazol.
Perawatan dan Pemantauan Pasien
Tujuan dari pemantauan pasien dengan PID yang
terkait mengurangi komplikasi jangka panjang. Pada
akhirnya, pendekatan utama
harus dengan
pencegahan dan pendidikan mengenai resiko
terhadap perempuan. Pencegahan kedua termasuk
screening dari kondusif pelvis contoh nya pada saat
check up.
KANKROID
Haemophilus ducreyi, merupakan bakteri gram negatif
yang diisolasi sebagai organisme penyebab penyakit
dari kankroid, penyakit ulcreatibe genital biasanya
menyertai getah bening dan pembentukan bubo.
Penyebaran kankroid bisa pada daerah anatomi yang
lain juga, ciri utama secara klinis ditemukan oleh
Ducrey pada tahun 1889.
Epidemiologi
Pada tahun 2003, lebih dari 50,000 pasien didiagnosis
terkena kankroid di United States. Mayoritas yang
terkena penyakit tersebut di wilayah Atlantik Selatan,
termasuk Delaware Utara dan Karolina Selatan,
Georgia dan Florida.
Patofisiologi
Penyebarannya dimulai dengan kontak langsung pada
kulit, biasanya pada luka lecet. Bisa menyebabkan
ulkus yang cukup dalam, dan sebagian besar pasien
mengalami borok.
Umum
 Tepi ulkus secara umum ragged dan kurang baik
Tanda
 Setelah terinfeksi selama 4 sampai 7 hari, menjadi
lunak erythematous biasanya berkembang dan
perkembangan berikutnya bernanah. Nanah
biasanya muncul setelah 2 sampai 3 hari.
 Lesi biassanya terjadi pada preputium dan daerah
perianal pada wanita. Beberapa kasus extragenital
telah dicatat pada bagian dalam paha, payudara,
dan jari – jari meskipun jarang terlihat dalam
praktek.
Gejala
 Menyakitkan dan lesi lunak
Ulkus dangkal yang menyakitkan dengan basis
granulomatosa dan rejimen eksudat purulen.
Pengobatan
Sindrom manajemen yang telah diterima dari World
Health Organization (WHO) in-lieu banyak cara untuk
mendiagnosa dengan melihat batas akhir. Pada
umumnya, pertama kali pasien datang berobat
diberikan dengan kombinasi antibiatik untuk
menutupi kemungkinan etiologi organisme.
TABLE 77–5. Recomendasi pengobatan untuk
kankroid dari Word Health Organization (WHO) dan
Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
Antimikroba
Erythromycin
Diagnosis
Para peneliti menyampaikan pendapatnya kira – kira 75
% ulcrea swabs genital, berhasil didiagnosis dengan
reaksi rantai multiplex polymerase.❿ Lebih dari tiga
organisme yang lebih sensitif diterima dalam
pendeteksian termasuk etiologi dari penyakit ulcrea
genital: HSV, T. pallidum dan H. ducreyi .
Presentasi Klinis Kankroid
Azithromycin
Ceftriaxone
Ciprofloxacin
Cara / Aturan
Hidup
500 mg PO 3
kali sehari
selama 7 hari
atau 500 mg
PO 4 kali
sehari selama
7 hari
1 g PO dosis
tunggal
250 mg IM
dosis tunggal
500 mg PO
dosis tunggal
atau 500 mg
Rekomendasi
WHO, CDC
CDC
WHO, CDC
WHO, CDC
Spectinomycin
PO 2 kali
sehari selama
3 hari
2 g IM dosis
tunggal
WHO
IM, intramuscularly; PO, orally.
Lewis D. Diagnostic Tests for Chancroid. Sex Transm Infect.
2000 Apr;
76(2):137–141.
Hasil yang Diinginkan
Hasil yang diinginkan adalah pengobatan yang efektif
untuk potensi ulcerasi dan pengurangan untuk
penyebaran penyakit dari persetujuan pengelolaan
sindrom secara menyeluruh.
Farmakologi
WHO dan CDC merekomendasikan cara pengobatan
yang ada pada tabel 77-5. Terdapat beberapa
perdebatan mengenai dosis yang pantas dari
ciploksasin dalam pengobatan chancroid. Namun
CDCmerekomendasikan 500 mg 3 kali sehari secara
oral, sedangkan WHO mengusulkan 500 mg dalam
dosis tunggal. Ciploksasin telah ditunjukkan dan
disepakati angka kesembuhan dalam dosis tunggal
(92%) dibandingkan dengan erythromicin (91%).
Perawatan dan Pemantauan Pasien
Pasien harus mengikuti pendidikan, penyuluhan, dan
pemeriksaan berulang dari ulcerasi untuk menjamin
penyembuhan.
STRATEGI PENCEGAHAN
Meskipun literatur sebelumnya menunjukan beberapa
strategi pencegahan, kombinasi usaha mungkin lebih
dianjurkan. perubahandalam perilakuseksualtidak
diragukan lagi harus menjadi perhatian konseling
pertama, sebagai aktivitas seksual promiscuous telah
terbukti meningkatkan kemungkinan infeksi . Tentu
saja aksi yang terbaik harus dipertahankan, terutama
pasien dengan herpes simplex selama penyakit
berlanjut. Namun dalam kasus ini,
untuk
meminimalkan beberapa komplikasi, penggunaan
kondom yang sesuai harus selalu direkomendasikan.
Untuk
mengurangi
kesalahpahaman
tentang
penggunaan kondom, demonstrasikan kepada pasien
bagaimana cara memakai kondom atau pinta pasien
untuk mendemonstrasikan.Selama demonstrasi,
pendidikan dengan tegas terhadap pasien dengan
memperhatikan penggunanya., penyimpanannya, dan
penggunaan pelumas.
KESIMPULAN
Angka IMS mencangkup penyakit yang tampaknya
akan meningkat seiring denga pertambahannya
infeksi baru.Dengan pendidikan yang tepat,tercapai
obat yang efektif dan pemantauan pasien secara klinis
mungkin dapat secara drastic mengurangi angka
infeksi baru dan penyakit secara keseluruhan.
SINGKATAN-SINGKATAN
BV
CDC
CNS
CSF
FDA
ELISA
HPV
HSV
HIV
IM
IV
MSM
PID:
po:
STI:
WBC:
WHO:
: bacterial vaginosis
: Centers for Disease Control and Prevention
: central nervous system
: cerebrospinal fluid
: Food and Drug Administration
: enzyme-linked immunosorbent assay
: human papillomavirus
: herpes simplex virus
: human immunodeficiency virus
: Intramuscularly
: Intravenously
: men who have sex with men
pelvic inflammatory disease
Orally
sexually transmitted infection
white blood cell
World Health Organization
Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di
www.ChisholmPharmacotherapy.com
Masuk ke situs web:
www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk
memperoleh informasi dalam melanjutkan
pembelajaran bab ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
DAFTAR PUSTAKA
Beigi R,Wiesenfeld H.pelvic infalammatory disease:
New diagnostik criteria and treatment. Obstet
Gynecol Clin North Am 2003;30(4):777-793.
Bosen F, Tabrizi S, Garland S, et al. Sexually
transmitted
infections:
new
diagnostic
approaches and treatments. Media J Auts
2002;176:551-557.
Brown D, Frank J. Diagnosis and management of
syphilis. Am Fam physician 2003;68:283-290.
Clinical Effectiveness Group. National guidelines for
the management of bacterial vaginosis. Sex
Transm Inf 1999;75(Supp I): S16-S18.
Kodner C, Nasraty S. Management of genital warts.
Am Fam physician 2004;70:2335-2342, 2345-2346.
Lewis D. Diagnostic tests for chancroid. Sex Transm
Infection 2002;76:137-141.
Nasional Guidelines for the management of
Trichomonas
vaginalis.
Sex
Transm
Inf
1999;75(Supp 1):S21-S23.
Patel R. Progress in meeting today's demand in
genital herpes: an overview of current
management. J Infect Dis 2002;186(Supp 1):S47S56
Peeling R, Ye H. diagnostic tools for preventing and
managing maternal and congenital syphilis: an
overview. Bull world Health Organ 2004;82:439446.
12 OSTEOMIELITIS
Melinda M. Neuhauser dan Susan L. Penland
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1. Mendeskripsikan patofisiologi osteomyelitis
2. Mengetahui daftar faktor risiko umum untuk osteomyelitis
3. Mengetahui perbandingan tanda-tanda dan gejala klasik dari osteomielitis akut dan kronik
4. Mengetahui evaluasi data sejarah mikrobiologi dan tes laboratorium lainnya yang digunakan
untuk diagnosis dan pengobatan infeksi tulang
5. Mengetahui daftar patogen yang paling umum terisolasi dalam osteomielitis akut dan
kronis
6. Mengembangkan rencana pengobatan untuk osteomyelitis
7. Pengenalan parameter untuk memantau terapi antimikroba untuk efikasi dan toksisitas
8. Mendidik pasien tentang keadaan penyakit dan terapi obat
KONSEP UTAMA
❶ Osteomielitis adalah infeksi tulang, bisa menjadi
proses yang akut atau kronis
❷
Osteomielitis
umumnya
diklasifikasikan
berdasarkan rute infeksi dan durasi penyakit.
❸ Staphylococcus aureus adalah patogen dominan
terlihat di semua jenis osteomielitis. Namun, spektrum
potensi pathogen penyebab bervariasi dengan faktor
risiko-pasien tertentu dan rute infeksi.
❹ Tanda dan gejala osteomielitis umum diantaranya
rasa sakit dan nyeri ditulang yang terkena, serta
peradangan, eritema, edema, dan penurunan rentang
gerak. Pasien dengan osteomielitis hematogen akut
mungkin juga dengan demam, menggigil, dan malaise.
❺ Standar yang baik untuk diagnosis adalah biopsi
tulang dengan isolasi mikroorganisme dari kultur dan
adanya sel-sel inflamasi serta osteonekrosis pada
pengujian histologis. Namun, lebih umum, diagnosis
osteomielitis berdasarkan temuan klinis diperkuat
dengan hasil dari gambaran studi dan tes
laboratorium seperti perhitungan sel darah putih atau
White blood count (WBC), Tingkat Sedimentasi
Eritrosit atau Eythrocyte Sedimentation Rate (ESR),
dan protein C-reaktif (CRP).
❻ Tujuan pengobatan untuk osteomyelitis akut dan
kronis adalah mengobati infeksi dan mencegah
kekambuhan. Penyembuhan lebih tinggi terlihat pada
akut dibandingkan dengan osteomyelitis kronis. Oleh
karena itu, dalam osteomyelitis kronis, tujuan
pengobatan umum bagi banyak pasien adalah untuk
mencegah komplikasi seperti amputasi.
❼ Pengobatan osteomielitis tergantung pada sejauh
mana tulang nekrosis. Untuk osteomyelitis akut
dengan
kerusakan
tulang
minimal,
kursus
diperpanjang terapi antimikroba harus efektif
mengobati infeksi ; Namun , di osteomyelitis kronis
intervensi bedah juga biasanya diperlukan.
❽ Terapi empiris antimikroba harus menargetkan
kemungkinan penyebab patogen (s) berdasarkan
faktor risiko pasien-spesifik dan rute infeksi. Namun,
terapi harus diubah berdasarkan kultur dan
sensitivitas data.
❾ Total durasi terapi antimikroba biasanya 4 sampai 6
minggu. Terapi ini sering diberikan secara intravena
untuk 1 atau 2 minggu dan kemudian beralih ke rute
oral.
❶ Osteomielitis adalah infeksi tulang yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas dan
peningkatan biaya perawatan kesehatan. Respon
inflamasi terkait dengan osteomielitis akut dapat
menyebabkan nekrosis tulang dan infeksi kronis
setelahnya. Bakteri patogen, terutama Staphylococcus
aureus, adalah mikroorganisme yang paling umum
terlibat dalam infeksi ini. Diagnosa dan pengobatan
seringkali sulit karena sifat heterogen osteomyelitis.
Manajemen medis adalah pengobatan andalan untuk
infeksi akut. Namun, pembedahan diperlukan untuk
kasus-kasus kronis yang melibatkan nekrosis tulang.
Hasil dapat bervariasi berdasarkan faktor risiko
pasien, durasi penyakit, dan tempat infeksi.
EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
❷ Ada beberapa skema klasifikasi untuk
osteomyelitis. Karena merupakan
infeksi tulang
heterogenitas, maka tidak ada klasifikasi sistem tunggal
yang diterima secara universal. Dua skema klasifikasi
yang paling umum digunakan yaitu didasarkan pada
rute infeksi dan durasi penyakit. Dalam skema
klasifikasi yang dikembangkan oleh Waldvogel dan
rekan-rekannya, klasifikasi osteomielitis berdasaran
rute infeksi terbagi menjadi hematogen (melalui aliran
darah) dan osteomielitis sekunder/contiguous
(Gambar 78-1). Osteomielitis sekunder dibagi menjadi
Infeksi dengan atau tanpa insufisiensi vaskular.
Berdasarkan riwayat, osteomielitis telah
diklasifikasikan menjadi akut atau kronis berdasarkan
durasi penyakit (Gambar 78-2). Namun, tidak ada
definisi yang pasti untuk infeksi akut dan kronis ini.
Akut telah didefinisikan sebagai tahap pertama atau
onset gejala (kurang dari 1 minggu). Osteomielitis
kronis
secara
umum
didefinisikan
sebagai
kekambuhan penyakit atau gejala yang bertahan lebih
dari 4 minggu. Pendapat lain menggambarkan
osteomielitis kronik dengan adanya tulang nekrotik.
GAMBAR 78-2. Klasifikasi berdasarkan durasi penyakit
Klasifikasi alternatif yaitu sistem penetapan
Cierny-Mader, didasarkan pada anatomi dan status
fisiologis dari pasien. Skema klasifikasi ini
dikembangkan untuk osteomyelitis kronis melibatkan
tulang panjang dan memiliki aplikasi yang terbatas
untuk tulang kecil dan rangka. Stratifikasi rinci
memiliki utilitas terbesar dalam uji klinis karena dapat
memungkinkan perbandingan regimen terapi
pengobatan pada pasien dengan beragam
komorbiditas dan situs infeksi.
GAMBAR 78-1 . Klasifikasi berdasarkan rute infeksi.
Epidemiologi osteomyelitis telah berubah
pada beberapa decade terakhir. Insiden osteomyelitis
hematogen akut, yang paling sering terjadi pada anakanak telah berkurang. Sebaliknya, frekuensi
osteomyelitis
sekunder
telah
meningkat.
Kecenderungan ini mungkin berhubungan dengan
peningkatan tingkat diabetes dan penyakit pembuluh
darah perifer (PVD), serta peningkatan kehadiran
implan prostetik dan intervensi bedah.
PATOFISIOLOGIS
Jaringan tulang yang sehat umumnya resisten
terhadap infeksi tetapi mungkin juga rentan pada
kondisi tertentu. Tulang dapat terinfeksi (1) melalui
bakteri di dalam aliran darah (2) pemindahan langsung
dari trauma atau operasi (3) melalui penyebaran
infeksi jaringan lunak. Yang terakhir yaitu masalah
pada penderita dengan implan benda asing
(penanaman di pinggang) dan maag kronis.
Mikroorganisme
melekat
pada
tulang
dan
menimbulkan peradangan. Berikutnya pelepasan
leukosit dan sitokin menyebabkan perubahan
permeabilitas pembuluh darah (edema) dan
penurunan tekanan darah (iskemia). Pada beberapa
kasus, proses ini dapat menyebabkan nekrosis tulang.
Potongan-potongan tulang mati tersebut secara
terpisah membentuk sequestra. Daerah ini biasanya
tidak dapat dimasuki antimikroba dan sel fagosit dan
membutuhkan
tindakan
pembedahan
untuk
menghilangkan bakteri (Gambar 78-3).
Baik mikroba atau host merupakan faktor
penting dalam pengembangan osteomyelitis. Spesies
bakteri Staphylococcus berikatan dengan bakteri yang
lain yang mana bakterinya menempel ke jaringan
terdekat disekitarnya. ❸ Contohnya, S.aureus yang
merupakan pathogen utama yang terlihat pada semua
jenis osteomyelitis. Faktor host seperti usia,
komorbiditas, dan adanya benda asing dapat
mempengaruhi penyebaran infeksi (yaitu tulang dan
keterlibatan pathogen) (Tabel 78-1). Contohnya, pasien
dengan diabetes dan PVD memiliki penyembuhan luka
yang buruk dan sering ada tanpa penyembuhan
dinding lambung. Luka ini biasanya menetap dengan
gabungan bakteri aerob dan anaerob yang mana
dapat menyebabkan polymicrobial osteomyelitis. Oleh
karena itu, jika lukanya mendalam atau melus, pasien
harus dievaluasi untuk mengetahui penyebab dasar
osteomyelitis. Populasi khusus lain yang memiliki
berbagai
spectrum
pathogen
antara
lain
penyalahgunaan obat pemberian intravena (IVDA)
(P.aeruginosa dan methicillin resisten terhadap
S.aureus [MRSA]), pasien sel bentuk sabit
(Salmonella), dan individu dengan implant prostetik
(koagulasi staphylococci negatif).
GAMBAR 78-3. Patogenesis Osteomielitis
Osteomielitis Hematogen Akut
 Patogen tunggal paling sering terisolasi
S.aureus adalah patogen predominan
 Patogen lain berdasarkan faktor resiko:
Neonatus: E.coli atau kelompok B steptokokus
Lanjut usia: E.coli
TABEL 78-1. Terapi Antimikroba untuk Osteomielitis
Klasifikasi
Hematogenous
Contiguous
Dengan
Insufiensi
vaskular
Tanpa
Insufiensi
vaskular
Umur
Lokasi infeksi
Neonatus (0-28
hari)
Tulang panjang
(femur,tibia)
Anak sebelum
pubertas
Lanjut usia
(diatas 60 tahun)
Tulang panjang
(femur,tibia)
Tulang
punggung
Dewasa (>50
tahun)
Kaki, Jari
Dewasa
tahun)
(>50
Faktor Risiko
Tipe Bakteri
Patogen
Staphylococcus
aureusa, E.coli,
streptococci grup
B.
S. aureusa
Terapi antimikroba
Nafcillinb dan cefotaxime
Nafcillinb atau cefazolin
Infeksi Saluran
Kemih
S. aureusa, E. coli
Nafcillinb dan
cefotaxime/ ceftriaxone
Diabetes, PVD,
kerusakan saraf
S. aureus (MRSA),
Enterobacteriaceae
, P.aeruginosa,
Enterococcus spp.,
anaerob
Beberapa terapi pilihan:
Vankomycin ditambah
(1) Piperacillin/
tazobactam
(2) Imipenem/
cilastatin/
meropenem
(3) Cefepim/
ceftazidime dan
klondamisin/
metronidazole
(4) Ciprofloxacin/
levoxacin dan
clindamisin/
metronidazole
Nafcillinb atau cefazolin
Setelah operasi S. aureusa
(misalnya
infeksi
pada
jaringan lunak)
Ket:
a
Jika pasien memiliki faktor risiko MRSA, vankomisin diganti dengan Nafsilin. Faktor risiko MRSA dapat mencakup : terapi
antimikroba sebelumnya, rawat inap dalam waktu lama , hemodialisis , penggunaan kateter, penyalahgunaan obat intravena.
b
Oksasilin dapat diganti dengan Nafsilin.
MRSA, Methicillin-Resistant S.aureus; PVD , Pheripheral Vaskular Disease ; UTI, Urinari Tract Infection
Fokus osteomielitis yang berkaitan
dengan insufiensi vaskular
 Beberapa patogen paling sering terisolasi
 Campuran dari organisme aerob dan anaerob:
S.aureus, Enterococcus spp. Enterobacteriaceae,
P.aeruginosa anaerob.
PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Persentasi klinis osteomielitis dapat berbedabeda, tergantung pada rute dan jangka waktu infeksi,
serta faktor pasien-spesifik seperti tempat infeksi,
umur, dan komorbiditas. ❹ Pada Hematogenous
osteomyelitis, pasien biasanya mengalami tandatanda dan gejala sistemik. Dibandingkan dengan
pasien infeksi kronik hanya dengan tanda dan gejala
terlokalisasi. Tanda kronik osteomyeolitis yang jelas
adalah pembentukan saluran sinus dengan nanah
pada salurannya.
Tanda dan gejala yang umum dari osteomyelitis
meliputi
 Sistemik: demam, menggigil, rasa tidak enak
badan.
 Lokal: rasa sakit atau nyeri, edema, eritema,
menurunkan rentang area infeksi.
❺ Diagnosis osteomyelitis didasarkan pada
temuan klinis, tes labolatorium dan gambaran
pembelajaran. Melalui sejarah dan pemeriksaan fisik
sangat penting untuk diagnosis pada pasien dengan
keterbatasan atau gejala yang tidak lazim. Standar yang
baik untuk diagnosis adalah biopsi tulang dengan isolasi
mikroorganisme dari kultur dan adanya sel-sel inflamasi
serta osteonekrosis pada pengujian histologis. Karena
sifat prosedur ini infasif, maka gambaran pembelajaran
dan tes labolatorium, umumnya digunakan untuk
menentukan diagnosis.
Infeksi peradangan non-spesifik diantaranya :
 WBC, ESR dan CRP yang mungkin meningkat atau
dalam batas normal
 WBC yang meningkat kebanyakan terlihat pada
pasien osteomielitis akut
 CRP lebih cepat kembali ke keadaan normal dari
pada ESR
Gambaran studi meliputi :
 Radiografi biasa
 Paling umum digunakan dalam skrining
 kerusakan tulang tidak terlihat pada 10 sampai
21 hari disetai infeksi
 Magnetik Resonance Imaging (MRI)
 lebih akurat untuk mendiagnosa infeksi tulang
 Dapat mendeteksi infeksi lebih cepat
 lebih mahal dari pada radiografi
Fokus osteomielitis yang tidak
berkaitan dengan insufiensi vaskular
 Satu atau beberapa patogen di isolasi
Staphylococcus aureus adalah patogen dominan
 Patogen lain berdasarkan sumber infeksinya:
 Contohnya: Osteomyelitis mandibula (Campuran
dari oral flora aerobic dan anaerobic)
 Lainnya
 Nuclear Medicine Scans : berguna bagi deteksi
dini
 CT Scan : berguna untuk monitoring kemajuan
klinis
Studi Kasus Pasien Bagian I
Seorang pria berusia 62 tahun dengan riwayat
penyakit diabetes dan PVD datang ke IGD
mengeluhkan nyeri pada kaki kiri bagian bawah.
Setelah ditanyakan, anda menyimpulkan bahwa
nyerinya sudah ada selama berbulan-bulan dan tidak
menunjukan respon jika diberikan pengobatan
antibiotik oral. Pada tes fisik, luka yang dalam dan
lebar terihat.
 Informasi apa yang akan diberikan kepada pasien
yang diduga osteomyelitis ini?
 Faktor resiko apa yang dia miliki sehingga
berpotensi terkena osteomyelitis
Evaluasi mikrobiologi :
 Isolasi patogen penyebab untuk terapi antimikroba
 Biopsi (pengambilan jaringan) tulang dapat
memberikan diagnosis yang pasti:
 Sampel harus dimasukan kedalam kultur dan
jaringan tetapi jarang dilakukan karena sifatnya
invasif
 Kultur darah harus positif pada pasien osteomielitis
hematogenus
 Terapi superfisial swab dimana penggunaannya
terbatas pada terapi langsung karena dapat
meningkatkan jumlah koloni dibandingkan dengan
infeksi organisme itu sendiri.
Studi Kasus Pasien Bagian II
Seorang penduduk medis diduga menderita
osteomyelitis dan diminta untuk melakukan x-ray
(plain film radiographs). Dia juga mengelap/mengusap
luka yang terbuka dan mengirimkannya ke
laboratorium mikrobiologi untuk kultur dan tes
sensitifitas. Di laporkan hasilnya sebagai berikut:
Radioaktif : perubahan litik konsisten dengan
kerusakan tulang
 Bagaimana kamu akan mengelompokkan infeksi
pada pasien ini?
 Bagaimana seharusnya hasil dari “Swab Kultur”
luka dimanfaatkan untuk menargetkan terapi
antimikrobial pasien?
PENGOBATAN
Hasil yang diinginkan
❻ Tujuan pengobatan untuk osteomyelitis
adalah untuk membasmi infeksi dan memcegah
kekambuhan. Tingkat kesembuhan yang lebih besar
dari 85% telah dilaporkan untuk osteomyelitis
hematogen akut. Sebaliknya, osteomyelitis kronis
dikaitkan dengan tingkat kegagalan yang lebih tinggi
terutama disebabkan adanya tulang nekrotik. Pasien
ini biasanya membutuhkan intervensi bedah untuk
menghilangkan nekrotik tulang dan jaringan, dan jika
digunakan untuk menggantikan jaringan yang
terinfeksi. Komorbiditas meliputi insufiensi vaskular
yang dapat berkontribusi pada hasil yang buruk
terlihat pada osteomyelitis kronik. Karena tingkat
kegagalan yang tinggi, pengobatan pada populasi
pasien
ini,
mungkin
memerlukan
terapi
berkepanjangan dengan tujuan utama mencegah
amputasi didaerah yang terinfeksi.
Pendekatan umum untuk pengobatan
❼ Terapi antimikroba sendiri adalah
pengobatan utama untuk osteomielitis akut. Jika
dibandingkan dengan pengobatan osteomielitis kronis
biasanya membutuhkan kombinasi terapi antimikroba
dan intervensi bedah. Terapi antimikroba umum
diperlukan untuk pasien yang bukan calon intervensi
bedah berkepanjangan.
Terapi farmakologis
❽ Terapi antimikroba empiris harus
menargetkan kemungkinan penyebab patogen
berdasarkan faktor resiko pasien spesifik dan rute
infeksi. (Tabel 78-1). Cakupan antimikroba empiris
terhadap S. Aureus harus dipertimbangkan untuk
semua klasifikasi osteomielitis. Rekomendasi spesifik
dapat bervariasi berdasarkan faktor-faktor seperti
alergi pasien, potensi memiliki organisme resisten,
penulisan formularium, dan pertimbangan biaya.
Studi Kasus Pasien, Bagian III :
Riwayat medis, pengujian fisik, dan
tes diagnosis
PMH
Diabetes mellitus, PVD, Hipertensi
SH
Perokok tembakau (2 bungkus perhar iuntuk 30 tahun
terakhir), peminum (3 kaleng bir perhari), tidak ada
pekerjaan dengan kecacatan medis.
Pengobatan
Aspirin 81 mg peroral satu kali sehari
Atorvastatin 40 mg peroral satu kali sehari
Clopidogrel 75 mg peroral satu kali sehari
Lisinopril 10 mg peroral satu kali sehari
Glargine insulin 20 unit setiap hari pada saat waktu
tidur
Lispro insulin 7 unit sebelum sarapan dan makan
siang; lispro insulin 9 unit sebelum makan malam
Pengujian Fisik
Gen :umumnya pada laki-laki yang obesitas, dengan
rasa sakit di bagian kulit lambung dan tidak
mengalami penyembuhan
Kulit : dalam ukuran besar dalam Rahim yang berada
di kiri bagian bawah.
VS : Tekanan darah 145/87 mmHg, denyut nadi 80
ketukan per menit, tingkat pernafasan 18/menit, suhu
tubuh 36.0oC, tinggi badan 5’6“ (165 cm), berat badan
93 kg (205 lb)
Laboratorium
WBC 130000 cells/mm, blood urea nitrogen (BUN) /
serum creatinin (Scr) 19/1.3 mg/dL (6.8/99.2 mmol/L),
glukosa darah saat puasa 156 mg/dL, ESR 80mm/jam,
CRP 2.1 mg/dL.
Pertumbuhan kuman pada luka :Enterococcus,
koagulase negative staphylococcus, dan P.auruginose.
Pertumbuhan kuman pada tulang : biopsi selama
debredemet : MRSA, danBacteroidesfragilis.
 Dalam melawan organisme terapi antimikroba
harus ditargetkan?
 Berdasarkan informasi yang telah diberikan, dalam
membuat rencana perawatan untuk pasien
osteomyeolitis. Rencana anda harus mencakup: (1)
tujuan terapi, (2) rencana terapeutik yang detail
untuk pasien spesifik, (3) intervensi
nonfarmakologik, dan (4) tindak lanjut rencana jika
hasil telah dicapai.
Terapi antimikroba harus diubah berdasarkan
kultur dan sensitifitas data spesimen yang
dikumpulkan secara tepat (tabel 78-2). Biasanya,
pengobatan dimulai dengan antimikroba intravena
untuk memastikan bahwa konsentrasi obat terapeutik
akan tercapai pada tulang. Terapi intravena dapat
diberikan dan diatur pada pasien rawat inap atau
pasien rawat jalan. Terapi intravena berlangsung
selama 1-2minggu, lalu beralih ke antibiotik oral dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan kepatuhan yang
baik dan menindaklanjuti rawat jalan. Antimikroba oral
harus memiliki karakterist seperti bioavabilitas yang
tinggi, penetrasi tulang yang baik dan waktu paruhnya
panjang (yaitu, interval dosis diperpanjang).
Antimikroba yang umum digunakan sebagai terapi
oral untuk osteomyelitis meliputi fluoroquinolon,
klindamisin,
linezolid,
dan
trimethoprimsulfametoxazole (TMP-SMX). Sebagai tambahan,
rifampin oral dapat digunakan dalam kombinasi
dengan
antibiotik
lain
dalam
pengobatan
osteomyelitis kronis hanya digunakan pada sebagian
pasien dengan infeksi jaringan setempat.
❾ Durasi pengobatan biasanya 4 sampai 6
minggu
untuk
osteomyeolitis
akut.
Pada
osteomyeolitis kronis juga memerlukan waktu terapi 4
sampai 6 minggu. Namun, total panjangnya terapi
harus dihitung setelah tanggal intervensi bedah besar.
Pengobatan yang lama mungkin diperlukan untuk
populasi tertentu seperti pasien dengan insufiensi
vascular. Selain manajemen medis dan bedah, non
farmakologis intervensi juga akan mengurangi faktor
risiko pada perkembangan osteomielitis harus
dikomunikasikan kepada pasien.
Contohnya seperti berhenti merokok, berat badan
yang terkontrol, olahraga, dan nutrisi yang baik. Selain
itu, pasien diabetes harus diberi konseling mengenai
perlunya dikendalikan kadar glukosa darah,
perawatan rutin dan pemeriksaan diri dari penurunan
ekstremitas dan perawatan luka yang agresif.
Keberhasilan terapi diukur dari sejauh mana
rencana perawatan (1) menyelesaikan tanda dan
Studi Kasus Pasien Bagian IV
gejala (2) membasmi mikroorganisme (3) mencegah
kambuh, dan (4) mencegah komplikasi seperti
amputasi. Pasien harus dievaluasi untuk resolusi
Pasien menerima 4 minggu terapi intravena
tanda-tanda klinis dan gejala dan normalisasi terhadap
antimikroba berikut debridement. Karena perbaikan
tes laboratorium (WBC, CRP, dan ESR). Peningkatan
klinis dokter menghubungi anda untuk
manifestasi klinik harus dilihat dalam waktu 48 sampai
merekomendasikan sebuah antibiotik oral untuk
melengkapi 6 minggu terapi.
72 jam inisiasi terapi antimikroba intravena.
 Terapi antimikroba apa yang anda rekomendasikan
Penurunan CRP dilihat dalam waktu satu minggu
untuk pasien ini?
terapi dan harus dipantau setiap minggu setelah
 Mengevaluasi profil pengobatan pasien untuk
terapi untuk melanjutkan arah gejala yang menurun.
mengetahui interaksi antar obat.
ESR bisa juga dipantau setiap minggu meskipun
 Menganjurkan kepada pasien mengenai terapi
normalisasi akan lebih lambat daripada CRP. Jika
obat tersebut.
responnya rendah maka harus diikuti dengan evaluasi:
(1) kepatuhan pasien, (2) obat-obat yang signifikan
atau ineraksi obat dengan makanan, (3) dosis yang
tepat untuk mendapatkan konsentrasi yang tepat, (4)
Hasil Evaluasi
peningkatan resistensi antimikroba, (5) diperlukan
Tabel 78-2. Terapi antibiotik dengan bakteri target dan dosis yang direkomendasikan
Mikroorganisme
S.aureus
MSSA
MRSA
Enterococcus spp.
Sensitif ampisillin
Resistant ampisillin
Resistant vancomycin
Streptococcus spp.
Terapi yang direkomendasikan
Alternatif
Antistaphylococcal penisillin
Nafcillin (a)/oxacillin
Dewasa: 2g i.v tiap 4-6 jam
Anak (b) : 100-200mg/kg per hari i.v dosisnya dibagi tiap 4-6 jam
Generasi pertama sefalosforin :
Cefazolin (c)
Dewasa : 1-2 g i.v tiap 8 jam
Anak (b):50-100mg/kg per hari i.v dosisnya dibagi tiap 6-8 jam
Vancomycin (c)
Dewasa : 10-15 mg/kg per dosis i.v tiap 8-12 jam
Anak (b): 40mg/kg per hari i.v dibagi dosisnya tiap 6 jam
Linezolid :
Dewasa : 600 mg i.v / oral tiap 12 jam
Anak (b) : 10 mg/kg per dosis i.v/oral tiap 8 jam
Alertgi β-lactam :
Vancomycin
Linezolid
Ampisillin (c):
Dewasa : 2g i.v tiap 4-6 jam
Anak (b) : 100-200mg/kg per hari i.v di bagi dosisnya tiap 4-6 jam
Alertgi β -lactam :
Vancomycin
Vancomycin
Linezolid
Penicillin G (c) :
Dewasa : 2-4 juta UI i.v tiap 4-6 jam
Anak(b) : 250,000-400,000 units/kg per hari i.v dibagi dosisnya
tiap 4-6 jam
Alertgi β -lactam :
Vancomycin
enterobacteriaceae
P. aeruginosa
Anaerobes
Generasi ketiga atau keempat sefalosforin:
Cefriaxone (a)
Dewasa : 1-2 g i.v tiap 24 jam
Anak (b) : 50-75 mg/kg per dosis i.v tiap 24 jam
Cefotaxime (a,c) :
Dewasa : 1-2 g i.v tiap 8 jam
Anak (b) : 50-200mg/kg per hari i.v dibagi dosisnya tiap 8 jam
Ceftadizime (c) :
Dewasa : 1-2 g i.v tiap 8 jam
Anak (b) : 100-150 mg/kg per hari i.v dibagi dosisnya tiap 8 jam
Cefepime (c) :
Dewasa : 2 g i.v tiap 8-12 jam
Anak (b) : 50 mg/kg per dosis i.v tiap 8-12 jam
Piperacillin/tazobactam (c) :
Dewasa : 3,375 g i.v tiap 4-6jam OR 4,5 g i.v tiap 6-8 jam
Fluoroquinolones (e):
Ciprofloxacin (c)
Dewasa : 400mg i.v tiap 12 jam : 500-750mg oral dua kali sehari
Levofloxacin (c):
Dewasa : 500-750 mg i.v/oral sehari sekali
Moxifloxacin (d).
Dewasa : 400 mg i.v/ oral sehari sekali
Antipseudomonal sefalosforin :
Ceftazidime
Cefepime
Antipseudomonal fluoroquinolone (e):
Ciprofloxacin
Levofloxacin
Clindamycin (d) :
Dewasa : 600-900 mh i.v tiap 8 jam
300-450 mg oral tiap 6-8 jam
Anak(b) : 25-40 mg/kg per hari i.v dibagi dosisnya tiap 6-8 jam
10-30 mg/kg per hari oral dibagi dosisnya tiap 6-8 jam
Metronidazole (c,d) :
Dewasa : 500 mg i.v/ oral tiap 8 jam
Anak (b) : 30 mg/ kg per hari i.v/ oral dibagi dosisnya tiap 6-8 jam
Carbapenems :
Imipenem/cilastatin (c)
Dewasa : 500 mg i.v tiap 6-8
jam
Anak (b) : 60-100mg/kg per
hari dibagi dosisnya tiap 6
jam
Metropenem (c).
Dewasa : 1 g i.v tiap 8 jam
Anak (b) : 60-120 mg / kg
per hari dibagi dosisnya tiap
8 jam
Ertapenem (c) :
Dewasa: 1 g i.v tiap 24 jam
Piperacillin/tazobactam
Carbapenems
(hanya imipenem/cilastatin
atau meropenem)
Tabel 78-3. Toksisitas selektif dan interaksi obat dengan antimikrobia
Antimikrobial
β – lactam
Clindamycin
Fluoroquinolon
Efek yang merugikan
Hipersensitivitas (ruam, anafilaksis)
Mual muntah (oral )
Diare (oral)
Sensitif cahaya
Gangguan CNS (seperti pusing,
bingung) terutama untuk pasien
lanjut usia
Perpanjangan QTc
Umunya dihindari untuk pasien anak
(resiko bergantung keadaan
individual pasien)
Studi yang dilakukan pada anjing
Interaksi obat-obatan
Harus terpisah dari alumunium atau
magnesium-terdapat dalam antasida,
kalsium, garam
Ciprofloxacin adalah menghambat
CYP1A2
Interaksi obat berbahaya mungkin bila
dengan teofilline dan methylxanthine
Linezolid
Metronidazole
Rifampin
TMP-SMX
Vancomycin
menandakan arthropathy
Myelosuppresi : monitor CBC
seminggu sekali jika terapi leb lebih
dari 2 minggu
Mual/muntah
Rasa logam
abnormal hati : monitor LFTs
pengeluaran kemerah-merahan –
orange
(seperti urine, keringat, airmata)
Mual/muntah
Myelosuppresi : monitor CBC
Kelainan hati : monitor LFTs
Ruam seperti steven-johnson
syndrome
Toksik (radang urat darah, red man
syndrome)
Berpotensi toksik pada ginjal jika
dengan agent nephrotoxic
(seperti aminoglicosida) monitor
ginjal (BUN/SCr)per minggu dalam
keadaan pasien stabil
Pertimbangan vancomycin untuk
konsentrasi terapeutik
Penghamabat MAO, evaluasi untuk
melihat potensi interaksi dengan obat
lain atau interaksi obat dengan makanan
Hindari dari penggunaan alkohol :
berpotensi untuk reaksi seperti
disulfiram
Substrat untuk CYP2C9 dan
menghambat CYP2C9, 3A ¾ dan 3A 5-7,
mungkin berinteraksi potensial dengan
warfarin ( mempertinggi protombin)
dan lithium (konsentrasi rendah )
Berpotensi memediasi metabolisme
CYP; evaluasi untuk interaksi obat-obat
Menghambat CYP2C9, evaluasi untuk
potensi interaksi dengan obat-obat lain
untuk tambahan pada gambaran pelajaran, dan (6) mengevaluasi kembali diagnosa. Pada pasien dengan tingkat
kekambuhan yang tinggi, maka harus menindaklanjuti tindakan medis paling sedikit 1 tahun yang diikuti dengan
perkembangan gejala.
merugikan, alergi obat, dan interaksi obat.
6. Menekankan pentingnya kepatuhan terhadap
terapi regimen.
Perawatan Pasien dan Pemantauan
7. Memberikan edukasi kepada pasien sehubungan
dengan penyakit dan terapi obat. Diantaranya:
 Penyebab Osteomyeolitis
 Komplikasi yang berkaitan dengan ostemyeolitis
1. Menilai gejala pasien dan hasil tes uji laboratorium
 Obat, dosis, durasi, dan rute pemberian
untuk menentukan jika terapi pasien diberikan
antimikroba pada pasien regimen.
sesuai dengan prosedur yang tepat.
 Optimalnya waktu pemberian obat untuk gaya
2. Mendapatkan riwayat reseo secara menyeluruh,
hidup pasien dan pengobatan yang lainnya.
tidak memakai resep, dan menggunakan produk
 Tersedia pilihan jika pasien lupa minum obat.
alami.
 Efek samping yang mungkin terjadi
3. Memberikan edukasi kepada pasien untuk
 Memberikan edukasi kepada pasien mengenai
merubah gaya hidup yang akan mengurangi resiko
monografi antibiotik.
infeksi berulang.
4. Mengembangkan rencana untuk menilai efektivitas
terapi antimikroba.
5. Mengevaluasi pasien jika ada reaksi obat yang
SINGKATAN-SINGKATAN
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
BUN
CBC
CRP
CT
CYP
ESR
Carek PJ, Dickerson JM, Sack JL. Diagnosis and
management of osteomyelitis. Am Fam
Physician 2001;63:2413–2420.
Ciampolini J, Harding KG. Pathophysiology of chronic
Bacterial osteomyelitis. Why do antibiotics fail
so often? Postgrad Med J 2000;76:479–483.
Lazzarini L, Mader JT, Calhoun JH. Osteomyelitis in
long bones. J Bone Joint Surg Am
2004;86:2305–2318.
Lew DP,Waldvogel FA. Osteomyelitis. Lancet
2004;364:369–378.
Lipsky BA, Berendt AR, Deery HG, et al. Diagnosis
and treatment of diabetic foot infections. Clin
Infect Dis 2004;39:885–910.
Mader JT, Shirtliff ME, Bergquist SC, Calhoun J.
Antibiotic treatment of chronic osteomyelitis.
Clin Orthop Relat Res 1999; 360:47–65.
Mader JT, Shirtliff M, Calhoun JH. Staging and
staging application in osteomyelitis. Clin Infect
Dis 1997;25:1303–1309.
Paluska SA. Osteomyelitis. Clin Fam Pract
2004;6:127–156.
Steer AC, Carapetis JR. Acute hematogenous
osteomyelitis in children: recognition and
management. Pediatr Drugs 2004;6:333–346.
Waldvogel FA,Medoff G, Swartz MN. Osteomyelitis:
a review of clinical features, therapeutic
considerations
IVDA
LFT
MAO
MRI
MRSA
MSSA
PVD
Scr
TMP-SMX
UTI
WBC
: Blood urea nitrogen
: complete blood cell count
: C-reactive protein
: computed tomography
: cytochrome P-450 isoenzyme
: erythrocyte sedimentation rate
(laju endap sel darah merah)
: intravenous drug abuser
: liver function test
: monoamine oxidase
: magnetic resonance imaging
: methicillin-resistant S. aureus
: methicillin-sensitive S. aureus
: peripheral vascular disease
: serum creatinine
: trimethoprim-sulfamethoxazole
: urinary tract infection
(infeksi saluran kemih)
: White blood count
(Jumlah sel darah merah)
Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di
www.ChisholmPharmacotherapy.com
Masuk ke situs web:
www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk
memperoleh informasi dalam melanjutkan
pembelajaran bab ini.
13 SEPSIS DAN SYOK SEPTIK
S. Scott Sutton
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1. Dapat membandingkan dan menjelaskan definisi penggunaan untuk sepsis.
2. Identfikasi penyebab patogen akibat sepsis.
3. Diskusi mengenai patofisiologi sepsis yang berkaitan dengan endotoksin, peptidoglikan, dan
mediator antiinflamasi.
4. Identifikasi gejala pasien dari awal hingga terkena sepsis dan evaluasi diagnosis dan tes
laboratorium untuk penyembuhan pasien dan pengontrolonnya.
5. Menduga komplikasi dari sepsis dan mendiskusikan berbagai permasalahan pasien
6. Merancang keinginan pasien dalam penyembuhan penyakit septik.
7. Merumuskan pengobatan dan rencana pengontrolan (Farmakologi dan nonfarmakologi) untuk
pasien yang terkena septik
8. Mengevaluasi respon pasien dan menemukan alternatif lain dalam pengaturan gaya hidup untuk
mencegah terkena septik.
bisa mencapai angka kematian (mortalitas) hingga
40%.
KONSEP UTAMA
❶ Sepsis berperan dalam rangkaian kesatuan dari
sebagai
❺ Pengobatan dimaksudkan untuk memberikan
❷ Bakteri gram positif dan gram negatif, jamur,
bakteri atau jamur anaerob, dan virus adalah
penyebab sepsis.
pengarahan hingga menyadarkan ; mengurangi atau
eliminasi kegagalan organ ; perlakuan eliminasi harus
mengarah pada sumber infeksi ; menghindari reaksi
samping dari pengobatan ; dan mendapatkan efek
terapi yang efektif.
❸ Inflamasi adalah salah satu faktor penting dalam
❻ Berdasarkan pengalaman sewajarnya terapi anti
perkembangan sepsis. Pasien denga infeksi yang
keras, trauma, kondisi lemah, atau melemahnya status
sistem imun membuat ketidakseimbangan antara
mediator inflamasi dalam perkembangan sepsis.
infeksi dapat mengurangi 28 hari angka kematian.
Sewajarnya administrasi terapi lebih dari 1 jam dalam
pengurangan komplikasi sepsis dan angka kematian.
❹ Beban kumulatif dari komplikasi sepsis adalah
yang berisiko tinggi dari kematian, dan tidak dapat
digunakan untuk pasien yang berisiko rendah dalam
kematian (Didefinisikan oleh APACHE II Scores).
tahapan fisiologi yang didefinisikan
kategori penggambaran proses sepsis.
pembimbingan dari angka kematian (mortalitas).
Angka resiko kematian bertambah hingga 20% dengan
kegagalan
penambahan
beberapa
organ.
Kemungkinan rata – rata dengan sepsis yang keras
❼ Drotrecogin alfa dapat digunakan untuk pasien
Sepsis adalah rangkaian kesatuan dari perubahan
fisiologis yang ditandai dengan infeksi, inflamasi
sistemik, dan hipoperfusi yang tersebar luas dalam
jaringan yang rusak. ❶ Universitas Amerika
Kedokteran dan Himpunan Masyarakat Kepedulian
Kritis Obat dikembangkan untuk pengobatan sepsis.
(Tabel 79-1). ❶ Mereka memberikan parameter
fisiologik untuk kategori pasien yang mengalami :
bacterimia, infeksi, inflamasi sistemik sindrom
respon (ISSR), sepsis, sepsis keras, syok septik, atau
Banyak Organ Sindrom Disfungsi (BOSD). Definisi
standar telah dikembangkan untuk infeksi pasien
yang kritis.
Sepsis berat: Sepsis yang berhubungan dengan
disfungsi organ, hipoperfusi, atau hipotensi
(tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg).
Hipoperfusi dan perfusi kelainan mungkin
termasuk, namun tidak terbatas pada, asidosis
laktat, oliguria, atau perubahan akut pada status
mental.
EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Multiple-Organ Disfungsi Syndrome (MODS):
Kehadiran fungsi organ diubah memerlukan
intervensi untuk mempertahankan homeostasis.
Sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas bagi pasien sakit kritis, dan kesepuluh
terkemuka penyebab kematian secara keseluruhan.
Sepsis menyebabkan 660.000 sampai 750.000 kasus
setiap tahunnya, peningkatan empat kali lipat dari
tahun 1979. Perawatan pasien septik biaya $ 17
milyar di Amerika Serikat setiap tahun ($ 22.000
sampai $ 50.000 per pasien).
❶.TABEL 79-1. Definisi Terkait Sepsis
Bakteremia (fungemia): Kehadiran bakteri hidup atau
jamur dalam aliran darah.
Infeksi: respon inflamasi terhadap invasi dari jaringan
host yang biasanya steril oleh mikroorganisme.
Sindrom Respon Inflamasi Sistemik (SRIS): Sebuah
respon inflamasi sistemik terhadap berbagai
penghinaan klinis yang dapat menular, tapi dapat
memiliki
etiologi
non-infeksi.
Tanggapan
dimanifestasikan oleh dua atau lebih dari kondisi
berikut: suhu lebih besar dari 38 ° C (100,4 ° F) atau
kurang dari 36 ° C (96,8 ° F); denyut lebih dari 90
denyut / menit; tingkat pernapasan lebih besar dari
20 napas / menit atau PaCO2 kurang dari 32 torr;
WBC lebih besar dari 12.000 sel / mm3, kurang dari
4.000 sel / mm3, atau lebih besar dari 10% yang
belum matang (band) bentuk.
Sepsis: Sindrom respon inflamasi sistemik dan infeksi
didokumentasikan (budaya atau bakteri Gram
pada darah, sputum, urin, atau cairan tubuh yang
biasanya steril positif bagi mikroorganisme
pathogen.
Syok septik: Sepsis dengan hipotensi, meskipun
resusitasi cairan, bersama dengan kehadiran
kelainan perfusi. Pasien yang berada di inotropik
atau vasopressor agen mungkin tidak hipotensi
pada saat kelainan perfusi diukur.
PaCO2, tekanan parsial karbon dioksida; WBC, jumlah sel
darah putih.
Faktor risiko sepsis meliputi: usia, kanker,
imunodefisiensi, kegagalan organ kronis, faktor
genetik (laki-laki, dan asal-usul etnis kulit putih di
Amerika
Utara),
pasien
bakteremik,
dan
polimorfisme pada gen yang mengatur imunitas.
Paru, gastrointestinal, urogenital, dan infeksi aliran
darah memperhitungkan sebagian besar kasus
sepsis.
❷ Bakteri gram-positif dan gram negatif, spesies
jamur, anaerobes, dan virus menyebabkan sepsis
(tabel 79-2). Gram-positif infeksi rekening untuk 30%
sampai 50% sepsis dan kasus mengalami Syok septic.
Persentase gram-negatif, polymicrobial, dan kasuskasus virus sepsis adalah 25%, 25%, dan 4%, masingmasing. Bakteri resisten multi-obat bertanggung
jawab untuk sekitar 25% kasus sepsis, sulit untuk
mengobati, dan meningkatkan mortality. Tingkat
infeksi jamur peningkatan 200% dari 1979 hingga
2000. ❷ Candida albicans adalah spesies jamur yang
paling umum; Namun, non-albicans spesies (C.
glabrata, C. krusei, dan C. tropicalis) telah meningkat
dari 24% menjadi 46%. Jamur lain diidentifikasi
sebagai penyebab sepsis termasuk Cryptococcus,
Coccidioides, Fusarium dan Aspergillus.
PATOFISIOLOGI
Perkembangan dari sepsis kompleks dan
multifaktoral. Normalnya respon host untuk
menginfeksi dan di desain untuk menempatkan dan
mengontrol invasi dari bakteri dan mulai
membenarkan jaringan yang luka termasuk sel
fagosit dan mediator inflamasi.
❷ TABLE 79–2. Patogen Sepsis
Frekuensi
Gram-positive bacteria
Methicillin-susceptible
Staphylococcus aureus
Methicillin-resistant S. aureus
Other Staphylococcus species
Streptococcus pneumonia
Other Streptococcus species
Enterococcus species
Anaerobes
Other gram-positive bacteria
Gram-negative bacteria
Escherichia coli
Pseudomonas aeruginosa
Klebsiella pneumonia
Enterobacter species
Haemophilus influenzae
Anaerobes
Other gram-negative bacteria
Fungi
Candida albicans
Other Candida species
Organism (%)
30–50
14–24
5–11
1–3
9–12
6–11
3–13
1–2
1–5
25–30
9–27
8–15
2–7
6–16
2–10
3–7
untuk menjadi respon lokal dan berisi infeksi atau
cedera. Infeksi atau luka dikendalikan melalui
mediator pro dan anti-inflamasi. Mediator
proinflamasi memfasilitasi pembersihan stimulus
melukai, mempromosikan resolusi kecelakaan, dan
terlibat dalam pengolahan jaringan yang rusak.
Untuk mengendalikan intensitas dan durasi respon
inflamasi, mediator antiinflamasi dilepaskan yang
bertindak untuk mengatur mediator proinflamasi. ❸
Keseimbangan antara mediator pro dan antiinflamasi melokalisasi infeksi / luka dari jaringan
inang. Namun, respon sistemik terjadi ketika
keseimbangan dalam proses inflamasi hilang.
Proses inflamasi pada sepsis terkait dengan
sistem koagulasi. Mediator pro-inflamasi mungkin
prokoagulan dan antifibrinolitik, sedangkan
mediator anti inflamasi mungkin fibrinolitik. Faktor
kunci dalam peradangan sepsis diaktifkan protein C,
yang meningkatkan fibrinolisis dan menghambat
peradangan. Tingkat Protein C yang menurun pada
pasien septik.
PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Presentasi klinis sepsis bervariasi dan tingkat
perkembangan manifestasi klinis mungkin berbeda
dari pasien ke pasien. Keadaan penyakit tertentu
atau organisme bakteri dapat menyebabkan
perkembangan hingga akhir sepsis lebih cepat;
contoh
termasuk
pasien
dengan
infeksi
imunosupresi, meningococcemia, dan infeksi oleh
Pseudomonas aeruginosa.
3–12
1–3
Presentasi Klinik Sepsis
1–2
1–3
2–4
Parasites
Viruses
diperoleh ketika respon inflamasi sistemik dan meluas
menjadi jaringan normal yang jauh dari lokasi jaringan
awal.
Pro Dan Mediator Anti-Inflamasi
❸ Faktor kunci dalam pengembangan sepsis
adalah peradangan. Peradangan ini dimaksudkan
Tanda-tanda dan gejala pasien sepsis disebut
sebagai awal dan akhir sepsis.
Tanda dan Gejala
Tanda-tanda klinis awal dan gejala sepsis merupakan
awal, dan mereka termasuk: demam, menggigil, dan
perubahan status mental. Tanda-tanda dan gejala
lain meliputi:
 Takikardia
 Takipnea
 Mual dan muntah







Hiperglikemia
Mialgia
Letargi dan malaise
Proteinuria
Leukositosis
Hipoksia
Hiperbilirubinemia
Pasien septik mungkin memiliki suhu tinggi, rendah,
atau normal. Tidak adanya demam adalah umum
pada neonatus dan pasien usia lanjut. Hipotermia
berhubungan dengan prognosis yang buruk.
Hiperventilasi dapat terjadi sebelum demam dan
menggigil dan dapat menyebabkan alkalosis
pernapasan. Disorientasi dan kebingungan dapat
berkembang awal pada pasien septik, terutama
pada orang tua dan pasien dengan gangguan
neurologis yang sudah ada sebelumnya. Disorientasi
dan kebingungan mungkin berhubungan dengan
infeksi atau karena tanda-tanda dan gejala sepsis
(misalnya, hipoksia).
Akhir sepsis merupakan proses yang lambat yang
berkembang selama beberapa jam ketidakstabilan
hemodinamik. Tanda dan gejala akhir sepsis
meliputi:
 Asidosis laktat
 Oliguria
 Leukopenia
 Trombositopenia
 Depresi miokard
 Edema paru
 Hipotensi
 Hipoglikemia
 Perdarahan saluran pencernaan
Oliguria sering mengikuti hipotensi karena
penurunan perfusi. Asidosis metabolik terjadi
kemudian karena izin berkurang oleh ginjal dan hati
dari asam laktat.
Hasil Pemeriksaan Fisik pada Sepsis
HEENT: ikterus Scleral, membran mukosa kering,
pupil pinpoint, pupil melebar dan tetap, nystagmus
Leher: jugularis distensi vena, bruit karotis
Paru-paru: Crackles (rales), konsolidasi, egophony,
suara napas tidak ada
CV: irama tak beraturan, S3 berpacu, murmur
Abd: Tegang, buncit, lembut, rebound, menjaga,
hepatosplenomegali
Dubur: Penurunan nada, darah merah terang
Exts: betis bengkak, disparitas tekanan darah antara
ekstremitas atas
Neurologis: Agitasi, bingung, delirium, obtundation,
koma
Kulit: Dingin, berkeringat, atau hangat; kulit
hyperemic; ruam
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan cepat dan
efisien, dengan upaya diarahkan mengungkap
penyebab paling mungkin dari sepsis. Pasien
mungkin atau mungkin tidak memberikan riwayat
kesehatan; Oleh karena itu data historis dapat
diperoleh dari catatan medis dan / atau keluarga.
Kondisi pasien medis, penyakit baru-baru ini, infeksi,
atau kegiatan dapat memberikan informasi berharga
tentang penyebab sepsis.
Diagnostik dan Laboratorium Pengujian
Budaya mikrobiologis sebaiknya diperoleh sebelum
terapi anti-infektif dimulai. Namun, budaya
memakan waktu 6 sampai 48 jam dan mungkin
negatif (tidak ada pertumbuhan organisme bakteri).
Budaya negatif tidak menyingkirkan infeksi. Dua set
kultur darah harus diperoleh, karena dua set budaya
yang diperlukan untuk menyingkirkan kontaminasi.
Setidaknya satu harus ditarik perkutan dan satu
ditarik melalui masing-masing perangkat akses
vaskular, kecuali perangkat baru-baru ini (kurang
dari 48 jam) dimasukkan.
Biasanya untuk mendapatkan situasi klinis
menyatakan:
 Urine dan analisis urine, sekresi pernapasan, cairan
serebrospinal, luka
Tes laboratorium untuk mengevaluasi infeksi atau
komplikasi sepsis:





Hitung darah lengkap dengan diferensial
Parameter koagulasi
Panel metabolik dasar
Konsentrasi laktat serum
Gas darah arteri
Studi Kasus Pasien, Bagian 1
Seorang pria 67 tahun dengan riwayat penyakit paru
obstruktif kronik menyajikan ke gawat darurat
dengan demam tinggi, menggigil, nyeri dada yang
parah, dan sesak napas. Anggota keluarganya
menyatakan bahwa ia telah bingung sepanjang hari.
Dia mulai mengalami batuk yang parah 2 hari yang
lalu, dengan produksi dahak yang berlebihan. Ia
menerima doksisiklin 100 mg dua kali sehari selama
infeksi saluran pernapasan atas 7 hari yang lalu.
 Informasi apa yang sugestif infeksi dan / atau
sepsis?
 Apakah pasien ini memiliki faktor yang dapat
menyebabkan perkembangan sepsis?
 Informasi apa yang kami butuhkan untuk
mengkonfirmasi atau mendiagnosa sepsis pada
pasien ini?
Biomarker sepsis telah menjadi kontroversi.
Penggunaan rutin endotoksin, prokalsitonin, atau
penanda lain tidak rutin merekomendasikan.
Konsentrasi prokalsitonin dalam serum biasanya
meningkat pada sepsis, tetapi gagal untuk
membedakan antara infeksi dan peradangan.
Namun, prokalsitonin memiliki nilai prediktif negatif
yang tinggi dan dapat memungkinkan untuk
penghentian antibiotik.
Komplikasi Sepsis
❹ Pengakuan dan pengobatan komplikasi
sepsis sangat penting untuk meningkatkan hasil.
Beban kumulatif komplikasi sepsis adalah faktor
utama kematian. Risiko kematian meningkat 20%
dengan kegagalan masing-masing organ tambahan.
Berat rata-rata sepsis dua gagal organ, dengan
angka kematian 40%. Komplikasi yang paling umum
adalah: koagulasi intravaskular diseminata, sindrom
gangguan pernapasan akut, gagal ginjal akut, dan
kompromi hemodinamik.
Koagulasi Intravaskular Menyebar
❹ Koagulasi intravaskular (DIC) komplikasi 25%
sampai 50% dari pasien septik, dan merupakan
prediktor independen kematian. DIC adalah sindrom
yang ditandai oleh koagulasi dan aktivasi dan
produksi sitokin pro-inflamasi, yang berpuncak pada
pembentukan fibrin intravaskular dan deposisi di
mikrovaskulatur tersebut. Perdarahan hasil dari
konsumsi dan kelelahan protein koagulasi dan
trombosit, karena aktivasi lanjutan dari sistem
koagulasi. DIC dapat menghasilkan gagal ginjal akut,
hemoragik nekrosis mukosa gastrointestinal, gagal
hati, pankreatitis akut, ARDS, dan kegagalan paru.
Sindrom Gangguan Pernafasan Akut
❹ Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) adalah proses inflamasi paru-paru akut dan
persisten dengan adanya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah yang mengarah ke hipoksia berat.
ARDS merupakan penyakit yang menyebabkan 20%
pasien mengalami syok septik. Kerusakan paru-paru
merupakan proses multi-fase yang dimulai karena
adanya infeksi,cedera,atau eksaserbasi kondisi
medis. Saat pasien datang dengan keadaan
stabil;namun,pada saat di radiografi dada terungkap
adanya infiltrat parenkim. Saat ini pasien banyak
yang memiliki edema paru dan mungkin mengalami
hyperventilasi. Pada fase berikutnya pasien
mengalami perkembangan insufisiensi pernafasan
dan edema paru sehingga dapat dilihat pada
radiografi dada. Hipoksia berat mungkin terjadi,
menyebabkan ventilasi mekanis.
Gagal Ginjal Akut
❹ Acute Renal Failure (ARF) terjadi pada 19%
pasien septik,25% dari pasien septik parah,dan 51%
dari pasien syok septik. Sepsis dan gagal ginjal akut
memiliki
angka
kematian
sebanyak
70%,dibandingkan dengan 45% diantara pasien
dengan ARF saja. ARF menyebabkan adanya cairan
pada
ruang
ekstravaskuler,termasuk
paruparu,diikuti dengan adanya tanda-tanda penurunan
pertukaran gas dan hipoksemia berat. Terapi
penggantian ginjal dengan penggunaan hemofiltrasi
venovenous terus menerus dan hemodialisis
intermiten dapat digunakan sebagai fasilitas volume
dan elektrolit.
Kompromi Hemodinamik
❹ Vasodilatasi arteri merupakan ciri khas dari
efek hemodinamik yang berhubungan dengan
sepsis. Cardiac output dan vaskular sistemik yang
rendah menandakan keresistenan vasodilatasi arteri.
Tumor necrosis faktor-α (TNF-α) dan endotoksin
langsung menekan fungsi kardiovaskular. Hipotensi
persisten kesalahan pengiriman oksigen ke jaringan
Oleh karena itu,peningkatan pengiriman
oksigen atau penurunan konsumsi oksigen pada
pasien hipermetabolik harus mengoptimalkan
sitemik DO2 yang relatif terhadap VO2 .
(DO2) dan konsumsi oksigen oleh jaringan (VO2) .
Jaringan tertentu mungkin menerima oksigen yang
cukup selama terjadinya sepsis;namun,tuntutan
jaringan lainnya untuk oksigen tidak dapat terpenuhi
karena adanya penurunan perfusi. Perfusi cacat ini
akan ditekankan oleh peningkatan antrioventikular
melebar. DO2 selular menurun,tapi VO2 tetap tidak
berubah.
Jika
perfusi
menurun
secara
signifikan,cadangan DO2 akan berlebihan dan akan
menghasilkan iskemia jaringan. Iskemia jaringan
dapat menyebabkan kegagalan organ.
PENGOBATAN DAN HASIL EVALUASI
Hasil yang Diharapkan
❺ Tujuan pengobatan utama sepsis adalah
untuk mencegah morbiditas dan mortalitas.
Pengobatan ditujukan untuk awal diarahkan pada
tujuan
penyadaran;
mengurangi
atau
menghilangkan kegagalan organ; mengobati dan
menghilangkan sumber infeksi; menghindari efek
samping dari pengobatan; dan memberikan terapi
hemat biaya.
Pendekatan Umum untuk Pengobatan
Kecepatan dan ketepatan terapi diberikan pada jam
awal setelah sepsis mengalami perkembangan hasil
pengaruhnya,seperti pada kasus infark miokard akut
dan kejadian serebrovaskular.
Masalah yang terkait dalam manajemen pasien
septik yaitu : (Gambar. 79-1)
1. Awal resusitasi ditujukan pada pasien septik
selama 6 jam pertama setelah pengenalan
2. Administrasi awal dari terapi anti infeksi yang
berspektrum luas terjadi
3. Protein c pada pasien diaktifkan saat sepsis yang
parah dan adanya resiko kematian (acute
physiology,age,and chronic healt evaluation II
[APACHE II ] angka lebih besar dari 25)
4. Hydrocortison untuk pasien syok septik
refrakter/berlawanan terhadap resusitasi dan
vasopresor,dengan insufisiensi adrenal
5. Kontrol glikemik melalui infus insulin dan glukosa
untuk mempertahankan kadar glukosa antara 80
dan 110 mg/dL (4,4 dan 6,1 mmol/L)
6.Terapi adjuvan : nutrisi,trombosis profilaksis
pembuluh darah bagian dalam,tegangnya
profilaksis ulkus,dan sedasi dari obat-obat saluran
oksigen dari pasien
Terapi Farmakologi
Pengobatan untuk sepsis berfokus pada infeksi,
peradangan, hipoperfusi, dan cedera jaringan luas.
Pasien sepsis mungkin memerlukan beberapa
rejimen pengobatan simultan untuk mencapai hasil
penurunan morbiditas dan mortalitas.
Studi Kasus Pasien, Bagian 2:
Riwayat Medis, Ujian Fisik, dan Uji
Diagnostik
PMH
Penyakit paru obstruktif kronik
Hipertensi
Diabetes mellitus
Insufisiensi ginjal kronis (dasar kreatinin serum
1,6 mg / dL [141,44 umol / L])
FH
Ayah mengalami stroke pada usia 59; Ibu memiliki
riwayat hipertensi dan diabetes mellitus
SH
Pekerja konstruksi; perokok dengan sejarah 35
bungkus-tahun
MEDS
Tidak ada obat dikenal Alergi
Albuterol ipratropium inhalasi 2 Puff setiap 6 jam
Glipizide 10 mg sekali sehari
Hydrochlorothiazide 25 mg sekali sehari
Lisinopril 20 mg sekali sehari
ROS
Tidak dapat memperoleh; pasien telah menjadi lebih
bingung
PE
VS: Tekanan darah 87/53 mm Hg, pulsa 97 bpm, laju
pernafasan 34/menit, suhu 39.3° C (102.7° F) paruparu: menurun bunyi napas
Labs
Kreatinin serum 2.7 mg/dL (238.68 μmol/L); glukosa
298 mg/dL (16.54 mmol/L); sel darah putih:
leukocytosis dengan kiri pergeseran
Biakan: darah, urin dan pernapasan budaya tertunda
Radiologi: x-ray dada menunjukkan meresap di kiri
bawah lobus
 Berdasarkan parameter pasien dia Apakah (yaitu,
sindrom respons peradangan sistemik, sepsis, atau
syok septic)?
 Mengidentifikasi tujuan pengobatan
(nonpharmacologic dan farmakologis).
Resusitasi Awal
❺Awal tujuan-diarahkan resusitasi menurun 28hari kematian pada pasien sepsis. Tujuan
pengobatan diinduksi sepsis hipoperfusi (hipotensi
atau asidosis laktat) selama 6 jam pertama
mencakup :
 Tekanan vena sentral: 8-12 mm Hg (12 sampai 5
mm Hg untuk intubated pasien)
 Berarti tekanan arteri lebih besar dari atau sama
dengan 65 mmHg
 Pengeluaran urin output lebih besar dari atau
sama dengan 0.5 mL/kg per jam
 Saturasi oksigen vena vena atau campuran
tengah lebih besar atau sama hingga 70%
❺ Kristaloid atau cairan koloid digunakan untuk
resusitasi dan studi klinis yang membandingkan
cairan yang menemukan mereka untuk menjadi
setara. Kristaloid membutuhkan lebih banyak cairan,
yang
dapat
mengakibatkan
lebih
edema
(memanfaatkan hati-hati pada pasien pada risiko
kelebihan cairan, misalnya, jantung kongestif dan
ARDS); Namun, koloid secara signifikan lebih mahal.
Kebanyakan pasien memerlukan Resusitasi cairan
agresif selama 24 jam pertama karena terusmenerus venodilation dan kebocoran kapiler.
Pemantauan parameter dan pengobatan
alternatif untuk resusitasi :
 Konsentrasi laktat ditinggikan serum mungkin
penanda awal untuk jaringan hipoperfusi.
 Mengelola tantangan cairan untuk pasien
hipovolemik (hipotensi atau asidosis laktat):
kristaloid 500-1000 mL; koloid 300 sampai 500
mL. Mengelola lebih dari 30 menit dan ulangi
berdasarkan respon (meningkatkan tekanan
darah dan urin).
 Pasien mungkin memerlukan perbaikan terapi
cairan.
Terapi Anti Infeksi
❻ Terapi anti infeksi yang tepat selama 28 hari
dapat menurunkan kematian dibandingkan dengan
yang tidak terapi (24% berbanding 39%). ❻ Selain itu,
terapi yang tepat dalam 1 jam, dari pengakuan sepsis
juga dapat menurunkan komplikasi dan mortalitas.
Empiris terapi anti infeksi harus mencakup satu, dua,
atau tiga obat. Tergantung pada tempat infeksi dan
penyebab patogen (Tabel 79 – 3). Uji klinis anti
infeksi dan shock pada penderita yang langka dan
belum menunjukkan perbedaan antara agen. Oleh
karena itu, faktor yang menentukan pilihan adalah :
 Daerah infeksi
 Kausatif patogen
 Komunitas atau nosokomial yang terinfeksi
 Kerentanan antibiotik dan resistensi
 Sejarah pasien ( penyakit yang mendasari, budaya
atau infeksi sebelumnya, dan intoleransi obat)
 Efek samping
 Biaya
❻ Anti infeksi regimen harus berspektrum luas
karena ada sedikit margin untuk kesalahan pada
pasien sakit kritis.
Strategi pemantauan dan pengobatan untuk
memaksimalkan efek dan meminimalkan toksisitas
dari anti-infeksi :
 Berikan anti infeksi dengan spektrum luas untuk
terapi awal
 Berikan antibiotik yang berkonsentrasi pada
tempat infeksi
 Pantau parameter pasien untuk memastikan dosis
yang memadai
 Kelainan fungsi ginjal dan hati akan meningkatkan
konsentrasi obat dan menyebabkan penderita
terkena toksisitas.
 Pasien terinfeksi mungkin sudah mengubah
jumlah volume distribusi obat karena resustasi
awal.
 Evaluasi ulang rejimen awal dalam 48 jam sampai
72 jam dengan hasil data mikrobiologi dan data
klinis.
 Lakukan terapi step down berdasarkan budaya
mikrobiologis untuk mencegah resistensi dan
mengurangi toksisitas dan biaya
 Mono terapi setara dengan kombinasi terapi kalau
penyebab patogen telah diketahui. Tetapi empirik
harus mencakup kombinasi rejimen yang
memastikan mencakup organisme penyebab.
Pemilihan Anti Mikroba
Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih dapat diberikan cephalosporin
generasi ke tiga atau uoroquinolome. ❷ Penyebab
patogen umumnya bakteri gram negative
(escherichia coli) . ❷ Infeksi saluran kemih
nosokomial yang didapat sering berhubungan
dengan kateter dan disebabkan oleh pseudomonas
dan enterococci (gram negatif) yang fermentasi dan
yang tidak terfermentasi. Beta laktam atau
betalaktamase inhibitor (piperasilin – tazobactam),
sefalosporin antipseudomonal (sefepim, tazidime
atau carbapenem, ditambah aminoglikosida yang
direkomendasikan menjadi obat pilihan.(Lihat Tabel
79-3)
Presentasi Klinis Aminoglikosida
Tobramycin lebih aktif terhadap pseudomonas
aeruginosa dari gentamisin, sedangkan gentamisin
lebih aktif terhadap spesies serratia. Amikasin
adalah sisi aminoglikosida yang paling ampuh untuk
melawan enterobacteriaceae, namun, hal itu harus
disediakan bakteri yang resisten terhadap
gentamisin
dan
tobramisin.
Pemilihan
aminoglikosida berdasarkan :
 Pola sensitivitas lokal
 Parameter pasien ( infeksi dan sejarah budaya
mikrobiologis)
 Biaya
Aminoglikosida dapat diberikan dengan dosis (1,5 – 2
mg/kg setiap 8 jam) atau dosis diperpanjang (4-7
mg/kg setiap 24 jam). Perpanjangan metode
pemberian dosis akan memaksimalkan sifat
farmakodinamik dari aminoglikosida (pembunuhan
tergantung konsentreasi dan efek setelah
pemberian antibiotik) dan mengurangi kejadian
nefrotoksik. Perpanjangan dosis aminoglikosida
dapat memperpanjang penyerapan aminoglikosida
ke dalam sel tubulus ginjal proksimal. Penambahan
dosis aminoglikosida tidak boleh diberikan kepada
pasien anak, korban terbakar, pasien hamil, pasien
yang pernah atau sedang insulfisiensi defisiensi
ginjal, atau untuk bersinergi dengan bakteri gram
positif.
CAP (Community Acquired Pneumonia)
Pasien yang terinfeksi dengan cara communityAcquired Pneumonia (CAP) akan diberikan obat
generasi ke tiga (lihat tabel 79-3). ❷ Organisme
penyebab CAP adalah streptococcus pneumoniae,
haemophilus influenzae, moraxella catarrhalis, dan
organisme yang jarang di temukan/tidak khas
(Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumonia dan
legionella pneumophila). Kumpulan catatan dari
S.pneumoniae yaitu 60% penyebab kematian yang
disebabkan oleh CAP, Penicillin dan Makrolide
(kombinasi
obat
yang
sudah
resisten
S.pneumoniae;MDRSP) telah resisten 30% sampai
40% dari waktunya. Kontroversi yang sedang
populer berhubungan dengan arti klinik untuk
infeksi non-meingitis. Respiratory flouroquinolones
indikasi untuk MDRSP;bagaimanapun data klinik
mempunyai rahasia itu untuk mengutamakan
cephalosporin dan macrolide atau doxycyline. Pusat
untuk pengendalian penyakit dan pencegahan
menganjurkan memesan flouroquinolones sebagai
pengobatan terakhir,pilihan ini dianjurkan untuk
memelihara spektrum luas dari aktivitas bakteri
tersebut.
TABEL 79-3. Data Cara Injeksi Antibiotik dalam Sepsis
Infeksi (situs atau jenis)
Yang didapatkan dari komunitas
Yang didapatkan dari Rumah Sakit
Saluran kemih
Generasi ke tiga cephalosporin
(ceftriaxone) atau
Antipseudomonal penicillin atau
Flouroquinolone (levofloxacin or
ciplofloxacin)
Community-acquired
pneumonia
Terkait kesehatan,ventilatorassociated, atau
nosocomial pneumonia
Antipseudomonal cephalosporin atau
Antipseudomonal carbapenem ditambah
aminoglycoside
Generasi ke tiga cephalosporin
ditambah macrolide atau doxycyline
Generasi ke tiga cephalosporin atau
Flouroquinolone OR Ampicillinsulbactam atau Ertapenem
(onset awal; tidak ada
faktor resiko untuk MDR
patogen)
Terkait kesehatan,ventilatorassociated, atau nasocomial
pneumonia (onset akhir dan
atau faktor resiko MDR)
Antipseudomonal penicillin atau
Antipseudomonal cephalosporin atau
Antipseudomonal carbapenem ditambah
Aminoglycoside atau
Antipseudomonal flouroquinolone
ditambah
Vancomycin atau linezolid
Intra-abdominal
Ampicillin-sulbactam Flouroquinolone
+ metronidazole
Piperacillin-tazobactam atau
Imipenem atau meropenem atau
Cefepime ditambah metronidazole atau
Ciprofloxacin atau levofloxacin ditambah
metronidazole
Kulit dan tissue lembut
Nafcillin atau cefazolin
Ceftriaxone +/- vancomycin
Terkait kateter
Vancomycin
Tidak diketahui sumber
infeksi
Antipseudomonal penicillin atau
Antipseudomonal cephalosporin atau
Antipseudomonal carbapenem ditambah
Aminoglycoside ditambah
Vancomycin
MDR ( Multi Drug Resistent ), Obat Resisten Campuran Lebih dari 1
Rumah sakit, ventilator, dan perwatan kesehatan
untuk radang paru-paru (Pneumonia)
Perawatan untuk pasien yang terinfeksi dengan
perawatan rumah sakit, ventilator dan perawatan
kesehatan yang berhubungan dengan pneumonia
yang memiliki ketergantungan dengan beberapa
organisme yang memiliki resisten terhadap obatobatan (Fig. 79 – 2).
Perawatan yang direkomondasikan untuk pasien yang
tidak memiliki faktor risiko MDR adalah: generasi ke3
chepalosporin fluoroquinolones, ampicillin-sulbactam,
atau ertapenem (Lihat Tabel 79 – 3). Perawatan yang
direkomendasikan untuk pasien yang tidak memiliki
faktor risiko MDR adalah B lactam/ pencegah B
lactamase
(piperacillin-tazobaktam),
antipseudomaonal chepalosporin atau carbapenem,
ditambah
dengan
aminoglukosit,
ditambah
vancomycin atau linezolit (Lihat Tabel 79 – 3). Jika
sebuah aminoglukosit tidak diinginkan sebuah anti
pseudomonal fluoroquinon dapat dipergunakan
dengan B lactam atau inhibitor B lactamase.
❷ Dilema klinis terkait Resistansi
Stapilococus aureus Methicillin (MRSA)
MRSA adalah sebuah gejala umum patogenik yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit dan juga
meningkat
jumlahnya
dalam
komunitas.
MRSAditunjukan melalui permasalahan dimasa
lampau karena hal itu membutuhkan perawatan
dengan vancomycin.Komunitas yang memperoleh
MRSA menunjukan adanya tantangan yang besar
dalam proses terapi. MRSA dapat menyebabkan
pneumonia, selulitis dan infeksi-infeksi yang lain.
Pelaku medis seharusnya waspada terhadap jumlah
MRSAdikomunitas dan Rumah Sakit pada wilayah
geografisnya. Beberapa alternatif perawatan baru
dibutuhkan untuk MRSA. Diantaranya linezolid,
tigesycline, dan daptomycin. Beberapa uji coba klinis
yang prospektif belum menunjukan manfaat zat-zat
tersebut melebihi vanchomycin.
Studi Kasus Pasien, Bagian 3
Perawatan dan Evaluasi Dampak
Pasien mengalami hipotensi berkelanjutan meskipun
sebelumnya telah mengalami interpensi. Kelanjutan
hipoksia diteruskan melalui ventilasi mekanik. Serum
kreatinin untuk pasien dinaikkan menjadi 6,8 mg/dL.
Golongan darah memperlihatkan adanya bakteri cocci
gram positif dan oksidasi negatif lactosa gram-positif
batang gram-negatif.
 Desain sebuah pola terapi untuk pasien. Termasuk
seluruh obat-obatan penting yang diperlukan.
Infeksi Kulit dan Infeksi Jaringan Lunak
❷ Masyarakat yang terkena infesi kulit dan infeksi
jaringan
lunakdisebabkan
oleh
Streptococcus
pyogenes dan Staphylococcus aures. Pengobatan
direkomendasikan menggunakan nafcillin atau
cefazolin (Lihat Tabel 79 – 3). Infeksi jaringan lunak
disebabkan oleh Streptococcus pyogenes yang dapat
membawa kepada kejutan syndrom streptokokal yang
beracun. Meskipun penicilin dan cephalosporin
dianggap manjur, beberapa model penelitian
menunjukan climdamysin lebih efektif dibandingkan
dengan penicilin. ❷ Rumah Sakit yang memiliki kasus
infeksi kulit dan infeksi jaringan lunak, yang
disebabkan
oleh
Streptococcus
pyogenes,
Staphylococcus aures dan masuk nya gram-negatif.
Perawatan yang direkomendasikan adalah generasi
ke3
cephalosporin,
ampisilin-sulbactam,
atau
ertapenem, ditambah dengan vancomycin Lihat Tabel
79 – 3).
Infeksi Perut Bagian Dalam
❷ Infeksi perut bagian dalam disebabkan banyak
bakteri termasuk masuknya bakteri aerob dan
anaerob, pasien didalam masyarakat memperoleh
infeksi dari yang ringan sampai tingkat yang
sedang keparahannya, seharusnya diberikan
antibiotik yang melawan masuk nya basil gram
cocci
gram
negatif.
Perawatan
yang
direkomendasikan untuk kasus yang ringan
sampai sedang pada infeksi perut bagian dalam
adalah ampicilin sulbactam; cephalosporin
ditambah metronidazole dan ertapenem (Lihat
Table 79-3). Pasien dengan nosokonial atau
infeksi perut bagian dalam yang memiliki tingkat
keparahan tinggi atau kebal terhadap tekanan
negatif bakteri anaerob gram negatif dan bakteri
harus menerima perawatan yang empiris dengan
spektrum antibiotik yang luas. Spektrum
antibiotik yang luas yang direkomendasikan
adalah antipseudomonal B- lactam/ pencegah Blactamase,
carbapenem,
antipseudomonal
cephalosporin ditambah metronidazole, atau
antipseudomonal fluoroquinolones ditambah
metronidazole
(Lihat
Table
79-3).
GAMBAR 79 – 2
Risiko faktor untuk patogen yang resisten multi-obat dan patogen penyebab untuk hospitalacquired, ventilatoracquired, dan
perawatan kesehatan – terkait pneumonia.35 ESBL, spektrum diperpanjang β-laktamase; MDR, resisten multi-obat;
MRSA,methicillinresistant Staphylococcus aureus; MSSA, sensitive methicillin Staphylococcus aureus.
Terapi Antijamur
Pasien sepsis yang tidak menanggapi konvensional
antibiotik harus dievaluasi untuk infeksi jamur. ❷ Candida
albicans adalah spesies jamur yang paling umum; Namun,
prevalensi non-albicans spesies meningkat. Amfoterisin B
ini digunakan pada pasien sepsis dengan infeksi jamur
jamur atau dicurigai karena aktivitas yang lebih besar
terhadap Candida albicans bebas dibandingkan dengan
flukonazol. Namun, Amfoterisin B memiliki tingkat
signifikan lebih tinggi reaksi merugikan. Formulasi lipid
Amfoterisin B tersedia yang kurang nephrotoxic dan
menurun terkait infus efek samping. Khasiat diantara
produk Amfoterisin setara, tetapi formulasi lipid secara
signifikan lebih mahal. Lipid produk yang direkomendasikan
untuk pasien yang tidak toleran terhadap Amfoterisin
konvensional. Alternatif lain untuk pengobatan infeksi
jamur termasuk voriconazole dan echinocandins
(caspofungin). Data kurang yang menunjukkan klinis
superioritas antara agen.
Durasi Terapi
Durasi rata-rata anti infeksi untuk pasien septik adalah
7 sampai 10 hari. Namun, durasi berpariasi tergantung
pada tempat infeksi dan respon terhadap terapi
penurunan dari intravena ke oral anti infeksi di
recomendasikan untuk :
Hemodinamika pasien stabil
 Pasien demam selama 48 jam samapi 72 jam.
 Pasien dengan jumlah sel darah putih normal
 Pasien mampu menggunakan obat oral
Kontroversi Klinik
Spesies Enterococcus normal penduduk saluran cerna,
namun harus empiris pengobatan infeksi intraabdomen memiliki aktivitas melawan spesies
Enterococcus? Pengobatan empiris yang tertutup
Enterococcus spesies di dukungan infeksi yang setara
dengan pengobatan empiris yang kekurangan
enterococcal cakupan. Rutin cakupan untuk
Enterococcus ini tidak diperlukan untuk pasien dengan
infeksi intra-abdomen masyarakat yang diperoleh.
Namun, pada pasien dengan nosokomial atau tinggikeparahan infeksi, cakupan enterococcal dapat
dijamin.
Terapi Vasopressor dan Inotropi
Ketika Resusitasi cairan tidak memberikan cukup
tekanan arteri dan organ perfusi, vasopressors
dan/atau agen intropik harus dimulai. Vasopressors
direkomendasikan pada pasien dengan tekanan darah
sistolik kurang dari 90 mmHg atau berarti tekanan
arteri (peta) lebih rendah dari 60 sampai 65 mmHg,
setelah gagal pengobatan dengan kristaloid.
Vasopressors dan inotropes yang efektif dalam
mengobati hipotensi mengancam kehidupan dan
meningkatkan indeks jantung, tetapi komplikasi
seperti takikardia dan infark miokard iskemia
memerlukan lambat titrasi dari agen Adrenergik untuk
mengembalikan peta tanpa merusak stroke volume.
Terapi vasopressor juga mungkin diperlukan
transiently untuk mempertahankan hidup dan
mempertahankan
perfusi
dalam
menghadapi
hipotensi mengancam hidup, bahkan ketika Resusitasi
cairan dalam kemajuan dan hipovolemia telah tidak
belum diperbaiki. Agen yang biasanya dianggap untuk
vasopressor atau inotropik dukungan termasuk
dopamin, norepinefrin, dobutamine, phenylephrine,
dan epinefrin. Norepinefrin atau dopamin adalah lini
pertama vasopressors untuk benar hipotensi dalam
syok septik.
Norepinefrin adalah agen α-Adrenergik ampuh
dengan kurang aktivitas β-Adrenergik diucapkan.
Dosis 0,01 hingga 3 mcg/kg per menit dapat
diandalkan dapat meningkatkan tekanan darah
dengan perubahan kecil dalam denyut jantung atau
indeks jantung. Norepinefrin adalah agen lebih kuat
daripada dopamin dalam syok septik.
Dopamin adalah agen α - dan β-Adrenergik
dengan dopaminergik aktivitas. Dosis rendah dopamin
(1 sampai 5 mcg/kg per menit) mempertahankan
perfusi ginjal, dosis yang lebih tinggi (lebih dari 5
mcg/kg per menit) menunjukkan aktivitas α - dan βAdrenergik dan sering digunakan untuk mendukung
tekanan darah dan meningkatkan fungsi jantung.
Dosis rendah dopamin tidak boleh digunakan untuk
ginjal perlindungan sebagai bagian dari pengobatan
sepsis berat.
Dobutamine adalah agen inotropik Adrenergik β
yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan output
jantung dan pengiriman oksigen. Dosis 2 sampai 20
mcg/kg per menit meningkatkan indeks jantung;
Namun, detak jantung meningkat secara signifikan.
Dobutamine harus dipertimbangkan pada pasien
sepsis dengan mengisi memadai tekanan dan tekanan
darah, tetapi indeks jantung rendah. Jika digunakan
pada
pasien
hipotensif,
dobutamine
harus
dikombinasikan dengan terapi vasopressor.
Phenylephrine adalah agonis α1 bertindak cepat,
durasi pendek. Phenylephrine terutama vaskular efek,
dan tidak mengganggu fungsi jantung atau ginjal.
Phenylephrine berguna ketika takikardia membatasi
penggunaan vasopressors lain.
Epinefrin adalah agonis spesifik α - dan βAdrenergik. Epinefrin dapat meningkatkan indeks
jantung dan menghasilkan vasokonstriksi perifer yang
signifikan. Namun, juga dapat meningkatkan kadar
laktat dan mengganggu aliran darah ke sistem
sirkulasi splanchnic. Karena efek yang tidak
diinginkan, epinefrin harus disediakan untuk pasien
yang gagal untuk menanggapi terapi tradisional.
Kadar vasopressin yang meningkat selama
hipotensi
untuk
menjaga
tekanan
darah
vasokonstriksi. Namun, ada kekurangan vasopresin
dalam syok septik. Dosis rendah vasopressin
meningkatkan peta, menyebabkan penghentian
vasopressors. Namun, penggunaan rutin vasopresin
tidak dianjurkan karena kurangnya bukti kemanjuran.
Vasopresin adalah vasokonstriktor langsung tanpa
inotropik atau efek chronotropic dan dapat
mengakibatkan penurunan curah jantung dan aliran
hepatosplanchnic. Penggunaan vasopresin dapat
dianggap pada pasien dengan refrakter syok
meskipun Resusitasi cairan yang memadai dan dosis
tinggi vasopressors.
Protein C Manusia Rekombinan Teraktifasi
❼ Rekombinan manusia diaktifkan protein C
(drotrecogin alfa) dianjurkan untuk pasien pada risiko
kematian yang tinggi (APACHE II Skor lebih besar dari
atau sama dengan 25, beberapa gagal organ,
mengalami septic shock atau ARDS) dan tidak ada
kontraindikasi absolut yang berkaitan dengan
pendarahan. Drotrecogin alfa memiliki antitrombotik,
anti-inflamasi
dan
properti
profibrinolytic.
Rekombinan manusia diaktifkan Protein C di seluruh
dunia evaluasi di parah Sepsis (kecakapan) percobaan
dievaluasi efek dari 96 jam infus kontinu drotrecogin
alfa. Drotrecogin alfa menurun mortalitas 28 hari
dibandingkan dengan plasebo (30,8% versus 24.7%).
Insiden yang lebih tinggi serius pendarahan terjadi
selama periode 28-hari dalam drotrecogin alfa
kelompok (3,5%) daripada dalam kelompok plasebo
(2,0%). Analisis sekunder Endpoint menyarankan
bahwa kejadian beberapa disfungsi organ adalah lebih
rendah pada pasien yang dirawat dengan drotrecogin
alfa, dan bahwa terapi dikaitkan dengan lebih cepat
pemulihan fungsi jantung dan paru-paru. Studi kedua
pasien dengan sepsis berat (meningkatkan
percobaan) mencatat bahwa 28-hari semua
menyebabkan kematian bagi pasien yang diobati
dengan drotrecogin alfa mirip dengan yang diamati
pada kecakapan. Meningkatkan juga menemukan
bahwa pasien dirawat dalam 24 jam pertama mereka
sepsis pertama yang memiliki disfungsi organ
disebabkan kematian yang secara signifikan lebih
rendah daripada mereka yang dirawat setelah 24 jam
(22.9% sampai 27. 4%). Efektivitas biaya model telah
menemukan bahwa untuk pasien sepsis dengan
APACHE II Skor lebih besar dari atau sama dengan 25,
biaya per tahun kehidupan diselamatkan dengan
drotrecogin alfa adalah $24.000 untuk $27.000,
menyarankan bahwa ini adalah terapi yang efektif
pada pasien dengan sepsis berat dan mengalami
septic shock. Efek drotrecogin alfa pada kelangsungan
hidup jangka panjang dievaluasi dalam analisis
retrospektif pasien dalam kecakapan. Manfaat
kematian drotrecogin alfa bertahan sampai keluar
rumah sakit; Namun, ada tidak ada perbedaan angka
kematian antara drotrecogin alfa dan plasebo
sesudahnya.
❼ Drotrecogin alfa tidak dianjurkan untuk pasien
sepsis berat pada risiko rendah untuk kematian.
Drotrecogin Alfa (aktif) untuk orang dewasa dengan
Sepsis berat dan rendah risiko dari kematian (alamat)
percobaan dievaluasi efek dari 96 jam infus kontinu
drotrecogin alfa. Ada tidak ada perbedaan signifikan
secara statistik antara drotrecogin alfa dan plasebo
dalam mortalitas 28 hari (18,5% dibandingkan 17,0%) 43
tingkat pendarahan serius adalah lebih tinggi untuk
drotrecogin alfa selama periode 28-hari studi dan 96
jam infus.
Steroids
Diinduksi stres insufisiensi adrenal merumitkan 9%
sampai 24% dari pasien sepsis dan dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas. Adrenalinsufficient pasien
diidentifikasi
oleh
tes
stimulasi
hormon
adrenokortikotropik (ACTH). Pasien diberikan 250
mcg ACTH dan tingkat kortisol diperiksa dalam waktu
30 sampai 60 menit. Responder didefinisikan sebagai
yang lebih besar daripada 9-mcg/dL kenaikan kortisol
dan bebas-responder sebagai kurang dari 9-mcg/dL
peningkatan kortisol. Tahan api pasien mengalami
septic shock untuk resusitasi dan vasopressors, dan
dengan insufisiensi adrenal (bebas-responder untuk
menguji
ACTH)
harus
diberikan
intravena
hidrokortison 200 sampai 300 mg per hari dalam tiga
dosis terbagi selama 7 hari.
 Apakah hasil ujian percakapan dan percobaan?
 Apakah pasien ini adalah kandidat untuk
drotrecogin alfa?
Kontrol Glukosa
Kontrol glikemik meningkatkan kelangsungan hidup
pada pasien Bedah pasca bedah dan dianjurkan pada
pasien sepsis. Setelah awal stabilisasi pasien sepsis,
mempertahankan kadar glukosa darah antara 80 dan
110 mg/dL (4.4 dan 6.1 mmol/L). Pasien sepsis dengan
kadar glukosa yang tinggi harus menerima insulin dan
glukosa darah sering dilakukan pemantauan (setiap
jam pada awalnya, maka setiap 2 sampai 4 jam setelah
kadar glukosa dimiliki stabil).
Obat Penenang dan Blokade Neuromuskular
Terapi Tambahan
Pasien dengan progresif hipoksia menuju ARDS
memerlukan ventilasi mekanis. Pasien sakit kritis
membutuhkan sedasi bila pengaturan tinggi ventilator
digunakan atau bila pasien melawan ventilator.
Ventilasi mekanis pasien harus menerima sedasi oleh
sebuah protokol yang termasuk gangguan harian atau
keringanan dari sebuah infus obat penenang sampai
pasien awake.24 pemanfaatan sedasi protokol
mengurangi durasi ventilasi mekanik, lama rawat inap,
dan tingkat Trakeostomi.
Kelumpuhan biasanya disediakan untuk kasus di
antaranya sedasi sendirian tidak meningkatkan
efektivitas ventilasi mekanis. Neuromuskuler blocker
dapat menyebabkan kelemahan otot rangka yang
berkepanjangan dan harus dihindari jika mungkin.
Pasien yang membutuhkan blokade neuromuskuler
yang akan dimonitor dan intermiten radialis harus
digunakan.
Nutrisi enteral direkomendasikan pada pasien sepsis
untuk memenuhi peningkatan energi dan protein
persyaratan. Kebutuhan protein meningkat ke 1.5
sampai 2.5 g/kg per hari. Kebutuhan kalori non protein
berkisar dari 25 sampai 40 kcal/kg per hari.
Vena pendek thrombosis profilaksis dianjurkan
untuk pasien sepsis. Dosis rendah tidak terfraksinasi
heparin atau rendah molekul-berat heparin dapat
digunakan. Kompresi lulus atau perangkat intermiten
kompresi
dianjurkan
untuk
pasien
dengan
kontraindikasi
untuk
produk
heparin
(trombositopenia, koagulopati berat, perdarahan aktif
atau perdarahan intraserebral hari).
Stres ulkus profilaksis dianjurkan pada pasien
sepsis. Pasien pada risiko terbesar ulkus stres:
coagulopathic, ventilasi mekanis, dan hipotensif.
Histamin-receptor antagonis tersebut lebih mujarab
daripada sucralfate, dan inhibitor pompa proton tidak
telah dibandingkan histamin-receptor antagonis
tersebut. Namun, mereka menunjukkan kesetaraan
dalam kemampuan untuk meningkatkan pH lambung.
Studi Kasus Pasien, Bagian 4
Terapi Non Farmakologi
Selama putaran medis, Anda akan diminta untuk
mendiskusikan uji klinis.
 Apa antibiotik yang ditemukan lebih unggul pada
pasien sepsis?
❺ Mengevaluasi pasien sepsis untuk kehadiran
setuju untuk sumber pengendalian infeksi lokal.
Langkah-langkah pengendalian sumber umum
meliputi:
 Drainase dan debridement
 Penghapusan perangkat
 Pencegahan
❺ Pelaksanaan metode pengendalian sumber
harus diberikan sesegera mungkin setelah Resusitasi
cairan. Pemilihan metode pengendalian optimal
sumber harus menimbang manfaat dan resiko dari
intervensi. Langkah-langkah pengendalian sumber
dapat menyebabkan komplikasi (pendarahan, fistula,
dan organ cedera), oleh karena itu metode dengan
risiko minimal harus digunakan.
Perawatan Pasien dan Pemantauan
1. Mengevaluasi
parameter
pasien
dan
mengklasifikasikan sebagai infeksi, Sir, sepsis,
sepsis berat, mengalami septic shock atau MODS.
2. Meninjau data diagnostik dan laboratorium yang
tersedia.
3. Evaluasi
awal
tujuan-diarahkan
resusitasi.
Memahami
apa
parameter
menentukan
keberhasilan dan kegagalan terapi awal.
Merekomendasikan terapi alternatif resusitasi jika
pasien tidak menanggapi tantangan cairan awal.
4. Mengevaluasi sumber infeksi dan membuat
rekomendasi untuk menghapus sumber-sumber
potensial.
5. Menganalisis antiinfeksi terapi (dosis, frekuensi,
dan durasi) dan merevisi diperlukan berdasarkan
laporan klinis respon dan budaya dan sensitivitas.
Mempersiapkan terapi step-down yang tepat untuk
pasien.
6. Menentukan risiko komplikasi sepsis dan
membangun rekomendasi untuk perawatan dan
pemantauan.
7. Merumuskan sesuai dosis obat-obatan yang
terlibat dalam terapi pasien dan merevisi
seperlunya. Parameter pasien dapat mengubah
sering, sehingga membutuhkan dosis berbeda
dan/atau obat-obatan. Contoh termasuk: terapi
antibiotik, obat penenang, insulin, cairan, atau
vasopressors.
Secara terus menerus memantau pasien parameter
untuk memastikan optimal terapi untuk
memaksimalkan hasil.
Prognosis
Jangka pendek kematian dari sepsis telah menurun
dalam beberapa tahun terakhir. Ada berbagai faktor
yang mempengaruhi hasil. Gram-negatif lebih
mungkin untuk menghasilkan mengalami septic shock
daripada gram (50% dibandingkan dengan 25%) dan
memiliki angka kematian lebih tinggi daripada
patogen lain.
Ini mungkin terkait dengan tingkat keparahan kondisi
yang mendasarinya. Pasien dengan kondisi cepat
fatal, seperti leukemia, anemia aplastik, dan pasien
luka bakar memiliki prognosis yang lebih buruk
daripada pasien dengan kondisi yang mematikan,
seperti diabetes melitus atau insufisiensi ginjal kronis.
Faktor lain yang memperburuk prognosis pasien
sepsis: tingkat lanjut usia, malnutrisi, bakteri resisten,
penggunaan perangkat medis, dan imunosupresi.
Data untuk jangka panjang kematian kurang
(diperkirakan bahwa kematian bagi sepsis korban
dalam tahun pertama adalah 20%). Pasien mungkin
berkepanjangan Cacat fisik yang berkaitan dengan
kelemahan otot dan pasca-traumatic stress.
KESIMPULAN
Sepsis adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas dan memiliki dampak keuangan yang
signifikan dalam sistem perawatan kesehatan kita.
Pengobatan untuk sepsis harus dimulai segera sepsis
diakui dan prioritas utama terapi adalah:
 Menyediakan mendukung tindakan yang melawan
fisiologis kelainan seperti hypoxemia, hipotensi dan
oksigenasi gangguan jaringan.
 Upaya fokus pada membedakan sepsis dari sindrom
respon inflamasi sistemik, karena identifikasi dan
pengobatan infeksi harus dimulai sesegera mungkin
(dengan antibiotik atau drainase bedah).
Pasien sepsis harus dipantau ketat untuk menilai
tanggapan mereka terhadap terapi. Kombinasi klinis
dan tes laboratorium harus dievaluasi setiap hari dan
kompensasi pasien harus dengan cepat dan benarbenar kembali dievaluasi.
SINGKATAN-SINGKATAN
ACTH:
APACHE II:
ARDS:
ARF:
CAP:
DIC:
DO2:
ESBL:
MAP:
MDR:
MDRSP:
MODS:
MRSA:
MSSA:
PaCO2:
PROWESS:
SIRS:
TNF-α:
WBC:
VO2:
adrenocorticotropic hormone
Acute Physiology, Age, and
Chronic Health
Evaluation II
:acute respiratory distress
syndrome
acute renal failure
community-acquired
pneumonia
disseminated intravascular
coagulation
delivery of oxygen to tissues
extended spectrum βlactamase
mean arterial pressure
multi–drug resistant
multi–drug resistant
Streptococcus pneumonia
multiple-organ-dysfunction
syndrome
methicillin-resistant
Staphylococcus aureus
methicillin-sensitive
Staphylococcus aureus
partial pressure of carbon
dioxide
Recombinant Human
Activated Protein C Worldwide
Evaluation in Severe Sepsis
(study)
systemic inflammatory
response syndrome
tumor necrosis factor-α
white blood cell
oxygen consumption by
tissues
Daftar referensi dan penilaian diri pertanyaan dan
jawaban yang tersedia di
www.ChisholmPharmacotherapy.com.
login ke situs web:
www.pharmacotherapyprinciples.com untuk
informasi tentang mendapatkan kredit pendidikan
berkelanjutan untuk bab ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
Annane D, Bellissant, Cavaillon JM. Septic shock.
Lancet 2005;365:63–78.
Angus DC, Linde-Zwirble WT, Lidicker J, et al.
Epidemiology of severe sepsis in the United
States: Analysis of incidence, outcome, and
associated costs of care. Crit Care Med
2001;29:1303–1310.
Bernard GR,Vincent JL, Laterre PF, et al.Recombinant
Human Protein C Worldwide Evaluation in Severe
Sepsis (PROWESS) study group. Efficacy and
safety of recombinant human activated protein C
for severe sepsis. N Engl J Med 2001;344:699–709.
Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, et al. Surviving
sepsis campaign guidelines for management of
severe sepsis and septic shock. Crit Care Med
2004;32:858–873.
Garnacho-Montero J, Garcia-Garmendia JL, BarreroAlmodovar A, et al. Impact of adequate empirical
antibiotic therapy on the outcome of patients
admitted to the intensive care unit with sepsis.
Crit Care Med 2003;31:2742–2751.
Harbarth S, Garbino J, Pugin J, et al. Inappropriate
initial antimicrobial therapy and its effects on
survival in a clinical trial of immunomodulating
therapy for severe sepsis. Am J Med 2003;
115:529–535.
Hollenberg SM, Ahrens TS, Annane D, et al. Practice
parameters for hemodynamic support of sepsis in
adult patients. 2004 update. Crit Care Med
2004;32:1928–1948.
MacArthur RD, Miller M, Albertson T, et al. Adequacy
of early empiric antibiotic treatment and survival
in severe sepsis: experience from the MONARCS
trial. Clin Infect Dis 2004;38: 284–288.
Rivers E, Nguyen B, Havstad S, et al. Early Goaldirected Therapy Collaborative Group. Early goaldirected therapy in the treatment of severe sepsis
and septic shock. N Engl J Med 2001;345: 1368–
1377.
Simon D, Trenholme G. Antibiotic selection for
patients with septic shock. Crit Care Clin
2000;16:215–231.
14 SUPERFICIAL FUNGAL INFECTIONS
Lauren S. Schlesselman
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Menjelaskan patofisiologi yang mendasari candidiais vulvovaginal, kandidiasis orofaringeal,
candididasis esofagus, dan infeksi jamur kulit.
Mengenal gejala kandidiasis vulvovaginal, candididasis orofaringeal, kandidiasis esofagus,
dan infeksi jamur kulit.
Mengenal hasil terapi yang diinginkan untuk penderita kandidiasis vulvovaginal, kandidiasis
orofaringeal, kandidiasis esofagus, kandidiasis esofagus, dan infeksi jamur kulit yang
kompleks atau tidak kompleks.
Merekomendasikan modifikasi gaya hidup dan intervensi farmakoterapi yang sesuai untuk
pasien dengan kandidiasis vulvovaginal, kandidiasis orofaringeal, kandidiasis esofagus,
kandidiasis esofagus, dan infeksi jamur kulit.
Mengenali terapi jangka panjang yang diindikasikan untuk pasien dengan vulvovaginal.
Mengenali perbandingapengobatan topikal dan pengobatan oral diindikasikan untuk pasien
dengan kandidiasis orofaringeal, kandidiasis esofagus, dan infeksi jamur kulit
Mendidik pasien tentang keadaan sakit, modifikasi gaya hidup yang sesuai, dan terapi obat
yang diperlukan untuk pengobatan yang efektif untuk kandidiasis vulvovaginal, kandidiasis
orofaringeal, kandidiasis esofagus, kandidiasis esofagus, dan infeksi jamur kulit
KONSEP UTAMA
❶Patogen dominan terkait dengan kandidiasis
vulvovaginal adalah candida albicans, meskipun
sebagian kecil kasus disebabkan oleh candida
glabrata, candida tropicalis, candida krusei, dan
candida parapsilosis.
❷Berbagai
faktor dapat meningkatkan risiko
mengembangkan gejala kandidiasis vulvovaginal,
termasuk penggunaan antibiotik, diabetes, dan
imunosupresi. Tidak ada faktor risiko secara
konsisten terkait dengan semua kasus kandidiasis
vulvovaginal.
❸ Kolonisasi vagina tanpa gejala dari candida albicans
yang tidak diagnostik kandidiasis vulvovaginal,
karena10% sampai 20% dari wanita adalah jenis
carriersof candida tanpa gejala. Kolonisasi vagina
tanpa gejala tidak memerlukan perawatan.
❹Pemilihan
agen antijamur untuk mengobati
kandidiasis volvovaginal kompleks dipengaruhi oleh
keinginan pasien, termasuk rute pemberian, durasi
terapi, biaya, risiko efek samping, dan potensi
interaksi obat.
❼Agen terapi topikal pilihan pertama untuk
Kandidiasis vulvovaginal, juga dikenal sebagai
moniliasis, adalah bentuk umum dari vaginitis,
terhitung 20% sampai 25% kasus vaginitis. Meskipun
VVC jarang sebelum menarche, hampir 50% wanita
akan mengalami satu atau lebih peristiwa pada usia 25
tahun. survei perempuan di Amerika Serikat
menemukan bahwa 6,5% wanita di atas usia 18 tahun
melaporkan mengalami setidaknya satu peristiwa dari
vaginitis selama 2 bulan sebelumnya.
kandidiasis orofaringeal, meskipun obat oral dapat
digunakan untuk kasus yang parah atau tidak
responsive
❽Pemberian ulang dari perluasan kandidiasis
orofaringeal, kandidiasis esofagus yang parah
membutuhkan terapi oral antijamur.
❾Karena dermatofit hifa jarang menembus ke dalam
lapisan kulit hidup, sebagai gantinya tersisa di
stratum korneum, sebagian besar infeksi dapat
diobati dengan antijamur topikal. infeksi meliputi
daerah yang luas dari tubuh atau infeksi yang
melibatkan kuku atau rambut mungkin memerlukan
terapi oral.
❿Onikomikosis, infeksi jamur yang melibatkan kuku,
membutuhkan terapi antijamur oral. Kerja topikal
tidak memadai untuk menembus kuku.
Menurut pedoman pengobatan pusat untuk
pengendalian penyakit dan pencegahan, VVC dapat
diklasifikasikan tidak komplikasi atau komplikasi.
Infeksi tanpa komplikasi biasanya jarang terjadi dan
menyebabkan gejala ringan sampai sedang. Infeksi
komplikasi, termasuk berulang atau infeksi berat,
mungkin disebabkan oleh organisme jamur azolresistant. Imunitas lemah, termasuk obat yang
menekan sistem imun, diabetes yang tidak terkontrol,
kehamilan, atau kelemahan, merupakan faktor risiko
untuk mengembangkan infeksi berulang. VVC
berulang, didefinisikan sebagai empat atau lebih
infeksi per tahun, terjadi dalam waktu kurang dari 5%
wanita. infeksi berulang dibedakan dari infeksi
persisten oleh adanya gejala interval bebas antara
infeksi.
KANDIDIASIS VULVOVAGINAL (VVC)
Patofisiologi
❺Kandidiasis
vulvovaginal
berulang,
yang
didefinisikan sebagai empat atau lebih infeksi per
tahun, membutuhkan terapi supresif jangka panjang
selama 6 bulan.
❻Terjadinya orofaringeal dan esofagus kandidiasis
adalah indikator penekanan kekebalan, sering
berkembang pada bayi, orang tua, dan orang
dengan imunitas lemah.
Kandidiasis vulvovaginal, dengan gejala atau
tanpa gejala, mengacu pada infeksi pada wanita yang
kultur vagina positif untuk jenis candida.
Epidemiologi dan Etiologi
penyebab dua kali lebih mungkin untuk
menjadi
non-albicans.
Beberapa
penelitian
menunjukkan bahwa kejadian non- albicans VVC
meningkat,
mungkin
karena
terlalu
sering
menggunakan produk over-the-counter vagina
antijamur, pengobatan jangka pendek, dan terapi
supresif jangka panjang dengan antijamur.
❶ Candida albicans adalah patogen utama
yang bertanggung jawab untuk kandidiasis
vulvovaginal, terhitung lebih dari 90% kasus.
persentase kecil dari kasus disebabkan oleh patogen
non-albicans termasuk candida glabrata, candida
tropicalis, candida krusei, dan candida parapsilosis.P
ada pasien dengan vaginitis berulang, candida adalah
Faktor Resiko
❷Meskipun tidak ada faktor risiko secara
konsisten terkait dengan konversi infeksi gejala,
berbagai faktor dapat meningkatkan risiko dari
perkembangan gejala VVC pada beberapa wanita.
(Table 80–1).
Studi Kasus Pasien
Seorang wanita 28 tahun dengan riwayat diabetes
hadir ke klinik Anda, dia mengeluh "gatal di daerah
pribadi saya". setelah mempertanyakan dia, Anda
menentukan bahwa dia mengalami vagina terasa
terbakar dan gatal, disertai dengan dadih seperti
melepas. Pada pemeriksaan, dia memiliki keluarnya
eritema dari labia dan non-odorous.
 Apa saran informasi dari VVC?
 Apa informasi tambahan yang Anda perlu tahu
sebelum membuat rencana perawatan untuk pasien
ini?
wanita carier dari spesies candida. Kolonisasi vaginal
tanpa gejala tidak membutuhkan pengobatan; oleh
karena itu adanya kandida tidak harus menentukan
perawatan.
 Ph Vagina kurang dari atau sama dengan 4,5, Ph
yang normal pada kasus infeksi jamur. Sementara ph
yang tinggi diduga infeksi bakteri.
 Budidaya candida harus diperoleh hanya jika dan
mikroskopi meyakinkan atau dalam kasus
VVC
berulang.
Pengobatan
Tujuan pengobatan dari VVC adalah :
 Meringankan gejala
 Pemberantasn infeksi
 Pendirian kembali flora vagina normal
Pencegahan infeksi berulang pada komplikasi infeksi
Perawatan Non-Farmakologi
Presentasi Klinis dan Diagnostik
Kandidiasis Vulvovaginal
Pasien dengan vulvovaginal kandidiasis disebabkan
oleh vulva atau gejala vagina. Gejala sering terjadi
seminggu sebelum menstruasi dan sesudah
mengalami menstruasi.
Gejala yang disertakan:
 Gatal
 Rasa sakit
 Rasa terbakar
 Iritasi
 Disuria eksternal
 Dispareunia
Tanda-tanda mencakup :
 Keluar bau yang tidak sedap
 Eritema dan edema dari labia dan vulva
 Adanya celah/ belahan
 Lesi popular berjerawat
 Serviks yang normal
Tes diagnostik :
 Melihat dengan mikroskopik dari blastosperos atau
pseudohyphae;
 Sementara kalium hidroksida ( KOH) memiliki
kepekaan dari 50% sampai 70%. 3. Vagina tanpa gejala
dari koloni candida albikan tidak didiagnostik dari
VVC mulai dari 10% sampai 30% dari asimptomatik
Dalam kombinasi pengobatan farmakologis, praktis
harus
merekomendasikan
pendekatan
nonfarmakologi untuk pengobatan dan pencegahan VVC:
 Menjaga area kelamin (genital) bersih dan kering.
 Hindari rendaman di air hangat dalam jangka waktu
yang lama.
 Hindari pakaian konstriktif.
 Memakai pakaian yang terbuat dari bahan yang
lembut seperti kapas.
 Hindari sabun dan parfum diarea vital, untuk
mengurangi iritasi pada vulva.
 Meskipun
hasil
penelitian
bertentangan,
mengkonsumsi Laktobasilus acidophilus dapat
mengurangi rasa sakit yang berulang. Satu studi
menemukan bahwa konsumsi harian 8 ons yoghurt
dapat mengurangi tiga kali lipat terjadinya Infeksi.
Sementara peneliti lain tidak menemukan
perbedaan dalam tingkat infeksi pada wanita yang
mengkonsumsi yoghurt.
TABEL 80.1 Faktor Risiko Terjadinya Vulvoginal Candidiasis (VVC)
Faktor Resiko
Antibiotik spektrum luas yang digunakan
Tujuan Mekanisme
Diubah flora vagina memungkinkan pertumbuhan
dari organisme kandida peningkatan resiko dengan
durasi dari antibiotik yang digunakan
System kortikosteroid / penggunaan imunosupresa
Mengurangi proteksi vagina oleh imunosupresa
Aktivitas seksual
Persentasi kecil dari penis pria atau kolonisasi dari
strain identik; VVC sering terkait dengan waktu dari
aktivitas seksual
Pakaian ketat dan tidak ada penyerapan
Terasa panas,keadaan lembab memicu pertumbuhan
Level estrogen hormone ,kontrasepsi dan kehamilan jamur
tinggi
Estrogen meningkatkan kepatuhan kandida vagina,
sel epitel dan transpormasi miselium, ini didukung
oleh laju infeksi menurun sebelum menarche dan
setelah menopause (kecuali pada wanita yang
mengambil terapi pergantian hormone) sementara
meningkat selama proses kehamilan
Ph vagina
Perubahan glikogen dan asam laktat
Gastro intestinal reservoir dari organisme candida
Pengiriman organisme dari rektum ke vagina; adalah
iritasi vulvovaginal selama hubungan seksual dapat
meningkatkan invasi dari organisme
Diabetes
Kandida yang mengikat sel epitel meningkat karena
hiperglikemia koloni asimptomatik yang umum
banyak pada pasien diabetes: tinggi kadar gula karena
konversi pada infeksi simptomatik
Resiko meningkat: menggambarkan VVC pada wanita
tertentu
Terapi Farmakologi VVC
Sebagian besar kasus VVC akan menyelesaikan
dengan pembelajaran saat terapi antijamur.
Pengobatan dengan agent antijamur oral/vaginal,
baik resep maupun bukan resep sediaan produk
antijamur (azole) tersedia dalam 1-malam, 3-malam,
dan 7 - malam regimen dalam berbagai formulasi,
termasuk krim, suppositoria, tablet vaginal.
Untuk menghindari penggunaan Over The
Counter
(OTC),
praktis
hanya
harus
merekomendasikan kepada perempuan yang
sebelumnya telah didiagnosa dengan VVC.
VVC sulit untuk akurat dalam mendiagnosa diri
perempuan. Salah satu studi menemukan bahwa
hanya sepertiga dari wanita akurat dalam diagnosa.
Dengan diagnosis VVC sebelumnya wanita tidak
lebih akurat, dari pada tanpa diagnosis klinis
sebelumnya.
❹Karena banyak pilihan pengobatan yang
tersedia, berbagai faktor dapat mempengaruhi
pemilihan produk, dengan keinginan pasien
memainkan peran penting. Untuk meningkatkan
kepatuhan terhadap terapi, Pengajar harus
mendiskusikan dengan pasien pilihan apa yang
tersedia dan apa preferensi nya.
TABLE 80–2. Pemilihan Pengobatan untuk Masalah
VVC.
Terapi 1 hari
Krim Butoconazole 2%, 5 g sebagai aplikatif tunggal
vaginal.
Fluconazole 150 mg, dosis tunggal satu tablet, oral.
Terapi 3 hari
Krim Butoconazole 2%, 5 g Intravaginal diperuntukan 3
malam.
Clotrimazole 100 mg tablet vaginal, 2 tablet diperuntukan
3 malam.
Miconazole 200 mg suppositoria vaginal, 1 suppositoria
diperuntukan 3 malam.
Terconazole 0,8% Krim, 5 g intravaginal diperuntukan 3
malam.
Terconazole 80 mg suppositoria vaginal, 1 suppositoria
diperuntukan 3 malam.
Terapi 7-14 malam
Krim Clotrimazole 5 g intravaginal diperuntukan 7-14
malam.
Clotrimazole 100 mg tablet vaginal, 1 tablet intravaginal
diperuntukan 7 malam.
Miconazole 100 mg suppositoria vaginal, 1 suppositoria
vaginal diperuntukan 7 malam.
Nystasin 100.000 unit tablet vaginal, 1 tablet
diperuntukan 14 malam.
Krim Terconazole 0,4%, 5 g intravaginal diperuntukan 7
malam.
Peran Administrasi
Tingkat kepatuhan yang lebih besar dengan
pengobatan oral dibandingkan dengan terapi
vaginal. Hal ini mungkin karena kemudahan dalam
admistrasi, durasi yang pendek, dan fleksibelitas
pada waktu pemberian. Krim vaginal memberikan
bantuan cepat dari gatal dan iritasi. Kebutuhan
untuk membersihkan vaginal aplikator untuk
digunakan kembali adalah menarik bagi sebagian
orang wanita. Banyak produk OTC vaginal dikemas
dengan aplikator sekali pakai yang cukup untuk
mencegah digunakan kembali dengan dosis
berikutnya.
Durasi Terapi
Tersedia berbagai resimen 1-7 hari. Tingkat
kesembuhan yang serupa di antara jangka waktu
yang berbeda dari terapi.
Biaya
Biaya produk OTC $10-$20 per-terapi. Biaya
produk resep dapat bervariasi jika berdasarkan jenis
asuransi milik pasien.
Risiko Efek samping
Efek samping sistemik terkait dengan azoles
vagina sedikit sering daripada dengan produk oral.
Ketidaknyamanan lokal seperti iritasi dapat terjadi
dengan aplikasi pertama. Lima belas persen pasien
mengalami efek samping gastrointestinal dengan
obat oral diberikan antijamur ketoconazole oral
agents. Dikaitkan dengan toksisitas hati pada
tingkat 1 di 15,000.
Resiko interaksi obat
Azole oral terkait dengan interaksi yang
signifikan, karena sitokrom p-460 isoenzim. Obat
yang berinteraksi dengan azoles termasuk warfarin,
fenitoin, teofilin, rifampin, siklosporin, zidevudinne.
Untuk pasien yang menerima hanya beberapa dosis,
interaksi ini tidak menimbulkan risiko yang
signifikan. Interaksi ini dapat menimbulkan risiko
bagi pasien yang menerima terapi supresif jangka
panjang untuk infeksi berulang.
Ketidak mampuan untuk mengatasi infeksi
dapat menunjukan infeksi campuran, infeksi akibat
strain non-albicans, atau infeksi yang tanpa jamur,
kesulitan mengobati VVC juga dapat menjadi indikasi
dari kondisi yang mendasari serius,seperti diabetes
atau human immunodeficiency virus (HIV) infeksi,
untuk alasan ini, jika infeksi tidak menyelesaikan
dengan mudah dengan kursus satu terapi antijamur
atau jika gejala kembali dalam waktu 2 bulan. Praktis
harus memeriksa budaya dan selanjutnya
mengevaluasi status kesehatan pasien atau merujuk
pasien ke dokter.
Pengobatan berulang VVC
Tujuan pengobatan berulang VVC adalah
pengendalian infeksi, dari pada mengobati.
Pertama, banyak pengobatan tahap akut, diikuti
dengan terapi pemeliharaan. Untuk pengobatan
tahap akut, azoles intravaginal atau oral dapat di
manfaatkan . Meskipun tahap akut berulang VVC
akan menanggapi terapi azol, beberapa pasien
mungkin memerlukan terapi berkepanjangan dalam
rangka mencapai remisi. Untuk mencapai remisi,
dosis kedua oral flu conazol 150 mg diulang 3 hari
setelah dosis pertama atau dapat digunakan14 hari
terapi
topikal
azole,
praktisi
harus
mempertimbangkan bahwa infeksi non-albican lebih
sering terjadi berulang pada VVC karena itu
flukonazole dan itrakonazole resistensi dapat
membuat agen ini kurang efektif.
❺Setelah mencapai remisi, berulang VVC
memerlukan terapi penekanan jangka panjang selama
berulan bulan (tabel 80-3). Untuk meningkatkan
kepatuhan terhadap terapi jangka panjang penekan,
terapi oral, biasanya dengan flukonazole lebih
disukai. Penelitian telah menunjukan bahwa
flukonazole 150 mg mingguan selama 6 bulan akan
mencegah terulang infeksi pada 90% wanita.
Penghentian terapi penekanan dikaitkan dengan
kebangkitan infeksi gejala pada 50% wanita.
Pengobatan Infeksi Non-Ablicans
Tingkat respon yang lebih rendah untuk
infeksi non-ablicans. Meskipun rejimen optimal tidak
diketahui, penggunaan terapi azol intravaginal
selama 7 sampai 14 hari dianjurkan. Terconazole
mungkin terbukti lebih efektif dari pada azoles lain
pada pengobatan infeksi non-ablicans sejak C.
Glabrata dan C . tropicalis lebih rentan terhadap
terconazole. Untuk terapi pilihan kedua, asam borat
600 mg dalam kapsul gelatin diberikan vagina dua
kali sehari selama 2 minggu diikuti oleh sekali sehari
selama menstruasi efektif. Iritasi lokal sering
membatasi penggunaan asam borat. Topikal 4%
flusitosin juga efektif namun penggunaanya harus di
batasi karena potensi resistensi.
VVC selama Kehamilan
Selama kehamilan, dapat membuktikan sulit
untuk mengobati VVC karena kadar estrogen
meningkat , disertai dengan kekhawatiran tentang
kerusakan pada janin. Tingkat respon yang lebih
rendah dan kekambuhan sering selama kehamilan.
Antijamur vagina tetap pengobatan pilihan selama
kehamilan, walaupun terapi harus terus selama 1
sampai 2 minggu untuk memastikan efektivitas.
TABEL 80. 3 Pengobatan Pilihan untuk Terapi
Pemeliharaan
Harian
Asam borat 600 mg dalam kapsul gelatin vagina setiap
hari selama menstruasi ( 5 hari )
Itrakonazol 100 mg per oral sekali sehari
Ketoconazole 100 mg oral sekali sehari
Mingguan
Klotrimazol 500 mg supositoria vagina sekali seminggu
Flukonazol 100 atau 150 mg oral sekali seminggu
Terconazole 0,8 % krim 5 g vagina sekali seminggu
Bulanan
Flukonazol 150 mg oral sekali sebulan
Itrakonazol 400 mg oral sekali sebulan
pengobatannya dengan OTC terapi antijamur
yang sesuai, apakah pasien harus evaluasi oleh
seorang Praktisi atau Dokter. Persiapan OTC
hanya direkomendasikan untuk pasien yang
sebelumnya telah di diagnosis dengan VVC.
Pasien yang mengalami lebih dari empat kali per
tahun harus di rujuk ke Dokter untuk kultur dan
memulai berobat jalan.
2. Dilihat dari data yang tersedia, penyakit tersebut
termasuk penyakit turunan dan persiapan KOH.
3. Mendapatkan sepenuhnya sejarah resep, non
resep dan alami penggunaan produk obat.
Apakah pasien mengkonsumsi obat, seperti
sterol dan immunosupresan, yang dapat
berkontribusi untuk VVC ?
4. Pasien telah mengalami VVC sebelumnya,
menentukan perawatan apa yang membantu
pasien dimasa lalu.
5. Menganjurkan pasien pada gaya hidup yang
dapat mencegah kekambuhan, termasuk
penurunan konsumsi yoghurt yang mengandung
kultur hidup, dan mengenakan pakaian katun.
6. Mengembangkan
rencana
untuk
menilai
efektivitas terapi antijamur.
7. Menentukan apakah terapi penekanan jangka
panjang diperlukan.
8. Memeriksa kembali pasien untuk terjadinya efek
samping obat, alergi obat, dan intereaksi obat.
9. Menekan pentingnya kepatuhan dengan regimen
antijamur, termasuk modifikasi gaya hidup.
10. Memberikan pendidikan pada pasien yang
berkaitan dengan kandidiasi vulvovaginal dan
terapi antijamur.
 Penyebab kandidiasi vulvovaginal.
 Bagaimana menggunakan krim antijamur
vagina.
 Krim antijamur vagina dan supositoria efek
buruk pada latex dan diafragma.
 Obat yang dapat berinteraksi dengan terapi
antijamur.
 Peringatan untuk tanda-tanda melapor ke
Dokter (terjadinya kembali atau sulit
menyembuhkan infeksi, infeksi tersebut
berbau busuk).
Perawatan dan Pemantauan Pasien
1. Menilai gejala pasien untuk menentukan apakah
Sebagian
besar
antijamur
topikal
diklasifikasikan sebagai kategori risiko C, sedangkan
clortimazole diklasifikasikan sebagai kategori risiko
B. Alasan utama untuk klasifikasi kategori risiko.
Flukonazol juga diklasifikasikansebagai kategori C.
Meskipun flukonazol digunakan digunakan secara
oral, penelitian belum menunjukan peningkatan
risiko pada janin saat ibu hamil terkena flukonazol,
meskipun studi kasus telah dilaporkan adanya
kecacatan anggota badan.
Hasil Evaluasi
Pasien harus melihat timbulnya gatal dan
ketidaknyamanan dalam 1 sampai 2 hari . Volume
debit lanjut atau dirujuk ke dokter untuk evaluasi
kemungkinan infeksi non - Candida , tahan
organisme , atau faktor kompleks lainnya , bersama
dengan penilaian dari kebutuhan untuk terapi
penekan jangka panjang.
OROFARINGEAL ESOFAGEAL
KANDIDIASIS
Kandidiasis orofaringeal (OPC) adalah infeksi
jamur yang umum,biasanya berhubungan dengan
penekanan kekebalan. Jika tidak diobati, itu akan
berkembang menjadi penyakit mulut yang lebih
serius.
Kandidiasis
esofagus,
mewakili
perkembangan serius orofaringeal kandidiasis,
dikaitkan dengan peningkatan morbiditas.
untuk kandidiasis, yang pengenalan terapi
antiretroviral diendapkan penurunan kejadian kedua
infeksi sebesar 50% sampai 60%.
Kandidiasi oropharyngeal sisa infeksi
oportunistik yang paling umum pada pasien HIV.
80% – 90 % pasien positif HIV timbul kandidiasis
orofaringeal. 70% dari pasien itulah manifestasi
pertama dari infeksi HIV. Akibat infeksi orofaringeal
meningkat dengan penurunan CD4 kurang dari 200
sel/mm3
Meskipun kandididasis esofagus merupakan
manifestasi pertama infeksi HIV dalam kurun waktu
kurang dari 10 %. Kasus ini adalah kasus kedua yang
paling umum (AIDS)- Definisi penyakit. Seperti
kandidiasis orofaringeal, akibatnya
kandidiasis
esogfagus meningkat dengan menurunnya jumlah
CD4.
Patofisiologi
Kandida Albicans menyumbang 80 % dari
kasus OPC dan kandidiasis esofageal. Selama 20
tahun terakhir, peningkatan kejadian resisten C.
Albicans telah disertai dengan peningkatan insiden
albicans non-infeksi spesies, termasuk C.Glabrata,
C.Tropicalis, C.Krusei, C.Parapsilosis. pada pasien
kanker spesies non-albicans candida adalah
penyebab untuk hampir setengah dari semua kasus.
Epidemiologi dan Etiologi
❻Terjadinya orofaringeal dan esofagus
kandidiasis adalah indikator penekanan kekebalan,
sering berkembang pada bayi, orang tua, dan orang
dengan imun lemah. Sepertiga sampai setengah
pasien rawat inap geriatri mengembangkan
kandidiasis orofaringeal. Denture stomatitis hadir
dalam 24% sampai 60% dari gigi tiruan pemakai, lebih
umum pada wanita daripada pria. Kandidiasis oral
adalah acara obat yang merugikan yang paling
sering dilaporkan dilaporkan oleh pasien yang
menerima terhirup corticosteroids. Studi terbaru
telah melaporkan prevalensi kandidiasis esofagus
sekitar 37% antara pasien yang diobati dengan
inhalasi corticosteroids.Kejadian adalah tertinggi di
antara pasien yang menerima dosis tinggi
kortikosteroid atau mereka dengan diabetes.
Prevalensi infeksi HIV memainkan peran
penting dalam kejadian orofaringeal dan esofagus
kandidiasis. Dalam 1980, kejadian kandidiasis
orofaringeal meningkat lima kali lipat, dalam
hubungan dengan penyebaran HIV infections.
Meskipun infeksi HIV tetap merupakan faktor risiko
Faktor Resiko
Faktor risiko untuk OPC dapat dilihat di Tabel 80–4.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Orofaringeal
Kandidiasis orofaringeal berdasarkan anggapan
sering didiagnosis berdasarkan tanda dan gejala.
Bersamaan dengan resolusi mereka setelah
pengobatan dengan anti jamur.
Gejala
 Sakit, nyeri pada mulut dan lidah
 Panas dilidah
 Dysphagia
 Metalic taste
Tanda – tanda
Tanda – tanda nya bermacam – macam tergantung
pada jenis orofaringeal
 Eritema akan berdifusi pada permukaan,
tenggorokan, lidah, gusi.
 Bercak putih dilidah, gusi/ mukosa bucal.
Perpindahan dari potongan kecil (patch) akan
menampakkan erimatosa dan jaringan berdarah.
Kemampuan untuk memindahkan patch ,
kemampuan yang nenbedakan OPC dari oral hairy
leokoplakia
 Chelis angular disertai dengan luka kecil, eritema
dan nyeri disudut mulut , yang terkait dengan
vitamin dan kekurangan zat besi.
 Denture somatitis disertai dengan permukaan
yang datar, luka merah dibawah mukosa gigi
palsu. Tanda – tandanya eritema kronis dan edema
pada mukosa.
 Hiperplastik OPC disertai dengan yang berlainan,
luka yang menonjol pada mukosa bagian dalam
pipi biasanya ditemukan pada pria – pria merokok.
 Pseudomembran OPC disertai dengan
plak
kuning-putih yang kecil dan berbeda atau kofluen.
Bentuk paling umum ditemukan pada pasien HIV.
Test Diagnosa
Diagnosa, terutama didasarkan pada identifikasi
karakteristik luka. Meskipun jarang diperlukan. Tes
diagnosa layak jika diagnosis yang pasti diperlukan.
 Cytologi, walaupun adanya candida. Tidak
didiagnostik sejak kolonisasi umum.
 Culture untuk identifikasi spesies dari ragi atau
adanya resistensi
 Biopsi
Esofageal
Gejala
 Demam
 Odynophagia
 Dysphagia
 Nyeri retrosternal
Tanda
 Demam
 Hyperemic / plak-plak putih bersifat edema
 Adanya ulcer (pecah-pecah) di esofagus
 Mucosal makin mudah rusak
 Lumen menyempit
Tes Diagnosis
Tidak seperti OPC, diagnose dari esophageal
candidiasis
tidak
berdasarkan
hanya
dari
penampakan klinis, tetapi juga memerlukan
penampakan endoskopik dari lesion (luka didalam
organ tubuh) dan pengecekan culture. Seharusnya
untuk invasive alami, sebagian besar dokter OPC
memilih untuk mengobati infeksi ini berdasarkan
dugaan dan melakukan evaluasi endoskopiuntuk
pasien yang pengobatan tidak berhasil.
 Sitologi dan kultur untuk mengidentifikasi spesies
ragi atau kehadiran resistensi
 Barium esophagogram
 Endoskopi menampakan plak keputihan dengan
perkembangan untuk ulserasi dangkal dari
mukosa esofagus
 Mukosa biopsi
Pengobatan
Selain memilih pengobatan yang efektif,
pemilihan dari agen antifungal yang cocok harus
mempertimbangkan lokasi dan keparahan infeksi,
ketaatan pada obat, potensi dari interaksi obat,
kondisi medis yang berkelanjutan, dan adanya
sukrosa atau dextrose. Agen topical membutuhkan
dosis yg sering dan memiliki waktu kontak yang
lama dengan mukosa di wilayah oral. Permukaan
tablet atau troches dapat membuat mukosa iritasi.
Pasien dengan xerostomia dapat memiliki tidak
cukup air liur untuk melarutkan troches. Agent
topical yg mengandung sukrosa atau dextrose bisa
memperbesar resiko karies atau naiknya gula darah
bagi penderita diabetes. Selain mahal, oral azoles
juga menunjukkan tingginya resiko keracunan dan
interaksi obat dikarenakan adanya P-450.
Karena
orofaringeal
dan
esofagus
kandidiasis menjadi tanda-tanda dari penyakit
immunocompromise, status kekebalan tubuh pasien
harus dipertimbangkan dalam rencana perawatan
terapi. Untuk pasien infeksi HIV, ini juga harus
mencakup evaluasi dari pasien terapi antivirus
karena infeksi jamur mungkin menunjukan
penurunan
status
kekebalan
tubuh.
❼ Untuk pasien berisiko rendah, obat topical
adalah pilihan utama untuk terapi kandidiasis
orofaringeal, meskipun obat sistemik mungkin
digunakan untuk kasus yang berat atau tidak
responsif. Untuk pasien OPC dengan kasus berat,
flukonazol oral tetap obat pilihan. Flukonazol oral
diberikan selama 2 minggu menunjukkan antijamur
mampu mengobati hingga 48% dan angka
kesembuhan klinis 84% pada pasien HIV. 30 Respon
terjadi dalam 5 hari pada pasien yang menerima 100
sampai 200 mg per hari. 16 dosis efektif lebih rendah
daripada 50 mg, tetapi respon klinis lambat dan
berpotensi menyebabkan resistensi. Dua minggu
obat oral cair itrakonazol lebih efektif dari
flukonazol tetapi ketahanannya sedikit (efek
toleransi rendah) . seharusnya untuk variabel
penyerapan, risiko dari toksisitas, dan potensi dari
interaksi obat, ketoconazole dan kapsul itrakonazol
dipertimbangkan sebagai alternatif obat pilihan
kedua untuk flukonazol.
Studi Kasus Pasien
Seorang wanita berusia 35 tahun datang ke klinik
anda mengeluhkan adanya ‘rasa terbakar dan nyeri
di mulut’, rasa besi, dan adanya ‘benda berwarna
putih’. Pada pemeriksaan awal, pasien miliki area
putih di lidah, gusi dan buccal mukosa. Area ini
mudah diangkat, dan dibawahnya ada jaringan
eritematosus. Ini adalah pertamakalinya wanita
tersebut mendatangi klinik anda, karena itu ia tidak
memiliki dokumentasi medis.
 Informasi tambahan apa yang anda perlukan
sebelum mempertimbangkan pengobatan untuk
pasien ini?
 Kondisi medis lain apa yang dapat menyebabkan
pasien mudah terkena infeksi fungal?
 Bagaimana rencana pengobatan dan perawatan
bisa berubah bila pasien memiliki sejarah sering
terkena OPC parah? Bila pasien positif HIV? Bila
pasien neutropenia?
TABEL 80-4 Faktor Resiko dari Oropharyngeal dan Esophageal Candidiasis
Faktor
Usia yang terlalu muda / tua
Integritas mukosal yang lemah
Dentures
Xerostomia
Penggunaan antibiotic
Penggunaan steroids
Penggunaan immunosupresan
Infeksi HIV
Diabetes mellitus
Kurangnya nutrisi
Meanisme yang Mungkin Terjadi
Imunitas yang belum tumbuh baik bagi bayi dan imunitas
yang telah berkurang bagi pasien usia senja.
Barrier pelindung akan rusak, membuat infeksi fungal
semakin mudah.seringkali disebabkan oleh radiasi,
operasi,atau mukositis.
Fungus menyukai dentures, bersama dengan turunnya aliran
air ludah dibawah dentures; dentures yang tidak cocok
dapat melemahkan integritas mucosal.
Berkurangnya kemampuan air ludah untuk pembersihan dan
pertahanan.
Mengubah flora mukosa, membuat fungal tumbuh
berlebihan
Imunitas tidak tumbuh
Imunitas tidak tumbuh
Berkurangnya CD4 T limfosit
Naiknya level glukosa dan faktor pertahanan di air liur
Mekanisme pertahanan berubah, integritas mucosal yang
lemah, naiknya potensi pathogen pada fungus.
Untuk pengobatan OPC pada orang yang
terinfeksi HIV, tahap awal dapat cukup dikontrol
dengan obat topical, seperti clotrimazole, asalkan
gejala tidak parah dan tidak ada keterlibatan yang
mencurigakan pada esofagus . Setidaknya Nistatin
topikal adalah agen efektif, terutama pada pasien
akut immunocompromised. Clotrimazole topikal
tampaknya menjadi antijamur topikal yang paling
efektif, menunjukkan respon klinis setara dengan
flukonazol oral dan larutan itrakonazol, tetapi tingkat
kesembuhan jamur lebih rendah dan tingkat kambuh
yang lebih tinggi dengan clotrimazole. 8. terjadi
perluasan yang parah dari peranan kandidiasis
orofaringeal, kandidiasis esofagus membutuhkan terapi
antijamur sistemik. Sakit yang signifikan terkait
dengan
kandidiasis
esophagus
memerlukan
pengobatan yang agresif (pengobatan penuh).
Diagnosis dari esophagus kandidiasis membutuhkan
evaluasi endoskopi, tapi bukan mempekerjakan
prosedur invasif, pasien dapat diobati dengan kursus
sesuai antijamur berdasarkan presentasi klinis. Jika
pasien
tidak
merespon,
endoskopi
harus
dipertimbangkan.
Dua sampai tiga minggu flukonazol atau
itrakonazol solusi sangat efektif dan menunjukkan
tingkat respon klinis yang serupa. Dosis 100 sampai
200 mg efektif pada pasien imunokompeten tetapi
dosis hingga 400 mg direkomendasikan untuk pasien
immunocompromise (imunitas lemah). Karena
penyerapan variabel, ketokonazol dan kapsul
itrakonazol harus dipertimbangkan untuk terapi obat
pilihan kedua. Pada kasus yang parah, azoles oral
dapat terbukti tidak efektif, penjamin penggunaan
amfoterisin B selama 10 hari. Meskipun echinocandins
dan vorikonazol efektif dalam pengobatan kandidiasis
esofagus, pengalaman masih terbatas.
Infeksi Flukonazol-Resistant
Dua puluh persen pasien yang terinfeksi HIV
mengembangkan isolat resisten flukonazol Candida
albicans setelah terkena pencahayaan berulang untuk
fluconazole.
Untuk
mengobati
kandidiasis
oropharingeal
resisten
flukonazol,
dapat
menguggunakan itrakonazole setiap hari selama 2
sampai 4 minggu. Solusinya dengan itrakonazole oral,
tingkat kesembuhan dari mykologikal 88% dan angka
kesembuhan
klinis
97%
pada
pasien
immunocompromised.
Flukonazol-resistant
kandidiasis esofagus harus ditangani dengan
intravena amphotericin B atau caspofungin.
Infeksi Berulang
Jika pasien immunocompromised sering mengalami
atau kambuh yang parah,terutama kandidiasis
esofagus, terapi pemeliharaan untuk kronis yang
harus di pertimbangkan dengan
menggunakan
flukonazol 100 sampai 200 mg sehari.Pada pasien
dengan keadaan yang jarang atau ringan, prophylaxis
profilaksis sekunder tidak dianjurkan. Alasan untuk
tidak memberikan profilaksis meliputi ketersediaan
pengobatan yang efektif untuk kejadian akut, risiko
mengembangkan organisme yang resisten, potensi
interaksi obat, dan biaya terapi.
Hasil Evaluasi
 Pasien harus mengurangi gejala-gejala dalam
waktu 2 sampai 3 hari memulai terapi. Keputusan
yang lengkap biasanya terjadi dalam waktu 7
sampai 10 hari. Seluruh kursus terapi harus
dilanjutkan bahkan jika gejala telah diselesaikan.
Jika kondisi tidak berubah atau memburuk, pasien
harus dirujuk ke spesialis untuk terapi agresif.
 Pasien pada umumnya tidak memerlukan penilaian
ulang setelah pengobatan. Pasien dengan
neutropenia menunjukkan peningkatan risiko
penyebaran infeksi, dan karena itu harus dipantau
untuk tanda-tanda infeksi jamur sistemik. Karena
peningkatan risiko kekambuhan, pasien HIV-positif
harus secara rutin dievaluasi untuk kekambuhan.
Perawatan dan Pemantauan Pasien
1. Kajian gejala pasien untuk menentukan apakah
gejala konsisten dengan oropharyngeal atau
kandidiasis esofagus. Semua pasien yang diduga
oropharyngeal atau kandidiasis esofagus harus
dirujuk ke seorang praktisi atau dokter karena tidak
ada produk antijamur yang tepat untuk mendapat
penggunaan oral tanpa resep.
2. Meninjau data diagnostik yang tersedia, termasuk
riwayat penyakit.
3. Sejarah hasil penelitian dari seluruh resep, non
resep, dan penggunaan produk obat alami. Apakah
pasien yang banyak mengambil obat yang dapat
menyebabkan kandidiasis? Pengobatan pasien ini
ketika mengonsumsi obat dapat mengganggu?
4. Jika pasien telah memiliki kandidiasis orofaringeal
atau
kandidiasis
esophagus
sebelumnya,
menentukan perawatan apa yang harus dilakuakan
untuk membantu pasien.
5. Jika pasien telah oropharyngeal atau esophagus
kandidiasis sebelumnya, menentukan apakah pasien
memiliki risiko faktor infeksi berulang.
6. Mengembangkan rencana untuk menilai efektivitas
terapi antijamur.
INFEKSI MYCOTIC DARI KULIT, RAMBUT,
DAN KUKU
Infeksi tinea adalah infeksi jamur superfisial di mana
patogen tetap dalam lapisan keratinous kulit atau
kuku. Biasanya infeksi ini diberi nama untuk bagian
tubuh yang terkena, seperti tinea pedis (kaki), tinea
cruris (pangkal paha), dan tinea corporis (tubuh).
Infeksi tinea biasanya disebut sebagai kurap karena
lesi melingkar yang khas. Pada kenyataannya, luka
tinea dapat bervariasi dari cincin ke skala dan luka
tunggal atau ganda.
Epidemiologi dan Etiologi
Infeksi tinea adalah kedua setelah jerawat di frekuensi
kulit dilaporkan disease.35 Infeksi tinea umum tinea
pedis, tinea corporis, tinea cruris dan. Tinea pedis,
7. Tentukan apakah terapi penekanan jangka panjang
diperlukan.
8. Evaluasi pasien untuk kehadiran dari reaksi obat
merugikan, alergi obat, atau interaksi obat.
9. Pentingnya stress dari kepatuhan dengan antijamur
yang rejimen.
10. Memberikan pendidikan pada pasien yang
berkaitan dengan oropharyngeal atau kandidiasis
esofagus dan terapi antijamur.
 Penyebab oropharyngeal atau kandidiasis
esophagus
 Faktor risiko untuk mengembangkan kandidiasis
 Bagaimana untuk mengelola agen antijamur
topikal,
termasuk
pelaksanaan
sebelum
membersihkan rongga mulut, tatacara setelah
makan, bagaimana untuk melarutkan troches
(obat hisap), dan bagaimana untuk suspensi.
 Pentingnya menyelesaikan kursus terapi
 Potensi efek samping yang mungkin terjadi
dengan terapi antijamur
 Obat-obatan yang dapat berinteraksi dengan
terapi antijamur
 Tanda-tanda peringatan untuk melaporkan ke
dokter (berulang atau sulit untuk obat infeksi,
atau gejala memburuk)
infeksi jamur kulit yang paling umum, menimpa lebih
dari 25 juta orang setiap tahun di Amerika Serikat.
Patofisiologi
Infeksi jamur kulit terutama disebabkan oleh
dermatofit seperti Trikhopiton, Mikrosporum, dan
Epidermopiton.Menurut
catatan
Trichophyton
rubrum lebih dari 75% dari semua kasus di Amerika
Serikat.36 Inggris Untuk tingkat yang lebih rendah,
Candida dan spesies jamur lainnya menyebabkan
infeksi kulit. Dengan infeksi tinea, yang dermatofita
penyebab biasanya menyerang stratum korneum tapa
penetrasi ke dalam jaringan hidup, menyebabkan
infeksi local.
Faktor Resiko
 Terlalu lama menggunakan
berkeringat
 Lipatan kulit berlebihan
 Gaya hidup
 Hangat, iklim lembab
 Penggunaan kolam renang umum
 Trauma kulit
 Kurang gizi
 Diabetes mellitus
 Immunocompromise
 Gangguan sirkulasi
pakaian
yang
Terapi Non Farmakologi
 Karena jamur mudah berkembang di tempat yang
hangat, lingkungan lembab, para praktisi harus
mendorong pasien untuk memakai pakaian longgar
dan kaus kaki, sebaiknya pakaian yang terbuat dari
katun atau kain lain yang sumbu kelembaban dari
badan. Hindari busana yang dibuat dengan serat
sintetis atau wol.
 Bersihkan daerah yang terinfeksi setiap hari dengan
sabun dan air.
 Daerah yang terinfeksi harus dikeringkan dengan
benar sebelum berpakaian, berikan perhatian
khusus pada lipatan kulit.
 Untuk mencegah penyebaran, handuk, pakaian, dan
alas kaki tidak boleh dibagi dengan orang lain.
 Kenakan pelindung sepatu di kamar mandi umum
dan kolam renang.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Gejala dan Tanda ( Tabel 80-5 )
Pengujian Diagnostik
 KOH persiapan
 Lampu ultraviolet Wood
 Pemeriksaan mikroskopis
 Budaya jamur
 Periodic acid - Schiff ( PAS ) pewarnaan kuku
sampai dua kali selama 2 minggu , kalau luka
dan peradanganya makin parah “Tinea capitis “ tidak
merespon pada topikal agent , untuk menuntaskan
Pengobatan Kulit dan Infeksi Rambut
Tujuan pengobatan meliputi :
 Memberikan bantuan gejala
 Resolusi infeksi
 Mencegah penyebaran infeksi
Terapi Farmakologi
❾Sejak “dermatophyte hypae “ jarang
menembus kedalam lapisan kulit hidup, malah bersisa
di startum korneum, kebanyakan infeksi itu dapat
diobati dengan anti jamur yang terbaru (toikal
antifungi) . Infeksi menutupi banyak daerah tubuh
atau kuku atau rambut
sehingga memerlukan
sistemik terapi , pasien dengan infeksi kronis atau
pasien yang tidak dapat merespon atau tidak cocok
degan terapi topikal antifungi juga dapat
menggunakan sistemik terapi
Pengobatan dimulsi beradasarkan gejala- gejalanya
dibanding melalui evaluasi mikroskop . beberapa
spesies dapat menyebabakan infeksi “Tinea “ jikalau
mau menggunakan terapi antifungial belum tentu
ampuh atau manjur , untuk infeksi serta peradangan ,
gabungan dari terapi antifungial dan terapi asteroid
bisa dilakukan atau dipertimbangkan
Pemlihan terapi berdasarkan tipe luka dan
lokasi atau posisi dari infeksi itu sendiri , untuk area
yang berambut dan luka basah pake cairan , kalau
untuk luka yang bersisik dan luka kering cukup dengan
menggunakan krim saja, untuk luka “hyper keratotic
penggunaan salep dapat dipertimbangakan . Dari
semua pilihan obat atau terapi diatas harus digunakan
setelah lukanya bersih dan kering . Obatnya harus
digosok dibagian terinfeksi supaya obatnya menyerap
. Banyak pasien hanya menyemprot dan
membedakinya saja , tanpa menggosokbagian
terinfeksi , jadi obatnya tidak meneyerap dan
pengobataan menjadi tidak efektif . Pengobatan
semprot dan bedak hanya sebagai terapi tambahan
selain harus menggunakan krim atau lotion sebagai
prphyletic terapi.
Tinea pedis membutuhkan pengobatan satu
hingga dua kali sehari selama 4 minggu sementara
“Tinea corporis “ membutuhkan pengobatan satu
“Tinea capitis “ direkombinasikan meminum obatnya
6-8 minggu Griseofulvin sudah dipertimbangkan dan
dipilih karna kemampuanya untuk mencapai level
tinggi sampai start corneum .
Irtaconazole
juga telah menunjukan
keefektifanya karna lipophylicity nya , itraconazole
bisa mencapai level tertinggi pada kulit level ini
bertahan selama 4 minggu sesudah pengobatan
berhenti. Beberapa dokter menganjurkan minum obat
untuk
mengurangi
penyebaran
,
termasuk
ketaconazole atau selenium sulfide shampoos .
Pengobatan infeksi ini terus dilanjutkan selama
seminggu walaupun gejalanya sudah hilang.
Pengobatan Onikomikosis
Onikomikosis adalah infeksi kronis yang
jarang kelihatan secara tiba – tiba , pengobatan yang
cukup sangat penting untuk mencegah penyebaran ke
bagian lain, munculnya infeksi yang lain , selulit/ atau
gangrene. ❿Karena bawaan penyakitnya sudah parah
dan tidak bisa menembus kuku, terapi topikal agent
tidak efektif untuk mengobati Onikomikosis . Minum
obat dapat menebus matrik kuku dan dasar kuku
seperti irtaconazole dan terbinofin lebih efektif
Infeksi
Tinea pedis (kaki)
Tinea manuum (tangan)
daripada ciclopirox laquer , intraconazole dan
terbinofin menunjukan kesembuhan 62 % dan 76%
masing-masing jika siklopirok ada kemampuan
kesembuhan 29% dan 36%.
Hiraconazole bisa diberikan terus (200 mg tiap
hari ) atatau sebagai terapi (200 mg 2x tiap hari
sampai 1 minggu perbulan .
Terbinafine diberi 250 mg per hari sebagai terapi yang
berkelanjutan . Walaupun diberi secara lanjutkan atau
sebagai terapi pulse , minum obat untuk infeksi kuku
jempol harus lanjut sampai 3 bulan , sedangkan untuk
infeksi jari – jari kuku berlanjut kurang lebih 2 bulan .
Pengobataan dengan itraconazole atau terbinafine
untuk jangka panjang harus tes laboratorium untuk
monitor fungsi liver sebelum memulai terapi dan
setiap bulan harus dicek , Griseofulvin juga efektif
untuk pengobatan Onikomikosis , tetapi terapi harus
brlanjut 4 bulan untuk ineksi kuku jari atau 6 bulan
untuk kuku jempol . Pasien yang punya penyakit liver
atau pasien yang tidak bisa minum obat ini ‘Ciclopirox
nail laquer “bisa menjadi pilihan alternatif tapi
membutuhkan 48 minggu terapi.
TABEL 80 -5 Tanda dan Gejala Infeksi Jamur
Gejala dan Tanda
 Melibatkan telapak tangan dan sela-sela jari kaki
 Infeksi sela-sela jari terasa gatal; muncul sebagai celah, kulit bersisik, atau
terkelupas; dapat terjadi antara setiap jari kaki tetapi paling sering antara
jari-jari kaki keempat dan kelima; dapat menyebabkan bau busuk karena
superinfeksi dengan Pseudomonas atau diphtheroid
 Infeksi hiperkeratosis hadir dengan sisik putih keperakan dan menebal,
dasar merah; biasanya mencakup seluruh kaki; sesekali juga dapat
mempengaruhi tangan
 Vesiculobullous tinea pedis menyajikan sebagai pustula atau vesikel pada
telapak kaki; terkait dengan kelembapan, gatal, dan penebalan tunggal;
dapat menyebabkan limfangitis dan selulitis; yang paling umum selama
musim panas
 Ulseratif tinea pedis muncul sebagai dimaserasi, gundul, dan bisul kecil di
telapak; dapat menghasilkan rasa sakit yang hebat dan erosi ruang
interdigital; biasanya rumit oleh infeksi gramnegative oportunistik
 Faktor risiko meliputi sepatu oklusif dan trauma kaki
 Infeksi pada permukaan interdigital dan telapak tangan
 Hadir sebagai sisik putih di lipatan telapak tangan; juga dapat
mengembangkan sisik pada sisa telapak tangan; mungkin hadir sebagai
plak tunggal
 Lebih umum hanya mempengaruhi satu tangan
 Menyajikan dengan kulit hyperkeratosis
Tinea cruris (pangkal
 Menyajikan dengan papula folikuler dan pustula pada paha medial dan
paha/selangkangan)
lipatan inguinal
 Lesi berbentuk cincin dapat memperpanjang dari lipatan inguinal pada
paha bagian dalam yang berdekatan
 Umumnya lesi cadangan penis dan skrotum, berbeda dengan candidiasis
 Frekuensi meningkat selama musim panas
 Terutama berkembang pada pria muda
 Faktor risiko meliputi pakaian ketat
 Sering disebut sebagai atlet gatal
 Hadir dengan melingkar, potongan kecil bersisik dengan perbatasan
Tinea corporis (tubuh)
diperbesar
 Lesi mungkin memiliki papula merah atau plak di pusat yang bersih,
meninggalkan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi
 Gatal dapat hadir
 Biasanya disebut sebagai kurap tubuh
 Ditandai dengan depigmentasi kulit, tetapi dapat hadir sebagai
Tinea versicolor (panu)
hiperpigmentasi, khususnya pada pasien berkulit gelap
 Biasanya terjadi di daerah dengan kelenjar sebaceous, termasuk leher,
tubuh, dan lengan
 Depigmentasi dapat bertahan selama bertahun-tahun
 Terutama berkembang pada orang dewasa muda dan setengah baya
 Faktor risiko meliputi penerapan minyak, kulit berminyak, suhu
lingkungan yang tinggi, kelembaban relatif tinggi, pakaian ketat,
immunodefisiensi, kekurangan gizi, kecenderungan turun-temurun
 Infeksi daerah jenggot
Tinea barbae (jenggot)
 Infeksi kepala dan kulit kepala
Tinea capitis (kepala)
 Mungkin asimtomatik awalnya, kemudian berkembang menjadi alopecia
inflamasi
 "Black dot" alopesia mungkin berkembang karena kerusakan rambut
pada akar
 Dapat membentuk kerions (pembengkakan nodular)
 Scaling atau Favus dapat berkembang pada kulit kepala
 Limfadenopati serviks adalah umum
 Terutama ditemukan pada bayi, anak-anak, dan remaja muda, sering pada
populasi Afrika-Amerika dan Hispanik
 Dapat menyebar dari orang ke orang atau hewan ke orang
Onychomycosis / Tinea unguium
 Infeksi lempeng kuku dan dasar
(kuku)
 Kuku menjadi buram, tebal, kasar, kuning, dan rapuh; kuku mungkin
terpisah dari dasar
 Kuku kaki yang terkena lebih sering daripada kuku tangan
 Prevalensi meningkat dengan usia lanjut
timbangan dan peradangan yang terjadi, pada 1-2
Hasil Evaluasi
minggu terapi harus selalu di lanjutkan, maksimal 1
Untuk
infeksi
kulit
pasien
harus
minggu setelah hadirnya gejala, apabila dalam waktu
memperhatikan gejala, termasuk memperhatikan
4 minggu pasien tidak ada perubahan, maka pasien
itu dapat sembuh dalam waktu beberapa bulan.
Perawat harus mengingatkan pasien agar tidak
frustasi dengan gejala yang dialaminya. Perawat juga
harus tetap mengingatkan bahkan mengevaluasi
pasien bahkan sampai pasien dianggap sembuh.
Perawatan dan Pemantauan Pasien
1. Kaji gejala pasien untuk menentukan pengobatan
yang cocok untuk dirinya.
2. Kaji tinjau data diagnostik yang tersedia.
3. Periksa riwayat hidup dan riwayat pengobatan
yang pernah dilakukan.
4. Jika pasien pernah terkena infeksi maka
perhatikan pengobatan yang digunakan pada
masa lalunya.
5. Perhatikan gaya hidup pasien, agar dapat
mencegah terjadinya infeksi kembali.
6. Mengembangkan
rencana
untuk
menilai
efektifitas anti jamur.
7. Menentukan apakah terapi yang digunakan sesuai
apabila dilakukan dengan jangka panjang, untuk
mencegah kekambuhan.
8. Evaluasi pasien, untuk kehadiran efek samping,
alergi obat, dan interaksi obat.
9. Membuat kepatuhan terhadap pasien agar tidak
stress.
10. Memberikan pengetahuan kepada pasien yang
berkaitan dengan infeksi, obat, dan therapi.
 Penyebab infeksi pada kulit, rambut atau kuku,
dengan penggunaan anti jamur.
 Produk yang berbeda untuk anti jamur seperti
krim, spray dan bedak.
 Memberikan
pengetahuan
bagaimana
penggunaan produk anti fungi.
 Memberitahu berapa lama produk dapat
digunakan
 Bagaimana memberi tahu penyebab infeksi
 Bagaimana menghindari infeksi berulang dan
 potensi efeksamping yang mungkin terjadi,
dengan terapi anti jamur
SINGKATAN-SINGKATAN
AIDS: acquired immunodeficiency syndrome
CDC: Centers for Disease Control and Prevention
HIV: human immunodeficiency virus
KOH: potassium hydroxide
OPC: oropharyngeal candidiasis
OTC: over-the-counter
PAS: periodic acid-Schiff test
VVC: vulvovaginal candidiasis
Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di
www.ChisholmPharmacotherapy.com
Masuk ke situs web:
www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk
memperoleh informasi dalam melanjutkan
pembelajaran bab ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
Ferrer J. Vaginal candidosis: epidemiological and
etiological factors. Int J Gynaecol Obstet
2000;71:S21–S27.
Gupta AK, Chaudhry M, Elewski B. Tinea corporis,
tinea cruris, tinea nigra, and piedra. Dermatol Clin
2003;21:395–400.
Gupta AK, Chow M, Daniel CR, Aly R. Treatments of
tinea pedis. Dermatol Clin 2003;21:431–462.
Gupta AK, Cooper EA, Ryder JE, et al. Optimal
management of fungal infections of the skin, hair,
and nails.Am J Clin Dermatol 2004;5:225–237.
McCaig LF,McNeil MM. Trends in prescribing for
vulvovaginal candidiasis in the United States.
Pharmacoepidemiol Drug Saf 2005;14:113–120.
Richter SS, Galask RP, Messer SA, et al. Antifungal
susceptibilities of Candida species causing
vulvovaginitis and epidemiology of recurrent
cases. J Clin Microbiol 2005;43:2155–2162.
Sobel JD. Use of antifungal drugs in pregnancy: a
focus on safety. Drug Saf 2000;1:77–85. Vazquez
JA. Invasive oesophageal candidiasis: current and
developing
treatment
options.
Drugs
2003;63:971–989.
Vazquez JA, Sobel JD.Mucosal candidiasis. Infect Dis
Clin North Am 2002;16:793–820.
15 INFEKSI JAMUR INVASIF
Russell E. Lewis and P. David Rogers
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1. Membedakan perbedaan epidemiologi dan faktor risiko inang (host) untuk akuisisi patogen
jamur invasif primer dan oportunistik.
2. Merekomendasikan empiris yang sesuai atau terapi antijamur yang ditargetkan untuk
pengobatan infeksi jamur invasif.
3. Menjelaskan komponen dari suatu pemantauan untuk menilai efektivitas dan efek samping
dari farmakoterapi untuk infeksi jamur invasif.
4. Mengevaluasi peran profilaksis antijamur dalam pencegahan jamur oportunistik
KONSEP UTAMA
❶ Mengetahui rute yang paling umum dari infeksi
jamur endemik adalah melalui saluran pernapasan, di
mana konidia aerosol terkontaminasi dari polusi yang
terhirup ke dalam paru-paru.
❷ Diagnosis infeksi jamur endemik sering diminta
sejarah dari pasien yang sudah mengalami infeksi yang
cukup lama (subakut) , perjalanan atau tinggal di
daerah endemik, dan / atau partisipasi dalam
melakukan kegiatan yang menghasilkan eksposur ke
tanah atau polusi yang tercemar oleh jamur endemik.
❸ Pendekatan terapi anti jamur untuk pasien dengan
infeksi jamur endemik ditentukan oleh tingkat
keparahan presentasi klinis, pasien mendasari
imunosupresi, dan potensi toksisitas dan interaksi
obat yang terkait dengan pengobatan anti jamur.
❹ Profilaksis sekunder atau terapi penekan dianjurkan
untuk mikosis endemik di immunocompromised
pasien, terutama di host dengan gangguan di sel- T
mediasi kekebalan (yaitu, AIDS).
❺ Commensal atau lingkungan jamur yang biasanya
tidak berbahaya dapat menjadi mikosis invasif ketika
kekebalan tubuh inang terganggu. Host dengan
penekanan kekebalan dan risiko mikosis oportunistik
dapat secara luas diklasifikasikan menjadi tiga
kategori: (1) kuantitatif atau kualitatif defisit dalam
fungsi neutrofil, (2) defisit dalam imunitas diperantarai
sel, dan (3) gangguan mekanik / dan atau hambatan
microbiologik
❻ Keterkaitan dengan epidemiologi dan frekuensi
non-albicans spesies Candida dalam lembaga atau ICU
sangat penting sebelum memilih terapi antijamur
empiris untuk invasif kandidiasis.
❼ Kolonisasi di beberapa situs tubuh yang berbeda
atau spesies Candida yang sangat padat,
bagaimanapun, sering mendahului infeksi invasif.
Terapi antijamur preventif dapat diindikasikan di
banyak populasi berisiko tinggi seperti demam
neutropenia, transplantasi penerima, atau setelah
operasi besar.
❽ Identifikasi Laboratorium Candida dalam sampel
klinis harus dilakukan untuk tingkat spesies bila
memungkinkan, seperti Spesies Candida berbeda
dalam kerentanan mereka terhadap agen antijamur.
❾ Jika seorang pasien non-neutropenik dan tidak
pernah menerima pengobatan sebelum Terapi azole,
flukonazol 800 mg / hari merupakan obat pertama
yang tepat dalam Terapi untuk kandidiasis invasif
sampai identifikasi hasil isolasi Candida keluar.
Amfoterisin B deoxycholate 0,7 mg / kg per hari atau
caspofungin 70 mg pada hari 1, kemudian 50 mg / hari,
vorikonazol, atau formulasi amfoterisin lipid B
dianjurkan sebagai terapi empiris pada pasien dengan
demam neutropenia.
❿ Visualisasi langsung dari C. neoformans dalam CSF
oleh tinta india dalam pewarnaan adalah metode
cepat untuk mendiagnosis kriptokokus meningitis.
➀Uji klinis yang dilakukan oleh National Institute of
Allergy dan Infectious Diseases (NIAID) Mycoses
Kelompok Studi menunjukkan bahwa 2 minggu terapi
antijamur diinduksi dengan Kombinasi amfoterisin B
(0,7 mg / kg per hari) ditambah flucytosine (100 mg/kg
per hari) untuk meningitis kriptokokus. Diikuti dengan
terapi konsolidasi dengan flukonazol (400 mg sehari)
selama 8 minggu sama efektifnya dengan 4 minggu
terapi kombinasi, dan memiliki toksisitas lebih sedikit.
➁Lesi nodular yang terdeteksi oleh resolusi tinggi
computed tomography (HRCT) scan yang pertama kali
atau sering adalah hasil indikasi aspergillosis paru
invasif.
➂Pasien immunocompromised pada flukonazol
dengan progresif sinus atau penyakit paru oleh
radiografi harus dievaluasi untuk kemungkinan infeksi
jamur.
➃Banyak
ahli
sekarang
mempertimbangkan
vorikonazol sebagai obat awal Pilihan untuk
aspergillosis invasif pada pasien tanpa kontraindikasi
yang signifikan (misalnya, interaksi obat dengan
kondisi hati yang sebelumnya disfungsi) untuk terapi
azol.
➄Zygomycetes umumnya tahan terhadap vorikonazol
dan echinocandins dan kehadiran Zygomycetes harus
dicurigai pada setiap pasien dengan infeksi jamur yang
progresif saat menerima vorikonazol dan / atau terapi
echinocandin.
Infeksi jamur invasif atau invasif mikosis adalah istilah
umum untuk penyakit yang disebabkan oleh invasif
atau serangan dari jaringan hidup oleh jamur. Tidak
seperti mikosis superfisial (Bab 80), mikosis invasif
menyerang organ dalam, dapat menyebar ke seluruh
tubuh, dan berkaitan dengan tingginya tingkat
morbiditas dan mortalitas, terutama dihost
immunocompromised. Infeksi jamur invasif adalah
dikategorikan
sebagai
bentuk
primer
atau
oportunistik invasif mikosis. Infeksi jamur invasif
primer disebabkan oleh jamur spora atau konidia yang
berasal dari tanah dan polusi yang lainnya seperti
udara dan lain-lain, ketika terganggu maka dapat
menjadi aerosol dan inhalasi sehingga menyebabkan
infeksi, bahkan dalam pasien yang imunokompeten.
Karena jamur ini merupakan jamur jenis endemik yang
berada pada jenis tanah tertentu dan karenanya
secara geografis dibatasi, jamur patogen primer
invasif juga dikenal sebagai jamur endemik. Di
Amerika Serikat, tiga spesies (Histoplasma
capsulatum,
Blastomyces
dermatitidis,
dan
Coccidioides immitis) sehingga menyebabkan
sebagian besar infeksi jamur (Tabel 81-1). Sebaliknya,
infeksi jamur oportunistik hanya terjadi di pengaturan
dari dikompromikan host yang bekerja dalam
pertahanan kekebalan tubuh dan disebabkan oleh
spektrum yang lebih luas dari spesies jamur yang
kurang virulen yang umumnya mampu menyebabkan
infeksi pada pasien yang sehat (lihat Tabel 81-1). Oleh
karena itu, spektrum, keparahan, dan hasil infeksi
jamur oportunistik sangat dipengaruhi oleh tingkat,
jenis, dan keparahan dari host atau inang
imunosupresi. Sebagai aturan umum, oportunistik
infeksi jamur sulit untuk didiagnosa, sangat fatal jika
tidak diobati secepat mungkin dan agresif, dan terkait
dengan tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas.
TABEL 81-1. Invasif Mikosis
Primer (Endemik) invasive jamur
Histoplasma Capsulatuma
Coccidioides immitisa
Blastomyces dermatitidisa
Oportunistik Invasif jamur ragi
Spesie Candida (C. albicans, C. glabrata, C.
parapsilosis, C. tropicalis, C. Krusei dan lain-lain)
Cryptococcus neoformans
Trichosporon spp. dan lain-lain
Kapang
Hylohyphomycetes
Aspergillus fumigatus dan spesies laina
Fusarium solani dan Fusarium oxysporum
Zygomycoses (Mucor, Absidia, Rhizopus,
Cunninghamella, dan Rhizomucor)
Penicilin
Phaeohyphomycetes
Pseudallescheria boydii (Scedosporium spp.)
Bipolaris
Alternaria
Lainnya
Pneumocystis jiroveci (formerly P. carinii)ab
*Paling umum
*Obat yang baru diklasifikasikan sebagi obat jamur
Studi Kasus Pasien, Bagian 1
Seorang pria 39 tahun dengan asma yang mengalami
steroid kronis yang baru-baru ini pindah ke Phoenix,
Arizona memberitahukan tentang efek yang
dirasakan selama 4 minggu yaitu meningkatkan
demam, batuk kering, dan nyeri pada inspirasi dalam.
Dia juga melaporkan arthralgia dan berkeringat di
malam hari selama 3 minggu terakhir. Sebuah rontgen
dada menunjukkan area kecil dari konsolidasi di kiri
lobus bawah dan beberapa hilus adenopati. Jika tidak,
semua tes rutin lainnya dan tes lainnya muncul
negatif.
1. Apa faktor risiko pada pasien untuk menghambat
infeksi jamur endemic atau yang tersebar luas?
2. Apa yang paling mendasari dari efek pathogen
jamur endemik berdasarkan sejarah penyakit
pasien?
3. Apa informasi tambahan yag diperlukan untuk
memilih terapi antijamur?
MIKOSIS ENDEMIK
Epidemologi
Mikosis endemik adalah jamur patogen utama
yang sangat mampu menyebabkan infeksi pada
individu
yang
sehat.
Dalam
pasien
immunocompromised, infeksi jamur endemik sering
hadir dengan cara tertentu saja dimana lebih fulminan
(dalam kasus infeksi primer) atau aktif kembali yang
menyebabkan infeksi yang mengancam jiwa. Karena
awal gejala infeksi jamur endemik sering tidak spesifik
dan tidak dapat dipastikan secara visual dari gejala
infeksi yang di hasilkan sehingga infeksi perlahanlahan semakin berkembang (misalnya, TBC dan
endokarditis infektif), riwayat pasien dengan
gangguan hati dan terkait dengan potensi paparan
dengan tanah atau udara yang terkontaminasi dengan
jamur endemik adalah sangat penting untuk
didiagnosis dan pengobatan infeksi lebih dini.
Dua dari infeksi jamur endemik yang paling umum
(histoplasmosis dan blastomycosis dari Amerika Utara)
ditemukan di daerah aliran sungai timur dan tengah
Amerika Serikat (Gbr. 81-1) Histoplasma capsulatum
var. capsulatum, jamur penyebab histoplasmosis,
tumbuh sangat baik di tanah yang terkontaminasi
dengan kotoran burung atau kelelawar, yang
berfungsi untuk meningkatkan spora dari aktivitas
jamur2. Di daerah endemik yang klasik terkait dengan
eksposur yang tinggi untuk Histoplasma capsulatum
termasuk gua eksplorasi (spelunking), bekerja atau
menghancurkan kandang ayam, pembongkaran
bangunan tua, penebangan pohon di hutan dengan
tempat burung besar, atau menyebarkan kotoran
burung sebagai pupuk. Untuk blastomycosis, bahan
organik yang membusuk, kondisi lembab , dan dekat
air atau sering hujan tampaknya mendukung
pertumbuhan ini fungus.3 Kerja atau kegiatan rekreasi
pada daerah yang tanahnya sudah terkontaminasi
dengan Blastomyces dermatitidis adalah faktor risiko
yang paling umum dalam berkembangnya infeksi
blastomycosis. Coccidioidomycosis berbeda dari
histoplasmosis dan blastomycosis, sebagai jamur
dikaitkan dengan gersang dengan iklim semi kering,
musim panas yang sangat panas, ketinggian tanah,
tanah yang mengandung alkali, dan flora. oleh
sebabitu jamur ini ditemukan di daerah barat daya
Amerika Negara yang membentang dari barat Texas
ke California selatan (lihat Gambar. 81-1). Wabah
coccidioidomycosis telah dilaporkan di California
akibat adanya badai debu dan gempa bumi, serta
siklus kekeringan intens dan hujan yang mendukung
siklus pertumbuhan jamur dan meningkatkan dispersi
yang khusus bentuk spora disebut arthroconidia.
Patofisiologi
Jamur
endemik
terbagi
menjadi
beberapa
karakteristik biologi dan ekologi yang berkontribusi
terhadap patogenisitas mereka pada manusia. Semua
jamur endemik menunjukkan suhu tergantung
dimorfisme, berarti mereka dapat menyebarkan baik
sebagai jamur(satu sel tunggal memproduksi menjadi
sel yang baru) atau kapang (filament multi selular
jamur yang mereproduksi melalui produksi conidia
atau spora).
GAMBAR. 81-1
Lokasi geografi
jamur primer
(endemic) di
Amerika Serikat
Pada suhu lingkungan(25o-30o) H. Capsulatum, b.
Dermatitis, dan c, immitis tumbuh dalam bentuk
kapang yang memproduksi 2 - 10 µm untuk oval
berbentuk (Histoplasma dan blastomyces) atau conidia
(Coccidioides) berbentuk barel yang tersebar luas
dilingkungan dan dalam arus udara. Pada suhu
fisiologis, conidia berkecambah ke jamur (histoplasma
dan blastomyces) atau dalam bentuk sel khusus yang
disebut spherules (coccidioides) yang tahan terhadap
resistensi alveolar makrofag dan neutrofil dalam paruparu. Pengendalian infeksi diperantarai oleh
pengembangan respon T-limfosit antigen khusus
untuk meningkatkan aktivitas fungisida makrofag, dan
limfosit/makrofag -dimediasi pembentukan granuloma
mengandung jamur. Tidak aneh,jika pasien dengan Tsel tau kekebalan tubuh menurun (AIDS) dan
penerima transplantasi atau meningkatkan imunitas
selular
(mengeluarkan) karena terapi obat
(kemoterapi, dosis tinggi cortocosteroids, atau tumor
nekrosis β- blocker) sangat rentan terhadap infeksi
berat.
Rute yang paling umum dari infeksi jamur endemik
adalah saluran pernapasan, di mana konidia aerosol
dari tanah yang terkontaminasi yang terhirup ke
dalam sangat panjang. Setelah di paru-paru, konidia
yang fagositosis tapi tidak hancur oleh makrofag
residen dan neutrofil dalam alveoli dan bronkiolus.
Dalam waktu 2 sampai 3 hari, konidia berkecambah
menjadi
resisten
terhadap
fagositosis
dan
pembunuhan oleh makrofag dan neutrofil ragi
fakultatif. Untuk C.immitis perkecambahan hasil
arthroconidia. Spherules kemudian pecah untuk
melepaskan sejumlah besar endospora, yang
merupakan bentuk penyebaran infeksi. Pengendalian
infeksi di paru-paru biasanya dicapai melalui
pembentukan granuloma. Namun, pada pasien
terkena inokulum besar, atau inokulum lebih rendah
dalam pengaturan ditekan T-cell-mediated imunitas,
penyebaran luar paru-paru pada kulit dan mukosa
mulut (terutama blastomycosis), kelenjar adrenal,
tulang, limpa, tiroid, gastrointestinal saluran, jantung,
dan sistem saraf pusat adalah mungkin akan sangat
fatal jika tidak diobati.
Presentasi Klinis dan Diagnosis
Histoplasmosis dan coccidioidomycosis seringkali
menyebabkan infeksi tanpa gejala asimtomatik pada
mayoritas pasien imunokompeten atau muncul
sebagai pembatasan diri, penyakit mirip influenza 1
sampai 3 minggu setelah diberikan inhalasi konidia.
Presentasi klinis dari blastomycosis bervariasi mulai
dari infeksi tanpa gejala, pneumonia akut atau kronis
yang berkembang 30 sampai 40 hari setelah paparan,
sampai penyebarluasan penyakit sesak nafas yang
penuh (full-blown).
GAMBAR 81-2. Histopatologi mikosis yang tersebar dalam jaringan. a. Histoplasmosisi (ragi); b.
Blastomycoses (luas - bassed buinding awal yang berasal akibat ragi); c. Coccidioidomycoses (spherelus dengan
endospora)
Gejala infeksi jamur endemik umumnya muncul
sebagai gejala yang persisten dan kadang-kadang
muncul pneumonia progresif disertai demam,
menggigil, batuk, arthralgia, berkeringat di malam
hari, dan penurunan berat badan yang dibedakan dari
infeksi kronis lainnya seperti TBC paru. Oleh karena
itu, diagnosis endemik pada infeksi jamur sering
diminta oleh pasien dengan riwayat gejala infeksi yang
berkepanjangan, melakukan perjalanan atau tinggal di
suatu daerah endemis, dan/atau yang aktif
berpartisipasi dalam kegiatan yang dihasilkan oleh
paparan tanah yang terkontaminasi oleh jamur
endemik. Radiografi dada sering menunjukkan
salahsatu infiltrat difus atau nodular pada paru-paru,
disertai pembesaran hilus dan/atau mediastinum
kelenjar getah bening. Pneumonia fulminan dapat
dilihat dengan paparan inokulum yang tinggi,
dihasilkan pada infiltrat difus paru yang dapat
menyebabkan Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) dan sesak napas. Gejala rematologi seperti
parah arthritis, perikarditis, dan eritema nodosum
mungkin terlihat pada 10% sampai 30% pasien endemik
jamur. Penyebaran pada paru-paru bagian luar
merupakan hal umum pada pasien dengan penurunan
imunitas seluler dan seringkali menunjukkan tandatanda menuju infeksi. Ulseratif oral dan lesi kulit juga
mungkin timbul disertai dengan infeksi jamur
endemik. Lesi kulit verukosa pada daerah wajah yang
terpapar sinar matahari, akan tetapi, gejala yang
sangat khas tersebut menunjukkan penyebab
blastomycosis dan seringkali keliru sebagai gejala
penyebab malignancy cutaneous. Penyebaran jamur ke
tulang
dapat
mengakibatkan
anemia
atau
trombositopenia. Hepatomegali, splenomegali, dan
insufisiensi adrenal merupakan penyakit umum yang
disebabkan penyebaran jamur endemik pada organorgan internal. Kejang, tanda-tanda meningeal, dan
hidrosefalus juga umum dijumpai pada pasien dengan
penyebaran jamur endemik pada sistem saraf pusat
dan terutama menandakan kekurangan suatu
prognosis
dalam pengaturan penyebarluasan
coccidioidomycosis.
Diagnosis definitif pada infeksi jamur endemik
memerlukan pertumbuhan jamur yang diambil dari
cairan atau jaringan tubuh, atau bukti invasi pada sel
atau jaringan dalam sampel klinis dengan pewarnaan
histopatologis. Namun, kultur hanya dapat positif
pada pengaturan paparan inokulum tinggi atau
penyebarluasan penyakit. Pengujian serologi telah
ditunjukkan untuk membantu dalam diagnosis dan
manajemen pasien dengan histoplasmosis atau
coccidioidomycosis, tetapi memiliki kekurangan
sensitivitas yang cukup untuk diagnosa B. dermatitidis.
Secara umum, kenaikan empat kali lipat dalam titer
antibodi dari Histoplasma atau Coccidioides, atau titer
lebih besar dari 1:16 menunjukkan infeksi aktif.
Namun, banyak dokter yang masih menganggap titer
serendah 1: 8 sebagai bukti penyebab penyakit aktif
karena titer yang tidak terdeteksi mungkin terdapat
dalam sepertiga dari semua infeksi. Baru-baru ini,
Enzyme-Linked Immunosorbent Assays (ELISAs) telah
dikembangkan untuk mendeteksi antigen Histoplasma
dalam serum dan urin, dan radioimmunoassay baru
yang ditujukan terhadap permukaan protein B.
dermatitidis telah menunjukkan sensitivitas yang
menjanjikan. Pemantauan serial serologis dan
pengujian antigen juga dapat menyediakan sarana
untuk menilai respon terhadap terapi antijamur dan
deteksi dini kekambuhan pada pasien dengan
histoplasmosis atau coccidioidomycosis.
PENGOBATAN
Pendekatan Umum
Pendekatan terapi antijamur pada pasien dengan
infeksi jamur endemik ditentukan oleh tingkat
keparahan presentasi klinis, imunosupresi yang
mendasari pasien dan toksisitas potensial serta
interaksi obat yang terkait dengan pengobatan
antijamur. pasien imunokompeten dengan penyakit
ringan berikut paparan H. capsulatum atau C. immitis
sering mengalami infeksi jinak
dan jarang
membutuhkan terapi antijamur. Biasanya pasien ini
diikuti dalam pengaturan rawat jalan dengan antigen
pengujian serial untuk mengkonfirmasi menyelesaikan
infeksi. Pasien tanpa perbaikan klinis di 6 minggu
pertama biasanya diobati dengan itraconazole oral
atau flukonazol selama 6 sampai 12 minggu (Tabel 812).Lainnya azoles
seperti vorikonazol dan
posaconazole muncul untukmemiliki aktivitas yang
baik terhadap jamur endemik Namun, ada Saat ini
data yang cukup untuk merekomendasikan FIRST
LINE yang rutin mereka menggunakan. Pasien dengan
berkepanjangan, gejala progresif dari 2 minggu atau
titer lebih besar dari 1: 8 dari histoplasmosis atau
coccidioidomycosis antigen adalah kandidat untuk
antijamur langsung terapi. Setiap pasien dengan
imunosupresi yang mendasari harus juga menerima
terapi antijamur segera. Mengikuti tanda dan gejala
dianggap indikator berat penyakit yang memerlukan
rawat inap dan awal pengobatan dengan terapi
amfoterisin B sistemik. (lihat tabel (81-2)
TABEL 81-2 Pengobatan untuk Infeksi Jamur Endemik
Mikosis
Histoplasmosis
Ringan sampai sedang
Rekomendasi Pengobatan Rejimen
observasi atau itrakonazol 200 mg
PO setiap hari selama 6-12 minggu.
ATAU
itrakonazol 200 mg PO setiap hari
selama 6-12 minggu. Atau IV 200 mg
12 jam selama 1 hari, kemudian 200
mg 24 jam (Hanya penyakit non SSP)
ATAU
Flukonazole 12 mg/Kg hari, PO untuk
6-12 minggu.
Penyakit CNS termasuk berat
atau kekebalan host.
Amfoterisin B (AM-B) 0.7 mg/kg per
hari IV atau liposomal AM-B 3-5
mg/kg per hari selama 12 minggu
atau sampai klinis stabil
Komentar
Itrakonazol kurang efektif untuk infeksiinfeksi SSP , flukonazol kurang efektif tapi
ditoleransi lebih baik daripada formulasi lipid
itraconazole mungkin lebih efektif daripada
formulasi konvensional, terutama untuk
penyakit CNS. setelah pasien secara klinis
stabil, dapat dialihkan ke itrakonazol atau
flukonazol
Terapi kortikosteroid harus
dipertimbangkan pada pasien hipoksia
dengan
infeksi paru akut.
Blastomycosis ringan sampai
sedang.
Parah termasuk CNS penyakit
atau Host kekebalan
Itraconazole 200 mg PO harian × 6
bulan.
OR
Flukonazol 6-12 mg/kg/hari PO AM-B
0.7 mg/kg per hari IV sampai pasien
klinis stabil, maka Itraconazole (nonCNS) atau flukonazol PO 800 mg
sehari selama 6 bulan
Kambuh umum di immuno-dikompromikan
host
Coccidioidomycosis ringan
sampai sedang
Pengamatan atau itraconazole 200
mg PO dua kali sehari selama 6-8
bulan.
OR
flukonazol 6 – 12 mg/kg/hari PO
harian AM-B 1 – 1,5 mg/kg per hari
dengan dosis dan frekuensi
menurun karena peningkatan
terjadi.
OR
formulasi Lipid AM-B
itraconazole menunjukkan kecenderungan
superioritas atas flukonazol dalam suatu uji
acak terkontrol untuk progresif, bebasmeningeal coccidioidomycosis;
Namun, flukonazol lebih baik ditoleransi
daripada itraconazole.
Meredakan radang paru-paru
atau menyebarkan infeksi
Studi Kasus Pasien, Bagian 2
Memilih terapi anti jamur
Titer serum untuk pasien yang coccidioidomycosis
kembali kambuh menjadi lebih besar dari 1:32.
Berdasarkan informasi yang disajikan, pilih rencana
perawatan
yang
tepat
untuk
pasien
coccidioidomycosis.
1. Apakah pasien memerlukan pengobatan antijamur
saat ini?
2. Jika pasien dianggap memiliki penyakit cukup
parah, apa pilihan perawatan yang akan anda
rekomendasikan
 Hipoksia ditandai dengan tekanan parsial oksigen
kurang dari 80 mm Hg
 Hipotensi (tekanan darah sistolik kurang dari 90 mm
Hg)
 Gangguan mental
 Anemia (hemoglobin kurang dari 10 g / dL (100 g / L
atau 6,2 mmol / L)
 Leukopenia (kurang dari 1.000 / cm3)
 Peningkatan transaminase hati (lebih dari 5 kali atas
batas normal) atau bilirubin (lebih besar dari 2,5
batas atas normal)




penekanan terapi dengan itraconazole PO
200 mg/hari atau flukonazol 800 mg/hari PO
dianjurkan.
Flukonazol 800-1000 mg/hari kadang-kadang
disarankan setelah terapi AM-B awal untuk
meningitis.
Koagulopati
Hilangnya berat badan lebih dari 10 %
Bukti penyebaran termasuk manifestasi kulit
Meningitis
Presentasi klinis blastomycosis mencakup luas
spektrum mulai dari infeksi tanpa gejala, penyakit
seperti flu menyerupai penyakit saluran pernapasan
atas lainnya, untuk infeksi menyerupai pneumonia
bakteri dengan onset akut, tinggi demam, dan batuk,
untuk penyakit subakut atau pernapasan kronis
dengan
gejala
kompleks
yang
menyerupai
tuberkulosis atau kanker paru-paru, atau infeksi paruparu fulminan dengan demam tinggi, difus infiltrat,
dan presentasi ARDS.
Sebagaimana dimaksud
sebelumnya, kulit adalah situs yang paling umum dari
penyebaran, biasanya melibatkan area tubuh yang
terkena sinar matahari (yaitu, hidung, wajah, dan
lengan) dan membran mukosa . Pengobatan
blastomycoses, oleh karena itu, sangat tergantung
pada tingkat keparahan klinis manifestasi. Umumnya,
pasien dengan penyakit ringan dapat dianggap
sebagai pasien rawat jalan dengan itraconazole oral
atau fluconazole. Pasien dengan bukti penyakit paru
parah atau penyebaran memerlukan pengobatan awal
sebagai pasien rawat inap dengan amfoterisin B
berbasis sampai mereka secara klinis stabil, dimana
mereka dapat menyelesaikan masa pengobatan 6- 12
bulan sebagai pasien rawat jalan dengan itraconazole
oral atau flukonazol.
Pengawasan Pasien & Efek Samping
Respon terhadap terapi antifungi mungkin lambat
pada pasien dengan riwayat infeksi yang lama atau
manifestasi berat. Bagaimanapun juga, perbaikan
dengan perlahan-lahan pada gejala dan efek samping
demam adalah indikator dari respon terhadap terapi
antijamur.
Untuk
histoplasmosis
dan
coccidioidomycosis, menurunkan antigen titers juga
menunjukkan respon terhadap terapi antijamur.
Antijamur juga digunakan untuk pengobatan
mikosis endemik dapat dihubungkan dengan interaksi
dan toksisitas obat yang masuk dalam klinik penting,
terutama dengan jalan pengobatan jangka panjang itu
seringkali diperlukan pengelolaan terhadap mikosis
endemik. Itroconazole terdapat dalam bentuk kapsul
dan larutan. Sediaan larutan itroconazole memiliki
beberapa keuntungan daripada sediaan kapsul; yaitu
bioavabilitas oral
yang lebih baik dan tidak
memerlukan pH lambung rendah yang diperlukan
untuk
disolusi dan absorbsi dari
kapsul.
Bagaimanapun juga larutan oral meninggalkan rasa
tidak enak (terasa setelah beberapa bulan
pengobatan)
dan
memiliki
efek
samping
gastrointestinal yang lebih tinggi. Oleh karena itu
sediaan kapsul lebih dipilih dengan syarat pasien tidak
dalam terapi penekanan asam (seperti : pompa
proton inhibitor, antagonis histamin atau antasid).
Interaksi obat yang perlu perhatian khusus pada
pasien dalam terapi yaitu penggunaan azole dalam
jangka panjang, terutama dengan itroconazole.
Itroconazol merupakan substrat dan inhibitor dari
enzim cytochrome P-450 (CYP)3A4 dan P-glikoprotein.
Co-administration
dari
itroconazole
dengan
menstimulasi sistem enzim (contoh : rifampisin,
fenitoin, dan fenobarbital) dapat meningkatkan jarak
ruangan terhadap itroconazole (dan untuk
menurunkan luas fuconazole), menghasilkan plasma
yang kurang efektif dan konsentrasi obat ke jaringan.
Umumnya, co-administrasi itroconazole dengan
stimulasi penghambatan ini harus dihindarkan. Dalam
beberapa kasus, tingkat plasma dapat menjadi sama
ketika pasien dapat menerima (lebih baik daripada 7
hari pengobatan). Konsentrasi turun 0,25mcg/mL
harus mempertimbangkan bukti ketidakcukupan
pemberian itroconazole. Sebagai potensi penghambat
CYP3A4, itroconazole dapat menurunkan jarak
hubungan medikasi metabolisme enzim, peringatan
untuk interaksi potensi obat berbahaya. Pasien
menerima pengobatan antikoagulan dengan warfarin,
pengobatan imunosupresive dengan cyclosporin atau
tacrolimus, itu menyebabkan midazolam, HMG-CoA
reduktase inhibitor (statins), rifabutin, agen
kemoterapi (contoh : vinca alkaloid, busulfan dan
cyclofosfamid), dan digoxin akan diperlukan dosis
penyesuaian serta pengawasan hati-hati ketika
menerima pengobatan itroconazole. Meskipun
fluconazole tidak berpotensi menstimulasi CYP3A4
sebagai itraconazole, interaksi obat dapat tetap kuat,
terutama
pada
dosis
fluconazole
tertinggi
(800mg/hari).
Semua antijamur azole menimbulkan potensi
ruam, fotosensitivitas, dan hepatotoksik. Umumnya
hepatotoksik
ringan
dan
berulang
sebagai
asimptomatik meningkatkan transaminase hati.
Bagaimanapun juga, gagal ginjl telah diketahui akibat
itraconazole. Selain itu pemantauan terhadap fungsi
ginjal direkomendasikan untuk semua pasien dengan
terapi jangka panjang azole. Terapi jangka panjang
dengan itraconazole mempunyai hubungan dengan
reversible adrenal supresi dan kardiomiopati. Efek ini
dapat dicegah dengan pemantauan dekat dan
mengikuti terapi jangka panjang pasien.
Amfoterisin B
merupakan pilihan utama
pengobatan pasien dengan infeksi jamur endemic.
Sediaan konvensional deoksikolat obat dapat
dihubungkan dengan memasukan terkait efek
merugikan (seperti : kedinginan, demam, mual, kaku,
dan aritmia). Premedikasi dengan dosis rendah
hidrokortison, asetaminofen, NSAID, dan meperidin
biasanya mengurangi reaksi infus yang terikat akut.
Iritasi vena berhubungan dengan obat yang juga
dapat memicu trombophlebitis, karenanya kateter
pusat vena dipilih pada pasien yang menerima lebih
dari seminggu pengobatan.
Yang lebih kuat efek merugikan berhubungan
dengan
pengobatan
amfositerin
B
adalah
nefrositoksis, yang terjadi pada efek renal vaskular
(konstriksi bagian atas tubula ginjal) dan langsung
meracuni tubula renal. Umumnya nefrositoksis
dengan amfositerin B umumnya berulang dan
diberhentikan. Bagaimanapun juga, pengobatan
dapat menjadi masalah pada pasien dengan infeksi
hebat. Terlalu cepat menurunkan filtrasi glomelurus
kadang-kadang terlihat dengan initasi pengobatan
amfoterisin B, dan mengurangi dengan memastikan
bahwa pasien melakukan hidrasi yang benar selama
terapi, dan menggunakan infus normal sebelum dan
sesudah amfositerin B untuk menurunkan tekanan
renal, diketahui sebagai garam. Keracunan tubular
dapat dicegah dengan menggunakan obat lain dengan
diketahui toksisitas tubular sebagai aminoglikosida,
siklosporin, cisplatin atau foscarnet. Umumnya
toksisitas tubular terjadi pada pasien pemborosan
potasium dan magnesium dalam urin. Selain itu
elektrolit pasien harus diawasi dengan ketat serta
suplementasi potasium dan magnesium seringkali
dibutuhkan. Hypokalemia dan hypomagnesia acapkali
mendahului
menurunkan
filtrasi
glomerulus
(meningkatkan serum creatinine), terutama pada
pasien hidrasi. Kelanjutan rusaknya tubular,
bagaimanapun juga, mempengaruhi penurunan aliran
darah renal dan filtrasi glomerulus.
Pada akhir dekade, amfositerin B telah
direformulasi pada tiga perbedaan basis lemak
(abelcet, ambisome, amphotec) yang menurunkan
nefrotoksisisti dibanding sediaan convensional
deoksikolat (fungizone). Dua dari sediaan (abelcet &
ambisome) mempunyai berbagai derajat penurunan
reaksi infusion-related. Meskipun lipid formulasi ini
biasanya menjadi efektif sebagai amfositerin B
deoksikolat, tetapi tidak menjadi formulasi standar.
Tidak seperti konvesional ammfositerin B, yang
memiliki dosis jangka 0,6 – 1,5 mg/kg perhari, dosis
formulasi lipid dari tiga menjadi lima kali lebih besar
pada mg per mg basis, rentang 3-5 mg/kg perhari.
Hanya satu prospektif studi yang mempunyai efikasi
terhadap formulasi lipid amfoterisin pada formulasi
konvensional. Pada studi kecil pasien AIDS dengan
histoplasmosis kuat, limposomal amfositerin B
(ambisome) lebih efektif daripada amfoterisin B,
dengan respon 84% dan 64%. Ambisome mungkin juga
dipilih untuk pasien CNS, seharusnya penetrasi lebih
tinggi pada otak terhadap formulasi lipid amfositerin
B lain.
Profilaksis
Pencegahan primer biasanya tidak direkomendasikan
untuk jamur lokal, tapi dapat dipertimbangkan untuk
pasien yang sudah disepakati penggunannya oleh TTK
dan suatu tempat di daerah endemik (lebih dari 5
penyakit per 100 pasien per tahun). Pencegahan
sekunder atau penekanan terapi adalah terapi yang
direkomendasikan untuk mikosis endemik, untuk
pasien yang sudah disetujui penggunaannya terutama
untuk pasien yang sudah diketahui kerusakan pada
sistem kekebalan tubuhnya yaitu pada T-sel nya
contohnya adalah pada pasien AIDS. Itrakonazol 200
mg/hari atau fluconazol 200-400 mg /hari, adalah
penggunaannya obat yang banyak digunakan untuk
profylaxis penyebaran jamur yang meluas. Untuk
pasien dengan penyakit CNS, fluconazol adalah oabt
yang lebih disukai atau lebih banyak digunakan
daripada intrakonazol.
MIKOSIS OPORTUNISTIK
Commensal atau yang berhubungan dengan fungi itu
adalah tipe yang tidak berbahaya yang dapat
menyerbu mikosis ketika kekebalan tubuh pasien
tidak seimbang, kekebalan tubuh pasien yang lemah
dan rusak. Mikosis oportunistik secara luas dibagi
kedalam tiga kelas katagori yaitu:
 Kualitatif/kuantitatif fungsi neutrofil berkurang
 Kekurangan mediated sel dalam sistem imun
 Lapisan mikrobiologi atau gangguan mekanik
Kerusakan secara kuantitatif dalam neutrofil
(neutropenia) akibat penyakit neoplastik, kemoterapi
sitotoksik, transplantasi sumsum atau anemia aplastik
merupakan faktor risiko yang paling umum untuk
mikosis oportunistik. Kerusakan kualitatif dapat
dilihat dari beberapa negara (contohnya DM dan
penyakit kronis granulomatous) atau dengan terapy
kortikosteroid dengan dosis tinggi. Kekurangan
mediasi sel dalam kekebalan tubuh seperti AIDS,
terapi kortikosteroid dengan dosis tinggi. Cyclosporin
atau obat penolak lainnya, kemoterapy, tranplantasi,
kerusakan sumsum tulang atau berbagai penyakit
lainnya yang mungkin terjadi. Dengan pasien yang
sudah mengalami pencangkokan yang bertahan lama,
didalam kasus imunosupressive yang kronis.
Berkurangnya kekebalan tubuh dapat timbul dari
gangguan pembungkus atau lapisan gastrointestinal,
juga dapat mempengaruhi pasien yang terinfeksi
jamur. Jenis yang paling umum dari mekanik
immunosuppressio operasi, penggunaan pada daerah
vena dan kateter pada saluran kemih. Terapi dengan
antibakteri
berspektrum
luas
juga
dapat
mempengaruhi pasien untk infeksi jamur pada pasien
dan terus mengganggu aktifitas mikrobiologi yang
terdapat di dalam usus, yang mana memberikan
pertumbuhan yang lebih pada infeksi jamur patogen
seperti candida. Keberhasilan dalam mengatur
patogen jamur opportunistis, untuk itu membutuhkan
jamur atau pengurangan beradasarkan kekurangan
sistem imun.
lebih besar dengan memperhatikan sistem imun pada
pasien, contohnya sebelum pembedahan, pasien
mengalami demam yang terus-menerus dalam
penggunaan anti mikroba berspektrum luas, untuk
dapat mengetahui infeksi candida biasanya hanya
memerlukan kateter pada pusat vena,karena sistem
kekebalannya berkurang (pembedahan, cahateter,
dan terapy anti mikroba)adalah batas luas mekanik
atau lapisan mikrobiologi. Bagaimanapun jika pasien
mengalami penggunaan obat kostikosterid dosis
tinggi (misalnya lebih besar dari 600 mg prednison
dalam sebulan)kekurangan mediated sel dalam
kekebalan tubuh dalam kombinasi dengan kerusakan
lapisan membuthkan pertimbangan, kemungkinanan
dalam mencegah atau menurunkan infeksi jamur dari
spesies Candida.
Biasanya infeksi jamur patogen yang paling
banyak adalah spesies candida, yang mana terdapat
dalam saluran pencernaan dan saluran kemih pada
wanita. Infeksi candida dapat terjadi di tiga tipe
berdasarkan menurunnya sistem imun. Tetapi yang
paling banyak terjadi pada pasien adalah dalam tipe
mekanikal
dan
atau
lapisan
mikrobiologi.
Cryptococcus berada dipermukaan tangan, sebagian
besar terlihat pada pasien dengan kekurangan sistem
imun pada mediasi sel (AIDS dan atau terapi
kostikosteroid dosis tingggi). Infeksi jamur seperti
aspergilus terutama diperoleh dari lingkungan melalui
saluran pernafasan, karena penyebab infeksi pada
pasien kebanyakan salah satunya adalah neutropenia
yang berkepanjangan atau terjadi kerusakan di dalam
memediasi kekebalan sel tubuh, faktor-faktor yang
dapat menambah kerusakan seperti diluar lingkungan.
Terapi pertama antijamur dan kerusakan metabolik
untuk tipe jamur opportunistik spesifik termasuk
fusarium atau zygomycetes
Spesies Candida adalah jamur patogen oportunistik
yang paling umum ditemui di rumah sakit, sebagai
penyebab penyakit yang berda pada peringkat ketiga
hingga keempat. Aliran darah infeksi nosokomial
dalam rumah sakit negara kesatuan. Insiden
nosokomial kandidiasis telah meningkat terus sejak
awal 1980an, dengan luas penggunaan kateter vena
sentral, antimikroba spektrum luas, dan kemajuan
dalam perawatan suportif pasien sakit kritis. di tahun
1980, C. albicans menyumbang lebih dari 80% dari
semua isolat jamur aliran darah yang dibudidayakan
dari patiens. Oleh akhir 1990-an, frekuensi dari C.
albicans ini relatif telah menurun hingga 50% dalam
survei nasional pada infeksi aliran darah tanpa
penurunan sesuai infeksi yang disebabkan oleh
spesies non-albicans. Karena mudahnya resistensi
(misalnya, C. krusei) atau berkurang kerentanan
(misalnya, C. glabrata) dari banyak spesies nonalbicans, pengenalan flukonazol pada awal 1990-an
sering dikutip sebagai kunci elemen mengemudi
pergeseran dalam Mikrobiologi kandidiasis invasif.
Namun, sangat mungkin bahwa faktor lembaga
khusus lainnya (misalnya, meningkatnya penggunaan
kateter vena sentral dan meningkatkan intensitas
sitotoksik
/
mucotoxic
kemoterapi)
telah
berkontribusi sama untuk tren ini. Hal ini penting
Semua mikosis oportunistik sangat sulit untuk di
diagnosis dan keharusan perawatan empiris sebelum
diagnosis adalah dasarnya. Memutuskan untuk
melakukan terapi antijamur pada infeksi jamur
patogen dalam pengobatan adalah keputusan yang
INVASIF KANDIDIAS
Epidemologi
untuk menjadi lebih mengenal dengan relatif
epidemiologi dan frekuensi non-albicans spesies
Candidia di lembaga atau unit perawatan intensif
(ICU) sebelum memilih antijamur empririk terapi
untuk kandidiasis invasif.
Studi Kasus Pasien, Bagian 1
Seorang laki-laki berusia 43 tahun di ruang ICU bedah
setelah eksplorasi laparatomi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor yang kemudian berkembang
menjadi demam yang tidak responsif terhadap terapi
antibakteri spektrum luas (piperacillin-tazobactam
3.75 g setiap 6 jam, gentamisin 120 mg setiap 8 jam,
dan Vankomisin 1 g setiap 12 jam). Pasien memiliki
kateter vena sentral dan Foley kateter. Kultur darah
negatif, tetapi pasien memiliki atau jamur yang
berkembang di dahak dan urin. Penelitian
laboratorium mengungkapkan jumlah sel darah putih
11,300 sel/mm3 (11,3 × 109/L).
1. Apakah pasien ini memiliki faktor risiko untuk
terkena invasif infeksi jamur?
2. Apa bukti saat ini menunjukkan bahwa pasien ini
memiliki infeksi jamur yang invasif?
3. Jika antijamur terapi secara empiris dimulai pada
pasien ini, yang spesies perlu diobati?
Patogenesis dan Presentasi klinis
Kandidiasis invasif bukanlah sebuah sindrom
tunggal, tetapi spektrum infeksi yang berbeda dalam
presentasi klinis dan tentu saja tergantung pada host
kekebalan defisit. Semua bentuk kandidiasis invasif,
namun, berpotensi parah, dengan tinggi (30% sampai
60%) tingkat mentah morbiditas dan mortalitas.
bentuk yang paling umum invasif kandidiasis dilihat
dalam bebas-neutropenia pasien dengan gangguan
mesin microbiologic hambatan menimbulkan infeksi
aliran darah (fungemia) dari, atau penyemaian untuk,
kateter vena sentral. Candidemia terkait kateter
membawa prognosis yang baik jika terapi anti jamur
yang tepat adalah menetapkan awal dengan
penghapusan kateter. Fungemia dapat kepadatan
tinggi, namun, memimpin ke distal situs infeksi dan
peningkatan morbiditas. Oleh karena itu infeksi harus
diambil serius, terutama pada pasien dengan status
kinerja yang buruk (yaitu, fisiologi akut yang tinggi,
usia dan kesehatan kronis evaluasi II Skor) di ICU.
Pasien dengan akut menyebarkan kandidiasis
berbagi banyak fitur serupa sebagai pasien dengan
candidemia terkait kateter, kecuali infeksi umumnya
timbul dari usus mengikuti mucotoxic kemoterapi dan
pasien sering sangat sakit. hematogenous menyebar
ke organ-organ non-berdekatan umum pada pasien
dengan kandidiasis menyebarkan akut dan hasilnya
bergantung pada pemulihan dari neutropenia.
Flukonazol profilaksis telah nyata menurun insiden
akut menyebarkan kandidiasis antara kelompokkelompok pasien yang berisiko tinggi seperti
transplantasi sumsum tulang dan pasien leukemia
akut. Namun, terobosan infeksi dengan glabrata C.
flukonazol-tahan dan C. krusei yang masih
keprihatinan.
Beberapa bentuk invasif kandidiasis didominasi
oleh infeksi dalam organ dan tidak dapat dideteksi
oleh kultur darah. Chronis disebarkan kandidiasis atau
hepatosplenic kandidiasis adalah sebuah bentuk unik
candidemia terlihat setelah pemulihan dari
neutropenia. Candidemia selama periode neutropenia
mungkin awalnya diterjemahkan ke sirkulasi portal
dengan penyebaran ke organ yang berdekatan.
Setelah pemulihan neutrofil, respons peradangan
dipandang terhadap bidang fokus infeksi dalam hati
dan limpa. ini respon radang menghasilkan sakit perut
ini dikaitkan dengan peningkatan tingkat alkali
fosfatase dan hepatocellular enzim. Diagnosa
biasanya dilakukan berdasarkan keluhan dari pasien
pasien (neutropenia), dan beberapa bidang lucency
dalam hati dan limpa pada computed tomography
(CT).
Fokus invasif kandidiasis telah dilaporkan untuk
hampir setiap organ, bahkan setelah tampaknya rumit
terkait kateter fungemia. Situs yang paling umum
infeksi adalah ginjal, mata, dan tulang. Candida dalam
urin dapat indikasi kandidiasis ginjal, namun, itu harus
dibedakan dengan lebih jinak kolonisasi saluran
kemih, terutama pada pasien catheterized. Semua
pasien dengan candidemia harus menjalani
pemeriksaan mata untuk menyingkirkan candida
endophthlamitis, yang dapat menjadi pandangan
mengancam jika tidak diakui awal.
Diagnosis laboratorium invasif kandidiasis
didirikan oleh deteksi ragi dalam kultur darah atau
situs lain strerile (fig. 81-3a). Pertumbuhan candidia
dari urin, dahak, atau sekresi pernapasan (termasuk
bronchoalveolar lavage) adalah tidak dianggap
sebagai bukti infeksi invasif, karena daerah ini sering
menjadi dijajah dengan Candida spesies pada pasien
yang mendapat antibiotik spektrum luas. Kolonisasi di
beberapa tubuh yang berbeda situs atau dengan
kepadatan tinggi candida spesies, namun, bisa
mendahului invasif infeksi. Karena itu preventif
antijamur terapi mungkin ditunjukkan dalam terjajah
populasi yang berisiko tinggi seperti yang dengan
demam neutropenia, transplantasi penerima, atau
berikut bedah abdomen Mayor. Meskipun candida
tidak rewel terutama organisme, kepekaan budaya
darah relatif miskin (kurang dari 60%) dan budaya
negatif tidak mengesampingkan infeksi. sensitivitas
miskin dari kultur darah untuk mendeteksi serangan
penyakit telah mengakibatkan studi tentang novel
serodiagnostic tes untuk mendeteksi antibodi, jamur
metabolit, dinding sel jamur antigen, atau asam
nukleat candida spesies. Pendekatan empat thr,
antigen pengujian berdasarkan deteksi b-glukan
polimer di dinding sel Candida telah muncul
pendekatan empat, antigen pengujian berdasarkan
deteksi b-glukan polimer di dinding sel Candida telah
muncul paling menjanjikan, namun, tidak ada tes
diagnostic ini telah mencapai pemakaian klinis rutin.
Identifikasi Laboratorium Candida dalam sampel
klinis harus dilakukan untuk tingkat spesies bila
memungkinkan, spesies Candida berbeda dalam
kerentanan mereka terhadap agen anti jamur.
Diskriminasi cepat C. albicans dari spesies Candida
non-albicans yang paling umum dapat dilakukan
dengan
tes
kuman-tabung,
yang
dugaan
mengidentifikasi C. albicans oleh formasi awal (kurang
dari 4 jam) dari seperti struktur hyphae ketika yeas di
diinkubasi dalam serum pada 98,6 ° F (37 ° C).
Identifikasi spesies definitif, namun, mungkin
memerlukan tambahan 48 sampai 72 jam setelah
organisme terisolasi pada agar C. albicans tetap
menjadi penyebab paling umum dari kandidiasis
invasif, yang paling mematikan adalah dari spesies
Candida, tetapi paling rentan antijamur yang umum
digunakan termasuk fluconazole.
Identifikasi Laboratorium Candida dalam sampel
klinis harus dilakukan untuk tingkat spesies bila
memungkinkan, spesies Candida berbeda dalam
kerentanan mereka terhadap agen anti jamur.
Diskriminasi cepat C. albicans dari spesies Candida
non-albicans yang paling umum dapat dilakukan
dengan
tes
kuman-tabung,
yang
dugaan
mengidentifikasi C. albicans oleh formasi awal (kurang
dari 4 jam) dari seperti struktur hyphae ketika yeas di
diinkubasi dalam serum pada 98,6 ° F (37 ° C).
Identifikasi spesies definitif, namun, mungkin
memerlukan tambahan 48 sampai 72 jam setelah
organisme terisolasi pada agar. C. albicans tetap
menjadi penyebab paling umum dari kandidiasis
invasif, yang paling mematikan adalah dari spesies
Candida, tetapi paling rentan antijamur yang umum
digunakan termasuk fluconazole. Seperti C. albicans,
tropicalis adalah spesies yang relatif ganas dan
memiliki tropisme untuk menyebabkan infeksi
jaringan dalam, seperti miositis. C. tropicalis umumnya
sensitif terhadap anti jamur termasuk flukonazol. C.
parapsilosis adalah spesies kurang virulen sering
terlihat pada neonatus dan pada orang dewasa
dengan kateter vena sentral. Meskipun C. parapsilosis
ini tidak invasif, banyak isolat membentuk
biofilm tebal yang membuat organisme sulit
diberantas dari bahan prostetik. C. parapsilosis
umumnya rentan terhadap kebanyakan anti jamur
termasuk flukonazol. Namun, dosis yang lebih tinggi
dari echinocandins (misalnya, 70 sampai 100 mg / hari
caspofungin) telah diusulkan karena potensi
penurunan kelas echinocandin terhadap spesies ini. C.
krusei adalah spesies yang kurang umum yang terkait
dengan
infeksi
terobosan
pada
pasien
immunocompromised berat dan harus selalu
dianggap resisten terhadap flukonazol. Menariknya,
sebagian besar isolat flukonazol-tahan dari C krusei
mempertahankan kerentanan terhadap itrakonazol
dan vorikonazol, berdasarkan analisis laboratorium.
C. glabrata telah menjadi penyebab umum dari
kedua
candidemia
de
novo
di
berat
immunocompromised host dan infeksi terobosan
pada pasien profilaksis flukonazol. Meskipun C.
glabrata kurang virulen dibandingkan spesies Candida
lainnya, infeksi dengan organisme ini biasanya terlihat
pada pasien dengan status kinerja yang buruk, karena
itu angka kematian tetap tinggi. Kerentanan marjinal
C. glabrata untuk flukonazol menyatakan bahwa agen
lain seperti amfoterisin B atau echinocandins
dianggap sebagai terapi FIRSTLINE sampai kerentanan
terhadap flukonazol dapat didokumentasikan.
Efektivitas vorikonazol atau posaconazole untuk
sepenuhnya tahan flukonazol C. glabrata fungemia
tidak mapan, meskipun resistensi silang telah
didokumentasikan dalam studi laboratorium.
GAMBAR.
81-3. Mikosis
Opotunistik pada sampel
klinik.
a. Kandidias (jaringan)
b. Cryptococcosis (noda pada
CFS dari tinta india
c. Aspergillosis (jaringan)
d. Zygomycosis (jaringan)
Pengobatan
Ada tiga antijamur yang umum digunakan
(amfoterisin B, flukonazol, dan caspofungin) yang
telah dipelajari secara prospektif, uji klinis dilakukan
secara acak dengan komparatif untuk pengobatan
kandidias invasive. Enchinocandins terdiri dari
micafungin dan anidulafungin yang penelitiannya
hampir sama untuk candidemia dan diantisipasi
memiliki khasiat yang sama dengan caspofungin, dan
vorikonazol. Penelitian perbandingan vorikonazol
dengan amforterisin B dengan pasien yang mengalami
candidemia. Meskipun ada agen antijamur lain yang
dapat diberikan intravena (formulasi amfoterisin
B dan itraconazole) mungkin seefektif
amfoterisin B, flukonazol, dan caspofungin untuk
kandidiasis invasif, bukti yang mendukung adalah
penggunaan obat terutama berasal dari openlabel studi observasional, dan uji coba terapi
empirik
febrile
neutropenia.
Hasil
dari
penggunaan obat untuk pengobatan pertama
(first line) tidak memberikan efek yang jelas yang
berbasis bukti dalam suatu infeksi.. Tidak ada hasil
uji klinik yang dilakukan secara acak, namun ada uji
klinis terkontrol yang diperoleh dari hasil
membandingkan terapi antijamur untuk membuktikan
pada efek akut yang di hasilkan oleh kandidias pada
pasien neutropenia, perkembangan kandidias dapat
menyebabkan kronis, atau bentuk lain dari kandidias
dalam organ.
Sebagian besar pasien diobati secara empiris untuk
mengobati penyakit akibat kandidias invasif sebelum
mendapatkan bukti infeksi untuk terapi langsung.
Terapi empirik untuk kamdidias invasif harus
dipertimbangkan dalam tiap pasien dengan gejala
(demam) dan infeksi candidemia yang mempengaruhi
pasien, merupakan spectrum luas terapi antibakteri.,
dapat digunakan kateter di pusat vena, pasien dengan
disfungsi organ yang parah atau dialysis, pasien
dengan neutropenia atau kekurangan kekebalan pada
inang (misalnya dengan dosis tinggi terapi
kortikosteroid) atau kolonisasi dengan candida pada
satu atau lebih bagian tubuh. Jika seorang pasien nonneutropenik dan tidak pernah menerima terapi azole,
flukonazol 800mg/hari yang merupakan terapi
pertama (first line) yang sesuai untuk kandidias
invasive sampai spesies dari isolat kandids (table 8: 13). Amphoterisin B deoxycholate 0,7 mg/kg per hari
atau caspofungin 70 mg dalam 1 hari, lalu 50 mg/hari;
vorikonazol; atau formulasi lemak amphoterisin B
yang direkomendasikan secara terapi empirik pada
pasien dengan demam neutropenia. Terapi lainnya
dengan menggunakan echinocandin (micafungin dan
anidulafungin) yang merupakan alternative dengan
efektif yang sama dengan caspofungin. Jika
neutropenia dengan durasi yang lebih singkat dan
pasien yang beresiko rendah untuk infeksi jamur
(misalnya pasien tumor dengan mengurang ketika
setelah 2 minggu dari neutropenia),dosis flukonazol
yang tinggi (800mg/ hari atau 12 mg/kg) dapat
dipertimbangkan. Formulasi lipid amphoterisin B, di
echinocandin, atau voriconazol merupakan agen yang
lebih disukai karena memberi efek atau beresiko
tinggi pada pasien yang sakit dengan demam
neutropenia yang dapat memperluas cakupan menjadi
kapang. Jika jamur hasil identifikasi adalah C.glabrata,
yang tepat dan yang mendukung untuk digunakan
pada C.glabrata , sebagai studi laboratorium yang
memberikan resistensi potensial silang dengan
resistensi isolate flukonazol dari spesies ini. Dosis
tinggi fluconazole dapat dipertimbangkan untuk
C.glabrata.diterbitkan pedoman pengobatan yang
merekomendasikan penggunaan terapi yang baik
pada caspofungin atau mungkinamphoterisin B
deoxycholate. Voriconazol tidak direkomendasikan
sampai ada data klinis Infeksi jika isolat yang di
dokumentasikan menjadi rentan atau tidak ada efek
tergantung dosis untuk fluconazole.
Infeksi C. kruseis dapat di obati dengan echinocandine
amfoterisin B atau vorikonazol. Pasien yang
menanggapi terapi,
secara medis stabil, tidak
neutropenia, dan mengambil obat-obat oral dapat di
alihkan ke mulut flukonazol tersedia isolate
kerentanan di dokumentasikan oleh penguji
konsentrasi minimum inhibitor. Untuk tidak rumit
kateter terkait candidemia (tidak ada bukti
keterlibatan organ) terapi harus di lanjutkan selama
minimal 2 minggu dari curture. Darah positif terakhir
pada pasien neutropenia. Semua kateter vena sentral
harus dihapus untuk mengurangi durasi fungemia dan
risiko infections berulang.
Rekomindasi pengobatan untuk bentuk lain dari
kandidiasi invasif didasarkan terutama pada bukti
anekdot dan pendapat ahli. Candidiasis organ dalam
membutuhkan terapi untuk mencapai kesembuan
karena itu penting di tempatkan pada penggunaan
jangka panjang imens pengobatan nyaman dan tidak
beracun (400mg/ hari atau 6mg/kg per hari) adalah
rejimen di sukai pada pasien secara klinis stabil.
Amfoterisin dalam formulasi B dan mungkin
caspofungin dapat di pertimbangkan untuk kasus
refrakter atau pasien indextiens klinis tidak stabil dari
mata, tulang, pangkreas. Atau kandungan empedu
yang khas di rawat dengan baik amfoterisin B atau
flucona ada sedikit data untuk mendukung
penggunaan echinocendins candidiasis kemih
kelompok yang tidak jelas dari domen simbolis yang
dapat kolonisasi jinak (kandiduria) penyakit dari
parenchy ginjal, patirants asimtomatik Don-NNU
dengan kandiduria tidak memerlukan terapi anti
fungul tidak ada peelitian yang menunjukan nilai
tramamtly kliring candula dari urin. Pasien harus
menerima 7 sampai hari terapi anti jamur andidi kemih
adalah jika mereka(1) cymptomatu (2) memiliki dinical
atau laboratorium conti bukti infeksi. Adalah neutrop
yang bmb berat bayi (3)akan menjalani manipulasi
urologi (4)telah ginjal semua verano. Penghapusan
mencoba trans instrument termasuk foley kateter dan
penyok yang di rekomendasi mungkin. Terapi di sukai
onazole meskipun intrafena ampoterisin B
deonycholate untuk 1ml/kg per hari juga emective
agrnts anti jamur lain lakukan mencapai konsentrasi
yang cukup dalam urin dan tidak harus di
pertimbangkan untuk kencing dan kandidiasis icin B
adalah untuk infeksi irrigation dengan kandungan
kemih dan harus bersih di gunakan dalam resiko lebih
tinggi
sebagai
alat
diagostik
untuk
mengkonfirmasikan local dan infeksi kantung kemih.
TABEL 81-3. Pendekatan Terapi Untuk Oportunistik Infeksi Jamur
Mikosis
Rekomendasi pengobatan
Candidias
Amphotericin B 0.7 mg/kg per hari
Terkait kateter dan OR
hematogen akut
Fluconazole 6–12 mg/kg/hari IV setiap 24 jam
OR
Caspofungina 70 mg IV dalam 1 hari, kemudian
50 mg setiap 24 jam
OR
Amphotericin B + fluconazole
Second line :
Formulasi lipid amphotericin B 3-5 mg/kg per
hari b
OR
Amphotericin B 0,5-7 mg/kg per hari +
flucytosine
100 mg/kg per hari PO dibagi setiap 6 jam
OR
Voriconazol 6 mg/kg setiap 12 jam untuk 1 hari,
kemudian 3 mg/kg setiap 12 jam
OR
Itraconazol 200 mg setiap 12 jam untuk 2 hari,
kemudian 200 mg IV setiap 24 jam
Keterangan
Mengobati selama 14 hari terakhir setelah
hasil kultur darah positif dan resolusi
tanda dan gejala kateter harus
dihilangkan bila memungkinkan
Pasien dapat menggunakan obat oral
flukkonazol ketika kliniknya stabil jika
isolate rentan
Caspofungin dan Amphotericin B adalah
terapi yang lebih disukai dari resistensi
spesies flukonazol
Penerapan Voriconazol efektiv untuk
C.Krusei yang resistensi flukonazol
Echinocandins memilik efek yang sama
Cryptococcsis
Paru-paru kronis-teris
olasi dan meningitis
Flukonazol 6 mg/kg/hari IV atau PO dari 6-12
Induksi :Amphotericin B 0,7-1 mg/kg/hari +
flucytosin 100 mg/kg/hari PO dibagi setiap
6 jam untuk 2 minggu
Konsolidasi :
Flukonazol 6-12 mg/kg/hari untuk 10 minggu
Second line :
Fluconazole + flucytosin untuk 2 minggu
kemudian flukonazol untuk 10 minggu
Minggu
OR
Lipolosomalamphotericin B 5 mg/kg/hari x 2 m
inggu kemudian flukonazol 10 minggu
Laporan rejimen untuk menghasilkan sterili
sasi lebih cepat dari CSF di
Bandingkan dengan Amphotericin B deoxy
cholate sendiri selama 2
minggu pertama :
Amphotericin B +
5-flucytosin
Amphotericyn B + fluconazole
Liposomal amphotericin B
Echinocandis tidak mempunyai aktivitas
Cryptococci lagi
Aspergillsis
Voriconazol 6 mg/kg setiap 12 jam untuk 1 hari,
kemudian 4 mg/kg setiap 12 jam
OR
Formulasi lipid amphotericin B
OR
Caspofungin 70 mg IV untuk 1 dosis, kemudian
50 mg IV setiap 12 jam
OR
Posaconazole 200 mg PO qid x 14 hari,
kemudian 200 mg PO bid
OR
Terapi kombinasi
Voriconazol dapat digunakan untuk
administrasi terapi oral pada pasien
dengan masalah oral
Vorikonazol dapat menyebabkan
gangg
uan visual reversibel dan
kadang-kadang halusinasi.
Karena tinggi dosis dan kursus
pengobatan jangka panjang,
formulasi lipid lebih disukai untuk
amfoterisin-B berdasarkan terapi
Studi praklinis menunjukkan
kapang-aktif azoles ditambah
echinocandins telah meningkatkan
aktivitas melawan Aspergillus A.
terreus harus dipertimbangkan tahan
terhadap Amfoterisin B adalah
penurunan aktivitas Amfoterisin B
dan voriconazole versus spesies
Aspergillus; dosis yang lebih tinggi
atau kombinasi terapi dapat ditunjuk
kan dalam kasus-kasus yang lebih
parah.
Fusariosis
formulasi lipid amfoterisin B
OR
vorikonazole 6mg/kg q 12hour selama 1 hari
kemudian 4mg/kg setiap 12 jam
OR
postakonazole 200mg PO empat kali sehari se
lama 14 hari, kemudian 200mg PO setiap 12 ja
m
OR
terapi kombinasi
Zygomycoses
dosis tinggi amfoterisin lipid B (misalnya 7.510mg/kg per hari)
OR
posaconazole 200mg PO selama 14 hari,
kemudian 200mg PO setiap 12 jam
OR
terapi kombinasi
Diagnosis yang cepat dan debridement
sanga penting untuk hasil yang sukses dar
dosis tinggi dari amfoterisin lipid B yang
diperlukan posaconazole adalah Satusatunya azol dengan aktivitas terhadap
resiko zygomycoses
a. Atau echinocandin setara (micafungi 100-150mg/hari, anidualfungin 200mg sehari 1 atau 100mg/hari)
b. Ambisome 3-5mg/kg per hari abelcent 5mg/kg per hari amphotec 4mg/kg per hari CFS cairan serebrospinal IV PO intravena oral.
Mucocunataneous candidiasis umumnya tidak
mengancam jiwa atau invansif dan dapat di obati
dengan azole topical (troches clotrimazole) azole oral
(fluconazole, ketoconazole, atau itraconazole) atau
polien oral (seperti nistati atau oral amphoterichin B).
Administrai
oral
dan
absorbs
azol
(ketokonazol,flukonazol, atau larutan itrakonazol),
suspensi Amphotericin B, casfopungin intravena, atau
intravenous amporicie B dianjurkan untuk infeksi
refraktori atau berulang.
Meskipun lebih invasif, esofagus kandidiasis
tidak biasanya berkembang menjadi infeksi yang
mengancam jiwa. Namun, terapi topikal tidak efektif.
Azoles (flukonazol, itraconazole solusi atau
voriconazole),
echinocandins,
atau
intravena
Amfoterisin B (dalam kasus infeksi tidak responsif)
adalah pilihan pengobatan yang efektif. Terapi harus
digunakan pada pasien yang tidak mampu mengambil
medikasi.
Studi Kasus Pasien, Bagian 2
Pemilihan terapi antijamur
Pasien dimulai pada flukonazol 400 mg/hari, tetapi 3
hari kemudian memiliki demam gigih dan
mengembangkan hipotensi dan menurun urin. Kultur
darah menunjukkan kuman ragi tabung-negatif yang
tumbuh dalam darah. Penelitian laboratorium
mengungkapkan jumlah sel darah putih 12.300 mm3
(12 × 109/L), Aspartat aminotransferase 68 IU/L (1,13
μKat/L), aminotransferase alanin 75 IU/L (1.25 μKat/L),
alkali fosfatase 168 IU/L (2.8 μKat/L), dan bilirubin
yang normal. Kreatinin serum adalah 1.8 mg/dL (159
μmol/L).
1. Faktor-faktor apa menyarankan terapi antijamur
empiris harus berubah pada pasien ini?
2. Apakah paling mungkin spesies jamur yang tumbuh
dari darah?
3. Apa prosedur harus direkomendasikan pada pasien
ini untuk meningkatkan respon untuk terapi anti
jamur
Pengawasan Pasien & Efek Samping
Respon untuk terapi anti jamur pada invasive
candidiasis.biasanya selalu lebih cepat dari infeksi
jamur yang endemik.resolusi dari demam dan
sterilisasi kultur darah adalah indikasi respon terhadap
terapi anti jamur toksisitas yang berhubungan dengan
terapi anti jamur sangat berhubungan dengan pasien
yang menyatakan keberatan terhadap beberapa racun
yang mungkin lebih berat pada pasien yang sakit kritis
dengan invasive candidiasis.nephrotoksik dan
gangguan elektrolit,dengan partikel amphotericin
B,merupakan masalah dan mungkin tidak dapat
dihindari meski dengan formulasi lipid amphorenicin
B.fluconazol dan echnocandins. Biasanya adalah
pilihan yang aman dan biasanya juga dapat di tolerir.
Keputusan untuk menggunakan salah satu jenis obat
yang lain, terutama didorong oleh kekhawatiran dari
berkembangnya spesies albicans bebas, dari sejarah
terpaparnya pasien sebelumnya dapat digunakan
flukonazol (faktor resiko untuk spesies albicans
bebas).
resiko tinggi pasien dengan neutropenia.beberapa
studi terbaru telah meneliti penggunaan itrakonazol
atau micafungin echinocandin sebagai profilaksis di
hematopoietik penerima transplantasi sel sampai
engraftment untuk memberikan perlindungan
terhadap kedua Candida dan Aspergillusspecies.
Meskipun kedua agennya efektif, terapi lain juga ideal
karena dapat diperthankan
(itrakonazol) atau
kurangnya formulasi oral (micafungin). Posaconazole
juga dapat digunakan sebagai agen profilaksis untuk
keduanya ragi dan cetakan pada pasien kanker
berisiko tinggi. Profilaksis antijamur di nonneutropenia, non-kanker populasi difokuskan pada
pencegahan kandidiasis invasif,dan harus sama
ditargetkan berisiko tinggi pada populasi terntentu
transplantasi (misalnya, hati, pankreas, atau usus kecil
transplantasi) atau pada pasien ICU (yaitu, perawatan
intensif neonatal) dengan tingkat kandidiasis invasif
melebihi 10% meskipun prosedur pengendalian infeksi
agresif.
Profilaksis flukonazol (400 mg / hari) telah
terbukti mengurangi tingkat Candida peritonitis pada
pasien dengan gastrointestinal refraktori perforasi,
dan cenderung terus menuju tingkat penurunan
invasif kandidiasis pada pasien yg dikatakan dewasa
yang dirawat di ICU bedah selama lebih dari 3 hari .
Flukonazol juga telah terbukti efektif dalam
mengurangi tingkat kandidiasis invasif dineonates.
Diharapkan penelitian yang sedang berlangsung akan
menegaskan risiko dan keuntungan dari profilaksis
antijamur yang rutin di pengaturan umum ICU.
Prophilaxis
Flukonazol (400 mg / hari) telah dipelajari
secara ekstensif sebagai rejimen profilaksis untuk
mencegah kandidiasis invasif pada pasien dengan
berkepanjangan (lebih dari 2 minggu) neutropenia.
placebo kontrol , prospektif uji acak yang dilakukan
pada 1990-an menunjukkan bahwa flukonazol efektif
dalam mengurangi frekuensi, morbiditas, dan dalam
beberapa kasus pemeriksaan kematian,karena
kandidiasis invasif diberikan hinga sumsum tulang
sembuh.
Namun,
keterbatasan
utama
dengan
flukonazol adalah ketiadaan memberi ulasan untuk
CRYPTOCOCCUS
Epidemiologi
Cryptococcus neoformans merupakan ragi yang dapat
dibuat untuk menginfeksi host yang normal, tetapi
lebih sering dikaitkan dengan infeksi berat pada
pasien immunocompromised. C. neoformans dibagi
menjadi dua varietas berdasarkan serotipe: C.
neoformans var. neoformans (Serotipe dan d) dan C.
Neoformans var. gatti (serotipe b dan c). C.
neoformans var. Gatti terutama ditemukan di iklim
tropis dan sub-tropis terutama didapat dari pohonpohon kayu putih, sedangkan C. neoformans
var.neoformans ditemukan di seluruh dunia dan
berhubungan dengan kotoran merpati dan kotoran
burung lainnya.
Sebelum pandemi AIDS, Cryptococcus adalah
penyakit yang relatif luar biasa, tetapi juga menjadi
penyebab utama meningitis antara terinfeksi HIV
pasien. Meskipun infeksi ini telah agak menurun,
dengan meluasnya penggunaan antiretroviral terapi
(ART), C.neoformans menyisakan patogen pening
pada pasien immunocompromised, termasuk pasien
kanker yang sering memberikan pulmonary dari
infeksi.
Patogenesis dan Presentasi klinis
C. neoformans diperoleh terutama melalui inhalasi
dari partikel ragi kering yang ditemukan di lingkungan
. sel yang di hirup mencapai ruang alveolar distal di
mana mereka secara bertahap rehydrate dan
membentuk kapsul polisakarida karakteristik mereka
yang
memungkinkan
resistensi
terhadap
fagositosis.Cacat
pada
seluler
kekebalan
memungkinkan pemulihan dari kapsul pelindung dan
perkalian ragi di paru-paru. meskipun alveolar
makrofag menfagositosis ragi,penahanan dan
pembunuhan
membutuhkan
respon
yang
terkoordinasi antara bawaan dan adaptif humoral (
komplemen dan antibodi anticryptococcal ) dan T –sel
menengahi respon dari inangnya. Kekurangankekurangan sel kekebalan penengah mengikuti ragi
untuk bertahan hidup sebagai intraseluler fakultatif
patogen di dalam makrofag sepanjang mereka
bermigrasi dari paru-paru ke saluran kelenjar getah
bening,yang mengarah ke penyebaran melalui aliran
darah ke meninges.
Tidak seperti infeksi jamur jenis linnya ,faktor
sifat yang benar telah diidentifikasi untuk
C.neoformans. Kapsul, serta polisakarida larut
dilepaskan dari sel-sel ragi selama infeksi,merusak
fagositosis dan pengikatan anticryptococcal antibodi.
Infeksi kriptokokus primer dimulai di paru-paru,
muncul sebagai gejala ringan atau infeksi asimtomatik
yang menyelesaikan secara spontan atau hasil dalam
dikemas,nodul paru biasanya non kalsifikasi. Itu bukan
jarang ini nodul terisolasi untuk dideteksi di dada x-ray
selama rutinitas kerja-up. Diagnosis kriptokokosis
primer
hanya dilakukan jika nodul tersebut disedot atau
dihapus karena kekhawatiran kanker paru primer.
Pada
inang
yang
mengalami
immunocompromised , infeksi paru-paru mungkin
akan lebih cepat menyebar , bilateral, penyakit
interstitial yang meniru penyajian Pneumocystis
jiroveci ( carinii ) pneumonia
( PCP ). Diseminasi ke organ lain , terutam SSP, mata ,
dan mungkin kulit, adalah lebih mungkin terjadi di
pasien dengan defisit parah dalam imunitas
diperantarai sel. demam , batuk, dyspnea, dan nyeri
pleura yang umum pada presentasi dengan disertai
hipoksemia yang dapat dengan cepat berkembang ke
akut sesak napas. Karena ciri-ciri pelengkap pada
kriptokokosis paru yang ttersebar oportunistik
patogen yang lain, diagnosis awal membutuhkan
bronchoalveolar lavage atau biopsi transbronkial ,
yang dapat secara efektif mendiagnosis 80% sampai
100% kasus. bagian klinis pada kriptokokus pneumonia
yang tersebar bisa separah PCP, dengan tingkat
kematian mendekati 100% pada pasien yang diobati
dalam 48 jam .
C. neoformans adalah sangat neurotropik dan
mudah menyebarkan dari paru-paru ke CNS,
khususnya leptomeninges, dan kadang-kadang
parenkim otak. Karakteristik klinis meningitis
kriptokokus sedkit berbeda, bagaimanapun, antara
pasien dengan dan tanpa AIDS yang mendasari. Pada
pasien tanpa AIDS, presentasi penyakit lebih
berbahaya dan gejala seperti pusing, mudah marah,
penurunan pemahaman, dan mungkin muncul
berminggu-minggu sampai berbulan-ulan sebelum
dibuat diagnosis. Pasien dengan AIDS umumnya
muncul
pada
bagian
penyaki
dengan
meningoencephalitis berat. berat yang paling umum
tanda dan gejala pada presentasi adalah demam, sakit
kepala, meningismus, fotofobia, perubahan status
mental, dan kejang. perhitungan tomography atau
gabar gema magnet sensitif mungki menunjukan
edema serebral, beberapa daerah. nodul ditingkatkan,
atau
lesi
massa
tunggal
(cryptococcoma).
Pemeriksaan
cairan
serebrospinal
sering
mengungkapkan Tekanan meningkat pembukaan
pada pungsi lumbal, tapi glukosa, protein, dan
leukosit tingkat dapat normal.
Diagnosis Laboratorium
Diagnosis klinis dikonfirmasi oleh biakan dari darah,
CSF, atau cairan relevan secara klinis yang lain atau
jaringan. visualisasi langsung C. neoformans CSF oleh
pewarnaan tinta india adalah metode yang paling
cepat untuk mendiagnosis meningitis. pnemuan
antigen kriptokokus dalam tiap serum atau CSF
memiliki sensitivitas yang lebih besar dari 95% dan
spesifisitas dalam diagnosis infeksi kriptokokus invasif
benar dan tampaknya berkorelasi dengan jamur
burden. Sebuah tes antigen serum positif lebih besar
dari 1:4 secara kuat memberi kesan infeksi
kriptokokus, dan lebih besar dari atau sama dengan
1:8 merupakan indikasi dari penyakit aktif. Titer
antigen pada serum positif dalam 99% pasien dengan
kriptokokus meningitis, dan biasanya melebihi titer
1:2048 pada pasien dengan AIDS. Namun, perjalanan
waktu kriptokokus antigen eliminasi tidak diketahui
dan hasil tes positif dapat bertahan selama bertahuntahun. Perubahan CSF kriptokokus titer antigen
memiliki nilai terbatas dalam pemantauan terapi obat
untuk kriptokokus meningitis, meskipun diharapkan
penurunan harus terlihat setelah 2 minggu atau lebih
dari therapy antijamur.
Pengobatan
Meningitis kriptokokal adalah fatal jika tidak diobati .
karena pneumonia sering mendahului penyebaran
penyakit dan selanjutnya meningitis , semua pasien
dengan pemeliharaan, histopathology, atau Penyakit
serologi terbukti harus menerima terapi antijamur. Di
pasien dengan kriptokokosis paru terisolasi ,
flukonazol umumnya dianggap sebagai terapi pilihan
(lihat Tabel 8:1-2) sebagai pilihan lain itraconazole atau
terapi kombinasi (flukonazol ditambah flucytosine)
juga telah digunakan dengan beberapa keberhasilan
pada pasien. Disebarluaskan atau CNS kriptokokosis
membutuhkan lebih Pendekatan pengobatan agresif,
terutama di immunocompromised Pada inang.
Prediktor pretreatment hasil yang buruk dengan
terapi antijamur meliputi :
 Penyakit yang mendasari Progresif atau
immunodysfunction
 Status mental abnormal pada saat presentasi
 Tekanan pembukaan Peningkatan di pungsi lumbal
(lebih besar dari 260 mm H2O)
 Beban jamur Tinggi yang tercermin oleh titer CSF
antigen [di Pasien AIDS] lebih besar dari 1:2048
Uji acak prospektif yang selesai sebelum adanya
pengakuan AIDS menunjukkan tingkat respons yang
tinggi (kira-kira 80%) dengan menggunakan gabungan
Amfoterisin B dan flusitosin untuk 4 sampai 6 minggu.
Meskipun sterilisasi CSF dapat dicapai pada
kebanyakan pasien dalam waktu 2 minggu dengan
rejimen ini, sejumlah besar pasien (30% sampai 40%)
mengembangkan toksisitas membatasi dosis dan
kambuh terlihat dalam kira-kira 50% pasien. Oleh
karena itu pendekatan pengobatan baru diciptakan
yang terdiri dari fase pengobatan yang berbeda untuk
meminimalkan toksisitas dan mengurangi risiko
kambuh kembali. Uji klinis yang dilakukan oleh Institut
Nasional alergi dan infeksi penyakit (NIAID) Mycoses
Study Group setelah pengakuan AIDS menunjukkan
bahwa 2 minggu terapi induksi antijamur dengan
kombinasi Amfoterisin B (0.7 mg/kg per hari)
ditambah flusitosin (100 mg/kg per hari) untuk
cryptococcal meningitis, diikuti oleh konsolidasi terapi
dengan flukonazol (400 mg sehari-hari) untuk 8
minggu adalah sama efektifnya dengan 4 minggu
kombinasi terapi, dengan toksisitas sedikit (Lihat tabel
81-2). Penelitian terbaru telah menyarankan
flukonazol ditambah Amfoterisin mungkin pilihan
yang dapat diterima pada pasien yang tidak bisa
mentolerir terapi dengan flusitosin (Lihat tabel 81-2).
Prophylaxis
Flukonazol (200 mg per hari) dianjurkan sebagai terapi
pemeliharaan untuk hidup pada pasien dengan kuat
mendasari disfungsi kekebaan untuk mencegah
berulangnya
infeksi
cryptococcal
dengan
diperkenalkannya HAART, panduan pelayanan
kesehatan masyarakat Amerika Serikat baru-baru ini
telah berubah sekunder profilaksis rekomendasi untuk
cryptococcosis yang didasarkan pada data yang
menunjukkan aman untuk menghentikan terapi
maintenance pada pasien AIDS yang memiliki respon
imunologi
yang
berkelanjutan
pada
terapi
antiretroviral efektif. Kadang-kadang, inisiasi HAART
dapat mengakibatkan Reaktivasi sub klinis, imunologi
manifestasi infeksi cryptococcal (atau infeksi
oportunistik lainnya). Manifestasi dari sindrom
disebut pemulihan kekebalan ini mungkin termasuk
meningitis atau necrotizing radang paru-paru yang
mengalami eksaserbasi. Terapi antijamur plus agen
antiinflamasi non steroid atau prednison telah
digunakan dengan berhasil pada pasien dengan
sindrom cryptococcal-terkait pemulihan kekebalan.
Namun, pengelolaan optimal entitas klinis yang baru
saja ditetapkan ini masih belum diketahui.
INVASIF ASPERGILOSIS
Epidemologi
Cetakan invasif , terutama Aspergillus , telah menjadi
Komplikasi yang semakin penting dari terapi kanker
dan transplantasi organ . Pasien dengan kndisi
leukemia akut dan penerima transplantasi sel
hematopoietik alogenik berada di terutama berisiko
tinggi untuk aspergillosis invasif karena neutropenia
berkepanjangan dan kekurangan dalam imunitas
diperantarai sel terkait dengan graft - versus-host
penyakit dan treatment lebih dari dari 180 spesies
dalam genus Aspergillus telah dijelaskan, tapi hanya
empat spesies yang umumnya terkait dengan infeksi
invasif: Aspergillus fumigatus,Aspergillus flavus,
Aspergillus terreus , dan Aspergillus niger . Dari empat
spesies tersebut , A. Fumigatus menyumbang
mayoritas infeksi jamur paru manusia.Namun,
identifikasi Aspergillus cetakan dalam budaya untuk
tingkat spesies masih penting , karena kejadian
amfoterisin B - tahan Aspergillus terreus dan
Aspergillus flavus telah meningkat selama 5 tahun
terakhir antara berisiko tinggi pasien . Diagnosis dini
dan akurat aspergillosis invasif ( IA ) tetap penghalang
yang paling penting untuk manajemen yang efektif
infeksi ini , yang berhubungan dengan kematian kasar
berkisar antara 60 % sampai
100 % .
Patogenesis dan Presentasi klinis
Patogenesis IA didefinisikan terutama oleh mendasari
disfungsi kekebalan dari tuan rumah. Rute yang paling
umum dari akuisisi untuk Aspergillus adalah melalui
saluran pernapasan. Konidia tersebar di arus udara
yang dihirup terus menerus melalui sinus dan mulut
dan menembus ke distal ruang alveolar (lihat Gambar.
81-3c). Kebanyakan konidia yang cepat terjadi di
phagocytosed dan dihancurkan oleh makrofag diatas
dan bagian pernapasan bawah Namun,fungsi
makrofag dapat ditekan transplantasi berikut,
sitotoksik kemoterapi, atau pada pasien yang telah
menerima highdose terapi kortikosteroid. Konidia
yang lolos fagositosis mulai berkecambah menjadi
bentuk hifa yang terlalu besar untuk konsumsi oleh
makrofag. Bentuk hifa Aspergillus kemudian
menyerang pembuluh darah atau jaringan yang
berdekatan atau tulang (di sinus) mengakibatkan
perdarahan dan / atau infark, dan coagulative
nekrosis. Setelah dalam aliran darah, fragmen hifa
layak dapat pecah dan menyebar ke organ distal
termasuk otak. Pengendalian infeksi pada tahap ini
membutuhkan pengembangan dari jenis respons
adaptif Th-1 untuk meningkatkan fungisida yang
aktivitas sel efektor profesional (yaitu, neutrofil)
terhadap 5 elements hifa Pasien dengan teregulasi,
ditekan
T-cell-mediated
imunitas,
atau
berkepanjangan
neutropenia
tidak
dapat
mengendalikan infeksi dan beresiko tinggi untuk
penyebaran infeksi. Tanpa terapi antijamur,
aspergillosis invasif adalah fata seragam Tanda dan
gejala aspergillosis invasif yang diduga diredam di
host immunocompromised . demam umum tetapi non
- spesifik untuk infeksi dan mungkin disertai oleh nyeri
pleuritik dada , batuk , hemoptisis , dan / atau
gesekanrub.40 neurologis tanda-tanda termasuk
kejang , hemiparesis , dan pingsan mungkin hadir pada
pasien dengan penyebaran ke otak. Plak kulit atau
papula ditandai dengan ulkus nekrotik pusat atau
eschar terjadi pada sampai dengan 10 % dari pasien
dengan penyakit disebarluaskan ; Namun , kultur
darah bersamaan sering negatif . Radiografi dada
tidak dapat mendeteksi dini bentuk penyakit dan
dapat tetap negatif hingga 10 % daripasien dalam
waktu 1 minggu akan meninggal.
Pada lesi awal CT scan pendarah dan edema
merupakan sebuah infark yang ada pada sekitar
pembuluh darah. Meskipun terapi antijamur “efektif”
pada lesi CT scan ini dapat terus meningkat dalam
berbagai ukuran. Kandungan neutropil pada pasien,
mengalami neutropenik. Pada saat itu pasien netrofil
pada sel darahnya akan membentuk bulan sabit yang
pada radiografi di indikasikan tidak dapat melawan
infeksi atau kemampuan melawan infeksi nya
menurun (immunocompromised) pada pasien paru
progresif pasien diberikan flukonazol dengan evaluasi
untuk kemungkinan cetakan infeksi
Ct scan (HRCT) dengan resolusi tinggi sering di
gunakan pada pasien yang memiliki invasive pada
paru yang disebabkan oleh jamur aspergillus. Gejala
akibat jamur aspergillus yaitu Demam, batuk yang
disertai darah dan lender, memburuknya asma dan di
kelilingi oleh berbagai pelemahan yang di tandai
dengan “tanda halo” Lesi awal pada CT scan
merupakan perdarahan dan edema sekitarnya sebuah
infark pembuluh darah. Meskipun terapi antijamur "
efektif " , lesi pada CT scan dapat terus meningkat
dalam ukuran di neutropenik pasien sampai neutrofil
pulih
pada saat itu mereka mulai kavitasi ,
membentuk " tanda udara - bulan sabit " pada
radiografi dada , indikasi menyelesaikan infeksi .
immunocompromised pasien flukonazol dengan sinus
atau paru progresif penyakit dengan radiografi harus
dievaluasi untuk kemungkinan cetakan infeksi.
Studi Kasus Pasien, Bagian 2
Infeksi kapang invasif
Seorang wanita berumur 40 tahun menderita
leukemia akut pada hari ke 115 pasca alogenik dia
harus
melakukan
donor
transplatasi
sel
hematopoietik. Mengunjungi klinik dengan berbagai
keluhan yang meningkat seperti mual, perut kram
dan ruam di tangan sampai menyebar di lengannya.
Dia juga mengeluh karena nyeri yang mendalam.
Kemudian dia melakukan pemeriksaan laboratorium
dan dia tercatat pada sebuah SGPT 85 IU / L ( 1,42
μKat / L ) , aspartat aminotransferase 75 IU / L ( 1,25
μKat / L ) dan bilirubin total 2,1 mg / dL ( 36 umol / L).
Obat nya saat ini meliputi tacrolimus 5 mg 2 kali sehari
(level terbaru : 8 ng / mL ) , levofloxacin 500 mg sehari
, flukonazol 200 mg / hari , valasiklovir 500 mg dua kali
sehari , metoprolol 25 mg dua kali sehari,dan
benzonatate( tessalon ). Dia dirawat di Rumah Sakit
karena melakukan transplantasi atau pencangkokan
terhadap penyakit di inang eksaserbasi (perburukan
progresif dari sesak, batuk). CT scan 03:57
menunujukkan dasar pleura dikeduan bidang paruparu terdapat nodul pada. Layanan yang pertama di
berikan adalah dengan obat.
1. Apa faktor penyakit dari pasien yang dapat
mengembangkan infeksi kapang invasif?
2. Apakah voriconazol adalah pilihan yang tepat yang
sesuai dengan pasien? Apakah ada kekhawatiran
terhadap interaksi obat?
Diagnosis laboratorium
Seperti invasif mikosis lainnya , diagnosis definitif
aspergillosis memerlukan bukti histopatologi invasi
hifa dalam jaringan (Gambar.81-4) Namun , prosedur
yang diperlukan untuk membangun definitif diagnosis
oleh sampling lesi mencurigakan ( misalnya jarum
halus aspirasi atau biopsi paruthoracoscopic ) tidak
layak dalam sebagian besar pasien dengan
trombositopenia yang mendasari sekunder untuk
keganasan hematologi atau kemoterapi. Meskipun
hifa terlihat dalam jaringan, histopatologi saja tidak
bisa membedakan Aspergillus dari cetakan septate
angioinvasive lainnya seperti Fusarium , engan
memiliki pola yang berbeda dari antijamur
susceptibility. Oleh karena itu , pernapasan dan/atau
pemeliharaan luka (jika kulit atau sinus / langit-langit
keras lesi hadir) adalah faktor penting dalam
modifikasi terapi antijamur empiris.
Pemeliharaan pernapasan yang termasuk dahak,
bronkial basah, atau lavage bronchoalveolar memiliki
sensitivitas rendah untuk diagnosis aspergillosis
invasif tetapi prediksi nilai positif yang tinggi di pasien
immunocompromised Oleh karena itu, negative
bronchoalveolar
pemeliharaan
lavage
tidak
mengesampingkan paru invasif aspergillosis, tapi
merupakan pemeliharaan positif dalam risiko tinggi
pasien
(misalnya,
pasien
transplantasi
sel
hematopoietik alogenik) menunjukkan aspergillosis
paru pada setidaknya 60% dari seperti pasien.
GAMBAR 81-4 Patogenisis dari Aspergillus invasif
Kultur darah memiliki nilai diagnostik kecil untuk
invasif aspergillosis, tapi mungkinmenggambarkan
penyakit yang serius dengan A. terreus. pasien dengan
keterlibatan paru terbatas atau profilaksis atau terapi
antijamur empiris dapat terus menjadi budaya negatif
untuk spesies Aspergillus meskipun penampilan maju
penyakit. Oleh karena itu, spesialis klinis harus pernah
mempertimbangkan pemeliharaan negatif sebagai
indikasi untuk menghentikan terapi antijamur pada
pasien dengan dicurigai atau terbukti aspergillosis.
Upaya yang telah cukup difokuskan dalam
dekade terakhir ini untuk mengembangkan metode
laboratorium berdasarkan non-kultur (antigen deteksi,
polymerase chain reaction [PCR], dan metabolit
deteksi) untuk diagnosis aspergillosis invasif.
harapannya adalah bahwa tes pengganti dapat
mendeteksi bukti awal dari adanya infeksi Aspergillus
sebelum kerusakan organ target yang signifikan yang
pada akhirnya yang terdeteksi oleh CT scan terjadi.
Baru-baru ini Food and Drug Administration telah
menyetujui ELISAbasedassay untuk mendeteksi
komponen polisakarida dari dinding sel Aspergillus
disebut galactomannan. Meskipun beberapa studi
prospektif besar telah menemukan bahwa sensitivitas
dan spesifisitas uji melebihi 90% di neutropenik pasien
dengan keganasan hematologi, median rentang
waktu antara deteksi galactomannan dan klinis tanda
dan gejala IA rata-rata kurang dari 6 hari. Faktor lain
seperti status imun pasien (neutropenia vs graftversus-host penyakit), terapi antijamur, dan diet
,mungkin
berdampak
pada
interpretasi
galactomannan tes.contohnya, hasil positif palsu telah
dilaporkan pada pasien pediatrik, pasien yang
menerima piperasilin-Tazobactam untuk demam
neutropenia, dan mengikuti arahan untuk memakan
sereal, pasta, suplemen gizi, atau saus. Oleh karena
itu,ada banyak kesempatan untuk tes positif palsu.
Meskipun beberapa studi hewan dan data klinis
menunjukkan
bahwa
naiknya
permukaan
galactomannan adalah pertanda adanya infeksi, masih
ada data yang terbatas mendukung penggunaan ini
tes untuk membimbing dan memantau terapi
antijamur.
Pada saat ini tampaknya tes
galactomannan (dan berdasarkan strategi non kultur
lainnya) akan berfungsi sebagai metode pelengkap
untuk mengkonfirmasi hasil dari mikrobiologis,
histopatologi, dan penyelidikan radiografi diarahkan
untuk mendiagnosis invasif aspergillosis.
Pengobatan
Sampai saat ini, hanya dua perbandingan yang
dikontrol uji klinis secara acak yang telah dievaluasi
sebagai terapi antijamur untuk pengobatan invasif
aspergillosis dan hanya satu studi yang cukup
medukung untuk mengukur perbedaan dalam
menanggapi terapi anti jamur. Dalam studi tersebut,
para penyelidik dari Jerman membandingkan pada
pasien yang awalnya ke triazole baru, voriconazole,
untuk pasien yang awalnya diperlakukan dengan
Amfoterisin B deoxycholate. Desain studi itu
menunjukkan bahwa itu memungkinkan terjadinya
perubahan dari obat yang berbeda untuk setiap terapi
antijamur berlisensi lain, tanpa melihat bahwa pasien
diklasifikasikan sebagai kegagalan pengobatan
kombinasi terapi. Hampir 80% dari pasien secara acak
untuk menerima Amfoterisin B deoxycholate yang
beralih ke terapi anti jamur lain berlisensi (berarti
durasi 10 hari) versus 36% pasien di lengan
voriconazole (berarti durasi 77 hari). Tolerabilitas yang
rendah dari Amfoterisin B deoxycholate itu tidak
mengejutkan mengingat dosis yang relatif lebih tinggi
(1 mg/kg per hari intravena) dan berkepanjangan
dalam
pengobatan yang
diperlukan
dalam
pengobatan invasif aspergillosis. Di akhir pengamatan
(12 minggu), proporsi yang lebih tinggi dari pasien
yaitu di lengan voriconazole tetap hidup (70.8%)
dibandingkan dengan Amfoterisin B deoxycholate –
pasien yang dirawat (57.9%). Berdasarkan hasil ini,
banyak
pakar
sekarang
mempertimbangkan
voriconazole sebagai obat awal pilihan untuk invasif
aspergillosis
pada
pasien
tanpa
signifikan
kontraindikasi (misalnya, interaksi obat atau disfungsi
hati yang sudah ada sebelumnya) untuk azole terapi
(Lihat tabel 81-2). Voriconazole juga muncul untuk
memiliki khasiat beberapa di CNS aspergillosis, bentuk
invasif aspergillosis dengan tingkat kematian sejarah
yang mendekati 100%. Itraconazole memiliki aktivitas
melawan Aspergillus dan sering digunakan sebagai
profilaksis, tetapi tidak dianggap sebagai sebuah
pilihan perawatan yang sangat efektif untuk penyakit
invasif.
Lipid formulasi Amfoterisin B, caspofungin, atau
echinocandins lainnya dan penelitian triazole
posaconazole, dapat dianggap sebagai kemungkinan
alternatif untuk voriconazole terapi dan mungkin lebih
disukai agen pada pasien dengan infeksi terobosan
pada azole antijamur (termasuk itraconazole atau
flukonazol). Beberapa hari terbuka-label serangkaian
kasus telah menyarankan bahwa terapi kombinasi,
dengan traizole echinocandin dan moldactive seperti
voriconazole, mungkin akan lebih efektif daripada
voriconazole sendirian untuk aspergillosis invasif yang
telah gagal terapi berbasis Amfoterisin B. Setelah
terapi anti jamur dimulai, durasi dan intensitas
antijamur terapi ini disutradarai oleh tuan rumahspesifik faktor termasuk respon klinis, mendasari
imunosupresi, tolerabilitas, dan rencana untuk masa
depan kemoterapi/imunosupresi. Pada pasien berat
kekebalan, lengkap pemberantasan jamur tidak
mungkin dan penekanan terapi mungkin diperlukan
sampai setelah pemulihan fungsi kekebalan selular.
Reaktivasi dari sisa infracts atau devitalized jaringan di
sinus atau paru-paru yang menyimpan aspergillosis
merupakan perhatian jika pasien akan menerima lebih
lanjut terapi imunosupresif. Oleh karena itu,
débridement bedah sinus atau eksisi lesi besar paru
sering dikejar. Kambuh atau terobosan Aspergillus
infeksi kurang menguntungkan menanggapi antijamur
terapi daripada de novo IA dan mungkin memerlukan
langkah-langkah yang lebih agresif (kombinasi terapi,
immunotherapy, atau operasi) untuk menstabilkan
infeksi.
Studi Kasus Pasien, Bagian 2
Voriconazole dimulai pada pasien dengan 1 mg/kg per
hari dari methylprednisolone untuk mengontrol
dalam pengobatan penyakit. Dosis tacrolimusnya juga
menurun sebesar 70% dengan penambahan
voriconazole dan tingkat darah tacrolimus hari 10
ng/ml. Namun, pasien masih mengalami demam yang
memburuk pernapasan sakit. Ulangi CT scan paruparu menunjukkan nodul baru, dan efusi pleura paru
kanan.
1. Apa yang kemungkinan alasan pasien ini
tampaknya kemajuan pada voriconazole terapi?
2. Apa kapang lainnya mungkin terlibat sebagai
penyebab infeksi yang mungkin tidak menjawab
voriconazole pada pasien ini?
3. Apa pilihan pengobatan dapat dipertimbangkan
dalam pasien ini?
Profilaksis
Meskipun pedoman baru-baru ini diterbitkan untuk
mencegah infeksi oportunistik pada hematopoietik
penerima transplantasi sel tidak memberikan
rekomendasi konkrit untuk profilaksis antijamur
terhadap
Aspergillus,
profilaksis
harus
dipertimbangkan pada subkelompok yang berisiko
tinggi dengan tingkat aspergilosis invasif melebihi 10%.
Kelompok-kelompok ini meliputi: (1) pasien dengan
lama
periode
pra-engraftment
(misalnya,
transplantasi sumsum-darah penerima), (2) pasien
dengan riwayat aspergillosis invasif sebelum
transplantasi, (3) pasien yang menerima transplantasi
dengan risiko tinggi penyakit graft-versus-host
(misalnya, haploidentical transplantasi alogenik) atau
infeksi (misalnya, sel T-habis transplantasi), setiap
pasien dengan penyakit graft-versus-host di terapi
kortikosteroid dosis tinggi (lebih besar dari 1 mg / kg
prednisone setara) dengan atau tanpa anti-thymocyte
globulin atau tumor necrosis factor blokade (yaitu,
infliximab), dan (4) setiap pasien transplantasi dengan
cytomegalovirus aktif penyakit, yang berhubungan
dengan peningkatan risiko berikutnya infeksi jamur
karena efek imunosupresif virus.
profilaksis dan terapi. Oleh karena itu, epidemiologi,
klinis, dan pengobatan infeksi ini akan singkat .
Fusariosis
Respon terhadap terapi antijamur dalam kapang
invasif lambat dan sulit untuk dinilai jika bedasarkan
tanda-tanda klinis saja . Peningkatan demam , dan
hasil akhirCT-scan ( dalam kasus infeksi paru-paru )
indikasi respon terhadap terapi antijamur . Toksisitas
terkait dengan terapi antijamur yang mirip pada
pasien seperti pada yang dijelaskan sebelumnya .
Pasien
sering
membutuhkan
terapi
yang
berkepanjangan , terutama jika pasien dengan
terganggunya imunosupresi. Dalam banyak kasus ,
terapi antijamur dapat dilanjutkan tanpa batas waktu
sampai resolusi atau hasil yang lengkap mendasari.
Spesies Fusarium yang paling umum yang kedua atau
ketiga untuk patogen kapang antara pasien yang
berkaitan dengan kekebalan, khususnya pasien
dengan keganasan Hematologi. Faktor risiko untuk
menyebarkan fusariosis mirip dengan aspergillosis
invasif dan termasuk neutropenia, limfopenia, graft versus - penyakit host, dan terapi dosis tinggi
kortikosteroid. Meskipun presentasi klinis fusariosis
sering dibedakan dari yang invasif aspergillosis, lesi
kulit dan fungemia yang secara signifikan lebih umum
dengan infeksi Fusarium. Lesi kulit biasanya
mendahului fungemia, yang dapat dideteksi oleh
darah
hingga
40%
pasien.
Histopatologi
mengungkapkan adanya percabangan akut septate
hyphae mirip dengan yang ditemukan dalam
aspergillosis. Invasif Fusariosis menyebabkan tingkat
kematian hingga 80% tergantung pada status imun
inang yang mendasari. Pasien dengan kadar
neutropenia yang berisiko tinggi terutama untuk hasil
yang rendah. Anekdot keberhasilan telah dilaporkan
dengan penggunaan dosis tinggi (lebih dari 7,5 mg/kg
per hari) lipid Amfoterisin B, voriconazole, dan
posaconazole.54 transfusi granulosit dirangsang
dengan sitokin juga telah dilakukan pada pasien
dengan neutropenia yang terus-menerus untuk
mengontrol refrakter infeksi.
KAPANG JENIS LAINNYA
ZYGOMICOSIS
Meskipun Aspergillus adalah infeksi jamur yang paling
umum di pasien immunocompromised , hampir semua
kapang dapat menyebabkan infeksi invasif di host
immunocompromised yang tepat. Namun, penelitian
yang menjelaskan epidemiologi, manajemen, dan hasil
dari kapang oportunistik kurang umum adalah
tersedia hanya dari laporan kasus atau seri kasus.
Untuk alasan ini, pedoman pengobatan saat infeksi
jamur tidak mengatasi pengelolaan mikosis atau
kurang umum. Namun, sebagai survival telah
meningkat pada pasien dengan Candida dan Infeksi
aspergillus,kapang oportunistik kurang umum,
terutama agen zygomycosis dan fusariosis menjadi
penyebab penting infeksi terobosan pada antijamur
Zygomycosis adalah infeksi jarang disebabkan oleh
jamur dari urutan Mucorales, kelas Zygomycetes,
Dengan organisme yang paling sering menjadi
perwakilan
Mucor
,rhizopus,
Absidia
,cunninghamella,dan Rhizomucor. Zygomycosis adalah
infeksi klasik terkait dengan invasif progresif. Infeksi
rhinocerebral pada pasien dengan diabetes mellitus
dan atau diabetes yang menyerang otak. Namun,
zygomycosis invasif sering terjadi pada penderita
kanker , terutama transplantasi atau pasien leukemia
yang telah menerima dosis tinggi steroid , atau pasien
dengan
pengobatan
yang
berkepanjangan,
neutropenia mendalam. Berbeda dengan bentuk
Pemantauan Pasien dan Efek Samping
rhinocerebral klasik zygomycosis invasif terlihat pada
pasien diabetes, infeksi paru tampaknya lebih umum
pada populasi kanker. Zygomicetes umumnya tahan
terhadap vorikonazol dan echinocandins dan
kehadiran efek dari infeksi harus dicurigai pada setiap
pasien dengan infeksi jamur yang progresif saat
menerima vorikonazol dan atau terapi echinocandin.
Karena perkembangan yang cepat dari penyakit ,
diagnosis dini dan terapi agresif sangat penting untuk
hasil yang menghasilkan efek dan pengobatan yang
sukses. Lipid amhotericin B , debridement radikal ,
transfusi granulosit sitokin – dirangsang,d an bahkan
terapi oksigen hiperbarik telah direncanakan untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas tinggi infeksi
ini menghancurkan.Posaconazole adalah satu-satunya
antijamur triazol dengan aktivitas terhadap bentuk
infeksi sinopulmonary.
IA
: invasive aspergillosis
ICU
: intensive care unit
IV
: intravenous
NIAID : National Institute of Allergy and Infectious
Diseases
PCR
: polymerase chain reaction
PCP
: Pneumocystis jiroveci (carinii) pneumonia
PO
: oral
Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di
www.ChisholmPharmacotherapy.com
Masuk ke situs web:
www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk
memperoleh informasi dalam melanjutkan
pembelajaran bab ini.
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
Evaluasi Hasil
Praktek medis modern dan kemajuan dalam
transplantasi dan terapi kanker telah meningkat yaitu
mikosis primer dan mikosis oportunistik penyebab
relatif umum dari infeksi morbiditas terkait penyakit
dan kematian pada manusia. Meskipun mikosis invasif
sering lebih sulit untuk mendiagnosa dan mengobati
dibandingkan dengan terapi berbasis amfoterisin B
telah memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dan
pilihan pengobatan yang lebih untuk menghambat
infeksi. Perkembangan awal, akurat, dan efektif nonkultur berdasarkan tes diagnostik masih menjadi
kendala atau menghambat untuk meningkatkan
percobaan desain farmakoterapi dan hasil dari mikosis
invasif pada pasien immunocompromised (sistem
kekebalan).
SINGKATAN-SINGKATAN
AIDS : acquired immunodeficiency syndrome
ARDS : acute respiratory distress syndrome
CNS
: central nervous system
CSF
: cerebrospinal fluid
CT
: computed tomography
CYP
: cytochrome P-450 isoenzyme
ELISA : enzyme-linked immunosorbent assay
HAART: highly active antiretroviral therapy
HRCT : high-resolution computed tomography
Chapman SW,Bradsher RW, Campbell GD,et al. Practice
guidelines for the management of patients with
blastomycosis. Clin infect Dis 2000;30:679-683
Herbrecht R, Denning DW, Patterson TF, et al. Voriconazole
versus amphotericin B for primary therapy of
invasive aspergillosis. NEngl J Med 2002;347:408–
415.
Hughes WT, Armstrong D, Bodey GP, et al. 2002 Guidelines
for the use of antimicrobial agents in neutropenic
patients with cancer. Clin Infect Dis 2002;34:730–751.
Kullberg BJ, Sobel JD, Ruhnke M, et al.Voriconazole versus
a regimen of amphotericin B followed by fluconazole
for candidaemia in non-neutropenic patients: a
randomised
non-inferiority
trial.
Lancet
2005;366:1435–1442.
Marr KA, Boeckh M, Carter RA, et al. Combination
antifungal therapy for invasive aspergillosis. Clin
Infect Dis 2004;39:797–802.
Masur H, Kaplan JE,Holmes KK, et al. 1999 USPHS/IDSA
guidelines for the prevention of opportunistic
infections in persons infected with human
immunodeficiency virus. Clin Infect Dis 2000;30:S29–
S65.
Mora-Duarte J, Betts R, Rotstein R, et al. Comparison of
caspofungin and amphotericin B for invasive
candidiasis. N Engl J Med 2002;347:2020–2029.
Pappas PG, Rex JH, Sobel JD, et al. Guidelines for treatment
of candidiasis. Clin Infect Dis 2004;38:161–189.
Saag MS, Graybill RJ, Larsen RA, et al. Practice guidelines
for the management of cryptococcal disease.
Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis
2000;30:710–718.
Wheat J, Sarosi G, McKinsey D, et al. Practice guidelines for
the management of patients with histoplasmosis.
Clin Infect Dis 2000;30:688–695.
16 INFEKSI HIV
Amanda Corbett, Rosa Yeh, Julie Dumond, and Angela D.M. Kashuba
OBJEK PEMBELAJARAN
SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK:
1.
2.
3.
4.
Menjelaskan jalur penularan HIV, dan perkembangan penyakit.
Mengidentifikasi secara atipikal dan tipikal tanda dan gejala infeksi HIV akut dan kronis
Mengidentifikasi hasil terapi untuk pasien dengan infeksi HIV
Merekomendasikan sesuaiintervensi pharmacotherapy lini pertama untuk pasien dengan
infeksi HIV
5. Merekomendasikan sesuaiintervensi pharmacotherapy lini kedua untuk pasien dengan
infeksi HIV
6. Menggambarkan komponen rencana monitoring untuk menilai efektivitas dan efek
samping dari pharmacotherapy pada infeksi HIV
7. Mengedukasi pasien tentang keadaan penyakit, modifikasi gaya hidup yang sesuai, dan
terapi obat yang diperlukan untuk pengobatan yang efektif
KONSEP UTAMA
❶ Tujuan pengobatan infeksi HIV adalah untuk menek
an replikasi HIV, menghindari perkembangan resistensi
obat, mengembalikan dan melestarikan fungsi kekebal
an tubuh, mencegah infeksi oportunistik dan meminim
alkan efek samping.
❷ Kadar plasma HIV RNA dan menghitung jumlah CD4
+ sel T digunakan untuk menilai risiko perkembangan A
IDS (atau risiko infeksi oportunistik) dan untuk memant
au efektivitas dan ketahanan pengobatan.
❸ Pengobatan yang efektif dan lengkap infeksi HIV me
libatkan pendekatan multidisiplin, yang mencakup apot
eker, dokter, pekerja sosial, dan lain-lain. Pengobatan i
nfeksi HIV selalu memerlukan kombinasi terapi antiretr
oviral, dan mungkin termasuk resep pengobatan atau p
rofilaksis infeksi oportunistik dan resep atau nonresep
pengobatan untuk efek samping.
❹ Pengobatan dengan dua Inhibitor transkriptase nukl
eosida (NRTIs) dan inhibitor transkriptase nonnucleosi
de (NNRTI) atau protease inhibitor (PI) merupakan and
alan pengobatan untuk infeksi HIV.
❺ Semua pasien dengan infeksi HIV kambuh jika obat d
itarik. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan pengob
atan jangka panjang.
❻ Akhirnya, HIV menjadi resisten terhadap terapi obat
saat ini. Untuk menghindari hal tersebut, kepatuhan pa
sien terhadap rejimen obat sangat penting.
❼ Sebagian besar obat antiretroviral dimetabolisme ol
eh P-450 sistem enzim sitokrom ( CYP ). Oleh karena itu
, sangat penting untuk memeriksa profil pasien untuk o
bat-obatan yang dapat berinteraksi dengan obat antire
troviral.
❽ Kebanyakan obat antiretroviral menyebabkan efek s
amping yang akut dan kronis. Pasien harus diawasi unt
uk mencegah terjadinya toksisitas.
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) perta
ma kali dikenal pada tahun 1981, dan digambarkan dal
am sekelompok pemuda homoseksual dengan defisi
ensi imun yang signifikan. Sejak itu, human immunod
eficiency virus tipe 1 (HIV-1) telah jelas diidentifikasi s
ebagai penyebab AIDS. HIV-2 jauh kurang lazim dari H
IV-1, tetapi juga menyebabkan AIDS. Target utama HI
V yaitu CD4 + limfosit, yang sangat penting untuk sist
em kekebalan tubuh. Jika tidak diobati, pasien meng
alami asimtomatik jangka panjang diikuti oleh immun
odeficiency cepat, dan progresif. Oleh karena itu, keb
anyakan komplikasi yang dialami oleh pasien dengan
AIDS melibatkan infeksi oportunistik dan kanker. HIV
terutama ditularkan melalui kontak seksual, kontak d
engan darah atau produk darah, dan dari ibu ke anak
selama kehamilan, menyusui. Prevalensi dan insiden
HIV meningkat secara global, dan sampai saat ini belu
m tidak ada perawatan yang dapat memberantas HIV
. Kombinasi antiretroviral agent (disebut terapi antire
troviral sangat aktif, atau HAART) dapat menekan re
plikasi HIV untuk tingkat yang tidak terdeteksi, keterl
ambatan awal AIDS, dan memperpanjang kelangsung
an hidup. Namun, ada sejumlah toksisitas obat jangka
panjang yang dapat membahayakan pasien. Bab ini a
kan membahas pilihan pengobatan untuk HIV, dan m
emberikan saran praktis untuk manajemen pasien.
Orang berusia 15 hingga 24 tahun menyumbang
hampir setengah dari infeksi HIV baru di seluruh dunia.
Pada akhir 2003, sekitar 1,039,000 dari
1,185,000 orang yang hidup dengan HIV/AIDS di
Amerika Serikat, 24-27% terdiagnosis dan tidak
menyadari mereka terinfeksi HIV (yang mungkin tidak
disadari akan menularkan virus kepada orang lain).
Dari jumlah pasien yang terinfeksi HIV, sekitar 4%
(42,514) yang didiagnosis dengan AIDS pada tahun
2004, dan 2% (18,017) mati oleh AIDS. jumlah perkiraan
diagnosa AIDSpada tahun 2004 adalah 944,305,
setengah dari mereka (529,113) telah meninggal.
Dibandingkan dengan distribusi mereka dalam
keseluruhan populasi, populasi Afrika-Amerika dan
Hispanik tidak proporsional terkena HIV/AIDS,
mewakili 50% dan 18% dari kasus, masing-masing.
HIV/AIDS merupakan tiga penyebab utama kematian
bagi laki-laki Afrika-Amerika yang berusia 25-54 tahun,
antara empat penyebab kematian untuk wanita
Afrika-Amerika yang berusia 20-54 tahun, dan
merupakan nomor satu penyebab kematian untuk
wanita Afrika-Amerika yang berusia 25 untuk 34
tahun. Dari 2000 sampai 2004, tingkat HIV/AIDS untuk
laki-laki Afrika-Amerika adalah delapan kali dari kulit
putih. HIV/AIDS untuk wanita Afrika-Amerika 23 kali
tingkat wanita kulit putih.
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Sejak kasus pertama AIDS yang diidentifikasi pada
tahun 1981, lebih dari 25 juta orang tewas akibat
infeksi HIV. Hal ini membuat AIDS menjadi salah satu
penyakit yang paling merusak dalam sejarah.
penyakitnya sangat dinamis, dan tidak ada negara di
dunia yang tidak terpengaruh. Diperkirakan bahwa
HIV saat ini menginfeksi sekitar 40 juta orang di
seluruh dunia. Sekitar 65% dari kasus ini di sub-Sahara
Afrika, dengan prevalensi yang kira-kira 7%. Asia
Tenggara, Asia Tengah dan Eropa Timur juga terjadi
peningkatan yang sangat cepat.
Pada 2005 saja ada Lima juta orang baru yang
terinfeksi HIV. Sebagian besar infeksi ini diperoleh
melalui penularan heterosexsual. Pada Desember
2005, perempuan menyumbang 46% dari semua orang
yang hidup dengan HIV di seluruh dunia, di sub-Sahara
Afrika, memperhitungkan bahwa perempuan 57%.
HIV-1 adalah retrovirus dan anggota genus
lentivirus. virus ini memiliki karakteristik periode
latency yang berkepanjangan. Ada dua jenis molekuler
dan serologis yang berbeda tetapi terkait dengan tipe
HIV: HIV-1 dan HIV-2. HIV-2
adalah penyebab
epideminya kurang umum dan ditemukan terutama di
Afrika selatan.
HIV-1 dikategorikan oleh garis
keturunan filogenetik menjadi tiga kelompok (M
(utama), N (baru), O (outlier)). HIV-1 grup M dapat
dikategorikan lebih lanjut menjadi sembilan subtipe :
A sampai D, F sampai H dan J dan K. HIV-1 subtipe B
adalah yang paling utama bertanggung jawab atas
epidemi yang terjadi di amerika utara dan eropa barat.
Bukti menunjukan bahwa HIV pada manusia
adalah hasil dari penularan antar spesies dari primata
terinfeksi simian immunodeficiency virus (SIV). HIV-2
berkaitan erat dengan SIV yang ditemukan di sooty
mangabeyss di Afrika Barat, dan HIV-1 mirip dengan
SIV ditemukan pada simpanse. Infeksi HIV diketahui
pertamakali oleh manusia berada di afrika tengah
pada tahun 1959. Kebiasan seperti penyiapan dan
memberi makanan hewan atau memelihara primata
sebagai hewan peliharaan, telah memungkinkan virus
untuk berpindah dari hewan ke manusia. Penyebaran
virus yang cepat di seluruh dunia terutama dapat
dikaitkan dengan mobilitas yang tinggi karena
transportasi modern, hubungan seksual dan
penyalahgunaan narkoba.
Infeksi HIV terjadi melalui tiga cara utama
dalam penularannya : seksual, parenteral dan
perinatal. Cara yang paling umum untuk penularannya
melalui seks anal reseptif dan hubungan seks melalui
vagina dengan kemungkinaan penularan meningkat
sampai 3 % untuk setiap hubungan seksual yang sudah
dilakukan dan meningkat 0.2 % setiap hubungan
seksual untuk yang kedua kalinya. Kemungkinan
penularaan meningkat ketika pasangan memiliki
indeks replikasi virus yang sangat tinggi ( yang terjadi
diawal infeksi atau diakhir infeksi penyakit), atau
ketika pasangan yang tidak terinfeksi memiliki
penyakit ulseratif, gangguan pada permukaan
mukosa, atau (pada kasus laki-laki) yang belum
disunat.
Penularan secara parenteral dari HIV terutama
terjadi melalui penggunaan obat injeksi dengan
berbagi jarum yang sudah terkontaminasi atau terkait
dengan pengadaan injeksi. Hasil dari program
pemeriksaan kesehatan komprehensif Amerika Utara,
kurang dari 1% dari semua kasus infeksi HIV terjadi
sebagai akibat dari transfusi darah yang
terkontaminasi atau produk darah atau transplatasi
organ yang terinfeksi. Petugas kesehatan memiliki
risiko 0.3 % tertular infeksi HIV karena luka jarum
suntik perkutan.
Infeksi perinatal (juga dikenal sebagai
penularan secara vertical atau penularan dari ibu ke
anak (MTCT) dapat terjadi selama kehamilan,
menjelang kelahiran dan selama menyusui. Resiko
MCTC meningkat sekitar 25 % pada kehamilan,
sedangkan resiko penularan selama menyusui adalah
sekitar 15% sampai 20 % dalam 6 bulan pertama
kehidupan. Karena tingginya tingkat replikasi HIV
dalam darah adalah farktor resiko yang signifikan
untuk penularan HIV, sangat penting untuk
mengobati wanita karena infeksi HIV selama
kehamilan. Setelah kelahiran, ibu sangat dianjurkan
untuk tidak menyusui jika ada alternatif yang lebih
baik.
Penting untuk mengetahui siklus hidup dari
virus agar memahami bagaimana obat antiretroviral
digabungkan untuk terapi optimal (Fig.84-1). Setelah
HIV masuk kedalam tubuh, sebuah glikoprotein luar
yang disebut gp120 mengikat reseptor CD4 yang
ditemukan pada permukaan sel-sel dendritik, limfosit
T, monosit dan makrofag. hal ini memungkinkan
mengikat lebih lanjut reseptor kemokin lain pada
permukaan sel yang disebut CCR5 dan CXCR4.
Kebanyakan pasien yang baru terinfeksi memiliki ciri
khas virus yang menggunakan CCR5 untuk masuk
kedalam tubuh dan kebanyakan pasien dengan
penyakit lanjut memiliki ciri khas virus yang
menggunakan CXCR4 untuk masuk ke dalam tubuh.
Hal ini menjadi penting dalam memahami tempat
terapi untuk beberapa obat baru dalam
pengembangan.
Setelah virus melekat dengan CD4 dan
reseptor kemokin, glikoprotein virus lain (gp41)
membantu virus masuk kedalam sel dan masuk
kedalam bagian dari virus. Bagian dari virus termasuk
single-stranted RNA (RNA untai tunggal), RNA
dependent, DNA polymerase ( juga dikenal sebagai
reverse
transcriptase),
dan
enzim
lainnya.
Menggunakan RNA single-stranted (untai tunggal)
sebagai tempelate, reverse transcriptase mensintesis
untai komplementer DNA. RNA rantai tunggal virus
dihilangkan dari untai DNA yang baru terbentuk oleh
ribonuclease H, dan reverse transcriptase melengkapi
syntesis DNA untai ganda. Enzim reverse transcriptase
virus sangat rentan terjadi kesalahan dan banyak
mutasi terjadi dalam konversi RNA ke DNA. Aktivitas
transkripsi balik yang tidak efektif bertanggungjawab
terhadap kemampuan HIV untuk cepat bermutasi dan
terjadi resistensi obat.
Infeksi kronis terjadi ketika DNA untai ganda
berpindah tempat ke inti sel inang dan berintegrasi
kedalam kromosom sel inang oleh enzim HIV yang
disebut integrase. Setelah sel menjadi aktif oleh
antigen atau sitokin, replikasi HIV mulai: DNA
polimerase mentranskripsi DNA virus ke m-RNA, dan
m-RNA diterjemahkan menjadi protein virus. Protein
ini berkumpul dibawah lapisan ganda dari sel inang,
membentuk nukleokapsid yang mengandung protein,
dan virus berkembang di sel. Setelah berkembang,
virus matang ketika enzim protease HIV memotong
polipeptida besar menjadi protein fungsional yang
lebih kecil. Tanpa proses ini, virus tidak dapat
menginfeksi sel-sel yang lain.
Selama tahap awal infeksi, sekitar 10 miliar virus dapat
diproduksi setiap hari. Sebagian besar sel-sel yang
mengandung virus ini akan lysis sebagai akibat dari
berkembangnya virion, dibunuh oleh T-limfosit
sitotoksik, atau mengalami apoptosis. Namun, virus
akan dilindungi dalam beberapa sel, yang bisa tinggal
secara dorman selama bertahun-tahun. Respon
kekebalan terhadap HIV Relatif efektif, tetapi tidak
dapat benar-benar membersihkan infeksi, dan pasien
memasuki tahap laten,tanpa gejala atau gejala ringan
yang berlangsung 5 sampai 15 tahun. Selama masa ini,
tingkat replikasi virus tinggi dapat dilihat pada
kelenjar getah bening. Pada akhirnya defisiensi imun
terjadi ketika tubuh mampu menambah sel T helper
pada tingkat yang sama dengan HIV yang
menghancurkan mereka.
①Saat ini, tujuan terapi adalah untuk
memaksimalkan dan menekan replikasi HIV lebih lama
untuk mempertahankan fungsi sistem kekebalan tubuh
dan mengurangi mordibilitas dan mortilitas. Sejak
replikasi HIV telah ditemukan di semua area tubuh,
penting untuk menggunakan terapi obat kuat yang
dapat mencapai konsentrasi yang memadai di semua
jaringan, termasuk bagian yang memiliki proteksi
seperti otak dan saluran kelamin.seperti otak dan
saluran kelamin
PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Diagnosis HIV dilakukan baik oleh enzim HIV positif
Linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau rapid test
(tes ini bisa positif begitu 3 sampai 6 minggu setelah
infeksi) dan kemudian dikonfirmasi oleh tes
konfirmasi positif, biasanya HIV Western blot (tabel
84-1).
Pasien yang akut terinfeksi HIV mungkin
asimtomatik atau hadir dengan tanda-tanda dan
gejala yang berhubungan dengan infeksi virus, seperti
demam, mialgia, limfadenopati, faringitis, atau ruam.
Secara bersama-sama, ini adalah "akutsindrom
retroviral. " Penyelenggara harus memperhatikan
kemungkinan infeksi HIV pada setiap pasien dengan
penemuan ini dan menyelidiki tentang resiko tinggi
seksual baru atau cara lain dari paparan. Faktor risiko
untuk infeksi HIV / AIDS meliputi: laki-laki yang
berhubungan seks dengan laki-laki, riwayat atau
penggunaan obat intravena saat ini (jarum atau
berbagi peralatan), hubungan seksual tanpa kondom
dengan individu yang berisiko tinggi, adanya penyakit
menular seksual lainnya (misalnya, Chlamydia
trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae), orang
dengan gangguan koagulasi / hemofilia,
dan
sebelumnya penerima produk darah. Jika pasien tidak
diidentifikasi selama infeksi akut, mereka kemudian
hadir dengan berbagai gejala nonspesifik seperti
mialgia, kelelahan, penurunan berat badan, sariawan,
atau gejala yang berhubungan dengan infeksi
oportunistik.
Diagnosis infeksi HIV dilakukan baik dengan
cara tes skrining awal serologis seperti ELISA atau
rapid test. Jika reaktif, dari uji konfirmasi dilakukan.
Western blot (WB) adalah Standar Terbaik tes
konfirmasi dan umumnya digunakan. WB dianggap
reaktif jika dua dari tiga besar WB dianggap reaktif jika
dua dari tiga gerombolan utama (p24, gp41, dan / atau
gp120 / 160) berubah warna. Tes ini reaktif jika ada
band virus yang terlihat. Jika tes ini tak tentu (satu
gerombolan yang terlihat), pasien diuji dalam 2 sampai
3 bulan. Hal ini kemungkinan besar jika baru-baru ini
(yaitu, kurang dari 3 sampai 6 minggu) infeksi telah
terjadi, dan antibodi HIV belum sepenuhnya
terbentuk. Dalam hal ini, konsentrasi plasma HIV RNA
(reverse transcriptase polymerase chain reaction [RTPCR]) harus dievaluasi. Pasien dengan infeksi akut
umumnya akan memiliki HIV Konsentrasi RNA lebih
besar dari
/ uL. Keparahan HIV ditentukan oleh
berikut: (1) jumlah limfosit CD4 + (Jumlah CD4) dan
persentase dan (2) HIV RNA (viral load). Persentase
CD4 diikuti karena jumlah absolut dapat berfluktuasi
dan tidak selalu menunjukkan perubahan dalam
kondisi pasien.
 Pneumonia
bakteri
(biasanya
Streptococcus
pneumoniae
niae,
Haemophilus
influenzae,
Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus
 Penyakit virus herves
Pasien dengan infeksi HIV akut dapat menunjukkan  Varicella zoster virus penyakit simplex
gejala yang disebut sebagai "sindrom retroviral akut."  Penyakit Bakteri enterik (paling sering Salmonella,
Campylobacter, dan Shigella)
Pasien dengan infeksi HIV kronis bisa datang dengan
gejala serupa, spesifik dan / atau infeksi oportunistik.
 Sifilis
 Barton ellosis
Sindrom Retrovial Akut
Sebagian besar pasien dapat menampilkan dengan Kurang dari 250 sel / mikroliter
demam, limfadenopati, faringitis, dan / atau ruam. Gejala  Coccidioidomycosis
lain termasuk:
 Pneumonia jiroveci (sebelumnya carini) pneumonia
 Myalgia atau arthralgia
(PCP)
 Diare
 Orofaringeal dan kandidiasis esofagus
 Sakit kepala
 Sarkoma Kaposi atau Penyakit virus herpes-8
 Mual dan muntah
 Hepatosplenomegali
Kurang dari 150 sel / mikroliter
 Berat badan
 Diseminata histoplasmosis
 Sariawan
 Gejala neurologis
(meningoencephalitis, aseptik Kurangdari 100 sel / mikroliter
meningitis, neuropati perifer, lumpuh wajah, atau  Kriptosporidiosis
gangguan kognitif atau psikosis)
 Mikrosporidiosis
Presentasi Klinis Pasien HIV
Infeksi Opportunistic
Tergantung pada beratnya imunosupresi (jumlah limfosit
CD4 + T), pasien mungkin hadir dengan infeksi
oportunistik berikut (dikelompokkan oleh CD4 + count):
 Penyakit Mycobacterium tuberculosis
kurang dari 50 sel / microliter
 Diseminata Mycobacterium avium penyakit kompleks
 Penyakit Cytomegalovirus
 Kriptokokosis, aspergillosis, dan Toxoplasma gondii
ensefaliti
TABEL 48-1. Tes HIV yang tersedia
Test
Tes Skrining Awal
Pengujian Enzymelinked immunosorbent
(ELISA)
Pengujian RNA HIV
Tes cepat (produk yang
saat ini disetujui FDA)
OraQuick ADVANCE
Tes antibodi Reveal
Rapid HIV-1
Uji HIV Uni-Gold
Recombigen
Tes Komfirmasi
Western blot (WB)
Pengujian
imunofluoresensi tidak
langsung (IFA)
Waktu Minimum Untuk
Deteksi Setelah Pajanan
Sampel Tes
Keterangan
3-6 minggu
plasma
Jika tidak reaktif, tidak ada pengujian lebih
lanjut diperlukan, kecuali adanya
dugaan
infeksi akut
Sampai 14 hari
Plasma
Memperoleh paparan risiko tinggi baru-baru ini,
jika pada awalnya negatif, ulangi pada bulan 1,
3, dan 6
Mendeteksi adanya antibodi HIV dalam beberapa menit dari penggunaan sampel
3-6 minggu
Seluruh
darah,
plasma
atau
caran mulut
Plasma
atau
serum
Seluruh
darah,
plasma
atau
serum
Mendeteksi adanya HIV-1 dan HIV-2
Plasma
Standar Terbaik tes konfirmasi
Sederhana
untuk
dilakukan,
membutuhkan
keahlian
menginterpretasikan hasil
3-6 minggu
3-6 minggu
3-6 minggu
3-6 minggu
plasma
PENGOBATAN
❶.Tujuan pengobatan adalah untuk memaksimal dan
menekan replikasi virus alam jangka waktu yang lama,
menghindari
perkembangan
resistensi
obat,
mengembalikan dan melestarikan fungsi kekebalan
tubuh, mencegah infeksi oportunistik, dan
meminimalkan efek samping obat. Penyembuhan HIV
tidak mungkin dengan terapi yang tersedia saat ini.
Sebaliknya, untuk menekan replikasi virus secara
maksimal (didefinisikan sebagai Konsentrasi HIV RNA
tidak terdeteksi oleh alat tes paling sensitif yang
tersedia) yang diinginkan. Setelah permulaan ARV
terapi, penurunan yang cepat untuk tidak
terdeteksinya RNA HIV di 16 untuk 24 minggu telah
terbukti menjadi prediktor dari peningkatan hasil
klinik membaik.
❷.Tingkat memelihara fungsi kekebalan tubuh juga
berkorelasi dengan penurunan replikasi virus, dan
diukur dengan jumlah CD4 T-sel. Tindakan CD4 adalah
prediktor terbaik dari pengembangan menjadi AIDS,
dan membantu memutuskan kapan untuk memulai
pengobatan. Pada CD4 + Jumlah T-sel 200 sel / mm3
dan lebih rendah, pasien memerlukan profilaksis obat
untuk infeksi oportunistik. tabel 84-2 Rincian endpoint
pemantauan pengobatan HIV dari HIV RNA dan jumlah
CD4 T-sel. Empat kelas obat yang tersedia untuk
mengobati infeksi HIV: nucleoside (NRTI) / nukleotida
Mendeteksi adanya HIV-1
Mendeteksi adanya HIV-1
tetapi
untuk
(NRTI) reverse transcriptase inhibitor, inhibitor
protease (PI), non nucleoside reverse transcriptase
inhibitor (NRTI), dan fusi inhibitor. ❸. saat ini,
Kombinasi terapi obat antiretroviral dengan tiga atau
lebih obat adalah standar perawatan, yang
meningkatkan daya tahan terhadap perlawanan virus
dan mengurangi potensi untuk terjadinya resistensi.
❹.Dua nucleoside (nukleotida) inhibitor revers
transcriptase dan baik inhibibitor nonnukleosid reverse
transcription atau inhibitor protese adalah rejimen
andalan terapi kombinasi. Pada akhir 1980-an, ketika
hanya AZT tersedia mencapai dan mempertahankan
penekanan virus selama lebih dari 4 bulan kurang
memungkinkan. Sebagai agen yang banyak tersedia
pada pertengahan 1990-an (terutama protease
inhibitor), HIV RNA ditekan untuk konsentrasi yang
tidak terdeteksi dan terpelihara selama jangka waktu
yang lama. Kombinasi saat ini direkomendasikan
rejimen penurunan RNA HIV menjadi kurang dari 50
salinan/mL pada 50% sampai 80% dari pasien dalam uji
klinis. Oleh karena itu monoterapi, atau penggunaan
dua NRTI saja, tidak ada pilihan pengobatan yang
lebih lama setiap saat selama infeksi HIV. Gambar 84-1
merinci mekanisme aksi dari kelas obat dalam siklus
hidup HIV.
TABEL 84-2. Monitoring Endpoints untuk CD4+, Jumlah T-Cell dan RNA HIV
ketika di
pantau
diagnosis
awal
setiap 3-6
bulan
secara klinis
CD4+ T-Cell Counts
mengapa
tujuan
menilai
perlunya ART
memulai
terapi pada
pasien yang
tepat.
menilai
perlunya untuk
OI
kemoprofilaksis
memulai
terapi bila
kurang dari
200 sel / mm
menerima ART:
memantau
keberhasilan
pengobatan.
Rata-rata
kenaikan 100150 sel / mm
per tahun.
tidak menerima
ART:
membutuhkan
penilaian
memulai terapi.
ketika di
pantau
diagnosis
awal
HIV RNA Konsentrasi
mengapa
tujuan
membangun dasar
dan menilai
kebutuhan untuk
ART
memulai terapi pada pasien
yang tepat.
2-8 minggu
setelah mulai
atau
mengubah
ART
penilaian awal
efektivitas rejimen
Penurunan setidaknya 1,0 log10
salinan / mL
2-3 bulan
setelah
memulai ART
menilai efektivitas
virologi jerimen
tidak terdeteksi
memulai
terapi di
penderita
yang tepat
menerima ART:
menilai ketahanan
dari RNA
suppression dengan
rejimen yang ada
terus berkurang dan / atau
konsisten rendah
menilai
kebutuhan OI
kemoprofilaksis
memulai
terapi bila
kurang dari
200 sel / mm
tidak menerima
ART: memantau
perubahan pada
RNA
memulai terapi pada pasien
yang tepat.
menilai
perlunya ART
memulai
terapi pada
pasien yang
tepat
menerima ART:
menilai apakah
peristiwa ini
disebabkan
kegagalan virologi
tidak menerima ART:
menilai kebutuhan
untuk memulai
terapi
Perubahan aturan pakai jika
diperlukan (obat atau dosis)
menilai
perlunya untuk
OI
kemoprofilaksis
memulai
terapi bila
kurang dari
200 sel / mm
pengadaan
klinis atau
penurunan
nilai CD + T-sel
Terapi awal pasien yang tidak
pantas
ART, antiretroviral therapy; HIV, human immunodeficiency virus; OI, opportunistic infection. (Adapted from the DHHS Guidelines
for the Use of Antiretroviral Agents in HIV-1-Infected Adults and Adolescents, April 7, 2005.)
Intervensi nonfarmakologis
Kepatuhan pasien adalah komponen kunci
dalam keberhasilan pengobatan. Terapi obat
diperlukan untuk seumur hidup, seperti virus mulai
bereplikasi pada tingkat yang tinggi bila obat
dihentikan. Terapi kombinasi HIV awalnya adalah
sangat kompleks untuk pasien, dengan dosis
beberapa harian, beragam batasan makanan, dan
beban akibat pil yang besar. Kemajuan dalam
penyerahan dan formulasi sekarang memungkinkan
dosis sekali-dua kali sehari dengan kurang dari enam
pil per hari. Baru-baru ini, kombinasi tenofovir +
emtricitabine + efavirenz disetujui sebagai satu pil,
sekali per hari rejimen (Atripla). Penggunaan dosis
rendah ritonavir untuk meningkatkan konsentrasi
protease inhibitor lain (dikenal sebagai perangkat
tambahan farmakokinetik atau "meningkatkan")
memungkinkan untuk dosis secara signifikan lebih
sedikit dan beban akibat pil lebih rendah.
Bagaimanapun, kemajuan ini tidak menggantikan
kebutuhan akan konseling untuk pasien oleh
seorang apoteker yang terlatih dan pendekatan
multidisiplin untuk meningkatkan kepatuhan
Memberitahu
semua pasien awal dan
berulang mengenai cara-cara untuk mencegah
penularan virus. Mencegah penyebaran virus
resisten sangat penting. Pasien yang menerima
terapi antiretroviral masih bisa menularkan virus
kepada pasangan seksual, dan untuk orang-orang
dimana mereka berbagi jarum atau peralatan obat
lainnya. Keberadaan kedua pasangan HIV-positif,
seks yang aman dan jarum praktek yang
mengurangi risiko superinfeksi dengan strain yang
berbeda dari HIV dan penularan penyakit menular
seksual lainnya. Pedoman umum untuk mencegah
penularan virus termasuk menggunakan kondom
dengan pelumas berbasis air untuk melakukan
hubungan vagina atau dubur, menggunakan
kondom tanpa pelumas atau gigi untuk seks oral,
dan tidak berbagi peralatan yang digunakan untuk
mempersiapkan, menyuntikkan, atau menghirup
obat.
Gizi dan konseling diet juga harus
dimasukkan dalam perawatan pasien HIV, seperti
gizi buruk mengarah kepada hasil yang lebih buruk
dan terapi komplikasi. Antiretrovial Terapi itu sendiri
memperkenalkan sejumlah pokok persoalan
mengenai gizi, termasuk interaksi obat dan
makanan, efek samping gastrointestinal yang dapat
mempengaruhi nafsu makan dan membatasi asupan
makanan, kelainan lipid, dan redistribusi lemak.
American
Diet
Association
saat
ini
merekomendasikan penilaian pasien terinfeksi HIV
untuk tingkat risiko gizi dan melibatkan ahli diet
terdaftar sebagai bagian dari tim klinis untuk
perawatan gizi yang optimal.
Farmakologis Terapi untuk Antiretroviral-Naif
Pasien
Kedua panel utama ahli menerbitkan
pedoman untuk pengobatan orang yang terinfeksi
HIV. Meskipun rekomendasi yang sangat mirip,
sedikit perbedaan memang ada antara Departemen
Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (DHHS)
Guidelines 2 dan International AIDS Society-USA
(IAS-USA) Rekomendasi Panel. 4 Pedoman DHHS
diperbarui setiap 6 bulan dan versi saat ini dan arsip
tersedia online di www.aidsinfo.nih.gov. Pedoman
IAS-USA yang terakhir diperbarui pada tahun 2006,
dan pada tahun 2004 sebelum revisi itu. Karena
penelitian intensif dan modifikasi konstan untuk
pendekatan terapi dalam pengobatan HIV, sebagian
besar algoritma pengobatan dan rekomendasi yang
disajikan di sini mengikuti informasi paling up-todate yang ditemukan dalam rekomendasi DHHS.
❷Penetapan kapan memulai terapi
antiretroviral sangat sulit. Rekomendasi didasarkan
pada hitungan T-sel CD4 + (yang memperkirakan
kelangsungan hidup bebas penyakit) dengan
pertimbangan diberikan ke HIV RNA (Tabel 84-3).
Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan
termasuk kesediaan pasien untuk memulai terapi
dan memelihara kepatuhan pengobatan, dan risiko
terhadap Keuntungan mengobati pasien tanpa
gejala. Setelah keputusan dibuat untuk memulai
pengobatan, rejimen yang dipilih berdasarkan pada
faktor-faktor spesifik pasien. ❹Semua rejimen
dianjurkan mengandung baik NNRTI atau PI dalam
kombinasi dengan dua NRTIs (atau NtRI). Rejimen
yang disukai adalah:
1. Efavirenz dan (AZT atau tenofovir) dan
(lamivudine atau emtricitabine)
2. Lopinavir / ritonavir atau atazanavir / ritonavir
atau fosamprenavir / ritonavir dan (AZT) atau
tenofovir dan (lamivudine atau emtricitabine)
Keputusan untuk memilih rejimen berbasis NNRTI
atau berbasis PI sebagai terapi awal didasarkan
pada banyak pasien dan dokter tertentu.
TABEL 84-3. Ringkasan Rekomendasi
Memulai Terapi Antiretroviral
Jumlah
CD4+ sel T
Apa saja
Kurang dari
200 sel /
mm3
201–350
cells/mm3
Lebih besar
dari 350 sel /
mm3
Kualifikasi
untuk
Rekomendasi
Penyakit
terdefinisi AIDS
yang infeksi HIV
parah
Asimtomatik
Memulai
pengoobatan
Asimtomatik
ditawarkan
pengobatan
Mungkin menawarkan
atau menunda
pengobatan
HIV RNA lebih
besar dari
100.000
eksemplar / mL
HIV RNA kurang
dari 100.000 HIV
RNA Kurang Dari
100.000
memulai pengobatan
Pengobatan ditunda
AIDS, acquired immune deficiency syndrome; HIV, human
immunodeficiency virus. (Adapted from the DHHS Guidelines
for the Use of Antiretroviral Agents in HIV-1 Infected Adults and
Adolescents, April 7, 2005.)
Rejimen yang mengandung NNRTI memiliki beban
pil yang rendah dan mungkin mengalami penurunan
kejadian efek samping jangka panjang (misalnya,
dislipidemia) dibandingkan dengan beberapa
rejimen berbasis PI. Namun, kelas ini juga memiliki
ambang yang rendah untuk resistensi obat (mutasi
K103N menyebabkan tingginya tingkat resistensi
silang antar kelas), dan kepatuhan pasien adalah
pertimbangan penting. Pada wanita hamil, atau
wanita dengan potensi untuk menjadi hamil,
rejimen berbasis PI lebih disukai karena
teratogenitas potensi efavirenz (kategori kehamilan
D). Jika seorang pasien yang berisiko untuk
mengidap virus resisten (yaitu, dari seseorang
saatini di terapi antiretroviral) genotip virus dapat
membantu dalam memilih rejimen obat yang paling
tepat.
Pada pasien yang tidak dapat mentolerir
diutamakan terapi lini pertama di atas, atau memiliki
alasan kuat untuk memilih agen yang berbeda,
terapi lini pertama berikut ini dianjurkan. Rejimen ini
cenderung lebih kompleks dan memiliki beban pil
yang lebih tinggi, tetapi mungkin diperlukan untuk
mengobati pasien tertentu:
1. Efavirenz dan (didanosine atau abacavir atau
stavudine) dan (lamivudine atau emtricitabine)
2. Nevirapine diganti mejadi efavirenz (karena
kejadian
yang
lebih
sering
terjadi
hepatotoksisitas, nevirapine hanya boleh
digunakan pada pasien dengan jumlah CD4 T-sel
rendah sampai sedang: kurang dari atau sama
dengan 250 sel / mm3 untuk wanita, kurang dari
atau sama dengan 400 sel / mm3 untuk laki-laki)
3. Atazanavir atau fosamprenavir atau nelfinavir
atau saquinavir / ritonavir, dan AZT atau
stavudine atau tenofovir atau abacavir atau
didanosine, dan lamivudine atau emtricitabine
4. Lopinavir / ritonavir, dan abacavir atau stavudine
atau tenofovir atau didanosine, dan lamivudine
atau emtricitabine
Terapi tiga jenis NRTI hanya disarankan bila first
line atau alternatif terapi lini pertama baik secara
rejimen NRTI berdasarkan atau berdasarkan PI tidak
dapat digunakan. Abacavir plus AZT ditambah
lamivudine adalah satu-satunya rejimen disetujui
oleh DHHS. Kombinasi terapi tiga nukleosid berikut
telah menunjukkan keberhasilan rendah atau
terbatas, dan harus dihindari: abacavir plus
tenofovir ditambah lamivudine (atau emtricitabine),
dan didanosin ditambah tenofovir plus lamivudine
(atau emtricitabine).
Terapi tidak dianjurkan untuk pengobatan awal
karena potensi rendah atau toksisitas yang
signifikan termasuk delavirdine, nevirapine pada
pasien dengan sedang atau tinggi jumlah CD4+ T-sel,
indinavir atau saquinavir digunakan tanpa ritonavir
("un dukung"), ritonavir digunakan tanpa inhibitor
protease lain, dan tenofovir plus didanosin dengan
NNRTI.
Obat-obatan
yang
tidak
boleh
dikombinasikan karena tumpang tindih toksisitas
meliputi: larutan oral amprenavir yang ditambah
larutan oral ritonavir, atazanavir ditambah indinavir
(karena peningkatan hiperbilirubinemia), dan
kombinasi didanosin, stavudine, dan zalcitabine.
Emtricitabine dan lamivudine tidak boleh
dikombinasikan karena struktur kimia mereka yang
mirip, dan antagonis dapat terjadi ketika lamivudine
dikombinasikan dengan zalcitabine, atau stavudine
dikombinasikan dengan AZT.
Terapi Farmakologis untuk AntiretroviralPasien Perpengalaman
❻Replikasi virus yang sedang berlangsung,
baik pada tingkat rendah saat menghadapi
konsentrasi obat yang memadai atau pada tingkat
yang lebih tinggi karena konsentrasi sistemik tidak
konsisten (atau konsentrasi rendah di bagian
tertentu misalnya, cairan kelamin laki-laki dan
perempuan, cairan serebrospinal, atau kelenjar getah
bening), akhirnya akan menyebabkan resistensi
terhadap obat yang diresepkan. Tidak ada
persetujuan umum waktu yang optimal untuk
mengubah terapi berdasarkan virologi dan
kegagalan imunologi (Tabel 84-4). Kegagalan
virologic didefinisikan sebagai RNA HIV lebih dari
400 salinan/ mL setelah Minggu 24, lebih dari 50
salinan/ mL setelah 48 minggu, atau RNA HIV
diulang lebih dari 400 salinan mL setelah
sebelumnya ditekan untuk kurang dari 400
salinan/mL. beberapa dokter mungkin mengubah
terapi dengan setiap berulang, terdeteksi viremia
(HIV RNA lebih dari 50 hingga 400 salinan/mL) ,
sedangkan yang lainnya akan mengatur ambang
batas acak dari 1.000 ke 1.500 eksemplar / mL.
Kegagalan imunologi didefinisikan sebagai memiliki
peningkatan kurang dari 25 sampai 50 sel / mm3
dalam CD4+ T limfosit atas dasar setelah 1 tahun
terapi, atau penurunan sel CD4+ dibawah
perhitungan dasar saat mengambil terapi
antiretroviral.
Pertimbangan pengobatan untuk pasien
mengalami antiretroviral jauh lebih kompleks
daripada untuk pasien yang naif untuk terapi.
Sebelum mengubah terapi, alasan kegagalan
pengobatan harus diidentifikasi. Sebuah tinjauan
komprehensif keparahan pasien penyakit, sejarah
pengobatan antiretroviral, kepatuhan terhadap
terapi, intoleransi atau toksisitas, terapi obat secara
bersamaan, komorbiditas, dan hasil tes resistansi
HIV saat ini dan masa lalu harus dilakukan. Jika
pasien gagal terapi karena ketidakpatuhan, alasan
yang mendasari harus ditentukan dan ditujukan
sebelum memulai terapi baru. Alasan untuk
ketidakpatuhan meliputi: masalah dengan akses
pengobatan, penyalahgunaan zat aktif, depresi dan
/ atau penolakan penyakit, dan kurangnya
pendidikan tentang pentingnya 100% kepatuhan
terhadap terapi.
TABEL 84-4. Pilihan Pengobatan Setelah Kegagalan
virologi dengan Regimen Awal
Rejimen awal
2 NRTIs + NNRTI
2 NRTI + PI
(dengan atau
tanpa ritonavir
takaran rendah)
3 NRTIs
Rekomendasi perubahan
2 NRTI (berdasarkan uji ketahanan)
+ PI (dengan atau tanpa ritonavir
takaran rendah)
2 NRTI (berdasarkan uji ketahanan)
+ NNRTI

2 NRTI (berdasarkan resistance
testing) + NNRTI atau PI


(dengan atau tanpa ritonavir
takaran rendah)
NNRTI + PI (dengan atau tanpa
ritonavir takaran rendah)
NRTI (berdasarkan tes
resistensi) + NNRTI + PI (dengan
atau tanpa ritonavir takaran
rendah)
NRTI, nucleoside reverse transcriptase inhibitor; NNRTI,
nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor; PI, protease
inhibitor. (Adapted from the DHHS Guidelines for the Use
of Antiretroviral Agents in HIV-1-Infected Adults and
Adolescents, April 7, 2005.)
Intoleransi obat atau racun dapat diatasi dengan
terapi untuk efek samping, bertukar obat
menyebabkan toksisitas dengan obat yang lain di
kelas yang sama, atau mengubah seluruh
rejimen. Farmakokinetik atau paparan obat sistemik
dapat dioptimalkan dengan memastikan penyerapa
nobat maksimal (minum obat dengan atau tanpa
makanan dapa tmenguba heksposur sampai 30%),
dan menghindari interaksi dengan resep bersamaan
atau obat-obatan yang beraksi panjang dan
suplemen makanan atau produk alami (misalnya,
antasida, St JohnsWort, dan bawang putih).
Ketika
penyebab
kegagalan
pengobatan
diidentifikasi, strategi yang tepat untuk terapi dapat
ditentukan.
Interaksi obat antara ARV dan antara ARV dan
obat bersamaan harus dievaluasi untuk setiap
pasien untuk menghindari pemahaman dan / atau
overexposure baik terapi. NNRTI dan PI
dimetabolismeolehenzim CYP450 daninduserdan /
atau penghambat system enzim ini. Selain itu,
beberapa aptiretrovirals adalah substrat, inhibitor,
dan / atau induser transporter
seperti Pglikoprotein, dan karena itu dapat menyebabkan
interaksi obat.
Informasi yang diberikan dalamTabel 84-5
menggambarkan potensi interaksi obat setiap
antiretroviral. Karena interaksi obat yang selalu
berubah dengan kelas obat ini, Pedoman DHHS
diperbarui secara teratur untuk Penggunaan
antiretroviral Agen HIV-l Terinfeksi Dewasa dan
Remaja merupakan sumber yang direkomendasikan
interaksi obat tertentu.
Tujuan terapi berbeda untuk pasien ARVberpengalaman yang telah membatasi paparan obat
(Mengembangkan resistansi terhadap rejimen ARV
pertama mereka) dibandingkan dengan mereka
dengan eksposur yang luas (Mengembangkan
resistansi terhadap rejimen ARV ketiga atau
keempat). Hal ini masuk akal untuk mengharapkan
penekanan virus secara maksimal pada mereka
dengan paparan obat terbatas.Namun, ini mungkin
tidak layak untuk pasien dengan dengan paparan
beberapa obat sebelumya.
Pada pasien mengalami antiretroviral, tujuan
yang
masuk
akal
adalah
hanya
untuk
mempertahankan fungsi kekebalan tubuh dan
mencegah perkembangan klinis.
Beberapa isu perlu dipertimbangkan dalam
memilih rejimen penyelamatan untuk infeksi HIV.
Mengetahui paparan obat sebelum dapat
membantu dalam mengidentifikasi obat mana yang
harus dihindari.Namun, tes resistansi HIV langsung
dapat mengidentifikasi resistensi dan pola
kerentanan strain virus utama. Karena HIV mungkin
rentan terhadap komponen rejimen antiretroviral
yang gagal, Tes resistansi harus digunakan ketika
memulai terapi pada pasien dengan infeksi HIV akut,
pada pasien dengan kegagalan virologi pada
rejimen ARV saat ini, atau dengan penekanan
suboptimal setelah memulai terapi ARV. Untuk
ketahanan pengujian akan berguna, maka pasien
harus memiliki RNA HIV dalam darah minimal 1.000
eksemplar / mL, dan harus saat menggunakan obat
antiretroviral mereka (atau berada dalam 4 minggu
penghentian ART).
Kedua jenis pengujian resistensi HIV secara,
genotipe dan fenotip. Genotipe melibatkan
mendeteksi mutasi dengan genetika sequencing
virus,
sementara phenotyping
menentukan
kemampuan virus untuk mereplikasi dihadapan
konsentrasi ARV. Genotipe lebih cepat dan lebih
murah daripada fenotip, tetapi hasil dalam daftar
mutasi yang mungkin lebih sulit untuk menafsirkan
daripada fenotif. membandingkan urutan virus
pasien untuk database genotipe dan obat pribadi.
Karena prediktabilitas dari virtual fenotipe
tergantung pada kkekuatan database dari mana
mereka berasal, beberapa dokter percaya utilitas
mereka terbatas. Sejumlah alat-alat webbased
tersedia untuk membantu dengan interpretasi dari
resistensi mutitations (misalnya Universitas
stanford HIV obat perlawanan database,) Namun,
ahli interprestation genotipe dan fenotipe laporan
direkomendasikan.
Prinsip-prinsip panduan tertentu harus
dipertimbangkan ketika merawat Pasien mengalami
ARV, dan pendapat ahli disarankan sebelum memilih
terapi. Seperti ARV pasien naif, tiga atau lebih obat
yang aktif harus diresepkan. Sejak resistansi silang
cukup besar dapat terjadi antara obat dalam kelas
antiretroviral, hanya menggunakan obat yang
pasien belum terkena mungkin tidak cukup.
Resistansi silang lengkap terjadi dalam kelas NRTI,
sedangkan NRTI dan PI memiliki pola resistensi
overlap bervariasi. Untuk alasan ini, tes resitensi HIV
adalah alat penting untuk memilih subequest terapi
yang
efektif.Faktor-faktor
berikut
yang
berhubungan dengan respon virologi superior: viral
load yang lebih rendah pada waktu terapi berubah,
dengan
menggunakan
kelas
baru
agen
antiretroviral, dan menggunakan PI ritonavir
ditingkatkan pada pasien yang sebelumnya terkena
PIs.16,17
Tabel 84-4 menyediakan pilihan perawatan
umum berdasarkan penggunaan obat sebelumnya.
Jika pasien gagal terapi dengan resistensi terhadap
obat hanya satu, satu atau dua agen aktif dapat
diganti untuk obat ini sementara tetap
mempertahankan obat yang tersisa di rejimen.Jika
pasien terapi dengan resistensi terhadap obat lebih
dari satu, memilih kelas antiretroviral dan/atau
menambahkan obat aktif baru. beberapa pasien
menanggapi terapi ARV, sehingga terdeteksi plasma
HIV RNA.
Nama obat generik
(singkatan) nama
dagang
Nukleosida (tide)
reverse Transcriptase
Inhibitors
Abacavir(ABC)
Ziagen®
Bentuk
sediaan
dosis yang
umum
diresepkan
Penyesuaian
Dosis
300 mg/tab
20 mg/ml
larutan oral
150 mg bid/
300 mgqday
Tidak ada
Didanosine (ddl)
-Videx EC®
Didanosine generik
-EC (dosis sama
sebagai VidexEC®)
125-,200-,250
400-mg cap
Lebih dari 60
kg
-400 mg qday
Kurang dari
60 kg
-250 mg qday
CrCl
(ml/menit) Lebih dari 60 kg Kurang dari 60kg
30-59
200 mg
125 mg
10-29
125 mg
100 mg
Kurang dr 10
125 mg
75 mg
Emtricitabine
-(FTC)
-EmtrivaTM
200 mg cap
1 mg/ml
Larutan oral
200 mg qday
240 mg
(24 ml)
larutan oral
qday
Lamvudine (3TC)
-Epivir®
150 mg dan
300 mg tab
atau 10 mg/ml
larutan oral
150 mg bid
atau 300 mg
qday
CrCl
(ml/menit)
Kapsul
Larutan
30-49
200 mg q48jam 120 mg q24jam
15-29
200 mg q72jam
80 mg q24jam
Kurang dr 15/HD200 mg q96jam
60 mg q24jam
(dosis setelah dialisis pada hari dialisis)
CrCl
(ml/menit)
Dosis
30-49
150 mg qday
15-29
150mg x 1, kemudian 100mg qday
5-14
150 mg x 1, kemudian 50 mg qday
Kurang dr 5/HD 50 mg x 1, kemudian 25 mg qday
(dosis setelah dialisis pada hari dialisis)
TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia
Makanan
Yang dilarang
Efek samping
yang signifikan
Potensi
Interaksi
Obat
Tidak ada
Alkohol
meningkatka
n ABC conc.
Menjadi 41%
Akibat fatal
Reaksi
hipersensitivitass
(ruam, demam,
malaise, mual,
muntah, sesak
napas, sakit
tenggorokan,
kehilangan nafsu
makan)
Alkohol
Dihidrogenas
e dan
glucuronyl
transfase,
82%
metabolit
dieksresi di
ginjal
Diberikan 30
menit
sebelum atau
sesudah
makan
(konsentrasi
menurun 55 %
dengan
makanan)
Pankreatitis,
pheriperal
neuropathy,
mual diare
Eksresi di
ginjal
Tidak ada
minimal
Eksresi di
ginjal
Tidak ada
minimal
Eksresi di
ginjal
Nama obat generik
(singkatan) nama
dagang
Stavudine (d4T)
-Zerit®
Bentuk
sediaan
15-,20-,30-,40mg kap
Atau 1mg/ml
untuk larutan
oral
dosis yang
umum
diresepkan
Lebih dari 60
kg : 40mg bid
Kurang dari
60 kg : 30 mg
bid
Tenofovir disoproxil
-fumarate (TDF)
-Viread®
300 mg tab
300 mg qday
Zalcitabine (ddC)
- Hivid®
(diantisipasi
penghentian
distribusi pada tahun
2006)
0.375-, 0.75-mg
tab
0.75 mg tid
Penyesuaian Dosis
CrCl
(ml/menit) Lebih dari 60 kg Kurang dari 60kg
26-50
20 mg q12 jam
15 mg q12jam
10-25/HD 20 mg q24jam
15 mg q24jam
(dosis setelah dialisis pada hari dialisis)
CrCl
(ml/menit)
Dosis
30-49
300 mg q48jam
10-29
300 mg dua kali seminggu
ESRD/HD
200 mg q7days
(dosis setelah dialisis pada hari dialisis)
CrCl
(ml/menit)
Dosis
10-40
0. 75 mg bid
Kurang dari 10
0.75 mg qday
(Tidak ada data pada hemodialysis)
TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia
(lanjutan)
Makanan
Yang dilarang
Efek samping yang
signifikan
Potensi
Interaksi
Obat
Tidak ada
Neuropati perifer,
lipodistrofi,
progresif cepat,
peningkatan
kelemahan
neuromuskular
(jarang),
pankreatitis,
asidosis laktat
dengan steatosis
hati (insiden yang
lebih tinggi dengan
d4T dibandingkan
dengan lainnya
NRTIs),
hiperlipidemia
Eksresi di
ginjal
Tidak ada
Asthenia, sakit
kepala,
diare, mual,
muntah, dan perut
kembung;
infusiensi ginjal
Neuropati
perifer;stomatitis,as
idosis laktat dengan
steatosis hati
(jarang namun
berpotensi
mengancam nyawa
toksisitas dengan
penggunaan NRTI);
pankreatitis
Eksresi di
ginjal
Tidak ada
Eksresi di
ginjal
Nama obat generik
(singkatan) nama
dagang
Zidovudine (AZT,
ZDV)
- Retrovir®
Bentuk
sediaan
100-mg caps,
300-mg tabs,
10 mg / mL
larutan
intravena,
10 mg / mL
larutan oral
dosis yang
umum
diresepkan
300 mg bid
Penyesuaian Dosis
Makanan
Yang dilarang
Efek samping yang
signifikan
100 mg tid pada gangguan ginjal berat atau HD
tidak ada
Penekanan sumsum
tulang :anemia
makrositik atau
neutropenia;
gastrointestinal.int
olerance, sakit
kepala, insomnia,
asthenia.
Potensi
Interaksi
Obat
Glucuronyl
transferase
dan ginjal
Zidovudine +
lamivudine (AZT/3TC)
- Combivir®
Abacavir + lamivudine
+ zidovudine
(ABC/3TC/ AZT)
- Trizivir®
Abacavir + lamivudine
(ABC/3TC)
- Epzicom®
AZT 300 mg +
3TC 150 mg tab
1 tablet bid
Jangan gunakan dengan CrCl kurang dari 50 mL / menit
tidak ada
Lihat efek samping
untuk AZT dan 3TC
Lihat AZT dan
3TC
ABC 300 mg +
3TC 150 mg +
AZT 300 mg
tab
ABC 600 mg +
3TC 300 mg
tab
1 tablet bid
Jangan gunakan dengan CrCl kurang dari 50 mL / menit
tidak ada
Lihat efek samping
untuk AZT, 3TC, dan
ABC
Lihat ABC
dan 3TC
1 tablet bid
Jangan gunakan dengan CrCl kurang dari 50 mL / menit
Tidak ada
Lihat efek samping
untuk 3TC, dan ABC
ihat ABC dan
3TC
Tenofovir +
emtricitabine ( TDF/
FTC)- TruvanaTM
TDF 300 mg +
FTC 200 mg
tab
1 tablet bid
CrCl
(ml/menit)
Dosis
30-491 tablet q48jam
Kurang dari 30tidak direkomendasikan
Lihat efek samping
untuk TDF, dan FTC
Lihat TDF dan
FTC
TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia
(lanjutan)
tidak ada
Nama obat generik
(singkatan) nama
dagang
NonnucleosideRevers
eTranscriptase
Inhibitors
Delavirdine (DLV)
- Rescriptor®
Efavirenz (EFV)
- Sustiva®
Bentuk
sediaan
dosis yang umum
diresepkan
Penyesuaian Dosis
Makanan
Yang
dilarang
Efek samping yang
signifikan
Potensi
Interaksi
Obat
100-, 200mg tabs
400 mg tid (tab
100mg dapat
tersebar di lebih dari
atau sama dengan 3
oz air untuk
menghasilkan
bubur); 200 mg tab
harus diberikan
secara keseluruhan;
dosis terpisah dari
buffer DDI atau
antasida oleh 1 jam
Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
gangguan hati
tidak ada
ruam; peningkatan
LFTs, sakit kepala
Dimetabolis
me oleh
sitokrom P450 (CYP);
Inhibitor
CYP3A; 51%
diekskresikan
dalam urin
(kurang dari
5% tidak
berubah);
44% dalam
kotoran.
50-, 100-,
200-mg
caps atau
600-mg
tabs
600 mg qday pada
atau sebelum tidur
Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
gangguan hati
Pada saat
perut
kosong
(tinggi
lemak /
kalori
makanan ↑
Cmax topi
39% dan
Cmax tab
79%
ruam; gejala sistem
saraf pusat (insomnia,
lekas marah, lesu,
pusing, mimpi hidup)
biasanya
menyelesaikan dalam 2
minggu; meningkat
LFT; Tes cannabinoid
positif palsu;
teratogenik pada
monyet
Dimetabolis
me oleh
CYP2B6 dan
CYP3A (3A
campuran
inducer /
inhibitor); 1434%diekskresi
kan dalam
urin
(metabolit
glucuronidat
ed, kurang
dari 1% tdk
berubah); 1661% dlm
kotoran
TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia
(lanjutan)
Nama obat generik
(singkatan) nama
dagang
Nevirapine (NVP)
-Viramune®
Tenofovir +
Emtricitabine +
Efavirenz
(TDF/FTC/EFV)
AtriplaTM
Bentuk
sediaan
200 mg tab
atau 50mg/5ml
suspensi oral
TDF 300 mg +
FTC 200 mg +
EFV 600 mg
dosis yang
umum
diresepkan
200 mg qday
untuk 14 hari,
kemudian 200
mg bid
1 tablet sekali
sehari
Penyesuaian Dosis
Makanan
Yang dilarang
Efek samping yang
signifikan
Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
gangguan hati
tidak ada
pembatasan
makanan
Ruam termasuk
sindrom StevensJohnson; hepatitis
gejala, termasuk
nekrosis hati yang
fatal
Jangan gunakan pada pasien dengan CrCl kurang dari
50 ml / menit
Tinggi lemak /
tinggi
makanan
kalori
meningkatka
n konsentrasi
plasma
puncak kapsul
EFV 39% dan
tablet EFV
oleh 79%; saat
perut kosong
Lihat efek samping
dari TDF, FTC, dan
EFV
TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia
(lanjutan)
Potensi
Interaksi
Obat
Dimetabolis
me oleh
CYP2B6 dan
CYP3A (3A
inducer); 80%
diekskresikan
dalam urin
(metabolit
glucuronidat
ed; kurang
dari 5% tidak
berubah); 10%
dalam
kotoran
Lihat TDF,
FTC, dan EFV
Nama obat generik
(singkatan) nama
dagang
Inhibitor Protease
Amprenavir (APV)
-Agenerase®
Bentuk
sediaan
5 mg/mL
larutan oral
dosis yang
umum
diresepkan
Bid 1.400 mg
(Catatan:
APVand RTV
larutan oral
seharusnya
tidak menjadi
co-dikelola
karena
persaingan
dari jalur
metabolisme
dari dua
kendaraan)
Penyesuaian Dosis
Larutan oral tidak dianjurkan pada pasien dengan
gagal hati lisan ginjal
TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia
(lanjutan)
Makanan
Yang dilarang
Efek samping yang
signifikan
Hindari
makanan
berlemak
tinggi (AUC ↓
21%?); dapat
diambil
dengan atau
tanpa
makanan
Intoleransi GI,
mual, muntah,
diare; ruam;
parestesia lisan;
hiperlipidemia; LFT
elevasi;
hiperglikemia;
maldistribution
lemak; mungkin
meningkat pasien
perdarahan
episodesin
hemofilia (Catatan:
lisan solusi
mengandung
propilen glikol;
kontraindikasi pada
wanita hamil, anakanak berusia kurang
dari 4 tahun,pasien
dengan hati atau
gagal ginjal, dan
pasien yang diobati
dengan disulfiram
atau
metronidazole)
Potensi
Interaksi
Obat
CYP3A4
inhibitor,
inducer, dan
substrat
Atazanavir (ATV)
Reyataz
TM
Darunavir (DRV)
PrezistaTM
100-, 150-, 200mg caps
400 mg qday
Jika diambil
dengan
tenofovir
efavirenzor
menggunaka
n berikut: ATV
300 mg qday
+ RTV 100 mg
qday
Child-Pugh class
Dosis
7-9
300 mg qday
Lebih dari 9
tidak direkomendasikan
Digunakan
bersama
makanan
(AUC ↑ 30%);
pH-sensitif
pembubaranmenghindari
antasida atau
penghambat
pompa
proton;
terpisah
histamin
blocker
dengan
mengambil 10
jam sebelum
ATV dan jika
dosis dua kali
sehari, dosis
kedua 2 jam
setelah ATV
Hiperbilirubinemia
tidak langsung;
Interval PR yang
berkepanjangan
(asymptomaticfirst derajat AV blok);
menggunakan
dengan hati-hati
pada pasien dengan
defek konduksi
mendasari atau
obat bersamaan
yang dapat
menyebabkan PR
perpanjangan;
hiperglikemia;
maldistribution
lemak; meningkat
episode perdarahan
pada pasien dengan
hemofilia
CYP3A4
inhibitor, dan
substrat ;
UGT1A1inhibit
or
300 mg tablet
DRV 600 mg+
RTV 100 mg
dua kali sehari
Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
gangguan hati
Harus
diberikan
bersama
dengan
makanan
Ruam kulit(memiliki
sulfonamideSteven
s Johnson &dua kali
eritema penurunan
harian multiforum
memilikilaporan);
diare,mual; sakit
kepala;hiperlipidemi
a;transaminase
elevasi;hiperglikemi
a;maldistribution
lemak; mungkin
meningkat episode
perdarahan pada
pasien dgn
hemofilia
CYP3A4 dan
substrat
TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia
(lanjutan)
Fosamprenavir (fAPV)
LexivaTM
700-mg tablet
ARV naif pts:
fAPV 1.400
mg bid atu
fAPV 700 mg+
RTV 100 mg
bid
PIexperienced
pts: fAPV
700mg + RTV
100 mg bid
Coadministrasi
w/EFV : fAPV
700mg + RTV
100 mg bid
atau fAPV
1400mg + RTV
300 mg qday
Child-pugh class
dosis
5-8
700 mg bid
9-12
Tidak direkomendasikan
Ritonavir tidak harus digunakan pada pasien
dengan gangguan hati
Tidak ada
Ruam kulit; diare,
mual dan muntah;
sakit kepala;
hiperlipidemia; LFT
elevasi;
hiperglikemia;
lemak
maldistribution;
meningkat episode
perdarahan pada
pasien
dengan hemofilia
Inhibitor
CYP3A4,
inducer,
dan
substrat
Indinavir (IDN)
Crixivan®
200-, 300,
400-mg kapsul
800 q8hours
mg; IDV 800
mg + RTV 100
bid; IDV 800
mg + RTV 200
mg bid
Ringan sampai sedang insufisiensi karena sirosis
hati: 600 q8hours
Untuk tidak
mendorong IDV:
Ambil 1 jam
sebelum atau 2
jam setelah
makan
makananberat,
atau bersamaan
dengan makan
rendah lemak,
Tidak ada
pembatasan
ketika digunakan
dgn RTV
Nefrolitiasis;
Intoleransi GI, mual;
tidak langsung
hiperbilirubinemai;
hiperlipidemia; sakit
kepala, asthenia,
penglihatan kabur,
pusing, ruam, rasa
logam,trombositop
enia,alopecia,hemol
itik
anemia;hiperglikem
ia;
maldistributionlema
k; meningkat
episode perdarahan
dipasien dgn
hemofilia
Inhibitor
CYP3A4
(kurang
dari RTV)
TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia
(lanjutan)
Lopinavir + ritonavir
(LPV/r)
-Kaletra®
LPV 200 mg+
RTV 50 mg
tablet, LPV
400 mg + RTV
100 mg/5mL
larutan oral
(mengandung
42%
alkohol)
2 tablet atau 5
mL 4 tablet
qday Dengan
EFV atau NVP: 3
tablet atau 6,7
mL
Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
kerusakan hati
Menggunakan
berasma dengan
makanan (AUC ↑
48-80%)
Nelfinavir (NFV)
-Viracept®
250-625-mg
tablet, 50
mg/g bubuk
oral
1250 mg bid
atau 750 mg tid
Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
kerusakan hati
Konsumsi
dengan
makanan atau
cemilan
Ritonavir (RTV)
-Norvir®
100-mg kapsul,
600 mg/7.5 mL
larutan
600 mg bid (bila
ritonavir
digunakan
sebagai PI
tunggal); 100200 mg / dosis
bila digunakan
sebagai penguat
farmakokinetik
Tidak ada penyesuaian dosis pada gangguan hati
ringan
Tidak ada data untuk moderat untuk kerusakan
parah dengan hati-hati
Konsumsi
dengan
makanan untuk
meningkatkan
tolerabilitas
TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia
(lanjutan)
Mual, muntah,
diare; asthenia;
hiperlipidemia; LFT
elevasi;
hiperglikemia;
lemak
maldistribution;
tawaran meningkat
pendarahan
episode pada
penderita hemofilia
Diare;
hiperlipidemi,hiperg
likemia; lemak dan
maldistribution;
meningkatperdarah
an di penderita
hemofilia;
Elevasi LFT
GI intoleransi, mual,
diare; parestesia;
hiperlipidemia;
hepatitis; asthenia;
rasa menggunakan
penyimpangan;
hiperglikemia;
maldistribution
lemak; meningkat
perdarahan pada
penderita hemofilia
Inhibitor
CYP3A4
dan
substrat
Inhibitor
CYP3A4
dan
substrat
CYP3A4
lebih
besar dari
2D6;
ampuh
(3A4
inhibitor)
Tablet Saquinavir dan
kapsul gel keras(SQV)
-Invirase®
200-mg kapsul
500-mg tablet
Unboosted SQV
tidak
direkomendasik
an Dengan
RTV:(RTV 100
mg + SQV 1.000
mg) dua kali /
hari
Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
kerusakan hati
Digunakan tidak
lebih dari 2 jam
dari makan
ketika diunakan
bersama ARV
Mual, diare; sakit
kepala; LFT elevasi;
hiperlipidemia
;hiperglikemia;
maldistribution
lemak; meningkat
perdarahan pada
penderita hemofilia
Inhibitor
CYP3A4 dan
substrat
Tipranavir (TPV)
-Aptivus®
250-mg kapsul
500 mg dua kali
setiap hari
dengan RTV200
mg dua kali
sehari
Kontraindikasi pada pasien dengan moderat
untuk insufisiensi hati
Digunkan
bersama dengan
makanan
TPV / RTV
dicampur
CYP inhibitor
/
Inducer; TPV
adalah
substrat
CYP3A4
Fusion Inhibitors
Enfuvirticle (T20)
FuzeonTM
Injeksi, dalam
bubuk
lyophilized
setiap
pengguan
botol tunggal
berisi 108 mg
enfuvirtide
akan
dilarutkan
dengan 1.1 ml
air steril untuk
injeksi untuk
pengiriman
sekitar 90 mg/1
ml
90 mg (1 ml)
subkutan dua
kali / hari
Tidak ada rekomendasi dosis
N/A
Hepatotoksisitas;
ruam kulit;
hiperlipidemia;
hiperglikemia;
maldistribution
lemak, mungkin
meningkat
pendarahan di
penderita hemofilia
Reaksi suntikan
lokal (nyeri,
eritema, indurasi,
nodul dan kista,
pruritus,
eachymosis) pada
kebanyakan pasien;
peningkatan tingkat
vial dari bakteri
pneumonia; kurang
dari 1%
reaksi
hipersensitivitas(ru
am, demam, mual,
muntah, menggigil,
kerasnya, hipotensi,
Katabolisme
asam amino,
dengan daur
ualng
berikutnya di
dalam tubuh
Atautransaminase
serum meningkat);
untuk tidak
rechallenge
AUC, area under the time-concentration curve; ARV, antiretroviral; AV, atrioventricular; Cmax, maximum concentration; CrCl, creatinine clearance; ESRD, end-stage renal disease; GI, gastrointestinal;
HD, hemodialysis; LFT, liver function test; NRTI, nucleoside reverse transcriptase inhibitor; UGT, uridine diphosphate-glucuronsyltransferase.
(Adapted from the DHHS Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in HIV-1-Infected Adults and Adolescents, October 12, 2006.)
Kedua jenis pengujian resistensi HIV secara,
genotipe dan fenotip. Genotipe melibatkan
mendeteksi mutasi dengan genetika sequencing virus,
sementara phenotyping menentukan kemampuan
virus untuk mereplikasi dihadapan konsentrasi ARV.
Genotipe lebih cepat dan lebih murah daripada
fenotip, tetapi hasil dalam daftar mutasi yang
mungkin lebih sulit untuk menafsirkan daripada
fenotif. membandingkan urutan virus pasien untuk
database genotipe dan obat pribadi. Karena
prediktabilitas dari virtual fenotipe tergantung pada
kkekuatan database dari mana mereka berasal,
beberapa dokter percaya utilitas mereka terbatas.
Sejumlah alat-alat webbased tersedia untuk
membantu dengan interpretasi dari resistensi
mutitations (misalnya Universitas stanford HIV obat
perlawanan database,) Namun, ahli interprestation
genotipe dan fenotipe laporan direkomendasikan.
Prinsip-prinsip panduan tertentu harus
dipertimbangkan ketika merawat Pasien mengalami
ARV, dan pendapat ahli disarankan sebelum memilih
terapi. Seperti ARV pasien naif, tiga atau lebih obat
yang aktif harus diresepkan. Sejak resistansi silang
cukup besar dapat terjadi antara obat dalam kelas
antiretroviral, hanya menggunakan obat yang pasien
belum terkena mungkin tidak cukup. Resistansi silang
lengkap terjadi dalam kelas NRTI, sedangkan NRTI dan
PI memiliki pola resistensi overlap bervariasi. Untuk
alasan ini, tes resitensi HIV adalah alat penting untuk
memilih subequest terapi yang efektif.Faktor-faktor
berikut yang berhubungan dengan respon virologi
superior: viral load yang lebih rendah pada waktu
terapi berubah, dengan menggunakan kelas baru
agen antiretroviral, dan menggunakan PI ritonavir
ditingkatkan pada pasien yang sebelumnya terkena
PIs.16,17
Tabel 84-4 menyediakan pilihan perawatan
umum berdasarkan penggunaan obat sebelumnya.
Jika pasien gagal terapi dengan resistensi terhadap
obat hanya satu, satu atau dua agen aktif dapat
diganti
untuk
obat
ini
sementara
tetap
mempertahankan obat yang tersisa di rejimen.Jika
pasien terapi dengan resistensi terhadap obat lebih
dari satu, memilih kelas antiretroviral dan/atau
menambahkan obat aktif baru. beberapa pasien
menanggapi terapi ARV, sehingga terdeteksi plasma
HIV RNA. Dalam kasus ini, intensifikasi terapi saat ini
dengan penambahan agen baru (seperti tenofovir)
atau pharmacokinetic dan peningkatan cureent PIberdasarkan rejimen dengan penambahan ritonavir,
mungkin mengakibatkan melengkapi respon. NRTIs
baru dipilih dari ketahanan. UF ini jika tidak tersedia,
asumsi harus dibuat bahwa resistensi memiliki
beberapa untuk semua NRTIs yang digunakan dalam
tegimen gagal.Secara umum HIV yang tahan sematamata untuk lamivudine dan/atau emtricitabine akan
rentan terhadap NRTIs lainnya. Jika HIV
mengembangkan resistensi semata-mata untuk
tenofovir, tht jika maybhave berkurang susceptibleto
AZT, stavudine, lamivudine, amtricitabine dan
abacavir. Salib perlawanan terjadi antara AZT dan
stavudine.
Jika seorang pasien muncul kegagalan rejimen
ARV tanpa terdeteksi resistensi HIV, kepatuhan harus
diselidiki, dan kecukupan konsentrasi HIV RNA plasma
dalam sampel resistensi dikonfirmasi. Pilihan meliputi
melanjutkan rejimen saat ini atau memulai rejimen
baru dan mengulangi tes resistensi 2-4 minggu setelah
kepatuhan diverifikasi. makin banyak pasien HIV
memiliki ketahanan yang luas, sehingga rejimen
antiretroviral tidak dapat dirancang untuk virus yang
sepenuhnya rentan. Untuk pasien ini, melanjutkan
rejimen saat ini mungkin bermanfaat karena virus
yang resistan terhadap obat mungkin memiliki
strategi capacity.Other replikasi dikompromikan dapat
dipertimbangkan untuk jenis pasien, termasuk
farmakokinetik
tambahan
dengan
ritonavir,
pengobatan ulang dengan ARV sebelumnya,
pengobatan dengan rejimen multi-obat (empat atau
lebih obat antiretroviral), dan penggunaan agen baru
melalui program perluasan akses atau uji klinis.
Pertimbangan pengobatan dengan Populasi Khusus
Diagnosis Infeksi HIV Akut dari infeksi HIV akut
sulit, karena banyak pasien tidak menunjukkan gejala,
atau memiliki gejala klinis spesifik mirip dengan infeksi
pernafasan umum lainnya. Jika infeksi HIV akut
dicurigai, tes antibodi dan plasma konsentrasi HIV HIV
RNA harus diperoleh. Sebuah diagnosis yang jelas
dibuat ketika tes antibodi HIV negatif dan konsentrasi
plasma HIV RNA yang tinggi. Terdapat hasil yang data
yang terbatas untuk mengobati pasien dengan infeksi
akut. Pengobatan infeksi akut dapat menurunkan
tingkat keparahan penyakit akut dan menurunkan set
point virus; ini dapat menurunkan tingkat
perkembangan dan mengurangi tingkat penularan
virus. 18-22 Keterbatasan termasuk peningkatan risiko
toksisitas kronis yang ditimbulkan obat dan
pengembangan resistensi virus.
Pasien remaja Akibat dari modus yang serupa
penularan HIV, remaja terinfeksi setelah pubertas
dirawat dengan pertimbangan yang sama seperti
orang dewasa. Dalam golongan ini, dosis obat
antiretroviral tidak harus didasarkan pada usia, tetapi
pada tahap Tanner (yang menganggap primer
eksternal dan karakteristik seksual sekunder). Remaja
di pubertas dini harus tertutup sesuai dengan
pedoman pediatrik, sedangkan pada akhir pubertas
harus tertutup sebagai orang dewasa. Selama ledakan
pertumbuhan, remaja harus dipantau secara ketat
untuk khasiat obat dan toksisitas, karena perubahan
yang cepat dalam berat badan dapat menyebabkan
konsentrasi obat diubah. Kepatuhan adalah perhatian
pada populasi ini karena penolakan penyakit,
kesalahan informasi, ketidakpercayaan profesional
perawatan kesehatan, harga diri yang rendah, dan
kurangnya keluarga dan / atau dukungan sosial. Selain
itu, pasien asimtomatik usia ini akan lebih sulit untuk
mematuhi terapi ketika merasa baik.
Pada anak Pasien Ada pertimbangan yang
khusus dalam pengobatan anak yang terinfeksi HIV.
Ada pedoman pengobatan khusus, namun tinjauan
menyeluruh adalah di luar lingkup bab ini. Kebanyakan
anak-anak memperoleh infeksi HIV melalui penularan
perinatal baik di dalam rahim, intrapartum, dan
postpartum melalui menyusui, meskipun intervensi
antiretroviral telah secara drastis mengurangi tingkat
penularan. Terapi antiretroviral terbatas pada pasien
anak, karena beberapa obat tidak memiliki
rekomendasi dosis untuk golongan ini, atau tidak
tersedia dalam formulasi yang dapat dengan mudah
diberikan kepada anak-anak. Selain itu, paparan obat
dapat berubah secara drastis selama ontogeni akibat
aktivitas enzim metabolisme obat dan transporter
obat diubah.
Tantangan dari pengoobatan adalah dalam
penyalahgunaan
obat-obatan
terlarang
yang
termasuk comorbiditis ( seperti infeksi hepatitis),
akses pelayanan yang terbatas, kepatuhan terapi yang
tidak memadai, efek samping dan toksisitas dan
kebutuhan akan pengobatan untuk penyalahgunaan
zat yang dapat menyebabkan obat interaksi. banyak
obat yang disalah gunakan memiliki potensi untuk
berinteraksi dengan obat antiretroviral, dan sejumlah
dokumen kasus yang telah dilaporan overdosis obat
terjadi bila dikombinasikan dengan terapi protease
inhibitor. Dalam golongan ini, tanpa ada kontrol
kecanduan, kepatuhan yang sangat kurang optimal
dan kegagalan pengobatan umum. Kebanyakan
inhibitor protease dan non nucleoside reverse
transcriptase inhibitors menurunkan konsentrasi
metadon hingga 50%. Karena hal ini dapat
mengakibatkan berkembangnya gejala penarikan,
pasien harus dimonitor selama 4 sampai 8 minggu
setelah mulai ART. Gejala penarikan dapat diatasi
dengan peningkatan dosis metadon dari 5 sampai 10
mg.Although ada data yang lebih sedikit, konsentrasi
buprenorfin dapat sama terpengaruh, dan karena itu
obat ini memerlukan pemantauan ketat.
Kehamilan
dan
perempuan
potensi
reproduksi, tujuan antiretroviral bagi wanita usia
reproduksi dan ibu hamil adalah sama seperti untuk
pasien dewasa lainnya. Pedoman khusus untuk HIV.
Direkomendasikan terapi pada kehamilan meliputi
AZT, lamivudine, nelfinavir, lopinavir / ritonavir, dan
jika CD4 + count kurang thn 250 sel / mm3 nevirapine.
obat yang harus dihindari termasuk efavirenz (karena
potensi teratogenik) kombinasi ddI dan stavudine
(karena tingginya insiden asidosis laktat), nevirapine
pada pasien dengan jumlah CD4 yang lebih besar yang
250 sel / mm3(Karena peningkatan risiko
hepatotoksisitas) dan formulasi cair dari amprenavir
(karena konsentrasi tinggi dari propilen glikol) tujuan
terapi adalah untuk mengurangi palsma RNA HIV di
bawah 1.000 copies / ml dan mencegah penularan HIV
ibu ke anak. Data pada farmakokinetik antiretroviral
pada kehamilan, dan dosis standar obat antiretroviral
saat ini dianjurkan pada HIV RNA dan CD4
pemantauan pada trimester kehamilan.
Wanita hamil bila di resepkan efavirenz harus diberi
konseling tentang efek yang berpotensi teratogenik
dan pentingnya pengendalian kelahiran. Selain itu
nevirapine, Nelfinavir, ritonavir, lopinavir / ritonavir
dan tipranavir / ritonavir telah terbukti menurunkan
konsentrasi estrogen dan progestin dalam
kontrasepsi oral yang dapat menyebabkan kegagalan
bagi pasien yang telah di resepkan pada obat ini
sebagai bentuk kontrasepsi yang lebih disukai untuk
mencegah terjadi nya kehamilan.alternatif yang
aman, karena tidak mempengaruhi nelfinavir,
efavirenz, atau konsentrasi nevirapine; Meskipun
efek terapi antiretrovial pada konsentrasi
medroxyprogesterone tidak diperiksa, tidak ada
bukti ovulasi telah dilihat pada wanita pada
kombinasi ini.
Hepatitis B Co-infeksi pasien co-infeksi
terinfeksi HIV dengan vius heptitis B (hbv) mempunyai
konsentrasi DNA yang lebih tinggi dan antigen awal
hepatitis B (HbeAg) dan tingkat yang lebih tinggi
terkait HBV penyakit hati. Terapi untuk HBV harus
ditawarkan kepada pasien yang HBeAg-positif, atau
memiliki HBV DNA lebih besar dari 105 salian / mL dan
memiliki baik serologi hati (SGPT) lebih besar dari 2
kali batas atas bukti normal atau histologis penyakit
sedang atau fibrosis.Pilihan meliputi interferon alfa 2a
atau 2b dan nucleoside / pasang analog. Analog
nukleosida / pasang yang mengobati HBV tetapi tidak
HIV adefovir dan entecavir. Analog nukleosida /
pasang yang mengobati HBV dan HIV adalah
lamivudine, emtricitabine, dan tenofovir. Agen-agen
yang terakhir harus dipertimbangkan ketika
mengobati infeksi HIV pada pasien koinfeksi HBV.
Hepatitis C Co-Infeksi Pasien co-infeksi dengan
virus hepatitis C (HCV) dan HIV memiliki kenaikan tiga
kali lipat dalam tingkat sirosis dibandingkan dengan
HCV saja. Terapi untuk HCV dianggap pada pasien
dengan HCV terdeteksi plasma RNA dan biopsi hati
menunjukkan bridging atau fibrosis portal. Pasien
dengan HCV genotipe 2 dan 3 (dan jumlah CD4 lebih
besar dari 200 sel / mm3) diobati dengan interferon
pegilasi plus ribavirin memiliki respon virus
berkelanjutan baik pada 48 minggu (60% sampai 70%)
dibandingkan dengan mereka dengan genotipe HCV 1
(15% ke 28%).Pedoman pengobatan komprehensif
untuk HIV / HCV pasien yang tersedia. Pertimbangan
yang penting dibahas dalam pedoman ini antaralain
untuk menghindari kombinasi ribavirin dengan
didanosin (karena peningkatan risiko Pankreatitis dan
/ atau asidosis laktat), dan ribavirin dengan zidovudin
(karena peningkatan risiko anemia). Faktor
pertumbuhan mungkin diperlukan untuk mengobati
neutropenia dari interferon dan ribavirin anemia dari.
ARV seperti nevirapine, efavirenz, dan tipranavir yang
hepatotoksik dan dalam kebanyakan kasus harus
dihindari Pasien yang terinfeksi HIV/HCV.
HASIL EVALUASI
❶ keberhasilan terapi antiretroviral diukur
dengan tingkat yang terapi (1) mengembalikan
dan menjaga imunologi berfungsi, (2) maksimal
durably menekan HIV RNA, (3) meningkatkan
kualitas hidup dan (4) mengurangi berhubungan
morbiditas dan mortality. ❷The hasil utama
parameter adalah jumlah CD4 + limfosit mutlak
jumlah dan persentase, dan plasma HIV RNA.
Respon imunologi memadai pada pasien
antiretroviral-naif terdiri dari peningkatan jumlah
CD4 + jumlah sel yang rata-rata 100-150 sel/mm3
per tahun (dengan respon yang cepat dalam 3
bulan pertama), dan penurunan 1 masuk dalam
HIV RNA oleh 2 sampai 8 minggu setelah memulai
pengobatan, diikuti dengan konsentrasi kurang
dari 50 salinan mL oleh 12 sampai 16 minggu (jika
HIV RNA kurang dari 100.000/μL) atau oleh 16-24
Minggu (jika lebih dari 100.000/μL HIV RNA). HIV
RNA dan menghitung jumlah CD4 dipantau
umumnya setiap 3-6 bulan. Pada pasien yang
sangat berpengalaman pengobatan, memadai
respon imunologi mungkin stabil atau sedikit
peningkatan jumlah CD4 T-sel, dan RNA HIV stabil
untuk mencegah perkembangan klinis.
❺Currently, pengobatan infeksi HIV seumur
hidup.
Pengobatan
gangguan
mungkin
diperlukan karena toksisitas obat atau penyakit
yang menghalang administrasi terapi oral.
Kadang-kadang, pasien mungkin mengalami
pengobatan kelelahan dan dapat memanfaatkan
penghentian
sementara
mereka
terapi
antiretroviral. Durasi ini "holiday" tergantung
pada pasien HIV RNA dan jumlah CD4 + hitungan
sebelum inisiasi rejimen ARV yang pertama
mereka.
Studi Kasus Pasien, Bagin 1
Seorang pria berusia 46 tahun dengan riwayat hipertensi
dan gastroesophageal refluks penyakit datang ke klinik
mengeluh peningkatan kelelahan, sesak napas dan
batuk. Ia telah melihat perasaan lelah lebih mudah untuk
3 bulan terakhir, tetapi kesulitan bernapas dan batuk
muncul 2 minggu lalu. Setelah diinterogasi dia lebih
lanjut, ia mengatakan telah berhubungan seks dengan
pria, tetapi dia telah memiliki pasangan seksual sama
selama 8 tahun. Mereka tidak menggunakan kondom. Ia
juga mengatakan bahwa dia Merokok sekitar 1 bungkus
cigarette per hari.
1. Informasi apa sugestif dari HIV/AIDS?
2. Apa faktor risiko hadir untuk memiliki
HIV/AIDS?
3. Informasi tambahan apa yang perlu Andaketahui
sebelum membuat rencana pengobatan untuk pasien
ini?
Part 2
sejarah medis, pemeriksaan fisik, dan tes diagnostik
Meds
Hydrochlorothiazide 25 mg PO sekali sehari Famotidine
20 mg PO dua kali sehari
Labs
natrium 135 mEq/L (135 mmol/L), kalium 3.6 mEq/L (3,6
mmol/L), klorida 100 mEq/L (100 mmol/L), bikarbonat 24
mEq/L (24 mmol/L), darah urea nitrogen 14 mg/dL (5
mmol/L), kreatinin 1,0 mg/dL (88.4 μmol/L), WBC 5.2 ×
103/mm3, hemoglobin 11.5 g/dL, hematokrit 34. 1%,
trombosit 151.000/mm3, neutrofil 58%, band 9%, limfosit
32%, monosit 1%, eosinofil 0%, basofil 0%, sel-sel CD4
150/mm3.
ROS
(+) berat badan, nafsu makan berkurang, sesak napas
dan batuk; nyeri dada (-), mual, muntah, diare.
PE
VS: tekanan darah 144/84 mm Hg, pulsa 100 bpm, laju
pernafasan 22/menit, suhu 38.3° C (100.9° F) HEENT:
sariawan ringan di lidah CV: RRR normal S1, S2; tidak
bergumam, menggosok, melarikan kudanya Abd:
PMH
Hipertensi selama 5 tahun; itu sering tidak baik lembut, nontender, nondistended; (+) usus suara, tidak
dikendalikan karena miskin pasien kepatuhan ada hepatosplenomegaly
Gastroesophageal reflux disease (GERD), saat ini Rectal: ditangguhkan
dikendalikan pada histamin antagonis sejarah hepatitis B
HIV ELISA: Tertunda
Cest x-ray: menyebar interstisial infiltrat secara bilateral
FH
1. Diberikan informasi tambahan ini, Apakah
ayah meninggal karena serangan jantung pada usia 68
penilaian kondisi pasien Anda?
tahun; Ibu masih hidup dengan sejarah diabetes
2. Apa tes laboratorium lainnya yang akan Anda
sarankan?
SH
3. Mengidentifikasi tujuan pengobatan bagi pasien.
bekerja sebagai sopir truk; Laporan jauh sejarah
4. Apa nonpharmacologic dan farmakologis
penggunaan narkoba suntikan di 20-an; minuman alkohol
alternatif tersedia untuk pasien?
kadang-kadang
sebelum terapi mempertahankan status mereka
imunologi untuk periode yang lebih lama dari
waktu dibandingkan dengan orang-orang yang
mulai terapi dengan penyakit lanjut. Pada
akhirnya, terapi antiretroviral akan perlu untuk
menjadi reinstituted. Setiap pasien harus memiliki
rencana untuk menilai efektivitas terapi
antiretroviral setelah inisiasi. Pada setiap
kunjungan klinik pasien harus dievaluasi untuk
Pasien dengan tinggi jumlah CD4 + menghitung
dan
lebih
rendah
beban
virus
kehadiran reaksi merugikan obat, alergi obat,
obat kepatuhan dan interaksi obat yang
potensial. ❽ Art memiliki classassociated dan
efek samping obat khusus (Lihat tabel 84-5). Jika
pasien mengalami salah satu efek yang serius,
mengancam
hidup
(tabel
84-6),
agen
menyinggung harus dihentikan segera, dan dalam
kebanyakan kasus pasien tidak rechallenged.
Potensi komplikasi jangka panjang yang dapat
mengurangi kualitas hidup yang tercantum di
tabel 84-7. Untuk obat-obatan dengan
kemungkinan tinggi intolerability (seperti
nelfinavirassociated
diare),
pasien
harus
menasihati untuk mengantisipasi efek dan
memiliki seiring resep tersedia untuk preventif
manajemen (seperti agen antidiarrheal), Pasien
harus memiliki tindak lanjut dalam minggu
pertama setelah memulai rejimen obat baru. Jika
pasien tidak mentolerir obat meskipun semua
upaya yang bertentangan, mempertimbangkan
mengubah obat.
TABLE 84–6. Efek Merugikan yang Serius dan Manajemen
Efek
merugikan
obat
Hepatotoksisitas NVP
NNRTIs lain
Pls dan NRTIs
tanda dan gejala
faktor resiko
Pencegahan/
Monitoring
Serangan
Hingga 18minggu
setelahInisiasi
Gejala
seranganmendadakgejala
sakit perut, sakit kuning,
seperti flu, sakit perut,
sakit
kuning,demam±ruam
1.PeningkatanCD4+pada
hitunganinisiasi
2. Perempuan
3. Peningkatan dasar 3
bulanAST / ALT
4. Setiap penyakit hati5.
Tinggi NVP conc
AST / ALT ⇒
setiap 2
minggu untuk
bulan
pertama,
bulan selama
3 bulan, maka
setiap 3 bulan
D / C ARV; D / C
semua agen
hepatotoksik;
menyingkirkan
penyebab lain; tidak
melakukan dengan
rechallenge NVP
NNRTI-60% dalam 12
minggu pertama PIminggu ke bulan NRTIbulan untuk tahun
gejala
NNRTI-asimtomatik
untuk gejala spesifik,
seperti anoreksia, oss
berat badan, atau
kelelahan PI-umumnya
asimtomatik, beberapa
dengan anoreksia,
penurunan berat badan,
sakit kuning NRTI-AZT,
ddI, d4T dapat
menyebabkan
hepatotoksisitas terkait
dengan
asidosis laktat; 3TC, FTC,
atau
TDF dapat menyebabkan
HPV flare
1. HBV atau HCV
2. Alkoholisme
3. obat hepatotoksik
bersamaan
Memonitor
LFT
setidaknya
setiap 3-4
bulan
Menyingkirkan
penyebab lain;
untuk pasien
bergejala: DC semua
ARV dan agen
berpotensi
hepatotoksik
lainnya; setelah
gejala dan LFT
menormalkan, mulai
rejimen
antiretroviral baru
(tanpa agen
menyinggung
potensi); untuk
pasien tanpa gejala:
Jika ALT, lebih besar
dari 5-10x ULN,
dapat
mempertimbangkan
D / C ARV atau
melanjutkan dekat
setelah gejala dan
LFT menormalkan,
pengelolaan
mulai antiretroviral
baru anoreksia,
rejimen berat (tanpa
agen menyinggung
potensi)
Asidosis laktat /
hati steatosis +/
pankreatitis
NRTI(ESP.d4T,ddl,ZDV) Permulaan
Bulan sesudah inhalasi
Gejala
Mual nonspesifik
gastrointestinal,
anoreksia, sakit perut,
muntah, penurunan
berat badan, kelelahan)
nilai-nilai laboratorium: ↑
laktat, ↓ pH arteri, ↓
serum bikarbonat, ↑ AST /
ALT, ↑ ↑ PT Tbili, ↑
amilase / lipase (dengan
pankreatitis)
1. d4t + ddl
2. wanita
3. obesitas
4. hamil
5. dll + hidroksiurea
atau ribavirin
Tidak ada
kecuali gejala
hadir
konsentrasi
laktat
⇒Consider
pada pasien
dengan ↓
serum
bikarbonat
atau ↑ anion
gap
D / C semua ARV;
dukungan gejala
dengan cairan;
beberapa pasien
memerlukan IV
bikarbonat,
hemodialisis nutrisi
parenteral, atau
ventilasi mekanis;
sekali sindrom
menyelesaikan,
pertimbangkan
untuk menggunakan
NRTI dengan ↓
mitokondria
kelelahan) toksisitas
(ABC, TDF, 3TC, atau
FTC); Monitor
Nilai laboratorium: ↑
laktat, ↓ laktat
setelah restart NRTI;
beberapa
pH arteri, dokter
serum ↓
menggunakan
rejimen tanpa NRTI
Sindrom
StevensJohnson/
nekrolisis
epidermal toksik
NVP lebih besar dari
EFV,DLV;juga APV,fAPV,ABC,ZDV,ddl,IDV,
LPV/r,ATV
NVP-perempuan, hitam,
Asia, Hispanik
Gunakan 2
minggu
memimpin
dalam ⇒200
hari mg, maka
D / C semua ARV
serta penyebab
lainnya yang
mungkin; dukungan
gejala agresif; tidak
Permulaan
mulai hari pertama
sampai minggu sesudah
terapi
Gejala
Erupsi kulit dengan
mukosa ulserasi; demam,
takikardia malaise,
mialgia, artralgia
tawaran 200
mg Hindari
penggunaan
kortikosteroid
selama dosis
eskalasimungkin ↑
kejadian ruam
rechallenge pasien
dengan agen
menyinggung; jika
disebabkan oleh
NVP menghindari
kelas NNRTI, jika
mungkin
TABLE 84–6. Serious Adverse Effects and Management (continued)
Efek
merugikan
obat
Hipersensiti
vitas reaksi
(HSR)
ABC
Episode
pendarahan
Pls
Sumsum
tulang
ZDV
Tanda dan
gejala
permulaan
Median = 9 hari;
90% dalam
waktu 6
minggu
pertama
gejala
Onset akut
gejala (paling
sering ke
setidaknya):
demam tinggi,
ruam menyebar
kulit, malaise,
mual, sakit
kepala, mialgia,
menggigil,
diare, muntah,
sakit perut,
dyspnea,
arthralgia,
gejala
pernapasan
permulaan
Beberapa
minggu
gejala
↑
kecenderungan
spontan
perdarahan (di
sendi, otot,
jaringan lunak,
dan hematuria)
permulaan
Beberapa
Factor resiko
1. HLA-B *
5701, HLA
DR7, HLA-DQ3
2.
Antiretroviralnaif
pasien
3. kejadian
Tinggi
dengan 600
mg qday
dibandingkan
dengan
tawaran dosis
Pencegahan/monitoring
Mendidik pasien tentang
tanda-tanda dan gejala
dari HSR dan kebutuhan
laporan yang cepat
pengelolaan
D / C ABC dan ARV lain; menyingkirkan penyebab
lain dari gejala, yang paling tanda dan gejala
menyelesaikan 48 jam setelah ABC / DC; tidak
rechallenge dengan ABC setelah diduga HSR
Penggunaan
Pertimbangkan untuk
PI pada pasien menggunakan rejimen
hemofilia
berbasis NNRTI
TPV dan
antikoagulan
(risiko
perdarahan
intrakranial)
Mungkin memerlukan peningkatan penggunaan
produk faktor VIII
1. Advanced
HIV
Beralih keNRTIlain; D/Cbersamaanpenekansumsum
tulang, jika mungkin; untukanemia:
Hindari pada pasien dengan
risiko tinggi untuk penekanan
penekanan
minggu ke
bulan
gejala
Kelelahan,
risiko infeksi
bakteri ↑ karena
neutropenia;
anemia,
neutropenia
Nefrolitiasis
/ urolitiasis /
kristaluria
IDV
nefrotoksisit
as
IDV
berpo
tensial
TDF
permulaan
Setiap saat
setelah mulai
terapi,
terutama jika ↓
asupan cairan
gejala Nyeri
pinggang dan /
atau sakit
perut, disuria,
frekuensi;
piuria,
hematuria,
crystallauria;
jarang, ↑
kreatinin serum
dan gagal ginjal
akut
permulaan
IDV-bulan
setelah terapi
TDF-minggu ke
bulan setelah
terapi
gejala
2. dosis AZT
Tinggi
3. anemia
yang sudah
ada
sebelumnya
atau
neutropenia
4. Seiring
penggunaan
penekan
sumsum
tulang
1. Sejarah
nefrolitiasis
2. Pasien
dapat
mempertahan
kan asupan
cairan yang
cukup
Konsentrasi
IDV 3. puncak
Tinggi
4. ↑ Durasi
paparan
sumsum tulang; menghindari
agen menekan lainnya;
memonitor CBC dengan
diferensial setidaknya setiap
3 bulan
Mengidentifikasidan mengobatipenyebab lain;
mempertimbangkanpengobatanerythropoietinatau
transfusi darah,
jika diindikasikan; untukneutropenia:
Mengidentifikasidan mengobatipenyebab lain;
mempertimbangkanpengobatanfilgrastim, jika
diindikasikan
Minum setidaknya 1,5-2 L
cairan non-berkafein per hari;
↑ asupan cairan pada tanda
pertama dari gelap urin;
memonitor urine dan
kreatinin serum setiap 3-6
bulan
Peningkatan hidrasi; kontrol nyeri; dapat
mempertimbangkan beralih ke agen alternatif;
penempatan stent mungkin diperlukan
1. Riwayat
penyakit ginjal
2. Seiring
penggunaan
obat
nefrotoksik
Hindari penggunaan obat
nefrotoksik lain; hidrasi yang
memadai jika pada IDV;
memonitor kreatinin,
urinalisis, serum kalium dan
fosfor pada pasien dengan
risiko
D / C agen penyebab, umumnya reversibel;
perawatan suportif; penggantian elektrolit seperti
yang ditunjukkan
IDVasimtomatik;
jarang
mengembangk
an stadium
akhir penyakit
ginjal
TDFasimtomatik
gejala diabetes
insipidus
nefrogenik,
sindrom
Fanconi
TABLE 84–7. Other Adverse Effects and Management
Efek Samping
Pengobatan
Komplikasi jangka panjang
Kardiovaskular
Seluruh PLS (kecuali
ATV)
Hiperlipidemia
Seluruh PLS;d4T;EFV
Resistensi Insulin
(Diabetes melitus)
Seluruh PLS
Osteonokrosis
Seluruh PLS
Kualitas hidup
terhadap komplikasi
efek sistem syaraf
pusat
EFV
Tanda dan gejala
Faktor resiko
Serangan : Bulanan
sampai tahunan
dalam therapi
Resiko lain dari CVD
Minggu-Bulan harus
terapi, Gejala : LDL
meningkat,
Kolesterol
meningkat, HDL
menurun, LPV-RTV
tidak seimbang.
Serangan : Minggu
kebulan sesudah
terapi, Gejala :
poliurea, kelelahan,
Lemah, Pasien
hiperglikemia
memburuk
Serangan :
Membahayakan,
Gejala : Rasa sakit
ringan sampai berat
pada bagian kepala.
Pemberian pertama
pengobatan :
Mengantuk,
Insomnia, Mimpi
buruk, gangguan
konsentrasi, rasa
pusing
Ada riwayat PLS
yang rendah, d4T
lebih banyak dari
ZDV dan TDF
Pencegahan dan
pemantauan
Pengendalian
Pertimbangan dari
gaya hidup;
memperbaiki gaya
hidup dengan
berkonsultasi
3-6 bulan sesudah
setahun setelah
pengobatan di cek
kembali
Awal diagnosa;
pencegahan;dan
frmakologi dari
hiperlipidemia, HTN,
resistensi insulin
Memperbaiiki gaya
hidup, beralih ke
antiretroviral dengan
efek rendah lemak
Memiliki riwayat
Hiperglikemia,
Keluarga ada yang
terkena deabetes
mellitus, pengguna
alkohol,
hiperlipidemia
Diabetes, pengguna
alkohol,
hiperlipidemia,
penggunaan steroid
Lebih sering puasa
dari makanan tinggi
glukosa
Diet lemak, jika
dibutuhkan
pengobatan : Sulfonyl
urea, suntik insulin
Minum obat saat
perut kosong,
Konservasi ;
membutuhkan
analgesik,
Adanya rasa sakit
yang tidak stabil,
menggunakan Obat
berefek CNS
Mengatakan pada
pasie agar tidak
kerja keras selama 23 minggu saat
proses terapi
Gejala berkurang
biasanya 2-4 minggu,
dapat
mempertimbangkan
bahkan
menghentikan therapi
apabila gejala
menghilanhg
Distribusi
lemak
Pls,d4T
Serangan : secara bertahap , bulan
setelah inisiasi terapi: gejala: lipoatrofi
kehilangan lemak perifer (penipisan
wajah dari ekstremitas dan
bokong):peningkatan lipohypertropydilingkar peru, ukuran payudara, dan
lemak dorsocervical.
Lipoatrofi-rendah
tubuh dasar
indeks massa
Dexa scan
beralih ke agen lain
dapat memperlambat
atau menghentikan
perkembangan, tetapi
mungkin tidak
membalikkan efek:
injecteble poli- L - asam
laktat untuk lipoatrofi
wajah
Intoleransi
Semua
Gastrointestinal Pls,ZDV,ddl
Serangan :beberapa dosis pertama :
gejala : mual,muntah,sakit perut diare
sering terlihat dengan NFV,LPV/r,dan
formulasi ddl.
Semua pasien
Dengan mengurangi pola
makan da[at mengurangi
gejala (bukan untuk ddl
atau tidak dikuatkan IDV):
Terlebih Dahulu mungkin
perlu ntiemetics atau
antidiarrheal
bisa jadi spontan
menyelesaikan atau
menjadi ditoleransi
dengan waktu: mual
dan muntah:
menganggap
antiemetik sebelum
dosis: beralih ke agen
kurang emetogenik:
diare: menganggap
agen Antimotility,
tablet kalsium, zat
pembentuk sampah,
dan atau enzim
pankreas
Reaksi suntikan
serangan : dosis baru pertama:
Gejala: nyeri, pruritus, eritema,
ecchymosis kehangatan, nodul, jarang,
infeksi tempat suntikan
Semua pasien
pengetahuan mengenai
penggunaan teknik steril,
solusi pada suhu kamar,
rotasi situs injeksi,
menghindari situs dengan
lemak subkutan sedikit
atau reaksi yang ada
pemijatan daerah keras
sebelum dan sesudah
injeksi dapat
mengurangi nyeri:
mengenakan pakaian
longgar di sekitar
daerah tempat
suntikan: mandi hangat
atau mandi sebelum
injeksi:
jarang,penghangat
atau analgesik mungkin
Enfuvirtide
diperlukan
Neuropati
perifer
ddl,d4T,ddC
Serangan: minggu sampai bulan setelah
memulai terapi:
Gejala: dimulai dengan mati rasa dan
parestesia dari jari kaki dan kaki: dapat
berkembang menjadi neuropati
menyakitkan: ekstremitas atas lebih
sering terlibat: mungkin ireversibel
meskipun penghentian obat
1 neuropati
perifer yang
sudah ada
sebelumnya
2. penggunaan
gabungan NRTI
ini atau obat lain
yang dapat
menyebabkan
neuropati
3. hiv canggih
4. dosis tinggi
obat
menyinggung
hindari menggunakan
agen ini pada pasien
dengan risiko, jika
memungkinkan: hindari
penggunaan gabungan
untuk agen ini: meminta
pasien pada setiap
pertemuan
pertimbangkan d / c
menyinggung agen
sebelum timbulnya
nyeri menonaktifkan:
pengobatan
farmakologis (variabel
efektivitas):
gabapentin,
antidepresan trisiklik,
lamotrigin,
oxcarbamazepine,
topiramate, tramadol,
analgesik narkotik,
capsaicin cream,
lidokain topikal
APV, amprenavir; ATV, atazanavir; CNS, central nervous system; CVD, cardiovascular disease; D/C, discontinue; ddC, zalcitabine; ddI, didanosine; DEXA,
dual-energy x-ray absorptiometry; d4T,
stavudine; EFV, efavirenz; HDL, high-density lipoprotein; HIV, human immunodeficiency virus; HTN, hypertension; IDV, indinavir; LDL, low-density
lipoprotein; LPV/r, lopinavir + ritonavir; MRI,
magnetic resonance imaging; NNRTI, nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor; NRTI, nucleoside reverse transcriptase inhibitor; NVP, nevirapine;
PI, protease inhibitor; RTV, ritonavir; SQV,
saquinavir; TDF, tenofovir disoproxil fumarate; TG, triglyceride; TPV/r, tipranivir + ritonavir; ZDV, zidovudine.
Studi Kasus Pasien, Bagian 3
Membuat Rencana Perawatan
Berdasarkan informasi yang disajikan, membuat rencana perawatan untuk
pasien ini HIV / AIDS. Rencana anda harus mencakup: (a) pernyataan dari
kombinasi obat terbaik dan alasan yang mendukung masing-masing obat yang
direkomendasikan, serta efek samping atau masalah terkait obat potensial,
(b) tujuan terapi, (c) a-pasien tertentu, rencana terapi rinci, dan (d) rencana
untuk
tindak lanjut untuk menentukan apakah tujuan telah tercapai dan efek
samping dihindari.
Studi Kasus Pasien, Bagian 4
Pasien berkelanjutan
Pasien Anda dimulai pengobatan dengan atazanavir 300 mg PO sekali sehari,
ritonavir 100 mg PO sekali sehari, tenofovir 300 mg PO sekali sehari, dan
lamivudine 300 mg PO sekali sehari-hari. Dia awalnya tidak ada masalah
dengan resep ini, tapi setelah sekitar 3 bulan, dia mengalami kesulitan
mengambil obat pada waktu yang sama setiap hari karena jadwal sibuk.
Karena dari pekerjaannya, ia pindah ke Alabama, dan belum terlihat di klinik
Anda selama 2 tahun. Dia kembali hari ini untuk melihat Anda di klinik dan
mengeluh merasa lelah, tetapi sebaliknya tidak adakeluhan tertentu.
1. Apa tes laboratorium yang Anda rekomendasikan?
2. Apa informasi tambahan yang perlu Anda ketahui sebelum membuat
rencana perawatan untuk pasien ini.
Perawatan dan Pemantauan Pasien
Panaksiran Pasien
1. Sejarah Obat
 Dapatkan riwayat menyeluruh resep, bukan
presepsi , dan penggunaan produk obat alami.
Tentukan apa anti retroviral sebelum resep jika
ada, yang digunakan di masa lalu.
 Apakah pasien mengkonsumsi dosis yang tepat
setiap obat? Adalah dosis disesuaikan dengan
ginjal atau kegagalan hati? Adalah dosis
disesuaikan dengan interaksi obat dengan obat
bersamaan?
 Mengevaluasi pasien untuk kehadiran obat yang
merugikan reaksi, alergi obat, dan interaksi obat.
 Menilai peningkatan kualitas-hidup langkahlangkah seperti fungsi dan kesejahteraan fisik,
psikologis, dan sosial.
 Apakah pasien mengalami obat-induced dampak
buruk? Apa yang dapat Anda lakukan untuk
membantu mengelola ini dampak buruk?
2. Tinjau data diagnostik yang tersedia untuk
menentukan status nya HIV / AIDS.
3. Tentukan apakah mulai ART ditunjukkan.
Mengevaluasi
kemampuan
pasien
untuk
mematuhi obat, harian, dukungan sosial rutin, dan
stabilitas keuangan. Apakah pasienmengonsumsi
obat yang dapat mengganggu individu komponen
resep potensial? Apakah pasien mengalami
asuransi kesehatan dan cakupan resep?
4. Kengembangkan
rencana
untuk
menilai
efektivitas dan tolerabilitas ART.
Pendidikan Pasien
1. Mendidik pasien tentang penyakit HIV / AIDS dan
pentingnya kepatuhan yang ketat untuk obat
(hanya pasien idealnya mengambil obat nya pada
waktu yang sama setiap hari). Merekomendasikan
resep terapi bagi pasien untuk mengambil dengan
semudah mungkin. Berbicara dengan pasien
khusus tentang kapan dan bagaimana pasien akan
mengambil obat. Waktu Apa yang mereka makan?
Kapan mereka bangun? Apa obat lain yang mereka
mengambil di waktu yang sama? Mendidik pasien
apakah akan mengambil obat mereka dengan
atau tanpa makanan.
2. Mendidik pasien pada umum efek obat yang
merugikan dan beberapa tanda dan gejala utama
dari keracunan yang parah (misalnya, penyakit
kuning dan reaksi hipersensitivitas abacavir).
Memberitahu mereka untuk memanggil penyedia
mereka segera jika ada gejala-gejala terjadi.
Pastikan mereka memiliki nomor telepon yang
benar untuk klinik.
Jawaban Studi Kasus Pasien
Bagian 1
1. Faktor terjadinya HIV dan gejala penyakit kronis
maupun inveksi oportunistik
2. Seks diluar maupun didalam nikah tanpa kondom
3. Pengobatan pertama pada pasien, Apa nama
obatnya, dikhawatirkan pasien mengalami alergi
obat, ataupun kesalahan saat mengkonsumsi obat,
dan perhatikan rutinitas keseharian pasien.
Bagian 2
1. Pasien biasanya memiliki gejala yang subyektif dari
penurunan berat badan, nafsu makan yang
menurun, sesak nafas bahkan batuk. Perbahan
medis laboratorium mnunjukan gejala seperti :
Suhu tinggi, penurunan hemoglobin, penurunan
jumlah CD4 , pada pemeriksaan fisik, orang yang
terjangkit HIV biasanya banyak terdapat sariawan
pada daerah bibir dan mulutnya. Biasanya orang
yang terkena HIV memiliki riwayat hidup hepatitis
B, Hipertensi dan Gerd.
2. Untuk awal pemeriksaan HIV adlah dengan tes
Hepatitis B dan tes fungsi hati
3. a.mengobati infeksi yang terjadi seperti sariawan,
dan PCP.
b.mengembalikan
dan
memperbaiki
fungsi
imoglobin
c.memaksimalkan fungsi RNA
d.meningkatkan kualitas hidup
e.mengurasi faktor faktor yang dapat memicu HIV
dan kematian.
4. Pada non farmakologis : Pencegahan penularan
virus HIV , seperti menggunankan pengaman saat
berhubungan seksual , tidak berbagi jarum atau
peralatan lain yang digunakan untuk tubuh kita
sendiri, beri gizi yang cukup untuk tubuh kita.
Secara Farmakologis : untuk perawatan penderita HIV,
ada 2 cara hidup yang sering dilakukan oleh mereka,
antara lain : Efavirenz dan (zidovudine or tenofovir)
dan (lamivudine atau emtricitabine) atau
Lopinavir/ritonavir or atazanavir/ritonavir and
(zidovudine atau fosamprenavir/ritonavir atau
tenofovir) dan (lamivudine atau emtricitabine).
Bagian 3
Cara hidup yang mereka lakukan mungkin baik untuk
mereka, tapi bagaimana pun juga gaya hidup mereka
lah yang memicu adanya virus dan efek samping
penggunaan obat dan riwayat hidup terkenanya
hepatitis B pada pasien, dan adanya kombinasi dari
efavirens, tenofovir, dan emtricitabine mungkin itu
pilihan terbaik untuk mereka.
Tujuan Therapy
1. Memperbaiki fungsi imun
2. Memaksimalkan dan menekan resiko HIV
3. Memperbaiki gaya hidup
4. Mengurangi faktor dan resiko HIV
Bagian 4
1. Pasien mungkin kurang patuh dengan interaksi
obat, periksa HIV-RNA dan jumlah CD-4 untuk
mengevaluasi pengobatan HIV dan keampuhan, dan
jangan lupa tes fungsi hati rutin.
2. Tanyakan pada pasien apakah ia teratur atau tidak
meminum obat, apabila iya, maka harus cek lebih
lanjut mengapa terjadi kegagalan pada pengobatan.
Dan jangan lupa, tanyakan apakah ada efek obat
terhadap dirinya atau tidak, seperti alergi obat atau
ada penggunaan obat lain.
SINGKATAN-SINGKATAN
3TC : lamivudine
ABC : abacavir
AIDS : acquired immune deficiency syndrome
ALT : alanine aminotransferase
APV : amprenavir
ARV : antiretroviral
AST : aspartate aminotransferase
ATV : atazanavir
CBC : complete blood cell count
CNS : central nervous system
CVD : cardiovascular disease
CYP : cytochrome P-450 isoenzyme
D/C
: discontinue
ddC : zalcitabine
ddI
: didanosine
DEXA : dual-energy x-ray absorptiometry
DHHS : Department of Health and Human
Services
DRV : darunavir
d4T : stavudine
ELISA : enzyme-linked immunosorbent assay
EFV : efavirenz
FDA : Food and Drug Administration
FTC : emtricitabine
GERD : gastroesophageal reflux disease
HAART: highly active antiretroviral therapy
HbeAg : hepatitis B early antigen
HBV : hepatitis B virus
HCV : hepatitis C virus
HDL : high-density lipoprotein
HIV
: human immunodeficiency virus infection
HTN : hypertension
IAS-USA: International AIDS Society-USA
IDV
: indinavir
IFA
: indirect immunofluorescence assay
IV
: intravenous
LDL : low-density lipoprotein
LFT
: liver function tests
LPV/r : lopinavir + ritonavir
MRI : magnetic resonance imaging
MTCT : mother-to-child transmission
NNRTI: nonnucleoside reverse transcriptase
inhibitor
NRTI : nucleoside reverse transcriptase inhibitor
NtRI : nucleotide reverse transcriptase inhibitor
NVP : nevirapine
PCP : Pneumocystis jiroveci (formerly carinii)
pneumonia
PI
: protease inhibitor
PT
: prothrombin time
RT-PCR: reverse transcriptase polymerase chain
reaction
RTV : ritonavir
SIV
: simian immunodeficiency virus
SQV : saquinavir
T.bili : total bilirubin
TDF : tenofovir disoproxil fumarate
TG
: triglyceride
TPV : tipranavir
TPV/r : tipranivir + ritonavir
ULN : upper limit of normal
WB
: Western blot
ZDV : zidovudine
REFERENSI UTAMA DAN BACAAN
Hammer SM, Saag MS, Schechter M, et al. Treatment for
Adult HIV infection. 2006 recommendations of the
International AIDS Society-USA Panel. JAMA
2006;296(7):827–843.
Nerad J, Romeyn M, Silverman E, et al. General nutrition
management in patients infected with human
immunodeficiency virus. Clin Infect Dis 2003;36:S52–
S62.
New York State Department of Health AIDS Institute. DrugDrug Interactions Between HAART, Medications Used
in Substance Use Treatment, and Recreational Drugs.
2005. Available at: www.hivguidelines.org
Panel on Clinical Practices for Treatment of HIV Infection
Convened by the Department of Health and Human
Services. Guidelines for the Use of Antiretroviral
Agents in HIV-1 Infected Adults and Adolescents.
2006. Available at: http://aidsinfo.nih.gov
Public Health Service Task Force. Recommendations for use
of antiretroviral drugs in pregnant HIV-1 infected
women for maternal health and interventions to
reduce perinatal HIV-1 transmission in the United
States. October 12, 2006. (http://aidsinfo.nih.gov)
Smith DE,Walker BD, Cooper DA, et al. Is antiretroviral
treatment of primary HIV infection clinically justified
on the basis of current evidence? AIDS 2004;18:709–
718.
Working Group on Antiretroviral Therapy and Medical
Management of HIV-Infected Children. Guidelines for
the use of antiretroviral agents in pediatric HIV
infection. October 26, 2006. (http://aidsinfo.nih.gov)
Download