01 INFEKSI SISTEM SARAF PUSAT S. Diane Goodwin and Charles E. Hartis OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. Menjelaskan tanda, gejala dan presentasi klinis dari infeksi sistem saraf pusat (SSP). 2. Mendiskusikan patofisiologi infeksi SSP dan dampak pengobatan rejimen antimikroba (seperti dosis dan penetrasi SSP). 3. Mendata daftar pathogen yang paling umum yang menyebabkan infeksi SSP, dan mengidentifikasi faktor resiko infeksi dengan masing-masing patogen. 4. Menyatakan tujuan terapi untuk infeksi SSP. 5. Mendesain secara empiris rejimen antimikroba untuk pasien yang diduga menderita infeksi 6. 7. 8. 9. 10. SSP yang disebabkan oleh masing-masing patogen berikut (dengan mempertimbangkan usia, sejarah vaksin, dan informasi lain kepada pasien tertentu), dan menganalisis dampak resistensi antimikroba pada kedua terapi empiris dan definitif: meningitis oleh Neisseria meningitidis,meningitis oleh Streptococcus pneumoniae, meningitis oleh Haemophilus influenzae, meningitis oleh Listeria monocytogenes,meningitis oleh kelompok B Streptococcus meningitis, meningitis oleh Gram Negatif Basil Meningitis, Infeksi Paska Operasi, Infeksi Shunt SSP, Herpes Simpleks Ensefalitis. Memodifikasi rejimen antimikroba empiris berdasarkan data laboratorium dan kriteria diagnostik lainnya. Mendiskusikan pengelolaan kontak dekat dengan pasien yang didiagnosis mengidap infeksi SSP. Membahas peran vaksin dan terapi profilaksis lainnya dalam pencegahan infeksi SSP. Menggambarkan peran agen ajuvan (seperti deksametason) dalam pengelolaan infeksi SSP. Menjelaskan komponen dari rencana pemantauan untuk menilai efikasi dan efek samping dari terapi untuk infeksi SSP. KONSEP UTAMA ❶ Meningitis adalah keadaan darurat neurologis yang membutuhkan penanganan, diagnosis, dan manajemen yang cepat untuk mencegah kematian dan cacat sisa neurologis. Pasien dengan demam, sakit kepala, dan leher kaku harus dievaluasi untuk meningitis. ❷ Idealnya, dilakukan pembocoran lumbal (bagian belakang dari pinggang) untuk mendapatkan cairan cerebrospinal (CSF) untuk pemeriksaan langsung dan analisis laboratorium, serta kultur darah dan kultur lain yang relevan harus diperoleh sebelum memulai terapi antimikroba. Namun, inisiasi terapi antimikroba tidak harus ditunda jika pre-treatment pembocoran lumbal tidak dapat dilakukan. ❸ Tujuan pengobatan untuk infeksi SSP adalah untuk mencegah kematian dan sisa defisit neurologis, memberantas atau mengontrol mikroorganisme penyebab, memperbaiki tanda klinis dan gejala, dan mengidentifikasi langkah-langkah (seperti vaksinasi dan terapi penekan) untuk mencegah infeksi di masa depan. ❹ Inisiasi yang tepat dari terapi antimikroba dosis tinggi secara intravena diarahkan pada patogen yang paling mungkin karena penting berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas tinggi dari infeksi SSP; terapi parenteral (intravena) diberikan untuk rangkaian terapi lengkap infeksi SSP dan untuk memastikan cairan serebrospinal cukup bagi seluruh rangkaian pengobatan. ❺ Terapi empiris harus diarahkan pada kemungkinan patogen untuk pasien tertentu, dengan mempertimbangkan usia, risiko faktor infeksi (termasuk penyakit yang mendasari dan kekebalan disfungsi, sejarah vaksin, dan paparan baru-baru ini), hasil noda cairan serebrospinal, penetrasi antibiotik cairan serebrospinal, dan pola resistensi lokal antimikroba. ❻ Terapi antimikroba empiris harus diubah berdasarkan pada data laboratorium dan respon klinis. ❼ Kontak dekat dengan pasien dengan infeksi SSP harus dievaluasi untuk kemungkinan profilaksis antimikroba. ❽ Agen ajuvan deksametason telah terbukti meningkatkan hasil pengobatan pada jumlah pasien meningitis terpilih. ❾ Komponen dari rencana pemantauan untuk menilai efikasi dan keamanan terapi antimikroba infeksi SSP termasuk tanda klinis dan gejala dan data laboratorium (seperti Temuan cairan serebrospinal, kultur, dan data sensitivitas). Istilah dari infeksi sistem saraf pusat menggambarkan berbagai infeksi yang melibatkan otak dan sumsum tulang belakang dan jaringan terkait, cairan, dan membran, termasuk meningitis, ensefalitis, abses otak, infeksi shunt, dan infeksi pasca operasi. ❶ Infeksi SSP, seperti meningitis, dianggap keadaan neurologis darurat yang membutuhkan pengenalan cepat dan tepat, diagnosis, dan manajemen untuk mencegah kematian dan sisa defisit neurologi. Penanganan yang salah, membuat infeksi SSP meningkat tingkat morbiditas dan mortilitasnya. Meskipun terjadi kemajuan dalam perawatan, kematian keseluruhan bakteri meningitis tetap lebih besar dari 20%, dan setidaknya 10% sampai 30% korban menderita dengan gangguan neurologis, termasuk gangguan pendengaran, hemiparesis, dan disabilitas dalam belajar.1-3 Terapi antimikroba dan pencegahan vaksin telah mengalami revolusi dalam pengelolaan dan menghasilkan hasil yang lebih baik dari bakteri meningitis dan infeksi SSP lainnya secara dramatis. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI Tidak seperti infeksi pada umumnya, jika dibandingkan dengan infeksi jenis lain, infeksi SSP dari 4 sampai 6 kasus meningitis dilaporkan menyerang 100.000 orang dewasa pertahun. Namun, tingkat keparahan ini menuntut campur tangan dan pengobatan yang tepat secara medis. Infeksi SSP dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, mycobacteria, virus, dan spirochetes. Bakteri meningitis adalah penyebab paling umum dari infeksi SSP. Kajian epidemiologi bakteri meningitis pada tahun 1995 mengungkapkan bahwa Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) itu patogen yang paling umum (47%), diikuti oleh Neisseria meningitidis (meningococcus, 25%), kelompok B Streptococcus (12%), Listeria monocytogenes (8%), dan Haemophilus influenza (Hib) (7%). Lima vaksin yang ditujukan terhadap bakteri yang menyebabkan meningitis dan infeksi terkait (seperti pneumonia dan infeksi telinga) telah mengurangi risiko infeksi karena S. pneumoniae, N. meningitidis, dan H. influenzae tipe B secara dramatis. Sebelum ketersediaan vaksin Hib konjugasi, Hib meningitis atau penyakit invasif lainnya didokumentasikan 1 dari 200 anak-anak pada usia 5 tahun.5 Meluasnya penggunaan dari Vaksin Hib telah mengurangi 99% kejadian penyakit Hib invasif dan distribusi usia bakteri meningitis telah bergeser ke kelompok usia yang lebih tua (dari 15 bulan pada tahun 1986 untuk 25 tahun pada tahun 1995). Data terbaru menunjukkan bahwa penggunaan rutin dari 7valent vaksin pneumokokus konjugasi pada anak-anak tidak hanya mengurangi kejadian penyakit pneumokokus invasif di anak-anak tetapi juga telah mengurangi 28% penyakit pneumokokus invasif di orang dewasa 50 tahun dan lebih tua.7 Prosedur bedah saraf dapat menempatkan pasien pada risiko meningitis karena bakteri (seperti Staphylococcus aureus, koagulase-negatif staphylococci, dan basil gram negatif) yang diperoleh pada saat operasi atau pada periode pasca operasi. Selain bakteri, patogen lainnya dapat menyebabkan meningitis pada pasien beresiko. Pasien dengan imunitas yang lemah, seperti pasien transplantasi organ dan pasien yang hidup dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV), beresiko untuk meningitis karena jamur Cryptococcus neoformans. TB dapat menyebar dari situs paru hingga menyebabkan penyakit klinis pada SSP. Ancaman virus ensefalitis dan meningitis dapat terjadi sebaliknya pada kedaan sehat, individu muda, serta pada pasien dengan imunitas yang lemah oleh usia atau faktor lainnya. Karena perawatan untuk berbagai jenis infeksi SSP seringkali sangat berbeda, penting untuk memperhatikan risiko pasien faktor ketika memilih terapi antimikroba empiris. Pasien dengan usia yg ekstrim, mereka yang tinggal pada kontak dekat dengan orang lain, dan orang-orang dengan kekebalan tubuh lemah adalah yang paling rentan meningitis. Faktor risiko untuk infeksi SSP dapat diklasifikasikan berdasarkan : • Paparan lingkungan baru ---- (seperti kontak dekat dengan pasien meningitis atau infeksi saluran pernapasan, terkontaminasi lewat makanan), paparan aktif atau pasif asap rokok, dekat lingkungan yang ditumbuhi virus tersebut. • Infeksi terbaru pada pasien ---- seperti infeksi saluran pernafasan, otitis media, sinusitis, mastoiditis. • Imunosupresi-----anatomi atau asplenia fungsional, penyakit sel sabit, alkoholisme, sirosis, imunoglobulin atau komplemen defisiensi, kanker, HIV/AIDS, keadaan kesehatan yang lemah. • Bedah, trauma-bedah saraf, trauma kepala, CSF shunt, implan koklea. Penyebab non infeksi meningitis meliputimalignansi (keganasan), obat-obatan, penyakit autoimun (seperti lupus), dan trauma. Patogen yang paling umum pada bakteri meningitis ialah berdasarkan kelompok usia dan faktor risiko lainnya, ditemukan pada Tabel 67-1. TABEL 67-1. Kemungkinan Patogen Penyebab dan Terapi Empiris yang direkomendasikan, yang disebabkan oleh Faktor Risiko untuk Bakteri Meningitis. Faktor Predisposisi Umur Dibawah 3 bulan 3 bulan hingga dibawah umur 18 tahun 18 tahun hingga dibawah umur 60 tahun 60 tahun keatas Immunocompromised (kekebalan) Operasi, Trauma Infeksi Paska Operasi Penetrasi trauma kepala Kemungkinan Patogen Terapi Antibiotik yang direkomendasikan Grup B Streptococcus Escherichia coli Klebsiella pneumoniae Listeria monocytogenes Neisseria meningitidis Streptococcus pneumoniae Hemophilus influenzae Neisseria meningitides Streptococcus pneumoniae Streptococcus pneumoniae Gram-negatIVe bacilli Listeria monocytogenes Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis Basil gram negatif (termasuk Pseudomonas aeruginosa) Ampisilin + cefotaksim/ aminoglikosida Staphylococcus aureus (termasuk MRSA) Koagulasi-negatif Staphylococcus (termasuk MRSE) Basil gram negatif (termasuk Pseudomonas aeruginosa) Staphylococcus aureus (termasuk MRSA) Koagulasi-negatif Staphylococcus Basil gram negatif (termasuk Pseudomonas aeruginosa) Vankomisin/ linezolid + ceftazidim/ cefepi/ metropenem Cefotaksim/ceftriakson + vankomisin Cefotaksim/ ceftriakson + vankomisin Cefotaksim/ vankomisin ceftriakson + ampisilin + Cefotaksim/ ceftriakson + vankomisin + ampisilin (kombinasi antibiotik untuk pasien dengan dugaan oleh Listeria monocytogenes dan Pseudomonas) Vankomisin/ linezolid + ceftazidim/ cefepim/ meropenem (kombinasi antibiotik jika dugaan penyebabnya Pseudomonas) CSF shunt Koagulasi-negatif Staphylococcus (termasuk MRSE) Staphylococcus aureus (termasuk MRSA) Basil gram negatif (termasuk Pseudomonas aeruginosa) MRSA : Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus MRSE : Methicilin-Resistant Staphylococcus epidermis PATOFISIOLOGI Meningitis adalah peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang belakang (meninges) dan cairan serebrospinal (CSF) yang kontak dengan membran tersebut, sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak. CSF mengalir melalui ruang subarachnoid dan melindungi jaringan halus SSP. CSF diproduksi dalam ventrikel otak dan mengalir ke bawah melalui tulang belakang, menyiapkan terus menerus mekanisme pembilasan untuk SSP. Selama dua dekade terakhir, telah banyak yang mempelajari tentang patofisiologi dari bakteri meningitis dan infeksi SSP lainnya. Penghalang pembawa darah-otak dan sawar darah-CSF terbuat dari jaringan kapiler khusus yang mengisolasi otak dari zat yang beredar dalam aliran darah atau menginfeksi jaringan di dekatnya. Untuk memulai infeksi SSP, patogen harus masuk ke dalam SSP dengan penyebaran yang berdekatan, pembibitan hematogen, inokulasi langsung, atau reaktIVasi infeksi laten. Penyebaran bersebelahan terjadi ketika infeksi pada struktur yang berdekatan (seperti rongga sinus atau tengah telinga) menyerang secara langsung melalui penghalang darah-otak (seperti Hib). Penyemaian hematogen terjadi ketika infeksi disebabkan oleh benih dari CSF (seperti pneumokokus pneumonia). ReaktIVasi infeksi laten hasil dari aktif virus, jamur, atau patogen mikobakteri di tulang belakang, otak, atau saluran saraf. Inokulasi langsung dari bakteri ke dalam SSP adalah hasilnya trauma, cacat bawaan, atau komplikasi bedah saraf. Setelah melalui penghalang darah-otak, patogen berkembang dan mereplikasi karena pertahanan tuan rumah terbatas dalam SSP. Gambar 67-1 menggambarkan perubahan patofisiologi terkait dengan meningitis. Kerusakan jaringan neurologis adalah hasil dari reaksi imun host untuk komponen seluler bakteri (seperti lipopolisakarida, asam teikoik, dan peptidoglikan) yang memicu produksi sitokin, terutama tumor necrosis Faktor α (TNF-α) dan interleukin 1 (IL-1), serta mediator inflamasi lainnya. Bakteriolisis yang dihasilkan dari terapi antibiotik selanjutnya berkontribusi pada proses inflamasi. Vankomisin/ linezolid + ceftazidim/ cefepim/ meropenem (kombinasi antibiotik jika dugaan penyebabnya Pseudomonas) Sitokin meningkatkan permeabilitas penghalang pada darah-otak, yang memungkinkan masuknya neutrofil dan pertahanan sel tuan rumah lainnya yang berkontribusi terhadap perkembangan edema serebral dan peningkatan karakteristik tekanan intrakranial dari meningitis. Peningkatan tekanan intrakranial bertanggung jawab atas tanda dan gejala asli dari meningitis klinis: sakit kepala, leher kaku, diubah status mental, fotofobia, dan kejang. Perubahan patofisiologi mungkin mengakibatkan iskemia otak dan kematian. Respon SSP terhadap infeksi terbukti dengan dibuktikan perubahan cairan serebrospinal. Idealnya, penusukan lumbal dilakukan untuk mendapatkan cairan serebrospinal untuk pemeriksaan langsung dan analisis laboratorium, serta kultur darah dan kultur lain yang relevan, harus diperoleh sebelum memulai terapi antimikroba. Namun, inisiasi terapi antimikroba tidak boleh ditunda jika pre-treatment sebuah penusukan lumbal tidak dapat dilakukan. Cairan serebrospinal normal memiliki komposisi karakteristik dalam hal protein dan kadar glukosa, serta jumlah sel. Daftar temuan CSF dapat diamati pada tabel 67.2 pada pasien dengan infeksi oleh bakteri, virus, jamur dan meningitis TB. PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS Sebuah kecurigaan yang tinggi harus diperhatikan untuk pasien risiko untuk infeksi CNS. Pengenalan yang cepat dan diagnosis sangat penting sehingga terapi antimikroba dapat dimulai secepatnya. Sejarah medis (termasuk faktor risiko untuk infeksi dan sejarah mungkin hari terdekat) dan pemeriksaan fisik menghasilkan informasi yang penting untuk membantu panduan diagnosis dan pengobatan meningitis. GAMBAR 67-1. Patofisiologi dari bakteri meningitis. TABEL67-2. Respon Sistem Saraf Pusat untuk Infeksi (Temuan Cairan Serebrospinal) CSF Normal Kurang dari5(kurang dari 0,005) Infeksi Bakteri 1000lebih besar dari5000(1,0lebih besar dari 5.0) Infeksi Viral 100–1000 (0.1–1) Infeksi Jamur 100–400 (0.1–0.4) Tuberculosis 50–500 (0.05–0.5) DiferensialWBC(%, jenis seldominan) 85% lebih besar darimonosit 50% limfosit (PMN awal) 50% lebih besar dari limfosit 80% lebih besar dari limfosit (PMN awal) Protein mg/L) 20–45 450) 80% paling sedikit dari PMNs Lebih besar dari 100 (lebih besar dari 1000) 50–100 (500–1000) 100–200 (1000–2000) 40–150 (400–1500) 5–40 (0.28– 2.22) kurang dari 0.4 serum glukosa 30–70 (1.67–3.89) 0.6 serum glukosa Kurang dari 30–70 (kurang dari 1.67– 3.89) kurang dari 0.4 serum glukosa Kurang dari 30–70 (kurang dari 1.67– 3.89) kurang dari 0.4 serum glukosa Negatif Positif zat warna india (Cryptococcus) Positif bacilli tahan asam zat warna WBC (m /L) (mg/dL, Perbandingan Glukosa (mg/dL, mmol/L); dengan CSF: serum glukosa CSFnoda (200– 45–80 (2.5– 4.44) paling sedikit 0,6 serum glukosa Negatif Positif Gram zat warna (60%– 90%) PMNs : Poly Morpho Nuclear neutrophils Presentasi Klinis dan Diagnosis Infeksi SSP Umum Mengevaluasi faktor risiko pasien dan eksposur barubaru ini. Mengevaluasi kemungkinan penyebab lain: penempatan ruang-lesi(yang mungkin atau tidak mungkin menjadi ganas), penyakit yang menginduksi SSP, penyakit autoimun, dan trauma. Tanda Dan Gejala-Gejala 1. 95% dari pasien dengan meningitis bakteri mengalami dua dari empathal berikut: sakit kepala, demam, leher kaku, dan perubahan status mental. 2. Sakit kepala (87%) 3. Kaku kuduk (leher kaku) (83%) 4. Demam (77%) 5. Mual (74%) 6. Perubahan status mental (yaitu, kebingungan, kelesuan, dan obtundation) (69%) 7. Cacat neurologis fokal (termasuk positif Brudzinski tanda dan tanda Kernig) (33%) 8. Kejang 9. Malaise, gelisah 10. Fotofobia 11. Lesi kulit 12. Tanda dan gejala pada neonatus, bayi, dan anakanak: pola makan dan tidur diubah, muntah, iritabilitas, letargi, menggembung ubun-ubun, kejang, gangguan pernapasan. 13. Hasil prediktor yang tidak menguntungkan: kejang, neurologis fokal, perubahan status jiwa, papilledema, hipotensi, syok septik, dan pneumokokus meningitis. Laboratorium Tes : 1. Pemeriksaan CSF melalui fungsi lumbal (LP, spinal tap); kontraindikasi pada pasien dengan kompromi kardiorespirasi, peningkatan tekanan intrakranial dan apilledema, focaltanda-tanda neurologis, kejang, gangguan perdarahan, yang abnormal. 2. Tingkat kesadaran, dan kemungkinan herniasi otak (pemindaian tomografi (CT) harus dilakukan, untuk menghindari potensi herniasi otak) (Tabel 67-2 untuk temuan CSF spesifik): CSF berawan Penurunan glukosa Peningkatan protein Peningkatan jumlah WBC (memberikan petunjuk untuk diferensial menyinggung patogen) Pewarnaan gram (cukup untuk diagnosis di 60% sampai 90% dari pasien dengan meningitis bakteri) Budaya dan sensitIVitas (positif dalam 70% sampai 85% tanpa terapi antibiotik sebelumnya, positif dalam waktu kurang dari 20% yang memiliki terapi sebelumnya) Jika CSF gram noda dan/atau budaya negatif, cepat diagnostik tes (seperti lateks aglutinasi) mungkin berguna; tes ini positif bahkan jika bakteri mati. Polymerase Chain Reaction (PCR; amplifikasi DNA dari yang paling umum patogen meningitis bakteri) mungkin berguna untuk membantu menyingkirkan bakteri meningitis. Peningkatan CSF laktat dan protein C-reaktif 3. Kultur darah (setidaknya dua budaya, salah satu "set"; positif dalam 66%) 4. Scraping dari lesi kulit (seperti ruam) untuk mikroskopis langsung dari pemeriksaan dan budaya 5. Budaya lain harus diperoleh sebagai indikasi klinis (seperti dahak). 6. Hitung WBC dengan diferensial 7. Jamur meningitis: biakan CSF, CSF dan serum kriptokokus titer antigen, pemeriksaan mikroskopis dari spesimen CSF 8. Tuberkulosis meningitis: biakan CSF, evaluasi PCR (disukai), dan bakteri tahan asam PENGOBATAN Tujuan dari Terapi Pengenalan terapi antibiotik dan vaksin telah mengurangikematian yang terkait dengan meningitis. Sebelum kemajuan ini, bakteri meningitis hampir universal fatal, dan dari beberapa diantara mereka ada pasien yang selamat tapi sering menderita pelemahan defisit neurologis, seperti gangguan pendengaran permanen. Meskipun ada perbaikan signifikan yang telah dibuat, tingkat kematian dari pneumokokus ini diatas 20%, hal ini mungkin disebabkan karena kejadiaannya terjadi pada populasi pasien yang lemah. ❸ Tujuan pengobatan untuk infeksi SSP ini merupakan pencegahan kematian dan defisit sisa neurologis, membasmi atau mengontrol mikroorganisme secara kausatif, memperbaiki tandatanda dan gejala klinis, dan mengidentifikasi langkahlangkah untuk mencegah infeksi di masa depan (seperti vaksinasi dan terapi penekan). Tujuan ini harus dicapai dengan meminimalkan efek samping dan interaksi reaksi obat yang merugikan. Pembedahan harus dilakukan, jika sesuai (seperti pada infeksi postneurosurgical dan abses otak). Perawatan suportif terdiri dari hidrasi, penggantian elektrolit,antipiretik, antiemetik, analgesik, obat antiepilepsi, danperawatan luka(luka bedah), dimana perawatan suportif atau perawatan dukungan ini pentinguntuktambahan terapi antimikroba, terutamadi awalpengobatan. Prinsip Perawatan ❹ Kecepatan inisiasi antimikroba dengan dosis tinggi secara intavena diarahkan pada terapi pathogen yang memiliki morbiditas dan morbilitas tinggi yang terkait dengan infeksi SSP. Meskipun tidak ada studi prospektif yang berhubungan dengan pemberian antibiotik untuk hasil klinis dalam meningitis, waktu pemberian antibiotic untuk hasil klinis dalam bakteri meningitis memiliki durasi pengobatan yang lebih lama sebelum inisiasi lebih lanjut pada gejala dan penyakit yang akan meningkatkan resiko yang buruk. Studi kedua retrospektif melaporkan bahwa inisiasi terapi antibiotik sesegera mungkin dilakukan setelah dicurigai adanya bakteri meningitis bahkan sebelum opname untuk mengurangi kematian dan gejala sisa neurologis, pada skala coma Glasgow, antibiotik mulai diberikan sebelum skor 10 tercapai. Sterilisasi CSF sangat penting, bila sterilisasi CSF ditunda selama 24 jam akan meningkatkan resiko pada terapi antibiotik berupa gejala neurologis, termasuk kehilangan pendengaran. Jika harus menggunakan deksametason, harus dilakukan sebelum atau pada saat yang sama sebagai dosis pertama dari terapi antibiotik. Farmakokinetik dan farmakodinamik dari antimikroba harus dipertimbangkan ketika merancang pengobatan untuk infeksi SSP. Kemampuan antibiotik untuk mencapai konsentrasi yang efektif pada infeksi adalah kunci keberhasilan dari pengobatan. Dalam model eksperimental meningitis, aktIVitas bakterisida maksimum akan tercapai bila konsentrasi CSF melebihi Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari patogen menularkan 10 sampai 30 kali lipat. Pada umumnya, berat molekul lipofilik yang rendah tidak terionisasi secara fisiologis, dan pH sangat tidak terikat pada protein baik ke CSF maupun jaringan tubuh. Selain karakteristik obat, integritas penghalang darah ke otak menentukan penetrasi antibiotik ke dalam CSF. Penetrasi CSF sebagian besar, akan tetapi tidak semua antibiotik ditingkatkan oleh adanya infeksi dan inflamasi. Sulfonamida, trimetoprim, kloramfenikol, rifampisin dan antituberkular adalah obat yang paling mencapai tingkat teurapeutik CSF bahkan tanpa meninggalkan inflamasi. Kebanyakan antibiotic β – lactams yang terkait (carbapenem dan monobactam), vankomisin, quinolones, asiklovir, linezolid, dan colostin mencapai tingkat CSF teurapetik dalam kehadirannya menimbulkan meningeal inflamasi. Amino glikosida, sefalosporin generasi pertama, generasi kedua (kecuali cefuroxime), klindamisin, dan amfoterisin tidak mencapai tingkat teurapeutik CSF bahkan dengan inflamasi, tetapi klindamisin mencapai ke jaringan otak. Durasi terapi yang memadai diperlukan untuk mengobati meningitis (tabel 67-3). ❹ Terapi (intravena) diberikan penuh untuk terapi pada infeksi SSP, untuk memastikan penetrasi CSF yang memadai sepanjang pengobatan. Pengobatan antibiotik (deksametason, bila digunakan sebagai perawatan) untuk mengurangi inflamasi terkait meningitis, yang pada gilirannya mengurangi penetrasi beberapa antibiotic ke CSF. Untuk memastikan konsentrasi antibiotik yang memadai sepanjang pengobatan, untuk perawatan penuh dilanjutkan dengan pemberian parenteral. Pasien dipilih dengan hati-hati setelah mendapatkan pemantauan medis dan sebagian dari mereka mampu menerima perawatan secara parenteral dengan rawat jalan. Manajemen algoritma untuk orang dewasa yang dicurigai terkena bakteri meningitis, seperti yang direkomendasiakan oleh infeksi penyakit masyarakat amerika, yang diringkas dalam IDSA (ada pada gambar 67.2). Terapi Empiris Antimikroba Setelah pemeriksaan secara cepat (yaitu evaluasi faktor resiko, tanda–tanda klinis, gejala, dan data laboratorium) dan ketepatan dan terapi agresif antimikrobial telah dimulai, pengobatan empiris yang tepat sangat penting bagi pasien dengan dugaan infeksi SSP. Pada kebanyakan pasien, diagnosa fungsi lumbal akan dilakukan sebelum memulai pemberian antibiotik, tapi tidak harus menunda inisiasi pemberian antimikroba. ❺ Terapi empiris harus diarahkan pada patogen yang paling spesifik pada pasien, dengan mempertimbangkan usia, faktor resiko untuk infeksi (termasuk yang mendasari disfungsi penyakit dan kekebalan tubuh, sejarah vaksin, dan eksposur terbaru), hasil noda gram CSF, penetrasi antibiotik CSF, dan pola resistensi antimikroba lokal. Hasil noda CSF dapat digunakan untuk membantu terapi empiris untuk bakteri meningitis. Dengan tidak adanya pewarnaan gram positif, terapi empiris harus dilanjutkan setidaknya selama 48–72 jam, dalam kebanyakan kasus meningitis dapat dikesampingkan oleh gram CSF serta konsistensinya dengan bakteri meningitis, kebanyakan CSF negatif dan yang bersifat evaluasi PCR. Fungsi lumbal mungkin berguna dalam ketiadaannya dalam penemuan yang lain. Penjelasan terapi empiric antibiotik untuk bakteri meningitis dari pathogen dan faktor resiko pada pasien ada pada tabel 67.1. Dampak Resistensi Antimikroba Pada Perlakuan Rejimen untuk Meningitis Pengembangan resistensi terhadap antibiotik beta - laktam, termasuk penisilin dan sefalosporin, secara signifikan telah berdampak pada pengobatan meningitis bakteri. Sekitar 17 % dari Amerika Serikat, ada isolat CSF pneumokokus yang resisten terhadap penisilin, dan 3,5 % dari isolat CSF tahan terhadap sefalosforin. CLSI telah menetapkan ceftriakson memiliki kerentanan yang lebih rendah dan juga breakpoint untuk isolat CSF pneumokokus (1 mg/L) dibandingkan isolat dari area non–CNS (2 mg/L). Peningkatan resistensi pneumokokus terhadap penisilin G telah diubah dengan pengobatan empiris dengan rejimen kombinasi dari sefalosforin generasi ketiga dengan vankomisin. Telah diketahui bahwa resistensi sangat tinggi terhadap N. meningitidis di laboratorium, serta kegagalan pengobatan klinis, sehingga menyebabkan penggunaan sefalosporin generasi ketiga untuk terapi empiris meningitis semakin meningkat. Sebelumnya, terapi meningokokus menggunakan ampisilin sebagai dasar pengobatan untuk meningitisoleh H. influenzae. Tetapi sekarang, pengobatannya lebih berhasil menggunakan beta – laktamase dan sefalosporin generasi ketiga untuk Hib meningitis. Dengan meningkatkan kadar methicillin, resistansi terhadap S. aureus (sekitar sepertiga dari isolat CSF staphylococcal) dan koagulase-negatif staphylococcus memerlukan penggunaan vankomisin untuk terapi empiris ketika patogen terjangkit. Pola resistensi global dan lokal harus diperhitungkan saat merancang rejimen pengobatan empiris untuk bakteri meningitis. TABEL 67-3. Perawatan Definitif Berbasis Patogen untuk Infeksi Sistem Saraf Pusat Patogen Neisseria meningitidis Penisilin KHM 0,1 mg/L Rekomendasi dan Alternatif Terapi Antimikroba Terapi Standar Penisilin G 4juta Unit setiap 4 jam Ampisilin 2 g IV setiap 4 jam Penisilin KHM 0,1-1 mg/L Terapi Alternatif Ceftriakson 2 g IV setiap 12 jam atau Cefotaksim 2 g IV setiap 4 jam Terapi Standar Ceftriakson/ Cefotaksim Efek samping/ Pemantauan Keamanan Durasi (hari) 7 HipersensitIVitas (ruam, anafilaksis) diare HipersensitIVitas (ruam, anafilaksis) diare Hanya ceftriakson : peningkatan LFT, pseudokoletiasis Terapi Alternatif Moxifloksacin 400 mg IV setiap 24jam Streptococcus pneumoniae Penisilin KHM 0,1 mg/L Penisilin KHM 0,1-1 mg/L (Ceftriakson/ cefotaksim/ sensitif strain) Penisilin KHM 2 mg/L atau lebih besar Cefotaksim/ ceftriakson KHM paling akhir 1 mg/L Haemophilus influenzae β-Laktamase-negatif β-Laktamase-positif Listeria monocytogenes Streptococcus Agalactiae (Kelompok B Streptococcus) Enterobacteriaceae Meropenem 2 g IV setiap 8 jam atau Kloramfenikol 1-1.5 g IV setiap 6 jam Terapi Standar Penisilin G/ ampisilin Terapi Alternatif Ceftriakson/ cefotaksim/ kloramfenikol Terapi Standar Ceftriakson/ cefotaksim Terapi Alternatif Cepefim 2 g IV setiap 8 jam atau Meropenem Terapi Standar Vankomisin 15 mg/kg IV setiap 812 jam (dengan dosis pada level serum) tambah ceftriakson/ cefotaksim Terapi Alternatif Mocifloxacin Terapi Standar Vankomisin + ceftriakson/ cefotaksim Terapi Alternatif Moxifloxacin Terapi Standar Ampisilin Terapi Alternatif Ceftriakson/ cefotaksim/ cefepim/ moxifloxacin/ kloramfenikol Terapi Standar Ceftriakson/ cefotaksim Terapi Alternatif Cepefim/ moxifloxacin/ kloramfenikol Terapi Standar Ampisilin/ Penisilin G + gentamisin (5mg/kg perhari, dosis berdasarkan pada tingkat serum) Terapi Alternatif Trimetoprim-Sulfametoksazol (TMP-SMX) 10-20mg/kg TMP IV perhari dalam dosisterbagi setiap 6-8 Jam atau meropenem. Terapi Standar Ampisilin atau penisilin G Terapi Alternatif Ceftriaksonatau cefotaksim Terapi Standar Mual/muntah/diare, pusing, sakit kepala, prolongasi QT Ruam, hipersensitif, diare Ruam, diare, kejang, anemia, gray baby syndrome, hipersensitif, neurotoksisitas (pilihan terakhir dari toksisitas) 10-14 Vankomisin : ruam, red man’s syndrome (jika diinfus terlalu cepat), nefrotoksik, neutropenia, trombositopenia 7 Kurang lebih 26 Gentamisin : Nefrotoksisitas, Ototoxicity TMP-SMX : ruam, sindrom stevens-johnson, penekanan sumsum tulang, mual/muntah, hepatotoksisitas 14-21 21 (durasi panjang Ceftriakson atau cefotaksim Pseudomonas Aeruginosa Staphylococcus Aureus Methicillin- Rentan Terapi Alternatif Aztreonam 2 gIV setiap 6-8 jam moksifloksasin atau meropenem atau TMP-SMX atau ampisilin Terapi Standar Cefepime atau ceftazidime 2g IV setiap 8 jam atau meropenem (penambahan aminoglikosida seharusnya dipertimbangkan) Terapi Alternatif Aztreonam atau ciprofloxacin 400mg IV setiap 8-12 jam (penambahan aminoglikosida harus dipertimbangkan) Terapi Standar Nafsillin/ oksasilin 1.5-3g setiap 4 jam Terapi Alternatif Vankomisin/ meropenem Methiciillin-Resistant Staphylococcus epidermidis Virus Herpes Simpleks Terapi Standar Vancomisin ditambah rifampisin 600mg PO atau IV setiap hari jika shunt terlibat diperlukan untuk neonatus) Flebbitis, demam, ruam, sakit kepala, kebingungan, kejang HipersensitIVitas, ruam, anemia, neutropenia, eosinofilia, lft elevasi Mual/muntah/diare, pusing, sakit kepala, ruam, kebingunganm kejang Ruam, maul/muntah/diare, interstitial akut, nefritis Terapi Alternatif Foskarnet 120-200mg/kg IV perhari dalam dosis terbagi setiap 8-12 jam LFT : Liver Function Test; KHM, Konsentrasi Hambat Minimum, Diadaptasi dengan perizinan 3-4 minggu (4-6 minggu jika shunt yang terlibat) Hepatotoksisitas, perubahan warna merah-orange pada cairan tubuh, ruam kulit, induksi enzim hati Trombositopenia, neutropenia, mual/muntah/diare, peningkatan LFT Terapi Alternatif Linezolid 600mg IV setiap 12 jam atau TMP-SMX Terapi Standar Vancomycin ditambah rifampisisn 600mg PO atau IV setiap hari jika shunt terlibat Terapi Alternatif Linezolid Terapi Standar Acyclovir 10mg/kg IV setiap 8 jam (dewasa), acyclovir 20mg/kgIV setiap 8 jam (neonatus) Kurang lebih 21 hari 3-4 minggu (4-6 minggu jika shunt yang terlibat) Nefrotoksik, kristaluria, mual/muntah, neurotoksisitas, flebitis Nefrotoksik, ketidak seimbangan elektrolit, mual/muntah, sakit kepala, ulserasi penis, tromboflebitis, kejang 14-21 (21 Untuk Neonatus) TABEL 67-3 Perawatan Definitif berbasis Patogen untuk Infeksi Sistem Saraf Pusat (lanjutan) Ampisillin Cefepime Cefotaksime Ceftriaksone Gentamisin Meropenem Nafcillin/Oxacillin Penisillin G Vancomysin Dosis Anak Dari Agen Pilihan Untuk Digunakan Dalam Pengobatan Bakteri Meningitis Neonatus 0-7 Hari Neonatus 8-28 Hari Bayi Dan Anak 150mg/kg IV perhari terbagi 200mg/kg IV perhari terbagi 300mg/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 8jam dalam dosis setiap 6-8 jam dalam dosis setiap 6jam 150 mg/kg perhari terbagi dalam dosis setiap 8jam 100-150mg/kg IV per hari 150-200mg/kg IV perhari 225-300mg/kg perhari terbagi terbagi dalam dosis setiap 8- terbagi dalam dosis setiap dalam dosis setiap 6-8 jam 12jam 6-8 jam 5mg/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 12jam (dengan dosis berdasarkan tingkat serum) 7.5mg/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 8jam ( dengan dosis berdasarkan tingkat serum) - 75 mg/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 8-12jam 0.150000 unit/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 812jam 20-30mg/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 812jam 80-100mg/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 12 jam - 7.5mg/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 8jam ( dengan dosis berdasarkan tingkat serum) 120 mg/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 8jam Nafcillin: 100-150mg/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 6-8 jam Oxacillin: 150-200mg/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 6-8 jam 0.2 juta unit/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 6-8 jam 30-45mg/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 6-8jam 200mg/kg IV per hari terbagi dalam dosis maksimum setiap 6 jam, 2mg pediatri greater dari usia 3 bulan 0.3 juta unit/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 4-6jam 60mg/kg IV perhari terbagi dalam dosis setiap 6 jam LFT, liver function test; KHM, Konsentrasi Hambat Minimum. Diadaptasi dengan perizinan GAMBAR 67-2 Manajemen algoritma untuk dewasa yang disangka terkena bakteri meningitis. a a Manajemen algoritma ini serupa dengan bayi atau anak dengan dugaan terkena bakteri meningitis. b Lihat pada tabel 67-1 untuk rekomendasi pengobatan secara empiris. c Lihat teks untuk rekomendasi spesifik untuk penggunaan adjivan deksametason pada dewasa dengan dugaan bakteri meningitis. d Lihat tabel 67-3 untuk rekomendasi pengobatan penyakit berbasis patogen. (Diadaptasi dengan perizinan) Terapi Mikroba Patogen yang Diarahkan ❻ Terapi antimikroba secara empiris harus diubah berdasarkan pada data laboratorium dan respon klinis. Jika budaya atau diagnostik lain, seperti gram noda pada CSF atau antigen atau tes antibodi menunjukkan patogen tertentu, terapi harus disesuaikan dengan cepat seperti yang diperlukan untuk memastikan cakupan yang memadai untuk pathogen yang bersalah. Pada tabel 67-3 garis-garis yang direkomendasikan definitif diarahkan pada patogen regimen, direkomendasikan lamanya pengobatan, dan efek merugikan merupakan kunci yang harus dimonitor selama terapi antibiotik untuk meningitis. Pertimbangan pengobatan untuk patogen yang dipilih menyebabkan infeksi SSP adalah sebagai berikut Meningitis oleh Neisseria meningiditis N. meningitidis paling sering menyebabkan infeksi SSP pada anak-anak dan dewasa muda. Diperkirakan 1.400-2.800 kasus meningitis meningkat setiap tahun di AmerikaSerikat, dengan kematian sekitar 10%. Dari 11% sampai 19% dari korban pengalaman meningitis terjadi peningkatan gejala jangka panjang, termasuk gangguan pendengaran, kehilangan anggota badan, dan defisit neurologis. Hampir semua penyakit meningitis disebabkan oleh serogrup lima: A, B, C, Y, dan W-135. Di Amerika Serikat, serotipe B, C, dan Y masing-masing bertanggung jawab untuk sekitar 30% dari kasus. Meningitis meningkat diamati paling sering di orang yang tinggal dalam jarak dekat (seperti mahasiswa dan personil militer). Meskipun bayi dengan umur dibawah 1 tahun berada pada risiko tertinggi, hampir 60% kasus ini terjadi pada pasien dengan umur lebih dari 11 tahun. N. meningitis berkolonisasi faring dan biasanya ditularkan melalui inhalasi pernapasan dari pasien atau pembawa simtomatik. Sebuah bakteremi subklinis biasanya terjadi kemudian, lalu adanya penyemaian meningitis. Penyakit meningitis sering (~ 50%) terkait dengan ruam petekiedifus, dan pasien mungkin mengalami perubahan perilaku. Pasien mungkin mengembangkan fulminan sepsis meningitis, ditandai dengan shock, disseminated intravascular coagulation (DIC), dan kegagalan multiorgan sepsis. Meningococcal memiliki prognosis buruk dan membawa tingkat kematian hingga 80%. Pasien yang dicurigai infeksi meningitis harus disimpan pada isolasi pernapasan untuk pertama 24 jam. Secara tradisional, dosis tinggi penisilin G adalah perawatan yang standar untuk penyakit meningitis. Namun, meningkatnya resistensi penisilin mensyaratkan bahwa sefalosporin generasi ketiga sekarang menjadi digunakan untuk pengobatan empiris sampai in vitro kerentanan yang di ketahui. Pasien dengan riwayat alergi penisilin tipe I atau sefalosporin alergi dapat diobati dengan vankomisin. Pengobatan harus dilanjutkan selama 7 hari, setelah itu tidak ada lagi pengobatan yang diperlukan. Pencegahan penyakit meningitis dengan vaksinasi adalah kunci untuk mengurangi kejadian meningitis. Perguruan tinggi: mahasiswa yang tinggal di asrama, perekrutan militer, pasien yang menjalani splenektomi, dan pasien dengan defisiensi komplemen harus menerima vaksin meningitis. Baik dari vaksin polisakarida lama meningitis dan vaksin konjugat baru meningitis melindungi terhadap empat dari lima serotipe yang menyebabkan penyakit invasif (A, C, Y, dan W-135).Vaksin meningitis tidak melindungi terhadap serotipe B, yang menyebabkan lebih dari 50% dari kasus meningitis pada anak-anak yang kurang dari 2 tahun. Salah satu dari dua vaksin meningitis yang tersedia dapat digunakan dalam situasi wabah, dengan antibody pelindung terukur dalam waktu 7 sampai 10 hari. Merupakan sebuah kemungkinan keuntungan dari vaksin konjugat baru adalah bahwa yakini untuk memberikan durasi yang lebih lama kekebalan dari vaksin polisakarida yang lebih tua, meskipun studi klinis untuk memvalidasi durasi perlindungan belum selesai. CDC/ Komite Penasehat Imunisasi praktek dan American Academy of Pediatrics merekomendasikan bahwa semua remaja 11 sampai 12 tahun menerima dosis vaksin konjugasi baru (saat ini disetujui oleh Food and Drug Administration untuk pasien 11-55 tahun). Sampai indikasi yang lebih luas untuk vaksin konjugasi berlisensi, Vaksin polisakarida yang tersedia untuk pasien 2-10 tahun usia, serta pasien lebih dari 55 tahun. ❼ Kontak dekat dari pasien dengan infeksi meningokokus, baiknya di evaluasi untuk tujuan profilaksis antimikroba. Kontak dekat termasuk dengan anggota rumah tangga yang sama, individu yang berbagi tempat tidur, tempat penitipan, dan individu yang terpapar sekresi oral pasien meningitis. Setelah konsultasi dengan pihak kesehatan setempat, proses kontak dekat harus menerima profilaksis antibiotik untuk membasmi pembawa nasofaring dari organisme. Kontak dalam rumah tangga dari pasien dengan meningitis memiliki 400 sampai 800 kali lipat peningkatan risiko pengembangan antibiotik untuk meningitis. Profilaksis harus dimulai sesegera mungkin, sebaiknya dalam waktu 24 jam dari eksposur (dan dalam 14 hari, setelah itu manfaat berkurang secara signifikan). Direkomendasikan, dimana semuanya 90% sampai 95% efektif, untuk orang dewasa termasuk rifampisin 600 mg oral setiap 12 jam untuk 2 hari, ciprofloksasin 500 mg oral untuk satu dosis, atau ceftriakson 250 mg intramus cylarly untuk satu dosis. Regimen anak-anak termasuk rifampisin 5 mg / kg oral setiap 12 jam selama 2 hari (kurang dari usia 1 bulan), rifampisin 10 mg / kg oral setiap 12 jam selama 2 hari (lebih dari usi 1 bulan), atau ceftriakson 125 mg secara intra muskuler selama satu dosis (kurang dari usia 12 tahun). Hal ini tidak diketahui apakah kontak dekat yang telah divaksinasi akan mendapatkan keuntungan dari profilaksis atau tidak. Pasien dengan meningitis yang diobati dengan antibiotik selain dengan antibiotik sefalosforin generasi ketiga juga harus dipertimbangkan untuk profilaksis guna memberantas pembawa keadaan nasofaring. Meningitis oleh Streptococcus pneumoniae S. pneumonia adalah penyebab paling umum dari meningitis di orang dewasa dan pada anak-anakanak kurang dari 2 tahun. Pneumococcus dikaitkan dengan kematian tertinggi diamati dengan meningitis bakteri pada orang dewasa (20% sampai 30%), dan kejang lebih sering terjadi pada pneumokokus pasien meningitis. Pasien yang berisiko tinggi untuk terkena meningitis pneumokokus termasuk orang tua, pecandu alkohol, pasien yang telah mengalami splenektomi, pasien dengan penyakit sel sabit, dan pasien dengan koklea implan. Setidaknya 50% dari kasus meningitis pneumokokus adalah karena infeksi primer dari telinga, sinus, atau paru-paru. Dosis tinggi penisilin G tradisional telah menjadi obat pilihan untuk pengobatan meningitis pneumokokus. Namun, karena peningkatan resistensi terhadap pneumokokus, pengobatan empiris yang disukai sekarang yaitu dengan sefalosporin generasi ketiga dalam kombinasinya dengan vancomisin. Semua isolat CSF harus diuji untuk penisilin dan sefalosporin resistensi dengan metode disahkan oleh CLSI. Setelah hasil sensitIVitas in vitro diketahui, terapi dapat disesuaikan (Tabel 67-3).Pasien dengan riwayat alergitipe I penisilin atau alergi juga terhadap sefalosforin dapat diobati dengan vankomisin. Pengobatan harus dilanjutkan selama 10 sampai 14 hari, setelah itu ada terapi pemeliharaan lebih lanjut yang diperlukan. Profilaksis antimikroba tidak di indikasikan untuk kontak dekat. Pemberian vaksin untuk individu yang berisiko tinggi adalah kunci strategi untuk mengurangi risiko penyakit pneumokokus invasif. 23-valent pneumococcal target vaksin serotipe yang memperhitungkan untuk lebih dari 90% penyakit invasif di pasien-pasien. Beberapa berisiko tinggi, vaksin 23-valent tidak menghasilkan kekebalan terpercaya respon pada anak-anak muda dari 2 tahun atau juga tidak mengurangi pembawa pneumokokus. 7-valent pneumococcal vaksin konjugasi proteinpolisakarida diperkenalkan padatahun 2000 dengan menargetkan 7 serotipe yang paling umum pada anakanak dan menyediakan perlindungan (pengurangan 94%) terhadap penyakit pneumonia invasif (seperti sepsis dan meningitis) pada anak-anak muda dari umur 5 tahun umur 30 tersebar luas dari konjugat 7valent vaksin, untuk anak-anak juga telah memberikan kontribusi terhadap penurunan 28% penyakit pneumonia invasif dewasa. Berbeda dengan 23-valent vaksin, vaksin 7-valent mengurangi transmisi. Meningitis oleh Haemophilus influenzae Sebelum pengenalan vaksin konjugasi Hib, H. influenzae tipe B adalah penyebab penyakit paling umum di amerika yang diakibatkan oleh bakteri meningitis. Pengecekan rutin pasien anak yg terserang Hib sejak tahun 1991 telah mengurangi kejadian penyakit Hib invasif (yaitu, meningitis dan sepsis) pada anak-anak kurang dari 5 tahun dengan presentasi 99 %, dengan kematian dari Hib meningitis berkurang dari 5 %. Vaksin Hib juga dianjurkan untuk pasien yang menjalani splenektomi. Hib penyakit meningeal sering dikaitkan dengan fokus parameningeal seperti sinus atau infeksi telinga tengah. Peningkatan resistensi beta – laktamase mediasi telah mengubah pengobatan empiris pilihan dari ampisilin ke sefalosporin generasi ketiga (misalnya, ceftriakson dan cefotaksim). Pengobatan harus dilanjutkan selama 7 hari, setelah itu tidak ada terapi pemeliharaan dan diperlukan lebih lanjut. ❼ Kontak dekat dengan pasien meningitis oleh virus H. influenzaetipe B harus dievaluasi untuk menguji profilaksis antimikroba. Risiko Hib meningitis jika kontak dekat mungkin sampai 200-1000 kali lipat lebih tinggi daripada populasinya. Penyakit umum Hib infasif, termasuk meningitis, harus dilaporkan ke pihak kesehatan setempat dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Profilaksis untuk menghilangkan gejalan pada hidung dan pembawa orofaringeal dari Hib pada individu yang terpapar harus dimulai setelah berkonsultasi dengan para tenaga kesehatan setempat. Rifampisin (600 mg/hari untuk orang dewasa; 20 mg/kg per hari untuk anakanak, maksimum 600 mg/hari) diberikan selama 4 hari. Profilaksis rifampin tidak diperlukan bagi individu yang telah menerima vaksin Hib seri penuh. Terutama, anak-anak yang tidak divaksinasi antara usia 12 dan 48 bulan harus menerima satu kali dosis vaksin, dan anak-anak yang tidak divaksinasi usia 2-11 bulan harus menerima tiga kali dosis vaksin, serta profilaksis rifampin. Karena kekurangan vaksin sebelumnya, tidak dapat diasumsikan bahwa semua anak telah divaksinasi. Selanjutnya, beberapa anak belum menerima semua vaksin anak karena kekhawatiran orangtua tentang keamanan vaksin. Meningitis oleh Listeria monocytogenes L. monocytogenes merupakan basil gram positif intraseluler yang telah dilaporkan mengkontaminasi makanan tertentu, seperti keju lunak, susu yang tidak dipasteurisasi, daging dan ikan mentah, daging olahan, dan sayuran mentah. Bakteri dari makanan yang terkontaminasi akan merusak saluran pencernaan, masuk ke aliran darah, dan membatasi respon imun seluler alami untuk menyebabkan infeksi L. monocytogenessehingga teradi meningitis, biasanya ada pada pasien lanjut usia dan pada pasien immunocompromised dengan depresi imunitas seluler (termasuk pasien dengan leukemia, transplantasi organ, dan HIV/AIDS), sehingga memiliki tingkat kematian yang tinggi hingga 30%. Hanya sejumlah antibiotik yang menunjukkan aktIVitas bakterisida terhadap Listeria. Kombinasi ampisilin dosis tinggi atau penisilin G dan aminoglikosida menghasilkan efek yang sinergis dan bakterisida terhadap Listeria. Pada penelitian total diperlukan minimal 3 minggu peminuman obat. Karena kekhawatiran tentang risiko nefrotoksisitas dengan pemakaian pengobatan aminoglikosida yang panjang, pasien diobati dengan terapi kombinasi selama 10 hari dan dapat menyelesaikan sisa pengobatan mereka dengan ampisilin atau penisilin secara mandiri. Pada pasien alergi terhadap penisilin, kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol adalah agen pilihan karena memiliki efek aktIVitas bakterisida in vitro terhadap Listeria, serta baik untuk penetrasi SSP. Vankomisin dan sefalosporin merupakan pengobatan yang tidak efektif untuk Listeria meningitis. Profilaksis tidak diperlukan untuk kontak dekat, juga tidak menunjukkan terapi penekan. Pasien dengan depresi berat dan imunitas seluler disarankan untuk menghindari makanan yang mungkin terkontaminasi dengan Listeria. Meningitis oleh Grup B Streptococcus Infeksi oleh grup B Streptococcus (seperti S. agalactiae) adalah penyebab paling umum dari sepsis neonatal dan meningitis. Satu dari setiap 4 sampai 5 wanita hamil merupakan pembawa kelompok B Streptococcus yang berasal dari vagina atau dubur. Grup B streptokokus dapat diperoleh saat melahirkan setelah terpapar sekresi sehingga akan terinfeksi dari jalan lahir ibu atau rektum. Bayi yang lahir dari ibu yang merupakan pembawa, beresiko sangat tinggi (1 dari setiap 100-200 bayi) mengembangkan kelompok invasif B penyakit streptokokus, termasuk sepsis dan meningitis. Neonatal dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Pengobatan sinergis dengan penisilin atau ampisilin, ditambah gentamisin, selama 14 sampai 21 hari dianjurkan untuk pengobatan kelompok B streptokokus meningitis. Untuk mengurangi risiko kelompok klinis B penyakit streptokokus pada neonatus, wanita hamil harus dipantau pada usia 35 hingga 37 minggu kehamilan, untuk menentukan apakah mereka adalah pembawa kelompok B streptococci. Intrapartum antibiotik (misalnya penisilin atau ampisilin) yang direkomendasikan untuk wanita hamil dengan karakteristik sebagai berikut: kelompok B carrier streptokokus terdeteksi pada skrining, sejarah kelompok B streptokokus bakteriuria setiap waktu selama kehamilan, dan sejarah pengiriman bayi dengan kelompok invasif B penyakit streptokokus. Meningitis oleh Basil Gram Negatif Meningitis yang disebabkan oleh basil gram negatif ini salah satu dari kasus meningitis yang penting karena morbiditas (mudah kena sakit) dan mortalitas (kemungkinan kematian) pada populasi yang beresiko, termasuk mereka yang terkena diabetes, keganasan, sirosis, imunosupresi, lanjut usia, infeksi parameningeal, dan/atau sebuah cacat yang memungkinkan interaksi dari kulit ke CNS (seperti bedah sarap, cacat bawaan, atau trauma kranial). Pengobatan optimal untuk meningitis bakteri basil gram negatif tidak didefinisikan dengan baik. Pengenalan cefalosporin spektrum luas telah meningkat dengan hasil pengobatan dari pasien secara signifikan. Sementara cefalosporin generasi ketiga ceftriakson dan cefotaksim menyediakan cakupan yang baik untuk sebagianenterobacteriaceae,antibiotik ini tidak efektif terhadap P.aeruginosa. Ceftazidime, cefepime, dan carbapenem telah terbukti efektif terhadap pseudomonal meningitis. Penambahan aminoglikosida dapat meningkatkan hasil pengobatan. Namun, penetrasi CNS dari aminoglikosida sangat tidak baik, bahkan dalam pengaturan meninges yang meradang. Intratekal atau intraventrikular pemberian aminoglikosida mungkin berguna, tetapi antibiotik intraventrikular telah dikaitkan dengan peningkatan mortalitas pada neonatus. Terapi intratekal dilakukan dengan pemberian antibiotik ke dalam CSF melalui fungsi lumbal, sedangkan terapi intraventrikular biasanya diberikan kedalam reservoir ditanamkan dalam ventrikel otak. Terapi awal dari yang diduga pseudomonal meningitis harus mencakup spectrum luas golongan βlactam (e.g., ceftazidime, cefepime, atau meropenem) ditambah aminoglikosid (lebih baik tobramycin atau amikacin). Meskipun carbapenem imipenem-cilastatin memiliki aktIVitas mirip dengan golongan β-lactam, penggunaannya tidak dianjurkan pada meningitis karna dapat berisiko kejang-kejang. Aztreonam, ciprofloxacin dosis tinggi, dan colistin adalah alternatif pengobatan untuk pseudomonal meningitis. Terapi lokal (yaitu, terapi intratekal atau intraventrikular) mungkin diindikasikan pada pasien dengan bakteri meningitis basil gram negatif (terutama infeksi yang disebabkan oleh resistensi P. Aeruginosa) atau pada pasien yang gagal untuk memodifikasi antibiotik intravena saja. Mengingat perbedaan pola resistensi rumah sakit setempat, pengobatan pemberian patogen langsung sangat penting setelah hasil mikrobiology tersedia. Pengobatan untuk bakteri meningitis basil gram negatif harus dilanjutkan selama minimal 21 hari. Infeksi Pasca Operasi pada Pasien Bedah Saraf dan Infeksi Shunt Para pasien yang menjalani prosedur bedah saraf atau memiliki invasif atau yang ditanamkan perangkat asing (seperti CSF shunt, pompa intraspinal, kateter, atau kateter epidural) mereka berisiko untuk infeksi CNS. Patogen yang penting dalam infeksi pasca operasi bedah saraf termasuk koagulasi-negatif staphylococci, S. Aureus, streptococci, propionobacteria, dan basil gram negatif, termasuk P. Aeruginosa. Tanda dan gejala klinis mungkin mirip dengan CNS infeksi lainnya, tanda dan gejala tersebut dapat menjadi bukti kerusakan implan atau tanda-tanda infeksi luka pasca oprasi. Pengobatan empiris untuk infeksi pasca operasi pada pasien bedah saraf (termasuk pasien dengan CSF shunt) harus diobati dengan cakupan vankomisin dalam kombinasi dengan salah satu diantaranya cefepime, ceftazidime, atau meropenem. Linezolid telah dilaporkan untuk mencapai konsentrasi CSF yang memadai dan menyelesaikan kasus menginitis refrakter terhadap vankomisin. Namun, data dengan linezolid terbatas. Penambahan rifampin harus dipertimbangkan untuk pengobatan infeksi shunt. Ketika data biakan dan sensitIVitas tersedia, pengobatan antibiotik pengarah patogen harus langsung diberikan. Penghapusan alat yang terinfeksi yang diinginkan berupa terapi antibiotik yang agresif (termasuk terapi antibiotik intravena dengan dosis tinggi ditambah intraventrikular vancomicin dan/atau tobramicin) mungkin efektif untuk pasien yang tidak mungkin menghapus perangkat asingnya. Abses otak adalah koleksi lokal nanah dalam tempurung kepala. Infeksi ini sulit di obati karna adanya infeksi walled-off dalam jaringan otak yang sulit untuk beberapa antibiotik untuk mencapainya. Pada penambahan pengobatan antimikroba yang sesuai (sebuah diskusi yang berada diluar lingkup bab ini), surgical debridement sering digunakan sebagai langkah ajuvan. Pembedahan debridement juga mungkin digunakan dalam mengatur infeksi pasca operasi bedah saraf. Viral Ensefalitis dan Meningitis Viral ensefalitis dan meningitis mungkin sama dengan meningitis bakteri pada presentasi klinisnya, tetapi sering dapat dibedakan adalah dari hasil temuanCSF. Patogen virus yang paling umum adalah enterovirus, yang menyebabkan sekitar 85% kasus virus infeksi CNS. Virus lain yang dapat menyebabkan SSP infeksi termasuk arbovirus, virus herpes simpleks, cytomegalovirus, virus varicella zoster, rotavirus, corona virus, influenza virus A dan B, virus West Nile, dan virus Epstein-Barr. Infeksi SSP virus yang diperoleh melalui hematogen atau penyebaran neuronal. Sebagian besar kasus meningitis enterovirus atau ensefalitis membatasi diri dengan dukungan dari pengobatan. Namun, arbovirus, virus West Nile, dan virus Eastern berhubungan dengan prognosis yang kurang menguntungkan. Berbeda dengan encephalitides virus lainnya, herpes simpleks virus (HSV) tipe 1 dan 2 ensefalitis dapat diobati. Meskipun langka (1 kasus per 250.000 penduduk per tahun di Amerika Serikat), HSV ensefalitis adalah infeksi yang mengancam jiwa yang serius. Lebih dari 90% HSV ensefalitis pada orang dewasa disebabkan HSV tipe 1, sedangkan HSV tipe 2 mendominasi di HSV neonatal ensefalitis (lebih besar dari 70%). HSV ensefalitis hasilnya adalah reaktIVasi dari infeksi laten (dua-pertiga dari kasus) atau kasus yang parah infeksi primer (sepertiga). Tanpa pengobatan yang efektif, angka kematian dapat mencapai 85%, dan pasien yang selamat biasanya memiliki sisa-sisa defisit neurologis yang signifikan. Dosis tinggi dari asiklovir secara intravena adalah obat pilihan, diberikan untuk 2 sampai 3 minggu dengan dosis 10 mg / kg secara intravena setiap 8 jam pada orang dewasa dan selama 3 minggu dengan dosis 20 mg / kg secara intravena setiap 8 jam di masa neonatus. Foscarnet 120-200 mg / kg per hari dibagi setiap 8 sampai 12 jam selama 2 sampai 3 minggu adalah pengobatan pilihan untuk asiklovir tahan isolat HSV. Terapi adjuvan Deksametason ❽ Deksametason telah terbukti meningkatkan hasil pengobatan yang baik untuk pasien yang menderita meningitis. Deksametason menghambat pelepasan proinflamasi sitokin dan membatasi respon inflamasi CNS yang dirangsang oleh infeksi dan terapi antibiotik. Manfaat klinis dengan mengurangi defisit neurologis (terutama oleh mengurangi gangguan pendengaran) telah diamati pada bayi dan anak-anak dengan meningitis H. influenzae, serta patogen lain yang menyebabkan meningitis, jika deksametason dimulai sebelum terapi antibiotik. The American Academy of Pediatrics merekomendasikan deksametason (0,15 mg/kg intravena setiap 6 jam untuk 2 sampai 4 hari) untuk bayi dan anak-anak setidaknya 6 minggu dengan Hib meningitis dan pertimbangan penggunaan deksametason di pneumokokus. Dexamethasone harus dimulai 10 sampai 20 menit sebelum atau paling lambat saat inisiasi dari terapi antibiotik; tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang telah menerima terapi antibiotik karena mungkin akan mmberikan hasil yang tidak diinginkan dari pengobatan ini. Ada data yang cukup untuk membuat rekomendasi mengenai penggunaan terapi deksametason tambahan pada meningitis neonatal. Pada orang dewasa, manfaat yang signifikan diamati dari deksametason dengan plasebo berlebih dalam caranya mengurangi komplikasi meningitis, termasuk kematian, terutama pada pasien dengan pneumokokus meningitis. The IDSA merekomendasikan deksametason 0,15mg/kg intravena setiap 6 jam selama 2 sampai 4 hari (dengan catatandosis pertama diberikan 10 sampai 20 menit sebelum atau dengan dosis pertama dari antibiotik) pada orang dewasa yang dicurigai atau terbukti meningitis pneumonokokus. Deksametason tidak dianjurkan untuk orang dewasa yang telah menerima terapi antibiotik. Beberapa dokter akan memberikan deksametason untuk semua orang dewasa dengan meningitis hasil tes laboratorium tertunda. Ada kekhawatiran tentang pemberian deksametason untuk pasien dengan meningitis pneumokokus yang disebabkan oleh penisilin atau resisten terhadap sefalosforin, diamana vankomisin aan diperlukan. Model ekperimental hewan mengindikasikan penggunaan steroid yang bersamaan akan mengurangi penetrasi vankomisin dalam CSF dari 42% menjadi 77% dan penundaan sterilisasi CSF yang seharusnya mengurangi respon inflamasi. Kegagalan pengobatan telah dilaporkan dari orang dewasa dengan resistensi terhadap pneumonokokus meningistis yang telah diobati dengan deksametason, tetapi manfaat risiko dari penggunaan deksametason dari pasien tidak bisa didefinisikan saat ini. Model-model hewan ini mengindikasikan manfaat dari penambahan rifampin dari pasien dengan resistensi terhadap pneumonokokus meningitis setiapkali deksametason digunakan. HASIL EVALUASI Memantau pasien yang terkena infeksi SSP terus-menerus sepanjang waktu dengan perawatan yang benar untuk mengevaluasi kemajuan kondisi mereka menuju pencapaian tujuan pengobatan, termasuk menghilangkan gejala, pemberantasan infeksi, dan pengurangan peradangan untuk mencegah kematian dan pengembangan defisit neurologis. Tujuan pengobatan yang terbaik dicapai dengan antimikroba parenteral yang sesuai dengan terapi, termasuk terapi empiris untuk menutupi sebagian besar kemungkinan patogen, diikuti dengan terapi yang diarahkan setelah kultur dan hasil sensitivitas diketahui. ❿ Fungsi komponen rencana monitoring adalah untuk menilai efikasi dan keamanan terapi antimikroba dari infeksi SSP termasuk tandatanda klinis dan gejala dan laboratorium data (seperti temuan SSP, budaya, dan data sensitivitas). Selama alur pengobatan pasien, dilakukan monitor tanda-tanda klinis dan gejala setidaknya tiga kali sehari. Arah gejala lebih penting daripada penilaian satu waktu. Demam, sakit kepala, mual dan muntah, dan malaise diharapkan mulai membaik dalam 24 sampai 48 jam setelah inisiasi terapi antimikroba dan perawatan pendukung lain. Kemudian mengevaluasi pasien untuk resolusi neurologis tanda dan gejala, seperti perubahan status mental dan kekakuan daerah tengkuk, seperti halnya infeksi diberantas dan peradangan dikurangi dalam SSP. Perbaikan diharapkan dan selanjutnya resolusi tanda dan gejala sebagai tujuan pengobatan secara berkelanjutan. Pada saat pulang dari rumah sakit, mengatur pasien untuk melakukan tindak lanjut selama beberapa minggu atau bulan tergantung pada patogen penyebab, tujuan pengobatan klinis, dan pasien berdasarkan komorbiditas. Terutama mengevaluasi pasien untuk adanya defisit neurologis residual. Pemantauan tes laboratorium penting pada pasien yang menerima pengobatan untuk infeksi SSP.Monitor CSF dan kultur darah sehingga terapi antimikroba dapat disesuaikan dengan etiologi organisme. Tindak lanjut pada kultur dapat dilakukan untuk membuktikan pemberantasan organisme atau kegagalan pengobatan. Meskipun pada umumnya tidak dilakukan pengulangan LP, pertimbangkan pengulangan LP untuk pasien yang tidak merespon secara klinis setelah 48 jam sesuai terapi antimikroba, terutama mereka yang resisten terhadap pneumococcus dan menerima dexamethasone. Kandidat lain untuk pengulangan LP meliputi: orangorang dengan infeksi basil gram negatif, demam berkepanjangan, dan meningitis berulang. Pengulangan LP pada neonatus untuk menentukan durasi terapi. Pengulangan LP juga dapat dilakukan untuk meringankan intrakranial yang meningkatkan tekanan. Diharapkan pengulangan kultur darah menjadi negatif dengan cepat selama terapi dan jumlah serum WBC untuk meningkatkan dan menormalkan dengan terapi antimikroba yang tepat. Evaluasi dosis regimen antimikroba untuk menjamin efikasi dari regimen perawatan. Vankomisin dengan konsentrasi 15 sampai 20 mg/L, direkomendasikan untuk perawatan infeksi sistem saraf pusat. Pemantauan pasien denga efek samping obat, alergi obat, dan interaksi obat. Rencana pemantauan keamanan obat yang spesifik, akan diandalkan dari penggunaan antibiotik yang bisa dilihat pada tabel 67-3. Dilakukan pendekatan perhatian untuk pasien yang pengobatannya bersamaan dengan rifampin untuk perawatan dan profilaksis. Rifampin adalah zat penginduksi poten dari metabolisme hati dan mungkin menurunkan efikasi dari metabolisme obat lain dari sitokrom P-450 3A. Studi Kasus Pasien JD adalah murid SMA berusia 17 tahun yang mengunjungi kakaknya di asrama kuliah selama 1 minggu sebelum kakaknya meninggalkan asrama untuk liburan musim dingin. JD sekarang berada di unit gawat darurat dengan sejarah 2 hari sakit kepala dan demam. Temuan fisik dan nilai-nilai laboratorium meliputi suhu 38.3ºC (101ºF) dan jumlah WBC dari 14.400 / mm3 (14,4 × 109 / L), dengan 90% PMN. Pemeriksaan mengungkapkan kaku kuduk dan ruam peteki trunkal. JD dilaporkan mengalami sensitivitas cahaya dan mual dengan muntah. Dia telah mencoba dosis analgesik berlebih dan antipiretik tapi tidak mengurangi sakit kepala atau demamnya. • Apa tanda-tanda dan gejala yang konsisten dari meningitis yang ada pada JD? • Apa petunjuk untuk patogen penyebab penyakit pada JD? • Apa regimen empiris pilihan untuk JD? • Bagaimana data laboratorium (termasuk kultur & sensitivitas data) digunakan untuk memperbaiki rejimen antibiotik empiris? • Obat yang direkomendasikan untuk profilaksis dari kontak dekat dengan pasien dengan meningitis? Perawatan Pasien dan Pemantauan 1. Kaji tanda-tanda, gejala, dan faktor risiko pasien untuk meningitis. Apakah petunjuk ini merujuk pada petunjuk patogen? 2. Tentukan apakah pasien dapat menjalani LP langsung atau jika LP harus ditunda sampai lesi massa SSP bisa dikesampingkan. Jika LP tertunda, kultur darah harus ditarik dan terapi antimikroba empiris yang tepat dimulai segera. 3. Berdasarkan data-pasien tertentu, pola resistensi lokal, dan data lain yang relevan, desain yang sesuai empiris rejimen antimikroba diarahkan pada kemungkinan patogen; rejimen empiris harus terdiri dari dosis tinggi terapi intravena. 4. Tentukan apakah terapi ajuvan deksametason ditujukan; jika demikian, mulai terapi steroid 15 sampai 20 menit sebelum dosis pertama terapi antimikroba. 5. Memberikan perawatan pendukung untuk pasien dengan infeksi SSP, termasuk hidrasi, penggantian elektrolit, antipiretik, analgesik, dan obat antiepilepsi. 6. Pantau kultur dan data sensitivitas dari laboratorium mikrobiologi untuk menentukan perbaikan apa yang dibutuhkan dalam rejimen pengobatan pasien. Desain rencana terapi untuk menyelesaikan pasien dari tujuan terapi untuk meningitis akut. 7. Pantau respons pasien terhadap terapi (yaitu, tanda-tanda klinis / gejala dan data laboratorium), serta pengembangan komplikasi, termasuk kejang dan gangguan pendengaran. Terapi deksametason dapat mengurangi penetrasi antibiotik, sehingga dosis obat antimikroba mungkin harus ditingkatkan (terutama vankomisin) untuk mencapai tingkat CSF yang memadai. Kadar serum vankomisin harus diukur dan dosis dititrasi untuk memastikan konsentrasi CNS memadai. Mengevaluasi apakah intraventrikular atau intratekal antibiotic ditunjukkan. 8. 9. Lakukan pengawasan berkelanjutan untuk reaksi obat yang merugikan, alergi obat, dan interaksi obat. 10. Tentukan apakah profilaksis diindikasikan untuk kontak dekat pasien dengan infeksi SSP.Kontak dekat harus ditempatkan untuk pasien yang diduga meningokokus atau Meningitis Hib. Setelah berkonsultasi dengan pihak kesehatan setempat, profilaksis antibiotik harus diberikan segera untuk orang-orang untuk menghindari penyakit sekunder. 11. Mengevaluasi apakah pasien adalah kandidat untuk menyelesaikan pengobatan parenteral pada pasien rawat jalan dasar. Jika demikian, pentingnya tindak lanjut medis dekat dan kepatuhan pengobatan harus ditekankan kepada pasien dan keluarganya. 12. Pertimbangkan bagaimana untuk meminimalkan risiko pasien tertular saat ini (dan lainnya) infeksi SSP di masa depan; mengelola vaksin yang tepat setelah sembuh dari infeksi akut. 13. Aturlah tindak lanjut setelah pasien keluar dari rumah sakit. Terus lakukan pemantauan untuk gejala sisa neurologis untuk beberapa bulan setelah menyelesaikan pengobatan, dan mendidik pasien dan keluarga dalam hal ini. Komplikasi serius yang mungkin terjadi antara lainkelainan pendengaran, hemiparesis, quadriparesis, hypertonia otot, ataksia, gangguan kejang, keterbelakangan mental, pembelajaran cacat, dan hidrosefalus obstruktif. SINGKATAN- SINGKATAN AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome (Sindrom Defisiensi Imun) CDC : Centers For Disease Control And Prevention (Pusat Pengendalian Dan Pencegahan Penyakit) CLSI : Clinical And Laboratory Standards Institute (Clinical And Laboratory Standards Institute) CNS : Central Nervous System (Sistem Saraf Pusat) CSF : Cerebrospinal Fluid (Cairan Serebrospinal) CT : Computed Tomography DIC : Disseminated Intravascular Coagulation FDA : Food And Drug Administration Hib : Haemophilus Influenzae Type B HIV : Human Immunodeficiency Virus HSV : Herpes Simplex Virus IDSA : Infectious Diseases Society Of America IL-2 : Interleukin 2 LP : Lumbar Puncture MBC : Minimum Bactericidal Concentration (Konsentrasi Bakterisida Minimum) MIC : Minimum Inhibitory Concentration (Konsentrasi Hambat Minimum) MRI : Magnetic Resonance Imaging MRSA : Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus MRSE : Methicillin Staphylococcus Epidermidis PCR : Polymerase Chain Reaction PMN : Polymorphonuclear Cell TNF-Α : Tumor Necrosis Factor Α WBC : White Blood Cell (Sel Darah Putih) Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com Masuk ke situs web: www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk memperoleh informasi dalam melanjutkan pembelajaran bab ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN Centers for Disease Control and Prevention. Prevention of perinatal Group B streptococcal disease. Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR) 2002;51(RR11): 1–22. Centers for Disease Control and Prevention. Progress toward elimination of Haemophilus influenzae type b invasive disease among infants and children—United States, 1998–2000. Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR) 2002;51(RR11):234–237. Centers for Disease Control and Prevention. Prevention and control of meningococcal disease. Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR) 2005;54(RR07):1–21. Centers for Disease Control and Prevention. Direct and indirect effects of routine vaccination of children with 7-valent pneumococcal conjugate vaccine on incidence of invasive pneumococcal disease—United States, 1998–2003. Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR) 2005;54(36): 893–897. Sinner SW, Tunkel AR. Antimicrobial agents in the treatment of bacterial meningitis. Infect Dis Clin North Am 2004;18:581–602. Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL, et al. Practice guidelines for the management of bacterial meningitis. Clin Infect Dis 2004; 39:1267–1284. Tyler KL. Herpes simplex virus infections of the central nervous system: Encephalitis and meningitis, including Mollaret’s. Herpes 2004; 11(suppl 2):57A–64A. van de Beek D, de Gans J, McIntyre P, Prasad K. Corticosteroids for acute bacterial meningitis. Cochrane Database Syst Rev 2003; 3:CD004405. van de Beek D, de Gans J, Spanjaard L, et al. Clinical features and prognostic factors in adults with bacterial meningitis. N Engl J Med 2004;351(18):1849– 1859. van de Beek D, de Gans J, Tunkel AR, Wijdicks EFM. Communityacquired bacterial meningitis in adults. N Engl J Med 2006; 354:44–53. 02 INFEKSI SALURAN PERNAFASAN BAWAH Diane M.Cappellety OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK : 1. Mengetahui daftar pathogen umum penyebab penyakit Pnemonia Community (pneumonia yang sering di derita masyarakat umum), Pnemonia Aspirasi (Pnemonia yang terjadi pada pasien dengan debilitas berat atau mereka yang menghirup sesuatu selagi tidak sadar atau muntah berulang), Pnemonia ventilator (Pasien dengan ventilasi mekanis yang beresiko terkena infeksi) , Asosiasi perawatan kesehatan pneumonia. 2. Menjelaskan tentang pertahanan tubuh terhadap serangan pneumonia. 3. Menjelaskan patofisiologi pneumonia. 4. Mengenali tanda-tanda dan gejala-gejala yang berhubungan dengan Pneumonia komunitas dan ventilator pneumonia. 5. Mengidentifikasi pasien beserta factor-factor organisme yang akan memandu kita pada penyeleksian cara hidup antimikroba yang lebih spesifik pada pasien perorangan. 6. Mendesign cara hidup antimikroba yang tepat berdasarkan data-data spesifik pasien yang menderita pneumonia komunitas, pneumonia asosiasi kesehatan (pencegahan dan bagaimana serangan itu muncul). 7. Mendesign cara hidup antimikroba berdasarkan data spesifik pasien dan organisme 8. Melakukan monitoring secara berencara dan berkesinambungan berdasarkan informasi yang spesifik dari pasien yang menderita pneumonia kommunitas dan Asosiasi perawatan kesehatan pneumonia. 9. Merumuskan pendidikan yang akan memberikan informasi yang tepat yang akan disampaikan pada penderita pneumonia. KONSEP UTAMA ❶ Ada 5 klasifikasi pneumonia : Pnemonia komunitas, Pnemonia Aspirasi, Pnemonia Nosokomial (HospitalAcquired), Pnemonia Ventilator dan Asosiasi perawatan kesehatan pneumonia. ❷ Etiologi bakteri penyebab pneumonia bervariasi sesuai dengan jenis pneumonia. ❸ Streptococus pnemoniae adalah bakteri penyebab pneumonia yang paling umum. ❹ Tanda-tanda, gejala-gejala serta permasalahanpermasalahan yang terkait dengan pneumonia, diperlukan tidak hanya untuk mendiagnosa pasien tetapi juga untuk melihat respon/reaksi dari terapi yang dilakukan. ❺ Tujuan dari terapi adalah untuk menghilangkan gejalagejala yang dirasakan pasien, serta untuk meminimalkan terjadinya komplikasi sehingga dapat menurunkan angka kematian. ❻ Pengobatan untuk pasien penderita pneumonia dilampiri data-data yang empiris. ❼ Penyeleksian secara empiris dari terapi antimikroba untuk Pnemonia Ventilator, Perawatan kesehatan Pnemonia, dan Nosokomial Pnemonia dengan jangkauan yang luas ; bagaimanapun juga apabila terjadi kerentanan terhadap kultur tertentu terapi harus dihentikan untuk menghambat identifikasi pathogen. ❽ Waktu terapi harus dilakukan dalam kurun waktu sesingkat mungkin. ❾ Melakukan pemantauan atas reaksi dari terapi yang dilakukan sangat penting untuk menentukan khasiat, mengidentifikasi efek samping serta untuk menentukan waktu terapi selanjutnya. ❿ Pencegahan penyakit pneumococcus melalui penggunaan vaksinasi sudah menjadi tujuan nasional. Pneumonia adalah peradangan pada paru-paru yang diikuti konsolidasi. Penyebab peradangan adalah karena adanya infeksi yang diakibatkan oleh berbagai macam organisme. ❶ Ada 5 klasifikasi dari Pnemonia: Komunitas P, Aspirasi P, Nosokomial P, Ventilator P, dan Perawatan Kesehatan Pnemonia. Pasien yang menderita pneumonia pada saat rawat jalan dan belum mendapatkan fasilitas perawatan kesehatan, termasuk didalamnya perawatan luka dan Hemodialisis dapat dikategorikan sebagai penderita Pneumonia komunitas (CAP). Begitupun juga Aspirasi Pnemonia, baik Oropharyngeal (terhirupnya sesuatu ke dalam saluran pernafasan) atau Gatsrointestinal (Muntah berulang). Nosokomial Pnemonia (HAP) didefinisikan sebagai pnemonia yang terjadi 48 jam atau lebih setelah admisi. Pnemonia Ventilator (VAP) membutuhkan intubasi endotoksi setidaknya 48 s/d 72 jam sebelum terserang pneumonia. Kategori pneumonia terbaru adalah perawatan kesehatan pneumonia (HCAP), yang menggambarkan bahwa pneumonia terjadi pada setiap pasien yang dirawat di rumah sakit selama setidaknya 2 hari dan dalam kurun waktu 90 hari akan muncul gejala infeksi kerena berada di ruang perawatan dalam jangka waktu yang lama. Setelah menjalani terapi antibiotik Intravena, perawatan luka atau kemoterapi dalam 30 hari terakhir setelah timbulnya infeksi ; atau setelah datang ke klinik hemodialisis. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI Etiologi dan Tingkat Kematian ❷ Etiologi bakteri penyebab pneumonia bervariasi sesuai dengan jenis pneumonia. Tabel 68-1 berisi daftar bakteri patogen yang terkait dengan berbagai jenis pneumonia.Streptococcus Pnemoniae adalah komponen flora nasofaring yang menyerang hampir 50% dari orang dewasa yang sehat dan mungkin dapat menginfeksi saluran udara yang lebih rendah pada individu yang menderita bronkhitis kronis. Hal tersebut mengandung factor-faktor berbahaya yang mempunyai kemampuan dalam menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan. ❸ Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa S.pnemoniae adalah bakteri pathogen yang dominan/paling umum terkait dengan CAP. Bakteri pathogen ke-2 yang paling umum yakni salah satu organisme atipikal Mycoplasma Pnemoniae, berkolonisasi dengan Atypikal Hemophylus Influenzeae menyerang hampir 80% dari populasi, dan terjadi kenaikan hingga kolonisasi permanen pada penderita/pasien yang memiliki gagal jantung kronis (COPD) dan pasien dengan fibrosis alami. Oleh karena itu diperkirakan H.Influenzeae juga berperan sebagai penyebab pneumonia pada penderita COPD. Moraxella Catarrhalis merupakan bakteri lain penyebab pneumonia yang menyerang anak-anak dan juga usia lanjut. Chlamydia Pnemonieae dan Legionella Pnemophilla jarang menjadi penyebab dibandingkan bakteri lain dan organisme atipikal. TABEL 68-1. Beberapa bakteri penyebab pneumonia Jenis-jenis Pnemonia Komunitas Aspirasi Nosokomial Ventilator Health Care Hospital Ventilator Health Care Bakteri patogen Tipikal : S.Pnemonieae, H. Influenzeae , M. Catarrhalis Atipikal : M.Pnemonieae, C. Pnemonieae, Legionella Pnemonieae Konten Oral : Anaerobs, Viridans Streptococci Konten Gastrointestinal dengan kenaikan PH : Enteric gram- negative bacill (Gejala Awal tidak memiliki faktor-faktor patogen yang berbahaya) S.Pnemoniae, MSSA, E.Colli, K Pnemoniae, M. Pnemoniae, C.Pnemoniae Gejala awal dan faktor-faktor patogen yang berbahaya MRSA, produksi-B.Laktamaseluas, K.Pnemoniae, P.aeruginosa, Acinetobacter spp. Virus-virus penyebab CAP pada anak-anak (-65%) jarang menyerang usia lanjut (-15%). Virus-virus yang sering dikelompokkan pada pneumonia yang menyerang usia lanjut adalah virus influenza A dan B, serta Adenovirus . Sebaliknya virus yang jarang menjadi penyebab pneumonia pada usia lanjut adalah Rhinoviruses, Enterovirusses, Cytomegalovirusses, Variella-Zoster Virus, Herves Simplex Virus dan lainlain. Pada anak-anak Pnemonia lebih sering disebabkan oleh Virus Syncytial Pernafasan,Virus Influenza A dan Virus Parainfluenza. Virus-virus yang di kelompokkan sebagai penyebeb Pnemonia pada orang dewasa jarang menyerang anak-anak. Angka kematian yang disebabkan CAP tergantung pada parah atau tidaknya CAP dan umur pasien. Pasien pada usia lanjut dan harus segera dirujuk ke rumah sakit dan telah diketahui mengidap Pnemonia, angka kematiannya diatas 40%. Pada pasien rawat jalan (yang dikelompokkan penyakit ringan dan sedang) angka kematiannya kurang dari 5%. Pneumonia Aspirasi disebabkan oleh hembusan/menghirup berbagai macam bakteri anaerob (Bacteroids spp, Fusobacterium spp, provella spp dan bacteri anaerob gram negative), Streptococcus spp, M catarrhalis dan Eikenella Corrodeas mungkin terlibat namun dengan frequensi yang rendah. Ketika isi lambung dikeluarkan pasokan basil gram negative dan Staphylococcus Aereus lebih sering menjadi penyebabnya. HAP, VAP, & HCAP kemungkinan disebabkan oleh penyebaran organisme yang luas seperti yang tercantum pada daftar sebelumnya untuk CAP atau enteric basil gram negative, Pseudomonas Aeruginosa, Acinetobacter spp, atau S. Aereus ( baik Methicillin susceptible dan Methicillin resistance). Jarang sekali virus-virus atau jamur-jamur ini menjadi penyebab institutionassosiated Pnemonia. Jumlah infeksi yang disebabkan oleh bacteri resistance meningkat secara significant pada pasien rawat inap. PATOFISIOLOGI Pertahanan tubuh Pertahanan tubuh sangatlah penting baik pada saluran pernafasan bagian atas maupun saluran pernafasan bagian bawah dalam mencegah infeksi. Saluran pernafasan bagian atas meliputi : Mukosilia Nasopharynx Apparatus, rambut hidung, Flora bakteri normal, Antibodi IGA dan pelengkap. Pertahanan tubuh dari saluran pernafasan bagian bawah adalah cough, Mukosilia Apparatus dari Trakea dan Bronkus, antibodi ( IGA, IGM dan IGD), Pelengkap dan Makrofag Alveolar. Sel-sel lendir pada saluran pernafasan membentuk penghalang dan berfungsi sebagai pelindung sel. Hal ini meminimalkan kemampuan organisme untuk menyerang sel dan memproses Infeksi. Sel Epitel Squamosa dari saluran pernafasan bagian atas tidak bersilia, sebaliknya untuk epitel kolumner pada saluran pernafasan bagian bawah bersilia. Silia menyerang pelindung bgian atas, bergerak menuju partikel-partikel lain dan keluar dari saluran pernafasan bagian bawah. Partikel-partikel yang lebih besar dari 10 mikron terjebak secara efisien pada mekanisme saluran pernafasan bagian atas dan dikeluarkan dari nasofaring, baik dengan menghirup atau dengan hembusan. Mucociliary Apparatus dari trakea dan bronkus sepanjang sudut tajam broncus sering effektif menjebak dan mengikis partikel-partikel dengan ukuran 2-10 mikron. Partikel dalam ukuran 0,5 mikron s/d 1 mikron secara konsisten dapat sampai pada kantung alveolar paru-paru. Mikroorganisme yang datang pada ukuran tersebut jika sampai pada kantung alveolar paru-paru, maka infeksi bisa terjadi, jika didalam makrofag alveolar dan pertahanan lainnya tidak terdapat organisme. Aspirasi Aspirasi terjadi ketika pasien menghirup sesuatu ke dalam saluran pernafasannya dan muntah yang berkelanjutan yang akan mempermudah terserang aspirasi pneumonia atau Kimia Pnemonitis. Beberapa factor penyebab pneumonia aspirasi : Dysaphagia Perubahan kolonisasi Oropharyngeal Gastroesophageal reflux Penurunan daya tahan tubuh Dysaphagia dapat disebabkan oleh Stroke atau gangguan neurologis lainnya seperti Kejang, Pecandu alcohol dan kolonisasi Oropharyngeal Aging. Kolonisasi Oropharyngeal bisa terjadi melalui rongga mulut atau bagian dalam mulut, buruknya kebersihan mulut, pasokan makanan dan pengobatan sebelumnya. Hal ini dapat menyebabkan lebih banyak jumlah organisme anaerob di rongga mulut atau kolonisasi enteric basil gram negative. Gastropharyngeal reflux (GER) terjadi pada semua orang secara lambat laun, tetapi pada mereka yang memang sebelumnya sudah menderita GERD akan lebih sering terjadi. Penekanan Asam merupakan hal yang sangat penting pada pengobatan GERD, yang memungkinkan basil gram negative menyerang isi lambung dan pada akhirnya melemahkan produksi lendir atau fungsi silia, menurunkan immunoglobulin dalam sekresi dan mengubah batuk menjadi infeksi dari aspirasi. Infeksi dapat mengakibatkan Pnemonia nekrosis atau abses paru. HAP, VAP, HCAP Faktor-faktor yang beresiko dalam penyebaran HAP dibagi menjadi 4 kategori : Intubasi dan Ventilasi Mekanik Aspirasi Kolonisasi Oropharyngeal Hyperglycemia Intubasi dan Ventilasi mekanis dapat meningkatkan resiko terserang HAP/VAP, 6-21-Fold. VAP juga mungkin berhubungan dengan kolonisasi pada ruang ventilator. Resiko Aspirasi meningkat pada situasi seperti ini karena posisi yang terlentang dari pasien, kehadiran endotrakeal untuk mencegah tertutupnya pembuluh katup tenggorok dan berakhir pada celah suara epiglottis dan glotis, enteral feeding, Gastroesophageal reflux dan proses pengobatan. Kolonisasi Oropharyngeal sangat effektif terjadi pada penggunaan antibiotik, Antiseptik Oral dan lemahnya kontrol antiinfeksi, yang mungkin dapat melemahkan flora commensal dan membiarkan organismeorganisme patogen mengkolonisasi bagian rongga mulut. Hyperglykemia dapat menginfeksi baik secara langsung ataupun tidak langsung; dua cara yang disarankan yakni dengan menghambat Phagositosis dan pemberian nutrisi tambahan untuk bakteri. Studi Kasus Pasien, Bagian 1 A – 73 tahun, perempuan, hadir di klinik mu, dan menceritakan tentang kesulitan bernafas dan nafas yang tersengal-sengal. Secara fisik hasil pemeriksaan menyatakan bahwa dia dalam kondisi waspada dan di orientasi sebanyak 3x, memiliki ritme nafas yang terus menurun pada saluran nafas sebelah kiri dibandingkan sebelah kanan, dia diperkirakan memiliki rales di kiri lobus bg bawah. Suhunya 37.4 C, tingkat pernafasnnya 20 tarikan nafas per menit, dan tekanan darahnya 110/76 mm Hg. Apakah tanda-tanda dan gejala-gejala yang dirasakan wanita tersebut Pnemonia ? 2 organisme apakah yang dapat menyebabkan pneumonia ? Informasi tambahan apakah yang kamu perlu kamu ketahui sebelum melakukan perawatan untuk pasien tersebut? Pada saat pertahanan tubuh dilemahkan dan kemudian organisme-organisme tersebut menyerang paru-paru, respon inflamasi yang dihasilkan oleh organisme dapat menyebabkan kerusakan jaringan atau kekebalan tubuh akibat dari masuknya organisme tersebut. Respon lainnya dari inflamasi adalah dapat membatasi jaringan yang terinfeksi secara sistematik. Peranan dari Makrofag Alveolar ada dua, yang pertama untuk menangkap organisme dan menahan infeksi. Kedua, memproses antigen untuk membangkitkan kekebalan yang lebih spesifik baik oleh system mediasi sell atau system humoral atau bahkan keduanya. Studi Kasus Pasien, Bagian 2 Seorang pria berusia 52 tahun, dirawat di Rumah Sakit untuk operasi pada bagian perut. Dia mengalami komplikasi pasca operasi dan di intubasi selama 6 hari yg lalu. Catatan dari perawat menyatakan adanya peningkatan jumlah dahak. usaha yang dilakukan kemarin dan hari ini untuk memisahkan pasien dari ventilator telah gagal. Dia telah dibius namun tidak merespon. Suhu badannya mencapai 38,4 C tekanan darahnya 120/84 mm Hg, dan sel darah putihnya (WBC) berjumlah 14.2/mm Hg dengan diferensial sel dari 76% netrofil, 4% bands, 16% Limposit, dan 4% monosit. Apakah tanda serta gejala-gejalanya merujuk pada pneumonia ? 3 organisme apakah yang paling berbahaya yang dapat menyebabkan pneumonia ? Apakah Informasi tambahan yang perlu kamu ketahui sebelum melakukan tindakan perawatan untuk pasien ? Makrofag melepaskan sitokin di daerah yang terserang Infeksi, yang hasilnya akan meningkatkan produksi lendir, penyempitan pembuluh darah dan pembuluh limpa, serta menarik kekebalan cell lainnya pada daerah tersebuut. Peningkatan lendir dapat dikaitkan dengan gejala-gejala seperti batuk dan produksi dahak. Jika factor kematian akibat Tumor α (TNE- α ) dan interleukins 1 (1L-1), dan 1L-6 sudah di lepaskan secara sistematik, maka gejala-gejala tersebut menjadi lebih parah termasuk Hipotensi, disfungsi organ dan/atau presentasi septic or-septicschool klinik. PRESENTASI KLINIK DAN DIAGNOSIS Beberapa sistem penilaian dapat dilakukan untuk menilai tingkat keparahan dari Pnemonia : Indeks keparahan Pnemonia (PSI), kebingungan, Urea, Tingkat pernafasan & tekanan darah (CURB), dan CURB-65 ( mereka yang berusia 65 tahun dan usia lanjut). Beberapa karakteristik di evaluasi dengan model ini tetapi tidak dibatasi usia, kommorbidities, tekanan darah, status mental, tingkat pernafasan dan fungsi organ. Model ini di gunakan oleh Psikiater yang akan membantu mengetahui tingkat keparahan penyakit yang diderita pasien, prognosis (Resiko Mental) dan kebutuhan terapi untuk rawat inap kemudian membantu pemilihan antimikroba bersama saran dan petunjuknya. PERAWATAN Hasil yang diharapkan ❺ Tujuan dari terapi pengobatan dengan menggunakan antibiotik adalah untuk mengeleminasi gejala-gejala yang dirasakan pasien, meminimalkan terjadinya komplikasi dan menurunkan angka kematian. Potensi komplikasi merupakan ancaman kedua dari pneumonia termasuk didalamnya ada penurunan fungsi paru lebih lanjut pada pasien yang menderita penyakit paru sebelumnya, ventilator mekanis yang berkepanjangan, bacteremia/ Sepsis/syok septic. Tambahan lagi dengan adanya aktivitas penggunaan alat kedokteran selama masa perawatan sehingga organisme yang awalnya tidak aktif menjadi aktif dan menyebabkan infeksi. Hal ini untuk meminimalkan perkembangan resistensi. PENDEKATAN UMUM UNTUK PENGOBATAN Mendesign terapi rejimen untuk beberapa pasien dengan berbagai jenis pneumonia mulai dari 3 kategori umum dengan pertimbangan : 1. Pasien khusus yang akan diterapi. 2. Yang didahulukan dari ketiga organisme penyebab infeksi dan asosiasi pencegahan terhadap masingmasing organisme. 3. Antimikroba apa yang dapat menghalangi organisme-organisme tersebut menyebar pada ruang yang sempit yang nantinya akan menimbulkan infeksi pada area tersebut, dan berapa biaya yang harus dikeluarkan. Beberapa data yang diperlukan pasien sebagai bahan pertimbangan adalah Usia, Fungsi ginjal, Alergi obat, Status kekebalan (Ex. Diabetes, Neuropenia atau kekebalan yang tidak diperlukan tubuh),penyakit Jantung kronis, wanita hamil, pasien dengan resep dokter, dan penggunaan antibiotik sebelumnya (apa dan dimana).Pathogen umum nya dapat berubah sesuai dengan jenis pneumonia dan dapat dilihat pada table 68-1. M.Pnemonia tidak terdapat pada dinding sel, oleh karena itu Obat-obat β –laktam tidak dapat melakukan aktivitas apa-apa terhadap organismeorganisme tersebut. Persentasi Komunitas atau Aspirasi Pnemonia Umum Pasien mungkin mengalami bukan gejala pernafasan selain gejala pernafasan. Dengan bertambahnya usia, baik pernafasan maupun bukan dalam hal pernafasan mengalami penurunan frequensi ❹ Gejala Pernafasan : Batuk ( Produktif atau tidak produktif), sesak nafas, kesulitan bernafas Bukan pernafasan : Demam, kelelahan, berkeringat, sakit kepala, myalgia, perubahan status mental ❹ Tanda Suhu badan meningkat atau dapat juga menurun dari sebelumnya, tapi paling sering meningkat, Suhu badan dapat berrtahan atau berubah-rubah. Tingkat pernafasan sering meningkat . Cyanosis, peningkatan kecepatan pernafasan, dan penggunaan alat bantu pernafasan yang bersifat agak berat. Nada nafas dapat melambat, rales atau ronchi mungkin terdengar. Kebingungan, kelesuan dan disorientasi relative umum pada usia lanjut. Tes Diagnostik Sinar elektromagnetik pada bagian dada harus mengungkapkan satu atau beberapa terobosan Batas pasokan oksigen harus lebih dari 90%, seperti oximetery pada urat nadi Proses gas dalam pembuluh darah/ arteri yang bermanfaat terutama untuk pasien pneumonia parah. Test Lab Jumlah WBC bisa meningkat bisa tidak, pada pasien usia lanjut, penurunan leukosit juga dapat menjadi tanda-tanda infeksi. Diferensial harus menunjukkan dominasi neutrophil jika infeksi bacteri hadir. Adanya luka juga bisa menjadi indikator dari bakteri yang menginfeksi. kenaikan Hiposites menjadi indikasi dari infeksi yang disebabkan oleh kuman Urea Nitrogen pada darah (BUN) dan serum creatinin sangat diperlukan untuk dosis antibiotik yang tepat dan untuk meminimalkan atau mencegah toksisitas obat ( terutama pada usia lanjut). Tes Mikrobiologi Dahak gram stain harus menunjukkan adanya WBCs dan adanya sel epitel squamosa. Hal ini nantinya akan menunjukkan mungkin atau tidaknya adanya dominasi dari salah satu type organisme. Kultur dahak dan kelemahannya tidak dapat diperoleh pada pasien rawat jalan. Nilai kultur diperdebatkan disebabkan oleh kecepatan musnahnya S.Pnemoniae dalam perjalanannya dan ketidak mampuannya untuk mengandalkan routinitas organisme atypikal. Bronchoscopy dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan mendiagnosis pneumonia. Sekresi trakea sering dijadikan bahan percobaan daripada dahak karena kurangnya kontaminasi oral. Serologi (IgM dan IgG) sangat berguna dalam menentukan kehadiran organisme atipikal seperti Mycoplasma dan Chlamydia. Saluran kencing secara langsung menyebar antigen (DFA) yang diperlukan untuk mendiagnosa L pneumophila. Polymerase chain reaction (PCR) yang lebih sering digunakan untuk mendeteksi DNA pathogen pernafasan. Kultur darah harus diperoleh pada semua pasien rawat inap yang menderita pneumonia sesuai dengan pedoman tentang pneumonia guidelines by Joint Commission on Acreditation of Healthcare Organization (JCAHO). Kultur darah positif yang hadir pada pasien yang menderita pneumonia CAP kurang lebih 1% sampai 20%. Persentasi penderita Pnemonia Community atau pneumonia Aspirasi kronis/parah Diagnosa dari Asosiasi Pnemonia Ventilator Umum Biasanya 10% dari pasien pneumonia Community dan Pnemonia aspirasi yang sudah parah akan dirujuk ke perawatan intensif atau ventilasi mekanis. Strategi Ilmu Pengobatan Chest x-ray harus merembes masuk ke daerah yang terserang ditambah dua dari : - Suhu badan lebih besar dari 380C - Leukositosis atau leukopenia - Pengeluaran zat beracun Kultur semikuantitatif diperlukan untuk identifikasi pathogen. Aspirasi trakea lebih banyak tumbuh daripada menyerang dan hal tersebut dihasilkan dari penggunaan antibiotik yang berlebihan. Mayoritas keterbatasan dari strategy ilmu pengobatan yakni selalu konsisten pada resep dari antibiotik. ❹ Gejala Saluran Pernafasan : Batuk (produktif atau non produktif), nafas pendek, dan kesulitan bernafas. Bukan pada saluran pernafasan : Demam, kelelahan, selalu berkeringat, sakit kepala, myalgias, dan perubahan status mental. ❹ Tanda-tanda Suhu badan naik atau menurun dari biasanya tetapi kebanyakan mengalami kenaikan. Suhu badan mungkin sebentar- sebentar berubah Nafas rata-rata lebih besar dari 30 nafas/menit Cyanosis dan penggunaan selang pada saluran pernafasan dalam jangka waktu yang lama sangat disarankan dan disetujui untuk nafas berat. Hypotension (Systolic, Tekanan darah kurang dari 90mm Hg atau diastolic tekanan darah kurang dari 60 mm Hg) Salah satunya digunakan vasopresi Bunyi nafas mungkin pecah, rale atau rhonci terdengar Pengeluaran air kencing kurang dari 20 ml/jam atau kurang dari 80 ml diatas 4 jam Kebingungan, letargi dan disorientasi relative umum pada pasien usia lanjut Test Diagnostik Seperti yang dinyatakan pada presentasi ilmu pengobatan pneumonia community atau pneumonia aspirasi Laboratorium test Seperti yang dinyatakan pada presentasi ilmu pengobatan pneumonia community atau pneumonia aspirasi Microbiology test Seperti yang dinyatakan pada persentasi ilmu pengobatan pneumonia community atau pneumonia aspirasi Strategi Bakteriologi Melalui pemeliharaan secara kualitatif dari endotrakeal aspirates, bronchoalveolar lavage, (BAL), dapat melindungi brush specimen (PSB). - Lebih besar atau sama dengan 106 Cfu/ml untuk endotrakeal aspirates. - Lebih besar atau sama dengan 104 sampai 105 Cfu/ml untuk BAL. - Lebih besar atau sama dengan 103 cfu/ml untuk PSB . Kelebihan dari cara ini yakni dapat memisahkan kolonisasi dari infeksi lebih baik daripada pemeliharaan trakeal aspirates. Kekurangannya yakni berpotensi salah mengartikan dampak negative dari pemeliharaan tersebut. Cara ini seharusnya dapat menhasilkan antibiotik yang sudah digunakan sebelumnya. Strategi Diagnostik yang dianjurkan Mengkombinasikan dua cara terdahulu. Menmperoleh sample pada saluran pernafasan bagian bawah baik dari segi kuantitatif maupun semi kuantitatif. Kemudian mulai therapi antibiotik pada spektrum yang luas. Hari ke 2 & 3 : melihat hasil pemeliharaan dan melihat respon dari ilmu pengobatan pada terapy : suhu badan, WBC, chest x-ray, pemberian oxygen, pengeluaran dahak, perubahan hemodynamic, dan fungsi organ. Melihat kemajuan dari pengobatan selama 48-72 jam. - Adanya kemajuan dan kultur negatif menghentikan pemakaian antibiotik. - Adanya kemajuan dan kultur positif membatasi terapi antibiotic - Tidak ada kemajuan dan kultur negatif dianggap terdapat adanya pathogen lain, komplikasi dan dugaan lainnya - Tidak ada kemajuan dan kultur positif perubahan terapi antibiotic dan dianggap adanya pathogen lain, komplikasi dan dugaan lainnya Organisme atipikal belum berakhir dalam satu tahun terakhir sehubungan dengan resistensi antibiotik. Produksi β-lactamase pada H.Influenzeae relative stabil selama 5-10 tahun terakhir, dan rata-rata kirakira 35%. S.Pnemoniae mengembangkan mekanisme perlawanan terhadap beberapa kelas antimikroba, mekanisme-mekanisme tersebut adalah : Perubahan Penicillin pengikat protein (PBPs) untuk menonaktifkan β lactam. Pengaliran atau metilasi ribosom untuk menonaktifkan makrolida Protein ribosome (tetM gene) untuk menonaktifkan Tetracillin. Pengaliran DNA gyrase atau topoisomerase IV untuk menonaktifkan Fluoroquinolon Resistensi biasanya sering meresepkan antimikroba seperti penicillin dan macrolide/Azalida yang meningkat secara dramatis pada tahun 1980-an hingga akhir tahun 1990-an. Tabel 68-2 berisi informasi tentang upaya pencegahan yang dikumpulkan dari tahun 1999 s/d 2004 menggunakan data survey oleh Tracking Resistance in the US Today (TRUST). Pada tahun 2004, Tingkat rata-rata nasional resistensi terhadap penicillin dan macrolida adalah sekitar 18% dan 25%. Masing-masing hanya hasil kerentanan saja tidak memperhitungkan keberhasilan atau kegagalan klinis ketika merawat pneumonia. Studi Kasus Pasien 1, Bagian 2 : Sejarah pengobatan, Uji fisik dan Test Diagnostik Seorang wanita, 73 tahun datang lagi ke klinikmu dan mengeluhkan kesulitan bernafas dan sesak nafas. Putrinya juga mengatakan kalau dia mudah bingung dan hal ini tidak biasanya terjadi pada dia: PMH Penyakit Paru Obstruktif kronis (PPOK) selama 15 tahun Hipertensi selama 4 tahu, saat ini sedang dalam pengobatan FH Ayahnya meninggal karena kangker paru-paru pada usia 68 tahun, Ibu meninggal karena sebab alamiah SH Merokok 2 bungkus sehari selama 23 tahun, berhenti 15 tahun yang lalu, tidak minum alkohol. Dan dia tinggal bersama putrinya Alergi: NKDA Meds Lisinopril 10mg PO qd Ipratopium bromide 4 hembusan 4 kali sehari Flunisolid 3hembusan 2 kali sehari Albuterol 2 hembusan prn ROS (+) kesulitan bernafas dan sesak nafas; (-) dada nyeri, N/V/D, Penurunan berat badan, dan perubahan nafsu makan PE VS: BP 110/76, P 82, RR 22, T 37.4oC CV: RRR, S1 normal, S2; tidak ada murmur, gesekan atau gallop Paru : penurunan bunyi nafas paru sebelah kiri dibandingkan dengan sebelah kanan dan rale di sebelah kiri lobus Abd : lembut, tidak sakit apabila ditekan, nondistended : (+) suara-suara di bagian perut, tidak ada hematosplenomegally, Heme (-) tinja. Neuro : disesuaikan dengan nama, tempat tinggal. Dia mudah bingung dengan pertanyaan yang ditanyakan padanya. Test diagnostic Chest x-ray: masuk ke bagian lobus sebelah kiri saturasi oxygen 92% pada ruang udara Labs Tidak terdapat di klinik Pemberian informasi tambahan, apa yang menjadi penilaianmu terhadap pasien. Mengidentifikasi tujuan perawatanmu terhadap pasien Studi Kasus Pasien 2, Bagian 2 : Sejarah Pengobatan, Uji Fisik dan Test Diagnostik Pria, 52 tahun yang mengalami komplikasi setelah operasi pada bagian perut dan diintubasi selama 6 hari yang lalu. Pada catatan perawat dinyatakan adanya peningkatan jumlah dan ada racun yang berbahaya pada dahaknya.Usaha pada hari kemarin dan hari ini untuk menghentikan ventilator telah gagal. Ia dibius tapi tidak merespon. PMH Obstruksi Usus kecil, telah dioperasi 8 hari yang lalu Hipertensi selama 15 tahun, dan saat ini sedang dikontrol FH Ayah meninggal karena MI akut pada usia 68 tahun , Ibu , 72 tahun masih hidup dengan hipertensi dan hipotiroid SH Tidak ada penggunaan tembakau, minum 2 gelas bir setiap malam. Dia tinggal bersama istrinya. Pekerjaan sebagai tukang kayu Meds Lisinopril 40 mg PO qd PE VS ; BP 120/84, P 78, T 38,4 C CV ; RRR, S1 Normal, S2 : tidal terdapat murmur, gesekan atau gailop Abd : lembut, Tidak nyeri ketika ditekan, nondistended : (+) suara usus, tidak terdapat hepatosplenomegalli, sayatan terlihat baik dan penyembuhan Diagnostik test Chest x-ray : sebelah kiri tengah dan infiltrate lobus bagian bawah Saturasi oksigen 98% pada ventilator Labs Leukosit 18,2 sel/mm3 dengan differensial sell 72% neutrophil, 8% band, 16% limposit, dan 4% monosit BUN 10 mg/dl (3,57 mmol/L), Scr 0,9 mg/dl (79,56 Umol/L) Sputum gram stain : banyak terdapat basil gram negative, banyak leukosit Kultur sputum di tunda Dengan memberikan informasi tambahan ini, apa yang menjadi penilaianmu terhadap kondisi pasien? Mengidentifikasi tujuan perawatanmu terhadap pasien TABLE 68-2 Persentasi Perlawanan berbagai Antimikroba terhadap S. Pnemonia Antimikroba 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Penicilin 14.7 16.0 16.9 18.4 17.3 18.6 Azitromycin 22.7 23.4 27.5 27.5 27.5 25.0 Cefriaxone Levofloxacin 3.4 0.6 3.8 0.5 3.0 0.8 1.7 0.9 1.5 0.9 1.4 1.1 Trimeth-Sulfa NA NA NA 26.1 23.9 21.2 Tetrasiklin NA NA NA NA NA 13.5 “separasi ceftriaxone kedalam non meningitis interpretasi meningitis, presentasi adalah meningitis. NA, tidak tersedia.” Oleh karena itu, meskipun hanya 18% dan 25% resistensi terhadap penisilin dan makrolida, tingkat kegagalan terhadap pengobatan berkurang, karena dapat dilakukan pengobatan secara empiris pada pasien CAP yang sedang dalam rawat jalan. Dengan demikian penyusunan tingkat kegagalan dari terapi sangat sulit dilakukan.Tidak ada pembelajaran yang dapat diambil mengenai hubungan korelasi antara tingkat kegagalan pengobatan dengan keteranganketerangan dari obat-abatan antimikroba dan persentasi perlawanan dari bakteri pathogen. Untuk HCAP, HAP, dan VAP, resiko infeksi dari pathogen Multidrug Resistance (MDR) relative tinggi. Jumlah dan type organisme dari MDR bervariasi dari rumah sakit ke rumah sakit, sehingga lebih sulit untuk menghasilkan petunjuk dalam pengobatan. Oleh karena itu, rekomendasi pengobatan yang disarankan beberapa institusi mungkin terlalu meluas atau terlalu menyempit. Mengobati pasien yang menderita HCAP, HAP, atau VAP lebih kompleks daripada mengobati pasien CAP. Ada banyak factor yang perlu dipertimbangkan dan salah satunya adalah berkaitan dengan waktu yang memungkinkan terjadinya infeksi. Gejala awal infeksi mungkin tidak disebabkan oleh pathogen MDR dibandingkan gejala akhir. Pada gejala awal infeksi, pathogen community seperti Pnemococcus, Legionella, dan Mycoplasma perlu dipertimbangkan, seperti halnya beberapa pathogen di rumah sakit. Pasien mengembangkan gejala awal pneumonia pada peningkatan resitance pathogen atau pathogen MDR seperti Staphylococcus, enteric basil gram negative, Pseudomonas dan Acinetobacter. Masalah lainnya adalah bagaimana HCAP dan HAP dipelajari dibandingkan dengan VAP. Sebagian besar pembelajaran yang dilakukan adalah dengan menggunakan pasien yang sedang diintubasi. Oleh karena itu, Literature menyarankan untuk merekomendasikan pengobatan VAP didahulukan dan bukan untuk HCAP atau HAP. Bukti ini berpedoman pada American Thoraric Society yang berasal dari VAP dan di terapkan pada HCAP dan HAP. Faktor berbahaya dalam pengembangan infeksi disebabkan oleh resistensi pathogen yang pada umumnya berhubungan dengan penggunaan antibiotik sebelumnya, penyisipan kateter atau alat invasive lainnya pada pasien rawat inap di unit pasien yang terkontaminasi tau terkolonisasi oleh organisme pathogen. Berikut ini adalah daftar lengkap dari faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi dari resistensi organisme : Terapi Antimikroba 90 hari sebelumnya Rawat inap yang sedang dilakukan minimal setelah 5 hari perawatan Tingginya antibiotik resisten pada masyarakat atau di unit khusus rumah sakit. Adanya faktor berbahaya HCAP Rawat inap selama 2 hari atau lebih dari 90 hari Tinggal dipanti jompo atau fasilitas perawatan diperpanjang Terapi Infus Rumah (termasuk antibiotik) Peritoneal atau hemodialysis dalam waktu 30 hari Perawatan luka Menghindari kontak dengan pasien yang terserang pathogen MDR Kekebalan tubuh dari penyakit/ terapi Setelah hal tersebut diatas dilakukan, Terapi antimikroba dapat dipilih dan dimulai. Kategori pasien dan penggunaan obat merupakan hal yang umum untuk semua jenis pneumonia. Tetapi organismeorganismenya berbeda untuk semua pneumonia. Petunjuk ini dinyatakan oleh para ahli dilapangan untuk semua jenis pneumonia. Petunjuk ini dijadikan pedoman untuk memberikan praktisi dengan pilihan terapi management untuk pasien yang menderita pneumonia. Terapi Farmakologi untuk Pneumonia Komunitas (CAP) ❻ Perawatan/pengobatan untuk penderita Pneumonia komunitas secara empiris lebih diutamakan. Salah satu cara pengobatan untuk CAP yakni dengan pendekatan berbasis data-data yang sudah ada dalam pemilihan antibiotik. Beberapa organisasi yang berbeda telah menghasilkan dasar-dasar perawatan/pengobatan bakteri atau aTipikal CAP pada orang dewasa. Dua cara yang paling umum dilakukan atau diikuti berpedoman pada Infection Diseases Society of America (IDSA), dan American Thoraric Society (ATS). Dua pedoman ini serupa dalam hal organisasi tetapi sedikit berbeda dalam merekomendasikan terapi. Keduanya membedakan pasien menjadi dua kategori pasien yakni pasien rawat jalan dan pasien rawat inap, kemudian dikelompokkan dalam kondisi comorbid dan lokasi rumah sakit, masing-masing pedoman menggunakan data-data khusus pasien bersama dengan Informasi pathogen yang dominan untuk merancang antimikroba rejimen yang tepat dengan data-data yang empiris. Pada table 68-3 merangkum pilihan terapi yang tepat. Jika virus Influenza penyebabnya, perawatan supportive adalah perawatan dengan campur tangan medis adalah yang terbaik : antivirus agen yang menyerang influenza sangat tidak efektif. Pasien Rawat Jalan bagi Orang Dewasa Pilihan pertama yakni dengan terapi untuk pengobatan orang dewasa yang memang sehat sebelumnya termasuk di dalamnya dengan penggunaan makrolida (Ex. Erythromycin atau clarithromycin) atau Azalida (Ex. Azitthromycin) atau doxycycline atau Respiratory Fluoroquinolone (Ex. Levofloxacin, Gatifloxacin, atau Moxifloxacin). Masalah pernafasan dengan penggunaan Respiratory Fluoroquinolon seperti terapi pasien yang pertama aktivitas obat bekerja dengan jangkauan yang luas melampaui S.Pnemoniae, M.pnemoniae, C Pnemoniae, dan H influenzae yang merupakan pathogen dominan terkait dengan CAP. Jika pasien gagal terapi dengan makrolida, azalida atau doxycycline, kita harus mempertimbangkan mengapa pasien tersebut gagal, Alasan yang paling umum mungkin dari kepatuhan dia dalam pengobatan atau adanya resistensi organisme lain yang muncul. Jika resistensi organisme dicurigai sebagai penyebabnya maka penggunaan salah satu dari respiratori fluoroquinolones di benarkan. Pasien Rawat Jalan dengan Kondisi Komorbiditas Kondisi Komorbiditas yang dapat mengefektifkan terapi dan hasilnya akan dirasakan oleh pasien yang menderita CAP termasuk diabetes militus, COPD, gagal hati dan gagal ginjal. Jika pasien tidak dapat menerima antibiotik sejak 3 bulan sebelumnya, maka Clarythromycin atau azithromycin di rekomendasikan sebagai terapi yang pertama oleh IDSA. Jika pasien telah menerima antibiotik sejak 3 bulan sebelumnya, maka IDSA merekomendasikan penggunaan respiratory fluoroquinolone tunggal dan kombinasi dan lanjutkan dengan macrolide/azalida (Ex.Clarithromycin /Azithromycin). ATS merekomendasikan kombinasi terapi atau monoterapi dengan respiratory fluoroquinolone untuk semua pasien dengan comorbiditas. Obat-obatan β lactam sangat direkomendasikan termasuk Amoxilin dengan dosis tinggi, Amoxilin –clavulanate dengan dosis tinggi, Cefpodoxime, cefprozil dan cefuroxime. Hilangnya rekomendasi untuk perawatan pasien yang sedang rawat jalan adalah degan telithromycin bersamaan dengan antibiotik katolida. Telitithromycin diakui setelah pedoman-pedoman diatas dikeluarkan. Telithromycin sama besar aktivitasnya dengan clarithromycin dan azithromycin yang mencover saluran pernafasan terutama dari pathogen pernafasan dan bukan basil gram negative. Pada saat ini aktifitas pemeliharaan terkait resistensi macrolide S.Pnemoniae dipertahankan. Hal ini telah di buktikan pada perawatan pasien CAP ringan dan ada banyak pilihan untuk perawatan Pnemonia pada pasien-pasien ini. Pasien Rawat Inap non- ICU Dewasa Pada pasien yang telah dirujuk untuk di rawat di rumah sakit karena CAP, tingkat keparahan penyakit umumnya meningkat (disebabkan organisme lain itu sendiri atau oleh komorbiditas yang mendasarinya), dan pathogen-patogennya biasanya sama dengan pasien rawat jalan. Rekomendasi untuk dua kelompok tersebut yakni dengan penggunaan respiratory fluoroquinolone tunggal atau kombinasi β lactam melalui pembuluh darah dan lanjutkan dengan macrolide/azalida (Ex.Clarithromycin /Azithromycin) atau Doxycycline. β lactam yang direkomendasikan yakni Cefotaxime, ceftriaxone, Ampicilin Sulbactam, dan ertapenem. Terapi seharusnya dilakukan selama 4 jam setelah masuk ruang perawatan di rumah sakit. Perubahan oral terapi harus terjadi dalam waktu 48 sampai 72 jam untuk kebanyakan pasien. Dan harus di berhentikan oleh pihak rumah sakit dalam waktu 5 hari setelah terapi dimulai jika tidak terjadi komplikasi. Pasien Rawat Inap ICU Dewasa Pasien yang di rawat di Intensif Care Unit (ICU) menderita Pnemonia yang parah, dan etiologinya adalah : S.Pnemoniae dan H.Influenzae merupakan kategori yang lain. Bagaimanapun juga timbulnya Legionella Pnemophila meningkat pada kondisi seperti ini dengan organisme- organisme yang berbeda. Tambahan lagi, enteric basil gram negative dan S aereus lebih sering menjadi penyebab dari pneumonia. Dianjurkan untuk melakukan pengobatan pada pembuluh darah generasi ketiga cephalosporin plus dan lainnya adalah clarithromycin atau azithromycin atau respiratory fluoroquinolone. Terapi kombinasi meminimalkan resiko kegagalan pengobatan yang disebbkan oleh perlawanan pathogen dan juga meningkatkan kemungkinan serangan dari pathogen yang berpotensi. Jika P.Aeruginosa diperkirakan menjadi penyebabnya ( Ex. Pasien datang dari fasilitas pengobatan dalam waktu yang lama dan sudah mendapatkan perawatan dari rumah sakit), maka pengobatan dengan antimikroba harus dilakukan. P. Aeruginosa, seperti yang terdapat pada daftar sebelumnya. Merekomendasikan doble cover regimen Pseudomonas dan penggunaan antipseudomonas β lactam (Ex. Cefepime, ceftazidime, piperacillintazobactam, imipenem, atau meropenem) ditambah ciprofloxacin/levofloxacin atau aminoglycoside. Jika aminoglikosid sudah dipilih, maka pembuluh darah lainnya seperti azithromycin atau respiratory fluoroquinolon harus di tambahkan untuk mengcover S.pnemonia dan organisme atipikal. Influenza Virus influenza A dan B dapat menyebabkan pneumonia pada anak-anak dan usia lanjut. Amantidine dan rimantidine adalah obat oral yang mempunyai kemampuan untuk menghadang aktifitas virus Influenza type A. Jika dimulai dalam waktu 48 jam dari gejala awal, mereka mengurangi durasi penyakit sekitar 1-3 hari, Oseltamivir dan Zanamivir juga adalah obat oral yang juga aktif menghadang kedua virus type A dan B. Obat ini juga mengurangi durasi keparahan penyakit sekitar 1, 3 hari yakni sekitar 40 sampi 48 jam dari gejala awal. Untuk infeksi aktif yang lewat dari 48 jam , tidak akan ada obat yang efektif dalam mengobati infeksi tersebut, dan memberikan support kepada pasien adalah perawatan terbaik untuk pasien seperti ini. Aspirasi Jika seorang pasien mengaspirasi isi oralnya dan mengembangan pnemonia, maka bacteri-bacteri anaerob dan Streptococcus spp adalah pathogen yang utama. Antibiotik-antibiotik yang aktif melawan organisme-organisme di atas adalah Penicillin G, ampicillin/sulbactam, Clindamycin dan metronidazole. Pediatrik untuk pasien Rawat Jalan Jika virus pneumonia didiagnosis, maka pengobatan yang disarankan adalah dengan (Ex.memelihara hydrasi dan pemberian antiseptik ) karena sedikit sekali antivirus yang kita miliki. Bakteribakteri patogennya sama untuk orang dewasa yang terserang virus S. Pnemoniae sebagai pathogen yang dominan, kemudian M pnemoniae dan organismeorganisme lainnya. Masalah resistensi dari organisme ini mirip dengan yang terlihat pada pasien dewasa. Fluoroquinolon dan tetracilin tidak boleh digunakan pada anak-anak. Amoxilin dengan dosis tinggi, Amoxilin-clavulanate, intramuscular ceftriaxone , Azithromycin dan clarithromycin semuanya adalah agent/obat yang dapat digunakan pada anak-anak. Pediatrik untuk Pasien Rawat Inap Jika anak-anak dirawat di ICU, maka CDC merekomendasikan penggunaan intraverna cefuroxime, cefotaxime, ceftriaxone atau ampicillinsulbactam plus macrolid atau azalide. Jika anak-anak dirawat di ruang ICU, maka hanya cephalosporins generasi ketiga (Ex. Cefotaxime dan ceftriaxone) plus macrolide atau azalide secara teratur. Terapi Farmakologis untuk HCAP/HAP/VAP Pnemonia nosokomial adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pasien yang menderita pneumonia parah dan sedang ditangani oleh lembaga tertentu. Istilah ini sudah ditetapkan oleh Health careAssociated pneumonia, hospital-associated pneumonia dan asosiasi ventilator pneumonia. ❼ penyeleksian secara empiris dari terapi antimikroba untuk asosiasi pneumonia ventilator, asosiasi perawatan kesehatan pneumonia dan nosocomial pneumonia dalam jangkauan yang luas ; bagaimanapun juga kultur tertentu dan kelemahan informasi harus tersedia, terapi harus dipersempit untuk mengcover identifikasi patogen. Dua faktor yang sangat penting pada penyeleksian antibiotik secara empiris untuk type pneumonia adalah dengan mengetahui gejala awal setelah admisi dan faktor berbahaya dari organisme MDR. Jika ini adalah gejala awal (minimal 5 hari setelah diagnosa) dan tidak ada faktor berbahaya dari organisme MDR maka pathogen yang paling sering ada adalah S.pnemoniae, H Influenzae, MSSA, dan enteric basil gram negative. Terapi yang direkomendasikan adalah dengan moxifloxacin; ampicillin-sulbactam, atau ertapenem. Jikadari gejala awal dan/atau terdapat factor-factor berbahaya dari organisme MDR, maka daftar patogennya adalah P.aeruginosa, penyebaran spectrum β-lactam yang memproduksi klebsiella pnemoniae, acinetobacter spp, dan MRSA. Penyeleksian antibiotik secara empiris harus dapat mengcover P.aeruginosa, yang nantinya akan mengcover pathogen gram negative lainnya. Antibiotik yang memungkinkan adalah cefepime, generasi ketiga dari cephalosporins seperti ceftriaxone atau cefotaxime; respiratory fluoroquinolon seperti gatifloxacin, levofloxacin, atau ceftazidime, imipemem, meropenem, piperacilintazobactam, ticarcilin-clavulanate, levofloxacin, ciprofloxacin, gentamicin, tobramycin, dan amycasin. Terapi secara empiris yang dapat dilakukan adalah dengan β-lactam, carbapenem, atau fluroquinolons tunggal atau kombinasi dengan salah satu aminoglycosides. Jika dicurigai terdapat MRSA, maka baik vankomisin atau linezolid harus ditambahkan ke rejimen empiris. TABLE 68-3 Rangkuman Perawatan Pneumonia Community Penyembuhan Pasien rawat jalan dewasa Mengcover secara empiris penyebaran virus S.Pnemoniae, M.Pnemoniae, C.Pnemoniae & H.Influenzae Comorbiditas pasien rawat jalan dewasa Mengcover secara empiris penyebaran S.Pnemoniae, M.Pnemoniae, C.Pnemoniae virus Pasien Rawat inap (non- ICU) Mengcover secara empiris penyebaran virus S.Pnemoniae, M.Pnemoniae, C.Pnemoniae, H.Influenzae Pasien rawat inap ICU (No pseudomonas) Mengcover secara empiris penyebaran virus P. Aeruginosa, S.Pnemoniae, L.Pnemophila, H.Influenzae, Enteric GNB & S aereus Pasien rawat inap ICU (pseudomonas in concern) Mengcover secara empiris penyebaran virus P. Aeruginosa, S.Pnemoniae, L.Pnemophila, H.Influenzae, Enteric GNB & S aereus Pasien rawat jalan pediatric Mengcover secara empiris penyebaran S.Pnemoniae, M.Pnemoniae, C.Pnemoniae virus Monoterapy Azritromycin, Clarithromycin, doxycycline, telithromycin, Levofloxacin, Moxifloxacin erythromycin, gatifloxacin, Combination terapy Amoxillin dosis tinggi, Amoxillin-Clavunate dosis tinggi, atau cefpodoxime atau cefprozil atau cefuroxime plus azithromycin atau clathromycin atau telithromycin Monoterapy Gatifloxacin, levofloxacin, moxifloxacin Combination terapy cefotaxime, atau ceftriaxone, atau ampicillinsulbactam, atau ertapenem plus azithromycin atau clarithromycin atau telithromycin Monoterapy Gatifloxacin, levofloxacin, moxifloxacin Combination terapy Cefotaxime, atau ceftriaxone plus azithromycin atau clarithromycin atau glatifloxacin atau levofloxacin, atau moxifloxacin Combination terapy Cefepime, atau ceftazidime atau piperracillintazobactam, atau imipenem, atau meropenem plus atau ciprofloxacin levofloxacin atau aminoglycoside Jika aminoglycoside sudah dipilih, maka tambahkan azithromycin atau levofloxacin atau gatifloxacin atau moxifloxacin Monoterapy Amoxillin dosis tinggi, Amoxillin-Clavunate dosis tinggi, atau intramuscular ceftriaxone atau azithromycin atau clathromycin atau telithromycin Pasien rawat inap pediatric (non-ICU) Mengcover secara empiris penyebaran virus S.Pnemoniae, H.Influenzae, M.Pnemoniae, dan C.Pnemoniae Pasien rawat inap pediatric (non-ICU) Mengcover secara empiris penyebaran virus S.Pnemoniae, L.Pnemophila, H.Influenzae, Enteric GNB & S aereus Combination terapy Intravernous Cefuroxime, atau cefotaxime, atau ceftriaxone, atau ampicillin- sulbactam, plus azithromycin atau clarithromycin Combination terapy Cefotaxime, atau ceftriaxone plus azithromycin atau clarithromycin Studi Kasus Pasien 1 bagian 3 : Menyusun Rencana Perawatan Berdasarkan Informasi yang disajikan. Buatlah rencana perawatan untuk pasien pneumonia. Rencanamu harus sudah termasuk : (1) Tujuan dari terapi, (2) terapi yang lengkap pada pasien khusus, (3) rencana untuk tindak lanjut yang akan dilakukan untuk menentukan apakah tujuan tersebut sudah tercapai dan apakah efek sampingnya dapat dihindari. Saat ini, ada perdebatan mengenai di perlukan atau tidaknya cakupan ganda untuk Pseudomonas. Dalam studi Vitro telah menunjukkan bahwa Aminoglikosida menunjukkan pembunuhan sinergis terhadap basil gram negative bila dikombinasikan dengan β-lactam. Dosis dari Aminoglycosida tergantung pada fungsi ginjal pasien. TABLE 68-4 Terapi Empiris untuk HAP, HCAP, atau VAP Antibiotika Cefepime Ceftazidime Imipenem Meropenem Piperacillin-tazobactam Ticarcillin-klavulanat Levofloxacin Ciprofloxacin Gentamisin atau Tobramisin Amikasin Vankomisin Linezolid Dosis umum pada ginjal dan fungsi hati normal 1 g IV q8 jam atau 2 g IV q12 jam 2 g IV q8 jam 500 mg IV q6 jam atau 1 g IV q8 jam 1 g IV q8 jam 4.5 g IV q6 jam atau 3.375 g IV q4 jam 3.1 g IV q6 jam 750 mg IV/PO q24 jam 400 mg IV q8 jam atau 750 mg PO q8 jam 5-7 mg/kg IV q24 jam 20 mg/kg IV q24 jam 12-20 mg/kg q12 jam 600 mg IV/PO q12 jam Konsentrasi idealnya tidak bisa di deteksi, kurang dari 1 mcg/ml (2.09 µmol/L) untuk gentamisin dan tobramisin dan kurang dari 4-5 mcg/ml (6.84-8.55 µmol/L) untuk menghasilkan potensi amikasin. Konsentrasi biasanya antara 5 dan 20 mcg/ml. Dosis tinggi dengan aturan minum satu kali sehari (Eg. 4.7 mg/kg Gentamycin atau Tobramycin atau 1520 mg/kg Amikasin) dapat digunakan untuk pasien dengan fungsi ginjal yang baik. Banyak dari catatan pasien yang diijinkan untuk menggunakan creatinin kurang lebih (70ml/menit (1.17 ml/second). Meta analysis telah menunjukkan dengan dosis tinggi- sekali sehari lebih berkhasiat dan dapat mengurangi racun dibandingkan dengan pemberian dosis harian, pemberian dosis harian (Eg. 1-2 mg/kg gentamycin atau tobramycin atau 7.5 mg/kg amikasin) telah digunakan sejak tahun 1970an, dan jarak pemberian dosisnya berdasarkan fungsi ginjal pasien agar palung/gelombang konsentrasinya kurang dari 1 mcg/ml. Tambahan lagi selain memperoleh efek sinergis, alasan lainnya untuk cakupan ganda secara empiris ketika merawat VAP, HAP atau HCAP adalah untuk memperluas cakupan secara empiris untuk kemungkinan peningkatan resistensi patogen. VAP adalah jenis yang paling seriing dipelajari dari semua jenis-jenis pnemonia ini dan sering menjadi yang terparah. Pembelajaran telah menunjukkan adanya peningkatan angka kematian ketika terapi indequate untuk VAP dimulai. Angka kematian dengan terapi innadequate berkisar 35% s/d 92% dibandingkan dengan 25% s/d 47% dengan terapi yang memadai. ❼ Ketika pathogennya telah diketahui, terapy harus dipersempit hanya untuk menghalangi pathogenpatogen tersebut. Penggunaan antibiotik dengan spektrum yang luas secara berkepanjangan dapat meningkatkan resiko terjadinya kolonisasi dari pathogen MDR. memperpendek durasi terapy sampai 6 hari. Study lain menemukan bahwa ketika CPIS sudah berjalan 6 atau kurang dari 6 hari, pasien berada pada resiko rendah terhadap VAP, resistensi pathogen, dan perawatan hanya membutuhkan waktu 3 hari. Durasi Terapi ❽ Durasi terapi untuk pneumonia seharusnya dijaga sependek mungkin dan tergantung pada beberapa faktor seperti: tipe pneumonia, status pasien rawat inap atau rawat jalan, pasien comorbidities, bacteremia/sepsis dan pemilihan antibiotik. Jika durasi terapi berkepanjangan, maka akan ada dampak negative pada pasien flora normal pada saluran pernafasannya atau pada saluran gastrointestinal, saluran vagina pada wanita, dan kulit. Hal ini dapat mengakibatkan kolonisasi dengan resistensi pathogen, Clostridium difficille colitis, atau pertumbuhan jamur yang terlalu cepat. Tambahan, antibiotik pada waktu yang lama harus diatur, besar kesempatan untuk toksisitas obat serta adanya peningkatan biaya. Untuk merawat pasien CAP rawat jalan, dua antibiotik disetujui untuk durasi 5 hari, yakni Levofloxacyn ( pada dosis 750 mg) dan azithromycin. Durasi terapi untuk terapi lainnya adalah 7-10 hari. Untuk perawatan CAP pada pasien yang dirujuk ke rumah sakit, durasinya tergantung pada ada atau tidaknya kultur darah positif. Jika tidak terdapat culture darah positif durasinya adalah 7-10 hari. Jika kultur darahnya positif maka durasi terapinya 2 harus selama 2 minggu dari hari pertama ketika kultur darahnya berubah negatif. Durasi terapi dikutip pada literature for HCAP, HAP, atau VAP dengan jarak 10-21 hari. Memperpendek durasi terapi dinyatakan bermanfaat karena kolonisasi, toksisitas dan masalah biaya. The Clinical Pulmonary Infections Score (CPIS) telah diagunakan untuk menentukan akhir dari terapy VAP. Luna dan rekan-rekanya menggunakan CPIS dan menemukan pasien VAP yang dapat bertahan hidup dan melakukan perawatan dengan terapy yang memadai dan terus ditingkatkan secara klinis selama 3 sampai 5 hari. Hal ini sangat mendukung untuk Studi Kasus Pasien 2, Bagian 3: Penyusunan Rencana Perawatan/Pengobatan Berdasarkan informasi yang dihadirkan, buatlah rencana pengobatan untuk pasien pneumonia. Rencanamu harus sudah termasuk : (1) tujuan dari terapi, (2) rencana teurapeutik secara detail untuk pasien khusus, (3) Rencana untuk tindak lanjut untuk menentukan apakah tujuannya sudah tercapai dan apakah effectnya dapat terelakkan atau tidak. EVALUASI HASIL Untuk CAP, hasilnya adalah mencegah untuk rawat inap, memperpendek waktu perawatan, dan meminimalkan angka kematian. Untuk pasien yang dirujuk ke rumah sakit, jika pemberian antibiotic sudah mulai dipersentasikan dalam waktu 4 jam, waktu perawatannya dapat menurun di bandingkan dengan pemberian antibiotik setelah 4 jam kemudian. Perbaikan dari gejala yang dirasakan harus dilakukan dalam waktu 48 samapi 72 jam setelah terapy dimulai untuk kebanyakan pasien yang menderita CAP. Respon dari terapi dapat melambat pada pasien yang digaris bawahi menderita sakit paru-paru seperti penderita asma sedang dan parah, COPD, atau emphysema. Bagi pasien yang tidak merespon terapy tanpa beberapa factor yang digaris bawahi akan menganjurkan terapy dengan respon yang lambat, kemudian lainnya adalah menular dan tidak menular dengan alasan yang dipertimbangkan. Infeksi dapat disebabkan oleh pathogen yang tidak tercover oleh terapi awal, munculnya resistensi obat yang terisolasi, atau muncul keparahan infeksi lainnya (nonpulmonary) dan pasien evaluasi ulang. Alasan non-infeksi lain untuk bahan pertimbangan adalah seperti penderita emboli paru, gagal jantung kongestif, karsinoma, limpoma, intrapulmonary dan penyakit inflamasi paru. pendarahan Hasil parameter untuk VAP, HAP, dan HCAP adalah sama untuk CAP. Perkembangan secara klinis harus terjadi dalam waktu 48-72 jam sejak dimulainya terapi. Jika pasien tidak merespon terapi maka mempertimbangkan kembali alasan menular atau tidaknya. Penjelasan tentang penularan sama untuk semua jenis CAP tetapi untuk tidak menular berbeda. Mereka sudah termasuk didalamnya adalah penderita atelectasis, acute respiratory distress syndrome (ARDS) {syndrome gangguan pernafasan akut}, pendarahan emboli paru, kanker, empyema, atau abses paru-paru. PENCEGAHAN ❿ Pencegahan untuk penyakit pnemonococcal yakni dengan penggunaan vaksinasi menjadi tujuan nasional. Vaksinasi digunakan untuk mencegah atau meminimalkan tingkat keparahan dari pneumonia yang disebabkan oleh S.Pnemoniae atau virus Influenza. Vaksin influenza ada dua cara yakni dengan suntikan dan nasal inhalation (disemprotan pada hidung). Suntikan/injeksi adalah vaksin tidak aktif ( tidak mengandung pembunuh virus). Vaksinasi flu di setujui untuk digunakan oleh orang yang berusia lebih dari 6 bulan. Termasuk orang-orang yang sehat dan orang-orang yang sedang dalam kondisi kesehatan kronis. Vaksinasi flu yang disemprotan pada hidung dibuat dari kehidupan, virus flu mingguan yang tidak menyebabkan flu (vaksin influenza yang dilemahkan). Formulasi ini telah disepakati untuk digunakan pada orang-orang antara 5-49 tahun tetapi tidak untuk wanita hamil. Kemampuan dari vaksin flu ini adalah untuk melindungi orang-orang tergantung pada dua factor : umur dan status kesehatan dari orang tersebut pada saat mendapatkan vaksinasi dan semacamnya atau “ pencocokan” antara strain virus pada vaksinasi dan yang tersebar pada sirkulasi. Pemberian faktor-faktor tersebut diatas, vaksinasi sudah dapat terlihat lebih effektif. Vaksin influenza sangat dianjurkan pada beberapa kelompok, yakni : 1. Orang-orang yang berada pada kondisi yang riskan terkena komplikasi dari flu : Orang-orang diatas 65 tahun atau lebih Orang-orang yang tinggal di ruang perawatan atau berada pada waktu yang lama di unit fasilitas perawatan. Orang dewasa dan anak – anak dengan usia 6 bulan atau lebih dengan gangguan jantung atau kondisi paru kronis, termasuk asma Orang dewasa dan anak-anak dengan usia 6 bulan atau lebih yang memerlukan perawatan medis yang teratur atau pernah dirawat di rumah sakit beberapa tahun sebelumnya karena menderita penyakit metabolic (seperti diabetes), penyakit kronis yang menyerang anak-anak, system kekebalan (termasuk masalah system kekebalan tubuh yang disebabkan oleh obat-obatan atau terinfeksi oleh HIV/AIDS) Anak-anak di usia 6 bulan sampai 18 tahun yang sudah menjalani terapy aspirin dalam jangka waktu yang lama Wanita hamil selama musim influenza Semua anak di usia 23 bulan Orang-orang dengan berbagai kondisi seperti bermasalah dengan fungsi pernafasan atau sedang dalam penanganan karena bermasalah pada pengeluaran nafasnya (Eg. Kondisi yang membuat mereka sulit untuk bernafas atau menelan, seperti penyakit cedera pada otak, cedera pada sumsum tulang belakang, kejang, gangguan saraf, atau gangguan otot lainnya) 2. Orang-orang usia 50-64 tahun, kondisi komorbiditas yang muncul di hampir sepertiga orang di usia 5064 tahun di United States, yang menempatkan mereka pada resiko peningkatan komplikasi flu yang serius. Oleh karena itu, vaksinasi sangat direkomendasikan untuk semua orang pada usia 50-64 tahun. 3. Orang-orang yang dapat menularkan flu pada yang lainnya dengan resiko tinggi terserang komplikasi. Orang-orang yang selalu dekat dengan seseorang yang berada pada kelompok orang yang beresiko tinggi harus segera mendapatkan vaksinasi. Termasuk didalamnya adalah para karyawan di unit perawatan, kontak di rumah, dan dari pengasuh rumah anak-anak usia 0-23 bulan, dewasa usia 65 tahun atau lebih. Berikut ini adalah dua vaksinasi pnemonococcal, 7valent vaksin terkonjugasi untuk anak-anak kurang dari 6 tahun dan a 23-purified capsular polysaccharide antigen vaksin untuk dewasa. Type 23 capsular pada vaksin telah mewakili kurang lebih 85%-90% serotype yang dapat menyebabkan invasive pnemonococcal Infections diantara anak-anak dan orang dewasa di Amerika Serikat. Setelah vaksinasi, respon antibody dari specific antigen menunjukkan dua kali lebih besar kenaikan pada antibody specifik serotype-, berkembang selama 2 sampai 3 minggu di 80% lebih orang dewasa yang sehat. Perawatan pasien dan Pemantauan ❾ Respon monitoring untuk terapi esensial determinasi efikasi, identifikasi reaksi yang merugikan, dan determinasi waktu terapi. 1. Gelaja dugaan pasien dan dtatus ( pasien masuk, pasien keluar, atau intubasi ) untuk menentuan tipe pneumonia dan kondisi komorbid. Apakah pasien memiliki asma, COPD, atau episema atau seorang perokok ? 2. Review diagnose data untuk menentukan seberapa berat penyakit 3. Mendapatkan sejarah dari peresepan atau tidak dari penggunaan obat, reaksi alergi dan intoleransi obat, dan reaksi dari obat 4. Dua atau tiga organisme yang berhubungan dengan pneumonia pasien? 5. Memilih secara empiris antibiotika yang tepat untuk pasien, menjamin obat itu benar dan cocok untuk fungsi ginjal 6. Mengembangkan rencana untuk pengobatan efektif antibiotika setelah 24 sampai 72 jam. Jika pasien tidak ada perubahan maka aka nada evaluasi ulang gejala dan daftar pathogen, dan menentukan perubahan terapi. Mengembangkan rencana pngobatan efektif antibiotika untuk terapi terakhir, kapan dari pengobatan intravena untuk oral terapi diberikan ? 7. Evaluasi pasien untuk mengetahui efek samping , alergi obat, dan interaksi obat 8. Untuk pasien yang memenuhi kualifikasi, diskusi nilai dan cara untuk membunuh S.Pneumoniae Bagaimanapun juga respon dari kekebalan tubuh tidak akan konsisten diantara semua 23 serotype pada vaksinasi. Hal tersebut mengharuskan untuk segera mendapatkan vaksinasi polisakarida seperti : 1. Semua oeang dewasa usia 65 tahun atau lebih tua 2. Siapapun dengan usia 6 tahun yang telah mengalamai permasalahan kesehatan seperti : Penyakit jantung Penyakit paru Penyakit sell sabit Diabetes Alkoholis Cirosis Kebocoran dari cairan Cerebrospinal 3. Siapapun dengan usia 6 tahun yang memiliki penyakit dengan kondisi yang mendapat pengobatan dan telah resisten terhadap infeksi, seperti : Penyakit Hodkin’s Limfoma, leukemia Gagal ginjal Myeloma ganda Sindrom Nefrotik Infeksi HIV atau AIDS Kerusakan Limfa, atau bukan limfa Transplatasi organ Steroid jangka panjang Pengobatan Kanker Terapi radiasi 4. Penduduk Alasa dan populasi amerika Konjugasi vaksi pneumokokus di rekomendasikan untuk semua anak-anak dengan usia 2 sampai 23 bulan dan untuk anak-anak usia 24 sampai 59 bulan. Jika ada penyakit yang harus di perhatikan seperti diabetes mellitus, Kardiak-pulmonar , anak-ana 24 sampai 59 bulan harus menerima vaksin yang tepat. Tujuh type vaksin mewakili 85 % sapai 90 % dari serotype yang di akibatkan oleh pneumokokus infeksi invasive disetiap anak-anak di amerika. SINGKATAN-SINGKATAN ATS : American Thoracic Society CAP : Community-acquired Pneumonia CDC : Centers for Disease Control and Prevention COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease CPIS : Clinical Pulmonary Infection Score DFA : Direct Fluorescence Antigen GER(D) : Gastroesophageal reflux ( Disease ) HCAP : Health-Care Associated Pneumonia HAP : Hospital-associated Pneumonia IDSA : Infectious Disease Society of America MSSA : Methicillin-susceptible Staphylococus Aureus MRSA : Methicillin-resistant Staphylococus Aureus PCR : Polymerase Chain Reaction TNF-α : Tumor Necrosis Factor α TRUST : Tracking Resistance in the US Today VAP : Ventilator-associated pneumonia Daftar Referensi dan pertanyaan perkiraan dan jawaban tersedia di www.ChrisholmPharmacotheraphy.com. Masuk kedalam website : www.pharmacotheraphyprinciples.com untuk informasi yang berkaitan dengan pembelajaran bagian ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN Ayjesky D, Auble TE, Yealy DM, et al. Prospective comparison of three validated prediction rules for prognosis in community acquired pneumonia.Am J Med 2005;118:384–392. Barlow GD, Lamping DL, Davey PG, et al. Evaluation of outcomes in community-acquired pneumonia: A guide for patients, physicians, and policymakers. Lancet Infect Dis 2003;3:476–488. Hugonnet S, Eggimann P, Borst F, et al. Impact of ventilator-associated pneumonia on resource utilization and patient outcome. Infect Control Hosp Epidemiol 2004;25:1090–1096. Hutt E, Kramer AM. Evidence-based guidelines for management of nursing home–acquired pneumonia. J Fam Pract 2002;51: 709–716. Kollef MH. Prevention of hospital-associated pneumonia and ventilator-associated pneumonia. Crit Care Med 2004;32:1396–1405. Luna CM, Blanzaco D, Niederman MS, et al. Resolution of ventilatorassociated pneumonia:Prospective evaluation of the clinical pulmonary infection score as an early clinical predictor of outcome.Crit Care Med 2003;31:676– 682. Mandell LA, Bartlett JG, Dowell SF, et al. Update of practice guidelines for the management of community-acquired pneumonia in immunocompetent adults. Clin Infect Dis 2003;37:1405–1433. Niederman MS, Craven DE. Guidelines for the management of adults with hospital-acquired, ventilator-associated, and healthcareassociated pneumonia.Am J Respir Crit Care Med 2005; 171:388–416. Niederman MS, Mandell LA, Anzueto A, et al. Guidelines for the management of adults with community-acquired pneumonia: Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit Care Med 2001;163:1730–1754. BTS Guidelines for the management of community acquired pneumonia in adults. Thorax 2001; 56(suppl 4):IV1– 64. 03 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS Heather L. VandenBussche OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. Daftar bakteri patogen yang paling umum yang menyebabkan radang akut, bakteri akut rinosinusitis, dan faringitis akut. 2. Menjelaskan patofisiologi penyebab dan faktor risiko untuk otitis media akut, bakteri rinosinusitis, dan faringitis akut. 3. Mengidentifikasi tanda-tanda klinis dan gejala yang berhubungan dengan otitis media akut, bakteri rinosinusitis dan faringitis streptokokus. 4. Daftar tujuan pengobatan untuk otitis media akut, bakteririnosinusitis dan faringitis streptokokus 5. Mengembangkan rejimen antibiotik yang sesuai untuk setiap infeksi yang didasarkan pada data spesifik-pasien. 6. Merekomendasikan terapi yang sesuai untuk pasien dengan akut otitis media akut, bakteri rinosinusitis akut, atau faringitis streptokokus. 7. Membuat rencana monitoring untuk pasien yang sedang dirawat untuk setiap infeksi menggunakan informasi spesifik pasien dan terapi yang diresepkan. 8. Mengedukasi pasien tentang infeksi saluran pernafasan atas dan penggunaan terapi antibiotik yang tepat. KONSEP UTAMA ❶ Pola resistensi antibiotik mempengaruhi pilihan pengobatan untuk infeksi bakteri saluran pernafasan atas. ❷ Sebagian besar infeksi tanpa komplikasi otitis media akut diselesaikan secara spontan tanpa morbiditas signifikan. ❸ Terapi antibiotic untuk otitis media akut harus diberikan untuk anak-anak yang paling mungkin untuk memperoleh manfaat dari terapi : dibawah usia 2 tahun dan orang-orang dengan penyakit parah. ❹ Diagnosa yang tepat dari infeksi saluran pernafasan atas bakteri sangat penting untuk mengidentifikasi pasien yang memerlukan antibiotic untuk menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu. ❺ Amoxicillin dan amoxicillin-clavulanate adalah antibiotic pilihan pertama untuk otitis akut. ❻ Terapi antibiotic untuk sinusitis harus diberikan untuk pasien gejala dekompensasi klinis atau gejala yang parah. ❼ Seleksi empiris antibiotic untuk bakteri rinosinusitis akut harus menggabungkan factor risiko pasien yang telah resisten oleh baktei. ❽Amoxicillin dan amoxicillin-clavulanate adalah antibiotic pilihan pertama untuk bakteri rinosinusitis akut. Upper respiratory tract infection/Inferksi Saluran Nafas Atas (URI) adalah istilah yang merujuk kepada berbagai infeksi saluran napas atas, termasuk otitismedia, sinusitis, faringitis, dan rhinitis. Kebanyakan URIs adalah virus dan sering terbatas. Lebih dari 1 milyar virus URI terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, mengakibatkan jutaan kantor dokter dikunjungi tiap tahun. Penggunaan antibiotik yang berlebihan untuk URI berkontribusi signifikan pada resistensi bakteri. Pedoman telah dibuat untuk mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak tepat untuk virus URIs. Bab ini akan fokus pada otitis media akut, sinusitis, dan faringitis karena sering disebabkan oleh bakteri dan membutuhkan terapi antibiotik yang tepat untuk meminimalkan komplikasi. OTITIS MEDIA Otiti media, atau peradangan dari telinga bagian tengah, adalah alasan yang paling umum untuk meresepkan antibiotic pada anak-anak. Itu biasanya terjadi setelah infeksi virus nasofaring dan dapat disubklasifikasikan sebagai otitis media akut atau otitis media dengan efusi. Otitis media Akut (AOM) adalah sebuah gejala infeksi telinga bagian tengah yang terjadi dengan cepat bersama dengan efusi, atau adanya cairan. Otitis media dengan efusi (OME) adalah adanya cairan di telinga tengah tanpa gejala penyakit akut. Itu penting untuk membedakan AOM dan OME karena antibiotik hanya berguna untuk pengobatan AOM Pleura dapat terjadi hingga 6 bulan setelah sebuah episode akut. Epidemiologi dan Etiologi Otitis media paling umum pada anak-anak antara 6 bulan dan 2 tahun terapi dapat terjadi pada semua kelompok umur, termasuk orang dewasa. 75 % anakanak usia 12 bulan memiliki setidaknya satu bagian otitis media, hingga 20% terjadi infeksi berulang. Pada setidaknya 13 juta resep antibiotic ditulis setiap tahunnya di Amerika Serikat untuk otitis media, dihasilkan dalam $2 miliar biaya langsung. Beberapa faktor resiko (tabel 69-1) predisposisi anak untuk otitis media dan dapat dikaitkan dengan resistensi mikroba, seperti hari peduli pelayanan, paparan antibiotik sebelumnya, dan usia lebih muda dari 2 tahun. Bakteri sering diisolasikan dari cairan telinga bagian tengah pada anak-anak dengan AOM, namun virus juga memainkan peran yang dominan. TABEL 69-1. Faktor Resiko Otitis Media Infeksi saluran nafas viral/ musim dingin Adanya Day-care Saudara kandung Jenis kelamin Kedapatan merokok Alergi Kerusakan anatomi seperti mulut pecah-pecah Penduduk Amerika atau pendatang Status sosial ekonomi rendah Pembawa Lack of breastfeeding Umur yang muda pada diagnosis awal Immunodefisiensi Reflux Gastroesophageal Riwayat keluarga yang positif/predisposisi genetic Streptococcus pneumonia secara tradisional organisme paling umum, bertanggung jawab atas 25% - 50% kasus. Nontypeable Hemophilus dan Moraxellacatarrhalis menyebabkan 15 % untuk 30% dan 3% sampai 20% dari masing-masing kasus. Data terakhir menunjukkan bahwa mikrobiologi AOM bergeser menuju prevalensi H. Influenza karena masa kanakkanak rutin imunisasi dengan pneumokokus vaksin konjugat. Bakteri yang kurang sering dikaitkan dengan AOM meliputi Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa. Virus seperti respiratory syncytial virus, virus influenza, rhinovirus, adenovirus dan terisolasi dari cairan telinga tengah dengan atau tanpa bakteri bersamaan di atas setengah dari kasus AOM. Kurangnya perbaikan dengan terapi antibiotik sering merupakan akibat dari infeksi virus dan selanjutnya peradangan daripada resistensi antibiotik. ❶Resistensi bakteri telah secara signifikan mempengaruhi pengobatan untuk AOM. Penicilin Resisten S.Pneumoniae (PRSP) meliputi kedua resistensi tingkat menengah (minimal penghambatan konsentrasi antara 0,1 dan 1,0 mcg/mL) dan perlawanan tingkat tinggi (penghambatan konsentrasi minimum mcg/ml 2.0 dan lebih tinggi). Sekitar 35% dari pernapasan pneumokokus isolat penisilin, dan hampir setengah penisilin-resisten. PRSP juga biasanya tahan untuk kelas obat lainnya. Termasuk sulfonamida, makrolid dan klindamisin, dan semakin tahan terhadap fluoroquinolones. Meskipun tidak pantas penggunaan antibiotic untuk URI telah menyebabkan meningkatnya perlwanan tariff, pengobatan untuk AOM pneumokokus diperlukan karena infeksi yang disebabkan oleh S.pneumoniae tidak mungkin untuk menyeleaikan secara spontan. Β-laktamase diproduksi 30% dan hampir 100% H. influenza dan M. catarrhalis. Meskipun infeksi yang disebabkan oleh organisme ini lebih untuk menyelesaikan tanpa pengobatan, harus dipertimbangkan dalam kasus kegagalan pengobatan. Patofisiologi Beberapa factor yang berperan dalam pengembangan AOM. Virus infeksi nasofaring mengganggu fungsi tabung eustachius dan menyebabkan peradangan mukosa, merusak mucociliary clearance dan mempromosikan proliferasi bakteri dan infeksi. Anakanak cenderung untuk AOM karena tabung eustachius mereka tabung lebih pendek, lebih lembek dan lebih horizontal dari pada orang dewasa, yang membuat mereka kurang fungsional untuk drainase dan perlindungan telinga tengah dari bakteri entri. Gejala dan tandaklinis AOM adalah hasil dari respon imun inang dan kerusakan sel-sel yang disebabkan oleh mediator inflamasi sepertitumor necrosis factor dan interleukins yang dirilis dari bacteria. ❷Sebagian besar kasus AOM diselesaikan secara spontan tanpa morbiditas signifikan. AOM tidak diobati meningkatkan 2 atau 3 hari penyakit pada 80% dari anak-anak tanpa meningkatkan risiko komplikasi. Antibiotik meningkatkan telinga rasa sakit di hanya 7% anak-anak antara 2 dan 7 hari terapi dan secara signifikan meningkatkan pemulihan pada anakanak kurang dari usia 2 tahun dan pada mereka dengan gejala parah AOM. ❸ Oleh karena itu, antibiotik harus disediakan untuk anak-anak yang paling mungkin memperoleh manfaat dari terapi. Tertunda terapi antibiotik di tua anak-anak dan orangorang dengan penyakit kurang parah tidak menghasilkan komplikasi lebih menular, seperti mastoiditis atau meningitis, bila dibandingkan dengan treatment.14 antibiotik awal rutin Penggunaan pendekatan ini atau penggunaan resep jaring pengaman antibiotikn bahwa orang tua mengisi 2 hari kemudian hanya jika anak tidak lebih baik. Presentasi Klinis dan Diagnosis Presentasi Klinis dan Diagnosis Sangat penting untuk membedakan AOM dari OME karena mereka diperlakukan secara dramatis berbeda. Pasien dengan AOM biasanya memiliki gejala kedinginan, termasuk pilek, batuk, atau hidung tersumbat sebelum atau pada diagnosis. Gejala Anak: telinga berdengung, iritasi, kurang tidur dan kebiasaan makan Pasien yang lebih tua: telinga sakit (Ringan, sedang, atau berat), telinga terasa penuh, gangguan pendengaran. Tanda Demam: hadir dalam kurang dari 25% dari pasien; sering di anak-anak muda Efusi telinga tengah Otorrhea (telinga tengah perforasi dengan kurang cairan): jarang Membran timpani membengkak Terbatasnya bahkan tidak ada mobilitas membran timpani Eritema jelas dari membran timpani Membran timpani menutupi atau mengurangi visibilitas dari telinga tengah Tes Laboratorium Gram pengotor, pemeliharaan, dan sensitifitas cairan telinga yang mengalir secara sepontan atau diperoleh dengan tympanocentesis (tidak dilakukan setiap saat) Komplikasi Infeksi: mastoiditis, meningitis, osteomielitis, intracranial abses Struktural: gendang telinga berlubang, cholesteatoma Gangguan pendengaran dan/atau kemampuan berbicara Diagnosis5 AOM tertentu: harus mengikuti: Tanda dan gejala pada mulanya cepat Telinga tengah ditemukan efusi dengan pneumatik otoscopy (seperti di atas) Peradangan yang ditunjukkan dengan otoscopic (berbeda eritema) atau Earache Records AOM ringan : tidak semua tiga kriteria ini hadir. AOM berat : sakit telinga yang berat atau demam 39C atau lebih. Nonsevere AOM: sakit telinga ringan dan demam kurang dari 39C dalam 24 jam terakhir. penempatan tabung untuk mengurangi komplikasi seperti pendengaran dan gangguan berbicara dan otitis media berulang. Pengobatan Hasil Yang Diharapkan Hasil terapi Untuk AOM berfokus pada gejala dan pencegahan komplikasi. Tujuan terapi adalah untuk meringankan telinga nyeri dan demam, jika ada; memberantas infeksi; mencegah gejala sisa; dan meminimalkan penggunaan antibiotik tidak perlu. Pendekatan umum untuk pengobatan Studi Kasus Pasien, Bagian 1 Pendekatan Umum Untuk Pengotan ❸ ❹ Perawatan AOM tergantung pada usia Pada pertemuan lebih lanjut, Anda menemukan bahwa anak Alergi terhadap penisilin. Terakhir pada saat pengobatan untuk faringitis dia mengalami ruam nonurticarial selama pengobatan, sejak saat itu dia belum menerima antibiotic dan ini adalah infeksi telinga nya pertama. Imunisasi: Terbaru Meds Asetaminofen tetes 120 mg (Peroral) setiap 4-6 jam digunakan untuk demam atau sakit ROS (+) hidung tersumbat dan pilek, (-) muntah, diare, atau batuk PE Gen: Irritable anak tapi consolable VS: tekanan darah 100/60 mm Hg, pulsa 120 denyut per menit, pernafasan tingkat 18 napas semenit, suhu 38.6C HEENT: sebagaimana dicatat sebelumnya Mengidentifikasi tujuan pengobatan untuk anak ini. Berikan informasi ini, tentang pengobatan nonpharmacologic dan farmakologis terapi yang Anda sarankan? Efusi telinga tengah yang kental disebabkan oleh alergi atau iritasi dapat menyebabkan gangguan pembersihan mukosiliar dan AOM di individuals.4 OME rentan terjadi pada anak-anak, dan efusi dapat bertahan selama berbulan-bulan setelah AOM. Anak-anak dengan OME kronis biasanya membutuhkan tympanostomy pasien, keparahan penyakit, dan kepastian diagnosa. Anak-anak yang di bawah usia 2 tahun memiliki insiden yang lebih tinggi terhadap penisilin infeksi pneumokokus d banding remaja, dan memiliki klinis yang lebih besar, tingkat kegagalan dan komplikasi bila tidak di obati awalnya dengan antibiotik. Pasien dengan penyakit yang serius, yang didefinisikan oleh tingkat keparahan demam dan sakit, memiliki tingkat pemulihan spontan yang lebih rendah dari pada orang-orang dengan nonsevere disease. saat ini pedoman merekomendasikan stratifying pasien yang didasarkan pada kriteria ini, bersama dengan kepastian diagnosa, untuk mengidentifikasi orangorang cenderung lebh kepada manfaat dari terapi antibiotic. Terapi non farmakologi Waspada menunggu dan resep antibiotik jaring pengaman pendekatan yang lebih sering digunakan untuk mengurangi mikroba perlawanan dan menghindari kejadian buruk tidak perlu dan biaya antibiotik. Pengamatan yang dipraktekkan secara luas di Eropa dan melibatkan pemantauan untuk 48-72 jam setelah mendiagnosa AOM untuk melihat apakah spontan resolusi akan terjadi. Pengamatan atau terapi antibiotik tertunda harus dipertimbangkan hanya jika anak yang sehat tanpa penyakit berulang (Gambar. 69-1) dan jika ada tindak lanjut yang tepat dan komunikasi yang baik antara dokter dan parent/caregiver. Pendekatan tanpa obat lainnya termasuk penggunaan eksternal panas atau dingin untuk mengurangi rasa sakit postauricular dan operasi. Tympanostomy tabung paling berguna untuk pasien dengan penyakit berulang atau OME kronis dengan gangguan pendengaran atau pidato. Adenoidektomi mungkin diperlukan untuk anak-anak dengan penyumbatan hidung kronis, tetapi tonsilektomi jarang ditunjukkan. Terapi farmakologis Terapi antibiotic Ketika terapi antibiotik yang diperlukan, banyak faktor yang mempengaruhi obat pilihan pertama. Klinisi harus mempertimbangkan faktor-faktor obat seperti antimikroba spektrum, kemungkinan respon klinis, kejadian efek samping, interaksi obat dan biaya, serta Faktor pasien, termasuk faktor risiko untuk resistensi bakteri, Alergi, kemudahan dosing rejimen, kelezatan obat, dan kehadiran kondisi medis lainnya. Studi di sederhana AOM tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara antibiotic tingkat respon klinis yang dapat dikacaukan oleh spontan resolusi. Respon bakteriologi bervariasi antara antibiotic dan juga tidak selalu berkorelasi dengan respon klinis. Dua hari uji yang dirancang dengan baik yang dilakukan tympanocentesis di dasar dan pada hari-hari 4-6 pengobatan menemukan secara signifikan kurang peningkatan klinis dengan azithromycin daripada dengan amoxicillinclavulanate (p kurang 0,05) dengan perbedaan yang lebih besar dalam bakteriologi Pemberantasan (p kurang dari 0,01) . studi ini adalah penting karena mereka hanya termasuk pasien dengan bakteriologis terbukti AOM dan cure bakteriologi dinilai secara terpisah dari klinis resolusi, menyoroti keberhasilan klinis Apakah keberhasilan bakteriologi tidak sama. GAMBAR 69–1. Pengobatan algorithm untuk antibiotics awal atau observasi pada anak yang dicurigai mengalami komplikasi AOM. Gambar 69-2. Perawatan algoritma untuk AOM yng tidak terkomplikas pada anak-anak usia 2 bulan sampai 12 tahun. Berdasarkan American Academy of Pediatrics dan American Academy of Family Physicians tersedia untuk anak-anak antara 2 bulan dan 12 tahun dengan AOM tidak rumit (Gbr. 69-2) dan didasarkan pada percobaan para ahli. ❺ Amoksisilin tetap menjadi obat pilihan pada kebanyakan pasien karena efektivitasnya terbukti dalam AOM bila digunakan dalam dosis yang cukup untuk PRSP, serta mempunyai profil keamanan yang sangat baik, murah, dapat dibuat suspensi, dan relatif beraktivitas spektrum sempit (Tabel 69-2). Amoksisilin dosis tinggi (80-90 mg / kg per hari) lebih disukai daripada dosis konvensional karena tingkat obat yang lebih tinggi yang dicapai dalam cairan telinga tengah untuk mengatasi resistensi pneumokokus tanpa secara substansial meningkatkan efek samping. ❺Dalam kasus penyakit yang parah atau ketika cakupan untuk produksi B-laktamase organisme diinginkan, dosis tinggi amoksisilin klavulanat adalah agen yang lebih disukai. Resistensi pneumokokus untuk trimetoprimsulfametoksazol dan makrolida yang bermasalah dan mencolok umum di PRSP, membuat agen ini kurang diinginkan untuk sebagian besar pasien. Pasien dengan alergi penisilin membutuhkan alternatif terapi pilihan pertama (lihat Fig.69-2).Anak-anak yang telah menerima antibiotik dalam bulan sebelumnya lebih cenderung resisten dan juga harus menerima terapi alternatif. Dosis tunggal ceftriaxone intramuskular efektif untuk anak-anak yang tidak bisa mentolerir obat-obat oral, tetapi kursus 3 hari mungkin lebih disukai karena meningkatnya resistensi pneumokokus dan kegagalan dosis tunggal. Antibiotik Ototopik merupakan alternatif untuk agen sistemik untuk AOM pada pasien dengan tabung tympanostomy. Jika ada kekurangan perbaikan atau memburuk dengan terapi awal selama 48 sampai 72 jam, pemilihan antibiotik harus ditinjau kembali, dan penyakit lain yang memberikan kontribusi harus dikeluarkan (lihat Gambar. 69-2). Tympanocentesis dapat membantu untuk memandu terapi pada kasuskasus sulit. Durasi terapi, seperti pemilihan obat, tergantung pada usia pasien dan tingkat keparahan penyakit. 10hari terapi oral standar lebih efektif daripada program yang lebih pendek untuk AOM rumit pada anak-anak muda dari 2 tahun dan orang-orang dengan infeksi berulang, serta pada pasien yang lebih tua dengan Pengecualian penyakit parah pada rejimen 10-hari untuk azitromisin dan ceftriaxone. Pada anak yang lebih tua dengan penyakit ringan atau sedang, terapi antibiotik diperlukan hanya untuk 5 sampai 7 hari. TABLE 69–2. Antibiotik untuk pengobatan AOM Obat amoxicillin Jadwal Penggunaan Dosis 80-90 mg/kg per hari 2-3 kali (dewasa: 875 mg dua kali sehari ) Efek Samping Yang Umum Mual, muntah, diare, dan ruam Harga Relatif $ Amoxicillinkklavulanat 80-90 mg/kg per hari 2-3 kali (dewasa: 875 mg dua kali sehari) Mual, muntah, diare, ruam Cefuroxime axetil 30 mg/kg per hari 2 kali (maksimal 1 kg/hari dengan suspensi: dewasa : 250 mg dua kali sehari) 14 mg/kg per hari 1-2 kali (dewasa: 300 mg dua kali sehari atau 600 mg satu kali sehari) 10 mg/kg per hari 2 kalli(dewasa: 200 mg dua kali sehari) 50 mg/kg IM atau IV untuk 1-3 hari (maksimal 1 g dosis) 10 mg/kg x 1 hari, 5 mg/kg per hari x 4 hari: 10 mg/kg per hari x 3 hari: atau 30 mg/kg dosis tunggal (dosis dewasa 500mg x 1, 250 mg x 4 hari:500 mg/hari x 3 hari) 15 mg/kg dua kali (dewasa: 250 mg dua kali sehari) Mual,muntah,diare,ruam $$$ Diare, ruam, muntah, infeksi jamur $$$ Cefdinir Cefpodoxime, proxetil, ceftriaxone azithromycin Clarithromycin Erythromycinsulfisoxazole 50 mg/kg per hari dengan komponen eritromisin 3-4 kali Trimethropimsulfamethoxazol e clindamycin 8-10 mg/kg per hari dengan komponen trimetoprim 2 kali 20-30 mg/kg prer hari 3-4 kali (dewasa: 300 mg setiap 4 jam atau 450 mg tiga kali sehari) $$$-$$$$ Diare,ruamkulit,muntah,infek si jamurInjeksi nyeri situs,bengkak atau arythema,diare,ruam $$$-$$$$ Mual,muntah,diare,sakit perut $$ Diare,muntah,ruam,sakit perut $$ Mual,muntah,sakit perut, diare,ruam $$$ $$ Mual,muntah,anoreksia,ruam, ultikaria $ Mual,diare,c.difficile kolitis, anoreksia $ Pendapat Obat pilihan untuk AOM;ahli merekomendasikan dosis tinggi selama dosis konvensional (40-45 mg/kg per hari) Diare berlebih dari amoksilin, formulasi augmentin ES lebih bagus karena komponen klavulanat harian yang lebih rendah Suspensi kering memiliki rasa yang pahit, tidak bisa dibikin tablet ( kurang bioavailable ) Sefalosporin oral (lebih banyak disukai); terpisah dari Al atau Mg antasida dan suplemen Fe oleh 2 jam Suspensi memliki rasa yang pahit Rejimen 3 hari pilihan untuk PRSP; menghindari pada anak dibawah 2 bulan Terpisah dari Al atau Mg antasida selama 2 jam, diare/muntah lebih umum dengan regimen dosis tunggal; 3 atau 5 hari dapat meningkatkan resistensi pneumokokus; banyak kegagalan dengan infeksi H.influenzae Banyak interaksi obat (menghambat sitokrom p-450 3A4); suspensi tidak dapat didinginkan dan memiliki rasa logam; masalah mikrobiologis dengan azitromisin Banyak interaksi obat seperti klaritromisisn; kontra indikasi pada anak dibawah 2 bulan meningkatkan resistensi pneumokokus Meningkatkan resistensi pneumokokus, kontra indikasi pada anak dibawah 2 bulan Hanya untuk infeksi pneumokokus Antibiotik lain yang disetujui FDA untuk AOM tidak termasuk dalam AAP pedoman/AAFP; cefaclor,sefaleksinj,cefprozil,cefixime. Biaya perkiraan: $ (dibawah $25),$$($25-$50),$$$($50-$100),$$$$(lebih $100). Terapi Tambahan Nyeri adalah ciri utama dari AOM tetapi nyeri tersebut sering diabaikan dalam pengobatan. Jika rasa sakit hadir, analgesik atau anestesi topikal dapat digunakan untuk meringankan otalgia. Asetaminofen dan ibuprofen biasanya digunakan dosis berlebih untuk nyeri ringan sampai sedang.Sementara penelitian belum menunjukkan keuntungan terapi dengan dosis berlebih tersebut, ibuprofen memiliki durasi yang lebih lama dari efek tetapi tidak digunakan secara rutin pada anak-anak usia muda dari usia 6 bulan karena dikhawatirkan mengakibatkan toksisitas. penggantian ibuprofen dengan acetaminophen tidak dianjurkan karena kurangnya data keamanan dan khasiat pada terapi kombinasi dan potensi dosis yang mengakibatkan terjadinya kesalahan dan kebingungan. Anestesi tetes topikal seperti benzokain (Auralgan®) mengurangi nyeri dalam waktu 30 menit dan mungkin lebih disukai dari analgesik sistemik ketika tidak ada demam. Miringotomi memberikan efek secara langsung tetapi jarang dilakukan. Obatobat lain seperti dekongestan, antihistamin ,dan kortikosteroid tidak memiliki peran dalam pengobatan AOM dan dalam beberapa kasus memperpanjang durasi efusi. Komplementer dan pengobatan alternatif dilakukan jika data keamanan dan khasiat kurang. Hasil Evaluasi Perbaikan tanda dan gejala (nyeri, demam, dan inflamasi membran timpani) harus jelas dalam 72 jam terapi. Pada anak-anak dapat muncul secara klinis lebih buruk selama 24 jam pertama pengobatan tetapi sering stabil pada hari kedua ditandai dengan suhu tubuh yang menurun sampai suhu tubuh yang normal dan peningkatan pola makan dan tidur. Jika perbaikan klinis tidak terlihat, atau jika pasien semakin memburuk, pengevaluasian kembali harus dilakukan untuk menentukan diagnosa yang tepat dan pengobatan. Pasien diberikan masukan tentang efek samping umum antibiotik seperti ruam, diare, dan muntah yang mungkin akan meminta perhatian medis . Kehadiran efusi telinga tengah dengan tidak adanya gejala bukan merupakan indikator kegagalan pengobatan. Anak-anak yang sudah menjalani terapi dan sehat harus dievaluasi ulang setelah 3 bulan untuk memeriksa kehadiran efusi yang membutuhkan sidang evaluasi. Anak usia prasekolah dan lebih muda mungkin perlu dilakukan pemeriksaan ulang 3-6 minggu setelah terapi karena bicara dan gangguan pendengaran lebih sulit untuk dinilai dalam kelompok usia ini. Perawatan Pasien dan Pemantauan Pencegahan Imunisasi dapat mencegah AOM pada pasien tertentu, namun bertentangan dengan data. Vaksin influenza lebih efektif mencegah AOM pada anak yang berusia lebih dari 2 tahun dibandingkan dengan pasien yang lebih muda mungkin dikarenakan gangguan respon imun dan pertahanan tubuh yang belum terbentuk dengan sempurna pada bayi dan balita. Pneumococcal conjugate vaccine adalah pelindung terhadap infeksi oleh serotipe vaksin dengan manfaat secara keseluruhan tetapi terbatas untuk AOM. Profilaksis antibiotik tidak lagi dianjurkan untuk anak-anak otitis karena rawan meningkatnya resistensi. Untuk Menghindari atau meminimalkan faktor risiko yang terkait dengan otitis media, hindari seperti asap tembakau dan botol makan, tetapi efek dari intervensi ini masih belum terbukti. 1. Kaji tanda dan gejala pasien. Apakah mereka sesuai dengan otitis media akut? 2. Ulasan informasi diagnostik untuk menentukan apakah terjadi infeksi akut. Apakah dari semua tiga kriteria termasuk dalam diagnostik ini? Apakah metode yang digunakan untuk diagnosis tepat (pneumatik otoscopy)? 3. Apakah pasien memerlukan terapi antibiotik, atau pilihan observasi yang tepat? 4. Mendapatkan sejarah pengobatan lengkap, termasuk resep obat, obat tanpa resep, dan penggunaan produk alami, serta alergi dan efek samping. 5. Tentukan obat apa yang harus digunakan untuk nyeri, jika menyajikan. 6. Jika berlaku, menentukan penggunaan antibiotik dan durasi terapi. 7. Mengembangkan rencana untuk menilai efektivitas terapi yang dipilih dan mengambil tindakan jika pasien tidak membaik atau memburuk. 8. Memberikan edukasi pada pasien: • Apa yang diharapkan dari resep obat, termasuk potensial efek samping • Menghindari antihistamin dan dekongestan • Tanda-tanda kegagalan pengobatan 9. Stres pentingnya kepatuhan terhadap terapi, termasuk kekhawatiran resistensi antibiotik. 10. Tentukan kebutuhan untuk influenza dan pneumokokus vaksinasi. 11. Memberikan edukasi pada keluarga mengenai faktor risiko otitis media. SINUSITIS Sinusitis atau peradangan pada sinus paranasal, lebih baik digambarkan sebagai rinosinusitis yang juga melibatkan peradangan mukosa hidung, yang terjadi di hampir semua kasus infeksi pernafasan. Rinosinusitis akut ditandai dengan gejala dalam waktu kurang dari 4 minggu, sedangkan rinosinusitis kronis biasanya ditandai dengan batuk, rhinorrhea, atau obstruksi hidung selama lebih dari 90 hari. Akut rinosinusitis bakteri (ABR) mengacu pada bakteri akut infeksi sinus yang dapat terjadi secara independen atau ditumpangkan pada sinusitis kronis. Fokus bagian ini ABRs dan pengobatan yang tepat. Epidemiologi dan Etiologi Rinosinusitis adalah salah satu kondisi medis yang paling umum di Amerika Serikat, mempengaruhi sekitar 1 miliar orang annually. Hal ini disebabkan terutama oleh virus pernafasan seperti rhinovirus, virus influenza, dan virus pernafasan tetapi juga dapat disebabkan alergi atau iritasi lingkungan. Hanya 0,5% sampai 2% dari Virus rinosinusitis pada orang dewasa disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder, ini terjadi pada anak anak dari 5% sampai 13% . Infeksi saluran pernapasan atas biasanya memiliki durasi kurang dari 7 hari adalah etiologi virus, sedangkan penyakit yang lebih lama atau penyakit dengan gejala yang parah sering disebabkan oleh bakteri. Faktor resiko untuk ABRs termasuk infeksi pernapasan, alergi rhinitis, cacat anatomi, dan kondisi medis tertentu. Dokter sering tidak tepat meresepkan antibiotik untuk yang dicurigai rinosinusitis klinis biasanya membatasi diri dan jarang dipersulit oleh bakteri penyebab penyakit. Antibiotik hanya berguna dalam memperpendek perjalanan ABRs. Bakteri patogen yang menyebabkan sinusitis adalah sama dengan yang menyebabkan otitis media akut. S. pneumoniae and H. Influenzae adalah penyebab 50% sampai 60% kasus pada semua pasien, dengan tambahan 20% kasus yang disebabkan oleh M. catarrhalis pada anak-anak. Faktor resiko resisten terhadap obat juga mirip dengan AOM. Patogen lain yang menyebabkan sinusitis meliputi Streptococcus pyogenes (hingga 5%), bakteri anaerob seperti Bacteroides dan Peptostreptococcus spp. (hingga 9% dari orang dewasa), dan Staphylococcus aureus (sampai 5% dari orang dewasa). Infeksi kronis umumnya polymicrobial dengan insiden anaerob yang lebih tinggi, basil gram negatif, dan jamur. TABLE 69–3. Faktor risiko untuk bakteri Rhinosinusitis akut Infeksi virus saluran Cacat anatomis (misalnya, pernapasan / musim septum deviasi) dingin Alergi atau rhinitis Obat intranasal atau obatnonalergi obatan terlarang Paparan asap tembakau Immunodefisiensi Infeksi gigi atau prosedur Berenang dan menyelam Cystic fibrosis atau silia Ventilasi mekanis dyskinesia Tabung nasogastrik Trauma cedera kepala Alergi aspirin, polip Jenis kelamin perempuan hidung, dan asma Patofisiologi Rinosinusitis disebabkan oleh peradangan mukosa dan kerusakan lokal mekanisme pembersihan mukosiliar biasanya sebagai hasil dari infeksi virus atau alergi. Peningkatan produksi lendir dan mengurangi sekresi clearance dapat menyebabkan penyumbatan sinus ostia, atau pembukaan sinus ke saluran napas bagian atas. lingkungan ini sangat ideal untuk pertumbuhan bakteri dan memperkenalkan siklus respon inflamasi lokal dan cedera mukosa ditandai dengan meningkatnya konsentrasi interleukin, histamin, dan tumor necrosis factor. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap invasi bakteri termasuk bertiup hidung, mengurangi imunitas lokal, virus virulensi, dan kolonisasi nasofaring dengan bakteri. Kerusakan sistem pertahanan tubuh memperkuat pertumbuhan bakteri dan terjadinya infeksi. Meskipun penyakit disebabkan oleh bakteri, ada tingkat resolusi spontan 50% sampai 70% untuk ABRs. Presentasi Klinis dan Diagnosis Gejala sinusitis biasanya berlangsung 7 sampai 10 hari setelah infeksi virus dan disebabkan oleh aktivasi sistem kekebalan tubuh dan sistem saraf parasimpatis. Tanda Akut dan Gejala Dewasa: Hidung tersumbat atau obstruksi, hidung / postnasal debit atau purulence, nyeri wajah atau tekanan (terutama unilateral di daerah sinus), rasa penciuman berkurang, demam, batuk, sakit gigi pada rahang atas, kelelahan, telinga penuh atau nyeri. • Anak-anak: Nasal / postnasal drainase, kemacetan, batuk yang terus menerus (terutama pada malam hari), demam, faringitis, ketidak nyamanan pada telinga, halitosis, edema periorbital pada pagi hari atau pembengkakan wajah, kelelahan, nyeri wajah atau gigi. Komplikasi Selulitis orbita atau abses, selulitis periorbital, meningitis, trombosis sinus kavernosus, ethmoid atau erosi sinus frontal, sinusitis kronis, dan eksaserbasi asma atau bronkitis. ❹ Diagnosis • Diagnosis klinis: Metode yang paling umum; URI virus yang belum terselesaikan setelah 10 hari atau memburuk setelah 5 sampai 7 hari dan dengan tandatanda dan gejala infeksi akut (seperti di atas). • Studi radiografi: Berguna untuk menilai keberadaan abses atau komplikasi intrakranial. • Kebocoran Paranasal sinus: “Standar Emas"; tidak dilakukan secara rutin tetapi dapat berguna dalam kasus rumit atau kronis. • Studi laboratorium / pemeliharaan nasofaring: Tidak direkomendasikan untuk diagnosis rutin. Pengobatan Hasil yang diinginkan Tujuan pengobatan untuk ABR untuk membasmi bakteri dan mencegah sisa gejala yang serius. Tujuan khusus adalah untuk meredakan gejala, menormalkan lingkungan hidung, menggunakan antibiotik pada saat yang tepat, memilih antibiotik yang efektif yang dapat meminimalkan resistensi, dan mencegah perkembangan penyakit kronis atau komplikasi. Pendekatan umum untuk Pengobatan Manajemen awal rinosinusitis berfokus pada gejala pasien dengan penyakit ringan yang berlangsung selama kurang dari 10 hari. Penggunaan rutin antibiotik tidak dianjurkan untuk semua pasien karena virus sinusitis membatasi diri dan infeksi oleh bakteri menyelesaikan secara spontan dalam banyak kasus. ❻Terapi antibiotik harus disediakan secara terusmenerus. ABRs berat: pasien dengan gejala ringan sampai gejala cukup parah berdasarkan penilaian klinis dapat bertahan selama lebih dari 10 hari atau memburuk setelah 5-7 hari dan pasien dengan penyakit berat terlepas dari durasi. Empiris sering digunakan dan harus menargetkan kemungkinan adanya patogen karena informasi sinus jarang diperoleh. Terapi Non Farmakologis Perawatan tambahan seperti alat pelembab udara, alat penguap, dan semprotan hidungsaline atau tetes yang digunakan untuk melembabkan kanal hidung dan merusak pengerasan kulit sekresi bersama dengan meningkatkan fungsi silia. Meskipun banyak pasien melaporkan manfaat dari terapi tersebut, tidak ada studi terkontrol yang mendukung penggunaannya Terapi Farmakologis Terapi Ajuvan Obat mendukung yang menargetkan gejala URI virus digunakan secara luas pada pasiendengan rinosinusitis , khususnya dalam tahap awal infeksi. Ada kurangnya bukti yang mendukung penggunaannya dalam ABRs, tetapi mereka dapat memberikan bantuan sementara pada pasien tertentu. Analgesik dapat digunakan untuk mengobati demam dan rasa sakit dari tekanan sinus.Dekongestan oral meringankan saluran hidung tersumbat tapi harus dihindari pada anak-anak muda dari 2 tahun dan pasien dengan penyakit jantung iskemik atau hipertensiyang tidak terkontrol. Dekongestan intranasal dapat digunakan untuk hidung tersumbatparah pada kebanyakan pasien 6 tahun atau lebih tua, namun penggunaannya harusdibatasi sampai 3 hari atau kurang untuk menghindari hidung tersumbat kembali. Antihistamin harus dihindari karena mereka mengentalkan lendir dan merusak izin, tetapi mereka mungkin berguna pada pasien dengan predisposisi rhinitis alergi atausinusitis kronis. Demikian pula, kortikosteroid intranasal biasanya dicadangkan untuk pasien dengan alergi atau sinusitis kronis, tetapi mungkin manfaatresminya sebagai monoterapi atau dengan antibiotik di ABRS. GAMBAR 69-3. Perawatan algoritma untuk bakteri kut rinosinusitis pada paseien dengan penyakit dengan resistensi antibiotik secara eksposure. Antiobiotik digunakan dengan prediksi pengobatan berbasis prediksi klinik dan bakteriologi, studi klinik, keamanan, dan toleransi. Dosis bisa ditemukn pada tabel 69-4. GAMBAR 69-4. Pengobatan untuk rinosinusitis bakteri akut pada pasien dengan penyakit ringan dengan keluar Antibiotics exposure. Antibioti k baru-baru initercantum dalam urutan diprediksi efficacy berdasarka n prediksi tingkat klinis dan bakteriologis efficacy, studi klinis, keselamatan, dan tolerabilitas. Dosis dapatditemukan pada Tabel 69-4. Cephalosporins harus dipertimbangkan untuk pasien dengan non tipe I hipersensitivitas terhadp penisilin; merek-a lebih cenderung untuk menjadi efektif dari pada agen alternatif. dosis cHigh (90 mg / kg per hari) yang direkomendasi kan untuk kebanyakan anak, terutama mereka dengan kontak peni tipan atau sering infeksi. Terapi Antibiotik Meskipun banyak studi klinis telah dilakukan evaluasi antibiotik untuk ABRs, tidak acak, buta ganda, plasebo dan pasca-perawatan sebagai ukuran hasil. Meskipun demikian, antibiotik munculuntuk mengatasi gejala yang lebih cepat dan mengurangi tingkat kegagalan dan komplikasi dibandingkan tanpa pengobatan. Sejak diagnosis biasanyaberdasarkan presentasi klinis dan tidak sinus budaya aspirasi, dokter harus berusaha untuk membedakan ABRs dari rinosinusitis virus. ❻ Oleh karena itu, penting untuk membatasi penggun -aan antibiotik untuk kasus di mana infeksi tidak mungkin untukmenyelesaikan tanpa menyebabkan berkepanjangan penyakit: pasien dengan gejalaringan sampai sedang yang menetap selama 10 hari atau memperburuk selama 5 sampai 7 hari dan pasien dengan gejala berat. ❼pedoman ini (Gmb.69-3 dan 6 9-4) terapi mengelompokkan berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan risikoinfeksi dengan organisme yang resisten, didefinisikan sebagai penyakit yang ringanpada pasien dengan penggunaan antibiotik sebelum dalam waktu 4 sampai 6 minggu. Pedoman ini (Gmb.69-3 dan 69-4) terapi mengelompokkan berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan risikoinfeksi dengan organisme yang resisten, didefinisikan sebagai penyakit yang ringanpada pasien dengan penggunaan antibiotik sebelum dalam waktu 4 sampai 6 minggu.Faktor risiko lain untuk ketahanan termasuk kehadiran penitipan atau sering. Penyakit yang berat membutuhkan evaluasi dan pengobatan dalam hubungannya dengan dokter khusus seperti otolaryngologists. Terapi antibiotik (Tabel 69-4) ditargetkan terhadap S. moniae pneumatik, tetapipertimbangan harus diberikan untuk patogen lain seperti H. di fl uenzae, M. catarrhalis,dan PRSP. ❽Pasien dengan penyakit ringan dan tidak ada paparan antibiotik sebelum harus menerima terapi awal dengan amoksisilin atau amoksisilin-klavulanat. Amoksisilin efektif untuk infeksi yang paling ringan dan dapat digunakan dalam dosis tinggi untuk menutupi PRSP. Hal ini lebih murah dan lebih baik ditoleransi daripada amoksisilinklavula-nat, yang menyediakan usia penutup diperluas terha-dap bakteri memproduksi β-laktamase. Pasien yang alergi terhadap penisilin dapat diobati dengan sefalos-porin yang tepat; alergi penisilin parah memerlukan perawatan dengan agen alternatif yang mungkin kura-ngefektif hanya berdasarkan tren resistensi mikroba dan tidak data klinis (lihat gambar. 69-3). Terapi awal untuk pasien dengan gejala sedang atau orang-orang denganpaparan antibiotik baru-baru ini meliputi dosis tinggi amoksisilin klavulanat- atau fluoroquinolone pernapasan (lihat Gambar. 69-4) Kegagalan yang timbul pada terapi awal setelah 3 hari memerlukan evaluasi ulang pasien untuk mempe- tim bangkan perubahan terapi untuk menutupi patog-en y ang tidak diobati dengan pilihan awal. Antibiotik basa nya diberikan selama setidaknya 10 sampai1 4 hari, bilaperlu sampai 21 hari untuk beberapa resolusi.Data terbaru menunjukkan bahwa patients program peng obatan 5 hari beberapa fluoroquinolon dan telitr omisin adalah sebagai efektif pada orang dewa sa dengan Pengobatan maksilaris akut tanpa komplik asi adalah dipengaruhi oleh kepatuhan terhadap peng obatan dengan rejimen yang ditentukan, dimana agen sekali-atau dua kali sehari lebih disukai dari pada dosis beberapa hari. Evaluasi Hasil Perbaikan klinis harus jelas dengan terapi dari 72 jam APY, seperti yang ditunjukkan dengan perbaikan, mengurangi hidung tersumbat, dan mengurangi dalam nyeri pada wajah atau tekanan dan gejala lainnya. Pasien harus dipantau mengenai efek samping umum dan dirujuk ke dokter spesialis jika respon klinis tidak diperoleh pada pertama atau terapi klinik kedua. Rujukan juga penting untuk berula ng atau sinusitis kronis ataupenyakit akut pada pasien immunocompromised. Pembedahan dapat diindikasik andalam kasus-kasus yang rumit. FARINGITIS Faringitis adalah infeksi tenggorokan akut yang disebabkan oleh virus atau bakteri.Kondisi lain, seperti gastroesophageal refluks, postnasal drip, atau alergi, juga bisa menyebabkan sakit tenggorokan dan harus dibedakan disebabkan infeksi. Faringitis akut pada orang dewasa 1% sampai 2% dari dan pada pediatric 6% sampai 8% tetapi umumnya terbatas dengan gejala sisa yang serius keluar . Antibiotik yang diresepkan pada 50% sampai 70% kasusdi orang dewasa dan anak- anak karena ketidak mampuan agar mudah membedakan antara virus patogen dan bakteri dan ketakutan penyakit streptokokus yang tidak diobati. Tabel 69-4 Antibiotik Untuk Pengobatan Bakteri Akut Rhinosinusitis OBAT DOSIS UNTUK DEWASA PEDIATRIK DOSIS Amoxicillin 1.5-4 g/hari dalam 2-3 dosis 90 mg/kg perHari dalam 2 dosis Amoxicillin1.75-4 g/hari dalam 2-3 90 mg/kg perHari dalam 2 clavulanate dosis dosis Cefdinir Cefprodoxime proxetil Cefuroxime axetil Ceftriaxone TrimethoprimSulfametoxa zole Azithromycin 600 mg/hari dalam 1-2 dosis 200 mg , 2 kali sehari 250-500 mg, 2 kali sehari 1 g IM/IV setiap 24 jam 160/800 mg (1 DS tablet) 2 kali sehari 500 mg x 1 hari, 250 mg/hari x 4hari: 2g x 1 dosis Clarithromycin 500 mg dua kali setiap hari atau 1 g sekali seh ari (xl) Telithromycin 800 mg sekali setiap hari x 5 hari Doxycycline 100 mg 2 kali Gatifloxacin 400 mg sekali sehari Levofloxacin 500-750 mg sekali sehari (750 mg x 5 hari) 14 mg/ kg perHari dalam 1-2 dosis 10 mg/kg perHari dalam 2 dosis 15-30 mg/kg perHari dalam 2 dosis 50 mg/kg IM/IV setiap 24 jam KOMENTAR Tidak memilik perlindungan terhadap produsen B-lactams Cakupan yang luas terutama dengan dosis yang tinggi Augmentin XR ( 2g setiap 12 jam) ditargetkan terhadap PRSP Sefalosphorin cairan oral yang lebih disukai karena palahabilitasnya Ahli pengobatan merekomendasikan kursus 5 hari 8-10 mg/kg per hari Cukup perlawanan pneumokokus trimethoprim komponen membatasipenggunaan agen ini 10 mg/kg x 1 hari, 5mg/kg Meningkatkan resistensi perHari x 4 hari: 10mg/kg pneumokokus dan per hari x 3 hari H. influenza kegiatan: rejimen dosistunggal memiliki kejadian tinggi mual, muntah dan diare 15 mg/kg perHari dalam 2 dosis XL tablet dilaporkan memiliki lebih sedikitmasalah pencernaan dan rasa gangguan dari dua kali sehari-persiapan Tidak tersedia Peningkatan cakupan pneumoko kus atasmakrolid; dapat meny ebabkan kabur atau double visi dan kesulitan berf okus biaya dan efek samping lain yang mirip denga n clarithromycin-azithromycin Menghindari pada anakDapat menyebabkan photosensi anak di bawah tivitas, Masalah pencernaan umur 8tahun noda gigi pada anakanak muda banyak interaksi obatobat (antacid,besi, kalsium) Tidak tersedia Efek samping fluoroquinolone umum adalah mual Tidak tersedia Vaginitis, diare, dizzines; banyak interaksi obat-obat (antasid Heartburn, besi, kalsium); Moxifloxacin 400 mg sekali sehari Tidak tersedia Clindamycin 150-450 mg 3-4 tiap waktu 20-40 mg/kg perHari dalam 34 dosis tendon Pecah, photosensitivity, QT perpanjangan mungkin; biaya mirip amoxicillin / clavulanate Tidak ada liputan gramnegatif; digunakan dalam kombinasi a Merujuk ke tabel 69-2 untuk informasi lebih lanjut tentang antibotik. Antibiotik lain disetujui FDA untuk ABRS tidak included di sinus dan alergi kesehatan kemitraan atau pedoman APP: cefaclor, cefprozil, cefixime, sipfofloksasin, erythomycin, loracarbef. c Dosis maksimum untuk tidak melebihi dosis dewasa. b Perawatan Dan Pemantauan Pasien 1. Menilai tanda2 dan gejala2 pasien. Apakah mereka konsisten demgan ABRS ? 2. Berapa lama gejala pasien ada? Jika gejalanya ringan dan kurang dari 10 hari, kemungkinan itu adalah virus sinusitis. 3. Apakanh pasien memerlukan terapi antibiotik ? Menghindari penggunaan antibiotik pada penyakit virus 4. Mendapatkan sejarah pengobatan lengkap, termasuk resep obat, obat non resep dan pemggunaan produk alami. Serta alergi dan efek samping. 5. Menentukan terapi apa harus dgunakan untuk gejala seperti nyeri dan kemampatan 6. Jika perlu menentukan antibiotik digunakan durasi dan terapi. 7. Mengembangkan rencana untuk menilai efektivitas terapi yang dipilih dan tindakan untuk mengambil jika pasien tidak membaik atau memburuk. 8. Memberikan pengetahuan pada pasien : Apa yang diharapkan dari antibiotik dan obat lain termasuk efek samping potensial Menghindari antihistamin , jika sesuai Tanda-tanda kegagalan pengobatan Peran infeksi virus pada sinusitis dan bagaimana mencegah penularan penyakit. 9. Menekan pentingnya kepatuhan terhadap terapi, termasuk kekhawatiran resisten antibiotik. Epidemiologi dan Etiologi Virus yang paling sering menyebabkan faringitis, biasanya sebagai bagian dari infeksi saluran pernafasan atas, dan termasuk rhinovirus, coronavirus, virus influenza adenovirus parainfluenza dan Epstein-Barr. S,pyogenes atau kelompok streptokokus merupakan penyebab paling umum dari faringitis akut, bertanggungjawab untuk 15% sampai 30% kasus pada anak-anak dan 5% sampai 10% dan infeksi dewasa. Infeksi paling sering terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim panas dan mneyebarkan dengan mudah melalui kontak langsung dengan sekret yang terkontaminasi. Infeksi yang umum pada keluarga , lingkungan, dan daerah ramai lainnya. Penyebab umum lainnya dari Faringitis ialah bakteri Corynebacterium Diphteriae, kelompok C dan G streptokokus, N Eiserrria Gonorhoae. Bagian ini akan fokus pada penyakit A Streptokokus dimana terapi ini diindikasikan. Patofisiologi Faring kolonisasi dengan Streptokokus grup A terjadi hingga 20% dari anak-anak dan merupakan faktor risiko untuk mengembangkan faringitis streptokokus setelah istirahat diintregit mukosa.dokter harus menyadari bahwa gejala faringitis streptokokus biasanya terbatas dalam rentang waktu 2 sampai 4 hari dari onset tanpa tratment. Secara historis, penyakit yang tidak diobati atau tidak tepat diperlakukan disebabkan demam akut rematik, potensi kerusakan katup jantung permanen, dan komplikasi seperti abses peritonsial. Terapi antibiotik tertunda diberikan hingga 9 hari setelah onset gejala dapat mencegah sisa gejala ini, sehingga diagnosis yang tepat adalah penting untuk meminimalkan penggunaan antibiotik yang tidak perlu untuk penyakit virus dan komplikasi infeksi streptokokus yang tidak diobati. Studi Kasus Pasien Seorang anak berusia 7 tahun memngeluhkan ke dokter anak dengan sakit tenggorokan dan demam 39,2ºC selama 24 jam. Ibunya melaporkan bahwaanakanak lain dikelasnya telah “ radang tenggorokan “ baru-baru ini. Dia juga mengeluh nyeri saat menelan dan tidak makan atau minum sangat banyak. Dan tidak memiliki gejala lainnya dan tidak memiliki alergi obat yang diketahui. Pemeriksaan fisik mengungkapkan pharingenal dan tonsil eritema dengan eksudat dan limpadenopati servikalnya sakit. Apakah anak ini memiliki pharingitis streptokokal? Apakah terapi antibiotik diindikasikan? Jika demikian apa yang harus dimulai dan berapa lama ? Saran apa yang harus diberikan kepada ibunya tentang pengobatan ini ? Umumnya konjungtivitis, suara serak, batuk, rhinorea, ulsearsi, dan diare ( sugestif jika etiologi virus ) Diagnosis Umumnya tenggorokan dalam waktu 24 sampai 48jam. Test deteksi antigen cepat 80% sampai 90% sensitivitas dalam hitungan menit Test ini harus dilakukan hanya jika ada tanda-tanda klinis faringitis streptokokus. Pengobatan Hasil Yang Diharapkan ❾ Hasil yang diinginkan terapi untuk faringitis streptokokus untuk membasmi infeksi untuk mncegah komplikais, memperpendek perjalanan penyaki, dan mengurangi infektivitas dan menyebar untuk mneutup kontak. Squale dapat dicegah dengan penggunaan antibiotik yang peritonsillar atau retropharyngenal, limfadenitis cervical dan demam rematik.ada tidanya bukti bahwa penggunaan antibioyik berdampak pada kejadian glomerulonepritis ppoststreptococcal. Terapi Farmakologi ❹ Antibiotik harus digunakan hanya laboratorium Persentasi klinis dan Diagnosis Anak-anak antara 5 dan 15 tahun memiliki insiden dari faringitis streptococcal. Paten dan orang dewasa dengan kontak anak anak signifikan juga risiko meningkat. Tanda- tanda mengalami gejala faringitis streptokokus Sakit tenggorokan dengan rasa sakit parah saat menelan Demam Sakit perut mual atau muntah ( terutama pada anakanak ) Faringenal dan tonsil eritema dengan kemungkinan Enlarget anterior kelnjar getah bening leher Rahim Bengkak dan merah Lembut langit-langit lunak Ruam didokumnetasikamn streptococcal pharyngitis diduga untuk mneghindari overtraitemnt (Fig 65-5). Terapi yang efektif ( Tabel 69-5) mengurangi periode menular dari sekitar 10 hari untuk 24 jam dan memperpendek durasi gejala oleh 1 sampai 2 hari. ❿ pedoman traetment merekomendasikan penisilin sdbagai obat pilihan karena spektrum antimikriba sempit, keselamatan didokumentasikan dan efektif dalam pemberantasan streptokokus dari bahaya nasofaring dan rendah. Sejarah membuktikan bahwa antibiotic mencegah rematik digunakan. Gambar 69.5 pengobatan untuk pengelolaan faringitis pada anak-anak dan orang dewasa.Tes deteksi antigen cepat (RADTs) lebih disukai jika uji sensitivitas melebihi 80 %. Mencegah penyakit rematik jantung. ❿ Data terakhir menunjukan bahwa sefalosporin lebih efektif daripada penisilin dalam memproduksi bakteriologis dan klinis,dapat menyembuhkan dan dianggap sebagai baris pertama terapi alternative pada anank-anak dan orang dewasa. Kemungkinan alasan untuk meningkatkan efikasi sefalosporin termasuk adanya β-laktam organisme yang menonaktifkan penisilin, peningkatan pemberantasan sterptokokus komensal dengan penisilin yang protektif terhadap kelompok A sterptokokus, dan meningkatkan penetrasi jaringan faring dari sefalosporin. Durasi biasa terapi adalah 10 hari, namun bukti yang dipelajari bahwa kursus 5 hari dari sefalosporin hanya efektif untuk pemberantasan bakteri 10 hari penisilin. Resistensi antibiotic memainkan peran yang lebih kecil dalam terapi faringitis dibandingkan dengan URI. Resistensin penisili belum dibandingkan dengan kelompok A stertokokus, tetapi resisten dan kegagalan klinis terjadi lebih sering terjadi pada tetrasiklin, sulfametoksazol trimetropim,dan untuk tingkat yang lebih renfdah makrolida. Dengan demikian pasien dengan alergi penisilin harus Intramuscular pensislin prokain, tetapi antibiotik lainnya dapat membasmi streptococci nasofaring dan efektif presumably. Diperlakukan dengan sefalosporin generasi 1 (jika tidak ada tipe 1 alergi),sebuah makrolida/azalide, atau klindamisin. Infeksi berulang yang disebabkan oleh infeksi ,ketidakpatuhan terhadap terapi,atau kegagalan penisilin harus diobati dengan amoksisilin klavulanat,klindamisin,atau penisilin G benzatin. Hasil Evaluasi Gejala meringankan antibiotic selama 3 hari sampai 5 hari,dan setelah 24 jam pertama terapi,pasien boleh kembali bekerja atau sekolah jika ditingkatkan secara klinis. Menindaklanjuti budaya tidak dianjurkan untuk menguji pemberantasan bakteri. Kurangnya perbaikan atau memburuknya gejala setelah 72 jam terapi membutuhkan evaluasi ulang. Gejala berulang menyusul,perawatan yang tepat harus segera di evaluasi ulang untuk kemungkinan penafsiran. TABLE 69.5 Antibiotik untuk Pengobatan Faringitis Sterptokokus Obat Dosis dewasa Dosisi pediatrik Waktu Penisilin G 250 mg 3-4 kali sehari atau 500 mg dua kali sehari 10 hari Penisil G benzatin 1,2 juta unit Amoxilin 250 mg-500 mg tiga kali sehari,750 mg sehari sedang dipelajari 250-500 mg empat kali sehari 250 mg 2-3 kali sehari,500 mg dua kali sehari (lebih dari 12 tahun) 600.000 unit (jika di bawah 27 kg) 40-50 mg/kg perhari dalam 3 dosis Cefalexin Cefradoxil 500 mg dua kali sehari I 250 mg dua kali sehari Cefdinir 300 mgdua kali sehari atau 600 mg sehari sekali Azitromisin 500 mg sehari sekali Clindamisin 150 mg empat kali sehari 25-50 mg/kg perhari dalam 4 dosis 30 mg/kg perhari dalam dua dosis 20 mg/kg perhari dalam dua dosis 14 mg/kg perhari dalam dua dosis,14 mg/kg perhari dalam 1-2 dosis 12 mg/kg sehari sekali 20-30 mg/kg perhari dalam 3 dosis 1 IM dosis 10 hari 10 hari Komentar Obat pilihan tetapi meningakatkan laporan kegagalan pengobatan Berguna untuk non kepatuhan/emisis injeksi menyakitkan Untuk anak-anak lebih di sukai penisilin V (lebih enak) 10 hari Pertimbangan dalam alergi penisilin (jika tidak ada reaksi tipe 5) - 10 hari - 5-10 hari Spekrum yang luas,mahal 5 hari Meningkatkan resistensi 10 hari Berguna untuk infeksi berulang Other FDA-approved agents include amoxicillin-clavulanate, cefixime, cefaclor, cefprozil, cefpodoxime, erythromycin, clarithromycin, dan lain-lain. Perawatan dan Pemantauan Pasien 1. Akses perawatan tanda-tanda dan gejala, apakah mereka konsisten dengan streptococcal pharyngitis? Apakah gejala infeksi virus ? 2. Lakukan pengujian laboratorium untuk mengkonfirmasi adanya kehadiran kelompok a.streptocooci 3. Apakah pasien memerlukan pengobatan antibiotic? Hindari penggunaan antibiotic untuk penyakit 4. Mendapatkan lengkap sejarah medikasi, termasuk obat-obat yang di resepkan, resep obat dan penggunaan produk serta alergi dan efek buruk 5. Rekomendasi antipiretik atau analgetik terapi, jika diperlukan 6. Jika berlakau, menggunakan antibiotic untuk penggunaan dan durasi. 7. Susunlah rencana untuk memilih akses efektivitas terapi saja dan mengambil tindakan jika pasien tidak membaik atau bahkan lebih buruklagi 8. Memberikan pasien pendidikan Apa yang diharapkan dari antibiotic, termasuk kemungkinan efek buruk Menghindari kontak selama 24 jam Tanda-tanda kegagalan pengobatan 9. Pentingnya kepatuhan terhadap terapi perlawanan antibiotik. SINGKATAN-SINGKATAN ABRS : AOM : OME : PRSP : URI : Acute Bacterial Rhinosinusitis Acute Otitis Media Otitis Media With Effusion Penicillin-Resistant Streptococcus Pneumoniae Upper Respiratory Tract Infection Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com Masuk ke situs web: www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk memperoleh informasi dalam melanjutkan pembelajaran bab ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN American Academy of Pediatrics Subcommittee on Management of Acute Otitis Media. Diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics 2004;113(5):1451–1465. Anon JB, Jacobs MR, Poole MD, et al.Antimicrobial treatment guidelines for acute bacterialrhinosinusitis. Otolaryngol Head Neck Surg 2004;130(1 suppl):1–45. Bisno AL, Gerber MA, Gwaltney JM Jr, et al. Practice guidelines for the diagnosis and management of group A streptococcal pharyngitis. Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis 2002;35(2):113–125. Casey JR, Pichichero ME. Meta-analysis of cephalosporin versus penicillin treatment of group A streptococcal tonsillopharyngitis in children. Pediatrics 2004;113(4):866–882. Cooper RJ, Hoffman JR, Bartlett JG, et al. Principles of appropriate antibiotic use for acute pharyngitis in adults: Background. Ann Intern Med 2001;134(6):509–517. Dowell SF, Butler JC, Giebink GS, et al.Acute otitis media:Management and surveillance in an era of pneumococcal resistance—A report from the Drug-resistant Streptococcus pneumonia Therapeutic Working Group. Pediatr Infect Dis J 1999;18(1):1–9. Glasziou PP,Del Mar CB, Sanders SL,Hayem M.Antibiotics for acute otitis media in children. Cochrane Database Syst Rev 2004; 1:CD000219. Ioannidis JP, Lau J. Technical report: Evidence for the diagnosis and treatment of acute uncomplicated sinusitis in children—A systematic overview. Pediatrics 2001;108(3):e57. Lau J, Zucker D, Engels EA, et al. Agency for Health Care Policy and Research Publication No. 99-E016. Evidence report: Diagnosis and treatment of acute bacterial rhinosinuitis. Rockville, MD: Agency for Health Care Policy and Research; March 1999. 04 INFEKSI KULIT DAN JARINGAN LUNAK A. Christie Graham dan Randy Wesnitzer OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. Mendiskusikan karakteristik dari kulit yang tahan terhadap infeksi. 2. Menggambarkan epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, kriteria diagnostik, dan komplikasi yang berhubungan dengan infeksi kulit dan jaringan lunak. . 3. Mengidentifikasi hasil terapi untuk pasien dengan infeksi kulit dan jaringan lunak. 4. Merekomendasikan obat antimikroba yang sesuai terapi empiris dan definitive ketika didiagnosis, pemeriksaan fisik, dan temuan laboratorium. 5. Memantau pilihan antimikroba terapi untuk keamanan dan khasiat. KONSEP KUNCI ❶ Impetigo adalah infeksi kulit yang paling sering menimpa anak kecil. Hal ini disebabkan oleh streptokokus atau Staphylococcus aureus Grup A dan ditandai dengan terbentuknya kulit melepuh, pecah dan membentuk kerak. Dicloxacillin, Sefaleksin dan mupirocin dianggap sebagai antibiotik pilihan untuk pengobatan impetigo. ❷ Folikulitis, furuncles, dan carbuncles merujuk pada inflamasi satu atau lebih folikel rambut, sering dikaitkan dengan infeksi oleh S. aureus. Pengobatan tergantung pada tingkat keparahan dan panas pada bagian yang sakit, goresan dan pengeringan, dan atau terapi antibiotik oral atau topikal. ❸ Erisipelas adalah infeksi dangkal pada permukaan kulit dan permukaan hati. Perbedaan klinis dari cellulitis adalahsedikit menimbulkan luka. Hal ini biasanya disebabkan oleh β-hemolitik streptokokus dan dapat diatasi dengan penisilin. ❹ Selulitis adalah infeksi bakteri jaringan kulit dan jaringan subkutan. S. aureus dan β-hemolitik streptokokus adalah penyebab paling umum selulitis akut pada orang sehat. Orang-orang yang kebal, memiliki issufisiensi vaskular, atau orang yang menggunakan narkoba suntik beresiko mengidap selulitis polimikrobial. ❺ Antibiotik pilihan untuk merawat infeksi methicillinsensitif S. aureus (MSSA) adalah penisilin dan sefalosporin generasi pertama. ❻ Golongan yang menjadi resisten terhadap methicillin S.aureus (CA-MRSA) menjadi terus meningkatkan sifat patogen pada selulitis. CAMRSA dapat dibedakan dari perawatan kesehatan terkait MRSA (HA-MRSA) oleh ketidaksamaan ❼ ❽ ❾ ❿ genetik, populasi manusia, pola kerentanan narkoba, dan produksi toksin. Operasi langsung dan pemberian antibiotik spektrum luas secara intravena adalah kunci untuk mengurangi kematian yang berhubungan dengan necrotizing fasciitis. Patogenesis pada infeksi diabetik kaki berasal dari tiga faktor utama: neuropati, angiopathy dan immunopathy. Bakteri aerob gram positif kokus, seperti S.aureus dan β-hemolitik streptokokus, merupakan bakteri patogen yang dominan pada infeksi diabetik kaki akut. Namun, infeksi kronis dapat menyebabkan infeksi polymicrobial dan memerlukan pengobatan dengan antibiotik spektrum luas. Pencegahan adalah kunci dalam penanganan infeksi. Infeksi luka ringan pada permukaan dapat diobati dengan agen antimikroba topikal. Antibiotik sistemik diindikasikan untuk luka yang berhubungan dengan penyebaran selulitis, osteomielitis atau bakteremia. Setiap pasien yang menerima terapi antimikroba untuk infeksi kulit dan jaringan lunak harus dimonitor untuk khasiat dan keamanan. Effisiensi biasanya diperlihatkan dengan penurunan suhu, jumlah sel darah putih, eritema, edema, dan rasa sakit tidak lebih dari 48-72 jam. Untuk memastikan keamanan, dosis antibiotik harus berdasarkan fungsi ginjal dan hati sebagaimana mestinya, dan memantau untuk meminimalkan timbulnya efek samping, reaksi alergi dan interaksi obat. Infeksi kulit dan jaringan lunak akut sering ditemukan dalam rawat jalan. Penyakit ini bisa berkisar dalam tingkat keparahan dari ringan, superficial, dan infeksi jaringan dalam yang mengancam kehidupan yang memerlukan perawatan intensif, operasi, antibiotik spektrum luas yang diberikan secara intravena. Penyakit ini kadangkadang dikaitkan dengan komplikasi parah, termasuk osteomielitis, glomerulonephritis dan septic syok. Bab ini akan mencakup epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, dan penanganan farmakologis infeksi kulit dan jaringan lunak (SSTIs). PATOFISIOLOGI Kulit utuh umumnya tahan terhadap infeksi bakteri, jamur dan virus. Selain menyediakan penghalang mekanis, kulit relatif kering, pH sedikit asam, membunuh bakteri, dan berkeringat (yang mengandung IgG dan IgA) mencegah invasi oleh berbagai mikroorganisme.1 Kondisi yang mempengaruhi pasien untuk SSTIs meliputi: (1) Kandungan bakteri tinggi (lebih dari mikroorganisme), (2) Kelembaban pada kulit, (3) Menurunnya aktifitas kulit, (4) Ketersediaan nutrisi bakteri, dan yang paling penting, (5) Kerusakan kornea lapisan kulit. IMPETIGO Epidemiologi dan Etiologi Impetigo, yang berasal dari kata Latin "attack" (serangan), adalah infeksi kulit yang umum di seluruh dunia. ❶ Didominasi oleh anak-anak antara 2 sampai 5 tahun tetapi dapat terjadi pada setiap golongan usia.3 𝝱-hemolitik streptrokokus dan staphylococcus aureus adalah penyebab paling umum.3,4 Ini adalah infeksi superficial dan menyebar dengan mudah, terutama di kalangan dengan kebersihan rendah dan kumuh dan khususnya selama bulan-bulan musim panas. mikroorganisme yang menyerang merusak permukaan kulit dan kemudian menyerang hingga menimbulkan lecet, gigitan serangga, atau trauma kecil lainnya. Luka ini dapat terjadi pada bagian tubuh manapun tapi paling umum pada wajah dan ekstremitas. Presentasi Klinis dan Diagnosis Luka impetigo banyak, terlokalisir dengan baik, dan eritematosus. Berkembang sebagai lepuh kecil, berdinding tipis (impetigo contagiosum) atau lepuh lebih besar (bullous impetigo)3-5 Lepuh dapat pecah dengan mudah, meninggalkan kerak rapuh sering disebut cornflakes (serpihan jagung). Lesi impetigo jarang terasa sakit tetapi gatal. Menggaruk lesi dapat menyebarkan infeksi ke area lain dari tubuh. TABEL 70-1. Folikulitis, Furuncles, dan Carbuncles Folliculitis Furuncles Carbuncles Juga dikenal sebagai bisul, furuncles mungkin digambarkan sebagai yang mendalam dari folikulitis. Furuncles adalah infeksi bakteri yang telah menyebar kelapisan kulit subkutan. Tetapi masih hanya melibatkan individu folikel. Furuncles terjadi terutama pada laki-laki muda. DM dan obesitas adalah faktor-faktor pengaruh lain. Staphylococcus penyebab paling umum. Carbuncles sebagai semua karakteristik dari furuncles, namun carbuncle lebih besar dan melibatkan beberapa folikel yang berdekatan dan dapat memperpanjang ke dalam lemak subkutan. Carbuncles paling sering terjadi pada penderita diabetes dan cenderung pada leher dan punggung Epidemio ogi/ Etiologi Folikulitis adalah reaksi inflamasi lemah melibatkan folikel rambut. Yang paling akrab dari folikulitis adalah jerawat, hal ini dapat menular disebabkan oleh mikroorganisme seperti staphylococcus aureus, pseudomonas dan candida. Itu juga kadang disebabkan secara kimiawi. Presentasi dan diagnosis Folikulitis ditandai dengan Furuncles paling sering terkena pada wajah, Ini lebih besar dari pada popula kecil, gatal, leher, ketiak, dan pantat. Furuncle biasanya furuncle dan erythematosus. Lokasi lesi dimulai sebagai nodul kecil, merah tender menyakitkan. Semua dan riwayat pasien paling menjadi menyakitkan dan berjerawat. carbuncles dan furuncles sering diperlukan dalam Biasanya furuncle akan secara cepat yang besar atau dikaitkan diagnosis folikulitis. bernanah, menyembuhkan dan dengan selulitis atau Sementara popula mungkin meninggalkan bekas luka kecil. demam memerlukan berkumpul dan gram noda irisan dan pengeluaran atau noda kalium hidroksida cairan untuk yang dilakukan untuk menyembuhkan. membantu menetukan penyebab, umumnya tidak diperlukan karena folikulitis sering sembuh secara spontan dalam beberapa hari Tujuan terapi untuk folikulitis, furuncle, dan carbuncles adalah resolusi tanpa infeksi atau minimal menghilangkan. Tujuan sekunder terapi untuk furuncle dan carbuncles adalah untuk meminimalkan resiko endokarditis atau hasil osteomyelitis dengan mengurangi invasi aliran darah. ❶ Kompres dengan air Furuncles lembab dan panas di indikasikan Irisan dan pengeluaran hangat umumnya cukup untuk mengeluarkan cairan. Furuncles yang cairan besar memerlukan irisan dan penghilangan cairan. Hasil yang diinginkan Pengobatan non farmakologi Pengobatan farmakologi ❷ Antibiotik topikal atau salep anti jamur dapat digunakan untuk mengontrol penyebaran infeksi tapi umumnya tidak perlu. Untuk staphylococcus folikulitis, salep antibiotik seperti mupirocin mungkin diberikan sehari tiga kali. Sampo antijamur dapat digunakan untuk dermatofit. Carbuncles dan furuncles yang sekitar selulitis dan demam atau garis tengah terletak pada wajah, harus diperlakukan secara sistemik dengan antibiotik yang akan menutupi staphylococcus, seperti dicloxacillin, sefaleksin, atau erytromicyn. Pengobatan harus terus sampai peradangan akut telah teratasi, biasanya 5-10 hari saja. Pengobatan Pengobatan Farmakologi Dalam kasus sederhana, terapi antibiotik oral dengan amoxicillin atau sefalosforin generasi pertama untuk mencegah perkembangan lymphangitis. Klindamisin dapat digunakan jika pasien signifikan memiliki alergi B-laktam, antiobiotik intravena (penisilin-stabil penisilin, sefalosforin generasi pertama) atau klindamisindan perawatan di rumah sakit diperlukan untuk pasien dengan gejala sakit yang sistemik atau bacteremia. SELULITIS DAN ERYSIPELAS Epidemiologi dan Etiologi Selulitis dan erisipelas adalah infeksi bakteri pada kulit. Meskipun terpisah, ada beberapa kesulitan klinis dalam membedakan keduanya. ❸❹ Selulitis adalah infeksi bakteri pada kulit dan jaringan subkutan, sedangkan erisipelas adalah infeksi yang lebih dangkal pada permukaan kulit dan permukaan hati. Meskipun keduanya dapat terjadi pada setiap bagian tubuh, sekitar 90% dari infeksi terjadi pada kaki. 7.5% kasus lainnya terjadi pada wajah atau lengan. Erisipelas paling umum terjadi pada usia muda dan orang tua. Biasanya, kedua infeksi ini terjadi setelah ada kerusakan pada kulit, dihasilkan dari trauma, pembedahan, ulserasi, luka bakar, infeksi tinea atau gangguan kulit lainnya. Namun, mungkin terjadi setelah kerusakan pada kulit, dan kulit bisa tampak utuh sebelumnya. Dalam kasus yang jarang, selulitis berkembang dari darah atau dari jaringan yang berdekatan yang terpapar bakteri patogen.5,10 Etiologi mikroorganisme bervariasi menurut daerah yang terinfeksi, faktor host, dan eksposur. ❹ Sebaliknya pada orang dewasa sehat, S. Aureus dan GAS adalah bakteri penyebab yang paling umum. ❸ GAS adalah patogen penyebab kira-kira 65% pada kasus erisipelas.9 ❹ Orang-orang yang memiliki kekebalan tubuh rendah, atau menggunakan narkoba suntik beresiko terinfeksi selulitis polymikrobial. Persentasi Klinis dan Diagnosis Manifestasi dan kriteria diagnostik erisipelas dan selulitis disajikan dalam tabel 70-2. Setelah didiagnosis, selulitis dikelompokan ke dalam presentasi sederhana atau rumit tergantung pada karakteristik pasien dan tingkat keparahan leukocytosis, dan hipotensi). Pasien dengan kekebalan tubuh lemah, bacteremik, atau pembuluh darah yang tidak lancar; dapat mengalami beberapa infeksi bakteri; atau selulitis dapat menyebar dengan cepat melibatkan area yang luas pada tubuh, atau kronis. Seseorang yang mengalami komplikasi selulitis sering dirawat di rumah sakit dan memerlukan antibiotik intravena. Sebaliknya, selulitis yang digolongan tidak komplikasi dapat diobati dengan antibiotik secara oral pada pasien rawat jalan. TABEL 70-2. Presentasi dari Erisipelas dan Cellulitis. Gejala Area terinfeksi digambarkan sebagai rasa nyeri atau tender. Dalam kasus erysipelas, pasien mungkin mengeluh nyeri seperti terbakar di tempat lesi. Tanda-tanda Baik Erisipelas dan selulitis ditandai dengan penyebaran yang cepat dari kemerahan, edema dan panas. Vesikel yang mengandung cairan bening mungkin muncul pada kulit. Dapat terlihat limfangitis dan daerah limfa denopati. Perbedaan klinis yang penting antara erisipelas dan selulitis : Pada Erisipelas, penyakit umum seperti demam ringan dan flu kemudian berkembang menjadi Lesi. Lesi berwarna merah api, tumbuh disekitar kulit dan memiliki batas yang jelas Pada selulitis, lesi tidak meningkat dan memiliki batas yang tidak jelas. Tes laboratorium Leukocytosis mungkin ada. Kultur dan sensitivitas: Kultur Darah hanya positif sekitar 4% pada waktu itu tetapi harus diperoleh untuk kasuskasus komplikasi. Kultur dariLesi menghasilkan isolat organisme kurang dari 20% tetapi bisa juga dipertimbangkan. Bisul dan jaringan debrided, jika dapat diperoleh, dapat dibiakan dan akan menghasilkan organisme penyebab hingga 90% dari waktu. Studi gambaran Gambaran studi dapat mengidentifikasi pembentukan abses, gas dalam jaringan lunak, atau osteomielitis Komplikasi Selulitis Patogen penyebab selulitis dapat masuk melalui sirkulasi, menyebabkan bakteremia dan kadang-kadang sepsis. Kematian akibat komplikasi selulitis yang dirawat di rumah sakit sekitar 5%. Pasien dengan beberapa kondisi komorbiditas, gagal jantung kongesti, atau obesitas berat cenderung memiliki resiko yang lebih tinggi. Jika lingkar dari ektremitas mengalami selulitis, gejala menjadi mengkhawatirkan, dan konsultasi operasi mungkin dibutuhkan. Perkembangan selulitis dapat berkembang pada necroting fasciitis, dimana suatu kondisi yang mengancam jiwa yang akan di bahas dalam bab ini.13 Selulitis yang kembali berkembang dapat menimbulkan masalah. Sekitar 30% pasien dirawat di rumah sakit dengan selulitis akan kembali berkembang dalam 3 tahun. Isufisiensi Pembuluh darah dan limfatik meningkatkan risiko kekambuhan Pengobatan Hasil yang diinginkan Tujuan terapi untuk selulitis dan erysipelas yang cepat dan berhasil memberantas infeksi dan mencegah komplikasi. Pengobatan Non Farmakologi Pengobatan non farmakologi meliputi mengangkat dan melumpuhkan anggota tubuh yang terlibat untuk mengurangi pembengkakan. Untuk selulitis, pemakaian garam steril seharusnya digunakan pada setiap lesi yang terbuka untuk membersihkannya dari bahan purulen. Bedah debridemen biasanya diindikasikan untuk infek si yang berat. Jika ada abses, pengeringan sangat penting dilakukan untuk mencapai kesembuhan klinis. Pengobatan Farmakologi ❸ Penisillin adalah pengobatan pilihan untuk erysipelas. Dalam kasus yang tidak komplikasi 5 – 10 hari efektif untuk pengobatan. Agen lain yang dapat digunakan untuk pengobatan seperti klindamisin, eritromisin, sefaleksin dan dicloxacillin. ❺ Saat ini, 𝝱-laktam aktif melawan penicillinase yang memproduksi strain s. aureus (umumnya dikenal sebagai methicillin-sensitif s. aureus atau MSSA) adalah obat pilihan untuk bakteri selulitis akut.10 ❻ Namun, meningkat dengan cepat prevalensi penyebab selulitis oleh kelompok methicillin-resistant s. aureus (CAMRSA). Pengobatan infeksi ini bermasalah untuk organisme yang resitensi terhadap banyak antibiotik dan aktif melawan gen yang diberikan secara oral.14 ❻ CA-MRSA dapat dibedakan dari asosiasi kesehatan MRSA (HA-MRSA) dengan perbedaan genetik, populasi inang, pola kerentanan obat dan produksi racun. Sementara HA-MRSA dikaitkan dengan faktor-faktor risiko (penggunaan antimikroba, pemasangan kateter, tekanan luka operasi atau dialisis), faktor risiko untuk CA-MRSA tidak stabil dengan baik.14 CA-MRSA rentan terhadap beberapa antibiotik dari pada HA-MRSA, seperti HA-MRSA, CA-MRSA biasanya sensitif terhadap vankomisin, linezolid, daptomycin, tigecycline dan quinupristin/dalfopristin, tetapi juga mungkin sensitif untuk klindamisin, doksisilin, minocycline dan atau trimethoprimsulfametoksazol (TMP-SMX).14 Dari empat agen terakhir, klindamisin memiliki beberapa data yang paling mendukung untuk digunakan. Namun, dokter harus menyadari bahwa klindamisin resisten jika di induksi. Untuk isolate CAMRSA resisten terhadap eritromisin tapi sensitif terhadap klindamisin, analisis laboratorium tambahan, yang dikenal sebagai eritromisin-klindamisin D-zone test, ini dilakukan untuk menilai induksi resisten klindamisin.15 Isolat dari test zona-D menunjukan resitense harusnya tidak diobati dengan klindamisin. Berkaitan dengan efektifitas klinis TMP-SMX dan tetrasiklin, bukti penelitian mendukung penggunaan pengobatan CA-MRSA selulitis.Namun, besar kemungkinan, penelitian terkontrol yang diperlukan untuk mengkonfirmasi tempat terapi.16,17 Akhirnya, CA-MRSA menghasilkan virulen panton-valentine racun leucocidi yang menghancurkan peningkatan leukosit, menyebabkan kerusakan jaringan yang parah dan nekrosis, dan telah dikaitkan dengan necrotizing infeksi kulit dan pneumonia. Selain menjadi risiko staphilokokus dan streptokokus selulitis, pasien dengan kekebalan tubuh lemah juga beresiko terhadap penyakit yang disebabkan oleh resisten dari gram negatif, anaerob dan organisme virulensi rendah (yaitu, s. epidermis). Secara empiris antimikroba spectrum luas termasuk resisten terhadap organisme seperti HA-MRSA dan Pseudomonas spp. Untuk selulitis yang parah dan atau penyakit sistemik. Secara klinis harus rutin untuk mengisolasi penyebab masing-masing pathogen. Penggunaan narkoba suntik mempermudah orang untuk terkena polymicrobial selulitis. Lengan adalah daerah antecubital yang biasanya tempat terkena infeksi.S. aureus yang paling umum, sering berkaitan dengan pembentukan abses. Karena beberapa pengguna obat suntik jarumnya belum dibersihkan. Kadang-kadang Candida spp terisolasi dan pasien mungkin membutuhkan terapi antifungi. Tabel 70-3 mencantumkan beberapa antibiotik yang direkomendasikan untuk pengobatan selulitis. Durasi terapi untuk selulitis yang tidak komplikasi biasanya berkisar 7-10 hari. Untuk komplikasi seulitis, mulai terapi dengan terapi antibiotik intravena dan beralih ke oral setelah pasien sudah tidak demam dan ruam kulit. Biasanya hal ini dilakukan setelah 3-5 hari. Durasi lengkap terapi dapat berkisar dari 10-14 hari dan lebih lama lagi dalam kasus abses, jaringan nekrosis, yang mendasari luka kulit atau terlibat juga respon yang lambat dalam terapi. TABEL 70-3 Terapi Empirik Antimikroba untuk Selullitis Faktor Host Asalnya sehat Pengguna Narkoba suntik Bakteri penyebab MSSA GAS CA-MRSA MSSA GAS Gram negatif Bakteri anaerob CA-MRSA Terapi infeksi ringan (terapi antibiotik oral) Dicloxacillin 500mg tiap 6 jam Cephalexin 500 mg tiap 6 jam Clindamycin 300 mg tiap 6 jam Doxycyclin 100 mg tiap 12 jam Terapi infeksi berat (terapi antibiotik IV) Nafcillin 1-2 g tiap 4 jam Cefazolin 1-2 g tiap 8 jam Alergi thd PCNs: Vancomycin 15mg/kgbb tiap 12njam Clindamycin 600 mg tiap 8 jam TMP-SMX 2,5mg/kgbb tiap 12 jam Doxycyclin 100 mg tiap 12 jam Linezolid 600 mg tiap 12 jam Daptomycin 4mg/kgbb setiap harI Amoxicillin-asam klavulanat 500 mg tiap 8 jam Fluoroquinolon + clindamycin 300 mg tiap 6 jam TMP-SMX DS 1-2 tablet tiap 12 jam+ clindamycin 300 mg tiap 6 jam Ampicillin-sulbactam 3g tiap 6 jam Piperacillin-tazobactam 3,375 g tiap 6 jam Ceftriaxone 1 g sehari+ clindamycin 600 mg tiap 8 jam Ertapenem 1g sehari Kekebalan tubuh lemah, DM MSSA HA-MRSA Gram negatif Pseudomonan sp Amoxicillin-clavanat 500 mg tiap 8 jam Fluoroquinolon + clindamycin 300 mg tiap 6 jam Piperacillin-tazobactam 3,375-4,5 g tiap 6 jam Imipenem -cilastatin 500 mg tiap 6 jam Cefepime 2 g tiap 8-12 jam+ metronidazol 500 mg tiap 8 jam Cefatazidime 2 g tiap 8 jam+ clindamycin 600 mg tiap 8 jam Fluoroquinolon + clindamycin 600 mg tiap 8 jam Tigecycline 100 mg, kemudian 50 mg tiap 12 jam. a Dosis diberikan kepada orang dewasa dengan fungsi ginjal normal. Terapi IV bisa diganti ke terapi oral ketika pasien sudah ada perubahan b Data klinis yang terbatas menunjukan untuk perawatan infeksi MRSA c Isolat CA-MRSA yang resisten terhadap eritromisin seharusnya dievaluasi untuk mencegah resisten terhadap clindamycin d Jika CA-MRSA penyebabnya, regimen harus memasukan agen dengan aktivitas melawan bakteri ini. e Jika HA-MRSA penyebabnya, regimen harus memasukan vancomisin, daptomisin, linzolid atau tigecyclin f Ciprofloxacin dan levofloxacin memperlihatkan aktivitas menghambat psudomonas aeroginosa g Pseudomonas aeroginosa biasanya rentan terhadap obat ini NECROTIZING FASCIITIS Studi Kasus Pasien, Bagian 1 Seorang pria berusia 56 tahun datang ke unit gawat darurat dengan mengeluh sakit pada kaki kanan bawah dan timbul kemerahan. Dengan melihat keadaan kakinya, anda mengetahui bahwa ia menderita eritema dan edema pada pergelangan kakinya hingga ke proksimal tibia. Daerah tersebut terasa hangat. Pasien menyatakan kemerahan tersebut ada sekitar 2 hari lalu. Dia merasakan demam mulai dari 48 jam sebelumnya, tetapi ia tidak memeriksakan suhu tubuhnya. DIa tidak merasakan gejala lain. Ia menyatakan bahwa ia menabrak bingai tempat tidur minggu lalu dan kemudian memar, tetapi tidak ada kerusakan yang jelas pada kulit. Tanda-tanda vitalnya suhu, suhu tubuh pasie 38,3⁰C, denyut nadi 120 ketukan per menit, tekanan darah 110/72 mmHg, dan laju pernapasan 20 kali per menit. Dokter mendiagnosis pasien ini mengidap selulitis. Manifestasi klinis apa yang menunjukkan seseorang terkena selulitis Informasi tambahan apa yang ada butuhkan sebelum membuat rencana terapi untuk pasien ini? Epidemiologi dan Etiologi Necrotizing fasciitis adalah infeksi luar biasa, cepat progresif, mengancam kehidupan, infeksi ini terjadi pada jaringan subkutan dan fasia.Terjadi sekitar 25% dan hampir 70% pada pasien yang datang dengan mengalami syok septik. NF dapat menjangkit pada semua kelompok umur. Meskipun risiko nf lebih tinggi pada pasien dengan penyakit yang mendasari (khususnya diabetes, alkoholisme, penyakit jantung, dan penyakit jantung perifer), host yang sehat pun dapat mengalami infeksi seperti yang lain. NF biasanya terjadi setelah trauma awal, yang dapat bermula dari abrasi kecil yang kemudian menjadi luka dalam. Infeksi mulai dalam fasia, dimana bakteri mereplikasi dan melepaskan racun yang memfasilitasi penyebarannya. Ada dua tipe NF, dibedakan oleh mikrobiologi, sumber, dan tingkat keparahan penyakit. Tipe 1 (70% kasus) oleh polymicrobial dan biasanya melibatkan bakteri anaerob (yaitu bacteroides atau peptostreptococus), anaerob fakultatif (yaitu βhemolityc streptokokus), dan enterobacteriaceace (misalnya E.coli, enterobacter, atau klebsiella). Infeksi tipe 1: setelah pembedahan atau luka dalam yang melibatkan usus; ulkus decubitous, perianal atau infeksi vulvoganial; atau dari tempat suntikan pada pengguna narkoba suntik. NF tipe 2 umumnya infeksi monomicrobial disebabkan oleh invasif GAS.kadang-kadang S. aureus terlibat. tipe 2 sering terjadi setelah trauma kecil, seperti gigitan serangga atau lecet. Hal ini lebih parah dari pada tipe 1 karena strain GAS invasive menghasilkan racun yang menyebabkan eritema, toksisitas sistemik, kegagalan organ dan syok. Studi Kasus Pasien, Bagian 2: Sejarah Pengobatan, Pemeriksaan Fisik dan Tes Diagnosa PMH Hipertensi. Ia tidak menyadari ada penyakit lain FH Ayah terserang stroke pada usia 72 tahun. Ibu, usia 79, hidup dengan diabetes dan sejarah kanker payudara. Saudara laki-laki, umur 59, masih hidup dan sehat. SH bekerja sebagai dosen. menikah, mempunyai 3 anak yang sudah dewasa. Menyangkal penggunaan tembakau/rokok. Minum sekitar 4 gelas anggur pada akhir pekan. Menyangkal penggunaan obat-obatan terlarang Meds atenolol 100 mg diberikan melalui mulut setiap hari, beberapa vitamin 1 tablet (oral)setiap hari. Alergi : tidak tahu alergi obat ROS (+) sakit dan bengkak pada kaki sebelah kanan; (-) sakit kepala, sakit dada, sesak nafas, batuk, mual, muntah, diare dan berat badan menurun PE General: pasien tidak mengalami kerusakan yang akut, berat badannya 72kg dan tingginya 5,9 kaki. Dada : kedua paru-paru bersih CV: Ritme pernafasan normal, tidak murmur, sesak atau cepat Exts: Kaki kanan mengalami eritema dan edema dari pergelangan kaki sampai ke bawah lutut. Hangat disentuh. Labs Sel darah putih terhitung 17,3x /µL, serum kreatin 0,8mg/dL (70,7 µmol/L) Pasien didiagosa mengalami selulitis Bakteri apa yang paling mungkin menyebabkan selulitis? Apa tujuan dari terapi pada pasien ini? intervensi non farmakologi apa yang anda rekomendasikan? Terapi antimikrobial apa yang anda rekomendrasikan Termasuk obat, dosis, rute pemberian, interval dan durasi terapi? Bagaimana anda memonitor cara yang anda pilih untuk keamanan dan khasiat? Jika angka MRSA di rumah sakit anda 75% (kebanyakan CA-MRSA), akan kah anda merubah rekomendasi pengobatan? Jika ya, bagaimana? Presentasi Klinis dan Diagnosis Hasil pasien mengandalkan kemampuan klinis untuk mengenali NF awal dalam perjalanan penyakit. Hal ini sering sulit dibedakan karena awal penyakit cenderung menjadi tidak dapat dibedakan secara klinis dari selulitis. Komplikasi NF mungkin adalah SSTI paling dahsyat. Jika tidak diobati, dapat menyerang otot-otot dan sirkulasi, mengakibatkan myonecrosis dan mengalami shok septik. Separuh kasus NF disebabkan oleh GAS yang disertai racun GAS seperti shock sindrom. Sindrom dimediasi endotoksin, diwujudkan oleh disfungsi hipotensi dan multiorgan, dan fatal dalam 30% sampai 70% dari mereka yang menderita. Amputasi diperlukan hingga dalam 50% dari pasien dengan infeksi ekstremitas. Disaat pasien pulih dari NF akut, ia biasanya membutuhkan okulasi (penempelan kulit dan atau otot dan rehabilitasi fisik yang konsekuen tergantung pada jumlah dan jenis jaringan yang dihapus selama intervensi bedah dan durasi tinggal dirumah sakit. Pengobatan Hasil yang diinginkan Tujuan terapi untuk NF termasuk pemberantasan dan pengurangan terkait morbiditas dan mortilitas. Pengobatan Non Farmakologi ❼ Setelah Resusitasi dan stabilisasi hemodinamik, intervensi bedah yang tepat adalah kunci dalam perawatan NF. Operasi tertunda meningkatkan mortilitas. Beberapa dokter merekomendasikan oksigen hiperbrik (HBO) sebagai perawatan tambahan NF, meskipun penggunaannya kontoversial. Data klinikal mendukung penggunaan HBO di NF tidak konsisten, dengan beberapa uji menampilkan hasil menguranginya tingkat kematian dan yang lainnya menunjukan tidak ada manfaat. TABEL 70-4 Presentasi dari Necrotizing Facitis Gejala Awal : Sakit parah yang tidak proporsional padat anda klinis dan melampaui batas daerah yang terinfeksi. Terlambat : area menjadi mati rasa otot dan saraf mengalami kekusutan. Tanda –tanda Awal : erythematous kulit, edema, dan demam; presentasi klinis ini mirip dengan selulitis. Menengah (dalam 24-48 jam) menunjukkan iskemia gelembung dan lepuhan kulit dan jaringan yang parah. Terlambat : kulit menjadi lembayung dan menjadi gangren; Gelembung hemoragik mungkin ada. septic shock mungkin terjadi Tes laboratorium Leukositosis, trombositopenia dan peninggian serum kreatin mungkin ada Spesimen Jaringan dalam yang diperoleh selama bedah irigasi dan harus dikirim untuk pewarnaan noda, gram, dan sensitivitas Gambaran Studi MRI dan CT scan dapat menunjukan cairan dan gas disepanjang fasia. Biasanya gambaran studi dihindari ketika membuat diagnosis, karena dapat menunda intervensi bedah dan peningkatan mortalitas. Pengobatan Farmakologi ❼ Terapi IV antibiotic spectrum luas harus segera diberikan pada pasien dengan NF terlepas dari jenis yang dicurigai. Inhibitor β-laktam / β-laktamase atau carbapenem dosis tinggi yang sering digunakan dalam kombinasi dengan klindamisin. Meskipun agen terakhir ini aktif terhadap gram positif aerob dan anaerob. Klindamisin masih harus ditambahkan untuk mengurangi produksi toksin bakteri sehingga membatasi kerusakan jaringan. Jika GAS diidentifikasi sebagai organisme penyebab tunggal dari dalam kultur jaringan, antimikroba dapat dipersempit ke dosis tinggi penisilin G IVditambah klindamisin. Terapi antibiotik harus dilanjutkan sampai operasi tidak diperlukan, pasien menampilkan peningkatan klinis yang substansial, dan untuk setidaknya demam telah mereda 48-72 jam.3 MYONECROSIS CLOSTRIDIAL Infeksi kulit dan jaringan lunak penting lainnya adalah myonecrosis clostridial (gas gangrene). Myonecrosis clostridial dapat berkembang secara spontan tetapi paling sering terjadi setelah trauma, Clostridium perfringens penyebab pathogen paling umum. Daerah yang terinfeksi awalnya mungkin tegang, menyakitkan dan pucat.Warna berubah dengan cepat menjadi merah tua dan kemudian keunguan.Gelembung berisi cairan biru kemerahan muncul.Gas dalam jaringan serentakmuncul dan terdeteksi oleh pencitraan atau krepitus.Infeksi dengan cepat menjadi sistemik, dan pasien mungkin shock dan dengan kegagalan organ ganda, pengelolaan myonecrosis clostridial, seperti NF, memerlukan bedah dan antibiotik agresif yang tepat, umumnya penisilin dosis tinggi ditambah klindamisin.5 INFEKSI DIABETES KAKI Epidemiologi dan Etiologi Ulkus kaki dan infeksi yang terkait yang paling umum, parah dan komplikasi pada diabetes mellitus (DM). Lima belas persen dari semua pasien dengan DM setidaknya terjadi satu ulkus kaki, mengakibatkan pengeluaran untuk kesehatan di Inggris sekitar $9 milliar per tahun.26,27 Diabetes pada kaki dan luka sangat rentan terhadap infeksi.Terkait kulit, jaringan lunak dan infeksi tulang terhitung 25% dari semua yang terkait DM dirawat inap. Lebih dari setengah amputasi kaki non traumatik disebabkan oleh infeksi diabetik foot; (80.000) LEA setiap tahun di amputasi di Negara barat di Amerika Serikat. Patofisiologi ❽ Pathogenesis infeksi diabetic foot berasal dari 3 faktor kunci: neuropathi, angiopathi, dan imunopathi. Neuropathi merupakan factor resiko yang paling menonjol untuk diabetes ulkus kaki, terjadi ketika kadar glukosa naik terus menerus sehingga merusak motor, otonom, dan saraf sensorik. Kerusakan dalam saraf motorik yang memberikan intrinsik kecil pada otot-otot dari kaki penyebab deformasi, mengakibatkan keseimbangan otot diubah, ketidaknormalan daerah karena tekanan pada jaringan dan tulang, dan luka yang berulang. Kerusakan dalam saraf otonom mengakibatkan darah langsung di komunikasi ke arteriol, sehingga menurunkan aliran darah kapiler. Sekresi keringat dan minyak berkurang, produksi kulit kering yang retak lebih rentan terhadap infeksi. Akhirnya kerusakan pada saraf sensorik mengakibatkan hilangnya sensasi pada kulit, sehingga pasien menjadi tidak menyadari cedera atau ulserasi. Angiophati pembuluh darah besar (makroangiophati) dan kecil (mikroangiophati) juga merupakan akibat dari kadar gula darah tinggi. Angiophati mengakibatkan kerusakan kulit dan iskemia. Akhirnya orang dengan diabetes mengalami perubahan fungsi kekebalan tubuh yang cenderung rentan terhadap infeksi. Meskipun respon imun humoral mereka tetap utuh, fungsi leukosit diperantarai dalam sel imunitas terganggu dan penyakit kurang terkontrol. Menjaga dan memelihara kadar glukosa darah dapat mengembalikan sebagian atau seluruh immunopathy diabetes. Orang yang terinfeksi ulkus diabetes kaki biasanya mengandung banyak mikroorganisme. ❽ Gram positif kokus aerob, seperti S. aureus dan b-hemolitik streptokokus, merupakan penyebab yang dominan pada ulkus diabetes kaki akut. Namun, terinfeksi kronis dapat menyebabkan infeksi polimikrobial. Dokter harus mencurigai keterlibatan bakteri gram negative (Enterobakteri dan P. aeruginosa) dan mungkin virulensi patogen rendah (termasuk enterococci dan S. epidermidis) pada luka nekrotik kronis. Nekrotik atau luka berkelemayuh berbau busuk juga sering terinfeksi bakteri anaerob. Pasien baru saja dirawat dirumah sakit atau diobati dengan antibiotik spectrum luas beresiko untuk terinfeksi organisme yang resisten antibiotik, termasuk MRSA dan resisten vancomycin resistant enterococci (VRE). Presentasi Klinis dan Diagnosis Tidak semua ulkus diabetes kaki terinfeksi. Namun, infeksi seringkali sulit untuk dideteksi ketika respon perfusi dan inflamasi terbatas pada pasien diabetes. Tanda dan gejala umum (yaitu, rasa sakit, eritema, dan edema) pada infeksi mugkin tidak ada. Namun, diagnosis infeksi dari diabetes kaki sebagian besar bergantung pada evaluasi klinis. Cairan nanah dari ulkus merupakan indikasi infeksi. Ketika gejala inflamasi dan nanah tidak ada, dokter harus cerdas untuk memilih yang lebih baik. Ini termasuk penyembuhan yang tertunda, meningkatkan ukuran lesi, produksi eksudat berkepanjangan, bau tak sedap, dan kerapuhan jaringan. Jaringan granulasi abnormal juga mungkin ada, yang dibuktikan dengan perubahan warna (dari merah terang ke merah gelap, coklat atau abu-abu) dan meningkatkan perdarahan. Osteomyelitis atau kemampuan pada tulang diindikasikan untuk menyelidiki ulkus. Infeksi diabetes kaki diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan presentasi klinis yang menggunakan skala PEDIS: Perfusion (perfusi), Extent/size (batas ukuran), Depth/tissue loss (kedalaman jaringan), Infection (infeksi), Sensation (sensasi). Kelas 1 menandakan tidak ada infeksi; kelas 2 keterlibatan kulit dan jaringan subkutan saja; kelas 3 selulitis luas atau infeksi lebih dalam; dan kelas 4 sindrom respon inflamasi sistemik. Kelas 2 infeksi diklasifikasikan sebagai infeksi yang tidak mengancam anggota tubuh, sedangkan kelas 3 dan 4 infeksi yang mengancam anggota tubuh. Table 70-5 menyediakan informasi rinci mengenai kelas. Gambaran studi, seperti sinar x dan magnetic resonance imaging (MRI) dapat mengidentifikasi osteomyelitis. Kultur darah diperoleh dari semua pasien dengan tanda- tanda dan gejala peyakit sistemik. Kultur jaringan dalam dapat membantu untuk terapi langsung. Tulang juga dapat digunakan untuk kultur dalam kasus osteomyelitis. Kultur superfisial tidak dapat diandalkan dan harus dihindari. lymphangitis, gangren, dan keterlibatan otot, sendi atau tulang Parah 4 Komplikasi Penyebaran infeksi jaringan lunak dan osteomyelitis yang sering komplikasi pertama berkembangnya infeksi diabetes kaki. Beberapa pasien mengembangkan bakterimia dan sepsis. Komplikasi yang paling ditakuti dari terinfeksi ulkus kaki diabetik adalah LEA. Pasien diabetes sekitar 40 kali lebih besar memerlukan amputasi.34 Morbiditas dan mortalitas tinggi setelah amputasi. Kematian berkisar antara 40% sampai 80% setelah 5 tahun, umumnya sekunder untuk kondisi komorbiditas, termasuk jantung dan penyakit ginjal.28,30 Infeksi pada pasien dengan toksisitas sistemik atau ketidakstabilan metabolik (misalnya, demam, menggigil, takikardia, hipotensi, kebingungan, muntah, leukositosis, asidosis, hiperglikemia parah, atau azotemia). TABEL 70-5 Klasifikasi Klinis dari Infeksi kaki diabetes Keparahan Infeksi Terinfeksi Ringan Sedangparah Pedis Grade 1 2 3 Manifestasi Klinis dari Infeksi Luka bernanah atau gejala inflamasi. Setidaknya ada dua manifestasi peradangan (bernanah atau eritema, nyeri, nyeri panas atau indurasi), tetapi setiap selulitis / eritema meluas tidak lebih dari 2 cm di sekitar kaki. Infeksi (seperti di atas) pada pasien baik yang secara sistemik dan metabolik stabil tapi yang memiliki setidaknya 1 dari karakteristik berikut: selulitis meluas lebih besar dari 2 cm, diikuti Pengobatan Hasil yang diinginkan Tujuan terapi untuk infeksi kaki pada diabetik adalah pemberantasan infeksi dan menghindari hilangnya jaringan lunak dan amputasi. Pencegahan Program perawatan kaki yang komprehensif dapat mengurangi tingkat ulkus diabetes kaki dan LEA 45% sampai 85%. Periodik pemeriksaan kaki dengan pengujian monofilament dan pendidikan pasien mengenai perawatan kaki yang tepat, control glikemik yang optimal, dan berhenti merokok merupakan strategi pencegahan. Alas kaki orthotic kustom dan profilaksis bedah rekonstruksi kaki juga mungkin efektif dalam mengurangi kejadian ulkus kaki. Pengobatan Non Farmakologis Pengobatan non farmakologi ulkus kaki diabetik mungkin termasuk off-loading, kimia atau debridement jaringan nekrotik, pembalut luka, oksigen hiperbarik, pembuluh darah atau bedah ortopedi, dan penggunaan setara kulit manusia.30 Pengobatan Farmakologi Beratnya infeksi pasien, berdasarkan skala Pedis, panduan pemilihan terapi antimikroba empiris. Sementara kebanyakan pasien dengan kelas 2 infeksi kaki diabetik dapat berobat rawat jalan dengan menggunakan antibiotik oral, semua kelas 4 dan banyak kelas 3 infeksi memerlukan rawat inap, stabilisasi pasien, dan terapi antibiotik intravena spektrum luas. Beberapa pilihan antibiotik untuk pengobatan infeksi luka diabetes. Tabel 70-6 memberikan dua strategi yaitu pengobatan umum dan khusus, dan rekomendasi antibiotik. Durasi terapi berkorelasi dengan keparahan infeksi. Kelas 2 infeksi membutuhkan 7 sampai 14 hari terapi, sedangkan kelas 3 sampai 4 luka memerlukan jangka waktu pengobatan 14-28 hari. Jika ada osteomyelitis, pengobatan harus terus menerus selama minimal 4 minggu. TABEL 70-6 Pengobatan Farmakologi Empiris dari Infeksi Kaki Diabetes Keparahan Infeksi PEDIS Grade Pendekatan Umum untuk Pengobatan Farmakologi Empiris Contoh Empiris Regimens Terinfeksi 1 Tidak ada. Hindari mengobati terinfeksi ulkus kaki diabetik Tidak berlaku Ringan . 2 Sedang sampai parah. 3–4 Oral: spektrum sempit terapi antibiotik dengan aktivitas terhadap Staphylococcus aureus dan spesies streptokokus Sertakan cakupan untuk MRSA (HA atau CA-MRSA) sesuai dengan sejarah dan ketahanan pasien Parenteral, terapi antibiotik spektrum luas. Umumnya pilih obat dengan aktivitas terhadap bakteri gram positif, gram negatif, dan bakteri anaerob (terutama jika luka berbau busuk). Termasuk cakupan untuk MRSA (HA atau CA MRSA menurut riwayat penyakit pasien) MRSA tidak dicurigai: Sefaleksin oral 500 mg setiap 6 jam, dicloxacillin oral 500 mg setiap 6 jam HA-MRSA dicurigai: Linezolid oral 600 mg setiap 12 jam . Vankomisin 1 g IV setiap 12 jam Ceftriaxone IV 2 g sehari + clindamycin 600 mg IV setiap 8 jam Piperacillin-tazobactam IV 3.375–4.5 g setiap 6 jam Imipenem-cilastatin 500 mg IV setiap 6 jam Ceftazidime 2 g IV + clindamycin 600 mg IV setiap 8 jam Fluoroquinoloned + clindamycin 600 mg IV setiap 8 jam Tigecycline 100 mg IV, 50 mg setiap 12 jam Jika dicurigai MRSA: vankomisin, linezolid, daptomycin, dalfopristin / quinupristin ditunjukkan, selain gramnegatif dan cakupan anaerob seperti yang dipersyaratkan. Tigecycline sesuai sebagai monotherapi. a Dosis diberikan adalah untuk orang dewasa dengan fungsi ginjal normal. CA-MRSA isolate resisten terhadap eritromisin harus dievaluasi untuk ketahanan klindamisin diinduksi. c Ciprofloxacin dan levoflloxacin aktif menghambat bakteri pseudomonas aeruginosa d Tigecycline saat ini tidak dianjurkan untuk pengobatan infeksi kaki diabetik b LUKA TEKANAN YANG TERINFEKSI Epidemiologi dan Etiologi Luka tekanan atau juga dikenal sebagai decobitous ulcers atau luka baring. Hal ini mempengaruhi 1,5 hingga 3 juta orang amerika pertahunnya. Biaya untuk penyembuhan luka tekanan bisa dibilang besar, dengan perkiraan terakhir berkisar dari 2000 dolar sampai 70,000 dolar tiap lukanya. Meskipun prevalensi luka tekanan tertinggi dalam fasilitas pengobatan jangka panjang, 57% hingga 60% dari luka tekanan yang baru sebenarnya terjadi di rumah sakit, lebih umumnya pada pengobatan intensif dan pasien orthopedik. Pasien lanjut usia dan mereka yang mengalami masalah/luka urat syaraf tulang belakang adalah yang paling beresiko. Sakit karena tekanan luka kronis yang dihasilkan dari tekanan terus menerus pada jaringan yang melapisi penonjolan tulang. Tekanan ini menghambat aliran darah ke dermis dan lemak subkutaneus, mengakibatkan kerusakan jaringan dan nekrosis.37,38 Sakit infeksi tekanan berkembang di integritas kulit dan kontaminasi dari area yang dekat. Sakit infeksi tekanan umumnya polymicrobial. dengan kulit pada daerah yang berlawanan dari tubuh. Pasien mungkin mengeluhkan rasa sakit atau gatal di daerah kulit. Kulit berpigmen ringan: daerah kulit yang terus-menerus memerah. Kulit berpigmen berat: daerah kulit yang terus-menerus memerah, biru atau ungu. Tahap II Hilangnya ketebalan kulit parsial pada epidermis dan atau dermis. Gejala klinis ulserasi superfisial sebagai abrasi, blister, atau lubang yang dangkal . Tahap III Hilangnya ketebalan kulit penuh yang melibatkan kerusakan, atau nekrosis, jaringan subkutan yang dapat memperpanjang ke fasia yang mendasarinya dengan atau tanpa Merusak jaringan yang berdekatan. Tahap IV Hilangnya ketebalan kulit penuh dengan kerusakan atau nekrosis otot, tulang, atau struktur pendukung (misalnya, tendon, sendi, atau kapsul). Dapat juga merusak saluran sinus. TABEL 70-8 Presentasi Luka Tekanan yang Terinfeksi Presentasi Klinis dan Diagnosa Diperkirakan 2/3 dari semua luka tekanan terjadi pada tulang kemudi dan tumit. Sisanya terjadi pada sebagian besar sikut, pergelangan kaki, trochanters, ischia, lutut, tulang belikat, bahu, atau occiput. Luka tekanan dikelompokkan berdasarkan tingkat kerusakan jaringan. Tingkatan luka tekanan dipaparkan di tabel 70-7. Berkembangnya bakteri pada luka tekanan adalah hal yang umum. Karena infeksi mengganggu proses penyembuhan luka dan mungkin membutuhkan terapi antimikroba sistemik, dokter harus bisa membedakan infeksi tersebut dari perkembangan bakterinya. Tabel 70-8 menjelaskan tentang presentasi klinis infeksi luka tekanan. TABEL 70-7 Tahap Luka Tekanan Tahap 1 Daerah yang terkena kulit akan terasa hangat (atau dingin) dan Berawa (atau keras) bila dibandingkan Gejala Karena banyak pasien beresiko tinggi mengalami mati rasa, maka rasa sakit bukanlah gejala utamanya. Tanda - tanda Biasanya infeksi terdiagnosa saat eritema dan edema ada pada sekitar kulit, daerah yang bernanah, bau tak sedap, atau pada penyembuhan luka yang terhambat. Pasien dengan bacteremia dapat mengalami demam, kedinginan, kebingungan dan/atau juga hipotensi. Tes Laboraturium Kultur jaringan dapat membantu pengobatan langsung. Tulang juga dapat digunakan untuk kultur dalam kasus osteomyelitis. Superficial kultur tidak dapat digunakan dan harus dihindari. Gambaran Studi Penelitian visual seperti CT, MRI, atau scan tulang, dapat digunakan untuk mendeteksi osteomyelitis dan untuk menentukan kedalaman serta tingkat kerusakan jaringan. Komplikasi Puluhan ribu orang Amerika, termasuk 1 dari setiap 12 orang anak dengan cedera tulang belakang, meninggal setiap tahun sebagai akibat dari komplikasi yang berkaitan dengan luka tekanan. Kebanyakan komplikasi infeksi. Yang paling umum adalah osteomyelitis, yang muncul diperkirakan 38% dari infeksi luka tekanan. Sedangkan yang jarang terjadi adalah NF, clostridal myonecrosis, dan sepsis. Pengobatan Hasil yang di inginkan Tujuan terapi untuk dekubitus yang terinfeksi termasuk resolusi infeksi, memberitahukan penyembuhan luka, dan pembentukan pengendalian infeksi yang efektif. Pencegahan ❾ Pencegahan merupakan komponen yang paling manusiawi dan hemat biaya dalam pengelolaan dekubitus. Strategi pencegahan utama meliputi pemantauan pasien berisiko tinggi, mengurangi kulit terpapar tekanan dan kelembaban, dan memberitahukan status gizi yang baik. Pemantauan hati-hati dan perawatan pencegahan dari pasien berisiko tinggi dapat mulai setelah pasien diidentifikasi. Intrinsik, atau host terkait, faktor risiko untuk pengembangan luka tekanan (Dekubitus) termasuk usia lebih dari 75 tahun, mobilitas terbatas, hilangnya sensasi, ketidaksadaran atau mengubah rasa kesadaran, dan kekurangan gizi. Ekstrinsik, atau lingkungan, faktor risiko termasuk tekanan, gesekan, tegangan geser, dan kelembaban. Berbalik dan reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam dapat mengurangi tekanan kulit dan mencegah dekubitus. Namun, karena tingkat perawatan yang tak terjangkau di sebagian besar rumah sakit dan perawatan di rumah, banyak sekali yang telah mengurangi tekanan yang dihasilkan. Meskipun ini dapat membantu untuk mengurangi tekanan pada daerah yang rentan, tetapi tidak meniadakan kebutuhan untuk perubahan posisi. Mempertahankan kebersihan, lingkungan kering dapat mencegah kulit kelelahan dan kerusakan jaringan selanjutnya. Hal ini dapat. TABEL 70-9 Terapi Antimikroba untuk Tekanan Terinfeksi Infeksi ringan Infeksi sedang (antibiotik topical sampai berat atau oral) (Antibiotik parenteral) Topikal Cefoxitin 1-2 g setiap 8 Sulfadiazin perak 1% cream jam Kombinasi salep antibiotik Piperacilin-tazobactam Oral 3,375-4,5 g setiap 6 Amoxicillin-clavulanat 500 jam mg setiap 8 jam Imipinem-cilastatin Fluoroquinolon + 500 mg setiap 6 klindamisin 300 mg jam setiap 8 jam Erlapenem 1 g sehari Fluoroquinolon + klindamisin 600 mg setiap 8 jam MRSA suspected : Mencakup vancomycin, daptomycin, quinupristin/dalfopristin atau linezolid. a Dosis diberikan untuk orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal. b Pseudomonas aeruginosa umumnya rentan terhadap agen ini. c Ciprofloxacin dan aktivitas levofloxacin terhadap Pseudomonas aeruginosa. Diatasi dengan sering mengganti seprai dan kain, pengeringan kulit secara menyeluruh setelah mandi, dan pembuangan dari tinja atau urin dengan cepat. Malnutrisi merupakan faktor risiko yang signifikan tetapi reversibel. Diet protein tinggi telah ditunjukkan dalam beberapa studi untuk meningkatkan penyembuhan luka pada pasien dengan tekanan luka. Pengobatan Non Farmakologis Penekanan bantuan nutrisi yang cukup (diet tinggi protein), dan debridement atau pembuangan cairan abses adalah pengobatan non farmakologis. Pengobatan Farmakologis ❾ Antibiotik sistemik diindikasikan untuk luka tekanan terkait dengan menyebarkan selulitis, osteomyelitis, atau bakteremia. Karena infeksi biasanya polymicrobial, terapi antibiotik harus menargetkan gram positif , gram - negatif, dan bakteri anaerob. Lamanya pengobatan umumnya 10 sampai 14 hari, kecuali ada osteomielitis. Infeksi superfisial ringan, seperti yang hadir secara klinis dengan tertunda penyembuhan luka tertunda atau selulitis minimal, dapat diobati dengan agen antimikroba topikal.37 Tabel 70-9 beberapa antibiotik sistemik dan topikal yang sering digunakan. TERINFEKSI LUKA GIGITTAN Epidemiologi dan Etiologi Lima puluh persen orang Amerika akan digigit oleh binatang setidaknya sekali selama hidup mereka. Meskipun sebagian besar dari cedera ini kecil, sekitar 20 % akan memerlukan perawatan medis. Anjing menyebabkan sekitar 80 % dari semua gigitan. Gigitan ini paling sering melibatkan ekstremitas, dan anak – anak muda sangat beresiko.Sekitar 15 % sampai 25 % dari gigitan anjing menjadi infeksi. Gigitan kucing adalah gigitan binatang yang paling umum kedua, sebagian besar sering terjadi pada wanita dan orang lanjut usia. Karena kucing memiliki gigi yang panjang dan tipis yang menyebabkan luka tusukan, gigitannya mungkin dapat menyebabkan infeksi dari pada gigitan anjing. Sekitar 50 % dari gigitan kucing menjadi terinfeksi.43,44 Gigitan manusia yang ketiga yang paling umum dan paling serius. Sebelum tersedianya antibiotik, hingga 20 % mengakibatkan tingkat amputasi. Saat ini, gigitan manusia terkait amputasi berada pada tingkat 5% , yang kedua membahayakan untuk infeksi pembuluh darah dan komplikasi. Ada dua jenis luka gigitan manusia. Cedera oklusal ditimbulkan oleh gigitan yang sebenarnya, sedangkan untuk kepalan tangan yang cedera akan berlanjut ketika tangan seseorang tertutup mengenai gigi orang lain. Kedua, khusus kepalan tangan lain yang cedera cenderung untuk komplikasi infeksi. Infeksi luka gigitan umumnya polymicrobial. Rata-rata, lima spesies bakteri yang berbeda dapat diisolasi dari infeksi luka gigitan hewan. Kedua flora normal dari mulut penggigit dan kulit yang tergigitan dapat mengakibatkan bakteriosasi. Bakteriologi yaitu ilmu mengenai bakteri dari mulut kucing dan anjing sangat mirip. Pasteurella multocida, merupakan bakteri gram negatif aerob, yang merupakan salah satu patogen utamanya , di isolasi lebih dari 50 % dari anjing dan 75 %gigitan kucing . S. viridans merupakan kultur bakteri yang ada pada gigitan manusia. Tabel 10-70 menyediakan data komprehensif dari luka gigitan kucing, anjing , dan manusia. TABEL 70-10 Etiologi dan Presentasi Luka Gigitan yang Terinfeksi Bakteri Patogen Anjing dan kucing : Pasteurella multocida, staphylococci, streptococci Moraxella spp . Eikenella corrodens, Capnocytophagacanimorsus, Actinomyces, Fusobacterium , Prevotella, dan Porphyromonas spp. Manusia : Viridans streptococci, Staphylococcus aureus, Eikenellacorrodens, Hemophilus influenzae, dan β laktamase -bakteri anaerob. Tanda dan gejala Timbulnya gejala-gejala infeksi biasanya 12-24 jam setelah gigitan. Umumnya nyeri disekitar luka. Eritema, edema , dan bernanah atau di sekitar luka yang kering berbau busuk, hal ini merupakan manifestasi dari luka yang terinfeksi. Pasien mungkin mengalami demam. Jangkauan terbatas gerak mungkin ada, terutama pada tangan yang tergigit. Tes laboratorium Leukositosis mungkin ada. Secara klinis harus menguji anaerobik dan aerobik pada luka hanya jika secara klinis luka yang terinfeksi akan muncul. Gambaran studi Sinar- X harus diperoleh jika gigitan pada tangan, tulang atau sendi rusak, atau jika ada bendaatau gigi yang diduga tertanam Presentasi dan Diagnosis Presentasi klinis terinfeksi luka gigitan disajikan pada Tabel 70-10. tulang dan sendi akan memerlukan jangka waktu yang lebih lama terapi hingga 6 hari. Rabies dan Tetanus Komplikasi Komplikasi terhadap luka gigitan terinfeksi termasuk limfangitis, abses, septic arthritis, tenosinovitis, dan osteomielitis. Gigitan ke tangan sangat rawan terjadi komplikasi. Pengobatan Hasil yang diinginkan Tujuan terapi untuk luka gigitan yang terinfeksi penyembuhan infeksi cepat dan berhasil dan pencegahan terkait komplikasi. Pengobatan Non Farmakologis Irigasi menyeluruh dengan normal saline adalah langkah pertama dalam perawatan dari luka gigitan terinfeksi.. Penutupan luka dapat dianjurkan, terutama untuk luka wajah. Luka yang terinfeksi, pada risiko tinggi untuk infeksi, atau lebih lama dari 24 jam harus dibiarkan terbuka karena penutupan ini dapat menyebabkan komplikasi dan menular. Pengobatan Farmakologis Kebanyakan luka gigitan memerlukan terapi antibiotik hanya bila infeksi klinis. Namun, terapi profilaksis direkomendasikan untuk luka pada risiko tinggi untuk yang infeksi. Ini termasuk gigitan dari manusia, tusukan yang dalam, gigitan pada tangan, dan gigitan yang membutuhkan operasi bedah. ❾ Antibiotik yang paling efektif untuk pengobatan (dan profilaksis) infeksi gigitan-luka manusia dan hewan adalah amoxicillin clavulanate. Alternatif untuk pasien dengan alergi penisilin signifikan termasuk baik fluorokuinolon atau TMPSMX dikombinasi dengan klindamisin. Doxycycline juga dapat diresepkan. Durasi profilaksis dan pengobatan umumnya masing-masing 3 sampai 5 dan 10 sampai 14 hari. Jika luka dikaitkan dengan selulitis yang signifikan dan edema, tanda-tanda infeksi sistemik, atau kemungkinan keterlibatan sendi atau tulang, rawat inap dan antibiotik IV (biasanya ampisilin sulbaktam-3 g IV setiap 6 jam) harus dimulai. Infeksi Pasien dengan luka gigitan hewan rabies mungkin memerlukan prophylaxis.43,44 Jika gigitan tersebut adalah dari kelelawar, binatang liar, hewan domestik yang memiliki atau dicurigai memiliki rabies. Pasien harus segera menerima vaksin rabies kekebalan globulin. Jika luka lebih besar dari 1 cm secara mendalam berada dirisiko tetanus. Sebuah penguat tetanus toksoid dan diptheria (Td) harus diberikan kepada setiap pasien yang belum menerima satu di 5 tahun atau lebih. Sebuah Td dan tetanus immune globulin adalah diindikasikan pada pasien yang belum menerima sebelumnya. HASIL EVALUASI ❿ Pasien yang menerima terapi antibiotik untuk SSTIs membutuhkan pemantauan untuk khasiat dan keamanan. Khasiat biasanya dimanifestasikan oleh penurunan suhu, jumlah sel darah putih, eritema,edema, dan nyeri. Awalnya, tanda-tanda dan gejala infeksi mungkin memperburuk karena toksin rilis dari organisme tertentu (yaitu, GAS); Namun, harus mulai untuk menyelesaikan dalam waktu 48 sampai 72 jam dari memulai pengobatan. Jika tidak ada respon, atau infeksi memburuk setelah 3 hari pertama antibiotik, lakukan evaluasi kembali pasien. Respon berkurang mungkin karena tidak menular atau diagnosis non bacterial, saat patogen tidak dapat diatasi oleh terapi antibiotik, kepatuhan pasien kurang, obat atau interaksi penyakit menyebabkan penurunan penyerapan antibiotik atau meningkat keparahan, immunodeficiency. ❿ Untuk menjamin keamanan rejimen, dosis antibiotik sesuai dengan fungsi ginjal dan hati dengan tepat, dan memantau atau meminimalkan efek samping obat, reaksi alergi, dan interaksi obat. ❿ Perawatan Pasien dan Pemantauan Memilih terapi antibiotik untuk SSTIs : 1. Untuk memilih antibiotik empiris yang paling efektif agen (s) untuk SSTIs, meninjau berikut: Diagnosis Manifestasi klinis dan keparahan penyakit (untuk menilai kebutuhan IV dibandingkan terapi oral) Riwayat penyakit dahulu (untuk menentukan dugaan patogen) Kemampuan pasien untuk mematuhi rejimen (jika rawat jalan pengobatan diindikasikan) 2. Untuk menjamin keamanan agen antibiotik yang dipilih sebagai berikut : Saat ini obat (over the counter, resep dan alternatif) untuk interaksi obat yang potensial Riwayat alergi obat dan efek samping Analisis laboratorium untuk memeriksa ginjal dan fungsi hati Penyakir kronis atau kondisi akut yang bisa diperburuk oeh agen antimikroba tertentu Tidak boleh diberikan (misalnya : pada kehamilan dan anak-anak) Pemantauan terapi antibiotik untuk SSTIs : 1. Pastikan bahwa terapi antimikroba efektif untuk : Tanda dan gejala local dan infeksi sistemik Menilai kepatuhan pasien 2. Pastikan bahwa terapi antimikroba aman dan memantau obat yang digunakan Efek samping umum dan parah Interaksi obat Pendidikan pasien tentang terapi antibiotik untuk SSTIs : 1. Sangat penting untuk mengambil antibiotik seperti yang ditentukan dan menyelesaikakan terapi 2. Jika tidak ada perbaikan gejala dalam waktu 3 hari hubungi penyedia layanan kesehatan 3. Banyak antibiotik menyebabkan diare. Jika sudah parah hubungi pelayanan kesehatan 4. Pertimbangan inisiatif kesehatan untuk meningkatkan penyembuhan luka, seperti berhenti merokok dan mengontrol gula SINGKATAN-SINGKATAN CA-MRSA DM GAS HA-MRSA HBO IDU IV LEA MSSA NF SSTI TMP-SMX : Community Acquired Methicillin Resistant S. Aureus : Diabetes Melitus : Group A Streptococcus (S. Pyogenes, One Of The Β-Hemolytic Streptococci) : Health Care–Associated MethicillinResistant S. Aureus : Hyperbaric Oxygen : Injection Drug User : Intravenous : Lower Extremity Amputation : Methicillin-Sensitive S. Aureus : Necrotizing Fasciitis : Skin And Soft Tissue Infection : Trimethoprim-Sulfamethoxazole Daftar referensi dan pertanyaan penilaian diri dan jawaban yang tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com Masuk ke website: www.pharmacotherapyprinciples.com untuk informasi tentang memperoleh melanjutkan kredit pendidikan untuk bab ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN Bower MG.Managing dog, cat, and human bite wounds.Nurse Pract 2001;26(4):36–38, 41, 42, 45. Burgess DS, Abate BJ. selection. In: DiPiro JT, Antimicrobial regimen Talbert RL, Yee GC, et al., eds. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 6th ed.New York:McGraw-Hill; 2005:1909–1921. Cunningham JD, Silver L, Rudikoff D. Necrotizing fasciitis: a plea for early diagnosis and treatment.Mount Sinai J Med 2001;68(4–5): 253–261. Lipsky BA, Berendt AR, Deery G, et al. Diagnosis and treatment of diabetic foot infections. Clin Infect Dis 2004;39:885–910. Livesley NJ, Chow AW. Pressure ulcers in elderly individuals. Clin Infect Dis 2002;35:1390–1396. Luelmo-Aguilar J, Santandreu MS. Folliculitis: Recognition and management. Am J Clin Dermatol 2004;5(5):301–310. Rybak JM, LaPlante KL. Community-associated methicillin-resistant Staphylococcus aureus: A review. Pharmacotherapy 2005;25(1): 74–85. Stevens DL, Bisno AL, Chambers HF, et al. Practice guidelines for the diagnosis and management of skin and soft tissue infections. Clin Infect Dis 2005;41:1373–1406. Swartz MN. Clinical practice: Cellulitis. New Engl J Med 2004; 350(9):904– 912. Swartz MN, Pasternack MS. Cellulitis and subcutaneous tissue infections. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, eds. Principles and Practice of Infectious Diseases. 6th ed. Philadelphia: Elsevier; 2005:1172–1193. 05 INFEKSI ENDOKARDITIS Ronda L. Akins. OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Dapat membedakan penyebab dan perkembangan infektif endokarditis (IE). Identifikasi presentasi klinis dan evaluasi laboratorium untuk IE. Menilai kriteria diagnostik yang digunakan untuk mengevaluasi pasien yang diduga menderita IE. Dapat menjelaskan penyebab organisme yang paling mungkin dari IE, terutama pada pasien populasi tertentu. Mengembangkan rekomendasi pengobatan farmakologis yang tepat untuk pasien IE. Menentukan populasi pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis, dan membedakan rejimen obat yang tepat. Menyusun rencana pemantauan untuk pasien dengan IE untuk menentukan kemanjuran pengobatan dan membedakan efek samping. KONSEP UTAMA ❶ Untuk mengembangkan infektif endokarditis, diperlukan beberapa faktor. Faktor-faktor ini melibatkan perubahan terhadap permukaan endokardium yang memungkinkan untuk ketetapan bakteri dan infeksi akhirnya. Demam persisten merupakan gejala yang paling umum terjadi pada pasien IE. ❷ Kultur darah adalah tes laboratorium yang penting untuk IE karena bakteremia terus menerus terjadi di lebih dari 80% pasien. Tanpa hasil kultur darah, pengobatan yang tepat akan sulit dibangun. ❸ Echocardiograms digunakan untuk mendeteksi keberadaan vegetasi. Baik Echocardiogram Transthoracic (TTE) atau Echocardiogram Transesophegeal (TEE) dapat digunakan tergantung karakteristik pasien tertentu. ❹ Memilih terapi antimikroba yang tepat sangat penting untuk mencapai pembunuhan organisme yang memadai. ❺ Pengobatan diperpanjang 4 sampai 6 minggu (dalam banyak kasus) diperlukan untuk mencapai kesembuhan yang memadai. ❻ Tujuan keseluruhan dari terapi adalah untuk membasmi infeksi dan meminimalkan / mencegah komplikasi. ❼ Dalam upaya untuk mencegah perkembangan IE, bervariasi. Oleh karena itu, pada pasien dengan profilaksis/pencegahan umumnya infeksi ini dapat terjadi pada setiap subspesialisasi direkomendasikan untuk pasien dengan faktor risiko medis (yaitu, obat-obatan, operasi, perawatan kritis, tinggi. dll) pengobatan ❽ Pemantauan klinis pasien diperlukan untuk menilai efektivitas terapi, mendeteksi potensi pengembangan resistensi bakteri, dan menentukan hasil EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI Meskipun IE menjadi infeksi yang cukup jarang, di Amerika Serikat, ada sekitar 10.000 sampai 20.000 Infektif Endokarditis (IE) adalah infeksi serius kasus baru setiap tahunnya, dan menyumbang IE yang mempengaruhi lapisan dan katup jantung. sekitar 1 kasus per 1.000 rumah sakit. Meskipun Penyakit ini sebagian besar berhubungan dengan jumlah yang tepat dari kasus seringkali sulit infeksi pada katup jantung, atau mungkin juga pada ditentukan karena untuk kriteria diagnostik dan cacat septum. Infeksi juga terjadi pada pasien yang metode menggunakan alat bantu pada katup jantung atau meningkat. IE sekarang dianggap penyebab utama pengguna suntik narkoba (IVDUs). Bakteri adalah keempat sindrom penyakit menular yang serius penyebab utama dari IE; namun, jamur dan atipikal mengikuti organisme juga dapat menjadi pathogen. intraabdominal sepsis. Pria lebih sering terkena pelaporan daripada untuk penyakit urosepsis, wanita ini pneumonia, dengan terus dan perbandingan 1,7:1. Biasanya IE diklasifikasikan menjadi akut dan Meskipun IE terjadi pada usia berapa pun, lebih dari subakut. Perbedaan ini telah didasarkan pada 50% kasus terjadi pada pasien yang lebih dari 50 perkembangan dan keparahan penyakit. Penyakit tahun. IE pada anak-anak jarang terjadi kecuali akut lebih agresif, ditandai dengan demam tinggi, mereka memiliki cacat struktural yang sering jumlah sel darah putih tinggi (WBC), dan toksisitas melibatkan sistemik, dengan kematian terjadi dalam beberapa berhubungan dengan kateter bakteremia. Dengan hari sampai seminggu. Jenis IE akut sering peningkatan penggunaan katup mekanik, prosthetic disebabkan oleh organisme yang lebih mematikan, valve endokarditis (PVE) sekarang menyumbang terutama Staphylococcus aureus. Penyakit subakut sekitar 7% sampai 25%. Pasien dengan IVDUs juga biasanya disebabkan oleh organisme kurang ganas, termasuk berisiko tinggi terhadap IE, dengan seperti viridans streptococci, yang mana produksinya perkiraan jumlah kasus 150-2000 per 100.000 orang lebih lambat dan presentasi lebih lemah. Hal ini per tahun. Selain itu, pasien lain yang berisiko tinggi ditandai dengan kelemahan, kelelahan, tingkat untuk IE termasuk pasien dengan cacat jantung demam rendah, keringat malam, penurunan berat bawaan atau struktural, termasuk penyakit katup; badan, dan gejala nonspesifik lainnya, dengan hemodialisis kematian terjadi setelah beberapa bulan. mellitus; kebersihan mulut yang buruk; endokarditis Keberhasilan pengelolaan pasien dengan IE didasarkan pada diagnosis yang tepat, pengobatan perbaikan dalam bedah jangka atau panjang; yang diabetes sebelumnya; hypertrophic cardiomyopathy; dan prolaps katup mitral dengan regurgitasi. dengan terapi yang memadai, dan pemantauan Meskipun hampir semua jenis organisme komplikasi, efek samping, atau pengembangan mampu menyebabkan IE, sebagian besar kasus resistensi. Manajemen pengobatan dari IE yang disebabkan oleh organisme gram positif (Tabel 71-1). terbaik ditentukan melalui identifikasi organisme Ini terutama terdiri dari streptococci, staphylococci, penyebabnya. dan enterococci. Pertimbangan gram negative, Presentasi klinis dari IE telah jamur, dan organisme atipikal lainnya harus berkolonisasi. Perubahan ini dapat disebabkan oleh diperhitungkan, terutama pada populasi pasien proses inflamasi seperti penyakit jantung rematik tertentu. atau cedera. Trombosit aliran darah turbulen dan TABEL 71-1. Agen Etiologis Infektif Endokarditis Agen Presentase Kasus Streptokokus 60-80 Kelompok viridian 30-40 Streptokokus Streptokokus lainnya 15-25 Enterokokus 5-18 Staphylokokus 20-35 Koagulasi positif 10-27 Koagulasi negative 1-3 Basil aerob gram negative 1,5-13 Fungi 2-4 Bakteri lain-lain <5 Infeksi Gagungan 1-2 Kultur Negatif <5-24 Dicetak ulang dari Bayer AS, Scheld WM., fibrin yang terdeposit pada katup yang rusak, membentuk endokarditis trombotik nonbakterial (NBTE). Pada titik ini, bakteri melalui penyebaran hematogen (yaitu, bakteremia) menempel dan berkembang pada nidus, membentuk vegetasi. Deposit lebih lanjut dari trombosit dan fibrin menutupi bakteri, memberikan lapisan pelindung yang memungkinkan untuk pengembangan lingkungan yang sesuai bagi vegetasi organisme untuk terus berkembang, seringkali menghasilkan kerapatan organisme dengan 9 nilai koloni 10 pembentuk unit (CFU) 10 - 10 per gram.( Gambar 71-1) Akuisisi PVE berbeda dalam tahap awal di Endocarditis and Intravascular Infections Disease, Vol 1-5th ed., p.870. Copyright © 2000, with mana inokulasi langsung dapat terjadi selama permission from Elsevier. operasi bukannya melalui jalur hematogen. Katup prostetik juga memiliki kecenderungan yang lebih Studi Kasus Pasien, Bagian 1 besar untuk kolonisasi organisme dari katup asli. Namun, pada akhir PVE, proses kolonisasi dan formasi vegetasi mirip dengan katup asli IE, seperti Seorang pria 56 tahun dengan riwayat diabetes dan penyakit arteri koroner datang ke ruang gawat darurat dengan keluhan kelemahan, demam, dan menggigil. Pada wawancara pasien, Anda memutuskan bahwa ia pergi ke dokter gigi sekitar 3 minggu yang lalu dan sejak saat itu telah kehilangan 5 lb. Pasien melaporkan bahwa gejala mulai sekitar 1 sampai 2 minggu yang lalu. Dia membantah adanya penggunaan alkohol atau obat-obatan terlarang, tetapi mengaku merokok sekitar 1/2 bungkus rokok per hari. • Informasi apa akan membuat Anda menduga IE? • Apakah dia punya faktor risiko untuk IE? • Apa informasi tambahan yang ingin Anda ketahui sebelum memutuskan pengobatan empiris untuk pasien ini? yang dijelaskan sebelumnya. Biasanya, vegetasi terletak di garis sepanjang penutupan katup pada permukaan atrium katup atrioventrikular (trikuspid dan mitral) atau pada permukaan ventrikel dari katup semilunar (pulmonal dan aorta) (Gambar. 712). Vegetasi dapat bervariasi secara signifikan dalam ukuran dari hanya ukuran milimeter hingga beberapa sentimeter dan mungkin massa tunggal atau ganda. Seringkali kerusakan jaringan yang mendasari terjadinya IE dan menyebabkan perforasi leaflet katup atau pecahnya tendinae korda, septum interventrikular, atau otot papiler. Abses cincin katup PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI dapat terjadi, mengakibatkan fistula menembus ke dalam miokardium atau pericardial sac, terutama dengan endokarditis staphylococcal. Infektif Endokarditis untuk berkembang, diperlukan Peristiwa emboli juga umum terjadi. Embolisasi beberapa faktor. Biasanya, harus ada perubahan terjadi sebagai bagian dari pecahnya vegetasi dan dari permukaan endotel katup jantung yang terbebas masuk ke aliran darah. Potongan-potongan memungkinkan organisme untuk menginfeksi dan vegetasi yang terinfeksi ini disebut emboli septik. Abses paru umumnya terbentuk dari hasil septik emboli yang berasal dari sisi kanan IE (trikuspid dan katup mitral). Namun, sisi kiri IE (katup pulmonal dan aorta) lebih memiliki kecenderungan untuk menyebarkan embolus ke setiap sistem organ manapun, terutama ginjal, limpa, dan otak. Bersamaan dengan emboli, deposisi kompleks imun dapat terjadi pada sistem organ, menyebabkan penyakit extracardiac sebagai manifestasi klinisnya. Hal ini biasanya terjadi pada ginjal, membentuk abses, infark, atau glomerulonefritis. Kompleks imun atau emboli juga bisa menghasilkan manifestasi klinik pada kulit yang terlihat sebagai penyakit petechiae, Osler node, dan lesi Janeway, atau kelainan pada mata (Roth spots). GAMBAR 71-2. Diagram Jantung yang Menunjukkan Bagian Umum adanya Infeksi PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS Presentasi klinis untuk IE cukup bervariasi dan sangat non spesifik. ❷ Demam adalah gejala yang paling sering dan terus-menerus pada pasien tetapi dapat hilang dengan penggunaan antibiotik sebelumnya, kegagalan pendengaran, kegagalan ginjal atau liver kronis, atau infeksi yang disebabkan oleh organisme yang kurang ganas (contohnya pada penyakit subakut). Tanda dan gejala lain yang mungkin juga terjadi terdapat pada kotak presentasi klinis dengan beberapa pembahasan lebih lanjut dengan detail dibawah ini. Murmur jantung sering terdengar pada auskultasi (pada lebih dari 85% kasus), tapi pada kejadian murmur baru atau perubahan murmur GAMBR 71-1. Patogenesis Infeksi Endokarditis. (From Scheld W. In: Atlas of Infectious Diseases: External Manifestations of Systemic Infections. Philadelphia: Current Medicine, Inc. Copyright ⓒ 1997. Used with permission.) masing-masing ditemukan pada 5% sampai 10% atau 3% sampai 5%. Selain itu, lebih dari 90% dari pasien yang memiliki murmur mengalami gagal merupakan penyebab baru jantung akan beresiko kongestif, utama morbiditas yang dan mortalitas. Splenomegali dan mikotik aneurisma juga dicatat dalam banyak kasus IE. dengan Clubbing dari ujung jari biasanya terjadi pada manifestasi perifer berikut yang ditemukan dengan penyakit lama dan muncul di sekitar 10% sampai jumlah hingga satu-setengah dari pasien dengan IE, 20% dari jumlah pasien. Penyakit meskipun ini baru-baru juga ini ditandai prevalensinya telah Osler node yang kecil (biasanya 2-15 mm), terasa menurun: sangat menyakitkan, nodul tender subkutan Petechiae sangat kecil (biasanya kurang dari 3 terletak pada bantalan dari jari tangan dan kaki mm) menunjukkan bintik-bintik merah datar di (Gambar 71-3E) terutama disebabkan oleh emboli bawah permukaan kulit yang disebabkan oleh septik atau vaskulitis. Node ini jarang terjadi pada microhemor rhanging. Bintik - bintik merah terjadi penyakit akut tetapi juga non spesifik untuk IE pada 20% sampai 40% dari IE kronis, sering meskipun terjadi dalam 10% sampai 25% dari semua ditemukan pada mukosa bukal, konjungtiva pasien. (Gambar 71-3A) dan ekstremitas (Gambar 71-3B). Lesi Janeway sangat sedikit, plak hemoragik Hemorrhanges Splinter muncul sebagai bercak makula yang tidak terasa sakit pada telapak gelap kecil di bawah jari atau kuku kaki dan paling tangan atau telapak kaki karena emboli septik dan umum terjadi pada IE, biasanya terjadi sebagai lebih sering dikaitkan dengan IE akut yang akibat dari vaskulitis lokal atau microemboli disebabkan oleh S. Aureus IE (Gambar 71-3F.) (Gambar 71-3C.). Roth spot jarang terjadi (kurang dari 5% dari kasus IE), perdarahan retina berbentuk oval dengan pusat pucat dekat disc optik (Gambar 71-3D.) GAMBAR 71-3. A. konjungtiva petechiae. (hak cipta 2005 bupati dari Universitas California. Semua hak dilindungi. Digunakan dengan izin.) B. petekie ruam di leher karena S. Aureus. (dari Scheld W. Dalam: atlas penyakit menular. manifestasi eksternal dari infeksi sistemik Philadelphia:. obat saat ini, inc Copyright 1997. Digunakan dengan izin.) C. Splinter perdarahan. (Dari Masoudi F, Chambers H. Dalam: Atlas penyakit menular.. Infeksi kardiovaskular Philadelphia obat sekarang, inc Copyright 1998. Digunakan dengan izin..) D. Roth spot. (dari Barg N, Graham B, Gregg C, et al pada:. atlas penyakit menular. Manifastasi eksternal infeksi sistemik Philadelphia obat sekarang, inc Copyright 1997. Digunakan dengan izin) node E. Osler ini kaki. (Dari Schled W. Dalam: atlas penyakit menular: manifestasi eksternal dari infeksi sistemik Philadelphia obat sekarang Inc hak cipta 1997. Digunakan dengan izin....) Lesi Janeway F. (dari Opal S, Zinner S. Dalam: atlas penyakit menular : manifestasi eksternal dari infeksi sistemik Philadelphia sekarang, inc Copyright 1997. Digunakan dengan izin) Studi Laboratorium Kultur darah adalah tes laboratorium yang penting untuk diagnosis dan pengobatan IE. Biasanya, pasien dengan IE memiliki konsistensi bakteremia yang rendah, dengan sekitar 80% dari kasus memiliki kurang dari 100 CFU / mL dalam aliran darah. Hasil kultur sangat penting untuk menentukan terapi yang paling tepat. Tiga set darah sebagai sampel harus diambil dalam 24 jam pertama untuk menentukan agen etiologi. Sekitar 90% dari dua kultur akan menghasilkan hasil positif. Jika kultur darah yang positif tidak diperoleh dari pasien yang diduga mengidap IE, laboratorium mikrobiologi harus melakukan monitoring terhadap pertumbuhan organisme hingga 1 bulan. Alat yang sangat penting membantu dalam diagnosis IE adalah echocardiogram. Alat ini digunakan untuk memvisualisasikan vegetasi.Dua metode echocardiogram yang digunakan: transthoracic (TTE) dan transesophegeal (TEE). TTE telah digunakan sejak tahun 1970-an. Namun, hal itu kurang sensitif (58% sampai 63%) daripada TEE (90% sampai 100%). Meskipun TEE yang dinyatakan lebih sensitif, penggunaan TTE untuk pasien yang diduga memiliki IE pada katup jantung biasanya masih digunakan. TEE dapat digunakan sebagai tes sekunder untuk pasien yang TTE negatif dan pasien dengan kecenderungan klinis yang tinggi mengidap IE. Selain itu, TEE sering digunakan pada pasien dengan penyakit yang rumit, termasuk sisi kiri IE, katup buatan, atau ekstensi perivalvular dari vegetasi. Echocardiograms juga mungkin digunakan untuk menilai kebutuhan pembedahan atau untuk menentukan kemungkinan sumber emboli. Tes nonspesifik tambahan untuk IE mungkin dilakukan. Tes tersebut meliputi parameter hematologi untuk menentukan apakah diagnosis dari IE bergantung pada presentasi klinis ataupun hasil laboratorium dan echocardiograms. ❷ ❸ ❹ Presentasi Klinis IE Gejala Demam Kedinginan Keringat malam Kelelahan Dispnea Berat badan menyusut Myalgia atau arthralgia Tanda Demam adalah tanda yang paling umum dari IE Memperbaharui atau mengubah murmur jantung Fenomena embolic (emboli mempengaruhi jantung, paru-paru, perut, atau ekstremitas) Manifestasi kulit (misalnya, perdarahan petechiae, sempalan, Osler node, lesi Janeway) Splenomegali Clubbing ekstremitas Tes laboratorium Kultur darah adalah penilaian laboratorium yang paling penting untuk bakteremia persisten, yang terjadi umumnya pada IE. Minimal tiga set kultur darah harus dikumpulkan selama 24 jam pertama. Tes Hematologi untuk anemia (normokromik, normositik) Menghitung kemungkinan peningkatan WBC pada penyakit akut tetapi bisa normal di subakut IE. Temuan nonspesifik seperti trombositopenia, peningkatan laju endap darah atau protein Creaktif, dan urinalisis abnormal (yaitu, proteinuria atau mikroskopis hematuria) Tes Diagnostik lainnya Ekokardiogram (TTE atau TEE) harus dilakukan pada setiap pasien dengan dugaan IE untuk mendeteksi keberadaan vegetasi. Anemia, terjadi pada mayoritas pasien. Jumlah sel darah putih (leukosit) mungkin meningkat, terutama pada penyakit akut. Sedangkan, dalam infeksi subakut, jumlah leukosit dipastikan normal. Tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) mungkin juga diperoleh untuk menentukan adanya peradangan, meskipun tes ini sangat spesifik dan hampir selalu meningkat pada IE. KRITERIA DIAGNOSTIK Umum Pasien biasanya mengalami tanda atau gejala yang nonspesifik dan bervariasi Diagnosis definitif IE terdiri dari biopsi atau kultur langsung dari spesimen patologis endokardium. Namun, ini akan menjadi tes yang sangat invasif. Oleh karena itu, diagnosis IE bergantung pada presentasi klinis serta laboratorium dan hasil ekokardiogram. Untuk memandu diagnosis klinis ini, ketentuan telah dibentuk untuk menilai mayor dan minor kriteria untuk IE (Tabel 71-2A). Tergantung pada jumlah pasien yang menunjukan kriteria mayor atau minor, pasien tersebut akan diklasifikasikan sebagai penderita penyakit tertentu atau mungkin endokarditis atau menolak diagnosis IE (Tabel 712B). ORGANISME PENYEBAB Bakteri gram positif adalah organisme paling umum yang menyebabkan IE. Spesies Streptococcus dan staphylococci adalah penyebab utama dari lebih 80%. Spesies streptococcus yang viridans merupakan patogen utama di IE. Namun, baru-baru ini, staphylococci telah meningkat dalam prevalensinya sebagai organisme penyebab penyakit. Gram positif lainnya, gram negatif, organisme yang tidak spesifik, dan jamur yang kurang umum dalam menyebabkan penyakit IE tetapi masih harus dipertimbangkan dalam populasi pasien tertentu. Streptococcus Streptokokus menyebabkan IE. Sekelompok spesies yang paling sering disebut adalah kelompok viridans streptococci. Yang paling umum dari kelompok ini adalah S. salivarius, S. mutans, S. mitus, dan S. sanguis. Kelompok bakteri ini, dianggap flora normal pada mulut manusia seperti α-hemolitik, dan biasanya, laboratorium klinik mikrobiologi tidak dapat membedakan spesies yang tepat. Organisme ini dapat menyebabkan bakteremia pada gigi, yang dapat mengarah pada pengembangan resiko IE pada pasien. Kelompok viridans streptococci juga menjadi kelompok dominan yang bersifat patogen terkait dengan katup mitral prolaps dan katup asli pada anak-anak. Spesies streptokokus lain yang umumnya terkait dengan IE adalah S. bovis, diklasifikasikan sebagai kelompok D streptokokus yang ditemukan di saluran pencernaan. Namun, karena kesamaan dari streptokokus tersebut, termasuk kecenderungan mikrobiologisnya, pengobatannya sama tidak bergantung pada jenis spesiesnya. Infektif Endokarditis yang disebabkan oleh streptokokus ini biasanya memiliki perjalanan klinis subakut. Angka kesembuhannya saat ini mencapai lebih dari 90% kecuali jika terjadi komplikasi, yang merupakan kasus di lebih dari 30% dari pasien. Mayoritas viridans streptokokus sangat rentan terhadap penisilin, dengan sebagian besar strain memiliki konsentrasi hambat minimum (MIC) kurang dari 0,125 mcg / mL. Organisme dengan penurunan peningkatan kerentanan. Oleh karena itu, kerentanan antibiotik perlu dikaji untuk menentukan jenis pengobatan yang paling tepat. Staphylococcus Endokarditis staphylococcal yang semakin lazim, menyebabkan minimal 20% sampai 30% dari semua kasus IE, dengan mayoritas (80% -90%) terjadi karena S. aureus (juga dikenal sebagai koagulasepositif staphylococcus). Peningkatan staphylococci telah dikaitkan terutama untuk perluasan penggunaan kateter vena, penggantian katup lebih sering, dan peningkatan IVDU. Coagulase-negatif staphylococcus (CNS) juga menyebabkan IE. Namun, organisme ini biasanya menginfeksi katup prostetik atau catheters. Sejarahnya S. aureus dianggap sebagai community-acquired. Namun, baru-baru ini, hampir setengah kasus berasal dari infeksi nosocomial. TABEL 71-2.Kriteria Duke dimodifikasi untuk IE 2A. Definisi Kriteria Duke Modified Kriteria utama (Mayor) Kultur darah positif untuk IE Mikroorganisme khas konsisten dengan IE dari dua kultur darah yang terpisah : Streptococcus viridans, Streptococcus bovis, kelompok HACEK, Staphylococcus aureus, atau komunitas yang didapat enterococci tidak adanya focus utama, atau Mikroorganisme konsisten dengan IE dari kultur darah terus-menerus positif, didefinisikan sebagai berikut: Setidaknya dua budaya positif dari sampel darah yang diambil lebih besar dari 12 jam terpisah, atau Semua dari tiga atau mayoritas empat budaya yang terpisah dari darah (dengan sampel pertama dan terakhir diambil setidaknya 1 jam terpisah) Kultur darah positif tunggal untuk Coxiella burnetii atau antiphase Saya IgG antibodi titer lebih besar dari 1: 800 Bukti keterlibatan endocardial Ekokardiogram positif untuk IE [TEE direkomendasikan pada pasien dengan katup prostetik, dinilai setidaknya "mungkin IE" dengan kriteria klinis, atau IE yang rumit (abses paravalvular) TTE sebagai ujian pertama pada pasien lain], didefinisikan sebagai berikut: Massa intra kardiak berosilasi pada katup atau mendukung struktur, di jalur regurgitasi, atau bahan ditanamkan dalam ketiadaan penjelasan anatomi alternatif, atau Abses, atau Dehiscence parsial baru dari katup prostetik Regurgitasi valvular yang baru Kriteria minor Predisposisi, predisposisi kondisi jantung atau injeksi penggunaan narkoba Demam, suhu lebih besar dari 38°C Fenomena vaskular, emboli arteri utama, infark paru septik, aneurisma mikotik, perdarahan intrakranial, konjungtiva perdarahan, dan lesi Janeway Fenomena imunologi : glomerulonefritis, node Osler, Roth spots, dan faktor rheumatoid Bukti mikrobiologis : Kultur darah positif tetapi tidak memenuhi kriteria utama atau bukti serologis infeksi aktif oleh organisme penyebab IE. 2B. Kriteria Duke dimodifikasi untuk Diagnosis Infektif Endokarditis Suspek diduga IE : Kriteria patologis 1. Mikroorganisme yang ditunjukkan oleh kultur atau pemeriksaan histologis dari vegetasi yang telah mengalami emboli, atau intrakardial specimen abses, atau 2. Lesi patologis; vegetasi atau intrakardial abses dikonfirmasi dengan pemeriksaan histologi menunjukkan endokarditis aktif Kriteria klinis 1. Dua kriteria utama, atau 2. Salah satu kriteria utama dan tiga kriteria minor, atau 3. Lima kriteria minor Kemungkinan IE 1. Salah satu kriteria utama dan satu kriteria minor, atau 2. Tiga kriteria minor Bukan IE 1. Diagnosis alternatif Firm menjelaskan bukti endokarditis infektif, atau 2. Resolusi sindrom endokarditis infektif dengan terapi antibiotik kurang dari atau sama dengan 4 hari, atau 3. Tidak ada bukti patologis dari endokarditis infektif pada operasi atau otopsi, dengan terapi antibiotik kurang dari atau sama dengan 4 hari, atau Tidak memenuhi kriteria untuk kemungkinan endokarditis infektif, seperti di atas Kunci untuk menentukan pasien manapun yang terinfeksi S.aureus adalah peningkatan risiko perkembangan penyakit IE. S. aureus juga dapat menginfeksi katup jantung normal (tidak ada sebelumnya terdeteksi penyakit katup) di sepertiga kasus. Oleh karena itu, sangat penting untuk menilai pasien secara memadai untuk identifikasi adanya vegetasi. Setiap katup jantung mungkin akan terpengaruh. Namun, ketika katup mitral atau aorta yang terlibat, itu sering menyebabkan infeksi sistemik yang luas dengan tingkat kematian sekitar 20%-65%. Ketika menangani infeksi endocarditis yang disebabkan oleh S.aureus, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah ada resistensi terhadap metisilin, lokasi/letak dari bagian yang terinfeksi (bagian kiri atau kanan), keberadaan katup prostetik, dan riwayat IVDU. Meskipun resistensi yang signifikan dari penisilin yang tahan terhadap penisilinase (seperti metisilin dan nafsilin), kebanyakan isolate tetap sensitive terhadap vancomysin. Bagaimana pun juga, masih ada peningkatan angka kejadian dari S.aureus yang kurang sensitive terhadap vancomysin, termasuk resistensi secara intermediet atau pun sepenuhnya resisten. Untungnya, pada saat ini hal itu tidak cukup untuk mempengaruhi pilihan antibiotik secara empiris. Laporan kerentanan harus dikaji untuk memastikan aktivitas antibiotik. Organisme koagulase-negatif yang dominan menyebabkan IE diantaranya adalah S. epidermidis. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, terdapat sebuah peningkatan isolasi spesies koagulasenegatif lain (S. lugdunensis). Biasanya, IE yang disebabkan oleh coagulase-negative memiliki kecenderungan subakut dengan banyak sekali komplikasi. Pengobatan (dengan atau tanpa intervensi bedah) biasanya berhasil. Di sisi lain, S. lugdunensis menghasilkan infeksi lebih ganas dan meskipun dengan kerentanan antibiotik yang sama, memiliki angka kematian lebih tinggi. Ketika menangani infeksi endocarditis yang disebabkan oleh S.aureus, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah ada resistensi terhadap metisilin, lokasi/letak dari bagian yang terinfeksi (bagian kiri atau kanan), keberadaan katup prostetik, dan riwayat IVDU. Meskipun resistensi yang signifikan dari penisilin yang tahan terhadap penisilinase (seperti metisilin dan nafsilin), kebanyakan isolat tetap sensitiv terhadap vancomysin. Bagaimana pun juga, masih ada peningkatan angka kejadian dari S.aureus yang kurang sensitiv terhadap vancomysin, termasuk resistensi secara intermediet atau pun sepenuhnya resisten.Untungnya, pada saat ini hal itu tidak cukup untuk mempengaruhi pilihan antibiotik secara empiris. Laporan kerentanan harus dikaji untuk memastikan aktivitas antibiotik. Organisme koagulase-negatif yang dominan menyebabkan IE diantaranya adalah S. epidermidis. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, terdapat sebuah peningkatan isolasi spesies koagulasenegatif lain (S. lugdunensis). Biasanya, IE yang disebabkan oleh koagulase-negatif memiliki kecenderungan subakut dengan banyak sekali komplikasi. Pengobatan (dengan atau tanpa intervensi bedah) biasanya berhasil. Di sisi lain, S. lugdunensis menghasilkan infeksi lebih ganas dan, meskipun dengan kerentanan antibiotik yang sama, memiliki angka kematian lebih tinggi. Enterococcus Enterococcus adalah flora normal pada saluran pencernaan manusia dan kadang-kadang ditemukan di uretra anterior. Menurut sejarah, enterococci dianggap bagian dari genus Streptococcus tapi sekarang dipisahkan meskipun memiliki kesamaan, seperti kelompok klasifikasi D dan penyebab penyakit subakut. Pasien yang sering terkena adalah laki-laki yang lebih tua yang telah menjalani manipulasi genitourinari atau perempuan muda yang telah melahirkan. Meskipun enterococci merupakan penyebab yang kurang umum dari IE, ada dua spesies dominan yaitu E.faecium dan E.faecalis. E.faecalis adalah yang paling umum dan strain yang lebih rentan. Namun, keseluruhan enterococci lebih resisten intrinsik, dengan enterococci IE mewakili salah satu dari sebagian besar infeksi gram positif yang bermasalah untuk pengobatan dan penyembuhan. Seringkali, enterococci menunjukan resistensi terhadap beberapa antibiotik, termasuk penisilin, vankomisin, aminoglikosida, dan beberapa agen baru (misalnya, linezolid atau quninupristin/dalfopristin). Organisme Gram Negatif Gram negatif IE jauh kurang umum (sekitar 2% -4%) tetapi biasanya jauh lebih sulit untuk diobati daripada infeksi gram positif. Organisme yang sulit ditangani, seperti Kelompok HACEK, cenderung dilihat paling umum, menyebabkan 3% semua IE. Kelompok ini terdiri dari Haemophilus spp. (terutama H.paraphrophilus, H.parainfluenzae, dan H.aphrophilus),Actinomycetemcomitans Actinobacillus, Cardiobacterium hominis, Eikenella corrodens, dan Kingella kingae. Presentasi Klinis IE oleh organisme ini adalah subakut, dengan sekitar 50% dari pasien menyebabkan komplikasi. Komplikasi ini terutama disebabkan adanya vegetasi gembur dan banyak emboli dan pengembangan gagal jantung kongestif akut yang sering membutuhkan penggantian katup. Hal ini penting untuk memungkinkan kultur membutuhkan waktu inkubasi (2-3 minggu) dalam urutan untuk memisahkan organisme ini. Seringkali organisme ini mungkin tidak terisolasi kultur dan dengan demikian hadir sebagai kultur-negatif IE. Organisme gram negatif lainnya, seperti Pseudomonas spp., telah dicatat untuk menyebabkan IE, terutama di IVDUs dan pasien dengan katup prostetik. Selain itu, IE disebabkan oleh Salmonella spp., Escherichia coli, Citrobacter spp., Klebsiella spp., Enterobacter spp., Serratia marcescens, Proteus spp. dan Providencia spp. juga telah dilaporkan. Gram negatif IE biasanya memiliki prognosis buruk dengan tingkat kematian tinggi (setinggi 83%). Pengobatan biasanya terdiri dosis tinggi terapi kombinasi, dengan penggantian katup sering menjadi suatu keharusan pada banyak pasien. Kultur Negatif Kultur darah negatif tercatat sekitar 5% kasus IE yang terkonfirmasi, seringkali menyebabkan penundaan diagnosis dan pengobatan. Sebelumnya dilakukan sterlisasi dari penggunaan antibiotik, penyakit subakut, pertumbuhan yang lambat dari organisme kritis, endokarditis nonbakterial (misalnya, jamur atau infeksi parasit intraseluler), endokarditis noninfective, atau komponen yang tidak tepat dari kultur darah. Jika organisme non bakteri atau organisme yang sulit diduga, pengujian tambahan penting. Pilihan rejimen pengobatan tergantung pada sejarah dan faktor risiko pasien. Organisme Lainnya Banyak bakteri, termasuk basil gram positif, bakteri gram negatif yang tidak biasa, bakteri atipikal, dan anaerob, serta spirochetes, telah tercatat pada kasus IE. Namun, infeksi yang disebabkan oleh organisme ini jarang terjadi. Beberapa organisme yang lebih umum termasuk Legionella, Coxiella burnetii (demam Q), dan Brucella. Organisme ini jarang ditemukan pada pasien seperti pasien yang memiliki katup prostetik atau IVDUs. Pengobatan organisme ini sangat sulit, dan tingkat kesembuhan yang rendah. Oleh karena itu, konsultasi ke dokter spesialis penyakit menular sangat dianjurkan. Jamur Endokarditis fungal cukup jarang tetapi memiliki angka kematian yang signifikan, biasanya mempengaruhi pasien yang telah menjalani operasi jantung, penggunaan antibiotik spektrum luas yang berkepanjangan, memiliki penempatan kateter jangka panjang, immunocompromised, atau pada IVDs. Kelangsungan hidup tetap rendah, namun sekitar 15% dengan perkembangan yang positif (sekitar 30%) telah dilaporkan karena kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan. Prognosis buruk telah dikaitkan dengan vegetasi besar, kecenderungan untuk invasi organisme ke miokardium, emboli septik yang luas, antijamur dengan penetrasi yang buruk ke dalam vegetasi, dan racun yang rendah dilakukan rasioterapi dan kurangnya aktivitas membunuh dari antifungi tertentu. Dua organisme yang paling sering dikaitkan adalah Candida sp. dan Aspergillus sp. Kurangnya studi klinis membuat keputusan pengobatan yang sulit. Biasanya, kombinasi terapi dosis tinggi dalam hubungannya dengan pembedahan juga dibutuhkan. PERAWATAN Pertimbangan Terapi Perawatan dari IE rumit dan sulit. Banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas dari agen antimikroba melibatkan vegetasi. Vegetasi terdiri dari matriks fibrin (seperti yang dibahas sebelumnya) berada di lingkungan di mana organisme relatif bebas bereplikasi tanpa hambatan, sehingga kepadatan mikroba untuk mencapai konsentrasi yang sangat tinggi (109-1010 CFU/g). Ketika kepadatan organisme telah mencapai tingkat ini, organisme akan mengalami fase pertumbuhan statis. Faktor-faktor ini dalam jumlah yang besar akan menghambat pertahanan, serta kemampuan antimikroba untuk cukup membunuh. Hal ini sering terjadi terhadap β-laktam dan glikopeptida karena efektivitas mereka yang signifikan dipengaruhi oleh inokulum bakteri. Pemilihan agen antimikroba yang sesuai harus menggabungkan karakteristiknya seperti kemampuan untuk menembus ke vegetasi, kemampuan yang rendah dipengaruhi oleh inokulum bakteri yang tinggi untuk mencapai tingkat membunuh yang memadai. Untuk mencapai hal ini, antimikroba biasanya harus diberikan secara parenteral dengan dosis tinggi dan pengobatan diperpanjang selama 4 sampai 6 minggu (dalam banyak kasus). Karakteristik obat lainnya yaitu bakterisida dan aktivitas sinergis. Terapi Empiris Tujuan keseluruhan dari terapi ini adalah untuk membasmi infeksi dan meminimalkan /mencegah komplikasi. Pasien yang diduga IE harus dievaluasi, faktor risiko yang dapat memberikan indikasi organisme akan menyebabkan infeksi. Jika tidak ada faktor risiko dapat ditentukan dengan terapi pengobatan empiris terutama termasuk organisme gram positif. Secara umum, jika streptokokus dicurigai, pengobatan empiris digunakan penisilin dengan gentamisin. Namun, jika staphylococci atau enterococci yang dicurigai; pengobatan empiris harus terdiri dari vankomisin ditambah gentamisin. Hal ini penting untuk memantau respon pasien terhadap terapi dengan teliti dan kepercayaan diri untuk memastikan perawatan yang memadai. Studi Kasus Pasien Bagian 2 : Sejarah Medis, Pemeriksaan Fisik dan Tes Diagnostik PMH Tipe II diabetes mellitus sejak usia 48. Dia mengakui bahwa dietnya untuk mencegah diabetesnya agar terkontrol dengan baik. Penyakit arteri coroner Jantung pacu sejak tahun 1998 FH Ayah memiliki riwayat diabetes dan meninggal pada usia 72 dengan stadium akhir penyakit ginjal; ibunya meninggal pada usia 75 karena komplikasi dari patah pinggul. SH Merokok sekitar 1/2 bungkus rokok per hari. Membantah menggunakan alkohol obat-obatan terlarang. Meds Metformin 850 mg secara oral tiga kali sehari Sotalol 80 mg secara oral dua kali sehari Alergi: alergi obat tidak diketahui ROS Penurunan berat badan terbaru dari 5 lb, nafsu makan menurun, kelelahan yang signifikan × 2 minggu PE Tanda Vital: 168/89 mm Hg, P 88 denyut / menit, RR 19 napas / menit, T 38,5 ° C Kardiovaskular: takikardia ringan, murmur positif Abdomen: obesitas, lembut, tidak nyeri saat ditekan, nondistended; (+) Usus suara Labs Dalam batas normal, kecuali WBC = 16,4 × 103 sel / mm3 Mengingat informasi tambahan ini, apa penilaian Anda dari kondisi pasien? Mengidentifikasi rekomendasi pengobatan empiris untuk pasien ini. Apa informasi lain yang akan bermanfaat yang didapatkan? Terapi Spesifik American Heart Association baru-baru ini menerbitkan pedoman baru untuk pengelolaan IE, termasuk rekomendasi pengobatan khusus. Ringkasan pengobatan ini untuk organisme yang paling umum (streptokokus, stafilokokus, dan enterococci) disediakan dalam Tabel 71-3 melalui 716. Namun, untuk informasi lebih lanjut (termasuk dosis, panjang pengobatan, dll) untuk organisme ini atau organisme yang kurang umum, mengacu pada pedoman lengkap. Pedoman ini mencakup rejimen utama dan alternatif, ditunjukkan dalam tabel pengobatan beserta rekomendasinya. Streptococcus Kebanyakan isolate sangat rentan terhadap penisilin. Oleh karena itu, Penisilin G adalah pilihan tetap. Akan tetapi ceftriaxone bisa digunakan sebagai agen alternatif jika pasien dicurigai alergi atau resisten terhadap penisilin. Secara umum, lama pengobatan yaitu 4 minggu. Akan tetapi, pengobatan jangka pendek (2 minggu) dapat dilakukan pada pasien tanpa komplikasi karena strain penisilin yang sangat rentan pada extracardiac dan ceratinine clearance lebih dari 20ml/menit. Jika memilih terapi singkat gentamisin harus ditambahkan sebelumnya pada setiap pengobatan (2 minggu). Terapi yang direkomendasikan untuk kerentanan viridans streptococcus terhadap penisilin dijelaskan pada table 71-3. Peningkatan dari KHM penisilin (lebih besar dari 0.12 mcg/ml tapi kurang dari atau sama dengan 0,5 mcg/ml.) untuk jenis viridans streptococcus, dosis pengobatan ditingkatkan, dan disarankan pengobatan selama 4 minggu. Selain itu, terapi kombinasi dengan gentamisin dianjurkan selama 2 minggu pertama. Pada pasien alergi atau toleran baik terhadap beta lactam, vancomisin adalah pengobatan alternatif. Selain itu, pada pasien resisten strain viridans streptococcus (KHM-nya lebih besar dari 0,5 mcg/ml), pengobatan harus menggunakan agen antimikroba untuk enterococcal IE (antimicrobial yang tepat ditentukan dengan laporan dugaan sementara). Pasien dengan PVE yang disebabkan oleh kerentanan viridans streptococcus terhadap penicillin membutuhkan pengobatan 6 minggu dengan penisilin G atau ceftriaxone dengan atau tanpa gentamisin selama 2 minggu pertama terapi. Namun, jika organisme menunjukan kurang rentan terhadap penisilin (KHM-nya > 12 mcg/ml), kombinasi terapi dengan penisilin G atau ceftriaxone ditambah gentamisin harus diberikan selama 6 minggu. Vancomisin adalah pengobatan alternatif jika pasien alergi terhadap β-lactam (penisilin, sefalosporin, dll) Staphylococcus Penting untuk menentukan apakah isolate mudah resisten terhadap methicillin atau dan apakah pasien memiliki katup prostetik. Untuk pasien dengan tanpa materi protestik, pengobatan menggunakan methicillin sebaiknya menggunakan penisilin yang tahan penisilinase (nafcillin atau oxacillin) dengan atau tanpa gentamisin, dan untuk resisten terhadap methicillin, terapi sebaiknya menggunakan vancomycin. Terapi kombinasi dengan aminogliksida, ketika digunakan pada pasien ini, biasanya hanya diberikan selama 3 sampai 5 hari pertama terapi. Dengan tidak adanya bahan prostetik, beberapa pedoman pengobatan tidak merekomendasikan terapi kombinasi terhadap MRSA. Namun, banyak dokter dapat menggabungkan baik gentamisin atau rifampisin dengan vankomisin jika pasien tidak responsif dengan monoterapi. Meningkatkan resistensi stafilococci memerlukan penggunaan yang diperluas dari terapi alternatif. sebuah studi klinis terbaru menunjukkan bahwa daptomycin mungkin menjadi alternatif untuk terapi standar (yaitu, penisilinasetahan penisilin untuk MSSA atau vankomisin untuk MRSA) di staphylococcal. Food and Drug Administration (FDA), berdasarkan penelitian ini, telah menyetujui indikasi daptomycin untuk pengobatan sisi kanan IE atau bakteremia yang disebabkan oleh S. aureus. dosis yang direkomendasikan untuk indikasi ini 6 mg/kg per hari (kecuali penyesuaian ginjal diperlukan). Penelitian retrospektif lain melaporkan daptomycin aman dan ditoleransi dengan baik, dengan 77% dari pasien yang mencapai resolusi klinis. Selain itu, antibiotik lain, seperti linezolid dan quinupristin/dalfopristin, telah digunakan pada pasien yang tidak responsif terhadap terapi standar, meskipun mereka memiliki tingkat respons yang bervariasi. Terapi ini sering dicadangkan untuk pasien yang telah responsif terhadap terapi tradisional (misalnya, beta laktam atau vankomisin) atau organisme yang tetap rentan terhadap agen ini ketika resisten terhadap terapi tradisional. Untuk PVE staphylococcal, lama pengobatan meningkat secara signifikan, biasanya membutuhkan minimal 6 minggu. Untuk MSSA, penicillinase-tahan penisilin masih bekerja, serta vankomisin untuk MRSA. Namun, baik dengan rejimen, penambahan baik gentamisin pada 2 minggu pertama dan rifampin untuk masa pengobatan keseluruhan yang dianjurkan. Enterococcus Untuk enterococci, sangat penting untuk menentukan spesies dan kepekaan antibiotik. Jika organisme peka terhadap penisillin dan vancomycin, pengobatan dapat terdiri dari penisilin G dosis tinggi, ampisilin, atau vankomisin ditambah gentamisin. Lama pengobatan umumnya 4 sampai 6 minggu, dengan aminoglikosida digunakan selama adanya kasus. Sebagai perkembangan resistensi terhadap penisilin, ampisilin dan vankomisin tetap menjadi pengobatan pilihan. Ketika isolat menjadi resisten terhadap ampisilin, vankomisin tetap dianggap sebagai terapi pilihan. TABEL 71.3. Terapi Katup Endocarditis yang Disebabkan oleh Kerentanan Penisilin Terhadap Kelompok Streptococcus dan Streptococcus bovi. Regimen Rute dan Dosis Kristal natrium penisilin G atau natrium ceftriaxone 12-18 juta unit/24jam intravena baik terus menerus atau dalam 4 atau 6 kali dengan dosis terbagi yang sama 2g/24jam iv/im dalam 1 dosis Pediatric (anak-anak) : penicillin 200.000 unit/kg per 24 jam intravena dalam 4-6 kali dengan dosis terbagi yang sama ; ceftriaxone 100mg/kg per 24 jam iv/im dalam 1 dosis 12-18 juta unit / 24 jam intravena baik terus menerus atau dalam 6 kali dosis yang sama 2g/24 jam intravena atau intramuscular dalam dosis 1 kali - 3mg/kg per 24 jam dalam 1 kali dosis Dosis pediatric (anak-anak) : penisilin 200.000 unit/kg per 24 jam intravena dalam 4-6 kali dosis yang sama; ceftriaxone 100mg/kg per 24jam intravena atau intramuscular dalam 1 kali dosis; gentamisin 3 mg/kg per 24 jam intravena atau intramuscular dalam 1 kali dosis atau 3 kali dalam dosis yang sama Kristal natrium penisilin G atau natrium ceftiaxone atau gentamisin sulfat Vancomycin hidroklorida 30mg/kg per 24 jam intravena dalam 2 dosis terbagi tidak melebihi 2g/24jam kecuali bila konsentrasi dalam serum tidak tepat rendah Dosis pediatric (anak) : 40mg/kg per 24 jam intravena dalam 2-3 kali dosis yang sama Durasi (minggu) Rekomendasi Kekuatan IA IA 4 Keterangan Disukai di sebagian besar pasien usia 65 tahun atau lebih tua atau pasien dengan gangguan delapan fungsi saraf kranial atau fungsi ginjal 2 IB 2 minggu tidak dimaksudkan untuk pasien dengan penyakit jantung atau extracardiac abses atau untuk mereka dengan creatinine clearance kurang dari 20ml/menit, gangguan delapan fungsi saraf 86ranial atau fungsi ginjal, atau Abiotrophia, Granulicatella, atau Gemella. Infeksi : dosis gentamisin harus disesuaikan untuk mencapai konsentrasi tertinggi serum 3-4 mcg/ml dan konsentrasi terendah serum kurang dari 1mcg/ml saat penggunaan dosis dibagi 3; penggunaan nomogram untuk dosis tunggal. 4 IB Rekomendasi terapi vancomisin hanya untuk pasien yang tidak toleran penisilin atau ceftriaxone; dosis vankomisin harus disesuaikan untuk mendapatkan konsentrasi serum tertinggi 30-35 mcg/ml dan konsentrasi terendah dalam rance 1015mcg/ml. Konsentrasi hambat minimum kurang dari atau sama dengan 0.12 mcg/ml a. dosis rekomdasi untuk pasien dengan fungsi ginjal yang normal. b. dosis pediatric tidak boleh melebihi dari dewasa normal. c. obat lain berpotensi nefrotoksik (NSAID) harus digunakan dengan pengawasan pada pasien yang sedang terapi gentamisin. d. See Nicolau DP, Freeman CD, Belliveau PB. Berpengalaman dengan memberikan sehari sekali aminoglikosida pasa 2184 pasien dewasa. Kemoterapi antimikroba agen 1995; 39;650-655. e. Data untuk dosis sehari sekali aminoglikosida untuk anak-anak, tapi bukan data untuk pengobatan pada IE. f. Dosis vancomisin harus diberikan selama pengobatan paling sedikit 1 jam untuk mengurangi resiko alergi. g. IA, kesepakatan umum pada pengobatan yang efektif, berdasarkan data dari beberapa klinik; IB, kesepakatan umum pada pengobatan yang efektif, berdasarkan data dari pembelajaran. Jika isolate untuk bakteri yang resisten terhadap vankomisin, hal ini sangat penting untuk mengetahui spesies yang tepat karena beberapa pilihan pengobatan seperti quinupristin / dalfopristin, tidak aktif terhadap E. faecalis. Saat ini, pilihan pengobatan untuk enterococci yang telah resisten terhadap vankomisin (VRE) belum ada studi klinis atau riwayat pasien. Rekomendasi pengobatan untuk vankomisin resisten E. faecium termasuk linezolid atau quinupristin / dalfopristin selama minimal 8 minggu. Namun, agen yang lebih baru, seperti daptomycin, dapat memberikan pilihan lain untuk pengobatan baik spesies enterococci (E. faecium dan E. faecalis). Selain itu, pedoman menyarankan penggunaan cilastatin imipenem ditambah ampisilin atau ceftriaxone ditambah ampisilin untuk pengobatan E. faecalis dengan minimal 8 minggu terapi. Konsultasi dengan spesialis penyakit infeksi sangat dianjurkan. Studi Kasus Pasien Bagian 3 : Sejarah Medis, Pemeriksaan Fisik dan Tes Diagnostik Kultur darah Semua kultur darah positif untuk kelompok viridans streptococci. Labs Dalam batas normal. Gema 3-mm vegetasi pada katup trikuspid. • Mengingat informasi tambahan ini, adakah perubahan dalam penilaian Anda terhadap pasien? • Bagaimana Anda akan menyesuaikan pengobatan berdasarkan data baru ini? • Apa yang akan menjadi tujuan pengobatan Anda, termasuk pengobatan jangka panjang • Apa informasi lain yang akan bermanfaat untuk didapatkan? TABEL 71-4. Terapi untuk Endocarditis yang Disebabkan oleh Adanya Staphylococcus di Bahan Protestik Regimen Rute dan Dosis Durasi Rekomenda si 6 IA Keterangan Memperlihatkan rentan oxacillin Nafcillin atau oxacillin Dengan Penambahan gentamysinsulfate 12g/24 jam dalam IV dengan 46dosis terbagi yang sama 3mg/kg per 24 jam dalam IV/IM dengan 2 atau 3 dosis terbagi yang sama Dosispediatric : nafcillin atau oxacillin 200mg/kg per 24 jam dalam IV dengan 4-6 dosis terbagi yang sama; 3-5 hari Untuk masalah sisi kanan IE dan sisi kiri IE pengobatannya selama 6 minggu; untuk yang tidak rumit sisi kanan IE, pengobatannya selama 2 minggu. Manfaat klinis aminoglikosida belum di tetapkan Untuk alergi penisilin (tipe nonanaphylactoid) pasien : cefazolin gentamycin 3 mg/kg per 24 jam dalam IV/IM dengan 3 dosis terbagi yang sama 6g/24 jam dalam IV dengan 3 dosis terbagi yang sama 3mg/kg per 24 jam dalam IV/IM dengan 2 atau 3 dosis terbagi yang sama Dosis pediatric : cefazolin 100mg/kg per 24 jam dalam IV dengan 3 dosis terbagi yang sama; gentamycin 3mg/kg per 24 jam dalam IV/IM dengan 3 dosis terbagi yang sama Memperlihatkan oxacillin yang resisten Vancomycin 30mg/kg per 24 hydrocloride jam dalam IV dengan 2 dosis terbagi yang sama Dosis pediatric: 40mg/kg per 24 jam dalam IV dengan 2-3 dosis terbagi yang sama 6 IB Mempertimbangkanuji kulit untuk staphylococcus yang rentan dengan oxacillin dan ditanyakan riwayat penyakitnya langsung tipe hypersensitivitas terhadap penisilin; cephalosporin harus dihindari pada pasien dengan tipe anaphylactoid, hipersensitivitas terhadap β-laktam; vankomisisn harus digunakan dalam kasus ini Manfaat klinis aminog;ikosida belum di tetapkan 6 IB Menyesuaikan dosis vancomycin untuk mencapai I jam (puncak) dengan konsentrasi serum 30-45 mcg/mL dan palung konsentrasi dengan 10-15 mcg/mL (lihat teks untuk alternative vancomycin) Dengan Penambahan gentamycin sulfatee *Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan fungsi ginjal yang normal. *Penicillin G 24 juta unit/24 jam dalam IV di dosis terbagi yang sama dapat digunakan dengan nafsilin atau oxacillin regangan penisilin rentan (konsentrasi hambat minimumnya kurang dari atau sama dengan 0,1 mcg/mL) dan tidak menghasilkan β-laktam. *Gentamycin harus diberikan dengan dosis vancomycin, nafcillin atau oxacillin. *Dosis pediatric tidak boleh melebihi dosis orang dewasa yang normal. *Untuk menyesuaikan dosis tertentu dan isu-isu tentang vancomycin lihat catatan kaki table 71-3. *IA, kondisi dengan bukti dan / atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan berguna dan efektif, berdasarkan data dari beberapa bekas data acak klinis; IB, kondisi dengan bukti dan/atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan berguna dan efektif, berdasarkan data dari satu uji coba secara acak atau studi randomized. *Direproduksi, dengan izin dari AHA ilmiah pernyataan: infektif endocarditis. ©2005, American Heart Association. Organisme Gram Negatif Kelompok HACEK Identifikasi yang tepat terhadap isolate sangat penting pada IE gram negatif karena penentuan pengobatan tergantung pada organisme pada isolate. Terapi biasanya ditargetkan pada antibotik yang rentan. Kombinasi terapi (biasanya dengan penambahan aminoglycosida) umumnya sering digunakan. Misalnya pseudomonas sp. Diperlakukan dengan pemberian antipseudomonal (misalnya, piperasilin, sefepim, imipenem, dll) ditambah dosis tinggi aminoglikosida (biasanya tobramysin 8mg/kg per hari). Namun, dosis yang tepat dari antibiotik tergantung pada organisme terisolasi. Panjang pengobatan biasanya minimal 6 minggu. Untuk kelompok HACEK sulit untuk diisolasi, sering kali membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk identifikasinya. Jika salah satu dari organisme ini menjadi penyebab penyakit (misalnya, penyakit subakut, emboli, vegetasi besar, dll), penting untuk memulai pengobatan empiris yang tepat. Rejimen yang disukai adalah ceftriaxone (golongan cephalosporin generasi ketiga, atau keempat), diikuti oleh ampisilin dan sulbaktam. Namun, untuk pasien yang tidak toleran dengan perawatan ini, ciprofloxasin mungkin bisa digunakan. Panjang pengobatannya biasanya 4 minggu. TABLE 71–4. Terapi Endokarditis yang disebabkan oleh kehadiran Staphylococci Prostetik Material Regimen Dosis dan Rute Durasi (minggu) Rekomendasi Keterangan 12 g/24 jam secara IV 4-6 dosis terbagi yang sama 6 minggu atau lebih IB 900 mg per 24 jam secara IV/oral dalam 3 lebih dosis terbagi yang sama 6 minggu atau lebih 3mg/kg per 24 jam ssecara IV/IM dalam 2 atau 3 lebih dosis terbagi yang sama 2 Penicillin jam G 24 juta unit/24 terbagi dapat digunakan bersama nafcillin atau oxacilli penicillin cenderung rentan rentan (MIC kurang dari atau lebih dari 0.1 mcg/ /ml) dan tidak menghasilkan β- lactam; vancomycin harus di gunakan pada pasien langsung dengan jenis reaksi untuk antibiotic βlactam (lihat table 71.3 untuk panduan dosis); cefazolin bias diganti dengan nafcillin atau oxacillin pada pasien tidak langsung dengan reaksi hipersensitivitas terhadap jenis penicillin IB Penggunaan vankomisin Kecenderungan rentan Oxacillin Nafcillin atau Oxacillin Ditambah Rifampin Ditambah Gentamisin Sulfat Dosis pediatric : Nafcillin atau oxacillin 200mg/kg per24 jam secara IV dalam 4-6 dosis terbagi yang sama Rifampin 20mg/kg per 24 jam secara IV/PO dalam 3 dosis terbagi yang sama Gentamisin 3mg/kg per 24 jam dalam 3 dosis terbagi yang sama Kecenderungan Resistens Oxacillin Vancomycin 39mg/kg per 24 jam secara 6 minggu Hidroklorida IV dalam 2 dosis terbagi yang sama atau lebih Ditambah Rifampin 900mg/24 jam secara IV/IPO dalam 3 dosis terbagi yang sama 6 minggu atau lebih 3mg/kg per 24 jam secara IV/IM dalam 2 atau 3 dosis terbagi yang sama 2 Ditambah Gentamisisn Sulfat untuk mencapai 1 jam(puncak) konsentrasai serum30-45 mcg/ml dan konsentrasi palungnya 10-15 mcg/ml Dosis Pediatric : Vancomycin 40mg/kg per 34 jam secara IV dalam dua atau 3 dosis terbagi yang sama Rifampin 20mg/kg per 24 jam secara IV/PO dalam 3 dosis terbagi yang sama (sampai dosis dewasa) Gentamisin 3mg/kg per 24 jam secara IV/IM dama 3 dosis terbagi yang sama a Dosis yang dianjurkan adalah untuk pasien dengan fungsi ginjal normal Gentamisin harus diberikan bersama vankomisin , nafsilin , atau dosis oksasilin c Dosis pediatrik tidak boleh melebihi dari orang dewasa normal d IB, Kondisi dengan bukti dan / atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan berguna dan efektif , berdasarkan data dari uji coba secara acak tunggal atau studi nonrandomized b Kultur Negatif Pengobatan untuk kultur negative IE menghadirkan dilema yang signifikan. Rejimen terapi dipandu oleh organisme terisolasi tertentu. Ketika kultur gagal untuk mengidentifikasi organisme spesifik, keputusan mengenai pengobatan harus mencakup organisme penyebab yang paling umum. Jika pasien tidak responsive terhadap pengobatan awal, kemudian penambahan cakupan atau organisme kurang umum perlu diwaspadai. Seorang spesialis penyakit menular harus memberikan konsultasi terhadap seorang pasien yang mengidap tipe infeksi ini. Jamur Pengobatan IE yang disebabkan oleh jamur ini penanganannya sangat sulit. Ada kekurangan yang signifikan dari studi ini, untuk mengidentifikasi dan merekombinasikan terapi pengobatan yang paling umum. Pada saat ini, ampotericin B adalah terapi pengobatan yang paling umum. Namun, operasi penggantian katup sering di anggap sebagai terapi tambahan. Terapi antijamur intravena memerlukan dosis tinggi selama minimal 8 minggu. Pemberian obat golongan azoles secara oral (flukonazol) digunakan sebagai terapi supresif jangka panjang untuk mencegah kekambuhan. Peran yang paling tepat dari beberapa antijamur baru, belum diketahui (Voriconazole dan caspofungin) TABLE 71-6 Terapi untuk native-katup atau prostetik katup endokarditis enterococal disebabkan oleh strain rentan terhadap penicillin, gentamicin dan vankomicin Regimen Dosis dan Rute Durasi (minggu) Rekomendasi Keterangan Ampicillin natrium atau 4-6 IA katup asli: 4-minggu terapi dianjurkan untuk pasien Kristal air penicillin G 18-30 juta unit/24 natrium ditambah jam IV berkelanjutan atau terbagi dalam 6 dosis 4-6 IA prostetik katup atau jantung prostetik lainnya bahan: minimal 6 minggu terapi direkomendsasikan Gentamisin sulfate 4-6 IB pasien hanya direkomendasikan terapi vankomisin dua dosis tidak dianjurkan penicillin atau ampicillin 6 minggu terapi vankomisin direkomendasikan karena penurunan aktivitas hatinya tdak entercocci Vankomisin hidroklorida ditambah gentamisin sulfat 12 g/24 jam IV terbagi dalam 6 dosis 3 mg/kg per 24 jam IV terbagi dalam 3 dosis dosis pediatrik : ampicillin 300 mg/kg per 24 jam IV terbagi dalam 4-6 dosis; pencillin 300,000 unit/kg per 24 jam IV terbagi dalam 4-6 dosis; gentamisin 3 mg/kg per 24 jam IV/IM terbagi dalam 3 dosis 30 mg/kg per 24 ja IV terbagi dalam dua dosis 3 mg/kg per 24 jam IV/IM terbagi dalam 3 dosis dosis pediatrik: vankomisin 40 mg/kg per 24 jam IV terbagi dalam 2 atau 3 dosis; gentamisin 3 mg/kg per 24 jam IV/IM terbagi dalam 3 dosis 6 6 *Dosis yang dianjurkan adalah untuk pasien dengan fungsi ginjal normal. *Dosis gentamisin harus disesuaikan untuk mencapai konsentrasi serum puncak 3-4 mcg/mL dan konsentrasi terendah kurang dari 1 mcg/mL pasien dengan bersihan kreatinin kurang dari 50 Ml/minute harus diperlakukan dengan berkonsultasi dengan spesialis penyakit menular. *Dosis pediatrik tidak boleh melebihi dari orang dewasa normal *Lihat tabel 71-3 untuk dosis yang tepat dari vankomisin *IA,kondisi dengan bukti dan/atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan berguna dan epektif, berdasarkan data dari multiple uji klinis acak; IB, kondisi dengan bukti dan/atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan berguna dan epektif, berdasarkan data dari uji coba secara aak tunggal atau studi nonrandomzed. Studi Kasus Pasien Bagian 4: Tambahan Laboratorium Laporan Kerentanan Obat Penisilin Ceftriaxone Vancomycin MIC (mcg/mL) 0,25 0,125 Kurang dari 1 Mengingat informasi tambahan ini, adakah perubahan dalam penilaian Anda terhadap pasien? Apakah Anda perlu menyesuaikan aturan pengobatan Anda berdasarkan data ini? Akankah tujuan pengobatan Anda berhasil, terutama masa pengobatan, adakah perubahan? staphylococci, organisme gram negatif, dan jamur) sering pasien yang mengalami hemodinamik (tekanan darah, denyut jantung, tekanan arteri pulmonalis, dll) digunakan untuk menentukan kapan intervensi bedah dibenarkan. Meskipun penanganan medis dan penyembuhan yang memadai, sejumlah besar orang yang mengidap endokarditis katup yang belum mengalami pembedahan membutuhkan operasi penggantian katup. Keterlibatan aorta dianggap indikasi untuk operasi lebih dari 70% dari pasien dengan PVE. Studi Kasus Pasien Bagian 5: Membuat Rencana Perawatan Pembedahan Intervensi bedah telah menjadi terapi integral dalam kombinasi dengan manajemen farmakologis dari IE. Penggantian katup adalah intervensi dominan, dan digunakan dalam minimal 25% untuk kasus IE. Pembedahan dapat diindikasikan jika pasien memiliki infeksi yang belum terselesaikan, terapi antimikroba tidak efektif (sering dikaitkan dengan jamur IE), lebih dari satu episode emboli serius, refraktori gagal jantung kongestif, disfungsi katup signifikan, aneurisma mikotik membutuhkan reseksi, komplikasi lokal (perivalvular atau abses miokard), atau infeksi katup buatan terkait dengan patogen yang menunjukkan resistensi antimikroba yang lebih tinggi (misalnya, profilaksis umumnya direkomendasikan pada pasien yg memang mempunyai resiko. Meskipun cara ini memang belum jelas dan belum direkomendasikan, diperkirakan jika antibiotik ini diberikan sebagai terapi maka jumlah bakteri dalam darah akan menurun dan mencegah pembelahan sel pada bakteri yg berada pada katup jantung. Ini dianjurkan untuk pasien yg mengalami masalah pada penyakit lain misalnya kelainan jantung bawaan, rematik jantung atau penyakit lainnya yg berhubungan dengan disfungsi katup jantung, pasien dengan kondisi ini dianggap mempunyai resiko yg lebih tinggi terkena IE, selain ini tidak ada lagi cara pencegahan bagi pasien. Bakteri ini dapat disebabkan oleh banyak operasi gigi dan bedah, semua operasi gigi menyebabkan Berdasarkan informasi pasien, membuat rencana perawatan untuk pengelolaan IE nya. Pastikan untuk menyertakan (1) pernyataan mengenai persyaratan pengobatan dan / atau mungkin masalah, (2) tujuan terapi, (3) rencana-pasien tertentu, termasuk rencana pencegahan, dan (4) tindak lanjut rencana untuk menilai apakah tujuan telah dipenuhi dan untuk menentukan apakah pasien mengalami efek samping. Pencegahan Pada kondisi tertentu penyakit jantung ini sementara dikaitkan pada infeksi bakteri dalam upaya pencegahan perkembangannya, pengobatan luka pendarahan pada gigi yg menyebabkan bakteri ini dapat masuk kedalam aliran darah. Jenis utama bakteri penyebab ini adalah jenis “Viridans Streptococci” yang ditargetkan pada pencegahan IE. Pedoman “American Heart Association” menyarankan penggunaan antibiotik pada setiap bedah gigi, mulut, sistem respirasi, dan perut. Yang sudah dicantumkan pada tabel 71-7, asosiasi ini menyarankan penggunaan antibiotik oral atau intravena sebelum kegiatan pembedahan dilakukan. Pemilihan antibiotik untuk oral biasanya didahulukan golongan Penicillin dengan Clindamycin untuk pasien yg alergi Penicillin. Penicillin (misalnya. Amoxillin atau ampicillin) merupakan agen utama, dengan penambahan Gentamicin pada pasien beresiko tinggi, atau Vankomicin untuk pasien alergi penicillin, kedua dosis profilaksis tidak dianjurkan. Namun, jika infeksi berkembang dibagian tersebut, maka diperlukan antibiotik tambahan (menurut jalur terapinya). TABEL 71-7. Regimen Profilaksis untuk Dental, Oral, Saluran Pernapasan,dan Prosedur Esofageal Situasi Terapi Antibiotik Dosis Standar Pencegahan Amoxicillin Dewasa 2g, Anak 50mg/bb oral, 1 jam sebelum pembedahan Dewasa 2g Intramuscular atau Intravena, Anak 50mg/bb, 30 menit sebelum Pembedahan Pasien Alergi Penisillin Clindamisin/Cephalexin/ cefadroksil/azitromisin Dewasa 600 mg, anak 20mg/kg, oral, 1 jam sebelum pembedahan Dewasa 2g, anak 50mg/kg Pada pasien alergi Penisilin dan Clindamisin / Cefalozin Tidak dapat menggunakan obat oral HASIL EVALUASI Hasil pengamatan ini adalah krisis infeksi serius untuk mencegah komplikasi , mencegah perkembangan resistensi dan menurunkan tingkat kematian. Dilakukan penilaian rutin terhadap tandatanda klinis dan gejala, serta tes laboratorium (yaitu kultur darah yang berulang-ulang), pengujian mikrobiologis dan konsentrasi obat serum harus dilakukan. Tanda dan gejala resolusi biasanya terjadi dalam beberapa hari hingga seminggu dalam banyak kasus. Memantau pasien setiap hari apabila terjadinya demam, serta tanda-tanda vital lainnya, dengan nilai normal diharapkan dalam waktu 2 sampai 3 hari memulai terapi antimikroba, tanda-tanda atau gejala peresisten bisa menjadi indikasi pengobatan yang tidak memadai atau terjadinya perkembangan resisten. Kultur darah adalah evaluasi pertama laboratorium untuk menilai respon terhadap terapi. Dilakukan dengan perawatan yang tepat, hasil yang diperoleh harus menunjukan nilai negative dalam waktu 3 sampai 7 hari. Kultur darah dilakukan jika pasien tidak menunjukan respon terhadap terapi atau menyelesaikan pengobatan untuk melakukan Dewasa 600 mg, anak 20mg/kg Intravena 30 menit sebelum pembedahan pemberantasan terhadap infeksi. Mengevaluasi semua hasil kerentanan yang di peroleh untuk menilai terapi antimikroba. Selain itu, pasien perlu diberitahukan tentang perlunya antibiotik propilaktik sebelum dilakukan proses pembedahan gigi untuk mencegah infeksi berulang. Ini sangatlah penting bagi pasien dengan faktor risiko yang mempengaruhi perkembangan IE, seperti katup prostetik jantung, cacat katup lainnya, atau IE sebelumnya. Mengembangkan proses selanjutnya untuk menentukan apakah pasien telah mencapai reaksi obat, yang mencakup tanda-tanda klinis atau gejala, kultur darah yang berulang-ulang, dan mungkin echocardiogram berulang, pengamatan juga harus dilakukan jika setiap pasien mengalami peristiwa merugikan. Hal ini harus dilakukan dalam beberapa minggu setelah penyelesaian terapi. KESIMPULAN Ketika dihadapkan dengan pasien endokarditis infektif, sangat penting untuk memiliki diagnosis yang akurat dan mengobati dengan tepat. Kematian dapat menjadi signifikan tergantung pada organisme dan komorbiditas pasien. Namun, hasil dapat ditingkatkan pengamatan rutin. melalui perawatan dan Pemantauan dan Evaluasi Pasien 1. Menilai gejala-gejala pasien dan hasil laboratorium untuk menetukan apakah terapi empiris efektif. Apakah menyembukah demam pada pasien? Apakah pasien WBC menurun? 2. Terdapat ulasan kultur mikrobiologik dan sensitifitas untuk menilai apakah rejimen antimikroba awal perlu disesuaikan? 3. Meninjau tes diagnostic tambahan untuk menentukan apakah penobatan mungkin diperlukan untuk mencegah/meminimalkan kompikasi (misalnya, emboli, gagal jantung kongestif). 4. Mengevaluasi konsentrasi obat serum terapi yang sesuai (misalnya vankomisin dan entamisin). 5. Menjaga kreatinin serum untuk membuat penyesuaian ginjal yang tepat dari antimikroba yang diperlukan. 6. Menilai setiap pengulangan kultur darah dan tanda-tanda vital untuk menentukan efektivitas pengobatan lanjutan. 7. Mengevaluasi pasien untuk terjadinya reaksi samping obatdan kemunginan alergi obat atau interaksi obat. 8. Perkembangan rencana jika pasien akan melanjutkan terapi dirumah. setelah penurunan suhu badan sampai normal, pasien dapat menyelesaikan terapi diluar rumah sakit dengan menerima antimikroba dari pusat rawat jalan infuse atau melalui agen kesehatan rumah. 9. Menindak lanjuti rencana perkembangan untuk untuk menilai resolusi infeksi setelah pasien telah menyelesaikan terapi. Penilaian dari setiap efek samping juga harus dilakukan saat ini. 10. Mengajari pasien tentang pentingnya minum antibiotik profilaksis sebelum dilakukan pembedahan gigi dalam upaya untuk mencegah terjadinya infeksi lain.stres berpotensi terjadinya komplikasi serta morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan IE dan mengambil tindakan pencegahan dapat meminimalkan atau mencegahnya. SINGKATAN – SINGKATAN CFU IE IVDUS MIC MSSA MRSA NBTE Endocarditis PVE TEE TTE : Colony-Forming Units : Infective Endocarditis : Intravenous Drug Users : Minimum Inhibitory Concentration : Methicillin-Sensitive S. Aureus : Methicillin-Resistant S. Aureus : Nonbacterial Thrombotic : Prosthetic Valve Endocarditis : Transesophageal Echocardiogram : Transthoracic Echocardiogram Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com Masuk ke situs web: www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk memperoleh informasi dalam melanjutkan pembelajaran bab ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN Baddour LM, Wilson WR, Bayer AS, et al. Infective endocarditis: Diagnosis, antimicrobial therapy, and management of complications.American HearS Association scientific statement. Circulation 2005;111:e394–433. Bayer AS, Bolger AF, Taubert KA, et al. Diagnosis and management of infective endocarditis and its complications. Circulation 1998; 98:2936–2948. Brouqui P, Raoult D. Endocarditis due to rare andfastidious bacteria.Clin Microbiol Rev 2001;14:177–207. Dajani AS, Taubert KA,Wilson W, et al. Prevention of bacterial endocarditis: Recommendations by the American Heart Association. JAMA 1997;277:1794–1801. Durack DT, Lukes AS, Bright DK. New criteria for diagnosis ofinfective endocarditis: Utilization of specific echocardiographic findings. Duke Endocarditis Service. Am J Med 1994;96: 200– 209. Fowler VG Jr, Scheld WM, Bayer AS. Endocarditis and intravascular infections. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, eds. Principles and Practice of Infectious Diseases. 6th ed. Philadelphia: Elsevier; 2005:975–1022. Hoen B. Special issues in the management of infective endocarditis caused by gram-positive cocci. Infect Dis Clin North Am 2002;16:437–452. Houpikian P, Raoult D. Blood culture-negative endocarditis in a reference center: Etiologic diagnosis of 348 cases. Medicine 2005;84:162– 173. Li JS, Sexton DJ, Mick N, et al. Proposed modifications to the Duke criteria for the diagnosis of infective endocarditis. Clin Infect Dis 2000;30:633–638. Mylonakis E, Calderwood SB. Infective endocarditis in adults. New Engl J Med 2001;345:1318–1320. Pierrotti LC, Baddour LM. Fungal endocarditis, 1995– 2000. Chest 2002;122:302–310. Sachdev M, Peterson GE, Jollis JG. Imaging techniques for diagnosis of infective endocarditis. Cardiol Clin 2003;21: 185–195 06 TUBERKULOSIS Charles A.Peloquin and Rocsanna Namdar OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. Membandingkan faktor resiko penyakit tuberkulosis aktif pada pasien berdasarkan usia, status imun, tempat kelahiran, dan waktu paparan pada kasus TB aktif 2. Mendesain, mengevaluasi, dan menilai rencana terapeutik yang sesuai untuk imunokompeten, imunokompresi kehamilan dan pasien pediatrik. 3. Menilai efektifitas dari terapi pasien tuberculosis 4. Mengutip nama-nama obat yang hampir terbiasa dapat menyebabkan hepatotoksisitas. 5. Memilih pasien untuk pemantauan terapi obat yang berharga.Mendesain, mengevaluasi, dan menilai regimen untuk pengobatan LTBI pada semua populasi pasien. 6. Mengidentifikasi parameter pemantauan labolatorium untuk pasien dalam pengobatan tuberkulosis. 7. Mendesain sebuah rencana terapeutik untuk pasien dengan tuberkulosis meningitis atau tuberkulosis osteomielitis. KONSEP UTAMA ❶ Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang umum terjadi di bumi dan yang dijadikan kontrol oleh banyak negara berkembang. Negara tersebut wajib memberikan bantuan baik medis maupun finansial untuk mengontrol penularan tuberkulosis secara global. ❷ Di US tuberkulosis tidak sebanding dengan etnik minoritas kulit putih, lebih besar mencerminkan transmisi secara terus menerus pada komunitas etnik minoritas. Penambahan pengawasan TB dan pengobatan pencegahan dibutuhkan dalam komunitas. ❸ Koinfeksi antara HIV dengan Tuberkulosis akan mempercepat progres dari kedua penyakit ini, sehingga membutuhkan diagnosa dan pengobatan dari kedua penyakit ini. ❹ Mikobacteria mempunyai pertumbuhan yang lambat dalam labolatorium, mereka membutuhkan cemaran media yang khusus dan inkubasi dalam waktu yang lama untuk diisolasi dan diidentifikasi. ❺ Tuberkulosis dapat menghasilkan tanda dan gejala apikal pada bayi, orangtua, dan inang imunokompresi jika progres terjadi lebih cepat pada pasien. ❻ LTBI ( Latent Tuberculosis Infection) dapat menyebabkan kelainan reaktivasi yang menahun, setelah terjadi infeksi primer. ❼ Pasien yang diduga menderita penyakit TB aktif harus diisolasi hingga tidak lagi menular, isolasi membutuhkan ruangan yang khusus “tekanan negative” untuk mencegah penyebaran tuberkulosis. ❽ Isoniazid dan Rifampin merupakan dua obat tuberkulosis. Apabila organismenya resisten terhadap kedua obat ini maka akan lebih sulit untuk diobati. ❾ Tidak ada penambahan obat tunggal untuk kekurangan regimen. ❿ DTO ( Directly Observed Treatment) seharusnya digunakan kapan saja untuk mengurangi kegagalan pengobatan dan pemilihan obat yang resisten. Diseluruh dunia, tuberkulosis dapat membunuh sekitar 2 miliyar orang setiap tahunnya oleh infeksi organisme ini. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis baik sebagai penderita LTBI atau sebagai penyakit aktif progresif, terakhir biasanya karena destruksi progresif dari paru-paru yang menyebabkan kematian pada semua pasien yang tidak menerima pengobatan. EPIDEMIOLOGI ❶ Sekitar satu dari tiga orang dibumi mengalami infeksi Mycobacteria tuberculosis. Distribusi yang kurang merata dengan insiden tertinggi terjadi si Asia selatan dan bagian Saharan Afrika. Di USA, sekitar 13 miliyar orang mengidap LTBI yang dibuktikan dengan tes kulit yang positif tetapi tidak disertai tanda dan gejala dari penyakit ini. Sekitar satu dari sepuluh pasien memiliki kesempatan terkena penyakit TB aktif selama hidup mereka, dengan faktor resiko terbesar selama dua tahun pertama setelah infeksi. Faktor Risiko Infeksi Lokasi Dan Tempat Lahir Di California, Florida, Illinois, New York, dan Texas menyumbang lebih dari 50% dari semua kasus TB pada tahun 2002, mencerminkan tingkat imigrasi tinggi ke negara-negara ini. TB paling lazim terjadi di daerah perkotaan besar, diperburuk oleh adanya kerumunan lingkungan imigran miskin. Dimana lebih dari setengah dari semua kasus di Amerika Serikat sekarang di temukan. Meksiko, Filipina, Vietnam, India, Cina, Haiti, dan Korea Selatan merupakan jumlah terbesar imigran ini. Mereka yang berhubungan dekat dengan pasien TB paru aktif paling mungkin untuk terinfeksi. Termasuk anggota keluarga, rekan kerja dan di tempat penampungan dan panti jompo. Ras, Etnis, Usia Dan Jenis Kelamin ❷ Di Amerika Serikat, insiden TB yang lebih banyak pada individu non kulit-putih. Pada tahun 2002, non-Hispanik menyumbang 30% dari semua kasus TB, diikuti oleh Hispanik 27%. Asia dan Pasifik Islanders menyumbang 22%, sedangkan kulit putih non-Hispanik menyumbang hanya 20% dari kasus TB baru. TB paling umum terjadi antara usia 25-44 tahun (35% dari semua kasus), diikuti oleh usia 45-64 tahun (28%) dan 65 tahun (21%). Koinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) HIV merupakan faktor risiko terpenting untuk TB aktif karena defisit kekebalan tubuh pasien dicegah dari awal infeksi. ❸ sekitar 10% pasien di Amerika Serikat terkena TB koinfeksi dengan HIV, dan kira-kira 20% pasien TB berusia 25-44 tahun terkena koinfeksi HIV. Pada umumnya, TB terkait HIV paling umum antara usia 25 tahun. Resiko lainnya terdapat pada individu yang terinfeksi TB dan HIV , yang penyebaran penyakitnya cepat. Studi Kasus Pasien, Bagian 1 HPI AF adalah seorang pria berusia 56 tahun yang hadir ke klinik medis mengeluh bahwa sejak 1 bulan ini mengalami batuk terus menerus yang telah menjadi produktif selama 2 minggu. Dia juga mengeluhkan rasa tidak enak, demam, berkeringat di malam hari, berat badan turun 6 kg selama 2 bulan. PMH Bebas insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM)- dikendalikan baik. Hipertensi (HTN) x 5 tahun- dikendalikan baik. FH Ibu dan ayah meninggal dalam MVA 10 tahun yang lalu 1 saudara laki-laki berusia 54 tahun +HIV, dan hidup dengan pasien Adik perempuan berusia 50 tahun mengidap kanker payudara SH Duda mempunyai 1 putri. Bekerja sebagai agen penyamar, dan baru saja kembali dari operasi di Kamboja. Ia menyangkal merokok atau menggunakan narkoba dengan suntikan intravena. Dia memiliki sejarah penyalahgunaan alkohol selama 20 tahun dan telah mabuk selama 10 tahun. Meds Lisonopril 20 mg sekali sehari Amlodipine 5 mg sekali sehari Metformin 500 mg dua kali sehari Pasien melaporkan bahwa ia mencoba untuk mengeluhkan ketika dia tidak mampu mendapatkan pengganti obatnya. Selama 2 bulan terakhir, ia tidak meminum obat 3-4 hari. Alergi: NKDA Apa informasi yang disugestikan pada penderita tuberkulosis? Faktor- faktor apa yang menempatkan dalam peningkatan resiko tuberkulosis ? Faktor Risiko Untuk Penyakit Saat terinfeksi M.tuberculosis, seseorang memiliki faktor resiko TB aktif sekitar 10%, dengan setengah resiko akan jelas terlihat selama 2 tahun pertama setelah terinfeksi. Anak-anak, orang tua, dan pasien dengan sistem kekebalan tubuh rendah memiliki resiko yang lebih besar. Pasien HIV yang terinfeksi M.tuberculosis kira-kira 100 kali lebih mungkin untuk mengembangkan TB aktif dari pada normal host karena kurangnya kekebalan seluler normal. ETIOLOGI ❹Pemeriksaan mikroskopis ("smear") mendeteksi sekitar 8 untuk 10x106 organisme/L spesimen menggunakan noda AFB (acid fast bacillus), dengan teknik fluoresen auramine-rhodamine yang mungkin sepertiganya lebih sensitif. M.tuberculosis pada pasien smear negatif masih dapat tumbuh dengan di kulturkan, yang lebih sensitif dari pada Teknik pewarnaan. Akan tetapi, pengkulturan jauh lebih lambat dari pada pewarnaan karena waktu menggandakan Basil sekitar 20 jam. Pemeriksaan mikroskopis lebih lanjut tidak dapat menentukan lebih dari 90 spesies mikrobakteri yang tumbuh. Praktek yang biasa di asumsikan yang paling buruk (TB) sampai dikonfirmasi oleh genetik atau kultur positif. Kultur dan Kerentanan Pengujian Uji kerentanan sangat penting untuk mengarahkan pengobatan yang tepat. Menggunakan metode agar, metode agar yang paling umum dikenal sebagai metode proporsi. Untuk menghasilkan hasil dibutuhkan waktu beberapa minggu. Sistem baru ini menggunakan media cair dan mendeteksi mikrobakteri hidup sekitar 2 minggu. Uji identifikasi ini termasuk uji asam nukleat dan sidik jari DNA menggunakan pembatasan analisis panjang fragmen polimorfisme dan polymerase chain reaction (PCR). Tes ini membedakan spesies mikroba tetapi tidak memberikan data kerentanan. Tes diteliti untuk mencari mutasi spesifik terkait dengan resistensi obat dan dapat memfasilitasi keputusan terapi obat yang cepat untuk digunakan di masa depan. Transmisi TBC ditularkan dari orang ke orang melalui batuk atau bersin. Ini menghasilkan partikel- partikel kecil dikenal sebagai droplet yang dapat mengapung di udara untuk jangka waku lama. Setiap tetesan mengandung 1-3 organisme. Diperkirakan bahwa 30% terkena kontak langsung dengan pasien akan terinfeksi PATOFISIOLOGI Infeksi Primer Infeksi primer biasanya tertular dari udara yang terhirup, didalamnya terdapat droplet yang mengandung mikrobakteri tuberkulosis. Perkembangan penyakit klinis tergantung pada 3 pola, yaitu: (1) Jumlah organisme M. tuberculosis yang dihirup, (2) Virulensi organisme, (3) Respon imun dari sel inang yang akan ditempati. Jika makrofag didalam paru menghambat atau membunuh basil, infeksi ini dapat dibatalkan. Jika tidak, TBC akhirnya menyebar keseluruh tubuh melalui aliran darah. TBC paling sering menginfeksi daerah posterior jaringan paru- paru, dimana tempat ini paling menguntungkan untuk kelangsungan hidup dari bakteri TBC. T limfosit menjadi aktif selama 3-4 minggu, memproduksi interferon (IFN0 dan sitokin lainnya). Ini akan merangsang mikroba mengelilingi makrofag pada tuberkulosis dan akan membentuk granul untuk mencegah perluasan yang lebih lanjut. Pada titik ini , infeksi sebagian besar tidak terkontrol dan replikasi basil berlangsung secara dramatis. Setiap mikrobakeri yang tersisa dalam granul atau dalam makrofag yang telah terinfeksi TBC akan lisis selama 1- 3 bulan. Akan terjadi hipersensitifitas jaringan, sehingga tes tuberculin menjadi positif. ❺Penyakit primer progresif terjadi pada sekitar 5% pasien, terutama anak- anak orang tua dan pasien imunokompresi. Ini akan menyebabkan meningitis dan batuk parah lainnya dari TB, bahkan sebelum tes kulit mereka akan dinyatakan positif TB. HIV namun negative TB. Karena dosis yang diberikan pada pengobatan tersebut akan tumpang tindih dan memburuknya tuberkulosis ketika TB HIV dilakukan pengobatan secara bersamaan. Kebanyakan dokter memilih untuk memulai pengobatan TB terlebih dahulu. Waktu yang tepat untuk memulai pengobatan HIV adalah setelah 2 bulan pengobatan TB. Meskipun keadaan dari pasien tidak tepat untuk melakukan pengobatan seperti ini. Penyakit Reaktivasi Demam, berkeringat di malam hari, penurunan berat badan, kelelahan, dan batuk produktif adalah gejala klasik TB.1,2,6,16 onset mungkin secara bertahap, dan diagnosis mudah dilewatkan jika gejala-gejala ini dimatikan, seperti dalam elderly.2,6,16 penyakit paru-paru progresif mengarah ke kavitasi yang terlihat pada x-ray. Pemeriksaan fisik non-spesifik tidak konsisten tetapi mungkin konsisten dengan pneumonia. Kusam dada perkusi, rales dan peningkatan vokal fremitus dapat diamati pada pemeriksaan. Data laboratorium sering tidak informatif, tapi peningkatan dalam sel darah putih (WBC) dengan dominasi limfosit terhitung dan dapat dilihat. ❻ Sekitar 10% dari pasien yang terinfeksi akan berkembang menjadi reaktifasi TB. Terjadi dalam 2 tahun pertama setelah infeksi. Penyakit pada lobus atas adalah penyakit yang paling umum (85% kasus). Kaseosa granul menghasilkan respon imun yang kuat dan mengalami pencairan, menyebabkan penyebaran lokal. Akhirnya hasil rongga paru akan melebar, yang memungkinkan untuk bakteri masuk. Jumlah bakteri dirongga dapat setinggi 10 pangkat 11 per liter cairan kavitas. Sebelum era kemoterapi, TB paru biasanya dikaitkan dengan hipoksia, asidosis pernafasan dan akhirnya meninggal. Tuberkulosis Miliria dan Extrapulmonari Kaseosa granul terlepas dari lokasi, dapat mengalami pencairan, penebaran basil tuberkulosis menyebabkan gejala-gejala dari TB timbul. Diagnosis B sulit dan sering tertunda dalam suatu imunokompresi. pasien yang terinfeksi HIV dapat mudah terinfeksi tubekulosis, penyakit ini akan disebarluaskan yang disebut dengan TB miliari, dapat terjadi terutama pada anak- anak, pasien imunokompresi dan dapat berakibat fatal. Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Pengaruh Infeksi HIV secara Patogenesis Infeksi HIV adalah faktor resiko terpenting untuk TB aktif. CD limfosit akan berkembang biak dalam menanggapi mikrobakteri HIV yang tumbuh secara cepat dalam sel-sel ini, dan selektif untuk menghancurkan CD limfosit. Secara bertahap akan dilakukan pertempuran untuk menghilangkan limfosit TB. Pasien yang terinfeksi HIV dan terinfeksi TB berada pada angka resiko kematian jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang terinfeksi PRESENTASI KLINIS presentasi umum pada pasien yang koinfeksi dengan HIV.1,2,6,16,23 pasien HIV-positif sering memiliki tes kulit negatif dan gagal untuk menghasilkan lesi cavitary, dan demam mungkin tidak ada. Gejala untuk pasien yang non spesifik diredam dari klasik paru . TB Extrapulmonary biasanya muncul secara perlahan-lahan dengan progresif penurunan fungsi organ dan Limfa denopati.2,6,16,17 perilaku yang tidak normal, sakit kepala, atau kejang untuk tuberkulous meningitis, meskipun infeksi sistem saraf pusat akut ( CNS ) tidak termasuk.6,16 Lansia ❺ Pada lansia banyak klinis Temuan kematian pada orang tua atau tidak ada sama sekali, jadi dapat menjadi ketidakpastian diagnostik. Tes kulit mungkin positif, demam, berkeringat di malam hari, produksi dahak, atau hemoptysis, membuat TB sulit untuk dibedakan dari infeksi bakteri atau virus lain atau penyakit paru-paru kronis.2,16,24,25. Sebaliknya, perubahan mental dua kali terjadi pada orang tua, dan penyakit CNS harus dipertimbangkan ketika TB terjadi. Angka Kematian terjadi enam kali lebih tinggi pada orang tua, sebagian karena penundaan dalam distribusi etnis diagnosis.2,16,24 penyakit pada orang tua berbeda lebih banyak pasien kulit putih karena pasien sudah terinfeksi pada dekade yang lalu, ketika TB lebih umum di Amerika Serikat. BCG tidak memblok infeksi, dan penyebaranTB pada anak-anak tidak menyebar secara mudah. Dari perspektif kesehatan masyarakat, TB pediatrik merupakan paling jelas penyebaranya dari TB. Anak-anak Pengujian Kulit ❺Karena anak-anak yang sangat muda memiliki kekebalan seluler belum matang, TB dapat sangat berbahaya pada populasi ini. TB pada anak-anak bisa hadir sebagai pemicu pneumonia bakterial khas, disebut progresif utama TB, dan sering kali melibatkan lobes.16–19 penyebaran lebih rendah dan menengah ke kelenjar getah bening, gastrointestinal (GI) dan traktat genitourinary, sumsum tulang, dan meninges. Untuk alasan ini, vaksin bacille Calmette-Guérin (BCG) diberikan di negara-negara yang mana penderita TB masih sangat umum. BCG muncul untuk merangsang sistem kekebalan tubuh anak-anak hanya cukup untuk menangkis bentuk penyakit paling serius. Namun, Turunan protein murni (PPD), juga dikenal sebagai tes Mantoux, adalah metode yang disukai untuk pengujian kulit.2,16,20 produk disuntikkan ke dalam kulit (tidak subkutan) dengan jarum (27-gauge) dan hasil kecil besarnya harus dibaca oleh seorang profesional yang berpengalaman dalam 48-72 jam. Kriteria untuk interpretasi tercantum di tabel 72-1.1, 2,6,16,20 pusat-pusat pengendalian penyakit dan pencegahan (CDC) tidak merekomendasikan penggunaan rutin.(tabel 72-1). DIAGNOSIS TABEL 72-1. Kriteria untuk Tuberkulin positif, oleh Kelompok Pemberi Risiko Reaksi yang lebih besar dari atau Reaksi yang lebih besar dari atau sama Reaksi yang lebih besar dari sama dengan 5 mm dari Indurasi dengan 10 mm dari Indurasi atau sama dengan 15 mm dari Indurasi Seseorang yang terkena positif HIV imigran baru (yaitu, dalam 5 tahun terakhir) yang memiliki prevalensi negara tinggi Kontak baru pasien dengan kasus pengguna suntikan narkoba tuberkulosis (TB) Perubahan fibrosis dalam dada pada Penduduk dan karyawan berisiko tinggi radiograf yang konsisten dengan TB dalam pengaturan radiograf yang sebelumnya konsisten: tempat hukum dan penjara, panti jompo dalam jangka panjang, Fasilitas untuk orang tua, rumah sakit, fasilitas perawatan kesehatan, dan perumahan. Fasilitas untuk pasien dengan mengakuisisi immunodeficiency syndrome (AIDS), dan tempat penampungan tunawisma Pasien dengan transplantasi organ Personil laboratorium Mycobacteriology dan pasien imunosupresi lain ( setara dengan kondisi klinis yang dengan lebih besar dari atau sama menempatkannya pada risiko tinggi: dengan 15 mg/hari dari prednison 1 silicosis, diabetes melitus, gagal ginjal bulan atau lebih) kronis, beberapa kelainan Hematologi (misalnya, leukemia dan limfoma), keganasan lain (misalnya, karsinoma kepala atau leher dan paru-paru), 10 % lebih besar dari atau sama dengan berat badan ideal, gastrektomi dan jejunoileal. Anak-anak yang lebih muda dari usia 4 tahun atau bayi, anak, remaja dan dewasa berada dalam risiko tinggi Resiko TB pada pasien yang dirawat dengan kortikosteroid meningkat dengan dosis yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama. Sebaliknya untuk orang dengan resiko lebih rendah diuji pada awal pekerjaan, reaksi yang lebih besar dari atau sama dengan 15 mm Indurasi dianggap positif. Studi Kasus Pasien, Bagian 2 PE Gen: kurus, laki-laki kerempeng VS: tekanan darah 126/78, denyut nadi 90/ menit, kecepatan pernafasan 18, suhu 39.3 ºc (102.7ºF), oksigen didalam ruangan 82 %, berat 51 kg HEENT: PERRLA; EOMI Leher: lemas; tidak ada limfadenofati, bruits, atu JVD, tidak ada tiromegali Dada: difusi rhonci,menurunnya suara pernafasan di sebelah kiri. CV: RRR, tidak ada suara, gesekan, gallop Abd: (+)BS; tidak ada penawaran, Saraf: A%O x 3 Nilai labolatorium (satuan US) Lab Normal Na 139 mEq/L 135–145 mEq/L K 3.9 mEq/L 3.5–5 mEq/L Cl 98 mEq/L 95–105 mEq/L CO2 38 mEq/L 22–30 mEq/L BUN 20 mg/dL 5–25 mg/dL SCr 1.3 mg/dL 0.8–1.3 mg/dL Gluc 123 mg/dL Less than 140 mg/dL AST 36 IU/L 5–40 IU/L ALT 28 IU/L 5–35 IU/L Tbili 1 mg/dL 0.1–1.2 mg/dL PT 10 detik 10–12 detik Lab Normal Hgb 13.5 g/dL 13.5–17.5 g/dL Hct 40% 40%–54% RBC 4.6 4.6–6.0 × 106 mm3 WBC 4.5 4.0–10 × 103 mm3 PMN 62% 50%–65% Lymph 34% 25%–35% Mono 6% 2%–6% Lainnya:konsentrasi untuk HIV bertambah Nilai Labolatorium (satun SI) Lab Normal Lab Normal Na 139 mmol/L 135–145 mmol/L Hgb 0.84 mmol/L 0.84–1.08 mmol/L K 3.9 mmol/L 3.5–5 mmol/L Hct 0.4 vol fraction 0.4–0.54 vol fraction Cl 98 mmol/L 95–105 mmol/L RBC 4.6 × 1012/L 4.6–6.0 × 1012/L CO2 38 mmol/L 22–30 mmol/L WBC 4.5 × 109/L 4.0–10 × 109/L BUN 7.1 mmol/L 1.8–8.9 mmol/L PMN 62% 50%–65% SCr 115 μmol/L 70.1–114.9μmol/L Lymph 34% 25%–35% Gluc 6.8 mmol/L Less than 7.8 mmol/L Mono 6% 2%–6% AST 0.60 μKat/L 0.08–0.67 μKat/L lainnya: konsentrasi untuk HIV bertambah ALT 0.47 μKat/L 0.08–0.58 μKat/L Tbili 17 μmol/L 1.7–20.5 μmol/L PT 10 detik 10–12 detik CXR Bagian lobus bilateral atas yang mendalam di infiltrasi dengan kapasitas bagian kiri: pneumotoraks kecil bagian kiri Bagian Klinik Pasien yang telah menerima dan menepati bagian isolasi pernafasan dibagi menjadi tiga sputum gram noda specimen, dimana terdapat 3+AFB. A PPD pengujian kulit pada tuberculin. Sampel sputum telah dikirimkan untuk AFB, jamur, bskteri kultur dan sensitivitas. Setelah 48 jam te kulit PDD diketahui area indurasi 12 mm. Penafsiran 1. Tuberkulosis paru-paru aktif 2. Pneumotoraks 3. Hipertensi 4. Diabetes insulin, non insulin Yang manakah gejala, tanda dan penemuan secara konsisten untuk TB aktif ? Tes Tambahan Pengumpulan dahak di waktu pagi memiliki hasil tertinggi dari organisme. 2,10,16 pengumpulan dahak selama tiga hari berturut-turut meningkatkan hasil positif. Dahak di induksi dengan NaCl hipertonik aerosol menghasilkan dahak pada sampel diagnostik pada pasien. Bronchoscopy atau aspirasi dari cairan acquired immune kekurangan syndrome (AIDS) yang memiliki jumlah CD4 yang rendah. PENGOBATAN Pengobatan umum Monoterapi hanya dapat digunakan untuk pasien yang tidak memiliki TB aktif infeksi laten TB (LTBI), seperti yang ditunjukkan oleh tes kulit tidak ada tanda-tanda atau gejala penyakit. Apabila penyakit aktif, minimal dua obat dan biasanya tiga atau empat obat-obatan harus digunakan secara bersamaan dari awal pengobatan. Untuk sebagian besar pasien, durasi terpendek pengobatan adalah 6 bulan, dan 2 sampai 3 tahun pengobatan mungkin diperlukan untuk kasus multi drug resistant TB (MDR-TB), pengawasan menelan obat (PMO) dengan perawatan kesehatan adalah cara yang efektif untuk memastikan selesainya pengobatan. lambung melalui tabung nasogastric dapat dicoba pada pasien yang dipilih, lebih sering digunakan untuk anakanak.16 untuk pasien suspeksi TB extrapulmonary, sampel cair dikeringkan, biopsi dari tempat terinfeksi, atau keduanya dapat di coba. Kultur darah kadangkadang memberikan hasil positif, terutama pada pasien Terapi non Farmakologi ❼ langkah-langkah untuk diambil (1) mencegah penyebaran TB (isolasi pernapasan), (2) menemukan dimana TB telah menyebar (kontak penyelidikan), dan (3) pasien kembali ke keadaan berat badan normal dan kesejahteraan. Istilah lebih tua untuk TB adalah sakit paru-paru karena kekurangan tenaga adalah gejala utama perkembangan penyakit di era pre kemoterapi dan sekarang tetap deskriptif. point 1 dan 2 dilakukan oleh Departemen Kesehatan masyarakat. Dokter yang terlibat dalam pengobatan TB harus memverifikasi bahwa Departemen kesehatan setempat telah diberitahu semua kasus baru TB. Operasi mungkin diperlukan untuk menghilangkan jaringan paru-paru yang hancur, menempati ruang lesi yang terinfeksi (tuberculomas), dan lesi extrapulmonary tertentu. Terapi Farmakologis Pengobatan Infeksi Laten Tuberculosis (LTBI) Isoniazid digunakan untuk mengobati LTBI.2,6,12,28 biasanya digunakan isoniazid 300 mg sehari (5-10 mg/kg berat badan) diberikan tunggal selama 9 bulan. Dosis yang lebih rendah biasanya kurang efektif.2,31 pengobatan LTBI mengurangi risiko kematian seseorang dengan TB aktif dari 10% untuk 1% (tabel 722). TABEL 72-2 Regimen Obat yang direkomendasikan untuk Pengobatan Laten TB (LTBI) pada Orang Dewasa Obat Interval Durasi Dan Komentar Kelas Hiv - Kelas Hiv + Isonazid Setiap hari Pada pasien yang terinfeksi human A (II) A (II) untuk 9 bulan immunodeficiency virus HIV-, isoniazid dapat diberikan bersamaan dengan Inhibitor transkriptase nukleosida (NRTIs), protease inhibitor, atau Inhibitor transkriptase bebasnukleosida (NNRTIs). Dua kali secara langsung mengamati terapi (DOT) harus B (II) B (II) seminggu digunakan dengan dosis dua kali seminggu untuk 9 bulan Isoniazid setiap hari tidak diindikasikan untuk orang yang terinfeksi B (I) C (I) untuk 6 bulan HIV, mereka yang memiliki lesi fibrosis dada radiograp, atau anak-anak. Dua kali DOT harus digunakan dengan dosis dua kali B (II) C (I) seminggu seminggu. selama 6 bulan Rifampin setiap hari untuk orang-orang yang kontak dengan pasien B (II) B (III) untuk 4 bulan isoniazid-tahan Rifampisin rentan TB. Pada pasien terinfeksi HIV, protease inhibitor atau NNRTIs umumnya tidak boleh diberikan bersamaan dengan Rifampin; rifabutin dapat digunakan sebagai alternatif untuk pasien yang diobati dengan indinavir, nelfinavir, amprenivir, ritonavir, atau efavirenz, dan mungkin dengan nevirapine atau lembut-gel saquinavire a Persentase rekomendasi: A = pilihan; B = alternatif yang dapat diterima; C = menawarkan ketika A dan B tidak dapat diberikan. b Kualitas bukti: I = data percobaan klinis secara acak; II = data dari uji klinis yang tidak acak atau dilakukan dalam populasi lain; III = pendapat ahli. c Rekomendasi regimen untuk anak-anak yang berusia kurang dari 18 tahun. d Rekomendasi regimen untuk wanita hamil. Beberapa ahli akan menggunakan Rifampisin dan pyrazinamid selama 2 bulan pertama sebagai rejimen alternatif untuk wanita hamil yang terinfeksi HIV, meskipun pyrazinamid harus dihindari selama 3 bulan pertama. e Rifabutin tidak boleh digunakan dengan gel keras saquinavir atau delavirdine. Ketika digunakan dengan protease inhibitor NNRTIs yang lain, penyesuaian dosis rifabutin mungkin diperlukan. Dengan Izin. Rifampisin 600 mg per hari selama 4 bulan dapat digunakan ketika resisten terhadap isoniazid atau pasien tidak mentoleransi isoniazid. Rifabutin 300 mg tiap hari dapat disubstitusi untuk rifampin terhadap pasien yang memiliki risiko tinggi terhadap sepuluh kombinasi pyrazinamide dan rifampin tidak di rekombinasikan karena tidak diterima akibat terjadinya hepatotoksik. Ketika resisten isoniazid dan rifampin terjadi suspek dalam isolasi yang diakibatkan karena infeksi dan tidak ada rejimen yang efektif. Pengobatan Penyakit Aktif Di Amerika Serikat, semua pasien yang didiagnosis TB dapat menerima pengobatan gratis melalui Departemen Kesehatan lokal, Departemen kesehatan local ini lokal didorong karena umumnya memiliki keahlian terbesar. Mengobati penyakit TBC aktif memerlukan kombinasi kemoterapi. Empat obat diberikan pada awal pengobatan. ❽Isoniazid dan Rifampisin harus digunakan bersama-sama untuk kebanyakan kasus karena mereka adalah obat terbaik untuk mencegah resistensi obat. Obat kerentanan pengujian harus dilakukan pada isolat awal untuk semua pasien dengan TB aktif dan harus digunakan untuk memandu pemilihan obat-obatan selama pengobatan. Kerentanan pengujian dapat diulang dalam kasus pasien kultur positif 8 minggu atau lebih ke dalam terapi. ❽ Regimen pengobatan TB yang standar adalah isoniazid, Rifampisin, pyrazinamide dan etambutol selama 2 bulan, diikuti oleh isoniazid dan Rifampisin selama 4 bulan, total 6 bulan pengobatan. Untuk 9 bulan perawatan isoniazid dan Rifampisin dianjurkan untuk pasien pada risiko lebih besar kegagalan dan kambuh, termasuk dengan kavitasi radiograf dada awal atau kultur positif di fase awal 2 bulan pengobatan, serta untuk pasien yang diobati pada fase awal dengan pyrazinamide. Perawatan harus dilanjutkan selama setidaknya 6 bulan dari waktu pasien mengkonversi ke smear dan kultur-negatif. Beberapa penulis menyarankan pemantauan terapi obat untuk pasien tersebut karena salah satu alasan bukti kegagalan pengobatan adalah malabsorpsi obat-obatan yang diberikan secara lisan. Tabel 72-3 menunjukkan regimen pengobatan disarankan untuk tuberkulosis. Ketika isoniazid dan Rifampisin tidak dapat digunakan, durasi pengobatan menjadi 2 tahun atau lebih, terlepas dari status imun. Ketika terapi intermiten DOT penting untuk dilakukan. Dosis yang tidak terjawab selama regimen TB intermitten mengurangi efektivitas regimen dan meningkatkan angka kekambuhan. Selanjutnya, hasil tampak lebih buruk bagi kekebalan pasien ketika pengobatan intermiten, terutama digunakan dua kali seminggu pengobatan. Oleh karena itu, pasien HIV-positif TB harus menerima obat TB setidaknya waktu 3 minggu. Ketika pasien “dahak smear” dikonversi ke negatif, risiko menginfeksi orang lain menjadi sangat berkurang, tapi itu bukanlah nol. Pasien tersebut dapat dihilangkan dari pernapasan isolasi, tetapi mereka harus berhatihati untuk batuk pada orang lain dan harus memenuhi hanya di tempat-tempat yang berventilasi baik. Penyesuaian untuk regimen yang harus dilakukan setelah data kerentanan tersedia. Obat perlawanan harus diharapkan pada pasien yang telah diperlakukan sebelumnya untuk TB. Dua atau lebih obat dengan secara in vitro dengan aktivitas melawan isolat pasien yang tidak digunakan sebelumbya harus ditambahkan ke regimen yang diperlukan. TB spesialis harus berkonsultasi mengenai kasus TB resisten obat atau dalam pengaturan apapun apabila ada ketidakpastian mengenai pengobatan yang tepat. Hal ini penting untuk menghindari monoterapi dan sangat penting untuk menghindari penambahkan satu obat untuk regimen gagal. Populasi Khusus Pasien dengan tuberkulosis CNS biasanya diperlakukan untuk periode lebih lama (9-12 bulan daripada 6 bulan) karena konsekuensi di bawah perawatan akan parah. TB tulang biasanya diperlakukan untuk 9 bulan, kadang-kadang dengan bedah debridemen. Obat pilihan yang sama untuk penyakit paru-paru. TB Exstrapulmonary dari jaringan lunak dapat diobati dengan regimen konvensional. TB pada anak-anak dapat diperlakukan dengan regimen serupa pada orang dewasa, meskipun beberapa dokter memperpanjang pengobatan untuk 9 bulan. Pada Pediatrik dosis isoniazid dan Rifampisin setiap mg/ kg lebih tinggi dari pada yang digunakan pada orang dewasa (tabel 72-4). Wanita hamil menerima pengobatan biasa, isoniazid, Rifampisin dan etambutol selama 9 bulan. Pyrazinamide tidak diperbolehkan pada wanita hamil, tapi data anekdotal menunjukkan bahwa mungkin aman digunakan. Vitamin B harus disediakan. Streptomisin, aminoglikosida lain, capreomycin, dan ethionamide umumnya dihindari karena mereka telah dikaitkan dengan efek toksik pada janin. Asam paraaminosalicylic dan cycloserine digunakan sedikit. Kuinolon umumnya dihindari dalam kehamilan karena kekhawatiran efek yang merugikan pada perkembangan tulang rawan. Meskipun obat anti tuberkulosis diekskresikan dalam ASI, jumlah obat yang diterima oleh bayi melalui menyusui tidak cukup untuk menyebabkan keracunan. Kuinolon juga harus dihindari pada ibu menyusui, jika mungkin untuk alasan yang sama seperti di atas. memiliki particular rendah untuk pasien terinfeksi HIV yang terinfeksi dengan MDR TB. Beberapa pasien dengan AIDS tidak di absorbsi secara pengobatan oral dan interaksi obat lazim terjadi. Sebaiknya pasien diatur oleh ahli TB HIV karena rintangan banyak terjadi. Studi Kasus Pasien, Bagian 3 : Membuat Rencana Perawatan Berdasarkan informasi yang diberikan, apa tujuan terapi untuk pasien ini ? pilih dan merekomendasikan rencana terapi untuk pengobatan pasien infeksi TB. Apa obat, dosis, jadwal, dan durasi terapi yang paling baik untukpasien ? bagaimana seharusnya kontak infeksi oleh pasien yang harus dievaluasi dan diobati? Pilih dan rekomendasi rancangan terapeutik. Apa dosis, obat, dan jadwal terapi yang paling baik untuk kontak terdekat. Human Immunodeficiency Virus Pasien dengan AIDS dan kekebalan tubuh dapat dikelola dengan kemoterapi similar regimen untuk mereka gunakan dalam individu imunokompeten, walalaupun pengobatan. diperpanjang selama 9 bulan. Durasi yang tepat untuk rekomendasi telah ditetapkan melalui diskusi. Mempunyai intermediet regimen yang tinggi ( 1/2x dalam satu minggu) tidak di rekombinasikan untuk pasien HIV positif. Prognosis Tabel 72-3. Regimen Obat Untuk Kultur Positif Paru Yang Disebabkan Oleh Organisme Suspek Obat Fase Awal Tahap Lanjutan Regimen Obat 1 INH RIF PZA EMB 2 INH RIF PZA EMB 3 INH RIF PZA EMB INH RIF PZA EMB 4 Interval dan dosis (dosis minimal ) Cara hidup Obat 7hari / minggu untuk dosis 56 (8 minggu) atau 5hari /minggu untuk dosis 40 (8 minggu) 7hari pe/minggu untuk dosis 14 ( 2 minggu ), kemudian 2x seminggu selama ( 6 minggu ) dosis 12 3x seminggu selama ( 8 minggu ) dosis 24 1a INH/RIF 1b INH/RIF 1c 7hari/ minggu untuk dosis 56 ( 8 minggu ) atau 5 hari/minggu untuk dosis 40 ( 8 minggu ) Interval dan dosis (dosis minimal ) Kisaran total dosis (dosis minimal ) 7hari / minggu untuk dosis 126 ( 18 minggu ) atau 5 hari/minggu untuk dosis 90 ( 18 minggu ) 2x seminnguan untuk dosis 36 ( 18 minggu ) 182 – 130 (26 minggu ) INH/RIF Seminggu untuk dosis 48 ( 18 minggu ) 74 -58 ( 26 minggu ) 2a INH/RIF 2xsemingguan untuk dosis 36 ( 18 minggu ) 62 – 58 ( 26 minggu ) 2b INH/RIF 44 – 40 ( 26 minggu ) 3a INH/RIF Semingguan untuk 18 dosis ( 18 minggu ) Kemudian 2x 92 -76 ( 26 minggu ) 78 ( 26 4a INH/RIF 4b INH/RIF seminggu untuk dosis 54 9 18 minggu ) Kemudian 2 kali/ minggu untuk dosis 217 ( 31 minggu ) atau 5 hari / minggu untuk dosis 155 ( 31 minggu ) Dua mingguan untuk dosis 62 (31 minggu ) minggu ) 273 -195 ( 39 minggu ) 118 – 102 (39 minggu ) a Definisi bukti peringkat: A = pilihan; B = alternatif yang dapat diterima; C = menawarkan ketika A dan B tidak diberikan; E = seharusnya tidak pernah diberikan. b Definisi bukti peringkat: I = uji klinis secara acak; II = data dari uji klinis yang tidak secara acak atau dilakukan dalam populasi lain; III = pendapat ahli. c Ketika DOT digunakan, obat dapat diberikan 5 hari/minggu dan jumlah yang diperlukan disesuaikan dengan dosis. Walaupun tidak ada penelitian yang membandingkan lima dengan tujuh dosis harian, secara umum pengalaman menunjukkan ini akan menjadi praktek yang efektif. d Pasien dengan kavitasi radiograf dada dan kultur yang positif menyelesaikan 2 bulan terapi dan harus menerima 7 bulan [31 minggu; 217 dosis (harian) atau 62 dosis (dua kali seminggu)] fase lanjutannya. e Lima hari dalam seminggu secara administrasi selalu diberikan oleh DOT. Rating untuk rejimen 5 hari/Minggu adalah A (III). f Tidak direkomendasikan untuk pasien yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 + sel terhitung kurang dari 100 sel/mL. g Opsi 1c dan 2b harus digunakan hanya pada pasien HIV negatif yang memiliki dahak smears negatif pada saat penyelesaian 2 bulan terapi dan tidak memiliki kavitasi pada radiograf dada awal. Untuk pasien mulai pada rejimen ini dan ditemukan memiliki kultur yang positif dari spesimen 2 bulan, pengobatan harus diperpanjang dengan tambahan 3 bulan. EMB, etambutol; INH, isoniazid; PZA, pyrazinamide; RIF, Rifampisin; RPT, rifapentine. Dengan izin. Gagal Ginjal Beberapa pasien dengan AIDS mengalami kesulitan mengabsorbsi dan berinteraksi dengan obat-obat oral. Pasien tersebut disarankan untuk dikelola oleh ahli TBHIV karena banyaknya rintangan. Isoniazid dan rifampisin tidak memerlukan modifikasi dosis pada gagal ginjal. Pirazinamid dan etambutol biasanya tiga kali seminggu untuk menghindari komplikasi pada lansia. Obat TB termasuk aminoglikosida (misalnya amikasin, kanamisin, dan streptomisin), kapreomisin, etambutol, dan levofloksasin di serap di usus. Dosis interval dibutuhkan untuk perpanjangan obat tersebut. Konsentrasi serum dipantau dan dibuat dari sikloserin untuk menghindari relasi-dosis toksisitas pada pasien gagal ginjal. Gagal Hati Tingginya konsentrasi transaminase serum umumnya tidak berkorelasi dengan kapasitas residual dari hati untuk memetabolisme obat, sehingga tanda tersebut tidak dapat digunakan secara langsung sebagai panduan untuk kapasitas sisa metabolik. Obat TB dimetabolisme dihati termasuk isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan asm p - aminosalisilat, ciprofloxacin adalah sekitar 50 % dimetabolisme oleh hati. Lanjut, isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan untuk tingkat yang lebih rendah etionamid, asam p - aminosalisilat, dan jarang etambutol dapat menyebabkan hepatotoksisitas. Pasien ini memerlukan pemantauan ketat, dan pemantauan konsentrasi serum mungkin cara yang paling akurat untuk dosis mereka. Obat Tuberkulosis Pembaca yang tertarik dari beberapa publikasi lainnya untuk informasi lebih detail mengenai obat ini. Ringkasan dosis harian , efek samping , dan parameter pemantauan obat antituberkulosis pilihan pertama dan pilihan kedua diberikan pada tabel 72-4 . isoniazid dan rifampisin dianggap dua obat utama untuk pengobatan TB aktif , diikuti oleh pirazinamid , yang memiliki peran khusus di pilihan pertama untuk 2 bulan pengobatan . Obat lain yang digunakan dalam menekan munculnya resistensi obat dalam konjugasi dengan obat pilihan pertama atau yang sudah ada sebelumnya yang resistan terhadap obat TB . Tabel 72-4. Obat Antituberkulosis untuk Dewasa dan Anak-anak Obat Isoniazid Dosis Harian Dewasa: 5mg/kg (300mg) Anak- anak: 10- 15 mg/kg (300mg) Rifampisin Dewasa: 10 mg/kg (300mg) Anak-anak: 10-20 mg/kg (600mg) Rifabutin Dewasa: 5 mg/kg (300mg) Anak- anak: dosis yang tepat tidak diketahui Rifapentin Dewasa: 10 mg/kg (fase lanjutan) (600mg) dosis mingguan. Anak- anak: obat ini tidak di setujui untuk di gunakan pada anak – anak Pyrazinamid Dewasa: berdasarkan pada IBW: 40- 55kg: 1000mg, 56- 75kg: 1500mg, 76- 90 kg:2000mg Anak- anak: 15-30 mg/kg Etambutol Dewasa: berdasarkan pada IBW: 40-45 kg: 800mg, 56-75kg: 1200mg, Efek Merugikan Elevasi asymptomatik dari aminotransferase, hepatitis klinik, hepatitis yang fatal, neurotoksisitas perifer, efek system CNS, lupus seperti sindrom, hipersensitivitas, keracunan monoamin, diare Reaksi kulit, gastrointestinall, reaksi (mual, anoreksia, nyeri perut, pain), hepatotoksisitas, reaksi imunologi parah, perubahan warna oranye cairan tubuh (sputum, urin, keringat, air mata), interaksi obat karena induksi mikrosoma hati Toksisitas hematologi, uveitis, gejala gastrointestinal, polyarthralgias, hepatotoksisitas, pseudojaudice (perubahan warna kulit dengan bilirubin normal), ruam, perubahan warna oranye cairan tubuh (sputum, urin, keringat, air mata). Hepatotoksisitas, gejala gastrointestinal (mual, muntah), polyarthralgia non-gout LFT, hiperurisemia asimptomatik, artitis gout akut, ruam sementara, dermatitis basis neuritis retrobulbar, reaksi kulit perifer. Hepatotoksisitas, gejala gastrointestinal, (mual, muntah), polyarthralgia non-gout LFT, hiperurisemia asimptomatik, artitis gout akut, ruam sementara, dermatitis basis neuritis retrobulbar, reaksi kulit perifer. Neuritis retrobulbar, neuritis perifer, reaksi kulit Pemantauan LFT bulanan pada pasien yang memiliki penyakit hati dan sudah ada sebelumnya atau mengembangkan fungsi hati yang abnormal, tetapi tidak memerlukan penghentian obat Penyesuaian dosis mungkin di perlukan pada pasien antikonvulsan atau warfarin Rifampisin menyebabkan banyak interaksi terhadap obat. Interaksi obat sedang di selidiki dan cenderung mirip dengan RIF Asam urat serum dapat berfungsi sebagai penanda pengganti LFTs pada pasien dengan pengidap penyakit hati. Pengujian ketajaman visual awal dan pengujian untuk diskriminasi warna. 76-90: 1600mg Anak- anak: 15- 20 mg/kg Cycloserine Pengujian bulanan ketajaman visual dan diskriminasi warna pada pasien yang memakai lebih dari 15-20mg/kg, insufisiensi ginjal atau menggunakan obat lebih dari 2 bulan. Penilaian bulanan dari status neuropsykiatrik Dewasa: 10-15 mg/kg per hari, 500-750 mg per hari dalam dua dosis Dewasa: 15- 20mg/kg per hari, 500-750 mg per hari dalam dosis harian tunggal atau terbagi dalam dua dosis Anak- anak: 15-20 mg/kg per hari DEWASA : lihat catatan kaki ANAK: 20-40 mg/kg perhari Efek sistem syaraf pusat Amikacin/ Kanamicin Dewasa : Anak : 15-30 mg/kg perhari intravena atau intramuskular sebagai dosis harian tunggal Ototoksisitas, neprhrotoksisitas Capreomycin Dewasa : Neprhrotoksisitas, Anak : 15-30 mg/kg per Ototoksisitas hari sebagai dosis harian tunggal p-Aminosalicylic acid Dewasa : 8-12 g/hari dalam dua atau tiga dosis Anak :200-300 mg/kg per hari dalam dua sampai empat dosis terbagi hepatotoksisitas, gangguan pencernaan, sindrom melabsorption, hipotiroidisme, koagulopati Dewasa : 500-1000 mg harian Anak : Dewasa : 400 mg harian Anak : - gangguan pencernaan, efek neurologis, reaksi kulit tidak ada pemantauan khusus direkomendasikan gangguan pencernaan, efek neurologi, reaksi kulit tidak ada pemantauan khusus direkomendasikan Dewasa : 400 mg harian Anak : - gangguan pencernaan, efek neurologis, reaksi kulit tidak ada pemantauan khusus direkomendasikan Ethionamid Streptomicin Levoploxacin Moxifloxacin Gatifloxacin Efek gastrointestinal, hepatotoksisitas, neurotoksisitas, efek endokrin Ototoksisitas, neurotoksisitas, neprhrotoksisitas Konsentrasi serum mungkin di perlukan hingga sesuai dengan LFTs LFTs bulanan penyakit hati muncul, maka TSH pada Interval awal dan bulanan. audiogram dasar , pengujian vestibular , pengujian Romber dan SCR penilaian bulanan fungsi ginjal dan pendengaran atau gejala vestibular audiogrm dasar , pengujian vestibular , pengujian Romber dan SCR penilaian bulanan fungsi ginjal dan pendengaran atau gejala vestibular. Audiogrm dasar, pengujian vestibular, pengujian Romber dan SCR penilaian bulanan fungsi ginjal dan pendengaran atau gejala vestibular baseline dan serum bulanan k + Dan mg2 + LFT baseline dan TSH TSH setiap 3 mos a Tujuan dari dokumen ini, untuk dosis dewasa dimulai pada usia 15 tahun. Dosis per berat didasarkan pada berat badan ideal. Anak-anak yang beratnya lebih dari 40 kg sebagai orang dewasa. c Dosis mungkin perlu disesuaikan bila ada penggunaan protease inhibitor atau Inhibitor transkriptase nonnukleoside. d Obat mungkin dapat digunakan dengan aman pada anak-anak yang lebih tua tetapi harus digunakan dengan hatihati pada anak-anak kurang dari usia 5 tahun, yang ketajaman secara visual tidak dapat dipantau. Anak-anak, EMB dosis 15 mg/kg per hari dapat digunakan jika ada dugaan atau terbukti resistensi INH atau RIF. e Harus dicatat meskipun dosis yang direkomendasikan bersifat umum, kebanyakan dokter dengan pengalaman menggunakan cycloserine menunjukkan bahwa itu biasa digunakan bagi pasien untuk dapat mentolerir dalam jumlah tertentu. Pengukuran konsentrasi serum sering berguna dalam menentukan dosis optimal untuk pasien tertentu. f Dosis harian tunggal dapat diberikan pada waktu tidur atau pada jam makan. g Dosis: 15 mg/kg per hari (1 g) dan 10 mg/kg dan untuk usia lebih dari 50 tahun (750 mg). Dosis: 750-1000 mg diberikan intravena, diberikan sebagai satu dosis 5 – 7 hari/Minggu, dan berkurang untuk dua atau tiga kali per minggu setelah 2-4 bulan pertama atau setelah konversi kultur, tergantung pada efektivitas obat lain dalam rejimen. h Jangka panjang (lebih dari beberapa minggu) penggunaan Levofloksasin pada anak-anak dan remaja tidak disetujui karena kekhawatiran tentang efek pada pertumbuhan tulang dan tulang rawan. Namun, banyak ahli yang menyetujui bahwa obat harus dipertimbangkan untuk anak-anak dengan tuberkulosis disebabkan oleh organisme tahan terhadap INH dan RIF. Dosis optimal tidak diketahui. i Jangka panjang (lebih dari beberapa minggu) penggunaan moxifloxacin pada anak-anak dan remaja tidak disetujui karena kekhawatiran tentang efek pada pertumbuhan tulang dan tulang rawan. Dosis optimal tidak diketahui. j Jangka panjang (lebih dari beberapa minggu) menggunakan gatifloxacin pada anak-anak dan remaja telah tidak disetujui karena kekhawatiran tentang efek pada pertumbuhan tulang dan tulang rawan. Dosis optimal tidak diketahui. LFT, tes fungsi hati; SCr, kreatinin serum; TSH, hormon perangsang tiroid. Dengan izin. b Secara umum, toksisitas paling penting dengan obat pilihan pertama adalah hepatotoksik , sedangkan berbagai organ dapat dipengaruhi oleh masingmasing obat pilihan kedua. Penelitian baru-baru ini adalah menempatkan penekanan pada peran potensial kuinolon seperti levofloxacin dan moxifloxacin dalam pengobatan TB. Ada kemungkinan bahwa regimen masa depan dapat mempertimbangkan agen ini bagian dari obat pilihan pertama. HASIL EVALUASI Efektivitas terapi TB ditentukan oleh smear AFB dan kultur. Sampel dahak harus dikirim untuk pewarnaan AFB dan pemeriksaan mikroskopis (PAP) setiap 1 sampai 2 minggu, dua smear berturut-turut negatif. Ini memberikan bukti awal untuk respon pengobatan . Setelah pemeliharaan terapi, kultur dahak dapat dilakukan setiap bulan sampai hasil berturut-turut negatif, yang umumnya terjadi lebih dari 2 sampai 3 bulan. Jika Hasil dahak terus menjadi positif setelah 2 bulan, tes kerentanan terhadap obat harus diulang, dan konsentrasi obat harus diperiksa. ❿ Masalah yang paling serius dengan terapi TB adalah ketidak patuhan pasien pada regimen. Tidak ada cara yang dapat diandalkan untuk mengidentifikasi prioritas pasien tersebut. Cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan ini adalah dengan DOT. 2,11,2 Penggunaan DOT di non-compliant pasien. DOT juga menyediakan kesempatan untuk mengamati pasien dengan toksisitas jelas, sehingga meningkatkan perawatan secara keseluruhan. Serum kimia, termasuk nitrogen urea darah (BUN), kreatinin, aspartat transaminase (AST), dan alanin transaminase (ALT), dan hitung darah lengkap dengan trombosit harus dilakukan pada awal dan berkala sesudahnya tergantung pada adanya faktor lain yang dapat meningkatkan kemungkinan toksisitas (misalnya, usia lanjut, penyalahgunaan alkohol, dan kehamilan). Hepatotoksisitas harus dicurigai pada pasien yang transaminase melebihi lima kali batas atas normal atau yang bilirubin totalnya melebihi 51 umol / L dan pada pasien dengan gejala seperti mual, muntah, dan sakit kuning. Pada titik ini, agen penyebab(s) harus dihentikan. Reintroduksi berurutan dengan pengujian obat dari enzim hati sering berhasil dalam mengidentifikasi agen menyinggung, dan agen lainnya mungkin dilanjutakan.28 (Tabel 72-4). Pemantauan Terapi Obat Pemantauan terapi obat (TDM) atau penerapan farmakokinetik adalah penggunaan konsentrasi obat serum untuk mengoptimalkan pasien terapi. Pasien Non-AIDS dengan obat rentan TB pada umumnya membaik. TDM mungkin digunakan jika pasien gagal terapi DOT (tidak ada perbaikan klinis setelah 2-4 minggu) atau smear-positif setelah 4 sampai 6 minggu. di sisi lain, pasien dengan AIDS, diabetes, dan berbagai gangguan GI sering gagal untuk menyerap obat ini dan menjadi calon TDM. Pasien dengan penyakit hati atau ginjal juga harus dipantau, mengingat potensi mereka untuk overdosis. Dalam pengobatan MDR-TB, TDM mungkin berguna. Akhirnya, TDM obat TB dan HIV mungkin adalah cara paling logis untuk menguraikan interaksi obat kompleks yang berlangsung. Untuk daftar lengkap dari interaksi obat kunjungi CDC www.cdc.gov/nchstp/tb/tb_hiv_drug/toc.htm. Secara khusus, interaksi antara rifamycin (rifampisin, rifapentine, dan rifabutin) dan HIV protease inhibitor dan transkriptase nonnucleoside inhibitor. Studi Kasus Pasien, Bagian 4 : Membuat Rencana Perawatan Berdasarkan penyediaan informasi, parameter klinik dan pemantauan labolatorium pasien manakah yang mampu menentukkan efikasi dan toksisitas? Kandidat obat untuk pemantauan terapi pasien dapat dilakukan? Kenapa atau kenapa tidak ? Perawatan Pasien dan Pemantauan 1. Mengidentifikasi dengan cepat kasus baru Tuberkulosis 2. Menilai faktor risiko,tanda-tanda dan gejala pasien untuk menentukan pasien jika mungkin terinfeksi dengan TB 3. Mengisolasi pasien penyakit aktif untuk mencegah penyebaran penyakit 4. Mengumpulkan sampel yang sesuai untuk smear dan kultur 5. Memperoleh informasi melalui sejarah obat 6.Memilih dan merekomendasikan perawatan antituberkulosis sesuai status HIV, kehamilan, jenis infeksi TB, fungsi ginjal, dan fungsi hati. 7. Memastikan kepatuhan terhadap regimen pengobatan pasien. 8.Mendapatkan noda AFB untuk mengevaluasi efektivitas pengobatan. 9.Mempertimbangkan TDM jika ada perbaikan klinis. 10. Tujuan sekunder adalah identifikasi dari kasus indeks dari infeksi pasien, identifikasi terhadap semua orang yang terinfeksi oleh kasus indeks dan kasus baru TB, dan penyelesaian perawatan yang tepat untuk orang-orang. SINGKATAN-SINGKATAN AIDS syndrome ALT AST CNS HIV HTN NIDDM mellitus PCR RFLP polymorphism TB WBC :Acquired immunodeficiency :Alanine transaminase :Aspartate transaminase :Central nervous system :Human immunodeficiency virus :Hypertension :Non-insulin dependent diabetes :Polymerase chain reaction :Restriction fragment lengt :Tuberculosis :White blood cell Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com Masuk ke situs web: www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk memperoleh informasi dalam melanjutkan pembelajaran bab ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN American Thoracic Society/Centers for Disease Control and Prevention. Diagnostic standards and classification of tuberculosis in adults and children. Am J Respir Crit Care Med 2000;161:1376–1395. American Thoracic Society/Centers for Disease Control/Infectious Disease Society of America. Treatment of tuberculosis. Am J Respir Crit Care Med 2003;167:603–662. Centers for Disease Control and Prevention.Update: Fatal and severe liver injuries associated with rifampin and pyrazinamide for latent tuberculosis infection, and revisions in the American Thoracic Society/CDC recommendations. Morb Mortal Wkly Rep MMWR 2001; 50(34):733–735. Daley CL, Chambers HF.Mycobacterium tuberculosis complex. In: Yu VL, Weber R, Raoult D, eds. Antimicrobial Therapy And vaccines, Vol. I: Microbes, 2nd Ed. New York: Apple Trees Productions; 2002;841– 865. Heifets LB. Drug susceptibility tests in the management of chemotherapy of tuberculosis. In: Heifets LB, ed. Drug Susceptibility in the Chemotherapy of Mycobacterial Infections. Boca Raton, FL: CRC Press; 1991:89–122. Iseman MD. A Clinician’s Guide to Tuberculosis. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000. Mahmoudi A, Iseman MD. Pitfalls in the care of patients with tuberculosis: Common errors and their association with the acquisition of drug resistance. JAMA 1993;270:65–68. Namdar R, Ebert S, Peloquin CA. Drugs for tuberculosis. In: Piscitelli SC, Rodvold KA, eds. Drug Interactions in Infectious Diseases. 2nd ed. Totowa, NJ: Humana Press; 2000:191–214. Narita M,Ashkin D,Hollender ES, Pitchenik AE. Paradoxical worsening of tuberculosis following antiretroviral therapy in patients withAIDS. Am J Respir Crit Care Med. 1998; 158:157–161. Peloquin CA. Therapeutic drug monitoring in the treatment of tuberculosis. Drugs 2002;62:2169–2183 07 INFEKSI GASTROINTESTINAL Elizabeth D. Hermsen and Ziba Jalali OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. Menjelaskan epidemiologi dan presentasi klinis dari berbagai infeksi saluran pencernaan 2. Mengembangkan rencana perawatan individual yang diberikan kepada pasien pada masing-masing infeksi gastrointestinal ( pencernaan ) 3. Memahami dampak resistensi pada pengobatan berbagai infeksi saluran pencernaan 4. Mengenali efek imunosupresi pada infeksi saluran pencernaan . 5. Mengedukasi pasien mengenai langkah-langkah pencegahan yang tepat . 6. Menjelaskan peran profilaksis antimikroba dan atau vaksinasi untuk infeksi pencernaan KONSEP UTAMA ❶ Rehidrasi adalah dasar dari terapi untuk pengobatan infeksi gastrointestinal. ❷ Darah dalam tinja kemungkinan menunjukan penyakit karena inflamasi mukosa usus besar. Enterohemorrhagic Escheriachia Coli [EHEC] merupakan penyebab utama diare berdarah di Amerika Serikat. ❸ Diare ini paling sering disebabkan oleh bakteri seperti shigella, salmonella, campylobacter, dan escherichia coli meskipun virus juga memberikan peranan yang signifikan sebagai penyebab diare. ❹ Memberikan pengetahuan pada pasien tentang makanan yang beresiko tinggi mencegah diare. ❺ Nosocomial Clostridium difficile-associated diarrhea [CDAD] hampir selalu dikaitkan dengan penggunaan antibakteri, oleh karena itu kita harus menghindari hal yang tidak perlu dan tdak pantas pada pengobatan dengan antibiotik. Kebanyakan dari semua antibiotiK kecuali aminoglikosida telah terkait dengan CDAD. ❻ Virus adalah penyebab paling umum dari penyakit diare di dunia. Sebuah vaksin oral berlisensi dan dianjurkan untuk digunakan untuk bayi untuk mencegah infeksi rotavirus. Salah satu perhatian utama terkait infeksi gastrointestinal, selain karena infeksi , dehidrasi juga merupakan penyebab utama kedua dari kematian di seluruh dunia dan morbiditas. Diseluruh dunia, dehidrasi merupakan masalah utama bagi anak-anak usia dibawah 5 tahun. Namun tingkat kematian tertinggi di AS terjadi di kalangan orang tua. ❶ Rehidrasi adalah dasar dari pengobatan infeksi gastrointestinal dan selalu menjadi pilihan terapi rehidrasi secara oral (ORT) (Tabel 73-1). INFEKSI BAKTERI Shigellosis Epidemiologi Shigella merupakan penyebab bacillary disentri, yang mengarah ke diare yang mengandung nanah dan darah. Di seluruh dunia, diperkirakan ada 165 juta kasus shigellosis setiap tahunnya dengan 1 juta kematian. Shigellosis adalah penyakit yang biasanya terjadi pada anak-anak berusia 6 bulan sampai usia 10 tahun. Di Amerika Serikat, shigellosis adalah masalah serius di pusat perawatan dan daerah dengan kondisi hidup yang padat seperti pusat-pusat perkotaan. Kebanyakan kasus shigellosis adalah hasil dari penularan orang ke orang. Penularan shigella berasal dari makanan dan air yang terkontaminasi, meskipun kurang umum, tetapi dapat menyebabkan wabah yang besar. Patogenesis Shigella adalah bakteri gram negatif berbentuk batang berfermentasi tanpa laktosa dan merupakan keluarga dari Entherobacteriace. TABEL 73-1. Penilaian Klinis Derajat Dehidrasi pada Anak Berdasarkan dalam Persentase Kehilangan Berat Badan. Variabel Tekanan darah Kualitas Nadi (Ringan) 3-5% Normal Normal Denyut jantung Normal Turgor kulit Fontanelle Membrane mukosa Mata Normal Normal Sedikit kering Normal Kaki dan tangan Status Mental Sekresi urin Hangat Normal Sedikit menurun Sedikit Agak meningkat Sangat haus meningkat ORT 50ml/kg ORT 100 ml/kg lebih dari 2-4 Ringer laktat 40 mL/kg dalam 15 – 30 lebih dari 2-4 jam menit, kemudian 20-40 mL/kg jika turgor jam kulit, kewaspadaan, dan nadi tidak kembali normal atau ringer laktat atau normal saline 20 mL/kg, ulangi jika diperlukan, dan kemudian ganti air dan elektrolit selama 1 – 2 hari, diikuti oleh ORT 100 mL/kg lebih dari 4 jam. Haus Perubahan Cairan (Sedang)6-9%, (Parah) 10% atau lebih Normal Normal sampai dibawah normal Normal tetapi sedikit Cukup menurun menurun Meningkat Meningkat (bradikardia dalam kasus yang parah Menurun Menurun Cekung Cekung Kering Kering Lingkaran yang cekung / Lingkaran yang sangat cekung / penurunan air mata penurunan air mata Normal Dingin, berbintik Normal atau lesu Normal bahkan bisa lesu sampai koma Kurang dari 1 ml/kg tiap jam Kurang dari 1 ml/kg tiap jam From Martin S, Jung R. Gastrointestinal infections and enterotoxigenic poisonings. In: DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, et al, (eds.) Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005:2037. Ada empat spesies Shigella: S. dysenteriae (serogroup A), S. flexneri (serogroup B), S. boydii (serogroup C), dan S. sonnei (serogroup D). Infeksi Shigella terjadi setelah masuknya organisme, sedikitnya 10 sampai 100 organisme. Presentasi Klinis dan Diagnosis Dua fase penyakit Awal — demam tinggi, diare tidak mengeluarkan darah Setelah sekitar 48 jam, kolitis berkembang dengan urgensi, tenesmus, dan disentri. Demam ringan Peningkatan Frekuensi defekasi Kram Perut Komplikasi terbesar shigellosis termasuk : Proctitis atau dubur prolaps (bayi dan anakanak) Toxic megakolon (terutama dalam pengaturan infeksi S.dysenteriae 1) Obstruksi usus Perforasi kolon Bacteremia (lebih umum pada anak-anak) Gangguan metabolik Reaksi Leukemoid Reaksi penyakit neurologis Arthritis reaktif Sindrom Hemolitik Uremik (HUS) Pemeriksaan mikroskopis feses sangat berguna untuk memperlihatkan beberapa leukosit polimorfonuklear dan sel-sel darah merah. Pemeriksaan biasanya dikonfirmasi dari kultur feses. Dosis rendah pada organisme ini mungkin dapat menjelaskan penyebaran dari orang ke orang dan tingkat serangan kedua terjadi ketika ada indeks kasus yang terdapat dalam keluarga. Strain shigella menyerang sel-sel epitel usus dengan cara menggandakan dirinya selanjutnya terjadi inflamasi dan destruksi. Organisme menginfeksi lapisan superficial usus, jarang menembus mukosa luar dan menyerang aliran darah. Namun, bacteremia dapat terjadi pada anak-anak kekurangan gizi dan pada pasien kelainan imun. Pengobatan dan Pemantauan Meskipun infeksi Shigella umumnya dapat sembuh dengan sendirinya dan dengan perawatan terapi antibiotik yang diindikasikan dapat memperpendek durasi penyakit yang akibatnya mengurangi risiko penularan. Resisten terhadap antibiotika adalah kekhawatiran diseluruh dunia dan menjadi masalah karena bakteri yang bersifat patogen. Saat ini, pengobatan pilihan yang dapat digunakan ketika kerentaan antibiotik tidak diketahui adalah fluorokuinolon (Tabel 73-2). Sefalosforin atau Azitromisin dapat digunakan dalam pengobatan shigelosis pada anak-anak. TABEL 73-2. Terapi Antibakteri terhadap Shigellosis pada orang dewasa Agen Dosis Levofloxacin 500 mg, sehari satu kali selama tiga hari Ciprofloxacin 500 mg, sehari dua kali selama tiga hari Norfloxacin 400 mg, sehari dua kali selama tiga hari Azithromycin 500 mg, sehari satu kali selama tiga hari Rifaximin 200 mg, sehari tiga kali selama tiga hari DuPont H. Shigella species (bacillary dysentery). IN: Mandell GL, Bennett JE, and Dolin R, (eds.) Principles and Practice of Infectious Diseases, 6th ed. New York: Churchill Livingstone; 2004:2655. Rifaximin efektif dalam pengobatan ringan dari shigellosis dan telah terbukti efektif untuk mencegah infeksi S. flexneri. . Antimotility tidak dianjurkan karena mereka dapat memperparah disentri dan dapat juga terkait dengan perkembangan megakolon. Tidak ada vaksin berlisensi saat ini untuk mencegah shigellosis. Salmonellosis Epidemiologi Salmonellatyphy dan Salmonellaparatyphi dapat menyebabkan demam tifoid, memiliki spesifisitas inang yang tinggi bagi manusia. Di Amerika Serikat, kasus demam tifoid jarang ditemukan, terutama untuk negara-negara berkembang. Nontyphoidal Salmonella adalah penyebab penting dalam infeksi yang disebabkan oleh kontaminasi makanan. Dilaporkan ada sekitar 1,4juta kasus penyakit nontyphoid Salmonella setiap tahun di Amerika Serikat. Kejadian tertinggi adalah pada mereka yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun atau pada mereka yang memiliki HIV/AIDS. Wabah salmonellosis usus disebabkan karena konsumsi jus yang tidak dipasteurisasi. Hewan peliharaan, terutama reptil (ular, kura-kura, dan iguana), merupakan sumber peningkatan salmonellosis pada manusia, sekitar 3% sampai 5% dari semua kasus. Faktor resiko untuk salmonellosis yaitu usia, perubahan flora endogen usus pada usus halus misalnya, akibat dari terapi antimikroba atau operasi, diabetes, gangguan rematologi, keganasan, human immunodeficiency virus (HIV), dan pengobatan penekan sistem imun pada semua tipe. Patogenesis Salmonella adalah bakteri yang dapat berpindah tempat, merupakan bakteri non-laktosa-fermentasi, gram negatif berbentuk batang. Dalam salmonellasis, organisme menembus lapisan epitel ke lamina propia dengan menghasilkan difusi peradangan. Tempat terjadinya infeksi berada diantara ileum distal dan colon. Pengobatan dan Pemantauan Gastroentreritis Radang usus yang disebabkan oleh salmonella biasanya dapat sembuh dengan sendirinya dan antibiotik tidak membuktikan dapat melawan infeksi. Pasien merespon dengan baik untuk ORT. Gejala biasanya berkurang dalam 3 sampai 7 hari tanpa gejala sisa. Hasil penggunaan antibiotik dalam pembawa kronis dengan laju yang cepat dan kambuh. Penggunaan antimikroba harus di batasi untuk terapi pertama pada semua pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk penyebaran ekstraintestinal atau penyakit invasif (Tabel 73-3). Agen antimotility sebaiknya tidak digunakan. Demam Tipus Pilihan obat yang tepat untuk demam typhoid saat ini adalah fluoroquinolone, seperti ciprofloxacin. Dosis yang direkomendasikan untuk tipus adalah 500 mg , sehari dua kali untuk 5-7 hari dengan rute pemberian oral. Presentasi Klinis dan Diagnosis Gastroenteritis Onset 8-48 jam setelah mengkomsumsi makanan yang terkontaminasi Demam, diare, dan kram Kotoran yang encer, volume moderat dan tanpa darah Sakit kepala, mialgia,dan dapat terjadi gejala sistemik lainnya Diagnosa bergantung pada organisme yang terisolasi dari kotoran atau makan yang tertelan/dikonsumsi Bisa juga karena kondisi tertentu yang mendasari (misalnya: aids, penyakit radang usus, dan operasi lambung sebelumnya) memberi kecenderungan pada pasien untuk memiliki penyakit yang lebih parah Demam/Typhoid Penyakit demam 5 sampai 7 hari setelah konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi Menggigil, diaforesis, sakit kepala, anoreksia, batuk, lemas, sakit tenggorokan, pusing dan nyeri otot yang di rasakan/dialami sebelum timbulnya demam Diare merupakan gejala awal dan hanya terjadi pada 50% kasus, perdarahan atau perferasi, leukopenia, anemia,dan subklinis disebarluaskan koagulopati intravaskular dapat di lihat Kultur kotoran, darah atau sumsum tulang untuk spesies bakteri salmonella sangat membantu Infeksi Pembuluh Darah dan Bakteri S. choleraesuis dan S.dublin adalah organisme yang menjadi penyebab paling umum. Resiko bekterimia lebih besar untuk bayi, orang tua dan immunoccompromised. Infeski Lokal Infeski lokal terjadi pada 5%-10% dari kasus dengan jaringan bakteri salmonella. Komplikasi ekstrainteratinal dari salmonella termasuk endokarditis, arteritis, sistem saraf pusat, paru-paru, tulang, sendi, otot/jaringan lunak, limpa dan genitourinari termasuk kedalam tempat perkembangan bakteri. Penyakit Bawaan/Pembawa Kronis Keadaan pembawa kronis di definisikan sebagai kotoran positif atau kultur urin yang lebih dari 12 bulan, berkembang dalam 1%-4% orang dewasa dengan demam tipus. Ketahanan organisme dalam banyak kasus, tergantung pada pengangkutan di saluran empedu, dan frekuensi pembawa kronis lebih besar pada orang yang memiliki kelainan empedu. Salmonella dan Infeksi HIV Salmonella lebih cenderung menyebabkan infeksi invasif yang parah pada populasi yang terinfeksi HIV berulang, bakteri salmonella nontyphoid merupakan penyakit yang didefinisikan sebagai AIDS. Resistensi obat adalah masalah yang dialami di benua India, Asia Tenggara seperti Mexico, Teluk Arab dan Afrika. Salmonella thypi yang sudah diisolasi harus diperiksa untuk resistensi asam nalidixic dan resisten fluoroquinolon. Jika menjadi resistensi dengan asam nalidixic, pasien harus diberi ciprofloxacin atau ofloxacin dengan dosisi tinggi (10mg/kg dua kali sehari). TABEL 73-3 Indikasi Antimikroba untuk Salmonella non Thypoid Kurang dari atau sama dengan 3 bulan, lebih besar atau sama dengan 65 tahun Demam dan toksisitas sistemik AIDS dan imunodefisiensi lainnya ( termasuk penggunaan steroid atau transplantasi organ) Uremia atau hemodialisi atau transplantasi ginjal Keganasan Anemia sel sabit atau hemoglobinopati Penyakit radang usus Aneurisma aorta katup jantung prostetik, pembuluh darah atau prostesis ortopedi Untuk 10-14 hari. Generasi ketiga dari sefalosporin dan azitrimisin (1000 mg sehari sekali diikuti hari kelima menjadi 500 mg sehari) adalah alternatif antimikroba untuk salmonella typi, dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) untuk ciprofloxacin 2mcg/ml atau lebih. Pasien dengan komplikasi demam thypi (contohnya metastatic , ileal perforasi, dan sebagainya) seharusnya menerima terapi secara parental dengan ciprofloxacin 400 mg sehari dua kali atau ceftriaxone 2000 mg sehari sekali. Terapi antimikroba bisa diselesaikan dengan sediaan oral setelah kontrol awal pada gejala demam tipus. Seseorang dengan penyakit AIDS dan pertama kali terserang salmonella bacteremia, terapi antibiotik lebih panjang (1-2 minggu terapi parenteral diikuti dengan 4 minggu floroquinolol oral) direkomendasikan untuk mencegah kambuhnya bakteremia. Tiga vaksin tipus tersedia saat ini digunakan di Amerika serikat. (1) oral vaksin dari virus yg dilemahkan ( Berna-TM vaccine, Swiss Serum dan Lembaga vaksin), (2) vaksin fenol parenteral panas yang tidak aktif (vaksin tipoid, Wyeth-Ayerst), dan (3) vaksin polisakarida parentelar kapsular ( Tyhim Vi, Pasteur Merieux). Imunisasi hanya dianjurkan untuk wisatawan yang akan ke daerah endemis seperti Amerika Latin, Asia dan Afrika serta keluarga yang memiliki anggota keluarga pengidap penyakit kronis, dan pekerja di laboratorium yang sering bekerja dengan S. typhi. Pembawa Penyakit Kronis Pada pasien degan fungsi kandung empedu normal, amoxicillin (3 g sehari tiga kali untuk orang dewasa selama 3 bulan), trimethoprim sulfametoksazole (satu tablet dengan kekuatan ganda dua kali sehari selama 3 bulan), dan ciprofloksasin (750mg dua kali sehari selama 4 minggu) merupakan agen efektif untuk pengobatan penyakit kronis. Pada pasien dengan kelainan anatomi, seperti empedu atau batu ginjal, pengobatan dikombinasikan dengan terapi antibiotik yang diindikasikan. Campylobacteriosis Epidemiologi Camphylobacter jejuni adalah bakteri penyebab diare yang paling umum diseluruh dunia yang telah diidentifikasi. Organisme ini memberikan 2,1-2,4 juta kasus penyakit di Amerika Serikat setiap tahun. Faktor risiko untuk infeksi Camphylobacter diantaranya konsumsi ayam, sosis, daging merah, dan air yang terkontaminasi, bepergian ke luar negeri, penerimaan agen antimikroba, dan kontak dengan hewan peliharaan (terutama burung dan kucing). Antara 25% dan 50% infeksi C. jejuni di Amerika Serikat tampaknya terkait dengan paparan dan konsumsi ayam. Infeksi campylobacter memiliki ciri yang khas dibandingkan patogen lainnya. Di negara berkembang, ada dua puncak usia: lebih muda dari usia 1 tahun dan 15-44 tahun. Ada dominasi ringan pada laki-laki di antara orang yang terinfeksi. Alasan untuk perbedaan pembagian umur dan jenis kelamin ini masih belum diketahui. Epidemiologi infeksi Campylobacter sangat berbeda di negara-negara berkembang, diare campylobacter merupakan penyakit utama pada anak anak di negara-negara berkembang. Patogenesis Campylobacter spp, merupakan basil gram negatif yang memiliki bentuk melengkung atau spiral. Campylobacter sensitif terhadap keasaman lambung; sehingga, penyakit atau obat yang bekerja sebagai penyangga keasaman lambung dapat meningkatkan risiko infeksi. Data menunjukkan bahwa dosis infeksi untuk C. jejuni adalah hampir sama dengan Salmonella spp. Setelah masa inkubasi, infeksi sudah dihilangkan di jejunum, ileum, usus besar, dan rektum. Presentasi Klinis dan Diagnosis Masa inkubasi 1 sampai 7 hari Kram perut, demam, dan diare Disentri terlihat pada sekitar 50% kasus Diare berair atau dengan berdarah Beberapa pasien datang terutama dengan kram perut, nyeri dan diare Leukosit dan sel darah merah yang terdeteksi dalam kotoran 75% dari orang yang terinfeksi. Diagnosis Campylobacter dilihat dari kultur tinja. Infeksi ekstraintestinal C. jejuni, termasuk septic arthritis, kolesistitis, pankreatitis, meningitis, endocardtitis, osteomyelitis, dan sepsis neonatal, dapat hadir dalam tiga cara yang berbeda: Bakteremia sementara dengan enteritis Campylobacter akut pada host normal bersifat jinak Bakteremia berkelanjutan atau fokus dalam infeksi pada host normal sebelumnya yang merespon terapi antimikroba Bakteremia yang berkelanjutan atau infeksi dalam host dikompromikan Komplikasi sesudah infeksi paling penting dari C. jejuni adalah Sindrom Guillain Barre (GBS). Risiko mengembangkan GBS sangat kecil (kurang dari satu kasus GBS per 1.000 C. jejuni). GBS biasanya terjadi 13 minggu setelah diare. Pengobatan dan Pemantauan Hidrasi dan keseimbangan elektrolit, sering kali disebut sebagai ORT adalah dasar dari pengobatan. Penggunaan antibiotik seharusnya sudah dipertimbangkan pada keadaan seperti demam tinggi, tinja berdarah lebih dari satu minggu, kehamilan, infeksi pada HIV, dan penyakit imunitas lainnya. Bahkan beberapa tahun yang lalu fluoroquinolon adalah obat pilihan utama untuk campylobacteriosis . Namun, masalah utama dari campybacteri adalah resistensi yang terjadi diseluruh dunia. Resistensi fluoroquinolon dari isolasi C.Jejuni pada manusia, di Amerika Serikat terjadi sekitar 18% dan tingkat resisten, di Barcelona dan Thailand lebih dari 80%. Flouroquinolon sebaiknya tidak boleh digunakan terkecuali pada rentang yang ditentukan. Eritromycin dianggap sebagai obat yang optimal untuk pengobatan infeksi campybacteri .tingkat resistensi campybactery untuk erytromisin masih lemah. Keuntungan lain dari penggunaan obat ini yaitu mudah pembeliannya, biaya murah, efek samping rendah, dan memiliki aktifitas spektrum sempit. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 250 mg/oral sehari empat kali atau 500 mg/oral sehari dua kali selama 5-7 hari. Bagi pasien yang menderita sakit, diindikasikan Pengobatan dengan gentamisin, imipenem, cefotaxime, atau kloramfenikol, tetapi harus dilakukan tes kerentanan. Enterohemorrhagic Eschericia coli (EHEC) Epidemiologi EHEC merupakan jenis patogen yang memproduksi Stx-e.coli (STEC) . Pendarahan akut radang usus besar dapat dikaitkan dengan serotype O157;H7 . Serotype ini bertanggung jawab terhadap infeksi wabah besar ini, serta memiliki komplikasi yang sangat tinggi, dan muncul menjadi patogen yang banyak bahkan bukan dari EHEC STEC strains. ❷Spektrum penyakit yang berhubungan dengan E coli O157;H7 diantaranya diare berdarah didapat sebanyak 95% pasien, Diare tidak berdarah, hemolytic uremic syndrome (HUS) , dan thrombotic thrombocytopenic purpura. Sekitar 70.000 kasus dari penyakit EHEC terjadi setiap tahun di negara maju. Insiden tertinggi adalah pada pasien usia 5-9 tahun dan 50-59 tahun. Wabah diare karena O157;H7 E.coli dan STECs telah menyebar pada daging sapi yang telah terkontaminasi, dan humburger, makanan siap saji, susu mentah, dan produk susu lainnya, sayur-sayuran (contoh : toge, bunga kol, dan selada) dan pada jus apel. Yang terpenting penyimpanan dari E.coli O157;H7 adalah saluran gastrointestinal pada sapi. Penyebaran dari orang ke orang mungkin juga terjadi karena infeksi. Terdapat kontaminasi di bak pemandian bayi, atau danau yang terkontaminasi atau meminum air yang juga dapat menimbulkan faktor resiko. Telah dilakukan diagnosa terhadap terjadinya infeksi E.coli O157:H7 menyatakan bahwa di amerika lebih besar resikonya dibandingkan penduduk di perdesaan. Infeksi E.coli O157;H7 terjadi di musim panas dan musim gugur. Patogenesis Dosis menular dari EHEC sangat rendah, antara 1 dan 100 unit pembentuk koloni (CFUs). Dua faktor virulensi utama untuk EHEC adalah produksi dua shigalike sitotoksin (Stx I dan II) dan adhesi yang menyebabkan penipisan luka (A / E). Stx sitotoksin ini bertanggung jawab atas kerusakan pembuluh darah dan efek sistemik seperti HUS. Mediasi adhesi diletakan pada awal EHEC ke sel epitel usus. Peletakan berikut, organisme ini menghasilkan luka A / E pada sel epitel usus individu. Luka A / E menginfeksi usus kecil atau besar dan menyebabkan diare. Pengobatan dan Pemantauan Satu-satunya pengobatan saat infeksi EHEC yang mendukung adalah penggantian cairan elektrolit, sering dalam bentuk ORT. Kebanyakan penyakit diselesaikan dalam waktu 5 sampai 7 hari. Pasien harus dipantau untuk pengembangan HUS. Penggunaan Antibiotik pada infeksi saat ini dikontraindikasikan karena dapat menginduksi ekspresi dan pelepasan racun. Agen Antimotility harus dihindari karena dapat menunda pembersihan patogen dan toksin. Pada akhirnya , dapat meningkatkan risiko komplikasi sistemik. Memasak makanan dengan baik dan pencucian tangan bagi anak anak penting dilakukan karena memungkinkan berkurangnya penyebaran dari orang ke orang. Presentasi Klinis dan Diagnosis Masa inkubasi 3 sampai 5 hari Tinja berdarah Biasanya di sertai demam Leukositosis Nyeri perut HUS di 2% sampai 10% dari pasien (terutama anakanak 1-5 tahun dan orang tua di rumah jompo). Berkembang rata-rata 1 minggu setelah timbulnya diare EHEC milik serotipe 015: H7 bersifat tidak memfermentasi sorbitol, sedangkan lebih dari 70% dari flora usus E.coli melakukan. Untuk memeriksa EHEC dalam kasus diare dengan benar, tinja sebaiknya ditempatkan pada agar sorbitol MacConkey spesial. Koloni E.coli 0157: H7, yang tidak memfermentasi sorbitol, dapat diidentifikasi dengan mudah dan dikonfirmasi oleh serotipe dengan antisera spesifik. di samping itu, tinja harus diuji secara langsung untuk kehadiran Stx I dan II dengan immunoassay enzim (EIA). Kolera Epidemiologi Kolera, pertama kali menjadi penyakit endemik di sekitar benua Asia Selatan, terutama di daerah Delta ganga. Tipe hidup dari vibrio kolera bertanggung jawab atas penyakit serogroup O1 (EL Tor) dan serogroup O139. Kolera dapat menyebar dari air atau makanan yang terkontaminasi dengan air yang terkontaminasi, makanan laut tanpa proses pemasakan. Vibrio kolera tumbuh baik pada temperatur hangat, menyebabkan insiden kolera ditandai secara musiman. Patogenesis Vibrio cholerae merupakan bakteri gram negatif (-) berbentuk bantang. Vibrio mendiami disepanjang aliran pencernaan sampai ke usus halus. Vibrio melakukan perpanjangan protein dengan mengikat reseptor yang ada di atas lapisan mukosa, dan Vibrio ini mempercepat pergerakan usus dengan berpenetrasi ke lapisan mukus. Kolera enterotoksik terdiri dari dua subunit, pertama subunit A adalah penyampaian kedalam sel dan memyebabkan kenaikan siklik AMP, yang mengatur cairan masuk ke usus halus. Terjadi kenaikan volume cairan mengakibatnya diare berair yang menunjukan karakteristik dari penyakit kolera. Diare menyebabkan kehilangan elektrolit yang kaya cairan isotonik akibatnya volume darah menurun diikuti dengan menurunnya tekanan darah dan shock. Untuk catatan cairan diare ini sangat beresiko menyebabkan penularan infeksi kolera. Pengobatan dan Pemantauan Pertolongan pertama pengobatan kolera dengan penggantiaan cairan. Dengan tidak adanya pengobatan akan meningkatkan angka kematian karena kolera kurang lebih 50%. Untuk kolera, ORT yang berbasis nasi lebih baik dari pada ORT yang berbasis glukosa karena bisa mengurangi banyaknya kotoran. Pasien dengan penyakit yang serius, seharusnya mendapatkan konseling rangkaian antibiotik 1-3 hari untuk mempersingkat waktu sakit dan pengurangan angka kritis. Obat pilihan utama yang dapat digunakan adalah Doxycyklin 300 mg sehari dan antibiotik lain yang dapat digunakan adalah erytromycin, azitromycin, trimetroprimsulfametoxazol dan ciprofloxacin. Resistensi antibiotik telah terjadi pada V.cholera pada tahun 1977. Antibiotik profilaksis sudah tidak digunakan. Presentasi Klinis dan Diagnosis Masa inkubasi dari 18 jam sampai 5 hari Mendadak diare berair dan muntah Volume buang air besar berlebih Dehidrasi, atau lebih parah. Pasien yang menderita dehidrasi berat karena kehilangan cairan cepat beresiko kematian dalam beberapa jam dari onset penyakit. Kram otot parah di kaki karena ketidakseimbangan elektrolit yang disebabkan oleh hilangnya cairan. Kram ini harus diselesaikan dengan pengobatan. Asidosis metabolik Diare pada Wisatawan Epidemiologi Diare pada wisatawan terjadi umumnya ketika pengunjung datang dari negara maju ke negaranegara berkembang. Lebih dari 50 juta orang beresiko untuk menderita diare ini setiap tahun. Diare ini dapat terjadi setelah konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan bakteri, virus, atau parasit. ❸ Bakteri seperti shigella, salmonella, campylobacter, dan E.coli bertanggung jawab untuk 60% sampai 85% dari kasus diare. Norovirus sudah diakui semakin signifikan sebagai penyebab diare ini. Makanan yang menjadi faktor resiko diantaranya seperti air keran, makanan mentah, makanan laut, buah, dan sayuran, dan makanan yang disimpan tidak baik, terutama gaya prasmanan makanan. Selain itu, konsumsi alkohol lebih dari lima kali per hari telah terbukti menjadi faktor risiko, terutama pada laki-laki. Pendidikan tentang jenis makanan yang harus dihindari selama perjalanan dapat menjadi metode yang efektif. Patogenesis Lihat bagian mikroorganisme tertentu bab ini untuk informasi patogenesis. Pengobatan dan Pemantauan Tujuan pengobatan adalah menjaga hidrasi dan status fungsional untuk mencegah dari suatu gangguan. Untuk wisatawan dengan kasus diare ringan , ORT sering diperlukan. Namun, antibiotik sangat efektif dalam mengurangi durasi penyakit. Penggunaan trimethoprim - sulfametoksazol jarang dipilih penggunaannya karena perkembangan resistensi di berbagai daerah. Pada umumnya, fluoroquinolon, khususnya levofloxacin (500mg sehari sekali) dan ciprofloxacin (500mg sehari dua kali), merupakan obat pilihan untuk diare. Dapat digunakan kecuali wisatawan memiliki sakit demam atau tinja berdarah, dalam hal ini diperlukan 3 hari . Alternatif untuk fluoroquinolones harus digunakan di Asia, dimana resistensi tinggi di antara campylobacter. Azitromicyn, sebagai dosis 1000mg tunggal, merupakan alternatif untuk kelas fluorokuinolon. Selain itu, FDA (Food and Durg Administrision) baru-baru ini menyetujui rifaximin untuk pengobatan diare pada wisatawan dengan dosis 200mg sehari tiga kali selama 3 hari. Rifaximin tidak efektif terhadap C. jejuni, dan efikasi belum didokumentasikan terhadap salmonella atau shigella. Presentasi Klinis dan Diagnosis Sering mencret Berhubungan dengan mual dan muntah Sakit perut Fecal urgency Disentri Tanda dan gejala yang berkaitan dengan patogen penyebabnya spesifik Meskipun agen antimotilitas efektif untuk memperpendek durasi penyakit, mereka tidak membasmi mikroorganisme dan tidak boleh digunakan di kasus sedang sampai berat dengan gejala sistemik kecuali dalam kombinasi dengan antibiotik. Kombinasi agen antimotilitas dan antibiotik dapat mengurangi durasi penyakit untuk beberapa jam. ❹ Pendidikan seseorang tentang makanan berisiko tinggi adalah kunci untuk pencegahan diare. Sloganslogan seperti, merebus makanan atau memasaknya dapat membantu untuk mengingatkan seseorang dari makanan yang mungkin terkontaminasi. Pencegahan diare seseorang dengan antibiotik efektif tetapi harus dibatasi untuk individu yang memiliki sejarah diare berulang, seseorang tidak mampu untuk membuat perubahan perjalanan, memiliki faktor predisposisi untuk diare, seperti achlorhydria, gastrektomi,atau penyakit usus imflammatory atau imunosupresi. Penggunaan antibiotik untuk pencegahan tidak banyak direkomendasikan karena dapat menyebabkan pengembangan resistensi, dan efek buruk pada flora normal saluran pencernaan. Fluoroquinolones dapat digunakan ketika pencegahan. Namun, rifaximin dapat mewakili pilihan ideal untuk pencegahan diare. Dengan hampir tidak ada penyerapan sistemik dan profil keamanan yang baik, meskipun tidak disetujui oleh FDA dalam indikasi ini. Bismuth subsalicylate 525mg 1-4 kali sehari juga efektif untuk pencegahan diare. Tidak ada vaksin yang efektif ada untuk diare. Diare Yang Diakibatkan Oleh Clostridium Difficile Atau CDAD (Clostridium Difficile Associated Diarrhea) Epidemiologi C. difficile merupakan penyabab utama infeksi nosokomial enterik. Racun dari C. Difficile dapat ditemukan dalam feces dari 15% sampai 25% dari pasien yang menggunakan antibiotik associated diarrhea (AAD), dan lebih dari 95% pasien dengan pseudomembran kolitis. Lebih dari 90% perawatan kesehatan terkait CDAD terjadi setelah atau ketika terapi antimikroba. ❺ Clindamycin, sefalosforin, dan penicillin merupakan antibiotik yang terkait dengan CDAD tetapi hampir semua agen antimikroba menyebabkan CDAD kecuali golongan aminiglikosida. Studi terbaru menunjukkan bahwa floroquinolon sangat berhubungan dengan CDAD. Faktor resiko terkait CDAD meliputi bertambahnya usia, pemakaian NGT (Naso Gastric Tube), prosedur GI nonsurgical, pengobatan antiulcer, berada di rumah sakit dalam jangka waktu yang lama, penggunaan antibiotik jangka panjang, dan penggunaan beberapa antibiotik. terbentuknya komunitas asosiasi terhadap infeksi oleh C. Difficile meningkat bermula ketika ada pasien yang tidak dirawat di rumah sakit pada beberapa tahun sebelum didiagnosis. Selain penggunaan antibiotik yang terkait dengan kasus C.Difficile terkait juga dengan penggunaan agen penekan asam lambung (misalnya pompa proton inhibitor dan antagonis reseptor H2). C. Difficile tersebar melalui rute fecal-oral, dan penularan dari satu pasien ke pasien lain. Patogenesis C. difficile adalah bakteri gram positif, membentuk spora anaerob. Merupakan organisme yang berada di pencernaan yaitu di usus baik secara vegetatif atau spora. Yang dapat bertahan untuk waktu yang lama dilingkungan. Presentasi Klinis dan Diagnosis Gejalanya dapat bermula sejak hari pertama terapi antimikroba atau beberapa minggu setelah terapi antibiotik selesai. Diare ( Diare akut dengan gejala nyeri perut bagian bawah, demam, dan leukositosis ringan atau tidak ada leukositosis). Mild, dengan hanya 3 atau 4 kotoran berair/hari Adanya racun yang dikeluarkan oleh C. Difficile dalam feces tetapi pemeriksaan sigmoidoscopic normal Colitis Diare cair dengan adanya gerakan peristaltik usus 5 sampai 15 kali perhari, sakit dibagian perut, abdominal distention, mual dan anorexia. Sakit pada bagian bawah perut sebelah kiri dan kanan disertai kram Dehidrasi dan demam ringan Pemeriksaan sigmoidoscopic mungkin memperlihatkan difusi non spesifik/kolitis erithema tanpa pseudomembran. Kolitis Pseudomembran , gejala sama seperti colitis tetapi pemeriksaan secara sigmoioscopic yang menyatakan karakteristik membran dengan adanya plak kuning atau putih pada usus distal. Racun usus besar, sebuah dilatasi akut dari usus dengan diameter lebih besar dari 6cm terkait adanya toksisitas sitemik dan tidak adanya obstruksi mekanik, hal ini menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Fulminat colitis, merupakan abdomen akut dengan gejala sistemik seperti demam, takikardia, dehidrasi dan hipotensi, beberapa pasien dengan tanda leukocytosis yang mencapai 40.000 sel darah putih/mm3, biasanya terjadi diare tetapi tidak untuk pasien dengan paralitik ileus dan megakolon toksis. Kekambuhan colitis, akibat faktor resiko seperti bertambahnya usia, operasi, peningkatan diare oleh sejumlah bakteri C. Difficile, dan leukositosis. 12% sampai 24% pasien berkembang CDAD ke 2 dalam waktu 2bulan pada pemeriksaan pertama. Dalam kebanyakan kasus pengujian racun dari C. Difficile dari spesimen feces yang efektif membenarkan diagnosis. berbagai KIT ELISA tersedia untuk mendeteksi adanya toksin A atau toksin B, pengujian berulang dapat meningkatkan sensitivitas. Leukocytosis, hipoalbuminemia, dan fecal leukocytes merupakan non spesifik tetapi sugestif untuk infeksi C. Difficile. Dalam pasien tertentu Sigmoidoscopy, colonoscopy atau abdominal compiuted tomographic (CT) scan dapat memberikan informasi diagnostik yang berguna Pengobatan dan Pemantauan Menghentikan penggunaan antibiotik adalah langkah yang paling penting dalam pengobatan awal CDAD. Bila terapi menghentikan antibiotik tidak efektif atau tidak berguna, terapi antimikroba ditujukan langsung secara spesifik melawan C.difficile harus diberikan selama 10 hari. Metronidazol oral (500 mg sehari 3 kali atau 250 mg sehari 4 kali) dan vancomycin oral (125 mg sehari 4 kali) mempunyai efikasi yang mirip, tapi metronidazol dianggap pilihan obat untuk berbagai kasus dan juga karena harganya dan perhatian mengenai enterokokus yang resisten terhadap vankomisin. Penyakit berat didenifisikan sebagai datangnya komplikasi radang usus besar, seperti sepsis, volume deplesi, ketidaksemimbangan elektrolit, hipotensi, lumpuh, keracunan usus yang membesar. Pasien dengan tanda penyakit berat sebaiknya menerima vankomisin oral sebagai terapi awal. Intervensi bedah dapat diindikasikan dan menyelamatkan nyawa, terutama dalam kasus komplikasi oleh racun usus yang membesar atau lubang pada usus besar. Dalam situasi dimana terapi oral tidak bisa diberikan, intravena metronidazol (500mg setiap 4-8 jam), atau enema retensi vankomisin (500mg setiap 4-8 jam), atau vankomisin melalui catheter usus sebaiknya disiapkan. Agen antiperistaltik sebaiknya tidak diberikan karena pemakaian agen-agen ini dikaitkan dengan perkembangan racun megakolon. Respon terapi sebaiknya berdasar pada tanda dan gejala klinis. Uji ulang toksin sebagai test penyembuhan tidak direkomendasikan karena beberapa pasien mungkin tetap diserang oragnisme ini pada saat pemulihan. Penyembuhan pada pasien yang diserang asimtomatik tidak direkomendasikan sebagai pengukuran kontrol infeksi. Kambuhnya penyakit ditandai kembalinya gejala pada 3 hingga 21 hari sesudah berhenti menggunakan metronidazol atau vankomisin. Resisten antibiotik bukan merupakan faktor kembalinya penyakit, sebagian besar kembalinya penyakit biasanya respon ke jalan lain vankomisin ataupun metronidazol. Mencuci tangan dan pencegahan isolasi adalah kunci untuk mengkontrol C. difficile. INFEKSI PARASIT Cyrptosporidiosis Epidemiologi Cryptosporidiosis telah diakui sebagai penyakit manusia sejak tahun 1970-an, dan meningkat pada tahun 1980 dan 1990-an karena hubungannya dengan HIV / AIDS. Cryptosporidium untuk kasus diare pada orang imunokompeten di negara-negara maju dan berkembang, masing-masing 2,2% dan 6,1%. Persentase ini meningkat , masing-masing menjadi 7% dan 12% pada anak-anak di negara-negara maju dan berkembang, dan untuk orang dengan imunitas lemah di negara-negara maju dan berkembang masingmasing 14% dan 24%. Infeksi menyebar melalui orang ke orang, biasanya melalui rute fecal-oral; oleh hewan, terutama sapi dan domba; dan melalui lingkungan, terutama air. Orang pada peningkatan risiko tertular kriptosporidiosis adalah keluarga dan kontak seksual dengan pasangan, dari seseorang dengan penyakit ini, petugas kesehatan, orang-orang yang bepergian ke daerah endemisitas tinggi dan lain-lain. Patogenesis Cryptosporidium adalah parasit protozoa di intraseluler yang mampu menjalankan seluruh siklus hidupnya dalam satu host. Manusia terinfeksi setelah adanya ookista, autoinfeksi dan infeksi persisten yang mungkin terjadi karena siklus dalam saluran pencernaan. Sedikitnya 10 sampai 100 kista dapat menyebabkan infeksi. Pengobatan dan Pemantauan Tidak ada antimikroba yang tersedia yang efektif serta konsisten membunuh Cryptosporidium, khususnya pada orang dengan sistem imun rendah. Presentasi Klinis dan Diagnosis Umum Masa inkubasi 7- 10 hari Diare berair dengan lendir tapi tidak ada darah atau leukosit yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu Mual, muntah, dan kram perut sering menyertai diare. Demam mungkin hadir. Metode sederhana diagnosis adalah deteksi ookista yang dimodifikasi dengan pewarnaan asam-cepat dari spesimen tinja. Standar ova dan uji parasit tidak termasuk Cryptosporidium. Imunokompeten Dapat bermanifestasi sebagai penyakit tanpa gejala, diare akut, atau diare persisten berlangsung selama beberapa minggu Biasanya membatasi diri Imunitas Lemah Dapat bermanifestasi sebagai penyakit tanpa gejala; infeksi transient kurang dari 2 bulan; diare kronis yang berlangsung setidaknya 2 bulan, atau infeksi fulminan, dengan minimal 2 L dari tinja berair per hari Penyakit yang timbul tanpa gejala lebih umum pada mereka dengan CD4+ sel, lebih besar dari 200 sel / mm3, dan fulminan infeksi yang lebih umum pada mereka dengan jumlah CD4+ kurang dari 50 sel / mm3 Secara umum, immunocompeten tiap orang dengan infeksi tanpa gejala nyata tidak memerlukan terapi antimikroba. Untuk pasien HIV / AIDS terapi yang optimal adalah pemulihan fungsi kekebalan tubuh dengan menggunakan antiretrtoviral atau perlu terapi antimikrobial. pada pasien HIV/AIDS yang menggunakan ART tetapi tidak efektif direkomendasikan untuk menggunakan kombinasi antimikrobial dan agen antidiare. Azithromycin dan clarithromycin telah menunjukan keberhasilan untuk cryptosporidiosis bahkan pasien positif HIV. Namun Nitazoxanid adalah antimikroba yang paling bagus untuk cryptosporidiosis yang telah disetujui oleh FDA untuk pengobatan cryptosporidiosis pada anak-anak. Secara acak dilakukan kontrol plasebo. Nitazoxanid telah menunjukkan efikasi atau keberhasilan pada cryptosporidiosis terhadap orang immunocompeten, anak-anak kurang gizi dan pasien HIV/AIDS dengan jumlah sel CD4+ sel kurang dari 50 sel/mm3 disarankan untuk menggunakan dosis yang lebih besar atau tinggi, durasi pemakaian yang lama. Pencegahan cryptosporidiosis sulit dilakukan karena oocysts yang tahan terhadap banyak desinfektan dan antiseptik ternasuk amonia,alkohol dan klorin. Sebagian besar menggunakan metode pengobatan tradisional untuk air seperti filtrasi, tidak membasmi semua oocysts yang bermasalah dalam menghadapi infeksi cryptsporidium. Skrining rutin terhadap air minum harus dipertimbangkan untuk pengolahan air, dan tanaman dan disarankan untuk orang dengan imunitas lemah menghindari air di danau, sungai dan kontak dengan binatang kecil. Untuk setiap orang sebelum meminum air harus didihkan dan di dinginkan terlebih dahulu. VIRUS GASTROENTERITIS ❻ Virus adalah penyebab paling umum untuk penyakit diare di dunia, menghasilkan 450.000 dan 160.000 pasien dewasa dan anak yang dirawat inap dan lebih dari 4000 pasien yang meninggal. Beberapa virus dapat menyebabkan gastroenteritis termasuk rotarivirus, norovirus, astrovirus, enteri adenovirus dan coronovirus (Tabel 73-4). Pada bab ini hanya membahas tentang rotarivirus. Presentasi Klinis dan Diagnosis Inkubasi selama 2 hari 2 hingga 3 hari demam dan muntah Diare berlebihan tanpa darah atau leukosit ( hingga 10 – 20 kali per hari ) Dehidrasi parah Anorexia Dapat timbul demam Presentasi klinis ( gejala ) pada orang dewasa dapat bervariasi dari tanpa gejala sampai terjadinya gejala nonspesifik seperti sakit kepala , malaise , menggigil , dan muntah Diagnosis dapat dilakukan dengan alat PCR Rotavirus Epidemiologi Rotavirus menyebabkan antara 600.000 dan 875.000 kematian setiap tahun, dengan rating tertinggi pada usia muda dan dalam negara berkembang. Rotavirus adalah penyebab utama gastroenteritis anak dan kematian di seluruh dunia. Kebanyakan infeksi terjadi pada anak-anak antara 6 bulan dan 2 tahun, biasanya selama musim dingin, walaupun infeksi dapat terjadi pula pada orang dewasa. Rotavirus menyebabkan lebih dari 2 juta penderita rawat inap dan 600.000 kematian pertahun dialami anak-anak di bawah umur 5 tahun. Penularan dari pasien ke pasien terjadi selama rute pemberian melalui dubur dan oral. Patogenesis Mekanisme diare belum dijelaskan secara jelas, tetapi teori menjelaskan bahwa diare terjadi karena pengurangan permukaan serap bersama dengan gangguan penyerapan karena kerusakan sel, efek enterotoksigenik dari protein rotavirus, dan stimulasi dari sistem saraf enterik. Pengobatan dan Pemantauan Dasar / landasan dari perawatan rotavirus adalah mendukung pemeliharaan dan rehidrasi dengan ORT atau cairan intravena bila diperlukan. Agen antimotilitas dan antisekretori sebaiknya tidak digunakan untuk mereka yang berpotensi mengalami efek samping seperti pada anak-anak dan orang yang rentan terserang penyakit. TABEL 73-4. Agen yang Bertanggung Jawab terhadap Viral Gastroenteritis dan Diare Virus Umur Waktu Durasi Penularan Gejala Rotarivirus 6 bulan- 2 Musim 3-8 hari Fecal-oral, air, Diare, muntah, demam, sakit tahun dingin makanan perut Enteric Kurang dari 2 sepanjang 7-9 hari Fecal-oral Diare, gangguan pernafasan, adenovirus tahun tahun muntah, demam Astrovirus Kurang dari 7 Musim 1-4 hari Fecal-oral, air, Muntah, diare, demam, sakit tahun dingin kerang perut Norovirus Lebih dari 5 Tidak tentu 12-24 jam Fecal-oral, Mual, muntah, diare, kram perut, tahun makanan, aerosol sakit kepala, demam panas dingin, mialgia Modified from Martin S, Jung R. Gastrointestinal infections and enterotoxigenic poisonings. In: DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, et al, (eds.) Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005:2049 Perawatan dan Pemantauan Pasien 1. Mengamati pasien untuk tanda-tanda dan terjadinya tanda dehidrasi , dan rehidrasi yang diperlukan. 2. Memonitor peningkatan konsistensi defekasi dan pengurangan frekuensi defekasi 3. Jika agen farmakologis yang digunakan , memantau efek samping 4. Evaluasi pasien untuk segala kemungkinan komplikasi atau efek samping untuk menurunkan resiko penyakit. Vaksin rotavirus oral yang hidup baru disetujui barubaru ini oleh FDA untuk digunakan pada bayi berusia 6 minggu untuk 32 minggu dan memberikan perlindungan melawan infeksi rotavirus selama minimal 24 bulan. Komite advosory CDC pada praktek imunisasi merekomendasikan vaksinasi pada 2 , 4 , dan 6 bulan. KERACUNAN MAKANAN Setiap tahun di Amerika Serikat , sekitar 76 juta makanan menunjang terjadinya penyakit yang menyebabkan 325.000 rawat inap dan lebih dari 5000 kematian . Sejumlah bakteri dan virus patogen yang telah dibahas sebelumnya dalam bab ini (misalnya, Salmonella, shigella, campylobacter, E.coli, dan norovirus) dapat menyebabkan keracunan makanan. Bakteri lain yang dapat menyebabkan keracunan makanan termasuk Staphylococcus aureus, C. Perfringens, C. Botulinum, dan Bacillus cereus (Tabel 735). Keracunan makanan sebaiknya dapat diketahui jika paling tidak dua orang dengan gejala yang sama setelah menelan makanan yang sama dalam 72 jam. Studi Kasus Pasien 1 Pria tua berusia 70 tahun datang ke departemen gawat darurat karena nyeri perut dan diare tanpa perdarahan. Satu hari sebelumnya ia telah keluar dari rumah sakit, saat dia menerima ceftriaxone dan levofloxacin untuk 7 hari untuk infeksi pernafasan akut. Segera setelah sampai di rumah, ia banyak mengalami defekasi cair berwarna coklat. Beberapa jam kemudian, pasien dilarikan ke rumah sakit. Riwayat penyakit pasien tersebut biasa saja. Nilai laboratory : Sel darah putih berjumlah 50,000 sel/mm³, hematokrit 43 %, sodium 125 mmol/L, potassium 5.6 mmol/L, CO2 14 mmol/L, dan asidosis metabolit. Radiografi abdominal menunjukkan tidak ada bukti obstruksi. Pasien telah dirawat di rumah sakit. Penyakit GI apa yang dimungkinkan berdasarkan informasi ini ? Dari dugaanmu, tes diagnostik dan perawatan apa yang direkomendasi untuk pasien ini ? Di rumah sakit, dia menerima cairan dan metronidazole 500 mg setiap 8 jam melalui intravena. TABEL 73-5. Keracunan Makanan Organisme Onset (jam) Staphyloccocus 1 hingga 6 aureus Bacillus cereus- 0.5 hingga emetic 6 Bacillus cereus 8 hingga 16 – diarrheal Clostridium 8 hingga 12 perfringens (type A) Clostridium 18 hingga botulinum 24 Makanan yang berhubungan Salad, makanan kering, ham, unggas Nasi, mie, pasta, makanan kering daging, sayuran, sup, saus, produk susu daging, unggas Durasi Gejala Perawatan 12 jam Mual, muntah Supportive 24 jam Muntah Supportive 24 jam Diare, nyeri perut Supportive 24 jam Supportive Buah, sayuran, daging, madu, salsa, relish 1 minggu Mual, kram perut, diare encer yang banyak Gejala GI akut, paralisis, kematian jika memungkinkan antimikroba digunakan, penyelesaian kursus terapi harus dinilai. Izin didokumentasikan dari mikroorganisme menyinggung tidak diperlukan. Studi Kasus Pasien 2 Seorang pria 45 tahun dengan AIDS memberitahukan keadaan daruratnya ke UGD dengan keluhan demam, mual, muntah-muntah, sakit perut, dan diare tidak berdarah selama 2 hari. Dia melaporkan bahwa diare nya membaik, namun ia demam dan menggigil beberapa jam sebelum ia datang ke kamar Unit Gawat Darurat. Pada Pemeriksaan fisiknya positif demam dan sakit perut menyebar. USG abdomen tidak menunjukkan adanya kelainan. Dia mengaku mengirim dua set kultur darah ke rumah sakit. Apa GI patogen (s) yang Anda menduga pada pasien ini? Kultur darah-Nya kembali positif nontyphoidal Salmonella. Pengobatan Apa yang anda rekomendasikan? Melakukan tes lebih lanjut Apa yang perlu dilakukan sebelum Anda dapat memutuskan, apa Rekomendasi pengobatan anda? Apakah ada pertimbangan khusus karena infeksi HIV ini pasien? HASIL Supprotive ( termasuk ventilasi mkanik, trivalent antitoksik ) EVALUASI Pasien dengan infeksi GI harus dievaluasi untuk pemecahan atau penanganan gejala GI, serta tandatanda sistemik dan gejala yang terkait. Jika terapi SINGKATAN-SINGKATAN AAD : Antibiotic-Associated Diarrhea A/E : Attaching-Effacing AMP : Adenosine Monophosphate ART : Antiretroviral Therapy CDC :Centers for Disease Control and Prevention CDAD :Clostridium difficile–associated diarrhea CFU : Colony-Forming Units EHEC : Enterohemorrhagic Escherichia coli ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay FDA : Food and Drug Administration GI : Gastrointestinal GBS : Guillain-Barré Syndrome HIV/AIDS: Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immune Deficiency Syndrome HUS : Hemolytic-Uremic Syndrome ORT : Oral Rehydration Therapy PCR : Polymerase Chain Reaction STEC : Shiga Toxin–Producing E. coli Stx : Shiga Toxin VRE : Vancomycin-Resistant Enterococcus WHO : World Health Organization Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com Masuk ke situs web: www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk memperoleh informasi dalam melanjutkan pembelajaran bab ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN Bartlett JG. Antibiotic associated diarrhea. New Engl J Med 2002; 346:334–339. Chen XM, Keithly JS, Paya CV, LaRusso NF. Cryptosporidiosis. New Engl J Med 2002;346:1723–1731. Clark B,McKendrick M. A review of viral gastroenteritis. Curr Opin Infect Dis 2004;17:461– 469. DuPont H. Shigella species (bacillary dysentery). In: Mandell GL, Bennett JE, and Dolin R, eds. Principles and Practice of Infectious Diseases. 6th ed. New York: Churchill Livingstone; 2004. p. 2655. Hohmann EL. Nontyphoidal salmonellosis. Clin Infect Dis 2001; 32:263–269. Gardner TB, Hill DR. Treatment of giardiasis. Clin Microbiol Rev 2001;14:114–128. Miller SI, Pegues DA, Ohl ME. Salmonella species. In: Mandell GL, Bennett JE, and Dolin R, eds. Principles and Practice of Infectious Diseases, 6th ed. New York: Churchill Livingstone; 2004. p. 2637. Okhuysen PC. Current concepts in travelers’ diarrhea: Epidemiology, antimicrobial resistance and treatment. Curr Opin Infect Dis 2005;18:522–526. Sack DA, Sack RB, Nair GB, Siddique AK. Cholera. Lancet 2004; 363:223–233. Stoddart B, Wilcox MH. Clostridium difficile. Curr Opin Infect Dis 2002;15:513–5 08 INFEKSI INTRAABDOMINAL Joseph T. DIPIro and Thomas R. Howdieshell OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. Mengidentifikasi alasan umum mengapa beberapa parasit memiliki prevalensi yang lebih tinggi di Amerika Serikat. 2. Membedakan definisi antara infeksi intraabdominal primer dan sekunder. 3. Menjelaskan mikrobiologi dari intraabdominal primer dan infeksi sekunder. 4. Menjelaskan presentasi klinis dari infeksi intraabdominal primer dan sekunder. 5. Menjelaskan peran budaya dan kerentanan informasi untuk diagnosis dan pengobatan infeksi intraabdominal. 6. Mengenalkan obat yang paling tepat dan langkah-langkah pengobatan tanpa obat untuk mengobati infeksi intraabdominal. 7. Merekomendasikan rejimen antimikroba yang tepat untuk pengobatan infeksi intraabdominal primer dan sekunder. 8. Menjelaskan proses peningkatan keadaan pasien selama pengobatan infeksi intraabdominal KONSEP UTAMA ❶ Kebanyakan infeksi intraabdominal sekunder disebabkan oleh kerusakan pada saluran pencernaan yang harus diobati dengan surgical drainage atau perbaikan. ❷ Peritonitis primer umumnya disebabkan oleh organisme tunggal Staphylococcus aureus pada pasien yang menjalani Continuous Ambualtory Peritoneal Dialysis (CAPD) terus menerus. ❸ Infeksi intraabdominal sekunder biasanya disebabkan oleh campuran bakteri basil gram negatif dan bakteri anaerob. Campuran dari organisme ini mempertinggi potensi patogen dari bakteri. ❹ Untuk peritonitis, peringatan pertama adalah ketika menyerang ke dalam cairan pembuluh darah. ❺ Kultur dari letak infeksi intraabdominal sekunder umumnya tidak digunakan untuk terapi antimikroba. ❻ Cara hidup antimikroba untuk infeksi intraabdominal sekunder harus mencakup basil enterik gram negatif dan basil anaerob. Agen antimikroba yang dapat digunakan untuk infeksi pengobatan intraabdominal sekunder : (1) kombinasi β-lactam_β-lactamase-inhibitor (2) Carbapenem (3) quinolone dan clindamicin (metronidazole). ❼ Untuk infeksi intraabdominal yang parah durasi pengobatan antimikroba total yaitu 5 sampai 7 hari. Infeksi intraabdominal terdapat dalam rongga peritoneum dan ruang retroperitoneal. Rongga peritoneum memanjang dari permukaan bawah diafragma ke bawah panggul dan isi perut: usus kecil, usus besar, hati, kandung empedu dan limfa. Sedangkan yang terdapat dalam retroperitoneum yaitu: Duadenum, pankreas, ginjal, kelenjar adrenal, pembuluh darah besar (aorta dan vena cava) dan struktur mesentrik vaskular. Infeksi intraabdominal dapat berupa lokal dan umum. Mungkin terdapat dalam stuktur visceral seperti hati, kandung empedu, limpa, pankreas, ginjal atau organ reproduksi wanita. Dua jenis umum dari infeksi intraabdominal dibahas dalam bab ini: peritonitis dan bengkak. Peritonitits didefinisikan inflamasi akut pada selaput peritoneal sebagai respon dari adanya mikroorganisme, bahan kimia, radang atau cedera benda asing. Pada bab ini hanya membahas peritonitis dengan sumber penyakit menular. Studi Kasus Pasien Lelaki tua berusia 67 tahun datang ke ruangan gawat darurat dengan penyakit distress akut dengan nyeri perut, mual dan muntah. Keadaan kesehatan pasien cukup baik hingga kemarin malam ketika ia mengalami sakit perut tiba-tiba. Selama malam hari, dia mengalami muntah dan sakit tidak berkurang. Pasien tersebut menggunakan gyburide untuk diabetes melitus yang tidak bergantung pada insulin, serta penyakit peptic ulcer yang telah diobati dengan ranitidine dan omeprazol, ia memiliki alergi terhadap debu tetapi tidak ada laporan mengenai alergi obat. Ia menyebutkan bahwa pernah mengkonsumsi alkohol dan merokok dua bungkus sehari. Informasi apa yang akan anda tanyakan pada pasien ini ? Cairan-cairan purulen dipisahkan dari jaringan melalui dinding yang terdiri dari sel-sel inflamasi dan organ yang berdekatan di sekitarnya. Biasanya mengandung debris nekrotik, bakteri, dan sel inflamasi. Peritonitis dan bengkak berbeda dalam presentasi dan pendekatan dalam pengobatan. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI Peritonitis mungkin bisa diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, sekunder, dan tersier. Peritonitis primer juga disebut peritonitis bakterial spontan, merupakan infeksi pada rongga peritoneal tanpa sumber bakteri yang jelas dari perut. Pada peritonitis sekunder, fokus penyakit jelas terjadi dalam perut. Peritoneal sekunder mungkin melibatkan perforasi dari saluran pencernaan, (mungkin terjadi karena ulcerasi, iskemia, atau adanya gangguan). Pasca operasi peritonitis, atau pasca trauma peritonitis (ketumpulan atau trauma penetrasi). Peritonitis tersier, terjadi pada pasien kritis dan infeksinya keras serta berulang paling lambat sekitar 48 jam setelah bentuknya menyerupai penanganan pada peritonitis primer atau sekunder. Peritonitis primer, berkembang pada 25 % pasien yang mempunyai sirosis alkohol. Pasien ini melakukan rawat jalan terus menerus setiap 2 tahun. Peritonitis sekunder mungkin disebabkan oleh perforasi dari peptic ulcer, perforasi traumatik perut, usus besar dan usus kecil, uterus, atau saluran urin; radang usus buntu; pancreatitis; diverculitis; infark usus; inflamasi usus; kolesisitis; kontaminasi operatif dari peritoneum; atau penyakit saluran kelamin pada wanita seperti aborsii, pasca operasi infeksi uterin, endometritis, atau salpingitis. Radang usus buntu adalah salah satu penyakit yang terkenal disebabkan oleh infeksi didalam perut. Pada tahun 1998, 278.000 pemeriksaan usus buntu dilakukan pada suspek penderita radang usus buntu di United States Peritonitis primer pada orang dewasa, umumnya terjadi pada orang-orang yang memiliki sirosis alkohol, terutama yang berada pada tahap akhir, atau dengan ascites yang disebabkan oleh sirosis postnecrosis, hepatitis kronik aktif, hepatitis viral akut, gagal jantung kongestif, keganasan, lupus erithematosus sistemik, dan sindrom nefrotik. Hal ini juga merupakan hasil dari penggunaan peritonial catheter untuk dialisis dengan gagal ginjal atau CNS ventriculoperitoneal yang mendorong terjadinya hidrosefalus. Adanya abses (bengkak) adalah efek dari inflamasi kronik dan mungkin ada tanpa peritonitis awal pada umumnya, mungkin berada dalam rongga peritoneum atau organ dalam dan mungkin berbeda dalam hal ukuran, membutuhkan beberapa minggu hingga tahunan untuk terbentuk. Penyebab dari abses intraabdominal meliputi mereka yang mengalamai peritonitis dan faktanya, mungkin abses ini muncul berurutan atau secara serentak. Radang usus buntu merupakan penyakit yang sering diakibatkan oleh adanya abses. PATOFISIOLOGI Infeksi intraabdominal diakibatkan dari bakteri yang masuk ke peritoneum atau ruang retroperitoneum atau penumpukkan bakteri di sekitar organ intraabdominal. Pada peritonitis umumnya, bakteri dapat memasuki abdomen melalui aliran darah atau sistem limfe dengan transmigrasi melewati dinding bowel, lewat kateter dialisis yang masuk ke dalam peritoneum, atau lewat tuba falopii pada wanita. Bakteri dalam darah menyebar (melalui aliran darah) lebih banyak terjadi pada peritonitis tubercolosis atau peritonitis terkait asites sirosis. Jika peritonitis diakibatkan dialisis peritoneum, mikroba pada permukaan kulit akan masuk melalui kateter ke dalam peritoneum. Pada peritonitis lanjut, bakteri lebih sering memasuki peritonium atau retroperitonium sebagai akibat dari pelubangan gastrointestinal atau daerah genital wanita disebabkan oleh penyakit atau luka traumatis. Jika bakteri yang memasuki abdomen tidak ditangani oleh mekanisme pertahanan selular atau humoral, penyebaran bakteri dapat terjadi pada seluruh rongga peritoneal, mengakibatkan peritonitis. Ini biasanya dibantu dengan adanya benda asing, hematoma, jaringan nekrosis, inokulum bakteri yang banyak, kontaminasi bakteri yang terus menerus, dan kontaminasi yang melibatkan campuran organisme yang saling sinergis. Perubahan cairan dan protein pada abdomen (disebut peruangan ketiga) dapat terjadi sangat hebat hingga volume aliran darah berkurang, yang menyebabkan keluaran jantung berkurang dan terjadinya hypovolemic shock. Adanya demam, muntah, atau diare dapat memperparah ketidakseimbangan cairan. Respons refleks simpatis, ditandai dengan berkeringat, tachycardia, dan vasokonstriksi akan nampak. Pada peritonium yang mengalami peradangan, bakteri dan endotoksin diserap dengan mudah melalui aliran darah (translokasi), dan hal ini dapat menyebabkan septic shock. Bahan asing lain yang ada pada rongga peritoneum berpotensi peritonitis, seperti feses, jaringan mati, barium, mukus, bile, dan darah. Banyak kejadian infeksi intraabdominal, seperti peritonitis, disebabkan oleh aktivitas sitokin. Peradangan sitokin diakibatkan oleh makrofag dan neutrofil sebagai reaksi terhadap bakteri dan produk bakteri atau terhadap luka jaringan akibat dari sayatan bedah. Sitokin tersebut menghasilkan efek yang luas pada endotelium organ, seperti hati, paru-paru, ginjal, dan jantung. Dengan aktivitas mediator yang tidak terkendali, akan menyebabkan sepsis. Peritonitis dapat menyebabkan kematian karena pengaruhnya pada sistem organ utama. Abses terjadi jika kontaminasinya setempat tetapi penyembuhannya tidak tuntas. Lokasi abses sering berhubungan dengan tempat penyakit utama. Sebagai contoh, abses yang terjadi akibat apendisitis cenderung muncul di kuadran kanan bawah atau pelvis, yang terjadi akibat diverticulitis cenderung muncul di kuadran kiri bawah atau pelvis. Abses dewasa dapat menumbuhkan kapsul fibril yang mengisolasi bakteri dan cairan intinya dari pertahanan anti mikroba dan sistem imun. Mikrobiologi Dari Infeksi Intraabdominal Bakteri perinitis primer sering disebabkan oleh organisme tunggal. Pada anak-anak, biasanya patogen Streptoccus pneumoniae atau kelompok A Streptococcus, ketika peritonitis dengan asites sirosis, Escherichia coli paling sering diisolasi. Potensial patogen lainnya adalah Hemophilus pneumoniae, Klebsiella, Pseudomonas, anaerob, dan S. pneumoniae. kadang-kadang, peritonitis primer dapat disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Peritonitis pada pasien yang menjalani dialisis peritoneal paling sering disebabkan oleh organisme kulit yang umum seperti S. epidermidis, Staphylococcus aureus, streptococci, dan diphtheroid. kadang-kadang, basil gram negatif aerobik dapat menyebabkan infeksi, terutama di pasien yang menjalani dialisis selama rawat inap. Kematian dari peritonitis primer yang disebabkan oleh bakteri gram negatif lebih sering daripada yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena dalam saluran pencernaan terdapat bakteri yang beragam, sering infeksi intraabdominal sekunder polymicrobial. Jumlah rata-rata spesies bakteri yang berbeda yang diisolasi dari situs intraabdominal yang terinfeksi berkisar 2.9 - 3.7, termasuk rata-rata 1.3 - 1.6 aerob dan anaerob 1.7 – 2.1. Sinergisme Bakteri Kombinasi organisme aerobik dan anaerobik meningkatkan keparahan infeksi. Bakteri fakultatif (seperti E. coli) mendapatkan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan bakteri anaerob. Meskipun banyak bakteri yang diisolasi pada infeksi campuran yang nonpathogenic sendiri, kehadiran mereka penting untuk patogenisitas campuran bakteri. Bakteri fakultatif pada infeksi campuran dapat berguna dalam : 1. Mendukung lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan anaerob melalui konsumsi oksigen. 2. Menghasilkan nutrisi yang diperlukan untuk anaerob. 3. Menghasilkan enzim ekstraseluler yang mendukung invasi jaringan oleh bakteri anaerob. Bakteri E coli bertanggung jawab atas kematian dini dari peritonitis, dimana bakteri anaerob adalah patogen utama dalam abses, dengan B. fragilis mendominasi. Enterococcus dapat diisolasi dari berbagai infeksi intraabdominal pada manusia, tetapi perannya sebagai patogen tidak jelas. Presentasi Klinis Peritonitis Primer Umum Pasien umum mungkin tidak dalam keadaan parah,terutama dengan diagnosa peritoritis ini Gejala Pasien mungkin mengeluh mual,muntah (kadang kadang disertai dengan diare)dan perut terasa kembung Tanda-tanda Suhu mungkin sedikit mengalami peningkatan atau tidak pada pasien yang menderita diagnosa peritoneal Bising usus kurang aktif Pasien sirosis mungkin bisa menyebabkan semakin memburuknya encephalopathy Mungkin ada cairan dialisa berawan dengan dialysis peritoneal Uji Laboratorium Sel darah putih (WBC) mungkin mengalami sedikit peningkatan Cairan asites biasanya berisi lebih dari 300 leukosit/mm3 dan bakteri mungkin jelas pada noda gram specimen disentrifugasi Uji Diagnosa lainnya Kultur dialysate infeksi atau radang perut cairan ascetic harus positif Presentasi Klinis Peritonitis Sekunder PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS Interaksi intraabdominal memiliki spektrum yang luas dari fitur klinis. Radang atau infeksi pada perut biasanya mudah dikenali, tetapi intraabdominal sering terjadi untuk jangka waktu yang lama pasien dengan peritonitis primer dan sekunder sangat berbeda. atau Umum Penderita mungkin dalam keadaan stress akut. Gejala Penderita mungkin mengeluh mual, muntah, dan sakit perut yang umum diderita. Penderita dapat menunjukkan pertahanan pada perut. Tanda-tanda Menimbulkan Tachypnea dan Tachycardia Pada awalnya suhu normal, kemudian dapat meningkat menjadi 100-1020 C dalam beberapa jam pertama, dan akan terus meningkat selama beberapa jam berikutnya Hipotensi dan shock mungkin berkembang jika volume intravaskular tidak dipulihkan Penurunan output urin dapat berkembang karena dehidrasi Awalnya terdengar suara bising dari usus dan akhirnya berhenti. Uji Laboratorium Jumlah WBC meningkat (15.000 - 20.000 WBCs/mm3), dengan neutrofil mendominasi dan persentase peningkatan neutrofil imatur Hematokrit dan kadar urea dalam darah meningkat karena dehidrasi Hiperventilasi dan muntah yang disebabkan alkalosis, kemudianselanjutnya menyebabkan asidosis dan asidemia laktat. Tes Diagnostik lainnya Radiografi abdominal mungkin berguna karena udara bebas di perut (menunjukkan perforasi usus) atau distensi dari usus kecil atau besar sering terlihat. PENGOBATAN Tujuan Pengobatan Tujuan dari pengobatan pertama yaitu memperbaiki fungsi intraabdominal atau cedera yang menyebabkan infeksi dan membuang kumpulan cairan nanah (abscess). Tujuan dari pengobatan sekunder adalah mengatasi tanpa menyebabkan komplikasi pada system organ utama (misalnya paru hati jantung atau gagal ginjal) dan jika efek dari obat ini merugikan maka pasien harus segera dibawa ke rumah sakit dengan tujuan untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan yang lebih lanjut dan untuk mencegah pasien agar tidak beraktifitas. Pendekatan Umum untuk Pengobatan Pengobatan infeksi intraabdominal sering memerlukan koordinasi dari tiga modalitas utama: (1) drainase yang cepat, (2) mendukung fungsi vital, dan (3) terapi antimikroba yang tepat untuk mengobati infeksi agar tidak menjalani pembedahan. Antimikroba merupakan tambahan penting untuk prosedur drainase dalam pengobatan infeksi intraabdominal sekunder, namun penggunaan agen antimikroba tanpa intervensi bedah biasanya tidak memberikan hasil yang baik, untuk sebagian besar kasus peritonitis primer, prosedur drainase mungkin tidak diperlukan, dan agen antimikroba menjadi andalan terapi. Pada fase awal infeksi intraabdominal yang serius, perhatian khusus harus diberikan untuk menjaga fungsi sistem organ utama. Dengan peritonitis umum, volume cairan intravena yang besar (IV) diperlukan untuk mempertahankan volume intravaskular, untuk meningkatkan fungsi kardiovaskular, dan untuk memastikan perfusi jaringan yang memadai dan oksigenasi. Pengeluaran urine yang memadai harus dipertahankan untuk memastikan resusitasi cairan telah sesuai dan mempertahankan fungsi ginjal. Penyebab umum dari kematian dini adalah syok hipovolemik disebabkan oleh tidak memadainya ekspansi volume intravascular dan perfusi jaringan. Studi Kasus Pasien Bagian 2: Pemeriksaan Fisik dan Tes Diagnostik PE Pasien ditemukan responsif tapi dalam keadaan akut, pasien berbaring di meja pemeriksaan dengan lutut ditarik ke dadanya. Bagian perut menunjukan pertahanan dengan menunjukan kondisi perut yang kaku, tidak terdengar suara usus,penderita harus waspada dan berorientasi 3 x apabila fungsi neurologis utuh,membran mukosa kering, feaces menunjukkan heme-negatif. VS: Temperature 38.3oC, BP 105/70 mm Hg, P 132, wt 82 kg, (180 lbs) Ht 170 cm, RR 24/menit. Labs HCT 46% (0.46 volume pecahan), Hgb 15.4 g/dl, jumlah WBC 15,200/mm3 (45% neutrofil, 20% bands) Serum: Glukosa 213 mg/dl. (11.8 mmol/L), serum keratin 1.9 mg/dl. (168 µmol/L), BUN 42 g/dl, Na 138 mEq/L (138 mmol/L), K 3.7 mEq/L (3.7 mmol/L), Cl 101 mEq/L (101 mmol/L), CO2 21 mEq/L. (21 mmol/L), Calcium 9.8 mg/dl. (2.45 mmol/L), magnesium 2.0 mEq/L (0.822 mmol/L), total bilirubin 0.4 mg/dl. (6.84 µmol/L), albumin 4.2 g/dl (42 g/L), asam laktat 3.2 mEq/L. KUB: pada x – ray, perut dengan keadaan tegak menunjukkan loop dilatasi dari usus kecil dan udara bebas di bawah diafragma. DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage): Pemeriksaan cairan dalam rongga peritoneum): tidak ada darah yang ditemukan, tetapi leukosit yang jelas. Apa perkiraan anda pada pasien dengan kondisi ini? Kembangkan pelayanan untuk pasien ini pada 7 hari pertama perawatannya di rumah sakit. Rencana ini harus termasuk tujuan terapi, rekomendasi obat spesifik, dan parameter pemantauan untuk mengevaluasi hasil? Terapi Non Farmakologi Prosedur Drainase Peritonitis primer diobati dengan antimikroba dan jarang membutuhkan drainase. Pengangkatan jaringan peritonitis sekunder dilakukan dengan cara operasi atau gangren untuk mencegah terkontaminasi bakteri. Jika prosedur bedah sub optimal, dilakukan dengan memberikan drainase struktur yang terinfeksi atau gangren. Drainase bahan purulen adalah komponen penting dalam penanganan abses intra abdominal. Hal ini dapat dilakukan pembedahan atau dengan dipandu teknik gambar perkutan. Tanpa drainase yang memadai, terapi antimikroba dan cairan dapat memungkinkan untuk terjadinya kegagalan. Informasi mikrobiologi yang paling berharga dapat diperoleh pada saat perkutan atau operasi drainase abses. Terapi Cairan Pada pasien dengan peritonitis, hipokalemia sering disertai dengan volume asidosis yang begitu besar dan solusi seperti laktat Ringer ini mungkin diperlukan pada tahap awal untuk mengembalikan volume cairan intravaskular. Pemeliharaan harus dilakukan (setelah volume intravaskular dipulihkan) dengan 0,9% natrium klorida dan kalium klorida (20 mEq / L) atau 5% dextrose dan 0,45% natrium klorida dengan kalium klorida (20 mEq / L). tingkat pemasukkan cairan harus berdasarkan tafsiran kehilangan cairan melalui urine setiap harinya dan hisap nasogastrik, termasuk 0.5 – 1.1 L untuk kehilangan cairan insensible. Kalium tidak akan disertakan secara rutin pada pasien hyperkalemic dan pasien yang memiliki insufisiensi ginjal. Terapi cairan yang berlebihan harus sering dilanjutkan pada periode pasca operasi karena cairan akan terus menyerap dalam rongga peritoneum, dinding usus, dan lumen. Terapi Farmakologis Terapi Antimikroba Tujuan terapi antimikroba : Untuk mengontrol bakteri dan mencegah infeksi fokus metastasis. Untuk mengurangi komplikasi supuratif setelah kontaminasi bakteri. Untuk mencegah penyebaran lokal dari infeksi yang ada. setelah terbentuknya nanah (misalnya, abses telah terbentuk), obat dengan terapi antibiotik saja sulit dicapai; antimikroba dapat berfungsi untuk meningkatkan hasil dengan operasi. Rejimen antimikroba empiris harus segera dimulai setelah dicurigai adanya infeksi intraabdominal dan sebelum identifikasi organisme penginfeksi selesai. Terapi yang dimulai berdasarkan patogen yang biasanya terdapat pada infeksi intraabdominal sekunder umumnya tidak berguna untuk mengarahkan terapi antimikroba. Kemungkinan, yang bervariasi tergantung pada tempat infeksi perut intra dan proses penyakit yang mendasarinya. Tabel 74-1 daftar patogen kemungkinan terhadap agen antimikroba yang harus diarahkan. Riwayat Antimikroba Banyak penilitian yang telah dilakukan baik untuk mengevaluasi atau membandingkan efektivitas antimikroba untuk pengobatan infeksi intraabdominal. Perbedaan subtansi yang besar pada hasil pengobatan pasien dengan berbagai agen umumnya belum menunjukkan hasil yang baik. Temuan penting dari 20 tahun terakhir dari uji klinis mengenai pemilihan antimikroba untuk infeksi intraabdominal adalah Rejimen antimikroba untuk infeksi intraabdominal sekunder harus mencakup Spektrum luas bakteri aerobikdan bakteri anaerob dari saluran pencernaan. Rejimen penggunaan obat tunggal (seperti sefalosporin antianaerobic, penisilin spectrum luas dengan inhibitor β-laktamase, atau carbapenems) akan lebih efektif jika di kombinasikan dengan amino-glikosida atau fluoroquinolones dengan agen antibiotik anaerobik. Hal ini juga berlaku untuk pengobatan antimikroba dari kontaminasi bakteri akut dari trauma penetrasi perut. Klindamisin dan metronidazol memberikan keberhasilan pengobatan bila dikombinasikan. Dengan antibiotik yang efektik terhadap aerobik basil gram negatif (misalnya gentamisin atau azteronam) Untuk sebagian besar pasien, pengobatan antimikroba dapat diselesaikan secara oral dengan amoksisilin klavulanat-atau kombinasi ciprofloxacin dan metronidazol. Lima sampai tujuh hari pengobatan antimikroba cukup untuk infeksi intraabdominal yang paling sering terjadi dari infeksi ringan hingga infeksi berat. TABEL 74-1. Kemungkinan Patogen Intraabdominal Tipe infeksi Bakteri Peritonitis Primer Anak-anak (spontan) Sirosis Dialisis Peritonial Bakteri Peritonitis Sekunder Gastroduodenal Saluran Empedu Usus besar atau kecil Appendik Abses Aerob Anaerob Pneumococci,group A Streptococcus E.colli,klebsiella,pneumococci (many others) Staphylococcus, streptococcus - Strepcoccus, E.Colli E.colli, klebsiella,enterococci E.colli,klebsiella spp,proteus spp. Clostridium atau bacteroides (jarang) Bacteroides fragilis dll,bacteroides; clostridium. Bacteroides spp. B.Fragilis dll,bacteroides, clostridum, anaerobis cocci Bacteriodes (jarang) E.colli,Pseudomonas E.colli,klebsiella,enterococci Liver - E.colli,klebsiella,enterococci staphylococci,amoeba Limpa Staphylococcus,streptococcus Dari DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, et al, (eds.) Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005:Table 112–5 Infeksi intraabdominal hadir dengan berbagai cara yang berbeda dan dengan besarnya spektrum dari parahnya infeksi tersebut. Rejimen antibiotik yang digunakan serta durasi dari pengobatan bergantung pada keadaan klinik yang spesifik. (sifat dari penyakit yang mendasari proses dan kondisi dari pasien). Rekomendasi Untuk sebagian besar infeksi yang membantu atau menambah infeksi. Rejimen antimikroba harus efektif terhadap bakteri aerobik dan anaerobik. Meskipun tidak mungkin untuk memberikan aktivitas antimikroba terhadap setiap patogen, agen dengan aktivitas melawan enterik Basil gram negatif, seperti E. coli dan Klebsiella, dan anaerobes, seperti B. fragilis dan Clostridia spp. Harus diberikan. Tabel 74-2 menyajikan suatu agen yang direkomendasikan untuk pengobatan infeksi dukungan atau infeksi tambahan pada masyarakat, mengambil dari suatu penyakit menular di masyarakat Amerika dan bedah Infeksi Society. Rekomendasi ini dirumuskan menggunakan pendekatan berbasis bukti. Yang diperoleh dari masyarakat yang mengalami infeksi "ringan sampai sedang," sedangkan kesehatan akibat infeksi yang cenderung lebih berat akan sulit untuk mengobatinya. Tabel 74-3 menyajikan pedoman untuk pengobatan dan rejimen alternatif untuk situasi tertentu. Ini adalah pedoman umum; ada beberapa faktor-faktor yang tidak dapat dimasukkan ke dalam tabel. Ketika digunakan untuk infeksi dukungan, aminoglycosides harus dikombinasikan dengan agen yang efektif terhadap mayoritas B. fragilis. Klindamisin atau metronidazol adalah agen pilihan pertama, tetapi ada yang lainnya, seperti anti anaerobic sefalosporin (misalnya, cefoxitin, cefotetan, atau ceftizoxime), piperacillin,mezlocillin, dan kombinasi dari spektrum penisilin diperpanjang. TABEL 74-2. Agen-agen yang direkomendasikan untuk Pengobatan dari Komunitas dilihat dari Rumit atau Tidaknya infeksi Agen yang direkomendasikan untuk agen infeksi Ringan sampai sedang Kombinasi Inhibitor b-laktam/b-laktamase Ampicillin-sulbactam Ticarcillin-clavulanate Carbapenems Ertapenem Agen yang direkomendasikan untuk infeksi tinggi sampai parah Kombinasi Inhibitor b-laktam/b-laktamase Piperacillin-tazobactam Carbapenems Imipenem/cilistatin Meropenem Kombinasi rejimen Kombinasi rejimen Cefazolin atau cefuroxime, plus metronidasol Generasi ketiga atau keempat sefalosporin (cefotaxime, ceftriaxone, ceftizoxime, ceftazidime, cefepime) ditambah metronidasol Siprofloksasin, Levofloksasin, moxifloxacin, atau siprofloksasin di kombinasi dengan metronidasol gatifloxacin, dalam kombinasi dengan Aztreonam di tambah metronidasol From DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, et al, (eds.) Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005: Table 112–6.21–23 Dengan inhibitor β-laktamase, merupakan alternatif yang cocok. Pasien yang menerima beberapa agen antimikroba spektrum luas sistem imunnya harus menerima antifungi secara oral agen (nistatin) yang di gunakan untuk pencegahan pertumbuhan jamur berlebih pada mulut dan saluran cerna. Manfaat dari profilaksis antijamur sistemik (dengan flukonazol) tidak digunakan untuk mengobati infeksi tambahan dan tidak boleh digunakan secara rutin. Kekebalan pasien dengan penyakit katup jantung atau katup jantung palsu, ada perlakuan untuk menyediakan antimikroba yang aktivitasnya spesifik terhadap enterococci. Ampicillin atau penisilin yang aktif terhadap enterococci (misalnya, penisilin, piperacillin, dan mezlocillin) harus digunakan dipasien yang berisiko tinggi, pasien yang kuat atau mengalami secara berulang infeksi tambahan, atau pasien yang immunosuppresse dan setelah transplantasi organ. Ampicillin tetap obat pilihan untuk indikasi ini karena kebanyakan aktif secara in vitro terhadap enterococci dan relatif murah. Vankomisin juga aktif terhadap sebagian enterococci; Namun, aktivitas perlawanan meningkat, dan agen ini ketika terapi lini pertama tidak dapat digunakan. Pada pasien yang mengalami infeksi Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), pmberian obat secara IV lebih direkomendasikan secara adminitratif dibanding dengan pemberian secara IP. International Society of Peritoneal Dialysis (ISPD) baru-baru ini direvisi pedomannya untuk diagnosis dan Intracavernous Peritoneal Dialysis (PD) infeksi terkait. Pedoman memberikan rekomendasi dosis untuk terapi intermittent dan berkesinambungan yang didasarkan pada modalitas dari dialisis CAPD atau otomatis peritoneal dialisis (APD) dan memperpanjang fungsi saringan ginjal pada pasien. Agen-agen antimikroba yang efektif terhadap keduanya yaitu gram positif dan organisme gram negatif harus digunakan IP untuk terapi empiris awal pada pasien peritonitis PD. Faktor yang paling penting dipertimbangkan untuk antimikroba pilihan awal yang berpusat pada sejarah dialisis pasien , organisme yang menularkan dan tingkat sensitivitas mereka. Penggunaan cefazolin [loading dosis (LD) 500 mg/L, dosis pemeliharaan (MD)125 mg/L] ditambah ceftazidime (LD 500 mg/L, MD 125 mg/L) ataucefepime (LD 500 mg/L, MD 125 mg/L) atau aminoglycoside(gentamisin-tobramycin LD 8 mg/L, MD 4 mg/L) sangat cocok untukTerapi empiris awal; Jika pasien alergi terhadap antibiotik sefalosporin, Vankomisin (LD 1000 mg/L, MD 25 mg/L) atau aminoglycoside harus diganti. Pilihan lain adalah monoterapi dengan imipenem-cilastatin (LD 500 mg/L, MD 200 mg/L) atau cefepime. Dosis Antimikroba harus ditingkatkan secara empiris 25% pada pasien dengan gangguan fungsi saringan ginjal (lebih dari100 mL/hari urin) terapi antimikroba harus terus dilakukan selama minimal 1 minggu setelah cairan dialysate jelas dan untuk totalnya 14 hari. Pembacaan pedoman ini untuk tambahan informasi. Setelah kontaminasi bakteri akut, seperti trauma perut dimana isi GI tumpah ke peritoneum, kombinasi rejimen antimikroba tidak diperlukan. Jika pasien terlihat setelah luka (dalam 2 jam) maka pembedahan harus segera dilakukan. Antianaerobik sefalosporin. TABLE 74–3. Guidelines Agen Antimikrobial Permulaan untuk Infeksi Intraabdominal Tugas Utama Bakteri utama pada radang selaput perut Sirosis Sefatoksin Peritonial Dialisis Cara yang didasarkan untuk isolasi organisme 1. Stapilokokus : penisilin-resisten penisilin atau sefalosporin generasi pertama 2. Streptokokus : Penicillin G 3. Bakteri aerob gram negatif basil : sefotaksim, seftazidim atau aminoglikosida ditambahkan antipseudomonal penisillin. 4. Pseudomanas aeruginosa : Aminoglikosida ditambah antipseudomonas penisilin atau seftazidim Bakteri kedua pada radang selaput perut lubang pada perut keadaan Sefalosporin generasi pertama bernanah Lain-lain Alternatif 1. Ditambahkan klindamisin atau metronidazole jika ada bakteri anaerob terdapat benda asing 2. Dengan Sefalosporin generasi ke-3, spektrum luas seperti penisilin, aztreonam, dan imipenem merupakan pilihan alternatif obat. 3. Aminoglikosida dengan penisilin antipseudomonal 1. Alternatif pada resisten Stapilokokus menggunakan vankomicin 2. Alternatif pada resistegan Streptokokus menggunakan sefalosporin generasi pertama. 3. Alternatif pada gram negatif basil menggunakan sefalosporin generasi ketiga,aztreonam, penisilin spektrum luas dengan inhibitor B-laktamase 1. 2. Antianaerobik sefalosporin Lebih tepat ditambahkan aminoglikosida jika kondisi pasien lemah. 3. Aminoglikosida dengan klindamisin atau metronidazol; penambahan ampisilin jika pasien memiliki imun yang lemah atau jika alat pencernaannya mengalami infeksi Impinem/cilistatin, meropenenm, ertapenem 1. Ciprofloksasin dengan metronidazol atau penisilin spektrum luas dengan inhibitor 2. Aztreonam dengan clindamisin atau B-laktamase metronidazol Antianaerobik sfalosporin Jaringan tubuh yang bernanah Umum Impinem/cilistatin, meropenenm, ertapenem 1. atau penisilin spektrum luas dengan inhibitor B-laktamase 2. 3. Aztreonam dengan klindamisin atau metronidazol Siprofloksasin dengan metronidazol. Aminiglikosida dengan klindamisin atau metronidazol Liver Seperti halnya diatas tetapi ditambahkan sefalosporin generasi pertama Menggunaan metronidazol jika amuba pada hati terdapat benda asing Limpa Aminoglikosida dan penisilin-resisten penisilin Alternatif dari penisilin-resisten penisilin adalah sefalosporin atau vankomisin Antianaerobik sefalosporin (diskontinu , segera setelah pembedahan) Ampisilin-sulbaktam Impinem/cilistatin, meropenenm, ertapenem atau penisilin spektrum luas dengan inhibitor B-laktamase 1. Aztreonam dengan klindamisin atau metronidazol 2. Siprofloksasin dengan metronidazol 3. Aminiglikosida dengan klindamisin atau metronidazol Aminoglikosida dan ampicilin jikaada ifeksi berat Sakit usus buntu Normal atau radang Penyakit lubang ganggren atau Kolecistitis akut Sefalosporin generasi pertama kolangitis Aminoglikosidan dengan ampisilin dengan atau klindamisin atau metronidazol Kontaminasi akut dari tauma abdominal Penyakit panggul inflamasi pada Menggunakan vankomisin daripada ampisilin jika pasien mengalami alergi pada penisilin 1. Carbapenem 2. Ciprofloksasi dan metronidazol Cefotetan atau cefositin dengan doksisiklin 1. Klindamisin dengan gentamisin 2. Ampisilin-sulbaktam dengan doksisiklin. 3. Ciprofloksasi dengan doksisiklin dan metronidazol Dari DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, et al, (eds.) Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005:Table 112–7. (seperti sefoksitin atau sefotetan) atau spektrum luas penisilin efektif dalam sebagian infeksi komplikasi. Antimikrobanya dapat bekerja dengan cepat setelah terdapat luka. Pada penyakit usus buntu, antimikroba akan bekerja sebaik mungkin tergantung dari gejala pada saat waktu operasi, baik normal, radang, ganggren atau lubang pada usus. Karena kondisi organ usus buntu tidak diketahui kerjanya, disarankan untuk memulai menggunakan agen antimikrobanya sebelum pembedahan usus buntu dilakukan. Seharusnya caranya dengan antianaerobik sefalosporin atau jika pasien dalam keadaan serius dapat menggunakan karbapenem atau kombinasi dari B-laktam-B-laktam inhibitor . jika pasien pada operasi pembedahan usus buntu dalam keadaan normal atau radang, setelah operasi tidak perlu memerlukan antimikroba. Jika pembedaan usus buntu terdapat ganggren atau lubang, pengobatan dilakukan 5 sampai 7 hari dengan agen list pada tabel 74-3 yang tersedia. Kontaminasi pada intraabdominal akut, Jika terjadi luka infeksi, dapat digunakan obat antimikroba dengan durasi yang sangat pendek (24 jam). Untuk menentukan infeksi (i,e., peritonitis atau intraabdominal jaringan tubuh yang bernanah) antimikroba dibuat selama 5 sampai 7 hari. Pada kondisi tertentu, terapi makan sekitar 7 hari jika pasien tiba-tiba demam atau kondisinya memburuk, ketika terjadi resisten bakteri pada isolat atau infeksi utama pada waktu perut kosong atau pada jaringan tubuh yang bernanah, atau abses hati, antimikroba memerlukan waktu selama beberapa bulan kedepan. HASIL EVALUASI Apakah didiagnosis dengan peritonitis primer atau sekunder, memantau pasien untuk menghilangkan gejala. Satu dari antimikroba diinisiasikan dan terapi penting lainnya dijelaskan lebih dulu untuk digunakan, sebagian besar pasien harus menunjukkan peningkatan dalam waktu 2 sampai 3 hari. Terapi antimikroba yang sukses dengan resolusi infeksi akan mengakibatkan rasa sakit menurun, yang dimanifestasikan sebagai resolusi dari penjagaan perut dan penurunan penggunaan obat nyeri lebih lama. Pasien tidak boleh nampak kesusahan atau dalam bahaya, dengan pengecualian dari rasa ketidak nyamanan dan rasa sakit dari sayatan, saluran, dan pembuluh nasogastrik. Pantau tanda-tanda vital dan jumlah WBC dengan metode diferensial; masing-masing harus menormalkan untuk mengatasi infeksi. selama 24 sampai 48 jam, bakteri aerobik hasil kultur harus tersedia. Jika patogen yang dicurigai tidak sensitif terhadap agen antimikroba yang diberikan, rejimen harus dirubah jika pasien belum menunjukkan perubahan yang cukup baik. Jika patogen yang diisolasi sangat sensitif terhadap salah satu antimikroba dan pasien mengalami peningkatan perbaikan yang baik, terapi antimikroba bersamaan yang sering digunakan dapat dihentikan. Dengan teknik kultur anaerobik dan lambatnya pertumbuhan organisme ini, anaerob sering tidak teridentifikasi sampai 4-7 hari setelah kultur, dan informasi sensitivitas sulit didapatkan. Untuk alasan ini, informasi kultur dari anaerob umumnya tidak membantu untuk pemilihan komponen antianaerobic dari rejimen antimikroba. Sebuah laporan menunjukkan bahwa anaerob yang tidak terisolasi tidak seharusnya menjadi satu-satunya pembenaran untuk menghentikan obat antianaerobic karena bakteri anaerob yang ada dalam proses infeksi mungkin tidak ditransport atau dialihkan dengan benar ke laboratorium mikrobiologi, atau masalah lain mungkin menyebabkan kematian bakteri secara in vitro . Setelah suhu normal selama 48 sampai 72 jam dan pasien mulai makan, mempertimbangkan untuk merubah antibiotik IV ke rejimen oral untuk durasi penggunaan. Memantau tingkat serum kreatinin untuk mengevaluasi komplikasi ginjal sebaik potensi toksisitas obat, terutama jika aminoglikosida adalah komponen dari rejimen antibiotik. Bunyi usus harus kembali ke normal. Mengevaluasi pasien harian untuk mengetahui pengembangan ruam atau efek samping dari obat yang terkait lainnya. Untuk pasien dengan peritonitis primer, jika kultur dialisa peritoneal positif sebelumnya, hasil pengulangan kultur harus negatif. Untuk pasien dengan peritonitis sekunder, memantau jumlah pengeringan cairan jika saluran ditempatkan. Volume dari pembuangan air harus mengurangi akibat dari infeksi. Pengulangan radiografi harus kembli ke normal. Jika gejala tidak membaik, pasien harus dievaluasi untuk infeksi persisten. Ada banyak alasan uuntuk hasil dari infeksi intraabdominal bagi pasien yang lemah; kesalahan seleksi antimikroba hanya satu. Pasien mungkin mengalami immunocompromised, yang menurunkan kemungkinan hasil yang sukses dengan setiap regimen. Hal ini tidak memungkinkan antimikroba untuk mengimbangi sistem kekebalan tubuh yang tidak berfungsi. Mungkin ada alasan bedah untuk hasil pasien yang kurang mampu. Kegagalan untuk mengidentifikasi semua fokus intraabdominal infeksi atau kebocoran dari anastomosis GI dapat menyebabkan infeksi intraabdominal terus menerus. Bahkan ketika infeksi intraabdominal dikendalikan, sistem organ mengalami kegagalan dalam bekerja paling sering adalah ginjal atau pernapasan, hal ini dapat menyebabkan kematian pasien. Hasil dari infeksi intraabdominal tidak ditentukan semata-mata oleh apa yang berlangsung dalam abdomen. Hasil yang tidak memuaskan pada pasien dengan infeksi intraabdominal mungkin terjadi akibat dari komplikasi yang timbul dari sistem organ lainnya. Komplikasi yang terjadi setelah infeksi intraabdominal adalah pneumonia. A HIGH APACHE (Fisiologi Akut Dan Evaluasi Kesehatan Kronis) II, serum albumin yang rendah, dan status fungsi jatung New York Heart Association tinggi yang secara signifikan dan independen terkait dengan peningkatan mortalitas (kematian) dari infeksi intraabdominal. Alasan kegagalan antimikroba mungkin tidak selalu tidak memuaskan. Walaupun saat uji kerentanan antimikroba menunjukkan bahwa organisme terebut rentan secara in vitro untuk agen antimikroba, kegagalan terapi mungkin terjadi. Kemungkinannya ada penetrasi lemah dari agen antimikroba ke dalam fokus infeksi, atau resistensi dari bakteri berkembang setelah memulai terapi antimikroba. Juga, ada kemungkinan bahwa rejimen antimikroba dapat mendorong perkembangan infeksi oleh organisme tidak rentan terhadap rejimen yang sedang digunakan. Superinfeksi pada pasien yang dirawat karena infeksi intraabdominal dapat disebabkan oleh Candida; Namun, enterococci atau oportunistik basil gram negatif seperti Pseudomonas dan Serratia mungkin terlibat. Penanganan rejimen untuk infeksi intraabdominal dapat dinilai sukses jika pasien pulih dari infeksi tanpa peritonitis berulang atau abses intraabdominal dan tanpa perlu antimikroba tambahan. Rejimen dapat dianggap tidak berhasil jika terdapat reaksi obat signifikan yang merugikan terjadi, operasi ulang atau suntik secara perkutan kering diperlukan, atau perubahan kesehatan pasien tertunda melampaui 1 atau 2 minggu. Perawatan Pasien dan Pemantauan 1. 2. 3. 4. 5. Sejarah pengobatan pasien secara menyeluruh harus dilakukan pada saat izin masuk untuk mendokumentasikan semua penggunaan obat baru-baru ini, termasuk obat non resep dan penggunaan obat obatan komplementer atau alternatif. Alergi obat atau intoleransi juga harus didokumentasikan Rejimen antimikroba awal harus sesuai dengan standar pedoman kecuali jika ada suatu pembenaran untuk rejimen alternatif yang terbukti. Dengan beberapa dosis pertama antimikroba, mengevaluasi pasien untuk reaksi hipersensitivitas atau intoleransi akut lainnya Meninjau ulang dosis semua obat untuk memastikan bahwa dosis sesuai untuk usia, berat badan, dan fungsi organ utama .Pastikan bahwa obat yang dipilih tidak dikontraindikasikan untuk pasien dengan aler gi atau intoleransi lainnya Pastikan semua obat akut dan kronik tetap dilanjutkan pasca operasi Pantau Tanda vital (suhu dan detak jantung) dan pemeriksaan laboratorium (jumlah WBC) setiap hari untuk mengukur resolusi infeksi dan kema njuran obat penahan sakit. Bila mungkin, Hasil review dari biakan yang diperoleh praoperasi atau selama prosedur pembedahan. Evaluasi terhadap kelayakan terapi antibiotik berdasarkan informasi kerentanan. Meskipun beberapa peneliti menyarankan bahwa kultur rutin pada pasien dengan komunitas infeksi intra abdominal yang didapat dari kontribusi kecil untuk manajemennya, peneliti lain menunjukkan bahwa terapi antimikroba harus didasarkan pada kerentanan bakteri yang dikumpulkan dari situs operasi karena ini telah terbukti berkorelasi dengan hasil akhir klinis 8. Nilailah konsentrasi aminoglikosida jika pasien dirawat dengan aminoglikosida. Sesuaikan dosis aminoglikosida berdasarkan konsentrasi serum; konsentrasi puncak dengan beberapa dosis per hari 6 mcg/mL(12,54 umol L 9. Pada hari kelima pengobatan antimikroba, menentukan apakah agen antimikroba parenteral d apat beralih ke obat oral untuk menyelesaikan terapi 10. Nilailah kebutuhan nutrisi dan sarankan pemberian suplemen yang sesuai. Ketika pasien mentoleransi pemberian secara oral, menentukan apakah obat 7. wawancara pasien untuk mendapatkan tambahan informasi mengenai kontrol nyeri. 6. Mengevaluasi status cairan untuk memastikan bahwa pasien tidak hipovolemia. Pada pasien yang sakit parah, ukur volume intravaskular dengan melakukan pemantauan tekanan darah dan detak jantung, tetapi melakukan hal tersebut lebih akurat dengan mengukur tekanan vena sentral atau keluaran urin melalui kateter dari kandung kemih. pengeluaran Urin harus sama atau lebih dari 0,5 mL/kg berat badan perjam. SINGKATAN-SINGKATAN APACHE Evaluation APD CAPD Dialysis CT GI INF IL IP LD MD PD TNF WBC : Acute Physiology And Chronic Health : Automated Peritoneal Dialysis :Continuous Ambulatory Peritoneal : Computed Tomography : Gastrointestinal : Interferon : Interleukin : Intraperitoneal : Lethal Dose : Maintenance Dose : Peritoneal Dialysis : Tumor Necrosis Factor : White Blood Cell Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com Masuk ke situs web: www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk memperoleh informasi dalam melanjutkan pembelajaran bab ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN Burnett RJ, Haverstock DC, Dellinger EP, et al. Definition of the role of enterococcus in intraabdominal infection: Analysis of a prospective randomized trial. Surgery 1995;118: 721–723. Dougherty SH. Antimicrobial culture and susceptibility testing has little value for routine management of secondary bacterial peritonitis. Clin Infect Dis 1997;25(suppl 2):S258–261. Hooker KD, DiPiro JT Wynn JJ. Aminoglycoside combinations versus parenteral dapat beralih ke rute oral. Pantau pasien untuk pengembangan potensi komplikasi pengobatan seperti reaksi hipersensitivitas lambat, antibiotik yang menginduksi diare, kolitis pseudo membran, atau superinfeksi jamur (dimanifestasikan sebagai sariawan mulut) 12. Memberikan informasi kepada pasien mengenai obat yang diberikan di rumah sakit dan juga setiap obat yang baru diresepkan untuk digunakan di rumah dan menyarankan pasien untuk menghubungi dokter atau apoteker apakah dia mengalami efek samping dari obat-obatan. 11. single β- lactams for penetrating abdominal trauma: A meta-analysis. J Trauma 1991;31:1155–1160. Marshall JC, Innes M. Intensive care unit management of intraabdominal infection. Crit Care Med 2003;31:2228–2237. Mazuski JE, Sawyer RG, Nathens AB, et al. The Surgical Infection Society guidelines on antimicrobial therapy for intraabdominal infections: An executive summary. Surg Infect 2002;3: 161–174. Mazuski JE, Sawyer RG, Nathens AB, et al. The Surgical Infection Society guidelines on antimicrobial therapy for intraabdominal infections: Evidence for recommendations. Surg Infect 2002;3: 175–234. Mustard RA,Bohnen JMA,Rosati C,Schouten D.Pneumonia complicating abdominal sepsis. Arch Surg 1991;126:170–175. Piraino B, Bailie GR, Bernardini J, et al. Peritoneal dialysis related infections: 2005 update. Perit Dial Int 2005;25:107–131. Solomkin JS,Mazuski JE,Baron EJ,et al.Guidelines for the selection of anti-infective agents for complicated intraabdominal infections. Clin Infect Dis 2003;37:997–1005. 09 PENYAKIT PARASIT J. V. Anandan OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Mengidentifikasi alasan umum mengapa beberapa parasit memiliki prevalensi yang lebih tinggi di Amerika Serikat. Mendeskripsikan pengobatan untuk giardiasis dan amebiasis. Mengetahui terapi yang efektif untuk nematoda dan memilih pilihan obat untuk strongyloidiasis dan infeksi cacing pita. Mengetahui tiga alasan utama mengapa wisatawan terinfeksi malaria. Mendekskripsikan tanda-tanda dan gejala malaria. Megetahui beberapa toksisitas spesifik dari meflokuin. Mengidentifikasi parameter pemantauan kinidin glukonat dalam malaria berat. Menetapkan komplikasi utama dari malaria falsiparum. Membahas komplikasi kardiovaskular dari trypnosomiasis Amerika Selatan kronis. Menjelaskan langkah-langkah untuk mambasmi kutu dan skabies. KONSEP UTAMA ❶ Untuk pengobatan giardiasis (atau sebagai pengobatan empiris) direkomendasikan 250 mg metronidazol tiga kali sehari selama 7 hari atau 2 g tinidazol sebagai dosis tunggal. ❷ Tes diagnosik untuk amebiasis termasuk ova, deteksi antigen atau tes reaksi berantai polimerase/ polymerase chain reaction (PCR). ❸ Pilihan obat untuk infestasi nematoda (cacing tambang, cacing kremi, dan askariasis) adalah mebendazol, sementara invermektin diindikasikan untuk strongyloidiasis dan prazikuantel diindikasikan untuk cacing pita. ❹ Alasan umum mengapa para wisatawan terinfeksi malaria adalah gagal melakukan kemoterapi, kemoterapi yang tidak tepat, dan menunda dalam mendapatkan perawatan medis. ❺ Malaria falsiparum dianggap mengancam kehidupan sehingga harus dikakukan perawatan sesegera mungkin. ❻ Pengobatan terhadap infeksi malaria berat membutuhkan penanganan serius dengan pemberian kinidin glukonat melalui intavena dan tindakan untuk mengatasi gejala. ❼ Kompliksasi dari malaria falsiparum termasuk hipoglikemia, gagal ginjal akut, edema paru, kejang, dan koma. ❽ Presentase kronik dari trypanosomiasis Amerika termasuk kardiovaskular, saluran pencernaan, dan manifestasi sistem saraf pusat. ❾ Infeksi kutu rambut harus diobati dengan 1% permetrin diikuti dengan pengobatan segera anggota keluarga dan pasangan seksual. Tempat tidur dan pakaian harus disterilkan dengan cara mencuci dengan mesin cuci menggunakan air panas. ❿ Diagnosis skabies dilakukan dengan cara mengambil goresan kulit dan mendeteksi tungau di dalamnya. Pengobatan topikal skabies adalah dengan permetrin 5%. Pengobatan parasit adalah bidang yang selalu mengalami perubahan. Peningkatan keinginaan dari bagian besar populasi Amerika Serikat untuk berwisata ke Asia, Afrika, dan bagian negara-negara lain di dunia dapat membuat mereka terinfeksi parasit dimana merupakan endemik di daerah tersebut. Masuknya pengusi dan imigran baru dari Asia dan negara lain telah membawa infeksi parasit baru di Amerika. Petani pendatang yang bekerja dan tinggal di tempat di mana higienitas di bawah standar, pusat pertumbuhan besar dan populasi pendatang Amerika Selatan dan adanya populasi yang memiliki daya tahan tubuh atau sistem imun rendah (contohnya mereka yang menderita AIDS dan pasien transplantasi) adalah sumber yang mewakili penyebab infeksi parasit di Amerika. Jelas, Amerika membutuhkan tenaga kesahatan profesional yang memahami patofisiologi dan pengobatan terhadap infeksi parasit. Dibawah ini beberapa istilah yang sering digunakan ketika mendiskusikan penyakit parasit. Simbiosis didefinisikan sebagai “hidup bersama” ketika dua spesies saling bergantung untuk makanan dan perlindungan. Istilah Komensalisme dari terjemahan Latin adalah “makan di meja yang sama’’ menyiratkan hubungan timbal balik dimana kedua organisme saling menguntungkan atau salah satunya diuntungkan tetapi pihak lain tidak dirugikan. Sebaliknya, parasitisme, meskipun menyerupai simbosis dalam satu aspek (contohnya ini juga hubungannya antara dua spesies), tidak mewakili hubungan timbal balik yang menguntungkan. Satu spesies (inang) tidak mendatangkan keuntungan dari hubungan tersebut, dan dalam kenyataannya hubungan tersebut bisa jadi merugikan kelangsungan hidupnya. Parasit telah membuat adaptasi morfologi, biokimia, reproduktif dan pertahanan setiap waktu. Adaptasi tersebut meningkatkan kemampuan dari parasit untuk bertahan hidup pada inang dan memanfatakan sistem biokimia inang untuk mensintesis komponen seluler yang diperlukan. Cacing pita dalam daging sapi dan daging babi (cestoda) memiliki perkembangan sistem reproduktif yang tinggi, yang membuat mereka mudah untuk berpindah ke inang yang baru. Karena memiliki kekurangan dalam sistem pencernaan, cestoda bergantung sepenuhnya pada inang untuk memenuhi semua kebutuhan nutrisinya . Cestoda (cacing pita) (Taenia saginata dan T. solium) menggunakan penghisap khusus yang memungkinkan mereka untuk memperoleh darah dan nutrisi penting dari inang mereka . Entamoeba histolytica merupaka agen penyebab amebiasis, sekali ia mendapat akses ke usus manusia atau usus besar, ia dapat menyerang dan memanfaatkan enzim proteolik untuk menembus dan mengikis mukosa lambung. E. histolytica juga dapat bertahan dalam kondisi merugikan ketika meninggalkan inang dengan cara membuat dinding untuk melindungi dirinya sendiri dan membentuk kista; perlindungan ini melindungi parasit dari keadaan lingkungan sampai ia siap untuk menginfeksi inang yang baru. Meskipun diperoleh imunitas, untuk beberapa penyakit parasit mungkin menurunkan tingkat infeksi, imunitas mutlak diperlukan seperti yang terlihat dalam infeksi bakteri sedangkan infeksi virus terjadi dalam penyakit parasit. Sejak penyakit infeksi memproduksi antigen yang beragam karena banyaknya fase siklus hidup, identifikasi antigen terhadap resiko spesifikasi antibodi lebih sulit dilakukan. Bagaimanapun, untuk malaria telah menjadi kandidat dalam pembuatan vaksinnya dan sedang dilakukan studi dalam pengembangan penyakit ini. Ruang mendesak tidak mendiskusikan secara terperinci bahasan tentang dunia parasite, dan dokter klinik dan pelajar dirahkan pada beberapa penemuan luar biasa untuk rincian lebih lanjut pada parasit dan penyakit parasit. Pembahasan di bab ini termasuk penyakit parasit yang lebih sering terjadi di Amerika Serikat dan termasuk parasit gastrointestinal (khususnya giardiasis dan amebiasis), infeksi protozoa (malaria dan trypanosomiasis Amerika Selatan), beberapa penyakit cacing umum (khususnya yang disebabkan oleh nematoda dan cestoda) dan ektoparasit (kutu dan skabies). GIARDIASIS Epidemiologi dan Etiologi Giardia lamblia (juga dikenal sebagai G. intestinalis atau G. doudenalis) adalah protozoa enterik yang merupakan parasit di saluran pencernaan dan yang paling umum menyebabkan timbulnya gejala diare di seluruh dunia. Giardia adalah parasit usus yang paling sering diidentifikasi di Amerika Serikat, dengan tingkat prevalensi 5% sampai 15% di beberapa daerah. G. lamblia telah diidentifikasi sebagai patogen enterik pertama kali yang ditemukan pada anak-anak di negara berkembang, dengan tingkat prevalensi antara 15% dan 30%. Ada dua tahapan dalam siklus hidup G. lamblia: yang trofozoit dan kista. G. lamblia ditemukan dalam usus halus, kantung empedu, dan drainase bilier. Distribusi giardiasis di seluruh dunia pada anak-anak lebih rentan dibandingkan giardiasis pada orang dewasa. Patologi Giardiasis disebabkan oleh tertelannya kista G. lamblia yang berasal dari air atau makanan yang telah terkontaminasi feses. Protozoa ex-kista berada pada pH lambung yang rendah untuk melepaskan trofozoit. Kolonisasi dan penggandaan trofozoit menyebabkan invasi mukosa, edema lokal, dan pemerataan vili, mengakibatkan malabsorpsi pada inang. Aklorhidria, hipogamma globulinemia, atau kekurangan imunoglobulin sekretorik A (IgA) cenderung mudah terkena giardiasis. Individu dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan AIDS mungkin memiliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan pupulasi pada umumnya. Pada beberapa pasien dapat terjadi intoleransi laktosa setelah giardiasis kronis. Studi Kasus Pasien MK adalah siswa SMA berusia 15 tahun yang telah melakukan perjalanan ke Meksiko sebagai bagian dari kegiatan sekolah untuk melatih kemampuan bahasa Spanyolnya. Sementara di Meksiko, ia berhati-hati dengan tidak minum air di daerah setempat dan hanya mengkonsumsi makanan/minuman hangat atau dipanaskan dan soda. Dalam perjalanan wisata klinik, ia mengeluhan beberapa "ledakan" kram diare dan telah mengalami sembelit dilanjutkan dengan diare selama 2 minggu terakhir. MK menunjukkan bahwa fesesnya telah berbau busuk. • Apakah gejala-gejala MK adalah karakteristik gardiasis? • Bagaimana Anda membedakan giardiasis dari kemungkinan diare yang disebabkan oleh Escherichia coli? Presentasi Klinis dan Diagnosis Presentasi Klinis Giardiasis Onset Akut Diare, kram-seperti sakit perut, dan kembung Rasa tidak enak, anoreksia, mual, dan sendawa Gejala Kronis Diare: feses berbau busuk, banya sekali, berwarna cerah dan berminyak Kehilangan berat badan, steatorrhea, dan vitamin B12 dan kekurangan vitamin larut minyak Diagnosis Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan feses segar atau spesimen yang diawetkan selama fase akut diare Feses segar dapat menunjukkan trofozoit sementara spesimen yang diawetkan menghasilkan kista. (Catatan: feses untuk ova (telur cacing) dapat menunjukkan adanya parasit lain [misalnya, Cryptosporidium parvum, E. histolytica , atau E. hartmanni ]; mungkin dibutuhkan beberapa sampel feses) Meskipun pemeriksaan feses untuk ova dan parasit tetap sarana utama diagnosis, tes diagnostik lainnya termasuk penetapan kadar imunosorben taut-enzim / enzim -linked immunosorbent assay (ELISA), dimana tes ini dianggap sensitif 85% sampai 98% dan hampir 100% spesifik (ProSpec T, Giardia Microplate Assay, Remel, Lenexa, KS) Terapi Farmakologis ❶ Semua gejala pada orang dewasa dan anak-anak di atas usia 8 tahun harus harus diobati dengan metronidazol 250 mg tiga kali sehari selama 7 hari, atau tinidazol 2 g sebagai dosis tunggal , atau nitazoxanid 500 mg dua kali sehari selama 3 hari . Dosis pediatrik dari metronidazol adalah 15 mg/kg per hari tiga kali sehari selama 7 hari. Obat-obat alternative termasuk furazolidon 100 mg empat kali sehari atau paromomycin 25 sampai 30 mg/kg per hari dalam dosis terbagi setiap hari selama 7 hari. Paromomycin dapat digunakan dalam kehamilan, tidak seperti metronidazole. Pasien pediatrik juga dapat diobati dengan suspensi furazolidon 8 mg/kg per hari dalam empat dosis terbagi selama 7 hari atau nitazoxanid (Alina) 100 sampai 200 mg setiap 12 jam selama 3 hari . Quinacrin 100 mg tiga kali pada orang dewasa atau 5 mg/kg per hari pada pasien pediatrik selama 5 sampai 7 hari, tersedia dari apotek khusus (misalnya, Ponorama Compounding Pharmacy) Evaluasi Hasil Pasien-pasien dengan gejala giardiasis dan sampel feses positif atau tes ELISA positif harus diobati dengan metronidazol selama 7 hari . Pasien yang gagal dalam terapi awal dengan metronidazol harus menerima terapi second line. Pasien hamil dapat menerima paramomycin 25 sampain 30 mg/kg per hari dalam dosis terbagi selama 7 hari. Giardiasis dapat dicegah dengan kebersihan yang baik dan dengan memperhatikan konsumsi makanan dan minuman. Perawatan Pasien dan Pemantauan Tingkat kesembuhan metronidazol di antara 85% dan 95%. Diare akan berhenti dalam beberapa hari, walaupun pada beberapa pasien mungkin membutuhkan waktu 1 hingga 2 minggu. Ekskresi kista akan berhenti dalam beberapa hari. Disfungsi usus (dimanifestasikan sebagai peningkatan waktu transit) dan perubahan radiologis terutama dikarenakan infeksi kronis membutuhkan beberapa bulan untuk penyembuhan. Pasien yang gagal dalam terapi dengan metronidazol harus menerima second line dengan metronidazol atau obat alternatif lain; nitazoxanid telah terbukti efektif dalam resistensi giardiasis. AMEBIASIS Epidemiologi dan Etiologi Amebiasis tetap menjadi salah satu penyakit parasite yang paling penting karena distribusi di seluruh dunia dan manifestasinya pada saluran pencernaan yang serius. Agen penyebab utama dalam amebiasis adalah Entamoeba histolytica, yang menyerang usus besar dan harus dibedakan dari E. dispar, yang berhubungan dengan pembawa asimtomatik dan dianggap tidak patogen. Serangan amebiasis hampir secara eksklusif adalah hasil menelan kista E. histolytica yang ditemukan dalam makanan atau air yang terkontaminasi feses. Sekitar 50 juta kasus asetiap tahun terjadi penyakit invasif di seluruh dunia, yang menyebabkan lebih dari 100.000 kematian. Dalam populasi umum, insiden tertinggi ditemukan pada lembaga pasien cacat mental, homoseksual yang aktif secara seksual, pasien AIDS, penduduk asli Amerika, dan imigran dari daerah endemik (misalnya, Meksiko, Asia Selatan dan Tenggara, Afrika Barat dan Selatan, serta Amerika Tengah dan Selatan) Patologi E. histolytica menginvasi sel mukosa epitel kolon, memproduksi ulkus klasik berbentuk-labu dalam submukosa. Racun trofozoit ini memiliki efek sitosidal pada sel. Jika trofozoit masuk ke sirkulasi pintu masuknya, maka akan dibawa ke hati, di mana ia akan menghasilkan abses dan fibrosis periportal. Abses hati lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan jarang terlihat pada anak-anak. Ulserasi amebik dapat mempengaruhi perineum dan genital, dan abses dapat terjadi di paru-paru dan otak. Erosi abses hati dapat mengakibatkan peritonitis. Hati yang abses yang terletak di lobus kanan dapat menyebar ke paru-paru dan pleura. Infeksi perikardial, meskipun jarang, mungkin terkait dengan perpanjangan abses amebik dari hati. Presentasi Klinis dan Diagnosis Presentasi Klinis Amebiasis Ulasan sejarah pasien harus mencakup: perjalanan barubaru ini, jenis makanan yang dicerna (misalnya salad atau buah dikupas), konsumsi air atau cairan yang alami, dan deskripsi dari setiap gejala teman atau kerabat yang makan makanan yang sama. Mikroskopi mungkin tidak membedakan antara patogen E. histolytica dan nonpatogenik E. dispar atau E. moshkovskii dalam feses. Teknik sensitif yang tersedia untuk mendeteksi E. histolytica dalam feses: deteksi antigen, tes antibodi (ELISA) dan PCR. Endoskopi dengan menggores atau biopsi dan kaca mikrokop-bernoda (besi hematoxylin atau trichrome) dapat memberikan penjelasan lebih diagnosis amebiasis. Diagnosis untuk abses hati meliputi serologi dan scan hati (menggunakan isotop oleh USG atau tomografi terkomputasi) atau magnetic resonance imaging; bagaimanapun, tak satu pun dari diagnosis ini yang spesifik untuk abses hati. Pada kasus yang jarang, embusan jarum abses hati dapat dicoba dengan menggunakan pedoman USG. Penyakit Usus Ketidaknyamanan pada perut Gejala dapat berkisar dari rasa tidak nyaman pada perut yaitu kram perut, perut kembung, dan diare tidak berdarah atau berdarah (terdapat dalam 100% dari kasus) dengan lendir Mungkin dengan demam ringan, namun ini mungkin tidak terjadi pada banyak pasien Studi Kasus Pasien Eosinofilia biasanya tidak ada, meskipun leukositosis WR adalah penduduk asli India berusia 37 tahun dan ringan ada tinggal menetap di Amerika Serikat yang baru-baru ini kembali dari perjalanan ke Calcutta, India untuk Catatan: skrining feses bisa menunjukkan parasit usus lainnya, termasuk Cryptosporidium spp., Balantidium coli, mengunjungi kerabatnya. Ia datang ke bagian emergensi dengan keluhan selama 3 minggu, yaitu kram hebat dan Dientamoeba fragilis, Isospora belli, G. lamblia, atau sakit perut setelah makan siang. Rasa sakit lebih intens Blastocystis hominis. pada kuadran kanan bawah, dan terkait dengan diare berair tidak berdarah dan tenesmus. Abses Hati Amebik • Mungkin hadir dengan demam tinggi dengan Apa temuan spesifik pada pasien ini yang menunjukkan leukositosis yang signifikan dengan pergeseran kiri, bahwa ia mungkin memiliki giardiasis atau amebiasis? anemia, peningkatan alanin aminotransferase (ALT) / serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT), dan nyeri Apa informasi lain yang Anda butuhkan untuk mengkonfirmasi diagnosis amebiasis? perut jika diraba. Apa komplikasi utama dari amebiasis? • Temuan fisik: Nyeri pada kuadran kanan atas, hepatomegali, dan kelembutan hati, dengan rasa sakit pada bahu kanan atau kiri (Catatan: Erosi pada abses hati dapat hadir sebagai peritonitis) ❷ Diagnosis • Amebiasis usus didiagnosis dengan menunjukkan kista E. histolyticacysts atau trofozoit (mungkin terkandung dalam eritrosit) dalam feses segar atau dari spesimen yang diperoleh dengan sigmoidoskopi. Terapi Farmakologi Metronidazol (Flagyl), dehidroemetin, dan klorokuin (Aralen) adalah agen jaringan-yang bertindak, dan iodokuinol (Yodoxin), diloxanid furoat (Furamide), dan paromomycin (Humatin) adalah amebisid luminal. Agen sistemik atau jaringan-yang bertindak mungkin diserap dengan baik sehingga jumlah obat yang tersisa di usus mungkin tidak cukup untuk memperoleh efek lokal luminal. Agen luminal-aktif, di sisi lain, mungkin tidak mencapai tingkat yang cukup efektif dalam jaringan untuk dapat berkhasiat. Pasien kista tanpa gejala (diidentifikasi dengan pemeriksaan feses, dan yang mungkin mengembangkan penyakit invasif) dan pasien dengan amebiasis usus yang ringan harus menerima agen luminal: paromomycin 25 sampai 30 mg/kg per hari tiga kali sehari selama 7 hari, atau iodokuinol 650 mg tiga kali sehari selama 20 hari, atau diloxanide furoat 500 mg tiga kali sehari selama 10 hari. Regimen ini memiliki tingkat kesembuhan di antara 84% dan 96%. Diloxanide furoat tersedia dari Panorama Compounding Pharmacy (6744 Balboa Blvd., Lake Balboa, CA 91406; [800] 247-9767). Dosis pediatrik dari paromomycin adalah sama seperti yang digunakan untuk dewasa, sedangkan dosis pediatrik dari iodokuinol adalah 30 sampai 40 mg/kg (maksimum: 2 g) per hari dalam tiga dosis selama 20 hari, dan dosis pediatrik diloxanide furoat adalah 20 mg/kg per hari dalam tiga dosis selama 10 hari. Paromomycin lebih disukai digunakan untuk pasien hamil. Pasien dengan penyakit usus yang parah atau abses hati harus menerima metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 10 hari, diikuti dengan agen luminal yang ditunjukkan di atas. Dosis pediatrik metronidazol adalah 50 mg/kg per hari dalam dosis terbagi, yang harus diikuti oleh agen luminal. Penggunaan alternatif metronidazol adalah 2,4 g/hari selama 2 hari dalam kombinasi dengan agen luminal. Tinidazol (Tindamax, baru-baru ini diperkenalkan di pasar Amerika Serikat) diberikan dalam dosis 2 g setiap hari untuk 3 hari (dosis pediatrik: 60 mg/kg selama 5 hari) adalah sebuah alternatif untuk metronidazol. Jika tidak ada respon yang cepat untuk metronidazole atau aspirasi abses, pengunaan antibiotik harus ditambahkan. Pasien yang tidak dapat mentoleransi dosis oral metronidazol harus menerima dosis ekivalen intravena. Perawatan Pasien dan Pemantauan 1. Tindak lanjut pada pasien dengan amebiasis harus mencakup pengulangan feses (satu sampai tiga), kolonoskopi (pada kolitis) atau tomografi tekomputasi (CT scan di abses hati) antara hari ke- 5 dan 7, pada akhir terapi, dan satu bulan setelah berakhirnya terapi. 2. Kebanyakan pasien dengan amebiasis usus ataupun kolitis akan merespon dalam 3 sampai 5 hari dengan perbaikan gejala. 3. Mereka yang abses hati bisa memakan waktu hingga 7 hari sebelum penurunan rasa sakit dan demam. Dalam abses hati, pasien tidak merespon pada hari kelima mungkin memerlukan aspirasi dari abses atau penyelidikan dengan laparotomi (pembedahan dengan sayatan besar vertikal pada dinding perut ke bagian dalam rongga perut). 4. Scan hati telah menunjukkan bahwa penyembuhan abses hati membutuhkan waktu dari 4 sampai 8 bulan dilanjutkan dengan terapi yang memadai. Tindakan Pencegahan Wisatawan dan wisatawan asing yang berkunjung ke daerah endemik harus menghindari air keran lokal, es, salad, dan buah-buahan yang dikupas. Rebus air adalalah yang paling aman. Air dapat didesinfeksi dengan menggunakan Iodium 2% (5 tetes/L) atau klorin 6% (pemutih pakaian: 4 tetes/L) atau penggunaan pemurni air komersial, seperti Portable Aqua tablet (Wisconsin Pharmaceutical). Hasil Evaluasid Tindak lanjut pada pasien dengan amebiasis harus mencakup pengulangan pemeriksaan feses, serologi, kolonoskopi (pada kolitis) atau CT pada hari ke 7, pada akhir terapi, dan sebulan setelah akhir terapi. Scan hati berkala telah menunjukkan penyembuhan abses hati lebih dari 4 sampai 8 bulan setelah terapi yang memadai. PENYAKIT CACING Tiga kelompok organisme yang menyebabkan infeksi cacing: cacing gelang atau nematoda, cacing pipih (trematoda), dan cacing pita (cestoda). Karena keterbatasan ruang, hanya terdapat deskripsi singkat dari beberapa infeksi cacing yang paling sering terlihat di Amerika Utara dan pengobatannya akan dipaparkan di sini. Meskipun infeksi cacing mungkin tidak menghasilkan manifestasi klinis, mereka dapat menyebabkan patologi yang signifikan. Salah satu faktor yang menentukan patogenisitas infeksi cacing adalah kepadatan penduduk; populasi kepadatantinggi yang menghasilkan presentasi penyakit yang dapat diprediksi. Di Amerika Serikat, infeksi ini dilaporkan paling sering terjadi pada imigran baru dari Asia Tenggara, Karibia, Meksiko, dan Amerika Tengah. Populasi yang termasuk berisiko adalah pasien yang berada di dalam lembaga (baik muda dan yang lebih tua), anak-anak prasekolah di pusat-pusat penitipan anak, warga asli Amerika, dan homoseksual. Kondisi tertentu dan obat-obatan (anestesi dan kortikosteroid) dapat menyebabkan lokalisasi atipikal pada cacing. Sistem imun yang lemah pada inang bisa menyebabkan beberapa infeksi cacing, seperti Strongyloides stercoralis. Nematoda Penyakit Cacing Tambang Infeksi cacing tambang disebabkan oleh Ancylostoma duodenale atau Necator americanus. N. americanus ditemukan di Amerika Serikat bagian tenggara. Infeksi larva masuk ke dalam tubuh inang melalui makanan atau air yang terkontaminasi atau menembus kulit dan berpindah ke usus halus. Cacing dewasa menempel pada mukosa gastrointestinal dan menyebabkan cedera dengan kerusakan pada jaringan. Untuk waktu yang lebih lama, cacing dewasa dapat menyebabkan anemia dan hipoproteinemia pada inang. Pengobatan ❸ Obat yang dipilih adalah mebendazol (Vermox), yang juga aktif terhadap askariasis (infestasi oleh cacing gelang), enterobiasis (infestasi oleh cacing kremi), trikuriasis (infestasi oleh cacing cambuk usus), dan cacing tambang. Dosis oral mebendazol untuk dewasa dan pediatrik (usia lebih dari 2 tahun) pada pengobatan cacing tambang adalah 100 mg dua kali sehari selama 3 hari. Alternatif yang dapat digunakan untuk pediatrik dan pasien dewasa adalah albendazol (Zentel), 400 mg sebagai dosis tunggal. Diagnosisnya adalah dengan mendeteksi adanya telur atau larva dalam feses. Pemeriksaan untuk telur dan larva harus diulang dalam 2 minggu dan jika perlu pasien dapat melakukan pemeriksaan lebih awal. Askariasis Agen penyebab askariasis adalah cacing gelang Ascaris lumbricoides, dapat ditemukan di seluruh dunia dan yang menyebabkan sekitar 4 juta infeksi di Amerika Serikat (terutama mempengaruhi penduduk di pegunungan Appalachian dan Gulf Coast states). Perpindahan cacing ke paru-paru biasanya menyebabkan pneumonitis, demam, batuk, eosinofilia, dan infiltrasi pada paru-paru. Infeksi askaris juga dapat menyebabkan perut tidak nyaman, obstruksi usus, dan usus buntu. Diagnosis dilakukan dengan mendeteksi adanya telur cacing dalam feses atau cacing yang telah mati. Pengobatan Pada orang dewasa dan pasien pedriatik lebih dari 2 tahun, pengobatan yang digunakan adalah mebendazole 100 mg dua kali sehari selama 3 hari. Obat lain yang dapat digunakan adalah pirantel pamoat (Antiminth). Feses harus diperiksa dalam waktu 2 minggu dan jika perlu pasien dapat melakukan pemeriksaan lebih awal. Enterobiasis Enterobiasis, atau infeksi cacing kremi, disebabkan oleh Enterobius vermicularis. Cacing ini adalah yang paling banyak menyebabkan infeksi cacing di dunia. Ada sekitar 42 juta kasus di Amerika Serikat, terutama menyerang anak-anak. Manifestasi umum dari infeksi ini adalah iritasi kulit di daerah perianal (daerah di sekitar lubang anus), yang dihasilkan dari perpindahan cacing betina atau adanya telur. Pruritus yang sering terjadi dapat menyebabkan dermatitis dan infeksi bakteri sekunder. Diagnosis dilakukan dengan menggunakan kain penyeka perianal dan sampling plester selopan, yang akan membantu dalam identifikasi telur. Pengobatan Tiga jenis obat yang dapat diberikan untuk enterobiasis termasuk pirantel pamoat, mebendazol, dan albendazol. Dosis pirantel pamoat 11 mg/kg (maksimum: 1 g) adalah sebagai dosis tunggal yang dapat diulang dalam 2 minggu. Dosis mebendazole untuk orang dewasa dan anak-anak diatas 2 tahun adalah 100 mg sebagai dosis tunggal dan dapat diulang dalam 2 minggu. Untuk selanjutnya, pemberantasan semua telur dapat dilakukan dengan menguapkan atau mencuci sprai dan pakaian dengan mesin cuci menggunakan air panas. Strongyloidiasis Strongyloidiasis disebabkan oleh Strongyloides stercoralis, yang memiliki penyebaran yang luas di seluruh dunia dan terutama di Amerika Selatan (Brazil dan Columbia) dan di Asia Tenggara. Strongyloidiasis terlihat di antara populasi dalam suatu lembaga (orang-orang di rumah sakit jiwa dan rumah sakit anak-anak) dan individu dengan sistem imun yang rendah (orang-orang dengan infeksi HIV, AIDS, dan pasien dengan keganasan hematologi). Cacing biasanya ditemukan di usus bagian atas di mana telur disimpan dan menetas untuk membentuk larva rhabditiform. Larva rhabditiform (jantan dan betina) bepindah ke usus di mana mereka dapat dikeluarkan melalui feses. Jika diekskresikan dalam feses, larva dapat berkembang menjadi salah satu dari dua bentuk setelah kopulasi: larva rhabditiform yang hidup bebas dan tidak dapat menginfeksi, atau larva filariform yang dapat menginfeksi. Larva filariform bisa menembus kulit inang dan berpindah ke paru-paru dan menghasilkan keturunan, proses ini disebut autoinfeksi. Hal ini dapat mengakibatkan hiperinfeksi (yaitu, peningkatan jumlah larva di usus, paru-paru, dan organ internal lainnya), terutama pada inang dengan sistem imun yang rendah. Pada pasien dengan infeksi akut dapat berkembang menjadi ruam lokal, tapi manestasi berat dapat menghasilkan eosinofilia (10% sampai 15%), diare, sakit perut, dan obstruksi usus. Pemberian kortikosteroid atau obat imunosupresif lain untuk seorang individu yang terinfeksi dapat mengakibatkan hiperinfeksi dan dapat berkembang menjadi strongyloidiasis. Diagnosis strongyloidiasis dibuat dengan mengidentifikasi larva rhabditiform dalam feses, dahak, atau cairan duodenum, atau dari spesimen biopsi usus halus atau melalui pengujian antigen (ELISA). Feses dan beberapa sampel lain mungkin perlu diperiksa, baik untuk diagnosis maupun untuk memastikan pemberantasan larva pada pasien setelah perawatan. Pengobatan ❸ Obat pilihan untuk strongyloidiasis adalah ivermectin oral 200 mcg/kg per hari selama 2 hari, sementara albendazole 400 mg dua kali sehari diberikan selama 7 hari sebagai alternatif. Dengan hiperinfeksi atau strongyloidiasis, obat imunosupresif harus dihentikan dan pengobatan harus dimulai dengan ivermectin 200 mcg/kg per hari sampai semua gejala hilang. Pasien harus diuji secara berkala untuk memastikan pemberantasan larva. Individu yang menjadi calon untuk transplantasi organ dari daerah endemik harus diskrining untuk S. stercoralis. CESTODIASIS Cestodiasis (infeksi cacing pita) disebabkan oleh spesies dari Phylum Platyhelminthes (cacing pipih), termasuk diantaranya cacing pita dari daging babi (Taenia Solium) dan cacing pita dari daging sapi (T.Saginata). Cacing pita menempel pada dinding mukosa jejunum bagian atas dengan skoleks (bagian kepala), dua sampai empat penghisap berbentukcangkir dan sebuah struktur yang disebut rostelum, dan juga mungkin memiliki kail pada beberapa spesies. Parasit memiliki kekurangan pada sistem pencernaannya, sehingga parasit memperoleh semua nutrisi langsung dari inang. Skoleks, proglotid (segmen) dan telur yang spesifik untuk setiap spesies digunakan untuk identifikasi cacing pita. Infeksi cacing pita disebabkan karena mengkonsumsi daging yang kurang matang dimana berisi larva atau sistiserkus. Ketika sistiserkus dilepaskan dari daging yang terkontaminasi oleh cairan pencernaan inang, ia akan matang dalam jejunum inang. Sisteriserkosis adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh larva T.solium (larva onkosfer atau heksakan), dan biasanya diperoleh dari konsumsi telur dalam makanan yang terkontaminasi atau oleh autoinfeksi. Larva dapat menembus usus dan menyebar melalui aliran darah untuk menginfeksi organ lain termasuk sistem saraf pusat (neurosistiserkosis). Diagnosis dari T.saginata dan T.solium dicapai dengan pemulihan gravid proglotid dan skoleks dalam feses. Pengobatan ❸ Infeksi cacing pita (T.saginata dan T.solium) diobati dengan prazikuantel 5 sampai 10 mg/kg sebagai dosis tunggal (gunakan dosis yang sama untuk orang dewasa dan pasien anak). Sistiserkosis dan neurosistiserkosis dapat diobati dengan operasi, obat-obat antikonvulsan (neurosistiserkosis dapat menyebabkan kejang), dan obat-obat antelmintik. Albendazol 400 mg dua kali sehari selama 8 sampai 30 hari adalah pilihan terapi antelmintik. Dosis pediatrik albendazol adalah 15 mg/kg (maksimal 800 mg) dalam dua dosis terbagi selama 8 sampai 30 hari. Dosis tersebut dapat diberikan baik pada orang dewasa maupun anak-anak serta dapat diulang jika diperlukan. Prazikuantel adalah terapi alternatif. Evaluasi Hasil Morbiditas dan penyakit akibat infeksi cacing berhubungan dengan intensitas infeksi. Efek samping utama dari infeksi cacing yaitu kekurangan gizi, kelelahan, dan berkurangnya kapasitas kerja. Tidak seperti infeksi cacing lainnya, strongyloidiasis dapat menyebabkan autoinfeksi, dan jika sistem imun rendah, maka dapat berpengaruh pada sistem saraf pusat dan apabila infeksi menyebar akan meningkatkan resiko kematian. Komplikasi yang paling serius dari sistiserkosis adalah dapat menyebabkan stroke dan kejang. Pengobatan neurosistiserkosis dengan pengobatan antelmintik masih diperdebatkan. MALARIA Malaria adalah satu dari sekian penyakit sangat mematikan, yang mempengaruhi lebih dari 500 juta populasi dan menyebabkan 700.ooo hingga 2,7 juta kematian per tahun di seluruh dunia. Telah di laporkan bahwa pada tahun 2000, kira-kira 27 wisatawan Amerika Serikat mengunjungi negara-negara daerah endemik malaria. Pada tahun 2002, the Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengidentifikasi bahwa 849 dari 1337 kasus malaria menyerang warga sipil Amerika Serikat, 33 pada anggota militer, dan sisanya menyerang warga sipil asing. Terdapat 8 korban jiwa, yang semuanya disebabkan oleh Plasmodium falcifarum. ❹ Alasan utama akibat morbiditas dan kematian adalah kegagalan dalam memperoleh kemoprofilaksis yang direkomendasikan, ketidaksesuaian kemoprofilaksis, tertundanya perawatan medis atau terapi yang mendesak dan kesalahan diagnosis. Evaluasi dari pasien harus mencakup riwayat perjalanan penyakitnya, rincian dari kemoprofilaksisnya dan temuan fisik (contohnya splenomegali). Malaria menular lewat gigitan nyamuk Anopheles yang masuk ke dalam aliran darah satu dari empat spesies sporozoit plasmodium (Plasmodium falcifarum, P. ovale, P. vivax, atau P. malariae). Gejala awal dari malaria tidak spesifik dan menyerupai influenza dan termasuk diantaranya: kedinginan, sakit kepala, merasa kelelahan, nyeri otot, kaku, dan mual. Gejalanya mulai terjadi 1 sampai 3 minggu. Demam mulai muncul 2 sampai 3 hari setelah gejala awal diketahui dan mungkin diikuti dengan gejala yang sama dan terjadi setiap 2 atau 3 hari (P. vivax, P. ovale, dan P. malariae). Demam yang disebabkan oleh P. falciparum tidak teratur dan tidak diikuti dengan gejala spesifik. Tidak biasa bagi pasien yang terkena infeksi P.vivax . Malaria falsiparum harus selalu dianggap sebagai penyakit yang dapat mengancam keselamatan hidup sehingga harus mendapatkan penanganan medis secepat mungkin. Epidemologi dan Etiologi Persebaran dari setiap spesies malaria yang beragam tidaklah sama, namun P. vivax dilaporkan lazim ditemukan di bagian benua Hindia, Amerika Tengah, Afrika Utara, dan Timur Tengah, sedangkan P. falcifarum lebih dominan ditemukan di Afrika (termasuk gurun sahara Afrika), di Afrika Timur maupun Afrika Barat, Haiti, Republik Dominika, Daerah Amazon di Amerika Selatan, Asia Tenggara, dan Papua Nugini. Kebanyakan infeksi P. ovale terjadi di Afrika, sementara persebaran P. malariae terjadi di seluruh dunia. Sebagian besar infeksi di Amerika Serikat telah dilaporkan menyerang wisatawan Amerika, imigran baru, atau imigran yang telah mengunjungi sahabat dan keluarga di daerah endemik. Penyebaran lewat plasenta dan tranfusi darah juga sumber penyebaran malaria. Studi Kasus Pasien, Bagian 1 TW adalah seorang lelaki berusia 27 tahun yeng telah kembali dari Bamako, Mali di Afrika Barat setelah mengunjungi teman sekelas semasa kuliah di Peace Corps. Sementara di sana, ia menemani temannya dalam perjalalan melalui sungai untuk mengunjungi beberapa warga desa. Ia diketahui mengambillangkah menghindari gigitan nyamuk dengan tidur di bawah kelambu. Dia baik-baik saja sejak kembali dari Afrika sampai pada sehari sebelumnya, ia memiliki suhu tubuh yang tinggi yaitu 39C (102F), disertai anoreksia, sakit kepala, panas dingin, berkeringat, mialgia, dan sakit perut. Ia menngkonsumsi ibuprofen dengan dosis kecil namun demamnya kembali setelah beberapa jam dan sekarang ia ada di bagian emergensi dengan panas dingin, demam (di atas 39,8C) (di atas 104F), sakit kepala, sakit perut, mual, kekakuan pada leher, dan sakit pada bagian punggung. Apakah gejala-gejala pada pasien ini menunjuk kepada malaria? Dimana tempat yang beresiko untuk malaria? Apa informasi tambahan yang Anda butuhkan untuk melakukan pengembangan rencana terapeutik untuk pasien ini? Dalam hitungan menit setelah gigitan nyamuk Anopheles, sporozoit yang menyerang hepatosit di hati memulai fase aseksual yang disebut skizont (tahap eksoeritrositik atau skizogoni). Pasien mungkin tidak mengalami gejala apapun selama periode ini. Setelah selang antara 5 sampai 15 hari (tergantung spesiesnya), skizont pecah dan melepaskan sel-sel baru (merozoit) ke dalam darah, yang kemudian menyerang eritrosit. Dalam eritrosit, merozoit mengalami perubahan bentuk secara berurutan: bentuk cincin, tropozoit, skizont dan merozoit, yang kemudian menyerang eritrosit yang baru. Fase aseksual ini berlangsung selama sekitar 48 jam untuk P.falciparum, P.vivax dan P.ovale, dan 72 jam untuk P.malariae. Kemudian, merazoit berkembang menjadi gametosit dan mengalami fase seksual (sporogoni) dalam nyamuk Anopheles. Dalam tubuh nyamuk, gametosit-gametosit mengalami beberapa tahap: zigot, ookinet, dan ookista, dan akhirnya berubah menjadi sporozoit di dalam kelenjar lidah dimana dapat kembali menginfeksi inang selanjutnya. Berbeda dengan P.falciparum dan P.malariae, yang hanya menetap di hati selam kurang lebih 3 minggu sebelum menyerang eritrosit, P. ovale dan P.vivax dapat tertinggal dalam hati sampai waktu yang sangat lama dan pada tahap laten (sebagai hipnozoit); dapat menyebabkan kekambuhan infeksi setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Terapi primakuin sangat penting untuk membasmi infeksi pada tahap ini. Patologi Presentasi klinis dari malaria dapat sedikit berubahubah. Biasanya, kemunculannya ditandai dengan sakit kepala, sakit perut, kelelahan, demam dan panas dingin, bersamaan dengan fase eritrosit malaria yang terjadi antara 10 sampai 21 hari setelah invasi. Fase ini menyebabkan hemolisis, yang berujung pada anemia dan splenomegali. Komplikasi paling serius disebakan oleh infeksi P. falciparum. Bayi dan anak-anak dengan usia dibawah 5 tahun dan wanita hamil memiliki resiko tinggi terkena infeksi falsiparum dengan komplikasi berat. Komplikasi yang berhubungan dengan malaria falsiparum terkait dengan dua hal yang khas dari P. falciparum: (1) kemampuannya untuk memproduksi parasitisme tinggi (lebih dari 80%) sel darah merah dari semua usia, dan (2) kecenderungan menyerang pembuluh kapiler dan organ-organ penting seperti otak, hati, jantung, paru-paru, dan ginjal. Hipoksia jaringan, bersamaan dengan infeksi P. falcifarum yang bersifat parasit di sel darah merah berkaitan dengan sel endotel di kapiler, berkontribusi untuk menyebabkan iskemia berat dan kekacauan metabolit. P. malariae terlibat dalam mediasi-imun glomeruloneftritis dan sindrom nefrotik. Presentasi Klinisa dan Diagnosis Studi Kasus Pasien, Bagian 2 Persentasi Klinis Penyakit Malaria Persentasi Awal Termasuk riwayat perjalanan pasien, temuan fisik (contohnya splenomegali) dan rincian kemoprofilaksis antimalaria, setelah diperoleh. Tahap Eritrositik 1. Gejala: sakit kepala, anoreksia, tidak enak badan, kelelahan, dan mialgia. 2. Keluhan nonspesifik: sakit perut, diare, nyeri dada, dan artralgia. 3. Serangan tiba-tiba: demam, menggigil dan kekakuan. 4. Fase dingin: pucat parah, sianosis pada bibir dan kuku. 5. Fase panas: demam antara 40,5oC (104,9oF) dan 41oC (105,8oF) (lebih sering terlihat dengan P. falciparum). 6. Fase berkeringat: diikuti fase panas selama 2 sampai 6 jam. 7. Ketika demam selesai, diikuti dengan kelelahan dan keadaan mengantuk, kulit kering dan hangat, takikardia, batuk, sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, diare dan delirium, anemia, dan spelnomegali. ❺ Malaria P. falciparum adalah keadaan darurat yang mengancam jiwa. Komplikasi mencakup hipoglikemia, gagal ginjal akut, edema paru, anemia berat (parasitisme tinggi), trombositopenia, gagal jantung, kongesti otak, kejang, koma dan sindrom sulit bernafas pada orang dewasa. Prosedur Diagnostik untuk Malaria 1. Untuk memastikan diagnosis positif, apusan darah (lapisan tebal dan tipis) harus diperoleh setiap 12 hingga 24 jam selama 3 hari berturut-turut. 2. Adanya parasit dalam darah 3 sampai 5 hari setelah inisiasi terapi menunjukan resistensi terhadap obat. HPI (Riwayat Penyakit yang sedang Diderita) TW mengalami demam, mual, sakit kepala, mialgias, menggigil, dan nyeri di bagian tubuh termasuk punggung. Ketika ditanya tentang perjalanannya, ia menunjukkan bahwa ia tidak mengambil profilaksis antimalaria apapun. PMH Laki-laki sehat berusia 27 tahun FH (Riwayat Keluarga) Ayahnya meninggal karena struk pada usia 87 tahun; Ibunya yang berusia 82 tahun, menderita reumatoid artritis dan tinggal bersama seorang putri yang belum menikah. SH (Riwayat Sosial) Analis, bekerja untuk distrik sekolah lokal; kadangkadang mengkonsumsi minuman anggur dengan makanan. Drugs (Obat-obatan) Ibuprofen 200 mg ROS Selain keluhan yang disebutkan di atas, ia mengeluh mual parah dan kelelahan. PE Gen: Pasien sedikit gelisah dan demam. VS: Tekanan darah, denyut nadi 105/70 mm Hg; denyut nadi 120 bpm, laju pernafasan 32/menit, suhu tubuh 40,1oC (104,1oF). KULIT: Hangat dan kering. HEENT: Mulut kering. ABD: Lembut dengan kelembutan menyebar dengan hepatomegali dan splenomegali. Sisanya adalah sistem WNL Laboraturium Natrium 131 mEq/L (131 mmol/L) Hemoglobin 10,2 g/dL (6,3 mmol/L) Kalium 4,9 mEq/L (4,9 mmpl/L) Hematokrit 31% (0,31) Klorida 96 mEq/L (96 mmol/L) Sel darah putih 14,8 x 103 /mm3 (14,8 x 10o /L) Urea nitrogen darah 28 mg/dL (9,99 mmol/L) Total bilirubin 1,8 mg/dL (30,8 mcg mol/L) Serum kreatinin 1,4 mg/dL (123,8 mcg mol/L) Trombosit 110 x 103/mm3 (110 x 109 /L) Glukosa 77 mg/dL (4,27 mmol/L) Asparatat aminotransferase 87 U/L (1,45 mcg kat/L) Albumin 3,2 g/dL (32 g/L) Alanin aminotransferase 94 U/L (1,57 mcg kat/L) Apusan darah (noda Giemsa): P. Falciparum Mengingat informasi di atas, apakah penilaian Anda pada pasien ini? Idetifikasi tujuan pengobatan dan parameter pemantauan Anda. Salah satu inovasi terbaru untuk mendeteksi malaria adalah dengan analisis DNA atau RNA menggunakan reaksi polimerase berantai atau polymerase chain reaction (PCR). Namun PCR tidak tersedia secara luas untuk penggunaan klinis. Tes cepat dipstick (ParaSight F, Becton-Dickinson, Cockeyville, MD) dilaporkan Plasmodia Sensitif Sensitif Klorokuin Obat Klorokuin fosfat (oral) Untuk P. Vivax atau P. Oval, ketika meninggalkan daerah endemik Primakuin (oral) P. falciparum resisten klorokuin Atovakuonproguanil (oral) memiliki sensitivitas 88% dan spesifik 97% yang sebanding dengan mikroskop. Meskipun, ParaSight F dapat memberikan hasil positif palsu karena adanya faktor reumatoid; namus tes dengan mikroskop tetap optimal. Pengobatan Tujuan utama dalam pengobatan malaria adalah cepatnya identifikasi spesies Plasmodium yang dari apusan darah (lapisan tebal dan tipis, diulang setiap 12 jam selama 3 hari). Pengobatan malaria harus dimulai segera untuk membasmi infeksi dalam 48 - 72 jam dan komplikasi seperti hipoglikemia, edema paru dan gagal ginjal. Terapi Farmakologis Regimen kemoprofilaksis untuk malaria diuraikan dalam tabel 75-1. Dosis 300 mg (pokok) satu minggu sekali dimulai dari 1 minggu sebelum keberangkatan dan dilanjutkan selama 4 minggu setelah tinggal di daerah endemic 30 mg (pokok) (52,6 mg garam) setiap hari selama 14 hari setelah keberangkatan, dengan tambahan seperti di atas 250 mg atovakuon dan 100 mg (1 tablet) proguanil sekali sehari Dosis Anak 5 (pokok) mg/kg berat badan satu kali seminggu (maksimal 300 mg) Keterangan Hidroksiklorokuin sulfat 310 mg (pokok) atau 400 mg garam sekali seminggu dapat digunakan sebagai klorokuin; regimen akan mirip dengan klorokuin. 0,6 mg /kg (pokok) (1mg /kg garam) setiap hari selama 14 hari setelah keberangkatan Kontraindikasi pada pasien dengan defisiensi G6PD, pasien dalam masa kehamilan dan laktasi. 62,5 mg atovakuon dan 25 mg proguanin sekali sehari 11-20 kg: 1 tablet 21-30 kg: 2 tablet 31-40 kg: 3 tablet Lebih atau sama dengan 40 kg: 1 tablet setiap hari untuk dewasa Mulai 1-2 hari sebelum keberangkatan dan lanjutkan selama 1 minggu setelah meninggalkan daerah beresiko tinggi Direkomendasikan juga untuk profilaksis primer untuk resistensi P. Falciparum terhadap meflokuin Doxysiklin (oral) sebagai alternative 100 mg sekali sehari Di bawah atau sama dengan 8 tahun 2 mg/kg (maksimal 100mg) Meflokuin (oral) 228 mg (pokok) (250 mg garam) setiap minggu Primakuin (oral) 30 mg pokok (1 mg/kg garam untuk dosis dewasa) Di bawah atau atau sama dengan 15 kg: 4,6 mg/kg pokok (5 mg/kg garam) sekali seminggu 15-19 kg: ¼ tablet 20-30 kg: ½ tablet 31-45 kg; ¾ tablet Di atas atau sama dengan 45 kg: 1 tablet 0.6 mg/kg pokok (sampai dengan 1 mg/kg garam dosis dewasa). Efektif untuk P. falciparum yang resisten terhadap meflokuin Mulai 1-2 hari sebelum keberangkatan, dilanjutkan selama tinggal di daerah endemik, dan lanjutkan regimen selama 4 minggu setelah kembali Mulai 1-2 minggu sebelum keberangkatan dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemik; mungkin dimulai 3-4 minggu lebih awal untuk menghindari toleransi. Kontraindikasi: Riwayat kejang, gangguan kejiwaan (termasuk depresi dan kegelisahan) atau aritmia Alternatif untuk regimen lini ke dua; lihat kontraindikasi di atas TABEL 75-1. Kemoprofilaksis untuk Malaria Untuk dosis pediatrik dapat dihitung dan tablet dilumatkan dan ditempatkan dalam kapsul gelatin. Orang tua dapat diinstruksikan untuk menangguhkan dosis makanan, sirup, atau minuman. Untuk informasi lehih lanjut, lihat Eyers JE. Sumber informasi pengobatan tropis; masak GC, Zumla A, eds. Manson’s Tropical Diseases. 21 st ed. G6PD, defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Kemoterapi untuk Infeksi Malaria Malaria yang disebabkan oleh serangan yang tidak berbahaya (untuk semua plasmodium kecuali yang sudah resisten klorokuin seperti P.faciparum dan P.vivax) direkomendasikan menggunakan klorokuin 600 mg (pokok) sebagai dosis permulaan, dilanjutkan dengan dosis 300 mg (pokok) 6 jam kemudian, dan kemudian 300 mg (pokok) per hari selama 2 hari. ❻ Pada sakit yang parah atau malaria falsiparum, pasien harus mendapatkan perawatan di unit perawatan akut dan diberikan kinidin glukonat 10 mg salt/kg sebagai dosis muatan atau dosis awal (maksimal 600 mg) dalam 250 ml cairan infus yang diberikan secara intravena secara perlahan sekitar 1-2 jam. Hal ini harus dilanjutkan dengan infus 0,02 mg/kg per menit kinidin setidaknya 24 jam hingga terapi oral dimulai. Pada pasien yang menerima kinin atau meflokuin, maka dosis muatan/dosis awal kinidin harus dihilangkan. Garam kinin diberikan secara oral (650 mg tiap 8 jam) ditambah doksisklin 100 mg dua kali sehari harus dilanjutkan dengan dosis intravena dari kinidin untuk melengkapi 7 hari pengobatan. Dosis untuk anak-anak dari kinidin glukonat secara intravena adalah sama pada dosis untuk dewasa. Dosis anak-anak untuk kinin oral adalah 25 mg/kg per hari dalam tiga dosis terbagi, sedangkan untuk doksisiklin (untuk anak di atas 8 tahun) adalah 4 mg/kg dalam dua dosis terbagi selama 7 hari. Obat alternatif dari doksisiklin adalah klindamisin 900 mg (20 mg/kg per hari) tiga kali sehari selama 3 hari. Dosis klindamisin untuk anak-anak sama seperti dosis dewasa. Pada infeksi yang disebabkan oleh P.falciparum, P.vivax, P.ovale atau P.malariae (resisten klorokuin), penggunaan 750 mg meflokuin dilanjutkan dengan 500 mg meflokuin 12 jam kemudian sangat dianjurkan. Dosis meflokuin untuk anak-anak adalah 15 mg/kg (kurang dari 45 kg) dilanjutkan dengan 10 mg/kg 8-12 jam kemudian. Studi Kasus Pasien, Bagian 3 Dalam melakukan pengobatan yang disebabkan malaria falsiparum, TW harus tetap diingatkan selama 2 bulan. Namun, 2 hari lalu, dia mengalami demam dan panas dingin, mual, dan sakit perut. Ketika di cek ia mengalami demam dengan suhu tubuh 38,4˚C dan mengeluhkan sakit kepala yang berat. Pengujian dari apusan darah pasien (tebal dan tipis), diindikasikan bawah pasien terinfeksi P.vivax. TW menerima klorokuin dan primakuin. Pada pengecekan 2 minggu kemudian, pengulangan pengujian menandakan bahwa darah pasien negative dari parasit dan pasien tidak mengalami gejala. Meflokuin akan menyebabkan sinus bradikardia, kebingungan/pusing, halusinasi, dan psikosis dan harus dihindari penggunaannya pada pasien yang memiliki sejarah penyakit jantung atau depresi. Kinidin glukonat secara intravena dilanjutkan dengan kinin ditambah doksisiklin atau klindamisin harus diberikan untuk sakit parah dengan indikasi seperti di atas. Penggunaan kinidin melalui intravena membutuhkan pemantauan elektrokardiogram (QT-segmen) dan tanda penting lainnya (hipotensi dan hipoglikemia). Pengobatan alternatif secara oral untuk infeksi P.falciparum untuk dewasa, terutama yang memiliki sejarah penyakit kejang, psikiatrik atau jantung, adalah kombinasi dari atovakuon 250 mg dan proguanil 100 mg (Malarone) (2 tablet dua kali sehari selama 3 hari). Dosis anak-anak untuk Malarone: kurang dari 5 kg : tidak diindikasikan; 9-10 kg: 3 tablet anak/hari x 3 hari; 11-20 kg: satu tablet dewasa/hari x 3 hari; 21-30 kg: 2 tablet dewasa/hari x 3 hari; 31-40 kg: 3 tablet dewasa/hari x 3 hari; diatas 40 kg: 2 tablet dewasa dua kali sehari x 3 hari. ❿ Semenjak malaria falsiparum menyebabkan efek komplikasi serius, termasuk edema paru, hipoglikemia, penyakit kuning, gagal ginjal, kebingungan/pusing, mengigau, kejang, koma, bahkan kematian, pemantauan status cairan dan parameter hemodinamik merupakan hal yang diharuskan. Transfusi darah mungkin dibutuhkan pada pasien malaria P.falciparum yang mengalami parasitemia di antara 5% dan 15% untuk menghilangkan keraguan atau kekhawatiran. Adanya dialisis peritoneal atau hemodialisis mungkin dapat diindikasikan untuk pasien dengan gagal ginjal. Evaluasi Hasil Ketika memberikan saran kepada wisatawan yang berpotensi sedang melakukan pencegahan penyakit untuk malaria, hari-hati terhadap kemungkinan resistensi P.falciparum malaria terhadap klorokuin dan negara-negara dengan tingkat prevalensi cukup tinggi. Pada pasien yang terinfeksi malaria P.vivax atau P.ovale (beberapa pasien dapat disebabkan P.falciparum atau satu dari spesies-spesies ini), ikuti pengobatan fasa akut malaria dan skrining defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase, pasien harus mengkonsumsi primakuin selama 14 hari untuk memastikan pembasmian P.vivax atau P.ovale pada fase hipnozoit. Perawatan Pasien dan Pemantauan Malaria P.falciparum akut yang resisten terhadap klorokuin harus diobati dengan kinidin secara intravena malalui kateter vena sentral, status cairan dan elektrokardiogram (ECG) harus dipantau secara rutin. Dosis awal/dosis muatan dari kinidin harus dihilangkan pada beberapa pasien yang menggunakan kinin atau meflokuin. Hipoglikemia dapat disebabkan karena interaksi dari P.falciparum dan atau administrasi dari kinidin, harus dilakukan pengecekan setiap 4-6 jam dan dikoreksi dengan infus dekstrosa (5% - 10%) Infus kinidin harus diberikan perlahan untuk sementara dan dihentikan jika interval QT lebih dari 0,6 detik, peningkatan kompleks QRS lebih dari 25%, atau hipotensi tidak responsif terhadap hasil penolakan dari cairan tubuh. Level kinidin yang disarankan harus dijaga pada 3-7 mg/dL (9,2 -21,6 mcg mol/L). Apusan darah harus dicek tiap 12 jam sampai kadar parasitemia kurang dari 1%. Pengobatan untuk demam harus dilakukan sekitar 36 – 48 jam setelah diberikan kinidin secara intravena, dan darah seharusnya terbebas dari parasit dalam 5 hari. Ketika terapi parenteral dibutuhkan untuk lebih dari 48 jam atau pada pasien yang memiliki gagal ginjal, maka dosis kinidin harus diturunkan setengahnya. Saran untuk Wisatawan Semua wisatawan di daerah endemic harus dinasehati agar tetap berada di area yeng terskrining dengan baik, mengenakan pakaian yang menutup sebagian besar bagian tubuh, dan tidur di bawah kelambu. Wisatawan harus mengikuti regimen kemoprofilaksis dan membawa pembasmi seranga DEET (N, N,dietilmetatoluamid) atau pembasmi semprot serangga lain yang mengandung DEET untuk digunakan di area yang terinfestasi nyamuk TRYPANOSOMIASIS AMERIKA Etiologi Dua bentuk yang berbeda dari genus Trypanosoma terjadi pada manusia. Salah satunya adalah terkait dengan trypanosomiasis Afrika (penyakit tidur) dan yang lainnya dengan trypanosomiasis Amerika (penyakit Chagas’). T. brucei gambiense dan T. brucei rhodesiense masing-masing adalah organisme penyebab trypanosomiasis di Afrika Timur dan Afrika Barat. T. brucei rhodesiense penyebab penyakit akut dan lebih virulen dibandingkan Trypanosomiasis Afrika Timur maupun Afrika Barat ditularkan oleh berbagai spesies lalat tsetse genus Glossina. Pembahasan lebih lanjut tentang subjek ini akan fokus pada trypanosomiasis Amerika. T. cruzi adalah agen yang yang menyebabkan trypanosomiasis Amerika. Trypanosomiasis Amerika ditularkan oleh sejumlah spesies hama reduviid (Triatoma infestans dan Rhodrium priloxus) yang hidup di celah-celah dinding rumah di daerah pedesaan Amerika Utara, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Hama reduviid terinfeksi oleh hewan yang menghisap darah (misalnya sejenis tupai, anjing dan kucing) atau manusia terinfeksi dengan sirkulasi tripanomastigot. Trypanosomiasis Amerika endemik di semua negara Amerika Latin dan dapat ditularkan secara kongenital, melalui tranfusi darah, dan transplantasi organ. Presentasi Klinis dan Diagnosis Presentasi Klinis Trypanosomiasis Akut Edema orbital unilateral (tanda Romana’s) Granuloma (chagoma) Demam, hepatosplenomegali, dan limfedenopati Kronik ❽ Jantung: kardiomiopati dan gagal jantung EKG: tingkat pertama penyumbatan pada jantung, penyumbatan ikat-cabang kanan dan aritmia Gastrointestinal: pembesaran kerongkongan dan usus (sindrom “mega”) Sistem saraf pusat: meningoensefalitis, struk, kejang dan kelumpuhan fokal Diagnosis Sejarah positif paparan dan penggunaan serologi: uji hemaglutinasi tidak langsung, ELISA (Chagas EIA, Laboratorium Abbott, Taman Abbott, IL), dan uji fiksasi komplemen (CF). (Catatan: CF dapat menghasilkan reaksi positif palsu pada mereka yang terkena leismaniasis, sifilis, dan malaria. PCR mungkin lebih menentukan untuk diagnosis). Perawatan Pasien dan Pemantauan Hal ini penting untuk mengidentifikasi pasien yang terinfeksi T. cruzi dengan serologi dan untuk memantau status kardiovaskular pasien ini dengan elektrokardiogram secara berkala. Beberapa pasien akan mendapatkan manfaat dari implantasi alat pacu jantung. Semua calon transplantasi dari daerah endemik untuk penyakit Chagas’ perlu di skrining untuk T.cruzi. Imunosupresi pada pasien ini dapat menyebabkan infeksi yang luar biasa. Terapi Farmakologis Obat yang digunakan untuk T. cruzi termasuk nifurtimox (Lampit) dan benznidazol (Rochagan). Nifurtimox oral tersedia dari pusat diagnostic klinik (CDC), sementara benznidazole hanya tersedia di Brazil. Dosis dewasa nifurtimox adalah 8 sampai 10 mg/kg per hari dalam dosis terbagi selama 120 hari. Untuk anak-anak tampaknya untuk mentolerir dosis lebih baik daripada orang dewasa, dosis pediatrik dari nifurtimox pada anak-anak berusia 1 sampai 10 tahun adalah 15 sampai 20 mg/kg per hari, dan dosis untuk anak-anak berusia 11 sampai 16 tahun adalah 12,5 mg/kg per hari dalam dosis terbagi. Pengobatan simtomatik untuk gagal jantung berkaitan dengan penyakit Chagas’ harus diinisiasi. Komplikasi gastrointestinal mungkin memerlukan revisi bedah dan rekonstruksi. Evaluasi Hasil Pengobatan fase akut penyakit ini (yaitu demam, malaise, edema wajah dan hepatosplenomegali) adalah nifurtimox. Kegagalan jantung kongestif terkait dengan kardiomiopati penyakit Chagas’ diobati dengan cara yang sama seperti kardiomiopati dari penyebab lain. EKTOPARASIT Sebuah parasit yang hidup di luar tubuh inang disebut ektoparasit. Sekitar 6 sampai 12 juta subyek menjadi terinfestasi dengan pedikulosis (infestasi kutu rambut) tahunan di Amerika Serikat. Pedikulosis biasanya berhubungan dengan kebersihan yang buruk, dan infeksi yang ditularkan dari orang ke orang melalui kontak sosial dan seksual. Kutu Rambut Dua spesies yang termasuk kelompok ini diantaranya Pediculus humanus capitis (kutu kepala) dan P. humanus corporis (kutu badan). Telur (atau nits) tetap melekat erat pada rambut, dan di sekitar 10 hari menetas kutu untuk membentuk nimfa, dan menjadi dewasa dalam 2 minggu. Kutu menjadi melekat pada dasar folikel rambut dan memakan darah dari inang. Kutu kemaluan atau kutu kepiting yang ditemukan pada rambut di sekitar alat kelamin, tetapi dapat terjadi di bagian lain dari tubuh (misalnya, bulu mata atau aksila). Hipersensitivitas terhadap sekresi dari kutu dapat menghasilkan pembengkakan makula dan menyebabkan infeksi bakteri sekunder. Pengobatan Agen pilihan untuk ketiga infeksi (tubuh, kepala, dan kutu kepiting) adalah 1% permetrin (Nix). Permetrin memiliki dua aktivitas pedikulisidal dan ovisidal melawan P. humanus capitis. Angka kesembuhan dilaporkan antara 90% dan 97%. Krim bilas permetrin 1% (Nix-Créme Rinse) juga tersedia. Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap ragweed atau krisan dapat bereaksi terhadap permetrin dan harus menghindarinya. Agen alternatif selain permetrin adalah ivermektin oral 100 mcg / kg selama 3 hari (hari ke-1, 2 dan 10). Permetrin dapat menyebabkan gatalgatal, terbakar, menyengat, dan kesemutan. Permetrin 1% harus digunakan pada kulit kepala kering setelah keramas dan dibiarkan pada kulit kepala selama 10 menit. Pemakaian ini mungkin perlu diulang. Karena laporan resistensi terhadap permetrin, obat alternatif lain adalah 0,5% malation (Ovide), yang dibiarkan pada kulit kepala selama 90 menit, juga telah di temukan cara efektif untuk menghilangkan pruritus, yaitu losion kalamin dengan 0,1% mentol obat yang sejenis dapat digunakan. ❾ Semua individu, termasuk anggota keluarga dekat dan pasangan seksual dari inang utama, harus di obati. Semua tempat tidur dan pakaian harus disterilkan seperti yang diindikasikan enterobiasis. Skabies Skabies adalah penyakit gatal yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei hominis, yang mempengaruhi manusia dan hewan. Infeksi ini biasanya menyerang bagian sela-sela jari, lutut, ketiak, pusar, dan skrotum. Infeksi ini menyebabkan gatal parah dan goresan pada area sela-sela jari, bokong, paha, dan kulit kepala. ❿ Diagnosis dapat dilakukan dengan mengidentifikasi tungau pada kulit . Pengobatan ❿ Obat yang dipilih untuk penyakit skabies adalah krim permertrin 5% (Elimite). Pengobatan alternatif bagi individu yang tidak dapat menggunakan permethrin, bisa menggunakan krotamiton 10% (Eurax) dan ivermektin oral (Stromectal) 200 mg/kg sebagai dosis tunggal. Untuk memulai pengobatan dengan permertrin, kulit harus dibersihkan dengan cara menggosok kulit yang terkena infeksi dengan air hangat berbusa untuk menghilangkan tungau. Losion permertrin dioleskan pada seluruh tubuh, hindari wajah, selaput lendir dan mata, kemudian biarkan selama 8 sampai 14 jam. Penggunaan ini 97% dapat membasmi tungau. Pengobatan harus dilakukan dengan tepat. Gatalgatal karena skabies dapat berlangsung selama 2 sampai 4 minggu karena mungkin masih terdapat sisasisa tungau pada bagian dalam kulit. Evaluasi Hasil Infeksi akibat artropoda dapat dikendalikan dengan mencegah akses artropoda pada inangnya. Meningkatkan kondisi hidup dan menghindari berbagi barang-barang pribadi seperti topi dan sisir dapat meminimalkan infeksi akibat artropoda. Permertrin (1% sampai 5%) sangat efektif untuk infeksi ini. SINGKATAN-SINGKATAN AIDS CDC CF CT DEET ECG ELISA HIV IgA PCR : Acquired Immunodeficiency Syndrome : Centers for Disease Control and Prevention : Complement Fixation : Computed Tomography : N, N, -diethylmetatoluamide : Electrocardiogram : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay : Human Immunodeficiency Virus : Immunoglobulin A : Polymerase Chain Reaction Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com Masuk ke situs web: www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk memperoleh informasi dalam melanjutkan pembelajaran bab ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN Anonymous. Drugs for parasitic infections: in: Handbook on Antimicrobial Therapy. 17th ed. New Rochelle, NY: Medical Letter Inc, 2005. Chen LH, Keystone JS. New strategies for the prevention of malaria in travelers. Infect Dis Clin North Am 2005;19:185-210 Garg PK, Perry S, Dorn M, et al. Risk of intestinal helminth and protozoan infection in a refugee population. Am J Trop Med Hyg 2005;73:386391. Haque R, Huston CD, Hughes M, et al. Amebiasis. N Engl 1 Med 2003;73:386-391 Hill DR. Giardia Lambia. In: Mandel GL, Bennett JE, Dolin R, eds. Principles and Practice of Infectious Diseases, 6th ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone; 2005:3198-3205. John DT, Petri WA. Markell and Voge’s Medical Parasitology. 9th ed. Philadelphia: Elsavier, 2006 Maguire JH. Intestinal nematodes (roundworms). In: Mandel GI., Bennert JE, Dolin R, eds, Principles and practice in Infectinous Diseases, 6th ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone;2005:3260-3267 Mathieu ME, Wilson BB. Lice (pediculosis) & scabies. In: Mandel GI., Bennett JF, Dolin R, eds. Principles and Practice of Infectious Diseases, 6th ed. Philadhelphia: Elsevier Churchill Livingstone;2005:3302-3307 Miles MA. American trypanosomiasis. In: cook GC, Zumla A, eds. Manson’s Tropical Disease. 21st ed. London: Saunders; 2003:1325-1337 White NJ, Breman JG. Malaria and babesiosis: Diseases caused by red blood cell parasites. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005: 1218-1232 10 INFEKSI SALURAN KEMIH Brian A. Potoski OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. Mengidentifikasi kriteria diagnosis pada bakteriuria signifikan 2. Menguraikan organisme yang bertanggung jawab terhadap sebagian besar terjadinya infeksi saluran kemih tanpa komplikasi 3. Menjelaskan tiga rute bakteri untuk masuk ke saluran kemih 4. Menguraikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK) dan bagaimana membedakan penyakit saluran kemih bagian atas dan bagian bawah 5. Menjelaskan tes laboratorium yang dapat membantu diagnosis pasien dengan infeksi saluran kemih 6. Menganjurkan obat, dosis, dan lama pemakaian yang tepat untuk infeksi saluran kemih dengan komplikasi dan tanpa komplikasi KONSEP UTAMA ❶ Infeksi pada sistem saluran kemih dibedakan ❺ Tujuan dari terapi antimikroba pada ISK adalah menjadi ISK yang disertai komplikasi dan ISK tanpa komplikasi. Umumnya dilihat dari ada atau tidaknya struktur dan fungsi yang tidak normal pada bagian sistem saluran kemih. untuk membasmi organisme penyebab dan mencegah infeksi berulang. ❷ Sebagian besar (85%) ISK tanpa komplikasi disebabkan oleh Escherichia coli. Sisanya 15% disebabkan oleh Klebsiella spp., Staphylococcus saprophyticus, Enterococcus spp., Proteus spp., dan organisme lainnya. ❸ Gejala pada ISK bagian bawah antara lain disuria, urgency, frequency, heaviness. nocturia, dan suprapubic ❹ Gejala pada ISK bagian atas antara lain demam, mual, muntah, dan nyeri panggul yang parah. ❻ ISK tanpa komplikasi dapat diatasi dalam waktu 3 hari atau bahkan 1 hari, sementara ISK dengan komplikasi harus diobati sekurang-kurangnya selama 7 hari, dan terkadang sampai 2 minggu Infeksi saluran kemih terdiri dari susunan penyakit yang berbeda. Infeksi saluran kemih terjadi berulangulang dan tercatat ada 8 juta kunjungan pasien setiap tahunnya. Sederhananya infeksi saluran kemih adalah adanya bakteri di saluran kemih yang terlihat dari preparat basah atau teridentifikasi dengan kultur bakteri yang tidak dinyatakan terkontaminasi . Bakteriuria atau bakteri dalam urine tidak selalu dinyatakan sebagai infeksi. Maka dibuatlah angka kriteria diagnosa kuantitatif untuk mengidentifikasi jumlah bakteri dalam urine yang menunjukan infeksi sebenarnya (dikenal dengan istilah “bakteriuria signifikan”) ini terlihat pada tabel 76-1. Infeksi saluran kemih ini di klasifikasikan ke dalam 2 bagian yaitu infeksi saluran bagian bawah dan infeksi saluran bagian atas. Pasien yang menderita infeksi saluran kemih akan memperlihatkan perbedaan antara ISK bagian bawah dan ISK bagian atas, pasien yang menderita ISK bagian atas mengalami infeksi yang lebih parah sehingga pasien lebih sering ke rumah sakit. Contoh ISK bagian bawah adalah sistitis. Sistitis sama dengan sindrom dari infeksi saluran kemih yang di tandai dengan disuria, frekuensi, urgensi dan kadang-kadang subprapubic tenderness. Contoh dari ISK bagian atas adalah pielonefritis. Pielonefritis adalah inflamasi pada ginjal yang biasanya menyebabkan infeksi. Biasanya pasien ISK tanpa komplikasi menjalani terapi rawat jalan sedangkan pasien ISK dengan komplikasi menjalani terapi rawat inap. Studi Kasus Pasien, Bagian 1 Wanita berusia 28 tahun mendatangi dokter pribadinya dengan keluhan nyeri saat buang air kecil dengan frekuensi buang air kecil yang sering, gejala ini dimulai sejak 2 hari yang lalu. namun tidak disertai dengan muntah, mual, demam, atau nyeri pinggang. Saat ditanya, dia mengakui aktif berhubungan seksual dengan pasangannya dan menggunakan spermicidal jelly. • Apa gejala yang dialami mengindikasikan ISK (Infeksi saluran kemih) ? • Apakah dia memiliki faktor risiko infeksi saluran kemih? • Apa informasi tambahan yang anda perlu ketahui sebelum membuat rencana perawatan untuk pasien ini? Epidemiologi dan Etiologi Sebagaimana telah diketahui, bahwa prevalensi dari infeksi saluran kemih bervariasi berdasarkan usia dan jenis kelamin. Infeksi saluran kemih , terjadi pada berbagai usia, bahkan pada usia yang sangat muda. Pada bayi prematur, mempunyai risiko yang tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir normal, dan neonatal (janin) laki-laki memiliki kesempatan 5 - 8 kali atau lebih untuk memiliki infeksi saluran kemih, dibandingkan dengan neonatal (janin) perempuan. Pada anak-anak usia 1 - 5 tahun, signifikan bakteriuria terjadi lebih banyak pada perempuan (4,5 %) dibanding laki-laki (0,5 %), pada usia dewasa bisa juga terjadi, bakteriuria meningkat pada usia muda, pada wanita yang tidak hamil (rentangnya 1% - 3%), meskipun demikian pada pria juga terjadi, namun sangat rendah (hanya mencapai 0,1 %). Gejala infeksi saluran kemih cenderung terjadi pada wanita sebanyak 30 %, di antara usia 20 - 40 tahun, yang digambarkan dengan prevalensi bahwa wanita 30 kali lebih berisiko dibanding laki-laki pada usia yang sama. Pada setiap tahunnya, dengan jumlah yang sama, wanita dewasa mengalami bakteriuria, ada yang sembuh dari bakteriuria tersebut namun ada juga yang berkembang ke infeksi saluran kemih. Hal ini diyakini dengan peningkatan sebanyak 40 % sampai 50 % pada populasi wanita yang mengalami gejala infeksi saluran kemih di beberapa saat selama hidupnya. Etiologi dari infeksi saluran kemih berubah beberapa dekade terakhir. Frekuensi dari organisme penyebab telah berubah bergantung pada klasifikasi infeksi saluran kemih, dimana ada dua klasifikasi infeksi saluran kemih, ISK disertai komplikasi dan ISK tanpa komplikasi. Belum ada definisi yang pasti mengenai penyebab terjadinya ISK disertai komplikasi, tetapi pada umumnya, ISK yang disertai komplikasi berhubungan dengan struktur dan fungsi yang abnormal dari saluran kemih. Pasien dengan ISK disertai komplikasi diberikan perawatan dengan jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pasien yang mengalami ISK tanpa komplikasi. Pasien dengan ISK disertai komplikasi cenderung lebih sering mengalami infeksi. Hal ini penting untuk menjadi catatan bahwa ISK bagian atas semestinya tidak menyebabkan ISK disertai komplikasi, begitu juga pada ISK bagian bawah tidak dapat dipastikan menyebabkan ISK tanpa komplikasi. Lebih dari 95% ISK tanpa komplikasi disebabkan oleh satu organisme/organisme tunggal. Pada 85% kasus, organisme ini adalah Escherichia coli. Variasi dari organisme dapat menjadi penyebab ISK tanpa komplikasi, tetapi digambarkan bahwa minoritasnya adalah organisme patogen. Organisme lain termasuk gram-positif seperti Staphylococcus, saprophyticus dan Enterococcus spp., dan gram-negatif seperti Pesudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumonia, Proteus spp., dan Enterobacter spp., Kesempatan untuk mengisolasi organisme ini lebih tinggi pada pasien yang mengalami ISK berulang, khususnya untuk pasien yang mengalami ISK disertai komplikasi. Hal ini umumnya terjadi pada pasien rumah sakit yang penyebabnya bakteri lain selain E.coli. 1). Jalur ascending (naik) ini mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa infeksi saluran kemih lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada pria, dan kolonisasi pada uretra perempuan mungkin dikarenakan kedekatannya dengan area perirektal. Diketahui juga, penggunaan agen spermisidal meningkatkan kolonisasi di vagina dengan uropatogen. Sebagai tambahan, pijatan pada uretra wanita serta hubungan seksual dapat menyebabkan bakteri masuk ke dalam kandung kemih. Ketika sudah berada di kandung kemih, bakteri tidak dapat dihentikan dalam menyebabkan sistitis. Bakteri ini dapat terus naik ke saluran kemih bagian atas melalui ureter dan menyebabkan infeksi yang lebih berat, seperti pielonefritis. Tabel 76-1. Kriteria Diagnosa Untuk Bakteriuria Secara Pasti Jalur Hematogen ≥ 102 CFU coliforms/mL, atau ≥ 105 CFU non-coliforms /mL pada wanita yang mengalami gejala bakteriuria ≥ 103 CFU bakteri/mL pada pria yang mengalami gejala bakteriuria 5 ≥ 10 CFU bakteri/mL pada individu yang tidak mengalami gejala bakteriuria dengan dua pengujian sampel (urin) Pertumbuhan bakteri pada pasien yang menggunakan kateter di daerah suprapubik yang mengalami gejala ≥ 102 bakteri/mL pada pasien yang menggunakan Kateter CFU, colony-forming unit (jumlah koloni perunit) PATOFISIOLOGI Rute Infeksi Ada 3 jalur yang memungkinkan bagi bakteri untuk masuk kedalam saluran kemih dan menyebabkan terjadinya infeksi. Ketiga jalur ini yaitu, jalur ascending (naik), hematogen, dan jalur limfatik. Jalur Ascending (naik) Jalur ini terjadi ketika bakteri menduduki uretra dan kemudian menuju keatas, atau naik, dari uretra ke kandung kemih dan menyebabkan sistitis (gambar 76- Jalur hematogen terjadi melalui pembenihan pada saluran kemih oleh patogen yang dibawa melalui suplai/aliran darah. Patogen ini menyebabkan infeksi pada beberapa bagian tubuh utama lainnya. Sebagai contoh, Bakteri Staphylococcus aureus dapat menyebabkan pembengkakan pada ginjal melalui jalur hematogen, dan secara eksperimen, pielonefritis dapat terjadi melalui penyuntikan secara intravena terhadap bakteri Salmonella, Mycobacterium tuberculosis, atau bahkan jamur (spesies Candida) kepada kelinci. Akan tetapi, pembuatan jalur hematogen secara eksperimen tidak berhasil pada semua organisme. Percobaan penanaman jalur hematogen pada ginjal tidak dapat terjadi meskipun dengan injeksi intravena dalam jumlah besar inokulum E. coli atau P. aeruginosa pada tikus percobaan. Jalur Limfatik Sistem limfatik, juga dikenal sebagai sistem peredaran darah sekunder, yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal dan bisa menjadi jalur bagi bakteri untuk diangkut dan kemudian menyebabkan infeksi. meskipun jalur ini sederhana, jalur ini termasuk sebagai rute infeksi. Kurangnya data yang menunjukan jalur limfatik sebagai sebuah mekanisme penting untuk pengembangan infeksi. berada pada permukaan kandung kemih. Faktorfaktor lain yang terlibat dalam mekanisme pertahanan tubuh, termasuk imunoglobulin, khususnya IgA, dan lactobacilli, dan bakteri yang termasuk bagian dari flora normal vagina. Faktor Risiko Mekanisme Pertahanan Tubuh Urin, meskipun bukan sebagai antimikrobial alami, urin memiliki karakter yang kurang ideal bagi pertumbuhan bakteri. beberapa karakter ini termasuk pH yang rendah, konsentrasi urea yang signifikan, dan tekanan osmotik yang tinggi, juga khususnya pada laki-laki diketahui bahwa sekresi cairan prostat dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Bila memasuki kandung kemih, bakteri merangsang keinginan untuk buang air kecil. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh dari host yang ditargetkan untuk mencegah infeksi kandung kemih. Ada beberapa faktor pertahanan lain yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang diketahui sebagai faktor virulensi bakteri. secara umum faktor virulensi ini adalah mekanisme yang digunakan oleh bakteri untuk menyebabkan infeksi dan atau memastikan kelangsungan hidupnya. Yang pertama adalah glikosaminoglikan, merupakan senyawa yang diproduksi oleh tubuh yang dapat melewati sel epitelial dari kandung kemih dengan mudah. Senyawa ini pada dasarnya memisahkan kandung kemih dari urin dengan membentuk lapisan pelindung terhadap adhesi bakteri. Senyawa kedua dikenal sebagai protein Tamm-Horsfall yang disekresikan ke dalam urin, dan mencegah E.coli untuk mengikat reseptor yang Beberapa faktor risiko yang diketahui terjadi pada pria dan wanita. Faktor risiko umum untuk ISK pada perempuan yaitu hubungan seksual, kurangnya pengeluaran urin setelah berhubungan, penggunaan diafragma, penggunaan spermisidal jelly, diabetes, dan kehamilan. Pada pria mengalami risiko yang berbeda, dan terutama berpusat pada kurangnya populasi pria yang disunat, dan pada usia yang lebih tua termasuk hyperplasia prostat. Faktor risiko umum untuk pria dan wanita termasuk juga penggunaan alat urologi, transplantasi ginjal, kandung kemih neurogenik, dan obstruksi saluran kemih. Presentasi Klinis dan Diagnosis Presentasi Klinis Infeksi Saluran Kemih Umum Sekarang ini Kebanyakan wanita mengidap hematuria namun hal ini tidak hanya menandakan terjadinya ISK Seringkali pada lansia tidak menunjukan adanya tanda dan gejala umum dari ISK, tetapi menunjukan adanya perubahan pada status mental Lebih dari 95% kasus ISK disebabkan oleh mikroorganisme tunggal Pasien ISK mengalami urosepsis Tanda dan Gejala ISK Bagian Bawah Disuria, suprapubic heaviness, gross hematuria, urinasi sering, dan nokturia Tanda dan Gejala ISK Bagian Atas Nyeri panggul, demam, mual, muntah, malaisea Test Laboratorium Hasil urinalisis harus menunjukan: piuria (adanya nanah dalam urin) dengan adanya sel darah putih yang lebih dari 10 mm³ urin adanya bakteri dalam urin ditemukan kandungan nitrit ditemukan leukosit esterase PENGOBATAN Test diagnosa lain kultur bakteri secara kuantitatif, dengan hasil 10⁵ organisme/mL ISK bagian atas : adanya costovertebral tenderness Hasil Yang Dinginkan Studi Kasus Pasien, Bagian 2 Sejarah pengobatan, pemeriksaan fisik, dan tes diagnosa PMH : Tidak ada FH Seorang ayah yang mengidap hipertensi yang terkontrol dan penyakit obstructive pulmonary kronik. Seorang ibu yang mengidap hipertensi yang terkontrol SH Bekerja sebagai farmasis di apotek pribadi Alergi : golongan sulfa ( pasien mengatakan ia mengalami ruam di beberapa area seperti “ benjolan kemerahan “ dan “ kemerahan “ Obat Tidak ada ( terkadang mengonsumsi ibuprofen untuk sakit kepala ) ROS Disuria, urinasi sering ; (-) demam, mual, muntah, sakit pinggul PE VS : tekanan darah 128/68 mm Hg denyut nadi 67 kali/menit, pernapasan 16/ menit, afebrile CV :RRR, S1 normal, S2 normal, normal finding ABD : lembut, tidak lunak, tidak buncit ; suara usus besar (+), tidak mengalami hepatosplenomegali, heme (-) stool Lab Dalam batas normal Identifikasi tujuan pengobatan untuk pasien Alternatif farmakologi apa yang memungkinkan untuk pasien ? dari 7 hari dan sering kali menjadi 3 hari atau bahkan 1 hari. Walaupun waktu pengobatan selama 1 hari merupakan hal yang menguntungkan karena dapat Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk memusnahkan organisme penyebab ISK; untuk mencegah atau mengobati akibat dari infeksi; dan untuk mencegah, jika memungkinkan terjadi infeksi berulang. Terapi ini langsung pada pemusnahan mikrobiologi penyebab, dengan menggunakan antibiotik. Terapi Farmakologi Terapi antimikrobial merupakan dasar dari pengobatan infeksi saluran kemih (ISK). Terapi ini secara ideal harusnya ditoleransi dengan baik, penggunaan antimikroba spektrum sempit, meningkatkan kepatuhan pasien (digunakan sejarang mungkin), memiliki konsentrasi yang cukup pada daerah yang terinfeksi, dan mempunyai bioavaibilitas oral yang baik. Tabel 76-2 menunjukan antibiotik yang sering digunakan untuk pengobatan ISK dengan uraian penggunaannya, dan Tabel 76-3 menunjukan frekuensi, durasi, dan dosis dari antibiotik tersebut. Sistitis Tanpa Komplikasi Sistitis tanpa komplikasi merupakan infeksi saluran kemih (ISK) yang sering terjadi. Sistitis tanpa komplikasi sering ditangani dengan rawat jalan, dan terjadi pada wanita dalam masa produktif. E. Coli merupakan organisme penyebab yang paling utama (85%) dalam kondisi ini, tetapi dalam sedikit kasus dapat dikarenakan oleh S. saprophyticus, K. pneumoniae, P. mirabilis, Enterococcus spp., dan sisanya disebabkan oleh bakteri lain. Diantaranya, pengobatan pada pasien rawat jalan melakukan urinanalisis secara teratur dan terapi empiris tanpa adanya pemeriksaan urin. Kemudian pasien memantau perkembangan dari tanda dan gejala yang dialami. Salah satu keuntungan yang terpenting dari pengobatan ini adalah durasi pengobatan bisa kurang meminimalkan efek yang merugikan dan interaksi obat, dan meningkatkan kepatuhan pasien, tetapi dokter harus mengetahui bahwa 3 hari pemakaian flouroquinolon dan trimetoprim-sulfamethoxazole lebih kuat efeknya dibandingkan dosis tunggal untuk meningkatkan taraf penyembuhan terhadap ISK tanpa komplikasi. Pada kondisi ISK tanpa komplikasi akut, pengobatan selama 1 hari dapat dilakukan. Yang mana antibiotika dipilih berdasarkan tingkat resistensi yang terjadi dalam wilayah geografi, sebagian dari E. Coli resisten terhadap trimetoprim-sulfametoxazol. Meskipun tidak ada pernyataan yang menyatakan berapa persen dari isolat E. coli yang resisten terhadap trimetoprim-sulfametoxazol tetapi penggunaannya harus dihindari, seorang ahli akhirakhir ini mengusulkan bahwa dosis kombinasi permulaan antara 19% dan 21% . Pielonefritis Akut Berbeda dengan pasien ISK bagian bawah, pasien dengan pielonefritis akan mengalami demam tinggi [lebih dari 38,3˚C (100,9˚F)] dan nyeri panggul yang sangat parah. Pasien dengan pielonefritis dapat diobati dengan rawat jalan; namun, pasien yang terinfeksi cukup parah akan muntah, penurunan asupan makanan, dan dehidrasi sehingga harus menjalani perawatan rawat inap. Pada awalnya pasien ini akan menerima antibiotik intravena sebelum beralih ke terapi oral. Pasien dengan pielonefritis biasanya diberikan 14 hari terapi; namun, ada data yang menunjukan keberhasilan terhadap pengobatan penyakit pielonefritis akut tanpa komplikasi yaitu selama 7 sampai 10 hari. Perlu dilakukan pemantauan lebih lanjut pada terapi dengan jangka waktu yang lebih pendek ini. Pewarnaan gram dan pembiakan penting dilakukan untuk memastikan antimikroba yang dipilih sesuai. Seperti disebutkan di atas, ada perbedaan dalam penanganan pasien yang menderita pielonefritis akut. Perempuan dengan kasus pielonefritis ringan (ditandai demam ringan dengan jumlah sel darah putih perifer sedikit meningkat atau tetap normal, tanpa disertai mual atau muntah) dapat diperlakukan sebagai pasien rawat jalan. Wanita yang menunjukan tanda-tanda dan gejala yang lebih parah perlu mendapatkan perawatan yang lebih intensif agar mendapatkan pengobatan yang tepat. Termasuk pemilihan antibiotik pada pasien ini. Pasien rawat jalan dapat diobati dengan trimethoprim-sulfametoxazole, fluoroquinolones, atau bahkan B-laktam / penghambat B-laktamase, seperti amoxicillin – clavulanat. Pada pasien rawat inap, terapi antibiotik pada dasarnya lebih luas, terutama pada pasien yang diduga menderita bakteremia atau urosepsis. Pasien ini biasanya akan menerima terapi intravena seperti fluorokuinolon atau betalaktam ditambah aminoglikosida. TABLE 76-2 Agen Antimikrobal Yang Umumnya Digunakan Untuk Pengobatan Infeksi Saluran Kemih Agen Terapi Oral Sulfonamida Trimethoprimsulfamethoxazole (TMP-SMX) Penicillin Ampicillin, amoxicillin, amoxiciliin-asam klavulanat Cephalosporins Uraian Sulfonamida telah digantikan oleh TMP-SMX. Kombinasi ini sangat efektif terhadap sebagian besar bakteri enterik aerobik kecuali P.aeruginosa. Jaringan pada saluran kemih atas dan saluran urin dapat terjangkau, yang mungkin penting dalam pengobatan infeksi dengan komplikasi. Juga efektif sebagai profilaksis untuk infeksi berulang. Dapat ditoleransi dengan baik, harga murah. Hindari pasien dengan alergi sulfa. Ampicillin adalah Penicillin standar yang memiliki aktivitas spekterum luas, dan obat ini adalah obat pilihan untuk enterococci yang sensitif terhadap penicillin. Amoxicillin juga sering digunakan pada pengobatan. Amoxycillin meningkatkan resistensi E. Coli sehingga penggunaannya pada cystitis akut dibatasi. Amoxicillin-asam klavulanat lebih disukai secara empiris untuk mengurangi resistensi. Cephalexin, cephadrin, cefaclor, cefadroxil, cefuroxime, cefixime, cefzil, cefpodoxime Tidak ada keuntungan utama dibanding antibiotik lain pada pengobatan ISK, Antibiotik ini lebih mahal. Cephalosporins digunakan pada kasus resistensi terhadap amoxicillin dan trimethoprim-sulfamethoxazole. Antibiotik ini tidak aktif membunuh enterococci. Tetracyclines Tetracycline, doxycycline, Antibiotik ini efektif pada tahap awal ISK; meskipun, resistensi berkembang minocycline dengan cepat, dan penggunaannya terbatas. Hindari penggunaan pada kehamilan. Fluoroquinolones Ciprofloxacin, norfloxacin, Quinilone generasi baru ini memiliki spektrum aktivitas yang lebih baik, levofloxacin Antibiotik ini efektif terhadap pyelonephritis. Hindari penggunaan pada kehamilan dan anak-anak. Moxifloxacin tidak termasuk daftar obat pada pengobatan ISK karena kurangnya indikasi dan efikasi data. Nitroflurantoin Nitroflurantoin efektif terhadap pengobatan dan pencegahan pada pasien dengan ISK berulang. Dikontraindikasikan pada pasien dengan kadar pengeluaran kreatinin rendah karena berpotensi terhadap neuropathy. Azithromycin Umumnya digunakan untuk penyakit menular seksual (misalnya, infeksi klamidia) dibandingkan ISK Methenaminehippurate, Methenaminemandalate Antibiotik ini digunakan untuk terapi profilaksis atau menekan tahap antar infeksi Fosfomycin Terapi dosis tunggal untuk infeksi tanpa komplikasi Terapi Parenteral Aminoglycoside Gentamicin, tobramycin, Gentamicin dan tobramycin sama sama efektif. Tobramycin memiliki KHM amikacin, netilmicin yang sedikit lebih baik terhadap Pseudomonas. Amikacin umumnya digunakan untuk bakteri multi-drug resisten. Khusus digunakan untuk terapi jangka pendek yang selanjutnya dialihkan ke antibiotik oral. Penicillins Ampicillin, ampicillinsulbactam, ticarcillinclavulanate, piperacillin, piperacillin-tazobactam Cephalosporins Generasi pertama, kedua, ketiga dan keempat. Carbapenems Imipenem-cilastatin, meropenem,ertapenem Agen ini umumnya efektif untuk bakteri yang rentan. Peningkatan spectrum penicillins lebih aktif melawan P. Aeruginosa dan enterococci dan lebih disukai dibanding cephalosporins. Penicillin sangat berguna untuk pasien dengan kerusakan ginjal atau saat penggunaan aminoglikosid dihindari Generasi kedua dan ketiga cephalosporins memiliki aktivitas spectrum luas terhadap bakteri gram negatif, tetapi tidak aktif melawan enterococci. Hanya ceftazidime dan cefepime yang memiliki aktivitas melawan P. aeruginosa. Antibiotik ini berguna pada infeksi nosocomial dan urosepsis pada bakteri patogen yang rentan Antibiotik ini memiliki aktivitas spektrum luas, termasuk gram-positif, gram-negatif, dan bakteri anaerob. Imipenem dan meropenem aktif melawan P. Aeruginosa dan enterococci, tetapi ertapenem tidak. Semuanya berhubungan dengan superinfeksi Candida. Jarang digunakan untuk ISK. Fluoroquinolones Ciprofloxacin, levofloxacin Monobactam Aztreonam Antibiotik ini memiliki aktivitas spektrum luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Antibiotik ini menyebabkan konsentrasi urin tinggi dan aktif disekresikan sehingga menurunkan fungsi ginjal. Dialihkan ke terapi oral apabila memungkinkan untuk mendapat bioavailibilitas yang baik. Hanya aktif melawan bakteti gram negatif, termasuk P. Aeruginosa. Umumnya berguna untuk infeksi nosocomial ketika aminoglikosida dihindari dan pada pasien yang rentan terhadap penicillin. TABEL 76-3. Overview terapi antimikroba pada pasien rawat jalan untuk ISK bagian bawah dan pielonefritis akut Indikasi Infeksi Bagian Bawah Tanpa Komplikasi Antibiotik Trimethorprim – sulfamethoxazole Ciprofloxacin Norfloxacin Levofloxacin Amoxicillin Amoxicillin-clavulanate Trimethoprim Nitrofurantoin macrocrystale Nitrofurantoin monohydrate Fosfomycin Disertai komplikasi Infeksi berulang Trimethoprimsulfamethoxazole Trimethoprim Norfloxacin Ciprofloxacin Gatifloxacin Lomefloxacin Levofloxacin Amoxicillin-clavulanate Nitrofurantoin macrocrystals Trimethoprim Trimethoprim- Dosis Frekuensi Durasi 2 DSa tablet atau 1 DSa tablet 250 mg 400 mg 250 mg 6 x 500 mg 500 mg 500 mg 100 mg 50 atau 100 mg 100 mg 3g Dosis tunggal Dua kali sehari Dua kali sehari Dua kali sehari Sekali sehari Dosis tunggal Dua kali sehari Setiap 8 jam Dua kali sehari Setiap 6 jam Setiap 12 jam Dosis tunggal 1 hari 3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 1 hari 3 hari 3 hari 3 hari 7 hari 7 hari 1 hari 1 DS tablet Dua kali sehari 7-10 hari 100 mg 400 mg 250 – 500 mg 400 mg 400 mg 250 mg 500 mg 50 atau 100 mg Dua kali sehari Sekali sehari Sekali sehari Sekali sehari Setiap 8 jam Setiap 6 jam 7-10 hari 7-10 hari 7-10 hari 7-10 hari 7-10 hari 10 hari 7-10 hari 6 bulan 100 mg ½ SSb tablet Sekali sehari Sekali sehari 6 bulan 6 bulan sulfamethoxazole Pielonefritis akut Trimethoprimsulfamethoxazole Ciprofloxacin Gatifloxacin Norfloxacin Levofloxacin Lomefloxacin Enoxacin Amoxicillin-clavulanate 1 DSa tablet Sekali sehari 6 bulan 500 mg 400 mg 400 mg 250 mg 400 mg 400 mg 500 mg Dua kali sehari Dua kali sehari Sekali sehari Dua kali sehari Sekali sehari Sekali sehari Dua kali sehari Setiap 8 jam 7 hari 14 hari 14 hari 14 hari 14 hari 14 hari 14 hari a DS = kekuatan ganda (160 mg trimethoprim/800 mg sulfamethoxazole) DS = kekuatan tunggal (80 mg trimethoprim/400 mg sulfamethoxazole) Dosis terdaftar untuk pielonefritis akut adalah untuk rejimen oral b Studi Kasus Pasien, Bagian 3 Membuat Rencana Perawatan Berdasarkan informasi yang disajikan, membuat rencana perawatan untuk pasien ISK, harus mencakup : (1) Pernyataan mengenai drug related need dan atau drug related problem, (2) tujuan terapi, (3) rencana terapi pada pasien spesifik secara terperinci termasuk resiko faktor modifikasi, dan (4) rencana menindaklanjuti untuk menentukan apakah tujuan telah tercapai dan efek samping dapat dihindari. Populasi Khusus Wanita Hamil Perubahan saluran kemih pada wanita hamil, cenderung meningkatkan terjadinya bakteriuria, dan selanjutnya dapat diikuti dengan infeksi saluran kemih. Perubahan ini tidak terbatas terhadap asam amino dan konsentrasi nutrisi yang lain dalam urine, tapi memperluas ke perubahan fisiologis seperti pengurangan bladder tone dan dilatasi pada pelvis renal dan ureter.Diketahui terdapat hubungan antara ISK selama kehamilan dengan kematian janin, gangguan mental dan perkembangan yang terhambat. Berdasarkan hal tersebut, dan karena diketahui 7% wanita hamil mengalami bakteriuria asimtomatik yang berkembang menjadi pielonephritis. Maka diperlukanpemeriksaan. Pada pasien bakteriuria yang signifikan, baik dengan gejala atau tanpa gejala, perawatan dianjurkan untuk menghindari komplikasi dari yang dibahas di atas. Pada kebanyakan pasien, diberikan sulfonamid (tidak pada trimester ke-tiga, terkait hyperbilirubinemia), amoxcicillin, amoxcicillin clavulanate, sefaleksin atau nitrofurantoin merupakan pengobatan pilihan yang efektif. Tetrasiklin dan floroquin seharusnya dihindari karena risiko teratogenik dan kemampuan mengahambat pembentukan kartilago dan tulang. Biasanya dilakukan pengecekan urine 1 sampai 2 minggu secara konsisten setelah terapi selesai, setelah itu, setiap bulan sampai kelahiran. Tabel 76-4 Pemantaun dan Parameter-parameter Untuk Antibiotik Yang Digunakan Pada Pengobatan ISK Golongan Obat Hal yang dipantau Frekuensi Point Akhir Aminoglikosida SCr Setiap 24 jam Pencegahan terhadap manifestasi Nefrotoksisitas yang ditandai dengan peningkatan SCr. Konsentrasi Serum Sekurang-kurang nya Konsentrasi serum kurang dari 2mg/L Aminoglikosida sekali dalam seminggu, (kurang dari 3.42 mmol/L) untuk lebih sering jika terjadi mencegah nefrotoksisitas (kurang Nitrofurantoin SCr tanda-tanda perubahan fungsi ginjal. Hanya diberikan jika fungsi ginjal berubah atau tidak stabil. dari 8mg/L atau 13,68 mmol/L untuk amikasin*) Metabolit nitrofurantoin dapat terakumulasi pada insufisiensi ginjal dan mengarah ke neuropati., hindari CrCl kurang dari 40 ml/menit. *Konsentrasi Streptomisin berbeda dari yang terdaftar disini, karena streptomisin tidak digunakan untuk pengobatan ISK, pemantauan streptomisin tidak tercantum. CrCl, Creatininine Clearance ., SCr, Serum Creatinine. Pasien Yang Menggunakan Kateter Kateter sering digunakan dalam berbagai perawatan kesehatan, termasuk ISK. Bakteri dapat masuk ke dalam kandung kemih melalui kateter dengan berbagai cara. Hal ini meningkatkan infeksi langsung selama katerisasi (melalui kolonisasi dan kemudian bakteri bergerak sepanjang melalui motilitas bakteri atau aksi kapilarisasi). ISK karena pengunaan kateter umum terjadi dengan persentase 5% per hari. Pendekatan dalam penanganan pasien dengan bakteriuria dan pasien yang menggunakan kateter, dilakukan dengan dua jalan Pertama, pada pasien tanpa gejala yang menggunakan kateter, penggunaan antibiotik ditahan dan kateter dilepaskan, jika memungkinkan. Kedua, pada pasien asimtomatik yang berkembang menjadi simtomatik, antibiotik harus mulai diberikan dengan pelepasan kateter jika memungkikan. Pada kedua kondisi tersebut, jika pelepasan kateter tidak memungkinkan, pasien harus menggunakan kateter kembali dengan kateter yang baru, jika kateter yang lama telah lebih dari dua minggu digunakan. ISK Pada Pria Perawatan Pasien dan Pemantauan 1. Menilai gejala pasien untuk menentukan respon terhadap rejimen antimikroba yang telah Anda pilih. 2. Meninjau data mikrobiologis: Berdasarkan biakan dan pewarnaan gram (jika ada), apakah pilihan empiris anda masuk akal? Berdasarkan biakan dan data kerentanan (jika ada) Meskipun ISK pada pria tidak selalu diedefinisikan dengan kompleks, karena infrekuensi relatif ISK pada pria jika dibandingkan dengan wanita, kelainan (struktural atau fungsional) harus dicurigai dan oleh karena itu ditangani seperti infeksi yang disertai komplikasi sampai benar-benar dapat dibuktikan. Untuk alasan ini, pria tidak boleh diobati dengan dosis tunggal atau perawatan singkat jika didiagnosis ISK Biasanya pasien ini akan menerima 2 minggu terapi, dan dalam situasi kegagalan dapat diobati hingga 6 minggu, khususnya jika dicurigai terkena infeksi prostat. Pembesaran prostat, seperti yang disebutkan sebelumnya, merupakan faktor risiko pada pria dan prevalensi benign prostatic hyperplasia pada populasi lanjut usia dapat mempengaruhi populasi ISK HASIL EVALUASI Parameter hasil dan tujuan terkait Pemantauan pasien untuk perbaikan gejala (table 76-4) Tujuan : perbaikan selama 48 sampai 72 jam. Jika memungkinkan, dilakukan pemantauan kepekaan organisme Pengembang biakan kembali hanya diperlukan jika gejala tidak berkurang atau kekambuhan terjadi. apakah ada perubahan yang perlu dilakukan dari awal pemilihan antimikroba (contohnya resisten terhadap rejimen awal yang dipilih)? 3. Menentukan apakah pasien akan mendapat manfaat dari terapi profilaksis (ISK berulang sekunder, misalnya, kateterisasi urin kronis akibat paraplegia). 4. Mengevaluasi pasien terhadap adanya reaksi obat yang merugikan, alergi obat, dan interaksi obat yang potensial. 5. Menekankan pentingnya kepatuhan terhadap penggunaan antimikroba yang telah ditentukan dan untuk memantau kesehatan pasien jika tanda dan gejala kambuh SINGKATAN-SINGKATAN CFU CrCl SCr ISK : colony-forming units : creatinine clearance : serum creatinine : Infeksi saluran kemih Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com Masuk ke situs web: www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk memperoleh informasi dalam melanjutkan pembelajaran bab ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN Christensen B.Which antibiotics are appropriate for treating bacteriuria in pregnancy. J Antimicrob Chemother 2000;46(Suppl S1):29–34. Finn SD. Acute uncomplicated urinary tract infections. Med Clin North Am 1997;81:719–729. Foxman B. Epidemiology of urinary tract infections: Incidence, morbidity, and economic costs. Am J Med 2002;113(Suppl 1A):5S–13S. Gupta K, Sahm DF,Mayfield D, et al.Antimicrobial resistance among uropathogens that cause community-acquired urinary tract infections in women: a nationwide analysis. Clin Infect Dis 2001;33:89–94. Johnson JR, Stamm WE. Urinary tract infection in women: diagnosis and treatment. Ann Intern Med 1989;11:906–917. Perfetto EM, Gondek EK. Escherichia coli resistance in uncomplicated urinary tract infection: a model for determining when to change first-line empirical antibiotic choice. Manag Care Interface 2002;6:35–42. 11 INFEKSI MENULAR SEKSUAL Marlon Honeywell and Michael Thompson OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. Menganalisis pertimbangan perilaku dan menilai pentingnya kontrasepsi berkaitan dengan faktor yang berkontribusi. 2. Menerapkan metode “pengobatan pasangan dipercepat” ketika merekomendasikan pengobatan. 3. Mengidentifikasi populasi pasien yang terpengaruh secara epidemiologis. 4. Mengidentifikasi organisme penyebab penyakit. 5. Menyusun daftar tanda dan gejala yang sesuai untuk setiap keadaan penyakit klinis dan mengklasifikasikan pasien berdasarkan criteria yag direkomendasikan. 6. Memilih prosedur diagnostik yang tepat. 7. Mengidentifikasi aturan pakai pengobatan dan merekomendasikan terapi jika diperlukan. 8. Merancang rencana perawatan pasien berdasarkan parameter penentuan . KONSEP UTAMA ❶ Untuk menghasilkan hasil yang positifdalam halkonselingpasien, intim, ramah danberpengetahuan peran doktersangatlah penting. Selain itu, pasien, terutama remaja seharusnya diberi konseling tentang pentingnya menggunakan kondom dengan benar. ❷ Pada umumnya, ketika mengobati sebuah infeksi menular seksual (IMS), indeks pasien seharusnya tersediadenganjumlah obat yang cukup untuk pasanganyang akandiobati, meningkatkan kemungkinan bahwa infeksi awal pada keduanya akan sembuh. ❸ Ketika mendiagnosa dan mengobati gonorrhea, mengasumsikan co-infeksi dengan Chlamydia trachomatis; rekomendasi pengobatan seharusnya mengatasi kedua organisme. ❹ Penisilin parenteral adalah obat pilihan untuk semua tahap syphilis. ❺ 5-nitroimidazol adalah standar pengobatan untuk trichomoniasis. ❻Karenakekhususanrendahbudayadandiagnosisklinis, multipleksPCR yang telah digunakanberhasildalam mendiagnosisHaemophillus ducreyi. ❼ Terapi untuk herpes kelamin umumnya didasarkan pada kepatuhan pasien, imunitas host (tuan rumah), kehamilam dan gejala observasi. ❽ Bakteri vaginosis bisa didiagnosa menggunakan Amsel atau Nugent criteria ❾ Dengan kecurigaan dari penyakit radang panggul penggunaan spectrum luas seharusnya segeradigunakan ❿ Berdasarkan spesifitas yang rendah dari budaya dan diagnosis klinik reaksi PMR telah dibuktikan sukses dalam mendiagnosa Haemophilus ducreyi. Meskipun kita telah membuat banyak kemajuan dalam pengobatan, masalah lama dari penyakit infeksi masih menghantui kita. Bahkan dengan penemuan terbaru antibiotik yang diperbaharui, sangat sedikit infeksi menular seksual (IMS) yang telah benar-benar dihilangkan. Banyak yangkembalimunculsekundertren sosialmodernpergaulan, dan beberapasebagai hasilnya adalah wabah HIV, perhatian social ekonomi, dan kurangnya pendidikan global pencegahan intim. Mendidik publik yang telah diperlihatkan menurunkan kemungkinan infeksi pada beberapa individu, meskipun taktik ini sendiri mungkin tidak cukup. Secara global, produksi hasil positif, terutama pada pasien yag lebih muda dan remaja, mungkin juga membutuhkan pendekatan, bersahabat, dan pengetahuan seorang dokter. ❶ PERTIMBANGAN PERILAKU Korelasi antara resiko perilakuseksual dan IMS didokumentasikan dengan baik. Penggunaan kondom yang tidak benar sering dikaitkan dengan meningkatnya resiko Infeksi Menular Seksual (IMS). Dengan asumsi tersebut pada pasien, khususnya pada pasien remaja yang mengerti bagaimana cara untuk menggunakan kondom dapat merugikan dan merupakan salah satu penyebab non farmakologik. Selain itu meningkatnya angka remaja yang melakukan praktek seksual tidak aman adalah penyebab meningkatnya jumlah pria yang berhubungan seks dengan pria (MSM). Hasil studi menunjukkan bahwa banyak pelaku homoseksual yang tidak tebuka terhadap status HIV mereka. Teori “tidak bertanya, tidak bercerita” ini telah dikaitkan dengan meningkatnya diagnose terbaru infeksi HIV dan IMS diantara orang-orang yang tidak terinfeksi sebelumnya. PENDEKATAN UMUM Secara optimal, kedua pasangan seks seharusnya diobati secara bersama-sama untuk IMS; namun, ini sulit diselesaikan. Klinik dan departemen kesehatan sering proaktif mencoba pengobatan ganda dengan menyediakan resep untuk pasangan yang termasuk indeks pasien, sebuah praktek umumnya dikenal mempercepat pengobatan pasangan.❷ GONORRHEA Gonorrhea adalah IMS yang disebabkan oleh diplokokkus gram negative Neisseria gonorrhea yang dapat disembuhkan. Manajemen terapi yang tepat dengan antimikroba agent sangat penting untuk memberantas infeksi ini dan mencegah pengembangan dari gejala. Epidemiologi Di amerika serikat, tingkat tertinggi dari infeksi gonococcal telihat pada kedua jenis kelamin dengan kelompok umur 15-24 tahun, kasus pada pria yang lebih banyak dilaporkan. Diperkirakan bahwa sekitar 600.000 kasus baru terjadi setiap tahun di amerika serikat. Bermacam-macam faktor dikaitkan dengan meningkatnya resiko untuk infeksi ini, termasuk kebudayaan, status social ekonomi yang rendah, dan penggunaan obat terlarang. Resiko infeksi serviks setelah periode tunggal dari vaginal intercourse sekitar 50% dan meningkat dengan beberapa paparan. Tingkat dari infeksi kembali secara signifikan lebih tinggi diantara minoritas. Patofisiologi Keterikatan epitel mukosa, dimediasi sebagian oleh pili dan opa, diikuti dengan penetrasi N gonorrhoeae melalui sel epithelium ke jaringan sub mukosa dengan waktu 24-48 jam. Respon yang kuat dari neutrofil diawali dengan peluruhan dari epithelium, pengembangan abses submukosa, dan eksudasi nanah. Cairan noda biasanya menunjukkan sejumlah besargonokokusdalam beberapaneutrofil, sedangkan sebagian besar sel tidak mengandung organisme. Studi Kasus Pasien, Bagian I LK adalah seorang pria warga Afrika-Amerika berusia 24 tahun yang mengunjungi sebuah klinik mengeluhberlimpahcairan uretraselama beberapahari terakhir.Ia juga mengeluh merasa gatal di daerah dubur sejak bebarapa hari kemarin. Pasien mengaku telah berhubungan seksual, tanpa pengaman, 10 hari sebelumnya dengan seorang perempuan yang ia temui di sebuah pesta. Informasi apa yang mensugestikan gonorrhea ? Apa faktor resiko potensial untuk IMS yang telah ada ? Informasi apa yang dibutuhkan sebelumnya untuk mengembangkan rencana pengobatan Studi Kasus Pasien, Bagian II Diagnosis Beberapa laboratorium tersedia untuk mendiagnosis gonorrhea, termasuk apusan gram-bernoda, pembiakkan, dan nibridisasi DNA. Studi Kasus Pasien, Bagian II PMH Saat ini tidak menerima obat Diagnose dan pengobatan untuk syphilis 3 tahun sebelumnya Alergi terhadap penicillin (reaksi anafilaksis 5 tahun sebelumnya) FH Tidak berkontribusi SH Merokok 2 bungkus per hari, minum alcohol (bir) setiap hari Mengakui sering berhubungan seks tanpa pelindung ROS Sakit punggung bagian bawah yang parah, (+) untuk nyeri di testikel, (+) pelepasan uretral, (+) rasa gatal dan pelepasan di urethral Seks tanpa pelindung merupakan faktor resiko utama untuk tertular IMS dan gejala pasien ini diantaranya adalah konsisten dengan gonorrhea, dengan pelepasan uretra bernanah yang merupakan sugestifdari infeksi ini. Selain itu, periode inkubasi juga adalah bukti bahwa infeksi ini bisa menjadi gonnococcal. Infeksi dengan C. Trachomatis biasanya dihubungkan dengan pengeluaran cairan yang berlimpahdan pasien ini tidak memiliki karakteristik ulserasi yang biasa terlihat dengan IMS lain seperti syphilis dan infeksi herpes. Gatal dubur dengan pengeluaran cairan dari anus pada pasien laki-laki adalah sangat sugestif dari aktivitas homoseksual. Wanita heteroseksual mungkin akan mengalami infeksi rektal yang penyebaran infeksinya ke daerah renal, tapi jenis infeksi ini tidak terjadi pada pria. Sebelum merancang sebuah terapi yang memadai untuk pasien ini, sejarah yang lebih rinci menyatakan dia telah mengalami raksi anafilaksis terhadap penicillin pada masa lalu. Penemuan ini mempunyai arti penting karena kemampuan itu mungkin terbatas untuk pemanfaatan sephalosporin sebagai awal obat pilihan dari reaksi silang alergi yang mungkin terjadi. Jika terapi sefalosporin dihindari, fluoroquinolone mungkin bisa berguna. Levofloxacin 500 mg secara oral sehari sekali selama 7 hari bisa ditulis dalam resep obat untuk pengobatan N. gonorrhoeae dan efektif diberikan untuk C. trachomatis. PE VS : Tekanan darah 140/72 mm Hg, nadi 77 bpm, suhu 37 derajat Celsius (98,6 fahrenheit) Ujian : WNL kecualieksudatterkenalmengalirdari pembukaanuretrasetelahbuang air kecil. Presentasi Klinis Gonorrhea Labs Pelepasan urethral N. gonorrhoeae Diberikan informasi tambahan ini, apa penilaianmu terhadap kondisi pasien ? Identifikasi tujuan pengobatanmu terhadap pasien. Apakah alternative farmakologi yang tersedia untuk pasien ? Umum Mengeluarkan nanah Tanda Testis nyeri atau bengkak Tubal scarring Gejala Pria: Mungkin tidak bergejala, walaupun uretritis akut adalah perwujudan yang lebih banyak Urethral discharge dan disuria, biasanya tanpa frekuensi urinari atau urgency Ketika dibandingkan dengan uretrithis nongonococcal, debit pada gonococcal pada umumnya lebih banyak dan bernanah Nyeri selama urinasi Pengobatan untuk Co-Infeksi Dengan Chlamidia trachomatis Azithromycin 1 g secara oral dengan dosis tunggal atau Doxycycline 100 mg secara oral dua kali sehari selama 7 hari Wanita: Cervicitis, urethritis, meningkatkan vaginal discharge, disuria dan intermenstrual bleeding Nyeri selama urinasi Nyeri perut Pengobatan Pada Gonnorrhea Dalam Situasi Khusus Infeksi yang tidak rumit dari serviks, uretra dan rektum bisa diobati dengan mengikuti salah satu golongan pada orang dewasa : Pengobatan Hasil yang diinginkan Adalah pembasmian secara gonorrhoeae komplit dari N. Terapi Farmakologi Pasien yang terinfeksi oleh gonorrhea biasanya juga coinfected dengan Chlamydia trachomatis dan harus mendapat terapi untuk membasmi kedua organisme tersebut secara bersamaan.❸ Meskipun fluoroquinolon dan sepalosporin memiliki spektrum luas, namun cukup efektif dalam pengobatan gonorrheae, belakangan diusulkan bukti bahwa resistensi N. gonorrhoeae kembali muncul. Di negara bagian timur menunjukan 50% gonococcal menurun kerentanannya terhadap fluorokuinolon. Oleh karena itu, monitoring terhadap resistensi fluorokuinolon sekarang ini perlu untuk menjamin pengobatan dan memastikan waktu maksimum bahwa kelas ini mungkin digunakan sebagai pengobatan pilihan. Pengobatan gonorrhea sangat beragam tergantung presentasi klinis dan diindikasikan sebagai berikut: Golongan Obat yang Direkomendasikan (semua diberikan dengan satu dosis saja) Ceftriaxone 125 mg intramusculary Ciprofloxacin 500 mg secara oral Cefixime 400 mg secara oral Rekomendasi Selama Kehamilan Ceftriaxone 125 mg intramuskular dengan dosis tunggal ditambah rekomendasi terapi untuk coinfeksi dengan Chlamidia Spectinomisin 2 g intramuskular dengan dosis tunggal ditambah rekomendasi terapi untuk coinfeksi dengan Chlamidia Doxycycline dan fluoroquinolone adalah kontraindikasi Rekomendasi Untuk Penyebaran Infeksi Gonococcal Ceftriaxone 1 g intramuskular atau intravena setiap 24 jam untuk 24 sampai 48 jam Setelah perbaikan dimulai, terapi kemudian beralih ke salah satu 7-hari golongan oral: Cefixime 400 mg melalui oral dua kali sehari Ciprofoxacin 500 mg melalui oral dua kali sehari Infeksi Rumit Dari Serviks, Uretra dan Rektum pada Anak (kurang dari 45 kg) Ceftriaxone 125 mg intramuskular dengann dosis tunggal Spectinomycin 40 mg/kg intramuskular dengan dosis tunggal Ceftriaxone 50 mg/kg intramuskular atau intravena sehari sekali selama 7 hari pada anak-anak dengan bakterimia atau arthritis Gonococcal Conjuktivitis Ceftriaxone 1 g intramuskular sekali untuk orang dewasa Ceftriaxone 25 sampai 50 mg/kg secara intravena atau intramuskular dengan dosis tunggal untuk opthalmia neonatorum atau bayi lahir ibu dengan infeksi gonococcal sebagai profilaksis Perawatan dan Pemantauan Pasien Pemantauan umumnya tidak diperlukan. CHLAMYDIA Epidemiologi Infeksi C. trachomatis telah meningkat secara dramatis di tahun terakhir. Saat ini, bakteri tersebut adalah yang paling umum menyebabkan uretritis nongonococcal, terhitung sebanyak 50% kasus. Lebih dari setengah dari pria yang terinfeksi dengan C. Trachomatis gejala, sedangkan sekitar 70% untuk 80% wanita tidak menunjukkan gejala. Patofisiologi C. trachomatis memiliki karakteristik yang menyerupai bakteri dan virus. Membran utama sebanding dengangram negatif bakteri, meskipun tidak memiliki dinding sel peptidoglikan dan membutuhkan komponen seluler dari host untuk replikasi.Risiko penularan klamidia dianggap kurang dibandingkan gonore. Diagnosa Tes yang digunakan untuk mendiagnosa C. trachomatis meliputi culture, immunoassay enzim, pemeriksaan hibridisasi DNA, atau tes antibodi monoklonal fluorescent langsung. Mengingat fakta bahwa kebanyakan wanita tidak menunjukkan gejala, skrining tahunan atau fisik diperlukan, sebagai deteksi dini dapat mengurangi tingkat penularan. Komplikasi akibat kurangnya perawatan atau tidak memadai pengobatan termasuk: epididimitis (pada laki-laki), dan panggul penyakit radang termasuk komplikasi yang terkait pada wanita. Tes Diagnostik lainnya Culture biasanya positif untuk kedua klamidia dan gonore. Pengobatan Uretra rumit, endoserviks, atau infeksi dubur pada dewasa: Direkomendasikan: Azitromisin 1 g secara oral untuk satu dosis saja atau Doxycycline 100 mg secara oral dua kali sehari selama 7 hari Infeksi urogenital selama kehamilan: Direkomendasikan: Eritromisin dasar 500 mg per oral empat kali sehari selama 7 hari atau Amoxicillin 500 mg secara oral tiga kali sehari selama 7 hari Perawatan dan Pemantauan Pasien Pemantauan umumnya tidak diperlukan. SIFILIS Sifilis, disebabkan oleh spirochete Treponema pallidum, dapat memiliki manifestasi yang banyak dan komoleks.gGejala klinis yang dialami merupakan gejala yang sering dialami, tingkat diagnosisnya spesifik dan pengobatan yang efektif sangat penting. Pengobatan sifilis yang tidak tepat bisa berdampak pada komplikasi kardiovaskular, penyakit neurologis, atau sifilis kongenital. Epidemiologi Presentasi Klinis Klamidia Umum Asimtomatik Tanda Serviks merah Beefy yang mudah berdarah (perempuan) Gejala Ketika hadir, debit uretra berair dan kurang purulen dari itu terlihat dengan uretritis gonokokal akut. Sejak tahun 1940-an, kejadian sifilis menurun drastis setelah adanya pengenalan penisilin, namun pada tahun 1980 an ketika HIV muncul kejadian sifilis mengalami kenaikan. Dari tahun 1990 sampai 2000, terjadi penurunan lagi sekitar 90 %. Sayangnya konfirmasi data terakhir terdapat lonjakan baru dalam kasus yang didiagnosis di kalangan LSL. Pada tahun 2003 laporan morbiditas dan mortalitas mencerminkan peningkatan 62 % di antara laki-laki dan perempuan telah diamati di seluruh kelompok ras dan etnis dan tertinggi di Amerika dan di antara orang kulit hitam non - Hispanik. Patofisiologi T. pallidum cepat menembus membran mukosa atau luka kecil yang terdapat pada lapisan dermal kulit, dalam beberapa jam memasuki lympatics dan darah untuk kemudian menyebabkan penyakit sistemik. Selama tahap sekunder, pemeriksaan umum menunjukkan temuan abnormal pada cairan cerebropinal (CSF). Saat infeksi berkembang, parenkim dari sumsum otak dan tulang belakang memugkinkan adanya kerusakan. Tahapan Sifilis primer : Biasanya terwujud sebagai sebuah soliter, kemunkinan menyakitkan. Sifilis primer berkembang di tempat infeksi sekitar 3 minggu setelah terpapar T. pallidum; kemungkinan ini sangat menular. Sifilis sekunder: tanpa pengobatan yang tepat, sifilis primer akan meningkat menjadi sifilis sekunder, biasanya terlihat dari gejala-gejala klinis. Gejala yang termasuk adalah kelelahan, ruam menyebar, demam, limfadenopati, dan genital atau perineum kondiloma latum. Dan yang paling sering terpengaruh adalah terhadap kulit dan ruam dapat hadir sebagai makula, macropapular, atau lesi pustular, atau melibatkan permukaan kulit termasuk telapak tangan dan telapak kaki . Sifilis laten: 1. Laten awal: Melibatkan tahun pertama setelah infeksi dan dapat diatur pada pasien yang telah tertular dalam satu tahun terakhir, yang telah mengalami gejala sifilis primer atau sekunder pada tahun lalu, atau yang telah melakukan hubungan seks dengan pasangan yang mempunyai gelasa sifilis primer, sekunder, atau sifilis laten dalam satu tahun terakhir. 2. Laten Akhir: Pasien harus dianggap memiliki sifilis laten jika memenuhi kriteria tersebut (laten awal) tidak terpenuhi. Dalam kedua tahap, pasien biasanya asimtomatik dan lesi dicatat dalam tahap primer dan sekunder biasanya menyelesaikan; namun, individu masih seropositve untuk T. pallidum. 3. Sifilis tersier: Seiring berkembangnya waktu setelah infeksi awal dan mungkin melibatkan organ dalam tubuh. Sifilis Bawaan Sifilis kongenital adalah suatu kondisi di mana janin terinfeksi T. Pallidum sebagai akibat dari penyebaran hematogen dari para ibu yang terinfeksi, transmisi walaupun juga dapat terjadi dari kontak langsung dengan alat kelamin menular dari ibu. Sejak tahap utama sifilis ditandai dengan spirochetemia, tingkat infeksi janin hampir 100 %jika ibu memiliki sifilis primer. Diagnosis Prosedur diagnostik termasuk mikroskop lapang gelap ujian non - treponemal (yaitu, laboratorium penyakit kelamin dan uji reagin plasma cepat), dan ujian treponema (yaitu, immunoassay enzim, T. pallidum uji hemaglutinasi, tes antibodi treponema fluorescent, dan enzyme-Linked Immunosorbent Assay). Pengobatan Hasil yang diinginkan Setelah membenarkan diagnosis sifilis, hasil yang diinginkan adalah penurunan empat kali lipat dalam titer non - treponemal kuantitatif selama 6 bulan dan dalam waktu 12 sampai 24 bulan setelah pengobatan sifilis laten atau akhir. Algoritma untuk pengobatan sifilis ditunjukkan pada gambar 77-1. Sehubungan dengan neurosyphilis, pengurangan manifestasi neurologic yang diinginkan, yang mungkin termasuk kejang, paresis, hyperreflexia, gangguan penglihatan pendengaran, neuropati, atau kehilangan fungsi usus dan kandung kemih. Pada akhir neurosifilis, lesi vascullar (neurosifilis meningovaskular) juga dapat diamati; dengan demikian, penurunan jumlah lesi diamati dibenarkan. Sebuah penurunan dalam CSF sel darah putih (WBC) menghitung (kurang dari 10x103 / L [ 10X109 / L ]) atau tingkat protein (0,05 g / dL [ 0,5 g / L ]) juga disukai. Terapi farmakologi Penicillin yang diberikan parenteral ini direkomendasikan untuk semua tahap sifilis. ❹ Alternatif agen dapat digunakan pada alergi individu, termasuk doxycycline, minocycline, tetracycline, atau basa eritromisin atau stearat. Beberapa pasien mungkin tidak merespon baik terhadap modalitas alternatif. Oleh karena itu, pada pasien yang harus diberikan penicilin (yaitu, pasien yang sedang hamil atau memiliki pusat sistem saraf [SSP] keterlibatan) atau alergi, desensitisasi harus dilakukan sebelum obat dimulai. Selain itu, beberapa pasien mungkin mengalami demam, menggigil, takikardia dan takipnea, kondisi umumnya dikenal sebagai reaksi Jarisch-Herxheimer. Menyebutkan terjadi sekunder untuk spirochate lisis dan sitokin proinflamasi cascades, reaksi ini dapat terjadi 2 jam setelah penicillin diberikan dan biasanya sembuh dalam waktu 24 jam. Pengobatan yang mendukung , mungkin termasuk agen antipiretik dan anti inflamasi, serta resusitasi cairan dan istirahat. Informasi terkait yang berhubungan dengan benzathine penicilin G dapat ditemukan dalam tabel 77-1. Sifilis primer Pilihan Obat: Benzatin penicilin, 2,4 juta unit intramuskuler sebagai dosis tunggal Alternatif : Doxycycline oral 100 mg dua kali sehari selama 2 minggu atau tetrasiklin 500 mg melalui oral empat kali sehari selama 2 minggu. Literatur terbatas juga mendukung penggunaan ceftriaxone 1 g intramuskuler atau intravena sekali sehari selama 10 hari atau azitromisin oral 2 - g dosis tunggal. Sifilis laten primer dan sekunder Modalitas pengobatan diberikan dalam sifilis primer juga sifilis sekunder yang efektif dan sifilis laten (durasi kurang dari 1 tahun). Sifilis tersier Obat pilihan : Benzatin penisilin 2,4 juta unit diberikan secara intramuskular sekali dalam seminggu selama 3 minggu. Alternatif : Pada pasien yang tidak hamil dengan alergi penisilin , pengobatan alternatif termasuk doksisiklin 100mg oral dua kali sehari selama 4 minggu atau tetrasiklin 500 mg per oral empat kali sehari selama 4 minggu. Gummatous dan sifilis kardiovaskular Selama tidak ada bukti keterlibatan SSP ada, terapi antibiotik untuk sifilis yang berbentuk guma dan kardiovaskular identik dengan sifilis tersier. Neurosifilis Sebagai pengobatan yang efektif untuk neurosifilis, pusat untuk pengendalian penyakit dan pencegahan (CDC) mendukung dua aturan pakai penisilin. Alternatif, ceftriaxone mungkin juga akan diresepkan. Aturan pakai adalah sebagai berikut: Obat pilihan: Penisilin G cair 3- 4 juta unit diberikan secara intravena setiap 4 jam selama 10 sampai 14 hari. Prokain penisilin G 2,4 juta unit intramuscular sekali sehari, ditambah probenesid 500 mg per oral empat kali sehari selama 10 sampai 14 hari. Syphilis congenital Sifilis maternal, setelah seorang ibu menjalani pemeriksaan, rekomendasi utama untuk pengobatan berdasarkan : Diagnosis sifiis pada ibu Konfirmasi kecukupan dari pengobatan untuk ibu hamil Tes skrining positif sifilis Melakukan tes khusus treponemal Negatif tes khusus treponemal Positif tes khusus treponemal membentuk tahap infeksi, mendapatkan test non treponemal dengan titer kuantitatif tanda-tanda atau gejala sifilis primer atau sekunder tidak ada tandatanda atau gejala klinis (sifilis laten) sifilis laten awal tanda-tanda atau gejala tersier (akhir) sifilis, pasien dengan HIV positif atau sistem imun yang terganggu sifilis laten akhir penicillin benzathine G, 2,4 juta unit IM sekali seminggu untuk 3 minggu ( dosis ketiga ) Penicillin benzathine G, 2,4 juta unit IM (dosis tunggal ) Lumbar puncture Diduga sifilis primer Diduga hasil test positif palsu mendapatkan test non treponemal dengan titer kuantitatif mempertimbangka n alasan lain Penicillin benzathine G, 2,4 juta unit IM (dosis tunggal ) tanda-tanda atau gejala, atau penemuan CNS sesuai dengan neurosifilis Ya Tidak Tidak mempunyai alergi Penicillin Mempunyai alergi Penicillin penisilin G cair 3 - 4 juta unit diberikan secara intravena setiap 4 jam selama 10 sampai 14 hari, prokain penisilin G 2,4 juta unit intramuskular sekali sehari, ditambah probenesid 500 mg per oral empat kali sehari selama 10 sampai 14 hari densensitization mengacu pada sub spesialis yang sesuai, penicillin benzathine G, 2,4 juta unit IM sekali seminggu untuk 3 minggu ( dosis ketiga ) GAMBARAN 77-1 Pengobatan Sifilis *Pengobatan alternatif untuk pasien tidak hamil yang alergi penisilin: doxycycline 100 mg secara oral dua kali sehari selama 2 minggu, atau tetrasiklin 500 mg empat kali sehari selama 2 minggu, data yang terbatas mendukung ceftriaxone 1g IM sekali sehari atau IV selama 8 sampai 10 hari, atau azitromisin 2g secara oral (dosis tunggal). *pengobatan alternative untuk pasien tidak hamil yang alergi penisilin: doksisiklin100mg secara oral dua kali sehari selama 4 minggu, atau tetrasiklin 500 mg empat kali sehari selama 4 minggu, CSF, cairan serebrospinal. TABEL 77-1. Informasi Benzathine dan Procain Penicillin G Kategori Model aktivitas Benzathin, Penisilin G Melibatkan sintesis dinding sel bakteri selama aktivitas multipication menyebabkan dinding sel mati dan aktivitas bakteri resultan Farmakodinamik Durasi: 1-4 minggu Absorpsi im ; lambat Waktu level puncak serum ; 12-24 jam Reaksi berlawanan Cns; gelisah, pusing, ngantuk myoclonus, demam; dermatologi ; kudus,metabolisme ; Hematologi ;tes positif bagian dalam, hemolytik, anemia, ; lokal; poin, trombophelbitis ; ginjal ; interstisial nephritis akut, miscellanius, anaphylaksis, reaksi jarisch herxheime. Parameter pemantauan Observasi untuk anaphylaksis selama dosis pertama Interaksi percobaan Tes positif bagian dalam, positif urinari palsu,dan atau protein serum, positif palsu atau negatif palsu glukosa dalam urinari menggunakan tes klinis B B Masuk ke dalam asi Masuk ke dalam asi Kategori kehamilan Laktasi Procain, Penisilin G Menghambat sintesis dinding bakteri dengan satu ikatan atau lebih dari ikatan protein penisilin yang menghambat langkah akhir dari sintesis tranpeptidase dalam dinding sel bakteri; biasanya melukiskan bakteri secara terus menerus yang dimulai oleh aktivitas enzim Durasi ; 15-24 jam ; Absorpsi im ; lambat, distribusi ; sedikit mengalirkan otak, penetrasi masuk ke dalam asi, metabolisme = 30 % inaktive hati, ikatan protein ; 65%, waktu level puncak 1-4 jam, ekresi ; urin melalui ginjal. Cns; kejang, pusing, ngantuk, myoclonus, Cns stimulasi Kariovaskulr ; depresi myocardial, vasodilatasi, disturbansi kondusif Hematologi ; tes positif bagian dalam, hemolytik, anemia, neutropenia; lokal; trombophelbitis, sterilisasi bisa dengan injeksi; ginjal; interstisial nephritis ;miscellanius, reaksi pseudoanaphylactis, hipersensitivitas, reaksi jarisch herxheime, serum sicknes Periodik ginjal dan tes fungsi hematologi menggunakan terapi prolonged, yang dapat mengakibatkan demam berdasar jumlah wbc. Tes positif bagian dalam, positif palsu urinari dan atau serum protein. Stabilitas Implikasi perawatan Monitor ; cbc, urinalisis, tes fungsi ginjal Evaluasi ginjal pada waktu tertentu dan sistem hematologi selama terapi prolonged ; tidak diberikan injeksi kedalam gluteal otot pada anak anak Kemudian injeksi umur 2 tahun, Tersedia Bicillin L-a ;600000 U/ ml (1,2 ml) Permapen isoject ;600000 u/ml (2 ml) Bicillin C-r (1,4ml) Injeeksi, suspensi ; 600000 Ui/ ml (1,2ml) Kombinasi Bicillin c-r 900/300 (2 ml) Sama CBC, complete blood cell count; CNS, central nervous system; IM, intramuscular; WBC, white blood cell count. Lacy C, Armstrong L, Goldman M, Lance L. Lexi-Comp’s Drug Information Handbook, 12th edition. 2004:1128–1132. *Laboratorium klinis menetapkan atau fakta secara radiografi tentang syphilis dalam bayi. *Perbandingan titer non treponemal pada ibu hamil (saat kehamilan) dengan titer non treponemal bayi. Dalam pengobatan syphilis pada ibu, dianjurkan mengikuti pengobatan: Obat yang dapat dipilih : Benzathin penisilin g 2,4 ribu hingga 7,2 ribu unit intramuskular yang berlebih selama 3 minggu jika lamanya syphilis melebihi tahun. Alternatif : Procain penisilin 0,6 sampai 0,9 ribu unit intramuskular untuk 10 sampai 14 hari, atau ceftriakson 1 gram per hari secara intramuskular atau intravena untuk 8- 10 hari. Wanita yang mengalami kram uterin, nyeri pelvic dan demam, digunakan penambahan paracetamol untuk menyembuhkan gejala. Selain itu,membuat pasien mengalami hidrasi yang baik dan memiliki kesempatan untuk beristirahat. Sifilis Primer Dan Sekunder Setelah 6 dan 12 bulan pengobatan, dilakukan pemeriksaan pasien kembalidan direkomendasikan untuk menindak lanjuti dengan mengikuti titer nontreponemal.Jika pasien asimtomatik belum mengalami peningkatan empat kali lipat dalam titer nontreponemal atau gejala yang tetap atau berulang telah diobservasi, ketertiban dan tes HIV dan fungsi lumbal; jika pasien HIV-positif, menunjukkan penyakit menular berkonsultasi. Pada pasien yang baik negatif untuk HIV dan pungsi lumbal, mengelola benzatin penisilin G 2,4 juta unit intramuskuler sekali seminggu selama 3 minggu tambahan. melakukan tindak lanjut pasien dalam 6 Syphilis Bawaan Neonatus Asymtomatic: 50000 U/ kg dari Benzathin penisilin g dalam dosis tunggal intramuskular. Neonatus Symtomatic: 50.000 U/kg kristal air penisilin G setiap 12 jam intramuskuler selama 7 hari pertama, maka setiap 8 jam selama 3 hari, atau prokain penisilin G 50.000 IU/kg intramuskuler sebagai dosis tunggal setiap hari selama 10 hari. Perawatan Dan Pemantauan Pasien CDC telah memberikan pedoman perawatan pasien sifilis (Gambar.77-2). monitoring bulan termasuk pemeriksaan klinis dan titer nontreponemal lain. Pada pasien HIV-negatif dengan temuan pungsi lumbal kompatibel dengan neurosifilis, mengobati pasien sesuai untuk neurosifilis.Enam bulan setelah diagnosis awal, lembaga ujian tindak lanjut klinis standar pada pasien yang tidak menunjukkan gejalagejala dan penurunan empat kali lipat dalam titer nontreponemal. Dengan menguji dan mengamati pasien untuk tanda-tanda remisi anda. Sifilis primer atau sekunder didiagnosis dan diobati dengan benzatin penisilin G, 2,4 juta unit IM (dosis tunggal) Tindak lanjut pada enam bulan: ulangi pemeriksaan klinis dan titer uji non-treponemal kuantitatif Tanda-tanda klinis persistenatau berulang atau gejala Tidak ada tanda-tanda atau gejala, tetapi peningkatan empat kali lipat terus-menerus dalam titer non-treponemal Tidak ada tanda-tanda atau gejala dan empat kali lipat penurunan titer uji non-treponemal Tindak lanjut dalam 6 bulan: ulangi pemeriksaan klinis Tes HIV dan pungsi lumbal HIV Negatif HIV positif Konsultasi penyakit menular Pungsi lumbal negatif Temuan pungsi lumbal kompatibel dengan neurosifilis Benzatin penisilin G, 2,4 juta unit IM seminggu sekali selama tiga minggu (tiga dosis) Perlakukan untuk neurosifilis sesuai rekomendasi Tindak lanjut dalam 6 bulan: ulangi pemeriksaan klinis dan titer uji nontreponemal GAMBAR 77-2. Pemantauan perawatan pasien untuk sifilis * Melihat teks untuk rekomendasi pengobatan alternatif untuk pasien alergi penisilin non-hamil. *Melihat teks untuk rekomendasi pengobatan untuk neurosifilis. HIV, human immunodeficiency virus; IM, intramoskular. Brown D, Frank J. Diagnosis and Management of Syphilis. American Family Physician. 2003; 68(2);283290. Mungkin pengobatan dapat dimulai secara tepat atau dianjurkan untuk berkonsultasi secara tepat waktu, sehingga mengurangi preventif pasien untuk maju ke tahap yang lebih tinggi. Awal dan akhir sifilis laten Pemesan titer non treponemal setelah 6, 12 dan 24 bulan pengobatan awal dan akhir syphilis laten. Anggapan yang kuat mengenai neurosyphilis pada seseorang yang bertambah empat kali lipat titer, pasien yang awalnya memiliki titer yang tinggi dapat mengalami kemunduran empat kali lipatnya, dan juga pada pasien positif HIV, hal itu juga dapat mengembangkan simptomatis pada neurosyphilis. clamidia dan 650.000 kasus tahunnya. gonokokal setiap Patofisiologi T.vaginalisdapat diisolasidari vagina, uretra, dan Bartholin atau Skene kelenjar. Setelah menempel ke selinang, respon inflamasi muncul sebagai pelepasan kadar leukosit polimorfonuklear. Protozoa patogen menyebabkan kerusakan langsung ke epitel, mengarah ke microulcerations. Diagnosa Diagnosis biasanya dilakukan dengan sediaan basah atauPapanicolaou smear. Neurosyphilis Hal ini tergantung pada penemuan CSF.Jika pleocytosis terjadi , dilakukan pemeriksaan kembali CSF setiap 6 bulan hingga menormalkan kandungan WBC. Dianjurkan menggunakan pengobatan kedua jikaCSFputih mengandung dosis yang tidak mengalami pengurangan setelah 6 bulan atau normalisasi lengkap setelah 2 tahun. Kegagalan menormalkan dapat membutuhkan tempat untuk pengasingan ;kegagalan pengobatan juga terjadi pada pasien immunocompromised. Sifilis Bawaan Mengamati pasien adalah pilihan dalam keistimewaan secara klinis; hepatomegali, penyakit kuning, dan pergeseran tulang biasanya dalam waktu 3 bulan. Penerimaan perbaikan serologi untuk menurunkan. Memberikan efek pengobatan, keistimewaan klinis biasanya menghilang setelah 6 bulan. Dalam basis ini, evaluasi bayi secara seropositive dalam waktu tertentu selama 6 bulan. TRICHOMONIASIS Trichomoniasis disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis dan jauh lebih menonjol daripada C.trachomatis atau N.gonorrhoeae. Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa 5 juta kasus baru muncul setiap tahunnya,dibandingkan dengan 3 juta Presentasi Klinis Trikomoniasis Umum Asimtomatik Tanda Strawberri serviks (perempuan) Gejala Eritema vagina/vulva Gatal pada vulva Vaginal odor Iritasi uretra Disuria pH vagina lebih dari 4.5 Pengobatan Hasil yang diinginkan Hasil yang diinginkan adalah pemberantasan lengkap T. Vaginalisdi kedua pasangan dan penghapusan tanda dan gejaladiamati. Farmakologis 5-nitroimidazoles telah menjadi terapi standar untuk trikomoniasisselama lebih dari 40 tahun. Obat yang termasuk dalam kelas iniadalah metronidazol, tinidazole, ornidazole, dan secnidazole; metronidazole dan tinidazole adalah satu-satunya obat dalam kelas initersedia di Amerika Serikat. beberapa di antaranya telah dihubungkan terhadap sel squamosa karsinoma. Epidemiologi Metronidazol Metronidazol dapat diberikan secara oral sebagai dosis tunggal 2 g atau 500 mg dua kali sehari selama 7 days.Wanita hamil harus resep dosis tunggal metronidazole. Tingkat kesembuhan yang lebih besar dari 90% saat metronidazol diberikan secara tunggal 2g dosis atau regimen 7 hari. MungkinEfek merugikan termasuk rasa logam yang tidak enak, neutropenia reversibel,urtikaria, ruam, pembilasan, mulut kering, gelap urin, dan reaksi disulfiram. Tinidazol Tinidazol, merupakan nitroimidazole generasi kedua dengan protozoadan aktivitas anaerobik, telah tersedia di luar Negara Inggrisselama lebih dari 30 tahun.Baru-baru ini, Food and DrugAdministration (FDA) menyetujui untuk digunakan di Amerika Serikat.Sebagai 2g tunggal dosis, tinidazole memiliki khasiat setara dengan2g dosis metronidazol. Tindazole juga memiliki panjang paruh dari metronidazol, masing-masing 14 dan 7 jam, dan menembus ke dalam jaringan reproduksi pria lebih baik dari metronidazol. Berbagai penelitian menunjukkan keberhasilan penggunaan tinidazole untuk metronidazol tahan trichomoniasis. KemungkinanEfek samping termasuk rasa logam, pusing, kehilangan koordinasi,kejang, diare berat, gelap urin, mual,muntah, dan lidah bengkak atau berubah warna. Perawatan dan Pemantauan Pasien Pemantauan untuk T. vaginalis umumnya tidak diperlukan. KUTIL KELAMIN Kutil kelamin, yang disebabkan oleh human papillomavirus (HPV),secara umum ditemukan dalam kasus primer. Bertanggung jawab atas berbagai tampakan, manifestasi keratotik dan non-keratotik, HPV memiliki hampir 120 strain yang telah dikenal, Berpengaruh terhadap lebih dari 20 juta orang Amerika, HPV adalah salah satu IMS yang paling umum di Amerika Serikat, dengan prevalensi diperkirakansekitar 15%.Selanjutnya, di kalangan remajadan wanita di tingkat perguruan, HPV mungkin adalah IMS yang paling umum. Frekuensi infeksi HPV servik vaginal diantara wanita yang aktif secara seksual telah diamati pada 43%, dengan Insiden terbesar perhatikan pada pria dengan tiga atau lebih mitra seks dan perempuan yang pasangannya seksualnya terbaru telah memiliki dua atau lebih pasangan seumur hidup. Patofisiologi Replikasi akhir HPV di sel skuamosa dibedakan dalamlapisan menengah mukosa genital. Oleh Oleh karena itu, ini efek dari virus gen wilayah awal sintesis DNA penting untuk kelangsungan hidup virus. Kutil kelamin adalah manifestasi klinis replikasi virus aktif dan produksi virion di daerah infeksi. Diagnosa Diagnosis umumnya dibuat dari presentasi klinis dan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori: kondiloma klasik acuminata, yang umum atau cauliform; keratotik kutil dengan tebal, permukaan terangsang menyerupai kulit kutil yang umum; dan kutil datar, sering diamati di permukaan. Biopsi jaringan atau virus typing hanya diindikasikan jika diagnosis pasti dan tidak dianjurkan untuk pasien dengan rutinatau lesi yang khas. Sejak HPV telah ditemukan, baru-baru ini menjadi sangat terkait dengan kanker serviks dan karena ada lebih dari 20 HPV yang berbeda jenis terkait kanker, pasien yang didiagnosis HPV harus diuji untuk kanker serviks. nyeri,rasa terbakar, edema, Presentasi Klinis Kutil Kelamin perubahan pigmen Podofilin Umum Tampilan kasar, lesi tebal seperti kembang kol Tanda Titik hitam dalam kutil Permukaan terganggu Iritasi local, eritema, rasa terbakar, nyeri resin di tempat aplikasi; onkogenik Bichloroacetic and Lokal iritasi dan rasa sakit, trhicloroacetic acid minimal sistemik efek trikloroasetat Gejala Anogenital pruritus Rasa terbakar Keputihan atau perdarahan Meskipun jarang, dispareunia dapat terjadi dengan vulvovaginal kondiloma Cryotherapy Nyeri atau lecet di area aplikasi Eksisi bedah Nyeri, perdarahan, jaringan parut; mungkin rasa Pengobatan terbakar ataureaksi alergi Hasil yang Diinginkan Tujuan pengobatan adalah penghapusan kutil dan terlihat dari pengurangan infektivitas. Menurut Departemen Vaksindan Biologicals lain, vaksin mungkin tersedia dimasa depan untuk membantu dalam mengurangi penyebaran penyakit ini. terhadap anestesi lokal Vaporization perdarahan, jaringan parut; risiko HPV Intralesional gatal, iritasi di tempat suntikan,interferon mialgia Farmakologis Saat ini, pilihan terapi didasarkan pada ukuran, lokasi, danmorfologi lesi, serta keinginan pasien, pengobatan biaya, kenyamanan, efek samping, dan pengalaman pasien. Dengan asumsi bahwa diagnosis yang benar, beralih ke terapi alternative yang tepat jika belum ada respon yang diamati setelah tiga pengobatan siklus. ❻ Perbandingan efek samping terkait dengan pilihan pengobatan dapat ditemukan pada tabel 7-22. TABEL 77-2. Perbandingan Efek Merugikan dilihat dari Pengobatan untuk Kutil Kelamin Pengobatan Efek samping Podofilox Rasa terbakar di area aplikasi, nyeri, peradangan Imiquimod Eritema, iritasi, ulkus, sistemik, sakit kepala, demam, menggigil,leukopenia, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia. HPV, human papillomavirus. 20Kodner C, Nasraty S. Pengelolaan Genital warts. Keluarga Amerika Dokter. 2004; 70 (12): 2335-2342, 2345-2346. 41McEvoy G eds. AHFS Informasi Obat. ASHP. Bethesda, MD. 2005. Pasien yang Menggunakan Pengobatan Podofilox Tersedia dalam bentuk gel 0,5% atau larutan yang mengandung ekstrak yang telah dimurnikan yang merupakan komponen aktif dari phodophyllin. Menghambat pembentukan mitotic spindle, mencegah pembagiansel, menstimulasi kerusakan pembuluh darah dalam kutil. Area permukaan yang diobati tidak melampaui 10 cm2, maximum 0,5 yang harus digunakan setiap harinya. Aturan pengobatan : Gunakan dua kali sehari selama tiga hari secara berurutan dari empat hari tanpa pengobatan.Siklus ini dapat diulang hingga kulitnya tidak kelihatan atau maksimum 4 minggu. Efek samping biasanya efek local, termasuk erythema pembengkakan dan erosion. Podofilox tidak dianjurkan untuk penggunaan vagina, anus dan ibu hamil. Imiquimod Respon imun dari media sel, tersedia dalam bentuk krim topical 5% dalam dosis tunggal yang digunakan. Dua cara rekombinasi dosis : 1. Gunakan saat mau tidur selama 3 hari atau 4 hari 2. Gunakan tiap hari untuk 3 pemakaian 3. Siklus perminggu dapat digunakan selama lebih dari 16 minggu. Bisa digunakan untuk erythema ringan yang dicatat dengan penggunaan imiquimod akan tetapi, umumnya obat tersebut mencapai efek terapetik dan mungkin menghilangkan luka. keadaan kering tanpa penggunaan alcohol, sabun dan air.Kontra indikasi pada pasien ibu hamil. Bichloroacetic dan Trichloroacetic acid Sangat baik ketika digunakan untuk luka yang basah. Bisa digunakan untuk epitel keratin dan permukaan mukosa atau mulut. Tersedia dalam konsentrasi 80% - 90% dan tidak untuk absorpsi sistemik. Bisa digunakan untuk ibu hamil. Dengan catatan reaksi untuk pengobatan ini adalah akan menimbulkan rasa terbakar sementara, dan jika kontak dengan epithelium bisa menimbulkan rasa sakit, menghaslkan erythema lokal dan mengalami pembengkakan. Untuk menghindari efek tersebut dapat diolesi dengan petroleum jelly di sekitar luka luar, dan dengan hati-hati mengaplikasikan agent dengan aplikator kecil Pengobatan Lainnya Pengobatan lainnya termasuk fluorouracil/epinephrine/bovine gel kolagen, atau injeksi intralesional dari interpersonal. Injeksi intralesional ini membuktikan secara uji klinis terhadap refractory pasien. Terapi Alternatif Beberapa pilihan ablative yang telah digunakan dalam pengobatan kutil kelamin termasuk pengobatan cryotherapi, pembedahan dan vaporization. Pengobatan Fisik/ Aplikasi Resin Prodophyllin Sebuah larutan podophyllin resin 10% - 25% telah menjadi standar untuk pengobatan kulit pada kemaluan. Neurotoksik dan absorpsi sistemik, digunakan dalam jumlah kecil (tidak melebihi 0,5 ml) Area yang dipengaruhi akan menjadi erythemous dan sakit sampai 48 jam selama pemakaian. Cara pengobatan: Pemakaian podophyllin topical setiap minggud an area pengobatannya harus kering Pengobatannya harus dilakukan dengan segera, obat harus dalam Persoalan Terapeutik Khusus Kutil yang besar : Pengobatan kutil yang berdiameter lebih dari10 mm dengan pengobatan pembedahan. Penggunaan imiquimod selama 3-4 siklus pengobatan untuk mengurangi jumlah kutil dan memperbaiki hasil pembedahan. 50% pengurangan ukuran kutil setelah 4 siklus pengobatan yang berlanjut dengan penggunaan imiquimod hingga kutil hilang atau 8 siklus telah selesai; lebih kurang daripada 50% reduksi memerlukan pembedahan terapi ablative. Sub klinis kutil: subklinis kutil diidentifikasi dengan colonoscopy, biopsy, penggunaan asam asetat atau laboratorium serologi. Meskipun pengobatan awal tidak berhubungan dengan efek yang menguntungkan selama pengobatan dalam indeks pasien atau pasangan dengan memperhatikan reduksi dari dasar transmisi. Kehamilan : Kontraindikasi agen pada ibu hamil termasuk podofilox, fluorouracil dan podophyllin. Imiquimod tidak dianjurkan untuk ibu hamil, namun dipertimbangkan lagi setelah persetujuan yang ditandatangani bisa digunakan. Bichloroacetic dan trichloroacetic acid telah digunakan tanpa masalah.Terapi ablative juga dapat dipilih. Diagnosis Laboratorium mengkonfirmasikan bahwa vital merupakan pengobatan yang efektif untuk HSV terutama untuk individu yang telah bisa di diagnosis, ada beberapa metode yang secara pasif dapat diperoleh dari diagnosis, termasuk visiologi, enzim yang berhubungan dengan immunosorben, immunoblot dan reaksi ikatan DNA polymerase. Presentasi Klinis Herpes Kelamin Perawatan dan Pemantauan Pasien Pemantauan pasien setiap 3-6 bulan untuk pengurangan terhadap luka atau pengurangan penyakit. Parameter pemantauan termasuk komplikasi penyakit, pengurangan penyakit dan tumor jinak. HERPES KELAMIN Herpes kelamin disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan 2 yang merupakan IMS umum yang tidak ada obatnya. Setiap interval waktu atara stimulus dengan respon yang diharapkan adalah estabilitas, tidak adanya terapi kekebalan tubuh yang kompeten.Tidak tersedianya vaksin untuk HSV, dan sepertinya perkembangan tidak mungkin dalam waktu dekat. Umum Asimtomatik Tanda klasik Sekelompok penyakit vesicle dalam erythematous Gejala Gatal Rasa terbakar Oleng Pemeriksaan urine Pemeriksaan frekuensi urine Gejala lain Luka ulseratif, fissure, cervicitis Pengobatan Epidemiologi Meskipun menurunnya angka bakteri IMS, HSV-2 pada orang dewasa mengalami peningkatan kira-kira 20% 32%.Prevalensi infeksi HSV-2 mengalami pertumbuhan 30% semenjak tahun 1970 terakhir, dan sekarang ini dipercaya melebihi 500.000 kelas baru dari HSV-2 yang terjadi setahun terakhir ini. Patofisiologi Sejak HSV hanya ditemukan pada manusia, infeksinya hanya ditransmisikan dari infeksi sekresi di permukaan mulut atau dari pengelupasan kulit.Hal ini juga telah diketahui bahwa virus ini dapat bertahan dalam kurun waktu terakhir. Hasil yang Diinginkan Hasil yang diinginkan adalah untuk mengurangi jumlah gejala-gejala awal dan untuk menminimalkan beberapa efek samping yang diakibatkan oleh anti virus. Farmakologi Pengobatan didasarkan pada beberapa faktor termasuk komplikasi pasien, apakah hal itu terjadi hanya sekali atau berulang,imunitas pasien dan kehamilan. ❼ Namun respon pasien yang telah dihubungkan pada waktu yang dibutuhkan untuk pengobatan dilakukan setelah timbulnya gejala pertama. Bagian Awal Bagian awal adalah kumpulan system penyakit dengan luka vesicular, dapat berakhir sampai 21 hari, biasanya tanpa komplikasi atau infeksi, dan dalam kasus yang parah dapat dirawat inap. Penemuan beberapa agent periode ini efektif, dalam dosis dikutip agent ini memiliki hasil yang baik dalam waktu Bagian Terapi Pada pasien yang sebelumnya didiagnosis herpes genital, muncul luka vesicular baru yang sama halnya dengan penyakit HSV. Apabila penyakit herpes genital kambuh kebnyakan pasien memilih membatasi diri dan paling lama bertahan hidupnya kira kira 6-7 hari. Terapi Penekanan Efektif untuk mengontrol semua gejala yang terkait dengan penyakit,dan infeksi dapat berdampak pada komplikasi berat.sebelum melakukan terapi, dilakukan dahulu diskusi dengan pasien,pasien didorong untuk mencatat waktu istirahat sebagai evaluasi dan pengaturan pengobatan. Terapi Pencegahan Valacyclovir 500 mg diminum oralsetiap hari sebagai implikasi transisi seksual dan HSV untuik mencegah adanya infeksi.Dalam terapi farmakologi tambahan,pasien diberi nasihat mengenai praktisi seks yang aman. Agent Bagian Pertama Acyclovir Valacyclovir Famiclovir Terapi Acyclovir Valacyclovir penyembuhan, penyebaran virus dan mengurangi rasa sakit. Secara umum efek merugikannya adalah mual, sakit kepala dan diare. Pasien Immunocompromise Foscarnet, cidofovir, dan trifuridine diberikan untuk pasien yang resisten acyclovir. Agent ini biasanya cadangan untuk penggunaan setelah agent lain dari kumpulan toksisitas. Kehamilan Wanita yang sedang hamil dapat menyebarkan virus ke bayi selama kehamilan berlangsung. Ada dua cara untuk mengantisipasi yaitu dengan operasi caesar dan terapi antiviral, dalam waktu 4 hari dapat evektif untuk menangani indikasi acyclovir 200 mg. Bayi Infeksi virus Herpes simplex harus mempertimbangkan keadaan bayi dengan menampilkan gejala non spesifik seperti demam, tidak nafsu makan, kejang-kejang, mengantuk dalam bulan pertama. Bayi yang dicurigai memiliki diagnostic infeksi HSV harus diatasi atau diobati paling pertama. Acyclovir 600 mg/kg perhari dibagi 3 dosis secara intravena digunakan selama 14 hari untuk penyakit kulit, mata dan membrane mukosa, dan 21 hari untuk system saraf pusat atau penyakit desminasi surgesty. Dosis Efek Samping 200 mgPO 4 jam 7-10 hari 400 mgPO 3 kali sehari 7-10 hari 200 mg PO 12 jam 7-10 hari 1g PO 2 kali sehari 7-10 hari 1 g PO tiap hari 7-10 hari Atau 500 mg PO setiap hari 7-10 hari 250 mg 3 kali sehari 7-10 hari Sakit kepala, pusing, mual, muntah, thrombocytopenia, renal issufficiency, ruam, thrombocytopenia purpura, halusinasi, depresi 200 mg PO 4 Jam 5 hari Atau 400 mg PO 8 jam 5 hari Atau 800 mg PO 2 kali sekali 5 hari 500 mg PO 2 kali sekali 5 hari Mirip Acyclovir Mirip acyclovir Mirip acyclovir Mirip Acyclovir Famicyclovir Penekanan Acyclovir Valacyclovir Famiciclovir Agent Cadangan Foscarnet 500 mg PO sekali sehari 5 hari 125 mg PO 2 kali sehari 5 hari 125 mg PO sekali sehari 5 hari Mirip Acyclovir 500 mg PO 2 kali sehari sampai 1 tahun Atau 200 mg PO 3-5 x sehari sampai 1 tahun 250 mg PO 2 kali sehari sampai 1 tahun Atau 500 mg PO sekali sehari sampai 1 tahun Atau 1 g PO sekali sehari sampai 1 tahun 250 mg PO 2 kali sehari samapi 1 tahun Mirip Acyclovir Mirip Acyclovir Mirip Acyclovir 40 mg/kg IV 8-12 jam x 2-3 minggu atau sampai hasil klinik tercapai * The Centers for Disease Control and Prevention states that this dosage may be useful for immunocompromised patients. bDose is based on the number of symptomatic recurrences. cIf administered at the same frequency, there is no evidence that 250 mg or 500 mg will provide greater benefit than 125 mg. dDose for administration in renal impairment (CrCl 30 mL/minute or less). eDose for administration in renal impairment (CrCl 10 mL/minute or less). Italicized data indicate recommended dosages. CrCl, creatinine clearance; IV, intravenously; PO, orally. McEvoy G eds. AHFS Drug Information. ASHP. Bethesda, MD. 2005. Perawatan dan Pemantauan Pasien Evaluasi kondisi pasien dan penyesuaian terapi kembali merupakan elemen kunci dalam pemantauan yang efektif. Parameter yang mungkin termasuk : Status psikososial dan psikoseksual pasien Frekuensi penilaian ulang dari bagian berulang dan pengaturan terapi Tes ordering untuk keganasan Pengujian tahunan dari status HIV Efek samping obat VAGINOSIS BAKTERI Vaginosis bakteri adalah infeksi yang sangat umum dan penyebabnyaadalah cairan abnormal pada wanita usia subur. Vaginosis bakteri dikategorikan oleh pertumbuhan berlebih dari organisme anaerobik seperti gardenella vaginalis, spesies Prevotella, Mycoplasma hominis, dan spesies mobilucus, yang mengarah ke penggantian lactobacillus dan peningkatan pH vagina 4,5-7,0 . Epidemiologi Vaginosis bakteri telah ditemukan di 12 % sampai 25 % dari wanita pada populasi klinik rutin, 10 % sampai 26 % wanita di klinik IMS . Infeksi Vaginosis bakteri biasanya hasil dari aktivitas seksual, walaupun beberapa kasus telah dilaporkan pada wanita yang tidak aktif secara seksual. Patofisiologi Keseimbangan kompleks dan rumit mikroorganisme mempertahankan vaginalflora normal (yaitu lactobacilli, corynebacteria, dan yeast). Postmenarchal normal dan pH vagina premenopause adalah 3,8-4,2. Pada pH ini, pertumbuhan organisme patogen biasanya terhambat ; Namun , distrurbance dari pH normal vagina dapat mengubah flora vagina , yang mengarah ke pertumbuhan patogen yang terlalu cepat. Diagnosis Vaginosis bakteri didiagnosis menurut kriteria Amsel. Agar diagnosis dapat dikonfirmasi, tiga dari empat kriteria harus hadir :❽ 1. Tipis, putih, discarged homogen 2. Sel petunjuk pada mikroskop 3. pH cairan vagina lebih besar dari 4,5 4. Pelepasan bau amis pada penambahan alkali (10 % patassium hidroksida) untuk sampel vagina Kalau tidak, noda vagina pewarnaan gram dapat digunakan untuk mendiagnosa BV menggunakan kriteria nugent .❾ Ini bergantung pada perkiraan proporsi bakteri morphotypes untuk memberikan nilai antara 0dan 10. Nilai kurang dari 4 adalah normal, 4-6 adalah menengah, dan besar dari 6 konsisten dengan BV. Isolasi G. vaginalis mungkin tidak diagnostik karena dapat dibiakkan dari vagina beberapa wanita normal, walaupun konsentrasi tinggi mungkin menunjukkan infeksi. Presentasi Klinis Vignosis Bakteri Umum Keputihan yang berbau amis pada vagina Tanda Tipis putih ,cairan homogen , menyelimuti dinding vagina Gejala Banyak wanita tidak menunjukkan gejala ; biasanya tidak terkait dengan nyeri , gatal , atau iritasi . Pengobatan Hasil yang Diinginkan Penurunan jumlah bakteri penyebab penyakit, penghentian keputihan, dan penurunan pH vagina adalah hasil yang diinginkan. Farmakologis Aturan yang direkomendasikan antara lain: Metroidzole 400 sampai 500 mg secara oral dua kali sehari selama 5-7 hari Metronidazole 2g secara oral dalam satu dosis Aturan alternatif meliputi : Intravaginal metronidazol 0,75 % gel sekali sehari selama 5 hari Intravaginal klindamisin 2 % krim sekali sehari selama 7 hari Clindamycin 300 mg secara oral dua kali sehari selama 7 hari Kehamilan Tidak jelas apakah mengobati wanita hamil yang menderita BV akan bermanfaat. Jika pengobatan dimulai, obat pilihan adalah metronidazol oral atau intravaginal atau klindamisin oral. Perawatan dan Pemantauan Pasien Sebuah tes untuk menentukan apakah pasien telah sembuh umumnya tidak dianjurkan. Namun, pada pasien dengan BV berulang, tindak lanjut setelah terapi tentu saja dapat dibenarkan. Jika pengobatan telah diresepkan selama kehamilan untuk mengurangi kelahiran prematur, melakukan pemeriksaan ulang di bulan dan menyarankan perawatan lebih lanjut untuk BV berulang. PENYAKIT RADANG PANGGUL Penyakit radang panggul biasanya menyerang anak anak, aktif dalam seksual, wanita usia reproduktif. Dalam kasus mayoritas, berasal dari phatogenC.trachomatis dan N.gonorrhoe, Walaupun anaerob juga memiliki implikasi dalam phatogen. Penyakit inflamasi pelvis memiliki korelasiterhadap kehamilan ektropik, kemandulan, abses tubo-ovarian, dan nyeri pinggul kronik. Patofisiologi Telah dibuktikan bahwa Chlamidia bisa menghasilkan protein panas yang tiba-tiba dapat menyebabkan kerusakan jaringan melalui penundaan reaksi hipersensitivitas. C.trachomate juga berdampak pada proses DNA yang merupakan bukti racun seperti gen dengan kode pada protein dengan berat molekul yang tinggi pada struktur yang mirip clostridium difficik citotoksin, hal ini dapat mengaktifkan penghambatan aktivitas imun. Hal ini mungkin di jelaskan pada pengamatan subklinis PID infeksi C.trachomate kronis. Diagnosis Kriteria minimal Rahim yang bagus Pembesaran mulut rahim Tidak ada kriteria lain dari kriteria tersebut Kriteria tambahan Suhu oral lebih besar dari 101 derajat F Abnormal cervical atau cairan vaginal Adanya sel darah putih pada mikroskop sekresi garam dalam vagina sekresi Tingginya sedimentsi eritrosit Tingginya C-reactive protein Presentasi Klinis Radang Panggul Umum Tanda tanda gejala bervariasi dari ringan sampai berat Tanda Samar-samar Gejala Perut bagian bawah atau nyeri Panggul Vagina berbau busuk Pendarahan uterus abnormal Dyspareunia Dysuria Mual dan muntah Demam Pengobatan Hasil yang Diinginkan Menghilangkan bakteri penyebab dan pengurangan dari setiap gejala sisa yang terkait adalah tujuan pengobatan yang diinginkan. TABLE 77–4. Regimen Pengobatan untuk Penyakit Radang Panggul Perental Clindamisin 900 mg dan gentamisin digunakan secara IV setiap 8 jam, diikuti dosis IV atau im (2 mg/ kg) mengikuti dosis pemeliharaan (1,5mg / kg) setiap 8 jam (dosis tunggal sehari bisa digunakan) Levofloksasin 500 mg digunakan secara IV setiap 24 jam dengan atau tanpa metronidazol 500 mg secara IV setiap 8 jam Ampisilin -sulbactam, 3 gram setiap 6 jam dan doxyciclin 100 mg digunakan secara PO atau IV setia 12 jam Oral Levofloksasin 500 mg diminum sehari PO untuk 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg diminum PO dua kali sehari untuk 14 hari Ceftriakson 250 mg digunakan im dengan dosis tunggal dan probenecid 1 gram dengan dosis tunggal, ditambah doxyciclin 100 mg diminum PO dua kali sehari untuk 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg diminum PO dua kali sehari untuk 14 hari Generasi ketiga sepalosporin ditambah doxycycline 100 mg PO dua kali sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg PO dua kali sehari selama 14 sehari. IM, intramuscularly; IV, intravenously; PO, orally. Epperly A, Viera A. Pelvic Inflammatory Disease. Clin Fam Pract. 2005;7:67–78. Farmakologi Telah diketahui bahwa spektrum luas digunakan untuk N.gonorrhoe, C. trachomatis, Streptococcus spp, dan bakteri gram negatif fakultatif yang akhirnya harus menggunakan terapi farmakologi.❾ CDC menyetujui cara pengobatan yang ada dalam tabel 77-4. Pengaturan yang optimal dari Penyakit radang panggul harus berbasis individu, hospitalization, antibiotik dan pengobatan pembedahan dari komplikasi yang mungkin bisa dibutuhkan. Namun pengaturan pasien rawat jalan masih diperdebatkan, banyak yang merasa bahwamanajemenrawat jalanharus dibatasi; mereka yang tetap demam, mempunyai WBC kurang dari 11000 mm pangkat kubik, mempunyai bukti minimal peritonitis, mempunyai suara usus yang aktif, dan bisa mentolerir makanan oral. Namun terapi pasien rawat jalandengan sefalosporin parenteral diikuti dengan rekomendasi doxyciclin dan metronidazol. Perawatan dan Pemantauan Pasien Tujuan dari pemantauan pasien dengan PID yang terkait mengurangi komplikasi jangka panjang. Pada akhirnya, pendekatan utama harus dengan pencegahan dan pendidikan mengenai resiko terhadap perempuan. Pencegahan kedua termasuk screening dari kondusif pelvis contoh nya pada saat check up. KANKROID Haemophilus ducreyi, merupakan bakteri gram negatif yang diisolasi sebagai organisme penyebab penyakit dari kankroid, penyakit ulcreatibe genital biasanya menyertai getah bening dan pembentukan bubo. Penyebaran kankroid bisa pada daerah anatomi yang lain juga, ciri utama secara klinis ditemukan oleh Ducrey pada tahun 1889. Epidemiologi Pada tahun 2003, lebih dari 50,000 pasien didiagnosis terkena kankroid di United States. Mayoritas yang terkena penyakit tersebut di wilayah Atlantik Selatan, termasuk Delaware Utara dan Karolina Selatan, Georgia dan Florida. Patofisiologi Penyebarannya dimulai dengan kontak langsung pada kulit, biasanya pada luka lecet. Bisa menyebabkan ulkus yang cukup dalam, dan sebagian besar pasien mengalami borok. Umum Tepi ulkus secara umum ragged dan kurang baik Tanda Setelah terinfeksi selama 4 sampai 7 hari, menjadi lunak erythematous biasanya berkembang dan perkembangan berikutnya bernanah. Nanah biasanya muncul setelah 2 sampai 3 hari. Lesi biassanya terjadi pada preputium dan daerah perianal pada wanita. Beberapa kasus extragenital telah dicatat pada bagian dalam paha, payudara, dan jari – jari meskipun jarang terlihat dalam praktek. Gejala Menyakitkan dan lesi lunak Ulkus dangkal yang menyakitkan dengan basis granulomatosa dan rejimen eksudat purulen. Pengobatan Sindrom manajemen yang telah diterima dari World Health Organization (WHO) in-lieu banyak cara untuk mendiagnosa dengan melihat batas akhir. Pada umumnya, pertama kali pasien datang berobat diberikan dengan kombinasi antibiatik untuk menutupi kemungkinan etiologi organisme. TABLE 77–5. Recomendasi pengobatan untuk kankroid dari Word Health Organization (WHO) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Antimikroba Erythromycin Diagnosis Para peneliti menyampaikan pendapatnya kira – kira 75 % ulcrea swabs genital, berhasil didiagnosis dengan reaksi rantai multiplex polymerase.❿ Lebih dari tiga organisme yang lebih sensitif diterima dalam pendeteksian termasuk etiologi dari penyakit ulcrea genital: HSV, T. pallidum dan H. ducreyi . Presentasi Klinis Kankroid Azithromycin Ceftriaxone Ciprofloxacin Cara / Aturan Hidup 500 mg PO 3 kali sehari selama 7 hari atau 500 mg PO 4 kali sehari selama 7 hari 1 g PO dosis tunggal 250 mg IM dosis tunggal 500 mg PO dosis tunggal atau 500 mg Rekomendasi WHO, CDC CDC WHO, CDC WHO, CDC Spectinomycin PO 2 kali sehari selama 3 hari 2 g IM dosis tunggal WHO IM, intramuscularly; PO, orally. Lewis D. Diagnostic Tests for Chancroid. Sex Transm Infect. 2000 Apr; 76(2):137–141. Hasil yang Diinginkan Hasil yang diinginkan adalah pengobatan yang efektif untuk potensi ulcerasi dan pengurangan untuk penyebaran penyakit dari persetujuan pengelolaan sindrom secara menyeluruh. Farmakologi WHO dan CDC merekomendasikan cara pengobatan yang ada pada tabel 77-5. Terdapat beberapa perdebatan mengenai dosis yang pantas dari ciploksasin dalam pengobatan chancroid. Namun CDCmerekomendasikan 500 mg 3 kali sehari secara oral, sedangkan WHO mengusulkan 500 mg dalam dosis tunggal. Ciploksasin telah ditunjukkan dan disepakati angka kesembuhan dalam dosis tunggal (92%) dibandingkan dengan erythromicin (91%). Perawatan dan Pemantauan Pasien Pasien harus mengikuti pendidikan, penyuluhan, dan pemeriksaan berulang dari ulcerasi untuk menjamin penyembuhan. STRATEGI PENCEGAHAN Meskipun literatur sebelumnya menunjukan beberapa strategi pencegahan, kombinasi usaha mungkin lebih dianjurkan. perubahandalam perilakuseksualtidak diragukan lagi harus menjadi perhatian konseling pertama, sebagai aktivitas seksual promiscuous telah terbukti meningkatkan kemungkinan infeksi . Tentu saja aksi yang terbaik harus dipertahankan, terutama pasien dengan herpes simplex selama penyakit berlanjut. Namun dalam kasus ini, untuk meminimalkan beberapa komplikasi, penggunaan kondom yang sesuai harus selalu direkomendasikan. Untuk mengurangi kesalahpahaman tentang penggunaan kondom, demonstrasikan kepada pasien bagaimana cara memakai kondom atau pinta pasien untuk mendemonstrasikan.Selama demonstrasi, pendidikan dengan tegas terhadap pasien dengan memperhatikan penggunanya., penyimpanannya, dan penggunaan pelumas. KESIMPULAN Angka IMS mencangkup penyakit yang tampaknya akan meningkat seiring denga pertambahannya infeksi baru.Dengan pendidikan yang tepat,tercapai obat yang efektif dan pemantauan pasien secara klinis mungkin dapat secara drastic mengurangi angka infeksi baru dan penyakit secara keseluruhan. SINGKATAN-SINGKATAN BV CDC CNS CSF FDA ELISA HPV HSV HIV IM IV MSM PID: po: STI: WBC: WHO: : bacterial vaginosis : Centers for Disease Control and Prevention : central nervous system : cerebrospinal fluid : Food and Drug Administration : enzyme-linked immunosorbent assay : human papillomavirus : herpes simplex virus : human immunodeficiency virus : Intramuscularly : Intravenously : men who have sex with men pelvic inflammatory disease Orally sexually transmitted infection white blood cell World Health Organization Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com Masuk ke situs web: www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk memperoleh informasi dalam melanjutkan pembelajaran bab ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN DAFTAR PUSTAKA Beigi R,Wiesenfeld H.pelvic infalammatory disease: New diagnostik criteria and treatment. Obstet Gynecol Clin North Am 2003;30(4):777-793. Bosen F, Tabrizi S, Garland S, et al. Sexually transmitted infections: new diagnostic approaches and treatments. Media J Auts 2002;176:551-557. Brown D, Frank J. Diagnosis and management of syphilis. Am Fam physician 2003;68:283-290. Clinical Effectiveness Group. National guidelines for the management of bacterial vaginosis. Sex Transm Inf 1999;75(Supp I): S16-S18. Kodner C, Nasraty S. Management of genital warts. Am Fam physician 2004;70:2335-2342, 2345-2346. Lewis D. Diagnostic tests for chancroid. Sex Transm Infection 2002;76:137-141. Nasional Guidelines for the management of Trichomonas vaginalis. Sex Transm Inf 1999;75(Supp 1):S21-S23. Patel R. Progress in meeting today's demand in genital herpes: an overview of current management. J Infect Dis 2002;186(Supp 1):S47S56 Peeling R, Ye H. diagnostic tools for preventing and managing maternal and congenital syphilis: an overview. Bull world Health Organ 2004;82:439446. 12 OSTEOMIELITIS Melinda M. Neuhauser dan Susan L. Penland OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. Mendeskripsikan patofisiologi osteomyelitis 2. Mengetahui daftar faktor risiko umum untuk osteomyelitis 3. Mengetahui perbandingan tanda-tanda dan gejala klasik dari osteomielitis akut dan kronik 4. Mengetahui evaluasi data sejarah mikrobiologi dan tes laboratorium lainnya yang digunakan untuk diagnosis dan pengobatan infeksi tulang 5. Mengetahui daftar patogen yang paling umum terisolasi dalam osteomielitis akut dan kronis 6. Mengembangkan rencana pengobatan untuk osteomyelitis 7. Pengenalan parameter untuk memantau terapi antimikroba untuk efikasi dan toksisitas 8. Mendidik pasien tentang keadaan penyakit dan terapi obat KONSEP UTAMA ❶ Osteomielitis adalah infeksi tulang, bisa menjadi proses yang akut atau kronis ❷ Osteomielitis umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute infeksi dan durasi penyakit. ❸ Staphylococcus aureus adalah patogen dominan terlihat di semua jenis osteomielitis. Namun, spektrum potensi pathogen penyebab bervariasi dengan faktor risiko-pasien tertentu dan rute infeksi. ❹ Tanda dan gejala osteomielitis umum diantaranya rasa sakit dan nyeri ditulang yang terkena, serta peradangan, eritema, edema, dan penurunan rentang gerak. Pasien dengan osteomielitis hematogen akut mungkin juga dengan demam, menggigil, dan malaise. ❺ Standar yang baik untuk diagnosis adalah biopsi tulang dengan isolasi mikroorganisme dari kultur dan adanya sel-sel inflamasi serta osteonekrosis pada pengujian histologis. Namun, lebih umum, diagnosis osteomielitis berdasarkan temuan klinis diperkuat dengan hasil dari gambaran studi dan tes laboratorium seperti perhitungan sel darah putih atau White blood count (WBC), Tingkat Sedimentasi Eritrosit atau Eythrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan protein C-reaktif (CRP). ❻ Tujuan pengobatan untuk osteomyelitis akut dan kronis adalah mengobati infeksi dan mencegah kekambuhan. Penyembuhan lebih tinggi terlihat pada akut dibandingkan dengan osteomyelitis kronis. Oleh karena itu, dalam osteomyelitis kronis, tujuan pengobatan umum bagi banyak pasien adalah untuk mencegah komplikasi seperti amputasi. ❼ Pengobatan osteomielitis tergantung pada sejauh mana tulang nekrosis. Untuk osteomyelitis akut dengan kerusakan tulang minimal, kursus diperpanjang terapi antimikroba harus efektif mengobati infeksi ; Namun , di osteomyelitis kronis intervensi bedah juga biasanya diperlukan. ❽ Terapi empiris antimikroba harus menargetkan kemungkinan penyebab patogen (s) berdasarkan faktor risiko pasien-spesifik dan rute infeksi. Namun, terapi harus diubah berdasarkan kultur dan sensitivitas data. ❾ Total durasi terapi antimikroba biasanya 4 sampai 6 minggu. Terapi ini sering diberikan secara intravena untuk 1 atau 2 minggu dan kemudian beralih ke rute oral. ❶ Osteomielitis adalah infeksi tulang yang berhubungan dengan tingginya morbiditas dan peningkatan biaya perawatan kesehatan. Respon inflamasi terkait dengan osteomielitis akut dapat menyebabkan nekrosis tulang dan infeksi kronis setelahnya. Bakteri patogen, terutama Staphylococcus aureus, adalah mikroorganisme yang paling umum terlibat dalam infeksi ini. Diagnosa dan pengobatan seringkali sulit karena sifat heterogen osteomyelitis. Manajemen medis adalah pengobatan andalan untuk infeksi akut. Namun, pembedahan diperlukan untuk kasus-kasus kronis yang melibatkan nekrosis tulang. Hasil dapat bervariasi berdasarkan faktor risiko pasien, durasi penyakit, dan tempat infeksi. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI ❷ Ada beberapa skema klasifikasi untuk osteomyelitis. Karena merupakan infeksi tulang heterogenitas, maka tidak ada klasifikasi sistem tunggal yang diterima secara universal. Dua skema klasifikasi yang paling umum digunakan yaitu didasarkan pada rute infeksi dan durasi penyakit. Dalam skema klasifikasi yang dikembangkan oleh Waldvogel dan rekan-rekannya, klasifikasi osteomielitis berdasaran rute infeksi terbagi menjadi hematogen (melalui aliran darah) dan osteomielitis sekunder/contiguous (Gambar 78-1). Osteomielitis sekunder dibagi menjadi Infeksi dengan atau tanpa insufisiensi vaskular. Berdasarkan riwayat, osteomielitis telah diklasifikasikan menjadi akut atau kronis berdasarkan durasi penyakit (Gambar 78-2). Namun, tidak ada definisi yang pasti untuk infeksi akut dan kronis ini. Akut telah didefinisikan sebagai tahap pertama atau onset gejala (kurang dari 1 minggu). Osteomielitis kronis secara umum didefinisikan sebagai kekambuhan penyakit atau gejala yang bertahan lebih dari 4 minggu. Pendapat lain menggambarkan osteomielitis kronik dengan adanya tulang nekrotik. GAMBAR 78-2. Klasifikasi berdasarkan durasi penyakit Klasifikasi alternatif yaitu sistem penetapan Cierny-Mader, didasarkan pada anatomi dan status fisiologis dari pasien. Skema klasifikasi ini dikembangkan untuk osteomyelitis kronis melibatkan tulang panjang dan memiliki aplikasi yang terbatas untuk tulang kecil dan rangka. Stratifikasi rinci memiliki utilitas terbesar dalam uji klinis karena dapat memungkinkan perbandingan regimen terapi pengobatan pada pasien dengan beragam komorbiditas dan situs infeksi. GAMBAR 78-1 . Klasifikasi berdasarkan rute infeksi. Epidemiologi osteomyelitis telah berubah pada beberapa decade terakhir. Insiden osteomyelitis hematogen akut, yang paling sering terjadi pada anakanak telah berkurang. Sebaliknya, frekuensi osteomyelitis sekunder telah meningkat. Kecenderungan ini mungkin berhubungan dengan peningkatan tingkat diabetes dan penyakit pembuluh darah perifer (PVD), serta peningkatan kehadiran implan prostetik dan intervensi bedah. PATOFISIOLOGIS Jaringan tulang yang sehat umumnya resisten terhadap infeksi tetapi mungkin juga rentan pada kondisi tertentu. Tulang dapat terinfeksi (1) melalui bakteri di dalam aliran darah (2) pemindahan langsung dari trauma atau operasi (3) melalui penyebaran infeksi jaringan lunak. Yang terakhir yaitu masalah pada penderita dengan implan benda asing (penanaman di pinggang) dan maag kronis. Mikroorganisme melekat pada tulang dan menimbulkan peradangan. Berikutnya pelepasan leukosit dan sitokin menyebabkan perubahan permeabilitas pembuluh darah (edema) dan penurunan tekanan darah (iskemia). Pada beberapa kasus, proses ini dapat menyebabkan nekrosis tulang. Potongan-potongan tulang mati tersebut secara terpisah membentuk sequestra. Daerah ini biasanya tidak dapat dimasuki antimikroba dan sel fagosit dan membutuhkan tindakan pembedahan untuk menghilangkan bakteri (Gambar 78-3). Baik mikroba atau host merupakan faktor penting dalam pengembangan osteomyelitis. Spesies bakteri Staphylococcus berikatan dengan bakteri yang lain yang mana bakterinya menempel ke jaringan terdekat disekitarnya. ❸ Contohnya, S.aureus yang merupakan pathogen utama yang terlihat pada semua jenis osteomyelitis. Faktor host seperti usia, komorbiditas, dan adanya benda asing dapat mempengaruhi penyebaran infeksi (yaitu tulang dan keterlibatan pathogen) (Tabel 78-1). Contohnya, pasien dengan diabetes dan PVD memiliki penyembuhan luka yang buruk dan sering ada tanpa penyembuhan dinding lambung. Luka ini biasanya menetap dengan gabungan bakteri aerob dan anaerob yang mana dapat menyebabkan polymicrobial osteomyelitis. Oleh karena itu, jika lukanya mendalam atau melus, pasien harus dievaluasi untuk mengetahui penyebab dasar osteomyelitis. Populasi khusus lain yang memiliki berbagai spectrum pathogen antara lain penyalahgunaan obat pemberian intravena (IVDA) (P.aeruginosa dan methicillin resisten terhadap S.aureus [MRSA]), pasien sel bentuk sabit (Salmonella), dan individu dengan implant prostetik (koagulasi staphylococci negatif). GAMBAR 78-3. Patogenesis Osteomielitis Osteomielitis Hematogen Akut Patogen tunggal paling sering terisolasi S.aureus adalah patogen predominan Patogen lain berdasarkan faktor resiko: Neonatus: E.coli atau kelompok B steptokokus Lanjut usia: E.coli TABEL 78-1. Terapi Antimikroba untuk Osteomielitis Klasifikasi Hematogenous Contiguous Dengan Insufiensi vaskular Tanpa Insufiensi vaskular Umur Lokasi infeksi Neonatus (0-28 hari) Tulang panjang (femur,tibia) Anak sebelum pubertas Lanjut usia (diatas 60 tahun) Tulang panjang (femur,tibia) Tulang punggung Dewasa (>50 tahun) Kaki, Jari Dewasa tahun) (>50 Faktor Risiko Tipe Bakteri Patogen Staphylococcus aureusa, E.coli, streptococci grup B. S. aureusa Terapi antimikroba Nafcillinb dan cefotaxime Nafcillinb atau cefazolin Infeksi Saluran Kemih S. aureusa, E. coli Nafcillinb dan cefotaxime/ ceftriaxone Diabetes, PVD, kerusakan saraf S. aureus (MRSA), Enterobacteriaceae , P.aeruginosa, Enterococcus spp., anaerob Beberapa terapi pilihan: Vankomycin ditambah (1) Piperacillin/ tazobactam (2) Imipenem/ cilastatin/ meropenem (3) Cefepim/ ceftazidime dan klondamisin/ metronidazole (4) Ciprofloxacin/ levoxacin dan clindamisin/ metronidazole Nafcillinb atau cefazolin Setelah operasi S. aureusa (misalnya infeksi pada jaringan lunak) Ket: a Jika pasien memiliki faktor risiko MRSA, vankomisin diganti dengan Nafsilin. Faktor risiko MRSA dapat mencakup : terapi antimikroba sebelumnya, rawat inap dalam waktu lama , hemodialisis , penggunaan kateter, penyalahgunaan obat intravena. b Oksasilin dapat diganti dengan Nafsilin. MRSA, Methicillin-Resistant S.aureus; PVD , Pheripheral Vaskular Disease ; UTI, Urinari Tract Infection Fokus osteomielitis yang berkaitan dengan insufiensi vaskular Beberapa patogen paling sering terisolasi Campuran dari organisme aerob dan anaerob: S.aureus, Enterococcus spp. Enterobacteriaceae, P.aeruginosa anaerob. PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS Persentasi klinis osteomielitis dapat berbedabeda, tergantung pada rute dan jangka waktu infeksi, serta faktor pasien-spesifik seperti tempat infeksi, umur, dan komorbiditas. ❹ Pada Hematogenous osteomyelitis, pasien biasanya mengalami tandatanda dan gejala sistemik. Dibandingkan dengan pasien infeksi kronik hanya dengan tanda dan gejala terlokalisasi. Tanda kronik osteomyeolitis yang jelas adalah pembentukan saluran sinus dengan nanah pada salurannya. Tanda dan gejala yang umum dari osteomyelitis meliputi Sistemik: demam, menggigil, rasa tidak enak badan. Lokal: rasa sakit atau nyeri, edema, eritema, menurunkan rentang area infeksi. ❺ Diagnosis osteomyelitis didasarkan pada temuan klinis, tes labolatorium dan gambaran pembelajaran. Melalui sejarah dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk diagnosis pada pasien dengan keterbatasan atau gejala yang tidak lazim. Standar yang baik untuk diagnosis adalah biopsi tulang dengan isolasi mikroorganisme dari kultur dan adanya sel-sel inflamasi serta osteonekrosis pada pengujian histologis. Karena sifat prosedur ini infasif, maka gambaran pembelajaran dan tes labolatorium, umumnya digunakan untuk menentukan diagnosis. Infeksi peradangan non-spesifik diantaranya : WBC, ESR dan CRP yang mungkin meningkat atau dalam batas normal WBC yang meningkat kebanyakan terlihat pada pasien osteomielitis akut CRP lebih cepat kembali ke keadaan normal dari pada ESR Gambaran studi meliputi : Radiografi biasa Paling umum digunakan dalam skrining kerusakan tulang tidak terlihat pada 10 sampai 21 hari disetai infeksi Magnetik Resonance Imaging (MRI) lebih akurat untuk mendiagnosa infeksi tulang Dapat mendeteksi infeksi lebih cepat lebih mahal dari pada radiografi Fokus osteomielitis yang tidak berkaitan dengan insufiensi vaskular Satu atau beberapa patogen di isolasi Staphylococcus aureus adalah patogen dominan Patogen lain berdasarkan sumber infeksinya: Contohnya: Osteomyelitis mandibula (Campuran dari oral flora aerobic dan anaerobic) Lainnya Nuclear Medicine Scans : berguna bagi deteksi dini CT Scan : berguna untuk monitoring kemajuan klinis Studi Kasus Pasien Bagian I Seorang pria berusia 62 tahun dengan riwayat penyakit diabetes dan PVD datang ke IGD mengeluhkan nyeri pada kaki kiri bagian bawah. Setelah ditanyakan, anda menyimpulkan bahwa nyerinya sudah ada selama berbulan-bulan dan tidak menunjukan respon jika diberikan pengobatan antibiotik oral. Pada tes fisik, luka yang dalam dan lebar terihat. Informasi apa yang akan diberikan kepada pasien yang diduga osteomyelitis ini? Faktor resiko apa yang dia miliki sehingga berpotensi terkena osteomyelitis Evaluasi mikrobiologi : Isolasi patogen penyebab untuk terapi antimikroba Biopsi (pengambilan jaringan) tulang dapat memberikan diagnosis yang pasti: Sampel harus dimasukan kedalam kultur dan jaringan tetapi jarang dilakukan karena sifatnya invasif Kultur darah harus positif pada pasien osteomielitis hematogenus Terapi superfisial swab dimana penggunaannya terbatas pada terapi langsung karena dapat meningkatkan jumlah koloni dibandingkan dengan infeksi organisme itu sendiri. Studi Kasus Pasien Bagian II Seorang penduduk medis diduga menderita osteomyelitis dan diminta untuk melakukan x-ray (plain film radiographs). Dia juga mengelap/mengusap luka yang terbuka dan mengirimkannya ke laboratorium mikrobiologi untuk kultur dan tes sensitifitas. Di laporkan hasilnya sebagai berikut: Radioaktif : perubahan litik konsisten dengan kerusakan tulang Bagaimana kamu akan mengelompokkan infeksi pada pasien ini? Bagaimana seharusnya hasil dari “Swab Kultur” luka dimanfaatkan untuk menargetkan terapi antimikrobial pasien? PENGOBATAN Hasil yang diinginkan ❻ Tujuan pengobatan untuk osteomyelitis adalah untuk membasmi infeksi dan memcegah kekambuhan. Tingkat kesembuhan yang lebih besar dari 85% telah dilaporkan untuk osteomyelitis hematogen akut. Sebaliknya, osteomyelitis kronis dikaitkan dengan tingkat kegagalan yang lebih tinggi terutama disebabkan adanya tulang nekrotik. Pasien ini biasanya membutuhkan intervensi bedah untuk menghilangkan nekrotik tulang dan jaringan, dan jika digunakan untuk menggantikan jaringan yang terinfeksi. Komorbiditas meliputi insufiensi vaskular yang dapat berkontribusi pada hasil yang buruk terlihat pada osteomyelitis kronik. Karena tingkat kegagalan yang tinggi, pengobatan pada populasi pasien ini, mungkin memerlukan terapi berkepanjangan dengan tujuan utama mencegah amputasi didaerah yang terinfeksi. Pendekatan umum untuk pengobatan ❼ Terapi antimikroba sendiri adalah pengobatan utama untuk osteomielitis akut. Jika dibandingkan dengan pengobatan osteomielitis kronis biasanya membutuhkan kombinasi terapi antimikroba dan intervensi bedah. Terapi antimikroba umum diperlukan untuk pasien yang bukan calon intervensi bedah berkepanjangan. Terapi farmakologis ❽ Terapi antimikroba empiris harus menargetkan kemungkinan penyebab patogen berdasarkan faktor resiko pasien spesifik dan rute infeksi. (Tabel 78-1). Cakupan antimikroba empiris terhadap S. Aureus harus dipertimbangkan untuk semua klasifikasi osteomielitis. Rekomendasi spesifik dapat bervariasi berdasarkan faktor-faktor seperti alergi pasien, potensi memiliki organisme resisten, penulisan formularium, dan pertimbangan biaya. Studi Kasus Pasien, Bagian III : Riwayat medis, pengujian fisik, dan tes diagnosis PMH Diabetes mellitus, PVD, Hipertensi SH Perokok tembakau (2 bungkus perhar iuntuk 30 tahun terakhir), peminum (3 kaleng bir perhari), tidak ada pekerjaan dengan kecacatan medis. Pengobatan Aspirin 81 mg peroral satu kali sehari Atorvastatin 40 mg peroral satu kali sehari Clopidogrel 75 mg peroral satu kali sehari Lisinopril 10 mg peroral satu kali sehari Glargine insulin 20 unit setiap hari pada saat waktu tidur Lispro insulin 7 unit sebelum sarapan dan makan siang; lispro insulin 9 unit sebelum makan malam Pengujian Fisik Gen :umumnya pada laki-laki yang obesitas, dengan rasa sakit di bagian kulit lambung dan tidak mengalami penyembuhan Kulit : dalam ukuran besar dalam Rahim yang berada di kiri bagian bawah. VS : Tekanan darah 145/87 mmHg, denyut nadi 80 ketukan per menit, tingkat pernafasan 18/menit, suhu tubuh 36.0oC, tinggi badan 5’6“ (165 cm), berat badan 93 kg (205 lb) Laboratorium WBC 130000 cells/mm, blood urea nitrogen (BUN) / serum creatinin (Scr) 19/1.3 mg/dL (6.8/99.2 mmol/L), glukosa darah saat puasa 156 mg/dL, ESR 80mm/jam, CRP 2.1 mg/dL. Pertumbuhan kuman pada luka :Enterococcus, koagulase negative staphylococcus, dan P.auruginose. Pertumbuhan kuman pada tulang : biopsi selama debredemet : MRSA, danBacteroidesfragilis. Dalam melawan organisme terapi antimikroba harus ditargetkan? Berdasarkan informasi yang telah diberikan, dalam membuat rencana perawatan untuk pasien osteomyeolitis. Rencana anda harus mencakup: (1) tujuan terapi, (2) rencana terapeutik yang detail untuk pasien spesifik, (3) intervensi nonfarmakologik, dan (4) tindak lanjut rencana jika hasil telah dicapai. Terapi antimikroba harus diubah berdasarkan kultur dan sensitifitas data spesimen yang dikumpulkan secara tepat (tabel 78-2). Biasanya, pengobatan dimulai dengan antimikroba intravena untuk memastikan bahwa konsentrasi obat terapeutik akan tercapai pada tulang. Terapi intravena dapat diberikan dan diatur pada pasien rawat inap atau pasien rawat jalan. Terapi intravena berlangsung selama 1-2minggu, lalu beralih ke antibiotik oral dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kepatuhan yang baik dan menindaklanjuti rawat jalan. Antimikroba oral harus memiliki karakterist seperti bioavabilitas yang tinggi, penetrasi tulang yang baik dan waktu paruhnya panjang (yaitu, interval dosis diperpanjang). Antimikroba yang umum digunakan sebagai terapi oral untuk osteomyelitis meliputi fluoroquinolon, klindamisin, linezolid, dan trimethoprimsulfametoxazole (TMP-SMX). Sebagai tambahan, rifampin oral dapat digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik lain dalam pengobatan osteomyelitis kronis hanya digunakan pada sebagian pasien dengan infeksi jaringan setempat. ❾ Durasi pengobatan biasanya 4 sampai 6 minggu untuk osteomyeolitis akut. Pada osteomyeolitis kronis juga memerlukan waktu terapi 4 sampai 6 minggu. Namun, total panjangnya terapi harus dihitung setelah tanggal intervensi bedah besar. Pengobatan yang lama mungkin diperlukan untuk populasi tertentu seperti pasien dengan insufiensi vascular. Selain manajemen medis dan bedah, non farmakologis intervensi juga akan mengurangi faktor risiko pada perkembangan osteomielitis harus dikomunikasikan kepada pasien. Contohnya seperti berhenti merokok, berat badan yang terkontrol, olahraga, dan nutrisi yang baik. Selain itu, pasien diabetes harus diberi konseling mengenai perlunya dikendalikan kadar glukosa darah, perawatan rutin dan pemeriksaan diri dari penurunan ekstremitas dan perawatan luka yang agresif. Keberhasilan terapi diukur dari sejauh mana rencana perawatan (1) menyelesaikan tanda dan Studi Kasus Pasien Bagian IV gejala (2) membasmi mikroorganisme (3) mencegah kambuh, dan (4) mencegah komplikasi seperti amputasi. Pasien harus dievaluasi untuk resolusi Pasien menerima 4 minggu terapi intravena tanda-tanda klinis dan gejala dan normalisasi terhadap antimikroba berikut debridement. Karena perbaikan tes laboratorium (WBC, CRP, dan ESR). Peningkatan klinis dokter menghubungi anda untuk manifestasi klinik harus dilihat dalam waktu 48 sampai merekomendasikan sebuah antibiotik oral untuk melengkapi 6 minggu terapi. 72 jam inisiasi terapi antimikroba intravena. Terapi antimikroba apa yang anda rekomendasikan Penurunan CRP dilihat dalam waktu satu minggu untuk pasien ini? terapi dan harus dipantau setiap minggu setelah Mengevaluasi profil pengobatan pasien untuk terapi untuk melanjutkan arah gejala yang menurun. mengetahui interaksi antar obat. ESR bisa juga dipantau setiap minggu meskipun Menganjurkan kepada pasien mengenai terapi normalisasi akan lebih lambat daripada CRP. Jika obat tersebut. responnya rendah maka harus diikuti dengan evaluasi: (1) kepatuhan pasien, (2) obat-obat yang signifikan atau ineraksi obat dengan makanan, (3) dosis yang tepat untuk mendapatkan konsentrasi yang tepat, (4) Hasil Evaluasi peningkatan resistensi antimikroba, (5) diperlukan Tabel 78-2. Terapi antibiotik dengan bakteri target dan dosis yang direkomendasikan Mikroorganisme S.aureus MSSA MRSA Enterococcus spp. Sensitif ampisillin Resistant ampisillin Resistant vancomycin Streptococcus spp. Terapi yang direkomendasikan Alternatif Antistaphylococcal penisillin Nafcillin (a)/oxacillin Dewasa: 2g i.v tiap 4-6 jam Anak (b) : 100-200mg/kg per hari i.v dosisnya dibagi tiap 4-6 jam Generasi pertama sefalosforin : Cefazolin (c) Dewasa : 1-2 g i.v tiap 8 jam Anak (b):50-100mg/kg per hari i.v dosisnya dibagi tiap 6-8 jam Vancomycin (c) Dewasa : 10-15 mg/kg per dosis i.v tiap 8-12 jam Anak (b): 40mg/kg per hari i.v dibagi dosisnya tiap 6 jam Linezolid : Dewasa : 600 mg i.v / oral tiap 12 jam Anak (b) : 10 mg/kg per dosis i.v/oral tiap 8 jam Alertgi β-lactam : Vancomycin Linezolid Ampisillin (c): Dewasa : 2g i.v tiap 4-6 jam Anak (b) : 100-200mg/kg per hari i.v di bagi dosisnya tiap 4-6 jam Alertgi β -lactam : Vancomycin Vancomycin Linezolid Penicillin G (c) : Dewasa : 2-4 juta UI i.v tiap 4-6 jam Anak(b) : 250,000-400,000 units/kg per hari i.v dibagi dosisnya tiap 4-6 jam Alertgi β -lactam : Vancomycin enterobacteriaceae P. aeruginosa Anaerobes Generasi ketiga atau keempat sefalosforin: Cefriaxone (a) Dewasa : 1-2 g i.v tiap 24 jam Anak (b) : 50-75 mg/kg per dosis i.v tiap 24 jam Cefotaxime (a,c) : Dewasa : 1-2 g i.v tiap 8 jam Anak (b) : 50-200mg/kg per hari i.v dibagi dosisnya tiap 8 jam Ceftadizime (c) : Dewasa : 1-2 g i.v tiap 8 jam Anak (b) : 100-150 mg/kg per hari i.v dibagi dosisnya tiap 8 jam Cefepime (c) : Dewasa : 2 g i.v tiap 8-12 jam Anak (b) : 50 mg/kg per dosis i.v tiap 8-12 jam Piperacillin/tazobactam (c) : Dewasa : 3,375 g i.v tiap 4-6jam OR 4,5 g i.v tiap 6-8 jam Fluoroquinolones (e): Ciprofloxacin (c) Dewasa : 400mg i.v tiap 12 jam : 500-750mg oral dua kali sehari Levofloxacin (c): Dewasa : 500-750 mg i.v/oral sehari sekali Moxifloxacin (d). Dewasa : 400 mg i.v/ oral sehari sekali Antipseudomonal sefalosforin : Ceftazidime Cefepime Antipseudomonal fluoroquinolone (e): Ciprofloxacin Levofloxacin Clindamycin (d) : Dewasa : 600-900 mh i.v tiap 8 jam 300-450 mg oral tiap 6-8 jam Anak(b) : 25-40 mg/kg per hari i.v dibagi dosisnya tiap 6-8 jam 10-30 mg/kg per hari oral dibagi dosisnya tiap 6-8 jam Metronidazole (c,d) : Dewasa : 500 mg i.v/ oral tiap 8 jam Anak (b) : 30 mg/ kg per hari i.v/ oral dibagi dosisnya tiap 6-8 jam Carbapenems : Imipenem/cilastatin (c) Dewasa : 500 mg i.v tiap 6-8 jam Anak (b) : 60-100mg/kg per hari dibagi dosisnya tiap 6 jam Metropenem (c). Dewasa : 1 g i.v tiap 8 jam Anak (b) : 60-120 mg / kg per hari dibagi dosisnya tiap 8 jam Ertapenem (c) : Dewasa: 1 g i.v tiap 24 jam Piperacillin/tazobactam Carbapenems (hanya imipenem/cilastatin atau meropenem) Tabel 78-3. Toksisitas selektif dan interaksi obat dengan antimikrobia Antimikrobial β – lactam Clindamycin Fluoroquinolon Efek yang merugikan Hipersensitivitas (ruam, anafilaksis) Mual muntah (oral ) Diare (oral) Sensitif cahaya Gangguan CNS (seperti pusing, bingung) terutama untuk pasien lanjut usia Perpanjangan QTc Umunya dihindari untuk pasien anak (resiko bergantung keadaan individual pasien) Studi yang dilakukan pada anjing Interaksi obat-obatan Harus terpisah dari alumunium atau magnesium-terdapat dalam antasida, kalsium, garam Ciprofloxacin adalah menghambat CYP1A2 Interaksi obat berbahaya mungkin bila dengan teofilline dan methylxanthine Linezolid Metronidazole Rifampin TMP-SMX Vancomycin menandakan arthropathy Myelosuppresi : monitor CBC seminggu sekali jika terapi leb lebih dari 2 minggu Mual/muntah Rasa logam abnormal hati : monitor LFTs pengeluaran kemerah-merahan – orange (seperti urine, keringat, airmata) Mual/muntah Myelosuppresi : monitor CBC Kelainan hati : monitor LFTs Ruam seperti steven-johnson syndrome Toksik (radang urat darah, red man syndrome) Berpotensi toksik pada ginjal jika dengan agent nephrotoxic (seperti aminoglicosida) monitor ginjal (BUN/SCr)per minggu dalam keadaan pasien stabil Pertimbangan vancomycin untuk konsentrasi terapeutik Penghamabat MAO, evaluasi untuk melihat potensi interaksi dengan obat lain atau interaksi obat dengan makanan Hindari dari penggunaan alkohol : berpotensi untuk reaksi seperti disulfiram Substrat untuk CYP2C9 dan menghambat CYP2C9, 3A ¾ dan 3A 5-7, mungkin berinteraksi potensial dengan warfarin ( mempertinggi protombin) dan lithium (konsentrasi rendah ) Berpotensi memediasi metabolisme CYP; evaluasi untuk interaksi obat-obat Menghambat CYP2C9, evaluasi untuk potensi interaksi dengan obat-obat lain untuk tambahan pada gambaran pelajaran, dan (6) mengevaluasi kembali diagnosa. Pada pasien dengan tingkat kekambuhan yang tinggi, maka harus menindaklanjuti tindakan medis paling sedikit 1 tahun yang diikuti dengan perkembangan gejala. merugikan, alergi obat, dan interaksi obat. 6. Menekankan pentingnya kepatuhan terhadap terapi regimen. Perawatan Pasien dan Pemantauan 7. Memberikan edukasi kepada pasien sehubungan dengan penyakit dan terapi obat. Diantaranya: Penyebab Osteomyeolitis Komplikasi yang berkaitan dengan ostemyeolitis 1. Menilai gejala pasien dan hasil tes uji laboratorium Obat, dosis, durasi, dan rute pemberian untuk menentukan jika terapi pasien diberikan antimikroba pada pasien regimen. sesuai dengan prosedur yang tepat. Optimalnya waktu pemberian obat untuk gaya 2. Mendapatkan riwayat reseo secara menyeluruh, hidup pasien dan pengobatan yang lainnya. tidak memakai resep, dan menggunakan produk Tersedia pilihan jika pasien lupa minum obat. alami. Efek samping yang mungkin terjadi 3. Memberikan edukasi kepada pasien untuk Memberikan edukasi kepada pasien mengenai merubah gaya hidup yang akan mengurangi resiko monografi antibiotik. infeksi berulang. 4. Mengembangkan rencana untuk menilai efektivitas terapi antimikroba. 5. Mengevaluasi pasien jika ada reaksi obat yang SINGKATAN-SINGKATAN REFERENSI UTAMA DAN BACAAN BUN CBC CRP CT CYP ESR Carek PJ, Dickerson JM, Sack JL. Diagnosis and management of osteomyelitis. Am Fam Physician 2001;63:2413–2420. Ciampolini J, Harding KG. Pathophysiology of chronic Bacterial osteomyelitis. Why do antibiotics fail so often? Postgrad Med J 2000;76:479–483. Lazzarini L, Mader JT, Calhoun JH. Osteomyelitis in long bones. J Bone Joint Surg Am 2004;86:2305–2318. Lew DP,Waldvogel FA. Osteomyelitis. Lancet 2004;364:369–378. Lipsky BA, Berendt AR, Deery HG, et al. Diagnosis and treatment of diabetic foot infections. Clin Infect Dis 2004;39:885–910. Mader JT, Shirtliff ME, Bergquist SC, Calhoun J. Antibiotic treatment of chronic osteomyelitis. Clin Orthop Relat Res 1999; 360:47–65. Mader JT, Shirtliff M, Calhoun JH. Staging and staging application in osteomyelitis. Clin Infect Dis 1997;25:1303–1309. Paluska SA. Osteomyelitis. Clin Fam Pract 2004;6:127–156. Steer AC, Carapetis JR. Acute hematogenous osteomyelitis in children: recognition and management. Pediatr Drugs 2004;6:333–346. Waldvogel FA,Medoff G, Swartz MN. Osteomyelitis: a review of clinical features, therapeutic considerations IVDA LFT MAO MRI MRSA MSSA PVD Scr TMP-SMX UTI WBC : Blood urea nitrogen : complete blood cell count : C-reactive protein : computed tomography : cytochrome P-450 isoenzyme : erythrocyte sedimentation rate (laju endap sel darah merah) : intravenous drug abuser : liver function test : monoamine oxidase : magnetic resonance imaging : methicillin-resistant S. aureus : methicillin-sensitive S. aureus : peripheral vascular disease : serum creatinine : trimethoprim-sulfamethoxazole : urinary tract infection (infeksi saluran kemih) : White blood count (Jumlah sel darah merah) Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com Masuk ke situs web: www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk memperoleh informasi dalam melanjutkan pembelajaran bab ini. 13 SEPSIS DAN SYOK SEPTIK S. Scott Sutton OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. Dapat membandingkan dan menjelaskan definisi penggunaan untuk sepsis. 2. Identfikasi penyebab patogen akibat sepsis. 3. Diskusi mengenai patofisiologi sepsis yang berkaitan dengan endotoksin, peptidoglikan, dan mediator antiinflamasi. 4. Identifikasi gejala pasien dari awal hingga terkena sepsis dan evaluasi diagnosis dan tes laboratorium untuk penyembuhan pasien dan pengontrolonnya. 5. Menduga komplikasi dari sepsis dan mendiskusikan berbagai permasalahan pasien 6. Merancang keinginan pasien dalam penyembuhan penyakit septik. 7. Merumuskan pengobatan dan rencana pengontrolan (Farmakologi dan nonfarmakologi) untuk pasien yang terkena septik 8. Mengevaluasi respon pasien dan menemukan alternatif lain dalam pengaturan gaya hidup untuk mencegah terkena septik. bisa mencapai angka kematian (mortalitas) hingga 40%. KONSEP UTAMA ❶ Sepsis berperan dalam rangkaian kesatuan dari sebagai ❺ Pengobatan dimaksudkan untuk memberikan ❷ Bakteri gram positif dan gram negatif, jamur, bakteri atau jamur anaerob, dan virus adalah penyebab sepsis. pengarahan hingga menyadarkan ; mengurangi atau eliminasi kegagalan organ ; perlakuan eliminasi harus mengarah pada sumber infeksi ; menghindari reaksi samping dari pengobatan ; dan mendapatkan efek terapi yang efektif. ❸ Inflamasi adalah salah satu faktor penting dalam ❻ Berdasarkan pengalaman sewajarnya terapi anti perkembangan sepsis. Pasien denga infeksi yang keras, trauma, kondisi lemah, atau melemahnya status sistem imun membuat ketidakseimbangan antara mediator inflamasi dalam perkembangan sepsis. infeksi dapat mengurangi 28 hari angka kematian. Sewajarnya administrasi terapi lebih dari 1 jam dalam pengurangan komplikasi sepsis dan angka kematian. ❹ Beban kumulatif dari komplikasi sepsis adalah yang berisiko tinggi dari kematian, dan tidak dapat digunakan untuk pasien yang berisiko rendah dalam kematian (Didefinisikan oleh APACHE II Scores). tahapan fisiologi yang didefinisikan kategori penggambaran proses sepsis. pembimbingan dari angka kematian (mortalitas). Angka resiko kematian bertambah hingga 20% dengan kegagalan penambahan beberapa organ. Kemungkinan rata – rata dengan sepsis yang keras ❼ Drotrecogin alfa dapat digunakan untuk pasien Sepsis adalah rangkaian kesatuan dari perubahan fisiologis yang ditandai dengan infeksi, inflamasi sistemik, dan hipoperfusi yang tersebar luas dalam jaringan yang rusak. ❶ Universitas Amerika Kedokteran dan Himpunan Masyarakat Kepedulian Kritis Obat dikembangkan untuk pengobatan sepsis. (Tabel 79-1). ❶ Mereka memberikan parameter fisiologik untuk kategori pasien yang mengalami : bacterimia, infeksi, inflamasi sistemik sindrom respon (ISSR), sepsis, sepsis keras, syok septik, atau Banyak Organ Sindrom Disfungsi (BOSD). Definisi standar telah dikembangkan untuk infeksi pasien yang kritis. Sepsis berat: Sepsis yang berhubungan dengan disfungsi organ, hipoperfusi, atau hipotensi (tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg). Hipoperfusi dan perfusi kelainan mungkin termasuk, namun tidak terbatas pada, asidosis laktat, oliguria, atau perubahan akut pada status mental. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI Multiple-Organ Disfungsi Syndrome (MODS): Kehadiran fungsi organ diubah memerlukan intervensi untuk mempertahankan homeostasis. Sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas bagi pasien sakit kritis, dan kesepuluh terkemuka penyebab kematian secara keseluruhan. Sepsis menyebabkan 660.000 sampai 750.000 kasus setiap tahunnya, peningkatan empat kali lipat dari tahun 1979. Perawatan pasien septik biaya $ 17 milyar di Amerika Serikat setiap tahun ($ 22.000 sampai $ 50.000 per pasien). ❶.TABEL 79-1. Definisi Terkait Sepsis Bakteremia (fungemia): Kehadiran bakteri hidup atau jamur dalam aliran darah. Infeksi: respon inflamasi terhadap invasi dari jaringan host yang biasanya steril oleh mikroorganisme. Sindrom Respon Inflamasi Sistemik (SRIS): Sebuah respon inflamasi sistemik terhadap berbagai penghinaan klinis yang dapat menular, tapi dapat memiliki etiologi non-infeksi. Tanggapan dimanifestasikan oleh dua atau lebih dari kondisi berikut: suhu lebih besar dari 38 ° C (100,4 ° F) atau kurang dari 36 ° C (96,8 ° F); denyut lebih dari 90 denyut / menit; tingkat pernapasan lebih besar dari 20 napas / menit atau PaCO2 kurang dari 32 torr; WBC lebih besar dari 12.000 sel / mm3, kurang dari 4.000 sel / mm3, atau lebih besar dari 10% yang belum matang (band) bentuk. Sepsis: Sindrom respon inflamasi sistemik dan infeksi didokumentasikan (budaya atau bakteri Gram pada darah, sputum, urin, atau cairan tubuh yang biasanya steril positif bagi mikroorganisme pathogen. Syok septik: Sepsis dengan hipotensi, meskipun resusitasi cairan, bersama dengan kehadiran kelainan perfusi. Pasien yang berada di inotropik atau vasopressor agen mungkin tidak hipotensi pada saat kelainan perfusi diukur. PaCO2, tekanan parsial karbon dioksida; WBC, jumlah sel darah putih. Faktor risiko sepsis meliputi: usia, kanker, imunodefisiensi, kegagalan organ kronis, faktor genetik (laki-laki, dan asal-usul etnis kulit putih di Amerika Utara), pasien bakteremik, dan polimorfisme pada gen yang mengatur imunitas. Paru, gastrointestinal, urogenital, dan infeksi aliran darah memperhitungkan sebagian besar kasus sepsis. ❷ Bakteri gram-positif dan gram negatif, spesies jamur, anaerobes, dan virus menyebabkan sepsis (tabel 79-2). Gram-positif infeksi rekening untuk 30% sampai 50% sepsis dan kasus mengalami Syok septic. Persentase gram-negatif, polymicrobial, dan kasuskasus virus sepsis adalah 25%, 25%, dan 4%, masingmasing. Bakteri resisten multi-obat bertanggung jawab untuk sekitar 25% kasus sepsis, sulit untuk mengobati, dan meningkatkan mortality. Tingkat infeksi jamur peningkatan 200% dari 1979 hingga 2000. ❷ Candida albicans adalah spesies jamur yang paling umum; Namun, non-albicans spesies (C. glabrata, C. krusei, dan C. tropicalis) telah meningkat dari 24% menjadi 46%. Jamur lain diidentifikasi sebagai penyebab sepsis termasuk Cryptococcus, Coccidioides, Fusarium dan Aspergillus. PATOFISIOLOGI Perkembangan dari sepsis kompleks dan multifaktoral. Normalnya respon host untuk menginfeksi dan di desain untuk menempatkan dan mengontrol invasi dari bakteri dan mulai membenarkan jaringan yang luka termasuk sel fagosit dan mediator inflamasi. ❷ TABLE 79–2. Patogen Sepsis Frekuensi Gram-positive bacteria Methicillin-susceptible Staphylococcus aureus Methicillin-resistant S. aureus Other Staphylococcus species Streptococcus pneumonia Other Streptococcus species Enterococcus species Anaerobes Other gram-positive bacteria Gram-negative bacteria Escherichia coli Pseudomonas aeruginosa Klebsiella pneumonia Enterobacter species Haemophilus influenzae Anaerobes Other gram-negative bacteria Fungi Candida albicans Other Candida species Organism (%) 30–50 14–24 5–11 1–3 9–12 6–11 3–13 1–2 1–5 25–30 9–27 8–15 2–7 6–16 2–10 3–7 untuk menjadi respon lokal dan berisi infeksi atau cedera. Infeksi atau luka dikendalikan melalui mediator pro dan anti-inflamasi. Mediator proinflamasi memfasilitasi pembersihan stimulus melukai, mempromosikan resolusi kecelakaan, dan terlibat dalam pengolahan jaringan yang rusak. Untuk mengendalikan intensitas dan durasi respon inflamasi, mediator antiinflamasi dilepaskan yang bertindak untuk mengatur mediator proinflamasi. ❸ Keseimbangan antara mediator pro dan antiinflamasi melokalisasi infeksi / luka dari jaringan inang. Namun, respon sistemik terjadi ketika keseimbangan dalam proses inflamasi hilang. Proses inflamasi pada sepsis terkait dengan sistem koagulasi. Mediator pro-inflamasi mungkin prokoagulan dan antifibrinolitik, sedangkan mediator anti inflamasi mungkin fibrinolitik. Faktor kunci dalam peradangan sepsis diaktifkan protein C, yang meningkatkan fibrinolisis dan menghambat peradangan. Tingkat Protein C yang menurun pada pasien septik. PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS Presentasi klinis sepsis bervariasi dan tingkat perkembangan manifestasi klinis mungkin berbeda dari pasien ke pasien. Keadaan penyakit tertentu atau organisme bakteri dapat menyebabkan perkembangan hingga akhir sepsis lebih cepat; contoh termasuk pasien dengan infeksi imunosupresi, meningococcemia, dan infeksi oleh Pseudomonas aeruginosa. 3–12 1–3 Presentasi Klinik Sepsis 1–2 1–3 2–4 Parasites Viruses diperoleh ketika respon inflamasi sistemik dan meluas menjadi jaringan normal yang jauh dari lokasi jaringan awal. Pro Dan Mediator Anti-Inflamasi ❸ Faktor kunci dalam pengembangan sepsis adalah peradangan. Peradangan ini dimaksudkan Tanda-tanda dan gejala pasien sepsis disebut sebagai awal dan akhir sepsis. Tanda dan Gejala Tanda-tanda klinis awal dan gejala sepsis merupakan awal, dan mereka termasuk: demam, menggigil, dan perubahan status mental. Tanda-tanda dan gejala lain meliputi: Takikardia Takipnea Mual dan muntah Hiperglikemia Mialgia Letargi dan malaise Proteinuria Leukositosis Hipoksia Hiperbilirubinemia Pasien septik mungkin memiliki suhu tinggi, rendah, atau normal. Tidak adanya demam adalah umum pada neonatus dan pasien usia lanjut. Hipotermia berhubungan dengan prognosis yang buruk. Hiperventilasi dapat terjadi sebelum demam dan menggigil dan dapat menyebabkan alkalosis pernapasan. Disorientasi dan kebingungan dapat berkembang awal pada pasien septik, terutama pada orang tua dan pasien dengan gangguan neurologis yang sudah ada sebelumnya. Disorientasi dan kebingungan mungkin berhubungan dengan infeksi atau karena tanda-tanda dan gejala sepsis (misalnya, hipoksia). Akhir sepsis merupakan proses yang lambat yang berkembang selama beberapa jam ketidakstabilan hemodinamik. Tanda dan gejala akhir sepsis meliputi: Asidosis laktat Oliguria Leukopenia Trombositopenia Depresi miokard Edema paru Hipotensi Hipoglikemia Perdarahan saluran pencernaan Oliguria sering mengikuti hipotensi karena penurunan perfusi. Asidosis metabolik terjadi kemudian karena izin berkurang oleh ginjal dan hati dari asam laktat. Hasil Pemeriksaan Fisik pada Sepsis HEENT: ikterus Scleral, membran mukosa kering, pupil pinpoint, pupil melebar dan tetap, nystagmus Leher: jugularis distensi vena, bruit karotis Paru-paru: Crackles (rales), konsolidasi, egophony, suara napas tidak ada CV: irama tak beraturan, S3 berpacu, murmur Abd: Tegang, buncit, lembut, rebound, menjaga, hepatosplenomegali Dubur: Penurunan nada, darah merah terang Exts: betis bengkak, disparitas tekanan darah antara ekstremitas atas Neurologis: Agitasi, bingung, delirium, obtundation, koma Kulit: Dingin, berkeringat, atau hangat; kulit hyperemic; ruam Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan cepat dan efisien, dengan upaya diarahkan mengungkap penyebab paling mungkin dari sepsis. Pasien mungkin atau mungkin tidak memberikan riwayat kesehatan; Oleh karena itu data historis dapat diperoleh dari catatan medis dan / atau keluarga. Kondisi pasien medis, penyakit baru-baru ini, infeksi, atau kegiatan dapat memberikan informasi berharga tentang penyebab sepsis. Diagnostik dan Laboratorium Pengujian Budaya mikrobiologis sebaiknya diperoleh sebelum terapi anti-infektif dimulai. Namun, budaya memakan waktu 6 sampai 48 jam dan mungkin negatif (tidak ada pertumbuhan organisme bakteri). Budaya negatif tidak menyingkirkan infeksi. Dua set kultur darah harus diperoleh, karena dua set budaya yang diperlukan untuk menyingkirkan kontaminasi. Setidaknya satu harus ditarik perkutan dan satu ditarik melalui masing-masing perangkat akses vaskular, kecuali perangkat baru-baru ini (kurang dari 48 jam) dimasukkan. Biasanya untuk mendapatkan situasi klinis menyatakan: Urine dan analisis urine, sekresi pernapasan, cairan serebrospinal, luka Tes laboratorium untuk mengevaluasi infeksi atau komplikasi sepsis: Hitung darah lengkap dengan diferensial Parameter koagulasi Panel metabolik dasar Konsentrasi laktat serum Gas darah arteri Studi Kasus Pasien, Bagian 1 Seorang pria 67 tahun dengan riwayat penyakit paru obstruktif kronik menyajikan ke gawat darurat dengan demam tinggi, menggigil, nyeri dada yang parah, dan sesak napas. Anggota keluarganya menyatakan bahwa ia telah bingung sepanjang hari. Dia mulai mengalami batuk yang parah 2 hari yang lalu, dengan produksi dahak yang berlebihan. Ia menerima doksisiklin 100 mg dua kali sehari selama infeksi saluran pernapasan atas 7 hari yang lalu. Informasi apa yang sugestif infeksi dan / atau sepsis? Apakah pasien ini memiliki faktor yang dapat menyebabkan perkembangan sepsis? Informasi apa yang kami butuhkan untuk mengkonfirmasi atau mendiagnosa sepsis pada pasien ini? Biomarker sepsis telah menjadi kontroversi. Penggunaan rutin endotoksin, prokalsitonin, atau penanda lain tidak rutin merekomendasikan. Konsentrasi prokalsitonin dalam serum biasanya meningkat pada sepsis, tetapi gagal untuk membedakan antara infeksi dan peradangan. Namun, prokalsitonin memiliki nilai prediktif negatif yang tinggi dan dapat memungkinkan untuk penghentian antibiotik. Komplikasi Sepsis ❹ Pengakuan dan pengobatan komplikasi sepsis sangat penting untuk meningkatkan hasil. Beban kumulatif komplikasi sepsis adalah faktor utama kematian. Risiko kematian meningkat 20% dengan kegagalan masing-masing organ tambahan. Berat rata-rata sepsis dua gagal organ, dengan angka kematian 40%. Komplikasi yang paling umum adalah: koagulasi intravaskular diseminata, sindrom gangguan pernapasan akut, gagal ginjal akut, dan kompromi hemodinamik. Koagulasi Intravaskular Menyebar ❹ Koagulasi intravaskular (DIC) komplikasi 25% sampai 50% dari pasien septik, dan merupakan prediktor independen kematian. DIC adalah sindrom yang ditandai oleh koagulasi dan aktivasi dan produksi sitokin pro-inflamasi, yang berpuncak pada pembentukan fibrin intravaskular dan deposisi di mikrovaskulatur tersebut. Perdarahan hasil dari konsumsi dan kelelahan protein koagulasi dan trombosit, karena aktivasi lanjutan dari sistem koagulasi. DIC dapat menghasilkan gagal ginjal akut, hemoragik nekrosis mukosa gastrointestinal, gagal hati, pankreatitis akut, ARDS, dan kegagalan paru. Sindrom Gangguan Pernafasan Akut ❹ Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah proses inflamasi paru-paru akut dan persisten dengan adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang mengarah ke hipoksia berat. ARDS merupakan penyakit yang menyebabkan 20% pasien mengalami syok septik. Kerusakan paru-paru merupakan proses multi-fase yang dimulai karena adanya infeksi,cedera,atau eksaserbasi kondisi medis. Saat pasien datang dengan keadaan stabil;namun,pada saat di radiografi dada terungkap adanya infiltrat parenkim. Saat ini pasien banyak yang memiliki edema paru dan mungkin mengalami hyperventilasi. Pada fase berikutnya pasien mengalami perkembangan insufisiensi pernafasan dan edema paru sehingga dapat dilihat pada radiografi dada. Hipoksia berat mungkin terjadi, menyebabkan ventilasi mekanis. Gagal Ginjal Akut ❹ Acute Renal Failure (ARF) terjadi pada 19% pasien septik,25% dari pasien septik parah,dan 51% dari pasien syok septik. Sepsis dan gagal ginjal akut memiliki angka kematian sebanyak 70%,dibandingkan dengan 45% diantara pasien dengan ARF saja. ARF menyebabkan adanya cairan pada ruang ekstravaskuler,termasuk paruparu,diikuti dengan adanya tanda-tanda penurunan pertukaran gas dan hipoksemia berat. Terapi penggantian ginjal dengan penggunaan hemofiltrasi venovenous terus menerus dan hemodialisis intermiten dapat digunakan sebagai fasilitas volume dan elektrolit. Kompromi Hemodinamik ❹ Vasodilatasi arteri merupakan ciri khas dari efek hemodinamik yang berhubungan dengan sepsis. Cardiac output dan vaskular sistemik yang rendah menandakan keresistenan vasodilatasi arteri. Tumor necrosis faktor-α (TNF-α) dan endotoksin langsung menekan fungsi kardiovaskular. Hipotensi persisten kesalahan pengiriman oksigen ke jaringan Oleh karena itu,peningkatan pengiriman oksigen atau penurunan konsumsi oksigen pada pasien hipermetabolik harus mengoptimalkan sitemik DO2 yang relatif terhadap VO2 . (DO2) dan konsumsi oksigen oleh jaringan (VO2) . Jaringan tertentu mungkin menerima oksigen yang cukup selama terjadinya sepsis;namun,tuntutan jaringan lainnya untuk oksigen tidak dapat terpenuhi karena adanya penurunan perfusi. Perfusi cacat ini akan ditekankan oleh peningkatan antrioventikular melebar. DO2 selular menurun,tapi VO2 tetap tidak berubah. Jika perfusi menurun secara signifikan,cadangan DO2 akan berlebihan dan akan menghasilkan iskemia jaringan. Iskemia jaringan dapat menyebabkan kegagalan organ. PENGOBATAN DAN HASIL EVALUASI Hasil yang Diharapkan ❺ Tujuan pengobatan utama sepsis adalah untuk mencegah morbiditas dan mortalitas. Pengobatan ditujukan untuk awal diarahkan pada tujuan penyadaran; mengurangi atau menghilangkan kegagalan organ; mengobati dan menghilangkan sumber infeksi; menghindari efek samping dari pengobatan; dan memberikan terapi hemat biaya. Pendekatan Umum untuk Pengobatan Kecepatan dan ketepatan terapi diberikan pada jam awal setelah sepsis mengalami perkembangan hasil pengaruhnya,seperti pada kasus infark miokard akut dan kejadian serebrovaskular. Masalah yang terkait dalam manajemen pasien septik yaitu : (Gambar. 79-1) 1. Awal resusitasi ditujukan pada pasien septik selama 6 jam pertama setelah pengenalan 2. Administrasi awal dari terapi anti infeksi yang berspektrum luas terjadi 3. Protein c pada pasien diaktifkan saat sepsis yang parah dan adanya resiko kematian (acute physiology,age,and chronic healt evaluation II [APACHE II ] angka lebih besar dari 25) 4. Hydrocortison untuk pasien syok septik refrakter/berlawanan terhadap resusitasi dan vasopresor,dengan insufisiensi adrenal 5. Kontrol glikemik melalui infus insulin dan glukosa untuk mempertahankan kadar glukosa antara 80 dan 110 mg/dL (4,4 dan 6,1 mmol/L) 6.Terapi adjuvan : nutrisi,trombosis profilaksis pembuluh darah bagian dalam,tegangnya profilaksis ulkus,dan sedasi dari obat-obat saluran oksigen dari pasien Terapi Farmakologi Pengobatan untuk sepsis berfokus pada infeksi, peradangan, hipoperfusi, dan cedera jaringan luas. Pasien sepsis mungkin memerlukan beberapa rejimen pengobatan simultan untuk mencapai hasil penurunan morbiditas dan mortalitas. Studi Kasus Pasien, Bagian 2: Riwayat Medis, Ujian Fisik, dan Uji Diagnostik PMH Penyakit paru obstruktif kronik Hipertensi Diabetes mellitus Insufisiensi ginjal kronis (dasar kreatinin serum 1,6 mg / dL [141,44 umol / L]) FH Ayah mengalami stroke pada usia 59; Ibu memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus SH Pekerja konstruksi; perokok dengan sejarah 35 bungkus-tahun MEDS Tidak ada obat dikenal Alergi Albuterol ipratropium inhalasi 2 Puff setiap 6 jam Glipizide 10 mg sekali sehari Hydrochlorothiazide 25 mg sekali sehari Lisinopril 20 mg sekali sehari ROS Tidak dapat memperoleh; pasien telah menjadi lebih bingung PE VS: Tekanan darah 87/53 mm Hg, pulsa 97 bpm, laju pernafasan 34/menit, suhu 39.3° C (102.7° F) paruparu: menurun bunyi napas Labs Kreatinin serum 2.7 mg/dL (238.68 μmol/L); glukosa 298 mg/dL (16.54 mmol/L); sel darah putih: leukocytosis dengan kiri pergeseran Biakan: darah, urin dan pernapasan budaya tertunda Radiologi: x-ray dada menunjukkan meresap di kiri bawah lobus Berdasarkan parameter pasien dia Apakah (yaitu, sindrom respons peradangan sistemik, sepsis, atau syok septic)? Mengidentifikasi tujuan pengobatan (nonpharmacologic dan farmakologis). Resusitasi Awal ❺Awal tujuan-diarahkan resusitasi menurun 28hari kematian pada pasien sepsis. Tujuan pengobatan diinduksi sepsis hipoperfusi (hipotensi atau asidosis laktat) selama 6 jam pertama mencakup : Tekanan vena sentral: 8-12 mm Hg (12 sampai 5 mm Hg untuk intubated pasien) Berarti tekanan arteri lebih besar dari atau sama dengan 65 mmHg Pengeluaran urin output lebih besar dari atau sama dengan 0.5 mL/kg per jam Saturasi oksigen vena vena atau campuran tengah lebih besar atau sama hingga 70% ❺ Kristaloid atau cairan koloid digunakan untuk resusitasi dan studi klinis yang membandingkan cairan yang menemukan mereka untuk menjadi setara. Kristaloid membutuhkan lebih banyak cairan, yang dapat mengakibatkan lebih edema (memanfaatkan hati-hati pada pasien pada risiko kelebihan cairan, misalnya, jantung kongestif dan ARDS); Namun, koloid secara signifikan lebih mahal. Kebanyakan pasien memerlukan Resusitasi cairan agresif selama 24 jam pertama karena terusmenerus venodilation dan kebocoran kapiler. Pemantauan parameter dan pengobatan alternatif untuk resusitasi : Konsentrasi laktat ditinggikan serum mungkin penanda awal untuk jaringan hipoperfusi. Mengelola tantangan cairan untuk pasien hipovolemik (hipotensi atau asidosis laktat): kristaloid 500-1000 mL; koloid 300 sampai 500 mL. Mengelola lebih dari 30 menit dan ulangi berdasarkan respon (meningkatkan tekanan darah dan urin). Pasien mungkin memerlukan perbaikan terapi cairan. Terapi Anti Infeksi ❻ Terapi anti infeksi yang tepat selama 28 hari dapat menurunkan kematian dibandingkan dengan yang tidak terapi (24% berbanding 39%). ❻ Selain itu, terapi yang tepat dalam 1 jam, dari pengakuan sepsis juga dapat menurunkan komplikasi dan mortalitas. Empiris terapi anti infeksi harus mencakup satu, dua, atau tiga obat. Tergantung pada tempat infeksi dan penyebab patogen (Tabel 79 – 3). Uji klinis anti infeksi dan shock pada penderita yang langka dan belum menunjukkan perbedaan antara agen. Oleh karena itu, faktor yang menentukan pilihan adalah : Daerah infeksi Kausatif patogen Komunitas atau nosokomial yang terinfeksi Kerentanan antibiotik dan resistensi Sejarah pasien ( penyakit yang mendasari, budaya atau infeksi sebelumnya, dan intoleransi obat) Efek samping Biaya ❻ Anti infeksi regimen harus berspektrum luas karena ada sedikit margin untuk kesalahan pada pasien sakit kritis. Strategi pemantauan dan pengobatan untuk memaksimalkan efek dan meminimalkan toksisitas dari anti-infeksi : Berikan anti infeksi dengan spektrum luas untuk terapi awal Berikan antibiotik yang berkonsentrasi pada tempat infeksi Pantau parameter pasien untuk memastikan dosis yang memadai Kelainan fungsi ginjal dan hati akan meningkatkan konsentrasi obat dan menyebabkan penderita terkena toksisitas. Pasien terinfeksi mungkin sudah mengubah jumlah volume distribusi obat karena resustasi awal. Evaluasi ulang rejimen awal dalam 48 jam sampai 72 jam dengan hasil data mikrobiologi dan data klinis. Lakukan terapi step down berdasarkan budaya mikrobiologis untuk mencegah resistensi dan mengurangi toksisitas dan biaya Mono terapi setara dengan kombinasi terapi kalau penyebab patogen telah diketahui. Tetapi empirik harus mencakup kombinasi rejimen yang memastikan mencakup organisme penyebab. Pemilihan Anti Mikroba Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih dapat diberikan cephalosporin generasi ke tiga atau uoroquinolome. ❷ Penyebab patogen umumnya bakteri gram negative (escherichia coli) . ❷ Infeksi saluran kemih nosokomial yang didapat sering berhubungan dengan kateter dan disebabkan oleh pseudomonas dan enterococci (gram negatif) yang fermentasi dan yang tidak terfermentasi. Beta laktam atau betalaktamase inhibitor (piperasilin – tazobactam), sefalosporin antipseudomonal (sefepim, tazidime atau carbapenem, ditambah aminoglikosida yang direkomendasikan menjadi obat pilihan.(Lihat Tabel 79-3) Presentasi Klinis Aminoglikosida Tobramycin lebih aktif terhadap pseudomonas aeruginosa dari gentamisin, sedangkan gentamisin lebih aktif terhadap spesies serratia. Amikasin adalah sisi aminoglikosida yang paling ampuh untuk melawan enterobacteriaceae, namun, hal itu harus disediakan bakteri yang resisten terhadap gentamisin dan tobramisin. Pemilihan aminoglikosida berdasarkan : Pola sensitivitas lokal Parameter pasien ( infeksi dan sejarah budaya mikrobiologis) Biaya Aminoglikosida dapat diberikan dengan dosis (1,5 – 2 mg/kg setiap 8 jam) atau dosis diperpanjang (4-7 mg/kg setiap 24 jam). Perpanjangan metode pemberian dosis akan memaksimalkan sifat farmakodinamik dari aminoglikosida (pembunuhan tergantung konsentreasi dan efek setelah pemberian antibiotik) dan mengurangi kejadian nefrotoksik. Perpanjangan dosis aminoglikosida dapat memperpanjang penyerapan aminoglikosida ke dalam sel tubulus ginjal proksimal. Penambahan dosis aminoglikosida tidak boleh diberikan kepada pasien anak, korban terbakar, pasien hamil, pasien yang pernah atau sedang insulfisiensi defisiensi ginjal, atau untuk bersinergi dengan bakteri gram positif. CAP (Community Acquired Pneumonia) Pasien yang terinfeksi dengan cara communityAcquired Pneumonia (CAP) akan diberikan obat generasi ke tiga (lihat tabel 79-3). ❷ Organisme penyebab CAP adalah streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzae, moraxella catarrhalis, dan organisme yang jarang di temukan/tidak khas (Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumonia dan legionella pneumophila). Kumpulan catatan dari S.pneumoniae yaitu 60% penyebab kematian yang disebabkan oleh CAP, Penicillin dan Makrolide (kombinasi obat yang sudah resisten S.pneumoniae;MDRSP) telah resisten 30% sampai 40% dari waktunya. Kontroversi yang sedang populer berhubungan dengan arti klinik untuk infeksi non-meingitis. Respiratory flouroquinolones indikasi untuk MDRSP;bagaimanapun data klinik mempunyai rahasia itu untuk mengutamakan cephalosporin dan macrolide atau doxycyline. Pusat untuk pengendalian penyakit dan pencegahan menganjurkan memesan flouroquinolones sebagai pengobatan terakhir,pilihan ini dianjurkan untuk memelihara spektrum luas dari aktivitas bakteri tersebut. TABEL 79-3. Data Cara Injeksi Antibiotik dalam Sepsis Infeksi (situs atau jenis) Yang didapatkan dari komunitas Yang didapatkan dari Rumah Sakit Saluran kemih Generasi ke tiga cephalosporin (ceftriaxone) atau Antipseudomonal penicillin atau Flouroquinolone (levofloxacin or ciplofloxacin) Community-acquired pneumonia Terkait kesehatan,ventilatorassociated, atau nosocomial pneumonia Antipseudomonal cephalosporin atau Antipseudomonal carbapenem ditambah aminoglycoside Generasi ke tiga cephalosporin ditambah macrolide atau doxycyline Generasi ke tiga cephalosporin atau Flouroquinolone OR Ampicillinsulbactam atau Ertapenem (onset awal; tidak ada faktor resiko untuk MDR patogen) Terkait kesehatan,ventilatorassociated, atau nasocomial pneumonia (onset akhir dan atau faktor resiko MDR) Antipseudomonal penicillin atau Antipseudomonal cephalosporin atau Antipseudomonal carbapenem ditambah Aminoglycoside atau Antipseudomonal flouroquinolone ditambah Vancomycin atau linezolid Intra-abdominal Ampicillin-sulbactam Flouroquinolone + metronidazole Piperacillin-tazobactam atau Imipenem atau meropenem atau Cefepime ditambah metronidazole atau Ciprofloxacin atau levofloxacin ditambah metronidazole Kulit dan tissue lembut Nafcillin atau cefazolin Ceftriaxone +/- vancomycin Terkait kateter Vancomycin Tidak diketahui sumber infeksi Antipseudomonal penicillin atau Antipseudomonal cephalosporin atau Antipseudomonal carbapenem ditambah Aminoglycoside ditambah Vancomycin MDR ( Multi Drug Resistent ), Obat Resisten Campuran Lebih dari 1 Rumah sakit, ventilator, dan perwatan kesehatan untuk radang paru-paru (Pneumonia) Perawatan untuk pasien yang terinfeksi dengan perawatan rumah sakit, ventilator dan perawatan kesehatan yang berhubungan dengan pneumonia yang memiliki ketergantungan dengan beberapa organisme yang memiliki resisten terhadap obatobatan (Fig. 79 – 2). Perawatan yang direkomondasikan untuk pasien yang tidak memiliki faktor risiko MDR adalah: generasi ke3 chepalosporin fluoroquinolones, ampicillin-sulbactam, atau ertapenem (Lihat Tabel 79 – 3). Perawatan yang direkomendasikan untuk pasien yang tidak memiliki faktor risiko MDR adalah B lactam/ pencegah B lactamase (piperacillin-tazobaktam), antipseudomaonal chepalosporin atau carbapenem, ditambah dengan aminoglukosit, ditambah vancomycin atau linezolit (Lihat Tabel 79 – 3). Jika sebuah aminoglukosit tidak diinginkan sebuah anti pseudomonal fluoroquinon dapat dipergunakan dengan B lactam atau inhibitor B lactamase. ❷ Dilema klinis terkait Resistansi Stapilococus aureus Methicillin (MRSA) MRSA adalah sebuah gejala umum patogenik yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan juga meningkat jumlahnya dalam komunitas. MRSAditunjukan melalui permasalahan dimasa lampau karena hal itu membutuhkan perawatan dengan vancomycin.Komunitas yang memperoleh MRSA menunjukan adanya tantangan yang besar dalam proses terapi. MRSA dapat menyebabkan pneumonia, selulitis dan infeksi-infeksi yang lain. Pelaku medis seharusnya waspada terhadap jumlah MRSAdikomunitas dan Rumah Sakit pada wilayah geografisnya. Beberapa alternatif perawatan baru dibutuhkan untuk MRSA. Diantaranya linezolid, tigesycline, dan daptomycin. Beberapa uji coba klinis yang prospektif belum menunjukan manfaat zat-zat tersebut melebihi vanchomycin. Studi Kasus Pasien, Bagian 3 Perawatan dan Evaluasi Dampak Pasien mengalami hipotensi berkelanjutan meskipun sebelumnya telah mengalami interpensi. Kelanjutan hipoksia diteruskan melalui ventilasi mekanik. Serum kreatinin untuk pasien dinaikkan menjadi 6,8 mg/dL. Golongan darah memperlihatkan adanya bakteri cocci gram positif dan oksidasi negatif lactosa gram-positif batang gram-negatif. Desain sebuah pola terapi untuk pasien. Termasuk seluruh obat-obatan penting yang diperlukan. Infeksi Kulit dan Infeksi Jaringan Lunak ❷ Masyarakat yang terkena infesi kulit dan infeksi jaringan lunakdisebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aures. Pengobatan direkomendasikan menggunakan nafcillin atau cefazolin (Lihat Tabel 79 – 3). Infeksi jaringan lunak disebabkan oleh Streptococcus pyogenes yang dapat membawa kepada kejutan syndrom streptokokal yang beracun. Meskipun penicilin dan cephalosporin dianggap manjur, beberapa model penelitian menunjukan climdamysin lebih efektif dibandingkan dengan penicilin. ❷ Rumah Sakit yang memiliki kasus infeksi kulit dan infeksi jaringan lunak, yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aures dan masuk nya gram-negatif. Perawatan yang direkomendasikan adalah generasi ke3 cephalosporin, ampisilin-sulbactam, atau ertapenem, ditambah dengan vancomycin Lihat Tabel 79 – 3). Infeksi Perut Bagian Dalam ❷ Infeksi perut bagian dalam disebabkan banyak bakteri termasuk masuknya bakteri aerob dan anaerob, pasien didalam masyarakat memperoleh infeksi dari yang ringan sampai tingkat yang sedang keparahannya, seharusnya diberikan antibiotik yang melawan masuk nya basil gram cocci gram negatif. Perawatan yang direkomendasikan untuk kasus yang ringan sampai sedang pada infeksi perut bagian dalam adalah ampicilin sulbactam; cephalosporin ditambah metronidazole dan ertapenem (Lihat Table 79-3). Pasien dengan nosokonial atau infeksi perut bagian dalam yang memiliki tingkat keparahan tinggi atau kebal terhadap tekanan negatif bakteri anaerob gram negatif dan bakteri harus menerima perawatan yang empiris dengan spektrum antibiotik yang luas. Spektrum antibiotik yang luas yang direkomendasikan adalah antipseudomonal B- lactam/ pencegah Blactamase, carbapenem, antipseudomonal cephalosporin ditambah metronidazole, atau antipseudomonal fluoroquinolones ditambah metronidazole (Lihat Table 79-3). GAMBAR 79 – 2 Risiko faktor untuk patogen yang resisten multi-obat dan patogen penyebab untuk hospitalacquired, ventilatoracquired, dan perawatan kesehatan – terkait pneumonia.35 ESBL, spektrum diperpanjang β-laktamase; MDR, resisten multi-obat; MRSA,methicillinresistant Staphylococcus aureus; MSSA, sensitive methicillin Staphylococcus aureus. Terapi Antijamur Pasien sepsis yang tidak menanggapi konvensional antibiotik harus dievaluasi untuk infeksi jamur. ❷ Candida albicans adalah spesies jamur yang paling umum; Namun, prevalensi non-albicans spesies meningkat. Amfoterisin B ini digunakan pada pasien sepsis dengan infeksi jamur jamur atau dicurigai karena aktivitas yang lebih besar terhadap Candida albicans bebas dibandingkan dengan flukonazol. Namun, Amfoterisin B memiliki tingkat signifikan lebih tinggi reaksi merugikan. Formulasi lipid Amfoterisin B tersedia yang kurang nephrotoxic dan menurun terkait infus efek samping. Khasiat diantara produk Amfoterisin setara, tetapi formulasi lipid secara signifikan lebih mahal. Lipid produk yang direkomendasikan untuk pasien yang tidak toleran terhadap Amfoterisin konvensional. Alternatif lain untuk pengobatan infeksi jamur termasuk voriconazole dan echinocandins (caspofungin). Data kurang yang menunjukkan klinis superioritas antara agen. Durasi Terapi Durasi rata-rata anti infeksi untuk pasien septik adalah 7 sampai 10 hari. Namun, durasi berpariasi tergantung pada tempat infeksi dan respon terhadap terapi penurunan dari intravena ke oral anti infeksi di recomendasikan untuk : Hemodinamika pasien stabil Pasien demam selama 48 jam samapi 72 jam. Pasien dengan jumlah sel darah putih normal Pasien mampu menggunakan obat oral Kontroversi Klinik Spesies Enterococcus normal penduduk saluran cerna, namun harus empiris pengobatan infeksi intraabdomen memiliki aktivitas melawan spesies Enterococcus? Pengobatan empiris yang tertutup Enterococcus spesies di dukungan infeksi yang setara dengan pengobatan empiris yang kekurangan enterococcal cakupan. Rutin cakupan untuk Enterococcus ini tidak diperlukan untuk pasien dengan infeksi intra-abdomen masyarakat yang diperoleh. Namun, pada pasien dengan nosokomial atau tinggikeparahan infeksi, cakupan enterococcal dapat dijamin. Terapi Vasopressor dan Inotropi Ketika Resusitasi cairan tidak memberikan cukup tekanan arteri dan organ perfusi, vasopressors dan/atau agen intropik harus dimulai. Vasopressors direkomendasikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau berarti tekanan arteri (peta) lebih rendah dari 60 sampai 65 mmHg, setelah gagal pengobatan dengan kristaloid. Vasopressors dan inotropes yang efektif dalam mengobati hipotensi mengancam kehidupan dan meningkatkan indeks jantung, tetapi komplikasi seperti takikardia dan infark miokard iskemia memerlukan lambat titrasi dari agen Adrenergik untuk mengembalikan peta tanpa merusak stroke volume. Terapi vasopressor juga mungkin diperlukan transiently untuk mempertahankan hidup dan mempertahankan perfusi dalam menghadapi hipotensi mengancam hidup, bahkan ketika Resusitasi cairan dalam kemajuan dan hipovolemia telah tidak belum diperbaiki. Agen yang biasanya dianggap untuk vasopressor atau inotropik dukungan termasuk dopamin, norepinefrin, dobutamine, phenylephrine, dan epinefrin. Norepinefrin atau dopamin adalah lini pertama vasopressors untuk benar hipotensi dalam syok septik. Norepinefrin adalah agen α-Adrenergik ampuh dengan kurang aktivitas β-Adrenergik diucapkan. Dosis 0,01 hingga 3 mcg/kg per menit dapat diandalkan dapat meningkatkan tekanan darah dengan perubahan kecil dalam denyut jantung atau indeks jantung. Norepinefrin adalah agen lebih kuat daripada dopamin dalam syok septik. Dopamin adalah agen α - dan β-Adrenergik dengan dopaminergik aktivitas. Dosis rendah dopamin (1 sampai 5 mcg/kg per menit) mempertahankan perfusi ginjal, dosis yang lebih tinggi (lebih dari 5 mcg/kg per menit) menunjukkan aktivitas α - dan βAdrenergik dan sering digunakan untuk mendukung tekanan darah dan meningkatkan fungsi jantung. Dosis rendah dopamin tidak boleh digunakan untuk ginjal perlindungan sebagai bagian dari pengobatan sepsis berat. Dobutamine adalah agen inotropik Adrenergik β yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan output jantung dan pengiriman oksigen. Dosis 2 sampai 20 mcg/kg per menit meningkatkan indeks jantung; Namun, detak jantung meningkat secara signifikan. Dobutamine harus dipertimbangkan pada pasien sepsis dengan mengisi memadai tekanan dan tekanan darah, tetapi indeks jantung rendah. Jika digunakan pada pasien hipotensif, dobutamine harus dikombinasikan dengan terapi vasopressor. Phenylephrine adalah agonis α1 bertindak cepat, durasi pendek. Phenylephrine terutama vaskular efek, dan tidak mengganggu fungsi jantung atau ginjal. Phenylephrine berguna ketika takikardia membatasi penggunaan vasopressors lain. Epinefrin adalah agonis spesifik α - dan βAdrenergik. Epinefrin dapat meningkatkan indeks jantung dan menghasilkan vasokonstriksi perifer yang signifikan. Namun, juga dapat meningkatkan kadar laktat dan mengganggu aliran darah ke sistem sirkulasi splanchnic. Karena efek yang tidak diinginkan, epinefrin harus disediakan untuk pasien yang gagal untuk menanggapi terapi tradisional. Kadar vasopressin yang meningkat selama hipotensi untuk menjaga tekanan darah vasokonstriksi. Namun, ada kekurangan vasopresin dalam syok septik. Dosis rendah vasopressin meningkatkan peta, menyebabkan penghentian vasopressors. Namun, penggunaan rutin vasopresin tidak dianjurkan karena kurangnya bukti kemanjuran. Vasopresin adalah vasokonstriktor langsung tanpa inotropik atau efek chronotropic dan dapat mengakibatkan penurunan curah jantung dan aliran hepatosplanchnic. Penggunaan vasopresin dapat dianggap pada pasien dengan refrakter syok meskipun Resusitasi cairan yang memadai dan dosis tinggi vasopressors. Protein C Manusia Rekombinan Teraktifasi ❼ Rekombinan manusia diaktifkan protein C (drotrecogin alfa) dianjurkan untuk pasien pada risiko kematian yang tinggi (APACHE II Skor lebih besar dari atau sama dengan 25, beberapa gagal organ, mengalami septic shock atau ARDS) dan tidak ada kontraindikasi absolut yang berkaitan dengan pendarahan. Drotrecogin alfa memiliki antitrombotik, anti-inflamasi dan properti profibrinolytic. Rekombinan manusia diaktifkan Protein C di seluruh dunia evaluasi di parah Sepsis (kecakapan) percobaan dievaluasi efek dari 96 jam infus kontinu drotrecogin alfa. Drotrecogin alfa menurun mortalitas 28 hari dibandingkan dengan plasebo (30,8% versus 24.7%). Insiden yang lebih tinggi serius pendarahan terjadi selama periode 28-hari dalam drotrecogin alfa kelompok (3,5%) daripada dalam kelompok plasebo (2,0%). Analisis sekunder Endpoint menyarankan bahwa kejadian beberapa disfungsi organ adalah lebih rendah pada pasien yang dirawat dengan drotrecogin alfa, dan bahwa terapi dikaitkan dengan lebih cepat pemulihan fungsi jantung dan paru-paru. Studi kedua pasien dengan sepsis berat (meningkatkan percobaan) mencatat bahwa 28-hari semua menyebabkan kematian bagi pasien yang diobati dengan drotrecogin alfa mirip dengan yang diamati pada kecakapan. Meningkatkan juga menemukan bahwa pasien dirawat dalam 24 jam pertama mereka sepsis pertama yang memiliki disfungsi organ disebabkan kematian yang secara signifikan lebih rendah daripada mereka yang dirawat setelah 24 jam (22.9% sampai 27. 4%). Efektivitas biaya model telah menemukan bahwa untuk pasien sepsis dengan APACHE II Skor lebih besar dari atau sama dengan 25, biaya per tahun kehidupan diselamatkan dengan drotrecogin alfa adalah $24.000 untuk $27.000, menyarankan bahwa ini adalah terapi yang efektif pada pasien dengan sepsis berat dan mengalami septic shock. Efek drotrecogin alfa pada kelangsungan hidup jangka panjang dievaluasi dalam analisis retrospektif pasien dalam kecakapan. Manfaat kematian drotrecogin alfa bertahan sampai keluar rumah sakit; Namun, ada tidak ada perbedaan angka kematian antara drotrecogin alfa dan plasebo sesudahnya. ❼ Drotrecogin alfa tidak dianjurkan untuk pasien sepsis berat pada risiko rendah untuk kematian. Drotrecogin Alfa (aktif) untuk orang dewasa dengan Sepsis berat dan rendah risiko dari kematian (alamat) percobaan dievaluasi efek dari 96 jam infus kontinu drotrecogin alfa. Ada tidak ada perbedaan signifikan secara statistik antara drotrecogin alfa dan plasebo dalam mortalitas 28 hari (18,5% dibandingkan 17,0%) 43 tingkat pendarahan serius adalah lebih tinggi untuk drotrecogin alfa selama periode 28-hari studi dan 96 jam infus. Steroids Diinduksi stres insufisiensi adrenal merumitkan 9% sampai 24% dari pasien sepsis dan dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. Adrenalinsufficient pasien diidentifikasi oleh tes stimulasi hormon adrenokortikotropik (ACTH). Pasien diberikan 250 mcg ACTH dan tingkat kortisol diperiksa dalam waktu 30 sampai 60 menit. Responder didefinisikan sebagai yang lebih besar daripada 9-mcg/dL kenaikan kortisol dan bebas-responder sebagai kurang dari 9-mcg/dL peningkatan kortisol. Tahan api pasien mengalami septic shock untuk resusitasi dan vasopressors, dan dengan insufisiensi adrenal (bebas-responder untuk menguji ACTH) harus diberikan intravena hidrokortison 200 sampai 300 mg per hari dalam tiga dosis terbagi selama 7 hari. Apakah hasil ujian percakapan dan percobaan? Apakah pasien ini adalah kandidat untuk drotrecogin alfa? Kontrol Glukosa Kontrol glikemik meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien Bedah pasca bedah dan dianjurkan pada pasien sepsis. Setelah awal stabilisasi pasien sepsis, mempertahankan kadar glukosa darah antara 80 dan 110 mg/dL (4.4 dan 6.1 mmol/L). Pasien sepsis dengan kadar glukosa yang tinggi harus menerima insulin dan glukosa darah sering dilakukan pemantauan (setiap jam pada awalnya, maka setiap 2 sampai 4 jam setelah kadar glukosa dimiliki stabil). Obat Penenang dan Blokade Neuromuskular Terapi Tambahan Pasien dengan progresif hipoksia menuju ARDS memerlukan ventilasi mekanis. Pasien sakit kritis membutuhkan sedasi bila pengaturan tinggi ventilator digunakan atau bila pasien melawan ventilator. Ventilasi mekanis pasien harus menerima sedasi oleh sebuah protokol yang termasuk gangguan harian atau keringanan dari sebuah infus obat penenang sampai pasien awake.24 pemanfaatan sedasi protokol mengurangi durasi ventilasi mekanik, lama rawat inap, dan tingkat Trakeostomi. Kelumpuhan biasanya disediakan untuk kasus di antaranya sedasi sendirian tidak meningkatkan efektivitas ventilasi mekanis. Neuromuskuler blocker dapat menyebabkan kelemahan otot rangka yang berkepanjangan dan harus dihindari jika mungkin. Pasien yang membutuhkan blokade neuromuskuler yang akan dimonitor dan intermiten radialis harus digunakan. Nutrisi enteral direkomendasikan pada pasien sepsis untuk memenuhi peningkatan energi dan protein persyaratan. Kebutuhan protein meningkat ke 1.5 sampai 2.5 g/kg per hari. Kebutuhan kalori non protein berkisar dari 25 sampai 40 kcal/kg per hari. Vena pendek thrombosis profilaksis dianjurkan untuk pasien sepsis. Dosis rendah tidak terfraksinasi heparin atau rendah molekul-berat heparin dapat digunakan. Kompresi lulus atau perangkat intermiten kompresi dianjurkan untuk pasien dengan kontraindikasi untuk produk heparin (trombositopenia, koagulopati berat, perdarahan aktif atau perdarahan intraserebral hari). Stres ulkus profilaksis dianjurkan pada pasien sepsis. Pasien pada risiko terbesar ulkus stres: coagulopathic, ventilasi mekanis, dan hipotensif. Histamin-receptor antagonis tersebut lebih mujarab daripada sucralfate, dan inhibitor pompa proton tidak telah dibandingkan histamin-receptor antagonis tersebut. Namun, mereka menunjukkan kesetaraan dalam kemampuan untuk meningkatkan pH lambung. Studi Kasus Pasien, Bagian 4 Terapi Non Farmakologi Selama putaran medis, Anda akan diminta untuk mendiskusikan uji klinis. Apa antibiotik yang ditemukan lebih unggul pada pasien sepsis? ❺ Mengevaluasi pasien sepsis untuk kehadiran setuju untuk sumber pengendalian infeksi lokal. Langkah-langkah pengendalian sumber umum meliputi: Drainase dan debridement Penghapusan perangkat Pencegahan ❺ Pelaksanaan metode pengendalian sumber harus diberikan sesegera mungkin setelah Resusitasi cairan. Pemilihan metode pengendalian optimal sumber harus menimbang manfaat dan resiko dari intervensi. Langkah-langkah pengendalian sumber dapat menyebabkan komplikasi (pendarahan, fistula, dan organ cedera), oleh karena itu metode dengan risiko minimal harus digunakan. Perawatan Pasien dan Pemantauan 1. Mengevaluasi parameter pasien dan mengklasifikasikan sebagai infeksi, Sir, sepsis, sepsis berat, mengalami septic shock atau MODS. 2. Meninjau data diagnostik dan laboratorium yang tersedia. 3. Evaluasi awal tujuan-diarahkan resusitasi. Memahami apa parameter menentukan keberhasilan dan kegagalan terapi awal. Merekomendasikan terapi alternatif resusitasi jika pasien tidak menanggapi tantangan cairan awal. 4. Mengevaluasi sumber infeksi dan membuat rekomendasi untuk menghapus sumber-sumber potensial. 5. Menganalisis antiinfeksi terapi (dosis, frekuensi, dan durasi) dan merevisi diperlukan berdasarkan laporan klinis respon dan budaya dan sensitivitas. Mempersiapkan terapi step-down yang tepat untuk pasien. 6. Menentukan risiko komplikasi sepsis dan membangun rekomendasi untuk perawatan dan pemantauan. 7. Merumuskan sesuai dosis obat-obatan yang terlibat dalam terapi pasien dan merevisi seperlunya. Parameter pasien dapat mengubah sering, sehingga membutuhkan dosis berbeda dan/atau obat-obatan. Contoh termasuk: terapi antibiotik, obat penenang, insulin, cairan, atau vasopressors. Secara terus menerus memantau pasien parameter untuk memastikan optimal terapi untuk memaksimalkan hasil. Prognosis Jangka pendek kematian dari sepsis telah menurun dalam beberapa tahun terakhir. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi hasil. Gram-negatif lebih mungkin untuk menghasilkan mengalami septic shock daripada gram (50% dibandingkan dengan 25%) dan memiliki angka kematian lebih tinggi daripada patogen lain. Ini mungkin terkait dengan tingkat keparahan kondisi yang mendasarinya. Pasien dengan kondisi cepat fatal, seperti leukemia, anemia aplastik, dan pasien luka bakar memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan kondisi yang mematikan, seperti diabetes melitus atau insufisiensi ginjal kronis. Faktor lain yang memperburuk prognosis pasien sepsis: tingkat lanjut usia, malnutrisi, bakteri resisten, penggunaan perangkat medis, dan imunosupresi. Data untuk jangka panjang kematian kurang (diperkirakan bahwa kematian bagi sepsis korban dalam tahun pertama adalah 20%). Pasien mungkin berkepanjangan Cacat fisik yang berkaitan dengan kelemahan otot dan pasca-traumatic stress. KESIMPULAN Sepsis adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas dan memiliki dampak keuangan yang signifikan dalam sistem perawatan kesehatan kita. Pengobatan untuk sepsis harus dimulai segera sepsis diakui dan prioritas utama terapi adalah: Menyediakan mendukung tindakan yang melawan fisiologis kelainan seperti hypoxemia, hipotensi dan oksigenasi gangguan jaringan. Upaya fokus pada membedakan sepsis dari sindrom respon inflamasi sistemik, karena identifikasi dan pengobatan infeksi harus dimulai sesegera mungkin (dengan antibiotik atau drainase bedah). Pasien sepsis harus dipantau ketat untuk menilai tanggapan mereka terhadap terapi. Kombinasi klinis dan tes laboratorium harus dievaluasi setiap hari dan kompensasi pasien harus dengan cepat dan benarbenar kembali dievaluasi. SINGKATAN-SINGKATAN ACTH: APACHE II: ARDS: ARF: CAP: DIC: DO2: ESBL: MAP: MDR: MDRSP: MODS: MRSA: MSSA: PaCO2: PROWESS: SIRS: TNF-α: WBC: VO2: adrenocorticotropic hormone Acute Physiology, Age, and Chronic Health Evaluation II :acute respiratory distress syndrome acute renal failure community-acquired pneumonia disseminated intravascular coagulation delivery of oxygen to tissues extended spectrum βlactamase mean arterial pressure multi–drug resistant multi–drug resistant Streptococcus pneumonia multiple-organ-dysfunction syndrome methicillin-resistant Staphylococcus aureus methicillin-sensitive Staphylococcus aureus partial pressure of carbon dioxide Recombinant Human Activated Protein C Worldwide Evaluation in Severe Sepsis (study) systemic inflammatory response syndrome tumor necrosis factor-α white blood cell oxygen consumption by tissues Daftar referensi dan penilaian diri pertanyaan dan jawaban yang tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com. login ke situs web: www.pharmacotherapyprinciples.com untuk informasi tentang mendapatkan kredit pendidikan berkelanjutan untuk bab ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN Annane D, Bellissant, Cavaillon JM. Septic shock. Lancet 2005;365:63–78. Angus DC, Linde-Zwirble WT, Lidicker J, et al. Epidemiology of severe sepsis in the United States: Analysis of incidence, outcome, and associated costs of care. Crit Care Med 2001;29:1303–1310. Bernard GR,Vincent JL, Laterre PF, et al.Recombinant Human Protein C Worldwide Evaluation in Severe Sepsis (PROWESS) study group. Efficacy and safety of recombinant human activated protein C for severe sepsis. N Engl J Med 2001;344:699–709. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, et al. Surviving sepsis campaign guidelines for management of severe sepsis and septic shock. Crit Care Med 2004;32:858–873. Garnacho-Montero J, Garcia-Garmendia JL, BarreroAlmodovar A, et al. Impact of adequate empirical antibiotic therapy on the outcome of patients admitted to the intensive care unit with sepsis. Crit Care Med 2003;31:2742–2751. Harbarth S, Garbino J, Pugin J, et al. Inappropriate initial antimicrobial therapy and its effects on survival in a clinical trial of immunomodulating therapy for severe sepsis. Am J Med 2003; 115:529–535. Hollenberg SM, Ahrens TS, Annane D, et al. Practice parameters for hemodynamic support of sepsis in adult patients. 2004 update. Crit Care Med 2004;32:1928–1948. MacArthur RD, Miller M, Albertson T, et al. Adequacy of early empiric antibiotic treatment and survival in severe sepsis: experience from the MONARCS trial. Clin Infect Dis 2004;38: 284–288. Rivers E, Nguyen B, Havstad S, et al. Early Goaldirected Therapy Collaborative Group. Early goaldirected therapy in the treatment of severe sepsis and septic shock. N Engl J Med 2001;345: 1368– 1377. Simon D, Trenholme G. Antibiotic selection for patients with septic shock. Crit Care Clin 2000;16:215–231. 14 SUPERFICIAL FUNGAL INFECTIONS Lauren S. Schlesselman OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Menjelaskan patofisiologi yang mendasari candidiais vulvovaginal, kandidiasis orofaringeal, candididasis esofagus, dan infeksi jamur kulit. Mengenal gejala kandidiasis vulvovaginal, candididasis orofaringeal, kandidiasis esofagus, dan infeksi jamur kulit. Mengenal hasil terapi yang diinginkan untuk penderita kandidiasis vulvovaginal, kandidiasis orofaringeal, kandidiasis esofagus, kandidiasis esofagus, dan infeksi jamur kulit yang kompleks atau tidak kompleks. Merekomendasikan modifikasi gaya hidup dan intervensi farmakoterapi yang sesuai untuk pasien dengan kandidiasis vulvovaginal, kandidiasis orofaringeal, kandidiasis esofagus, kandidiasis esofagus, dan infeksi jamur kulit. Mengenali terapi jangka panjang yang diindikasikan untuk pasien dengan vulvovaginal. Mengenali perbandingapengobatan topikal dan pengobatan oral diindikasikan untuk pasien dengan kandidiasis orofaringeal, kandidiasis esofagus, dan infeksi jamur kulit Mendidik pasien tentang keadaan sakit, modifikasi gaya hidup yang sesuai, dan terapi obat yang diperlukan untuk pengobatan yang efektif untuk kandidiasis vulvovaginal, kandidiasis orofaringeal, kandidiasis esofagus, kandidiasis esofagus, dan infeksi jamur kulit KONSEP UTAMA ❶Patogen dominan terkait dengan kandidiasis vulvovaginal adalah candida albicans, meskipun sebagian kecil kasus disebabkan oleh candida glabrata, candida tropicalis, candida krusei, dan candida parapsilosis. ❷Berbagai faktor dapat meningkatkan risiko mengembangkan gejala kandidiasis vulvovaginal, termasuk penggunaan antibiotik, diabetes, dan imunosupresi. Tidak ada faktor risiko secara konsisten terkait dengan semua kasus kandidiasis vulvovaginal. ❸ Kolonisasi vagina tanpa gejala dari candida albicans yang tidak diagnostik kandidiasis vulvovaginal, karena10% sampai 20% dari wanita adalah jenis carriersof candida tanpa gejala. Kolonisasi vagina tanpa gejala tidak memerlukan perawatan. ❹Pemilihan agen antijamur untuk mengobati kandidiasis volvovaginal kompleks dipengaruhi oleh keinginan pasien, termasuk rute pemberian, durasi terapi, biaya, risiko efek samping, dan potensi interaksi obat. ❼Agen terapi topikal pilihan pertama untuk Kandidiasis vulvovaginal, juga dikenal sebagai moniliasis, adalah bentuk umum dari vaginitis, terhitung 20% sampai 25% kasus vaginitis. Meskipun VVC jarang sebelum menarche, hampir 50% wanita akan mengalami satu atau lebih peristiwa pada usia 25 tahun. survei perempuan di Amerika Serikat menemukan bahwa 6,5% wanita di atas usia 18 tahun melaporkan mengalami setidaknya satu peristiwa dari vaginitis selama 2 bulan sebelumnya. kandidiasis orofaringeal, meskipun obat oral dapat digunakan untuk kasus yang parah atau tidak responsive ❽Pemberian ulang dari perluasan kandidiasis orofaringeal, kandidiasis esofagus yang parah membutuhkan terapi oral antijamur. ❾Karena dermatofit hifa jarang menembus ke dalam lapisan kulit hidup, sebagai gantinya tersisa di stratum korneum, sebagian besar infeksi dapat diobati dengan antijamur topikal. infeksi meliputi daerah yang luas dari tubuh atau infeksi yang melibatkan kuku atau rambut mungkin memerlukan terapi oral. ❿Onikomikosis, infeksi jamur yang melibatkan kuku, membutuhkan terapi antijamur oral. Kerja topikal tidak memadai untuk menembus kuku. Menurut pedoman pengobatan pusat untuk pengendalian penyakit dan pencegahan, VVC dapat diklasifikasikan tidak komplikasi atau komplikasi. Infeksi tanpa komplikasi biasanya jarang terjadi dan menyebabkan gejala ringan sampai sedang. Infeksi komplikasi, termasuk berulang atau infeksi berat, mungkin disebabkan oleh organisme jamur azolresistant. Imunitas lemah, termasuk obat yang menekan sistem imun, diabetes yang tidak terkontrol, kehamilan, atau kelemahan, merupakan faktor risiko untuk mengembangkan infeksi berulang. VVC berulang, didefinisikan sebagai empat atau lebih infeksi per tahun, terjadi dalam waktu kurang dari 5% wanita. infeksi berulang dibedakan dari infeksi persisten oleh adanya gejala interval bebas antara infeksi. KANDIDIASIS VULVOVAGINAL (VVC) Patofisiologi ❺Kandidiasis vulvovaginal berulang, yang didefinisikan sebagai empat atau lebih infeksi per tahun, membutuhkan terapi supresif jangka panjang selama 6 bulan. ❻Terjadinya orofaringeal dan esofagus kandidiasis adalah indikator penekanan kekebalan, sering berkembang pada bayi, orang tua, dan orang dengan imunitas lemah. Kandidiasis vulvovaginal, dengan gejala atau tanpa gejala, mengacu pada infeksi pada wanita yang kultur vagina positif untuk jenis candida. Epidemiologi dan Etiologi penyebab dua kali lebih mungkin untuk menjadi non-albicans. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kejadian non- albicans VVC meningkat, mungkin karena terlalu sering menggunakan produk over-the-counter vagina antijamur, pengobatan jangka pendek, dan terapi supresif jangka panjang dengan antijamur. ❶ Candida albicans adalah patogen utama yang bertanggung jawab untuk kandidiasis vulvovaginal, terhitung lebih dari 90% kasus. persentase kecil dari kasus disebabkan oleh patogen non-albicans termasuk candida glabrata, candida tropicalis, candida krusei, dan candida parapsilosis.P ada pasien dengan vaginitis berulang, candida adalah Faktor Resiko ❷Meskipun tidak ada faktor risiko secara konsisten terkait dengan konversi infeksi gejala, berbagai faktor dapat meningkatkan risiko dari perkembangan gejala VVC pada beberapa wanita. (Table 80–1). Studi Kasus Pasien Seorang wanita 28 tahun dengan riwayat diabetes hadir ke klinik Anda, dia mengeluh "gatal di daerah pribadi saya". setelah mempertanyakan dia, Anda menentukan bahwa dia mengalami vagina terasa terbakar dan gatal, disertai dengan dadih seperti melepas. Pada pemeriksaan, dia memiliki keluarnya eritema dari labia dan non-odorous. Apa saran informasi dari VVC? Apa informasi tambahan yang Anda perlu tahu sebelum membuat rencana perawatan untuk pasien ini? wanita carier dari spesies candida. Kolonisasi vaginal tanpa gejala tidak membutuhkan pengobatan; oleh karena itu adanya kandida tidak harus menentukan perawatan. Ph Vagina kurang dari atau sama dengan 4,5, Ph yang normal pada kasus infeksi jamur. Sementara ph yang tinggi diduga infeksi bakteri. Budidaya candida harus diperoleh hanya jika dan mikroskopi meyakinkan atau dalam kasus VVC berulang. Pengobatan Tujuan pengobatan dari VVC adalah : Meringankan gejala Pemberantasn infeksi Pendirian kembali flora vagina normal Pencegahan infeksi berulang pada komplikasi infeksi Perawatan Non-Farmakologi Presentasi Klinis dan Diagnostik Kandidiasis Vulvovaginal Pasien dengan vulvovaginal kandidiasis disebabkan oleh vulva atau gejala vagina. Gejala sering terjadi seminggu sebelum menstruasi dan sesudah mengalami menstruasi. Gejala yang disertakan: Gatal Rasa sakit Rasa terbakar Iritasi Disuria eksternal Dispareunia Tanda-tanda mencakup : Keluar bau yang tidak sedap Eritema dan edema dari labia dan vulva Adanya celah/ belahan Lesi popular berjerawat Serviks yang normal Tes diagnostik : Melihat dengan mikroskopik dari blastosperos atau pseudohyphae; Sementara kalium hidroksida ( KOH) memiliki kepekaan dari 50% sampai 70%. 3. Vagina tanpa gejala dari koloni candida albikan tidak didiagnostik dari VVC mulai dari 10% sampai 30% dari asimptomatik Dalam kombinasi pengobatan farmakologis, praktis harus merekomendasikan pendekatan nonfarmakologi untuk pengobatan dan pencegahan VVC: Menjaga area kelamin (genital) bersih dan kering. Hindari rendaman di air hangat dalam jangka waktu yang lama. Hindari pakaian konstriktif. Memakai pakaian yang terbuat dari bahan yang lembut seperti kapas. Hindari sabun dan parfum diarea vital, untuk mengurangi iritasi pada vulva. Meskipun hasil penelitian bertentangan, mengkonsumsi Laktobasilus acidophilus dapat mengurangi rasa sakit yang berulang. Satu studi menemukan bahwa konsumsi harian 8 ons yoghurt dapat mengurangi tiga kali lipat terjadinya Infeksi. Sementara peneliti lain tidak menemukan perbedaan dalam tingkat infeksi pada wanita yang mengkonsumsi yoghurt. TABEL 80.1 Faktor Risiko Terjadinya Vulvoginal Candidiasis (VVC) Faktor Resiko Antibiotik spektrum luas yang digunakan Tujuan Mekanisme Diubah flora vagina memungkinkan pertumbuhan dari organisme kandida peningkatan resiko dengan durasi dari antibiotik yang digunakan System kortikosteroid / penggunaan imunosupresa Mengurangi proteksi vagina oleh imunosupresa Aktivitas seksual Persentasi kecil dari penis pria atau kolonisasi dari strain identik; VVC sering terkait dengan waktu dari aktivitas seksual Pakaian ketat dan tidak ada penyerapan Terasa panas,keadaan lembab memicu pertumbuhan Level estrogen hormone ,kontrasepsi dan kehamilan jamur tinggi Estrogen meningkatkan kepatuhan kandida vagina, sel epitel dan transpormasi miselium, ini didukung oleh laju infeksi menurun sebelum menarche dan setelah menopause (kecuali pada wanita yang mengambil terapi pergantian hormone) sementara meningkat selama proses kehamilan Ph vagina Perubahan glikogen dan asam laktat Gastro intestinal reservoir dari organisme candida Pengiriman organisme dari rektum ke vagina; adalah iritasi vulvovaginal selama hubungan seksual dapat meningkatkan invasi dari organisme Diabetes Kandida yang mengikat sel epitel meningkat karena hiperglikemia koloni asimptomatik yang umum banyak pada pasien diabetes: tinggi kadar gula karena konversi pada infeksi simptomatik Resiko meningkat: menggambarkan VVC pada wanita tertentu Terapi Farmakologi VVC Sebagian besar kasus VVC akan menyelesaikan dengan pembelajaran saat terapi antijamur. Pengobatan dengan agent antijamur oral/vaginal, baik resep maupun bukan resep sediaan produk antijamur (azole) tersedia dalam 1-malam, 3-malam, dan 7 - malam regimen dalam berbagai formulasi, termasuk krim, suppositoria, tablet vaginal. Untuk menghindari penggunaan Over The Counter (OTC), praktis hanya harus merekomendasikan kepada perempuan yang sebelumnya telah didiagnosa dengan VVC. VVC sulit untuk akurat dalam mendiagnosa diri perempuan. Salah satu studi menemukan bahwa hanya sepertiga dari wanita akurat dalam diagnosa. Dengan diagnosis VVC sebelumnya wanita tidak lebih akurat, dari pada tanpa diagnosis klinis sebelumnya. ❹Karena banyak pilihan pengobatan yang tersedia, berbagai faktor dapat mempengaruhi pemilihan produk, dengan keinginan pasien memainkan peran penting. Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap terapi, Pengajar harus mendiskusikan dengan pasien pilihan apa yang tersedia dan apa preferensi nya. TABLE 80–2. Pemilihan Pengobatan untuk Masalah VVC. Terapi 1 hari Krim Butoconazole 2%, 5 g sebagai aplikatif tunggal vaginal. Fluconazole 150 mg, dosis tunggal satu tablet, oral. Terapi 3 hari Krim Butoconazole 2%, 5 g Intravaginal diperuntukan 3 malam. Clotrimazole 100 mg tablet vaginal, 2 tablet diperuntukan 3 malam. Miconazole 200 mg suppositoria vaginal, 1 suppositoria diperuntukan 3 malam. Terconazole 0,8% Krim, 5 g intravaginal diperuntukan 3 malam. Terconazole 80 mg suppositoria vaginal, 1 suppositoria diperuntukan 3 malam. Terapi 7-14 malam Krim Clotrimazole 5 g intravaginal diperuntukan 7-14 malam. Clotrimazole 100 mg tablet vaginal, 1 tablet intravaginal diperuntukan 7 malam. Miconazole 100 mg suppositoria vaginal, 1 suppositoria vaginal diperuntukan 7 malam. Nystasin 100.000 unit tablet vaginal, 1 tablet diperuntukan 14 malam. Krim Terconazole 0,4%, 5 g intravaginal diperuntukan 7 malam. Peran Administrasi Tingkat kepatuhan yang lebih besar dengan pengobatan oral dibandingkan dengan terapi vaginal. Hal ini mungkin karena kemudahan dalam admistrasi, durasi yang pendek, dan fleksibelitas pada waktu pemberian. Krim vaginal memberikan bantuan cepat dari gatal dan iritasi. Kebutuhan untuk membersihkan vaginal aplikator untuk digunakan kembali adalah menarik bagi sebagian orang wanita. Banyak produk OTC vaginal dikemas dengan aplikator sekali pakai yang cukup untuk mencegah digunakan kembali dengan dosis berikutnya. Durasi Terapi Tersedia berbagai resimen 1-7 hari. Tingkat kesembuhan yang serupa di antara jangka waktu yang berbeda dari terapi. Biaya Biaya produk OTC $10-$20 per-terapi. Biaya produk resep dapat bervariasi jika berdasarkan jenis asuransi milik pasien. Risiko Efek samping Efek samping sistemik terkait dengan azoles vagina sedikit sering daripada dengan produk oral. Ketidaknyamanan lokal seperti iritasi dapat terjadi dengan aplikasi pertama. Lima belas persen pasien mengalami efek samping gastrointestinal dengan obat oral diberikan antijamur ketoconazole oral agents. Dikaitkan dengan toksisitas hati pada tingkat 1 di 15,000. Resiko interaksi obat Azole oral terkait dengan interaksi yang signifikan, karena sitokrom p-460 isoenzim. Obat yang berinteraksi dengan azoles termasuk warfarin, fenitoin, teofilin, rifampin, siklosporin, zidevudinne. Untuk pasien yang menerima hanya beberapa dosis, interaksi ini tidak menimbulkan risiko yang signifikan. Interaksi ini dapat menimbulkan risiko bagi pasien yang menerima terapi supresif jangka panjang untuk infeksi berulang. Ketidak mampuan untuk mengatasi infeksi dapat menunjukan infeksi campuran, infeksi akibat strain non-albicans, atau infeksi yang tanpa jamur, kesulitan mengobati VVC juga dapat menjadi indikasi dari kondisi yang mendasari serius,seperti diabetes atau human immunodeficiency virus (HIV) infeksi, untuk alasan ini, jika infeksi tidak menyelesaikan dengan mudah dengan kursus satu terapi antijamur atau jika gejala kembali dalam waktu 2 bulan. Praktis harus memeriksa budaya dan selanjutnya mengevaluasi status kesehatan pasien atau merujuk pasien ke dokter. Pengobatan berulang VVC Tujuan pengobatan berulang VVC adalah pengendalian infeksi, dari pada mengobati. Pertama, banyak pengobatan tahap akut, diikuti dengan terapi pemeliharaan. Untuk pengobatan tahap akut, azoles intravaginal atau oral dapat di manfaatkan . Meskipun tahap akut berulang VVC akan menanggapi terapi azol, beberapa pasien mungkin memerlukan terapi berkepanjangan dalam rangka mencapai remisi. Untuk mencapai remisi, dosis kedua oral flu conazol 150 mg diulang 3 hari setelah dosis pertama atau dapat digunakan14 hari terapi topikal azole, praktisi harus mempertimbangkan bahwa infeksi non-albican lebih sering terjadi berulang pada VVC karena itu flukonazole dan itrakonazole resistensi dapat membuat agen ini kurang efektif. ❺Setelah mencapai remisi, berulang VVC memerlukan terapi penekanan jangka panjang selama berulan bulan (tabel 80-3). Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap terapi jangka panjang penekan, terapi oral, biasanya dengan flukonazole lebih disukai. Penelitian telah menunjukan bahwa flukonazole 150 mg mingguan selama 6 bulan akan mencegah terulang infeksi pada 90% wanita. Penghentian terapi penekanan dikaitkan dengan kebangkitan infeksi gejala pada 50% wanita. Pengobatan Infeksi Non-Ablicans Tingkat respon yang lebih rendah untuk infeksi non-ablicans. Meskipun rejimen optimal tidak diketahui, penggunaan terapi azol intravaginal selama 7 sampai 14 hari dianjurkan. Terconazole mungkin terbukti lebih efektif dari pada azoles lain pada pengobatan infeksi non-ablicans sejak C. Glabrata dan C . tropicalis lebih rentan terhadap terconazole. Untuk terapi pilihan kedua, asam borat 600 mg dalam kapsul gelatin diberikan vagina dua kali sehari selama 2 minggu diikuti oleh sekali sehari selama menstruasi efektif. Iritasi lokal sering membatasi penggunaan asam borat. Topikal 4% flusitosin juga efektif namun penggunaanya harus di batasi karena potensi resistensi. VVC selama Kehamilan Selama kehamilan, dapat membuktikan sulit untuk mengobati VVC karena kadar estrogen meningkat , disertai dengan kekhawatiran tentang kerusakan pada janin. Tingkat respon yang lebih rendah dan kekambuhan sering selama kehamilan. Antijamur vagina tetap pengobatan pilihan selama kehamilan, walaupun terapi harus terus selama 1 sampai 2 minggu untuk memastikan efektivitas. TABEL 80. 3 Pengobatan Pilihan untuk Terapi Pemeliharaan Harian Asam borat 600 mg dalam kapsul gelatin vagina setiap hari selama menstruasi ( 5 hari ) Itrakonazol 100 mg per oral sekali sehari Ketoconazole 100 mg oral sekali sehari Mingguan Klotrimazol 500 mg supositoria vagina sekali seminggu Flukonazol 100 atau 150 mg oral sekali seminggu Terconazole 0,8 % krim 5 g vagina sekali seminggu Bulanan Flukonazol 150 mg oral sekali sebulan Itrakonazol 400 mg oral sekali sebulan pengobatannya dengan OTC terapi antijamur yang sesuai, apakah pasien harus evaluasi oleh seorang Praktisi atau Dokter. Persiapan OTC hanya direkomendasikan untuk pasien yang sebelumnya telah di diagnosis dengan VVC. Pasien yang mengalami lebih dari empat kali per tahun harus di rujuk ke Dokter untuk kultur dan memulai berobat jalan. 2. Dilihat dari data yang tersedia, penyakit tersebut termasuk penyakit turunan dan persiapan KOH. 3. Mendapatkan sepenuhnya sejarah resep, non resep dan alami penggunaan produk obat. Apakah pasien mengkonsumsi obat, seperti sterol dan immunosupresan, yang dapat berkontribusi untuk VVC ? 4. Pasien telah mengalami VVC sebelumnya, menentukan perawatan apa yang membantu pasien dimasa lalu. 5. Menganjurkan pasien pada gaya hidup yang dapat mencegah kekambuhan, termasuk penurunan konsumsi yoghurt yang mengandung kultur hidup, dan mengenakan pakaian katun. 6. Mengembangkan rencana untuk menilai efektivitas terapi antijamur. 7. Menentukan apakah terapi penekanan jangka panjang diperlukan. 8. Memeriksa kembali pasien untuk terjadinya efek samping obat, alergi obat, dan intereaksi obat. 9. Menekan pentingnya kepatuhan dengan regimen antijamur, termasuk modifikasi gaya hidup. 10. Memberikan pendidikan pada pasien yang berkaitan dengan kandidiasi vulvovaginal dan terapi antijamur. Penyebab kandidiasi vulvovaginal. Bagaimana menggunakan krim antijamur vagina. Krim antijamur vagina dan supositoria efek buruk pada latex dan diafragma. Obat yang dapat berinteraksi dengan terapi antijamur. Peringatan untuk tanda-tanda melapor ke Dokter (terjadinya kembali atau sulit menyembuhkan infeksi, infeksi tersebut berbau busuk). Perawatan dan Pemantauan Pasien 1. Menilai gejala pasien untuk menentukan apakah Sebagian besar antijamur topikal diklasifikasikan sebagai kategori risiko C, sedangkan clortimazole diklasifikasikan sebagai kategori risiko B. Alasan utama untuk klasifikasi kategori risiko. Flukonazol juga diklasifikasikansebagai kategori C. Meskipun flukonazol digunakan digunakan secara oral, penelitian belum menunjukan peningkatan risiko pada janin saat ibu hamil terkena flukonazol, meskipun studi kasus telah dilaporkan adanya kecacatan anggota badan. Hasil Evaluasi Pasien harus melihat timbulnya gatal dan ketidaknyamanan dalam 1 sampai 2 hari . Volume debit lanjut atau dirujuk ke dokter untuk evaluasi kemungkinan infeksi non - Candida , tahan organisme , atau faktor kompleks lainnya , bersama dengan penilaian dari kebutuhan untuk terapi penekan jangka panjang. OROFARINGEAL ESOFAGEAL KANDIDIASIS Kandidiasis orofaringeal (OPC) adalah infeksi jamur yang umum,biasanya berhubungan dengan penekanan kekebalan. Jika tidak diobati, itu akan berkembang menjadi penyakit mulut yang lebih serius. Kandidiasis esofagus, mewakili perkembangan serius orofaringeal kandidiasis, dikaitkan dengan peningkatan morbiditas. untuk kandidiasis, yang pengenalan terapi antiretroviral diendapkan penurunan kejadian kedua infeksi sebesar 50% sampai 60%. Kandidiasi oropharyngeal sisa infeksi oportunistik yang paling umum pada pasien HIV. 80% – 90 % pasien positif HIV timbul kandidiasis orofaringeal. 70% dari pasien itulah manifestasi pertama dari infeksi HIV. Akibat infeksi orofaringeal meningkat dengan penurunan CD4 kurang dari 200 sel/mm3 Meskipun kandididasis esofagus merupakan manifestasi pertama infeksi HIV dalam kurun waktu kurang dari 10 %. Kasus ini adalah kasus kedua yang paling umum (AIDS)- Definisi penyakit. Seperti kandidiasis orofaringeal, akibatnya kandidiasis esogfagus meningkat dengan menurunnya jumlah CD4. Patofisiologi Kandida Albicans menyumbang 80 % dari kasus OPC dan kandidiasis esofageal. Selama 20 tahun terakhir, peningkatan kejadian resisten C. Albicans telah disertai dengan peningkatan insiden albicans non-infeksi spesies, termasuk C.Glabrata, C.Tropicalis, C.Krusei, C.Parapsilosis. pada pasien kanker spesies non-albicans candida adalah penyebab untuk hampir setengah dari semua kasus. Epidemiologi dan Etiologi ❻Terjadinya orofaringeal dan esofagus kandidiasis adalah indikator penekanan kekebalan, sering berkembang pada bayi, orang tua, dan orang dengan imun lemah. Sepertiga sampai setengah pasien rawat inap geriatri mengembangkan kandidiasis orofaringeal. Denture stomatitis hadir dalam 24% sampai 60% dari gigi tiruan pemakai, lebih umum pada wanita daripada pria. Kandidiasis oral adalah acara obat yang merugikan yang paling sering dilaporkan dilaporkan oleh pasien yang menerima terhirup corticosteroids. Studi terbaru telah melaporkan prevalensi kandidiasis esofagus sekitar 37% antara pasien yang diobati dengan inhalasi corticosteroids.Kejadian adalah tertinggi di antara pasien yang menerima dosis tinggi kortikosteroid atau mereka dengan diabetes. Prevalensi infeksi HIV memainkan peran penting dalam kejadian orofaringeal dan esofagus kandidiasis. Dalam 1980, kejadian kandidiasis orofaringeal meningkat lima kali lipat, dalam hubungan dengan penyebaran HIV infections. Meskipun infeksi HIV tetap merupakan faktor risiko Faktor Resiko Faktor risiko untuk OPC dapat dilihat di Tabel 80–4. Presentasi Klinis dan Diagnosis Orofaringeal Kandidiasis orofaringeal berdasarkan anggapan sering didiagnosis berdasarkan tanda dan gejala. Bersamaan dengan resolusi mereka setelah pengobatan dengan anti jamur. Gejala Sakit, nyeri pada mulut dan lidah Panas dilidah Dysphagia Metalic taste Tanda – tanda Tanda – tanda nya bermacam – macam tergantung pada jenis orofaringeal Eritema akan berdifusi pada permukaan, tenggorokan, lidah, gusi. Bercak putih dilidah, gusi/ mukosa bucal. Perpindahan dari potongan kecil (patch) akan menampakkan erimatosa dan jaringan berdarah. Kemampuan untuk memindahkan patch , kemampuan yang nenbedakan OPC dari oral hairy leokoplakia Chelis angular disertai dengan luka kecil, eritema dan nyeri disudut mulut , yang terkait dengan vitamin dan kekurangan zat besi. Denture somatitis disertai dengan permukaan yang datar, luka merah dibawah mukosa gigi palsu. Tanda – tandanya eritema kronis dan edema pada mukosa. Hiperplastik OPC disertai dengan yang berlainan, luka yang menonjol pada mukosa bagian dalam pipi biasanya ditemukan pada pria – pria merokok. Pseudomembran OPC disertai dengan plak kuning-putih yang kecil dan berbeda atau kofluen. Bentuk paling umum ditemukan pada pasien HIV. Test Diagnosa Diagnosa, terutama didasarkan pada identifikasi karakteristik luka. Meskipun jarang diperlukan. Tes diagnosa layak jika diagnosis yang pasti diperlukan. Cytologi, walaupun adanya candida. Tidak didiagnostik sejak kolonisasi umum. Culture untuk identifikasi spesies dari ragi atau adanya resistensi Biopsi Esofageal Gejala Demam Odynophagia Dysphagia Nyeri retrosternal Tanda Demam Hyperemic / plak-plak putih bersifat edema Adanya ulcer (pecah-pecah) di esofagus Mucosal makin mudah rusak Lumen menyempit Tes Diagnosis Tidak seperti OPC, diagnose dari esophageal candidiasis tidak berdasarkan hanya dari penampakan klinis, tetapi juga memerlukan penampakan endoskopik dari lesion (luka didalam organ tubuh) dan pengecekan culture. Seharusnya untuk invasive alami, sebagian besar dokter OPC memilih untuk mengobati infeksi ini berdasarkan dugaan dan melakukan evaluasi endoskopiuntuk pasien yang pengobatan tidak berhasil. Sitologi dan kultur untuk mengidentifikasi spesies ragi atau kehadiran resistensi Barium esophagogram Endoskopi menampakan plak keputihan dengan perkembangan untuk ulserasi dangkal dari mukosa esofagus Mukosa biopsi Pengobatan Selain memilih pengobatan yang efektif, pemilihan dari agen antifungal yang cocok harus mempertimbangkan lokasi dan keparahan infeksi, ketaatan pada obat, potensi dari interaksi obat, kondisi medis yang berkelanjutan, dan adanya sukrosa atau dextrose. Agen topical membutuhkan dosis yg sering dan memiliki waktu kontak yang lama dengan mukosa di wilayah oral. Permukaan tablet atau troches dapat membuat mukosa iritasi. Pasien dengan xerostomia dapat memiliki tidak cukup air liur untuk melarutkan troches. Agent topical yg mengandung sukrosa atau dextrose bisa memperbesar resiko karies atau naiknya gula darah bagi penderita diabetes. Selain mahal, oral azoles juga menunjukkan tingginya resiko keracunan dan interaksi obat dikarenakan adanya P-450. Karena orofaringeal dan esofagus kandidiasis menjadi tanda-tanda dari penyakit immunocompromise, status kekebalan tubuh pasien harus dipertimbangkan dalam rencana perawatan terapi. Untuk pasien infeksi HIV, ini juga harus mencakup evaluasi dari pasien terapi antivirus karena infeksi jamur mungkin menunjukan penurunan status kekebalan tubuh. ❼ Untuk pasien berisiko rendah, obat topical adalah pilihan utama untuk terapi kandidiasis orofaringeal, meskipun obat sistemik mungkin digunakan untuk kasus yang berat atau tidak responsif. Untuk pasien OPC dengan kasus berat, flukonazol oral tetap obat pilihan. Flukonazol oral diberikan selama 2 minggu menunjukkan antijamur mampu mengobati hingga 48% dan angka kesembuhan klinis 84% pada pasien HIV. 30 Respon terjadi dalam 5 hari pada pasien yang menerima 100 sampai 200 mg per hari. 16 dosis efektif lebih rendah daripada 50 mg, tetapi respon klinis lambat dan berpotensi menyebabkan resistensi. Dua minggu obat oral cair itrakonazol lebih efektif dari flukonazol tetapi ketahanannya sedikit (efek toleransi rendah) . seharusnya untuk variabel penyerapan, risiko dari toksisitas, dan potensi dari interaksi obat, ketoconazole dan kapsul itrakonazol dipertimbangkan sebagai alternatif obat pilihan kedua untuk flukonazol. Studi Kasus Pasien Seorang wanita berusia 35 tahun datang ke klinik anda mengeluhkan adanya ‘rasa terbakar dan nyeri di mulut’, rasa besi, dan adanya ‘benda berwarna putih’. Pada pemeriksaan awal, pasien miliki area putih di lidah, gusi dan buccal mukosa. Area ini mudah diangkat, dan dibawahnya ada jaringan eritematosus. Ini adalah pertamakalinya wanita tersebut mendatangi klinik anda, karena itu ia tidak memiliki dokumentasi medis. Informasi tambahan apa yang anda perlukan sebelum mempertimbangkan pengobatan untuk pasien ini? Kondisi medis lain apa yang dapat menyebabkan pasien mudah terkena infeksi fungal? Bagaimana rencana pengobatan dan perawatan bisa berubah bila pasien memiliki sejarah sering terkena OPC parah? Bila pasien positif HIV? Bila pasien neutropenia? TABEL 80-4 Faktor Resiko dari Oropharyngeal dan Esophageal Candidiasis Faktor Usia yang terlalu muda / tua Integritas mukosal yang lemah Dentures Xerostomia Penggunaan antibiotic Penggunaan steroids Penggunaan immunosupresan Infeksi HIV Diabetes mellitus Kurangnya nutrisi Meanisme yang Mungkin Terjadi Imunitas yang belum tumbuh baik bagi bayi dan imunitas yang telah berkurang bagi pasien usia senja. Barrier pelindung akan rusak, membuat infeksi fungal semakin mudah.seringkali disebabkan oleh radiasi, operasi,atau mukositis. Fungus menyukai dentures, bersama dengan turunnya aliran air ludah dibawah dentures; dentures yang tidak cocok dapat melemahkan integritas mucosal. Berkurangnya kemampuan air ludah untuk pembersihan dan pertahanan. Mengubah flora mukosa, membuat fungal tumbuh berlebihan Imunitas tidak tumbuh Imunitas tidak tumbuh Berkurangnya CD4 T limfosit Naiknya level glukosa dan faktor pertahanan di air liur Mekanisme pertahanan berubah, integritas mucosal yang lemah, naiknya potensi pathogen pada fungus. Untuk pengobatan OPC pada orang yang terinfeksi HIV, tahap awal dapat cukup dikontrol dengan obat topical, seperti clotrimazole, asalkan gejala tidak parah dan tidak ada keterlibatan yang mencurigakan pada esofagus . Setidaknya Nistatin topikal adalah agen efektif, terutama pada pasien akut immunocompromised. Clotrimazole topikal tampaknya menjadi antijamur topikal yang paling efektif, menunjukkan respon klinis setara dengan flukonazol oral dan larutan itrakonazol, tetapi tingkat kesembuhan jamur lebih rendah dan tingkat kambuh yang lebih tinggi dengan clotrimazole. 8. terjadi perluasan yang parah dari peranan kandidiasis orofaringeal, kandidiasis esofagus membutuhkan terapi antijamur sistemik. Sakit yang signifikan terkait dengan kandidiasis esophagus memerlukan pengobatan yang agresif (pengobatan penuh). Diagnosis dari esophagus kandidiasis membutuhkan evaluasi endoskopi, tapi bukan mempekerjakan prosedur invasif, pasien dapat diobati dengan kursus sesuai antijamur berdasarkan presentasi klinis. Jika pasien tidak merespon, endoskopi harus dipertimbangkan. Dua sampai tiga minggu flukonazol atau itrakonazol solusi sangat efektif dan menunjukkan tingkat respon klinis yang serupa. Dosis 100 sampai 200 mg efektif pada pasien imunokompeten tetapi dosis hingga 400 mg direkomendasikan untuk pasien immunocompromise (imunitas lemah). Karena penyerapan variabel, ketokonazol dan kapsul itrakonazol harus dipertimbangkan untuk terapi obat pilihan kedua. Pada kasus yang parah, azoles oral dapat terbukti tidak efektif, penjamin penggunaan amfoterisin B selama 10 hari. Meskipun echinocandins dan vorikonazol efektif dalam pengobatan kandidiasis esofagus, pengalaman masih terbatas. Infeksi Flukonazol-Resistant Dua puluh persen pasien yang terinfeksi HIV mengembangkan isolat resisten flukonazol Candida albicans setelah terkena pencahayaan berulang untuk fluconazole. Untuk mengobati kandidiasis oropharingeal resisten flukonazol, dapat menguggunakan itrakonazole setiap hari selama 2 sampai 4 minggu. Solusinya dengan itrakonazole oral, tingkat kesembuhan dari mykologikal 88% dan angka kesembuhan klinis 97% pada pasien immunocompromised. Flukonazol-resistant kandidiasis esofagus harus ditangani dengan intravena amphotericin B atau caspofungin. Infeksi Berulang Jika pasien immunocompromised sering mengalami atau kambuh yang parah,terutama kandidiasis esofagus, terapi pemeliharaan untuk kronis yang harus di pertimbangkan dengan menggunakan flukonazol 100 sampai 200 mg sehari.Pada pasien dengan keadaan yang jarang atau ringan, prophylaxis profilaksis sekunder tidak dianjurkan. Alasan untuk tidak memberikan profilaksis meliputi ketersediaan pengobatan yang efektif untuk kejadian akut, risiko mengembangkan organisme yang resisten, potensi interaksi obat, dan biaya terapi. Hasil Evaluasi Pasien harus mengurangi gejala-gejala dalam waktu 2 sampai 3 hari memulai terapi. Keputusan yang lengkap biasanya terjadi dalam waktu 7 sampai 10 hari. Seluruh kursus terapi harus dilanjutkan bahkan jika gejala telah diselesaikan. Jika kondisi tidak berubah atau memburuk, pasien harus dirujuk ke spesialis untuk terapi agresif. Pasien pada umumnya tidak memerlukan penilaian ulang setelah pengobatan. Pasien dengan neutropenia menunjukkan peningkatan risiko penyebaran infeksi, dan karena itu harus dipantau untuk tanda-tanda infeksi jamur sistemik. Karena peningkatan risiko kekambuhan, pasien HIV-positif harus secara rutin dievaluasi untuk kekambuhan. Perawatan dan Pemantauan Pasien 1. Kajian gejala pasien untuk menentukan apakah gejala konsisten dengan oropharyngeal atau kandidiasis esofagus. Semua pasien yang diduga oropharyngeal atau kandidiasis esofagus harus dirujuk ke seorang praktisi atau dokter karena tidak ada produk antijamur yang tepat untuk mendapat penggunaan oral tanpa resep. 2. Meninjau data diagnostik yang tersedia, termasuk riwayat penyakit. 3. Sejarah hasil penelitian dari seluruh resep, non resep, dan penggunaan produk obat alami. Apakah pasien yang banyak mengambil obat yang dapat menyebabkan kandidiasis? Pengobatan pasien ini ketika mengonsumsi obat dapat mengganggu? 4. Jika pasien telah memiliki kandidiasis orofaringeal atau kandidiasis esophagus sebelumnya, menentukan perawatan apa yang harus dilakuakan untuk membantu pasien. 5. Jika pasien telah oropharyngeal atau esophagus kandidiasis sebelumnya, menentukan apakah pasien memiliki risiko faktor infeksi berulang. 6. Mengembangkan rencana untuk menilai efektivitas terapi antijamur. INFEKSI MYCOTIC DARI KULIT, RAMBUT, DAN KUKU Infeksi tinea adalah infeksi jamur superfisial di mana patogen tetap dalam lapisan keratinous kulit atau kuku. Biasanya infeksi ini diberi nama untuk bagian tubuh yang terkena, seperti tinea pedis (kaki), tinea cruris (pangkal paha), dan tinea corporis (tubuh). Infeksi tinea biasanya disebut sebagai kurap karena lesi melingkar yang khas. Pada kenyataannya, luka tinea dapat bervariasi dari cincin ke skala dan luka tunggal atau ganda. Epidemiologi dan Etiologi Infeksi tinea adalah kedua setelah jerawat di frekuensi kulit dilaporkan disease.35 Infeksi tinea umum tinea pedis, tinea corporis, tinea cruris dan. Tinea pedis, 7. Tentukan apakah terapi penekanan jangka panjang diperlukan. 8. Evaluasi pasien untuk kehadiran dari reaksi obat merugikan, alergi obat, atau interaksi obat. 9. Pentingnya stress dari kepatuhan dengan antijamur yang rejimen. 10. Memberikan pendidikan pada pasien yang berkaitan dengan oropharyngeal atau kandidiasis esofagus dan terapi antijamur. Penyebab oropharyngeal atau kandidiasis esophagus Faktor risiko untuk mengembangkan kandidiasis Bagaimana untuk mengelola agen antijamur topikal, termasuk pelaksanaan sebelum membersihkan rongga mulut, tatacara setelah makan, bagaimana untuk melarutkan troches (obat hisap), dan bagaimana untuk suspensi. Pentingnya menyelesaikan kursus terapi Potensi efek samping yang mungkin terjadi dengan terapi antijamur Obat-obatan yang dapat berinteraksi dengan terapi antijamur Tanda-tanda peringatan untuk melaporkan ke dokter (berulang atau sulit untuk obat infeksi, atau gejala memburuk) infeksi jamur kulit yang paling umum, menimpa lebih dari 25 juta orang setiap tahun di Amerika Serikat. Patofisiologi Infeksi jamur kulit terutama disebabkan oleh dermatofit seperti Trikhopiton, Mikrosporum, dan Epidermopiton.Menurut catatan Trichophyton rubrum lebih dari 75% dari semua kasus di Amerika Serikat.36 Inggris Untuk tingkat yang lebih rendah, Candida dan spesies jamur lainnya menyebabkan infeksi kulit. Dengan infeksi tinea, yang dermatofita penyebab biasanya menyerang stratum korneum tapa penetrasi ke dalam jaringan hidup, menyebabkan infeksi local. Faktor Resiko Terlalu lama menggunakan berkeringat Lipatan kulit berlebihan Gaya hidup Hangat, iklim lembab Penggunaan kolam renang umum Trauma kulit Kurang gizi Diabetes mellitus Immunocompromise Gangguan sirkulasi pakaian yang Terapi Non Farmakologi Karena jamur mudah berkembang di tempat yang hangat, lingkungan lembab, para praktisi harus mendorong pasien untuk memakai pakaian longgar dan kaus kaki, sebaiknya pakaian yang terbuat dari katun atau kain lain yang sumbu kelembaban dari badan. Hindari busana yang dibuat dengan serat sintetis atau wol. Bersihkan daerah yang terinfeksi setiap hari dengan sabun dan air. Daerah yang terinfeksi harus dikeringkan dengan benar sebelum berpakaian, berikan perhatian khusus pada lipatan kulit. Untuk mencegah penyebaran, handuk, pakaian, dan alas kaki tidak boleh dibagi dengan orang lain. Kenakan pelindung sepatu di kamar mandi umum dan kolam renang. Presentasi Klinis dan Diagnosis Gejala dan Tanda ( Tabel 80-5 ) Pengujian Diagnostik KOH persiapan Lampu ultraviolet Wood Pemeriksaan mikroskopis Budaya jamur Periodic acid - Schiff ( PAS ) pewarnaan kuku sampai dua kali selama 2 minggu , kalau luka dan peradanganya makin parah “Tinea capitis “ tidak merespon pada topikal agent , untuk menuntaskan Pengobatan Kulit dan Infeksi Rambut Tujuan pengobatan meliputi : Memberikan bantuan gejala Resolusi infeksi Mencegah penyebaran infeksi Terapi Farmakologi ❾Sejak “dermatophyte hypae “ jarang menembus kedalam lapisan kulit hidup, malah bersisa di startum korneum, kebanyakan infeksi itu dapat diobati dengan anti jamur yang terbaru (toikal antifungi) . Infeksi menutupi banyak daerah tubuh atau kuku atau rambut sehingga memerlukan sistemik terapi , pasien dengan infeksi kronis atau pasien yang tidak dapat merespon atau tidak cocok degan terapi topikal antifungi juga dapat menggunakan sistemik terapi Pengobatan dimulsi beradasarkan gejala- gejalanya dibanding melalui evaluasi mikroskop . beberapa spesies dapat menyebabakan infeksi “Tinea “ jikalau mau menggunakan terapi antifungial belum tentu ampuh atau manjur , untuk infeksi serta peradangan , gabungan dari terapi antifungial dan terapi asteroid bisa dilakukan atau dipertimbangkan Pemlihan terapi berdasarkan tipe luka dan lokasi atau posisi dari infeksi itu sendiri , untuk area yang berambut dan luka basah pake cairan , kalau untuk luka yang bersisik dan luka kering cukup dengan menggunakan krim saja, untuk luka “hyper keratotic penggunaan salep dapat dipertimbangakan . Dari semua pilihan obat atau terapi diatas harus digunakan setelah lukanya bersih dan kering . Obatnya harus digosok dibagian terinfeksi supaya obatnya menyerap . Banyak pasien hanya menyemprot dan membedakinya saja , tanpa menggosokbagian terinfeksi , jadi obatnya tidak meneyerap dan pengobataan menjadi tidak efektif . Pengobatan semprot dan bedak hanya sebagai terapi tambahan selain harus menggunakan krim atau lotion sebagai prphyletic terapi. Tinea pedis membutuhkan pengobatan satu hingga dua kali sehari selama 4 minggu sementara “Tinea corporis “ membutuhkan pengobatan satu “Tinea capitis “ direkombinasikan meminum obatnya 6-8 minggu Griseofulvin sudah dipertimbangkan dan dipilih karna kemampuanya untuk mencapai level tinggi sampai start corneum . Irtaconazole juga telah menunjukan keefektifanya karna lipophylicity nya , itraconazole bisa mencapai level tertinggi pada kulit level ini bertahan selama 4 minggu sesudah pengobatan berhenti. Beberapa dokter menganjurkan minum obat untuk mengurangi penyebaran , termasuk ketaconazole atau selenium sulfide shampoos . Pengobatan infeksi ini terus dilanjutkan selama seminggu walaupun gejalanya sudah hilang. Pengobatan Onikomikosis Onikomikosis adalah infeksi kronis yang jarang kelihatan secara tiba – tiba , pengobatan yang cukup sangat penting untuk mencegah penyebaran ke bagian lain, munculnya infeksi yang lain , selulit/ atau gangrene. ❿Karena bawaan penyakitnya sudah parah dan tidak bisa menembus kuku, terapi topikal agent tidak efektif untuk mengobati Onikomikosis . Minum obat dapat menebus matrik kuku dan dasar kuku seperti irtaconazole dan terbinofin lebih efektif Infeksi Tinea pedis (kaki) Tinea manuum (tangan) daripada ciclopirox laquer , intraconazole dan terbinofin menunjukan kesembuhan 62 % dan 76% masing-masing jika siklopirok ada kemampuan kesembuhan 29% dan 36%. Hiraconazole bisa diberikan terus (200 mg tiap hari ) atatau sebagai terapi (200 mg 2x tiap hari sampai 1 minggu perbulan . Terbinafine diberi 250 mg per hari sebagai terapi yang berkelanjutan . Walaupun diberi secara lanjutkan atau sebagai terapi pulse , minum obat untuk infeksi kuku jempol harus lanjut sampai 3 bulan , sedangkan untuk infeksi jari – jari kuku berlanjut kurang lebih 2 bulan . Pengobataan dengan itraconazole atau terbinafine untuk jangka panjang harus tes laboratorium untuk monitor fungsi liver sebelum memulai terapi dan setiap bulan harus dicek , Griseofulvin juga efektif untuk pengobatan Onikomikosis , tetapi terapi harus brlanjut 4 bulan untuk ineksi kuku jari atau 6 bulan untuk kuku jempol . Pasien yang punya penyakit liver atau pasien yang tidak bisa minum obat ini ‘Ciclopirox nail laquer “bisa menjadi pilihan alternatif tapi membutuhkan 48 minggu terapi. TABEL 80 -5 Tanda dan Gejala Infeksi Jamur Gejala dan Tanda Melibatkan telapak tangan dan sela-sela jari kaki Infeksi sela-sela jari terasa gatal; muncul sebagai celah, kulit bersisik, atau terkelupas; dapat terjadi antara setiap jari kaki tetapi paling sering antara jari-jari kaki keempat dan kelima; dapat menyebabkan bau busuk karena superinfeksi dengan Pseudomonas atau diphtheroid Infeksi hiperkeratosis hadir dengan sisik putih keperakan dan menebal, dasar merah; biasanya mencakup seluruh kaki; sesekali juga dapat mempengaruhi tangan Vesiculobullous tinea pedis menyajikan sebagai pustula atau vesikel pada telapak kaki; terkait dengan kelembapan, gatal, dan penebalan tunggal; dapat menyebabkan limfangitis dan selulitis; yang paling umum selama musim panas Ulseratif tinea pedis muncul sebagai dimaserasi, gundul, dan bisul kecil di telapak; dapat menghasilkan rasa sakit yang hebat dan erosi ruang interdigital; biasanya rumit oleh infeksi gramnegative oportunistik Faktor risiko meliputi sepatu oklusif dan trauma kaki Infeksi pada permukaan interdigital dan telapak tangan Hadir sebagai sisik putih di lipatan telapak tangan; juga dapat mengembangkan sisik pada sisa telapak tangan; mungkin hadir sebagai plak tunggal Lebih umum hanya mempengaruhi satu tangan Menyajikan dengan kulit hyperkeratosis Tinea cruris (pangkal Menyajikan dengan papula folikuler dan pustula pada paha medial dan paha/selangkangan) lipatan inguinal Lesi berbentuk cincin dapat memperpanjang dari lipatan inguinal pada paha bagian dalam yang berdekatan Umumnya lesi cadangan penis dan skrotum, berbeda dengan candidiasis Frekuensi meningkat selama musim panas Terutama berkembang pada pria muda Faktor risiko meliputi pakaian ketat Sering disebut sebagai atlet gatal Hadir dengan melingkar, potongan kecil bersisik dengan perbatasan Tinea corporis (tubuh) diperbesar Lesi mungkin memiliki papula merah atau plak di pusat yang bersih, meninggalkan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi Gatal dapat hadir Biasanya disebut sebagai kurap tubuh Ditandai dengan depigmentasi kulit, tetapi dapat hadir sebagai Tinea versicolor (panu) hiperpigmentasi, khususnya pada pasien berkulit gelap Biasanya terjadi di daerah dengan kelenjar sebaceous, termasuk leher, tubuh, dan lengan Depigmentasi dapat bertahan selama bertahun-tahun Terutama berkembang pada orang dewasa muda dan setengah baya Faktor risiko meliputi penerapan minyak, kulit berminyak, suhu lingkungan yang tinggi, kelembaban relatif tinggi, pakaian ketat, immunodefisiensi, kekurangan gizi, kecenderungan turun-temurun Infeksi daerah jenggot Tinea barbae (jenggot) Infeksi kepala dan kulit kepala Tinea capitis (kepala) Mungkin asimtomatik awalnya, kemudian berkembang menjadi alopecia inflamasi "Black dot" alopesia mungkin berkembang karena kerusakan rambut pada akar Dapat membentuk kerions (pembengkakan nodular) Scaling atau Favus dapat berkembang pada kulit kepala Limfadenopati serviks adalah umum Terutama ditemukan pada bayi, anak-anak, dan remaja muda, sering pada populasi Afrika-Amerika dan Hispanik Dapat menyebar dari orang ke orang atau hewan ke orang Onychomycosis / Tinea unguium Infeksi lempeng kuku dan dasar (kuku) Kuku menjadi buram, tebal, kasar, kuning, dan rapuh; kuku mungkin terpisah dari dasar Kuku kaki yang terkena lebih sering daripada kuku tangan Prevalensi meningkat dengan usia lanjut timbangan dan peradangan yang terjadi, pada 1-2 Hasil Evaluasi minggu terapi harus selalu di lanjutkan, maksimal 1 Untuk infeksi kulit pasien harus minggu setelah hadirnya gejala, apabila dalam waktu memperhatikan gejala, termasuk memperhatikan 4 minggu pasien tidak ada perubahan, maka pasien itu dapat sembuh dalam waktu beberapa bulan. Perawat harus mengingatkan pasien agar tidak frustasi dengan gejala yang dialaminya. Perawat juga harus tetap mengingatkan bahkan mengevaluasi pasien bahkan sampai pasien dianggap sembuh. Perawatan dan Pemantauan Pasien 1. Kaji gejala pasien untuk menentukan pengobatan yang cocok untuk dirinya. 2. Kaji tinjau data diagnostik yang tersedia. 3. Periksa riwayat hidup dan riwayat pengobatan yang pernah dilakukan. 4. Jika pasien pernah terkena infeksi maka perhatikan pengobatan yang digunakan pada masa lalunya. 5. Perhatikan gaya hidup pasien, agar dapat mencegah terjadinya infeksi kembali. 6. Mengembangkan rencana untuk menilai efektifitas anti jamur. 7. Menentukan apakah terapi yang digunakan sesuai apabila dilakukan dengan jangka panjang, untuk mencegah kekambuhan. 8. Evaluasi pasien, untuk kehadiran efek samping, alergi obat, dan interaksi obat. 9. Membuat kepatuhan terhadap pasien agar tidak stress. 10. Memberikan pengetahuan kepada pasien yang berkaitan dengan infeksi, obat, dan therapi. Penyebab infeksi pada kulit, rambut atau kuku, dengan penggunaan anti jamur. Produk yang berbeda untuk anti jamur seperti krim, spray dan bedak. Memberikan pengetahuan bagaimana penggunaan produk anti fungi. Memberitahu berapa lama produk dapat digunakan Bagaimana memberi tahu penyebab infeksi Bagaimana menghindari infeksi berulang dan potensi efeksamping yang mungkin terjadi, dengan terapi anti jamur SINGKATAN-SINGKATAN AIDS: acquired immunodeficiency syndrome CDC: Centers for Disease Control and Prevention HIV: human immunodeficiency virus KOH: potassium hydroxide OPC: oropharyngeal candidiasis OTC: over-the-counter PAS: periodic acid-Schiff test VVC: vulvovaginal candidiasis Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com Masuk ke situs web: www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk memperoleh informasi dalam melanjutkan pembelajaran bab ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN Ferrer J. Vaginal candidosis: epidemiological and etiological factors. Int J Gynaecol Obstet 2000;71:S21–S27. Gupta AK, Chaudhry M, Elewski B. Tinea corporis, tinea cruris, tinea nigra, and piedra. Dermatol Clin 2003;21:395–400. Gupta AK, Chow M, Daniel CR, Aly R. Treatments of tinea pedis. Dermatol Clin 2003;21:431–462. Gupta AK, Cooper EA, Ryder JE, et al. Optimal management of fungal infections of the skin, hair, and nails.Am J Clin Dermatol 2004;5:225–237. McCaig LF,McNeil MM. Trends in prescribing for vulvovaginal candidiasis in the United States. Pharmacoepidemiol Drug Saf 2005;14:113–120. Richter SS, Galask RP, Messer SA, et al. Antifungal susceptibilities of Candida species causing vulvovaginitis and epidemiology of recurrent cases. J Clin Microbiol 2005;43:2155–2162. Sobel JD. Use of antifungal drugs in pregnancy: a focus on safety. Drug Saf 2000;1:77–85. Vazquez JA. Invasive oesophageal candidiasis: current and developing treatment options. Drugs 2003;63:971–989. Vazquez JA, Sobel JD.Mucosal candidiasis. Infect Dis Clin North Am 2002;16:793–820. 15 INFEKSI JAMUR INVASIF Russell E. Lewis and P. David Rogers OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. Membedakan perbedaan epidemiologi dan faktor risiko inang (host) untuk akuisisi patogen jamur invasif primer dan oportunistik. 2. Merekomendasikan empiris yang sesuai atau terapi antijamur yang ditargetkan untuk pengobatan infeksi jamur invasif. 3. Menjelaskan komponen dari suatu pemantauan untuk menilai efektivitas dan efek samping dari farmakoterapi untuk infeksi jamur invasif. 4. Mengevaluasi peran profilaksis antijamur dalam pencegahan jamur oportunistik KONSEP UTAMA ❶ Mengetahui rute yang paling umum dari infeksi jamur endemik adalah melalui saluran pernapasan, di mana konidia aerosol terkontaminasi dari polusi yang terhirup ke dalam paru-paru. ❷ Diagnosis infeksi jamur endemik sering diminta sejarah dari pasien yang sudah mengalami infeksi yang cukup lama (subakut) , perjalanan atau tinggal di daerah endemik, dan / atau partisipasi dalam melakukan kegiatan yang menghasilkan eksposur ke tanah atau polusi yang tercemar oleh jamur endemik. ❸ Pendekatan terapi anti jamur untuk pasien dengan infeksi jamur endemik ditentukan oleh tingkat keparahan presentasi klinis, pasien mendasari imunosupresi, dan potensi toksisitas dan interaksi obat yang terkait dengan pengobatan anti jamur. ❹ Profilaksis sekunder atau terapi penekan dianjurkan untuk mikosis endemik di immunocompromised pasien, terutama di host dengan gangguan di sel- T mediasi kekebalan (yaitu, AIDS). ❺ Commensal atau lingkungan jamur yang biasanya tidak berbahaya dapat menjadi mikosis invasif ketika kekebalan tubuh inang terganggu. Host dengan penekanan kekebalan dan risiko mikosis oportunistik dapat secara luas diklasifikasikan menjadi tiga kategori: (1) kuantitatif atau kualitatif defisit dalam fungsi neutrofil, (2) defisit dalam imunitas diperantarai sel, dan (3) gangguan mekanik / dan atau hambatan microbiologik ❻ Keterkaitan dengan epidemiologi dan frekuensi non-albicans spesies Candida dalam lembaga atau ICU sangat penting sebelum memilih terapi antijamur empiris untuk invasif kandidiasis. ❼ Kolonisasi di beberapa situs tubuh yang berbeda atau spesies Candida yang sangat padat, bagaimanapun, sering mendahului infeksi invasif. Terapi antijamur preventif dapat diindikasikan di banyak populasi berisiko tinggi seperti demam neutropenia, transplantasi penerima, atau setelah operasi besar. ❽ Identifikasi Laboratorium Candida dalam sampel klinis harus dilakukan untuk tingkat spesies bila memungkinkan, seperti Spesies Candida berbeda dalam kerentanan mereka terhadap agen antijamur. ❾ Jika seorang pasien non-neutropenik dan tidak pernah menerima pengobatan sebelum Terapi azole, flukonazol 800 mg / hari merupakan obat pertama yang tepat dalam Terapi untuk kandidiasis invasif sampai identifikasi hasil isolasi Candida keluar. Amfoterisin B deoxycholate 0,7 mg / kg per hari atau caspofungin 70 mg pada hari 1, kemudian 50 mg / hari, vorikonazol, atau formulasi amfoterisin lipid B dianjurkan sebagai terapi empiris pada pasien dengan demam neutropenia. ❿ Visualisasi langsung dari C. neoformans dalam CSF oleh tinta india dalam pewarnaan adalah metode cepat untuk mendiagnosis kriptokokus meningitis. ➀Uji klinis yang dilakukan oleh National Institute of Allergy dan Infectious Diseases (NIAID) Mycoses Kelompok Studi menunjukkan bahwa 2 minggu terapi antijamur diinduksi dengan Kombinasi amfoterisin B (0,7 mg / kg per hari) ditambah flucytosine (100 mg/kg per hari) untuk meningitis kriptokokus. Diikuti dengan terapi konsolidasi dengan flukonazol (400 mg sehari) selama 8 minggu sama efektifnya dengan 4 minggu terapi kombinasi, dan memiliki toksisitas lebih sedikit. ➁Lesi nodular yang terdeteksi oleh resolusi tinggi computed tomography (HRCT) scan yang pertama kali atau sering adalah hasil indikasi aspergillosis paru invasif. ➂Pasien immunocompromised pada flukonazol dengan progresif sinus atau penyakit paru oleh radiografi harus dievaluasi untuk kemungkinan infeksi jamur. ➃Banyak ahli sekarang mempertimbangkan vorikonazol sebagai obat awal Pilihan untuk aspergillosis invasif pada pasien tanpa kontraindikasi yang signifikan (misalnya, interaksi obat dengan kondisi hati yang sebelumnya disfungsi) untuk terapi azol. ➄Zygomycetes umumnya tahan terhadap vorikonazol dan echinocandins dan kehadiran Zygomycetes harus dicurigai pada setiap pasien dengan infeksi jamur yang progresif saat menerima vorikonazol dan / atau terapi echinocandin. Infeksi jamur invasif atau invasif mikosis adalah istilah umum untuk penyakit yang disebabkan oleh invasif atau serangan dari jaringan hidup oleh jamur. Tidak seperti mikosis superfisial (Bab 80), mikosis invasif menyerang organ dalam, dapat menyebar ke seluruh tubuh, dan berkaitan dengan tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas, terutama dihost immunocompromised. Infeksi jamur invasif adalah dikategorikan sebagai bentuk primer atau oportunistik invasif mikosis. Infeksi jamur invasif primer disebabkan oleh jamur spora atau konidia yang berasal dari tanah dan polusi yang lainnya seperti udara dan lain-lain, ketika terganggu maka dapat menjadi aerosol dan inhalasi sehingga menyebabkan infeksi, bahkan dalam pasien yang imunokompeten. Karena jamur ini merupakan jamur jenis endemik yang berada pada jenis tanah tertentu dan karenanya secara geografis dibatasi, jamur patogen primer invasif juga dikenal sebagai jamur endemik. Di Amerika Serikat, tiga spesies (Histoplasma capsulatum, Blastomyces dermatitidis, dan Coccidioides immitis) sehingga menyebabkan sebagian besar infeksi jamur (Tabel 81-1). Sebaliknya, infeksi jamur oportunistik hanya terjadi di pengaturan dari dikompromikan host yang bekerja dalam pertahanan kekebalan tubuh dan disebabkan oleh spektrum yang lebih luas dari spesies jamur yang kurang virulen yang umumnya mampu menyebabkan infeksi pada pasien yang sehat (lihat Tabel 81-1). Oleh karena itu, spektrum, keparahan, dan hasil infeksi jamur oportunistik sangat dipengaruhi oleh tingkat, jenis, dan keparahan dari host atau inang imunosupresi. Sebagai aturan umum, oportunistik infeksi jamur sulit untuk didiagnosa, sangat fatal jika tidak diobati secepat mungkin dan agresif, dan terkait dengan tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas. TABEL 81-1. Invasif Mikosis Primer (Endemik) invasive jamur Histoplasma Capsulatuma Coccidioides immitisa Blastomyces dermatitidisa Oportunistik Invasif jamur ragi Spesie Candida (C. albicans, C. glabrata, C. parapsilosis, C. tropicalis, C. Krusei dan lain-lain) Cryptococcus neoformans Trichosporon spp. dan lain-lain Kapang Hylohyphomycetes Aspergillus fumigatus dan spesies laina Fusarium solani dan Fusarium oxysporum Zygomycoses (Mucor, Absidia, Rhizopus, Cunninghamella, dan Rhizomucor) Penicilin Phaeohyphomycetes Pseudallescheria boydii (Scedosporium spp.) Bipolaris Alternaria Lainnya Pneumocystis jiroveci (formerly P. carinii)ab *Paling umum *Obat yang baru diklasifikasikan sebagi obat jamur Studi Kasus Pasien, Bagian 1 Seorang pria 39 tahun dengan asma yang mengalami steroid kronis yang baru-baru ini pindah ke Phoenix, Arizona memberitahukan tentang efek yang dirasakan selama 4 minggu yaitu meningkatkan demam, batuk kering, dan nyeri pada inspirasi dalam. Dia juga melaporkan arthralgia dan berkeringat di malam hari selama 3 minggu terakhir. Sebuah rontgen dada menunjukkan area kecil dari konsolidasi di kiri lobus bawah dan beberapa hilus adenopati. Jika tidak, semua tes rutin lainnya dan tes lainnya muncul negatif. 1. Apa faktor risiko pada pasien untuk menghambat infeksi jamur endemic atau yang tersebar luas? 2. Apa yang paling mendasari dari efek pathogen jamur endemik berdasarkan sejarah penyakit pasien? 3. Apa informasi tambahan yag diperlukan untuk memilih terapi antijamur? MIKOSIS ENDEMIK Epidemologi Mikosis endemik adalah jamur patogen utama yang sangat mampu menyebabkan infeksi pada individu yang sehat. Dalam pasien immunocompromised, infeksi jamur endemik sering hadir dengan cara tertentu saja dimana lebih fulminan (dalam kasus infeksi primer) atau aktif kembali yang menyebabkan infeksi yang mengancam jiwa. Karena awal gejala infeksi jamur endemik sering tidak spesifik dan tidak dapat dipastikan secara visual dari gejala infeksi yang di hasilkan sehingga infeksi perlahanlahan semakin berkembang (misalnya, TBC dan endokarditis infektif), riwayat pasien dengan gangguan hati dan terkait dengan potensi paparan dengan tanah atau udara yang terkontaminasi dengan jamur endemik adalah sangat penting untuk didiagnosis dan pengobatan infeksi lebih dini. Dua dari infeksi jamur endemik yang paling umum (histoplasmosis dan blastomycosis dari Amerika Utara) ditemukan di daerah aliran sungai timur dan tengah Amerika Serikat (Gbr. 81-1) Histoplasma capsulatum var. capsulatum, jamur penyebab histoplasmosis, tumbuh sangat baik di tanah yang terkontaminasi dengan kotoran burung atau kelelawar, yang berfungsi untuk meningkatkan spora dari aktivitas jamur2. Di daerah endemik yang klasik terkait dengan eksposur yang tinggi untuk Histoplasma capsulatum termasuk gua eksplorasi (spelunking), bekerja atau menghancurkan kandang ayam, pembongkaran bangunan tua, penebangan pohon di hutan dengan tempat burung besar, atau menyebarkan kotoran burung sebagai pupuk. Untuk blastomycosis, bahan organik yang membusuk, kondisi lembab , dan dekat air atau sering hujan tampaknya mendukung pertumbuhan ini fungus.3 Kerja atau kegiatan rekreasi pada daerah yang tanahnya sudah terkontaminasi dengan Blastomyces dermatitidis adalah faktor risiko yang paling umum dalam berkembangnya infeksi blastomycosis. Coccidioidomycosis berbeda dari histoplasmosis dan blastomycosis, sebagai jamur dikaitkan dengan gersang dengan iklim semi kering, musim panas yang sangat panas, ketinggian tanah, tanah yang mengandung alkali, dan flora. oleh sebabitu jamur ini ditemukan di daerah barat daya Amerika Negara yang membentang dari barat Texas ke California selatan (lihat Gambar. 81-1). Wabah coccidioidomycosis telah dilaporkan di California akibat adanya badai debu dan gempa bumi, serta siklus kekeringan intens dan hujan yang mendukung siklus pertumbuhan jamur dan meningkatkan dispersi yang khusus bentuk spora disebut arthroconidia. Patofisiologi Jamur endemik terbagi menjadi beberapa karakteristik biologi dan ekologi yang berkontribusi terhadap patogenisitas mereka pada manusia. Semua jamur endemik menunjukkan suhu tergantung dimorfisme, berarti mereka dapat menyebarkan baik sebagai jamur(satu sel tunggal memproduksi menjadi sel yang baru) atau kapang (filament multi selular jamur yang mereproduksi melalui produksi conidia atau spora). GAMBAR. 81-1 Lokasi geografi jamur primer (endemic) di Amerika Serikat Pada suhu lingkungan(25o-30o) H. Capsulatum, b. Dermatitis, dan c, immitis tumbuh dalam bentuk kapang yang memproduksi 2 - 10 µm untuk oval berbentuk (Histoplasma dan blastomyces) atau conidia (Coccidioides) berbentuk barel yang tersebar luas dilingkungan dan dalam arus udara. Pada suhu fisiologis, conidia berkecambah ke jamur (histoplasma dan blastomyces) atau dalam bentuk sel khusus yang disebut spherules (coccidioides) yang tahan terhadap resistensi alveolar makrofag dan neutrofil dalam paruparu. Pengendalian infeksi diperantarai oleh pengembangan respon T-limfosit antigen khusus untuk meningkatkan aktivitas fungisida makrofag, dan limfosit/makrofag -dimediasi pembentukan granuloma mengandung jamur. Tidak aneh,jika pasien dengan Tsel tau kekebalan tubuh menurun (AIDS) dan penerima transplantasi atau meningkatkan imunitas selular (mengeluarkan) karena terapi obat (kemoterapi, dosis tinggi cortocosteroids, atau tumor nekrosis β- blocker) sangat rentan terhadap infeksi berat. Rute yang paling umum dari infeksi jamur endemik adalah saluran pernapasan, di mana konidia aerosol dari tanah yang terkontaminasi yang terhirup ke dalam sangat panjang. Setelah di paru-paru, konidia yang fagositosis tapi tidak hancur oleh makrofag residen dan neutrofil dalam alveoli dan bronkiolus. Dalam waktu 2 sampai 3 hari, konidia berkecambah menjadi resisten terhadap fagositosis dan pembunuhan oleh makrofag dan neutrofil ragi fakultatif. Untuk C.immitis perkecambahan hasil arthroconidia. Spherules kemudian pecah untuk melepaskan sejumlah besar endospora, yang merupakan bentuk penyebaran infeksi. Pengendalian infeksi di paru-paru biasanya dicapai melalui pembentukan granuloma. Namun, pada pasien terkena inokulum besar, atau inokulum lebih rendah dalam pengaturan ditekan T-cell-mediated imunitas, penyebaran luar paru-paru pada kulit dan mukosa mulut (terutama blastomycosis), kelenjar adrenal, tulang, limpa, tiroid, gastrointestinal saluran, jantung, dan sistem saraf pusat adalah mungkin akan sangat fatal jika tidak diobati. Presentasi Klinis dan Diagnosis Histoplasmosis dan coccidioidomycosis seringkali menyebabkan infeksi tanpa gejala asimtomatik pada mayoritas pasien imunokompeten atau muncul sebagai pembatasan diri, penyakit mirip influenza 1 sampai 3 minggu setelah diberikan inhalasi konidia. Presentasi klinis dari blastomycosis bervariasi mulai dari infeksi tanpa gejala, pneumonia akut atau kronis yang berkembang 30 sampai 40 hari setelah paparan, sampai penyebarluasan penyakit sesak nafas yang penuh (full-blown). GAMBAR 81-2. Histopatologi mikosis yang tersebar dalam jaringan. a. Histoplasmosisi (ragi); b. Blastomycoses (luas - bassed buinding awal yang berasal akibat ragi); c. Coccidioidomycoses (spherelus dengan endospora) Gejala infeksi jamur endemik umumnya muncul sebagai gejala yang persisten dan kadang-kadang muncul pneumonia progresif disertai demam, menggigil, batuk, arthralgia, berkeringat di malam hari, dan penurunan berat badan yang dibedakan dari infeksi kronis lainnya seperti TBC paru. Oleh karena itu, diagnosis endemik pada infeksi jamur sering diminta oleh pasien dengan riwayat gejala infeksi yang berkepanjangan, melakukan perjalanan atau tinggal di suatu daerah endemis, dan/atau yang aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang dihasilkan oleh paparan tanah yang terkontaminasi oleh jamur endemik. Radiografi dada sering menunjukkan salahsatu infiltrat difus atau nodular pada paru-paru, disertai pembesaran hilus dan/atau mediastinum kelenjar getah bening. Pneumonia fulminan dapat dilihat dengan paparan inokulum yang tinggi, dihasilkan pada infiltrat difus paru yang dapat menyebabkan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan sesak napas. Gejala rematologi seperti parah arthritis, perikarditis, dan eritema nodosum mungkin terlihat pada 10% sampai 30% pasien endemik jamur. Penyebaran pada paru-paru bagian luar merupakan hal umum pada pasien dengan penurunan imunitas seluler dan seringkali menunjukkan tandatanda menuju infeksi. Ulseratif oral dan lesi kulit juga mungkin timbul disertai dengan infeksi jamur endemik. Lesi kulit verukosa pada daerah wajah yang terpapar sinar matahari, akan tetapi, gejala yang sangat khas tersebut menunjukkan penyebab blastomycosis dan seringkali keliru sebagai gejala penyebab malignancy cutaneous. Penyebaran jamur ke tulang dapat mengakibatkan anemia atau trombositopenia. Hepatomegali, splenomegali, dan insufisiensi adrenal merupakan penyakit umum yang disebabkan penyebaran jamur endemik pada organorgan internal. Kejang, tanda-tanda meningeal, dan hidrosefalus juga umum dijumpai pada pasien dengan penyebaran jamur endemik pada sistem saraf pusat dan terutama menandakan kekurangan suatu prognosis dalam pengaturan penyebarluasan coccidioidomycosis. Diagnosis definitif pada infeksi jamur endemik memerlukan pertumbuhan jamur yang diambil dari cairan atau jaringan tubuh, atau bukti invasi pada sel atau jaringan dalam sampel klinis dengan pewarnaan histopatologis. Namun, kultur hanya dapat positif pada pengaturan paparan inokulum tinggi atau penyebarluasan penyakit. Pengujian serologi telah ditunjukkan untuk membantu dalam diagnosis dan manajemen pasien dengan histoplasmosis atau coccidioidomycosis, tetapi memiliki kekurangan sensitivitas yang cukup untuk diagnosa B. dermatitidis. Secara umum, kenaikan empat kali lipat dalam titer antibodi dari Histoplasma atau Coccidioides, atau titer lebih besar dari 1:16 menunjukkan infeksi aktif. Namun, banyak dokter yang masih menganggap titer serendah 1: 8 sebagai bukti penyebab penyakit aktif karena titer yang tidak terdeteksi mungkin terdapat dalam sepertiga dari semua infeksi. Baru-baru ini, Enzyme-Linked Immunosorbent Assays (ELISAs) telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen Histoplasma dalam serum dan urin, dan radioimmunoassay baru yang ditujukan terhadap permukaan protein B. dermatitidis telah menunjukkan sensitivitas yang menjanjikan. Pemantauan serial serologis dan pengujian antigen juga dapat menyediakan sarana untuk menilai respon terhadap terapi antijamur dan deteksi dini kekambuhan pada pasien dengan histoplasmosis atau coccidioidomycosis. PENGOBATAN Pendekatan Umum Pendekatan terapi antijamur pada pasien dengan infeksi jamur endemik ditentukan oleh tingkat keparahan presentasi klinis, imunosupresi yang mendasari pasien dan toksisitas potensial serta interaksi obat yang terkait dengan pengobatan antijamur. pasien imunokompeten dengan penyakit ringan berikut paparan H. capsulatum atau C. immitis sering mengalami infeksi jinak dan jarang membutuhkan terapi antijamur. Biasanya pasien ini diikuti dalam pengaturan rawat jalan dengan antigen pengujian serial untuk mengkonfirmasi menyelesaikan infeksi. Pasien tanpa perbaikan klinis di 6 minggu pertama biasanya diobati dengan itraconazole oral atau flukonazol selama 6 sampai 12 minggu (Tabel 812).Lainnya azoles seperti vorikonazol dan posaconazole muncul untukmemiliki aktivitas yang baik terhadap jamur endemik Namun, ada Saat ini data yang cukup untuk merekomendasikan FIRST LINE yang rutin mereka menggunakan. Pasien dengan berkepanjangan, gejala progresif dari 2 minggu atau titer lebih besar dari 1: 8 dari histoplasmosis atau coccidioidomycosis antigen adalah kandidat untuk antijamur langsung terapi. Setiap pasien dengan imunosupresi yang mendasari harus juga menerima terapi antijamur segera. Mengikuti tanda dan gejala dianggap indikator berat penyakit yang memerlukan rawat inap dan awal pengobatan dengan terapi amfoterisin B sistemik. (lihat tabel (81-2) TABEL 81-2 Pengobatan untuk Infeksi Jamur Endemik Mikosis Histoplasmosis Ringan sampai sedang Rekomendasi Pengobatan Rejimen observasi atau itrakonazol 200 mg PO setiap hari selama 6-12 minggu. ATAU itrakonazol 200 mg PO setiap hari selama 6-12 minggu. Atau IV 200 mg 12 jam selama 1 hari, kemudian 200 mg 24 jam (Hanya penyakit non SSP) ATAU Flukonazole 12 mg/Kg hari, PO untuk 6-12 minggu. Penyakit CNS termasuk berat atau kekebalan host. Amfoterisin B (AM-B) 0.7 mg/kg per hari IV atau liposomal AM-B 3-5 mg/kg per hari selama 12 minggu atau sampai klinis stabil Komentar Itrakonazol kurang efektif untuk infeksiinfeksi SSP , flukonazol kurang efektif tapi ditoleransi lebih baik daripada formulasi lipid itraconazole mungkin lebih efektif daripada formulasi konvensional, terutama untuk penyakit CNS. setelah pasien secara klinis stabil, dapat dialihkan ke itrakonazol atau flukonazol Terapi kortikosteroid harus dipertimbangkan pada pasien hipoksia dengan infeksi paru akut. Blastomycosis ringan sampai sedang. Parah termasuk CNS penyakit atau Host kekebalan Itraconazole 200 mg PO harian × 6 bulan. OR Flukonazol 6-12 mg/kg/hari PO AM-B 0.7 mg/kg per hari IV sampai pasien klinis stabil, maka Itraconazole (nonCNS) atau flukonazol PO 800 mg sehari selama 6 bulan Kambuh umum di immuno-dikompromikan host Coccidioidomycosis ringan sampai sedang Pengamatan atau itraconazole 200 mg PO dua kali sehari selama 6-8 bulan. OR flukonazol 6 – 12 mg/kg/hari PO harian AM-B 1 – 1,5 mg/kg per hari dengan dosis dan frekuensi menurun karena peningkatan terjadi. OR formulasi Lipid AM-B itraconazole menunjukkan kecenderungan superioritas atas flukonazol dalam suatu uji acak terkontrol untuk progresif, bebasmeningeal coccidioidomycosis; Namun, flukonazol lebih baik ditoleransi daripada itraconazole. Meredakan radang paru-paru atau menyebarkan infeksi Studi Kasus Pasien, Bagian 2 Memilih terapi anti jamur Titer serum untuk pasien yang coccidioidomycosis kembali kambuh menjadi lebih besar dari 1:32. Berdasarkan informasi yang disajikan, pilih rencana perawatan yang tepat untuk pasien coccidioidomycosis. 1. Apakah pasien memerlukan pengobatan antijamur saat ini? 2. Jika pasien dianggap memiliki penyakit cukup parah, apa pilihan perawatan yang akan anda rekomendasikan Hipoksia ditandai dengan tekanan parsial oksigen kurang dari 80 mm Hg Hipotensi (tekanan darah sistolik kurang dari 90 mm Hg) Gangguan mental Anemia (hemoglobin kurang dari 10 g / dL (100 g / L atau 6,2 mmol / L) Leukopenia (kurang dari 1.000 / cm3) Peningkatan transaminase hati (lebih dari 5 kali atas batas normal) atau bilirubin (lebih besar dari 2,5 batas atas normal) penekanan terapi dengan itraconazole PO 200 mg/hari atau flukonazol 800 mg/hari PO dianjurkan. Flukonazol 800-1000 mg/hari kadang-kadang disarankan setelah terapi AM-B awal untuk meningitis. Koagulopati Hilangnya berat badan lebih dari 10 % Bukti penyebaran termasuk manifestasi kulit Meningitis Presentasi klinis blastomycosis mencakup luas spektrum mulai dari infeksi tanpa gejala, penyakit seperti flu menyerupai penyakit saluran pernapasan atas lainnya, untuk infeksi menyerupai pneumonia bakteri dengan onset akut, tinggi demam, dan batuk, untuk penyakit subakut atau pernapasan kronis dengan gejala kompleks yang menyerupai tuberkulosis atau kanker paru-paru, atau infeksi paruparu fulminan dengan demam tinggi, difus infiltrat, dan presentasi ARDS. Sebagaimana dimaksud sebelumnya, kulit adalah situs yang paling umum dari penyebaran, biasanya melibatkan area tubuh yang terkena sinar matahari (yaitu, hidung, wajah, dan lengan) dan membran mukosa . Pengobatan blastomycoses, oleh karena itu, sangat tergantung pada tingkat keparahan klinis manifestasi. Umumnya, pasien dengan penyakit ringan dapat dianggap sebagai pasien rawat jalan dengan itraconazole oral atau fluconazole. Pasien dengan bukti penyakit paru parah atau penyebaran memerlukan pengobatan awal sebagai pasien rawat inap dengan amfoterisin B berbasis sampai mereka secara klinis stabil, dimana mereka dapat menyelesaikan masa pengobatan 6- 12 bulan sebagai pasien rawat jalan dengan itraconazole oral atau flukonazol. Pengawasan Pasien & Efek Samping Respon terhadap terapi antifungi mungkin lambat pada pasien dengan riwayat infeksi yang lama atau manifestasi berat. Bagaimanapun juga, perbaikan dengan perlahan-lahan pada gejala dan efek samping demam adalah indikator dari respon terhadap terapi antijamur. Untuk histoplasmosis dan coccidioidomycosis, menurunkan antigen titers juga menunjukkan respon terhadap terapi antijamur. Antijamur juga digunakan untuk pengobatan mikosis endemik dapat dihubungkan dengan interaksi dan toksisitas obat yang masuk dalam klinik penting, terutama dengan jalan pengobatan jangka panjang itu seringkali diperlukan pengelolaan terhadap mikosis endemik. Itroconazole terdapat dalam bentuk kapsul dan larutan. Sediaan larutan itroconazole memiliki beberapa keuntungan daripada sediaan kapsul; yaitu bioavabilitas oral yang lebih baik dan tidak memerlukan pH lambung rendah yang diperlukan untuk disolusi dan absorbsi dari kapsul. Bagaimanapun juga larutan oral meninggalkan rasa tidak enak (terasa setelah beberapa bulan pengobatan) dan memiliki efek samping gastrointestinal yang lebih tinggi. Oleh karena itu sediaan kapsul lebih dipilih dengan syarat pasien tidak dalam terapi penekanan asam (seperti : pompa proton inhibitor, antagonis histamin atau antasid). Interaksi obat yang perlu perhatian khusus pada pasien dalam terapi yaitu penggunaan azole dalam jangka panjang, terutama dengan itroconazole. Itroconazol merupakan substrat dan inhibitor dari enzim cytochrome P-450 (CYP)3A4 dan P-glikoprotein. Co-administration dari itroconazole dengan menstimulasi sistem enzim (contoh : rifampisin, fenitoin, dan fenobarbital) dapat meningkatkan jarak ruangan terhadap itroconazole (dan untuk menurunkan luas fuconazole), menghasilkan plasma yang kurang efektif dan konsentrasi obat ke jaringan. Umumnya, co-administrasi itroconazole dengan stimulasi penghambatan ini harus dihindarkan. Dalam beberapa kasus, tingkat plasma dapat menjadi sama ketika pasien dapat menerima (lebih baik daripada 7 hari pengobatan). Konsentrasi turun 0,25mcg/mL harus mempertimbangkan bukti ketidakcukupan pemberian itroconazole. Sebagai potensi penghambat CYP3A4, itroconazole dapat menurunkan jarak hubungan medikasi metabolisme enzim, peringatan untuk interaksi potensi obat berbahaya. Pasien menerima pengobatan antikoagulan dengan warfarin, pengobatan imunosupresive dengan cyclosporin atau tacrolimus, itu menyebabkan midazolam, HMG-CoA reduktase inhibitor (statins), rifabutin, agen kemoterapi (contoh : vinca alkaloid, busulfan dan cyclofosfamid), dan digoxin akan diperlukan dosis penyesuaian serta pengawasan hati-hati ketika menerima pengobatan itroconazole. Meskipun fluconazole tidak berpotensi menstimulasi CYP3A4 sebagai itraconazole, interaksi obat dapat tetap kuat, terutama pada dosis fluconazole tertinggi (800mg/hari). Semua antijamur azole menimbulkan potensi ruam, fotosensitivitas, dan hepatotoksik. Umumnya hepatotoksik ringan dan berulang sebagai asimptomatik meningkatkan transaminase hati. Bagaimanapun juga, gagal ginjl telah diketahui akibat itraconazole. Selain itu pemantauan terhadap fungsi ginjal direkomendasikan untuk semua pasien dengan terapi jangka panjang azole. Terapi jangka panjang dengan itraconazole mempunyai hubungan dengan reversible adrenal supresi dan kardiomiopati. Efek ini dapat dicegah dengan pemantauan dekat dan mengikuti terapi jangka panjang pasien. Amfoterisin B merupakan pilihan utama pengobatan pasien dengan infeksi jamur endemic. Sediaan konvensional deoksikolat obat dapat dihubungkan dengan memasukan terkait efek merugikan (seperti : kedinginan, demam, mual, kaku, dan aritmia). Premedikasi dengan dosis rendah hidrokortison, asetaminofen, NSAID, dan meperidin biasanya mengurangi reaksi infus yang terikat akut. Iritasi vena berhubungan dengan obat yang juga dapat memicu trombophlebitis, karenanya kateter pusat vena dipilih pada pasien yang menerima lebih dari seminggu pengobatan. Yang lebih kuat efek merugikan berhubungan dengan pengobatan amfositerin B adalah nefrositoksis, yang terjadi pada efek renal vaskular (konstriksi bagian atas tubula ginjal) dan langsung meracuni tubula renal. Umumnya nefrositoksis dengan amfositerin B umumnya berulang dan diberhentikan. Bagaimanapun juga, pengobatan dapat menjadi masalah pada pasien dengan infeksi hebat. Terlalu cepat menurunkan filtrasi glomelurus kadang-kadang terlihat dengan initasi pengobatan amfoterisin B, dan mengurangi dengan memastikan bahwa pasien melakukan hidrasi yang benar selama terapi, dan menggunakan infus normal sebelum dan sesudah amfositerin B untuk menurunkan tekanan renal, diketahui sebagai garam. Keracunan tubular dapat dicegah dengan menggunakan obat lain dengan diketahui toksisitas tubular sebagai aminoglikosida, siklosporin, cisplatin atau foscarnet. Umumnya toksisitas tubular terjadi pada pasien pemborosan potasium dan magnesium dalam urin. Selain itu elektrolit pasien harus diawasi dengan ketat serta suplementasi potasium dan magnesium seringkali dibutuhkan. Hypokalemia dan hypomagnesia acapkali mendahului menurunkan filtrasi glomerulus (meningkatkan serum creatinine), terutama pada pasien hidrasi. Kelanjutan rusaknya tubular, bagaimanapun juga, mempengaruhi penurunan aliran darah renal dan filtrasi glomerulus. Pada akhir dekade, amfositerin B telah direformulasi pada tiga perbedaan basis lemak (abelcet, ambisome, amphotec) yang menurunkan nefrotoksisisti dibanding sediaan convensional deoksikolat (fungizone). Dua dari sediaan (abelcet & ambisome) mempunyai berbagai derajat penurunan reaksi infusion-related. Meskipun lipid formulasi ini biasanya menjadi efektif sebagai amfositerin B deoksikolat, tetapi tidak menjadi formulasi standar. Tidak seperti konvesional ammfositerin B, yang memiliki dosis jangka 0,6 – 1,5 mg/kg perhari, dosis formulasi lipid dari tiga menjadi lima kali lebih besar pada mg per mg basis, rentang 3-5 mg/kg perhari. Hanya satu prospektif studi yang mempunyai efikasi terhadap formulasi lipid amfoterisin pada formulasi konvensional. Pada studi kecil pasien AIDS dengan histoplasmosis kuat, limposomal amfositerin B (ambisome) lebih efektif daripada amfoterisin B, dengan respon 84% dan 64%. Ambisome mungkin juga dipilih untuk pasien CNS, seharusnya penetrasi lebih tinggi pada otak terhadap formulasi lipid amfositerin B lain. Profilaksis Pencegahan primer biasanya tidak direkomendasikan untuk jamur lokal, tapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang sudah disepakati penggunannya oleh TTK dan suatu tempat di daerah endemik (lebih dari 5 penyakit per 100 pasien per tahun). Pencegahan sekunder atau penekanan terapi adalah terapi yang direkomendasikan untuk mikosis endemik, untuk pasien yang sudah disetujui penggunaannya terutama untuk pasien yang sudah diketahui kerusakan pada sistem kekebalan tubuhnya yaitu pada T-sel nya contohnya adalah pada pasien AIDS. Itrakonazol 200 mg/hari atau fluconazol 200-400 mg /hari, adalah penggunaannya obat yang banyak digunakan untuk profylaxis penyebaran jamur yang meluas. Untuk pasien dengan penyakit CNS, fluconazol adalah oabt yang lebih disukai atau lebih banyak digunakan daripada intrakonazol. MIKOSIS OPORTUNISTIK Commensal atau yang berhubungan dengan fungi itu adalah tipe yang tidak berbahaya yang dapat menyerbu mikosis ketika kekebalan tubuh pasien tidak seimbang, kekebalan tubuh pasien yang lemah dan rusak. Mikosis oportunistik secara luas dibagi kedalam tiga kelas katagori yaitu: Kualitatif/kuantitatif fungsi neutrofil berkurang Kekurangan mediated sel dalam sistem imun Lapisan mikrobiologi atau gangguan mekanik Kerusakan secara kuantitatif dalam neutrofil (neutropenia) akibat penyakit neoplastik, kemoterapi sitotoksik, transplantasi sumsum atau anemia aplastik merupakan faktor risiko yang paling umum untuk mikosis oportunistik. Kerusakan kualitatif dapat dilihat dari beberapa negara (contohnya DM dan penyakit kronis granulomatous) atau dengan terapy kortikosteroid dengan dosis tinggi. Kekurangan mediasi sel dalam kekebalan tubuh seperti AIDS, terapi kortikosteroid dengan dosis tinggi. Cyclosporin atau obat penolak lainnya, kemoterapy, tranplantasi, kerusakan sumsum tulang atau berbagai penyakit lainnya yang mungkin terjadi. Dengan pasien yang sudah mengalami pencangkokan yang bertahan lama, didalam kasus imunosupressive yang kronis. Berkurangnya kekebalan tubuh dapat timbul dari gangguan pembungkus atau lapisan gastrointestinal, juga dapat mempengaruhi pasien yang terinfeksi jamur. Jenis yang paling umum dari mekanik immunosuppressio operasi, penggunaan pada daerah vena dan kateter pada saluran kemih. Terapi dengan antibakteri berspektrum luas juga dapat mempengaruhi pasien untk infeksi jamur pada pasien dan terus mengganggu aktifitas mikrobiologi yang terdapat di dalam usus, yang mana memberikan pertumbuhan yang lebih pada infeksi jamur patogen seperti candida. Keberhasilan dalam mengatur patogen jamur opportunistis, untuk itu membutuhkan jamur atau pengurangan beradasarkan kekurangan sistem imun. lebih besar dengan memperhatikan sistem imun pada pasien, contohnya sebelum pembedahan, pasien mengalami demam yang terus-menerus dalam penggunaan anti mikroba berspektrum luas, untuk dapat mengetahui infeksi candida biasanya hanya memerlukan kateter pada pusat vena,karena sistem kekebalannya berkurang (pembedahan, cahateter, dan terapy anti mikroba)adalah batas luas mekanik atau lapisan mikrobiologi. Bagaimanapun jika pasien mengalami penggunaan obat kostikosterid dosis tinggi (misalnya lebih besar dari 600 mg prednison dalam sebulan)kekurangan mediated sel dalam kekebalan tubuh dalam kombinasi dengan kerusakan lapisan membuthkan pertimbangan, kemungkinanan dalam mencegah atau menurunkan infeksi jamur dari spesies Candida. Biasanya infeksi jamur patogen yang paling banyak adalah spesies candida, yang mana terdapat dalam saluran pencernaan dan saluran kemih pada wanita. Infeksi candida dapat terjadi di tiga tipe berdasarkan menurunnya sistem imun. Tetapi yang paling banyak terjadi pada pasien adalah dalam tipe mekanikal dan atau lapisan mikrobiologi. Cryptococcus berada dipermukaan tangan, sebagian besar terlihat pada pasien dengan kekurangan sistem imun pada mediasi sel (AIDS dan atau terapi kostikosteroid dosis tingggi). Infeksi jamur seperti aspergilus terutama diperoleh dari lingkungan melalui saluran pernafasan, karena penyebab infeksi pada pasien kebanyakan salah satunya adalah neutropenia yang berkepanjangan atau terjadi kerusakan di dalam memediasi kekebalan sel tubuh, faktor-faktor yang dapat menambah kerusakan seperti diluar lingkungan. Terapi pertama antijamur dan kerusakan metabolik untuk tipe jamur opportunistik spesifik termasuk fusarium atau zygomycetes Spesies Candida adalah jamur patogen oportunistik yang paling umum ditemui di rumah sakit, sebagai penyebab penyakit yang berda pada peringkat ketiga hingga keempat. Aliran darah infeksi nosokomial dalam rumah sakit negara kesatuan. Insiden nosokomial kandidiasis telah meningkat terus sejak awal 1980an, dengan luas penggunaan kateter vena sentral, antimikroba spektrum luas, dan kemajuan dalam perawatan suportif pasien sakit kritis. di tahun 1980, C. albicans menyumbang lebih dari 80% dari semua isolat jamur aliran darah yang dibudidayakan dari patiens. Oleh akhir 1990-an, frekuensi dari C. albicans ini relatif telah menurun hingga 50% dalam survei nasional pada infeksi aliran darah tanpa penurunan sesuai infeksi yang disebabkan oleh spesies non-albicans. Karena mudahnya resistensi (misalnya, C. krusei) atau berkurang kerentanan (misalnya, C. glabrata) dari banyak spesies nonalbicans, pengenalan flukonazol pada awal 1990-an sering dikutip sebagai kunci elemen mengemudi pergeseran dalam Mikrobiologi kandidiasis invasif. Namun, sangat mungkin bahwa faktor lembaga khusus lainnya (misalnya, meningkatnya penggunaan kateter vena sentral dan meningkatkan intensitas sitotoksik / mucotoxic kemoterapi) telah berkontribusi sama untuk tren ini. Hal ini penting Semua mikosis oportunistik sangat sulit untuk di diagnosis dan keharusan perawatan empiris sebelum diagnosis adalah dasarnya. Memutuskan untuk melakukan terapi antijamur pada infeksi jamur patogen dalam pengobatan adalah keputusan yang INVASIF KANDIDIAS Epidemologi untuk menjadi lebih mengenal dengan relatif epidemiologi dan frekuensi non-albicans spesies Candidia di lembaga atau unit perawatan intensif (ICU) sebelum memilih antijamur empririk terapi untuk kandidiasis invasif. Studi Kasus Pasien, Bagian 1 Seorang laki-laki berusia 43 tahun di ruang ICU bedah setelah eksplorasi laparatomi akibat kecelakaan kendaraan bermotor yang kemudian berkembang menjadi demam yang tidak responsif terhadap terapi antibakteri spektrum luas (piperacillin-tazobactam 3.75 g setiap 6 jam, gentamisin 120 mg setiap 8 jam, dan Vankomisin 1 g setiap 12 jam). Pasien memiliki kateter vena sentral dan Foley kateter. Kultur darah negatif, tetapi pasien memiliki atau jamur yang berkembang di dahak dan urin. Penelitian laboratorium mengungkapkan jumlah sel darah putih 11,300 sel/mm3 (11,3 × 109/L). 1. Apakah pasien ini memiliki faktor risiko untuk terkena invasif infeksi jamur? 2. Apa bukti saat ini menunjukkan bahwa pasien ini memiliki infeksi jamur yang invasif? 3. Jika antijamur terapi secara empiris dimulai pada pasien ini, yang spesies perlu diobati? Patogenesis dan Presentasi klinis Kandidiasis invasif bukanlah sebuah sindrom tunggal, tetapi spektrum infeksi yang berbeda dalam presentasi klinis dan tentu saja tergantung pada host kekebalan defisit. Semua bentuk kandidiasis invasif, namun, berpotensi parah, dengan tinggi (30% sampai 60%) tingkat mentah morbiditas dan mortalitas. bentuk yang paling umum invasif kandidiasis dilihat dalam bebas-neutropenia pasien dengan gangguan mesin microbiologic hambatan menimbulkan infeksi aliran darah (fungemia) dari, atau penyemaian untuk, kateter vena sentral. Candidemia terkait kateter membawa prognosis yang baik jika terapi anti jamur yang tepat adalah menetapkan awal dengan penghapusan kateter. Fungemia dapat kepadatan tinggi, namun, memimpin ke distal situs infeksi dan peningkatan morbiditas. Oleh karena itu infeksi harus diambil serius, terutama pada pasien dengan status kinerja yang buruk (yaitu, fisiologi akut yang tinggi, usia dan kesehatan kronis evaluasi II Skor) di ICU. Pasien dengan akut menyebarkan kandidiasis berbagi banyak fitur serupa sebagai pasien dengan candidemia terkait kateter, kecuali infeksi umumnya timbul dari usus mengikuti mucotoxic kemoterapi dan pasien sering sangat sakit. hematogenous menyebar ke organ-organ non-berdekatan umum pada pasien dengan kandidiasis menyebarkan akut dan hasilnya bergantung pada pemulihan dari neutropenia. Flukonazol profilaksis telah nyata menurun insiden akut menyebarkan kandidiasis antara kelompokkelompok pasien yang berisiko tinggi seperti transplantasi sumsum tulang dan pasien leukemia akut. Namun, terobosan infeksi dengan glabrata C. flukonazol-tahan dan C. krusei yang masih keprihatinan. Beberapa bentuk invasif kandidiasis didominasi oleh infeksi dalam organ dan tidak dapat dideteksi oleh kultur darah. Chronis disebarkan kandidiasis atau hepatosplenic kandidiasis adalah sebuah bentuk unik candidemia terlihat setelah pemulihan dari neutropenia. Candidemia selama periode neutropenia mungkin awalnya diterjemahkan ke sirkulasi portal dengan penyebaran ke organ yang berdekatan. Setelah pemulihan neutrofil, respons peradangan dipandang terhadap bidang fokus infeksi dalam hati dan limpa. ini respon radang menghasilkan sakit perut ini dikaitkan dengan peningkatan tingkat alkali fosfatase dan hepatocellular enzim. Diagnosa biasanya dilakukan berdasarkan keluhan dari pasien pasien (neutropenia), dan beberapa bidang lucency dalam hati dan limpa pada computed tomography (CT). Fokus invasif kandidiasis telah dilaporkan untuk hampir setiap organ, bahkan setelah tampaknya rumit terkait kateter fungemia. Situs yang paling umum infeksi adalah ginjal, mata, dan tulang. Candida dalam urin dapat indikasi kandidiasis ginjal, namun, itu harus dibedakan dengan lebih jinak kolonisasi saluran kemih, terutama pada pasien catheterized. Semua pasien dengan candidemia harus menjalani pemeriksaan mata untuk menyingkirkan candida endophthlamitis, yang dapat menjadi pandangan mengancam jika tidak diakui awal. Diagnosis laboratorium invasif kandidiasis didirikan oleh deteksi ragi dalam kultur darah atau situs lain strerile (fig. 81-3a). Pertumbuhan candidia dari urin, dahak, atau sekresi pernapasan (termasuk bronchoalveolar lavage) adalah tidak dianggap sebagai bukti infeksi invasif, karena daerah ini sering menjadi dijajah dengan Candida spesies pada pasien yang mendapat antibiotik spektrum luas. Kolonisasi di beberapa tubuh yang berbeda situs atau dengan kepadatan tinggi candida spesies, namun, bisa mendahului invasif infeksi. Karena itu preventif antijamur terapi mungkin ditunjukkan dalam terjajah populasi yang berisiko tinggi seperti yang dengan demam neutropenia, transplantasi penerima, atau berikut bedah abdomen Mayor. Meskipun candida tidak rewel terutama organisme, kepekaan budaya darah relatif miskin (kurang dari 60%) dan budaya negatif tidak mengesampingkan infeksi. sensitivitas miskin dari kultur darah untuk mendeteksi serangan penyakit telah mengakibatkan studi tentang novel serodiagnostic tes untuk mendeteksi antibodi, jamur metabolit, dinding sel jamur antigen, atau asam nukleat candida spesies. Pendekatan empat thr, antigen pengujian berdasarkan deteksi b-glukan polimer di dinding sel Candida telah muncul pendekatan empat, antigen pengujian berdasarkan deteksi b-glukan polimer di dinding sel Candida telah muncul paling menjanjikan, namun, tidak ada tes diagnostic ini telah mencapai pemakaian klinis rutin. Identifikasi Laboratorium Candida dalam sampel klinis harus dilakukan untuk tingkat spesies bila memungkinkan, spesies Candida berbeda dalam kerentanan mereka terhadap agen anti jamur. Diskriminasi cepat C. albicans dari spesies Candida non-albicans yang paling umum dapat dilakukan dengan tes kuman-tabung, yang dugaan mengidentifikasi C. albicans oleh formasi awal (kurang dari 4 jam) dari seperti struktur hyphae ketika yeas di diinkubasi dalam serum pada 98,6 ° F (37 ° C). Identifikasi spesies definitif, namun, mungkin memerlukan tambahan 48 sampai 72 jam setelah organisme terisolasi pada agar C. albicans tetap menjadi penyebab paling umum dari kandidiasis invasif, yang paling mematikan adalah dari spesies Candida, tetapi paling rentan antijamur yang umum digunakan termasuk fluconazole. Identifikasi Laboratorium Candida dalam sampel klinis harus dilakukan untuk tingkat spesies bila memungkinkan, spesies Candida berbeda dalam kerentanan mereka terhadap agen anti jamur. Diskriminasi cepat C. albicans dari spesies Candida non-albicans yang paling umum dapat dilakukan dengan tes kuman-tabung, yang dugaan mengidentifikasi C. albicans oleh formasi awal (kurang dari 4 jam) dari seperti struktur hyphae ketika yeas di diinkubasi dalam serum pada 98,6 ° F (37 ° C). Identifikasi spesies definitif, namun, mungkin memerlukan tambahan 48 sampai 72 jam setelah organisme terisolasi pada agar. C. albicans tetap menjadi penyebab paling umum dari kandidiasis invasif, yang paling mematikan adalah dari spesies Candida, tetapi paling rentan antijamur yang umum digunakan termasuk fluconazole. Seperti C. albicans, tropicalis adalah spesies yang relatif ganas dan memiliki tropisme untuk menyebabkan infeksi jaringan dalam, seperti miositis. C. tropicalis umumnya sensitif terhadap anti jamur termasuk flukonazol. C. parapsilosis adalah spesies kurang virulen sering terlihat pada neonatus dan pada orang dewasa dengan kateter vena sentral. Meskipun C. parapsilosis ini tidak invasif, banyak isolat membentuk biofilm tebal yang membuat organisme sulit diberantas dari bahan prostetik. C. parapsilosis umumnya rentan terhadap kebanyakan anti jamur termasuk flukonazol. Namun, dosis yang lebih tinggi dari echinocandins (misalnya, 70 sampai 100 mg / hari caspofungin) telah diusulkan karena potensi penurunan kelas echinocandin terhadap spesies ini. C. krusei adalah spesies yang kurang umum yang terkait dengan infeksi terobosan pada pasien immunocompromised berat dan harus selalu dianggap resisten terhadap flukonazol. Menariknya, sebagian besar isolat flukonazol-tahan dari C krusei mempertahankan kerentanan terhadap itrakonazol dan vorikonazol, berdasarkan analisis laboratorium. C. glabrata telah menjadi penyebab umum dari kedua candidemia de novo di berat immunocompromised host dan infeksi terobosan pada pasien profilaksis flukonazol. Meskipun C. glabrata kurang virulen dibandingkan spesies Candida lainnya, infeksi dengan organisme ini biasanya terlihat pada pasien dengan status kinerja yang buruk, karena itu angka kematian tetap tinggi. Kerentanan marjinal C. glabrata untuk flukonazol menyatakan bahwa agen lain seperti amfoterisin B atau echinocandins dianggap sebagai terapi FIRSTLINE sampai kerentanan terhadap flukonazol dapat didokumentasikan. Efektivitas vorikonazol atau posaconazole untuk sepenuhnya tahan flukonazol C. glabrata fungemia tidak mapan, meskipun resistensi silang telah didokumentasikan dalam studi laboratorium. GAMBAR. 81-3. Mikosis Opotunistik pada sampel klinik. a. Kandidias (jaringan) b. Cryptococcosis (noda pada CFS dari tinta india c. Aspergillosis (jaringan) d. Zygomycosis (jaringan) Pengobatan Ada tiga antijamur yang umum digunakan (amfoterisin B, flukonazol, dan caspofungin) yang telah dipelajari secara prospektif, uji klinis dilakukan secara acak dengan komparatif untuk pengobatan kandidias invasive. Enchinocandins terdiri dari micafungin dan anidulafungin yang penelitiannya hampir sama untuk candidemia dan diantisipasi memiliki khasiat yang sama dengan caspofungin, dan vorikonazol. Penelitian perbandingan vorikonazol dengan amforterisin B dengan pasien yang mengalami candidemia. Meskipun ada agen antijamur lain yang dapat diberikan intravena (formulasi amfoterisin B dan itraconazole) mungkin seefektif amfoterisin B, flukonazol, dan caspofungin untuk kandidiasis invasif, bukti yang mendukung adalah penggunaan obat terutama berasal dari openlabel studi observasional, dan uji coba terapi empirik febrile neutropenia. Hasil dari penggunaan obat untuk pengobatan pertama (first line) tidak memberikan efek yang jelas yang berbasis bukti dalam suatu infeksi.. Tidak ada hasil uji klinik yang dilakukan secara acak, namun ada uji klinis terkontrol yang diperoleh dari hasil membandingkan terapi antijamur untuk membuktikan pada efek akut yang di hasilkan oleh kandidias pada pasien neutropenia, perkembangan kandidias dapat menyebabkan kronis, atau bentuk lain dari kandidias dalam organ. Sebagian besar pasien diobati secara empiris untuk mengobati penyakit akibat kandidias invasif sebelum mendapatkan bukti infeksi untuk terapi langsung. Terapi empirik untuk kamdidias invasif harus dipertimbangkan dalam tiap pasien dengan gejala (demam) dan infeksi candidemia yang mempengaruhi pasien, merupakan spectrum luas terapi antibakteri., dapat digunakan kateter di pusat vena, pasien dengan disfungsi organ yang parah atau dialysis, pasien dengan neutropenia atau kekurangan kekebalan pada inang (misalnya dengan dosis tinggi terapi kortikosteroid) atau kolonisasi dengan candida pada satu atau lebih bagian tubuh. Jika seorang pasien nonneutropenik dan tidak pernah menerima terapi azole, flukonazol 800mg/hari yang merupakan terapi pertama (first line) yang sesuai untuk kandidias invasive sampai spesies dari isolat kandids (table 8: 13). Amphoterisin B deoxycholate 0,7 mg/kg per hari atau caspofungin 70 mg dalam 1 hari, lalu 50 mg/hari; vorikonazol; atau formulasi lemak amphoterisin B yang direkomendasikan secara terapi empirik pada pasien dengan demam neutropenia. Terapi lainnya dengan menggunakan echinocandin (micafungin dan anidulafungin) yang merupakan alternative dengan efektif yang sama dengan caspofungin. Jika neutropenia dengan durasi yang lebih singkat dan pasien yang beresiko rendah untuk infeksi jamur (misalnya pasien tumor dengan mengurang ketika setelah 2 minggu dari neutropenia),dosis flukonazol yang tinggi (800mg/ hari atau 12 mg/kg) dapat dipertimbangkan. Formulasi lipid amphoterisin B, di echinocandin, atau voriconazol merupakan agen yang lebih disukai karena memberi efek atau beresiko tinggi pada pasien yang sakit dengan demam neutropenia yang dapat memperluas cakupan menjadi kapang. Jika jamur hasil identifikasi adalah C.glabrata, yang tepat dan yang mendukung untuk digunakan pada C.glabrata , sebagai studi laboratorium yang memberikan resistensi potensial silang dengan resistensi isolate flukonazol dari spesies ini. Dosis tinggi fluconazole dapat dipertimbangkan untuk C.glabrata.diterbitkan pedoman pengobatan yang merekomendasikan penggunaan terapi yang baik pada caspofungin atau mungkinamphoterisin B deoxycholate. Voriconazol tidak direkomendasikan sampai ada data klinis Infeksi jika isolat yang di dokumentasikan menjadi rentan atau tidak ada efek tergantung dosis untuk fluconazole. Infeksi C. kruseis dapat di obati dengan echinocandine amfoterisin B atau vorikonazol. Pasien yang menanggapi terapi, secara medis stabil, tidak neutropenia, dan mengambil obat-obat oral dapat di alihkan ke mulut flukonazol tersedia isolate kerentanan di dokumentasikan oleh penguji konsentrasi minimum inhibitor. Untuk tidak rumit kateter terkait candidemia (tidak ada bukti keterlibatan organ) terapi harus di lanjutkan selama minimal 2 minggu dari curture. Darah positif terakhir pada pasien neutropenia. Semua kateter vena sentral harus dihapus untuk mengurangi durasi fungemia dan risiko infections berulang. Rekomindasi pengobatan untuk bentuk lain dari kandidiasi invasif didasarkan terutama pada bukti anekdot dan pendapat ahli. Candidiasis organ dalam membutuhkan terapi untuk mencapai kesembuan karena itu penting di tempatkan pada penggunaan jangka panjang imens pengobatan nyaman dan tidak beracun (400mg/ hari atau 6mg/kg per hari) adalah rejimen di sukai pada pasien secara klinis stabil. Amfoterisin dalam formulasi B dan mungkin caspofungin dapat di pertimbangkan untuk kasus refrakter atau pasien indextiens klinis tidak stabil dari mata, tulang, pangkreas. Atau kandungan empedu yang khas di rawat dengan baik amfoterisin B atau flucona ada sedikit data untuk mendukung penggunaan echinocendins candidiasis kemih kelompok yang tidak jelas dari domen simbolis yang dapat kolonisasi jinak (kandiduria) penyakit dari parenchy ginjal, patirants asimtomatik Don-NNU dengan kandiduria tidak memerlukan terapi anti fungul tidak ada peelitian yang menunjukan nilai tramamtly kliring candula dari urin. Pasien harus menerima 7 sampai hari terapi anti jamur andidi kemih adalah jika mereka(1) cymptomatu (2) memiliki dinical atau laboratorium conti bukti infeksi. Adalah neutrop yang bmb berat bayi (3)akan menjalani manipulasi urologi (4)telah ginjal semua verano. Penghapusan mencoba trans instrument termasuk foley kateter dan penyok yang di rekomendasi mungkin. Terapi di sukai onazole meskipun intrafena ampoterisin B deonycholate untuk 1ml/kg per hari juga emective agrnts anti jamur lain lakukan mencapai konsentrasi yang cukup dalam urin dan tidak harus di pertimbangkan untuk kencing dan kandidiasis icin B adalah untuk infeksi irrigation dengan kandungan kemih dan harus bersih di gunakan dalam resiko lebih tinggi sebagai alat diagostik untuk mengkonfirmasikan local dan infeksi kantung kemih. TABEL 81-3. Pendekatan Terapi Untuk Oportunistik Infeksi Jamur Mikosis Rekomendasi pengobatan Candidias Amphotericin B 0.7 mg/kg per hari Terkait kateter dan OR hematogen akut Fluconazole 6–12 mg/kg/hari IV setiap 24 jam OR Caspofungina 70 mg IV dalam 1 hari, kemudian 50 mg setiap 24 jam OR Amphotericin B + fluconazole Second line : Formulasi lipid amphotericin B 3-5 mg/kg per hari b OR Amphotericin B 0,5-7 mg/kg per hari + flucytosine 100 mg/kg per hari PO dibagi setiap 6 jam OR Voriconazol 6 mg/kg setiap 12 jam untuk 1 hari, kemudian 3 mg/kg setiap 12 jam OR Itraconazol 200 mg setiap 12 jam untuk 2 hari, kemudian 200 mg IV setiap 24 jam Keterangan Mengobati selama 14 hari terakhir setelah hasil kultur darah positif dan resolusi tanda dan gejala kateter harus dihilangkan bila memungkinkan Pasien dapat menggunakan obat oral flukkonazol ketika kliniknya stabil jika isolate rentan Caspofungin dan Amphotericin B adalah terapi yang lebih disukai dari resistensi spesies flukonazol Penerapan Voriconazol efektiv untuk C.Krusei yang resistensi flukonazol Echinocandins memilik efek yang sama Cryptococcsis Paru-paru kronis-teris olasi dan meningitis Flukonazol 6 mg/kg/hari IV atau PO dari 6-12 Induksi :Amphotericin B 0,7-1 mg/kg/hari + flucytosin 100 mg/kg/hari PO dibagi setiap 6 jam untuk 2 minggu Konsolidasi : Flukonazol 6-12 mg/kg/hari untuk 10 minggu Second line : Fluconazole + flucytosin untuk 2 minggu kemudian flukonazol untuk 10 minggu Minggu OR Lipolosomalamphotericin B 5 mg/kg/hari x 2 m inggu kemudian flukonazol 10 minggu Laporan rejimen untuk menghasilkan sterili sasi lebih cepat dari CSF di Bandingkan dengan Amphotericin B deoxy cholate sendiri selama 2 minggu pertama : Amphotericin B + 5-flucytosin Amphotericyn B + fluconazole Liposomal amphotericin B Echinocandis tidak mempunyai aktivitas Cryptococci lagi Aspergillsis Voriconazol 6 mg/kg setiap 12 jam untuk 1 hari, kemudian 4 mg/kg setiap 12 jam OR Formulasi lipid amphotericin B OR Caspofungin 70 mg IV untuk 1 dosis, kemudian 50 mg IV setiap 12 jam OR Posaconazole 200 mg PO qid x 14 hari, kemudian 200 mg PO bid OR Terapi kombinasi Voriconazol dapat digunakan untuk administrasi terapi oral pada pasien dengan masalah oral Vorikonazol dapat menyebabkan gangg uan visual reversibel dan kadang-kadang halusinasi. Karena tinggi dosis dan kursus pengobatan jangka panjang, formulasi lipid lebih disukai untuk amfoterisin-B berdasarkan terapi Studi praklinis menunjukkan kapang-aktif azoles ditambah echinocandins telah meningkatkan aktivitas melawan Aspergillus A. terreus harus dipertimbangkan tahan terhadap Amfoterisin B adalah penurunan aktivitas Amfoterisin B dan voriconazole versus spesies Aspergillus; dosis yang lebih tinggi atau kombinasi terapi dapat ditunjuk kan dalam kasus-kasus yang lebih parah. Fusariosis formulasi lipid amfoterisin B OR vorikonazole 6mg/kg q 12hour selama 1 hari kemudian 4mg/kg setiap 12 jam OR postakonazole 200mg PO empat kali sehari se lama 14 hari, kemudian 200mg PO setiap 12 ja m OR terapi kombinasi Zygomycoses dosis tinggi amfoterisin lipid B (misalnya 7.510mg/kg per hari) OR posaconazole 200mg PO selama 14 hari, kemudian 200mg PO setiap 12 jam OR terapi kombinasi Diagnosis yang cepat dan debridement sanga penting untuk hasil yang sukses dar dosis tinggi dari amfoterisin lipid B yang diperlukan posaconazole adalah Satusatunya azol dengan aktivitas terhadap resiko zygomycoses a. Atau echinocandin setara (micafungi 100-150mg/hari, anidualfungin 200mg sehari 1 atau 100mg/hari) b. Ambisome 3-5mg/kg per hari abelcent 5mg/kg per hari amphotec 4mg/kg per hari CFS cairan serebrospinal IV PO intravena oral. Mucocunataneous candidiasis umumnya tidak mengancam jiwa atau invansif dan dapat di obati dengan azole topical (troches clotrimazole) azole oral (fluconazole, ketoconazole, atau itraconazole) atau polien oral (seperti nistati atau oral amphoterichin B). Administrai oral dan absorbs azol (ketokonazol,flukonazol, atau larutan itrakonazol), suspensi Amphotericin B, casfopungin intravena, atau intravenous amporicie B dianjurkan untuk infeksi refraktori atau berulang. Meskipun lebih invasif, esofagus kandidiasis tidak biasanya berkembang menjadi infeksi yang mengancam jiwa. Namun, terapi topikal tidak efektif. Azoles (flukonazol, itraconazole solusi atau voriconazole), echinocandins, atau intravena Amfoterisin B (dalam kasus infeksi tidak responsif) adalah pilihan pengobatan yang efektif. Terapi harus digunakan pada pasien yang tidak mampu mengambil medikasi. Studi Kasus Pasien, Bagian 2 Pemilihan terapi antijamur Pasien dimulai pada flukonazol 400 mg/hari, tetapi 3 hari kemudian memiliki demam gigih dan mengembangkan hipotensi dan menurun urin. Kultur darah menunjukkan kuman ragi tabung-negatif yang tumbuh dalam darah. Penelitian laboratorium mengungkapkan jumlah sel darah putih 12.300 mm3 (12 × 109/L), Aspartat aminotransferase 68 IU/L (1,13 μKat/L), aminotransferase alanin 75 IU/L (1.25 μKat/L), alkali fosfatase 168 IU/L (2.8 μKat/L), dan bilirubin yang normal. Kreatinin serum adalah 1.8 mg/dL (159 μmol/L). 1. Faktor-faktor apa menyarankan terapi antijamur empiris harus berubah pada pasien ini? 2. Apakah paling mungkin spesies jamur yang tumbuh dari darah? 3. Apa prosedur harus direkomendasikan pada pasien ini untuk meningkatkan respon untuk terapi anti jamur Pengawasan Pasien & Efek Samping Respon untuk terapi anti jamur pada invasive candidiasis.biasanya selalu lebih cepat dari infeksi jamur yang endemik.resolusi dari demam dan sterilisasi kultur darah adalah indikasi respon terhadap terapi anti jamur toksisitas yang berhubungan dengan terapi anti jamur sangat berhubungan dengan pasien yang menyatakan keberatan terhadap beberapa racun yang mungkin lebih berat pada pasien yang sakit kritis dengan invasive candidiasis.nephrotoksik dan gangguan elektrolit,dengan partikel amphotericin B,merupakan masalah dan mungkin tidak dapat dihindari meski dengan formulasi lipid amphorenicin B.fluconazol dan echnocandins. Biasanya adalah pilihan yang aman dan biasanya juga dapat di tolerir. Keputusan untuk menggunakan salah satu jenis obat yang lain, terutama didorong oleh kekhawatiran dari berkembangnya spesies albicans bebas, dari sejarah terpaparnya pasien sebelumnya dapat digunakan flukonazol (faktor resiko untuk spesies albicans bebas). resiko tinggi pasien dengan neutropenia.beberapa studi terbaru telah meneliti penggunaan itrakonazol atau micafungin echinocandin sebagai profilaksis di hematopoietik penerima transplantasi sel sampai engraftment untuk memberikan perlindungan terhadap kedua Candida dan Aspergillusspecies. Meskipun kedua agennya efektif, terapi lain juga ideal karena dapat diperthankan (itrakonazol) atau kurangnya formulasi oral (micafungin). Posaconazole juga dapat digunakan sebagai agen profilaksis untuk keduanya ragi dan cetakan pada pasien kanker berisiko tinggi. Profilaksis antijamur di nonneutropenia, non-kanker populasi difokuskan pada pencegahan kandidiasis invasif,dan harus sama ditargetkan berisiko tinggi pada populasi terntentu transplantasi (misalnya, hati, pankreas, atau usus kecil transplantasi) atau pada pasien ICU (yaitu, perawatan intensif neonatal) dengan tingkat kandidiasis invasif melebihi 10% meskipun prosedur pengendalian infeksi agresif. Profilaksis flukonazol (400 mg / hari) telah terbukti mengurangi tingkat Candida peritonitis pada pasien dengan gastrointestinal refraktori perforasi, dan cenderung terus menuju tingkat penurunan invasif kandidiasis pada pasien yg dikatakan dewasa yang dirawat di ICU bedah selama lebih dari 3 hari . Flukonazol juga telah terbukti efektif dalam mengurangi tingkat kandidiasis invasif dineonates. Diharapkan penelitian yang sedang berlangsung akan menegaskan risiko dan keuntungan dari profilaksis antijamur yang rutin di pengaturan umum ICU. Prophilaxis Flukonazol (400 mg / hari) telah dipelajari secara ekstensif sebagai rejimen profilaksis untuk mencegah kandidiasis invasif pada pasien dengan berkepanjangan (lebih dari 2 minggu) neutropenia. placebo kontrol , prospektif uji acak yang dilakukan pada 1990-an menunjukkan bahwa flukonazol efektif dalam mengurangi frekuensi, morbiditas, dan dalam beberapa kasus pemeriksaan kematian,karena kandidiasis invasif diberikan hinga sumsum tulang sembuh. Namun, keterbatasan utama dengan flukonazol adalah ketiadaan memberi ulasan untuk CRYPTOCOCCUS Epidemiologi Cryptococcus neoformans merupakan ragi yang dapat dibuat untuk menginfeksi host yang normal, tetapi lebih sering dikaitkan dengan infeksi berat pada pasien immunocompromised. C. neoformans dibagi menjadi dua varietas berdasarkan serotipe: C. neoformans var. neoformans (Serotipe dan d) dan C. Neoformans var. gatti (serotipe b dan c). C. neoformans var. Gatti terutama ditemukan di iklim tropis dan sub-tropis terutama didapat dari pohonpohon kayu putih, sedangkan C. neoformans var.neoformans ditemukan di seluruh dunia dan berhubungan dengan kotoran merpati dan kotoran burung lainnya. Sebelum pandemi AIDS, Cryptococcus adalah penyakit yang relatif luar biasa, tetapi juga menjadi penyebab utama meningitis antara terinfeksi HIV pasien. Meskipun infeksi ini telah agak menurun, dengan meluasnya penggunaan antiretroviral terapi (ART), C.neoformans menyisakan patogen pening pada pasien immunocompromised, termasuk pasien kanker yang sering memberikan pulmonary dari infeksi. Patogenesis dan Presentasi klinis C. neoformans diperoleh terutama melalui inhalasi dari partikel ragi kering yang ditemukan di lingkungan . sel yang di hirup mencapai ruang alveolar distal di mana mereka secara bertahap rehydrate dan membentuk kapsul polisakarida karakteristik mereka yang memungkinkan resistensi terhadap fagositosis.Cacat pada seluler kekebalan memungkinkan pemulihan dari kapsul pelindung dan perkalian ragi di paru-paru. meskipun alveolar makrofag menfagositosis ragi,penahanan dan pembunuhan membutuhkan respon yang terkoordinasi antara bawaan dan adaptif humoral ( komplemen dan antibodi anticryptococcal ) dan T –sel menengahi respon dari inangnya. Kekurangankekurangan sel kekebalan penengah mengikuti ragi untuk bertahan hidup sebagai intraseluler fakultatif patogen di dalam makrofag sepanjang mereka bermigrasi dari paru-paru ke saluran kelenjar getah bening,yang mengarah ke penyebaran melalui aliran darah ke meninges. Tidak seperti infeksi jamur jenis linnya ,faktor sifat yang benar telah diidentifikasi untuk C.neoformans. Kapsul, serta polisakarida larut dilepaskan dari sel-sel ragi selama infeksi,merusak fagositosis dan pengikatan anticryptococcal antibodi. Infeksi kriptokokus primer dimulai di paru-paru, muncul sebagai gejala ringan atau infeksi asimtomatik yang menyelesaikan secara spontan atau hasil dalam dikemas,nodul paru biasanya non kalsifikasi. Itu bukan jarang ini nodul terisolasi untuk dideteksi di dada x-ray selama rutinitas kerja-up. Diagnosis kriptokokosis primer hanya dilakukan jika nodul tersebut disedot atau dihapus karena kekhawatiran kanker paru primer. Pada inang yang mengalami immunocompromised , infeksi paru-paru mungkin akan lebih cepat menyebar , bilateral, penyakit interstitial yang meniru penyajian Pneumocystis jiroveci ( carinii ) pneumonia ( PCP ). Diseminasi ke organ lain , terutam SSP, mata , dan mungkin kulit, adalah lebih mungkin terjadi di pasien dengan defisit parah dalam imunitas diperantarai sel. demam , batuk, dyspnea, dan nyeri pleura yang umum pada presentasi dengan disertai hipoksemia yang dapat dengan cepat berkembang ke akut sesak napas. Karena ciri-ciri pelengkap pada kriptokokosis paru yang ttersebar oportunistik patogen yang lain, diagnosis awal membutuhkan bronchoalveolar lavage atau biopsi transbronkial , yang dapat secara efektif mendiagnosis 80% sampai 100% kasus. bagian klinis pada kriptokokus pneumonia yang tersebar bisa separah PCP, dengan tingkat kematian mendekati 100% pada pasien yang diobati dalam 48 jam . C. neoformans adalah sangat neurotropik dan mudah menyebarkan dari paru-paru ke CNS, khususnya leptomeninges, dan kadang-kadang parenkim otak. Karakteristik klinis meningitis kriptokokus sedkit berbeda, bagaimanapun, antara pasien dengan dan tanpa AIDS yang mendasari. Pada pasien tanpa AIDS, presentasi penyakit lebih berbahaya dan gejala seperti pusing, mudah marah, penurunan pemahaman, dan mungkin muncul berminggu-minggu sampai berbulan-ulan sebelum dibuat diagnosis. Pasien dengan AIDS umumnya muncul pada bagian penyaki dengan meningoencephalitis berat. berat yang paling umum tanda dan gejala pada presentasi adalah demam, sakit kepala, meningismus, fotofobia, perubahan status mental, dan kejang. perhitungan tomography atau gabar gema magnet sensitif mungki menunjukan edema serebral, beberapa daerah. nodul ditingkatkan, atau lesi massa tunggal (cryptococcoma). Pemeriksaan cairan serebrospinal sering mengungkapkan Tekanan meningkat pembukaan pada pungsi lumbal, tapi glukosa, protein, dan leukosit tingkat dapat normal. Diagnosis Laboratorium Diagnosis klinis dikonfirmasi oleh biakan dari darah, CSF, atau cairan relevan secara klinis yang lain atau jaringan. visualisasi langsung C. neoformans CSF oleh pewarnaan tinta india adalah metode yang paling cepat untuk mendiagnosis meningitis. pnemuan antigen kriptokokus dalam tiap serum atau CSF memiliki sensitivitas yang lebih besar dari 95% dan spesifisitas dalam diagnosis infeksi kriptokokus invasif benar dan tampaknya berkorelasi dengan jamur burden. Sebuah tes antigen serum positif lebih besar dari 1:4 secara kuat memberi kesan infeksi kriptokokus, dan lebih besar dari atau sama dengan 1:8 merupakan indikasi dari penyakit aktif. Titer antigen pada serum positif dalam 99% pasien dengan kriptokokus meningitis, dan biasanya melebihi titer 1:2048 pada pasien dengan AIDS. Namun, perjalanan waktu kriptokokus antigen eliminasi tidak diketahui dan hasil tes positif dapat bertahan selama bertahuntahun. Perubahan CSF kriptokokus titer antigen memiliki nilai terbatas dalam pemantauan terapi obat untuk kriptokokus meningitis, meskipun diharapkan penurunan harus terlihat setelah 2 minggu atau lebih dari therapy antijamur. Pengobatan Meningitis kriptokokal adalah fatal jika tidak diobati . karena pneumonia sering mendahului penyebaran penyakit dan selanjutnya meningitis , semua pasien dengan pemeliharaan, histopathology, atau Penyakit serologi terbukti harus menerima terapi antijamur. Di pasien dengan kriptokokosis paru terisolasi , flukonazol umumnya dianggap sebagai terapi pilihan (lihat Tabel 8:1-2) sebagai pilihan lain itraconazole atau terapi kombinasi (flukonazol ditambah flucytosine) juga telah digunakan dengan beberapa keberhasilan pada pasien. Disebarluaskan atau CNS kriptokokosis membutuhkan lebih Pendekatan pengobatan agresif, terutama di immunocompromised Pada inang. Prediktor pretreatment hasil yang buruk dengan terapi antijamur meliputi : Penyakit yang mendasari Progresif atau immunodysfunction Status mental abnormal pada saat presentasi Tekanan pembukaan Peningkatan di pungsi lumbal (lebih besar dari 260 mm H2O) Beban jamur Tinggi yang tercermin oleh titer CSF antigen [di Pasien AIDS] lebih besar dari 1:2048 Uji acak prospektif yang selesai sebelum adanya pengakuan AIDS menunjukkan tingkat respons yang tinggi (kira-kira 80%) dengan menggunakan gabungan Amfoterisin B dan flusitosin untuk 4 sampai 6 minggu. Meskipun sterilisasi CSF dapat dicapai pada kebanyakan pasien dalam waktu 2 minggu dengan rejimen ini, sejumlah besar pasien (30% sampai 40%) mengembangkan toksisitas membatasi dosis dan kambuh terlihat dalam kira-kira 50% pasien. Oleh karena itu pendekatan pengobatan baru diciptakan yang terdiri dari fase pengobatan yang berbeda untuk meminimalkan toksisitas dan mengurangi risiko kambuh kembali. Uji klinis yang dilakukan oleh Institut Nasional alergi dan infeksi penyakit (NIAID) Mycoses Study Group setelah pengakuan AIDS menunjukkan bahwa 2 minggu terapi induksi antijamur dengan kombinasi Amfoterisin B (0.7 mg/kg per hari) ditambah flusitosin (100 mg/kg per hari) untuk cryptococcal meningitis, diikuti oleh konsolidasi terapi dengan flukonazol (400 mg sehari-hari) untuk 8 minggu adalah sama efektifnya dengan 4 minggu kombinasi terapi, dengan toksisitas sedikit (Lihat tabel 81-2). Penelitian terbaru telah menyarankan flukonazol ditambah Amfoterisin mungkin pilihan yang dapat diterima pada pasien yang tidak bisa mentolerir terapi dengan flusitosin (Lihat tabel 81-2). Prophylaxis Flukonazol (200 mg per hari) dianjurkan sebagai terapi pemeliharaan untuk hidup pada pasien dengan kuat mendasari disfungsi kekebaan untuk mencegah berulangnya infeksi cryptococcal dengan diperkenalkannya HAART, panduan pelayanan kesehatan masyarakat Amerika Serikat baru-baru ini telah berubah sekunder profilaksis rekomendasi untuk cryptococcosis yang didasarkan pada data yang menunjukkan aman untuk menghentikan terapi maintenance pada pasien AIDS yang memiliki respon imunologi yang berkelanjutan pada terapi antiretroviral efektif. Kadang-kadang, inisiasi HAART dapat mengakibatkan Reaktivasi sub klinis, imunologi manifestasi infeksi cryptococcal (atau infeksi oportunistik lainnya). Manifestasi dari sindrom disebut pemulihan kekebalan ini mungkin termasuk meningitis atau necrotizing radang paru-paru yang mengalami eksaserbasi. Terapi antijamur plus agen antiinflamasi non steroid atau prednison telah digunakan dengan berhasil pada pasien dengan sindrom cryptococcal-terkait pemulihan kekebalan. Namun, pengelolaan optimal entitas klinis yang baru saja ditetapkan ini masih belum diketahui. INVASIF ASPERGILOSIS Epidemologi Cetakan invasif , terutama Aspergillus , telah menjadi Komplikasi yang semakin penting dari terapi kanker dan transplantasi organ . Pasien dengan kndisi leukemia akut dan penerima transplantasi sel hematopoietik alogenik berada di terutama berisiko tinggi untuk aspergillosis invasif karena neutropenia berkepanjangan dan kekurangan dalam imunitas diperantarai sel terkait dengan graft - versus-host penyakit dan treatment lebih dari dari 180 spesies dalam genus Aspergillus telah dijelaskan, tapi hanya empat spesies yang umumnya terkait dengan infeksi invasif: Aspergillus fumigatus,Aspergillus flavus, Aspergillus terreus , dan Aspergillus niger . Dari empat spesies tersebut , A. Fumigatus menyumbang mayoritas infeksi jamur paru manusia.Namun, identifikasi Aspergillus cetakan dalam budaya untuk tingkat spesies masih penting , karena kejadian amfoterisin B - tahan Aspergillus terreus dan Aspergillus flavus telah meningkat selama 5 tahun terakhir antara berisiko tinggi pasien . Diagnosis dini dan akurat aspergillosis invasif ( IA ) tetap penghalang yang paling penting untuk manajemen yang efektif infeksi ini , yang berhubungan dengan kematian kasar berkisar antara 60 % sampai 100 % . Patogenesis dan Presentasi klinis Patogenesis IA didefinisikan terutama oleh mendasari disfungsi kekebalan dari tuan rumah. Rute yang paling umum dari akuisisi untuk Aspergillus adalah melalui saluran pernapasan. Konidia tersebar di arus udara yang dihirup terus menerus melalui sinus dan mulut dan menembus ke distal ruang alveolar (lihat Gambar. 81-3c). Kebanyakan konidia yang cepat terjadi di phagocytosed dan dihancurkan oleh makrofag diatas dan bagian pernapasan bawah Namun,fungsi makrofag dapat ditekan transplantasi berikut, sitotoksik kemoterapi, atau pada pasien yang telah menerima highdose terapi kortikosteroid. Konidia yang lolos fagositosis mulai berkecambah menjadi bentuk hifa yang terlalu besar untuk konsumsi oleh makrofag. Bentuk hifa Aspergillus kemudian menyerang pembuluh darah atau jaringan yang berdekatan atau tulang (di sinus) mengakibatkan perdarahan dan / atau infark, dan coagulative nekrosis. Setelah dalam aliran darah, fragmen hifa layak dapat pecah dan menyebar ke organ distal termasuk otak. Pengendalian infeksi pada tahap ini membutuhkan pengembangan dari jenis respons adaptif Th-1 untuk meningkatkan fungisida yang aktivitas sel efektor profesional (yaitu, neutrofil) terhadap 5 elements hifa Pasien dengan teregulasi, ditekan T-cell-mediated imunitas, atau berkepanjangan neutropenia tidak dapat mengendalikan infeksi dan beresiko tinggi untuk penyebaran infeksi. Tanpa terapi antijamur, aspergillosis invasif adalah fata seragam Tanda dan gejala aspergillosis invasif yang diduga diredam di host immunocompromised . demam umum tetapi non - spesifik untuk infeksi dan mungkin disertai oleh nyeri pleuritik dada , batuk , hemoptisis , dan / atau gesekanrub.40 neurologis tanda-tanda termasuk kejang , hemiparesis , dan pingsan mungkin hadir pada pasien dengan penyebaran ke otak. Plak kulit atau papula ditandai dengan ulkus nekrotik pusat atau eschar terjadi pada sampai dengan 10 % dari pasien dengan penyakit disebarluaskan ; Namun , kultur darah bersamaan sering negatif . Radiografi dada tidak dapat mendeteksi dini bentuk penyakit dan dapat tetap negatif hingga 10 % daripasien dalam waktu 1 minggu akan meninggal. Pada lesi awal CT scan pendarah dan edema merupakan sebuah infark yang ada pada sekitar pembuluh darah. Meskipun terapi antijamur “efektif” pada lesi CT scan ini dapat terus meningkat dalam berbagai ukuran. Kandungan neutropil pada pasien, mengalami neutropenik. Pada saat itu pasien netrofil pada sel darahnya akan membentuk bulan sabit yang pada radiografi di indikasikan tidak dapat melawan infeksi atau kemampuan melawan infeksi nya menurun (immunocompromised) pada pasien paru progresif pasien diberikan flukonazol dengan evaluasi untuk kemungkinan cetakan infeksi Ct scan (HRCT) dengan resolusi tinggi sering di gunakan pada pasien yang memiliki invasive pada paru yang disebabkan oleh jamur aspergillus. Gejala akibat jamur aspergillus yaitu Demam, batuk yang disertai darah dan lender, memburuknya asma dan di kelilingi oleh berbagai pelemahan yang di tandai dengan “tanda halo” Lesi awal pada CT scan merupakan perdarahan dan edema sekitarnya sebuah infark pembuluh darah. Meskipun terapi antijamur " efektif " , lesi pada CT scan dapat terus meningkat dalam ukuran di neutropenik pasien sampai neutrofil pulih pada saat itu mereka mulai kavitasi , membentuk " tanda udara - bulan sabit " pada radiografi dada , indikasi menyelesaikan infeksi . immunocompromised pasien flukonazol dengan sinus atau paru progresif penyakit dengan radiografi harus dievaluasi untuk kemungkinan cetakan infeksi. Studi Kasus Pasien, Bagian 2 Infeksi kapang invasif Seorang wanita berumur 40 tahun menderita leukemia akut pada hari ke 115 pasca alogenik dia harus melakukan donor transplatasi sel hematopoietik. Mengunjungi klinik dengan berbagai keluhan yang meningkat seperti mual, perut kram dan ruam di tangan sampai menyebar di lengannya. Dia juga mengeluh karena nyeri yang mendalam. Kemudian dia melakukan pemeriksaan laboratorium dan dia tercatat pada sebuah SGPT 85 IU / L ( 1,42 μKat / L ) , aspartat aminotransferase 75 IU / L ( 1,25 μKat / L ) dan bilirubin total 2,1 mg / dL ( 36 umol / L). Obat nya saat ini meliputi tacrolimus 5 mg 2 kali sehari (level terbaru : 8 ng / mL ) , levofloxacin 500 mg sehari , flukonazol 200 mg / hari , valasiklovir 500 mg dua kali sehari , metoprolol 25 mg dua kali sehari,dan benzonatate( tessalon ). Dia dirawat di Rumah Sakit karena melakukan transplantasi atau pencangkokan terhadap penyakit di inang eksaserbasi (perburukan progresif dari sesak, batuk). CT scan 03:57 menunujukkan dasar pleura dikeduan bidang paruparu terdapat nodul pada. Layanan yang pertama di berikan adalah dengan obat. 1. Apa faktor penyakit dari pasien yang dapat mengembangkan infeksi kapang invasif? 2. Apakah voriconazol adalah pilihan yang tepat yang sesuai dengan pasien? Apakah ada kekhawatiran terhadap interaksi obat? Diagnosis laboratorium Seperti invasif mikosis lainnya , diagnosis definitif aspergillosis memerlukan bukti histopatologi invasi hifa dalam jaringan (Gambar.81-4) Namun , prosedur yang diperlukan untuk membangun definitif diagnosis oleh sampling lesi mencurigakan ( misalnya jarum halus aspirasi atau biopsi paruthoracoscopic ) tidak layak dalam sebagian besar pasien dengan trombositopenia yang mendasari sekunder untuk keganasan hematologi atau kemoterapi. Meskipun hifa terlihat dalam jaringan, histopatologi saja tidak bisa membedakan Aspergillus dari cetakan septate angioinvasive lainnya seperti Fusarium , engan memiliki pola yang berbeda dari antijamur susceptibility. Oleh karena itu , pernapasan dan/atau pemeliharaan luka (jika kulit atau sinus / langit-langit keras lesi hadir) adalah faktor penting dalam modifikasi terapi antijamur empiris. Pemeliharaan pernapasan yang termasuk dahak, bronkial basah, atau lavage bronchoalveolar memiliki sensitivitas rendah untuk diagnosis aspergillosis invasif tetapi prediksi nilai positif yang tinggi di pasien immunocompromised Oleh karena itu, negative bronchoalveolar pemeliharaan lavage tidak mengesampingkan paru invasif aspergillosis, tapi merupakan pemeliharaan positif dalam risiko tinggi pasien (misalnya, pasien transplantasi sel hematopoietik alogenik) menunjukkan aspergillosis paru pada setidaknya 60% dari seperti pasien. GAMBAR 81-4 Patogenisis dari Aspergillus invasif Kultur darah memiliki nilai diagnostik kecil untuk invasif aspergillosis, tapi mungkinmenggambarkan penyakit yang serius dengan A. terreus. pasien dengan keterlibatan paru terbatas atau profilaksis atau terapi antijamur empiris dapat terus menjadi budaya negatif untuk spesies Aspergillus meskipun penampilan maju penyakit. Oleh karena itu, spesialis klinis harus pernah mempertimbangkan pemeliharaan negatif sebagai indikasi untuk menghentikan terapi antijamur pada pasien dengan dicurigai atau terbukti aspergillosis. Upaya yang telah cukup difokuskan dalam dekade terakhir ini untuk mengembangkan metode laboratorium berdasarkan non-kultur (antigen deteksi, polymerase chain reaction [PCR], dan metabolit deteksi) untuk diagnosis aspergillosis invasif. harapannya adalah bahwa tes pengganti dapat mendeteksi bukti awal dari adanya infeksi Aspergillus sebelum kerusakan organ target yang signifikan yang pada akhirnya yang terdeteksi oleh CT scan terjadi. Baru-baru ini Food and Drug Administration telah menyetujui ELISAbasedassay untuk mendeteksi komponen polisakarida dari dinding sel Aspergillus disebut galactomannan. Meskipun beberapa studi prospektif besar telah menemukan bahwa sensitivitas dan spesifisitas uji melebihi 90% di neutropenik pasien dengan keganasan hematologi, median rentang waktu antara deteksi galactomannan dan klinis tanda dan gejala IA rata-rata kurang dari 6 hari. Faktor lain seperti status imun pasien (neutropenia vs graftversus-host penyakit), terapi antijamur, dan diet ,mungkin berdampak pada interpretasi galactomannan tes.contohnya, hasil positif palsu telah dilaporkan pada pasien pediatrik, pasien yang menerima piperasilin-Tazobactam untuk demam neutropenia, dan mengikuti arahan untuk memakan sereal, pasta, suplemen gizi, atau saus. Oleh karena itu,ada banyak kesempatan untuk tes positif palsu. Meskipun beberapa studi hewan dan data klinis menunjukkan bahwa naiknya permukaan galactomannan adalah pertanda adanya infeksi, masih ada data yang terbatas mendukung penggunaan ini tes untuk membimbing dan memantau terapi antijamur. Pada saat ini tampaknya tes galactomannan (dan berdasarkan strategi non kultur lainnya) akan berfungsi sebagai metode pelengkap untuk mengkonfirmasi hasil dari mikrobiologis, histopatologi, dan penyelidikan radiografi diarahkan untuk mendiagnosis invasif aspergillosis. Pengobatan Sampai saat ini, hanya dua perbandingan yang dikontrol uji klinis secara acak yang telah dievaluasi sebagai terapi antijamur untuk pengobatan invasif aspergillosis dan hanya satu studi yang cukup medukung untuk mengukur perbedaan dalam menanggapi terapi anti jamur. Dalam studi tersebut, para penyelidik dari Jerman membandingkan pada pasien yang awalnya ke triazole baru, voriconazole, untuk pasien yang awalnya diperlakukan dengan Amfoterisin B deoxycholate. Desain studi itu menunjukkan bahwa itu memungkinkan terjadinya perubahan dari obat yang berbeda untuk setiap terapi antijamur berlisensi lain, tanpa melihat bahwa pasien diklasifikasikan sebagai kegagalan pengobatan kombinasi terapi. Hampir 80% dari pasien secara acak untuk menerima Amfoterisin B deoxycholate yang beralih ke terapi anti jamur lain berlisensi (berarti durasi 10 hari) versus 36% pasien di lengan voriconazole (berarti durasi 77 hari). Tolerabilitas yang rendah dari Amfoterisin B deoxycholate itu tidak mengejutkan mengingat dosis yang relatif lebih tinggi (1 mg/kg per hari intravena) dan berkepanjangan dalam pengobatan yang diperlukan dalam pengobatan invasif aspergillosis. Di akhir pengamatan (12 minggu), proporsi yang lebih tinggi dari pasien yaitu di lengan voriconazole tetap hidup (70.8%) dibandingkan dengan Amfoterisin B deoxycholate – pasien yang dirawat (57.9%). Berdasarkan hasil ini, banyak pakar sekarang mempertimbangkan voriconazole sebagai obat awal pilihan untuk invasif aspergillosis pada pasien tanpa signifikan kontraindikasi (misalnya, interaksi obat atau disfungsi hati yang sudah ada sebelumnya) untuk azole terapi (Lihat tabel 81-2). Voriconazole juga muncul untuk memiliki khasiat beberapa di CNS aspergillosis, bentuk invasif aspergillosis dengan tingkat kematian sejarah yang mendekati 100%. Itraconazole memiliki aktivitas melawan Aspergillus dan sering digunakan sebagai profilaksis, tetapi tidak dianggap sebagai sebuah pilihan perawatan yang sangat efektif untuk penyakit invasif. Lipid formulasi Amfoterisin B, caspofungin, atau echinocandins lainnya dan penelitian triazole posaconazole, dapat dianggap sebagai kemungkinan alternatif untuk voriconazole terapi dan mungkin lebih disukai agen pada pasien dengan infeksi terobosan pada azole antijamur (termasuk itraconazole atau flukonazol). Beberapa hari terbuka-label serangkaian kasus telah menyarankan bahwa terapi kombinasi, dengan traizole echinocandin dan moldactive seperti voriconazole, mungkin akan lebih efektif daripada voriconazole sendirian untuk aspergillosis invasif yang telah gagal terapi berbasis Amfoterisin B. Setelah terapi anti jamur dimulai, durasi dan intensitas antijamur terapi ini disutradarai oleh tuan rumahspesifik faktor termasuk respon klinis, mendasari imunosupresi, tolerabilitas, dan rencana untuk masa depan kemoterapi/imunosupresi. Pada pasien berat kekebalan, lengkap pemberantasan jamur tidak mungkin dan penekanan terapi mungkin diperlukan sampai setelah pemulihan fungsi kekebalan selular. Reaktivasi dari sisa infracts atau devitalized jaringan di sinus atau paru-paru yang menyimpan aspergillosis merupakan perhatian jika pasien akan menerima lebih lanjut terapi imunosupresif. Oleh karena itu, débridement bedah sinus atau eksisi lesi besar paru sering dikejar. Kambuh atau terobosan Aspergillus infeksi kurang menguntungkan menanggapi antijamur terapi daripada de novo IA dan mungkin memerlukan langkah-langkah yang lebih agresif (kombinasi terapi, immunotherapy, atau operasi) untuk menstabilkan infeksi. Studi Kasus Pasien, Bagian 2 Voriconazole dimulai pada pasien dengan 1 mg/kg per hari dari methylprednisolone untuk mengontrol dalam pengobatan penyakit. Dosis tacrolimusnya juga menurun sebesar 70% dengan penambahan voriconazole dan tingkat darah tacrolimus hari 10 ng/ml. Namun, pasien masih mengalami demam yang memburuk pernapasan sakit. Ulangi CT scan paruparu menunjukkan nodul baru, dan efusi pleura paru kanan. 1. Apa yang kemungkinan alasan pasien ini tampaknya kemajuan pada voriconazole terapi? 2. Apa kapang lainnya mungkin terlibat sebagai penyebab infeksi yang mungkin tidak menjawab voriconazole pada pasien ini? 3. Apa pilihan pengobatan dapat dipertimbangkan dalam pasien ini? Profilaksis Meskipun pedoman baru-baru ini diterbitkan untuk mencegah infeksi oportunistik pada hematopoietik penerima transplantasi sel tidak memberikan rekomendasi konkrit untuk profilaksis antijamur terhadap Aspergillus, profilaksis harus dipertimbangkan pada subkelompok yang berisiko tinggi dengan tingkat aspergilosis invasif melebihi 10%. Kelompok-kelompok ini meliputi: (1) pasien dengan lama periode pra-engraftment (misalnya, transplantasi sumsum-darah penerima), (2) pasien dengan riwayat aspergillosis invasif sebelum transplantasi, (3) pasien yang menerima transplantasi dengan risiko tinggi penyakit graft-versus-host (misalnya, haploidentical transplantasi alogenik) atau infeksi (misalnya, sel T-habis transplantasi), setiap pasien dengan penyakit graft-versus-host di terapi kortikosteroid dosis tinggi (lebih besar dari 1 mg / kg prednisone setara) dengan atau tanpa anti-thymocyte globulin atau tumor necrosis factor blokade (yaitu, infliximab), dan (4) setiap pasien transplantasi dengan cytomegalovirus aktif penyakit, yang berhubungan dengan peningkatan risiko berikutnya infeksi jamur karena efek imunosupresif virus. profilaksis dan terapi. Oleh karena itu, epidemiologi, klinis, dan pengobatan infeksi ini akan singkat . Fusariosis Respon terhadap terapi antijamur dalam kapang invasif lambat dan sulit untuk dinilai jika bedasarkan tanda-tanda klinis saja . Peningkatan demam , dan hasil akhirCT-scan ( dalam kasus infeksi paru-paru ) indikasi respon terhadap terapi antijamur . Toksisitas terkait dengan terapi antijamur yang mirip pada pasien seperti pada yang dijelaskan sebelumnya . Pasien sering membutuhkan terapi yang berkepanjangan , terutama jika pasien dengan terganggunya imunosupresi. Dalam banyak kasus , terapi antijamur dapat dilanjutkan tanpa batas waktu sampai resolusi atau hasil yang lengkap mendasari. Spesies Fusarium yang paling umum yang kedua atau ketiga untuk patogen kapang antara pasien yang berkaitan dengan kekebalan, khususnya pasien dengan keganasan Hematologi. Faktor risiko untuk menyebarkan fusariosis mirip dengan aspergillosis invasif dan termasuk neutropenia, limfopenia, graft versus - penyakit host, dan terapi dosis tinggi kortikosteroid. Meskipun presentasi klinis fusariosis sering dibedakan dari yang invasif aspergillosis, lesi kulit dan fungemia yang secara signifikan lebih umum dengan infeksi Fusarium. Lesi kulit biasanya mendahului fungemia, yang dapat dideteksi oleh darah hingga 40% pasien. Histopatologi mengungkapkan adanya percabangan akut septate hyphae mirip dengan yang ditemukan dalam aspergillosis. Invasif Fusariosis menyebabkan tingkat kematian hingga 80% tergantung pada status imun inang yang mendasari. Pasien dengan kadar neutropenia yang berisiko tinggi terutama untuk hasil yang rendah. Anekdot keberhasilan telah dilaporkan dengan penggunaan dosis tinggi (lebih dari 7,5 mg/kg per hari) lipid Amfoterisin B, voriconazole, dan posaconazole.54 transfusi granulosit dirangsang dengan sitokin juga telah dilakukan pada pasien dengan neutropenia yang terus-menerus untuk mengontrol refrakter infeksi. KAPANG JENIS LAINNYA ZYGOMICOSIS Meskipun Aspergillus adalah infeksi jamur yang paling umum di pasien immunocompromised , hampir semua kapang dapat menyebabkan infeksi invasif di host immunocompromised yang tepat. Namun, penelitian yang menjelaskan epidemiologi, manajemen, dan hasil dari kapang oportunistik kurang umum adalah tersedia hanya dari laporan kasus atau seri kasus. Untuk alasan ini, pedoman pengobatan saat infeksi jamur tidak mengatasi pengelolaan mikosis atau kurang umum. Namun, sebagai survival telah meningkat pada pasien dengan Candida dan Infeksi aspergillus,kapang oportunistik kurang umum, terutama agen zygomycosis dan fusariosis menjadi penyebab penting infeksi terobosan pada antijamur Zygomycosis adalah infeksi jarang disebabkan oleh jamur dari urutan Mucorales, kelas Zygomycetes, Dengan organisme yang paling sering menjadi perwakilan Mucor ,rhizopus, Absidia ,cunninghamella,dan Rhizomucor. Zygomycosis adalah infeksi klasik terkait dengan invasif progresif. Infeksi rhinocerebral pada pasien dengan diabetes mellitus dan atau diabetes yang menyerang otak. Namun, zygomycosis invasif sering terjadi pada penderita kanker , terutama transplantasi atau pasien leukemia yang telah menerima dosis tinggi steroid , atau pasien dengan pengobatan yang berkepanjangan, neutropenia mendalam. Berbeda dengan bentuk Pemantauan Pasien dan Efek Samping rhinocerebral klasik zygomycosis invasif terlihat pada pasien diabetes, infeksi paru tampaknya lebih umum pada populasi kanker. Zygomicetes umumnya tahan terhadap vorikonazol dan echinocandins dan kehadiran efek dari infeksi harus dicurigai pada setiap pasien dengan infeksi jamur yang progresif saat menerima vorikonazol dan atau terapi echinocandin. Karena perkembangan yang cepat dari penyakit , diagnosis dini dan terapi agresif sangat penting untuk hasil yang menghasilkan efek dan pengobatan yang sukses. Lipid amhotericin B , debridement radikal , transfusi granulosit sitokin – dirangsang,d an bahkan terapi oksigen hiperbarik telah direncanakan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas tinggi infeksi ini menghancurkan.Posaconazole adalah satu-satunya antijamur triazol dengan aktivitas terhadap bentuk infeksi sinopulmonary. IA : invasive aspergillosis ICU : intensive care unit IV : intravenous NIAID : National Institute of Allergy and Infectious Diseases PCR : polymerase chain reaction PCP : Pneumocystis jiroveci (carinii) pneumonia PO : oral Daftar referensi pertanyaan dan jawaban tersedia di www.ChisholmPharmacotherapy.com Masuk ke situs web: www.pharmacoteraphyprinciples.com untuk memperoleh informasi dalam melanjutkan pembelajaran bab ini. REFERENSI UTAMA DAN BACAAN Evaluasi Hasil Praktek medis modern dan kemajuan dalam transplantasi dan terapi kanker telah meningkat yaitu mikosis primer dan mikosis oportunistik penyebab relatif umum dari infeksi morbiditas terkait penyakit dan kematian pada manusia. Meskipun mikosis invasif sering lebih sulit untuk mendiagnosa dan mengobati dibandingkan dengan terapi berbasis amfoterisin B telah memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dan pilihan pengobatan yang lebih untuk menghambat infeksi. Perkembangan awal, akurat, dan efektif nonkultur berdasarkan tes diagnostik masih menjadi kendala atau menghambat untuk meningkatkan percobaan desain farmakoterapi dan hasil dari mikosis invasif pada pasien immunocompromised (sistem kekebalan). SINGKATAN-SINGKATAN AIDS : acquired immunodeficiency syndrome ARDS : acute respiratory distress syndrome CNS : central nervous system CSF : cerebrospinal fluid CT : computed tomography CYP : cytochrome P-450 isoenzyme ELISA : enzyme-linked immunosorbent assay HAART: highly active antiretroviral therapy HRCT : high-resolution computed tomography Chapman SW,Bradsher RW, Campbell GD,et al. Practice guidelines for the management of patients with blastomycosis. Clin infect Dis 2000;30:679-683 Herbrecht R, Denning DW, Patterson TF, et al. Voriconazole versus amphotericin B for primary therapy of invasive aspergillosis. NEngl J Med 2002;347:408– 415. Hughes WT, Armstrong D, Bodey GP, et al. 2002 Guidelines for the use of antimicrobial agents in neutropenic patients with cancer. Clin Infect Dis 2002;34:730–751. Kullberg BJ, Sobel JD, Ruhnke M, et al.Voriconazole versus a regimen of amphotericin B followed by fluconazole for candidaemia in non-neutropenic patients: a randomised non-inferiority trial. Lancet 2005;366:1435–1442. Marr KA, Boeckh M, Carter RA, et al. Combination antifungal therapy for invasive aspergillosis. Clin Infect Dis 2004;39:797–802. Masur H, Kaplan JE,Holmes KK, et al. 1999 USPHS/IDSA guidelines for the prevention of opportunistic infections in persons infected with human immunodeficiency virus. Clin Infect Dis 2000;30:S29– S65. Mora-Duarte J, Betts R, Rotstein R, et al. Comparison of caspofungin and amphotericin B for invasive candidiasis. N Engl J Med 2002;347:2020–2029. Pappas PG, Rex JH, Sobel JD, et al. Guidelines for treatment of candidiasis. Clin Infect Dis 2004;38:161–189. Saag MS, Graybill RJ, Larsen RA, et al. Practice guidelines for the management of cryptococcal disease. Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis 2000;30:710–718. Wheat J, Sarosi G, McKinsey D, et al. Practice guidelines for the management of patients with histoplasmosis. Clin Infect Dis 2000;30:688–695. 16 INFEKSI HIV Amanda Corbett, Rosa Yeh, Julie Dumond, and Angela D.M. Kashuba OBJEK PEMBELAJARAN SETELAH MEMPELAJARI BAB INI, PEMBACA AKAN MAMPU UNTUK: 1. 2. 3. 4. Menjelaskan jalur penularan HIV, dan perkembangan penyakit. Mengidentifikasi secara atipikal dan tipikal tanda dan gejala infeksi HIV akut dan kronis Mengidentifikasi hasil terapi untuk pasien dengan infeksi HIV Merekomendasikan sesuaiintervensi pharmacotherapy lini pertama untuk pasien dengan infeksi HIV 5. Merekomendasikan sesuaiintervensi pharmacotherapy lini kedua untuk pasien dengan infeksi HIV 6. Menggambarkan komponen rencana monitoring untuk menilai efektivitas dan efek samping dari pharmacotherapy pada infeksi HIV 7. Mengedukasi pasien tentang keadaan penyakit, modifikasi gaya hidup yang sesuai, dan terapi obat yang diperlukan untuk pengobatan yang efektif KONSEP UTAMA ❶ Tujuan pengobatan infeksi HIV adalah untuk menek an replikasi HIV, menghindari perkembangan resistensi obat, mengembalikan dan melestarikan fungsi kekebal an tubuh, mencegah infeksi oportunistik dan meminim alkan efek samping. ❷ Kadar plasma HIV RNA dan menghitung jumlah CD4 + sel T digunakan untuk menilai risiko perkembangan A IDS (atau risiko infeksi oportunistik) dan untuk memant au efektivitas dan ketahanan pengobatan. ❸ Pengobatan yang efektif dan lengkap infeksi HIV me libatkan pendekatan multidisiplin, yang mencakup apot eker, dokter, pekerja sosial, dan lain-lain. Pengobatan i nfeksi HIV selalu memerlukan kombinasi terapi antiretr oviral, dan mungkin termasuk resep pengobatan atau p rofilaksis infeksi oportunistik dan resep atau nonresep pengobatan untuk efek samping. ❹ Pengobatan dengan dua Inhibitor transkriptase nukl eosida (NRTIs) dan inhibitor transkriptase nonnucleosi de (NNRTI) atau protease inhibitor (PI) merupakan and alan pengobatan untuk infeksi HIV. ❺ Semua pasien dengan infeksi HIV kambuh jika obat d itarik. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan pengob atan jangka panjang. ❻ Akhirnya, HIV menjadi resisten terhadap terapi obat saat ini. Untuk menghindari hal tersebut, kepatuhan pa sien terhadap rejimen obat sangat penting. ❼ Sebagian besar obat antiretroviral dimetabolisme ol eh P-450 sistem enzim sitokrom ( CYP ). Oleh karena itu , sangat penting untuk memeriksa profil pasien untuk o bat-obatan yang dapat berinteraksi dengan obat antire troviral. ❽ Kebanyakan obat antiretroviral menyebabkan efek s amping yang akut dan kronis. Pasien harus diawasi unt uk mencegah terjadinya toksisitas. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) perta ma kali dikenal pada tahun 1981, dan digambarkan dal am sekelompok pemuda homoseksual dengan defisi ensi imun yang signifikan. Sejak itu, human immunod eficiency virus tipe 1 (HIV-1) telah jelas diidentifikasi s ebagai penyebab AIDS. HIV-2 jauh kurang lazim dari H IV-1, tetapi juga menyebabkan AIDS. Target utama HI V yaitu CD4 + limfosit, yang sangat penting untuk sist em kekebalan tubuh. Jika tidak diobati, pasien meng alami asimtomatik jangka panjang diikuti oleh immun odeficiency cepat, dan progresif. Oleh karena itu, keb anyakan komplikasi yang dialami oleh pasien dengan AIDS melibatkan infeksi oportunistik dan kanker. HIV terutama ditularkan melalui kontak seksual, kontak d engan darah atau produk darah, dan dari ibu ke anak selama kehamilan, menyusui. Prevalensi dan insiden HIV meningkat secara global, dan sampai saat ini belu m tidak ada perawatan yang dapat memberantas HIV . Kombinasi antiretroviral agent (disebut terapi antire troviral sangat aktif, atau HAART) dapat menekan re plikasi HIV untuk tingkat yang tidak terdeteksi, keterl ambatan awal AIDS, dan memperpanjang kelangsung an hidup. Namun, ada sejumlah toksisitas obat jangka panjang yang dapat membahayakan pasien. Bab ini a kan membahas pilihan pengobatan untuk HIV, dan m emberikan saran praktis untuk manajemen pasien. Orang berusia 15 hingga 24 tahun menyumbang hampir setengah dari infeksi HIV baru di seluruh dunia. Pada akhir 2003, sekitar 1,039,000 dari 1,185,000 orang yang hidup dengan HIV/AIDS di Amerika Serikat, 24-27% terdiagnosis dan tidak menyadari mereka terinfeksi HIV (yang mungkin tidak disadari akan menularkan virus kepada orang lain). Dari jumlah pasien yang terinfeksi HIV, sekitar 4% (42,514) yang didiagnosis dengan AIDS pada tahun 2004, dan 2% (18,017) mati oleh AIDS. jumlah perkiraan diagnosa AIDSpada tahun 2004 adalah 944,305, setengah dari mereka (529,113) telah meninggal. Dibandingkan dengan distribusi mereka dalam keseluruhan populasi, populasi Afrika-Amerika dan Hispanik tidak proporsional terkena HIV/AIDS, mewakili 50% dan 18% dari kasus, masing-masing. HIV/AIDS merupakan tiga penyebab utama kematian bagi laki-laki Afrika-Amerika yang berusia 25-54 tahun, antara empat penyebab kematian untuk wanita Afrika-Amerika yang berusia 20-54 tahun, dan merupakan nomor satu penyebab kematian untuk wanita Afrika-Amerika yang berusia 25 untuk 34 tahun. Dari 2000 sampai 2004, tingkat HIV/AIDS untuk laki-laki Afrika-Amerika adalah delapan kali dari kulit putih. HIV/AIDS untuk wanita Afrika-Amerika 23 kali tingkat wanita kulit putih. EPIDEMIOLOGI ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Sejak kasus pertama AIDS yang diidentifikasi pada tahun 1981, lebih dari 25 juta orang tewas akibat infeksi HIV. Hal ini membuat AIDS menjadi salah satu penyakit yang paling merusak dalam sejarah. penyakitnya sangat dinamis, dan tidak ada negara di dunia yang tidak terpengaruh. Diperkirakan bahwa HIV saat ini menginfeksi sekitar 40 juta orang di seluruh dunia. Sekitar 65% dari kasus ini di sub-Sahara Afrika, dengan prevalensi yang kira-kira 7%. Asia Tenggara, Asia Tengah dan Eropa Timur juga terjadi peningkatan yang sangat cepat. Pada 2005 saja ada Lima juta orang baru yang terinfeksi HIV. Sebagian besar infeksi ini diperoleh melalui penularan heterosexsual. Pada Desember 2005, perempuan menyumbang 46% dari semua orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia, di sub-Sahara Afrika, memperhitungkan bahwa perempuan 57%. HIV-1 adalah retrovirus dan anggota genus lentivirus. virus ini memiliki karakteristik periode latency yang berkepanjangan. Ada dua jenis molekuler dan serologis yang berbeda tetapi terkait dengan tipe HIV: HIV-1 dan HIV-2. HIV-2 adalah penyebab epideminya kurang umum dan ditemukan terutama di Afrika selatan. HIV-1 dikategorikan oleh garis keturunan filogenetik menjadi tiga kelompok (M (utama), N (baru), O (outlier)). HIV-1 grup M dapat dikategorikan lebih lanjut menjadi sembilan subtipe : A sampai D, F sampai H dan J dan K. HIV-1 subtipe B adalah yang paling utama bertanggung jawab atas epidemi yang terjadi di amerika utara dan eropa barat. Bukti menunjukan bahwa HIV pada manusia adalah hasil dari penularan antar spesies dari primata terinfeksi simian immunodeficiency virus (SIV). HIV-2 berkaitan erat dengan SIV yang ditemukan di sooty mangabeyss di Afrika Barat, dan HIV-1 mirip dengan SIV ditemukan pada simpanse. Infeksi HIV diketahui pertamakali oleh manusia berada di afrika tengah pada tahun 1959. Kebiasan seperti penyiapan dan memberi makanan hewan atau memelihara primata sebagai hewan peliharaan, telah memungkinkan virus untuk berpindah dari hewan ke manusia. Penyebaran virus yang cepat di seluruh dunia terutama dapat dikaitkan dengan mobilitas yang tinggi karena transportasi modern, hubungan seksual dan penyalahgunaan narkoba. Infeksi HIV terjadi melalui tiga cara utama dalam penularannya : seksual, parenteral dan perinatal. Cara yang paling umum untuk penularannya melalui seks anal reseptif dan hubungan seks melalui vagina dengan kemungkinaan penularan meningkat sampai 3 % untuk setiap hubungan seksual yang sudah dilakukan dan meningkat 0.2 % setiap hubungan seksual untuk yang kedua kalinya. Kemungkinan penularaan meningkat ketika pasangan memiliki indeks replikasi virus yang sangat tinggi ( yang terjadi diawal infeksi atau diakhir infeksi penyakit), atau ketika pasangan yang tidak terinfeksi memiliki penyakit ulseratif, gangguan pada permukaan mukosa, atau (pada kasus laki-laki) yang belum disunat. Penularan secara parenteral dari HIV terutama terjadi melalui penggunaan obat injeksi dengan berbagi jarum yang sudah terkontaminasi atau terkait dengan pengadaan injeksi. Hasil dari program pemeriksaan kesehatan komprehensif Amerika Utara, kurang dari 1% dari semua kasus infeksi HIV terjadi sebagai akibat dari transfusi darah yang terkontaminasi atau produk darah atau transplatasi organ yang terinfeksi. Petugas kesehatan memiliki risiko 0.3 % tertular infeksi HIV karena luka jarum suntik perkutan. Infeksi perinatal (juga dikenal sebagai penularan secara vertical atau penularan dari ibu ke anak (MTCT) dapat terjadi selama kehamilan, menjelang kelahiran dan selama menyusui. Resiko MCTC meningkat sekitar 25 % pada kehamilan, sedangkan resiko penularan selama menyusui adalah sekitar 15% sampai 20 % dalam 6 bulan pertama kehidupan. Karena tingginya tingkat replikasi HIV dalam darah adalah farktor resiko yang signifikan untuk penularan HIV, sangat penting untuk mengobati wanita karena infeksi HIV selama kehamilan. Setelah kelahiran, ibu sangat dianjurkan untuk tidak menyusui jika ada alternatif yang lebih baik. Penting untuk mengetahui siklus hidup dari virus agar memahami bagaimana obat antiretroviral digabungkan untuk terapi optimal (Fig.84-1). Setelah HIV masuk kedalam tubuh, sebuah glikoprotein luar yang disebut gp120 mengikat reseptor CD4 yang ditemukan pada permukaan sel-sel dendritik, limfosit T, monosit dan makrofag. hal ini memungkinkan mengikat lebih lanjut reseptor kemokin lain pada permukaan sel yang disebut CCR5 dan CXCR4. Kebanyakan pasien yang baru terinfeksi memiliki ciri khas virus yang menggunakan CCR5 untuk masuk kedalam tubuh dan kebanyakan pasien dengan penyakit lanjut memiliki ciri khas virus yang menggunakan CXCR4 untuk masuk ke dalam tubuh. Hal ini menjadi penting dalam memahami tempat terapi untuk beberapa obat baru dalam pengembangan. Setelah virus melekat dengan CD4 dan reseptor kemokin, glikoprotein virus lain (gp41) membantu virus masuk kedalam sel dan masuk kedalam bagian dari virus. Bagian dari virus termasuk single-stranted RNA (RNA untai tunggal), RNA dependent, DNA polymerase ( juga dikenal sebagai reverse transcriptase), dan enzim lainnya. Menggunakan RNA single-stranted (untai tunggal) sebagai tempelate, reverse transcriptase mensintesis untai komplementer DNA. RNA rantai tunggal virus dihilangkan dari untai DNA yang baru terbentuk oleh ribonuclease H, dan reverse transcriptase melengkapi syntesis DNA untai ganda. Enzim reverse transcriptase virus sangat rentan terjadi kesalahan dan banyak mutasi terjadi dalam konversi RNA ke DNA. Aktivitas transkripsi balik yang tidak efektif bertanggungjawab terhadap kemampuan HIV untuk cepat bermutasi dan terjadi resistensi obat. Infeksi kronis terjadi ketika DNA untai ganda berpindah tempat ke inti sel inang dan berintegrasi kedalam kromosom sel inang oleh enzim HIV yang disebut integrase. Setelah sel menjadi aktif oleh antigen atau sitokin, replikasi HIV mulai: DNA polimerase mentranskripsi DNA virus ke m-RNA, dan m-RNA diterjemahkan menjadi protein virus. Protein ini berkumpul dibawah lapisan ganda dari sel inang, membentuk nukleokapsid yang mengandung protein, dan virus berkembang di sel. Setelah berkembang, virus matang ketika enzim protease HIV memotong polipeptida besar menjadi protein fungsional yang lebih kecil. Tanpa proses ini, virus tidak dapat menginfeksi sel-sel yang lain. Selama tahap awal infeksi, sekitar 10 miliar virus dapat diproduksi setiap hari. Sebagian besar sel-sel yang mengandung virus ini akan lysis sebagai akibat dari berkembangnya virion, dibunuh oleh T-limfosit sitotoksik, atau mengalami apoptosis. Namun, virus akan dilindungi dalam beberapa sel, yang bisa tinggal secara dorman selama bertahun-tahun. Respon kekebalan terhadap HIV Relatif efektif, tetapi tidak dapat benar-benar membersihkan infeksi, dan pasien memasuki tahap laten,tanpa gejala atau gejala ringan yang berlangsung 5 sampai 15 tahun. Selama masa ini, tingkat replikasi virus tinggi dapat dilihat pada kelenjar getah bening. Pada akhirnya defisiensi imun terjadi ketika tubuh mampu menambah sel T helper pada tingkat yang sama dengan HIV yang menghancurkan mereka. ①Saat ini, tujuan terapi adalah untuk memaksimalkan dan menekan replikasi HIV lebih lama untuk mempertahankan fungsi sistem kekebalan tubuh dan mengurangi mordibilitas dan mortilitas. Sejak replikasi HIV telah ditemukan di semua area tubuh, penting untuk menggunakan terapi obat kuat yang dapat mencapai konsentrasi yang memadai di semua jaringan, termasuk bagian yang memiliki proteksi seperti otak dan saluran kelamin.seperti otak dan saluran kelamin PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS Diagnosis HIV dilakukan baik oleh enzim HIV positif Linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau rapid test (tes ini bisa positif begitu 3 sampai 6 minggu setelah infeksi) dan kemudian dikonfirmasi oleh tes konfirmasi positif, biasanya HIV Western blot (tabel 84-1). Pasien yang akut terinfeksi HIV mungkin asimtomatik atau hadir dengan tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan infeksi virus, seperti demam, mialgia, limfadenopati, faringitis, atau ruam. Secara bersama-sama, ini adalah "akutsindrom retroviral. " Penyelenggara harus memperhatikan kemungkinan infeksi HIV pada setiap pasien dengan penemuan ini dan menyelidiki tentang resiko tinggi seksual baru atau cara lain dari paparan. Faktor risiko untuk infeksi HIV / AIDS meliputi: laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, riwayat atau penggunaan obat intravena saat ini (jarum atau berbagi peralatan), hubungan seksual tanpa kondom dengan individu yang berisiko tinggi, adanya penyakit menular seksual lainnya (misalnya, Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae), orang dengan gangguan koagulasi / hemofilia, dan sebelumnya penerima produk darah. Jika pasien tidak diidentifikasi selama infeksi akut, mereka kemudian hadir dengan berbagai gejala nonspesifik seperti mialgia, kelelahan, penurunan berat badan, sariawan, atau gejala yang berhubungan dengan infeksi oportunistik. Diagnosis infeksi HIV dilakukan baik dengan cara tes skrining awal serologis seperti ELISA atau rapid test. Jika reaktif, dari uji konfirmasi dilakukan. Western blot (WB) adalah Standar Terbaik tes konfirmasi dan umumnya digunakan. WB dianggap reaktif jika dua dari tiga besar WB dianggap reaktif jika dua dari tiga gerombolan utama (p24, gp41, dan / atau gp120 / 160) berubah warna. Tes ini reaktif jika ada band virus yang terlihat. Jika tes ini tak tentu (satu gerombolan yang terlihat), pasien diuji dalam 2 sampai 3 bulan. Hal ini kemungkinan besar jika baru-baru ini (yaitu, kurang dari 3 sampai 6 minggu) infeksi telah terjadi, dan antibodi HIV belum sepenuhnya terbentuk. Dalam hal ini, konsentrasi plasma HIV RNA (reverse transcriptase polymerase chain reaction [RTPCR]) harus dievaluasi. Pasien dengan infeksi akut umumnya akan memiliki HIV Konsentrasi RNA lebih besar dari / uL. Keparahan HIV ditentukan oleh berikut: (1) jumlah limfosit CD4 + (Jumlah CD4) dan persentase dan (2) HIV RNA (viral load). Persentase CD4 diikuti karena jumlah absolut dapat berfluktuasi dan tidak selalu menunjukkan perubahan dalam kondisi pasien. Pneumonia bakteri (biasanya Streptococcus pneumoniae niae, Haemophilus influenzae, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus Penyakit virus herves Pasien dengan infeksi HIV akut dapat menunjukkan Varicella zoster virus penyakit simplex gejala yang disebut sebagai "sindrom retroviral akut." Penyakit Bakteri enterik (paling sering Salmonella, Campylobacter, dan Shigella) Pasien dengan infeksi HIV kronis bisa datang dengan gejala serupa, spesifik dan / atau infeksi oportunistik. Sifilis Barton ellosis Sindrom Retrovial Akut Sebagian besar pasien dapat menampilkan dengan Kurang dari 250 sel / mikroliter demam, limfadenopati, faringitis, dan / atau ruam. Gejala Coccidioidomycosis lain termasuk: Pneumonia jiroveci (sebelumnya carini) pneumonia Myalgia atau arthralgia (PCP) Diare Orofaringeal dan kandidiasis esofagus Sakit kepala Sarkoma Kaposi atau Penyakit virus herpes-8 Mual dan muntah Hepatosplenomegali Kurang dari 150 sel / mikroliter Berat badan Diseminata histoplasmosis Sariawan Gejala neurologis (meningoencephalitis, aseptik Kurangdari 100 sel / mikroliter meningitis, neuropati perifer, lumpuh wajah, atau Kriptosporidiosis gangguan kognitif atau psikosis) Mikrosporidiosis Presentasi Klinis Pasien HIV Infeksi Opportunistic Tergantung pada beratnya imunosupresi (jumlah limfosit CD4 + T), pasien mungkin hadir dengan infeksi oportunistik berikut (dikelompokkan oleh CD4 + count): Penyakit Mycobacterium tuberculosis kurang dari 50 sel / microliter Diseminata Mycobacterium avium penyakit kompleks Penyakit Cytomegalovirus Kriptokokosis, aspergillosis, dan Toxoplasma gondii ensefaliti TABEL 48-1. Tes HIV yang tersedia Test Tes Skrining Awal Pengujian Enzymelinked immunosorbent (ELISA) Pengujian RNA HIV Tes cepat (produk yang saat ini disetujui FDA) OraQuick ADVANCE Tes antibodi Reveal Rapid HIV-1 Uji HIV Uni-Gold Recombigen Tes Komfirmasi Western blot (WB) Pengujian imunofluoresensi tidak langsung (IFA) Waktu Minimum Untuk Deteksi Setelah Pajanan Sampel Tes Keterangan 3-6 minggu plasma Jika tidak reaktif, tidak ada pengujian lebih lanjut diperlukan, kecuali adanya dugaan infeksi akut Sampai 14 hari Plasma Memperoleh paparan risiko tinggi baru-baru ini, jika pada awalnya negatif, ulangi pada bulan 1, 3, dan 6 Mendeteksi adanya antibodi HIV dalam beberapa menit dari penggunaan sampel 3-6 minggu Seluruh darah, plasma atau caran mulut Plasma atau serum Seluruh darah, plasma atau serum Mendeteksi adanya HIV-1 dan HIV-2 Plasma Standar Terbaik tes konfirmasi Sederhana untuk dilakukan, membutuhkan keahlian menginterpretasikan hasil 3-6 minggu 3-6 minggu 3-6 minggu 3-6 minggu plasma PENGOBATAN ❶.Tujuan pengobatan adalah untuk memaksimal dan menekan replikasi virus alam jangka waktu yang lama, menghindari perkembangan resistensi obat, mengembalikan dan melestarikan fungsi kekebalan tubuh, mencegah infeksi oportunistik, dan meminimalkan efek samping obat. Penyembuhan HIV tidak mungkin dengan terapi yang tersedia saat ini. Sebaliknya, untuk menekan replikasi virus secara maksimal (didefinisikan sebagai Konsentrasi HIV RNA tidak terdeteksi oleh alat tes paling sensitif yang tersedia) yang diinginkan. Setelah permulaan ARV terapi, penurunan yang cepat untuk tidak terdeteksinya RNA HIV di 16 untuk 24 minggu telah terbukti menjadi prediktor dari peningkatan hasil klinik membaik. ❷.Tingkat memelihara fungsi kekebalan tubuh juga berkorelasi dengan penurunan replikasi virus, dan diukur dengan jumlah CD4 T-sel. Tindakan CD4 adalah prediktor terbaik dari pengembangan menjadi AIDS, dan membantu memutuskan kapan untuk memulai pengobatan. Pada CD4 + Jumlah T-sel 200 sel / mm3 dan lebih rendah, pasien memerlukan profilaksis obat untuk infeksi oportunistik. tabel 84-2 Rincian endpoint pemantauan pengobatan HIV dari HIV RNA dan jumlah CD4 T-sel. Empat kelas obat yang tersedia untuk mengobati infeksi HIV: nucleoside (NRTI) / nukleotida Mendeteksi adanya HIV-1 Mendeteksi adanya HIV-1 tetapi untuk (NRTI) reverse transcriptase inhibitor, inhibitor protease (PI), non nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI), dan fusi inhibitor. ❸. saat ini, Kombinasi terapi obat antiretroviral dengan tiga atau lebih obat adalah standar perawatan, yang meningkatkan daya tahan terhadap perlawanan virus dan mengurangi potensi untuk terjadinya resistensi. ❹.Dua nucleoside (nukleotida) inhibitor revers transcriptase dan baik inhibibitor nonnukleosid reverse transcription atau inhibitor protese adalah rejimen andalan terapi kombinasi. Pada akhir 1980-an, ketika hanya AZT tersedia mencapai dan mempertahankan penekanan virus selama lebih dari 4 bulan kurang memungkinkan. Sebagai agen yang banyak tersedia pada pertengahan 1990-an (terutama protease inhibitor), HIV RNA ditekan untuk konsentrasi yang tidak terdeteksi dan terpelihara selama jangka waktu yang lama. Kombinasi saat ini direkomendasikan rejimen penurunan RNA HIV menjadi kurang dari 50 salinan/mL pada 50% sampai 80% dari pasien dalam uji klinis. Oleh karena itu monoterapi, atau penggunaan dua NRTI saja, tidak ada pilihan pengobatan yang lebih lama setiap saat selama infeksi HIV. Gambar 84-1 merinci mekanisme aksi dari kelas obat dalam siklus hidup HIV. TABEL 84-2. Monitoring Endpoints untuk CD4+, Jumlah T-Cell dan RNA HIV ketika di pantau diagnosis awal setiap 3-6 bulan secara klinis CD4+ T-Cell Counts mengapa tujuan menilai perlunya ART memulai terapi pada pasien yang tepat. menilai perlunya untuk OI kemoprofilaksis memulai terapi bila kurang dari 200 sel / mm menerima ART: memantau keberhasilan pengobatan. Rata-rata kenaikan 100150 sel / mm per tahun. tidak menerima ART: membutuhkan penilaian memulai terapi. ketika di pantau diagnosis awal HIV RNA Konsentrasi mengapa tujuan membangun dasar dan menilai kebutuhan untuk ART memulai terapi pada pasien yang tepat. 2-8 minggu setelah mulai atau mengubah ART penilaian awal efektivitas rejimen Penurunan setidaknya 1,0 log10 salinan / mL 2-3 bulan setelah memulai ART menilai efektivitas virologi jerimen tidak terdeteksi memulai terapi di penderita yang tepat menerima ART: menilai ketahanan dari RNA suppression dengan rejimen yang ada terus berkurang dan / atau konsisten rendah menilai kebutuhan OI kemoprofilaksis memulai terapi bila kurang dari 200 sel / mm tidak menerima ART: memantau perubahan pada RNA memulai terapi pada pasien yang tepat. menilai perlunya ART memulai terapi pada pasien yang tepat menerima ART: menilai apakah peristiwa ini disebabkan kegagalan virologi tidak menerima ART: menilai kebutuhan untuk memulai terapi Perubahan aturan pakai jika diperlukan (obat atau dosis) menilai perlunya untuk OI kemoprofilaksis memulai terapi bila kurang dari 200 sel / mm pengadaan klinis atau penurunan nilai CD + T-sel Terapi awal pasien yang tidak pantas ART, antiretroviral therapy; HIV, human immunodeficiency virus; OI, opportunistic infection. (Adapted from the DHHS Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in HIV-1-Infected Adults and Adolescents, April 7, 2005.) Intervensi nonfarmakologis Kepatuhan pasien adalah komponen kunci dalam keberhasilan pengobatan. Terapi obat diperlukan untuk seumur hidup, seperti virus mulai bereplikasi pada tingkat yang tinggi bila obat dihentikan. Terapi kombinasi HIV awalnya adalah sangat kompleks untuk pasien, dengan dosis beberapa harian, beragam batasan makanan, dan beban akibat pil yang besar. Kemajuan dalam penyerahan dan formulasi sekarang memungkinkan dosis sekali-dua kali sehari dengan kurang dari enam pil per hari. Baru-baru ini, kombinasi tenofovir + emtricitabine + efavirenz disetujui sebagai satu pil, sekali per hari rejimen (Atripla). Penggunaan dosis rendah ritonavir untuk meningkatkan konsentrasi protease inhibitor lain (dikenal sebagai perangkat tambahan farmakokinetik atau "meningkatkan") memungkinkan untuk dosis secara signifikan lebih sedikit dan beban akibat pil lebih rendah. Bagaimanapun, kemajuan ini tidak menggantikan kebutuhan akan konseling untuk pasien oleh seorang apoteker yang terlatih dan pendekatan multidisiplin untuk meningkatkan kepatuhan Memberitahu semua pasien awal dan berulang mengenai cara-cara untuk mencegah penularan virus. Mencegah penyebaran virus resisten sangat penting. Pasien yang menerima terapi antiretroviral masih bisa menularkan virus kepada pasangan seksual, dan untuk orang-orang dimana mereka berbagi jarum atau peralatan obat lainnya. Keberadaan kedua pasangan HIV-positif, seks yang aman dan jarum praktek yang mengurangi risiko superinfeksi dengan strain yang berbeda dari HIV dan penularan penyakit menular seksual lainnya. Pedoman umum untuk mencegah penularan virus termasuk menggunakan kondom dengan pelumas berbasis air untuk melakukan hubungan vagina atau dubur, menggunakan kondom tanpa pelumas atau gigi untuk seks oral, dan tidak berbagi peralatan yang digunakan untuk mempersiapkan, menyuntikkan, atau menghirup obat. Gizi dan konseling diet juga harus dimasukkan dalam perawatan pasien HIV, seperti gizi buruk mengarah kepada hasil yang lebih buruk dan terapi komplikasi. Antiretrovial Terapi itu sendiri memperkenalkan sejumlah pokok persoalan mengenai gizi, termasuk interaksi obat dan makanan, efek samping gastrointestinal yang dapat mempengaruhi nafsu makan dan membatasi asupan makanan, kelainan lipid, dan redistribusi lemak. American Diet Association saat ini merekomendasikan penilaian pasien terinfeksi HIV untuk tingkat risiko gizi dan melibatkan ahli diet terdaftar sebagai bagian dari tim klinis untuk perawatan gizi yang optimal. Farmakologis Terapi untuk Antiretroviral-Naif Pasien Kedua panel utama ahli menerbitkan pedoman untuk pengobatan orang yang terinfeksi HIV. Meskipun rekomendasi yang sangat mirip, sedikit perbedaan memang ada antara Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (DHHS) Guidelines 2 dan International AIDS Society-USA (IAS-USA) Rekomendasi Panel. 4 Pedoman DHHS diperbarui setiap 6 bulan dan versi saat ini dan arsip tersedia online di www.aidsinfo.nih.gov. Pedoman IAS-USA yang terakhir diperbarui pada tahun 2006, dan pada tahun 2004 sebelum revisi itu. Karena penelitian intensif dan modifikasi konstan untuk pendekatan terapi dalam pengobatan HIV, sebagian besar algoritma pengobatan dan rekomendasi yang disajikan di sini mengikuti informasi paling up-todate yang ditemukan dalam rekomendasi DHHS. ❷Penetapan kapan memulai terapi antiretroviral sangat sulit. Rekomendasi didasarkan pada hitungan T-sel CD4 + (yang memperkirakan kelangsungan hidup bebas penyakit) dengan pertimbangan diberikan ke HIV RNA (Tabel 84-3). Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan termasuk kesediaan pasien untuk memulai terapi dan memelihara kepatuhan pengobatan, dan risiko terhadap Keuntungan mengobati pasien tanpa gejala. Setelah keputusan dibuat untuk memulai pengobatan, rejimen yang dipilih berdasarkan pada faktor-faktor spesifik pasien. ❹Semua rejimen dianjurkan mengandung baik NNRTI atau PI dalam kombinasi dengan dua NRTIs (atau NtRI). Rejimen yang disukai adalah: 1. Efavirenz dan (AZT atau tenofovir) dan (lamivudine atau emtricitabine) 2. Lopinavir / ritonavir atau atazanavir / ritonavir atau fosamprenavir / ritonavir dan (AZT) atau tenofovir dan (lamivudine atau emtricitabine) Keputusan untuk memilih rejimen berbasis NNRTI atau berbasis PI sebagai terapi awal didasarkan pada banyak pasien dan dokter tertentu. TABEL 84-3. Ringkasan Rekomendasi Memulai Terapi Antiretroviral Jumlah CD4+ sel T Apa saja Kurang dari 200 sel / mm3 201–350 cells/mm3 Lebih besar dari 350 sel / mm3 Kualifikasi untuk Rekomendasi Penyakit terdefinisi AIDS yang infeksi HIV parah Asimtomatik Memulai pengoobatan Asimtomatik ditawarkan pengobatan Mungkin menawarkan atau menunda pengobatan HIV RNA lebih besar dari 100.000 eksemplar / mL HIV RNA kurang dari 100.000 HIV RNA Kurang Dari 100.000 memulai pengobatan Pengobatan ditunda AIDS, acquired immune deficiency syndrome; HIV, human immunodeficiency virus. (Adapted from the DHHS Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in HIV-1 Infected Adults and Adolescents, April 7, 2005.) Rejimen yang mengandung NNRTI memiliki beban pil yang rendah dan mungkin mengalami penurunan kejadian efek samping jangka panjang (misalnya, dislipidemia) dibandingkan dengan beberapa rejimen berbasis PI. Namun, kelas ini juga memiliki ambang yang rendah untuk resistensi obat (mutasi K103N menyebabkan tingginya tingkat resistensi silang antar kelas), dan kepatuhan pasien adalah pertimbangan penting. Pada wanita hamil, atau wanita dengan potensi untuk menjadi hamil, rejimen berbasis PI lebih disukai karena teratogenitas potensi efavirenz (kategori kehamilan D). Jika seorang pasien yang berisiko untuk mengidap virus resisten (yaitu, dari seseorang saatini di terapi antiretroviral) genotip virus dapat membantu dalam memilih rejimen obat yang paling tepat. Pada pasien yang tidak dapat mentolerir diutamakan terapi lini pertama di atas, atau memiliki alasan kuat untuk memilih agen yang berbeda, terapi lini pertama berikut ini dianjurkan. Rejimen ini cenderung lebih kompleks dan memiliki beban pil yang lebih tinggi, tetapi mungkin diperlukan untuk mengobati pasien tertentu: 1. Efavirenz dan (didanosine atau abacavir atau stavudine) dan (lamivudine atau emtricitabine) 2. Nevirapine diganti mejadi efavirenz (karena kejadian yang lebih sering terjadi hepatotoksisitas, nevirapine hanya boleh digunakan pada pasien dengan jumlah CD4 T-sel rendah sampai sedang: kurang dari atau sama dengan 250 sel / mm3 untuk wanita, kurang dari atau sama dengan 400 sel / mm3 untuk laki-laki) 3. Atazanavir atau fosamprenavir atau nelfinavir atau saquinavir / ritonavir, dan AZT atau stavudine atau tenofovir atau abacavir atau didanosine, dan lamivudine atau emtricitabine 4. Lopinavir / ritonavir, dan abacavir atau stavudine atau tenofovir atau didanosine, dan lamivudine atau emtricitabine Terapi tiga jenis NRTI hanya disarankan bila first line atau alternatif terapi lini pertama baik secara rejimen NRTI berdasarkan atau berdasarkan PI tidak dapat digunakan. Abacavir plus AZT ditambah lamivudine adalah satu-satunya rejimen disetujui oleh DHHS. Kombinasi terapi tiga nukleosid berikut telah menunjukkan keberhasilan rendah atau terbatas, dan harus dihindari: abacavir plus tenofovir ditambah lamivudine (atau emtricitabine), dan didanosin ditambah tenofovir plus lamivudine (atau emtricitabine). Terapi tidak dianjurkan untuk pengobatan awal karena potensi rendah atau toksisitas yang signifikan termasuk delavirdine, nevirapine pada pasien dengan sedang atau tinggi jumlah CD4+ T-sel, indinavir atau saquinavir digunakan tanpa ritonavir ("un dukung"), ritonavir digunakan tanpa inhibitor protease lain, dan tenofovir plus didanosin dengan NNRTI. Obat-obatan yang tidak boleh dikombinasikan karena tumpang tindih toksisitas meliputi: larutan oral amprenavir yang ditambah larutan oral ritonavir, atazanavir ditambah indinavir (karena peningkatan hiperbilirubinemia), dan kombinasi didanosin, stavudine, dan zalcitabine. Emtricitabine dan lamivudine tidak boleh dikombinasikan karena struktur kimia mereka yang mirip, dan antagonis dapat terjadi ketika lamivudine dikombinasikan dengan zalcitabine, atau stavudine dikombinasikan dengan AZT. Terapi Farmakologis untuk AntiretroviralPasien Perpengalaman ❻Replikasi virus yang sedang berlangsung, baik pada tingkat rendah saat menghadapi konsentrasi obat yang memadai atau pada tingkat yang lebih tinggi karena konsentrasi sistemik tidak konsisten (atau konsentrasi rendah di bagian tertentu misalnya, cairan kelamin laki-laki dan perempuan, cairan serebrospinal, atau kelenjar getah bening), akhirnya akan menyebabkan resistensi terhadap obat yang diresepkan. Tidak ada persetujuan umum waktu yang optimal untuk mengubah terapi berdasarkan virologi dan kegagalan imunologi (Tabel 84-4). Kegagalan virologic didefinisikan sebagai RNA HIV lebih dari 400 salinan/ mL setelah Minggu 24, lebih dari 50 salinan/ mL setelah 48 minggu, atau RNA HIV diulang lebih dari 400 salinan mL setelah sebelumnya ditekan untuk kurang dari 400 salinan/mL. beberapa dokter mungkin mengubah terapi dengan setiap berulang, terdeteksi viremia (HIV RNA lebih dari 50 hingga 400 salinan/mL) , sedangkan yang lainnya akan mengatur ambang batas acak dari 1.000 ke 1.500 eksemplar / mL. Kegagalan imunologi didefinisikan sebagai memiliki peningkatan kurang dari 25 sampai 50 sel / mm3 dalam CD4+ T limfosit atas dasar setelah 1 tahun terapi, atau penurunan sel CD4+ dibawah perhitungan dasar saat mengambil terapi antiretroviral. Pertimbangan pengobatan untuk pasien mengalami antiretroviral jauh lebih kompleks daripada untuk pasien yang naif untuk terapi. Sebelum mengubah terapi, alasan kegagalan pengobatan harus diidentifikasi. Sebuah tinjauan komprehensif keparahan pasien penyakit, sejarah pengobatan antiretroviral, kepatuhan terhadap terapi, intoleransi atau toksisitas, terapi obat secara bersamaan, komorbiditas, dan hasil tes resistansi HIV saat ini dan masa lalu harus dilakukan. Jika pasien gagal terapi karena ketidakpatuhan, alasan yang mendasari harus ditentukan dan ditujukan sebelum memulai terapi baru. Alasan untuk ketidakpatuhan meliputi: masalah dengan akses pengobatan, penyalahgunaan zat aktif, depresi dan / atau penolakan penyakit, dan kurangnya pendidikan tentang pentingnya 100% kepatuhan terhadap terapi. TABEL 84-4. Pilihan Pengobatan Setelah Kegagalan virologi dengan Regimen Awal Rejimen awal 2 NRTIs + NNRTI 2 NRTI + PI (dengan atau tanpa ritonavir takaran rendah) 3 NRTIs Rekomendasi perubahan 2 NRTI (berdasarkan uji ketahanan) + PI (dengan atau tanpa ritonavir takaran rendah) 2 NRTI (berdasarkan uji ketahanan) + NNRTI 2 NRTI (berdasarkan resistance testing) + NNRTI atau PI (dengan atau tanpa ritonavir takaran rendah) NNRTI + PI (dengan atau tanpa ritonavir takaran rendah) NRTI (berdasarkan tes resistensi) + NNRTI + PI (dengan atau tanpa ritonavir takaran rendah) NRTI, nucleoside reverse transcriptase inhibitor; NNRTI, nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor; PI, protease inhibitor. (Adapted from the DHHS Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in HIV-1-Infected Adults and Adolescents, April 7, 2005.) Intoleransi obat atau racun dapat diatasi dengan terapi untuk efek samping, bertukar obat menyebabkan toksisitas dengan obat yang lain di kelas yang sama, atau mengubah seluruh rejimen. Farmakokinetik atau paparan obat sistemik dapat dioptimalkan dengan memastikan penyerapa nobat maksimal (minum obat dengan atau tanpa makanan dapa tmenguba heksposur sampai 30%), dan menghindari interaksi dengan resep bersamaan atau obat-obatan yang beraksi panjang dan suplemen makanan atau produk alami (misalnya, antasida, St JohnsWort, dan bawang putih). Ketika penyebab kegagalan pengobatan diidentifikasi, strategi yang tepat untuk terapi dapat ditentukan. Interaksi obat antara ARV dan antara ARV dan obat bersamaan harus dievaluasi untuk setiap pasien untuk menghindari pemahaman dan / atau overexposure baik terapi. NNRTI dan PI dimetabolismeolehenzim CYP450 daninduserdan / atau penghambat system enzim ini. Selain itu, beberapa aptiretrovirals adalah substrat, inhibitor, dan / atau induser transporter seperti Pglikoprotein, dan karena itu dapat menyebabkan interaksi obat. Informasi yang diberikan dalamTabel 84-5 menggambarkan potensi interaksi obat setiap antiretroviral. Karena interaksi obat yang selalu berubah dengan kelas obat ini, Pedoman DHHS diperbarui secara teratur untuk Penggunaan antiretroviral Agen HIV-l Terinfeksi Dewasa dan Remaja merupakan sumber yang direkomendasikan interaksi obat tertentu. Tujuan terapi berbeda untuk pasien ARVberpengalaman yang telah membatasi paparan obat (Mengembangkan resistansi terhadap rejimen ARV pertama mereka) dibandingkan dengan mereka dengan eksposur yang luas (Mengembangkan resistansi terhadap rejimen ARV ketiga atau keempat). Hal ini masuk akal untuk mengharapkan penekanan virus secara maksimal pada mereka dengan paparan obat terbatas.Namun, ini mungkin tidak layak untuk pasien dengan dengan paparan beberapa obat sebelumya. Pada pasien mengalami antiretroviral, tujuan yang masuk akal adalah hanya untuk mempertahankan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah perkembangan klinis. Beberapa isu perlu dipertimbangkan dalam memilih rejimen penyelamatan untuk infeksi HIV. Mengetahui paparan obat sebelum dapat membantu dalam mengidentifikasi obat mana yang harus dihindari.Namun, tes resistansi HIV langsung dapat mengidentifikasi resistensi dan pola kerentanan strain virus utama. Karena HIV mungkin rentan terhadap komponen rejimen antiretroviral yang gagal, Tes resistansi harus digunakan ketika memulai terapi pada pasien dengan infeksi HIV akut, pada pasien dengan kegagalan virologi pada rejimen ARV saat ini, atau dengan penekanan suboptimal setelah memulai terapi ARV. Untuk ketahanan pengujian akan berguna, maka pasien harus memiliki RNA HIV dalam darah minimal 1.000 eksemplar / mL, dan harus saat menggunakan obat antiretroviral mereka (atau berada dalam 4 minggu penghentian ART). Kedua jenis pengujian resistensi HIV secara, genotipe dan fenotip. Genotipe melibatkan mendeteksi mutasi dengan genetika sequencing virus, sementara phenotyping menentukan kemampuan virus untuk mereplikasi dihadapan konsentrasi ARV. Genotipe lebih cepat dan lebih murah daripada fenotip, tetapi hasil dalam daftar mutasi yang mungkin lebih sulit untuk menafsirkan daripada fenotif. membandingkan urutan virus pasien untuk database genotipe dan obat pribadi. Karena prediktabilitas dari virtual fenotipe tergantung pada kkekuatan database dari mana mereka berasal, beberapa dokter percaya utilitas mereka terbatas. Sejumlah alat-alat webbased tersedia untuk membantu dengan interpretasi dari resistensi mutitations (misalnya Universitas stanford HIV obat perlawanan database,) Namun, ahli interprestation genotipe dan fenotipe laporan direkomendasikan. Prinsip-prinsip panduan tertentu harus dipertimbangkan ketika merawat Pasien mengalami ARV, dan pendapat ahli disarankan sebelum memilih terapi. Seperti ARV pasien naif, tiga atau lebih obat yang aktif harus diresepkan. Sejak resistansi silang cukup besar dapat terjadi antara obat dalam kelas antiretroviral, hanya menggunakan obat yang pasien belum terkena mungkin tidak cukup. Resistansi silang lengkap terjadi dalam kelas NRTI, sedangkan NRTI dan PI memiliki pola resistensi overlap bervariasi. Untuk alasan ini, tes resitensi HIV adalah alat penting untuk memilih subequest terapi yang efektif.Faktor-faktor berikut yang berhubungan dengan respon virologi superior: viral load yang lebih rendah pada waktu terapi berubah, dengan menggunakan kelas baru agen antiretroviral, dan menggunakan PI ritonavir ditingkatkan pada pasien yang sebelumnya terkena PIs.16,17 Tabel 84-4 menyediakan pilihan perawatan umum berdasarkan penggunaan obat sebelumnya. Jika pasien gagal terapi dengan resistensi terhadap obat hanya satu, satu atau dua agen aktif dapat diganti untuk obat ini sementara tetap mempertahankan obat yang tersisa di rejimen.Jika pasien terapi dengan resistensi terhadap obat lebih dari satu, memilih kelas antiretroviral dan/atau menambahkan obat aktif baru. beberapa pasien menanggapi terapi ARV, sehingga terdeteksi plasma HIV RNA. Nama obat generik (singkatan) nama dagang Nukleosida (tide) reverse Transcriptase Inhibitors Abacavir(ABC) Ziagen® Bentuk sediaan dosis yang umum diresepkan Penyesuaian Dosis 300 mg/tab 20 mg/ml larutan oral 150 mg bid/ 300 mgqday Tidak ada Didanosine (ddl) -Videx EC® Didanosine generik -EC (dosis sama sebagai VidexEC®) 125-,200-,250 400-mg cap Lebih dari 60 kg -400 mg qday Kurang dari 60 kg -250 mg qday CrCl (ml/menit) Lebih dari 60 kg Kurang dari 60kg 30-59 200 mg 125 mg 10-29 125 mg 100 mg Kurang dr 10 125 mg 75 mg Emtricitabine -(FTC) -EmtrivaTM 200 mg cap 1 mg/ml Larutan oral 200 mg qday 240 mg (24 ml) larutan oral qday Lamvudine (3TC) -Epivir® 150 mg dan 300 mg tab atau 10 mg/ml larutan oral 150 mg bid atau 300 mg qday CrCl (ml/menit) Kapsul Larutan 30-49 200 mg q48jam 120 mg q24jam 15-29 200 mg q72jam 80 mg q24jam Kurang dr 15/HD200 mg q96jam 60 mg q24jam (dosis setelah dialisis pada hari dialisis) CrCl (ml/menit) Dosis 30-49 150 mg qday 15-29 150mg x 1, kemudian 100mg qday 5-14 150 mg x 1, kemudian 50 mg qday Kurang dr 5/HD 50 mg x 1, kemudian 25 mg qday (dosis setelah dialisis pada hari dialisis) TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia Makanan Yang dilarang Efek samping yang signifikan Potensi Interaksi Obat Tidak ada Alkohol meningkatka n ABC conc. Menjadi 41% Akibat fatal Reaksi hipersensitivitass (ruam, demam, malaise, mual, muntah, sesak napas, sakit tenggorokan, kehilangan nafsu makan) Alkohol Dihidrogenas e dan glucuronyl transfase, 82% metabolit dieksresi di ginjal Diberikan 30 menit sebelum atau sesudah makan (konsentrasi menurun 55 % dengan makanan) Pankreatitis, pheriperal neuropathy, mual diare Eksresi di ginjal Tidak ada minimal Eksresi di ginjal Tidak ada minimal Eksresi di ginjal Nama obat generik (singkatan) nama dagang Stavudine (d4T) -Zerit® Bentuk sediaan 15-,20-,30-,40mg kap Atau 1mg/ml untuk larutan oral dosis yang umum diresepkan Lebih dari 60 kg : 40mg bid Kurang dari 60 kg : 30 mg bid Tenofovir disoproxil -fumarate (TDF) -Viread® 300 mg tab 300 mg qday Zalcitabine (ddC) - Hivid® (diantisipasi penghentian distribusi pada tahun 2006) 0.375-, 0.75-mg tab 0.75 mg tid Penyesuaian Dosis CrCl (ml/menit) Lebih dari 60 kg Kurang dari 60kg 26-50 20 mg q12 jam 15 mg q12jam 10-25/HD 20 mg q24jam 15 mg q24jam (dosis setelah dialisis pada hari dialisis) CrCl (ml/menit) Dosis 30-49 300 mg q48jam 10-29 300 mg dua kali seminggu ESRD/HD 200 mg q7days (dosis setelah dialisis pada hari dialisis) CrCl (ml/menit) Dosis 10-40 0. 75 mg bid Kurang dari 10 0.75 mg qday (Tidak ada data pada hemodialysis) TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia (lanjutan) Makanan Yang dilarang Efek samping yang signifikan Potensi Interaksi Obat Tidak ada Neuropati perifer, lipodistrofi, progresif cepat, peningkatan kelemahan neuromuskular (jarang), pankreatitis, asidosis laktat dengan steatosis hati (insiden yang lebih tinggi dengan d4T dibandingkan dengan lainnya NRTIs), hiperlipidemia Eksresi di ginjal Tidak ada Asthenia, sakit kepala, diare, mual, muntah, dan perut kembung; infusiensi ginjal Neuropati perifer;stomatitis,as idosis laktat dengan steatosis hati (jarang namun berpotensi mengancam nyawa toksisitas dengan penggunaan NRTI); pankreatitis Eksresi di ginjal Tidak ada Eksresi di ginjal Nama obat generik (singkatan) nama dagang Zidovudine (AZT, ZDV) - Retrovir® Bentuk sediaan 100-mg caps, 300-mg tabs, 10 mg / mL larutan intravena, 10 mg / mL larutan oral dosis yang umum diresepkan 300 mg bid Penyesuaian Dosis Makanan Yang dilarang Efek samping yang signifikan 100 mg tid pada gangguan ginjal berat atau HD tidak ada Penekanan sumsum tulang :anemia makrositik atau neutropenia; gastrointestinal.int olerance, sakit kepala, insomnia, asthenia. Potensi Interaksi Obat Glucuronyl transferase dan ginjal Zidovudine + lamivudine (AZT/3TC) - Combivir® Abacavir + lamivudine + zidovudine (ABC/3TC/ AZT) - Trizivir® Abacavir + lamivudine (ABC/3TC) - Epzicom® AZT 300 mg + 3TC 150 mg tab 1 tablet bid Jangan gunakan dengan CrCl kurang dari 50 mL / menit tidak ada Lihat efek samping untuk AZT dan 3TC Lihat AZT dan 3TC ABC 300 mg + 3TC 150 mg + AZT 300 mg tab ABC 600 mg + 3TC 300 mg tab 1 tablet bid Jangan gunakan dengan CrCl kurang dari 50 mL / menit tidak ada Lihat efek samping untuk AZT, 3TC, dan ABC Lihat ABC dan 3TC 1 tablet bid Jangan gunakan dengan CrCl kurang dari 50 mL / menit Tidak ada Lihat efek samping untuk 3TC, dan ABC ihat ABC dan 3TC Tenofovir + emtricitabine ( TDF/ FTC)- TruvanaTM TDF 300 mg + FTC 200 mg tab 1 tablet bid CrCl (ml/menit) Dosis 30-491 tablet q48jam Kurang dari 30tidak direkomendasikan Lihat efek samping untuk TDF, dan FTC Lihat TDF dan FTC TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia (lanjutan) tidak ada Nama obat generik (singkatan) nama dagang NonnucleosideRevers eTranscriptase Inhibitors Delavirdine (DLV) - Rescriptor® Efavirenz (EFV) - Sustiva® Bentuk sediaan dosis yang umum diresepkan Penyesuaian Dosis Makanan Yang dilarang Efek samping yang signifikan Potensi Interaksi Obat 100-, 200mg tabs 400 mg tid (tab 100mg dapat tersebar di lebih dari atau sama dengan 3 oz air untuk menghasilkan bubur); 200 mg tab harus diberikan secara keseluruhan; dosis terpisah dari buffer DDI atau antasida oleh 1 jam Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan hati tidak ada ruam; peningkatan LFTs, sakit kepala Dimetabolis me oleh sitokrom P450 (CYP); Inhibitor CYP3A; 51% diekskresikan dalam urin (kurang dari 5% tidak berubah); 44% dalam kotoran. 50-, 100-, 200-mg caps atau 600-mg tabs 600 mg qday pada atau sebelum tidur Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan hati Pada saat perut kosong (tinggi lemak / kalori makanan ↑ Cmax topi 39% dan Cmax tab 79% ruam; gejala sistem saraf pusat (insomnia, lekas marah, lesu, pusing, mimpi hidup) biasanya menyelesaikan dalam 2 minggu; meningkat LFT; Tes cannabinoid positif palsu; teratogenik pada monyet Dimetabolis me oleh CYP2B6 dan CYP3A (3A campuran inducer / inhibitor); 1434%diekskresi kan dalam urin (metabolit glucuronidat ed, kurang dari 1% tdk berubah); 1661% dlm kotoran TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia (lanjutan) Nama obat generik (singkatan) nama dagang Nevirapine (NVP) -Viramune® Tenofovir + Emtricitabine + Efavirenz (TDF/FTC/EFV) AtriplaTM Bentuk sediaan 200 mg tab atau 50mg/5ml suspensi oral TDF 300 mg + FTC 200 mg + EFV 600 mg dosis yang umum diresepkan 200 mg qday untuk 14 hari, kemudian 200 mg bid 1 tablet sekali sehari Penyesuaian Dosis Makanan Yang dilarang Efek samping yang signifikan Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan hati tidak ada pembatasan makanan Ruam termasuk sindrom StevensJohnson; hepatitis gejala, termasuk nekrosis hati yang fatal Jangan gunakan pada pasien dengan CrCl kurang dari 50 ml / menit Tinggi lemak / tinggi makanan kalori meningkatka n konsentrasi plasma puncak kapsul EFV 39% dan tablet EFV oleh 79%; saat perut kosong Lihat efek samping dari TDF, FTC, dan EFV TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia (lanjutan) Potensi Interaksi Obat Dimetabolis me oleh CYP2B6 dan CYP3A (3A inducer); 80% diekskresikan dalam urin (metabolit glucuronidat ed; kurang dari 5% tidak berubah); 10% dalam kotoran Lihat TDF, FTC, dan EFV Nama obat generik (singkatan) nama dagang Inhibitor Protease Amprenavir (APV) -Agenerase® Bentuk sediaan 5 mg/mL larutan oral dosis yang umum diresepkan Bid 1.400 mg (Catatan: APVand RTV larutan oral seharusnya tidak menjadi co-dikelola karena persaingan dari jalur metabolisme dari dua kendaraan) Penyesuaian Dosis Larutan oral tidak dianjurkan pada pasien dengan gagal hati lisan ginjal TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia (lanjutan) Makanan Yang dilarang Efek samping yang signifikan Hindari makanan berlemak tinggi (AUC ↓ 21%?); dapat diambil dengan atau tanpa makanan Intoleransi GI, mual, muntah, diare; ruam; parestesia lisan; hiperlipidemia; LFT elevasi; hiperglikemia; maldistribution lemak; mungkin meningkat pasien perdarahan episodesin hemofilia (Catatan: lisan solusi mengandung propilen glikol; kontraindikasi pada wanita hamil, anakanak berusia kurang dari 4 tahun,pasien dengan hati atau gagal ginjal, dan pasien yang diobati dengan disulfiram atau metronidazole) Potensi Interaksi Obat CYP3A4 inhibitor, inducer, dan substrat Atazanavir (ATV) Reyataz TM Darunavir (DRV) PrezistaTM 100-, 150-, 200mg caps 400 mg qday Jika diambil dengan tenofovir efavirenzor menggunaka n berikut: ATV 300 mg qday + RTV 100 mg qday Child-Pugh class Dosis 7-9 300 mg qday Lebih dari 9 tidak direkomendasikan Digunakan bersama makanan (AUC ↑ 30%); pH-sensitif pembubaranmenghindari antasida atau penghambat pompa proton; terpisah histamin blocker dengan mengambil 10 jam sebelum ATV dan jika dosis dua kali sehari, dosis kedua 2 jam setelah ATV Hiperbilirubinemia tidak langsung; Interval PR yang berkepanjangan (asymptomaticfirst derajat AV blok); menggunakan dengan hati-hati pada pasien dengan defek konduksi mendasari atau obat bersamaan yang dapat menyebabkan PR perpanjangan; hiperglikemia; maldistribution lemak; meningkat episode perdarahan pada pasien dengan hemofilia CYP3A4 inhibitor, dan substrat ; UGT1A1inhibit or 300 mg tablet DRV 600 mg+ RTV 100 mg dua kali sehari Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan hati Harus diberikan bersama dengan makanan Ruam kulit(memiliki sulfonamideSteven s Johnson &dua kali eritema penurunan harian multiforum memilikilaporan); diare,mual; sakit kepala;hiperlipidemi a;transaminase elevasi;hiperglikemi a;maldistribution lemak; mungkin meningkat episode perdarahan pada pasien dgn hemofilia CYP3A4 dan substrat TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia (lanjutan) Fosamprenavir (fAPV) LexivaTM 700-mg tablet ARV naif pts: fAPV 1.400 mg bid atu fAPV 700 mg+ RTV 100 mg bid PIexperienced pts: fAPV 700mg + RTV 100 mg bid Coadministrasi w/EFV : fAPV 700mg + RTV 100 mg bid atau fAPV 1400mg + RTV 300 mg qday Child-pugh class dosis 5-8 700 mg bid 9-12 Tidak direkomendasikan Ritonavir tidak harus digunakan pada pasien dengan gangguan hati Tidak ada Ruam kulit; diare, mual dan muntah; sakit kepala; hiperlipidemia; LFT elevasi; hiperglikemia; lemak maldistribution; meningkat episode perdarahan pada pasien dengan hemofilia Inhibitor CYP3A4, inducer, dan substrat Indinavir (IDN) Crixivan® 200-, 300, 400-mg kapsul 800 q8hours mg; IDV 800 mg + RTV 100 bid; IDV 800 mg + RTV 200 mg bid Ringan sampai sedang insufisiensi karena sirosis hati: 600 q8hours Untuk tidak mendorong IDV: Ambil 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan makananberat, atau bersamaan dengan makan rendah lemak, Tidak ada pembatasan ketika digunakan dgn RTV Nefrolitiasis; Intoleransi GI, mual; tidak langsung hiperbilirubinemai; hiperlipidemia; sakit kepala, asthenia, penglihatan kabur, pusing, ruam, rasa logam,trombositop enia,alopecia,hemol itik anemia;hiperglikem ia; maldistributionlema k; meningkat episode perdarahan dipasien dgn hemofilia Inhibitor CYP3A4 (kurang dari RTV) TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia (lanjutan) Lopinavir + ritonavir (LPV/r) -Kaletra® LPV 200 mg+ RTV 50 mg tablet, LPV 400 mg + RTV 100 mg/5mL larutan oral (mengandung 42% alkohol) 2 tablet atau 5 mL 4 tablet qday Dengan EFV atau NVP: 3 tablet atau 6,7 mL Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan kerusakan hati Menggunakan berasma dengan makanan (AUC ↑ 48-80%) Nelfinavir (NFV) -Viracept® 250-625-mg tablet, 50 mg/g bubuk oral 1250 mg bid atau 750 mg tid Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan kerusakan hati Konsumsi dengan makanan atau cemilan Ritonavir (RTV) -Norvir® 100-mg kapsul, 600 mg/7.5 mL larutan 600 mg bid (bila ritonavir digunakan sebagai PI tunggal); 100200 mg / dosis bila digunakan sebagai penguat farmakokinetik Tidak ada penyesuaian dosis pada gangguan hati ringan Tidak ada data untuk moderat untuk kerusakan parah dengan hati-hati Konsumsi dengan makanan untuk meningkatkan tolerabilitas TABEL 84-5. Ringkasan Antiretroviral Agen Yang Saat ini Tersedia (lanjutan) Mual, muntah, diare; asthenia; hiperlipidemia; LFT elevasi; hiperglikemia; lemak maldistribution; tawaran meningkat pendarahan episode pada penderita hemofilia Diare; hiperlipidemi,hiperg likemia; lemak dan maldistribution; meningkatperdarah an di penderita hemofilia; Elevasi LFT GI intoleransi, mual, diare; parestesia; hiperlipidemia; hepatitis; asthenia; rasa menggunakan penyimpangan; hiperglikemia; maldistribution lemak; meningkat perdarahan pada penderita hemofilia Inhibitor CYP3A4 dan substrat Inhibitor CYP3A4 dan substrat CYP3A4 lebih besar dari 2D6; ampuh (3A4 inhibitor) Tablet Saquinavir dan kapsul gel keras(SQV) -Invirase® 200-mg kapsul 500-mg tablet Unboosted SQV tidak direkomendasik an Dengan RTV:(RTV 100 mg + SQV 1.000 mg) dua kali / hari Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan kerusakan hati Digunakan tidak lebih dari 2 jam dari makan ketika diunakan bersama ARV Mual, diare; sakit kepala; LFT elevasi; hiperlipidemia ;hiperglikemia; maldistribution lemak; meningkat perdarahan pada penderita hemofilia Inhibitor CYP3A4 dan substrat Tipranavir (TPV) -Aptivus® 250-mg kapsul 500 mg dua kali setiap hari dengan RTV200 mg dua kali sehari Kontraindikasi pada pasien dengan moderat untuk insufisiensi hati Digunkan bersama dengan makanan TPV / RTV dicampur CYP inhibitor / Inducer; TPV adalah substrat CYP3A4 Fusion Inhibitors Enfuvirticle (T20) FuzeonTM Injeksi, dalam bubuk lyophilized setiap pengguan botol tunggal berisi 108 mg enfuvirtide akan dilarutkan dengan 1.1 ml air steril untuk injeksi untuk pengiriman sekitar 90 mg/1 ml 90 mg (1 ml) subkutan dua kali / hari Tidak ada rekomendasi dosis N/A Hepatotoksisitas; ruam kulit; hiperlipidemia; hiperglikemia; maldistribution lemak, mungkin meningkat pendarahan di penderita hemofilia Reaksi suntikan lokal (nyeri, eritema, indurasi, nodul dan kista, pruritus, eachymosis) pada kebanyakan pasien; peningkatan tingkat vial dari bakteri pneumonia; kurang dari 1% reaksi hipersensitivitas(ru am, demam, mual, muntah, menggigil, kerasnya, hipotensi, Katabolisme asam amino, dengan daur ualng berikutnya di dalam tubuh Atautransaminase serum meningkat); untuk tidak rechallenge AUC, area under the time-concentration curve; ARV, antiretroviral; AV, atrioventricular; Cmax, maximum concentration; CrCl, creatinine clearance; ESRD, end-stage renal disease; GI, gastrointestinal; HD, hemodialysis; LFT, liver function test; NRTI, nucleoside reverse transcriptase inhibitor; UGT, uridine diphosphate-glucuronsyltransferase. (Adapted from the DHHS Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in HIV-1-Infected Adults and Adolescents, October 12, 2006.) Kedua jenis pengujian resistensi HIV secara, genotipe dan fenotip. Genotipe melibatkan mendeteksi mutasi dengan genetika sequencing virus, sementara phenotyping menentukan kemampuan virus untuk mereplikasi dihadapan konsentrasi ARV. Genotipe lebih cepat dan lebih murah daripada fenotip, tetapi hasil dalam daftar mutasi yang mungkin lebih sulit untuk menafsirkan daripada fenotif. membandingkan urutan virus pasien untuk database genotipe dan obat pribadi. Karena prediktabilitas dari virtual fenotipe tergantung pada kkekuatan database dari mana mereka berasal, beberapa dokter percaya utilitas mereka terbatas. Sejumlah alat-alat webbased tersedia untuk membantu dengan interpretasi dari resistensi mutitations (misalnya Universitas stanford HIV obat perlawanan database,) Namun, ahli interprestation genotipe dan fenotipe laporan direkomendasikan. Prinsip-prinsip panduan tertentu harus dipertimbangkan ketika merawat Pasien mengalami ARV, dan pendapat ahli disarankan sebelum memilih terapi. Seperti ARV pasien naif, tiga atau lebih obat yang aktif harus diresepkan. Sejak resistansi silang cukup besar dapat terjadi antara obat dalam kelas antiretroviral, hanya menggunakan obat yang pasien belum terkena mungkin tidak cukup. Resistansi silang lengkap terjadi dalam kelas NRTI, sedangkan NRTI dan PI memiliki pola resistensi overlap bervariasi. Untuk alasan ini, tes resitensi HIV adalah alat penting untuk memilih subequest terapi yang efektif.Faktor-faktor berikut yang berhubungan dengan respon virologi superior: viral load yang lebih rendah pada waktu terapi berubah, dengan menggunakan kelas baru agen antiretroviral, dan menggunakan PI ritonavir ditingkatkan pada pasien yang sebelumnya terkena PIs.16,17 Tabel 84-4 menyediakan pilihan perawatan umum berdasarkan penggunaan obat sebelumnya. Jika pasien gagal terapi dengan resistensi terhadap obat hanya satu, satu atau dua agen aktif dapat diganti untuk obat ini sementara tetap mempertahankan obat yang tersisa di rejimen.Jika pasien terapi dengan resistensi terhadap obat lebih dari satu, memilih kelas antiretroviral dan/atau menambahkan obat aktif baru. beberapa pasien menanggapi terapi ARV, sehingga terdeteksi plasma HIV RNA. Dalam kasus ini, intensifikasi terapi saat ini dengan penambahan agen baru (seperti tenofovir) atau pharmacokinetic dan peningkatan cureent PIberdasarkan rejimen dengan penambahan ritonavir, mungkin mengakibatkan melengkapi respon. NRTIs baru dipilih dari ketahanan. UF ini jika tidak tersedia, asumsi harus dibuat bahwa resistensi memiliki beberapa untuk semua NRTIs yang digunakan dalam tegimen gagal.Secara umum HIV yang tahan sematamata untuk lamivudine dan/atau emtricitabine akan rentan terhadap NRTIs lainnya. Jika HIV mengembangkan resistensi semata-mata untuk tenofovir, tht jika maybhave berkurang susceptibleto AZT, stavudine, lamivudine, amtricitabine dan abacavir. Salib perlawanan terjadi antara AZT dan stavudine. Jika seorang pasien muncul kegagalan rejimen ARV tanpa terdeteksi resistensi HIV, kepatuhan harus diselidiki, dan kecukupan konsentrasi HIV RNA plasma dalam sampel resistensi dikonfirmasi. Pilihan meliputi melanjutkan rejimen saat ini atau memulai rejimen baru dan mengulangi tes resistensi 2-4 minggu setelah kepatuhan diverifikasi. makin banyak pasien HIV memiliki ketahanan yang luas, sehingga rejimen antiretroviral tidak dapat dirancang untuk virus yang sepenuhnya rentan. Untuk pasien ini, melanjutkan rejimen saat ini mungkin bermanfaat karena virus yang resistan terhadap obat mungkin memiliki strategi capacity.Other replikasi dikompromikan dapat dipertimbangkan untuk jenis pasien, termasuk farmakokinetik tambahan dengan ritonavir, pengobatan ulang dengan ARV sebelumnya, pengobatan dengan rejimen multi-obat (empat atau lebih obat antiretroviral), dan penggunaan agen baru melalui program perluasan akses atau uji klinis. Pertimbangan pengobatan dengan Populasi Khusus Diagnosis Infeksi HIV Akut dari infeksi HIV akut sulit, karena banyak pasien tidak menunjukkan gejala, atau memiliki gejala klinis spesifik mirip dengan infeksi pernafasan umum lainnya. Jika infeksi HIV akut dicurigai, tes antibodi dan plasma konsentrasi HIV HIV RNA harus diperoleh. Sebuah diagnosis yang jelas dibuat ketika tes antibodi HIV negatif dan konsentrasi plasma HIV RNA yang tinggi. Terdapat hasil yang data yang terbatas untuk mengobati pasien dengan infeksi akut. Pengobatan infeksi akut dapat menurunkan tingkat keparahan penyakit akut dan menurunkan set point virus; ini dapat menurunkan tingkat perkembangan dan mengurangi tingkat penularan virus. 18-22 Keterbatasan termasuk peningkatan risiko toksisitas kronis yang ditimbulkan obat dan pengembangan resistensi virus. Pasien remaja Akibat dari modus yang serupa penularan HIV, remaja terinfeksi setelah pubertas dirawat dengan pertimbangan yang sama seperti orang dewasa. Dalam golongan ini, dosis obat antiretroviral tidak harus didasarkan pada usia, tetapi pada tahap Tanner (yang menganggap primer eksternal dan karakteristik seksual sekunder). Remaja di pubertas dini harus tertutup sesuai dengan pedoman pediatrik, sedangkan pada akhir pubertas harus tertutup sebagai orang dewasa. Selama ledakan pertumbuhan, remaja harus dipantau secara ketat untuk khasiat obat dan toksisitas, karena perubahan yang cepat dalam berat badan dapat menyebabkan konsentrasi obat diubah. Kepatuhan adalah perhatian pada populasi ini karena penolakan penyakit, kesalahan informasi, ketidakpercayaan profesional perawatan kesehatan, harga diri yang rendah, dan kurangnya keluarga dan / atau dukungan sosial. Selain itu, pasien asimtomatik usia ini akan lebih sulit untuk mematuhi terapi ketika merasa baik. Pada anak Pasien Ada pertimbangan yang khusus dalam pengobatan anak yang terinfeksi HIV. Ada pedoman pengobatan khusus, namun tinjauan menyeluruh adalah di luar lingkup bab ini. Kebanyakan anak-anak memperoleh infeksi HIV melalui penularan perinatal baik di dalam rahim, intrapartum, dan postpartum melalui menyusui, meskipun intervensi antiretroviral telah secara drastis mengurangi tingkat penularan. Terapi antiretroviral terbatas pada pasien anak, karena beberapa obat tidak memiliki rekomendasi dosis untuk golongan ini, atau tidak tersedia dalam formulasi yang dapat dengan mudah diberikan kepada anak-anak. Selain itu, paparan obat dapat berubah secara drastis selama ontogeni akibat aktivitas enzim metabolisme obat dan transporter obat diubah. Tantangan dari pengoobatan adalah dalam penyalahgunaan obat-obatan terlarang yang termasuk comorbiditis ( seperti infeksi hepatitis), akses pelayanan yang terbatas, kepatuhan terapi yang tidak memadai, efek samping dan toksisitas dan kebutuhan akan pengobatan untuk penyalahgunaan zat yang dapat menyebabkan obat interaksi. banyak obat yang disalah gunakan memiliki potensi untuk berinteraksi dengan obat antiretroviral, dan sejumlah dokumen kasus yang telah dilaporan overdosis obat terjadi bila dikombinasikan dengan terapi protease inhibitor. Dalam golongan ini, tanpa ada kontrol kecanduan, kepatuhan yang sangat kurang optimal dan kegagalan pengobatan umum. Kebanyakan inhibitor protease dan non nucleoside reverse transcriptase inhibitors menurunkan konsentrasi metadon hingga 50%. Karena hal ini dapat mengakibatkan berkembangnya gejala penarikan, pasien harus dimonitor selama 4 sampai 8 minggu setelah mulai ART. Gejala penarikan dapat diatasi dengan peningkatan dosis metadon dari 5 sampai 10 mg.Although ada data yang lebih sedikit, konsentrasi buprenorfin dapat sama terpengaruh, dan karena itu obat ini memerlukan pemantauan ketat. Kehamilan dan perempuan potensi reproduksi, tujuan antiretroviral bagi wanita usia reproduksi dan ibu hamil adalah sama seperti untuk pasien dewasa lainnya. Pedoman khusus untuk HIV. Direkomendasikan terapi pada kehamilan meliputi AZT, lamivudine, nelfinavir, lopinavir / ritonavir, dan jika CD4 + count kurang thn 250 sel / mm3 nevirapine. obat yang harus dihindari termasuk efavirenz (karena potensi teratogenik) kombinasi ddI dan stavudine (karena tingginya insiden asidosis laktat), nevirapine pada pasien dengan jumlah CD4 yang lebih besar yang 250 sel / mm3(Karena peningkatan risiko hepatotoksisitas) dan formulasi cair dari amprenavir (karena konsentrasi tinggi dari propilen glikol) tujuan terapi adalah untuk mengurangi palsma RNA HIV di bawah 1.000 copies / ml dan mencegah penularan HIV ibu ke anak. Data pada farmakokinetik antiretroviral pada kehamilan, dan dosis standar obat antiretroviral saat ini dianjurkan pada HIV RNA dan CD4 pemantauan pada trimester kehamilan. Wanita hamil bila di resepkan efavirenz harus diberi konseling tentang efek yang berpotensi teratogenik dan pentingnya pengendalian kelahiran. Selain itu nevirapine, Nelfinavir, ritonavir, lopinavir / ritonavir dan tipranavir / ritonavir telah terbukti menurunkan konsentrasi estrogen dan progestin dalam kontrasepsi oral yang dapat menyebabkan kegagalan bagi pasien yang telah di resepkan pada obat ini sebagai bentuk kontrasepsi yang lebih disukai untuk mencegah terjadi nya kehamilan.alternatif yang aman, karena tidak mempengaruhi nelfinavir, efavirenz, atau konsentrasi nevirapine; Meskipun efek terapi antiretrovial pada konsentrasi medroxyprogesterone tidak diperiksa, tidak ada bukti ovulasi telah dilihat pada wanita pada kombinasi ini. Hepatitis B Co-infeksi pasien co-infeksi terinfeksi HIV dengan vius heptitis B (hbv) mempunyai konsentrasi DNA yang lebih tinggi dan antigen awal hepatitis B (HbeAg) dan tingkat yang lebih tinggi terkait HBV penyakit hati. Terapi untuk HBV harus ditawarkan kepada pasien yang HBeAg-positif, atau memiliki HBV DNA lebih besar dari 105 salian / mL dan memiliki baik serologi hati (SGPT) lebih besar dari 2 kali batas atas bukti normal atau histologis penyakit sedang atau fibrosis.Pilihan meliputi interferon alfa 2a atau 2b dan nucleoside / pasang analog. Analog nukleosida / pasang yang mengobati HBV tetapi tidak HIV adefovir dan entecavir. Analog nukleosida / pasang yang mengobati HBV dan HIV adalah lamivudine, emtricitabine, dan tenofovir. Agen-agen yang terakhir harus dipertimbangkan ketika mengobati infeksi HIV pada pasien koinfeksi HBV. Hepatitis C Co-Infeksi Pasien co-infeksi dengan virus hepatitis C (HCV) dan HIV memiliki kenaikan tiga kali lipat dalam tingkat sirosis dibandingkan dengan HCV saja. Terapi untuk HCV dianggap pada pasien dengan HCV terdeteksi plasma RNA dan biopsi hati menunjukkan bridging atau fibrosis portal. Pasien dengan HCV genotipe 2 dan 3 (dan jumlah CD4 lebih besar dari 200 sel / mm3) diobati dengan interferon pegilasi plus ribavirin memiliki respon virus berkelanjutan baik pada 48 minggu (60% sampai 70%) dibandingkan dengan mereka dengan genotipe HCV 1 (15% ke 28%).Pedoman pengobatan komprehensif untuk HIV / HCV pasien yang tersedia. Pertimbangan yang penting dibahas dalam pedoman ini antaralain untuk menghindari kombinasi ribavirin dengan didanosin (karena peningkatan risiko Pankreatitis dan / atau asidosis laktat), dan ribavirin dengan zidovudin (karena peningkatan risiko anemia). Faktor pertumbuhan mungkin diperlukan untuk mengobati neutropenia dari interferon dan ribavirin anemia dari. ARV seperti nevirapine, efavirenz, dan tipranavir yang hepatotoksik dan dalam kebanyakan kasus harus dihindari Pasien yang terinfeksi HIV/HCV. HASIL EVALUASI ❶ keberhasilan terapi antiretroviral diukur dengan tingkat yang terapi (1) mengembalikan dan menjaga imunologi berfungsi, (2) maksimal durably menekan HIV RNA, (3) meningkatkan kualitas hidup dan (4) mengurangi berhubungan morbiditas dan mortality. ❷The hasil utama parameter adalah jumlah CD4 + limfosit mutlak jumlah dan persentase, dan plasma HIV RNA. Respon imunologi memadai pada pasien antiretroviral-naif terdiri dari peningkatan jumlah CD4 + jumlah sel yang rata-rata 100-150 sel/mm3 per tahun (dengan respon yang cepat dalam 3 bulan pertama), dan penurunan 1 masuk dalam HIV RNA oleh 2 sampai 8 minggu setelah memulai pengobatan, diikuti dengan konsentrasi kurang dari 50 salinan mL oleh 12 sampai 16 minggu (jika HIV RNA kurang dari 100.000/μL) atau oleh 16-24 Minggu (jika lebih dari 100.000/μL HIV RNA). HIV RNA dan menghitung jumlah CD4 dipantau umumnya setiap 3-6 bulan. Pada pasien yang sangat berpengalaman pengobatan, memadai respon imunologi mungkin stabil atau sedikit peningkatan jumlah CD4 T-sel, dan RNA HIV stabil untuk mencegah perkembangan klinis. ❺Currently, pengobatan infeksi HIV seumur hidup. Pengobatan gangguan mungkin diperlukan karena toksisitas obat atau penyakit yang menghalang administrasi terapi oral. Kadang-kadang, pasien mungkin mengalami pengobatan kelelahan dan dapat memanfaatkan penghentian sementara mereka terapi antiretroviral. Durasi ini "holiday" tergantung pada pasien HIV RNA dan jumlah CD4 + hitungan sebelum inisiasi rejimen ARV yang pertama mereka. Studi Kasus Pasien, Bagin 1 Seorang pria berusia 46 tahun dengan riwayat hipertensi dan gastroesophageal refluks penyakit datang ke klinik mengeluh peningkatan kelelahan, sesak napas dan batuk. Ia telah melihat perasaan lelah lebih mudah untuk 3 bulan terakhir, tetapi kesulitan bernapas dan batuk muncul 2 minggu lalu. Setelah diinterogasi dia lebih lanjut, ia mengatakan telah berhubungan seks dengan pria, tetapi dia telah memiliki pasangan seksual sama selama 8 tahun. Mereka tidak menggunakan kondom. Ia juga mengatakan bahwa dia Merokok sekitar 1 bungkus cigarette per hari. 1. Informasi apa sugestif dari HIV/AIDS? 2. Apa faktor risiko hadir untuk memiliki HIV/AIDS? 3. Informasi tambahan apa yang perlu Andaketahui sebelum membuat rencana pengobatan untuk pasien ini? Part 2 sejarah medis, pemeriksaan fisik, dan tes diagnostik Meds Hydrochlorothiazide 25 mg PO sekali sehari Famotidine 20 mg PO dua kali sehari Labs natrium 135 mEq/L (135 mmol/L), kalium 3.6 mEq/L (3,6 mmol/L), klorida 100 mEq/L (100 mmol/L), bikarbonat 24 mEq/L (24 mmol/L), darah urea nitrogen 14 mg/dL (5 mmol/L), kreatinin 1,0 mg/dL (88.4 μmol/L), WBC 5.2 × 103/mm3, hemoglobin 11.5 g/dL, hematokrit 34. 1%, trombosit 151.000/mm3, neutrofil 58%, band 9%, limfosit 32%, monosit 1%, eosinofil 0%, basofil 0%, sel-sel CD4 150/mm3. ROS (+) berat badan, nafsu makan berkurang, sesak napas dan batuk; nyeri dada (-), mual, muntah, diare. PE VS: tekanan darah 144/84 mm Hg, pulsa 100 bpm, laju pernafasan 22/menit, suhu 38.3° C (100.9° F) HEENT: sariawan ringan di lidah CV: RRR normal S1, S2; tidak bergumam, menggosok, melarikan kudanya Abd: PMH Hipertensi selama 5 tahun; itu sering tidak baik lembut, nontender, nondistended; (+) usus suara, tidak dikendalikan karena miskin pasien kepatuhan ada hepatosplenomegaly Gastroesophageal reflux disease (GERD), saat ini Rectal: ditangguhkan dikendalikan pada histamin antagonis sejarah hepatitis B HIV ELISA: Tertunda Cest x-ray: menyebar interstisial infiltrat secara bilateral FH 1. Diberikan informasi tambahan ini, Apakah ayah meninggal karena serangan jantung pada usia 68 penilaian kondisi pasien Anda? tahun; Ibu masih hidup dengan sejarah diabetes 2. Apa tes laboratorium lainnya yang akan Anda sarankan? SH 3. Mengidentifikasi tujuan pengobatan bagi pasien. bekerja sebagai sopir truk; Laporan jauh sejarah 4. Apa nonpharmacologic dan farmakologis penggunaan narkoba suntikan di 20-an; minuman alkohol alternatif tersedia untuk pasien? kadang-kadang sebelum terapi mempertahankan status mereka imunologi untuk periode yang lebih lama dari waktu dibandingkan dengan orang-orang yang mulai terapi dengan penyakit lanjut. Pada akhirnya, terapi antiretroviral akan perlu untuk menjadi reinstituted. Setiap pasien harus memiliki rencana untuk menilai efektivitas terapi antiretroviral setelah inisiasi. Pada setiap kunjungan klinik pasien harus dievaluasi untuk Pasien dengan tinggi jumlah CD4 + menghitung dan lebih rendah beban virus kehadiran reaksi merugikan obat, alergi obat, obat kepatuhan dan interaksi obat yang potensial. ❽ Art memiliki classassociated dan efek samping obat khusus (Lihat tabel 84-5). Jika pasien mengalami salah satu efek yang serius, mengancam hidup (tabel 84-6), agen menyinggung harus dihentikan segera, dan dalam kebanyakan kasus pasien tidak rechallenged. Potensi komplikasi jangka panjang yang dapat mengurangi kualitas hidup yang tercantum di tabel 84-7. Untuk obat-obatan dengan kemungkinan tinggi intolerability (seperti nelfinavirassociated diare), pasien harus menasihati untuk mengantisipasi efek dan memiliki seiring resep tersedia untuk preventif manajemen (seperti agen antidiarrheal), Pasien harus memiliki tindak lanjut dalam minggu pertama setelah memulai rejimen obat baru. Jika pasien tidak mentolerir obat meskipun semua upaya yang bertentangan, mempertimbangkan mengubah obat. TABLE 84–6. Efek Merugikan yang Serius dan Manajemen Efek merugikan obat Hepatotoksisitas NVP NNRTIs lain Pls dan NRTIs tanda dan gejala faktor resiko Pencegahan/ Monitoring Serangan Hingga 18minggu setelahInisiasi Gejala seranganmendadakgejala sakit perut, sakit kuning, seperti flu, sakit perut, sakit kuning,demam±ruam 1.PeningkatanCD4+pada hitunganinisiasi 2. Perempuan 3. Peningkatan dasar 3 bulanAST / ALT 4. Setiap penyakit hati5. Tinggi NVP conc AST / ALT ⇒ setiap 2 minggu untuk bulan pertama, bulan selama 3 bulan, maka setiap 3 bulan D / C ARV; D / C semua agen hepatotoksik; menyingkirkan penyebab lain; tidak melakukan dengan rechallenge NVP NNRTI-60% dalam 12 minggu pertama PIminggu ke bulan NRTIbulan untuk tahun gejala NNRTI-asimtomatik untuk gejala spesifik, seperti anoreksia, oss berat badan, atau kelelahan PI-umumnya asimtomatik, beberapa dengan anoreksia, penurunan berat badan, sakit kuning NRTI-AZT, ddI, d4T dapat menyebabkan hepatotoksisitas terkait dengan asidosis laktat; 3TC, FTC, atau TDF dapat menyebabkan HPV flare 1. HBV atau HCV 2. Alkoholisme 3. obat hepatotoksik bersamaan Memonitor LFT setidaknya setiap 3-4 bulan Menyingkirkan penyebab lain; untuk pasien bergejala: DC semua ARV dan agen berpotensi hepatotoksik lainnya; setelah gejala dan LFT menormalkan, mulai rejimen antiretroviral baru (tanpa agen menyinggung potensi); untuk pasien tanpa gejala: Jika ALT, lebih besar dari 5-10x ULN, dapat mempertimbangkan D / C ARV atau melanjutkan dekat setelah gejala dan LFT menormalkan, pengelolaan mulai antiretroviral baru anoreksia, rejimen berat (tanpa agen menyinggung potensi) Asidosis laktat / hati steatosis +/ pankreatitis NRTI(ESP.d4T,ddl,ZDV) Permulaan Bulan sesudah inhalasi Gejala Mual nonspesifik gastrointestinal, anoreksia, sakit perut, muntah, penurunan berat badan, kelelahan) nilai-nilai laboratorium: ↑ laktat, ↓ pH arteri, ↓ serum bikarbonat, ↑ AST / ALT, ↑ ↑ PT Tbili, ↑ amilase / lipase (dengan pankreatitis) 1. d4t + ddl 2. wanita 3. obesitas 4. hamil 5. dll + hidroksiurea atau ribavirin Tidak ada kecuali gejala hadir konsentrasi laktat ⇒Consider pada pasien dengan ↓ serum bikarbonat atau ↑ anion gap D / C semua ARV; dukungan gejala dengan cairan; beberapa pasien memerlukan IV bikarbonat, hemodialisis nutrisi parenteral, atau ventilasi mekanis; sekali sindrom menyelesaikan, pertimbangkan untuk menggunakan NRTI dengan ↓ mitokondria kelelahan) toksisitas (ABC, TDF, 3TC, atau FTC); Monitor Nilai laboratorium: ↑ laktat, ↓ laktat setelah restart NRTI; beberapa pH arteri, dokter serum ↓ menggunakan rejimen tanpa NRTI Sindrom StevensJohnson/ nekrolisis epidermal toksik NVP lebih besar dari EFV,DLV;juga APV,fAPV,ABC,ZDV,ddl,IDV, LPV/r,ATV NVP-perempuan, hitam, Asia, Hispanik Gunakan 2 minggu memimpin dalam ⇒200 hari mg, maka D / C semua ARV serta penyebab lainnya yang mungkin; dukungan gejala agresif; tidak Permulaan mulai hari pertama sampai minggu sesudah terapi Gejala Erupsi kulit dengan mukosa ulserasi; demam, takikardia malaise, mialgia, artralgia tawaran 200 mg Hindari penggunaan kortikosteroid selama dosis eskalasimungkin ↑ kejadian ruam rechallenge pasien dengan agen menyinggung; jika disebabkan oleh NVP menghindari kelas NNRTI, jika mungkin TABLE 84–6. Serious Adverse Effects and Management (continued) Efek merugikan obat Hipersensiti vitas reaksi (HSR) ABC Episode pendarahan Pls Sumsum tulang ZDV Tanda dan gejala permulaan Median = 9 hari; 90% dalam waktu 6 minggu pertama gejala Onset akut gejala (paling sering ke setidaknya): demam tinggi, ruam menyebar kulit, malaise, mual, sakit kepala, mialgia, menggigil, diare, muntah, sakit perut, dyspnea, arthralgia, gejala pernapasan permulaan Beberapa minggu gejala ↑ kecenderungan spontan perdarahan (di sendi, otot, jaringan lunak, dan hematuria) permulaan Beberapa Factor resiko 1. HLA-B * 5701, HLA DR7, HLA-DQ3 2. Antiretroviralnaif pasien 3. kejadian Tinggi dengan 600 mg qday dibandingkan dengan tawaran dosis Pencegahan/monitoring Mendidik pasien tentang tanda-tanda dan gejala dari HSR dan kebutuhan laporan yang cepat pengelolaan D / C ABC dan ARV lain; menyingkirkan penyebab lain dari gejala, yang paling tanda dan gejala menyelesaikan 48 jam setelah ABC / DC; tidak rechallenge dengan ABC setelah diduga HSR Penggunaan Pertimbangkan untuk PI pada pasien menggunakan rejimen hemofilia berbasis NNRTI TPV dan antikoagulan (risiko perdarahan intrakranial) Mungkin memerlukan peningkatan penggunaan produk faktor VIII 1. Advanced HIV Beralih keNRTIlain; D/Cbersamaanpenekansumsum tulang, jika mungkin; untukanemia: Hindari pada pasien dengan risiko tinggi untuk penekanan penekanan minggu ke bulan gejala Kelelahan, risiko infeksi bakteri ↑ karena neutropenia; anemia, neutropenia Nefrolitiasis / urolitiasis / kristaluria IDV nefrotoksisit as IDV berpo tensial TDF permulaan Setiap saat setelah mulai terapi, terutama jika ↓ asupan cairan gejala Nyeri pinggang dan / atau sakit perut, disuria, frekuensi; piuria, hematuria, crystallauria; jarang, ↑ kreatinin serum dan gagal ginjal akut permulaan IDV-bulan setelah terapi TDF-minggu ke bulan setelah terapi gejala 2. dosis AZT Tinggi 3. anemia yang sudah ada sebelumnya atau neutropenia 4. Seiring penggunaan penekan sumsum tulang 1. Sejarah nefrolitiasis 2. Pasien dapat mempertahan kan asupan cairan yang cukup Konsentrasi IDV 3. puncak Tinggi 4. ↑ Durasi paparan sumsum tulang; menghindari agen menekan lainnya; memonitor CBC dengan diferensial setidaknya setiap 3 bulan Mengidentifikasidan mengobatipenyebab lain; mempertimbangkanpengobatanerythropoietinatau transfusi darah, jika diindikasikan; untukneutropenia: Mengidentifikasidan mengobatipenyebab lain; mempertimbangkanpengobatanfilgrastim, jika diindikasikan Minum setidaknya 1,5-2 L cairan non-berkafein per hari; ↑ asupan cairan pada tanda pertama dari gelap urin; memonitor urine dan kreatinin serum setiap 3-6 bulan Peningkatan hidrasi; kontrol nyeri; dapat mempertimbangkan beralih ke agen alternatif; penempatan stent mungkin diperlukan 1. Riwayat penyakit ginjal 2. Seiring penggunaan obat nefrotoksik Hindari penggunaan obat nefrotoksik lain; hidrasi yang memadai jika pada IDV; memonitor kreatinin, urinalisis, serum kalium dan fosfor pada pasien dengan risiko D / C agen penyebab, umumnya reversibel; perawatan suportif; penggantian elektrolit seperti yang ditunjukkan IDVasimtomatik; jarang mengembangk an stadium akhir penyakit ginjal TDFasimtomatik gejala diabetes insipidus nefrogenik, sindrom Fanconi TABLE 84–7. Other Adverse Effects and Management Efek Samping Pengobatan Komplikasi jangka panjang Kardiovaskular Seluruh PLS (kecuali ATV) Hiperlipidemia Seluruh PLS;d4T;EFV Resistensi Insulin (Diabetes melitus) Seluruh PLS Osteonokrosis Seluruh PLS Kualitas hidup terhadap komplikasi efek sistem syaraf pusat EFV Tanda dan gejala Faktor resiko Serangan : Bulanan sampai tahunan dalam therapi Resiko lain dari CVD Minggu-Bulan harus terapi, Gejala : LDL meningkat, Kolesterol meningkat, HDL menurun, LPV-RTV tidak seimbang. Serangan : Minggu kebulan sesudah terapi, Gejala : poliurea, kelelahan, Lemah, Pasien hiperglikemia memburuk Serangan : Membahayakan, Gejala : Rasa sakit ringan sampai berat pada bagian kepala. Pemberian pertama pengobatan : Mengantuk, Insomnia, Mimpi buruk, gangguan konsentrasi, rasa pusing Ada riwayat PLS yang rendah, d4T lebih banyak dari ZDV dan TDF Pencegahan dan pemantauan Pengendalian Pertimbangan dari gaya hidup; memperbaiki gaya hidup dengan berkonsultasi 3-6 bulan sesudah setahun setelah pengobatan di cek kembali Awal diagnosa; pencegahan;dan frmakologi dari hiperlipidemia, HTN, resistensi insulin Memperbaiiki gaya hidup, beralih ke antiretroviral dengan efek rendah lemak Memiliki riwayat Hiperglikemia, Keluarga ada yang terkena deabetes mellitus, pengguna alkohol, hiperlipidemia Diabetes, pengguna alkohol, hiperlipidemia, penggunaan steroid Lebih sering puasa dari makanan tinggi glukosa Diet lemak, jika dibutuhkan pengobatan : Sulfonyl urea, suntik insulin Minum obat saat perut kosong, Konservasi ; membutuhkan analgesik, Adanya rasa sakit yang tidak stabil, menggunakan Obat berefek CNS Mengatakan pada pasie agar tidak kerja keras selama 23 minggu saat proses terapi Gejala berkurang biasanya 2-4 minggu, dapat mempertimbangkan bahkan menghentikan therapi apabila gejala menghilanhg Distribusi lemak Pls,d4T Serangan : secara bertahap , bulan setelah inisiasi terapi: gejala: lipoatrofi kehilangan lemak perifer (penipisan wajah dari ekstremitas dan bokong):peningkatan lipohypertropydilingkar peru, ukuran payudara, dan lemak dorsocervical. Lipoatrofi-rendah tubuh dasar indeks massa Dexa scan beralih ke agen lain dapat memperlambat atau menghentikan perkembangan, tetapi mungkin tidak membalikkan efek: injecteble poli- L - asam laktat untuk lipoatrofi wajah Intoleransi Semua Gastrointestinal Pls,ZDV,ddl Serangan :beberapa dosis pertama : gejala : mual,muntah,sakit perut diare sering terlihat dengan NFV,LPV/r,dan formulasi ddl. Semua pasien Dengan mengurangi pola makan da[at mengurangi gejala (bukan untuk ddl atau tidak dikuatkan IDV): Terlebih Dahulu mungkin perlu ntiemetics atau antidiarrheal bisa jadi spontan menyelesaikan atau menjadi ditoleransi dengan waktu: mual dan muntah: menganggap antiemetik sebelum dosis: beralih ke agen kurang emetogenik: diare: menganggap agen Antimotility, tablet kalsium, zat pembentuk sampah, dan atau enzim pankreas Reaksi suntikan serangan : dosis baru pertama: Gejala: nyeri, pruritus, eritema, ecchymosis kehangatan, nodul, jarang, infeksi tempat suntikan Semua pasien pengetahuan mengenai penggunaan teknik steril, solusi pada suhu kamar, rotasi situs injeksi, menghindari situs dengan lemak subkutan sedikit atau reaksi yang ada pemijatan daerah keras sebelum dan sesudah injeksi dapat mengurangi nyeri: mengenakan pakaian longgar di sekitar daerah tempat suntikan: mandi hangat atau mandi sebelum injeksi: jarang,penghangat atau analgesik mungkin Enfuvirtide diperlukan Neuropati perifer ddl,d4T,ddC Serangan: minggu sampai bulan setelah memulai terapi: Gejala: dimulai dengan mati rasa dan parestesia dari jari kaki dan kaki: dapat berkembang menjadi neuropati menyakitkan: ekstremitas atas lebih sering terlibat: mungkin ireversibel meskipun penghentian obat 1 neuropati perifer yang sudah ada sebelumnya 2. penggunaan gabungan NRTI ini atau obat lain yang dapat menyebabkan neuropati 3. hiv canggih 4. dosis tinggi obat menyinggung hindari menggunakan agen ini pada pasien dengan risiko, jika memungkinkan: hindari penggunaan gabungan untuk agen ini: meminta pasien pada setiap pertemuan pertimbangkan d / c menyinggung agen sebelum timbulnya nyeri menonaktifkan: pengobatan farmakologis (variabel efektivitas): gabapentin, antidepresan trisiklik, lamotrigin, oxcarbamazepine, topiramate, tramadol, analgesik narkotik, capsaicin cream, lidokain topikal APV, amprenavir; ATV, atazanavir; CNS, central nervous system; CVD, cardiovascular disease; D/C, discontinue; ddC, zalcitabine; ddI, didanosine; DEXA, dual-energy x-ray absorptiometry; d4T, stavudine; EFV, efavirenz; HDL, high-density lipoprotein; HIV, human immunodeficiency virus; HTN, hypertension; IDV, indinavir; LDL, low-density lipoprotein; LPV/r, lopinavir + ritonavir; MRI, magnetic resonance imaging; NNRTI, nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor; NRTI, nucleoside reverse transcriptase inhibitor; NVP, nevirapine; PI, protease inhibitor; RTV, ritonavir; SQV, saquinavir; TDF, tenofovir disoproxil fumarate; TG, triglyceride; TPV/r, tipranivir + ritonavir; ZDV, zidovudine. Studi Kasus Pasien, Bagian 3 Membuat Rencana Perawatan Berdasarkan informasi yang disajikan, membuat rencana perawatan untuk pasien ini HIV / AIDS. Rencana anda harus mencakup: (a) pernyataan dari kombinasi obat terbaik dan alasan yang mendukung masing-masing obat yang direkomendasikan, serta efek samping atau masalah terkait obat potensial, (b) tujuan terapi, (c) a-pasien tertentu, rencana terapi rinci, dan (d) rencana untuk tindak lanjut untuk menentukan apakah tujuan telah tercapai dan efek samping dihindari. Studi Kasus Pasien, Bagian 4 Pasien berkelanjutan Pasien Anda dimulai pengobatan dengan atazanavir 300 mg PO sekali sehari, ritonavir 100 mg PO sekali sehari, tenofovir 300 mg PO sekali sehari, dan lamivudine 300 mg PO sekali sehari-hari. Dia awalnya tidak ada masalah dengan resep ini, tapi setelah sekitar 3 bulan, dia mengalami kesulitan mengambil obat pada waktu yang sama setiap hari karena jadwal sibuk. Karena dari pekerjaannya, ia pindah ke Alabama, dan belum terlihat di klinik Anda selama 2 tahun. Dia kembali hari ini untuk melihat Anda di klinik dan mengeluh merasa lelah, tetapi sebaliknya tidak adakeluhan tertentu. 1. Apa tes laboratorium yang Anda rekomendasikan? 2. Apa informasi tambahan yang perlu Anda ketahui sebelum membuat rencana perawatan untuk pasien ini. Perawatan dan Pemantauan Pasien Panaksiran Pasien 1. Sejarah Obat Dapatkan riwayat menyeluruh resep, bukan presepsi , dan penggunaan produk obat alami. Tentukan apa anti retroviral sebelum resep jika ada, yang digunakan di masa lalu. Apakah pasien mengkonsumsi dosis yang tepat setiap obat? Adalah dosis disesuaikan dengan ginjal atau kegagalan hati? Adalah dosis disesuaikan dengan interaksi obat dengan obat bersamaan? Mengevaluasi pasien untuk kehadiran obat yang merugikan reaksi, alergi obat, dan interaksi obat. Menilai peningkatan kualitas-hidup langkahlangkah seperti fungsi dan kesejahteraan fisik, psikologis, dan sosial. Apakah pasien mengalami obat-induced dampak buruk? Apa yang dapat Anda lakukan untuk membantu mengelola ini dampak buruk? 2. Tinjau data diagnostik yang tersedia untuk menentukan status nya HIV / AIDS. 3. Tentukan apakah mulai ART ditunjukkan. Mengevaluasi kemampuan pasien untuk mematuhi obat, harian, dukungan sosial rutin, dan stabilitas keuangan. Apakah pasienmengonsumsi obat yang dapat mengganggu individu komponen resep potensial? Apakah pasien mengalami asuransi kesehatan dan cakupan resep? 4. Kengembangkan rencana untuk menilai efektivitas dan tolerabilitas ART. Pendidikan Pasien 1. Mendidik pasien tentang penyakit HIV / AIDS dan pentingnya kepatuhan yang ketat untuk obat (hanya pasien idealnya mengambil obat nya pada waktu yang sama setiap hari). Merekomendasikan resep terapi bagi pasien untuk mengambil dengan semudah mungkin. Berbicara dengan pasien khusus tentang kapan dan bagaimana pasien akan mengambil obat. Waktu Apa yang mereka makan? Kapan mereka bangun? Apa obat lain yang mereka mengambil di waktu yang sama? Mendidik pasien apakah akan mengambil obat mereka dengan atau tanpa makanan. 2. Mendidik pasien pada umum efek obat yang merugikan dan beberapa tanda dan gejala utama dari keracunan yang parah (misalnya, penyakit kuning dan reaksi hipersensitivitas abacavir). Memberitahu mereka untuk memanggil penyedia mereka segera jika ada gejala-gejala terjadi. Pastikan mereka memiliki nomor telepon yang benar untuk klinik. Jawaban Studi Kasus Pasien Bagian 1 1. Faktor terjadinya HIV dan gejala penyakit kronis maupun inveksi oportunistik 2. Seks diluar maupun didalam nikah tanpa kondom 3. Pengobatan pertama pada pasien, Apa nama obatnya, dikhawatirkan pasien mengalami alergi obat, ataupun kesalahan saat mengkonsumsi obat, dan perhatikan rutinitas keseharian pasien. Bagian 2 1. Pasien biasanya memiliki gejala yang subyektif dari penurunan berat badan, nafsu makan yang menurun, sesak nafas bahkan batuk. Perbahan medis laboratorium mnunjukan gejala seperti : Suhu tinggi, penurunan hemoglobin, penurunan jumlah CD4 , pada pemeriksaan fisik, orang yang terjangkit HIV biasanya banyak terdapat sariawan pada daerah bibir dan mulutnya. Biasanya orang yang terkena HIV memiliki riwayat hidup hepatitis B, Hipertensi dan Gerd. 2. Untuk awal pemeriksaan HIV adlah dengan tes Hepatitis B dan tes fungsi hati 3. a.mengobati infeksi yang terjadi seperti sariawan, dan PCP. b.mengembalikan dan memperbaiki fungsi imoglobin c.memaksimalkan fungsi RNA d.meningkatkan kualitas hidup e.mengurasi faktor faktor yang dapat memicu HIV dan kematian. 4. Pada non farmakologis : Pencegahan penularan virus HIV , seperti menggunankan pengaman saat berhubungan seksual , tidak berbagi jarum atau peralatan lain yang digunakan untuk tubuh kita sendiri, beri gizi yang cukup untuk tubuh kita. Secara Farmakologis : untuk perawatan penderita HIV, ada 2 cara hidup yang sering dilakukan oleh mereka, antara lain : Efavirenz dan (zidovudine or tenofovir) dan (lamivudine atau emtricitabine) atau Lopinavir/ritonavir or atazanavir/ritonavir and (zidovudine atau fosamprenavir/ritonavir atau tenofovir) dan (lamivudine atau emtricitabine). Bagian 3 Cara hidup yang mereka lakukan mungkin baik untuk mereka, tapi bagaimana pun juga gaya hidup mereka lah yang memicu adanya virus dan efek samping penggunaan obat dan riwayat hidup terkenanya hepatitis B pada pasien, dan adanya kombinasi dari efavirens, tenofovir, dan emtricitabine mungkin itu pilihan terbaik untuk mereka. Tujuan Therapy 1. Memperbaiki fungsi imun 2. Memaksimalkan dan menekan resiko HIV 3. Memperbaiki gaya hidup 4. Mengurangi faktor dan resiko HIV Bagian 4 1. Pasien mungkin kurang patuh dengan interaksi obat, periksa HIV-RNA dan jumlah CD-4 untuk mengevaluasi pengobatan HIV dan keampuhan, dan jangan lupa tes fungsi hati rutin. 2. Tanyakan pada pasien apakah ia teratur atau tidak meminum obat, apabila iya, maka harus cek lebih lanjut mengapa terjadi kegagalan pada pengobatan. Dan jangan lupa, tanyakan apakah ada efek obat terhadap dirinya atau tidak, seperti alergi obat atau ada penggunaan obat lain. SINGKATAN-SINGKATAN 3TC : lamivudine ABC : abacavir AIDS : acquired immune deficiency syndrome ALT : alanine aminotransferase APV : amprenavir ARV : antiretroviral AST : aspartate aminotransferase ATV : atazanavir CBC : complete blood cell count CNS : central nervous system CVD : cardiovascular disease CYP : cytochrome P-450 isoenzyme D/C : discontinue ddC : zalcitabine ddI : didanosine DEXA : dual-energy x-ray absorptiometry DHHS : Department of Health and Human Services DRV : darunavir d4T : stavudine ELISA : enzyme-linked immunosorbent assay EFV : efavirenz FDA : Food and Drug Administration FTC : emtricitabine GERD : gastroesophageal reflux disease HAART: highly active antiretroviral therapy HbeAg : hepatitis B early antigen HBV : hepatitis B virus HCV : hepatitis C virus HDL : high-density lipoprotein HIV : human immunodeficiency virus infection HTN : hypertension IAS-USA: International AIDS Society-USA IDV : indinavir IFA : indirect immunofluorescence assay IV : intravenous LDL : low-density lipoprotein LFT : liver function tests LPV/r : lopinavir + ritonavir MRI : magnetic resonance imaging MTCT : mother-to-child transmission NNRTI: nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor NRTI : nucleoside reverse transcriptase inhibitor NtRI : nucleotide reverse transcriptase inhibitor NVP : nevirapine PCP : Pneumocystis jiroveci (formerly carinii) pneumonia PI : protease inhibitor PT : prothrombin time RT-PCR: reverse transcriptase polymerase chain reaction RTV : ritonavir SIV : simian immunodeficiency virus SQV : saquinavir T.bili : total bilirubin TDF : tenofovir disoproxil fumarate TG : triglyceride TPV : tipranavir TPV/r : tipranivir + ritonavir ULN : upper limit of normal WB : Western blot ZDV : zidovudine REFERENSI UTAMA DAN BACAAN Hammer SM, Saag MS, Schechter M, et al. Treatment for Adult HIV infection. 2006 recommendations of the International AIDS Society-USA Panel. JAMA 2006;296(7):827–843. Nerad J, Romeyn M, Silverman E, et al. General nutrition management in patients infected with human immunodeficiency virus. Clin Infect Dis 2003;36:S52– S62. New York State Department of Health AIDS Institute. DrugDrug Interactions Between HAART, Medications Used in Substance Use Treatment, and Recreational Drugs. 2005. Available at: www.hivguidelines.org Panel on Clinical Practices for Treatment of HIV Infection Convened by the Department of Health and Human Services. Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in HIV-1 Infected Adults and Adolescents. 2006. Available at: http://aidsinfo.nih.gov Public Health Service Task Force. Recommendations for use of antiretroviral drugs in pregnant HIV-1 infected women for maternal health and interventions to reduce perinatal HIV-1 transmission in the United States. October 12, 2006. (http://aidsinfo.nih.gov) Smith DE,Walker BD, Cooper DA, et al. Is antiretroviral treatment of primary HIV infection clinically justified on the basis of current evidence? AIDS 2004;18:709– 718. Working Group on Antiretroviral Therapy and Medical Management of HIV-Infected Children. Guidelines for the use of antiretroviral agents in pediatric HIV infection. October 26, 2006. (http://aidsinfo.nih.gov)